I ASMIHA ke-25: Kualitas Layanan Kardiovaskular Mancanegara untuk Nusantara Edisi 15 April 2016 2 • Dokter Umum Penentu Utama Prognosis Pasien Gagal Jantung • Intra-Aortic Balloon Pump, Penyelamat Shock Cardiogenic • Aritmia, Tak Sekadar Masalah Jantung 3 •Gradual Approach towards Basic Transesophageal •Comprehensive Care in the Treatment of Advanced Heart Failure •Angina Pektoris Stabil : Dari Diagnosis hingga Tatalaksana Ultrasonography •Cardiac Magnetic Resonance: Alat Diagnosis yang Mutakhir ASMIHA kembali hadir tahun ini dengan banyak hal spesial bagi dunia kesehatan. Tujuannya satu : meningkatkan mutu pelayanan kardiovaskular di bumi Indonesia A SMIHA (Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association) telah menginjak angka ke25, menandakan eksistensinya yang telah seperempat abad. dr. Daniel PL Tobing, SpJP, FIHA selaku ketua ASMIHA kali ini mengatakan banyak kalangan yang tertarik hadir mengikuti acara ini, mulai dari dokter spesialis jantung, spesialis bedah, hingga dokter umum. Dari tahun ke tahun, ASMIHA berhasil menjadi magnet di dunia kedokteran hingga menarik 2000 peserta per tahun. Asal-usul pelaksanaan ASMIHA tentunya menarik untuk dikupas. Rupanya, dr. Manoefris Kasim, SpJP(K), FIHA, FACC yang memelopori ASMIHA. Sosok rendah hati ini bertutur mengenai awal mula ASMIHA. Ketika ia diamanahkan menjadi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2002-2004, ia mencetuskan ide untuk mengubah nama Cardiology Update, yang terkesan kurang menarik, menjadi Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association. ASMIHA pertama kali digelar berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh dr. Manoefris Kasim, SpJP(K), FIHA, FACC. Selain itu, Manoefris juga turut berperan dalam memulai adanya gelar FIHA di Indonesia. ASMIHA di pagelarannya ke-25 kali ini membawakan hal-hal yang spesial kepada dunia kesehatan. Lima asosiasi kardiologis dari dunia internasional, yaitu World Heart Federation, European Society of Cardiology (ESC), American College of Cardiology (ACC), ASEAN Federation of Cardiology (AFC), dan Asian Pacific Society of Cardiology (APSC) turut meramaikan dengan mengirimkan perwakilan pembicara dalam rangkaian acara ASMIHA kali ini. Dengan terhubungnya ASMIHA dengan berbagai asosiasi dari mancanegara ini, ASMIHA mengajak elemen kesehatan Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, terutama di bidang kardiovaskular. Topik yang diangkat tahun ini adalah “Bridging the Gap in Cardiovascular Care: Providing Efficient, Streamlined, and Focused Care in Cardiovascular Services”. Topik ini diangkat berdasarkan keinginan untuk menjembatani perbedaan kualitas pelayanan kardiovaskular di berbagai wilayah nusantara. Hal ini ditunjukkan dengan adanya simposium Cardiologist New Frontier, yaitu mengundang kardiologis yang berhasil mengambangkan pelayanan kardiovaskular di daerahnya. Hal yang tak kalah menarik lainnya adalah dr. Anwar Santoso, PhD, Sp.JP(K), FIHA mengatakan bahwa 191 artikel penelitian yang terpilih akan diberi kesempatan untuk diterbitkan di dalam jurnal tersohor European Heart Journal (EHJ) di ASMIHA tahun ini. Lalu, akan ada lebih dari 150 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah serta dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular yang akan dikonvokasi. Telah berlangsung sejak Kamis, 14 April 2016 kemarin di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, ASMIHA membawakan 12 workshop menarik dan berlangsung dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari peran Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K) selaku penanggung jawab workshop yang terlihat mengawasi jalannya seluruh workshop secara aktif. Workshop diikuti oleh banyak peserta yang antusias untuk mengikuti workshop. Dr. dr. Basuni Radi, SP.JP(K), FIHA, PhD menuturkan bahwa ASMIHA itu bagaikan menu makanan yang enak, di dalamnya ada materi yang disesuaikan dengan kondisi terkini dengan pembicara dari berbagai sudut dunia dan juga para ahli terkemuka, namun disajikan dengan cara yang mudah untuk dicerna, bahkan bisa menjadi ajang bersua dengan teman-teman lama. 4 •Testimoni •Galeri Foto •Sekilas Hari Ini dr. Daniel PL Tobing, SpJP, FIHA Ketua ASMIHA ke-25 dr. Manoefris Kasim, SpJP(K), FIHA, FACC Pelopor ASMIHA dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA Presiden PERKI Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K) PIC Workshop ASMIHA ke-25 Dr. dr. Basuni Radi, SP.JP(K), FIHA, PhD Ketua Scientific Program ASMIHA ke-25 1 ASMIHA Edisi 1 | 15 April 2016 Dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K), FIHA menjawab pertanyaan peserta pada sesi tanya jawab G Dokter Umum Penentu Utama Prognosis Pasien Gagal Jantung agal jantung adalah penurunan kinerja jantung karena berbagai sebab yang diawali oleh penurunan cardiac output. Penurunan cardiac output menyebabkan peningkatan end diastolic volume (EDV) dan pulmonary capillary wedge pressure. Selain itu, terjadi aktivasi sistem neurohormonal. Berkaitan dengan perubahan klinis yang dialami pasien gagal jantung akut, ASMIHA mengadakan workshop dengan tema “Acute Heart Failure and Shock“ agar para dokter umum mampu menjadi lini pertama yang kompeten. Dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K), FIHA membawakan sesi pertama dengan titik fokus patofisiologi gagal jantung akut dan syok. Efek berupa remodelling, stunning, dan hibernation sering kali terjadi, walaupun pasien sudah menerima tatalaksana. Penanganan yang cepat diharapkan menurunkan efek pascaperawatan. Menurut dr. Jetty R. H. Sedyawan, SpJP(K), dokter umum perlu mengetahui cara menentukan adanya instabilitas kardiopulmonar dengan mengenali respiratory distress dan gangguan hemodinamik. Pasien dengan instabilitas kardiopulmonar harus segera mendapat perawatan di ICU. “Dengan meningkatkan kecepatan diagnosis menjadi 30–60 menit, pasien dapat tertangani hanya dalam waktu 150 menit,” kata Jetty. Pemeriksaan penunjang wajib dilakukan pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas memadai. Alat yang paling sederhana dan noninvasif adalah ultrasound. Berdasarkan presentasi dari dr. Andre Ketaren, SpJP dalam workshop “Focused Ultrasound for AHF & Shock in ED,” pemeriksaan dengan alat ini memberikan gambaran perubahan struktur yang dapat mengarahkan dokter untuk menegakkan diagnosis. Materi berikutnya dibawakan oleh dr. Ismir Fahri, SpJP berjudul “How to Optimize Hemodynamic Management: Vasopressor Inotropes and Fluid Therapy”. Prinsip penanganan gagal jantung akut adalah meningkatkan perfusi dan oksigenasi jaringan, baik melalui terapi farmakologi maupun terapi pemberian cairan. Penggunaan obat inotropik dan vasopresor disesuaikan dengan kondisi pasien, tetapi volume preload harus dipastikan adekuat terlebih dahulu. Volume yang tidak adekuat dibantu dengan pemberian cairan berdasarkan besar JVP. Gagal jantung akut hampir sama dengan sindrom koroner akut dalam segi kedaruratan. Para dokter umum, terutama yang berada di daerah memiliki keterbatasan fasilitas untuk menangani kasus ini. Pengetahuan akan prinsip-prinsip utama untuk mendiagnosis gagal jantung akut menjadi penentu prognosis pasien. dr. Dian Zamroni, SpJP tampak sedang mempraktikkan teknik IABP kepada para peserta W Intra-Aortic Balloon Pump, Penyelamat Shock Cardiogenic orkshop Intra-Aortic Ballon Pump (IABP) merupakan salah satu workshop ASMIHA 2016 yang dilaksanakan di ruang Mutiara 8-9, Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta. Workshop ini dibagi dalam tiga sesi presentasi. Sesi pertama dibawakan oleh dr. Dian Zamroni, SpJP yang membahas mengenai indikasi IABP. Syok kardiogenik merupakan keadaan yang mengancam nyawa dan harus ditatalaksana segera, salah satunya dengan pemasangan IABP. Selain itu, IABP juga dapat digunakan untuk mengatasi angina tidak stabil refrakter, aritmia refrakter, dan lain sebagainya. Keseimbangan antara oxygen demand dan oxygen supply pada jantung merupakan kunci tatalaksana syok kardiogenik. dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, FECS, FAPSIC, FSCAI menjelaskan bahwa IABP dapat menurunkan oxygen demand. Balon pada IABP berisikan helium, gas nonreaktif yang aman bagi tubuh. Balon tersebut akan mengembang sesaat setelah katup aorta tertutup. Dengan demikian, terjadi tekanan retrograde pada lengkung aorta yang meningkatkan perfusi darah ke jaringan otot jantung. Sesaat setelah katup aorta terbuka, balon tersebut akan mengempis sehingga terjadi penurunan afterload secara tiba-tiba.Penting bagi kardiolog untuk memilih ukuran balon yang tepat berdasarkan tinggi badan pasien. Dalam praktiknya di RS Harapan Kita, Isman menuturkan bahwa ukuran balon yang paling sering digunakan adalah 30 cc dan 40 cc. Pemilihan ukuran balon ini penting, sebab ketika inflasi, balon hanya boleh menutupi 75-90% lumen aorta. Selain ukuran balon, hal lain yang memengaruhi efisiensi IABP adalah pengaturan ritme inflasi-deflasi. Ritme yang tidak tepat justru dapat memperburuk kondisi pasien. IABP bukan terapi definitif sehingga penggunaannya perlu dihentikan apabila pasien telah stabil. Dr. Tri Astiawati, SpJP pada sesi ini menyampaikan dua parameter yang perlu diperhatikan ketika akan melakukan penyapihan IABP, yaitu keadaan klinis dan hemodinamik pasien. Penyapihan ini terdiri dari dua cara yang keduanya harus diturunkan secara bertahap, yaitu reduksi volume balon dan frekuensi inflasi-deflasi. Sesi materi terakhir membahas perawatan pada pasien pascapemasangan IABP. Hal yang paling perlu diwaspadai adalah perdarahan pada area insisi yang seringkali tidak disadari oleh pasien. Selanjutnya, peserta workshop mempraktikkan teknik IABP yang telah dipresentasikan sebelumnya dengan panduan oleh dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, FECS, FAPSIC, FSCAI dan dr. Dian Zamroni, SpJP sebagai instruktor. Aritmia, Tak Sekadar Masalah Jantung K dr. Sunu B. Raharjo, SpJP, PhD, FIHA menjelaskan mengenai disfagia terkait PVC 2 ASMIHA Edisi 1 Edisi 1 | 15 April 2016 amis, 14 April 2016 di Ruang Mutiara ballroom 2 telah berlangsung workshop bertajuk “Arrhythmias Related Diseases” sebagai rangkaian acara dari ASMIHA ke-25. Workshop yang diketuai oleh Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), FIHA ini membahas mengenai pertanyaan-pertanyaan klinis terkait aritmia. Workshop diawali dengan pretest, kemudian dilanjutkan dengan enam sesi presentasi. Sesi pertama membahas tentang disfagia terkait premature ventricular complex (PVC) yang dibawakan oleh dr. Sunu B Raharjo, SpJP, PhD, FIHA. Sunu menjabarkan beberapa laporan kasus dan penelitian sederhana untuk menentukan hubungan PVC dengan gastroesophageal reflux disease (GERD). “Ketiga case reports dan small studies menunjukkan bahwa PVC mendahului GERD, walaupun hal ini masih dapat didiskusikan,” ujar Sunu. Dalam praktik klinis, disarankan untuk menangani PVC terlebih dahulu pada pasien dengan PVC dan GERD. Sesi berikutnya dibawakan oleh dr. Beny Hartono, SpJP, FIHA yang membahas aritmia pada hipertiroid. Beny mengungkapkan bahwa hipertiroidisme sebagai kausa fibrilasi atrial merupakan prioritas penanganan. Selanjutnya, dr. Erika Maharani SpJP(K) menjelaskan aritmia pada prolaps katup mitral dengan ventricular extrasystole (VES). “Prolaps katup mitral bukan kondisi benign. Identifikasi kelompok high risk penting untuk mencegah sudden cardiac death,” ujar Erika. Fibrosis pada katup dan inferobasal dinding ventrikel kiri menjadi bukti penyebab aritmia pada prolaps katup mitral. Aritmia ventrikel lebih lanjut dibahas oleh dr. Adhantoro Rahadyan, SpJP, khususnya mengenai karakteristiknya pada penyakit arteri koroner. Rahadyan menyediakan penjelasan tidak hanya dalam lingkup aritmia, tetapi juga gambaran umum terkait pendekatan terhadap penyakit arteri koroner. Sebelum sesi kelima dimulai, peserta dihadapkan pada contoh-contoh kasus terkait empat subtopik sebelumnya. Kemudian rencana tatalaksana, mulai dari diagnosis hingga terapi, didiskusikan bersama moderator dan pembicara. Selain pada penyakit metabolik dan pencernaan, dr. Hauda El Rasyid, SpJP sebagai pembicara sesi kelima membahas kejadian aritmia terkait dengan kecemasan. Hauda mengungkapkan bahwa fibrilasi atrial meningkat akibat munculnya kecemasan akibat berbagai faktor termasuk polusi udara dan stres psikologis. Sesi terakhir dibawakan oleh dr. Alexander Edo Tondas SpJP(K), FIHA, FICA yang memaparkan cara memprediksi tachycardia-induced cardiomyopathy (TIC) dengan menilai kejadian aritmia. Karakteristik aritmia yang menyebabkan TIC meliputi frekuensi denyut jantung yang tinggi, iregularitas, dan durasi yang lebih lama. Workshop ditutup dengan posttest. T Gradual Approach towards Basic Transesophageal Echocardiography ook place in Ritz Carlton, Mega Kuningan, “Basic Transesophageal Echocardiography (TEE)” workshop given as one of twelve workshops at ASMIHA on April 14th 2016, “Basic TEE” consisted of a series of introductory lectures and demonstrations. Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K) acted as its course director and dr. M. Arief Nugroho, SpJP, FIHA as course coordinator. Presented with two repeated sessions, the second session began with introductory lectures by dr. Agus Subagio, SpJP, FIHA and dr. M. Rizky Akbar, MKes, SpJP. Subagio emphasized on favorable position of TEE over transthoracic echocardiogram (TTE). “Superiority of TEE over TTE helps us deliver better management to the patients, but along with its advantages, TEE also comes with absolute need of skills and expertise,” Subagio said. Accordingly, he went on delivering how to master, standard view and orientation of TEE, alongside its application in clinical settings. As the last introductory lecture, Akbar elaborated the crucial step of conducting TEE, which is tube insertion. Further talks on TEE and its properties of evaluating presence of thrombus in atrium were delivered by dr. Sany R. Siswardana, SpJP. Siswardana addressed identification of thrombus in left atrial appendage (LAA) as one of major concerns in TEE observation. He showed that full assessment of LAA requires multiple angles on both TEE and Doppler imaging. Siswardana continued the case demo with the topic of Amplatzer (ASO) selection. “TEE plays a critical role in guidance and any therapeutic means for patients with ASO indication,” he noted. Based on only certain pathological condition assessment on TEE, ASO could be subsequently conducted. Atrial Septal Defect (ASD) secundum turned out to be the best scenario in application of ASO selection. The course proceeded with demonstrations led by Subagio. He conducted demo on interatrial, septal, and mitral valve assessment through several videos and animations. Subagio presented both normal and pathological view of septals and valves in TEE. He carried on a case demo afterwards to further illustrate prosthetic valve problems presented in TEE. In the end of the last session, Akbar delivered TEE live simulation on a special mannequin. The simulation allowed workshop participants to performed maneuver and explored properties of TEE freely. Identification of valves, septals, veins, arteries, and heart chambers were elaborated in each view of TEE. This session proved to be challenging as TEE demands great understanding in the field of anatomy orientation. dr. Agnes Lucia Panda SpJP talked about probe insertion A Angina Pektoris Stabil : Dari Diagnosis hingga Tatalaksana Ultrasonography ngina Pektoris Stabil (APS) merupakan gejala yang umum terjadi pada pasien yang mengalami iskemia miokardium. Sebagai kondisi yang bersifat fatal, APS perlu ditatalaksana secara komprehesif oleh praktisi kesehatan, khususnya spesialis kardiovaskular. ASMIHA tahun ini mengadakan Workshop on Stable Angina Pectoris : From Pathophysiology to Various Therapeutic Options yang dipimpin oleh dr. Rita Zahara Sp.JP(K). Pada sesi pertama dibahas mengenai Mechanism and Pathophysiology of Stable Angina Pectoris yang dibagi menjadi tiga presentasi : (1) gambaran konsep iskemia pada APS, (2) history taking, physical examination, dan EKG dari APS, dan (3) algoritma tatalaksana APS. Rangkaian acara dilanjutkan dengan sesi kedua yang bertema Diagnostic approach in Stable Angina Pectoris. Sesi ketiga bertujuan untuk memberikan informasi kepada peserta mengenai tatalaksana APS. Salah satu presentasi dibawakan oleh Dr. dr. J. Nugroho, Sp. JP(K), FIHA, FAsCC, FICA, FESC mengenai antiplatelet and anti-ischemic choic- dr. Rita Zahara Sp.JP(K) memimpin sesi pertama workshop angina pectoris es. Menurut Nugroho, terapi APS kronik dapat dianggap sukses apabila nyeri dada menghilang, kapasitas fungsional Canadian Cardiovascular Society Angina (CCSA) Class menjadi kelas I, rutinitas pasien kembali, efek samping yang minimal, dan dapat disesuaikan dengan karateristik pasien. Sesi terakhir yang paling menarik adalah diskusi soal di mana peserta mendiskusikan mengenai pertanyaan kasus sehingga peserta merasa puas dengan berbagai pengetahuan dan skill baru yang mereka dapatkan. H Comprehensive Care in the Treatment of Advanced Heart Failure eart Failure is a complication of cardiovascular disease that can be lethal. To improve clinician competence in heart failure, ASMIHA organize the Workshop on Managing problems in Advanced Heart Failure on Mutiara 5-6, Ritz Carlton Hotel Jakarta. One of the materials was ABC’s of advanced heart failure by dr. Rarsari S. Pratikno, SpJP. She mentioned dyspnea as the hallmark of elevated left-sided filing pressures in heart failure. Furthermore, she also explained the stepwise approach of pharmacotherapy. First line therapy is pulsed diuretics followed by ACE Inhibitor. Beta Blocker and Aldosterone antagonist are the last therapy to be given. The combination of thiazide or spirolactone with loop diuretics can be used to overcome diuretics resistance. Right after diagnosis and exclusion of contraindications, ACE inhibitor has to be administered. However, in ACE inhibitor-intolerant patients, it is recommended to use Angiotensin Receptor Blockers (ARBs). In some cases, the physician needs to take palliative or end-of-life approach. The goal is to control debilitating symptoms and manage distress. When the heart failure progress, the goal of therapy shifts from extending life to improving quality of life. Later on, dr. M. Arif Nugroho, SpJP presented right ventricular failure (RVF) management. RVF is a complex clinical syndrome that has major signs: lower extremity edema, ascites, decrease in exercise tolerance, or arrhythmia. The last presentation was Comorbidities in Heart Failure which was delivered by dr. Siti Elkana Nauli, SpJP. Determining the comorbidities is important because it may affects the use of treatments, worsens the heart failure, affects drug interaction, reduces patients adherence, and predicts prognosis. One example of comorbidities in heart failure is anemia which has 4-61% prevalence worldwide. Anemia in heart failure usually normocytic or microcytic and the underlying cause includes: chron- S dr. Rarsari S. Pratikno, SpJP. led the case discussion of advanced heart failure ic kidney disease, increased of proinflammatory cytokines, renin-angiotensin system inhibitors, hemodilution, and iron deficiency. In heart failure accompanied with anemia, it is recommended to consume iron suplemetation 200-700 mg every week until the ferritin level is higher than 500μg/L. Patients with chronic kidney disease are advised to consume eritropoetin. The workshop also had interactive case discussion in the end of each presentation, in which the participants were able to vote their answer regarding certain cases with digital vote. Cardiac Magnetic Resonance: Alat Diagnosis yang Mutakhir aat ini, Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah dikembangkan sebagai dasar pemeriksaan diagnostik penyakit jantung, yaitu Cardiac Magnetic Resonance (CMR). CMR telah direkomendasikan untuk mengevaluasi penyakit kardiovaskular. Alat ini tidak memancarkan radiasi namun mampu menilai fungsi jantung lebih baik daripada alat pencitraan lain, meskipun biaya pemeriksaannya mahal. Oleh karena itu, ASMIHA tahun ini mengadakan workshop mengenai Cardiac Magnetic Resonance Assessment in Cardiovascular Disease. Pada sesi pertama, dr. Elen Sahara, Sp.JP, FIHA membawakan materi mengenai perfusion CMR yang dilanjutkan oleh sesi kedua dari dr. Manoefris Kasim, Sp.JP(K), Sp.KN mengenai peran CMR pada kasus sindrom koroner akut. Pada sesi ketiga, Celly A. Atmadikoesoemah, MD, menyebutkan bahwa CMR merupakan alat diagnostik yang paling mutakhir dalam menilai fungsi jantung. CMR yang menggunakan kontras gadolinium juga mampu menilai adanya infark, trombus, dan obstruksi mikrovaskular. Sesi keempat kemudian dibawakan oleh dr. Sony H. Wicaksono, Sp.JP mengenai peran CMR dalam mendiagnosis kardiomiopati. Teknik pencitraan CMR bermacam-macam seperti Cine CMR, Edema CMR, Black-blood CMR, perfusion CMR, dan LGE CMR. Cine CMR menyajikan potongan tunggal jantung pada lokasi yang sama selama beberapa waktu untuk dirangkai menjadi gambar bergerak. Pemeriksaan ini memiliki keunggulan untuk mendeteksi trombus dengan luas lapang pandang yang dikehendaki. Terakhir, pada workshop tersebut, peserta juga mendapat kesempatan untuk hands-on dengan software free trial dari Circlevi di laptop masing-masing. Para peserta dipandu oleh instruktor untuk membantu membaca CMR mulai dari cine, edema, hingga membuat kesimpulan dari hasil CMR. 3 ASMIHA Edisi 1 | 15 April 2016 Testimoni “Konten materinya sudah sangat bagus, pembawaan materi pun sangat hidup dan menarik. Dari workshop ini, saya banyak mendapat tips yang sangat aplikatif untuk berbagai kondisi pasien. Untuk selanjutnya, mungkin jumlah topik dan jam diskusinya dapat ditambahkan dari yang sekarang.” dr. Rossi - Bandung “Pembahasan yang cukup panjang dan waktu yang cukup singkat jadi terkesan terburu-buru, tapi overall tersampaikan apa yang penting-penting. Tapi saya mendapat inti-inti yang aplikatifnya. Saran: Oke tidak apa-apa sudah bagus, kalau mau diperpanjang saya tidak kuat juga jadi dipertahankan saja.” dr. Reyhan Adriansyah – Premier Bintaro “Segi pelaksanaan tadi pagi agak telat mulainya, tapi tidak apa-apa. Materinya bagus-bagus, pelayanannya bagus. Karena saya masih GP kalau boleh diperbanyak materi untuk GP. Lebih bagus kalua ditingkatkan lagi.” dr. Miranda – RSUD Talaud, Sulawesi Utara Galeri Foto CREDITS Editor-In-Chief dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP, FIHA Sub-Editors Jimmy Oi Santoso Patria Wardana Yuswar Paulina Livia Tandijono Medical Writers Koe Stella Roberto Bagaskara Tiara Grevillea Veronika Renny Farah Vidiast Graphic Design Fahmi Kurniawan Arlinda Eraria Hemasari Photography Annisaa Yuneva M. Farhan Maruli Nadira Prajnasari Printing Company CV Mizwar Project Management Media Aesculapius ([email protected]) 1 1. dr. M. Arief Wibowo, SpJP, FIHA memperagakan penggunaan transesophageal echocardiography kepada peserta 2. Narasumber dalam workshop angina pectoris stabil 3. Peserta menggunakan cardiac magnetic resonance 2 3 Sekilas Hari Ini SYMPOSIUM 1 - Ballroom 1 (08.40-10.00) LUNCH SYMPOSIUM 2 - Ballroom 2 (10.20-11.20) OPENING CEREMONY (13.00-13.30) Diet and Hormonal Therapy Siti Fadilah Supari Djanggan Sargowo Live 3D-echocardiography: Current application and pitfalls with dr. Amiliana M Soesanto Performance by Pacemaker Choir and Orchestra SYMPOSIUM 2 - Mutiara Ballroom (08.30-10.00) SYMPOSIUM 4 - Ballroom 1 (13.30-14.50) Working Group Track-Echocardiography Challange in Valvular Heart Disease Management Dafsah A Juzar SYMPOSIUM 3 - Ballroom 1 (10.00-11.20) SYMPOSIUM 5 - Ballroom 2 (13.30-14.50) Troponin in Acute Coronary Syndrome Daniel PL Tobing John K French Joint Symposium Indonesian Heart Association-European Society of Cardiology Sunarya Soerianata Pasi Karjalainen 4 ASMIHA Edisi 1 Edisi 1 | 15 April 2016 Conductor Radityo Prakoso