pedoman umum pengelolaan

advertisement
PEDOMAN
08/BM/05
Pedoman Umum
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Buku 1
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PRAKATA
Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh
Departemen Pekerjaan Umum melalui Proyek Pembinaan Manajemen Lingkungan
Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan.
Adapun tujuannya adalah untuk melengkapi pedoman-pedoman yang telah ada,
sehingga terwujud seperangkat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
yang utuh dan menyeluruh, yang terdiri dari:.
Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Penyusunan pedoman umum ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan
bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi
pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dan pemantapan dari dokumendokumen yang telah ada, antara lain:
a) Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995)
b) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui
Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management);
c) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan
dan Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and
Social Impact Management);
Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan konsep
pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini diucapkan banyak
terima kasih.
Jakarta, Oktober 2006
Direktorat Jenderal Bina Marga
i
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENDAHULUAN
Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini merupakan bagian dari
seperangkat Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari empat
buku, yaitu:
a) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
b) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
c)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
d) Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Pedoman Umum memberikan penjelasan
tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa
berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan harus dilaksanakan pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan, sedangkan ketiga pedoman lainnya
terutama memberikan petunjuk tentang apa dan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus pengembangan proyek
jalan (lihat Gambar).
Secara garis besar, Pedoman Umum Pengelolan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini
memberikan penjelasan dan petunjuk umum tentang pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan,
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, yang meliputi:
a) Peraturan dan persyaratan lingkungan hidup terkait dengan bidang jalan;
b) Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup;
c)
Perencanaan jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;
d) Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan;
e) Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup
f)
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan;
g) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
ii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 1
Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Petunjuk tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa
berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan harus dilaksanakan
Pedoman Pemantauan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Pedoman Pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Pedoman Umum
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Petunjuk tentang apa dan bagaimana cara
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus
pengembangan proyek jalan
Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tahap perencanaan,
iii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
meliputi tahap perencanaan umum, pra studi kelayakan,.studi kelayakan dan perencanaan
teknis.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada tahap-tahap
pra konstruksi (pengadaan tanah), konstruksi, dan pasca konstruksi (pengoperasian jalan).
Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci
tentang pemantauan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib
dilaksanakan pada tahap-tahap perencanaan, pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi,
serta evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek.
Substansi Pedoman
Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pedoman-pedoman tersebut di atas merupakan
penjabaran dari peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang bersifat
nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, di beberapa daerah
(baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota) terdapat ketentuan – ketentuan yang lebih
ketat yang telah dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah, yang juga wajib ditaati di daerah
yang bersangkutan.
Maksud dan Tujuan
Pedoman-pedoman tersebut di atas disusun dengan maksud agar semua pihak yang
bertanggungjawab atau terkait dalam tiap tahapan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan
semakin mudah melaksanakan penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat
kegiatan pembangunan tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Cara Penggunaan Pedoman
Bagi mereka yang hanya ingin mengetahui ketentuan-ketentuan umum tentang pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus
pengembangan proyek jalan, cukup membaca pedoman umum ini. Namun untuk memahami
bagaimana cara pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tiap tahapan
siklus proyek jalan secara rinci, perlu membaca pedoman lainnya, sesuai dengan tahapan
proyek yang diperlukan.
iv
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daftar Isi
Halaman
P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
i
P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
ii
D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
vi
D aftar G am b ar … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
viii
D aftar T ab el … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
viii
1
R u an g Lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
1
2
A cu an N orm atif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
2
3
Istilah d an D efin isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
2
4
K eb ijakan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … …
4
………………….
4.1 P eratu ran d an P ersyaratan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … …
4.1.1
4.1.2
K eb ijakan N asion al P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p .… … … … … .
Kebijakan Sektor yan g T erkait … … … … … … … … … … … … … … …
Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan
Lu ar N eg eri … … … ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … …
4.2 S iklu s P em b an g u n an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an … … … … … ..
4.3 K on su ltasi M asyarakat … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
4
4
7
4.1.3
5.
10
18
23
Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5.1 D am p ak K eg iatan P em b an g u n an Jalan terh ad ap Lin g ku n g an H id u p … ..
5.2
5.3
5.4
24
5.1.1
5.1.2
D am p ak p ad a T ah ap P eren can aan … … … … … … … … … … … … .
D am p ak p ad a T ah ap P ra K on stru ksi … … … … … … … … … … … … .
24
24
5.1.3
5.1.4
D am p ak p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … … … … … … … … … … … …
D am p ak p ad a T ah ap P asca K on stru ksi … … … … … … … … … … .…
25
25
P eren can aan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … …
5.2.1 P eren can aan Jarin g an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an … …
5.2.1 Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan yang Layak Lingkungan
26
26
33
5.2.3
5.2.4
35
D esain d an S p esifikasi T ekn is P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p …
Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman
K em b ali … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
36
P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … … … … … … ..
5.3.1 Lingkup Pekerjaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-kon stru ksi … …
5.3.3 P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … ..
5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi ..
38
38
38
39
39
Pemantauan dan Evalu asi P elaksan aan P n g elolaan Lin g ku n g an H id u p …
5.4.1 T u ju an P em an tau an P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … … … … ..
5.4.2 Lin g ku p K eg iatan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … ..
5.4.3 E valu asi K u alitas Lin g ku n g an p ad a T ah ap P asca P ro yek … … … ..
5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-E kon om i … … … … … … … … … … …
40
40
40
41
46
v
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6
In stan si P elaksan a P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … … ..
6.1
6.2
7
8
P em rakarsa K eg iatan P royek Jalan … … … … … … … … … … … … … … … …
In stan si T erkait … … … … … … … … ..… … … … … … … … … … … … … … … .
5.2.1 Badan P eren can aan P em b an g u n an D aerah (B ap p ed a) … … … …
5.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)..
5.2.3 In stan si T erkait Lain n ya … … … … … … … … … … … … … … … … … …
P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
47
47
48
48
49
49
50
7.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada T ah ap P eren can aan … … …
7.2 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap P ra K on stru ksi ..… ..
7.3 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … ..
50
51
51
7.4
7.5
51
51
Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi...
Biaya Pemantau an P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … .
P en u tu p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
52
Lampiran 1 : Daftar Peraturan dan Perundang-Undangan Tentang Lingkungan Hidup
Terkait Dengan Bidang Jalan.
Lampiran 2 : Bagan Koordinasi / Konsultasi Antar Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
vi
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daftar Gambar
Gambar 1 Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup B id an g Jalan … .
iii
Gambar 4.1 Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus
P en g em b an g an P royek Jalan … … … … … … … … … … … … … … … … .
20
Gambar 7.1 Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang
B erkesin am b u n g an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
54
Daftar Tabel
Tabel 5.1 Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan
Hidup dan Alternatif Pengelolaannya ...................................................
27
Tabel 5.2 Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi
AMDAL atau UKL dan UPL .................................................................
32
Tabel 5.3 Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang
Jalan ...................................................................................................
42
vii
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1.
Ruang lingkup
Pedoman umum ini memberikan petunjuk dan penjelasan umum berupa ketentuanketentuan tentang pengelolalaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan dalam
penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan
hidup tersebut mencakup penerapan pertimbangan lingkungan dalam seluruh tahapan
siklus pengembangan proyek, mulai dari tahap perencanaan umum, pra studi dan studi
kelayakan, perencanaan teknis, pra-konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi,sampai ke
tahap evaluasi pasca proyek, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Pedoman umum ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi
para petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan
jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk
memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi.
Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat
dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti,
sehingga terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan.
Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:

Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Terkait dengan Bidang Jalan

Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup

Konsultasi Masyarakat

Perencanaan Jalan yang Berwawasan Lingkungan

Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan yang Ramah Lingkungan

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
1
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2.
Acuan normatif
Pedoman umum ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang
lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait,
antara lain:
1. Undang – Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
3. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2000 tentang Panduan
Penilaian Dokumen AMDAL
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
6. Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL
7. Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
8. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/M/2003 tentang
Penetapan Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan.
Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran 1.
3.
Istilah dan definisi
3.1 Jalan
Suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas;
3.2 Jembatan
Prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah
oleh sungai atau lalu lintas lainnya;
3.3 Rambu-rambu lalu lintas
Tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan;
2
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.4 Marka jalan
Batas pemisah lajur lalu lintas;
3.5 Jaringan jalan
Satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer
dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki;
3.6 Lalu lintas
Pengguna lajur jalan;
3.7 Moda angkutan
Semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe;
3.8 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;
3.9 Dampak besar dan penting
Perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;
3.10 Kerangka acuan ANDAL
Ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan;
3.11
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.12
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.13
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.14
Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;
3.15
Komisi penilai
Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat
adalah komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah;
3.16
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL)
Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
3.17
Masyarakat terkena dampak
Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang
akan mengalami kerugian.
3.18
Masyarakat pemerhati
Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun
dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.
4.
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Penataan Ruang
Salah satu kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam UndangUndang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang mencakup proses
4
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang,
yang bertujuan untuk:
1) Terselenggaranya
pemanfaatan
ruang
berwawasan
lingkungan
yang
berlandaskan pada wawasan nusantara dan ketahanan nasional;
2) Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
3) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, antara lain untuk:
 Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan, dengan memperhatikan sumber daya manusia;
 Mewujudkan
perlindungan
fungsi
ruang
dan
mencegah
serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup telah ditetapkan dalam
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan
sasaran sebagai berikut:
1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup
2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang;
4) Tercapainya fungsi kelestarian lingkungan hidup;
5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
6) Terlindunginya negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan
atau kegiatan dari luar wilayah negara, yang menyebabkan pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup.
Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk:
 Melimpahkan wewenang terutama kepada perangkat pemerintah daerah dalam hal
pengelolaan lingkungan hidup;
5
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Mengikutsertakan pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Dalam hal pelestarian lingkungan hidup, setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta memiliki kewajiban untuk memelihara
kelestarian fungsi ligkungan hidup, serta mencegah dan menanggulangi terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
c. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
Dalam rangka mengupayakan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan seperti disebutkan pada butir b di atas, Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap
usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk
memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Aturan pelaksanaan AMDAL ini
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL.
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha dan/atau kegiatan
pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan
hidup. Melalui studi AMDAL, diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat
memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimalkan dampak
negatif dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup.
AMDAL adalah bagian dari studi kelayakan, berupa proses pengkajian terpadu yang
mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, sosio-ekonomi dan sosial-budaya sebagai
pelengkap kelayakan teknis dan ekonomi suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Studi AMDAL hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, yang pada umumnya berupa kegiatan proyek
berskala besar, kompleks, dan / atau berlokasi di daerah yang memiliki komponen
lingkungan sensitif.
Jenis - jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL dapat
dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
6
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL)
Pada Pasal 3 Ayat (4) PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, disebutkan bahwa usaha
dan / atau kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting tidak wajib
dilengkapi AMDAL, tapi wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), yang pembinaannya berada pada instansi
yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Upaya Pngelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup adalah
berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Kriteria proyek jalan dan jembatan yang wajib melaksanakan UKL dan UPL tercantum
dalam Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003.
Kebijakan Sektor yang Terkait
a. Kehutanan
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
kawasan hutan dikelompokkan atas hutan konservasi (yang terdiri dari hutan suaka
alam, hutan pelestarian alam dan hutan buru), hutan lindung serta hutan produksi.
Pembangunan jalan tidak diperbolehkan di dalam kawasan hutan konservasi, namun
boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan
persyaratan khusus.
Salah satu persyaratan tersebut adalah bahwa semua kegiatan lain (selain kegiatan
bidang kehutanan) termasuk kegiatan proyek jalan, yang memerlukan / menggunakan
lahan di kawasan hutan, harus mengganti kawasan hutan yang dipakai tersebut dengan
kawasan di tempat lain dan kemudian dihutankan kembali, minimal seluas lahan yang
terpakai untuk kegiatan tersebut. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri kehutanan No.
419/KPTS/II/1994
tentang
Perubahan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
No.
164/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Tukar Menukar Kawasan Hutan. Untuk hal ini,
diperlukan izin dari Menteri Kehutanan, serta ada persyaratan menyusun AMDAL.
Keputusan Menteri Kehutanan No.41/KPTS/II/1996 tentang Perubahan Keputusan
Menteri Kehutanan Mo.55/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan,
menyatakan bahwa untuk kegiatan lain selain kegiatan kehutanan, tetapi menyangkut
7
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
kepentingan masyarakat umum, seperrti pembangunan jalan, penggantian lahan yang
berada di kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai selama lima tahun,
dan dapat diperpanjang kembali, tanpa kompensasi. Namun bila luas kawasan hutan
yang masih ada < 30 % dari luas propinsi, maka cara pinjam pakai tersebut harus
dengan kompensasi (sesuai Kepmen Kehutanan No.419/KPTS/II/1994 tersebut di atas).
b. Kebudayaan
Salah satu aspek kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan adalah kawasan
cagar budaya, yaitu kawasan yang
merupakan lokasi hasil budaya manusia berupa bangunan yang bernilai tinggi dan situs
purbakala.
Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung, kawasan cagar budaya itu termasuk kategori kawasan lindung.
Kebijakan nasional tentang benda cagar budaya juga diatur dalam Undang-Undang No. 5
tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1993.
Pada Pasal 44 Peratuan Pemerintah tersebut di atas, disebutkan bahwa setiap rencana
kegiatan (termasuk kegiatan proyek jalan) yang dapat mengakibatkan dampak terhadap
benda cagar budaya, wajib dilaporkan terlebih dahulu, kepada menteri yang
bertanggungjawab di bidang kebudayaan, secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil
studi AMDAL.
c. Pertanahan
Kebijakan pemerintah tentang pertanahan yang terkait dengan kegiatan pembangunan
jalan, khususnya kegiatan pengadaan tanah, diatur dalam Keputusan Presiden No. 55
Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Beberapa ketentuan yang tercantum dalam Keppres tersebut yang
perlu diperhatikan dalam proses pengadaan tanah antara lain:
1) Pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila rencana pembangunan tersebut sesuai
dengan:
 Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan;
 Perencanaan ruang wilayah kota.
2) Pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah langsung dengan pemegang
hak atas tanah atau wakil yang ditunjuk
8
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3) Pemberian ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah, diberikan untuk hak atas
tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terikat dengan tanah
tersebut;
4) Bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali,
serta bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.
Petunjuk pelaksanaan Keppres tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun
1993.
Pedoman tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat tercantum dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994.
Dalam situasi dan kondisi tertentu, bila perlu, pemerintah dapat mencabut hak atas
tanah. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Pada Pasal 2 Ayat (2) UU tersebut
disebutkan bahwa pencabutan hak atas tanah harus disertai dengan:
 Rencana dan alasan peruntukannya;
 Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama pemilik tanah;
 Rencana penampungan orang-orang yang haknya dicabut.
d. Perhubungan
Ketentuan tentang perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan, diatur dalam
Undang-Undang No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah
No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api.
Pasal 15 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa perlintasan antara jalur kereta
api dengan jalan dibuat dengan prinsip tidak sebidang. Pengecualian tehadap prinsip
tersebut hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan dan
kelancaran, baik perjalanan kereta api maupun lalu lintas di jalan.
Pada Pasal 16 peraturan pemerintah tersebut di atas, dijelaskan bahwa pengecualian
perlintasan tidak sebidang hanya dapat dilakukan dalam hal:
1) Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak sebidang;
2) Tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi kereta api.
9
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Selanjutnya pada Pasal 17 peraturan pemerintah tersebut di atas ditegaskan pula bahwa
pembangunan jalan, jalur kereta api khusus terusan, saluran air, dan prasarana lain yang
menimbulkan atau memerlukan persambungan dengan perpotongan atau persinggungan
dengan jalur kereta api, dilakukan berdasarkan izin Menteri yang bertanggungjawab di
bidang perkeretaapian, dengan memperhatikan:
1) Rencana umum jaringan jalur kereta api;
2) Keamanan konstruksi jalan rel;
3) Keselamatan dan kelancaran operasi kereta api;
4) Persyaratan teknis bangunan dan keselamatan, serta keamanan perlintasan.
e. Sosial
Salah satu aspek sosial yang bersifat khas dan perlu dipertimbangkan dalam
pembangunan jalan adalah keberadaan komunitas adat terpencil yang memerlukan
pembinaan khusus, jika rute jalan tersebut melintasi atau berdekatan dengan
pemukiman komunitas adat.
Dalam Keputusan Presiden No. 111 tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Komunitas Adat Terpencil antara lain dikemukakan bahwa:
1)
Komunitas adat terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal,
terpencar, serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, yang
dicirikan antara lain oleh lokasinya yang terpencil dan sulit dijangkau;
2)
Peran masyarakat dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil, antara lain
penyediaan sarana dan prasarana, termasuk prasarana jalan.
Pertimbangan terhadap komunitas masyarakat adat ini juga merupakan persyaratan bagi
proyek pembamgunan jalan yang dibiayai bantuan luar negeri.
4.1.3 Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan Luar Negeri
a. Bank Dunia
Bank Dunia mempunyai kebijakan Perlindungan Lingkungan (Safeguard Policies)
yang mencakup petunjuk (directives), prosedur (procedures), dan perlengkapan
10
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(tools), bagi rencana kegiatan proyek yang diusulkan untuk mendapatkan
pembiayaan dari Bank Dunia.
Berbagai kebijakan operasional (OP), prosedur Bank (BP), dan petunjuk operasional
(OD) yang dipakai sebagai acuan Bank Dunia dalam perlindungan lingkungan adalah
sebagai berikut.
1) Environmental Assessment (Analisis Lingkungan), tercantum dalam OP/BP 4.01;
2) Natural Habitats (Habitat Alam), tercantum dalam OP/BP 4.04;
3) Pest Management (Pengelolaan Hama), tercantum dalam OP/BP 4.09;
4) Cultural Property (Kekayaan Budaya), tercantum dalam OP/BP 4.11;
5) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali), tercantum
dalam OP/BP 4.12;
6) Indigenous People (Masyarakat Adat), tercantum dalam OD 20;
7) Forestry (Kehutanan), tercantum dalam OP 4.36;
8) Safety Dam (Keamanan Bendungan), tercantum dalam OP/BP 4.37;
9) Project in International Waterways (Proyek pada Perairan Internasional),
tercantum dalam BP 4.50;
10) Project in Disputed Areas (Proyek pada Daerah Perselisihan), tercantum dalam
OP/BP 7.60;
Plus Disclosure of Operational Information (Keterbukaan Informasi), tercantum
dalam BP 17.50.
Dari kesepuluh kebijakan / persyaratan tersebut di atas, hanya lima yang relevan
dengan proyek pembangunan jalan, yaitu:
1) Environmental Assessment
Instrumen analisis lingkungan yang dapat dipakai dan memenuhi persyaratan ini,
adalah:
 Analisis Dampak Lingkungan (EIA : Environmental Impact Assessment);
 Audit Lingkungan;
 Resiko Lingkungan;
 Rencana Pengelolaan Lingkungan.
Untuk tiap rencana proyek pembangunan jalan perlu dilakukan penyaringan
(screening) lingkungan, yang didasarkan atas tipe, lokasi, dan skala kegiatan,
11
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
serta sensitivitas lingkungan, guna mengetahui dampak lingkungan yang
mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut.
Hasil penyaringan dikelompokkan dalam kategori A, B dan C, yang hampir identik
dengan pengkategorian menurut PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, yaitu:
 Kategori A, berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, sehingga wajib dilengkapi dengan AMDAL;
 Kategori B, dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, tapi
tidak besar dan tidak penting, sehingga tidak wajib dilengkai AMDAL, tapi
harus dilengkapi dokumen UKL dan UPL;
 Kategori C, menimbulkan dampak kecil (minimal) dan tidak merugikan
lingkungan, sehingga bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi harus
menerapkan SOP (prosedur operasi standar) atau standar pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.
Pada waktu pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, harus dilakukan
konsultasi masyarakat minimal dua kali, terutama dengan masyarakat yang
terkena dampak dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM / NGO).
2) Natural Habitats (Habitat Alam)
Rencana kegiatan pembangunan jalan yang diperkirakan dapat merubah habitat
alam, seperti pada hutan lindung atau kawasan perlindungan flora dan fauna,
memerlukan kajian yang seksama mengenai lokasi habitat alam tersebut, untuk
menghindari dampak negatif lanjutan yang mungkin timbul.
Dalam melakukan penyaringan maupun pelingkupan lingkungan, isu tentang
habitat alam ini harus menjadi isu pokok dan isu penting, dan selanjutnya harus
masuk dalam kajian / studi analisis dampak lingkungan.
3) Cultural Property (Kekayaan Budaya)
Cultural Property atau kekayaan budaya dalam konteks persyaratan lingkungan
ini mencakup situs purbakala, benda cagar budaya, benda yang mempunyai nilai
arkeologi, palaentologi, bersejarah, atau mempunyai nila / keunikan alam, benda
yang dikeramatkan, mempunyai nilai agama yang kuat, dan sebagainya.
12
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kekayaan budaya tersebut harus memdapat perhatian besar dalam perencanaan
pembangunan jalan, dan menjadi salah satu isu atau kriteria utama dan penting
dalam melakukan penyaringan lingkungan dan dalam pelaksanaan studi analisis
dampak lingkungan hidup yang mendalam.
4) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali)
Yang tercakup dalam persyaratan ini adalah kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk yang tepindahkan (bila ada). Karena rencana rute
jalan bersifat memanjang, pada umumnya tidak terdapat kegiatan pemukiman
kembali penduduk, meskipun diperlukan pembebasan tanah yang relatif luas.
Dalam kaitannya dengan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk,
persyaratan yang harus dipenuhi adalah penyusunan dokumen LARAP (Land
Acquisition and Resettlement Action Plan), sebelum kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali penduduk dilaksanakan. Dalam hal ini dibedakan
dua jenis LARAP, yaitu:
 Full LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan lebih dari 200 jiwa;
 Simplified LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan kurang dari
200 jiwa.
Apabila kegiatan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk telah
dilaksanakan lebih dari 2 (dua) tahun, harus dilaksanakan Tracer Study, baik
yang bersifat sederhana (simplified tracer study) maupun lengkap (full tracer
study), untuk mengetahui kondisi penduduk yang terkena pembebasan tanah dan
/ atau telah dipindahkan ke lokasi baru.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi dalam penyusunan dokumen LARAP atau
Tracer Study, antara lain:
 Pembiayaan studi tersebut ditanggung oleh pemerintah kabupaten / kota;
 Bank Dunia akan melakukan supevisi teknis;
 Pemerintah kabupaten / kota yang bersangkutan harus melaporkan kemajuan
pelaksanaan studi setiap 2 – 3 bulan pada Bank Dunia;
 Dokumen LARAP dan Tracer Study harus mendapat persetujuan Bank Dunia,
dalam bentuk NOL (no objection letter), guna persetujuan atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi.
13
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5) Indigenous People (Masyarakat Adat)
Indigenous people atau masyarakat adat dalam konteks persyaratan lingkungan
ini adalah penduduk asli, etnik minoritas asli atau kelompok suku, dengan
karakteristik:
 Penduduk yang kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek
moyangnya dan sumber alam di dalamnya;
 Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat;
 Sistem ekonomi yang berorientasi pada produksi untuk mencari nafkah;
 Berbahasa pribumi;
 Mempunyai identitas sebagai kelompok dari budaya yang khas.
Mengingat bahwa masyarakat adat tersebut sangat sensitive terhadap perubahan
lingkungan (dan sosial), maka apabila lokasi rencana kegiatan pembangunan
jalan terletak pada radius kurang dari 10 km dari lokasi permukiman masyarakat
adat, perlu disusun Analisis Dampak Sosial (ANDAS), dan rekomendasinya dalam
bentuk rencana tindak (action plan), antara lain memasukkan masalah
masyarakat adat dalam bagian desain rencana pembangunan jalan.
Dalam penyusunan dokumen tersebut, perlu dilakukan proses konsultasi dengan
kelompok masyarakat tersebut, dan bila diperlukan dapat memakai penterjemah.
Disclosure of Information (Keterbukaan Informasi) merupakan persyaratan dari
Bank untuk mempublikasikan dokumen lingkungan (EIA) dan sosial (LARAP dan /
atau Tracer Study) p ad a “In fo S h op ” w eb site B an k D u n ia: www.worldbank.org.
Di samping itu juga harus dipublikasikan di lokasi-lokasi yang dapat diakses oleh
masyarakat, misalnya: di lokasi kegiatan.
b. Bank Pembangunan Asia (ADB)
Kebijakan lingkungan hidup Bank Pembangunan Asia secara umum telah dtuangkan
dalam tiga dokumen, yaitu:
 A D B ’s E n viron m en tal Im p act A ssessm en ts, 1998;
 A D B ’s E n viron m en tal G u id elin es for S ellected In frastru ctu re Project, 1993;
 A D B ”s G u id elin es for In corp oration of S ocial D im en sion s in B an k O p eration, 1993 .
Beberapa ketentuan dan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi meliputi
hal-hal sebagai berikut:
14
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1) Klasifikasi Proyek yang Memerlukan Dokumen Lingkungan Hidup
Bank Pembangunan Asia mengelompokkan proyek-proyek ke dalam tiga
kelompok, dalam kaitannya dengan jenis dan besaran dampak lingkungan yang
mungkin timbul, berdasarkan atas jenis kegiatan, lokasi, skala dan besaran
kegiatan, sensitivitas lingkungan, serta ketersediaan teknologi penanganan
dampak yang cost-efective, yaitu:
a)
Kategori A: Proyek-proyek yang diperkirakan mempunyai dampak yang
signifikan terhadap lingkungan hidup (dampak besar dan penting), sehingga
harus dilengkapi dengan EIA (Environmental Impact Assessment).
b)
Kategori B: Proyek-proyek yang diperkirakan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup, tetapi tingkatannya lebih kecil dari kategori A
(dampak tidak besar dan tidak penting), sehingga perlu disusun Initial
Environmental Examination (IEE), untuk menentukan apakah dampak yang
timbul tersebut perlu dianalisis lebih lanjut dan mendalam melalui proses
EIA, atau cukup dengan IEE sebagai dokumen kajian lingkungan yang final.
c)
Kategori C: Proyek-proyek yang diperkirakan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, sehingga tidak perlu dilengkapi dengan IEE
atau EIA.
2) Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
 Dokumen kajian lingkungan (EIA atau IEE), termasuk ringkasannya (SEIA
atau SIEE), hendaknya dapat disusun secara simultan dengan penyusunan
studi kelayakan;
 Penyusunan EIA, IEE, SEIA atau SIEE merupakan kewajiban negara
peminjam;
 Penyusunan
dokumen
mempergunakan
format
kajian
laporan
lingkungan
yang
tersebut
ditentukan
di
atas,
agar
oleh
Bank,
dan
penyusunnya harus memperhatikan masukan dari masyarakat setempat,
termasuk LSM;
 Dokumen SIEE atau SEIA (dan sebaiknya dokumen IEE atau EIA) perlu
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sebelum diserahkan kepada Bank;
 Dokumen SIEE atau SEIA agar diserahkan kepada Board of Director, 120 hari
sebelum waktu persiapan proyek, yang merupakan salah satu komponen dari
usulan project selection untuk mendapatkan persetujuan Bank;
15
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Atas permintaan Bank, dokumen EIA atau IEE harus tersedia baik untuk
negara-negara anggota ADB, maupun untuk masyarakat yang terkena
dampak, dan LSM.
 Apabila proyek yang diusulkan tersebut mencakup kegiatan pengadaan tanah
dan pemukiman kembali, maka perlu dilengkapi dengan dokumen LARAP,
dengan kriteria dan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan dari Bank
Dunia.
3) Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (EMMP)
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (EMMP: Environmental
Management and Monitoring Plan) perlu disusun untuk memberikan kajian yang
rinci dari rekomendasi IEE dan / atau UKL dan UPL, dalam mengelola dan
memantau dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul. EMMP ini mencakup
pengaturan-pengaturan mengenai pelaksanaan, supervisi / pengawasan, dan
evaluasi kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
4) Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi (SEMEP)
Untuk mengetahui manfaat proyek, perlu disusun program monitoring dan
evaluasi sosial ekonomi (SEMEP: Socio Economic Monitoring and Evaluation
Program). Indikator yang dapat dipergunakan dalam melakukan monitoring ini
antara lain kondisi jalan, kekasaran permukaan jalan, volume lalu lintas, biaya
perjalanan, dan indikator sosial ekonomi lain yang relevan.
c. Japan Bank for International Cooperation (JBIC)
1) Kebijakan Lingkungan Hidup
Kebijakan JBIC mengenai lingkungan hidup dan sosial, antara lain:
 Pemrakarsa proyek harus melakukan penanganan yang tepat terhadap
permasalahan lingkungan yang timbul, seperti mencegah atau meminimalkan
dampak yang timbul, sehingga dana bantuan JBIC tidak mengakibatkan efekefek yang tidak dapat diterima;
16
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 JBIC menganggap penting adanya dialog dengan penerima dana / peminjam
dan para pihak yang terkait dalam menangani masalah – masalah lingkungan
hidup, dengan tetap menghormati kedaulatan tuan rumah;
 Dalam membuat keputusan pendanaan, JBIC perlu melakukan screening dan
kaji ulang rencana penanganan terhadap dampak pada lingkungan hidup,
agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2) Persyaratan Lingkungan Hidup
a) Prinsip dasar konfirmasi pertimbangan lingkungan hidup
 Pemrakarsa proyek merupakan pihak yang bertanggungjawab tehadap
penanganan dampak yang timbul terhadap lingkungan untuk proyek yang
dibiayai JBIC;
 JBIC akan melakukan tindakan-tindakan untuk menegaskan penanganan
dampak terhadap lingkungan hidup, seperti:
-
melakukan klasifikasi proyek (screening);
-
melakukan kaji ulang atas penanganan dampak terhadap lingkungan;
-
melakukan monitoring dan tindak lanjut.
 Informasi diperlukan untuk konfirmasi penanganan dampak terhadap
lingkungan, baik dari stake holder, pemerintah dan organisasi finansial,
co-finansial, serta memanfaatkan informasi tersebut dalam screening dan
environmental revised;
 Standar untuk konfirmasi kesesuaian penanganan dampak terhadap
lingkungan, dimana JBIC harus mengetahui dengan pasti apakah suatu
proyek telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di
tempat tersebut, atau telah sesuai dengan kebijakan terhadap lingkungan
hidup;
 JBIC memperhatikan hasil environmental revised untuk memberikan
keputusan dalam pendanaan, dan bila dianggap kurang meyakinkan, JBIC
akan
mendorong
pemrakarsa
melalui
borrower
untuk
melakukan
penanganan dampak terhadap lingkungan yang tepat dan sesuai.
b) Prosedur konfirmasi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup
(1)
Screening
17
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
JBIC meminta borrower dan pihak terkait untuk menympaikan informasi
yang diperlukan, agar screening dapat dilakukan lebih awal.
(2) Klasifikasi
 Kategori
A:
Usulan
proyek
diklasifikasikan
kategori
A,
bila
mempunyai dampak signifikan terhadap lingkungan hidup, dampak
yang timbul complicated, atau dampak yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dan sulit dianalisi.
 Kategori B: Usulan proyek diklasifikasikan kategori B, bila dampak
yang timbul bersifat tipical dan merupakan site-spesific, dalam
beberapa hal langkah untuk menanganinya lebih mudah, dan
sifatnya lebih kecil dan sederhana dari pada kategori A.
 Kategori C: Usulan proyek diklasifikasikan kategori C, bila tidak
mempunyai dampak yang merugikan lingkungan, atau mungkin
mempunyai dampak yang minimal.
(3) Revisi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup
Setelah proses screening selesai dilakukan, JBIC dapat melakukan
environmental review, sesuai dengan prosedur berikut.
 Environmenal review untuk proyek-proyek kategori A, dengan
mengkaji dampak tehadap lingkungan hidup yang timbul, baik yang
sifatnya negatif maupun positif, serta upaya penanganannya;
 Environmenal review untuk proyek-proyek kategori B, dengan
lingkup kegiatan yang bisa bervariasi, tetapi lebih sempit dari pada
untuk proyek-proyek kategori A;
 Environmenal
review untuk proyek-proyek kategori C, tidak
dilakukan karena di luar kegiatan screening.
(4)
Monitoring
Pada dasarnya JBIC menekankan pentingnya dilakukan monitoring pada
periode-periode
tertentu,
terutama
untuk
proyek-proyek
dengan
kategori A dan B, dan hasil monitoring tersebut sangat diperlukan untuk
menyempurnakan penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang
telah dilakukan, serta untuk administrasi perbankan.
18
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Informasi yang diperlukan oleh JBIC perlu disiapkan oleh borrower,
pemrakarsa kegiatan dan para pihak terkait, dengan cara-cara yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila diperlukan, JBIC dapat
melakukan kegiatan monitoring sendiri.
4.2
Siklus Pembangunan Jalan yang Berwawasan Lingkungan
Kebijakan tentang pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.49/PRT/1990, yang kemudian diganti
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis
AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah
integrasi
(penerapan)
pertimbangan
lingkungan
dalam
seluruh
siklus
pengembangan proyek bidang pekerjaan umum (termasuk proyek jalan).
Siklus pengembangan proyek jalan terdiri dari rangkaian delapan tahap kegiatan yang
sudah baku, yaitu: (1) perencanaan umum, (2) pra-studi kelayakan, (3) studi kelayakan,
(4) perencanaan teknis, (5) pra-konstruksi, (6) konstruksi, (7) pasca konstruksi, dan (8)
evaluasi pasca proyek.
Namun, mungkin saja karena alasan tertentu, ada proyek jalan yang tidak melalui semua
tahapan tersebut secara lengkap, misalnya setelah perencanaan umum langsung studi
kelayakan, tanpa melakukan pra-studi kelayakan. Bahkan mungkin juga karena
pertimbangan khusus, ada proyek jalan yang tidak melakukan studi kelayakan.
Penerapan pertimbangan lingkungan pada tiap tahap kegiatan proyek tersebut di atas,
secara idealnya dapat dilukiskan seperti tercantum pada Gambar 4.1, dengan penjelasan
singkat sebagai berikut.
a. Tahap Perencanaan Umum
Siklus proyek jalan diawali dengan perencanaan umum berupa perumusan gagasan
usulan proyek baik berupa program pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan
yang telah ada. Kegiatannya mencakup pemilihan rute / koridor jalan, penentuan skala
prioritas, perkiraan biaya, serta jadwal pelaksanaan dan pendanaannya.
19
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Walaupun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang dapat menimbulkan perubahan
lingkungan, pemrakarsa kegiatan proyek sedini mungkin harus mengidentifikasi potensi
dampak besar dan penting terutama dampak negatif yang mungkin timbul, melalui
proses penyaringan lingkungan untuk tiap ruas jalan yang akan dibangun.
Berdasarkan hasil penyaringan tersebut, dapat dirumuskan persyaratan penanganan
masalah lingkungan untuk tiap ruas jalan, yang wajib dilaksanakan pada tahap kegiatan
proyek berikutnya. Persyaratan tersebut mungkin berupa studi AMDAL, studi UKL dan
UPL, atau cukup dengan penerapan SOP.
b. Tahap Pra-Studi Kelayakan
Kegiatan proyek pada tahap ini adalah perumusan garis besar rencana kegiatan serta
perumusan alternatif koridor alinyemen jalan, termasuk menganalisis kelayakan
(sementara) tiap alternatif koridor tersebut. Dalam menganalisis kelayakan tiap alternatif
koridor ruas jalan tersebut, selain didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomi,
juga
harus
dipertimbangkan
kelayakan
lingkungan
melalui
proses
kajian-awal
lingkungan.
Untuk ruas-ruas jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi dengan AMDAL, perlu
dilakukan pelingkupan Kerangka Acuan ANDAL yang dirumuskan berdasarkan hasil
kajian-awal lingkungan tersebut di atas.
20
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.1
Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus Pengembangan Proyek Jalan
Evaluasi kinerja pengelolaan
lingkungan dan masukan
kebijakan untuk peningkatan
kinerja masa datang
PERENCANAAN
UMUM
Pelingkupan isu isu
lingkungan yang perlu
dikaji lebih detail dalam
ANDAL atau kajian
lingkungan
EVALUASI
PASCA
PROYEK
OPERASI DAN
PEMELIHARAAN
(O&P)
Penyaringan AMDAL berdasarkan
faktor dampak penting dan lokasi/
koridor jalan (ref. Kep.Bapedal056/1994)
Implementasi mitigasi
dampak, monitoring dan
evaluasi dampak
lingkungan selama masa
O&P
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI
Aplikasi spesifikasi bahan, alat
konstruksi dan tata cara
pelaksanaan konstruksi serta
pengawasan termasuk
mitigasi dampak lingkungan
selama masa konstruksi
PRA STUDI
KELAYAKAN
Analisis besaran dan
pentingnya isu isu
lingkungan serta biaya
lingkungan dalam studi
kelayakan
Rumusan kriteria dan
spesifikasi serta
rencana pengadaan
lahan maupun
pelaksanaan
konstruksi
PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN
KEMBALI PENDUDUK
STUDI
KELAYAKAN
DETAIL
DISAIN
Implementasi pengadaan
tanah, pemberian
kompensasi, pematangan
lahan untuk konstruksi
21
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c. Tahap Studi Kelayakan
Kegiatan utama studi kelayakan mencakup analisis kelayakan teknis, ekonomi, finansial
dan lingkungan yang lebih mendalam dari alternatif alinyemen jalan, yang didukung oleh
data hasil survai lapangan. Analisis kelayakan lingkungan dilaksanakan melalui studi
AMDAL atau UKL dan UPL, yang sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan
pelaksanaan studi kelayakan teknis, ekonomi dan finansial, dalam satu paket pekerjaan.
Kesimpulan dan rekomendasi hasil studi kelayakan lingkungan disajikan dalam dokumen
RKL dan RPL atau UKL dan UPL, yang merupakan arahan untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup pada tahap-tahap perencanaan teknis (detail design), prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.
d. Tahap Perencanaan Teknis
Lingkup pekerjaan pada tahap ini mencakup komponen-komponen kegiatan antara lain:

Penetapan trase jalan secara definitif berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang
akurat;

Pembuatan
gambar
rencana
teknis
detail
jalan,
jembatan
dan
bangunan
pelengkapnya serta penetapan syarat-syarat dan spesifikasi teknis pekerjaan
konstruksinya.

Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi;

Penyusunan dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.
Integrasi pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah penjabaran
RKL atau UKL dalam bentuk gambar-gambar desain dan syarat-syarat serta spesifikasi
teknis
kegiatan
pengelolaan
lingkungan.
Untuk
keperluan
tersebut,
konsultan
perencanaan teknis harus memahami isi dokumen RKL atau UKL yang telah ditetapkan
oleh instansi yang berwenang. Karena itu, tim konsultan perencanaan teknis sebaiknya
dilengkapi dengan tenaga Ahli Lingkungan.
Dalam penghitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi jalan, seyogianya mencakup
juga biaya pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap konstruksi. Demikian
juga perkiraan biaya pemeliharaan jalan agar mencakup biaya pengelolaan lingkungan
tahap pasca konstruksi.
22
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Jika diperlukan pengadaan tanah, pada tahap ini perlu dilakukan studi pengadaan tanah
untuk penyusunan Rencana Kerja Pengadan Tanah dan Pemukiman Kembali termasuk
upaya penanganan dampaknya sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL
atau UKL.
e. Tahap Pra-konstruksi
Kegiatan proyek pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah dan pemukiman
kembali penduduk yang terkena proyek (bila perlu) yang dilaksanakan oleh pemrakarsa
kegiatan proyek dan instansi terkait. Pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap
ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL untuk
penanganan dampak sosial yang mungkin terjadi.
Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan kondisi lapangan pada
saat itu, atau karena ada perubahan alinyemen jalan pada lokasi tertentu.
f. Tahap Konstruksi
Kegiatan pada tahap konstruksi terutama berupa pekerjaan teknik sipil meliputi
pekerjaan tanah, struktur bangunan jalan dan bangunan-bangunan pelengkapnya.
Penerapan
pertimbangan
lingkungan
yang
diperlukan
pada
tahap
ini
adalah
pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL tahap konstruksi,
untuk menangani semua dampak yang timbul akibat kegiatan-kegiatan konstruksi seperti
erosi / longsor, pencemaran udara, kebisingan, gangguan pada prasarana umum dan
utilitas di areal tapak proyek, dan sebagainya.
Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan antara lain sehubungan dengan adanya
perubahan atau modifikasi desain atau sistem operasi pelaksanaan pekerjaan.
g. Tahap Pasca Konstruksi
Kegiatan proyek pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian (pemanfaatan) jalan
dan
sekaligus
pemeliharaannya
agar
dapat
dimanfaatkan
secara
optimal
dan
berkelanjutan. Untuk menangani dampak akibat pengoperasian dan pemeliharaan jalan
tersebut, diperlukanan pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan
23
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
UPL tahap pasca konstruksi, antara lain meliputi pengaturan lalu lintas, pengendalian
pencemaran udara dan kebisingan, dan pengendalian penggunaan lahan di kiri-kanan
jalan.
Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan perkembangan volume
lalu lintas, dan sehubungan dengan adanya perkembangan kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat yang terangsang akibat adanya jalan tersebut, seperti pusat perbelanjaan /
pertokoan, serta munculnya para pedagang kaki lima yang sering terjadi terutama di
daerah perkotaan.
h. Tahap Evaluasi Pasca Proyek
Evaluasi pasca proyek bertujuan untuk menilai dan mengupayakan peningkatan daya
guna dan hasil guna ruas jalan yang telah dibanguan / ditingkatkan dan dioperasikan
sampai umur desainnya terlampaui. Penerapan pertimbangan lingkungan yang
diperlukan pada tahap ini adalah evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan pada tahap-tahap sebelumnya, agar
dapat dijadikan masukan / input dalam perencanaan pembangunan jalan.
4.3
Konsultasi Masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
jalan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa
pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan suatu jaringan atau ruas jalan yang akan dibangun / ditingkatkan.
Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak
sosial sedini mungkin.
Ada beberapa jenis konsultasi masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai dengan
keperluan dan tahapan proses perencanaan, yaitu:
a.
Konsultasi pada saat persiapan suatu program jalan daerah dan pada perencanaan
desain setiap ruas jalan;
24
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b.
Konsultasi untuk persiapan AMDAL, bagi proyek yang termasuk kategori wajib
dilengkapi dokumen AMDAL (Lihat butir 5.2.2.b);
c.
Konsultasi untuk pembebasan lahan dan kompensasi untuk tanah, bangunan,
tanaman dan aset tidak bergerak lainnya;
d.
Konsultasi untuk pemukiman kembali (bila perlu).
Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok)
masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi
yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal,
kelompok profesi, unsur Universitas / perguruan Tinggi, dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM).
Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
tercantum pada Lampiran B dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan :.
5.
Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5.1
Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan
Hidup
5.1.1 Dampak pada Tahap Perencanaan
Pada dasarnya, semua jenis kegiatan pembangunan fisik termasuk pembangunan jalan,
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif
maupun positif. Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup sangat
tergantung dari jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan
di lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak.
Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan
kondisi lapangan, namun kegiatan survey dan pengukuran untuk penentuan koridor /
rute jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila
mereka tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang
bersangkutan.
Jenis dampak lainnya yang kadang-kadang terjadi adalah munculnya spekulan tanah,
sehingga harga tanah meningkat.
25
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.1.2 Dampak pada Tahap Pra-konstruksi (pengadaan tanah)
Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk
pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan di luar DAMIJA. Kegiatan ini dapat
menimbulkan dampak sosial yang sering kali sangat sensitif, terutama kalau tanah yang
terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif, dan diperlukan
pemindahan penduduk. Jenis dampak dapat berupa kehilangan tempat tinggal atau
lahan usaha.
5.1.3 Dampak pada Tahap Konstruksi
Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alatalat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb.
Pengoperasian alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat
sebaran debu dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar.
Kegiatan pembersihan lahan dapat menimbulkan dampak negatif tehadap flora dan
fauna.
Pengangkutan bahan bangunan dapat mengakibatkan kerusakan jalan yang dilalui
kendaraan proyek.
Kegiatan konstruksi khususnya galian / timbunan tanah juga menimbulkan dampak
berupa perubahan bentang alam, sehingga terjadi erosi atau longsor, gangguan pada
aliran air permukaan dan pencemaran air.
Dampak terhadap aspek fisik seperti polusi udara dan kebisingan serta pencemaran air
dapat mengakibatkan dampak lanjutan berupa gangguan terhadap kesehatan dan
ketenteraman masyarakat.
Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi
tenaga kerja dari luar lokasi proyek.
5.1.4 Dampak pada Tahap Pasca Konstruksi
Pengoperasian (pemanfaatan) dan pemeliharaan jalan merupakan sumber dampak pada
tahap pasca konstruksi. Dampak yang mungkin terjadi antara lain berupa pencemaran
26
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
udara, kebisingan, dan kecelakaan lalu lintas. Keberadaan jalan juga dapat merangsang
kegiatan sektor lain berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak
terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti
kemacetan lalu lintas.
Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor
dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan
terganggu.
Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas,
namun dampak tersebut hanya bersifat sementara.
Berbagai jenis dampak terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan jalan
yang mungkin terjadi pada tiap tahap kegiatan proyek, dan alternatif pengelolaan
lingkungannya, disajikan pada Tabel 5.1.
5.2
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5.2.1 Perencanaan Jaringan Jalan yang Berwawasan Lingkungan
a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang
Perencanaan sistem jaringan jalan dimulai dengan tahap perencanaan umum, untuk
menentukan alternatif-alternatif rencana awal koridor jaringan jalan yang perlu dibangun
/ ditingkatkan.
Penentuan koridor / rute jaringan jalan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional,
propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang kawasan.
b. Pencegahan dampak lingkungan sedini mungkin
Untuk menghindari dampak tehadap lingkungan hidup sedini mungkin, penentuan rute
jalan sedapat mungkin tidak melalui areal sensitif seperti kawasan lindung atau areal
sensitif lainnya.
27
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Jenis-jenis kawasan lindung tercantum pada Kotak 5.1., sedangkan areal sensitif lainnya
meliputi:
 areal permukiman padat penduduk;
 areal komersial;
 areal dengan kemiringan lereng terjal;
 areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
 lahan pertanian produktif;
 areal berpanorama indah;
 pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).
Tabel 5.1
Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup
Dan Alternatif Pengelolaannya
Kegiatan yang
menimbulkan dampak
A. Tahap
Perencanaan
1. Survey /
pengukuran
2. Penetapan rute
jalan
B. Tahap Prakonstruksi
1. Pengadaan Tanah
Prakiraan dampak yang timbul
Alternatif pengelolaan lingkungan
1. Keresahan masyarakat
1. Konsultasi masyarakat
2. Potensi dampak pada
aspek-aspek biogeofisik
dan sosial
2. Penerapan pertimbangan
lingkungan dalam proses
perencanaan
a.
b.
a. Sosialisasi
b. Penetapan harga berdasarkan
hasil musyawarah
c. Pembinaan sosial-ekonomi
penduduk yang terkena proyek
c.
Keresahan masyarakat
Ketidakpuasan atas nilai
kompensasi
Gangguan terhadap
pendapatan
C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga
kerja
2. Mobilisasi
peralatan berat
a. Kecemburuan sosial
a.1 Tenaga kerja lokal
diprioritaskan
a.2 Sosialisasi pada penduduk lokal
b. Peningkatan kesempatan
kerja (dampak positif)
b.1 Pemberian informasi ttg tenaga
kerja yang diperlukan
b.2 Pelatihan tenaga kerja lokal
a. Kerusakan prasarana jalan
a.1 Perbaikan jalan yang rusak
a.2 Membatasi tonase peralatan
atau membatasi tekanan gandar
28
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3. Pembuatan jalan
masuk
Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan dan
penyiapan lahan
2. Pekerjaan tanah
(galian /
timbunan)
a. Pencemaran udara
a. Penyiraman jalan secara berkala
a. Gangguan pada flora dan
fauna
b. Pencemaran udara
a. Penghijauan
c.
c.
Pencemaran air
permukaan.
b. Penyiraman secara berkala
Pembuatan tanggul atau
saluran drainase sementara utk
pengendalian air larian
d. Gangguan pada utilitas
umum
d. Pemindahan atau perbaikan
utilitas
a. Pencemaran udara
(debu);
a. Penyiraman secara berkala
b. Pencemaran air
b. Pembuatan tanggul atau
saluran drainase sementara utk
pengendalian air larian
c.
c.
Gangguan pd aliran air
tanah dan air permukaan
d. Gangguan stabilitas lereng
e. Perubahan bentang alam
/lansekap;
Pembuatan sistem drainase
d.1 Perkuatan tebing
d.2 Pengendalian aliran air tanah
e. Penataan lansekap
3. Pekerjaan badan
jalan / lapis
perkerasan
a. Pencemaran udara (debu)
a. Penyiraman secara berkala
b. Gangguan lalu lintas
b.1 Pengaturan lalu lintas
b.2 Pemasangan rambu lalu lintas
4. Pembuatan sistem
drainase
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu lalu lintas
5. Pemancangan
tiang pancang
a. Kebisingan
a. Pemberitahuan kpd masyarakat
sekitar; dan pengaturan jadwal
kerja
b. Penggunaan bor
b. Getaran (kerusakan
bangunan sekitar)
c. Gangguan lalu lintas
c.1 Pengaturan lalu lintas
c.2 Pemasangan rambu lalu lintas
6. Pekerjaan
bangunan bawah
dan atas jembatan
atau jalan layang
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu lalu lintas
7. Pembangunan
bangunan
pelengkap jalan
a. Peningkatan estetika
lingkungan (dampak
positif)
a. Penanaman tanaman
pelindung dan tanaman hias
29
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
8. Penghijauan dan
pertamanan
a. Pencemaran udara
b. Gangguan pada aliran air
permukaan
c. Gangguan stabilitas lereng
(erosi / longsor);
d. Perubahan fungsi lahan
e. Gangguan pada flora
b. Di lokasi Quarry
dan jalur
transportasi
material
a. Penyiraman secara berkala
b. Pembuatan sistem drainase
c.1 Pengaturan kemiringan lereng
sesuai dengan kondisi tanah
c.2 Pengendalian air larian
c.3 Tebing dibuat berteras
d. Reklamasi dan pemanfaatan
kembali lahan
e. Penghijauan
a. Degradasi dasar sungai
sehingga mengganggu
stabilitas bangunan sungai
b. Pencemaran air sungai;
c. Gangguan terhadap biota
air;
d. Longsor tebing sungai
a. Pemilihan lokasi quarry yang
tepat
2. Pengambilan
material di quarry
sungai
a. Pencemaran udara
(debu);
b. Kebisingan;
c. Kerusakan badan jalan;
d. Gangguan lalu lintas.
a. Penyiraman berkala; Bak truk
ditutup terpal
b. Perawatan kendaraan
c. Pemeliharaan /Perbaikan jalan
d. Pengaturan lalu lintas;
Pemasangan rambu lalu lintas
3. Pengangkutan
tanah dan bahan
bangunan
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Penyiraman secara berkala
Perawatan kendaraan
Pemel/perbaikan jalan
Pengaturan lalu lintas
Kecemburuan sosial
Pencemaran udara;
Kebisingan;
Pencemaran air
permukaan.
e. Kecelakaan lalu lintas
a.
b.
c.
d.
Penyuluhan masyarakat
Perawatan peralatan
Perawatan peralatan
Pengendalian limbah cair
a. Pencemaran udara (debu,
gas polutan)
b. Kebisingan
a. Penghijauan di median dan
pinggir jalan
b. Sda; pembuatan noise barrier
c.
c.1 Pengaturan lalu lintas;
c.2 pemasangan rambu lalu lintas
c.3 Penertiban pedagang kaki lima
1. Pengambilan tanah
dan material
bangunan di
quarry dan borrow
area di darat
c.
Di lokasi Base
camp dan AMP
1. Pengoperasian
base camp (barak
pekerja, kantor,
stone crusher dan
AMP)
D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian
jalan
Pencemaran udara (debu);
Kebisingan
Kerusakan badan jalan
Gangguan lalu lintas
a.
b.
c.
d.
Kemacetan dan
kecelakaan lalu lintas
b. Pengendalian bahan buangan
c. Pengendalian bahan buangan
d.1 Perkuatan tebing
d.2 Penggalian secara bertahap
e. Pengaturan lalu lintas
30
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan
jalan
c.5 Pembuatan rest area,
khususnya pada jalan tol
2. Pemeliharaan jalan
d. Gangguan mobilitas
masyarakat setempat
e. Gangguan terhadap satwa
dilindungi
f. Perubahan penggunaan
lahan yang tak terkendali
d. Pembuatan jembatan
penyeberangan
e. Pembuatan under pass untuk
jalan satwa dilindungi
f. Pengemdalian penggunan lahan
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu lalu lintas
sementara
Kotak 5.1
Daftar Kawasan Lindung
A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:
1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;
B. Kawasan perlindungan setempat:
1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air
C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya
1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.
Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres
tersebut di atas.
31
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti
peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit,
Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A dari Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan .
Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya
d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses “kajian lin g ku n g an strateg is” (K LS ). Lin g ku p
KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup
suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam
suatu wilayah / kawasan pembangunan.
Sasaran utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung
akibat penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan
pertimbangan dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini
diharapkan akan terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan.
c. Penyaringan lingkungan
Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan)
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Ketentuan lebih rinci mengenai AMDAL tercantum dalam PP No. No.27 Tahun 1999
tentang AMDAL. Pasal 3 Ayat (4) PP tersebut menjelaskan bahwa rencana usaha
dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL)
yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
tersebut.
Kriteria Proyek jalan yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dapat
dilihat pada Tabel 5.2, yang didasarkan atas panjang ruas jalan, luas lahan yang perlu
dibebaskan, dan lokasi jalan (di kota besar / metropolitan, kota sedang, dan antar kota /
p ed esaan ). N am u n , ap ab ila su atu ren can a keg iatan “p em b an g u n an ” jalan d ip erkirakan
akan menimbulkan dampak negatif besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib
dilengkapi dokumen AMDAL, walaupun besaran kegiatannya tidak memenuhi kriteria
tercantum pada tabel tersebut.
32
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.2.2 Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan
a. Kajian awal lingkungan pada tahap pra-studi kelayakan
Kegiatan utama perencanaan pembangunan / peningkatan jalan pada tahap pra studi
kelayakan adalah perumusan alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan
(sementara) tiap alternatif tersebut.
Analisis kelayakan harus mencakup aspek teknis, ekonomis dan juga lingkungan melalui
kajian awal lingkungan yang mencakup berbagai jenis dampak potensial terhadap
komponen-komponen lingkungan hidup, meliputi aspek-aspek:
• geofisik-kimia;
• biologi (flora dan fauna);
• prasarana dan utilitas;
• kondisi lalu lintas
• sosial-ekonomi dan sosial-budaya, termasuk kawasan adat;
• estetika lingkungan.
33
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Tabel 5.2
Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib dilengkapai
dengan AMDAL atau UKL dan UPL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan)
No
1.
2.
Wajib Dilengkapi
AMDAL
(Skala / Besaran) *)
Jenis Proyek
Jalan Tol dan Jalan Layang
a. Pembangunan jalan tol
b. Pembangunan jalan layang
atau subway
c. Peningkatan jalan tol dg
pembebasan lahan untuk
Damija
d. Peningkatan jalan tol tanpa
pembebasan lahan untuk
Damija
b. Panjang < 2 km
-
c. Semua besaran
-
d. Panjang > 5 km
Jalan Raya
a. Pembangunan / peningkatan
jalan dengan pelebaran di luar
Damija
 Di kota besar / metropolitan :
- Panjang, atau
- Luas pembebasan tanah
Panjang > 5 km
Luas > 5 ha
1 km < Panjang < 5 km
2 ha < Luas < 5 ha
 Di kota sedang :
- Panjang, atau
- Luas pembebasan tanah
Panjang > 10 km
Luas > 10 ha
3 km < Panjang < 10 km
5 ha < Luas < 10 ha
 Pedesaan / Antar Kota:
- Panjang
Panjang > 30 km
5 km < Panjang < 30
km
b. Peningkatan jalan dengan
pelebaran pada Damija yang
ada
 Di Kota Besar / Metropolitan
(Jalan arteri atau kolektor)
3.
a. Semua besaran
b. Panjang > 2 km
Wajib Dilengkapi UKL
dan UPL
(Skala/Besaran) **)
Jembatan
a. Pembangunan jembatan di
kota Besar / Metropolitan
b. Pembangunan jembatan di
kota sedang atau lebih kecil
-
Panjang > 10 km
-
Panjang > 20 m
-
Panjang > 60 m
*) : Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001
**): Berdasarkan Kepmen Kimpraswil No.17/KPTS/2003
Catatan:





Kota Metropolitan
Kota Besar
Kora Sedang
Kota Kecil
Kota di Pedesaan
: jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
: jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa
: jumlah penduduk 200.000 – 500.000 jiwa
: jumlah penduduk 20.000 – 200.000 jiwa
: jumlah penduduk
3.000 – 20.000 jiwa
34
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi
kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi
kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila
diperlukan).
Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada
tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih.
b. AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan
Studi kelayakan diperlukan untuk menentukan alternatif alinyemen jalan terpilih yang
dianggap paling layak baik dari segi teknis, ekonomis mapun lingkungan.
Kajian kelayakan lingkungan yang mendalam terhadap alternatif alinyemen jalan terpilih
harus dilaksanakan melalui studi AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil
penyaringan lingkungan yang telah diuraikan pada Butir 5.2.1.c.
Untuk pelaksanaan studi AMDAL, terlebih dahulu harus disusun Kerangka Acuan ANDAL
(Analisis Dampak Lingkungan) untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
dokumen ANDAL, RKL dan RPL.
Pada waktu penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melaksanakan pengumuman
tentang rencana kegiatan proyek, dan konsultasi kepada warga masyarakat yang
berkepentingan, untuk memperoleh saran, pendapat atau tanggapan mengenai
proyek tersebut. Cara pelaksanaan konsultasi.masyarakat ini diatur dalam Keputusan
Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL.
Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat
pemerhati.
Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan
mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.
Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana
35
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
usaha/kegiatan
tersebut,
maupun
dampak-dampak
lingkungan
yang
akan
ditimbulkannya.
Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan dan Pedoman Teknis
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Proyek Jalan, masing-masing tercantum pada
Lampiran E dan Lampiran F dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan.
c. Penilaian dokumen AMDAL
Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus dinilai
oleh komisi penilai AMDAL.
Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu propinsi, dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL Pusat (di Kementerian Lingkungan Hidup).
Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu kabupaten / kota, dinilai
oleh Komisi Penilai AMDAL Propinsi (di Bapedalda Propinsi).
Dokumen AMDAL proyek jalan yang berlokasi dalam wilayah satu kabupaten / kota,
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Kabupaten / Kota (di Bapedalda Kabupaten / Kota).
Berdasarkan dokumen AMDAL yang telah disetujui oleh Komisi Penilai AMDAL, instansi
yang bertanggungjawab menerbitkan Surat ketetapan kelayakan Lingkungan.
d. Penyusunan Dokumen UKL dan UPL
Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL,
diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan dokumen UKL dan UPL. Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL
dan UPL Proyek Jalan tercantum pada Lampiran I dari Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL sebaiknya dilaksanakan sekaligus dengan
pelaksanaan studi kelayakan (oleh konsultan yang sama).
e. Keterbukaan Informasi tentang AMDAL
36
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL,
saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan
komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan
proyek bersifat terbuka untuk umum.
f. Kadaluwarsa dan batalnya dokumen ANDAL, RKL dan RPL
Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1),
keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, apabila rencana
kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.
Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal
apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib
membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999).
5.2.3 Desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan
a. Pembuatan desain dan spesifikasi teknis yang memasukkan pertimbangan
lingkungan
Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis dilakukan melalui
penjabaran rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL dan
UPL yang diwujudkan dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syaratsyarat dan spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J dari Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
b. Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam
dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi
Untuk menjamin bahwa rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pada
tahap konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor, klosul-klosul persyaratan pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan
yang
harus
dilaksanakan
oleh
kontraktor
seharusnya
dicantumkan baik dalam dokumen tender maupun kontrak pekerjaan konstruksi.
.
37
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J dari
Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
5.2.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali
a. Dampak Sosial akibat Pengadaan Tanah
Seperti talah dikemukakan pada Sub-bab 5.1.2, kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk untuk keperluan proyek pembangunan / peningkatan jalan,
sering menimbulkan dampak negatif terhadap aspek sosial yang sangat sensitif / serius,
yang pada akhirnya menimbulkan hambatan terhadap kelancaran pelaksanaan proyek
tersebut.
Untuk memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan
pengadaan tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, diperlukan
penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, dengan tujuan untuk
menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam
upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak.
b. Langkah - Langkah Kegiatan
Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui
urutan langkah-langkah utama berikut:
 Baseline study;
 Survey sosial-ekonomi;
 Inventarisasi tanah dan aset di atasnya;
 Konsultasi masyarakat.
c. Baseline study
Baseline study dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang penduduk
yang terdapat di sepanjang koridor rencana pembangunan jalan, yang mungkin terkena
dampak akibat kegiatan pengadaan tanah.
38
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d. Survey sosial-ekonomi
Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang
penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungkin terjadi.
Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata
pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke
sekolah anak-anak, dan sebagainya.
f. Inventarisasi tanah dan aset di atasnya
Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan
status pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya)
serta bangunan (luas, jenis dan umurnya).
g. Konsultasi masyarakat
Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi
pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat
setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
serta lokasi kegiatan.
Konsultasi masyarakat tersebut di atas, dilaksanakan melalui penyuluhan dan
musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek.
h. Rencana pemukiman kembali
Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun
suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi
pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya,
program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan.
Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman
kembali, adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang
dipindahkan, harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan
tingkat penghidupan sebelumnya.
39
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman
kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L dari Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidp Bidang Jalan.
5.3
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5.3.1 Lingkup Pekerjaan
Betapapun bagusnya rencana pengelolaan lingkungan hidup, tidak ada artinya kalau
tidak dilaksankan dengan baik. Karena itu, realisasi pelaksanaan pengelolaan ini sangat
menentukan dalam pencapaian sasaran rencana pengelolaan lingkungan hidup yang
telah dirumuskan pada tahap perencanaan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara fisik di lapangan diperlukan mulai
tahap pra-konstruksi, dan terus berlanjut pada tahap konstruksi sampai dengan tahap
pasca konstruksi.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori
wajib dilengkapi AMDAL, harus mengacu pada dokumen RKL (Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup) yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan.
Untuk proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL, pelaksanaan
pengelolan lingkungannya harus mengacu pada dokumen UKL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup), yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori
bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, harus dilakukan dengan cara penerapan SOP yang
telah tersedia (dibakukan) bagi setiap jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap lingkungan.
Jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi secara umum telah dikemukakan
pada Sub-bab 5.1 (lihat Tabel 5.1).
40
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-konstruksi
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi adalah mencegah atau
mengurangi / menanggulangi dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah. Jenisjenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap ini,
secara rinci telah dirumuskan pada dokumen rencana pengadaan tanah dan pemukiman
kembali. Rencana pemukiman kembali ini hanya diperlukan kalau ada penduduk yang
perlu dimukimkan kembali di lokasi tertentu.
Karena dampak sosial akibat pengadaan tanah ini seringkali terjadi sangat sensitif,
penanganan dampaknya memerlukan berbagai pertimbangan yang arif serta pendekatan
sosial yang persuasif, serta koordinasi yang harmonis dengan berbagai instansi terkait.
Kegagalan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi akan menghambat
kelancaran pekerjaan konstruksi selanjutnya. Hal ini banyak dialami oleh beberapa
proyek pembangunan jalan.
5.3.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi
Idealnya, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap
konstruksi telah dijabarkan pada desain dan spesifikasi pekerjaan konstruksi, dan
ketentuan tersebut juga tercantum dalam dokumen kontak, sesuai dengan arahan
tercantum dalam dokumen RKL atau UKL.
Sehubungaan dengan hal itu, penanggungjawab pekerjaan konstruksi harus mencek
apakah proyek jalan yang dilaksanakannya termasuk kategori wajib AMDAL, wajib UKL
dan UPL, atau bebas AMDAL maupun UKL dan UPL. Apabila proyek tersebut termasuk
kategori wajib AMDAL atau UKL dan UPL, Pemimpin proyek pekerjaan konstruksi
memperoleh dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dari Unit Pelaksana Perencaan Teknis,
untuk digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
Walaupun jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi telah
dirumuskan dalam dokumen RKL atau UKL dan UPL, dan telah dijabarkan dalam bentuk
desain dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi, namun mungkin saja pada saat
implementasinya diperlukan modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan
setempat. Dalam hal ini, peran kontraktor dan konsultan supervisi sangat diperlukan.
41
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi
Seperti telah diuraikan pada Sub-bab 4.2, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada
tahap pasca konstruksi dimaksudkan untuk penanganan dampak akibat kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Dampak kegiatan pengoperasian / pemanfaatan
jalan terutma ditimbulkan akibat penggunaan jalan oleh masyarakat khususnya
pengguna kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor serta
para pejalan kaki.
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang diperlukan sehubungan dengan hal itu meliputi
pencegahan / penanggulangan pencemaran udara, kebisingan, kemacetan lalu lintas,
dan kecelakaan lalu lintas.
Di samping itu, dampak lingkungan yang perlu ditangani berkaitan dengan kegiatan
masyarakat berupa penggunaan lahan yang tidak terkendali di kiri dan kanan jalur jalan,
termasuk pedagang kaki lima yang mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran lalu
linstas. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sehubungan dengan masalah ini,
sangat memerlukan koodinasi dengan berbagai instansi terkait, baik di tingkat pusat
maupun darearah.
5.4
Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup
5.4.1 Tujuan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk:
a)
Mencek apakah rencana kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum
dalam dokumen RKL atau UKL telah dilaksanakan atau belum, oleh pemrakarsa
kegiatan proyek atau instansi terkait;
b)
Menilai tingkat efektifitas hasil pengelolaan lingkungan hidup yang telah
dilaksanakan oleh pemrakarsa kegiatan proyek atau instansi terkait.
42
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.4.2 Lingkup Kegiatan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pada tahap perencanaan, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk
mencek apakah proses perencanaan telah menerapkan pertimbangan lingkungan atau
belum.
Pada tahap pra-konstruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk
mencek kinerja penanganan dampak akibat kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan
penduduk.
Pemantauan pengelolaan lingungan hidup pada tahap konstruksi dimaksudkan untuk
mencek kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan, akibat kegiatan konstruksi,
terutama akibat penggunaan alat-alat berat. Secara garis besar, kegiatan pemantauan ini
perlu dilakukan di:

Lokasi basecamp;

Lokasi tapak kegiatan pembangunan jalan dan jembatan;

Lokasi quarry; dan

Jalur transportasi bahan bangunan, khususnya dari lokasi quarry dan borrow area ke
lokasi proyek.
Pada tahap pasca konsruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan
untuk mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkngan hidup akibat kegiatan
pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai dibangun /
ditingkatkan.
Pada Tabel 5.3 disajikan arahan untuk pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang
perlu dlakukan, mulai dari tahap perencanaan sampai ke tahap pasca konstruksi. Pada
tabel tersebut tercantum jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak, dampak
yang mungkin terjadi, alternatif pengelolaan lingkungan, dan komponen (parameter /
indikator) lingkungan yang perlu dipantau.
5.4.3 Evaluasi Kualitas Lingkungan pada Tahap Pasca Proyek
Evaluasi kualitas lingkungan diperlukan untuk menilai kualitas lingkungan sepanjang
koridor jalan, dan kinerja jalan yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui.
Evaluasi mencakup:
43
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Dampak pengoperasian jalan;
 Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) yang terangsang oleh adanya jalan,
baik terhadap lingkungan maupun terhadap kinerja jalan; dan
 Dampak lingkungan alam terhadap kondisi / kinerja jalan.
Penilaian kualitas lingkungan dilakukan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil evaluasi kualitas lingkungan merupakan landasan untuk perumusan rencana
kegiatan proyek baru baik berupa peningkatan jalan yang bersangkutan maupun
pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan
lingkungan sektor lainnya.
Tabel 5.3
Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kegiatan yang
menimbulkan dampak
A. Tahap Perencanaan
1. Survey / pengukuran
2. Penetapan rute jalan
B. Tahap Pra-konstruksi
1. Pengadaan Tanah
Prakiraan dampak
yang timbul
Alternatif pengelolaan
lingkungan
Komponen
(parameter/indikator)
lingkungan yang
perlu dipantau
1. Keresahan
masyarakat
1.
Konsultasi
masyarakat
1. Persepsi
masyarakat
2. Potensi dampak
pada aspek-aspek
biogeofisik dan
sosial
2.
Penerapan
pertimbangan
lingkungan dalam
proses
perencanaan
2. Kelayakan
lingkungan
rencana kegiatan
proyek
a. Keresahan
masyarakat
b. Ketidakpuasan
atas nilai
kompensasi
c. Gangguan
terhadap
pendapatan
a. Sosialisasi
a.
a.1 Tenaga kerja lokal
diprioritaskan
b. Penetapan harga
berdasarkan hasil
musyawarah
c. Pembinaan sosialekonomi penduduk
yang terkena
proyek
a. Persepsi
masyarakat
b. Keluhan
masyarakat
c.
Kondisi sosialekonomi
penduduk
terkena proyek
C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga
kerja
Kecemburuan
sosial
a. Tenaga kerja
lokal terserap
a.2 Sosialisasi pada
penduduk lokal
44
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b.
Peningkatan
kesempatan kerja
(dampak positif)
b.1 Pemberian
informasi ttg
tenaga kerja yang
diperlukan
b.2 Pelatihan tenaga
kerja lokal
b. Jumlah seluruh
tenaga kerja
terserap.
2. Mobilisasi peralatan
berat
a.
Kerusakan
prasarana jalan
a.1 Perbaikan jalan
yang rusak
a.2 Membatasi tonase
peralatan atau
membatasi tekanan
gandar
a. Kondisi jalan
3. Pembuatan jalan
masuk
a. Pencemaran
udara
a. Penyiraman jalan
secara berkala
a. Kualitas udara
a.
Gangguan pd
flora dan fauna;
Pencemaran
udara
a. Penghijauan
a. Liputan vegetasi
b. Penyiraman secara
berkala
c.
Pencemaran air
permukaan.
c.
b. Kualitas udara
(kandungan
debu)
c. Kualitas air
d.
Gangguan pada
utilitas umum
a.
Pencemaran
udara (debu);
a.
Penyiraman
secara berkala
a. Kualitas udara
b.
Pencemaran air
b.
Pembuatan
tanggul atau
saluran drainase
sementara utk
pengendalian air
larian
b. Kualitas air
c.
Gangguan pd
aliran air tanah
dan air
permukaan
Gangguan
stabilitas lereng
c. Pembuatan sistem
drainase
c.
d.1 Perkuatan tebing
d.2 Pengendalian
aliran air tanah
d. Erosi / longsor
Perubahan
bentang alam
/lansekap;
e. Penataan
lansekap
e. Kondisi lansekap
Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1.
2.
Pembersihan dan
penyiapan lahan
Pekerjaan tanah
(galian / timbunan)
b.
d.
e.
Pembuatan
tanggul atau
saluran drainase
sementara utk
pengendalian air
larian
d. Pemindahan atau
perbaikan utilitas
d. Kondisi utilitas
Kondisi aliran air
permukaan dan
air tanah
45
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3. Pekerjaan badan
jalan / lapis
perkerasan
a.
Pencemaran
udara (debu)
a.
Penyiraman
secara berkala
b.
Gangguan lalu
lintas
b.1 Pengaturan lalu
lintas
b.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
b. Kondisi lalu lintas
4. Pembuatan sistem
drainase
a.
Gangguan lalu
lintas
a.1 Pengaturan lalu
lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
5. Pemancangan tiang
pancang
a.
Kebisingan
a.
a. Kebisingan
Pemberitahuan
kpd masyarakat
sekitar; dan
pengaturan jadwal
kerja
Penggunaan bor
a. Kualitas udara
b. Getaran/kerusakan
bangunan sekitar
b.
6. Pekerjaan bangunan
bawah dan atas
jembatan atau jalan
layang
a.
Gangguan lalu
lintas
a.1 Pengaturan lalu
lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
7. Pembangunan
bangunan pelengkap
jalan
a.
Gangguan lalu
lintas
a.1 Pengaturan lalu
lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
8. Penghijauan dan
pertamanan
a.
Peningkatan
estetika
lingkungan
(dampak positif)
b. Di lokasi Quarry dan
jalur transportasi
material
9. Pengambilan tanah
dan material
bangunan di quarry
dan borrow area di
darat
a. Pencemaran udara
b. Gangguan pd
aliran air
permukaan
c. Gangguan
stabilitas lereng
(erosi / longsor);
d. Perubahan fungsi
lahan
b. Getaran
a. Penanaman
tanaman
pelindung dan
tanaman hias
a.
Liputan vegetasi
a. Penyiraman
secara berkala
b. Pembuatan sistem
drainase
a. Kualitas udara
c.1 Pengaturan
kemiringan lereng
sesuai dengan
kondisi tanah
c.2 Pengendalian air
larian
c.3 Tebing dibuat
berteras
d. Reklamasi dan
pemanfaatan
kembali lahan
c.
b. Aliran air
permukaan
Erosi / longsor
d. Penggunaan
lahan
46
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
e. Gangguan pada
flora
10. Pengambilan
material di quarry
sungai
11. Pengangkutan tanah
dan bahan
bangunan
a. Degradasi dasar
sungai sehingga
mengganggu
stabilitas bangunan
sungai
b. Pencemaran air
sungai;
a.
c. Gangguan
terhadap biota air;
c.
d. Longsor tebing
sungai
d.1 Perkuatan tebing
a. Pencemaran udara
(debu);
a.
b.
e. Liputan vegetasi
Pemilihan lokasi
a. Stabilitas
bangunan sungai
Pengendalian
bahan buangan
b. Kualitas air
quarry yang tepat
Sda
d.2 Penggalian secara
bertahap
Penyiraman
berkala; Bak truk
ditutup terpal
c.
Sda
d. Stabilitas tebing
sungai
a. Kualitas udara
(sebaran debu)
b.
Kebisingan;
b. Perawatan
kendaraan
b. Tingkat
kebisingan
c)
Kerusakan badan
jalan;
c.
c.
d) Gangguan lalu
lintas.
Di lokasi Base camp
dan AMP
1. Pengoperasian base
camp (barak
e. Penghijauan
Pemeliharaan
/Perbaikan jalan
d. Pengaturan lalu
lintas;
Pemasangan
rambu lalu lintas
Kondisi jalan
d. Kondisi lalu lintas
c.
pekerja, kantor,
stone crusher dan
AMP)
D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian jalan
a.
Kecemburuan
sosial
Pencemaran
udara;
Kebisingan;
a.
d.
Pencemaran air
permukaan.
d.
Pengendalian
limbah cair
e.
Kecelakaan lalu
lintas
e.
Pengaturan lalu
lintas
b.
c.
a. Pencemaran udara
(debu, gas
polutan)
b. Kebisingan
b.
c.
Penyuluhan
masyarakat
Perawatan
peralatan
Sda
a. Penghijauan di
median dan
pinggir jalan
b.
Sda; pembuatan
noise barrier
a. Keluhan
masyarakat
b. Kualitas udara
c.
Tingkat
kebisingan
d. Kualitas air
e. Kondisi lalu lintas
a. Kualitas udara
b. Tingkat
kebisingan
47
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2. Pemeliharaan jalan
c. Kemacetan dan
kecelakaan lalu
lintas
c.1 Pengaturan lalu
lintas;
c.2 pemasangan
rambu lalu lintas
c.3 Penertiban
pedagang kaki lima
c.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
c.5 Pembuatan rest
area, khususnya
pada jalan tol
c.
d. Gangguan
mobilitas
masyarakat
setempat
e. Gangguan
terhadap satwa
dilindungi
d. Pembuatan
jembatan
penyeberangan
d. Keluhan
masyarakat
e. Pembuatan under
pass untuk jalan
satwa dilindungi
e. Lintasan satwa
dilindungi
a. Gangguan lalu
lintas
a.1 Pengaturan lalu
lintas
a.2 Pemasangan
rambu lalu lintas
sementara
a. Kondisi lalu lintas
b.
Pencemaran
udara (debu, gas
polutan)
b.
Penghijauan di
median dan
pinggir jalan
b. Kualitas udara
c.
Kebisingan
c.
Sda; pembuatan
c. Tingkat
kebisingan
d.
Kemacetan dan
kecelakaan lalu
lintas
d.1 Pengaturan lalu
lintas;
d.2 pemasangan
rambu lalu lintas
d.3 Penertiban
pedagang kaki
lima
d.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
d.5 Pembuatan rest
area, khususnya
pada jalan tol
d. Kondisi lalu lintas
dan kecelakaan
lalu lintas
e.
Gangguan
mobilitas
masyarakat
setempat
Gangguan
terhadap satwa
dilindungi
e. Pembuatan
jembatan
penyeberangan
e. Keluhan
masyarakat
f.
f.
noise barrier
Pembuatan under
pass untuk jalan
satwa dilindungi
Kondisi lalu lintas
dan kecelakaan
lalu lintas
f. Lintasan satwa
dilindungi
48
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi
Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk:
 Membuka keterisolasian wilayah;
 Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah;
 Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain;
 Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk.
Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan
jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk
masyarakat miskin, antara lain:
a) peningkatan mobilitas penduduk;
b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang;
c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang
lebih besar atau kota;
d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian
yang ada di kota bagi penduduk pedesaan;
e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena
perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier);
f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan
dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan;
g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup
masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan.
Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah
memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi.
Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada
umumnya
belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan
dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P)
bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosialekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program).
49
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan
jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun
pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji
(mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai.
Pedoman pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk untuk
pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut
seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik.
6. Instansi Pelaksana
Bidang Jalan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
6.1 Pemrakarsa Kegiatan Proyek Jalan
Proyek pembangunan jalan pada umumnya diselenggarakan oleh berbagai instansi atau
unit kerja pemerintah, baik di tingkat pusat maupun propinsi dan kabupaten / kota, yang
bertindak selaku pemrakarsa atau pengelola kegiatan proyek Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup proyek pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab
pemrakarsa kegiatan proyek tersebut.
Sesuai dengan sistem pembagian tugas yang telah baku dalam penyelenggaraan proyek
pembangunan jalan, pemrakarsa kegiatan proyek pembangunan jalan ini dapat berupa:
a) Pemimpin Proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan;
b) Pemimpin Project Management Unit (PMU);
c) Pemimpin Project Implementation Unit (PIU);
d) Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah;
e) Pemimpin Proyek Pembangunan Jalan;
f) Pemimpin Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan.
Tanggung jawab pemrakarsa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
 penyusunan rencana pengelolaan lingkungan, melalui proses kajian lingkungan, studi
AMDAL atau UKL dan UPL, serta LARAP (khusus untuk proyek yang dibiayai bantuan
luar negeri);
50
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 konsultasi, penyuluhan serta musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena
dampak, mengenai rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan
dilaksanakan;
 melaksanakan
pengelolaan
lingkungan
hidup
untuk
pencegahan
atau
penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat
kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
konstruksi.
 Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah,
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut di atas.
6.2
Instansi Terkait
Beberapa instansi terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup proyek
pembangunan jalan, adalah sebagai berikut.
6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Bappeda baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota mempunyai tugas pembinaan
dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan jalan, yang meliputi:
 Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor;
 Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi dam kabupaten / kota;
 Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi dan kabupaten / kota;
 Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam peraturan perundangan daerah;
 Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah;
 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM tersebut di
atas;
 Melakukan evaluasi terhadap kinerja NSPM yang dihasilkan.
6.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)
Bapedalda berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di
daerah. Selain itu, Bapedalda mempunyai peran penting dalam Komisi Penilai AMDAL
Daerah, dan menjadi sekretariat komisi tersebut.
51
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan meliputi antara lain:
 Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta
referensi yang diperlukan;
 Memantau
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
hidup
bidang
jalan
yang
dilaksanakan oleh pemrakarsa;
6.2.3 Instansi Terkait Lainnya
Instansi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang kadang-kadang terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, seperti:
 Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas / Kantor Pertanahan Propinsi atau
Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
 Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Propinsi atau Kabupaten / Kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung
dengan kawasan hutan;
 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Dinas Perhubungan Propinsi atau
Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah
perlintasan antara jalan dengan jalur kereta api;
 Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan
pariwisata Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
 Dinas Sosial Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah
dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat adat, serta dampak
kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk.
7.
Pembiayaan
7.1
Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Perencanaan
a. Tahap Perencanaan Umum
Anggaran biaya kajian awal lingkungan seharusnya termasuk dalam biaya perencanaan
umum. Biaya kajian lingkungan ini mencakup biaya personil tenaga ahli lingkungan, dan
biaya perjalanan ke lapangan, sebagai anggota tim studi perenanaan umum.
52
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b. Tahap Pra Studi Kelayakan
Pada tahap pra studi kelayakan diperlukan biaya untuk penyaringan lingkungan sebagai
bagian dari biaya pra studi kelayakan atau studi kelayakan. Komponen biaya
penyaringan lingkungan mencakup biaya personil dan survey lapangan tenaga Ahli
Lingkungan, sebagai anggota Tim Studi pra studi atau studi kelayakan.
c. Tahap Studi Kelayakan
Pada tahap ini diperlukan biaya untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, bila
proyek yang bersangkutan termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau
UKL dan UPL.
Jika studi AMDAL atau UKL dan UPL ini dilaksanakan sekaligus dengan Studi kelayakan
(oleh konsultan yang sama), anggaran biayanya tentu merupakan bagian dari studi
kelayakan. Namum, sering kali studi AMDAL atau UKL dan UPL dilaksanakan tersendiri
oleh konsultan bidang lingkungan hidup, sehingga anggaran biayanya dialokasikan
tersendiri.
Anggaran biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL secara garis besar mencakup komponenkomponen biaya personil, peralatan dan material, survey lapangan, analisa laboratorium,
serta penyusunan lapoan termasuk presentasi dan pembahasan oleh Komisi Penilai
AMDAL.
7.2
Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra Konstruksi
Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi seharusnya
termasuk dalam biaya pekerjaan pengadaan tanah. Biaya pengadaan tanah untuk proyek
jalan biasanya ditanggung oleh pemerintah daerah (APBD).
7.3
Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi
Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya
termasuk dalam biaya pekerjaan konstruksi. Hal ini harus ditegaskan baik dalam
dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.
53
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7.4
Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca
Konstruksi
Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi seharusnya
termasuk dalam biaya pekerjaan pemeliharaan jalan dan manajemen lalu lintas.
7.5
Biaya Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Biaya pemantauan pada tahap perencanaan
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan
secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan.
b. Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara
khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah.
c. Biaya pemantauan pada tahap konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan
konsultan supervisi pekerjaan konstruksi.
d. Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau
dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan
rehabilitasi jalan.
e. Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek
Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu
dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan
perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan.
54
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
f. Prioritas Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan
pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu
dengan dasar pertimbangan:
1) Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting;
2) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya melintasi atau berbatasan langsung
atau berdekatan dengan kawasan lindung;
3) Berpotensi menjadi sumber isu sosial atau kasus lingkungan yang sensitif;
4) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.
8.
Penutup
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus terintegrasi dalam
pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk keperluan itu, koordinasi
dan konsultasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan
pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan sehari-hari
sangat penting.
Yang dimaksud dengan pemimpin proyek / bagian proyek di sini adalah semua pemimpin
proyek / bagian proyek bidang-bidang perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan,
selaku pemrakarsa kegiatan, seperti telah diuraikan pada Butir 5.1, yang masing-masing
secara berkesinambungan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup pada tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan
Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan,
semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan
Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada
tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya,
sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan
pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 7.1).
Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan
dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah (Lihat Lampiran 2).
55
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup juga
tergantung dari ketersediaan
sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai
sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan
unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab
untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat
berperan.
56
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 7.1
Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan
Pemimpin Proyek
Perencanaan
Penyusunan
dokumen
AMDAL, UKL
dan UPL,
Desain,
Spesifikasi
Teknis,
LARAP
Pemimpin Proyek
Pengadaan Tanah
Pemimpin Proyek
Konstruksi
Pengadaan
Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pengadaan
Tanah,
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Pelaksanaan
Pekerjaan
Konstruksi
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pekerjaan
Konstruksi
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Evaluasi
Kualitas
Lingkungan
Hidup
Pasca Proyek
Pemimpin Proyek
Pemeliharaan dan
Rehabilitasi
Pemanfaatan,
Pemeliharaan,
Rehabilitasi
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pemeliharaan
dan
Rehabilitasi
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
57
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
58
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Bagan Koordinasi/Konsultasi Antar
Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daftar Peraturan Perundang-Undangan Bidang Lingkungan Hidup yang
Terkait Bidang Jalan
1.
Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup
a.
b.
Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Undang – Undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
c.
Undang-Undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d.
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
e.
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
f.
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
g.
Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
h.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
i.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993
tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
j.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/10/1996
tentang
Kriteria
Kerusakan
Lingkungan
Bagi
Usaha
atau
Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran.
k.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan.
l.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996
tentang Baku Mutu Getaran.
m.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
17 tahun 2001 tentang
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
n.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup.
o.
Keputusan Kepala Bapedal No. 056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
p.
Keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian
Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
Halaman 1 - 1
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
q.
Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan
Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
r.
Keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
s.
Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
AMDAL.
t.
Keputuan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasaana Wilayah yang
Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL.
2.
Kebijakan Sektor yang Terkait
2.1 Kehutanan
a.
Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
b.
Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS-11/1994 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Kehutanan No.164/KPTS-11/1994 tentang Pedoman Tukar
Menukar Kawasan Hutan.
2.2 Kebudayaan
a.
Undang-Undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
b.
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
2.3 Pertanahan
a.
Undang-Undang RI No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
b.
Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
c.
Keputrusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993.
2.4 Perhubungan
a.
Undang-Undang RI No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
b.
Undang-Undang RI No.13 tahun1992 tentang Perkeretaapian.
Halaman 1 - 2
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c.
Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana
Kereta Api.
2.5 Sosial
a.
Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan
Sosial Komunitas Adat Terpencil.
3.
Kebijakan Pembangunan Jalan
a.
Undang-Undang RI No. 13 tahun 1980 tentang Jalan.
b.
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang Jalan.
Halaman 1 - 3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
1.
PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu:
a).
Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing
b).
Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing
c).
Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing
d).
Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing
e).
Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing
f).
Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing
g).
Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii
Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan
Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut
ini:
a).
PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b).
BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c).
BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d).
MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e).
STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.
Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan
pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.
Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku
pembangunan tersebut.
2.
PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan
jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya
masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk
proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku
pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1.
Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan
termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra
produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari
pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah
dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana
peruntukannya dimasa datang.
2.
Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan
yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan
umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria
yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang..
3.
BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
4.
MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya
masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan
tanah.
5.
DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi
masyarakat terasing termasuk populasinya.
6.
PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor
koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh
dari BAPPEDA.
3.
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk
menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan
tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan
Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-2)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat
terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta
padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang
dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3.
BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan
dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan
termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4.
BAPPEDA, memberi
masyarakat terasing.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah
masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan
jalan yang direncanakan.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing.
7.
PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih
4.
IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT
TERASING
masukan
tentang
koordinasi
penanganan
IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan
dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan
analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah
teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek
jalan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada
setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan
pedoman survey yang ada.
3.
Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda
cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai
sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan
mempunyai nilai tradisional.
4.
BAPPEDA, memberi
masyarakat terasing.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya
masyarakat terasing.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
mobilitas masyarakat terasing.
7.
PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat
terasing di rute yang akan dipilih.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih.
5.
PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
masukan
tentang
koordinasi
penanganan
PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan
RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i)
terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii)
terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat
terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv)
tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-4)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
2.
PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar
rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3.
Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4.
BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5.
Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem
nilai dan hak adat masyarakat terasing..
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola penanganan masyarakat terasing..
7.
PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi
penanganan masyarakat terasing.
8.
BAPPEDA, memberikan
persiapan pelaksanaan
9.
MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan
10.
STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu
persiapan pelaksanaan.
11.
PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan.
6.
kesepakatan
dan
rencana tindakan
melakukan
koordinasi
PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada
tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang
berhubungan
dengan
sistem
sosial
budaya.
Sasarannya
adalah
terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian
sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan
dari masyarakat terasing.
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-5)
1.
PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat
terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat
terasing yang telah disepakati.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
2.
Selanjutnya,
pemrakarsa
masyarakat terasing.
melaksanakan
program
penanganan
3.
BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
4.
BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal
5.
MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program
memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam
pelaksanaan program..
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL,
membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing
dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama.
7.
PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan
masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan
kepada instansi terkait.
7.
PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT
TERASING
dilapangan,
KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada
tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat
terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor
pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan
rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-6)
1.
PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu
masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya
masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3.
BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip.
4.
BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada
pasca penanganan masyarakat terasing.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
h a l h a l “T A B U ” d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g .
7.
PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
8.
BAPEDALDA, melakukan monitoring
konservasi budaya masyarakat terasing
dan
evaluasi
pelaksanaan
9.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10.
MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi
budaya masyarakat terasing.
11.
PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya
Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.
8.
PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN
MASYARAKAT TERASING
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan
pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja
penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan
penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek.
Catatan-7:
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian
peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan
pada Gambar-7)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3.
PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4.
BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing.
5.
BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6.
MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan
sesudah proyek.
7.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek
kelestarian budaya masyarakat terasing.
8.
PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat
terasing.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
9.
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek
bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing
yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.
Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing&
konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing
b.
Melaksanakan
disesuaikan
9.
Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan
digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.
idetifikasi
kriteria-kriteria
perencanaan
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
yang
perlu
8
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Konsep
Rencana Sistem
Jaringan Jalan dan Peta
Tata Guna Lahan
termasuk peta
keberadaan masyarakat
terasing disekitar
Jaringan Jalan tersebut
… ..… .(1)
Membuat Konsep dan
Sosialisasi Jaringan
Jalan beserta
koridornya serta lokasi
m asy. terasing… ..(2)
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan .. ... (6)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (3)
Memberi masukan
tentang kehidupan sosial
budaya masyarakat
setempat .… … .. (4)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Pendidikan &
Kebudayaan memberi
masukan tentang kondisi
sosial ekonomi serta
peraturan perundangan
masy terasing… .. (5)
KETERANGAN
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota dll, serta
kondisi eksisting dan
rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
lindung
2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
3). Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
istiadatnya serta program
yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi dan
peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
untuk melihat contoh
(sample) kondisi
sebenarnya
Mempelajari penyebaran
permukiman masy.
terasing pada Rencana
Jaringan Jalan … . (1)
Melakukan konsultasi
pemilihan alternatip
koridor jalan … … ..(2)
Memberi masukan
tentang perkiraan
dampak sosial terhadap
m asy terasing. … … . (3)
Merangkum data dan
informasi penyebaran
masy terasing untuk
acuan penetapan
koridor .....................(7)
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
KETERANGAN
Memberi masukan tentang
koordinasi penanganan
masy. terasing........ .. (4)
Memberi masukan
tentang sistem
kepemilikan tanah
Masyarakat Terasing .. (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik Bud memberi
masukan tentang pola
kehidupan sosial,
ekonomi, budaya ..... (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing masukan
(input) diplot pada peta
Padu Serasi beserta
keterangan spesifik yang
harus diperhatikan
7), Masukan untuk pemilihan
alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
penyusunan KA-ANDAL)
8) Telah mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari pola
penyebaran dan
kehidupan sosial
budaya masy terasing
pada setiap alternatip
rute Jalan … … … (1)
Melakukan survey
dasar sosial dan
konsultasi … … (2)
Memberi masukan
tentang penanganan
dampak sosial masy.
terasing..… (3)
Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)
MENETAPKAN RUTE
TERPILIH
(8)
Memberi masukan
tentang koordinasi
penanganan masy.
terasing.................(4)
Memberi masukan tentang
sistem nilai budaya dan
pendekatan penanganan
m asy. terasing … .(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud memberi
masukan tentang mobilitas
masy terasing dan situs
dan benda cagar budaya
yang harus dilindungi. ..(6)
KETERANGAN
1). Pada koridor hasil Pra
Kelayakan
2). Sesuai dengan pedoman
yang berlaku
3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama-sama aspek
teknis, ekonomik dan
lingkungan
8) Outputnya adalah Rute
terpilih setelah dikaji
bersama sama aspek
teknis, ekonomis dan
lingkungan termasuk
kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan
m asy. terasing… (1)
Melakukan survey
sosial ekonomi dan
konsultasi masyarakat
… … (2)
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana
tindak penanganan
masyarakat terasing
… ..(7)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak … . (11)
KETERANGAN
1). Termasuk data permukiman
yang terkena Proyek
2). Termasuk rencana kerja,
pembagian tugas.
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang sistem
kekerabatan,
kepemimpinan, sistem dan
nilai hak adat ............ (5)
Memberi masukan serta
membantu survai sesuai
keterkaitannya antara lain
tentang pola penanganan
masy. terasing misal : DikBud memberi masukan
tentang pola penanganan
masyarakat terasing .. (6)
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
kelapangan) maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat pemerintah
daerah dan dinas sosial
5) Termasuk jenis upacara
adat yang masih dilakukan
6). Termasuk program yang
telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Memberikan kesepakat an dan melakukan
koordinasi persiapan
pelaksanaan … … (8)
Memberikan
kesepakatan dan
melakukan persiapan
… … … (9)
Memberikan
kesepakatan dan
membantu persiapan
pelaksanaan … … (10)
11) Desain jalan telah
mempertimbangkan aspek
lingkungan dan sosialekonomi-budaya
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak
penanganan masy
terasing.....… ..(1)
Melaksanakan program
penanganan
masyarakat terasing
................................(2)
Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Melakukan monitoring
… … (3)
Melakukan monitoring
dan koordinasi … … (4)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan program
… … .(5)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas
Sosial membantu dalam
pelaksanaannya
dilapangan ..... (6)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari Dokumen
yang telah disetujui
2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
tradisional, rehabilitasi
konservasi situs dll.
3), 4), Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima laporan)
atau aktip (kelapangan).
5). Termasuk LSM, lembaga
adat , dll.
6) Termasuk kegiatan
pendampingan dalam
aspek sosial – ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonomi bagi
m asy. terasing … … .. (1)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi masyarakat terasing
… … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
penanganan masyarakat
terasing … … (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … .. (6)
1)
Diambil dari laporan
LARAP untuk masyarakat
terasing.
2)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat atau
metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultasi
8)
Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Melakukan monitoring
… … … .(8)
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat … … ..(12)
KETERANGAN
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
12) Sebagai bahan monitoring
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari catatan
pelaksanaan
penanganan masy
terasing .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
terasing dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan analisa
kesesuaian rencana
penanganan masy.
terasing (2)
Konsultasi hasil
sementara terhadap
monitoring penanganan
masy. terasing
termasuk rehabilitasi
… … .(3)
Menyusun laporan
monitoring pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai disiplin
ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan
kelembagaan.
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud masyarakat
terasing … … … ..(4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sektor. (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan budaya masy.
terasing … … … … ( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek sektor
terkait … … … … ( 7)
3), 4), 5), 6), 7)
Melalui rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan evaluasi manfaat
proyek (Project Benefit
Monitoring and Evaluatian –
PBME).
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
penanganan masy.
terasing … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria penanganan
masy. terasing yang
lebih baik ..… . (3)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring yang
memasukkan masukan
dari berbagai institusi
terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
4) 5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui forum
rapat/ seminar/lainnya
9)
Konsultasi konsep
perencanaan
penanganan masy.
terasing … . (4)
Menetapkan kriteriakriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang … (9)
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
masalah lingkungan
… … .. (5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelem bagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang nilai kearifan
lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya diserahkan
kepada para perencana
umum pengembangan
jaringan jalan.
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
1.
PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman
kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan
proyek jalan dan jembatan yaitu:
a).
Pertimbangan Pengadaan Tanah
b).
Kegiatan Awal Pengadaan Tanah
c).
Indentifikasi Kebutuhan Lahan
d).
Perencanaan Pengadaan Tanah
e).
Pelaksanaan Pengadaan Tanah
f).
Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek
g).
Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi
Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku
utama berikut ini:
a).
PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b).
BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c).
BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d).
MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e).
STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.
Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan
pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.
Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku
pembangunan tersebut.
2.
PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan
pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran
proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan
dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk
landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim
Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan
adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1.
Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim
Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya
sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang
dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan
jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridorkoridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting
maupun rencana peruntukannya dimasa dating.
2.
Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan
jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan.
Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi
sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan Ruang..
3.
Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan.
4.
BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
5.
STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan
ketentuan / peraturannya.
6.
PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim
jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan
seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA.
3.
KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan
koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa
kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang
perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan
terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-2)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor
rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari
BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait
misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll..
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3.
BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4.
BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis
yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi
pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing
pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang
direncanakan.
6.
STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian
fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan.
7.
PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih
4.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi
Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan
pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak
pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA)
dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi
kharakteristiknya dilapangan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan
lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social
berdasarkan pedoman survey yang ada.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
3.
Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang
dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional.
4.
BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap
program program tersebut.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan
termasuk lama waktu tinggal dll.
6.
BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi
masukan tentang fungsi hutan
7.
PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip
rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa
kelayakan proyek.
8.
PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih.
9.
BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan
dengan instansi terkait.
10.
Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan
konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur
atau Bupati atau walikota.
11.
Gubernur/Bupati/Walikota
permohonan lahan
5.
PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
menyetujui
permohonan
proyek
tentang
PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan
Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL
kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data
penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan
untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran
kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk
pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat
terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-4)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
2.
PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar
rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3.
Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4.
BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5.
Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah.
6.
Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan
kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang
berlaku.
7.
PEMRAKARSA membuat LA
8.
RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan
pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis.
9.
PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
10.
BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP.
11.
MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP
12.
Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP.
13.
PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan
6.
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan
konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan
dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan
yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya
pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk
terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai
yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing..
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing
pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana
detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta
pendanaannya.
2.
BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat
3.
MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati
dalam mufakat khususnya PTP.
4.
STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat
khususnya panitia pengadaan tanah.
5.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk
tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang
disepakati.
6.
BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
7.
BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi
8.
MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada
pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah.
9.
Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses
administrasi
10.
APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA
melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati
bersama.
11.
BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut.
12.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar
pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan.
13.
MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan
sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat
kepemilikan kapling, kartu penduduk dll.
14.
PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan
tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi
terkait.
7.
REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA
DAMPAK
REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan
jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena
dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena
proyek.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau
diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah
pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena
dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah
sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan
identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social
ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah
dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap
masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana
rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3.
BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi
ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi
lapangan.
4.
BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya .
5.
MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya
kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena
maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru
dsb.
6.
DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi.
7.
PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat
berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah
disepakati.
8.
BAPEDALDA, melakukan monitoring dan
rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut..
9.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10.
MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
sesuaii kesepakatan.
11.
DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi.
12.
PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii
masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.
8.
PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH
evaluasi
pelaksanaan
EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca
konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah
sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas
kinerja proyek jalan dapat tersusun.
Catatan-7:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masingmasing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan pengadaan tanah..
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3.
PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4.
BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak.
5.
BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6.
MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi sebelum dan sesudah proyek.
7.
BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang.
8.
PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah.
9.
EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH
Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk
menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan
perencanaan dimasa datang.
Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah
b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan
c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai
ketentuan perencanaan dimasa datang.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
8
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran
dan fungsi kota dll.
Mempelajari Konsep
Rencana Umum Sistem
Jaringan Jalan, Peta Tata
Guna Lahan Disekitar
Rencana Jaringan Jalan
… ..… .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
lindung
Membuat Konsep Awal
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan
Jalan (termasuk
perkiraan kasar luas,
jenis penggunaan dan
kepemilikan). (2)
Konsultasi konsep
kebutuhan lahan
rencana jaringan jalan
(3)
KETERANGAN
3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
4). Dapat dituangkan dalam
peta
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan termasuk
sosial (4)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (5)
Memberi masukan
tentang lokasi lokasi hak
adat / ulayat , dll ( 6 )
Memberi masukan
sesuai keterkaitannya,
mis.: tentang fungsi
lahan dan ketentuan /
peraturannya (7)
5) Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan … (8)
8) Rencana ini disebarluaskan
kepada institusi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi
dan peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Mempelajari Kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan pada
Rencana Jaringan Jalan
… . (1)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatif
koridor Jalan
berdasarkan kebutuhan
lahan … (2)
Merangkum data dan
informasi untuk acuan
peenetapankoridor
penetapan
koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7)
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
KETERANGAN
2). Bersifat Orientasi
lapangan untuk melihat
contoh (sample) kondisi
sebenarnya
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan… … .. (3)
Memberi masukan tentang
lokasi Prasarana & Sarana
dan untuk pemukiman
kembali penduduk serta
ketersediaan dan
keterpaduan pengadaan
lahan .. (4)
Memberi masukan Lokasi
Masyarakat Terasing,
status kepemilikan dan
kesediaan melepas. (5)
Memberi masukan
tentang pengendalian
fungsi lahan dan
ketentuan memperoleh
lahan … … (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing
masukan (input) Diplot
pada peta Padu Serasi
7), Masukan untuk
pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Penyusunan KAANDAL)
8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan
pada setiap alternatif
R ute Jalan … … … (1)
Melakukan Konsultasi
dan Survey Dasar
sosial … … (2)
Membuat Prakiraan
Kebutuhan Lahan
untuk Alt.Rute.. (7)
Menetapkan Rute
Terpilih ..... (12)
Memberi masukan
tentang daya dukung
sosial ..… (3)
Memperkirakan dampak
sosial … .(8)
Memberi masukan tentang
pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Wilayah Propinsi,
kabupaten/kota dan
koordinasi rencana
pengadaan lahan .. (4)
Koordinasi Rencana Awal
P engadaan T anah … (9)
Memberi masukan tentang
Status Kepemilikan lahan
termasuk asset lainnya
serta taksiran harga .(5)
Memberi masukan
kesediaan dan keberatan
masy. Terhadap
pengadaan tanah … ..(10)
Memberi masukan sesuai
keterkatiannya antara lain
tentang hal-hal berkaitan
dengan pelepasan hak.
(6)
Menyetujui permohonan
proyek tentang kebutuhan
lahan … .(11)
KETERANGAN
1). Hasil Pra Kelayakan
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama sama
aspek teknis, ekonomis
dan lingkungan.
termasuk kebutuhan
Permukiman Kembali
Penduduk
8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL
9) Koordinasi rencana awal
pelaksanaan di
lapangan dengan
instansi lain
10) 11) Dapat dilakukan
dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
R ute Jalan … … … … (1)
Melakukan Survey
Sosial Ekonomi dan
konsultasi Masyarakat
… … (2)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang hal
kepemilikan lahan,
pelepasan hak, rehabilitasi
pem uk.kem bali, dll. … . (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya antara lain
proses & ketentuan
pelepasan hak, tatacara &
criteria kompensasi serta tata
cara pem uk.kem bali … … .. (6 )
Membuat Konsep
LA R A P … ..(7)
Sosialisasi Konsep
LARAP dan
mengajukan kepada
Gub/Bupati/Walikota (8)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaksanaan
LA R A P … … (12)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep tersebut … .. (9)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep … … . (10)
Gubernur / Bupati/Wali
kota menyetujui konsep
LARAP-nya. … .. (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data Jenis
Peruntukan Lahan yang
terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
dengan panitia
pengadaan tanah..
3). Sesuai Tupoksi Institusi
dan dapat bersifat aktip
(terjun kelapangan)
maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
5) Termasuk status
sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
dll.
6). Sesuai peraturan per
UU-an yang berlaku
7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
12) Setelah disahkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1)
Melaksanakan
Pembayaran
Kompensasi untuk
tanah dan asset
diatasnya … … ..(5)
Melaksanakan Kegiatan
Pemukiman Kembali
Penduduk (BILA ADA)
....... ( 10)
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
… … (15)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Berpartisipasi dalam
musyawarah & mufakat
… … … . (2)
Berpartisipasi dalam
musy. & menyepakati
dlm mufakat khususnya
P .T .P … … . (3)
Melaksanakan musyawarah
dan mufakat, khususnya
panitia pengadaan tanah
… … .. (4)
Menyerahkan Surat-surat
kepemilikan lahan kepada
pem rakarsa … … .(8)
Panitia Pengadaan Tanah
membantu dalam
penyelesaian proses
adm inistrasi … … .(9)
Menerima Sertifikat
Kepemilikan Kapling dan
K artu P enduduk … ..(13 )
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
transmigrasi, perumahan
dll… (14)
Melakukan monitoring
… … (6)
Melakukan monitoring
… .. (7)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP
.… .. (11)
Membantu pelaksanaan
Koordinasi dengan
instansi terkait … (12)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari
Dokumen LARAP yang
telah ditetapkan
2) 3) 4) Dapat dilakukan
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
6),7) Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima
laporan) atau aktip
(kelapangan).
8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
dimukimkan kembali
12) Baik instansi pusat dan
daerah termasuk di
lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
KETERANGAN
1) Diambil dari laporan
LARAP.
2)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi Masyarakat Terkena
Proyek … … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
LA R A P … .. (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … (6)
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat
atau metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultansi
8)
Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melakukan monitoring
… … … .(8)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
12) Sebagai bahan
monitoring
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat … … ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Catatan
Pelaksanaan LARAP
(Pengadaan Tanah
dan Rehabilitasi
E konom i) … … .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan Analisa
Kesesuaian Rencana
… … … . (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring
pelaksanaan LARAP
… … .(3)
Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P … … . (8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai
disiplin ilmu (teknis,
sosial dan
kelembagaan)
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud m asy… .. (4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sekto
… ... (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan termasuk dari
aspek pelaksanaan … ..( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
Keberhasilan/kegagalan
program rehabilitasi,
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. … 7)
3), 4), 5), 6), 7).
Melalui rapat teknis
yang diselenggarakan
oleh Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
LA R A P … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria perencanaan
LARAP yang lebih baik
..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan LARAP
… . (4)
Menetapkan kriteriakriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang … (9)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring
yang memasukkan
masukan dari berbagai
institusi terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
4) 5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui
forum rapat/
seminar/lainnya
9)
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
m asalah lingkungan … .
(5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelem bagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang, nilai kearifan
lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya diserahkan
kepada para
perencana umum
pengembangan
jaringan jalan.
5
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Menyusun konsep
rencana sistem jaringan
jalan … .(1)
Konsultasi konsep
rencana sistem jaringan
jalan … … … … … (2)
Melakukan Pemutakhiran
Rencana Sisitem
Jaringan Jalan
(7)
Melakukan Penyaringan
Lingkungan.............(8)
KETERANGAN
1). Konsep rencana sistem
jaringan bersifat lokal
dan regional
Memberi masukan
persyaratan Lingkungan
.......................... (3)
2). Melalui pertemuan dan
diskusi langsung
dengan stakeholder.
Memberi masukan tentang
koordinasi program
program pembangunan
daerah dan penataan
Ruang sesuai Renstra
P em da … … … … .. (4)
Memberi masukan tentang
area sensitif … … … … … (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
 Dedikbud tentang situs
sejarah, tempat
keramat.
 Kehutanan tentang
status hutan, areal
koservasi
 Perhub tentang
jaringan transportasi (6)
3). Termasuk mekanisme
yang sesuai di lokasi
rencana system
jaringan jalan.
4). Yang dimaksud antara
lain adalah program
program
pengembangan
kawasan yang
memerlukan
peningkatan dan atau
pembangunan jalan
baru
5). Termasuk mekanisme
penanganannya yang
spesifik daerah.
6). Termasuk pola
pelestarianaya
7). 8) Menggunakan
Pedoman Pelaksanaan
AMDAL, khusunya
penyaringan Lingkungan
6
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1),2), Pada koridor Jalan
yang akan dibangun
Mempelajari Rencana
Sisten Jaringan Jalan
… . (1)
Membuat Alternatip
koridor jalan … … … … (2)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatip
koridor jalan … ....(3)
Memberi masukan daerah
sensitive dan daya dukung
llingkungan … (4)
Menetapkan koridor
jalan terpilih… … … . (8)
Menyusun Konsep
KA studi lingkungan
misal : KA-ANDAL
dan mengajukan ke
komisi penilai untuk
dinilai … … … .. (9)
Memberi masukan antara
lain kondisi tingkat
pelayanan Prasarana &
Sarana berdasarkan
kebutuhan Misal : tidak
perlu jalan hotmix, tapi
cukup macadam ...(5)
Memberi masukan antara
lain status kepemilikan
lahan masyarakat misal :
hak ulayat / adat......... (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitan misal : BPN &
Kehutanan memberi
masukan status dan
fungsi lahan/hutan....... (7)
3),4),5),6), 7) Melalui Rapat
Teknis yang
diselenggarakan
pemrakarsa dengan
mengundang
instansi/institusi terkait,
8). Yang memenuhi syarat
teknis
Melaksanakan Penilaian
KA-A N D A L … … . (10)
9),10), Mengikuti bagan
Pelaksanaan
Penyusunan KA-ANDAL
7
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Hasil Pra Kelayakan
Mempelajari Koridor
Jalan terpilih … … … (1)
Membuat Studi
Kelayakan terhadap
alternatif rute Jalan (2)
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
Melakukan konsultasi
kelayakan terhadap
alternatif rute jalan (3)
Melakukan studi
lingkungan (apabila
diperlukan) misal : studi
ANDAL dan mengajukan
ke komisi penilai untuk
dinilai … … … … (7)
Menetapkan Rute
terpilih .....… … … (12)
KETERANGAN
Memberikan masukan
tentang keserasian
program dan kepentingan
spesifik daerah … . (4)
Memberi masukan
tentang areal sensitif,
nilai lahan dll. (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
BPN/KEHUTANAN/DLL
memeriksa kesesuaian
Tata Guna Lahan........ (6)
3),4), 5), 6) Melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
Menilai hasil studi
A N D A L, R K L, R P L ..… (8)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … (9)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … ..(10)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … … .(11)
7), 8), 9), 10, 11)
Mengikuti Bagan
Pelaksanaan
Penyusunan ANDAL
8
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Hasil Studi
Kelayakan, dok.lingk.
(apabila ada) mis :
ANDAL, RKL &
RPL dari rute terpilih (1)
Melaksanakan penjabaran
rekomendasi studi lingk.
mis : RKL, RPL dlm
Perencanaan Teknis Jalan
.… … … .(2)
Melakukan konsultasi
KOnsep Perencanaan
T eknis Jalan … (3)
Membuat Konsep
LARAP apabila
diperlukan. … … .(7)
Finalisasi dokumen
LARAP proyek
Jalan .................(12)
Menetapkan Desain
Jalan .......... (15)
Memberi masukan
tentang tata cara dan
evaluasi monitoring . (8)
Memberikan masukan
tentang pengendalian
pemanfaatan ruang dll.
… … . (4)
Memberikan informasi
detail tentang area sensitif
m isal : m akam dll… .(5)
Memberi masukan
tentang keterpaduan
program implementasi
LA R A P … … .. (9)
Memberi masukan
tentang data asset dan
kondisi social ekonomi
… … (10)
Koordinasi Rencana
Pelaksanaaan (13)
Memberi masukan
sesuai keterkaiannya
misal : pengadaan tanah
daerah pariw isata… ..(6)
Memberi masukan
tentang cara pelepasan
hak, apabila lahan yg
diperlukan milik suatu
instansi (11)
Bupati/ Walikota
mengesahkan Dokumen
LARAP (14)
KETERANGAN
1). Dokumen yang telah
ditetapkan Komisi
Penilai
2). Mengacu pada
perencanaan jalan
yang ramah
lingkungan
3),4),5), 6) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
masyarakat terkena
dampak
7) Sesuai pedoman
penyusunan LARAP
8),9),10), 11) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
masyarakat terkena
dampak
12). Disertai konsep SK
untuk ditanda tangani
oleh Bupati atau
walikota
13). Dengan instansi terkait
14). Legalisasi dokumen
LARAP
9
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
(Tahap persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Dokumen
LA R A P … … … … … .(1)
Melakukan Konsultasi
Persiapan Implementasi
LARAP dalam forum
m usyaw arah… .. (2)
Menyepakati jadwal
kompensasi dan cara
pengosongan lahan serta
alih kepemilikan dalam
forum m usyaw arah … .(3)
Mensepakati jadwal dan
rencana cara pelaksana an pengosongan lahan
mis : tanah instansi lain,
Listrik, PDAM, telpon. (4)
Menerima Kompensasi,
mengosongkan lahan dan
hak/kewajiban lainnya
sesuai LARAP … … . (8 )
Panitia pengadaan tanah
melakukan proses
implementasi … … . (9 )
P elaksanaan L A R A P …
… … … … … … … … … .(5)
Melakukan Monitoring &
Evaluasi Pelaksanaan
LA R A P … … … … … .. (6)
Melakukan Evaluasi
Pelaksanaan LARAP
............... (10)
Melakukan Monitoring &
Evaluasi Pelaksanaan
LA R A P … … … … … … (7)
KETERANGAN
1). Termasuk Detailed
Disain dan Laporan
Panitia Pembebasan
Tanah
2). Dilakukan forum
musyawarah yang
dikoordinasikan oleh
Panitia Pengadaan
Tanah dan dihadiri oleh
para wakil instansi
terkait, aparat desa
atau kelurahan, LSM
dan penduduk terkena
dampak
3),4) Menyetujui dan
mengesahkan rencana
implementasi LARAP
dll.
5). Pelajari detailnya pada
pedoman pelaksanaan
LARAP
6),7) Lihat Pedoman
Pelaksanaan Monitoring
8) Mencakup kompensasi
untuk lahan dan
bangunan, bantuan
pindahan, bantuan
pelestarian rumah
rumah tradisional
9) Sesuai ketentuan
LARAP
10) Pelajari pedoman
Evaluasi Pelaksanaan
LARAP
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
10
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
Mempelajari Rencana
dan jadwal Konstruksi
… ......................… ..(1)
1). Termasuk jadwal
pengadaan tenaga
kerja, peralatan dan
bahan bangunan
Menyiapkan Rencana
Detail Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi ..
... (2)
2). Terutama kegiatan
kegiatan yang dapat
menggangu kegiatan
umum sehingga perlu
diumumkan kepada
masyarakat luas
3)
Konsultasi Rencana
Kegiatan konstruksi
termasuk pemberitahuan
hal-hal tabu dilokasi (3)
Melaksanakan
Kegiatan Konstruks
idan tindakan
penanganan dampak
… … … ..(6)
Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Konstruksi
..........................(11)
Melakukan monitoring
… … … … … … … … .(7)
Melakukan monitoring
… … … … … … … … … .(8)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan
termasuk kepada para
pekerja / buruh… … (4)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan
(5)
Memberi masukan
apabila ada gangguan
… … … … … … … … … (9)
Memberi masukan apabila
ada penyimpangan dari
rencana dan koordinasi
pelaksanaan proyek (10)
4)
5)
6). Melaksanakan kegiatan
sesuai kesepakatan
dengan masy.
Termasuk penyuluhan
thd pera pekerja
7), 8), 9) Dijabarkan dari
dokumen RPL dan
LARAP
10) Penyimpangan
terhadap hal-hal yang
telah disepakati
11). Sesuai dengan
pedoman pelaporan
konstruksi
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
11
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Termasuk komentar dan
masukan dari
BAPEDALDA dan
BAPEDA yang ditulis
dalam laopran
pemantauan
pelaksanaan RKL dan
RPL
Mempelajari segala
laporan monitoring
… … … ...(1)
Melakukan Analisa
Manfaat Proyek Jalan
.......(2)
2). dan 3)
Mencakup lokasi dan
lama pemantauan serta
pelibatan masyarakat
pada proses
pemantauan
Konsultasi Konsep
Analisa Manfaat Proyek
Jalan & Jem batan… (3)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
Lingkungan .......… … (4)
Menyusun Laporan
PBME ............... (8)
Masukan untuk
perencanaan sistem
jaringan jalan … … . (9)
KETERANGAN
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
pembangunan daerah
................................. (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
manfaat proyek bagi
m asyarakat … ( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek sektor
terkait … ( 7)
4), 5), dan 6)
Mencakup lokasi
pengambilan data
primer melalui
wawancara, data
sekunder (laporan
harian kontraktor),
metoda analisa dan
evaluasi yang akan
dipakai.
8). PBME (Project Benefit
Monitoring & Evaluation)
9) Masukan mencakup
faktor lingkungan sosial
ekonomi budaya dan
teknis.
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
BAPPEDA
MASYARAKAT
12
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
perencanaan dan
pelaksanaan pekerjaan
jalan … .. (1)
Melakukan monitoring
terhadap tertib
pemanfaatan jalan dan
lahan sekitarnya ..(2)
Melakukan konsultasi
tentang pemanfaatan
jalan dan jembatan ..(3)
Bekerja sama dengan
instansi terkait agar
bagian-bagian jalan/jbt
dipergunakan sesuai
fungsinnya … ...(8)
Tertib Pemanfaatan
Jalan … (9)
Melakukan monitoring
lingkungan sesuai
R P L/U P L … (4)
Melakukan koordinasi
antar instansi agar jalan
dimanfaatkan sesuai
fungsinya, penggunaan
lahan sekitar jalan sesuai
tata ruang dsb. … ...(5)
Berpartisipasi dalam
mencegah
penyimpangan
pemanfaatan jalan..(6)
Memberi masukan dan
mengupayakan
pencegahan
penyimpangan sesuai
keterkaitannya mis:
adanya penyerobotan
lahan damija,
berkembanya lahan
sekitar jalan yang tidak
sesuai tata ruang ..(7)
KETERANGAN
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Konsep
Rencana Sistem
Jaringan Jalan … ..… .(1)
Menyusun konsep renc.
jaringan jalan yang
dilengkapi dengan
perkiraan kasar
kebutuhan lahan, lokasi
areal sensitive… ..(2)
Melakukan penyaringan
awal lingk. terhadap
renc. jaringan … ..(3)
Konsultasi konsep renc.
jaringan yang telah
dilengkapi seperti pada
butir (2) serta konsep
hasil penyaringan awal
lingkungan… ..(4)
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan yang
dilengkapi catatan2
serta hasil penyaringan
awal lingkungan .. (9)
Memberi masukan ttg.
persyaratan lingkungan
daya dukung lingk. dan
sosial serta tanggapan
hasil penyaringan.. (5)
Memberi masukan ttg.
penerapan tata ruang,
koordinasi program pemb.
dan kebijakan daerah
tentang pengadaan tanah
dan penanganan masy.
terasing… .. (6)
Memberi masukan
tentang kawasan lindung
dan sensitive, termasuk
kondisi sosekbud masy.
(termasuk masy.terasing),
hak adat/ulayat, kawasan
budaya, dll. .. (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
adanya program yang
terkait (masy.terasing)
beserta peraturannya,
fungsi lahan dan
peraturannya, program
lainnya yang terkait. (8)
KETERANGAN
1). Termasuk tata ruang, tata
guna lahan, dan areal
sensitive lainnya pada
jaringan jalan tsb. serta lokasi
masy. terasing
2). Areal sensitive mencakup
daerah lindung, sesuai
Keppres 32/1990, lokasi
masy. terasing, dll.
3). Mengacu pada ketentuan2
yang ada a.l.: Kepmen LH
17/2001 dan KepMen
Kimpraswil No.17/KPTS/
/M/2003
4). Dapat dilakukan pada forum
rapat atau media lainnya
5). Termasuk masukan
mekanisme AMDAL
6) Termasuk kesesuaian
terhadap Renstra Pemda.
7) Termasuk cara-cara
pelepasan hak pada
pembebasan lahan
8) Mencakup sektor terkait, mis:
sektor2 perhubungan,
pertanian, industri,
kehutanan, diknas, dll.
9) Catatan2 berupa indikasi
masalah yang mungkin
dihadapi pada saat pelaks.
program mis: kebutuhan
lahan, keberadaan
masy.terasing, kawasan
lindung, situs sejarah, dll.
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Rencana
Jaringan Jalan … . (1)
Membuat alternatif
koridor jalan … . (2)
Konsultasi pemilihan
alternatif koridor rute
jalan … ..(3)
Memberi masukan
daerah sensitive, daya
dukung lingkungan dan
sosial pada alternatif
koridor … … . (4)
Menetapkan koridor rute
jalan terpilih … . (8)
Menyusun konsep KAStudi Lingk. (ANDAL
atau UKL/UPL) dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai
(apabila ANDAL)......(9)
Memperbaiki dok. KAANDAL sesuai hasil
rapat komisi dan
mengajukan lagi ke
Komisi Penilai ..... (11)
Mengadakan rapat
Komisi Penilai AMDAL
untuk menilai konsep
KA-ANDAL … . (10)
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL … . (12)
Memberi masukan tentang
keterpaduan program,
koordinasi awal
penanganan masyarakat
terasing (bila ada),
keterpaduan pengadaan
lahan, dll. … ... (5)
Memberi masukan
tentang sistem
kepemilikan lahan dan
kesediaan melepas, serta
hal-hal yang dianggap
sensitive oleh masyarakat
setem pat … . .. (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
status lahan, hutan, pola
kehidupan sosekbud
masyarakat (terasing), dll.
..... (7)
KETERANGAN
1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil
tahap sebelumnya
2) Yang dilengkapi data awal
kebutuhan lahan, lokasi
masy.terasing (bila ada), dll.
3) Dapat dilakukan melalui forum
rapat atau media lainnya
4) Termasuk kriteria dampak
penting
5) Termasuk masukan akan
kebutuhan kualitas jalan :
hotmix, macadam, jalan tanah
6) Termasuk hal/lokasi yang
dianggap keramat/tabu
7) Termasuk program yang sedang
dan akan berjalan
8) Setelah mempertimbangkan
masukan-masukan yang
diperoleh dari seluruh
stakeholder
9) Didahului dengan pengumuman
rencana kegiatan dan partisipasi
masyarakat sesuai KepKa
Bapedal No.08/2000
10) Untuk mendapatkan masukan
dari stakeholder termasuk
masyarakat yang akan terkena
dampak (lihat prosedur AMDAL)
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Digunakan untuk acuan oleh
konsultan penyusun AMDAL
CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL
yang diperlukan, penyusunan KA
oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12
tidak ada)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari koridor
terpilih dan membuat
studi kelayakan thd
alternatif rute jalan (1)
Melakukan konsultasi
kelayakan alternatif rute
jalan (setelah didahului
dengan survai dasar
sosial … … (2)
Menyusun konsep dok.
AMDAL (bila perlu) dan
mengajukan ke Komisi
Penilai AMDAL untuk
dinilai...... (7)
Memperbaiki konsep
dok. AMDAL sesuai
hasil rapat komisi dan
mengajukan kembali ke
Komisi Penilai .. (9)
Menetapkan Rute
T erpilih … … . (11)
Memberi masukan
tentang dampak dan daya
dukung lingkungan dan
sosial ..… (3)
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
memeriksa konsep dok.
A M D A L.… (8)
Menetapkan dokumen.
A M D A L.… (10)
Memberi masukan tentang
kesesuaian program
pemb., kepentingan
spesifik daerah serta
koordinasi awal rencana
pengadaan tanah dan
penanganan masy.
terasing (bila ada).....(4)
Memberi masukan tentang
sistem kepemilikan lahan,
taksiran harga, sistem nilai
budaya masy. (terasing)
dan pendekatan
penanganan, kesediaan
dan keberatan pengadaan
tanah dll. … .. .(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
pengadaan tanah,
pelepasan hak,
kesesuaian tata guna
lahan, mobilitas masy.
terasing, situs dan benda
cagar budaya yang harus
dilindungi, dll. … ..(6)
KETERANGAN
1) Mengacu pada hasil prakelayakan
2) Survai dasar sosial unuk
mengetahui secara kasar kondisi
dan dampak terhadap sosekbud
3) Spesifik pada alternatif rute jalan
4) Kepentingan spesifik daerah
perlu dituangkan dalam suatu
keputusan atau Perda
5) Dapat dilakukan pada saat
survai dasar sosial dan/atau
pada forum rapat
6) Termasuk segala peraturan dan
pengaturannya
7) Berdasarkan KA-ANDAL yang
telah disetujui serta hasil survai
dasar sosial
8) Untuk mendapatkan masukan
dari seluruh stakeholder
termasuk masy. yang akan
terkena dampak (lihat prosedur
AMDAL)
9) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
10) RKL/RPL digunakan sebagai
acuan desain teknis
11) Dilengkapai catatan2 cara
penanganan masy.terasing (bila
ada) pengadaan tanah serta
rekomendasi AMDAL
CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL
yang diperlukan, penyusunan dok.
oleh pemrakarsa dan persetujuan
oleh KaDinas setelah mendapat
masukan dari Bapedalda (langkah 7
s/d 10 tidak ada)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
kelayakan beserta
catatannya, dan
membuat konsep
desain teknis jalan … (1)
Melakukan survey
sosial ekonomi dan
menyusun konsep
LA R A P … … (2)
Konsultasi konsep
desain teknis dan
konsep LA R A P … ..(7)
Finalisasi dokumen
Desain Teknis dan
dokumen LARAP. (11)
Menetapkan Desain
Teknis Jalan. (14)
Memberi masukan tentang
indikator sosekbud … (3)
Membantu dalam koordinasi
pelaksanaan survai dan
memberi masukan program
daerah tentang pengadaan
tanah dan masy. terasing ..(4)
Memberi masukan detail ttg
kondisi sosekbud, data aset,
kepemilikan lahan,
rehabilitasi ekonomi, sistem
kekerabatan masy. terasing
dan cara pelepasan hak,
termasuk konpensasi dan
pemukiman kembali ...... (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya, misal :
tentang harga lahan, dan aset
lainnya, cara pelepasan hak
bila lahan milik instansi,
koordinasi dalam rehabilitasi
ekonomi masyarakat,
koordinasi penanganan
masyarakat terasing .. (6)
Memberikan masukan halhal yang terkait dengan
rekomendasi RKL/UKL
pelaksanaan … (8)
Memberi masukan tentang
kepentingan daerah, mis:
lansekap, median, dll. serta
keterpaduan program
implementasi LARAP, dan
pengendalian pemanfaatan
ruang … … (9)
Memberikan tanggapan
terhadap konsep-konsep
tersebut dan memberikan
kesepakatan … (10)
Memberikan tanggapan
sesuai keterkaitannya, mis:
penanganan utilitas yang
terkena pengadaan tanah,
penanganan masyarakat
terasing, untuk kemudian
memberikan kesepakatan
(khusus LA R A P ) … .. (11)
Instansi terkait (Bupati/
Walikota/Gubernur)
menetapkan LARAP ..(13)
KETERANGAN
1) Termasuk hasil studi lingkungan
penyusunan konsep desain
didahului dengan survai
lapangan/rincikan dan
memperhatikan rekomendasi
RKL/UKL
2) Besarnya tim tergantung dari
besar kecilnya pembebasan lahan,
dan dilakukan secara sensus
3) Mengacu dokumen lingkungan
yang telah disetujui
4) Termasuk kepentingan spesifik
daerah
5) Dilakukan untuk seluruh penduduk
yang terkena dampak kegiatan
jalan dan penduduk di lokasi
pemukiman kembali
6) Sesuai peraturan yang berlaku
7) Setelah memperhatikan masukan2
dari instansi terkait
8) Termasuk cara2 monitoring
9) Pengendalian pemanfaatan ruang
dimaksudkan menjaga
penggunaan lahan sesuai tata
ruang
10) 11) Konsep LARAP perlu
disepakati oleh masy.(khususnya
yang terkena dampak) dan
instansi terkait sebelum disahkan
12) Menampung masukan dari seluruh
stakeholder
13) Sesuai kewenangannya
14) Desain yang telah
mempertimbangkan aspek teknis,
ekonomik, lingk. dan sosekbud
CATATAN : LARAP mencakup
rencana tindak penanganan
masyarakat terasing
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari dokumen
LARAP termasuk
penanganan masy.
terasing … ..(1)
Melakukan Konsultasi
Pelaksanaan LARAP
(termasuk penanganan
masy. terasing)
dan/atau musyawarah
serta mufakat....(2)
Melaksanakan LARAP
..... (6)
Membuat laporan
pelaksanaan LARAP
… … . ( 11)
Melakukan monitoring
..... (7)
Melakukan koordinasi
pelaksanaan LARAP. (3)
Memberi masukan dan
menyepakati jadwal,
besaran konpensasi, cara
pengosongan lahan, alih
kepemilikan, rehabilitasi
ekonomi, penanganan
masy. terasing dan
pemukiman kembali ..(4)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Panitia pengadaan tanah
yg memimpin musyawarah
& mufakat, kesepakatan
pelepasan hak dari
instansi terkait, dan
terhadap utilitas yang
terkena dampak ..... (5)
Membantu pelaksanaan
koordinasi dengan
instansi terkait. … .. (8)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan LARAP
menerima konpensasi,
melepaskan hak, dll.
seperti tercantum dalam
kesepakatan .... (9)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya
misal : Panitia pengadaan
tanah menyaksikan
pembayaran konpensasi,
instansi terkait membantu
memindahkan utilitas dll.
..... (10)
KETERANGAN
1) Mengacu pada dokumen2
yang telah disetujui
2) Dapat dilaksanakan berkalikali
3) Termasuk didalamnya
pembebasan lahan,
penanganan masy. terasing,
rehabiltasi ekonomi
masyarakat, dan pemukiman
kembali
4) Termasuk dilakukan terhadap
penduduk di lokasi
pemukiman kembali (bila
ada)
5) Termasuk keterlibatan sektor
transmigrasi bila ada
pemukiman kembali
6) Termasuk pembebasan
lahan, penanganan masy.
terasing dan pemukiman
kembali
7) Sesuai yang tercantum dalam
dokumen lingkungan
8) Baik instansi pusat maupun
daerah (propinsi, kab dan
kota)
9) Termasuk bantuan bagi
penduduk di lokasi
pemukiman kembali
10)Termasuk proses
pensertifikatan tanah
11)Sebagai acuan untuk
evaluasi
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana dan
jadwal konstruksi serta
rencana rehabiltasi ekonomi
masy. terkena dampak . (1)
Melakukan konsultasi renc.
kegiatan konstruksi .. (2)
Melaksanakan kegiatan
konstruksi dan tindakan
pencegahan dampak (5)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan,
termasuk keberadaan para
pekerja .. (3)
Memberi masukan lalu
kesepakatan cara
pelaksanaan pekerjaan sesuai
keterkaitannya .. (4)
Melakukan monitoring ..(6)
Melakukan monitoring ...(7)
Memberi masukan apabila
ada gan gguan … ..(8)
Memberi masukan dan
bekerja sama dalam kegiatan
konstruksi sesuai
keterkaitannya … ..(6)
Memberi masukan tentang
indikator m onito ring … ..(12 )
Melakukan koordinasi
keterpaduan program (13)
Memahami dan
mempersiapkan diri serta
memberi masukan demi
kelancaran p rog ram … (14)
Membantu/melaksanakan
sesuai keterkaitannya mis:
briefing untuk persiapan
training, tentang tujuan dan
cara pemberdayaan .. (15)
Melakukan monitoring ..(17)
M elakukan m onito ring… .(18 )
Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
… … (19)
Menyusun laporan pelaks.
konstruksi (10)
Melakukan konsultasi dan
persiapan rehab. ekonomi
m asy.(terasing) … … .(11)
Melaksanakan program
rehabilitasi … ..(1 6)
Membuat laporan
pelaksanaan program
rehabilitasi… ..(2 1)
Membantu/melaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
pelaksanaantraining,
pemberian fasilitas, dll. (20)
KETERANGAN
1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jalan dan pada dokumen LARAP
2) Setelah menyiapkan rencana detail
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
3) Termasuk briefing kepada para
pekerja luar tentang adat istiadat
setempat
4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
pengelolaan lingkungan
6) 7) Sesuai tugas pokoknya
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
komplain
9) Termasuk masukan akan adanya
penyimpangan dari yang telah
disepakati
10) Sebagai acuan evaluasi
11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP
13) Termasuk pendanaan
14) Masukan juga meliputi kesulitan2
alih profesi, kecemburuan penduduk
di lokasi pemukiman kembali
15) Termasuk bantuan pendampingan
secara mental-spiritual
16) Yang telah disesuaikan terhadap
konsultasi
17) 18) Sesuai tugas pokoknya
19) Sesuai kesepakatan
20) Termasuk bantuan pendampingan
secara teknis
21) Sebagai acuan evaluasi.
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan2
pelaksanaan kegiatan
konstruksi, LARAP dan
rehabilitasi … ..(1)
Konsultasi rencana
monitoring sosekbud
pelaksanaan LARAP
dan rehabilitasi....(2)
Melakukan monitoring
sesuai RPL/UPL .. (3)
Melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
dan bangunan
pelengkapnya serta
lahan sekitar jalan....(7)
Konsultasi hasil
monitoring..... (8)
Menyusun laporan
monitoring..... (13)
Melakukan tindak lanjut,
bekerja sama dg instansi
terkait untuk memperbaiki
penyimpangan2 .. ( 14)
Memberi masukan..... (9)
Memberi masukan
terhadap kualitas
koordinasi antar sektor &
keterpaduan program (4)
Memberi masukan aspek
sosekbud masy. (terasing)
khususnya yang terkena
dampak, termasuk aspek
warisan budaya ..(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal:
indikator keberhasilan
program rehabilitasi
melakukan monitoring
sesuai keterkaitannya (6)
Memberi masukan dan
mengambil tindakan yang
diperlukan, mis: koordinasi
tertib pemanfaatan jalan,
pengembangan lahan
sesuai tata ruang.. (10)
Memberi masukan kondisi
sosekbud pasca kegiatan
LARAP dan rehabilitasi.
Berpartisipasi dalam menjaga
tertib pemanfaatan jalan (11)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal: apakah
program pendampingan
masih diperlukan, adanya
penyerobotan lahan damija,
apakah ada konflik/
kesenjangan antar kelompok
m asyarakat … .. (12)
KETERANGAN
1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada)
2) Penyusunan konsep monitoring
melibatkan berbagai disiplin ilmu
3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
5) Masukan dapat berupa informasi
mengenai kesesuaian antara
program dan pelaksanaan
6) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
7) Yang dimaksud adalah apakah
bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
8) Dapat dilakukan berkali-kali
9) Sesuai tugas pokoknya
10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
(Pedagang Kaki Lima), badan jalan
untuk berdagang, dll.
11) Masukan dapat digunakan untuk
merevisi program
12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
hasil LARAP dan rehabilitasi
14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
lingkungan dan sosekbud.
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari semua
laporan2 monitroing..(1)
Menganalisa manfaat
proyek beserta
dampaknya ....(2)
Konsultasi konsep
Evaluasi Manfaat
Proyek .... (3)
Menyusun laporan
PBME ..... (8)
Menyusun dan
menetapkan kriteria
perencanaan .. ( 9)
Memberi masukan aspek
lingkungan .. (4)
Memberi masukan tentang
koordinasi dan
kelembagaan dalam hal
pembangunan daerah (5)
Memberi masukan kondisi
sosekbud masyarakat
(terasing) setelah selesai
proyek … … . (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal : tata
ruang, penggunaan lahan,
pelatihan alih profesi, nilai
lahan, dll … .. (7)
KETERANGAN
1) Mencakup kegiatan pekerjaan
jalan, LARAP dan rehabilitasi
2) Berdasarkan hasil monitoring,
apakah tujuan proyek tercapai
3) Dapat dilakukan bersamaan
dengan proyek (jalan) lainnya
dalam suatu daerah/kawasan
4) Aspek lingkungan mencakup
phisik, biologi (flora dan fauna),
geologi /geographic, kimiawi
serta sosial ekonomi dan sosial
budaya
5) Pembangunan daerah secara
konprehensif yang menyangkut
semua sektor
6) Wakil masyarakat/LSM dapat
meyampaikan hasil pantauannya
tentang kondisi sosekbud
7) Sektor lain dapat memanfaatkan
forum ini untuk mengevaluasi
programnya
8) PBME (Project Benefit
Monitoring and Evaluation)
9) Untuk digunakan dimasa yang
akan datang, yaitu mencakup
faktor teknis, ekonomik/finansial,
lingkungan dan sosekbud.
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Mempelajari Rencana
Umum Sistem Jaringan
Jalan dan
mengidentifikasi
penggunaan lahan pada
dan sekitar rencana
koridor jaringan jalan,
khususnya areal
sensitive … ..… .(1)
Memberi masukan
tentang Rencana
Penataan Ruang Wilayah
Propinsi, Kabupaten dan
Kota serta Penerapan
P eta P adu S erasi … (2)
Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1). Mencakup Tata guna lahan
diperoleh dari Departemen
Kehutanan, BPN dan dari
sumber lainnya
2). Termasuk koordinasi
dengan instansi terkait
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
yang ada.
Melakukan penyaringan
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P … ..(3)
Melakukan diskusi /
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA … ... (4)
BAPPEDA
1
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat
6) Daftar proyek yang wajib
pengelolaan lingkungan
menggunakan formulir A-1
Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
… . .. (5)
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
2
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
STAKEHOLDER
LAINNYA
Memberitahukan
rencana penyusunan
dokumen AMDAL . (1)
1) Sesuai PP AMDAL
2). Mengacu pada Kep Ka
Bapedalda No.08/2000
3) Sesuai saran apakah
melalui media cetak
maupun media elektronik
Menyepakati jadwal
waktu dan isi
pengumuman rencana
kegiatan proyek … . (2)
Mengumumkan rencana
kegiatan proyek… ..(3)
Memperbaiki dokumen
KA-ANDAL sesuai
dengan tanggapan
komisi dan mengajukan
lagi ke Komisi Penilai
… ..(11)
4) Tanggapan disampaikan
secara tertulis dalam jangka
waktu satu bulan, terhitung
sejak tanggal pengumuman
Memberikan tanggapan
terhadap rencana
kegiatan proyek … . (4)
Melaksanakan
konsultasi M asy.… ..(5)
Menyusun konsep KAANDAL dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6)
KETERANGAN
5) Mengacu pada Pedoman
Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000
6) Gunakan pedoman
penyusunan KA-ANDAL
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
menilai konsep KA-ANDAL
… … … . (7)
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL ........ .. (12)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberikan masukan.. (8)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan .. (7)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan (dari
institusi terkait mis:
kehutanan, Dikbud,
Sosial) ..... (10)
7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menggunakan formulir A-2
Masukan peserta rapat
menggunakan formulir A-3
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Sebagai acuan penilaian
ANDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
3
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari KA
ANDAL yang telah
ditetapkan … … … (1)
Melaksanakan Studi
A N D A L … … (2)
Mengirimkan hasil studi
ANDAL ke Komisi
Penilai untuk dinilai
… … . (3)
Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan
mengajukan kembali ke
K om isi P enilai … (8)
Mengadakan rapat komisi
penilai AMDAL untuk
menilai & menetapkan
kelayakan lingkungan
… … . (4)
Menetapkan dokumen
A M D A L … … . (9)
Menghadiri rapat dan
memberikan masukan
untuk perbaikan
dokumen ...........(4)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dam pak lingkungan … .(6)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dampak lingkungan sesuai
keterkaitannya … .(7)
KETERANGAN
1). Lampiran SK Penetapan
KA-ANDAL termasuk
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
dan RPL
3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
4) Risalah rapat
menggunakan formulir
A-2
5) 6), 7) Masukan peserta
rapat menggunakan
formulir A-3
8) Dilakukan sampai
dokumen disetujui
9) Sebagai acuan untuk
desain dan pelaksanaan
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
4
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
… ..… (1)
Menginventarisasi
rekomendasi
penanganan dampak
pada dokumen RKL &
R P L … … (2)
Memberi penjelasan
kepada tim perencana
teknis tentang sasaran
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6)
Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)
Desain jalan yang telah
mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
kebijakan pembangunan
daerah mis.: median,
lansekap … … … . (3)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran ....... (4)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
keterkaitannya mis.:
penanganan utilitas yang
terkena............ (5)
KETERANGAN
1)
Termasuk mengkaji ulang
(mereview)
2)
Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
3)
4) 5) Dapat dilakukan
dalam forum rapat atau
lainnya
6)
Sebaiknya ada ahli
lingkungan dalam tim
perencana
7)
Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
merupakan lampiran
desain untuk diperhatikan
pada saat tender
8)
Output yang diharapkan
PEDOMAN
011/PW/2004
Perencanaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Buku 2
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PRAKATA
Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil
pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada (ISEM, SESIM, dan
lain-lain) sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup
serta peraturan-peraturan lain terkait yang berlaku.
Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau
terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan
penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan
tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang
berwawasan lingkungan.
Pedoman ini hanya mencakup petunjuk perencanaan penanganan dampak lingkungan
yang harus diterapkan dalam proses perencanaan jalan dan jembatan. Walaupun
pada tahap perencanaan belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan terjadinya
dampak terhadap lingkungan di lapangan, namun seyogianya upaya pencegahan dan
rencana penanganannya telah dipertimbangkan sedini mungkin.
Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun
dapat dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota)
ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan.
Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang penerapan
pertimbangan lingkungan pada proses perencanaan jaringan jalan, yang meliputi
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan tentang:
a) sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;
b) studi kelayakan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL;
c)
desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan hidup.
i
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci baik yang bersifat normatif maupun informatif
tentang cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu yang berkaitan dengan ketiga
hal tersebut di atas, dapat dilihat pada lampiran.
Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan Pedoman Pengelolan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku,
yaitu:
Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan
Buku 4 : Pedoman Monitoring Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Buku pedoman ini dilengkapi dengan beberapa lampiran baik yang bersifat normatif
maupun informatif, yang memberikan tambahan penjelasan secara rinci tentang
prosedur atau cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu.
Jakarta, November 2002
Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah
ii
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR ISI
Prakata
i
Daftar Isi
iii
Daftar Gambar
v
Daftar Tabel
v
Daftar Lampiran
vi
1
Ruang Lingkup
1
2
Acuan Normatif
1
3
Istilah dan Definisi
2
4
Aspek-aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan
4
4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan
4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang
4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin
4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat
4.1.4 Penyaringan Lingkungan
4
4
4
8
8
4.2 Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan
4.2.1 Pra Studi Kelayakan
4.2.2 Pengadaan Tanah
4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan
4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL
4.2.5 Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL
4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL
4.2.7 Penilaian dokumen AMDAL
4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL
16
16
17
17
18
23
23
27
27
4.3 Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan
4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL
4.3.2 Pembuatan Desain dan Spesifikasi Teknis Yang Memasukkan
Pertimbangan Lingkungan
4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Dalam Dokumen Tender dan Dokumen Kontrak
28
28
4.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali
4.4.1 Maksud dan Tujuan
4.4.2 Langkah-langkah Kegiatan
4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi
4.4.4 Inventarisasi Tanah dan Aset di Atasnya
4.4.5 Konsultasi Masyarakat
4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali
4.4.7 Jadwal Pelaksanaan
4.4.8 Pembiayaan
4.4.9 Koordinasi
33
33
33
33
34
34
34
35
35
35
31
33
iii
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5
6
Dokumentasi
35
5.1 Jenis Dokumen
35
5.2 Hasil Penyaringan AMDAL
35
5.3 Dokumen Konsultasi Masyarakat
36
5.4 Dokumen AMDAL
5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL
5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
5.4.3 Kadaluwarsa dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL
37
37
37
38
39
5.5 Dokumen UKL dan UPL
5.6 Dokumen LARAP
39
39
Pembiayaan
40
6.1 Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL
/ UPL
6.2 Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL
6.3 Biaya Studi ANDAL atau UKL dan UPL
6.4 Biaya Penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL pada tahap Perencanaan
Teknis
6.5 Biaya Penyusunan LARAP
6.6 Pengajuan Usulan Biaya
7
8
40
40
42
43
44
44
Koordinasi Antar Instansi Terkait
45
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
7.7
45
46
47
47
48
48
49
Pemrakarsa
Bapedalda
Bappeda
Masyarakat
Instansi (Stakeholder) Lainnya
Komisi Penilai AMDAL
Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait
Penutup
50
iv
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daftar Gambar
Gambar 4.1 Peta atau foto udara sebagai media untuk identifikasi dan
an alisis ron a lin g ku n g an h id up … … … … … … … … … … … .… … … … … ..
7
G am b ar 4.2 P rosed u r P en yarin g an P royek Jalan Y an g W ajib A M D A L … … … .
14
G am b ar 4.3 C on toh P enerap an S O P … … … … … … … … … … … … … … … … ............
15
Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL
22
G am b ar 4.5 P rosed u r P en ilaian d an P ersetu ju an D oku m en A M D A L … … … ....
29
Gambar 4.6 Prosedur Penetapan dokumen UKL dan U P L … … … … … … … .......
30
G am b ar 4.7 N oise B arrier d an T em p at P en yeb eran g an S atw a Liar .… … … ..
32
Daftar Tabel
Tabel 4.1 Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi
d en g an A M D A L … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ...............
Tabel 4.2 Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL .........
11
12
v
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daftar Lampiran
Lampiran A:
Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan
Lampiran B:
Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat
Lampiran C:
Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan
yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL
Lampiran D:
Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan
Lampiran E:
Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Bidang Jalan
Lampiran F:
Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan
Lampiran G:
Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan
Lampiran H:
Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL Bidang Jalan
Lampiran I:
Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Bidang Jalan
Lampiran J:
Pedoman Teknis Penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL Bidang
Jalan
Lampiran K:
Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan
Lampiran L:
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah
dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan
Lampiran M:
Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Bidang Jalan
Lampiran N:
Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Perencanaan
Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan
Lampiran O:
Bagan Koordinasi antar Instansi Terkait dalam Perencanaan
Penanganan Masyarakat Terasing untuk Bidang Jalan
Lampiran P:
Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan
vi
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1.
Ruang Lingkup
Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang
perencanaan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyelenggaraan
kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan tersebut mencakup
penerapan pertimbangan lingkungan mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke
tahap perencanaan teknis, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi para
petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan jalan
dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk
memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi.
Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat
dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti, sehingga
terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan.
Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:
•
Penyusunan sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan;
•
Studi kelayakan kegiatan pembangunan jalan yang memasukkan pertimbangan
lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL;
•
Pembuatan
desain
dan/atau
spesifikasi
teknis
pekerjaan
konstruksi
yang
memasukkan pertimbangan lingkungan.
2.
Acuan Normatif
Pedoman
ini
menggunakan
acuan
peraturan
dan
perundang-undangan
tentang
lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait,
antara lain:

Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
1
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentang Panduan
Penilaian Dokumen AMDAL

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.

Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Kegiatan
Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL;

Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL

Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran P.
3.
Istilah dan Definisi
3.1
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;
3.2
Dampak besar dan penting
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;
3.3
Kerangka Acuan ANDAL
ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan;
3.4
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha dan / atau kegiatan;
2
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.5
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.6
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.7
Pemrakarsa
orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;
3.8
Komisi penilai
komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat adalah
komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah;
3.9
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
berbagai
tindakan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan
hidup
yang
wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
3.10
Masyarakat terkena dampak
masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan,
terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan
mengalami kerugian.
3.11
Masyarakat pemerhati
masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampakdampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.
3
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.
Aspek - Aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan
4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan
4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang
Perencanaan sistem jaringan jalan, yang dilaksanakan pada tahap perencanaan umum,
merupakan titik awal siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan. Pada tahap ini,
alternatif-alternatif rencana awal koridor pembangunan jalan dipilih berdasarkan data
sekunder seperti berbagai data statistik dan peta-peta tematik, serta hasil survai lapangan
secara global, bila diperlukan.
Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan koridor jalan harus sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata
ruang wilayah (RTRW) nasional, propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang
kawasan. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang yang berwawasan
lingkungan.
4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin
Walaupun pada tahap perencanaan umum ini belum ada kegiatan fisik yang dapat
menimbulkan perubahan lingkungan hidup, penerapan pertimbangan lingkungan dalam
pemilihaan rute jalan harus dilakukan untuk mencegah dampak negatif yang mungkin
terjadi sedini mungkin.
Pada tahap awal perencanaan perlu diidentifikasi berbagai faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan kendala untuk pembangunan jalur jalan yang direncanakan, khususnya
komponen-komponen lingkungan di sekitar lokasi rencana koridor jalan, yang sangat
sensitif terhadap perubahan terutama kawasan lindung yang terdiri dari (lihat Kotak 4.1):
a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
b) Kawasan perlindungan setempat;
c) Kawasan suaka alam dan cagar budaya;
d) Kawasan rawan bencana alam.
Di samping kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan peraturan dan perundangundangan, perlu diidentifikasi juga areal sensitif lainnya, antara lain:
 areal permukiman padat penduduk;
4
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 areal dengan kemiringan lereng terjal;
 areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
 lahan pertanian produktif;
 areal berpanorama indah;
 permukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).
Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti
peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit, (lihat Gambar 4.1).
Hasil identifikasi disajikan dalam bentuk peta “ken d ala lin g ku n g an ” untuk bahan
pertimbangan dalam pemilihan rencana rute jalan, yang sedapat mungkin tidak melalui
areal sensitif.
Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A, yang mencakup:
a) pengertian tentang nilai lingkungan hidup;
b) pengaruh pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup;
c) jenis-jenis data yang diperlukan untuk pemilihan rute jalan;
d) metode pengumpulan data;
e) langkah-langkah proses pemilihan rute;
f) konsultasi masyarakat dalam proses pemilihan rute jalan.
5
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kotak 4.1
Daftar Kawasan Lindung
A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:
1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;
B. Kawasan perlindungan setempat:
1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air
C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya
1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.
Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Catatan : Definisi dan kriteria mengenai jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres tersebut di atas.
Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya
d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses “kajian lin g ku n g an strateg is” (K LS ). Lin g ku p
KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup
suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam suatu
wilayah / kawasan pembangunan.
KLS suatu kawasan merupakan proses untuk mengidentifikasi konsekuensi dari kebijakan
dan perencanaan pembangunan termasuk jaringan jalan terhadap lingkungan. Sasaran
utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung akibat
penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan pertimbangan
dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini diharapkan akan
terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan.
6
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.1
Peta atau Foto Udara sebagai media untuk identifikasi
dan analisis rona lingkungan hidup
Gambar 4.1a Peta Topografi
Keterangan:
Peta topografi dan peta-peta
tematik lainnya seperti peta
penggunaan lahan, dsb. Serta
foto udara atau citra satelit
memberikan
berbagai
informasi rona lingkungan
hidup yang sangat diperlukan
untuk perencanaan sistem
jaringan
jalan
yang
berwawasan lingkungan
Gambar 4.1b Foto Udara
7
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat
Pada waktu pemilihan alternatif rute rencana pembangunan jalan, harus dilakukan
konsultasi masyarakat untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta
saran-saran untuk bahan pertimbangan.
Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak
sosial sedini mungkin. Dampak sosial yang sangat sensitif sering terjadi antara lain dalam
kaitannya dengan pengadaan tanah terutama kalau terjadi pemindahan penduduk.
Karena itu, masalah pengadaan tanah perlu dipertimbangkan sedini mungkin. Kendala
sosial juga sangat potensial terjadi pada pembangunan jalan yang melalui areal
masyarakat terasing (masyarakat adat) yang sangat peka terhadap perubahan.
Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan prinsip dasar sebagai berikut:
1)
kesetaraan posisi di antara pihak-pihak yang terlibat;
2)
transparansi dalam pengambilan keputusan;
3)
penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan
4)
koordinasi, komunikasi, dan kerjasama di kalangan pihak-pihak yang terkait.
Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok)
masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi
yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal,
kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
tercantum pada Lampiran B.
4.1.4 Penyaringan Lingkungan
Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan)
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pentingnya dampak didasarkan atas:
a) Jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b) Luas wilayah persebaran dampak;
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
8
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d) Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak;
e) Sifat kumulatif dampak;
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Ketentuan mengenai pelaksanaan AMDAL tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Dalam Pasal 3 Ayat (2) PP tersebut disebutkan bahwa
jenis-jenis rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL ditetapkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri
lain dan / atau Pimpinan Lembaga Pemerintah non Departemen yang terkait. Ketetapan
tersebut dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Selanjutnya pada Pasal 3 Ayat (4) dijelaskan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan
yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) yang
pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Apabila koridor (alinyemen sementara) rencana jaringan jalan telah ditetapkan, harus
dilakukan penyaringan lingkungan untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang wajib
dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL pada tahap perencanaan selanjutnya.
Kriteria tentang rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan
UPL serta petunjuk tata cara penyaringannya secara gais besar dijelaskan sebagai berikut.
a) Rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL
Dalam kaitannya dengan ketentuan rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL dan UPL, jenis-jenis proyek pembangunan jalan diklasifikasikan sebagai berikut:
(1) Pembangunan jalan tol;
(2) Pembangunan jalan layang dan subway;
(3) Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA:

di kota besar / metropolitan;

di kota sedang;

di pedesaan.
(4) Peningkatan jalan dalam DAMIJA;
(5) Pembangunan jembatan.
b) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang
Rencana
Usaha
/
Kegiatan
yang
Wajib
Dilengkapi
AMDAL,
rencana
kegiatan
pembangunan jalan wajib dilengkapi AMDAL kalau:
9
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(1) skala / besaran rencana kegiatannya memenuhi kriteria tercantum pada Tabel 4.1;
atau
(2) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tabel 4.1, tapi
lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung (lihat Kotak 4.1); atau
(3) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tebel 4.1, tapi
berdasarkan pertimbangan ilmiah mengenai daya tampung lingkungan serta tipologi
ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
Karena kriteria tersebut di atas dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka
waktu lima tahun, maka pemrakarsa harus senantiasa memperhatikan ketentuan yang
terbaru.
10
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Tabel 4.1
Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan)
No.
1.
2.
Jenis Proyek
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
a. Pembangunan jalan
tol
Semua Besaran
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
b. Pembangunan jalan
layang dan subway
> 2 km
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
Pembangunan jalan
dan / atau peningkatan
jalan dengan pelebaran
di luar DAMIJA:
a. Di kota besar /
metropolitan :
- Panjang
- atau luas
pengadaan tanah
b. Di kota sedang :
- Panjang
- atau luas
pengadaan tanah
c. Pedesaan :
- Panjang
> 5 km
> 5 ha
> 10 km
> 10 ha
> 30 km
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi
yang tinggi, gangguan visual
dan dampak sosial.
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001
Catatan:
 Kota Metropolitan: jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa
 Kota Besar
 Kora Sedang
 Kota Kecil
: jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa
: jumlah penduduk 200.000 – 500.000 jiwa
: jumlah penduduk 20.000 – 200.000 jiwa
11
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi UKL dan UPL
Rencana kegiatan proyek jalan yang tidak termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL,
wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan
(UPL).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor:17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib
Dilengkapi dengan UKL dan UPL, kriteria rencana kegiatan proyek jalan dan jembatan
yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL
No.
1
2.
3.
Jenis Kegiatan Proyek
Jalan Tol/Layang (Fly Over)
a. Pembangunan jalan layang dan sub way
b. Peningkatan jalan tol dengan pembebasan
lahan
c. Peningkatan Jalan Tol tanpa pembebasan
lahan
Jalan Raya
a.Pembangunan/peningkatan jalan di luar
DAMIJA
a) Di kota besar / metropolitan:
 Panjang (P)
 Luas pengadaan tanah (L)
b) Di kota sedang:
 Panjang (P)
 Luas pengadaan tanah (L)
c) Di pedesaan-inter urban
 Panjang (P)
b. Peningkatan dengan pelebaran didalam
DAMIJA
a) Kota Besar/Metropolitan-Arteri Kolektor
Pembangunan jembatan
a) Di kota besar / metropolitan
b) Di kota sedang
Skala / Besaran Kegiatan
< 2Km
Semua Besaran
> 5 km
1 km < P < 5 km
2 ha < L < 5 ha
3 km < P < 10 km
5 ha < L < 10 ha
5 km < P < 30 km
>= 10 Km
> 20 m
> 60 m
12
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d) Prosedur penyaringan rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi
AMDAL atau UKL dan UPL
Proses penyaringan dilakukan terhadap semua alternatif rute jalan. Secara garis besar,
proses penyaringan ini dapat dlukiskan dalam bentuk bagan alir seperti tercantum pada
Gambar 4.2. Kesimpulan hasil penyaringan tersebut di atas, ada tiga kemungkinan sbb.:
1) rencana kegiatan wajib dilengkapi AMDAL;
2) rencana kegiatan wajib dilengkapi UKL dan UPL;
3) rencana kegiatan tidak perlu dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi cukup
dengan penerapan SOP (standard operating procedure) atau standar-standar
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang telah baku dan terintegrasi
dalam proses pelaksanaan kegiatan. Lihat Gambar 4.3.
Petunjuk lebih rinci mengenai tata cara penyaringan tersebut termasuk contoh formulir
laporannya, tercantum pada Lampiran C
13
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.2 Bagan Prosedur Penyaringan Lingkungan
Rencana Kegiatan
Proyek Jalan
Memenuhi Kriteria Wajib
AMDAL ? *)
ya
tidak
Daerah Sensitif
tidak
(Termasuk Kawasan
Lindung dan Komunitas
adat terpencil)
ya
Berdampak penting ?
(7 kriteria) **)
ya
tidak
tidak
Memenuhi Kriteria Wajib
UKL dan UPL? ***)
ya
SOP
Wajib UKL
dan UPL
WAJIB
AMDAL
Keterangan:
*) : Kepmen LH No. 17/2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wjib dilengkapi AMDAL
**) : Dikonsultasikan dengan instansi terkait
***): Kepmen Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib dilengkapi dengan Ukl dan UPL
14
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.3
Contoh Penerapan SOP
Keterangan : Ceceran minyak/pelumas dari alat-alat berat harus dicegah
dengan penerapan SOP
V = Total volume minyak/pelumas yang disimpan
Contoh SOP
Penyimpanan Minyak/Pelumas
15
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.2
Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan
4.2.1 Pra Studi Kelayakan
Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan jalan di sini adalah kegiatan yang dapat
berupa pembangunan jalan baru, peningkatan atau pemeliharaan jalan yang telah ada,
pembangunan baru / penggantian jembatan atau pemeliharaan jembatan lama.
Hasil proses perencanaan umum biasanya ditindaklanjuti dengan pra studi kelayakan.
Namun mungkin juga tidak dilaksanakan pra studi kelayakan, tapi langsung ke studi
kelayakan.
Kegiatan utama perencanaan jalan pada tahap pra studi kelayakan adalah perumusan
alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif
tersebut.
Analisis kelayakan tidak hanya mencakup aspek teknis dan ekonomis saja, tapi juga harus
mempertimbangkan kelayakan lingkungan melalui kajian awal lingkungan di dalam proses
pra studi kelayakan.
Kajian awal lingkungan pada tahap pra studi kelayakan sebagian besar didasarkan atas
data sekunder yang tersedia. Akan tetapi, data tersebut harus dilengkapi dengan hasil
survey lapangan (rapid reconnaissance survey) untuk keperluan:
 Mencek keandalan (reliability) data sekunder yang tersedia;
 Tambahan informasi tentang kondisi lingkungan tertentu yang tidak tercakup dalam
data sekunder yang tersedia;
 Memperoleh gambaran umum tentang rona lingkungan secara keseluruhan, yang
mencakup seluruh wilayah studi.
Beberapa aspek lingkungan yang perlu dikaji untuk tiap alternatif alinyemen meliputi
antara lain:
• Kemungkinan konflik kepentingan penggunaan lahan pada areal yang perlu
dibebaskan;
• Gangguan terhadap kawasan lindung;
• Gangguan terhadap stabilitas tanah (erosi, longsor, sedimentasi);
• Gangguan pada aliran air permukaan dan air tanah;
• Gangguan pada prasarana dan fasilitas umum;
• Dampak pada kualitas air, kualitas udara dan kebisingan;
• Dampak terhadap aspek sosial-ekonomi;
16
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
• Dampak terhadap aspek sosial-budaya, termasuk kawasan adat;
• Gangguan terhadap estetika lingkungan.
Hasil kajian
tersebut memberikan informasi awal tentang dampak lingkungan yang
mungkin terjadi akibat tiap alternatif alinyemen jalan, yang harus dipertimbangkan dalam
proses pemilihan alternatif rute jalan yang diinginkan. Di samping itu, hasil kajian ini
merupakan masukan untuk kajian lingkungan selanjutnya yang lebih mendalam (bila
diperlukan) pada tahap studi kelayakan.
Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi
kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi
kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila
diperlukan).
Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada
tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih.
4.2.2 Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah merupakan salah satu komponen kegiatan proyek pembangunan jalan
yang sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi sosial-ekonomi
penduduk yang tanahnya terkena proyek. Dampak yang terjadi sering kali sangat sensitif,
terutama
kalau
diperlukan
pemindahan
penduduk.
Penanganan
dampak
sosial
sehubungan dengan pengadaaan tanah sering mengalami kesulitan sehingga pekerjaan
konstruksi terhambat atau tidak dapat dilaksanakan.
Untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi, perencanaan
pengadaan tanah harus didasarkan atas hasil kajian sosial-ekonomi dan sosial-budaya
yang akurat. Pada tahap pra-studi kelayakan perlu dilakukan kajian awal pengadaan
tanah, dan selanjutnya pada tahap studi kelayakan dilakukan identifikasi kebutuhan tanah
yang lebih akurat. Pedoman teknis pengadaan tanah tercantum dalam Lampiran D
4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan
Pada tahap studi kelayakan, alternatif-alternatif alinyemen jalan diseleksi lebih lanjut
sehingga dapat ditentukan alternatif terpilih yang dianggap paling layak. Seleksi ini
didasarkan atas pertimbangan aspek teknis, ekonomi dan juga lingkungan.
17
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kajian
kelayakan
lingkungan
terhadap
alternatif
alinyemen
jalan
terpilih
harus
dilaksanakan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil penyaringan
proyek yang telah diuraikan pada Butir 4.1.4.
Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib AMDAL, diperlukan penyusunan
Kerangka Acuan ANDAL, untuk digunakan sebagai arahan untuk penyusunan dokumen
AMDAL (ANDAL. RKL dan RPL).
Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL,
diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai arahan
untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL.
Dokumen AMDAL harus dinilai oleh komisi penilai AMDAL (lihat Butir 4.2.4 sub d) dan
Butir 4.2.6). Dokumen AMDAL ini terdiri dari Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL, dan
RPL.
4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL
a)
Pelingkupan
Hal yang sangat penting dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL adalah pelingkupan
untuk menentukan:
(1) isu pokok lingkungan (dampak besar dan penting) yang harus dikaji;
(2) lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan:
• batas proyek;
• batas ekologi;
• batas sosial; dan
• batas administratif.
(3) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode, jumlah sampel yang harus dianalisis, dan
jumlah serta kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan.
Untuk memperoleh hasil pelingkupan yang akurat, diperlukan data dasar tentang kondisi
lingkungan saat ini (data sekunder) seperti peta-peta topografi, geologi, jenis tanah,
penggunaan lahan, dan peruntukan lahan dengan skala yang memadai. Foto udara atau
citra satelit (bila tersedia) juga akan sangat bermanfaat. Tambahan informasi lapangan
juga diperlukan untuk melengkapi dan pemutakhiran data sekunder. Hal ini meliputi:
•
kondisi topografi;
•
penggunaan lahan sepanjang rencana alinyemen jalan;
•
kondisi penggunaan lahan yang akan dibebaskan;
•
kondisi jalan yang akan dilalui kendaraan proyek;
18
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
•
kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat secara umum di sekitar lokasi proyek;
•
lokasi quarry, borrow area, base camp dan spoil bank;
•
kawasan lindung dan daerah sensitif lainnya;
•
tempat-tempat sensitif seperti rumah sakit, sekolah, dan permukiman padat.
b) Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL
Sebelum menyusun KA - ANDAL, pemrakarsa wajib:
(1)
memberitahukan rencananya kepada instansi yang bertanggung jawab (Bapedalda
tingkat Kabupatan/Kota untuk proyek jalan yang lokasinya dalam wilayah satu
kabupaten/kota, atau Bapedalda tingkat propinsi bagi proyek jalan yang lokasinya
meliputi wilayah lebih dari satu kabupaten/kota, atau Menteri Negara Lingkungan
Hidup di tingkat pusat untuk proyek jalan yang lokasinya meliputi wilayah lebih dari
satu propinsi dan yang bersifat strategis nasional);
(2)
mengumumkan rencana kegiatan proyek yang wajib dilengkapi dengan AMDAL,
sesuai jadwal yang telah disepakati bersama instansi yang bertanggung jawab.
Pengumuman
tersebut
dimaksudkan
agar
masyarakat
yang
berkepentingan
mengetahui rencana kegiatan proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau
tanggapan mengenai proyek tersebut.
Beberapa ketentuan tentang pengumuman tersebut adalah sebagai berikut:
(1)
Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan
masyarakat pemerhati.
(a) Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak
dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang
akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.
(b) Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap
rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang
akan ditimbulkannya.
(2)
Media pengumuman berupa:
(a) Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek
(b) Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di tingkat pusat atau daerah.
(c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau
media elektronik.
19
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(3)
Isi pengumuman meliputi:
(a) Nama dan alamat pemrakarsa.
(b) Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan jalan).
(c) Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan
skala yang
memadai.
(d) Hasil pekerjaan.
(e) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi dan cara penanganannya.
(f) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian
saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak
tanggal pengumuman);
(g) Nama dan alamat instansi yang bertanggungjawab dalam menerima saran,
pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat.
Pada saat penyusunan Kerangka Acuan ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi
kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi tersebut wajib
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan.
Penjelasan lebih rinci mengenai kedua hal-hal tersebut atas, tercantum dalam Keputusan
Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL. Proses keterlibatan masyarakat tersebut secara garis
besar dan skematis dapat dilihat pada Gambar 4.4.
c) Sistematika dokumen Kerangka Acuan ANDAL
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab. Secara garis besar, sistematika
dokumen tersebut tercantum dalam Kotak 4.2.
Petunjuk lebih rinci mengenai cara penyusunan KA - ANDAL tercantum pada Lampiran E.
d) Penilaian dokumen Kerangka Acuan ANDAL
Konsep KA - ANDAL harus dipresentasikan oleh pemrakarsa (dengan bantuan konsultan)
dalam rapat Komisi Penilai AMDAL, untuk dinilai oleh komisi tersebut.
Komisi Penilai AMDAL melakukan penilaian untuk menyepakati ruang lingkup kajian
analisis dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan.
20
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Keputusan atas penilaian KA-ANDAL wajib diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab
dalam jangka waktu paling lambat 75 (tujuhpuluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya KA-ANDAL tersebut.
Kotak 4.2
Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Peraturan Perundang-undangan
1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi
BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI
2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah
2.3 Isu-isu Pokok
2.4 Batas Wilayah Studi
2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain
BAB 3 : METODE STUDI
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting
3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting
BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI
4.1 Pemrakarsa
4.2 Tim Pelaksana Studi
4.3 Jadual Pelaksanaan Studi
4.4 Biaya Studi
4.5 Pelaporan
BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA
BAB 6 : LAMPIRAN
21
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL
Masyarakat
Berkepentingan
Instansi Yang
Bertanggungjawab
(Bapedalda/KLH)
Pemrakarsa
Pengumuman
Rencana Kegiatan
Pengumuman
Persiapan Penyusunan
ANDAL
Saran, Pendapat dan
Tanggapan
Penyusunan
KA-ANDAL
KONSULTASI
Saran, Pendapat dan
Tanggapan
Penilaian KA- ANDAL
oleh Komisis
(Maks 75 hari)
Penyusunan
ANDAL, RKL, RPL
Penilaian ANDAL, RKL,
RPL oleh Komisis
(Maks 75 hari)
Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup
Oleh
Gubernur/Bupati/Wali
kota atas rekomendasi
Ka Bapedalda
= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan atau ditembuskan
Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000.
22
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Apabila instansi yang bertanggungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka
waktu tersebut di atas, maka instansi yang bertanggungjawab dianggap menerima
(menyepakati) KA-ANDAL dimaksud.
Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan yang diajukan oleh
pemrakarsa, apabila rencana lokasi kegiatannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah atau tata ruang kawasan.
4.2.5
Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL
Kerangka acuan UKL dan UPL dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada tim
penyusun dokumen tersebut, agar dapat dilaksanakan secara efisien.
Pada dasarnya substansi Kerangka Acuan UKL dan UPL serupa dengan KA – ANDAL, tapi
dalam pelaksanaan studi UKL dan UPL tidak diperlukan kajian mendalam. Data yang
digunakan sebagian besar berupa data sekunder.
Secara garis besar, isi serta sistematika KA – UKL dan UPL tercantum pada Kotak 4.3.
Karena UKL dan UPL bukan bagian dari dokumrn AMDAL, maka Kerangka Acuan UKL dan
UPL tidak perlu dinilai oleh komisi penilai AMDAL.
4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL
Analisis kelayakan lingkungan melalui studi ANDAL atau UKL / UPL seharusnya
dilaksanakan secara terpadu dengan studi kelayakan dalam satu paket pekerjaan. Kedua
macam
studi
tersebut
menggunakan
sejumlah
data
yang
sama,
karena
itu
pelaksanaannya akan dapat dipercepat dan lebih efisien kalau keduanya dilaksanakan
oleh konsultan yang sama.
Hasil studi AMDAL terdiri dari:
•
Laporan studi ANDAL;
•
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);
•
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
•
Ringkasan Eksekutif.
Petunjuk rinci mengenai penyusunan AMDAL proyek jalan tercantum pada Lampiran F,
yang mencakup penjelasan tentang isi (materi) serta cara penyusunan dokumendokumen tersebut di atas.
23
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Studi ANDAL diselenggarakan oleh pemrakarsa (Pemimpin Proyek) dengan bantuan
konsultan, berdasarkan Kerangka Acuan ANDAL yang telah ditetapkan (disetujui) oleh
instansi yang bertanggung jawab.
Kotak 4.3
Sistematika Kerangka Acuan UKL dan UPL
BAB 1 : PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang dan tujuan serta kegunaan studi
BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI
Penjelasan singkat mengenai:

Komponen rencana kegiatan yang akan ditelaah

Komponen Lingkungan yang akan ditelaah

Isu-isu pokok lingkungan yang harus ditelaah

Batas wilayah studi

Keterkaitan proyek dengan kegiatan lain
BAB 3 : METODE STUDI
Memberikan arahan tentang metode studi, meliputi:

Metode pengumpulan data

Metode prakiraan dan evakuasi dampak lingkungan
BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI
Berisi penjelasan tentang:

Pemrakarsa

PersyaratanTim Pelaksana Studi

Jadual pelaksanaan studi

Biaya studi (komponen-komponen biaya dan sumber dana)

Pelaporan
BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA
BAB 6 : LAMPIRAN
Apabila alinyemen jalan melalui daerah permukiman terutama yang berpenduduk padat,
analisis dampak lingkungan yang detail dan mendalam perlu difokuskan pada dampak
sosial yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah, terutama kalau terdapat banyak
penduduk yang harus dipindahkan. Petunjuk mengenai analisis dampak sosial tercantum
pada Lampiran G.
24
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Sistematika dokumen ANDAL secara garis besar tercantum pada Kotak 4.4.
Kesimpulan hasil studi ANDAL berupa arahan untuk penanganan dampak lingkungan
selanjutnya dijabarkan dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan
rencana pemantauan lingkungan (RPL).
Kotak 4.4
Sistematika Dokumen ANDAL
Bab I.
Pendahuluan
Bab II
Ruang Lingkup Studi
Bab III.
Metoda Studi
Bab IV.
Rencana Kegiatan Proyek
Bab V.
Rona Awal Lingkungan Hidup
Bab VI.
Prakiraan Dampak Besar dan Penting
Bab VII.
Evaluasi Dampak Besar dan Penting
Bab VIII.
Daftar Pustaka
Bab IX.
Lampiran
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) adalah dokumen yang menyatakan upaya-upaya
yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa proyek untuk mencegah, mengendalikan atau
mengurangi dampak negatif, dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan.
Dalam pengertian tersebut, RKL mencakup empat kelompok kegiatan untuk:
a)
menghilangkan atau mencegah dampak-dampak negatif melalui pemilihan alternatif
lokasi tapak proyek dan desain;
b) mitigasi, meminimalkan atau mengendalikan dampak-dampak negatif;
c)
meningkatkan dampak positif, sehingga proyek jalan yang dibangun akan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat;
d) memberikan kompensasi baik menyangkut aspek sosial-ekonomi maupun ekologi
sebagai pengganti dari sumberdaya yang rusak atau hilang.
Sistematika dokumen RKL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.5.
25
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kotak 4.5
Sistematika Dokumen RKL
Bab I Pendahuluan
Bab II Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Bab III Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bab IV Daftar Pustaka
Bab V Lampiran
Dokumen RKL harus dilengkapi dengan Pernyataan Pelaksanaan, berupa surat pernyataan
pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan RPL, yang ditandatangani di atas materai.
Contoh format surat pernyataan pelaksanaan tercantum pada Lampiran F.
Pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas
pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPL antara lain:
a) Aspek-aspek yang dipantau sesuai dengan aspek-aspek yang dinyatakan dalam
dokumen ANDAL dan RKL.;
b) Komponen / parameter lingkungan hidup yang dipantau hanyalah yang mengalami
perubahan mendasar (terkena dampak besar dan penting);
c) Pemantauan lingkungan hidup harus layak ekonomi.
Sistematika dokumen RPL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.6.
Kotak 4.6
Sistematika Dokumen RPL
Bab I
Pendahuluan
Bab II Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Bab III Daftar Pustaka
Bab IV Lampiran
26
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.2.7 Penilaian Dokumen AMDAL
Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, Laporan ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Untuk keperluan penilaian tersebut, pemrakarsa
(dengan bantuan konsultan) harus mempresentasikan konsep dokumen tersebut dalam
rapat Komisi Penilai AMDAL.
Sebelum dokumen AMDAL tersebut diajukan ke komisi penilai, seharusnya konsep
dokumen (yang disusun oleh konsultan) tersebut dinilai oleh pemrakarsa. Petunjuk untuk
penilaian dokumen AMDAL tercantum pada Lampiran H.
Instansi yang bertanggungjawab, menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup
sesuai dengan hasil penilaian dokumen yang dilaksanakan oleh komisi penilai. Keputusan
kelayakan lingkungan hidup tersebut diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya
75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL
yang bersangkutan.
Apabila instansi yang bertanggungjawab, tidak menerbitkan keputusan dalam jangka
waktu tersebut di atas, maka rencana kegiatan yang bersangkutan dianggap layak
lingkungan.
Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa:
a)
dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan proyek tidak
dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau
b)
biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada
manfaat dampak besar dan penting positif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan
proyek yang bersangkutan,
maka instansi yang bertanggungjawab memberikan keputusan bahwa rencana kegiatan
proyek yang bersangkutan tidak layak lingkungan.
Bagan prosedur penilaian dan persetujuan dokumen AMDAL dapat dilihat pada Gambar
4.5
4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL
Rencana kegiatan proyek jalan yang diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak besar
dan penting tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tapi cukup dengan UKL dan UPL.
Dokumen UKL dan UPL disusun oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan (bila perlu)
sesuai dengan ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan Penyusunan UKL dan UPL.
Dokumen ini merupakan rencana kerja yang dibuat oleh pemrakarsa yang berisi program
27
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup berdasarkan hasil identifikasi dampak
sebagai syarat penerbitan izin melaksanakan kegiatan proyek.
Untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL tidak diperlukan kajian (analisis) mendalam.
Data yang digunakan sebagian besar berupa data sekunder dilengkapi dengan data
primer hasil survey lapangan sesuai dengan kebutuhan.
UKL dan UPL bukan bagian dari proses AMDAL, karena itu dokumen UKL dan UPL tidak
perlu dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL, tapi dimintakan rekomendasi dari instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Prosedur penetapan
dokumen UKL dan UPL secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Pada dasarnya, AMDAL dan UKL / UPL mempunyai tujuan yang sama yaitu mencegah,
mengurangi atau menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif.
Petunjuk rinci tentang penyusunan (sistematika) dokumen UKL dan UPL tercantum pada
Lampiran I,
yang merupakan penjabaran dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL.
Pelaksanaan UKL dan UPL proyek jalan berada langsung di bawah pembinaan instansi
yang membidangi pembangunan jalan, yaitu Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah atau
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah di tingkat pusat atau Dinas yang bersangkutan di tingkat daerah.
4.3
Desain Dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan
4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL
Dokumen AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL) atau UKL dan UPL merupakan bagian dari studi
kelayakan. Karena itu,
dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL hanya bersifat
memberikan rekomendasi berupa pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip atau persyaratan
untuk pencegahan / pengendalian / penanggulangan dampak. Alasannya adalah:
a)
pada tahap studi kelayakan, alinyemen jalan belum ditetapkan secara pasti di
lapangan;
b)
spesifikasi
teknis detail pekerjaan konstruksi dan metode pelaksanaannya masih
belum lengkap;
c)
pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip dasar serta petunjuk atau persyaratan untuk
pengelolaan lingkungan yang tercantu dalam RKL atau RPL merupakan rekomendasi
untuk selanjutnya dijabarkan dalam rencana teknis detail.
Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL tersebut harus dijabarkan dalam desain dan
spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi.
28
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.5 Bagan Prosedur Penilaian dan Penetapan Dokumen AMDAL
Instansi Yang
Bertanggungjawab
Komisi Penilai
AMDAL
Pemrakarsa
Masyarakat
Pengumuman
Rencana Kegiatan
Pengumuman
Persiapan
Penyusunan ANDAL
30 hari kerja
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Penyusunan
KA-ANDAL
Penilaian
KA-ANDAL
75 hari kerja
Konsultasi
Masyarakat
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
REVISI
Kesepakatan
Keputusan
KA-ANDAL
Penyusunan
ANDAL, RKL dan
RPL
Dasar bagi Studi
AMDAL
Penilaian
ANDAL, RKL & RPL
Kelayakan atas
hasil Keputusan
ANDAL,RKL,RPL
75 hari
kerja
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
REVISI
Keputusan
tidak layak
lingkungan
atau
Keputusan
kelayakan
lingkungan
Dasar Pemberian
Izin Pelaksanaan
Kegiatan Proyek
= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 (pasal 14-23)
29
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.6 Bagan Prosedur Penilaian Dokumen UKL dan UPL
Instansi Yang
Bertanggungjawab *)
Instansi Yang
Membidangi Usaha atau
Kegiatan **)
Pemrakarsa ***)
Pengisian Formulir Isian
UKL dan UPL
7 hari kerja
Pemeriksaan Formulir
Isian UKL dan UPL
Perlu
Perbaikan?
ya
KOORDINASI
7 hari kerja
REVISI
tidak
Rekomendasi
UKL dan UPL
14 hari kerja
DASAR
PENERBITAN IZIN
PELAKSANAAN
KEGIATAN
Keterangan
*) = Men LH/Bapedal Provinsi/Bapedal Kabupaten/Kota
**) = Ditjen Praswil/Dinas Bina Marga Provinsi/Dinas Bina Maega Kabupaten/Kota
***) = Proyek/Bagian Proyek
30
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.3.2 Pembuatan
Desain
Dan
Spesifikasi
Teknis
Yang
Memasukkan
Pertimbangan Lingkungan
Perencanaan teknis dilaksanakan untuk membuat gambar-gambar desain dan spesifikasi
serta syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Kegiatan pada tahap ini
meliputi :
•
Penentuan alinyemen horizontal dan vertikal jalan definitif berdasarkan data hasil
investigasi lapangan yang lebih rinci dan akurat;
•
Pembuatan gambar-gambar desain konstruksi jalan, jembatan dan bangunanbangunan pelengkapnya;
•
Perumusan spesifikasi dan syarat-syarat teknis untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi;
•
Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan
•
Penyiapan dokumen tender dan dokumen kontrak untuk pekerjaan konstruksi.
Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap ini dilakukan melalui penjabaran
rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL yang diwujudkan
dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syarat-syarat dan spesifikasi
teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Beberapa isu lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan, antara lain:
•
Penentuan alinyemen jalan sedapat mungkin tidak mengakibatkan pemindahan
penduduk, atau setidak-tidaknya diusahakan seminimal mungkin;
•
Pencegahan gangguan terhadap stabilitas lahan (erosi dan longsor);
•
Pencegahan kebisingan pada lokasi tertentu;
•
Pencegahan gangguan terhadap fauna langka / dilindungi;
•
Keselamatan jalan bagi pengemudi / penumpang kendaraan dan pejalan kaki;
•
Estetika lingkungan (lansekap);
•
Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali (bila perlu).
Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J. Lampiran ini
memberikan penjelasan rinci tentang cara penjabaran RKL atau UKL untuk diterapkan
dalam desain dan spesifikasi teknis, antara lain meliputi tentang:
a) pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL atau UKL;
b) peninjauan lapangan yang mungkin diperlukan untuk melengkapi data yang telah ada;
c) penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain dan spesifikasi teknis, yang
dilengkapi dengan contoh-contoh gambar dan rumusan persyaratan pengelolaan
lingkungan;
d) pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen
tender dan kontrak pekerjaan konstruksi, dilengkapi dengan contoh.
31
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 4.7 menunjukkan contoh konsep desain noise barrier untuk menanggulangi
dampak kebisingan, dan tempat penyeberangan satwa liar untuk menanggulangi
gangguan terhadap migrasi satwa liar yang langka atau dilindungi undang-undang.
Pedoman Teknis tentang perencanaan lansekap tercantum pada Lampiran K.
Gambar 4.7 Noise Barrier dan Tempat Penyeberangan Satwa Liar
Noise Barrier
Tempat Penyeberangan Satwa Liar Dilindungi
32
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan
Dalam Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak
Untuk menjamin agar rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap
konstruksi
dilaksanakan
oleh
kontraktor,
seharusnya
dicantumkan
klosul-klosul
persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh
kontraktor, baik dalam dokumen tender maupun kontrak.
Setiap klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus menyatakan
perintah atau penjelasan apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya
harus jelas agar tidak terjadi kesalahan interpretasi.
Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J
tentang penjabaran RKL atau UKL.
4.4
Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali
4.4.1 Maksud Dan Tujuan
Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan pengadaan
tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, dengan tujuan untuk
menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam
upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak.
4.4.2 Langkah-Langkah Kegiatan
Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui
urutan langkah-langkah utama berikut:
 Survey sosial-ekonomi;
 Inventarisasi tanah dan aset di atasnya;
 Konsultasi masyarakat.
4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi
Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang
penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungin terjadi.
Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata
33
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke
sekolah anak-anak dan sebagainya.
Survey sosial-ekonomi dilakukan secara sensus terhadap seluruh penduduk yang terkena
kegiatan pengadaan tanah, baik pemilik/penyewa tanah, penggarap tanah, penyewa
bangunan, maupun penghuni tanpa izin (squatters).
4.4.4 Inventarisasi Tanah Dan Aset Di Atasnya
Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan status
pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya) serta
bangunan (luas, jenis dan umurnya).
4.4.5 Konsultasi Masyarakat
Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi
pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat
setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi serta
lokasi pemukiman kembali.
Konsultasi
masyarakat
tersebut
di
atas,
dilaksanakan
melalui
penyuluhan
dan
musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi
atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek.
Apabila jumlah penduduk yang terkena pengadaan tanah terlalu banyak, konsultasi
secara langsung dapat dilakukan dalam beberapa tahap, atau dengan perwakilan yang
ditunjuk oleh penduduk yang terkena proyek.
4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali
Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun
suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi
pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya,
program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan.
Dalam proses perencanaan pemukiman kembali tersebut, penduduk yang terpindahkan
dan juga penduduk setempat di sekitar rencana lokasi pemukiman kembali harus
dilibatkan.
Perhatian khusus diperlukan terhadap kelompok rentan (bila ada), seperti penduduk
sangat miskin, orang lanjut usia, dan perempuan kepala keluarga
34
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman
kembali adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang
dipindahkan harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan
tingkat penghidupan sebelumnya.
4.4.7 Jadwal Pelaksanaan
Rencana
pengadaan
tanah
dan
pemukiman
kembali
harus
mencakup
jadwal
pelaksanaannya secara rinci.
Pelaksanaan pengadaan tanah harus selesai sebelum pekerjaan konstruksi dimulai.
4.4.8 Pembiayaan
Rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali juga harus mencakup aspek
pembiayaan meliputi perkiraaan besarnya dana yang diperlukan, sumber dananya, dan
jadwal penyediaannya.
4.4.9 Koordinasi
Seluruh kegiatan tersebut di atas harus dikoordinasikan dengan instansi-instansi
pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten / kota, termasuk panitia
pengadaan tanah setempat.
Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman
kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L.
5
Dokumentasi
5.1
Jenis Dokumen
Tiap jenis kegiatan dalam proses AMDAL harus ditunjang (dilengkapi) dengan dokumen
berupa surat, berita acara atau laporan pelaksanaan pekerjaan. Pemrakarsa harus
membuat, menyimpan (memelihara) dan mendistribusikan dokumen tersebut kepada
isntansi / unit kerja yang berkepentingan atau terkait. Beberapa jenis dokumen penting
dijelaskan di bawah ini. Dokumen-dokumen tersebut harus disimpan dengan baik dan
sistemastis supaya tidak rusak atau hilang dan mudah dicari (retrievable).
5.2
Hasil Penyaringan AMDAL
35
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dokumen hasil penyaringan AMDAL menyatakan ketetapan bahwa rencana kegiatan
proyek wajib dilengkapi dengan AMDAL atau UKL / UPL, yang dilengkapi dengan alasan
ketetapan tersebut dan jenis-jenis dampak potensial yang harus dipertimbangkan dalam
proses pekerjaan selanjutnya. Dokumen ini juga berisi tentang perkiraan biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL/UPL.
Contoh format laporan tercantum pada Lampiran C.
5.3
Dokumen Konsultasi Masyarakat
a. Surat Pemberitahuan Kepada Instansi Yang Bertanggungjawab
Dokumen ini berupa surat pemberitahuan dari pemrakarsa kepada instansi yang
bertanggungjawab, yang menjelaskan tentang rencana penyusunan dokumen AMDAL
kegiatan proyek serta alasan mengapa kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL. Surat
tersebut harus dikirimkan kepada instansi yang bertanggungjawab sebelum pembuatan
KA-ANDAL.
b. Pengumuman Tentang Rencana Kegiatan Proyek
Pada saat persiapan penyusunan KA – ANDAL, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana
kegiatan proyek kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Isi dokumen
pengumuman seperti telah dijelaskan pada Butir 4.2.4 Sub b).
Contoh format pengumuman dapat dilihat pada Lampiran E tentang Penyusunan
Kerangka Acuan ANDAL.
c. Pemberitahuan Tentang Konsultasi Masyarakat
Untuk kelancaran pelaksanaan konsultasi masyarakat, pemrakarsa wajib membuat
pemberitahuan tentang hal tersebut kepada warga masyarakat yang berkepentngan.
Dokumen pemberitahuan ini berisi tentang waktu, tempat dan cara konsultasi yang akan
dilaksanakan misalnya pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus.
Contoh format surat pemberitahuan tentang pelaksanaan konsultasi masyarakat
tercantum pada Lampiran E tentang Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.
d. Rangkuman Hasil Konsultasi Masyarakat
36
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dokumen ini merupakan laporan hasil pelaksanaan konsultasi masyarakat yang harus
diserahkan oleh pemrakarsa kepada komisi penilai AMDAL, sebagai lampiran KA – ANDAL.
5.4
Dokumen AMDAL
5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL
Kerangka acuan ANDAL disusun oleh pemrakarsa dengan memperhatikan saran,
pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat yang berkepentingan. KA – ANDAL ini
merupakan bagian dari dokumen AMDAL.
Penyusunan kerangka acuan ANDAL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini.
a)
Surat Pengajuan KA – ANDAL kepada Instansi yang bertanggungjawab
KA – ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi oleh komisi penilai
AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat pengajuan KA –
ANDAL kepada instansi yang bertanggungjawab melalui komisi penilai AMDAL.
b) Berita Acara Hasil Evaluasi KA – ANDAL
KA – ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh komisi penilai
bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk berita acara
yang menyimpulkan bahwa KA – ANDAL disetujui atau perlu perbaikan.
Apabila
KA
–
ANDAL
tersebut
perlu
diperbaiki,
memperbaikinya
sesuai
dengan
tanggapan
dari
maka
komisi
pemrakarsa
penilai,
harus
kemudian
mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan persetujuan.
c)
Surat Ketetapan (persetujuan) KA – ANDAL
Jika KA – ANDAL telah disetujui komisi penilai, maka pemrakarsa akan menerima
Surat Ketetapan (persetujuan) atas KA – ANDAL tersebut, dari komisi penilai.
5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
Dokumen-dokumen ANDAL, RKL, dan RPL dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan
konsultan. Ketiga dokumen tersebut disusun berdasarkan KA ANDAL.
37
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini.
a)
Surat Pengajuan Dokumen ANDAL, RKL, dan RPL kepada Komisi Penilai
Dokumen ANDAL, RKL da RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi
oleh komisi penilai AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat
pengajuan dokumen-dokumen
tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab
melalui komisi penilai AMDAL.
b) Berita Acara Hasil Evaluasi Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh
komisi penilai bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
berita acara yang menyimpulkan bahwa ketiga dokumen tersebut disetujui atau perlu
perbaikan.
Apabila dokumen-dokumen tersebut perlu diperbaiki, maka pemrakarsa harus
memperbaikinya
sesuai
dengan
tanggapan
dari
komisi
penilai,
kemudian
mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan surat ketetapan kelayakan
lingkungan hidup.
c)
Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup
Apabila dokumen-dokumen ANDAL, RKL dan RPL telah disetujui komisi penilai, maka
pemrakarsa akan menerima Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup, dari
instansi yang bertanggungjawab.
5.4.3 Kadaluwarsa Dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1),
keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan PP
tersebut, apabila rencana kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.
Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, maka untuk
melaksanakan rencana kegiatan proyek, pemrakarsa wajib mengajukan kembali
permohonan persetujuan atas dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada instansi yang
bertanggungjawab.
Terhadap permohonan tersebut, instansi yang bertanggungjawab memutuskan:
38
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(1)
Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang pernah disetujui dapat sepenuhnya
dipergunakan kembali; atau
(2)
Pemrakarsa wajib membuat dokumen AMDAL baru sesuai dengan peraturan.
Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal
apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib
membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999).
5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL,
saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan
komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan proyek
bersifat terbuka untuk umum.
5.5
Dokumen UKL DAN UPL
Dokumen UKL dan UPL disusun secara sepihak oleh pemrakarsa, dan terdiri dari:
a) Kerangka Acuan UKL dan UPL yang berfungsi sebagai arahan untuk penyusunan UKL
dan UPL tersebut;
b) Naskah (formulir isian) UKL dan UPL yang merupakan acuan untuk pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Naskah UKL dan UPL harus dilampiri
surat pernyataan pelaksanaan yang ditandatangani oleh pemrakarsa, sebagai
jaminan untuk pelaksanaan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
tercantum dalam dokumen tersebut.
c)
Rekomendasi tentang UKL dan UPL dari instansi yang bertanggungjawab di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
Dokumen UKL dan UPL serta laporan hasil pelaksanaannya bersifat terbuka untuk umum.
5.6
Dokumen LARAP
Pada umumnya dokumen LARAP dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan.
Penyusunan dokumen ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ketentuan
lain yang disepakati oleh pemrakarsa.
39
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dokumen ini dapat digunakan sebagai dasar/acuan bagi panitia pengadaan tanah dalam
melaksanakan tugasnya dan institusi lainnya yang terkait.
6
Pembiayaan
Untuk menjamin terlaksananya proses AMDAL atau UKL dan UPL dalam seluruh siklus
proyek, perlu ditunjang dengan ketersediaan dana yang memadai dan tepat waktu sesuai
dengan jadwal tahapan kegiatan proyek.
6.1
Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL/UPL
Biaya kegiatan penyaringan AMDAL pada dasarnya terdiri dari komponen - komponen
biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, dan perjalanan dinas.
a)
Biaya personil
Karena proses penyaringan AMDAL ini sangat mudah, maka untuk pelaksanaannya tidak
diperlukan tenaga ahli lingkungan. Sekalipun demikian, tentu akan lebih baik bila
dilaksanakan oleh petugas yang memahami pengetahuan dasar tentang AMDAL.
Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola, biaya personil praktis sudah tercakup
dalam biaya rutin, sehingga tidak diperlukan alokasi dana secara khusus. Demikian juga
bila kegiatan ini dilaksanakan oleh konsultan perencanaan umum, kegiatan ini dapat
dilaksanakan oleh petugas perencanaan umum tersebut.
b)
Pengumpulan data
Kegiatan yang mungkin memerlukan biaya adalah pengumpulan data rona lingkungan
khususnya data tentang keberadaan kawasan lindung yang mungkin dilalui atau
berbatasan langsung / berdekatan dengan trase jalan yang akan dibangun. Untuk
keperluan itu diperlukan biaya reproduksi peta serta biaya transport baik untuk konsultasi
dengan instansi terkait atau peninjauan lapangan. Besarnya biaya diperkirakan relatif kecil
sehingga tidak perlu dialokasikan secara khusus tapi cukup dicakup dalam anggaran rutin
atau bagian dari biaya pekerjaan perencanaan umum.
6.2
Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL
Biaya pelingkupan dan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari komponenkomponen biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, perjalanan
dinas, dan reproduksi serta presentasi dokumen KA-ANDAL.
40
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a)
Biaya personil
Komponen biaya personil (gaji-upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru
gambar, operator computer, dsb). Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan :

Jenis dan jumlah tenaga kerja dibutuhkan; dan

Harga satuan upah (sesuai dengan standar Bappenas / Ditjen Anggaran).
b)
Pengadaan data sekunder
Biaya pengadaan data sekunder berupa biaya pembelian atau reproduksi data dari
berbagai sumber. Jenis data dapat berupa :
•
peta;
•
foto udara;
•
citra satelit;
•
data statistik; dan
•
laporan hasil survai / penelitian.
Perkiraan biaya pengadaan data sekunder dihitung berdasarkan :
•
Jenis dan jumlah data yang dibutuhkan; dan
•
Harga satuan tiap jenis data.
c)
Biaya perjalanan dinas
Biaya perjalanan mencakup perjalanan untuk berkonsultasi dan koordinasi dengan
instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dan perjalanan ke lokasi proyek dan
sekitarnya.
Perkiraan jumlah biaya perjalanan dihitung berdasarkan :
•
Tujuan dan frekuensi perjalanan;
•
Lamanya perjalanan ke tiap lokasi;
•
Jenis transportasi (pesawat terbang, kareta api, mobil);
•
Harga satuan tiap jenis transportasi.
d)
Biaya pengumuman dan konsultasi masyarakat
Komponen biaya ini terdiri dari biaya pemasangan iklan pengumuman tentang rencana
pelaksanaan studi AMDAL yang harus dipasang pada surat kabar, dan biaya pelaksanaan
pertemuan konsultasi masyarakat di lokasi proyek, sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam Keputusan Kepala Bapedal No, 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
41
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
e)
Biaya reproduksi dan presentasi dokumen KA-ANDAL
Komponen biaya ini terdiri dari :
•
biaya reproduksi dan penjilidan konsep dokumen untuk dipresentasikan pada komisi
penilai AMDAL, dan dokumen akhir untuk didistribusikan kepada instansi-instansi
terkait
•
6.3
biaya presentasi di Komisi Penilai AMDAL
Biaya Studi ANDAL atau UKL / UPL
Perhitungan biaya pelaksanaan studi ANDAL atau UKL / UPL harus didasarkan atas
ketentuan-ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan pekerjaan studi tersebut.
Biaya studi ANDAL atau UKL / UPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen
biaya personil (gaji upah), fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan
dinas, analisis laboratorium, pembuatan laporan, dan presentasi.
a)
Biaya personel
Komponen biaya personil (gaji upah) mencakup tenaga ahli, dan tenaga penunjang
(surveyor, operator computer, juru gambar, staf administrasi, dsb).
Jumlah tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis
isu pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi ANDAL satu ruas
jalan diperkirakan berkisar antara 15 - 25 pm, sedangkan untuk penyusunan UKL / UPL
berkisar antara 4 - 8 pm. Dalam prakteknya, terutama untuk pekerjaan UKL / UPL, bisa
saja beberapa ruas jalan digabung dalam satu paket pekerjaan.
Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan :
•
Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan serta lamanya
penugasan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan;
•
b)
Harga satuan upah (billing rate) sesuai dengan standar BAPPENAS / Ditjen Anggaran.
Perjalanan dinas
Biaya perjalanan dinas mencakup :
•
Biaya transport; dan
•
Biaya penugasan luar kota (out-of- duty station).
c)
Analisis laboratorium
Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah :
•
analisis kualitas air;
42
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
•
analisis biologi (plankton dan benthos); dan
•
analisis kualitas udara.
d)
Bahan dan peralatan
Biaya bahan dan peralatan meliputi :
•
Peralatan kantor (computer, mesin tik, alat gambar dan sebagainya);
•
Peralatan survai;
•
Office supply (kertas, disket, tinta printer dan sebagainya)
e)
Pembuatan dan presentasi laporan
Biaya pembuatan laporan meliputi :
 pencetakan (reproduksi); dan
 penjilidan.
Presentasi / pembahasan laporan dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat:
•
Pemrakarsa; dan
•
Komisi Penilai AMDAL.
Berdasarkan penjelasan pasal 37 PP no. 27/1999, biaya untuk mendatangkan wakil-wakil
masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi
tanggung jawab pemrakarsa.
f)
Biaya Lainnya
Biaya lainnya meliputi :
•
Fasilitas kantor;
•
Sewa kendaraan kerja;
•
Biaya Komunikasi (telepon, fax).
6.4
Biaya Penjabaran RKL / RPL atau UKL/UPL padaTahap Perencanaan
Teknis
Biaya pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis menyangkut biaya personil
tenaga ahli lingkungan yang bertugas untuk menjabarkan RKL dan RPL atau UKL dan UPL
dalam rencana teknis. Besarnya biaya tergantung dari jumlah person-month yang
diperlukan, yang di perkirakan berkisar antara 2 - 4 person-month. Namun, di samping
itu, mungkin juga diperlukan biaya survai lapangan untuk memperoleh tambahan data
tertentu yang lebih detail. Biaya tersebut seharusnya telah tercakup dalam biaya
pekerjaan perencanaan teknis.
43
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6.5
Biaya Penyusunan LARAP
Pekerjaan penyusunan LARAP merupakan pekerjaan jasa konsultan. Komponenkomponen biaya yang diperlukan untuk pekerjaan ini meliputi:
a) Biaya personil;
b) Biaya perjalanan dinas (survey lapangan) meliputi:

Survey sosial-ekonomi penduduk yang terkena kegiatan pengadaan tanah;

Inventarisasi tanah dan aset di atasnya.
c) Biaya bahan dan peralatan survey;
d) Biaya konsultasi masyarakat;
e) Biaya penyusunan laporan; dan
f) Biaya lainnya (untuk menunjang kelancaran pekerjaan seperti perlengkapan kantor,
telpon, dsb).
Besarnya biaya penyusunan LARAP tergantung dari luas areal pengadaan tanah dan
jumlah pemilik tanah tersebut.
6.6
Pengajuan Usulan Biaya
Pengajuan usulan biaya manajemen lingkungan harus mengikuti tata cara pengajuan
usulan biaya pembangunan yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang yaitu
melalui proses penyusunan dokumen-dokumen :
•
Daftar Usulan Proyek (DUP);
•
Daftar Isian Proyek (DIP);
•
Petunjuk Operasional (PO); dan
•
Lembaran Kerja (LK).
Dalam pengajuan usulan biaya tersebut perlu diperhatikan juga apakah pelaksanaan
kegiatannya dilakukan dengan cara swakelola atau oleh pihak ketiga (konsultan).
a)
Usulan Biaya Penyaringan AMDAL
Usulan biaya penyaringan AMDAL sebaiknya diintegrasikan dalam biaya rutin pemrakarsa
pekerjaan atau disisipkan sebagai bagian dari biaya pelaksanaan pekerjaan perencanaan
umum.
44
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b)
Usulan Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL
Usulan biaya penyusunan Kerangka Acuan ANDAL agar diintegrasikan dalam biaya
pelaksanaan pekerjaan studi kelayakan.
c)
Usulan Biaya Sudi ANDAL atau UKL / UPL
Karena AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan, maka seharusnya usulan biaya
AMDAL terintegrasi dengan usulan biaya studi kelayakan. Namun, untuk proyek-proyek
yang telah di laksanakan studi kelayakannya tanpa AMDAL, maka usulan biaya AMDAL
tersebut dapat diajukan tersendiri.
d)
Usulan Biaya Pada Tahap Perencanaan Teknis
Pada tahap ini tidak diperlukan usulan biaya khusus untuk kegiatan aspek lingkungan.
Pada tahap ini diperlukan penugasan tenaga ahli lingkungan untuk membantu tim
penyusun rencana teknis. Karena itu biaya untuk penugasan tenaga ahli tersebut otomatis
merupakan bagian dari biaya perencanaan teknis.
e)
Usulan Biaya Penyusunan LARAP
Usulan biaya penyusunan LARAP diajukan bersama-sama dengan usulan biaya untuk
perencanaan teknis.
7.
Koordinasi Antar Instansi Terkait
Proyek-proyek pembangunan jalan diselenggarakan oleh berbagai unit kerja (unit-unit
perencanaan umum, perencanaan teknis, konstruksi, dan operasi) pada beberapa tingkat
instansi pemerintah (pusat, propinsi dan kabupaten / kota). Karena itu, untuk kelancaran
proses pengelolaan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL/UPL pada tahap
perencanaan, diperlukan koordinasi dan arus informasi antar instansi terkait baik secara
vertikal maupun horizontal.
Pelaku atau pemeran utama kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, secara
fungsional dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu (i) PEMRAKARSA, (ii) BAPEDALDA,
(iii) BAPPEDA, (iv) MASYARAKAT, dan (v) INSTANSI LAINNYA.
7.1
Pemrakarsa
“P E M R A K A R S A ” ad alah
in stan si p elaksan a p em b an g u n an
jalan . O leh
karen a itu ,
pemrakarsa bertanggungjawab pula sebagai pelaksana penanganan dampak yang
45
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Pemrakarsa pembangunan jalan dan jembatan terdiri
dari:
a)
Para pemimpin proyek perencanaan sistem jaringan jalan di lingkungan pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota.
b)
Para pemimpin Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit - PMU) jalan dan
jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten / kota.
c)
Para pemimpin Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit – PIU) jalan dan
jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten / kota.
d)
Dinas/Sub Dinas Prasarana Wilayah/Jalan
e)
Dinas-dinas di lingkungan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota.
Pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan lingkungan hidup (PLH) oleh pemrakarsa kegiatan,
pada tahap perencanaan antara lain adalah:
a)
Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL & UPL;
b)
Menyusun Kerangka Acuan Kajian Lingkungan dan atau Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan (KA - ANDAL);
c)
Melakukan Kajian Lingkungan dan menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
d)
Melakukan studi ANDAL dan menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
e)
Menyusun dokumen Rencana Pengadaan Lahan dan Pemindahan Penduduk (RPLPP/LARAP).
7.2
Bapedalda
“B A P E D A LD A ” ad alah In stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an p en g aw asan
terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Termasuk ke dalam kelompok BAPEDALDA adalah:
a)
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah propinsi;
b)
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kabupaten;
c)
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kota.
Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
46
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a) Memberi masukan terhadap hasil penyaringan AMDAL dan atau UKL dan UPL;
b) Menilai Kerangka Acuan ANDAL;
c) Menilai hasil studi ANDAL, RKL, dan RPL;
d) Memberi masukan terhadap hasil kajian lingkungan (UKL dan UPL);
7.3
Bappeda
“B A P P E D A ” ad alah in stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an koord in asi terh ad ap
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Termasuk ke dalam kelompok BAPPEDA ini adalah:
a)
Bappeda pemerintah propinsi;
b)
Bappeda pemerintah kabupaten;
c)
Bappeda pemerintah kota.
Tugas-tugas pembinaan dan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) Nasional yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan kedalam peraturan-peraturan
daerah;
b)
Menjabarkan NSPM yang lebih spesifik dengan kebutuhan lokal;
c)
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) tentang penerapan NSPM
tersebut;
d)
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemampuan terapan NSPM yang
dihasilkan;
e)
Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi, kabupaten dan kota;
f)
Melakukan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah propinsi, kabupaten
dan kota melalui peta padu serasi.
7.4
Masyarakat
“M A S Y A R A K A T ” ad alah p eroran g an m au p u n kelom p ok yan g b erkep en tin g an terh ad ap
semua upaya yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan hidup. Termasuk
kedalam kelompok MASYARAKAT ini adalah:
a)
Penduduk terkena proyek (PTP);
b)
Lembaga swadaya masyarakat (LSM);
c)
Tokoh-tokoh masyarakat;
d)
Masyarakat terasing.
47
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek;
b)
Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan;
c)
Menghadiri rapat komisi penilai AMDAL dan memberi masukan tentang aspek-aspek
pengelolaan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan pengadaan tanah,
kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan
penanganan masyarakat terasing.
7.5
Instansi (Stakeholder) Lainnya
“IN S T A N S I LA IN N Y A ”, d alam h al in i ad alah in stan si a tau kelompok pelaku pembangunan
selain keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran penting (menentukan)
mengenai hal (bidang) tertentu dalam kaitannya dengan proses perencanaan jalan.
Kelompok ini terdiri dari antara lain:

Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas Pertanahan Propinsi / Kabupaten /
Kota, dalam kaitannya dengan masalah pengadaan tanah;

Departemen atau Dinas Kehutanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan yang
melewati atau berbatasan dengan kawasan hutan;

Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan
yang melewati kawasan pesisir;

Kementerian Negara atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dalam kaitannya dengan
perencanaan jalan yang melewati areal cagar budaya.
Peran instansi lainnya dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek;
b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan;
c) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan masukan tentang aspek pengelolaan
lingkungan hidup yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
7.6
Komisi Penilai AMDAL
Dokumen AMDAL (Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) yang disusun oleh
pemrakarsa harus dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Ada tiga tingkat komisi penilai
AMDAL, yaitu:
48
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
•
Komisi Penilai Pusat, berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup;
•
Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi, berkedudukan di BAPEDALDA Propinsi;
•
Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten/kota, berkedudukan di BAPEDALDA
Kabupaten / Kota.
Komisi Penilai Pusat berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis usaha/kegiatan
yang memenuhi kriteria:
•
usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan
keamanan negara;
•
usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi;
•
usaha dan/atau kegaiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;
•
usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang kelautan
•
usaha dan/atau kegiatan berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia
dengan negara lain.
Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis
usaha/kegiatan yang diluar kriteria tersebut diatas, dan lokasi kegiatannya meliputi lebih
dari satu wilayah kabupaten / kota.
Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten / kota berwenang menilai dokumen AMDAL
untuk jenis usaha / kegiatan yang di luar kriteria tersebut di atas, dan lokasi kegiatannya
terletak di satu wilayah kabupaten / kota yang bersangkutan.
Untuk kelancaran proses penilaian dokumen AMDAL tersebut diperlukan koordinasi yang
baik antara pihak pemrakarsa dan komisi penilai.
7.7
Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait
Rumusan peran tiap instansi terkait dalam rangka koordinasi perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan secara singkat digambarkan dalam bentuk bagan-bagan
seperti tercantum pada Lampiran M s/d O, yang meliputi koordinasi dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Lampiran M : Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan Kajian Lingkungan;
meliputi:

Penyaringan Lingkungan;

Penyusunan KA – ANDAL;

Pelaksanaan Studi AMDAL;

Penjabaran Hasil Studi ANDAL, RKL dan RPL.
49
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran N : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Pengadaan Tanah,
meliputi:

Pertimbangan Pengadaan Tanah;

Kegiatan Awal Pengadaan Tanah;

Identifikasi Kebutuhan Tanah;

Perencanaan Pengadaan Tanah.
Lampiran O : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Penanganan
Masyarakat Terasing, meliputi:
8.

Pertimbangan Penanganan Masyarakat Terasing;

Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing;

Identifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing;

Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing;
Penutup
Seperti telah dikemukakan dalam Prakata, pedoman perencanaan pengelolaan lingkungan
hidup ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan secara garis besar untuk
memasukkan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan jaringan jalan.
Pertimbangan lingkungan tersebut mencakup identifikasi, prakiraan dan analisis dampak
lingkungan yang mungkin terjadi akibat pembangunan jalan, dan merumuskan upaya
penanganannya sedini mungkin sebelum pekerjaan konstruksi dilaksanakan, melalui
mekanisme kajian lingkungan, dan AMDAL atau UKL dan UPL.
Karena itu, untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan secara
keseluruhan, pedoman ini harus digunakan bersama-sama dengan pedoman-pedoman
lainnya, serta lampiran-lampirannya yang memberikan petunjuk lebih rinci.
Hal lain yang sangat penting dalam pedoman ini adalah perlunya penjabaran RKL atau
UKL dalam desain dan spesifikasi teknis, serta pencantuman klosul persyaratan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak
pekerjaan konstruksi.
Untuk menjamin keberhasilan pengelolaan lingkungan ini, proses pelaksanaannya harus
terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek. Untuk keperluan itu, koordinasi
50
PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan pemimpin proyek
selaku pemrakarsa pekerjaan sangat penting.
Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa keberhasilan pengelolaan lingkungan juga
tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana
penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek.
51
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Mempelajari Rencana
Umum Sistem Jaringan
Jalan dan
mengidentifikasi
penggunaan lahan pada
dan sekitar rencana
koridor jaringan jalan,
khususnya areal
sensitive … ..… .(1)
BAPPEDA
Memberi masukan
tentang Rencana
Penataan Ruang Wilayah
Propinsi, Kabupaten dan
Kota serta Penerapan
P eta P adu S erasi … (2)
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1). Mencakup Tata guna lahan
diperoleh dari Departemen
Kehutanan, BPN dan dari
sumber lainnya
2). Termasuk koordinasi
dengan instansi terkait
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
yang ada.
Melakukan penyaringan
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P … ..(3)
Melakukan diskusi /
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA … ... (4)
MASYARAKAT
4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat
6) Daftar proyek yang wajib
pengelolaan lingkungan
menggunakan formulir A-1
Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
… . .. (5)
Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
9
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Memberitahukan
rencana penyusunan
dokumen AMDAL . (1)
1) Sesuai PP AMDAL
2). Mengacu pada Kep Ka
Bapedalda No.08/2000
3) Sesuai saran apakah
melalui media cetak
maupun media elektronik
Menyepakati jadwal
waktu dan isi
pengumuman rencana
kegiatan proyek … . (2)
Mengumumkan rencana
kegiatan proyek… ..(3)
Memperbaiki dokumen
KA-ANDAL sesuai
dengan tanggapan
komisi dan mengajukan
lagi ke Komisi Penilai
… ..(11)
4) Tanggapan disampaikan
secara tertulis dalam jangka
waktu satu bulan, terhitung
sejak tanggal pengumuman
Memberikan tanggapan
terhadap rencana
kegiatan proyek … . (4)
Melaksanakan
konsultasi Masy.… ..(5)
Menyusun konsep KAANDAL dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6)
KETERANGAN
5) Mengacu pada Pedoman
Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000
6) Gunakan pedoman
penyusunan KA-ANDAL
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
menilai konsep KA-ANDAL
… … … . (7)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberikan masukan.. (8)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan .. (7)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan (dari
institusi terkait mis:
kehutanan, Dikbud,
Sosial) ..... (10)
7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menggunakan formulir A-2
Masukan peserta rapat
menggunakan formulir A-3
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Sebagai acuan penilaian
ANDAL
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL ........ .. (12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
10
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari KA
ANDAL yang telah
ditetapkan … … … (1)
Melaksanakan Studi
A N D A L … … (2)
Mengirimkan hasil studi
ANDAL ke Komisi
Penilai untuk dinilai
… … . (3)
Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan
mengajukan kembali ke
K om isi P enilai … (8)
Mengadakan rapat komisi
penilai AMDAL untuk
menilai & menetapkan
kelayakan lingkungan
… … . (4)
Menghadiri rapat dan
memberikan masukan
untuk perbaikan
dokumen ...........(4)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dam pak lingkungan … .(6)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dampak lingkungan sesuai
keterkaitannya … .(7)
KETERANGAN
1). Lampiran SK Penetapan
KA-ANDAL termasuk
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
dan RPL
3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
4) Risalah rapat
menggunakan formulir
A-2
5) 6), 7) Masukan peserta
rapat menggunakan
formulir A-3
8) Dilakukan sampai
dokumen disetujui
9) Sebagai acuan untuk
desain dan pelaksanaan
Menetapkan dokumen
A M D A L … … . (9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
11
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
… ..… (1)
Menginventarisasi
rekomendasi
penanganan dampak
pada dokumen RKL &
R P L … … (2)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
kebijakan pembangunan
daerah mis.: median,
lansekap … … … . (3)
Memberi penjelasan
kepada tim perencana
teknis tentang sasaran
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran ....... (4)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
keterkaitannya mis.:
penanganan utilitas yang
terkena............ (5)
KETERANGAN
1)
Termasuk mengkaji ulang
(mereview)
2)
Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
3)
4) 5) Dapat dilakukan
dalam forum rapat atau
lainnya
6)
Sebaiknya ada ahli
lingkungan dalam tim
perencana
7)
Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
merupakan lampiran
desain untuk diperhatikan
pada saat tender
8)
Output yang diharapkan
Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)
Desain jalan yang telah
mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
12
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
13
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Menyusun konsep
rencana sistem jaringan
jalan … .(1)
Konsultasi konsep
rencana sistem jaringan
jalan … … … … … (2)
KETERANGAN
1). Konsep rencana sistem
jaringan bersifat lokal
dan regional
Memberi masukan
persyaratan Lingkungan
.......................... (3)
2). Melalui pertemuan dan
diskusi langsung
dengan stakeholder.
Memberi masukan tentang
koordinasi program
program pembangunan
daerah dan penataan
Ruang sesuai Renstra
P em da … … … … .. (4)
Melakukan Pemutakhiran
Rencana Sisitem
Jaringan Jalan
(7)
Melakukan Penyaringan
Lingkungan.............(8)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan tentang
area sensitif … … … … … (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
 Dedikbud tentang situs
sejarah, tempat
keramat.
 Kehutanan tentang
status hutan, areal
koservasi
 Perhub tentang
jaringan transportasi (6)
3). Termasuk mekanisme
yang sesuai di lokasi
rencana system
jaringan jalan.
4). Yang dimaksud antara
lain adalah program
program
pengembangan
kawasan yang
memerlukan
peningkatan dan atau
pembangunan jalan
baru
5). Termasuk mekanisme
penanganannya yang
spesifik daerah.
6). Termasuk pola
pelestarianaya
7). 8) Menggunakan
Pedoman Pelaksanaan
AMDAL, khusunya
penyaringan Lingkungan
9
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
PEMRAKARSA
BAPPEDALDA
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1),2), Pada koridor Jalan
yang akan dibangun
Mempelajari Rencana
Sisten Jaringan Jalan
… . (1)
Membuat Alternatip
koridor jalan … … … … (2)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatip
koridor jalan … ....(3)
Memberi masukan daerah
sensitive dan daya dukung
llingkungan … (4)
Memberi masukan antara
lain kondisi tingkat
pelayanan Prasarana &
Sarana berdasarkan
kebutuhan Misal : tidak
perlu jalan hotmix, tapi
cukup macadam ...(5)
Menetapkan koridor
jalan terpilih… … … . (8)
Menyusun Konsep
KA studi lingkungan
misal : KA-ANDAL
dan mengajukan ke
komisi penilai untuk
dinilai … … … .. (9)
Memberi masukan antara
lain status kepemilikan
lahan masyarakat misal :
hak ulayat / adat......... (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitan misal : BPN &
Kehutanan memberi
masukan status dan
fungsi lahan/hutan....... (7)
3),4),5),6), 7) Melalui Rapat
Teknis yang
diselenggarakan
pemrakarsa dengan
mengundang
instansi/institusi terkait,
8). Yang memenuhi syarat
teknis
Melaksanakan Penilaian
KA-A N D A L … … . (10)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
9),10), Mengikuti bagan
Pelaksanaan
Penyusunan KA-ANDAL
10
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Sudi Kelayakan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Hasil Pra Kelayakan
Mempelajari Koridor
Jalan terpilih … … … (1)
Membuat Studi
Kelayakan terhadap
alternatif rute Jalan (2)
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
Melakukan konsultasi
kelayakan terhadap
alternatif rute jalan (3)
Melakukan studi
lingkungan (apabila
diperlukan) misal : studi
ANDAL dan mengajukan
ke komisi penilai untuk
dinilai … … … … (7)
KETERANGAN
Memberikan masukan
tentang keserasian
program dan kepentingan
spesifik daerah … . (4)
Memberi masukan
tentang areal sensitif,
nilai lahan dll. (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
BPN/KEHUTANAN/DLL
memeriksa kesesuaian
Tata Guna Lahan........ (6)
3),4), 5), 6) Melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
Menilai hasil studi
A N D A L, R K L, R P L ..… (8)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … (9)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … ..(10)
Memberikan tanggapan
dan masukan dalam
proses penilaian AMDAL
… … … .(11)
7), 8), 9), 10, 11)
Mengikuti Bagan
Pelaksanaan
Penyusunan ANDAL
Menetapkan Rute
terpilih .....… … … (12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
11
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PEMRAKARSA
BAPPEDALDA
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Hasil Studi
Kelayakan, dok.lingk.
(apabila ada) mis :
ANDAL, RKL &
RPL dari rute terpilih (1)
Melaksanakan penjabaran
rekomendasi studi lingk.
mis : RKL, RPL dlm
Perencanaan Teknis Jalan
.… … … .(2)
Melakukan konsultasi
KOnsep Perencanaan
Teknis Jalan … (3)
Membuat Konsep
LARAP apabila
diperlukan. … … .(7)
Finalisasi dokumen
LARAP proyek
Jalan .................(12)
Memberi masukan
tentang tata cara dan
evaluasi monitoring . (8)
Memberikan masukan
tentang pengendalian
pemanfaatan ruang dll.
… … . (4)
Memberikan informasi
detail tentang area sensitif
m isal : m akam dll… .(5)
Memberi masukan
tentang keterpaduan
program implementasi
LA R A P … … .. (9)
Memberi masukan
tentang data asset dan
kondisi social ekonomi
… … (10)
Koordinasi Rencana
Pelaksanaaan (13)
Menetapkan Desain
Jalan .......... (15)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan
sesuai keterkaiannya
misal : pengadaan tanah
daerah pariw isata… ..(6)
Memberi masukan
tentang cara pelepasan
hak, apabila lahan yg
diperlukan milik suatu
instansi (11)
KETERANGAN
1). Dokumen yang telah
ditetapkan Komisi
Penilai
2). Mengacu pada
perencanaan jalan
yang ramah
lingkungan
3),4),5), 6) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
masyarakat terkena
dampak
7) Sesuai pedoman
penyusunan LARAP
8),9),10), 11) Melalui forum
rapat yang dihadiri
para wakil instansi
terkait, dan wakil
masyarakat terkena
dampak
12). Disertai konsep SK
untuk ditanda tangani
oleh Bupati atau
walikota
13). Dengan instansi terkait
14). Legalisasi dokumen
LARAP
Bupati/ Walikota
mengesahkan Dokumen
LARAP (14)
12
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Tahap persiapan Konstruksi)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Dokumen
LA R A P … … … … … .(1)
Melakukan Konsultasi
Persiapan Implementasi
LARAP dalam forum
m usyaw arah… .. (2)
Menyepakati jadwal
kompensasi dan cara
pengosongan lahan serta
alih kepemilikan dalam
forum m usyaw arah … .(3)
Mensepakati jadwal dan
rencana cara pelaksana an pengosongan lahan
mis : tanah instansi lain,
Listrik, PDAM, telpon. (4)
Menerima Kompensasi,
mengosongkan lahan dan
hak/kewajiban lainnya
sesuai LARAP … … . (8 )
Panitia pengadaan tanah
melakukan proses
implementasi … … . (9 )
P elaksanaan L A R A P …
… … … … … … … … … .(5)
Melakukan Monitoring &
Evaluasi Pelaksanaan
LA R A P … … … … … .. (6)
Melakukan Monitoring &
Evaluasi Pelaksanaan
LA R A P … … … … … … (7)
Melakukan Evaluasi
Pelaksanaan LARAP
............... (10)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
KETERANGAN
1). Termasuk Detailed
Disain dan Laporan
Panitia Pembebasan
Tanah
2). Dilakukan forum
musyawarah yang
dikoordinasikan oleh
Panitia Pengadaan
Tanah dan dihadiri oleh
para wakil instansi
terkait, aparat desa
atau kelurahan, LSM
dan penduduk terkena
dampak
3),4) Menyetujui dan
mengesahkan rencana
implementasi LARAP
dll.
5). Pelajari detailnya pada
pedoman pelaksanaan
LARAP
6),7) Lihat Pedoman
Pelaksanaan Monitoring
8) Mencakup kompensasi
untuk lahan dan
bangunan, bantuan
pindahan, bantuan
pelestarian rumah
rumah tradisional
9) Sesuai ketentuan
LARAP
10) Pelajari pedoman
Evaluasi Pelaksanaan
LARAP
13
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
Mempelajari Rencana
dan jadwal Konstruksi
… ......................… ..(1)
1). Termasuk jadwal
pengadaan tenaga
kerja, peralatan dan
bahan bangunan
Menyiapkan Rencana
Detail Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi ..
... (2)
2). Terutama kegiatan
kegiatan yang dapat
menggangu kegiatan
umum sehingga perlu
diumumkan kepada
masyarakat luas
3)
Konsultasi Rencana
Kegiatan konstruksi
termasuk pemberitahuan
hal-hal tabu dilokasi (3)
Melaksanakan
Kegiatan Konstruks
idan tindakan
penanganan dampak
… … … ..(6)
Melakukan monitoring
… … … … … … … … .(7)
Melakukan monitoring
… … … … … … … … … .(8)
Evaluasi Pelaksanaan
Kegiatan Konstruksi
..........................(11)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan
termasuk kepada para
pekerja / buruh… … (4)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan
(5)
Memberi masukan
apabila ada gangguan
… … … … … … … … … (9)
Memberi masukan apabila
ada penyimpangan dari
rencana dan koordinasi
pelaksanaan proyek (10)
4)
5)
6). Melaksanakan kegiatan
sesuai kesepakatan
dengan masy.
Termasuk penyuluhan
thd pera pekerja
7), 8), 9) Dijabarkan dari
dokumen RPL dan
LARAP
10) Penyimpangan
terhadap hal-hal yang
telah disepakati
11). Sesuai dengan
pedoman pelaporan
konstruksi
14
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1). Termasuk komentar dan
masukan dari
BAPEDALDA dan
BAPEDA yang ditulis
dalam laopran
pemantauan
pelaksanaan RKL dan
RPL
Mempelajari segala
laporan monitoring
… … … ...(1)
Melakukan Analisa
Manfaat Proyek Jalan
.......(2)
2). dan 3)
Mencakup lokasi dan
lama pemantauan serta
pelibatan masyarakat
pada proses
pemantauan
Konsultasi Konsep
Analisa Manfaat Proyek
Jalan & Jem batan… (3)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
Lingkungan .......… … (4)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
pembangunan daerah
................................. (5)
Menyusun Laporan
PBME ............... (8)
Masukan untuk
perencanaan sistem
jaringan jalan … … . (9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
manfaat proyek bagi
m asyarakat … ( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek sektor
terkait … ( 7)
4), 5), dan 6)
Mencakup lokasi
pengambilan data
primer melalui
wawancara, data
sekunder (laporan
harian kontraktor),
metoda analisa dan
evaluasi yang akan
dipakai.
8). PBME (Project Benefit
Monitoring & Evaluation)
9) Masukan mencakup
faktor lingkungan sosial
ekonomi budaya dan
teknis.
15
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2)
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
Mempelajari laporan
perencanaan dan
pelaksanaan pekerjaan
jalan … .. (1)
Melakukan monitoring
terhadap tertib
pemanfaatan jalan dan
lahan sekitarnya ..(2)
Melakukan konsultasi
tentang pemanfaatan
jalan dan jembatan ..(3)
Melakukan monitoring
lingkungan sesuai
R P L/U P L … (4)
Melakukan koordinasi
antar instansi agar jalan
dimanfaatkan sesuai
fungsinya, penggunaan
lahan sekitar jalan sesuai
tata ruang dsb. … ...(5)
Berpartisipasi dalam
mencegah
penyimpangan
pemanfaatan jalan..(6)
Memberi masukan dan
mengupayakan
pencegahan
penyimpangan sesuai
keterkaitannya mis:
adanya penyerobotan
lahan damija,
berkembanya lahan
sekitar jalan yang tidak
sesuai tata ruang ..(7)
Bekerja sama dengan
instansi terkait agar
bagian-bagian jalan/jbt
dipergunakan sesuai
fungsinnya … ...(8)
Tertib Pemanfaatan
Jalan … (9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
16
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran
dan fungsi kota dll.
Mempelajari Konsep
Rencana Umum Sistem
Jaringan Jalan, Peta Tata
Guna Lahan Disekitar
Rencana Jaringan Jalan
… ..… .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
lindung
Membuat Konsep Awal
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan
Jalan (termasuk
perkiraan kasar luas,
jenis penggunaan dan
kepemilikan). (2)
Konsultasi konsep
kebutuhan lahan
rencana jaringan jalan
(3)
KETERANGAN
3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
4). Dapat dituangkan dalam
peta
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan termasuk
sosial (4)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (5)
Memberi masukan
tentang lokasi lokasi hak
adat / ulayat , dll ( 6 )
Memberi masukan
sesuai keterkaitannya,
mis.: tentang fungsi
lahan dan ketentuan /
peraturannya (7)
5) Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan … (8)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
8) Rencana ini disebarluaskan
kepada institusi terkait
8
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pra Kelayakan )
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi
dan peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Mempelajari Kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan pada
Rencana Jaringan Jalan
… . (1)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatif
koridor Jalan
berdasarkan kebutuhan
lahan … (2)
KETERANGAN
2). Bersifat Orientasi
lapangan untuk melihat
contoh (sample) kondisi
sebenarnya
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan… … .. (3)
Memberi masukan tentang
lokasi Prasarana & Sarana
dan untuk pemukiman
kembali penduduk serta
ketersediaan dan
keterpaduan pengadaan
lahan .. (4)
Merangkum data dan
informasi untuk acuan
peenetapankoridor
penetapan
koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7)
Memberi masukan Lokasi
Masyarakat Terasing,
status kepemilikan dan
kesediaan melepas. (5)
Memberi masukan
tentang pengendalian
fungsi lahan dan
ketentuan memperoleh
lahan … … (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing
masukan (input) Diplot
pada peta Padu Serasi
7), Masukan untuk
pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Penyusunan KAANDAL)
8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
9
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan
pada setiap alternatif
Rute Jalan … … … (1)
Melakukan Konsultasi
dan Survey Dasar
sosial … … (2)
Membuat Prakiraan
Kebutuhan Lahan
untuk Alt.Rute.. (7)
Memberi masukan
tentang daya dukung
sosial ..… (3)
Memperkirakan dampak
sosial … .(8)
Memberi masukan tentang
pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Wilayah Propinsi,
kabupaten/kota dan
koordinasi rencana
pengadaan lahan .. (4)
Koordinasi Rencana Awal
P engadaan T anah … (9)
Menetapkan Rute
Terpilih ..... (12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan tentang
Status Kepemilikan lahan
termasuk asset lainnya
serta taksiran harga .(5)
Memberi masukan
kesediaan dan keberatan
masy. Terhadap
pengadaan tanah … ..(10)
Memberi masukan sesuai
keterkatiannya antara lain
tentang hal-hal berkaitan
dengan pelepasan hak.
(6)
Menyetujui permohonan
proyek tentang kebutuhan
lahan … .(11)
KETERANGAN
1). Hasil Pra Kelayakan
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama sama
aspek teknis, ekonomis
dan lingkungan.
termasuk kebutuhan
Permukiman Kembali
Penduduk
8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL
9) Koordinasi rencana awal
pelaksanaan di
lapangan dengan
instansi lain
10) 11) Dapat dilakukan
dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
10
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
R ute Jalan … … … … (1)
Melakukan Survey
Sosial Ekonomi dan
konsultasi Masyarakat
… … (2)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang hal
kepemilikan lahan,
pelepasan hak, rehabilitasi
pem uk.kem bali, dll. … . (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya antara lain
proses & ketentuan
pelepasan hak, tatacara &
criteria kompensasi serta tata
cara pem uk.kem bali … … .. (6 )
Membuat Konsep
LA R A P … ..(7)
Sosialisasi Konsep
LARAP dan
mengajukan kepada
Gub/Bupati/Walikota (8)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep tersebut … .. (9)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaksanaan
LA R A P … … (12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberikan
kesepakatan thd
konsep … … . (10)
Gubernur / Bupati/Wali
kota menyetujui konsep
LARAP-nya. … .. (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data Jenis
Peruntukan Lahan yang
terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
dengan panitia
pengadaan tanah..
3). Sesuai Tupoksi Institusi
dan dapat bersifat aktip
(terjun kelapangan)
maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
5) Termasuk status
sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
dll.
6). Sesuai peraturan per
UU-an yang berlaku
7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
12) Setelah disahkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
11
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1)
Melaksanakan
Pembayaran
Kompensasi untuk
tanah dan asset
diatasnya … … ..(5)
Melaksanakan Kegiatan
Pemukiman Kembali
Penduduk (BILA ADA)
....... ( 10)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Berpartisipasi dalam
musyawarah & mufakat
… … … . (2)
Berpartisipasi dalam
musy. & menyepakati
dlm mufakat khususnya
P .T .P … … . (3)
Melaksanakan musyawarah
dan mufakat, khususnya
panitia pengadaan tanah
… … .. (4)
Menyerahkan Surat-surat
kepemilikan lahan kepada
pem rakarsa … … .(8)
Panitia Pengadaan Tanah
membantu dalam
penyelesaian proses
adm inistrasi … … .(9)
Menerima Sertifikat
Kepemilikan Kapling dan
K artu P enduduk … ..(13 )
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
transmigrasi, perumahan
dll… (14 )
Melakukan monitoring
… … (6)
Melakukan monitoring
… .. (7)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP
.… .. (11)
Membantu pelaksanaan
Koordinasi dengan
instansi terkait … (12)
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
… … (15)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari
Dokumen LARAP yang
telah ditetapkan
2) 3) 4) Dapat dilakukan
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
6),7) Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima
laporan) atau aktip
(kelapangan).
8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
dimukimkan kembali
12) Baik instansi pusat dan
daerah termasuk di
lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
12
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
KETERANGAN
1) Diambil dari laporan
LARAP.
2)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi Masyarakat Terkena
Proyek … … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
LA R A P … .. (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … (6)
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat
atau metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultansi
8)
Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melakukan monitoring
… … … .(8)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
12) Sebagai bahan
monitoring
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat … … ..(12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
13
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Catatan
Pelaksanaan LARAP
(Pengadaan Tanah
dan Rehabilitasi
E konom i) … … .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan Analisa
Kesesuaian Rencana
… … … . (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring
pelaksanaan LARAP
… … .(3)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai
disiplin ilmu (teknis,
sosial dan
kelembagaan)
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud m asy… .. (4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sekto
… ... (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan termasuk dari
aspek pelaksanaan … ..( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
Keberhasilan/kegagalan
program rehabilitasi,
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. … 7)
3), 4), 5), 6), 7).
Melalui rapat teknis
yang diselenggarakan
oleh Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.
Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P … … . (8)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
14
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
LA R A P … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria perencanaan
LARAP yang lebih baik
..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan LARAP
… . (4)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring
yang memasukkan
masukan dari berbagai
institusi terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
4) 5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui
forum rapat/
seminar/lainnya
9)
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
m asalah lingkungan … .
(5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelem bagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang, nilai kearifan
lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya diserahkan
kepada para
perencana umum
pengembangan
jaringan jalan.
Menetapkan kriteriakriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang … (9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
15
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
1.
PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman
kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan
proyek jalan dan jembatan yaitu:
a).
Pertimbangan Pengadaan Tanah
b).
Kegiatan Awal Pengadaan Tanah
c).
Indentifikasi Kebutuhan Lahan
d).
Perencanaan Pengadaan Tanah
e).
Pelaksanaan Pengadaan Tanah
f).
Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek
g).
Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi
Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku
utama berikut ini:
a).
PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b).
BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c).
BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d).
MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e).
STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.
Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan
pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.
Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku
pembangunan tersebut.
2.
PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan
pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran
proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan
dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk
landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim
Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan
adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1.
Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim
Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya
sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang
dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan
jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridorkoridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting
maupun rencana peruntukannya dimasa dating.
2.
Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan
jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan.
Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi
sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan Ruang..
3.
Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan.
4.
BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
5.
STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan
ketentuan / peraturannya.
6.
PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim
jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan
seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA.
3.
KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan
koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa
kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang
perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan
terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-2)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor
rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari
BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait
misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll..
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3.
BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4.
BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis
yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi
pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing
pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang
direncanakan.
6.
STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian
fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan.
7.
PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih
4.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi
Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan
pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak
pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA)
dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi
kharakteristiknya dilapangan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan
lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social
berdasarkan pedoman survey yang ada.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
3.
Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang
dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional.
4.
BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap
program program tersebut.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan
termasuk lama waktu tinggal dll.
6.
BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi
masukan tentang fungsi hutan
7.
PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip
rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa
kelayakan proyek.
8.
PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih.
9.
BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan
dengan instansi terkait.
10.
Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan
konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur
atau Bupati atau walikota.
11.
Gubernur/Bupati/Walikota
permohonan lahan
5.
PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
menyetujui
permohonan
proyek
tentang
PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan
Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL
kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data
penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan
untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran
kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk
pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat
terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-4)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
2.
PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar
rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3.
Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4.
BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5.
Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah.
6.
Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan
kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang
berlaku.
7.
PEMRAKARSA membuat LA
8.
RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan
pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis.
9.
PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
10.
BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP.
11.
MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP
12.
Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP.
13.
PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan
6.
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan
konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan
dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan
yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya
pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk
terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai
yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing..
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing
pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana
detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta
pendanaannya.
2.
BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat
3.
MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati
dalam mufakat khususnya PTP.
4.
STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat
khususnya panitia pengadaan tanah.
5.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk
tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang
disepakati.
6.
BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
7.
BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi
8.
MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada
pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah.
9.
Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses
administrasi
10.
APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA
melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati
bersama.
11.
BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut.
12.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar
pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan.
13.
MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan
sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat
kepemilikan kapling, kartu penduduk dll.
14.
PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan
tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi
terkait.
7.
REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA
DAMPAK
REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan
jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena
dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena
proyek.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau
diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah
pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena
dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah
sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan
identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social
ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah
dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap
masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana
rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3.
BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi
ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi
lapangan.
4.
BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya .
5.
MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya
kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena
maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru
dsb.
6.
DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi.
7.
PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat
berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah
disepakati.
8.
BAPEDALDA, melakukan monitoring dan
rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut..
9.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10.
MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
sesuaii kesepakatan.
11.
DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi.
12.
PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii
masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.
8.
PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH
evaluasi
pelaksanaan
EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca
konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah
sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas
kinerja proyek jalan dapat tersusun.
Catatan-7:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3)
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masingmasing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan pengadaan tanah..
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3.
PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4.
BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak.
5.
BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6.
MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi sebelum dan sesudah proyek.
7.
BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang.
8.
PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah.
9.
EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH
Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk
menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan
perencanaan dimasa datang.
Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah
b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan
c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai
ketentuan perencanaan dimasa datang.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
8
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
1.
PENJELASAN UMUM
Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada
seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu:
a).
Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing
b).
Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing
c).
Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing
d).
Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing
e).
Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing
f).
Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing
g).
Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing
Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii
Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan
Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut
ini:
a).
PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala
Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota
b).
BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan
Hidup di Kabupaten maupun kota.
c).
BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda
Kabupaten dan Bapeda Kota.
d).
MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat,
Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili
penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing.
e).
STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan
kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dan lain sebagainya.
Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan
pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan
proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii
diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal.
Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku
pembangunan tersebut.
2.
PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan
jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya
masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan.
Catatan-1:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal
perencanaan umum system jaringan jalan.
Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk
proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku
pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1)
1.
Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan
termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra
produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari
pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah
dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana
peruntukannya dimasa datang.
2.
Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan
yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan
umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria
yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang..
3.
BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta
padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program
program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan
masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa.
4.
MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya
masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan
tanah.
5.
DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi
masyarakat terasing termasuk populasinya.
6.
PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor
koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh
dari BAPPEDA.
3.
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk
menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan
tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan
Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. .
Catatan-2:
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana
umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-2)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat
terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta
padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang
dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor
system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali
masukan tambahan dari para stakeholdernya.
3.
BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan
dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan
termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan
pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang
dilindungi..
4.
BAPPEDA, memberi
masyarakat terasing.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah
masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan
jalan yang direncanakan.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing.
7.
PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk
acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan
yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk
pertimbangan penyusunan KA-ANDAL.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih
4.
IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT
TERASING
masukan
tentang
koordinasi
penanganan
IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan
dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan
analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah
teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek
jalan.
Catatan-3:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor
jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh
dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka
pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang
dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-3)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada
setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan
pedoman survey yang ada.
3.
Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan
tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda
cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai
sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan
mempunyai nilai tradisional.
4.
BAPPEDA, memberi
masyarakat terasing.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya
masyarakat terasing.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
mobilitas masyarakat terasing.
7.
PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat
terasing di rute yang akan dipilih.
8.
PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih.
5.
PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
masukan
tentang
koordinasi
penanganan
PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada
tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan
RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i)
terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii)
terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat
terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv)
tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA)..
Catatan-4:
Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan
menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai
AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran
detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya
didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut.
Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-4)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan
terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran
dilaksanakan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
2.
PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar
rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat
melalui pola wawancara.
3.
Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring
pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana.
4.
BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey
social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan
instansi lain selain instansi social.
5.
Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail
dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem
nilai dan hak adat masyarakat terasing..
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
pola penanganan masyarakat terasing..
7.
PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi
penanganan masyarakat terasing.
8.
BAPPEDA, memberikan
persiapan pelaksanaan
9.
MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan
10.
STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu
persiapan pelaksanaan.
11.
PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan.
6.
kesepakatan
dan
rencana tindakan
melakukan
koordinasi
PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada
tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang
berhubungan
dengan
sistem
sosial
budaya.
Sasarannya
adalah
terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian
sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan
dari masyarakat terasing.
Catatan-5:
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian
pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus
sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA
ADA).
Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran
masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada
Gambar-5)
1.
PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat
terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat
terasing yang telah disepakati.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
2.
Selanjutnya,
pemrakarsa
masyarakat terasing.
melaksanakan
program
penanganan
3.
BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal.
4.
BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal
5.
MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program
memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam
pelaksanaan program..
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL,
membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing
dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama.
7.
PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan
masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan
kepada instansi terkait.
7.
PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT
TERASING
dilapangan,
KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada
tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat
terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Catatan-6:
Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor
pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan
rencana detail pelaksanaan konstruksi.
Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan
pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut:
(Bagan pada Gambar-6)
1.
PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu
masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya
masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang
berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip.
3.
BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip.
4.
BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi
lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya.
5.
MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada
pasca penanganan masyarakat terasing.
6.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang
h a l h a l “T A B U ” d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g .
7.
PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
8.
BAPEDALDA, melakukan monitoring
konservasi budaya masyarakat terasing
dan
evaluasi
pelaksanaan
9.
BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait
apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan.
10.
MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi
budaya masyarakat terasing.
11.
PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya
Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek.
8.
PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN
MASYARAKAT TERASING
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan
pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja
penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan
penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek.
Catatan-7:
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa
menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi
terhadap pelaksanaan LARAP.
Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian
peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan
pada Gambar-7)
1.
PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh
selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.
2.
Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan
pelaksanaannya.
3.
PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang
pola evaluasi yang paling sesuai.
4.
BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing.
5.
BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan,
khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan
permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan
ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya.
6.
MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social
ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan
sesudah proyek.
7.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek
kelestarian budaya masyarakat terasing.
8.
PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat
terasing.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4)
9.
EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT
TERASING
Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek
bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing
yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.
Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing&
konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing
b.
Melaksanakan
disesuaikan
9.
Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan
digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang.
idetifikasi
kriteria-kriteria
perencanaan
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
yang
perlu
8
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Konsep
Rencana Sistem
Jaringan Jalan … ..… .(1)
Menyusun konsep renc.
jaringan jalan yang
dilengkapi dengan
perkiraan kasar
kebutuhan lahan, lokasi
areal sensitive… ..(2)
Melakukan penyaringan
awal lingk. terhadap
renc. jaringan … ..(3)
Konsultasi konsep renc.
jaringan yang telah
dilengkapi seperti pada
butir (2) serta konsep
hasil penyaringan awal
lingkungan… ..(4)
Memberi masukan ttg.
persyaratan lingkungan
daya dukung lingk. dan
sosial serta tanggapan
hasil penyaringan.. (5)
Memberi masukan ttg.
penerapan tata ruang,
koordinasi program pemb.
dan kebijakan daerah
tentang pengadaan tanah
dan penanganan masy.
terasing… .. (6)
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan yang
dilengkapi catatan2
serta hasil penyaringan
awal lingkungan .. (9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan
tentang kawasan lindung
dan sensitive, termasuk
kondisi sosekbud masy.
(termasuk masy.terasing),
hak adat/ulayat, kawasan
budaya, dll. .. (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
adanya program yang
terkait (masy.terasing)
beserta peraturannya,
fungsi lahan dan
peraturannya, program
lainnya yang terkait. (8)
KETERANGAN
1). Termasuk tata ruang, tata
guna lahan, dan areal
sensitive lainnya pada
jaringan jalan tsb. serta lokasi
masy. terasing
2). Areal sensitive mencakup
daerah lindung, sesuai
Keppres 32/1990, lokasi
masy. terasing, dll.
3). Mengacu pada ketentuan2
yang ada a.l.: Kepmen LH
17/2001 dan KepMen
Kimpraswil No.17/KPTS/
/M/2003
4). Dapat dilakukan pada forum
rapat atau media lainnya
5). Termasuk masukan
mekanisme AMDAL
6) Termasuk kesesuaian
terhadap Renstra Pemda.
7) Termasuk cara-cara
pelepasan hak pada
pembebasan lahan
8) Mencakup sektor terkait, mis:
sektor2 perhubungan,
pertanian, industri,
kehutanan, diknas, dll.
9) Catatan2 berupa indikasi
masalah yang mungkin
dihadapi pada saat pelaks.
program mis: kebutuhan
lahan, keberadaan
masy.terasing, kawasan
lindung, situs sejarah, dll.
1
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Rencana
Jaringan Jalan … . (1)
Membuat alternatif
koridor jalan … . (2)
Konsultasi pemilihan
alternatif koridor rute
jalan … ..(3)
Memberi masukan
daerah sensitive, daya
dukung lingkungan dan
sosial pada alternatif
koridor … … . (4)
Memberi masukan tentang
keterpaduan program,
koordinasi awal
penanganan masyarakat
terasing (bila ada),
keterpaduan pengadaan
lahan, dll. … ... (5)
Menetapkan koridor rute
jalan terpilih … . (8)
Menyusun konsep KAStudi Lingk. (ANDAL
atau UKL/UPL) dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai
(apabila ANDAL)......(9)
Memperbaiki dok. KAANDAL sesuai hasil
rapat komisi dan
mengajukan lagi ke
Komisi Penilai ..... (11)
Mengadakan rapat
Komisi Penilai AMDAL
untuk menilai konsep
KA-ANDAL … . (10)
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL … . (12)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan
tentang sistem
kepemilikan lahan dan
kesediaan melepas, serta
hal-hal yang dianggap
sensitive oleh masyarakat
setem pat … . .. (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
status lahan, hutan, pola
kehidupan sosekbud
masyarakat (terasing), dll.
..... (7)
KETERANGAN
1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil
tahap sebelumnya
2) Yang dilengkapi data awal
kebutuhan lahan, lokasi
masy.terasing (bila ada), dll.
3) Dapat dilakukan melalui forum
rapat atau media lainnya
4) Termasuk kriteria dampak
penting
5) Termasuk masukan akan
kebutuhan kualitas jalan :
hotmix, macadam, jalan tanah
6) Termasuk hal/lokasi yang
dianggap keramat/tabu
7) Termasuk program yang sedang
dan akan berjalan
8) Setelah mempertimbangkan
masukan-masukan yang
diperoleh dari seluruh
stakeholder
9) Didahului dengan pengumuman
rencana kegiatan dan partisipasi
masyarakat sesuai KepKa
Bapedal No.08/2000
10) Untuk mendapatkan masukan
dari stakeholder termasuk
masyarakat yang akan terkena
dampak (lihat prosedur AMDAL)
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Digunakan untuk acuan oleh
konsultan penyusun AMDAL
CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL
yang diperlukan, penyusunan KA
oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12
tidak ada)
2
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari koridor
terpilih dan membuat
studi kelayakan thd
alternatif rute jalan (1)
Melakukan konsultasi
kelayakan alternatif rute
jalan (setelah didahului
dengan survai dasar
sosial … … (2)
Menyusun konsep dok.
AMDAL (bila perlu) dan
mengajukan ke Komisi
Penilai AMDAL untuk
dinilai...... (7)
Memperbaiki konsep
dok. AMDAL sesuai
hasil rapat komisi dan
mengajukan kembali ke
Komisi Penilai .. (9)
Memberi masukan
tentang dampak dan daya
dukung lingkungan dan
sosial ..… (3)
Memberi masukan tentang
kesesuaian program
pemb., kepentingan
spesifik daerah serta
koordinasi awal rencana
pengadaan tanah dan
penanganan masy.
terasing (bila ada).....(4)
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
memeriksa konsep dok.
A M D A L.… (8)
Menetapkan dokumen.
A M D A L.… (10)
Memberi masukan tentang
sistem kepemilikan lahan,
taksiran harga, sistem nilai
budaya masy. (terasing)
dan pendekatan
penanganan, kesediaan
dan keberatan pengadaan
tanah dll. … .. .(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
pengadaan tanah,
pelepasan hak,
kesesuaian tata guna
lahan, mobilitas masy.
terasing, situs dan benda
cagar budaya yang harus
dilindungi, dll. … ..(6)
KETERANGAN
1) Mengacu pada hasil prakelayakan
2) Survai dasar sosial unuk
mengetahui secara kasar kondisi
dan dampak terhadap sosekbud
3) Spesifik pada alternatif rute jalan
4) Kepentingan spesifik daerah
perlu dituangkan dalam suatu
keputusan atau Perda
5) Dapat dilakukan pada saat
survai dasar sosial dan/atau
pada forum rapat
6) Termasuk segala peraturan dan
pengaturannya
7) Berdasarkan KA-ANDAL yang
telah disetujui serta hasil survai
dasar sosial
8) Untuk mendapatkan masukan
dari seluruh stakeholder
termasuk masy. yang akan
terkena dampak (lihat prosedur
AMDAL)
9) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
10) RKL/RPL digunakan sebagai
acuan desain teknis
11) Dilengkapai catatan2 cara
penanganan masy.terasing (bila
ada) pengadaan tanah serta
rekomendasi AMDAL
CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL
yang diperlukan, penyusunan dok.
oleh pemrakarsa dan persetujuan
oleh KaDinas setelah mendapat
masukan dari Bapedalda (langkah 7
s/d 10 tidak ada)
Menetapkan Rute
T erpilih … … . (11)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
3
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
kelayakan beserta
catatannya, dan
membuat konsep
desain teknis jalan … (1)
Melakukan survey
sosial ekonomi dan
menyusun konsep
LA R A P … … (2)
Konsultasi konsep
desain teknis dan
konsep LA R A P … ..(7)
Memberi masukan tentang
indikator sosekbud … (3)
Membantu dalam koordinasi
pelaksanaan survai dan
memberi masukan program
daerah tentang pengadaan
tanah dan masy. terasing ..(4)
Memberi masukan detail ttg
kondisi sosekbud, data aset,
kepemilikan lahan,
rehabilitasi ekonomi, sistem
kekerabatan masy. terasing
dan cara pelepasan hak,
termasuk konpensasi dan
pemukiman kembali ...... (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya, misal :
tentang harga lahan, dan aset
lainnya, cara pelepasan hak
bila lahan milik instansi,
koordinasi dalam rehabilitasi
ekonomi masyarakat,
koordinasi penanganan
masyarakat terasing .. (6)
Memberikan masukan halhal yang terkait dengan
rekomendasi RKL/UKL
pelaksanaan … (8)
Memberi masukan tentang
kepentingan daerah, mis:
lansekap, median, dll. serta
keterpaduan program
implementasi LARAP, dan
pengendalian pemanfaatan
ruang … … (9 )
Memberikan tanggapan
terhadap konsep-konsep
tersebut dan memberikan
kesepakatan … (10)
Memberikan tanggapan
sesuai keterkaitannya, mis:
penanganan utilitas yang
terkena pengadaan tanah,
penanganan masyarakat
terasing, untuk kemudian
memberikan kesepakatan
(khusus LA R A P ) … .. (11 )
Finalisasi dokumen
Desain Teknis dan
dokumen LARAP. (11)
Menetapkan Desain
Teknis Jalan. (14)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Instansi terkait (Bupati/
Walikota/Gubernur)
menetapkan LARAP ..(13)
KETERANGAN
1) Termasuk hasil studi lingkungan
penyusunan konsep desain
didahului dengan survai
lapangan/rincikan dan
memperhatikan rekomendasi
RKL/UKL
2) Besarnya tim tergantung dari
besar kecilnya pembebasan lahan,
dan dilakukan secara sensus
3) Mengacu dokumen lingkungan
yang telah disetujui
4) Termasuk kepentingan spesifik
daerah
5) Dilakukan untuk seluruh penduduk
yang terkena dampak kegiatan
jalan dan penduduk di lokasi
pemukiman kembali
6) Sesuai peraturan yang berlaku
7) Setelah memperhatikan masukan2
dari instansi terkait
8) Termasuk cara2 monitoring
9) Pengendalian pemanfaatan ruang
dimaksudkan menjaga
penggunaan lahan sesuai tata
ruang
10) 11) Konsep LARAP perlu
disepakati oleh masy.(khususnya
yang terkena dampak) dan
instansi terkait sebelum disahkan
12) Menampung masukan dari seluruh
stakeholder
13) Sesuai kewenangannya
14) Desain yang telah
mempertimbangkan aspek teknis,
ekonomik, lingk. dan sosekbud
CATATAN : LARAP mencakup
rencana tindak penanganan
masyarakat terasing
4
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari dokumen
LARAP termasuk
penanganan masy.
terasing … ..(1)
Melakukan Konsultasi
Pelaksanaan LARAP
(termasuk penanganan
masy. terasing)
dan/atau musyawarah
serta mufakat....(2)
Melaksanakan LARAP
..... (6)
Melakukan monitoring
..... (7)
Melakukan koordinasi
pelaksanaan LARAP. (3)
Memberi masukan dan
menyepakati jadwal,
besaran konpensasi, cara
pengosongan lahan, alih
kepemilikan, rehabilitasi
ekonomi, penanganan
masy. terasing dan
pemukiman kembali ..(4)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Panitia pengadaan tanah
yg memimpin musyawarah
& mufakat, kesepakatan
pelepasan hak dari
instansi terkait, dan
terhadap utilitas yang
terkena dampak ..... (5)
Membantu pelaksanaan
koordinasi dengan
instansi terkait. … .. (8)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan LARAP
menerima konpensasi,
melepaskan hak, dll.
seperti tercantum dalam
kesepakatan .... (9)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya
misal : Panitia pengadaan
tanah menyaksikan
pembayaran konpensasi,
instansi terkait membantu
memindahkan utilitas dll.
..... (10)
Membuat laporan
pelaksanaan LARAP
… … . ( 11)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
KETERANGAN
1) Mengacu pada dokumen2
yang telah disetujui
2) Dapat dilaksanakan berkalikali
3) Termasuk didalamnya
pembebasan lahan,
penanganan masy. terasing,
rehabiltasi ekonomi
masyarakat, dan pemukiman
kembali
4) Termasuk dilakukan terhadap
penduduk di lokasi
pemukiman kembali (bila
ada)
5) Termasuk keterlibatan sektor
transmigrasi bila ada
pemukiman kembali
6) Termasuk pembebasan
lahan, penanganan masy.
terasing dan pemukiman
kembali
7) Sesuai yang tercantum dalam
dokumen lingkungan
8) Baik instansi pusat maupun
daerah (propinsi, kab dan
kota)
9) Termasuk bantuan bagi
penduduk di lokasi
pemukiman kembali
10)Termasuk proses
pensertifikatan tanah
11)Sebagai acuan untuk
evaluasi
5
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana dan
jadwal konstruksi serta
rencana rehabiltasi ekonomi
masy. terkena dampak . (1)
Melakukan konsultasi renc.
kegiatan konstruksi .. (2)
Melaksanakan kegiatan
konstruksi dan tindakan
pencegahan dampak (5)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan,
termasuk keberadaan para
pekerja .. (3)
Memberi masukan lalu
kesepakatan cara
pelaksanaan pekerjaan sesuai
keterkaitannya .. (4)
Melakukan monitoring ..(6)
Melakukan monitoring ...(7)
Memberi masukan apabila
ada gan gguan … ..(8)
Memberi masukan dan
bekerja sama dalam kegiatan
konstruksi sesuai
keterkaitannya … ..(6)
Memberi masukan tentang
indikator m onito ring … ..(12 )
Melakukan koordinasi
keterpaduan program (13)
Memahami dan
mempersiapkan diri serta
memberi masukan demi
kelancaran p rog ram … (14 )
Membantu/melaksanakan
sesuai keterkaitannya mis:
briefing untuk persiapan
training, tentang tujuan dan
cara pemberdayaan .. (15)
Melakukan monitoring ..(17)
Melakukan m onito ring… .(18 )
Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
… … (19)
Menyusun laporan pelaks.
konstruksi (10)
Melakukan konsultasi dan
persiapan rehab. ekonomi
m asy.(terasing) … … .(11)
Melaksanakan program
rehabilitasi … ..(1 6)
Membuat laporan
pelaksanaan program
rehabilitasi… ..(2 1)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Membantu/melaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
pelaksanaantraining,
pemberian fasilitas, dll. (20)
KETERANGAN
1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jalan dan pada dokumen LARAP
2) Setelah menyiapkan rencana detail
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
3) Termasuk briefing kepada para
pekerja luar tentang adat istiadat
setempat
4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
pengelolaan lingkungan
6) 7) Sesuai tugas pokoknya
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
komplain
9) Termasuk masukan akan adanya
penyimpangan dari yang telah
disepakati
10) Sebagai acuan evaluasi
11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP
13) Termasuk pendanaan
14) Masukan juga meliputi kesulitan2
alih profesi, kecemburuan penduduk
di lokasi pemukiman kembali
15) Termasuk bantuan pendampingan
secara mental-spiritual
16) Yang telah disesuaikan terhadap
konsultasi
17) 18) Sesuai tugas pokoknya
19) Sesuai kesepakatan
20) Termasuk bantuan pendampingan
secara teknis
21) Sebagai acuan evaluasi.
6
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
(Pada Tahap Pasca Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan2
pelaksanaan kegiatan
konstruksi, LARAP dan
rehabilitasi … ..(1)
Konsultasi rencana
monitoring sosekbud
pelaksanaan LARAP
dan rehabilitasi....(2)
Melakukan monitoring
sesuai RPL/UPL .. (3)
Melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
dan bangunan
pelengkapnya serta
lahan sekitar jalan....(7)
Konsultasi hasil
monitoring..... (8)
Menyusun laporan
monitoring..... (13)
Memberi masukan..... (9)
Memberi masukan
terhadap kualitas
koordinasi antar sektor &
keterpaduan program (4)
Memberi masukan aspek
sosekbud masy. (terasing)
khususnya yang terkena
dampak, termasuk aspek
warisan budaya ..(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal:
indikator keberhasilan
program rehabilitasi
melakukan monitoring
sesuai keterkaitannya (6)
Memberi masukan dan
mengambil tindakan yang
diperlukan, mis: koordinasi
tertib pemanfaatan jalan,
pengembangan lahan
sesuai tata ruang.. (10)
Memberi masukan kondisi
sosekbud pasca kegiatan
LARAP dan rehabilitasi.
Berpartisipasi dalam menjaga
tertib pemanfaatan jalan (11)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal: apakah
program pendampingan
masih diperlukan, adanya
penyerobotan lahan damija,
apakah ada konflik/
kesenjangan antar kelompok
m asyarakat … .. (12)
Melakukan tindak lanjut,
bekerja sama dg instansi
terkait untuk memperbaiki
penyimpangan2 .. ( 14)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
KETERANGAN
1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada)
2) Penyusunan konsep monitoring
melibatkan berbagai disiplin ilmu
3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
5) Masukan dapat berupa informasi
mengenai kesesuaian antara
program dan pelaksanaan
6) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
7) Yang dimaksud adalah apakah
bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
8) Dapat dilakukan berkali-kali
9) Sesuai tugas pokoknya
10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
(Pedagang Kaki Lima), badan jalan
untuk berdagang, dll.
11) Masukan dapat digunakan untuk
merevisi program
12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
hasil LARAP dan rehabilitasi
14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
lingkungan dan sosekbud.
7
RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5)
Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari semua
laporan2 monitroing..(1)
Menganalisa manfaat
proyek beserta
dampaknya ....(2)
Konsultasi konsep
Evaluasi Manfaat
Proyek .... (3)
Memberi masukan aspek
lingkungan .. (4)
Memberi masukan tentang
koordinasi dan
kelembagaan dalam hal
pembangunan daerah (5)
Menyusun laporan
PBME ..... (8)
Menyusun dan
menetapkan kriteria
perencanaan .. ( 9)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah
Memberi masukan kondisi
sosekbud masyarakat
(terasing) setelah selesai
proyek … … . (6)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal : tata
ruang, penggunaan lahan,
pelatihan alih profesi, nilai
lahan, dll … .. (7)
KETERANGAN
1) Mencakup kegiatan pekerjaan
jalan, LARAP dan rehabilitasi
2) Berdasarkan hasil monitoring,
apakah tujuan proyek tercapai
3) Dapat dilakukan bersamaan
dengan proyek (jalan) lainnya
dalam suatu daerah/kawasan
4) Aspek lingkungan mencakup
phisik, biologi (flora dan fauna),
geologi /geographic, kimiawi
serta sosial ekonomi dan sosial
budaya
5) Pembangunan daerah secara
konprehensif yang menyangkut
semua sektor
6) Wakil masyarakat/LSM dapat
meyampaikan hasil pantauannya
tentang kondisi sosekbud
7) Sektor lain dapat memanfaatkan
forum ini untuk mengevaluasi
programnya
8) PBME (Project Benefit
Monitoring and Evaluation)
9) Untuk digunakan dimasa yang
akan datang, yaitu mencakup
faktor teknis, ekonomik/finansial,
lingkungan dan sosekbud.
8
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran A
(Informatif)
Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan
1
Pendahuluan
1.1
Penjelasan umum
Proses pemilihan rute merupakan bagian kegiatan perencanaan pada tahap-tahap perencanaan
umum, prastudi kelayakan dan studi kelayakan. Proses ini memerlukan banyak masukan
termasuk aspek lingkungan dan sosial.
Pemilihan rute bagi pengembangan jalan diperlukan ketika jalan yang ada tidak lagi dapat
memenuhi fungsi pelayanan lalu-lintas dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
meningkatnya volume lalu-lintas, kebutuhan memperpendek waktu perjalanan atau oleh keinginan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan suatu wilayah tertentu.
Pemilihan rute merupakan proses penentuan lokasi rute jalan baru secara tepat, dengan tujuan
agar jalan tersebut dapat memenuhi semua fungsi yang dibebankan padanya.
1.2
Proses pemilihan rute
Proses pemilihan rute didasarkan atas hasil evaluasi aspek-aspek teknis, sosial-ekonomi dan
lingkungan, untuk menetapkan lokasi terbaik jalan baru (Lihat Gambar 1). Biasanya, dalam proses
ini dipertimbangkan alternatif-alternatif opsi rute. Evaluasi opsi rute ini mungkin meliputi
a) peningkatan jalan yang ada sepanjang alinyemennya,
b) alinyemen yang sama sekali baru; atau
c) kombinasi dari keduanya.
Proses ini harus dilaksanakan dengan berkonsultasi erat dengan masyarakat setempat (lokal)
melalui instansi-instansi pemerintah terkait, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat yang secara potensial terkena dampak. Konsultasi masyarakat ini telah diatur dengan
peraturan perundangan yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dan saran dari masyarakat
ke dalam proses pemilihan rute dan untuk melancarkan proses pemilihan rute, sehingga rute
terpilih akan mendapat dukungan masyarakat setempat.
Dukungan masyarakat terhadap hasil proses pemilihan rute ini juga diharapkan agar masyarakat
setempat akan mempunyai komitmen berkelanjutan untuk melindungi fungsi-fungsi jalan baru
melalui pengelolaan lahan secara tepat sepanjang lintasan jalan yang dikembangkan.
Proses Pemilihan Rute tergantung pada masukan dari berbagai bidang teknik. Pada umumnya
proses ini melibatkan sejumlah ahli, meliputi perencana kota, perencana lingkungan, ahli
geoteknik, perencana lalulintas, ahli ekonomi, dsb, yang membantu perencana jalan.
1.3
Dampak lingkungan akibat pemilihan rute
Pengembangan jalan sepanjang koridor rute yang terpilih akan menimbulkan dampak lingkungan
baik pada lingkungan biogeofisik maupun sosial. Mempertimbangkan dampak potensial
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
1
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
pengembangan jalan hendaknya dilakukan sedini mungkin dalam proses perencanaan mulai
tahap perencanaan umum, untuk memberikan masukan-masukan ke dalam proses pemilihan rute.
Gambar 1 Bagan Proses Pemilihan Rute
LINGKUNGAN





SOSIAL
Penggunaan Lahan
Perbaikan Properti
Ekonomi
Budaya
Visual





BIOGEOFISIK
Geologi/Tanah
Air
Vegetasi
Lansekap
Dll.
PERTIMBANGAN TEKNIS
DAN EKONOMI
 Stabilitas
 Manfaat Lalu lintas
 Biaya
 Dll.
PEMILIHAN RUTE
Koridor Perencanaan
Koridor Rute
Opsi Rute
Rute Terpilih
Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan bukan hanya merupakan bagian
dari AMDAL, karena proses AMDAL baru dimulai pada tahap akhir studi kelayakan, ketika
pemilihan rute telah selesai dilakukan.
Untuk memahami dampak lingkungan potensial akibat pengembangan jalan perlu pemahaman
tentang kondisi lingkungan, khususnya areal sensitif, di mana jalan yang dikembangkan akan
melintas. Juga diperlukan pemahaman tentang bagaimana kegiatan pengembangan jalan akan
merubah atau mempengaruhi komponen-komponen lingkungan dan bagaimana perubahan atau
pengaruh tersebut menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (Ligat Gmbar 2).
2.
Nilai lingkungan
Sebelum memulai proses pemilihan rute, perlu dipahami karakteristik lingkungan di mana jalan
akan dikembangkan. Pemahaman ini akan merupakan dasar proses perencanaan yang tajam
yang akan mengoptimasi integrasi jalan ke dalam berbagai kondisi lingkungan yang dilaluinya.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
2
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pemahaman mengenai nilai lingkungan memungkinkan penetapan koridor-koridor jalan
berdasarkan dampak terkecil yang mungkin terjadi. Juga dimungkinkan untuk melakukan
pertimbangan-pertimbangan komparatif mengenai rute-rute koridor dipandang dari sudut nilai
lingkungan.
2.1
Nilai lingkungan daerah perkotaan
Daerah perkotaan merupakan pemadatan permukiman manusia. Dari sudut pandang skala
pemadatan permukiman ini, pada umumnya dapat dikatakan bahwa di sisi skala kecil adalah
pemadatan permukiman manusia berupa desa, sedangkan di ujung skala besar adalah
pemadatan permukiman manusia berupa kota besar. Bagi keperluan perencanaan jalan,
ditetapkan empat tipe kota, yakni
(1)
(2)
(3)
(4)
kota metropolitan,
kota besar,
kota sedang, dan
kota kecil.
Kota merupakan permukiman perkotaan yang paling kompleks. Kota ditandai oleh adanya
campuran dari beberapa tipe penggunaan lahan yang merupakan perwujudan dari kebutuhan
masyarakat kota yang beragam. Dengan demikian tampak penggunaan lahan bagi lokasi tempat
tinggal, lokasi kegiatan komersial, lokasi kegiatan industri, dan lokasi kegiatan kelembagaan.
Lokasi-lokasi ini dihubungkan satu dengan lainnya oleh unsur-unsur prasarana seperti
transportasi, listrik, air, telekomunikasi, sistem drainase dan pembuangan limbah serta sampah.
Selain prasarana ciptaan manusia ini, terdapat pula berbagai unsur alami yang menjadi ciri suatu
kota, yaitu topografi, vegetasi dan perairan. Unsur unsur ciptaan manusia bersama dengan unsurunsur alami menghasilkan ciri suatu kota.
Daerah perkotaan memiliki nilai sosial yang kompleks, meliputi nilai-nilai:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
interaksi m asyarakat;
tem pat tinggal;
kom ersial;
industri;
institusi;
prasarana;
budaya;
w arisan budaya;
visual.
Juga penting bagi suatu kota ialah nilai-nilai sosial masyarakatnya. Yang terpenting ialah
kesejahteraan ekonomi. Namun, setelah masyarakat kota berhasil mendapatkan kesejahteraan
ekonomi, akan muncul nilai-nilai sosial lainnya yang sangat kompleks yang perlu dicapai, karena
dirasakan akan makin meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota.
Kebutuhan masyarakat kota dan adanya kemungkinan untuk berhubungan secara fisik dengan
berbagai lokasi dalam kota tersebut di atas merupakan nilai sosial yang sangat penting bagi
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
3
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
masyarakat kota. Kota perlu dipandang sebagai kumpulan desa yang kompleks, yang tidak
dipisahkan satu dengan lainnya oleh daerah pedesaan.
Lain dari pada itu, ada pula hal-hal yang penting artinya bagi masyarakat kota, seperti
keselamatan. Orang Indonesia adalah mahluk yang sangat sosial, yang banyak menggunakan
jalan sebagai tempat sosialisasi, membeli makanan dan kebutuhan lainnya. Penggunaan jalan
seperti ini menciptakan suasana dinamis, namun penggunaan tersebut mungkin bertentangan
dengan kebutuhan kelancaran arus lalu-lintas. Namun demikian, nilai-nilai sosial jalan ini perlu
dihormati, tanpa mengabaikan keselamatan para pengguna jalan. Isu keselamatan manusia selalu
perlu diperhatikan.
Nilai sosial lainnya yang penting ialah kualitas lingkungan hidup kota, termasuk kualitas visual dan
kualitas akustik. Kebutuhan akan kualitas visual dan kualitas akustik berbeda dari suatu lokasi ke
lokasi lain. Kiranya dapat dimengerti bahwa kualitas visual dan kualitas akustik yang diperlukan
bagi lokasi tempat pemukiman masyarakat akan sangat berbeda dari yang diperlukan di lokasi
kegiatan industri.
2.2
Nilai lingkungan daerah perdesaan
Pada umumnya daerah pedesaan berbatasan dengan daerah perkotaan dan sering memberi
kesempatan tersedianya lahan bagi pengembangan jalan bypass perkotaan. Dengan demikian,
penting artinya untuk mengenal karakteristik lingkungan pedesaan.
Pada umumnya daerah pedesaan didominasi oleh kawasan budidaya dan mungkin juga terdapat
bagian-bagian dalam keadaan bera atau dalam keadaan penggunaan budidaya yang tidak
intensif. Namun demikian, selalau terdapat tempat-tempat tinggal terpencar atau kumpulan tempat
tinggal sebagai kampung atau desa kecil.
Bentang alam daerah perdesaan juga terdiri dari daerah-daerah produksi beras di dataran-dataran
rendah yang berbatasan dengan daerah pesisir maupun di beberapa lembah sungai. Mungkin
juga terdapat teras-teras di daerah perbukitan yang ditanami padi. Kegiatan pertanian padi ini
merupakan kegiatan pengembangan pertanian yang paling intensif di daerah pedesaan. Kegiatan
pertanian lainnya di daerah pedesaan meliputi kegiatan budidaya sayuran dan biji-bijian, serta
perkebunan pohon buah-buahan, karet, kelapa dan kelapa sawit. Bagian-bagian daerah pedesaan
yang digunakan sebagai lokasi kegiatan tersebut di atas ini merupakan bagian penting dari
bentang alam daerah pedesaan, namun pada umumnya merupakan kendala yang sedang
besarnya bagi pengembangan jalan.
Juga terdapat kawasan-kawasan yang digunakan untuk usaha peternakan, walaupun biasanya
dalam skala yang jauh lebih kecil ketimbang penggunaan lahan untuk pertanian padi. Dapat
dikatakan bahwa bagian-bagian daerah pedesaan yang digunakan untuk usaha peternakan pada
umumnya kecil luasannya dan merupakan kendala terkecil bagi pengembangan jalan. Juga
merupakan bagian dari bentang alam daerah pedesaan ialah kota-kota kecil dan desa-desa yang
terletak sepanjang jalan-jalan antar perkotaan, yang bergantung pada jalan-jalan ini untuk
mendapatkan akses ke kendaraan. Kota-kota kecil dan desa-desa ini peka terhadap
pengembangan jalan disebabkan oleh:
a)
pelebaran jalan akan menimbulkan dampak-dampak sosio-ekonomi pada properti (harta
benda tak bergerak) sepanjang jalan, dan
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
4
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b)
jika jalan melalui sebuah desa atau sebuah kota kecil, akan menimbulkan dampak-dampak
pada kegiatan ekonomi dan bisnis di sepanjang jalan yang dilebarkan.
Daerah perdesaan memiliki nilai-nilai khas, meliputi:
• Lahan pertanian:
- sawah beririgasi;
- sawah tadah hujan;
- tanaman lain;
- perkebunan;
• Lingkungan alam :
- sungai;
- lahan basah / rawa, bakau;
• desa;
• kam pung;
• rum ah -rumah terpencil;
• nilai visual.
3.
Pengembangan jalan dan pengaruhnya terhadap lingkungan hidup
3.1
Dampak lingkungan
Alinyemen horisontal jalan yang berupa sabuk tak terputus-putus, merupakan unsur utama yang
akan memotong rona lingkungan yang utuh yang terdiri dari unsur-unsur biogeofisik dan sosial
yang saling kait-mengait. Sabuk tak terputus-putus ini akan membagi rona lingkungan yang
tadinya utuh menjadi bagian-bagian yang terpisah-pisah. Inilah yang akan menimbulkan dampak
lingkungan pada aspek biogeofisik dan sosial di sepanjang rute jalan yang akan dikembangkan
dan sekitarnya. Semua faktor lingkungan ini perlu dipertimbangkan pada pemilihan rute.
Pertimbangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan pertimbangan teknis dan ekonomi untuk
menetapkan opsi-opsi rute dan memilih opsi rute yang terbaik.
Sasaran umum pemilihan rute yang baik ialah memaksimalkan pengaruh sosial yang baik,
misalnya meminimalkan kemacetan lalu-lintas, meningkatkan kualitas bising dan kualitas udara di
daerah perkotaan yang sebelumnya hiruk-pikuk oleh lalu-lintas dengan kualitas udara yang buruk
akibat tingginya kandungan asap dari kendaraan bermotor, meningkatkan aspek-aspek
keselamatan, dan secara umum meningkatkan kualitas hidup manusia dengan cara meningkatkan
dan menciptakan potensi peningkatan kemudahan-kemudahan (amenities) perkotaan di kemudian
hari.
Seperti telah dikemukakan di atas, segi negatif dari pengembangan jalan ialah terciptanya
pembelahan. Pengembangan jalan dapat membelah properti, bahkan dapat membelah
perbaikan-perbaikan pada suatu properti. Pengembangan jalan dapat pula membelah tata-guna
lahan dan berbagai koridor prasarana seperti jalan, jalan kereta api, dan berbagai prasarana
pelayanan seperti pasokan listrik dan air bersih. Koridor pergerakan masyarakat seperti jalan atau
jalan setapak yang dapat dilalui kendaraan lokal atau rakyat setempat dapat dipengaruhi oleh
pengembangan jalan baru. Jalan baru yang dikembangkan mungkin juga melintasi sungai,
vegetasi alam dan atau koridor satwa liar. Namun, dapat dipastikan bahwa dampak sosial paling
sensitif akibat pengembangan jalan ditimbulkan oleh kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
5
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
tempat tinggal (resettlement). Pengadaan lahan dan pemindahan tempat tinggal juga menjadi
faktor utama pertimbangan biaya pada berbagai opsi rute.
3.2
Kesesuaian lahan
Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan semua jenis penggunaan lahan peka terhadap
pengembangan jalan. Daerah-daerah yang telah berkembang secara intensif akan terkena
dampak terbesar akibat pengembangan jalan, dan karenanya daerah seperti ini sangat tidak
cocok bagi pengembangan jalan. Termasuk dalam daerah seperti ini antara lain daerah yang
digunakan bagi permukiman dan bagi kegiatan komersial. Di daerah pedesaan lahan-lahan
pertanian padi beririgasi teknis paling peka terhadap pengembangan jalan. Tingkat kepekaan
lahan terhadap pengembangan jalan bergantung pada sejauh mana penggunaan lahan telah
ditingkatkan. Makin tinggi peningkatan penggunaan lahan pedesaan makin kurang cocok daerah
itu bagi pengembangan jalan.
Secara umum, pengembangan jalan sebaiknya menghindari daerah yang telah berkembang
pesat. Labih baik memilih daerah-daerah yang kurang berkembang. Namun perlu diperhatikan
bahwa daerah-daerah kurang berkembang yang berdekatan dengan daerah permukiman pada
akhirnya akan berkembang juga menjadi daerah permukiman. Daerah kurang berkembang ini
termasuk juga daerah real estat yang baru pada tingkat awal pengembangan, dan kampung atau
desa.
Lahan yang tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan termasuk kategori sedang adalah
sawah tadah hujan, serta lahan perkebunan karet, kelapa dan kelapa sawit. Lahan yang dianggap
tinggi tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan ialah lahan kosong yang sama sekali tidak
ditingkatkan penggunaannya dan padang rumput. Makin kurang intensif penggunaan lahan makin
besar pula tingkat kecocokannya untuk pengembangan jalan Namun, lahan-lahan yang sama
sekali belum dibuka dan masih sepenuhnya dalam keadaan alamiah mungkin merupakan lahanlahan bernilai konservasi tinggi, dan dengan demikian tidak cocok bagi pengembangan jalan.
Daerah yang sangat kurang cocok bagi pengembangan jalan adalah daerah permukiman dan
bisnis.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
6
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 3
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Jalan
KESESUAIAN LAHAN
Paling Sesuai





Pada umumnya
penggunaan lahan
paling cocok untuk
pengembangan jalan






Pada umumnya
penggunaan lahan
kurang cocok untuk
koridor rute, opsi rute
dan opsi rute terpilih


Lahan pertanian
landau tidak
beririgasi
Perkebunan
Lahan pertanian
Sawah tadah hujan
Beberapa daerah
alami
Daerah industri
Beberapa daerah
alami
Beberapa daerah
industri
Daerah komersial
Perkantoran
Beberapa daerah
komersial
Pemukiman
Peninggalan sejarah
/ kawasan lindung
Kurang Sesuai
4.
Pengumpulan data untuk pemilihan rute jalan
4.1
Sumber data
Keberhasilan pemilihan rute tergantung dari tersedianya basis data (database) informasi yang
komprehensif, meliputi kondisi topografi, enjiniring, sosial dan lingkungan dalam wilayah di mana
terdapat berbagai opsi. Data dikumpulkan dari sejumlah sumber dan perlu dipilih dan dipilah untuk
mendapatkan basis data yang sebaik mungkin. Basis data ini mencakup:
•
•
•
•
•
•
•
•
Peta
Foto Udara
Citra Satelit
Hasil Survai Lapangan
Laporan-laporan Tersedia
Sumber-sumber Pemerintah Lokal maupun Regional
Pengetahuan Lokal
Lain-lain (lihat Tabel 41.)
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
7
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4.1.1
Peta
Peta dasar nasional dan beberapa jenis peta tematik dengan berbagai skala perlu diperoleh
antara lain dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan Nasional), meliputi:
 Peta Topografi;
 Peta Tata Guna Tanah dan Peta Status Tanah;
 Peta Kesesuaian Lahan dan Peta Bahaya Lingkungan;
Peta-peta tersebut di atas berskala 1 : 50.000 untuk seluruh Indonesia. Juga tersedia peta-peta
digital berskala 1 : 25.000, yang diproses dari foto udara. Pada peta-peta ini interval kontur adalah
sebesar 5 m, yang memadai bagi keperluan perencanaan pada Tahap Perencanaan Umum dan
Tahap Prastudi kelayakan suatu proyek pengembangan jalan. Belum lama berselang telah
tersedia pula hasil pemetaan dengan menggunakan citra satelit IKONOS.
Peta-peta ini akan membantu pada identifikasi keberadaan banyak kendala sosial dan lingkungan.
Peta-peta ini secara umum memperlihatkan kelas-kelas tataguna tanah, roman-roman alami
seperti gunung, bukit, sungai, dsb. Namun, informasi ini perlu dikombinasikan dengan sumbersumber informasi yang lebih rinci dan dengan data hasil survai-survai lapangan. Peta-peta
topografi skala 1 : 25.000 tersediia untuk sebagian besar wilayah Indonesia. Peta-peta ini
bersama dengan foto-foto udara akan memberikan informasi yang lebih rinci tentang kendalakendala tataguna tanah dan lingkungan untuk keperluan pemilihan rute jalan.
Pemilihan rute final harus didasarkan atas peta-peta yang lebih rinci dan peta-peta fotogrametris,
pada umumnya yang berskala 1 : 10.000, atau lebih detail dengan skala 1 : 5,000 (Foto udara
berskala 1 : 5.000 mahal harganya, namun pada skala ini lebih mudah untuk mengidentifikasi
sifat-sifat individual). Peta-peta seperti ini menyajikan kondisi tataguna tanah dan lingkungan
secara lebih rinci, selain menyajikan pula detail topografi.
Peta-peta membantu menetapkan sifat topografis koridor jalan. Peta-peta juga memberi informasi
tentang tataguna tanah dan rona-rona alami, seperti kondisi geologi, liputan vegetasi dan pola
hidrologi. Peta-peta skala 1:25,000 memberikan informasi detail tentang bentuk kahan, elevasi,
tutupan lahan, termasuk vegetasi dan hidrologu, serta informasi tentang prasarana yang ada
seperti jalan, rel kereta api, jaringan listrik, dsb.
4.1.2
Foto udara
Foto udara dapat memberikan data topografi maupun data penggunaan tanah, data lingkungan
dan data sosial/budaya, tetapi perlu dilengkapi dengan pemerikasaan lapangan (field check).
Untuk memperoleh foto udara mutakhir diperlukan izin sekuriti (security clearnce) dari Pussurta
(Pusat Survey dan Pemetaan)TNI. Izin tersebut meliputi:
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
8
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 4.1 Daftar Uji Data Lingkungan
Skala Lingkungan
Regional
(Jalan penghubung)
Data Relevan
Tataguna tanah utama
Kawasan perlindungan Lingkungan
Kecenderungan populasi/mata
pencaharian
Pola pemukiman
Roman lanskap
Sumber Data
Survai lapangan
Rencana regional
Studi perencanaan regional
Peta topografi
Foto Sistem Informasi
Geografi (SIG)
Kota
(Opsi-opsi Segmen
Jalan)
Fungsi/Peran
Bentuk/Struktur
Jaringan hierarki jalan
Jaringan rel
Sistem transpor umum
Jaringan pejalan kaki
Roman topografis/alami
Kecenderungan populasi/mata
pencaharian
Usulan pengembangan
Pengembangan potensial
Ciri/pengembangan tanah yg menghadap
ke jalan
Survai lapangan
Rencana kota
Studi perencanaan kota
Peta topografi
Foto udara format besar
Konsultasi masyarakat
Jalan Utama yang ada
(Opsi-opsi seksipersilangan
jalan)
Tataguna tanah yang menghadap ke jalan
Lokasi penghasil (generator) pejalan kaki
Lokasi penghasil (generator) kendaraan
Tempat pemberhentian bis
Tempat menaikkan penumpang
Penyimpanan
Tempat parkir becak
Tempat parkir kendaraan
Lalu-lintas pejalan kaki
Lalu-lintas kendaraan tidak-bermotor
Perdagangan oleh pedagang keliling (Kaki
Lima)
Pasar jalanan
Perbaikan jalan
Pohon
Vegetasi lain
Jalan setapak
Median
Jalan layang/Terowongan
Monumen
Jasa
Fungsi jalan (Regional/Nasional/Lokal)
Kemacetan Lalu Lintas
Bahaya Kecelakaan lalu lintas
Pencemaran lokal
Survai lapangan
Rencana buku besar
Kimpraswil
Foto udara format kecil
Konsultasi masyarakat
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
9
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Visual
Usulan pengembangan
Persepsi masyarakat
Lingkungan
perumahan
(Opsi-opsi pengadaan
lahan)
Tataguna tanah (Tipe, Ukuran)
Pengembangan lahan (Tipe, Ukuran,
Kualitas)
Roman alami
Tataguna / Pengembangan tanah
berbatasan
Usulan pengembangan
Persepsi Masyarakat
Survai lapangan
Foto udara format kecil
Konsultasi masyarakat
• Izin P em otrtan U dara (sebelum terbang); ini m em erlukan w aktu m inim al satu bulan;
• Izin P encetakan F oto U dara; dan
• Izin P enggunaan F oto U dara setalah dicetak.
Foto udara dapat dibuat menjadi mosaik baik berupa controlled maupun uncontrolled mosaic.
Pada mosaik yang mengambarkan tutupan lahan yang sangat realistis ini, dapat diplot opsi-opsi
rute jalan dan dapat dilihat letak opsi-opsi ini berkaitan dengan bentang topografis atau bentang
alam dan dengan roman-roman lingkungan.
Walaupun pengadaan foto udara merupakan kegiatan yang mahal, foto udara merupakan satusatunya media yang realistis untuk pemilihan rute secara cermat. Bila tidak tersedia foto udara,
kegiatan penetapan rute dapat dilakukan dengan menggunakan peta yang tersedia dan
peninjauan lapangan. Sayangnya, peninjauan lapangan ini tidak memungkinkan penaksiran
lokasi secara luas dan mendalam, karena terbatasnya jarak pandang yang mungkin hanya
mencapai beberapa ratus meter atau bahkan kurang dari pinggir jalan.
Untuk daerah-daerah berpenduduk padat atau daerah-daerah yang sedang berkembang, seperti
daerah Jabotabek, di mana sering terjadi perubahan, foto udara sangat diperlukan. Karena itu,
untuk keperluan pemilihan rute di daerah semacam ini hendaknya dipersiapkan foto-foto udara
mutakhir, karena ini satu-satunya cara untuk memperoleh informasi setempat (on-site) tentang
tataguna tanah di koridor jalan yang cukup lengkap dan akurat.
4.1.3
Citra satelit
Citra satelit skala 1 : 25.000, dapat digunakan untuk membantu proses pemilihan rute Proses ini
memungkinkan untuk secara umum mengidentifikasi penggunaan tanah, tutupan tanah, geologi,
hidrologi dan kemiringan lereng. Walaupun resolusi yang diinformasikan kurang tinggi, namun
dalam beberapa kasus memungkinkan penetapan koridor rute dan kesesuaiannya bagi pemetaan
beberapa pertimbangan teknis dan lingkungan. Juga dimungkinkan untuk mempertimbangkan
beberapa koridor rute satu dengan lainnya, bila diinginkan identifikasi rute yang paling disukai.
Pada umumnya, dengan cara ini diidentifikasi koridor-koridor selebar 500 hingga 4.000 m.Teknik
ini paling berguna, bila perlu dipertimbangkan lebih dari satu rute koridor. Namun, teknik ini tidak
cocok bagi pemilihan rute secara rinci, karena dewasa ini skala citra satelit terlalu kecil.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
10
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4.1.4
Laporan-laporan yang tersedia
Mungkin terdapat laporan-laporan tentang berbagai studi yang dilaksanakan di wilayah yang studi
pemilihan rute jalan. Studi-studi ini tidak perlu berkaitan langsung dengan jalan, dan mungkin
berkaitan dengan sejumlah parameter pengembangan, lingkungan dan sosial. Kemungkinan
besar bahwa studi-studi ini tidak meliput seluruh wilayah di mana dilakukan studi pemilihan rute
jalan. Namun demikian, studi-studi ini dapat memberikan informasi latar belakang mengenai suatu
wilayah secara regional atau lokal.
4.1.5
Survai lapangan
Sirvai lapangan diperlukan untuk mengecek kebenaran peta dan hasil interpretasi foto udara atau
citra satelit. Pemeriksaan lapangan (field-check) juga akan membuktikan apakah terjadi
perubahan pada kondisi koridor rute, sesudah dilakukan pemotretan udara atau pemotretan oleh
satelit. Misalnya, apa yang tiga tahun sebelumnya pada foto udara adalah bentangan sawah,
ternyata pada waktu pemeriksaan lapangan didapatkan bahwa bentangan sawah telah berubah
menjadi lokasi permukiman atau kawasan real estat. Survai lapangan diperlukan antara lain untuk
mengidentifikasi:
•
•
•
•
•
•
H utan prim er, kem ungkinan besar terdapat di lereng bukit yang curam;
H utan yang m engalam i degradasi, di dekat atau didalam kaw asan budidaya;
K aw asan lindung, seperti T am an N asional, daerah konservasi atau „daerah tangkapan air‟;
K aw asan budidaya, seperti saw ah, kebun sayur-mayur dan tebu;
K aw asan perkebunan, seperti perkebunan kelapa, karet, dan pisang; dan
K aw asan pengem bangan, seperti perkam pungan dan real estat.
4.1.6
Intansi pemerintah propinsi dan lokal
Sejumlah instansi pemerintah berkepentingan dalam penentuan lokasi jalan baru. Hal ini akan
bergantung pada lokasi proyek dan apakah lokasi ini akan meliputi lebih dari satu wilayah
pemerintahan. Instansi-instansi ini dapat menyediakan informasi mengenai perencanaan lalulintas dan perencanaan sosial, untuk keperluan proses pemilihan rute. Instansi seperti Bappeda
tentu mempunyai pandangannya sendiri tentang bagaimana membangun daerahnya.
Instansi lain yang berkepentingan antara lain meliputi PHPA dalam Departemen Kehutanan, yang
mungkin mempunyai kepentingan dalam kawasan di mana opsi-opsi jalan akan melintas. Di dekat
daerah perkotaan, instansi-instansi pemerintah tertentu dapat menyediakan informasi tentang
pengembangan baru yang telah terjadi atau direncanakan bagi rute koridor. Sudah barang tentu,
pengembangan yang direncanakan tidak akan tampak pada foto-foto udara yang terbarupun. Jadi,
suatu langkah yang penting dalam proses pemilihan rute ialah mendapatkan informasi tentang
pengembangan yang direncanakan.
4.1.7
Pengetahuan lokal
Dalam pelaksanaan survey lapangan, sebaiknya menghubungi sejumlah penduduk lokal guna
membicarakan berbagai kondiisi yang mungkin mempengaruhi lokasi sebuah jalan. Hal ini
diperlukan sebagai tambahan informasi yang diperoleh dari sumber pemerintah regional dan lokal.
Misalnya, informasi dari penduduk setempat berkaitan dengan parameter-parameter yang penting
dan informasi mengenai tingkat banjir. Informasi seperti ini mungkin dapat diperoleh dari LSM-
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
11
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
LSM setempat atau dari masyarakat setempat. Informasi yang diperoleh ini perlu dicermati
dengan hati-hati melalui strategi-strategi konsultasi masyarakat dan instansi terkait.
5.
Data yang dikumpulkan
5.1.
Data jalan dan jembatan
Sistem Manajemen Jalan Terpadu (Integrated Road Management System – IRMS) yang ada di
Departemen Kimpraswil menyediakan data terbaru tentang jalan dan jembatan. Meskipun
demikian data ini perlu dikaji ulang dan diperiksa tingkat ketepatannya. Bila diperlukan, data
tambahan hendaknya dikumpulkan. Pengumpulan data tambahan ini meliputi:
•
•
•
•
•
•
•
Lokasi dan kondisi jembatan;
Lokasi dan kondisi gorong -gorong;
Lokasi dan kondisi bangunan lainnya;
T ipe trotoar;
K ondisi dan kekasaran perm ukaan;
B ahu dan tepi jalan;
F aktor lain.
Data di atas, terutama akan berguna untuk menetapkan opsi-opsi “tidak berbuat apapun” (do
nothing) dan “pelebaran jalan pada alinyem en jalan yang telah ada”.
5.2
Data lalu lintas kendaraan
Volume lalu-lintas kendaraan dalam koridor rute hendaknya ditaksir melalui analisis semua data
yang tersedia. Ini akan mengikuti kaji ulang (review) terhadap database IRMS dan studi-studi lalulintas kendaraan lainnya, yang pernah dilakukan. Sesuai dengan keperluan, hendaknya dilakukan
survai-survai tambahan mengenai lalu-lintas kendaraan serta asal dan tujuan. Analisis data ini
akan mempertimbangkan variasi tingkat arus lalu-lintas kendaraan dalam satu jam, satu hari, dan
satu musim. Pengumpulan data meliputi:
a) Perhitungan Berklasifikasi Lalu-lintas Kendaraan
Perhitungan ini hendaknya menganut prosedur baku Kimpraswil dan perlu didiskusikan dengan
Kimpraswil sebelum dilakukan perhitungan lalulintas kendaraan.
b) Survai Waktu Perjalanan
Hendaknya dilakukan survai tentang waktu/kecepatan perjalanan, di mana survai seperti ini patut
dilakukan. Survai tersebut perlu dilakukan pada saat-saat yang berbeda, pada waktu periode
puncak dan periode bukan-puncak, selama beberapa hari yang berbeda, untuk menentukan atarata waktu/kecepatan perjalanan.
c) Survai Asal dan Tujuan
Untuk membantu pengembangan prakiraan arus lalu-lintas kendaraan, termasuk lalu-lintas
kendaraan yang dialihkan dan yang dihasilkan (generated), mungkin diperlukan survai asal dan
tujuan lalu-lintas kendaraan atau modus transportasi lain. Survai seperti ini perlu dilakukan selama
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
12
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
paling tidak 12 jam (jam 06.00 – jam 18.00) dan hendaknya disertai dengan survai perhitungan
yang berkaitan.
Penghasil lalu-lintas kendaraan utama (major trafffic generators) yang potensial maupun yang ada
perlu dikaji, diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuatifikasi. Dengan cara sama, daerah-daerah
yang secara potensial terkena pengaruh perbaikan sistem jalan, hendaknya dikaji. Kajian-kajian ini
perlu mempertimbangkan pengembangan ekonomi dan kebutuhan dibangunnya jalan raya di
wilayah yang bersangkutan di masa depan. Kajian-kajian ini hendaknya meliputi pertimbangan
tentang:
•
•
•
•
•
5.3
Pertumbuhan dan karakteristik populasi penduduk, misalnya, penyebaran populasi daerah
pedesaan dan perkotaan;
Pertumbuhan ekonomi nasional dan regional;
Pengembangan kegiatan industri/komersial, termasuk pertanian dan kepariwisataan, di
dalam daerah proyek;
Pengembangan layanan-layanan sosial di daerah yang bersangkutan, misalnya
pembangunan rumah sakit dan sekolah; dan
Proyeksi pertumbuhan jumlah kendaraan.
Data topografi
Untuk pelaksanaan pemilihan rute secara efektif, perlu tersedia data topografi pada beberapa
skala. Dalam tahap penentuan koridor, cukup digunakan data dari peta-peta berskala kecil,
misalnya berskala 1 : 250.000 atau 1 : 50.000, dengan interval kontur 25 – 100 m. Namun, bagi
pengembangan opsi-opsi rute, hendaknya digunakan peta-peta berskala 1 : 25.000 hingga 1 :
10.000, dan bahkan yang berskala 1 : 5.000, dengan interval kontur 1 – 5 m.
5.4
Data perencanaan
Dalam rangka pemilihan rute yang efektif, perlu mengidentifikasi strategi perencanaan tingkat
nasional, regional, propinsi, dan lokal, yang meliputi baik strategi maupun rencana tata-ruang,
seperti:
•
•
•
•
R encana
R encana
R encana
R encana
P em
P em
P em
P em
bangunan S osial dan E konom i N asional;
bangunan R egional;
b angunan Propinsi;
bangunan K abipaten/K ota.
Semua rencana ini hendaknya didiskusikan dengan unstansi-instansi terkait, sehingga maksud
rencana-rencana itu dan implikasinya yang berkaitan dengan pembangunan jalan dimengerti.
Implikasi rencana-rencana itu dapat meliputi penghasil lalu-lintas kendaraan (traffic generator) di
masa depan, dan juga berimplikasi pada rencana-rencana jaringan jalan lokal.
5.5
Data hidrologi dan drainase
Data curah hujan yang meliputi penyebaran dan intensitas bulanan serta data suhu dan variasi
suhu juga diperlukan. Data-data ini memberikan latar belakang kontekstual bagi pembangunan
jalan, dan memberikan masukan tentang kemungkinan terjadinya genangan berkala atau banjir.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
13
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Peta-peta hidrologi atau peta-peta topografi yang bermutu, perlu dipelajari dalam hubungannya
dengan lokasi sungai, dataran banjir atau hal-hal lain yang berhubungan dengan air terhadap ruterute potensial, karena ini semuanya dapat mempengaruhi biaya enjiniring atau kinerja lingkungan
dari suatu opsi rute dibandingkan dengan opsi rute lainnya. Rincian mengenai kondisi hidrologi
wilayah perlu ditetapkan untuk memungkinkan penyusunan rancangan dan pembiayaan studi
kelayakan, terutama yang berkenaan dengan keperluan pembangunan jembatan dan goronggorong.
5.6
Data geologi
Dari peta-peta geologi dan peta-peta patahan dan/atau citra satelit, ada kemungkinan untuk
mengidentifkasi jenis-jenis tanah dan patahan-patahan di dalam koridor perencanaan. Informasi
seperti ini sangat penting dalam proses pemilihan rute, karena pembangunan jalan di atas tanah
yang kondisi geologinya peka atau di atas tanah yang kurang baik mutunya bagi konstruksi jalan
akan sangat menaikkan biaya konstruksi.
5.7
Data lingkungan dan sosial
Data rona lingkungan awal baik aspek biogeofisik maupun aspel sosial perlu dikumpulkan
bersamaan dengan pengumpulan data dasar lainnya. Data biogeofisik meliputi:
•
•
•
•
•
Iklim , kualitas udara dan kebisingan;
T opografi, G eologi dan T anah;
H idrologi;
N ilai B entang A lam ;
F lora dan Fauna;
Data sosial meliputi antara lain:
•
•
•
•
•
•
5.8
T ataguna tanah;
P ola pem ukim an dan populasi;
P eluang/lokasi m ata pencaharian;
P rasarana yang ada;
F asilitas m asyarakat, m isalnya rum ah sakit, sekolah dan rum ah ibadah;
K aw asan atau bangunan peninggalan bersejarah.
Data perkiraan biaya
Perkiraan biaya pembangunan tiap opsi rute perlu dihitung. Untuk perhitungan biaya tersebut
diperlukan harga satuan berbagai jenis kegiatan konstruksi, karena biaya ini tergantung dari jenisjenis kegiatan konstruksi tiap opsi rute. Untuk keperluan itu dapat digunakan standar harga satuan
yang tersedia di Departemen Kimpraswil atau Dinas Bina Marga setempat.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
14
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
6.
Proses pemilihan rute
6.1
Penjelasan umum
Pemilihan suatu rute yang disenangi (prefered route) tergantung pada berbagai faktor, meliputi
pertimbangan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan
dalam suatu urutan tahap perencanaan yang telah baku, mulai dari evaluasi secara makro pada
tahap perencanaan koridor, hingga pertimbangan-pertimbangan yang lebih rinci terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan rute di tahap-tahap selanjutnya dalam keseluruhan
proses perencanaan.
Tahap-tahap perencanaan meliputi:
•
•
•
•
•
•
penem patan koridor p erencanaan;
penentuan K oridor rute;
penentuan dan analisis alternatif-alternatif rute;
pem ilihan opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (Shortlisted);
pem ilihan opsi yang disenangi;
penentuan alinyem en -alinyemen vertikal dan horisontal yang disenangi.
Menetapkan suatu usulan jalan berlangsung dalam tahap perencanaan / prastudi kelayakan dan
tahap sudi kelayakan. Proses ini mungkin sangat kompleks tetapi seringkali relatif sederhana,
karena ketiadaan kendala. Metodologi yang dipilih bergantung baik pada tingkat kerumitan isu-isu
yang mempengaruhi pemilihan rute, maupun pada sumberdaya dan waktu yang tersedia bagi
penyelesaian proses pemilihan rute.
6.1.1
Koridor Perencanaan
Pada umumnya, Departemen Kimpraswil akan mengidentifkasi kebutuhan akan suatu proyek.
Lokasi Koridor Perencanaan ini diidentifikasi sebelum Tahap Perencanaan Umum Proyek. Sering
kali Koridor Perencanaan ini tidak secara formal dipetakan, terutama untuk jalan-jalan perkotaan,
karena pengembangan kota itu sendiri yang menjadi faktor penentu.
6.1.2
Koridor Rute
Koridor rute ditentukan setelah diadakan perkiraan awal lokasi koridor dalam koridor perencanaan
atau kawasan perencanaan. Untuk keperluan tersebut, dilakukan identifikasi kawasan di mana
semua opsi rute berada. Kegiatan ini dilakukan pada tahap perencanaan umum.
Kadang-kadang koridor rute tidak ditentukan secara formal. Namun, dalam kasus-kasus di mana
banyak terdapat kepentingan masyarakat, koridor rute ini harus ditetapkan secara formal, guna
menetapkan wilayah-wilayah yang perlu dievaluasi dan yang tidak perlu dievaluasi.
6.1.3
Opsi / alternatif rute
Setelah ditetapkannya koridor rute, tahap berikutnya dari proses pemilihan rute adalah
mempertimbangkan pengembangan sejumlah opsi alternatif guna mencapai kapasitas jalan yang
lebih baik dalam koridor rute. Diperlukan analisis lengkap mengenai semua alternatif dengan
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
15
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
menggunakan data hasil survai dan pemetaan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam tahap
perencanaan umum, dengan menggunakan data hasil pemetaan dan informasi lainnya.
6.1.4
Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed)
Analisis teknis dan lingkungan terhadap alternatif-alternatif opsi menghasilkan terpilihnya 2 – 4
opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed). Selanjutnya, dilakukan penilaian lingkungan,
sosio-ekonomi, dan teknis yang mendalam, termasuk perkiraan dampak terhadap lingkungan
hidup. Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan dapat meliputi pelebaran jalan serta perbaikan
alinyemen dan / atau opsi-opsi konstruksi jalan baru.
6.1.5
Opsi rute yang dikehendaki
Setelah dilakukan perbandingan antara semua opsi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
teknis, lalu-lintas kendaraan, lingkungan, dan ekonomi, dipilih suatu rute yang dikehendaki.
Kemudian rute yang dikehendaki ini akan dievaluasi secara lebih rinci, untuk menentukan rute
final. Rute yang dikehendaki diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan.
6.1.6
Alinyemen rute final
Penentuan rute final dilakukan pada tahap studi kelayakan di mana rute yang dikehendaki
dipelajari secara sangat rinci dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan sepanjang alinyemen yang
dikehendaki yang diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan. Kegiatan ini akan menetapkan
alinyemen vertikal dan horisontal final dari rute yang dikehendaki, sebagai respons terhadap
informasi topografi dan tataguna tanah yang rinci.
6.1.7
Hubungan dengan siklus proyek
Pemilihan rute dilakukan dalam tiga tahap awal siklus proyek, yakni tahap perencanaan umum,
tahap prastudi kelayakan, dan tahap studi kelayakan. Pada tahap perencanaan umum, hasil studistudi perencanaan dan peta-peta yang tersedia dikaji ulang dan diidentifikasi opsi-opsi rute.
Pada tahap prastudi kelayakan dipertimbangkan opsi-opsi rute secara rinci dan ditentukan serta
dinilai lebih cermat berdasarkan data yang tersedia maupun hasil survai lapangan. Setelah kaji
ulang ini diidentifikasi suatu rute yang dikehendaki.
Dalam tahap berikutnya, yakni tahap studi kelayakan, kelayakan teknis, ekonomi, dan lingkungan
dari opsi yang dikehendaki dievaluasi dan dibuatlah penyesuaian-penyesuaian akhir terhadap
lokasi alinyemen jalan. Dalam tahap ini, proses pemilihan rute hampir mendekati
penyelesaiannya. Namun, alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang dikehendaki masih
memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dalam tahap perencanaan teknis (design).
6.2
Penetapan awal koridor perencanaan
Kebutuhan akan adanya jalan biasanya didasarkan atas alasan-alasan ekonomis, pembangunan
dan politik. Sering kali dibutuhkan jalan di sekitar kota di mana terjadi kemacetan akibat
bercampurnya lalu-lintas kendaraan setempat dengan kendaraan yang hendak melintas, termasuk
truk dan bis besar.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
16
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Langkah pertama dalam proses menyeluruh ialah identifikasi proyek dan pencantumannya pada
Rencana Lima Tahun berikutnya. Langkah berikutnya ialah penetapan KORIDOR
PERENCANAAN dengan menggunakan peta-peta berskala antara 1 : 50.000 - 1 : 25.000 serta
pengetahuan umum mengenai kawasan. Pada skala ini, penetapan koridor perencanaan hanya
didasarkan atas lokasi saja. Tidak ada pertimbangan faktor-faktor teknis atau faktor-faktor sosial /
lingkungan. Namun, pada skala ini, ada peluang untuk mengidentifikasi kondisi topografi utama
dan pengaruhnya terhadap perencanaan jalan. Misalnya, baik bentuk lahan secara umum maupun
kondisi hidrologi dapat terlihat dan akan mempengaruhi lokasi Koridor Perencanaan. Lagi pula,
dalam tahap ini seharusnya dapat diidentifikasi dan dihindari daerah berlereng curam, daerah
berawa dan daerah konservasi.
Pada tahap proses pemilihan rute ini, hanya lokasi dari koridor perencanaan yang akan
diidentifikasi tetapi ini cukup untuk memungkinkan studi yang lebih rinci dalam tahap-tahap
berikutnya. Penetapan Koridor Perencanaan tidak selalu dilakukan, namun penetapan Koridor
Perencanaan ini merupakan konsep yang baik.
6.3
Penetapan koridor rute
Penetapan Koridor Rute merupakan kegiatan perencanaan fisik rinci pertama dan kegiatan kedua
dalam proses menyeluruh pemilihan rute. Hal ini dilakukan pada Tahap Perencanaan Umum.
Berdasarkan lokasi Koridor Perencanaan, dilakukan penyelidikan perencanaan jalan raya di
sekitar lokasi proyek, untuk mengidentifikasi Koridor Rute. Koridor Rute memberikan arahan
mengenai daerah-daerah yang akan diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi rute jalan.
Tepi Koridor Rute perlu diidentifikasi berdasarkan daerah-daerah yang secara logis tidak perlu
dipertimbangkan atas dasar alasan-alasan teknis, biaya, tataguna tanah, sosial / budaya, dan
lingkungan. Pada tahap ini, pada umumnya tidak diperlukan masukan seorang spesialis khusus,
kecuali jika penyelidikan-penyelidikan sebelumnya mengungkapkan diperlukannya masukan
seperti ini, disebabkan oleh sangat sensitifnya lahan di mana kemungkinan besar Koridor Rute
akan ditempatkan. Namun, seorang Ahli Transportasi hendaknya memberikan masukan analisis
lalu-lintas kendaraan, termasuk evaluasi jalan-jalan sekunder yang terdapat di dalam dan di
sekitar kota. Faktor dominan pada penetapan tepi luar koridor rute, acap kali adalah biaya
ekonomi / teknis. Biaya ini akan menetapkan suatu tepi luar hingga mana jalan dapat ditempatkan
tanpa terlalu menyimpang dari alinyemen ekonomis / teknis yang paling disenangi di dalam koridor
rute. Dengan demikian, suatu koridor rute mungkin berupa lahan yang mencakup daerah
perkotaan suatu kota sebagai suatu rute jalan bypass yang mungkin melintas salah satu sisi kota.
Di samping pertimbangan teknis dan ekonomi, perlu diidentifikasi juga faktor sosial / budaya atau
lingkungan apa pun yang akan mengakibatkan suatu daerah menjadi daerah yang harus dihindari.
B eberapa daerah yang m erupakan “pulau -pulau” m ungkin terdapat dalam koridor rute yang telah
ditetapkan, dimana rute apa pun harus melintas di sekelilingnya, misalnya, suatu desa atau kota,
tempat bersejarah, kuil atau makam. Mungkin ada juga kawasan lingkungan eksklusif yang tak
boleh dijamah manusia di tepi Koridor Rute yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kawasan
lingkungan eksklusif tersebut dikeluarkan dari Koridor Rute, dengan cara penetapan ulang tepi
Koridor Rute.
Daerah yang ditetapkan ulang untuk menjadi Koridor Rute akan merupakan daerah di mana opsiopsi rute akan ditetapkan. Dari opsiopsi rute inilah rute yang paling disenangi akan dipilih.
Kadang-kadang Koridor Rute tidak secara formal ditetapkan. Pendekatan informal ini sering cukup
memadai. Hal ini mungkin terjadi jika pemilihan rute dilakukan oleh suatu tim multi-disiplin,
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
17
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
terpisah dari masukan-masukan lain. Namun, jika ada pihak-pihak lain yang memberikan masukan
dan pertimbangan mengenai koridor dan opsi-opsi rute, pendekatan informal tersebut di atas tidak
memadai. Dewasa ini kebutuhan yang meningkat untuk mempartisipasikan masyarakat dan
berkonsultasi dengan masyarakat yang diatur oleh undang-undang, dianggap sangat bermanfaat
untuk menetapkan Koridor Rute secara formal. Jika perlu memberikan gambaran mengenai lokasi
konstruksi jalan kepada pihak-pihak lain, seperti pemerintah regional atau pemerintah setempat,
akan sangat bermanfaat jika Koridor Rutenya telah ditentukan.
6.4
Penetapan alternatif - alternatif rute
Ada beberapa cara untuk menetapkan Opsi-opsi Alinyemen dalam Koridor Rute. Pada umumnya,
penetapan ini akan melibatkan beberapa pertimbangan terhadap sejumlah faktor yang secara
umum dapat dikategorisasikan sebagai faktor-faktor teknis, ekonmi, sosial / budaya, dan
lingkungan. Faktor-faktor ini dapat dipertimbangkan secara bersama atau secara terpisah. Namun,
tujuannya ialah mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai bagi Koridor Rute atau daerahdaerah yang banyak menghadapi kendala. Opsi-opsi rute akan terdiri dari lahan-lahan yang
kendalanya sedikit.
6.4.1
Analisis kendala umum
Pada umumnya, perencana jalan raya akan mempertimbangkan sejumlah faktor teknis, ekonomi
dan lingkungan sebagai suatu langkah pertama. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara
menciptakan matriks-matriks kesesuaian opsi rute bagi sejumlah faktor dan mengevaluasi ruterute dalam hubungannya dengan matriks kesesuaian. Sering kali hal ini dilakukan secara numerik
dan dengan mempertimbangkan rute-rute dalam hubungannya dengan matriks-matriks, yakni
setiap rute didefinisi dipandang dari segi matriks-matriks. Misalnya, berapa banyak properti yang
perlu dibeli, jumlah jalan kereta api yang perlu dilintasi, banyaknya interaksi dengan sistem jalan
sekunder, berapa banyak jembatan yang harus dibangun, dsb.
Sebagai alternatif mempertimbangkan rute-rute alternatif dipandang dari sudut numerik atau
verbal, rute-rute alternatif dapat dipetakan berdasarkan kondisi sosial dan lingkungan yang
dihadapi dan memberikan nilai kepada kondisi-kondisi tersebut dalam bentuk peta dan memplot
rute-rute melintasi daerah-daerah yang paling sesuai.
Alternatif lain dan mungkin metode yang paling banyak digunakan adalah kombinasi dari dua
metode yang diuraikan di atas. Pada pendekatan ini, berdasarkan pengembangan suatu matriks
kesesuaian, rute-rute diplot di peta-peta menghindari daerah-daerah berkendala tinggi dan
menggunakan lahan-lahan yang lebih sesuai, sambil tetap memenuhi pertimbangan-pertimbangan
perencanaan jalan dan perencanaan ekonomi. Kemudian disusunlah tabel-tabel untuk
menggambarkan interaksi berbagai opsi rute terhadap sejumlah parameter didalam matriks
kesesuaian. Kegiatan ini akan dibantu oleh berbagai spesialis, sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian ditentukan daerah-daerah dengan tingkat kendala atau kesesuaian yang berbeda-beda
berkenaan dengan tiap faktor teknus, lingkungan dan sosial berdasarkan informasi umum yang
ada.
Sumber informasi dapat berupa:
• P eta-peta berskala besar, misalnya 1 : 25.000 dan / atau foto-foto udara dengan skala sama;
• B erm acam laporan dari daerah yang sedang dipelajari;
• D iskusi dengan berbagai instansi pem erintah regional dan lokal, LS M dan m asyarakat um um .
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
18
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Evaluasi ini akan mengidentifikasi daerah-daerah dengan kendala besar, moderat dan kecil bagi
pembangunan jalan. Daerah-daerah ini akan diidentifikasi pada selembar atau beberapa lembar
peta, yang dapat berupa:
Peta Topografi
 Daerah-daerah berlereng curam;
 Garis pantai;
 Jalan besar-kecil yang ada;
 Jalan kereta api dan unsur-unsur prasarana lainnya;
Peta Sosial / Budaya
 Kota dan daerah-daerah pemukiman;
 Kawasan obyek-obyek warisan budaya;
 Bermacam unsur prasarana;
 Fasilitas kelembagaan;
 Kawasan budidaya intensif, seperti sawah beririgasi teknis dan kawasan
 perkebunan;
Peta Hidrologi
 Garis pantai;
 Sungai;
 Lahan basah, danau dan kolam ikan;
Peta Lingkungan
 Flora dan fauna;
 Kawasan konservasi dan hutan lindung;
 Roman lanskap atau kawasan khusus;
Peta Geologi
 Garis patahan;
 Tanah yang geologis sensitif;
 Stabilitas lahan;
 Kawasan yang mudah mengalami erosi dan longsor.
Semua faktor tersebut di atas ini merupakan kendala dengan tingkat yang berbeda-beda. Tingkat
(besar-kecilnya) kendala bagi setiap parameter akan ditentukan bagi tiap proyek pemilihan rute.
Kemudian para perencana jalan raya dapat menyusun suatu seri peta kendala lingkungan, yang
dapat digunakan sebagai dasar pengembangan opsi-opsi rute.
Dengan menggunakan informasi tentang pertimbangan-pertimbangan ini, perencana jalan raya
dapat mengidentifikasi sejumlah titik yang mungkin dilewati jalan. Dengan menghubungkan titiktitik ini melewati lahan berkendala kecil dan / atau, jika diperlukan, melewati lahan berkendala
moderat dan berkendala besar, dihasilkan rute-rute terbaik. Kinerja umum dari berbagai opsi rute
seyogianya diringkas dalam sebuah tabel. Ini memungkinkan peringkasan dampak-dampak dari
berbagai rute terhadap bermacam kriteria / parameter. Pada umumnya, pada tahap ini, para
perencana akan memberikan masukan-masukan tentang karakteristik desain jalan yang
memenuhi syarat-syarat desain kecepatan dari jalan. Dengan demikian, terciptalah
pengembangan berbagai opsi rute yang realistis, dipandang dari sudut kriteria perencanaan teknis
yang tepat.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
19
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Semua masukan ini sering dikembangkan sebagai overlays dalam suatu sistem perencanaan
jalan yang computerized, seperti MOSS, sebagai langkah final dari penggambaran opsi-opsi rute.
6.4.2
Analisis penyaring terpadu koridor jalan
Metode ini merupakan pengembangan dari metode analisis kendala. Jika digunakan analisis
penyaring ini, semua lahan didalam koridor rute akan dievaluasi terhadap sejumlah faktor teknis,
sosial / budaya, dan lingkungan didalam koridor rute. Lahan-lahan didalam koridor rute dievaluasi
dan daerah-daerah yang mempunyai kesesuaian tinggi, moderat, dan sedang bagi pembangunan
jalan berdasarkan nilai-nilai yang telah ditetapkan, biasanya disajikan sebagai suatu matriks
pemilihan rute atau matriks kesesuaian rute. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut dipetakan,
dan dengan demikian membuat metode ini lebih transparan dalam menghadapi keadaan-keadaan
di mana pemilihan rute perlu dijelaskan kepada pihak-pihak lain.
Daerah-daerah berkendala besar bagi berbagai faktor tersebut di atas, akan mempunyai tingkat
kesesuaian rendah bagi pembangunan jalan, sedangkan daerah-daearah berkendala kecil akan
mempunyai tingkat kesesuaian tinggi. Pembangunan jalan di daerah-daerah tersebut terakhir ini
akan menghadapi lebih sedikit masalah yang berkenaan dengan faktor-faktor teknis, sosial dan
lingkungan yang telah dievaluasi.
Kecuali di daerah-daerah dengan sedikit kompleksitas, berbagai faktor tersebut di atas ini
hendaknya dipertimbangkan secara terpisah dan disusun peta-peta yang menggambarkan
kendala-kendala teknis, lingkungan dan sosio-ekonomi-budaya. Selanjutnya, hendaknya disusun
peta-peta komposit, sehingga para teknisi / perencana dapat memperhatikan kendala-kendala ini.
Kemudian ditetapkan alternatif-alternatif rute. Biasanya diharapkan hanya daerah-daerah
berkesesuaian tinggi dan berkendala kecil akan digunakan, namun keadaan seperti ini besar
kemungkinannya tidak akan dijumpai. Dengan demikian, lokasi alternatif-alternatif rute
ditempatkan di lahan-lahan berkendala moderat tetapi menghindari lahan-lahan berkendala besar.
Dalam beberapa hal, mungkin diperlukan membuat keputusan untuk memberi bobot (weighing)
suatu faktor terhadap faktor lain. Misalnya, dalam suatu bagian koridor hanyalah lahan-lahan
berkendala besar berupa lereng-lereng curam dan / atau hutan dan lahan-lahan yang berbatasan
juga berkendala besar karena merupakan lahan pengembangan budidaya pertanian intensif,
seperti sawah beririgasi teknis. Menghadapi kasus seperti ini, dalam opsi-opsi rute akan termasuk
satu rute dengan kesesuaian lingkungan tinggi tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya rendah
dan rute lain dengan kesesuaian lingkungan rendah tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya
ttinggi. Jika dihadapi keadaan seperti ini, maka faktor-faktor lain, seperti kendala dan prioritas
regional dan lokal perlu dipertimbangkan dalam proses pemliihan rute yang paling disenangi.
Dengan menggunakan peta-peta kesesuaian dan peta-peta kendala bagi faktor-faktor teknis,
sosio-ekonomi, dan lingkungan, para teknisi / perencana dapat menetapkan rute-rute yang
menggunakan daerah-daerah dengan tingkat kesesuaian tertinggi. Rute-rute inilah yang kemudian
dipertimbagkan sebagai opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed) bagi pemilihan
rute yang disenangi.
6.4.3
Penetapan rute yang disenangi
Penetapan rute yang disenangi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara. Jika
digunakan Analisis Kendala Umum, maka dilakukan kaji-ulang (review) oleh para ahli terhadap
rute-rute ini dipandang dari sudut faktor-faktor teknis, sosio-ekonomi-budaya, dan lingkungan.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
20
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Teknisi / perencana jalan raya dan / atau perencana lingkungan hendaknya menyusun tabel untuk
memudahkan membuat perbandingan antara opsi-opsi rute Untuk membuat perbandingan ini,
berbagai ahli akan menentukan kesesuaian suatu rute atau berbagai bagian rute terhadap rute
atau bagian rute lain, dan dengan demikian menentukan prioritas opsi rute. Juga ada
kemungkinan berkonsultasi dengan berbagai instansi di tingkat proinsi atau tingkat lokal, maupun
LSM-LSM untuk memperoleh pandangan mereka mengenai opsi-opsi rute.
Yang diharapkan ialah suatu rute yang disenangi semua pihak dan yang hanya sedikit memliki
kendala-kendala teknis, sosio-ekonomi-budaya dan/atau kendala-kendala lingkungan.
Kemungkinannya kecil bahwa satu rute sesuai bagi semua kendala. Pada akhirnya, terserah pada
para pengangambil keputusan yang tepat untuk memilih rute atas dasar pertimbanganpertimbangan teknis, sosial-ekonomi-budaya dan lingkungan.
6.4.4
Penetapan alinyemen rute final yang dikehendaki
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemilihan alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang
disenangi merupakan bagian dari seluruh proses pemilihan rute. Pemilihan alinyemen tersebut
selalu dilakukan melalui pertimbangan syarat-syarat alinyemen horisontal dan vertikal jalan dalam
pemilihan opsi-opsi rute. Namun, penetapan alinyemen horisontal final hanya dilakukan ketika
opsi yang disenangi diputuskan. Kemudian dalam bagian pertama DED (Detailed Engineering
Design) atau dalam Tahap Pradesain, alinyemen horisontal dan vertikal diselesaikan dalam
bentuk final.
Kegiatan-kegiatan seperti diuraikan di atas dilakukan berdasarkan pemetaan rinci dan bila
mungkin dilengkapi foto udara skala 1 : 10.000. Pada skala ini dapat diperoleh informasi rinci
tentang tataguna tanah dan sifat-sifat lahan, yang memungkinkan penentuan lokasi terbaik bagi
alinyemen final. Perencanaan teknis jalan hanya dapat dimulai bila rute final telah ditetapkan.
7.
Konsultasi masyarakat untuk pemilihan rute
7.1
Penetapan koridor perencanaan
Penetapan Koridor Perencanaan dilakukan pada awal tahap perencanaan umum. Pada tahap ini,
mungkin dilangsungkan diskusi-diskusi terbatas dengan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota
mengenai keperluan proyek dan mengenai gagasan-gagasan awal pemerintah tersebut tentang
pengembangan jalan dan lokasi proyek secara umum.
Karena koridor perencanaan ini bar merupakan peta lokasi proyek secara makro, masukan dari
masyarakat pada tahap ini tidak penting artinya. Berdasarkan diskusi-diskusi tersebut di atas,
dapat ditetapkan suatu koridor yang luas. Koridor ini kelak akan mengandung koridor rute.
7.2
Penetapan koridor rute
Pada tahap ini perlu dilibatkan pemerintah propinsi dan kanupaten / kota. Dalam beberapa
keadaan tertentu, perlu juga dilibatkan instansi-instansi terkait lainnya serta LSM, jika diperlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus yang tidak seluruhnya tercakup oleh instansi-instansi
pemerintah.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
21
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pada tahap ini, mungkin melalui loka karya, berbagai instansi pemerintah dapat dilibatkan dalam
suatu proses untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam koridor perencanaan dan membantu
menetapkan tepi koridor rute. Dalam hal ini, semua pihak yang mempunyai kepentingan harus
menjamin bahwa mereka tidak merubah batas-batas koridor secara sepihak.
Di samping itu, diperlukan konsultasi masyarakat melalui instansi-instansi pemerintah lokal dan /
atau LSM, untuk memperoleh masukan berupa tanggapan dan saran mereka tentang aspek sosial
dan lingkungan di dalam koridor. Masukan ini akan membantu menentukan kendala-kendala
terhadap pengembangan opsi rute, dan juga akan memberikan fokus dan arti lokal aspek teknis
dan kendala-kendala lingkungan.
7.3
Penetapan opsi-opsi rute
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan masyarakat tentang
kendala-kendala sosial dan lingkungan di dalam koridor, dapat dilakukan pengembangan opsiopsi rute.
Hasil pengembangan opsi-opsi rute tersebut diinformasikan kembali kepada masyarakat. Pada
tahap ini, mungkin ada justifikasi untuk bertanya kepada masyarakat yang lebih luas lagi untuk
mempertimbangkan opsi-opsi rute yang telah dikembangkan dan memberikan komentar lebih
lanjut tentang kendala-kendala dan peluang-peluang yang mereka sampaikan.
P ada tahap ini, seyogianya dilibatkan “kom unitas-kom unitas yang secara potensial terpengaruh” di
sepanjang opsi-opsi rute yang telah ditetapkan, baik secara langsung maupun melalui wakil
komunitas-komunitas tersebut.
Masukan-masukan yang diperoleh dari komunitas-komunitas atau wakil-wakilnya digunakan untuk
menyesuaikan opsi-opsi rute dan / atau memilih opsi rute yang dikehendaki. Sebelum kegiatan ini,
mungkin bermanfaat untuk mengkaji-ulang tanggapan yang disampaikan masyarakat kepada
pemerintah propinsi dan pemerintah lokal, yang bersangkutan dengan opsi-opsi rute tersebut.
7.4
Penetapan rute yang dikehendaki
Sebagai tambahan pada pertimbangan sejumlah faktor pemilihan rute, perlu diperhatikan
tanggapan-tanggapan masyarakat. Tanggapan-tanggapan ini hendaknya dipertimbangkan
terutama bila terjadi keresahan masyarakat sehubungan dengan dampak lingkungan potensial,
termasuk dampak sosial.
Bila rute yang dikehendaki telah ditetapkan, suatu konsultasi masyarakat final dapat
diselenggarakan untuk menjelaskan rute yang telah dipilih sebagai rute yang dikehendaki, dan
memberikan penjelasan lebih rinci tentang proyek serta penetapan jadwal waktu pelaksanaannya.
7.5
Konsultasi masyarakat lebih lanjut
Konsultasi ini dilakukan dengan “penduduk yang terkena dam pak proyek” dan dapat dilakukan
konsultasi individual. Selain dengan penduduk yang terkena dampak langsung proyek, perlu juga
untuk berkonsultasi dengan mereka yang tinggal berbatasan dengan rute yang telah dipilih, tetapi
tidak terkena dampak langsung pengadaan tanah.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
22
Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Konsultasi ini berlangsung pada tahap studi kelayakan. Pada tahap ini keterlibatan masyarakat
berubah dari partisipasi menjadi konsultasi karena hanya sedikit kesempatan tersedia bagi
masukan masyarakat untuk merubah lokasi dan / atau hasil perencanaan pembangunan jalan.
Konsultasi ini mungkin lebih banyak menyangkut masalah bentuk kompensasi yang efektif dan,
dalam beberapa hal, tentang pemindahan penduduk (resettlement) yang efektif.
Partisipasi masyarakat dapat juga berlangsung mengenai keterpaduan jalan baru dengan jalanjalan sekunder dan bagaimana merancang tepi dan batas jalan.
Konsultasi secara terus-menerus dengan pemerintah lokal mengenai pengendalian penggunaan
tanah yang berbatasan dengan damija jalan baru sangat penting bagi hasil desain proyek. Namun,
hal ini tidak termasuk dalam tugas pemilihan rute dan dibahas dalam pedoman-pedoman lain.
PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN
23
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran B
Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat
B.1 Penjelasan Umum
Tata cara ini menguraikan pelaksanaan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan dari
tahapan siklus pengembangan proyek jalan, yaitu:
1) Konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan,
2) Konsultasi pemilihan koridor rute jalan,
3) Konsultasi kelayakan ruas jalan, dan
4) Konsultasi perencanaan teknis jalan.
Pelaksanaan konsultasi masyarakat pada dasarnya melibatkan 5 (lima) kelompok pelaku utama
berikut ini :
1) Pemrakarsa, dalam hal ini Dinas PU provinsi, kabupaten/kota.
2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau
Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota.
3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota.
4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena
dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan
masyarakat terasing.
5) Stakeholder lainnya yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus,
misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN),
Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll.
B.2 Konsultasi Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan
Langkah-langkah kegiatan konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan adalah sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)
Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan,
Konsultasi konsep rencana sistem jaringan jalan,
Melakukan pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan,
Melakukan penyaringan lingkungan.
B.2.1 Menyusun Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan
a) Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan jalan berdasarkan data dokumen
perencanaan sistem jaringan jalan yang telah ada, mencakup rencana lokasi proyek,
panjang jalan dan tahun anggaran,
b) Dalam menyusun konsep rencana umum tersebut akan memperhatikan antara lain
hal-hal seperti yang tertera pada KOTAK 1 berikut :
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
1
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
KOTAK I
 Rencana koridor sistem jaringan jalan, termasuk alasan perlunya proyek
dan tahun anggaran pelaksanaan pembangunannya,
 Uraian status lahan dan tata guna lahan (land use and land status) dari
rute koridor jalan, terutama (kalau ada) terhadap keberadaan kawasan
lindung dan / atau daerah sensitif lainnya (berdasarkan kriteria tentang
kawasan lindung dan daerah sensitif).
 Kemungkinan adanya pengadaan tanah
 Menuangkan informasi tersebut di atas ke dalam peta dengan ukuran skala
yang memadai (misal skala 1 : 250.000).
B.2.2 Konsultasi Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung di
kantor stakeholder (misal di Kantor Bappeda).
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup pemrakarsa, Bapedalda, Bappeda, masyarakat (misal
tokoh masyarakat), dan stakeholder lainnya (misal BPN, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan)
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
 Masukan dari Bapedalda tentang hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan
lingkungan dan dampak terhadap lingkungan geofisik, biologi dan sosial yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan,
 Masukan dari Bappeda tentang program-program pembangunan daerah dan
penataan ruang sesuai rencana strategi pemerintah daerah (termasuk skala
prioritas jaringan jalan yang direncanakan daerah),
 Masukan dari masyarakat tentang status dan tata guna lahan, area sensitif
misalnya kawasan permukiman tradisional yang perlu dilindungi, kawasan dan
makam yang dikeramatkan, situs-situs purbakala, lokasi dan penyebaran
masyarakat terasing dan lain sebagainya.
 Masukan dari stakeholder lainnya, misalnya masukan dari BPN tentang status
fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memberikan masukan
tentang keberadaan masyarakat terasing (bila ada).
Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi sebagai bahan
pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan, yang menghasilkan hal-hal berikut :
 Identifikasi faktor-faktor yang menentukan prioritas pelaksanaan proyek
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
2
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Identifikasi status lahan dan tata guna lahan yang akan terkena rencana
keberadaan rute koridor jalan.
 Identifikasi kendala-kendala yang diperkirakan timbul dari rencana keberadaan
rute koridor jalan.
B.2.3 Melakukan Pemutakhiran Rencana Sistem Jaringan Jalan
Berdasarkan data identifikasi tersebut di atas, maka selanjutnya melakukan pemutakhiran
rencana sistem jaringan jalan, dalam bentuk sebagai berikut:
 Rumusan master plan jaringan jalan (RUTRK/RUTRP),
 Rumusan tentang lokasi proyek yang didukung oleh masyarakat (peserta
konsultasi),
 Rumusan kendala-kendala yang diperkirakan timbul dalam kegiatan pemilihan
rute koridor dan kebutuhan pengadaan tanah (kalau ada).
B.2.4 Melakukan Penyaringan Lingkungan
Kegiatan konsultasi penyaringan lingkungan dilakukan dengan Bappeda dan Bapedalda.
Konsultasi dengan Bappeda dilaksanakan dalam rangka meminta masukan terhadap
identifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rute koridor jaringan jalan, khususnya
areal sensitif. Masukan dari Bappeda tersebut berupa rencana penataan ruang wilayah
(prov, kab/kota) serta penerapan peta padu serasi.
Sedangkan konsultasi dengan Bapedalda ditempuh dalam rangka mendiskusikan hasil
penyaringan (AMDAL, UKL/UPL atau SOP). Masukan dari Bapedalda dapat berupa
tanggapan dan saran dalam rangka menampung umpan balik.
Selanjutnya secara bersama-sama masukan dari Bappeda dan Bapedalda dipergunakan
dalam rangka menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan
Lingkungan.
Tata cara konsultasi penyaringan lingkungan secara lebih rinci dengan menerapkan
pedoman pelaksanaan AMDAL, khususnya penyaringan lingkungan yang terdapat pada
Lampiran lain.
B.3 Konsultasi Pilihan Koridor Rute Jalan
Langkah-langkah kegiatan konsultasi pilihan koridor rute jalan adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
Mempelajari rencana sistem jaringan jalan,
Membuat studi kelayakan terhadap altenatif rute jalan,
Melakukan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan,
Menetapkan koridor jalan terpilih
Menyusun konsep KA-ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai
B.3.1 Mempelajari Rencana Sistem Jaringan Jalan
Hasil konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan umum telah menetapkan adanya
proyek-proyek prioritas. Oleh karena itu bahan dan/atau informasi yang akan
dikonsultasikan dalam kegiatan pemilihan koridor rute dan kebutuhan pengadaan tanah
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
3
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
bagi proyek-proyek prioritas pada tahap pra studi kelayakan ini, antara lain akan
mencakup hal-hal seperti pada KOTAK 2 berikut :
KOTAK 2
 Informasi tentang rencana rute alternatif jalan, terutama :
 Lokasi keberadaan rute alternatif jalan yang direncanakan,
 Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada,
 Luas lahan yang dibutuhkan bagi tiap rute alternatif jalan
 Ketetapan hasil penyaringan AMDAL, UKL/UPL
B.3.2
Membuat Studi Kelayakan Terhadap Alternatif Rute Jalan.
a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan
b) Membuat penilaian awal tingkat kendala lingkungan, yakni :
 Kondisi lingkungan di lokasi rencana rute alternatif jalan dan sekitarnya :
 Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial
masyarakat, status lahan dan tata guna lahan),
 Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung),
 Kondisi geofisik (bila perlu)
 Sarana dan prasarana
 Potensi dampak yang diperkirakan dapat terjadi pada tiap rute alternatif
B.3.3 Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif Rute Jalan
Kegiatan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan akan berkaitan dengan hal-hal berikut ini
:
1.
2.
3.
4.
AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL),
Analisa Dampak Sosial (khususnya berkaitan dengan pengadaan lahan),
Rekayasa lingkungan (teknis pemilihan rute),
Desain wilayah (kota/perdesaan).
B.3.3.1 Konsultasi berkaitan dengan AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL)
Pelaksanaan Konsultasi Masyarakat
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan publikasi di suatu Harian Umum
setempat. Format publikasi mengikuti ketentuan spesifikasi media dan teknik
pengumuman. Hal-hal yang dipublikasikan seperti tampak pada KOTAK 3 :
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup masyarakat yang berkepentingan, yakni masyarakat
pemerhati dan masyarakat terkena dampak (wakil masyarakat)
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
4
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
KOTAK 3







Nama dan alamat pemrakarsa proyek
Lokasi dan luas kegiatan proyek
Jenis proyek
Produk yang dihasilkan
Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan serta penanganannya
Dampak lingkungan hidup yang akan timbul
Tanggal pemasangan pengumuman dan batas waktu pemberian saran,
pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat
 Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran,
pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat
c) Sasaran konsultasi
 Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari masyarakat, antara
lain tentang kepentingan sosial dan lingkungan mereka di dalam koridor.
Perumusan Rencana Tindak
a) Melakukan analisa saran pendapat dan tanggapan yang diterima dari hasil publikasi
yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk :
 Rumusan dampak terutama dampak sosial dan rekayasa lingkungan yang
akan ditimbulkan oleh setiap alternatif rute jalan,
 Rumusan keberatan ataupun dukungan dari masyarakat terhadap rencana
proyek.
b) Mempergunakan daftar identifikasi dampak tersebut sebagai materi pelingkupan
Konsep Awal Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL).
B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan analisa dampak sosial (pengadaan lahan)
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian wilayahnya akan terkena
dampak..
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup stakeholder yang berkaitan dengan pengadaan tanah
(misal BPN), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat yang
berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada wilayah yang akan
terkena dampak proyek jalan.
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
5
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin
masyarakat setempat mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan
kepada mereka kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak
proyek
 Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada
pembebasan lahan dalam pemilihan rute.
 Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan
tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal
hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang akan terkena dampak.
 Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN
tentang status fungsi lahan.
B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan rekayasa lingkungan (pemilihan rute)
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian
wilayahnya akan terkena dampak..
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, stakeholder yang berkaitan
dengan status lahan (misal BPN dan Kehutanan), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM
dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan
RW pada wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan.
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
 Masukan dari Bapedalda tentang daerah sensitif dan daya dukung lingkungan,
 Masukan dari Bappeda mengenai kondisi tingkat pelayanan prasarana dan
sarana, termasuk klas jalan,
 Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin tersebut
mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan kepada mereka
kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak proyek
 Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada
pembebasan lahan dalam pemilihan rute.
 Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan
tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal
hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang akan terkena dampak.
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
6
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN
dan Kehutanan tentang status dan fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan memberikan masukan tentang keberadaan masyarakat terasing.
.
B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan desain kota/perdesaan
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian
wilayahnya akan terkena dampak..
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokohtokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada
wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan.
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
 Masukan dari Bappeda tentang pemanfaatan ruang wilayah,
 Membahas bersama tentang issu-issu penting dalam suatu proyek pembangunan
termasuk desain kota/perdesaan, masukan tentang apa yang masyarakat
setempat butuhkan dalam suatu proyek pengembangan kota/perdesaan.
.
B.3.4
Menetapkan Koridor Jalan Terpilih
Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi tersebut sebagai bahan
penetapan rute koridor jalan terpilih yang menghasilkan berikut :
 Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute terpilih, terutama
perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, kondisi prasarana dan sarana,
status kepemilikan dan pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi).
 Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap rute terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam
rencana pengadaan tanah.
B.3.5. Menyusun Konsep KA-ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai
Tata cara penyusunan KA-ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran lain.
Apabila dokumen KA-ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke
Bapedalda untuk melaksanakan penilaian KA-ANDAL
B.4 Konsultasi Kelayakan Ruas Jalan
Langkah-langkah kegiatan konsultasi kelayakan ruas jalan adalah sebagai berikut:
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
7
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
1)
2)
3)
4)
5)
Mempelajari koridor jalan terpilih,
Membuat studi kelayakan koridor jalan terpilih,
Melakukan konsultasi kelayakan koridor jalan terpilih,
Melakukan studi ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai,
Menetapkan rute terpilih
B.4.1 Mempelajari Koridor Jalan Terpilih
Hasil konsultasi masyarakat pada tahap pra kelayakan telah menetapkan koridor jalan
terpilih, antara lain mencakup perkiraan luasan tanah yang dibutuhkan, status kepemilikan
dan pola penggunaan lahan, kondisi prasarana dan sarana, status lahan konservasi serta
tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap koridor
terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam rencana pengadaan tanah.
B.4.2 Membuat Studi Kelayakan Koridor Jalan Terpilih.
a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan
b) Membuat penilaian tingkat kendala lingkungan, yakni :
 Kondisi lingkungan di lokasi koridor jalan terpilih dan sekitarnya :
 Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial
masyarakat, status lahan dan tata guna lahan),
 Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung),
 Kondisi geofisik (bila perlu)
 Sarana dan prasarana
 Dampak hipotetik penting yang dapat terjadi pada koridor jalan terpilih
B.4.3 Melakukan Konsultasi Kelayakan Koridor Jalan
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda dan stakeholder yang berkaitan dengan status
lahan (misal BPN dan Kehutanan).
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi,
antara lain sebagai berikut :
 Masukan dari Bappeda mengenai kesesuaian program daerah berkaitan dengan
keberadaan koridor jalan,
 Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN
dan Kehutanan akan memeriksa kesesuaian dengan tata ruang berkaitan dengan
keberadaan koridor jalan.
Hasil konsultasi tersebut dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam analisis
dampak lingkungan (ANDAL).
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
8
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
B.4.4. Melakukan Studi ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai
Tata cara penyusunan studi ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran
lain. Apabila dokumen ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke
Bapedalda untuk dinilai.
a) Metode konsultasi
Penyelenggaraan konsultasi melalui kegiatan rapat Komisi AMDAL yang waktu dan
tempatnya diatur oleh Bapedalda, misal di Kantor Bapedalda.
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup anggota komisi teknis dan stakeholder yang berkaitan
dengan kasus yang dibahas termasuk masyarakat yang akan terkena dampak.
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh penilaian hasil studi ANDAL, RKL/RPL
dan tanggapan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut :
 Dari masyarakat yang akan terkena dampak (wakil) misal tentang tanggapan dan
masukan dari proses penilaian AMDAL.
 Bapedalda akan menilai hasil studi ANDAL, RKL/RPL.
Hasil konsultasi rapat komisi AMDAL tersebut selanjutnya dilakukan perbaikan sesuai
saran dan penilaian Komisi. Apabila Komisi telah menyetujui hasil studi ini dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lingkungan dalam penetapan rute terpilih.
B.4.5. Menetapkan Rute Terpilih
Hasil konsultasi dengan para stakeholder dan komisi AMDAL akan merupakan bahan
pertimbangan lingkungan dalam menetapkan rute terpilih. Disamping pertimbangan
aspek lingkungan, penetapan rute terpilih juga akan ditentukan oleh pertimbangan aspek
teknis dan ekonomis.
B.5. Konsultasi Perencanaan Teknis Jalan
Langkah-langkah kegiatan konsultasi perencanaan teknis jalan adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Mempelajari hasil studi kelayakan, dokumen ANDAL, RKL/RPL dari rute terpilih,
Diskusi penjabaran RKL, RPL dalam perencanaan teknis jalan,
Melakukan konsultasi konsep perencanaan teknis jalan,
Membuat konsep LARAP,
Finalisasi dokumen LARAP proyek jalan,
Menetapkan desain teknis jalan.
B.5.1 Mempelajari Hasil Studi Kelayakan, Dokumen ANDAL, RKL/RPL
Dari dokumen yang telah disyahkan oleh Komisi AMDAL, akan dicermati tentang hal-hal
berikut ini :
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
9
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
1)
Hasil evaluasi terhadap rencana kegiatan proyek jalan yang akan menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup,
2)
Dampak penting yang terjadi akibat kegiatan proyek jalan
3)
Tolok ukur setiap dampak penting lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana
kegiatan proyek jalan.
4)
Jenis-jenis penanganan dampak penting yang memuat kriteria dan spesifikasi yang
diinginkan dari penanganan dampak.
5)
Lokasi dan sebaran terjadinya dampak penting.
B.5.2 Diskusi Penjabaran RKL, RPL Dalam Perencanaan Teknis Jalan.
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan diskusi langsung antara para perencana dan tim penyusun
AMDAL mengenai program RKL dan RPL yang tepat yang akan dimasukkan dalam
desain teknis , misal di Kantor pemrakarsa proyek.
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup tim perencana dan tim penyusun AMDAL.
c) Pelaksanaan konsultasi
Diskusi ini dimaksudkan untuk menjabarkan RKL, RPL dalam perencanaan teknis
jalan, antara lain sebagai berikut :
 Masukan dari Tim penyusun AMDAL mengenai rencana pengelolaan lingkungan
(RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) yang diuraikan dalam kriteria
dan spesifikasi yang diinginkan dari upaya penanganan dampak, baik berupa
upaya pencegahan, meminimalisasi, memperbaiki dan kompensasi terhadap
dampak yang terjadi,
 Mengkaji masukan dari Tim penyusun AMDAL tentang upaya penanganan
dampak tersebut, dan mencoba menuangkan ke dalam rencana teknis jalan.
B.5.3
Melakukan Konsultasi Konsep Perencanaan Teknis Jalan
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Masyarakat (Kepala desa/lurah, LKMD, wakil
masyarakat yang terkena dampak), dan stakeholder lainnya berkaitan dengan
pengadaan tanah (misal BPN dan Camat).
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi untuk
penyempurnaan konsep perencanaan teknis dan pembuatan konsep LARAP, antara
lain sebagai berikut :
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
10
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Masukan dari Bappeda mengenai pengendalian pemanfaatan ruang,
 Informasi detail dari masyarakat tentang area sensitif
 Masukan dari BPN dan Camat tentang angggota panitia pengadaan tanah.
Hasil diskusi tersebut selanjutnya akan dianalisa yang hasilnya dipergunakan sebagai
bahan untuk membuat konsep LARAP, antara lain seperti pada KOTAK 4
KOTAK 4
 Informasi tentang kegiatan proyek (ruas jalan), terutama :
 Lokasi keberadaan alinyemen rute akhir terpilih yang
direncanakan
 Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada, dan
 Luas lahan terkena alinyemen rute akhir terpilih yang
direncanakan
 Informasi rinci tentang kondisi lingkungan sosial ekonomi budaya di
lokasi rencana alinyemen rute akhir terpilih dan sekitarnya, antara lain :
 Luas lahan dan aset di atasnya yang harus dibebaskan, dan
dirinci berdasarkan status kepemilikan dan penguasaan, status
penggunaan/ jenis lahan dan kelas tanah.
 Jumlah penduduk/rumah tangga (KK) yang terkena dampak dan
yang terpaksa harus dipindahkan,
 Perkiraan dampak/kerugian potensial yang mungkin timbul
(khususnya yang menyangkut sumber matapencaharian
/pendapatan dan fasilitas umum yang dianggap strategis)
 Kelompok masyarakat dan strategi partisipasi mereka dalam
setiap tahapan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali (jika ada)
 Lembaga yang akan menangani kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali dari Pemda setempat.
B.5.4 Konsultasi Konsep LARAP
a) Metode konsultasi
Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung,
misal di Kantor Bappeda.
b) Peserta konsultasi
Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, dan Masyarakat (Kepala
desa/lurah, LKMD, wakil masyarakat yang terkena dampak).
c) Pelaksanaan konsultasi
Konsultasi konsep LARAP dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam membuat
Dokumen Final LARAP proyek jalan, antara lain sebagai berikut :
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
11
Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Masukan dari Bapedalda tentang tata cara dan evaluasi monitoring,
 Masukan dari Bappeda mengenai keterpaduan program implementasi LARAP,
 Masukan dari masyarakat tentang data asset dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang terkena dampak.
B.5.5 Finalisasi Dokumen LARAP Proyek Jalan
Melakukan analisis terhadap masukan para peserta konsultasi tentang konsep LARAP,
yang hasilnya berupa Dokumen Final LARAP antara lain memuat berikut ini:
 Indentifikasi luas lahan, jumlah pemilik, aset di atasnya, persepsi.
 Identifikasi tingkat harga tanah dan asetnya.
 Identifikasi cara-cara penanganan dampak rencana pembebasan lahan, dan
dampak-dampak sosial lainnya tersebut.
Melakukan koordinasi rencana pelaksanaan dengan Bappeda dalam rangka pengesahan
dokumen LARAP dari Bupati/Walikota.
B.5.6 Menetapkan Desain Jalan
a) Melakukan penetapan desain jalan setelah dokumen LARAP disyahkan.
b) Dalam gambar desain jalan yang ditetapkan tersebut tertuang antara lain rumusan
penanganan dampak penting dari komponen lingkungan (geofisik-kimia, biologi dan
sosial) yang terjadi, dan selanjutnya memasukkan kedalam lingkup materi tender
pekerjaan implementasi.
PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT
12
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran C
(Normatif)
Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan
Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL
C.1
Jenis-Jenis Proyek Jalan
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penyaringan proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL
atau UKL/UPL, jenis-jenis proyek jalan dibedakan dalam beberapa kategori sbb.:
a)
b)
c)
d)
e)
C.2
Pembangunan jalan tol
Pembangunan jalan layang dan subway
Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA:
 di kota besar / metropolitan
 di kota sedang
 di kota kecil.
Peningkatan jalan dalam DAMIJA
Pembangunan jembatan.
Penentuan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL
Jenis-jenis proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL ditentukan berdasarkan:
a)
b)
c)
C.3
skala / besaran rencana kegiatan (panjang jalan dan/atau luas lahan yang diperlukan);
lokasi alinyemen jalan terhadap kawasan lindung (berbatasan langsung);
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi
ekosistem setempat.
Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL
Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi AMDAL tercantum pada Tabel 1.
Catatan:
Kriteria kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL tersebut, dapat ditinjau kembali sekurangkurangnya 5 tahun sekali. Karena itu, pemrakarsa proyek harus memperhatikan peraturan yang
paling baru.
C.4
Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan
UPL
Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada
Tabel 2.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
1
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 1
Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan )
No.
1.
2.
Jenis Proyek
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
a.
Pembangunan jalan
tol
Semua Besaran
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.
b.
Pembangunan jalan
layang dan subway
> 2 km
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.
Pembangunan jalan dan /
atau peningkatan jalan
dengan pelebaran di luar
DAMIJA:
a. Di kota besar /
metropolitan :
- Panjang
- atau luas pengadaan
tanah
b. Di kota sedang :
- Panjang
- atau luas pengadaan
tanah
c. Pedesaan :
- Panjang
> 5 km
> 5 ha
> 10 km
> 10 ha
> 30 km
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.
Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan, getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial.
Sumber:
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001
Keterangan:




Kota Metropolitan
Kota Besar
Kora Sedang
Kota Kecil
: jumlah penduduk
: jumlah penduduk
: jumlah penduduk
: jumlah penduduk
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
> 1.000.000 jiwa
500.000 – 1.000.000 jiwa
100.000 – 500.000 jiwa
20.000 – 100.000 jiwa
2
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 2
Jenis Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL
(Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan )
No.
Jenis Proyek
1.
Peningkatan jalan Tol dalam DAMIJA
2.
Pembangunan / peningkatan jalan di luar DAMIJA
a.
b.
3.
C.5
Besaran
> 5 km
Di kota besar / metropolitan:
-
Panjang
1 km - 5 km
-
pengadaan tanah
2 ha - 5 ha
Di kota sedang:
-
Panjang
3 km - 10 km
-
pengadaan tanah
2 ha - 10 ha
Pembangunan Jembatan
a.
Di kota besar / metropolitan
> 20 m
b.
Di kota sedang
> 60 m
Prosedur Pelaksanaan Penyaringan
C.5.1 Langkah-Langkah Kegiatan Penyaringan
Proses penyaringan dilakukan melalui urutan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Identifikasi jenis dan besaran rencana kegiatan proyek;
Identifikasi komponen lingkungan hidup yang sensitif;
Identifikasi dampak lingkungan yang mungkin terjadi;
Penentuan wajib AMDAL atau UKL dan UPL;
Penghitungan perkiraan biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL;
Penyusunan laporan hasil penyaringan.
C.5.2
a)
Identifikasi Jenis dan Besaran Rencana Kegiatan Proyek
Identifikasilah jenis rencana kegiatan proyek menurut klasifikasi tersebut pada Butir E.1, dan
skala / besaran kegiatannya, yaitu:
 panjang ruas jalan (km);
 luas areal pengadaan tanah (ha).
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
3
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b) Catatlah deskripsi rencana kegiatan proyek yang lebih detail (bila ada), antara lain:
• Fungsi jalan (arteri / kolektor / lokal);
• Lebar badan jalan;
 Lebar perkerasan;
 Jenis lapis perkerasan;
 Lebar pengadaan tanah yang diperlukan;
 Perkiraan volume pekerjaan tanah (galian / timbunan);
 Jumlah bahan bangunan yang diperlukan (batu, pasir, dll);
 Alat-alat berat yang diperlukan.
Data tersebut di atas dapat diperoleh dari laporan pra-studi kelayakan dan / atau studi
lainnya.
c) Hasil identifikasi rencana kegiatan proyek agar dicatat dalam formulir Laporan Hasil
Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1.
C.5.3 Identifikasi Komponen Lingkungan Hidup yang Sensitif
C.5.3.1 Keberadaan Kawasan Lindung
a)
Periksalah apakah lokasi proyek berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau
berdekatan dengan kawasan lindung.
Data tentang keberadaan kawasan lindung di lokasi rencana kegiatan proyek dan sekitarnya
dapat diperoleh dengan cara:
 Kajian data sekunder.
 Konsultasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun propinsi atau kabupaten
/ kota;
 Peninjauan lapangan, dan konsultasi dengan penduduk setempat (bila perlu).
b) Jenis-jenis kawasan lindung seperti tersebut dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UndangUndang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 37 Keputusan Presiden
No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, tercantum pada Kotak 1.
c)
Informasi tentang keberadaan kawasan lindung secara makro dapat diketahui antara lain
dari peta Rencana Tata Ruang Wilayah propinsi atau kabupaten / kota.
d) Data tentang lokasi kawasan hutan lindung dapat dilihat dari peta Tata Guna Hutan yang
diterbitkan oleh Departemen Kehutanan.
e)
Informasai tentang lokasi cagar budaya termasuk situs purbakala atau peninggalan sejarah
yang bernilai tinggi dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, atau dari Dinas terkait di tingkat propinsi atau
kabupaten / kota.
e)
Lakukan peninjauan lapangan (bila perlu) terutama untuk memastikan apakah alinyemen
jalan melalui, berbatasan langsung, berdekatan atau cukup jauh dari kawasan lindung.
Namun bila data sekunder telah cukup lengkap, peninjauan lapangan tidak diperlukan.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
4
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kotak 1
Daftar Kawasan Lindung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Kawasan Hutan Lindung;
Kawasan Bergambut;
Kawasan Resapan Air;
Sempadan Pantai;
Sempadan Sungai;
Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah
Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem);
Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
Taman Nasional;
Taman Hutan Raya;
Taman Wisata Alam
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah deengan
budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai
tinggi);
Kawasan Rawan Bencana Alam.
C.5.3.2 Areal Sensitif Lainnya
a) Telitilah apakah di lokasi proyek dan sekitarnya terdapat areal sensitif lainnya yang termasuk
kategori fragile area antara lain:
•
•
•
•
b)
Areal permukiman padat;
Daerah komersial;
Lahan pertanian produktif
Areal berlereng curam.
Data tentang areal sensitif ersebut dapat dianalisis dari peta topografi, peta tanah, peta
geologi, peta penggunaan lahan, dan foto udara (bila tersedia). Bila perlu, peninjauan
lapangan akan sangat berguna.
c) Komponen lingkungan lainnya yang perlu diidentifikasi adalah sarana dan prasarana yang
mungkin terkena dampak kegiatan konstruksi, seperti:
• jaringan jalan;
• jalan kereta api;
• saluran air;
• kabel listrik;
• telepon;
• pipa air; dan
• pipa gas.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
5
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Di samping itu, perlu diperhatikan juga kemungkinan adanya tempat-tempat yang sensitif
terhadap kebisingan seperti:
• sekolah;
• rumah sakit; dan
• tempat ibadat.
d) Hasil identifikasi komponen lingkungan hidup sensitif dicatat dalam formulir Laporan Hasil
Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1.
C.5.4 Identifikasi Dampak Lingkungan yang Mungkin Terjadi
a) Identifikasilah dampak lingkungan yang mungkin terjadi secara sistematis, mulai dari tahap
pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.
b) Cara identifikasi dilakukan dengan memperhatikan jenis dan besaran kegiatan proyek
tersebut pada Butir C.5.2 yang merupakan sumber dampak, dan sensitifitas komponen
lingkungan tersebut pada Butir C.5.3, yang mungkin terkena dampak.
c)
Identifikasi dampak lingkungan dilakukan melalui urutan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Buat daftar komponen rencana kegiatan proyek yang potensial merupakan sumber
dampak, diurut mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Jenis
kegiatan yang potensial menjadi sumber dampak antara lain yang bersifat:
•
•
•
•
merubah bentang alam/lansekap seperti galian / timbunan tanah.
merubah komposisi vegetasi, misalnya kegiatan land clearing.
menimbulkan pencemaran lingkungan (polusi udara, kebisingan, pencemaran air),
seperti kegiatan pengangkutan material, pengoperasian base camp dan stone
crusher.
menimbulkan gangguan sosial seperti pengadaan tanah dan pemindahan
penduduk
.
(2) Identifikasilah karakteristik ekosistem di lokasi tiap komponen kegiatan dan sekitarnya
yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan tersebut (lihat hasil identifikasi
komponen lingkungan sensitif yang telah diuraikan pada Butir C.5.3)
.
(3) Perkirakan kemungkinan perubahan ekosistem (kondisi lingkungan) serta akibat
lanjutannya yang mungkin terjadi baik yang menyangkut aspek fisik, biologi maupun
sosial-ekonomi dan budaya, di tiap lokasi kegiatan proyek yang telah terdaftar.
Perubahan kondisi (kualitas) lingkungan serta akibat lanjutannya merupakan dampak
lingkungan yang mungkin terjadi.
C.5.5 Penentuan Wajib AMDAL atau UKL/UPL
a) Proses penentuan wajub AMDAL atau UKL dan UPL dilakukan dalam empat tahap, yang
secara skematis tercantum pada Gambar 1.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
6
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
GAMBAR 1
Prosedur Penyaringan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL
Rencana
Proyek Jalan
Tahap 1
Memenuhi Kriteria
Wajib AMDAL ?
Ya
Tidak
Tidak
Berbatasan dengan
Kawasan Lindung
Tahap 2
Ya
Tidak
Berdampak
Tidak
Penting
?
Ya
Tahap 3
Tidak
Tidak
Memenuhi Kriteria
UKL/UPL
Wajib UKL/UPL
Tidak
Tahap 4
Ya
SOP
Wajib
UKL / Ya
UPL
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Wajib
AMDAL
7
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b) Tahap Pertama: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek dengan kriteria
wajib AMDAL tercantum dalam Tabel 1. Apabila jenis dan besaran rencana kegiatan proyek
memenuhi kriteria tersebut, maka proyek itu wajib dilengkapi AMDAL. Sebaliknya, jika tidak
memenuhi kriteria tersebut, maka proses penyaringan dilanjutkan dengan tahap kedua.
c)
Tahap Kedua: Periksalah apakah lokasi alinyemen jalan berbatasan langsung dengan
kawasan lindung. Apabila sebagian atau seluruh alinyemen jalan berbatasan langsung
dengan kawasan lindung seperti tersebut pada Kotak 1, maka proyek yang bersangkutan
wajib dilengkapi AMDAL. Bila tidak, proses penyaringan dilanjutkan ke tahap ketiga.
d) Tahap Ketiga: Evaluasilah apakah dampak lingkungan yang telah teridentifikasi pada Butir
C.5.4 termasuk kategori dampak besar dan penting atau tidak. Jika tedapat dampak yang
temasuk kategori besar dan penting, maka proyek wajib dilengkapi AMDAL. Kalau tidak,
proses penyaringan dilanjutkan ke tahap keempat.
Catatan: Untuk mengevaluasi pentingnya dampak gunakanlah kriteria tercantum pada Tabel
3.
e) Penyaringan Tahap Keempat: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek
dengan kriteria proyek yang wajib dilengkapi UKL / UPL tercantum pada Tabel 2. Jika
memenuhi kriteria tersebut, maka rencana kegiatan proyek wajib diliengkapi UKL dan UPL.
Bila tidak, proyek tersebut bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi wajib menggunakan
SOP.
C.5.6 Penghitungan Perkiraan Biaya Studi AMDAL atau UKL/UPL
a)
Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan
UPL, hitunglah perkiraan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan studi lingkungan
(AMDAL atau UKL dan UPL) tersebut.
b) Secara garis besar, biaya studi lingkungan terdiri dari komponen-komponen biaya:
• personil (tenaga ahli dan penunjang);
• survai lapangan;
• analisis laboratorium (bila perlu);
• peralatan dan material.
Pada umumnya, komponen biaya terbesar adalah biaya personil.
c) Komponen biaya personil tergantung dari banyaknya tenaga ahli yang diperlukan dan
lamanya penugasan tiap tenaga ahli. Makin banyak jenis isu lingkungan yang perlu ditelaah,
makin banyak tenaga ahli yang diperlukan.
d) Komponen biaya survei lapangan tergantung dari lokasi proyek. Makin jauh jaraknya, makin
mahal biayanya.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
8
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
e)
Jumlah tenaga ahli yang diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL suatu ruas jalan
diperkirakan antara 15 - 30 person-month (pm), sedangkan untuk studi UKL/UPL berkisar
antara 4 - 8 pm.
f)
Secara umum, pelaksanaan studi AMDAL proyek jalan memerlukan waktu antara 6 -18
bulan, dengan biaya berkisar antara 5 - 10 % dari biaya persiapan proyek, atau antara 0,06 0,35 % dari total biaya proyek.
C.5.7
Penyusunan Laporan
a) Susunlah laporan singkat tentang hasil penyaringan AMDAL ini, yang berisi tentang:
•
•
•
•
•
Deskripsi rencana kegiatan dan rona lingkungan secara singkat;
Kesimpulan hasil penyaringan (wajib AMDAL, wajib UKL dan UPL, atau bebas AMDAL
maupun UKL dan UPL);
Alasan (dasar pertimbangan) kesimpulan tersebut;
Isu-isu pokok lingkungan yang perlu ditelaah lebih lanjut (bila diperlukan AMDAL atau
UKL dan UPL; dan
Perkiraan biaya untuk studi lingkungan selanjutnya.
b) Laporan hasil penyaringan ini diperlukan sebagai arahan untuk kegiatan studi lingkungan
yang lebih mendalam (bila diperlukan), termasuk untuk keperluan penentuan anggaran biaya
studi tersebut.
c) Contoh format laporan hasil penyaringan tercantum pada Lampiran C.1.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
9
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 3
Kriteria Evaluasi Dampak Penting
No.
Faktor Evaluasi
Kriteria
Penting
Tidak
penting
1.
Jumlah manusia terkena
dampak
M1>M2
M1<M2
M1 = Jumlah manusia dalam
wilayah studi yang terkena
dampak tapi tidak dapat
manfaat
M2 = Jumlah manusia yang
dapat manfaat
2.
Luas wilayah persebaran
dampak
W1
W2
W1 = Wilayah persebaran
dampak mengalami
perubahan mendasar dari
segi intensitas dampak,
tidak berbaliknya dampak,
atau kumulatif dampak.
W2 = Wilayah persebaran
dampak tidak mengalami
perubahan mendasar.
3.
Lamanya dampak
berlangsung
L1
L2
L1 = Dampak berlangsung lama
(lebih dari satu tahap
proyek)
L2 = Dampak berlangsung tidak
lama (hanya pada tahap
pra-konstruksi atau
konstruksi)
4.
Intensitas dampak
I1
I2
I1 = Dampak melampaui baku
mutu lingkungan, atau
menimbulkan konflik sosial
I2 = Dampak tidak melampaui
baku mutu lingkungan, atau
tidak menimbulkan konflik
sosial
5.
Banyaknya komponen
lingkungan lainnya yang
terkena dampak
B2>B1
B2<B1
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
Keterangan
B1 = Jumlah komponen
lingkungan terkena
dampak primer
B2 = Jumlah komponen
lingkungan terkena
dampak sekunder dan
dampak lanjutannya
10
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
6.
Sifat kumulatif dampak
K1
K2
K1 = Dampak kumulatif
K2 = Dampak tidak kumulatif
7.
Berbalik atau tidak
berbaliknya dampak
R1
R2
R1 = Dampak tidak berbalik
R2 = Dampak berbalik
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
11
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
CONTOH FORMULIR Laporan Penyaringan Proyek Jalan
Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL
A. RENCANA KEGIATAN PROYEK
1. Nama Rencana Kegiatan Proyek
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
2. Panjang Ruas Jalan
… … … … … … km
3. Lebar Jalan
a. DAMIJA Ekisting 1)
b. Damija rencana
c. Perkerasan Ekisting 1)
d. Pekerasan rencana
a.
b.
c.
d.
4. Lokasi
a. Nama kota
b. Kabupaten
c. Propinsi
a. … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
b. … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
c. … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
5. Status Kota
Metropolitan / Besar / Sedang / Kecil 2)
6. Fungsi Jalan
Arteri / Kolektor / Lokal 2)
7. Jenis Program
Pembangunan / Pemeliharaan 2)
8. Luas areal pengadaan
… … … … … .. H a
9. LHR
a. Eksisting 1)
b. Rencana
10. Status Proyek
a. … … … … … … … … .. kendaraan /hari
b. … … … … … … … … .. kendaraan /hari
Pra Studi Kelayakan / Studi Kelayakan 2)
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
..m
..m
..m
..m
B. RONA LINGKUNGAN ( Sepanjang trase jalan dan sekitarnya)
1. Fisiografi
a. Berlereng curam (> 40 %)
b. Tanah tidak stabil
2. Penggunaan lahan
a. Pemukiman padat
b. Daerah komersial
c. Areal pertanian produktif
d. Lain-lain (… … … … … … … … … … )
a. … … … … … … … .. km
b. … … … … … … … .. km
a.
b.
c.
d.
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
.. km
.. km
.. km
.. km
(…
(…
(…
(…
…
…
…
…
…
…
…
…
.. %
.. %
.. %
.. %
)
)
)
)
12
Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Contoh Formulir Laporan Penyaringan Proyek Jalan
Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL (lanjutan)
3. Kawasan lindung
a. Jenis/nama kawasan lindung
b. Letak trase jalan terhadap kawasan
lindung
a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
b. Melalui / berbatasan / berdekatan / jauh 2)
4. Komponen lingkungan lain yang sensitif
terhadap perubahan
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
C. KESIMPULAN (Pilih salah satu)
1. Wajib AMDAL
2. Wajib UKL dan UPL
3. Bebas AMDAL maupun UKL dan UPL
A lasan : …
…
A lasan : …
…
A lasan : …
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
..
.
..
.
..
.
D. ISU POKOK LINGKUNGAN YANG PERLU DIKAJI LEBIH LANJUT
1. Dampak lingkungan pada taha pra-konstruksi
a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
2. Dampak lingkungan pada tahap konstruksi
a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
c. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
3. Dampak lingkungan pada tahap pasca konstruksi
a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
c. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
E. PERKIRAAN BIAYA STUDI AMDAL ATAU UKL & UPL
R p. … … … … … … … … … … … .
Keterangan :
1) Khusus proyek peningkatan / pemeliharaan
2) Coret yang tidak sesuai
… … … … … ., … … … … … … … … … …
Pelaksana Penyaringan
(… … … … … … … … … … )
PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN
JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL
13
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran D
Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan
D.1 Penjelasan Umum
Rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan dari tahapan siklus pengembangan proyek
jalan, meliputi:
1) Pertimbangan pengadaan tanah pada tahap perencanaan umum,
2) Kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra studi kelayakan,
3) Identifikasi kebutuhan lahan pada tahap studi kelayakan, dan
4) Perencanaan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis.
Pelaksanaan rencana pengadaan tanah pada dasarnya dilaksanakan oleh 5 (lima) kelompok
pelaku utama yaitu:
1) Pemrakarsa, dalam hal ini unit kerja Dinas provinsi, kabupaten/kota.
2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau
Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota.
3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota.
4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena
dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan
masyarakat terasing.
5) Stakeholder lainnya yang perlu dipertimbangkan perannya pada kasus-kasus khusus,
misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN),
Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll.
D.2 Pertimbangan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem
Jaringan Jalan
Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan pertimbangan pengadaan pada tahap ini adalah sebagai
berikut:
Mempelajari konsep rencana umum sistem jaringan dan peta tata guna
sekitarnya,
2) Membuat konsep awal sistem jaringan jalan dan kebutuhan lahan,
3) Melakukan konsultasi dengan Bappeda dan/atau instansi lainnya,
4) Menetapkan koridor rencana sistem jaringan jalan.
1)
lahan di
D.2.1 Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan dan Peta Tata Guna Lahan
D.2.1.1 Konsep rencana umum sistem jaringan jalan
Dalam mengkaji konsep ini, diarahkan dalam kaitannya dengan sasaran kawasan yang
akan dilayani sistem jaringan jalan, antara lain : sentra-sentra produksi, kapasitas produksi,
kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota, dan lokasi tempat tinggal
masyarakat terasing (bila ada). Untuk dapat memahami hal tersebut diperlukan kajian
penyelarasan konsep rencana umum jaringan jalan tersebut dengan rencana tata ruang
wilayah (provinsi atau kab/kota), yakni sebagai berikut :
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
1
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
1)
Menuangkan peta rute koridor jalan yang direncanakan pada masing-masing peta
kawasan sentra-sentra produksi, potensi kapasitas produksi, orde penataan ruang, dan
jika ada lokasi tempat-tempat tinggal masyarakat terasing (pada skala yang memadai,
misal: skala 1 : 250.000).
2)
Mengaitkan dengan usulan rencana pembangunan jalan di daerah masyarakat terasing
(khusus wilayah yang ada)
Sumber data (peta) antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota)
serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dinas Sosial / Dinas Kehutanan
3)
Memeriksa dan mencatat usulan kapasitas jalan yang dibutuhkan, serta tatanan nilai
dan perilaku berkaitan dengan sistem transportasi masyarakat terasing (jika ada) yang
dilewati garis rute koridor jalan yang direncanakan.
D.2.1.2 Tata guna lahan di sekitar
Kajian tata guna lahan sekitar berkaitan dengan pertimbangan pengadaan tanah ini
bertujuan untuk mengetahui :
1)
2)
Status lahan dan tataguna lahan,
Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
D.2.1.2.1 Status lahan dan tataguna lahan
 Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor
BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). Juga dari
peta mosaik foto udara yang dapat diperoleh dari Kantor Pusat Data TNI-AU atau
Bakosurtanal
 Memeriksa dan dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan
lahan, hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati
garis rute koridor jalan yang direncanakan.
D.2.1.2.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
 Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan
areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan rute
koridor jalan yang direncanakan,
 Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola
penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat (bila ada) dikaitkan dengan rute
koridor jalan yang direncanakan.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
2
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
D.2.2 Membuat Konsep Awal Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Kebutuhan Lahan
Dalam kajian ini didasarkan pada prinsip-prinsip menghindari lahan budidiaya dan
kawasan yang dilindungi sesuai kriteria pada pasal 6 UU No. 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang.
i.
Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 100.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor
BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota).
ii. Melakukan analisa tentang status lahan dan tata guna tanah (termasuk pola
kepemilikan tanah adat) yang dilewati rute koridor jalan yang direncanakan, antara
lain sebagai berikut :
1. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut tidak direkomendasikan bila rute
koridor jalan berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau berdekatan
dengan kawasan lindung.
2. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut perlu dirubah sehingga menghindari
kawasan budidaya, bila rute koridor jalan melewati kawasan budidaya.
3. Melakukan identifikasikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan, bila terpaksa
melewati kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung.
4. Melakukan analisa terhadap pengalihan pemanfaatan transportasi dan
perubahan perilaku masyarakat terasing (bila ada) akibat perencanaan jalan.
D.2.3
Konsultasi dengan Bappeda dan/atau Instansi lainnya.
Konsultasi pada tahap perencanaan umum ini dimaksudkan sebagai sebagai langkah
awal dalam mengkomunikasikan (mendialogkan) rencana kegiatan, khususnya kegiatan
pengadaan tanah kepada Bappeda dan/atau instansi lainnya. Dengan dilakukannya
komunikasi dua arah ini diharapkan dapat diperoleh masukan tentang rencana alokasi
penggunaan lahan dan keberadaan areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap
perubahan, dikaitkan dengan rute koridor jalan yang direncanakan, yakni sebagai berikut :
1)
Meminta informasi dan klarifikasi dari Bappeda tentang :
Peta koordinasi pengendalian ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung
dan kawasan budidaya (binaan),
3) Tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi.
2)
2) Meminta informasi dan klarifikasi dari instansi lainnya, misalnya Dinas Sosial perihal
sistem budaya masyarakat terasing, antara lain:
1) Aspek pertanahan masyarakat terasing,
2) Aspek pola kepemimpinan,
3) Aspek orientasi budaya.
D.2.4 Penetapan Koridor Rencana Sistem Jarigan Jalan
1)
Melakukan perumusan terhadap sistem jaringan jalan berkaitan dengan sasaran
kawasan yang akan dilayani, rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
3
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
lahan eksisting, status daerah dilindungi dan daerah sensitif serta pengendalian ruang
wilayah, serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing (jika ada).
2) Menuangkan rumusan butir 1) dalam peta dengan skala yang memadai , misal skala 1 :
100.000
D.3 Kegiatan Awal Pengadaan Tanah Pada Tahap Pra Kelayakan Rute Jalan
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra kelayakan rute
jalan, adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
D.3.1
Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan,
Melakukan konsultasi (dengan Bapedalda, Bappeda dan masyarakat),
Merangkum data dan informasi untuk acuan penetapan koridor jalan,
Menetapkan koridor jalan terpilih
Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan Pada Koridor Rute Jalan
Kajian jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan bertujuan untuk mengetahui :
1)
2)
Status lahan dan tataguna lahan,
Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
D.3.1.1 Status lahan dan tataguna lahan
1)
Menuangkan koridor rute jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan
tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000).
Sumber data (peta) antara lain dari : Peta Paduserasi dari Dep/Dinas Kehutanan, dan
peta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dep/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan.
2)
Memeriksa dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan lahan
hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati koridor
rute jalan yang direncanakan.
D.3.1.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.
D.3.2
1)
Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan
areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan
koridor rute jalan yang direncanakan,
2)
Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola
penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat dikaitkan dengan koridor rute
jalan yang direncanakan.
Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya.
Konsultasi pada tahap ini diharapkan dapat memperoleh masukan tentang data yang
dapat dipergunakan untuk menetapkan pemilihan alternatif koridor jalan.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
4
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
D.3.2.1 Pelaksanaan Konsultasi
Melaksanakan konsultasi dengan instansi-instansi tersebut dengan cara melakukan
pertemuan rapat di suatu kontor salah satu instansi, sebagai berikut :
1)
Meminta masukan dari Bapedalda tentang lokasi-lokasi kawasan yang dilindungi dan
lokasi sensitif, seperti misalnya :
2)
Informasi identifikasi dampak pelaksanaan perbaikan struktur jalan yang telah ada
(eksisting), tetapi berada di pinggir kawasan lindung,
3)
Informasi dampak pelaksanaan pembangunan jalan baru dan melewati daerah
sensitif.
4)
Meminta masukan dai Bappeda tentang :
a. Jenis dan lokasi prasarana dan sarana umum yang terdapat pada rute alternatif
jalan
b. Fungsi strategis dari prasarana dan sarana umum tersebut
c. Lokasi-lokasi untuk pemukiman kembali penduduk.
5)
Meminta masukan dari masyarakat tentang status kepemilikan lahan dan pola
penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan terkena
dampak,
6)
Meminta masukan dari Stakeholder lainnya (misal Dinas Sosial atau Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan, tentang (khusus pada masyarakat terasing):
a.
Aspek kependudukan,
b.
Aspek pertanahan masyarakat terasing,
c.
Aspek kepemimpinan,
d.
Aspek budaya,
e.
Aspek sarana dan prasarana masyarakat terasing.
Data yang menunjukkan keberadaan lokasi selanjutnya dituangkan dalam peta Padu
Serasi
D.3.2.2 Analisa Hasil Konsultasi
Melakukan analisa terhadap informasi dan tanggapan peserta konsultasi, antara lain
mencakup :
Perkiraan kebutuhan lahan yang harus dibebaskan yang dirinci menurut status
kepemilikan dan penguasaan tanah, serta pola penggunaan lahan.
2) Perkiraan jumlah rumah tangga yang akan terkena dampak dan/atau yang terpaksa
harus dipindahkan (bila ada),
3) Perkiraan adanya dampak potensial yang mungkin timbul (khususnya terhadap
matapencaharian dan fasilitas umum)
4) Perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kendala dari kegiatan pemilihan
rute koridor, terutama kebutuhan pengadaan tanah.
1)
D.3.3 Merangkum Data dan Informasi Untuk Acuan Penetapan Koridor Jalan
1)
Membuat rangkuman berupa hasil analisa tanggapan yang diterima dari peserta
konsultasi, yakni :
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
5
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
a. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih,
terutama perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, status kepemilikan dan
pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi).
b. Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama
dalam rencana pengadaan tanah.
c. Menyusun persiapan konsultasi masyarakat dalam kegiatan penentuan rute terpilih
dan rencana pengadaan tanah pada tahap studi kelayakan, antara lain meliputi
dua hal tersebut di atas.
1)
Menyampaikan rangkuman data dan informasi untuk acuan pemilihan rute koridor
tersebut kepada Bappeda untuk memperoleh surat pengesahan.
2)
Hasil rangkuman tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk pemilihan
rute koridor dan penyusunan KA-ANDAL.
D.4 Kegiatan Identifikasi Kebutuhan Lahan Pada Tahap Kelayakan Proyek
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan identifikasi kebutuhan lahan dan pemukiman kembali
adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
D.4.1
Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada alternatif rute terpilih,
Melakukan survai dasar sosial ekonomi
Membuat prakiraan kebutuhan lahan untuk masing-masing alternatif rute.
Menetapkan rute terpilih
Mengajukan permohonan kebutuhan lahan untuk rute terpilih
Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan pada Alternatif Rute Terpilih
1)
Tata guna lahan
1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap pra-studi kelayakan
tentang tataguna tanah untuk bahan kajian,
2. Mencatat informasi mengenai tiap rute, yakni :
a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan
jalan eksisting) dan peta penentuan tiap rute),
b. jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll).
3. Menuangkan tiap rute yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola
penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 50.000)
Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor
Bappeda setempat (prov, kab/kota).
4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis masing-masing rute
yang direncanakan
5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati tiap rute
yang direncanakan, antara lain sebagai berikut :
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
6
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Luas areal permukiman
Luas areal ladang
Luas areal persawahan
Luas areal perkebunan
Luas areal hutan
Luas areal semak belukar
Jenis utilitas umum
Dll
6. Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah
1. Melakukan analisis tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan
terkena pembebasan tanah dari tiap rute, untuk masing-masing pola penggunaan
lahan sebagaimana tersebut di atas
2. Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi (sampling)
untuk memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah.
7.
NJOP dan harga nyata tanah
1. Melakukan analisis nilai jual obyek pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena
proyek, dan harga nyata tanah menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing
pola penggunaan lahan tersebut di atas.
2. Menuangkan dalam bentuk matriks.
D.4.2 Survai Dasar Sosial Ekonomi
Lingkup survai dasar sosial ekonomi pada tahap studi kelayakan, paling tidak mencakup 4
hal, yakni :
1)
2)
3)
4)
Luas tanah yang akan dibebaskan
Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali
Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan
Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman
kembali.
Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu dilakukan survai langsung
dengan masyarakat dan rapat teknis dengan stakeholder lainnya.
1)
Survai Dasar Sosial Ekonomi
Survei dasar sosial ekonomi pada tahap ini untuk mengumpulkan data primer maupun
data sekunder. Data primer dikumpulkan dari penduduk terkena proyek (PTP) dengan
kuesioner terstruktur. PTP yang diwawancarai dipilih secara acak (sampling) dengan
jumlah antara 5 – 10% dari seluruh PTC.
Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai sampel yang terpilih
(responden) sekurang-kurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah PTP
yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
7
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b. Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan
harga nyata tanah.
c. Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan.
d. Aset lainnya yang akan dibebaskan.
e. Usulan tentang ganti kerugian.
f. Persepsi masyarakat terhadap proyek.
g. Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan mereka.
h. Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC.
i. Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka.
j. Fluktuasi pendapatan akibat musim.
k. Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat.
l. Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat, tanah
ulayat dan sebagainya).
2) Melakukan rapat teknis dengan Bapedalda, Bappeda, dan Stakeholder lainnya untuk
mendapatkan masukan-masukan, sebagai berikut:
1. Bapedalda diharapkan dapat memberikan masukan tentang kawasan-kawasan
strategis, bersejarah dan tradisional,
2. Bappeda diharapkan dapat memberikan masukan tentang arah dan program
pemanfaatan ruang wilayah (provinsi, kab/kota),
3. Stakeholder lainnya, misalnya BPN diharapkan dapat memberikan masukan tentang
tata ruang, dan Dinas Kehutanan tentang fungsi hutan
D.4.3 Perkiraan Kebutuhan Lahan Pada Rute Alternatif
Melakukan analisis prakiraan kebutuhan lahan dari hasil survai dasar sosial ekonomi dan
hasil rapat teknis dengan stakeholder terhadap masing-masing rute, meliputi :
Tata guna tanah ;
Status kepemilikan tanah;
Harga nyata tanah dan NJOP-nya;
Aset yang berada diatas tanah baik berupa bangunan beserta tipenya (permanen,
semi permanen, darurat), macamnya (rumah tempat tingggal, tempat usaha, tempat
ibadah, kantor, gudang, bengkel dan lain sebagainya), tanaman (umur setahun,
tahunan, dan sebagainya ), kolam /tambak ikan dan sebagainya;
5) Penduduk (pemilik, penyewa, penunggu) yang asetnya akan terkena pembebasan;
6) Besarnya dampak terhadap KK (kepala keluarga) yang terkena proyek (kecil,
sedang dan besar);
7) Jumlah KK berikut warganya yang terpaksa dipindahkan / dimukimkan kembali;
8) Persepsi masyarakat terhadap proyek pembangunan jalan;
9) Besarnya biaya yang diperlukan untuk ganti kerugian aset yang terpaksa
dibebaskan;
10) Bentuk ganti kerugian yang diinginkan PTP : (i) uang tunai, (ii) tanah pengganti,
(iii)pemukiman kembali, (iv)gabungan dari dua atau lebih ganti kerugian
sebagaimana dimaiksud dalam huruf (i), huruf (ii), dan huruf (iv), an bentuk lain yang
disetujui oleh pihak –pihak yang bersangkutan;
11) Besarnya biaya santunan kepada PTP yang terpaksa dipindahkan/dimukimkan
kembali, baik sementara maupun seterusnya (permanen)
12) Besarnya biaya untuk membangun pemukiman kembali dan rehabilitas bagi PTP
yang terpaksa dimukimkan kembali.
1)
2)
3)
4)
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
8
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
D.4.4 Penetapan Rute Terpilih
Hasil taksiran kasar tersebut di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perencana
dalam menentukan kelayakan trase mana yang layak untuk dipilih, setelah
mempertimbangkan juga aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan.
D.4.5 Permohonan Kebutuhan Lahan untuk Proyek kepada Gubernur atau Bupati/Walikota
Setelah ditentukan trase yang layak, Pemimpin bagian proyek (Pimbagpro) dari pemrakarsa
mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan jalan kepada Gubernur (untuk
status jalan provinsi), atau Bupati/Walikota (untuk status jalan kabupaten/kota) melalui
Kepala Kantor Pertanahan setempat dan Bappeda, disertai keterangan tentang :
1)
2)
3)
4)
Lokasi tanah yang diperlukan,
Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan,
Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan,
Uraian rencana pembangunan jalan, disertai keterangan mengenai aspek
pembiayaan dan lamanya pelaksanaan pembangunan jalan.
D.5 Kegiatan Perencanaan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan
Teknis
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali
pada tahap perencanaan teknis, melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
Mempelajari detail data pengukuran ruas jalan (alinyemen terpilih),
Melakukan survai sosial ekonomi,
Melakukan konsultasi masyarakat,
Membuat konsep LARAP dan melakukan konsultasi masyarakat.
Sosialisasi konsep LARAP
D.5.1 Kajian Detail Data Pengukuran Ruas Jalan (Alinyemen Terpilih)
1)
Identifikasi jenis peruntukan lahan yang terkena proyek
1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap studi kelayakan
tentang tataguna tanah untuk bahan kajian,
2. Mencatat tentang informasi mengenai rute ruas jalan, yakni :
a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan
jalan eksisting) dan peta penentuan rute ruas jalan,
b. Jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll).
3. Menuangkan rute ruas jalan yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola
penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 5.000)
Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor
Bappeda setempat (prov, kab/kota).
4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis rute ruas jalan yang
direncanakan
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
9
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati rute ruas
jalan yang direncanakan, antara lain sebagai berikut :
a. Luas areal permukiman
b. Luas areal ladang
c. Luas areal persawahan
d. Luas areal perkebunan
e. Luas areal hutan
f. Luas areal semak belukar
g. Jenis utilitas umum
h. Dll
2) Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah
Memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan terkena
pembebasan tanah dari rute ruas jalan, untuk masing-masing pola penggunaan
lahan )
2) Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi untuk
memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah. untuk masingmasing pola penggunaan lahan)
1)
3) NJOP dan harga nyata tanah
Melakukan koordinasi dengan BPN) di kab/kota untuk mengetahui nilai jual obyek
pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena proyek, dan harga nyata tanah
menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing pola penggunaan lahan
2) Menuangkan dalam bentuk matriks.
1)
D.5.2
Survai Sosial Ekonomi
1). Lingkup kegiatan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis, paling tidak
mencakup 4 hal, yakni :
1)
2)
3)
4)
2)
Luas tanah yang akan dibebaskan
Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali
Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan
Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman
kembali.
Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu ditetapkan adanya
kebutuhan survai sosial ekonomi (sensus PTP) dan rencana pembiayaannya.
1)
Kebutuhan Survai Sosial Ekonomi
Pada tahap perencanaan teknis diperlukan survei sosial ekonomi untuk dapat
memberikan gambaran sejauh mana dampak sosial dapat ditanggulangi.
Disamping itu sekaligus dilakukan penaksiran biaya untuk pembebasan tanah, bila
diperlukan juga untuk pemukiman kembali beserta biaya untuk rehabilitasi
penduduk terkena proyek (PTP) yang terpaksa dimukimkan kembali. Taksiran
biaya tersebut merupakan salah satu aspek yang akan dipakai untuk menguji
kelayakan proyek pembangunan atau peningkatan jalan disamping biaya aspekaspek lainnya.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
10
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Survei sosial ekonomi pada tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data
primer. Data primer langsung dikumpulkan dari PTP dengan kuesioner terstruktur.
PTP yang diwawancarai dengan cara sensus untuk setiap PTC.
Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai PTP pada dasarnya
sama dengan kuisioner survai dasar sosial, yang membedakan bila pada tahap ini
pendekatan survai adalah dengan cara sensus. Materi kuisioner sekurangkurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah
PTP yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali.
2) Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan
harga nyata tanah.
3) Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan.
4) Aset lainnya yang akan dibebaskan.
5) Usulan tentang ganti kerugian.
6) Persepsi masyarakat terhadap proyek.
7) Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan
mereka.
8) Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC.
9) Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka.
10) Fluktuasi pendapatan akibat musim.
11) Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat.
12) Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat,
tanah ulayat dan sebagainya).
1)
1)
Kebutuhan Survai Pemukiman Baru.
Apabila suatu proyek pembangunan atau peningkatan jalan diperlukan
pengadaan tanah yang mengakibatkan PTP terpaksa dimukimkan kembali, maka
diperlukan suatu survai lokasi pemukiman. Survai ini harus harus mendapat
gambaran positip tentang lokasi calon pemukiman baru dan sekurang-kurangnya
dapat memperoleh hal-hal sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Peta lokasi
Jumlah dan kepadatan penduduk, sosial budaya dan komposisi ekonomi di
wilayah pemukiman baru
Tataguna tanah dan status kepemilikannya
Potensi pengembangan ekonomi wilayah pemukiman baru,
Infrastruktur sosial yang telah ada di lokasi tersebut,
Kesediaan masyarakat penerima pemukiman baru terhadap pendatang,
D.5.3 Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya
1)
Kegiatan konsultasi masyarakat rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan
teknis dapat dipelajari pada Buku Tata Cara Konsultasi Masyarakat Pada Tahap
Perencanaan Teknis.
2)
Kegiatan rapat teknis yang diselenggarakan di Kantor Bappeda, sedangkan konsultasi
masyarakat dapat dilakukan di lapangan.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
11
Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
1. Bapedalda dapat melakukan monitoring pelaksanaan survai baik aktif (terjun ke
lapangan) maupun pasif (menerima laporan saja),
2. Bappeda dapat membantu koordinasi pelaksanaan survai dengan instansi terkait,
(terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial),
3. Stakeholder lainnya misalnya BPN sebagai panitia pengadaan tanah memberikan
masukan tentang masukan tentang tata cara dan kriteria kompensasi,
4. Masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan masukan tentang detail di
lapangan tentang hal kepemilikan lahan, termasuk status sertifikat, luasan, lokasi di
peta, prakiran nilai kekayaan, masa tinggal dll.
D.5.4 Pembuatan Konsep LARAP
1)
Melakukan analisis hasil survai sosial ekonomi sebagai bahan penyusunan Land
Acquisition an Resettlement Action Plan (LARAP) yang didalamnya tercantum sebagai
berikut :
 Identifikasi permasalahan secara kuantitatif (misal: jumlah KK, luas, jumlah
bangunan, jumlah tiang listrik dsb),
 Rencana penyelesaian,
 Instansi penanggung jawab,
 Jadwal penyelesaian,
 Perkiraan biaya,
 Sumber pendanaan,
 Alokasi anggaran,
 Status penyelesaian,
 Tindak lanjut.
2)
Biaya-biaya yang dibutuhkan mencakup :
 Biaya pengadaan tanah beserta aset yang ada di atas tanah tersebut,
 Biaya santunan kepada PTP yang memiliki hak atas tanah tetapi telah tinggal
pada wilayah yang akan dibangun jalan,
 Biaya untuk pembangunan permukiman kembali (bila diperlukan) termasuk
tanah perumahan, sarana dan prasarana,
 Biaya untu pemindahan PTP dari tempat yang dibebaskan ke lokasi baru atau
permukiman baru,
 Biaya panitia pengadaan tanah sbesar 4% dari jumlah tersebut di atas sesuai
dengan Permeneg Agraria/Ka BPN No. 1/1994, pasal 45,
 Biaya pelatihan alih profesi, evaluasi dan rehabilitasi.
 Selanjutnya biaya tersebut dimasukkan dalam DUP dan DIP oleh
perencana/pemrakarsa sesuai dengan jadwal kegiatan penyusunan program
pembangunan Kimpraswil
3). Penyusunan LARAP secara rinci dapat dilihat pada Tata Cara Penyusunan LARAP
pada lampiran lain.
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN
12
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Konsep
Rencana Sistem
Jaringan Jalan dan Peta
Tata Guna Lahan
termasuk peta
keberadaan masyarakat
terasing disekitar jaringan
jalan tersebut … ..… .(1)
Membuat Konsep dan
Sosialisasi Jaringan
Jalan beserta
koridornya serta lokasi
m asy. terasing… ..(2)
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan .. ... (6)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (3)
Memberi masukan
tentang kehidupan sosial
budaya masyarakat
setempat .… … .. (4)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Pendidikan &
Kebudayaan memberi
masukan tentang kondisi
sosial ekonomi serta
peraturan perundangan
masy terasing… .. (5)
KETERANGAN
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota dll, serta
kondisi eksisting dan
rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
lindung
2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
3). Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
istiadatnya serta program
yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi dan
peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
untuk melihat contoh
(sample) kondisi
sebenarnya
Mempelajari penyebaran
permukiman masy.
terasing pada Rencana
Jaringan Jalan … . (1)
Melakukan konsultasi
pemilihan alternatip
koridor Jalan … … ..(2)
Memberi masukan
tentang perkiraan
dampak sosial terhadap
m asy terasing. … … . (3)
Merangkum data dan
informasi penyebaran
masy terasing untuk
acuan penetapan
koridor .....................(7)
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
KETERANGAN
Memberi masukan tentang
koordinasi penanganan
masy. terasing........ .. (4)
Memberi masukan
tentang sistem
kepemilikan tanah
Masyarakat Terasing .. (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik Bud memberi
masukan tentang pola
kehidupan sosial,
ekonomi, budaya ..... (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing masukan
(input) diplot pada peta
Padu Serasi beserta
keterangan spesifik yang
harus diperhatikan
7), Masukan untuk pemilihan
alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
penyusunan KA-ANDAL)
8) Telah mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari pola
penyebaran dan
kehidupan sosial
budaya masy terasing
pada setiap alternatip
rute Jalan … … … (1)
Melakukan survey
dasar sosial dan
konsultasi … … (2)
Memberi masukan
tentang penanganan
dampak sosial masy.
terasing..… (3)
Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)
MENETAPKAN RUTE
TERPILIH
(8)
Memberi masukan
tentang koordinasi
penanganan masy.
terasing.................(4)
Memberi masukan tentang
sistem nilai budaya dan
pendekatan penanganan
m asy. terasing … .(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud memberi
masukan tentang mobilitas
masy terasing dan situs
dan benda cagar budaya
yang harus dilindungi. ..(6)
KETERANGAN
1). Pada koridor hasil Pra
Kelayakan
2). Sesuai dengan pedoman
yang berlaku
3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama-sama aspek
teknis, ekonomik dan
lingkungan
8) Outputnya adalah Rute
terpilih setelah dikaji
bersama sama aspek
teknis, ekonomis dan
lingkungan termasuk
kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan
m asy. terasing… (1)
Melakukan survey
sosial ekonomi dan
konsultasi masyarakat
… … (2)
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana
tindak penanganan
masy terasing … ..(7)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak … . (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data permukiman
yang terkena Proyek
2). Termasuk rencana kerja,
pembagian tugas
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang sistem
kekerabatan,
kepemimpinan, sistem dan
nilai hak adat ............ (5)
Memberi masukan serta
membantu survai sesuai
keterkaitannya antara lain
tentang pola penanganan
masy. terasing misal : DikBud memberi masukan
tentang pola penanganan
masy terasing .................
(6)
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
kelapangan) maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat pemerintah
daerah dan dinas sosial
5) Termasuk jenis upacara
adat yang masih dilakukan
6). Termasuk program yang
telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Memberikan kesepakat an dan melakukan
koordinasi persiapan
pelaksanaan … … (8)
Memberikan
kesepakatan dan
melakukan persiapan
… … … (9)
Memberikan
kesepakatan dan
membantu persiapan
pelaksanaan … … (10)
11) Desain jalan telah
mempertimbangkan aspek
lingkungan dan sosialekonomi-budaya
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak
penanganan masy
terasing.....… ..(1)
Melaksanakan program
penanganan
masyarakat terasing
................................(2)
Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Melakukan monitoring
… … (3)
Melakukan monitoring
dan koordinasi … … (4)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan program
… … .(5)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas
Sosial membantu dalam
pelaksanaannya
dilapangan .... … … .(6)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari Dokumen
yang telah disetujui
2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
tradisional, rehabilitasi
konservasi situs dll.
3), 4), Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima laporan)
atau aktip (kelapangan).
5). Termasuk LSM, lembaga
adat , dll.
6) Termasuk kegiatan
pendampingan dalam
aspek sosial – ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi masyarakat
terasing … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
penanganan masy.
terasing … … (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … .. (6)
KETERANGAN
1)
Diambil dari laporan
LARAP untuk masyarakat
terasing
2)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat atau
metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultasi
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
8), 11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang telah
ada
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Melakukan monitoringi
...(8)
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat … … ..(12)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan monitoring
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari catatan
Pelaksanaan
penanganan masy
terasing .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
terasing dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan analisa
kesesuaian rencana
penanganan masy
terasing (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring.
penanganan masy
.terasing termasuk
rehabilitasi … … .(3)
Menyusun laporan
monitoring Pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai disiplin
ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan
kelembagaan.
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud masyarakat
terasing … … … ..(4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sektor. (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan budaya masy
terasing … … … … ( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek sektor
terkait … … … … ( 7)
3), 4), 5), 6), 7)
Melalui rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan evaluasi manfaat
proyek (ProjectBenefit
Monitoring and Evaluatian –
PBME).
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
penanganan masy.
terasing … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria penanganan
masy. terasing yang
lebih baik ..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan
penanganan masy.
terasing … . (4)
Menetapkan kriteriakriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang … (9)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring yang
memasukkan masukan
dari berbagai institusi
terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
4)
5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui forum
rapat/ seminar/lainnya
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
masalah lingkungan
… … .. (5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelem bagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang nilai kearifan
lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya
diserahkankepada para
perencana umum
pengembangan jaringan
jalan.
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran
dan fungsi kota dll.
Mempelajari Konsep
Rencana Umum Sistem
Jaringan Jalan, Peta Tata
Guna Lahan Disekitar
Rencana Jaringan Jalan
… ..… .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
lindung
Membuat Konsep Awal
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan
Jalan (termasuk
perkiraan kasar luas,
jenis penggunaan dan
kepemilikan). (2)
Konsultasi konsep
kebutuhan lahan
rencana jaringan jalan
(3)
KETERANGAN
3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
4). Dapat dituangkan dalam
peta
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan termasuk
sosial (4)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (5)
Memberi masukan
tentang lokasi lokasi hak
adat / ulayat , dll ( 6 )
Memberi masukan
sesuai keterkaitannya,
mis.: tentang fungsi
lahan dan ketentuan /
peraturannya (7)
5) Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan … (8)
8) Rencana ini disebarluaskan
kepada institusi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi
dan peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Mempelajari Kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan pada
Rencana Jaringan Jalan
… . (1)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatif
koridor Jalan
berdasarkan kebutuhan
lahan … (2)
Merangkum data dan
informasi untuk acuan
peenetapankoridor
penetapan
koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7)
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
KETERANGAN
2). Bersifat Orientasi
lapangan untuk melihat
contoh (sample) kondisi
sebenarnya
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan… … .. (3)
Memberi masukan tentang
lokasi Prasarana & Sarana
dan untuk pemukiman
kembali penduduk serta
ketersediaan dan
keterpaduan pengadaan
lahan .. (4)
Memberi masukan Lokasi
Masyarakat Terasing,
status kepemilikan dan
kesediaan melepas. (5)
Memberi masukan
tentang pengendalian
fungsi lahan dan
ketentuan memperoleh
lahan … … (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing
masukan (input) Diplot
pada peta Padu Serasi
7), Masukan untuk
pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Penyusunan KAANDAL)
8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan
pada setiap alternatif
R ute Jalan … … … (1)
Melakukan Konsultasi
dan Survey Dasar
sosial … … (2)
Membuat Prakiraan
Kebutuhan Lahan
untuk Alt.Rute.. (7)
Menetapkan Rute
Terpilih ..... (12)
Memberi masukan
tentang daya dukung
sosial ..… (3)
Memperkirakan dampak
sosial … .(8)
Memberi masukan tentang
pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Wilayah Propinsi,
kabupaten/kota dan
koordinasi rencana
pengadaan lahan .. (4)
Koordinasi Rencana Awal
P engadaan T anah … (9)
Memberi masukan tentang
Status Kepemilikan lahan
termasuk asset lainnya
serta taksiran harga .(5)
Memberi masukan
kesediaan dan keberatan
masy. Terhadap
pengadaan tanah … ..(10)
Memberi masukan sesuai
keterkatiannya antara lain
tentang hal-hal berkaitan
dengan pelepasan hak.
(6)
Menyetujui permohonan
proyek tentang kebutuhan
lahan … .(11)
KETERANGAN
1). Hasil Pra Kelayakan
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama sama
aspek teknis, ekonomis
dan lingkungan.
termasuk kebutuhan
Permukiman Kembali
Penduduk
8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL
9) Koordinasi rencana awal
pelaksanaan di
lapangan dengan
instansi lain
10) 11) Dapat dilakukan
dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
R ute Jalan … … … … (1)
Melakukan Survey
Sosial Ekonomi dan
konsultasi Masyarakat
… … (2)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang hal
kepemilikan lahan,
pelepasan hak, rehabilitasi
pem uk.kem bali, dll. … . (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya antara lain
proses & ketentuan
pelepasan hak, tatacara &
criteria kompensasi serta tata
cara pem uk.kem bali … … .. (6 )
Membuat Konsep
LA R A P … ..(7)
Sosialisasi Konsep
LARAP dan
mengajukan kepada
Gub/Bupati/Walikota (8)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaksanaan
LA R A P … … (12)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep tersebut … .. (9)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep … … . (10)
Gubernur / Bupati/Wali
kota menyetujui konsep
LARAP-nya. … .. (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data Jenis
Peruntukan Lahan yang
terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
dengan panitia
pengadaan tanah..
3). Sesuai Tupoksi Institusi
dan dapat bersifat aktip
(terjun kelapangan)
maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
5) Termasuk status
sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
dll.
6). Sesuai peraturan per
UU-an yang berlaku
7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
12) Setelah disahkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1)
Melaksanakan
Pembayaran
Kompensasi untuk
tanah dan asset
diatasnya … … ..(5)
Melaksanakan Kegiatan
Pemukiman Kembali
Penduduk (BILA ADA)
....... ( 10)
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
… … (15)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Berpartisipasi dalam
musyawarah & mufakat
… … … . (2)
Berpartisipasi dalam
musy. & menyepakati
dlm mufakat khususnya
P .T .P … … . (3)
Melaksanakan musyawarah
dan mufakat, khususnya
panitia pengadaan tanah
… … .. (4)
Menyerahkan Surat-surat
kepemilikan lahan kepada
pem rakarsa … … .(8)
Panitia Pengadaan Tanah
membantu dalam
penyelesaian proses
adm inistrasi … … .(9)
Menerima Sertifikat
Kepemilikan Kapling dan
K artu P enduduk … ..(13 )
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
transmigrasi, perumahan
dll… (14)
Melakukan monitoring
… … (6)
Melakukan monitoring
… .. (7)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP
.… .. (11)
Membantu pelaksanaan
Koordinasi dengan
instansi terkait … (12)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari
Dokumen LARAP yang
telah ditetapkan
2) 3) 4) Dapat dilakukan
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
6),7) Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima
laporan) atau aktip
(kelapangan).
8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
dimukimkan kembali
12) Baik instansi pusat dan
daerah termasuk di
lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
KETERANGAN
1) Diambil dari laporan
LARAP.
2)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi Masyarakat Terkena
Proyek … … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
LA R A P … .. (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … (6)
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat
atau metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultansi
8)
Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melakukan monitoring
… … … .(8)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
12) Sebagai bahan
monitoring
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat … … ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Catatan
Pelaksanaan LARAP
(Pengadaan Tanah
dan Rehabilitasi
E konom i) … … .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan Analisa
Kesesuaian Rencana
… … … . (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring
pelaksanaan LARAP
… … .(3)
Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P … … . (8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai
disiplin ilmu (teknis,
sosial dan
kelembagaan)
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud m asy… .. (4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sektor
… ... (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan termasuk dari
aspek pelaksanaan … ..( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
Keberhasilan/kegagalan
program rehabilitasi,
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. … 7)
3), 4), 5), 6), 7).
Melalui rapat teknis
yang diselenggarakan
oleh Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
LA R A P … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria perencanaan
LARAP yang lebih baik
..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan LARAP
… . (4)
Menetapkan kriteriakriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang … (9)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring
yang memasukkan
masukan dari berbagai
institusi terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
4) 5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui
forum rapat/
seminar/lainnya
9)
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
m asalah lingkungan … .
(5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelembagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang, nilai kearifan
lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya diserahkan
kepada para
perencana umum
pengembangan
jaringan jalan.
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Mempelajari Rencana
Umum Sistem Jaringan
Jalan dan
mengidentifikasi
penggunaan lahan pada
dan sekitar rencana
koridor jaringan jalan,
khususnya areal
sensitive … ..… .(1)
Memberi masukan
tentang Rencana
Penataan Ruang Wilayah
Propinsi, Kabupaten dan
Kota serta Penerapan
P eta P adu S erasi … (2)
Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1). Mencakup Tata guna lahan
diperoleh dari Departemen
Kehutanan, BPN dan dari
sumber lainnya
2). Termasuk koordinasi
dengan instansi terkait
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
yang ada.
Melakukan penyaringan
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P … ..(3)
Melakukan diskusi /
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA … ... (4)
BAPPEDA
4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat
6) Daftar proyek yang wajib
pengelolaan lingkungan
menggunakan formulir A-1
Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
… . .. (5)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Memberitahukan
rencana penyusunan
dokumen AMDAL . (1)
1) Sesuai PP AMDAL
2). Mengacu pada Kep Ka
Bapedalda No.08/2000
3) Sesuai saran apakah
melalui media cetak
maupun media elektronik
Menyepakati jadwal
waktu dan isi
pengumuman rencana
kegiatan proyek … . (2)
Mengumumkan rencana
kegiatan proyek… ..(3)
Memperbaiki dokumen
KA-ANDAL sesuai
dengan tanggapan
komisi dan mengajukan
lagi ke Komisi Penilai
… ..(11)
4) Tanggapan disampaikan
secara tertulis dalam jangka
waktu satu bulan, terhitung
sejak tanggal pengumuman
Memberikan tanggapan
terhadap rencana
kegiatan proyek … . (4)
Melaksanakan
konsultasi M asy.… ..(5)
Menyusun konsep KAANDAL dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6)
KETERANGAN
5) Mengacu pada Pedoman
Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000
6) Gunakan pedoman
penyusunan KA-ANDAL
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
menilai konsep KA-ANDAL
… … … . (7)
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL ........ .. (12)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberikan masukan.. (8)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan .. (7)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan (dari
institusi terkait mis:
kehutanan, Dikbud,
Sosial) ..... (10)
7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menggunakan formulir A-2
Masukan peserta rapat
menggunakan formulir A-3
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Sebagai acuan penilaian
ANDAL
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari KA
ANDAL yang telah
ditetapkan … … … (1)
Melaksanakan Studi
A N D A L … … (2)
Mengirimkan hasil studi
ANDAL ke Komisi
Penilai untuk dinilai
… … . (3)
Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan
mengajukan kembali ke
K om isi P enilai … (8)
Mengadakan rapat komisi
penilai AMDAL untuk
menilai & menetapkan
kelayakan lingkungan
… … . (4)
Menetapkan dokumen
A M D A L … … . (9)
Menghadiri rapat dan
memberikan masukan
untuk perbaikan
dokumen ...........(4)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dam pak lingkungan … .(6)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dampak lingkungan sesuai
keterkaitannya … .(7)
KETERANGAN
1). Lampiran SK Penetapan
KA-ANDAL termasuk
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
dan RPL
3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
4) Risalah rapat
menggunakan formulir
A-2
5) 6), 7) Masukan peserta
rapat menggunakan
formulir A-3
8) Dilakukan sampai
dokumen disetujui
9) Sebagai acuan untuk
desain dan pelaksanaan
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
… ..… (1)
Menginventarisasi
rekomendasi
penanganan dampak
pada dokumen RKL &
R P L … … (2)
Memberi penjelasan
kepada tim perencana
teknis tentang sasaran
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6)
Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)
Desain jalan yang telah
mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
kebijakan pembangunan
daerah mis.: median,
lansekap … … … . (3)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran ....... (4)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
keterkaitannya mis.:
penanganan utilitas yang
terkena............ (5)
KETERANGAN
1)
Termasuk mengkaji ulang
(mereview)
2)
Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
3)
4) 5) Dapat dilakukan
dalam forum rapat atau
lainnya
6)
Sebaiknya ada ahli
lingkungan dalam tim
perencana
7)
Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
merupakan lampiran
desain untuk diperhatikan
pada saat tender
8)
Output yang diharapkan
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran E
(Normatif)
Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan
Bidang Jalan
E.1
Persyaratan-persyaratan
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan harus memenuhi persyaratan administratif
maupun teknis sesuai dengan berbagai pedoman atau petunjuk yang telah ditetapkan oleh
instansi yang berwenang, antara lain :
•
Pedoman Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL (Lampiran 1 Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. 9 Tahun 2000;
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995);
Petunjuk Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
(Keputusan Menteri Pekerjaan Umum N0. 147/KPTS/1995);
Petunjuk Teknis Penyusunan ANDAL Proyek Jalan (Kepmen PU No. 40/KPTS/1997).
•
•
•
•
E.2
Langkah - langkah pelaksanaan
Secara garis besar, proses penyusunan KA – ANDAL dilaksanakan melalui urutan langkah langkah kegiatan sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Pemberitahuan tentang rencana AMDAL
Pengumuman rencana proyek
Konsultasi masyarakat
Perlingkupan
Penyusunan konsep KA - ANDAL
Presentasi dan perbaikan KA – ANDAL
Penetapan KA-ANDAL
E.3
Pemberitahuan tentang rencana AMDAL
Sebelum menyusun KA-ANDAL, pemrakarasa wajib memberitahukan kepada instansi yang
bertanggung jawab tentang rencana untuk pelaksanaan AMDAL.
Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai pusat, maka
surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup
melalui komisi penilai AMDAL pusat
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
1
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai propinsi,
maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Gubernur melalui komisi penilai AMDAL
propinsi.
Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai kabupaten /
kota, maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Bupati / Walikota melalui komisi
penilai AMDAL kabupaten / kota.
E.4
Pengumuman rencana kegiatan proyek
E.4.1
Kewajiban pengumuman
Pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatan proyek kepada masyarakat yang
berkepentingan. Jadwal waktu pengumuman ditetapkan bersama dengan instansi yang
bertanggung jawab.
Pengumuman ini dimaksud agar masyarakat yang berkepentingan mengetahui rencana kegiatan
proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau tanggapan mangenai proyek tersebut.
E.4.2
Masyarakat berkepentingan
Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat pemerhati.
•
Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat
dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.
•
Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan
tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.
E.4.3
Media pengumuman
Media pengumuman berupa:
a)
b)
Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek
Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di tingkat pusat atau daerah.
c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau
media elektronik.
E.4.4
Isi pengumuman
Isi pengumuman meliputi:
a)
b)
c)
d)
Nama dan alamat pemrakarsa.
Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan).
Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan skala yang memadai.
Hasil pekerjaan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
2
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
e) Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan, dan cara penanganannya.
f) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi.
g) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian saran, pendapat
dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak tanggal pengumuman).
h) Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran, pendapat dan
tanggapan dari warga masyarakat.
E.4.5
Spesifikasi tampilan pengumuman:
a) Pengumuman tertulis maupun tidak tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, jelas dan mudah dimengerti.
b) Pengumuman di media cetak harus berukuran minimal 5 x 3 cm2.
c) Pengumuman pada papan pengumuman minimal berukuran 60 x 100 cm2.
d) Pengumuman pada media elektronik dapat berupa berita atau iklan, dengan lama tayangan
minimal 10 (sepuluh) detik untuk televisi dan 20 (dua puluh) detik untuk radio.
E.5
Konsultasi masyarakat
Pada saat penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi kepada warga
masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi kepada warga masyarakat wajib
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan.
Pemrakarsa harus mendokumentasikan semua berkas yang berkaitan dengan pelaksanaan
konsultasi dan membuat rangkuman hasilnya untuk diserahkan kepada Komisi Penilai AMDAL
sebagai lampiran dokumen KA-ANDAL.
Untuk melancarkan konsultasi kepada warga masyarakat dalam tahap ini pemrakarsa harus
memenuhi kewajiban sebagai berikut :
a)
b)
Menyediakan informasi dengan lingkup: penjabaran kegiatan (jenis kegiatan, kapasitas dan
lokasi kegiatan), komponen lingkungan yang sangat penting diperhatikan karena akan
terkena dampak, dan isu-isu pokok mengenai dampak lingkungan yang diperkirakan akan
muncul; dan
Mengumumkan waktu, tempat serta cara konsultasi yang akan dilakukan (misalnya:
pertemuan-pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus dan metoda-metoda lain
yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi secara dua arah).
Konsultasi masyarakat ini merupakan bagian dari keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL
(lihat Gambar 1). Dalam proses ini, masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, dan nilai-nilai
yang dimiliki masyarakat, serta usulan penyelesaian masalah dari masyarakat yang
berkepentingan dengan tujuan memperoleh keputusan yang terbaik.
E.6
Pelingkupan
E.6.1
Proses pelingkupan
Pelingkupan merupakan proses awal untuk menentukan ruang lingkup studi ANDAL, yang
mencakup:
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
3
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
a) Isu pokok lingkungan (jenis dampak besar dan penting) yang harus ditelaah secara
mendalam.
b) Lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan batas proyek, batas ekologis, batas sosial
dan batas adminsitratif.
c) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode yang digunakan, jumlah sampel yang perlu diukur,
dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumberdaya (dana dan waktu) yang tersedia.
Hasil seluruh proses pelingkupan tersebut merupakan bagian penting dari ruang lingkup studi
ANDAL yang dituangkan dalam dokumen KAANDAL
E.6.2 Pelingkupan isu pokok lingkungan
Proses pelingkupan isu pokok lingkungan dilakukan dengan urutan langkah-langkah:
a) identifikasi dampak potensial;
b) evaluasi dampak besar dan penting;
c) pemusatan dampak besar dan penting.
Langkah pertama, identifikasi dampak potential dimaksudkan untuk mengidentifikasi semua jenis
dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan proyek, tanpa memperhatikan apakah
dampak tersebut merupakan dampak besar dan penting atau tidak. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan menggunakan berbagai metode, antara lain metode matrik dan bagan alir.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
4
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 1
Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL
Masyarakat
Berkepentingan
Instansi yang
Bertanggungjawab
Pemrakarsa
Pengumuman
Rencana Kegiatan
Pengumuman
Persiapan
Penyusunan ANDAL
Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Penyusunan
Konsultasi
Saran, pendapat
dan tanggapan
KA-ANDAL
Penilaian KA-ANDAL
Oleh Komisi
(Maks 75 hari)
Penyusunan
ANDAL, RKL, RPL
Penilaian
ANDAL, RKL, RPL oleh
Komisi (Maks 75 hari)
Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup Oleh Kep.
Bapedal / Gubernur/Bupati/
Wali Kota
= Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan
Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
5
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Metode matrik menggambarkan kemungkinan interaksi antara kegiatan proyek dengan
komponen-komponen lingkungan di sekitarnya. Matrik interaksi ini menunjukkan komponen
kegiatan sebagai sumber dampak dan komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak
kegiatan tersebut. (lihat Tabel 1 dan 2).
Bagan alir merupakan model yang melukiskan jalinan hubungan sebab-akibat antara komponen
kegiatan proyek (sumber dampak) dan komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena
dampak, baik dampak primer, sekunder maupun tersier (lihat Gambar 2). Metode bagan alir ini
cukup komunikatif untuk bahan diskusi dan konsultasi dengan para pejabat instansi terkait atau
masyarakat yang berkepentingan.
Langkah kedua, evaluasi dampak potential bertujuan untuk menghilangkan dampak potential yang
tidak relevan atau tidak besar dan tidak penting, sehingga diperoleh seperangkat dampak besar
dan penting secara hipotetik.
Besar serta pentingnya dampak tergantung dari besarnya kegiatan proyek dan sensitifitas
komponen lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya. Makin besar volume kegiatan proyek,
cenderung makin besar pula dampaknya. Kotak 1 menunjukkan contoh daerah / areal yang
sensitif terhadap perubahan lingkungan akibat kegiatan tertentu.
Evaluasi (penentuan) dampak besar dan penting dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
a) penelaahan pustaka;
b) diskusi tentang karakteristik kegiatan;
c) peninjauan lapangan.
Penelaahan pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi dari hasil studi-studi sejenis seperti:
•
•
dokumen AMDAL proyek jalan di lokasi lain;
laporan hasil penelitian tentang masalah lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya.
Diskusi tentang karakteristik kegiatan proyek dilakukan dengan para pakar, misalnya mengenai
cara pelaksanaan pekerjaan konstruksi, bahan bangunan yang akan digunakan, lokasi quarry,
jumlah tenaga kerja, jenis limbah dsb.
Peninjauan lapangan perlu dilakukan untuk pengamatan secara umum terhadap kondisi bentang
alam, perairan umum, kondisi biologi, dan sosial-ekonomi di lokasi proyek (sepanjang alinyemen
rencana pembangunan jalan) dan sekitarnya
Langkah ketiga, pemusatan dampak penting bertujuan untuk mengelompokkan atau
mengorganisir dampak-dampak besar dan penting yang telah dirumuskan pada tahap
sebelumnya, agar diperoleh gambaran yang utuh dan lengkap. Seluruh dampak besar dan
penting dikelompokkan menjadi beberapa kelompok menurut tingkat keterkaitannya satu sama
lain, dan disusun berdasarkan tahapan kegiatan proyek (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
kontruksi).
Dampak-dampak besar dan penting yang telah terkelompok inilah yang merupakan isu pokok
yang harus ditelaah secara mendalam dalam proses ANDAL.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
6
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 1
Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jalan
Komponen Kegiatan
No
Komponen Lingkungan
Pra-konstruksi
1
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Fisik Kimia
Iklim
Kualitas Udara
Kebisingan
Fisiografi
Hidrologi
Kualitas Air
Penggunaan Lahan
B.
1.
2.
Biologi
Flora Darat
Biota Akuatik
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sosial
Kependudukan
Kegiatan Ekonomi
Sosial Budaya
Persepsi Masyarakat
Keresahan Sosial
Kesehatan Masyarakat
Prasarana dan Sarana
Lalu Lintas
2
3
Konstruksi
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Pasca
Konstruksi
1
2
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Keterangan Komponen Kegiatan :
Kegiatan Pra Konstruksi :
1. Survai & Pengukuran
2. Inventarisasi Kebutuhan
Lahan
3. Sosialisasi
4. Pembayaran ganti rugi
Kegiatan Konstruksi:
1.
2.
3.
4.
Mobilisasi Tenaga Kerja
Pembersihan lahan
Pekerjaan Tanah
Konstruksi badan jalan dan
perkerasan
5. Pengangkutan tanah dan
bahan bangunan
6. Pembuatan dan
pengoperasian Base Camp
7. Pengelolaan Quarry
8. PemancanganTiang Jembatan
9. Pembuangan sisa bahan
bangunan
10.Penghijauan/Pertamanan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Kegiatan Pasca Konstruksi :
1. Pengoperasian jalan
2. Pemeliharaan jalan
7
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 2
Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jembatan
Komponen Kegiatan
No
Komponen Lingkungan
Pra-konstruksi
1
A.
1.
2.
3.
4.
5.
Fisik Kimia
Kualitas Udara
Kebisingan
Morfologi & Hidrolis sungai
Ruang dan Lahan
Kualitas Air
B.
1.
2.
Biologi
Flora Darat
Biota Akuatik
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sosial
Kependudukan
Kegiatan Ekonomi
Sosial Budaya
Persepsi Masyarakat
Keresahan Sosial
Kesehatan Masyarakat
Prasarana dan Sarana
Lalu Lintas
2
3
Konstruksi
4
1
2
3
4
5
6
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
7
8
9
10
X
X
X
Pasca
Konstruksi
1
2
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Keterangan Komponen Kegiatan :
Kegiatan Pra Konstruksi :
Kegiatan Konstruksi:
Kegiatan Pasca Konstruksi :
1. Survai & Pengukuran
2. Inventarisasi Kebutuhan
Lahan
3. Sosialisasi
4. Pembayaran ganti rugi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1. Pengoperasian jembatan
2. Pemeliharaan jembatan
Mobilisasi Alat Berat
Mobilisasi Tenaga Kerja
Pengangkutan Material
Pekerjaan Bangunan Bawah
Pekerjaan Bangunan Atas
Pekerjaan Perkerasan
Pekerjaan fasisiltas jembatan
dan jalan
8. Proteksi dasar sungai dan
tanggul
9. Pembuangan sisa bahan
bangunan
10.Penghijauan/Pertamanan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
8
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 2
Contoh Bagan Alir Dampak Pembangunan Jalan
Pada Tahap Konstruksi
Peningkatan
Kegiatan Ekonomi
Perubahan
Penggunaan
Lahan
Pencemaran
Udara
Pengoperasian
Jalan
Peningkatan
Kebisingan
Gangguan
Kesehatan
Masyarakat
Kecelakaan
Lalu Lintas
Pencemaran
Udara
Pemeliharaan
Jalan
Peningkatan
Kebisingan
Gangguan
Lalu Lintas
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
9
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kotak 1
Contoh Daerah / Areal Sensitif
 Daerah pemukiman, industri/komersial sensitif terhadap pembebasan
tanah;
 Areal berlereng curam sensitif terrhadap kegiatan galian/ timbunan
tanah (erosi/longsor);
 Rumah sakit dan sekolah sensitif terhadap kebisingan;
 Bangunan peninggalan sejarah sensitif terhadap getaran.
E.6.3
Pelingkupan Wilayah Studi
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi ANDAL sesuai
dengan hasil pelingkupan isu pokok lingkungan dengan memperhatikan keterbatasan sumber
daya, waktu dan tenaga serta pendapat dan tanggapan masyarakat yang berkepentingan (hasil
konsultasi masyarakat).
Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai
berikut:
a) Batas Proyek
Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan pra-konstruksi, kontruksi dan operasi jalan
akan berlangsung. Dengan demikian batas proyek mencakup areal sepanjang alinyemen ruas
jalan yang akan dibangun dan selebar DAMIJA.
b) Batas Ekologis
Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak akibat kegiatan pembangunan jalan baik yang
berlangsung di dalam batas proyek maupun di luar batas proyek seperti kegiatan quarry dan
pengangkutan material. Di dalam batas ekologis ini, proses alami diperkirakan akan mengalami
perubahan yang mendasar. Sebagai contoh, batas ekologis sehubungan dampak kebisingan dan
pencemaran udara akibat lalu lintas kendaraan bermotor pada tahap operasi diperkirakan meliputi
areal sepanjang ruas jalan dengan lebar kurang lebih 100m ke kiri dan ke kanan as jalan,
tergantung dari volume lalu lintas kendaraan bermotor.
c) Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan proyek yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah
mapan sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar. Batas sosial ini mungkin mencakup areal permukiman,
kawasan industri atau daerah komersial yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
jalan baik pada tahap pra-konstruksi, kontruksi maupun operasi.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
10
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
d) Batas Adminsitratif
Batas adminsitratif adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa menjalankan kegiatan
sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di
ruang tersebut. Karena batas proyek jalan cukup sempit, maka batas adminsitratif ini cukup
meliputi wilayah kelurahan atau kecamatan yang dilewati ruas jalan yang akan dibangun
Batasan ruang lingkup wilayah studi ANDAL merupakan kesatuan dari keempat wilayah tersebut
diatas, dengan memperhatikan keterbatasan dana, waktu dan tenaga serta metode studi yang
tersedia.
E.6.4
Kedalaman Studi
Tingkat kedalaman studi ANDAL antara lain mencakup metode yang digunakan, jumlah sampel
yang diukur dan tenaga ahli yang diperlukan sesuai dengan dana dan waktu yang bersedia.
Metode yang digunakan meliputi metode pengumpulan data, perkiraan dampak besar dan penting
dan evaluasi data dampak besar dan penting.
Jenis tenaga ahli yang diperlukan tergantung dari isu pokok lingkungan. Sebagai contoh:
• Untuk menganalisis dampak terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan tenaga ahli
kesehatan masyarakat;
• Untuk menganalisis dampak terhadap badan air baik kuantitas atau kualitasnya, diperlukan
tenaga ahli hidrologi;
• Untuk menganalisis dampak terhadap kawasan hutan lindung, diperlukan tenaga ahli
kehutanan.
E.7
Penyusunan Konsep KA – ANDAL
E.7.1
Sistematika dokumen KA – ANDAL
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Ruang Lingkup Studi;
Bab 3 : Metode Studi;
Bab 4 : Pelaksanaan Studi;
Bab 5 : Daftar Pustaka;
Bab 6 : Lampiran.
Sistematika dokumen selengkapnya tercantum pada Kotak 2.
Sistematika seperti tercantum dalam Kotak 2 merupakan kerangka materi (Daftar Isi) secara garis
besar. Bila perlu, pada tiap Bab dapat ditambahkan Sub-bab tertentu dan rinciannya sesuai
kebutuhan. Misalnya Bab 2 (Ruang Lingkupan Studi) diawali dengan Sub – bab Gambaran Umum
Rencana Kegiatan.
Materi pokok Kerangka Acuan ANDAL meliputi lingkup kegiatan studi serta petunjuk cara
pelaksanaannya serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tim Studi.
Penjelasan mengenai materi tiap Bab dan Sub-bab diuraikan secara rinci pada sub pasal D.7.2 di
bawah ini.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
11
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
E.7.2
Rincian Materi dokumen
E.7.2.1 Pendahuluan
Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari tiga Sub - bab yaitu Latar Belakang, Peraturan
Perundang-undangan, dan Tujuan dan Kegunaan Studi.
a) Latar Belakang
Pada bagian ini harus dikemukakan uraian singkat mengenai rencana kegiatan proyek jalan yang
akan dilaksanakan (diusulkan), antara lain meliputi:
(1). Lokasi rencana kegiatan proyek;
(2) Maksud, tujuan dan manfaat proyek;
(3) Uraian kronologis tentang persiapan proyek yang telah dilaksanakan oleh pemrakarsa;
(4) Status proyek saat ini;
(5) Alasan mengapa diperlukan studi ANDAL.
Kotak 2
Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Peraturan Perundang-undangan
1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi
BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI
2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah
2.3 Isu-isu Pokok
2.4 Batas Wilayah Studi
2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain
BAB 3 : METODE STUDI
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting
3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting
BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI
4.1 Pemrakarsa
4.2 Tim Pelaksana Studi
4.3 Jadual Pelaksanaan Studi
4.4 Biaya Studi
4.5 Pelaporan
BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA
BAB 6 : LAMPIRAN
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
12
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
E.7.2.2 Peraturan Perundang-undangan
Pada Sub-bab ini harus dicantumkan secara rinci landasan hukum atau peraturan perundangundangan yang melandasi atau berkaitan dengan rencana kegiatan, rona lingkungan yang
terkena dampak dan isu-isu pokok, yang harus diperhatikan oleh pelaksana studi ANDAL, antara
lain seperti tercantum pada Kotak 3
Rincian peraturan perundang-undangan tersebut harus disusun menurut hirarkhi dan tahun
penerbitannya.
Untuk proyek tertentu mungkin perlu ditambahkan peraturan lain yang berkaitan dengan proyek
tersebut. Misalnya untuk proyek jalan yang melintasi kawasan hutan, perlu diperhatikan antara
lain
•
•
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;
Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan.
E.7.2.3 Tujuan dan Kegunaan Studi
Pada bagian ini dijelaskan tujuan dan kegunaan studi ANDAL. Rumusan tentang Tujuan dan
Kegunaan Studi ANDAL ini telah baku yaitu seperti contoh tercantum pada Kotak 4.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
13
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kotak 3
Contoh Landasan Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Studi ANDAL Poyek Jalan
1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
2) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
4) Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
5) Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
7) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
8) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
9) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
10) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
11) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
12) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis
AMDALProyek Bidang Pekerjaan Umum.
13) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
16) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
17) Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan AMDAL Proyek Jalan.
18) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
19) Keputusan Kepala Bapedal No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Penting.
20) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya.
E.7.2.4 Ruang Lingkup Studi
Bab ini terdiri dari 5 sub-bab yaitu:
• R encana kegiatan yang akan ditelaah;
• R ona lingkungan hidup aw al;
• Isu-isu pokok;
• B atas w ilayah studi;
• K eterkaitan dengan kegiatan lain.
a) Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
Uraikan secara singkat gambaran umum rencana kegiatan proyek antara lain mengenai :
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
14
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
N am a dan nom or ruas jalan;
Jenis program (pembangunan / peningkatan);
Lokasi proyek;
F ungsi jalan (arteri / kolektor / lokal);
Status jalan (jalan nasional, propinsi, kabupaten / kotamadya, tol);
P anjang ruas jalan;
Lebar jalan (Damija, perkerasan);
Jenis perkerasan;
V olum e lalu lintas sebelum dan setelah proyek dilaksanakan;
Luas areal yang perlu diadakan (dibebaskan);
G am baran um um m engenai kondisi lahan sepanjang alinyem en jalan;
Jadual pekerjaan konstruksi;
S tatus proyek saat ini.
Uraian tersebut di atas bila perlu dapat diringkas dalam bentuk tabel.
Kotak 4
Contoh Rumusan Sub bab 1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi
1.3.1 Tujuan Studi Analisis Dampak Lingkungan
Tujuan studi ANDAL ini adalah untuk :
a) Mengidentifikasi komponen-komponen rencana kegiatan proyek pembangunan yang
diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
sekitarnya;
b) Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak
besar dan penting;
c) Memprediksi besaran dampak lingkungan dan mengevaluasi tingkat pentingnya dampak
tersebut berdasarkan kriteria yang berlaku;
d) Merumuskan saran tindak lanjut yang dapat dilaksanakan oleh pemrakarsa atau instansi
lain yang terkait untuk mengurangi dampak negatif dan atau meningkatkan dampak
positif.
1.3.2 Kegunaan Studi Analisis Dampak Lingkungan
Hasil Studi ANDAL ini diharapkan dapat digunakan untuk :
a) Membantu proses pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif rencana kegiatan
yang layak dari segi lingkungan hidup, teknis dan ekonomis;
b) Memberikan masukan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dalam
penyusunan desain rinci kegiatan pembangunan jalan;
c) Memberikan arahan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pembangunan / peningkatan jalan
… … … … … … (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
15
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
d)
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan.pembangunan
/peningkatan jalan … … … … … … … (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)
e) Bahan pertimbangan dan kebijaksanaan bagi perencana pembangunan wilayah
Komponen kegiatan yang diperkirakan merupakan sumber dampak, yang harus ditelaah oleh
konsultan, dirinci mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi seperti contoh
berikut:
(1). Tahap Pra - Konsruksi
Komponen kegiatan yang harus ditelaah pada tahap ini adalah pengadaan tanah. Konsultan
penyusun ANDAL harus merinci berapa luas areal yang perlu diadakan dan bagaimana status
pemilikan dan penggunaannya saat ini.
(2) Tahap Konstruksi
• M obilisasi T enaga K erja
Konsultan harus memperkirakan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya yang diperlukan. Perlu
dijelaskan juga apakah kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi oleh tanaga lokal atau
perlu didatangkan dari luar.
• P engangkutan B ahan B angunan
Bahan bangunan yang akan digunakan seperti batu, pasir, koral, aspal dsb perlu dirinci
jumlahnya, dan dijelaskan dari mana bahan bangunan tersebut akan didatangkan termasuk
jenis alat angkutannya.
• P ekerjaan T anah
Kegiatan pekerjaan tanah perlu diuraikan secara rinci antara lain :
• volum e galian / tim bunan tanah;
• lokasi pengam bilan tanah untuk tim bunan;
• lokasi pem buangan tanah galian yang tidak terpakai;
• kedalam an galian atau ketinggian tim bunan;
• peralatan yang digunakan.
(3) Tahap Pasca Konstruksi
Agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor yang akan terjadi setelah jalan
mulai dioperasikan (digunakan).
b) Komponen Lingkungan yang harus Ditelaah
Komponen linggkungan yang harus ditelaah meliputi :
• K om ponen lingkungan yang diperkirakan terkena dam pak, dan
• K om ponen lingkungan yang dapat m em pengaruhi proyek.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
16
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Uraikan secara singkat komponen-komponen lingkungan yang harus ditelaah oleh konsultan,
sesuai dengan isu lingkungan yang harus dianalisis, dengan pengelompokan sebagai berikut :
• K om ponen lingkungan geofisik - kimia;
• K om ponen kingkungan biologi;
• K om ponen lingkungan sosial - ekonomi - budaya;
• K om ponen prasarana dan sarana um um
c) Isu-isu Pokok
Agar studi ANDAL terfokus pada isu-isu pokok lingkungan, yang bersifat “site specific”, penentuan
isu pokok tersebut harus didasarkan atas hasil pelingkupan dampak penting sesuai dengan
karakteristik kegiatan proyek yang bersangkutan dan kondisi lingkungan setempat.
Contoh :
(1) K ebisingan akibat pengoperasian kendaraan berm otor cukup “significant” kalau volum e lalu
lintas > 5000 kendaraan / hari atau > 500 kendaraan / jam.
(2) Dampak kebisingan cukup penting kalau di kiri - kanan jalan terdapat pemukiman padat
terutama kalau ada tempat yang sensitif seperti sekolah atau rumah sakit.
Isu-isu pokok tersebut disusun menurut tahapan kegiatan proyek, seperti contoh berikut :
(1). Tahap Pra-konstruksi
Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak berupa konflik kepentingan
dengan penduduk pemilik / pemakai tanah tersebut.
(2). Tahap Konstruksi
Pekerjaan tanah (galian / timbunan) mengakibatkan perubahan bentang alam dan stabilitas
ereng sehingga terjadi erosi, longsor, dan sedimentasi pada badan air setempat.
(3). Tahap Pasca Konstruksi
Pengoperasian jalan baru dapat menimbulkan dampak berupa perubahan penggunaan lahan
yang tidak terkendali di kiri – kanan jalan tersebut.
Untuk proyek jalan tertentu, mungkin saja isu pokoknya hanya dampak sosial akibat kegiatan
pengadaan tanah. Komponen-komponen kegiatan lainnya tidak menimbulkan dampak besar dan
penting. Dalam kasus seperti ini lingkup Studi ANDAL dibatasi dan difokuskan hanya pada
pengkajian dampak sosial tersebut.
d) Batas Wilayah Studi
Wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut :
(1) Batas Proyek : Meliputi areal yang digunakan langsung untuk pembangunan/ peningkatan
jalan yaitu sepanjang ruas jalan dan selebar Damija jalan tersebut;
(2) Batas Ekologis : Meliputi areal yang diperkirakan akan terkena persebaran dampak di kedua
sisi kiri dan kanan Damija, jalur pengangkutan material serta lokasi base camp dan quarry;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
17
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(3) Batas Sosial : Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang
sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan pembangunan jalan.
(4) Batas Administratif : Meliputi wilayah kecamatan dimana ruas jalan tersebut berada.
Batasan ruang lingkup wilayah studi merupakan rangkuman dari keempat batas tersebut di atas
dengan memperhatikan keterbatasan sumber dana, waktu dan tenaga ahli yang dapat disediakan
oleh pemrakarsa.
Batas-batas tersebut di atas harus ditetapkan dengan jelas pada peta dengan skala yang
memadai.
e) Keterkaitan dengan Kegiatan Lain
Sebutkan kegiatan lain yang ada disekitar lokasi rencana kegiatan yang dapat terpengaruh atau
mempengaruhi rencana kegiatan.
E.7.2.5 Metode Studi
Pada bagian ini harus ditetapkan metode yang harus digunakan oleh konsultan penyusun ANDAL,
antara lain meliputi :
a) Metode pengumpulan data;
b) Metode prakiraan dampak besar dan penting;
c) Metode evaluasi dampak besar dan penting.
Metode pengumpulan data mencakup tata cara pengumpulan data yang diperlukan untuk analisis,
baik berupa data primer maupun data sekunder yang sahih dan dapat dipercaya. Untuk
pengumpulan data primer, agar ditentukan jenis data dan lokasi pengambilan data tersebut.
Untuk pengumpulan data sekunder, agar ditentukan jenis data dan sumber data yang
bersangkutan.
Penetapan metode pengumpulan data tertentu dapat mengacu pada metode yang telah baku atau
telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Sebagai contoh untuk pengukuran, perhitungan
dan evaluasi tingkat kebisingan lingkungan agar mengacu pada Lampiran II Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/II/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Metode analisis dan penyajian data mencakup uraian mengenai tata cara analisis data baik
secara kuantitatif maupun kualitatif serta penyajiannya dalam bentuk tabel, grafik, gambar atau
deskriptif.
Metode prakiraan dampak mencukup uraian tentang tata cara pendugaan besarnya dampak
(perubahan kualitas lingkungan) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hal ini dianjurkan
agar dipakai metode formal berdasarkan perhitungan matematik atau secara informal
berdasarkan pendekatan analogi atau penilaian para ahli (professional judgement). Untuk
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
18
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
memprakirakan tingkat kepentingan dampak agar mengacu kepada 7 (tujuh) kriteria seperti
tercantum dalam Keputusan Ketua Bapedal No. Kep-056/1994.
Metode evaluasi dampak mencakup tata cara penentuan dan evaluasi dampak besar dan penting
yang harus dilakukan secara holistik (antara lain metode matrik, bagan alir, overlay) untuk
digunakan sebagai:
a) dasar untuk menelaah kelayakan lingkungan hidup dari berbagai alternatif kegiatan proyek.
b) identifikasi dan perumusan arah pengelolaan dampak besar dan penting lingkungan hidup yang
ditimbulkan.
E.7.2.6 Pelaksanaan Studi
Bab ini menjelaskan tentang :
• P em rakarsa
• P enyusun studi A M D A L
• W aktu studi
• B iaya studi
• P elaporan
a) Pemrakarsa
Pada bagian ini dicantumkan nama dan alamat lengkap instansi pemrakarsa rencana kegiatan,
serta nama dan alamat lengkap penganggung jawab pelaksana rencana kegiatan tersebut.
b) Tim Pelaksana Studi
Tentukan jumlah tenaga ahli dan bidang keahlian serta persyaratan kualifikasinya yang diperlukan
untuk pelaksanaan studi ini, sesuai dengan isu pokok lingkungan yang harus ditelaah dan ruang
lingkup studi.
Tim pelaksana studi terdiri dari ketua dan anggota, dengan kriteria sebagai berikut :
• Ketua Tim Studi harus seorang ahli Tehnik Jalan Raya dan menpunyai sertifikat AMDAL
Penyusunan. Pengalaman di bidangnya minimal 8 tahun dan dalam penyusunan ANDAL
minimal 2 tahun;
• Anggota Tim Studi terdiri dari tenaga ahli yang harus sesuai dengan bidang studi yang
ditelaah, berpengalaman di bidangnya minimal 4 tahun, dalam penyusunan AMDAL minimal 2
tahun dan diutamakan mempunyai sertifikat ANDAL Dasar.
Bidang keahlian yang diperlukan antara lain (pilih yang sesuai dengan isu lingkungan yang perlu
dianalisis):
• T eknik Jalan R aya;
• Teknik Lingkungan;
• B iologi;
• S osial-ekonomi;
• S osial-budaya;
• G eoteknik;
• K esehatan M asyarakat;
• Lansekap.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
19
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tentukan uraian tugas tiap tenaga ahli yang diperlukan, secara singkat dan jelas. Contoh :
Ahli Biologi bertugas untuk :
• M engumpulkan data sekunder maupun primer tentang flora dan fauna terutama flora / fauna
langka (dilindungi) di wilayah studi yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek;
• M enduga besarnya dam pak dan m engevaluasi karakteristik dam pak serta m erum uskan saran
penanganan dampak tersebut.
Tentukan juga lamanya penugasan tiap tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan lingkup tugas
masing-masing.
c) Jadual Pelaksanaan Studi
Tentukan jadual waktu pelaksanaan studi yang diperlukan yang meliputi kegiatan - kegiatan
antara lain :
• P ersiapan dan P enijauan Lapangan;
• P engum pulan D ata;
• A nalisa Laboratorium ;
• P engolahan D ata;
• P enyusunan Laporan;
• P em bahasan Laporan di T ingkat P em rakarsa;
• P enyerahan Laporan ke Instansi yang bertanggung jaw ab.
Jadual waktu kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus digambarkan dalam bentuk barchart.
d) Biaya Studi
Sumber biaya untuk pelaksanaan studi harus dijelaskan misalnya dari APBN, APBD atau Bantuan
Luar Negeri, termasuk tahun anggarannya. Pada bagian ini dicantumkan juga perincian
komponen-komponen biaya yang dialokasikan untuk pelaksanaan studi seperti biaya personil
(gaji-upah), peralatan dan material, perjalanan dinas, analisis lanoratorium, dsb.
e) Pelaporan
Pada bab ini agar disebutkan jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh konsultan
kepada pemrakarsa, serta jadual waktu penyerahan laporan tersebut.
Materi serta format mengenai pelaporan ini telah dibakukan seperti tercantum pada Kotak 5.
E.7.2.7 Daftar Pustaka
Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang digunakan untuk penyusunan dokumen ANDAL.
Disamping itu, agar dicantumkan data dan informasi yang tersedia yang dapat digunakan oleh
Tim pelaksana studi, seperti :
a. Laporan Perencanaan Umum;
b. Laporan Pra-Studi Kelayakan;
c. Peta Penggunaan lahan;
d. Laporan - laporan lain yang relevan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
20
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Informasi tentang laporan studi agar mencakup judul laporan, penyusun / penerbit, dan tahun
pembuatan / penerbitannya.
E.7.2.8 Lampiran
Data dan informasi yang perlu dilampirkan antara lain :
a. Peta lokasi proyek secara makro;
b. Peta trase jalan yang akan dibangun / ditingkatkan dengan skala yang memadai;
c. Peta lokasi kegiatan tertentu (bila perlu) misalnya quarry, ruas jalan yang akan dilalui
kendaraan pengangkut material dan sebagainya.
d. Rangkuman hasil konsultasi masyarakat
e. Biodata personil penyusun ANDAL
Untuk kasus tertentu misalnya pembangunan jalan yang melalui kawasan hutan, agar
dilampirkan juga izin prinsip atau dokumen lain dari instansi yang berwenang.
Kotak 5
Contoh Rumusan Sub bab 5.5 Pelaporan
5.5.1 Laporan Pendahuluan
Laporan ini mencakup hasil-hasil studi literatur dan peninjauan lapangan, jadual studi ANDAL,
dan kerangka laporan (daftar isi laporan akhir). Di samping itu agar dikemukakan juga
penjelasan rinci tentang metode dan peralatan yang akan dipakai dalam analisis komponen
lingkungan.
Laporan Pendahuluan diserahkan kepada Pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan
pertama, terhitung sejak tanggal konsultan menerima Surat Perintah Mulai Kerja dari
Pemrakarsa.
5.5.2 Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi uraian singkat tentang kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakan
dan rencana kerja bulan berikutnya.
5.5.3 Konsep Laporan Akhir
Konsep laporan akhir harus memuat seluruh hasil kajian sesuai dengan kerangka laporan
yang telah disetujui oleh pemrakarsa, yang terdiri dari :
- Ringkasan Eksekutif;
- Laporan ANDAL;
- Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);
- Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Laporan tersebut harus dilengkapi dengan data-data penunjang yang terkait. Laporan
diserahkan sebanyak 40 set terdiri dari :
- Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Tim Teknis;
- Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Komisi Penilai ANDAL, setelah diperbaiki
sesuai dengan hasil pembahasan Tim Teknis.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
21
Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5.5.4 Laporan Akhir
Laporan akhir sebanyak 12 (dua belas) set dan harus sudah mencakup koreksi, revisi dan
perbaikan pada konsep laporan akhir, sesuai dengan masukan dari Komisi Pusat AMDAL.
Laporan Akhir harus diserahkan kepada pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan ke
… … … … , terhitung sejak tanggal konsultan m enerim a S urat K eputusan P erintah M ulai K erja
dari pemrakarsa.
E.8
Presentasi dan Perbaikan KA-ANDAL
Kerangka Acuan ANDAL yang telah disusn oleh pemrakarsa harus disampaikan oleh pemrakarsa
kepada instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan
menerima tanda bukti penerimaan dokumen KA-ANDAL dari komisi penilai.
Kerangka Acuan ANDAL tersebut di atas akan dinilai oleh komisi penilai bersama dengan
pemrakarsa untuk menyepakati ruang lingkup kajian ANDAL yang akan dilaksanakan.
Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus
mempresentasikan KA-ANDAL yang telah disusunnya.
Keputusan atas penilaian KA-ANDAL yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan
oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambatlambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya KA-ANDAL
tersebut.
Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu
tersebut di atas (75 hari), maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menyetujui KA-ANDAL
yang dimaksud.
Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa KA-ANDAL yang disusun oleh
pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan
tanggapan / saran dari komisi penilai.
E.9
Penolakan Kerangka Acuan ANDAL
Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan ANDAL rencana kegiatan apabila
rencana lokasi kegiatan tersebut terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan / atau tata ruang kawasan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN
ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN
22
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran F
Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan
F.1
Langkah-langkah Pelaksanaan
Proses penyusunan ANDAL, RKL dan RPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
Survai dan konsultasi masyarakat
Penyusunan konsep ANDAL
Penyusunan konsep RKL
Penyusunan konsep RPL
Presentasi dan perbaikan ANDAL, RKL/RPL
F.2 Survai dan Konsultansi Masyarakat
F.2.1 Survai Rona Lingkungan Awal
Proses utama dari pengumpulan data (komponen geofisik-kimia, biologi, sosial dan
kesehatan masyarakat, serta sarana dan prasarana yang akan terkena dampak) adalah
melakukan survai rona lingkungan awal dengan cara observasi, pengamatan dan
wawancara. Metode pengumpulan data untuk masing-masing komponen/parameter
lingkungan sebagaimana yang diuraikan pada dokumen KA-ANDAL.
F.2.2 Konsultasi Masyarakat
Konsultasi masyarakat disini sebenarnya merupakan dari kegiatan survai, karena
berkaitan dengan proses pengumpulan data dan identifikasi cara penanganan dampak.
Konsultasi dilakukan terhadap instansi pemerintah daerah yang terkait dan masyarakat.
(a). Konsultasi dengan instansi terkait
Konsultasi ini terutama dimaksudkan untuk menampung dan mengakomodir rencana tata
ruang wilayah termasuk tata guna lahan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan kajian
dalam identifikasi dan prakiraan dampak. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini
dapat dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan.
(b). Konsultasi dengan masyarakat
Konsultasi masyarakat terutama dengan penduduk terkena proyek (PTP), dimaksudkan
untuk menampung masukan dalam kaitannya dengan dampak pengadaan lahan serta
kriteria tentang pemilihan rute. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini dapat
dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan.
F.3 Penyusunan Konsep ANDAL
F.3.1. Dokumen ANDAL terdiri dari 9 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Ruang Lingkup Studi;
Bab 3 : Metode Studi;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
1
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Bab 4 : Rencana Kegiatan;
Bab 5 : Rona Lingkungan Awal;
Bab 6 : Prakiraan Dampak Besar dan Penting;
Bab 7 : Evaluasi Dampak Besar dan Penting;
Bab 8 : Daftar Pustaka;
Bab 9 : Lampiran.
F.3.2 Materi Pendahuluan
Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari dua sub-bab yaitu Latar Belakang dan Tujuan
Studi.
1.
Latar Belakang
Uraikan secara singkat latar belakang dilaksanakannya studi ANDAL ditinjau dari:
a)
b)
c)
d)
Tujuan dan kegunaan proyek;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Landasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup;
Kaitan rencana kegiatan dengan dampak besar dan penting (seperti pada KAANDAL).
2. Tujuan studi
a) Tujuan dilaksanakannya studi ANDAL adalah:




b)
Mengidentifikasi rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup
Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena
dampak besar dan penting
Memprakirakan dan mengevaluasi rencana kegiatan yang menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Merumuskan RKL dan RPL
Kegunaan dilaksanakannya studi ANDAL adalah:





Bahan bagi perencana pembangunan wilayah;
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari kegiatan;
Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari kegiatan;
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dari kegiatan;
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan.
F.3.3 Ruang Lingkup Studi
Materi Bab 2 (Ruang Lingkup) terdiri dari dua sub-bab yaitu dampak besar dan penting
yang ditelaah, dan wilayah studi.
1. Dampak Besar dan Penting Yang Ditelaah
a)
b)
Uraian secara singkat mengenai rencana kegiatan penyebab dampak, terutama yang
berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya;
Uraian secara singkat rona lingkungan hidup yang terkena dampak, terutama yang
langsung terkena dampak;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
2
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c)
d)
Uraian secara singkat jenis-jenis kegiatan yang ada di sekitar rencana lokasi beserta
dampak-dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan;
Aspek-aspek yang diteliti dari ketiga hal di atas, mengacu kepada hasil pelingkupan
dalam dokumen KA-ANDAL
Penjelasan-penjelasan tersebut diatas dilengkapi dengan peta yang memadai.
2.
Wilayah Studi
Uraian secara singkat tentang lingkup wilayah studi mengacu pada penetapan wilayah
studi yang digariskan dalam KA-ANDAL, dan hasil pengamatan lapangan. Batas wilayah
studi ANDAL dimaksud digambarkan pada peta dengan skala yang memadai.
F.3.4.
Metode Studi
Materi Bab 3 (Metode Studi) terdiri dari empat sub-bab yaitu metoda pengumpulan dan
analisis data, metoda prakiraan dampak besar dan penting, dan metoda evaluasi dampak
besar dan penting, serta metoda perumusan RKL dan RPL.
1. Metoda Pengumpulan dan Analisis Data
Uraian secara jelas tentang metoda pengumpulan data, metoda analisis atau alat yang
digunakan, serta lokasi pengumpulan data berbagai komponen lingkungan hidup yang
diteliti sebagaimana dimaksud pada 3.3.1 b) di atas. Lokasi pengumpulan data agar
dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai.
2. Metoda Prakiraan Dampak Besar dan Penting
Uraian secara jelas tentang metoda yang digunakan untuk memprakirakan besar dampak
kegiatan dan penentuan sifat dampak terhadap komponen lingkungan hidup yang
dimaksud pada butir 3.3.1 b) di atas. Pergunakan metoda formal dan non formal dalam
memprakirakan besaran dampak dan Keputusan Kepala Bapedal tentang Pedoman
Penentuan Dampak Besar dan Penting untuk memprakirakan tingkat kepentingan dampak.
3. Metoda Evaluasi Dampak Besar dan Penting
Uraian secara singkat tentang metoda evaluasi yang lazim digunakan dalam studi untuk
menelaah dampak besar dan penting kegiatan terhadap lingkungan hidup secara holistik
(seperti matriks, bagan alir, overlay) yang menjadi dasar untuk menelaah kelayakan
lingkungan hidup.
4. Metoda Perumusan RKL dan RPL
Arahan perumusan dan penyusunan RKL dan RPL adalah mengacu kepada Lampiran III
dan IV Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan RKL
dan RPL, yakni :
a) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah
dampak negatif lingkungan hidup melalui pemilihan atas alternatif, tata ruang mikro
letak (adaptasi lokasi alinyemen), dan rancang bangun teknis,
b) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi,
atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul di saat kegiatan beroperasi,
maupun hingga kegiatan berakhir,
c) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positip sehingga
dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
3
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak
positip tersebut,
d) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi
lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumberdaya tidak
dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti sosial ekonomi dan atau ekologis)
sebagai akibat kegiatan.
Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi,
ekonomi dan institusi.
F.3.5 Rencana Kegiatan
F.3.5.1 Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ANDAL
Isi uraian mengenai identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL terdiri dari:
a) Pemrakarsa :


Nama dan alamat lengkap instansi sebagai pemrakarsa kegiatan
Nama dan alamat penanggung jawab pelaksanaan rencana kegiatan
b) Penyusun ANDAL :


Nama dan alamat lengkap perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya;
Nama dan alamat lengakp penanggung jawab penyusun ANDAL
F.3.5.2 Tujuan Rencana Kegiatan
Uraian pernyataan rencana maksud dan tujuan dari kegiatan secara sistematis dan
terarah.
F.3.5.3 Komponen dan Dimensi Kegiatan
Uraian secara rinci mengenai rencana kegiatan proyek jalan, yaitu lokasi dan luas areal
proyek, dan komponen kegiatan proyek.
1. Lokasi dan Luas Areal Proyek
Uraian lokasi keberadaan proyek jalan yang menyebutkan desa, kecamatan,
kabupaten/kota dan provinsi. Berdasarkan rencana panjang dan lebar daerah milik jalan,
sebutkan perkiraan luas areal yang dibutuhkan oleh proyek.
2. Komponen Proyek
Komponen proyek pembangunan jalan terdiri dari jenis rencana kegiatan dan dimensi
kegiatan utama.
2.1. Jenis rencana kegiatan
Jenis-jenis kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak antara lain meliputi:
a) Tahap Prakonstruksi
Jenis kegiatan pada tahap prakonstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah :
 kegiatan penentuan lokasi trase jalan
 kegiatan pengadaan lahan
 pemindahan penduduk
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
4
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b)
Tahap Konstruksi
Jenis kegiatan pada tahap konstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah :
a. Persiapan
 Mobilisasi alat-alat berat
 Mobilisasi tenaga kerja
 Pembuatan base camp/pengoperasian base camp
b. Pelaksanaan








Pembersihan lahan di DAMIJA/pembuatan jalan masuk
Penyiapan tanah dasar
Pekerjaan galian dan timbunan
Pekerjaan perkerasan
Pengangkutan tanah dan material bangunan
Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek)
Pemancangan tiang pancang
Pekerjaan bangunan bawah/atas (jalan layang)
c) Tahap Pasca Konstruksi


Kegiatan pengoperasian jalan
Kegiatan pemeliharaan jalan
2.2. Dimensi Kegiatan Utama
Uraian secara singkat dan jelas dimensi kegiatan utama proyek jalan dan dilengkapi
dengan gambar. Rencana dimensi tersebut antara lain :
 Lebar Damija
 Panjang jalan
 Lebar lajur
 Lebar bahu luar
 Lebar bahu dalam
 Lebar median (untuk dua jalur)
 Kemiringan melintang
 Kemiringan bahu
 Kecepatan rencana
F.3.5.4 Garis besar kegiatan
Uraian secara ringkas tentang status dan jadwal kegiatan serta metode kerja kegiatan
pada setiap tahapan kegiatan

Status dan jadwal kegiatan
Uraian secara jelas status proyek pada saat penyusunan studi ANDAL berlangsung, dan
rencana jadwal kegiatan proyek (dalam bentuk barchart)

Metode kerja
Uraian metoda dan teknik atau langkah-langkah pelaksanaan proyek dari tahap pra
konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi,
Uraian besaran dari setiap langkah pelaksanaan kegiatan proyek yang berpotensi
menimbukan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Melengkapi penjelasan uraian metode kerja kerja tersebut dengan peta (misal lokasi
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
5
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
basecamp, rute angkutan material, peta lokasi galian dan timbunan dll) dan matriks
prakiraan besaran komponen kegiatan (misal jumlah tenaga kerja proyek, jenis peralatan
yang digunakan, volume galian dan timbunan dll).
F.3.6 Rona Lingkungan Awal
Pada bab ini dijelaskan kondisi awal semua komponen lingkungan hidup di wilayah studi
yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting atau mengalami perubahan
mendasar, yaitu komponen geofisik-kimia, biologi, sosial, kesehatan masyarakat dan
komponen sarana prasarana.
F.3.6.1 Komponen Geofisik- Kimia
Komponen geofisik-kimia yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara
lain meliputi :











Kualitas udara dan kebisingan
Topografi
Stabilitas lereng,
Erosi tanah,
Settlement,
Sedimentasi,
Aliran air permukaan,
Kualitas air permukaan,
Aliran air tanah,
Tata guna lahan,
Estetika lingkungan
F.3.6.2 Komponen Biologi
Komponen biologi yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain
meliputi :
 Flora darat
 Fauna darat,
 Biota air.
F.3.6.3 Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Komponen sosial yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain
meliputi :













Kepadatan penduduk,
Mata pencaharian penduduk
Kesempatan kerja,
Pendapatan penduduk,
Pola penggunaan lahan,
Perekonomian lokal,
Aksesibilitas masyarakat
Kekerabatan penduduk,
Keberatan pemilik lahan,
Keresahan masyarakat,
Keamanan dan ketertiban masyarakat
Warisan budaya,
Prevalensi penyakit.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
6
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
F.3.6.4 Komponen Sarana Prasarana
Komponen sarana prasarana yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan,
antara lain meliputi :
 Kondisi jalan,
 Kondisi utilitas,
 Kondisi lalu lintas.
F.3.7 Prakiraan Dampak Besar dan Penting
Pada bab ini hendaknya dimuat :
1) Prakiraan secara cermat dampak kegiatan pada saat prakonstruksi, konstruksi, dan
pasca konstruksi terhadap komponen lingkungan hidup. Telaah ini dilakukan dengan
cara menganalisis perbedaan antara kondisi tanpa proyek dan kondisi dengan proyek
dengan menggunakan metoda prakiraan dampak,
2) Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup yang diperkirakan bagi
masyarakat dan pemerintah di wilayah studi berdasarkan pedoman penentuan
dampak besar dan penting,
3) Mekanisme aliran dampak, yaitu proses terjadinya dampak langsung maupun tidak
langsung berdasarkan kategori sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial,
Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut biologi dan
sosial,
Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial,
Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat saling berantai diantara komponen
sosial itu sendiri.
Kegiatan menimbulkan dampak-dampak penting tersebut di atas yang selanjutnya
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan.
4) Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting, agar digunakan metoda-metoda
formal secara sistematis (lihat pada KA-ANDAL). Penggunaan metoda non formal
hanya dilakukan bila dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-formula
matematis atau hanya dapat didekati dengan metoda non formal.
F.3.8 Evaluasi Dampak Besar dan Penting
Pada bab ini menguraikan mengenai hasil telaahan dampak besar dan penting dari
kegiatan.
F.3.8.1 Telaahan terhadap dampak besar dan penting
a) Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan
mengalami perubahan mendasar. Gunakan metoda evaluasi yang lazim dan sesuai
dengan kaidah metoda evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya,
b) Perimbangan dampak positip dan negatip komponen kegiatan terhadap komponen
lingkungan secara holistik,
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
7
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c) Dampak-dampak besar dan penting yang dihasilkan dari evaluasi sebagai dampakdampak besar dan penting yang harus dikelola.
F.3.8.2 Telaahan sebagai dasar pengelolaan
a) Hubungan sebab akibat antara rencana kegiatan dan rona lingkungan dengan dampak
positip dan negatip yang timbul,
b) Ciri-ciri dampak penting yaitu:
 Berlangsung terus,
 Terdapat hubungan timbal balik yang antagonistis atau sinergis
 Ambang batas akan mulai terlampui sejak kegiatan dimulai dan akan berlangsung
terus atau tidak.
c) Kelompok masyarakat yang terkena dampak dampak negatip maupun dampak positip
dan kesenjangan antara yang diinginan terhadap yang mungkin timbul.
d) Penyebaran atau luasan daerah yang terkena dampak penting yaitu apakah akan
dirasakan secara:
 Lokal
 Regional
 Nasional
 Internasional
e) Alternatif usulan penanganan dampak penting berdasarkan kemampuan mengatasi
dampak negatip dan mengembangkan dampak positip serta pengaruhnya terhadap hasil
evaluasi dampak penting.
f) Hasil analisis bencana atau resiko bila rencana kegiatan berada di daerah bencana dan
atau daerah bencan alam.
F.3.9
Daftar Pustaka
Uraian rujukan data dan pernyataan-pernyataan penting yang harus ditunjang oleh
kepustakaan ilmiah yang mutakhir serta disajikan dalam suatu daftar pustaka dengan
penulisan yang baku.
F.3.10 Lampiran
Bahan-bahan yang dilampirkan:
a) Surat ijin/rekomendasi yang telah diperoleh pemrakarsa sampai dengan saat ANDAL
akan disusun,
b) Surat-surat tanda pengenal, keputusan, kualifikasi, rujukan bagi pelaksana serta
penyusun ANDAL,
c) Foto-foto yang menggambarkan kondisi rona awal lingkungan hidup,
d) Diagram, peta, grafik, serta tabel lain yang belum tercantum dalam dokumen,
e) Bahan-bahan tersebut di atas tidak perlu lagi dilampirkan bila sudah dicantumkan dalam
KA-ANDAL.
F.4 Penyusunan Konsep RKL
F.4.1. Dokumen RKL terdiri dari 5 bab sebagai berikut :
Pernyataan pelaksanaan, suatu pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan
RPL yang ditanda tangani di atas kertas bermeterai.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
8
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Pendekatan Pengelolaan Lingkungan;
Bab 3 : Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Bab 4 : Daftar Pustaka;
Bab 5 : Lampiran.
F.4.2 Materi Pendahuluan
Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari:
a) Pernyataan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan RKL dan RPL secara umum dan
jelas. Pernyataan ini harus dikemukakan secara sistematis, singkat dan jelas.
b) Pernyataan kebijakan lingkungan. Uraian tenatang komitmen pemrakarsa kegiatan
untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya RKL
F.4.3 Materi Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Materi Bab 2 (Pendekatan Pengelolaan Lingkungan) memuat uraian tentang:
Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi,
ekonomi dan institusi.
(a). Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak
besar dan penting lingkungan hidup, seperti :
a) Dalam rangka penanggulangan dampak banjir dan gangguan aksesibilitas, akan
ditempuh cara misal:
 Untuk mengantisipasi adanya banjir, kelonggaran atas kriteria desain saluran air
untuk daya tampung debit yang didasarkan pada curah hujan 50 hingga 100
tahunan di suatu lokasi tertentu,
 Untuk mengantisipasi adanya hambatan aksesibilitas penyeberangan pada trase
jalan tol, dibuat konstruksi jalan penyeberangan dengan kriteria sesuai dengan
kebutuhan dan perencanaan/perkembangan wilayah yang akan menyeberang
jalan tol ini (peruntukan jalan kaki, roda empat /lebih)
b) Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki kerusakan sumberdaya
alam, akan ditempuh cara, misal:
 Membangun terasiring atau penanaman tanaman penutup tanah untuk mencegah
erosi,
 Mereklamasi lahan bekas buangan dengan pengaturan tanah buangan dan
penutupan tanah.
 Dalam rangka meningkatkan dampak positip berupa peningkatan nilai tambah dari
dampak positip yang telah ada, misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari
dampak positip tersebut.
 Teknologi yang akan dipilih adalah teknologi yang telah dikuasai dan materialnya
tersedia.
 Biaya yang dibutuhkan sedapat mungkin bisa terjangkau, serta menghindari
pembiayaan yang berkesinambungan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
9
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(b). Pendekatan Sosial Ekonomi
Pada pendekatan sosial ekonomi ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada
interaksi sosial, misal :
 Melibatkan masyarakat di sekitar rencana kegiatan untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
 Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keahlan dan
ketrampilan yang dimiliki,
 Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milikmpenduduk untuk keperluan kegitan
dengan prinsip saling menguntngkan kedua belah pihak,
 Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar kegiatan sesuai dengan
kemampuan proyek,
 Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna
mencegah timbulnya kecemburuan sosial.
(c). Pendekatan Institusi
Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yanag akan ditempuh dalam rangak
menanggulangi dampak besat dan pennting lingkungan hidup, misal :
 Kerjasama dengan instansi-instansi terkait yang berkepentingan (Dinas
Perhubungan, Dinas Pengairan, PLN (Persero), Dinas Kehutanan, Dinas Tata
Kota dll) dalam pengelolaan lingkungan.
 Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan dari instansi yang
berwenang.
 Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara periodik kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
F.4.4 Materi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Materi Bab 3 (RKL) memuat uraian tentang:
a) Sumber dampak, uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya dampak
besar dan penting,
b) Tolok ukur, jelaskan tolok ukur yang digunakan untuk mengukur komponen lingkungan
hidup yang terkena dampak,
c) Tujuan rencana pengelolaan lingkungan, uraian spesifik tujuan dikelolanya dampak
besar dan penting,
d) Pengelolaan lingkungan, jelaskan upaya pengellaan yang dapat dilakukan melalaui
pendekatan tenologi, sosial ekonomi ataupun institusi,
e) Lokasi pengelolaan lingkungan, jelaskan rencana lokasi pengelolaan lingkungan dan
lengkapi dengan peta,
f) Periode pengelolaan lingkungan, uraikan kapan dan berapa lama kegiatan
pengelolaan dilaksanakan,
g) Pembiayaan, yang merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemrakarsa,
h) Institusi pengelolaan lingkungan hidup, cantumkan institusi atau kelembagaan yang
akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
10
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
F.4.5 Pustaka
Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RKL.
F.4.6 Lampiran
Lampiran tentang :
a) Ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut :
jenis dampak, sumber dampak, tolok ukur, tujuan pengelolaan lingkungan, rencana
pengelolaan, lokasi, periode dan institusi pengelolaan lingkungan
b) Data dan informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL seperti peta-peta
rancangan teknis dll
F.5 Penyusunan Konsep RPL
F.5.1. Dokumen RPL terdiri dari 4 bab sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan;
Bab 2 : Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup;
Bab 3 : Daftar Pustaka;
Bab 4 : Lampiran.
F.5.2 Materi Pendahuluan
Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari:
a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan RPL, baik ditinjau dari
kepentingan pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan maupun untuk
kepentingan umum dalam rangka menunjang program pembangunan,
b) Uraian secara sistematis, singkat, dan jelas tentang tujuan RPL yang akan diupayakan
pemrakarsa sehubungan dengan pengelolaan rencana kegiatan,
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pemantauan lingkungan hidup baik bagi
pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan, maupun bagi masyarakat.
F.5.3 Materi Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Materi Bab 2 (RPL) memuat uraian tentang:
a) Dampak besar dan penting yang dipantau,
Cantumkan secara singkat :
 Jenis komponen atau parameter lingkungan hidup yang dipandang strategis untuk
dipantau,
 Indikator dari komponen dampak besar dan penting yang dipantau, suatu alat
pemantau yang dapat memberikan petunjuk tentang suatu kondisi. Contoh
indikator muka air tanah, adalah penurunan sumur penduduk, dll.
b) Sumber dampak,
Uraian secara singkat sumber penyebab timbulnya dampak besar dan penting:
 Apabila dampak yang timbul sebagai akibat langsung dariu kegiatan, maka
uraikan secara singkat jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya
dampak,
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
11
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Apabila dampak yang timbul sebagai akibat berubahnya komponen lingkungan
hidup lai, maka utarakan secara singkat komponen atau parameter lingkungan
hidup yang merupakan penyebab timbulnya dampak.
c) Parameter lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas tentang parameter lingkungan hidup yang dipantau. Parameter ini
dapat meliputi aspek biologi, kimia, fisika dan aspek sosial ekonomi dan budaya.
d) Tujuan rencana pematauan lingkungan
Uraian secara spesifik tujuan dipantaunya dampak besar dan penting,
e) Metode pemantauan lingkungan
Uraian secara singkat dan jelas metode yang digunakan dalam proses pengumpulan
data berikut jenis peralatan, atau formulir isisan yang digunakan. Selain itu uraiak pula
metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran berikut peralatan
dan rumus yang digunakan dalam proses analisis data. (lihat konsistensi dengan
metode yang digunakan di saat penyusunan ANDAL).
f) Lokasi pemantauan lingkungan
Mencantumkan lokasi pemantauan yang tepat disertai peta berskala yang memadai
dan menunjukkan lokasi pemantauan yang dimaksud.
g) Jangka waktu dan frekuensi pemantauan
Uraian tentang jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut dengan
frekuensinya per satuan waktu.
h) Institusi pemantauan lingkungan hidup
Cantuman institusi atau kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan
berkaitan dengan kegiatan pemantauan lingkungan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Institusi pemantauan tersebut meliputi pelaksana, pengawas, dan institusi
yang dilapori hasil kegiatan pemantauan.
F.5.4 Pustaka
Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RPL.
F.5.5 Lampiran
Lampiran tentang :
a) Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut :
dampak besar dan penting yang dipantau, sumber dampak, tujuan pemantauan
lingkungan, rencana pemantauan (meliputi metoda pengumpulan data, lokasi, metoda
analisis), dan institusi pemantauan lingkungan,
b) Data dan informasi penting untuk dilampirkan karena menunjang isi dokumen RPL.
F.6 Presentasi dan Perbaikan ANDAL dan RKL/RPL
F.6.1 Dokumen ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusun harus disampaikan kepada instansi
yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan menerima tanda
bukti penerimaan dokumen ANDAL dan RKL/RPL dari komisi penilai.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
12
Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
F.6.2 ANDAL dan RKL/RPL tersebut pada butir F.6.1 akan dinilai oleh komisi penilai bersama
dengan pemrakarsa untuk menyepakati kajian ANDAL dan RKL/RPL yang akan
dilaksanakan.
F.6.3 Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus
mempresentasikan ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusunnya.
F.6.4 Keputusan atas penilaian yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan oleh
instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambatlambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya ANDAL dan
RKL/RPL tersebut.
F.6.5 Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka
waktu tersebut pada butir F.6.4, maka instansi yang bertanggung jawab dianggap
menerima ANDAL yang dimaksud.
F.6.6 Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa ANDAL dan RKL/RPL yang
disusun oleh pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya
sesuai dengan tanggapan/saran dari Komisi Penilai.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN
13
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran G
Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan
G.1
Penjelasan Umum
Pelaksanaan kegiatan analisis dampak sosial ini merupakan bagian dari Studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan analisis dampak
lingkungan (ANDAL) pada tahap kelayakan dari siklus pengembangan proyek
Penanggung jawab utama kegiatan analisis dampak sosial adalah Unit Pelaksana Kegiatan
(Proyek) Studi Kelayakan/AMDAL, dan dapat dibantu oleh Tim Penyusun dari luar (Konsultan
atau Lembaga Perguruan Tinggi) dengan melibatkan Ahli Sosiologi, Ahli Sosial Ekonomi, Ahli
Transportasi, Ahli Kesehatan Masyarakat dan Ahli Lingkungan.
Langkah-langkah kegiatan analisis dampak sosial adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
G.2.
Identifikasi dan penetapan parameter sosial.
Survai dan pengumpulan data
Analisa kondisi rona lingkungan sosial.
Perhitungan dan prakiraan besarnya perubahan setiap parameter sosial.
Evaluasi hasil dan perumusan mitigasi dampak.
Identifikasi dan Penetapan Parameter Sosial
Identifikasi dan penetapan parameter sosial meliputi kajian data awal, penetapan batas wilayah
studi, identifikasi komponen rencana kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan
dampak, identifikasi sub komponen sosial yang berpotensi terkena dampak, dan penilaian tingkat
kepentingan parameter.
G.2.1 Kajian Data Awal
Penentuan sub komponen yang dianalisis harus didasarkan pada prakiraan perubahan
yang terjadi terhadap komponen lingkungan sosial yang disebabkan oleh adanya
kegiatan pembangunan jalan. Prakiraan awal ini dapat dilakukan secara analogi ataupun
penetapan tenaga ahli.
G.2.2 Penetapan Batas Wilayah Studi
(a). Penetapan Wilayah Studi
Wilayah studi ditentukan sesuai keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996, yaitu
mempertimbangkan hubungan ekologis langsung (interaksi) antara daerah koridor
proyek dengan daerah di sekitarnya, termasuk akses koridor, quarry ataupun fasilitas
pendukung lainnya.
(b). Pembagian Segmen Wilayah Studi
Pembagian segmen dalam proses identifikasi ini mengikuti prosedur berikut:
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
1
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Wilayah studi diplotkan pada peta koridor dan diberikan batasan yang jelas,
dapat berupa perbedaan warna maupun notasi garis.
 Pada tahap awal, wilayah studi dibagi berdasarkan garis batas administrasi
wilayah kelurahan/desa sebagai segmen.
 Jika dianggap wilayah kelurahan/desa ini masih terlalu besar, maka wilayah ini
dapat dibagi menjadi sub segmen-sub segmen yang lebih kecil (wilayah RW atau
koloni permukiman).
 Melakukan pengamatan terhadap lokasi, setiap segmen dan sub segmen.
 Melakukan wawancara tak terstruktur terhadap para pamong warga setempat
(RT/RW) untuk mendapatkan gambaran parameter sosial yang perlu dianalisis.
 Melakukan uji petik kepada masyarakat setempat untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas.
 Jika ditemukan adanya homogenitas pada segmen yang berdekatan, dilakukan
penggabungan segmen/sub segmen. Jika ditemukan adanya parameter yang
berbeda dan mendasar pada satu segmen, dilakukan pembagian segmen.
(c). Pengertian Batas Wilayah Studi :
 Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan (proyek jalan) akan
melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Ruang kegiatan
proyek ini merupakan sumber dampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam
proyek jalan, batas proyek dimaksud antara lain mencakup: DAMIJA/DAWASJA,
lokasi basecamp, lokasi quarry, dan borrow area (yang dikelola proyek), rute
pengangkutan material.
 Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari kegiatan proyek menurut
media transportasi limbah (air dan udara) dan/atau menurut timbulnya kerusakan
sumber daya atau, dimana proses-proses alami yang berlangsung didalam
ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar.
 Batas sosial adalah ruang di sekitar proyek yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai
tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial) yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat proyek. Batas sosial
dapat menyebar dibeberapa lokasi dan dapat lebih luas dari batas proyek atau
ekologis.
 Batas administratif adalah ruang dimana lembaga-lembaga masyarakat tertentu
mempunyai kewenangan tertentu untuk mengatur/mengelola sumber daya alam
dan lingkungan tertentu berdasarkan peraturan perundangan yang ada. Di dalam
ruang tersebut masyarakat secara leluasa dapat melakukan kegiatan sosial
ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Misalnya batas administrasi pemerintahan daerah, batas kawasan industri,
kawasan pelabuhan/bandar udara.
 Batas wilayah studi adalah merupakan resultante dari batas proyek, batas
ekologis, batas sosial, batas administratif, berdasarkan kendala teknis yang
dihadapi (dana, waktu dan tenaga yang tersedia).
G.2.3 Identifikasi Komponen Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Berpotensi Menimbulkan
Dampak.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
2
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Proses identifikasi dilaksanakan dengan cara kajian deskriptif terhadap seluruh
komponen rencana kegiatan pembangunan jalan berdasarkan tahapan kegiatan dan
kerangka waktunya. Kajian ini dapat dilengkapi dengan peta identifikasi sebaran
ruangnya.
Hasil dari langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut:
(a). Kegiatan proyek, mencakup:
 Jenis rencana kegiatan (pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan yang
ada)
 Lokasi dan luas areal proyek (panjang jalan dan lebar DAMIJA)
 Komponen dan dimensi pekerjaan utama
(b).Tahapan Pelaksanaan Proyek, mencakup:
 Tahap pra konstruksi
 Tahap konstruksi
 Tahap pasca konstruksi
(c). Metode kerja, peralatan dan meterial yang digunakan
(d). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan pada setiap tahap pekerjaan
(e). Lamanya kegiatan (jadwal)
Kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial, antara lain sebagai
berikut:
(a). Tahap pra konstruksi, meliputi:
 Penentuan lokasi trase jalan
 Pengadaan tanah
 Pemindahan penduduk
(b). Tahap konstruksi
b.1. Persiapan konstruksi
 Mobilisasi tenaga kerja
 Pembersihan lahan
 Pembuatan pengalihan jalan sementara
 Pengoperasian base camp
b.2. Pelaksanaan Konstruksi
 Penyiapan tanah dasar
 Pekerjaan tanah (galian dan timbunan)
 Pekerjaan lapis perkerasan
 Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek)
 Pembuatan bangunan pelengkap jalan
 Pengangkutan meterial proyek.
 Pemancangan tiang panjang
 Pekerjaan bangunan jembatan
(c). Tahap pasca konstruksi, meliputi :
 Pengoperasian jalan
 Pemeliharaan jalan
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
3
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
G.2.4 Identifikasi Sub Komponen Sosial yang Berpotensi Terkena Dampak
Sub komponen sosial yang akan dianalisis sebagaimana telah diuraikan pada G.2.1
Metode/alat yang digunakan untuk membantu identifikasi dapat berupa:
(a). Daftar Uji
Daftar uji (checklist) adalah pengidentifikasian dampak yang mungkin terjadi dari proyek
yang dikerjakan terhadap komponen yang dimuat dalam suatu daftar dampak. Daftar uji
dibuat berdasarkan penetapan ahli, tanpa pengumpulan data terlebih dahulu.
(b). Matriks Interaksi
Metode ini mengidentifikasikan interaksi antara penyebab dampak (komponen kegiatan)
dengan komponen lingkungan. Identifikasi dengan matriks interaksi terbatas pada
dampak langsung, bukan pada dampak turunan.
(c). Bagan Alir Dampak
Bagan alir adalah metoda identifikasi dampak yang menggunakan suatu pola aliran
untuk melihat dampak turunan dari tahapan kegiatan pembangunan. Bagan alir pada
pembangunan jalan dimulai dengan membagi tahapan kegiatan menjadi tiga, yaitu:
 Tahapan pra konstruksi
 Tahapan konstruksi
 Tahapan pasca konstruksi
Dampak langsung yang muncul pada masing-masing tahapan kegiatan disebut
perubahan tingkat pertama. Perubahan tingkat pertama diuraikan lagi untuk melihat
perubahan lanjutan yang ditimbulkannya, perubahan ini disebut juga sebagai perubahan
tingkat kedua. Demikian seterusnya hingga ditemukan perubahan tingkat ketiga.
G.2.5 Penilaian Tingkat Kepentingan Parameter
Penilaian tingkat kepentingan parameter, dapat dilakukan dengan cara pembobotan.
Dasar dari pembobotan terhadap kepentingan parameter sosial adalah tingkat
kepentingan dan besarnya perhatian masyarakat terhadap permasalahan yang dihadapi.
Skala bobot kepentingan dimaksud, selanjutnya menjadi dasar dalam pembuatan
kuesioner yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban.
Pelaksanaan penilaian/pembobotan, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni:
(a). Pembobotan oleh Ahli
(b). Pembobotan dengan Studi Kepentingan
Bobot kepentingan parameter sosial (BPPS) didapat dari perhitungan nilai jawaban
pertanyaan pada kuesioner.
Penilaian untuk setiap jawaban dilakukan menggunakan skala bobot kepentingan.
Melalui prinsip penghitungan yang sama, dilakukan penghitungan bobot kepentingan
parameter sosial untuk lokasi observasi.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
4
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
G.3
Survai dan Pengumpulan Data
G.3.1 Kerangka Proses
Proses utama dari pengumpulan data ini adalah melakukan observasi dan wawancara.
Proses ini perlu dipersiapkan secara khusus, karena umumnya dilakukan suatu
wawancara terstruktur yang melibatkan banyak sampel dan wilayah kerja yang luas.
Pemilihan sampel representatif, teknik penelusuran sampel, dan teknik penyusunan
kuesioner perlu mendapatkan perhatian. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang
koridor proyek dan kemungkinan wilayah yang secara langsung terkena proyek, perlu
dilakukan penelusuran tapak.
G.3.2 Pembagian Wilayah Studi
Untuk dapat melakukan sampling dengan baik, maka koridor ruas jalan yang panjang
perlu dibagi dalam beberapa zona lokasi survai.
Cara pembagian wilayah studi menjadi lokasi survai didasarkan pada klasifikasi
perkotaan-perdesaan, batas wilayah administratif, dan keragaman tata guna lahan.
Pembagian sub lokasi ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat homogenitas wilayah
yang paling baik.
Pengelompokan lokasi survai dapat dilakukan apabila diyakini bahwa lokasi tersebut
tipikal dengan lokasi-lokasi yang diwakilinya. Dengan cara tersebut, analisis dan mitigasi
akan dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan mewakili kondisi/kebutuhan populasi
yang ditinjau.
Apabila dipilih cara ini, maka kelompok populasi yang dianggap homogen sekurangkurangnya diwakili oleh 2 lokasi sampel, dengan maksud apabila diperlukan uji
perlakuan, salah satu di antara 2 daerah sampel tersebut dapat dijadikan kontrol.
G.3.3 Kriteria Pemilihan Sampel
Setelah sub lokasi sampling dapat diidentifikasi, jumlah sampel ditentukan. Dalam
penelitian sosial ukuran sampel representatif umumnya tidak ditentukan. Untuk dapat
meyakini representatif tidaknya ukuran sampel, karakteristik populasi harus diakui dan
diyakini bahwa setiap kelompok sampel memang cukup homogen dengan populasinya.
Sampel yang diwawancarai sekurang-kurangnya berusia cukup untuk dapat memahami
pertanyaan, sebagai kepala keluarga atau sebagai ibu rumah tangga.
G.3.4 Prosedur Pelaksanaan Survai
(a). Prosedur Administrasi
Tim akan dibekali surat pengantar oleh pemrakarsa untuk mengurus perijinan ke
instansi-instansi yang berkepentingan. Untuk itu, tim studi perlu mempersiapkan rencana
survai yang disetujui pemrakarsa.
(b). Pekerjaan Pendahuluan
Responden wajib mengetahui gambaran rencana proyek yang akan dilaksanakan di
lokasi tersebut. Karenanya, apabila pemrakarsa proyek belum pernah memberikan
penyuluhan dan temu muka dengan masyarakat di lokasi tersebut, tim berkewajiban
untuk memberikan gambaran proyek kepada responden.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
5
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(c). Pengumpulan Data Sekunder
Data Sekunder menyangkut lokasi survai dapat diambil dari beberapa sumber, antara
lain:
 Monografi Desa
 Data Desa di Kecamatan
 Badan Pusat Statistik Kab/Kota
 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab/kota
 Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Kab/kota
 Dinas Kesehatan Kab/kota
 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab/kota
 Dinas-dinas lain yang berkaitan dengan permasalahan yang teridentifikasi
(d). Inventarisasi Tapak
Unit observasi dalam inventarisasi tapak pada kajian aspek sosial proyek jalan adalah
suatu wilayah memanjang. Penelusuran untuk listing yang disarankan adalah dengan
membagi wilayah secara memanjang dengan kisaran interval 25 s.d. 50 meter. Sel/blok
yang terbentuk akan terbagi pada kiri dan kanan (rencana) jalan. Kemudian setiap sel
disisir secara merata dengan patokan koridor proyek.
(e). Wawancara Tidak Terstruktur
Unit observasi biasanya dipilih berdasarkan strata, seperti kondisi permukiman
permanen, semi-permanen, dan non permanen. Kriteria strata lain yang biasa digunakan
adalah usia responden, atau pun jenis pekerjaan. Pencatatan dan risalah adalah laporan
yang diharapkan dari hasil wawancara tak terstruktur ini. Muatannya berupa data hasil
wawancara, analisis dan kesimpulan yang mengandung parameter dan asumsinya.
(f). Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan dengan bantuan kuesioner. Berkaitan dengan
pelaksanaan metode prediksi/evaluasi dampak lingkungan sosial ini, metode ini
dilakukan untuk mendapatkan bobot kepentingan parameter sosial (BPPS). Wawancara
semacam ini dimaksudkan untuk memudahkan responden menangkap maksud
pertanyaan kuesioner, sehingga tidak terjadi kesalahan jawaban.
(g). Pelaksanaan Uji Tingkat Kepuasan
Evaluasi terhadap nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS) eksisting dilakukan
dengan melakukan survai terhadap tingkat kepuasan masyarakat pada kondisi eksisting.
Hasil uji ini dipergunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya kesalahan pada
data atau pun proses perhitungan DDLS. Uji tingkat kepuasan dilakukan dengan
mengajukan daftar isian kepada responden. Daftar isian memuat parameter yang dinilai
dari setiap sub komponen, dan responden dihadapkan pada pilihan opini.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
6
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
G.3.5 Kritreria Data Sekunder dan Perangkat Survai
(a). Kriteria Data Sekunder
Data sekunder yang dipergunakan dalam Kajian Aspek Sosial disyaratkan untuk
memenuhi beberapa ketentuan berikut :
 Dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau lembaga swasta secara resmi (sah)
 Memuat keterangan waktu up date terakhir
 Metoda pengumpulan datanya dapat ditelusuri.
(b). Kriteria Kuesioner BPPS
Syarat umum kuesioner sosial adalah bahwa pertanyaan jelas, tidak rancu dan
menyediakan jawaban yang dapat dipilih dengan mudah (mewakili aspirasi responden),
serta tidak menggiring responden untuk memilih jawaban tertentu.
Kunci pokok penyusunan kuesioner dampak sosial ini adalah jenis pertanyaan yang
diajukan untuk menilai persepsi masyarakat terhadap proyek. Kuesioner tersebut
memuat data pokok, berupa identitas responden, persepsi tingkat kepentingan
parameter, dan persepsi terhadap kondisi eksisting.
(c). Kriteria Daftar Isian Uji Tingkat Kepuasan
Daftar isian untuk uji tingkat kepuasan responden terhadap kondisi eksisting dapat
diisikan secara langsung oleh pewawancara, atau diserahkan kepada responden untuk
mengisi sendiri. Pada prinsipnya, responden diminta untuk menilai kondisi eksisting,
karena itu daftar isian ini harus secara jelas memberikan tolok ukur penilaian, serta harus
secara mudah dapat dicerna oleh masyarakat awam.
G.4
Analisis Rona Lingkungan dan Prediksi Dampak
G.4.1 Proses Analisis
Metode prediksi dan evaluasi dampak sosial ini secara konsep dikembangkan
berdasarkan Metode Battele yang diintegrasikan dengan konsep Rekayasa Nilai untuk
menghitung kinerja lingkungan yang ditampilkan sebagai Bobot Kepentingan Parameter
Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) Lingkungan. Selanjutnya, kedua nilai tersebut
akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial
(DDLS). Sedangkan dampak yang diindikasikan oleh nilai Besaran Dampak (BD) adalah
faktor pereduksi Daya Dukung Lingkungan.
Penetapan DDLS sebagai indikator prediksi merupakan bagian inti dari konsep
pengembangan metoda prediksi dan evaluasi sosial. Daya Dukung dalam hal ini adalah
nilai akhir dalam perhitungan kinerja lingkungan setelah memperhitungkan berbagai
faktor, seperti identifikasi kebutuhan (BPPS) dan Standar (NRA).
Studi kepentingan menjadi mutlak diperlukan, untuk mengidentifikasi BPPS suatu
wilayah survei untuk mendapatkan nilai daya dukung lingkungan, akan diperlukan Bobot
Kepentingan Parameter Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) lingkungan.
Sasaran akhir dari metoda ini adalah mendapatkan Prioritas Penanganan Dampak yang
dituangkan dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) atau Rencana Pengelolaan
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
7
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lingkungan (RKL). Prioritas penanganan sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa
pertimbangan, antara lain :
 Termasuk kategori dampak penting
 Memiliki simpul (interseksi) terbanyak dengan sub komponen lain
 Berdasarkan perhitungan daya dukung termasuk dalam prioritas (mengalami
penurunan daya dukung terbesar)
G.4.2 Komponen Analisis
(a). Bobot Kepentingan Parameter Sosial (BPPS)
Nilai BPPS dihasilkan dari proses pembobotan parameter. Angka yang memberikan
indikasi besarnya kepentingan populasi terhadap sub komponen lingkungan yang akan
dipengaruhi oleh proyek. Perbedaan angka BPPS menunjukkan perbedaan tingkat
kepentingan secara relatif, dan dapat dipertimbangkan dalam rangking tingkat
kepentingan masyarakat di lokasi tersebut. BPPS dalam metoda prediksi ini merupakan
komponen penting yang akan mempengaruhi besaran daya dukung lingkungan karena
merupakan pembagi komponen rona lingkungan.
(b). Nilai Rona Lingkungan (NR)
Rona ditampilkan dalam bentuk NILAI RONA yang terdiri atas Nilai Rona Awal (NRA)
dan Nilai Rona Prediksi (NRP). Nilai rona sendiri ditentukan berdasarkan hasil
perbandingan kondisi lapangan dengan standar-standar yang berlaku, baik berupa baku
mutu, peraturan daerah ataupun standar-standar internasional.
Nilai Rona Awal merupakan rasio kondisi nyata sub komponen lingkungan dengan
kondisi yang diperhitungkan/dipersyaratkan sebagai standar pada sub komponen yang
sama. Kondisi standar yang dimaksudkan dalam hal ini mengacu kepada ketetapan
pemerintah, baik berupa target ataupun standar (misalnya standar penyediaan sarana
dasar pekerjaan umum).
(c). Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS)
Nilai Daya Dukung Lingkungan adalah koreksi NR (Nilai Rona) oleh BPPS (Bobot
Kepentingan Parameter Sosial). Nilai ini akan menunjukkan besarnya daya dukung
lingkungan terhadap kehidupan sosial masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan
masyarakat terhadap parameterparameter yang diukur. Untuk kepentingan analisis ini,
Daya Dukung Lingkungan dibagi atas beberapa bagian, antara lain :
1. Daya Dukung Lingkungan Sosial Awal (DDLSaw)
Didasarkan atas kondisi/rona pada saat proyek belum dilaksanakan sama sekali.
Kondisi ini adalah kondisi acuan yang dipergunakan dengan anggapan tidak
dilakukan sesuatu terhadap wilayah tersebut (tidak dibangun proyek).
2. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pra Konstruksi (DDLSpk)
Daya Dukung Lingkungan pada saat pekerjaan pra konstruksi dilakukan di daerah
tersebut seperti pengukuran, mobilisasi dan pembebasan lahan.
3. Daya Dukung Lingkungan Sosial Konstruksi (DDLSk)
Perhitungan Daya Dukung ketika masa konstruksi sedang berlangsung, dihitung
berdasarkan kemungkinan terjadinya pada saat konstruksi.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
8
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pasca Konstruksi (DDLSpk)
Perhitungan dan perkiraan Daya Dukung Lingkungan setelah berakhirnya masa
konstruksi atau proyek dioperasikan. DDL dihitung dengan membagi nilai rona
dengan bobot kepentingan parameter sosial (DDLS = NR/BPPS). Perumusan
merupakan konsep rekayasa nilai yang didasarkan atas pertimbangan bahwa
kinerja lingkungan harus memenuhi kebutuhan manusia yang akan
menggunakannya. Jadi, dalam konsep ini lingkungan diasosiasikan sebagai
produk yang sebaiknya dapat mendukung kebutuhan hidup manusia.
(d). Selisih Daya Dukung Lingkungan (SDDL)
Konsep prediksi pada metoda ini adalah melakukan perbandingan antara daya dukung
lingkungan sosial (DDLS) pada saat awal dengan keadaan pada saat pra konstruksi,
konstruksi, dan setelah proyek dioperasikan (pasca konstruksi). Nilai negatif akan
muncul pada Selisih Daya Dukung (SDD) apabila terjadi perubahan pada lingkungan
yang bersifat sebagai dampak, dan akan muncul nilai positif apabila muncul sebagai
manfaat. Jadi : SDD = DDLSprediksi – DDLSaw
(e). Rasio Perubahan Daya Dukung Lingkungan (RDDL)
Besaran dampak yang muncul pada tiap parameter ditafsirkan dari nilai hasil bagi
SDD/DDLSaw. Nilai ini adalah nilai relatif penurunan Daya Dukung Lingkungan (RDDL)
yang bersangkutan dengan parameter yang ditinjau. Pada komponen lain, nilai relatif ini
disebut sebagai intensitas dampak, yang menunjukkan besarnya perubahan yang terjadi
dikaitkan dengan satuan ukuran yang dipergunakan. RDDL = SDD/DDLSaw
G.5
Evaluasi dan Mitigasi Dampak
G.5.1 Pengujian Daya Dukung Lingkungan Eksisting
Evaluasi ini dimaksudkan untuk pengujian terhadap hasil perhitungan daya dukung
lingkungan eksisting (DDLSaw). Pengujian dilakukan melalui uji tingkat kepuasan
dengan dengan mengajukan daftar isian/wawancara kepada responden.
Interpretasi terhadap data primer dilakukan dengan memberikan nilai (skor) pada
jawaban setiap responden. Interpretasi terhadap hasil rata-rata tingkat kepuasan diukur
berdasarkan nilai rata-rata maksimum dan minimum. Karena itu, interprertasi terhadap
hasil perata-rataan akan dilakukan berdasarkan skala ukur.
G.5.2 Evaluasi Dampak
Dalam proses evaluasi ini, terdapat 2 (dua) terminologi kunci, yakni besaran dampak dan
derajat kepentingan dampak. Pada komponen sosial, intensitas dampak sulit diukur
secara langsung. Pada proses analisis, hasil prakiraan besaran dampak terhadap subkomponen terformulasikan dalam wujud rasio penurunan daya dukung (RDDL). RDDL
adalah merupakan produk dari proses perhitungan sederhana. RDDL ini layak
dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan evaluasi besaran dampak sebagai
pengganti intensitas dampak.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
9
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Besaran dampak adalah pernyataan kualitatif dari intensitas dampak untuk memudahkan
identifikasi dampak penting. Besaran ini hanya memberikan penegasan bagi besar
tidaknya dampak terhadap suatu populasi pada sub-komponen yang ditinjau.
Berdasarkan evaluasi terhadap rasio penurunan daya dukung ini, maka besaran dampak
dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori, yakni :
 Dampak dikatakan kecil, apabila perubahan yang terjadi tidak berpengaruh
terhadap daya dukung lingkungan (daya dukung lingkungan prediksi =)
 Dampak tergolong sedang, apabila perubahan (RDDL) yang terjadi dapat
ditolerir oleh lingkungan dan dengan segera dapat diantisipasi oleh lingkungan itu
sendiri.
 Dampak dikatakan besar, apabila lingkungan tidak dapat memberi toleransi
terhadap perubahan (RDDL) dan diperlukan suatu upaya (usaha) perbaikan
terhadapnya.
Selanjutnya untuk menilai (evaluasi) tingkat pentingnya dampak, digunakan Keputusan
Ketua Bappedal No. Kep-056/1994, yakni :
 Jumlah manusia yang terkena dampak
 Luas sebaran dampak
 Lamanya dampak berlangsung
 Intensitas / besaran dampak
 Banyaknya komponen lingkungan terkena dampak
 Sifat kumulatif dampak
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Kriteria evaluasi dampak penting sebagai penjabaran lebih lanjut dari kriteria dasar
tersebut di atas dengan ketentuan bahwa apabila salah satu kriteria dimaksud terpenuhi,
maka suatu dampak tergolong kategori penting. Selanjutnya, apabila terdapat lebih dari
suatu kriteria yang terpenuhi, maka hal tersebut menunjukkan tingkat (skala) prioritas
penanganan dampak.
G.5.3 Penanganan Dampak (Mitigasi)
Mitigasi dampak dalam AMDAL dimaksudkan untuk minimasi dampak yang terjadi pada
komponen lingkungan yang terkena dampak kegiatan, baik pada saat pra-konstruksi,
masa konstruksi, maupun pasca konstruksi. Secara konsep, mitigasi dilakukan dengan
prioritas sebagai berikut :
(a). Mitigasi untuk mencegah dampak
Prioritas ini adalah utama, artinya sedapat mungkin semua dampak yang diperkirakan
dapat dicegah generasinya sehingga tidak dibutuhkan biaya perbaikan (recovery)
(b). Mitigasi untuk meminimasi dampak
Dampak kadangkala tak dapat dihindarkan. Namun dengan penanganan terhadap kasus
yang terjadi dan penyelesaian secara sistematis dampak yang lebih besar dapat
dihindarkan.
(c). Mitigasi untuk perbaikan dampak
Perbaikan pada umumnya dapat dilakukan oleh lingkungan sebagai bagian dari daya
tahan lingkungan terhadap gangguan. Demikian pula dengan populasi. Namun seringkali
terjadi pergeseran kesetimbangan, sehingga kadangkala diperlukan upaya pemaksaan
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
10
Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
untuk mengembalikan kondisi lingkungan kembali seperti semula.
(d). Kompensasi
Kompensasi dilakukan apabila tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan terhadap
komponen lingkungan pada lokasi kegiatan untuk mengembalikan daya dukung
lingkungan kembali seperti semula. Kompensasi umumnya dikaitkan dengan
penggantian kerugian yang timbul baik dengan uang ataupun dengan fasilitas yang
tujuannya memaksa agar daya dukung lingkungan dapat diperbaiki.
Mitigasi dilaksanakan secara teknologi, sistem atau pun penggabungan dari keduanya.
Untuk memilih prioritas mitigasi, sangat perlu untuk meneliti secara akurat derajat
kepentingan dampak intensitas dampak, dan menguraikan kembali dampak penting yang
timbul pada suatu bagan alir dampak untuk mendapatkan simpul-simpul dampak
sekunder atau pun tersier. Dengan demikian, mitigasi akan diprioritaskan pada dampak
yang menuju pada dampak sekunder atau tersier yang sama.
PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN
11
CONTOH MATRIKS UPAYA PENANGANAN DAMPAK SOSIAL DARI KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN
TAHAP
PRAKONSTRUKSI
KEGIATAN YANG
BERPOTENSI MENIMBULKAN
DAMPAK
KOMPONEN
LINGKUNGAN YANG
TERKENA DAMPAK
Penentuan lokasi trase
jalan
Sosial ekonomi
 Keresahan masyarakat
Pengadaan tanah
sosekbud




Pemindahan penduduk
Sosekbud



Mobilisasi tenaga kerja
Sosekbud
PENGELOLAAN
 Konsultasi masyarakat, terutama PTP
Hilangnya mata pencaharian
Keresahan masyarakat (PTP)
Terganggunya fasilitas sosekbud
Gangguan Kantibmas
 Keresahan masyarakat (PTP)

KONSTRUKSI
ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK
PRAKIRAAN DAMPAK
yang akan dipindahkan
Keresahan masyarakat terhadap
lokasi pemindahan
Perubahan/kehilangan mata
pencaharian
Terganggunya pranata sosial
Gangguan Kamtibmas
 Keresahan/kecemburuan sosial








Konsultasi masyarakat, terutama PTP
Pemberian ganti rugi yang memadai
Rehabilitasi fasilitas sosekbud
Memberikan kesempatan kerja pada
tahap konstruksi proyek
Konsultasi masyarakat, terutama
terhadap PTP yang akan terpindahkan
Pemilihan lokasi pemindahan yang
sesuai
Memberikan fasilitas sosekbud dan
kemudahan di lokasi baru.
Pembinaan/rehabilitasi sosial ekonomi
PTP yang terpindahkan
 Pemberian kesempatan kerja di proyek
bagi tenaga kerja lokal
A.Persiapan
Konstruksi
PEMANTAUAN
 Sikap/persepsi masyarakat (PTP)
 Mata pencaharian PTP
 Sikap PTP terhadap nilai ganti rugi
 Realisasi dan fungsi fasilitas
sosekbud
 Tingkat pendapatan PTP
 Sikap / persepsi masyarakat
(PTP) akan yang terpindahkan
 Kesulitan dan hambatan di lokasi
baru
 Mata pencaharian dan
pendapatan PTP di lokasi baru
 Pemenuhan kebutuhan fasilitas
prasarana sosial budaya
 Sikap/ persepsi masyarakat
 Keterlibatan tenaga lokal pada
proyek
Pengoperasian basecamp
Pembersihan lahan serta
pembuatan jalan masuk
Lingkungan
pemukiman penduduk
Sumber daya air dan
kesehatan lingkungan
Sosial budaya
Lingkungan fisikkimia
 Penurunan kualitas udara dan
peningkatan kebisingan
kualitas air dan
kualitas sanitasi lingkungan
 Kecemburuan sosial
 Penurunan
 Penurunan kualitas udara dan
peningkatan kebisingan
 Rusak/terganggunya
umum
utilitas
 Pengaturan pelaksanaan pekerjaan
 Pembatasan jam kerja
 Menampung limbah oli/minyak dan
MCK bergerak
 Pemilihan lokasi yang agak jauh dari




pemukiman
Penyuluhan terhadap pendatang
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan
Penyiraman secara berkala
Pemindahan utilitas umum atau
perbaikan utilitas umum
 Keluhan masyarakat thd kualitas
udara dan kebisingan
 Keluhan masyarakat thd Kualitas
air dan limbah padat
 Sikap penduduk setempat
 Keluhan masyarakat thd kualitas
udara dan kebisingan
masyarakat thd
fungsi utilitas umum
 Sikap/persepsi
TAHAP
B.Pelaksanaan
Konstruksi
KEGIATAN YANG
BERPOTENSI MENIMBULKAN
DAMPAK
Pekerjaan tanah
(galian dan timbunan)
KOMPONEN
LINGKUNGAN YANG
TERKENA DAMPAK
PRAKIRAAN DAMPAK
ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK
Lingkungan fisikkimia
 Meningkatnya pencemaran debu
PENGELOLAAN
dan kebisingan
 Terganggunya
 Pengaturan pelaksanaan pekerjaan
 Penyiraman secara berkala
aliran
air
permukaan
 terganggunya stabilitas lereng
 Pengaturan pelaksanaan dan

galian
 rusak/terganggunya
Pekerjaan lapis
perkerasan
utilitas
sosial ekonomi
umum
 kemacetan lalu lintas
sumber daya air
 terganggunya/terpotongnya
Lingkungan fisik kimia
air
tanah
 penurunan muka air tanah
(sumur penduduk)
 Meningkatnya pencemaran udara
(debu) dan kebisingan









Sosial ekonomi
 Timbulnya kemacetan lalu lintas
- Pengangkutan tanah
dan material
bangunan
Lingkungan fisik
kimia dan sarana/
prasarana
 Meningkatnya pencemaran udara
Pengelolaan quarry
dan borrow area
(yang dikelola proyek)
Lingkungan
pemukiman/peru
mahan/bangunan
umum
 meningkatnya pencemaran udara
(debu) kebisingan
 Kerusakan jalan umum
(debu), kebisingan





pembangunan sistem drainase/goronggorong yang memadai
pemotongan tebing sesuai kemiringan
rencana
perkuatan lereng galian
penyiraman secara berkala
pemindahan utilitas umum
pengaturan lalu lintas dan
pemasangan rambu-rambu lalu lintas
rekayasa menghindari terpotongnya
aliran air tanah
pembuatan bak-bak penampung yang
dapat dimanfaatkan penduduk di outlet
Penyimaran permukaan jalan secara
berkala
Pengaturan kecepatan kendaraan
Pengaturan lalu lintas dan
pemasangan ramburambu lalu lintas
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan
Penyiraman secara berkala
Memperbaiki prasarana jalan yang
rusak
 pengaturan pelaksanaan pekerjaan
 penyiraman secara berkala
PEMANTAUAN
 Keluhan masyarakat thd kualitas
udara dan kebisingan
 Keluhan
masyarakat
genangan air yang timbul
thd.
 Keluhan
thd.
masyarakat
longsoran yang timbul
 Sikap
masyarakat thd fungsi
fasilitas umum
 Sikap masyarakat thd kondisi lalu
lintas
 ketersediaan air tanah bagi
penduduk di outlet
 Keluhan masyarakat thd debu dan
kebisingan
 Keluhan masyarakat thd kondisi
lalu lintas
 Keluhan masyarakat thd kondisi
kualitas udara dan kebisingan
masyarakat thd kondisi
prasarana jalan umum
 Sikap
 Keluhan masyarakat thd kondisi
kualitas udara dan kebisingan
TAHAP
KEGIATAN YANG
BERPOTENSI MENIMBULKAN
DAMPAK
KOMPONEN
LINGKUNGAN YANG
TERKENA DAMPAK
sumber daya
lahan
ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK
PRAKIRAAN DAMPAK
PENGELOLAAN
 erosi lahan/longsoran serta
 perubahan fungsi lahan
PEMANTAUAN
 pelaksanan secara bertahap dengan
memperhatikan kemiringan tebing
 reklamasi lahan bekas galian
 Keamanan

PASCA
KONSTRUKSI
lingkungan dan
bangunan umum
 kerusakan jalan umum
Pemancangan tiang
pancang
Lingkungan fisikkimia
 Timbulnya
volume

 Pengaturan waktu pelaksanaan
 Penggunaan jenis tiang pancang yang

Pekerjaan bangunan
bawah/atas (jalan
layang)
Lingkungan
sarana/prasarana
 Timbulnya kemacaetan lalu lintas
 Pengaturan

Pengoperasian jalan
Fisik – kimia
 Meningkatnya pencemaran udara
 Pembuatan
noise barrier atau
penanaman pohon, tertama yang
berdekatan dengan lokasi pemukiman,
rumah sakit, sekolah, tempat ibadah
pemasangan rambu-rambu lalu lintas
pemasangan pagar pengaman
pembuatan jembatan penyeberangan
menata tata ruang (lansekap) damija
 Keluhan masyarakat thd kondisi
 pembuatan jembatan/terowongan pada
 keluhan masyarakat thd kondisi
kebisingan
 pengaturan
lokasi dan
pengambilan yang tepat
dan
getaran
sesuai
lalu
lintas
dan
pemasangan ramburambu lalu lintas
(debu) dan kebisingan
pemeliharaan jalan
sosial-ekonomi
 meningkatnya kecelakaan lalu
lingkungan dan
sosekbud
kondisi sosekbud
 timbulnya permukiman kumuh
sosial ekonomi
masyarakat
dari
pengaruh kestabilan tanah/tingkat
erosi
Kerugian
masyarakat
dari
perubahan pemanfaatan lahan
Keamanan
masyarakat
dari
pengaruh tingkat erosi dan
stabilitas bangunan di sungai
Keluhan
masyarakat
thd
kebisingan
dan
kerusakan
bangunan milik
Kelancaran lalu lintas
lintas
baru (di bawah jalan layang)
 terganggunya
mobilitas
/
kekerabatan penduduk pada
lokasi yang berseberangan
(khususnya jalan tol)
 meningkatnya kemacetan dan
 kecelakaan lalu lintas




tempat dan fungsi yang sesuai dengan
peruntukkannya (termasuk di masa
mendatang)
 pengaturan lalu lintas
 pengaturan pelaksana pekerjaan
kualitas udara dan kebisinganT
 intensitas kecelakaan
 fungsi lansekap damija
aksesibilitas
 Keluhan masyarakat thd kondisi
arus lalu lintas dan intensitas
kecelakaan
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran H
(Informatif)
Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL
Bidang Jalan
H.1
Dokumen AMDAL
Dokumen AMDAL terdiri dari:
a) Kerangka Acuan (KA) ANDAL;
b) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL);
c) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL); dan
d) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
H.2
Penilaian Kerangka Acuan (KA) ANDAL
H.2.1 Penilaian kelengkapan administrasi
Kelengkapan administasi yang harus dipenuhi, antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
dokumen perizinan yang diperlukan sesuai dengan rencana kegiatan;
Surat keputusan atau dokumen lain yang dipersyaratkan untuk izin lokasi sesuai dengan
peruntukannya;
dokumen pengumuman rencana kegiatan proyek;
rangkuman hasil konsultasi mayarakat;
peta-peta terkait antara lain: peta tata ruang, peta lokasi proyek, peta tata guna lahan, peta
batas wilayah studi, peta geologi, peta topografi, dsb.
daftar keahlian / riwayat hidup (curriculum vitae) para penyusun AMDAL beserta foto copy
sertifikat kursus AMDAL yang pernah diikuti.
H.2.2 Penilaian Isi Dokumen
H.2.2.1 Pendahuluan
Aspek-aspek yang harus dinilai pada bab pendahuluan adalah kelengkapan dan kejelasan
tentang:
a)
Uraian tentang tujuan dan kegunaan rencana pembangunan jalan yang memberikan
gambaran manfaat terhadap pembangunan lokal, regional maupun nasional;
b)
Peraturan perundangan tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan
kegiatan pembangunan jalan, beserta alasan penggunaannya sebagai acuan dalam
penyusunan ANDAL.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
1
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
H.2.2.2 Ruang lingkup studi
Aspek-aspek yang harus dinilai dalam ruang lingkup studi ini adalah kejelasan mengenai:
a)
b)
Komponen rencana kegiatan pembangunan jalan yang harus dikaji, yaitu berbagai jenis
kegiatan yang diperkirakan potensial sebagai sumber dampak, meliputi:
 Tahap pra konstruksi, misalnya pengadaan tanah;
 Tahap konstruksi, misalnya galian dan timbunan tanah;
 Tahap pasca konstruksi, misalnya penggunaan jalan (volume lalu lintas kendaraan
bermotor).
Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak meliputi komponen geofisik-kimia,
biologi dan sosial-ekonomi dan budaya.
c)
Kegiatan lain di sekitarnya dan interaksinya dengan rencana pembangunan jalan yang
diusulkan.
d)
Kerangka konseptual analisis dan isu-isu pokok yang harus dikaji sesuai dengan hasil
pelingkupan yang digambarkan antara lain dalam bentuk diagram alir, matrik, dll.
e)
Batas wilayah studi (spatial) baik batas proyek, batas ekologis, batas sosial maupun batas
administrasi, setelah mempertimbangkan berbagai kendala teknis dan kejelasan waktu
sesuai dengan tahapan kegiatannya
H.2.2.3 Metode studi
Aspek-aspek yang harus dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan tentang:
a)
Metode pengumpulan dan analisis data:
 Data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat beserta alasan-alasannya;
 Data sekunder: jenis dan sumber data.
b)
Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur;
c)
Penggunaan model matematis, analog, profesional judgement untuk prakiraan dampak
penting;
d)
Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting.
H.2.2.4 Pelaksanaan studi
Aspek-aspek yang harus dinilai dalam pelaksanaan studi ini adalah:
a)
Identitas yang jelas mengenai pemrakarsa baik nama dan alamat instansi (proyek atau
bagian proyek) maupun penanggungjawab pelaksanaan rencana pembangunan jalan yang
bersangkutan.
b)
Pemenuhan persyaratan ketua tim studi:
 Memiliki sertifikat AMDAL B atau sederajat;
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
2
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Memiliki keahlian sesuai dengan isu pokok yang harus ditelaah;
 Berpengalaman menyusun AMDAL sekurang-kurangnya 5 (lima) studi;
 Berpengalaman memimpin tim studi.
c)
Pemenuhan persyaratan tim studi:
 Sekurang-kurangnya satu anggota tim memiliki keahlian di bidang rencana
pembangunan jalan;
 Memiliki keahlian yang sesuai dengan isu pokok.
d)
Biaya studi
 Rincian komponen biaya studi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan studi;
 Sumber dana (APBN, APBD, swasta, atau bantuan luar negeri).
e)
Jadwal waktu pelaksanaan studi:
 Kejelasan tentang rencana pelaksanaan studi;
 Kejelasan dan ketepatan alokasi waktu sesuai dengan ruang lingkup studi.
H.2.2.5 Daftar pustaka
Aspek yang perlu diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan
dengan:
a) rencana pembangunan jalan;
b) metode-metode yang digunakan.
H.2.2.6 Lampiran
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan:
a)
b)
c)
H.3
peta lokasi rencana alinyemen jalan dan peta-peta pendukung lainnya seperti peta lokasi
quarry dan jaringan jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan;
daftar biodata tim penyusun AMDAL (bilamana sudah ditentukan personilnya);
hal-hal lain yang dianggap perlu guna mendukung dokumen KA-ANDAL (misalnya kuesioner
untuk survey sosial, hasil konsultasi dengan instansi terkait, keputusan / perizinan tentang
rencana kegiatan proyek dari pemerintah pusat atau daerah, dsb).
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
H.3.1 Penilaian kelengkapan administrasi
Periksalah kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi, yaitu:
a)
b)
c)
Dokumen KA-ANDAL yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggungjawab;
Dokumen ANDAL dilengkapi dengan RKL, RPL, Ringkasan Eksekutif dan Lampiran dalam
jumlah yang telah ditetapkan oleh Komisi Penilai AMDAL;
Persyaratan administrasi kainnya yang ditetapkan oleh Komisi Penilai ANDAL, seperti bukti
telah diterimanya dokumen ANDAL, RKL dan RPL;
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
3
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
H.3.2 Penilaian Isi Dokumen
H.3.2.1 Pendahuluan
Periksalah kejelasan dan kesesuaian tentang aspek-aspek:
a)
Pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi
pelaksanaan studi ANDAL khususnya yang berkaitan dengan prediksi dan evaluasi dampak
penting serta pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, antara lain
menyangkut aspek-aspek:
 pembangunan jalan;
 pertanahan;
 baku mutu lingkungan;
 dll.
b)
Kejelasan pernyataan tujuan dan kegunaan studi ANDAL yang telah dirumuskan dalam KAANDAL.
H.3.2.2 Ruang lingkup studi
Aspek-aspek yang dinilai dalam ruang lingkup studi adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
jenis-jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak penting;
komponen atau parameter lingkungan yang diduga akan mengalami perubahan mendasar
akibat pembangunan jalan;
dampak penting yang ditelaah harus sesuai dan konsisten dengan isu-isu pokok yang telah
ditetapkan dalam KA-ANDAL dan isu lain yang ditemukan selama pelaksanaan studi;
hasil pelingkupan waktu terjadinya dampak (pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca
konstruksi);
wilayah studi yang mengacu pada KA-ANDAL dan hasil pengamatan di lapangan yang
digambarkan secara jelas dalam peta dengan skala memadai.
H.3.2.3 Metode studi
Aspek-aspek yang dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan serta konsistensi
tentang:
a)
Metode tentang pengumpulan dan analisis data:
 data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat yang digunakan beserta alasanalasannya;
 data sekunder: jenis dan sumber data;
b)
Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur
c)
Prediksi dampak penting
Dalam memprediksi setiap komponen lingkungan yang terkena dampak penting akibat
kegiatan proyek, harus jelas metode apa yang digunakan misalnya metode matematis,
analog, atau profesioanal judgement.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
4
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
d)
Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting
Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah metode –metode yang lazim
digunakan dalam studi ANDAL dan harus dapat menggambarkan evaluasi dampak secara
holistik.
e)
Kriteria-kriteria yang digunakan untuk evaluasi beserta alasan penetapannya.
H.3.2.4 Rencana kegiatan pembangunan jalan
Aspek-aspek yang dinilai dalam rencana kegiatan adalah kejelasan dan kelengkapan tentang:
a) Identitas pemrakarsa dan penyusun dokumen;
b) Tujuan serta manfaat dari rencana kegiatan pembangunan jalan;
c) Lokasi rencana kegiatan yang dilengkapi peta-peta, seperti peta tata ruang, alinyemen jalan,
lokasi quarry, rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan, wilayah
studi. Peta-peta tersebut harus disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi;
d) Data teknis jalan yang akan dibangun;
e) Kegiatan lain yang terkait serta interaksinya dengan kegiatan proyek, atau adanya kawasan
yang dilindungi;
f) Jangka waktu pelaksanaan rencana kegiatan (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca
konstruksi);
g) Metode dan teknik pelaksanaan kegiatan serta tenaga kerja, peralatan dan material yang
digunakan seperti:
 Jenis, spesifikasi dan jumlah alat-alat berat yang digunakan;
 Jumlah, kualifikasi dan asal tenaga kerja yang diperlukan pada tahap konstruksi dan
pasca konstruksi;
 Jenis dan jumlah material (bahan bangunan) yang digunakan, serta lokasi
pengambilan, dan sistem pengangkutan serta penyimpanannya;
 Sarana pengendalian dampak baik yang direncanakan terintegrasi dengan kegiatan
maupun yang terpisah.
H.3.2.5 Rona lingkungan awal
Penilaian aspek – aspek rona lingkungan awal meliputi:
a)
b)
c)
Komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek, terutama
di areal-areal yang sensitif terhadap perubahan (fragile area);
Komponen-komponen lingkungan yang mungkin mempengaruhi kegiatan proyek;
Indikator dan / atau parameter lingkungan yang merupakan tolok ukur perubahan kualitas
lingkungan yang mencakup aspek fisik-kimia, biologi dan sosial-ekonomi-budaya serta
kesehatan masyarakat;
Komponen-komponen lingkungan tersebut di atas harus konsisten dengan isu pokok lingkungan
yang harus ditelaah.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
5
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
H.3.2.6 Prakiraan dampak penting
Aspek-aspek yang dinilai dalam prakiraan dampak penting mencakup:
a)
b)
c)
d)
Komponen-komponen lingkungan yang dianalisis dalam prakiraan dampak penting harus
konsisten dengan komponen dan parameter lingkungan yang dinyatakan dalam ruang
lingkup studi.
Besarnya perubahan kualitas lingkungan pada tiap komponen lingkungan yang mungkin
terkena dampak penting; yang ditunjang dengan:
 Rincian perhitungan bila digunakan metode matematis dan/atau empiris;
 Data dasar yang sahih bila digunakan metode analog;
 Alasan dan pertimbangan yang kuat bila digunakan metode profesional judgement.
Penentuan arti pentingnya dampak berdasarkan kriteria penentuan dampak penting yang
berlaku;
Kejelasan tentang proses terjadinya dampak pada berbagai komponen lingkungan yang
dilengkapi dengan bagan alir, yaitu:
(1) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial;
(2) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia kemudian rangkaian dampak lanjutan berturut-turut pada komponen biologi dan
sosial;
(3) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik
kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial;
(4) Dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial itu sendiri;
(5) Dampak penting pada butir (1), (2), (3) dan (4) yang telah diuraikan, selanjutnya
menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan proyek.
Catatan: Untuk komponen atau parameter lingkungan yang perubahannya tidak dapat
diukur secara kuantitatif, seperti pergeseran tata nilai, agar dikaji secara deskriptif analitis,
dan bila mungkin dibuat beberapa skenario masa mendatang yang mungkin terjadi.
H.3.2.7 Evaluasi Dampak penting
Aspek-aspek yang dinilai pada evaluasi dampak penting adalah kejelasan tentang:
a)
b)
c)
Telaahan secara holistik terhadap bebagai komponen lingkungan yang diperkirakan akan
mengalami perubahan sesuai dengan hasil prakiraan dampak besar dan penting;
Kesimpulan hasil telaahan holistik tersebut di atas, yang menjelaskan jenis-jenis dampak
yang harus dikelolala;
Telaahan hubungan kausatif (sebab-akibat) dari berbagai jenis dampak besar dan penting
yang harus dikelola sebagai dasar perumusan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
H.3.2.8 Daftar Pustaka
Aspek yang harus diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan
dengan:
a)
Rencana kegiatan proyek jalan;
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
6
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b)
c)
Kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya;
Metode-metode yang dugunakan.
H.3.2.9 Lampiran
Aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
H.4
Peta lokasi rencana kegiatan proyek;
Daftar biodata tim penyusun AMDAL;
Cara-cara dan hasil perhitungan;
Dasar pertimbangan penetapan kriteria besaran dampak;
Saran, pendapat dan tanggapan masyarakat;
Hak-hal lain yang dipandang perlu untuk menndukung dokumen ANDAL, seperti kuesioner
dan hasil evaluasinya yang merupakan bagian metode pelaksanaan studi.
Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
H.4.1 Lingkup RKL
Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RKL adalah kejelasan dan konsistensi tentang:
a)
b)
c)
d)
e)
Pernyataan melaksanakan RKL dan RPL;
Maksud dan tujuan pengelolaan lingkungan;
Kebijakan pemrakarsa rencana kegiatan pembangunan jalan dalam pengelolaan
lingkungan;
Jenis dampak besar dan penting yang harus dikelola sesuai hasil ANDAL;
Kategori pengelolaan lingkungan yaitu:
 Bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif;
 Betujuan untuk menanggulangi, meminimalisasi atau pengendalian dampak negatif;
 Bertujuan untuk meningkatkan dampak positif;
 Memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan
kompensasi atas sumber daya tidak pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti ekonomi
maupun ekologi) akibat kegiatan proyek.
H.4.2 Pendekatan RKL
Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RKL adalah kejelasan dan relevansi tentang
pendekatan yang digunakan dalam menangani dampak penting, yaitu:
a)
b)
c)
d)
Pendekatan teknologi;
Pendekatan sosial-ekonomi;
Pendekatan institusi;
Pendekatan estetika.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
7
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
H.4.3 Kedalaman RKL
Aspek-aspek yang dinilai pada kedalaman RKL adalah kejelasan tentang bagian-bagian RKL
yang harus dijabarkan:
a)
b)
c)
d)
e)
desain dasar (basic design);
kriteria desain;
syarat-syarat teknis pelaksanaan konstruksi;
syarat-syarat teknis pelaksanaan operasi dan pemeliharaan;
persyaratan lainnya yang diperlukan untuk mencapai sasaran pengelolaan dampak,
misalnya konsultasi masyarakat, rencana pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali (LARAP).
H.4.4 Rencana pelaksanaan RKL
Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RKL adalah kejelasan informasi tentang:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
komponen atau parameter lingkungan yang terkena dampak penting;
sumber dampak;
tolok ukur / parameter dampak;
tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan;
metode dan teknik pengelolaan lingkungan;
lokasi pengelolaan lingkungan;
periode dan jadwal pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
pembiayaan dan sumber biaya;
keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam:
 pelaksanaan RKL
 pengawasan pelaksanaan RKL; dan
 pelaporan.
H.4.5 Daftar pustaka
Aspek yang dinilai adalah kejelasan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan RKL.
H.4.6 Lampiran
Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan data, serta
informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL.
H.5
Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
H.5.1 Lingkup RPL
Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RPL adalah kejelasan tentang:
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
8
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
a)
b)
tujuan dan kegunaan;
komponen lingkungan yang dipantau sesuai dengan RKL.
H.5.2 Pendekatan RPL
Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RPL adalah kejelasaan tentang kerangka dan
landasan pemilihan pendekatan pemantauan misalnya:
a)
b)
Kemitraan dengan instansi lain atau pihak swasta dan masyarakat setempat;
Pembagian pendanaan dengan instansi terkait dan pihak lain.
H.5.3 Rencana pelaksanaan RPL
Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RPL adalah kejelasan informasi tentang:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Komponen atau parameter lingkungan yang dipantau;
Sumber dampak;
Tolok ukur / parameter dampak;
Tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan;
Metode dan teknik pemantauan lingkungan, misalnya:
 pemantauan visual dengan pencatatan;
 pemantauan visual dengan menggunakan alat bantu (kamera, kamera video, dsb);
 pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di tempat (in situ);
 pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di laboratorium;
 inspeksi mendadak;
 wawancara;
 kombinasi teknik-teknik tersebut di atas.
Lokasi pemantauan lingkungan;
Periode/jadwal pelaksanaan (jangka waktu dan frekuensi) pemantauan;
Keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam:
 Pelaksanaan RPL;
 Pengawasan pelaksanaan RPL; dan
 Pelaporan.
H.5.4 Daftar Pustaka
Aspek yang dievaluasi adalah sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan
RPL.
H.5.5 Lampiran
Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pemantauan lingkungan hidup dan data serta
informasi penting yang merujuk dari dokumen RKL.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
9
Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
H.6
Laporan hasil penilaian dan evaluasi
Laporan hasil penilaian dan evaluasi disajikan dengan cara mengisi daftar uji (checklist) seperti
contoh terlampir.
Catatan: Kriteria penilaian dapat dimodifikasi sesuai dengan materi dokumen yang dievaluasi.
PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN
10
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran I
(Informatif)
Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL
Bidang Jalan
I.1
Pendahuluan
I.1.1
Latar belakang
Pada bagian ini dicantumkan nama proyek, tujuan pembangunan / peningkatan jalan, panjang ruas
jalan, lebar rencana damija, serta rencana peningkatannya maupun kondisi yang ada saat ini.
Untuk proyek pembangunan jalan baru, agar dijelaskan apakah tanahnya sudah dibebaskan atau
memerlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya.
Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan apakah rencana kegiatan masih dalam damija
yang ada, atau diperlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya.
Berikan penjelasan mengapa dilakukan studi UKL dan UPL berdasarkan peraturan yang ada, dan
jelaskan pula isu pokok lingkungan yang perlu ditangani, sesuai dengan laporan hasil penyaringan.
I.1.2
Tujuan dan kegunaan UKL dan UPL
I.1.2.1 Tujuan UKL dan UPL
Tujuan UKL adalah sebagai acuan untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak
negatif yang mungkin timbul akibat pembangunan / peningkatan jalan (disebutkan nama ruas jalan
yang bersangkutan) serta mengembangkan dampak positif terhadap lingkungan.
Tujuan UPL adalah untuk memantau hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah
dilaksanakan dalam kegiatan proyek jalan (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan)
dengan cara mencek / mengobservasi perubahan rona lingkungan yang telah terjadi.
Hasil pemantauan tersebut merupakan masukan bagi instansi yang bertanggungjawab atau terkait
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
I.1.2.2 Kegunaan UKL dan UPL
Kegunaan UKL adalah untuk:
 Memberikan petunjuk tentang cara penanganan dampak yang mungkin timbul, sehingga
dampak negatif dapat dicegah atau dikurangi sedini mungkin;
 Memberikan petunjuk kepada pemrakarsa / pengelola proyek dan instansi terkait mengenai
lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam upaya pengelolaan lingkungan;
 Merupakan masukan bagi perencanaan teknis untuk djabarkan lebih lanjut dalam desain dan
spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
1
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kegunaan UPL adalah sebagai arahan untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan UKL yang
telah dilaksanakan
I.1.3
Wilayah UKL dan UPL
Wilayah UKL dan UPL harus ditentukan dengan maksud untuk membatasi dan menunjukkan lokasi
kegiatan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang akan dilaksanakan oleh
pemrakarsa dan atau instansi terkait.
Lokasi kegiatan-kegiatan tersebut diplot pada peta dengan skala yang memadai agar
implementasinya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien pada lokasi yang tepat sesuai
dengan sasaran.
I.2
Rencana Kegiatan Proyek
I.2.1
Deskripsi rencana kegiatan
I.2.1.1 Deskripsi proyek
Bagian ini berisi uraian singkat mengenai data teknis jalan dan jembatan yang akan dibangun /
ditingkatkan, meliputi:










panjang jalan;
lebar jalan (damija)
lebar perkerasan
lebar bahu dan median
jenis lapis perkerasan;
gambar profil melintang dan memanjang;
LHR rata-rata (rencana);
Kecepatan rata-rata (rencana);
Panjang dan lebar jembatan;
Konstruksi jembatan.
I.2.1.2 Fasilitas penunjang jalan
Pada bagian ini dijelaskan fasilitas penunjang jalan yang direncanakan, meliputi:







perlengkapan jalan raya seperti tanda-tanda lalu lintas dan pagar pengaman;
fasilitas penerangan jalan;
pot / bak tanaman;
halte bus;
jembatan penyeberangan
trotoar;
dsb.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
2
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
I.2.1.3 Volume pekerjaan
Pada bagian ini dijelaskan volume pekerjaan secara garis besar seperti pengadaan tanah,
mobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pekerjaan tanah (galian / timbunan), pekerjaan jembatan,
gorong-gorong, perkerasan dll.
I.2.2
Tujuan dan kegunaan rencana kegiatan
Pada bagian ini dijelaskan kembali tujuan dan kegunaan rencana kegiatan pembangunan jalan dan
atau jembatan secara lebih spesifik.
Contoh: Tujuan proyek jalan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas jalan antara kota propinsi
satu dengan yang lain. Adapun kegunaannya adalah untuk memperlancar arus lalu lintas
kendaraan, barang dan jasa serta pengembangan wilayah sekitarnya.
I.2.3
Status rencana kegiatan
Pada bagian ini disebutkan status rencana kegiatan dalam kaitannya dengan tahapan siklus
proyek, misalnya tahap studi kelayakan.
I.2.4
Uraian kegiatan
I. 2.4.1
Tahap pra-konstruksi
Pada bagian ini dikemukakan secara jelas tentang komponen kegiatan pada tahap pra-konstriksi
yang diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, antara lain:
a)
Pengadaan tanah
Agar dijelaskan apakah rencana proyek jalan ini memerlukan pengadaan tanah atau tidak. Apabila
diperlukan pengadaan tanah, agar disebutkan luas tanah yang akan dibebaskan, status
pemilikannya, serta jenis penggunaannya saat ini.
b)
Relokasi fasilitas umum dan penunjang jalan
Agar dujelaskan jenis-jenis prasarana / fasilitas umum seperti jaringan kabel listrik atau telepon,
saluran irigasi, yang perlu direlokasi (bila ada). Jelaskan juga status / kondisinya saat ini dan
rencana relokasinya.
I.2.4.2 Tahap konstruksi
Pada bagian ini dijelaskan secara rinci jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan pada rahap
konstruksi, seperti:
a)
Mobilisasi alat berat
Agar dijelaskan jenis dan jumlah alat berat seperti buldozer, truk, excavator, dll yang
dibutuhkan.
b)
Mobilisasi tenaga kerja (sebutkan kualifikasi, jumlah dan asal tenaga kerja yang diperlukan).
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
3
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c)
Pengangkutan material
Agar dijelaskan jenis dan jumlah material yang akan diangkut seperti pasir, batu, aspal, dsb,
serta rute jalan yang akan dilalui kendaraan proyek. Demikian juga lokasi quarry perlu
dijelaskan dan bagaimana cara pengelolaannya.
d)
Pembuatan dan pengoperasian basecamp
Agar dijelaskan lokasi basecamp dan jaraknya ke pemukiman dan badan air terdekat.
Dijelaskan juga bagaimana cara pennyimpanan naterial seperti bahan bangunan dan bahan
bakar serta pelumas, dan cara pengelolaan limbah.
e)
Pembersihan lahan
Kegiatan ini mencakup pembersihan vegetasi dan juga bangunan dan benda-benda lain yang
terdapat pada tapak kegiatan proyek.
f)
Pekerjaan tanah
Kegiatan ini meliputi pengupasan lapisan atas (striping), serta galian dan timbunan tanah.
Agar disebutkan volumenya serta tempat pembuangan tanah yang tidak terpakai. Apabila
untuk pekerjaan timbunan diperlukan tanah dari tempat lain, agar dijhelaskan lokasi borrow
area-nya dan rute pengangkutannya.
g)
Penyiapan tanah dasar
Kegiatan ini berupa pemadatan tanah. Pada areal yang kondisi tanahnya lunak mungkin
diperlukan penghamparan geotextile.
h)
Pekerjaan lapis dasar
Pekerjaan ini dapat mencakup dua bagian yaitu lapis pondasi bawah (sub base course) dan
lapis pondasi atas (base course). Agar disebutkan berapa volume pekerjaan tersebut dan
bagaimana cara pelaksanaan pekerjaannya.
i)
Pekerjaan lapis permukaan
Pekerjaan ini terdiri dari lapis permukaan bawah dan lapis permukaan atas. Agar disebutkan
volume pekerjaan dan cara pelaksanaannya.
j)
Pekerjaan bangunan pelengkap jalan
Pekerjaan ini meliputi antara lain pembuatan gorong-gorong, drainase, dsb.
k)
Pekerjaan lansekap jalan
Pekerjaan ini mencakup penyiapan lahan, penyiapan bibit tanaman dan penanaman pada
areal tertentu seperti tepi dan median jalan atau bak / pot tanaman.
l)
Pekerjaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan
Pekerjaan ini mencakup pembuatan pondasi, piers, abutement, lantau jembatan serta
bangunan pelengkap jembatan.
m) Pembongkaran jembatan lama (bila perlu, khusus untuk penggantian jembatan)
I.2.4.3 Tahap pasca konstruksi
a)
Pengoperasian jalan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
4
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pada bagian ini agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor setelah jalan
selesai dibangun. Dijelaskan juga perkiraan perkembangannya dalam jangka waktu 5 dan 10
tahun yang akan datang.
b)
I.2.5
Pemeliharaan jalan
Kegiatan ini mencakup perbaikan dan pelapisan ulang jalan, pemeliharaan rambu lalu lintas,
pemeliharaan tanaman pelindung (bila ada).
Jadual pelaksanaan konstruksi
Pada bagian ini dicantumkan rencana jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi mulai dari
persiapan sampai penyelesaian akhir termasuk masa pemeliharaan oleh kontraktor, sebelum
penyerahan pekerjaan.
I.2.6
Keterkaitan dengan kegiatan lain
Pada bagian ini dijelaskan apakah ada kegiatan lain yang berkaitan dengan proyek jalan ini. Jika
ada, agar dijelaskan apakah kegiatan lain tersebut terpengaruh atau mempengaruhi proyek jalan
ini. Jelaskan pula bagiamana rencana kerja / koordinasi dengan kegiatan terkait tersebut.
I.3
Komponen Lingkungan yang terkena dampak
I.3.1
Komponen geofisik kimia
Komponen fisik-kimia yang potensial terkena dampak kegiatan proyek jalan terutama pada tahap
konstruksi dan pasca konstruksi adalah:
a)
Kualitas udara dan kebisingan
Parameter kualitas udara yang harus dikaji adalah carbon monoksida (CO), hidrocarbon (CH),
Nitrogen oksida (NO), serta partikulat debu. Kualitas udara ini akan terpengaruh oleh kegiatan
proyek, terutama bersumber dari emisi kendaraan serta debu yang bersumber dari kegiatan
konstruksi (pekerjaan tanah).
Kebisingan akan meningkat akibat pengoperasian alat-alat berat. Dampak terhadap kualitas
udara dan kebisingan perlu ditangani terutama di daerah pemukiman padat.
Catatan: Kondisi iklim di wilayah studi (terutama tipe iklim dan curah hujan / jumlah hari hujan)
juga perlu diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi aktivitas proyek.
b)
Morfologi
Kondisi morfologi di lokasi proyek dan sekitarnya agar diuraikan secara singkat. Sebagai
contoh, apakah daerahnya merupakan dataran rendah, dataran tinggi, bergelombang,
perbukitan, pegunungan, atau daerah pantai.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
5
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c)
Topografi
Kondisi topografi daerah studi perlu diuraikan secara singkat meliputi ketinggian (elevasi)
daerah setempat serta kemiringan lerengnya.
d)
Tanah
Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat mengenai kondisi tanah meliputi jenis tanah,
serta stabilitas (tingkat erosi / longsor).
e)
Tata guna lahan
Pada bagian ini diuraikan tata guna lahan dan jenis-jenis penggunaan lahan saat ini
sepanjang alinyemen ruas jalan yang akan dibangun dan sekitarnya. Agar dijelaskan juga
apakah terdapat jenis penggunaan lahan yang sangat sensitif terhadap kebisingan dan
pencemaran udara seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadat serta pemukiman padat.
f)
Hidrologi
Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat kondisi badan-badan air setempat seperti
sungai, danau, saluran irigasi, saluran drainase yang mungkin terkena dampak kegiatan
proyek jalan. Agar dijelaskan juga apakah ada daerah rawan banjir.
g)
Lansekap
Agar diuraikan kondisi lansekap alami maupun binaan di sekitar alinyemen jalan yang
mungkin terganggu oleh kegiatan proyek maupun keberadaan jalan. Hal ini mencakup:




I.3.2
Lokasi pemandangan alam yang bernilai tinggi untuk kegiatan pariwisata;
Lokasi bangunan bersejarah dan / atau situs purbakala;
Areal binaan seperti pemukiman, perkantoran, taman, dsb;
Bentang alam yang bersifat khas.
Komponen biologi
Pada bagian ini diuraikan secara singkat jenis-jenis vegetasi yang terdapat di areal tapak proyek
(sepanjang alinyemen jalan) dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak kegiatan pembangunan
jalan. Agar dijelaskan juga apakah terdapat tanaman yang harus dipertahankan atau dipindahkan
(ditanam kembali) untuk keperluan konservasi maupun penataan lansekap.
Agar dijelaskan juga jenis-jenis satwa liar (bila ada) yang mungkin terganggu kehidupannya.
I.3.3
a)
Komponen sosial
Kependudukan
Pada bagian ini diuraikan tentang data penduduk yang bermukim di sepanjang ruas jalan,
terutama penduduk yang akan terkena lahannya sebagian atau seluruhnya serta status hak
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
6
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
tanahnya. Selain itu juga diuraikan secara singkat jumlah dan kepadatan penduduk di daerah
yang akan dilewati rus jalan.
b)
Mata pencaharian dan pendapatan
Pada bagian ini diuraikan tentang mata pencaharian dan tingkat pendapatan penduduk di
sekitar lokasi proyek, terutama penduduk yang akan terkena dampak.
c)
Ketenagakerjaan
Pada bagian ini diuraikan tentang ketersediaan tenaga kerja lokal serta kualifikasinya serta
tingkat pengangguran yang ada di lokasi proyek.
d)
Kesehatan
Pada bagian ini diuraikan tingkat insidensi dan prevalensi penyakit di lokasi proyek terutama
yang berkaitan dengan masalah pencemaran udara seperti ISPA.
e)
Sikap dan persepsi masyarakat
Pada bagian ini diuraikan tentang sikap, persepsi dan saran / harapan masyarakat setempat
(yang berkepentingan) terhadap rencana kegiatan proyek jalan, baik pada saat pembangunan
maupun pengoperasian jalan.
I.3.4
Sarana dan prasarana umum
Pada bagian ini diuraikan tentang keberadaan dan kondisi sarana dan prasarana umum di lokasi
proyek yang mungkin terganggu, antara lain:
 Prasarana jalan yang sudah ada seperti saluran drainase, gorong-gorong, rambu-rambu lalu
lintas, dsb.;
 Sekolah, pasar, pertokoan, sarana ibadah;
 Jaringan listrik, telepon, pipa gas, dsb.
I.3.5
Kondisi lalu lintas
Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan kondisi jalan saat studi, volume lalu lintas
kendaraan bermotor, serta waktu tempuh pengguna jalan. Selain itu juga perlu dijelaskan kondisi
lalu lintas pada rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut alat berat dan bahan bangunan.
Agar dijelaskan juga apakah ada tempat-tempat rawan kecelakaan atau kemacetatn lalu lintas,
dan sebutkan faktor penyebabnya.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
7
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
I.4
Dampak yang diperkirakan akan timbul
I.4.1
Tahap pra-konstruksi
Kegiatan pengadaan tanah diperkirakan dapat menimbulkan dampak sosial berupa keresahan
masyarakat, kehilangan tempat usaha, atau mungkin juga terpaksa harus pindah tempat tinggal
karena lahan tempat tinggalnya terkena proyek.
I.4.2
Tahap konstruksi
Pada tahap konstruksi jenis dampak yang potensial terjadi antara lain:










Gangguan lalu lintas;
Gangguan aliran permukaan;
Penurunan kualitas udara (debu) dan kebisingan;
Gangguan stabilitas tanah (erosi / longsor);
Kecelakaan lalu lintas;
Penurunan populasi vegetasi;
Kerusakan jalan akibat transportasi material;
Penurunan estetika lingkungan;
Gangguan kesehatan masyarakat;
Keresahan masyarakat dan konflik sosial.
I.4.3
Tahap pasca konstruksi
Jenis-jenis dampak yang potensial terjadi pada tahap pasca konstruksi antara lain:




Peningkatan pencemaran udara dan kebisingan;
Kecelakaan lalu lintas;
Gangguan kesehatan masyarakat;
Perubahan tata guna lahan.
I.5
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
I.5.1
Penjelasan umum
Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilaksanakan untuk menangani dampak yang
mungkin terjadi pada setiap kegiatan dengan pendekatan:
 Mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif yang diperkirakan akan timbul;
 Mengembangkan dampak positif untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna proyek.
Sedapat mungkin gunakanlah SOP (standard operation procedure) yang telah baku disesuaikan
dengan kondisi setempat.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
8
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
I.5.2 Sumber dampak
Berikan penjelasan mengenai jenis dan volume kegiatan yang merupakan sumber dampaknya,
misalnya galian tanah 300.000 m3. Cantumkan pula jadwal waktu / periode pelaksanaannnya,
misalnya selama satu bulan.
I.5.3
Jenis dampak
Berikan penjelasan tentang jenis dampak yang akan terjadi, misalnya kerusakan badan jalan,
keresahan masyarakat atau pencemaran udara.
I.5.4
Indikator dampak
Jelaskan indikator dampak yang dapat (mudah) diamati. Misalnya sebagai indikator pencemaran
udara antara lain sebaran debu yang menempel pada tanaman atau atap rumah di pinggir jalan.
Indikator keresahan masyarakat antara lain timbulnya pengaduan atau protes dalam bentuk unjuk
rasa.
I.5.5
Upaya pengelolaan lingkungan
Dalam bagian ini diuraikan upaya pengelolaan yang akan dilaksanakan, meliputi:
a) Cara pengelolaan
Uraikan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan untuk
mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif, dan / atau meningkatkan
dampak positif yang akan terjadi.
b) Lokasi pengelolaan
Tunjukkan (dalam peta) dimana lokasi tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang akan
dilaksanakan. Bila perlu, berikan penjelasan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa,
nama desa dan kecamatan, serta petunjuk lainnya.
c) Waktu pengelolaan
Cantumkan kapan tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan.
d) Pelaksanaan pengelolaan
Sebutkan instansi pelaksana pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab, dan siapa
(instansi mana) yang mengawasinya. Demikian juga sumber dananya harus dijelaskan.
I.6
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
I.6.1
Penjelasan umum
Upaya pemantauan lingkungan meliputi uraian tentang jenis dampak, faktor lingkungan yang akan
dipantau, tolok ukur dampak, lokasi pemantauan, dan periode pemantauan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
9
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Rencana pemantauan dibuat berdasarkan tahapan proyek, mulai tahap pra-konstruksi, konstruksi
sampai ke tahap pasca konstruksi.
Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memantau jenis dan tingkat
dampak yang akan timbul pada tiap tahap kegiatan proyek dengan sistematika sbb.:
a)
b)
c)
d)
Sunber dampak;
Jenis dampak;
Indikator dampak;
Upaya pemantauan
I.6.2
Sumber dampak
Pada bagian ini dijelaskan secara singkat jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, besaran
kegiatan serta jadwal waltu pelaksanaan pekerjaan.
I..6.3
Jenis dampak yang dipantau
Pada bagian ini dijelaskan secara singkat tentang jenis dampak yang perlu dipantau, misalnya
penurunan kualitas (pencemaran) udara.
I.6.4
Indikator dampak
Pada bagian ini dijelaskan indikator atau parameter dampak lingkungan yang perlu dipantau.
I.6.5
Upaya pemantauan
Uraian tentang upaya pemantauan mencakup aspek-aspek sbb.:
a)
Cara pemantauan
Pada bagian ini dijelaskan bagaimana metode atau cara yang digunakan untuk pemantauan
lingkungan . Dalam hal ini dapat disebutkan jenis peralatan dan rumus yang digunakan dalam
analisis data, demikin pula tolok ukur dampak dengan standar baku mutu lingkungan yang
dipantau.
b)
Lokasi pemantauan
Lokasi pemantauan agar dijelaskan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa, nama
desa, kecamatan, dan diplot pada peta dengan skala yang memadai
c)
Periode dan waktu pemantauan
Pada bagian ini agar ditetapkan periode pemantauan misalnya tiap bulan atau tiap minggu.
Dan ditetapkan juga waktu (kapan dan berapa lama) pemantauan harus dilakukan.
d)
Pelaksanaan pemantauan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
10
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pada bagian ini dijelaskan instansi atau lembaga yang akan melaksanakan pemantauan
lingkungan hidup, misalnya oleh pemrakarsa atau instansi lain yang terkait. Di samping itu,
disebutkan juga instansi yang mengawasi pelaksanaan pemantauan dan instansi yang
menerima laporan hasil pemantauan.
I.7
Pelaporan
Pada bagian ini diuraikan secara rinci mengenai mekanisme pelaporan hasil pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pada saat rencana kegiatan dilaksanakan.
I.8
Pernyataan Pelaksanaan
Dokumen UKL dan UPL harus dilampiri dengan surat pernyataan kesediaan pemarakarsa untuk
melaksanakan upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang ditandatangani
oleh pemrakarsa (di atas meterai).
I.9
Lampiran
Lampiran terdiri dari:
a)
b)
c)
Matriks ringkasan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(lihat contoh pada Tabel 9.1 dan Tabel 9.2).
Peta lokasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Data / informasi lain yang dipandang perlu.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
11
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 9.1 Contoh Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
12
Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 9.2 Contoh Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN
13
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran J
(Informatif)
Pedoman Teknis Penjabaran
Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
atau
Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
J.1
Langkah-langkah kegiatan
Proses penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut:
a) Pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL yang tersedia;
b) Peninjauan lapangan;
b) Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain;
c)
Penerapan pertimbangan lingkungan dalam spesifilasi atau persyaratan teknis pelaksanaan
pekerjaan konstruksi; dan
d) Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam dokumen
tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.
J.2
Pemeriksaan kelengkapan dokumen
Periksalah apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL/UPL. Apabila termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL, periksalah kelengkapan dokumen
AMDAL-nya yang telah ditetapkan / disyahkan oleh instansi yang berwenang, yang terdiri dari
Laporan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL.
Bila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL/UPL, periksalah
kelengkapan dokumen UKL / UPL-nya.
Periksalah kelengkapan Isi / materi dokumen RKL atau UKL yang tersedia, apakah cukup lengkap
atau terdapat kesenjangan data. Isi dokumen RKL dan UKL yang telah baku masing-masing
tercantum pada Kotak 1 dan 2.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kotak 1
Daftar Isi Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
•
•
•
•
•
•
Pernyataan Pelaksanaan;
Bab I. Pendahuluan;
Bab II. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan;
Bab III. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Daftar Pustaka;
Lampiran.
Kotak 2
Daftar Isi Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
• Pernyataan Pelaksanaan
• Bab I. Rencana Kegiatan
• Bab II. Komponen Lingkungan yang Mungkin Terkena
Dampak;
• Bab III. Dampak-dampak yang Akan Terjadi
• Bab IV Upaya Pengelolaan Lingkungan
• Bab V Upaya Pemantauan Lingkungan
• Bab VI Pelaporan
• Pernyataan Pelaksanaan
J.3
Peninjauan lapangan
Lakukanlah peninjauan lapangan, terutama pada lokasi-lokasi rencana / upaya pengelolaan
lingkungan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKL / UKL; dan periksalah apakah materi
dokumen RKL / UKL tersebut cukup lengkap dan sesuai dengan kondisi lapangan saat ini.
Ketidaksesuaian dengan kondisi lapangan mungkin terjadi karena:
a) Terjadi perubahan rencana alinyemen jalan;
b) Terjadi perubahan kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya, misalnya jenis dan
jumlah bangunan yang terkena proyek, atau jumlah penduduk yang harus direlokasi atau
dipindahkan.
c) Kesenjangan data pada saat penyusunan dokumen AMDAL atau UKL/UPL.
Bila perlu, lengkapilah data rona lingkungan yang diperlukan untuk penyempurnaan /
pemutakhiran dokumen RKL / UKL, sesuai dengan alinyemen jalan definitif yang telah ditetapkan
di lapangan.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Periksalah apakah uraian Rencana / Upaya Pengelolaan Lingkungan tercantum pada Bab III RKL
atau Ban IV UKL, yang meliputi uraian tentang hal-hal tersebut dibawah ini sesuai dengan kondisi
lapangan saat ini:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Jenis dampak;
Sumber dampak yang perlu ditangani;
Tolok ukur dampak;
Tujuan rencana / upaya pengelolaan lingkungan hidup;
Pengelolaan lingkungan hidup;
Lokasi pengelolaan lingkungan hidup;
Periode pengelolaan lingkungan hidup;
Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup;
Institusi pengelolaan lingkungan hidup, meliputi pelaksana, pengawas, dan penerima laporan.
Apabila materi dokumen RKL atau UKL ternyata kurang lengkap atau kurang sesuai dengan
kondisi lapangan, perbaikilah dokumen tersebut sesuai dengan hasil investigasi lapangan yang
lebih lengkap dan akurat.
Untuk perbaikan dokumen RKL / UKL tersebut di atas, pilihlah salah satu atau gabungan dari
beberapa jenis pendekatan pengelolaan lingkungan tersebut di bawah ini.
a) Pendekatan teknologi, contohnya pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan
akibat lalu lintas kendaraan bermotor;
b) Pendekatan sosial ekonomi, misalnya pemberian prioritas kesempatan kerja bagi tenaga kerja
setempat;
c) Pendekatan institusi, misalnya kerjasama dengan instansi yang berkepentingan atau terkait.
d) Pendekatan estetika, misalnya penataan lansekap pada median atau trotoar jalan.
Tetapkan tujuan rencana pengelolaan lingkungan yang dapat dibedakan dalam empat kelompok,
yaitu:
a)
b)
c)
d)
bertujuan untuk mencegah atau menghindari dampak negatif;
bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif;
bersifat meningkatkan dampak positif; dan
bersifat memberikan kompensasi baik dalam arti sosial ekonomi maupun ekologi.
Buatlah penjabaran / pemantapan tiap jenis rencana pengelolaan lingkungan sedemikian rupa
sehingga rencana tersebut bersifat operasional dalam arti: (Lihat Tabel 1)
•
•
•
•
Jenis dan besaran (volume) rencana pekerjaannya jelas;
Lokasi pekerjaan ditentukan dengan jelas (diplot pada peta dengan skala memadai);
Metode pelaksanaannya jelas dan menggunakan teknologi / peralatan yang tersedia; dan
Layak ekonomi.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 1
Contoh Rumusan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Untuk Mencegah Dampak Lalu Lintas Pada Tahap Pasca Konstruksi
Jenis dampak
Sumber dampak
Tolok ukur dampak
Tujuan rencana pengelolaan
lingkungan hidup
Upaya pengelolaan lingkungan
hidup
Lokasi pengelolaan lingkungan
hidup
Periode pengelolaan lingkungan
hidup
Pembiayaan pengelolaan
lkingkungan hidup
Kecelakaan lalu lintas pada pejalan kaki
Lalu lintas kendaraan bermotor
Banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas
Mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Membuat jembatan penyeberangan untuk pejalan
kaki, (panjang 15 m).
Di depan sekolah pada Km 3 + 210.
Pada tahap konstruksi
Meliputi biaya konstruksi (bahan, peralatan, dan
upah).
Institusi pengelolaan lingkungan  Pelaksana: Pemrakarsa Proyek Jalan (dibantu
hidup:
kontraktor dan konsultan supervisi)
 Pengawas: Dinas Bina Marga Kabupaten
 Penerima laporan: Dinas Bina Marga,
Bapedalda, DLLAJ
J.4
Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain
K.4.1
Rencana teknis detail
Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang lebih jelas, rencana
pengelolaan lingkungan khususnya yang berupa konstruksi bangunan tertentu, agar diwujudkan
dalam bentuk gambar desain (rencana teknis detail).
Beberapa jenis rencana / upaya pengelolaan lingkungan terutama untuk mencegah terjadinya
dampak negatif pada tahap pasca konstruksi, yang perlu dilengkapi dengan gambar-gambar
desain antara lain:
•
•
•
•
Perkuatan lereng galian / timbunan tanah untuk mencegah erosi / longsor (lihat Gambar 1);
Pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan lalu lintas kendaraan bermotor;
Pembuatan saluran drainase untuk pengendalian air larian (menghindari genangan air hujan);
Pembuatan bak penampung sedimen pada ujung saluran drainase sebelum masuk ke badan
air, untuk pencegahan dampak pada badan air (pencemaran air dan sedimentasi);
• Pemasangan rambu-rambu lalu lintas untuk mengatur lalu lintas kendaraan bermotor.
• Pembuatan jembatan pennyeberangan bagi pejalan kaki, untuk mencegah kecelakaan lalu
lintas;
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
• Pembuatan pagar / tonggak pengaman (guard rail / post) untuk mencegah kecelakaan lalu
lintas, di lokasi yang berbahaya seperti tepi lereng curam, tepi timbunan badan jalan yang
tinggi, tikungan tajam, lokasi jembatan atau gorong-gorong, dsb.
• Penataan lansekap di lokasi tertentu, untuk mengatasi gangguan visual (estetika), atau untuk
mengurangi pencemaran udara (lihat Gambar 2);
 Pembuatan terowongan untuk penyeberangan satwa liar (lihat Gambar 3).
Gambar 1 : Contoh Teknik Gabungan untuk Perlindungan Lereng
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 2 :
Penanaman pohon sebagai unsur lansekap sekaligus untuk
mengurangi pencemaran udara
Gambar 3: Penyeberangan satwa liar digabung dengan bangunan air
(gorong-gorong).
K.4.2 Peta lokasi pengelolaan lingkungan
Lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan secara keseluruhan agar digambarkan pada peta
dengan skala yang memadai (antara 1 : 5000 – 1 : 15.000).
Tiap lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan dilengkapi dengan peta detai dengan skala
antara 1 : 100 – 1 : 500.
J.5
Penerapan pertimbangan Lingkungan dalam spesifikasi teknis atau
persyaratan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
Pertimbangan lingkungan yang tidak dapat dijabarkan dalam bentuk gambar desain agar
dirumuskan dengan jelas dalam bentuk spesifikasi dan / atau persyaratan teknis pelaksanaan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor.
Rumusan persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan harus dibuat dalam bentuk deskripsi yang
singkat tapi jelas.
Persyaratan teknis pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan agar dirumuskan secara detail
dan sistematis meliputi aspek-aspek geofisik-kimia, biologi dan sosial, antara lain tentang:
•
•
Pemilihan lokasi base camp termasuk AMP dan stone crusher harus cukup jauh dari areal
permukiman dan badan air, sehingga tidak menimbulkan dampak kebisingan, polusi udara
(debu) dan pencemaran pada air permukaan maupun air tanah;
Pembuatan jalan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi agar
tidak terjadi kemacetan lalu lintas.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pembuatan jembatan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi
jembatan agar tidak terjadi penutupan lalu lintas.
Penanganan dampak akibat pembersihan lahan (dampak pada flora);
Penanganan dampak terhadap utilitas yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian tanah;
Penanganan dampak terhadap situs purbakala yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian
tanah;
Penanganan dampak akibat pengangkutan bahan bangunan (dampak kebisingan, debu,
kemacetan lalu lintas, kerusakan badan jalan, kecelakaan lalu lintas);
Perawatan alat-alat berat (pencegahan pencemaran tanah dan air akibat tumpahan bahan
pelumas);
Penyimpanan bahan bakar dan pelumas (pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas);
Pengoperasian base camp (penanganan limbah);
Pengamanan / reklamasi bekas quarry, borrow area dan disposal area;
Pembongkaran basecamp atau merehabilitasinya untuk keperluan penduduk, setelah
pekerjaan konstruksi selesai;
Pembersihan sisa bahan bangunan dan alat-alat rusak;
Pembongkaran bangunan sementara dan jalan darurat yang tidak diperlukan lagi;
Penanaman kembali jenis-jenis vegetasi tertentu di areal terbuka seperti median atau tepi
jalan, sesuai dengan fungsinya.
Pemberian prioritas kesempatan kerja kepada penduduk setempat (sekitar lokasi proyek),
sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.
.
J.6
Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
dalam dokumen tender dan dokumen kontrak
J.6.1
Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara global
RKL dan UKL merupakan dokumen hukum yang mengikat bagi semua pihak tersebut dalam
dokumen itu. Untuk menjamin agar persyaratan pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam
RKL atau UKL benar-benar dilaksanakan pada tahap konstruksi, hal itu harus dicantumkan baik
dalam dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.
Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL harus dilampirkan dalam dokumen tender / kontrak, dan agar
dinyatakan bahwa dokumen RKL atau UKL tersebut sebagai lampiran dokumen tender / kontrak
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
J.6.2
Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara rinci
Untuk mempertegas dan memperjelas persyaratan pengelolaan lingkungan yang harus
dilaksankan oleh kontraktor, cantumkanlah klosul-klosul tertentu secara spesifik, baik dalam
dokumen tender maupun kontrak (lihat Kotak 3).
Setiap klosul persyaratan pengelolaan lingkungan harus menyatakan perintah atau penjelasan
apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya harus jelas agar tidak terjadi
kesalahan interpretasi.
Setiap klosul harus mengandung paling tidak empat bagian keterangan yang menjelaskan :.
 Apa yang harus dilaksanakan;
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Di mana hal itu dilaksanakan;
 Kapan dan bagaimana cara pelaksanaannya;
 Siapa yang bertanggungjawab.
J.6.3
Pelaksanaan pemantauan lingkungan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan,
kontraktor juga harus melaksanakan pemantauan lingkungan sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)..
Pencantuman klosul tentang persyaratan pelaksanaan pemantauan lingkungan tersebut di atas
dapat dibuat secara global atau secara rinci terutama untuk hal-hal yang dipandang sangat
penting.
Persyaratan teknis pelaksanaan pemantauan lingkungan yang mungkin diperlukan antara lain
meliputi:
•
kehilangan jenis-jenis flora dan keberhasilan penghijaian kembali di lokasi pembersihan
lahan;
•
kualitas udara dan kebisingan di lokasi permukiman yang dilalui lendaraan pengangkut
material;
•
effluen limbah cair dari base camp;
•
kerusakan badan jalan sepanjang ruas jalan yang dilalui kendaraan berat pengangkut
peralatan dan material;
•
kemacetan lalu lintas dan / atau kecelakaan lalu lintas sekitar lokasi proyek;
•
erosi atau longsor di lokasi galian atau timbunan tanah;
•
keluhan atau pengaduan masyarakat akibat dampak yang tidak tertangani dengan baik.
•
kerusakan prasarana atau fasilitas umum seperti saluran drainase, jaringan telepon/ listrik, dll,
akibat pekerjaan galian tanah.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
8
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kotak 3
Contoh Klosul Persyaratan Pengelolaan Lingkungan
1) Kontraktor harus berupaya dengan segala cara untuk melindungi lingkungan di
dalam dan di sekitar lokasi tapak kegiatan proyek sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam dokumen Rencana Pengelolaan Libgkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL). Kontraktor harus menghindarkan atau menanggulangi semua
kerusakan atau gangguan terhadap orang maupun benda milik umum yang timbul
karena polusi, bising atau lainnya yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan
kontraktor.
2) Selama pekerjaan mobilisasi, kontraktor diwajibkan memperkuat semua jembatan
baik di sepanjang maupun di luar jalur proyek yang akan dilewati kendaraan dan
peralatan berat kontraktor. Kontraktor harus mengusahakan dengan segala upaya
untuk mencegah agar lalu lintas peralatan tidak merusak jalan atau jembatan yang
menghubungkan dengan atau yang terletak pada jalan yang menuju ke lokasi
pekerjaan. Kontraktor harus berusaha memilih rute, serta mengatur jadwal waktu
penggunaan kendaraan untuk menghindari kemacetan atau kecelakaan lalu lintas
yang mungkin terjadi akibat pengangkutan peralatan dan bahan bangunan dari atau
ke lokasi pekerjaan.
3) Semua kegiatan untuk pelaksanaan pekerjaan, termasuk pekerjaan sementara
harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan yang
berarti bagi kenyamanan umum, atau membatasi jalan masuk menuju ke dalam batas
daerah pekerjaan dan tanah yang bedampingan.
4) Semua benda peninggalan purbakala, mata uang, benda berharga atau kuno,
bangunan dan peninggalan-peninggalan lain atau benda-benda yang menyangkut
kepentingan geologi dan kepurbakalaan yang ditemukan di lapangan harus dianggap
oleh pemilik dan kontraktor sebagai milik mutlak dari pemerintah. Kintraktor harus
mengambil tindakan untuk mencegah orang-orangnya atau orang lain memindahkan
atau merusak barang atau benda tersebut, dan segera setelah penemuan tewrsebut
dan sebelum memindahkannya, memberitahukan penemuan tersebut kepada Direksi
Lapangan (Konsultan Supervisi) untuk berkonsultasi dengan Pemimpin Proyek yang
akan menentukan tindakan selanjutbnya sesuai dengan peraturan yang beralaku.
5) Kontraktor harus memberikan prioritas kesempatan kerja kepada penduduk lokal
di sekitar lokasi proyek sesuai dengan persyaratan kualifikasi tenaga kerja yang
diperlukan. Apabila kontraktor mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah kerja,
kontraktor harus berupaya agar tidak terjadi konflik sosial yang mungkin terjadi antara
penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang.
6) Kontraktor harus selalu menjaga kebersihan dan kerapihan lapangan dan
pekerjaan selama pelaksanaan dan pemeliharaan. Pada saat penyelesaian
pekerjaan, kontraktor harus membersihkan dan menyingkirkan dari lapangan semua
peralatan konstruksi, sisa bahan, sampah dan segala macam pekerjaan sementara,
dan kontraktor harus meninggalkan seluruh lapangan dan pekerjaan dalam keadaan
bersih dan sehat seperti kondisi semula atas biaya kontraktor, sehingga dapat
diterima oleh Direksi pekerjaan.
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
9
Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU
UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
10
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran K
(Informatif)
Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan
K.1
Pengertian lansekap
Lansekap adalah pemandangan sejauih mata memandang dalam ruang di luar bangunan artau
gedung. Berbagai jenis lansekap di luar bangunan / gedung dapat kita temuai antara lain:





Lansekap pegunungan;
Lansekap pedesaan;
Lansekap perkotaaan;
Lansekap pantai;
Lansekap jalan.
Lansekap jalan adalah pemandangan sejauh mata memandang dari dan ke jalan, serta
sepanjang koridor jalan. Lansekap jalan mencakup elemen keras berupa perkerasan jalan,
trotoar, jembatan, underpass, overpass, subway dan simpang susun, dan elemen lunak seperti
pelengkap tepi jalan berupa tanaman meliputi jenis pohon, semak, perdu dan rumput yang
berada di sekitar jalan.
Lansekap jalan merupakan suatu jaringan koridor visual yang memberikan pemandangan kepada
pemakai jalan dan warga penghuni di sekitarnya, yang sangat mempengaruhi gaya hidup
masyarakat sehari-hari.
Lansekap jalan yang baik, secara psikologis dan kesehatan dapat memberikan kenyamanan,
stimulasi dan penyegaran, dan secara ekologis akan meningkatkan kualitas lingkungan jalan.
Istilah lansekap berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan fisik, ekologis dan visual. Di Indonesia
rona lansekap terbentuk dari berbagai jenis bentang alam dan binaan manusia, baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan.
Di daerah perkotaan, lansekap
didominasi oleh elemen buatan
manusia sedangkan elemen alami
pada umumnya merupakan elemen
sekunder, bahkan dalam kondisi
tertentu sama sekali tidak ada atau
kurang berarti (lihat Gambar 1.1).
Gambar 1.1 Contoh Lansekap Perkotaan
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
1
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lansekap pedesaan juga didominasi oleh
elemen buatan manusia, berupa lansekap
lunak yang terbentuk dari berbagai tanaman
termasuk sawah dan berbagai jenis kebun. Di
daerah alami, seperti hutan, berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan (vegetasi alam) dan / atau
elemen alami lainnya mendominasi
Gambar 1.2 Contoh Lansekap Pedesaan
Pada dasarnya, lansekap terbentuk dari campuran tiga faktor sebagai berikut:
a. Faktor-faktor ekologis
Hal ini meliputi flora, fauna, hidrologi, kondisi tanah, dan topografi. Interaksi ekologis antara
elemen-elemen tersebut, demikian juga interaksinya dengan faktor sosial / budaya dapat
membentuk ekologi setempat.
b. Faktor-faktor sosial / budaya
Faktor-faktor ini merupakan elemen-elemen lansekap binaan manusia meliputi elemen
penggunaan lahan, termasuk modifikasi lingkungan alami, gedung, serta bangunan sarana dan
prasarana lainnya. Elemen-elemen sosial-budaya ini membentuk berbagai lingkungan yang
merupakan bagian lingkungan alam, perkotaan dan perdesaan di Indonesia.
c. Faktor visual
Karakter visual elemen-elemen alami dan sosial-bidaya secara terpisah dan / atau bersamasama membentuk ekspresi pemandangan lansekap. Pemandangan ini dapat berupa
pemandangan alami, pedesaan atau perkotaan dengan berbagai mutu visual.
K.2
Gambaran umum lansekap jalan
K.2.1 Lansekap jalan antar kota
 Jalan antar kota melalui berbagai lansekap alami dan pedesaan yang luas, serta kampung
dan kota-kota kecil di Indonesia;
 Pada prinsipnya lansekap Indonesia dapat dilihat / dinikmati dari jalan antar kota;
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
2
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Pada umumnya lansekap ini memiliki daya tarik visual yang besar, serta kesatuan dan
keanekaragaman visual yang tinggi;
 Lansekap yang berbatasan dengan jalan antar kota harus memiliki nilai pemandangan dan
wisata yang tinggi;
 Nilai-nilai tersebut penting bagi pariwisata yang merupakan nilai
ekonomi yang besar bagi Indonesia karena jalan antar kota
memberikan jalan menuju sumber alam;
 Jalan antar kota yang baru dapat menambah nilai lansekap
dengan membawa aset pemandangan lansekap ke jalan;
 Jalan antar kota juga dapat berdampak atau merugikan bagi
lansekap lainnya jika jalan dipandang dari lokasi lain;
 Perencanaan lansekap jalan antar kota yang baik akan
memastikan penyatuan jalan dengan lansekap setempat dan
mempertahankan nilai-nilai lansekap, serta meningkatkan peluang
untuk pemandangan;
 Dalam beberapa keadaan, nilai ekologis lansekap akan
berdampak terhadap jalan.
K.2.2 Lansekap jalan kota










Jalan kota merupakan komponen utama lansekap kota;
Jalan kota merupakan bagian penting dari pengalaman keseharian kita, saat
kita berkeliling kota;
Jalan kota penting bagi kita, saat kita bepergian sebagai pengendara /
penumpang kendaraan pribadi, penumpang kendaraan umum, pengendara
motor dan / atau pejalan kaki;
Jalan kota penting untuk menunjang perekonomian yang memberikan
pencapaian ke pertokoan dan tempat perniagaan;
Jaln kota penting sebagai tempat bersosialisasi, umumnya untuk bertemu
seseorang atau makan di restoran, warung atau kaki lima;
Lansekap jalan kota penting dilihat dari segi iklim, dimana lansekap jalan
menentukan bagaimana kita merasakannya dalam mobil, khususnya jika lalu
lintas bergerak lambat, macet atau berhenti;
Lanseap jalan kota penting dari segi visual, dimana kondisi lansekap tersebut
memiliki kemampuan menciptakan kenyamanan atau ketidaknyamanan
pengalaman visual.
Jalan kota menyediakan jalur utilitas, termasuk listrik (PLN), air (PAM),
telepon, dan gas;
Dalam proses perencanaan jalan kota, seluruh fungsi jalan tersebut harus
dipertimbangkan;
Untuk mencapai hasil terbaik, perencana jalan kota harus bekerjasana
dengan perencana kota / arsitek lansekap.
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
3
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
K.2.3 Lansekap jalan layang
 Jalan layang yang merupakan kombinasi jalan tol dan jalan penghubung memiliki potensi
dampak terbesar terhadap lansekap pada lingkungan yang dilalui jalan tersebut;
 Pertimbangan rencana jalan layang harus diberikan untuk nilai fungsi, lingkungan,
keindahan, sosial, lalu-lintas dan rekayasa pada penyelesaian jalan;
 Peruntukan lahan yang berbatasan dalam potongan melintang jalan dapat diciptakan tema
lansekap yang umum untuk menciptakan lingkungan jalan yang lebih baik;
 Daerah pada potongan memanjang memerlukan pengolahan
visual untuk memberikan pengaruh kualitas lansekap yang
lebih tinggi;
 Elemen struktur utama sistem jalan layang memiliki pengaruh
penting terhadap lansekap lingkungan iklim vusual jalan yang
berabatasan dengan daerah tersebut;
 Material lansekap memberikan visual yang kontras dan
manfaat lingkungan pada pembangunan jalan.
K.2.4 Lansekap jalan pejalan kaki
 Jalan harus melayani kebutuhan pejalan kaki sama dengan kebutuhan kendaraan;
 Saat ini lebar jalur jalan pejalan kaki tergantung pada status / klasifikasi jalan-jalan nasional,
provinsi, kabupaten / kota, dan arteri, kolektor dan lokal;
 K epedulian pada kegiatan pejalan kaki m eningkatkan penam pilan “kualitas lingkungan hidup”
suatu ruas jalan. Perencanaan harus menghasilkan beberapa tujuan:
a) Keamanan pejalan kaki harus aman dan terlindung dari kendaraan;
b) Iklim mikro faktor iklim tropis harus dipertimbangkan dan jalur
pejalan kaki harus teduh untuk menikmati perjalanan;
c) Keindahan rencana lansekap jalan harus menggunakan konsep
budaya setempat yang akan menciptakan suasana lansekap yang
unik;
d) Fungsi: Daerah pejalan kaki pada sisi jalan merupakan tempat
untuk beriteraksi sosial. Pergerakan pejalan kaki, warung, kios dan
pedagang kaki lima juga terjadi di jalur pejalan kaki. Elemenelemen tersebut menciptakan daerah pejalan kaki yang
menyediakan kawasan pelayanan dan sosial . Namun pada saat
yang sama mereka membuat masalah memaksa pejalan kaki ke
jalan.
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
4
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Tempat penyeberangan jalan atau jembatan penyeberangan atau
underpass harus tersedia di persimpangan jalan dan jalur pergerakan
pejalan kaki;
 Jalur pejalan kaki harus peduli kepada para penderita cacat. Permukaan
jalan harus rata dengan kemiringan rendah;
 Pengelolaan fasilitas umum (PAM, Telkom, PLN dan gas) harus
dikoordinasikan dengan instansi terkait. Saat ini, banyak jalur pejalan kaki
yang rusak berat oleh kegiatan konstruksi atau pemeliharaan oleh instansi
terkait.
K.3
Proses perencanaan lansekap jalan
K.3.1 Tahap-tahap perencanaan lansekap jalan
Fungsi perencanaan lansekap jalan adalah untuk menyediakan desain rinci untuk menerapkan
“prinsip -prinsip rencana lansekap” dan / atau penjabaran rencana penataan lansekap sesuai
dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL atau UKL proyek jalan yang bersangkutan.
Proses perencanaan lansekap jalan secara umum dilaksanakan melalui beberapa tahap atau
langkah sebagai berikut (lihat Gambar 3.1).




Langkah 1 : penyusunan rencana induk lansekap;
Langkah 2 : Identifikasi isu pokok keselamatan (lalu lintas);
Langkah 3 : penyusunan desain awal;
Langkah 4 : penyusunan desain rinci.
Langkah 1
Penyusunan
Rencana Induk
Langkah 2
Identifikasi Isu Pokok
Keselamatan
Langkah 3
Penyusunan
Desain Awal
Langkah 4
Penyusunan
Desain Rinci
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
5
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 3.1 Tahap-Tahap Perencanaan Lansekap Jalan
Untuk proyek-proyek jalan tertentu, yang dampaknya terhadap aspek lansekap tidak penting,
proses perencanaan lansekap dapat dilaksanakan lebih sederhana hanya melalui dua tahap,
yaitu penyusunan desain awal dan penyusunan desain rinci. Dalam hal ini, disarankan
pengenalan “tingkat kegiatan” seperti tercantum pada T abel 3.1.
Tabel 3.1
Daftar Uji Kegiatan Perencanaan Lansekap Jalan
Tingkat Kegiatan
Rencana Induk
Desain Awal
Desain Rinci
1. Fokus Minimum Tidak diperlukan
 Persimpanga secara
n
menyeluruh
 Bundaran
 Median
 Konsep Rencana
Tata Letak satu
warna, skala
minimum 1 : 500
 Ringkasan isu desain
 Penampang
Melintang dan/atau
fotomontase rencana
perlakuan
 Desain rinci lansekap
skala minimum 1 :
500
 Desain rinci
penanaman
 Jadwal penanaman
 Estimasi biaya
 Masukan untuk
spesifikasi lansekap
2. Terfokus
 Simpang
susun
Tidak diperlukan
secara
menyeluruh
 Konsep Rencana
Tata Letak dg 2 atau
3 warna melukiskan
gabungan
penggunaan dan
perlakuan, dengan
skala minimum 1 :
500
 Ringkasan isu desain
 2 atau 3 penampang
Melintang
menggambarkan
rencana perlakuan
 Desain rinci lansekap
skala minimum 1 :
500
 Desain rinci
penanaman
 Desain rinci drainase
 Jadwal penanaman
 Estimasi biaya
 Masukan utk
spesifikasi lansekap
3. Komprehensif
 Bypas
pedesaan
dan semi
pedesaan
 Jalan utana
pekotaan
 Laporan
rencana induk
 Pernyataan
visi
menyeluruh
 Panel
berwarna
 Sketsa,
ilustrasi,
simulasi
 Konsep Rencana
Tata Letak minimum
3 warna melukiskan
gabungan
penggunaan dan
elemen lansekap,
dengan skala
minimum 1 : 500,
dan sekurangkurangnya 2 area
rinci skala minimum
1 : 250.
 Desain rinci lansekap
skala minimum 1 :
500
 Desain rinci
penanaman
 Desain rinci drainase
 Jadwal penanaman
 Estimasi biaya
 Spesifikasi lansekap
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
6
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Laporan desain
lansekap
 Minimum 3
penampang
Melintang
melukiskan
perlakuan
 Fotomontase proyek
jalan
4. Komprehensif
maksimum
 Jalan
protokol
 Jalan utama
perkotaan
 Jakan di
daerah
sangat
sensitif
K.3.2
 Laporan
rencana induk
 Pernyataan
visi
menyeluruh
 Panel
berwarna
 Sketsa,
ilustrasi,
simulasi
 Rangkaian Konsep
Rencana Tata Letak
berwarna dari sifat
menyeluruh
 Laporan desain
lansekap
 Minimum 3
penampang
melintang
melukiskan
perlakuan
 Minimum 2
fotomontase
 Minimum skala 1 :
100
 Desain rinci lansekap
skala minimum 1 :
500
 Desain rinci
penanaman
 Desain rinci drainase
 Kontrak pengadaan
tanaman
 Dokumtn kontrak
 Estimasi biaya terinci
 Spesifikasi lansekap
Penyusunan rencana induk
Proyek-proyek jalan yang cukup besar seperti pembangunan jalan baru antar kota, jalan tol
perkotaan atau antar kota, termasuk pembangunan simpang susun, memerlukan penyiapan
“R encana Induk Lansekap”, untuk pedom an pem bangunan yang m enyeluruh, khususnya
penataan dan pengelolaan lansekap.
Rencana induk walaupun pada akhirnya merupakan satu rencana, dapat terdiri dari sejumlah
rencana yang menggambarkan berbagai pengaruh terhadap rencana induk atau mengulangi, dan
bila perlu, m eluas m enjadi “R encana D asar”. R encana induk m em perlihatkan perbedaan zona
(mintakat) lansekap yang berada di sepanjang rute jalan yang tercakup oleh batas wilayah
perencanaan (lihat Gambar 3.2). Rencana induk ini, dalam mendukung potongan dan sketsa
rencana rinci, akan menggambarkan karakteristik penanganan lansekap.
“R encana Induk Lansekap” harus tercantum dalam laporan “R encana Induk”. H al ini akan
diuraikan dengan seksama pada strategi penanganan dan pengelolaan lansekap sepanjang ruas
jalan. Hal ini dapat mencakup strategi konservasi daerah alami atau daerah cagar budaya,
strategi pengelolaan dan restorasi sumber daya visual, serta strategi penanaman untuk berbagai
daerah.
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
7
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Sebelum finalisasi, rencana induk harus didiskusikan oleh pemrakarsa proyek jalan untuk
memastikan bahwa ada saling pengertian tentang apa yang disarankan dalam kaitannya dengan
strategi desain dan pengelolaan lansekap.
K.3.3
Identifikasi isu-isu pokok keselamatan
Kaji ulang semua isu pokok keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan jalan.
Hal ini meliputi standar dan persyaratan teknis jalan yang diperlukan sehubungan dengan
perencanaan lansekap dan untuk menjamin bahwa keselamatan jalan (lalu lintas) tidak dapat
ditawar-tawar. Pertimbangan keselamatan ini dipertimbangkan dalam tiga kelas, daerah terbuka,
kejelasan pandang, dan fungsi penggunaan penanaman. Daftar uji (checklist) berbagai hal dalam
ketiga kelas tersebut diajikan pada Tabel 3.2
K.3.4
Penyusunan desain awal
Berbagai rencana rinci dibuat berdasarkan rencana induk yang telah ditetapkan. Hal ini sebagian
besar mencakup rencana penanaman, tapi dapat juga mencakup elemen-elemen lain seperti
penempatan rambu lalu lintas dan pelengkap jalan lainnya. Rencana ini dinam ai “D enah A w al”
yang diperlukan untuk kaji ulang desain selanjutnya. Denah awal semacam itu harus dibuat untuk
semua areal yang memerlukan desain tersendiri dan harus mencakup areal median dengan
berbagai lebar dan perlakuan, tepi jalan, galian dan timbunan, dinding penguat tebing,
persilangan dan simpang susun.
Desain awal menggambarkan karakteristik areal-areal khusus dalam bentuk denah dan
penampang dan / atau ilustrasi sketsa tiga dimensi (lihat Gambar 3.3).
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
8
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 3.2 Contoh Rencana Induk Lansekap Jalan
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
9
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 3.2
Daftar Uji Pertimbangan Keselamatan Dalam Desain Lansekap
Isu
Daerah
Terbuka
Kejelasan
Penglihatan
Fungsi
Penggunaan
Tanaman
Faktor Spesifik
Persayaratan
Sempadan penanaman Sempadan penanaman diidentifikasi melalui empat
langkah
Penyerapan benturan
Bila diizinkan, digunakan tanaman yang tidak keras
di zone sempadan yang tersedia
Garis pandang
 Segitiga pandangan diidentifikasi dan diplot
 Penanaman dalam segitiga pandangan sesuai
dengan kebutuhan
Penerangan, rambu
dan pelayanan
 Penanaman tidak mengganggu penerangan
 Penanaman tidak termasuk di daerah yang
cocok untuk pemasangan rambu
Tempat istirahat
 Tata letak sesuai keperluan
Median
 Median kurang dari 2 m diperkeras
 Tempat berlindung penyeberang jalan
disediakan sesuai kebutuhan
Penyeberangan
pejalan kaki
 Garis pandang tidak terhalang sesuai keperluan
Persimpangan
 Jarak pandang sesuai keperluan
Bundaran
 Segitiga pandangan diplot sesuai keperluan
 Segitiga pandangan bebas dari penghalang
sesuai keperluan
Penghalang sorot
lampu
Pembatas tikungan
 Factor dipertimbangkan dalam proyek
Penyaringan
Penahan angin
Silau cahaya matahari
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
 Factor dipertimbangkan dalam proyek
 Penggunaan spesies yang efektif
dipertimbangkan
 Factor dipertimbangkan dalam proyek
 Factor dipertimbangkan dalam proyek
 Factor dipertimbangkan dalam proyek
10
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 3.3 Contoh Desain Awal Lansekap Jalan
K.3.5
Penyusunan desain rinci
Langkah berikutnya setelah persetujuan atau modifikasi denah awal adalah perumusan desain
rinci (lihat Gambar 3.4). Desain rinci tersebut meliputi dokumentasi semua pekerjaan lansekap
berupa denah, gambar kerja, spesifikasi dan dokumentasi, serta rencana anggaran biaya untuk
pelaksanaan konstruksi.
Perencanaan lansekap jalan harus mencakup penerapan pertimbangan berbagai aspak berikut:
 tema arsitektur lansekap;
 keselamatan dan efisiensi;
 dampak visual pada lansekap sekarang;
 keindahan dan konteks budaya;
 konservasi warisan budaya dan kedanekaragaman hayati;
 koridor dan struktur utilitas / jasa;
 tambu lalu lintas dan papan reklame;
 kontrol akustik;
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
11
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan




erosi dan drainase;
pemandangan sepanjang koridor;
pemandangan dan penggunan lahan pribadi di sekitar jalan;
lalu lintas stnar.
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
12
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Gambar 3.4 Contoh Desain Rinci Lansekap Jalan
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
13
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
K.4
Spesifikasi Tanaman
K.4.1
Bentuk tanaman
Salah satu elemen lansekap yang utama adalah tanaman. Tanaman yang dapat digunakan
dalam penataan lansekap jalan mempunyai kriteria (persyaratan) berdasarkan bentuk tanaman
sebagai berikut.
a.
Tanaman Pohon:





tinggi pohon 2,00 – 5,00 m
bermassa daun padat
batang pohon / percabangan tidak mudah patah
perawatannya mudah dan daun tidak mudah rontok (gugur)
perakaran tidak merusak konstruksi jalan.
b.
Tanaman Perdu:
 tinggi tanaman 0,50 – 2,00 m
 berbatang lunak tapi tidak mudah patah
 perawatannya mudah
 warna bunga atau daunnya indah
 perakaran tidak merusak konstruksi jalan
c.
Tanaman Penutup Tanah
 tinggi tanaman 5 – 20 cm
 perakaran serabut atau menjalar dengan tunas
 dapat merupakan jenis rumput atau penutup tanah
 perawatannya mudah
K.4.2
Bentuk Tajuk
Tanaman pohon dan perdu mempunyai berbagai bentuk tajuk yang dapat dibedakan secara
visual (Lihat Tabel 4.1).
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
14
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 4.1
Bentuk Tajuk Pohon dan Contoh Jenis Tanamannya
Bentuk Tajuk
Contoh Jenis Tanaman
1. Tajuk Bulat (Rounded)
 Kiara Payung (Filicim decipiens)
 Biola Cantik (Ficus pandurata)
2. Tajuk Memayung (Canopy)
 Bungur (Lagerstroemia loudonii)
 Dadap (Erythrina sp)
3. Tajuk Oval
4. Tajuk Kerucut (Conical)
5. Tajuk Menyebar / Bebas (Abroad)
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
 Tanjung (Mimusops elengi)
 Johar (Cassia siamea)




Cemara ( Cassuarina equisetifolia)
Glodokan (Polyalthea longifolia)
Kayu Manis (Glycyrrhiza gkabra)
Kenari (Cannarium communeae)
 Angsana (Ptherocarphus indicus)
 Akasia daun besar (Accasia mangium)
15
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 4.1 (Lanjutan)
Bentuk Tajuk
6. Tajuk Persegi Empat (Square)
7. Tajuk Kolom (Columnar)
8. Tajuk Vertikal
K.4.3
Contoh Jenis Tanaman
 Mahoni (Switenia mahagoni)
 Baambu (Bambusa sp)
 Glodokan Tiang (Polyalthea sp)
 Jenis Palem, antara lain:
 Palem Raja (Oreodoxa regia)
Fungsi tanaman
Bentuk tanaman mempunyai kaitan erat dengan fungsinya. Karena itu, bentuk ranaman tertentu
diharapkan dapat menunjang fungsi dan tujuan perencanaan lansekap jalan. Contoh bentuk dan
jenis tanaman serta fungsi dan persyaratannya dapat dilihat pada Tabel 4.2
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
16
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Tabel 4.2 Fungsi Tanaman
Fungsi
1. Peneduh
Persyaratan
Contoh Bentuk dan Jenis
 Ditempatkan pada jalur tanaman
(minimal 1,5 m)
 Percabangan 2 m di atas tanah
 Bentuk percabangan batang tidak
merunduk
 Bermassa daun padat
 Ditanam secara berbaris
 Kiara Payung
(Filicium decipiens)
 Tanjung
(Mimosops elengi)
 Angsana
(Ptherocarphus indicus)
2. Pengarah
Pandang
 Tanaman perdu atau pohon
ketinggian > 2 m
 Ditanam secara masal atau berbaris
 Jarak tanam rapat
 Untuk tanaman perdu / semak
digunakan tanaman yang memiliki
warna daun hijau muda agar dapat
dilihat pada malam hari.
 Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
 Mahoni
(Switenia mahagoni)
 Hujan Mas
(Cassia glauca)
 Kembang Merak
(Caesalphania pulcherima)
 Kol Banda
(Pisonia alba)
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
17
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3. Pembentuk
Pandangan




Tanaman pohon tinggi > 3 m
Membentuk massa
Pada bagian tertentu dibuat terbuka
Diutamakan tajuk Coniccal &
Columnar
 Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
 Glodokan Tiang
(Polyalthea sp)
 Bambu
(Bambusa sp)
 Glodokan
(Polyalthea longifolia)
4. Penyerap Polisi
 Terdiri dari pohon atau semak
 Memiliki ketahanan tinggi terhadap
pengaruh udara
 Jarak tanam rapat
 Bermassa daun padat
 Angsana
(Ptherocarphus indicus)
 Akasia daun besar
(Accasia mangium)
 Oleander
(Nerium oleander)
 Bogenvil
(Boigenvilea sp)
 Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
5. Penyerap
Kebisingan





Terdiri dari pohon, perdu / semak
Membentuk masa
Bermassa daun padat
Jatak tanam rapat
Berbagai bentuk tajuk
 Tanjung
(Mimusops elengi)
 Kiara Payung
(Filicium decipiens)
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
18
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 The-tehan pangkas
(Acalypha sp)
 Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)
 Bogenvil
(Bogenvilea sp)
 Oleander
(Nerium oleander)
6. Pemecah Angin
 Tanaman pohon, perdu / semak
 Bermassa daun padat
 Ditanam berbaris atau membentuk
massa
 Jarak tanam rapat < 3 m.
 Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
 Angsana
(Ptherocarphus indicus)
 Tanjung
Mimosops elengi)
 Kiara Payung
(Filicium decipiens)
 Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)
7. Pembatas
Pandang
 Tanaman pohon, perdu / semak
 Bermassa daun padat
 Ditanam berbaris atau membentuk
massa
 Jarak tanam rapat
 Bambu
(Bambusa sp)
 Cemara
(Cassuarina equisetifolia)
 Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis)
 Oleander
(Neriun oleander)
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
19
Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
8. Penahan silau  Tanaman perdu / semak
lampu
 Ditanam rapat
kendaraan
 Tinggi 1,5 m
 Bermassa daun padat
 Bogenvil
(Bougenvilea sp)
 Kembang Sepatu
Hibiscus rosa sinensis)
 Oleander
(Nerium oleander)
 Nusa Indah
(Mussaenda sp)
PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN
20
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran L
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan
L.1
Tahapan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah,
Pemukiman Kembali dan Pembinaan (Land Acquisition and Rsettlement
Action Plan /LARAP)
Penyusunan LARAP dilaksanakan pada tahap perencanaan teknis, terdiri dari 12 tahapan kegiatan
utama, yakni :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
Persiapan
Survai pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Identifikasi dampak/kerugian yang mungkin timbul
Penilaian kelayakan ganti kerugian
Perencanaan lokasi pemukiman kembali;
Penyiapan kerangka program rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan;
Penyusunan mekanisme monitoring dan evaluasi
Penyusunan kerangka kelembagaan;
Penyusunan jadwal waktu pelaksanaan;
Penyusunan anggaran dan sumber pembiayaan;
Penyusunan dokumen RK-PTPKP.
L.2
Persiapan
L.2.1
Pengumpulan dan pengkajian data dasar
Pengkajian data dasar dimaksudkan untuk mempersiapkan perkiraan awal dampak kegiatan
pengadaan tanah dan mengidentifikasi isu-isu utama yang dianggap krusial. Disamping itu, data
dasar ini dapat mendukung dalam melakukan analisis sosial ekonomi dan identifikasi kebutuhan
pengumpulan data primer.
LK.2.1.1 Jenis-jenis data yang dikumpulkan, meliputi :
a)
b)
c)
d)
Dokumen akhir perencanaan teknis (FED), khususnya dokumen hasil survai dan peta lokasi
(peta situasi dan foto udara), gambar/peta situasi rencana alinyemen jalan (plan & profile) skala
1 : 1.000 atau 1 : 2.000, dan gambar detailed intersection skala 1 : 200 atau 1 : 500.
Peta persil tanah skala 1 : 1.000 atau 1 : 5.000 dan data status kepemilikannya.
Data ini dapat diperoleh pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
Peta dasar dan/atau peta situasi/konfigurasi bangunan (biasanya tersedia dalam skala 1 :
1.000 atau 1 : 5.000).
Data ini dapat diperoleh pada Dinas Tata Kota dan/atau pada Dinas Perumahan
Kabupaten/Kota setempat;
Data (dokumen) tentang kebijakan Pemda setempat dalam menangani kegiatan pengadaan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
1
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
e)
tanah dan pemukiman kembali serta perangkat pelaksanaannya.
Data ini dapat diperoleh di Kantor Setwilda atau Panitia Pengadaan Tanah, atau Proyek
Pembebasan Tanah;
Dokumen rencana pengembangan kota/kab (RUTR/RTRK) di Kantor Bappeda.
L.2.1.2 Pengkajian data dasar
Langkah aw al dari pengkajian data dasar adalah m em buat “P eta D asar” yang akan digunakan
sebagai “P eta K erja” dalam m elakukan survai pengum pulan data prim er dan analisis. P eta ini
berupa “P eta Lokasi P engadaan T anah” yang bersifat sem entara.
a)
P eta K erja/P eta D asar dibuat dengan cara “m en -superim posedkan” peta -peta tersebut diatas,
dengan terlebih dahulu menyeragamkan sistem koordinat dan skalanya, serta menggunakan
peta situasi rencana alinyemen jalan sebagai acuan.
b)
Membuat identitas jenis dan deskripsi atas data persil/bidang tanah dan bangunan yang
diperkirakan terkena pengadaan tanah.
Pembuatan identitas dan deskripsi atas persil tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena
proyek didasarkan pada data/peta persil tanah dan peta situasi/konfigurasi bangunan atau peta
dasar yang ada.
Jenis data dan deskripsinya
Identitas jenis dan deskripsi data atas persil/bidang tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena
pengadaan tanah, meliputi :
a)
b)
c)
d)
e)
Letak/posisi persil/bidang tanah, bangunan dan aset lainnya terhadap rencana trase/alinyemen
jalan,
Jumlah dan dimensi/ukuran persil/bidang tanah yang terkena proyek, nama pemilik, status hak
dan jenis penggunaannya,
Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan status penggunaan bangunan serta aset
lainnya yang terkena proyek;
Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan fungsi layanan fasilitas umum yang terkena
proyek.
Penilaian awal tentang kemungkinan diperlukannya pemukiman kembali.
Perkiraan jenis dampak
a)
b)
Perkirakan jenis dampak yang ditimbulkan (khususnya yang akan dialami oleh penduduk
terkena proyek) berdasarkan data hasil identifikasi dan peta kerja,
Berdasarkan cakupan data hasil identifikasi dan jenis dampak yang dapat terjadi, maka
selanjutnya dapat dibuat perencanaan untuk persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi.
L.2.2
Koordinasi/Konsultasi
Melakukan koordinasi/konsultasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan instansi terkait untuk
mengetahui hal-hal berikut :
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
2
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
a)
kebijakan pemda (Kabupaten/Kota) dalam penanganan kegiatan pengadaan tanah (dan
pemukiman kembali),
perangkat pelaksanaan dan kerangka kelembagaannya,
tingkat kesiapan/rencana pelaksanaan pengadaan tanah,
pengumpulan data (sekunder) yang diperlukan,
persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi.
b)
c)
d)
e)
Pemda dan instansi terkait tersebut, antara lain :
a)
Kantor Bupati/Walikota
Berkaitan dengan kebijakan pemda dalam menangani kegiatan pengadaan tanah, perangkat
pelaksanaan dan kelembagaannya, kesiapan program, dll;
b)
Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah
Berkaitan dengan kajian tentang kendala yang mungkin timbul dan bagaimana sebaiknya
pengadaan tanah tersebut dilaksanakan.
c)
Kantor Bappeda
Berkaitan dengan penyiapan program kegiatan pengadaan tanah, kerangka penanganan
pemukiman kembali dan rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan.
d)
Instansi terkait lainnya.
Instansi terkait lainnya antara lain : Dinas PU, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas
Perumahan, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Kecamatan, Kantor
K elurahan, dan Instansi pem ilik aset yang terkena proyek„.
Dengan pejabat dari instansi tersebut didiskusikan mengenai berbagai aspek dan pandangan
terhadap rencana pengadaan tanah.
L.2.3
Perumusan Kebutuhan Data dan Penyiapan Perangkat Survai
Berdasarkan hasil pengkajian data awal dan koordinasi/konsultasi dengan instansi terkait, maka
dapat dirumuskan jenis dan lingkup data dan perangkat pengumpulan data.
Jenis dan lingkup data
a) Data lahan dan lokasi proyek, meliputi :






Peta lokasi pengadaan tanah dan daerah sekitarnya;
Jumlah persil dan luas tanah yang dibutuhkan untuk proyek;
Kepemilikan, status penguasaan dan pola penggunaan tanah;
Jumlah dan jenis aset lainnya yang terkena proyek;
Sarana dan prasarana umum yang tersedia;
Kebijakan pengadaan tanah, termasuk ganti rugi, prosedur pengadaan tanah, pemukiman
kembali dan pembinaan;
 Sistem ekonomi dan sumber daya non-lahan.
b) Data tentang penduduk terkena proyek (PTP), meliputi :
 Jumlah PTP;
 Struktur penduduk, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
3
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan






Inventarisasi seluruh aset yang terkena proyek;
Sistem kegiatan sosial ekonomi dan penggunaan sumber daya;
Inventarisasi fasilitas sosial ekonomi dan budaya;
Jaringan sosial dan organisasi sosial;
Sistem dan perilaku sosial budaya;
Persepsi PTP terhadap proyek.
c) Data penduduk di lokasi pemukiman kembali, meliputi :










Karakteristik lokasi;
Kepadatan penduduk dan kapasitas daya tampung yang tersedia;
Komposisi demografi dan sosial budaya;
Fasilitas umum dan sumber daya umum yang tersedia;
Kepemilikan, pola penguasaan dan penggunaan lahan;
Kebutuhan prasarana baru dan pengembangannya;
Reaksi terhadap pemukim baru;
Organisasi dan kebutuhan masyarakat;
Jaringan sosial dan organisasi sosial;
Sistem dan perilaku sosial
Perangkat survey pengumpulan data
Mempersiapkan perangkat survey pengumpulan data sesuai dengan jenis dan cakupan data yang
akan dibutuhkan serta cara pengumpulan datanya. Data yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi PTP akan memerlukan perangkat survey berupa daftar kuisioner.
L.3
Pelaksanaan Survai Pengumpulan Data
L.3.1
Peningkatan Efektifitas Pengumpulan Data
Sebelum pelaksanaan pengumpulan data, perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini :
a)
b)
c)
d)
Menentukan definisi pengertian-pengertian dasar (seperti: PTP, keluarga, kerugian yang layak
diganti rugi, orang yang berhak),
Menetapkan tanggal pendataan PTP, dan segera melakukan sensus untuk menetapkan jumlah
PTP, luas tanah, jumlah bangunan dan aset lainnya yang terkena proyek;
Mempetakan tapak proyek (lokasi dampak) dan identifikasi rumah tangga dengan sistem
nomor (bila perlu copy KTP)
Melakukan sosialisasi daftar PTP dan prosedur pengaduan.
L.3.2
Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data terdiri dari 3 jenis survai utama, yaitu survai inventarisasi lahan dan
aset, survai sosial ekonomi, dan survai lokasi pemukiman kembali.
L.3.2.1 Survai inventarisasi lahan dan aset
a)
Melakukan pertemuan di Kantor Kelurahan/Desa untuk sosialisasi kepada masyarakat
khususnya PTP, tentang maksud dan tujuan survai dengan melibatkan pemrakarsa, pejabat
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
4
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
b)
c)
Kecamatan, Kelurahan, RW/RT, serta tokoh masyarakat.
Melakukan survai (sampling) dengan cara wawancara langsung, pengamatan (penaksiran),
pengukuran, dan pencatatan langsung di lapangan dengan menggunakan perangkat survai
yang telah dipersiapkan.
Melakukan verifikasi hasil inventarisasi kepada para pemilik dan/atau yang menguasai obyek
(aset) yang didata.
L.3.2.2 Survai sosial ekonomi
a)
b)
c)
d)
Penanggung jawab survai PTP : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari
penduduk lokal (misal: mahasiswa, petugas sensus dari kantor BPS, penyuluh KB, LSM) yang
dilatih terlebih dahulu.
Melakukan survai dengan cara sensus PTP melalui wawancara terstruktur menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan.
Melengkapi dengan pendapat dari nara sumber kunci (misal : tokoh/pemuka agama, tokoh
partai politik, tokoh pemuda) melalui wawancara tidak terstruktur
Pelaksanaan survai dapat melibatkan personil kelurahan, RW/RT setempat, serta dari wakilwakil PTP.
L.3.2.3 Survai lokasi pemukiman kembali
pelaksanaan survai lokasi pemukiman kembali ini terdiri dari: (i) survai tapak; dan (ii) survai sosial
ekonomi.
a) Survai tapak
Penanggung jawab survai : Site Planner, dibantu oleh survaiyor topografi (dapat dibantu dari
personil Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota). Pelaksanaan survai tapak ini terdiri dari 3
kegiatan utama, yakni : survai lahan; survai hidrologi dan sumber air bersih (jika diperlukan); dan
survai inventarisasi.
a.1. Survai lahan
Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data bentuk dan luas lahan, kondisi topografi, serta
kepemilikan dan status penguasaan lahan.
 Melakukan pemetaan/pengukuran situasi lahan dengan alat ukur standar (misal : theodolit
Wild T-0). Menyajikan hasil pengukuran tersebut dalam bentuk peta situasi lahan pada skala
1 : 500 atau 1: 1.000).
 Sebelum pengukuran situasi, ditentukan batas-batas lahan yang dibutuhkan untuk lokasi
pem ukim an kem bali (dengan cara pengukuran “staking out”) berdasarkan peta kerja yang
dibuat di atas peta persil tanah (dari Kantor BPN Kabupaten/Kota).
 Untuk mengetahui status kepemilikan dan penguasaan lahan/tanah, dilakukan pendataan
persil tanah, penyelidikan riwayat, penguasaan dan penggunaan tanah.
a.2. Survai hidrologi dan sumber air bersih
Survai hidrologi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pola aliran permukaan yang ada (dikaitkan
banjir/genangan). Sedangkan survai sumber air bersih dimaksudkan untuk mengetahui potensi
ketersediaan air bersih untuk pemukim (bila tidak tersedia jaringan air bersih PAM).
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
5
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Melakukan identifikasi lapangan terhadap pola aliran air permukaan di sekitar lokasi dan
bentuk/pola kemiringan lahan. Melengkapi dengan wawancara langsung secara bebas
dengan penduduk setempat.
 Membuat sumur uji air tanah dangkal sampai kedalaman 18 meter (dengan pertimbangan
akan diperuntukkan bagi sumur pompa tangan). Melakukan tes laboratorium terhadap
kualitas air yang dihasilkan. Melakukan pengamatan sumur sekitar dan wawancara dengan
penduduk setempat.
a.3. Survai inventarisasi
Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran aksesibilitas lokasi dan ketersediaan sarana
dan prasarana umum di sekitar lokasi pemukiman kembali (misal : jaringan listrik, jaringan air bersih,
prasarana jalan dan kemudahan transportasi angkutan umum, fasilitas pendidikan, kesehatan,
peribadatan, pusat perekonomian)
 Melakukan penelusuran, pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan, dilengkapi
wawancara langsung secara bebas seperlunya.
 H asil survai “diplotkan ” di atas peta dasar yang telah dipersiapkan sebelum nya (peta dasar
dapat berupa peta desa atau peta kecamatan atau peta rupa bumi dari Bakosurtanal).
b) Survai sosial ekonomi
Penanggung jawab survai : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari penduduk
lokal (misal: mahasiswa, staf Dinas Sosial kab/kota, penyuluh KB, LSM) yang dilatih terlebih dahulu.
(a) Melakukan pengkajian dokumen kepustakaan yang dianggap relevan (sumber data dari
instansi terkait)
(b) Melakukan survai secara sampling melalui wawancara langsung dengan kuisioner secara
terstruktur maupun wawancara bebas tidak terstruktur dengan sejumlah responden kunci.
L.4
Pengolahan dan Analisa Data
a)
b)
Membuat tabulasi seluruh data terkumpul berdasarkan variable-variabel yang telah ditentukan,
Menganalisis data secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif (target unit analisis adalah rumah
tangga).
c) Hasil analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui :
 jenis dan besaran kerugian;
 prosentasi dan jumlah warga yang terpaksa harus pindah,
 prosentasi dan jumlah warga masih tetap tinggal karena masih layak huni di lokasi semula,
 jumlah dan jenis kegiatan yang terganggu,
 jumlah anak sekolah yang harus pindah,
 anggota keluarga dan tanggungan lain kepala keluarga, serta pendidikan,
 matapencaharian/pendapatan dan pengeluaran keluarga.
d) Analisis deskriptif kualitatif adalah untuk mengetahui persepsi dan keinginan/kebutuhan
responden tentang rencana proyek.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
6
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
L.5
Identifikasi Dampak/Kerugian Yang MungkinTimbul
Dengan cara membuat tabel identifikasi sederhana, yang menggambarkan tentang hubungan
antara jenis aset/komponen yang terkena dampak, jenis dampak/kerugian, dan jumlah PTP. Hasil
identifikasi ini dapat digunakan sebagai dasar analisis kelayakan ganti kerugian, perencanaan
pemukiman kembali, dan penyusunan program rehabilitasi sosial ekonomi / pembinaan.
Jenis dampak/kerugian yang mungkin timbul, meliputi:
a)
b)
c)
d)
e)
Kehilangan lahan pertanian
Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis
Kehilangan lahan pekarangan perumahan
Kehilangan lahan untuk aksesibilitas lokal
Kehilangan rumah atau tempat tinggal, termasuk fasilitas pendukungnya (sambungan listrik, air
bersih PDAM, telepon, dll)
f) Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas pendukungnya
g) Pemindahan dari lahan komersial yang disewa atau ditempati
h) Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal, bangunan MCK, dll)
i) Kehilangan pendapatan dari usaha/bisnis yang terkena dampak
j) Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil
k) Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon
l) Kehilangan pendapatan dari upah/gaji
m) Kehilangan akses ke kesempatan kerja.
n) Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan kesehatan, fasilitas peribadatan, olah
raga, kesenian
o) Terganggunya fasilitas pemerintahan dan pusat kegiatan masyarakat lainnya
p) Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih, telepon, gas, dll).
q) Terganggunya/hilangnya tempat suci, kuburan atau kawasan/tempat pemakaman umum,
simbol atau tempat keramat lainnya, lokasi cagar budaya
r) Terganggunya interaksi sosial
s) Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi asal
t) Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang telah terinternalisasi pada lokasi asal
u) Kerugian akibat dampak lingkungan yang mungkin timbul dari pengadaan tanah dan
pemukiman kembali atau dari proyek.
L.6
Analisis Kelayakan Ganti Kerugian/Konpensasi
Analisis ini dimaksudkan untuk merumuskan dan menilai kelayakan parameter-parameter ganti
kerugian, terdiri dari :
a)
b)
c)
d)
PTP yang layak/berhak untuk mendapatkan ganti kerugian;
Jenis aset/kerugian yang layak diganti rugi;
Tingkat dan besaran ganti kerugian;
Pilihan bentuk ganti kerugian.
L.6.1
Kriteria PTP yang Layak/Berhak Mendapatkan Ganti Kerugian/Kompensasi
Kriteria PTP yang layak mendapatkan ganti kerugian adalah sesuai dengan isi dari Keppres No.
55/1993 Pasal 17 dan Permeneg Agraria/Kepala BPN No 1/1994 Pasal 20 dan Pasal 21.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
7
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
L.6.2
Kriteria Dampak/Kerugian Yang Layak Diganti Rugi
Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 dan pengembangannya, maka kriteria
atas dampak dan kerugian yang layak diberikan ganti kerugian/kompensasi, sebagai berikut:
a)
Kerugian atas dasar faktor fisik (materiil)
Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor fisik yang layak diganti rugi, antara lain meliputi :








b)
Tanah hak, baik yang bersertifikat dan yang belum bersertifikat;
Tanah ulayat;
Tanah wakaf;
Tanah yang dikuasai tanpa alas hak, yang dengan atau tanpa izin pemilik tanah;
Tanah Negara;
Bangunan;
Tanaman;
Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah.
Kerugian atas dasar faktor non-fisik (immateriil)
Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik yang dianggap layak untuk diganti rugi (bila
terjadi pemukiman kembali), antara lain:
 Kehilangan matapencaharian dan pendapatan;
 Keterikatan sosial dengan lokasi asal; antara lain: anak (murid) sekolah, pengontrak/sewa
(tanah dan bangunan), dan keanggotaan dalam suatu organisasi sosial kemasyarakatan;
 Aset sosial-budaya lainnya, (misalnya, gotong royong, saling membantu pada saat
kesulitan, nilai-nilai kepatutan/kewajaran sosial).
L.6.3
Penilaian Tingkat dan Besaran Ganti Kerugian
L.6.3.1 Kerugian atas dasar faktor fisik
a)
Tanah,
Kriteria tanah, sebagai berikut :
 Tanah perumahan;
o Sisa tanah tidak layak huni (sisa luas tanah < 60 m2 atau tidak sesuai dengan
ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya
 Tanah yang dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha:
o Sisa tanah tidak layak usaha (sisa luas tanah < 24 m2 atau tidak sesuai dengan
ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya;
 Lahan usaha pertanian;
o Sisa tanah tidak layak usaha yang berbasiskan tanah (sisa luas tanah < 0,25 Ha atau
tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/ RTRK), dianggap seluruh bidang tanah
terkena proyek dan harus diganti seluruhnya;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
8
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Perkiraan besaran ganti kerugian/kompensasi atas tanah didasarkan pada nilai nyata (nilai
jual) tanah, dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
 NJOP (nilai jual obyek pajak),
 Harga pasar, adalah harga transaksi umum atas tanah dan bangunan,
 Harga sejenis, adalah harga transaksi tanah dan bangunan yang telah terjadi di sekitar
lokasi,
 SK Bupati/Walikota,
 Aspirasi warga,
 Masukan dari tokoh masyarakat dan para ahli,
Mengingat pada suatu bidang tanah melekat suatu jenis hak dan status penguasaannya, maka
dalam penentuan nilai ganti kerugian atas tanah harus juga didasarkan pada jenis hak dan
status penguasaan yang melekat atas (bidang) tanah yang bersangkutan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
(a). Tanah Hak
Hak Milik :
 Sudah bersertifikat dinilai 100 %;
 Belum bersetifikat dinilai 90 %.
Hak Guna Usaha :
 Masih berlaku dinilai 80 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik;
 Sudah berakhir dinilai 60 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik;
 Masih berlaku dan sudah berakhir tidak diberi ganti kerugian jika perkebunan tidak
diusahakan dengan baik;
 Ganti rugi tanaman ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab
di budang perkebunan dengan memperhatikan faktor investasi, kondisi kebun dan
produktivitas tanaman.
Hak Guna Bangunan :
 Masih berlaku dinilai 80 %;
 Sudah berakhir dinilai 60 %.
Hak Pakai :
 Jangka waktu tidak dibatasi dan berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu dinilai 100 %;
 Jangka waktu paling lama 10 tahun dinilai 60 %;
 Sudah berakhir dinilai 50 % jika tanah masih dipakai sendiri/orang lain atas
persetujuan.
(b) Tanah Wakaf
 Dinilai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah,
bangunan dan perlengkapan yang diperlukan.
(c) Tanah Ulayat
 Dinlai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk pembanguan
fasilitas umum, atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
9
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(d) Tanah Yang Dikuasai Tanpa Atas Hak
 Dikuasai > 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR
dinilai 60 %;
 Dikuasai >20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan
RTRW/RUTR dinilai 50 %;
 Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR
dinilai 40 %;
 Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan
RTRW/RUTR dinilai 30 %.
(e) Tanah Negara
 Untuk Tanah Negara, dinilai sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 1994.
b) Bangunan
Penilaian tingkat kerugian atas bangunan didasarkan pada kriteria/ketentuan sebagai berikut :
 Bangunan rumah tinggal
Sisa luas bangunan tidak layak huni (sisa luas bangunan < 21 m2, atau tidak sesuai
dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya.
 Bangunan tempat usaha
Sisa luas bangunan tidak layak usaha (sisa luas bangunan < 18 m2, atau tidak sesuai
dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus
diganti seluruhnya
 Bangunan lainnya
Sisa luas bangunan tidak layak pakai atau tidak sesuai untuk penggunaan seperti
sebelumnya, atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK, dianggap seluruh
bangunan terkena proyek dan harus diganti seluruhnya. Perkiraan besarnya ganti
kerugian untuk bangunan didasarkan atas nilai jual bangunan yang bersangkutan
dengan mengacu pada standar harga (biaya) bangunan dari instansi yang terkait dan
aspirasi warga, tanpa memperhitungkan depresiasi, namun tetap memperhatikan izin
pendirian bangunan (IMB) tersebut.
Beberapa standar harga dari instansi terkait dimaksud antara lain:
 Standar harga bangunan dari instansi yang terkait (misalnya, Surat Edaran Bersama
Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan
Gedung Negara Yang Dibiayai APBN);
 Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat (biasanya
berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka
Pemberian Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah
yang bersangkutan); Selanjutnya, berdasarkan izin pendirian bangunan (IMB), maka
perkiraan besarnya ganti kerugian dihitung sebagai berikut :
a.
b.
Bangunan yang sudah memiliki IMB dinilai 100 %;
Bangunan yang belum memiliki IMB dinilai 75 %.
c) Tanaman
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
10
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Ganti kerugian untuk tanaman dinilai berdasarkan nilai jual dari tanaman bersangkutan,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
 Jenis tanaman dan nilai komersialnya
 Umur dan tingkat produktivitas
Selanjutnya untuk menentukan besarnya ganti kerugian, ditaksir dan dinilai oleh instansi yang
terkait (biasanya dalam hal ini adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan atau Dinas
Pertamanan)
d) Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah.
Ganti kerugian atas aset/benda lainnya yang terkait dengan tanah dinilai berdasarkan nilai jual
dan/atau tingkat pentingnya aset dimaksud. Selanjutnya, dalam menentukan besarnya ganti
kerugian untuk bendabenda lain yang terkait dengan tanah tersebut, dinilai berdasarkan :
 Ketentuan dan standar harga dari instansi yang terkait
 Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman
Standarisasi Pembangunan Gedung Negara Yang Dibiayai APBN);
 Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat, berupa
Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka Pemberian
Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah yang
bersangkutan;
 Aspirasi warga
L.6.3.2 Kerugian Atas Dasar Faktor Non-Fisik (Immateriil)
Penilaian ganti kerugian untuk jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik ditentukan berdasarkan
atas kehilangan keuntungan, manfaat/kepentingan, kenikmatan yang sebelumnya diperoleh warga
masyarakat yang terkena proyek sebagai akibat kegiatan proyek tersebut.
a) Kehilangan matapencaharian dan pendapatan.
Penggantian atas kerugian berupa kehilangan mata pencaharian dan pendapatan, dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
 PTP Usaha Bagi Hasil dan Pekerja Permanen
Pemberian ganti kerugian atas kehilangan matapencaharian/pendapatan untuk kategori
ini didasarkan pada :
 Kompensasi senilai biaya hidup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum menurut
tahun berlaku selama 6 (enam) bulan selama periode masa transisi;
 Bantuan biaya pindah yang layak;
 Difasilitasi (pembinaan) secara layak untuk mengembangkan kehidupan yang lebih
baik atau minimal setara seperti kondisi sebelum terkena proyek/kegiatan pengadaan
tanah (misalnya, penyediaan tempat usaha baru dengan fasilitas kredit lunak,
pengembangan usaha kecil termasuk paket pelatihan keterampilan).
 Penyewa/Pengontrak Bangunan Tempat Usaha/Lahan Usaha
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
11
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Nilai penggantian atas kehilangan matapencaharian dan pendapatan bagi PTP
penyewa/pengontrak bangunan tempat usaha dan/atau lahan usaha, diperhitungkan
sebagai berikut :
 Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa.
 Kompensasi sebagaimana PTP Usaha Bagi HasiK.
b) Hilangnya Keterikatan Sosial dengan Lokasi AsaK.
Jenis kerugian ini akan sangat beragam tergantung pada kondisi obyektif di lapangan. Dalam
pedoman ini disajikan cara penilaian ganti kerugian untuk 3 (tiga) jenis kerugian yang umum
terjadi dan cukup signifikan, yakni :
 Anak Sekolah yang Terpindahkan
Pemberian ganti kerugian bagi anak sekolah yang terpindahkan (terpaksa harus pindah
karena mengikuti orang tuanya), diperhitungkan berdasarkan faktor-faktor sebagai
berikut :
 Anak sekolah SD yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 0,5 Km; diberi
kompensasi sebagai berikut :
 Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang
setara dengan menggaji seorang pengasuh selama 3 (tiga) bulan;
 Penggantian dana Badan Pembinaan Pendidikan dan Pengajaran (BP3)
yang sudah dibayarkan selama 1 (satu) tahun.

Anak sekolah SMP yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 5 Km; diberi
kompensasi sebagai berikut :
 Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang
setara dengan biaya transportasi umum untuk 2 (dua) kali imbal selama 6
bulan;
 Biaya ekstra (karena terpaksa harus membeli makanan/ jajanan) dengan nilai
kompensasi yang setara dengan lingkungannya, selama hari sekolah (26
hari) selama 6 bulan;
 PTP Pengontrak/Penyewa Rumah Tinggal
Pemberian ganti kerugian bagi PTP kategori ini, diperhitungkan berdasarkan faktorfaktor sebagai berikut :
 Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa;
 Bantuan pindah;
 Bagi penyewa/pengontrak yang telah bermukim >5 tahun diberi prioritas paket
kegiatan pemukiman kembali.
 Kehilangan Aset Sosial-Budaya Lainnya
Penggantian atas jenis kerugian non-fisik berupa kehilangan aset sosial budaya lainnya
ini, dapat diberikan dalam bentuk bantuan program fasilitasi (pembinaan). Dampak ini
akan timbul, khususnya apabila terjadi pemukiman kembali yang tergolong kategori
penting.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
12
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Dalam program pembinaan tersebut, perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok
PTP dengan kepala rumah tangga perempuan. Perhatian khusus juga harus diberikan
kepada kelompok PTP yang tergolong rentan lainnya, dan apabila diperlukan, harus
disiapkan paket program persiapan sosiaK.
L.6.4
Alternatif Bentuk Ganti Kerugian.
Analisis altermatif (pilihan) bentuk ganti kerugian didasarkan atas hasil survai sosial ekonomi (dalam
pelaksanaan dapat ditentukan berdasarkan atas hasil musyawarah dalam rangka menentukan
bentuk dan besarnya ganti kerugian). Beberapa pilihan bentuk ganti kerugian yang dapat
digunakan sebagai penggantian/kompensasi, antara lain sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Uang tunai;
Tanah pengganti;
Kavling siap bangun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
Bangunan pengganti;
Perumahan murah dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
Rumah susun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
Real estate dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah;
Bentuk lainnya yang disetujui oleh PTP dan dapat diusahakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan/atau Pemrakarsa
L.7
Perencanaan Lokasi Pemukiman Kembali
Proses perencanaan pemukiman kembali dan pembinaan terdiri dari 5 tahapan kegiatan utama,
yakni :
a)
b)
c)
d)
e)
Memperkirakan jumlah PTP yang terpindahkan;
Menentukan kategori pemukiman kembali.
Menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali;
Pemilihan/penentuan lokasi;
Perancangan permukiman
L.7.1
Memperkirakan Jumlah PTP Yang Terpindahkan
Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 menyebutkan bahwa ganti kerugian
dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a) Hak atas tanah;
b) Bangunan;
c) Tanaman;
d) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
e) Tanah yang dikuasai dengan hak ulayat.
Ketentuan berdasarkan Keppres tersebut di atas perlu pengembangan lebih lanjut, mengingat
belum mencakup seluruh kategori kerugian yang mungkin timbul akibat kegiatan pengadaan tanah.
Misalnya kerugian akibat kehilangan akses pada sumber penghidupan (kehilangan
matapencaharian dan pendapatan), kehilangan keterkaitan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi
asal, terganggunya jaringan dan pola kehidupan sosial budaya, dan sebagainya. Hal ini juga
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
13
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
merupakan salah satu ketentuan/kebijakan dari Bank Dunia dan ADB yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (lihat Panduan
Operasional/Kebijakan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman
Kembali ADB).
Berdasarkan Panduan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman
Kembali ADB yang merupakan usulan penjabaran lebih lanjut dari Keppres RI No. 55/1993 dalam
Pasal 12 dan 14, maka dari hasil survai sosial ekonomi dan analisis/identifikasi dampak/ kerugian,
dapat diperkirakan jumlah PTP yang terpaksa harus pindah adalah sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan terkena
proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak huni (sisa luas
tanah < 60 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK);
Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha dan terkena
proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak usaha (sisa luas
tanah < 24 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK);
Warga pemilik tanah/lahan yang tanahnya dipergunakan bagi lahan usaha pertanian (berbasis
tanah) dan terkena proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak
layak usaha (sisa luas lahan usahanya < 0,25 Ha, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK)
Warga penyewa/pengontrak rumah tinggal yang telah menempatiselama lebih dari 5 tahun
untuk bermukim/hunian dan merupakan penduduk (KK) setempat (dari Kabupaten/Kota yang
sama dengan lokasi proyek), serta tanah/bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya
sebagaimana ketentuan pada butir a diatas.
Warga penyewa/pengontrak tanah/bangunan tempat usaha yang telah menjalani usahanya
selama lebih dari 5 tahun, serta tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan
seluruhnya sebagaimana ketentuan pada point b) diatas;
Warga penyewa/bagi hasil tanah/lahan usaha pertanian yang telah menjalani usahanya selama
lebih dari 5 tahun, serta tanahnya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya, sebagaimana
ketentuan pada point 3 diatas;
Warga yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak (dengan atau tanpa izin pemilik
tanah), yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan/atau tempat usaha
dan telah menempati selama lebih dari 5 tahun untuk bermukim/hunian atau berusaha, serta
tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya sebagaimana ketentuan pada
point a) dan/ atau point b) diatas;
Identifikasi P T P yang terpindahkan dilakukan dengan cara m encerm ati “tabel identifikasi
dam pak/kerugian”, kem udian dengan m enggunakan kriteria P T P yang terpindahkan seperti
tersebut di atas, hasilnya dituangkan dalam “tabel P T P yang terpindahkan”.
L.7.2
Menentukan Kategori Pemukiman Kembali
Kategorisasi pemukiman kembali dimaksudkan untuk menilai dampak kegiatan pengadaan tanah
yang mengharuskan dilakukan perencanaan pemukiman kembali. Penilaian ini penting terutama
dalam menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali dan program rehabilitasi sosial ekonomi
(pembinaan)
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
14
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Penting
Tingkat Dampak
Jumlah PTP
Kehilangan kekayaan produktif dan
yang lain (termasuk lahan,
pendapatan dan matapencaharian)
> 200(± 40 KK)
Kehilangan perumahan, struktur
masyarakat, sistem dan fasilitas
sosial
Kehilangan sumber daya, tempat,
lingkungan dari rumah tangga atau
masyarakat.
PTP adalah penduduk asli atau
rentan, misalnya yang paling miskin,
masyarakat terpencil, rumah tangga
dengan kepala keluarga perempuan
yang tidak mempunyai hak yang sah
atas lahan, dan penggembala.
Kasus-kasus pemukiman kembali
kurang penting yang berdampak
pada kelompok khusus/rawan
> 200(± 40 KK)
> 200 (± 40 KK)
Persyaratan
Ganti rugi dengan nilai penggantian,
bantuan pemindahan dan tunjangan
pendapatan selama pelaksanaan relokasi,
langkah pemulihan pendapatan.
Ganti rugi dengan nilai penggantian,
bantuan pemindahan dan perencanaan
relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK.
Penggantian kalau bisa, pemulihan dan
ganti rugi
> 100 (± 20 KK)
Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh.
> 50(± 10 KK)
Misalnya, 50 PTP golongan rentan perlu
rencana pemukiman kembali lengkaK.
Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh
Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Kurang Penting
Tingkat Dampak
Jumlah PTP
Kehilangan kekayaan produktif dan
lain-lain (termasuk lahan,
pendapatan dan matapencaharian)
< 200(± 40 KK)
Kehilangan rumah tinggal, struktur
masyarakat, sistem dan fasilitas
sosial
Kehilangan sumber daya, tempat,
lingkungan dari rumah tangga atau
masyarakat.
PTP adalah penduduk asli atau
rentan/rawan, misalnya yang paling
miskin, masyarakat terpencil, rumah
tangga dengan kepala keluarga
perempuan yang tidak mempunyai
hak yang sah atas lahan,
penggembala.
PTP adalah kelompok rawan atau
rentan
< 200(± 40 KK)
< 200 (± 40 KK)
Persyaratan
Ganti rugi dengan nilai penggantian,
bantuan pemindahan dan tunjangan
pendapatan selama pelaksanaan relokasi,
pemulihan pendapatan.
Ganti rugi dengan nilai penggantian,
bantuan pemindahan dan perencanaan
relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK.
Penggantian kalau bisa, pemulihan dan
ganti rugi
< 100 (± 20 KK)
Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh
< 50 (± 10 KK)
Tahap persiapan sosial/langkahlangkah
khusus mungkin diperlukan untuk menjamin
rehabilitasi penuh
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
15
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
L.7.3
Penyiapan Alternatif Pilihan Pemukiman Kembali
Dalam perumusan alternatif relokasi ini, didasarkan pada skala kebutuhan pemukiman kembali,
melibatkan seluruh PTP yang terpindahkan, dan penduduk setempat dalam merumuskan pilihan
relokasi yang terbaik.
L.7.3.1 Alternatif relokasi
Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian cara pemindahan (relokasi), antara lain
meliputi : (i) Relokasi mandiri; (ii) Relokasi setempat; dan (iii) Relokasi ke lokasi/kawasan baru.
a). Relokasi Mandiri;
Alternatif ini dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan memilih ganti kerugian berupa
uang tunai dan berinisiatif (baik perorangan atau kelompok) melakukan relokasi ke tempat
pilihan mereka sendiri. Dalam hal ini beberapa PTP dapat pindah dengan memperoleh seluruh
ganti kerugian yang menjadi haknya. Mereka hanya membutuhkan dukungan sosial atau
pekerjaan dari proyek untuk memulihkan kembali tingkat kehidupanya seperti sebelumnya.
Namun demikian, penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (Pemda
Kabupaten/ Kota dan Pemrakarsa) masih tetap bertanggungjawab atas perkembangan kondisi
kehidupan sosial ekonomi mereka pasca relokasi, sehingga diperlukan kegiatan monitoring dan
evaluasi.
b). Relokasi Setempat.
Relokasi setempat (di sekitar tapak proyek) dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan
sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar (setempat-setempat) di sepanjang
rute jalan . PTP dapat ditempatkan (dimukimkan) di kawasan sekitar Damija. Khusus untuk
daerah perkotaan, relokasi setem pat dengan pendekatan “renew able developm ent” ka wasan
sekitarnya (peremajaan atau revitalisasi kawasan), mungkin dapat dipertimbangkan untuk
diterapkan, meskipun jumlah PTP relatif banyak, lahan yang dibutuhkan untuk proyek relatif
luas dan kondisi lingkungan di sekitar tapak proyek merupakan perkampungan kumuh dan
padat penduduk.
B eberapa m anfaat pendekatan “renew able developm ent”, antara lain :
(a) Memberikan konstribusi (manfaat) yang nyata terhadap masyarakat/lingkungan di sekitar
tapak proyek;
(b) Bagi PTP sendiri akan lebih menguntungkan karena karakteristik lokasi masih sama
dengan lokasi asal,
(c) Bangunan pemukiman dapat dibangun secara vertikal (rumah susun).
c). Relokasi ke Lokasi/Kawasan Baru
Relokasi ke lokasi/kawasan baru yang ditentukan oleh Pemda/ Pemrakarsa, jauh dari lokasi
asal (apalagi jika merupakan “perkam pungan asli” P T P ) dapat m enyebabkan tekanan sosial,
khususnya jika lokasi dimaksud berbeda kondisi lingkungannya, pola kehidupan ekonomi dan
matapencaharianm atau parameter sosial dan budayanya. Pemindahan ke lokasi baru yang
jauh atau kawasan yang berbeda karakterisrik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi, harus
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
16
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
sedapat mungkin dihindarkan.
L.7.3.2 Alternatif Bentuk Permukiman
Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian bentuk permukimannya, antara lain : (i)
Perumahan; (ii) Rumah susun; (iii) Kaveling siap bangun (KSB).
a). Perumahan
Pilihan pemukiman dalam bentuk perumahan dapat diterapkan, baik PTP yang terpindahkan
sedikit atau banyak. Lokasi perumahan ini harus dilengkapi sarana dan prasaran sosial
ekonomi yang layak (air bersih, jalan, sambungan listrik, fasilitas umum), serta harganya
terjangkau (misalnya, fasilitas kredit kepemilikan rumah). Penyediaan pemukiman ini dapat
berupa perumahan yang telah ada maupun pembangunan baru. Jika PTP yang terpindahkan
sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar setempat-setempat di sepanjang
rute jalan, perumahan dapat dibangun di sekitar Damija (relokasi setempat). Apabila PTP yang
terpindahkan relatif banyak ( > 40 KK), perumahan dibangun di lokasi baru.
b). Rumah Susun
Jika PTP sedikit dapat ditempatkan pada rumah susun yang sudah ada, dan jika PTP banyak
harus dipertimbangkan pembangunan runah susun yang baru. Pilihan ini juga dapat
dipertim bangkan untuk relokasi setem pat dengan m em akai pendekatan “renew able”.
Cara kepemilikan rumah susun dapat dilakukan dengan cara sistem sewa (runah susun sewa)
dalam jangka waktu yang lama (misalnya, 20 tahun), atau dengan pembelian (hak milik) serta
harganya terjangkau (misalnya, fasilitas KPR-BTN). Penyediaan pemukiman ini dapat berupa
rumah susun yang telah ada maupun pembangunan baru.
c). Kavling Siap Bangun (KSB)
Alternatif KSB mungkin akan menjadi pilihan bagi sebagian kecil PTP yang ingin membangun
rumah tinggalnya sesuai kehendak mereka. Lokasi KSB dapat terletak di sekitar lokasi asal
atau ditempat lain. Pilihan ini akan memberi kebebasan kepada PTP untuk mendesain
permukimannya sesuai kebutuhan. Lokasi KSB harus dipersiapkan dengan baik (layak) yang
dilengkapi dengan sarana dan prasaran sosial ekonomi (antara lain, air bersih, jalan,
sambungan listrik, saluran drainase, fasilitas umum) dan harganya terjangkau (misalnya,
fasilitas KPR)
L.7.4
Pemilihan/Penentuan Lokasi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan/penentuan lokasi pemukiman kembali,
meliputi :
a)
b)
Membuat pilihan alternatif lokasi,
Pilihan alternatif lokasi diplot diatas peta dasar atau peta rencana kota/RUTR/RTRK, dan
dikonsultasikan dengan PTP yang terpindahkan,
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
17
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c)
d)
Survai kelayakan lokasi
Survai kelayakan lokasi juga harus melibatkan PTP dan masyarakat setempat
Penentuan pilihan lokasi
Penentuan pilihan lokasi, harus berdasarkan dan diputuskan melalui musyawarah dengan
PTP, dan masyarakat setempat
Sebagai acuan dalam penilaian kelayakan lokasi pemukiman kembali, dapat dipertimbangkan
faktor-faktor berikut ini :
(a) Diusahakan masih terletak dalam wilayah Kecamatan yang sama, atau minimal dalam wilayah
Kabupaten/Kota yang sama dengan lokasi sebelumnya, serta sesuai dengan rencana tata
ruang (RUTR/RTRK);
(b) Ketersediaan lahan, dikaitkan dengan jumlah PTP yang akan dimukimkan dan daya tampung
kawasan;
(c) Mempunyai karekteristik lokasi yang setara dengan lokasi asal (karakteristik lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi);
(d) Kemudahan aksesibilitas ke pusat-pusat perekonomian, fasilitas pelayanan kesehatan dan
pendidikan;
(e) Ketersediaan peluang usaha/kesempatan kerja;
(f) Ketersediaan sumber daya air bersih dan sambungan listrik.
(g) Mempertimbangkan faktor lingkungan dan dampak terhadap masyarakat setempat (kualitas
lahan, daya tampung lokasi/ kawasan, penggunaan sumber daya milik umum, prasarana
sosial, komposisi penduduk).
L.7.5
Perancangan Permukiman.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka perancangan permukiman ini, sebagai berikut
a)
b)
c)
Survai lokasi.
Survai ini mencakup survai investigasi karakteristik fisik lokasi dan survai sosial ekonomi.
Perancangan struktur permukiman.,
Konsultasi masyarakat dalam merancang struktur permukiman dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :
 Jumlah PTP yang akan dimukimkan, luas dan bentuk lahan;
 Karakteristik sosial dan kebiasaan budaya PTP dan warga setempat;
 Keberadaan fasilitas sosial-budaya masyarakat.
 Struktur dan pola permukiman yang ada (eksisting).
 Jangkauan dan aksesibilitas lokasi terhadap fasilitas sosial ekonomi yang ada (pusat
pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, peribadatan, dan pusat perekonomian).
 Kisaran luas kepemilikan tanah dan bangunan dari PTP dan masyarakat setempat. Lokasi
dimaksud harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai,
seperti :
 Penyediaan air bersih;
 Sambungan listrik (dan komunikasi);
 Fasilitas umum, seperti fasilitas pendidikan, tempat usaha, tempat ibadah, pasar,
olah raga, dan sebagainya sesuai dengan tingkat kebutuhan besaran komunitas
yang terbentuk;
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
18
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
-
L.8
Saluran drainase/air kotor/limbah;
Prasarana transportasi/jalan (jalan akses/utama dan jalan lingkungan);
Kemudahan transportasi angkutan umum;
Penyusunan Program Rehabilitasi Sosial Ekonomi
Program rehabilitasi sosial ekonomi (pembinaan) merupakan salah satu upaya penting
penanggulangan dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, yakni untuk
meningkatkan kondisi kehidupan dan penghidupan sosial ekonomi PTP.
Langkah-langkah dalam menyusun program pembinaan ini antara lain :
a)
b)
c)
Mengidentifikasi kelompok PTP yang layak untuk mendapatkan program pembinaan secara
intensif, yakni PTP yang terpindahkan, PTP yang kehilangan mata pencaharian/pendapatan,
dan PTP yang tergolong kelompok rentan;
Mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi PTP, khususnya kegiatan ekonomi (menurut jenis
kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan, besarnya keluarga,
preferensi, pilihan);
Mengidentifikasi berbagai alternatif program pembinaan, khususnya untuk pemulihan
pendapatan melalui konsultasi dengan instansi terkait, pengusaha, serta analisis kelayakan
dan finansiaK.
Materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP, sebagai berikut :
a)
Kategori dan jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan
Menjelaskan secara rinci mengenai jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan
(menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan,
besarnya keluarga, preferensi, pilihan).
b)
Strategi Program Pembinaan
Menjelaskan secara spesifik mengenai paket bantuan program pembinaan yang perlu
diberikan. Strategi program pembinaan mencakup strategi pemulihan kondisi sosial ekonomi
jangka pendek dan jangka panjang.
Strategi program rehabilitasi sosial jangka pendek, dapat berupa :
 Ganti kerugian atas tanah, bangunan, dan semua aset lain yang terkena proyek dibayar
penuh sebelum relokasi;
 Bantuan pembangunan rumah, tempat usaha dan bantuan/ tunjangan relokasi
(misalnya. bantuan pindahan, tunjangan biaya hidup, bantuan pendidikan anak sekolah,
bantuan untuk memulai usaha baru) diberikan secara penuh selama masa transisi;
 Dibebaskan dari berbagai biaya pajak, pembongkaran (bangunan) dan pemulihan untuk
relokasi;
 Subsidi sarana produksi atau kredit murah untuk usaha;
 Kesempatan kerja atau berusaha sementara jangka pendek dalam kegiatan
pembangunan proyek atau pembangunan konstruksi di lokasi pemukiman kembali;
 Paket bantuan/pembinaan khusus (jika diperlukan) bagi PTP kelompok rentan (seperti,
kaum perempuan, kelompok usia lanjut, orang-orang cacat, kelompok paling miskin);
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
19
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
 Pembinaan untuk integrasi sosial dengan penduduk setempat (tuan rumah) di lokasi
pemukiman kembali;
 Paket rehabilitasi lingkungan.
Strategi pembinaan jangka panjang , mencakup:
 Strategi pembinaan sosial dapat berupa pembangunan fasilitas sosial dan penguatan
kelembagaan sosial kemasyarakatan.
 Strategi pengembangan kegiatan ekonomi dapat berupa kegiatan usaha berbasis lahan
dan/atau non-lahan yang mendapat bantuan proyek (misalnya, penyiapan lahan
pengganti, peningkatan keterampilan melalui pelatihan dan dampingan teknis,
pekerjaan, bantuan kredit usaha kecil dan usaha mandiri, masukan/norma input lainnya
untuk pemulihan pendapatan) dan menjalin keterkaitan dengan program-program
pembangunan sosial ekonomi lokal, regional atau nasionaK.
c)
Kerangka Waktu Pelaksanaan
Membuat perkiraan waktu pelaksanaan, frekuensi, dan lamanya pelaksanaan untuk setiap
kelompok sasaran pembinaan dan jenis bantuan pembinaan yang diberikan. Dalam menyusun
kerangka waktu pelaksanaan pembinaan ini perlu mempertimbangkan jadwal kegiatan
konstruksi proyek dan keterkaitan dengan skema program pembangunan sosial ekonomi
lainnya.
d)
Kelembagaan
Menentukan instansi penanggung jawab, instansi pelaksana, serta instansi pendukung dalam
rangka implementasi program pembinaan dimaksud, termasuk mekanisme koordinasi yang
diperlukan dan mekanisme pelaksanaan pembinaan dan penyaluran bantuan.
L.9
Perumusan Kerangka Pemantauan dan Evaluasi
L.9.1
Pemantauan Internal
Tujuan pemantauan ini adalah untuk menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan sebagai bahan masukan bagi
para pelaksana dalam pengambilan keputusan dalam rangka implementasi rencana kegiatan, serta
untuk membantu manajemen dalam mengkaji tingkat kemajuan implementasi rencana kegiatan
selama proses pelaksanaan sampai dengan selesai.
Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan
Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan harus diturunkan berdasarkan jenis
kegiatan yang dilaksanakan, kerangka waktu dan anggaran yang telah direncanakan.
Metode pemantauan
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkaji dan menilai tingkat kemajuan/pencapaian
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
20
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
sasaran fisik dari proses im plem entasi rencana kegiatan (action plan) adalah m etode “single
program beforeafter” yakni suatu m etode pengkajian/penilaian terhadap perubah an dari suatu jenis
obyek/kegiatan yang menjadi target sasaran (bisa juga kelompok sasaran) tanpa harus
menggunakan kelompok kontrol, dengan cara membandingkan antara kondisi sebelum dan
sesudah dilakukan suatu “treatm ent” (kegiatan). Sedangkan sebagai alat (perangkat) analisisnya,
dapat digunakan m odel diagram “kurva -S ” (s-curve).
Selanjutnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi, beberapa metode yang dapat
dipertimbangkan untuk dipergunakan, antara lain mencakup:
a)
Rapat Koordinasi dan Diskusi
Dalam rapat koordinasi dan/atau diskusi ini, dapat mengkonfirmasikan kepada para peserta
rapat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kemajuan pelaksanaan kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali.
b)
Pengkajian Dokumen Laporan
Mengkaji seluruh dokumen laporan pelaksanaan kegiatan yang dibuat/disampaikan oleh para
pelaksana kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Dokumen laporan ini biasanya
disampaikan secara berkala.
c)
Membuat Dokumentasi PTP
Sistem dokumentasi data PTP (data file record) dibuat untuk setiap rumah tangga (KK) yang
mencatat tentang identitas (rumah tangga) PTP, jenis aset terkena proyek, serta bentuk dan
nilai ganti kerugian. File dokumentasi ini dicetak dalam bentuk formulir dan dibagikan kepada
setiap PTP yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga m em ungkinkan untuk “one -stop m onitoring” m isalnya untuk status pem berian
kompensasi/ ganti kerugian.
d)
Informal Sample Survai
Pemantauan dapat dilakukan dengan cara pengamatan inventarisasi (visual) dan pencatatan
langsung, maupun melalui wawancara langsung secara tidak terstruktur dengan PTP ( 20 %
sample secara purposive). Misalnya untuk mengetahui apakah ganti kerugian telah diberikan
(sesuai dengan kerangka kelayakan ganti kerugian hasil kesepakatan dalam musyawarah),
sampai seberapa jauh pembongkaran bangunan telah dilakukan, atau apakah lokasi
pemukiman kembali telah disiapkan/dibangun secara layak dan memadai.
e)
Wawancara dengan Responden/Informan Kunci
Pemantauan (pengumpulan data) dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara langsung
secara tidak terstruktur dengan sejumlah warga masyarakat yang dianggap strategis dan
mempunyai pengetahuan luas atau pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali, khususnya pada lokasi bersangkutan. Wawancara ini dapat
dilakukan setiap 6 (enam) bulan selama pelaksanaan.
f)
Rapat/Pertemuan dengan Masyarakat.
Rapat pertemuan dengan masyarakat, khususnya dengan PTP dimaksudkan untuk meninjau
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
21
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(mengetahui) respon dan masukan dari masyarakat (PTP) secara langsung tentang
pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta untuk memperoleh gambaran
informasi mengenai tampilan dari berbagai aktifitas kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali. Rapat umum/ pertemuan dengan PTP ini dapat dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali
atau lebih selama pelaksanaan kegiatan.
Waktu dan frekuensi pemantauan
Pemantauan dilaksanakan selama berlangsungnya proses pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah,
pemukiman kembali dan pembinaan, dengan variasi waktu untuk rapat koordinasi mingguan (tingkat
pelaksana lapangan) dua mingguan (koordinator pelaksanan) dan bulanan (tingkat manajemen).
Kemudian, untuk konfirmasi lapangan dapat dilakukan setiap satu bulan sekali atau sesuai
kebutuhan untuk merespon kondisi obyektif yang berkembang.
Pelaksana pemantauan
Pemantauan internal dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab dan pelaksana kegiatan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Namun demikian, pemrakarsa harus dilibatkan secara
penuh, khususnya dalam rangka sinkronisasi program.
Dalam merumuskan materi pelaksana pemantauan internal ini harus mencakup rincian pengaturan
mengenai :
a)
b)
c)
Distribusi tanggung jawab pemantauan dalam unit/instansi pelaksana pengadaan tanah. Untuk
pengadaan tanah dan pemukiman kembali berskala besar lebih baik jika ada Tim khusus untuk
pemantauan. Kemudian untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang melibatkan
instansi-instansi lain atau beberapa jenjang pemerintahan, diperlukan suatu rencana
mekanisme koordinasi.
Tanggung jawab atas tugas-tugas tertentu, termasuk pengumpulan dan analisis data, verifikasi,
pengendalian, koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan, penyerahan laporan
kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan.
Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan
keterampilan pemantauan.
Sistem Pelaporan
Jenis laporan terdiri dari laporan harian, mingguan/dwi mingguan, bulanan, triwulan, tahunan dan
laporan akhir kegiatan.
a) Laporan Harian
Laporan harian dibuat oleh Pelaksana Lapangan, yang berisi tentang jenis dan besaran
(volume) kegiatan yang telah dilaksanakan serta catatan penting atas permasalahan/kendala
yang dihadapi. Laporan ini diserahkan setiap hari kepada Koordinator Lapangan.
b) Laporan Mingguan/Dwi Mingguan
Laporan ini merupakan hasil verifikasi dan rangkuman dari Laporan Harian dengan isi pokok
laporan berupa informasi kemajuan pekerjaan selama minggu/ dwi minggu berjalan serta
catatan permasalahan/kendala khusus yang dihadapi, usulan penyelesaian dan bantuan yang
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
22
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
dibutuhkan. Laporan ini dibuat oleh Koordinator Lapangan, dan disampaikan kepada
Ketua/Koordinator Tim Pelaksana.
c) Laporan Bulanan
Laporan bulanan ini terdiri dari 2 (dua) jenis yakni : (i) laporan bulanan untuk tiap-tiap
bidang/bagian kegiatan/pekerjaan; dan (ii) laporan seluruh kerangka kegiatan. Laporan
(bulanan) bidang kegiatan dibuat oleh para Ketua/Koordinator Tim Pelaksana dan disampaikan
kepada Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah melalui Pimpinan Unit Pelaksana
Manajemen.
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dan disampaikan kepada
Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah dan Pemrakarsa..
d) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan disusun berdasarkan Laporan Bulanan dan hasil verifikasi lapangan (informal
sample survai, wawancara bebas dengan renponden kunci, rapat/pertemuan dengan PTP),
dengan isi pokok laporan antara lain menyangkut tingkat kemajuan pelaksanaan kegiatan,
analisis kesesuaian (kinerja) pelaksanaan, realisasi penyerapan dan alokasi anggaran,
permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya tindak penyelesaian, serta rencana untuk
triwulan berikutnya. Termasuk dalam laporan ini adalah informasi tentang tingkat
perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan)
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para
Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada
Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan kelompok perwakilan PTP.
e) Laporan Tahunan
Laporan ini berisikan informasi tentang pencapaian target/sasaran fisik kegiatan, realisasi
penyerapan (dan alokasi) anggaran, perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya
yang terpindahkan), permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya/rencana tindak
penyelesaian, serta rencana pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya.
Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para
Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada
Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan perwakilan (kelompok) PTP.
L.9.2
Pemantauan Eksternal dan Evaluasi
Indikator Pemantauan dan Evaluasi
Indikator utama pemantauan dan evaluasi, antara lain :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Informasi dasar mengenai rumah tangga PTP.
Pemulihan taraf hidup.
Pemulihan matapencaharian dan pendapatan;
Tingkat kepuasan PTP.
Efektivitas perencanaan.
Dampak lain yang timbul (khususnya induced impact).
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
23
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pelaksanaan Pemantauan Eksternal dan Evaluasi
Pelaksana pemantauan eksternal dan evaluasi ini adalah pemrakarsa dan/atau Penaggungjawab
Utama Pengadaan Tanah. Dalam kegiatan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi ini pemrakarsa
dapat bekerjasama dengan lembaga penelitian, konsultan, universitas, atau LSM, dengan tugas
utama sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
Memeriksa/mengkaji hasil pemantauan internaK.
Menilai apakah tujuan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan telah
tercapai, khususnya apakah mata pencaharian dan taraf hidup PTP telah terpulihkan atau
ditingkatkan.
Menilai efisiensi, efektivitas, dampak (manfaat) dan kesinambungan kegiatan pengadaan
tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, yang hasilnya akan menjadi acuan untuk
pembuatan dan perencanaan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan kegiatan pengadaan
tanah, (pemukiman kembali dan pembinaan) di masa mendatang;
Memastikan apakah kelayakan ganti kerugian dan bantuan yang diberikan telah memenuhi
tujuan, dan apakah tujuan tersebut sesuai dengan kondisi PTP (saat ini).
Waktu dan Frekuensi Pemantuan dan Evaluasi
Pemantauan eksternal dan evaluasi cukup dilaksanakan setiap satu tahun selama periode
pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, dan selama masa
operasi dan pemeliharaan jalan.
Persyaratan Pelaksanaan
Mengingat pemantauan dan evaluasi eksternal akan dilaksanakan oleh suatu Tim (institusi) dari luar
(yang independen), maka dalam hal ini harus disusun suatu persyaratan pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi, biasanya dalam bentuk suatu Kerangka Acuan (KA). KA ini harus dirancang untuk
m engem bangkan data dasar “sebelum ” dan “setelah” kegiata n pengadaan tanah, pemukiman
kembali dan pembinaan. Berikut ini disajikan materi pokok dari KA dimaksud :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Maksud dan tujuan pemantauan dan evaluasi dalam kaitannya dengan tujuan rencana
kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan (RK-PTPKP) dan tujuan
kebijaksanaan pemerintah;
Data/informasi yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut, dengan mengacu pada RKPTPKP;
Metode dan pendekatan pengumpulan data/informasi;
Metodologi secara rinci, penggunaan data yang ada/tersedia (hasil sensus dan survai),
updating, kerangka pengambilan sampel,
komparasi dan analisis, pengendalian mutu, dan pengembangan sistem pencataan
(dokumentasi) dan pelaporan.
Partisipasi stakeholder primer, khususnya PTP dalam pemantauan dan evaluasi.
Sumber daya yang dibutuhkan, termasuk tenaga akhli dalam bidang sosiologi, sosial
ekonomi/koperasi, pertanahan, pemukiman kembali;
Kerangka waktu;
Persyaratan pelaporan.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
24
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
K.9.3
Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan dan Evaluasi
Kelompok PTP, organisasi kelompok masyarakat (OKM) setempat dan/atau LSM lokal sebaiknya
dilibatkan. Evaluasi yang partisipatif akan membantu meningkatkan kualitas pelaksanaan program
dengan melibatkan stakeholder primer dalam desain dan pelaksanaan evaluasi. Metode penilaian
cepat partisipatif dapat mewujudkan keterlibatan PTP dan stakeholder primer lainnya dalam
pemantauan dan evaluasi.
L.10 Merumuskan Lingkup Kegiatan dan Kerangka Waktu Pelaksanaan
Jenis atau komponen pekerjaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali meliputi:
persiapan, pengadaan tanah, pemukiman kembali, pembinaan, dan monitoring dan evaluasi.
L.10.1 Persiapan
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Penetapan lokasi pengadaan tanah;
Penyiapan program dan anggaran;
Set-up kelembagaan;
Penyuluhan/sosialisasi awal
Inventarisasi dan sensus sosial ekonomi;
Pembuatan kebijakan kerangka proses/rencana kerja (RKPTPKP);
L.10.2 Pengadaan Tanah
a)
b)
c)
d)
Musyawarah
Penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi/kompensasi.
Pemberian ganti rugi/kompensasi dan pelepasan hak/penyerahan tanah
Sertifikasi hak atas tanah.
L.10.3 Pemukiman Kembali
a)
b)
c)
d)
Perencanaan lokasi dan sosialisasi
Persiapan relokasi dan konsultasi
Pembangunan lokasi
Relokasi PTP
L.10.4 Pembinaan
a)
b)
c)
Menyusun program pembinaan
Menyusun materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP
Melaksanakan program pembinaan (jangka pendek dan jangka panjang)
L.10.5 Monitoring dan Evaluasi
Dalam merumuskan jadwal waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus mempertimbangkan
jadwal pelaksanaan konstruksi (pembangunan jalan). Sebaiknya pemberian ganti rugi/kompensasi,
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
25
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
pembangunan lokasi pemukiman kembali dan pekerjaan relokasi harus sudah diselesaikan sebelum
pembongkaran bangunan dan pembangunan konstruksi jalan dimulai.
L.11 Menyusun Anggaran dan Pembiayaan
Anggaran biaya pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dirumuskan secara rinci untuk
seluruh komponen pekerjaan, termasuk biaya untuk ganti rugi, pemukiman kembali, pembinaan,
monitoring dan evaluasi, serta biaya administrasi. Secara garis besar, jenis atau komponen biaya
pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain mencakup : persiapan, biaya pengadaan
tanah, biaya pemukiman kembali, biaya pembinaan dan rehabilitasi, dan biaya administrasi.
L.11.1 Biaya persiapan
a)
b)
Sosialisasi dan penyuluhan.
Inventarisasi dan sensus PTP.
L.11.2 Biaya pengadaan tanah
a)
b)
c)
Ganti rugi atas aset fisik yang hilang (tanah, beserta aset lain yang ada di atasnya);
Kompensasi/santunan kepada PTP yang tidak sesuatu hak atas tanah, tetapi telah
lama
bermukim pada lokasi pengadaan tanah;
Sertifikasi tanah, baik yang diserahkan/dialihkan kepada Pemrakarsa, maupun yang masih
menjadi milik PTP (splitzing sertifikat);
L.11.3 Biaya pemukiman kembali
a) Perencanaan dan sosialisasi
b) Pembangunan lokasi (termasuk pembebasan tanah, pembangunan perumahan, serta sarana
dan prasarana).
c) Bantuan biaya pindah.
d) Tunjangan biaya hidup selama masa transisi.
e) Tunjangan biaya pengganti atas hilangnya keterikatan sosial ekonomi dengan lokasi asal
(pendidikan anak sekolah,memulai usaha baru);
L. 11.4 Biaya pembinaan dan rehabilitasi
a)
b)
c)
Perkiraan biaya untuk paket pemulihan mata pencaharian/pendapatan (seperti, pelatihan,
usaha kecil/rumah tangga);
Bantuan pengembangan (seperti, fasilitas kredit murah, koperasi, kesehatan, pendidikan);
Paket peningkatan kualitas lingkungan;
L.11.5 Biaya administrasi
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Biaya kantor dan kesekretariatan;
Panitia pengadaan tanah
Biaya personil/staf operasional
Pelatihan dan pemantauan
Bantuan teknis
Evaluasi oleh lembaga independen
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
26
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
L.12 Menyusun Kerangka Kelembagaan
Salah satu masalah penting dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali adalah kurangnya kerangka kelembagaan yang sesuai dan memadai baik pada
tingkat instansional maupun lapangan.
Dalam merumuskan kerangka kelembagaan ini perlu dijelaskan tentang :
a)
b)
c)
d)
e)
Komponen lembaga/instansi yang dibutuhkan (terlibat/terkait);
Uraian tugas/tanggung jawab dan kewenangan;
Mekanisme koordinasi;
Kerangka kebijakan;
Kebutuhan pelatihan dan peningkatan kemampuan
L.12.1 Komponen Lembaga
Komponen kelembagaan yang terlibat/terkait (dan dibutuhkan) dalam rangka pelaksanaan kegiatan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain :
Pemrakarsa
Pemrakarsa adalah instansi penaggungjawab utama atas penyelenggaraan kegiatan proyek
pembangunan jalan. Berdasarkan PP No. 26/1985 Bab I Pasal 1, mengatur tentang pembinaan
jalan di Indonesia sebagai berikut :
a) Jalan Nasional :
Pembina Jalan Nasional adalah Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya untuk menyelenggarakan
pembinaan jalan di tingkat nasional dan melaksanakan Pembinaan Jalan Nasional (Ayat 4);
b) Jalan Propinsi :
Pembina Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah Tk-I (Pemerintah Propinsi) atau Instansi
yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Propinsi (Ayat 5);
c) Jalan Kabupaten :
Pembina Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Tk-II Kabupaten (Pemerintah Kabupaten)
atau Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kabupaten (Ayat 6).
d) Jalan Kotamadya :
Pembina Jalan Kotamadya adalah PemerintahDaerah Tk-II Kotamadya (Pemerintah Kota) atau
Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kotamadya (Ayat 7);
e) Jalan Desa :
Pembina Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan (Ayat 8);
f) Jalan Khusus :
Pembina Jalan Khusus adalah Pejabat atau Orang yang ditunjuk oleh/dari Instansi untuk dan
atas nama Pimpinan Instansi atau Badan Hukum atau Perseorangan untuk melaksanakan
pembinaan Jalan Khusus (Ayat 9);
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
27
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
g) Jalan Tol :
Jalan Tol adalah Jalan Umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar
ToK. Penyelenggara Jalan Tol adalah suatu Badan Hukum yang ditunjuk oleh Menteri (PT. Jasa
Marga Persero).
Penanggung Jawab Pengadaan Tanah
Penanggungjawab utama kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali adalah Pemerintah
Propinsi, sedangkan jika lokasi proyek pembangunan jalan dimaksud hanya terletak pada satu
wilayah Kabupaten/Kota, maka penanggungjawab utamanya adalah Pemerintah Kabupaten/Kota.
Unit Pelaksana Manajemen
Instansi ini merupakan perangkat pelaksana manajemen sehari-hari dari penanggung jawab utama.
Instansi ini dibentuk oleh penanggung jawab utama pengadaan tanah. Pimpinan instansi ini harus
dijabat oleh seorang staf senior yang berpengalaman dalam pengelolaan proyek pembangunan
sosial ekonomi.
Pelaksana Pengadaan Tanah
Keppres RI No. 55/1993 (Bab III, Pasal 6 dan 7) menyebutkan bawa pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dilaksanakan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh
Gubernur, dan pada setiap Kabupaten/Kota dibentuk Panitia Pengadaan Tanah. Untuk pengadaan
tanah yang terletak pada 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kota atau lebih dilakukan dengan bantuan
Panitia Pengadaan Tanah Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur.
Tim Kerja Pemukiman Kembali
Institusi ini diperlukan untuk membantu Panitia Pengadaan tanah dan Unit Pelaksana Manajemen.
Tim ini sekaligus berfungsi sebagai pusat koordinasi (sekretariat) untuk konsultasi dan partisipasi
PTP. Tim ini dibentuk oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (Bupati/Walikota), dengan
dipimpin (Ketua Tim/Koordinator) oleh seorang staf senior (misalnya Ketua Bappeda) dan dibantu
oleh sejumlah Sub Tim (misalnya, sub tim perencanaan/penyiapan program, sub tim sosialisasi dan
pembinaan, sub tim implementasi dan pengendalian).
Tim Pengendalian dan Penyelesaian Pengaduan
Secara formal, cara penyelesaian atas sengketa atau pengajuan keberatan dalam pelaksanaan
pengadaan, telah diatur dalam Keppres RI No. 55/1993 (mulai Pasal 18 sampai dengan Pasal 22)
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1/1994 (Bagian Keempat,
Pasal 22 sampai dengan Pasal 27). Namun demikian untuk memudahkan/ mempercepat
penyelesaian maka sebaiknya dibentuk suatu Tim (semacam Panitia) Penyelesaian Pengaduan
yang dipimpin langsung oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (sebagai Ketua Tim),
dengan struktur jaringan kerja sampai tingkat Desa/Kelurahan.
Tim ini berfungsi untuk mengendalikan pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
khususnya dalam rangka pengamanan dan penyelesaian pengaduan keberatan dari PTP atau
sengketa lainnya (biasanya berkaitan dengan kelayakan ganti kerugian/kompensasi serta manfaat
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
28
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali). Susunan Tim sebaiknya terdiri atas unsurunsur Muspida/Muspika, Panitia Pengadaan Tanah, BPD (Badan Perwakilan Desa), Tokoh
Masyarakat, dan kelompok perwakilan PTP.
Fasilitator Masyarakat
Pemanfaatan tenaga fasilitator masyarakat (TFM) akan sangat membantu dalam pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali, khususnya dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi dan
peningkatan partisipasi PTP, perencanaan dan pelaksanaan pemukiman kembali yang partisipatif,
serta pelaksanaan pembinaan dalam rangka rehabilitasi sosial ekonomi PTP. Fasilitator
Masyarakat dapat ditunjuk dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) dari Universitas, atau LSM
pembangunan dengan melibatkan kelompok PTP sebagai TFM lapangan.
Uraian Tugas/Tanggung jawab dan Kewenangan
Rumusan uraian tanggung jawab/tugas dan kewenangan ini mencakup:
a)
b)
c)
Distribusi tanggung jawab/tugas serta kejelasan kewenangan dari tiap-tiap komponen lembaga
atau unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali.
Tanggung jawab atas tugas-tugas khusus tertentu, misalnya, membangun komponen
prasarana lokasi pemukiman kembali, pembinaan kelompok rentan,pemantauan internal,
pengendalian dan koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan dan penyerahan
laporan kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan.
Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan
keterampilan.
L.12.3 Mekanisme Koordinasi
Materi pokok dari mekanisme koordinasi ini, antara lain mencakup :
a)
b)
c)
Kerangka koordinasi internal, yakni bagaimana sistem koordinasi antar komponen
lembaga/unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang berada
dibawah kendali penanggung jawab utama pengadaan tanah, baik secara vertikal maupun
horisontaK.
Kerangka koordinasi eksternal, yakni sistem koordinasi dengan instansi terkait di luar lembaga
penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali;
Jenis kegiatan tertentu yang memerlukan koordinasi khusus, termasuk dalam hal ini harus
dijelaskan mengenai kerangka waktu dan penanggung jawab pelaksanaan koordinasi, serta
instansi terkait yang perlu dilibatkan dalam koordinasi.
L.12.4 Kebutuhan Staf/Personil
Perbandingan yang memadai antara jumlah staf/personil pelaksana dengan PTP akan tergantung
pada banyak faktor, antara lain jumlah PTP, jumlah dan lingkup pekerjaan, jumlah lokasi (tempat)
dan kompleksitas permasalahan.
Para pimpinan unit lembaga pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus
merupakan staf yang mempunyai kemampuan merancang program dan pengaturan alokasi
anggaran serta pengendalian proyek social engineering. Sementara untuk staf pelaksana dan
lapangan merupakan kelompok dari berbagai jenis keterampilan dan keahlian, seperti untuk
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
29
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
perencanaan lokasi dan prasarana, hukum, ekonomi, sosiologi, teknik lingkungan, dan
kesejahteraan sosiaK.
L.12.5 Kebutuhan Pelatihan dan Peningkatan Kemampuan
Beberapa alternatif dalam rangka peningkatan kemampuan institusi dan keterampilan staf, antara
lain:
a)
b)
c)
studi banding;
pelatihan dan lokakarya;
bantuan teknis.
L.12.6 Rancangan Kerangka Kebijakan Pengadaan Tanah
Tim Penyusun LARAP perlu menyiapkan rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali sebagai bahan acuan dalam menyusun kerangka kebijakan formal (dalam
bentuk Surat Keputusan Gubernur).
Materi pokok dari rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan pemukiman kembali
mencakup:
a)
Pengertian dasar: Definisi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali;
b) Tujuan: Menguraikan tentang tujuan program pengadaan tanah (dan pemukiman kembali);
c) Deskripsi proyek: Gambaran ringkas proyek jalan dengan komponennya dimana diperlukan
pengadaan tanah/penguasaan tanah dan pemukiman kembali;
d) Prinsip-prinsip perencanaan: Menjelaskan tentang prinsip dasar dan tujuan yang menuntun
dan menjadi acuan persiapan dan implementasi program pengadaan tanah dan pemukiman
kembali;
e) Persiapan: Uraian singkat tentang proses persiapan dan persetujuan rencana pengadaan
tanah dan pemukiman kembali;
f) Lingkup dampak: Perkiraan penduduk yang terkena proyek dan dampak lain
g) Kriteria kelayakan: Uraian kriteria penentuan kategori PTP yang berhak mendapat ganti
kerugian dan jenis aset yang dapat (layak) diganti rugi;
h) Kerangka hukum: Uraian tentang peraturan perundangan yang berlaku dalam pelaksanaan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
i) Metode penilaian aset dan ganti kerugian: Uraian cara penilaian untuk menentukan tingkat dan
besaran ganti kerugian atas seluruh aset masyarakat yang terkena proyek, serta alternatif
pilihan bentuk ganti rugi dan/atau pemukiman kembali.
j) Pembinaan dan penanggulangan dampak: Uraian mengenai ketentuan dan mekanisme
pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan) serta
penanggulangan dampak lain.
k) Kelembagaan: Uraian prosedur organisasi untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
serta proses implementasi proyek yang menghubungkan langkah pengadaan tanah dan
pemukiman kembali dengan pekerjaan-pekerjaan teknis;
l) Prosedur penyampaian keluhan/keberatan: Uraian tentang mekanisme untuk mengajukan
keberatan/keluhan dan cara penyelesaiannya;
m) Pembiayaan: Uraian mengenai pengaturan pendanaan kegiatan pengadaan tanah dan
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
30
Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
n)
o)
pemukiman kembali;
Konsultasi dan partisipasi masyarakat: Uraian mengenai mekanisme konsultasi dan partisipasi
masyarakat,
Pemantauan dan evaluasi: Uraian mengenai pengaturan kegiatan pemantauan internal, serta
pemantauan eksternal dan evaluasi.
L.12.7 Rancangan Kerangka Implementasi
Rancangan kerangka implementasi ini merupakan bahan acuan bagi penanggung jawab utama
pengadaan tanah dalam menyusun kerangka proses pengadaan tanah dan pemukiman kembali,
yang diformalkan (berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota) menjadi Rencana Kerja Pengadaan
Tanah.
Materi pokok dari rancangan kerangka proses ini antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
Pengertian umum: Uraian singkat pengertian elemen-elemen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk definisi proyek,
lokasi dan populasi penduduk yang terkena proyek;
Tujuan: Uraian spesifik tentang maksud dan tujuan dilaksanakannya pengadaan tanah (dan
pemukiman kembali), serta dikaitkan dengan tujuan penyusunan dokumen LARAP;
Informasi sosial ekonomi: Gambaran ringkas kondisi sosial ekonomi PTP serta dampak
potensial yang dicakup,
Kebijaksanaan pengadaan tanah: Uraian kebijakan yang ditempuh dalam pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk pembiayaan;
Rencana kerja: Uraian rinci tentang program kerja dan kerangka waktu pelaksanaan
pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP,
khususnya yang terpindahkan, serta rencana pendanaannya.
L.13 Penyusunan Laporan
Kandungan materi Dokumen LARAP harus disusun secara terinci dan spesifik, serta disesuaikan
dengan jenis/kategori kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, apakah termasuk
kategori “penting” atau “kurang penting”. S istem atika D okum en LA R A P untuk kedua kategori
tersebut dapat mengacu contoh dari Bank Dunia atau ADB.
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN
31
Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan )
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Mempelajari Rencana
Umum Sistem Jaringan
Jalan dan
mengidentifikasi
penggunaan lahan pada
dan sekitar rencana
koridor jaringan jalan,
khususnya areal
sensitive … ..… .(1)
Memberi masukan
tentang Rencana
Penataan Ruang Wilayah
Propinsi, Kabupaten dan
Kota serta Penerapan
P eta P adu S erasi … (2)
Menetapkan hasil
penyaringan berupa
Daftar Proyek Wajib
Pengelolaan
Lingkungan .. ... (6)
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
KETERANGAN
1). Mencakup Tata guna lahan
diperoleh dari Departemen
Kehutanan, BPN dan dari
sumber lainnya
2). Termasuk koordinasi
dengan instansi terkait
3). Perhatikan bagan alir
proses penyaringan
(diagram A-1) dan pelajari
Pedoman Penyaringan
yang ada.
Melakukan penyaringan
AMDAL dan UKL/UPL
serta S O P … ..(3)
Melakukan diskusi /
konsultasi hasil
penyaringan dengan
BAPEDALDA … ... (4)
BAPPEDA
4). 5) Catat hasilnya dalam
risalah rapat
6) Daftar proyek yang wajib
pengelolaan lingkungan
menggunakan formulir A-1
Memberi tanggapan dan
saran dalam rangka
menampung unpan balik
… . .. (5)
Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Memberitahukan
rencana penyusunan
dokumen AMDAL . (1)
1) Sesuai PP AMDAL
2). Mengacu pada Kep Ka
Bapedalda No.08/2000
3) Sesuai saran apakah
melalui media cetak
maupun media elektronik
Menyepakati jadwal
waktu dan isi
pengumuman rencana
kegiatan proyek … . (2)
Mengumumkan rencana
kegiatan proyek… ..(3)
Memperbaiki dokumen
KA-ANDAL sesuai
dengan tanggapan
komisi dan mengajukan
lagi ke Komisi Penilai
… ..(11)
4) Tanggapan disampaikan
secara tertulis dalam jangka
waktu satu bulan, terhitung
sejak tanggal pengumuman
Memberikan tanggapan
terhadap rencana
kegiatan proyek … . (4)
Melaksanakan
konsultasi M asy.… ..(5)
Menyusun konsep KAANDAL dan
mengajukan ke Komisi
Penilai untuk dinilai.. (6)
KETERANGAN
5) Mengacu pada Pedoman
Konsultasi Masyarakat dan
Kep.Ka Bapedal No.
08/2000
6) Gunakan pedoman
penyusunan KA-ANDAL
Mengadakan rapat Komisi
Penilai AMDAL untuk
menilai konsep KA-ANDAL
… … … . (7)
Menetapkan dokumen
KA-ANDAL ........ .. (12)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberikan masukan.. (8)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan .. (7)
Menghadiri rapat Komisi
Penilai AMDAL dan
memberi masukan (dari
institusi terkait mis:
kehutanan, Dikbud,
Sosial) ..... (10)
7), 8), 9), 10) Risalah rapat
menggunakan formulir A-2
Masukan peserta rapat
menggunakan formulir A-3
11) Dilakukan sampai dokumen
disetujui
12) Sebagai acuan penilaian
ANDAL
Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari KA
ANDAL yang telah
ditetapkan … … … (1)
Melaksanakan Studi
A N D A L … … (2)
Mengirimkan hasil studi
ANDAL ke Komisi
Penilai untuk dinilai
… … . (3)
Memperbaiki konsep
dokumen AMDAL
sesuai dengan
tanggapan komisi dan
mengajukan kembali ke
K om isi P enilai … (8)
Mengadakan rapat komisi
penilai AMDAL untuk
menilai & menetapkan
kelayakan lingkungan
… … . (4)
Menetapkan dokumen
A M D A L … … . (9)
Menghadiri rapat dan
memberikan masukan
untuk perbaikan
dokumen ...........(4)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dam pak lingkungan … .(6)
Menghadiri rapat komisi
dan memberikan masukan
tentang penanganan
dampak lingkungan sesuai
keterkaitannya … .(7)
KETERANGAN
1). Lampiran SK Penetapan
KA-ANDAL termasuk
lampiran dokumennya.
2). Gunakan pedoman
penyusunan ANDAL, RKL
dan RPL
3). Lengkapi dengan surat
pengantar dan tanda
terima dokumen.
4) Risalah rapat
menggunakan formulir
A-2
5) 6), 7) Masukan peserta
rapat menggunakan
formulir A-3
8) Dilakukan sampai
dokumen disetujui
9) Sebagai acuan untuk
desain dan pelaksanaan
Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
… ..… (1)
Menginventarisasi
rekomendasi
penanganan dampak
pada dokumen RKL &
R P L … … (2)
Memberi penjelasan
kepada tim perencana
teknis tentang sasaran
penanganan dampak
pada RKL & RPL ....(6)
Melaksnakan
penjabaran hasil studi
ANDAL, RKL dan RPL
pada perenc.teknis.. (7)
Desain jalan yang telah
mempertimbangkan
faktor lingkungan.. (8)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
kebijakan pembangunan
daerah mis.: median,
lansekap … … … . (3)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran ....... (4)
Memberi masukan tentang
cara penanganan dampak
dan saran-saran sesuai
keterkaitannya mis.:
penanganan utilitas yang
terkena............ (5)
KETERANGAN
1)
Termasuk mengkaji ulang
(mereview)
2)
Dibantu ahli lingkungan
apabila diperlukan
3)
4) 5) Dapat dilakukan
dalam forum rapat atau
lainnya
6)
Sebaiknya ada ahli
lingkungan dalam tim
perencana
7)
Sebanyak mungkin
dituangkan dalam desain,
sedangkan dampak sosial
yang tidak dapat
dituangkan dalam desain,
merupakan lampiran
desain untuk diperhatikan
pada saat tender
8)
Output yang diharapkan
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH
(Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran
dan fungsi kota dll.
Mempelajari Konsep
Rencana Umum Sistem
Jaringan Jalan, Peta Tata
Guna Lahan Disekitar
Rencana Jaringan Jalan
… ..… .(1)
2) Mencakup kondisi eksisting
dan rencana
peruntukannya dimasa
datang, penetapan status
dan fungsi kawasan
lindung
Membuat Konsep Awal
Kebutuhan lahan untuk
Rencana Jaringan
Jalan (termasuk
perkiraan kasar luas,
jenis penggunaan dan
kepemilikan). (2)
Konsultasi konsep
kebutuhan lahan
rencana jaringan jalan
(3)
KETERANGAN
3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
4). Dapat dituangkan dalam
peta
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan termasuk
sosial (4)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (5)
Memberi masukan
tentang lokasi lokasi hak
adat / ulayat , dll ( 6 )
Memberi masukan
sesuai keterkaitannya,
mis.: tentang fungsi
lahan dan ketentuan /
peraturannya (7)
5) Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
6) 7) Termasuk cara-cara
pelepasannya
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan beserta
perkiraan kasar
kebutuhan lahan … (8)
8) Rencana ini disebarluaskan
kepada institusi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi
dan peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
Mempelajari Kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan pada
Rencana Jaringan Jalan
… . (1)
Melakukan Konsultasi
Pemilihan Alternatif
koridor Jalan
berdasarkan kebutuhan
lahan … (2)
Merangkum data dan
informasi untuk acuan
peenetapankoridor
penetapan
koridorjalan
jalan .....................(6)
..........(7)
Menetapkan koridor
jalan terpilih............(8)
KETERANGAN
2). Bersifat Orientasi
lapangan untuk melihat
contoh (sample) kondisi
sebenarnya
Memberi masukan
tentang daya dukung
lingkungan… … .. (3)
Memberi masukan tentang
lokasi Prasarana & Sarana
dan untuk pemukiman
kembali penduduk serta
ketersediaan dan
keterpaduan pengadaan
lahan .. (4)
Memberi masukan Lokasi
Masyarakat Terasing,
status kepemilikan dan
kesediaan melepas. (5)
Memberi masukan
tentang pengendalian
fungsi lahan dan
ketentuan memperoleh
lahan … … (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing
masukan (input) Diplot
pada peta Padu Serasi
7), Masukan untuk
pemilihan alternatip rute
jalan dan penyusunan
KA-ANDAL (Lihat bagan
Pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
Penyusunan KAANDAL)
8) Mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari kebutuhan
lahan dan Jenis
Peruntukan Lahan
pada setiap alternatif
R ute Jalan … … … (1)
Melakukan Konsultasi
dan Survey Dasar
sosial … … (2)
Membuat Prakiraan
Kebutuhan Lahan
untuk Alt.Rute.. (7)
Menetapkan Rute
Terpilih ..... (12)
Memberi masukan
tentang daya dukung
sosial ..… (3)
Memperkirakan dampak
sosial … .(8)
Memberi masukan tentang
pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Wilayah Propinsi,
kabupaten/kota dan
koordinasi rencana
pengadaan lahan .. (4)
Koordinasi Rencana Awal
P engadaan T anah … (9)
Memberi masukan tentang
Status Kepemilikan lahan
termasuk asset lainnya
serta taksiran harga .(5)
Memberi masukan
kesediaan dan keberatan
masy. Terhadap
pengadaan tanah … ..(10)
Memberi masukan sesuai
keterkatiannya antara lain
tentang hal-hal berkaitan
dengan pelepasan hak.
(6)
Menyetujui permohonan
proyek tentang kebutuhan
lahan … .(11)
KETERANGAN
1). Hasil Pra Kelayakan
2). Sesuai dengan
pedoman yang berlaku
3),4),5), 6)
Melalui media rapat
teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama sama
aspek teknis, ekonomis
dan lingkungan.
termasuk kebutuhan
Permukiman Kembali
Penduduk
8) Dalam forum penilaian
apabila dokumen
AMDAL
9) Koordinasi rencana awal
pelaksanaan di
lapangan dengan
instansi lain
10) 11) Dapat dilakukan
dalam forum rapat, dll.
12) Setelah dokumen
AMDAL (bila ada)
ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
R ute Jalan … … … … (1)
Melakukan Survey
Sosial Ekonomi dan
konsultasi Masyarakat
… … (2)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang hal
kepemilikan lahan,
pelepasan hak, rehabilitasi
pem uk.kem bali, dll. … . (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya antara lain
proses & ketentuan
pelepasan hak, tatacara &
criteria kompensasi serta tata
cara pem uk.kem bali … … .. (6 )
Membuat Konsep
LA R A P … ..(7)
Sosialisasi Konsep
LARAP dan
mengajukan kepada
Gub/Bupati/Walikota (8)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaksanaan
LA R A P … … (12)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep tersebut … .. (9)
Memberikan
kesepakatan thd
konsep … … . (10)
Gubernur / Bupati/Wali
kota menyetujui konsep
LARAP-nya. … .. (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data Jenis
Peruntukan Lahan yang
terkena Proyek
2). Termasuk rencana
kerja, pembagian tugas
antara tim lapangan
dengan panitia
pengadaan tanah..
3). Sesuai Tupoksi Institusi
dan dapat bersifat aktip
(terjun kelapangan)
maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat
pemerintah daerah dan
dinas sosial
5) Termasuk status
sertifikat, luasan, Lokasi
di Peta, prakiraan nilai
kekayaan, masa tinggal
dll.
6). Sesuai peraturan per
UU-an yang berlaku
7) Sesuai petunjuk yang
dikeluarkan
8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan
dalam forum rapat
12) Setelah disahkan oleh
Gubernur/Walikota/
Bupati
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1)
Melaksanakan
Pembayaran
Kompensasi untuk
tanah dan asset
diatasnya … … ..(5)
Melaksanakan Kegiatan
Pemukiman Kembali
Penduduk (BILA ADA)
....... ( 10)
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
… … (15)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Berpartisipasi dalam
musyawarah & mufakat
… … … . (2)
Berpartisipasi dalam
musy. & menyepakati
dlm mufakat khususnya
P .T .P … … . (3)
Melaksanakan musyawarah
dan mufakat, khususnya
panitia pengadaan tanah
… … .. (4)
Menyerahkan Surat-surat
kepemilikan lahan kepada
pem rakarsa … … .(8)
Panitia Pengadaan Tanah
membantu dalam
penyelesaian proses
adm inistrasi … … .(9)
Menerima Sertifikat
Kepemilikan Kapling dan
K artu P enduduk … ..(13 )
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
transmigrasi, perumahan
dll… (14)
Melakukan monitoring
… … (6)
Melakukan monitoring
… .. (7)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP
.… .. (11)
Membantu pelaksanaan
Koordinasi dengan
instansi terkait … (12)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari
Dokumen LARAP yang
telah ditetapkan
2) 3) 4) Dapat dilakukan
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai kompensasi dan
daftar penerimanya
6),7) Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima
laporan) atau aktip
(kelapangan).
8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
dimukimkan kembali
12) Baik instansi pusat dan
daerah termasuk di
lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13). Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
KETERANGAN
1) Diambil dari laporan
LARAP.
2)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi Masyarakat Terkena
Proyek … … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
LA R A P … .. (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … (6)
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat
atau metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultansi
8)
Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melakukan monitoring
… … … .(8)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang
telah ada
12) Sebagai bahan
monitoring
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
m asyarakat … … ..(12)
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Catatan
Pelaksanaan LARAP
(Pengadaan Tanah
dan Rehabilitasi
E konom i) … … .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama
proses pengadaan
tanah dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan Analisa
Kesesuaian Rencana
… … … . (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring
pelaksanaan LARAP
… … .(3)
Menyusun Laporan
Monitoring Pasca
LA R A P … … . (8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai
disiplin ilmu (teknis,
sosial dan
kelembagaan)
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud m asy… .. (4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sektor
… ... (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan termasuk dari
aspek pelaksanaan … ..( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
Keberhasilan/kegagalan
program rehabilitasi,
tingkat kesenjangan antar
kelom pok m asy. … 7)
3), 4), 5), 6), 7).
Melalui rapat teknis
yang diselenggarakan
oleh Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan Akuntabilitas
Proyek Jalan.
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
LA R A P … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria perencanaan
LARAP yang lebih baik
..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan LARAP
… . (4)
Menetapkan kriteriakriteria pengadaan
tanah yang akan
digunakan sebagai
kebutuhan
perencanaan dimasa
datang … (9)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring
yang memasukkan
masukan dari berbagai
institusi terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk
pertimbangan
persyaratan dari
lembaga donor
4) 5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui
forum rapat/
seminar/lainnya
9)
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
m asalah lingkungan … .
(5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelembagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang, nilai kearifan
lokal, adat istiadat,
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya diserahkan
kepada para
perencana umum
pengembangan
jaringan jalan.
Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari Konsep
Rencana Sistem
Jaringan Jalan dan Peta
Tata Guna Lahan
termasuk peta
keberadaan masyarakat
terasing disekitar jaringan
jalan tersebut … ..… .(1)
Membuat Konsep dan
Sosialisasi Jaringan
Jalan beserta
koridornya serta lokasi
m asy. terasing… ..(2)
Menetapkan Rencana
Jaringan Jalan .. ... (6)
Memberi tanggapan dan
masukan tentang
Penerapan Peta Padu
Serasi (Penataan Ruang
W ilayah) … … … … .. (3)
Memberi masukan
tentang kehidupan sosial
budaya masyarakat
setempat .… … .. (4)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Pendidikan &
Kebudayaan memberi
masukan tentang kondisi
sosial ekonomi serta
peraturan perundangan
masy terasing… .. (5)
KETERANGAN
1). Mencakup Sasaran
Kawasan yang akan
dilayani misalnya sentra
sentra produksi, kapasitas
produksi, kapasitas jalan
yang dibutuhkan, peran dan
fungsi kota dll, serta
kondisi eksisting dan
rencana peruntukannya
dimasa datang, penetapan
status dan fungsi kawasan
lindung
2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan
budidaya dan yang
dilindungi sesuai criteria
pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan
Ruang.
3). Peta Koordinasi
pemanfaatan Ruang
wilayah yang memadukan
kawasan lindung dan
kawasan binaan
4). Termasuk upacara ritual
yang berhubungan dengan
tanah
5). Termasuk populasi dan adat
istiadatnya serta program
yang telah dan sedang
dijalankan
6) Disebarluaskan kepada
instansi terkait
Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pra Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
1) Dari peta Padu Serasi dan
peta lainnya yang
dipublikasikan oleh
Departemen/Dinas
Kehutanan,
Departemen/Dinas
Pendidikan dan
kebudayaan
2). Bersifat Orientasi lapangan
untuk melihat contoh
(sample) kondisi
sebenarnya
Mempelajari penyebaran
permukiman masy.
terasing pada Rencana
Jaringan Jalan … . (1)
Melakukan konsultasi
pemilihan alternatip
koridor Jalan … … ..(2)
Memberi masukan
tentang perkiraan
dampak sosial terhadap
m asy terasing. … … . (3)
Merangkum data dan
informasi penyebaran
masy terasing untuk
acuan penetapan
koridor .....................(7)
Menetapkan Koridor
Jalan Terpilih ....... (8)
KETERANGAN
Memberi masukan tentang
koordinasi penanganan
masy. terasing........ .. (4)
Memberi masukan
tentang sistem
kepemilikan tanah
Masyarakat Terasing .. (5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik Bud memberi
masukan tentang pola
kehidupan sosial,
ekonomi, budaya ..... (6)
3), 4), 5), 6)
Masing-masing masukan
(input) diplot pada peta
Padu Serasi beserta
keterangan spesifik yang
harus diperhatikan
7), Masukan untuk pemilihan
alternatip koridor rute jalan
dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan
pelaksanaan konsultasi
masyarakat dan
penyusunan KA-ANDAL)
8) Telah mempertimbangkan
aspek-aspek teknis,
ekonomik, sosial budaya
dan lingkungan
Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Studi Kelayakan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari pola
penyebaran dan
kehidupan sosial
budaya masy terasing
pada setiap alternatip
rute Jalan … … … (1)
Melakukan survey
dasar sosial dan
konsultasi … … (2)
Memberi masukan
tentang penanganan
dampak sosial masy.
terasing..… (3)
Membuat prakiraan
dampak sosial budaya
dan rencana kasar
penanganan masy
terasing untuk alternatif
rute...... (7)
MENETAPKAN RUTE
TERPILIH
(8)
Memberi masukan
tentang koordinasi
penanganan masy.
terasing.................(4)
Memberi masukan tentang
sistem nilai budaya dan
pendekatan penanganan
m asy. terasing … .(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud memberi
masukan tentang mobilitas
masy terasing dan situs
dan benda cagar budaya
yang harus dilindungi. ..(6)
KETERANGAN
1). Pada koridor hasil Pra
Kelayakan
2). Sesuai dengan pedoman
yang berlaku
3),4),5) 6) Konsultasi dapat
dilakukan melalui media
rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
pemrakarsa
7) Dikaji bersama-sama aspek
teknis, ekonomik dan
lingkungan
8) Outputnya adalah Rute
terpilih setelah dikaji
bersama sama aspek
teknis, ekonomis dan
lingkungan termasuk
kebutuhan Permukiman
Kembali Penduduk
Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Perencanaan Teknis)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari
Pengukuran Detail
Rute Jalan & rencana
kasar penanganan
m asy. terasing… (1)
Melakukan survey
sosial ekonomi dan
konsultasi masyarakat
… … (2)
Membuat konsep dan
sosialisasi rencana
tindak penanganan
masy terasing … ..(7)
Menetapkan desain
jalan serta melakukan
persiapan pelaks. Renc.
T indak … . (11)
KETERANGAN
1). Termasuk Data permukiman
yang terkena Proyek
2). Termasuk rencana kerja,
pembagian tugas
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan Survey
… … … … … … … … (3)
Membantu Koordinasi
Pelaksanaan Survey
dengan instansi Terkait
… … … … .… … … . (4)
Memberi Masukan Detail
dilapangan tentang sistem
kekerabatan,
kepemimpinan, sistem dan
nilai hak adat ............ (5)
Memberi masukan serta
membantu survai sesuai
keterkaitannya antara lain
tentang pola penanganan
masy. terasing misal : DikBud memberi masukan
tentang pola penanganan
masy terasing .................
(6)
3). Sesuai tupoksi institusi dan
dapat bersifat aktip (terjun
kelapangan) maupun pasip
(menerima laporan saja)
4). Terutama koordinasi
dengan aparat pemerintah
daerah dan dinas sosial
5) Termasuk jenis upacara
adat yang masih dilakukan
6). Termasuk program yang
telah dan akan dijalankan
untuk masy.terasing tsb.
7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan
melalui media rapat
Memberikan kesepakat an dan melakukan
koordinasi persiapan
pelaksanaan … … (8)
Memberikan
kesepakatan dan
melakukan persiapan
… … … (9)
Memberikan
kesepakatan dan
membantu persiapan
pelaksanaan … … (10)
11) Desain jalan telah
mempertimbangkan aspek
lingkungan dan sosialekonomi-budaya
Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Persiapan Konstruksi)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak
penanganan masy
terasing.....… ..(1)
Melaksanakan program
penanganan
masyarakat terasing
................................(2)
Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Melakukan monitoring
… … (3)
Melakukan monitoring
dan koordinasi … … (4)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan program
… … .(5)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas
Sosial membantu dalam
pelaksanaannya
dilapangan .... … … .(6)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari Dokumen
yang telah disetujui
2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
tradisional, rehabilitasi
konservasi situs dll.
3), 4), Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima laporan)
atau aktip (kelapangan).
5). Termasuk LSM, lembaga
adat , dll.
6) Termasuk kegiatan
pendampingan dalam
aspek sosial – ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring
Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonom i … … ..(1)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi masyarakat
terasing … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
penanganan masy.
terasing … … (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … .. (6)
KETERANGAN
1)
Diambil dari laporan
LARAP untuk masyarakat
terasing
2)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat atau
metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultasi
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
8), 11) Sesuai dengan
pedoman dan atau
petunjuk teknis yang telah
ada
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Melakukan monitoringi
...(8)
MEMBUAT Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
M asyarakat … … ..(12)
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
12) Sebagai bahan monitoring
Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari catatan
Pelaksanaan
penanganan masy
terasing .(1)
1). Termasuk penyesuaian
penyesuaian yang
dilakukan dan masukan
masukan lainnya yang
diperoleh selama proses
penanganan masyarakat
terasing dari tahap
perencanaan umum
sampai dengan tahap
konstruksi.
Melakukan analisa
kesesuaian rencana
penanganan masy
terasing (2)
Konsultasi Hasil
Sementara terhadap
monitoring.
penanganan masy
.terasing termasuk
rehabilitasi … … .(3)
Menyusun laporan
monitoring Pasca
penanganan masy
terasing .............(8)
KETERANGAN
2). Melibatkan berbagai disiplin
ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan
kelembagaan.
Memberi tanggapan dan
masukan kualitas kondisi
sosekbud masyarakat
terasing … … … ..(4)
Memberi tanggapan dan
masukan terhadap kualitas
koordinasi antar sektor. (5)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek
perubahan sosek dan
lingkungan budaya masy
terasing … … … … ( 6)
Memberi tanggapan dan
masukan dari aspek sektor
terkait … … … … ( 7)
3), 4), 5), 6), 7)
Melalui rapat teknis yang
diselenggarakan oleh
Pemrakarsa
8). Hasilnya menjadi bagian
laporan evaluasi manfaat
proyek (ProjectBenefit
Monitoring and Evaluatian –
PBME).
Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
(Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek)
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan
monitoring pelaks.
penanganan masy.
terasing … … ...(1)
Menganalisa dan
mengidentifikasi kriteria
perencanaan … . (2)
Menyusun konsep
kriteria penanganan
masy. terasing yang
lebih baik ..… . (3)
Konsultasi konsep
perencanaan
penanganan masy.
terasing … . (4)
Menetapkan kriteriakriteria penanganan
masy. terasing yang
akan digunakan dalam
perencanaan dimasa
datang … (9)
KETERANGAN
1)
Laporan monitoring yang
memasukkan masukan
dari berbagai institusi
terkait
2)
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu
3)
Termasuk pertimbangan
persyaratan dari lembaga
donor
4)
5) 6) 7) 8)
Dilakukan melalui forum
rapat/ seminar/lainnya
Memberi masukan
tentang sosekbud dan
masalah lingkungan
… … .. (5)
Memberi masukan
tentang koordinasi dan
kelem bagaan … . (6)
Memberi masukan
tentang kendala dan tata
cara perencanaan dan
pelaksanaan … . (7)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya mis: ttg.
tata ruang nilai kearifan
lokal, adat istiadat
pelatihan untuk alih
profesi … . (8)
Hasilnya
diserahkankepada para
perencana umum
pengembangan jaringan
jalan.
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Lampiran P
(Informatif)
Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan
P.1
Pendahuluan
Kebijakan dapat dibedakan sebagai kebijakan internal dan eksternal, tertulis dan tidak tertulis.
Kebijakan internal (kebijakan manajerial), yaitu kebijakan yang hanya mempunyai kekuatan
mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri. Kebijakan eksternal yaitu kebijakan yang
mengikat masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (publik) Singkatnya kebijakan
publik adalah arahan untuk suatu tindakan atau untuk tidak bertindak yang dipilih oleh suatu badan
yang berwenang untuk menangani suatu masalah publik tertentu. Khusus yang menyangkut
kebijakan publik, untuk menjamin kepastian bagi pelaksanaannya, kebijakan sebaiknya tertulis dan
dilandasi oleh landasan hukum.
Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingungan Hidup, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup laiM.
Pembangunan dan peningkatan jalan dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan serta
kebahagiaan hidup bangsa, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Karena
kegiatan pembangunan dan peningkatan jalan pada dasarnya akan menimbulkan perubahan
terhadap lingkungan maka pelaksanaannya yang berwawasan ingkungan harus didukung dengan
peraturan yang jelas serta prosedur dan organisasi untuk menunjang pelaksanaannya.
Adapun peraturan perundangan lingkunan hidup terkait dengan bidang jalan antara lain sebagai
berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 1990 tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
11) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis AMDAL
Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
12) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
13) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
1
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
14) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
AMDAL Proyek Jalan.
16) Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTS/M/2001 tantang
Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah
17) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman Penetapan
Baku Mutu Lingkungan.
18) Keputusan Menteri LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan AMDAL
19) Keputusan Menteri LH No. 12 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum UKL dan UPL
20) Keputusan Menteri LH No. 02 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL
21) Keputusan Menteri LH No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai
AMDAL.
22) Keputusan Kepala Bapedal No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Penting
23) Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya.
24) Keputusan Kepala Bapedal No. 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek
Sosial Dalam Penyusunan AMDAL
25) Keputusan Kepala Bapedal No. 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan
RKL dan RPL.
26) Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
Peraturan perundangan lainnya yang terkait misalnya antara lain sebagai berikut :
1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah
2) Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
4) Undang-undang No. 41 Tahun 2001 tentang Kehutanan.
5) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
6) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom
7) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
8) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 01 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keppres No. 55/1993.
9) Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan
10) Keputusan-keputusan Kepala Daerah tentang lingkungan hidup.
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
2
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
P.2.
Undang - Undang
P.2.1
Undang-undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar susmber daya alam
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut
haruslah dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti tersebut di atas dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembanguan berkealanjutan yag berwawasan lingkungan
hdup. Hal ini merupakan pertimbangan diterbitkannya UU LH No 4 Tahun 1982 yang
kemudian disempurnakan dan diganti dengan UU 23 Tahun 1997.
P.2.2
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan HIdup
Undang-undang ini adalah pengganti dan penyempurna pokok materi dari UU No 4 Tahun
1982, memuat tentang norma lingkungan hidup juga menjadi landasan untuk menilai da
menyesuaikan semua peraturan perundangan-undangan yang memuat ketentuan tentang
lingkunan hidup yang berlaku mengenai pengairan, pertambangan, dan energi, kehutanan,
permukiman penataan ruang dan sebagainya.
Dalam UU ini diatur tentang hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup, dan hak
untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban
pemerintah dalam pengelolaan ligkungan hidup secara mendasar diatur dalam pasal 10,
yaitu kewajiban mengembangkan dan menerapkan beberap instrumen/perangkat
pengelolaan yang dimaksudkan untuk mencegah penurunan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, yaitu :

Perangkat yang bersifat preemtif, berupa tindakan yang dilakukan pada tingkat
pengambilan keputusan dan perencanaan seperti penataan ruang dan analisis
dampak lingkungan.

Perangkat yang bersifat preventif, yaitu tindakan pada tingkat pelaksanaan, evaluasi
berbagai instrumen ekonomi dan penataan baku mutu limbah.

Perangkat yang bersifat proaktif, mencakup berbagai tindakan pada tingkat produksi
dengan menerapkan standardisasi lingkungan ISO 14000
Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa, setiap rencana dan/atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbukan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib memiliki AMDAL, yang tata cara penyusunan dan penilaiannya ditetapkan
dengan PP.
P.2.3
Undang-undang No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan
Secara garis besar UU ini menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut :

Pengelompokan jalan menurut peranan meliputi jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan
lokal.

Bagian-bagian jalan yang meliputi: daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, daerah
pengawasan jalan

Jalan tol
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
3
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
P.2.4
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini memaparkan antara lain sebagai berikut :

Didalam ketentuan umum dijelaskan mengenai beberapa pengertian ruang, tata
ruang, penataan ruang, rencana tata ruang, wilayah, kawasan, kawasan lindung,
kawasan budidaya, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu,

Penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan
lingkunga, terselenggaranya pengaturan pemanfaat ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas,

Ketentuan ini juga memuat tentang hak setiap orang untuk menikmati manfaat ruang,
mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan rencana tata
ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat
pembangunan,

Rencana tata ruang, yaitu pembahasan tentang tata ruang yang dibedakan menjadi
rencana tata ruang wilayah nasional, propinsi dan kab/kota.

Wewenang pelaksanaan tata ruang sepenuhnya berada pada pemerintah untuk
mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang dan mengatur tugas dan kewajiban
instansi pemerintah dalam penataan ruang.
P. 3
Peraturan Pemerintah
P.3.1
PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Komisi penilai AMDAL tingkat pusat (Kompus) yang instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan pusat (Bapedal). Dan tingkat daerah (Komda)
yaitu instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah (Bapedalda).
Komisi pusat melakukan penilaian terhadap :




Kegiatan yang bersifat strategis (bagian dari kegiatan terpadu/multi sektor),
Lokasi yang meliputi lebih dari sati wiayah propinsi
Berlokasi di wilayah sengketa denga negara lain,
Berlokasi di lintas negara kesatuan RI dengan negara lain
Sedangkan Komisi Daerah melakukan penilaian terhadap AMDAL bagi jenis-jenis
usaha/kegiatan yang di luar kriteria tersebut yang dinilai oleh Kompus.
2. Keputusan
Keputusan atas KA-ANDAL = 75 hari kerja seja diterimanya KA
Keputusan ANDAL dan RKL/RPL = 75 hari sejak tanggal diterimanya dokumen
3. Masa Studi
Keputusan layak lingkungan dinyatakan kedaluarsa, apabila kegiatan tidak
dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun sejak ditetapkaM.
4. Keterbukaan informasi dan peran masyarakat
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
4
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Setiap usaha/rencana kegiatan yang telah ditetapkan oleh menteri, wajib diumumkan
dahulu kepada masyarakat oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa
sebelum menyusun AMDAL.
P.3.2
PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan
Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Jaringan jalan, yaitu membahas tentang peranan jalan, persyaratan jalan menurut
peranan,
2. Bagian-bagian jalan, yaitu membahas tentang damaja, damija dan dawasja,
3. Pelimpahan dan penyerahan wewenang pembinaan jalan, yaitu membahas tentang
wewenang pembinaan, wewenang penyusunan rencana, perencanaan, pemeliharaan,
4. Pembinaan jalan, yaitu membahas tentang pengelompokan jalan menurut wewenang
pembinaannya, penentuan sasaran, dan pengadaan jalan,
5. Dokumen jalan, yaitu membahas tentang leger yang digunakan untuk menyusun
rencana dan program pembinaan jalan dan memberikan catatan tentang data jalan.
P. 4
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal
P.4.1
Kepmen LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan AMDAL
Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Kriteria proyek jalan yang wajib AMDAL, meliputi jalan tol dan jalan layang,
pembangunan dan peningkatan jalan dengan pelebaran di luar damija, diluar tersebut
tetapi dapat merubah fungsi.
2. Untuk melakukan penyaringan maka perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan : UU No.
41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan
kawasan lindung.
P.4.2
Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan
AMDAL
Ketentuan ini merupakan acuan bagaimana menyusun KA ANDAL, merupakan acuan
bagaimana menyusun ANDAL dan acuan bagaimana menyusun RKL dan RPL.
Ketentuan ini juga memuat fungsi pedoman penyusunan KA ANDAL, tujuan dan fungsi KA
ANDAL, dasar pertimbangan penyusunan KA dan sebagainya.
P.4.3
Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL
Secara garis besar isi ketentuan keputusan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hak-hak masyarakat dalam proses AMDAL, seperti hak memperoleh informasi,
memberikan saran dan pendapat, duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL.
Juga tentang kewajiban instansi yang bertanggung jawab seperti mengumumkan
rencana usaha, mendokumentasikan saran, menyampaikan hasil rangkuman saran,
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
5
Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
menyediakan informasi tentang proses dan hasil KA ANDAL, memfasilitasi
terlaksananya hak masyarakat atas informasi dalam proses AMDAL.
2. Tahapan keterlibatan masayrakat dalam proses AMDAL:




Tahap persiapan penyusunan AMDAL
Tahap penyusunan KA
Tahap penilaian KA
Tahap penilaian ANDAL, RKL dan RPL
P. 5
Keputusan/Peraturan Menteri PU
P.5.1
Peraturan Menteri PU No. 69 Tahun 19956 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek
Bidang Pekerjaan Umum.
Ketentuan ini adalah pengganti Permen No 46 Tahun 1990 sebagai pedoman teknis untuk
melaksanakan kegaiatn AMDAL proyek bidang pekerjaan umum yang mencakup proyek
bidang pengairan, jalan, keciptakaryaan, baik proyek pusat atau daerah sesuai dengan
siklus kegiatan proyeknya.
Siklus pengembangan proyek dalam pedoman ini adalah sebagai proses atau tahapan
kegiatan proyek yang dimulai dari tahapan perencanaan umum sampai dengan tahapan
pasca proyek dan integrasi AMDAL dalam siklus ini akan memantapkan upaya
penyelenggaraannya sehingga dapat menunjang upaya pembangunan yang
berkelanjutan. Disebutkan juga dalam ketentuan ini bahwa AMDAL menjadi bagian
kegiatan studi kelayakan. Pembahasan dampak lingkungan diutamakan terhadap dampak
negatif yang timbul dan terbawa serta karena kegiatan proyek.
P.5.2
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTSM/2001 tentang
Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana
Wilayah.
Ketentuan ini dibuat untuk mengatur pembentukan tim kerja pengelolaan lingkungan
bidang kimpraswil, sesuai ketentuan pasal 12 ayat (1) PP No 27 Tahun 1999, mengatur
tentang keanggotaan Tim Teknis dari Instansi teknis yang membidangi usaha dan /atau
kegiatan bidang terkait.
Didalamnya diatur tentang tugas-tugas Komisi Penilai yaitu memberikan pertimbangan
teknis atas KA, ANDAL, RKL dan RPL yang memerlukan dukungan dukungan teknis
bidang Kimpraswil.
Adapun tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:





Membantu tim teknis Bapedal dalam penilaian dokumen ANDAL bidang kimpraswil
dan bidang lainnya di Bapedal
Mengusulkan kriteria-kriteria dan batasan tenis untu setiap ketetapan yang terkait
dengan kimpraswil dari Menteri LH
Membantu penyusunan dokumen pembinaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
kimpaswil,
Membantu penyelesaian masalah/penanganan kasus lingkungan bidang kimpraswil,
Membantu tugas lain yang ditentukan oleh Menteri Kimpraswil dalam hal lingkungan
hidup.
DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
6
PEDOMAN
012/PW/2004
Pelaksanaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Buku 3
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PRAKATA
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun untuk
memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam
menangani dampak-dampak yang timbul karena penyelenggaraan pembangunan
prasarana jalan dan jembatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam era otonomi
daerah.
Pedoman ini merupakan salah satu rangkaian pedoman pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan, yang dapat dipakai sebagai acuan dalam mempersiapkan dokumen tender,
kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik, serta kegiatan pengoperasian
dan pemeliharaan prasarana jalan, yang penerapannya harus memperhatikan berbagai
peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup dan ketentuan-ketentuan yang
terkait lainnya.
Semoga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini
bermanfaat untuk menangani dampak-dampak yang timbul dalam penyelenggaraan
pembangunan prasarana jalan, dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Jakarta, Desember 2003
i
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR ISI
P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
i
D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
ii
D aftar Lam p iran … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
iii
P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
1
1
R u an g lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
3
2
Acuan Normatif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
4
3
Istilah dan definisi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
5
4
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ..............
8
4.1 Penyiapan Dokumen Tender ...................................................
8
4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah ....................................................
11
4.3 P elaksan aan K on stru ksi Fisik … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
18
4.4 Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan .........................................
33
5
P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
36
6
K oord in asi P elaksan aan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
40
7
Dokumentasi dan pelaporan .… … … … … … … … … … … … … … … … .. … … …
47
Penutup .........… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … ..
49
Lampiran
ii
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1.1.
Halaman
Penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup
1
ada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan
2. Lampiran 2.1.
Ketentuan tentang kewajiban penyusunan
pedoman
2
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
3. Lampiran 4.1.1.
Pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup
3
bidang jalan pada dokumen tender
4. Lampiran 4.2.1.
Kriteria kompensasi penggantian tanah dan bangunan
4
5. Lampiran 4.2.2.
Pedoman pelaksanaan partisipasi dan konsultasi
5
masyarakat dalam kegiatan pengadaan tanah
6. Lampiran 4.2.3.
Jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah
8
7. Lampiran 6.1.
Bagan koordinasi kegiatan pengadaan tanah
9
8. Lampiran 6.2
Bagan Koordinasi pelaksanaan kegiatan konstruksi fisik
10
9. Lampiran 6.3
Bagan Koordinasi kegiatan pengoperasian dan
11
pemeliharaan
10. Lampiran 6.4
Bagan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing
12
11.
Bagan pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat
13
Lampiran 6.5
terasing
12.
Lampiran 6.6
Prosedur Standar Penanganan Dampak Lingungan
Hidup Bidang Jalan dan Jembatan
iii
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENDAHULUAN
Era otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 1999, telah menimbulkan berbagai
perubahan kewenangan dalam hal penyelenggaraan pembangunan, yang semakin
mengecil dan terbatas di tingkat pemerintah pusat, akan tetapi semakin membesar di
tingkat
pemerintah
kota/kabupaten.
Kewenangan
pemerintah
pusat
dalam
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, tidak lagi bertindak sebagai pelaksana,
tetapi berubah menjadi penyusun kebijakan dan menetapkan berbagai norma, standar,
kriteria, dan prosedur. Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut di atas, telah
diterbitkan berbagai peraturan perundangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup,
baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, maka Ditjen Prasarana Wilayah, sesuai
d en g an visin ya “Terwujudnya prasarana wilayah yang efektif, efisien, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan melalui peningkatan peranserta masyarakat dan swasta
dalam mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup, pertumbuhan, pemerataan
ekon om i d an b erkead ilan sosial”, telah dan sedang melakukan penyiapan berbagai
perangkat
sistem
manajemen
lingkungan
hidup
dalam
upaya
mewujudkan
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan, seperti:
1) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
2) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4) Pedoman Monitoring Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Dengan keempat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan tersebut di atas,
diharapkan para pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana
jalan baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi, kota atau kabupaten, dapat
melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara efektif dan efisien dalam upaya
mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan hidup.
Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, merupakan satu
dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mencakup hal-hal
1
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat penyiapan
dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik serta kegiatan
operasi dan pemeliharaan, disusun dengan mengacu pada peraturan perundangan yang
sesuai dan berlaku dalam era otonomi daerah, serta mempertimbangkan berbagai
pedoman pelaksanaan AMDAL yang pernah disusun oleh Dep.Pekerjaan Umum atau
Dep. Kimpraswil, seperti:
1) Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
2) Petunjuk Teknis AMDAL Proyek Jalan
3) Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
4) Dokumen ISEM (Institusional Strengthening of Environmental Management)
5) Dokumen SESIM (Strengthening of Environmental and Social Impact Management)
6) Dokumen EMSTUM (Environmental Management System Training. and Updating of
the Moduls).
Dalam penerapan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini, perlu
diperhatikan keberadaan masyarakat terasing/adat (indigenous people), benda cagar
budaya (cultural heritage) dan kondisi lingkungan yang sensitive, serta harus dilakukan
secara sinergis dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
tersebut di atas, yang dalam pencapaian sasarannya sangat ditentukan oleh baiknya
mekanisme dan koordinasi pelaksanaan, kesiapan pembiayaan yang memadai, serta
dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta kapasitas dan kapabilitas
sumberdaya manusia yang memadai dan mempunyai kesadaran terhadap pelestarian
lingkungan hidup.
2
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1. Ruang Lingkup
Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan
petunjuk dan penjelasan kepada para pihak yang terkait tentang ketentuanketentuan yang harus diacu pada pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan.
Pedoman ini mencakup penerapan berbagai aspek pengelolaan lingkungan hidup
dalam:
1) Penyiapan dokumen tender.
2) Kegiatan pengadaan tanah.
3) Pelaksanaan konstruksi fisik.
4) Kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Pedoman ini dapat digunakan sebagai rujukan, pegangan dan acuan bagi para
petugas yang berwenang dan bertanggung jawab serta terlibat langsung dalam
penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, baik di tingkat pusat, propinsi,
maupun di tingkat kota/kabupaten, guna mempermudah dan memperlancar
tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak kegiatan pembangunan
prasarana jalan yang timbul.
Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait
dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dapat ditingkatkan
dan disinergikan secara optimal, selain itu kegiatan pelaksanaan pembangunan
prasarana jalan dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya dampak kegiatan,
dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan sasaran dari penyusunan pedoman ini meliputi:
1) Teridentifikasinya komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, serta dampakdampak yang ditimbulkan.
3
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2) Teridentifikasinya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mulai
dari penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan
konstruksi fisik, sampai dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
3) Teridentifikasinya peran dan kontribusi para pihak terkait dalam pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
hidup
bidang
jalan,
termasuk
aspek-aspek
pembiayaannya.
4) Terwujudnya hubungan yang sinergis di antara para pihak yang terkait dengan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.
5) Terwujudnya sistem dokumentasi dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan yang handal.
Gambaran umum dari penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan pada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan, dapat dilihat pada
Lampiran 1.1.
Pedoman ini hanya mencakup beberapa tahap dari siklus pembangunan proyek
prasarana jalan tersebut, antara lain tahap pra konstruksi (pengadaan tanah), tahap
konstruksi dan tahap pasca konstruksi.
2. Acuan Normatif
Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini mengacu pada
berbagai peraturan perundangan yang relevan, antara lain:
1)
Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
2)
Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
3)
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4)
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
5)
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
6)
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
7)
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
8)
Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk
Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.
4
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
9)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30/MENLH/5/1999 tentang
Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup.
10) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL.
11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Kegiatan dan atau Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
12) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis
Usaha dan atau Kegiatan Bidang Kimpraswil yang Wajib Dilengkapi dengan
UKL dan UPL.
13) Keputusan
Kepala
Bapedal
No.
105/BAPEDAL/1997
tentang
Panduan
Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL.
14) Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL.
15) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Secara khusus ketentuan tentang kewajiban instansi yang membidangi prasarana
jalan untuk melakukan pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan, dapat dilihat pada Lampiran 2.1.
3. Istilah dan Definisi
3.1.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
3.2.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
5
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.3.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.4.
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar
dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.5.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
Upaya penanganan dampak tidak besar dan/atau tidak penting terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.6.
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak tidak
besar dan atau tidak penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.7.
Masyarakat Terkena Dampak
Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat
dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.
3.8.
Penduduk Terkena Pembebasan (PTP)
Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan dan tanaman
miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai
untuk keperluan proyek pembangunan jalan.
3.9.
Masyarakat Pemerhati Lingkungan
Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan
tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.
3.10. Masyarakat Terasing/Adat
Kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan
dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik nasional.
3.11. Benda Cagar Budaya (cultural heritage)
Benda alam atau benda buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur
50 tahun, yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
6
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.12. Situs
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya,
termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanan.
3.13. Kontrak
Kontrak secara tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk melaksanakan,
menyelesaikan dan melakukan pemeliharaan pekerjaan konstruksi.
3.11. Kontraktor
Orang atau badan usaha yang penawarannya untuk melaksanakan pekerjaan
telah diterima oleh pemilik
3.12. Berita Acara Penyerahan Akhir
Berita acara yang dikeluarkan oleh direksi pekerjaan setelah cacat mutu yang
ada telah diperbaiki oleh kontraktor.
3.13. Periode Pemeliharaan
Periode untuk melakukan pemeliharaan prasarana jalan yang telah selesai
dibangun, yang ditentukan dalam data kontrak dan dihitung dari tanggal
penyelesaian pekerjaan konstruksi.
3.14. Pemilik
Pihak yang menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan.
3.15. Peralatan
Mesin mesin dan kendaraan kontraktor yang dibawa sementara kelapangan
untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.
3.16. Pekerjaan Sementara
Pekerjaan
yang
dirancang,
dibangun, dipasang
dan
dibongkar oleh
kontraktor, yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.
3.17. Standar Operasi Prosedur (SOP)
Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
yang dilakukan dengan memakai ketentuan-ketentuan standar yang
baku, dan dapat dilaksanakan secara rutin oleh Pengelola Kegiatan.
7
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Penyiapan Dokumen Tender
4.1.1. Maksud dan Tujuan.
Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
pada saat pelaksanaan konstruksi fisik mengalami kendala di lapangan,
karena tidak terdapatnya deskripsi kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup yang jelas dalam dokumen kontrak pekerjaan konstruksi,
termasuk rincian pembiayaan untuk melaksanakan kegiatan tersebut,
mengingat kontraktor dalam melaksanakan pekerjaannya mengacu
pada butir-butir yang terdapat pada dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka gambar dan spesifikasi
teknis kegiatan sebagai hasil penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL yang
dilakukan dalam tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam
dokumen tender, yang merupakan bagian dari dokumen kontrak
pekerjaan konstruksi.
4.1.2. Dokumen Tender Pekerjaan Konstruksi.
a. Sistematika Dokumen Tender.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dokumen tender atau
dokumen lelang standar LCB (Local Competitive Bidding) untuk
pekerjaan konstruksi prasarana jalan, terdiri atas 8 (delapan) bab
sebagai berikut:
1) Bab I
: Instruksi Kepada Peserta Lelang.
2) Bab II
: Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi, Surat
Penunjukan, Perjanjian Kontrak, dan Perjanjian
Kemitraan untuk Joint Operation.
8
3) Bab III
: Syarat-Syarat Kontrak.
4) Bab IV
: Data Kontrak.
5) Bab V
: Spesifikasi.
6) Bab VI
: Daftar Kuantitas.
7) Bab VII
: Gambar-Gambar.
8) Bab VIII
: Bentuk Jaminan.
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b. Gambar Kerja dan Spesifikasi Teknis Pekerjaan.
Penyiapan gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan serta
persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik, merupakan
tahap awal dari penyiapan dokumen tender atau dokumen lelang.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Penentuan alinyemen jalan, baik vertikal maupun horizontal.
2) Pembuatan gambar teknis konstruksi jalan dan jembatan serta
bangunan pelengkapnya.
3) Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan dan syarat-syarat teknis
pekerjaan konstruksi.
4) Perhitungan volume pekerjaan dan rencana anggaran biaya.
Rekomendasi
pengelolaan
lingkungan
hidup
untuk
menangani
dampak lingkungan hidup yang timbul, seperti yang dikemukakan
dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL, harus dapat dijabarkan
dalam
gambar-gambar
kerja
dan
spesifikasi
teknis
pekerjaan
pembangunan jalan.
4.1.3. Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan
konstruksi fisik dapat menambah biaya pelaksanaan konstruksi,
sehingga uraian kegiatan dan biaya pengelolaan lingkungan hidup
sudah seharusnya dimasukkan dalam perhitungan biaya pelaksanaan
konstruksi.
Agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilaksanakan
dengan baik dan benar, maka persyaratan pengelolaan lingkungan
hidup seperti yang dikemukakan dalam RKL/RPL atau UKL/UPL, dan
telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan
pada tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam dokumen
tender yang merupakan bagian dari dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi, termasuk besarnya biaya pengelolaan lingkungan hidup
yang diperlukan.
Untuk proyek prasarana jalan yang belum atau tidak dilengkapi dengan
RKL/RPL atau UKL/UPL, maka SOP pengelolaan lingkungan hidup yang
ada harus diacu dan merupakan bagian dari dokumen tender pekerjaan
konstruksi.
9
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Perumusan ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup
dalam penyiapan dokumen tender merupakan tanggung jawab
perencana, dan harus dikemukakan dengan jelas agar tidak terjadi
adanya salah pengertian, antara lain:
1) Pada Bab III: Syarat-syarat Kontrak, perlu dicantumkan adanya
definisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas, ketentuan bahwa
kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani dampak
dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya
yang diperlukan, serta ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan
ditemukan benda cagar budaya di lokasi kegiatan.
2) Pada Bab V: Spesifikasi, untuk setiap komponen pekerjaan yang
dikemukakan
dalam
bab
ini,
perlu
dicantumkan
tata
cara
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk menangani
dampak lingkungan hidup yang timbul.
3) Pada Bab VI: Daftar Kuantitas, untuk setiap komponen pekerjaan
yang dikemukakan pada bab ini, perlu dicantumkan butir kegiatan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada).
4) Pada Bab VII: Gambar-Gambar, perlu dicantumkan gambar kerja
untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul, yang
merupakan penjabaran dari dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL dalam
perencanaan teknis.
4.1.4.
Dokumen Terkait
Dokumen lain yang terkait
dan dapat dipakai sebagai acuan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyiapan dokumen
tender, antara lain:
1) Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL.
2) Dokumen rencana teknis kegiatan.
3) Dokumen tender standar, baik untuk LCB maupun ICB.
10
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.1.5 Workplan Kontraktor.
Untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek-aspek pengelolaan
lingkungan hidup yang telah dikemukakan dalam dokumen tender
tersebut diatas akan dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana, maka
kon traktor
p elaksan a
d alam
m en yu su n
“w orkp lan ”n ya
h arus
mencantumkan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup untuk
menangani dampak lingkungan hidup yang timbul akibat kegiatan
proyek, sebagaimana tercantum dalam dokumen tender.
Bila dalam dokumen tender belum atau tidak tercantum aspek-aspek
pengelolaan lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam
menyusun
”w orkp lan ”nya
d ap at
m en g acu
p ad a
h al-hal
yang
dikemukakan pada butir 4.1.3. dari pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan ini.
Secara rinci pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan pada dokumen tender pekerjaan konstruksi, dapat dilihat pada Lampiran
4.1.1.
4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah
4.2.1. Ketentuan Pengadaan Tanah
Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pengadaan tanah
termasuk kompensasi untuk lahan, bangunan dan tanaman, serta
pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek prasarana jalan,
antara lain sebagai berikut:
1) Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 20 tahun 1961 tentang
Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada
diatasnya, harus disertai dengan:
a) Rencana dan alasan peruntukannya.
b) Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama
pemilik tanah.
c) Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut.
2) Pasal 4 Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan tanah bagi
pelaksanaan
11
pembangunan
untuk
kepentingan
umum,
yang
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
menyatakan
bahwa pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila
rencana pembangunan tersebut telah sesuai dengan :
a) Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan.
b) Perencanaan ruang wilayah kota.
3) Pasal 9 dan 10 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan
bahwa pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah
secara langsung dengan pemegang hak atas tanah atau wakil yang
ditunjuk.
4) Pasal 12 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan bahwa
pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah, diberikan
untuk:
a) Hak atas tanah.
b) Bangunan.
c) Tanaman.
d) Benda-benda lain yang terkait dengan tanah.
5) Pasal 13 Keppres No. 55 tahun 1993, menyatakan bentuk ganti
kerugian dapat berupa:
a) Uang.
b) Tanah pengganti.
c) Pemukiman kembali.
d) Kombinasi dari dua atau tiga bentuk ganti kerugian tersebut
diatas.
e) Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.
6) Pasal 22 Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994, yang
mengatur tentang pengajuan keberatan atas bentuk dan jumlah
ganti kerugian.
7) Pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994, yang
mengatur tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat
dengan menyediakan prasarana dan sarana umum yang bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
8) Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS – II/94 tentang
Pedoman
tukar
menukar
kawasan
hutan,
yang
mengatur
pengadaan tanah untuk proyek prasarana jalan yang melalui
kawasan hutan.
12
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Sesuai dengan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994 tentang
Pelaksanaan Keppres No.
55 tahun 1993,
kriteria kompensasi
pengantian tanah dan bangunan adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 4. 2. 1.
Dengan peraturan yang sama, santunan dapat diberikan kepada
pemakai tanah tanpa sesuatu hak, dengan kriteria sebagai berikut.
1) Pemakai tanah sebelum tanggal 16 Desember 1960, sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 51 tahun 1960.
2) Pemakai tanah bekas Hak Barat, sebagaimana dimaksud dalam
Keppres No. 32 tahun 1979.
3) Bekas pemegang Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir, dan
tidak dimintakan perpanjangan waktunya.
4) Bekas pemegang Hak Pakai yang sudah berakhir dan tidak
dimintakan perpanjangan waktunya.
4.2.2 Proses Pengadaan Tanah
a. Sesuai dengan Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum,
maka proses pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan
prasarana jalan dengan luas lebih dari 1 (satu) Ha, harus mengacu
pada ketentuan-ketentuan dalam Keppres tersebut, dengan proses
sebagai berikut:
1) Segera setelah dana untuk kegiatan pengadaan tanah tersedia,
maka Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang bersangkutan
membuat
surat
permohonan
ke
Bupati/Walikota
tentang
rencana kegiatan pengadaan tanah, dilampiri dengan peta
lokasi, rencana penggunaan tanah, luas dan taksiran biaya.
Setelah hal tersebut disetujui, antara lain dengan pertimbangan
rencana penggunaan tanah tersebut sudah sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, maka Gubernur membentuk Panitia
Pengadaan Tanah (Panitia) yang beranggotakan 9 (sembilan)
orang, yang diketuai oleh Bupati/Walikota, dengan Sekretaris
yang
berkedudukan
Kabupaten/Kota.
13
di
Kantor
Pertanahan
Daerah
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2) Kemudian Panitia bersama Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah
dengan melibatkan tokoh dan pemuka masyarakat melakukan
penyuluhan serta sosialisasi kegiatan pembangunan prasarana
jalan kepada masyarakat dan Penduduk Terkena Pembebasan
(PTP).
Setelah PTP memahami dan menyetujui rencana pembangunan
prasarana jalan tersebut, dilakukan pendaftaran, inventarisasi
dan pengukuran tanah, bangunan dan tanaman secara rinci dan
cermat.
3) Hasil pendaftaran, inventarisasi dan pengukuran tersebut,
kemudian disampaikan ke PTP, dan PTP diberi kesempatan
untuk mengajukan keberatannya (bila ada) dalam jangka waktu
1 (satu) bulan.
4) Bila masalah keberatan PTP telah dapat diselesaikan, maka
Panitia mengundang PTP dan Pimpro/Pimbagro Pengadaan
Tanah untuk mengadakan musyawarah dan negosiasi tentang
jenis dan besarnya nilai ganti kerugian tanah, bangunan dan
tanaman. Musyawarah ini dipandu oleh Panitia Pengadaan
Tanah.
5) Bila
masalah
ganti
kerugian
telah
disepakati,
maka
Bupati/Walikota membuat surat keputusan tentan g “h arg a
satu an ” tan ah , b an g u n an d an tan am an , b eserta klasifikasi h ak
atas
tanah,
tipe
bangunan,
dan
tanaman.
Berdasarkan
keputusan tersebut Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah dapat
melakukan
pembayaran
ganti
rugi
kepada
PTP
dengan
disaksikan oleh Panitia Pengadaan Tanah
6) Secara bertahap, PTP yang telah mendapatkan ganti kerugian
diminta untuk membongkar dan memindahkan bangunan dan
tanaman sendiri. Bagi PTP yang akan beralih profesi akan
disiapkan pelatihan yang sesuai dengan pekerjaan atau profesi
yang diinginkan.
7) Bila jumlah PTP yang ingin pindah cukup banyak, sehingga perlu
dibangun permukiman baru, maka Kepala Daerah segera
membentuk Tim Permukiman Kembali dan Pembinaan PTP. Tim
14
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
ini akan menentukan lokasi permukiman baru, membangunnya
dan siap pakai secara bertahap, segera setelah ganti rugi
kepada PTP dibayarkan.
8) Pelaksanaan konstruksi fisik prasarana jalan dapat dilaksanakan
setelah selesainya proses pengadaan tanah.
b. Untuk pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) Ha,
dapat dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah,
dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati
bersama.
c. Dalam proses pengadaan tanah, maka kegiatan konsultasi dengan
masyarakat terutama PTP, merupakan sesuatu hal yang sangat
penting. Untuk itu secara rinci petunjuk mengenai kegiatan
partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat, dapat dilihat pada
Lampiran 4.2.2
4.2.3 Bentuk Ganti Kerugian
Berbagai bentuk ganti kerugian dalam kegiatan pengadaan tanah,
dapat dikelompokkan atas:
a. Uang Tunai.
Pemberian ganti kerugian berupa uang tunai dibayarkan langsung
kepada yang berhak, di lokasi yang ditentukan Panitia, disaksikan
oleh minimal 3 (tiga) orang anggota panitia dan dibuktikan dengan
tanda penerimaan.
Besarnya nilai ganti kerugian didasarkan atas hasil musyawarah
yang
disepakati
bersama,
dan
kemudian
ditetapkan
oleh
Bupati/Walikota.
b. Tanah Pengganti.
Pengadaan tanah pengganti, lokasi dan luasnya ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan disepakati oleh PTP. Dana pengadaan tanah
pengganti tersebut disediakan oleh Proyek Pengadaan Tanah
(berasal dari dana yang seharusnya diberikan sebagai uang)
c. Pemukiman Kembali
Bila jumlah penduduk yang dipindahkan cukup banyak (versi Bank
Dunia > 40 KK), maka perlu diselenggarakan pemukiman kembali di
15
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
lokasi lain. Untuk mengembangkan pemukiman kembali tersebut
diperlukan kegiatan:
1) Pembangunan permukiman baru termasuk prasarana dan sarana
lingkungan di lokasi baru.
2) Pemindahan penduduk ke lokasi permukiman baru
3) Pemantauan dan rehabilitasi penduduk yang dipindahkan untuk
jangka waktu tertentu, sehingga kehidupan mereka minimal
sama sebelum mereka dipindahkan
d. Bentuk Kombinasi.
Bentuk ganti kerugian ini berupa kombinasi dari 2 (dua) atau 3
(tiga) bentuk ganti kerugian tersebut diatas, yang penentuannya
didasarkan atas kesepakatan kedua pihak.
e. Bentuk lain yang disepakati.
Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan,
seperti Sistem Konsolidasi Tanah, sedangkan untuk tanah wakaf
dan tanah ulayat dapat berupa:
1) Pemberian ganti kerugian untuk tanah wakaf, dilakukan melalui
Nadir yang bersangkutan
2) Pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat, diberikan dalam
bentuk prasarana dan sarana umum yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat secara bersama.
4.2.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengadaan Tanah
Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah,
merupakan tanggung jawab Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang
bersangkutan,
disesuaikan
dengan
jenis
dan
besaran
dampak
lingkungan yang timbul.
Secara rinci jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah
dapat dilihat pada Lampiran 4.2.3.
Pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak yang timbul
akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut antara lain:
1) Timbulnya rasa kecewa dan tidak puas PTP terhadap besarnya nilai
ganti kerugian, baik untuk tanah, bangunan atau tanaman,
16
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
sehingga mereka menolak proses pembayaran ganti kerugian, dapat
dikelola melalui:
a) Penyuluhan dan sosialisasi kegiatan mengenai pentingnya arti
proyek prasarana jalan dan proses kegiatan pengadaan tanah
yang akan dilakukan.
b) Pemberian ganti kerugian yang layak dan memadai, yang
bentuk dan besarannya disesuaikan dengan hasil musyawarah.
c) Melakukan pendekatan sosiologis dan konsultatif kepada PTP,
yang difasilitasi oleh tokoh dan pemuka masyarakat.
2) Hilangnya
mata
pencaharian
dan
pendapatan
PTP,
karena
perubahan peruntukan lahan serta hilangnya bangunan tempat
usaha atau hilangnya akses kekesempatan kerja, dapat dikelola
melalui:
a) Memberikan
pelatihan
ketrampilan
untuk
usaha
alih
profesi/pekerjaan.
b) Memberi prioritas untuk dapat bekerja di proyek yang akan
dilaksanakan.
3) Keresahan
sosial
karena
terganggunya
interaksi
sosial
bagi
penduduk yang akan dipindahkan, dapat dikelola melalui:
a) Pemilihan lokasi pemukiman baru yang disepakati oleh PTP dan
penduduk di lokasi baru.
b) Penyediaan prasarana dan utilitas umum yang memadai di
lokasi pemukiman baru.
c) Penyuluhan, konsultasi dan sosialisasi kepada PTP.
4) Terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat serta sarana
utilitas umum, dapat dikelola melalui:
a) Penggantian sarana sosial ekonomi masyarakat disekitar lokasi
kegiatan.
b) Pemindahan sarana dan utilitas umum yang ada di lokasi
kegiatan.
17
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.2.4. Dokumen Terkait.
Dokumen lain yang terkait dan dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengadaan tanah,
antara lain:
1) Dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan)
yang telah disusun pada tahap perencanaan teknis.
2) Tata cara kegiatan konsultasi pada masyarakat seperti yang diatur
dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, dan Pedoman
Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
3) Keputusan
Bupati/Walikota
mengenai
penetapan
nilai
ganti
kerugian.
4.3 Pelaksanaan Konstruksi Fisik
4.3.1. Faktor Penentu Besaran Dampak
Pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi fisik, sangat
ditentukan oleh jenis dan besaran dampak terhadap lingkungan hidup
yang timbul. Untuk dampak-dampak yang sifatnya umum, besarannya
kecil dan pengelolaannya dapat dilakukan secara standar dan mudah,
maka pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat mempergunakan
SOP, yang merupakan satu kesatuan dengan pedoman pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini,
Sedangkan untuk dampak-dampak besar dan penting yang sifatnya
spesifik, dan penanganannya tidak dapat dilakukan secara standar,
diperlukan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
lebih spesifik.
Faktor penentu jenis dan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup
yang
timbul karena
pelaksanaan
konstruksi fisik
pembangunan
prasarana jalan antara lain:
a. Aspek Teknis
1) Jenis rencana kegiatan, seperti pembangunan, peningkatan atau
pemeliharaan prasarana jalan.
2) Lokasi dan kondisi areal proyek, seperti di dataran rendah,
berbukit, pegunungan, daerah rawa, perkotaan atau pedesaan.
18
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3) Luas lahan untuk keperluan proyek, termasuk lahan untuk lokasi
jalan akses, base camp dan lokasi quarry.
4) Lamanya
pelaksanaan
konstruksi
fisik,
termasuk
periode
pemeliharaan.
5) Dimensi, volume dan besaran komponen pekerjaan utama.
6) Metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
7) Jenis dan jumlah peralatan berat yang diperlukan.
8) Jenis dan jumlah bahan material bangunan yang dipakai, seperti
tanah, batu, pasir dan material/komponen jembatan, termasuk
sumbernya.
9) Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja, baik tenaga ahli, tukang,
dan pekerja kasar yang diperlukan.
b. Aspek Non Teknis
1) Kondisi fisik lokasi kegiatan, seperti iklim, topografi, struktur
tanah dan geologi, hidrologi dan penggunaan tanah.
2) Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi proyek, seperti
kependudukan, kegiatan ekonomi masyarakat, kondisi sosial
budaya, kesehatan masyarakat dan persepsi masyarakat.
3) Kondisi flora dan fauna sekitar lokasi proyek, terutama jenisjenis yang langka dan dilindungi.
4) Keberadaan masyarakat terasing/adat, situs dan benda cagar
budaya serta hutan lindung.
4.3.2. Komponen Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak
Komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, pada umumnya
dapat dikelompokkan atas:
a. Persiapan Pekerjaan Konstruksi :
1) Mobilisasi Tenaga Kerja.
Mobilisasi
tenaga
kerja
yang
diperlukan
proyek,
lebih
diutamakan memakai tenaga kerja setempat (bila tersedia
sesuai kebutuhan), terutama untuk tenaga kerja menengah
kebawah, namun bila tidak dapat dihindari, terpaksa memakai
tenaga kerja dari luar daerah.
19
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dalam mobilisasi tenaga kerja tersebut, perlu diperhatikan
adanya perjanjian kerja yang jelas tentang hak dan kewajiban
tenaga kerja yang bersangkutan, terutama adanya ketentuan
yang
mengatur
setelah
pekerjaan
konstruksi
selesai
(demobilisasi), sehingga tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari.
2) Mobilisasi Peralatan Berat.
Mobilisasi peralatan berat yang diperlukan proyek, baik dengan
cara membeli atau menyewa, seperti AMP, shovel, dozer,
traktor, dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan proyek.
Dalam penentuan jenis dan kapasitas peralatan berat yang akan
dipergunakan, perlu dipertimbangkan keberadaan dan kondisi
prasarana jalan dan jembatan, yang akan dilalui oleh peralatan
berat tersebut.
Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat tersebut adalah
kegiatan demobilisasi peralatan berat setelah pelaksanaan
proyek selesai.
3) Pembuatan Jalan Masuk/Jalan Akses.
Bila lokasi proyek letaknya terpencil atau terisolir, maka
diperlukan adanya pekerjaan pembuatan jalan masuk atau jalan
akses, dari lokasi proyek menuju ke jaringan prasarana jalan
umum yang terdekat.
Kegiatan
ini
dapat
berupa
pembuatan
jalan
baru
atau
peningkatan kondisi prasarana jalan yang ada, sehingga dapat
dilalui oleh kendaraan proyek.
b. Pelaksanaan Konstruksi Fisik.
b.1. Lokasi Proyek.
1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan lokasi
proyek dari bangunan, tanaman dan benda lain yang tidak
diperlukan, sehingga pelaksanaan konstruksi fisik dapat
dimulai.
Sebelum
pekerjaan
ini
dilaksanakan,
maka
prasarana dan utilitas umum yang ada di lokasi proyek,
20
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
terutama yang berada di bawah tanah perlu dipindahkan
ke tempat yang aman atau diberi pengamanan khusus.
2) Pekerjaan Tanah.
Termasuk dalam pekerjaan tanah adalah penggalian dan
penimbunan tanah untuk penyiapan tanah dasar atau
badan jalan, sistem drainase, struktur pondasi, coffer dam,
baik berupa galian tanah biasa, galian batu, timbunan
tanah biasa atau timbunan tanah pilihan dan timbunan
batu.
Dalam
pekerjaan
ini
perlu
diperhatikan
keberadaan
prasarana dan utilitas umum yang ada di dalam tanah agar
dapat diamankan terlebih dulu, serta stabilitas dari lereng
yang terbentuk agar tidak terjadi erosi atau longsoran
tanah.
Selain itu kemungkinan adanya benda cagar budaya yang
ditemukan
di
lokasi
proyek,
perlu
diamankan
dan
dilaporkan ke instansi yang berwenang, untuk ditangani
lebih lanjut.
3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan.
Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan
dengan jenis dan ketebalan yang disesuaikan dengan
rencana dapat berupa:
a) Lapis pondasi agregat kelas A, kelas B dan kelas C.
b) Lapis pondasi semen tanah.
c) Agregat penutup Burtu dan Burda.
d) Latasir (SS) kelas A dan kelas B.
e) Laston lapis aus (HRS - WC), lapis pondasi (HRS base).
f) Lataston lapis aus (AC –WC), lapis pengikat (AC – BC)
dan lapis pondasi (AC – base).
g) Latasbusir kelas A dan kelas B.
21
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembuatan saluran
drainase tepi jalan dengan pasangan batu mortar atau
konstruksi beton, serta pembuatan gorong-gorong.
5) Pemancangan Tiang Pancang.
Termasuk
dalam
pekerjaan
ini
adalah
kegiatan
pemancangan, relokasi arus lalu lintas, penumpukan tiang
pancang di sekitar lokasi pekerjaan, dan pembuatan
kepala tiang pondasi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan sistem dan pelaksanaannya adalah
keberadaan struktur bangunan dan kondisi lalu lintas di
sekitar lokasi proyek yang dapat terganggu.
6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bawah Jembatan atau Jalan
Layang.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan bangunan
atas dan bawah jembatan, serta relokasi arus lalu lintas.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
metode pelaksanaan adalah kondisi lalu lintas di sekitar
lokasi proyek yang dapat terganggu.
7) Pemasangan Bangunan Pelengkap Jalan
Termasuk dalam pekerjaan ini adalan pemasangan pagar,
guard rail, trotoir, rambu-rambu lalu lintas, penerangan
jalan dan marka jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi
kegiatan
yang
dapat
terganggu
atau
mengganggu
pelaksanaan pekerjaan.
8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan.
Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembersihan lokasi
proyek dari sisa-sisa material bangunan yang sudah tidak
terpakai, sehingga lokasi proyek menjadi bersih. Untuk itu
lokasi buangan (dumping area) dipilih sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan gangguan estetika di lokasi
buangan tersebut. Ada baiknya bila bahan sisa/material
22
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
buangan tersebut dapat dimanfaatkan kembali baik oleh
proyek maupun oleh masyarakat setempat.
9) Penghijauan dan Pertamanan.
Termasuk
dalam
pekerjaan
ini
adalah
pemasangan
gembalan rumput di media jalan, bahu jalan dan di lereng
jalan
yang
timbul
karena
pekerjaan
tanah,
selain
bermanfaat untuk meningkatkan estetika lingkungan,
bermanfaat pula untuk mencegah timbulnya erosi dan
longsoran tanah.
Selain
itu
penanaman
pohon
lindung
yang
dapat
mengurangi timbulnya kebisingan, serta tanaman hias
untuk meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan
para pemakai jalan.
b.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material
1) Pengambilan
Tanah
dan
Material
Bangunan
dari
Quarry/Borrow Area.
Pengambilan tanah dan material bangunan dari lokasi
quarry dan borrow area yang ditangani proyek, harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti
tidak membahayakan
kestabilan lereng yang terbentuk,
tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta
melakukan reklamasi setelah kegiatan ini selesai.
Perlu dipertimbangkan pula bahwa lokasi quarry dan
borrow area, hendaknya tidak terlalu jauh dari lokasi
proyek, tidak di dekat lokasi bangunan air dan terletak
pada areal yang tidak subur/tidak produktif.
2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan
Pengangkutan
tanah
dan
material
bangunan
yang
diperlukan proyek melalui prasarana jalan umum, harus
tetap mempertimbangkan kelancaran arus lalu lintas,
keselamatan pemakai jalan, dan tidak merusak atau
mengotori prasarana jalan tersebut.
23
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher.
1) Pengoperasian Base Camp dan AMP.
Disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan,
maka lokasi base camp (kantor proyek, bengkel, gudang,
stock pile dan barak pekerja) dan lokasi AMP atau stone
crusher, dapat terletak pada satu lokasi, atau pada dua
lokasi yang terpisah.
Dalam pemilihan lokasi base camp dan AMP atau stone
crusher,
hendaknya
beberapa
faktor
perlu
dipertimbangkan, seperti lokasinya jauh dari pemukiman
dan badan air, dekat lokasi proyek dan ada kemudahan
akses, tidak di lokasi pariwisata atau lokasi sensitive
lainnya.
Termasuk dalam pelaksanaan konstruksi fisik ini adalah kegiatan
pemeliharaan struktur dan prasarana jalan yang telah selesai
dibangun selama periode pemeliharaan, seperti yang tercantum
dalam kontrak pekerjaan konstruksi.
Khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan atau melalui lokasi
permukiman masyarakat terasing/adat, perlu dipahami karakteristik
masyarakat tersebut melalui kegiatan konsultasi masyarakat yang
rinci. Selain itu khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan dengan
lokasi situs dan benda cagar budaya, pelaksanaan pekerjaan perlu
dilakukan dengan ekstra hati-hati, agar tidak mengganggu atau
merusak lokasi situs.
Bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemui
adanya benda cagar budaya, maka temuan tersebut harus segera
disampaikan pada instansi yang berwenang, untuk diambil langkah
tindak lanjut.
4.3.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pelaksanaan Konstruksi.
a. Sosialisasi Dan Konsultasi Pada Masyarakat.
Sebelum pelaksanaan konstruksi fisik dimulai, maka Pemimpin
Proyek/Pemimpin Bagian Proyek harus menyusun Work Plan secara
rinci untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan melakukan
24
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
konsultasi dan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat yang berada
di sekitar lokasi kegiatan, dengan tujuan untuk :
1) Pemahaman arti pentingnya proyek prasarana jalan yang akan
dibangun.
2) Masyarakat dapat berperanserta dalam pelaksanaan konstruksi,
baik langsung maupun tidak langsung.
3) Menghindari
kemungkinan
timbulnya
konflik
diantara
masyarakat dengan pekerja proyek.
Dalam konsultasi dan sosialisasi kegiatan tersebut, sebaiknya
diikutsertakan tokoh dan pemuka masyarakat, dan semua aspirasi
masyarakat yang terkait dengan pembangunan prasarana jalan
hendaknya
dapat
diakomodasikan
secara
optimal,
sehingga
masyarakat akan mendukung keberhasilan proyek tersebut.
Khusus untuk masyarakat terasing/adat, maka kegiatan sosialisasi
dan konsultasi tersebut perlu dilakukan secara lebih hati-hati dan
intent, mengingat bahwa keberadaan prasarana jalan yang akan
dibangun tersebut akan dapat mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat terasing/adat.
Secara rinci sosialisasi dan konsultasi
pada masyarakat terasing/adat dapat dilihat pada butir 6.2.
b. Persiapan Pekerjaan Konstruksi.
1) Mobilisasi Tenaga Kerja.
a) Kecemburuan sosial masyarakat karena mempekerjakan
tenaga kerja dari luar daerah, dapat dikelola melalui:
(1) Memprioritaskan penggunaan tenaga kerja setempat.
(2) Meningkatkan interaksi sosial tenaga kerja pendatang
dengan masyarakat setempat.
b) Meningkatnya
kegiatan
ekonomi
masyarakat
karena
mobilisasi tenaga kerja dan pelaksanaan konstruksi fisik
secara keseluruhan, dapat dikelola lebih baik melalui cara:
(1) Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan
material setempat.
(2) Pelatihan ketrampilan pada masyarakat agar mereka
dapat terlibat dalam pelaksanaan proyek.
25
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(3) Penyuluhan
pada
masyarakat
agar
mereka
dapat
memanfaatkan keberadaan proyek untuk meningkatkan
kesejahteraannya, seperti menyediakan akomodasi dan
keperluan pekerja sehari-hari.
2) Mobilisasi Peralatan.
a) Kerusakan prasarana jalan karena mobilisasi peralatan berat
melalui prasarana jalan umum, dapat dikelola melalui:
(1) Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak.
(2) Membatasi tonase peralatan berat atau membatasi
beban gandar sesuai dengan kapasitas jalan.
3) Pembuatan Jalan Masuk atau Jalan Akses.
a) Pencemaran
udara
(debu)
dan
kebisingan
karena
pembuatan jalan masuk/jalan akses, bila trase jalan akses
tersebut melalui atau dekat lokasi pemukiman, dapat
dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Penyiraman secara berkala di lokasi pekerjaan saat
kondisi berdebu.
c. Pelaksanaan Konstruksi Fisik
c.1. Lokasi Proyek.
1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena
terurainya lapisan tanah permukaan, dapat dikelola
dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penyiraman secara berkala, saat lokasi pekerjaan
dalam kondisi berdebu.
b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara:
(1)
Pembuatan
tanggul
tanah
sementara
untuk
mencegah masuknya aliran air permukaan dari
lokasi pekerjaan langsung ke badan air.
(2)
26
Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c)
Kerusakan atau terganggunya fungsi utilitas umum,
yang ada di lokasi pekerjaan dapat dikelola melalui:
(1) Memindahkan utilitas umum tersebut, sebelum
pekerjaan dimulai
(2) Pelaksanaan pekerjaan secara cermat dan teliti
(3) Memperbaiki
kerusakan
utilitas
umum
yang
terjadi
d) Terganggunya
kondisi
flora
dan
fauna,
karena
penebangan tanaman, dapat dikelola melalui:
(1)
Menanam kembali jenis-jenis vegetasi terutama
yang dilindungi di sekitar lokasi pekerjaan.
(2)
Pelaksanaan kegiatan yang baik dan cermat,
sehingga tidak merusak kondisi vegetasi di
sekitarnya.
(3)
Menyisihkan top soil untuk digunakan menanam
tanaman kembali.
2) Pekerjaan Tanah.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi
pekerjaan, dapat dikelola dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada
saat kondisi berdebu.
b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara:
(1)
Pembuatan
tanggul
tanah
atau
drainase
sementara untuk mencegah masuknya aliran air
permukaan dari lokasi pekerjaan langsung ke
badan air.
(2) Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik.
c) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah,
dapat dikelola melalui:
(1)
Pembuatan sistem saluran drainase yang baik
dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami.
27
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(2)
Memberikan suplay air bersih kepada penduduk,
bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu
air sumur penduduk.
d) Terganggunya stabilitas lereng yang terbentuk, karena
penggalian tanah, dapat dikelola melalui:
(1)
Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan
dengan kondisi dan jenis tanah.
(2)
Perkuatan lereng dengan pembuatan tembok
penahan, sistem drainase yang baik, memasang
gembalan rumput dan sebagainya.
(3)
Mengalirkan air tanah dengan soil drain sehingga
tidak menyebabkan keruntuhan.
3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi
kegiatan, dapat dikelola dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan, saat
kondisi berdebu.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1)
Pengaturan arus lalu lintas.
(2)
Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3)
Pengaturan
pekerjaan
yang
mengutamakan
kelancaran arus lalu lintas dan keselamatan
pemakai jalan.
4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan.
a) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1)
Pengaturan arus lalu lintas.
(2)
Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3)
Pengaturan
pekerjaan
yang
mengutamakan
kelancaran lalu lintas dan pemakai jalan.
28
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5) Pemancangan Tiang Pancang.
a) Terjadinya getaran dan kebisingan di lokasi pekerjaan,
dapat dikelola dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penggunaan jenis tiang pancang/jenis pondasi
yang tepat dan sesuai kondisi setempat.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan
berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1)
Pengaturan arus lalu lintas.
(2)
Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3)
Pengaturan kegiatan termasuk penumpukan tiang
pancang yang mengutamakan kelancaran lalu
lintas dan keselamatan pemakai jalan.
6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bangunan bawah Jembatan
atau Jalan Layang.
Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada
atau di sekitar jaringan jalan eksisting, dapat dikelola
melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran
lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan.
7) Pembangunan Bangunan Pelengkap Jalan.
Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada
atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui:
(1) Pengaturan arus lalu lintas.
(2) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran
lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan.
8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan.
Dampak yang timbul di lokasi pembuangan (dumping
area) berupa menurunnya estetika lingkungan, dapat
dikelola melalui :
29
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(1) Pemanfaatan
bahan
sisa/material
buangan
oleh
masyarakat seoptimal mungkin.
(2) Pemilihan lokasi dumping area yang tepat, pada areal
yang tidak subur, produktifitasnya rendah dan daerah
cekungan.
9) Penghijauan dan Pertamanan.
Kegiatan
ini
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kenyamanan para pemakai jalan, sehingga mempunyai
dampak yang positif dalam mengurangi pencemaran udara
dan kebisingan, serta menghindari erosi lahan. Untuk
dapat meningkatkan dampak positif tersebut, maka upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan antara lain:
(1) Penanaman
pohon
lindung
dan
tanaman
hias,
termasuk tanaman rumput pada media jalan dan bahu
jalan, dengan jenis yang disesuaikan dengan kondisi
geografi jalan, dan tidak mengganggu pemakai jalan,
serta dapat memperindah estetika lingkungan.
(2) Jenis tanaman yang ditanam sebaiknya jenis tanaman
lokal, dan mempunyai ciri khas daerah.
c.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material.
1) Pengambilan Tanah dan Material Bangunan dari Quarry
dan Borrow Area.
a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan, dapat
dikelola dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada
saat kondisi berdebu.
b) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah,
dapat dikelola melalui:
(1)
Pembuatan sistem saluran drainase yang baik.
dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami.
30
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(2)
Memberikan suplay air bersih kepada penduduk,
bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu
air sumur penduduk.
c) Terganggunya stabilitas lereng galian, dapat dikelola
melalui:
(1)
Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan
dengan kondisi dan jenis tanah.
(2)
Pemasangan drainase lereng yang baik.
d) Perubahan fungsi lahan, dapat dikelola melalui:
(1)
Pemilihan lokasi quarry yang tepat (tidak di lahan
subur).
(2)
Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan bekas
quarry dan borrow area.
e) Timbulnya erosi dasar sungai yang dapat mengganggu
stabilitas bangunan air, dapat dikelola melalui:
(1)
Pemilihan lokasi quarry di sungai yang tepat,
tidak terlalu dekat dengan lokasi bangunan air.
(2)
Volume pengambilan quarry disesuaikan dengan
potensi yang ada.
(3)
Perkuatan
bangunan
air
yang
terganggu
stabilitasnya.
f) Terganggunya kondisi flora, dapat dikelola melalui:
(1)
Menanam kembali jenis-jenis vegetasi yang rusak
di sekitar lokasi pekerjaan.
(2)
Pelaksanaan pekerjaan yang teliti dan cermat.
2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan.
a)
Pencemaran udara (debu) dan kebisingan dapat
dikelola dengan cara:
(1)
Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2)
Penyiraman jalur transportasi secara berkala
pada saat berdebu serta pembersihan terhadap
ceceran tanah agar tidak menjadi licin saat hujan.
(3)
Membatasi kecepatan kendaraan proyek di jalan
umum.
31
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(4)
Penggunaan truk pengangkut material yang
ditutup terpal dan pencucian ban sebelum keluar
dari quarry.
b) Kerusakan prasarana jalan umum karena kendaraan
proyek melalui jalan umum, dapat dikelola melalui:
(1)
Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak.
(2)
Membatasi tonase truk pengangkut material
sesuai dengan kapasitas jalan.
b) Terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu
lintas karena kendaraan proyek melalui jalan umum
dapat dikelola melalui:
(1)
Pengaturan arus lalu lintas.
(2)
Pemasangan rambu-rambu lalu lintas.
(3)
Pelaksanaan
pekerjaan
yang
mengutamakan
kelancaran lalu lintas.
c.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher.
Pengoperasian base camp (kantor proyek, bengkel, gudang,
dan barak pekerja) dan AMP/stone crusher.
a) Kecemburuan/keresahan
sosial masyarakat
di sekitar
lokasi, dapat dikelola dengan cara:
(1) Pemilihan lokasi base camp yang relatif jauh dari
permukiman.
(2) Penyuluhan
terhadap
tenaga
kerja
pendatang
mengenai pola hidup masyarakat setempat.
(3) Pemanfaatan sarana dan utilitas proyek agar dapat
digunakan oleh masyarakat setempat.
(4) Sosialisasi kegiatan pada masyarakat.
b) Pencemaran
udara
(debu)
dan
kebisingan
karena
pengoperasian AMP/stone crusher dapat dikelola dengan
cara:
(1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik.
(2) Pemagaran lokasi AMP/stone crusher yang rapat.
32
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c) Pencemaran kualitas air karena pengoperasian base camp
dan AMP dapat dikelola melalui cara:
(1) Mengumpulkan limbah oli/minyak yang dihasilkan dari
pengoperasian base camp dan AMP/stone crusher.
(2) Pembuatan tanggul tanah sementara untuk mencegah
masuknya aliran air permukaan langsung ke badan air.
(3) Tata cara pelaksanaan pengoperasian base camp yang
baik.
d) Kecelakaan lalu lintas akibat
kendaraan keluar masuk
basecamp.
4.3.4. Dokumen Terkait.
Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan konstruksi fisik,
antara lain:
1) Gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan.
2) SOP pengelolaan lingkungan hidup.
4.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan.
4.4.1. Pengoperasian dan Pemeliharaan Prasarana Jalan.
Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana jalan yang telah
selesai dibangun dan diserahkan oleh Kontraktor kepada Pemberi Tugas
memang
bertujuan
positif
sesuai
dengan
sasaran
yang
telah
direncanakan, namun sering terjadi adanya ketidaksesuaian antara
rencana dan kenyataan di lapangan, seperti:
1) Pertumbuhan volume lalu lintas lebih besar dari yang diperkirakan,
sehingga terjadi berbagai masalah seperti kemacetan lalu lintas dan
kerusakan prasarana jalan sebelum waktunya.
2) Terjadinya perubahan peruntukan lahan di luar perkiraan sehingga
meningkatkan bangkitan lalu lintas yang tidak terkendali, dan
meningkatnya air larian, sehingga saluran drainase jalan tidak
mampu menampungnya.
Hal tersebut di atas akan mempercepat timbulnya kerusakan prasarana
jalan, dan untuk menanggulanginya, maka dalam perencanaan
33
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
prasarana jalan seharusnya dipertimbangkan faktor-faktor lain yang
dapat meningkatkan bangkitan lalu lintas, serta mengatur penggunaan
lahan agar tetap sesuai dengan tata ruang dan tata guna lahan yang
telah disepakati.
Disesuaikan dengan jenis prasarana jalan yang telah selesai dibangun,
Pemberi Tugas, dalam hal ini Pemimpin Proyek/Pemimpin Bagian
Proyek harus menyerahkan wewenang pengoperasian prasarana jalan
selanjutnya kepada institusi yang berwenang, seperti Dinas PU/Dinas
Prasarana Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota, PT. Jasa Marga
(khusus jalan tol), atau operator jalan tol lainnya, yang selanjutnya
akan bertindak selaku Pengelola Kegiatan, termasuk bertanggung
jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
4.4.2.
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengoperasian Jalan.
Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengoperasian prasarana
jalan menjadi tanggung jawab Pengelola Kegiatan, disesuaikan dengan
jenis dan besaran dampak yang timbul antara lain:
1) Meningkatnya pencemaran udara dan kebisingan, dapat dikelola
melalui:
a) Pembuatan noise barrier dari tembok atau tanaman yang rapat
pada lokasi-lokasi tertentu di dekat permukiman penduduk.
b) Pemeliharaan lapisan perkerasan jalan agar tetap dalam kondisi
baik.
2) Meningkatnya gangguan atau kemacetan lalu lintas, karena
meningkatnya arus lalu lintas, dapat dikelola melalui:
a) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan pada
lokasi yang tepat.
b) Pemasangan papan-papan peringatan dan lampu penerangan
jalan pada lokasi yang tepat.
c) Pengaturan arus lalu lintas.
d) Penerapan sistem manajemen lalu lintas yang baik.
e) Pembuatan jembatan penyeberangan atau overpass/underpas
pada lokasi yang lalu lintasnya padat.
f) Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol.
34
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
g) Penertiban PKL yang berdagang di badan jalan.
h) Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan.
3) Perubahan peruntukan lahan karena aksesibilitas jalan yang lebih
baik, dapat dikelola melalui:
a) Menyusun ketentuan mengenai peruntukan lahan sesuai dengan
tata ruang dan tata guna lahan.
b) M elaku kan “law
en forcem en t” b ag i p elan g g aran keten tu an
tersebut.
4) Terganggunya habitat fauna pada lokasi tertentu dapat dikelola
melalui cara:
a) Membuat rambu-rambu lalu lintas.
b) Membatasi kecepatan kendaraan pada lokasi-lokasi tertentu.
5) Terganggunya mobilitas penduduk yang permukimannya terpotong
oleh prasarana jalan (tol), dapat dikelola melalui pembuatan
jembatan penyeberangan pada lokasi yang tepat.
4.4.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pemeliharaan Jalan.
Dalam pengoperasian prasarana jalan yang telah selesai dibangun,
secara
berkala
atau
secara
rutin
perlu
dilakukan
pekerjaan
pemeliharaan jalan, dampak yang timbul dari kegiatan ini pada
umumnya adalah gangguan atau kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi
pekerjaan, dapat dikelola melalui cara:
1) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan prasarana
jalan yang tepat.
2) Pengaturan arus lalu lintas.
3) Pemasangan rambu-rambu peringatan.
4.4.4. Dokumen Terkait.
Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan operasi dan
pemeliharaan bidang jalan, antara lain:
1) SOP kegiatan pemeliharaan jalan.
2) Dokumen RTRW Kabupaten/Kota.
3) Dokumen RDTR Wilayah Kabupaten/Kota.
35
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5. Pembiayaan
5.1. Penyiapan Dokumen Tender.
Pada prinsipnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada
saat penyiapan dokumen tender, tidak memerlukan biaya khusus, baik untuk
biaya personel, pengadaan data maupun biaya perjalanan, karena hal tersebut
harus sudah tertampung dalam biaya penyiapan dokumen tender proyek
secara keseluruhan.
5.2. Kegiatan Pengadaan Tanah.
Biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan
pengadaan tanah meliputi komponen biaya personel, biaya perjalanan, biaya
penyuluhan
dan
sosialisasi
kegiatan,
biaya
rapat
untuk
melakukan
musyawarah, biaya kompensasi dan biaya pemukiman kembali.
a.
Biaya Personel.
Komponen biaya personel mencakup honorarium petugas pelaksana
penyuluhan dan sosialisasi kegiatan, musyawarah dengan masyarakat,
serta petugas lain yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah.
Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas:
1) Jumlah petugas penyuluhan dan sosialisasi kegiatan.
2)
2) Frekwensi kegiatan penyuluhan, sosialisasi dan kegiatan musyawarah.
3) Harga satuan yang berlaku.
b. Biaya Perjalanan.
Komponen biaya perjalanan bagi petugas yang terlibat dalam kegiatan
pengadaan tanah mencakup biaya perjalanan untuk berkonsultasi dan
berkoordinasi dengan instansi terkait, untuk melakukan penyuluhan dan
sosialisasi kegiatan serta musyawarah dengan masyarakat di lokasi
kegiatan.
Perkiraan besarnya biaya perjalanan didasarkan atas:
1) Tujuan dan frekwensi perjalanan.
2) Lamanya perjalanan yang dilakukan.
3) Jenis transportasi yang dipakai.
36
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4) Harga satuan untuk jenis transportasi dan per diem allowance.
c.
Biaya Penyuluhan dan Sosialisasi.
Komponen biaya penyuluhan dan sosialisasi yang terkait dengan kegiatan
pengadaan tanah, mencakup biaya pelaksanaan kegiatan, pembuatan
dan pengadaan materi penyuluhan/sosialisasi, serta biaya administrasi
lainnya.
Perkiraan besarnya biaya penyuluhan dan sosialisasi didasarkan atas :
1) Jumlah dan frekwensi kegiatan penyuluhan dan sosialisasi.
2) Jumlah peserta kegiatan.
d. Biaya Musyawarah
Komponen biaya musyawarah dengan masyarakat mencakup biaya rapat,
khususnya untuk mendapatkan kesepakatan tentang jenis dan besaran
nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman.
Perkiraan besarnya biaya musyawarah dengan masyarakat didasarkan
atas:
1) Jumlah dan frekwensi rapat/musyawarah.
2) Jumlah peserta rapat.
e.
Biaya Kompensasi dan Pemukiman Kembali
Komponen biaya kompensasi dan pemukiman kembali penduduk dalam
kegiatan pengadaan tanah mencakup jenis dan jumlah kompensasi yang
diberikan kepada masyarakat terkena dampak, lokasi dan sistem
pemukiman kembali penduduk sesuai dengan hasil musyawarah, serta
honorarium untuk panitia pengadaan tanah.
5.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik
Biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
konstruksi fisik meliputi biaya personel, biaya menangani dampak yang timbul,
biaya perjalanan, biaya pengukuran dan analisis laboratorium, biaya koordinasi
dan konsultasi dengan instansi terkait serta biaya untuk pembuatan laporan.
37
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a.
Biaya Personel.
Komponen biaya personel mencakup gaji upah dan honorarium tenaga
ahli dan petugas yang melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup.
Jumlah tenaga ahli dan petugas yang terlibat dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup ditentukan oleh jenis dan besaran dampak
yang dikelola, serta metode pengelolaan lingkungan hidup yang
dipergunakan. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya untuk melakukan
survai dan pengamatan kondisi sosial masyarakat.
Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas:
1) Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga ahli yang dipakai.
2) Waktu pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.
3) Harga satuan upah (billing rate).
b.
Biaya Perjalanan.
Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup
biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup
yang dikelola, dan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi
terkait di lokasi kegiatan.
Perkiraan besarnya biaya perjalanan, didasarkan atas:
1) Tujuan dan frekwensi perjalanan.
2) Lamanya perjalanan untuk setiap kegiatan.
3) Jenis transportasi yang dipakai.
4) Harga satuan, baik jenis transportasi maupun perdiem allowance.
c.
Biaya Penanganan Dampak.
Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang
ditangani
dan
metode
penanganannya,
meliputi
pemasangan
bangunan/struktur pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau
kondisi lingkungan hidup yang rusak, serta pengadaan bahan dan
peralatan untuk mengendalikan dampak termasuk pengoperasiannya.
d.
Biaya Pengukuran dan Analisis Laboratorium.
Komponen biaya pengukuran dan analisis laboratorium untuk mengetahui
kualitas lingkungan hidup yang terkena dampak, antara lain:
38
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1) Pengukuran dan analisis kualitas air.
2) Pengukuran dan analisis kualitas udara dan kebisingan.
3) Pengukuran dan analisis biota air.
Perkiraan
besarnya
biaya
pengukuran
dan
analisis
laboratorium
ditentukan oleh:
1) Jumlah dan jenis sample yang diukur dan dianalisis.
2) Lokasi kegiatan.
3) Harga satuan analisis sampel.
e.
Biaya Konsultasi dan Koordinasi.
Komponen biaya konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
hidup
bidang
jalan,
mencakup biaya rapat konsultasi, honorarium pakar yang diundang, dan
sebagainya.
f.
Biaya Penyusunan Laporan
Komponen biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan, dan penyampaian
laporan kepada para pihak yang terkait.
5.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan.
Pada prinsipnya komponen biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan, yang meliputi
biaya personel, biaya perjalanan, biaya untuk menangani dampak, biaya
pengukuran dan analisis laboratorium, biaya konsultasi dan koordinasi, serta
biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, sama
dengan komponen biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan pada pelaksanaan konstruksi fisik.
Hal yang membedakan adalah sifat dampak yang timbul pada umumnya
menerus
dan
berkesinambungan,
sehingga
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan hidup juga harus dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan,
dan mempergunakan anggaran rutin.
39
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.5. Pengajuan Usulan Biaya.
Mengingat kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan pelaksanaan pembangunan prasarana jalan, maka
pengajuan usulan biaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, harus
mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya pembangunan prasarana jalan
yang baku, seperti melalui proses penyusunan DUP, DIP dan sebagainya.
Dalam mengajukan usulan biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, perlu diperhatikan apakah pelaksanaannya dilakukan oleh
pihak ketiga atau secara swakelola, karena sistem ini dapat mempengaruhi
sistem administrasi keuangannya.
Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan
tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik, masing-masing harus diintegrasikan
atau disisipkan dalam biaya pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik.
Sedangkan biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan operasi dan
pemeliharaan
diintegrasikan
dalam
biaya
rutin
pengoperasian
dan
pemeliharaan prasarana jalan.
6. Koordinasi Pelaksanaan
6.1. Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana Jalan.
Penyelenggaraan proyek pembangunan prasarana jalan pada umumnya
dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat organisasi
pemerintahan, baik tingkat pusat, propinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan
efisien, maka dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
diperlukan adanya koordinasi yang baik antar instansi yang terkait di bidang
pembangunan prasarana jalan, baik vertikal maupun horizontal.
Pemeran utama pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
antara lain:
a.
Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan adalah instansi pelaksana atau
penyelenggara pembangunan prasarana jalan, sehingga ia mempunyai
tanggung jawab pula dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan.
40
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Sesuai dengan jenis dan sifat proyek prasarana jalan, maka Pemrakarsa
atau Pengelola Kegiatan pembangunan prasarana jalan pada umumnya
dapat berupa :
1) Para Pemimpin proyek atau Pemimpin Bagian Proyek pembangunan
prasarana jalan, baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi atau
kota/kabupaten.
2) P ara P em im p in “P roject M an ag em en t U n it” – P M U atau “P roject
Im p lem en tation U n it” – PIU bidang jalan di tingkat pemerintah pusat,
propinsi atau kota/kabupaten.
3) Dinas PU atau Dinas Prasarana Wilayah di tingkat pemerintah provinsi
atau kota/kabupaten.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan oleh Pemrakarsa
atau Pengelola Kegiatan, antara lain meliputi:
1) Memasukan pertimbangan pengelolaan lingkungan hidup dalam
mempersiapkan dokumen tender, baik pada gambar kerja maupun
pada spesifikasi teknis pekerjaan.
2) Melakukan penyuluhan, sosialisasi kegiatan dan musyawarah dengan
masyarakat terkena dampak.
3) Melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani
dampak-dampak yang timbul, baik pada kegiatan pengadaan tanah,
pelaksanaan konstruksi fisik, maupun pada kegiatan operasi dan
pemeliharaan.
b.
Bappeda.
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan instansi
yang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan pembinaan dan
koordinasi penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan di daerah
yang dilakukan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
Termasuk dalam kelompok Bappeda adalah instansi yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain BP2D.
Tugas
pembinaan
dan
koordinasi
penyelenggaraan
pembangunan
prasarana jalan oleh Bappeda, baik Bappeda tingkat propinsi maupun
Bappeda kabupaten/kota, meliputi:
1) Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor.
41
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2) Melakukan
koordinasi
penataan
ruang
wilayah
propinsi,
kabupaten/kota.
3) Melakukan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
wilayah
propinsi,
kabupaten/kota.
4) Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang
terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam
peraturan perundangan daerah.
5) Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah.
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM
tersebut diatas.
7) Melakukan
evaluasi
terhadap
kinerja
penerapan
NSPM
yang
dihasilkan.
c.
Bapedalda.
Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) merupakan
instansi yang berperan dalam melakukan pembinaan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Termasuk dalam kelompok Bapedalda adalah instansi yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain :
1) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda)
propinsi, kabupaten/kota.
2) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (Bapelda/BPLHD).
3) Dinas/Kantor Lingkungan Hidup Daerah.
Tugas pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan, antara lain:
1) Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan serta referensi yang diperlukan.
2) Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.
d.
Masyarakat
Masyarakat, baik perorangan maupun kelompok/organisasi masyarakat
yang berkepentingan dengan
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup,
42
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pengendalian kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan
hidup.
Termasuk dalam kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang
terkena dampak kegiatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh dan
pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan.
Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan ini, antara lain:
1) Memberi masukan, tanggapan dan koreksi terhadap rencana kegiatan
pembangunan prasarana jalan.
2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan.
3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan
dalam upaya mengendalikan dampak lingkungan yang timbul.
4) Berpartisipasi
dalam
pengendalian
lingkungan
termasuk
sosial
ekonomi budaya.
e.
Instansi Terkait.
Instansi terkait lainnya, dalam hal ini merupakan instansi atau para pihak
selain dari keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan,
seperti:
1) Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor
Pertanahan
Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam kaitannya dengan
kegiatan pengadaan tanah.
5) Dinas Kehutanan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan prasarana jalan yang melewati atau
berbatasan dengan kawasan hutan.
6) Dinas Perhubungan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam
kaitannya dengan permasalahan transportasi dalam pembangunan
prasarana jalan.
Peran
instansi
terkait
tersebut
dalam
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan antara lain:
1) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana kegiatan dan
rencana pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.
43
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2) Berperanserta
lingkungan
secara
aktif
hidup bidang
dalam
jalan,
melaksanakan
sesuai
dengan
pengelolaan
tugas
pokok,
wewenang dan fungsinya.
f.
Bagan Alur Koordinasi Pelaksanaan.
Rumusan tugas instansi terkait tersebut di atas dalam rangka koordinasi
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
hidup
bidang
jalan,
dapat
digambarkan dalam bentuk bagan alir, seperti tercantum dalam Lampiran
6.1, 6.2, dan 6.3. dimana:
1) Lampiran 6.1
: Koordinasi pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah.
2) Lampiran6.2
: Koordinasi pelaksanaan konstruksi fisik.
3) Lampiran 6.3
: Koordinasi
pelaksanaan
kegiatan operasi dan
pemeliharaan.
6.2. Penanganan Masyarakat Terasing/Adat.
a.
Pelaksanaan Koordinasi.
Pelaksanaan penanganan masyarakat terasing/adat bertujuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek
sosial
budaya
penanganan
masyarakat,
masyarakat
dengan
terasing
sasaran
tercapainya
sedemikian
rupa,
program
sehingga
pembangunan prasarana jalan di daerah tersebut mendapat dukungan
serta dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis selesai dan dokumen
LARAP telah disetujui sebagai dokumen kegiatan pengadaan lahan dan
pemukiman kembali penduduk (bila ada).
Langkah penanganan masyarakat terasing/adat dan peran masingmasing para pelaku adalah sebagai berikut:
1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
a) Membuat
jadwal
terasing/adat
yang
rencana
tindak
dijabarkan
penanganan
dari
dokumen
masyarakat
perencanaan
penanganan masyarakat terasing.
b) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing, yang
mencakup kompensasi tanah, bangunan dan tanaman, perbaikan
permukiman tradisional dan sebagainya.
44
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c) Membuat laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing,
sebagai acuan untuk kegiatan monitoring.
2) Bapedalda.
Melakukan monitoring pelaksanaan penanganan masyarakat terasing,
terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal kegiatan.
Pelaksanaan
monitoring
tersebut
dapat
bersifat
aktif
dengan
melakukan pengamatan lapangan, atau bersifat pasif dengan
menerima laporan dari pemrakarsa.
3) Bappeda.
Melakukan monitoring dan koordinasi pelaksanaan penanganan
masyarakat
terasing/adat,
terutama
kesesuaiannya
dengan
kesepakatan dan jadwal pelaksanaan.
Pelaksanaan monitoring tersebut dapat bersifat aktif ataupun bersifat
pasif.
4) Masyarakat.
Bersama-sama
dengan
LSM
dan/atau
lembaga
adat,
dapat
berpartisipasi dalam pelaksanaan penanganan masyarakat terasing.
5) Instansi Terkait.
Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti
misalnya Dinas Sosial membantu dalam hal kegiatan pendampingan
mengenai aspek-aspek sosial budaya.
b.
Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Ekonomi.
Rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing/adat bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, agar tidak terpengaruh
dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang.
Kegiatan ini dilakukan setelah kontraktor pelaksana ditunjuk, dan
bersama
Pengelola
Kegiatan
telah
menyiapkan
rencana
detail
pelaksanaan konstruksi.
Langkah-langkah
terasing/adat
berikut:
45
kegiatan
rehabilitasi
sosial
ekonomi
masyarakat
dan peran masing-masing para pelaku adalah sebagai
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan.
a) Mempelajari rencana rehabilitasi sosial ekonomi, yang terdapat
dalam dokumen penanganan masyarakat terasing/adat.
b) Melakukan konsultasi dan persiapan kegiatan rehabilitasi sosial
ekonomi
masyarakat.
Ruang
lingkup
konsultasi
tersebut
mencakup hal-hal yang berhubungan dengan penyuluhan kepada
pekerja proyek tentang hal-hal yang tabu di lokasi tersebut, dan
upacara adat yang harus dihormati.
c) Melaksanakan program rehabilitasi sesuai dengan pedoman dan
petunjuk teknis yang ada, dan dengan mempertimbangkan
masukan dari Bappeda, Bapedalda, Masyarakat dan Instansi
terkait lainnya.
d) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi sosial ekonomi
masyarakat
terasing,
dengan
mempertimbangkan
hasil-hasil
monitoring dan koordinasi yang dilakukan oleh Bappeda dan
Bapedalda.
2) Bapedalda.
a) Memberi
masukan
tentang
hasil
monitoring
dan
indikator
keberhasilan program rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat
terasing yang efektif
b) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program sesuai
dengan pedoman dan petunjuk teknis yang ada.
3) Bappeda.
a) Memberi masukan tentang program sejenis dari instansi lain yang
dapat dikoordinasikan pelaksanaannya
b) Membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait, apabila
ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. Koordinasi
pelaksanaan tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman dan
petunjuk teknis yang ada.
4) Masyarakat.
a) Melaksanakan rehabilitasi sosial ekonomi, dan memberi masukan
tentang kesulitan yang mungkin dihadapi pada pasca penanganan
masyarakat terasing.
46
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi sosial ekonomi
masyarakat terasing/adat, sesuai dengan hasil musyawarah.
5) Instansi Terkait.
Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti Dinas
Sosial
memberi
masukan
tentang
alternatif
pola
rehabilitasi
masyarakat terasing serta membantu menjadi pengawas lapangan.
7. Dokumentasi dan Pelaporan
7.1. Penyiapan Dokumen Tender.
Pada prinsipnya dokumen tender yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau
Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana, sesuai dengan hasil RKL/RPL atau UKL/UPL.
Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi apa yang harus
dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan rumusan yang jelas agar tidak
terjadi salah pengertian dan terdokumentasi dengan baik.
7.2. Kegiatan Pengadaan Tanah.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah
harus terdokumentasi dengan tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri,
apabila ada permasalahan di kemudian hari.
Dokumen
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
hidup
untuk
kegiatan
pengadaan tanah ini antara lain meliputi:
1)
Berita acara kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan kepada
masyarakat, dilengkapi dengan materi penyuluhan dan sosialisasi, daftar
hadir dan kesimpulan hasil kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan.
2)
Berita
acara
kegiatan
musyawarah
dengan
masyarakat
dalam
menentukan besarnya nilai ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat
terkena dampak, dilengkapi dengan hasil kesepakatan dan daftar peserta
rapat.
47
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik serta Kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik
dan kegiatan operasi dan pemeliharaan harus terdokumentasi dengan baik,
tertib
dan
teratur,
sehingga
mudah
ditelusuri
kembali,
bila
terjadi
permasalahan di kemudian hari.
Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini antara lain meliputi:
1)
Laporan
pengendalian
pencemaran
air,
dan
atau
pengendalian
pencemaran udara, dilengkapi dengan tata cara pengendalian dan datadata kualitas air dan atau kualitas udara.
2)
Laporan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dilengkapi dengan
tata
cara
pengendalian
kerusakan
lingkungan
hidup,
dan
foto
dokumentasi/visual mengenai kondisi lingkungan hidup tersebut.
3)
Laporan penanganan masalah atau aspek-aspek sosial ekonomi budaya
masyarakat, dilengkapi dengan upaya pendekatan, tata cara penanganan
dan hasil yang dicapai.
4)
Laporan pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait
dan masyarakat, dilengkapi dengan masalah lingkungan hidup yang
dibahas, kesepakatan yang dicapai dan tindak turun tangan.
48
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENUTUP
1. Seperti telah dikemukakan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan ini merupakan satu dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan kepada
para pihak terkait mengenai pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan
hidup dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, khususnya dalam
penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi
fisik serta kegiatan operasi dan pemeliharaan.
2. Pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup
identifikasi komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak, identifikasi dampak lingkungan yang timbul, serta upaya
penanganannya dengan mempergunakan pendekatan preventif, kuratif dan
kompensatif, berupa tindakan pencegahan atau menghindari timbulnya dampak,
mengurangi
atau
memperkecil
besaran
dampak
yang
timbul,
serta
menanggulangi atau mengendalikan dampak-dampak yang masih terjadi.
3. Dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan, maka pedoman pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan ini harus dipergunakan secara konsekwen
bersama-sama dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan lainnya.
4. Agar sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan ini sesuai dengan yang diharapkan, maka implementasinya harus
terintegrasi sepenuhnya dalam manajemen pelaksanaan proyek. Untuk itu
koordinasi antar instansi atau para pihak yang terkait, mutlak diperlukan dan
peran Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan dalam menginisiasi pelaksanaan
koordinasi sangat menentukan keberhasilan koordinasi.
49
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5. Pencapaian sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini
sangat
ditunjang
oleh
kesiapan
pembiayaan
yang
diperlukan,
sistem
dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta yang lebih utama
adalah tersedianya sumber daya manusia dengan kapasitas dan kapabilitas yang
memadai dan mempunyai kesadaran terhadap terwujudnya penyelenggaraan
pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
hidup.
50
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Penerapan Aspek-aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Setiap
Tahapan Proyek Prasarana Jalan
Evaluasi kinerja pengelolaan
lingkungan dan masukan
kebijakan peningkatan kinerja
masa datang
PERENCANAAN
UMUM
Pelingkupan isu isu
lingkungan yang perlu
dikaji lebih detail dalam
ANDAL atau kajian
lingkungan
EVALUASI
PASCA
PROYEK
OPERASI DAN
PEMELIHARAAN
(O&P)
Penyaringan AMDAL berdasarkan
faktor dampak penting dan lokasi/
koridor jalan (ref. Kep.Bapedal056/1994)
Tata cara implementasi
mitigasi dampak,
monitoring dan evaluasi
dampak lingkungan
selama masa O & P
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI
Aplikasi spesifikasi bahan, alat
konstruksi dan tata cara
pelaksanaan konstruksi serta
pengawasan termasuk mitigasi
dampak lingkungan selama
masa konstruksi
PRA STUDI
KELAYAKAN
Analisis besaran dan
pentingnya isu isu
lingkungan serta biaya
lingkungan dalam studi
kelayakan
Rumusan kriteria dan
spesifikasi serta tata
cara pengadaan lahan
maupun pelaksanaan
konstruksi
PENGADAAN TANAH
DAN PEMUKIMAN
KEMBALI PENDUDUK
STUDI
KELAYAKAN
DETAIL
DISAIN
Implementasi tata cara
pengadaan tanah,
pemberian kompensasi,
pematangan lahan untuk
konstruksi
1
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Ketentuan Tentang Kewajiban Penyusunan Pedoman Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan
No.
A
Peraturan Perundangan
Uraian
Undang-undang No. 23
tahun 1997, tentang
Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
1.
Pasal 9, ayat (2)
Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh
instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas
dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat
serta pelaku pembangunan lain.
2.
Pasal 13, ayat (1)
Dalam
rangka
lingkungan
hidup,
menyerahkan
Pemerintah
pelaksanaan
Pemerintah
sebagian
Daerah,
pengelolaan
urusan
menjadi
urusan
dapat
kepada
rumah
tangganya.
B
Peraturan Pemerintah No.
27 tahun 1999, tentang
Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
1.
Pasal 28, ayat (2)
Instansi yang membidangi usaha dan atau
kegiatan
melakukan
pelaksanaan
pembinaan
pengelolaan
dan
teknis
pemantauan
lingkungan hidup, yang menjadi bagian dari ijin.
2.
Pasal 38, ayat (3)
Biaya
pembinaan
pengelolaan
pelaksanaan
lingkungan
hidup
dan
rencana
rencana
pemantauan lingkungan hidup, dibebankan pada
anggaran instansi yang membidangi usaha dan
atau kegiatan yang bersangkutan
2
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pencantuman Aspek – Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang
Jalan Pada Dokumen Tender
No.
1
Dokumen Tender Standar (LCB)
Bab III: Syarat – syarat Kontrak
A. Umum
1. Definisi
19. Keselamatan
Usulan Penambahan Ketentuan
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
penanganan dampak terhadap lingkungan
hidup yang timbul, akibat pelaksanaan
pekerjaan.
Pemantauan lingkungan hidup adalah upaya
memantau komponen lingkungan hidup yang
terkena
dampak,
akibat
pelaksanaan
pekerjaan.
19.1 Keselamatan dan penanganan dampak.
Kontraktor bertanggung jawab terhadap
kegiatan
penanganan
dampak
lingkungan hidup yang timbul, akibat
pelaksanaan pekerjaan.
Bila dalam pelaksanaan pekerjaan secara
tidak sengaja ditemukan benda cagar
budaya,
kontraktor
wajib
menginformasikan hal tersebut kepada
instansi yang berwenang untuk proses
tindak lanjut.
2
Bab V: Spesifikasi
Masing-masing komponen pekerjaan yang
dikemukakan
pada
Bab
Spesifikasi,
dicantumkan tata cara pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
3
Bab VI: Daftar Kuantitas
Untuk masing-masing komponen pekerjaan,
dicantumkan klausul kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang
diperlukan (bila ada).
4.
Bab VII Gambar – Gambar
Gambar kerja untuk menangani dampak yang
timbul.
3
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kriteria Kompensasi Penggantian Tanah dan Bangunan
No.
1
2
Kategori Kepemilikan
Hak Milik
Besarnya
Penggantian
Hak Guna Usaha
Keterangan
100%
Apabila disertai bukti sertifikat
90%
Apabila tanpa disertai sertifikat
80%
Jika
haknya
masih
berlaku
dan
terkelola dengan baik
60%
Jika telah kadaluarsa tetapi masih
terkelola dengan baik
3
Hak Guna Bangunan
80%
Jika haknya masih berlaku
60%
Jika haknya kadaluarsa, tetapi tanah
masih digunakan oleh pemegang hak.
4
Hak Pakai
100%
Jika masa berlakunya tidak terbatas
dan tanah masih digunakan.
70%
Jika hak pakai sampai 10 tahun.
50%
Jika haknya telah kadaluarsa, tetapi
masih digunakan oleh pemegangnya.
5
Wakaf
100%
Dengan ketentuan bahwa kompensasi
diberikan
dalam
bentuk
tanah,
bangunan, dan prasarana umum.
Sumber: Permenneg Agraria / Ka BPN No. 1 tahun 1994
4
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pedoman Pelaksanaan Partisipasi Dan Konsultasi Masyarakat
Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah
No.
Langkah – langkah Proses
Konsultasi Publik
Target
Populasi
Institusi Yang
Terlibat
Implementasi
Keterangan
1
Penyuluhan Rencana Proyek
Jalan
Warga desa
yang akan
terkena dampak
Pimpro/ Pimbagpro,
LKMD, PMD, Camat /
Lurah, BPN Kota/Kab
Pihak Proyek
menjelaskan
mengenai proyek tsb
dan dampaknya
dalam suatu
pertemuan dengan
seluruh warga desa.
Tujuan
untuk
menginformasikan
kepada
warga
desa
mengenai
rencana
proyek
jalan. Warga diberi
kesempatan untuk
mengajukan
pertanyaan
2
Sensus Garis Batas
Penduduk yang
potensial
terkena dampak
(langsung dan
tidak langsung)
Peneliti Survey;
Lurah; LKMD
Peneliti mengadakan
suatu survey lengkap
yang mencakup
seluruh penduduk
yang langsung atau
tidak langsung akan
terkena dampak.
Tujuan untuk
menentukkan
siapa yang akan
terkena dampak
dan memenuhi
syarat untuk
mendapatkan
kompensasi / ganti
rugi.
3
Survei Sosial Ekonomi
Sampel
masyarakat
yang potensial
terkena dampak
Peneliti Survey;
Lurah; LKMD
Peneliti melakukan
suatu survey dengan
sample secara
bertingkat, penduduk
kelurahan/desa yang
terkena dampak.
Tujuan untuk
memilih wakil
sample peduduk
yang akan terkena
dampak untuk
diwawancarai
mengenai kondisi
sosial ekonomi
mereka.
4
Konsultasi Publik
(Musyawarah) mengenai
rencana proyek jalan
Warga desa
yang terkena
rencana proyek
jalan.
Pimpro dan
Pimbagpro; Panitia
Pembebasan Tanah:
Lurah; PMD; Camat;
LKMD.
Warga desa
berkumpul di balai
desa bersama aparat
desa untuk
membahas rencana
proyek jalan.
Tujuan untuk
mendiskusikan
rencana proyek
jalan dengan
warga desa/
elurahan. Warga
desa dapat
bertanya dan
memberi opini
mengenai proyek
dan hasilnya
5
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
secara tertulis
ditanda tangani
oleh aparat desa.
5
Inventarisasi Modal / Asset
penduduk
yang
terkena
dampak.
Warga desa
yang terkena
rencana proyek
jalan
Panitia Pembebasan
Tanah: Lurah;
Camat.
Semua modal/asset
yang terkena
dampak.
Panitia
Pembebasan
Tanah akan
menghitung
asset/modal setiap
penduduk yang
terkena dampak.
6
Pengumuman
inventarisasi
-
Panitia Pembebasan
Tanah.
Hasilnya
diposkan/dipasang di
kantor desa
Masyarakat diberi
waktu selama satu
bulan untuk
menyatakan
keberatan
terhadap hasil
inventarisasi
tersebut.
7
Musyawarah dan mufakat
mengenai Inventarisasi
Warga desa
yang terkena
dampak.
Panitia Pembebasan
Tanah: Lurah;
Camat.
Semua modal/asset
yang tekena dampak.
Tujuannya untuk
bernegosiasi
dengan pihak yang
merasa bahwa
penghitungan
asset/modal
mereka tidak
akurat sehingga
dapat dilakukan
perhitungan
kembali.
8
Musyawarah dan mufakat
mengenai ganti rugi
Warga desa
yang terkena
dampak.
Pimpro/ Pimbagpro,
Panitia Pembebasan
Tanah; BPN Propinsi;
Camat / Lurah;
LKMD; NGO.
Musyawarah ini
dapat terjadi
beberapa kali
sebelum mencapai
kesepakatan dan
dilakukan dibalai
desa.
Musyawarah ini
merupakan tahap
yang paling
penting dan akan
menentukan
sukses atau
gagalnya proyek.
Ganti rugi harus
disetujui oleh pihak
yang terkena
dampak.
9
Musyawarah dan mufakat
mengenai rencana
permukiman kembali.
Penduduk yang
tergusur dan
anggota
masyarakat
lainnya.
Pimpro/ Pimbagpro;
Camat / Lurah;
LKMD.
Musyawarah ini
mungkin muncul
selama diskusi dan
kesepakatan ganti
rugi atau dapat pula
berjalan paralel.
Tujuannya untuk
mengungkapkan
pendapat
penduduk yang
tergusur mengenai
rencana
permukiman
kembali. Dalam
hasil
6
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
musyawarah ini
akan dibicarakan
beberapa pilihan
lokasi permukiman
kembali.
10
Musyawarah dan mufakat
mengenai kualitas permukiman
kembali berserta fasilitasnya.
Penduduk yang
tergusur dan
yang telah
menseleksi
lokasi
permukiman.
Pimbagpro; Lurah/
Kepala Desa.
Pimbagpro bersama
wakil dari penduduk
yang tergusur
mengunjungi lokasi
permukiman kembali.
Tujuannya untuk
menunjukkan
kepada penduduk
yang tergusur
bahwa lokasi yang
dimaksud layak
untuk ditempati,
telah memiliki
fasilitas yang
dijanjikan dan
merupakan pilihan
yang terbaik.
11.
Jika tidak terjadi kesepakatan
mengenai ganti rugi.
-
Panitia
memberitahukan
masalahnya kepada
Gubernur.
Gubernur membuat
keputusan
menyetujui / menolak
proyek.
-
12
Pertemuan masyarakat
mengenai pembayaran ganti
rugi.
Masyarakat
penerima ganti
kerugian.
Camat atau
Pimbagpro
memimpin
pertemuan.
Warga yang terkena
dampak dipanggil
untuk diberi ganti rugi
oleh petugas Bank
berupa uang kontan
atau tabungan di
Bank. Untuk Proyek
Jalan ganti rugi
biasanya dalam
bentuk uang kontan.
Jika paket ganti
rugi termasuk
untuk permukiman
kembali, maka
warga yang
tergusur akan
mendapat ganti
rugi dalam bentuk
lain, misalnya
kavling, rumah di
lokasi permukiman
kembali.
7
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Jenis Dampak / Kerugian Akibat Kegiatan Pengadaan Tanah
No.
1
2
Jenis Komponen / Aset
Lahan / Tanah
Bangunan
Jenis Dampak/Kerugian

Kehilangan lahan pertanian.

Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis.

Kehilangan lahan pekarangan perumahan.

Kehilangan lahan aksesibilitas lokal.

Kehilangan rumah atau tempat tinggal termasuk fasilitas
pendukungnya (sambungan listrik, air PDAM, telepon, dll)

Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas
pendukungnya.

Pemindahan
lahan lokasi komersial yang disewa atau
ditempati.

Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal,
bangunan MCK, dll).
3
Matapencaharian
dan

pendapatan
4
Fasilitas Umum dan Cagar
Kehilangan pendapatan dari usaha / bisnis yang terkena
dampak.

Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil.

Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon.

Kehilangan pendapatan dari upah/gaji.

Kehilangan akses ke tempat kerja.

Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan
Budaya.
kesehatan, fasilitas peribadatan, olahraga, kesenian.

Terganggunya fasilitas pemerintah dan pusat kegiatan
masyarakat lainnya.

Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih,
telepon, gas).

Terganggunya/hilangnya
tempat suci, kuburan atau
kawasan/tempat pemakaman umum, simbol atau tempat
keramat lainnya, lokasi cagar budaya.
5
Aset sosial - budaya

Terganggunya interaksi sosial.

Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan
lokasi asal.

Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang
terinternalisasi pada lokasi asal.
Sumber : SESIM, 2001
8
BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Membuat Jadwal Detail
Rencana Tindak
penanganan masy
terasing.....… ..(1)
Melaksanakan program
penanganan
masyarakat terasing
................................(2)
Membuat Laporan
Pelaksanaan
Penanganan
Masyarakat Terasing
..........(7)
Melakukan monitoring
… … (3)
Melakukan monitoring
dan koordinasi … … (4)
Berpartisipasi dalam
pelaksanaan program
… … .(5)
Membantu sesuai
keterkaitannya misal :
Dinas Dik-Bud dan Dinas
Sosial membantu dalam
pelaksanaannya
dilapangan ..... (6)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari Dokumen
yang telah disetujui
2). Mencakup kompensasi
lahan dan bangunan,
perbaikan permukiman
tradisional, rehabilitasi
konservasi situs dll.
3), 4), Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
pasip (menerima laporan)
atau aktip (kelapangan).
5). Termasuk LSM, lembaga
adat , dll.
6) Termasuk kegiatan
pendampingan dalam
aspek sosial – ekonomi
7) Untuk digunakan sebagai
acuan monotoring
BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana
rehab ekonomi bagi
m asy. terasing … … .. (1)
Melakukan konsultasi
dan persiapan
Rehabilitasi Ekonomi
bagi masyarakat terasing
… … … … (2)
Memberi masukan ttg.
Monitoring dan indikator
keberhasilan program
Rehabilitasi yg efektif
… ..(3)
Memberi masukan
program dari sektor lain
yg dapat dikoordinasikan
… … (4)
Melaksanakan persiapan
rehab & memberi masukan
tentang kesulitan pasca
penanganan masyarakat
terasing … … (5)
Membantu sesuai
keterkaitannya, misal
Dinas Sosial memberi
masukan tentang alt pola
rehabilitasi … … .. (6)
1)
Diambil dari laporan
LARAP untuk masyarakat
terasing.
2)
Dapat dilakukan pada
tahap sebelumnya
3), 4), 5), 6).
Melalui forum rapat atau
metode lainnya
7) Yang telah disesuaikan
terhadap masukan
konsultasi
8)
Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
9)
Sesuai tupoksi
10) Program yang telah
disepakati
Melaksanakan Program
R ehabilitasi … … … (7)
Melakukan monitoring
… … … .(8)
Membuat Laporan
Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Ekonomi
Masyarakat … … ..(12)
KETERANGAN
Melakukan Koordinasi
dengan Instansi Terkait
… … … … … … … … … .(9)
Menerima dan
melaksanakan program
R ehabilitasi… … … (10)
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
Dinas Sosial sebagai
Pengawas Lapangan. (11)
11) Sesuai dengan pedoman
dan atau petunjuk teknis
yang telah ada
12) Sebagai bahan monitoring
BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI FISIK
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari rencana dan
jadwal konstruksi . (1)
Melakukan konsultasi renc.
kegiatan konstruksi .. (2)
Melaksanakan kegiatan
konstruksi dan tindakan
pencegahan dampak (5)
Menyepakati cara
pelaksanaan pekerjaan,
termasuk keberadaan para
pekerja .. (3)
Memberi masukan lalu
kesepakatan cara
pelaksanaan pekerjaan sesuai
keterkaitannya .. (4)
Melakukan monitoring ..(6)
Melakukan monitoring ...(7)
Memberi masukan apabila
ada gan gguan … ..(8)
Memberi masukan dan
bekerja sama dalam kegiatan
konstruksi sesuai
keterkaitannya … ..(6)
Memberi masukan tentang
indikator m onito ring … ..(12 )
Melakukan koordinasi
keterpaduan program (13)
Memahami dan
mempersiapkan diri serta
memberi masukan demi
kelancaran p rog ram … (14)
Membantu/melaksanakan
sesuai keterkaitannya mis:
briefing untuk persiapan
training, tentang tujuan dan
cara pemberdayaan .. (15)
Melakukan monitoring ..(17)
M elakukan m onito ring… .(18 )
Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi
… … (19)
Menyusun laporan pelaks.
konstruksi (10)
Melakukan konsultasi dan
persiapan rehab. ekonomi
masy.(bila ada) … … .(1 1)
Melaksanakan program
rehabilitasi (bila ada)..(16)
Membuat laporan
pelaksanaan program
rehabilitasi (bila ada)..(21)
Membantu/melaksanaan
sesuai keterkaitannya mis:
pelaksanaantraining,
pemberian fasilitas, dll. (20)
KETERANGAN
1) Mengacu pada kontrak pekerjaan
jalan dan pada dokumen LARAP
2) Setelah menyiapkan rencana detail
kegiatan konstruksi serta jadwal
terutama kegiatan yang dapat
mengganggu publik
3) Termasuk briefing kepada para
pekerja luar tentang adat istiadat
setempat
4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI
untuk mengurangi kemacetan,
dengan PLN, PDAM, Telkom untuk
mencegah kerusakan utilitas
5) Sesuai dok. desain & rekomendasi
pengelolaan lingkungan
6) 7) Sesuai tugas pokoknya
8) Perlu ada mekanisme penyampaian
komplain
9) Termasuk masukan akan adanya
penyimpangan dari yang telah
disepakati
10) Sebagai acuan evaluasi
11) Didahului dengan penjelasan ttg
kesepakatan dalam LARAP
12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP
13) Termasuk pendanaan
14) Masukan juga meliputi kesulitan2
alih profesi, kecemburuan penduduk
di lokasi pemukiman kembali
15) Termasuk bantuan pendampingan
secara mental-spiritual
16) Yang telah disesuaikan terhadap
konsultasi
17) 18) Sesuai tugas pokoknya
19) Sesuai kesepakatan
20) Termasuk bantuan pendampingan
secara teknis
21) Sebagai acuan evaluasi.
BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Mempelajari laporan2
pelaksanaan kegiatan
konstruksi, LARAP dan
rehabilitasi … ..(1)
Konsultasi rencana
monitoring sosekbud
pelaksanaan LARAP
dan rehabilitasi....(2)
Melakukan monitoring
sesuai RPL/UPL .. (3)
Melakukan monitoring
tertib pemanfaatan jalan
dan bangunan
pelengkapnya serta
lahan sekitar jalan....(7)
Konsultasi hasil
monitoring..... (8)
Menyusun laporan
monitoring..... (13)
Melakukan tindak lanjut,
bekerja sama dg instansi
terkait untuk memperbaiki
penyimpangan2 .. ( 14)
Memberi masukan..... (9)
Memberi masukan
terhadap kualitas
koordinasi antar sektor &
keterpaduan program (4)
Memberi masukan aspek
sosekbud masy. (terasing)
khususnya yang terkena
dampak, termasuk aspek
warisan budaya ..(5)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal:
indikator keberhasilan
program rehabilitasi
melakukan monitoring
sesuai keterkaitannya (6)
Memberi masukan dan
mengambil tindakan yang
diperlukan, mis: koordinasi
tertib pemanfaatan jalan,
pengembangan lahan
sesuai tata ruang.. (10)
Memberi masukan kondisi
sosekbud pasca kegiatan
LARAP dan rehabilitasi.
Berpartisipasi dalam menjaga
tertib pemanfaatan jalan (11)
Memberi masukan sesuai
keterkaitannya misal: apakah
program pendampingan
masih diperlukan, adanya
penyerobotan lahan damija,
apakah ada konflik/
kesenjangan antar kelompok
m asyarakat … .. (12)
KETERANGAN
1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada)
2) Penyusunan konsep monitoring
melibatkan berbagai disiplin ilmu
3) Monitoring termasuk aspek
lingkungan selain sosekbud
4) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
5) Masukan dapat berupa informasi
mengenai kesesuaian antara
program dan pelaksanaan
6) Disamping memberi masukan juga
dapat melakukan monitoring
langsung
7) Yang dimaksud adalah apakah
bagian2 jalan sudah dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan apakah ada
perubahan penggunaan lahan
sekitar jalan yang tidak sesuai tata
ruang
8) Dapat dilakukan berkali-kali
9) Sesuai tugas pokoknya
10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL
(Pedagang Kaki Lima), badan jalan
untuk berdagang, dll.
11) Masukan dapat digunakan untuk
merevisi program
12) Termasuk di lokasi pemukiman
kembali
13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan,
hasil LARAP dan rehabilitasi
14) Baik aspek teknis (jalan) maupun
lingkungan dan sosekbud.
BAGAN KOORDINASI PENGADAAN TANAH
PEMRAKARSA
BAPEDALDA
Membuat Jadwal Detail
& konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1)
Melaksanakan
Pembayaran
Kompensasi untuk
tanah dan asset
diatasnya … … ..(5)
Melaksanakan Kegiatan
Pemukiman Kembali
Penduduk (bila ada)
....... ( 10)
Membuat Laporan
Pelaksanaan LARAP
… … (15)
BAPPEDA
MASYARAKAT
STAKEHOLDER
LAINNYA
Berpartisipasi dalam
proses musyawarah &
m ufakat … … … . (2)
Berpartisipasi dalam
proses musy. &
kesepakatan dalam
mufakat khususnya . (3)
Melaksanakan musyawarah
dan mufakat, khususnya
Panitia Pengadaan Tanah
… … .. (4)
Menyerahkan Surat-surat
kepemilikan lahan kepada
pem rakarsa … … .(8)
Panitia Pengadaan Tanah
membantu dalam
penyelesaian proses
adm inistrasi … … .(9)
Menerima Sertifikat
Kepemilikan Kapling dan
K artu P enduduk … ..(13 )
Membantu pelaksanaan
sesuai keterkaitannya …
(14)
Melakukan monitoring
… … (6)
Melakukan monitoring
… .. (7)
Melakukan Monitoring
Pelaksanaan LARAP
.… .. (11)
Membantu pelaksanaan
Koordinasi dengan
instansi terkait … (12)
KETERANGAN
1). Dijabarkan dari
Dokumen LARAP yang
telah ditetapkan
2) 3) 4) Dapat dilakukan
berkali kali
5). Sesuai dg kesepakatan
nilai ganti rugi
6),7) Sesuai Tupoksi dan
dapat dilakukan secara
aktif atau pasip
8) 9) Termasuk proses
pensertifikatan
10). Sesuai dengan yang
tertera pada LARAP
11) Sesuai yang tertera
pada dokumen LARAP
dan daftar yang akan
dimukimkan kembali
12) Baik instansi pusat dan
daerah termasuk di
lokasi pemukiman
kembali penduduk.
13) Sertifikat kepemilikan
lahan dan bangunan
14) Dapat dikaitkan dengan
program instansi terkait
15) Untuk digunakan
sebagai acuan
monitoring
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran 6.6
1.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN
SOSIAL
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di awal
pembangunan proyek dan saat dimulainya mobilisasi tenaga kerja pendatang
dari luar lokasi proyek.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi keresahan masyarakat di sekitar
lokasi proyek yang mungkin terjadi baik konflik dengan pekerja proyek yang
berasal dari sekitar lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek. Konflik ini
dapat terjadi karena kecemburuan masyarakat terhadap pekerja pendatang
yang memperoleh kesempatan kerja lebih besar dibanding masyarakat
setempat, maupun karena perbedaan budaya (adat dan kebiasaan) antara
pekerja pendatang dan masyarakat.
III.
DEFINISI
 Tokoh Formal yang dimaksud adalah kepala pemerintahan atau ketua
masyarakat setempat, seperti RT, RW/RK, Dusun, Desa / Kelurahan.
 Tokoh Informal yang dimaksud adalah pemuka masyarakat, adat, atau
agama yang secara informal diakui kepemimpinannya oleh masyarakat di
sekitar lokasi proyek.
 Manfaat Proyek yang dimaksud adalah manfaat bagi yang dapat dinikmati
masyarakat sekitar lokasi proyek, baik selama pembangunan proyek (seperti
kesempatan kerja dan kesempatan berniaga / memasok kebutuhan pekerja
dan kebutuhan proyek) maupun setelah proyek selesai.
IV.
REFERENSI
 Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL
 Panduan Konsultasi Masyarakat Dalam AMDAL
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
1
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
V.
PIHAK TERKAIT
 Tokoh Formal Masyarakat
 Tokoh Informal Masyarakat
 Direksi Proyek
 Kontraktor
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Jadwal konstruksi / pembangunan proyek.
 Data kebutuhan tenaga kerja proyek
 Data ketersediaan tenaga kerja di lokasi sekitar proyek.
 Dokumen AMDAL atau UKL/UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
2
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
KEGIATAN
KETERANGAN
PERSIAPAN MOBILISASI TENAGA KERJA
Melibatkan pihak-pihak terkait:
 Tokoh Formal (Muspika)
 Tokoh Informal (Tokoh
Masyarakat, LSM)
KOORDINASI DENGAN TOKOH MASYARAKAT DISEKITAR
LOKASI PROYEK
SOSIALISASI RENCANA PROYEK
MASIH TERJADI
KERESAHAN/PENOLAKAN?
Ya
MUSYAWARAH
Tidak
Materi:
 Lokasi Proyek
 Manfaat Proyek
 Jadwal Konstruksi
 Kebutuhan Tenaga Kerja
 Dampak yang mungkin
terjadi (jenis, besaran,
kapan, durasi)
Materi:
 Disiplin/Perilaku
 Ketrampilan
MOBILISASI TENAGA KERJA
PELATIHAN KEPADA TENAGA KERJA
SETEMPAT YANG DAPAT DILIBATKAN
Materi:
 Kultur & norma masyarakat
sekitar lokasi
PENGARAHAN KEPADA TENAGA KERJA SETEMPAT
MASIH TERJADI
KONFLIK ANTARA PEKERJA
& MASYARAKAT?
Ya
MUSYAWARAH
Melibatkan
 Tenaga Kerja
 Tokoh Masyarakat/Agama
Tidak
LANJUTKAN PEKERJAAN
GAMBAR 1.
PROSEDUR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN SOSIAL
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
3
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
2.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur
ini
mencakup
seluruh
tahapan
konstruksi
yang
berpotensi
menimbulkan dampak berupa kemacetan lalu lintas yang diakibatkan oleh
kegiatan pengangkutan dan pekerjaan konstruksi.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak kemacetan lalu lintas baik
di sekitar lokasi proyek maupun lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui
kendaraan kerja.
III.
DEFINISI
 Lokasi Proyek yang dimaksud adalah lokasi di sekitar konstruksi yang
bersangkutan dilaksanakan.
 Lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui kendaraan kerja, yang
dimaksud adalah lokasi di jalan umum yang sudah ada dan dimanfaatkan
pengguna jalan yang mengalami kemacetan akibat kegiatan kendaraan
kerja dari proyek jalan/jembatan.
IV.
REFERENSI
 Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan
 Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1985 tentang Jalan
 Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
 Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
4
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Data volume lalu lintas sebelum pelaksanaan proyek di sekitar lokasi proyek
dan lokasi-lokasi yang diperkirakan akan timbul kemacetan akibat kegiatan
proyek.
 Data / gambar geometrik jalan eksisting dan rencana proyek.
 Rencana pengalihan rute selama proyek.
 Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama
pembangunan.
 Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara.
 Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
5
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
KEGIATAN
KETERANGAN
INVENTARISASI KONDISI LALU LINTAS DISEKITAR
LOKASI PROYEK DAN RUTE KENDARAAN PROYEK
IDENTIFIKASI SELURUH KEGIATAN TAHAP
KONSTRUKSI YANG BERDAMPAK KEMACETAN
LALUI LINTAS
Tidak
KEMACETAN TERJADI
DILOKASI RUTE
TRANSPORTASI KENDARAAN
PROYEK?
Tidak
KEMACETAN TERJADI
DILOKASI PROYEK
Ya
Ya
Ya
APA ADA KEMUNGKINAN
PENGALIHAN RUTE
APAKAH TERSEDIA LAHAN
UNTUK PENAMBAHAN LAJUR
LALU LINTAS
Tidak
PEMASA
NGAN
RAMBU
PENGALIH
AN RUTE
Koordinasi dengan:
 LLAJ
 Polantas pada saat
pengalihan & pengaturan lalu
lintas
Ya
Tidak
PENGALIHAN
RUTE
Data yang diperlukan:
 Alternatif pengalihan lalu
lintas
 Volume lalu lintas
 Geometrik jalan
MEMBUAT JALAN
SEMENTARA UNTUK
PENAMBAHAN LAJUR
MEMAKAI
SEBAGIAN
BADAN
JALAN
PENGATU
RAN
WAKTU
KERJA
PEMBUATAN
JALAN
KERJA
UNTUK
KENDARAAN
PROYEK
Keterangan 1:
 Gambar 2.1 dan 2.2
PENEMPAT
AN
PETUGAS
PENGATUR
PENUMPUKAN MATERIAL
DILUAR BADAN JALAN
PEMAGARAN/PENUTUPAN
LOKASI/KERJA,
PEMASANGAN RAMBU &
LAMPU TANDA LOKASI
PEKERJAAN
APAKAH KEMACETAN SUDAH
TERATASI?
Rambu-rambu:
 Sedang ada pekerjaan
konstruksi (Gambar &
Terikat)
1
belum
Ya
LANJUTKAN PEKERJAAN
GAMBAR 2.
PROSEDUR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
6
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
KETERANGAN:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
300 M Didepan ada pekerjaan jalan
Jalan Menyempit
Jalan Menyempit Kekiri
Jalan Menyempit Kekanan
Kendaraan Bergantian
Jalan Kekiri
Jalan Kekanan
Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya
disesuaikan dilapangan)
9. Akhir Daerah Pekerjaan
10. 100m di depan ada pengalihan jalan
11. Dialihkan kek anan
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Dialihkan kekiri
Membelok kekanan
Membelok ke kiri
Jaln satu arah
Jalan dua arah
Hati-hati
Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk
Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat
maksimum 5 ton
Dilarang mendahului
Peringatan Pengurangan Kecepatan
Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas
Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
24.
25.
26.
27.
28.
Penutup Jalan
Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan
Bendera untuk tanda hati-hati
Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm
Lampu (semua ukuran dalam mm)
Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua
Lapisan Refleksi Tebal 2 mm.
Cat warna merah
Cat warna kuning
Cat warna merah/jingga
Cat warna hijau
Cat warna biru
7
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 2.2
Penempatan Rambu Lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
8
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya meminimalkan probabilitas terjadinya kecelakaan
lalu lintas dan menanggulangi dampak bila terjadi kecelakaan lalu lintas pada
pengguna jalan di sekitar lokasi proyek, dan di jalan umum yang dilalui
kendaraan kerja / pengangkut material dan peralatan proyek yang dapat
disebabkan oleh kegiatan:
a. Pekerjaan Galian
b. Pengoperasian Peralatan
c. Pengangkutan Material
d. Penumpukan Barang/Material
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan
lalu lintas dan dampak kecelakaan lalu lintas yang dapat terjadi pada pengguna
jalan selama masa konstruksi.
III.
DEFINISI
 Peralatan yang dimaksud adalah semua alat berat / peralatan konstruksi
dan kendaraan kerja yang digunakan selama masa konstruksi.
 Ceceran material yang dimaksud adalah tumpahan material proyek dari
kendaraan pengangkut menuju atau dari lokasi proyek, lokasi penyimpanan
atau penumpukan material.
 Ceceran oli / minyak yang dimaksud adalah pelumas atau bahan bakar
yang digunakan di tempat produksi (Asphalt Mixing Plant) dan peralatan
konstruksi.
 Penumpukan
barang/material
yang
dimaksud
adalah
tempat
penyimpanan sementara material di sekitar lokasi proyek, sebelum
digunakan untuk konstruksi.
 Alat bantu komunikasi dan visual yang dimaksud mencakup peralatan
telekomunikasi dan visual (cermin, lampu)
yang diperlukan dalam
pengoperasian peralatan konstruksi.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
9
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang
dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi
tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan
pengangkut material, agar tidak terbawa dan mengotori ke jalan umum,
seperti terlihat pada Gambar 3.3.
IV.
REFERENSI
 Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
 Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama
pembangunan.
 Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara.
 Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
10
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
11
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
KETERANGAN:
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
300 M Didepan ada pekerjaan jalan
Jalan Menyempit
Jalan Menyempit Kekiri
Jalan Menyempit Kekanan
Kendaraan Bergantian
Jalan Kekiri
Jalan Kekanan
Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya
disesuaikan dilapangan)
55. Akhir Daerah Pekerjaan
56. 100m di depan ada pengalihan jalan
57. Dialihkan kek anan
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
Dialihkan kek iri
Membelok kekanan
Membelok ke kiri
Jaln satu arah
Jalan dua arah
Hati-hati
Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk
Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat
maksimum 5 ton
Dilarang mendahului
Peringatan Pengurangan Kecepatan
Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas
Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
30.
31.
32.
33.
34.
Penutup Jalan
Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan
Bendera untuk tanda hati-hati
Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm
Lampu (semua ukuran dalam mm)
Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua
Lapisan Refleksi Tebal 2 mm.
Cat warna merah
Cat warna kuning
Cat warna merah/jingga
Cat warna hijau
Cat warna biru
12
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
13
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 3.3 : Hamparan batu pecah pembersih ban
3m
30-50 cm
50 m
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
14
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEBISINGAN / GETARAN
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap kebisingan dan getaran yang terjadi
sebagai
akibat
pengoperasian
alat
berat,
pengoperasian
AMP,
dan
pemancangan pondasi.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak dari kebisingan atau
getaran sebagai akibat aktivitas konstruksi.
III.
DEFINISI
 Bangunan di sekitar lokasi proyek yang dimaksud adalah bangunan
eksisting yang sudah ada sebelum konstruksi dilaksanakan, dan secara
teknis berpotensi untuk mengalami kerusakan akibat getaran dari aktivitas
konstruksi.
 Area sensitif yang dimaksud terdiri atas pemukiman, rumah sakit, sekolah
dan tempat ibadah di sekitar lokasi proyek.
 Tumbuhan penahan kebisingan yang dimaksud adalah tumbuhan yang
ditanam untuk meredam getaran dan kebisingan akibat aktivitas konstruksi.
IV.
REFERENSI
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Pemilik / penghuni / pengelola bangunan di sekitar lokasi proyek.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
15
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Inventarisasi jenis, jumlah, dan kondisi struktur bangunan di sekitar lokasi
konstruksi, sebelum dan sesudah konstruksi.
 Inventarisasi lokasi area sensitif di sekitar lokasi konstruksi.
 Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
16
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
17
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS UDARA
(DEBU)
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas udara di lokasi
konstruksi, AMP dan sepanjang rute pengangkutan material.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan meminimalkan dampak penurunan kualitas udara
sebagai
konsekuensi
kegiatan
konstruksi
yaitu
pengoperasian
AMP,
pengangkutan material, pekerjaan tanah, pengelolaan quarry dan pekerjaan
struktur perkerasan.
III.
DEFINISI
 Tumbuhan pelindung yang dimaksud adalah tumbuhan yang ditanam
untuk menahan penyebaran debu akibat aktivitas konstruksi, disarankan
yang mudah tumbuh dan berdaun lebat / banyak.
 Dust collector yang dimaksud adalah perangkat / alat penangkap /
penyaring debu yang dipasang di tempat sumber penyebaran debu.
 Penyiraman yang disetujui Direksi yang dimaksud adalah tindakan
meminimalkan debu lepas pada material dengan penyiraman dengan air,
selama tidak melampaui batas kadar air aggregat atau material yang
diizinkan dalam desain.
IV.
REFERENSI
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
18
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Data teknis kadar air aggregat dan material yang diizinkan.
 Rencana pengangkutan material.
 Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
19
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
20
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS AIR &
TANAH.
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas air dan pencemaran
tanah akibat material konstruksi yang terbawa ke saluran drainase, limbah
domestik, serta longsoran akibat pekerjaan tanah (galian dan timbunan).
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak penurunan kualitas air
(pencemaran air) dan pencemaran tanah akibat aktivitas konstruksi.
III.
DEFINISI
 Bak penampung endapan dan saringan pada drainase yang dimaksud
adalah bagian dari saluran drainase di lokasi proyek yang dibuat lebih
rendah, untuk menjebak endapan kotoran supaya mudah dibersihkan
secara berkala dan tidak terbawa ke saluran eksisting, seperti terlihat pada
Gambar 6.1.
 Turap dan jaring pengaman yang dimaksud adalah perkuatan dan
pengaman sementara penahan longsoran di lereng timbunan di sekitar
lokasi pekerjaaan tanah (galian dan timbunan).
IV.
REFERENSI
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
V.
PIHAK TERKAIT
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
 Inventarisasi Lokasi Pekerjaan Tanah
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
21
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
22
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7.
PROSEDUR
STANDAR
PENANGANAN
GANGGUAN
ALIRAN
AIR
PERMUKAAN
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap gangguan aliran air permukaan
akibat
kegiatan
konstruksi
jalan/jembatan
yaitu
tertahannya
drainase
permukaan akibat perubahan kontur permukaan selama masa konstruksi,
ceceran sisa bongkaran pada badan air, serta tertutupnya aliran air oleh
bangunan sementara sehingga menimbulkan genangan air atau banjir.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan gangguan terhadap aliran air
permukaan.
III.
DEFINISI
 Drainase permukaan yang dimaksud adalah mekanisme drainase
permukaan tanah yang ada pada kontur awal sebelum dilakukannya
konstruksi.
 Sisa bongkaran yang dimaksud adalah hasil pembongkaran konstruksi
lama di badan air yang dilakukan setelah konstruksi baru selesai.
 Bangunan
sementara
yang
dimaksud
adalah
tambahan
bangunan/perkuatan pada jembatan, lereng, atau dinding penahan tanah,
untuk menambah daya dukung konstruksi, selama diperlukan untuk dilalui
kendaraan / peralatan konstruksi.
IV.
REFERENSI
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
23
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Potongan melintang saluran drainase.
 Rencana (waktu, jenis, dan volume) pekerjaan pembongkaran sisa
bangunan lama.
 Data kontur permukaan sebelum dan sesudah konstruksi.
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
24
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
25
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
8.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup antisipasi kerusakan jalan dan jembatan eksisting akibat
beban berlebih maupun ceceran material dari kendaraan pengangkut material.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kerusakan jalan dan jembatan
eksisting di sekitar lokasi proyek maupun di rute yang dilalui oleh kendaraan
pengangkut material dan peralatan.
III.
DEFINISI
 Beban
berlebih
yang
dimaksud
adalah
beban
akibat
kendaraan
pengangkut material dan peralatan yang lebih besar dari kekuatan
konstruksi jalan dan jembatan pada rute yang akan dilalui.
 Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang
dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi
tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan
pengangkut material terhadap lumpur, agar tidak terbawa dan mengotori
ke jalan umum, seperti terlihat pada Gambar 8.1
IV.
REFERENSI
 Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan
 Peraturan Pemerintah No.26 1985 tentang Jalan
 Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
 Dinas Pekerjaan Umum setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
26
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Data inventarisasi kekuatan jalan dan jembatan yang akan dilalui kendaraan
proyek.
 Rencana pengangkutan (rute kendaraan pengangkut, waktu, volume,
beban) material dan peralatan konstruksi.
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
27
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
28
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
9.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP
UTILITAS
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup gangguan terhadap segala utilitas eksisting yang telah
ada di lokasi kerja sebelum aktivitas galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan
konstruksi lainnya.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan
atau gangguan terhadap fungsi utilitas yang telah ada di lokasi proyek, akibat
pekerjaan galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan konstruksi lainnya.
III.
DEFINISI
 Utilitas
yang
dimaksud
adalah
semua
prasarana
umum
(air,
telekomunikasi, listrik, gas, dsb) yang berada di bawah tanah maupun di
atas tanah, pada lokasi kerja proyek.
 Kawasan spesifik yang dimaksud adalah daerah tertentu yang dikelola
secara khusus oleh suatu instansi / pihak, dan memiliki jaringan utilitas
tersendiri yang dikelola oleh instansi tersebut (seperti Pelabuhan, Pangkalan
Udara, Stasiun Kereta Api, Depo Bahan Bakar, Industri, dsb).
IV.
REFERENSI
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas LLAJ / Perhubungan setempat.
 Perwakilan PT. Telkom setempat.
 Perwakilan PDAM setempat.
 Perwakilan PGN setempat.
 Perwakilan PLN setempat.
 Perwakilan pengelola utilitas eksisting lain di lokasi proyek.
 Pengelola kawasan spesifik setempat.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
29
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Perwakilan masyarakat sekitar lokasi.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Peta jaringan utilitas eksisting.
 Gambar potongan melintang konstruksi utilitas eksisting.
 Rencana kendaraan pengangkut dan jadwal pengangkutan.
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
30
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
31
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
32
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
10.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN GANGGUAN STABILITAS LERENG
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya antisipasi gangguan terhadap stabilitas lereng
akibat pekerjaan galian baik secara mekanis maupun ledakan, serta pekerjaan
timbunan.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak yang timbul karena
ketidakstabilan lereng sebagai akibat kegiatan konstruksi.
III.
DEFINISI
 Peledakan yang dimaksud adalah metode penggalian tanah dengan
memakai bahan amunisi / peledak yang ditanam di bawah permukaan
tanah, jika metoda penggalian secara mekanis dengan alat berat dinilai
secara teknis tidak efektif dan ekonomis.
 Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan
tes di laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes
tekanan triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal
yang dapat dilakukan di lapangan.
 Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang
ditempatkan pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak
mengurangi daya dukung tanah di atas nya.
 Galian/timbunan bertangga yang dimaksud adalah metoda penggalian
dan timbunan dengan pembuatan teras horisontal setiap ketinggian
timbunan atau galian tertentu, untuk meningkatkan stabilitas lereng galian
atau timbunan tersebut.
IV.
REFERENSI
 Strengthening of Environmental and Social Impact Management (SESIM),
2001.
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
33
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas Kimpraswil/Praswil/Bina Marga/ Prasarana Jalan setempat.
 Dinas Geologi setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Data geologi lokasi setempat (khusus untuk metode peledakan).
 Rencana (lokasi, metode, jenis, jumlah) peledakan.
 Gambar potongan melintang rencana galian dan timbunan.
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
34
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
35
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
CL
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
36
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
11.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TOP SOIL
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup penanganan top soil atau lapisan humus yang diperoleh
dari pekerjaan pembersihan lahan di lokasi proyek dan lokasi quarry.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk memanfaatkan lapisan humus dari hasil pekerjaan
pembersihan lahan atau pekerjaan tanah, agar dapat digunakan untuk
mempercepat tumbuhnya vegetasi dalam rangka memberikan perlindungan
lereng dan permukaan jalur hijau.
III.
DEFINISI
Top soil atau humus yang dimaksud adalah lapisan tanah paling atas yang
mengandung zat hara bagi tanaman.
IV.
REFERENSI
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.
V.
PIHAK TERKAIT
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Inventarisasi luas dan kondisi lapisan top soil atau humus yang dapat
dimanfaatkan untuk penghijauan di proyek.
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
37
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
38
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
12.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN CAGAR BUDAYA / SITUS
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup perlindungan terhadap benda cagar budaya, benda yang
diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya,
dan situs, yang terletak di lokasi sekitar proyek.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk melindungi keberadaan benda cagar budaya dari
potensi kerusakan atau kehilangan sebagai dampak pelaksanaan konstruksi.
Perlindungan cagar budaya dan situs ini diharapkan dapat memajukan
kebudayaan nasional Indonesia.
III.
DEFINISI
 Benda cagar budaya yang dimaksud adalah benda alam atau benda
buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun, yang
dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.
 Situs yang dimaksud adalah lokasi yang mengandung atau diduga
mengandung benda cagar budaya, termasuk lingkungannya yang bagi
pengamanan.
IV.
REFERENSI
 Undang-undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya setempat.
 Pemuka adat atau agama masyarakat setempat.
 Pemerintah daerah setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
39
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Data inventarisasi cagar budaya atau situs dari Dinas Pariwisata, Seni, dan
Budaya setempat.
 Dokumen AMDAL atau UKL– UPL untuk pekerjaan tersebut.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
40
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
41
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
13.
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TERGANGGUNYA FLORA / FAUNA
I.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup penanganan flora dan fauna baik yang dilindungi
maupun yang tidak dilindungi di area proyek dan sekitarnya yang diperkirakan
akan terganggu oleh adanya kegiatan proyek.
II.
TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan pengurangan jenis dan populasi
flora dan fauna di lokasi proyek dan sekitarnya.
III.
DEFINISI
Flora dan fauna yang dilindungi yang dimaksud adalah flora dan fauna
yang jumlah / populasinya dinilai langka atau terancam punah dan tidak
ditemukan keberadaannya di tempat lain.
IV.
REFERENSI
 Keputusan Presiden No. 27 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
 Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan.
V.
PIHAK TERKAIT
 Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian setempat.
 Direksi Proyek.
 Kontraktor.
VI.
DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT
 Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut.
 Daftar flora dan fauna yang dilindungi
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
42
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
43
PEDOMAN
013/PW/2004
Pemantauan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Buku 4
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PRAKATA
Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Proyek Pembinaan Manajemen
Lingkungan Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan.
Penyusunan pedoman ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan tentang
pengelolaan lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi
pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dari dokumen-dokumen yang telah
ada antara lain:
a) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui
Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management);
b) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan dan
Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and Sosial
Impact Management).
c) Pedoman Pemantauan Lingkungan Bagi Tim Supervisi yang disusun oleh Subdit Bina
Lingkungan Prasarana, Ditjen Prasarana Wilayah, Departemen Kimpraswil.
Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan
lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku, yaitu:
Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan;
Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Jakarta, November 2003
i
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENDAHULUAN
Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil
pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan
lain terkait yang berlaku.
Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau
terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan
penanganan dampak lingkungan yang mungkn terjadi akibat kegiatan pembangunan
tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan
lingkungan.
Adapun maksud pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk:
a) Mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek
telah dilaksanakan atau belum;
b) Penilaian efektivitas atau kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan,
dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan;
c) Bahan masukan bagi perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya.
Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun dapat
dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota)
ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan.
Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang cara pelaksanaan:
a) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan;
b) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi;
c) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi;
d) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi; dan
e) evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek.
Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci khususnya mengenai formulir laporan hasil
pemantaun untuk tiap tahap kegiatan proyek tercantum pada lampiran.
ii
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR ISI
P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
i
P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
ii
D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
iii
D aftar Lam p iran … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
v
1
R u an g lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
1
2
A cu an N orm atif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
1
3
Istilah d an d efin isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
2
4
Aspek-asp ek p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an h id u p … … … … …
5
4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatip
p en an g an an n ya … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … … … … … … … …
5
4.2 P rosed u r p elaksan aan p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an … … .
12
4.3 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan .
12
4.4 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap
pra-kon stru ksi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
15
4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi
16
4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca
kon stru ksi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .
18
4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca
p royek ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
5
6
7
19
4.8 M etod e p em an tau an ku alitas ling ku n g an … … … … … … … … … … … .
21
4.9 B aku m utu lin g ku n gan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
22
D oku m en tasi d an p elaporan .… … … … … … … … … … … … … … … … .. … … …
23
5.1 D oku m en tasi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
23
5.2 P elaporan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
23
Pelaksanaan pem an tau an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..
24
6.1 In stan si p elaksan a p em an tau an … … … … … … … … … … … … … … …
24
6.2 In stan si p en g aw as p elaksan aan p em an tau an … … … … … … … … …
24
6.3 In stan si p en erim a lap oran h asil p em an tau an … … … … … … … … …
24
P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
25
iii
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
8
7.1 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p eren can aan ...… … … … .… … … …
25
7.2 Biaya pemantauan pada tahap pra-kon striksi … … … … … … … … …
25
7.3 B iaya p em an tau an p ad a tah ap kon stru ksi .… … … … … … … … … … .
25
7.4 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p asca kon stru ksi … .. .… … … … … .
25
7.5 Biaya evaluasi lingkun g an p ad a tah ap evalu asi p asca royek… …
25
7.6 Komponen-kom p on en b iaya p em an tau an … … … … … … … … … … ..
25
P en u tu p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … ..
26
iv
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan
Lampiran 2
: Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Pra-konstruksi
Lampiran 3
: Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi
Lampiran 4
: Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Pasca Konstruksi
Lampiran 5
: Formulir Laporan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Bidang
Jalan
Lampiran 6
: Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Lampiran 7
: Baku Tingkat Kebisingan
Lampiran 8
: Baku Tingkat Getaran
Lampiran 9
: Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
Lampiran 10
: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran
Lampiran 11
: Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Lampiran 12
: Matrik Pelaksanaan Pemantauan RKL dan RPL
Lampiran 13
: Format Laporan Hasil Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL
v
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PEDOMAN PEMANTAUAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN LIDUP BIDANG JALAN
1
Ruang lingkup
Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang
pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Lingkup pemantauan
tersebut mencakup seluruh tahapan siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan
mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke tahap evaluasi pasca proyek, sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Petunjuk dan ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi:
a)
Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif
penanganannya;
b)
Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup
c)
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan;
d)
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi;
e)
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi;
f)
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi;
g)
Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek.
Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini tidak mencakup
kegiatan pemantauan dan evaluasi manfaat (tujuan) proyek jalan bagi masyarakat di
sekitarnya, baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
2
Acuan normatif
Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang
lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan erat dengan pemantauan lingkungan hidup,
dan peraturan-peraturan lain yang terkait, antara lain:
a) Undang – Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b)
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
1
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c)
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
d) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air;
e)
Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara;
f)
Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan
Pelaksanaan RKL dan RPL;
g) Keputusan Kepala Bapedal No.09 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penyusunan
AMDAL,
khususnya
Lampiran
IV
tentang
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Pemantauan Lingkungan;
h) Kepmen LH No. Kep-35.MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor;
i)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak;
j)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan;
k)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Getaran;
l)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43/MENKH/10/1996 tentang
Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan
m) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan / atau Kegiatan yang wajib dilenglapi dengan AMDAL;
n) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No.86 Tahun 2003 tetntang Pedoman
Pelaksanaan UKL dan UPL;
o)
Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha
dan / atau Kegiatan Bidang Kinpraswil yang wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL.
3
Istilah dan definisi
Dalam pedoman ini, digunakan definisi istilah-istilah yang telah baku digunakan dalam
peraturan dan perundang-undangan bidang jalan dan lingkungan hidup, antara lain:
2
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.1 jalan
suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas;
3.2 jembatan
prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah
oleh sungai atau lalu lintas lainnya;
3.3 rambu-rambu lalu lintas
tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan;
3.4 marka jalan
batas pemisah lajur lalu lintas;
3.5 jaringan jalan
satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer
dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki;
3.6 lalu lintas
pengguna lajur jalan;
3.7 moda angkutan
semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe;
3.8 analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan;
3.9
dampak besar dan penting
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan / atau kegiatan;
3.10 analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL)
telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan / atau kegiatan;
3
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.11 rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL)
upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.12 rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan;
3.13 upaya
pengelolaan
lingkungan
hidup
dan
upaya
pemantauan
lingkungan hidup
berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
3.14 pemrakarsa
orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau
kegiatan yang akan dilaksanakan;
3.15 masyarakat terkena dampak
masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang
akan mengalami kerugian.
3.16 masyarakat terasing
kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal
dan terpencar serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial,
ekonomi, maupun politik nasional.
3.17 LARAP
Land acquisition and resetlement action plan (rencana pelaksanaan pengadaan tanah
dan pemukiman kembali).
4
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4. Aspek-aspek pemantauan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan
4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif
penanganannya
Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup tergantung dari
banyaknya jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan di
lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak.
Bagi proyek-proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilenglapi ANDAL atau UKL dan
UPL, dampak kegiatan proyek tersebut seharusnya telah teridentifikasi pada tahap
perencanaan, melalui proses studi AMDAL atau UKL dan UPL. Dan bagaimana cara
penanganan dampak tersebut seharusnya telah ditetapkan dalam dokumen RKL dan RPL
atau UKL dan UPL proyek jalan yang bersangkutan.
Dokumen RKL dan RPL masing-masing berisi arahan tentang lingkup pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup seperti tercantum pada Kotak 4.1 dan Kotak 4.2.
Demikian juga dokumen UKL dan UPL pada dasarnya sama dengan dokumen RKL dan
RPL, walaupun dampak-dampak yang perlu ditangani tidak termasuk kategori besar dan
penting.
Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup suatu proyek jalan yang wajib
dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL, harus mengacu pada dokumen-dokumen RKL dan
RPL atau UKL dan UPL proyek yang bersangkutan.
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup proyek-proyek jalan yang tidak termasuk
kategori wajaib dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, bila diperlukan, dapat mengacu
pada SOP Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik
pada tahap pra-konstruksi tercantum dalam dokumen LARAP (bila ada).
Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik
pada tahap konstruksi seharusnya tercantum dalam dokumen kontrak pekerjaan
konstruksi, yang berupa gambar-gambar desain dan spesifikasi teknis serta persyaratan
5
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh
kontraktor.
Apabila suatu proyek jalan yang akan dipantau ternyata tidak dilengkapi dengan
dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL, penentuan lingkup kegiatan pemantauan
pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan (siklus) proyek dapat mengacu
pada Tabel 4.1 di bawah ini, dengan tambahan penjelasan seperti tercantum pada Butir
4.1.1 s/d 4.1.5.
4.1.1 Tahap perencanaan
Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan
kondisi lapangan, namun kegiatan survey / pengukuran untuk penentuan koridor / rute
jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila mereka
tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang bersangkutan.
Demikian juga penetapan rute jalan yang tidak mempertimbangkan aspek-aspek
lingkungan hidup, pada saat pelaksanaannya di lapangan mungkin akan mengakibatkan
berbagai dampak yang sulit diatasi. Karena itu, untuk menghindari dampak negatif
terhadap lingkungan hidup sedini mungkin, diperlukan perencanaan pengelolaan
lingkungan melalui penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan,
sehingga terwujud rencana jaringan jalan yang layak lingkungan.
Kotak 4.1
Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RKL:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Dampak besar dan penting yang harus ditangani;
Sumber dampak besar dan penting;
Tolok ukur dampak;
Tujuan rencana pengelolaan lingkungan;
Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilakukan;
Lokasi pengelolaan lingkungan hidup;
Periode pengelolaan lingkungan hidup;
Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup;
Institusi pengelolaan lingkungan hidup, mencakup:
 Instansi pelaksana;
 Instansi pengawas; dan
 Instansi penerima laporan.
6
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kotak 4.2
Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RPL:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Dampak besar dan penting yang harus dipantau;
Sumber dampak besar dan penting;
Parameter lingkungan hidup yang dipantau;
Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup;
Metode pemantauan lingkungan hidup, mencakup:
 metode pengumpulan dan analisis data;
 lokasi pemantauan lingkungan hidup;
 jangka waktu dan frekuensi pemantauan;
Institusi pemantauan lingkungan hidup, mencakup:
 Instansi pelaksana;
 Instansi pengawas; dan
 Instansi penerima laporan.
4.1.2 Tahap pra-konstruksi (pengadaan tanah)
Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk
pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan yang ada di luar DAMIJA. Kegiatan ini
dapat menimbulkan dampak sosial yang sangat sensitif, terutama kalau tanah yang
terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif.
4.1.3 Tahap konstruksi
Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alatalat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb., dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan dan bangunan pelengkapnya. Pengoperasian
alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat sebaran debu
dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar.
Kegiatan konstruksi juga menimbulkan dampak berupa perubahan bentang alam,
pencemaran air, dan gangguan terhadap ketenteraman dan kesehatan masyarakat
sebagai dampak lanjutan dari dampak fisik-kimia.
Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi
tenaga kerja dari luar lokasi proyek.
7
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.1.4 Tahap pasca konstruksi
Sumber dampak pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian dan pemeliharaan
jalan. Dampak kegiatan pengoperasian jalan antara lain berupa kecelakaan lalu lintas
yang mungkin terjadi akibat kegiatan masyarakat pengguna jalan khususnya pengguna
kendaraan bermotor.
Keberadaan jalan juga dapat merangsang kegiatan sektor lain
berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak terkendali, yang pada
akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti kemacetan lalu lintas.
Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor
dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan
terganggu.
Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas,
namun dampak tersebut hanya bersifat sementara.
Tabel 4.1
Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
Kegiatan yang
menimbulkan dampak
A. Tahap Perencanaan
1. Survey / pengukuran
2. Penetapan rute jalan
B. Tahap Pra-konstruksi
1. Pengadaan Tanah
Prakiraan dampak
yang timbul
Alternatif pengelolaan
lingkungan
Komponen
(parameter/indikator)
lingkungan yang
perlu dipantau
1. Keresahan
masyarakat
1. Konsultasi
masyarakat
1. Persepsi
masyarakat
2. Potensi dampak
pada aspek-aspek
biogeofisik dan
sosial
2. Penerapan
pertimbangan
lingkungan dalam
proses perencanaan
2. Kelayakan
lingkungan
rencana kegiatan
proyek
a. Keresahan
masyarakat
b. Ketidakpuasan atas
nilai kompensasi
c. Gangguan terhadap
pendapatan
a. Sosialisasi
a. Persepsi
masyarakat
b. Keluhan
masyarakat
b. Penetapan harga
berdasarkan hasil
musyawarah
c. Pembinaan sosialekonomi penduduk
yang terkena proyek
c. Kondisi sosialekonomi penduduk
terkena proyek
8
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
C. Tahap Konstruksi
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga
kerja
a. Kecemburuan sosial
a.1 Tenaga kerja lokal
diprioritaskan
a.2 Sosialisasi pada
penduduk lokal
a. Tenaga kerja lokal
terserap
b. Peningkatan
kesempatan kerja
(dampak positif)
b.1 Pemberian informasi
ttg tenaga kerja yang
diperlukan
b.2 Pelatihan tenaga
kerja lokal
b. Jumlah seluruh
tenaga kerja
terserap.
2. Mobilisasi peralatan
berat
a. Kerusakan
prasarana jalan
a.1 Perbaikan jalan yang
rusak
a.2 Membatasi tonase
peralatan atau
membatasi tekanan
gandar
a. Kondisi jalan
3. Pembuatan jalan
masuk
a. Pencemaran udara
a. Penyiraman jalan
secara berkala
a. Kualitas udara
a. Gangguan pd flora
dan fauna;
b. Pencemaran udara
a. Penghijauan
a. Liputan vegetasi
b. Penyiraman secara
berkala
c. Pembuatan tanggul
atau saluran
drainase sementara
utk pengendalian air
larian
d. Pemindahan atau
perbaikan utilitas
b. Kualitas udara
(kandungan debu)
c. Kualitas air
a. Penyiraman secara
berkala
b. Pembuatan tanggul
atau saluran
drainase sementara
utk pengendalian air
larian
c. Pembuatan sistem
drainase
d.1 Perkuatan tebing
d.2 Pengendalian aliran
air tanah
a. Kualitas udara
Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan dan
penyiapan lahan
c. Pencemaran air
permukaan.
d. Gangguan pada
utilitas umum
2. Pekerjaan tanah
(galian / timbunan)
a. Pencemaran udara
(debu);
b. Pencemaran air
c. Gangguan pd aliran
air tanah dan air
permukaan
d. Gangguan stabilitas
lereng
d. Kondisi utilitas
b. Kualitas air
c. Kondisi aliran air
permukaan dan air
tanah
d. Erosi / longsor
9
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
]
e. Perubahan bentang
alam /lansekap;
3. Pekerjaan badan jalan a. Pencemaran udara
/ lapis perkerasan
(debu)
e
Penataan lansekap
e. Kondisi lansekap
a. Penyiraman secara
berkala
a. Kualitas udara
b. Gangguan lalu lintas
b.1 Pengaturan lalu lintas
b.2 Pemasangan rambu
lalu lintas
b. Kondisi lalu lintas
4. Pembuatan sistem
drainase
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
5. Pemancangan tiang
pancang
a. Kebisingan
a. Pemberitahuan kpd
masyarakat sekitar;
dan pengaturan
jadwal kerja
b. Penggunaan bor
a. Kebisingan
b. Getaran (kerusakan
bangunan sekitar)
b. Getaran
6. Pekerjaan bangunan
bawah dan atas
jembatan atau jalan
layang
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
7. Pembangunan
bangunan pelengkap
jalan
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas
a. Kondisi lalu lintas
8. Penghijauan dan
pertamanan
a. Peningkatan estetika
lingkungan (dampak
positif)
a. Penanaman
tanaman pelindung
dan tanaman hias
b. Liputan vegetasi
a. Pencemaran udara
a. Penyiraman secara
berkala
b. Pembuatan sistem
drainase
a. Kualitas udara
c.1 Pengaturan
kemiringan lereng
sesuai dengan
kondisi tanah
c.2 Pengendalian air
larian
c.3 Tebing dibuat
berteras
c. Erosi / longsor
b. Di lokasi Quarry dan
jalur transportasi
material
1. Pengambilan tanah
dan material
bangunan di quarry
dan borrow area di
darat
b. Gangguan pd aliran
air permukaan
c. Gangguan stabilitas
lereng (erosi /
longsor);
b. Aliran air
permukaan
10
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d. Perubahan fungsi
lahan
d. Reklamasi dan
pemanfaatan kembali
lahan
e Penghijauan
d. Penggunaan lahan
a. Degradasi dasar
sungai sehingga
mengganggu
stabilitas bangunan
sungai
b. Pencemaran air
sungai;
c. Gangguan terhadap
biota air;
a. Pemilihan lokasi
quarry yang tepat
a. Stabilitas
bangunan sungai
b. Pengendalian bahan
buangan
b. Kualitas air
c.
c.
d. Longsor tebing
sungai
d.1 Perkuatan tebing
d.2 Penggalian secara
bertahap
d. Stabilitas tebing
sungai
a. Pencemaran udara
(debu);
a. Penyiraman berkala;
Bak truk ditutup
terpal
b. Perawatan
kendaraan
c. Pemeliharaan
/Perbaikan jalan
d. Pengaturan lalu
lintas; Pemasangan
rambu lalu lintas
a. Kualitas udara
(sebaran debu)
a. Penyuluhan
masyarakat
b. Perawatan peralatan
c. Sda
d. Pengendalian limbah
cair
e. Pengaturan lalu lintas
a. Keluhan
masyarakat
b. Kualitas udara
c. Tingkat kebisingan
d. Kualitas air
a. Penghijauan di
median dan pinggir
jalan
b. Sda; pembuatan
noise barrier
c.1 Pengaturan lalu
lintas;
c.2 pemasangan rambu
lalu lintas
a. Kualitas udara
e. Gangguan pada
flora
2. Pengambilan material
di quarry sungai
3. Pengangkutan tanah
dan bahan bangunan
b. Kebisingan;
c. Kerusakan badan
jalan;
d. Gangguan lalu
lintas.
d. Di lokasi Base camp
dan AMP
1. Pengoperasian base
camp (barak pekerja,
kantor, stone crusher
dan AMP)
D. Tahap Pasca
Konstruksi
1. Pengoperasian jalan
a. Kecemburuan sosial
b. Pencemaran udara;
c. Kebisingan;
d. Pencemaran air
permukaan.
e. Kecelakaan lalu
lintas
a. Pencemaran udara
(debu, gas polutan)
b.
c. Kebisingan
d. Kemacetan dan
kecelakaan lalu
lintas
Sda
e. Liputan vegetasi
Sda
b. Tingkat kebisingan
c. Kondisi jalan
d. Kondisi lalu lintas
e. Kondisi lalu lintas
b. Tingkat kebisingan
c. Kondisi lalu lintas
dan kecelakaan
lalu lintas
11
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c.3 Penertiban pedagang
kaki lima
c.4 Penyuluhan tertib
pemanfaatan jalan
c.5 Pembuatan rest area,
khususnya pada
jalan tol
2. Pemeliharaan jalan
4.2
d. Keluhan
masyarakat
e. Gangguan mobilitas
masyarakat
setempat
f. Gangguan terhadap
satwa dilindungi
d. Pembuatan jembatan
penyeberangan
e. Pembuatan under
pass untuk jalan
satwa dilindungi
e. Lintasan satwa
dilindungi
a. Gangguan lalu lintas
a.1 Pengaturan lalu lintas
a.2 Pemasangan rambu
lalu lintas sementara
a. Kondisi lalu lintas
Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup
Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek
secara umum dilakukan melalui urutan kegiatan seperti tercantum pada Tabel 4.2.
4.3
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan
4.3.1 Tujuan pemantauan
Tujuan pemantauan pada tahap ini adalah untuk mengetahui apakah proses
perencanaan telah menerapkan pertimbangnan lingkungan hidup atau belum.
4.3.2 Lingkup kegiatan pemantauan
Karena pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang menimbulkan dampak (perubahan
kualitas) lingkungan, kegiatan pemantauan tidak dilakukan terhadap komponenkomponen lingkungan di lapangan, melainkan terhadap proses penerapan pertimbangan
lingkungan dalam palaksanaan perencanaan mulai dari tahap perencanaan umum
sampai ke tahap perencanaan teknis. Beberapa hal yang perlu dipantau antara lain:

Apakah rencana rute jalan sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan ?

Apakah rencana umum pembangunan jalan yang bersangkutan telah dikonsultasikan
dengan masyarakat ?
12
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Apakah rute jalan melalui atau berbatasan dengan areal sensitif ? (lihat Kotak 4.3
dan 4.4)

Apakah telah dilakukan Kajian Lingkungan Strategis ?

Apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau
UKL dan UPL ?

Apakah telah dilakukan konsultasai masyarakat untuk penyusunan KA - ANDAL ?

Apakah studi kelayakan dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL ?

Apakah ketentuan-ketentuan dalam RKL atau UKL telah dijabarkan dalam desain dan
spesifikasi / persyaratan teknis pekerjaan konstruksi ?

Apakah rencana pengadaan tanah dilengkapi dengan dokumen LARAP ?

Apakah persyaratan pengelolaan dan pemantaun lingkungan telah dicantumkan
dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi ?
Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada
Lampiran 1.
Tabel 4.2
Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup
Urutan Langkah-Langkah
Acuan
Keterangan
Kegiatan
1. Pemeriksaan rencana atau
persyaratan pengelolaan
dan pemantauan
lingkungan hidup yang
harus dilaksanakan
a. Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan
b. RKL dan RPL atau UKL dan
UPL
2. Pengecekan progres
kegiatan proyek yang
telah / sedang
dilaksanakan
Laporan progres kegiatan
proyek
3. Pengecekan apakah
pengelolaan lingkungan
hidup telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana /
persyaratan pengelolaan
lingkungan yang telah
ditetapkan dalam
dokumen yang
bersangkutan
a. Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan
b. RKL & RPL / UKL & UPL
4. Pengecekan kondisi
(kualitas) komponen
lingkungan hidup yang
mungkin terkena dampak
Metode pemantauan
lingkungan hidup tercantum
dlm RPL atau UPL.
c.
Desain dan persayaratan
pengelolaan lingkungan
tercantum dlm kontrak
pekerjaan konstruksi
a. Untuk tahap perencanaan
b. Untuk tahap prakonstruksi, konstruksi dan
pasca konstruksi
a. Untuk tahap perencanaan
b. Untuk
tahap
prakonstruksi, konstruksi dan
pasca konstruksi
c. Untuk tahap konstruksi
13
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5. Pengecekan efektifitas
atau kinerja pengelolaan
lingkungan hidup yang
telah dilaksanakan
Baku mutu lingkungan
6. Identifikasi kendalakendala yang
menghambat pelaksanaan
pengelolaan lingkungan
hidup (bila ada)
Laporan Unit Pelaksana
kegiatan proyek
7. Perumusan saran untuk
perbaikan /
penyempurnaan
pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya
(bila perlu)
Pedoman Pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan
8. Pendokumentasian dan
pelaporan internal hasil
pemantauan
Contoh format laporan
(Lampiran 1 s/d 4)
Laporan dibuat oleh pelaksana
pemantauan, dan disampaikan
kepada Pemimpin Proyek atau
Unit pengelola kegiatan.
9. Penyusunan dan
pengiriman laporan
pemantauan pelaksanaan
RKL dan RPL
Keputusan Kepala Bapedal No:
KEP-105 tahun 1997 tentang
Panduan Pemantauan
Pelaksanaan RKL dan RPL
Khusus untuk proyek yang
wajib dilengkapi AMDAL.
Kotak 4.3
Areal Sensitif









Kawasan lindung (lihat Kotak 4.4);
Areal permukiman padat penduduk;
Areal dengan kemiringan lereng terjal (> 40 %);
Areal yang kondisi tanahnya tidak stabil;
Lahan pertanian produktif;
Daerah komersial;
Kompleks militer;
Areal berpanorama indah;
Pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat).
14
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kotak 4.4
Daftar Kawasan Lindung
A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:
1. Kawasan Hutan Lindung;
2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih;
3. Kawasan Resapan Air;
B. Kawasan perlindungan setempat:
1. Sempadan Pantai;
2. Sempadan Sungai;
3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk;
4. Kawasan Sekitar Mata Air
C. Kawasan suaka slam dan cagar budaya
1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan
Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa);
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut,
perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu
karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau
keunikan ekosistem);
3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove);
4. Taman Nasional;
5. Taman Hutan Raya;
6. Taman Wisata Alam
7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair,
daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala
atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi);
D. Kawasan Rawan Bencana Alam.
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;
2. Kawasan rawan gempa bumi;
3. Kawasan rawan longsor.
Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres
tersebut di atas.
4.4
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi
4.4.1 Tujuan pemantauan
Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini terutama untuk
mencek kinerja penanganan dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk.
15
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.4.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau
Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan yang perlu dipantau antara lain:
a) sosialisasi / penyuluhan masyarakat tentang rencana pengadaan tanah;
b) pelaksananaan musyawarah untuk penetapan jenis besarnya ganti rugi;
c) pelaksanaan pemberian ganti rugi (kompensasi)
d) pembinaan sosial-ekonomi masyarakat yang terkena pembebasan tanah terutama
yang terpindahkan;
4.4.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau
Dampak sosial yang perlu dipantau khususnya kondisi sosial-ekonomi penduduk pemilik /
pengguna tanah yang terkena pembebasan tanah dan terutama penduduk yang
terpindahkan. Hal ini meliputi:
a)
keresahan masyarakat yang mungkin terjadi karena informasi tentang kegiatan
proyek yang kurang jelas;
b)
munculnya provokator dan / atau spekulan tanah;
c)
ketidakpuasan masyarakat atas besarnya nilai ganti rugi (kompensasi);
d)
kehilangan / gangguan terhadap mata pencaharian masyarakat;
e)
kondisi
sosial-ekonomi
masyarakat
setelah
terkena
pembebasan
tanah
/
dipindahkan.
Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada
Lampiran 2.
4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi
4.5.1 Tujuan pemantauan
Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk
mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang mungkin
terjadi akibat kegiatan konstruksi.
16
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4.5.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi pada dasarnya adalah
berupa pengaturan pengoperasian alat-alat berat di lokasi pekerjaan, yang meliputi:
a) Di lokasi base camp
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi base camp meliputi antara lain:
 Perawatan alat-alat berat seperti stone crusher, AMP, loader, dan sebagainya;
 Pengelolaan sampah padat dan limbah cair;
 Pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas.
b) Di lokasi quarry
Lokasi quarry mungkin berada di daratan atau di perairan sungai (untuk pengambilan
pasir atau sirtu). Quarry daratan juga mungkin di areal dataran atau areal berbukit.
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi quarry pada umumnya mencakup
antara lain:
 Pencegahan erosi dan longsor;
 Pencegahan pencemaran air;
 Reklamasi (penghijauan).
c) Di jalur transportasi bahan bangunan dari quarry ke lokasi proyek
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di jalur transportasi berkaitan dengan masalah
penanganan dampak pengoperasian truk pengangkut bahan bangunan, yang meliputi:
 Pencegahan polusi udara dan kebisingan;
 Pencegahan / penanganan kerusakan jalan;
 Pencegahan gangguan lalu lintas;
 Pencegahan kecelakaan lalu lintas.
d) Di lokasi kontstruksi jalan dan jembatan
Kegiatan pengelolaan lingkungan di lokasi konstruksi jalan berkaitan dengan upaya
penanganan dampak kegiatan pembersihan lahan, pekerjaan tanah (galian / timbunan),
perkerasan jalan, dan konstruksi bangunan pelengkap jalan. Hal ini meliputi:
 Pencegahan pencemaran udara dan kebisingan
17
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Pencegahan pencemaran air;
 Pencegahan gangguan lalu lintas
 Pencegahan erosi dan longsor;
 Penghijauan.
4.5.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau
Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau sebagian besar berupa komponen fisikkimia seperti kualitas udara, tingkat kebisingan, kualitas air, bentang alam / lansekap,
stabilitas tanah (erosi / longsor) serta kerusakan jalan, dan gangguan terhadap
kenyamanan / kesehatan masyarakat setempat.
Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada
Lampiran 3.
4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi
4.6.1 Tujuan pemantauan
Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk
mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang terjadi akibat
kegiatan pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai
dibangun / ditingkatkan, baik berupa penggunaan jalan oleh para pemakai kendaraan
maupun pejalan kaki. Di samping itu, perlu diperhatikan juga penanganan dampak
lingkungan terhadap kondisi jalan seperti banjir, longsor dan sebagainya.
4.6.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau
Pemantauan pengelolaan lingkungan pada tahap pasca konstruksi harus dilaksanakan di
sepanjang ruas jalan yang dipantau, yang pada umumnya meliputi:
a) Penghijauan untuk penanggulangan pencemaran udara dan kebisingan;
b) Pengaturan lalu lintas;
c) Penyediaan jembatan penyeberangan;
d) Pencegahan kecelakaan lalu lintas;
e) Penataan lansekap;
f) Penggunaan lahan di sekitar jalan serta tertib pemanfaatan jalan.
18
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin juga diperlukan pengelolaan lingkungan untuk
penanganan dampak terhadap satwa liar (dilindungi) dan penanganan dampak terhadap
kondisi sosial-ekonomi masyarakat terasing yang terlewati jalan baru.
4.6.3 Komponen lingkungan yang dipantau
Komponen lingkungan yang perlu dipantau meliputi:
a) Kualitas udara dan kebisingan;
b) Liputan vegetasi;
c) Kondisi (kemacetan) lalu lintas;
d) Keluhan masyarakat akibat terganggunya mobilitas mereka sehari-hari;
e) Kecelakaan lalu lintas;
f) Kondisi lansekap jalan;
g) Penggunaan lahan di sekitar jalan;
h) Pedagang kaki lima (PKL) yang menggunakan damija.
Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada
Lampiran 4.
4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek.
4.7.1 Lingkup evaluasi
Pada tahap ini diperlukan evaluasi kualitas lingkungan sehubungan dengan kinerja jalan
yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui.
Evaluasi kualitas lingkungan mencakup masalah-masalah yang terjadi karena adanya:

Dampak pengoperasian jalan;

Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) terhadap kinerja jalan; dan

Dampak lingkungan alam.
4.7.2 Langkah-langkah kegiatan
a)
Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan akibat kegiatan
pengoperasian jalan, seperti:
19
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 polusi udara;
 kebisingan;
 kemacetan lalu lintas;
 kecelakaan lalu lintas.
b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan sektor lain yang
menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan, seperti pasar, pertokoan, pedagang
kaki lima, dan sebagainya.
c)
Penilaian kualitas lingkungan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah;
d) Perumusan saran untuk peningkatan kualitas lingkungan di sepanjang ruas jalan
yang bersangkutan.
Hasil evaluasi kualitas lingkungan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti
tercantum pada Lampiran 5. Hasil evaluasi ini merupakan landasan untuk perumusan
rencana kegiatan proyek baru baik berupa pengembangan jalan yang bersangkutan
maupun pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan
lingkungan sektor lainnya..
4.7.3 Monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi
Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk:
 Membuka keterisolasian wilayah;
 Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah;
 Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain;
 Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk.
Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan
jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk
masyarakat miskin, antara lain:
a) peningkatan mobilitas penduduk;
b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang;
20
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang
lebih besar atau kota;
d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian
yang ada di kota bagi penduduk pedesaan;
e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena
perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier);
f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan
dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan;
g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup
masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan.
Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah
memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi.
Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada
umumnya
belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan
dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P)
bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosialekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program).
Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan
jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun
pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan
evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji
(mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai.
Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk
untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut
seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik.
4.8
Metode pemantauan kualitas lingkungan
4.8.1 Pemantauan langsung
Pemantauan langsung kualitas lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran langsung
“p aram eter ku n ci” ku alitas kom p on en lin g ku ng an terten tu . S eb ag ai con toh , u n tu k
21
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pemantauan tingkat kebisingan yang terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat
kebisingan diukur langsung di lapangan dengan menggunakan sound level meter.
Metode pemantauan lingkungan hidup yang harus digunakan untuk tiap komponen
(parameter atau indikator) lingkungan yang mungkin terkena dampak semestinya
tercantum dalam dokumen RPL atau UPL, yang telah ditetapkan berdasarkan hasil studi
pada tahap perencanaan. Ketentuan tentang metode pemantauan tersebut mencakup:



metode pengumpulan dan analisis data;
lokasi pemantauan lingkungan hidup;
jangka waktu dan frekuensi pemantauan.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan, sebaiknya dipertimbangkan juga
alternatif lain yang lebih praktis dan ekonomis, khususnya penggunaan indikatorindikator yang mudah diukur.
4.8.2 Pemantauan tidak langsung
Untuk kasus-kasus tertentu, dengan pertimbangan kepraktisan kerja dan penghematan
biaya, pemantauan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur
indikator-indikator tertentu. Sebagai contoh, untuk pemantauan tingkat kebisingan yang
terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat kebisingan tidak diukur langsung di
lapangan dengan menggunakan sound level meter, tapi dilakukan pemantauan adanya
keluhan masyarakat yang terkena dampak sebagai indikator adanya gangguan
kebisingan tersebut.
4.9 Baku mutu lingkungan
Untuk mengevaluasi atau menilai kualitas lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya,
hasil pemantauan komponen / parameter lingkungan tertentu dibandingkan dengan baku
mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan cara membandingkan
nilai hasil pemantauan terhadap baku mutu lingkungan tersebut dapat disimpulkan
apakah kualitas lingkungan memenuhi baku mutu atau tidak.
Beberapa contoh ketentuan baku mutu lingkungan disajikan dalam lampiran, yaitu:
 Lampiran 6 : Baku Mutu Udara Ambien Nasional;
 Lampiran 7 : Baku Tingkat Kebisingan;
 Lampiran 8 : Baku Tingkat Getaran;
22
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
 Lampiran 9 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas;
 Lampiran 10: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran;
 Lampiran 11 : Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
5.
Dokumentasi dan Pelaporan
5.1
Dokumentasi
Hasil pemantauan pengelolaan lingkungan hidup untuk tiap tahap kegiatan proyek
didokumentasikan dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada
Lampiran 1 s/d 4. Sedangkan hasil evaluasi kualitas lingkungan pada tahap pasca proyek
didokumentasikan dengan menggunakan format seperti tercantum pada Lampiran 5.
Laporan tersebut secara garis besar berisi informasi tentang:
a) Data umum kegiatan proyek jalan yang bersangkutan;
b) Jenis-jenis kegiatan proyek yang sedang atau telah dilaksanakan;
c) Dampak lingkungan yang telah atau potensial terjadi;
d) Upaya pengelolaan lingkungan yang telah / sedang dilaksanakan;
e) Efektivitas (kinerja) pengelolaan lingkungan hidup;
f) Kendala-kendala yang dihadapi (bila ada);
g) Saran perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu)
5.2
Pelaporan
5.2.1 Laporan internal
Laporan internal dibuat oleh petugas pelaksana pemantauan pengelolaan lingkungan
hidup dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada Lampiran 1 s/d 4.
Laporan
tersebut
disampaikan
kepada
Pemimpin
Proyek
/
penanggungjawab
pelaksanaan kegiatan proyek.
5.2.2 Laporan eksternal
Laporan eksternal dibuat khusus untuk proyek-proyek jalan yang termasuk kategori
wajib dilengkapi dokumen AMDAL. Penyusunan laporan ini agar mengacu pada
23
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-105
Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan
Pelaksanaan RKL dan RPL . Format laporan tercantum pada Lampiran 12, 13 dan 14.
Materi laporan disusun berdasarkan data tercantum dalam laporan internal tersebut pada
Butir 5.2.1.
6.
Pelaksanaan Pemantauan
6.1 Instansi pelaksana pemantauan
Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan / siklus proyek jalan
dilaksanakan oleh pemrakarsa atau pengelola kegiatan. Dalam hal ini penanggungjawab
pelaksanaan pemantauan tersebut adalah Pemimpin Proyek / Bagian Proyek atau unit
kerja / pengelola kegiatan yang bersangkutan.
Pada tahap perencanaan, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan dapat
dibantu oleh konsultan perencana.
Pada tahap pra-konstruksi dan konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan
lingkungan dapat dibantu oleh kontraktor dan konsultan supervisi;
Pada tahap pasca konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan
dilaksanakan oleh unit kerja / pengelola kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan
yang bersangkutan.
6.2 Instansi pengawas pelaksanaan pemantauan
Pengawasan pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh
instansi atasan langsung pemimpin proyek / bagian proyek, dan Bapedalda Kabupatan /
Kota setempat.
6.3 Instansi penerima laporan hasil pemantauan
Khusus untuk proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL, laporan pemantauan
pelaksanaan RKL dan RPL tahap-tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi
disampaikan oleh pemrakarsa / pengelola kegiatan kepada instansi pengawas
24
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pelaksanaan pemantauan dan instansi pembina teknis bidang jalan serta instansi lain
yang terkait, yaitu:
a)
Gubernur KDH Propinsi c.q. Bapedalda Propinsi yang bersangkutan;
b) Bupati / Walikota c.q. Bapedalda Kabupaten / Kota yang bersangkutan;
c)
Instansi pembina teknis (Dinas PU / Bina Marga / Praswil);
d) Instansi lain yang terkait
7.
Pembiayaan
7.1
Biaya pemantauan pada tahap perencanaan
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan
secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan.
7.2
Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara
khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah.
7.3
Biaya pemantauan pada tahap konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan
konsultan supervisi pekerjaan konstruksi.
7.4
Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi
Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi
seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau
dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan
rehabilitasi jalan.
25
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7.5
Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek
Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu
dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan
perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan.
7.6
Komponen-komponen biaya pemantauan
Biaya pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup secara garis besar terdiri
dari komponen-komponen biaya:
 transportasi;
 personel (lumpsum);
 peralatan dan material;
 analisis laboratorium (bila perlu);
 penyusunan laporan.
8.
Penutup
Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus
terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk
keperluan itu, koordinasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan
peranan pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan
sangat penting.
Yang dimaksud dengan pemimpin proyek di sini adalah semua pemimpin proyek, selaku
pemrakarsa kegiatan, yang masing-masing secara berkesinambungan bertanggung
jawab dalam tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan, meliputi:




Pemimpin
Pemimpin
Pemimpin
Pemimpin
Proyek
Proyek
Proyek
Proyek
Perencanaan;
Pengadaan Tanah;
Pembangunan (konstruksi); dan
Pemeliharaan / Rehabilitasi.
Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan,
semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan
Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada
tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya,
sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan
26
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 8.1).
Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan
dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah.
Keberhasilan pemantauan pengelolaan lingkungan juga tergantung dari ketersediaan
sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai
sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan
unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab
untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat
berperan.
Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan
pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu
dengan dasar pertimbangan:
a)
Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting;
b) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya berbatasan atau berdekatan
dengan kawasan lindung;
c)
Berpotensi menjadi sumber isu atau kasus lingkungan yang sensitif;
d) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.
27
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 8.1
Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan
Pemimpin Proyek
Perencanaan
Penyusunan
dokumen
AMDAL, UKL
dan UPL,
Desain,
Spesifikasi
Teknis,
LARAP
Pemimpin Proyek
Pengadaan Tanah
Pemimpin Proyek
Konstruksi
Pengadaan
Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pengadaan
Tanah,
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Pelaksanaan
Pekerjaan
Konstruksi
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pekerjaan
Konstruksi
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Evaluasi
Kualitas
Lingkungan
Hidup
Pasca Proyek
Pemimpin Proyek
Pemeliharaan dan
Rehabilitasi
Pemanfaatan,
Pemeliharaan,
Rehabilitasi
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan
Pelaksanaan
Pemeliharaan
dan
Rehabilitasi
termasuk
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
28
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Tabel 4.3
Baku Mutu Emisi Untuk Jenis Kegiatan Lain
(Berlaku Efektif Tahun 2000)
No.
Parameter
Batas Maksimum
(mg/m3)
A.
Bukan Logam
1.
Ammonia (NH3)
0,5
2.
Gas Klorin (Cl2)
10
3.
Hidrogen Klorida (HCl)
5
4.
Hidrogen Flourida (HF)
10
5.
Nitrogen Oksida (NO2)
1000
6.
Opasitas
35 %
7.
Ppartikel
350
8.
Sulfur Dioksida (SO2)
800
9.
Total Sulfur Tereduksi (H2S)
35
(Total Reduced Sulphur)
B.
Logam
10.
Air Raksa (Hg)
5
11.
Arsen (As)
8
12.
Antimon (Sb)
8
13.
Kadmium (Cd)
8
14.
Seng (Zn)
50
15.
Timah Hitam (Pb)
12
Sumber: Kepmen LH. No: KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tudak Bergerak
Catatan: Volume gas dalam keadaan standar (25 oC dan Tekanan 1 atm).
1.8.2 Pemantauan sumber dampak
Pemantauan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup juga dapat dilakukan dengan
cara pengukuran sumber dampak. Sebagai contoh, Tabel 4.2 menunjukkan tingkat
kebisingan alat-alat berat yang biasa dioperasikan pada tahap konstruksi. Tabel tersebut
menunjukkan tingkat kebisingan pada sumbernya. Tingkat kebisingan pada jarak
tertentu dari lokasi alat berat tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula
(rumus matematik) yang sudah baku.
29
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Tabel 4.4
Tingkat Kebisingan Peralatan Konstruksi
Tingkat Kebisingan
No.
Jenis Peralatan
Pada
Sumbernya
(dBA)
Pada jarak 15 m
dari sumbernya
Pada jaral 30 m
dari sumbernya
1.
Buldozer
101
82,6
67,5
2.
Backoe
98
82,6
60,5
3.
Truk
4.
Vibration roller
98
82,5
60,5
5.
Vibration compactor
101
82,6
63,5
6.
Road roller
101
82,6
63,5
7.
Asphalt finisher
101
82,6
63,5
64,6
4.9.2 Langkah-langkah kegiatan pemantauan
a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL dan/atau
LARAP (bila ada) proyek jalan yang akan dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis
kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan pada
tahap pra-konstruksi;
b) Pengecekan apakah pengadaan tanah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku atau tidak;
c)
Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak sosial yang telah terjadi dengan
menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL;
d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
LARAP, bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada);
e)
Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);
4.9.3 Langkah-langkah kegiatan pemantauan
a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan
yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap konstruksi;
30
PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b) Pengecekan progres tiap jenis pekerjaan konstruksi
c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi,
dengan menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL;
d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum dalam kontrak pekerjaan konstruksi,
bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada);
e) Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);
4.6.4 Langkah-langkah kegiatan
a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan
yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap pasca konstruksi;
b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi
akibat:

pengoperasian / pemanfaatan jalan oleh para pengguna jalan;

pemeliharaan / rehabilitasi jalan;

kegiatan-kegiatan sektor lain.
c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau
persyaratan
pengelolaan
lingkungan
pemeliharaan atau rehabilitasi jalan,
tercantum
dalam
kontrak
pekerjaan
bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa
kendalanya (bila ada);
d) Perumusan
saran
untuk
perbaikan/penyempurnaan
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan selanjutnya (bila perlu);
31
Lampiran 1
Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan
A. Data Umum Proyek Jalan / Jembatan
1. Nama Proyek
2. Nama Paket / No. Paket
3. Nama Ruas / No. Ruas
4. Lokasi (lampirkan peta lokasi):
a. Kabupaten / Kota *)
b. Propinsi
5. Panjang jalan / jembatan *)
… … … … … . K m / … … . m *)
6. Status jalan
Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *)
7. Tahap Perencanaan
Perencanaan Umum / Studi Kelayakan /
Perencanaan Teknis *)
8. Progres pekerjaan
B. Hasil Pemantauan
1. 
Download