UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR DENGAN HEMIARTHROPLASTY DI LANTAI 5 BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIA-N) DEVISTA KUSUMA DEWI 0906629290 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR DENGAN HEMIARTHROPLASTY DI LANTAI 5 BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat syarat untuk memperoleh gelar Profesi Keperawatan DEVISTA KUSUMA DEWI 0906629290 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini. Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari awal memulai perkuliahan hingga selesai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: - Ibu Dra. Junaiti Sahar, PhD selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; - Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An., IBCLC selaku dosen ketua program studi di Fakultas Ilmu Keperawatan sekaligus koordinator Program Profesi 2013-2014; - Bapak Masfuri, S. Kep, M.N selaku dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; - Ibu Ns. Merri Silaban, S.Kep selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan saran terhadap naskah dan presentasi skripsi sehingga skripsi ini semakin bermanfaat; - Ibu Ns. Poppy Fitriyani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom, selaku Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan serta memantau perkembangan akademis penulis selama perkuliahan di Fakultas Ilmu Keperawatan; - Bapak Ibu dosen serta seluruh staf akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah berkontribusi memberikan materi selama praktik berlangsung; - Bapak (Sahadi), Ibu (Istiqomah), adik (Maftuhah Nuraini) dan keluarga besar atas dukungan baik materi dan non-materi, yang telah memberikan doa, perhatian dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. iii Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 - Reshli dan Ayu yang selalu memberikan dukungan dan mengingatkan saya untuk selalu bekerja lebih cepat dan tidak malas. - Teman seperjuangan dan sepembimbingan yang senantiasa bersama selama proses bimbingan, saling bertukar informasi dan memberi dukungan selama pengerjaan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini; - Teman-teman Tututers (Arie, Sopi, Ayu, Isti, Minati, Iyum, Ririn, Desti, Winda) yang selalu membantu, menyemangati dan tempat bertukar informasi selama pengerjaan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini; - Junita, Ika, Dea, Fenny, Dwi, Cece yang selalu memberikan tawa dan semangat agar cepat menyusul dalam menyelesaikan perkuliahan. - Ahmanda Pratama Azis yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini; - Seluruh mahasiswa Program Reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan 2009, dimana kita berbagi suka dan duka. Semuanya telah kita lalui bersama dan kita pun lulus harus bersama. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 01 Juli 2014 Penulis iv Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari adalah aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan seseorang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup seharihari (Smeltzer & Bare, 2002). Aktivitas fisik dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatan lansia (Darmojo, 2009). Menurut data Riskesdas (2013), proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1 persen. Masyarakat memiliki aktifitas pasif seperti menonton televisi atau bermain computer daripada berolah raga secara rutin. Gerak yang dilakukan saat berolah-raga sangat berbeda dengan gerak saat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti berdiri, duduk atau hanya menggunakan tangan. Hal ini merupakan gerak anggota badan yang tidak seimbang (Wirakusumah, 2001). Adanya lift atau eskalator juga telah menggantikan fungsi tangga di berbagai sarana umum serta alat transportasi seperti mobil pribadi atau mobil jemputan sekolah menyebabkan masyarakat malas bergerak. Alat transportasi, alat-alat elektronik yang serba otomatis dapat digunakan dan dilakukan hanya dengan menekan tombol saja, menyebabkan aktifitas fisik menjadi sangat menurun (Asdie, 2005). Laporan tahunan National Trauma Data Bank (2012), jumlah kejadian menurut mekanisme cidera, kecelakaan kendaraan bermotor menduduki peringkat utama atas jumlah terbanyak kemudian disusul dengan cidera akibat terjatuh. Perbandingan hasil Riskesdas 2007 dengan Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera dari 7,5 persen menjadi 8,2 persen. Penyebab cedera terbanyak, yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Sekitar 30% wanita dengan fraktur femur menderita osteoporosis, dibanding 15% pada pria. Fraktur yang terjadi bukan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 2 saja karena osteoporosis tetapi juga karena kecenderungan usia lanjut untuk jatuh. Osteoporosis sering terjadi pada usia lanjut baik jenis primer ataupun sekunder, terutama pada wanita pasca menopause oleh karena penurunan hormone estrogen. Pada usia lebih tua, kejadian osteoporosis juga dapat meningkat karena faktor inaktivitas, asupan kalsium yang kurang, pembuatan vitamin D yang menurun dan faktor hormonal. Aukerman (2008) melaporkan bahwa insiden fraktur femur terjadi sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap tahun. RSPAD Gatot Soebroto mencatat pada tahun 2011 angka kejadian fraktur femur adalah 178 kasus. Fraktur termasuk dalam 10 penyakit terbanyak (Maret 2014) pada ruang rawat bedah lantai V RS Gatot Soebroto dimana didapatkan data sebanyak 17 orang yang dirawat di ruangan tersebut dengan diagnosa fraktur. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah kecelakaan tetapi faktor lain seperti degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008). Fraktur adalah terputusnya kontunuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer & Bare, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia sehingga banyak masyarakat pergi ke dukun pijat untuk menangani fraktur yang terjadi. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Riskesdas, 2011). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 3 langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim (Brunner & Suddarth, 2001). Terdapat komplikasi yang ditimbulkan akibat fraktur, seperti komplikasi awal (syok, sindroma emboli lemak, sindroma komparteman dan infeksi) dan komplikasi lanjut (delayed union, non – union, mal – union, kaku sendi lutut, refraktur) (Brunner & Suddarth, 2001). Salah satu komplikasi lanjut yang terjadi adalah kaku sendi yang jika tidak ditangani dapat mengakibatkan kecacatan fisik. Kaku sendi dapat yang diakibatkan oleh fraktur dapat dipulihkan secara bertahap dengan mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM) atau latihan pergerakan sendi. Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pada klien dengan post operasi ROM perlu dilakukan segera mungkin untuk menghindari komplikasi lanjutan yang diakibatkan oleh kekakuan sendi. 1.2. Perumusan Masalah Kemajuan teknologi juga telah memacu perubahan kebiasaan hidup (gaya hidup), gaya hidup yang cenderung lebih santai akibat perkembangan teknologi saat ini. Sarana umum serta alat transportasi seperti mobil pribadi atau mobil jemputan sekolah menyebabkan masyarakat malas bergerak. Alat transportasi, alat-alat elektronik yang serba otomatis dapat digunakan dan dilakukan hanya dengan menekan tombol saja, menyebabkan aktifitas fisik menjadi sangat menurun. Perubahan gaya hidup tersebut merupakan faktor utama dari patah tulang atau fraktur dimana hal tersebut didukung oleh kejadian jatuh. Fraktur mengakibatkan perubahan pada bagian yang cedera sehingga mempengaruhi mobilitas fisik. Asuhan keperawatan yang dilakukan khususnya dengan pemberian latihan pergerakan sendi dapat memperkecil komplikasi lanjutan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 4 yang akan terjadi serta akan menjaga kekuatan dan fleksibilitas otot dan sendi klien. 1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan Umum: Tujuan penulisan ini secara umum bertujuan untuk menganalisa secara umum mengenai fraktur meliputi definisi, manifestasi klinis, etiologi, komplikasi serta asuhan keperawatan yang ditimbulkan. 1.3.2. Tujuan Khusus: Tujuan penulisan ini secara khusus untuk: a. Menjelaskan konsep dasar dari fraktur femur yang terdiri dari definisi, etiologi, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan dari fraktur femur. b. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan fraktur femur. c. Menganalisis masalah keperawatan yang muncul berdasarkan konsep d. Menganalisis tindakan latihan rentang pergerakan sendi dalam asuhan keperawatan fraktur femur 1.4. Manfaat Penulisan 1.4.1. Bagi Klien Diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut dengan melakukan latihan pergerakan rentang sendi sehingga proses rehabilitasi berjalan dengan baik. 1.4.2. Bagi Instasi Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan khususnya para perawat dapat menambah ilmu mengenai fraktur serta memberikan intervensi keperawatan kepada klien sesuai dengan teori dan penelitian yang sudah ada. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 5 1.4.3. Bagi Pendidikan Keperawatan Diharapkan mampu menambah referensi serta pengetahuan mengenai kasus klien dengan fraktur femur dengan asuhan keperawatan dan intervensi yang telah diberikan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Rangka a. Sistem Rangka Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi kartilago utama. 1) Rangka aksial terdiri dari beberapa tulang yang membentuk aksis panjang tubuh yang melindungi organ-oran pada kepala, leher dan torso. a) Kolumna vertebra (tulang belakang) terdiri dari 26 vertebra yang dipisahkan oleh diskus vertebra. b) Tengkorak diseimbangkan pada kolumna vertebra c) Kerangka toraks (rangka iga) meliputi tulang-tulang iga dan sternum yang membungkus dan melindungi organ-organ thoraks. 2) Rangka aperdikular terdiri dari 126 tulang yang membentuk lengan, tungkai dan tulang pektoral (serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangka aksial. 3) Persendian adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih. b. Fungsi Sistem Rangka 1. Memberikan topangan dan bentuk pada tubuh 2. Pergerakan tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah persendian dan berfungsi sebagai pengungkit jika otot berkontraksi, kekuatan yang diberikan pada pengungkit menghasilkan gerakan. 3. Perlindungan sistem rangka, melindungi organ-organ lunak yang ada dalam tubuh. 4. Pembentukan sel darah (hematopoisis) sumsum tulang merah, yang ditemukan pada orang dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan vertebra, tulang pipi pada kranium dan pada bagian ujung 8 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 7 tulang panjang. Merupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit darah. 5. Tempat penyimpanan mineral. 2.2. Tulang Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme kalsium, mineral dan organ hemopoetik. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. 1. Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu: a. Diafisis ( batang ) Merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. b. Metafisis Adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekula atau spongiosa yang mengandung, sumsum merah.metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada epifisis. c. Epifisis Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal pada anakanak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat dengan sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 8 periosteum, yaitu: yang mengandung sel-sel yang berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Pada tulang epifisis terdiri dari 4 zona, yaitu: 1) Daerah sel istirahat Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis 2) Zona proliferasi Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke arah batang tulang, ke dalam daerah hipertropi. 3) Daerah hipertropi Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif. 4) Daerah kalsifikasi provisional Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang normal Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka pertumbuhan dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut atau terjasi deformitas progresif bila terjadi hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat. Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblast, osteosit dan osteoklas. 2. Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon, antara lain : a. Hormon Paratiroid Mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan akttivitas osteoklas, sehingga terjadi demineralisasi. b. Hormon Pertumbuhan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 9 GH tidak mempunyai efek langsung terhadap remodeling tulang, tetapi melalui perangsangan IGF 1. Efek langsung GH pada formasi tulang sangat kecil, karena sel-sel tulang hanya mengekpresiksn reseptor GH dalam jumlah kecil. c. Kalsitonin Kalsitonin menyebabkan kontraksi sitoplasma osteoklas dan pemecahan osteoklas menjadi sel mononuklear dan menghambat pembentukan osteoklas. d. Estrogen dan Androgen Mempunyai peranan penting dalam maturasi tulang yang sedang tumbuh dan mencegah kehilangan masa tulang. Reseptor estrogen pada sel-sel tulang sangat sedikit diekspresikan sehingga sulit diperlihatkan efek estrogen terhadap resorpsi dan formasi tulang. Eatrogen dapat menurunkan resorpsi tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis berbagai sitokin, seperti IL-1, TNF-α, IL-6. e. Hormon Tiroid Berperan merangsang resorpsi tulang, hal ini akan menyebabkan pasien hipertiroidisme akan disertai hiperkalsemia dan pasien pasca menopouse yang mendapat supresi tiroid jangka panjang akan mengalami osteopenia. f. 1,25-dehidroksivitamin D [1,25 (OH)2 D] Merupakan vitamin D aktif yang berperan menjaga hemostasis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan mobilisasi kalsium dan tulang pada keadaan kalsium yang adekuat. Di tulang, 1,25 (OH)2 D akan menginduksi monositik stem cell di sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas. Setelah itu sel ini kehilangan kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25 (OH)2D. Pada proses mineralisasi tulang 1,25 (OH)2 D berperan dalam menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan ekstraseluler Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 10 sehingga deposisi kalsium hidroksiapatit pada matriks tulang akan berlangsung baik. 2.3 Fraktur a. Definisi fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran; 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditemukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan suddarth, 2001). Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah kecelakaan tetapi faktor lain seperti degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008). Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur dapat dibagi menjadi: 1. Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu: a. Derajat I: 1) Luka < 1 cm 2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk 3) Kontaminasi minimal b. Derajat II: 1) Laserasi > 1 cm 2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas 3) Fraktur kominutif sedang 4) Kontaminasi sedang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 11 c. Derajat III: 1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: 2) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka 3) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif 4) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak Berbagai jenis khusus fraktur: a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran. b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkak. f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 12 b. Jenis-jenis fraktur femur Fraktur femur dibagi menjadi 2 yaitu (Kapita Selekta Kedokteran; 2000) : 1. Fraktur batang femur Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi di antara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan tindakan operatif. 2. Fraktur kolum femur Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalanan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 13 Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita usia tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis. b. Etiologi Fraktur Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Menurut Brunner dan Suddarth (2008), penyebab atau etiologi terjadinya fraktur yaitu : 1. Trauma 2. Gaya meremuk 3. Gerakan puntir mendadak 4. Kontraksi otot ekstrem 5. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma 6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit d. Manifestasi klinik Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi: 1. Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit 2. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema 3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah 4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya 6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit Pada fraktur batang femur, terjadi: 1. Daerah paha yang patahntulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda fungsio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. 2. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior, endo/eksorotasi. 3. Ditemukan adanya pemendekan tungkai bawah Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 14 4. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemerikasaan harus diperhatikan pula adanya kemungkinan dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum di daerah lutut. Setelah itu periksa juga keadaan nervus siatika dan arteri dorsalis pedis Pada fraktur kolum femur, terjadi: 1. Pada pasien muda biasanya mempunyai riwayat kecelakaan berat, sedangkan pasien tua biasanya hanya riwayat trauma ringan, misalnya terpeleset 2. Pasien tak dapat berdiri karena sakit pada panggul 3. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan endorotasi 4. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi, dan eksorotasi, kadang juga terjadi pemendekan 5. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematom di daerah panggul 6. Pada tipe impaksi biasanya pasien masih bisa berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat, tungkai masih tetap dalam posisi netral b. Patofisiologi Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 15 Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut. (http://www.ilmukeperawatan.com/askep.html) Trauma, proses patologi, penuaan, mal nutrisi Rusak atau terputusnya kontinuitas tulang Kerusakan jaringan Pembuluh Darah Serabut saraf Periosteum & dan sumsum korteks tulang lunak dan kulit Hematoma Port Hemoragi d’entry Vasodilatasi Non infeksi hipovolemi Hilangnya saraf fragmen tulang eksudat plasma Infeksi Deformitas, hipotensi inflamasi Sembuh Serabut Kehilangan sensasi Delayed union krepitasi, pemendekan 2 Suply O ke Supresi saraf Syndrom konus otak nodularis: Malunion anestesia,ggn nyeri Deformitas imobilisasi Gangguan Shock defekasi, ggn hipovolemik, miksi,impotensi,hilan kesadaran gnya reflek anal menurun Body image Atrofi Kerusakan otot integritas Intoleransi aktivitas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 16 c. Komplikasi 1. Komplikasi awal 1. Shock Hipovolemik/traumatik Syok hipovolemik akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada berbagai fraktur termasuk fraktur femur. Karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar sebagai akibat trauma. Penanganan meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut. b. Emboli lemak (Brunner, Suddarth; 2001) Fraktur tulang panjang, pelvis, fraktur multipel, cedera remuk (20‐30 tahun) Tekanan sumsum tulang > tek. kapiler Reaksi stres Globula lemak masuk ke dalam darah Katekolamin Memobilisasi Bergabung dengan trombosit asam lemak Emboli Menyumbat pembuluh darah kecil Otak - Bingung - Delirium - koma Paru - Takipnea Dyspnea Krepitasi Mengi Sputum putih kental >>> Takikardi PO2 < 60 mmHg Alkalosis respiratorik Pada sinar X: badai salju Ginjal Emboli sistemik - Lemak bebas dalam urine - Gagal ginjal - Pucat - Petechia pada membran pipi, kantung konjungtiva, palatum durum, fundus okuli, dan di atas dada serta lipatan ketiak depan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 17 Katekolamin dilepaskan ketika terjadi mobilisasi asam lemak bebas oleh trauma dari jaringan adipose, sehingga menyebabkan hilangnya stabilitas emulsi chylomicron. Chylomicron membentuk tetesan lemak yang besar pada paru, dan bisa mengakibatkan perubahan biokimia karena injury. Jaringan dari paru, otak, hati, ginjal dan kulit yang paling sering terkena. b. Sindrom kompartemen Terjadi pada saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini disebabkan oleh karena: i. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips/balutan yang menjerat ii. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (iskemi, cedera remuk, toksik jaringan) Kompartemen terdiri dari otot, tulang, saraf dan pembuluh darah yang mengalami fibrosis dan fasia. Tekanan kompartemen normal (< atau = 8 mmHg), jika di atas 30-40 mmHg dapat merusak peredaran darah mikro. Manifestasi klinik yaitu nyeri iskhemik yang terus menerus yang tidak dapat dikontrol dengan analgesik, nyeri yang meningkat dengan turunnya aliran arteri dan nyeri ketika dipalpasi atau dipindahkan, klien mungkin akan mengalami kelemahan beraktivitas, paresthesia, rendahnya/absent dari nadi, ekstremitas yang dingin dan pucat. c. Kerusakan arteri Terdiri dari contused, thrombosis, laserasi, atau arteri yang kejang. Arteries dapat disebabkan ikatan yang terlalu ketat. Indikasi dari kerusakan arteri antara lain absent/tidak teraturnya nadi, bengkak, pucat, kehilangan darah terus menerus, nyeri, hematoma, dan paralysis. Intervensi emergency yaitu pemisahan atau pemindahan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 18 pembalut yang mengikatnya, meninggikan atau merubah posisi dari bagian yang injuri, mengurangi fraktur/dislokasi, operasi. d. Shock Hypolemic shock merupakan masalah yang potensial karena fragment tubuh dapat melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan pendarahan, klien yang beresiko tinggi yaitu klien dengan fraktur femur dan pelvis. e. Injuri saraf Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus, manifestasinya antara lain paresthesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang dingin, meningkatnya nyeri dan perubahan kemampuan untuk menggerakkan ekstremitas f. Volkmann’s iskhemik kontraktur Komplikasi ini dapat menyebabkan lumpuhnya tangan atau lengan bawah akibat fraktur, dimulai dengan timbulnya sindrom kompartmen pada sirkulasi vena dan arteri. Jika tidak hilang, tekanan dapat menyebabkan iskhemik yang berkepanjangan dan otot secara bertahap akan digantikan dengan jaringan fibrosis antara tendon dan saraf. Mati rasa dan paralisis juga sering terjadi. g. Infeksi Disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena saat dioperasi. Agen infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu pseudomonas. Tetanus atau gas gangren dapat meningkatkan resiko infeksi. Infeksi gas gangren berkembang didalam dan mengkontaminasi luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 19 2. Komplikasi lambat a. Delayed union Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang. b.Non union Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c. Mal union Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk). Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. d.Nekrosis avaskuler tulang Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang. Tulang yang mati mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural. e. Kekakuan sendi lutut f. Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan (Brunner & Suddarth; 2001) h. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya fraktur/trauma 2. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak 3. Pemeriksaan jumlah darah lengkap Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 20 Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple) 4. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal 6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati (http://www.ilmukeperawatan.com/askep.html) i. Penatalaksanaan Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani fraktur: 1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. 2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu: a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang. 3. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi) 4. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck). Penatalaksanaan umum yang dilakukan untuk fraktur adalah (Purwadianto & Agus, 2000): a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 21 b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. c. Fraktur tertutup: 1. Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada alligment dengan menggunakan traksi. 2. Fiksasi atau imobilisasi Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di imobilisasi. Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips berbantal cukup untuk imobilisasi. 3. Restorasi (pengembalian fungsi) Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi, dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi. d. Fraktur terbuka: 1. Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan kain steril (jangan di balut) 2. Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam fisiologis 3. Eksisi jaringan yang mati 4. Reposisi 5. Penutupan luka Masa kurang dari 6-7 jam merupakan golden period, dimana kontaminasi tidak luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer. 6. Fiksasi 7. Restorasi Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi Buck, didahului dengan pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut adalah untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah. Setelah itu dilakukan traksi kulit dapat dipilih nonoperatif atau operatif (Arif et al, 2000). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 22 1. Pengobatan non-operatif Dilakukan traksi skeletal, yang sering disebut metode Perkin, dan metode balance skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant, sedangkan pada anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell. a. Metode Perkin Pasien tidur terlentang, satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup luas. Sementara itu, tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi. b. Metode Balance Skeletal Traction Pasien tidur terlentang, satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan Thomas Splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica atau cast bracing. c. Traksi kulit Bryant Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur. d. Traksi Russel Anak tidur terlentang, dipasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar. 2. Operatif Indikasi operasi antara lain: a. Penanggulangan non-operatif gagal Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 23 b. Fraktur multipel c. Robeknya arteri femoralis d. Fraktur patologik e. Fraktur pada orang yang tua Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedularry nail. Terdapat bermacam-macam intramedularry nail untuk femur, di antaranya Kuntscher nail, A0 nail, dan Interlocking nail. Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka dan cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograd. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intensifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas. 2.4 Rentang Gerak Sendi (ROM) ROM (Range of Motion) adalah pergerakan maksimum yang mungkin dilakukan oleh sendi (Kozier, 1995). Sedangkan latihan ROM adalah latihanlatihan yang diberikan untuk mempertahankan fungsi sendi dan meningkatkan fungsi sendi yang berkurang karena proses penyakit, kecelakaan atau tidak digunakan. Latihan ROM ini bertujuan untuk : a. Mempertahankan fungsi mobilisasi sendi b. Memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang berkurang karena proses penyakit, kecelakaan, atau tidak digunakan. c. Mencegah komplikasi dari immobilisasi seperti atropi otot, dan kontraktur. d. Mempersiapkan latihan lebih lanjut. Jenis latihan range of motion (ROM) berdasarkan kemampuan klien dibagi menjadi tiga, yaitu (Potter & Perry, 2005): 1. Aktif: klien melalukan latihan sendiri tanpa bantuan dari perawat. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 24 2. Aktif asistif: latihan dilakukan klien semampunya, sisanya dibantu oleh perawat. 3. Pasif: latihan sepenuhnya dibantu oleh perawat atau tim kesehatan lainnya. Indikasi dalam dilakukannya ROM (Range of Motion) adalah sebagai berikut: a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran b. Kelemahan otot c. Fase rehabilitasi fisik d. Klien dengan tirah baring lama Pelaksanaan ROM yang tidak sesuai dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang dapat ditimbulkan antara lain: Kontraktur, dapat terjadi pada sendi yang tidak digerakkan secara periodik dengan rentang gerak penuh. Pertama kali perawat mengkaji kemampuan klien dalam melakukan latihan rentang gerak aktif dan kebutuhan bantuan perawat. Pada kesehatan dan mobilisasi yang memungkinkan dilakukan latihan aktif. Ketika perawat melakukan kesalahan dalam pengkajian ini, maka yang akan terjadi adalah kontraktur tadi. Contohnya : ketika terjadi kontraktur fleksi di leher maka leher klien akan menjadi fleksi permanen dengan dagu berada dekat atau terlihat menyentuh dada sehingga kesejajaran tubuh berubah, lapang pandang berubah dan tingkat fungsi kemandirian terganggu. Kesalahan dalam memposisikan, ketika merawat klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi perawat harus menempatkan posisi bagian tubuh yang akan dilatih rentang gerakan dengan benar, kesalahan posisi dapat berakibat fatal. Contohnya : kesalahan menempatkan bahu dapat menyebabkan nyeri, dislokasi sendi dan perubahan kesejajaran tubuh lebih lanjut. Kesalahan dalam melakukan latihan rentang gerak pada pasien. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 25 Contohnya : abduksi berlebihan membuat kaki sakit tampak terlalu panjang sedangkan adduksi berlebihan membuat kaki sakit tampak terlalu panjang, kontraktur fleksi menyebabkan lordosis ketika klien berdiri, kontraktur rotasi dalam dan luar pada pinggul menyebabkan gaya berjalan yang tidak normal dan tidak seimbang, fleksi berlebihan pada lutut menyebabkan klien akan pincang ketika berjalan, inversi dan eversi pada pergelangan kaki menyebabkan kaki tidak menapak dengan datar sehingga tidak memungkinkan untuk menahan berat badan dan berjalan dengan benar. 1. Anatomi Daerah ROM Range of Motion (ROM) merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu sagital, frontal, dan transversal. Sendi yang digerakan pada ROM aktif meliputi sendi pada seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki yang dilakukan oleh klien secara mandiri. Sedangkan pada ROM pasif, seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri, seperti: a. leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral) b. bahu tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi bahu) c. siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi) d. pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi) e. jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi) f. pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal) g. pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi) h. jari kaki (fleksi/ekstensi) Sendi merupakan hubungan antar tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai dengan struktur dan tingkat mobilisasinya. Ada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 26 empat klasifikasi sendi, yaitu sinostotik, kartilagonus, fibrosa, dan sinovial (Potter & Perry, 2005). a. Sendi Sinostotik Sendi ini mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini dan jaringan tulang yang dibentuk di antara tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Contoh tipe sendi ini adalah sakrum. b. Sendi Kartilagonus Sendi ini juga bisa disebut sendi sinkondrodial. Sendi ini memiliki sedikit pergerakan tetapi elastic dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago dapat ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi antara sternum dan iga. c. Sendi Fibrosa Sendi ini juga bisa disebut sendi sindesmodial, merupakan sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligament atau membrane. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, serta dapat bergerak dengan jumlah terbatas. Misalnya sepasang tulang pada kaki bagian bawah (tibia dan fibula). d. Sendi Sinovial Sendi ini merupakan sendi yang dapat digerakkan secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligament sejajar dengan membran sinovial. Humerus radius dan ulna dihubungkan oleh kartilago dan ligament membentuk sendi putar. 2. Prinsip Memberikan Latihan ROM Prinsip dalam melakukan range of motion (ROM) yaitu sebagai berikut : 1. Lakukan secara berurutan dan teratur mulai dari leher sampai kaki. 2. Jangan memegang sendi secara langsung, tapi pegang ekstremitas secara lembut pada bagian distal atau proksimal sendi. Bila perlu Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 27 memegang sendi, buatlah telapak tangan seperti magkuk dan letakkan dibawah sendi. 3. Jangan memegang ekstremitas pada kuku kaki atau kuku tangan 4. Bekerja mulai arah proksimal ke arah distal 5. Aman dan nyaman. 3. Tipe Gerakan (Potter & Perry, 2005) Jenis Gerakan Arti Gerakan Fleksi Gerakan menekuk sendi Ekstensi Gerakan meluruskan sendi Hiperekstensi Gerakan meluruskan sendi melebihi posisi anatomis Dorsifleksi Gerakan fleksi pada tumit. Telapak kaki diluruskan sehingga jari-jari menghadap ke bawah Abduksi Gerakan anggota gerak menjauhi garis tengah tubuh Adduksi Gerakan anggota gerak mendekati garis tengah tubuh Rotasi Gerakan tulang memutar aksis/sumbu longitudinalnya Rotasi Eksternal Gerakan memutar menjauhi garis tengah tubuh Rotasi Internal Gerakan memutar kearah garis tengah tubuh Sirkumduksi Gerakan melingkat pada ujung distal tulang sementara ujung proksimal tetap stabil Supinasi Gerakan telapak tangan ke ara anterior atau superior Pronasi Gerakan telapak tangan ke ara posterior atau inferior Eversi Gerakan tumit ke arah lateral sumbu tubuh Inversi Gerakan tumit ke arah garis tengah sumbu tubuh Oposisi Gerakan mempertemukan ibu jari dengan jari-jari lainnya. 4. Prosedur Tindakan ROM Terdapat tiga macam latihan rentang gerak yaitu rentang gerak aktif, pasif, dan aktif asistif (Potter & Perry, 2005).. Aktif yaitu latihan yang dilakukan secara mandiri oleh klien dengan atau tanpa pengawasan perawat. Aktif asistif adalah latihan yang dilakukan oleh klien sesuai dengan kemampuannya dan sisanya dibantu oleh perawat. Pasif yaitu latihan yang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 28 diberikan oleh perawat atau tim kesehatan lain. Rentang gerak aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya rentang gerak pasif yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas. Untuk mempertahankan rentang gerak, sendi-sendi harus dilatih dua sampai tiga kali perhari. Prinsip dalam melakukan range of motion (ROM) yaitu sebagai berikut : a. Lakukan secara berurutan dan teratur mulai dari leher sampai kaki. b. Jangan memegang sendi secara langsung, tapi pegang ekstremitas secara lembut pada bagian distal atau proksimal sendi. Bila perlu memegang sendi, buatlah telapak tangan seperti magkuk dan letakkan dibawah sendi. c. Jangan memegang ekstremitas pada kuku kaki atau kuku tangan d. Bekerja mulai arah proksimal ke arah distal e. Aman dan nyaman. ROM aktif yaitu perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 % D. Jenis gerakan Fleksi, Ekstensi, Hiper ekstensi, Rotasi, Sirkumduksi, Supinasi, Pronasi, Abduksi, Aduksi, Oposisi (Potter and Perry, 2005). ROM Aktif meliputi seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif. Berikut ini latihan rentang gerak : Latihan I (Leher, spina servikal ) Tipe sendi: Pivotal (putar) o Fleksi: menggerakkan dagu menempel ke dada (otot sternocleidomastoid). o Ekstensi: mengembalikan kepala ke posisi tegak (otot trapezius). o Hiperekstensi: menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 29 (otot trapezius). o Fleksi lateral: memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu (otot sternocleidomastoid) o Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkular (otot sternocleidmastoid, trapezius) Latihan II (Bahu) Tipe Sendi: ball and socket: o Fleksi: menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke posisi depan di atas kepala (otot koraktobrakhialis, bisep brakhli, deltoid, pektoralis mayor) o Ekstensi: mengembalikan lengan ke posisi samping tubuh (otot latissimus dorsi, teres mayor, trisep brakhii) o Hiperekstensi: menggerakkan lengan ke belakang tubuh, dengan siku tetap lurus (otot latissimus dorsi, teres mayor, deltoid) o Abduksi: menaikkan lengan ke posisi samping, di atas kepala (otot deltoid, sipraspinatus) o Adduksi: menurunkan lengan dari atas ke samping sampai menyilang tubuh (otot pektoralis mayor) o Rotasi dalam: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai jari-jari menghadap ke bawah dan ke belakang (otot pektoralis mayor, latissimus dorsi, teres mayor, subskapularis) o Rotasi luar: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai jari-jari menghadap ke atas dan berada si samping kepala (otot infraspinatus, teres mayor, deltoid) o Sirkumduksi: menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh (otot deltoid, korakobrakhialis, latissimus dorsi, teres mayor) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 30 Latihan III (Siku) Tipe sendi: Hinge o Fleksi: menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu (otot bisep brakhii, brakhialis, brakhioradialis) o Ekstensi: meluruskan siku dengan menurunkan tangan (otot trisep brakhii) Latihan IV (Lengan bawah) Tipe sendi: Pivotal (putar) o Supinasi: memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas (otot supinator, bisep brakhii) o Pronasi: memutar lengan ke bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah (otot pronator teres, pronator quadrates) Latihan V (Pergelangan tangan) Tipe sendi: kondiloid o Fleksi: menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah (otot fleksor kalpi ulnaris, fleksor carpi radialis) o Ekstensi: menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan dan engan bawah berada dalam arah yang sama (otot ekstensor karpi ulnaris, ekstensor carpi radialis brevis, ekstensor radialis longus) o Hiperekstensi: membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin (otot ekstensor karpi ulnaris, ekstensor carpi radialis brevis, ekstensor radialis longus) o Abduksi (fleksi lateral): menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari (otot fleksor carpi radialis, ekstensor carpi radialis brevis, ekstensor radialis longus) o Adduksi (fleksi ulnar): menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kea rah lima jari (otot fleksor karpi ulnaris, ekstensor carpi o ulnaris) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 31 Latihan VI (Jari-jari tangan) Tipe sendi: Condyloid hinge o Fleksi: membuat genggaman (otot lumbrikales, interosseus volaris, interosserus dorsalis) o Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan (ekstensor digiti quinti proprius, ekstensor digitorum kommunis, ekstensor inicis proprius) o Hiperekstensi: menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin (otot ekstensor digiti quinti proprius, ekstensor digitorum kommunis, ekstensor inicis proprius) o Abduksi: merenggangkan jari-jari yang satu dengan jari-jari yang lain (otot interosserus dorsalis) o Adduksi: merapatkan jari-jari tangan (otot interosserus volaris) Latihan VII (Ibu jari) Tipe sendi: Pelana o Fleksi: menggerakkan ibu jari menyilang permukaan o telapak tangan (otot fleksor pollisis brevis) o Ekstensi: menggerakkan ibu jari menjauh dari telapak tangan (otot ekstensor pollisis longus, ekstensor pollisis brevis) o Abduksi: menjahkan ibu jari ke samping (otot abductor pollisis brevis) o Adduksi: menggerakkan ibu jari ke depan tangan (otot adductor pollisis obliquus, adductor pollisis tranversus) o Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama (otot opponeus pollisis, opponeus digiti minimi) Latihan VIII (Pinggul) Tipe sendi: ball and socket o Fleksi: menggerakkan tungkai ke depan dan atas (otot psaos mayor, iliakus, iliopsaos, Sartorius) o Ekstensi: menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain (Gluteus maksimus, semitendonesus, semimembranisus) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 32 o Hiperekstensi: menggerakkan tungkai ke belakang tubuh (otot gluteus maksimus, semitendonesus, semimembranisus) o Abduksi: menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh (gluteus medius, gluteus minimus) o Adduksi: menggerakkan tungkai kembali ke posisi medial dan melebihi jika mungkin (otot adductor longus, adductor brevis, adductor magnus) o Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain (otot gluteus medius, gluteus minimus, tnsor fasciae latae) o Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain (otot obturatorius internus, obturatorius ekternus) o Sirkumduksi: menggerakkan tungkai melingkar (otot psaos mayor, gluteus maksimus, gluteus medius, adductor magnus) Latihan IX (Lutut) Tipe sendi: Hinge o Fleksi: menggerakkan tumit ke arah belakang paha (otot bisep femoris, semitendonosus, semimembranosus, Sartorius) o Ekstensi: mengembalikan tungkai ke lantai (otot rektus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius) Latihan X (Mata kaki) Tipe sendi: Hinge o Dorsifleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas (otot tibialis enterior) o Plantarfleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah (otot gastroknemus, soleus) Latihan XII (Kaki) Tipe sendi: Gliding o Inversi: memutar telapak kaki samping dalam/ medial (otot tibialis anterior, tibialis posterior) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 33 o Eversi: memutar telapak kaki ke samping luar/lateral (otot peroneus longus, peroneus brevis) Latihan XIII (Jari-jari kaki) Tipe sendi: Condyloid o Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki ke bawah (otot fleksor digitorum, lumbrikalis pedis, fleksor hallusis brevis) o Ekstensi: meluruska jari-jari kaki (otot ekstensor digitorum longus, ekstensor digitorum brevis, ekstensor hallusis longus) o Abduksi: merenggangakn jari-jari kaki satu dengan lainnya (otot abductor hallusis, interusseus dorsalis) o Adduksi: merapatkan kembali bersama-sama (otot adductor hallusis, interosseus plantaris) 5. ROM untuk klien dengan hemiarthroplasty : a. Pumping exercise adalah pengaturan posisi 45o elevasi tungkai dan menggerakkan secara aktive dorsofleksiankle yang bertujuan untuk melancarkan sirkulasi dan mengurangi edema. b. Quadricep Exercise dilakukan dengan cara isometrik exercise dengan posisi tungkai lurus (abduksi) dan instruksikan pasien untuk menekan tangn fisioterapi yang di letakkan dibawah poplitea ini bertujuan untuk mengurangi oedema dan meningkatkan kekuatan otot quadriceps. c. Active Assited exercise, fleksi hip abduksi Hip, adalah latihan gerak aktif dengan bantuan kekuatan dari luar (fisioterapi) sebesar yang diperlukan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot, mobilisasi sendi aktif dan mengajarkan gerak tertentu. 2.5 Konsep Lanjut Usia (Lansia) Departemen kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut: 1. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang menampakan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 34 2. Usia lanjut dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun) 3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai macam penyakit degenerative (usia diatas 65 tahun). Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2000). 2.5.1 Teori-teori penuaan Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori kepribadian berlanjut. A. Teori Biologis Teori seluler. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit (Watson, 2003). Pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Boedhi Darmojo & Nugroho, 2000; Watson, 2003). Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 35 cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003). 1. Teori sintesis protein. Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung berkerut (Watson, 2003). 2. Teori keracunan oksigen. Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dan terjadi kesalahan genetik (Watson, 2003). Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan repsoduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Watson, 2003). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 36 3. Teori sistem imun Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker (Watson, 2003). 4. Teori radikal bebas Nugroho (2000) menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi. B. Teori Kejiwaan Sosial Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Suriadi, 1999). Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif melaksanakan perananperanannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut yang optimal. Teori kepribadian berlanjut menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002). Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif (dekalsifikasi) (Watson, 2003). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 37 Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003). 2.6 Hemiarthroplasty Scatzker (2007), menyatakan bahwa hemiarthroplasty adalah prosedur operasi dengan mana tulang rawan (cartilage) dan tulang yang berpenyakit (rusak) dari sendi pinggul secara operasi diganti dengan materi-materi buatan. Prosedur yang paling umum dilakukan di pinggul setelah fraktur (tepat di bawah kepala) subcapital leher femur (patah tulang pinggul). Prosedur ini dilakukan dengan membuang kepala femur dan menggantinya dengan logam atau komposit prosthesis. Sendi pinggul yang normal adalah sendi bola dan socket (rongga). Socket (rongga) adalah tulang pelvis yang "berbentuk mangkok" yang disebut acetabulum. Bola adalah kepala dari tulang paha (femur). Hemiarthroplasty melibatkan pengeluaran dari bola dan socket yang berpenyakit (rusak) secara operasi dan menggantikan mereka dengan bola dan batang metal yang dimasukan kedalam tulang femur dan socket mangkok plastik buatan. a. Komplikasi (Blomfeldt et all, 2007) 1) Dislokasi protestesis panggul Dislokasi adalah komplikasi yang paling umum dari operasi penggantian pinggul. Pada operasi kepala femoral diambil dari soket, implan pinggul ditempatkan dan pinggul dimasukkan kembali ke posisi yang tepat. Dibutuhkan delapan sampai dua belas minggu untuk jaringan lunak terluka atau dipotong selama operasi untuk menyembuhkan. Selama periode ini, bola pinggul dapat keluar dari soket. Kesempatan ini berkurang jika jaringan kurang dipotong, jika dipotong jaringan diperbaiki dan jika kepala bola berdiameter besar digunakan. Ahli bedah yang melakukan lebih dari operasi setiap tahun cenderung memiliki lebih sedikit pasien Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 38 terkilir. Melakukan operasi dari pendekatan anterior tampaknya menurunkan tingkat dislokasi ketika kepala berdiameter kecil digunakan, tetapi manfaatnya belum terbukti bila dibandingkan dengan sayatan posterior modern dengan penggunaan yang lebih besar kepala diameter. Pasien dapat mengurangi risiko lebih lanjut dengan menjaga kaki keluar dari posisi tertentu selama beberapa bulan pertama setelah operasi. Penggunaan alkohol oleh pasien selama periode awal ini juga berhubungan dengan tingkat peningkatan dislokasi. 2) Trombosis vena Trombosis vena seperti deep vein thrombosis dan pulmonary embolism relatif umum setelah operasi penggantian pinggul. Pengobatan standar dengan antikoagulan adalah selama 7-10 hari; Namun pengobatan selama lebih dari 21 hari bisa menjadi lebih unggul. Beberapa dokter dan pasien mungkin mempertimbangkan memiliki tungkai bawah ultrasonografi vena untuk layar untuk deep vein thrombosis setelah penggantian pinggul. Namun, jenis pemeriksaan hanya boleh dilakukan bila ada indikasi karena untuk melakukan itu secara rutin akan perawatan kesehatan yang tidak perlu. 3) Osteolisis Banyak masalah jangka panjang dengan penggantian pinggul adalah hasil dari osteolisis . Ini adalah hilangnya tulang yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap puing-puing memakai polietilen, bit baik dari plastik yang datang dari cangkir kapal dari waktu ke waktu.Sebuah inflamasi proses menyebabkan resorpsi tulang yang dapat menyebabkan melonggarnya berikutnya dari implan pinggul dan bahkan patah tulang pada tulang di sekitar implan. Dalam upaya untuk menghilangkan generasi partikel memakai, permukaan bantalan keramik yang digunakan dalam harapan bahwa mereka Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 39 akan memiliki lebih sedikit keausan dan kurang osteolisis dengan hasil jangka panjang yang lebih baik. Cangkir logam liners bergabung dengan kepala logam (metal-on-metal hip artroplasti) juga dikembangkan untuk alasan yang sama. Di laboratorium ini menunjukkan karakteristik aus yang sangat baik dan manfaat dari mode yang berbeda dari pelumasan. Pada saat yang sama bahwa dua permukaan bantalan ini sedang dikembangkan, yang sangat terkait lintas liners plastik polyethylene juga dikembangkan. Semakin besar lintas menghubungkan secara signifikan mengurangi jumlah puingpuing memakai plastik yang diberikan dari waktu ke waktu. Yang lebih baru prostesis keramik dan logam tidak selalu memiliki track record jangka panjang didirikan logam pada bantalan poli. Potongan keramik dapat mematahkan menyebabkan bencana kegagalan. Hal ini terjadi pada sekitar 2% dari implan yang dipasang. Mereka juga dapat menyebabkan terdengar, bernada tinggi suara mencicit dengan aktivitas. Metal-on-logam artroplasti rilis puing-puing logam ke dalam tubuh meningkatkan kekhawatiran tentang potensi bahaya ini terakumulasi dari waktu ke waktu. Linked polyethylene sangat silang tidak sekuat polyethylene biasa. Ini liners plastik dapat retak atau pecah bebas dari shell logam yang memegang mereka. 4) Sensitivitas logam Kekhawatiran sedang mengangkat tentang sensitivitas logam dan potensi bahaya logam partikulat puing-puing. Publikasi baru telah menunjukkan perkembanganpseudotumors, massa jaringan lunak yang mengandung jaringan nekrotik, sekitar sendi panggul. Tampaknya massa ini lebih sering terjadi pada wanita dan pasien ini menunjukkan tingkat yang lebih tinggi zat besi dalam darah. Penyebabnya tidak diketahui dan mungkin multifaktorial. Mungkin ada reaksi beracun untuk kelebihan puing memakai partikel logam atau reaksi hipersensitivitas terhadap jumlah normal puing-puing logam. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 40 Hipersensitivitas logam adalah fenomena mapan dan umum, mempengaruhi sekitar 10-15% dari populasi. Kontak dengan logam dapat menyebabkan reaksi imun seperti gatal-gatal kulit, eksim, kemerahan dan gatal-gatal. Meskipun sedikit yang diketahui tentang farmakodinamik jangka pendek dan jangka panjang dan bioavailabilitas beredar produk degradasi logam in vivo, ada banyak laporan tanggapan imunologi tipe temporal berhubungan dengan implantasi komponen logam. Laporan kasus individual menghubungkan reaksi kekebalan hipersensitivitas dengan kinerja buruk kardiovaskular klinis logam, ortopedi dan bedah implan dan gigi plastik. 5) Toksisitas logam Kebanyakan penggantian pinggul terdiri dari kobalt dan paduan kromium, atau titanium. Stainless steel tidak lagi digunakan. Semua implan melepaskan ion konstituen mereka ke dalam darah. Biasanya ini diekskresikan dalam urin, tapi pada individu tertentu ion dapat terakumulasi dalam tubuh. Dalam implan yang melibatkan kontak logam-on-logam, fragmen mikroskopis kobalt dan kromium dapat diserap ke dalam aliran darah pasien. Ada laporan toksisitas kobalt dengan pasien penggantian pinggul. 6) Kelumpuhan saraf Pasca operasi kelumpuhan saraf siatik adalah komplikasi lain mungkin. Insiden komplikasi ini rendah. Femoralis kelumpuhan saraf adalah komplikasi lain tapi jauh lebih jarang.Kedua hal ini biasanya akan menyelesaikan waktu ke waktu, tetapi proses penyembuhan lambat. Pasien dengan cedera saraf yang sudah ada berada pada risiko lebih besar mengalami komplikasi ini dan juga lambat untuk pulih. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 41 7) Nyeri kronis Beberapa pasien yang memiliki penggantian pinggul menderita nyeri kronis setelah operasi. Nyeri pada pangkal paha dapat berkembang jika otot yang menimbulkan pinggul (iliopsoas) menggosok terhadap tepi cangkir acetabular. Bursitis dapat berkembang pada trokanter mana bekas luka bedah melintasi tulang, atau jika komponen femoralis digunakan mendorong kaki ke samping terlalu jauh. Juga beberapa pasien dapat mengalami nyeri pada cuaca dingin atau lembab. Insisi dibuat di depan pinggul (pendekatan anterior) dapat memotong saraf mengalir di paha mengarah ke mati rasa di paha dan nyeri kronis kadang-kadang pada titik di mana saraf dipotong (neuroma a). 8) Kematian Tingkat kematian untuk penggantian pinggul elektif jauh kurang dari 1%. 9) Panjang kaki tidak setara Kaki dapat diperpanjang atau diperpendek selama operasi. Kaki yang tidak merata adalah keluhan yang paling umum oleh pasien setelah operasi dengan lebih memperpanjang masalah yang paling umum. Kadang-kadang kaki tampaknya lama segera setelah operasi padahal sebenarnya keduanya sama panjang. Sebuah hip rematik dapat mengembangkan kontraktur yang membuat kaki berperilaku seolah-olah itu pendek. Ketika ini lega dengan operasi penggantian dan gerak normal dan fungsi dikembalikan, badan terasa bahwa dahan sekarang lebih lama dari itu. Jika kaki yang benar-benar sama, rasa ketidakadilan menyelesaikan dalam satu atau dua bulan operasi. Jika kaki tidak merata, tidak akan. Sebuah lift sepatu untuk kaki pendek, atau dalam kasus yang ekstrim, operasi korektif mungkin diperlukan. Benar panjang kaki ketidaksetaraan kadang-kadang dapat disebabkan oleh seleksi implan yang tidak tepat. Komponen femoralis mungkin Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 42 terlalu besar dan tetap keluar dari femur lebih dari yang dibutuhkan. Bola kepala yang dipilih dapat duduk terlalu bangga pada batang. Kekakuan di punggung bawah dari arthritis atau operasi fusi sebelumnya tampaknya untuk memperbesar persepsi kaki panjang ketimpangan. b. Penatalaksanaan (Keating, 2006) 1) Diet tinggi kalori dan protein 1700 kkal 2) Tidak boleh duduk 4-6 minggu (tidur langsung berdiri) 3) Posisi kaku abduksi 4) Hip tidak boleh flexi 5) Reposisi (Buchol, 2002) : a. Aliis : - Posisi supinasi, pelvis distabilkan pada kedua SIAS oleh asisten - Traksi sesuai arah deformitas - Flexi hip 900, gerakan internal dan eksternal rotasi dengan traksi longitudinal sampai tercapai reposisi b. Bigelow : - Flexi panggul - Abduksi - External rotasi - Extensi - Posisi netral c. Stomson : - Posisi telungkup - Panggul di tepi meja operasi - Tungkai yang sehat extensi - Flexi panggul yang sakit, tekan dari posterior - Lutut flexi, pegang pergelangan kaku dalam posisi netral - Bila femur distal, tekan ke bawah pada betis Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 43 6. Isometric Exercise Isometric exercise adalah latihan dimana tidak terjadi pemanjangan serabut otot namun tension otot tersebut menungkat. Dengan melatih hip joint terutama dengan latihan quadriceps exercise. Manfaat isometric exercise : a. Meningkatkan sirkulasi darah b. Relaksasi otot karena ada fase kontraksi dan rileks c. Memelihara kekuatan otot d. Meningktakan ROM 7. Double crutch 8. Latihan active ROM Latihan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi pada tungkai, terutama gerak ekstensi hip, abduksi hip dan rotasi hip. Namun juga dapat dilakukan untuk meningkatkan gerak sendi yang lain. Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ROM dilakukan secara bertahap dari latihan gerak secara pasif dan meningkat menjadi gerak aktif. 9. Latihan berjalan WB (weight bearing) Awal dimulainya latihan weight bearing tergantung pada letak insisi, komplikasi pasca bedah dan hasil pemeriksaan X Ray pada post operasi hari pertama. Bila insisinya pada posterolateral, latihan dapar dimulai pada hari pertama. Namun bila insisi pada antero lateral latihan dimulai pada hari kelima karena kemungkinan dapat timbul dislokasi kea rah ekstensi. Pada saat latihan jalan sisi yang dioperasi harus menerima berat badan agar implant yang dipasang dapat tertanam dengan baik, dan dengan memperhatikan gerakan ekstensi, fleksi, adduksi dan eksternal rotasi hip yang tidak berlebihaan agar tidak terjadi dislokasi. 10. Mobilisasi di tempat tidur Dalam melakukan aktivitas tersebut yang perlu diperhatikan adalah posisi klien terutama posisi hip, yaitu posisi hip harus dalam posisi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 44 abduksi, fleksi 60 derajat. Mobilisasi dapat dimulai pada hari pertama post operasi. 11. Orthesa/Prothesa : Walker c. Protokol Post Operasi Hemiarthroplasty: (Carolyn, 2011) 1. Tahap I - Segera Pos Bedah Tahap (Hari 1-4): Tujuan: Tujuan dari terapi fisik selama awal fase pasca-operasi adalah untuk mendidik pasien mengenai tindakan pencegahan dislokasi, meningkatkan kemandirian dengan fungsi dan mencegah komplikasi pasca bedah operasi. Gangguan ini dapat mencakup: • Edema • Nyeri • Penurunan gerak • Gangguan kontrol dan kekuatan otot pada tungkai bawah • Keseimbangan Intervensi Terapi fisik juga diarahkan mengidentifikasi sensorimotor lain atau kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi potensi rehabilitasi suatu pasien. Pasien dalam rumah sakit 2-4 hari pascaoperatif jika tidak ada komplikasi medis terjadi. Hal-hal yang dilakukan dalam 2-4 hari yaitu : Lakukan tidur mobilitas dan transfer dengan paling sedikit bantuan dengan tetap menjaga bearing yang sesuai berat (WB) dan tindakan pencegahan dislokasi. Ambulasi dengan perangkat bantu untuk setidaknya 100 meter dan Ascend / turun tangga untuk memungkinkan kebebasan dengan kegiatan rumah tangga tetap menjaga WB sesuai. Lakukan semua aktivitas terapi terlentang dan duduk secara independen. Mengungkapkan pemahamannya tentang pasca-operasi pinggul tindakan pencegahan dislokasi termasuk penggunaan posisi yang tepat dari tungkai bawah, rentang gerak, dan latihan penguatan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 45 Lakukan pelatihan proprioseptif untuk meningkatkan tubuh / kesadaran spasial operasi yang ekstremitas dalam kegiatan fungsional. transfer masuk dan keluar dari kendaraan dengan bantuan minimal. Observasi dan Penilaian: Observasi tanda-tanda DVT: peningkatan pembengkakan, erthymia, nyeri betis. Amati tanda-tanda dislokasi hip: Tanda-tanda meliputi nyeri yang tidak terkontrol, perbedaan panjang kedua kaki, dan / atau kaki yang dilakukan hemiarthroplasty mungkin mudah diputar dibandingkan dengan kaki non-operatif. Amati pinggul dan luka klien. Catatan perubahan warna kulit, edema, dan integritas kulit. Jika sejumlah besar drainase ada, atau ada kerutan atau kulit lemah di sekitar pinggul bersama berdiskusi dengan perawat dan memutuskan apakah ada indikasi untuk memberitahukan tim bedah. Memantau penyembuhan luka dan berkonsultasi dengan tim keseharan lain jika tanda-tanda dan gejala yang berlebihan perdarahan dan integritas sayatan yang hadir. Pantau tanda-tanda emboli paru dan hilangnya integritas saraf perifer. Nyeri: Kaji nyeri pasien dengan menggunakan skala analog visual. Pastikan bahwa klien mendapatkan obat nyeri sebelum perawatan. Cryotherapy direkomendasikan setelah pengobatan terapi fisik untuk mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan dan bengkak di pinggul. Pasien dalam keadaan terlentang dengan baik bantal hip atau dengan ekstremitas operasi dalam suspensi traksi berdasarkan preferensi ahli bedah. Disarankan bantal tetap dantara ekstremitas bawah klien ketika di tempat tidur. Pasien dengan tindakan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 46 pencegahan anterior mungkin tapi tidak memerlukan suspensi traksi atau bantal hip. Aktivitas terapeutik dan mobilitas fungsional: Aktif / aktif dibantu / pasif (A / AA / PROM) latihan terlentang dan duduk termasuk pompa pergelangan kaki, heelslides, rotasi internal dan eksternal pinggul, paha depan busur panjang, duduk hip fleksi, dan hip penculikan / adduksi (jika tidak ada tindakan pencegahan troch off). Lakukan semua latihan dalam pasien dislokasi tindakan pencegahan. Quadriceps isometrik, hamstring, dan latihan isometrik glutealis. Kisaran ekstremitas bawah gerak (ROM) dan penguatan seperti yang ditunjukkan berdasarkan temuan-temuan evaluasi. Latihan rantai tertutup (jika pasien menunjukkan kontrol nyeri yang baik, kekuatan otot dan keseimbangan). Latihan Closedirantai harus dilakukan dengan ekstremitas atas bilateral dukungan tetap menjaga kewaspadaan WB yang sesuai. Bed mobilitas di tempat tidur datar. Pelatihan Kiprah pada permukaan datar dengan alat bantu jalan atau kruk. Mentransfer pelatihan dengan perangkat bantu yang sesuai. Kemajuan pelatihan tangga dengan dukungan ekstremitas atas jika rencana debit adalah rumah. Pasien dilihat oleh Occupational Therapy (OT) untuk pendidikan mengenai bagaimana melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dengan kemerdekaan diubah jika rumah debit rencana. Jika pasien pemakaian ke fasilitas rehabilitasi, pasien akan menerima PL di rehab. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 47 Positioning: Bed posisi: Posterior Perhatian: Pastikan bahwa kaki tempat tidur telah terkunci dalam posisi benar-benar datar. Anterior Kewaspadaan: The kaki dari tempat tidur dapat dibuka dan tertekuk untuk memastikan sedikit hip fleksi sementara terlentang. Sebuah trokanter gulungan harus digunakan sesuai kebutuhan untuk mempertahankan rotasi pinggul netral ketika terlentang dan dengan demikian mempromosikan ekstensi lutut. Sebuah trokanter roll gulungan handuk yang ditempatkan di samping paha hanya proksimal ke lutut. Tidak ada yang harus ditempatkan di belakang lutut kaki operasi untuk tindakan pencegahan posterior. Jika pasien memiliki tindakan pencegahan anterior bantal dapat ditempatkan di belakang lutut operasi untuk mempertahankan sedikit hip fleksi. Kriteria untuk maju ke tahap berikutnya: Active berbagai hip fleksi gerak 0-90 'dan penculikan pinggul 0-30 derajat. Nyeri minimal dan peradangan transfer Independen dan ambulasi minimal 100 meter dengan perangkat bantu yang sesuai. pemeliharaan Independen tindakan pencegahan pasca operasi. 2. Tahap II - Tahap Motion (minggu 1-6) Tujuan: penguatan otot dari seluruh korset pinggul ekstremitas operasi dengan penekanan pada hip abductor dan otot ekstensor kelompok. Perhatian juga harus diarahkan kelemahan hadir dalam ekstremitas operasi serta kelemahan umum di ekstremitas atas, batang atau kontralateral lebih rendah ekstremitas. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 48 Pelatihan proprioseptif untuk meningkatkan tubuh / kesadaran spasial ekstremitas operasi di aktivitas fungsional. Pelatihan Ketahanan untuk meningkatkan kebugaran kardiovaskular. pelatihan Fungsional untuk mempromosikan kemandirian dalam kegiatan hidup sehari-hari dan mobilitas. Kiprah pelatihan: Alat bantu dihentikan ketika pasien mampu ambulasi tanpa tes Trendelenberg positif berdasarkan pedoman ambulasi (biasanya 4-6 minggu) Meningkatkan kisaran gerak (ROM) dalam parameter dislokasi Meningkatkan kekuatan inflamasi Penurunan / pembengkakan Kembali ke aktivitas fungsional Latihan Terapi: Minggu 1-4 AA / A / PROM, peregangan untuk hip penculikan ROM. Lanjutkan paha isometrik, hamstring, dan glutealis latihan isometric Heelslides Pelatihan Kiprah untuk meningkatkan fungsi dan kualitas kinerja anggota tubuh yang terlibat selama ayunan melalui dan fase sikap. Pasien didorong untuk menyapih off perangkat bantu mereka antara minggu 4-6. isyarat postural / pendidikan ulang selama semua aktivitas fungsional sesuai indikasi sepeda stasioner, kemajuan perlawanan minggu 3-4. Minggu 4-6 Lanjutkan latihan di atas depan dan lateral langkah dan mundur. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 49 4 jalan yang lurus mengangkat kaki (SLR) jika tidak kontraindikasi dengan pasien dislokasi tindakan pencegahan. 1/4 terjang depan. Gunakan duduk untuk berdiri dan latihan kursi untuk meningkatkan kekuatan ekstensi hip selama fungsional tugas. Backwards ambulasi Ambulasi pada permukaan yang tidak rata Pengangkatan / Tercatat Mendorong atau Menarik Jongkok atau Crouching Return-To-Work Tugas Mulailah Program air jika sayatan benar-benar sembuh. Modalitas (minggu 1-6): Cryotherapy 1-3x / hari untuk pembengkakan dan manajemen nyeri. modalitas lain pada kebijaksanaan terapis berdasarkan temuan klinis. (Silakan lihat Departemen prosedur khusus Layanan Rehabilitasi Modalitas.) Kepatuhan berat pasca operasi bantalan tindakan pencegahan sampai pasien telah mengikuti up dengan MD untuk mereka menindaklanjuti janji. Bagi pasien yang "WBAT ke FWB "pascabedah mereka dapat menggunakan perangkat bantu yang diperlukan untuk meminimalkan kiprah kompensasi. Pasien mungkin akan didorong untuk menggunakan tongkat lurus dalam waktu satu minggu operasi jika ia / dia WBAT ke FWB. Pasien dapat disapih dari perangkat bantu oleh 4 minggu jika mereka tidak menggunakan perangkat bantu sebelum operasi dan pasca operasi otot Memantau penyembuhan luka dan berkonsultasi dengan merujuk MD jika tanda-tanda dan gejala infeksi hadir. Pantau peningkatan edema dan lanjutkan dengan cryotherapy yang diperlukan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 50 Kriteria untuk maju ke tahap berikutnya: Aktif rentang gerak pinggul 0-110 ' Baik sukarela kontrol quadriceps Independen ambulasi 800ft tanpa perangkat bantu, penyimpangan atau antalgia Nyeri Minimal dan peradangan 3. Tahap III - fase Intermediate (minggu 7-12): Tujuan: Kekuatan Baik dari semua otot ekstremitas bawah. Kembali ke aktivitas fungsional yang paling dan mulai kegiatan rekreasi cahaya (yaitu berjalan, Program pool) Latihan Terapi: Lanjutkan latihan yang tercantum dalam Tahap II dengan perkembangan termasuk resistensi dan pengulangan. Disarankan untuk menilai pinggul / lutut dan stabilitas trunk pada saat ini dan menyediakan pasien dengan terbuka / tertutup kegiatan rantai yang sesuai untuk masing-masing pasien kebutuhan individu. Memulai Program ketahanan, berjalan dan / atau kolam renang. Memulai dan kemajuan keseimbangan dan proprioception latihan yang sesuai dengan usia. Kriteria untuk maju ke fase berikutnya: 4 + / 5 kinerja otot berdasarkan MMT semua otot ekstremitas bawah. Minimal tidak ada rasa sakit atau bengkak. 4. Fase IV - penguatan lanjutan dan tinggi stage fungsi tingkat (minggu 12-16): Tujuan: Kembali ke rekreasi olahraga / kegiatan yang sesuai seperti yang ditunjukkan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 51 Meningkatkan kekuatan, ketahanan dan proprioception yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari dan kegiatan rekreasi Latihan Terapi: Lanjutkan latihan sebelumnya dengan perkembangan resistensi dan pengulangan. Peningkatan durasi kegiatan daya tahan. Memulai kembali ke kegiatan rekreasi spesifik: golf, tenis ganda, berjalan progresif atau program bersepeda. Tercatat, mendorong atau menarik Jongkok atau Crouching Return-To-Work Tugas Kriteria Discharge: (Ini adalah panduan umum sebagai pasien dapat berkembang secara berbeda tergantung pada tingkat sebelumnya fungsi dan tujuan individu.) Non-antalgic, kiprah independen langkah Independen atas langkah memanjat Nyeri AROM bebas Setidaknya 4/5 + kinerja otot berdasarkan MMT semua otot ekstremitas bawah. Normal, usia keseimbangan dan proprioception yang tepat. Pasien independen dengan program latihan di rumah. 2.7 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Sehat adalah keadaan saat seseorang terbebas dari penyakit, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Didalam keperawatan, sehat didefinisikan lebih luas lagi, yakni mencakup aspek biologis, psikologis, social, spiritual, dan kultural (Potter & Perry, 2002). Sedangkan menurut World Health Organization, sehat merupakan keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial bukan hanya sekedar tidak adanya penyakit maupun cacat (Kemenkes, 2012). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 52 Kesehatan manusia terdiri atas tiga dimensi, yakni fisik, mental, dan social dan terdapat empat faktor dasar yang mempengaruhi kesehatan suatu masyarakat (Anderson & McFarlane, 2007). Faktor tersebut adalah: a. Lingkungan. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik natural atau buatan manusia), sosial (misal seperti homeless dan anak jalanan) dan psikologis (misalnya kekerasan, depresi, dan stress). Pada lingkungan fisik, misalnya kesehatan akan dipengaruhi oleh kebersihan udara yang dihirup, air yang diminum, dan lain sebagainya. 12. Perilaku atau Gaya Hidup Gaya hidup individu atau masyarakat sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Misalnya saja dalam masyarakat perkotaan, aktivitas wanita karir semakin padat sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menyajikan makanan sehat bagi keluarga. Akibatnya mereka lebih suka dengan hal-hal praktis misalnya makan dengan membeli makanan cepat saji, yang secara kesehatan kurang sehat karena banyak mengandung zat pengawet dan kimia lainnya. 13. Heredity Faktor genetik ini sangat berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik, seperti leukemia. Faktor hereditas sulit untuk diintervensi karena hal ini merupakan bawaan dari lahir. 14. Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan juga mempengaruhi derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan disini adalah pelayanan kesehatan utama dan intregatif antara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Semakin mudah akses individu/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan maka derajat kesehatan masyarakat akan semakin baik. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 53 Dalam model epidemiologi, beresiko berarti suatu kondisi kesehatan yang merupakan hasil interaksi beberapa faktor, diantaranya adalah faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan fisik serta sosial dimana individu tinggal dan atau bekerja (Stanhope & Lancaster, 2004). Efek dari akumulasi dan integrasi faktor- faktor tersebut adalah respon individu terhadap masalah kesehatan, mungkin menjadi lebih mudah atau justru semakin sulit terjangkit masalah kesehatan. Beresiko berarti adalah kemungkinan terhadap munculnya suatu kejadian, seperti status kesehatan seseorang yang terpapar oleh suatu faktor spesifik tertentu maka akan menderita suatu penyakit spesifik tertentu tersebut (Stanhope & Lancaster, 2004). Berdasarkan definisi tersebut, hampir setiap individu merupakan individu beresiko terhadap masalah kesehatan karena dikelilingi oleh faktor-faktor, hanya saja masing-masing mungkin berbeda terhadap masalah kesehatan tertentu karena faktor spesifik yang berbeda pula (Allender, 2010). Aktivitas fisik sangat penting peranannya terutama bagi lansia. Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia tersebut dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya (Darmojo, 2009). Osteoporosis sering terjadi pada usia lanjut baik jenis primer ataupun sekunder, terutama pada wanita pasca menopause oleh karena penurunan hormone estrogen. Pada usia lebih tua, kejadian juga dapat meningkat karena faktor inaktivitas, asupan kalsium yang kurang, pembuastan vitamin D yang menurun dan faktor hormonal. Menurut Asdie (2005), kemajuan teknologi juga telah memacu perubahan kebiasaan hidup (gaya hidup), gaya hidup yang cenderung lebih santai akibat perkembangan teknologi saat ini. Menurut data Riskesdas (2013), proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1 persen. Terdapat 22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rerata Indonesia. Masyarakat memiliki aktifitas pasif seperti menonton televisi atau bermain computer daripada berolah raga secara rutin. Gerak yang dilakukan saat berolah-raga sangat berbeda dengan gerak saat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 54 menjalankan aktivitas sehari-hari seperti berdiri, duduk atau hanya menggunakan tangan. Hal ini merupakan gerak anggota badan yang tidak seimbang (Wirakusumah, 2001). Adanya lift atau eskalator juga telah menggantikan fungsi tangga di berbagai sarana umum serta alat transportasi seperti mobil pribadi atau mobil jemputan sekolah menyebabkan masyarakat malas bergerak. Alat transportasi, alat-alat elektronik yang serba otomatis dapat digunakan dan dilakukan hanya dengan menekan tombol saja, menyebabkan aktifitas fisik menjadi sangat menurun (Asdie, 2005). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang memberi pengaruh baik (positif) terhadap tingkat kemampuan fisik seseorang, apabila dilakukan dengan baik dan benar. Hasil survey yang dilakukan oleh Depkes RI, menunjukan bahwa 90% lansia memiliki tingkat kesegaran jasmani yang rendah, terutama komponen daya tahan kardio-respirasi dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan latihan fisik yang baik dan benar (Depkes RI, 2001). The American college of sports medicine, the US Centers for disease Control and the US Surgeon General juga menyatakan bahwa peningkatan kesehatan bisa didapat dengan latihan sedang selama minimal 30 menit perhari. Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain penyajian yang cepat sehingga tidak menghabiskan waktu lama dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, higienis dan dianggap sebagai makanan bergengsi dan makanan gaul (Irianto, 2007). Perubahan dari pola makan tradisional ke pola makan barat seperti fast food yang banyak mengandung kalori, lemak dan kolesterol, ditambah kehidupan yang disertai stress dan kurangnya aktivitas fisik, terutama di kota-kota besar mulai menunjukkan dampak dengan meningkatnya masalah gizi lebih (obesitas) dan penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi dan diabetes mellitus (Khasanah, 2012). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 48 BAB 3 PEMAPARAN KASUS Bab 3 ini membahas mengenai asuhan keperawatan pada Ny. N dengan fraktur kolum femur. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, masalah keperawatan dan intervensi, implementasi dan evaluasi disesuaikan dengan kondisi preoperasi dan post operasi. 3.1 Pengkajian 3.1.1 Data dan Riwayat Kesehatan Initial Nama Usia Tanggal Lahir No RM Jenis Kelamin Agama Diagnosis Medis Klien Tanggal Pengkajian Tanggal Masuk Sumber Informasi : Ny. N : 81 tahun : 01 Februari 1933 : 436303 : Perempuan : Islam : fraktur kolum femur : 26 Mei 2014 : 22 Mei 2014 : Klien, keluarga, rekam medis Klien merupakan rujukan dari RS Islam Jakarta karena keterbatasan peralatan medis yang ada. Ny. N mengatakan 4 hari yang lalu kecelakaan kendaraan bermotor dan segera dibawa ke RS. Islam Jakarta karena nyeri pada area pinggul. Berdasarkan hasil roentgen, Ny. N terdiagnosis fraktur column femur sinistra dan akan dilakukan pemasangan hemiarthroplasty. Berdasarkan hasil pengkajian, klien sudah pernah dirawat sebelumnya di RS Islam Jakarta selama 4 hari, tidak punya hipertensi, DM, asma, alergi obat, saat ini hanya mengkonsumsi obat dari rumah sakit. Saat masuk ruang rawat, klien tampak menahan nyeri terutama saat berpindah posisi, tidak ada laserasi pada kaki kiri, kedua akral teraba hangat, nadi dorsalis pedis teraba lemah, edema (-), ekimosis (-), sensasi kaki +/+, CRT< 3 dtk, deformitas (-), rotasi (-), posisi kaki kiri netral, ROM kaki kanan terbatas karena adanya fraktur, mobilisasi bedrest miring kanan kiri dengan bantuan. 8 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 49 3.1.2 Pengkajian Fisik a) Aktivitas/ istirahat Berdasarkan anamnesa dengan klien dan keluarga serta observasi aktivitas klien, klien mampu beraktivitas dengan dibantu oleh keluarga (partial care). Sebelum masuk ke RS, aktivitas klien hanya sebatas di rumah, namun klien mampu beraktivitas mandiri meski dengan usia yang sudah lansia. Klien jarang keluar rumah untuk berinteraksi dengan tetangga. Klien juga tidak pernah berolahraga. Saat di RS, klien melakukan aktivitas lebih banyak dihabiskan dengan tiduran di tempat tidur karena klien tidak terlalu kuat untuk dalam posisi duduk lama. Hal ini karena nyeri yang masih dirasakan di daerah pinggul klien. Nyeri yang dirasakan klien juga cukup mengganggu kenyamanan istirahat klien. Akibat nyeri yang dirasakan tersebut klien mengatakan sesekali terbangun pada malam hari. Waktu tidur klien pun kadang terganggu yaitu hanya selama 4-5 jam dan terbangun ditengah jam istirahat tersebut karena sesekali merasakan nyeri dan bangun untuk minum. Pada malam hari klien juga sering terbangun hanya untuk minum. Untuk makan klien meminta bantuan keluarga untuk menyuapi karena klien selalu dijaga oleh keluarganya dimana sesekali klien makan sendiri. Klien makan 3x/hari sesuai dengan porsi yang diberikan di ruangan. Klien mengatakan tidak memiliki kegiatan lain selama dirawat. Klien mengatakan ingin cepat pulang karena bosan dirawat. Klien memiliki kelemahan pada kaki kanannya. Klien merasa lemah pada kaki kanan, namun kaki kirinya masih mampu digerakkan dengan bebas. Klien tidak dapat mengangkat kedua kakinya secara bebas terutama untuk perpindahan posisi. Pergerakkan ekstrimitas bawah klien terbatasi oleh nyeri yang dirasakan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 50 Klien mengatakan cepat merasa lelah jika banyak bergerak. Klien mengatakan saat ini tidak dapat melakukan kegiatan yang disenanginya lagi yaitu menonton televisi akibat keadaannya saat ini. Klien tidak dapat mengubah posisi karena fraktur yang dialaminya dan rasa takut untuk mengubah posisi karena nyeri. Klien mengatakan jarang melakukan olahraga walaupun saat klien masih sehat. Klien menganggap bahwa dengan melakukan/ mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja sudah cukup sebagai pengganti olahraga. Selama dilakukan pengkajian klien terlihat kooperatif dan senang diajak berbicara, namun klien tidak pernah terlihat berbincang-bincang dengan pasien lainnya diruang perawatan. Klien mampu berbicara dengan sesuai dan terorientasi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan klien dalam menjawab pertanyaan. b) Sirkulasi Hasil pemeriksaan tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 x/menit, frekuensi pernapasan 20x/ menit, dan suhu 36⁰C. Klien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, masalah jantung, maupun diabetes. Pada pemeriksaan fisik jantung paru didapatkan inspeksi dada tampak pengembangan dada maksimal, suara paru terdengar vesikuler, tidak ada ronhki, wheezing, maupun bronkial. Sementara pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan suara abnormal, S1 dan S2 normal, tidak ada gallops ataupun murmur. Kondisi hidrasi klien normal, CRT < 3 detik, warna lidah pink pucat, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, turgor kulit lembab, tidak ada asites maupun distensi vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak peningkatan JVP. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 51 c) Integritas Ego Klien mengatakan memikirkan penyakit yang sedang dideritanya saat ini, namun ia cukup mampu mengatasi emosinya tersebut sehingga klien tampak selalu tenang dan kooperatif. Klien juga mengatakan sudah menerima dan ingin menjalani pengobatan hingga tuntas Klien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang akan dilakukan. Klien mengatakan ini merupakan pertama kalinya klien melakukan operasi. Klien sangat kooperatif terhadap perawat dan mahasiswa. Tidak terlihat adanya perubahan yang mudah dalam emosi. Klien dapat menerima pendidikan kesehatan dan memiliki keingintahuan terhadap hal-hal yang mampu meningkatkan kualitas kesehatan dirinya. d) Eliminasi Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara dibantu, termasuk dalam memenuhi kebutuhan eliminasi (untuk BAK klien menggunakan kateter). Biasanya, klien defekasi 1x setiap hari, dilakukan di tempat tidur. Klien mengatakan defekasi tidak sakit, feses lunak, kuning kecoklatan, dan tidak ada darah. Klien menggunakan kateter dan biasanya klien BAK >5 kali setiap hari, urin encer, berwarna kuning jernih. Klien mengatakan tidak nyaman jika harus BAB di tempat tidur menggunakan bedpan. e) Makanan dan Cairan Diit biasa 3x/hari porsi sesuai dengan kebutuhan klien, tidak ada keluhan muntah dan mual, gangguan menelan, maupun alergi terhadap makanan tertentu. Sebelum masuk rumah sakit, klien makan 3x per hari. Klien jarang minum susu dan dengan sayuran klien kurang begitu suka. Klien mengatakan suka beli makanan instan karena kesibukan anaknya dan klien yang sudah tidak dapat memasak. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 52 f) Higiene Aktifitas sehari-hari dilakukan dengan bantuan keluarga. Saat ini klien masih tidak dapat beraktivitas seperti biasa dan dengan bantuan keluarga. Penampilan umum klien bersih, tidak ada bau badan, pakaian sesuai dengan kondisi/keadaan. Rambut bersih namun rontok dan tidak berketombe. g) Neurosensori Klien mengatakan tidak ada keluhan sakit kepala. Gangguan pendengaran terjadi karena penurunan kemampuan tubuh akibat faktor usia. Klien sering merasa kesemutan pada kedua ekstremitas bawah dan mengeluhkan kelemahan pada kaki kanan. Klien mengatakan kaki yang nyeri terkadang terasa seperti kebas. Walaupun begitu klien masih dapat menggerakkan kakinya sedikit Hasil pemeriksaan menunjukkan status mental/ tingkat kesadaran klien adalah compos mentis (CM). Klien masih terorientasi waktu, tempat dan orang. Klien dapat dapat mengingat memori jangka panjang (riwayat klien masuk RS) dan riwayat jangka pendek. Reaksi pupil baik. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Penggunaan alat bantu dengar tidak ada. h) Nyeri/ Ketidaknyamanan Saat pengkajian dilakukan, klien hanya mengeluhkan rasa nyeri yang terus-menerus muncul di daerah pinggul ke bawah. Nyeri skala ringan (3-4) dirasakan ketika tidak ada pergerakan yang terjadi dan terjadi pergerakan seperti merubah posisi tidur namun masih bisa ditahan. Untuk rasa nyeri ini klien mendapatkan terapi medikasi ketorolac 1 amp (30 mg)/12 jam. Klien mengatahan nyeri dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk RS tepatnya setelah kejadian jatuh terjadi. Observasi yang dilakukan terhadap klien mendapatkan hasil bahwa wajah klien terlihat menahan nyeri. Nyeri yang dirasakan klien juga sesekali mengganggu istirahat klien. Klien terlihat tenang. Untuk rasa nyeri yang dirasakan klien mendapatkan terapi Ketorolac 30 mg melalui intravena per 8 jam. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 53 i) Pernapasan Saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan tidak merasakan sesak. Klien juga mengatakan tidak ada keluhan batuk dan tidak memiliki riwayat perokok. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan frekuensi napas klien adalah 20x/ menit, dengan pengembangan simetris dan tidak ada nafas cuping hidung. Penggunaan otot bantu nafas tidak ada. Tidak ada sianosis. Auskultasi dilakukan dengan mendengarkan suara pernapasan diperoleh hasil suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronchi ataupun wheezing, tidak ada pernapasan cuping hidung. Tidak terlihat adanya sianosis. Tidak ada nyeri saat klien bernapas. j) Keamanaan Klien belum dapat berakitivitas secara normal karena kondisinya yang sekarang dan dapat sedikit melakukan kegiatan diatas tempat tidur. Klien belum dapat berjalan. Alergi terhadap obat tidak ada. Tonus otot kurang baik. k) Muskuloskeletal Ny. N mengalami masalah pada muskuloskeletal. Klien mengalami kelemahan pada kaki kanannya. Hasil pemeriksaan kekuatan otot Ny. N yaitu 4444 4444 2333 4444 Klien memiliki kelemahan pada kaki kanannya, ketika dilakukan pengkajian kaki kanan klien masih terdapat kontraksi otot dan klien mampu melawan gravitasi namun tidak dapat menahan tekanan. l) Seksualitas Klien sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Tidak terdapat gangguan pada vagina. Klien sudah mengalami menopause. Hasil pemeriksaan tidak terdapat benjolan pada kedua payudara. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 54 m) Interaksi Sosial Klien berusia 81 tahun dimana klien merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Saat ini klien tinggal dengan anak pertamanya. Klien berhubungan baik dengan anaknya serta semua penghuni rumah. Hal ini dapat dilihat dari keseharian klien selama dirawat, anak, menantu serta keluarga yang lain bergantian menjaga klien. Dengan tetangga sekitarnya pun klien berinteraksi dengan baik namun jarang untuk keluar rumah. Klien lebih suka menghabiskan waktunya di rumah. Selain itu, klien pun cukup kooperatif dengan perawat maupun mahasiswa. Dengan sesama pasien satu ruangan pun klien saling mengenal. n) Penyuluhan dan pembelajaran Bahasa dominan klien adalah bahasa Indonesia. Klien mampu membaca dan menulis, tingkat pendidikan terakhir klien adalah SLTP. Klien kurang mengetahui tentang penyakit yang dialaminya. Tidak terdapat keterbatasan kognitif. Tidak terdapat orientasi spesifik terhadap perawatan kesehatan dari segi agama dan kultural. 3.2 Hasil pemeriksaan lab darah Hematologi (18/05/14) Pemeriksaan Hasil Hemoglobin 12.2 Hematokrit 37 Eritrosit 4.3 Leukosit 10600 Trombosit 181000 MCV 85 MCH 28 MCHC 33 PT 10.3 APTT 28.1 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 55 SGOT 11 SGPT 16 Ureum 42 Kreatinin 0.8 Na 130 K 3.7 Cl 96 Hematologi (25/05/14) Hemoglobin 12.4 Hematokrit 38 Eritrosit 4.5 Leukosit 10.500 Trombosit 291000 MCV 85 MCH 28 MCHC 33 Analisa Gas Darah (26/05/14) pH 7.663 Pco2 31.9 Po2 89.2 HCO3 36.5 BE 15.9 Sat O2 98.5 Hematologi (28/05/14) Hemoglobin 11.6 Hematokrit 34 Eritrosit 4.1 Leukosit 17900 Trombosit 360000 MCV 84 MCH 28 MCHC 34 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 56 3.3 Hasil Rontgen 3.4 Analisa Data 3.4.1 Pre-operasi Tabel 3.6 anlisa Data Pre-Operasi Ny. N No 1. Data Data Subjektif Saat kejadian kecelakaan klien merasa nyeri dia area pinggul Saat ini nyeri seperti ditusuk timbul dari area pinggul lalu menjalar ke daerah paha. Nyeri menganggu tidur di malam hari Masalah Keperawatan Nyeri akut Data Objektif Nyeri timbul saat klien mengerakkan kaki kanannya, rasa nyerinya seperti ditusuk. Nyeri terasa pada daerah pinggul menyebar ke daerah paha dengan VAS 4 dan durasi 5 – 10 menit. 2. Klien menyeringitkan wajah saat dilakukan tes kekuatan otot Data Subjektif Risiko cedera Klien mengatakan ingin dapat berjalan. Klien mengatakan merasakan sakit saat melakukan gerakan. Klien mengatakan tidak mampu berjalan karena merasa sangat nyeri saat berjalan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 57 Data Objektif Hasil pemeriksaan rontgen didapatkan hasil fraktur pada neck femur Klien harus dilakukan operasi hemiarthroplasty untuk memperbaiki fraktur yang terjadi Terdapat kelemahan dan penurunan kekuatan otot pada seluruh ekstrimitas. Pengkajian risiko jatuh Riwayat jatuh: Ada (2). Kognitif: Orientasi baik (0). Pengobatan: Kurang dari 4 jenis dan tidak termasuk antihipertensi/ sedatif/ narkotika/ infus epidural/ spinal Diagnosis sekunder: Ada (15). Alat bantu jalan: Asistensi (0). IV akses: Ada (20). Gaya berjalan: Lemah (10). Total skor 47 (risiko jatuh sedang) 3. Data Subjektif Hambatan Klien mengatakan susah menggerakan kaki Fisik karena nyeri dan takut menggerakannya. Klien mengatakan tidak melakukan pergerakan yang banyak karena takut nyeri Data Objektif klien dalam posisi supine jarang mengerakan badan (Imobilisasi) ROM pada ekstremitas bawah terbatas Keluatan otot pada ekstremitas 4444 4444 2333 Mobilitas 4444 Barthal Index 5 (Ketergantungan) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 58 3.4.2 Diagnosa Post-Operasi Tabel 3.7 Anlisa Data Post-Operasi Ny. N 1. Nyeri akut Data Subjektif Klien mengatakan nyeri di area operasi Nyeri terjadi hilang timbul Nyeri menganggu tidur di malam hari Data Objektif Nyeri dengan Karakteristik: P saat klien mengerakkan kakinya. Q rasanya seperti ada gesekan. R area operasi. S VAS 3. T ritme durasi 3 – 5 menit. Klien menyeringitkan wajah saat nyeri muncul 2. Data Subjektif Risiko cedera Klien mengatakan ingin dapat berjalan. Klien mengatakan merasakan sakit saat melakukan gerakan. Klien mengatakan tidak mampu berjalan karena merasa sangat nyeri saat berjalan. Data Objektif Hasil pemeriksaan rontgen didapatkan hasil post op hemiarthroplasty Terdapat kelemahan dan penurunan kekuatan otot pada seluruh ekstrimitas. Pengkajian risiko jatuh Riwayat jatuh: Ada (2). Kognitif: Orientasi baik (0). Pengobatan: Kurang dari 4 jenis dan tidak termasuk antihipertensi/ sedatif/ narkotika/ infus epidural/ spinal Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 59 Diagnosis sekunder: Ada (15). Alat bantu jalan: Asistensi (0). IV akses: Ada (20). Gaya berjalan: Lemah (10). Total skor 47 (risiko jatuh sedang) 3. Data Subjektif Klien Hambatan Mobilisasi fisik mengatakan belum bisa menggerakan badannya secara maksimal Butuh bantuan untuk miring kiri dan miring kanan serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari Data Ojektif Klien dalam posisi supine post-operasi hari ke pertama 4. ROM pada ekstremitas bawah terbatas Keluatan otot pada ekstremitas 4444 4444 2333 4444 Data Subjektif Resiko Infeksi - Data Objektif: TD 120/80 mmHg, Nadi 84 kali per menit, RR 20 kali per menit, suhu 36,5⁰C Tampak luka operasi di daerah femur Terpasang infus RL 20tpm daerah pemasangan infus tidak merah tidak nyeri tidak bengkak infus netes lancar Terpasang kateter urin daerah genitalia bersih urin keluar lancar warna kuning jernih Hasil leukosit 17900 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 60 3.5 Rencana Keperawatan a. Diagnosa keperawatan Nyeri Akut Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien mampu mengenali munculnya nyeri, klien mampu mengontrol nyeri, dan kliem mampu melakukan cara mengontrol rasa nyeri. Tindakan mandiri Observasi skala nyeri per 8 jam, penyebab nyeri, kualitas nyeri, pesebaran lokasi nyeri, waktu nyeri muncul dan hilang. R: Informasi dapat mendukung perawat dalam mengevalusi kebutuhan, keefektifan dari intervensi. Pengalaman nyeri merupakan respon individual yang berasal dari percampuran respon fisik dan emosional. Berikan lingkungan tempat tidur yang nyaman R: untuk mengurangi faktor pemicu nyeri yang berasal dari lingkungan. Berikan terapi obat sesuai dengan waktunya. R: Nyeri akan muncul diakhir interval reaksi obat, atau mengindikasikan perlunya peningkatan dosis atau penurunan interval dosis. Nyeri dapat dipicu oleh suatu hal atau terjadi secara spontan. Klien mungkin membutuhkan terapi jangka pendek atau tambahan dosis. Kurangi/ atur waktu yang tepat untuk melakukan tindakan keperawatan yang dapat memicu timbulnya nyeri pada klien. R: Nyeri dapat dipicut dengan pemberian terapi invasif. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam dan teknik distraksi untuk mengontrol nyeri. R: Mendorong relaksasi dan mendistraksi fokus klien terhadap nyeri. Evaluasi nyeri secara berkala. Sesuaikan obat yang diperlukan. R: Bertujuan untuk memaksimalkan kontrol nyeri dengan gangguan ADL minimum. Berikan informasi terhadap efek terapeutik yang diharapkan dan diskusikan manajemen efek samping. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 61 R: Pemberian informasi dapat mempersiakan ekspektasi realistis dan kepercayaan diri terhadap kemampuan diri untuk mengontrol hal yang akan terjadi pada diri klien. Kolaborasi Diskusikan penggunaan terapi komplementer alternatif seperti akupuntur jika klien menginginkan. R: Mungkin terdapat penurunan nyeri tanpa efek samping obat. Pemberian analgesik sesuai dengan instruksi dokter. R: Berbagai terapi anagesik dapat bekerja untuk mengatasi rasa sakit. Instruksikan penggunaan stimulasi elektronik (contoh: transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)). R: TENS dapat menghambat transmisi saraf yang menstimulasi nyeri (Doenges, et al, 2010). b. Diagnosa Keperawatan Hambatan mobilitas fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien tidak menunjukkan tanda kontraktur pada kaki dan tangan, dan rentang pergerakan sendi yang optimal. Klien mampu berjalan dengan atau tanpa alat bantu. Klien mampu mempertahankan keseimbangan tubuh. Tindakan mandiri Observasi rentang pergerakan sendi khususnya di area yang mengalami kelemahan. R: Dapat yang didapatkan berguna untuk melakukan evaluasi setelah pemberian intervensi/ terapi. Tentukan tingkat motivasi klien untuk mempertahankan atau mengembalikan moilitas sendi otot. R: Motivasi yang baik dapat meningkatkan keinginan klien untuk melakukan kegiatan. Berikan penguatan positif selama aktivitas. R: Reinforcement dapat meningkatkan motivasi klien melakukan kegiatan yang telah disepakati. Latih rentang pergerakan sendi sesuai dengan kemapuan klien. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 62 R: Latihan yang melebihi kemampuan klien akan membuat klien terlalu letih. Pergerakan yang dilakukan sesuai kemampuan mampu sedikit demi sedikit melatih otot yang lemah. Berikan bantalan untuk mengurangi bengkak pada tangan kiri. R: Meningkatkan aliran balik vena. Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapis terkait pemberian terapi RPS (Doenges, et al, 2010). c. Diagnosa Keperawatan Resiko infeksi Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : o Luka operasi bersih dan kering o Daerah luka operasi dan pemasangan infus serta foly catheter tidak nyeri, tidak bengkak, dan tidak merah. Tindakan mandiri Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah melakukan tindakan ke klien. R: Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nasokomial. Observasi daerah kulit yang mengalami trauma/kerusakan (seperti luka,bekas jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter, dll), catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. R: Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya Mencegah atelektasis dan immobilisasi sekret untuk menurunkan risiko infeksi paru. Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati-hati agar tidak mengubah kateter. Perhatikan karakter, warna dan bau drainase dari sekitar sisi pemasangan. R: Lingkungan yang lembab akan meningkatkan pertumbuhan bakteri. Drainase purulen pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi lokal. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 63 Ulangi studi laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik. R: Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya. Pantau suhu tubuh secara teratur. R: Dapat mengindiksikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera. Kolaborasi Kolaborasi pada pemberian antibiotik sesuai indikasi. R: Terapi propilaktik dapat digunakan pada klien yang mengalami trauma atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nasokomial 3.5 Intervensi Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian dari anamnesa dan pengkajian fisik sebelum klien menjalani operasi, dapat ditemukan beberapa masalah keperawatan yang muncul pada klien. Masalah keperawatan pertama yang aktual adalah Masalah keperawatan kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot yang ditandai oleh melindungi area yang nyeri. Berdasarkan masalah nyeri tersebut, intervensi yang dilakukan adalah mengajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi napas dalam. Tujuan dari intervensi diharapkan klien dapat merespon nyeri dengan relaksasi dan melaporkan penurunan rasa nyeri setelah melakukannya. Manajemen nyeri relaksasi napas dalam adalah metode menurunkan nyeri tanpa medikasi (analgetik). Manajemen nyeri diajarkan kepada klien sesuai prosedur yang tepat, yakni menarik napas dari hidung kemudian menahannya dan menghembuskannya perlahan. Tarik napas dilakukan dalam tiga kali hitungan atau hingga klien merasa nyaman Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 64 Masalah keperawatan kedua adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan kerusakan integritas struktur tulang, keterbatasan gerak ditandai oleh terbatasnya rentang gerak sendi dan tidak mampu melakukan pergerakan. Berdasarkan masalah tersebut, intervensi yang dilakukan adalah mengajarkan klien ROM dengan tujuan dari intervensi diharapkan klien dapat mempertahankan fungsi mobilisasi sendi, memulihkan serta meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang berkurang karena proses penyakit dan mencegah komplikasi dari immobilisasi seperti atropi otot, dan kontraktur. Manajemen rentang gerak sendi (ROM) diajarkan kepada klien sesuai prosedur yang tepat (dilampirkan) serta dengan metode aktif asistif dimana latihan dilakukan klien semampunya, sisanya dibantu oleh perawat. Sementara masalah yang muncul setelah operasi adalah hambatan mobilitas fisik, nyeri akut dan resiko infeksi. Masalah hambatan mobilitas fisik didefinisikan sebagai keterbatasan pergerakan baik pada seluruh tubuh maupun pada satu atau lebih ekstremitas (NANDA, 2012). Pada Ny. N, masalah ini tegak berdasarkan adanya keterbatasan gerak pada kedua ekstremitas bawah, terutama bagian kanan. Intervensi yang diberikan bertujuan agar klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil yang diharapkan adalah klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Beberapa intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya adalah ubah posisi dan ROM aktif asistif serta aktif dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mobilisasi dan mencegah komplikasi post operasi/ imobilisasi. ROM dilakukan mahasiswa melakukannya dengan hatihati dan bertahap sesuai dengan kemampuan klien. Masalah keperawatan selanjutnya adalah nyeri akut. Berdasarkan NANDA (2012), nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 65 atau digambarkan dengan istilah seperti; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. Tegaknya maslah ini pada Ny. N karena ia mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi serta sewaktu digerakkan. Untuk masalah ini, intervensi yang dilakukan adalah teknik relaksasi nafas dalam serta kolaborasi pemberian analgetik. Masalah ketiga adalah resiko infeksi. NANDA (2012) menyebutkan bahwa resiko infeksi merupakan kondisi dimana individu beresiko terserang organisme patogen. Masalah ini diangkat pada Ny. N berdasarkan adanya luka operasi pada tulang femur. Perlukaan pada tubuh merupakan jalur masuknya bakteri dan organisme pathogen yang berasal dari lingkungan. Selain itu kondisi fisik klien yang sudah mengalami penurunan juga akan meningkatkan resiko klien terserang infeksi. Berdasarkan hal tersebut, intervensi yang dilakukan diantaranya adalah melakukan perawataan luka rutin dengan teknik steril (setiap 2 hari sekali atau segera bila ada rembes) serta membalut luka dengan balutan kering steril dan sufratul. Selain itu, klien dan keluarga pun diberika pendidikan kesehatan terkait pentingnya meningkatkan intake nutrisi terutama tinggi protein, salah satunya adalah dengan memakan telur rebus (bagian putihnya saja) 2-3 butir setiap kali makan. Hal ini karena putih telur mengandung protein: albumin yang merupakan zat penting bagi pembentukan kolagen dan jaringan baru sehingga baik untuk penyembuhan luka. 3.6 Impelementasi dan Evaluasi Masalah keperawatan yang muncul saat klien belum menjalani operasi adalah nyeri akut dan hambatan mobilitas fisik. Sedangkan masalah keperawatan post operasi adalah hambatan mobilitas fisik, nyeri akut, dan resiko infeksi. Berdasarkan masalah tersebut, implementasi yang dilakukan kepada klien saat sebelum operasi, diantaranya adalah dengan memberikan edukasi kepada klien Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 66 dan keluarga terkait persiapan – persiapan operasi termasuk didalamnya adalah manajemen nyeri serta manajemen cemas untuk menghadapi operasi. Implementasi pertama dilakukan pada tanggal 27 Mei 2014 hingga seterusnya selama masa perawatan pre operasi (31 Mei 2013), yakni menjelaskan kepada klien dan keluarga mengenai manajemen nyeri berupa relaksasi napas untuk mengurangi nyeri serta meminimalisir cemas karena pre operasi. Selain itu, beberapa teknik relaksasi lainnya pun disebutkan kepada klien, diantaranya adalah dengan mendengarkan music ataupun membayangkan hal-hal yang indah atau menyenangkan. Namun keduanya tidak dipraktekkan. Evaluasi dari tindakan yang diberikan adalah klien merasa lebih nyaman saat melakukan relaksasi napas dalam, hati sedikit lebih lega, dan rasa nyeri berkurang. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital juga berada dalam rentang normal, yakni TD 120/80 mmHg, Nadi 84 kali per menit, RR 20 kali per menit, suhu 36,5 0C. Selain itu, klien dapat melakukan teknik nafas dalam dengan benar. Ekspresi wajah klien pun tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketegangan. Dengan mempertahankan tirah baring juga dapat mengurai nyeri Selain itu juga pentingnya menjaga keamanan klien termasuk mencegah klien jatuh dengan selalu memasang bed site rail setiap klien tidur atau menasehati agar klien berhati-hati dalam beraktivitas serta meminta bantuan bila memang tidak mampu melakukan suatu hal. Implementasi untuk masalah keperawatan kedua adalah ROM aktif asistif sesuai dengan kemampuan klien, yakni pada tanggal 27 Mei 2014. Klien dan keluarga juga diberi penjelasan mengenai manfaat mengubah posisi dan melakukan ROM diantaranya adalah untuk mencegah mempertahankan fungsi mobilisasi sendi, memulihkan serta meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang berkurang karena proses penyakit dan mencegah komplikasi dari immobilisasi seperti atropi otot, dan kontraktur. Selama tindakan dilakukan, mahasiswa melakukannya dengan hati-hati karena kondisi klien yang masih merasa nyeri serta kekhawatirannya akan fraktur yang terjadi. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 67 Evaluasi dari tindakan ini diantaranya adalah klien dan keluarga memahami ROM, klien merasa masih lemas, kaki masih kesemutan. Klien dan keluarga juga senang mendapatkan tindakan yang dapat menangani tirah baring klien dan gangguan mobilisasi klien. Pelaksanaan intervensi ini dilakukan terus menerus hingga tanggal 31 Mei 2013. Implementasi post operasi mulai dilakukan pada tanggal 29 Mei 2013, hari pertama post operasi. Implementasi post operatif yang dilakukan meliputi implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik, nyeri akut dan resiko infeksi. Pemeriksaan tanda vital dilakukan dan didapatkan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, serta suhu tubuh 36,9⁰C. Mahasiswa membantu klien dan keluarga dalam mengubah posisi klien setiap dua jam serta melakukan ROM aktif asistif. Selain itu, klien dan keluarga juga diberi penjelasan mengenai manfaat mengubah posisi dan melakukan ROM, diantaranya adalah untuk mencegah munculnya masalah baru setelah operasi seperti luka yang tiak sembuh karena selalu tertekan, konstipasi, hingga kekauan dan pengecilan masa otot. Selama tindakan dilakukan, mahasiswa melakukannya dengan hati-hati karena kondisi klien yang masih cukup lemas, kekhawatirannya masih tinggi terutama terkait alat yang dipasang dan rasa nyeri/ linu pada luka operasi. Oleh karena itu, pemantauan skala nyeri juga dilakukan setiap tindakan. Pemberian analgetik dilakukan dengan melakukan kolaborasi tindakan dengan dokter. Implementasi yang kedua adalah manajemen nyeri dimana mahasiswa mengkaji nyeri klien serta mengulang kegiatan teknik relaksasi nafas dalam yang telah diajarkan sebelumnya. evaluasi dari kegiatan ini yaitu klien mengatakan nyeri saat kaki digerakan, seperti ditusuk dan terjadi di sekitar paha sebelah kanan. Skala nyeri yang dirasakan 3 dimana nyeri berlangsung sekitar 5 – 10 menit. Kolaborasi yang dilakukan yaitu pemberian analgetik sesuai dengan kebutuhan klien. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 68 Implementasi terakhir adalah terkait resiko infeksi, yang difokuskan pada perawatan luka dengan teknik streril dan balutan kering steril disertai sufratul. Perawatan luka dilakukan pada tanggal 30 Mei 2014 (setiap dua hari sekali). Selama perawatan luka, luka dibersihkan menggunakan cairan NaCl dan pada akhirnya dikeringkan lalu ditutup dengan sufratul dan kasa steril kering. Evaluasi dari implementasi ini adalah luka kering, tidak ada pus ataupun kemerahan di sekitar luka. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 69 BAB 4 Analisa Masalah 4.1 Analisa Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan terkait Kasus Klien adalah Ny. N, perempuan berusia 81 tahun. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2006), klien termasuk ke dalam lansia dengan resiko tinggi untuk menderita berbagai macam penyakit degeneratitf. Berdasarkan teori yang ada, perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002). Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif (dekalsifikasi) (Watson, 2003). Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003). Hal inilah yang juga terjadi pada Ny. N yang mengalami penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan serta mengalami osteoporosis. Menurut data Riskesdas (2013), proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1 persen. Terdapat 22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rerata Indonesia. Masyarakat memiliki aktifitas pasif seperti menonton televisi atau bermain computer daripada berolah raga secara rutin. Gerak yang dilakukan saat berolah-raga sangat berbeda dengan gerak saat menjalankan aktivitas seharihari seperti berdiri, duduk atau hanya menggunakan tangan. Hal ini merupakan gerak anggota badan yang tidak seimbang (Wirakusumah, 2001). Sejalan dengan hal tersebut, selain kurang aktif dalam beraktivitas fisik, Ny. N pun jarang melakukan olahraga dan tidak suka meminum susu, sehingga Ny. N merupakan salah satu individu yang beresiko. 8 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 70 Berdasarkan konsep resiko dan kerentanan yang berkaitan dengan munculnya masalah kesehatan, hampir setiap individu merupakan individu beresiko terhadap masalah kesehatan karena dikelilingi oleh faktor-faktor, hanya saja masing-masing mungkin berbeda terhadap masalah kesehatan tertentu karena faktor spesifik yang berbeda pula (Allender, 2010). Ny. N sebagai penduduk perkotaan termasuk kedalam individu beresiko mengalami fraktur femur karena gaya hidup sehari-sehari dengan faktor resiko. Namun, Ny.N ternyata tidak hanya beresiko tapi lebih rentan mengalami fraktur femur. Kerentanan mengarah kepada bagaimana individu atau sekelompok orang lebih mudah mengalami masalah kesehatan tertentu dan nantinya mendapatkan hasil/ dampak lebih serius karena akumulasi terpajan banyak fakto resiko (Stanhope & Lancaster, 2004). Allender (2010) juga sependapat bahwa dalam masyarakat ada kelompok yang lebih dari beresiko, tapi rentan terhadap masalah kesehatan karena memiliki faktor (kombinasi faktor) yang memperberat kondisi kelompok tersebut. Ny. N berasal dari keluarga yang sederhana dan berkecukupan. Perekonomian keluarga yang berkecukupan membuat keluarga memiliki simpanan lebih untuk biaya yang tidak terduga, misalnya saja biaya ke pelayanan kesehatan. Hal tersebut yang kemudian terjadi pada Ny. N, dimana ketika terjadi kejadian terpeleset dan merasakan nyeri pada daerah pinggul langsung dibawa ke RS. Islam Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, Ny. N yang awalnya beresiko, menjadi lebih rentan, karena usia yaitu berupa penurunan fungsi tubuh dan faktor resiko lainnya seperti gaya hidup masyarakat perkotaan yang dijlaninya. Akhirnya ketika terjadi kecelakaan yang berupa terpeleseetnya di tangga, Ny. N mengalami fraktur femur yang langsung dilarikan ke RS. Islam Jakarta yang kemudian di rujuk ke RSPAD Gatot Soebroto dan diberikan perawatan hingga pembedahan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 71 4.2 Analisa Asuhan Keperawatan Kasus Pasien adalah Ny. N dengan fraktur femur. Ny. N masuk RS pada tanggal 18 Mei 2014. Klien pada mulanya masuk karena rujukan dari RS. Islam Jarta dengan keluhan nyeri yang teramat sangat pada daerah pinggul dan paha. Klien masuk dari Instalasi Gawat Darurat (IGD), ketika itu klien hanya mendapat tindakan injeksi analgetik yakni ketorolax. Secara pergerakan, mobilisasi kedua ekstremitas bawah terbatas. Berdasarkan anamnesa dengan klien dan melihat status rekam medik klien, mengalami fraktur kompresi femur. Pemeriksaan diagnostik juga dilakukan pada klien, diantaranya adalah rontgen tulang femur. Hasil dari rontgen tulang femur klien menyatakan bahwa terdapat retakan pada femoral head klien. Berdasarkan hasil rontgen ini, diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan pada klien. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditemukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan suddarth, 2001). Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah kecelakaan tetapi faktor lain seperti degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008). Salah satu komplikasi yang paling sering muncul dari fraktur femur adalah kaku sendi yang jika tidak ditangani dapat mengakibatkan kecacatan fisik. Kaku sendi dapat yang diakibatkan oleh fraktur dapat dipulihkan secara bertahap dengan mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM) atau latihan pergerakan sendi. Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pada Ny. N telah dilakukan ROM secara bertahap sesuai dengan kemampuan klien. Berdasarkan hasil pengkajian, beberapa masalah keperawatan yang muncul pada klien sebelum menjalani operasi adalah nyeri akut berhubungan dengan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 72 pergerakan fragmen tulang, spasme otot yang ditandai oleh melindungi area yang nyeri serta gangguan mobilitas fisik berhubungan kerusakan integritas struktur tulang, keterbatasan gerak ditandai oleh terbatasnya rentang gerak sendi dan tidak mampu melakukan pergerakan. Sementara masalah keperawatan post operasi adalah hambatan mobilitas fisik, nyeri akut dan resiko infeksi. Kondisi klien post operasi, saat kembali ke ruangan, pada 28 Mei 2014, kesadaran compos mentis, tanda vital: tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, serta suhu tubuh 36,9⁰C. relative stabil terrlihat dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien. 4.3 Analisa Intervensi: Mobilisasi Dini dengan ROM Post operasi adalah keadaan dimana klien telah menjalani operasi, terhitung sejak klien dipindahkan dari ruang operasi yakni di recovery room atau ruang pemulihan (Smeltzer & Bare, 2005). Klien adalah Ny. N dengan fraktur femur menjalani operasi hemiarthroplasty pada hari Rabu, 28 Mei 2014. Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan nonverbal (Potter & Perry, 2002). Mobilisasi dini post operasi merupakan hal penting untuk mencegah komplikasi dari imobilisasi yang lama, serta mempercepat pemulihan luka post operasi. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 73 baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse). Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Berdasarkan penelitian, imobilisasi menurunkan kekuatan otot 1%-1.5% per hari, dan 4%-5% per minggu selama tirah baring, bahkan penurunan dapat mencapai 10% dalam satu minggu bila tirah baring total (Serrano, 2011). Imobilisasi juga akan meningkatkan rata-rata hari rawat dan memperlambat kepulangan pasien. Oleh karena itu, melakukan mobilisasi dini merupakan hal penting untuk dilakukan. Menurut Siribaddana (2009), mobilisasi minimal dilakukan 1-2 hari post operasi disesuaikan dengan kemampuan dan bergantuan pada jenis operasinya. Hal ini karena mobilisasi akan mempercepat proses pemulihan jaringan pada luka post operasi (Siribaddana, 2009). Berdasarkan hal tersebut, penulis mengaplikasikan bagaimana efektivitas mobilisasi dini pada pasien post operasi, yakni Ny. N dengan post operasi hemiarthroplasty. Dalam menerapkan tindakan mobilisasi dini pada Ny. N, asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan mengajarkan rentang pergerakan ssendi secara bertahap sesuai dengan kemampuan klien. Kondisi pasien yang masih cukup lemah membuat mahasiswa perlu berhati-hati selama mengubah posisi. Selain itu, kondisi pasien yang merupakan pasien post operasi hemiarthroplasty mengharuskan pasien berpindah melakukan ROM dengan hati-hati untuk mencegah cidera post operasi, termasuk pada lokasi hemiarthroplasty atau biasa disebut dengan ROM. ROM (Range of Motion) adalah pergerakan maksimum yang mungkin dilakukan oleh sendi (Kozier, 1995). Sedangkan latihan ROM adalah latihanlatihan yang diberikan untuk mempertahankan fungsi sendi dan meningkatkan fungsi sendi yang berkurang karena proses penyakit, mencegah komplikasi dari immobilisasi serta mempersiapkan latihan lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengaplikasikannya kepada Ny. N dengan dibantu oleh Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 74 keluarga dalam pelaksanaannya sesuai dengan pedoman prosedur ROM yang sesuai teori. Tindakan ini dilakukan dengan metode aktif asistif dan aktif sesuai dengan kemampuan klien. Setelah intervensi berupa mobilisasi dini dengan teknik ROM dilakukan kepada Ny. N, beberapa hal telah dievaluasi untuk mengetahui efektivitas dari intervensi yang diberikan. Hal pertama yang dilihat adalah bagaimana mobilisasasi mencegah beberapa efek imobilisasi yang seringkali terjadi, diantaranya adalah: a. Thrombosis vena dalam/ deep vein thrombosis (DVT). Imobilisasi memiliki efek yang cukup serius salah satunya adalah terjadinya thrombosis vena dalam. Thrombosis vena dalam seringkali terjadai setelah operasi karena bekuan atau kloting darah yang terbentuk selama proses operasi mengalir bersama sirkulasi darah dan mungkin mencapai venavena dalam yang ukurannya lebih kecil dari trombus tersebut sehingga terbentuklah trombosis. Trombosis ini menjadi lebih mudah terjadi saat tidak terjadi mobilisasi dan yang mengkhawatirkan adalah saat thrombus terjadi di pembuluh darah di jantung atau organ vital lainnya. Bila hal tersebut terjadi maka dampak paling buruk adalah nekrosis dan kematian organ terkait. Oleh karena itu, mobilisasi akan menurunkan resiko terjadinya thrombus pada pasien-pasien post operasi, terutama untuk operasi besar, termasuk lower limb operation (Sirribaddana, 2009). Demikian pula yang diharapkan pada Ny. N, Ny. N menjalani operasi pada lokasi femur. Operasi pada bagian tersebut tentunya bukanlah jenis operasi yang kecil, melainkan operasi yang cukup besar dengan perlukaan jaringan yang cukup panjang serta resisko terbentuknya thrombus yang tinggi post operasi. Namun mobilisasi dini membuat komplikasi tersebut tidak terjadi pada Ny. N sampai dengan hari terakhir klien dirawat tidak terjadi masalah DVT. Dengan demikian, terkait salah satu tujuan mobilisasi dini, mencegah DVT, dapat dikatakan cukup efektif. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 75 b. Tujuan selanjutnya yang ingin dicapai dari pelaksanaan intervensi mobilisasi dini adalah kaku sendi dan injury saraf. Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus, manifestasinya antara lain paresthesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang dingin, meningkatnya nyeri dan perubahan kemampuan untuk menggerakkan ekstremitas (Brunner & Suddarth; 2001). Kondisi klien yang baru menjalani operasi pada lokasi tulang femur pun menjadi satu faktor kemungkinan yang turut memicu kaku sendi dan injury saraf karena saraf dan sendi terganggu oleh imobilitas. Oleh karena itu, mobilisasi dini diberikan dengan harapan klien dapat melakukan mobilisasi ringan dengan menggunakan teknik ROM aktif asistif. c. Tujuan kedua adalah memulihkan fungsi bowel dan distensi abdomen. Efek anestesi yang diberikan menjelang pasien menjalani operasi diantaranya bertujuan untuk mengistirahatkan seluruh aktivitas dalam tubuh dengan sifat anestesi yakni muscle relaxant, salah satunya adalah aktivitas peristaltik usus. Oleh karena itu, masalah yang paling sering terjadi ketika pasien post operasi adalah system pencernaan yang belum kembali berfungsi, salah satu tandanya adalah belum adanya flatus atau terjadi distensi abdomen karena akumulasi gas. Selain itu, imobilisasi sendiri akan memperburuk fungsi pencernaan karena peristaltik usus sangat bergantung dengan mobilisasi. Rendahnya mobilisasi mengakibatkan rendah pula gerak atau peristaltik usus. Berdasarkan hal tersebut, mobilisasi dini dilakukan pada Ny. N.Kondisi klien yang baru menjalani operasi pada lokasi tulang femur pun menjadi satu faktor kemungkinan yang turut memicu konstipasi karena gangguan neuromuskuler terutam yang mengatur defekasi. Oleh karena itu, mobilisasi dini diberikan dengan harapan neuromuskuler mendapat stimulus, begitu pula dengan peristaltik usus karena mobilisasi dini meliputi pengubahan posisi per 2 jam dan ROM berguna untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler (Siribaddana, 2009). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 76 d. Tujuan selanjutnya yang ingin dicapai dari pelaksanaan intervensi mobilisasi dini adalah mencegah infeksi luka operasi dan mempercepat penyembuhan luka operasi. Berdasarkan Siribaddana (2009), pemulihan jaringan luka operasi operasi sangat dipengaruhi oleh imobilisasi. Selain pelaksanaan ROM, klien juga dianjurkan untuk miring kanan - kiri. Efektivitas mobilisasi dini untuk mencegah infeksi luka operasi dapat terukur dari luka yang mengering pada hari ke-5 post operasi, tidak tampak adanya pus atau kemerahan di sekitar luka. Berdasarkan pelaksanaan intervensi mobilisasi dini dengan ROM pada pasien post operasi stabilisasi, banyak sekali manfaat yang didapatkan terutama dalam pencegahan komplikasi operasi. Manfaat tersebut tampak pula pada Ny. N setelah intervensi diberikan selama 4 hari post operasi, sejak hari pertama hingga ke-lima. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 77 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.1.1. Wilayah perkotaan memiliki banyak faktor resiko terhadap masalah kesehatan, diantaranya disebabkan oleh kemajuan teknologi juga telah memacu perubahan kebiasaan hidup (gaya hidup), gaya hidup yang cenderung lebih santai akibat perkembangan teknologi saat ini. 5.1.2. Fraktur femur menjadi salah satu masalah kesehatan khas perkotaan karena faktor-faktor diatas, dapat disebabkan oleh faktor primer dan sekunder sehingga menyebabkan komplikasi yakni komplikasi awal (syok, sindroma emboli lemak, sindroma komparteman dan infeksi) dan komplikasi lanjut (delayed union, non – union, mal – union, kaku sendi lutut, refraktur). 5.1.3. Perawat berperan penting dalam pencapaian keamanan/ safety pasien selama perioperatif, terutama pada pre dan post operasi. 5.1.5. Asuhan pre operatif diantaranya dengan memberikan edukasi persiapan operasi, sementara post operatif berupa intervensi untuk mencegah komplikasi operasi. 5.1.6. Mobilisasi dini merupakan salah satu intervensi penting untuk mencegah komplikasi operasi, seperti DVT, kaku sendi lutut, gangguan fungsi bowel, infeksi luka operasi, retensi urin, dan embolisme pulmonal. 5.1.7. ROM selama melakukan mobilisasi pada pasien post hemiarthroplasti bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi dan otot sehingga mencegah komplikasi lanjut post operasi, seperti terjadi kaku sendi lutut dan sindroma kompartemen. 8 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 78 5.1.8. Beberapa efektivitas yang dapat diamati pada pasien diantaranya adalah pasien tidak mengalami thrombosis vena dalam, tidak terjadi masalah konstipasi, tidak terjadi stasis urin dan produksi urin positif, tidak terjadi pneumoni ataupun embolisme pulmonal, serta penyembuhan luka yang baik/ luka kering dalam 3 hari pemberian intervensi, tidak terdapat pus, ataupun tanda infeksi, serta tidak muncul luka baru karena imobilisasi (dekubitus). 5.2 Saran 5.2.1 Rumah Sakit Saran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan yang holistik, termasuk dalam mempersiapkan klien agar dapat menjalani operasi dengan baik dan terhindar dari komplikasi operasi. Selain itu, perawat hendaknya menunjukkan perannya sebagai advokat klien dengan pemberian edukasi-edukasi yang menunjang kesehatan klien. 5.2.2 Pendidikan Saran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi keperawatan komunitas hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan penyuluhan sebagai tindakan preventif dan promotif terkait penyakit fraktur femur guna menekan angka kejadiannya di perkotaan dan mencegah peningkatan komplikasi. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 1 DAFTAR PUSTAKA Arif, et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Buchol, ZRW, et.all. (2004). orthopaedic pacision Making, p. 28-29, BC. Dekker Inc.Toronto: Philadelphia Donges Marilynn, E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC Scatzker,. J, Tile,. M. (2007). The Rationale of Operative Fracture Care, p. 133 – 172,Springer-Verlag: Berlag Heidelberg Keating, J. F., Grant, A., Masson, M., Scott, N. W., & Forbes, J. F. (2006). Randomized comparison of reduction and fixation, bipolar hemiarthroplasty, and total hip arthroplastyTreatment of displaced intracapsular hip fractures in healthy older patients. The Journal of Bone & Joint Surgery, 88(2), 249-260. Blomfeldt, R., Törnkvist, H., Eriksson, K., Söderqvist, A., Ponzer, S., & Tidermark, J. (2007). A randomised controlled trial comparing bipolar hemiarthroplasty with total hip replacement for displaced intracapsular fractures of the femoral neck in elderly patients. Journal of Bone & Joint Surgery, British Volume, 89(2), 160165. Brunner & Suddarth (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3. Jakarta : EGC. Ethel Sloane (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 2 Editor Arief Mansjoer, Suprokarta. Wahyu Ika Wardhani. Wiwiek Setiawulan (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Esculapius. Fakulta Kedokteran. Indonesia. Kelompok Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK UI. (2006). Panduan praktikum keperawatan dasar 1. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Lewis, et all. (2000). (7nd ed). Medical surgical nursing. St Louis: Mosby Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamentak Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC Purwadianto,. A. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara Reksoprodjo, Soelarto (1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ramadoni, Ferdias. (2009). Fraktur yang sering terjadi pada lansia. Diambil pada 30 agustus 2014 dari http://www.perawatonline.com. Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddarth ; alih bahasa, Agung Waluyo ,dkk. (edisi 8). Jakarta: EGC. Sjamsuhadajat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Sloane, Ethel. (2003). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC Sylvia A. Price, Lorraine. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta : EGC. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 3 Wedro, Benjamin C. (2008). Fracture. Diambil pada 30 Agustus 2014 dari http ://www.medicineNet.com. Wikipedia. (2009). Bone fracture. Diambil pada 30 Agustus 2014 dari http ://www.google.com http://senyumsehat.wordpress.com, di akses tanggal 30 Agustus 2014 http://www.ilmukeperawatan.com/askep.html. diakses tanggal 30 Agustus 2014 http://www.uhb.nhs.uk/pdf/pifollowinghemiathroplasty.pdf diakses tanggal 30 Agustus 2014 http://www.brighamandwomens.org/patients_visitors/pcs/rehabilitationservices/phys ical therapy standards of care and protocols/hip - thr protocol.pdf diakses tanggal 30 Agustus 2014 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Personal Nama Lengkap : Devista Kusuma Dewi Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Juli 1991 Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Alamat Rumah : Jl. Tanah Merdeka No.20, Susukan 13750 No. Handphone : 085691439352 Email : [email protected] / [email protected] Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Golongan Darah : AB B. Riwayat Pendidikan Formal No. 1 Nama Sekolah Fakultas Ilmu Keperawatan, Tahun 2009-sekarang Universitas Indonesia 2 SMA Negeri 93 Jakarta 2006-2009 3 SMP Negeri 49 Jakarta 2003-2006 4 SD Negeri 07 Pagi 1997-2003 5 TK Islam Al-Kahfi 1996-1997 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Devista Kusuma Dewi, FIK UI, 2014