1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan pekerja tidak lepas dari peran penting dari serikat pekerja/serikat buruh. Aksi-aksi pemogokan yang dilakukan pekerja dalam menuntut hak-hak pekerja merupakan wujud persatuan pekerja dalam suatu organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat pekerja/serikat buruh dalam mengadvokasi pekerja dalam hubungan industrial menjadi suatu kewajiban utama dari serikat pekerja/serikat buruh. Kedudukan pekerja di dalam hubungan kerja yang lebih rendah dari pengusaha mengharuskan pekerja untuk bersatu dalam kemungkinan terjadinya perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha. Serikat pekerja dianggap perlu dalam upaya melindungi pekerja terutama dalam hal berhadapan dengan pengusaha. Pekerja secara bersama-sama memperjuangkan hak dan kewajiban pekerja dalam melakukan hubungan kerja.1 Serikat pekerja/serikat buruh menjadi wadah bagi pekerjadalam memperjuangkan hak-hak buruh seperti, kenaikan upah, penolakan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dari pengusaha serta pemenuhan atas hak-hak normatif lainnya yang menjadi hak dari para pekerja. Setiap serikat pekerja/serikat buruh harus berusaha memperjuangkan agar nasib para pekerjanya menjadi lebih baik.Untuk memperjuangkan tuntutan tersebut 1 Djumadi, 2005, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 9. 1 2 serikat pekerja/serikat buruh menggunakan beberapa cara mulai dari yang paling lunak sampai yang paling keras.2 Serikat pekerja/serikat buruh juga dipandang sebagai ruang pergerakan pekerja, dimana gerakan pekerjatersebut tidak hanya semata-mata bagi kepentingan pekerja saja akan tetapi juga kepentingan masyarakat secara luas. Hal ini dapat dilihat dari aksi perjuangan pekerjadalam menolak tekanan kapitalisme, serta gerakan pekerja yang mewujud kedalam partai politik untuk merangkul kalangan masyarakat lainnya di luar kalangan pekerja. Secara internasional hak berserikat bagi pekerjadiatur dalam Konvensi Internasional Labor Organization (ILO) Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, serta Konvensi ILO Nomor 98 tentang Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Indonesia meratifikasi kedua konvensi tersebut dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.3 Kendati demikian, serikat pekerjayang tercipta seharusnya bukanlah semata-mata formalitas belaka sebagai bentuk kewajiban negara atas konvensi ILO tersebut, tetapi haruslah atas dasar kesadaran dari pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa serikat pekerja/serikat buruh memiliki peran penting dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja, baik di internal perusahaan di dalam hubungan kerja maupun menyuarakan aspirasi kepada pemerintahan. Peran inilah yang 2 Koeshartono dan Shellyana Junaedi, 2005, Hubungan Industrial: Kajian Konsep dan Permasalahan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 47. 3 Ibid, hlm. 3. 3 kemudian menimbulkan permasalahan-permasalahan di dalam serikat pekerja/serikat buruh. Permasalahan tersebut muncul baik dari internal serikat maupun dari eksternal. Adapun beberapa kendala internal tersebut adalah lemahnya idealisme dan manajerial kepemimpinan dalam organisasi buruh menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadi konflik internal yang kuat yang melemahkan persatuan pekerja.4Kesadaran dan keinginan pekerja untuk berorganisasi juga masih tergolong lemah. Hal ini terlihat dari masih sering terjadinya aksi penyisiran yang dilakukan serikat pekerja/serikat buruh terhadap pekerjayang tidak terlibat dalam suatu aksi yang dilakukan serikat pekerja/serikat buruh, tak jarang juga tindakan tersebut berakhir dengan keributan. Terjadi pula perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang satu dengan yang lain. Faktor eksternal yang menjadi kendala antara lain pelemahan yang dilakukan oleh pengusaha (membentuk serikat pekerja/serikat buruh tandingan), jam kerja, peraturan perusahaan yang melemahkan eksistensi serikat, perlindungan dari pemerintah yang masih belum maksimal, serta munculnya serikat pekerja/serikat buruh yang lahir semata-mata atas kepentingan pemerintah. Dari beberapa faktor diatas yang menjadi kendala bagi serikat pekerja/serikat buruh muncul kendala baru. Kendala baru tersebut muncul terhadap kalangan pekerja yang bekerja dengan sistem outsourcing. Istilah outsourcing dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai alih daya.Pasal 4 http://redaksi-gesburidnd.blogspot.co.id/, Tantangan dan Permasalahan Serikat Pekerja, diakses pada tanggal 5 februari 13.00 WIB 4 64Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengtur sistem tersebut dengan defines; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaanlainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Peneliti memilih istilah outsourcing dalam penelitian ini dikarenakan banyaknya literature-literatur tentang ketenagakerjaan yang menggukan istilah outsourcing serta merupakan istilah yang sering digunakan dilapangan. yang dibuat secara tertulis. Keberadaan sistem outsourcing tidak lepas dari semakin ketatnya persaingan dunia usaha secara global. Outsourcing merupakan suatu hasil samping dari business process reenginering. Business process reenginering adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh perusahaan dalam proses pengelolaannya bukan hanya sekedar melakukan perbaikan.5 Keadaan yang sangat kompetitif tersebut mendorong perusahan lebih meningkatkan poduktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan pasarlah yang dapat memenangkan persaingan tersebut. Salah satu upaya dalam meningkatkan produktifitas yaitu dengan cara pengelolaan organisasi perusahaan secara efesien dan efektif. Perusahaan dalam hal ini hanya memfokuskan urusan pada kegiatan yang sifatnya secara langsung berkenaan dengan bisnis inti (core business). Untuk urusan yang bukan merupakan bisnis inti (non core business) diserahkan pada 5 Ricardus E. Indrajit, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, hlm. 1. 5 pihak lainnya. Proses inilah yang kemudian disebut dengan istilah outsourcing atau dalam Bahasa Indonesia diartikan menjadi alih daya. Outsourcing dalam sistem Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain jo.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik IndonesiaNomor 27Tahun2014TentangPerubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Sistem outsourcing ini dalam pelaksanaannya menimbulkan ketidakpastian terhadap pekerja/buruh.Pelaksanaan outsourcing melibatkan 3 (tiga) pihak yakni perusahaan penyedia tenaga kerja outsourcing, perusahaan pengguna tenaga kerja outsourcing, dan tenaga kerja outsourcing itu sendiri.Munculnya 2 (dua) pihak perusahaan inilah yang menimbulkan sering terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak normatif buruh. Pelanggaran tersebut menyangkut hubungan kerja, upah, jaminan kerja, serta hak untuk berserikat. Outsourcing pada akhirnya merupakan sebuah bentuk eksploitasi pekerja/buruh dalam mencapai orientasi perusahaan tersebut. Sistem ini pada akhirnya mengesampingkan hak-hak buruh. Fakta tersebut menunjukan bahwa sistem outsourcing dapat menjadi penghambat bagi pekerja/buruh dalam mendirikan serikat pekerja/serikat 6 buruh. Hal ini di karenakan dalam praktik sehari-hari hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah lebih rendah, jaminan sosial yang tidak pasti, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, dan lainnya.6 Hubungan kerja yang tidak pasti/tetap tersebut tentunya akan menyulitkan pekerjaoutsourcing untuk menentukan keanggotaan serta struktur serikat dalam pendirian serikat. Seorang pekerja outsourcing sewaktu-waktu dapat saja harus keluar dari keanggotaan serikat dikarenakan ia tidak lagi bekerja di perusahaan tempat serikat pekerja/buruh tersebut berada. Adanya dua perusahaan yaitu perusahaan penyedia jasa serta perusahaan pengguna jasa tentunya mengakibatkan tekanan yang lebih besar bagi pekerja/buruh sehingga menuntut pekerja/buruh lebih fokus dalam pekerjaan dan mengabaikan kepentingan untuk berorganisasi. Dari banyaknya tekanan yang ditimbulkan sistem outsourcing terhadap pekerja tersebut tentunya akan menghilangkan kesadaran pekerja/buruh dalam memandang arti penting serikat pekerja/serikat buruh sehingga mempengaruhi ke kritisan pekerja dalam memperjuangkan hak-haknya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa sistem outsourcing lahir atas dasar semangat kapitalisme serta kepentingan pengusaha tentunya akan menjadi pertentangan bagi kepentingan perjuangan pekerja/buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh yang tentunya melemahkan eksistensi serikat. Permasalahan tersebut diatas juga menjadi permasalahan bagi pekerja outsourcing yang bekerja di 6 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 219. 7 wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan hal tersebut, kemudian penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema “Tinjauan mengenai Kebebasan Mendirikan Serikat Pekerja bagi Pekerja Outsourcing di Kabupaten Sleman”. B. Rumusan Masalah 1. Apakah hukum ketenagakerjaan Indonesia telah memberikan perlindungan hak untuk mendirikan serikat pekerja bagi pekerja/buruh outsourcing? 2. Bagaimana seharusnya pengaturan terhadap perlindungan hak untuk mendirikan serikat pekerja bagi pekerja outsourcing? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisisperlindungan hak berserikat bagi pekerja/buruh outsourcing dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan yang seharusnya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja outsourcing untuk mendirikan serikat pekerja. 2. Manfaat Penelitian a. Kegunaan teoritis, yaitu : 1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, terutama mengenai ketenagakerjaan dan bahan kajian dalam 8 pendidikan dan penelitian lebih lanjut tentang pelaksaanaan serikat pekerja/buruh dalam sistem outsourcing. 2) Sebagai bahan referensi bagi studi ilmu hukum pada umumnya dan mengenai pelaksaanaan serikat pekerja/buruh dalam sistem outsourcing pada khususnya. b. Kegunaan praktis, yaitu: 1) Sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi masyarakat mengenai pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh dalam sistem outsourcing. 2) Sebagai gambaran dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh outsourcing. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang outsourcing ini ditinjau dari segi hukum positif dengan cara melakukan analisis secara hukum. Setelah penulis melakukan penelusuran tentang ada atau tidaknya penulisan hukum serupa, hasilnya ialah penulis menemukan beberapa penulisan hukum yang memiliki topik yang berkaitan dengan outsourcing, antara lain sebagai berikut: 1. Penulisan Hukum yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada yang bernama Ayunda Pramitasari Soemarno pada tahun 2015, dengan judul “Tinjauan Yuridis terhadap Proses Perekrutan dan Pemberhentian Pekerja Outsourcing di PT. Indikarya 9 di Yogyakarta”.7 Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi ketentuan outsourcing dalam perundang-undangan berkaitan dengan proses perekrutan dan pemberhentian pekerja ousourcing di PT. Indi Karya. Kesimpulan dari penulisan hukum ini adalah penerimaan tenaga kerja yang dilakukan oleh PT. Indi Karya tidak menyalahi peraturan yang berlaku, ketentuan yang berlaku bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) wajib dibuat secara tertulis dan didaftarkan di instansi ketenagakerjaan, dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha wajib membayarkan pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima, dikarenakan PT. Indi Karya tidak memiliki kontrak Perjanjian Kerja secara tertulis maka belum ada perlindungan pekerja, sehingga PT. Indi Karya menyalahi aturan yang berlaku. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, yang bernama Mohamad Yusup, pada tahun 2012 dengan judul “Kajian Terhadap Pengaturan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUUIX/2011”.8 Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsekuensi hukum bagi pemberlakuan sistem outsourcing Pasca 7 Ayunda Pramitasari Soemarno, 2015, “Tinjauan Yuridis terhadap Proses Perekrutan dan Pemberhentian Pekerja Outsourcing di PT. Indikarya di Yogyakarta”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 8 Mohamad Yusup, 2012, “Kajian Terhadap Pengaturan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-IX/2011”, Tesis, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-IX/2011, apakah pengaturan mengenai sistem outsourcing pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-IX/2011 telah sesuai dengan filosofi Hubungan Industrial Pancasila. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-IX/2011 semakin melegalkan outsourcing, karena pada dasarnya Putusan Mahkamah Konstitusi hanya menerangkan konstitusionalitas dari Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur dan berkaitan dengan outsourcing itu sendiri. Pengaturan tentang outsourcing di Indonesia tidak sesuai dengan filosofi Hubungan Industrial Pancasila dan UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (2). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Magister Hukum Atma Jaya Yogyakarta, yang bernama Manuel Martins dengan judul “Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh Outsourcing di Kota Yogyakarta.”9 Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana legalitas praktik outsourcing di Kota Yogyakarta, bagaimanakah pengusaha memberikan perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja bagi pekerja/buruh outsourcing, bagaimana perlindungan hukum bagi pekerja/buruh outsourcing dan upaya apa saja yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memberikan 9 Manuel Martins, 2013, “Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh Outsourcing di Kota Yogyakarta,” Tesis, Magister Hukum Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta. 11 perlindungan hukum bagi pekerja/buruh outsourcing. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, diketahui bahwa secara legalitas banyak terjadi pelanggaran syarat-syarat outsourcing di KotaYogyakarta, perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh outsourcing tidak diberikan oleh pengusaha secara maksimal, sedangkan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh terkendala karena adanya kelemahan dalam sistem hukum ketenagakerjaan, baik substansi, struktur maupun kulturnya. 4. Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada yang bernama Siti Uswatun Hasanah pada tahun 2008, dengan judul “Tinjauan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pada Sektor Retail Di Kota Yogyakarta”.10 Penelitian tersebut mengangkat masalah bagaimanakah bentuk perlindungan hukum pemerintah kota Yogyakarta terhadap pekerja outsourcing pada sektor retail, serta kendala, hambatan dan langkah yang apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota Yogyakarta. Kesimpulan dari penulisan hukum tersebut adalah belum maksimalnya perlindungan hukum yang diberikan terhadap pekerja outsourcing, baik itu yang berasal dari perusahaan pemberi pekerjan dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, serta Pemerintah kota Yogyakarta. Serta perlunya dilakukan langkah dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut dengan mengadakan peningkatan kinerja pengawas ketenaga kerjaan. 10 Siti Uswatun Hasanah, 2008, ” Tinjauan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pada Sektor Retail Di Kota Yogyakarta,” Tesis, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 12 Penulisan hukum dan tesis diatas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Penulisan hukum ini sama-sama mengkaji tentang outsourcing namun yang menjadi fokus penelian ini yaitu tentang keberadaan serikat pekerja dalam sistem outsourcing sedangkan penulisan hukum dan tesis diatas membahas tentang prosedur penerimaaan pekerja outsourcing pada salah satu perusahaankemudian Mahkamah tentang Konstitusi pengaturan Nomor: outsourcing 27/PUU-IX/2011, pasca serta putusan mengenai perlindungan pekerja/buruh outsourcing yang berfokus pada wilayah Kota Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dapat dikatakan berbeda dengan penelitian tersebut diatas. Apabila dikemudian hari ditemukan penilitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini, maka dapatlah penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian lain tersebut.