Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 SINTESIS NANOKOMPOSIT -Al2O3-Fe2O3 UNTUK ADSORPSI LOGAM Cr(VI) Rika Rahmawati1 dan Dede Suhendar1* 1 Jurusan Kimia, FST UIN Sunan Gunung Djati, Jl. A.H. Nasution No. 105, Bandung 40614 Alamat e-mail korespondensi: [email protected] Abstrak Penanganan limbah yang mengandung logam berat sering kali memerlukan biaya yang tidak murah. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis adsorben berskala nanometer berbahan murah dan metode sintesis dan uji aplikasinya yang sangat sederhana, yakni nanokomposit Al2O3-Fe2O3 untuk adsorben Cr(VI). Larutan Al(OH)3 dicampur dengan larutan amoniak sampai pH 4, kemudian ke dalamnya dicampurkan sukrosa dan FeCl 3 sampai homogen (perbandingan mol Al(OH)3 : 0,25 FeCl3 : 0,33). Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 120 C sambil pengadukan sampai volumenya menjadi sekitar 2/3-nya, kemudian dipanaskan kembali pada 200 C selama 24 jam. Padatan berbentuk butiran-butiran berwarna coklat yang dihasilkan kemudian digerus halus dan dicampur dengan kerosen secara homogen. Campuran diuapkan sampai kerosen habis. Serbuk halus berwarna coklat yang dihasilkan kemudian dikalsinasi pada suhu 800 C selama 4 jam. Berdasarkan hasil analisis XRD diperoleh bahwa sintesis tersebut menghasilkan produk campuran yang didominasi fasa -Al2O3 dengan kristalinitas rendah yang menunjukkan terbentuknya nanokomposit. Larutan K2Cr2O7 telah digunakan sebagai model larutan yang mengandung Cr(VI) untuk pengujian sifat adsorben nanokomposit tersebut. 2 gram nanokomposit diaduk dengan larutan K2Cr2O7 dengan konsentrasi Cr(VI) 56,7 ppm pada suasana asam (pH 2) sebanyak 50 mL pada variasi waktu 1 – 24 jam. Hasil kontak menunjukkan bahwa lamanya waktu kontak tidak memberikan perbedaan yang signifikan namun secara keseluruhan diperoleh rata-rata adsorpsi Cr(VI) sekitar 82,5% setelah pengadukan awal selama 1 jam. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa nanokomposit -Al2O3-Fe2O3 sangat efektif dan efisien sebagai adsorben zat pencemar Cr(VI) karena biaya bahan dan sintesisnya sangat murah, sifat mengadsorpsinya cepat, dan mengadsorpsi cukup banyak Cr(VI). Kata kunci: alumina, besi oksida, nanokomposit, adsorpsi, Cr(VI) menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat I. Pendahuluan menyebabkan sakit perut dan muntah- Salah satu logam berat yang banyak muntah. Selain itu, kromium juga bersifat ditemukan di perairan sebagai pencemar karsinogen bagi tubuh [2]. Daya toksik adalah kromium (Cr). Limbah logam ini kromium bergantung pada valensi ionnya. biasanya berasal dari industri pelapisan Ion Cr(VI) adalah bentuk logam Cr yang logam, industri paling banyak dipelajari sifat racunnya penyamakan kulit, tekstil, dan lain-lain [1]. karena Cr(VI) yang sangat toksik, korosif Logam ini memiliki efek toksik pada dan karsinogenik [3]. Di lain pihak, Cr(III), kesehatan. Jika kontak dengan kulit dapat meskipun cukup berbahaya namun memiliki industri cat/pigmen, 117 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 efek toksik yang jauh lebih ISSN 1979-8911 kecil dibandingkan Cr(VI). Efek-efek negatif memperbanyak molekul adsorbat yang terjerap. inilah yang perlu diwaspadai dari limbah yang mengandung logam kromium. Pengolahan limbah penelitian ini disintesis nanokomposit berbahan dasar alumina dan berat besi oksida. Selain itu, ditambahkan bahan kromium sudah banyak dilakukan sebagai organik yang digunakan sebagai template upaya mengurangi bahaya limbah terhadap (cetakan) kesehatan. Pengolahan limbah logam berat Pembentukan pori yang sangat kecil dapat kromium yang telah dilakukan antara lain memperluas dengan penambahan adsorben seperti zeolit memberikan fungsi lain pada komposit yang dan bahan organik [4, 5, 6], reduksi disintesis [5]. Penambahan bahan organik menggunakan bahan kimia [7, 8], serta juga dapat membantu mencegah aglomerasi reaksi fotokatalisis [9, 10]. molekul-molekul Penanganan limbah logam Dalam yang pernah dilakukan tersebut memiliki kelemahan diperoleh dalam pembentukan bidang permukaan alumina komposit pori. dan sehingga dengan ukuran nanometer [11]. dalam hal waktu reaksi. Pada umumnya Banyak bahan organik yang dapat penanganan tersebut memerlukan waktu digunakan sebagai template, namun dalam reaksi yang relatif lama. Penanganan limbah penelitian ini dipilih sukrosa. Sukrosa selain yang cepat dan efektif dalam mengurangi mudah diperoleh, harganya murah, juga konsentrasi logam berat dalam limbah memiliki titik lebur yang relatif rendah yaitu industri sangat diperlukan, oleh karena itu 186 perlu disintesis bahan yang dapat mengolah produk berlangsung. limbah dalam waktu yang relatif singkat. o C yang bermanfaat saat kalsinasi Limbah kromium(VI) perlu Salah satu cara yang dapat dilakukan mendapatkan penanganan karena dapat untuk mempercepat reaksi adalah dengan mencemari perairan dan tanah. Di alam, ada memperluas permukaan. dua bentuk oksida kromium yang banyak Penggunaan material berukuran nanometer ditemukan, yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Hal dapat menjadi salah satu alternatif bahan yang unik adalah perbedaan sifat dari kedua untuk Permukaan bentuk logam ini. Cr(VI) merupakan bahan partikel berukuan nano sangat luas sehingga yang bersifat karsinogenik sementara Cr(III) sangat baik diaplikasikan sebagai adsorben. tidak. Tingkat toksisitas Cr(III) hanya Adsorpsi molekul-molekul akan bekerja sekitar 1/100 kali Cr(VI). Bahkan dari dengan baik pada adsorben yang memiliki penelitian lebih lanjut, ternyata Cr(III) luas permukaan yang luas karena akan merupakan bidang penanganan limbah. suatu jenis nutrisi yang 118 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 dibutuhkan tubuh manusia dengan kadar 0,2829 g kristal K2Cr2O7 dan dilarutkan sekitar 50-200 μg/hari [1]. dalam 1000 mL akuades. Larutan ini merupakan II. Metode Penelitian penelitian ini yang digunakan dalam yaitu: neraca analitik, pengaduk magnet, oven listrik, tanur, dan peralatan gelas. Sementara bahan yang diperlukan yaitu padatan Al(OH)3, padatan FeCl3, NH4OH, sukrosa, kerosen (minyak tanah), kristal K2Cr2O7, HCl 0,5 M, dan akuades. Karakterisasi serbuk hasil sintesis menggunakan Philips PW Difraktometer 1835 dan Sinar-X pemeriksaan konsentrasi logam kromium sebelum dan setelah induk Cr dengan perkiraan konsentrasi 100 ppm. Larutan Peralatan, Bahan, dan Instrumentasi Peralatan larutan adsorpsi menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Varian model dibuat dengan mengambil 300 mL larutan induk kemudian diencerkan dalam labu 1000 mL. kemudian, larutan HCl 0,5 M ditambahkan ke dalam larutan kalium dikromat tersebut sebanyak 10 mL untuk memberikan suasana asam hingga terbentuk larutan dengan pH 2. Konsentrasi riil dari Cr(VI) ditentukan dengan menggunakan spektroskop serapan atom. Sintesis nanokomposit dimulai dengan menambahkan larutan amoniak ke dalam larutan aluminium hidroksida hingga campuran mencapai pH 4. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan larutan besi(III) klorida dan sukrosa. Campuran ini AA240FS. diasuk menggunakan pengaduk magnet hingga Prosedur Preparasi bahan sintesis meliputi reparasi larutan aluminium hidroksida, larutan besi(III) klorida, dan larutan sukrosa. Pertama, ditimbang 23,4 g padatan Al(OH)3 dan dilarutkan dalam 100 mL akuades. Kedua, ditimbang 1,17 g FeCl3 dan dilarutkan dalam 20 mL akuades. Ketiga, ditimbang 4,1 g kristal sukrosa dan dilarutkan Selanjutnya dalam dibuat 20 mL larutan akuades. model kandungan Cr(VI) menggunakan larutan K2Cr2O7 dengan cara menimbang sebanyak terbentuk campuran homogen. Campuran didiamkan selama 15 menit hingga terbentuk endapan berwarna coklat muda, kemudian dipanaskan hingga volumenya berkurang 2/3 volume awal sambil terus diaduk. Setelah itu, campuran dituangkan ke dalam cawan porselen untuk proses pengarangan, lalu dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada 200 oC selama 24 jam. Hasil dari proses tersebut selanjutnya dihaluskan kemudian ditambahkan kerosen (minyak tanah) untuk mempercepat proses penghomogenan. Campuran tersebut selanjutnya dikeringkan 119 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 dalam oven pengering hingga semua pelarut Metode ini dinamakan sol gel karena diawali menguap dan terbentuk serbuk halus. dengan pencampuran semua bahan hingga Serbuk hasil pengeringan dikalsinasi dalam membentuk campuran yang disebut sol. tanur pada suhu 800 oC selama 4 jam. Proses Selanjutnya, produk untuk disiapkan karakterisasi sampel selanjutnya adalah pemanasan sekaligus penghomogenan campuran hingga serbuk terbentuk gel. Gel inilah yang akan nanokomposit yang telah disintesis dengan dikalsinasi dan dibentuk material baru menggunakan berupa nanokomposit Al2O3-Fe2O3. XRD. Difraktogram dianalisis untuk mengetahui ukuran dan fasa Pembuatan material berukuran kristal hasil sintesis berdasarkan puncak- nanometer perlu penanganan yang benar puncak yang terlihat dan dicocokkan dengan karena jika salah ditangani, kemungkinan JCPDS. material yang dihasilkan berukuran lebih Langkah berikutnya adalah pengujian besar dari yang diharapkan. Hal ini terjadi adsorpsi produk sintesis terhadap larutan karena kromium(VI). Diambil 50 mL larutan prekursor, K2Cr2O7 yang sudah disiapkan sebelumnhya butir/ukuran dan dimasukkan ke dalam 6 gelas kimia 150 diperlihatkan pada Gambar 1. Pertumbuhan mL. Kemudian masing-masing ke dalamnya butir ini terjadi akibat adanya difusi antar ditambahkan 0,2 g produk sintesis Al2O3- butir dalam material. Dalam bahan keramik, Fe2O3. proses Larutan diaduk menggunakan selama proses dekomposisi akan terjadi pertumbuhan material sintering akan seperti yang menyebabkan pengaduk magnet selama 60 menit pada peningkatan densitas, pengurangan pori, dan suhu 25o C. Larutan yang telah diaduk pertumbuhan butir. Akibatnya material didiamkan dengan variasi waktu 1, 5, 10, 15, keramik akan semakin padat [12]. 20, dan 24 jam. Masing-masing larutan diperiksa menggunakan Spektrometer Dalam pembuatan nanokomposit berbahan dasar keramik, pertumbuhan butir Serapan Atom untuk mengetahui perubahan konsentrasinya sebelum dan sesudah pencampuran. III. Hasil dan Pembahasan Sintesis Dalam penelitian ini, nanokomposit disintesis menggunakan metode sol gel. Gambar 1 Mekanisme pertumbuhan butir (a) butiran pada suhu kamar; (b) butiran pada suhu tinggi, atom-atom mulai berdifusi; (c) butiran pada suhu sangat tinggi, terjadi penggabungan butir. [13] 120 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 harus dihindari agar terbentuk kristal yang berikatan Al-O satu dengan yang lainnya sangat dan dapat diperlambat. Jauhnya jarak antara pengurangan pori kurang menguntungkan molekul-molekul Al-O dapat mencegah untuk tujuan sintesis komposit sebagai aglomerasi selama proses sintesis dan adsorben. Molekul-molekul adsorbat akan mengendalikan pertumbuhan kristal. halus. Pertumbuhan butir sedikit yang menempel pada permukaan Pembentukan Al2O3 diawali dengan adsorben karena pori yang semakin jarang, pembentukan akibatnya proses adsorpsi tidak akan pemanasan akan bertransformasi menjadi optimal. Pertumbuhan butir berbanding fasa metastabil (γ-δ-θ-Al2O3) dan akhirnya lurus dengan pengurangan pori selama terjadi kristalisasi secara termodinamika proses pembakaran. Oleh karena itu, untuk membentuk α-Al2O3 yang stabil [35]. meningkatkan luas permukaan material Penambahan sukrosa ke dalam campuran perlu dilakukan penurunan ukuran partikel akan berikatan dengan fasa awal alumina atau menghambat pertumbuhan butir. Cara yakni lain yang dapat dilakukan adalah dengan memiliki ikatan hidroksil dalam struktur menambahkan molekulnya yang dapat berikatan pada substansi yang dapat boehmit boehmit (AlO(OH)). membentuk ruangan atau “kamar kosong” permukaan seperti pada zeolit, dimana atom atau diperkirakan molekul-molekul kecil dapat masuk-keluar (aluminum-sukronat). bergantung pada kondisi lingkungan [14]. dan boehmit. Hasil membentuk selama Sukrosa reaksi ini kompleks Pemanasan awal yang dilakukan pada Untuk penanganan hal ini, sebuah suhu 200 oC bertujuan untuk mendegradasi bahan organik telah ditambahkan (dalam sukrosa. Suhu ini lebih tinggi dari suhu penelitian ini digunakan sukrosa). Molekul- dekomposisi sukrosa yaitu 186 oC. Hasil molekul sukrosa berfungsi sebagai template pemanasan ini terbentuk butiran berwarna yang menyediakan ruangan-ruangan kecil coklat seperti yang ditunjukkan pada sebagai Gambar 2. Hal ini menunjukkan prekursor pori setelah proses kalsinasi dilakukan. Sukrosa yang ditambahkan akan yang terdistribusi dan terikat di permukaan karbon hasil dekomposisi molekul sukrosa. aluminum melalui ikatan hidrogen antara Setelah dikalsinasi serbuk berubah warna gugus -OH yang berasal dari molekul menjadi abu tua seperti terlihat pada sukrosa dengan gugus -OH yang terikat Gambar 3. secara ionik pada Al3+. Distribusi kompleks diselimuti oleh molekul-molekul Kalsinasi nanokomposit dilakukan o ini akan memperlebar jarak ikatan antar Al- pada temperatur 800 O terbentuknya fasa gamma pada alumina. sehingga penggabungan molekul C dengan tujuan 121 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 (a) Gambar 3 Serbuk hasil kalsinasi pada 800 oC mengetahui fasa kristal yang terbentuk, hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4 (atas). Pola difraksi nanokomposit ini dapat (b) dibandingkan dengan pola difraksi dari Al2O3 (gambar bawah) menurut data dari JCPDS. Kemiripan pola difraksi ini dapat dilihat lebih jelas berdasarkan hasil tabulasi letak-letak sudut difraksi yang disajikan pada Tabel 1. (c) Gambar 2 Butiran hasil pemanasan pada 200 oC. (a) bongkahan sebelum digerus; (b) campuran setelah digerus dan ditambahkan pelarut kerosen; (c) serbuk setelah penguapan pelarut Penentuan ukuran kristalit dilakukan dengan mengolah data hasil XRD menggunakan software xpowder. Dari hasil pengolahan data diperoleh informasi ukuran kristalit yang terbentuk yaitu 3 nm. Fasa γ-Al2O3 merupakan senyawa yang Ukuran yang sangat kecil ini dapat lebih reaktif dibandingkan α-Al2O3. γ-Al2O3 disebabkan merupakan bahan keramik yang berpori sebagai template bahan organik yang sehingga banyak digunakan sebagai katalis, memberikan adsorben, penyaring terbentuk. Renggangnya jarak Al-O satu membran, pelapis, dan penyekat aerogel dengan yang lain menjadikan tidak terjadi [15]. aglomerasi konduktor ionik, dari jarak penambahan antar makroskopis. Al-O sukrosa yang Penambahan sukrosa ini sangat menentukan ukuran Analisis Difraksi Sinar-X kristalit yang terbentuk karena pada suhu selanjutnya kalsinasi yang cukup tinggi yakni 800 oC dikarakterisasi menggunakan XRD untuk dapat meningkatkan kerapatan dan ukuran Serbuk hasil sintesis 122 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 Tabel 1 Data sudut difraksi sampel dan hasil perhitungan parameter sel-nya (kubus), serta perbandingannya dengan parameter sel -Al2O3 referensi (a1) (a2) 2θ () 10,250 8,623 8,644 29,530 3,022 3,029 31,840 2,802 2,815 66,500 1,404 1,408 81,745 1,177 1,180 Gambar 4 Pola spektrum difraksi sinar-X serbuk dari nanokomposit Al2O3-Fe2O3 hasil sintesis (gambar atas) dan perbandingannya dengan pola difraksi sinar-X γ-Al2O3 berdasarkan berdasarkan JCPDS No. 10-0425 (gambar bawah) [16] bahan akibat dari energi yang mendorong yang melebihi suhu pembentukannya. Suatu penggabungan bahan keramik memiliki fasa yang stabil molekul-molekul proses pemanasan. Dari hasil selama XRD pada suhu pembentukannya, setelah terlihat hanya puncak-puncak alumina yang melebihi suhu ini bahan akan mengalami memiliki intensitas tinggi, sementara Fe2O3 perubahan bentuk ke arah ketidakteraturan. tidak cenderung Jika terus dipanaskan maka akan menuju berbentuk amorf. Hal ini kemungkinan posisi nol dimana bahan akan berubah terjadi karena suhu pembentukan Fe2O3 wujud menjadi cairan (melting) bahkan cukup rendah baik untuk fasa γ-Fe2O3 hilang karena mencapai suhu penguapan. terlalu terlihat γ-Fe2O3 Hal ini pula yang kemungkinan besar terbentuk pada suhu sintesis 200 oC dan α- terjadi pada Fe2O3 yang disintesis. Suhu Fe2O3 terbentuk pada suhu sintesis 400-600 kalsinasi yang digunakan telah menjadikan o fasa α-Fe2O3 yang telah terbentuk pada suhu amorf ini disebabkan oleh suhu kalsinasi 600 maupun fasa α-Fe2O3. dan Fasa C [37]. Fe2O3 yang terdeteksi berbentuk o C mengalami perubahan struktur 123 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 menjadi amorf. Namun demikian, tidak Pada saat adsorpsi, adsorbat terbentuknya kristal Fe2O3 pada serbuk yang menempel pada permukaan adsorben disintesis bukan berarti penambahan FeCl3 sehingga konsentrasinya berkurang dari tidak berpengaruh pada produk. Fe3+ yang larutan. berada dalam larutan awal diasumsikan termasuk pori yang terdapat dalam struktur berikatan dengan membentuk adsorben. Ukuran ion kromium yaitu 0,64 kompleks besi-sukronat. Fe3+ Å, jauh lebih kecil dibandingkan ukuran pori mengikat ion OH- dari sukrosa seperti alumina yaitu 2,9 - 7,0 Å [18] sehingga ion- pembentukan ion kromium akan masuk ke dalam pori sukrosa Ion-ion aluminum-sukronat. Pengikatan ini akan sangat menguntungkan adsorben. terutama pada terbentuk. ukuran Dengan berpengaruh pada Permukaan Peristiwa yang dimaksud inilah yang kristalit yang menyebabkan ion kromium teradsorpsi oleh lain, Fe3+ nanokomposit yang disintesis. kata penurunan ukuran kristalit yang terbentuk sehingga diperoleh kristalit berdimensi nanometer. Selain itu penambahan Fe ke dalam campuran juga dapat berperan pada pembentukan fasa alumina. Dalam hal ini, Fe berperan sebagai katalis yang mempercepat terbentuknya fasa γ-Al2O3. Beberapa penelitian sebelumnya terhadap sintesis alumina dibutuhkan suhu 1000 oC [11, 17] untuk untuk memperoleh fasa γAl2O3. Analisis Hasil Kontak Nanokomposit dengan Larutan K2Cr2O7 Penurunan konsentrasi kromium secara kasat mata terlihat dari perbedaan warna yang terjadi setelah proses adsorpsi. Larutan model kromium yang berwarna kuning berubah menjadi bening setelah adsorpsi dilakukan. Perbedaan warna ini diperlihatkan pada Gambar 5. Gambar 5 Warna larutan kromium sebelum (botol kiri) dan setelah absorpsi (botol kanan). 124 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 Pengukuran ISSN 1979-8911 menggunakan AAS adsorben dapat kontak dengan adsorbat. dilakukan untuk mengetahui konsentrasi Pada dari permukaan adsorben berkontak dengan filtrat konsentarsi hasil adsorpsi. kromium Penurunan hasil adsorpsi saat adsorbat didiamkan, karena tidak adsorben seluruh cenderung nanokomposit Al2O3-Fe2O3 disajikan dalam mengendap di dasar gelas akibatnya hanya Tabel 2. permukaan paling berinteraksi dengan Hasil adsorpsi menunjukkan bahwa atas yang adsorbat. masih Dengan perbedaan waktu kontak tidak terlalu kondisi seperti ini, konsentrasi adsorbat berpengaruh pada penurunan konsentrasi yang terserap akan cenderung sama pada kromium. beberapa variasi waktu kontak. Waktu kontak 24 jam menghasilkan penurunan paling tinggi yakni Penanganan yang sederhana 85%. Namun besarnya penurunan ini tidak menggunakan adsorben γ-Al2O3 merupakan terlalu jauh dengan hasil pada waktu kontak langkah mudah yang dapat dilakukan oleh 1 jam yakni 80%. Hal ini bisa terjadi karena setiap industri. Harga bahan baku yang pada awal adsorpsi semua model larutan murah dan mudah diperoleh serta proses diaduk menggunakan pengaduk magnet sintesis yang sederhana menjadi solusi selama satu jam dan didiamkan dengan terbaik untuk penanganan limbah kromium variasi dari industri. waktu yang berbeda. Selama penyimpanan, masih terdapat kontak antara adsorben dengan kondisinya Namun dengan kondisi berbeda pengadukan magnet adsorbat. menggunakan dimana seluruh pengaduk permukaan IV. Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Sintesis nanokomposit Al2O3-Fe2O3 berhasil dilakukan pada suhu kalsinasi 800 oC yang menghasilkan serbuk yang Tabel 2 Konsentrasi kromium setelah adsorpsi menggunakan Al2O3-Fe2O3 Lama Konsentrasi kontak akhir (jam) (mg/L) 1 5,55 5 6,13 10 4,56 15 4,71 20 4,62 24 4,22 Persentase penurunan (%) 80,42 78,38 83,92 83,39 83,70 85,11 Ket. Konsentrasi awal 28,35 ppm sangat halus. 2. Penambahan sukrosa sebagai template organik telah memberikan pengaruh pada ukuran kristalit hingga mencapai dimensi nanometer. 3. Hasil pemeriksaan XRD menunjukkan terbentuknya kristal γ-Al2O3 yang berbentuk kubik dengan ukuran 3 nm dan Fe2O3 yang berbentuk amorf. 125 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 4. Pengadukan dengan waktu 1 jam antara 2 g nanokomposit dengan 50 mL larutan K2Cr2O7 56,7 ppm dapat mencapai adsorpsi Cr(VI) [4] E. S. Ratnaningsih, "Sintesis dan Penggunaan Tetramer Siklis Seri tanpa Kaliksresorsinarena, pengadukan tidak memberikan efek yang Alkoksikaliksarena, signifikan dalam rentang 1 – 24 jam. Alkenilkaliksarena untuk Adsorpsi waktu dari 2007. 80%, sementara lebih Ekuilibrium, vol. 6, no. 2, pp. 65-70, kontak Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penambahan template organik yang berbeda dengan variasi konsentrasi. Perlu dilakukan penelitian sintesis dan Kation Logam Berat," Jurusan Kimia UGM, Yogyakarta, 2007. [5] I. N. Suardana, "Optimalisasi Daya Adsorpsi Zeolit terhadap Ion nanokomposit dengan suhu kalsinasi yang Kromium(III)," JPPSH Lembaga Pen. lebih rendah. Komposit yang dihasilkan Undiksha, vol. 2, no. 1, pp. 17-33, juga dapat dicoba untuk aplikasi lain yang 2008. memungkinkan berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya. [6] T. Kusumawati, "Jerapan Kromium Limbah Penyamakan Kulit oleh Zeolit Cikembar dengan Metode Lapik Tetap Daftar Pustaka (Skripsi)," Jurusan Kimia IPB, Bogor, 2006. [1] Slamet, R. Syakur and W. Danumulyo, "Pengolahan Limbah Logam Berat Chromium (VI) dengan Fotokatalis TiO2," Makara Teknologi, vol. 7, no. [2] Sudarmaji, J. Mukono and I. P. Corie, "Toksikologi Logam Berat B3 dan terhadap (VI) pada Air Hitam," Indonesian Journal of Chemistry, vol. 3, no. 3, pp. 169-175, 2003. 1, pp. 27-32, 2003. Dampaknya [7] R. Januarita, "Adsorpsi Ion Kromium Kesehatan," Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol. 2, no. 2, pp. 129-142, 2006. [8] N. A. Kundari, A. Nurmaya dan M. Kartini, “Kinetika Reduksi Krom (VI) dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam,” dalam Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 2009. [3] D. C. Danarto, "Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Adsorben Pasir yang Dilapisi Besi Oksida," 126 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 [9] Y. Ku and I.-. L. Jung, "Photocatalytic Its Mechanical Properties," Journal of Reduction of Cr(VI) in Aqueous Ceramic Processing Research, vol. Solutions by UV Irradiation with the 12, no. 1, pp. 70-73, 2011. Presence of Titanium Dioxide," Water [15] R. Rogojan, A. Ecaterina, G. Cristina Research, vol. 35, no. 1, p. 135–142, and S. V. Bogdan, "Synthesis and 2001. Characterization of Alumina Nano- [10] Slamet, R. Arbianti and Daryanto, Powder Obtained by Sol-Gel "Pengolahan Limbah Organik (Fenol) Method," U.P.B. Science Bulletin dan Logam Berat (Cr6+ atau Pt4+) Series B, vol. 73, no. 2, pp. 67-76, secara Simultan dengan Fotokatalis 2011. TiO2, ZnO-TiO2, Dan CdS-TiO2," [16] R. Febrianti, "Pengaruh Ion Na+, K+, Makara, vol. 9, no. 2, pp. 66-71, 2005. Mg2+, dan Ca2+ pada Penjerapan [11] R. Septawendar, Suhanda and F. Edwin, "Penyiapan Serbuk Nanokristalin α-Al2O3 Menggunakan Kromium Trivalen oleh Zeolit Lampung (Skripsi)," Jurusan Kimia IPB, Bogor, 2008. Senyawa Disakarida Terlarut secara [17] A. Johan, "Karakterisasi Sifat Fisik Proses Kimia dan Fisika," Jurnal dan Mekanik Bahan Refraktori α- Keramik dan Gelas Indonesia, vol. 19, Al2O3 Pengaruh Penambahan TiO2," no. 2, pp. 89-101, 2010. Jurnal Penelitian Sains, vol. 12, no. [12] A. Maghfirah, "Pembuatan Keramik Paduan Zirkonia Alumina (ZrO2) 2B, pp. 12207- 1-8, 2009. dengan [18] Y. Liu, D. Ma, X. Han, X. Bao, W. dan Frandsen, D. Wang and D. Su, (Al2O3) Karakterisasinya (Tesis)," Sekolah "Hydrothermal Pascasarjana USU, Medan, 2007. Microscale Boehmite And Gamma [13] C. P. Pool and J. O. Frank, Introduction to Nanotechnology, New Nanoleaves Synthesis Alumina," Of Materials Letters, vol. 62, p. 1297–1301, 2007. Jersey: John Wiley & Sons, 2003. [14] I.-. Y. Ko, I.-. J. Shon, J.-. M. Doh, J.. K. Yoon, S.-. W. Park and N.-. R. Park, "Consolidation of a Nanostructured Al2O3 Reinforced FeCr Composite by Rapid Sintering and 127 Edisi Juli 2014 Volume VIII No. 1 ISSN 1979-8911 128