SINTESIS NANOKOMPOSIT γ-Al2O3-Fe2O3

advertisement
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
SINTESIS NANOKOMPOSIT -Al2O3-Fe2O3 UNTUK ADSORPSI
LOGAM Cr(VI)
Rika Rahmawati1 dan Dede Suhendar1*
1
Jurusan Kimia, FST UIN Sunan Gunung Djati, Jl. A.H. Nasution No. 105, Bandung 40614
 Alamat e-mail korespondensi: [email protected]
Abstrak
Penanganan limbah yang mengandung logam berat sering kali memerlukan biaya yang tidak
murah. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis adsorben berskala nanometer berbahan
murah dan metode sintesis dan uji aplikasinya yang sangat sederhana, yakni nanokomposit Al2O3-Fe2O3 untuk adsorben Cr(VI). Larutan Al(OH)3 dicampur dengan larutan amoniak
sampai pH 4, kemudian ke dalamnya dicampurkan sukrosa dan FeCl 3 sampai homogen
(perbandingan mol Al(OH)3 : 0,25 FeCl3 : 0,33). Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 120
C sambil pengadukan sampai volumenya menjadi sekitar 2/3-nya, kemudian dipanaskan
kembali pada 200 C selama 24 jam. Padatan berbentuk butiran-butiran berwarna coklat yang
dihasilkan kemudian digerus halus dan dicampur dengan kerosen secara homogen. Campuran
diuapkan sampai kerosen habis. Serbuk halus berwarna coklat yang dihasilkan kemudian
dikalsinasi pada suhu 800 C selama 4 jam. Berdasarkan hasil analisis XRD diperoleh bahwa
sintesis tersebut menghasilkan produk campuran yang didominasi fasa -Al2O3 dengan
kristalinitas rendah yang menunjukkan terbentuknya nanokomposit. Larutan K2Cr2O7 telah
digunakan sebagai model larutan yang mengandung Cr(VI) untuk pengujian sifat adsorben
nanokomposit tersebut. 2 gram nanokomposit diaduk dengan larutan K2Cr2O7 dengan
konsentrasi Cr(VI) 56,7 ppm pada suasana asam (pH 2) sebanyak 50 mL pada variasi waktu 1
– 24 jam. Hasil kontak menunjukkan bahwa lamanya waktu kontak tidak memberikan
perbedaan yang signifikan namun secara keseluruhan diperoleh rata-rata adsorpsi Cr(VI)
sekitar 82,5% setelah pengadukan awal selama 1 jam. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
nanokomposit -Al2O3-Fe2O3 sangat efektif dan efisien sebagai adsorben zat pencemar Cr(VI)
karena biaya bahan dan sintesisnya sangat murah, sifat mengadsorpsinya cepat, dan
mengadsorpsi cukup banyak Cr(VI).
Kata kunci: alumina, besi oksida, nanokomposit, adsorpsi, Cr(VI)
menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat
I. Pendahuluan
menyebabkan sakit perut dan muntah-
Salah satu logam berat yang banyak
muntah. Selain itu, kromium juga bersifat
ditemukan di perairan sebagai pencemar
karsinogen bagi tubuh [2]. Daya toksik
adalah kromium (Cr). Limbah logam ini
kromium bergantung pada valensi ionnya.
biasanya berasal dari industri pelapisan
Ion Cr(VI) adalah bentuk logam Cr yang
logam,
industri
paling banyak dipelajari sifat racunnya
penyamakan kulit, tekstil, dan lain-lain [1].
karena Cr(VI) yang sangat toksik, korosif
Logam ini memiliki efek toksik pada
dan karsinogenik [3]. Di lain pihak, Cr(III),
kesehatan. Jika kontak dengan kulit dapat
meskipun cukup berbahaya namun memiliki
industri
cat/pigmen,
117
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
efek
toksik
yang
jauh
lebih
ISSN 1979-8911
kecil
dibandingkan Cr(VI). Efek-efek negatif
memperbanyak molekul adsorbat yang
terjerap.
inilah yang perlu diwaspadai dari limbah
yang mengandung logam kromium.
Pengolahan
limbah
penelitian
ini
disintesis
nanokomposit berbahan dasar alumina dan
berat
besi oksida. Selain itu, ditambahkan bahan
kromium sudah banyak dilakukan sebagai
organik yang digunakan sebagai template
upaya mengurangi bahaya limbah terhadap
(cetakan)
kesehatan. Pengolahan limbah logam berat
Pembentukan pori yang sangat kecil dapat
kromium yang telah dilakukan antara lain
memperluas
dengan penambahan adsorben seperti zeolit
memberikan fungsi lain pada komposit yang
dan bahan organik [4, 5, 6], reduksi
disintesis [5]. Penambahan bahan organik
menggunakan bahan kimia [7, 8], serta
juga dapat membantu mencegah aglomerasi
reaksi fotokatalisis [9, 10].
molekul-molekul
Penanganan limbah
logam
Dalam
yang pernah
dilakukan tersebut memiliki kelemahan
diperoleh
dalam
pembentukan
bidang
permukaan
alumina
komposit
pori.
dan
sehingga
dengan
ukuran
nanometer [11].
dalam hal waktu reaksi. Pada umumnya
Banyak bahan organik yang dapat
penanganan tersebut memerlukan waktu
digunakan sebagai template, namun dalam
reaksi yang relatif lama. Penanganan limbah
penelitian ini dipilih sukrosa. Sukrosa selain
yang cepat dan efektif dalam mengurangi
mudah diperoleh, harganya murah, juga
konsentrasi logam berat dalam limbah
memiliki titik lebur yang relatif rendah yaitu
industri sangat diperlukan, oleh karena itu
186
perlu disintesis bahan yang dapat mengolah
produk berlangsung.
limbah dalam waktu yang relatif singkat.
o
C yang bermanfaat saat kalsinasi
Limbah
kromium(VI)
perlu
Salah satu cara yang dapat dilakukan
mendapatkan penanganan karena dapat
untuk mempercepat reaksi adalah dengan
mencemari perairan dan tanah. Di alam, ada
memperluas
permukaan.
dua bentuk oksida kromium yang banyak
Penggunaan material berukuran nanometer
ditemukan, yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Hal
dapat menjadi salah satu alternatif bahan
yang unik adalah perbedaan sifat dari kedua
untuk
Permukaan
bentuk logam ini. Cr(VI) merupakan bahan
partikel berukuan nano sangat luas sehingga
yang bersifat karsinogenik sementara Cr(III)
sangat baik diaplikasikan sebagai adsorben.
tidak. Tingkat toksisitas Cr(III) hanya
Adsorpsi molekul-molekul akan bekerja
sekitar 1/100 kali Cr(VI). Bahkan dari
dengan baik pada adsorben yang memiliki
penelitian lebih lanjut, ternyata Cr(III)
luas permukaan yang luas karena akan
merupakan
bidang
penanganan
limbah.
suatu
jenis
nutrisi
yang
118
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
dibutuhkan tubuh manusia dengan kadar
0,2829 g kristal K2Cr2O7 dan dilarutkan
sekitar 50-200 μg/hari [1].
dalam 1000 mL akuades. Larutan ini
merupakan
II. Metode Penelitian
penelitian
ini
yang digunakan dalam
yaitu:
neraca
analitik,
pengaduk magnet, oven listrik, tanur, dan
peralatan gelas. Sementara bahan yang
diperlukan yaitu padatan Al(OH)3, padatan
FeCl3, NH4OH, sukrosa, kerosen (minyak
tanah), kristal K2Cr2O7, HCl 0,5 M, dan
akuades. Karakterisasi serbuk hasil sintesis
menggunakan
Philips
PW
Difraktometer
1835
dan
Sinar-X
pemeriksaan
konsentrasi logam kromium sebelum dan
setelah
induk
Cr
dengan
perkiraan konsentrasi 100 ppm. Larutan
Peralatan, Bahan, dan Instrumentasi
Peralatan
larutan
adsorpsi
menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom Varian
model dibuat dengan mengambil 300 mL
larutan induk kemudian diencerkan dalam
labu 1000 mL. kemudian, larutan HCl 0,5 M
ditambahkan ke dalam larutan kalium
dikromat tersebut sebanyak 10 mL untuk
memberikan suasana asam hingga terbentuk
larutan dengan pH 2. Konsentrasi riil dari
Cr(VI) ditentukan dengan menggunakan
spektroskop serapan atom.
Sintesis
nanokomposit
dimulai
dengan menambahkan larutan amoniak ke
dalam larutan aluminium hidroksida hingga
campuran mencapai pH 4. Kemudian ke
dalam
campuran
ditambahkan
larutan
besi(III) klorida dan sukrosa. Campuran ini
AA240FS.
diasuk menggunakan pengaduk magnet
hingga
Prosedur
Preparasi bahan sintesis meliputi
reparasi larutan aluminium hidroksida,
larutan besi(III) klorida, dan larutan sukrosa.
Pertama, ditimbang 23,4 g padatan Al(OH)3
dan dilarutkan dalam 100 mL akuades.
Kedua, ditimbang 1,17 g FeCl3 dan
dilarutkan dalam 20 mL akuades. Ketiga,
ditimbang 4,1 g kristal sukrosa dan
dilarutkan
Selanjutnya
dalam
dibuat
20
mL
larutan
akuades.
model
kandungan Cr(VI) menggunakan larutan
K2Cr2O7 dengan cara menimbang sebanyak
terbentuk
campuran
homogen.
Campuran didiamkan selama 15 menit
hingga terbentuk endapan berwarna coklat
muda,
kemudian
dipanaskan
hingga
volumenya berkurang 2/3 volume awal
sambil terus diaduk. Setelah itu, campuran
dituangkan ke dalam cawan porselen untuk
proses pengarangan, lalu dimasukkan ke
dalam oven dan dipanaskan pada 200 oC
selama 24 jam. Hasil dari proses tersebut
selanjutnya
dihaluskan
kemudian
ditambahkan kerosen (minyak tanah) untuk
mempercepat
proses
penghomogenan.
Campuran tersebut selanjutnya dikeringkan
119
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
dalam oven pengering hingga semua pelarut
Metode ini dinamakan sol gel karena diawali
menguap dan terbentuk serbuk halus.
dengan pencampuran semua bahan hingga
Serbuk hasil pengeringan dikalsinasi dalam
membentuk campuran yang disebut sol.
tanur pada suhu 800 oC selama 4 jam.
Proses
Selanjutnya,
produk
untuk
disiapkan
karakterisasi
sampel
selanjutnya
adalah
pemanasan
sekaligus penghomogenan campuran hingga
serbuk
terbentuk gel. Gel inilah yang akan
nanokomposit yang telah disintesis dengan
dikalsinasi dan dibentuk material baru
menggunakan
berupa nanokomposit Al2O3-Fe2O3.
XRD.
Difraktogram
dianalisis untuk mengetahui ukuran dan fasa
Pembuatan
material
berukuran
kristal hasil sintesis berdasarkan puncak-
nanometer perlu penanganan yang benar
puncak yang terlihat dan dicocokkan dengan
karena jika salah ditangani, kemungkinan
JCPDS.
material yang dihasilkan berukuran lebih
Langkah berikutnya adalah pengujian
besar dari yang diharapkan. Hal ini terjadi
adsorpsi produk sintesis terhadap larutan
karena
kromium(VI). Diambil 50 mL larutan
prekursor,
K2Cr2O7 yang sudah disiapkan sebelumnhya
butir/ukuran
dan dimasukkan ke dalam 6 gelas kimia 150
diperlihatkan pada Gambar 1. Pertumbuhan
mL. Kemudian masing-masing ke dalamnya
butir ini terjadi akibat adanya difusi antar
ditambahkan 0,2 g produk sintesis Al2O3-
butir dalam material. Dalam bahan keramik,
Fe2O3.
proses
Larutan
diaduk
menggunakan
selama
proses
dekomposisi
akan
terjadi
pertumbuhan
material
sintering
akan
seperti
yang
menyebabkan
pengaduk magnet selama 60 menit pada
peningkatan densitas, pengurangan pori, dan
suhu 25o C. Larutan yang telah diaduk
pertumbuhan butir. Akibatnya material
didiamkan dengan variasi waktu 1, 5, 10, 15,
keramik akan semakin padat [12].
20, dan 24 jam. Masing-masing larutan
diperiksa
menggunakan
Spektrometer
Dalam
pembuatan
nanokomposit
berbahan dasar keramik, pertumbuhan butir
Serapan Atom untuk mengetahui perubahan
konsentrasinya
sebelum
dan
sesudah
pencampuran.
III. Hasil dan Pembahasan
Sintesis
Dalam penelitian ini, nanokomposit
disintesis menggunakan metode sol gel.
Gambar 1 Mekanisme pertumbuhan
butir (a) butiran pada suhu kamar; (b)
butiran pada suhu tinggi, atom-atom
mulai berdifusi; (c) butiran pada suhu
sangat tinggi, terjadi penggabungan
butir. [13]
120
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
harus dihindari agar terbentuk kristal yang
berikatan Al-O satu dengan yang lainnya
sangat
dan
dapat diperlambat. Jauhnya jarak antara
pengurangan pori kurang menguntungkan
molekul-molekul Al-O dapat mencegah
untuk tujuan sintesis komposit sebagai
aglomerasi selama proses sintesis dan
adsorben. Molekul-molekul adsorbat akan
mengendalikan pertumbuhan kristal.
halus.
Pertumbuhan
butir
sedikit yang menempel pada permukaan
Pembentukan Al2O3 diawali dengan
adsorben karena pori yang semakin jarang,
pembentukan
akibatnya proses
adsorpsi tidak akan
pemanasan akan bertransformasi menjadi
optimal. Pertumbuhan butir berbanding
fasa metastabil (γ-δ-θ-Al2O3) dan akhirnya
lurus dengan pengurangan pori selama
terjadi kristalisasi secara termodinamika
proses pembakaran. Oleh karena itu, untuk
membentuk α-Al2O3 yang stabil [35].
meningkatkan luas permukaan material
Penambahan sukrosa ke dalam campuran
perlu dilakukan penurunan ukuran partikel
akan berikatan dengan fasa awal alumina
atau menghambat pertumbuhan butir. Cara
yakni
lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memiliki ikatan hidroksil dalam struktur
menambahkan
molekulnya yang dapat berikatan pada
substansi
yang
dapat
boehmit
boehmit
(AlO(OH)).
membentuk ruangan atau “kamar kosong”
permukaan
seperti pada zeolit, dimana atom atau
diperkirakan
molekul-molekul kecil dapat masuk-keluar
(aluminum-sukronat).
bergantung pada kondisi lingkungan [14].
dan
boehmit.
Hasil
membentuk
selama
Sukrosa
reaksi
ini
kompleks
Pemanasan awal yang dilakukan pada
Untuk penanganan hal ini, sebuah
suhu 200 oC bertujuan untuk mendegradasi
bahan organik telah ditambahkan (dalam
sukrosa. Suhu ini lebih tinggi dari suhu
penelitian ini digunakan sukrosa). Molekul-
dekomposisi sukrosa yaitu 186 oC. Hasil
molekul sukrosa berfungsi sebagai template
pemanasan ini terbentuk butiran berwarna
yang menyediakan ruangan-ruangan kecil
coklat seperti yang ditunjukkan pada
sebagai
Gambar 2. Hal ini menunjukkan prekursor
pori
setelah
proses
kalsinasi
dilakukan. Sukrosa yang ditambahkan akan
yang
terdistribusi dan terikat di permukaan
karbon hasil dekomposisi molekul sukrosa.
aluminum melalui ikatan hidrogen antara
Setelah dikalsinasi serbuk berubah warna
gugus -OH yang berasal dari molekul
menjadi abu tua seperti terlihat pada
sukrosa dengan gugus -OH yang terikat
Gambar 3.
secara ionik pada Al3+. Distribusi kompleks
diselimuti
oleh
molekul-molekul
Kalsinasi nanokomposit dilakukan
o
ini akan memperlebar jarak ikatan antar Al-
pada temperatur 800
O
terbentuknya fasa gamma pada alumina.
sehingga
penggabungan
molekul
C dengan tujuan
121
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
(a)
Gambar 3 Serbuk hasil kalsinasi pada
800 oC
mengetahui fasa kristal yang terbentuk,
hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4
(atas). Pola difraksi nanokomposit ini dapat
(b)
dibandingkan dengan pola difraksi dari Al2O3 (gambar bawah) menurut data dari
JCPDS. Kemiripan pola difraksi ini dapat
dilihat lebih jelas berdasarkan hasil tabulasi
letak-letak sudut difraksi yang disajikan
pada Tabel 1.
(c)
Gambar 2 Butiran hasil pemanasan
pada 200 oC. (a) bongkahan sebelum
digerus; (b) campuran setelah digerus
dan ditambahkan pelarut kerosen; (c)
serbuk setelah penguapan pelarut
Penentuan ukuran kristalit dilakukan
dengan
mengolah
data
hasil
XRD
menggunakan software xpowder. Dari hasil
pengolahan data diperoleh informasi ukuran
kristalit yang terbentuk yaitu 3 nm.
Fasa γ-Al2O3 merupakan senyawa yang
Ukuran yang sangat kecil ini dapat
lebih reaktif dibandingkan α-Al2O3. γ-Al2O3
disebabkan
merupakan bahan keramik yang berpori
sebagai template bahan organik yang
sehingga banyak digunakan sebagai katalis,
memberikan
adsorben,
penyaring
terbentuk. Renggangnya jarak Al-O satu
membran, pelapis, dan penyekat aerogel
dengan yang lain menjadikan tidak terjadi
[15].
aglomerasi
konduktor
ionik,
dari
jarak
penambahan
antar
makroskopis.
Al-O
sukrosa
yang
Penambahan
sukrosa ini sangat menentukan ukuran
Analisis Difraksi Sinar-X
kristalit yang terbentuk karena pada suhu
selanjutnya
kalsinasi yang cukup tinggi yakni 800 oC
dikarakterisasi menggunakan XRD untuk
dapat meningkatkan kerapatan dan ukuran
Serbuk
hasil
sintesis
122
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
Tabel 1 Data sudut difraksi sampel dan
hasil perhitungan parameter sel-nya
(kubus), serta perbandingannya dengan
parameter sel -Al2O3 referensi
(a1)
(a2)
2θ ()
10,250 8,623 8,644
29,530 3,022 3,029
31,840 2,802 2,815
66,500 1,404 1,408
81,745 1,177 1,180
Gambar 4 Pola spektrum difraksi sinar-X serbuk dari nanokomposit Al2O3-Fe2O3 hasil
sintesis (gambar atas) dan perbandingannya dengan pola difraksi sinar-X γ-Al2O3
berdasarkan berdasarkan JCPDS No. 10-0425 (gambar bawah) [16]
bahan akibat dari energi yang mendorong
yang melebihi suhu pembentukannya. Suatu
penggabungan
bahan keramik memiliki fasa yang stabil
molekul-molekul
proses pemanasan.
Dari
hasil
selama
XRD
pada
suhu
pembentukannya,
setelah
terlihat hanya puncak-puncak alumina yang
melebihi suhu ini bahan akan mengalami
memiliki intensitas tinggi, sementara Fe2O3
perubahan bentuk ke arah ketidakteraturan.
tidak
cenderung
Jika terus dipanaskan maka akan menuju
berbentuk amorf. Hal ini kemungkinan
posisi nol dimana bahan akan berubah
terjadi karena suhu pembentukan Fe2O3
wujud menjadi cairan (melting) bahkan
cukup rendah baik untuk fasa γ-Fe2O3
hilang karena mencapai suhu penguapan.
terlalu
terlihat
γ-Fe2O3
Hal ini pula yang kemungkinan besar
terbentuk pada suhu sintesis 200 oC dan α-
terjadi pada Fe2O3 yang disintesis. Suhu
Fe2O3 terbentuk pada suhu sintesis 400-600
kalsinasi yang digunakan telah menjadikan
o
fasa α-Fe2O3 yang telah terbentuk pada suhu
amorf ini disebabkan oleh suhu kalsinasi
600
maupun
fasa
α-Fe2O3.
dan
Fasa
C [37]. Fe2O3 yang terdeteksi berbentuk
o
C mengalami perubahan struktur
123
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
menjadi amorf. Namun demikian, tidak
Pada
saat
adsorpsi,
adsorbat
terbentuknya kristal Fe2O3 pada serbuk yang
menempel
pada
permukaan
adsorben
disintesis bukan berarti penambahan FeCl3
sehingga konsentrasinya berkurang dari
tidak berpengaruh pada produk. Fe3+ yang
larutan.
berada dalam larutan awal diasumsikan
termasuk pori yang terdapat dalam struktur
berikatan
dengan
membentuk
adsorben. Ukuran ion kromium yaitu 0,64
kompleks
besi-sukronat.
Fe3+
Å, jauh lebih kecil dibandingkan ukuran pori
mengikat ion OH- dari sukrosa seperti
alumina yaitu 2,9 - 7,0 Å [18] sehingga ion-
pembentukan
ion kromium akan masuk ke dalam pori
sukrosa
Ion-ion
aluminum-sukronat.
Pengikatan ini akan sangat menguntungkan
adsorben.
terutama
pada
terbentuk.
ukuran
Dengan
berpengaruh
pada
Permukaan
Peristiwa
yang
dimaksud
inilah
yang
kristalit
yang
menyebabkan ion kromium teradsorpsi oleh
lain,
Fe3+
nanokomposit yang disintesis.
kata
penurunan
ukuran
kristalit yang terbentuk sehingga diperoleh
kristalit berdimensi nanometer.
Selain itu penambahan Fe ke dalam
campuran
juga
dapat
berperan
pada
pembentukan fasa alumina. Dalam hal ini,
Fe
berperan
sebagai
katalis
yang
mempercepat terbentuknya fasa γ-Al2O3.
Beberapa penelitian sebelumnya terhadap
sintesis alumina dibutuhkan suhu 1000 oC
[11, 17] untuk untuk memperoleh fasa γAl2O3.
Analisis
Hasil
Kontak
Nanokomposit
dengan Larutan K2Cr2O7
Penurunan
konsentrasi
kromium
secara kasat mata terlihat dari perbedaan
warna yang terjadi setelah proses adsorpsi.
Larutan model kromium yang berwarna
kuning berubah menjadi bening setelah
adsorpsi dilakukan. Perbedaan warna ini
diperlihatkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Warna larutan kromium
sebelum (botol kiri) dan setelah absorpsi
(botol kanan).
124
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
Pengukuran
ISSN 1979-8911
menggunakan
AAS
adsorben dapat kontak dengan adsorbat.
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
Pada
dari
permukaan adsorben berkontak dengan
filtrat
konsentarsi
hasil
adsorpsi.
kromium
Penurunan
hasil
adsorpsi
saat
adsorbat
didiamkan,
karena
tidak
adsorben
seluruh
cenderung
nanokomposit Al2O3-Fe2O3 disajikan dalam
mengendap di dasar gelas akibatnya hanya
Tabel 2.
permukaan
paling
berinteraksi
dengan
Hasil adsorpsi menunjukkan bahwa
atas
yang
adsorbat.
masih
Dengan
perbedaan waktu kontak tidak terlalu
kondisi seperti ini, konsentrasi adsorbat
berpengaruh pada penurunan konsentrasi
yang terserap akan cenderung sama pada
kromium.
beberapa variasi waktu kontak.
Waktu
kontak
24
jam
menghasilkan penurunan paling tinggi yakni
Penanganan
yang
sederhana
85%. Namun besarnya penurunan ini tidak
menggunakan adsorben γ-Al2O3 merupakan
terlalu jauh dengan hasil pada waktu kontak
langkah mudah yang dapat dilakukan oleh
1 jam yakni 80%. Hal ini bisa terjadi karena
setiap industri. Harga bahan baku yang
pada awal adsorpsi semua model larutan
murah dan mudah diperoleh serta proses
diaduk menggunakan pengaduk magnet
sintesis yang sederhana menjadi solusi
selama satu jam dan didiamkan dengan
terbaik untuk penanganan limbah kromium
variasi
dari industri.
waktu
yang
berbeda.
Selama
penyimpanan, masih terdapat kontak antara
adsorben
dengan
kondisinya
Namun
dengan
kondisi
berbeda
pengadukan
magnet
adsorbat.
menggunakan
dimana
seluruh
pengaduk
permukaan
IV. Kesimpulan dan Saran
Dari
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sintesis
nanokomposit
Al2O3-Fe2O3
berhasil dilakukan pada suhu kalsinasi
800 oC yang menghasilkan serbuk yang
Tabel 2 Konsentrasi kromium setelah
adsorpsi menggunakan Al2O3-Fe2O3
Lama Konsentrasi
kontak
akhir
(jam)
(mg/L)
1
5,55
5
6,13
10
4,56
15
4,71
20
4,62
24
4,22
Persentase
penurunan
(%)
80,42
78,38
83,92
83,39
83,70
85,11
Ket. Konsentrasi awal 28,35 ppm
sangat halus.
2. Penambahan sukrosa sebagai template
organik telah memberikan pengaruh pada
ukuran kristalit hingga mencapai dimensi
nanometer.
3. Hasil pemeriksaan XRD menunjukkan
terbentuknya
kristal
γ-Al2O3
yang
berbentuk kubik dengan ukuran 3 nm dan
Fe2O3 yang berbentuk amorf.
125
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
4. Pengadukan dengan waktu 1 jam antara 2
g nanokomposit dengan 50 mL larutan
K2Cr2O7 56,7 ppm dapat mencapai
adsorpsi
Cr(VI)
[4] E. S. Ratnaningsih, "Sintesis dan
Penggunaan Tetramer Siklis Seri
tanpa
Kaliksresorsinarena,
pengadukan tidak memberikan efek yang
Alkoksikaliksarena,
signifikan dalam rentang 1 – 24 jam.
Alkenilkaliksarena untuk Adsorpsi
waktu
dari
2007.
80%,
sementara
lebih
Ekuilibrium, vol. 6, no. 2, pp. 65-70,
kontak
Untuk penelitian selanjutnya dapat
dilakukan penambahan template organik
yang berbeda dengan variasi konsentrasi.
Perlu
dilakukan
penelitian
sintesis
dan
Kation Logam Berat," Jurusan Kimia
UGM, Yogyakarta, 2007.
[5] I. N. Suardana, "Optimalisasi Daya
Adsorpsi
Zeolit
terhadap
Ion
nanokomposit dengan suhu kalsinasi yang
Kromium(III)," JPPSH Lembaga Pen.
lebih rendah. Komposit yang dihasilkan
Undiksha, vol. 2, no. 1, pp. 17-33,
juga dapat dicoba untuk aplikasi lain yang
2008.
memungkinkan berdasarkan sifat-sifat yang
dimilikinya.
[6] T. Kusumawati, "Jerapan Kromium
Limbah Penyamakan Kulit oleh Zeolit
Cikembar dengan Metode Lapik Tetap
Daftar Pustaka
(Skripsi)," Jurusan Kimia IPB, Bogor,
2006.
[1] Slamet, R. Syakur and W. Danumulyo,
"Pengolahan Limbah Logam Berat
Chromium (VI) dengan Fotokatalis
TiO2," Makara Teknologi, vol. 7, no.
[2] Sudarmaji, J. Mukono and I. P. Corie,
"Toksikologi Logam Berat B3 dan
terhadap
(VI) pada Air Hitam," Indonesian
Journal of Chemistry, vol. 3, no. 3, pp.
169-175, 2003.
1, pp. 27-32, 2003.
Dampaknya
[7] R. Januarita, "Adsorpsi Ion Kromium
Kesehatan,"
Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol. 2,
no. 2, pp. 129-142, 2006.
[8] N. A. Kundari, A. Nurmaya dan M.
Kartini, “Kinetika Reduksi Krom (VI)
dalam Limbah Cair Industri Pelapisan
Logam,” dalam Seminar Nasional V
SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta,
2009.
[3] D. C. Danarto, "Kinetika Adsorpsi
Logam Berat Cr(VI) dengan Adsorben
Pasir yang Dilapisi Besi Oksida,"
126
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
[9] Y. Ku and I.-. L. Jung, "Photocatalytic
Its Mechanical Properties," Journal of
Reduction of Cr(VI) in Aqueous
Ceramic Processing Research, vol.
Solutions by UV Irradiation with the
12, no. 1, pp. 70-73, 2011.
Presence of Titanium Dioxide," Water
[15] R. Rogojan, A. Ecaterina, G. Cristina
Research, vol. 35, no. 1, p. 135–142,
and S. V. Bogdan, "Synthesis and
2001.
Characterization of Alumina Nano-
[10] Slamet, R. Arbianti and Daryanto,
Powder
Obtained
by
Sol-Gel
"Pengolahan Limbah Organik (Fenol)
Method," U.P.B. Science Bulletin
dan Logam Berat (Cr6+ atau Pt4+)
Series B, vol. 73, no. 2, pp. 67-76,
secara Simultan dengan Fotokatalis
2011.
TiO2, ZnO-TiO2, Dan CdS-TiO2,"
[16] R. Febrianti, "Pengaruh Ion Na+, K+,
Makara, vol. 9, no. 2, pp. 66-71, 2005.
Mg2+, dan Ca2+ pada Penjerapan
[11] R. Septawendar, Suhanda and F.
Edwin,
"Penyiapan
Serbuk
Nanokristalin α-Al2O3 Menggunakan
Kromium
Trivalen
oleh
Zeolit
Lampung (Skripsi)," Jurusan Kimia
IPB, Bogor, 2008.
Senyawa Disakarida Terlarut secara
[17] A. Johan, "Karakterisasi Sifat Fisik
Proses Kimia dan Fisika," Jurnal
dan Mekanik Bahan Refraktori α-
Keramik dan Gelas Indonesia, vol. 19,
Al2O3 Pengaruh Penambahan TiO2,"
no. 2, pp. 89-101, 2010.
Jurnal Penelitian Sains, vol. 12, no.
[12] A. Maghfirah, "Pembuatan Keramik
Paduan
Zirkonia
Alumina
(ZrO2)
2B, pp. 12207- 1-8, 2009.
dengan
[18] Y. Liu, D. Ma, X. Han, X. Bao, W.
dan
Frandsen, D. Wang and D. Su,
(Al2O3)
Karakterisasinya (Tesis)," Sekolah
"Hydrothermal
Pascasarjana USU, Medan, 2007.
Microscale Boehmite And Gamma
[13] C.
P.
Pool
and
J.
O.
Frank,
Introduction to Nanotechnology, New
Nanoleaves
Synthesis
Alumina,"
Of
Materials
Letters, vol. 62, p. 1297–1301, 2007.
Jersey: John Wiley & Sons, 2003.
[14] I.-. Y. Ko, I.-. J. Shon, J.-. M. Doh, J.. K. Yoon, S.-. W. Park and N.-. R.
Park,
"Consolidation
of
a
Nanostructured Al2O3 Reinforced FeCr Composite by Rapid Sintering and
127
Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1
ISSN 1979-8911
128
Download