Atropin disebut juga antagonis muskarinik kadang disebut parasimpatolik karena dapat menghambat efek muatan listrik otnom parasimpatis . atropin berasal ditemukan dalam tumbuhan Atropa belladonna . FARMAKOKINETIK Atropin diserap dengan baik pada usus dan konjunctiva . Bila digunakan dengan zat pemawa yang cocok seperti skopolamin, bahkan atropin dapat menembus kulit . Pada penggunaan oral, hanya 10-30% dari dosis obat antimuskarinik kuatener yang diabsorpsi yang memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kelarutan lemak pada larutan bermuatan . Atrpoin didistribusikan luas didalam tubuh, pada SSP dicapai dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam . Didalam tubuh, atropin cepat menghilang dari tubuh setelah diberikan dengan waktu paruh sekitar 2 jam . Kira-kira 60% dari dosis diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk utuh . sisanya dalam urin kebanyakn sebagai metabolit hidrolisa dan konjugasi . Tetapi efek pada iris dan otot siliaris dapat mencapai 72 jam atau lebih . FARMAKODINAMIK Atropin menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada resptor muskarinik . Ketika atropin berikatan dengan reseptor muskarinik, maka atropin akan mencegah terjadinya pelepasan IP3 (Inositol Trifosfat) dan hambatan adenilil siklase . Aktivitas muskarinik berbeda pada setiap jaringan, jaringan yang paling peka terhdapa muskarinik adalah kelenjar saliva, bronkus, dan kelenjar keringat . Sekresi asam oleh sel parietal lambung kurang peka terhadap atropin . Agen antimuskarinik lebih efektif menghambat agonis kolinoseptor yang diberikan dari luar (eksogen) dibandingkan dengan asetilkolin yang dilepaskan dari dalam (endogen) . Atropin sangan selektif terhadap resptor muskarinik, tetapi tidak selektif pada subgrup sehingga tidak mampu membedakan subgrup resptor muskarinik seperti M1,M2,M3 . Pada sistem saraf pusat, dosis lazim yang digunakan , atropin memiliki efek stimultan minimal terhadap SSP, terutama pada pusat saraf parasimpatis medula serta efek sedatif yang bekerja lebih lama dan lebih lambat pada otak . Tremor dan kekakuan pada parkinson akibat kelabihan relatif dari aktivitas kolinergik karena defisiensi aktivitas dopaminergik pada sistem ganglia striatum basal sehingga dengan begitu dapat disimpulkan pada penyakit parkinson dapat kita sembuhkan dengan Atropin bersama dengan levodopa . Pada mata, Otot konstriktor pupil bergantung pada aktivasi kolinoseptor muskarinik . Aktivasi ini dihambat oleh Atropin, hasil dari hambatan ini mengakibatkan aktivitas dilator simpatis berupa midriasi . Secara kosmetik pun pupil yang melebar disenangi selama masa reinassance . Dan akibat midriasis dan sikloplegia ini berguna untuk oftalmologi . Efek yang dapat terjadi yaitu kelumpuhan otot siliaris, atau siklopegia . Akibat dari hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi sehingga tidak dapat memfokuskan untuk melihat dekat . Lalu efek lain juga dapat mengakibatkan glaukoma akut pada pasien yang memiliki sudut bilik mata depan yang sempit . Selain itu dapat juga mengakibatkan mata yang kering dan berpasir, karena atropin mengakibatkan pengurangan sekresi pada air mata . Pada kardiovaskular, Nodus SA sangat peka terhadap reseptor muskarinik . Pada atropin dosis sedang dan berat menyebabkan takikardia pada jantung dengan menghambat perlambatan vagus . Tetapi pada dosis yang diturunkan dapat menimbulkan bradikardi pada awal penurunan . Hal ini mungkin terjadi akibat dari penghambatan pada reseptor M1 yang pada keadaan normal membatasi pelepasan pada nodus sinus dan jaringan – jaringan lain . Atropin juga secara signifikan dapat menurunkan interval PR pada EKG dengan menghambat reseptor muskarinik pada nodus AV . Otot atrium juga dapat dihambat, tetapi pada keadaan flutter atau fibrilasi atrium . Dan atropin juga dapat menghambat terjadinya vasodilatasi . Pada pernafasan, Atropin menyebabkan bronkodilatasi dan mengurangi sekresi . Obat anti muskarinik tidak selektif pada COPD, karena autoinhibisi M2 pada saraf parasimpatis pascaganglion dapat melawan efek bronkodilator dari reseptor M3 . Pada saluran cerna, Atropin menimbulkan efek dramatik terhadap motilitas dan beberapa fungsi sekresi pada saluran cerna . Motilitas otot polos gastrointestinum mulai dari lambung sampai ke usus besar seperti dinding visera, tonus otot, gerakan propulsi dikurangi sehingga efek atropin meyebabkan waktu pengosongan yang lebih lama dan waktu transit usus yang lebih lama , dan sering pula ditemukan mulut kering . Pada dosis berlebih dapat menyebabkan diare . Pada genitourinaria, Otot polos dinding ureter dan kandung kemih akan mengalamai relaksasi serta kencing akan terhambat oleh efek atropin . Juga dapat berhambat pada kekakuan akibat kondisi peradangan ringan, bedah, dan neuroogi . Tetapi dapat menyebabkan retensi urin pada laki – laki yang mengalami pembesaran prostat . Pada kelenjar keringat, Atropin menekena termoregulasi keringat . Karena serabut kolinergik simpatis mempersarafi kelenjar ekrin keringat dan reseptor muskarinik sangat rentan terhadap obat antimuskarinik . Pada orang dewasa suhu tubuh dapat ditingkatkan melalui efek ini, tetapi pada bayi dan anak – anak dapat menyebabkan demam atropin dengan dosis lazim . Referensi : Katzung, BG . Farmakologi dasar dan klinik . EGC . 10. 2007 . 110 - 116