ii. tinjauan pustaka

advertisement
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Harga Minyak Mentah Dunia
Minyak mentah dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam
kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam
mejalankan kegiatannya, sebagai contoh adalah industri pesawat terbang yang
menggunakan avtur (produk turunan dari minyak mentah) sebagai bahan bakar
utamanya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari minyak mentah tidak lepas dari
kegiatan kita, sebagai contoh adalah bensin yang digunakan untuk kebutuhan
transportasi masyarakat sekarang. Konsumsi terhadap minyak ini tentunya akan
mempengaruhi harga minyak yang berlaku. Dalam skala besar permintaan dari
banyak negara untuk memenuhi kebutuhan minyak domestiknya akan
menciptakan agregat permintaan yang akan mempengaruhi harga minyak dunia.
Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak,
harga minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh
negara-negara penghasil minyak. Minyak mentah dunia banyak dipasok dari
negara-negara Timur Tengah, Amerika dan Rusia. Jadi, pasokan yang disediakan
oleh negara-negara tersebut menjadi sangat vital dalam pemenuhan kebutuhan
minyak dunia. Selain permintaan dan penawaran, harga minyak juga dipengaruhi
oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi pemasok utama minyak
dunia.
Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari
negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara importir (konsumen).
Harga internasional yang terbentuk merupakan interaksi dari permintaan dan
12
penawaran masing-masing negara. Pembentukan harga internasionel dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
P x /P y
Se
P3
P x /P y
P x /P y
A
SD
Si
A
Ekspor
P2
M
N
P1
E*
B
C
C
B M*
DD
N*
Impor
De
Di
X
Keseimbangan
di negara X
(a)
X
X
Keseimbangan
di negara Y
Keseimbangan
internasonal
(b)
(c)
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 2.1 Pembentukan Harga Internasional
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana keseimbangan internasional terjadi.
Salvatore (1997) menjelaskan bahwa harga internasional terbentuk dari harga
domestik negara pengekspor dan pengimpor komoditi (minyak). Kurva D e dan S e
melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 1
(eksportir). Sedangkan kurva D i dan S i melambangkan kurva permintaan dan
penawaran untuk minyak di negara 2 (importir). Panel (a) menunjukkan bahwa
dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi
dan konsumsi di titik C berdasarkan harga di P 1 . Pada panel (c) memperlihatkan
bahwa negara 2 akan melakukan produksi dan konsumsinya di titik A berdasarkan
harga relatif P 3.
Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara
tersebut, harga relatif minyak akan berkisar antara P 1 dan P 3 seandainya kedua
13
negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Andaikata harga
yang berlaku di atas P 1 maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak
daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik.
Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain
pihak, apabila harga yang berlaku lebih kecil dari P 3 , maka negara 2 akan
mengalami kelebihan permintaan. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk
mengimpor kekurangannya akan minyak dari negara 1.
Secara spesifik, panel (a) memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif
P 1 , kuantitas barang yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas barang yang
diterima di negara 1. Hal tersebut memunculkan titik c pada kurva S D pada panel
(b) (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel (a) juga
menunjukkan bahwa berdasarkan harga relati P 2 , maka akan terjadi kelebihan
penawaran minyak bila dibandingkan dengan permintaannya sebesar MN.
Kelebihan sebesar MN tersebutlah yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga
P 2 . Kuantitas MN sama dengan BE* pada panel (b). Disitulah terletak E* yang
berpotongan dengan kurva penawaran ekspor minyak dari negara 1 atau S D.
Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan P 3 , maka
penawaran dan permintaan pada negara 2 akan sama dan berada di titik A
sehingga negara A tidak akan mengimpor minyak sama sekali. Titik A terletak
pada kurva permintaan impor minyak yang berada di panel (b). Panel (c) juga
menunjukkan bahwa pada saat harga berada pada P 2, maka akan terjadi kelebihan
permintaan sebesar M*N*. Kelebihan itu sama dengan kuantitas yang akan
diimpor oleh negara 2 berdasarkan pada harga P 2 . Lebih lanjut, jumlah itu sama
dengan BE* pada panel (b), yang menjadi kedudukan titik E*.
14
Berdasarkan harga P 2 maka kuantitas impor yang diminta oleh negara 2
akan sama dengan kuantitas ekspor yang akan ditawarkan oleh negara 1. Hal itu
ditunjukkan oleh perpotongan kurva S D dan D D setelah minyak diperdagangkan
diantara kedua negara. Dengan demikian, P 2 menjadi harga internasional atau
harga yang terjadi setelah perdagangan internasional.
Harga minyak mentah dunia diklasifikasikan berdasarkan kualitas minyak
mentah yang dihasilkan di kilang minyak. Beberapa harga minyak mentah dunia
tersebut adalah West Texas Intermediete (WTI) atau yang dikenal juga dengan
light sweet, Brent Blend, Russian Export Blend, dan OPEC Basket Price. Dari
keempat harga minyak tersebut minyak jenis light sweet menjadi acuan harga
minyak dunia (Abu, 2011).
2.2
Perdagangan Internasional Menurut Model Mundell-Fleming
Model Mundell-Fleming dapat menjelaskan bagaimana perdagangan
internasional dapat mempengaruhi indikator makroekonomi Indonesia. Model ini
menjelaskan pasar untuk barang dan jasa sebagaimana model IS-LM. Tetapi
model
ini
menambahkan
simbol
baru
untuk
ekspor neto
yang bisa
menggambarkan kegiatan perdagangan.
Asumsi yang digunakan adalah negara merupakan negara perekonomian
terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Asumsi ini berarti bahwa tingkat
bunga dalam perekonomian domestik sama dengan tingkat bunga dunia. Tingkat
bunga ini diasumsikan tetap secara eksogen karena perekonomian tersebut relatif
lebih kecil dibandingkan perekonomian dunia sehingga bisa meminjam atau
15
memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar uang dunia tanpa
mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Pasar Barang dan Kurva IS
Mundell dan Fleming menjelaskan pasar untuk barang dan jasa
sebagaimana model IS-LM, tetapi model ini menambahkan variabel baru yaitu
ekpor neto yang merupakan cerminan kegiatan perdagangan. Kegiatan
perdangangan (ekspor dan impor) dipengaruhi oleh tingkat kurs mata uang.
Ketika terjadi apresiasi mata uang maka akan menyebabkan kenaikan impor dan
penurunan ekspor karena harga barang-barang di luar negeri lebih murah bila
dibandingkan dengan harga domestik (Mankiw, 2007). Hal ini menyebabkan
kurva ekspor neto (NX) miring ke bawah seperti ditunjukkan oleh panel (a) pada
Gambar 2.2. Kurva IS dapat diperoleh dengan menderivasi dari kurva ekspor neto
dan perpotongan Keynessian. Kurva derivasi IS dapat dilihat pada Gambar 2.2
E
Pengeluaran Aktual
Pengeluaran Rencana
Y
Kurs, e (riil)
r
(b) Perpotongan Keynes
e2
e1
IS
NX 2 NX 1
NX
(a) Kurva Ekspor Neto
Y2
Y1
(c) Kurva IS
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.2 Derivasi Kurva IS
Y
16
Kurva IS diderivasi dari kurva ekspor neto dan perpotongan Keynesian.
Bagian (a) menunjukkan kurva ekspor neto: kenaikan kurs dari e 1 ke e 2
mengurangi ekspor dari NX 1 ke NX 2. Bagian (b) menunjukkan perpotongan
Keynesian: penurunan ekspor neto menggeser pengeluaran rencana ke bawah dan
menunjukkan penurunan pendapatan dari Y 1 ke Y 2 . Bagian (c) menunjukkan
kurva IS yang meringkas hubungan antara kurs dan pendapatan. Semakin tinggi
kurs maka semakin tinggi pendapatan.
Pasar Uang dan Kurva LM
Kurva LM bergantung pada pergerakan tingkat bunga dan pendapatan.
Namun Mundell-Fleming memasukkan variabel tambahan berupa kurs yang
merupakan cerminan dari aktivitas perdagangan. Kembali ke asumsi bahwa suku
bunga domestik (r) sama dengan suku bunga dunia (r*), maka kurva LM yang
dihasilkan akan vertikal. Derivasi kurva LM dapat dilihat pada Gambar 2.3
Suku bunga, r
LM*
r=r*
Y
(a) Kurva LM saat Ekonomi tertutup
LM
Y
(b) Kurva LM saat Ekonomi terbuka
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.3 Derivasi Kurva LM
17
Bagian (a) menunjukkan kurva LM* standar saat perekonomian tertutup
dan garis horisontal menunjukkan tingkat bunga dimana tingkat bunga domestik
sama dengan tingka suku bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini menentukan
tingkat pendapatan, tanpa memperhitungkan kurs. Karena itu, sebagaimana
ditunjukkan gambar (b) kurva LM adalah vertikal untuk perekonomian terbuka
kecil.
Merakit Model IS-LM
Gambar 2.4 menunjukkan hubungan antara kurva IS dan LM yang telah
memperhitungkan aktivitas perdagangan. Ekuilibrium untuk perekonomian
ditemukan dimana kurva IS dan kurva LM berpotongan. Perpotongan ini
menunjukkan kurs serta tingkat pendapatan dimana pasar barang dan pasar uang
berada dalam ekuilibrium. Dengan diagram ini, kita bisa menggunakan model
Mundell-Fleming untuk menunjukkan bagaimana pendapatan agregat Y dan kurs
e menanggapi perubahan kebijakan.
Kurs, e
LM
IS
Y, Pendapatan
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.4 Kurva IS-LM
2.3
Pengaruh Kebijakan Terhadap Model IS-LM
Kebijakan yang diambil oleh sebuah pembuat keputusan tentunya
memiliki pengaruh terhadap aktivitas ekonominya. Kebijakan suatu negara terbagi
18
menjadi tiga kebijakan yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan
perdagangan. Pada penelitian ini Indonesia diasumsikan sebagai negara yang
menganut sistem tukar bebas (floating exchange rate).
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah
untuk
mengintervensi
perekonomian
negaranya.
Instrumen
yang
bisa
dipergunakan oleh pemerintah adalah G (pengeluaran pemerintah) dan T (pajak).
Anggaplah pemerintah mendorong pengeluaran domestik dengan meningkatkan
pengeluaran pemerintah atau memotong pajak. Karena meningkatkan pengeluaran
yang direncanakan, kebijakan fiskal akan menggeser kurva IS ke kanan, seperti
terlihat pada Gambar 2.5, sebagaimana terlihat kurs berapresiasi sedangkan
tingkat output tetap.
e
e2
IS 2
e1
IS 1
Y
Gambar 2.5 Pergeseran Kurva IS Akibat Kebijakan Fiskal
Tindakan ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah akan mengakibatkan
kurva IS bergeser dari IS 1 ke IS 2 . Pergeseran ini akan mengakibatkan peningkatan
e namun Y tetap. Nilai Y tetap karena ketika e riil naik maka nilai ekspor akan
turun. Peningkatan IS akibat peningkatan subsidi itu akan diimbangi dengan
penurunan ekspor dengan porsi yang dianggap sama. Sehingga, Y tidak akan
mengalami peningkatan. Jadi, kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
19
dalam rezim kurs mengambang tidak akan efektif karena tidak meningkatkan Y
atau GDP.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas
moneter yang biasanya dipegang oleh bank sentral. Di Indonesia kebijakan ini
dipegang oleh bank Indonesia. Kebijakan yang bisa dilakukan adalah dengan
meningkatkan atau menurunkan jumlah uang beredar di masyarakat. Anggaplah
bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat maka hal ini
akan menggeser kurva LM ke kanan seperti pada Gambar 2.6
Kurs, e
LM 1
LM 2
e1
e2
IS
Y1
Y2
Y
Gambar 2.6 Pergeseran Kurva LM Akibat Kebijakan Moneter
Tindakan peningkatan jumlah uang beredar yang dilakukan oleh Bank
Indonesia akan menyebabkan peningkatan Y atau GDP Indonesia. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter memiliki kemampuan untuk
mengubah tingkat pendapatan Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moneter
dianggap lebih ampuh bila dibandingkan dengan kebijakan fiskal
Kebijakan Perdagangan
Kebijakan perdagangan berkaitan dengan kebijakan mengatur jumlah
ekspor dan impor suatu negara. Mari kita asumsikan bahwa pemerintah
20
meningkatkan hambatan perdagangan yang masuk ke negaranya. Sehingga nilai
impor akan menurun dan ekspor neto akan meningkat. Peningkatan ekspor neto
akan mengakibatkan kurva IS bergeser ke kanan dan kasusnya sama seperti
kebijakan fiskal yang telah dibahas di atas. Kebijakan ekspansi perdagangan akan
mengakibatkan peningkatan nilai kurs namun nilai Y tetap.
2.4
IS-LM Sebagai Teori Permintaan Agregat
Kurva permintaan agregat adalah kurva yang menggambarkan hubungan
antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Kurva ini akan
menjelaskan
tingkat harga akan mempengaruhi pendapatan suatu negara.
Permintaan agregat memiliki bentuk miring ke bawah. Kurva permintaan agregat
dapat diderivasi dari kurva IS-LM seperti pada Gambar 2.7.
r
LM 2
LM 1
(a)
IS
Y
P
(b)
P2
AD
P1
Y2
Y1
Y
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.7 Derivasi Kurva AD dari Kurva IS-LM
21
Untuk menjelaskan mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah,
kita telaah apa yang terjadi dalam model IS-LM ketika tingkat harga berubah. Hal
ini dilakukan pada Gambar 2.6. Untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat
harga P yang lebih tinggi akan mengakibatkan penurunan M/P. Penurunan M/P
atau penawaran uang ini akan menggeser kurva LM ke atas, yang mendongkrak
tingkat bunga ekuilibrium dan mengurangi tingkat pendapatan ekuilibrium,
sebagaimana ditunjukkan oleh bagian (a). Di sini tingkat harga naik dari P 1 ke P 2
dan pendapatan turun dari Y 1 ke Y 2 . Kurva permintaan agregat dalam bagian (b)
menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan nasional dan tingkat harga.
Dengan kata lain, kurva permintaan agregat menunjukkan sekumpulan titik
ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga
dan melihat apa yang terjadi pada pendapatan.
2.5
Teori Fluktuasi Ekonomi
Menurut Mankiw (2007), keseimbangan perekonomian terbentuk pada
saat perpotongan kurva permintaan agregat (aggregate demand, AD) dan kurva
penawaran agregat (aggregate supply, AS). Dalam jangka panjang, perekonomian
berada pada perpotongan kurva penawaran agregat jangka panjang dan kurva
permintaan agregat. Karena harga-harga telah disesuaikan pada tingkat yang
berlaku maka kurva penawaran agregat jangka pendek juga memotong titik
keseimbangan tersebut. Keseimbangan yang dicapai pada jangka panjang akan
tercapai pada tingkat output alamiah (full-employment). Kondisi full employment
(Y*) dalam keseimbangan jangka panjang ditunjukan pada Gambar 2.8
22
Sementara itu, dalam jangka pendek keseimbangan pada kondisi full
employment terkadang tidak dapat terpenuhi. Ketidakseimbangan dari kondisi full
employment pada jangka pendek atau yang lebih dikenal dengan siklus bisnis
terjadi karena adanya guncangan (shock) dalam perekonomian. Guncangan yang
terjadi dapat disebabkan oleh guncangan pada sisi AD ataupun AS. Guncangan
tersebut membuat kondisi full employement dapat tidak tercapai
P
LRAS
AD
P1
SRAS
Y*
Y(OUTPUT)
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.8 Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan
Jangka Panjang
Guncangan pada sisi AD misalnya adalah: lonjakan investasi, lonjakan
konsumsi, peningkatan dalam nilai tukar secara mendadak, dan pemotongan suku
bunga yang tidak diprediksi (Mankiw, 2007). Suatu lonjakan pada sisi AD,
misalnya: lonjakan investasi, akan menggeser kurva AD ke kanan. Pergesearan
AD ke kanan menyebabkan tingkat output dan harga relatif meningkat
(unexpected inflation). Lebih lanjut, dengan pergeseran AS ke kiri maka
keseimbangan kembali pada tingkat alamiah dengan tingkat harga yang lebih
tinggi (Gambar 2.9).
23
SRAS 1 (P e =P 3 )
P
SRAS 2 (P e =P 1 )
P3
P2
P1
AD 1
Y*
AD 2
Y
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.9 Guncangan Pada Permintaan Agregat
Sementara itu, guncangan pada sisi AS misalnya adalah peningkatan harga
minyak secara mendadak dan penemuan teknologi baru. Guncangan akibat dari
peningkat harga minyak akan menggeser AS ke kiri. Keseimbangan baru
terbentuk pada tingkat output yang lebih rendah (stagnasi) dan harga yang lebih
tinggi (inflasi). Dengan demikian guncangan kenaikan harga minyak tersebut
menyebabkan terjadinya stagflasi.
Guncangan pada AD dan AS akan mengakibatkan pergesran kurva AS
maupu AD yang akan mengakibatkan perubahan pada tingkat produksi dan harga.
Pada sub bab sselanjutnya akan kita lihat bagaimana harga minyak dunia
mempengaruhi AD dan AS sebagai salah satu transmisi dalam menuju perubahan
pertumbuhan ekonomi.
24
P
LRAS
SRAS 2
SRAS 1
P2
P1
AD
Y*
(output)
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.10 Guncangan Pada Penawaran Agregat
2.6
Makroekonomi Indonesia
2.6.1
Pendapatan Nasional
Makroekonomi Indonesia dapat dihitung dengan penghitungan pendapatan
nasional pada waktu tertentu misalnya setahun. Penghitungan pendapatan nasional
dapat dilakukan dengan metode langsung maupun tidak langsung. Penghitungan
langsung dapat dilakukan dengan menjumlahkan semua produksi di setiap
perusahaan yang ada di negara tersebut. Sedangkan metode tidak langsung yaitu
dengan cara penaksiran. Kita tidak perlu menanyakan pendapatan tiap orang, yang
jumlahnya jutaan bahkan ratusan juta. Hal yang diperlukan hanyalah penaksiran
pendapatan secara keseluruhan untuk setiap kelas-kelas masyarakat (Deliarnov,
1995).
25
Deliarnov (1995) mengatakan bahwa terdapat tiga pendekatan yang
digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu dengan Pendekatan
Produksi (Production Approach), Pendekatan Pendapatan (Income Approach) dan
Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) .Pendekatan yang akan
dilakukan pada penelitian ini adalah Pendekatan Pengeluaran. Pendekatan ini
digunakan karena dianggap cocok dengan keadaan Indonesia yang penduduknya
belum terbiasa dengan pembukuan. Pendekatan ini juga dilakukan untuk
mengetahui pola konsumsi masyarakat, sesuatu yang sangat penting bagi
pemerintah dan perusahaan dalam mengambil keputusan. Selain itu, data- data
yang diperlukan untuk menghitung pengeluaran lebih mudah untuk didapatkan
dibandingkan dengan data tentang penerimaan.
Pengukuran pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dapat
menggunakan persamaan:
𝑃𝑁𝐡 = 𝐢 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑋 − 𝑀)....................................................................(2.1)
Dimana:
PNB = Produk Nasional Bruto
C
= Konsumsi
I
= Investasi
G
= Pengeluaran Pemerintah
X
= Ekspor
M
= Impor
Deliarnov (1995) membagi pengeluaran nasional menjadi empat bagian
yaitu:
26
a.
Konsumsi (C)
Konsumsi (consumption) adalah sejumlah barang atau jasa yang dibeli
rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok :barang tidak tahan
lama, barang tahan lama, dan jasa.
b. Investasi (I)
Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk membeli
barang-barang modal untuk mendirikan perusahaan baru atau memeperluas
perusahaan yang ada. Termasuk disalamnya pengeluaran perusahaan untuk : (a)
membeli bahan baku atau material, mesin-mesin, peralatan pabrik, serta semua
barang modal lain yang digunakan dalam proses produksi; (b) membeli banguna
kantor, pabrik, rumah pegawai, tanah, dan (c) perubahan nilai stok (inventory)
c.
Pengeluaran Pemerintah (G)
Pengeluaran
konsumsi
pemerintah
(
Government
Consumption
Expenditure, G) adalah seluruh pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi,
misalnya untuk membangun jalan dan jembatan, irigasi, listrik, air minum, dan
taman-taman rekreasi
d.
Ekspor Bersih (X-M)
Ekspor bersih adalah selisih antara nilai penjualan barang-barang dan jasa
ke luar negeri (ekspor, X) dengan nilai barang-barang yang didatangkan dari luar
negeri (impor, M).
2.6.2
Inflasi
Inflasi digunakkan pada penelitian ini untuk melihat bagaimana keadaan
harga barang-barang yang memiliki bahan input produksi minyak mentah. Hal ini
27
penting untuk mengukur nilai uang yang ada di masyrakat. Inflasi adalah kenaikan
dalam tingkat harga rata-rata, dan harga adalah tingkat dimana uang dipertukarkan
untuk mendapatkan barang atau jasa (Mankiw, 2007).
Berdasarkan sebabnya, Friedmann membagi inflasi ke dalam 2 jenis, yaitu
Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation adalah
inflasi yang timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu
pihak, dan di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh
(full employment), sehingga akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan dan
penawaran, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung terus menerus maka akan
terjadi inflasi berkepanjangan. Sedangkan, Cost Push Inflation adalah inflasi
yang disebabkan turunya produksi karena naiknya biaya produksi. Kenaikan biaya
produksi ini akan menyebabkan perusahaan akan menaikkan harga barangnya
(Mishkin, 2004).
Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari
beberapa macam barang yang diperjual belikan di pasar. Terutama barang-barang
yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Berdasarkan data harga tersebut
maka
disusunlah
suatu
angka
yang
di
indeks.
Angka
indeks
yang
memperhitungkan masing-masing harganya disebut sebagai Indeks Harga
Konsumen (IHK atau Consumer Price Index =CPI). Berdasarkan indeks harga
konsumen dapat dihitung laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode
tertentu. Adapun rumus untuk menghitung inflasi adalah :
πΌπ‘›π‘“π‘™π‘Žπ‘ π‘– =
𝐼𝐻𝐾𝑛 −𝐼𝐻𝐾𝑛−1
𝐼𝐻𝐾𝑛−1
Dimana : IHK n
× 100% .............................................................(2.2)
= Indeks Harga Konsumen pada periode n
IHK n-1 = Indeks Harga Konsumen pada periode sebelum n
28
2.6.3
Tingkat Suku Bunga
Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang
senantiasa diamati setiap hari karena memiliki dampak yang cukup luas pada
kehidupan masyarakat. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu dalam
menentukan mau diapakan uang yang mereka pegang. Keputusan untuk
menghabiskan uang untuk konsumsi atau untuk ditabung atau ditanamkan pada
investasi sangat dipengaruhi oleh suku bunga yang berlaku. Suku bunga juga
mempengaruhi para pelaku ekonomi dalam bisnis apakah mereka akan membeli
peralatan baru atau menyimpan uangnya di bank (Mishkin, 2004).
Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga riil dan nominal.
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga yang berlaku ketika tidak ada anggapan
perubahan harga. Sedangkan, tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga riil
ditambah dengan penyesuaian tingkat harga. Irving Fisher merumuskan suatu
persamaan yang menghubungkan tingkat suku bunga riil dan nominal, yaitu:
Tingkat suku bunga nominal = tingkat suku bunga rill + inflasi........... (2.3)
i = r + П ................................................(2.4)
2.6.4
Konsep Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting perekonomian
terbuka disamping variabel ekonomi lainnya seperti suku bunga, harga, neraca
transaksi berjalan (selisih nilai ekspor dengan impor), neraca pembayaran
(balance of payment), serta variabel lainnya. Nilai tukar (exchange rate) atau kurs
adalah harga suatu negara terhadap mata uang negara lainnya.
29
2.7
Volatilitas
Dalam studi finansial, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return
investasi yang dilakukan. Investasi dapat berupa reksadana, saham, emas, obligasi
dan instrumen lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya maka kepastian return suatu
investasi akan semakin rendah namun nilainya semakin besar, sedangkan bila
nilai volatilitasnya rendah maka resikonya cenderung stabil namun returnnya
rendah (Pratama, 2011).
Penelitian ini akan meneiliti tingkat volatilitas dari harga minyak dunia
akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Konsep volatilitas dalam penelitian
ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians. Atau dengan kata lain,
definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut
tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data
cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang
tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai.
2.8
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh
harga minyak terhadap perekonomian. Lescaraoux dan Mignon (2008) meneliti
hubungan harga minyak dengan beberapa variabel makroekonomi. Sebanyak 36
negara menjadi objek penelitian mereka selama rentang waktu 1960-2005 dengan
menggunakan data tahunan. Negara-negara tersebut dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu negara anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries),
30
negara penghasil minyak dan negara pengimpor minyak. Metode VECM (Vector
Error Correction Model) digunakan untuk melihat bagaimana hubungan antara
harga minyak dengan GDP, CPI, household consumption, unemployment, dan
share price. Mereka menemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang erat antara
harga minyak dengan share price di negara-negara pengekspor minyak. Mereka
juga menemukan bahwa GDP bergerak secara bersamaan dengan harga minyak
dalam jangka waktu 12 tahun. Sementara di negara pengimpor minyak terdapat
hubungan yang negatif antara harga minyak dengan share price dan memiliki
hubungan positif dengan tingkat unemployment.
Mehrara dan Sarem (2009) menggunakan model VECM untuk melihat
bagaimana hubungan antara harga minyak dengan GDP di negara pengekspor
minyak (Arab Saudi,Iran dan Indonesia). Data yang digunakan adalah data
tahunan dari tahun 1970 sampai 2005. Kesimpulan yang mereka peroleh adalah
bahwa di Iran dan Arab Saudi harga minyak memiliki peran penting dalam
menjelaskan fluktuasi output dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Sementara, di Indonesia peran harga minyak sangat terbatas dalam mmenjelaskan
perekonomian Indonesia. Mereka juga menyimpulkan bahwa terdapat peranan
penting dari kebijakan politik dalam menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan efektivitas ekonomi.
Hsies (2008) menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak 1 persen akan
menurunkan GDP riil sebesar 0,042 persen di Korea Selatan. Sementara, Jimenez
dan Shancez (2004) menggunakan metode VAR (Vector Auto Regression) untuk
meneliti negara G-7. Mereka menemukan bahwa GDP riil negara pengimpor
minyak menurun saat harga minyak meningkat.
31
Surjadi (2006) mengatakan bahwa harga minyak yang tinggi dapat
menyebabkan kemunduran ekonomi di negara-negara pengimpor minyak dan
ekonomi global secara keseluruhan. Pengalihan pendapatan dari pengimpor
minyak ke pengekspor minyak tidak simetris karena daya serapnya yang berbeda.
Kenaikan harga yang berlanjut juga akan menghambat pemulihan ekonomi global.
Negara-negara pengimpor minyak yang tinggi intensitas minyaknya akan
mengalami kesulitan yang lebih besar daripada negara2 yang lebih efisien
menggunakan minyaknya.
Penelitian tentang pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap
perekonomian pernah diteliti oleh Ito (2010). Dia menggunakan data triwulanan
untuk melihat hubungan harga minyak dan volatilitasnya dengan perekonomian
Russia. Menggunakan metode VAR, dia menyimpulkan bahwa kenaikan harga
minyak satu persen akan meningkatkan 0,46 persen GDP dan menurunkan 0,17
persen exchange rate. Dalam jangka pendek, (delapan kuarter) kenaikan harga
minyak tidak hanya diakibatkan oleh GDP growth dan exchange rate, tapi juga
karena peningkatan inflasi. Ito juga menyimpulkan ada keterkaitan yang erat
antara volatilitas harga dengan perekonomian Rusia.
Guo dan Kliesen (2005) juga melakukan penelitian dampak dari volatilitas
harga minyak dunia terhadap perekonomian Amerika Serikat. Pada periode 1984
-2004, volatilitas harga minyak dunia memiliki efek yang signifikan terhadap
investasi, konsumsi, tingkat tenaga kerja dan tingkat pengangguran yang terjadi di
Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak yang rendah memiliki dampak yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan ketidakpastian harga minyak
(volatilitas) harga minyak dunia. Mereka juga menemukan bahwa volatilitas harga
32
minyak dunia lebih dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian, seperti ancaman
teroris, dibandingkan dengan keadaan perekonomian Amerika Serikat.
Penelitian Gozali (2010), menggunakan data kuartalan dari 1990 sampai
2008, menunjukkan bahwa harga minyak secara signifikan mempengaruhi
konsumsi pemerintah dan investasi yang terjadi di Indonesia. Penelitian juga
menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari volatilitas harga minyak terhadap
perekonomian Indonesia. Dia juga menyimpulkan bahwa harga minyak dan
volatilitasnya memiliki hubungan yang saling memperkuat dalam mempengaruhi
perekonomian Indonesia.
2.9
Kerangka Pemikiran
Harga minyak dunia dan voaltilitasnya memiliki pengaruh terhadap
beberapa variabel makroekonomi. Pengaruh keduanya memiliki transmisi yang
berbeda dalam perekonomian. Pengaruh ini akan coba dilihat dengan metode
VAR/VECM. Variabel yang memiliki dampak dari perubahan harga minyak dan
volatilitasnya sebaiknya secara cermat dapat diperhatikan agar mempermudah
mengambil implikasi kebijakan. Dengan mengetahui variabel mana yang sangat
dipengaruhi oleh harga minyak, maka kebijakan antisipatif dapat dilakukan.
Pengaruh harga minyak akan coba dilihat terhadap variabel makroekonomi
seperti GDP, inflasi, suku bunga modal kerja dan nilai tukar. Untuk memperkaya
penelitian maka peneliti akan melihat bagaimana pengaruh guncangan harga
minyak dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP dari sisi pengeluaran.
Variabel tersebut adalahh private concumption (PCON), government consumption
(GCON), investasi, ekspor dan impor.
33
Minyak Dunia
Harga
Volatilitas
SBMK
RER
Inflasi
GDP
PCON
GCON
Inves
tasi
Ekspor
Impor
Implemen
tasi
Kebijakan
Kestabilan
Ekonomi
Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran
Download