PEDOMAN 08/BM/05 Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Buku 1 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PRAKATA Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum melalui Proyek Pembinaan Manajemen Lingkungan Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan. Adapun tujuannya adalah untuk melengkapi pedoman-pedoman yang telah ada, sehingga terwujud seperangkat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang utuh dan menyeluruh, yang terdiri dari:. Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Penyusunan pedoman umum ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dan pemantapan dari dokumendokumen yang telah ada, antara lain: a) Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995) b) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management); c) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and Social Impact Management); Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan konsep pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini diucapkan banyak terima kasih. Jakarta, Oktober 2006 Direktorat Jenderal Bina Marga i PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PENDAHULUAN Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini merupakan bagian dari seperangkat Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari empat buku, yaitu: a) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; b) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; c) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan d) Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Pedoman Umum memberikan penjelasan tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan harus dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan, sedangkan ketiga pedoman lainnya terutama memberikan petunjuk tentang apa dan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus pengembangan proyek jalan (lihat Gambar). Secara garis besar, Pedoman Umum Pengelolan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini memberikan penjelasan dan petunjuk umum tentang pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, yang meliputi: a) Peraturan dan persyaratan lingkungan hidup terkait dengan bidang jalan; b) Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup; c) Perencanaan jaringan jalan yang berwawasan lingkungan; d) Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan; e) Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup f) Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan; g) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ii PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 1 Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Petunjuk tentang apa, mengapa, kapan dan oleh siapa berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan harus dilaksanakan Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Petunjuk tentang apa dan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tiap tahapan siklus pengembangan proyek jalan Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci tentang pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tahap perencanaan, iii PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN meliputi tahap perencanaan umum, pra studi kelayakan,.studi kelayakan dan perencanaan teknis. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada tahap-tahap pra konstruksi (pengadaan tanah), konstruksi, dan pasca konstruksi (pengoperasian jalan). Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk rinci tentang pemantauan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada tahap-tahap perencanaan, pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi, serta evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek. Substansi Pedoman Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pedoman-pedoman tersebut di atas merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang bersifat nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota) terdapat ketentuan – ketentuan yang lebih ketat yang telah dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah, yang juga wajib ditaati di daerah yang bersangkutan. Maksud dan Tujuan Pedoman-pedoman tersebut di atas disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau terkait dalam tiap tahapan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Cara Penggunaan Pedoman Bagi mereka yang hanya ingin mengetahui ketentuan-ketentuan umum tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang wajib dilaksanakan pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan, cukup membaca pedoman umum ini. Namun untuk memahami bagaimana cara pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan pada tiap tahapan siklus proyek jalan secara rinci, perlu membaca pedoman lainnya, sesuai dengan tahapan proyek yang diperlukan. iv PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Daftar Isi Halaman P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . i P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ii D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … vi D aftar G am b ar … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. viii D aftar T ab el … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. viii 1 R u an g Lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 1 2 A cu an N orm atif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2 3 Istilah d an D efin isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2 4 K eb ijakan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … … 4 …………………. 4.1 P eratu ran d an P ersyaratan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … … 4.1.1 4.1.2 K eb ijakan N asion al P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p .… … … … … . Kebijakan Sektor yan g T erkait … … … … … … … … … … … … … … … Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan Lu ar N eg eri … … … ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … … 4.2 S iklu s P em b an g u n an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an … … … … … .. 4.3 K on su ltasi M asyarakat … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 4 4 7 4.1.3 5. 10 18 23 Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.1 D am p ak K eg iatan P em b an g u n an Jalan terh ad ap Lin g ku n g an H id u p … .. 5.2 5.3 5.4 24 5.1.1 5.1.2 D am p ak p ad a T ah ap P eren can aan … … … … … … … … … … … … . D am p ak p ad a T ah ap P ra K on stru ksi … … … … … … … … … … … … . 24 24 5.1.3 5.1.4 D am p ak p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … … … … … … … … … … … … D am p ak p ad a T ah ap P asca K on stru ksi … … … … … … … … … … .… 25 25 P eren can aan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … … 5.2.1 P eren can aan Jarin g an Jalan yan g B erw aw asan Lin g ku n g an … … 5.2.1 Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan yang Layak Lingkungan 26 26 33 5.2.3 5.2.4 35 D esain d an S p esifikasi T ekn is P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman K em b ali … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 36 P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … … … … … … .. 5.3.1 Lingkup Pekerjaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-kon stru ksi … … 5.3.3 P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … .. 5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi .. 38 38 38 39 39 Pemantauan dan Evalu asi P elaksan aan P n g elolaan Lin g ku n g an H id u p … 5.4.1 T u ju an P em an tau an P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … … … … .. 5.4.2 Lin g ku p K eg iatan P en g elo laan Lin g ku n g an H id u p … … … … … … .. 5.4.3 E valu asi K u alitas Lin g ku n g an p ad a T ah ap P asca P ro yek … … … .. 5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-E kon om i … … … … … … … … … … … 40 40 40 41 46 v PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 6 In stan si P elaksan a P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p B id an g Jalan … … … … … .. 6.1 6.2 7 8 P em rakarsa K eg iatan P royek Jalan … … … … … … … … … … … … … … … … In stan si T erkait … … … … … … … … ..… … … … … … … … … … … … … … … . 5.2.1 Badan P eren can aan P em b an g u n an D aerah (B ap p ed a) … … … … 5.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).. 5.2.3 In stan si T erkait Lain n ya … … … … … … … … … … … … … … … … … … P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 47 47 48 48 49 49 50 7.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada T ah ap P eren can aan … … … 7.2 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap P ra K on stru ksi ..… .. 7.3 B iaya P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p p ad a T ah ap K o n stru ksi … … … .. 50 51 51 7.4 7.5 51 51 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi... Biaya Pemantau an P elaksan aan P en g elolaan Lin g ku n g an H id u p … … . P en u tu p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 52 Lampiran 1 : Daftar Peraturan dan Perundang-Undangan Tentang Lingkungan Hidup Terkait Dengan Bidang Jalan. Lampiran 2 : Bagan Koordinasi / Konsultasi Antar Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. vi PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Daftar Gambar Gambar 1 Struktur Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup B id an g Jalan … . iii Gambar 4.1 Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus P en g em b an g an P royek Jalan … … … … … … … … … … … … … … … … . 20 Gambar 7.1 Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang B erkesin am b u n g an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 54 Daftar Tabel Tabel 5.1 Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup dan Alternatif Pengelolaannya ................................................... 27 Tabel 5.2 Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL ................................................................. 32 Tabel 5.3 Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ................................................................................................... 42 vii PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1. Ruang lingkup Pedoman umum ini memberikan petunjuk dan penjelasan umum berupa ketentuanketentuan tentang pengelolalaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup penerapan pertimbangan lingkungan dalam seluruh tahapan siklus pengembangan proyek, mulai dari tahap perencanaan umum, pra studi dan studi kelayakan, perencanaan teknis, pra-konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi,sampai ke tahap evaluasi pasca proyek, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman umum ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi para petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi. Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti, sehingga terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan. Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi: Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Terkait dengan Bidang Jalan Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup Konsultasi Masyarakat Perencanaan Jalan yang Berwawasan Lingkungan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan yang Ramah Lingkungan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 1 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2. Acuan normatif Pedoman umum ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait, antara lain: 1. Undang – Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 3. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL 5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. 6. Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL 7. Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 8. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran 1. 3. Istilah dan definisi 3.1 Jalan Suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas; 3.2 Jembatan Prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah oleh sungai atau lalu lintas lainnya; 3.3 Rambu-rambu lalu lintas Tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan; 2 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.4 Marka jalan Batas pemisah lajur lalu lintas; 3.5 Jaringan jalan Satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki; 3.6 Lalu lintas Pengguna lajur jalan; 3.7 Moda angkutan Semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe; 3.8 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan; 3.9 Dampak besar dan penting Perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan / atau kegiatan; 3.10 Kerangka acuan ANDAL Ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan; 3.11 Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.12 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.13 Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.14 Pemrakarsa Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau kegiatan yang akan dilaksanakan; 3.15 Komisi penilai Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat adalah komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah; 3.16 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; 3.17 Masyarakat terkena dampak Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. 3.18 Masyarakat pemerhati Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. 4. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan dan Persyaratan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Penataan Ruang Salah satu kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam UndangUndang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang mencakup proses 4 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, yang bertujuan untuk: 1) Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan pada wawasan nusantara dan ketahanan nasional; 2) Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; 3) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, antara lain untuk: Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dengan memperhatikan sumber daya manusia; Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup b. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan sasaran sebagai berikut: 1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup 2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; 3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang; 4) Tercapainya fungsi kelestarian lingkungan hidup; 5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 6) Terlindunginya negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan atau kegiatan dari luar wilayah negara, yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk: Melimpahkan wewenang terutama kepada perangkat pemerintah daerah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup; 5 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Mengikutsertakan pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Dalam hal pelestarian lingkungan hidup, setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta memiliki kewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi ligkungan hidup, serta mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. c. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Dalam rangka mengupayakan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan seperti disebutkan pada butir b di atas, Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Aturan pelaksanaan AMDAL ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Melalui studi AMDAL, diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup. AMDAL adalah bagian dari studi kelayakan, berupa proses pengkajian terpadu yang mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, sosio-ekonomi dan sosial-budaya sebagai pelengkap kelayakan teknis dan ekonomi suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Studi AMDAL hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang pada umumnya berupa kegiatan proyek berskala besar, kompleks, dan / atau berlokasi di daerah yang memiliki komponen lingkungan sensitif. Jenis - jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan / atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. 6 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN d. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Pada Pasal 3 Ayat (4) PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, disebutkan bahwa usaha dan / atau kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting tidak wajib dilengkapi AMDAL, tapi wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan. Upaya Pngelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup adalah berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Kriteria proyek jalan dan jembatan yang wajib melaksanakan UKL dan UPL tercantum dalam Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003. Kebijakan Sektor yang Terkait a. Kehutanan Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan dikelompokkan atas hutan konservasi (yang terdiri dari hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan hutan buru), hutan lindung serta hutan produksi. Pembangunan jalan tidak diperbolehkan di dalam kawasan hutan konservasi, namun boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan persyaratan khusus. Salah satu persyaratan tersebut adalah bahwa semua kegiatan lain (selain kegiatan bidang kehutanan) termasuk kegiatan proyek jalan, yang memerlukan / menggunakan lahan di kawasan hutan, harus mengganti kawasan hutan yang dipakai tersebut dengan kawasan di tempat lain dan kemudian dihutankan kembali, minimal seluas lahan yang terpakai untuk kegiatan tersebut. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri kehutanan No. 419/KPTS/II/1994 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 164/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Tukar Menukar Kawasan Hutan. Untuk hal ini, diperlukan izin dari Menteri Kehutanan, serta ada persyaratan menyusun AMDAL. Keputusan Menteri Kehutanan No.41/KPTS/II/1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Mo.55/KPTS/II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, menyatakan bahwa untuk kegiatan lain selain kegiatan kehutanan, tetapi menyangkut 7 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN kepentingan masyarakat umum, seperrti pembangunan jalan, penggantian lahan yang berada di kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai selama lima tahun, dan dapat diperpanjang kembali, tanpa kompensasi. Namun bila luas kawasan hutan yang masih ada < 30 % dari luas propinsi, maka cara pinjam pakai tersebut harus dengan kompensasi (sesuai Kepmen Kehutanan No.419/KPTS/II/1994 tersebut di atas). b. Kebudayaan Salah satu aspek kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah kawasan cagar budaya, yaitu kawasan yang merupakan lokasi hasil budaya manusia berupa bangunan yang bernilai tinggi dan situs purbakala. Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan cagar budaya itu termasuk kategori kawasan lindung. Kebijakan nasional tentang benda cagar budaya juga diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1993. Pada Pasal 44 Peratuan Pemerintah tersebut di atas, disebutkan bahwa setiap rencana kegiatan (termasuk kegiatan proyek jalan) yang dapat mengakibatkan dampak terhadap benda cagar budaya, wajib dilaporkan terlebih dahulu, kepada menteri yang bertanggungjawab di bidang kebudayaan, secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil studi AMDAL. c. Pertanahan Kebijakan pemerintah tentang pertanahan yang terkait dengan kegiatan pembangunan jalan, khususnya kegiatan pengadaan tanah, diatur dalam Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Beberapa ketentuan yang tercantum dalam Keppres tersebut yang perlu diperhatikan dalam proses pengadaan tanah antara lain: 1) Pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila rencana pembangunan tersebut sesuai dengan: Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan; Perencanaan ruang wilayah kota. 2) Pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah langsung dengan pemegang hak atas tanah atau wakil yang ditunjuk 8 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3) Pemberian ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah, diberikan untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terikat dengan tanah tersebut; 4) Bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, serta bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan. Petunjuk pelaksanaan Keppres tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun 1993. Pedoman tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994. Dalam situasi dan kondisi tertentu, bila perlu, pemerintah dapat mencabut hak atas tanah. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Pada Pasal 2 Ayat (2) UU tersebut disebutkan bahwa pencabutan hak atas tanah harus disertai dengan: Rencana dan alasan peruntukannya; Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama pemilik tanah; Rencana penampungan orang-orang yang haknya dicabut. d. Perhubungan Ketentuan tentang perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan, diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. Pasal 15 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan dibuat dengan prinsip tidak sebidang. Pengecualian tehadap prinsip tersebut hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan dan kelancaran, baik perjalanan kereta api maupun lalu lintas di jalan. Pada Pasal 16 peraturan pemerintah tersebut di atas, dijelaskan bahwa pengecualian perlintasan tidak sebidang hanya dapat dilakukan dalam hal: 1) Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak sebidang; 2) Tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi kereta api. 9 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Selanjutnya pada Pasal 17 peraturan pemerintah tersebut di atas ditegaskan pula bahwa pembangunan jalan, jalur kereta api khusus terusan, saluran air, dan prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan dengan perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta api, dilakukan berdasarkan izin Menteri yang bertanggungjawab di bidang perkeretaapian, dengan memperhatikan: 1) Rencana umum jaringan jalur kereta api; 2) Keamanan konstruksi jalan rel; 3) Keselamatan dan kelancaran operasi kereta api; 4) Persyaratan teknis bangunan dan keselamatan, serta keamanan perlintasan. e. Sosial Salah satu aspek sosial yang bersifat khas dan perlu dipertimbangkan dalam pembangunan jalan adalah keberadaan komunitas adat terpencil yang memerlukan pembinaan khusus, jika rute jalan tersebut melintasi atau berdekatan dengan pemukiman komunitas adat. Dalam Keputusan Presiden No. 111 tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil antara lain dikemukakan bahwa: 1) Komunitas adat terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal, terpencar, serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, yang dicirikan antara lain oleh lokasinya yang terpencil dan sulit dijangkau; 2) Peran masyarakat dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil, antara lain penyediaan sarana dan prasarana, termasuk prasarana jalan. Pertimbangan terhadap komunitas masyarakat adat ini juga merupakan persyaratan bagi proyek pembamgunan jalan yang dibiayai bantuan luar negeri. 4.1.3 Persyaratan Lingkungan untuk Proyek Jalan Berbantuan Luar Negeri a. Bank Dunia Bank Dunia mempunyai kebijakan Perlindungan Lingkungan (Safeguard Policies) yang mencakup petunjuk (directives), prosedur (procedures), dan perlengkapan 10 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (tools), bagi rencana kegiatan proyek yang diusulkan untuk mendapatkan pembiayaan dari Bank Dunia. Berbagai kebijakan operasional (OP), prosedur Bank (BP), dan petunjuk operasional (OD) yang dipakai sebagai acuan Bank Dunia dalam perlindungan lingkungan adalah sebagai berikut. 1) Environmental Assessment (Analisis Lingkungan), tercantum dalam OP/BP 4.01; 2) Natural Habitats (Habitat Alam), tercantum dalam OP/BP 4.04; 3) Pest Management (Pengelolaan Hama), tercantum dalam OP/BP 4.09; 4) Cultural Property (Kekayaan Budaya), tercantum dalam OP/BP 4.11; 5) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali), tercantum dalam OP/BP 4.12; 6) Indigenous People (Masyarakat Adat), tercantum dalam OD 20; 7) Forestry (Kehutanan), tercantum dalam OP 4.36; 8) Safety Dam (Keamanan Bendungan), tercantum dalam OP/BP 4.37; 9) Project in International Waterways (Proyek pada Perairan Internasional), tercantum dalam BP 4.50; 10) Project in Disputed Areas (Proyek pada Daerah Perselisihan), tercantum dalam OP/BP 7.60; Plus Disclosure of Operational Information (Keterbukaan Informasi), tercantum dalam BP 17.50. Dari kesepuluh kebijakan / persyaratan tersebut di atas, hanya lima yang relevan dengan proyek pembangunan jalan, yaitu: 1) Environmental Assessment Instrumen analisis lingkungan yang dapat dipakai dan memenuhi persyaratan ini, adalah: Analisis Dampak Lingkungan (EIA : Environmental Impact Assessment); Audit Lingkungan; Resiko Lingkungan; Rencana Pengelolaan Lingkungan. Untuk tiap rencana proyek pembangunan jalan perlu dilakukan penyaringan (screening) lingkungan, yang didasarkan atas tipe, lokasi, dan skala kegiatan, 11 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN serta sensitivitas lingkungan, guna mengetahui dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut. Hasil penyaringan dikelompokkan dalam kategori A, B dan C, yang hampir identik dengan pengkategorian menurut PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, yaitu: Kategori A, berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sehingga wajib dilengkapi dengan AMDAL; Kategori B, dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, tapi tidak besar dan tidak penting, sehingga tidak wajib dilengkai AMDAL, tapi harus dilengkapi dokumen UKL dan UPL; Kategori C, menimbulkan dampak kecil (minimal) dan tidak merugikan lingkungan, sehingga bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi harus menerapkan SOP (prosedur operasi standar) atau standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Pada waktu pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, harus dilakukan konsultasi masyarakat minimal dua kali, terutama dengan masyarakat yang terkena dampak dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM / NGO). 2) Natural Habitats (Habitat Alam) Rencana kegiatan pembangunan jalan yang diperkirakan dapat merubah habitat alam, seperti pada hutan lindung atau kawasan perlindungan flora dan fauna, memerlukan kajian yang seksama mengenai lokasi habitat alam tersebut, untuk menghindari dampak negatif lanjutan yang mungkin timbul. Dalam melakukan penyaringan maupun pelingkupan lingkungan, isu tentang habitat alam ini harus menjadi isu pokok dan isu penting, dan selanjutnya harus masuk dalam kajian / studi analisis dampak lingkungan. 3) Cultural Property (Kekayaan Budaya) Cultural Property atau kekayaan budaya dalam konteks persyaratan lingkungan ini mencakup situs purbakala, benda cagar budaya, benda yang mempunyai nilai arkeologi, palaentologi, bersejarah, atau mempunyai nila / keunikan alam, benda yang dikeramatkan, mempunyai nilai agama yang kuat, dan sebagainya. 12 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kekayaan budaya tersebut harus memdapat perhatian besar dalam perencanaan pembangunan jalan, dan menjadi salah satu isu atau kriteria utama dan penting dalam melakukan penyaringan lingkungan dan dalam pelaksanaan studi analisis dampak lingkungan hidup yang mendalam. 4) Involuntary Resettlement (Pengadaan tanah dan Pemukiman Kembali) Yang tercakup dalam persyaratan ini adalah kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk yang tepindahkan (bila ada). Karena rencana rute jalan bersifat memanjang, pada umumnya tidak terdapat kegiatan pemukiman kembali penduduk, meskipun diperlukan pembebasan tanah yang relatif luas. Dalam kaitannya dengan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk, persyaratan yang harus dipenuhi adalah penyusunan dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan), sebelum kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk dilaksanakan. Dalam hal ini dibedakan dua jenis LARAP, yaitu: Full LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan lebih dari 200 jiwa; Simplified LARAP, bila jumlah penduduk yang harus dipindahkan kurang dari 200 jiwa. Apabila kegiatan pembebasan tanah dan pemukiman kembali penduduk telah dilaksanakan lebih dari 2 (dua) tahun, harus dilaksanakan Tracer Study, baik yang bersifat sederhana (simplified tracer study) maupun lengkap (full tracer study), untuk mengetahui kondisi penduduk yang terkena pembebasan tanah dan / atau telah dipindahkan ke lokasi baru. Ketentuan lain yang harus dipenuhi dalam penyusunan dokumen LARAP atau Tracer Study, antara lain: Pembiayaan studi tersebut ditanggung oleh pemerintah kabupaten / kota; Bank Dunia akan melakukan supevisi teknis; Pemerintah kabupaten / kota yang bersangkutan harus melaporkan kemajuan pelaksanaan studi setiap 2 – 3 bulan pada Bank Dunia; Dokumen LARAP dan Tracer Study harus mendapat persetujuan Bank Dunia, dalam bentuk NOL (no objection letter), guna persetujuan atas pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 13 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5) Indigenous People (Masyarakat Adat) Indigenous people atau masyarakat adat dalam konteks persyaratan lingkungan ini adalah penduduk asli, etnik minoritas asli atau kelompok suku, dengan karakteristik: Penduduk yang kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek moyangnya dan sumber alam di dalamnya; Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat; Sistem ekonomi yang berorientasi pada produksi untuk mencari nafkah; Berbahasa pribumi; Mempunyai identitas sebagai kelompok dari budaya yang khas. Mengingat bahwa masyarakat adat tersebut sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan (dan sosial), maka apabila lokasi rencana kegiatan pembangunan jalan terletak pada radius kurang dari 10 km dari lokasi permukiman masyarakat adat, perlu disusun Analisis Dampak Sosial (ANDAS), dan rekomendasinya dalam bentuk rencana tindak (action plan), antara lain memasukkan masalah masyarakat adat dalam bagian desain rencana pembangunan jalan. Dalam penyusunan dokumen tersebut, perlu dilakukan proses konsultasi dengan kelompok masyarakat tersebut, dan bila diperlukan dapat memakai penterjemah. Disclosure of Information (Keterbukaan Informasi) merupakan persyaratan dari Bank untuk mempublikasikan dokumen lingkungan (EIA) dan sosial (LARAP dan / atau Tracer Study) p ad a “In fo S h op ” w eb site B an k D u n ia: www.worldbank.org. Di samping itu juga harus dipublikasikan di lokasi-lokasi yang dapat diakses oleh masyarakat, misalnya: di lokasi kegiatan. b. Bank Pembangunan Asia (ADB) Kebijakan lingkungan hidup Bank Pembangunan Asia secara umum telah dtuangkan dalam tiga dokumen, yaitu: A D B ’s E n viron m en tal Im p act A ssessm en ts, 1998; A D B ’s E n viron m en tal G u id elin es for S ellected In frastru ctu re Project, 1993; A D B ”s G u id elin es for In corp oration of S ocial D im en sion s in B an k O p eration, 1993 . Beberapa ketentuan dan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi meliputi hal-hal sebagai berikut: 14 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1) Klasifikasi Proyek yang Memerlukan Dokumen Lingkungan Hidup Bank Pembangunan Asia mengelompokkan proyek-proyek ke dalam tiga kelompok, dalam kaitannya dengan jenis dan besaran dampak lingkungan yang mungkin timbul, berdasarkan atas jenis kegiatan, lokasi, skala dan besaran kegiatan, sensitivitas lingkungan, serta ketersediaan teknologi penanganan dampak yang cost-efective, yaitu: a) Kategori A: Proyek-proyek yang diperkirakan mempunyai dampak yang signifikan terhadap lingkungan hidup (dampak besar dan penting), sehingga harus dilengkapi dengan EIA (Environmental Impact Assessment). b) Kategori B: Proyek-proyek yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, tetapi tingkatannya lebih kecil dari kategori A (dampak tidak besar dan tidak penting), sehingga perlu disusun Initial Environmental Examination (IEE), untuk menentukan apakah dampak yang timbul tersebut perlu dianalisis lebih lanjut dan mendalam melalui proses EIA, atau cukup dengan IEE sebagai dokumen kajian lingkungan yang final. c) Kategori C: Proyek-proyek yang diperkirakan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga tidak perlu dilengkapi dengan IEE atau EIA. 2) Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup Dokumen kajian lingkungan (EIA atau IEE), termasuk ringkasannya (SEIA atau SIEE), hendaknya dapat disusun secara simultan dengan penyusunan studi kelayakan; Penyusunan EIA, IEE, SEIA atau SIEE merupakan kewajiban negara peminjam; Penyusunan dokumen mempergunakan format kajian laporan lingkungan yang tersebut ditentukan di atas, agar oleh Bank, dan penyusunnya harus memperhatikan masukan dari masyarakat setempat, termasuk LSM; Dokumen SIEE atau SEIA (dan sebaiknya dokumen IEE atau EIA) perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sebelum diserahkan kepada Bank; Dokumen SIEE atau SEIA agar diserahkan kepada Board of Director, 120 hari sebelum waktu persiapan proyek, yang merupakan salah satu komponen dari usulan project selection untuk mendapatkan persetujuan Bank; 15 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Atas permintaan Bank, dokumen EIA atau IEE harus tersedia baik untuk negara-negara anggota ADB, maupun untuk masyarakat yang terkena dampak, dan LSM. Apabila proyek yang diusulkan tersebut mencakup kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, maka perlu dilengkapi dengan dokumen LARAP, dengan kriteria dan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan dari Bank Dunia. 3) Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (EMMP) Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (EMMP: Environmental Management and Monitoring Plan) perlu disusun untuk memberikan kajian yang rinci dari rekomendasi IEE dan / atau UKL dan UPL, dalam mengelola dan memantau dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul. EMMP ini mencakup pengaturan-pengaturan mengenai pelaksanaan, supervisi / pengawasan, dan evaluasi kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. 4) Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi (SEMEP) Untuk mengetahui manfaat proyek, perlu disusun program monitoring dan evaluasi sosial ekonomi (SEMEP: Socio Economic Monitoring and Evaluation Program). Indikator yang dapat dipergunakan dalam melakukan monitoring ini antara lain kondisi jalan, kekasaran permukaan jalan, volume lalu lintas, biaya perjalanan, dan indikator sosial ekonomi lain yang relevan. c. Japan Bank for International Cooperation (JBIC) 1) Kebijakan Lingkungan Hidup Kebijakan JBIC mengenai lingkungan hidup dan sosial, antara lain: Pemrakarsa proyek harus melakukan penanganan yang tepat terhadap permasalahan lingkungan yang timbul, seperti mencegah atau meminimalkan dampak yang timbul, sehingga dana bantuan JBIC tidak mengakibatkan efekefek yang tidak dapat diterima; 16 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN JBIC menganggap penting adanya dialog dengan penerima dana / peminjam dan para pihak yang terkait dalam menangani masalah – masalah lingkungan hidup, dengan tetap menghormati kedaulatan tuan rumah; Dalam membuat keputusan pendanaan, JBIC perlu melakukan screening dan kaji ulang rencana penanganan terhadap dampak pada lingkungan hidup, agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 2) Persyaratan Lingkungan Hidup a) Prinsip dasar konfirmasi pertimbangan lingkungan hidup Pemrakarsa proyek merupakan pihak yang bertanggungjawab tehadap penanganan dampak yang timbul terhadap lingkungan untuk proyek yang dibiayai JBIC; JBIC akan melakukan tindakan-tindakan untuk menegaskan penanganan dampak terhadap lingkungan hidup, seperti: - melakukan klasifikasi proyek (screening); - melakukan kaji ulang atas penanganan dampak terhadap lingkungan; - melakukan monitoring dan tindak lanjut. Informasi diperlukan untuk konfirmasi penanganan dampak terhadap lingkungan, baik dari stake holder, pemerintah dan organisasi finansial, co-finansial, serta memanfaatkan informasi tersebut dalam screening dan environmental revised; Standar untuk konfirmasi kesesuaian penanganan dampak terhadap lingkungan, dimana JBIC harus mengetahui dengan pasti apakah suatu proyek telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di tempat tersebut, atau telah sesuai dengan kebijakan terhadap lingkungan hidup; JBIC memperhatikan hasil environmental revised untuk memberikan keputusan dalam pendanaan, dan bila dianggap kurang meyakinkan, JBIC akan mendorong pemrakarsa melalui borrower untuk melakukan penanganan dampak terhadap lingkungan yang tepat dan sesuai. b) Prosedur konfirmasi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup (1) Screening 17 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN JBIC meminta borrower dan pihak terkait untuk menympaikan informasi yang diperlukan, agar screening dapat dilakukan lebih awal. (2) Klasifikasi Kategori A: Usulan proyek diklasifikasikan kategori A, bila mempunyai dampak signifikan terhadap lingkungan hidup, dampak yang timbul complicated, atau dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan sulit dianalisi. Kategori B: Usulan proyek diklasifikasikan kategori B, bila dampak yang timbul bersifat tipical dan merupakan site-spesific, dalam beberapa hal langkah untuk menanganinya lebih mudah, dan sifatnya lebih kecil dan sederhana dari pada kategori A. Kategori C: Usulan proyek diklasifikasikan kategori C, bila tidak mempunyai dampak yang merugikan lingkungan, atau mungkin mempunyai dampak yang minimal. (3) Revisi penanganan dampak terhadap lingkungan hidup Setelah proses screening selesai dilakukan, JBIC dapat melakukan environmental review, sesuai dengan prosedur berikut. Environmenal review untuk proyek-proyek kategori A, dengan mengkaji dampak tehadap lingkungan hidup yang timbul, baik yang sifatnya negatif maupun positif, serta upaya penanganannya; Environmenal review untuk proyek-proyek kategori B, dengan lingkup kegiatan yang bisa bervariasi, tetapi lebih sempit dari pada untuk proyek-proyek kategori A; Environmenal review untuk proyek-proyek kategori C, tidak dilakukan karena di luar kegiatan screening. (4) Monitoring Pada dasarnya JBIC menekankan pentingnya dilakukan monitoring pada periode-periode tertentu, terutama untuk proyek-proyek dengan kategori A dan B, dan hasil monitoring tersebut sangat diperlukan untuk menyempurnakan penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang telah dilakukan, serta untuk administrasi perbankan. 18 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Informasi yang diperlukan oleh JBIC perlu disiapkan oleh borrower, pemrakarsa kegiatan dan para pihak terkait, dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila diperlukan, JBIC dapat melakukan kegiatan monitoring sendiri. 4.2 Siklus Pembangunan Jalan yang Berwawasan Lingkungan Kebijakan tentang pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.49/PRT/1990, yang kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah integrasi (penerapan) pertimbangan lingkungan dalam seluruh siklus pengembangan proyek bidang pekerjaan umum (termasuk proyek jalan). Siklus pengembangan proyek jalan terdiri dari rangkaian delapan tahap kegiatan yang sudah baku, yaitu: (1) perencanaan umum, (2) pra-studi kelayakan, (3) studi kelayakan, (4) perencanaan teknis, (5) pra-konstruksi, (6) konstruksi, (7) pasca konstruksi, dan (8) evaluasi pasca proyek. Namun, mungkin saja karena alasan tertentu, ada proyek jalan yang tidak melalui semua tahapan tersebut secara lengkap, misalnya setelah perencanaan umum langsung studi kelayakan, tanpa melakukan pra-studi kelayakan. Bahkan mungkin juga karena pertimbangan khusus, ada proyek jalan yang tidak melakukan studi kelayakan. Penerapan pertimbangan lingkungan pada tiap tahap kegiatan proyek tersebut di atas, secara idealnya dapat dilukiskan seperti tercantum pada Gambar 4.1, dengan penjelasan singkat sebagai berikut. a. Tahap Perencanaan Umum Siklus proyek jalan diawali dengan perencanaan umum berupa perumusan gagasan usulan proyek baik berupa program pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan yang telah ada. Kegiatannya mencakup pemilihan rute / koridor jalan, penentuan skala prioritas, perkiraan biaya, serta jadwal pelaksanaan dan pendanaannya. 19 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Walaupun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang dapat menimbulkan perubahan lingkungan, pemrakarsa kegiatan proyek sedini mungkin harus mengidentifikasi potensi dampak besar dan penting terutama dampak negatif yang mungkin timbul, melalui proses penyaringan lingkungan untuk tiap ruas jalan yang akan dibangun. Berdasarkan hasil penyaringan tersebut, dapat dirumuskan persyaratan penanganan masalah lingkungan untuk tiap ruas jalan, yang wajib dilaksanakan pada tahap kegiatan proyek berikutnya. Persyaratan tersebut mungkin berupa studi AMDAL, studi UKL dan UPL, atau cukup dengan penerapan SOP. b. Tahap Pra-Studi Kelayakan Kegiatan proyek pada tahap ini adalah perumusan garis besar rencana kegiatan serta perumusan alternatif koridor alinyemen jalan, termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif koridor tersebut. Dalam menganalisis kelayakan tiap alternatif koridor ruas jalan tersebut, selain didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomi, juga harus dipertimbangkan kelayakan lingkungan melalui proses kajian-awal lingkungan. Untuk ruas-ruas jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi dengan AMDAL, perlu dilakukan pelingkupan Kerangka Acuan ANDAL yang dirumuskan berdasarkan hasil kajian-awal lingkungan tersebut di atas. 20 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.1 Bagan Integrasi Pertimbangan Lingkungan dalam Siklus Pengembangan Proyek Jalan Evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan masukan kebijakan untuk peningkatan kinerja masa datang PERENCANAAN UMUM Pelingkupan isu isu lingkungan yang perlu dikaji lebih detail dalam ANDAL atau kajian lingkungan EVALUASI PASCA PROYEK OPERASI DAN PEMELIHARAAN (O&P) Penyaringan AMDAL berdasarkan faktor dampak penting dan lokasi/ koridor jalan (ref. Kep.Bapedal056/1994) Implementasi mitigasi dampak, monitoring dan evaluasi dampak lingkungan selama masa O&P PELAKSANAAN KONSTRUKSI Aplikasi spesifikasi bahan, alat konstruksi dan tata cara pelaksanaan konstruksi serta pengawasan termasuk mitigasi dampak lingkungan selama masa konstruksi PRA STUDI KELAYAKAN Analisis besaran dan pentingnya isu isu lingkungan serta biaya lingkungan dalam studi kelayakan Rumusan kriteria dan spesifikasi serta rencana pengadaan lahan maupun pelaksanaan konstruksi PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK STUDI KELAYAKAN DETAIL DISAIN Implementasi pengadaan tanah, pemberian kompensasi, pematangan lahan untuk konstruksi 21 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c. Tahap Studi Kelayakan Kegiatan utama studi kelayakan mencakup analisis kelayakan teknis, ekonomi, finansial dan lingkungan yang lebih mendalam dari alternatif alinyemen jalan, yang didukung oleh data hasil survai lapangan. Analisis kelayakan lingkungan dilaksanakan melalui studi AMDAL atau UKL dan UPL, yang sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelaksanaan studi kelayakan teknis, ekonomi dan finansial, dalam satu paket pekerjaan. Kesimpulan dan rekomendasi hasil studi kelayakan lingkungan disajikan dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL, yang merupakan arahan untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap-tahap perencanaan teknis (detail design), prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. d. Tahap Perencanaan Teknis Lingkup pekerjaan pada tahap ini mencakup komponen-komponen kegiatan antara lain: Penetapan trase jalan secara definitif berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang akurat; Pembuatan gambar rencana teknis detail jalan, jembatan dan bangunan pelengkapnya serta penetapan syarat-syarat dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksinya. Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi; Penyusunan dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. Integrasi pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah penjabaran RKL atau UKL dalam bentuk gambar-gambar desain dan syarat-syarat serta spesifikasi teknis kegiatan pengelolaan lingkungan. Untuk keperluan tersebut, konsultan perencanaan teknis harus memahami isi dokumen RKL atau UKL yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Karena itu, tim konsultan perencanaan teknis sebaiknya dilengkapi dengan tenaga Ahli Lingkungan. Dalam penghitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi jalan, seyogianya mencakup juga biaya pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap konstruksi. Demikian juga perkiraan biaya pemeliharaan jalan agar mencakup biaya pengelolaan lingkungan tahap pasca konstruksi. 22 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Jika diperlukan pengadaan tanah, pada tahap ini perlu dilakukan studi pengadaan tanah untuk penyusunan Rencana Kerja Pengadan Tanah dan Pemukiman Kembali termasuk upaya penanganan dampaknya sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL atau UKL. e. Tahap Pra-konstruksi Kegiatan proyek pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek (bila perlu) yang dilaksanakan oleh pemrakarsa kegiatan proyek dan instansi terkait. Pengelolaan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL untuk penanganan dampak sosial yang mungkin terjadi. Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan kondisi lapangan pada saat itu, atau karena ada perubahan alinyemen jalan pada lokasi tertentu. f. Tahap Konstruksi Kegiatan pada tahap konstruksi terutama berupa pekerjaan teknik sipil meliputi pekerjaan tanah, struktur bangunan jalan dan bangunan-bangunan pelengkapnya. Penerapan pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan UPL tahap konstruksi, untuk menangani semua dampak yang timbul akibat kegiatan-kegiatan konstruksi seperti erosi / longsor, pencemaran udara, kebisingan, gangguan pada prasarana umum dan utilitas di areal tapak proyek, dan sebagainya. Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan antara lain sehubungan dengan adanya perubahan atau modifikasi desain atau sistem operasi pelaksanaan pekerjaan. g. Tahap Pasca Konstruksi Kegiatan proyek pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian (pemanfaatan) jalan dan sekaligus pemeliharaannya agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Untuk menangani dampak akibat pengoperasian dan pemeliharaan jalan tersebut, diperlukanan pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL atau UKL dan 23 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN UPL tahap pasca konstruksi, antara lain meliputi pengaturan lalu lintas, pengendalian pencemaran udara dan kebisingan, dan pengendalian penggunaan lahan di kiri-kanan jalan. Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan sesuai dengan perkembangan volume lalu lintas, dan sehubungan dengan adanya perkembangan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang terangsang akibat adanya jalan tersebut, seperti pusat perbelanjaan / pertokoan, serta munculnya para pedagang kaki lima yang sering terjadi terutama di daerah perkotaan. h. Tahap Evaluasi Pasca Proyek Evaluasi pasca proyek bertujuan untuk menilai dan mengupayakan peningkatan daya guna dan hasil guna ruas jalan yang telah dibanguan / ditingkatkan dan dioperasikan sampai umur desainnya terlampaui. Penerapan pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan pada tahap-tahap sebelumnya, agar dapat dijadikan masukan / input dalam perencanaan pembangunan jalan. 4.3 Konsultasi Masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan jalan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan suatu jaringan atau ruas jalan yang akan dibangun / ditingkatkan. Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak sosial sedini mungkin. Ada beberapa jenis konsultasi masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai dengan keperluan dan tahapan proses perencanaan, yaitu: a. Konsultasi pada saat persiapan suatu program jalan daerah dan pada perencanaan desain setiap ruas jalan; 24 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b. Konsultasi untuk persiapan AMDAL, bagi proyek yang termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL (Lihat butir 5.2.2.b); c. Konsultasi untuk pembebasan lahan dan kompensasi untuk tanah, bangunan, tanaman dan aset tidak bergerak lainnya; d. Konsultasi untuk pemukiman kembali (bila perlu). Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok) masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal, kelompok profesi, unsur Universitas / perguruan Tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan tercantum pada Lampiran B dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan :. 5. Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.1 Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup 5.1.1 Dampak pada Tahap Perencanaan Pada dasarnya, semua jenis kegiatan pembangunan fisik termasuk pembangunan jalan, berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun positif. Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup sangat tergantung dari jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak. Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan kondisi lapangan, namun kegiatan survey dan pengukuran untuk penentuan koridor / rute jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila mereka tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang bersangkutan. Jenis dampak lainnya yang kadang-kadang terjadi adalah munculnya spekulan tanah, sehingga harga tanah meningkat. 25 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.1.2 Dampak pada Tahap Pra-konstruksi (pengadaan tanah) Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan di luar DAMIJA. Kegiatan ini dapat menimbulkan dampak sosial yang sering kali sangat sensitif, terutama kalau tanah yang terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif, dan diperlukan pemindahan penduduk. Jenis dampak dapat berupa kehilangan tempat tinggal atau lahan usaha. 5.1.3 Dampak pada Tahap Konstruksi Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alatalat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb. Pengoperasian alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat sebaran debu dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar. Kegiatan pembersihan lahan dapat menimbulkan dampak negatif tehadap flora dan fauna. Pengangkutan bahan bangunan dapat mengakibatkan kerusakan jalan yang dilalui kendaraan proyek. Kegiatan konstruksi khususnya galian / timbunan tanah juga menimbulkan dampak berupa perubahan bentang alam, sehingga terjadi erosi atau longsor, gangguan pada aliran air permukaan dan pencemaran air. Dampak terhadap aspek fisik seperti polusi udara dan kebisingan serta pencemaran air dapat mengakibatkan dampak lanjutan berupa gangguan terhadap kesehatan dan ketenteraman masyarakat. Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi tenaga kerja dari luar lokasi proyek. 5.1.4 Dampak pada Tahap Pasca Konstruksi Pengoperasian (pemanfaatan) dan pemeliharaan jalan merupakan sumber dampak pada tahap pasca konstruksi. Dampak yang mungkin terjadi antara lain berupa pencemaran 26 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN udara, kebisingan, dan kecelakaan lalu lintas. Keberadaan jalan juga dapat merangsang kegiatan sektor lain berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti kemacetan lalu lintas. Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan terganggu. Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas, namun dampak tersebut hanya bersifat sementara. Berbagai jenis dampak terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan jalan yang mungkin terjadi pada tiap tahap kegiatan proyek, dan alternatif pengelolaan lingkungannya, disajikan pada Tabel 5.1. 5.2 Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.2.1 Perencanaan Jaringan Jalan yang Berwawasan Lingkungan a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang Perencanaan sistem jaringan jalan dimulai dengan tahap perencanaan umum, untuk menentukan alternatif-alternatif rencana awal koridor jaringan jalan yang perlu dibangun / ditingkatkan. Penentuan koridor / rute jaringan jalan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang kawasan. b. Pencegahan dampak lingkungan sedini mungkin Untuk menghindari dampak tehadap lingkungan hidup sedini mungkin, penentuan rute jalan sedapat mungkin tidak melalui areal sensitif seperti kawasan lindung atau areal sensitif lainnya. 27 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Jenis-jenis kawasan lindung tercantum pada Kotak 5.1., sedangkan areal sensitif lainnya meliputi: areal permukiman padat penduduk; areal komersial; areal dengan kemiringan lereng terjal; areal yang kondisi tanahnya tidak stabil; lahan pertanian produktif; areal berpanorama indah; pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat). Tabel 5.1 Potensi Dampak Kegiatan Pembangunan Jalan terhadap Lingkungan Hidup Dan Alternatif Pengelolaannya Kegiatan yang menimbulkan dampak A. Tahap Perencanaan 1. Survey / pengukuran 2. Penetapan rute jalan B. Tahap Prakonstruksi 1. Pengadaan Tanah Prakiraan dampak yang timbul Alternatif pengelolaan lingkungan 1. Keresahan masyarakat 1. Konsultasi masyarakat 2. Potensi dampak pada aspek-aspek biogeofisik dan sosial 2. Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan a. b. a. Sosialisasi b. Penetapan harga berdasarkan hasil musyawarah c. Pembinaan sosial-ekonomi penduduk yang terkena proyek c. Keresahan masyarakat Ketidakpuasan atas nilai kompensasi Gangguan terhadap pendapatan C. Tahap Konstruksi Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi tenaga kerja 2. Mobilisasi peralatan berat a. Kecemburuan sosial a.1 Tenaga kerja lokal diprioritaskan a.2 Sosialisasi pada penduduk lokal b. Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif) b.1 Pemberian informasi ttg tenaga kerja yang diperlukan b.2 Pelatihan tenaga kerja lokal a. Kerusakan prasarana jalan a.1 Perbaikan jalan yang rusak a.2 Membatasi tonase peralatan atau membatasi tekanan gandar 28 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3. Pembuatan jalan masuk Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi a. Di lokasi proyek 1. Pembersihan dan penyiapan lahan 2. Pekerjaan tanah (galian / timbunan) a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan secara berkala a. Gangguan pada flora dan fauna b. Pencemaran udara a. Penghijauan c. c. Pencemaran air permukaan. b. Penyiraman secara berkala Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian d. Gangguan pada utilitas umum d. Pemindahan atau perbaikan utilitas a. Pencemaran udara (debu); a. Penyiraman secara berkala b. Pencemaran air b. Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian c. c. Gangguan pd aliran air tanah dan air permukaan d. Gangguan stabilitas lereng e. Perubahan bentang alam /lansekap; Pembuatan sistem drainase d.1 Perkuatan tebing d.2 Pengendalian aliran air tanah e. Penataan lansekap 3. Pekerjaan badan jalan / lapis perkerasan a. Pencemaran udara (debu) a. Penyiraman secara berkala b. Gangguan lalu lintas b.1 Pengaturan lalu lintas b.2 Pemasangan rambu lalu lintas 4. Pembuatan sistem drainase a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas 5. Pemancangan tiang pancang a. Kebisingan a. Pemberitahuan kpd masyarakat sekitar; dan pengaturan jadwal kerja b. Penggunaan bor b. Getaran (kerusakan bangunan sekitar) c. Gangguan lalu lintas c.1 Pengaturan lalu lintas c.2 Pemasangan rambu lalu lintas 6. Pekerjaan bangunan bawah dan atas jembatan atau jalan layang a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas 7. Pembangunan bangunan pelengkap jalan a. Peningkatan estetika lingkungan (dampak positif) a. Penanaman tanaman pelindung dan tanaman hias 29 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 8. Penghijauan dan pertamanan a. Pencemaran udara b. Gangguan pada aliran air permukaan c. Gangguan stabilitas lereng (erosi / longsor); d. Perubahan fungsi lahan e. Gangguan pada flora b. Di lokasi Quarry dan jalur transportasi material a. Penyiraman secara berkala b. Pembuatan sistem drainase c.1 Pengaturan kemiringan lereng sesuai dengan kondisi tanah c.2 Pengendalian air larian c.3 Tebing dibuat berteras d. Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan e. Penghijauan a. Degradasi dasar sungai sehingga mengganggu stabilitas bangunan sungai b. Pencemaran air sungai; c. Gangguan terhadap biota air; d. Longsor tebing sungai a. Pemilihan lokasi quarry yang tepat 2. Pengambilan material di quarry sungai a. Pencemaran udara (debu); b. Kebisingan; c. Kerusakan badan jalan; d. Gangguan lalu lintas. a. Penyiraman berkala; Bak truk ditutup terpal b. Perawatan kendaraan c. Pemeliharaan /Perbaikan jalan d. Pengaturan lalu lintas; Pemasangan rambu lalu lintas 3. Pengangkutan tanah dan bahan bangunan a. b. c. d. a. b. c. d. Penyiraman secara berkala Perawatan kendaraan Pemel/perbaikan jalan Pengaturan lalu lintas Kecemburuan sosial Pencemaran udara; Kebisingan; Pencemaran air permukaan. e. Kecelakaan lalu lintas a. b. c. d. Penyuluhan masyarakat Perawatan peralatan Perawatan peralatan Pengendalian limbah cair a. Pencemaran udara (debu, gas polutan) b. Kebisingan a. Penghijauan di median dan pinggir jalan b. Sda; pembuatan noise barrier c. c.1 Pengaturan lalu lintas; c.2 pemasangan rambu lalu lintas c.3 Penertiban pedagang kaki lima 1. Pengambilan tanah dan material bangunan di quarry dan borrow area di darat c. Di lokasi Base camp dan AMP 1. Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stone crusher dan AMP) D. Tahap Pasca Konstruksi 1. Pengoperasian jalan Pencemaran udara (debu); Kebisingan Kerusakan badan jalan Gangguan lalu lintas a. b. c. d. Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas b. Pengendalian bahan buangan c. Pengendalian bahan buangan d.1 Perkuatan tebing d.2 Penggalian secara bertahap e. Pengaturan lalu lintas 30 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan c.5 Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol 2. Pemeliharaan jalan d. Gangguan mobilitas masyarakat setempat e. Gangguan terhadap satwa dilindungi f. Perubahan penggunaan lahan yang tak terkendali d. Pembuatan jembatan penyeberangan e. Pembuatan under pass untuk jalan satwa dilindungi f. Pengemdalian penggunan lahan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas sementara Kotak 5.1 Daftar Kawasan Lindung A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya: 1. Kawasan Hutan Lindung; 2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih; 3. Kawasan Resapan Air; B. Kawasan perlindungan setempat: 1. Sempadan Pantai; 2. Sempadan Sungai; 3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk; 4. Kawasan Sekitar Mata Air C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya 1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa); 2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem); 3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove); 4. Taman Nasional; 5. Taman Hutan Raya; 6. Taman Wisata Alam 7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi); D. Kawasan Rawan Bencana Alam. 1. Kawasan rawan letusan gunung berapi; 2. Kawasan rawan gempa bumi; 3. Kawasan rawan longsor. Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres tersebut di atas. 31 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit, Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan . Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses “kajian lin g ku n g an strateg is” (K LS ). Lin g ku p KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah / kawasan pembangunan. Sasaran utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung akibat penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan pertimbangan dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini diharapkan akan terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan. c. Penyaringan lingkungan Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan) yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Ketentuan lebih rinci mengenai AMDAL tercantum dalam PP No. No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Pasal 3 Ayat (4) PP tersebut menjelaskan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan tersebut. Kriteria Proyek jalan yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dapat dilihat pada Tabel 5.2, yang didasarkan atas panjang ruas jalan, luas lahan yang perlu dibebaskan, dan lokasi jalan (di kota besar / metropolitan, kota sedang, dan antar kota / p ed esaan ). N am u n , ap ab ila su atu ren can a keg iatan “p em b an g u n an ” jalan d ip erkirakan akan menimbulkan dampak negatif besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib dilengkapi dokumen AMDAL, walaupun besaran kegiatannya tidak memenuhi kriteria tercantum pada tabel tersebut. 32 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.2.2 Perencanaan pembangunan ruas jalan yang layak lingkungan a. Kajian awal lingkungan pada tahap pra-studi kelayakan Kegiatan utama perencanaan pembangunan / peningkatan jalan pada tahap pra studi kelayakan adalah perumusan alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif tersebut. Analisis kelayakan harus mencakup aspek teknis, ekonomis dan juga lingkungan melalui kajian awal lingkungan yang mencakup berbagai jenis dampak potensial terhadap komponen-komponen lingkungan hidup, meliputi aspek-aspek: • geofisik-kimia; • biologi (flora dan fauna); • prasarana dan utilitas; • kondisi lalu lintas • sosial-ekonomi dan sosial-budaya, termasuk kawasan adat; • estetika lingkungan. 33 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Tabel 5.2 Kriteria Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib dilengkapai dengan AMDAL atau UKL dan UPL (Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan) No 1. 2. Wajib Dilengkapi AMDAL (Skala / Besaran) *) Jenis Proyek Jalan Tol dan Jalan Layang a. Pembangunan jalan tol b. Pembangunan jalan layang atau subway c. Peningkatan jalan tol dg pembebasan lahan untuk Damija d. Peningkatan jalan tol tanpa pembebasan lahan untuk Damija b. Panjang < 2 km - c. Semua besaran - d. Panjang > 5 km Jalan Raya a. Pembangunan / peningkatan jalan dengan pelebaran di luar Damija Di kota besar / metropolitan : - Panjang, atau - Luas pembebasan tanah Panjang > 5 km Luas > 5 ha 1 km < Panjang < 5 km 2 ha < Luas < 5 ha Di kota sedang : - Panjang, atau - Luas pembebasan tanah Panjang > 10 km Luas > 10 ha 3 km < Panjang < 10 km 5 ha < Luas < 10 ha Pedesaan / Antar Kota: - Panjang Panjang > 30 km 5 km < Panjang < 30 km b. Peningkatan jalan dengan pelebaran pada Damija yang ada Di Kota Besar / Metropolitan (Jalan arteri atau kolektor) 3. a. Semua besaran b. Panjang > 2 km Wajib Dilengkapi UKL dan UPL (Skala/Besaran) **) Jembatan a. Pembangunan jembatan di kota Besar / Metropolitan b. Pembangunan jembatan di kota sedang atau lebih kecil - Panjang > 10 km - Panjang > 20 m - Panjang > 60 m *) : Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001 **): Berdasarkan Kepmen Kimpraswil No.17/KPTS/2003 Catatan: Kota Metropolitan Kota Besar Kora Sedang Kota Kecil Kota di Pedesaan : jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa : jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa : jumlah penduduk 200.000 – 500.000 jiwa : jumlah penduduk 20.000 – 200.000 jiwa : jumlah penduduk 3.000 – 20.000 jiwa 34 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila diperlukan). Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih. b. AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan Studi kelayakan diperlukan untuk menentukan alternatif alinyemen jalan terpilih yang dianggap paling layak baik dari segi teknis, ekonomis mapun lingkungan. Kajian kelayakan lingkungan yang mendalam terhadap alternatif alinyemen jalan terpilih harus dilaksanakan melalui studi AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil penyaringan lingkungan yang telah diuraikan pada Butir 5.2.1.c. Untuk pelaksanaan studi AMDAL, terlebih dahulu harus disusun Kerangka Acuan ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Pada waktu penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melaksanakan pengumuman tentang rencana kegiatan proyek, dan konsultasi kepada warga masyarakat yang berkepentingan, untuk memperoleh saran, pendapat atau tanggapan mengenai proyek tersebut. Cara pelaksanaan konsultasi.masyarakat ini diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat pemerhati. Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana 35 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan dan Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Proyek Jalan, masing-masing tercantum pada Lampiran E dan Lampiran F dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. c. Penilaian dokumen AMDAL Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus dinilai oleh komisi penilai AMDAL. Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu propinsi, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Pusat (di Kementerian Lingkungan Hidup). Dokumen AMDAL proyek jalan yang melintasi lebih dari satu kabupaten / kota, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Propinsi (di Bapedalda Propinsi). Dokumen AMDAL proyek jalan yang berlokasi dalam wilayah satu kabupaten / kota, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Kabupaten / Kota (di Bapedalda Kabupaten / Kota). Berdasarkan dokumen AMDAL yang telah disetujui oleh Komisi Penilai AMDAL, instansi yang bertanggungjawab menerbitkan Surat ketetapan kelayakan Lingkungan. d. Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL, diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen UKL dan UPL. Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Proyek Jalan tercantum pada Lampiran I dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL sebaiknya dilaksanakan sekaligus dengan pelaksanaan studi kelayakan (oleh konsultan yang sama). e. Keterbukaan Informasi tentang AMDAL 36 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL, saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan proyek bersifat terbuka untuk umum. f. Kadaluwarsa dan batalnya dokumen ANDAL, RKL dan RPL Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1), keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, apabila rencana kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999). 5.2.3 Desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan a. Pembuatan desain dan spesifikasi teknis yang memasukkan pertimbangan lingkungan Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis dilakukan melalui penjabaran rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL yang diwujudkan dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syaratsyarat dan spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. b. Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi Untuk menjamin bahwa rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pada tahap konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor, klosul-klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor seharusnya dicantumkan baik dalam dokumen tender maupun kontrak pekerjaan konstruksi. . 37 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. 5.2.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali a. Dampak Sosial akibat Pengadaan Tanah Seperti talah dikemukakan pada Sub-bab 5.1.2, kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk untuk keperluan proyek pembangunan / peningkatan jalan, sering menimbulkan dampak negatif terhadap aspek sosial yang sangat sensitif / serius, yang pada akhirnya menimbulkan hambatan terhadap kelancaran pelaksanaan proyek tersebut. Untuk memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan pengadaan tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, diperlukan penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, dengan tujuan untuk menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak. b. Langkah - Langkah Kegiatan Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah utama berikut: Baseline study; Survey sosial-ekonomi; Inventarisasi tanah dan aset di atasnya; Konsultasi masyarakat. c. Baseline study Baseline study dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang penduduk yang terdapat di sepanjang koridor rencana pembangunan jalan, yang mungkin terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah. 38 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN d. Survey sosial-ekonomi Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungkin terjadi. Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke sekolah anak-anak, dan sebagainya. f. Inventarisasi tanah dan aset di atasnya Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan status pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya) serta bangunan (luas, jenis dan umurnya). g. Konsultasi masyarakat Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi serta lokasi kegiatan. Konsultasi masyarakat tersebut di atas, dilaksanakan melalui penyuluhan dan musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek. h. Rencana pemukiman kembali Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya, program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan. Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman kembali, adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang dipindahkan, harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan tingkat penghidupan sebelumnya. 39 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidp Bidang Jalan. 5.3 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5.3.1 Lingkup Pekerjaan Betapapun bagusnya rencana pengelolaan lingkungan hidup, tidak ada artinya kalau tidak dilaksankan dengan baik. Karena itu, realisasi pelaksanaan pengelolaan ini sangat menentukan dalam pencapaian sasaran rencana pengelolaan lingkungan hidup yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara fisik di lapangan diperlukan mulai tahap pra-konstruksi, dan terus berlanjut pada tahap konstruksi sampai dengan tahap pasca konstruksi. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL, harus mengacu pada dokumen RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan. Untuk proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL, pelaksanaan pengelolan lingkungannya harus mengacu pada dokumen UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup), yang telah dirumuskan dan disyahkan pada tahap perencanaan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk proyek jalan yang termasuk kategori bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, harus dilakukan dengan cara penerapan SOP yang telah tersedia (dibakukan) bagi setiap jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi secara umum telah dikemukakan pada Sub-bab 5.1 (lihat Tabel 5.1). 40 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.3.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra-konstruksi Sasaran pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi adalah mencegah atau mengurangi / menanggulangi dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah. Jenisjenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap ini, secara rinci telah dirumuskan pada dokumen rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Rencana pemukiman kembali ini hanya diperlukan kalau ada penduduk yang perlu dimukimkan kembali di lokasi tertentu. Karena dampak sosial akibat pengadaan tanah ini seringkali terjadi sangat sensitif, penanganan dampaknya memerlukan berbagai pertimbangan yang arif serta pendekatan sosial yang persuasif, serta koordinasi yang harmonis dengan berbagai instansi terkait. Kegagalan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi akan menghambat kelancaran pekerjaan konstruksi selanjutnya. Hal ini banyak dialami oleh beberapa proyek pembangunan jalan. 5.3.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi Idealnya, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan pada tahap konstruksi telah dijabarkan pada desain dan spesifikasi pekerjaan konstruksi, dan ketentuan tersebut juga tercantum dalam dokumen kontak, sesuai dengan arahan tercantum dalam dokumen RKL atau UKL. Sehubungaan dengan hal itu, penanggungjawab pekerjaan konstruksi harus mencek apakah proyek jalan yang dilaksanakannya termasuk kategori wajib AMDAL, wajib UKL dan UPL, atau bebas AMDAL maupun UKL dan UPL. Apabila proyek tersebut termasuk kategori wajib AMDAL atau UKL dan UPL, Pemimpin proyek pekerjaan konstruksi memperoleh dokumen AMDAL atau UKL dan UPL dari Unit Pelaksana Perencaan Teknis, untuk digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Walaupun jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi telah dirumuskan dalam dokumen RKL atau UKL dan UPL, dan telah dijabarkan dalam bentuk desain dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi, namun mungkin saja pada saat implementasinya diperlukan modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan setempat. Dalam hal ini, peran kontraktor dan konsultan supervisi sangat diperlukan. 41 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.3.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi Seperti telah diuraikan pada Sub-bab 4.2, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi dimaksudkan untuk penanganan dampak akibat kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Dampak kegiatan pengoperasian / pemanfaatan jalan terutma ditimbulkan akibat penggunaan jalan oleh masyarakat khususnya pengguna kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor serta para pejalan kaki. Kegiatan pengelolaan lingkungan yang diperlukan sehubungan dengan hal itu meliputi pencegahan / penanggulangan pencemaran udara, kebisingan, kemacetan lalu lintas, dan kecelakaan lalu lintas. Di samping itu, dampak lingkungan yang perlu ditangani berkaitan dengan kegiatan masyarakat berupa penggunaan lahan yang tidak terkendali di kiri dan kanan jalur jalan, termasuk pedagang kaki lima yang mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran lalu linstas. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sehubungan dengan masalah ini, sangat memerlukan koodinasi dengan berbagai instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun darearah. 5.4 Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup 5.4.1 Tujuan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk: a) Mencek apakah rencana kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum dalam dokumen RKL atau UKL telah dilaksanakan atau belum, oleh pemrakarsa kegiatan proyek atau instansi terkait; b) Menilai tingkat efektifitas hasil pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan oleh pemrakarsa kegiatan proyek atau instansi terkait. 42 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.4.2 Lingkup Kegiatan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada tahap perencanaan, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk mencek apakah proses perencanaan telah menerapkan pertimbangan lingkungan atau belum. Pada tahap pra-konstruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk mencek kinerja penanganan dampak akibat kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk. Pemantauan pengelolaan lingungan hidup pada tahap konstruksi dimaksudkan untuk mencek kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan, akibat kegiatan konstruksi, terutama akibat penggunaan alat-alat berat. Secara garis besar, kegiatan pemantauan ini perlu dilakukan di: Lokasi basecamp; Lokasi tapak kegiatan pembangunan jalan dan jembatan; Lokasi quarry; dan Jalur transportasi bahan bangunan, khususnya dari lokasi quarry dan borrow area ke lokasi proyek. Pada tahap pasca konsruksi, pemantauan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan untuk mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkngan hidup akibat kegiatan pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai dibangun / ditingkatkan. Pada Tabel 5.3 disajikan arahan untuk pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dlakukan, mulai dari tahap perencanaan sampai ke tahap pasca konstruksi. Pada tabel tersebut tercantum jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak, dampak yang mungkin terjadi, alternatif pengelolaan lingkungan, dan komponen (parameter / indikator) lingkungan yang perlu dipantau. 5.4.3 Evaluasi Kualitas Lingkungan pada Tahap Pasca Proyek Evaluasi kualitas lingkungan diperlukan untuk menilai kualitas lingkungan sepanjang koridor jalan, dan kinerja jalan yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui. Evaluasi mencakup: 43 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dampak pengoperasian jalan; Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) yang terangsang oleh adanya jalan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kinerja jalan; dan Dampak lingkungan alam terhadap kondisi / kinerja jalan. Penilaian kualitas lingkungan dilakukan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hasil evaluasi kualitas lingkungan merupakan landasan untuk perumusan rencana kegiatan proyek baru baik berupa peningkatan jalan yang bersangkutan maupun pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan lingkungan sektor lainnya. Tabel 5.3 Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kegiatan yang menimbulkan dampak A. Tahap Perencanaan 1. Survey / pengukuran 2. Penetapan rute jalan B. Tahap Pra-konstruksi 1. Pengadaan Tanah Prakiraan dampak yang timbul Alternatif pengelolaan lingkungan Komponen (parameter/indikator) lingkungan yang perlu dipantau 1. Keresahan masyarakat 1. Konsultasi masyarakat 1. Persepsi masyarakat 2. Potensi dampak pada aspek-aspek biogeofisik dan sosial 2. Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan 2. Kelayakan lingkungan rencana kegiatan proyek a. Keresahan masyarakat b. Ketidakpuasan atas nilai kompensasi c. Gangguan terhadap pendapatan a. Sosialisasi a. a.1 Tenaga kerja lokal diprioritaskan b. Penetapan harga berdasarkan hasil musyawarah c. Pembinaan sosialekonomi penduduk yang terkena proyek a. Persepsi masyarakat b. Keluhan masyarakat c. Kondisi sosialekonomi penduduk terkena proyek C. Tahap Konstruksi Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi tenaga kerja Kecemburuan sosial a. Tenaga kerja lokal terserap a.2 Sosialisasi pada penduduk lokal 44 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b. Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif) b.1 Pemberian informasi ttg tenaga kerja yang diperlukan b.2 Pelatihan tenaga kerja lokal b. Jumlah seluruh tenaga kerja terserap. 2. Mobilisasi peralatan berat a. Kerusakan prasarana jalan a.1 Perbaikan jalan yang rusak a.2 Membatasi tonase peralatan atau membatasi tekanan gandar a. Kondisi jalan 3. Pembuatan jalan masuk a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan secara berkala a. Kualitas udara a. Gangguan pd flora dan fauna; Pencemaran udara a. Penghijauan a. Liputan vegetasi b. Penyiraman secara berkala c. Pencemaran air permukaan. c. b. Kualitas udara (kandungan debu) c. Kualitas air d. Gangguan pada utilitas umum a. Pencemaran udara (debu); a. Penyiraman secara berkala a. Kualitas udara b. Pencemaran air b. Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian b. Kualitas air c. Gangguan pd aliran air tanah dan air permukaan Gangguan stabilitas lereng c. Pembuatan sistem drainase c. d.1 Perkuatan tebing d.2 Pengendalian aliran air tanah d. Erosi / longsor Perubahan bentang alam /lansekap; e. Penataan lansekap e. Kondisi lansekap Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi a. Di lokasi proyek 1. 2. Pembersihan dan penyiapan lahan Pekerjaan tanah (galian / timbunan) b. d. e. Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian d. Pemindahan atau perbaikan utilitas d. Kondisi utilitas Kondisi aliran air permukaan dan air tanah 45 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3. Pekerjaan badan jalan / lapis perkerasan a. Pencemaran udara (debu) a. Penyiraman secara berkala b. Gangguan lalu lintas b.1 Pengaturan lalu lintas b.2 Pemasangan rambu lalu lintas b. Kondisi lalu lintas 4. Pembuatan sistem drainase a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 5. Pemancangan tiang pancang a. Kebisingan a. a. Kebisingan Pemberitahuan kpd masyarakat sekitar; dan pengaturan jadwal kerja Penggunaan bor a. Kualitas udara b. Getaran/kerusakan bangunan sekitar b. 6. Pekerjaan bangunan bawah dan atas jembatan atau jalan layang a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 7. Pembangunan bangunan pelengkap jalan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 8. Penghijauan dan pertamanan a. Peningkatan estetika lingkungan (dampak positif) b. Di lokasi Quarry dan jalur transportasi material 9. Pengambilan tanah dan material bangunan di quarry dan borrow area di darat a. Pencemaran udara b. Gangguan pd aliran air permukaan c. Gangguan stabilitas lereng (erosi / longsor); d. Perubahan fungsi lahan b. Getaran a. Penanaman tanaman pelindung dan tanaman hias a. Liputan vegetasi a. Penyiraman secara berkala b. Pembuatan sistem drainase a. Kualitas udara c.1 Pengaturan kemiringan lereng sesuai dengan kondisi tanah c.2 Pengendalian air larian c.3 Tebing dibuat berteras d. Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan c. b. Aliran air permukaan Erosi / longsor d. Penggunaan lahan 46 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN e. Gangguan pada flora 10. Pengambilan material di quarry sungai 11. Pengangkutan tanah dan bahan bangunan a. Degradasi dasar sungai sehingga mengganggu stabilitas bangunan sungai b. Pencemaran air sungai; a. c. Gangguan terhadap biota air; c. d. Longsor tebing sungai d.1 Perkuatan tebing a. Pencemaran udara (debu); a. b. e. Liputan vegetasi Pemilihan lokasi a. Stabilitas bangunan sungai Pengendalian bahan buangan b. Kualitas air quarry yang tepat Sda d.2 Penggalian secara bertahap Penyiraman berkala; Bak truk ditutup terpal c. Sda d. Stabilitas tebing sungai a. Kualitas udara (sebaran debu) b. Kebisingan; b. Perawatan kendaraan b. Tingkat kebisingan c) Kerusakan badan jalan; c. c. d) Gangguan lalu lintas. Di lokasi Base camp dan AMP 1. Pengoperasian base camp (barak e. Penghijauan Pemeliharaan /Perbaikan jalan d. Pengaturan lalu lintas; Pemasangan rambu lalu lintas Kondisi jalan d. Kondisi lalu lintas c. pekerja, kantor, stone crusher dan AMP) D. Tahap Pasca Konstruksi 1. Pengoperasian jalan a. Kecemburuan sosial Pencemaran udara; Kebisingan; a. d. Pencemaran air permukaan. d. Pengendalian limbah cair e. Kecelakaan lalu lintas e. Pengaturan lalu lintas b. c. a. Pencemaran udara (debu, gas polutan) b. Kebisingan b. c. Penyuluhan masyarakat Perawatan peralatan Sda a. Penghijauan di median dan pinggir jalan b. Sda; pembuatan noise barrier a. Keluhan masyarakat b. Kualitas udara c. Tingkat kebisingan d. Kualitas air e. Kondisi lalu lintas a. Kualitas udara b. Tingkat kebisingan 47 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2. Pemeliharaan jalan c. Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas c.1 Pengaturan lalu lintas; c.2 pemasangan rambu lalu lintas c.3 Penertiban pedagang kaki lima c.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan c.5 Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol c. d. Gangguan mobilitas masyarakat setempat e. Gangguan terhadap satwa dilindungi d. Pembuatan jembatan penyeberangan d. Keluhan masyarakat e. Pembuatan under pass untuk jalan satwa dilindungi e. Lintasan satwa dilindungi a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas sementara a. Kondisi lalu lintas b. Pencemaran udara (debu, gas polutan) b. Penghijauan di median dan pinggir jalan b. Kualitas udara c. Kebisingan c. Sda; pembuatan c. Tingkat kebisingan d. Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas d.1 Pengaturan lalu lintas; d.2 pemasangan rambu lalu lintas d.3 Penertiban pedagang kaki lima d.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan d.5 Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol d. Kondisi lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas e. Gangguan mobilitas masyarakat setempat Gangguan terhadap satwa dilindungi e. Pembuatan jembatan penyeberangan e. Keluhan masyarakat f. f. noise barrier Pembuatan under pass untuk jalan satwa dilindungi Kondisi lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas f. Lintasan satwa dilindungi 48 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.4.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk: Membuka keterisolasian wilayah; Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah; Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain; Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk. Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk masyarakat miskin, antara lain: a) peningkatan mobilitas penduduk; b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang; c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang lebih besar atau kota; d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian yang ada di kota bagi penduduk pedesaan; e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier); f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan; g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada umumnya belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P) bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosialekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program). 49 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji (mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai. Pedoman pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik. 6. Instansi Pelaksana Bidang Jalan Pengelolaan Lingkungan Hidup 6.1 Pemrakarsa Kegiatan Proyek Jalan Proyek pembangunan jalan pada umumnya diselenggarakan oleh berbagai instansi atau unit kerja pemerintah, baik di tingkat pusat maupun propinsi dan kabupaten / kota, yang bertindak selaku pemrakarsa atau pengelola kegiatan proyek Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup proyek pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemrakarsa kegiatan proyek tersebut. Sesuai dengan sistem pembagian tugas yang telah baku dalam penyelenggaraan proyek pembangunan jalan, pemrakarsa kegiatan proyek pembangunan jalan ini dapat berupa: a) Pemimpin Proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan; b) Pemimpin Project Management Unit (PMU); c) Pemimpin Project Implementation Unit (PIU); d) Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah; e) Pemimpin Proyek Pembangunan Jalan; f) Pemimpin Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan. Tanggung jawab pemrakarsa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: penyusunan rencana pengelolaan lingkungan, melalui proses kajian lingkungan, studi AMDAL atau UKL dan UPL, serta LARAP (khusus untuk proyek yang dibiayai bantuan luar negeri); 50 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN konsultasi, penyuluhan serta musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena dampak, mengenai rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan dilaksanakan; melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk pencegahan atau penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut di atas. 6.2 Instansi Terkait Beberapa instansi terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup proyek pembangunan jalan, adalah sebagai berikut. 6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bappeda baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota mempunyai tugas pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan jalan, yang meliputi: Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor; Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi dam kabupaten / kota; Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi dan kabupaten / kota; Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam peraturan perundangan daerah; Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah; Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM tersebut di atas; Melakukan evaluasi terhadap kinerja NSPM yang dihasilkan. 6.2.2 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Bapedalda berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Selain itu, Bapedalda mempunyai peran penting dalam Komisi Penilai AMDAL Daerah, dan menjadi sekretariat komisi tersebut. 51 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi antara lain: Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta referensi yang diperlukan; Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang dilaksanakan oleh pemrakarsa; 6.2.3 Instansi Terkait Lainnya Instansi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat maupun daerah, yang kadang-kadang terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, seperti: Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas / Kantor Pertanahan Propinsi atau Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah; Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Propinsi atau Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan; Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Dinas Perhubungan Propinsi atau Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan antara jalan dengan jalur kereta api; Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan pariwisata Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati lokasi cagar budaya; Dinas Sosial Propinsi dan Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat adat, serta dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk. 7. Pembiayaan 7.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Perencanaan a. Tahap Perencanaan Umum Anggaran biaya kajian awal lingkungan seharusnya termasuk dalam biaya perencanaan umum. Biaya kajian lingkungan ini mencakup biaya personil tenaga ahli lingkungan, dan biaya perjalanan ke lapangan, sebagai anggota tim studi perenanaan umum. 52 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b. Tahap Pra Studi Kelayakan Pada tahap pra studi kelayakan diperlukan biaya untuk penyaringan lingkungan sebagai bagian dari biaya pra studi kelayakan atau studi kelayakan. Komponen biaya penyaringan lingkungan mencakup biaya personil dan survey lapangan tenaga Ahli Lingkungan, sebagai anggota Tim Studi pra studi atau studi kelayakan. c. Tahap Studi Kelayakan Pada tahap ini diperlukan biaya untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, bila proyek yang bersangkutan termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL. Jika studi AMDAL atau UKL dan UPL ini dilaksanakan sekaligus dengan Studi kelayakan (oleh konsultan yang sama), anggaran biayanya tentu merupakan bagian dari studi kelayakan. Namum, sering kali studi AMDAL atau UKL dan UPL dilaksanakan tersendiri oleh konsultan bidang lingkungan hidup, sehingga anggaran biayanya dialokasikan tersendiri. Anggaran biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL secara garis besar mencakup komponenkomponen biaya personil, peralatan dan material, survey lapangan, analisa laboratorium, serta penyusunan lapoan termasuk presentasi dan pembahasan oleh Komisi Penilai AMDAL. 7.2 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pra Konstruksi Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi seharusnya termasuk dalam biaya pekerjaan pengadaan tanah. Biaya pengadaan tanah untuk proyek jalan biasanya ditanggung oleh pemerintah daerah (APBD). 7.3 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Konstruksi Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya termasuk dalam biaya pekerjaan konstruksi. Hal ini harus ditegaskan baik dalam dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. 53 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 7.4 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Tahap Pasca Konstruksi Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi seharusnya termasuk dalam biaya pekerjaan pemeliharaan jalan dan manajemen lalu lintas. 7.5 Biaya Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Biaya pemantauan pada tahap perencanaan Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan. b. Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah. c. Biaya pemantauan pada tahap konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan konsultan supervisi pekerjaan konstruksi. d. Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan rehabilitasi jalan. e. Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan. 54 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN f. Prioritas Pengelolaan Lingkungan Hidup Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu dengan dasar pertimbangan: 1) Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting; 2) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya melintasi atau berbatasan langsung atau berdekatan dengan kawasan lindung; 3) Berpotensi menjadi sumber isu sosial atau kasus lingkungan yang sensitif; 4) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau Lembaga Swadaya Masyarakat. 8. Penutup Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk keperluan itu, koordinasi dan konsultasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan sehari-hari sangat penting. Yang dimaksud dengan pemimpin proyek / bagian proyek di sini adalah semua pemimpin proyek / bagian proyek bidang-bidang perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan, selaku pemrakarsa kegiatan, seperti telah diuraikan pada Butir 5.1, yang masing-masing secara berkesinambungan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan, semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya, sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 7.1). Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah (Lihat Lampiran 2). 55 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup juga tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat berperan. 56 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 7.1 Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan Pemimpin Proyek Perencanaan Penyusunan dokumen AMDAL, UKL dan UPL, Desain, Spesifikasi Teknis, LARAP Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah Pemimpin Proyek Konstruksi Pengadaan Tanah termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pengadaan Tanah, termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Pasca Proyek Pemimpin Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi Pemanfaatan, Pemeliharaan, Rehabilitasi termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pemeliharaan dan Rehabilitasi termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup 57 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 58 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Bagan Koordinasi/Konsultasi Antar Stakeholder di Daerah Dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Daftar Peraturan Perundang-Undangan Bidang Lingkungan Hidup yang Terkait Bidang Jalan 1. Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup a. b. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang – Undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. c. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. d. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL. e. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. f. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. g. Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat- Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. i. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. j. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran. k. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. l. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Getaran. m. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. n. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. o. Keputusan Kepala Bapedal No. 056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting. p. Keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL. Halaman 1 - 1 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN q. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). r. Keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. s. Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. t. Keputuan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasaana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL. 2. Kebijakan Sektor yang Terkait 2.1 Kehutanan a. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. b. Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS-11/1994 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No.164/KPTS-11/1994 tentang Pedoman Tukar Menukar Kawasan Hutan. 2.2 Kebudayaan a. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. b. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 2.3 Pertanahan a. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. b. Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. c. Keputrusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993. 2.4 Perhubungan a. Undang-Undang RI No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. b. Undang-Undang RI No.13 tahun1992 tentang Perkeretaapian. Halaman 1 - 2 PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. 2.5 Sosial a. Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. 3. Kebijakan Pembangunan Jalan a. Undang-Undang RI No. 13 tahun 1980 tentang Jalan. b. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang Jalan. Halaman 1 - 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 1. PENJELASAN UMUM Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu: a). Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing b). Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing c). Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing d). Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing e). Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing f). Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing g). Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut ini: a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan Hidup di Kabupaten maupun kota. c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda Kabupaten dan Bapeda Kota. d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan lain sebagainya. Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal. Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku pembangunan tersebut. 2. PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan. Catatan-1: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal perencanaan umum system jaringan jalan. Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1) 1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana peruntukannya dimasa datang. 2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.. 3. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa. 4. MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan tanah. 5. DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi masyarakat terasing termasuk populasinya. 6. PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA. 3. KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. . Catatan-2: Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk dikembangkan. Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-2) 1. PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali masukan tambahan dari para stakeholdernya. 3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang dilindungi.. 4. BAPPEDA, memberi masyarakat terasing. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang direncanakan. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing. 7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk pertimbangan penyusunan KA-ANDAL. 8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih 4. IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT TERASING masukan tentang koordinasi penanganan IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek jalan. Catatan-3: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan pedoman survey yang ada. 3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional. 4. BAPPEDA, memberi masyarakat terasing. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya masyarakat terasing. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang mobilitas masyarakat terasing. 7. PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat terasing di rute yang akan dipilih. 8. PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih. 5. PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING masukan tentang koordinasi penanganan PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii) terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA).. Catatan-4: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut. Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-4) 1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran dilaksanakan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat melalui pola wawancara. 3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan pelaksana. 4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan instansi lain selain instansi social. 5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem nilai dan hak adat masyarakat terasing.. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang pola penanganan masyarakat terasing.. 7. PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi penanganan masyarakat terasing. 8. BAPPEDA, memberikan persiapan pelaksanaan 9. MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan 10. STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu persiapan pelaksanaan. 11. PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan. 6. kesepakatan dan rencana tindakan melakukan koordinasi PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan dengan sistem sosial budaya. Sasarannya adalah terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan dari masyarakat terasing. Catatan-5: Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA ADA). Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5) 1. PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat terasing yang telah disepakati. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 2. Selanjutnya, pemrakarsa masyarakat terasing. melaksanakan program penanganan 3. BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal. 4. BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal 5. MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam pelaksanaan program.. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL, membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama. 7. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi terkait. 7. PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING dilapangan, KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang. Catatan-6: Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi. Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6) 1. PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek. 2. Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip. 3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip. 4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya. 5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada pasca penanganan masyarakat terasing. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang h a l h a l “T A B U ” d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g . 7. PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 8. BAPEDALDA, melakukan monitoring konservasi budaya masyarakat terasing dan evaluasi pelaksanaan 9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. 10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi budaya masyarakat terasing. 11. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek. 8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek. Catatan-7: Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan LARAP. Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7) 1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya. 3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang pola evaluasi yang paling sesuai. 4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing. 5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya. 6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan sesudah proyek. 7. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek kelestarian budaya masyarakat terasing. 8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat terasing. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 9. EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing& konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing b. Melaksanakan disesuaikan 9. Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. idetifikasi kriteria-kriteria perencanaan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah yang perlu 8 Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Peta Tata Guna Lahan termasuk peta keberadaan masyarakat terasing disekitar Jaringan Jalan tersebut … ..… .(1) Membuat Konsep dan Sosialisasi Jaringan Jalan beserta koridornya serta lokasi m asy. terasing… ..(2) Menetapkan Rencana Jaringan Jalan .. ... (6) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (3) Memberi masukan tentang kehidupan sosial budaya masyarakat setempat .… … .. (4) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Pendidikan & Kebudayaan memberi masukan tentang kondisi sosial ekonomi serta peraturan perundangan masy terasing… .. (5) KETERANGAN 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll, serta kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung 2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 3). Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 4). Termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan tanah 5). Termasuk populasi dan adat istiadatnya serta program yang telah dan sedang dijalankan 6) Disebarluaskan kepada instansi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Mempelajari penyebaran permukiman masy. terasing pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan konsultasi pemilihan alternatip koridor jalan … … ..(2) Memberi masukan tentang perkiraan dampak sosial terhadap m asy terasing. … … . (3) Merangkum data dan informasi penyebaran masy terasing untuk acuan penetapan koridor .....................(7) Menetapkan Koridor Jalan Terpilih ....... (8) KETERANGAN Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing........ .. (4) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan tanah Masyarakat Terasing .. (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik Bud memberi masukan tentang pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya ..... (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) diplot pada peta Padu Serasi beserta keterangan spesifik yang harus diperhatikan 7), Masukan untuk pemilihan alternatip koridor rute jalan dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan pelaksanaan konsultasi masyarakat dan penyusunan KA-ANDAL) 8) Telah mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari pola penyebaran dan kehidupan sosial budaya masy terasing pada setiap alternatip rute Jalan … … … (1) Melakukan survey dasar sosial dan konsultasi … … (2) Memberi masukan tentang penanganan dampak sosial masy. terasing..… (3) Membuat prakiraan dampak sosial budaya dan rencana kasar penanganan masy terasing untuk alternatif rute...... (7) MENETAPKAN RUTE TERPILIH (8) Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing.................(4) Memberi masukan tentang sistem nilai budaya dan pendekatan penanganan m asy. terasing … .(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud memberi masukan tentang mobilitas masy terasing dan situs dan benda cagar budaya yang harus dilindungi. ..(6) KETERANGAN 1). Pada koridor hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5) 6) Konsultasi dapat dilakukan melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama-sama aspek teknis, ekonomik dan lingkungan 8) Outputnya adalah Rute terpilih setelah dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail Rute Jalan & rencana kasar penanganan m asy. terasing… (1) Melakukan survey sosial ekonomi dan konsultasi masyarakat … … (2) Membuat konsep dan sosialisasi rencana tindak penanganan masyarakat terasing … ..(7) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaks. Renc. T indak … . (11) KETERANGAN 1). Termasuk data permukiman yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas. Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang sistem kekerabatan, kepemimpinan, sistem dan nilai hak adat ............ (5) Memberi masukan serta membantu survai sesuai keterkaitannya antara lain tentang pola penanganan masy. terasing misal : DikBud memberi masukan tentang pola penanganan masyarakat terasing .. (6) 3). Sesuai tupoksi institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk jenis upacara adat yang masih dilakukan 6). Termasuk program yang telah dan akan dijalankan untuk masy.terasing tsb. 7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan melalui media rapat Memberikan kesepakat an dan melakukan koordinasi persiapan pelaksanaan … … (8) Memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan … … … (9) Memberikan kesepakatan dan membantu persiapan pelaksanaan … … (10) 11) Desain jalan telah mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosialekonomi-budaya Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Membuat Jadwal Detail Rencana Tindak penanganan masy terasing.....… ..(1) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing ................................(2) Membuat Laporan Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing ..........(7) Melakukan monitoring … … (3) Melakukan monitoring dan koordinasi … … (4) Berpartisipasi dalam pelaksanaan program … … .(5) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud dan Dinas Sosial membantu dalam pelaksanaannya dilapangan ..... (6) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen yang telah disetujui 2). Mencakup kompensasi lahan dan bangunan, perbaikan permukiman tradisional, rehabilitasi konservasi situs dll. 3), 4), Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 5). Termasuk LSM, lembaga adat , dll. 6) Termasuk kegiatan pendampingan dalam aspek sosial – ekonomi 7) Untuk digunakan sebagai acuan monotoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonomi bagi m asy. terasing … … .. (1) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi masyarakat terasing … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca penanganan masyarakat terasing … … (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … .. (6) 1) Diambil dari laporan LARAP untuk masyarakat terasing. 2) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultasi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Melakukan monitoring … … … .(8) MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi M asyarakat … … ..(12) KETERANGAN Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari catatan pelaksanaan penanganan masy terasing .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses penanganan masyarakat terasing dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan analisa kesesuaian rencana penanganan masy. terasing (2) Konsultasi hasil sementara terhadap monitoring penanganan masy. terasing termasuk rehabilitasi … … .(3) Menyusun laporan monitoring pasca penanganan masy terasing .............(8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan kelembagaan. Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud masyarakat terasing … … … ..(4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor. (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan budaya masy. terasing … … … … ( 6) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek sektor terkait … … … … ( 7) 3), 4), 5), 6), 7) Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan evaluasi manfaat proyek (Project Benefit Monitoring and Evaluatian – PBME). Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. penanganan masy. terasing … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria penanganan masy. terasing yang lebih baik ..… . (3) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya 9) Konsultasi konsep perencanaan penanganan masy. terasing … . (4) Menetapkan kriteriakriteria penanganan masy. terasing yang akan digunakan dalam perencanaan dimasa datang … (9) Memberi masukan tentang sosekbud dan masalah lingkungan … … .. (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelem bagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang nilai kearifan lokal, adat istiadat pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkan kepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 1. PENJELASAN UMUM Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu: a). Pertimbangan Pengadaan Tanah b). Kegiatan Awal Pengadaan Tanah c). Indentifikasi Kebutuhan Lahan d). Perencanaan Pengadaan Tanah e). Pelaksanaan Pengadaan Tanah f). Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek g). Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku utama berikut ini: a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan Hidup di Kabupaten maupun kota. c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda Kabupaten dan Bapeda Kota. d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan lain sebagainya. Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal. Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku pembangunan tersebut. 2. PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Catatan-1: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal perencanaan umum system jaringan jalan. Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1) 1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridorkoridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana peruntukannya dimasa dating. 2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.. 3. Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan. 4. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa. 5. STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya. 6. PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA. 3. KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan terkena proyek jalan. . Catatan-2: Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk dikembangkan. Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-2) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll.. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali masukan tambahan dari para stakeholdernya. 3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang dilindungi.. 4. BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang direncanakan. 6. STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan. 7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk pertimbangan penyusunan KA-ANDAL. 8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih 4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA) dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi kharakteristiknya dilapangan. Catatan-3: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL. Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social berdasarkan pedoman survey yang ada. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional. 4. BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap program program tersebut. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan termasuk lama waktu tinggal dll. 6. BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi masukan tentang fungsi hutan 7. PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa kelayakan proyek. 8. PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih. 9. BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan dengan instansi terkait. 10. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur atau Bupati atau walikota. 11. Gubernur/Bupati/Walikota permohonan lahan 5. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH menyetujui permohonan proyek tentang PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA).. Catatan-4: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut. Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-4) 1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran dilaksanakan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat melalui pola wawancara. 3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan pelaksana. 4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan instansi lain selain instansi social. 5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah. 6. Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang berlaku. 7. PEMRAKARSA membuat LA 8. RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis. 9. PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota. 10. BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP. 11. MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP 12. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP. 13. PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan 6. PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing.. Catatan-5: Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA ADA). Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5) 1. PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta pendanaannya. 2. BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat 3. MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati dalam mufakat khususnya PTP. 4. STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat khususnya panitia pengadaan tanah. 5. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang disepakati. 6. BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal. 7. BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi 8. MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah. 9. Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses administrasi 10. APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. 11. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut. 12. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. 13. MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat kepemilikan kapling, kartu penduduk dll. 14. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi terkait. 7. REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena proyek. Catatan-6: Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi. Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6) 1. PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip. 3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi lapangan. 4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi lainnya . 5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru dsb. 6. DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi. 7. PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah disepakati. 8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut.. 9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. 10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi sesuaii kesepakatan. 11. DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi. 12. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek. 8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH evaluasi pelaksanaan EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja proyek jalan dapat tersusun. Catatan-7: Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan LARAP. Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masingmasing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7) 1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh selama pelaksanaan pengadaan tanah.. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya. 3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang pola evaluasi yang paling sesuai. 4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak. 5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya. 6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social ekonomi sebelum dan sesudah proyek. 7. BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang. 8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah. 9. EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8 Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH (Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll. Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan, Peta Tata Guna Lahan Disekitar Rencana Jaringan Jalan … ..… .(1) 2) Mencakup kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung Membuat Konsep Awal Kebutuhan lahan untuk Rencana Jaringan Jalan (termasuk perkiraan kasar luas, jenis penggunaan dan kepemilikan). (2) Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan (3) KETERANGAN 3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 4). Dapat dituangkan dalam peta Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan termasuk sosial (4) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (5) Memberi masukan tentang lokasi lokasi hak adat / ulayat , dll ( 6 ) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, mis.: tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya (7) 5) Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 6) 7) Termasuk cara-cara pelepasannya Menetapkan Rencana Jaringan Jalan beserta perkiraan kasar kebutuhan lahan … (8) 8) Rencana ini disebarluaskan kepada institusi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pra Kelayakan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan Mempelajari Kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif koridor Jalan berdasarkan kebutuhan lahan … (2) Merangkum data dan informasi untuk acuan peenetapankoridor penetapan koridorjalan jalan .....................(6) ..........(7) Menetapkan koridor jalan terpilih............(8) KETERANGAN 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan… … .. (3) Memberi masukan tentang lokasi Prasarana & Sarana dan untuk pemukiman kembali penduduk serta ketersediaan dan keterpaduan pengadaan lahan .. (4) Memberi masukan Lokasi Masyarakat Terasing, status kepemilikan dan kesediaan melepas. (5) Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan … … (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) Diplot pada peta Padu Serasi 7), Masukan untuk pemilihan alternatip rute jalan dan penyusunan KA-ANDAL (Lihat bagan Pelaksanaan konsultasi masyarakat dan Penyusunan KAANDAL) 8) Mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada setiap alternatif R ute Jalan … … … (1) Melakukan Konsultasi dan Survey Dasar sosial … … (2) Membuat Prakiraan Kebutuhan Lahan untuk Alt.Rute.. (7) Menetapkan Rute Terpilih ..... (12) Memberi masukan tentang daya dukung sosial ..… (3) Memperkirakan dampak sosial … .(8) Memberi masukan tentang pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi, kabupaten/kota dan koordinasi rencana pengadaan lahan .. (4) Koordinasi Rencana Awal P engadaan T anah … (9) Memberi masukan tentang Status Kepemilikan lahan termasuk asset lainnya serta taksiran harga .(5) Memberi masukan kesediaan dan keberatan masy. Terhadap pengadaan tanah … ..(10) Memberi masukan sesuai keterkatiannya antara lain tentang hal-hal berkaitan dengan pelepasan hak. (6) Menyetujui permohonan proyek tentang kebutuhan lahan … .(11) KETERANGAN 1). Hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk 8) Dalam forum penilaian apabila dokumen AMDAL 9) Koordinasi rencana awal pelaksanaan di lapangan dengan instansi lain 10) 11) Dapat dilakukan dalam forum rapat, dll. 12) Setelah dokumen AMDAL (bila ada) ditetapkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail R ute Jalan … … … … (1) Melakukan Survey Sosial Ekonomi dan konsultasi Masyarakat … … (2) Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang hal kepemilikan lahan, pelepasan hak, rehabilitasi pem uk.kem bali, dll. … . (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya antara lain proses & ketentuan pelepasan hak, tatacara & criteria kompensasi serta tata cara pem uk.kem bali … … .. (6 ) Membuat Konsep LA R A P … ..(7) Sosialisasi Konsep LARAP dan mengajukan kepada Gub/Bupati/Walikota (8) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaksanaan LA R A P … … (12) Memberikan kesepakatan thd konsep tersebut … .. (9) Memberikan kesepakatan thd konsep … … . (10) Gubernur / Bupati/Wali kota menyetujui konsep LARAP-nya. … .. (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data Jenis Peruntukan Lahan yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas antara tim lapangan dengan panitia pengadaan tanah.. 3). Sesuai Tupoksi Institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk status sertifikat, luasan, Lokasi di Peta, prakiraan nilai kekayaan, masa tinggal dll. 6). Sesuai peraturan per UU-an yang berlaku 7) Sesuai petunjuk yang dikeluarkan 8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan dalam forum rapat 12) Setelah disahkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA Membuat Jadwal Detail & konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1) Melaksanakan Pembayaran Kompensasi untuk tanah dan asset diatasnya … … ..(5) Melaksanakan Kegiatan Pemukiman Kembali Penduduk (BILA ADA) ....... ( 10) Membuat Laporan Pelaksanaan LARAP … … (15) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat … … … . (2) Berpartisipasi dalam musy. & menyepakati dlm mufakat khususnya P .T .P … … . (3) Melaksanakan musyawarah dan mufakat, khususnya panitia pengadaan tanah … … .. (4) Menyerahkan Surat-surat kepemilikan lahan kepada pem rakarsa … … .(8) Panitia Pengadaan Tanah membantu dalam penyelesaian proses adm inistrasi … … .(9) Menerima Sertifikat Kepemilikan Kapling dan K artu P enduduk … ..(13 ) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: transmigrasi, perumahan dll… (14) Melakukan monitoring … … (6) Melakukan monitoring … .. (7) Melakukan Monitoring Pelaksanaan LARAP .… .. (11) Membantu pelaksanaan Koordinasi dengan instansi terkait … (12) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen LARAP yang telah ditetapkan 2) 3) 4) Dapat dilakukan berkali kali 5). Sesuai dg kesepakatan nilai kompensasi dan daftar penerimanya 6),7) Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 8) 9) Termasuk proses pensertifikatan 10). Sesuai dengan yang tertera pada LARAP 11) Sesuai yang tertera pada dokumen LARAP dan daftar yang akan dimukimkan kembali 12) Baik instansi pusat dan daerah termasuk di lokasi pemukiman kembali penduduk. 13). Sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan 14) Dapat dikaitkan dengan program instansi terkait 15) Untuk digunakan sebagai acuan monitoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP. 2) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi Masyarakat Terkena Proyek … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca LA R A P … .. (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … (6) Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultansi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melakukan monitoring … … … .(8) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi m asyarakat … … ..(12) Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Catatan Pelaksanaan LARAP (Pengadaan Tanah dan Rehabilitasi E konom i) … … .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses pengadaan tanah dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan Analisa Kesesuaian Rencana … … … . (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring pelaksanaan LARAP … … .(3) Menyusun Laporan Monitoring Pasca LA R A P … … . (8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosial dan kelembagaan) Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud m asy… .. (4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sekto … ... (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan termasuk dari aspek pelaksanaan … ..( 6) Memberi tanggapan dan masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. Keberhasilan/kegagalan program rehabilitasi, tingkat kesenjangan antar kelom pok m asy. … 7) 3), 4), 5), 6), 7). Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan Akuntabilitas Proyek Jalan. Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. LA R A P … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria perencanaan LARAP yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan LARAP … . (4) Menetapkan kriteriakriteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai kebutuhan perencanaan dimasa datang … (9) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya 9) Memberi masukan tentang sosekbud dan m asalah lingkungan … . (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelem bagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang, nilai kearifan lokal, adat istiadat, pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkan kepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. 5 Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Menyusun konsep rencana sistem jaringan jalan … .(1) Konsultasi konsep rencana sistem jaringan jalan … … … … … (2) Melakukan Pemutakhiran Rencana Sisitem Jaringan Jalan (7) Melakukan Penyaringan Lingkungan.............(8) KETERANGAN 1). Konsep rencana sistem jaringan bersifat lokal dan regional Memberi masukan persyaratan Lingkungan .......................... (3) 2). Melalui pertemuan dan diskusi langsung dengan stakeholder. Memberi masukan tentang koordinasi program program pembangunan daerah dan penataan Ruang sesuai Renstra P em da … … … … .. (4) Memberi masukan tentang area sensitif … … … … … (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dedikbud tentang situs sejarah, tempat keramat. Kehutanan tentang status hutan, areal koservasi Perhub tentang jaringan transportasi (6) 3). Termasuk mekanisme yang sesuai di lokasi rencana system jaringan jalan. 4). Yang dimaksud antara lain adalah program program pengembangan kawasan yang memerlukan peningkatan dan atau pembangunan jalan baru 5). Termasuk mekanisme penanganannya yang spesifik daerah. 6). Termasuk pola pelestarianaya 7). 8) Menggunakan Pedoman Pelaksanaan AMDAL, khusunya penyaringan Lingkungan 6 Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1),2), Pada koridor Jalan yang akan dibangun Mempelajari Rencana Sisten Jaringan Jalan … . (1) Membuat Alternatip koridor jalan … … … … (2) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatip koridor jalan … ....(3) Memberi masukan daerah sensitive dan daya dukung llingkungan … (4) Menetapkan koridor jalan terpilih… … … . (8) Menyusun Konsep KA studi lingkungan misal : KA-ANDAL dan mengajukan ke komisi penilai untuk dinilai … … … .. (9) Memberi masukan antara lain kondisi tingkat pelayanan Prasarana & Sarana berdasarkan kebutuhan Misal : tidak perlu jalan hotmix, tapi cukup macadam ...(5) Memberi masukan antara lain status kepemilikan lahan masyarakat misal : hak ulayat / adat......... (6) Memberi masukan sesuai keterkaitan misal : BPN & Kehutanan memberi masukan status dan fungsi lahan/hutan....... (7) 3),4),5),6), 7) Melalui Rapat Teknis yang diselenggarakan pemrakarsa dengan mengundang instansi/institusi terkait, 8). Yang memenuhi syarat teknis Melaksanakan Penilaian KA-A N D A L … … . (10) 9),10), Mengikuti bagan Pelaksanaan Penyusunan KA-ANDAL 7 Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Hasil Pra Kelayakan Mempelajari Koridor Jalan terpilih … … … (1) Membuat Studi Kelayakan terhadap alternatif rute Jalan (2) 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku Melakukan konsultasi kelayakan terhadap alternatif rute jalan (3) Melakukan studi lingkungan (apabila diperlukan) misal : studi ANDAL dan mengajukan ke komisi penilai untuk dinilai … … … … (7) Menetapkan Rute terpilih .....… … … (12) KETERANGAN Memberikan masukan tentang keserasian program dan kepentingan spesifik daerah … . (4) Memberi masukan tentang areal sensitif, nilai lahan dll. (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : BPN/KEHUTANAN/DLL memeriksa kesesuaian Tata Guna Lahan........ (6) 3),4), 5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa Menilai hasil studi A N D A L, R K L, R P L ..… (8) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … (9) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … ..(10) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … … .(11) 7), 8), 9), 10, 11) Mengikuti Bagan Pelaksanaan Penyusunan ANDAL 8 Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Hasil Studi Kelayakan, dok.lingk. (apabila ada) mis : ANDAL, RKL & RPL dari rute terpilih (1) Melaksanakan penjabaran rekomendasi studi lingk. mis : RKL, RPL dlm Perencanaan Teknis Jalan .… … … .(2) Melakukan konsultasi KOnsep Perencanaan T eknis Jalan … (3) Membuat Konsep LARAP apabila diperlukan. … … .(7) Finalisasi dokumen LARAP proyek Jalan .................(12) Menetapkan Desain Jalan .......... (15) Memberi masukan tentang tata cara dan evaluasi monitoring . (8) Memberikan masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang dll. … … . (4) Memberikan informasi detail tentang area sensitif m isal : m akam dll… .(5) Memberi masukan tentang keterpaduan program implementasi LA R A P … … .. (9) Memberi masukan tentang data asset dan kondisi social ekonomi … … (10) Koordinasi Rencana Pelaksanaaan (13) Memberi masukan sesuai keterkaiannya misal : pengadaan tanah daerah pariw isata… ..(6) Memberi masukan tentang cara pelepasan hak, apabila lahan yg diperlukan milik suatu instansi (11) Bupati/ Walikota mengesahkan Dokumen LARAP (14) KETERANGAN 1). Dokumen yang telah ditetapkan Komisi Penilai 2). Mengacu pada perencanaan jalan yang ramah lingkungan 3),4),5), 6) Melalui forum rapat yang dihadiri para wakil instansi terkait, dan wakil masyarakat terkena dampak 7) Sesuai pedoman penyusunan LARAP 8),9),10), 11) Melalui forum rapat yang dihadiri para wakil instansi terkait, dan wakil masyarakat terkena dampak 12). Disertai konsep SK untuk ditanda tangani oleh Bupati atau walikota 13). Dengan instansi terkait 14). Legalisasi dokumen LARAP 9 Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN (Tahap persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Dokumen LA R A P … … … … … .(1) Melakukan Konsultasi Persiapan Implementasi LARAP dalam forum m usyaw arah… .. (2) Menyepakati jadwal kompensasi dan cara pengosongan lahan serta alih kepemilikan dalam forum m usyaw arah … .(3) Mensepakati jadwal dan rencana cara pelaksana an pengosongan lahan mis : tanah instansi lain, Listrik, PDAM, telpon. (4) Menerima Kompensasi, mengosongkan lahan dan hak/kewajiban lainnya sesuai LARAP … … . (8 ) Panitia pengadaan tanah melakukan proses implementasi … … . (9 ) P elaksanaan L A R A P … … … … … … … … … … .(5) Melakukan Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan LA R A P … … … … … .. (6) Melakukan Evaluasi Pelaksanaan LARAP ............... (10) Melakukan Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan LA R A P … … … … … … (7) KETERANGAN 1). Termasuk Detailed Disain dan Laporan Panitia Pembebasan Tanah 2). Dilakukan forum musyawarah yang dikoordinasikan oleh Panitia Pengadaan Tanah dan dihadiri oleh para wakil instansi terkait, aparat desa atau kelurahan, LSM dan penduduk terkena dampak 3),4) Menyetujui dan mengesahkan rencana implementasi LARAP dll. 5). Pelajari detailnya pada pedoman pelaksanaan LARAP 6),7) Lihat Pedoman Pelaksanaan Monitoring 8) Mencakup kompensasi untuk lahan dan bangunan, bantuan pindahan, bantuan pelestarian rumah rumah tradisional 9) Sesuai ketentuan LARAP 10) Pelajari pedoman Evaluasi Pelaksanaan LARAP (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT 10 Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN Mempelajari Rencana dan jadwal Konstruksi … ......................… ..(1) 1). Termasuk jadwal pengadaan tenaga kerja, peralatan dan bahan bangunan Menyiapkan Rencana Detail Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi .. ... (2) 2). Terutama kegiatan kegiatan yang dapat menggangu kegiatan umum sehingga perlu diumumkan kepada masyarakat luas 3) Konsultasi Rencana Kegiatan konstruksi termasuk pemberitahuan hal-hal tabu dilokasi (3) Melaksanakan Kegiatan Konstruks idan tindakan penanganan dampak … … … ..(6) Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi ..........................(11) Melakukan monitoring … … … … … … … … .(7) Melakukan monitoring … … … … … … … … … .(8) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan termasuk kepada para pekerja / buruh… … (4) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan (5) Memberi masukan apabila ada gangguan … … … … … … … … … (9) Memberi masukan apabila ada penyimpangan dari rencana dan koordinasi pelaksanaan proyek (10) 4) 5) 6). Melaksanakan kegiatan sesuai kesepakatan dengan masy. Termasuk penyuluhan thd pera pekerja 7), 8), 9) Dijabarkan dari dokumen RPL dan LARAP 10) Penyimpangan terhadap hal-hal yang telah disepakati 11). Sesuai dengan pedoman pelaporan konstruksi (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT 11 Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK STAKEHOLDER LAINNYA 1). Termasuk komentar dan masukan dari BAPEDALDA dan BAPEDA yang ditulis dalam laopran pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL Mempelajari segala laporan monitoring … … … ...(1) Melakukan Analisa Manfaat Proyek Jalan .......(2) 2). dan 3) Mencakup lokasi dan lama pemantauan serta pelibatan masyarakat pada proses pemantauan Konsultasi Konsep Analisa Manfaat Proyek Jalan & Jem batan… (3) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek Lingkungan .......… … (4) Menyusun Laporan PBME ............... (8) Masukan untuk perencanaan sistem jaringan jalan … … . (9) KETERANGAN Memberi tanggapan dan masukan dari aspek pembangunan daerah ................................. (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek manfaat proyek bagi m asyarakat … ( 6) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek sektor terkait … ( 7) 4), 5), dan 6) Mencakup lokasi pengambilan data primer melalui wawancara, data sekunder (laporan harian kontraktor), metoda analisa dan evaluasi yang akan dipakai. 8). PBME (Project Benefit Monitoring & Evaluation) 9) Masukan mencakup faktor lingkungan sosial ekonomi budaya dan teknis. PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pasca Konstruksi) BAPPEDA MASYARAKAT 12 Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan … .. (1) Melakukan monitoring terhadap tertib pemanfaatan jalan dan lahan sekitarnya ..(2) Melakukan konsultasi tentang pemanfaatan jalan dan jembatan ..(3) Bekerja sama dengan instansi terkait agar bagian-bagian jalan/jbt dipergunakan sesuai fungsinnya … ...(8) Tertib Pemanfaatan Jalan … (9) Melakukan monitoring lingkungan sesuai R P L/U P L … (4) Melakukan koordinasi antar instansi agar jalan dimanfaatkan sesuai fungsinya, penggunaan lahan sekitar jalan sesuai tata ruang dsb. … ...(5) Berpartisipasi dalam mencegah penyimpangan pemanfaatan jalan..(6) Memberi masukan dan mengupayakan pencegahan penyimpangan sesuai keterkaitannya mis: adanya penyerobotan lahan damija, berkembanya lahan sekitar jalan yang tidak sesuai tata ruang ..(7) KETERANGAN Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan … ..… .(1) Menyusun konsep renc. jaringan jalan yang dilengkapi dengan perkiraan kasar kebutuhan lahan, lokasi areal sensitive… ..(2) Melakukan penyaringan awal lingk. terhadap renc. jaringan … ..(3) Konsultasi konsep renc. jaringan yang telah dilengkapi seperti pada butir (2) serta konsep hasil penyaringan awal lingkungan… ..(4) Menetapkan Rencana Jaringan Jalan yang dilengkapi catatan2 serta hasil penyaringan awal lingkungan .. (9) Memberi masukan ttg. persyaratan lingkungan daya dukung lingk. dan sosial serta tanggapan hasil penyaringan.. (5) Memberi masukan ttg. penerapan tata ruang, koordinasi program pemb. dan kebijakan daerah tentang pengadaan tanah dan penanganan masy. terasing… .. (6) Memberi masukan tentang kawasan lindung dan sensitive, termasuk kondisi sosekbud masy. (termasuk masy.terasing), hak adat/ulayat, kawasan budaya, dll. .. (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : adanya program yang terkait (masy.terasing) beserta peraturannya, fungsi lahan dan peraturannya, program lainnya yang terkait. (8) KETERANGAN 1). Termasuk tata ruang, tata guna lahan, dan areal sensitive lainnya pada jaringan jalan tsb. serta lokasi masy. terasing 2). Areal sensitive mencakup daerah lindung, sesuai Keppres 32/1990, lokasi masy. terasing, dll. 3). Mengacu pada ketentuan2 yang ada a.l.: Kepmen LH 17/2001 dan KepMen Kimpraswil No.17/KPTS/ /M/2003 4). Dapat dilakukan pada forum rapat atau media lainnya 5). Termasuk masukan mekanisme AMDAL 6) Termasuk kesesuaian terhadap Renstra Pemda. 7) Termasuk cara-cara pelepasan hak pada pembebasan lahan 8) Mencakup sektor terkait, mis: sektor2 perhubungan, pertanian, industri, kehutanan, diknas, dll. 9) Catatan2 berupa indikasi masalah yang mungkin dihadapi pada saat pelaks. program mis: kebutuhan lahan, keberadaan masy.terasing, kawasan lindung, situs sejarah, dll. Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Rencana Jaringan Jalan … . (1) Membuat alternatif koridor jalan … . (2) Konsultasi pemilihan alternatif koridor rute jalan … ..(3) Memberi masukan daerah sensitive, daya dukung lingkungan dan sosial pada alternatif koridor … … . (4) Menetapkan koridor rute jalan terpilih … . (8) Menyusun konsep KAStudi Lingk. (ANDAL atau UKL/UPL) dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai (apabila ANDAL)......(9) Memperbaiki dok. KAANDAL sesuai hasil rapat komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai ..... (11) Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … . (10) Menetapkan dokumen KA-ANDAL … . (12) Memberi masukan tentang keterpaduan program, koordinasi awal penanganan masyarakat terasing (bila ada), keterpaduan pengadaan lahan, dll. … ... (5) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan lahan dan kesediaan melepas, serta hal-hal yang dianggap sensitive oleh masyarakat setem pat … . .. (6) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : status lahan, hutan, pola kehidupan sosekbud masyarakat (terasing), dll. ..... (7) KETERANGAN 1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil tahap sebelumnya 2) Yang dilengkapi data awal kebutuhan lahan, lokasi masy.terasing (bila ada), dll. 3) Dapat dilakukan melalui forum rapat atau media lainnya 4) Termasuk kriteria dampak penting 5) Termasuk masukan akan kebutuhan kualitas jalan : hotmix, macadam, jalan tanah 6) Termasuk hal/lokasi yang dianggap keramat/tabu 7) Termasuk program yang sedang dan akan berjalan 8) Setelah mempertimbangkan masukan-masukan yang diperoleh dari seluruh stakeholder 9) Didahului dengan pengumuman rencana kegiatan dan partisipasi masyarakat sesuai KepKa Bapedal No.08/2000 10) Untuk mendapatkan masukan dari stakeholder termasuk masyarakat yang akan terkena dampak (lihat prosedur AMDAL) 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Digunakan untuk acuan oleh konsultan penyusun AMDAL CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL yang diperlukan, penyusunan KA oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12 tidak ada) Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari koridor terpilih dan membuat studi kelayakan thd alternatif rute jalan (1) Melakukan konsultasi kelayakan alternatif rute jalan (setelah didahului dengan survai dasar sosial … … (2) Menyusun konsep dok. AMDAL (bila perlu) dan mengajukan ke Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai...... (7) Memperbaiki konsep dok. AMDAL sesuai hasil rapat komisi dan mengajukan kembali ke Komisi Penilai .. (9) Menetapkan Rute T erpilih … … . (11) Memberi masukan tentang dampak dan daya dukung lingkungan dan sosial ..… (3) Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk memeriksa konsep dok. A M D A L.… (8) Menetapkan dokumen. A M D A L.… (10) Memberi masukan tentang kesesuaian program pemb., kepentingan spesifik daerah serta koordinasi awal rencana pengadaan tanah dan penanganan masy. terasing (bila ada).....(4) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan lahan, taksiran harga, sistem nilai budaya masy. (terasing) dan pendekatan penanganan, kesediaan dan keberatan pengadaan tanah dll. … .. .(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : pengadaan tanah, pelepasan hak, kesesuaian tata guna lahan, mobilitas masy. terasing, situs dan benda cagar budaya yang harus dilindungi, dll. … ..(6) KETERANGAN 1) Mengacu pada hasil prakelayakan 2) Survai dasar sosial unuk mengetahui secara kasar kondisi dan dampak terhadap sosekbud 3) Spesifik pada alternatif rute jalan 4) Kepentingan spesifik daerah perlu dituangkan dalam suatu keputusan atau Perda 5) Dapat dilakukan pada saat survai dasar sosial dan/atau pada forum rapat 6) Termasuk segala peraturan dan pengaturannya 7) Berdasarkan KA-ANDAL yang telah disetujui serta hasil survai dasar sosial 8) Untuk mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder termasuk masy. yang akan terkena dampak (lihat prosedur AMDAL) 9) Dilakukan sampai dokumen disetujui 10) RKL/RPL digunakan sebagai acuan desain teknis 11) Dilengkapai catatan2 cara penanganan masy.terasing (bila ada) pengadaan tanah serta rekomendasi AMDAL CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL yang diperlukan, penyusunan dok. oleh pemrakarsa dan persetujuan oleh KaDinas setelah mendapat masukan dari Bapedalda (langkah 7 s/d 10 tidak ada) Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi kelayakan beserta catatannya, dan membuat konsep desain teknis jalan … (1) Melakukan survey sosial ekonomi dan menyusun konsep LA R A P … … (2) Konsultasi konsep desain teknis dan konsep LA R A P … ..(7) Finalisasi dokumen Desain Teknis dan dokumen LARAP. (11) Menetapkan Desain Teknis Jalan. (14) Memberi masukan tentang indikator sosekbud … (3) Membantu dalam koordinasi pelaksanaan survai dan memberi masukan program daerah tentang pengadaan tanah dan masy. terasing ..(4) Memberi masukan detail ttg kondisi sosekbud, data aset, kepemilikan lahan, rehabilitasi ekonomi, sistem kekerabatan masy. terasing dan cara pelepasan hak, termasuk konpensasi dan pemukiman kembali ...... (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, misal : tentang harga lahan, dan aset lainnya, cara pelepasan hak bila lahan milik instansi, koordinasi dalam rehabilitasi ekonomi masyarakat, koordinasi penanganan masyarakat terasing .. (6) Memberikan masukan halhal yang terkait dengan rekomendasi RKL/UKL pelaksanaan … (8) Memberi masukan tentang kepentingan daerah, mis: lansekap, median, dll. serta keterpaduan program implementasi LARAP, dan pengendalian pemanfaatan ruang … … (9) Memberikan tanggapan terhadap konsep-konsep tersebut dan memberikan kesepakatan … (10) Memberikan tanggapan sesuai keterkaitannya, mis: penanganan utilitas yang terkena pengadaan tanah, penanganan masyarakat terasing, untuk kemudian memberikan kesepakatan (khusus LA R A P ) … .. (11) Instansi terkait (Bupati/ Walikota/Gubernur) menetapkan LARAP ..(13) KETERANGAN 1) Termasuk hasil studi lingkungan penyusunan konsep desain didahului dengan survai lapangan/rincikan dan memperhatikan rekomendasi RKL/UKL 2) Besarnya tim tergantung dari besar kecilnya pembebasan lahan, dan dilakukan secara sensus 3) Mengacu dokumen lingkungan yang telah disetujui 4) Termasuk kepentingan spesifik daerah 5) Dilakukan untuk seluruh penduduk yang terkena dampak kegiatan jalan dan penduduk di lokasi pemukiman kembali 6) Sesuai peraturan yang berlaku 7) Setelah memperhatikan masukan2 dari instansi terkait 8) Termasuk cara2 monitoring 9) Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan menjaga penggunaan lahan sesuai tata ruang 10) 11) Konsep LARAP perlu disepakati oleh masy.(khususnya yang terkena dampak) dan instansi terkait sebelum disahkan 12) Menampung masukan dari seluruh stakeholder 13) Sesuai kewenangannya 14) Desain yang telah mempertimbangkan aspek teknis, ekonomik, lingk. dan sosekbud CATATAN : LARAP mencakup rencana tindak penanganan masyarakat terasing Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari dokumen LARAP termasuk penanganan masy. terasing … ..(1) Melakukan Konsultasi Pelaksanaan LARAP (termasuk penanganan masy. terasing) dan/atau musyawarah serta mufakat....(2) Melaksanakan LARAP ..... (6) Membuat laporan pelaksanaan LARAP … … . ( 11) Melakukan monitoring ..... (7) Melakukan koordinasi pelaksanaan LARAP. (3) Memberi masukan dan menyepakati jadwal, besaran konpensasi, cara pengosongan lahan, alih kepemilikan, rehabilitasi ekonomi, penanganan masy. terasing dan pemukiman kembali ..(4) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Panitia pengadaan tanah yg memimpin musyawarah & mufakat, kesepakatan pelepasan hak dari instansi terkait, dan terhadap utilitas yang terkena dampak ..... (5) Membantu pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait. … .. (8) Berpartisipasi dalam pelaksanaan LARAP menerima konpensasi, melepaskan hak, dll. seperti tercantum dalam kesepakatan .... (9) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya misal : Panitia pengadaan tanah menyaksikan pembayaran konpensasi, instansi terkait membantu memindahkan utilitas dll. ..... (10) KETERANGAN 1) Mengacu pada dokumen2 yang telah disetujui 2) Dapat dilaksanakan berkalikali 3) Termasuk didalamnya pembebasan lahan, penanganan masy. terasing, rehabiltasi ekonomi masyarakat, dan pemukiman kembali 4) Termasuk dilakukan terhadap penduduk di lokasi pemukiman kembali (bila ada) 5) Termasuk keterlibatan sektor transmigrasi bila ada pemukiman kembali 6) Termasuk pembebasan lahan, penanganan masy. terasing dan pemukiman kembali 7) Sesuai yang tercantum dalam dokumen lingkungan 8) Baik instansi pusat maupun daerah (propinsi, kab dan kota) 9) Termasuk bantuan bagi penduduk di lokasi pemukiman kembali 10)Termasuk proses pensertifikatan tanah 11)Sebagai acuan untuk evaluasi Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana dan jadwal konstruksi serta rencana rehabiltasi ekonomi masy. terkena dampak . (1) Melakukan konsultasi renc. kegiatan konstruksi .. (2) Melaksanakan kegiatan konstruksi dan tindakan pencegahan dampak (5) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan, termasuk keberadaan para pekerja .. (3) Memberi masukan lalu kesepakatan cara pelaksanaan pekerjaan sesuai keterkaitannya .. (4) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila ada gan gguan … ..(8) Memberi masukan dan bekerja sama dalam kegiatan konstruksi sesuai keterkaitannya … ..(6) Memberi masukan tentang indikator m onito ring … ..(12 ) Melakukan koordinasi keterpaduan program (13) Memahami dan mempersiapkan diri serta memberi masukan demi kelancaran p rog ram … (14) Membantu/melaksanakan sesuai keterkaitannya mis: briefing untuk persiapan training, tentang tujuan dan cara pemberdayaan .. (15) Melakukan monitoring ..(17) M elakukan m onito ring… .(18 ) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi … … (19) Menyusun laporan pelaks. konstruksi (10) Melakukan konsultasi dan persiapan rehab. ekonomi m asy.(terasing) … … .(11) Melaksanakan program rehabilitasi … ..(1 6) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi… ..(2 1) Membantu/melaksanaan sesuai keterkaitannya mis: pelaksanaantraining, pemberian fasilitas, dll. (20) KETERANGAN 1) Mengacu pada kontrak pekerjaan jalan dan pada dokumen LARAP 2) Setelah menyiapkan rencana detail kegiatan konstruksi serta jadwal terutama kegiatan yang dapat mengganggu publik 3) Termasuk briefing kepada para pekerja luar tentang adat istiadat setempat 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI untuk mengurangi kemacetan, dengan PLN, PDAM, Telkom untuk mencegah kerusakan utilitas 5) Sesuai dok. desain & rekomendasi pengelolaan lingkungan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya 8) Perlu ada mekanisme penyampaian komplain 9) Termasuk masukan akan adanya penyimpangan dari yang telah disepakati 10) Sebagai acuan evaluasi 11) Didahului dengan penjelasan ttg kesepakatan dalam LARAP 12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP 13) Termasuk pendanaan 14) Masukan juga meliputi kesulitan2 alih profesi, kecemburuan penduduk di lokasi pemukiman kembali 15) Termasuk bantuan pendampingan secara mental-spiritual 16) Yang telah disesuaikan terhadap konsultasi 17) 18) Sesuai tugas pokoknya 19) Sesuai kesepakatan 20) Termasuk bantuan pendampingan secara teknis 21) Sebagai acuan evaluasi. Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN (Pada Tahap Pasca Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan2 pelaksanaan kegiatan konstruksi, LARAP dan rehabilitasi … ..(1) Konsultasi rencana monitoring sosekbud pelaksanaan LARAP dan rehabilitasi....(2) Melakukan monitoring sesuai RPL/UPL .. (3) Melakukan monitoring tertib pemanfaatan jalan dan bangunan pelengkapnya serta lahan sekitar jalan....(7) Konsultasi hasil monitoring..... (8) Menyusun laporan monitoring..... (13) Melakukan tindak lanjut, bekerja sama dg instansi terkait untuk memperbaiki penyimpangan2 .. ( 14) Memberi masukan..... (9) Memberi masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor & keterpaduan program (4) Memberi masukan aspek sosekbud masy. (terasing) khususnya yang terkena dampak, termasuk aspek warisan budaya ..(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: indikator keberhasilan program rehabilitasi melakukan monitoring sesuai keterkaitannya (6) Memberi masukan dan mengambil tindakan yang diperlukan, mis: koordinasi tertib pemanfaatan jalan, pengembangan lahan sesuai tata ruang.. (10) Memberi masukan kondisi sosekbud pasca kegiatan LARAP dan rehabilitasi. Berpartisipasi dalam menjaga tertib pemanfaatan jalan (11) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: apakah program pendampingan masih diperlukan, adanya penyerobotan lahan damija, apakah ada konflik/ kesenjangan antar kelompok m asyarakat … .. (12) KETERANGAN 1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada) 2) Penyusunan konsep monitoring melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Monitoring termasuk aspek lingkungan selain sosekbud 4) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 5) Masukan dapat berupa informasi mengenai kesesuaian antara program dan pelaksanaan 6) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 7) Yang dimaksud adalah apakah bagian2 jalan sudah dimanfaatkan sesuai fungsinya dan apakah ada perubahan penggunaan lahan sekitar jalan yang tidak sesuai tata ruang 8) Dapat dilakukan berkali-kali 9) Sesuai tugas pokoknya 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL (Pedagang Kaki Lima), badan jalan untuk berdagang, dll. 11) Masukan dapat digunakan untuk merevisi program 12) Termasuk di lokasi pemukiman kembali 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan, hasil LARAP dan rehabilitasi 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun lingkungan dan sosekbud. Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari semua laporan2 monitroing..(1) Menganalisa manfaat proyek beserta dampaknya ....(2) Konsultasi konsep Evaluasi Manfaat Proyek .... (3) Menyusun laporan PBME ..... (8) Menyusun dan menetapkan kriteria perencanaan .. ( 9) Memberi masukan aspek lingkungan .. (4) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelembagaan dalam hal pembangunan daerah (5) Memberi masukan kondisi sosekbud masyarakat (terasing) setelah selesai proyek … … . (6) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : tata ruang, penggunaan lahan, pelatihan alih profesi, nilai lahan, dll … .. (7) KETERANGAN 1) Mencakup kegiatan pekerjaan jalan, LARAP dan rehabilitasi 2) Berdasarkan hasil monitoring, apakah tujuan proyek tercapai 3) Dapat dilakukan bersamaan dengan proyek (jalan) lainnya dalam suatu daerah/kawasan 4) Aspek lingkungan mencakup phisik, biologi (flora dan fauna), geologi /geographic, kimiawi serta sosial ekonomi dan sosial budaya 5) Pembangunan daerah secara konprehensif yang menyangkut semua sektor 6) Wakil masyarakat/LSM dapat meyampaikan hasil pantauannya tentang kondisi sosekbud 7) Sektor lain dapat memanfaatkan forum ini untuk mengevaluasi programnya 8) PBME (Project Benefit Monitoring and Evaluation) 9) Untuk digunakan dimasa yang akan datang, yaitu mencakup faktor teknis, ekonomik/finansial, lingkungan dan sosekbud. (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA Mempelajari Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan dan mengidentifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rencana koridor jaringan jalan, khususnya areal sensitive … ..… .(1) Memberi masukan tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Propinsi, Kabupaten dan Kota serta Penerapan P eta P adu S erasi … (2) Menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan Lingkungan .. ... (6) MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1). Mencakup Tata guna lahan diperoleh dari Departemen Kehutanan, BPN dan dari sumber lainnya 2). Termasuk koordinasi dengan instansi terkait 3). Perhatikan bagan alir proses penyaringan (diagram A-1) dan pelajari Pedoman Penyaringan yang ada. Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL/UPL serta S O P … ..(3) Melakukan diskusi / konsultasi hasil penyaringan dengan BAPEDALDA … ... (4) BAPPEDA 1 Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN 4). 5) Catat hasilnya dalam risalah rapat 6) Daftar proyek yang wajib pengelolaan lingkungan menggunakan formulir A-1 Memberi tanggapan dan saran dalam rangka menampung unpan balik … . .. (5) (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT 2 Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL STAKEHOLDER LAINNYA Memberitahukan rencana penyusunan dokumen AMDAL . (1) 1) Sesuai PP AMDAL 2). Mengacu pada Kep Ka Bapedalda No.08/2000 3) Sesuai saran apakah melalui media cetak maupun media elektronik Menyepakati jadwal waktu dan isi pengumuman rencana kegiatan proyek … . (2) Mengumumkan rencana kegiatan proyek… ..(3) Memperbaiki dokumen KA-ANDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai … ..(11) 4) Tanggapan disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak tanggal pengumuman Memberikan tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek … . (4) Melaksanakan konsultasi M asy.… ..(5) Menyusun konsep KAANDAL dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai.. (6) KETERANGAN 5) Mengacu pada Pedoman Konsultasi Masyarakat dan Kep.Ka Bapedal No. 08/2000 6) Gunakan pedoman penyusunan KA-ANDAL Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … … … . (7) Menetapkan dokumen KA-ANDAL ........ .. (12) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberikan masukan.. (8) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan .. (7) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan (dari institusi terkait mis: kehutanan, Dikbud, Sosial) ..... (10) 7), 8), 9), 10) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Sebagai acuan penilaian ANDAL (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT 3 Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari KA ANDAL yang telah ditetapkan … … … (1) Melaksanakan Studi A N D A L … … (2) Mengirimkan hasil studi ANDAL ke Komisi Penilai untuk dinilai … … . (3) Memperbaiki konsep dokumen AMDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan kembali ke K om isi P enilai … (8) Mengadakan rapat komisi penilai AMDAL untuk menilai & menetapkan kelayakan lingkungan … … . (4) Menetapkan dokumen A M D A L … … . (9) Menghadiri rapat dan memberikan masukan untuk perbaikan dokumen ...........(4) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dam pak lingkungan … .(6) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dampak lingkungan sesuai keterkaitannya … .(7) KETERANGAN 1). Lampiran SK Penetapan KA-ANDAL termasuk lampiran dokumennya. 2). Gunakan pedoman penyusunan ANDAL, RKL dan RPL 3). Lengkapi dengan surat pengantar dan tanda terima dokumen. 4) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 5) 6), 7) Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 8) Dilakukan sampai dokumen disetujui 9) Sebagai acuan untuk desain dan pelaksanaan (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT 4 Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi ANDAL, RKL dan RPL … ..… (1) Menginventarisasi rekomendasi penanganan dampak pada dokumen RKL & R P L … … (2) Memberi penjelasan kepada tim perencana teknis tentang sasaran penanganan dampak pada RKL & RPL ....(6) Melaksnakan penjabaran hasil studi ANDAL, RKL dan RPL pada perenc.teknis.. (7) Desain jalan yang telah mempertimbangkan faktor lingkungan.. (8) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai kebijakan pembangunan daerah mis.: median, lansekap … … … . (3) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran ....... (4) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai keterkaitannya mis.: penanganan utilitas yang terkena............ (5) KETERANGAN 1) Termasuk mengkaji ulang (mereview) 2) Dibantu ahli lingkungan apabila diperlukan 3) 4) 5) Dapat dilakukan dalam forum rapat atau lainnya 6) Sebaiknya ada ahli lingkungan dalam tim perencana 7) Sebanyak mungkin dituangkan dalam desain, sedangkan dampak sosial yang tidak dapat dituangkan dalam desain, merupakan lampiran desain untuk diperhatikan pada saat tender 8) Output yang diharapkan PEDOMAN 011/PW/2004 Perencanaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Buku 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PRAKATA Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada (ISEM, SESIM, dan lain-lain) sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain terkait yang berlaku. Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan. Pedoman ini hanya mencakup petunjuk perencanaan penanganan dampak lingkungan yang harus diterapkan dalam proses perencanaan jalan dan jembatan. Walaupun pada tahap perencanaan belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan terjadinya dampak terhadap lingkungan di lapangan, namun seyogianya upaya pencegahan dan rencana penanganannya telah dipertimbangkan sedini mungkin. Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun dapat dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota) ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan. Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang penerapan pertimbangan lingkungan pada proses perencanaan jaringan jalan, yang meliputi ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan tentang: a) sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan; b) studi kelayakan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL; c) desain dan spesifikasi teknis pengelolaan lingkungan hidup. i PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci baik yang bersifat normatif maupun informatif tentang cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut di atas, dapat dilihat pada lampiran. Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan Pedoman Pengelolan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku, yaitu: Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; dan Buku 4 : Pedoman Monitoring Lingkungan Hidup Bidang Jalan Buku pedoman ini dilengkapi dengan beberapa lampiran baik yang bersifat normatif maupun informatif, yang memberikan tambahan penjelasan secara rinci tentang prosedur atau cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu. Jakarta, November 2002 Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah ii PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAFTAR ISI Prakata i Daftar Isi iii Daftar Gambar v Daftar Tabel v Daftar Lampiran vi 1 Ruang Lingkup 1 2 Acuan Normatif 1 3 Istilah dan Definisi 2 4 Aspek-aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan 4 4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan 4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang 4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin 4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat 4.1.4 Penyaringan Lingkungan 4 4 4 8 8 4.2 Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan 4.2.1 Pra Studi Kelayakan 4.2.2 Pengadaan Tanah 4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan 4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL 4.2.5 Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL 4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL 4.2.7 Penilaian dokumen AMDAL 4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL 16 16 17 17 18 23 23 27 27 4.3 Desain dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan 4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL 4.3.2 Pembuatan Desain dan Spesifikasi Teknis Yang Memasukkan Pertimbangan Lingkungan 4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Dalam Dokumen Tender dan Dokumen Kontrak 28 28 4.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali 4.4.1 Maksud dan Tujuan 4.4.2 Langkah-langkah Kegiatan 4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi 4.4.4 Inventarisasi Tanah dan Aset di Atasnya 4.4.5 Konsultasi Masyarakat 4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali 4.4.7 Jadwal Pelaksanaan 4.4.8 Pembiayaan 4.4.9 Koordinasi 33 33 33 33 34 34 34 35 35 35 31 33 iii PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5 6 Dokumentasi 35 5.1 Jenis Dokumen 35 5.2 Hasil Penyaringan AMDAL 35 5.3 Dokumen Konsultasi Masyarakat 36 5.4 Dokumen AMDAL 5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL 5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL 5.4.3 Kadaluwarsa dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL 5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL 37 37 37 38 39 5.5 Dokumen UKL dan UPL 5.6 Dokumen LARAP 39 39 Pembiayaan 40 6.1 Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL / UPL 6.2 Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL 6.3 Biaya Studi ANDAL atau UKL dan UPL 6.4 Biaya Penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL pada tahap Perencanaan Teknis 6.5 Biaya Penyusunan LARAP 6.6 Pengajuan Usulan Biaya 7 8 40 40 42 43 44 44 Koordinasi Antar Instansi Terkait 45 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 45 46 47 47 48 48 49 Pemrakarsa Bapedalda Bappeda Masyarakat Instansi (Stakeholder) Lainnya Komisi Penilai AMDAL Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait Penutup 50 iv PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Daftar Gambar Gambar 4.1 Peta atau foto udara sebagai media untuk identifikasi dan an alisis ron a lin g ku n g an h id up … … … … … … … … … … … .… … … … … .. 7 G am b ar 4.2 P rosed u r P en yarin g an P royek Jalan Y an g W ajib A M D A L … … … . 14 G am b ar 4.3 C on toh P enerap an S O P … … … … … … … … … … … … … … … … ............ 15 Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL 22 G am b ar 4.5 P rosed u r P en ilaian d an P ersetu ju an D oku m en A M D A L … … … .... 29 Gambar 4.6 Prosedur Penetapan dokumen UKL dan U P L … … … … … … … ....... 30 G am b ar 4.7 N oise B arrier d an T em p at P en yeb eran g an S atw a Liar .… … … .. 32 Daftar Tabel Tabel 4.1 Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi d en g an A M D A L … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ............... Tabel 4.2 Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL ......... 11 12 v PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Daftar Lampiran Lampiran A: Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan Lampiran B: Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat Lampiran C: Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL Lampiran D: Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan Lampiran E: Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Bidang Jalan Lampiran F: Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan Lampiran G: Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan Lampiran H: Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL Bidang Jalan Lampiran I: Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Bidang Jalan Lampiran J: Pedoman Teknis Penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL Bidang Jalan Lampiran K: Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan Lampiran L: Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan Lampiran M: Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Pelaksanaan Kajian Lingkungan Bidang Jalan Lampiran N: Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan Lampiran O: Bagan Koordinasi antar Instansi Terkait dalam Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing untuk Bidang Jalan Lampiran P: Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan vi PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1. Ruang Lingkup Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang perencanaan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Pengelolaan lingkungan tersebut mencakup penerapan pertimbangan lingkungan mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke tahap perencanaan teknis, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai rujukan dan pegangan bagi para petugas yang bertanggungjawab atau terlibat dalam perencanaan pembangunan jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten / kota, untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya dalam penanganan dampak lingkungan yang mungkin terjadi. Adapun tujuannya adalah agar proses pembangunan jalan dan jembatan dapat dilaksanakan secara optimal tanpa mengakibatkan dampak negatif yang berarti, sehingga terwujud jaringan jalan yang ramah lingkungan. Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi: • Penyusunan sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan; • Studi kelayakan kegiatan pembangunan jalan yang memasukkan pertimbangan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL; • Pembuatan desain dan/atau spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi yang memasukkan pertimbangan lingkungan. 2. Acuan Normatif Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang lingkungan hidup, khususnya tentang AMDAL dan peraturan-peraturan lain yang terkait, antara lain: Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 1 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL; Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Daftar acuan peraturan perundang-undangan selengkapnya tercantum pada Lampiran P. 3. Istilah dan Definisi 3.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan; 3.2 Dampak besar dan penting perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan / atau kegiatan; 3.3 Kerangka Acuan ANDAL ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan; 3.4 Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan / atau kegiatan; 2 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.5 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.6 Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.7 Pemrakarsa orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau kegiatan yang akan dilaksanakan; 3.8 Komisi penilai komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL dengan pengertian di tingkat pusat adalah komisi penilai pusat, dan di tingkat daerah adalah komisi penilai daerah; 3.9 Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; 3.10 Masyarakat terkena dampak masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. 3.11 Masyarakat pemerhati masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampakdampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. 3 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4. Aspek - Aspek Perencanaan Pengelolaan Lingkungan 4.1 Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Yang Berwawasan Lingkungan 4.1.1 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang Perencanaan sistem jaringan jalan, yang dilaksanakan pada tahap perencanaan umum, merupakan titik awal siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan. Pada tahap ini, alternatif-alternatif rencana awal koridor pembangunan jalan dipilih berdasarkan data sekunder seperti berbagai data statistik dan peta-peta tematik, serta hasil survai lapangan secara global, bila diperlukan. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan koridor jalan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, propinsi, atau kabupaten / kota, maupun tata ruang kawasan. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang yang berwawasan lingkungan. 4.1.2 Pencegahan Dampak Lingkungan Sedini Mungkin Walaupun pada tahap perencanaan umum ini belum ada kegiatan fisik yang dapat menimbulkan perubahan lingkungan hidup, penerapan pertimbangan lingkungan dalam pemilihaan rute jalan harus dilakukan untuk mencegah dampak negatif yang mungkin terjadi sedini mungkin. Pada tahap awal perencanaan perlu diidentifikasi berbagai faktor lingkungan yang dapat menimbulkan kendala untuk pembangunan jalur jalan yang direncanakan, khususnya komponen-komponen lingkungan di sekitar lokasi rencana koridor jalan, yang sangat sensitif terhadap perubahan terutama kawasan lindung yang terdiri dari (lihat Kotak 4.1): a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; b) Kawasan perlindungan setempat; c) Kawasan suaka alam dan cagar budaya; d) Kawasan rawan bencana alam. Di samping kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan peraturan dan perundangundangan, perlu diidentifikasi juga areal sensitif lainnya, antara lain: areal permukiman padat penduduk; 4 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN areal dengan kemiringan lereng terjal; areal yang kondisi tanahnya tidak stabil; lahan pertanian produktif; areal berpanorama indah; permukiman masyarakat terasing (masyarakat adat). Areal sensitif dapat diidentifikasi dari peta topografi dan berbagai peta tematik seperti peta geologi, penggunaan lahan, serta foto udara atau citra satelit, (lihat Gambar 4.1). Hasil identifikasi disajikan dalam bentuk peta “ken d ala lin g ku n g an ” untuk bahan pertimbangan dalam pemilihan rencana rute jalan, yang sedapat mungkin tidak melalui areal sensitif. Petunjuk rinci tentang pemilihan rute jalan tercantum pada Lampiran A, yang mencakup: a) pengertian tentang nilai lingkungan hidup; b) pengaruh pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup; c) jenis-jenis data yang diperlukan untuk pemilihan rute jalan; d) metode pengumpulan data; e) langkah-langkah proses pemilihan rute; f) konsultasi masyarakat dalam proses pemilihan rute jalan. 5 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kotak 4.1 Daftar Kawasan Lindung A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya: 1. Kawasan Hutan Lindung; 2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih; 3. Kawasan Resapan Air; B. Kawasan perlindungan setempat: 1. Sempadan Pantai; 2. Sempadan Sungai; 3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk; 4. Kawasan Sekitar Mata Air C. Kawasan suaka alam dan cagar budaya 1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa); 2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem); 3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove); 4. Taman Nasional; 5. Taman Hutan Raya; 6. Taman Wisata Alam 7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi); D. Kawasan Rawan Bencana Alam. 1. Kawasan rawan letusan gunung berapi; 2. Kawasan rawan gempa bumi; 3. Kawasan rawan longsor. Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Catatan : Definisi dan kriteria mengenai jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres tersebut di atas. Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan umum seharusnya d ilaku kan ju g a secara m akro m elalu i p roses “kajian lin g ku n g an strateg is” (K LS ). Lin g ku p KLS tidak difokuskan pada suatu ruas jalan tertentu, tapi bersifat regional, mencakup suatu sistem jaringan jalan yang saling berinteraksi dengan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah / kawasan pembangunan. KLS suatu kawasan merupakan proses untuk mengidentifikasi konsekuensi dari kebijakan dan perencanaan pembangunan termasuk jaringan jalan terhadap lingkungan. Sasaran utama KLS antara lain evaluasi dampak kumulatif dan dampak tidak langsung akibat penetapan sistem jaringan jalan tersebut, yang diperlukan untuk bahan pertimbangan dalam penentuan koridor tiap ruas jalan terpilih. Dengan melalui KLS ini diharapkan akan terwujud suatu sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan. 6 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.1 Peta atau Foto Udara sebagai media untuk identifikasi dan analisis rona lingkungan hidup Gambar 4.1a Peta Topografi Keterangan: Peta topografi dan peta-peta tematik lainnya seperti peta penggunaan lahan, dsb. Serta foto udara atau citra satelit memberikan berbagai informasi rona lingkungan hidup yang sangat diperlukan untuk perencanaan sistem jaringan jalan yang berwawasan lingkungan Gambar 4.1b Foto Udara 7 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.1.3 Dampak Sosial dan Konsultasi Masyarakat Pada waktu pemilihan alternatif rute rencana pembangunan jalan, harus dilakukan konsultasi masyarakat untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan. Konsultasi masyarakat ini merupakan forum keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, dan diharapkan juga sebagai upaya pencegahan dampak sosial sedini mungkin. Dampak sosial yang sangat sensitif sering terjadi antara lain dalam kaitannya dengan pengadaan tanah terutama kalau terjadi pemindahan penduduk. Karena itu, masalah pengadaan tanah perlu dipertimbangkan sedini mungkin. Kendala sosial juga sangat potensial terjadi pada pembangunan jalan yang melalui areal masyarakat terasing (masyarakat adat) yang sangat peka terhadap perubahan. Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan prinsip dasar sebagai berikut: 1) kesetaraan posisi di antara pihak-pihak yang terlibat; 2) transparansi dalam pengambilan keputusan; 3) penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan 4) koordinasi, komunikasi, dan kerjasama di kalangan pihak-pihak yang terkait. Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan wakil-wakil semua golongan (kelompok) masyarakat yang berkepentingan seperti pemerintah daerah setempat (termasuk instansi yang menangani sektor terkait), para pemuka masyarakat baik formal maupun informal, kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Petunjuk rinci tentang konsultasi dan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan tercantum pada Lampiran B. 4.1.4 Penyaringan Lingkungan Berdasarkan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, semua rencana kegiatan (termasuk kegiatan pembangunan jalan) yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Pentingnya dampak didasarkan atas: a) Jumlah manusia yang akan terkena dampak; b) Luas wilayah persebaran dampak; c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung; 8 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN d) Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak; e) Sifat kumulatif dampak; f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak. Ketentuan mengenai pelaksanaan AMDAL tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Dalam Pasal 3 Ayat (2) PP tersebut disebutkan bahwa jenis-jenis rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan / atau Pimpinan Lembaga Pemerintah non Departemen yang terkait. Ketetapan tersebut dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Selanjutnya pada Pasal 3 Ayat (4) dijelaskan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kategori wajib AMDAL, wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan tersebut. Apabila koridor (alinyemen sementara) rencana jaringan jalan telah ditetapkan, harus dilakukan penyaringan lingkungan untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL pada tahap perencanaan selanjutnya. Kriteria tentang rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL serta petunjuk tata cara penyaringannya secara gais besar dijelaskan sebagai berikut. a) Rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL Dalam kaitannya dengan ketentuan rencana kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL, jenis-jenis proyek pembangunan jalan diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Pembangunan jalan tol; (2) Pembangunan jalan layang dan subway; (3) Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA: di kota besar / metropolitan; di kota sedang; di pedesaan. (4) Peningkatan jalan dalam DAMIJA; (5) Pembangunan jembatan. b) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Rencana Usaha / Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL, rencana kegiatan pembangunan jalan wajib dilengkapi AMDAL kalau: 9 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (1) skala / besaran rencana kegiatannya memenuhi kriteria tercantum pada Tabel 4.1; atau (2) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tabel 4.1, tapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung (lihat Kotak 4.1); atau (3) skala / besaran rencana kegiatan lebih kecil dari kriteria tersebut pada Tebel 4.1, tapi berdasarkan pertimbangan ilmiah mengenai daya tampung lingkungan serta tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Karena kriteria tersebut di atas dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam jangka waktu lima tahun, maka pemrakarsa harus senantiasa memperhatikan ketentuan yang terbaru. 10 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Tabel 4.1 Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL (Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan) No. 1. 2. Jenis Proyek Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus a. Pembangunan jalan tol Semua Besaran Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. b. Pembangunan jalan layang dan subway > 2 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Pembangunan jalan dan / atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA: a. Di kota besar / metropolitan : - Panjang - atau luas pengadaan tanah b. Di kota sedang : - Panjang - atau luas pengadaan tanah c. Pedesaan : - Panjang > 5 km > 5 ha > 10 km > 10 ha > 30 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001 Catatan: Kota Metropolitan: jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa Kota Besar Kora Sedang Kota Kecil : jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa : jumlah penduduk 200.000 – 500.000 jiwa : jumlah penduduk 20.000 – 200.000 jiwa 11 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) Kriteria kegiatan pembangunan jalan yang wajib dilengkapi UKL dan UPL Rencana kegiatan proyek jalan yang tidak termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL, wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). Berdasarkan Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor:17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL, kriteria rencana kegiatan proyek jalan dan jembatan yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Kriteria Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL No. 1 2. 3. Jenis Kegiatan Proyek Jalan Tol/Layang (Fly Over) a. Pembangunan jalan layang dan sub way b. Peningkatan jalan tol dengan pembebasan lahan c. Peningkatan Jalan Tol tanpa pembebasan lahan Jalan Raya a.Pembangunan/peningkatan jalan di luar DAMIJA a) Di kota besar / metropolitan: Panjang (P) Luas pengadaan tanah (L) b) Di kota sedang: Panjang (P) Luas pengadaan tanah (L) c) Di pedesaan-inter urban Panjang (P) b. Peningkatan dengan pelebaran didalam DAMIJA a) Kota Besar/Metropolitan-Arteri Kolektor Pembangunan jembatan a) Di kota besar / metropolitan b) Di kota sedang Skala / Besaran Kegiatan < 2Km Semua Besaran > 5 km 1 km < P < 5 km 2 ha < L < 5 ha 3 km < P < 10 km 5 ha < L < 10 ha 5 km < P < 30 km >= 10 Km > 20 m > 60 m 12 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN d) Prosedur penyaringan rencana pembangunan jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL Proses penyaringan dilakukan terhadap semua alternatif rute jalan. Secara garis besar, proses penyaringan ini dapat dlukiskan dalam bentuk bagan alir seperti tercantum pada Gambar 4.2. Kesimpulan hasil penyaringan tersebut di atas, ada tiga kemungkinan sbb.: 1) rencana kegiatan wajib dilengkapi AMDAL; 2) rencana kegiatan wajib dilengkapi UKL dan UPL; 3) rencana kegiatan tidak perlu dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi cukup dengan penerapan SOP (standard operating procedure) atau standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang telah baku dan terintegrasi dalam proses pelaksanaan kegiatan. Lihat Gambar 4.3. Petunjuk lebih rinci mengenai tata cara penyaringan tersebut termasuk contoh formulir laporannya, tercantum pada Lampiran C 13 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.2 Bagan Prosedur Penyaringan Lingkungan Rencana Kegiatan Proyek Jalan Memenuhi Kriteria Wajib AMDAL ? *) ya tidak Daerah Sensitif tidak (Termasuk Kawasan Lindung dan Komunitas adat terpencil) ya Berdampak penting ? (7 kriteria) **) ya tidak tidak Memenuhi Kriteria Wajib UKL dan UPL? ***) ya SOP Wajib UKL dan UPL WAJIB AMDAL Keterangan: *) : Kepmen LH No. 17/2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wjib dilengkapi AMDAL **) : Dikonsultasikan dengan instansi terkait ***): Kepmen Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Ukl dan UPL 14 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.3 Contoh Penerapan SOP Keterangan : Ceceran minyak/pelumas dari alat-alat berat harus dicegah dengan penerapan SOP V = Total volume minyak/pelumas yang disimpan Contoh SOP Penyimpanan Minyak/Pelumas 15 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.2 Perencanaan Pembangunan Jalan Yang Layak Lingkungan 4.2.1 Pra Studi Kelayakan Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan jalan di sini adalah kegiatan yang dapat berupa pembangunan jalan baru, peningkatan atau pemeliharaan jalan yang telah ada, pembangunan baru / penggantian jembatan atau pemeliharaan jembatan lama. Hasil proses perencanaan umum biasanya ditindaklanjuti dengan pra studi kelayakan. Namun mungkin juga tidak dilaksanakan pra studi kelayakan, tapi langsung ke studi kelayakan. Kegiatan utama perencanaan jalan pada tahap pra studi kelayakan adalah perumusan alternatif alinyemen jalan termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif tersebut. Analisis kelayakan tidak hanya mencakup aspek teknis dan ekonomis saja, tapi juga harus mempertimbangkan kelayakan lingkungan melalui kajian awal lingkungan di dalam proses pra studi kelayakan. Kajian awal lingkungan pada tahap pra studi kelayakan sebagian besar didasarkan atas data sekunder yang tersedia. Akan tetapi, data tersebut harus dilengkapi dengan hasil survey lapangan (rapid reconnaissance survey) untuk keperluan: Mencek keandalan (reliability) data sekunder yang tersedia; Tambahan informasi tentang kondisi lingkungan tertentu yang tidak tercakup dalam data sekunder yang tersedia; Memperoleh gambaran umum tentang rona lingkungan secara keseluruhan, yang mencakup seluruh wilayah studi. Beberapa aspek lingkungan yang perlu dikaji untuk tiap alternatif alinyemen meliputi antara lain: • Kemungkinan konflik kepentingan penggunaan lahan pada areal yang perlu dibebaskan; • Gangguan terhadap kawasan lindung; • Gangguan terhadap stabilitas tanah (erosi, longsor, sedimentasi); • Gangguan pada aliran air permukaan dan air tanah; • Gangguan pada prasarana dan fasilitas umum; • Dampak pada kualitas air, kualitas udara dan kebisingan; • Dampak terhadap aspek sosial-ekonomi; 16 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN • Dampak terhadap aspek sosial-budaya, termasuk kawasan adat; • Gangguan terhadap estetika lingkungan. Hasil kajian tersebut memberikan informasi awal tentang dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat tiap alternatif alinyemen jalan, yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan alternatif rute jalan yang diinginkan. Di samping itu, hasil kajian ini merupakan masukan untuk kajian lingkungan selanjutnya yang lebih mendalam (bila diperlukan) pada tahap studi kelayakan. Laporan hasil kajian awal lingkungan ini merupakan bagian dari laporan pra studi kelayakan yang akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan kerangka acuan studi kelayakan dan juga bahan untuk penyusunan KA-ANDAL atau UKL dan UPL (bila diperlukan). Apabila tidak dilakukan pra studi kelayakan, kajian awal lingkungan dilaksanakan pada tahap studi kelayakan sebelum penentuan alinyemen rencana jalan terpilih. 4.2.2 Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan salah satu komponen kegiatan proyek pembangunan jalan yang sangat potensial menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi sosial-ekonomi penduduk yang tanahnya terkena proyek. Dampak yang terjadi sering kali sangat sensitif, terutama kalau diperlukan pemindahan penduduk. Penanganan dampak sosial sehubungan dengan pengadaaan tanah sering mengalami kesulitan sehingga pekerjaan konstruksi terhambat atau tidak dapat dilaksanakan. Untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi, perencanaan pengadaan tanah harus didasarkan atas hasil kajian sosial-ekonomi dan sosial-budaya yang akurat. Pada tahap pra-studi kelayakan perlu dilakukan kajian awal pengadaan tanah, dan selanjutnya pada tahap studi kelayakan dilakukan identifikasi kebutuhan tanah yang lebih akurat. Pedoman teknis pengadaan tanah tercantum dalam Lampiran D 4.2.3 AMDAL Sebagai Bagian Dari Studi Kelayakan Pada tahap studi kelayakan, alternatif-alternatif alinyemen jalan diseleksi lebih lanjut sehingga dapat ditentukan alternatif terpilih yang dianggap paling layak. Seleksi ini didasarkan atas pertimbangan aspek teknis, ekonomi dan juga lingkungan. 17 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kajian kelayakan lingkungan terhadap alternatif alinyemen jalan terpilih harus dilaksanakan melalui proses AMDAL atau UKL dan UPL, sesuai dengan hasil penyaringan proyek yang telah diuraikan pada Butir 4.1.4. Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib AMDAL, diperlukan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL, untuk digunakan sebagai arahan untuk penyusunan dokumen AMDAL (ANDAL. RKL dan RPL). Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL dan UPL, diperlukan penyusunan Kerangka Acuan UKL / UPL untuk digunakan sebagai arahan untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL. Dokumen AMDAL harus dinilai oleh komisi penilai AMDAL (lihat Butir 4.2.4 sub d) dan Butir 4.2.6). Dokumen AMDAL ini terdiri dari Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL, dan RPL. 4.2.4 Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL a) Pelingkupan Hal yang sangat penting dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL adalah pelingkupan untuk menentukan: (1) isu pokok lingkungan (dampak besar dan penting) yang harus dikaji; (2) lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan: • batas proyek; • batas ekologi; • batas sosial; dan • batas administratif. (3) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode, jumlah sampel yang harus dianalisis, dan jumlah serta kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan. Untuk memperoleh hasil pelingkupan yang akurat, diperlukan data dasar tentang kondisi lingkungan saat ini (data sekunder) seperti peta-peta topografi, geologi, jenis tanah, penggunaan lahan, dan peruntukan lahan dengan skala yang memadai. Foto udara atau citra satelit (bila tersedia) juga akan sangat bermanfaat. Tambahan informasi lapangan juga diperlukan untuk melengkapi dan pemutakhiran data sekunder. Hal ini meliputi: • kondisi topografi; • penggunaan lahan sepanjang rencana alinyemen jalan; • kondisi penggunaan lahan yang akan dibebaskan; • kondisi jalan yang akan dilalui kendaraan proyek; 18 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN • kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat secara umum di sekitar lokasi proyek; • lokasi quarry, borrow area, base camp dan spoil bank; • kawasan lindung dan daerah sensitif lainnya; • tempat-tempat sensitif seperti rumah sakit, sekolah, dan permukiman padat. b) Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL Sebelum menyusun KA - ANDAL, pemrakarsa wajib: (1) memberitahukan rencananya kepada instansi yang bertanggung jawab (Bapedalda tingkat Kabupatan/Kota untuk proyek jalan yang lokasinya dalam wilayah satu kabupaten/kota, atau Bapedalda tingkat propinsi bagi proyek jalan yang lokasinya meliputi wilayah lebih dari satu kabupaten/kota, atau Menteri Negara Lingkungan Hidup di tingkat pusat untuk proyek jalan yang lokasinya meliputi wilayah lebih dari satu propinsi dan yang bersifat strategis nasional); (2) mengumumkan rencana kegiatan proyek yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, sesuai jadwal yang telah disepakati bersama instansi yang bertanggung jawab. Pengumuman tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang berkepentingan mengetahui rencana kegiatan proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau tanggapan mengenai proyek tersebut. Beberapa ketentuan tentang pengumuman tersebut adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat pemerhati. (a) Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. (b) Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. (2) Media pengumuman berupa: (a) Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek (b) Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab di tingkat pusat atau daerah. (c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau media elektronik. 19 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (3) Isi pengumuman meliputi: (a) Nama dan alamat pemrakarsa. (b) Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan jalan). (c) Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan skala yang memadai. (d) Hasil pekerjaan. (e) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi dan cara penanganannya. (f) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak tanggal pengumuman); (g) Nama dan alamat instansi yang bertanggungjawab dalam menerima saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat. Pada saat penyusunan Kerangka Acuan ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi tersebut wajib digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan. Penjelasan lebih rinci mengenai kedua hal-hal tersebut atas, tercantum dalam Keputusan Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Proses keterlibatan masyarakat tersebut secara garis besar dan skematis dapat dilihat pada Gambar 4.4. c) Sistematika dokumen Kerangka Acuan ANDAL Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab. Secara garis besar, sistematika dokumen tersebut tercantum dalam Kotak 4.2. Petunjuk lebih rinci mengenai cara penyusunan KA - ANDAL tercantum pada Lampiran E. d) Penilaian dokumen Kerangka Acuan ANDAL Konsep KA - ANDAL harus dipresentasikan oleh pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) dalam rapat Komisi Penilai AMDAL, untuk dinilai oleh komisi tersebut. Komisi Penilai AMDAL melakukan penilaian untuk menyepakati ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan. 20 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Keputusan atas penilaian KA-ANDAL wajib diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab dalam jangka waktu paling lambat 75 (tujuhpuluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya KA-ANDAL tersebut. Kotak 4.2 Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Peraturan Perundang-undangan 1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI 2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah 2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah 2.3 Isu-isu Pokok 2.4 Batas Wilayah Studi 2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain BAB 3 : METODE STUDI 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting 3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI 4.1 Pemrakarsa 4.2 Tim Pelaksana Studi 4.3 Jadual Pelaksanaan Studi 4.4 Biaya Studi 4.5 Pelaporan BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA BAB 6 : LAMPIRAN 21 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.4 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL Masyarakat Berkepentingan Instansi Yang Bertanggungjawab (Bapedalda/KLH) Pemrakarsa Pengumuman Rencana Kegiatan Pengumuman Persiapan Penyusunan ANDAL Saran, Pendapat dan Tanggapan Penyusunan KA-ANDAL KONSULTASI Saran, Pendapat dan Tanggapan Penilaian KA- ANDAL oleh Komisis (Maks 75 hari) Penyusunan ANDAL, RKL, RPL Penilaian ANDAL, RKL, RPL oleh Komisis (Maks 75 hari) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup Oleh Gubernur/Bupati/Wali kota atas rekomendasi Ka Bapedalda = Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan atau ditembuskan Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000. 22 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Apabila instansi yang bertanggungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut di atas, maka instansi yang bertanggungjawab dianggap menerima (menyepakati) KA-ANDAL dimaksud. Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan yang diajukan oleh pemrakarsa, apabila rencana lokasi kegiatannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau tata ruang kawasan. 4.2.5 Penyusunan Kerangka Acuan UKL dan UPL Kerangka acuan UKL dan UPL dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada tim penyusun dokumen tersebut, agar dapat dilaksanakan secara efisien. Pada dasarnya substansi Kerangka Acuan UKL dan UPL serupa dengan KA – ANDAL, tapi dalam pelaksanaan studi UKL dan UPL tidak diperlukan kajian mendalam. Data yang digunakan sebagian besar berupa data sekunder. Secara garis besar, isi serta sistematika KA – UKL dan UPL tercantum pada Kotak 4.3. Karena UKL dan UPL bukan bagian dari dokumrn AMDAL, maka Kerangka Acuan UKL dan UPL tidak perlu dinilai oleh komisi penilai AMDAL. 4.2.6 Pelaksanaan Studi ANDAL Analisis kelayakan lingkungan melalui studi ANDAL atau UKL / UPL seharusnya dilaksanakan secara terpadu dengan studi kelayakan dalam satu paket pekerjaan. Kedua macam studi tersebut menggunakan sejumlah data yang sama, karena itu pelaksanaannya akan dapat dipercepat dan lebih efisien kalau keduanya dilaksanakan oleh konsultan yang sama. Hasil studi AMDAL terdiri dari: • Laporan studi ANDAL; • Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL); • Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL); • Ringkasan Eksekutif. Petunjuk rinci mengenai penyusunan AMDAL proyek jalan tercantum pada Lampiran F, yang mencakup penjelasan tentang isi (materi) serta cara penyusunan dokumendokumen tersebut di atas. 23 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Studi ANDAL diselenggarakan oleh pemrakarsa (Pemimpin Proyek) dengan bantuan konsultan, berdasarkan Kerangka Acuan ANDAL yang telah ditetapkan (disetujui) oleh instansi yang bertanggung jawab. Kotak 4.3 Sistematika Kerangka Acuan UKL dan UPL BAB 1 : PENDAHULUAN Menjelaskan latar belakang dan tujuan serta kegunaan studi BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI Penjelasan singkat mengenai: Komponen rencana kegiatan yang akan ditelaah Komponen Lingkungan yang akan ditelaah Isu-isu pokok lingkungan yang harus ditelaah Batas wilayah studi Keterkaitan proyek dengan kegiatan lain BAB 3 : METODE STUDI Memberikan arahan tentang metode studi, meliputi: Metode pengumpulan data Metode prakiraan dan evakuasi dampak lingkungan BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI Berisi penjelasan tentang: Pemrakarsa PersyaratanTim Pelaksana Studi Jadual pelaksanaan studi Biaya studi (komponen-komponen biaya dan sumber dana) Pelaporan BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA BAB 6 : LAMPIRAN Apabila alinyemen jalan melalui daerah permukiman terutama yang berpenduduk padat, analisis dampak lingkungan yang detail dan mendalam perlu difokuskan pada dampak sosial yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah, terutama kalau terdapat banyak penduduk yang harus dipindahkan. Petunjuk mengenai analisis dampak sosial tercantum pada Lampiran G. 24 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Sistematika dokumen ANDAL secara garis besar tercantum pada Kotak 4.4. Kesimpulan hasil studi ANDAL berupa arahan untuk penanganan dampak lingkungan selanjutnya dijabarkan dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL). Kotak 4.4 Sistematika Dokumen ANDAL Bab I. Pendahuluan Bab II Ruang Lingkup Studi Bab III. Metoda Studi Bab IV. Rencana Kegiatan Proyek Bab V. Rona Awal Lingkungan Hidup Bab VI. Prakiraan Dampak Besar dan Penting Bab VII. Evaluasi Dampak Besar dan Penting Bab VIII. Daftar Pustaka Bab IX. Lampiran Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) adalah dokumen yang menyatakan upaya-upaya yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa proyek untuk mencegah, mengendalikan atau mengurangi dampak negatif, dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan. Dalam pengertian tersebut, RKL mencakup empat kelompok kegiatan untuk: a) menghilangkan atau mencegah dampak-dampak negatif melalui pemilihan alternatif lokasi tapak proyek dan desain; b) mitigasi, meminimalkan atau mengendalikan dampak-dampak negatif; c) meningkatkan dampak positif, sehingga proyek jalan yang dibangun akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat; d) memberikan kompensasi baik menyangkut aspek sosial-ekonomi maupun ekologi sebagai pengganti dari sumberdaya yang rusak atau hilang. Sistematika dokumen RKL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.5. 25 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kotak 4.5 Sistematika Dokumen RKL Bab I Pendahuluan Bab II Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Bab III Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab IV Daftar Pustaka Bab V Lampiran Dokumen RKL harus dilengkapi dengan Pernyataan Pelaksanaan, berupa surat pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan RPL, yang ditandatangani di atas materai. Contoh format surat pernyataan pelaksanaan tercantum pada Lampiran F. Pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPL antara lain: a) Aspek-aspek yang dipantau sesuai dengan aspek-aspek yang dinyatakan dalam dokumen ANDAL dan RKL.; b) Komponen / parameter lingkungan hidup yang dipantau hanyalah yang mengalami perubahan mendasar (terkena dampak besar dan penting); c) Pemantauan lingkungan hidup harus layak ekonomi. Sistematika dokumen RPL secara garis besar seperti tercantum pada Kotak 4.6. Kotak 4.6 Sistematika Dokumen RPL Bab I Pendahuluan Bab II Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bab III Daftar Pustaka Bab IV Lampiran 26 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.2.7 Penilaian Dokumen AMDAL Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, Laporan ANDAL, RKL, RPL dan Ringkasan Eksekutif) harus dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Untuk keperluan penilaian tersebut, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus mempresentasikan konsep dokumen tersebut dalam rapat Komisi Penilai AMDAL. Sebelum dokumen AMDAL tersebut diajukan ke komisi penilai, seharusnya konsep dokumen (yang disusun oleh konsultan) tersebut dinilai oleh pemrakarsa. Petunjuk untuk penilaian dokumen AMDAL tercantum pada Lampiran H. Instansi yang bertanggungjawab, menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sesuai dengan hasil penilaian dokumen yang dilaksanakan oleh komisi penilai. Keputusan kelayakan lingkungan hidup tersebut diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL yang bersangkutan. Apabila instansi yang bertanggungjawab, tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut di atas, maka rencana kegiatan yang bersangkutan dianggap layak lingkungan. Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa: a) dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan proyek tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau b) biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan proyek yang bersangkutan, maka instansi yang bertanggungjawab memberikan keputusan bahwa rencana kegiatan proyek yang bersangkutan tidak layak lingkungan. Bagan prosedur penilaian dan persetujuan dokumen AMDAL dapat dilihat pada Gambar 4.5 4.2.8 Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Rencana kegiatan proyek jalan yang diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak besar dan penting tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tapi cukup dengan UKL dan UPL. Dokumen UKL dan UPL disusun oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan (bila perlu) sesuai dengan ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan Penyusunan UKL dan UPL. Dokumen ini merupakan rencana kerja yang dibuat oleh pemrakarsa yang berisi program 27 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup berdasarkan hasil identifikasi dampak sebagai syarat penerbitan izin melaksanakan kegiatan proyek. Untuk penyusunan dokumen UKL dan UPL tidak diperlukan kajian (analisis) mendalam. Data yang digunakan sebagian besar berupa data sekunder dilengkapi dengan data primer hasil survey lapangan sesuai dengan kebutuhan. UKL dan UPL bukan bagian dari proses AMDAL, karena itu dokumen UKL dan UPL tidak perlu dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL, tapi dimintakan rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Prosedur penetapan dokumen UKL dan UPL secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pada dasarnya, AMDAL dan UKL / UPL mempunyai tujuan yang sama yaitu mencegah, mengurangi atau menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif. Petunjuk rinci tentang penyusunan (sistematika) dokumen UKL dan UPL tercantum pada Lampiran I, yang merupakan penjabaran dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL. Pelaksanaan UKL dan UPL proyek jalan berada langsung di bawah pembinaan instansi yang membidangi pembangunan jalan, yaitu Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah atau Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di tingkat pusat atau Dinas yang bersangkutan di tingkat daerah. 4.3 Desain Dan Spesifikasi Teknis Pengelolaan Lingkungan 4.3.1 Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL Dokumen AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL) atau UKL dan UPL merupakan bagian dari studi kelayakan. Karena itu, dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL hanya bersifat memberikan rekomendasi berupa pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip atau persyaratan untuk pencegahan / pengendalian / penanggulangan dampak. Alasannya adalah: a) pada tahap studi kelayakan, alinyemen jalan belum ditetapkan secara pasti di lapangan; b) spesifikasi teknis detail pekerjaan konstruksi dan metode pelaksanaannya masih belum lengkap; c) pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip dasar serta petunjuk atau persyaratan untuk pengelolaan lingkungan yang tercantu dalam RKL atau RPL merupakan rekomendasi untuk selanjutnya dijabarkan dalam rencana teknis detail. Rekomendasi RKL dan RPL atau UKL dan UPL tersebut harus dijabarkan dalam desain dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi. 28 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.5 Bagan Prosedur Penilaian dan Penetapan Dokumen AMDAL Instansi Yang Bertanggungjawab Komisi Penilai AMDAL Pemrakarsa Masyarakat Pengumuman Rencana Kegiatan Pengumuman Persiapan Penyusunan ANDAL 30 hari kerja Saran, Pendapat dan Tanggapan Penyusunan KA-ANDAL Penilaian KA-ANDAL 75 hari kerja Konsultasi Masyarakat Saran, Pendapat dan Tanggapan REVISI Kesepakatan Keputusan KA-ANDAL Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Dasar bagi Studi AMDAL Penilaian ANDAL, RKL & RPL Kelayakan atas hasil Keputusan ANDAL,RKL,RPL 75 hari kerja Saran, Pendapat dan Tanggapan REVISI Keputusan tidak layak lingkungan atau Keputusan kelayakan lingkungan Dasar Pemberian Izin Pelaksanaan Kegiatan Proyek = Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan Sumber : Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 (pasal 14-23) 29 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.6 Bagan Prosedur Penilaian Dokumen UKL dan UPL Instansi Yang Bertanggungjawab *) Instansi Yang Membidangi Usaha atau Kegiatan **) Pemrakarsa ***) Pengisian Formulir Isian UKL dan UPL 7 hari kerja Pemeriksaan Formulir Isian UKL dan UPL Perlu Perbaikan? ya KOORDINASI 7 hari kerja REVISI tidak Rekomendasi UKL dan UPL 14 hari kerja DASAR PENERBITAN IZIN PELAKSANAAN KEGIATAN Keterangan *) = Men LH/Bapedal Provinsi/Bapedal Kabupaten/Kota **) = Ditjen Praswil/Dinas Bina Marga Provinsi/Dinas Bina Maega Kabupaten/Kota ***) = Proyek/Bagian Proyek 30 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.3.2 Pembuatan Desain Dan Spesifikasi Teknis Yang Memasukkan Pertimbangan Lingkungan Perencanaan teknis dilaksanakan untuk membuat gambar-gambar desain dan spesifikasi serta syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Kegiatan pada tahap ini meliputi : • Penentuan alinyemen horizontal dan vertikal jalan definitif berdasarkan data hasil investigasi lapangan yang lebih rinci dan akurat; • Pembuatan gambar-gambar desain konstruksi jalan, jembatan dan bangunanbangunan pelengkapnya; • Perumusan spesifikasi dan syarat-syarat teknis untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi; • Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan • Penyiapan dokumen tender dan dokumen kontrak untuk pekerjaan konstruksi. Perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap ini dilakukan melalui penjabaran rekomendasi yang tercantum dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL yang diwujudkan dalam bentuk gambar-gambar rencana teknis detail serta syarat-syarat dan spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Beberapa isu lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan, antara lain: • Penentuan alinyemen jalan sedapat mungkin tidak mengakibatkan pemindahan penduduk, atau setidak-tidaknya diusahakan seminimal mungkin; • Pencegahan gangguan terhadap stabilitas lahan (erosi dan longsor); • Pencegahan kebisingan pada lokasi tertentu; • Pencegahan gangguan terhadap fauna langka / dilindungi; • Keselamatan jalan bagi pengemudi / penumpang kendaraan dan pejalan kaki; • Estetika lingkungan (lansekap); • Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali (bila perlu). Petunjuk tentang penjabaran RKL atau UKL tercantum pada Lampiran J. Lampiran ini memberikan penjelasan rinci tentang cara penjabaran RKL atau UKL untuk diterapkan dalam desain dan spesifikasi teknis, antara lain meliputi tentang: a) pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL atau UKL; b) peninjauan lapangan yang mungkin diperlukan untuk melengkapi data yang telah ada; c) penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain dan spesifikasi teknis, yang dilengkapi dengan contoh-contoh gambar dan rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan; d) pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan kontrak pekerjaan konstruksi, dilengkapi dengan contoh. 31 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 4.7 menunjukkan contoh konsep desain noise barrier untuk menanggulangi dampak kebisingan, dan tempat penyeberangan satwa liar untuk menanggulangi gangguan terhadap migrasi satwa liar yang langka atau dilindungi undang-undang. Pedoman Teknis tentang perencanaan lansekap tercantum pada Lampiran K. Gambar 4.7 Noise Barrier dan Tempat Penyeberangan Satwa Liar Noise Barrier Tempat Penyeberangan Satwa Liar Dilindungi 32 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.3.3 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Dalam Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak Untuk menjamin agar rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor, seharusnya dicantumkan klosul-klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, baik dalam dokumen tender maupun kontrak. Setiap klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus menyatakan perintah atau penjelasan apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya harus jelas agar tidak terjadi kesalahan interpretasi. Contoh klosul-klosul persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum pada Lampiran J tentang penjabaran RKL atau UKL. 4.4 Penyusunan Rencana Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali 4.4.1 Maksud Dan Tujuan Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci tentang penduduk terkena dampak kegiatan pengadaan tanah, dan jenis serta besaran kerugian yang mungkin timbul, dengan tujuan untuk menyusun rumusan rencana tindak dalam penanganan dampaknya, khususnya dalam upaya pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial-ekonomi penduduk terkena dampak. 4.4.2 Langkah-Langkah Kegiatan Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah utama berikut: Survey sosial-ekonomi; Inventarisasi tanah dan aset di atasnya; Konsultasi masyarakat. 4.4.3 Survey Sosial-Ekonomi Survey sosial-ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh informasi detail tentang penduduk yang terkena pembebasan tanah dan dampaknya yang mungin terjadi. Informasi yang dikumpulkan antara lain meliputi jumlah anggota keluarga, mata 33 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pencaharian, tingkat pendapatan, status pemilikan tanah, jarak ke tempat kerja, jarak ke sekolah anak-anak dan sebagainya. Survey sosial-ekonomi dilakukan secara sensus terhadap seluruh penduduk yang terkena kegiatan pengadaan tanah, baik pemilik/penyewa tanah, penggarap tanah, penyewa bangunan, maupun penghuni tanpa izin (squatters). 4.4.4 Inventarisasi Tanah Dan Aset Di Atasnya Inventarisasi tanah meliputi luas lahan, jenis penggunaan saat ini, kelas tanah, dan status pemilikannya. Inventarisasi aset meliputi tanaman (jenis, jumlah dan umurnya) serta bangunan (luas, jenis dan umurnya). 4.4.5 Konsultasi Masyarakat Proses pengadaan tanah harus dilakukan melalui konsultasi langsung antara instansi pemerintah (pemrakarsa) dengan para pemilik tanah dan tokoh masyarakat / adat setempat untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi serta lokasi pemukiman kembali. Konsultasi masyarakat tersebut di atas, dilaksanakan melalui penyuluhan dan musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan jumlah nilai kompensasi atas tanah dan aset yang ada di atasnya yang terkena proyek. Apabila jumlah penduduk yang terkena pengadaan tanah terlalu banyak, konsultasi secara langsung dapat dilakukan dalam beberapa tahap, atau dengan perwakilan yang ditunjuk oleh penduduk yang terkena proyek. 4.4.6 Rencana Pemukiman Kembali Apabila diperlukan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak, harus disusun suatu rencana pemukiman kembali, yang antara lain mencakup rencana lokasi pemukiman baru, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya, instansi pelaksananya, program rehabilitasi sosial-ekonomi serta bantuan-bantuan lain yang diperlukan. Dalam proses perencanaan pemukiman kembali tersebut, penduduk yang terpindahkan dan juga penduduk setempat di sekitar rencana lokasi pemukiman kembali harus dilibatkan. Perhatian khusus diperlukan terhadap kelompok rentan (bila ada), seperti penduduk sangat miskin, orang lanjut usia, dan perempuan kepala keluarga 34 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pemukiman kembali adalah agar kondisi pemukiman baru dan tingkat kesejahtaraan penduduk yang dipindahkan harus lebih baik atau minimal setara dengan kondisi pemukiman lama dan tingkat penghidupan sebelumnya. 4.4.7 Jadwal Pelaksanaan Rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus mencakup jadwal pelaksanaannya secara rinci. Pelaksanaan pengadaan tanah harus selesai sebelum pekerjaan konstruksi dimulai. 4.4.8 Pembiayaan Rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali juga harus mencakup aspek pembiayaan meliputi perkiraaan besarnya dana yang diperlukan, sumber dananya, dan jadwal penyediaannya. 4.4.9 Koordinasi Seluruh kegiatan tersebut di atas harus dikoordinasikan dengan instansi-instansi pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten / kota, termasuk panitia pengadaan tanah setempat. Petunjuk pelaksanaan tentang penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang lebih rinci tercantum pada Lampiran L. 5 Dokumentasi 5.1 Jenis Dokumen Tiap jenis kegiatan dalam proses AMDAL harus ditunjang (dilengkapi) dengan dokumen berupa surat, berita acara atau laporan pelaksanaan pekerjaan. Pemrakarsa harus membuat, menyimpan (memelihara) dan mendistribusikan dokumen tersebut kepada isntansi / unit kerja yang berkepentingan atau terkait. Beberapa jenis dokumen penting dijelaskan di bawah ini. Dokumen-dokumen tersebut harus disimpan dengan baik dan sistemastis supaya tidak rusak atau hilang dan mudah dicari (retrievable). 5.2 Hasil Penyaringan AMDAL 35 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dokumen hasil penyaringan AMDAL menyatakan ketetapan bahwa rencana kegiatan proyek wajib dilengkapi dengan AMDAL atau UKL / UPL, yang dilengkapi dengan alasan ketetapan tersebut dan jenis-jenis dampak potensial yang harus dipertimbangkan dalam proses pekerjaan selanjutnya. Dokumen ini juga berisi tentang perkiraan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL/UPL. Contoh format laporan tercantum pada Lampiran C. 5.3 Dokumen Konsultasi Masyarakat a. Surat Pemberitahuan Kepada Instansi Yang Bertanggungjawab Dokumen ini berupa surat pemberitahuan dari pemrakarsa kepada instansi yang bertanggungjawab, yang menjelaskan tentang rencana penyusunan dokumen AMDAL kegiatan proyek serta alasan mengapa kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL. Surat tersebut harus dikirimkan kepada instansi yang bertanggungjawab sebelum pembuatan KA-ANDAL. b. Pengumuman Tentang Rencana Kegiatan Proyek Pada saat persiapan penyusunan KA – ANDAL, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatan proyek kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Isi dokumen pengumuman seperti telah dijelaskan pada Butir 4.2.4 Sub b). Contoh format pengumuman dapat dilihat pada Lampiran E tentang Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL. c. Pemberitahuan Tentang Konsultasi Masyarakat Untuk kelancaran pelaksanaan konsultasi masyarakat, pemrakarsa wajib membuat pemberitahuan tentang hal tersebut kepada warga masyarakat yang berkepentngan. Dokumen pemberitahuan ini berisi tentang waktu, tempat dan cara konsultasi yang akan dilaksanakan misalnya pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus. Contoh format surat pemberitahuan tentang pelaksanaan konsultasi masyarakat tercantum pada Lampiran E tentang Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL. d. Rangkuman Hasil Konsultasi Masyarakat 36 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dokumen ini merupakan laporan hasil pelaksanaan konsultasi masyarakat yang harus diserahkan oleh pemrakarsa kepada komisi penilai AMDAL, sebagai lampiran KA – ANDAL. 5.4 Dokumen AMDAL 5.4.1 Kerangka Acuan ANDAL Kerangka acuan ANDAL disusun oleh pemrakarsa dengan memperhatikan saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat yang berkepentingan. KA – ANDAL ini merupakan bagian dari dokumen AMDAL. Penyusunan kerangka acuan ANDAL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini. a) Surat Pengajuan KA – ANDAL kepada Instansi yang bertanggungjawab KA – ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi oleh komisi penilai AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat pengajuan KA – ANDAL kepada instansi yang bertanggungjawab melalui komisi penilai AMDAL. b) Berita Acara Hasil Evaluasi KA – ANDAL KA – ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh komisi penilai bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk berita acara yang menyimpulkan bahwa KA – ANDAL disetujui atau perlu perbaikan. Apabila KA – ANDAL tersebut perlu diperbaiki, memperbaikinya sesuai dengan tanggapan dari maka komisi pemrakarsa penilai, harus kemudian mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan persetujuan. c) Surat Ketetapan (persetujuan) KA – ANDAL Jika KA – ANDAL telah disetujui komisi penilai, maka pemrakarsa akan menerima Surat Ketetapan (persetujuan) atas KA – ANDAL tersebut, dari komisi penilai. 5.4.2 Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Dokumen-dokumen ANDAL, RKL, dan RPL dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan. Ketiga dokumen tersebut disusun berdasarkan KA ANDAL. 37 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, dan harus didukung dengan beberapa dokumen tersebut di bawah ini. a) Surat Pengajuan Dokumen ANDAL, RKL, dan RPL kepada Komisi Penilai Dokumen ANDAL, RKL da RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa harus dievaluasi oleh komisi penilai AMDAL. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus membuat surat pengajuan dokumen-dokumen tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab melalui komisi penilai AMDAL. b) Berita Acara Hasil Evaluasi Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang telah disusun oleh pemrakarsa dievaluasi oleh komisi penilai bersama pemrakarsa. Hasil evaluasi didokumentasikan dalam bentuk berita acara yang menyimpulkan bahwa ketiga dokumen tersebut disetujui atau perlu perbaikan. Apabila dokumen-dokumen tersebut perlu diperbaiki, maka pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan tanggapan dari komisi penilai, kemudian mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan surat ketetapan kelayakan lingkungan hidup. c) Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup Apabila dokumen-dokumen ANDAL, RKL dan RPL telah disetujui komisi penilai, maka pemrakarsa akan menerima Surat Ketetapan Kelayakan Lingkungan Hidup, dari instansi yang bertanggungjawab. 5.4.3 Kadaluwarsa Dan Batalnya Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Berdasarkan ketentuan dalam PP No.27 / 1999 tentang AMDAL (Pasal 24 Ayat 1), keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan PP tersebut, apabila rencana kegiatan proyek tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut. Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, maka untuk melaksanakan rencana kegiatan proyek, pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada instansi yang bertanggungjawab. Terhadap permohonan tersebut, instansi yang bertanggungjawab memutuskan: 38 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (1) Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang pernah disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau (2) Pemrakarsa wajib membuat dokumen AMDAL baru sesuai dengan peraturan. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana kegiatan proyek menjadi batal apabila pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatannya. Dalam hal ini, pemrakarsa wajib membuat AMDAL baru sesuai peraturan (Pasal 25 Ayat (1) dan (2), PP N0.27/1999). 5.4.4 Keterbukaan Informasi Tentang AMDAL Berdasarkan ketentuan pada Pasal 35 Ayat (1) PP No.27/1999, semua dokumen AMDAL, saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup setiap rencana kegiatan proyek bersifat terbuka untuk umum. 5.5 Dokumen UKL DAN UPL Dokumen UKL dan UPL disusun secara sepihak oleh pemrakarsa, dan terdiri dari: a) Kerangka Acuan UKL dan UPL yang berfungsi sebagai arahan untuk penyusunan UKL dan UPL tersebut; b) Naskah (formulir isian) UKL dan UPL yang merupakan acuan untuk pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Naskah UKL dan UPL harus dilampiri surat pernyataan pelaksanaan yang ditandatangani oleh pemrakarsa, sebagai jaminan untuk pelaksanaan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang tercantum dalam dokumen tersebut. c) Rekomendasi tentang UKL dan UPL dari instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Dokumen UKL dan UPL serta laporan hasil pelaksanaannya bersifat terbuka untuk umum. 5.6 Dokumen LARAP Pada umumnya dokumen LARAP dibuat oleh pemrakarsa dengan bantuan konsultan. Penyusunan dokumen ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ketentuan lain yang disepakati oleh pemrakarsa. 39 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dokumen ini dapat digunakan sebagai dasar/acuan bagi panitia pengadaan tanah dalam melaksanakan tugasnya dan institusi lainnya yang terkait. 6 Pembiayaan Untuk menjamin terlaksananya proses AMDAL atau UKL dan UPL dalam seluruh siklus proyek, perlu ditunjang dengan ketersediaan dana yang memadai dan tepat waktu sesuai dengan jadwal tahapan kegiatan proyek. 6.1 Biaya Penyaringan Proyek Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL/UPL Biaya kegiatan penyaringan AMDAL pada dasarnya terdiri dari komponen - komponen biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, dan perjalanan dinas. a) Biaya personil Karena proses penyaringan AMDAL ini sangat mudah, maka untuk pelaksanaannya tidak diperlukan tenaga ahli lingkungan. Sekalipun demikian, tentu akan lebih baik bila dilaksanakan oleh petugas yang memahami pengetahuan dasar tentang AMDAL. Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola, biaya personil praktis sudah tercakup dalam biaya rutin, sehingga tidak diperlukan alokasi dana secara khusus. Demikian juga bila kegiatan ini dilaksanakan oleh konsultan perencanaan umum, kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh petugas perencanaan umum tersebut. b) Pengumpulan data Kegiatan yang mungkin memerlukan biaya adalah pengumpulan data rona lingkungan khususnya data tentang keberadaan kawasan lindung yang mungkin dilalui atau berbatasan langsung / berdekatan dengan trase jalan yang akan dibangun. Untuk keperluan itu diperlukan biaya reproduksi peta serta biaya transport baik untuk konsultasi dengan instansi terkait atau peninjauan lapangan. Besarnya biaya diperkirakan relatif kecil sehingga tidak perlu dialokasikan secara khusus tapi cukup dicakup dalam anggaran rutin atau bagian dari biaya pekerjaan perencanaan umum. 6.2 Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Biaya pelingkupan dan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari komponenkomponen biaya personil (gaji upah), pengadaan (reproduksi) data sekunder, perjalanan dinas, dan reproduksi serta presentasi dokumen KA-ANDAL. 40 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN a) Biaya personil Komponen biaya personil (gaji-upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru gambar, operator computer, dsb). Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan : Jenis dan jumlah tenaga kerja dibutuhkan; dan Harga satuan upah (sesuai dengan standar Bappenas / Ditjen Anggaran). b) Pengadaan data sekunder Biaya pengadaan data sekunder berupa biaya pembelian atau reproduksi data dari berbagai sumber. Jenis data dapat berupa : • peta; • foto udara; • citra satelit; • data statistik; dan • laporan hasil survai / penelitian. Perkiraan biaya pengadaan data sekunder dihitung berdasarkan : • Jenis dan jumlah data yang dibutuhkan; dan • Harga satuan tiap jenis data. c) Biaya perjalanan dinas Biaya perjalanan mencakup perjalanan untuk berkonsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dan perjalanan ke lokasi proyek dan sekitarnya. Perkiraan jumlah biaya perjalanan dihitung berdasarkan : • Tujuan dan frekuensi perjalanan; • Lamanya perjalanan ke tiap lokasi; • Jenis transportasi (pesawat terbang, kareta api, mobil); • Harga satuan tiap jenis transportasi. d) Biaya pengumuman dan konsultasi masyarakat Komponen biaya ini terdiri dari biaya pemasangan iklan pengumuman tentang rencana pelaksanaan studi AMDAL yang harus dipasang pada surat kabar, dan biaya pelaksanaan pertemuan konsultasi masyarakat di lokasi proyek, sesuai dengan ketentuan tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No, 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. 41 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN e) Biaya reproduksi dan presentasi dokumen KA-ANDAL Komponen biaya ini terdiri dari : • biaya reproduksi dan penjilidan konsep dokumen untuk dipresentasikan pada komisi penilai AMDAL, dan dokumen akhir untuk didistribusikan kepada instansi-instansi terkait • 6.3 biaya presentasi di Komisi Penilai AMDAL Biaya Studi ANDAL atau UKL / UPL Perhitungan biaya pelaksanaan studi ANDAL atau UKL / UPL harus didasarkan atas ketentuan-ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan pekerjaan studi tersebut. Biaya studi ANDAL atau UKL / UPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen biaya personil (gaji upah), fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan dinas, analisis laboratorium, pembuatan laporan, dan presentasi. a) Biaya personel Komponen biaya personil (gaji upah) mencakup tenaga ahli, dan tenaga penunjang (surveyor, operator computer, juru gambar, staf administrasi, dsb). Jumlah tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis isu pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi ANDAL satu ruas jalan diperkirakan berkisar antara 15 - 25 pm, sedangkan untuk penyusunan UKL / UPL berkisar antara 4 - 8 pm. Dalam prakteknya, terutama untuk pekerjaan UKL / UPL, bisa saja beberapa ruas jalan digabung dalam satu paket pekerjaan. Perkiraan biaya gaji upah dihitung berdasarkan : • Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan serta lamanya penugasan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan; • b) Harga satuan upah (billing rate) sesuai dengan standar BAPPENAS / Ditjen Anggaran. Perjalanan dinas Biaya perjalanan dinas mencakup : • Biaya transport; dan • Biaya penugasan luar kota (out-of- duty station). c) Analisis laboratorium Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah : • analisis kualitas air; 42 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN • analisis biologi (plankton dan benthos); dan • analisis kualitas udara. d) Bahan dan peralatan Biaya bahan dan peralatan meliputi : • Peralatan kantor (computer, mesin tik, alat gambar dan sebagainya); • Peralatan survai; • Office supply (kertas, disket, tinta printer dan sebagainya) e) Pembuatan dan presentasi laporan Biaya pembuatan laporan meliputi : pencetakan (reproduksi); dan penjilidan. Presentasi / pembahasan laporan dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat: • Pemrakarsa; dan • Komisi Penilai AMDAL. Berdasarkan penjelasan pasal 37 PP no. 27/1999, biaya untuk mendatangkan wakil-wakil masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi tanggung jawab pemrakarsa. f) Biaya Lainnya Biaya lainnya meliputi : • Fasilitas kantor; • Sewa kendaraan kerja; • Biaya Komunikasi (telepon, fax). 6.4 Biaya Penjabaran RKL / RPL atau UKL/UPL padaTahap Perencanaan Teknis Biaya pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan teknis menyangkut biaya personil tenaga ahli lingkungan yang bertugas untuk menjabarkan RKL dan RPL atau UKL dan UPL dalam rencana teknis. Besarnya biaya tergantung dari jumlah person-month yang diperlukan, yang di perkirakan berkisar antara 2 - 4 person-month. Namun, di samping itu, mungkin juga diperlukan biaya survai lapangan untuk memperoleh tambahan data tertentu yang lebih detail. Biaya tersebut seharusnya telah tercakup dalam biaya pekerjaan perencanaan teknis. 43 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 6.5 Biaya Penyusunan LARAP Pekerjaan penyusunan LARAP merupakan pekerjaan jasa konsultan. Komponenkomponen biaya yang diperlukan untuk pekerjaan ini meliputi: a) Biaya personil; b) Biaya perjalanan dinas (survey lapangan) meliputi: Survey sosial-ekonomi penduduk yang terkena kegiatan pengadaan tanah; Inventarisasi tanah dan aset di atasnya. c) Biaya bahan dan peralatan survey; d) Biaya konsultasi masyarakat; e) Biaya penyusunan laporan; dan f) Biaya lainnya (untuk menunjang kelancaran pekerjaan seperti perlengkapan kantor, telpon, dsb). Besarnya biaya penyusunan LARAP tergantung dari luas areal pengadaan tanah dan jumlah pemilik tanah tersebut. 6.6 Pengajuan Usulan Biaya Pengajuan usulan biaya manajemen lingkungan harus mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya pembangunan yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang yaitu melalui proses penyusunan dokumen-dokumen : • Daftar Usulan Proyek (DUP); • Daftar Isian Proyek (DIP); • Petunjuk Operasional (PO); dan • Lembaran Kerja (LK). Dalam pengajuan usulan biaya tersebut perlu diperhatikan juga apakah pelaksanaan kegiatannya dilakukan dengan cara swakelola atau oleh pihak ketiga (konsultan). a) Usulan Biaya Penyaringan AMDAL Usulan biaya penyaringan AMDAL sebaiknya diintegrasikan dalam biaya rutin pemrakarsa pekerjaan atau disisipkan sebagai bagian dari biaya pelaksanaan pekerjaan perencanaan umum. 44 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b) Usulan Biaya Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Usulan biaya penyusunan Kerangka Acuan ANDAL agar diintegrasikan dalam biaya pelaksanaan pekerjaan studi kelayakan. c) Usulan Biaya Sudi ANDAL atau UKL / UPL Karena AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan, maka seharusnya usulan biaya AMDAL terintegrasi dengan usulan biaya studi kelayakan. Namun, untuk proyek-proyek yang telah di laksanakan studi kelayakannya tanpa AMDAL, maka usulan biaya AMDAL tersebut dapat diajukan tersendiri. d) Usulan Biaya Pada Tahap Perencanaan Teknis Pada tahap ini tidak diperlukan usulan biaya khusus untuk kegiatan aspek lingkungan. Pada tahap ini diperlukan penugasan tenaga ahli lingkungan untuk membantu tim penyusun rencana teknis. Karena itu biaya untuk penugasan tenaga ahli tersebut otomatis merupakan bagian dari biaya perencanaan teknis. e) Usulan Biaya Penyusunan LARAP Usulan biaya penyusunan LARAP diajukan bersama-sama dengan usulan biaya untuk perencanaan teknis. 7. Koordinasi Antar Instansi Terkait Proyek-proyek pembangunan jalan diselenggarakan oleh berbagai unit kerja (unit-unit perencanaan umum, perencanaan teknis, konstruksi, dan operasi) pada beberapa tingkat instansi pemerintah (pusat, propinsi dan kabupaten / kota). Karena itu, untuk kelancaran proses pengelolaan lingkungan melalui proses AMDAL atau UKL/UPL pada tahap perencanaan, diperlukan koordinasi dan arus informasi antar instansi terkait baik secara vertikal maupun horizontal. Pelaku atau pemeran utama kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, secara fungsional dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu (i) PEMRAKARSA, (ii) BAPEDALDA, (iii) BAPPEDA, (iv) MASYARAKAT, dan (v) INSTANSI LAINNYA. 7.1 Pemrakarsa “P E M R A K A R S A ” ad alah in stan si p elaksan a p em b an g u n an jalan . O leh karen a itu , pemrakarsa bertanggungjawab pula sebagai pelaksana penanganan dampak yang 45 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Pemrakarsa pembangunan jalan dan jembatan terdiri dari: a) Para pemimpin proyek perencanaan sistem jaringan jalan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota. b) Para pemimpin Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit - PMU) jalan dan jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota. c) Para pemimpin Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit – PIU) jalan dan jembatan di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota. d) Dinas/Sub Dinas Prasarana Wilayah/Jalan e) Dinas-dinas di lingkungan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota. Pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan lingkungan hidup (PLH) oleh pemrakarsa kegiatan, pada tahap perencanaan antara lain adalah: a) Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL & UPL; b) Menyusun Kerangka Acuan Kajian Lingkungan dan atau Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA - ANDAL); c) Melakukan Kajian Lingkungan dan menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); d) Melakukan studi ANDAL dan menyusun dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL); e) Menyusun dokumen Rencana Pengadaan Lahan dan Pemindahan Penduduk (RPLPP/LARAP). 7.2 Bapedalda “B A P E D A LD A ” ad alah In stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an p en g aw asan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa. Termasuk ke dalam kelompok BAPEDALDA adalah: a) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah propinsi; b) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kabupaten; c) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) pemerintah kota. Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 46 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN a) Memberi masukan terhadap hasil penyaringan AMDAL dan atau UKL dan UPL; b) Menilai Kerangka Acuan ANDAL; c) Menilai hasil studi ANDAL, RKL, dan RPL; d) Memberi masukan terhadap hasil kajian lingkungan (UKL dan UPL); 7.3 Bappeda “B A P P E D A ” ad alah in stan si yan g b erp eran m elaku kan p em b in aan d an koord in asi terh ad ap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa. Termasuk ke dalam kelompok BAPPEDA ini adalah: a) Bappeda pemerintah propinsi; b) Bappeda pemerintah kabupaten; c) Bappeda pemerintah kota. Tugas-tugas pembinaan dan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) Nasional yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan kedalam peraturan-peraturan daerah; b) Menjabarkan NSPM yang lebih spesifik dengan kebutuhan lokal; c) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) tentang penerapan NSPM tersebut; d) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemampuan terapan NSPM yang dihasilkan; e) Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi, kabupaten dan kota; f) Melakukan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah propinsi, kabupaten dan kota melalui peta padu serasi. 7.4 Masyarakat “M A S Y A R A K A T ” ad alah p eroran g an m au p u n kelom p ok yan g b erkep en tin g an terh ad ap semua upaya yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan hidup. Termasuk kedalam kelompok MASYARAKAT ini adalah: a) Penduduk terkena proyek (PTP); b) Lembaga swadaya masyarakat (LSM); c) Tokoh-tokoh masyarakat; d) Masyarakat terasing. 47 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek; b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan; c) Menghadiri rapat komisi penilai AMDAL dan memberi masukan tentang aspek-aspek pengelolaan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan pengadaan tanah, kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan penanganan masyarakat terasing. 7.5 Instansi (Stakeholder) Lainnya “IN S T A N S I LA IN N Y A ”, d alam h al in i ad alah in stan si a tau kelompok pelaku pembangunan selain keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran penting (menentukan) mengenai hal (bidang) tertentu dalam kaitannya dengan proses perencanaan jalan. Kelompok ini terdiri dari antara lain: Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas Pertanahan Propinsi / Kabupaten / Kota, dalam kaitannya dengan masalah pengadaan tanah; Departemen atau Dinas Kehutanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan yang melewati atau berbatasan dengan kawasan hutan; Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan yang melewati kawasan pesisir; Kementerian Negara atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dalam kaitannya dengan perencanaan jalan yang melewati areal cagar budaya. Peran instansi lainnya dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Memberi tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek; b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan; c) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan masukan tentang aspek pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. 7.6 Komisi Penilai AMDAL Dokumen AMDAL (Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) yang disusun oleh pemrakarsa harus dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Ada tiga tingkat komisi penilai AMDAL, yaitu: 48 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN • Komisi Penilai Pusat, berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup; • Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi, berkedudukan di BAPEDALDA Propinsi; • Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten/kota, berkedudukan di BAPEDALDA Kabupaten / Kota. Komisi Penilai Pusat berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis usaha/kegiatan yang memenuhi kriteria: • usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara; • usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi; • usaha dan/atau kegaiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain; • usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang kelautan • usaha dan/atau kegiatan berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain. Komisi Penilai Daerah tingkat propinsi berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis usaha/kegiatan yang diluar kriteria tersebut diatas, dan lokasi kegiatannya meliputi lebih dari satu wilayah kabupaten / kota. Komisi Penilai Daerah tingkat kabupaten / kota berwenang menilai dokumen AMDAL untuk jenis usaha / kegiatan yang di luar kriteria tersebut di atas, dan lokasi kegiatannya terletak di satu wilayah kabupaten / kota yang bersangkutan. Untuk kelancaran proses penilaian dokumen AMDAL tersebut diperlukan koordinasi yang baik antara pihak pemrakarsa dan komisi penilai. 7.7 Bagan Koordinasi Antar Instansi Terkait Rumusan peran tiap instansi terkait dalam rangka koordinasi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan secara singkat digambarkan dalam bentuk bagan-bagan seperti tercantum pada Lampiran M s/d O, yang meliputi koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: Lampiran M : Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan Kajian Lingkungan; meliputi: Penyaringan Lingkungan; Penyusunan KA – ANDAL; Pelaksanaan Studi AMDAL; Penjabaran Hasil Studi ANDAL, RKL dan RPL. 49 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Lampiran N : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Pengadaan Tanah, meliputi: Pertimbangan Pengadaan Tanah; Kegiatan Awal Pengadaan Tanah; Identifikasi Kebutuhan Tanah; Perencanaan Pengadaan Tanah. Lampiran O : Koordinasi antar instansi terkait dalam perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing, meliputi: 8. Pertimbangan Penanganan Masyarakat Terasing; Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing; Identifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing; Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing; Penutup Seperti telah dikemukakan dalam Prakata, pedoman perencanaan pengelolaan lingkungan hidup ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan secara garis besar untuk memasukkan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan jaringan jalan. Pertimbangan lingkungan tersebut mencakup identifikasi, prakiraan dan analisis dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pembangunan jalan, dan merumuskan upaya penanganannya sedini mungkin sebelum pekerjaan konstruksi dilaksanakan, melalui mekanisme kajian lingkungan, dan AMDAL atau UKL dan UPL. Karena itu, untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan secara keseluruhan, pedoman ini harus digunakan bersama-sama dengan pedoman-pedoman lainnya, serta lampiran-lampirannya yang memberikan petunjuk lebih rinci. Hal lain yang sangat penting dalam pedoman ini adalah perlunya penjabaran RKL atau UKL dalam desain dan spesifikasi teknis, serta pencantuman klosul persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. Untuk menjamin keberhasilan pengelolaan lingkungan ini, proses pelaksanaannya harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek. Untuk keperluan itu, koordinasi 50 PEDOMAN PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan pemimpin proyek selaku pemrakarsa pekerjaan sangat penting. Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa keberhasilan pengelolaan lingkungan juga tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. 51 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1) Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA Mempelajari Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan dan mengidentifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rencana koridor jaringan jalan, khususnya areal sensitive … ..… .(1) BAPPEDA Memberi masukan tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Propinsi, Kabupaten dan Kota serta Penerapan P eta P adu S erasi … (2) STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1). Mencakup Tata guna lahan diperoleh dari Departemen Kehutanan, BPN dan dari sumber lainnya 2). Termasuk koordinasi dengan instansi terkait 3). Perhatikan bagan alir proses penyaringan (diagram A-1) dan pelajari Pedoman Penyaringan yang ada. Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL/UPL serta S O P … ..(3) Melakukan diskusi / konsultasi hasil penyaringan dengan BAPEDALDA … ... (4) MASYARAKAT 4). 5) Catat hasilnya dalam risalah rapat 6) Daftar proyek yang wajib pengelolaan lingkungan menggunakan formulir A-1 Memberi tanggapan dan saran dalam rangka menampung unpan balik … . .. (5) Menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan Lingkungan .. ... (6) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1) Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pra Kelayakan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Memberitahukan rencana penyusunan dokumen AMDAL . (1) 1) Sesuai PP AMDAL 2). Mengacu pada Kep Ka Bapedalda No.08/2000 3) Sesuai saran apakah melalui media cetak maupun media elektronik Menyepakati jadwal waktu dan isi pengumuman rencana kegiatan proyek … . (2) Mengumumkan rencana kegiatan proyek… ..(3) Memperbaiki dokumen KA-ANDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai … ..(11) 4) Tanggapan disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak tanggal pengumuman Memberikan tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek … . (4) Melaksanakan konsultasi Masy.… ..(5) Menyusun konsep KAANDAL dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai.. (6) KETERANGAN 5) Mengacu pada Pedoman Konsultasi Masyarakat dan Kep.Ka Bapedal No. 08/2000 6) Gunakan pedoman penyusunan KA-ANDAL Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … … … . (7) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberikan masukan.. (8) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan .. (7) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan (dari institusi terkait mis: kehutanan, Dikbud, Sosial) ..... (10) 7), 8), 9), 10) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Sebagai acuan penilaian ANDAL Menetapkan dokumen KA-ANDAL ........ .. (12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 10 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1) Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari KA ANDAL yang telah ditetapkan … … … (1) Melaksanakan Studi A N D A L … … (2) Mengirimkan hasil studi ANDAL ke Komisi Penilai untuk dinilai … … . (3) Memperbaiki konsep dokumen AMDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan kembali ke K om isi P enilai … (8) Mengadakan rapat komisi penilai AMDAL untuk menilai & menetapkan kelayakan lingkungan … … . (4) Menghadiri rapat dan memberikan masukan untuk perbaikan dokumen ...........(4) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dam pak lingkungan … .(6) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dampak lingkungan sesuai keterkaitannya … .(7) KETERANGAN 1). Lampiran SK Penetapan KA-ANDAL termasuk lampiran dokumennya. 2). Gunakan pedoman penyusunan ANDAL, RKL dan RPL 3). Lengkapi dengan surat pengantar dan tanda terima dokumen. 4) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 5) 6), 7) Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 8) Dilakukan sampai dokumen disetujui 9) Sebagai acuan untuk desain dan pelaksanaan Menetapkan dokumen A M D A L … … . (9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 11 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1) Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi ANDAL, RKL dan RPL … ..… (1) Menginventarisasi rekomendasi penanganan dampak pada dokumen RKL & R P L … … (2) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai kebijakan pembangunan daerah mis.: median, lansekap … … … . (3) Memberi penjelasan kepada tim perencana teknis tentang sasaran penanganan dampak pada RKL & RPL ....(6) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran ....... (4) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai keterkaitannya mis.: penanganan utilitas yang terkena............ (5) KETERANGAN 1) Termasuk mengkaji ulang (mereview) 2) Dibantu ahli lingkungan apabila diperlukan 3) 4) 5) Dapat dilakukan dalam forum rapat atau lainnya 6) Sebaiknya ada ahli lingkungan dalam tim perencana 7) Sebanyak mungkin dituangkan dalam desain, sedangkan dampak sosial yang tidak dapat dituangkan dalam desain, merupakan lampiran desain untuk diperhatikan pada saat tender 8) Output yang diharapkan Melaksnakan penjabaran hasil studi ANDAL, RKL dan RPL pada perenc.teknis.. (7) Desain jalan yang telah mempertimbangkan faktor lingkungan.. (8) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 12 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-1) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 13 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Menyusun konsep rencana sistem jaringan jalan … .(1) Konsultasi konsep rencana sistem jaringan jalan … … … … … (2) KETERANGAN 1). Konsep rencana sistem jaringan bersifat lokal dan regional Memberi masukan persyaratan Lingkungan .......................... (3) 2). Melalui pertemuan dan diskusi langsung dengan stakeholder. Memberi masukan tentang koordinasi program program pembangunan daerah dan penataan Ruang sesuai Renstra P em da … … … … .. (4) Melakukan Pemutakhiran Rencana Sisitem Jaringan Jalan (7) Melakukan Penyaringan Lingkungan.............(8) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan tentang area sensitif … … … … … (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dedikbud tentang situs sejarah, tempat keramat. Kehutanan tentang status hutan, areal koservasi Perhub tentang jaringan transportasi (6) 3). Termasuk mekanisme yang sesuai di lokasi rencana system jaringan jalan. 4). Yang dimaksud antara lain adalah program program pengembangan kawasan yang memerlukan peningkatan dan atau pembangunan jalan baru 5). Termasuk mekanisme penanganannya yang spesifik daerah. 6). Termasuk pola pelestarianaya 7). 8) Menggunakan Pedoman Pelaksanaan AMDAL, khusunya penyaringan Lingkungan 9 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN PEMRAKARSA BAPPEDALDA (Pada Tahap Pra Kelayakan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1),2), Pada koridor Jalan yang akan dibangun Mempelajari Rencana Sisten Jaringan Jalan … . (1) Membuat Alternatip koridor jalan … … … … (2) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatip koridor jalan … ....(3) Memberi masukan daerah sensitive dan daya dukung llingkungan … (4) Memberi masukan antara lain kondisi tingkat pelayanan Prasarana & Sarana berdasarkan kebutuhan Misal : tidak perlu jalan hotmix, tapi cukup macadam ...(5) Menetapkan koridor jalan terpilih… … … . (8) Menyusun Konsep KA studi lingkungan misal : KA-ANDAL dan mengajukan ke komisi penilai untuk dinilai … … … .. (9) Memberi masukan antara lain status kepemilikan lahan masyarakat misal : hak ulayat / adat......... (6) Memberi masukan sesuai keterkaitan misal : BPN & Kehutanan memberi masukan status dan fungsi lahan/hutan....... (7) 3),4),5),6), 7) Melalui Rapat Teknis yang diselenggarakan pemrakarsa dengan mengundang instansi/institusi terkait, 8). Yang memenuhi syarat teknis Melaksanakan Penilaian KA-A N D A L … … . (10) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9),10), Mengikuti bagan Pelaksanaan Penyusunan KA-ANDAL 10 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Sudi Kelayakan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Hasil Pra Kelayakan Mempelajari Koridor Jalan terpilih … … … (1) Membuat Studi Kelayakan terhadap alternatif rute Jalan (2) 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku Melakukan konsultasi kelayakan terhadap alternatif rute jalan (3) Melakukan studi lingkungan (apabila diperlukan) misal : studi ANDAL dan mengajukan ke komisi penilai untuk dinilai … … … … (7) KETERANGAN Memberikan masukan tentang keserasian program dan kepentingan spesifik daerah … . (4) Memberi masukan tentang areal sensitif, nilai lahan dll. (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : BPN/KEHUTANAN/DLL memeriksa kesesuaian Tata Guna Lahan........ (6) 3),4), 5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa Menilai hasil studi A N D A L, R K L, R P L ..… (8) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … (9) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … ..(10) Memberikan tanggapan dan masukan dalam proses penilaian AMDAL … … … .(11) 7), 8), 9), 10, 11) Mengikuti Bagan Pelaksanaan Penyusunan ANDAL Menetapkan Rute terpilih .....… … … (12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 11 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN PEMRAKARSA BAPPEDALDA (Pada Tahap Perencanaan Teknis) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Hasil Studi Kelayakan, dok.lingk. (apabila ada) mis : ANDAL, RKL & RPL dari rute terpilih (1) Melaksanakan penjabaran rekomendasi studi lingk. mis : RKL, RPL dlm Perencanaan Teknis Jalan .… … … .(2) Melakukan konsultasi KOnsep Perencanaan Teknis Jalan … (3) Membuat Konsep LARAP apabila diperlukan. … … .(7) Finalisasi dokumen LARAP proyek Jalan .................(12) Memberi masukan tentang tata cara dan evaluasi monitoring . (8) Memberikan masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang dll. … … . (4) Memberikan informasi detail tentang area sensitif m isal : m akam dll… .(5) Memberi masukan tentang keterpaduan program implementasi LA R A P … … .. (9) Memberi masukan tentang data asset dan kondisi social ekonomi … … (10) Koordinasi Rencana Pelaksanaaan (13) Menetapkan Desain Jalan .......... (15) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan sesuai keterkaiannya misal : pengadaan tanah daerah pariw isata… ..(6) Memberi masukan tentang cara pelepasan hak, apabila lahan yg diperlukan milik suatu instansi (11) KETERANGAN 1). Dokumen yang telah ditetapkan Komisi Penilai 2). Mengacu pada perencanaan jalan yang ramah lingkungan 3),4),5), 6) Melalui forum rapat yang dihadiri para wakil instansi terkait, dan wakil masyarakat terkena dampak 7) Sesuai pedoman penyusunan LARAP 8),9),10), 11) Melalui forum rapat yang dihadiri para wakil instansi terkait, dan wakil masyarakat terkena dampak 12). Disertai konsep SK untuk ditanda tangani oleh Bupati atau walikota 13). Dengan instansi terkait 14). Legalisasi dokumen LARAP Bupati/ Walikota mengesahkan Dokumen LARAP (14) 12 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Tahap persiapan Konstruksi) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Dokumen LA R A P … … … … … .(1) Melakukan Konsultasi Persiapan Implementasi LARAP dalam forum m usyaw arah… .. (2) Menyepakati jadwal kompensasi dan cara pengosongan lahan serta alih kepemilikan dalam forum m usyaw arah … .(3) Mensepakati jadwal dan rencana cara pelaksana an pengosongan lahan mis : tanah instansi lain, Listrik, PDAM, telpon. (4) Menerima Kompensasi, mengosongkan lahan dan hak/kewajiban lainnya sesuai LARAP … … . (8 ) Panitia pengadaan tanah melakukan proses implementasi … … . (9 ) P elaksanaan L A R A P … … … … … … … … … … .(5) Melakukan Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan LA R A P … … … … … .. (6) Melakukan Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan LA R A P … … … … … … (7) Melakukan Evaluasi Pelaksanaan LARAP ............... (10) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah KETERANGAN 1). Termasuk Detailed Disain dan Laporan Panitia Pembebasan Tanah 2). Dilakukan forum musyawarah yang dikoordinasikan oleh Panitia Pengadaan Tanah dan dihadiri oleh para wakil instansi terkait, aparat desa atau kelurahan, LSM dan penduduk terkena dampak 3),4) Menyetujui dan mengesahkan rencana implementasi LARAP dll. 5). Pelajari detailnya pada pedoman pelaksanaan LARAP 6),7) Lihat Pedoman Pelaksanaan Monitoring 8) Mencakup kompensasi untuk lahan dan bangunan, bantuan pindahan, bantuan pelestarian rumah rumah tradisional 9) Sesuai ketentuan LARAP 10) Pelajari pedoman Evaluasi Pelaksanaan LARAP 13 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN Mempelajari Rencana dan jadwal Konstruksi … ......................… ..(1) 1). Termasuk jadwal pengadaan tenaga kerja, peralatan dan bahan bangunan Menyiapkan Rencana Detail Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi .. ... (2) 2). Terutama kegiatan kegiatan yang dapat menggangu kegiatan umum sehingga perlu diumumkan kepada masyarakat luas 3) Konsultasi Rencana Kegiatan konstruksi termasuk pemberitahuan hal-hal tabu dilokasi (3) Melaksanakan Kegiatan Konstruks idan tindakan penanganan dampak … … … ..(6) Melakukan monitoring … … … … … … … … .(7) Melakukan monitoring … … … … … … … … … .(8) Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi ..........................(11) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan termasuk kepada para pekerja / buruh… … (4) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan (5) Memberi masukan apabila ada gangguan … … … … … … … … … (9) Memberi masukan apabila ada penyimpangan dari rencana dan koordinasi pelaksanaan proyek (10) 4) 5) 6). Melaksanakan kegiatan sesuai kesepakatan dengan masy. Termasuk penyuluhan thd pera pekerja 7), 8), 9) Dijabarkan dari dokumen RPL dan LARAP 10) Penyimpangan terhadap hal-hal yang telah disepakati 11). Sesuai dengan pedoman pelaporan konstruksi 14 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1). Termasuk komentar dan masukan dari BAPEDALDA dan BAPEDA yang ditulis dalam laopran pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL Mempelajari segala laporan monitoring … … … ...(1) Melakukan Analisa Manfaat Proyek Jalan .......(2) 2). dan 3) Mencakup lokasi dan lama pemantauan serta pelibatan masyarakat pada proses pemantauan Konsultasi Konsep Analisa Manfaat Proyek Jalan & Jem batan… (3) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek Lingkungan .......… … (4) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek pembangunan daerah ................................. (5) Menyusun Laporan PBME ............... (8) Masukan untuk perencanaan sistem jaringan jalan … … . (9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi tanggapan dan masukan dari aspek manfaat proyek bagi m asyarakat … ( 6) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek sektor terkait … ( 7) 4), 5), dan 6) Mencakup lokasi pengambilan data primer melalui wawancara, data sekunder (laporan harian kontraktor), metoda analisa dan evaluasi yang akan dipakai. 8). PBME (Project Benefit Monitoring & Evaluation) 9) Masukan mencakup faktor lingkungan sosial ekonomi budaya dan teknis. 15 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-2) Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pasca Konstruksi) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN Mempelajari laporan perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan … .. (1) Melakukan monitoring terhadap tertib pemanfaatan jalan dan lahan sekitarnya ..(2) Melakukan konsultasi tentang pemanfaatan jalan dan jembatan ..(3) Melakukan monitoring lingkungan sesuai R P L/U P L … (4) Melakukan koordinasi antar instansi agar jalan dimanfaatkan sesuai fungsinya, penggunaan lahan sekitar jalan sesuai tata ruang dsb. … ...(5) Berpartisipasi dalam mencegah penyimpangan pemanfaatan jalan..(6) Memberi masukan dan mengupayakan pencegahan penyimpangan sesuai keterkaitannya mis: adanya penyerobotan lahan damija, berkembanya lahan sekitar jalan yang tidak sesuai tata ruang ..(7) Bekerja sama dengan instansi terkait agar bagian-bagian jalan/jbt dipergunakan sesuai fungsinnya … ...(8) Tertib Pemanfaatan Jalan … (9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 16 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH (Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll. Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan, Peta Tata Guna Lahan Disekitar Rencana Jaringan Jalan … ..… .(1) 2) Mencakup kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung Membuat Konsep Awal Kebutuhan lahan untuk Rencana Jaringan Jalan (termasuk perkiraan kasar luas, jenis penggunaan dan kepemilikan). (2) Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan (3) KETERANGAN 3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 4). Dapat dituangkan dalam peta Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan termasuk sosial (4) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (5) Memberi masukan tentang lokasi lokasi hak adat / ulayat , dll ( 6 ) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, mis.: tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya (7) 5) Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 6) 7) Termasuk cara-cara pelepasannya Menetapkan Rencana Jaringan Jalan beserta perkiraan kasar kebutuhan lahan … (8) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8) Rencana ini disebarluaskan kepada institusi terkait 8 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pra Kelayakan ) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan Mempelajari Kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif koridor Jalan berdasarkan kebutuhan lahan … (2) KETERANGAN 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan… … .. (3) Memberi masukan tentang lokasi Prasarana & Sarana dan untuk pemukiman kembali penduduk serta ketersediaan dan keterpaduan pengadaan lahan .. (4) Merangkum data dan informasi untuk acuan peenetapankoridor penetapan koridorjalan jalan .....................(6) ..........(7) Memberi masukan Lokasi Masyarakat Terasing, status kepemilikan dan kesediaan melepas. (5) Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan … … (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) Diplot pada peta Padu Serasi 7), Masukan untuk pemilihan alternatip rute jalan dan penyusunan KA-ANDAL (Lihat bagan Pelaksanaan konsultasi masyarakat dan Penyusunan KAANDAL) 8) Mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Menetapkan koridor jalan terpilih............(8) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 9 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada setiap alternatif Rute Jalan … … … (1) Melakukan Konsultasi dan Survey Dasar sosial … … (2) Membuat Prakiraan Kebutuhan Lahan untuk Alt.Rute.. (7) Memberi masukan tentang daya dukung sosial ..… (3) Memperkirakan dampak sosial … .(8) Memberi masukan tentang pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi, kabupaten/kota dan koordinasi rencana pengadaan lahan .. (4) Koordinasi Rencana Awal P engadaan T anah … (9) Menetapkan Rute Terpilih ..... (12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan tentang Status Kepemilikan lahan termasuk asset lainnya serta taksiran harga .(5) Memberi masukan kesediaan dan keberatan masy. Terhadap pengadaan tanah … ..(10) Memberi masukan sesuai keterkatiannya antara lain tentang hal-hal berkaitan dengan pelepasan hak. (6) Menyetujui permohonan proyek tentang kebutuhan lahan … .(11) KETERANGAN 1). Hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk 8) Dalam forum penilaian apabila dokumen AMDAL 9) Koordinasi rencana awal pelaksanaan di lapangan dengan instansi lain 10) 11) Dapat dilakukan dalam forum rapat, dll. 12) Setelah dokumen AMDAL (bila ada) ditetapkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati 10 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail R ute Jalan … … … … (1) Melakukan Survey Sosial Ekonomi dan konsultasi Masyarakat … … (2) Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang hal kepemilikan lahan, pelepasan hak, rehabilitasi pem uk.kem bali, dll. … . (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya antara lain proses & ketentuan pelepasan hak, tatacara & criteria kompensasi serta tata cara pem uk.kem bali … … .. (6 ) Membuat Konsep LA R A P … ..(7) Sosialisasi Konsep LARAP dan mengajukan kepada Gub/Bupati/Walikota (8) Memberikan kesepakatan thd konsep tersebut … .. (9) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaksanaan LA R A P … … (12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberikan kesepakatan thd konsep … … . (10) Gubernur / Bupati/Wali kota menyetujui konsep LARAP-nya. … .. (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data Jenis Peruntukan Lahan yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas antara tim lapangan dengan panitia pengadaan tanah.. 3). Sesuai Tupoksi Institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk status sertifikat, luasan, Lokasi di Peta, prakiraan nilai kekayaan, masa tinggal dll. 6). Sesuai peraturan per UU-an yang berlaku 7) Sesuai petunjuk yang dikeluarkan 8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan dalam forum rapat 12) Setelah disahkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati 11 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA Membuat Jadwal Detail & konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1) Melaksanakan Pembayaran Kompensasi untuk tanah dan asset diatasnya … … ..(5) Melaksanakan Kegiatan Pemukiman Kembali Penduduk (BILA ADA) ....... ( 10) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat … … … . (2) Berpartisipasi dalam musy. & menyepakati dlm mufakat khususnya P .T .P … … . (3) Melaksanakan musyawarah dan mufakat, khususnya panitia pengadaan tanah … … .. (4) Menyerahkan Surat-surat kepemilikan lahan kepada pem rakarsa … … .(8) Panitia Pengadaan Tanah membantu dalam penyelesaian proses adm inistrasi … … .(9) Menerima Sertifikat Kepemilikan Kapling dan K artu P enduduk … ..(13 ) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: transmigrasi, perumahan dll… (14 ) Melakukan monitoring … … (6) Melakukan monitoring … .. (7) Melakukan Monitoring Pelaksanaan LARAP .… .. (11) Membantu pelaksanaan Koordinasi dengan instansi terkait … (12) Membuat Laporan Pelaksanaan LARAP … … (15) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen LARAP yang telah ditetapkan 2) 3) 4) Dapat dilakukan berkali kali 5). Sesuai dg kesepakatan nilai kompensasi dan daftar penerimanya 6),7) Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 8) 9) Termasuk proses pensertifikatan 10). Sesuai dengan yang tertera pada LARAP 11) Sesuai yang tertera pada dokumen LARAP dan daftar yang akan dimukimkan kembali 12) Baik instansi pusat dan daerah termasuk di lokasi pemukiman kembali penduduk. 13). Sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan 14) Dapat dikaitkan dengan program instansi terkait 15) Untuk digunakan sebagai acuan monitoring 12 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP. 2) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi Masyarakat Terkena Proyek … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca LA R A P … .. (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … (6) Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultansi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melakukan monitoring … … … .(8) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi m asyarakat … … ..(12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 13 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Catatan Pelaksanaan LARAP (Pengadaan Tanah dan Rehabilitasi E konom i) … … .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses pengadaan tanah dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan Analisa Kesesuaian Rencana … … … . (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring pelaksanaan LARAP … … .(3) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosial dan kelembagaan) Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud m asy… .. (4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sekto … ... (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan termasuk dari aspek pelaksanaan … ..( 6) Memberi tanggapan dan masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. Keberhasilan/kegagalan program rehabilitasi, tingkat kesenjangan antar kelom pok m asy. … 7) 3), 4), 5), 6), 7). Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan Akuntabilitas Proyek Jalan. Menyusun Laporan Monitoring Pasca LA R A P … … . (8) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 14 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. LA R A P … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria perencanaan LARAP yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan LARAP … . (4) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya 9) Memberi masukan tentang sosekbud dan m asalah lingkungan … . (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelem bagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang, nilai kearifan lokal, adat istiadat, pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkan kepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. Menetapkan kriteriakriteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai kebutuhan perencanaan dimasa datang … (9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 15 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 1. PENJELASAN UMUM Pedoman ini mengatur pelaksanaan pengadaan tanah, termasuk pemukiman kembali penduduk (BILA ADA) pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu: a). Pertimbangan Pengadaan Tanah b). Kegiatan Awal Pengadaan Tanah c). Indentifikasi Kebutuhan Lahan d). Perencanaan Pengadaan Tanah e). Pelaksanaan Pengadaan Tanah f). Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat Terkena Proyek g). Evaluasi Pasca Pengadaan Tanah Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasi Masyarakat, proses pengadaan tanah melibatkan 5 (lIMA) kelompok atau pelaku utama berikut ini: a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan Hidup di Kabupaten maupun kota. c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda Kabupaten dan Bapeda Kota. d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan lain sebagainya. Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulai diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal. Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku pembangunan tersebut. 2. PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH Pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek sistim Jaringan jalan , dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Catatan-1: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal perencanaan umum system jaringan jalan. Langkah pelaksanaan pertimbangan pengadaan tanah untuk proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1) 1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Umum Sistim Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan, mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridorkoridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana peruntukannya dimasa dating. 2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum system jaringan jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.. 3. Pemrakarsa, Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan. 4. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa. 5. STAKEHOLDER LAINNYA, memberi masukan tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya. 6. PEMRAKARSA, melakukan pemutakhiran terhadap rencana umum sistim jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA. 3. KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya lahan lahan masyarakat yang akan terkena proyek jalan. . Catatan-2: Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk dikembangkan. Langkah pelaksanaan Kegiatan awal pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-2) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari jenis peruntukan lahan pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan oleh instansi terkait misalnya peta budaya, peta banjir, peta quarry dll.. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali masukan tambahan dari para stakeholdernya. 3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang kebijaksanaan pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang dilindungi.. 4. BAPPEDA, memberi masukan tentang prasarana dan sarana strategis yang terdapat pada dan disekitar koridor jalan, dan alternatip lokasi pemukiman kembali penduduk apabila diperlukan. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang adanya masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang direncanakan. 6. STAKEHOLDER LAINNYA, Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan. 7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk pertimbangan penyusunan KA-ANDAL. 8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih 4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN dilakukan dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya dampak pengadaan tanah, lokasi alternatip pemukiman kembali penduduk (BILA ADA) dan prakiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah berdasarkan variasi kharakteristiknya dilapangan. Catatan-3: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL. Langkah pelaksanaan identifikasi kebutuhan lahan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari kebutuhan lahan dan jenis peruntukan lahan ada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan survey dasar social berdasarkan pedoman survey yang ada. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan tentang daerah-daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional. 4. BAPPEDA, memberi masukan tentang pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, propinsi maupun kota termasuk dukungan proyek jalan terhadap program program tersebut. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang status kepemilikan lahan termasuk lama waktu tinggal dll. 6. BPN memberikan masukan tentang tata ruang dan kehutanan memberi masukan tentang fungsi hutan 7. PEMRAKARSA, membuat prakiraan kebutuhan lahan disetiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih untuk masukan pada analisa kelayakan proyek. 8. PEMRAKARSA mentepkan rute terpilih. 9. BAPPEDA, mengadakan koordinasi rencana pelaksanaan di lapangan dengan instansi terkait. 10. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, PEMRAKARSA menyiapkan konsep permohonan kebutuhan lahan untuk proyek kepada Gubernur atau Bupati atau walikota. 11. Gubernur/Bupati/Walikota permohonan lahan 5. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH menyetujui permohonan proyek tentang PERENCANAAN PENGADAAN TANAH, dilakukan pada tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data penduduk terkena dampak beserta kekayaannya (ii) terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan pengadaan tanah termasuk rencana jadwal pembayaran kompensasi, (iii) tersusunnya rencana pemindahan kembali penduduk termasuk pilihan lokasinya (BILA ADA), (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA).. Catatan-4: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut. Langkah pelaksanaan perencanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-4) 1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran dilaksanakan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) 2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat melalui pola wawancara. 3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan pelaksana. 4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan instansi lain selain instansi social. 5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail mengenai hal hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah. 6. Panitia pengadaan tanah, memberi masukan tentang tata cara dan kriteria kompensasi, sesuaiperaturan per Undang-undangan yang berlaku. 7. PEMRAKARSA membuat LA 8. RAP dan melakukan konsultasi masyarakat sebagainmana dijelaskan pada bagan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan teknis. 9. PEMRAKARSA, mensosialisasikan konsep larap, dan mengajukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota. 10. BAPPEDA, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP. 11. MASYARAKAT, memberikan kesepakatan terhadap konsep LARAP 12. Gubernur/Bupati/Walikota menyetujui konsep LARAP. 13. PEMRAKARSA, mengadakan persiapan pelaksanaan 6. PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan dengan administrasi pengadaan tanah. Sasarannya adalah (i) tersedianya lahan yang dibutuhkan proyek beserta surat surat kepemilikannya (ii) terselesaikannya pembayaran kompensasi lahan dan bangunan serta tanaman milik penduduk terkena proyek, (iii) termukimkannya penduduk terkena proyek pada lokasi lokai yang layak huni, (iv) tertanganinya masyarakat terasing.. Catatan-5: Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA ADA). Langkah pelaksanaan pengadaan tanah dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5) 1. PEMRAKARSA, mempelajari dokumen LARAP dan membuat rencana detail pelaksanaannya yang disesuaikan dengan perkembangan terakhir Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) dari proses pengadaan tanah.maupun kesiapan perencanaan serta pendanaannya. 2. BAPPEDA, ikut berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat 3. MASYARAKAT, ikut berpartisipasi dalam musyawarah dan menyepakati dalam mufakat khususnya PTP. 4. STAKEHOLDER LAINNYA, Melaksanakan musyawarah dan mufakat khususnya panitia pengadaan tanah. 5. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan pembayaran kompensasi untuk tanah beserta asset asset diatasnya, sesuai dengan jadwal terakhir yang disepakati. 6. BAPEDALDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal. 7. BAPPEDA, melakukan monitoring dan evaluasi 8. MASYARAKAT, menyerahkan surat surat bukti kepemilikan tanah kepada pemrakarsa melalui panitia pengadaan tanah. 9. Panitia pengadaan tanah membantu dalam penyelesaian proses administrasi 10. APABILA ADA kebutuhan pemukiman kembali penduduk, PEMRAKARSA melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. 11. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pemukiman kembali penduduk tersebut. 12. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan pemukiman kembali penduduk tersebut sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. 13. MASYARAKAT, menerima sertifikat dan atau surat surat yang diperlukan sehubungan dengan pemukiman kembali tersebut misalnya sertifikat kepemilikan kapling, kartu penduduk dll. 14. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan pengadaan tanah kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi terkait. 7. REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK REHABILITAS EKONOMI mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memberbaiki kondisi social ekonomi masyarakat terkena dampak yang kondisinya menurun bila dibandingkan dengan sebelum terkena proyek. Catatan-6: Kegiatan ini dilakukan setelah lahan untuk proyek telah tersedia dan atau diserahkan kepemilikannya kepada proyek dan setelah kontraktor pelaksana Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi. Langkah Konsultasi Pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat terkena dampak dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6) 1. PEMRAKARSA, mempelajari rencana rehabilitasi ekonomi, melakukan identifikasi masyarakat terkena dampak yang menurun kondisi social ekonominya setelah menerima pembayaran kompensasi atau setelah dimukimkan kembali (BILA ADA). Identifikasi dilakukan terhadap masyarakat terkena dampak yang tercatat dalam dokumen LARAP. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi dan persiapan rencana rehabilitasi dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip. 3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat yang dinilai paling efektip sesuai dengan kondisi lapangan. 4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi lainnya . 5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai penyebab timbulnya kesulitan ekonomi, mislanya karena kehilangan pelanggan, karena maslahan lapangan kerja alternatip yang tidak diperoleh dilokasi baru dsb. 6. DINAS SOSIAL memberi alternatip pola rehabilitasi. 7. PEMRAKARSA, melaksanakan program rehabilitasi ekonomi masyarakat berdasarkan rencana yang telah mendapat berbagai masukan serta telah disepakati. 8. BAPEDALDA, melakukan monitoring dan rehabilitasi ekonomi masyarakat tersebut.. 9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. 10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program rehabilitasi sesuaii kesepakatan. 11. DINAS SOSIAL, melakukan monitoring & evaluasi. 12. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan rehabilitasi ekonomii masyarakat dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek. 8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH evaluasi pelaksanaan EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH yang dilakukan pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja pengadaan tanah sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja proyek jalan dapat tersusun. Catatan-7: Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-3) Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan LARAP. Langkah evaluasi pasca pengadaan tanah dan pembagian peran masingmasing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7) 1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh selama pelaksanaan pengadaan tanah.. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya. 3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang pola evaluasi yang paling sesuai. 4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian kondisi masyarakat terkena dampak. 5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya. 6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social ekonomi sebelum dan sesudah proyek. 7. BPN, memberi tanggapan dari aspek kesesuaian tata ruang. 8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi pengadaan tanah. 9. EVALUASI PASCA PENGADAAN TANAH Evaluasi pasca pengadaan tanah pada tahap pasca proyek bertujuan untuk menyusun criteria Pengadaan Tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Mempelajari laporan evaluasi pasca pelaksanaan pengadaan tanah b. Mengidetifikasi kriteria-kriteria perencanaan yang perlu disesuaikan c. Menetapkan criteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 8 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 1. PENJELASAN UMUM Pedoman ini mengatur pelaksanaan penanganan masyarakat terasing pada seluruh tahapan siklus pengembangan proyek jalan dan jembatan yaitu: a). Pertimbangan Penanganan masyarakat Terasing b). Kegiatan Awal Penanganan Masyarakat Terasing c). Indentifikasi Penanganan Sistem Sosial Budaya Masyarakat Terasing d). Perencanaan Penanganan Masyarakat Terasing e). Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing f). Pelaksanaan Konservasi Budaya Masyarakat Terasing g). Pelaksanaan Evaluasi Pasca Penanganan Masyarakat Terasing Seperti halnya pada pelaksanaan AMDAL dan pelaksanaan Konsultasii Masyarakat serta pelaksanaan pengadaan tanah, proses penanganan Masyarakat Terasing melibatkan 5 (lima) kelompok atau pelaku utama berikut ini: a). PEMRAKARSA, dalam hal ini meliputi para pimpinan proyek, para kepala Dinas di propinsi, kabuipaten dan kota b). BAPEDALDA, dalam hal ini termasuk Bapedalda Propinsi, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) atau Kantor Lingkungan Hidup di Kabupaten maupun kota. c). BAPPEDA, dalam hal ini terdiri dari Bappeda propinsi, Bappeda Kabupaten dan Bapeda Kota. d). MASYARAKAT, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Penduduk terkena dampak, tokoh tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. e). STAKEHOLDER LAINNYA yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan lain sebagainya. Pedoman pelaksanaan ini menjelaskan mekanisme kerja pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek yang terintegrasi dengan siklus pengembangan proyek, sedemikian sehingga masalah masalah lingkungan sudah mulaii diidentifikasi dan ditangani dari proses pembangunan yang paling awal. Mekanisme kerja menjelaskan pembagian peran dari ke lima kelompok pelaku pembangunan tersebut. 2. PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING Pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek sistim Jaringan jalan, dilakukan pada tahap perencanaan dan bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sasaran proyek serta menampung masukan dari masyarakat yang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 1 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) berkepentingan dengan proyek jalan. Sasarannya adalah terkumpulnya masukan untuk landasan pemutakhiran koridor rencana system jaringan jalan. Catatan-1: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep awal perencanaan umum system jaringan jalan. Langkah pelaksanaan pertimbangan penanganan masyarakat terasing untuk proyek Sistim Jaringan Jalan dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-1) 1. Pemrakarsa mempelajari kembali konsep Rencana Sistim Jaringan Jalan termasuk sasaran kawasan yang akan dilayani, misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota yang akan didukung sistim jaringan jalan dan mempelajari pula peta tata guna lahan pada dan disekitar koridor-koridor yang telah dipertimbangkan yang mencakup kondisi eksisting maupun rencana peruntukannya dimasa datang. 2. Selanjutnya, Pemrakarsa membuat perencanaan umum jaringan jalan yang telah meninjau beberapa kemungkinan koridor jalan. Perencanaan umum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip menghindari lahan budi daya dan kawasan yang dilindungi sesuai criteria yang tertera pada pasal-6 undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.. 3. BAPPEDA, memberi tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi dan atau peta penataan ruang wilayah termasuk program program pembangunan daerah yang telah direncanakan. Tanggapan dan masukan ini diberikan sesuai permintaan pemrakarsa. 4. MASYARAKAT, memberikan gambarantentang kehidupan sosial budaya masyarakat terasing, termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan tanah. 5. DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN memberi masukan tentang lokasi masyarakat terasing termasuk populasinya. 6. PEMRAKARSA, menetapkan rencana jaringan jalan beserta koridor koridornya dengan mempertimbangkan seluruh masukan yang diperoleh dari BAPPEDA. 3. KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada tahap pra kelayakan koridor rencana system jaringan Jalan dan bertujuan untuk menganalisa kebutuhan lahan untuk proyek sedemikian sehingga selain luasan tanah yang perlu dibebaskan, juga teridentifikasinya kawasan Perumahan dan Permukiman masyarakat terasing yang akan terkena proyek jalan. . Catatan-2: Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 2 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemrakarsa menyelesaikan konsep rencana umum system jaringan jalan termasuk koridor-koridor yang memungkinkan untuk dikembangkan. Langkah pelaksanaan Kegiatan awal penanganan masyaraka terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-2) 1. PEMRAKARSA, mempelajari penyebaran permukiman masyarakat terasing pada koridor-koridor rencana system jaringan jalan dari peta padu serasi yang diperoleh dari BAPPEDA dan atau peta lain yang dikembangkan dan atau dipublikasikan oleh instansi terkait misalnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial dll. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan konsultasi mengenai koridor-koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan tersebut untuk menggali masukan tambahan dari para stakeholdernya. 3. BAPEDALDA diharapkan dapat memberi masukan tentang perkiraan dampak social terhadap masyarakat terasing yang harus dilestarikan termasuk kebijaksanaan kebijaksanaan yang berhubungandengan pelestarian lingkungan hidup termasuk lokasi lokasi kawasan yang dilindungi.. 4. BAPPEDA, memberi masyarakat terasing. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem pemilikan tanah masyarakat terasing pada koridor atau disekitar koridor system jaringan jalan yang direncanakan. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat terasing. 7. PEMRAKARSA, merangkum semua masukan yang diperoleh untuk acuan mempertimbangkan kembali koridor koridor system jaringan jalan yang telah dikembangkan. Masukan tersebut, juga diperlukan untuk pertimbangan penyusunan KA-ANDAL. 8. PEMRAKARSA, menetapkan koridor jalan terpilih 4. IDENTIFIKASI SISTEM SOS BUD MASYARAKAT TERASING masukan tentang koordinasi penanganan IDENTIFIKASI SISTEM SOSIAL BUDAYA masyarakat terasing dilakukan dilakukan pada tahap Studi Kelayakan proyek dan bertujuan untuk masukan analisa kelayakan rute jalan pada koridor yang dipilih. Sasarannya adalah teridentifikasikannya sistem sosial budaya yang akan terkena dampak proyek jalan. Catatan-3: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan pemilihan koridor jalan yang paling baik ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan yang diperoleh dari analisa pra kelayakan. Dalam hal pra kelayakan tidak dilakukan, maka pilihan koridor rencana jalan didasarkan pada analisis isu isu lingkungan yang dilakukan pada tahap penyaringan AMDAL, UKL, UPL. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) Langkah pelaksanaan identifikasi sistem sosial budaya masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-3) 1. PEMRAKARSA, mempelajari pola penyebaran masyarakat terasing pada setiap alternatip rute jalan yang terletak pada koridor terpilih. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan survey dasar social berdasarkan pedoman survey yang ada. 3. Atas dasar permintaan pemrakarsa, BAPEDALDA memberi masukan tentang situs penanganan dampak social masyarakat terasing dan benda cagar budaya yang harus dilindungi serta daerah daerah yang dinilai sensitip atau kawasan kawasan yang dinilai startegis, bersejarah dan mempunyai nilai tradisional. 4. BAPPEDA, memberi masyarakat terasing. 5. MASYARAKAT, memberi masukan tentang sistem nilai dan budaya masyarakat terasing. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang mobilitas masyarakat terasing. 7. PEMRAKARSA, Membuat konsep rencana penanganan masyarakat terasing di rute yang akan dipilih. 8. PEMRAKARSA, menetapkan rute jalan terpilih. 5. PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING masukan tentang koordinasi penanganan PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING, dilakukan pada tahap Perencanaan Teknis (detailed design) dan bertujuan untuk menjabarkan RKL dan RPL kedalam perencanaan teknis jalan. Sasarannya adalah (i) terkumpulnya data yang berhubungan dengan masyarakat terasing (ii) terkumpulnya bahan bahan untuk perencanaan penanganan masyarakat terasing termasuk rencana jadwal penanganan masyarakat terasing (iv) tersusunnya rencana penanganan masyarakat terasing (BILA ADA).. Catatan-4: Kegiatan ini dilakukan setelah pemrakarsa menyelesaikan studi kelayakan dan menerima ketetapan mengenai Studi ANDAL, RKL dan RPL dari komisi penilai AMDAL. Kegiatan perencanaan pengadaan tanah dilakukan setelah pengukuran detail untuk perencanaan detail teknis diselesaikan yang pelaksanaannya didasarkan atas rekomendasi RKL dan RPL tersebut. Langkah pelaksanaan perencanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-4) 1. PEMRAKARSA, mempelajari hasil pengukuran detail pada rute jalan terpilih termasuk semua informasi yang diperoleh selama pengukuran dilaksanakan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 4 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 2. PEMRAKARSA, melakukan survey social ekonomi masyarakat sekitar rute jalan pada koridor terpilih seraya melakukan konsultasi masyarakat melalui pola wawancara. 3. Bilamana diminta oleh pemrakarsa, BAPEDALDA melakukan monitoring pelaksanaan survey social ekonomi yang dilaksanakan oleh konsultan pelaksana. 4. BAPPEDA, membantu dalam menggkoordinasikan pelaksanaan survey social ekonomi tersebut yang biasanya memerlukan pula keterlibatan instansi lain selain instansi social. 5. Selama proses wawancana, MASYARAKAT, memberi masukan detail dilapangan tentang sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan, sistem nilai dan hak adat masyarakat terasing.. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang pola penanganan masyarakat terasing.. 7. PEMRAKARSA membuat konsep dan sosialisasi penanganan masyarakat terasing. 8. BAPPEDA, memberikan persiapan pelaksanaan 9. MASYARAKARAT, memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan 10. STAKEHOLDER LAINNYA, memberikan kesepakatan dan membantu persiapan pelaksanaan. 11. PEMRAKARSA, Menetapkan desain jalan. 6. kesepakatan dan rencana tindakan melakukan koordinasi PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING PAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada tahap persiapan konstruksi bertujuan menyelesaikan masalah masalah yang berhubungan dengan sistem sosial budaya. Sasarannya adalah terlaksanakannya program penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga proyek jalan dapat dilaksanaan dengan tanpa mendapat gangguan dari masyarakat terasing. Catatan-5: Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis detail diselesaikan. Demikian pula dokumen Land Acquizition and Ressettlement Action Plan (LARAP) harus sudah disetujui sebagai dokumen pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk serta penanganan masyarakat tersaing (BILA ADA). Langkah pelaksanaan penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-5) 1. PEMRAKARSA, membuat jadwal terinci tentang penanganan masyarakat terasing yang dijhabarkan dari dokumen penanganan masyarakat terasing yang telah disepakati. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 5 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 2. Selanjutnya, pemrakarsa masyarakat terasing. melaksanakan program penanganan 3. BAPEDALDA, melakukan monitoring pelaksanannya terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal. 4. BAPPEDA, melakukan monitoring tentang pelaksanannya dilapangan, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal 5. MASYARAKAT, menerima pemberitahuan tentang rincian program memberi tanggapan dan persetujuannya, serta berpartisipasi dalam pelaksanaan program.. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan DINAS SOSIAL, membantui dalam pelaksanaa program penanganan masyarakat terasing dilapangan sesuai dengan yang disepakati bersama. 7. PEMRAKARSA, membuat laporan mengenai pelaksanaan penanganan masyarakat terasing kepada atasan pemrakarsa dengan tembusan kepada instansi terkait. 7. PELAKSANAAN KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING dilapangan, KONSERVASI BUDAYA MASYARAKAT TERASING, mulai dilakukan pada tahap konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan memelihara budaya masyarakat terasing agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang. Catatan-6: Kegiatan ini dilakukan setelah setelah kontraktor pelaksana ditunjuk. Kontraktor pelaksana yang ditunjuk bersama sama pemrakarsa telah pula menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi. Langkah Konsultasi Pelaksanaan konservasi budaya masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-6) 1. PEMRAKARSA, melakukan identifikasi budaya dan hal hal tabu masyarakat terasing yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek. 2. Selanjutnya, pemrakarsa membuat konsep konservasi budaya masyarakat terasing dan mengkonsultasikannya kepada pihak pihak yang berkepentingan agar pelaksabnaannya efektip. 3. BAPEDALDA, memberi masukan mengenai pola konservasi yang efektip. 4. BAPPEDA, memberi masukan program program sejenis dari instansi lainnya yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya. 5. MASYARAKAT, memberi masukan mengenai kesulitan kesulitan pada pasca penanganan masyarakat terasing. 6. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi masukan tentang h a l h a l “T A B U ” d a n ja d w a l u p a ca ra ritu a l m a sya ra ka t te ra sin g . 7. PEMRAKARSA, melaksanakan program konservasi budaya. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 6 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 8. BAPEDALDA, melakukan monitoring konservasi budaya masyarakat terasing dan evaluasi pelaksanaan 9. BAPPEDA, membantu dalam hal koordinasinya dengan instansi terkait apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. 10. MASYARAKAT, menerima dan melaksanakan program konservasi budaya masyarakat terasing. 11. PEMRAKARSA, membuat laporan pelaksanaan konservasi Budaya Masyarakat terasing dan menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi manfaat proyek. 8. PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING yang dilakukan pada tahap pasca konstruksi Jalan dan jembatan bertujuan untuk menilai kinerja penanganan masyarakat terasing sedemikian sehingga dapat melengkapi bahan penyusunan laporan monitoring dan evaluasi manfaat proyek. Catatan-7: Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan konstruksi selesai dan pemrakarsa menyelesaikan laporan evaluasi pelaksanaan konstruksi termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan LARAP. Langkah evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing dan pembagian peran masing-masing pelaku pembangunan adalah sebagai berikut: (Bagan pada Gambar-7) 1. PEMRAKARSA, mempelajari semua catatan lapangan yang diperoleh selama pelaksanaan penanganan masyarakat terasing. 2. Selanjutnya, pemrakarsa melakukan analisa kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya. 3. PEMRAKARSA, meminta pendapat BAPEDALDA dan BAPPEDA tentang pola evaluasi yang paling sesuai. 4. BAPEDALDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian kondisi masyarakat terasing. 5. BAPPEDA, memberi masukan dan tanggapan yang diperlukan, khususnya penilaian terhadap perubahan kualitas lingkungan permukiman disekitar proyek jalan, penataan ruang, pembangunan ekonomi wilayah dan aspek asepk pembangunan daerah lainnya. 6. MASYARAKAT, memberi umpan balik tentang perubahan kondisi social ekonomi serta lingkungan budaya masyarakat terasing sebelum dan sesudah proyek. 7. DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, memberi tangapan dari aspek kelestarian budaya masyarakat terasing. 8. PEMRAKARSA, menyusun laporan evaluasi penanganan masyarakat terasing. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 7 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-4) 9. EVALUASI PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING Evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing pada tahap pasca proyek bertujuan untuk menyusun kriteria Evaluasi Penanganan Masyarakat Terasing yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. Untuk itu, pemrakarsa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Mempelajari laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing& konsep kriteria evaluasi pasca penanganan masyarakat terasing b. Melaksanakan disesuaikan 9. Menetapkan kriteria penanganan masyarakat terasing yang akan digunakan sebagai ketentuan perencanaan dimasa datang. idetifikasi kriteria-kriteria perencanaan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah yang perlu 8 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-1 BAGAN KONSULTASI RENCANA UMUM SISTEM JARINGAN JALAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan … ..… .(1) Menyusun konsep renc. jaringan jalan yang dilengkapi dengan perkiraan kasar kebutuhan lahan, lokasi areal sensitive… ..(2) Melakukan penyaringan awal lingk. terhadap renc. jaringan … ..(3) Konsultasi konsep renc. jaringan yang telah dilengkapi seperti pada butir (2) serta konsep hasil penyaringan awal lingkungan… ..(4) Memberi masukan ttg. persyaratan lingkungan daya dukung lingk. dan sosial serta tanggapan hasil penyaringan.. (5) Memberi masukan ttg. penerapan tata ruang, koordinasi program pemb. dan kebijakan daerah tentang pengadaan tanah dan penanganan masy. terasing… .. (6) Menetapkan Rencana Jaringan Jalan yang dilengkapi catatan2 serta hasil penyaringan awal lingkungan .. (9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan tentang kawasan lindung dan sensitive, termasuk kondisi sosekbud masy. (termasuk masy.terasing), hak adat/ulayat, kawasan budaya, dll. .. (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : adanya program yang terkait (masy.terasing) beserta peraturannya, fungsi lahan dan peraturannya, program lainnya yang terkait. (8) KETERANGAN 1). Termasuk tata ruang, tata guna lahan, dan areal sensitive lainnya pada jaringan jalan tsb. serta lokasi masy. terasing 2). Areal sensitive mencakup daerah lindung, sesuai Keppres 32/1990, lokasi masy. terasing, dll. 3). Mengacu pada ketentuan2 yang ada a.l.: Kepmen LH 17/2001 dan KepMen Kimpraswil No.17/KPTS/ /M/2003 4). Dapat dilakukan pada forum rapat atau media lainnya 5). Termasuk masukan mekanisme AMDAL 6) Termasuk kesesuaian terhadap Renstra Pemda. 7) Termasuk cara-cara pelepasan hak pada pembebasan lahan 8) Mencakup sektor terkait, mis: sektor2 perhubungan, pertanian, industri, kehutanan, diknas, dll. 9) Catatan2 berupa indikasi masalah yang mungkin dihadapi pada saat pelaks. program mis: kebutuhan lahan, keberadaan masy.terasing, kawasan lindung, situs sejarah, dll. 1 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-2 BAGAN KONSULTASI PEMILIHAN KORIDOR RUTE JALAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Pra Kelayakan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Rencana Jaringan Jalan … . (1) Membuat alternatif koridor jalan … . (2) Konsultasi pemilihan alternatif koridor rute jalan … ..(3) Memberi masukan daerah sensitive, daya dukung lingkungan dan sosial pada alternatif koridor … … . (4) Memberi masukan tentang keterpaduan program, koordinasi awal penanganan masyarakat terasing (bila ada), keterpaduan pengadaan lahan, dll. … ... (5) Menetapkan koridor rute jalan terpilih … . (8) Menyusun konsep KAStudi Lingk. (ANDAL atau UKL/UPL) dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai (apabila ANDAL)......(9) Memperbaiki dok. KAANDAL sesuai hasil rapat komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai ..... (11) Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … . (10) Menetapkan dokumen KA-ANDAL … . (12) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan tentang sistem kepemilikan lahan dan kesediaan melepas, serta hal-hal yang dianggap sensitive oleh masyarakat setem pat … . .. (6) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : status lahan, hutan, pola kehidupan sosekbud masyarakat (terasing), dll. ..... (7) KETERANGAN 1) Berikut catatan2-nya sesuai hasil tahap sebelumnya 2) Yang dilengkapi data awal kebutuhan lahan, lokasi masy.terasing (bila ada), dll. 3) Dapat dilakukan melalui forum rapat atau media lainnya 4) Termasuk kriteria dampak penting 5) Termasuk masukan akan kebutuhan kualitas jalan : hotmix, macadam, jalan tanah 6) Termasuk hal/lokasi yang dianggap keramat/tabu 7) Termasuk program yang sedang dan akan berjalan 8) Setelah mempertimbangkan masukan-masukan yang diperoleh dari seluruh stakeholder 9) Didahului dengan pengumuman rencana kegiatan dan partisipasi masyarakat sesuai KepKa Bapedal No.08/2000 10) Untuk mendapatkan masukan dari stakeholder termasuk masyarakat yang akan terkena dampak (lihat prosedur AMDAL) 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Digunakan untuk acuan oleh konsultan penyusun AMDAL CATATAN : Apabila hanya UKL/UPL yang diperlukan, penyusunan KA oleh pemrakarsa (langkah 9 s/d 12 tidak ada) 2 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-3 BAGAN KONSULTASI KELAYAKAN RUTE JALAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Studi Kelayakan) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari koridor terpilih dan membuat studi kelayakan thd alternatif rute jalan (1) Melakukan konsultasi kelayakan alternatif rute jalan (setelah didahului dengan survai dasar sosial … … (2) Menyusun konsep dok. AMDAL (bila perlu) dan mengajukan ke Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai...... (7) Memperbaiki konsep dok. AMDAL sesuai hasil rapat komisi dan mengajukan kembali ke Komisi Penilai .. (9) Memberi masukan tentang dampak dan daya dukung lingkungan dan sosial ..… (3) Memberi masukan tentang kesesuaian program pemb., kepentingan spesifik daerah serta koordinasi awal rencana pengadaan tanah dan penanganan masy. terasing (bila ada).....(4) Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk memeriksa konsep dok. A M D A L.… (8) Menetapkan dokumen. A M D A L.… (10) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan lahan, taksiran harga, sistem nilai budaya masy. (terasing) dan pendekatan penanganan, kesediaan dan keberatan pengadaan tanah dll. … .. .(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : pengadaan tanah, pelepasan hak, kesesuaian tata guna lahan, mobilitas masy. terasing, situs dan benda cagar budaya yang harus dilindungi, dll. … ..(6) KETERANGAN 1) Mengacu pada hasil prakelayakan 2) Survai dasar sosial unuk mengetahui secara kasar kondisi dan dampak terhadap sosekbud 3) Spesifik pada alternatif rute jalan 4) Kepentingan spesifik daerah perlu dituangkan dalam suatu keputusan atau Perda 5) Dapat dilakukan pada saat survai dasar sosial dan/atau pada forum rapat 6) Termasuk segala peraturan dan pengaturannya 7) Berdasarkan KA-ANDAL yang telah disetujui serta hasil survai dasar sosial 8) Untuk mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder termasuk masy. yang akan terkena dampak (lihat prosedur AMDAL) 9) Dilakukan sampai dokumen disetujui 10) RKL/RPL digunakan sebagai acuan desain teknis 11) Dilengkapai catatan2 cara penanganan masy.terasing (bila ada) pengadaan tanah serta rekomendasi AMDAL CATATAN: Apabila hanya UKL/UPL yang diperlukan, penyusunan dok. oleh pemrakarsa dan persetujuan oleh KaDinas setelah mendapat masukan dari Bapedalda (langkah 7 s/d 10 tidak ada) Menetapkan Rute T erpilih … … . (11) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah 3 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-4 BAGAN KONSULTASI PERENCANAAN TEKNIS JALAN (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi kelayakan beserta catatannya, dan membuat konsep desain teknis jalan … (1) Melakukan survey sosial ekonomi dan menyusun konsep LA R A P … … (2) Konsultasi konsep desain teknis dan konsep LA R A P … ..(7) Memberi masukan tentang indikator sosekbud … (3) Membantu dalam koordinasi pelaksanaan survai dan memberi masukan program daerah tentang pengadaan tanah dan masy. terasing ..(4) Memberi masukan detail ttg kondisi sosekbud, data aset, kepemilikan lahan, rehabilitasi ekonomi, sistem kekerabatan masy. terasing dan cara pelepasan hak, termasuk konpensasi dan pemukiman kembali ...... (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, misal : tentang harga lahan, dan aset lainnya, cara pelepasan hak bila lahan milik instansi, koordinasi dalam rehabilitasi ekonomi masyarakat, koordinasi penanganan masyarakat terasing .. (6) Memberikan masukan halhal yang terkait dengan rekomendasi RKL/UKL pelaksanaan … (8) Memberi masukan tentang kepentingan daerah, mis: lansekap, median, dll. serta keterpaduan program implementasi LARAP, dan pengendalian pemanfaatan ruang … … (9 ) Memberikan tanggapan terhadap konsep-konsep tersebut dan memberikan kesepakatan … (10) Memberikan tanggapan sesuai keterkaitannya, mis: penanganan utilitas yang terkena pengadaan tanah, penanganan masyarakat terasing, untuk kemudian memberikan kesepakatan (khusus LA R A P ) … .. (11 ) Finalisasi dokumen Desain Teknis dan dokumen LARAP. (11) Menetapkan Desain Teknis Jalan. (14) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Instansi terkait (Bupati/ Walikota/Gubernur) menetapkan LARAP ..(13) KETERANGAN 1) Termasuk hasil studi lingkungan penyusunan konsep desain didahului dengan survai lapangan/rincikan dan memperhatikan rekomendasi RKL/UKL 2) Besarnya tim tergantung dari besar kecilnya pembebasan lahan, dan dilakukan secara sensus 3) Mengacu dokumen lingkungan yang telah disetujui 4) Termasuk kepentingan spesifik daerah 5) Dilakukan untuk seluruh penduduk yang terkena dampak kegiatan jalan dan penduduk di lokasi pemukiman kembali 6) Sesuai peraturan yang berlaku 7) Setelah memperhatikan masukan2 dari instansi terkait 8) Termasuk cara2 monitoring 9) Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan menjaga penggunaan lahan sesuai tata ruang 10) 11) Konsep LARAP perlu disepakati oleh masy.(khususnya yang terkena dampak) dan instansi terkait sebelum disahkan 12) Menampung masukan dari seluruh stakeholder 13) Sesuai kewenangannya 14) Desain yang telah mempertimbangkan aspek teknis, ekonomik, lingk. dan sosekbud CATATAN : LARAP mencakup rencana tindak penanganan masyarakat terasing 4 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-5 BAGAN KONSULTASI PENGADAAN LAHAN PEMRAKARSA BAPEDALDA (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari dokumen LARAP termasuk penanganan masy. terasing … ..(1) Melakukan Konsultasi Pelaksanaan LARAP (termasuk penanganan masy. terasing) dan/atau musyawarah serta mufakat....(2) Melaksanakan LARAP ..... (6) Melakukan monitoring ..... (7) Melakukan koordinasi pelaksanaan LARAP. (3) Memberi masukan dan menyepakati jadwal, besaran konpensasi, cara pengosongan lahan, alih kepemilikan, rehabilitasi ekonomi, penanganan masy. terasing dan pemukiman kembali ..(4) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Panitia pengadaan tanah yg memimpin musyawarah & mufakat, kesepakatan pelepasan hak dari instansi terkait, dan terhadap utilitas yang terkena dampak ..... (5) Membantu pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait. … .. (8) Berpartisipasi dalam pelaksanaan LARAP menerima konpensasi, melepaskan hak, dll. seperti tercantum dalam kesepakatan .... (9) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya misal : Panitia pengadaan tanah menyaksikan pembayaran konpensasi, instansi terkait membantu memindahkan utilitas dll. ..... (10) Membuat laporan pelaksanaan LARAP … … . ( 11) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah KETERANGAN 1) Mengacu pada dokumen2 yang telah disetujui 2) Dapat dilaksanakan berkalikali 3) Termasuk didalamnya pembebasan lahan, penanganan masy. terasing, rehabiltasi ekonomi masyarakat, dan pemukiman kembali 4) Termasuk dilakukan terhadap penduduk di lokasi pemukiman kembali (bila ada) 5) Termasuk keterlibatan sektor transmigrasi bila ada pemukiman kembali 6) Termasuk pembebasan lahan, penanganan masy. terasing dan pemukiman kembali 7) Sesuai yang tercantum dalam dokumen lingkungan 8) Baik instansi pusat maupun daerah (propinsi, kab dan kota) 9) Termasuk bantuan bagi penduduk di lokasi pemukiman kembali 10)Termasuk proses pensertifikatan tanah 11)Sebagai acuan untuk evaluasi 5 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-6 BAGAN KONSULTASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana dan jadwal konstruksi serta rencana rehabiltasi ekonomi masy. terkena dampak . (1) Melakukan konsultasi renc. kegiatan konstruksi .. (2) Melaksanakan kegiatan konstruksi dan tindakan pencegahan dampak (5) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan, termasuk keberadaan para pekerja .. (3) Memberi masukan lalu kesepakatan cara pelaksanaan pekerjaan sesuai keterkaitannya .. (4) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila ada gan gguan … ..(8) Memberi masukan dan bekerja sama dalam kegiatan konstruksi sesuai keterkaitannya … ..(6) Memberi masukan tentang indikator m onito ring … ..(12 ) Melakukan koordinasi keterpaduan program (13) Memahami dan mempersiapkan diri serta memberi masukan demi kelancaran p rog ram … (14 ) Membantu/melaksanakan sesuai keterkaitannya mis: briefing untuk persiapan training, tentang tujuan dan cara pemberdayaan .. (15) Melakukan monitoring ..(17) Melakukan m onito ring… .(18 ) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi … … (19) Menyusun laporan pelaks. konstruksi (10) Melakukan konsultasi dan persiapan rehab. ekonomi m asy.(terasing) … … .(11) Melaksanakan program rehabilitasi … ..(1 6) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi… ..(2 1) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Membantu/melaksanaan sesuai keterkaitannya mis: pelaksanaantraining, pemberian fasilitas, dll. (20) KETERANGAN 1) Mengacu pada kontrak pekerjaan jalan dan pada dokumen LARAP 2) Setelah menyiapkan rencana detail kegiatan konstruksi serta jadwal terutama kegiatan yang dapat mengganggu publik 3) Termasuk briefing kepada para pekerja luar tentang adat istiadat setempat 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI untuk mengurangi kemacetan, dengan PLN, PDAM, Telkom untuk mencegah kerusakan utilitas 5) Sesuai dok. desain & rekomendasi pengelolaan lingkungan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya 8) Perlu ada mekanisme penyampaian komplain 9) Termasuk masukan akan adanya penyimpangan dari yang telah disepakati 10) Sebagai acuan evaluasi 11) Didahului dengan penjelasan ttg kesepakatan dalam LARAP 12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP 13) Termasuk pendanaan 14) Masukan juga meliputi kesulitan2 alih profesi, kecemburuan penduduk di lokasi pemukiman kembali 15) Termasuk bantuan pendampingan secara mental-spiritual 16) Yang telah disesuaikan terhadap konsultasi 17) 18) Sesuai tugas pokoknya 19) Sesuai kesepakatan 20) Termasuk bantuan pendampingan secara teknis 21) Sebagai acuan evaluasi. 6 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-7 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN (Pada Tahap Pasca Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan2 pelaksanaan kegiatan konstruksi, LARAP dan rehabilitasi … ..(1) Konsultasi rencana monitoring sosekbud pelaksanaan LARAP dan rehabilitasi....(2) Melakukan monitoring sesuai RPL/UPL .. (3) Melakukan monitoring tertib pemanfaatan jalan dan bangunan pelengkapnya serta lahan sekitar jalan....(7) Konsultasi hasil monitoring..... (8) Menyusun laporan monitoring..... (13) Memberi masukan..... (9) Memberi masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor & keterpaduan program (4) Memberi masukan aspek sosekbud masy. (terasing) khususnya yang terkena dampak, termasuk aspek warisan budaya ..(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: indikator keberhasilan program rehabilitasi melakukan monitoring sesuai keterkaitannya (6) Memberi masukan dan mengambil tindakan yang diperlukan, mis: koordinasi tertib pemanfaatan jalan, pengembangan lahan sesuai tata ruang.. (10) Memberi masukan kondisi sosekbud pasca kegiatan LARAP dan rehabilitasi. Berpartisipasi dalam menjaga tertib pemanfaatan jalan (11) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: apakah program pendampingan masih diperlukan, adanya penyerobotan lahan damija, apakah ada konflik/ kesenjangan antar kelompok m asyarakat … .. (12) Melakukan tindak lanjut, bekerja sama dg instansi terkait untuk memperbaiki penyimpangan2 .. ( 14) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah KETERANGAN 1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada) 2) Penyusunan konsep monitoring melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Monitoring termasuk aspek lingkungan selain sosekbud 4) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 5) Masukan dapat berupa informasi mengenai kesesuaian antara program dan pelaksanaan 6) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 7) Yang dimaksud adalah apakah bagian2 jalan sudah dimanfaatkan sesuai fungsinya dan apakah ada perubahan penggunaan lahan sekitar jalan yang tidak sesuai tata ruang 8) Dapat dilakukan berkali-kali 9) Sesuai tugas pokoknya 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL (Pedagang Kaki Lima), badan jalan untuk berdagang, dll. 11) Masukan dapat digunakan untuk merevisi program 12) Termasuk di lokasi pemukiman kembali 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan, hasil LARAP dan rehabilitasi 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun lingkungan dan sosekbud. 7 RANCANGAN KONSEP NSPM (LAMPIRAN-5) Gambar-8 BAGAN KONSULTASI KEGIATAN EVALUASI PROYEK (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari semua laporan2 monitroing..(1) Menganalisa manfaat proyek beserta dampaknya ....(2) Konsultasi konsep Evaluasi Manfaat Proyek .... (3) Memberi masukan aspek lingkungan .. (4) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelembagaan dalam hal pembangunan daerah (5) Menyusun laporan PBME ..... (8) Menyusun dan menetapkan kriteria perencanaan .. ( 9) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder Di Daerah Memberi masukan kondisi sosekbud masyarakat (terasing) setelah selesai proyek … … . (6) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : tata ruang, penggunaan lahan, pelatihan alih profesi, nilai lahan, dll … .. (7) KETERANGAN 1) Mencakup kegiatan pekerjaan jalan, LARAP dan rehabilitasi 2) Berdasarkan hasil monitoring, apakah tujuan proyek tercapai 3) Dapat dilakukan bersamaan dengan proyek (jalan) lainnya dalam suatu daerah/kawasan 4) Aspek lingkungan mencakup phisik, biologi (flora dan fauna), geologi /geographic, kimiawi serta sosial ekonomi dan sosial budaya 5) Pembangunan daerah secara konprehensif yang menyangkut semua sektor 6) Wakil masyarakat/LSM dapat meyampaikan hasil pantauannya tentang kondisi sosekbud 7) Sektor lain dapat memanfaatkan forum ini untuk mengevaluasi programnya 8) PBME (Project Benefit Monitoring and Evaluation) 9) Untuk digunakan dimasa yang akan datang, yaitu mencakup faktor teknis, ekonomik/finansial, lingkungan dan sosekbud. 8 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran A (Informatif) Pedoman Teknis Pemilihan Rute Jalan 1 Pendahuluan 1.1 Penjelasan umum Proses pemilihan rute merupakan bagian kegiatan perencanaan pada tahap-tahap perencanaan umum, prastudi kelayakan dan studi kelayakan. Proses ini memerlukan banyak masukan termasuk aspek lingkungan dan sosial. Pemilihan rute bagi pengembangan jalan diperlukan ketika jalan yang ada tidak lagi dapat memenuhi fungsi pelayanan lalu-lintas dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya volume lalu-lintas, kebutuhan memperpendek waktu perjalanan atau oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas lingkungan suatu wilayah tertentu. Pemilihan rute merupakan proses penentuan lokasi rute jalan baru secara tepat, dengan tujuan agar jalan tersebut dapat memenuhi semua fungsi yang dibebankan padanya. 1.2 Proses pemilihan rute Proses pemilihan rute didasarkan atas hasil evaluasi aspek-aspek teknis, sosial-ekonomi dan lingkungan, untuk menetapkan lokasi terbaik jalan baru (Lihat Gambar 1). Biasanya, dalam proses ini dipertimbangkan alternatif-alternatif opsi rute. Evaluasi opsi rute ini mungkin meliputi a) peningkatan jalan yang ada sepanjang alinyemennya, b) alinyemen yang sama sekali baru; atau c) kombinasi dari keduanya. Proses ini harus dilaksanakan dengan berkonsultasi erat dengan masyarakat setempat (lokal) melalui instansi-instansi pemerintah terkait, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat yang secara potensial terkena dampak. Konsultasi masyarakat ini telah diatur dengan peraturan perundangan yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dan saran dari masyarakat ke dalam proses pemilihan rute dan untuk melancarkan proses pemilihan rute, sehingga rute terpilih akan mendapat dukungan masyarakat setempat. Dukungan masyarakat terhadap hasil proses pemilihan rute ini juga diharapkan agar masyarakat setempat akan mempunyai komitmen berkelanjutan untuk melindungi fungsi-fungsi jalan baru melalui pengelolaan lahan secara tepat sepanjang lintasan jalan yang dikembangkan. Proses Pemilihan Rute tergantung pada masukan dari berbagai bidang teknik. Pada umumnya proses ini melibatkan sejumlah ahli, meliputi perencana kota, perencana lingkungan, ahli geoteknik, perencana lalulintas, ahli ekonomi, dsb, yang membantu perencana jalan. 1.3 Dampak lingkungan akibat pemilihan rute Pengembangan jalan sepanjang koridor rute yang terpilih akan menimbulkan dampak lingkungan baik pada lingkungan biogeofisik maupun sosial. Mempertimbangkan dampak potensial PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 1 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pengembangan jalan hendaknya dilakukan sedini mungkin dalam proses perencanaan mulai tahap perencanaan umum, untuk memberikan masukan-masukan ke dalam proses pemilihan rute. Gambar 1 Bagan Proses Pemilihan Rute LINGKUNGAN SOSIAL Penggunaan Lahan Perbaikan Properti Ekonomi Budaya Visual BIOGEOFISIK Geologi/Tanah Air Vegetasi Lansekap Dll. PERTIMBANGAN TEKNIS DAN EKONOMI Stabilitas Manfaat Lalu lintas Biaya Dll. PEMILIHAN RUTE Koridor Perencanaan Koridor Rute Opsi Rute Rute Terpilih Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan bukan hanya merupakan bagian dari AMDAL, karena proses AMDAL baru dimulai pada tahap akhir studi kelayakan, ketika pemilihan rute telah selesai dilakukan. Untuk memahami dampak lingkungan potensial akibat pengembangan jalan perlu pemahaman tentang kondisi lingkungan, khususnya areal sensitif, di mana jalan yang dikembangkan akan melintas. Juga diperlukan pemahaman tentang bagaimana kegiatan pengembangan jalan akan merubah atau mempengaruhi komponen-komponen lingkungan dan bagaimana perubahan atau pengaruh tersebut menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (Ligat Gmbar 2). 2. Nilai lingkungan Sebelum memulai proses pemilihan rute, perlu dipahami karakteristik lingkungan di mana jalan akan dikembangkan. Pemahaman ini akan merupakan dasar proses perencanaan yang tajam yang akan mengoptimasi integrasi jalan ke dalam berbagai kondisi lingkungan yang dilaluinya. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 2 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pemahaman mengenai nilai lingkungan memungkinkan penetapan koridor-koridor jalan berdasarkan dampak terkecil yang mungkin terjadi. Juga dimungkinkan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan komparatif mengenai rute-rute koridor dipandang dari sudut nilai lingkungan. 2.1 Nilai lingkungan daerah perkotaan Daerah perkotaan merupakan pemadatan permukiman manusia. Dari sudut pandang skala pemadatan permukiman ini, pada umumnya dapat dikatakan bahwa di sisi skala kecil adalah pemadatan permukiman manusia berupa desa, sedangkan di ujung skala besar adalah pemadatan permukiman manusia berupa kota besar. Bagi keperluan perencanaan jalan, ditetapkan empat tipe kota, yakni (1) (2) (3) (4) kota metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Kota merupakan permukiman perkotaan yang paling kompleks. Kota ditandai oleh adanya campuran dari beberapa tipe penggunaan lahan yang merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat kota yang beragam. Dengan demikian tampak penggunaan lahan bagi lokasi tempat tinggal, lokasi kegiatan komersial, lokasi kegiatan industri, dan lokasi kegiatan kelembagaan. Lokasi-lokasi ini dihubungkan satu dengan lainnya oleh unsur-unsur prasarana seperti transportasi, listrik, air, telekomunikasi, sistem drainase dan pembuangan limbah serta sampah. Selain prasarana ciptaan manusia ini, terdapat pula berbagai unsur alami yang menjadi ciri suatu kota, yaitu topografi, vegetasi dan perairan. Unsur unsur ciptaan manusia bersama dengan unsurunsur alami menghasilkan ciri suatu kota. Daerah perkotaan memiliki nilai sosial yang kompleks, meliputi nilai-nilai: • • • • • • • • • interaksi m asyarakat; tem pat tinggal; kom ersial; industri; institusi; prasarana; budaya; w arisan budaya; visual. Juga penting bagi suatu kota ialah nilai-nilai sosial masyarakatnya. Yang terpenting ialah kesejahteraan ekonomi. Namun, setelah masyarakat kota berhasil mendapatkan kesejahteraan ekonomi, akan muncul nilai-nilai sosial lainnya yang sangat kompleks yang perlu dicapai, karena dirasakan akan makin meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota. Kebutuhan masyarakat kota dan adanya kemungkinan untuk berhubungan secara fisik dengan berbagai lokasi dalam kota tersebut di atas merupakan nilai sosial yang sangat penting bagi PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 3 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan masyarakat kota. Kota perlu dipandang sebagai kumpulan desa yang kompleks, yang tidak dipisahkan satu dengan lainnya oleh daerah pedesaan. Lain dari pada itu, ada pula hal-hal yang penting artinya bagi masyarakat kota, seperti keselamatan. Orang Indonesia adalah mahluk yang sangat sosial, yang banyak menggunakan jalan sebagai tempat sosialisasi, membeli makanan dan kebutuhan lainnya. Penggunaan jalan seperti ini menciptakan suasana dinamis, namun penggunaan tersebut mungkin bertentangan dengan kebutuhan kelancaran arus lalu-lintas. Namun demikian, nilai-nilai sosial jalan ini perlu dihormati, tanpa mengabaikan keselamatan para pengguna jalan. Isu keselamatan manusia selalu perlu diperhatikan. Nilai sosial lainnya yang penting ialah kualitas lingkungan hidup kota, termasuk kualitas visual dan kualitas akustik. Kebutuhan akan kualitas visual dan kualitas akustik berbeda dari suatu lokasi ke lokasi lain. Kiranya dapat dimengerti bahwa kualitas visual dan kualitas akustik yang diperlukan bagi lokasi tempat pemukiman masyarakat akan sangat berbeda dari yang diperlukan di lokasi kegiatan industri. 2.2 Nilai lingkungan daerah perdesaan Pada umumnya daerah pedesaan berbatasan dengan daerah perkotaan dan sering memberi kesempatan tersedianya lahan bagi pengembangan jalan bypass perkotaan. Dengan demikian, penting artinya untuk mengenal karakteristik lingkungan pedesaan. Pada umumnya daerah pedesaan didominasi oleh kawasan budidaya dan mungkin juga terdapat bagian-bagian dalam keadaan bera atau dalam keadaan penggunaan budidaya yang tidak intensif. Namun demikian, selalau terdapat tempat-tempat tinggal terpencar atau kumpulan tempat tinggal sebagai kampung atau desa kecil. Bentang alam daerah perdesaan juga terdiri dari daerah-daerah produksi beras di dataran-dataran rendah yang berbatasan dengan daerah pesisir maupun di beberapa lembah sungai. Mungkin juga terdapat teras-teras di daerah perbukitan yang ditanami padi. Kegiatan pertanian padi ini merupakan kegiatan pengembangan pertanian yang paling intensif di daerah pedesaan. Kegiatan pertanian lainnya di daerah pedesaan meliputi kegiatan budidaya sayuran dan biji-bijian, serta perkebunan pohon buah-buahan, karet, kelapa dan kelapa sawit. Bagian-bagian daerah pedesaan yang digunakan sebagai lokasi kegiatan tersebut di atas ini merupakan bagian penting dari bentang alam daerah pedesaan, namun pada umumnya merupakan kendala yang sedang besarnya bagi pengembangan jalan. Juga terdapat kawasan-kawasan yang digunakan untuk usaha peternakan, walaupun biasanya dalam skala yang jauh lebih kecil ketimbang penggunaan lahan untuk pertanian padi. Dapat dikatakan bahwa bagian-bagian daerah pedesaan yang digunakan untuk usaha peternakan pada umumnya kecil luasannya dan merupakan kendala terkecil bagi pengembangan jalan. Juga merupakan bagian dari bentang alam daerah pedesaan ialah kota-kota kecil dan desa-desa yang terletak sepanjang jalan-jalan antar perkotaan, yang bergantung pada jalan-jalan ini untuk mendapatkan akses ke kendaraan. Kota-kota kecil dan desa-desa ini peka terhadap pengembangan jalan disebabkan oleh: a) pelebaran jalan akan menimbulkan dampak-dampak sosio-ekonomi pada properti (harta benda tak bergerak) sepanjang jalan, dan PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 4 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) jika jalan melalui sebuah desa atau sebuah kota kecil, akan menimbulkan dampak-dampak pada kegiatan ekonomi dan bisnis di sepanjang jalan yang dilebarkan. Daerah perdesaan memiliki nilai-nilai khas, meliputi: • Lahan pertanian: - sawah beririgasi; - sawah tadah hujan; - tanaman lain; - perkebunan; • Lingkungan alam : - sungai; - lahan basah / rawa, bakau; • desa; • kam pung; • rum ah -rumah terpencil; • nilai visual. 3. Pengembangan jalan dan pengaruhnya terhadap lingkungan hidup 3.1 Dampak lingkungan Alinyemen horisontal jalan yang berupa sabuk tak terputus-putus, merupakan unsur utama yang akan memotong rona lingkungan yang utuh yang terdiri dari unsur-unsur biogeofisik dan sosial yang saling kait-mengait. Sabuk tak terputus-putus ini akan membagi rona lingkungan yang tadinya utuh menjadi bagian-bagian yang terpisah-pisah. Inilah yang akan menimbulkan dampak lingkungan pada aspek biogeofisik dan sosial di sepanjang rute jalan yang akan dikembangkan dan sekitarnya. Semua faktor lingkungan ini perlu dipertimbangkan pada pemilihan rute. Pertimbangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan pertimbangan teknis dan ekonomi untuk menetapkan opsi-opsi rute dan memilih opsi rute yang terbaik. Sasaran umum pemilihan rute yang baik ialah memaksimalkan pengaruh sosial yang baik, misalnya meminimalkan kemacetan lalu-lintas, meningkatkan kualitas bising dan kualitas udara di daerah perkotaan yang sebelumnya hiruk-pikuk oleh lalu-lintas dengan kualitas udara yang buruk akibat tingginya kandungan asap dari kendaraan bermotor, meningkatkan aspek-aspek keselamatan, dan secara umum meningkatkan kualitas hidup manusia dengan cara meningkatkan dan menciptakan potensi peningkatan kemudahan-kemudahan (amenities) perkotaan di kemudian hari. Seperti telah dikemukakan di atas, segi negatif dari pengembangan jalan ialah terciptanya pembelahan. Pengembangan jalan dapat membelah properti, bahkan dapat membelah perbaikan-perbaikan pada suatu properti. Pengembangan jalan dapat pula membelah tata-guna lahan dan berbagai koridor prasarana seperti jalan, jalan kereta api, dan berbagai prasarana pelayanan seperti pasokan listrik dan air bersih. Koridor pergerakan masyarakat seperti jalan atau jalan setapak yang dapat dilalui kendaraan lokal atau rakyat setempat dapat dipengaruhi oleh pengembangan jalan baru. Jalan baru yang dikembangkan mungkin juga melintasi sungai, vegetasi alam dan atau koridor satwa liar. Namun, dapat dipastikan bahwa dampak sosial paling sensitif akibat pengembangan jalan ditimbulkan oleh kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 5 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tempat tinggal (resettlement). Pengadaan lahan dan pemindahan tempat tinggal juga menjadi faktor utama pertimbangan biaya pada berbagai opsi rute. 3.2 Kesesuaian lahan Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan semua jenis penggunaan lahan peka terhadap pengembangan jalan. Daerah-daerah yang telah berkembang secara intensif akan terkena dampak terbesar akibat pengembangan jalan, dan karenanya daerah seperti ini sangat tidak cocok bagi pengembangan jalan. Termasuk dalam daerah seperti ini antara lain daerah yang digunakan bagi permukiman dan bagi kegiatan komersial. Di daerah pedesaan lahan-lahan pertanian padi beririgasi teknis paling peka terhadap pengembangan jalan. Tingkat kepekaan lahan terhadap pengembangan jalan bergantung pada sejauh mana penggunaan lahan telah ditingkatkan. Makin tinggi peningkatan penggunaan lahan pedesaan makin kurang cocok daerah itu bagi pengembangan jalan. Secara umum, pengembangan jalan sebaiknya menghindari daerah yang telah berkembang pesat. Labih baik memilih daerah-daerah yang kurang berkembang. Namun perlu diperhatikan bahwa daerah-daerah kurang berkembang yang berdekatan dengan daerah permukiman pada akhirnya akan berkembang juga menjadi daerah permukiman. Daerah kurang berkembang ini termasuk juga daerah real estat yang baru pada tingkat awal pengembangan, dan kampung atau desa. Lahan yang tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan termasuk kategori sedang adalah sawah tadah hujan, serta lahan perkebunan karet, kelapa dan kelapa sawit. Lahan yang dianggap tinggi tingkat kecocokannya bagi pengembangan jalan ialah lahan kosong yang sama sekali tidak ditingkatkan penggunaannya dan padang rumput. Makin kurang intensif penggunaan lahan makin besar pula tingkat kecocokannya untuk pengembangan jalan Namun, lahan-lahan yang sama sekali belum dibuka dan masih sepenuhnya dalam keadaan alamiah mungkin merupakan lahanlahan bernilai konservasi tinggi, dan dengan demikian tidak cocok bagi pengembangan jalan. Daerah yang sangat kurang cocok bagi pengembangan jalan adalah daerah permukiman dan bisnis. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 6 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 3 Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Jalan KESESUAIAN LAHAN Paling Sesuai Pada umumnya penggunaan lahan paling cocok untuk pengembangan jalan Pada umumnya penggunaan lahan kurang cocok untuk koridor rute, opsi rute dan opsi rute terpilih Lahan pertanian landau tidak beririgasi Perkebunan Lahan pertanian Sawah tadah hujan Beberapa daerah alami Daerah industri Beberapa daerah alami Beberapa daerah industri Daerah komersial Perkantoran Beberapa daerah komersial Pemukiman Peninggalan sejarah / kawasan lindung Kurang Sesuai 4. Pengumpulan data untuk pemilihan rute jalan 4.1 Sumber data Keberhasilan pemilihan rute tergantung dari tersedianya basis data (database) informasi yang komprehensif, meliputi kondisi topografi, enjiniring, sosial dan lingkungan dalam wilayah di mana terdapat berbagai opsi. Data dikumpulkan dari sejumlah sumber dan perlu dipilih dan dipilah untuk mendapatkan basis data yang sebaik mungkin. Basis data ini mencakup: • • • • • • • • Peta Foto Udara Citra Satelit Hasil Survai Lapangan Laporan-laporan Tersedia Sumber-sumber Pemerintah Lokal maupun Regional Pengetahuan Lokal Lain-lain (lihat Tabel 41.) PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 7 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 4.1.1 Peta Peta dasar nasional dan beberapa jenis peta tematik dengan berbagai skala perlu diperoleh antara lain dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan Nasional), meliputi: Peta Topografi; Peta Tata Guna Tanah dan Peta Status Tanah; Peta Kesesuaian Lahan dan Peta Bahaya Lingkungan; Peta-peta tersebut di atas berskala 1 : 50.000 untuk seluruh Indonesia. Juga tersedia peta-peta digital berskala 1 : 25.000, yang diproses dari foto udara. Pada peta-peta ini interval kontur adalah sebesar 5 m, yang memadai bagi keperluan perencanaan pada Tahap Perencanaan Umum dan Tahap Prastudi kelayakan suatu proyek pengembangan jalan. Belum lama berselang telah tersedia pula hasil pemetaan dengan menggunakan citra satelit IKONOS. Peta-peta ini akan membantu pada identifikasi keberadaan banyak kendala sosial dan lingkungan. Peta-peta ini secara umum memperlihatkan kelas-kelas tataguna tanah, roman-roman alami seperti gunung, bukit, sungai, dsb. Namun, informasi ini perlu dikombinasikan dengan sumbersumber informasi yang lebih rinci dan dengan data hasil survai-survai lapangan. Peta-peta topografi skala 1 : 25.000 tersediia untuk sebagian besar wilayah Indonesia. Peta-peta ini bersama dengan foto-foto udara akan memberikan informasi yang lebih rinci tentang kendalakendala tataguna tanah dan lingkungan untuk keperluan pemilihan rute jalan. Pemilihan rute final harus didasarkan atas peta-peta yang lebih rinci dan peta-peta fotogrametris, pada umumnya yang berskala 1 : 10.000, atau lebih detail dengan skala 1 : 5,000 (Foto udara berskala 1 : 5.000 mahal harganya, namun pada skala ini lebih mudah untuk mengidentifikasi sifat-sifat individual). Peta-peta seperti ini menyajikan kondisi tataguna tanah dan lingkungan secara lebih rinci, selain menyajikan pula detail topografi. Peta-peta membantu menetapkan sifat topografis koridor jalan. Peta-peta juga memberi informasi tentang tataguna tanah dan rona-rona alami, seperti kondisi geologi, liputan vegetasi dan pola hidrologi. Peta-peta skala 1:25,000 memberikan informasi detail tentang bentuk kahan, elevasi, tutupan lahan, termasuk vegetasi dan hidrologu, serta informasi tentang prasarana yang ada seperti jalan, rel kereta api, jaringan listrik, dsb. 4.1.2 Foto udara Foto udara dapat memberikan data topografi maupun data penggunaan tanah, data lingkungan dan data sosial/budaya, tetapi perlu dilengkapi dengan pemerikasaan lapangan (field check). Untuk memperoleh foto udara mutakhir diperlukan izin sekuriti (security clearnce) dari Pussurta (Pusat Survey dan Pemetaan)TNI. Izin tersebut meliputi: PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 8 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 4.1 Daftar Uji Data Lingkungan Skala Lingkungan Regional (Jalan penghubung) Data Relevan Tataguna tanah utama Kawasan perlindungan Lingkungan Kecenderungan populasi/mata pencaharian Pola pemukiman Roman lanskap Sumber Data Survai lapangan Rencana regional Studi perencanaan regional Peta topografi Foto Sistem Informasi Geografi (SIG) Kota (Opsi-opsi Segmen Jalan) Fungsi/Peran Bentuk/Struktur Jaringan hierarki jalan Jaringan rel Sistem transpor umum Jaringan pejalan kaki Roman topografis/alami Kecenderungan populasi/mata pencaharian Usulan pengembangan Pengembangan potensial Ciri/pengembangan tanah yg menghadap ke jalan Survai lapangan Rencana kota Studi perencanaan kota Peta topografi Foto udara format besar Konsultasi masyarakat Jalan Utama yang ada (Opsi-opsi seksipersilangan jalan) Tataguna tanah yang menghadap ke jalan Lokasi penghasil (generator) pejalan kaki Lokasi penghasil (generator) kendaraan Tempat pemberhentian bis Tempat menaikkan penumpang Penyimpanan Tempat parkir becak Tempat parkir kendaraan Lalu-lintas pejalan kaki Lalu-lintas kendaraan tidak-bermotor Perdagangan oleh pedagang keliling (Kaki Lima) Pasar jalanan Perbaikan jalan Pohon Vegetasi lain Jalan setapak Median Jalan layang/Terowongan Monumen Jasa Fungsi jalan (Regional/Nasional/Lokal) Kemacetan Lalu Lintas Bahaya Kecelakaan lalu lintas Pencemaran lokal Survai lapangan Rencana buku besar Kimpraswil Foto udara format kecil Konsultasi masyarakat PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 9 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Visual Usulan pengembangan Persepsi masyarakat Lingkungan perumahan (Opsi-opsi pengadaan lahan) Tataguna tanah (Tipe, Ukuran) Pengembangan lahan (Tipe, Ukuran, Kualitas) Roman alami Tataguna / Pengembangan tanah berbatasan Usulan pengembangan Persepsi Masyarakat Survai lapangan Foto udara format kecil Konsultasi masyarakat • Izin P em otrtan U dara (sebelum terbang); ini m em erlukan w aktu m inim al satu bulan; • Izin P encetakan F oto U dara; dan • Izin P enggunaan F oto U dara setalah dicetak. Foto udara dapat dibuat menjadi mosaik baik berupa controlled maupun uncontrolled mosaic. Pada mosaik yang mengambarkan tutupan lahan yang sangat realistis ini, dapat diplot opsi-opsi rute jalan dan dapat dilihat letak opsi-opsi ini berkaitan dengan bentang topografis atau bentang alam dan dengan roman-roman lingkungan. Walaupun pengadaan foto udara merupakan kegiatan yang mahal, foto udara merupakan satusatunya media yang realistis untuk pemilihan rute secara cermat. Bila tidak tersedia foto udara, kegiatan penetapan rute dapat dilakukan dengan menggunakan peta yang tersedia dan peninjauan lapangan. Sayangnya, peninjauan lapangan ini tidak memungkinkan penaksiran lokasi secara luas dan mendalam, karena terbatasnya jarak pandang yang mungkin hanya mencapai beberapa ratus meter atau bahkan kurang dari pinggir jalan. Untuk daerah-daerah berpenduduk padat atau daerah-daerah yang sedang berkembang, seperti daerah Jabotabek, di mana sering terjadi perubahan, foto udara sangat diperlukan. Karena itu, untuk keperluan pemilihan rute di daerah semacam ini hendaknya dipersiapkan foto-foto udara mutakhir, karena ini satu-satunya cara untuk memperoleh informasi setempat (on-site) tentang tataguna tanah di koridor jalan yang cukup lengkap dan akurat. 4.1.3 Citra satelit Citra satelit skala 1 : 25.000, dapat digunakan untuk membantu proses pemilihan rute Proses ini memungkinkan untuk secara umum mengidentifikasi penggunaan tanah, tutupan tanah, geologi, hidrologi dan kemiringan lereng. Walaupun resolusi yang diinformasikan kurang tinggi, namun dalam beberapa kasus memungkinkan penetapan koridor rute dan kesesuaiannya bagi pemetaan beberapa pertimbangan teknis dan lingkungan. Juga dimungkinkan untuk mempertimbangkan beberapa koridor rute satu dengan lainnya, bila diinginkan identifikasi rute yang paling disukai. Pada umumnya, dengan cara ini diidentifikasi koridor-koridor selebar 500 hingga 4.000 m.Teknik ini paling berguna, bila perlu dipertimbangkan lebih dari satu rute koridor. Namun, teknik ini tidak cocok bagi pemilihan rute secara rinci, karena dewasa ini skala citra satelit terlalu kecil. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 10 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 4.1.4 Laporan-laporan yang tersedia Mungkin terdapat laporan-laporan tentang berbagai studi yang dilaksanakan di wilayah yang studi pemilihan rute jalan. Studi-studi ini tidak perlu berkaitan langsung dengan jalan, dan mungkin berkaitan dengan sejumlah parameter pengembangan, lingkungan dan sosial. Kemungkinan besar bahwa studi-studi ini tidak meliput seluruh wilayah di mana dilakukan studi pemilihan rute jalan. Namun demikian, studi-studi ini dapat memberikan informasi latar belakang mengenai suatu wilayah secara regional atau lokal. 4.1.5 Survai lapangan Sirvai lapangan diperlukan untuk mengecek kebenaran peta dan hasil interpretasi foto udara atau citra satelit. Pemeriksaan lapangan (field-check) juga akan membuktikan apakah terjadi perubahan pada kondisi koridor rute, sesudah dilakukan pemotretan udara atau pemotretan oleh satelit. Misalnya, apa yang tiga tahun sebelumnya pada foto udara adalah bentangan sawah, ternyata pada waktu pemeriksaan lapangan didapatkan bahwa bentangan sawah telah berubah menjadi lokasi permukiman atau kawasan real estat. Survai lapangan diperlukan antara lain untuk mengidentifikasi: • • • • • • H utan prim er, kem ungkinan besar terdapat di lereng bukit yang curam; H utan yang m engalam i degradasi, di dekat atau didalam kaw asan budidaya; K aw asan lindung, seperti T am an N asional, daerah konservasi atau „daerah tangkapan air‟; K aw asan budidaya, seperti saw ah, kebun sayur-mayur dan tebu; K aw asan perkebunan, seperti perkebunan kelapa, karet, dan pisang; dan K aw asan pengem bangan, seperti perkam pungan dan real estat. 4.1.6 Intansi pemerintah propinsi dan lokal Sejumlah instansi pemerintah berkepentingan dalam penentuan lokasi jalan baru. Hal ini akan bergantung pada lokasi proyek dan apakah lokasi ini akan meliputi lebih dari satu wilayah pemerintahan. Instansi-instansi ini dapat menyediakan informasi mengenai perencanaan lalulintas dan perencanaan sosial, untuk keperluan proses pemilihan rute. Instansi seperti Bappeda tentu mempunyai pandangannya sendiri tentang bagaimana membangun daerahnya. Instansi lain yang berkepentingan antara lain meliputi PHPA dalam Departemen Kehutanan, yang mungkin mempunyai kepentingan dalam kawasan di mana opsi-opsi jalan akan melintas. Di dekat daerah perkotaan, instansi-instansi pemerintah tertentu dapat menyediakan informasi tentang pengembangan baru yang telah terjadi atau direncanakan bagi rute koridor. Sudah barang tentu, pengembangan yang direncanakan tidak akan tampak pada foto-foto udara yang terbarupun. Jadi, suatu langkah yang penting dalam proses pemilihan rute ialah mendapatkan informasi tentang pengembangan yang direncanakan. 4.1.7 Pengetahuan lokal Dalam pelaksanaan survey lapangan, sebaiknya menghubungi sejumlah penduduk lokal guna membicarakan berbagai kondiisi yang mungkin mempengaruhi lokasi sebuah jalan. Hal ini diperlukan sebagai tambahan informasi yang diperoleh dari sumber pemerintah regional dan lokal. Misalnya, informasi dari penduduk setempat berkaitan dengan parameter-parameter yang penting dan informasi mengenai tingkat banjir. Informasi seperti ini mungkin dapat diperoleh dari LSM- PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 11 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan LSM setempat atau dari masyarakat setempat. Informasi yang diperoleh ini perlu dicermati dengan hati-hati melalui strategi-strategi konsultasi masyarakat dan instansi terkait. 5. Data yang dikumpulkan 5.1. Data jalan dan jembatan Sistem Manajemen Jalan Terpadu (Integrated Road Management System – IRMS) yang ada di Departemen Kimpraswil menyediakan data terbaru tentang jalan dan jembatan. Meskipun demikian data ini perlu dikaji ulang dan diperiksa tingkat ketepatannya. Bila diperlukan, data tambahan hendaknya dikumpulkan. Pengumpulan data tambahan ini meliputi: • • • • • • • Lokasi dan kondisi jembatan; Lokasi dan kondisi gorong -gorong; Lokasi dan kondisi bangunan lainnya; T ipe trotoar; K ondisi dan kekasaran perm ukaan; B ahu dan tepi jalan; F aktor lain. Data di atas, terutama akan berguna untuk menetapkan opsi-opsi “tidak berbuat apapun” (do nothing) dan “pelebaran jalan pada alinyem en jalan yang telah ada”. 5.2 Data lalu lintas kendaraan Volume lalu-lintas kendaraan dalam koridor rute hendaknya ditaksir melalui analisis semua data yang tersedia. Ini akan mengikuti kaji ulang (review) terhadap database IRMS dan studi-studi lalulintas kendaraan lainnya, yang pernah dilakukan. Sesuai dengan keperluan, hendaknya dilakukan survai-survai tambahan mengenai lalu-lintas kendaraan serta asal dan tujuan. Analisis data ini akan mempertimbangkan variasi tingkat arus lalu-lintas kendaraan dalam satu jam, satu hari, dan satu musim. Pengumpulan data meliputi: a) Perhitungan Berklasifikasi Lalu-lintas Kendaraan Perhitungan ini hendaknya menganut prosedur baku Kimpraswil dan perlu didiskusikan dengan Kimpraswil sebelum dilakukan perhitungan lalulintas kendaraan. b) Survai Waktu Perjalanan Hendaknya dilakukan survai tentang waktu/kecepatan perjalanan, di mana survai seperti ini patut dilakukan. Survai tersebut perlu dilakukan pada saat-saat yang berbeda, pada waktu periode puncak dan periode bukan-puncak, selama beberapa hari yang berbeda, untuk menentukan atarata waktu/kecepatan perjalanan. c) Survai Asal dan Tujuan Untuk membantu pengembangan prakiraan arus lalu-lintas kendaraan, termasuk lalu-lintas kendaraan yang dialihkan dan yang dihasilkan (generated), mungkin diperlukan survai asal dan tujuan lalu-lintas kendaraan atau modus transportasi lain. Survai seperti ini perlu dilakukan selama PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 12 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan paling tidak 12 jam (jam 06.00 – jam 18.00) dan hendaknya disertai dengan survai perhitungan yang berkaitan. Penghasil lalu-lintas kendaraan utama (major trafffic generators) yang potensial maupun yang ada perlu dikaji, diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuatifikasi. Dengan cara sama, daerah-daerah yang secara potensial terkena pengaruh perbaikan sistem jalan, hendaknya dikaji. Kajian-kajian ini perlu mempertimbangkan pengembangan ekonomi dan kebutuhan dibangunnya jalan raya di wilayah yang bersangkutan di masa depan. Kajian-kajian ini hendaknya meliputi pertimbangan tentang: • • • • • 5.3 Pertumbuhan dan karakteristik populasi penduduk, misalnya, penyebaran populasi daerah pedesaan dan perkotaan; Pertumbuhan ekonomi nasional dan regional; Pengembangan kegiatan industri/komersial, termasuk pertanian dan kepariwisataan, di dalam daerah proyek; Pengembangan layanan-layanan sosial di daerah yang bersangkutan, misalnya pembangunan rumah sakit dan sekolah; dan Proyeksi pertumbuhan jumlah kendaraan. Data topografi Untuk pelaksanaan pemilihan rute secara efektif, perlu tersedia data topografi pada beberapa skala. Dalam tahap penentuan koridor, cukup digunakan data dari peta-peta berskala kecil, misalnya berskala 1 : 250.000 atau 1 : 50.000, dengan interval kontur 25 – 100 m. Namun, bagi pengembangan opsi-opsi rute, hendaknya digunakan peta-peta berskala 1 : 25.000 hingga 1 : 10.000, dan bahkan yang berskala 1 : 5.000, dengan interval kontur 1 – 5 m. 5.4 Data perencanaan Dalam rangka pemilihan rute yang efektif, perlu mengidentifikasi strategi perencanaan tingkat nasional, regional, propinsi, dan lokal, yang meliputi baik strategi maupun rencana tata-ruang, seperti: • • • • R encana R encana R encana R encana P em P em P em P em bangunan S osial dan E konom i N asional; bangunan R egional; b angunan Propinsi; bangunan K abipaten/K ota. Semua rencana ini hendaknya didiskusikan dengan unstansi-instansi terkait, sehingga maksud rencana-rencana itu dan implikasinya yang berkaitan dengan pembangunan jalan dimengerti. Implikasi rencana-rencana itu dapat meliputi penghasil lalu-lintas kendaraan (traffic generator) di masa depan, dan juga berimplikasi pada rencana-rencana jaringan jalan lokal. 5.5 Data hidrologi dan drainase Data curah hujan yang meliputi penyebaran dan intensitas bulanan serta data suhu dan variasi suhu juga diperlukan. Data-data ini memberikan latar belakang kontekstual bagi pembangunan jalan, dan memberikan masukan tentang kemungkinan terjadinya genangan berkala atau banjir. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 13 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Peta-peta hidrologi atau peta-peta topografi yang bermutu, perlu dipelajari dalam hubungannya dengan lokasi sungai, dataran banjir atau hal-hal lain yang berhubungan dengan air terhadap ruterute potensial, karena ini semuanya dapat mempengaruhi biaya enjiniring atau kinerja lingkungan dari suatu opsi rute dibandingkan dengan opsi rute lainnya. Rincian mengenai kondisi hidrologi wilayah perlu ditetapkan untuk memungkinkan penyusunan rancangan dan pembiayaan studi kelayakan, terutama yang berkenaan dengan keperluan pembangunan jembatan dan goronggorong. 5.6 Data geologi Dari peta-peta geologi dan peta-peta patahan dan/atau citra satelit, ada kemungkinan untuk mengidentifkasi jenis-jenis tanah dan patahan-patahan di dalam koridor perencanaan. Informasi seperti ini sangat penting dalam proses pemilihan rute, karena pembangunan jalan di atas tanah yang kondisi geologinya peka atau di atas tanah yang kurang baik mutunya bagi konstruksi jalan akan sangat menaikkan biaya konstruksi. 5.7 Data lingkungan dan sosial Data rona lingkungan awal baik aspek biogeofisik maupun aspel sosial perlu dikumpulkan bersamaan dengan pengumpulan data dasar lainnya. Data biogeofisik meliputi: • • • • • Iklim , kualitas udara dan kebisingan; T opografi, G eologi dan T anah; H idrologi; N ilai B entang A lam ; F lora dan Fauna; Data sosial meliputi antara lain: • • • • • • 5.8 T ataguna tanah; P ola pem ukim an dan populasi; P eluang/lokasi m ata pencaharian; P rasarana yang ada; F asilitas m asyarakat, m isalnya rum ah sakit, sekolah dan rum ah ibadah; K aw asan atau bangunan peninggalan bersejarah. Data perkiraan biaya Perkiraan biaya pembangunan tiap opsi rute perlu dihitung. Untuk perhitungan biaya tersebut diperlukan harga satuan berbagai jenis kegiatan konstruksi, karena biaya ini tergantung dari jenisjenis kegiatan konstruksi tiap opsi rute. Untuk keperluan itu dapat digunakan standar harga satuan yang tersedia di Departemen Kimpraswil atau Dinas Bina Marga setempat. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 14 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 6. Proses pemilihan rute 6.1 Penjelasan umum Pemilihan suatu rute yang disenangi (prefered route) tergantung pada berbagai faktor, meliputi pertimbangan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam suatu urutan tahap perencanaan yang telah baku, mulai dari evaluasi secara makro pada tahap perencanaan koridor, hingga pertimbangan-pertimbangan yang lebih rinci terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan rute di tahap-tahap selanjutnya dalam keseluruhan proses perencanaan. Tahap-tahap perencanaan meliputi: • • • • • • penem patan koridor p erencanaan; penentuan K oridor rute; penentuan dan analisis alternatif-alternatif rute; pem ilihan opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (Shortlisted); pem ilihan opsi yang disenangi; penentuan alinyem en -alinyemen vertikal dan horisontal yang disenangi. Menetapkan suatu usulan jalan berlangsung dalam tahap perencanaan / prastudi kelayakan dan tahap sudi kelayakan. Proses ini mungkin sangat kompleks tetapi seringkali relatif sederhana, karena ketiadaan kendala. Metodologi yang dipilih bergantung baik pada tingkat kerumitan isu-isu yang mempengaruhi pemilihan rute, maupun pada sumberdaya dan waktu yang tersedia bagi penyelesaian proses pemilihan rute. 6.1.1 Koridor Perencanaan Pada umumnya, Departemen Kimpraswil akan mengidentifkasi kebutuhan akan suatu proyek. Lokasi Koridor Perencanaan ini diidentifikasi sebelum Tahap Perencanaan Umum Proyek. Sering kali Koridor Perencanaan ini tidak secara formal dipetakan, terutama untuk jalan-jalan perkotaan, karena pengembangan kota itu sendiri yang menjadi faktor penentu. 6.1.2 Koridor Rute Koridor rute ditentukan setelah diadakan perkiraan awal lokasi koridor dalam koridor perencanaan atau kawasan perencanaan. Untuk keperluan tersebut, dilakukan identifikasi kawasan di mana semua opsi rute berada. Kegiatan ini dilakukan pada tahap perencanaan umum. Kadang-kadang koridor rute tidak ditentukan secara formal. Namun, dalam kasus-kasus di mana banyak terdapat kepentingan masyarakat, koridor rute ini harus ditetapkan secara formal, guna menetapkan wilayah-wilayah yang perlu dievaluasi dan yang tidak perlu dievaluasi. 6.1.3 Opsi / alternatif rute Setelah ditetapkannya koridor rute, tahap berikutnya dari proses pemilihan rute adalah mempertimbangkan pengembangan sejumlah opsi alternatif guna mencapai kapasitas jalan yang lebih baik dalam koridor rute. Diperlukan analisis lengkap mengenai semua alternatif dengan PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 15 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan menggunakan data hasil survai dan pemetaan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam tahap perencanaan umum, dengan menggunakan data hasil pemetaan dan informasi lainnya. 6.1.4 Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed) Analisis teknis dan lingkungan terhadap alternatif-alternatif opsi menghasilkan terpilihnya 2 – 4 opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed). Selanjutnya, dilakukan penilaian lingkungan, sosio-ekonomi, dan teknis yang mendalam, termasuk perkiraan dampak terhadap lingkungan hidup. Opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan dapat meliputi pelebaran jalan serta perbaikan alinyemen dan / atau opsi-opsi konstruksi jalan baru. 6.1.5 Opsi rute yang dikehendaki Setelah dilakukan perbandingan antara semua opsi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, lalu-lintas kendaraan, lingkungan, dan ekonomi, dipilih suatu rute yang dikehendaki. Kemudian rute yang dikehendaki ini akan dievaluasi secara lebih rinci, untuk menentukan rute final. Rute yang dikehendaki diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan. 6.1.6 Alinyemen rute final Penentuan rute final dilakukan pada tahap studi kelayakan di mana rute yang dikehendaki dipelajari secara sangat rinci dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan sepanjang alinyemen yang dikehendaki yang diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan. Kegiatan ini akan menetapkan alinyemen vertikal dan horisontal final dari rute yang dikehendaki, sebagai respons terhadap informasi topografi dan tataguna tanah yang rinci. 6.1.7 Hubungan dengan siklus proyek Pemilihan rute dilakukan dalam tiga tahap awal siklus proyek, yakni tahap perencanaan umum, tahap prastudi kelayakan, dan tahap studi kelayakan. Pada tahap perencanaan umum, hasil studistudi perencanaan dan peta-peta yang tersedia dikaji ulang dan diidentifikasi opsi-opsi rute. Pada tahap prastudi kelayakan dipertimbangkan opsi-opsi rute secara rinci dan ditentukan serta dinilai lebih cermat berdasarkan data yang tersedia maupun hasil survai lapangan. Setelah kaji ulang ini diidentifikasi suatu rute yang dikehendaki. Dalam tahap berikutnya, yakni tahap studi kelayakan, kelayakan teknis, ekonomi, dan lingkungan dari opsi yang dikehendaki dievaluasi dan dibuatlah penyesuaian-penyesuaian akhir terhadap lokasi alinyemen jalan. Dalam tahap ini, proses pemilihan rute hampir mendekati penyelesaiannya. Namun, alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang dikehendaki masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dalam tahap perencanaan teknis (design). 6.2 Penetapan awal koridor perencanaan Kebutuhan akan adanya jalan biasanya didasarkan atas alasan-alasan ekonomis, pembangunan dan politik. Sering kali dibutuhkan jalan di sekitar kota di mana terjadi kemacetan akibat bercampurnya lalu-lintas kendaraan setempat dengan kendaraan yang hendak melintas, termasuk truk dan bis besar. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 16 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Langkah pertama dalam proses menyeluruh ialah identifikasi proyek dan pencantumannya pada Rencana Lima Tahun berikutnya. Langkah berikutnya ialah penetapan KORIDOR PERENCANAAN dengan menggunakan peta-peta berskala antara 1 : 50.000 - 1 : 25.000 serta pengetahuan umum mengenai kawasan. Pada skala ini, penetapan koridor perencanaan hanya didasarkan atas lokasi saja. Tidak ada pertimbangan faktor-faktor teknis atau faktor-faktor sosial / lingkungan. Namun, pada skala ini, ada peluang untuk mengidentifikasi kondisi topografi utama dan pengaruhnya terhadap perencanaan jalan. Misalnya, baik bentuk lahan secara umum maupun kondisi hidrologi dapat terlihat dan akan mempengaruhi lokasi Koridor Perencanaan. Lagi pula, dalam tahap ini seharusnya dapat diidentifikasi dan dihindari daerah berlereng curam, daerah berawa dan daerah konservasi. Pada tahap proses pemilihan rute ini, hanya lokasi dari koridor perencanaan yang akan diidentifikasi tetapi ini cukup untuk memungkinkan studi yang lebih rinci dalam tahap-tahap berikutnya. Penetapan Koridor Perencanaan tidak selalu dilakukan, namun penetapan Koridor Perencanaan ini merupakan konsep yang baik. 6.3 Penetapan koridor rute Penetapan Koridor Rute merupakan kegiatan perencanaan fisik rinci pertama dan kegiatan kedua dalam proses menyeluruh pemilihan rute. Hal ini dilakukan pada Tahap Perencanaan Umum. Berdasarkan lokasi Koridor Perencanaan, dilakukan penyelidikan perencanaan jalan raya di sekitar lokasi proyek, untuk mengidentifikasi Koridor Rute. Koridor Rute memberikan arahan mengenai daerah-daerah yang akan diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi rute jalan. Tepi Koridor Rute perlu diidentifikasi berdasarkan daerah-daerah yang secara logis tidak perlu dipertimbangkan atas dasar alasan-alasan teknis, biaya, tataguna tanah, sosial / budaya, dan lingkungan. Pada tahap ini, pada umumnya tidak diperlukan masukan seorang spesialis khusus, kecuali jika penyelidikan-penyelidikan sebelumnya mengungkapkan diperlukannya masukan seperti ini, disebabkan oleh sangat sensitifnya lahan di mana kemungkinan besar Koridor Rute akan ditempatkan. Namun, seorang Ahli Transportasi hendaknya memberikan masukan analisis lalu-lintas kendaraan, termasuk evaluasi jalan-jalan sekunder yang terdapat di dalam dan di sekitar kota. Faktor dominan pada penetapan tepi luar koridor rute, acap kali adalah biaya ekonomi / teknis. Biaya ini akan menetapkan suatu tepi luar hingga mana jalan dapat ditempatkan tanpa terlalu menyimpang dari alinyemen ekonomis / teknis yang paling disenangi di dalam koridor rute. Dengan demikian, suatu koridor rute mungkin berupa lahan yang mencakup daerah perkotaan suatu kota sebagai suatu rute jalan bypass yang mungkin melintas salah satu sisi kota. Di samping pertimbangan teknis dan ekonomi, perlu diidentifikasi juga faktor sosial / budaya atau lingkungan apa pun yang akan mengakibatkan suatu daerah menjadi daerah yang harus dihindari. B eberapa daerah yang m erupakan “pulau -pulau” m ungkin terdapat dalam koridor rute yang telah ditetapkan, dimana rute apa pun harus melintas di sekelilingnya, misalnya, suatu desa atau kota, tempat bersejarah, kuil atau makam. Mungkin ada juga kawasan lingkungan eksklusif yang tak boleh dijamah manusia di tepi Koridor Rute yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kawasan lingkungan eksklusif tersebut dikeluarkan dari Koridor Rute, dengan cara penetapan ulang tepi Koridor Rute. Daerah yang ditetapkan ulang untuk menjadi Koridor Rute akan merupakan daerah di mana opsiopsi rute akan ditetapkan. Dari opsiopsi rute inilah rute yang paling disenangi akan dipilih. Kadang-kadang Koridor Rute tidak secara formal ditetapkan. Pendekatan informal ini sering cukup memadai. Hal ini mungkin terjadi jika pemilihan rute dilakukan oleh suatu tim multi-disiplin, PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 17 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan terpisah dari masukan-masukan lain. Namun, jika ada pihak-pihak lain yang memberikan masukan dan pertimbangan mengenai koridor dan opsi-opsi rute, pendekatan informal tersebut di atas tidak memadai. Dewasa ini kebutuhan yang meningkat untuk mempartisipasikan masyarakat dan berkonsultasi dengan masyarakat yang diatur oleh undang-undang, dianggap sangat bermanfaat untuk menetapkan Koridor Rute secara formal. Jika perlu memberikan gambaran mengenai lokasi konstruksi jalan kepada pihak-pihak lain, seperti pemerintah regional atau pemerintah setempat, akan sangat bermanfaat jika Koridor Rutenya telah ditentukan. 6.4 Penetapan alternatif - alternatif rute Ada beberapa cara untuk menetapkan Opsi-opsi Alinyemen dalam Koridor Rute. Pada umumnya, penetapan ini akan melibatkan beberapa pertimbangan terhadap sejumlah faktor yang secara umum dapat dikategorisasikan sebagai faktor-faktor teknis, ekonmi, sosial / budaya, dan lingkungan. Faktor-faktor ini dapat dipertimbangkan secara bersama atau secara terpisah. Namun, tujuannya ialah mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai bagi Koridor Rute atau daerahdaerah yang banyak menghadapi kendala. Opsi-opsi rute akan terdiri dari lahan-lahan yang kendalanya sedikit. 6.4.1 Analisis kendala umum Pada umumnya, perencana jalan raya akan mempertimbangkan sejumlah faktor teknis, ekonomi dan lingkungan sebagai suatu langkah pertama. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara menciptakan matriks-matriks kesesuaian opsi rute bagi sejumlah faktor dan mengevaluasi ruterute dalam hubungannya dengan matriks kesesuaian. Sering kali hal ini dilakukan secara numerik dan dengan mempertimbangkan rute-rute dalam hubungannya dengan matriks-matriks, yakni setiap rute didefinisi dipandang dari segi matriks-matriks. Misalnya, berapa banyak properti yang perlu dibeli, jumlah jalan kereta api yang perlu dilintasi, banyaknya interaksi dengan sistem jalan sekunder, berapa banyak jembatan yang harus dibangun, dsb. Sebagai alternatif mempertimbangkan rute-rute alternatif dipandang dari sudut numerik atau verbal, rute-rute alternatif dapat dipetakan berdasarkan kondisi sosial dan lingkungan yang dihadapi dan memberikan nilai kepada kondisi-kondisi tersebut dalam bentuk peta dan memplot rute-rute melintasi daerah-daerah yang paling sesuai. Alternatif lain dan mungkin metode yang paling banyak digunakan adalah kombinasi dari dua metode yang diuraikan di atas. Pada pendekatan ini, berdasarkan pengembangan suatu matriks kesesuaian, rute-rute diplot di peta-peta menghindari daerah-daerah berkendala tinggi dan menggunakan lahan-lahan yang lebih sesuai, sambil tetap memenuhi pertimbangan-pertimbangan perencanaan jalan dan perencanaan ekonomi. Kemudian disusunlah tabel-tabel untuk menggambarkan interaksi berbagai opsi rute terhadap sejumlah parameter didalam matriks kesesuaian. Kegiatan ini akan dibantu oleh berbagai spesialis, sesuai dengan kebutuhan. Kemudian ditentukan daerah-daerah dengan tingkat kendala atau kesesuaian yang berbeda-beda berkenaan dengan tiap faktor teknus, lingkungan dan sosial berdasarkan informasi umum yang ada. Sumber informasi dapat berupa: • P eta-peta berskala besar, misalnya 1 : 25.000 dan / atau foto-foto udara dengan skala sama; • B erm acam laporan dari daerah yang sedang dipelajari; • D iskusi dengan berbagai instansi pem erintah regional dan lokal, LS M dan m asyarakat um um . PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 18 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Evaluasi ini akan mengidentifikasi daerah-daerah dengan kendala besar, moderat dan kecil bagi pembangunan jalan. Daerah-daerah ini akan diidentifikasi pada selembar atau beberapa lembar peta, yang dapat berupa: Peta Topografi Daerah-daerah berlereng curam; Garis pantai; Jalan besar-kecil yang ada; Jalan kereta api dan unsur-unsur prasarana lainnya; Peta Sosial / Budaya Kota dan daerah-daerah pemukiman; Kawasan obyek-obyek warisan budaya; Bermacam unsur prasarana; Fasilitas kelembagaan; Kawasan budidaya intensif, seperti sawah beririgasi teknis dan kawasan perkebunan; Peta Hidrologi Garis pantai; Sungai; Lahan basah, danau dan kolam ikan; Peta Lingkungan Flora dan fauna; Kawasan konservasi dan hutan lindung; Roman lanskap atau kawasan khusus; Peta Geologi Garis patahan; Tanah yang geologis sensitif; Stabilitas lahan; Kawasan yang mudah mengalami erosi dan longsor. Semua faktor tersebut di atas ini merupakan kendala dengan tingkat yang berbeda-beda. Tingkat (besar-kecilnya) kendala bagi setiap parameter akan ditentukan bagi tiap proyek pemilihan rute. Kemudian para perencana jalan raya dapat menyusun suatu seri peta kendala lingkungan, yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan opsi-opsi rute. Dengan menggunakan informasi tentang pertimbangan-pertimbangan ini, perencana jalan raya dapat mengidentifikasi sejumlah titik yang mungkin dilewati jalan. Dengan menghubungkan titiktitik ini melewati lahan berkendala kecil dan / atau, jika diperlukan, melewati lahan berkendala moderat dan berkendala besar, dihasilkan rute-rute terbaik. Kinerja umum dari berbagai opsi rute seyogianya diringkas dalam sebuah tabel. Ini memungkinkan peringkasan dampak-dampak dari berbagai rute terhadap bermacam kriteria / parameter. Pada umumnya, pada tahap ini, para perencana akan memberikan masukan-masukan tentang karakteristik desain jalan yang memenuhi syarat-syarat desain kecepatan dari jalan. Dengan demikian, terciptalah pengembangan berbagai opsi rute yang realistis, dipandang dari sudut kriteria perencanaan teknis yang tepat. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 19 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Semua masukan ini sering dikembangkan sebagai overlays dalam suatu sistem perencanaan jalan yang computerized, seperti MOSS, sebagai langkah final dari penggambaran opsi-opsi rute. 6.4.2 Analisis penyaring terpadu koridor jalan Metode ini merupakan pengembangan dari metode analisis kendala. Jika digunakan analisis penyaring ini, semua lahan didalam koridor rute akan dievaluasi terhadap sejumlah faktor teknis, sosial / budaya, dan lingkungan didalam koridor rute. Lahan-lahan didalam koridor rute dievaluasi dan daerah-daerah yang mempunyai kesesuaian tinggi, moderat, dan sedang bagi pembangunan jalan berdasarkan nilai-nilai yang telah ditetapkan, biasanya disajikan sebagai suatu matriks pemilihan rute atau matriks kesesuaian rute. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut dipetakan, dan dengan demikian membuat metode ini lebih transparan dalam menghadapi keadaan-keadaan di mana pemilihan rute perlu dijelaskan kepada pihak-pihak lain. Daerah-daerah berkendala besar bagi berbagai faktor tersebut di atas, akan mempunyai tingkat kesesuaian rendah bagi pembangunan jalan, sedangkan daerah-daearah berkendala kecil akan mempunyai tingkat kesesuaian tinggi. Pembangunan jalan di daerah-daerah tersebut terakhir ini akan menghadapi lebih sedikit masalah yang berkenaan dengan faktor-faktor teknis, sosial dan lingkungan yang telah dievaluasi. Kecuali di daerah-daerah dengan sedikit kompleksitas, berbagai faktor tersebut di atas ini hendaknya dipertimbangkan secara terpisah dan disusun peta-peta yang menggambarkan kendala-kendala teknis, lingkungan dan sosio-ekonomi-budaya. Selanjutnya, hendaknya disusun peta-peta komposit, sehingga para teknisi / perencana dapat memperhatikan kendala-kendala ini. Kemudian ditetapkan alternatif-alternatif rute. Biasanya diharapkan hanya daerah-daerah berkesesuaian tinggi dan berkendala kecil akan digunakan, namun keadaan seperti ini besar kemungkinannya tidak akan dijumpai. Dengan demikian, lokasi alternatif-alternatif rute ditempatkan di lahan-lahan berkendala moderat tetapi menghindari lahan-lahan berkendala besar. Dalam beberapa hal, mungkin diperlukan membuat keputusan untuk memberi bobot (weighing) suatu faktor terhadap faktor lain. Misalnya, dalam suatu bagian koridor hanyalah lahan-lahan berkendala besar berupa lereng-lereng curam dan / atau hutan dan lahan-lahan yang berbatasan juga berkendala besar karena merupakan lahan pengembangan budidaya pertanian intensif, seperti sawah beririgasi teknis. Menghadapi kasus seperti ini, dalam opsi-opsi rute akan termasuk satu rute dengan kesesuaian lingkungan tinggi tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya rendah dan rute lain dengan kesesuaian lingkungan rendah tetapi kesesuaian sosio-ekonomi-budaya ttinggi. Jika dihadapi keadaan seperti ini, maka faktor-faktor lain, seperti kendala dan prioritas regional dan lokal perlu dipertimbangkan dalam proses pemliihan rute yang paling disenangi. Dengan menggunakan peta-peta kesesuaian dan peta-peta kendala bagi faktor-faktor teknis, sosio-ekonomi, dan lingkungan, para teknisi / perencana dapat menetapkan rute-rute yang menggunakan daerah-daerah dengan tingkat kesesuaian tertinggi. Rute-rute inilah yang kemudian dipertimbagkan sebagai opsi-opsi yang masuk dalam pertimbangan (short-listed) bagi pemilihan rute yang disenangi. 6.4.3 Penetapan rute yang disenangi Penetapan rute yang disenangi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara. Jika digunakan Analisis Kendala Umum, maka dilakukan kaji-ulang (review) oleh para ahli terhadap rute-rute ini dipandang dari sudut faktor-faktor teknis, sosio-ekonomi-budaya, dan lingkungan. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 20 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Teknisi / perencana jalan raya dan / atau perencana lingkungan hendaknya menyusun tabel untuk memudahkan membuat perbandingan antara opsi-opsi rute Untuk membuat perbandingan ini, berbagai ahli akan menentukan kesesuaian suatu rute atau berbagai bagian rute terhadap rute atau bagian rute lain, dan dengan demikian menentukan prioritas opsi rute. Juga ada kemungkinan berkonsultasi dengan berbagai instansi di tingkat proinsi atau tingkat lokal, maupun LSM-LSM untuk memperoleh pandangan mereka mengenai opsi-opsi rute. Yang diharapkan ialah suatu rute yang disenangi semua pihak dan yang hanya sedikit memliki kendala-kendala teknis, sosio-ekonomi-budaya dan/atau kendala-kendala lingkungan. Kemungkinannya kecil bahwa satu rute sesuai bagi semua kendala. Pada akhirnya, terserah pada para pengangambil keputusan yang tepat untuk memilih rute atas dasar pertimbanganpertimbangan teknis, sosial-ekonomi-budaya dan lingkungan. 6.4.4 Penetapan alinyemen rute final yang dikehendaki Secara umum dapat dikatakan bahwa pemilihan alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang disenangi merupakan bagian dari seluruh proses pemilihan rute. Pemilihan alinyemen tersebut selalu dilakukan melalui pertimbangan syarat-syarat alinyemen horisontal dan vertikal jalan dalam pemilihan opsi-opsi rute. Namun, penetapan alinyemen horisontal final hanya dilakukan ketika opsi yang disenangi diputuskan. Kemudian dalam bagian pertama DED (Detailed Engineering Design) atau dalam Tahap Pradesain, alinyemen horisontal dan vertikal diselesaikan dalam bentuk final. Kegiatan-kegiatan seperti diuraikan di atas dilakukan berdasarkan pemetaan rinci dan bila mungkin dilengkapi foto udara skala 1 : 10.000. Pada skala ini dapat diperoleh informasi rinci tentang tataguna tanah dan sifat-sifat lahan, yang memungkinkan penentuan lokasi terbaik bagi alinyemen final. Perencanaan teknis jalan hanya dapat dimulai bila rute final telah ditetapkan. 7. Konsultasi masyarakat untuk pemilihan rute 7.1 Penetapan koridor perencanaan Penetapan Koridor Perencanaan dilakukan pada awal tahap perencanaan umum. Pada tahap ini, mungkin dilangsungkan diskusi-diskusi terbatas dengan pemerintah propinsi dan kabupaten / kota mengenai keperluan proyek dan mengenai gagasan-gagasan awal pemerintah tersebut tentang pengembangan jalan dan lokasi proyek secara umum. Karena koridor perencanaan ini bar merupakan peta lokasi proyek secara makro, masukan dari masyarakat pada tahap ini tidak penting artinya. Berdasarkan diskusi-diskusi tersebut di atas, dapat ditetapkan suatu koridor yang luas. Koridor ini kelak akan mengandung koridor rute. 7.2 Penetapan koridor rute Pada tahap ini perlu dilibatkan pemerintah propinsi dan kanupaten / kota. Dalam beberapa keadaan tertentu, perlu juga dilibatkan instansi-instansi terkait lainnya serta LSM, jika diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus yang tidak seluruhnya tercakup oleh instansi-instansi pemerintah. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 21 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pada tahap ini, mungkin melalui loka karya, berbagai instansi pemerintah dapat dilibatkan dalam suatu proses untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam koridor perencanaan dan membantu menetapkan tepi koridor rute. Dalam hal ini, semua pihak yang mempunyai kepentingan harus menjamin bahwa mereka tidak merubah batas-batas koridor secara sepihak. Di samping itu, diperlukan konsultasi masyarakat melalui instansi-instansi pemerintah lokal dan / atau LSM, untuk memperoleh masukan berupa tanggapan dan saran mereka tentang aspek sosial dan lingkungan di dalam koridor. Masukan ini akan membantu menentukan kendala-kendala terhadap pengembangan opsi rute, dan juga akan memberikan fokus dan arti lokal aspek teknis dan kendala-kendala lingkungan. 7.3 Penetapan opsi-opsi rute Berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan masyarakat tentang kendala-kendala sosial dan lingkungan di dalam koridor, dapat dilakukan pengembangan opsiopsi rute. Hasil pengembangan opsi-opsi rute tersebut diinformasikan kembali kepada masyarakat. Pada tahap ini, mungkin ada justifikasi untuk bertanya kepada masyarakat yang lebih luas lagi untuk mempertimbangkan opsi-opsi rute yang telah dikembangkan dan memberikan komentar lebih lanjut tentang kendala-kendala dan peluang-peluang yang mereka sampaikan. P ada tahap ini, seyogianya dilibatkan “kom unitas-kom unitas yang secara potensial terpengaruh” di sepanjang opsi-opsi rute yang telah ditetapkan, baik secara langsung maupun melalui wakil komunitas-komunitas tersebut. Masukan-masukan yang diperoleh dari komunitas-komunitas atau wakil-wakilnya digunakan untuk menyesuaikan opsi-opsi rute dan / atau memilih opsi rute yang dikehendaki. Sebelum kegiatan ini, mungkin bermanfaat untuk mengkaji-ulang tanggapan yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah propinsi dan pemerintah lokal, yang bersangkutan dengan opsi-opsi rute tersebut. 7.4 Penetapan rute yang dikehendaki Sebagai tambahan pada pertimbangan sejumlah faktor pemilihan rute, perlu diperhatikan tanggapan-tanggapan masyarakat. Tanggapan-tanggapan ini hendaknya dipertimbangkan terutama bila terjadi keresahan masyarakat sehubungan dengan dampak lingkungan potensial, termasuk dampak sosial. Bila rute yang dikehendaki telah ditetapkan, suatu konsultasi masyarakat final dapat diselenggarakan untuk menjelaskan rute yang telah dipilih sebagai rute yang dikehendaki, dan memberikan penjelasan lebih rinci tentang proyek serta penetapan jadwal waktu pelaksanaannya. 7.5 Konsultasi masyarakat lebih lanjut Konsultasi ini dilakukan dengan “penduduk yang terkena dam pak proyek” dan dapat dilakukan konsultasi individual. Selain dengan penduduk yang terkena dampak langsung proyek, perlu juga untuk berkonsultasi dengan mereka yang tinggal berbatasan dengan rute yang telah dipilih, tetapi tidak terkena dampak langsung pengadaan tanah. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 22 Lampiran A – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Konsultasi ini berlangsung pada tahap studi kelayakan. Pada tahap ini keterlibatan masyarakat berubah dari partisipasi menjadi konsultasi karena hanya sedikit kesempatan tersedia bagi masukan masyarakat untuk merubah lokasi dan / atau hasil perencanaan pembangunan jalan. Konsultasi ini mungkin lebih banyak menyangkut masalah bentuk kompensasi yang efektif dan, dalam beberapa hal, tentang pemindahan penduduk (resettlement) yang efektif. Partisipasi masyarakat dapat juga berlangsung mengenai keterpaduan jalan baru dengan jalanjalan sekunder dan bagaimana merancang tepi dan batas jalan. Konsultasi secara terus-menerus dengan pemerintah lokal mengenai pengendalian penggunaan tanah yang berbatasan dengan damija jalan baru sangat penting bagi hasil desain proyek. Namun, hal ini tidak termasuk dalam tugas pemilihan rute dan dibahas dalam pedoman-pedoman lain. PEDOMAN TEKNIS PEMILIHAN RUTE JALAN 23 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran B Pedoman Teknis Konsultasi Masyarakat B.1 Penjelasan Umum Tata cara ini menguraikan pelaksanaan konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan dari tahapan siklus pengembangan proyek jalan, yaitu: 1) Konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan, 2) Konsultasi pemilihan koridor rute jalan, 3) Konsultasi kelayakan ruas jalan, dan 4) Konsultasi perencanaan teknis jalan. Pelaksanaan konsultasi masyarakat pada dasarnya melibatkan 5 (lima) kelompok pelaku utama berikut ini : 1) Pemrakarsa, dalam hal ini Dinas PU provinsi, kabupaten/kota. 2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota. 3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota. 4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. 5) Stakeholder lainnya yang mempunyai peran pada penanganan kasus-kasus khusus, misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll. B.2 Konsultasi Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan Langkah-langkah kegiatan konsultasi rencana umum sistem jaringan jalan adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan, Konsultasi konsep rencana sistem jaringan jalan, Melakukan pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan, Melakukan penyaringan lingkungan. B.2.1 Menyusun Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan a) Menyusun konsep rencana umum sistem jaringan jalan berdasarkan data dokumen perencanaan sistem jaringan jalan yang telah ada, mencakup rencana lokasi proyek, panjang jalan dan tahun anggaran, b) Dalam menyusun konsep rencana umum tersebut akan memperhatikan antara lain hal-hal seperti yang tertera pada KOTAK 1 berikut : PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 1 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan KOTAK I Rencana koridor sistem jaringan jalan, termasuk alasan perlunya proyek dan tahun anggaran pelaksanaan pembangunannya, Uraian status lahan dan tata guna lahan (land use and land status) dari rute koridor jalan, terutama (kalau ada) terhadap keberadaan kawasan lindung dan / atau daerah sensitif lainnya (berdasarkan kriteria tentang kawasan lindung dan daerah sensitif). Kemungkinan adanya pengadaan tanah Menuangkan informasi tersebut di atas ke dalam peta dengan ukuran skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000). B.2.2 Konsultasi Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung di kantor stakeholder (misal di Kantor Bappeda). b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup pemrakarsa, Bapedalda, Bappeda, masyarakat (misal tokoh masyarakat), dan stakeholder lainnya (misal BPN, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : Masukan dari Bapedalda tentang hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan lingkungan dan dampak terhadap lingkungan geofisik, biologi dan sosial yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, Masukan dari Bappeda tentang program-program pembangunan daerah dan penataan ruang sesuai rencana strategi pemerintah daerah (termasuk skala prioritas jaringan jalan yang direncanakan daerah), Masukan dari masyarakat tentang status dan tata guna lahan, area sensitif misalnya kawasan permukiman tradisional yang perlu dilindungi, kawasan dan makam yang dikeramatkan, situs-situs purbakala, lokasi dan penyebaran masyarakat terasing dan lain sebagainya. Masukan dari stakeholder lainnya, misalnya masukan dari BPN tentang status fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memberikan masukan tentang keberadaan masyarakat terasing (bila ada). Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi sebagai bahan pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan, yang menghasilkan hal-hal berikut : Identifikasi faktor-faktor yang menentukan prioritas pelaksanaan proyek PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 2 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Identifikasi status lahan dan tata guna lahan yang akan terkena rencana keberadaan rute koridor jalan. Identifikasi kendala-kendala yang diperkirakan timbul dari rencana keberadaan rute koridor jalan. B.2.3 Melakukan Pemutakhiran Rencana Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan data identifikasi tersebut di atas, maka selanjutnya melakukan pemutakhiran rencana sistem jaringan jalan, dalam bentuk sebagai berikut: Rumusan master plan jaringan jalan (RUTRK/RUTRP), Rumusan tentang lokasi proyek yang didukung oleh masyarakat (peserta konsultasi), Rumusan kendala-kendala yang diperkirakan timbul dalam kegiatan pemilihan rute koridor dan kebutuhan pengadaan tanah (kalau ada). B.2.4 Melakukan Penyaringan Lingkungan Kegiatan konsultasi penyaringan lingkungan dilakukan dengan Bappeda dan Bapedalda. Konsultasi dengan Bappeda dilaksanakan dalam rangka meminta masukan terhadap identifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rute koridor jaringan jalan, khususnya areal sensitif. Masukan dari Bappeda tersebut berupa rencana penataan ruang wilayah (prov, kab/kota) serta penerapan peta padu serasi. Sedangkan konsultasi dengan Bapedalda ditempuh dalam rangka mendiskusikan hasil penyaringan (AMDAL, UKL/UPL atau SOP). Masukan dari Bapedalda dapat berupa tanggapan dan saran dalam rangka menampung umpan balik. Selanjutnya secara bersama-sama masukan dari Bappeda dan Bapedalda dipergunakan dalam rangka menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan Lingkungan. Tata cara konsultasi penyaringan lingkungan secara lebih rinci dengan menerapkan pedoman pelaksanaan AMDAL, khususnya penyaringan lingkungan yang terdapat pada Lampiran lain. B.3 Konsultasi Pilihan Koridor Rute Jalan Langkah-langkah kegiatan konsultasi pilihan koridor rute jalan adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Mempelajari rencana sistem jaringan jalan, Membuat studi kelayakan terhadap altenatif rute jalan, Melakukan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan, Menetapkan koridor jalan terpilih Menyusun konsep KA-ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai B.3.1 Mempelajari Rencana Sistem Jaringan Jalan Hasil konsultasi masyarakat pada tahap perencanaan umum telah menetapkan adanya proyek-proyek prioritas. Oleh karena itu bahan dan/atau informasi yang akan dikonsultasikan dalam kegiatan pemilihan koridor rute dan kebutuhan pengadaan tanah PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 3 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan bagi proyek-proyek prioritas pada tahap pra studi kelayakan ini, antara lain akan mencakup hal-hal seperti pada KOTAK 2 berikut : KOTAK 2 Informasi tentang rencana rute alternatif jalan, terutama : Lokasi keberadaan rute alternatif jalan yang direncanakan, Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada, Luas lahan yang dibutuhkan bagi tiap rute alternatif jalan Ketetapan hasil penyaringan AMDAL, UKL/UPL B.3.2 Membuat Studi Kelayakan Terhadap Alternatif Rute Jalan. a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan b) Membuat penilaian awal tingkat kendala lingkungan, yakni : Kondisi lingkungan di lokasi rencana rute alternatif jalan dan sekitarnya : Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial masyarakat, status lahan dan tata guna lahan), Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung), Kondisi geofisik (bila perlu) Sarana dan prasarana Potensi dampak yang diperkirakan dapat terjadi pada tiap rute alternatif B.3.3 Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif Rute Jalan Kegiatan konsultasi pemilihan alternatif rute jalan akan berkaitan dengan hal-hal berikut ini : 1. 2. 3. 4. AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL), Analisa Dampak Sosial (khususnya berkaitan dengan pengadaan lahan), Rekayasa lingkungan (teknis pemilihan rute), Desain wilayah (kota/perdesaan). B.3.3.1 Konsultasi berkaitan dengan AMDAL (khususnya pelingkupan dalam KA-ANDAL) Pelaksanaan Konsultasi Masyarakat a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan publikasi di suatu Harian Umum setempat. Format publikasi mengikuti ketentuan spesifikasi media dan teknik pengumuman. Hal-hal yang dipublikasikan seperti tampak pada KOTAK 3 : b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup masyarakat yang berkepentingan, yakni masyarakat pemerhati dan masyarakat terkena dampak (wakil masyarakat) PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 4 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan KOTAK 3 Nama dan alamat pemrakarsa proyek Lokasi dan luas kegiatan proyek Jenis proyek Produk yang dihasilkan Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan serta penanganannya Dampak lingkungan hidup yang akan timbul Tanggal pemasangan pengumuman dan batas waktu pemberian saran, pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat c) Sasaran konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari masyarakat, antara lain tentang kepentingan sosial dan lingkungan mereka di dalam koridor. Perumusan Rencana Tindak a) Melakukan analisa saran pendapat dan tanggapan yang diterima dari hasil publikasi yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk : Rumusan dampak terutama dampak sosial dan rekayasa lingkungan yang akan ditimbulkan oleh setiap alternatif rute jalan, Rumusan keberatan ataupun dukungan dari masyarakat terhadap rencana proyek. b) Mempergunakan daftar identifikasi dampak tersebut sebagai materi pelingkupan Konsep Awal Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL). B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan analisa dampak sosial (pengadaan lahan) a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian wilayahnya akan terkena dampak.. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup stakeholder yang berkaitan dengan pengadaan tanah (misal BPN), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan. c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 5 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin masyarakat setempat mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan kepada mereka kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak proyek Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada pembebasan lahan dalam pemilihan rute. Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak. Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN tentang status fungsi lahan. B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan rekayasa lingkungan (pemilihan rute) a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian wilayahnya akan terkena dampak.. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, stakeholder yang berkaitan dengan status lahan (misal BPN dan Kehutanan), Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan. c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : Masukan dari Bapedalda tentang daerah sensitif dan daya dukung lingkungan, Masukan dari Bappeda mengenai kondisi tingkat pelayanan prasarana dan sarana, termasuk klas jalan, Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada para pemimpin tersebut mengenai lokasi alternatif rute jalan dan menanyakan kepada mereka kemungkinan reaksi dari masyarakat yang terkena dampak proyek Membahas tentang kemungkinan permasalahan yang akan muncul pada pembebasan lahan dalam pemilihan rute. Mendiskusikan informasi/masukan dari masyarakat (misal Camat, Lurah, LSM dan tokoh masyarakat lainnya) tentang status kepemilikan lahan masyarakat (misal hak ulayat dsb) dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak. PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 6 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN dan Kehutanan tentang status dan fungsi lahan, dan/atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memberikan masukan tentang keberadaan masyarakat terasing. . B.3.3.2 Konsultasi berkaitan dengan desain kota/perdesaan a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Bappeda atau Kantor Camat wilayah kecamatan yang sebagian wilayahnya akan terkena dampak.. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Camat, Lurah/Kepala Desa, LSM dan tokohtokoh masyarakat yang berpengaruh, termasuk tokoh LKMD, ketua RT dan RW pada wilayah yang akan terkena dampak proyek jalan. c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : Masukan dari Bappeda tentang pemanfaatan ruang wilayah, Membahas bersama tentang issu-issu penting dalam suatu proyek pembangunan termasuk desain kota/perdesaan, masukan tentang apa yang masyarakat setempat butuhkan dalam suatu proyek pengembangan kota/perdesaan. . B.3.4 Menetapkan Koridor Jalan Terpilih Melakukan analisa terhadap masukan peserta konsultasi tersebut sebagai bahan penetapan rute koridor jalan terpilih yang menghasilkan berikut : Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute terpilih, terutama perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, kondisi prasarana dan sarana, status kepemilikan dan pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi). Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam rencana pengadaan tanah. B.3.5. Menyusun Konsep KA-ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai Tata cara penyusunan KA-ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran lain. Apabila dokumen KA-ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke Bapedalda untuk melaksanakan penilaian KA-ANDAL B.4 Konsultasi Kelayakan Ruas Jalan Langkah-langkah kegiatan konsultasi kelayakan ruas jalan adalah sebagai berikut: PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 7 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 1) 2) 3) 4) 5) Mempelajari koridor jalan terpilih, Membuat studi kelayakan koridor jalan terpilih, Melakukan konsultasi kelayakan koridor jalan terpilih, Melakukan studi ANDAL dan mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai, Menetapkan rute terpilih B.4.1 Mempelajari Koridor Jalan Terpilih Hasil konsultasi masyarakat pada tahap pra kelayakan telah menetapkan koridor jalan terpilih, antara lain mencakup perkiraan luasan tanah yang dibutuhkan, status kepemilikan dan pola penggunaan lahan, kondisi prasarana dan sarana, status lahan konservasi serta tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap koridor terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam rencana pengadaan tanah. B.4.2 Membuat Studi Kelayakan Koridor Jalan Terpilih. a) Mempelajari dokumen tingkat kelayakan teknis dari masing-masing alternatif rute jalan b) Membuat penilaian tingkat kendala lingkungan, yakni : Kondisi lingkungan di lokasi koridor jalan terpilih dan sekitarnya : Kondisi sosial budaya (gambaran umum tipologi kondisi sosial masyarakat, status lahan dan tata guna lahan), Kondisi biologi (misal daerah konservasi dan hutan lindung), Kondisi geofisik (bila perlu) Sarana dan prasarana Dampak hipotetik penting yang dapat terjadi pada koridor jalan terpilih B.4.3 Melakukan Konsultasi Kelayakan Koridor Jalan a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Bappeda. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup Bappeda dan stakeholder yang berkaitan dengan status lahan (misal BPN dan Kehutanan). c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : Masukan dari Bappeda mengenai kesesuaian program daerah berkaitan dengan keberadaan koridor jalan, Mendiskusikan informasi/masukan dari stakeholder lainnya, misalnya dari BPN dan Kehutanan akan memeriksa kesesuaian dengan tata ruang berkaitan dengan keberadaan koridor jalan. Hasil konsultasi tersebut dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam analisis dampak lingkungan (ANDAL). PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 8 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan B.4.4. Melakukan Studi ANDAL dan Mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai Tata cara penyusunan studi ANDAL akan mengikuti pedoman tersebut pada Lampiran lain. Apabila dokumen ANDAL ini sudah dipersiapkan, selanjutnya mengajukan ke Bapedalda untuk dinilai. a) Metode konsultasi Penyelenggaraan konsultasi melalui kegiatan rapat Komisi AMDAL yang waktu dan tempatnya diatur oleh Bapedalda, misal di Kantor Bapedalda. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup anggota komisi teknis dan stakeholder yang berkaitan dengan kasus yang dibahas termasuk masyarakat yang akan terkena dampak. c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh penilaian hasil studi ANDAL, RKL/RPL dan tanggapan dari peserta konsultasi, antara lain sebagai berikut : Dari masyarakat yang akan terkena dampak (wakil) misal tentang tanggapan dan masukan dari proses penilaian AMDAL. Bapedalda akan menilai hasil studi ANDAL, RKL/RPL. Hasil konsultasi rapat komisi AMDAL tersebut selanjutnya dilakukan perbaikan sesuai saran dan penilaian Komisi. Apabila Komisi telah menyetujui hasil studi ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lingkungan dalam penetapan rute terpilih. B.4.5. Menetapkan Rute Terpilih Hasil konsultasi dengan para stakeholder dan komisi AMDAL akan merupakan bahan pertimbangan lingkungan dalam menetapkan rute terpilih. Disamping pertimbangan aspek lingkungan, penetapan rute terpilih juga akan ditentukan oleh pertimbangan aspek teknis dan ekonomis. B.5. Konsultasi Perencanaan Teknis Jalan Langkah-langkah kegiatan konsultasi perencanaan teknis jalan adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Mempelajari hasil studi kelayakan, dokumen ANDAL, RKL/RPL dari rute terpilih, Diskusi penjabaran RKL, RPL dalam perencanaan teknis jalan, Melakukan konsultasi konsep perencanaan teknis jalan, Membuat konsep LARAP, Finalisasi dokumen LARAP proyek jalan, Menetapkan desain teknis jalan. B.5.1 Mempelajari Hasil Studi Kelayakan, Dokumen ANDAL, RKL/RPL Dari dokumen yang telah disyahkan oleh Komisi AMDAL, akan dicermati tentang hal-hal berikut ini : PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 9 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 1) Hasil evaluasi terhadap rencana kegiatan proyek jalan yang akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, 2) Dampak penting yang terjadi akibat kegiatan proyek jalan 3) Tolok ukur setiap dampak penting lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan proyek jalan. 4) Jenis-jenis penanganan dampak penting yang memuat kriteria dan spesifikasi yang diinginkan dari penanganan dampak. 5) Lokasi dan sebaran terjadinya dampak penting. B.5.2 Diskusi Penjabaran RKL, RPL Dalam Perencanaan Teknis Jalan. a) Metode konsultasi Menyelenggarakan diskusi langsung antara para perencana dan tim penyusun AMDAL mengenai program RKL dan RPL yang tepat yang akan dimasukkan dalam desain teknis , misal di Kantor pemrakarsa proyek. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup tim perencana dan tim penyusun AMDAL. c) Pelaksanaan konsultasi Diskusi ini dimaksudkan untuk menjabarkan RKL, RPL dalam perencanaan teknis jalan, antara lain sebagai berikut : Masukan dari Tim penyusun AMDAL mengenai rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) yang diuraikan dalam kriteria dan spesifikasi yang diinginkan dari upaya penanganan dampak, baik berupa upaya pencegahan, meminimalisasi, memperbaiki dan kompensasi terhadap dampak yang terjadi, Mengkaji masukan dari Tim penyusun AMDAL tentang upaya penanganan dampak tersebut, dan mencoba menuangkan ke dalam rencana teknis jalan. B.5.3 Melakukan Konsultasi Konsep Perencanaan Teknis Jalan a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Bappeda. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup Bappeda, Masyarakat (Kepala desa/lurah, LKMD, wakil masyarakat yang terkena dampak), dan stakeholder lainnya berkaitan dengan pengadaan tanah (misal BPN dan Camat). c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari peserta konsultasi untuk penyempurnaan konsep perencanaan teknis dan pembuatan konsep LARAP, antara lain sebagai berikut : PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 10 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Masukan dari Bappeda mengenai pengendalian pemanfaatan ruang, Informasi detail dari masyarakat tentang area sensitif Masukan dari BPN dan Camat tentang angggota panitia pengadaan tanah. Hasil diskusi tersebut selanjutnya akan dianalisa yang hasilnya dipergunakan sebagai bahan untuk membuat konsep LARAP, antara lain seperti pada KOTAK 4 KOTAK 4 Informasi tentang kegiatan proyek (ruas jalan), terutama : Lokasi keberadaan alinyemen rute akhir terpilih yang direncanakan Panjang ruas jalan, lebar jalan, lebar damija yang ada, dan Luas lahan terkena alinyemen rute akhir terpilih yang direncanakan Informasi rinci tentang kondisi lingkungan sosial ekonomi budaya di lokasi rencana alinyemen rute akhir terpilih dan sekitarnya, antara lain : Luas lahan dan aset di atasnya yang harus dibebaskan, dan dirinci berdasarkan status kepemilikan dan penguasaan, status penggunaan/ jenis lahan dan kelas tanah. Jumlah penduduk/rumah tangga (KK) yang terkena dampak dan yang terpaksa harus dipindahkan, Perkiraan dampak/kerugian potensial yang mungkin timbul (khususnya yang menyangkut sumber matapencaharian /pendapatan dan fasilitas umum yang dianggap strategis) Kelompok masyarakat dan strategi partisipasi mereka dalam setiap tahapan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (jika ada) Lembaga yang akan menangani kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali dari Pemda setempat. B.5.4 Konsultasi Konsep LARAP a) Metode konsultasi Menyelenggarakan konsultasi melalui kegiatan pertemuan dan diskusi langsung, misal di Kantor Bappeda. b) Peserta konsultasi Peserta konsultasi mencakup Bapedalda, Bappeda, dan Masyarakat (Kepala desa/lurah, LKMD, wakil masyarakat yang terkena dampak). c) Pelaksanaan konsultasi Konsultasi konsep LARAP dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam membuat Dokumen Final LARAP proyek jalan, antara lain sebagai berikut : PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 11 Lampiran B – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Masukan dari Bapedalda tentang tata cara dan evaluasi monitoring, Masukan dari Bappeda mengenai keterpaduan program implementasi LARAP, Masukan dari masyarakat tentang data asset dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak. B.5.5 Finalisasi Dokumen LARAP Proyek Jalan Melakukan analisis terhadap masukan para peserta konsultasi tentang konsep LARAP, yang hasilnya berupa Dokumen Final LARAP antara lain memuat berikut ini: Indentifikasi luas lahan, jumlah pemilik, aset di atasnya, persepsi. Identifikasi tingkat harga tanah dan asetnya. Identifikasi cara-cara penanganan dampak rencana pembebasan lahan, dan dampak-dampak sosial lainnya tersebut. Melakukan koordinasi rencana pelaksanaan dengan Bappeda dalam rangka pengesahan dokumen LARAP dari Bupati/Walikota. B.5.6 Menetapkan Desain Jalan a) Melakukan penetapan desain jalan setelah dokumen LARAP disyahkan. b) Dalam gambar desain jalan yang ditetapkan tersebut tertuang antara lain rumusan penanganan dampak penting dari komponen lingkungan (geofisik-kimia, biologi dan sosial) yang terjadi, dan selanjutnya memasukkan kedalam lingkup materi tender pekerjaan implementasi. PEDOMAN TEKNIS KONSULTASI MASYARAKAT 12 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran C (Normatif) Pedoman Teknis Penyaringan Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL C.1 Jenis-Jenis Proyek Jalan Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penyaringan proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL/UPL, jenis-jenis proyek jalan dibedakan dalam beberapa kategori sbb.: a) b) c) d) e) C.2 Pembangunan jalan tol Pembangunan jalan layang dan subway Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA: di kota besar / metropolitan di kota sedang di kota kecil. Peningkatan jalan dalam DAMIJA Pembangunan jembatan. Penentuan Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL Jenis-jenis proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL ditentukan berdasarkan: a) b) c) C.3 skala / besaran rencana kegiatan (panjang jalan dan/atau luas lahan yang diperlukan); lokasi alinyemen jalan terhadap kawasan lindung (berbatasan langsung); pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi ekosistem setempat. Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi AMDAL Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi AMDAL tercantum pada Tabel 1. Catatan: Kriteria kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL tersebut, dapat ditinjau kembali sekurangkurangnya 5 tahun sekali. Karena itu, pemrakarsa proyek harus memperhatikan peraturan yang paling baru. C.4 Kriteria Skala / Besaran Proyek Jalan yang Wajib Dilengkapi UKL dan UPL Kriteria skala / besaran kegiatan proyek yang wajib dilengkapi UKL dan UPL tercantum pada Tabel 2. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 1 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 1 Jenis Rencana Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapai dengan AMDAL (Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan ) No. 1. 2. Jenis Proyek Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus a. Pembangunan jalan tol Semua Besaran Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. b. Pembangunan jalan layang dan subway > 2 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Pembangunan jalan dan / atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA: a. Di kota besar / metropolitan : - Panjang - atau luas pengadaan tanah b. Di kota sedang : - Panjang - atau luas pengadaan tanah c. Pedesaan : - Panjang > 5 km > 5 ha > 10 km > 10 ha > 30 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Sumber: Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2001, tanggal 22 Mei 2001 Keterangan: Kota Metropolitan Kota Besar Kora Sedang Kota Kecil : jumlah penduduk : jumlah penduduk : jumlah penduduk : jumlah penduduk PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL > 1.000.000 jiwa 500.000 – 1.000.000 jiwa 100.000 – 500.000 jiwa 20.000 – 100.000 jiwa 2 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 2 Jenis Kegiatan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL (Berdasarkan skala / besaran rencana kegiatan ) No. Jenis Proyek 1. Peningkatan jalan Tol dalam DAMIJA 2. Pembangunan / peningkatan jalan di luar DAMIJA a. b. 3. C.5 Besaran > 5 km Di kota besar / metropolitan: - Panjang 1 km - 5 km - pengadaan tanah 2 ha - 5 ha Di kota sedang: - Panjang 3 km - 10 km - pengadaan tanah 2 ha - 10 ha Pembangunan Jembatan a. Di kota besar / metropolitan > 20 m b. Di kota sedang > 60 m Prosedur Pelaksanaan Penyaringan C.5.1 Langkah-Langkah Kegiatan Penyaringan Proses penyaringan dilakukan melalui urutan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) Identifikasi jenis dan besaran rencana kegiatan proyek; Identifikasi komponen lingkungan hidup yang sensitif; Identifikasi dampak lingkungan yang mungkin terjadi; Penentuan wajib AMDAL atau UKL dan UPL; Penghitungan perkiraan biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL; Penyusunan laporan hasil penyaringan. C.5.2 a) Identifikasi Jenis dan Besaran Rencana Kegiatan Proyek Identifikasilah jenis rencana kegiatan proyek menurut klasifikasi tersebut pada Butir E.1, dan skala / besaran kegiatannya, yaitu: panjang ruas jalan (km); luas areal pengadaan tanah (ha). PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 3 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) Catatlah deskripsi rencana kegiatan proyek yang lebih detail (bila ada), antara lain: • Fungsi jalan (arteri / kolektor / lokal); • Lebar badan jalan; Lebar perkerasan; Jenis lapis perkerasan; Lebar pengadaan tanah yang diperlukan; Perkiraan volume pekerjaan tanah (galian / timbunan); Jumlah bahan bangunan yang diperlukan (batu, pasir, dll); Alat-alat berat yang diperlukan. Data tersebut di atas dapat diperoleh dari laporan pra-studi kelayakan dan / atau studi lainnya. c) Hasil identifikasi rencana kegiatan proyek agar dicatat dalam formulir Laporan Hasil Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1. C.5.3 Identifikasi Komponen Lingkungan Hidup yang Sensitif C.5.3.1 Keberadaan Kawasan Lindung a) Periksalah apakah lokasi proyek berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau berdekatan dengan kawasan lindung. Data tentang keberadaan kawasan lindung di lokasi rencana kegiatan proyek dan sekitarnya dapat diperoleh dengan cara: Kajian data sekunder. Konsultasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun propinsi atau kabupaten / kota; Peninjauan lapangan, dan konsultasi dengan penduduk setempat (bila perlu). b) Jenis-jenis kawasan lindung seperti tersebut dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UndangUndang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 37 Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, tercantum pada Kotak 1. c) Informasi tentang keberadaan kawasan lindung secara makro dapat diketahui antara lain dari peta Rencana Tata Ruang Wilayah propinsi atau kabupaten / kota. d) Data tentang lokasi kawasan hutan lindung dapat dilihat dari peta Tata Guna Hutan yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan. e) Informasai tentang lokasi cagar budaya termasuk situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, atau dari Dinas terkait di tingkat propinsi atau kabupaten / kota. e) Lakukan peninjauan lapangan (bila perlu) terutama untuk memastikan apakah alinyemen jalan melalui, berbatasan langsung, berdekatan atau cukup jauh dari kawasan lindung. Namun bila data sekunder telah cukup lengkap, peninjauan lapangan tidak diperlukan. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 4 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kotak 1 Daftar Kawasan Lindung 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Kawasan Hutan Lindung; Kawasan Bergambut; Kawasan Resapan Air; Sempadan Pantai; Sempadan Sungai; Kawasan Sekitar Danau / Waduk; Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa); Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem); Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove); Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman Wisata Alam Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah deengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi); Kawasan Rawan Bencana Alam. C.5.3.2 Areal Sensitif Lainnya a) Telitilah apakah di lokasi proyek dan sekitarnya terdapat areal sensitif lainnya yang termasuk kategori fragile area antara lain: • • • • b) Areal permukiman padat; Daerah komersial; Lahan pertanian produktif Areal berlereng curam. Data tentang areal sensitif ersebut dapat dianalisis dari peta topografi, peta tanah, peta geologi, peta penggunaan lahan, dan foto udara (bila tersedia). Bila perlu, peninjauan lapangan akan sangat berguna. c) Komponen lingkungan lainnya yang perlu diidentifikasi adalah sarana dan prasarana yang mungkin terkena dampak kegiatan konstruksi, seperti: • jaringan jalan; • jalan kereta api; • saluran air; • kabel listrik; • telepon; • pipa air; dan • pipa gas. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 5 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Di samping itu, perlu diperhatikan juga kemungkinan adanya tempat-tempat yang sensitif terhadap kebisingan seperti: • sekolah; • rumah sakit; dan • tempat ibadat. d) Hasil identifikasi komponen lingkungan hidup sensitif dicatat dalam formulir Laporan Hasil Penyaringan AMDAL seperti tercantum pada Lampiran C.1. C.5.4 Identifikasi Dampak Lingkungan yang Mungkin Terjadi a) Identifikasilah dampak lingkungan yang mungkin terjadi secara sistematis, mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi. b) Cara identifikasi dilakukan dengan memperhatikan jenis dan besaran kegiatan proyek tersebut pada Butir C.5.2 yang merupakan sumber dampak, dan sensitifitas komponen lingkungan tersebut pada Butir C.5.3, yang mungkin terkena dampak. c) Identifikasi dampak lingkungan dilakukan melalui urutan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Buat daftar komponen rencana kegiatan proyek yang potensial merupakan sumber dampak, diurut mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Jenis kegiatan yang potensial menjadi sumber dampak antara lain yang bersifat: • • • • merubah bentang alam/lansekap seperti galian / timbunan tanah. merubah komposisi vegetasi, misalnya kegiatan land clearing. menimbulkan pencemaran lingkungan (polusi udara, kebisingan, pencemaran air), seperti kegiatan pengangkutan material, pengoperasian base camp dan stone crusher. menimbulkan gangguan sosial seperti pengadaan tanah dan pemindahan penduduk . (2) Identifikasilah karakteristik ekosistem di lokasi tiap komponen kegiatan dan sekitarnya yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan tersebut (lihat hasil identifikasi komponen lingkungan sensitif yang telah diuraikan pada Butir C.5.3) . (3) Perkirakan kemungkinan perubahan ekosistem (kondisi lingkungan) serta akibat lanjutannya yang mungkin terjadi baik yang menyangkut aspek fisik, biologi maupun sosial-ekonomi dan budaya, di tiap lokasi kegiatan proyek yang telah terdaftar. Perubahan kondisi (kualitas) lingkungan serta akibat lanjutannya merupakan dampak lingkungan yang mungkin terjadi. C.5.5 Penentuan Wajib AMDAL atau UKL/UPL a) Proses penentuan wajub AMDAL atau UKL dan UPL dilakukan dalam empat tahap, yang secara skematis tercantum pada Gambar 1. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 6 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan GAMBAR 1 Prosedur Penyaringan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL Rencana Proyek Jalan Tahap 1 Memenuhi Kriteria Wajib AMDAL ? Ya Tidak Tidak Berbatasan dengan Kawasan Lindung Tahap 2 Ya Tidak Berdampak Tidak Penting ? Ya Tahap 3 Tidak Tidak Memenuhi Kriteria UKL/UPL Wajib UKL/UPL Tidak Tahap 4 Ya SOP Wajib UKL / Ya UPL PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL Wajib AMDAL 7 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) Tahap Pertama: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek dengan kriteria wajib AMDAL tercantum dalam Tabel 1. Apabila jenis dan besaran rencana kegiatan proyek memenuhi kriteria tersebut, maka proyek itu wajib dilengkapi AMDAL. Sebaliknya, jika tidak memenuhi kriteria tersebut, maka proses penyaringan dilanjutkan dengan tahap kedua. c) Tahap Kedua: Periksalah apakah lokasi alinyemen jalan berbatasan langsung dengan kawasan lindung. Apabila sebagian atau seluruh alinyemen jalan berbatasan langsung dengan kawasan lindung seperti tersebut pada Kotak 1, maka proyek yang bersangkutan wajib dilengkapi AMDAL. Bila tidak, proses penyaringan dilanjutkan ke tahap ketiga. d) Tahap Ketiga: Evaluasilah apakah dampak lingkungan yang telah teridentifikasi pada Butir C.5.4 termasuk kategori dampak besar dan penting atau tidak. Jika tedapat dampak yang temasuk kategori besar dan penting, maka proyek wajib dilengkapi AMDAL. Kalau tidak, proses penyaringan dilanjutkan ke tahap keempat. Catatan: Untuk mengevaluasi pentingnya dampak gunakanlah kriteria tercantum pada Tabel 3. e) Penyaringan Tahap Keempat: Bandingkanlah jenis dan besaran rencana kegiatan proyek dengan kriteria proyek yang wajib dilengkapi UKL / UPL tercantum pada Tabel 2. Jika memenuhi kriteria tersebut, maka rencana kegiatan proyek wajib diliengkapi UKL dan UPL. Bila tidak, proyek tersebut bebas AMDAL maupun UKL dan UPL, tapi wajib menggunakan SOP. C.5.6 Penghitungan Perkiraan Biaya Studi AMDAL atau UKL/UPL a) Apabila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL, hitunglah perkiraan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan studi lingkungan (AMDAL atau UKL dan UPL) tersebut. b) Secara garis besar, biaya studi lingkungan terdiri dari komponen-komponen biaya: • personil (tenaga ahli dan penunjang); • survai lapangan; • analisis laboratorium (bila perlu); • peralatan dan material. Pada umumnya, komponen biaya terbesar adalah biaya personil. c) Komponen biaya personil tergantung dari banyaknya tenaga ahli yang diperlukan dan lamanya penugasan tiap tenaga ahli. Makin banyak jenis isu lingkungan yang perlu ditelaah, makin banyak tenaga ahli yang diperlukan. d) Komponen biaya survei lapangan tergantung dari lokasi proyek. Makin jauh jaraknya, makin mahal biayanya. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 8 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan e) Jumlah tenaga ahli yang diperlukan untuk pelaksanaan studi AMDAL suatu ruas jalan diperkirakan antara 15 - 30 person-month (pm), sedangkan untuk studi UKL/UPL berkisar antara 4 - 8 pm. f) Secara umum, pelaksanaan studi AMDAL proyek jalan memerlukan waktu antara 6 -18 bulan, dengan biaya berkisar antara 5 - 10 % dari biaya persiapan proyek, atau antara 0,06 0,35 % dari total biaya proyek. C.5.7 Penyusunan Laporan a) Susunlah laporan singkat tentang hasil penyaringan AMDAL ini, yang berisi tentang: • • • • • Deskripsi rencana kegiatan dan rona lingkungan secara singkat; Kesimpulan hasil penyaringan (wajib AMDAL, wajib UKL dan UPL, atau bebas AMDAL maupun UKL dan UPL); Alasan (dasar pertimbangan) kesimpulan tersebut; Isu-isu pokok lingkungan yang perlu ditelaah lebih lanjut (bila diperlukan AMDAL atau UKL dan UPL; dan Perkiraan biaya untuk studi lingkungan selanjutnya. b) Laporan hasil penyaringan ini diperlukan sebagai arahan untuk kegiatan studi lingkungan yang lebih mendalam (bila diperlukan), termasuk untuk keperluan penentuan anggaran biaya studi tersebut. c) Contoh format laporan hasil penyaringan tercantum pada Lampiran C.1. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 9 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 3 Kriteria Evaluasi Dampak Penting No. Faktor Evaluasi Kriteria Penting Tidak penting 1. Jumlah manusia terkena dampak M1>M2 M1<M2 M1 = Jumlah manusia dalam wilayah studi yang terkena dampak tapi tidak dapat manfaat M2 = Jumlah manusia yang dapat manfaat 2. Luas wilayah persebaran dampak W1 W2 W1 = Wilayah persebaran dampak mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak, tidak berbaliknya dampak, atau kumulatif dampak. W2 = Wilayah persebaran dampak tidak mengalami perubahan mendasar. 3. Lamanya dampak berlangsung L1 L2 L1 = Dampak berlangsung lama (lebih dari satu tahap proyek) L2 = Dampak berlangsung tidak lama (hanya pada tahap pra-konstruksi atau konstruksi) 4. Intensitas dampak I1 I2 I1 = Dampak melampaui baku mutu lingkungan, atau menimbulkan konflik sosial I2 = Dampak tidak melampaui baku mutu lingkungan, atau tidak menimbulkan konflik sosial 5. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak B2>B1 B2<B1 PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL Keterangan B1 = Jumlah komponen lingkungan terkena dampak primer B2 = Jumlah komponen lingkungan terkena dampak sekunder dan dampak lanjutannya 10 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 6. Sifat kumulatif dampak K1 K2 K1 = Dampak kumulatif K2 = Dampak tidak kumulatif 7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak R1 R2 R1 = Dampak tidak berbalik R2 = Dampak berbalik PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 11 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan CONTOH FORMULIR Laporan Penyaringan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL A. RENCANA KEGIATAN PROYEK 1. Nama Rencana Kegiatan Proyek … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2. Panjang Ruas Jalan … … … … … … km 3. Lebar Jalan a. DAMIJA Ekisting 1) b. Damija rencana c. Perkerasan Ekisting 1) d. Pekerasan rencana a. b. c. d. 4. Lokasi a. Nama kota b. Kabupaten c. Propinsi a. … … … … … … … … … … … … … … … … … .. b. … … … … … … … … … … … … … … … … … .. c. … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 5. Status Kota Metropolitan / Besar / Sedang / Kecil 2) 6. Fungsi Jalan Arteri / Kolektor / Lokal 2) 7. Jenis Program Pembangunan / Pemeliharaan 2) 8. Luas areal pengadaan … … … … … .. H a 9. LHR a. Eksisting 1) b. Rencana 10. Status Proyek a. … … … … … … … … .. kendaraan /hari b. … … … … … … … … .. kendaraan /hari Pra Studi Kelayakan / Studi Kelayakan 2) … … … … … … … … … … … … … … … … ..m ..m ..m ..m B. RONA LINGKUNGAN ( Sepanjang trase jalan dan sekitarnya) 1. Fisiografi a. Berlereng curam (> 40 %) b. Tanah tidak stabil 2. Penggunaan lahan a. Pemukiman padat b. Daerah komersial c. Areal pertanian produktif d. Lain-lain (… … … … … … … … … … ) a. … … … … … … … .. km b. … … … … … … … .. km a. b. c. d. PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. km .. km .. km .. km (… (… (… (… … … … … … … … … .. % .. % .. % .. % ) ) ) ) 12 Lampiran C – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Contoh Formulir Laporan Penyaringan Proyek Jalan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL (lanjutan) 3. Kawasan lindung a. Jenis/nama kawasan lindung b. Letak trase jalan terhadap kawasan lindung a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. b. Melalui / berbatasan / berdekatan / jauh 2) 4. Komponen lingkungan lain yang sensitif terhadap perubahan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … C. KESIMPULAN (Pilih salah satu) 1. Wajib AMDAL 2. Wajib UKL dan UPL 3. Bebas AMDAL maupun UKL dan UPL A lasan : … … A lasan : … … A lasan : … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. . .. . .. . D. ISU POKOK LINGKUNGAN YANG PERLU DIKAJI LEBIH LANJUT 1. Dampak lingkungan pada taha pra-konstruksi a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2. Dampak lingkungan pada tahap konstruksi a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . c. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 3. Dampak lingkungan pada tahap pasca konstruksi a. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … b. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … c. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … E. PERKIRAAN BIAYA STUDI AMDAL ATAU UKL & UPL R p. … … … … … … … … … … … . Keterangan : 1) Khusus proyek peningkatan / pemeliharaan 2) Coret yang tidak sesuai … … … … … ., … … … … … … … … … … Pelaksana Penyaringan (… … … … … … … … … … ) PEDOMAN TEKNIS PENYARINGAN RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN YANG WAJIB DILENGKAPI AMDAL ATAU UKL DAN UPL 13 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran D Pedoman Teknis Pengadaan Tanah untuk Bidang Jalan D.1 Penjelasan Umum Rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan dari tahapan siklus pengembangan proyek jalan, meliputi: 1) Pertimbangan pengadaan tanah pada tahap perencanaan umum, 2) Kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra studi kelayakan, 3) Identifikasi kebutuhan lahan pada tahap studi kelayakan, dan 4) Perencanaan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis. Pelaksanaan rencana pengadaan tanah pada dasarnya dilaksanakan oleh 5 (lima) kelompok pelaku utama yaitu: 1) Pemrakarsa, dalam hal ini unit kerja Dinas provinsi, kabupaten/kota. 2) Bapedalda, dalam hal ini termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau Kantor Lingkungan Hidup provinsi, kabupaten/kota. 3) Bappeda, dalam hal ini terdiri dari Bappeda provinsi, kabupaten/kota. 4) Masyarakat, dalam hal ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, penduduk terkena dampak, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili penduduk terkena dampak dan masyarakat terasing. 5) Stakeholder lainnya yang perlu dipertimbangkan perannya pada kasus-kasus khusus, misalnya Departemen/Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Departemen/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dll. D.2 Pertimbangan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan pertimbangan pengadaan pada tahap ini adalah sebagai berikut: Mempelajari konsep rencana umum sistem jaringan dan peta tata guna sekitarnya, 2) Membuat konsep awal sistem jaringan jalan dan kebutuhan lahan, 3) Melakukan konsultasi dengan Bappeda dan/atau instansi lainnya, 4) Menetapkan koridor rencana sistem jaringan jalan. 1) lahan di D.2.1 Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan dan Peta Tata Guna Lahan D.2.1.1 Konsep rencana umum sistem jaringan jalan Dalam mengkaji konsep ini, diarahkan dalam kaitannya dengan sasaran kawasan yang akan dilayani sistem jaringan jalan, antara lain : sentra-sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota, dan lokasi tempat tinggal masyarakat terasing (bila ada). Untuk dapat memahami hal tersebut diperlukan kajian penyelarasan konsep rencana umum jaringan jalan tersebut dengan rencana tata ruang wilayah (provinsi atau kab/kota), yakni sebagai berikut : PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 1 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 1) Menuangkan peta rute koridor jalan yang direncanakan pada masing-masing peta kawasan sentra-sentra produksi, potensi kapasitas produksi, orde penataan ruang, dan jika ada lokasi tempat-tempat tinggal masyarakat terasing (pada skala yang memadai, misal: skala 1 : 250.000). 2) Mengaitkan dengan usulan rencana pembangunan jalan di daerah masyarakat terasing (khusus wilayah yang ada) Sumber data (peta) antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota) serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dinas Sosial / Dinas Kehutanan 3) Memeriksa dan mencatat usulan kapasitas jalan yang dibutuhkan, serta tatanan nilai dan perilaku berkaitan dengan sistem transportasi masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati garis rute koridor jalan yang direncanakan. D.2.1.2 Tata guna lahan di sekitar Kajian tata guna lahan sekitar berkaitan dengan pertimbangan pengadaan tanah ini bertujuan untuk mengetahui : 1) 2) Status lahan dan tataguna lahan, Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting. D.2.1.2.1 Status lahan dan tataguna lahan Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000). Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). Juga dari peta mosaik foto udara yang dapat diperoleh dari Kantor Pusat Data TNI-AU atau Bakosurtanal Memeriksa dan dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan lahan, hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati garis rute koridor jalan yang direncanakan. D.2.1.2.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting. Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan rute koridor jalan yang direncanakan, Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat (bila ada) dikaitkan dengan rute koridor jalan yang direncanakan. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 2 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan D.2.2 Membuat Konsep Awal Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Kebutuhan Lahan Dalam kajian ini didasarkan pada prinsip-prinsip menghindari lahan budidiaya dan kawasan yang dilindungi sesuai kriteria pada pasal 6 UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. i. Menuangkan rute koridor jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 100.000). Sumber data (peta) antara lain dari : Peta TGHK dari DeC. Kehutanan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). ii. Melakukan analisa tentang status lahan dan tata guna tanah (termasuk pola kepemilikan tanah adat) yang dilewati rute koridor jalan yang direncanakan, antara lain sebagai berikut : 1. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut tidak direkomendasikan bila rute koridor jalan berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau berdekatan dengan kawasan lindung. 2. Mengusulkan bahwa rute koridor tersebut perlu dirubah sehingga menghindari kawasan budidaya, bila rute koridor jalan melewati kawasan budidaya. 3. Melakukan identifikasikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan, bila terpaksa melewati kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung. 4. Melakukan analisa terhadap pengalihan pemanfaatan transportasi dan perubahan perilaku masyarakat terasing (bila ada) akibat perencanaan jalan. D.2.3 Konsultasi dengan Bappeda dan/atau Instansi lainnya. Konsultasi pada tahap perencanaan umum ini dimaksudkan sebagai sebagai langkah awal dalam mengkomunikasikan (mendialogkan) rencana kegiatan, khususnya kegiatan pengadaan tanah kepada Bappeda dan/atau instansi lainnya. Dengan dilakukannya komunikasi dua arah ini diharapkan dapat diperoleh masukan tentang rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan rute koridor jalan yang direncanakan, yakni sebagai berikut : 1) Meminta informasi dan klarifikasi dari Bappeda tentang : Peta koordinasi pengendalian ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan budidaya (binaan), 3) Tanggapan dan masukan tentang penerapan peta padu serasi. 2) 2) Meminta informasi dan klarifikasi dari instansi lainnya, misalnya Dinas Sosial perihal sistem budaya masyarakat terasing, antara lain: 1) Aspek pertanahan masyarakat terasing, 2) Aspek pola kepemimpinan, 3) Aspek orientasi budaya. D.2.4 Penetapan Koridor Rencana Sistem Jarigan Jalan 1) Melakukan perumusan terhadap sistem jaringan jalan berkaitan dengan sasaran kawasan yang akan dilayani, rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 3 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan lahan eksisting, status daerah dilindungi dan daerah sensitif serta pengendalian ruang wilayah, serta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing (jika ada). 2) Menuangkan rumusan butir 1) dalam peta dengan skala yang memadai , misal skala 1 : 100.000 D.3 Kegiatan Awal Pengadaan Tanah Pada Tahap Pra Kelayakan Rute Jalan Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan awal pengadaan tanah pada tahap pra kelayakan rute jalan, adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) D.3.1 Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan, Melakukan konsultasi (dengan Bapedalda, Bappeda dan masyarakat), Merangkum data dan informasi untuk acuan penetapan koridor jalan, Menetapkan koridor jalan terpilih Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan Pada Koridor Rute Jalan Kajian jenis peruntukan lahan pada koridor rute jalan bertujuan untuk mengetahui : 1) 2) Status lahan dan tataguna lahan, Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting. D.3.1.1 Status lahan dan tataguna lahan 1) Menuangkan koridor rute jalan yang direncanakan pada peta status lahan dan tataguna lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 250.000). Sumber data (peta) antara lain dari : Peta Paduserasi dari Dep/Dinas Kehutanan, dan peta lokasi tempat tinggal masyarakat terasing dari Dep/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2) Memeriksa dan mencatat status lahan dan tataguna tanah serta pola pemilikan lahan hukum adat dan aspek budaya masyarakat terasing (jika ada) yang dilewati koridor rute jalan yang direncanakan. D.3.1.2 Rencana alokasi penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan eksisting. D.3.2 1) Memeriksa dan mencatat adanya rencana alokasi penggunaan lahan dan keberadaan areal strategis dan areal lain yang sensitif terhadap perubahan, dikaitkan dengan koridor rute jalan yang direncanakan, 2) Melakukan juga survai lapangan (bila perlu) untuk memastikan tentang pola penggunaan lahan dan pola kepemilikan tanah adat dikaitkan dengan koridor rute jalan yang direncanakan. Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya. Konsultasi pada tahap ini diharapkan dapat memperoleh masukan tentang data yang dapat dipergunakan untuk menetapkan pemilihan alternatif koridor jalan. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 4 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan D.3.2.1 Pelaksanaan Konsultasi Melaksanakan konsultasi dengan instansi-instansi tersebut dengan cara melakukan pertemuan rapat di suatu kontor salah satu instansi, sebagai berikut : 1) Meminta masukan dari Bapedalda tentang lokasi-lokasi kawasan yang dilindungi dan lokasi sensitif, seperti misalnya : 2) Informasi identifikasi dampak pelaksanaan perbaikan struktur jalan yang telah ada (eksisting), tetapi berada di pinggir kawasan lindung, 3) Informasi dampak pelaksanaan pembangunan jalan baru dan melewati daerah sensitif. 4) Meminta masukan dai Bappeda tentang : a. Jenis dan lokasi prasarana dan sarana umum yang terdapat pada rute alternatif jalan b. Fungsi strategis dari prasarana dan sarana umum tersebut c. Lokasi-lokasi untuk pemukiman kembali penduduk. 5) Meminta masukan dari masyarakat tentang status kepemilikan lahan dan pola penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak, 6) Meminta masukan dari Stakeholder lainnya (misal Dinas Sosial atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, tentang (khusus pada masyarakat terasing): a. Aspek kependudukan, b. Aspek pertanahan masyarakat terasing, c. Aspek kepemimpinan, d. Aspek budaya, e. Aspek sarana dan prasarana masyarakat terasing. Data yang menunjukkan keberadaan lokasi selanjutnya dituangkan dalam peta Padu Serasi D.3.2.2 Analisa Hasil Konsultasi Melakukan analisa terhadap informasi dan tanggapan peserta konsultasi, antara lain mencakup : Perkiraan kebutuhan lahan yang harus dibebaskan yang dirinci menurut status kepemilikan dan penguasaan tanah, serta pola penggunaan lahan. 2) Perkiraan jumlah rumah tangga yang akan terkena dampak dan/atau yang terpaksa harus dipindahkan (bila ada), 3) Perkiraan adanya dampak potensial yang mungkin timbul (khususnya terhadap matapencaharian dan fasilitas umum) 4) Perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kendala dari kegiatan pemilihan rute koridor, terutama kebutuhan pengadaan tanah. 1) D.3.3 Merangkum Data dan Informasi Untuk Acuan Penetapan Koridor Jalan 1) Membuat rangkuman berupa hasil analisa tanggapan yang diterima dari peserta konsultasi, yakni : PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 5 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan a. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih, terutama perkiraan luasan lahan yang akan dibutuhkan, status kepemilikan dan pola penggunaan lahan, dan (status lahan konservasi). b. Identifikasi rumusan tingkat kendala yang akan timbul dari faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rute koridor terpilih (tinggi/sedang/rendah), terutama dalam rencana pengadaan tanah. c. Menyusun persiapan konsultasi masyarakat dalam kegiatan penentuan rute terpilih dan rencana pengadaan tanah pada tahap studi kelayakan, antara lain meliputi dua hal tersebut di atas. 1) Menyampaikan rangkuman data dan informasi untuk acuan pemilihan rute koridor tersebut kepada Bappeda untuk memperoleh surat pengesahan. 2) Hasil rangkuman tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk pemilihan rute koridor dan penyusunan KA-ANDAL. D.4 Kegiatan Identifikasi Kebutuhan Lahan Pada Tahap Kelayakan Proyek Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan identifikasi kebutuhan lahan dan pemukiman kembali adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) D.4.1 Mengidentifikasi jenis peruntukan lahan pada alternatif rute terpilih, Melakukan survai dasar sosial ekonomi Membuat prakiraan kebutuhan lahan untuk masing-masing alternatif rute. Menetapkan rute terpilih Mengajukan permohonan kebutuhan lahan untuk rute terpilih Identifikasi Jenis Peruntukan Lahan pada Alternatif Rute Terpilih 1) Tata guna lahan 1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap pra-studi kelayakan tentang tataguna tanah untuk bahan kajian, 2. Mencatat informasi mengenai tiap rute, yakni : a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan eksisting) dan peta penentuan tiap rute), b. jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll). 3. Menuangkan tiap rute yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 50.000) Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). 4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis masing-masing rute yang direncanakan 5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati tiap rute yang direncanakan, antara lain sebagai berikut : PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 6 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan a. b. c. d. e. f. g. h. Luas areal permukiman Luas areal ladang Luas areal persawahan Luas areal perkebunan Luas areal hutan Luas areal semak belukar Jenis utilitas umum Dll 6. Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah 1. Melakukan analisis tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan terkena pembebasan tanah dari tiap rute, untuk masing-masing pola penggunaan lahan sebagaimana tersebut di atas 2. Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi (sampling) untuk memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah. 7. NJOP dan harga nyata tanah 1. Melakukan analisis nilai jual obyek pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena proyek, dan harga nyata tanah menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing pola penggunaan lahan tersebut di atas. 2. Menuangkan dalam bentuk matriks. D.4.2 Survai Dasar Sosial Ekonomi Lingkup survai dasar sosial ekonomi pada tahap studi kelayakan, paling tidak mencakup 4 hal, yakni : 1) 2) 3) 4) Luas tanah yang akan dibebaskan Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman kembali. Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu dilakukan survai langsung dengan masyarakat dan rapat teknis dengan stakeholder lainnya. 1) Survai Dasar Sosial Ekonomi Survei dasar sosial ekonomi pada tahap ini untuk mengumpulkan data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dari penduduk terkena proyek (PTP) dengan kuesioner terstruktur. PTP yang diwawancarai dipilih secara acak (sampling) dengan jumlah antara 5 – 10% dari seluruh PTC. Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai sampel yang terpilih (responden) sekurang-kurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah PTP yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 7 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b. Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan harga nyata tanah. c. Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan. d. Aset lainnya yang akan dibebaskan. e. Usulan tentang ganti kerugian. f. Persepsi masyarakat terhadap proyek. g. Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan mereka. h. Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC. i. Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka. j. Fluktuasi pendapatan akibat musim. k. Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat. l. Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat, tanah ulayat dan sebagainya). 2) Melakukan rapat teknis dengan Bapedalda, Bappeda, dan Stakeholder lainnya untuk mendapatkan masukan-masukan, sebagai berikut: 1. Bapedalda diharapkan dapat memberikan masukan tentang kawasan-kawasan strategis, bersejarah dan tradisional, 2. Bappeda diharapkan dapat memberikan masukan tentang arah dan program pemanfaatan ruang wilayah (provinsi, kab/kota), 3. Stakeholder lainnya, misalnya BPN diharapkan dapat memberikan masukan tentang tata ruang, dan Dinas Kehutanan tentang fungsi hutan D.4.3 Perkiraan Kebutuhan Lahan Pada Rute Alternatif Melakukan analisis prakiraan kebutuhan lahan dari hasil survai dasar sosial ekonomi dan hasil rapat teknis dengan stakeholder terhadap masing-masing rute, meliputi : Tata guna tanah ; Status kepemilikan tanah; Harga nyata tanah dan NJOP-nya; Aset yang berada diatas tanah baik berupa bangunan beserta tipenya (permanen, semi permanen, darurat), macamnya (rumah tempat tingggal, tempat usaha, tempat ibadah, kantor, gudang, bengkel dan lain sebagainya), tanaman (umur setahun, tahunan, dan sebagainya ), kolam /tambak ikan dan sebagainya; 5) Penduduk (pemilik, penyewa, penunggu) yang asetnya akan terkena pembebasan; 6) Besarnya dampak terhadap KK (kepala keluarga) yang terkena proyek (kecil, sedang dan besar); 7) Jumlah KK berikut warganya yang terpaksa dipindahkan / dimukimkan kembali; 8) Persepsi masyarakat terhadap proyek pembangunan jalan; 9) Besarnya biaya yang diperlukan untuk ganti kerugian aset yang terpaksa dibebaskan; 10) Bentuk ganti kerugian yang diinginkan PTP : (i) uang tunai, (ii) tanah pengganti, (iii)pemukiman kembali, (iv)gabungan dari dua atau lebih ganti kerugian sebagaimana dimaiksud dalam huruf (i), huruf (ii), dan huruf (iv), an bentuk lain yang disetujui oleh pihak –pihak yang bersangkutan; 11) Besarnya biaya santunan kepada PTP yang terpaksa dipindahkan/dimukimkan kembali, baik sementara maupun seterusnya (permanen) 12) Besarnya biaya untuk membangun pemukiman kembali dan rehabilitas bagi PTP yang terpaksa dimukimkan kembali. 1) 2) 3) 4) PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 8 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan D.4.4 Penetapan Rute Terpilih Hasil taksiran kasar tersebut di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perencana dalam menentukan kelayakan trase mana yang layak untuk dipilih, setelah mempertimbangkan juga aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. D.4.5 Permohonan Kebutuhan Lahan untuk Proyek kepada Gubernur atau Bupati/Walikota Setelah ditentukan trase yang layak, Pemimpin bagian proyek (Pimbagpro) dari pemrakarsa mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan jalan kepada Gubernur (untuk status jalan provinsi), atau Bupati/Walikota (untuk status jalan kabupaten/kota) melalui Kepala Kantor Pertanahan setempat dan Bappeda, disertai keterangan tentang : 1) 2) 3) 4) Lokasi tanah yang diperlukan, Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan, Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan, Uraian rencana pembangunan jalan, disertai keterangan mengenai aspek pembiayaan dan lamanya pelaksanaan pembangunan jalan. D.5 Kegiatan Perencanaan Pengadaan Tanah Pada Tahap Perencanaan Teknis Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali pada tahap perencanaan teknis, melalui urutan kegiatan sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Mempelajari detail data pengukuran ruas jalan (alinyemen terpilih), Melakukan survai sosial ekonomi, Melakukan konsultasi masyarakat, Membuat konsep LARAP dan melakukan konsultasi masyarakat. Sosialisasi konsep LARAP D.5.1 Kajian Detail Data Pengukuran Ruas Jalan (Alinyemen Terpilih) 1) Identifikasi jenis peruntukan lahan yang terkena proyek 1. Mempergunakan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap studi kelayakan tentang tataguna tanah untuk bahan kajian, 2. Mencatat tentang informasi mengenai rute ruas jalan, yakni : a. jenis program pembangunan jalan (pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan eksisting) dan peta penentuan rute ruas jalan, b. Jenis dan dimensi jaringan jalan (jalan tol atau jalan arteri, dll). 3. Menuangkan rute ruas jalan yang direncanakan pada peta tataguna lahan dan pola penggunaan lahan dengan skala yang memadai (misal skala 1 : 5.000) Sumber data antara lain dari : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat diperoleh di Kantor BPN/Kantor Pertanahan dan Kantor Bappeda setempat (prov, kab/kota). 4. Memeriksa dan mencatat tataguna tanah yang dilewati garis rute ruas jalan yang direncanakan PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 9 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5. Melakukan analisa tentang perkiraan luasan tata guna tanah yang dilewati rute ruas jalan yang direncanakan, antara lain sebagai berikut : a. Luas areal permukiman b. Luas areal ladang c. Luas areal persawahan d. Luas areal perkebunan e. Luas areal hutan f. Luas areal semak belukar g. Jenis utilitas umum h. Dll 2) Status Kepemilikan dan Penguasaan Tanah Memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah yang akan terkena pembebasan tanah dari rute ruas jalan, untuk masing-masing pola penggunaan lahan ) 2) Melengkapi data tersebut dengan melakukan survai sosial ekonomi untuk memastikan tentang status kepemilikan dan penguasaan tanah. untuk masingmasing pola penggunaan lahan) 1) 3) NJOP dan harga nyata tanah Melakukan koordinasi dengan BPN) di kab/kota untuk mengetahui nilai jual obyek pajak (NJOP) atas tanah yang akan terkena proyek, dan harga nyata tanah menurut klasifikasi klas tanah, untuk masing-masing pola penggunaan lahan 2) Menuangkan dalam bentuk matriks. 1) D.5.2 Survai Sosial Ekonomi 1). Lingkup kegiatan pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis, paling tidak mencakup 4 hal, yakni : 1) 2) 3) 4) 2) Luas tanah yang akan dibebaskan Penduduk yang harus dipindahkan atau dimukimkan kembali Luas bangunan dan aset lainnya diatas tanah yang akan terkena pembebasan Taksiran biaya yang diperlukan untuk pengadaan tanah berikut pemukiman kembali. Untuk dapat melakukan identifikasi empat hal diatas, maka perlu ditetapkan adanya kebutuhan survai sosial ekonomi (sensus PTP) dan rencana pembiayaannya. 1) Kebutuhan Survai Sosial Ekonomi Pada tahap perencanaan teknis diperlukan survei sosial ekonomi untuk dapat memberikan gambaran sejauh mana dampak sosial dapat ditanggulangi. Disamping itu sekaligus dilakukan penaksiran biaya untuk pembebasan tanah, bila diperlukan juga untuk pemukiman kembali beserta biaya untuk rehabilitasi penduduk terkena proyek (PTP) yang terpaksa dimukimkan kembali. Taksiran biaya tersebut merupakan salah satu aspek yang akan dipakai untuk menguji kelayakan proyek pembangunan atau peningkatan jalan disamping biaya aspekaspek lainnya. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 10 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Survei sosial ekonomi pada tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer. Data primer langsung dikumpulkan dari PTP dengan kuesioner terstruktur. PTP yang diwawancarai dengan cara sensus untuk setiap PTC. Kuesioner terstruktur yang akan dipakai untuk mewawancarai PTP pada dasarnya sama dengan kuisioner survai dasar sosial, yang membedakan bila pada tahap ini pendekatan survai adalah dengan cara sensus. Materi kuisioner sekurangkurangnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut : Jumlah KK (kepala keluarga) penduduk yang terkena proyek (PTP) dan jumlah PTP yang terpaksa dipindahkan atau dimukimkan kembali. 2) Luas tanah yang akan dibebaskan, status kepemilikan tanah, NJOP tanah dan harga nyata tanah. 3) Luas bangunan yang akan dibebaskan, status bangunan dan tipe bangunan. 4) Aset lainnya yang akan dibebaskan. 5) Usulan tentang ganti kerugian. 6) Persepsi masyarakat terhadap proyek. 7) Jumlah pendapatan dan pengeluaran per-KK serta sumber pendapatan mereka. 8) Sistem produksi dan kaitannya dengan sosial ekonomi PTC. 9) Penggunaan dan ketergantungan kepada sumber alam (tanah) milik mereka. 10) Fluktuasi pendapatan akibat musim. 11) Pola organisasi sosial dan kepempinan setempat. 12) Adat istiadat dan pengaturan tanah milik nenek moyang mereka (tanah adat, tanah ulayat dan sebagainya). 1) 1) Kebutuhan Survai Pemukiman Baru. Apabila suatu proyek pembangunan atau peningkatan jalan diperlukan pengadaan tanah yang mengakibatkan PTP terpaksa dimukimkan kembali, maka diperlukan suatu survai lokasi pemukiman. Survai ini harus harus mendapat gambaran positip tentang lokasi calon pemukiman baru dan sekurang-kurangnya dapat memperoleh hal-hal sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Peta lokasi Jumlah dan kepadatan penduduk, sosial budaya dan komposisi ekonomi di wilayah pemukiman baru Tataguna tanah dan status kepemilikannya Potensi pengembangan ekonomi wilayah pemukiman baru, Infrastruktur sosial yang telah ada di lokasi tersebut, Kesediaan masyarakat penerima pemukiman baru terhadap pendatang, D.5.3 Konsultasi dengan Bapedalda, Bappeda, Masyarakat dan Stakeholder lainnya 1) Kegiatan konsultasi masyarakat rencana pengadaan tanah pada tahap perencanaan teknis dapat dipelajari pada Buku Tata Cara Konsultasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan Teknis. 2) Kegiatan rapat teknis yang diselenggarakan di Kantor Bappeda, sedangkan konsultasi masyarakat dapat dilakukan di lapangan. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 11 Lampiran D – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 1. Bapedalda dapat melakukan monitoring pelaksanaan survai baik aktif (terjun ke lapangan) maupun pasif (menerima laporan saja), 2. Bappeda dapat membantu koordinasi pelaksanaan survai dengan instansi terkait, (terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial), 3. Stakeholder lainnya misalnya BPN sebagai panitia pengadaan tanah memberikan masukan tentang masukan tentang tata cara dan kriteria kompensasi, 4. Masyarakat yang terkena dampak dapat memberikan masukan tentang detail di lapangan tentang hal kepemilikan lahan, termasuk status sertifikat, luasan, lokasi di peta, prakiran nilai kekayaan, masa tinggal dll. D.5.4 Pembuatan Konsep LARAP 1) Melakukan analisis hasil survai sosial ekonomi sebagai bahan penyusunan Land Acquisition an Resettlement Action Plan (LARAP) yang didalamnya tercantum sebagai berikut : Identifikasi permasalahan secara kuantitatif (misal: jumlah KK, luas, jumlah bangunan, jumlah tiang listrik dsb), Rencana penyelesaian, Instansi penanggung jawab, Jadwal penyelesaian, Perkiraan biaya, Sumber pendanaan, Alokasi anggaran, Status penyelesaian, Tindak lanjut. 2) Biaya-biaya yang dibutuhkan mencakup : Biaya pengadaan tanah beserta aset yang ada di atas tanah tersebut, Biaya santunan kepada PTP yang memiliki hak atas tanah tetapi telah tinggal pada wilayah yang akan dibangun jalan, Biaya untuk pembangunan permukiman kembali (bila diperlukan) termasuk tanah perumahan, sarana dan prasarana, Biaya untu pemindahan PTP dari tempat yang dibebaskan ke lokasi baru atau permukiman baru, Biaya panitia pengadaan tanah sbesar 4% dari jumlah tersebut di atas sesuai dengan Permeneg Agraria/Ka BPN No. 1/1994, pasal 45, Biaya pelatihan alih profesi, evaluasi dan rehabilitasi. Selanjutnya biaya tersebut dimasukkan dalam DUP dan DIP oleh perencana/pemrakarsa sesuai dengan jadwal kegiatan penyusunan program pembangunan Kimpraswil 3). Penyusunan LARAP secara rinci dapat dilihat pada Tata Cara Penyusunan LARAP pada lampiran lain. PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN TANAH UNTUK BIDANG JALAN 12 Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Peta Tata Guna Lahan termasuk peta keberadaan masyarakat terasing disekitar jaringan jalan tersebut … ..… .(1) Membuat Konsep dan Sosialisasi Jaringan Jalan beserta koridornya serta lokasi m asy. terasing… ..(2) Menetapkan Rencana Jaringan Jalan .. ... (6) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (3) Memberi masukan tentang kehidupan sosial budaya masyarakat setempat .… … .. (4) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Pendidikan & Kebudayaan memberi masukan tentang kondisi sosial ekonomi serta peraturan perundangan masy terasing… .. (5) KETERANGAN 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll, serta kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung 2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 3). Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 4). Termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan tanah 5). Termasuk populasi dan adat istiadatnya serta program yang telah dan sedang dijalankan 6) Disebarluaskan kepada instansi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Mempelajari penyebaran permukiman masy. terasing pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan konsultasi pemilihan alternatip koridor Jalan … … ..(2) Memberi masukan tentang perkiraan dampak sosial terhadap m asy terasing. … … . (3) Merangkum data dan informasi penyebaran masy terasing untuk acuan penetapan koridor .....................(7) Menetapkan Koridor Jalan Terpilih ....... (8) KETERANGAN Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing........ .. (4) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan tanah Masyarakat Terasing .. (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik Bud memberi masukan tentang pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya ..... (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) diplot pada peta Padu Serasi beserta keterangan spesifik yang harus diperhatikan 7), Masukan untuk pemilihan alternatip koridor rute jalan dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan pelaksanaan konsultasi masyarakat dan penyusunan KA-ANDAL) 8) Telah mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari pola penyebaran dan kehidupan sosial budaya masy terasing pada setiap alternatip rute Jalan … … … (1) Melakukan survey dasar sosial dan konsultasi … … (2) Memberi masukan tentang penanganan dampak sosial masy. terasing..… (3) Membuat prakiraan dampak sosial budaya dan rencana kasar penanganan masy terasing untuk alternatif rute...... (7) MENETAPKAN RUTE TERPILIH (8) Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing.................(4) Memberi masukan tentang sistem nilai budaya dan pendekatan penanganan m asy. terasing … .(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud memberi masukan tentang mobilitas masy terasing dan situs dan benda cagar budaya yang harus dilindungi. ..(6) KETERANGAN 1). Pada koridor hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5) 6) Konsultasi dapat dilakukan melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama-sama aspek teknis, ekonomik dan lingkungan 8) Outputnya adalah Rute terpilih setelah dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail Rute Jalan & rencana kasar penanganan m asy. terasing… (1) Melakukan survey sosial ekonomi dan konsultasi masyarakat … … (2) Membuat konsep dan sosialisasi rencana tindak penanganan masy terasing … ..(7) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaks. Renc. T indak … . (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data permukiman yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang sistem kekerabatan, kepemimpinan, sistem dan nilai hak adat ............ (5) Memberi masukan serta membantu survai sesuai keterkaitannya antara lain tentang pola penanganan masy. terasing misal : DikBud memberi masukan tentang pola penanganan masy terasing ................. (6) 3). Sesuai tupoksi institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk jenis upacara adat yang masih dilakukan 6). Termasuk program yang telah dan akan dijalankan untuk masy.terasing tsb. 7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan melalui media rapat Memberikan kesepakat an dan melakukan koordinasi persiapan pelaksanaan … … (8) Memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan … … … (9) Memberikan kesepakatan dan membantu persiapan pelaksanaan … … (10) 11) Desain jalan telah mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosialekonomi-budaya Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Membuat Jadwal Detail Rencana Tindak penanganan masy terasing.....… ..(1) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing ................................(2) Membuat Laporan Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing ..........(7) Melakukan monitoring … … (3) Melakukan monitoring dan koordinasi … … (4) Berpartisipasi dalam pelaksanaan program … … .(5) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud dan Dinas Sosial membantu dalam pelaksanaannya dilapangan .... … … .(6) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen yang telah disetujui 2). Mencakup kompensasi lahan dan bangunan, perbaikan permukiman tradisional, rehabilitasi konservasi situs dll. 3), 4), Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 5). Termasuk LSM, lembaga adat , dll. 6) Termasuk kegiatan pendampingan dalam aspek sosial – ekonomi 7) Untuk digunakan sebagai acuan monotoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi masyarakat terasing … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca penanganan masy. terasing … … (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … .. (6) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP untuk masyarakat terasing 2) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultasi 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati 8), 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Melakukan monitoringi ...(8) MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi M asyarakat … … ..(12) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 12) Sebagai bahan monitoring Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari catatan Pelaksanaan penanganan masy terasing .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses penanganan masyarakat terasing dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan analisa kesesuaian rencana penanganan masy terasing (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring. penanganan masy .terasing termasuk rehabilitasi … … .(3) Menyusun laporan monitoring Pasca penanganan masy terasing .............(8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan kelembagaan. Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud masyarakat terasing … … … ..(4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor. (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan budaya masy terasing … … … … ( 6) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek sektor terkait … … … … ( 7) 3), 4), 5), 6), 7) Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan evaluasi manfaat proyek (ProjectBenefit Monitoring and Evaluatian – PBME). Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. penanganan masy. terasing … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria penanganan masy. terasing yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan penanganan masy. terasing … . (4) Menetapkan kriteriakriteria penanganan masy. terasing yang akan digunakan dalam perencanaan dimasa datang … (9) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya Memberi masukan tentang sosekbud dan masalah lingkungan … … .. (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelem bagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang nilai kearifan lokal, adat istiadat pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkankepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH (Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll. Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan, Peta Tata Guna Lahan Disekitar Rencana Jaringan Jalan … ..… .(1) 2) Mencakup kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung Membuat Konsep Awal Kebutuhan lahan untuk Rencana Jaringan Jalan (termasuk perkiraan kasar luas, jenis penggunaan dan kepemilikan). (2) Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan (3) KETERANGAN 3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 4). Dapat dituangkan dalam peta Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan termasuk sosial (4) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (5) Memberi masukan tentang lokasi lokasi hak adat / ulayat , dll ( 6 ) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, mis.: tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya (7) 5) Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 6) 7) Termasuk cara-cara pelepasannya Menetapkan Rencana Jaringan Jalan beserta perkiraan kasar kebutuhan lahan … (8) 8) Rencana ini disebarluaskan kepada institusi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan Mempelajari Kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif koridor Jalan berdasarkan kebutuhan lahan … (2) Merangkum data dan informasi untuk acuan peenetapankoridor penetapan koridorjalan jalan .....................(6) ..........(7) Menetapkan koridor jalan terpilih............(8) KETERANGAN 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan… … .. (3) Memberi masukan tentang lokasi Prasarana & Sarana dan untuk pemukiman kembali penduduk serta ketersediaan dan keterpaduan pengadaan lahan .. (4) Memberi masukan Lokasi Masyarakat Terasing, status kepemilikan dan kesediaan melepas. (5) Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan … … (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) Diplot pada peta Padu Serasi 7), Masukan untuk pemilihan alternatip rute jalan dan penyusunan KA-ANDAL (Lihat bagan Pelaksanaan konsultasi masyarakat dan Penyusunan KAANDAL) 8) Mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada setiap alternatif R ute Jalan … … … (1) Melakukan Konsultasi dan Survey Dasar sosial … … (2) Membuat Prakiraan Kebutuhan Lahan untuk Alt.Rute.. (7) Menetapkan Rute Terpilih ..... (12) Memberi masukan tentang daya dukung sosial ..… (3) Memperkirakan dampak sosial … .(8) Memberi masukan tentang pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi, kabupaten/kota dan koordinasi rencana pengadaan lahan .. (4) Koordinasi Rencana Awal P engadaan T anah … (9) Memberi masukan tentang Status Kepemilikan lahan termasuk asset lainnya serta taksiran harga .(5) Memberi masukan kesediaan dan keberatan masy. Terhadap pengadaan tanah … ..(10) Memberi masukan sesuai keterkatiannya antara lain tentang hal-hal berkaitan dengan pelepasan hak. (6) Menyetujui permohonan proyek tentang kebutuhan lahan … .(11) KETERANGAN 1). Hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk 8) Dalam forum penilaian apabila dokumen AMDAL 9) Koordinasi rencana awal pelaksanaan di lapangan dengan instansi lain 10) 11) Dapat dilakukan dalam forum rapat, dll. 12) Setelah dokumen AMDAL (bila ada) ditetapkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail R ute Jalan … … … … (1) Melakukan Survey Sosial Ekonomi dan konsultasi Masyarakat … … (2) Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang hal kepemilikan lahan, pelepasan hak, rehabilitasi pem uk.kem bali, dll. … . (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya antara lain proses & ketentuan pelepasan hak, tatacara & criteria kompensasi serta tata cara pem uk.kem bali … … .. (6 ) Membuat Konsep LA R A P … ..(7) Sosialisasi Konsep LARAP dan mengajukan kepada Gub/Bupati/Walikota (8) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaksanaan LA R A P … … (12) Memberikan kesepakatan thd konsep tersebut … .. (9) Memberikan kesepakatan thd konsep … … . (10) Gubernur / Bupati/Wali kota menyetujui konsep LARAP-nya. … .. (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data Jenis Peruntukan Lahan yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas antara tim lapangan dengan panitia pengadaan tanah.. 3). Sesuai Tupoksi Institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk status sertifikat, luasan, Lokasi di Peta, prakiraan nilai kekayaan, masa tinggal dll. 6). Sesuai peraturan per UU-an yang berlaku 7) Sesuai petunjuk yang dikeluarkan 8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan dalam forum rapat 12) Setelah disahkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA Membuat Jadwal Detail & konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1) Melaksanakan Pembayaran Kompensasi untuk tanah dan asset diatasnya … … ..(5) Melaksanakan Kegiatan Pemukiman Kembali Penduduk (BILA ADA) ....... ( 10) Membuat Laporan Pelaksanaan LARAP … … (15) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat … … … . (2) Berpartisipasi dalam musy. & menyepakati dlm mufakat khususnya P .T .P … … . (3) Melaksanakan musyawarah dan mufakat, khususnya panitia pengadaan tanah … … .. (4) Menyerahkan Surat-surat kepemilikan lahan kepada pem rakarsa … … .(8) Panitia Pengadaan Tanah membantu dalam penyelesaian proses adm inistrasi … … .(9) Menerima Sertifikat Kepemilikan Kapling dan K artu P enduduk … ..(13 ) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: transmigrasi, perumahan dll… (14) Melakukan monitoring … … (6) Melakukan monitoring … .. (7) Melakukan Monitoring Pelaksanaan LARAP .… .. (11) Membantu pelaksanaan Koordinasi dengan instansi terkait … (12) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen LARAP yang telah ditetapkan 2) 3) 4) Dapat dilakukan berkali kali 5). Sesuai dg kesepakatan nilai kompensasi dan daftar penerimanya 6),7) Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 8) 9) Termasuk proses pensertifikatan 10). Sesuai dengan yang tertera pada LARAP 11) Sesuai yang tertera pada dokumen LARAP dan daftar yang akan dimukimkan kembali 12) Baik instansi pusat dan daerah termasuk di lokasi pemukiman kembali penduduk. 13). Sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan 14) Dapat dikaitkan dengan program instansi terkait 15) Untuk digunakan sebagai acuan monitoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP. 2) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi Masyarakat Terkena Proyek … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca LA R A P … .. (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … (6) Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultansi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melakukan monitoring … … … .(8) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi m asyarakat … … ..(12) Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Catatan Pelaksanaan LARAP (Pengadaan Tanah dan Rehabilitasi E konom i) … … .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses pengadaan tanah dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan Analisa Kesesuaian Rencana … … … . (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring pelaksanaan LARAP … … .(3) Menyusun Laporan Monitoring Pasca LA R A P … … . (8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosial dan kelembagaan) Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud m asy… .. (4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor … ... (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan termasuk dari aspek pelaksanaan … ..( 6) Memberi tanggapan dan masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. Keberhasilan/kegagalan program rehabilitasi, tingkat kesenjangan antar kelom pok m asy. … 7) 3), 4), 5), 6), 7). Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan Akuntabilitas Proyek Jalan. Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. LA R A P … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria perencanaan LARAP yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan LARAP … . (4) Menetapkan kriteriakriteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai kebutuhan perencanaan dimasa datang … (9) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya 9) Memberi masukan tentang sosekbud dan m asalah lingkungan … . (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelembagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang, nilai kearifan lokal, adat istiadat, pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkan kepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA Mempelajari Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan dan mengidentifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rencana koridor jaringan jalan, khususnya areal sensitive … ..… .(1) Memberi masukan tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Propinsi, Kabupaten dan Kota serta Penerapan P eta P adu S erasi … (2) Menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan Lingkungan .. ... (6) MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1). Mencakup Tata guna lahan diperoleh dari Departemen Kehutanan, BPN dan dari sumber lainnya 2). Termasuk koordinasi dengan instansi terkait 3). Perhatikan bagan alir proses penyaringan (diagram A-1) dan pelajari Pedoman Penyaringan yang ada. Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL/UPL serta S O P … ..(3) Melakukan diskusi / konsultasi hasil penyaringan dengan BAPEDALDA … ... (4) BAPPEDA 4). 5) Catat hasilnya dalam risalah rapat 6) Daftar proyek yang wajib pengelolaan lingkungan menggunakan formulir A-1 Memberi tanggapan dan saran dalam rangka menampung unpan balik … . .. (5) Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Memberitahukan rencana penyusunan dokumen AMDAL . (1) 1) Sesuai PP AMDAL 2). Mengacu pada Kep Ka Bapedalda No.08/2000 3) Sesuai saran apakah melalui media cetak maupun media elektronik Menyepakati jadwal waktu dan isi pengumuman rencana kegiatan proyek … . (2) Mengumumkan rencana kegiatan proyek… ..(3) Memperbaiki dokumen KA-ANDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai … ..(11) 4) Tanggapan disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak tanggal pengumuman Memberikan tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek … . (4) Melaksanakan konsultasi M asy.… ..(5) Menyusun konsep KAANDAL dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai.. (6) KETERANGAN 5) Mengacu pada Pedoman Konsultasi Masyarakat dan Kep.Ka Bapedal No. 08/2000 6) Gunakan pedoman penyusunan KA-ANDAL Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … … … . (7) Menetapkan dokumen KA-ANDAL ........ .. (12) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberikan masukan.. (8) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan .. (7) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan (dari institusi terkait mis: kehutanan, Dikbud, Sosial) ..... (10) 7), 8), 9), 10) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Sebagai acuan penilaian ANDAL Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari KA ANDAL yang telah ditetapkan … … … (1) Melaksanakan Studi A N D A L … … (2) Mengirimkan hasil studi ANDAL ke Komisi Penilai untuk dinilai … … . (3) Memperbaiki konsep dokumen AMDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan kembali ke K om isi P enilai … (8) Mengadakan rapat komisi penilai AMDAL untuk menilai & menetapkan kelayakan lingkungan … … . (4) Menetapkan dokumen A M D A L … … . (9) Menghadiri rapat dan memberikan masukan untuk perbaikan dokumen ...........(4) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dam pak lingkungan … .(6) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dampak lingkungan sesuai keterkaitannya … .(7) KETERANGAN 1). Lampiran SK Penetapan KA-ANDAL termasuk lampiran dokumennya. 2). Gunakan pedoman penyusunan ANDAL, RKL dan RPL 3). Lengkapi dengan surat pengantar dan tanda terima dokumen. 4) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 5) 6), 7) Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 8) Dilakukan sampai dokumen disetujui 9) Sebagai acuan untuk desain dan pelaksanaan Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi ANDAL, RKL dan RPL … ..… (1) Menginventarisasi rekomendasi penanganan dampak pada dokumen RKL & R P L … … (2) Memberi penjelasan kepada tim perencana teknis tentang sasaran penanganan dampak pada RKL & RPL ....(6) Melaksnakan penjabaran hasil studi ANDAL, RKL dan RPL pada perenc.teknis.. (7) Desain jalan yang telah mempertimbangkan faktor lingkungan.. (8) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai kebijakan pembangunan daerah mis.: median, lansekap … … … . (3) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran ....... (4) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai keterkaitannya mis.: penanganan utilitas yang terkena............ (5) KETERANGAN 1) Termasuk mengkaji ulang (mereview) 2) Dibantu ahli lingkungan apabila diperlukan 3) 4) 5) Dapat dilakukan dalam forum rapat atau lainnya 6) Sebaiknya ada ahli lingkungan dalam tim perencana 7) Sebanyak mungkin dituangkan dalam desain, sedangkan dampak sosial yang tidak dapat dituangkan dalam desain, merupakan lampiran desain untuk diperhatikan pada saat tender 8) Output yang diharapkan Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran E (Normatif) Pedoman Teknis Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Bidang Jalan E.1 Persyaratan-persyaratan Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Jalan harus memenuhi persyaratan administratif maupun teknis sesuai dengan berbagai pedoman atau petunjuk yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang, antara lain : • Pedoman Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL (Lampiran 1 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 9 Tahun 2000; Keputusan Kepala BAPEDAL No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL. Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995); Petunjuk Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum (Keputusan Menteri Pekerjaan Umum N0. 147/KPTS/1995); Petunjuk Teknis Penyusunan ANDAL Proyek Jalan (Kepmen PU No. 40/KPTS/1997). • • • • E.2 Langkah - langkah pelaksanaan Secara garis besar, proses penyusunan KA – ANDAL dilaksanakan melalui urutan langkah langkah kegiatan sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) Pemberitahuan tentang rencana AMDAL Pengumuman rencana proyek Konsultasi masyarakat Perlingkupan Penyusunan konsep KA - ANDAL Presentasi dan perbaikan KA – ANDAL Penetapan KA-ANDAL E.3 Pemberitahuan tentang rencana AMDAL Sebelum menyusun KA-ANDAL, pemrakarasa wajib memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab tentang rencana untuk pelaksanaan AMDAL. Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai pusat, maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui komisi penilai AMDAL pusat PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 1 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai propinsi, maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Gubernur melalui komisi penilai AMDAL propinsi. Apabila jenis kegiatan proyek termasuk kategori yang harus dinilai oleh komisi penilai kabupaten / kota, maka surat pemberitahuan tersebut di atas dikirimkan ke Bupati / Walikota melalui komisi penilai AMDAL kabupaten / kota. E.4 Pengumuman rencana kegiatan proyek E.4.1 Kewajiban pengumuman Pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatan proyek kepada masyarakat yang berkepentingan. Jadwal waktu pengumuman ditetapkan bersama dengan instansi yang bertanggung jawab. Pengumuman ini dimaksud agar masyarakat yang berkepentingan mengetahui rencana kegiatan proyek, dan mereka memberikan saran, pendapat atau tanggapan mangenai proyek tersebut. E.4.2 Masyarakat berkepentingan Masyarakat berkepentingan terdiri dari masyarakat terkena dampak dan masyarakat pemerhati. • Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. • Masyarakat pemerhati adalah masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. E.4.3 Media pengumuman Media pengumuman berupa: a) b) Papan pengumuman di lokasi rencana kegiatan proyek Papan pengumuman di lokasi strategis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab di tingkat pusat atau daerah. c) Media lain yang sesuai dengan situasi setempat seperti brosur, surat, media cetak, dan/atau media elektronik. E.4.4 Isi pengumuman Isi pengumuman meliputi: a) b) c) d) Nama dan alamat pemrakarsa. Jenis kegiatan (pembangunan/peningkatan). Lokasi dan luas areal kegiatan proyek, dilengkapi peta dengan skala yang memadai. Hasil pekerjaan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 2 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan e) Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan, dan cara penanganannya. f) Dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi. g) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat (30 hari kerja sejak tanggal pengumuman). h) Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat. E.4.5 Spesifikasi tampilan pengumuman: a) Pengumuman tertulis maupun tidak tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, jelas dan mudah dimengerti. b) Pengumuman di media cetak harus berukuran minimal 5 x 3 cm2. c) Pengumuman pada papan pengumuman minimal berukuran 60 x 100 cm2. d) Pengumuman pada media elektronik dapat berupa berita atau iklan, dengan lama tayangan minimal 10 (sepuluh) detik untuk televisi dan 20 (dua puluh) detik untuk radio. E.5 Konsultasi masyarakat Pada saat penyusunan KA-ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi kepada warga masyarakat wajib digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pelingkupan. Pemrakarsa harus mendokumentasikan semua berkas yang berkaitan dengan pelaksanaan konsultasi dan membuat rangkuman hasilnya untuk diserahkan kepada Komisi Penilai AMDAL sebagai lampiran dokumen KA-ANDAL. Untuk melancarkan konsultasi kepada warga masyarakat dalam tahap ini pemrakarsa harus memenuhi kewajiban sebagai berikut : a) b) Menyediakan informasi dengan lingkup: penjabaran kegiatan (jenis kegiatan, kapasitas dan lokasi kegiatan), komponen lingkungan yang sangat penting diperhatikan karena akan terkena dampak, dan isu-isu pokok mengenai dampak lingkungan yang diperkirakan akan muncul; dan Mengumumkan waktu, tempat serta cara konsultasi yang akan dilakukan (misalnya: pertemuan-pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus dan metoda-metoda lain yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi secara dua arah). Konsultasi masyarakat ini merupakan bagian dari keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL (lihat Gambar 1). Dalam proses ini, masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, serta usulan penyelesaian masalah dari masyarakat yang berkepentingan dengan tujuan memperoleh keputusan yang terbaik. E.6 Pelingkupan E.6.1 Proses pelingkupan Pelingkupan merupakan proses awal untuk menentukan ruang lingkup studi ANDAL, yang mencakup: PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 3 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan a) Isu pokok lingkungan (jenis dampak besar dan penting) yang harus ditelaah secara mendalam. b) Lingkup wilayah studi berdasarkan pertimbangan batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas adminsitratif. c) Kedalaman studi ANDAL meliputi metode yang digunakan, jumlah sampel yang perlu diukur, dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumberdaya (dana dan waktu) yang tersedia. Hasil seluruh proses pelingkupan tersebut merupakan bagian penting dari ruang lingkup studi ANDAL yang dituangkan dalam dokumen KAANDAL E.6.2 Pelingkupan isu pokok lingkungan Proses pelingkupan isu pokok lingkungan dilakukan dengan urutan langkah-langkah: a) identifikasi dampak potensial; b) evaluasi dampak besar dan penting; c) pemusatan dampak besar dan penting. Langkah pertama, identifikasi dampak potential dimaksudkan untuk mengidentifikasi semua jenis dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan proyek, tanpa memperhatikan apakah dampak tersebut merupakan dampak besar dan penting atau tidak. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan berbagai metode, antara lain metode matrik dan bagan alir. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 4 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 1 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL Masyarakat Berkepentingan Instansi yang Bertanggungjawab Pemrakarsa Pengumuman Rencana Kegiatan Pengumuman Persiapan Penyusunan ANDAL Saran, Pendapat dan Tanggapan Penyusunan Konsultasi Saran, pendapat dan tanggapan KA-ANDAL Penilaian KA-ANDAL Oleh Komisi (Maks 75 hari) Penyusunan ANDAL, RKL, RPL Penilaian ANDAL, RKL, RPL oleh Komisi (Maks 75 hari) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup Oleh Kep. Bapedal / Gubernur/Bupati/ Wali Kota = Tujuan akhir surat/pengumuman untuk kemudian ditanggapi, diproses dan/atau ditembuskan Sumber: Keputusan Kepala Bapedal No.08 Tahun 2000. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 5 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Metode matrik menggambarkan kemungkinan interaksi antara kegiatan proyek dengan komponen-komponen lingkungan di sekitarnya. Matrik interaksi ini menunjukkan komponen kegiatan sebagai sumber dampak dan komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak kegiatan tersebut. (lihat Tabel 1 dan 2). Bagan alir merupakan model yang melukiskan jalinan hubungan sebab-akibat antara komponen kegiatan proyek (sumber dampak) dan komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak, baik dampak primer, sekunder maupun tersier (lihat Gambar 2). Metode bagan alir ini cukup komunikatif untuk bahan diskusi dan konsultasi dengan para pejabat instansi terkait atau masyarakat yang berkepentingan. Langkah kedua, evaluasi dampak potential bertujuan untuk menghilangkan dampak potential yang tidak relevan atau tidak besar dan tidak penting, sehingga diperoleh seperangkat dampak besar dan penting secara hipotetik. Besar serta pentingnya dampak tergantung dari besarnya kegiatan proyek dan sensitifitas komponen lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya. Makin besar volume kegiatan proyek, cenderung makin besar pula dampaknya. Kotak 1 menunjukkan contoh daerah / areal yang sensitif terhadap perubahan lingkungan akibat kegiatan tertentu. Evaluasi (penentuan) dampak besar dan penting dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: a) penelaahan pustaka; b) diskusi tentang karakteristik kegiatan; c) peninjauan lapangan. Penelaahan pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi dari hasil studi-studi sejenis seperti: • • dokumen AMDAL proyek jalan di lokasi lain; laporan hasil penelitian tentang masalah lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya. Diskusi tentang karakteristik kegiatan proyek dilakukan dengan para pakar, misalnya mengenai cara pelaksanaan pekerjaan konstruksi, bahan bangunan yang akan digunakan, lokasi quarry, jumlah tenaga kerja, jenis limbah dsb. Peninjauan lapangan perlu dilakukan untuk pengamatan secara umum terhadap kondisi bentang alam, perairan umum, kondisi biologi, dan sosial-ekonomi di lokasi proyek (sepanjang alinyemen rencana pembangunan jalan) dan sekitarnya Langkah ketiga, pemusatan dampak penting bertujuan untuk mengelompokkan atau mengorganisir dampak-dampak besar dan penting yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya, agar diperoleh gambaran yang utuh dan lengkap. Seluruh dampak besar dan penting dikelompokkan menjadi beberapa kelompok menurut tingkat keterkaitannya satu sama lain, dan disusun berdasarkan tahapan kegiatan proyek (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca kontruksi). Dampak-dampak besar dan penting yang telah terkelompok inilah yang merupakan isu pokok yang harus ditelaah secara mendalam dalam proses ANDAL. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 6 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 1 Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jalan Komponen Kegiatan No Komponen Lingkungan Pra-konstruksi 1 A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Fisik Kimia Iklim Kualitas Udara Kebisingan Fisiografi Hidrologi Kualitas Air Penggunaan Lahan B. 1. 2. Biologi Flora Darat Biota Akuatik C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sosial Kependudukan Kegiatan Ekonomi Sosial Budaya Persepsi Masyarakat Keresahan Sosial Kesehatan Masyarakat Prasarana dan Sarana Lalu Lintas 2 3 Konstruksi 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Pasca Konstruksi 1 2 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Keterangan Komponen Kegiatan : Kegiatan Pra Konstruksi : 1. Survai & Pengukuran 2. Inventarisasi Kebutuhan Lahan 3. Sosialisasi 4. Pembayaran ganti rugi Kegiatan Konstruksi: 1. 2. 3. 4. Mobilisasi Tenaga Kerja Pembersihan lahan Pekerjaan Tanah Konstruksi badan jalan dan perkerasan 5. Pengangkutan tanah dan bahan bangunan 6. Pembuatan dan pengoperasian Base Camp 7. Pengelolaan Quarry 8. PemancanganTiang Jembatan 9. Pembuangan sisa bahan bangunan 10.Penghijauan/Pertamanan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN Kegiatan Pasca Konstruksi : 1. Pengoperasian jalan 2. Pemeliharaan jalan 7 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 2 Contoh Matriks Identifikasi Dampak Proyek Jembatan Komponen Kegiatan No Komponen Lingkungan Pra-konstruksi 1 A. 1. 2. 3. 4. 5. Fisik Kimia Kualitas Udara Kebisingan Morfologi & Hidrolis sungai Ruang dan Lahan Kualitas Air B. 1. 2. Biologi Flora Darat Biota Akuatik C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sosial Kependudukan Kegiatan Ekonomi Sosial Budaya Persepsi Masyarakat Keresahan Sosial Kesehatan Masyarakat Prasarana dan Sarana Lalu Lintas 2 3 Konstruksi 4 1 2 3 4 5 6 X X X X X X X X X X 7 8 9 10 X X X Pasca Konstruksi 1 2 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Keterangan Komponen Kegiatan : Kegiatan Pra Konstruksi : Kegiatan Konstruksi: Kegiatan Pasca Konstruksi : 1. Survai & Pengukuran 2. Inventarisasi Kebutuhan Lahan 3. Sosialisasi 4. Pembayaran ganti rugi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. Pengoperasian jembatan 2. Pemeliharaan jembatan Mobilisasi Alat Berat Mobilisasi Tenaga Kerja Pengangkutan Material Pekerjaan Bangunan Bawah Pekerjaan Bangunan Atas Pekerjaan Perkerasan Pekerjaan fasisiltas jembatan dan jalan 8. Proteksi dasar sungai dan tanggul 9. Pembuangan sisa bahan bangunan 10.Penghijauan/Pertamanan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 8 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 2 Contoh Bagan Alir Dampak Pembangunan Jalan Pada Tahap Konstruksi Peningkatan Kegiatan Ekonomi Perubahan Penggunaan Lahan Pencemaran Udara Pengoperasian Jalan Peningkatan Kebisingan Gangguan Kesehatan Masyarakat Kecelakaan Lalu Lintas Pencemaran Udara Pemeliharaan Jalan Peningkatan Kebisingan Gangguan Lalu Lintas PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 9 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kotak 1 Contoh Daerah / Areal Sensitif Daerah pemukiman, industri/komersial sensitif terhadap pembebasan tanah; Areal berlereng curam sensitif terrhadap kegiatan galian/ timbunan tanah (erosi/longsor); Rumah sakit dan sekolah sensitif terhadap kebisingan; Bangunan peninggalan sejarah sensitif terhadap getaran. E.6.3 Pelingkupan Wilayah Studi Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi ANDAL sesuai dengan hasil pelingkupan isu pokok lingkungan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga serta pendapat dan tanggapan masyarakat yang berkepentingan (hasil konsultasi masyarakat). Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut: a) Batas Proyek Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan pra-konstruksi, kontruksi dan operasi jalan akan berlangsung. Dengan demikian batas proyek mencakup areal sepanjang alinyemen ruas jalan yang akan dibangun dan selebar DAMIJA. b) Batas Ekologis Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak akibat kegiatan pembangunan jalan baik yang berlangsung di dalam batas proyek maupun di luar batas proyek seperti kegiatan quarry dan pengangkutan material. Di dalam batas ekologis ini, proses alami diperkirakan akan mengalami perubahan yang mendasar. Sebagai contoh, batas ekologis sehubungan dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat lalu lintas kendaraan bermotor pada tahap operasi diperkirakan meliputi areal sepanjang ruas jalan dengan lebar kurang lebih 100m ke kiri dan ke kanan as jalan, tergantung dari volume lalu lintas kendaraan bermotor. c) Batas Sosial Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan proyek yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Batas sosial ini mungkin mencakup areal permukiman, kawasan industri atau daerah komersial yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan jalan baik pada tahap pra-konstruksi, kontruksi maupun operasi. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 10 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan d) Batas Adminsitratif Batas adminsitratif adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa menjalankan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di ruang tersebut. Karena batas proyek jalan cukup sempit, maka batas adminsitratif ini cukup meliputi wilayah kelurahan atau kecamatan yang dilewati ruas jalan yang akan dibangun Batasan ruang lingkup wilayah studi ANDAL merupakan kesatuan dari keempat wilayah tersebut diatas, dengan memperhatikan keterbatasan dana, waktu dan tenaga serta metode studi yang tersedia. E.6.4 Kedalaman Studi Tingkat kedalaman studi ANDAL antara lain mencakup metode yang digunakan, jumlah sampel yang diukur dan tenaga ahli yang diperlukan sesuai dengan dana dan waktu yang bersedia. Metode yang digunakan meliputi metode pengumpulan data, perkiraan dampak besar dan penting dan evaluasi data dampak besar dan penting. Jenis tenaga ahli yang diperlukan tergantung dari isu pokok lingkungan. Sebagai contoh: • Untuk menganalisis dampak terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan tenaga ahli kesehatan masyarakat; • Untuk menganalisis dampak terhadap badan air baik kuantitas atau kualitasnya, diperlukan tenaga ahli hidrologi; • Untuk menganalisis dampak terhadap kawasan hutan lindung, diperlukan tenaga ahli kehutanan. E.7 Penyusunan Konsep KA – ANDAL E.7.1 Sistematika dokumen KA – ANDAL Dokumen Kerangka Acuan ANDAL terdiri dari 6 bab sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan; Bab 2 : Ruang Lingkup Studi; Bab 3 : Metode Studi; Bab 4 : Pelaksanaan Studi; Bab 5 : Daftar Pustaka; Bab 6 : Lampiran. Sistematika dokumen selengkapnya tercantum pada Kotak 2. Sistematika seperti tercantum dalam Kotak 2 merupakan kerangka materi (Daftar Isi) secara garis besar. Bila perlu, pada tiap Bab dapat ditambahkan Sub-bab tertentu dan rinciannya sesuai kebutuhan. Misalnya Bab 2 (Ruang Lingkupan Studi) diawali dengan Sub – bab Gambaran Umum Rencana Kegiatan. Materi pokok Kerangka Acuan ANDAL meliputi lingkup kegiatan studi serta petunjuk cara pelaksanaannya serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tim Studi. Penjelasan mengenai materi tiap Bab dan Sub-bab diuraikan secara rinci pada sub pasal D.7.2 di bawah ini. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN 11 ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan E.7.2 Rincian Materi dokumen E.7.2.1 Pendahuluan Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari tiga Sub - bab yaitu Latar Belakang, Peraturan Perundang-undangan, dan Tujuan dan Kegunaan Studi. a) Latar Belakang Pada bagian ini harus dikemukakan uraian singkat mengenai rencana kegiatan proyek jalan yang akan dilaksanakan (diusulkan), antara lain meliputi: (1). Lokasi rencana kegiatan proyek; (2) Maksud, tujuan dan manfaat proyek; (3) Uraian kronologis tentang persiapan proyek yang telah dilaksanakan oleh pemrakarsa; (4) Status proyek saat ini; (5) Alasan mengapa diperlukan studi ANDAL. Kotak 2 Contoh Sistematika KA-ANDAL Poyek Pembangunan Jalan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Peraturan Perundang-undangan 1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi BAB 2 : RUANG LINGKUP STUDI 2.1 Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah 2.2 Komponen Lingkungan Yang Akan Ditelaah 2.3 Isu-isu Pokok 2.4 Batas Wilayah Studi 2.5 Keterkaitan Proyek Dengan Kegiatan Lain BAB 3 : METODE STUDI 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.2 Metode Prakiraan Dampak Besar dan Penting 3.3 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting BAB 4 : PELAKSANAAN STUDI 4.1 Pemrakarsa 4.2 Tim Pelaksana Studi 4.3 Jadual Pelaksanaan Studi 4.4 Biaya Studi 4.5 Pelaporan BAB 5 : DAFTAR PUSTAKA BAB 6 : LAMPIRAN PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 12 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan E.7.2.2 Peraturan Perundang-undangan Pada Sub-bab ini harus dicantumkan secara rinci landasan hukum atau peraturan perundangundangan yang melandasi atau berkaitan dengan rencana kegiatan, rona lingkungan yang terkena dampak dan isu-isu pokok, yang harus diperhatikan oleh pelaksana studi ANDAL, antara lain seperti tercantum pada Kotak 3 Rincian peraturan perundang-undangan tersebut harus disusun menurut hirarkhi dan tahun penerbitannya. Untuk proyek tertentu mungkin perlu ditambahkan peraturan lain yang berkaitan dengan proyek tersebut. Misalnya untuk proyek jalan yang melintasi kawasan hutan, perlu diperhatikan antara lain • • Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. E.7.2.3 Tujuan dan Kegunaan Studi Pada bagian ini dijelaskan tujuan dan kegunaan studi ANDAL. Rumusan tentang Tujuan dan Kegunaan Studi ANDAL ini telah baku yaitu seperti contoh tercantum pada Kotak 4. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 13 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kotak 3 Contoh Landasan Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Studi ANDAL Poyek Jalan 1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 2) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan. 3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 4) Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. 5) Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 6) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 7) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 8) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan. 9) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 10) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 11) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 12) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis AMDALProyek Bidang Pekerjaan Umum. 13) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No. 55/1993. 15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. 16) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. 17) Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Jalan. 18) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. 19) Keputusan Kepala Bapedal No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting. 20) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya. E.7.2.4 Ruang Lingkup Studi Bab ini terdiri dari 5 sub-bab yaitu: • R encana kegiatan yang akan ditelaah; • R ona lingkungan hidup aw al; • Isu-isu pokok; • B atas w ilayah studi; • K eterkaitan dengan kegiatan lain. a) Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah Uraikan secara singkat gambaran umum rencana kegiatan proyek antara lain mengenai : PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 14 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan • • • • • • • • • • • • • N am a dan nom or ruas jalan; Jenis program (pembangunan / peningkatan); Lokasi proyek; F ungsi jalan (arteri / kolektor / lokal); Status jalan (jalan nasional, propinsi, kabupaten / kotamadya, tol); P anjang ruas jalan; Lebar jalan (Damija, perkerasan); Jenis perkerasan; V olum e lalu lintas sebelum dan setelah proyek dilaksanakan; Luas areal yang perlu diadakan (dibebaskan); G am baran um um m engenai kondisi lahan sepanjang alinyem en jalan; Jadual pekerjaan konstruksi; S tatus proyek saat ini. Uraian tersebut di atas bila perlu dapat diringkas dalam bentuk tabel. Kotak 4 Contoh Rumusan Sub bab 1.3 Tujuan dan Kegunaan Studi 1.3.1 Tujuan Studi Analisis Dampak Lingkungan Tujuan studi ANDAL ini adalah untuk : a) Mengidentifikasi komponen-komponen rencana kegiatan proyek pembangunan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup sekitarnya; b) Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting; c) Memprediksi besaran dampak lingkungan dan mengevaluasi tingkat pentingnya dampak tersebut berdasarkan kriteria yang berlaku; d) Merumuskan saran tindak lanjut yang dapat dilaksanakan oleh pemrakarsa atau instansi lain yang terkait untuk mengurangi dampak negatif dan atau meningkatkan dampak positif. 1.3.2 Kegunaan Studi Analisis Dampak Lingkungan Hasil Studi ANDAL ini diharapkan dapat digunakan untuk : a) Membantu proses pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif rencana kegiatan yang layak dari segi lingkungan hidup, teknis dan ekonomis; b) Memberikan masukan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dalam penyusunan desain rinci kegiatan pembangunan jalan; c) Memberikan arahan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pembangunan / peningkatan jalan … … … … … … (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan) PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 15 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan d) Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan.pembangunan /peningkatan jalan … … … … … … … (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan) e) Bahan pertimbangan dan kebijaksanaan bagi perencana pembangunan wilayah Komponen kegiatan yang diperkirakan merupakan sumber dampak, yang harus ditelaah oleh konsultan, dirinci mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi seperti contoh berikut: (1). Tahap Pra - Konsruksi Komponen kegiatan yang harus ditelaah pada tahap ini adalah pengadaan tanah. Konsultan penyusun ANDAL harus merinci berapa luas areal yang perlu diadakan dan bagaimana status pemilikan dan penggunaannya saat ini. (2) Tahap Konstruksi • M obilisasi T enaga K erja Konsultan harus memperkirakan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya yang diperlukan. Perlu dijelaskan juga apakah kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi oleh tanaga lokal atau perlu didatangkan dari luar. • P engangkutan B ahan B angunan Bahan bangunan yang akan digunakan seperti batu, pasir, koral, aspal dsb perlu dirinci jumlahnya, dan dijelaskan dari mana bahan bangunan tersebut akan didatangkan termasuk jenis alat angkutannya. • P ekerjaan T anah Kegiatan pekerjaan tanah perlu diuraikan secara rinci antara lain : • volum e galian / tim bunan tanah; • lokasi pengam bilan tanah untuk tim bunan; • lokasi pem buangan tanah galian yang tidak terpakai; • kedalam an galian atau ketinggian tim bunan; • peralatan yang digunakan. (3) Tahap Pasca Konstruksi Agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor yang akan terjadi setelah jalan mulai dioperasikan (digunakan). b) Komponen Lingkungan yang harus Ditelaah Komponen linggkungan yang harus ditelaah meliputi : • K om ponen lingkungan yang diperkirakan terkena dam pak, dan • K om ponen lingkungan yang dapat m em pengaruhi proyek. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 16 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Uraikan secara singkat komponen-komponen lingkungan yang harus ditelaah oleh konsultan, sesuai dengan isu lingkungan yang harus dianalisis, dengan pengelompokan sebagai berikut : • K om ponen lingkungan geofisik - kimia; • K om ponen kingkungan biologi; • K om ponen lingkungan sosial - ekonomi - budaya; • K om ponen prasarana dan sarana um um c) Isu-isu Pokok Agar studi ANDAL terfokus pada isu-isu pokok lingkungan, yang bersifat “site specific”, penentuan isu pokok tersebut harus didasarkan atas hasil pelingkupan dampak penting sesuai dengan karakteristik kegiatan proyek yang bersangkutan dan kondisi lingkungan setempat. Contoh : (1) K ebisingan akibat pengoperasian kendaraan berm otor cukup “significant” kalau volum e lalu lintas > 5000 kendaraan / hari atau > 500 kendaraan / jam. (2) Dampak kebisingan cukup penting kalau di kiri - kanan jalan terdapat pemukiman padat terutama kalau ada tempat yang sensitif seperti sekolah atau rumah sakit. Isu-isu pokok tersebut disusun menurut tahapan kegiatan proyek, seperti contoh berikut : (1). Tahap Pra-konstruksi Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak berupa konflik kepentingan dengan penduduk pemilik / pemakai tanah tersebut. (2). Tahap Konstruksi Pekerjaan tanah (galian / timbunan) mengakibatkan perubahan bentang alam dan stabilitas ereng sehingga terjadi erosi, longsor, dan sedimentasi pada badan air setempat. (3). Tahap Pasca Konstruksi Pengoperasian jalan baru dapat menimbulkan dampak berupa perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali di kiri – kanan jalan tersebut. Untuk proyek jalan tertentu, mungkin saja isu pokoknya hanya dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah. Komponen-komponen kegiatan lainnya tidak menimbulkan dampak besar dan penting. Dalam kasus seperti ini lingkup Studi ANDAL dibatasi dan difokuskan hanya pada pengkajian dampak sosial tersebut. d) Batas Wilayah Studi Wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut : (1) Batas Proyek : Meliputi areal yang digunakan langsung untuk pembangunan/ peningkatan jalan yaitu sepanjang ruas jalan dan selebar Damija jalan tersebut; (2) Batas Ekologis : Meliputi areal yang diperkirakan akan terkena persebaran dampak di kedua sisi kiri dan kanan Damija, jalur pengangkutan material serta lokasi base camp dan quarry; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 17 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (3) Batas Sosial : Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan pembangunan jalan. (4) Batas Administratif : Meliputi wilayah kecamatan dimana ruas jalan tersebut berada. Batasan ruang lingkup wilayah studi merupakan rangkuman dari keempat batas tersebut di atas dengan memperhatikan keterbatasan sumber dana, waktu dan tenaga ahli yang dapat disediakan oleh pemrakarsa. Batas-batas tersebut di atas harus ditetapkan dengan jelas pada peta dengan skala yang memadai. e) Keterkaitan dengan Kegiatan Lain Sebutkan kegiatan lain yang ada disekitar lokasi rencana kegiatan yang dapat terpengaruh atau mempengaruhi rencana kegiatan. E.7.2.5 Metode Studi Pada bagian ini harus ditetapkan metode yang harus digunakan oleh konsultan penyusun ANDAL, antara lain meliputi : a) Metode pengumpulan data; b) Metode prakiraan dampak besar dan penting; c) Metode evaluasi dampak besar dan penting. Metode pengumpulan data mencakup tata cara pengumpulan data yang diperlukan untuk analisis, baik berupa data primer maupun data sekunder yang sahih dan dapat dipercaya. Untuk pengumpulan data primer, agar ditentukan jenis data dan lokasi pengambilan data tersebut. Untuk pengumpulan data sekunder, agar ditentukan jenis data dan sumber data yang bersangkutan. Penetapan metode pengumpulan data tertentu dapat mengacu pada metode yang telah baku atau telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Sebagai contoh untuk pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan lingkungan agar mengacu pada Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/II/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Metode analisis dan penyajian data mencakup uraian mengenai tata cara analisis data baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta penyajiannya dalam bentuk tabel, grafik, gambar atau deskriptif. Metode prakiraan dampak mencukup uraian tentang tata cara pendugaan besarnya dampak (perubahan kualitas lingkungan) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hal ini dianjurkan agar dipakai metode formal berdasarkan perhitungan matematik atau secara informal berdasarkan pendekatan analogi atau penilaian para ahli (professional judgement). Untuk PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 18 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memprakirakan tingkat kepentingan dampak agar mengacu kepada 7 (tujuh) kriteria seperti tercantum dalam Keputusan Ketua Bapedal No. Kep-056/1994. Metode evaluasi dampak mencakup tata cara penentuan dan evaluasi dampak besar dan penting yang harus dilakukan secara holistik (antara lain metode matrik, bagan alir, overlay) untuk digunakan sebagai: a) dasar untuk menelaah kelayakan lingkungan hidup dari berbagai alternatif kegiatan proyek. b) identifikasi dan perumusan arah pengelolaan dampak besar dan penting lingkungan hidup yang ditimbulkan. E.7.2.6 Pelaksanaan Studi Bab ini menjelaskan tentang : • P em rakarsa • P enyusun studi A M D A L • W aktu studi • B iaya studi • P elaporan a) Pemrakarsa Pada bagian ini dicantumkan nama dan alamat lengkap instansi pemrakarsa rencana kegiatan, serta nama dan alamat lengkap penganggung jawab pelaksana rencana kegiatan tersebut. b) Tim Pelaksana Studi Tentukan jumlah tenaga ahli dan bidang keahlian serta persyaratan kualifikasinya yang diperlukan untuk pelaksanaan studi ini, sesuai dengan isu pokok lingkungan yang harus ditelaah dan ruang lingkup studi. Tim pelaksana studi terdiri dari ketua dan anggota, dengan kriteria sebagai berikut : • Ketua Tim Studi harus seorang ahli Tehnik Jalan Raya dan menpunyai sertifikat AMDAL Penyusunan. Pengalaman di bidangnya minimal 8 tahun dan dalam penyusunan ANDAL minimal 2 tahun; • Anggota Tim Studi terdiri dari tenaga ahli yang harus sesuai dengan bidang studi yang ditelaah, berpengalaman di bidangnya minimal 4 tahun, dalam penyusunan AMDAL minimal 2 tahun dan diutamakan mempunyai sertifikat ANDAL Dasar. Bidang keahlian yang diperlukan antara lain (pilih yang sesuai dengan isu lingkungan yang perlu dianalisis): • T eknik Jalan R aya; • Teknik Lingkungan; • B iologi; • S osial-ekonomi; • S osial-budaya; • G eoteknik; • K esehatan M asyarakat; • Lansekap. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 19 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tentukan uraian tugas tiap tenaga ahli yang diperlukan, secara singkat dan jelas. Contoh : Ahli Biologi bertugas untuk : • M engumpulkan data sekunder maupun primer tentang flora dan fauna terutama flora / fauna langka (dilindungi) di wilayah studi yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek; • M enduga besarnya dam pak dan m engevaluasi karakteristik dam pak serta m erum uskan saran penanganan dampak tersebut. Tentukan juga lamanya penugasan tiap tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. c) Jadual Pelaksanaan Studi Tentukan jadual waktu pelaksanaan studi yang diperlukan yang meliputi kegiatan - kegiatan antara lain : • P ersiapan dan P enijauan Lapangan; • P engum pulan D ata; • A nalisa Laboratorium ; • P engolahan D ata; • P enyusunan Laporan; • P em bahasan Laporan di T ingkat P em rakarsa; • P enyerahan Laporan ke Instansi yang bertanggung jaw ab. Jadual waktu kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus digambarkan dalam bentuk barchart. d) Biaya Studi Sumber biaya untuk pelaksanaan studi harus dijelaskan misalnya dari APBN, APBD atau Bantuan Luar Negeri, termasuk tahun anggarannya. Pada bagian ini dicantumkan juga perincian komponen-komponen biaya yang dialokasikan untuk pelaksanaan studi seperti biaya personil (gaji-upah), peralatan dan material, perjalanan dinas, analisis lanoratorium, dsb. e) Pelaporan Pada bab ini agar disebutkan jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh konsultan kepada pemrakarsa, serta jadual waktu penyerahan laporan tersebut. Materi serta format mengenai pelaporan ini telah dibakukan seperti tercantum pada Kotak 5. E.7.2.7 Daftar Pustaka Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang digunakan untuk penyusunan dokumen ANDAL. Disamping itu, agar dicantumkan data dan informasi yang tersedia yang dapat digunakan oleh Tim pelaksana studi, seperti : a. Laporan Perencanaan Umum; b. Laporan Pra-Studi Kelayakan; c. Peta Penggunaan lahan; d. Laporan - laporan lain yang relevan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 20 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Informasi tentang laporan studi agar mencakup judul laporan, penyusun / penerbit, dan tahun pembuatan / penerbitannya. E.7.2.8 Lampiran Data dan informasi yang perlu dilampirkan antara lain : a. Peta lokasi proyek secara makro; b. Peta trase jalan yang akan dibangun / ditingkatkan dengan skala yang memadai; c. Peta lokasi kegiatan tertentu (bila perlu) misalnya quarry, ruas jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut material dan sebagainya. d. Rangkuman hasil konsultasi masyarakat e. Biodata personil penyusun ANDAL Untuk kasus tertentu misalnya pembangunan jalan yang melalui kawasan hutan, agar dilampirkan juga izin prinsip atau dokumen lain dari instansi yang berwenang. Kotak 5 Contoh Rumusan Sub bab 5.5 Pelaporan 5.5.1 Laporan Pendahuluan Laporan ini mencakup hasil-hasil studi literatur dan peninjauan lapangan, jadual studi ANDAL, dan kerangka laporan (daftar isi laporan akhir). Di samping itu agar dikemukakan juga penjelasan rinci tentang metode dan peralatan yang akan dipakai dalam analisis komponen lingkungan. Laporan Pendahuluan diserahkan kepada Pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan pertama, terhitung sejak tanggal konsultan menerima Surat Perintah Mulai Kerja dari Pemrakarsa. 5.5.2 Laporan Bulanan Laporan Bulanan berisi uraian singkat tentang kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakan dan rencana kerja bulan berikutnya. 5.5.3 Konsep Laporan Akhir Konsep laporan akhir harus memuat seluruh hasil kajian sesuai dengan kerangka laporan yang telah disetujui oleh pemrakarsa, yang terdiri dari : - Ringkasan Eksekutif; - Laporan ANDAL; - Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL); - Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Laporan tersebut harus dilengkapi dengan data-data penunjang yang terkait. Laporan diserahkan sebanyak 40 set terdiri dari : - Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Tim Teknis; - Dua puluh (20) eksemplar untuk pembahasan di Komisi Penilai ANDAL, setelah diperbaiki sesuai dengan hasil pembahasan Tim Teknis. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 21 Lampiran E – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.5.4 Laporan Akhir Laporan akhir sebanyak 12 (dua belas) set dan harus sudah mencakup koreksi, revisi dan perbaikan pada konsep laporan akhir, sesuai dengan masukan dari Komisi Pusat AMDAL. Laporan Akhir harus diserahkan kepada pemrakarsa paling lambat pada akhir bulan ke … … … … , terhitung sejak tanggal konsultan m enerim a S urat K eputusan P erintah M ulai K erja dari pemrakarsa. E.8 Presentasi dan Perbaikan KA-ANDAL Kerangka Acuan ANDAL yang telah disusn oleh pemrakarsa harus disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan menerima tanda bukti penerimaan dokumen KA-ANDAL dari komisi penilai. Kerangka Acuan ANDAL tersebut di atas akan dinilai oleh komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati ruang lingkup kajian ANDAL yang akan dilaksanakan. Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus mempresentasikan KA-ANDAL yang telah disusunnya. Keputusan atas penilaian KA-ANDAL yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambatlambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya KA-ANDAL tersebut. Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut di atas (75 hari), maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menyetujui KA-ANDAL yang dimaksud. Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa KA-ANDAL yang disusun oleh pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan tanggapan / saran dari komisi penilai. E.9 Penolakan Kerangka Acuan ANDAL Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak kerangka acuan ANDAL rencana kegiatan apabila rencana lokasi kegiatan tersebut terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan / atau tata ruang kawasan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN BIDANG JALAN 22 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran F Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Bidang Jalan F.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Proses penyusunan ANDAL, RKL dan RPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut : a) b) c) d) e) Survai dan konsultasi masyarakat Penyusunan konsep ANDAL Penyusunan konsep RKL Penyusunan konsep RPL Presentasi dan perbaikan ANDAL, RKL/RPL F.2 Survai dan Konsultansi Masyarakat F.2.1 Survai Rona Lingkungan Awal Proses utama dari pengumpulan data (komponen geofisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat, serta sarana dan prasarana yang akan terkena dampak) adalah melakukan survai rona lingkungan awal dengan cara observasi, pengamatan dan wawancara. Metode pengumpulan data untuk masing-masing komponen/parameter lingkungan sebagaimana yang diuraikan pada dokumen KA-ANDAL. F.2.2 Konsultasi Masyarakat Konsultasi masyarakat disini sebenarnya merupakan dari kegiatan survai, karena berkaitan dengan proses pengumpulan data dan identifikasi cara penanganan dampak. Konsultasi dilakukan terhadap instansi pemerintah daerah yang terkait dan masyarakat. (a). Konsultasi dengan instansi terkait Konsultasi ini terutama dimaksudkan untuk menampung dan mengakomodir rencana tata ruang wilayah termasuk tata guna lahan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam identifikasi dan prakiraan dampak. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini dapat dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan. (b). Konsultasi dengan masyarakat Konsultasi masyarakat terutama dengan penduduk terkena proyek (PTP), dimaksudkan untuk menampung masukan dalam kaitannya dengan dampak pengadaan lahan serta kriteria tentang pemilihan rute. Tata cara konsultasi masyarakat pada tahap ini dapat dilihat pada tata cara konsultasi masyarakat pada tahap studi kelayakan. F.3 Penyusunan Konsep ANDAL F.3.1. Dokumen ANDAL terdiri dari 9 bab sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan; Bab 2 : Ruang Lingkup Studi; Bab 3 : Metode Studi; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 1 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bab 4 : Rencana Kegiatan; Bab 5 : Rona Lingkungan Awal; Bab 6 : Prakiraan Dampak Besar dan Penting; Bab 7 : Evaluasi Dampak Besar dan Penting; Bab 8 : Daftar Pustaka; Bab 9 : Lampiran. F.3.2 Materi Pendahuluan Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari dua sub-bab yaitu Latar Belakang dan Tujuan Studi. 1. Latar Belakang Uraikan secara singkat latar belakang dilaksanakannya studi ANDAL ditinjau dari: a) b) c) d) Tujuan dan kegunaan proyek; Peraturan perundang-undangan yang berlaku; Landasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup; Kaitan rencana kegiatan dengan dampak besar dan penting (seperti pada KAANDAL). 2. Tujuan studi a) Tujuan dilaksanakannya studi ANDAL adalah: b) Mengidentifikasi rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting Memprakirakan dan mengevaluasi rencana kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Merumuskan RKL dan RPL Kegunaan dilaksanakannya studi ANDAL adalah: Bahan bagi perencana pembangunan wilayah; Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari kegiatan; Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari kegiatan; Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari kegiatan; Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan. F.3.3 Ruang Lingkup Studi Materi Bab 2 (Ruang Lingkup) terdiri dari dua sub-bab yaitu dampak besar dan penting yang ditelaah, dan wilayah studi. 1. Dampak Besar dan Penting Yang Ditelaah a) b) Uraian secara singkat mengenai rencana kegiatan penyebab dampak, terutama yang berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya; Uraian secara singkat rona lingkungan hidup yang terkena dampak, terutama yang langsung terkena dampak; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 2 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan c) d) Uraian secara singkat jenis-jenis kegiatan yang ada di sekitar rencana lokasi beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan; Aspek-aspek yang diteliti dari ketiga hal di atas, mengacu kepada hasil pelingkupan dalam dokumen KA-ANDAL Penjelasan-penjelasan tersebut diatas dilengkapi dengan peta yang memadai. 2. Wilayah Studi Uraian secara singkat tentang lingkup wilayah studi mengacu pada penetapan wilayah studi yang digariskan dalam KA-ANDAL, dan hasil pengamatan lapangan. Batas wilayah studi ANDAL dimaksud digambarkan pada peta dengan skala yang memadai. F.3.4. Metode Studi Materi Bab 3 (Metode Studi) terdiri dari empat sub-bab yaitu metoda pengumpulan dan analisis data, metoda prakiraan dampak besar dan penting, dan metoda evaluasi dampak besar dan penting, serta metoda perumusan RKL dan RPL. 1. Metoda Pengumpulan dan Analisis Data Uraian secara jelas tentang metoda pengumpulan data, metoda analisis atau alat yang digunakan, serta lokasi pengumpulan data berbagai komponen lingkungan hidup yang diteliti sebagaimana dimaksud pada 3.3.1 b) di atas. Lokasi pengumpulan data agar dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai. 2. Metoda Prakiraan Dampak Besar dan Penting Uraian secara jelas tentang metoda yang digunakan untuk memprakirakan besar dampak kegiatan dan penentuan sifat dampak terhadap komponen lingkungan hidup yang dimaksud pada butir 3.3.1 b) di atas. Pergunakan metoda formal dan non formal dalam memprakirakan besaran dampak dan Keputusan Kepala Bapedal tentang Pedoman Penentuan Dampak Besar dan Penting untuk memprakirakan tingkat kepentingan dampak. 3. Metoda Evaluasi Dampak Besar dan Penting Uraian secara singkat tentang metoda evaluasi yang lazim digunakan dalam studi untuk menelaah dampak besar dan penting kegiatan terhadap lingkungan hidup secara holistik (seperti matriks, bagan alir, overlay) yang menjadi dasar untuk menelaah kelayakan lingkungan hidup. 4. Metoda Perumusan RKL dan RPL Arahan perumusan dan penyusunan RKL dan RPL adalah mengacu kepada Lampiran III dan IV Keputusan Kepala Bapedal No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan RKL dan RPL, yakni : a) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup melalui pemilihan atas alternatif, tata ruang mikro letak (adaptasi lokasi alinyemen), dan rancang bangun teknis, b) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul di saat kegiatan beroperasi, maupun hingga kegiatan berakhir, c) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positip sehingga dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 3 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positip tersebut, d) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumberdaya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti sosial ekonomi dan atau ekologis) sebagai akibat kegiatan. Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi, ekonomi dan institusi. F.3.5 Rencana Kegiatan F.3.5.1 Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ANDAL Isi uraian mengenai identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL terdiri dari: a) Pemrakarsa : Nama dan alamat lengkap instansi sebagai pemrakarsa kegiatan Nama dan alamat penanggung jawab pelaksanaan rencana kegiatan b) Penyusun ANDAL : Nama dan alamat lengkap perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya; Nama dan alamat lengakp penanggung jawab penyusun ANDAL F.3.5.2 Tujuan Rencana Kegiatan Uraian pernyataan rencana maksud dan tujuan dari kegiatan secara sistematis dan terarah. F.3.5.3 Komponen dan Dimensi Kegiatan Uraian secara rinci mengenai rencana kegiatan proyek jalan, yaitu lokasi dan luas areal proyek, dan komponen kegiatan proyek. 1. Lokasi dan Luas Areal Proyek Uraian lokasi keberadaan proyek jalan yang menyebutkan desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Berdasarkan rencana panjang dan lebar daerah milik jalan, sebutkan perkiraan luas areal yang dibutuhkan oleh proyek. 2. Komponen Proyek Komponen proyek pembangunan jalan terdiri dari jenis rencana kegiatan dan dimensi kegiatan utama. 2.1. Jenis rencana kegiatan Jenis-jenis kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak antara lain meliputi: a) Tahap Prakonstruksi Jenis kegiatan pada tahap prakonstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah : kegiatan penentuan lokasi trase jalan kegiatan pengadaan lahan pemindahan penduduk PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 4 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) Tahap Konstruksi Jenis kegiatan pada tahap konstruksi yang dapat menimbulkan dampak adalah : a. Persiapan Mobilisasi alat-alat berat Mobilisasi tenaga kerja Pembuatan base camp/pengoperasian base camp b. Pelaksanaan Pembersihan lahan di DAMIJA/pembuatan jalan masuk Penyiapan tanah dasar Pekerjaan galian dan timbunan Pekerjaan perkerasan Pengangkutan tanah dan material bangunan Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek) Pemancangan tiang pancang Pekerjaan bangunan bawah/atas (jalan layang) c) Tahap Pasca Konstruksi Kegiatan pengoperasian jalan Kegiatan pemeliharaan jalan 2.2. Dimensi Kegiatan Utama Uraian secara singkat dan jelas dimensi kegiatan utama proyek jalan dan dilengkapi dengan gambar. Rencana dimensi tersebut antara lain : Lebar Damija Panjang jalan Lebar lajur Lebar bahu luar Lebar bahu dalam Lebar median (untuk dua jalur) Kemiringan melintang Kemiringan bahu Kecepatan rencana F.3.5.4 Garis besar kegiatan Uraian secara ringkas tentang status dan jadwal kegiatan serta metode kerja kegiatan pada setiap tahapan kegiatan Status dan jadwal kegiatan Uraian secara jelas status proyek pada saat penyusunan studi ANDAL berlangsung, dan rencana jadwal kegiatan proyek (dalam bentuk barchart) Metode kerja Uraian metoda dan teknik atau langkah-langkah pelaksanaan proyek dari tahap pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi, Uraian besaran dari setiap langkah pelaksanaan kegiatan proyek yang berpotensi menimbukan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Melengkapi penjelasan uraian metode kerja kerja tersebut dengan peta (misal lokasi PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 5 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan basecamp, rute angkutan material, peta lokasi galian dan timbunan dll) dan matriks prakiraan besaran komponen kegiatan (misal jumlah tenaga kerja proyek, jenis peralatan yang digunakan, volume galian dan timbunan dll). F.3.6 Rona Lingkungan Awal Pada bab ini dijelaskan kondisi awal semua komponen lingkungan hidup di wilayah studi yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting atau mengalami perubahan mendasar, yaitu komponen geofisik-kimia, biologi, sosial, kesehatan masyarakat dan komponen sarana prasarana. F.3.6.1 Komponen Geofisik- Kimia Komponen geofisik-kimia yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain meliputi : Kualitas udara dan kebisingan Topografi Stabilitas lereng, Erosi tanah, Settlement, Sedimentasi, Aliran air permukaan, Kualitas air permukaan, Aliran air tanah, Tata guna lahan, Estetika lingkungan F.3.6.2 Komponen Biologi Komponen biologi yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain meliputi : Flora darat Fauna darat, Biota air. F.3.6.3 Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat Komponen sosial yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain meliputi : Kepadatan penduduk, Mata pencaharian penduduk Kesempatan kerja, Pendapatan penduduk, Pola penggunaan lahan, Perekonomian lokal, Aksesibilitas masyarakat Kekerabatan penduduk, Keberatan pemilik lahan, Keresahan masyarakat, Keamanan dan ketertiban masyarakat Warisan budaya, Prevalensi penyakit. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 6 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan F.3.6.4 Komponen Sarana Prasarana Komponen sarana prasarana yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan jalan, antara lain meliputi : Kondisi jalan, Kondisi utilitas, Kondisi lalu lintas. F.3.7 Prakiraan Dampak Besar dan Penting Pada bab ini hendaknya dimuat : 1) Prakiraan secara cermat dampak kegiatan pada saat prakonstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi terhadap komponen lingkungan hidup. Telaah ini dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi tanpa proyek dan kondisi dengan proyek dengan menggunakan metoda prakiraan dampak, 2) Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup yang diperkirakan bagi masyarakat dan pemerintah di wilayah studi berdasarkan pedoman penentuan dampak besar dan penting, 3) Mekanisme aliran dampak, yaitu proses terjadinya dampak langsung maupun tidak langsung berdasarkan kategori sebagai berikut: a. b. c. d. e. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial, Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik kimia kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut biologi dan sosial, Kegiatan menimbukan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial, Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat saling berantai diantara komponen sosial itu sendiri. Kegiatan menimbulkan dampak-dampak penting tersebut di atas yang selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan. 4) Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting, agar digunakan metoda-metoda formal secara sistematis (lihat pada KA-ANDAL). Penggunaan metoda non formal hanya dilakukan bila dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-formula matematis atau hanya dapat didekati dengan metoda non formal. F.3.8 Evaluasi Dampak Besar dan Penting Pada bab ini menguraikan mengenai hasil telaahan dampak besar dan penting dari kegiatan. F.3.8.1 Telaahan terhadap dampak besar dan penting a) Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar. Gunakan metoda evaluasi yang lazim dan sesuai dengan kaidah metoda evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya, b) Perimbangan dampak positip dan negatip komponen kegiatan terhadap komponen lingkungan secara holistik, PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 7 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan c) Dampak-dampak besar dan penting yang dihasilkan dari evaluasi sebagai dampakdampak besar dan penting yang harus dikelola. F.3.8.2 Telaahan sebagai dasar pengelolaan a) Hubungan sebab akibat antara rencana kegiatan dan rona lingkungan dengan dampak positip dan negatip yang timbul, b) Ciri-ciri dampak penting yaitu: Berlangsung terus, Terdapat hubungan timbal balik yang antagonistis atau sinergis Ambang batas akan mulai terlampui sejak kegiatan dimulai dan akan berlangsung terus atau tidak. c) Kelompok masyarakat yang terkena dampak dampak negatip maupun dampak positip dan kesenjangan antara yang diinginan terhadap yang mungkin timbul. d) Penyebaran atau luasan daerah yang terkena dampak penting yaitu apakah akan dirasakan secara: Lokal Regional Nasional Internasional e) Alternatif usulan penanganan dampak penting berdasarkan kemampuan mengatasi dampak negatip dan mengembangkan dampak positip serta pengaruhnya terhadap hasil evaluasi dampak penting. f) Hasil analisis bencana atau resiko bila rencana kegiatan berada di daerah bencana dan atau daerah bencan alam. F.3.9 Daftar Pustaka Uraian rujukan data dan pernyataan-pernyataan penting yang harus ditunjang oleh kepustakaan ilmiah yang mutakhir serta disajikan dalam suatu daftar pustaka dengan penulisan yang baku. F.3.10 Lampiran Bahan-bahan yang dilampirkan: a) Surat ijin/rekomendasi yang telah diperoleh pemrakarsa sampai dengan saat ANDAL akan disusun, b) Surat-surat tanda pengenal, keputusan, kualifikasi, rujukan bagi pelaksana serta penyusun ANDAL, c) Foto-foto yang menggambarkan kondisi rona awal lingkungan hidup, d) Diagram, peta, grafik, serta tabel lain yang belum tercantum dalam dokumen, e) Bahan-bahan tersebut di atas tidak perlu lagi dilampirkan bila sudah dicantumkan dalam KA-ANDAL. F.4 Penyusunan Konsep RKL F.4.1. Dokumen RKL terdiri dari 5 bab sebagai berikut : Pernyataan pelaksanaan, suatu pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan RKL dan RPL yang ditanda tangani di atas kertas bermeterai. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 8 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bab 1 : Pendahuluan; Bab 2 : Pendekatan Pengelolaan Lingkungan; Bab 3 : Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup; Bab 4 : Daftar Pustaka; Bab 5 : Lampiran. F.4.2 Materi Pendahuluan Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari: a) Pernyataan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan RKL dan RPL secara umum dan jelas. Pernyataan ini harus dikemukakan secara sistematis, singkat dan jelas. b) Pernyataan kebijakan lingkungan. Uraian tenatang komitmen pemrakarsa kegiatan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya RKL F.4.3 Materi Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Materi Bab 2 (Pendekatan Pengelolaan Lingkungan) memuat uraian tentang: Pendekatan lingkungan hidup yang digunakan adalah secara pendekatan teknologi, ekonomi dan institusi. (a). Pendekatan Teknologi Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak besar dan penting lingkungan hidup, seperti : a) Dalam rangka penanggulangan dampak banjir dan gangguan aksesibilitas, akan ditempuh cara misal: Untuk mengantisipasi adanya banjir, kelonggaran atas kriteria desain saluran air untuk daya tampung debit yang didasarkan pada curah hujan 50 hingga 100 tahunan di suatu lokasi tertentu, Untuk mengantisipasi adanya hambatan aksesibilitas penyeberangan pada trase jalan tol, dibuat konstruksi jalan penyeberangan dengan kriteria sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan/perkembangan wilayah yang akan menyeberang jalan tol ini (peruntukan jalan kaki, roda empat /lebih) b) Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki kerusakan sumberdaya alam, akan ditempuh cara, misal: Membangun terasiring atau penanaman tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi, Mereklamasi lahan bekas buangan dengan pengaturan tanah buangan dan penutupan tanah. Dalam rangka meningkatkan dampak positip berupa peningkatan nilai tambah dari dampak positip yang telah ada, misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari dampak positip tersebut. Teknologi yang akan dipilih adalah teknologi yang telah dikuasai dan materialnya tersedia. Biaya yang dibutuhkan sedapat mungkin bisa terjangkau, serta menghindari pembiayaan yang berkesinambungan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 9 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (b). Pendekatan Sosial Ekonomi Pada pendekatan sosial ekonomi ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial, misal : Melibatkan masyarakat di sekitar rencana kegiatan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keahlan dan ketrampilan yang dimiliki, Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milikmpenduduk untuk keperluan kegitan dengan prinsip saling menguntngkan kedua belah pihak, Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar kegiatan sesuai dengan kemampuan proyek, Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial. (c). Pendekatan Institusi Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yanag akan ditempuh dalam rangak menanggulangi dampak besat dan pennting lingkungan hidup, misal : Kerjasama dengan instansi-instansi terkait yang berkepentingan (Dinas Perhubungan, Dinas Pengairan, PLN (Persero), Dinas Kehutanan, Dinas Tata Kota dll) dalam pengelolaan lingkungan. Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan dari instansi yang berwenang. Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara periodik kepada pihak-pihak yang berkepentingan. F.4.4 Materi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Materi Bab 3 (RKL) memuat uraian tentang: a) Sumber dampak, uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya dampak besar dan penting, b) Tolok ukur, jelaskan tolok ukur yang digunakan untuk mengukur komponen lingkungan hidup yang terkena dampak, c) Tujuan rencana pengelolaan lingkungan, uraian spesifik tujuan dikelolanya dampak besar dan penting, d) Pengelolaan lingkungan, jelaskan upaya pengellaan yang dapat dilakukan melalaui pendekatan tenologi, sosial ekonomi ataupun institusi, e) Lokasi pengelolaan lingkungan, jelaskan rencana lokasi pengelolaan lingkungan dan lengkapi dengan peta, f) Periode pengelolaan lingkungan, uraikan kapan dan berapa lama kegiatan pengelolaan dilaksanakan, g) Pembiayaan, yang merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemrakarsa, h) Institusi pengelolaan lingkungan hidup, cantumkan institusi atau kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 10 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan F.4.5 Pustaka Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RKL. F.4.6 Lampiran Lampiran tentang : a) Ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut : jenis dampak, sumber dampak, tolok ukur, tujuan pengelolaan lingkungan, rencana pengelolaan, lokasi, periode dan institusi pengelolaan lingkungan b) Data dan informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL seperti peta-peta rancangan teknis dll F.5 Penyusunan Konsep RPL F.5.1. Dokumen RPL terdiri dari 4 bab sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan; Bab 2 : Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup; Bab 3 : Daftar Pustaka; Bab 4 : Lampiran. F.5.2 Materi Pendahuluan Materi Bab 1 (Pendahuluan) terdiri dari: a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan RPL, baik ditinjau dari kepentingan pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan maupun untuk kepentingan umum dalam rangka menunjang program pembangunan, b) Uraian secara sistematis, singkat, dan jelas tentang tujuan RPL yang akan diupayakan pemrakarsa sehubungan dengan pengelolaan rencana kegiatan, c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pemantauan lingkungan hidup baik bagi pemrakarsa, pihak-pihak yang berkepentingan, maupun bagi masyarakat. F.5.3 Materi Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Materi Bab 2 (RPL) memuat uraian tentang: a) Dampak besar dan penting yang dipantau, Cantumkan secara singkat : Jenis komponen atau parameter lingkungan hidup yang dipandang strategis untuk dipantau, Indikator dari komponen dampak besar dan penting yang dipantau, suatu alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk tentang suatu kondisi. Contoh indikator muka air tanah, adalah penurunan sumur penduduk, dll. b) Sumber dampak, Uraian secara singkat sumber penyebab timbulnya dampak besar dan penting: Apabila dampak yang timbul sebagai akibat langsung dariu kegiatan, maka uraikan secara singkat jenis kegiatan yang merupakan penyebab timbulnya dampak, PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 11 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Apabila dampak yang timbul sebagai akibat berubahnya komponen lingkungan hidup lai, maka utarakan secara singkat komponen atau parameter lingkungan hidup yang merupakan penyebab timbulnya dampak. c) Parameter lingkungan yang dipantau Uraian secara jelas tentang parameter lingkungan hidup yang dipantau. Parameter ini dapat meliputi aspek biologi, kimia, fisika dan aspek sosial ekonomi dan budaya. d) Tujuan rencana pematauan lingkungan Uraian secara spesifik tujuan dipantaunya dampak besar dan penting, e) Metode pemantauan lingkungan Uraian secara singkat dan jelas metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data berikut jenis peralatan, atau formulir isisan yang digunakan. Selain itu uraiak pula metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran berikut peralatan dan rumus yang digunakan dalam proses analisis data. (lihat konsistensi dengan metode yang digunakan di saat penyusunan ANDAL). f) Lokasi pemantauan lingkungan Mencantumkan lokasi pemantauan yang tepat disertai peta berskala yang memadai dan menunjukkan lokasi pemantauan yang dimaksud. g) Jangka waktu dan frekuensi pemantauan Uraian tentang jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut dengan frekuensinya per satuan waktu. h) Institusi pemantauan lingkungan hidup Cantuman institusi atau kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pemantauan lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Institusi pemantauan tersebut meliputi pelaksana, pengawas, dan institusi yang dilapori hasil kegiatan pemantauan. F.5.4 Pustaka Uraian sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RPL. F.5.5 Lampiran Lampiran tentang : a) Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan kolom sebagai berikut : dampak besar dan penting yang dipantau, sumber dampak, tujuan pemantauan lingkungan, rencana pemantauan (meliputi metoda pengumpulan data, lokasi, metoda analisis), dan institusi pemantauan lingkungan, b) Data dan informasi penting untuk dilampirkan karena menunjang isi dokumen RPL. F.6 Presentasi dan Perbaikan ANDAL dan RKL/RPL F.6.1 Dokumen ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusun harus disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai AMDAL. Pemrakarsa akan menerima tanda bukti penerimaan dokumen ANDAL dan RKL/RPL dari komisi penilai. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 12 Lampiran F – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan F.6.2 ANDAL dan RKL/RPL tersebut pada butir F.6.1 akan dinilai oleh komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati kajian ANDAL dan RKL/RPL yang akan dilaksanakan. F.6.3 Untuk keperluan penilaian tersebut di atas, pemrakarsa (dengan bantuan konsultan) harus mempresentasikan ANDAL dan RKL/RPL yang telah disusunnya. F.6.4 Keputusan atas penilaian yang telah dipresentasikan oleh pemrakarsa wajib diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambatlambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya ANDAL dan RKL/RPL tersebut. F.6.5 Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut pada butir F.6.4, maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima ANDAL yang dimaksud. F.6.6 Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa ANDAL dan RKL/RPL yang disusun oleh pemrakarsa masih perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan tanggapan/saran dari Komisi Penilai. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN ANDAL, RKL DAN RPL BIDANG JALAN 13 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran G Pedoman Teknis Analisis Dampak Sosial Bidang Jalan G.1 Penjelasan Umum Pelaksanaan kegiatan analisis dampak sosial ini merupakan bagian dari Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan analisis dampak lingkungan (ANDAL) pada tahap kelayakan dari siklus pengembangan proyek Penanggung jawab utama kegiatan analisis dampak sosial adalah Unit Pelaksana Kegiatan (Proyek) Studi Kelayakan/AMDAL, dan dapat dibantu oleh Tim Penyusun dari luar (Konsultan atau Lembaga Perguruan Tinggi) dengan melibatkan Ahli Sosiologi, Ahli Sosial Ekonomi, Ahli Transportasi, Ahli Kesehatan Masyarakat dan Ahli Lingkungan. Langkah-langkah kegiatan analisis dampak sosial adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. G.2. Identifikasi dan penetapan parameter sosial. Survai dan pengumpulan data Analisa kondisi rona lingkungan sosial. Perhitungan dan prakiraan besarnya perubahan setiap parameter sosial. Evaluasi hasil dan perumusan mitigasi dampak. Identifikasi dan Penetapan Parameter Sosial Identifikasi dan penetapan parameter sosial meliputi kajian data awal, penetapan batas wilayah studi, identifikasi komponen rencana kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan dampak, identifikasi sub komponen sosial yang berpotensi terkena dampak, dan penilaian tingkat kepentingan parameter. G.2.1 Kajian Data Awal Penentuan sub komponen yang dianalisis harus didasarkan pada prakiraan perubahan yang terjadi terhadap komponen lingkungan sosial yang disebabkan oleh adanya kegiatan pembangunan jalan. Prakiraan awal ini dapat dilakukan secara analogi ataupun penetapan tenaga ahli. G.2.2 Penetapan Batas Wilayah Studi (a). Penetapan Wilayah Studi Wilayah studi ditentukan sesuai keputusan Kepala Bapedal No. 299/11/1996, yaitu mempertimbangkan hubungan ekologis langsung (interaksi) antara daerah koridor proyek dengan daerah di sekitarnya, termasuk akses koridor, quarry ataupun fasilitas pendukung lainnya. (b). Pembagian Segmen Wilayah Studi Pembagian segmen dalam proses identifikasi ini mengikuti prosedur berikut: PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 1 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Wilayah studi diplotkan pada peta koridor dan diberikan batasan yang jelas, dapat berupa perbedaan warna maupun notasi garis. Pada tahap awal, wilayah studi dibagi berdasarkan garis batas administrasi wilayah kelurahan/desa sebagai segmen. Jika dianggap wilayah kelurahan/desa ini masih terlalu besar, maka wilayah ini dapat dibagi menjadi sub segmen-sub segmen yang lebih kecil (wilayah RW atau koloni permukiman). Melakukan pengamatan terhadap lokasi, setiap segmen dan sub segmen. Melakukan wawancara tak terstruktur terhadap para pamong warga setempat (RT/RW) untuk mendapatkan gambaran parameter sosial yang perlu dianalisis. Melakukan uji petik kepada masyarakat setempat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Jika ditemukan adanya homogenitas pada segmen yang berdekatan, dilakukan penggabungan segmen/sub segmen. Jika ditemukan adanya parameter yang berbeda dan mendasar pada satu segmen, dilakukan pembagian segmen. (c). Pengertian Batas Wilayah Studi : Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan (proyek jalan) akan melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Ruang kegiatan proyek ini merupakan sumber dampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam proyek jalan, batas proyek dimaksud antara lain mencakup: DAMIJA/DAWASJA, lokasi basecamp, lokasi quarry, dan borrow area (yang dikelola proyek), rute pengangkutan material. Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari kegiatan proyek menurut media transportasi limbah (air dan udara) dan/atau menurut timbulnya kerusakan sumber daya atau, dimana proses-proses alami yang berlangsung didalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Batas sosial adalah ruang di sekitar proyek yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial) yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat proyek. Batas sosial dapat menyebar dibeberapa lokasi dan dapat lebih luas dari batas proyek atau ekologis. Batas administratif adalah ruang dimana lembaga-lembaga masyarakat tertentu mempunyai kewenangan tertentu untuk mengatur/mengelola sumber daya alam dan lingkungan tertentu berdasarkan peraturan perundangan yang ada. Di dalam ruang tersebut masyarakat secara leluasa dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Misalnya batas administrasi pemerintahan daerah, batas kawasan industri, kawasan pelabuhan/bandar udara. Batas wilayah studi adalah merupakan resultante dari batas proyek, batas ekologis, batas sosial, batas administratif, berdasarkan kendala teknis yang dihadapi (dana, waktu dan tenaga yang tersedia). G.2.3 Identifikasi Komponen Rencana Kegiatan Proyek Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 2 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Proses identifikasi dilaksanakan dengan cara kajian deskriptif terhadap seluruh komponen rencana kegiatan pembangunan jalan berdasarkan tahapan kegiatan dan kerangka waktunya. Kajian ini dapat dilengkapi dengan peta identifikasi sebaran ruangnya. Hasil dari langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut: (a). Kegiatan proyek, mencakup: Jenis rencana kegiatan (pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan yang ada) Lokasi dan luas areal proyek (panjang jalan dan lebar DAMIJA) Komponen dan dimensi pekerjaan utama (b).Tahapan Pelaksanaan Proyek, mencakup: Tahap pra konstruksi Tahap konstruksi Tahap pasca konstruksi (c). Metode kerja, peralatan dan meterial yang digunakan (d). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan pada setiap tahap pekerjaan (e). Lamanya kegiatan (jadwal) Kegiatan proyek jalan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial, antara lain sebagai berikut: (a). Tahap pra konstruksi, meliputi: Penentuan lokasi trase jalan Pengadaan tanah Pemindahan penduduk (b). Tahap konstruksi b.1. Persiapan konstruksi Mobilisasi tenaga kerja Pembersihan lahan Pembuatan pengalihan jalan sementara Pengoperasian base camp b.2. Pelaksanaan Konstruksi Penyiapan tanah dasar Pekerjaan tanah (galian dan timbunan) Pekerjaan lapis perkerasan Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek) Pembuatan bangunan pelengkap jalan Pengangkutan meterial proyek. Pemancangan tiang panjang Pekerjaan bangunan jembatan (c). Tahap pasca konstruksi, meliputi : Pengoperasian jalan Pemeliharaan jalan PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 3 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan G.2.4 Identifikasi Sub Komponen Sosial yang Berpotensi Terkena Dampak Sub komponen sosial yang akan dianalisis sebagaimana telah diuraikan pada G.2.1 Metode/alat yang digunakan untuk membantu identifikasi dapat berupa: (a). Daftar Uji Daftar uji (checklist) adalah pengidentifikasian dampak yang mungkin terjadi dari proyek yang dikerjakan terhadap komponen yang dimuat dalam suatu daftar dampak. Daftar uji dibuat berdasarkan penetapan ahli, tanpa pengumpulan data terlebih dahulu. (b). Matriks Interaksi Metode ini mengidentifikasikan interaksi antara penyebab dampak (komponen kegiatan) dengan komponen lingkungan. Identifikasi dengan matriks interaksi terbatas pada dampak langsung, bukan pada dampak turunan. (c). Bagan Alir Dampak Bagan alir adalah metoda identifikasi dampak yang menggunakan suatu pola aliran untuk melihat dampak turunan dari tahapan kegiatan pembangunan. Bagan alir pada pembangunan jalan dimulai dengan membagi tahapan kegiatan menjadi tiga, yaitu: Tahapan pra konstruksi Tahapan konstruksi Tahapan pasca konstruksi Dampak langsung yang muncul pada masing-masing tahapan kegiatan disebut perubahan tingkat pertama. Perubahan tingkat pertama diuraikan lagi untuk melihat perubahan lanjutan yang ditimbulkannya, perubahan ini disebut juga sebagai perubahan tingkat kedua. Demikian seterusnya hingga ditemukan perubahan tingkat ketiga. G.2.5 Penilaian Tingkat Kepentingan Parameter Penilaian tingkat kepentingan parameter, dapat dilakukan dengan cara pembobotan. Dasar dari pembobotan terhadap kepentingan parameter sosial adalah tingkat kepentingan dan besarnya perhatian masyarakat terhadap permasalahan yang dihadapi. Skala bobot kepentingan dimaksud, selanjutnya menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban. Pelaksanaan penilaian/pembobotan, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni: (a). Pembobotan oleh Ahli (b). Pembobotan dengan Studi Kepentingan Bobot kepentingan parameter sosial (BPPS) didapat dari perhitungan nilai jawaban pertanyaan pada kuesioner. Penilaian untuk setiap jawaban dilakukan menggunakan skala bobot kepentingan. Melalui prinsip penghitungan yang sama, dilakukan penghitungan bobot kepentingan parameter sosial untuk lokasi observasi. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 4 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan G.3 Survai dan Pengumpulan Data G.3.1 Kerangka Proses Proses utama dari pengumpulan data ini adalah melakukan observasi dan wawancara. Proses ini perlu dipersiapkan secara khusus, karena umumnya dilakukan suatu wawancara terstruktur yang melibatkan banyak sampel dan wilayah kerja yang luas. Pemilihan sampel representatif, teknik penelusuran sampel, dan teknik penyusunan kuesioner perlu mendapatkan perhatian. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang koridor proyek dan kemungkinan wilayah yang secara langsung terkena proyek, perlu dilakukan penelusuran tapak. G.3.2 Pembagian Wilayah Studi Untuk dapat melakukan sampling dengan baik, maka koridor ruas jalan yang panjang perlu dibagi dalam beberapa zona lokasi survai. Cara pembagian wilayah studi menjadi lokasi survai didasarkan pada klasifikasi perkotaan-perdesaan, batas wilayah administratif, dan keragaman tata guna lahan. Pembagian sub lokasi ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat homogenitas wilayah yang paling baik. Pengelompokan lokasi survai dapat dilakukan apabila diyakini bahwa lokasi tersebut tipikal dengan lokasi-lokasi yang diwakilinya. Dengan cara tersebut, analisis dan mitigasi akan dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan mewakili kondisi/kebutuhan populasi yang ditinjau. Apabila dipilih cara ini, maka kelompok populasi yang dianggap homogen sekurangkurangnya diwakili oleh 2 lokasi sampel, dengan maksud apabila diperlukan uji perlakuan, salah satu di antara 2 daerah sampel tersebut dapat dijadikan kontrol. G.3.3 Kriteria Pemilihan Sampel Setelah sub lokasi sampling dapat diidentifikasi, jumlah sampel ditentukan. Dalam penelitian sosial ukuran sampel representatif umumnya tidak ditentukan. Untuk dapat meyakini representatif tidaknya ukuran sampel, karakteristik populasi harus diakui dan diyakini bahwa setiap kelompok sampel memang cukup homogen dengan populasinya. Sampel yang diwawancarai sekurang-kurangnya berusia cukup untuk dapat memahami pertanyaan, sebagai kepala keluarga atau sebagai ibu rumah tangga. G.3.4 Prosedur Pelaksanaan Survai (a). Prosedur Administrasi Tim akan dibekali surat pengantar oleh pemrakarsa untuk mengurus perijinan ke instansi-instansi yang berkepentingan. Untuk itu, tim studi perlu mempersiapkan rencana survai yang disetujui pemrakarsa. (b). Pekerjaan Pendahuluan Responden wajib mengetahui gambaran rencana proyek yang akan dilaksanakan di lokasi tersebut. Karenanya, apabila pemrakarsa proyek belum pernah memberikan penyuluhan dan temu muka dengan masyarakat di lokasi tersebut, tim berkewajiban untuk memberikan gambaran proyek kepada responden. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 5 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (c). Pengumpulan Data Sekunder Data Sekunder menyangkut lokasi survai dapat diambil dari beberapa sumber, antara lain: Monografi Desa Data Desa di Kecamatan Badan Pusat Statistik Kab/Kota Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab/kota Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Kab/kota Dinas Kesehatan Kab/kota Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab/kota Dinas-dinas lain yang berkaitan dengan permasalahan yang teridentifikasi (d). Inventarisasi Tapak Unit observasi dalam inventarisasi tapak pada kajian aspek sosial proyek jalan adalah suatu wilayah memanjang. Penelusuran untuk listing yang disarankan adalah dengan membagi wilayah secara memanjang dengan kisaran interval 25 s.d. 50 meter. Sel/blok yang terbentuk akan terbagi pada kiri dan kanan (rencana) jalan. Kemudian setiap sel disisir secara merata dengan patokan koridor proyek. (e). Wawancara Tidak Terstruktur Unit observasi biasanya dipilih berdasarkan strata, seperti kondisi permukiman permanen, semi-permanen, dan non permanen. Kriteria strata lain yang biasa digunakan adalah usia responden, atau pun jenis pekerjaan. Pencatatan dan risalah adalah laporan yang diharapkan dari hasil wawancara tak terstruktur ini. Muatannya berupa data hasil wawancara, analisis dan kesimpulan yang mengandung parameter dan asumsinya. (f). Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur dilakukan dengan bantuan kuesioner. Berkaitan dengan pelaksanaan metode prediksi/evaluasi dampak lingkungan sosial ini, metode ini dilakukan untuk mendapatkan bobot kepentingan parameter sosial (BPPS). Wawancara semacam ini dimaksudkan untuk memudahkan responden menangkap maksud pertanyaan kuesioner, sehingga tidak terjadi kesalahan jawaban. (g). Pelaksanaan Uji Tingkat Kepuasan Evaluasi terhadap nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS) eksisting dilakukan dengan melakukan survai terhadap tingkat kepuasan masyarakat pada kondisi eksisting. Hasil uji ini dipergunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya kesalahan pada data atau pun proses perhitungan DDLS. Uji tingkat kepuasan dilakukan dengan mengajukan daftar isian kepada responden. Daftar isian memuat parameter yang dinilai dari setiap sub komponen, dan responden dihadapkan pada pilihan opini. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 6 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan G.3.5 Kritreria Data Sekunder dan Perangkat Survai (a). Kriteria Data Sekunder Data sekunder yang dipergunakan dalam Kajian Aspek Sosial disyaratkan untuk memenuhi beberapa ketentuan berikut : Dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau lembaga swasta secara resmi (sah) Memuat keterangan waktu up date terakhir Metoda pengumpulan datanya dapat ditelusuri. (b). Kriteria Kuesioner BPPS Syarat umum kuesioner sosial adalah bahwa pertanyaan jelas, tidak rancu dan menyediakan jawaban yang dapat dipilih dengan mudah (mewakili aspirasi responden), serta tidak menggiring responden untuk memilih jawaban tertentu. Kunci pokok penyusunan kuesioner dampak sosial ini adalah jenis pertanyaan yang diajukan untuk menilai persepsi masyarakat terhadap proyek. Kuesioner tersebut memuat data pokok, berupa identitas responden, persepsi tingkat kepentingan parameter, dan persepsi terhadap kondisi eksisting. (c). Kriteria Daftar Isian Uji Tingkat Kepuasan Daftar isian untuk uji tingkat kepuasan responden terhadap kondisi eksisting dapat diisikan secara langsung oleh pewawancara, atau diserahkan kepada responden untuk mengisi sendiri. Pada prinsipnya, responden diminta untuk menilai kondisi eksisting, karena itu daftar isian ini harus secara jelas memberikan tolok ukur penilaian, serta harus secara mudah dapat dicerna oleh masyarakat awam. G.4 Analisis Rona Lingkungan dan Prediksi Dampak G.4.1 Proses Analisis Metode prediksi dan evaluasi dampak sosial ini secara konsep dikembangkan berdasarkan Metode Battele yang diintegrasikan dengan konsep Rekayasa Nilai untuk menghitung kinerja lingkungan yang ditampilkan sebagai Bobot Kepentingan Parameter Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) Lingkungan. Selanjutnya, kedua nilai tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS). Sedangkan dampak yang diindikasikan oleh nilai Besaran Dampak (BD) adalah faktor pereduksi Daya Dukung Lingkungan. Penetapan DDLS sebagai indikator prediksi merupakan bagian inti dari konsep pengembangan metoda prediksi dan evaluasi sosial. Daya Dukung dalam hal ini adalah nilai akhir dalam perhitungan kinerja lingkungan setelah memperhitungkan berbagai faktor, seperti identifikasi kebutuhan (BPPS) dan Standar (NRA). Studi kepentingan menjadi mutlak diperlukan, untuk mengidentifikasi BPPS suatu wilayah survei untuk mendapatkan nilai daya dukung lingkungan, akan diperlukan Bobot Kepentingan Parameter Sosial (BPPS) dan Nilai Rona Awal (NRA) lingkungan. Sasaran akhir dari metoda ini adalah mendapatkan Prioritas Penanganan Dampak yang dituangkan dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) atau Rencana Pengelolaan PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 7 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lingkungan (RKL). Prioritas penanganan sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain : Termasuk kategori dampak penting Memiliki simpul (interseksi) terbanyak dengan sub komponen lain Berdasarkan perhitungan daya dukung termasuk dalam prioritas (mengalami penurunan daya dukung terbesar) G.4.2 Komponen Analisis (a). Bobot Kepentingan Parameter Sosial (BPPS) Nilai BPPS dihasilkan dari proses pembobotan parameter. Angka yang memberikan indikasi besarnya kepentingan populasi terhadap sub komponen lingkungan yang akan dipengaruhi oleh proyek. Perbedaan angka BPPS menunjukkan perbedaan tingkat kepentingan secara relatif, dan dapat dipertimbangkan dalam rangking tingkat kepentingan masyarakat di lokasi tersebut. BPPS dalam metoda prediksi ini merupakan komponen penting yang akan mempengaruhi besaran daya dukung lingkungan karena merupakan pembagi komponen rona lingkungan. (b). Nilai Rona Lingkungan (NR) Rona ditampilkan dalam bentuk NILAI RONA yang terdiri atas Nilai Rona Awal (NRA) dan Nilai Rona Prediksi (NRP). Nilai rona sendiri ditentukan berdasarkan hasil perbandingan kondisi lapangan dengan standar-standar yang berlaku, baik berupa baku mutu, peraturan daerah ataupun standar-standar internasional. Nilai Rona Awal merupakan rasio kondisi nyata sub komponen lingkungan dengan kondisi yang diperhitungkan/dipersyaratkan sebagai standar pada sub komponen yang sama. Kondisi standar yang dimaksudkan dalam hal ini mengacu kepada ketetapan pemerintah, baik berupa target ataupun standar (misalnya standar penyediaan sarana dasar pekerjaan umum). (c). Daya Dukung Lingkungan Sosial (DDLS) Nilai Daya Dukung Lingkungan adalah koreksi NR (Nilai Rona) oleh BPPS (Bobot Kepentingan Parameter Sosial). Nilai ini akan menunjukkan besarnya daya dukung lingkungan terhadap kehidupan sosial masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap parameterparameter yang diukur. Untuk kepentingan analisis ini, Daya Dukung Lingkungan dibagi atas beberapa bagian, antara lain : 1. Daya Dukung Lingkungan Sosial Awal (DDLSaw) Didasarkan atas kondisi/rona pada saat proyek belum dilaksanakan sama sekali. Kondisi ini adalah kondisi acuan yang dipergunakan dengan anggapan tidak dilakukan sesuatu terhadap wilayah tersebut (tidak dibangun proyek). 2. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pra Konstruksi (DDLSpk) Daya Dukung Lingkungan pada saat pekerjaan pra konstruksi dilakukan di daerah tersebut seperti pengukuran, mobilisasi dan pembebasan lahan. 3. Daya Dukung Lingkungan Sosial Konstruksi (DDLSk) Perhitungan Daya Dukung ketika masa konstruksi sedang berlangsung, dihitung berdasarkan kemungkinan terjadinya pada saat konstruksi. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 8 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 4. Daya Dukung Lingkungan Sosial Pasca Konstruksi (DDLSpk) Perhitungan dan perkiraan Daya Dukung Lingkungan setelah berakhirnya masa konstruksi atau proyek dioperasikan. DDL dihitung dengan membagi nilai rona dengan bobot kepentingan parameter sosial (DDLS = NR/BPPS). Perumusan merupakan konsep rekayasa nilai yang didasarkan atas pertimbangan bahwa kinerja lingkungan harus memenuhi kebutuhan manusia yang akan menggunakannya. Jadi, dalam konsep ini lingkungan diasosiasikan sebagai produk yang sebaiknya dapat mendukung kebutuhan hidup manusia. (d). Selisih Daya Dukung Lingkungan (SDDL) Konsep prediksi pada metoda ini adalah melakukan perbandingan antara daya dukung lingkungan sosial (DDLS) pada saat awal dengan keadaan pada saat pra konstruksi, konstruksi, dan setelah proyek dioperasikan (pasca konstruksi). Nilai negatif akan muncul pada Selisih Daya Dukung (SDD) apabila terjadi perubahan pada lingkungan yang bersifat sebagai dampak, dan akan muncul nilai positif apabila muncul sebagai manfaat. Jadi : SDD = DDLSprediksi – DDLSaw (e). Rasio Perubahan Daya Dukung Lingkungan (RDDL) Besaran dampak yang muncul pada tiap parameter ditafsirkan dari nilai hasil bagi SDD/DDLSaw. Nilai ini adalah nilai relatif penurunan Daya Dukung Lingkungan (RDDL) yang bersangkutan dengan parameter yang ditinjau. Pada komponen lain, nilai relatif ini disebut sebagai intensitas dampak, yang menunjukkan besarnya perubahan yang terjadi dikaitkan dengan satuan ukuran yang dipergunakan. RDDL = SDD/DDLSaw G.5 Evaluasi dan Mitigasi Dampak G.5.1 Pengujian Daya Dukung Lingkungan Eksisting Evaluasi ini dimaksudkan untuk pengujian terhadap hasil perhitungan daya dukung lingkungan eksisting (DDLSaw). Pengujian dilakukan melalui uji tingkat kepuasan dengan dengan mengajukan daftar isian/wawancara kepada responden. Interpretasi terhadap data primer dilakukan dengan memberikan nilai (skor) pada jawaban setiap responden. Interpretasi terhadap hasil rata-rata tingkat kepuasan diukur berdasarkan nilai rata-rata maksimum dan minimum. Karena itu, interprertasi terhadap hasil perata-rataan akan dilakukan berdasarkan skala ukur. G.5.2 Evaluasi Dampak Dalam proses evaluasi ini, terdapat 2 (dua) terminologi kunci, yakni besaran dampak dan derajat kepentingan dampak. Pada komponen sosial, intensitas dampak sulit diukur secara langsung. Pada proses analisis, hasil prakiraan besaran dampak terhadap subkomponen terformulasikan dalam wujud rasio penurunan daya dukung (RDDL). RDDL adalah merupakan produk dari proses perhitungan sederhana. RDDL ini layak dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan evaluasi besaran dampak sebagai pengganti intensitas dampak. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 9 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Besaran dampak adalah pernyataan kualitatif dari intensitas dampak untuk memudahkan identifikasi dampak penting. Besaran ini hanya memberikan penegasan bagi besar tidaknya dampak terhadap suatu populasi pada sub-komponen yang ditinjau. Berdasarkan evaluasi terhadap rasio penurunan daya dukung ini, maka besaran dampak dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori, yakni : Dampak dikatakan kecil, apabila perubahan yang terjadi tidak berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan (daya dukung lingkungan prediksi =) Dampak tergolong sedang, apabila perubahan (RDDL) yang terjadi dapat ditolerir oleh lingkungan dan dengan segera dapat diantisipasi oleh lingkungan itu sendiri. Dampak dikatakan besar, apabila lingkungan tidak dapat memberi toleransi terhadap perubahan (RDDL) dan diperlukan suatu upaya (usaha) perbaikan terhadapnya. Selanjutnya untuk menilai (evaluasi) tingkat pentingnya dampak, digunakan Keputusan Ketua Bappedal No. Kep-056/1994, yakni : Jumlah manusia yang terkena dampak Luas sebaran dampak Lamanya dampak berlangsung Intensitas / besaran dampak Banyaknya komponen lingkungan terkena dampak Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Kriteria evaluasi dampak penting sebagai penjabaran lebih lanjut dari kriteria dasar tersebut di atas dengan ketentuan bahwa apabila salah satu kriteria dimaksud terpenuhi, maka suatu dampak tergolong kategori penting. Selanjutnya, apabila terdapat lebih dari suatu kriteria yang terpenuhi, maka hal tersebut menunjukkan tingkat (skala) prioritas penanganan dampak. G.5.3 Penanganan Dampak (Mitigasi) Mitigasi dampak dalam AMDAL dimaksudkan untuk minimasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan yang terkena dampak kegiatan, baik pada saat pra-konstruksi, masa konstruksi, maupun pasca konstruksi. Secara konsep, mitigasi dilakukan dengan prioritas sebagai berikut : (a). Mitigasi untuk mencegah dampak Prioritas ini adalah utama, artinya sedapat mungkin semua dampak yang diperkirakan dapat dicegah generasinya sehingga tidak dibutuhkan biaya perbaikan (recovery) (b). Mitigasi untuk meminimasi dampak Dampak kadangkala tak dapat dihindarkan. Namun dengan penanganan terhadap kasus yang terjadi dan penyelesaian secara sistematis dampak yang lebih besar dapat dihindarkan. (c). Mitigasi untuk perbaikan dampak Perbaikan pada umumnya dapat dilakukan oleh lingkungan sebagai bagian dari daya tahan lingkungan terhadap gangguan. Demikian pula dengan populasi. Namun seringkali terjadi pergeseran kesetimbangan, sehingga kadangkala diperlukan upaya pemaksaan PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 10 Lampiran G – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan untuk mengembalikan kondisi lingkungan kembali seperti semula. (d). Kompensasi Kompensasi dilakukan apabila tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan terhadap komponen lingkungan pada lokasi kegiatan untuk mengembalikan daya dukung lingkungan kembali seperti semula. Kompensasi umumnya dikaitkan dengan penggantian kerugian yang timbul baik dengan uang ataupun dengan fasilitas yang tujuannya memaksa agar daya dukung lingkungan dapat diperbaiki. Mitigasi dilaksanakan secara teknologi, sistem atau pun penggabungan dari keduanya. Untuk memilih prioritas mitigasi, sangat perlu untuk meneliti secara akurat derajat kepentingan dampak intensitas dampak, dan menguraikan kembali dampak penting yang timbul pada suatu bagan alir dampak untuk mendapatkan simpul-simpul dampak sekunder atau pun tersier. Dengan demikian, mitigasi akan diprioritaskan pada dampak yang menuju pada dampak sekunder atau tersier yang sama. PEDOMAN TEKNIS ANALISIS DAMPAK SOSIAL BIDANG JALAN 11 CONTOH MATRIKS UPAYA PENANGANAN DAMPAK SOSIAL DARI KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN TAHAP PRAKONSTRUKSI KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK KOMPONEN LINGKUNGAN YANG TERKENA DAMPAK Penentuan lokasi trase jalan Sosial ekonomi Keresahan masyarakat Pengadaan tanah sosekbud Pemindahan penduduk Sosekbud Mobilisasi tenaga kerja Sosekbud PENGELOLAAN Konsultasi masyarakat, terutama PTP Hilangnya mata pencaharian Keresahan masyarakat (PTP) Terganggunya fasilitas sosekbud Gangguan Kantibmas Keresahan masyarakat (PTP) KONSTRUKSI ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK PRAKIRAAN DAMPAK yang akan dipindahkan Keresahan masyarakat terhadap lokasi pemindahan Perubahan/kehilangan mata pencaharian Terganggunya pranata sosial Gangguan Kamtibmas Keresahan/kecemburuan sosial Konsultasi masyarakat, terutama PTP Pemberian ganti rugi yang memadai Rehabilitasi fasilitas sosekbud Memberikan kesempatan kerja pada tahap konstruksi proyek Konsultasi masyarakat, terutama terhadap PTP yang akan terpindahkan Pemilihan lokasi pemindahan yang sesuai Memberikan fasilitas sosekbud dan kemudahan di lokasi baru. Pembinaan/rehabilitasi sosial ekonomi PTP yang terpindahkan Pemberian kesempatan kerja di proyek bagi tenaga kerja lokal A.Persiapan Konstruksi PEMANTAUAN Sikap/persepsi masyarakat (PTP) Mata pencaharian PTP Sikap PTP terhadap nilai ganti rugi Realisasi dan fungsi fasilitas sosekbud Tingkat pendapatan PTP Sikap / persepsi masyarakat (PTP) akan yang terpindahkan Kesulitan dan hambatan di lokasi baru Mata pencaharian dan pendapatan PTP di lokasi baru Pemenuhan kebutuhan fasilitas prasarana sosial budaya Sikap/ persepsi masyarakat Keterlibatan tenaga lokal pada proyek Pengoperasian basecamp Pembersihan lahan serta pembuatan jalan masuk Lingkungan pemukiman penduduk Sumber daya air dan kesehatan lingkungan Sosial budaya Lingkungan fisikkimia Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan kualitas air dan kualitas sanitasi lingkungan Kecemburuan sosial Penurunan Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan Rusak/terganggunya umum utilitas Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Pembatasan jam kerja Menampung limbah oli/minyak dan MCK bergerak Pemilihan lokasi yang agak jauh dari pemukiman Penyuluhan terhadap pendatang Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Penyiraman secara berkala Pemindahan utilitas umum atau perbaikan utilitas umum Keluhan masyarakat thd kualitas udara dan kebisingan Keluhan masyarakat thd Kualitas air dan limbah padat Sikap penduduk setempat Keluhan masyarakat thd kualitas udara dan kebisingan masyarakat thd fungsi utilitas umum Sikap/persepsi TAHAP B.Pelaksanaan Konstruksi KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK Pekerjaan tanah (galian dan timbunan) KOMPONEN LINGKUNGAN YANG TERKENA DAMPAK PRAKIRAAN DAMPAK ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK Lingkungan fisikkimia Meningkatnya pencemaran debu PENGELOLAAN dan kebisingan Terganggunya Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Penyiraman secara berkala aliran air permukaan terganggunya stabilitas lereng Pengaturan pelaksanaan dan galian rusak/terganggunya Pekerjaan lapis perkerasan utilitas sosial ekonomi umum kemacetan lalu lintas sumber daya air terganggunya/terpotongnya Lingkungan fisik kimia air tanah penurunan muka air tanah (sumur penduduk) Meningkatnya pencemaran udara (debu) dan kebisingan Sosial ekonomi Timbulnya kemacetan lalu lintas - Pengangkutan tanah dan material bangunan Lingkungan fisik kimia dan sarana/ prasarana Meningkatnya pencemaran udara Pengelolaan quarry dan borrow area (yang dikelola proyek) Lingkungan pemukiman/peru mahan/bangunan umum meningkatnya pencemaran udara (debu) kebisingan Kerusakan jalan umum (debu), kebisingan pembangunan sistem drainase/goronggorong yang memadai pemotongan tebing sesuai kemiringan rencana perkuatan lereng galian penyiraman secara berkala pemindahan utilitas umum pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas rekayasa menghindari terpotongnya aliran air tanah pembuatan bak-bak penampung yang dapat dimanfaatkan penduduk di outlet Penyimaran permukaan jalan secara berkala Pengaturan kecepatan kendaraan Pengaturan lalu lintas dan pemasangan ramburambu lalu lintas Pengaturan pelaksanaan pekerjaan Penyiraman secara berkala Memperbaiki prasarana jalan yang rusak pengaturan pelaksanaan pekerjaan penyiraman secara berkala PEMANTAUAN Keluhan masyarakat thd kualitas udara dan kebisingan Keluhan masyarakat genangan air yang timbul thd. Keluhan thd. masyarakat longsoran yang timbul Sikap masyarakat thd fungsi fasilitas umum Sikap masyarakat thd kondisi lalu lintas ketersediaan air tanah bagi penduduk di outlet Keluhan masyarakat thd debu dan kebisingan Keluhan masyarakat thd kondisi lalu lintas Keluhan masyarakat thd kondisi kualitas udara dan kebisingan masyarakat thd kondisi prasarana jalan umum Sikap Keluhan masyarakat thd kondisi kualitas udara dan kebisingan TAHAP KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK KOMPONEN LINGKUNGAN YANG TERKENA DAMPAK sumber daya lahan ALTERNATIF PENANGANAN DAMPAK PRAKIRAAN DAMPAK PENGELOLAAN erosi lahan/longsoran serta perubahan fungsi lahan PEMANTAUAN pelaksanan secara bertahap dengan memperhatikan kemiringan tebing reklamasi lahan bekas galian Keamanan PASCA KONSTRUKSI lingkungan dan bangunan umum kerusakan jalan umum Pemancangan tiang pancang Lingkungan fisikkimia Timbulnya volume Pengaturan waktu pelaksanaan Penggunaan jenis tiang pancang yang Pekerjaan bangunan bawah/atas (jalan layang) Lingkungan sarana/prasarana Timbulnya kemacaetan lalu lintas Pengaturan Pengoperasian jalan Fisik – kimia Meningkatnya pencemaran udara Pembuatan noise barrier atau penanaman pohon, tertama yang berdekatan dengan lokasi pemukiman, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah pemasangan rambu-rambu lalu lintas pemasangan pagar pengaman pembuatan jembatan penyeberangan menata tata ruang (lansekap) damija Keluhan masyarakat thd kondisi pembuatan jembatan/terowongan pada keluhan masyarakat thd kondisi kebisingan pengaturan lokasi dan pengambilan yang tepat dan getaran sesuai lalu lintas dan pemasangan ramburambu lalu lintas (debu) dan kebisingan pemeliharaan jalan sosial-ekonomi meningkatnya kecelakaan lalu lingkungan dan sosekbud kondisi sosekbud timbulnya permukiman kumuh sosial ekonomi masyarakat dari pengaruh kestabilan tanah/tingkat erosi Kerugian masyarakat dari perubahan pemanfaatan lahan Keamanan masyarakat dari pengaruh tingkat erosi dan stabilitas bangunan di sungai Keluhan masyarakat thd kebisingan dan kerusakan bangunan milik Kelancaran lalu lintas lintas baru (di bawah jalan layang) terganggunya mobilitas / kekerabatan penduduk pada lokasi yang berseberangan (khususnya jalan tol) meningkatnya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas tempat dan fungsi yang sesuai dengan peruntukkannya (termasuk di masa mendatang) pengaturan lalu lintas pengaturan pelaksana pekerjaan kualitas udara dan kebisinganT intensitas kecelakaan fungsi lansekap damija aksesibilitas Keluhan masyarakat thd kondisi arus lalu lintas dan intensitas kecelakaan Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran H (Informatif) Pedoman Teknis Penilaian Dokumen AMDAL Bidang Jalan H.1 Dokumen AMDAL Dokumen AMDAL terdiri dari: a) Kerangka Acuan (KA) ANDAL; b) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL); c) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL); dan d) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). H.2 Penilaian Kerangka Acuan (KA) ANDAL H.2.1 Penilaian kelengkapan administrasi Kelengkapan administasi yang harus dipenuhi, antara lain: a) b) c) d) e) f) dokumen perizinan yang diperlukan sesuai dengan rencana kegiatan; Surat keputusan atau dokumen lain yang dipersyaratkan untuk izin lokasi sesuai dengan peruntukannya; dokumen pengumuman rencana kegiatan proyek; rangkuman hasil konsultasi mayarakat; peta-peta terkait antara lain: peta tata ruang, peta lokasi proyek, peta tata guna lahan, peta batas wilayah studi, peta geologi, peta topografi, dsb. daftar keahlian / riwayat hidup (curriculum vitae) para penyusun AMDAL beserta foto copy sertifikat kursus AMDAL yang pernah diikuti. H.2.2 Penilaian Isi Dokumen H.2.2.1 Pendahuluan Aspek-aspek yang harus dinilai pada bab pendahuluan adalah kelengkapan dan kejelasan tentang: a) Uraian tentang tujuan dan kegunaan rencana pembangunan jalan yang memberikan gambaran manfaat terhadap pembangunan lokal, regional maupun nasional; b) Peraturan perundangan tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan jalan, beserta alasan penggunaannya sebagai acuan dalam penyusunan ANDAL. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 1 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan H.2.2.2 Ruang lingkup studi Aspek-aspek yang harus dinilai dalam ruang lingkup studi ini adalah kejelasan mengenai: a) b) Komponen rencana kegiatan pembangunan jalan yang harus dikaji, yaitu berbagai jenis kegiatan yang diperkirakan potensial sebagai sumber dampak, meliputi: Tahap pra konstruksi, misalnya pengadaan tanah; Tahap konstruksi, misalnya galian dan timbunan tanah; Tahap pasca konstruksi, misalnya penggunaan jalan (volume lalu lintas kendaraan bermotor). Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak meliputi komponen geofisik-kimia, biologi dan sosial-ekonomi dan budaya. c) Kegiatan lain di sekitarnya dan interaksinya dengan rencana pembangunan jalan yang diusulkan. d) Kerangka konseptual analisis dan isu-isu pokok yang harus dikaji sesuai dengan hasil pelingkupan yang digambarkan antara lain dalam bentuk diagram alir, matrik, dll. e) Batas wilayah studi (spatial) baik batas proyek, batas ekologis, batas sosial maupun batas administrasi, setelah mempertimbangkan berbagai kendala teknis dan kejelasan waktu sesuai dengan tahapan kegiatannya H.2.2.3 Metode studi Aspek-aspek yang harus dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan tentang: a) Metode pengumpulan dan analisis data: Data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat beserta alasan-alasannya; Data sekunder: jenis dan sumber data. b) Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur; c) Penggunaan model matematis, analog, profesional judgement untuk prakiraan dampak penting; d) Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting. H.2.2.4 Pelaksanaan studi Aspek-aspek yang harus dinilai dalam pelaksanaan studi ini adalah: a) Identitas yang jelas mengenai pemrakarsa baik nama dan alamat instansi (proyek atau bagian proyek) maupun penanggungjawab pelaksanaan rencana pembangunan jalan yang bersangkutan. b) Pemenuhan persyaratan ketua tim studi: Memiliki sertifikat AMDAL B atau sederajat; PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 2 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Memiliki keahlian sesuai dengan isu pokok yang harus ditelaah; Berpengalaman menyusun AMDAL sekurang-kurangnya 5 (lima) studi; Berpengalaman memimpin tim studi. c) Pemenuhan persyaratan tim studi: Sekurang-kurangnya satu anggota tim memiliki keahlian di bidang rencana pembangunan jalan; Memiliki keahlian yang sesuai dengan isu pokok. d) Biaya studi Rincian komponen biaya studi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan studi; Sumber dana (APBN, APBD, swasta, atau bantuan luar negeri). e) Jadwal waktu pelaksanaan studi: Kejelasan tentang rencana pelaksanaan studi; Kejelasan dan ketepatan alokasi waktu sesuai dengan ruang lingkup studi. H.2.2.5 Daftar pustaka Aspek yang perlu diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan dengan: a) rencana pembangunan jalan; b) metode-metode yang digunakan. H.2.2.6 Lampiran Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan: a) b) c) H.3 peta lokasi rencana alinyemen jalan dan peta-peta pendukung lainnya seperti peta lokasi quarry dan jaringan jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan; daftar biodata tim penyusun AMDAL (bilamana sudah ditentukan personilnya); hal-hal lain yang dianggap perlu guna mendukung dokumen KA-ANDAL (misalnya kuesioner untuk survey sosial, hasil konsultasi dengan instansi terkait, keputusan / perizinan tentang rencana kegiatan proyek dari pemerintah pusat atau daerah, dsb). Penilaian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) H.3.1 Penilaian kelengkapan administrasi Periksalah kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi, yaitu: a) b) c) Dokumen KA-ANDAL yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggungjawab; Dokumen ANDAL dilengkapi dengan RKL, RPL, Ringkasan Eksekutif dan Lampiran dalam jumlah yang telah ditetapkan oleh Komisi Penilai AMDAL; Persyaratan administrasi kainnya yang ditetapkan oleh Komisi Penilai ANDAL, seperti bukti telah diterimanya dokumen ANDAL, RKL dan RPL; PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 3 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan H.3.2 Penilaian Isi Dokumen H.3.2.1 Pendahuluan Periksalah kejelasan dan kesesuaian tentang aspek-aspek: a) Pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan studi ANDAL khususnya yang berkaitan dengan prediksi dan evaluasi dampak penting serta pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, antara lain menyangkut aspek-aspek: pembangunan jalan; pertanahan; baku mutu lingkungan; dll. b) Kejelasan pernyataan tujuan dan kegunaan studi ANDAL yang telah dirumuskan dalam KAANDAL. H.3.2.2 Ruang lingkup studi Aspek-aspek yang dinilai dalam ruang lingkup studi adalah: a) b) c) d) e) jenis-jenis kegiatan yang potensial menimbulkan dampak penting; komponen atau parameter lingkungan yang diduga akan mengalami perubahan mendasar akibat pembangunan jalan; dampak penting yang ditelaah harus sesuai dan konsisten dengan isu-isu pokok yang telah ditetapkan dalam KA-ANDAL dan isu lain yang ditemukan selama pelaksanaan studi; hasil pelingkupan waktu terjadinya dampak (pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi); wilayah studi yang mengacu pada KA-ANDAL dan hasil pengamatan di lapangan yang digambarkan secara jelas dalam peta dengan skala memadai. H.3.2.3 Metode studi Aspek-aspek yang dinilai dalam metode studi adalah kejelasan dan ketepatan serta konsistensi tentang: a) Metode tentang pengumpulan dan analisis data: data primer: lokasi, jumlah sampel dan jenis alat yang digunakan beserta alasanalasannya; data sekunder: jenis dan sumber data; b) Pengambilan sampel dan parameter yang akan diukur c) Prediksi dampak penting Dalam memprediksi setiap komponen lingkungan yang terkena dampak penting akibat kegiatan proyek, harus jelas metode apa yang digunakan misalnya metode matematis, analog, atau profesioanal judgement. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 4 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan d) Penggunaan metode-metode evaluasi dampak penting Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah metode –metode yang lazim digunakan dalam studi ANDAL dan harus dapat menggambarkan evaluasi dampak secara holistik. e) Kriteria-kriteria yang digunakan untuk evaluasi beserta alasan penetapannya. H.3.2.4 Rencana kegiatan pembangunan jalan Aspek-aspek yang dinilai dalam rencana kegiatan adalah kejelasan dan kelengkapan tentang: a) Identitas pemrakarsa dan penyusun dokumen; b) Tujuan serta manfaat dari rencana kegiatan pembangunan jalan; c) Lokasi rencana kegiatan yang dilengkapi peta-peta, seperti peta tata ruang, alinyemen jalan, lokasi quarry, rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut bahan bangunan, wilayah studi. Peta-peta tersebut harus disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi; d) Data teknis jalan yang akan dibangun; e) Kegiatan lain yang terkait serta interaksinya dengan kegiatan proyek, atau adanya kawasan yang dilindungi; f) Jangka waktu pelaksanaan rencana kegiatan (pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi); g) Metode dan teknik pelaksanaan kegiatan serta tenaga kerja, peralatan dan material yang digunakan seperti: Jenis, spesifikasi dan jumlah alat-alat berat yang digunakan; Jumlah, kualifikasi dan asal tenaga kerja yang diperlukan pada tahap konstruksi dan pasca konstruksi; Jenis dan jumlah material (bahan bangunan) yang digunakan, serta lokasi pengambilan, dan sistem pengangkutan serta penyimpanannya; Sarana pengendalian dampak baik yang direncanakan terintegrasi dengan kegiatan maupun yang terpisah. H.3.2.5 Rona lingkungan awal Penilaian aspek – aspek rona lingkungan awal meliputi: a) b) c) Komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek, terutama di areal-areal yang sensitif terhadap perubahan (fragile area); Komponen-komponen lingkungan yang mungkin mempengaruhi kegiatan proyek; Indikator dan / atau parameter lingkungan yang merupakan tolok ukur perubahan kualitas lingkungan yang mencakup aspek fisik-kimia, biologi dan sosial-ekonomi-budaya serta kesehatan masyarakat; Komponen-komponen lingkungan tersebut di atas harus konsisten dengan isu pokok lingkungan yang harus ditelaah. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 5 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan H.3.2.6 Prakiraan dampak penting Aspek-aspek yang dinilai dalam prakiraan dampak penting mencakup: a) b) c) d) Komponen-komponen lingkungan yang dianalisis dalam prakiraan dampak penting harus konsisten dengan komponen dan parameter lingkungan yang dinyatakan dalam ruang lingkup studi. Besarnya perubahan kualitas lingkungan pada tiap komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak penting; yang ditunjang dengan: Rincian perhitungan bila digunakan metode matematis dan/atau empiris; Data dasar yang sahih bila digunakan metode analog; Alasan dan pertimbangan yang kuat bila digunakan metode profesional judgement. Penentuan arti pentingnya dampak berdasarkan kriteria penentuan dampak penting yang berlaku; Kejelasan tentang proses terjadinya dampak pada berbagai komponen lingkungan yang dilengkapi dengan bagan alir, yaitu: (1) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial; (2) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik kimia kemudian rangkaian dampak lanjutan berturut-turut pada komponen biologi dan sosial; (3) Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial; (4) Dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial itu sendiri; (5) Dampak penting pada butir (1), (2), (3) dan (4) yang telah diuraikan, selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana kegiatan proyek. Catatan: Untuk komponen atau parameter lingkungan yang perubahannya tidak dapat diukur secara kuantitatif, seperti pergeseran tata nilai, agar dikaji secara deskriptif analitis, dan bila mungkin dibuat beberapa skenario masa mendatang yang mungkin terjadi. H.3.2.7 Evaluasi Dampak penting Aspek-aspek yang dinilai pada evaluasi dampak penting adalah kejelasan tentang: a) b) c) Telaahan secara holistik terhadap bebagai komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan sesuai dengan hasil prakiraan dampak besar dan penting; Kesimpulan hasil telaahan holistik tersebut di atas, yang menjelaskan jenis-jenis dampak yang harus dikelolala; Telaahan hubungan kausatif (sebab-akibat) dari berbagai jenis dampak besar dan penting yang harus dikelola sebagai dasar perumusan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. H.3.2.8 Daftar Pustaka Aspek yang harus diperhatikan dalam daftar pustaka adalah sumber informasi yang berhubungan dengan: a) Rencana kegiatan proyek jalan; PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 6 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) c) Kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya; Metode-metode yang dugunakan. H.3.2.9 Lampiran Aspek yang harus diperhatikan dalam lampiran adalah keberadaan dan kelengkapan: a) b) c) d) e) f) H.4 Peta lokasi rencana kegiatan proyek; Daftar biodata tim penyusun AMDAL; Cara-cara dan hasil perhitungan; Dasar pertimbangan penetapan kriteria besaran dampak; Saran, pendapat dan tanggapan masyarakat; Hak-hal lain yang dipandang perlu untuk menndukung dokumen ANDAL, seperti kuesioner dan hasil evaluasinya yang merupakan bagian metode pelaksanaan studi. Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) H.4.1 Lingkup RKL Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RKL adalah kejelasan dan konsistensi tentang: a) b) c) d) e) Pernyataan melaksanakan RKL dan RPL; Maksud dan tujuan pengelolaan lingkungan; Kebijakan pemrakarsa rencana kegiatan pembangunan jalan dalam pengelolaan lingkungan; Jenis dampak besar dan penting yang harus dikelola sesuai hasil ANDAL; Kategori pengelolaan lingkungan yaitu: Bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif; Betujuan untuk menanggulangi, meminimalisasi atau pengendalian dampak negatif; Bertujuan untuk meningkatkan dampak positif; Memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber daya tidak pulih, hilang atau rusak (baik dalam arti ekonomi maupun ekologi) akibat kegiatan proyek. H.4.2 Pendekatan RKL Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RKL adalah kejelasan dan relevansi tentang pendekatan yang digunakan dalam menangani dampak penting, yaitu: a) b) c) d) Pendekatan teknologi; Pendekatan sosial-ekonomi; Pendekatan institusi; Pendekatan estetika. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 7 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan H.4.3 Kedalaman RKL Aspek-aspek yang dinilai pada kedalaman RKL adalah kejelasan tentang bagian-bagian RKL yang harus dijabarkan: a) b) c) d) e) desain dasar (basic design); kriteria desain; syarat-syarat teknis pelaksanaan konstruksi; syarat-syarat teknis pelaksanaan operasi dan pemeliharaan; persyaratan lainnya yang diperlukan untuk mencapai sasaran pengelolaan dampak, misalnya konsultasi masyarakat, rencana pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (LARAP). H.4.4 Rencana pelaksanaan RKL Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RKL adalah kejelasan informasi tentang: a) b) c) d) e) f) g) h) i) komponen atau parameter lingkungan yang terkena dampak penting; sumber dampak; tolok ukur / parameter dampak; tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan; metode dan teknik pengelolaan lingkungan; lokasi pengelolaan lingkungan; periode dan jadwal pelaksanaan pengelolaan lingkungan; pembiayaan dan sumber biaya; keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam: pelaksanaan RKL pengawasan pelaksanaan RKL; dan pelaporan. H.4.5 Daftar pustaka Aspek yang dinilai adalah kejelasan sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RKL. H.4.6 Lampiran Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan data, serta informasi penting yang merujuk dari hasil studi ANDAL. H.5 Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) H.5.1 Lingkup RPL Aspek-aspek yang dinilai pada lingkup RPL adalah kejelasan tentang: PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 8 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan a) b) tujuan dan kegunaan; komponen lingkungan yang dipantau sesuai dengan RKL. H.5.2 Pendekatan RPL Aspek-aspek yang dinilai pada pendekatan RPL adalah kejelasaan tentang kerangka dan landasan pemilihan pendekatan pemantauan misalnya: a) b) Kemitraan dengan instansi lain atau pihak swasta dan masyarakat setempat; Pembagian pendanaan dengan instansi terkait dan pihak lain. H.5.3 Rencana pelaksanaan RPL Aspek-aspek yang dinilai pada rencana pelaksanaan RPL adalah kejelasan informasi tentang: a) b) c) d) e) f) g) h) Komponen atau parameter lingkungan yang dipantau; Sumber dampak; Tolok ukur / parameter dampak; Tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan; Metode dan teknik pemantauan lingkungan, misalnya: pemantauan visual dengan pencatatan; pemantauan visual dengan menggunakan alat bantu (kamera, kamera video, dsb); pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di tempat (in situ); pemantauan dengan cara pengambilan sampel dan analisis di laboratorium; inspeksi mendadak; wawancara; kombinasi teknik-teknik tersebut di atas. Lokasi pemantauan lingkungan; Periode/jadwal pelaksanaan (jangka waktu dan frekuensi) pemantauan; Keberadaan dan komitmen institusi yang terlibat dalam: Pelaksanaan RPL; Pengawasan pelaksanaan RPL; dan Pelaporan. H.5.4 Daftar Pustaka Aspek yang dievaluasi adalah sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RPL. H.5.5 Lampiran Aspek yang dinilai adalah tabel ringkasan rencana pemantauan lingkungan hidup dan data serta informasi penting yang merujuk dari dokumen RKL. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 9 Lampiran H – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan H.6 Laporan hasil penilaian dan evaluasi Laporan hasil penilaian dan evaluasi disajikan dengan cara mengisi daftar uji (checklist) seperti contoh terlampir. Catatan: Kriteria penilaian dapat dimodifikasi sesuai dengan materi dokumen yang dievaluasi. PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN DOKUMEN AMDAL BIDANG JALAN 10 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran I (Informatif) Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan UPL Bidang Jalan I.1 Pendahuluan I.1.1 Latar belakang Pada bagian ini dicantumkan nama proyek, tujuan pembangunan / peningkatan jalan, panjang ruas jalan, lebar rencana damija, serta rencana peningkatannya maupun kondisi yang ada saat ini. Untuk proyek pembangunan jalan baru, agar dijelaskan apakah tanahnya sudah dibebaskan atau memerlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya. Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan apakah rencana kegiatan masih dalam damija yang ada, atau diperlukan pengadaan lahan dan jelaskan berapa luasnya. Berikan penjelasan mengapa dilakukan studi UKL dan UPL berdasarkan peraturan yang ada, dan jelaskan pula isu pokok lingkungan yang perlu ditangani, sesuai dengan laporan hasil penyaringan. I.1.2 Tujuan dan kegunaan UKL dan UPL I.1.2.1 Tujuan UKL dan UPL Tujuan UKL adalah sebagai acuan untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak negatif yang mungkin timbul akibat pembangunan / peningkatan jalan (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan) serta mengembangkan dampak positif terhadap lingkungan. Tujuan UPL adalah untuk memantau hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan dalam kegiatan proyek jalan (disebutkan nama ruas jalan yang bersangkutan) dengan cara mencek / mengobservasi perubahan rona lingkungan yang telah terjadi. Hasil pemantauan tersebut merupakan masukan bagi instansi yang bertanggungjawab atau terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan. I.1.2.2 Kegunaan UKL dan UPL Kegunaan UKL adalah untuk: Memberikan petunjuk tentang cara penanganan dampak yang mungkin timbul, sehingga dampak negatif dapat dicegah atau dikurangi sedini mungkin; Memberikan petunjuk kepada pemrakarsa / pengelola proyek dan instansi terkait mengenai lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam upaya pengelolaan lingkungan; Merupakan masukan bagi perencanaan teknis untuk djabarkan lebih lanjut dalam desain dan spesifikasi teknis pekerjaan konstruksi. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 1 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kegunaan UPL adalah sebagai arahan untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan UKL yang telah dilaksanakan I.1.3 Wilayah UKL dan UPL Wilayah UKL dan UPL harus ditentukan dengan maksud untuk membatasi dan menunjukkan lokasi kegiatan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dan atau instansi terkait. Lokasi kegiatan-kegiatan tersebut diplot pada peta dengan skala yang memadai agar implementasinya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien pada lokasi yang tepat sesuai dengan sasaran. I.2 Rencana Kegiatan Proyek I.2.1 Deskripsi rencana kegiatan I.2.1.1 Deskripsi proyek Bagian ini berisi uraian singkat mengenai data teknis jalan dan jembatan yang akan dibangun / ditingkatkan, meliputi: panjang jalan; lebar jalan (damija) lebar perkerasan lebar bahu dan median jenis lapis perkerasan; gambar profil melintang dan memanjang; LHR rata-rata (rencana); Kecepatan rata-rata (rencana); Panjang dan lebar jembatan; Konstruksi jembatan. I.2.1.2 Fasilitas penunjang jalan Pada bagian ini dijelaskan fasilitas penunjang jalan yang direncanakan, meliputi: perlengkapan jalan raya seperti tanda-tanda lalu lintas dan pagar pengaman; fasilitas penerangan jalan; pot / bak tanaman; halte bus; jembatan penyeberangan trotoar; dsb. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 2 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan I.2.1.3 Volume pekerjaan Pada bagian ini dijelaskan volume pekerjaan secara garis besar seperti pengadaan tanah, mobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pekerjaan tanah (galian / timbunan), pekerjaan jembatan, gorong-gorong, perkerasan dll. I.2.2 Tujuan dan kegunaan rencana kegiatan Pada bagian ini dijelaskan kembali tujuan dan kegunaan rencana kegiatan pembangunan jalan dan atau jembatan secara lebih spesifik. Contoh: Tujuan proyek jalan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas jalan antara kota propinsi satu dengan yang lain. Adapun kegunaannya adalah untuk memperlancar arus lalu lintas kendaraan, barang dan jasa serta pengembangan wilayah sekitarnya. I.2.3 Status rencana kegiatan Pada bagian ini disebutkan status rencana kegiatan dalam kaitannya dengan tahapan siklus proyek, misalnya tahap studi kelayakan. I.2.4 Uraian kegiatan I. 2.4.1 Tahap pra-konstruksi Pada bagian ini dikemukakan secara jelas tentang komponen kegiatan pada tahap pra-konstriksi yang diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, antara lain: a) Pengadaan tanah Agar dijelaskan apakah rencana proyek jalan ini memerlukan pengadaan tanah atau tidak. Apabila diperlukan pengadaan tanah, agar disebutkan luas tanah yang akan dibebaskan, status pemilikannya, serta jenis penggunaannya saat ini. b) Relokasi fasilitas umum dan penunjang jalan Agar dujelaskan jenis-jenis prasarana / fasilitas umum seperti jaringan kabel listrik atau telepon, saluran irigasi, yang perlu direlokasi (bila ada). Jelaskan juga status / kondisinya saat ini dan rencana relokasinya. I.2.4.2 Tahap konstruksi Pada bagian ini dijelaskan secara rinci jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan pada rahap konstruksi, seperti: a) Mobilisasi alat berat Agar dijelaskan jenis dan jumlah alat berat seperti buldozer, truk, excavator, dll yang dibutuhkan. b) Mobilisasi tenaga kerja (sebutkan kualifikasi, jumlah dan asal tenaga kerja yang diperlukan). PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 3 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan c) Pengangkutan material Agar dijelaskan jenis dan jumlah material yang akan diangkut seperti pasir, batu, aspal, dsb, serta rute jalan yang akan dilalui kendaraan proyek. Demikian juga lokasi quarry perlu dijelaskan dan bagaimana cara pengelolaannya. d) Pembuatan dan pengoperasian basecamp Agar dijelaskan lokasi basecamp dan jaraknya ke pemukiman dan badan air terdekat. Dijelaskan juga bagaimana cara pennyimpanan naterial seperti bahan bangunan dan bahan bakar serta pelumas, dan cara pengelolaan limbah. e) Pembersihan lahan Kegiatan ini mencakup pembersihan vegetasi dan juga bangunan dan benda-benda lain yang terdapat pada tapak kegiatan proyek. f) Pekerjaan tanah Kegiatan ini meliputi pengupasan lapisan atas (striping), serta galian dan timbunan tanah. Agar disebutkan volumenya serta tempat pembuangan tanah yang tidak terpakai. Apabila untuk pekerjaan timbunan diperlukan tanah dari tempat lain, agar dijhelaskan lokasi borrow area-nya dan rute pengangkutannya. g) Penyiapan tanah dasar Kegiatan ini berupa pemadatan tanah. Pada areal yang kondisi tanahnya lunak mungkin diperlukan penghamparan geotextile. h) Pekerjaan lapis dasar Pekerjaan ini dapat mencakup dua bagian yaitu lapis pondasi bawah (sub base course) dan lapis pondasi atas (base course). Agar disebutkan berapa volume pekerjaan tersebut dan bagaimana cara pelaksanaan pekerjaannya. i) Pekerjaan lapis permukaan Pekerjaan ini terdiri dari lapis permukaan bawah dan lapis permukaan atas. Agar disebutkan volume pekerjaan dan cara pelaksanaannya. j) Pekerjaan bangunan pelengkap jalan Pekerjaan ini meliputi antara lain pembuatan gorong-gorong, drainase, dsb. k) Pekerjaan lansekap jalan Pekerjaan ini mencakup penyiapan lahan, penyiapan bibit tanaman dan penanaman pada areal tertentu seperti tepi dan median jalan atau bak / pot tanaman. l) Pekerjaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan Pekerjaan ini mencakup pembuatan pondasi, piers, abutement, lantau jembatan serta bangunan pelengkap jembatan. m) Pembongkaran jembatan lama (bila perlu, khusus untuk penggantian jembatan) I.2.4.3 Tahap pasca konstruksi a) Pengoperasian jalan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 4 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pada bagian ini agar dijelaskan perkiraan volume lalu lintas kendaraan bermotor setelah jalan selesai dibangun. Dijelaskan juga perkiraan perkembangannya dalam jangka waktu 5 dan 10 tahun yang akan datang. b) I.2.5 Pemeliharaan jalan Kegiatan ini mencakup perbaikan dan pelapisan ulang jalan, pemeliharaan rambu lalu lintas, pemeliharaan tanaman pelindung (bila ada). Jadual pelaksanaan konstruksi Pada bagian ini dicantumkan rencana jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi mulai dari persiapan sampai penyelesaian akhir termasuk masa pemeliharaan oleh kontraktor, sebelum penyerahan pekerjaan. I.2.6 Keterkaitan dengan kegiatan lain Pada bagian ini dijelaskan apakah ada kegiatan lain yang berkaitan dengan proyek jalan ini. Jika ada, agar dijelaskan apakah kegiatan lain tersebut terpengaruh atau mempengaruhi proyek jalan ini. Jelaskan pula bagiamana rencana kerja / koordinasi dengan kegiatan terkait tersebut. I.3 Komponen Lingkungan yang terkena dampak I.3.1 Komponen geofisik kimia Komponen fisik-kimia yang potensial terkena dampak kegiatan proyek jalan terutama pada tahap konstruksi dan pasca konstruksi adalah: a) Kualitas udara dan kebisingan Parameter kualitas udara yang harus dikaji adalah carbon monoksida (CO), hidrocarbon (CH), Nitrogen oksida (NO), serta partikulat debu. Kualitas udara ini akan terpengaruh oleh kegiatan proyek, terutama bersumber dari emisi kendaraan serta debu yang bersumber dari kegiatan konstruksi (pekerjaan tanah). Kebisingan akan meningkat akibat pengoperasian alat-alat berat. Dampak terhadap kualitas udara dan kebisingan perlu ditangani terutama di daerah pemukiman padat. Catatan: Kondisi iklim di wilayah studi (terutama tipe iklim dan curah hujan / jumlah hari hujan) juga perlu diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi aktivitas proyek. b) Morfologi Kondisi morfologi di lokasi proyek dan sekitarnya agar diuraikan secara singkat. Sebagai contoh, apakah daerahnya merupakan dataran rendah, dataran tinggi, bergelombang, perbukitan, pegunungan, atau daerah pantai. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 5 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan c) Topografi Kondisi topografi daerah studi perlu diuraikan secara singkat meliputi ketinggian (elevasi) daerah setempat serta kemiringan lerengnya. d) Tanah Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat mengenai kondisi tanah meliputi jenis tanah, serta stabilitas (tingkat erosi / longsor). e) Tata guna lahan Pada bagian ini diuraikan tata guna lahan dan jenis-jenis penggunaan lahan saat ini sepanjang alinyemen ruas jalan yang akan dibangun dan sekitarnya. Agar dijelaskan juga apakah terdapat jenis penggunaan lahan yang sangat sensitif terhadap kebisingan dan pencemaran udara seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadat serta pemukiman padat. f) Hidrologi Pada bagian ini agar diuraikan secara singkat kondisi badan-badan air setempat seperti sungai, danau, saluran irigasi, saluran drainase yang mungkin terkena dampak kegiatan proyek jalan. Agar dijelaskan juga apakah ada daerah rawan banjir. g) Lansekap Agar diuraikan kondisi lansekap alami maupun binaan di sekitar alinyemen jalan yang mungkin terganggu oleh kegiatan proyek maupun keberadaan jalan. Hal ini mencakup: I.3.2 Lokasi pemandangan alam yang bernilai tinggi untuk kegiatan pariwisata; Lokasi bangunan bersejarah dan / atau situs purbakala; Areal binaan seperti pemukiman, perkantoran, taman, dsb; Bentang alam yang bersifat khas. Komponen biologi Pada bagian ini diuraikan secara singkat jenis-jenis vegetasi yang terdapat di areal tapak proyek (sepanjang alinyemen jalan) dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak kegiatan pembangunan jalan. Agar dijelaskan juga apakah terdapat tanaman yang harus dipertahankan atau dipindahkan (ditanam kembali) untuk keperluan konservasi maupun penataan lansekap. Agar dijelaskan juga jenis-jenis satwa liar (bila ada) yang mungkin terganggu kehidupannya. I.3.3 a) Komponen sosial Kependudukan Pada bagian ini diuraikan tentang data penduduk yang bermukim di sepanjang ruas jalan, terutama penduduk yang akan terkena lahannya sebagian atau seluruhnya serta status hak PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 6 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tanahnya. Selain itu juga diuraikan secara singkat jumlah dan kepadatan penduduk di daerah yang akan dilewati rus jalan. b) Mata pencaharian dan pendapatan Pada bagian ini diuraikan tentang mata pencaharian dan tingkat pendapatan penduduk di sekitar lokasi proyek, terutama penduduk yang akan terkena dampak. c) Ketenagakerjaan Pada bagian ini diuraikan tentang ketersediaan tenaga kerja lokal serta kualifikasinya serta tingkat pengangguran yang ada di lokasi proyek. d) Kesehatan Pada bagian ini diuraikan tingkat insidensi dan prevalensi penyakit di lokasi proyek terutama yang berkaitan dengan masalah pencemaran udara seperti ISPA. e) Sikap dan persepsi masyarakat Pada bagian ini diuraikan tentang sikap, persepsi dan saran / harapan masyarakat setempat (yang berkepentingan) terhadap rencana kegiatan proyek jalan, baik pada saat pembangunan maupun pengoperasian jalan. I.3.4 Sarana dan prasarana umum Pada bagian ini diuraikan tentang keberadaan dan kondisi sarana dan prasarana umum di lokasi proyek yang mungkin terganggu, antara lain: Prasarana jalan yang sudah ada seperti saluran drainase, gorong-gorong, rambu-rambu lalu lintas, dsb.; Sekolah, pasar, pertokoan, sarana ibadah; Jaringan listrik, telepon, pipa gas, dsb. I.3.5 Kondisi lalu lintas Untuk proyek peningkatan jalan, agar dijelaskan kondisi jalan saat studi, volume lalu lintas kendaraan bermotor, serta waktu tempuh pengguna jalan. Selain itu juga perlu dijelaskan kondisi lalu lintas pada rute jalan yang akan dilalui kendaraan pengangkut alat berat dan bahan bangunan. Agar dijelaskan juga apakah ada tempat-tempat rawan kecelakaan atau kemacetatn lalu lintas, dan sebutkan faktor penyebabnya. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 7 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan I.4 Dampak yang diperkirakan akan timbul I.4.1 Tahap pra-konstruksi Kegiatan pengadaan tanah diperkirakan dapat menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, kehilangan tempat usaha, atau mungkin juga terpaksa harus pindah tempat tinggal karena lahan tempat tinggalnya terkena proyek. I.4.2 Tahap konstruksi Pada tahap konstruksi jenis dampak yang potensial terjadi antara lain: Gangguan lalu lintas; Gangguan aliran permukaan; Penurunan kualitas udara (debu) dan kebisingan; Gangguan stabilitas tanah (erosi / longsor); Kecelakaan lalu lintas; Penurunan populasi vegetasi; Kerusakan jalan akibat transportasi material; Penurunan estetika lingkungan; Gangguan kesehatan masyarakat; Keresahan masyarakat dan konflik sosial. I.4.3 Tahap pasca konstruksi Jenis-jenis dampak yang potensial terjadi pada tahap pasca konstruksi antara lain: Peningkatan pencemaran udara dan kebisingan; Kecelakaan lalu lintas; Gangguan kesehatan masyarakat; Perubahan tata guna lahan. I.5 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) I.5.1 Penjelasan umum Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilaksanakan untuk menangani dampak yang mungkin terjadi pada setiap kegiatan dengan pendekatan: Mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif yang diperkirakan akan timbul; Mengembangkan dampak positif untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna proyek. Sedapat mungkin gunakanlah SOP (standard operation procedure) yang telah baku disesuaikan dengan kondisi setempat. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 8 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan I.5.2 Sumber dampak Berikan penjelasan mengenai jenis dan volume kegiatan yang merupakan sumber dampaknya, misalnya galian tanah 300.000 m3. Cantumkan pula jadwal waktu / periode pelaksanaannnya, misalnya selama satu bulan. I.5.3 Jenis dampak Berikan penjelasan tentang jenis dampak yang akan terjadi, misalnya kerusakan badan jalan, keresahan masyarakat atau pencemaran udara. I.5.4 Indikator dampak Jelaskan indikator dampak yang dapat (mudah) diamati. Misalnya sebagai indikator pencemaran udara antara lain sebaran debu yang menempel pada tanaman atau atap rumah di pinggir jalan. Indikator keresahan masyarakat antara lain timbulnya pengaduan atau protes dalam bentuk unjuk rasa. I.5.5 Upaya pengelolaan lingkungan Dalam bagian ini diuraikan upaya pengelolaan yang akan dilaksanakan, meliputi: a) Cara pengelolaan Uraikan bagaimana cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan untuk mencegah / mengurangi atau menanggulangi dampak negatif, dan / atau meningkatkan dampak positif yang akan terjadi. b) Lokasi pengelolaan Tunjukkan (dalam peta) dimana lokasi tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang akan dilaksanakan. Bila perlu, berikan penjelasan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa, nama desa dan kecamatan, serta petunjuk lainnya. c) Waktu pengelolaan Cantumkan kapan tiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan. d) Pelaksanaan pengelolaan Sebutkan instansi pelaksana pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab, dan siapa (instansi mana) yang mengawasinya. Demikian juga sumber dananya harus dijelaskan. I.6 Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) I.6.1 Penjelasan umum Upaya pemantauan lingkungan meliputi uraian tentang jenis dampak, faktor lingkungan yang akan dipantau, tolok ukur dampak, lokasi pemantauan, dan periode pemantauan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 9 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Rencana pemantauan dibuat berdasarkan tahapan proyek, mulai tahap pra-konstruksi, konstruksi sampai ke tahap pasca konstruksi. Pada bagian ini diuraikan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memantau jenis dan tingkat dampak yang akan timbul pada tiap tahap kegiatan proyek dengan sistematika sbb.: a) b) c) d) Sunber dampak; Jenis dampak; Indikator dampak; Upaya pemantauan I.6.2 Sumber dampak Pada bagian ini dijelaskan secara singkat jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, besaran kegiatan serta jadwal waltu pelaksanaan pekerjaan. I..6.3 Jenis dampak yang dipantau Pada bagian ini dijelaskan secara singkat tentang jenis dampak yang perlu dipantau, misalnya penurunan kualitas (pencemaran) udara. I.6.4 Indikator dampak Pada bagian ini dijelaskan indikator atau parameter dampak lingkungan yang perlu dipantau. I.6.5 Upaya pemantauan Uraian tentang upaya pemantauan mencakup aspek-aspek sbb.: a) Cara pemantauan Pada bagian ini dijelaskan bagaimana metode atau cara yang digunakan untuk pemantauan lingkungan . Dalam hal ini dapat disebutkan jenis peralatan dan rumus yang digunakan dalam analisis data, demikin pula tolok ukur dampak dengan standar baku mutu lingkungan yang dipantau. b) Lokasi pemantauan Lokasi pemantauan agar dijelaskan secara jelas dan tepat, misalnya pada km berapa, nama desa, kecamatan, dan diplot pada peta dengan skala yang memadai c) Periode dan waktu pemantauan Pada bagian ini agar ditetapkan periode pemantauan misalnya tiap bulan atau tiap minggu. Dan ditetapkan juga waktu (kapan dan berapa lama) pemantauan harus dilakukan. d) Pelaksanaan pemantauan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 10 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pada bagian ini dijelaskan instansi atau lembaga yang akan melaksanakan pemantauan lingkungan hidup, misalnya oleh pemrakarsa atau instansi lain yang terkait. Di samping itu, disebutkan juga instansi yang mengawasi pelaksanaan pemantauan dan instansi yang menerima laporan hasil pemantauan. I.7 Pelaporan Pada bagian ini diuraikan secara rinci mengenai mekanisme pelaporan hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada saat rencana kegiatan dilaksanakan. I.8 Pernyataan Pelaksanaan Dokumen UKL dan UPL harus dilampiri dengan surat pernyataan kesediaan pemarakarsa untuk melaksanakan upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang ditandatangani oleh pemrakarsa (di atas meterai). I.9 Lampiran Lampiran terdiri dari: a) b) c) Matriks ringkasan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (lihat contoh pada Tabel 9.1 dan Tabel 9.2). Peta lokasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan Data / informasi lain yang dipandang perlu. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 11 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 9.1 Contoh Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 12 Lampiran I – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 9.2 Contoh Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN UKL DAN UPL BIDANG JALAN 13 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran J (Informatif) Pedoman Teknis Penjabaran Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup J.1 Langkah-langkah kegiatan Proses penjabaran RKL dan RPL atau UKL dan UPL dilaksanakan melalui urutan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: a) Pemeriksaan kelengkapan dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL yang tersedia; b) Peninjauan lapangan; b) Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain; c) Penerapan pertimbangan lingkungan dalam spesifilasi atau persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan d) Pencantuman persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. J.2 Pemeriksaan kelengkapan dokumen Periksalah apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau UKL/UPL. Apabila termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL, periksalah kelengkapan dokumen AMDAL-nya yang telah ditetapkan / disyahkan oleh instansi yang berwenang, yang terdiri dari Laporan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL. Bila rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi UKL/UPL, periksalah kelengkapan dokumen UKL / UPL-nya. Periksalah kelengkapan Isi / materi dokumen RKL atau UKL yang tersedia, apakah cukup lengkap atau terdapat kesenjangan data. Isi dokumen RKL dan UKL yang telah baku masing-masing tercantum pada Kotak 1 dan 2. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kotak 1 Daftar Isi Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan • • • • • • Pernyataan Pelaksanaan; Bab I. Pendahuluan; Bab II. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan; Bab III. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup; Daftar Pustaka; Lampiran. Kotak 2 Daftar Isi Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan • Pernyataan Pelaksanaan • Bab I. Rencana Kegiatan • Bab II. Komponen Lingkungan yang Mungkin Terkena Dampak; • Bab III. Dampak-dampak yang Akan Terjadi • Bab IV Upaya Pengelolaan Lingkungan • Bab V Upaya Pemantauan Lingkungan • Bab VI Pelaporan • Pernyataan Pelaksanaan J.3 Peninjauan lapangan Lakukanlah peninjauan lapangan, terutama pada lokasi-lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKL / UKL; dan periksalah apakah materi dokumen RKL / UKL tersebut cukup lengkap dan sesuai dengan kondisi lapangan saat ini. Ketidaksesuaian dengan kondisi lapangan mungkin terjadi karena: a) Terjadi perubahan rencana alinyemen jalan; b) Terjadi perubahan kondisi lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya, misalnya jenis dan jumlah bangunan yang terkena proyek, atau jumlah penduduk yang harus direlokasi atau dipindahkan. c) Kesenjangan data pada saat penyusunan dokumen AMDAL atau UKL/UPL. Bila perlu, lengkapilah data rona lingkungan yang diperlukan untuk penyempurnaan / pemutakhiran dokumen RKL / UKL, sesuai dengan alinyemen jalan definitif yang telah ditetapkan di lapangan. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Periksalah apakah uraian Rencana / Upaya Pengelolaan Lingkungan tercantum pada Bab III RKL atau Ban IV UKL, yang meliputi uraian tentang hal-hal tersebut dibawah ini sesuai dengan kondisi lapangan saat ini: a) b) c) d) e) f) g) h) i) Jenis dampak; Sumber dampak yang perlu ditangani; Tolok ukur dampak; Tujuan rencana / upaya pengelolaan lingkungan hidup; Pengelolaan lingkungan hidup; Lokasi pengelolaan lingkungan hidup; Periode pengelolaan lingkungan hidup; Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup; Institusi pengelolaan lingkungan hidup, meliputi pelaksana, pengawas, dan penerima laporan. Apabila materi dokumen RKL atau UKL ternyata kurang lengkap atau kurang sesuai dengan kondisi lapangan, perbaikilah dokumen tersebut sesuai dengan hasil investigasi lapangan yang lebih lengkap dan akurat. Untuk perbaikan dokumen RKL / UKL tersebut di atas, pilihlah salah satu atau gabungan dari beberapa jenis pendekatan pengelolaan lingkungan tersebut di bawah ini. a) Pendekatan teknologi, contohnya pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan akibat lalu lintas kendaraan bermotor; b) Pendekatan sosial ekonomi, misalnya pemberian prioritas kesempatan kerja bagi tenaga kerja setempat; c) Pendekatan institusi, misalnya kerjasama dengan instansi yang berkepentingan atau terkait. d) Pendekatan estetika, misalnya penataan lansekap pada median atau trotoar jalan. Tetapkan tujuan rencana pengelolaan lingkungan yang dapat dibedakan dalam empat kelompok, yaitu: a) b) c) d) bertujuan untuk mencegah atau menghindari dampak negatif; bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif; bersifat meningkatkan dampak positif; dan bersifat memberikan kompensasi baik dalam arti sosial ekonomi maupun ekologi. Buatlah penjabaran / pemantapan tiap jenis rencana pengelolaan lingkungan sedemikian rupa sehingga rencana tersebut bersifat operasional dalam arti: (Lihat Tabel 1) • • • • Jenis dan besaran (volume) rencana pekerjaannya jelas; Lokasi pekerjaan ditentukan dengan jelas (diplot pada peta dengan skala memadai); Metode pelaksanaannya jelas dan menggunakan teknologi / peralatan yang tersedia; dan Layak ekonomi. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 1 Contoh Rumusan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Mencegah Dampak Lalu Lintas Pada Tahap Pasca Konstruksi Jenis dampak Sumber dampak Tolok ukur dampak Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup Upaya pengelolaan lingkungan hidup Lokasi pengelolaan lingkungan hidup Periode pengelolaan lingkungan hidup Pembiayaan pengelolaan lkingkungan hidup Kecelakaan lalu lintas pada pejalan kaki Lalu lintas kendaraan bermotor Banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas Mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Membuat jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki, (panjang 15 m). Di depan sekolah pada Km 3 + 210. Pada tahap konstruksi Meliputi biaya konstruksi (bahan, peralatan, dan upah). Institusi pengelolaan lingkungan Pelaksana: Pemrakarsa Proyek Jalan (dibantu hidup: kontraktor dan konsultan supervisi) Pengawas: Dinas Bina Marga Kabupaten Penerima laporan: Dinas Bina Marga, Bapedalda, DLLAJ J.4 Penerapan pertimbangan lingkungan dalam desain K.4.1 Rencana teknis detail Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang lebih jelas, rencana pengelolaan lingkungan khususnya yang berupa konstruksi bangunan tertentu, agar diwujudkan dalam bentuk gambar desain (rencana teknis detail). Beberapa jenis rencana / upaya pengelolaan lingkungan terutama untuk mencegah terjadinya dampak negatif pada tahap pasca konstruksi, yang perlu dilengkapi dengan gambar-gambar desain antara lain: • • • • Perkuatan lereng galian / timbunan tanah untuk mencegah erosi / longsor (lihat Gambar 1); Pembuatan noise barrier untuk mengurangi kebisingan lalu lintas kendaraan bermotor; Pembuatan saluran drainase untuk pengendalian air larian (menghindari genangan air hujan); Pembuatan bak penampung sedimen pada ujung saluran drainase sebelum masuk ke badan air, untuk pencegahan dampak pada badan air (pencemaran air dan sedimentasi); • Pemasangan rambu-rambu lalu lintas untuk mengatur lalu lintas kendaraan bermotor. • Pembuatan jembatan pennyeberangan bagi pejalan kaki, untuk mencegah kecelakaan lalu lintas; PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan • Pembuatan pagar / tonggak pengaman (guard rail / post) untuk mencegah kecelakaan lalu lintas, di lokasi yang berbahaya seperti tepi lereng curam, tepi timbunan badan jalan yang tinggi, tikungan tajam, lokasi jembatan atau gorong-gorong, dsb. • Penataan lansekap di lokasi tertentu, untuk mengatasi gangguan visual (estetika), atau untuk mengurangi pencemaran udara (lihat Gambar 2); Pembuatan terowongan untuk penyeberangan satwa liar (lihat Gambar 3). Gambar 1 : Contoh Teknik Gabungan untuk Perlindungan Lereng PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 2 : Penanaman pohon sebagai unsur lansekap sekaligus untuk mengurangi pencemaran udara Gambar 3: Penyeberangan satwa liar digabung dengan bangunan air (gorong-gorong). K.4.2 Peta lokasi pengelolaan lingkungan Lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan secara keseluruhan agar digambarkan pada peta dengan skala yang memadai (antara 1 : 5000 – 1 : 15.000). Tiap lokasi rencana / upaya pengelolaan lingkungan dilengkapi dengan peta detai dengan skala antara 1 : 100 – 1 : 500. J.5 Penerapan pertimbangan Lingkungan dalam spesifikasi teknis atau persyaratan pelaksanaan pekerjaan konstruksi Pertimbangan lingkungan yang tidak dapat dijabarkan dalam bentuk gambar desain agar dirumuskan dengan jelas dalam bentuk spesifikasi dan / atau persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor. Rumusan persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan harus dibuat dalam bentuk deskripsi yang singkat tapi jelas. Persyaratan teknis pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan agar dirumuskan secara detail dan sistematis meliputi aspek-aspek geofisik-kimia, biologi dan sosial, antara lain tentang: • • Pemilihan lokasi base camp termasuk AMP dan stone crusher harus cukup jauh dari areal permukiman dan badan air, sehingga tidak menimbulkan dampak kebisingan, polusi udara (debu) dan pencemaran pada air permukaan maupun air tanah; Pembuatan jalan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 6 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan • • • • • • • • • • • • • • Pembuatan jembatan sementara untuk pengalihan lalu lintas di lokasi pekerjaan konstruksi jembatan agar tidak terjadi penutupan lalu lintas. Penanganan dampak akibat pembersihan lahan (dampak pada flora); Penanganan dampak terhadap utilitas yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian tanah; Penanganan dampak terhadap situs purbakala yang mungkin timbul akibat pekerjaan galian tanah; Penanganan dampak akibat pengangkutan bahan bangunan (dampak kebisingan, debu, kemacetan lalu lintas, kerusakan badan jalan, kecelakaan lalu lintas); Perawatan alat-alat berat (pencegahan pencemaran tanah dan air akibat tumpahan bahan pelumas); Penyimpanan bahan bakar dan pelumas (pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas); Pengoperasian base camp (penanganan limbah); Pengamanan / reklamasi bekas quarry, borrow area dan disposal area; Pembongkaran basecamp atau merehabilitasinya untuk keperluan penduduk, setelah pekerjaan konstruksi selesai; Pembersihan sisa bahan bangunan dan alat-alat rusak; Pembongkaran bangunan sementara dan jalan darurat yang tidak diperlukan lagi; Penanaman kembali jenis-jenis vegetasi tertentu di areal terbuka seperti median atau tepi jalan, sesuai dengan fungsinya. Pemberian prioritas kesempatan kerja kepada penduduk setempat (sekitar lokasi proyek), sesuai dengan persyaratan yang diperlukan. . J.6 Pencantuman Persyaratan Pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak J.6.1 Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara global RKL dan UKL merupakan dokumen hukum yang mengikat bagi semua pihak tersebut dalam dokumen itu. Untuk menjamin agar persyaratan pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam RKL atau UKL benar-benar dilaksanakan pada tahap konstruksi, hal itu harus dicantumkan baik dalam dokumen tender maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL harus dilampirkan dalam dokumen tender / kontrak, dan agar dinyatakan bahwa dokumen RKL atau UKL tersebut sebagai lampiran dokumen tender / kontrak yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. J.6.2 Rumusan persyaratan pengelolaan lingkungan secara rinci Untuk mempertegas dan memperjelas persyaratan pengelolaan lingkungan yang harus dilaksankan oleh kontraktor, cantumkanlah klosul-klosul tertentu secara spesifik, baik dalam dokumen tender maupun kontrak (lihat Kotak 3). Setiap klosul persyaratan pengelolaan lingkungan harus menyatakan perintah atau penjelasan apa yang harus dilaksanakan oleh kontraktor, dan rumusannya harus jelas agar tidak terjadi kesalahan interpretasi. Setiap klosul harus mengandung paling tidak empat bagian keterangan yang menjelaskan :. Apa yang harus dilaksanakan; PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 7 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Di mana hal itu dilaksanakan; Kapan dan bagaimana cara pelaksanaannya; Siapa yang bertanggungjawab. J.6.3 Pelaksanaan pemantauan lingkungan Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan, kontraktor juga harus melaksanakan pemantauan lingkungan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).. Pencantuman klosul tentang persyaratan pelaksanaan pemantauan lingkungan tersebut di atas dapat dibuat secara global atau secara rinci terutama untuk hal-hal yang dipandang sangat penting. Persyaratan teknis pelaksanaan pemantauan lingkungan yang mungkin diperlukan antara lain meliputi: • kehilangan jenis-jenis flora dan keberhasilan penghijaian kembali di lokasi pembersihan lahan; • kualitas udara dan kebisingan di lokasi permukiman yang dilalui lendaraan pengangkut material; • effluen limbah cair dari base camp; • kerusakan badan jalan sepanjang ruas jalan yang dilalui kendaraan berat pengangkut peralatan dan material; • kemacetan lalu lintas dan / atau kecelakaan lalu lintas sekitar lokasi proyek; • erosi atau longsor di lokasi galian atau timbunan tanah; • keluhan atau pengaduan masyarakat akibat dampak yang tidak tertangani dengan baik. • kerusakan prasarana atau fasilitas umum seperti saluran drainase, jaringan telepon/ listrik, dll, akibat pekerjaan galian tanah. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 8 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kotak 3 Contoh Klosul Persyaratan Pengelolaan Lingkungan 1) Kontraktor harus berupaya dengan segala cara untuk melindungi lingkungan di dalam dan di sekitar lokasi tapak kegiatan proyek sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen Rencana Pengelolaan Libgkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Kontraktor harus menghindarkan atau menanggulangi semua kerusakan atau gangguan terhadap orang maupun benda milik umum yang timbul karena polusi, bising atau lainnya yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan kontraktor. 2) Selama pekerjaan mobilisasi, kontraktor diwajibkan memperkuat semua jembatan baik di sepanjang maupun di luar jalur proyek yang akan dilewati kendaraan dan peralatan berat kontraktor. Kontraktor harus mengusahakan dengan segala upaya untuk mencegah agar lalu lintas peralatan tidak merusak jalan atau jembatan yang menghubungkan dengan atau yang terletak pada jalan yang menuju ke lokasi pekerjaan. Kontraktor harus berusaha memilih rute, serta mengatur jadwal waktu penggunaan kendaraan untuk menghindari kemacetan atau kecelakaan lalu lintas yang mungkin terjadi akibat pengangkutan peralatan dan bahan bangunan dari atau ke lokasi pekerjaan. 3) Semua kegiatan untuk pelaksanaan pekerjaan, termasuk pekerjaan sementara harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan yang berarti bagi kenyamanan umum, atau membatasi jalan masuk menuju ke dalam batas daerah pekerjaan dan tanah yang bedampingan. 4) Semua benda peninggalan purbakala, mata uang, benda berharga atau kuno, bangunan dan peninggalan-peninggalan lain atau benda-benda yang menyangkut kepentingan geologi dan kepurbakalaan yang ditemukan di lapangan harus dianggap oleh pemilik dan kontraktor sebagai milik mutlak dari pemerintah. Kintraktor harus mengambil tindakan untuk mencegah orang-orangnya atau orang lain memindahkan atau merusak barang atau benda tersebut, dan segera setelah penemuan tewrsebut dan sebelum memindahkannya, memberitahukan penemuan tersebut kepada Direksi Lapangan (Konsultan Supervisi) untuk berkonsultasi dengan Pemimpin Proyek yang akan menentukan tindakan selanjutbnya sesuai dengan peraturan yang beralaku. 5) Kontraktor harus memberikan prioritas kesempatan kerja kepada penduduk lokal di sekitar lokasi proyek sesuai dengan persyaratan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan. Apabila kontraktor mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah kerja, kontraktor harus berupaya agar tidak terjadi konflik sosial yang mungkin terjadi antara penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang. 6) Kontraktor harus selalu menjaga kebersihan dan kerapihan lapangan dan pekerjaan selama pelaksanaan dan pemeliharaan. Pada saat penyelesaian pekerjaan, kontraktor harus membersihkan dan menyingkirkan dari lapangan semua peralatan konstruksi, sisa bahan, sampah dan segala macam pekerjaan sementara, dan kontraktor harus meninggalkan seluruh lapangan dan pekerjaan dalam keadaan bersih dan sehat seperti kondisi semula atas biaya kontraktor, sehingga dapat diterima oleh Direksi pekerjaan. PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 9 Lampiran J – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan PEDOMAN TEKNIS PENJABARAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LH ATAU UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 10 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran K (Informatif) Pedoman Teknis Perencanaan Lansekap Jalan K.1 Pengertian lansekap Lansekap adalah pemandangan sejauih mata memandang dalam ruang di luar bangunan artau gedung. Berbagai jenis lansekap di luar bangunan / gedung dapat kita temuai antara lain: Lansekap pegunungan; Lansekap pedesaan; Lansekap perkotaaan; Lansekap pantai; Lansekap jalan. Lansekap jalan adalah pemandangan sejauh mata memandang dari dan ke jalan, serta sepanjang koridor jalan. Lansekap jalan mencakup elemen keras berupa perkerasan jalan, trotoar, jembatan, underpass, overpass, subway dan simpang susun, dan elemen lunak seperti pelengkap tepi jalan berupa tanaman meliputi jenis pohon, semak, perdu dan rumput yang berada di sekitar jalan. Lansekap jalan merupakan suatu jaringan koridor visual yang memberikan pemandangan kepada pemakai jalan dan warga penghuni di sekitarnya, yang sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat sehari-hari. Lansekap jalan yang baik, secara psikologis dan kesehatan dapat memberikan kenyamanan, stimulasi dan penyegaran, dan secara ekologis akan meningkatkan kualitas lingkungan jalan. Istilah lansekap berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan fisik, ekologis dan visual. Di Indonesia rona lansekap terbentuk dari berbagai jenis bentang alam dan binaan manusia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di daerah perkotaan, lansekap didominasi oleh elemen buatan manusia sedangkan elemen alami pada umumnya merupakan elemen sekunder, bahkan dalam kondisi tertentu sama sekali tidak ada atau kurang berarti (lihat Gambar 1.1). Gambar 1.1 Contoh Lansekap Perkotaan PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 1 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lansekap pedesaan juga didominasi oleh elemen buatan manusia, berupa lansekap lunak yang terbentuk dari berbagai tanaman termasuk sawah dan berbagai jenis kebun. Di daerah alami, seperti hutan, berbagai jenis tumbuh-tumbuhan (vegetasi alam) dan / atau elemen alami lainnya mendominasi Gambar 1.2 Contoh Lansekap Pedesaan Pada dasarnya, lansekap terbentuk dari campuran tiga faktor sebagai berikut: a. Faktor-faktor ekologis Hal ini meliputi flora, fauna, hidrologi, kondisi tanah, dan topografi. Interaksi ekologis antara elemen-elemen tersebut, demikian juga interaksinya dengan faktor sosial / budaya dapat membentuk ekologi setempat. b. Faktor-faktor sosial / budaya Faktor-faktor ini merupakan elemen-elemen lansekap binaan manusia meliputi elemen penggunaan lahan, termasuk modifikasi lingkungan alami, gedung, serta bangunan sarana dan prasarana lainnya. Elemen-elemen sosial-budaya ini membentuk berbagai lingkungan yang merupakan bagian lingkungan alam, perkotaan dan perdesaan di Indonesia. c. Faktor visual Karakter visual elemen-elemen alami dan sosial-bidaya secara terpisah dan / atau bersamasama membentuk ekspresi pemandangan lansekap. Pemandangan ini dapat berupa pemandangan alami, pedesaan atau perkotaan dengan berbagai mutu visual. K.2 Gambaran umum lansekap jalan K.2.1 Lansekap jalan antar kota Jalan antar kota melalui berbagai lansekap alami dan pedesaan yang luas, serta kampung dan kota-kota kecil di Indonesia; Pada prinsipnya lansekap Indonesia dapat dilihat / dinikmati dari jalan antar kota; PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 2 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pada umumnya lansekap ini memiliki daya tarik visual yang besar, serta kesatuan dan keanekaragaman visual yang tinggi; Lansekap yang berbatasan dengan jalan antar kota harus memiliki nilai pemandangan dan wisata yang tinggi; Nilai-nilai tersebut penting bagi pariwisata yang merupakan nilai ekonomi yang besar bagi Indonesia karena jalan antar kota memberikan jalan menuju sumber alam; Jalan antar kota yang baru dapat menambah nilai lansekap dengan membawa aset pemandangan lansekap ke jalan; Jalan antar kota juga dapat berdampak atau merugikan bagi lansekap lainnya jika jalan dipandang dari lokasi lain; Perencanaan lansekap jalan antar kota yang baik akan memastikan penyatuan jalan dengan lansekap setempat dan mempertahankan nilai-nilai lansekap, serta meningkatkan peluang untuk pemandangan; Dalam beberapa keadaan, nilai ekologis lansekap akan berdampak terhadap jalan. K.2.2 Lansekap jalan kota Jalan kota merupakan komponen utama lansekap kota; Jalan kota merupakan bagian penting dari pengalaman keseharian kita, saat kita berkeliling kota; Jalan kota penting bagi kita, saat kita bepergian sebagai pengendara / penumpang kendaraan pribadi, penumpang kendaraan umum, pengendara motor dan / atau pejalan kaki; Jalan kota penting untuk menunjang perekonomian yang memberikan pencapaian ke pertokoan dan tempat perniagaan; Jaln kota penting sebagai tempat bersosialisasi, umumnya untuk bertemu seseorang atau makan di restoran, warung atau kaki lima; Lansekap jalan kota penting dilihat dari segi iklim, dimana lansekap jalan menentukan bagaimana kita merasakannya dalam mobil, khususnya jika lalu lintas bergerak lambat, macet atau berhenti; Lanseap jalan kota penting dari segi visual, dimana kondisi lansekap tersebut memiliki kemampuan menciptakan kenyamanan atau ketidaknyamanan pengalaman visual. Jalan kota menyediakan jalur utilitas, termasuk listrik (PLN), air (PAM), telepon, dan gas; Dalam proses perencanaan jalan kota, seluruh fungsi jalan tersebut harus dipertimbangkan; Untuk mencapai hasil terbaik, perencana jalan kota harus bekerjasana dengan perencana kota / arsitek lansekap. PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 3 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan K.2.3 Lansekap jalan layang Jalan layang yang merupakan kombinasi jalan tol dan jalan penghubung memiliki potensi dampak terbesar terhadap lansekap pada lingkungan yang dilalui jalan tersebut; Pertimbangan rencana jalan layang harus diberikan untuk nilai fungsi, lingkungan, keindahan, sosial, lalu-lintas dan rekayasa pada penyelesaian jalan; Peruntukan lahan yang berbatasan dalam potongan melintang jalan dapat diciptakan tema lansekap yang umum untuk menciptakan lingkungan jalan yang lebih baik; Daerah pada potongan memanjang memerlukan pengolahan visual untuk memberikan pengaruh kualitas lansekap yang lebih tinggi; Elemen struktur utama sistem jalan layang memiliki pengaruh penting terhadap lansekap lingkungan iklim vusual jalan yang berabatasan dengan daerah tersebut; Material lansekap memberikan visual yang kontras dan manfaat lingkungan pada pembangunan jalan. K.2.4 Lansekap jalan pejalan kaki Jalan harus melayani kebutuhan pejalan kaki sama dengan kebutuhan kendaraan; Saat ini lebar jalur jalan pejalan kaki tergantung pada status / klasifikasi jalan-jalan nasional, provinsi, kabupaten / kota, dan arteri, kolektor dan lokal; K epedulian pada kegiatan pejalan kaki m eningkatkan penam pilan “kualitas lingkungan hidup” suatu ruas jalan. Perencanaan harus menghasilkan beberapa tujuan: a) Keamanan pejalan kaki harus aman dan terlindung dari kendaraan; b) Iklim mikro faktor iklim tropis harus dipertimbangkan dan jalur pejalan kaki harus teduh untuk menikmati perjalanan; c) Keindahan rencana lansekap jalan harus menggunakan konsep budaya setempat yang akan menciptakan suasana lansekap yang unik; d) Fungsi: Daerah pejalan kaki pada sisi jalan merupakan tempat untuk beriteraksi sosial. Pergerakan pejalan kaki, warung, kios dan pedagang kaki lima juga terjadi di jalur pejalan kaki. Elemenelemen tersebut menciptakan daerah pejalan kaki yang menyediakan kawasan pelayanan dan sosial . Namun pada saat yang sama mereka membuat masalah memaksa pejalan kaki ke jalan. PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 4 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tempat penyeberangan jalan atau jembatan penyeberangan atau underpass harus tersedia di persimpangan jalan dan jalur pergerakan pejalan kaki; Jalur pejalan kaki harus peduli kepada para penderita cacat. Permukaan jalan harus rata dengan kemiringan rendah; Pengelolaan fasilitas umum (PAM, Telkom, PLN dan gas) harus dikoordinasikan dengan instansi terkait. Saat ini, banyak jalur pejalan kaki yang rusak berat oleh kegiatan konstruksi atau pemeliharaan oleh instansi terkait. K.3 Proses perencanaan lansekap jalan K.3.1 Tahap-tahap perencanaan lansekap jalan Fungsi perencanaan lansekap jalan adalah untuk menyediakan desain rinci untuk menerapkan “prinsip -prinsip rencana lansekap” dan / atau penjabaran rencana penataan lansekap sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL atau UKL proyek jalan yang bersangkutan. Proses perencanaan lansekap jalan secara umum dilaksanakan melalui beberapa tahap atau langkah sebagai berikut (lihat Gambar 3.1). Langkah 1 : penyusunan rencana induk lansekap; Langkah 2 : Identifikasi isu pokok keselamatan (lalu lintas); Langkah 3 : penyusunan desain awal; Langkah 4 : penyusunan desain rinci. Langkah 1 Penyusunan Rencana Induk Langkah 2 Identifikasi Isu Pokok Keselamatan Langkah 3 Penyusunan Desain Awal Langkah 4 Penyusunan Desain Rinci PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 5 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 3.1 Tahap-Tahap Perencanaan Lansekap Jalan Untuk proyek-proyek jalan tertentu, yang dampaknya terhadap aspek lansekap tidak penting, proses perencanaan lansekap dapat dilaksanakan lebih sederhana hanya melalui dua tahap, yaitu penyusunan desain awal dan penyusunan desain rinci. Dalam hal ini, disarankan pengenalan “tingkat kegiatan” seperti tercantum pada T abel 3.1. Tabel 3.1 Daftar Uji Kegiatan Perencanaan Lansekap Jalan Tingkat Kegiatan Rencana Induk Desain Awal Desain Rinci 1. Fokus Minimum Tidak diperlukan Persimpanga secara n menyeluruh Bundaran Median Konsep Rencana Tata Letak satu warna, skala minimum 1 : 500 Ringkasan isu desain Penampang Melintang dan/atau fotomontase rencana perlakuan Desain rinci lansekap skala minimum 1 : 500 Desain rinci penanaman Jadwal penanaman Estimasi biaya Masukan untuk spesifikasi lansekap 2. Terfokus Simpang susun Tidak diperlukan secara menyeluruh Konsep Rencana Tata Letak dg 2 atau 3 warna melukiskan gabungan penggunaan dan perlakuan, dengan skala minimum 1 : 500 Ringkasan isu desain 2 atau 3 penampang Melintang menggambarkan rencana perlakuan Desain rinci lansekap skala minimum 1 : 500 Desain rinci penanaman Desain rinci drainase Jadwal penanaman Estimasi biaya Masukan utk spesifikasi lansekap 3. Komprehensif Bypas pedesaan dan semi pedesaan Jalan utana pekotaan Laporan rencana induk Pernyataan visi menyeluruh Panel berwarna Sketsa, ilustrasi, simulasi Konsep Rencana Tata Letak minimum 3 warna melukiskan gabungan penggunaan dan elemen lansekap, dengan skala minimum 1 : 500, dan sekurangkurangnya 2 area rinci skala minimum 1 : 250. Desain rinci lansekap skala minimum 1 : 500 Desain rinci penanaman Desain rinci drainase Jadwal penanaman Estimasi biaya Spesifikasi lansekap PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 6 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Laporan desain lansekap Minimum 3 penampang Melintang melukiskan perlakuan Fotomontase proyek jalan 4. Komprehensif maksimum Jalan protokol Jalan utama perkotaan Jakan di daerah sangat sensitif K.3.2 Laporan rencana induk Pernyataan visi menyeluruh Panel berwarna Sketsa, ilustrasi, simulasi Rangkaian Konsep Rencana Tata Letak berwarna dari sifat menyeluruh Laporan desain lansekap Minimum 3 penampang melintang melukiskan perlakuan Minimum 2 fotomontase Minimum skala 1 : 100 Desain rinci lansekap skala minimum 1 : 500 Desain rinci penanaman Desain rinci drainase Kontrak pengadaan tanaman Dokumtn kontrak Estimasi biaya terinci Spesifikasi lansekap Penyusunan rencana induk Proyek-proyek jalan yang cukup besar seperti pembangunan jalan baru antar kota, jalan tol perkotaan atau antar kota, termasuk pembangunan simpang susun, memerlukan penyiapan “R encana Induk Lansekap”, untuk pedom an pem bangunan yang m enyeluruh, khususnya penataan dan pengelolaan lansekap. Rencana induk walaupun pada akhirnya merupakan satu rencana, dapat terdiri dari sejumlah rencana yang menggambarkan berbagai pengaruh terhadap rencana induk atau mengulangi, dan bila perlu, m eluas m enjadi “R encana D asar”. R encana induk m em perlihatkan perbedaan zona (mintakat) lansekap yang berada di sepanjang rute jalan yang tercakup oleh batas wilayah perencanaan (lihat Gambar 3.2). Rencana induk ini, dalam mendukung potongan dan sketsa rencana rinci, akan menggambarkan karakteristik penanganan lansekap. “R encana Induk Lansekap” harus tercantum dalam laporan “R encana Induk”. H al ini akan diuraikan dengan seksama pada strategi penanganan dan pengelolaan lansekap sepanjang ruas jalan. Hal ini dapat mencakup strategi konservasi daerah alami atau daerah cagar budaya, strategi pengelolaan dan restorasi sumber daya visual, serta strategi penanaman untuk berbagai daerah. PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 7 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Sebelum finalisasi, rencana induk harus didiskusikan oleh pemrakarsa proyek jalan untuk memastikan bahwa ada saling pengertian tentang apa yang disarankan dalam kaitannya dengan strategi desain dan pengelolaan lansekap. K.3.3 Identifikasi isu-isu pokok keselamatan Kaji ulang semua isu pokok keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan jalan. Hal ini meliputi standar dan persyaratan teknis jalan yang diperlukan sehubungan dengan perencanaan lansekap dan untuk menjamin bahwa keselamatan jalan (lalu lintas) tidak dapat ditawar-tawar. Pertimbangan keselamatan ini dipertimbangkan dalam tiga kelas, daerah terbuka, kejelasan pandang, dan fungsi penggunaan penanaman. Daftar uji (checklist) berbagai hal dalam ketiga kelas tersebut diajikan pada Tabel 3.2 K.3.4 Penyusunan desain awal Berbagai rencana rinci dibuat berdasarkan rencana induk yang telah ditetapkan. Hal ini sebagian besar mencakup rencana penanaman, tapi dapat juga mencakup elemen-elemen lain seperti penempatan rambu lalu lintas dan pelengkap jalan lainnya. Rencana ini dinam ai “D enah A w al” yang diperlukan untuk kaji ulang desain selanjutnya. Denah awal semacam itu harus dibuat untuk semua areal yang memerlukan desain tersendiri dan harus mencakup areal median dengan berbagai lebar dan perlakuan, tepi jalan, galian dan timbunan, dinding penguat tebing, persilangan dan simpang susun. Desain awal menggambarkan karakteristik areal-areal khusus dalam bentuk denah dan penampang dan / atau ilustrasi sketsa tiga dimensi (lihat Gambar 3.3). PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 8 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 3.2 Contoh Rencana Induk Lansekap Jalan PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 9 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 3.2 Daftar Uji Pertimbangan Keselamatan Dalam Desain Lansekap Isu Daerah Terbuka Kejelasan Penglihatan Fungsi Penggunaan Tanaman Faktor Spesifik Persayaratan Sempadan penanaman Sempadan penanaman diidentifikasi melalui empat langkah Penyerapan benturan Bila diizinkan, digunakan tanaman yang tidak keras di zone sempadan yang tersedia Garis pandang Segitiga pandangan diidentifikasi dan diplot Penanaman dalam segitiga pandangan sesuai dengan kebutuhan Penerangan, rambu dan pelayanan Penanaman tidak mengganggu penerangan Penanaman tidak termasuk di daerah yang cocok untuk pemasangan rambu Tempat istirahat Tata letak sesuai keperluan Median Median kurang dari 2 m diperkeras Tempat berlindung penyeberang jalan disediakan sesuai kebutuhan Penyeberangan pejalan kaki Garis pandang tidak terhalang sesuai keperluan Persimpangan Jarak pandang sesuai keperluan Bundaran Segitiga pandangan diplot sesuai keperluan Segitiga pandangan bebas dari penghalang sesuai keperluan Penghalang sorot lampu Pembatas tikungan Factor dipertimbangkan dalam proyek Penyaringan Penahan angin Silau cahaya matahari PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN Factor dipertimbangkan dalam proyek Penggunaan spesies yang efektif dipertimbangkan Factor dipertimbangkan dalam proyek Factor dipertimbangkan dalam proyek Factor dipertimbangkan dalam proyek 10 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 3.3 Contoh Desain Awal Lansekap Jalan K.3.5 Penyusunan desain rinci Langkah berikutnya setelah persetujuan atau modifikasi denah awal adalah perumusan desain rinci (lihat Gambar 3.4). Desain rinci tersebut meliputi dokumentasi semua pekerjaan lansekap berupa denah, gambar kerja, spesifikasi dan dokumentasi, serta rencana anggaran biaya untuk pelaksanaan konstruksi. Perencanaan lansekap jalan harus mencakup penerapan pertimbangan berbagai aspak berikut: tema arsitektur lansekap; keselamatan dan efisiensi; dampak visual pada lansekap sekarang; keindahan dan konteks budaya; konservasi warisan budaya dan kedanekaragaman hayati; koridor dan struktur utilitas / jasa; tambu lalu lintas dan papan reklame; kontrol akustik; PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 11 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan erosi dan drainase; pemandangan sepanjang koridor; pemandangan dan penggunan lahan pribadi di sekitar jalan; lalu lintas stnar. PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 12 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Gambar 3.4 Contoh Desain Rinci Lansekap Jalan PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 13 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan K.4 Spesifikasi Tanaman K.4.1 Bentuk tanaman Salah satu elemen lansekap yang utama adalah tanaman. Tanaman yang dapat digunakan dalam penataan lansekap jalan mempunyai kriteria (persyaratan) berdasarkan bentuk tanaman sebagai berikut. a. Tanaman Pohon: tinggi pohon 2,00 – 5,00 m bermassa daun padat batang pohon / percabangan tidak mudah patah perawatannya mudah dan daun tidak mudah rontok (gugur) perakaran tidak merusak konstruksi jalan. b. Tanaman Perdu: tinggi tanaman 0,50 – 2,00 m berbatang lunak tapi tidak mudah patah perawatannya mudah warna bunga atau daunnya indah perakaran tidak merusak konstruksi jalan c. Tanaman Penutup Tanah tinggi tanaman 5 – 20 cm perakaran serabut atau menjalar dengan tunas dapat merupakan jenis rumput atau penutup tanah perawatannya mudah K.4.2 Bentuk Tajuk Tanaman pohon dan perdu mempunyai berbagai bentuk tajuk yang dapat dibedakan secara visual (Lihat Tabel 4.1). PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 14 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 4.1 Bentuk Tajuk Pohon dan Contoh Jenis Tanamannya Bentuk Tajuk Contoh Jenis Tanaman 1. Tajuk Bulat (Rounded) Kiara Payung (Filicim decipiens) Biola Cantik (Ficus pandurata) 2. Tajuk Memayung (Canopy) Bungur (Lagerstroemia loudonii) Dadap (Erythrina sp) 3. Tajuk Oval 4. Tajuk Kerucut (Conical) 5. Tajuk Menyebar / Bebas (Abroad) PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN Tanjung (Mimusops elengi) Johar (Cassia siamea) Cemara ( Cassuarina equisetifolia) Glodokan (Polyalthea longifolia) Kayu Manis (Glycyrrhiza gkabra) Kenari (Cannarium communeae) Angsana (Ptherocarphus indicus) Akasia daun besar (Accasia mangium) 15 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 4.1 (Lanjutan) Bentuk Tajuk 6. Tajuk Persegi Empat (Square) 7. Tajuk Kolom (Columnar) 8. Tajuk Vertikal K.4.3 Contoh Jenis Tanaman Mahoni (Switenia mahagoni) Baambu (Bambusa sp) Glodokan Tiang (Polyalthea sp) Jenis Palem, antara lain: Palem Raja (Oreodoxa regia) Fungsi tanaman Bentuk tanaman mempunyai kaitan erat dengan fungsinya. Karena itu, bentuk ranaman tertentu diharapkan dapat menunjang fungsi dan tujuan perencanaan lansekap jalan. Contoh bentuk dan jenis tanaman serta fungsi dan persyaratannya dapat dilihat pada Tabel 4.2 PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 16 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tabel 4.2 Fungsi Tanaman Fungsi 1. Peneduh Persyaratan Contoh Bentuk dan Jenis Ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m) Percabangan 2 m di atas tanah Bentuk percabangan batang tidak merunduk Bermassa daun padat Ditanam secara berbaris Kiara Payung (Filicium decipiens) Tanjung (Mimosops elengi) Angsana (Ptherocarphus indicus) 2. Pengarah Pandang Tanaman perdu atau pohon ketinggian > 2 m Ditanam secara masal atau berbaris Jarak tanam rapat Untuk tanaman perdu / semak digunakan tanaman yang memiliki warna daun hijau muda agar dapat dilihat pada malam hari. Cemara (Cassuarina equisetifolia) Mahoni (Switenia mahagoni) Hujan Mas (Cassia glauca) Kembang Merak (Caesalphania pulcherima) Kol Banda (Pisonia alba) PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 17 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 3. Pembentuk Pandangan Tanaman pohon tinggi > 3 m Membentuk massa Pada bagian tertentu dibuat terbuka Diutamakan tajuk Coniccal & Columnar Cemara (Cassuarina equisetifolia) Glodokan Tiang (Polyalthea sp) Bambu (Bambusa sp) Glodokan (Polyalthea longifolia) 4. Penyerap Polisi Terdiri dari pohon atau semak Memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara Jarak tanam rapat Bermassa daun padat Angsana (Ptherocarphus indicus) Akasia daun besar (Accasia mangium) Oleander (Nerium oleander) Bogenvil (Boigenvilea sp) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp) 5. Penyerap Kebisingan Terdiri dari pohon, perdu / semak Membentuk masa Bermassa daun padat Jatak tanam rapat Berbagai bentuk tajuk Tanjung (Mimusops elengi) Kiara Payung (Filicium decipiens) PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 18 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan The-tehan pangkas (Acalypha sp) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) Bogenvil (Bogenvilea sp) Oleander (Nerium oleander) 6. Pemecah Angin Tanaman pohon, perdu / semak Bermassa daun padat Ditanam berbaris atau membentuk massa Jarak tanam rapat < 3 m. Cemara (Cassuarina equisetifolia) Angsana (Ptherocarphus indicus) Tanjung Mimosops elengi) Kiara Payung (Filicium decipiens) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) 7. Pembatas Pandang Tanaman pohon, perdu / semak Bermassa daun padat Ditanam berbaris atau membentuk massa Jarak tanam rapat Bambu (Bambusa sp) Cemara (Cassuarina equisetifolia) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) Oleander (Neriun oleander) PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 19 Lampiran K – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 8. Penahan silau Tanaman perdu / semak lampu Ditanam rapat kendaraan Tinggi 1,5 m Bermassa daun padat Bogenvil (Bougenvilea sp) Kembang Sepatu Hibiscus rosa sinensis) Oleander (Nerium oleander) Nusa Indah (Mussaenda sp) PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN LANSEKAP JALAN 20 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran L Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali untuk Bidang Jalan L.1 Tahapan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Tanah, Pemukiman Kembali dan Pembinaan (Land Acquisition and Rsettlement Action Plan /LARAP) Penyusunan LARAP dilaksanakan pada tahap perencanaan teknis, terdiri dari 12 tahapan kegiatan utama, yakni : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) Persiapan Survai pengumpulan data Pengolahan dan analisis data Identifikasi dampak/kerugian yang mungkin timbul Penilaian kelayakan ganti kerugian Perencanaan lokasi pemukiman kembali; Penyiapan kerangka program rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan; Penyusunan mekanisme monitoring dan evaluasi Penyusunan kerangka kelembagaan; Penyusunan jadwal waktu pelaksanaan; Penyusunan anggaran dan sumber pembiayaan; Penyusunan dokumen RK-PTPKP. L.2 Persiapan L.2.1 Pengumpulan dan pengkajian data dasar Pengkajian data dasar dimaksudkan untuk mempersiapkan perkiraan awal dampak kegiatan pengadaan tanah dan mengidentifikasi isu-isu utama yang dianggap krusial. Disamping itu, data dasar ini dapat mendukung dalam melakukan analisis sosial ekonomi dan identifikasi kebutuhan pengumpulan data primer. LK.2.1.1 Jenis-jenis data yang dikumpulkan, meliputi : a) b) c) d) Dokumen akhir perencanaan teknis (FED), khususnya dokumen hasil survai dan peta lokasi (peta situasi dan foto udara), gambar/peta situasi rencana alinyemen jalan (plan & profile) skala 1 : 1.000 atau 1 : 2.000, dan gambar detailed intersection skala 1 : 200 atau 1 : 500. Peta persil tanah skala 1 : 1.000 atau 1 : 5.000 dan data status kepemilikannya. Data ini dapat diperoleh pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Peta dasar dan/atau peta situasi/konfigurasi bangunan (biasanya tersedia dalam skala 1 : 1.000 atau 1 : 5.000). Data ini dapat diperoleh pada Dinas Tata Kota dan/atau pada Dinas Perumahan Kabupaten/Kota setempat; Data (dokumen) tentang kebijakan Pemda setempat dalam menangani kegiatan pengadaan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 1 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan e) tanah dan pemukiman kembali serta perangkat pelaksanaannya. Data ini dapat diperoleh di Kantor Setwilda atau Panitia Pengadaan Tanah, atau Proyek Pembebasan Tanah; Dokumen rencana pengembangan kota/kab (RUTR/RTRK) di Kantor Bappeda. L.2.1.2 Pengkajian data dasar Langkah aw al dari pengkajian data dasar adalah m em buat “P eta D asar” yang akan digunakan sebagai “P eta K erja” dalam m elakukan survai pengum pulan data prim er dan analisis. P eta ini berupa “P eta Lokasi P engadaan T anah” yang bersifat sem entara. a) P eta K erja/P eta D asar dibuat dengan cara “m en -superim posedkan” peta -peta tersebut diatas, dengan terlebih dahulu menyeragamkan sistem koordinat dan skalanya, serta menggunakan peta situasi rencana alinyemen jalan sebagai acuan. b) Membuat identitas jenis dan deskripsi atas data persil/bidang tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena pengadaan tanah. Pembuatan identitas dan deskripsi atas persil tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena proyek didasarkan pada data/peta persil tanah dan peta situasi/konfigurasi bangunan atau peta dasar yang ada. Jenis data dan deskripsinya Identitas jenis dan deskripsi data atas persil/bidang tanah dan bangunan yang diperkirakan terkena pengadaan tanah, meliputi : a) b) c) d) e) Letak/posisi persil/bidang tanah, bangunan dan aset lainnya terhadap rencana trase/alinyemen jalan, Jumlah dan dimensi/ukuran persil/bidang tanah yang terkena proyek, nama pemilik, status hak dan jenis penggunaannya, Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan status penggunaan bangunan serta aset lainnya yang terkena proyek; Jumlah dan dimensi/ukuran, pemilik, kategori, dan fungsi layanan fasilitas umum yang terkena proyek. Penilaian awal tentang kemungkinan diperlukannya pemukiman kembali. Perkiraan jenis dampak a) b) Perkirakan jenis dampak yang ditimbulkan (khususnya yang akan dialami oleh penduduk terkena proyek) berdasarkan data hasil identifikasi dan peta kerja, Berdasarkan cakupan data hasil identifikasi dan jenis dampak yang dapat terjadi, maka selanjutnya dapat dibuat perencanaan untuk persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi. L.2.2 Koordinasi/Konsultasi Melakukan koordinasi/konsultasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan instansi terkait untuk mengetahui hal-hal berikut : PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 2 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan a) kebijakan pemda (Kabupaten/Kota) dalam penanganan kegiatan pengadaan tanah (dan pemukiman kembali), perangkat pelaksanaan dan kerangka kelembagaannya, tingkat kesiapan/rencana pelaksanaan pengadaan tanah, pengumpulan data (sekunder) yang diperlukan, persiapan pelaksanaan survai sosial ekonomi. b) c) d) e) Pemda dan instansi terkait tersebut, antara lain : a) Kantor Bupati/Walikota Berkaitan dengan kebijakan pemda dalam menangani kegiatan pengadaan tanah, perangkat pelaksanaan dan kelembagaannya, kesiapan program, dll; b) Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah Berkaitan dengan kajian tentang kendala yang mungkin timbul dan bagaimana sebaiknya pengadaan tanah tersebut dilaksanakan. c) Kantor Bappeda Berkaitan dengan penyiapan program kegiatan pengadaan tanah, kerangka penanganan pemukiman kembali dan rehabilitasi sosial ekonomi/pembinaan. d) Instansi terkait lainnya. Instansi terkait lainnya antara lain : Dinas PU, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perumahan, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Kecamatan, Kantor K elurahan, dan Instansi pem ilik aset yang terkena proyek„. Dengan pejabat dari instansi tersebut didiskusikan mengenai berbagai aspek dan pandangan terhadap rencana pengadaan tanah. L.2.3 Perumusan Kebutuhan Data dan Penyiapan Perangkat Survai Berdasarkan hasil pengkajian data awal dan koordinasi/konsultasi dengan instansi terkait, maka dapat dirumuskan jenis dan lingkup data dan perangkat pengumpulan data. Jenis dan lingkup data a) Data lahan dan lokasi proyek, meliputi : Peta lokasi pengadaan tanah dan daerah sekitarnya; Jumlah persil dan luas tanah yang dibutuhkan untuk proyek; Kepemilikan, status penguasaan dan pola penggunaan tanah; Jumlah dan jenis aset lainnya yang terkena proyek; Sarana dan prasarana umum yang tersedia; Kebijakan pengadaan tanah, termasuk ganti rugi, prosedur pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan; Sistem ekonomi dan sumber daya non-lahan. b) Data tentang penduduk terkena proyek (PTP), meliputi : Jumlah PTP; Struktur penduduk, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 3 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Inventarisasi seluruh aset yang terkena proyek; Sistem kegiatan sosial ekonomi dan penggunaan sumber daya; Inventarisasi fasilitas sosial ekonomi dan budaya; Jaringan sosial dan organisasi sosial; Sistem dan perilaku sosial budaya; Persepsi PTP terhadap proyek. c) Data penduduk di lokasi pemukiman kembali, meliputi : Karakteristik lokasi; Kepadatan penduduk dan kapasitas daya tampung yang tersedia; Komposisi demografi dan sosial budaya; Fasilitas umum dan sumber daya umum yang tersedia; Kepemilikan, pola penguasaan dan penggunaan lahan; Kebutuhan prasarana baru dan pengembangannya; Reaksi terhadap pemukim baru; Organisasi dan kebutuhan masyarakat; Jaringan sosial dan organisasi sosial; Sistem dan perilaku sosial Perangkat survey pengumpulan data Mempersiapkan perangkat survey pengumpulan data sesuai dengan jenis dan cakupan data yang akan dibutuhkan serta cara pengumpulan datanya. Data yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi PTP akan memerlukan perangkat survey berupa daftar kuisioner. L.3 Pelaksanaan Survai Pengumpulan Data L.3.1 Peningkatan Efektifitas Pengumpulan Data Sebelum pelaksanaan pengumpulan data, perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini : a) b) c) d) Menentukan definisi pengertian-pengertian dasar (seperti: PTP, keluarga, kerugian yang layak diganti rugi, orang yang berhak), Menetapkan tanggal pendataan PTP, dan segera melakukan sensus untuk menetapkan jumlah PTP, luas tanah, jumlah bangunan dan aset lainnya yang terkena proyek; Mempetakan tapak proyek (lokasi dampak) dan identifikasi rumah tangga dengan sistem nomor (bila perlu copy KTP) Melakukan sosialisasi daftar PTP dan prosedur pengaduan. L.3.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data terdiri dari 3 jenis survai utama, yaitu survai inventarisasi lahan dan aset, survai sosial ekonomi, dan survai lokasi pemukiman kembali. L.3.2.1 Survai inventarisasi lahan dan aset a) Melakukan pertemuan di Kantor Kelurahan/Desa untuk sosialisasi kepada masyarakat khususnya PTP, tentang maksud dan tujuan survai dengan melibatkan pemrakarsa, pejabat PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 4 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b) c) Kecamatan, Kelurahan, RW/RT, serta tokoh masyarakat. Melakukan survai (sampling) dengan cara wawancara langsung, pengamatan (penaksiran), pengukuran, dan pencatatan langsung di lapangan dengan menggunakan perangkat survai yang telah dipersiapkan. Melakukan verifikasi hasil inventarisasi kepada para pemilik dan/atau yang menguasai obyek (aset) yang didata. L.3.2.2 Survai sosial ekonomi a) b) c) d) Penanggung jawab survai PTP : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari penduduk lokal (misal: mahasiswa, petugas sensus dari kantor BPS, penyuluh KB, LSM) yang dilatih terlebih dahulu. Melakukan survai dengan cara sensus PTP melalui wawancara terstruktur menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan. Melengkapi dengan pendapat dari nara sumber kunci (misal : tokoh/pemuka agama, tokoh partai politik, tokoh pemuda) melalui wawancara tidak terstruktur Pelaksanaan survai dapat melibatkan personil kelurahan, RW/RT setempat, serta dari wakilwakil PTP. L.3.2.3 Survai lokasi pemukiman kembali pelaksanaan survai lokasi pemukiman kembali ini terdiri dari: (i) survai tapak; dan (ii) survai sosial ekonomi. a) Survai tapak Penanggung jawab survai : Site Planner, dibantu oleh survaiyor topografi (dapat dibantu dari personil Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota). Pelaksanaan survai tapak ini terdiri dari 3 kegiatan utama, yakni : survai lahan; survai hidrologi dan sumber air bersih (jika diperlukan); dan survai inventarisasi. a.1. Survai lahan Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data bentuk dan luas lahan, kondisi topografi, serta kepemilikan dan status penguasaan lahan. Melakukan pemetaan/pengukuran situasi lahan dengan alat ukur standar (misal : theodolit Wild T-0). Menyajikan hasil pengukuran tersebut dalam bentuk peta situasi lahan pada skala 1 : 500 atau 1: 1.000). Sebelum pengukuran situasi, ditentukan batas-batas lahan yang dibutuhkan untuk lokasi pem ukim an kem bali (dengan cara pengukuran “staking out”) berdasarkan peta kerja yang dibuat di atas peta persil tanah (dari Kantor BPN Kabupaten/Kota). Untuk mengetahui status kepemilikan dan penguasaan lahan/tanah, dilakukan pendataan persil tanah, penyelidikan riwayat, penguasaan dan penggunaan tanah. a.2. Survai hidrologi dan sumber air bersih Survai hidrologi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pola aliran permukaan yang ada (dikaitkan banjir/genangan). Sedangkan survai sumber air bersih dimaksudkan untuk mengetahui potensi ketersediaan air bersih untuk pemukim (bila tidak tersedia jaringan air bersih PAM). PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 5 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Melakukan identifikasi lapangan terhadap pola aliran air permukaan di sekitar lokasi dan bentuk/pola kemiringan lahan. Melengkapi dengan wawancara langsung secara bebas dengan penduduk setempat. Membuat sumur uji air tanah dangkal sampai kedalaman 18 meter (dengan pertimbangan akan diperuntukkan bagi sumur pompa tangan). Melakukan tes laboratorium terhadap kualitas air yang dihasilkan. Melakukan pengamatan sumur sekitar dan wawancara dengan penduduk setempat. a.3. Survai inventarisasi Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran aksesibilitas lokasi dan ketersediaan sarana dan prasarana umum di sekitar lokasi pemukiman kembali (misal : jaringan listrik, jaringan air bersih, prasarana jalan dan kemudahan transportasi angkutan umum, fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, pusat perekonomian) Melakukan penelusuran, pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan, dilengkapi wawancara langsung secara bebas seperlunya. H asil survai “diplotkan ” di atas peta dasar yang telah dipersiapkan sebelum nya (peta dasar dapat berupa peta desa atau peta kecamatan atau peta rupa bumi dari Bakosurtanal). b) Survai sosial ekonomi Penanggung jawab survai : Ahli Sosiologi, dengan enumerator yang dapat direkrut dari penduduk lokal (misal: mahasiswa, staf Dinas Sosial kab/kota, penyuluh KB, LSM) yang dilatih terlebih dahulu. (a) Melakukan pengkajian dokumen kepustakaan yang dianggap relevan (sumber data dari instansi terkait) (b) Melakukan survai secara sampling melalui wawancara langsung dengan kuisioner secara terstruktur maupun wawancara bebas tidak terstruktur dengan sejumlah responden kunci. L.4 Pengolahan dan Analisa Data a) b) Membuat tabulasi seluruh data terkumpul berdasarkan variable-variabel yang telah ditentukan, Menganalisis data secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif (target unit analisis adalah rumah tangga). c) Hasil analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui : jenis dan besaran kerugian; prosentasi dan jumlah warga yang terpaksa harus pindah, prosentasi dan jumlah warga masih tetap tinggal karena masih layak huni di lokasi semula, jumlah dan jenis kegiatan yang terganggu, jumlah anak sekolah yang harus pindah, anggota keluarga dan tanggungan lain kepala keluarga, serta pendidikan, matapencaharian/pendapatan dan pengeluaran keluarga. d) Analisis deskriptif kualitatif adalah untuk mengetahui persepsi dan keinginan/kebutuhan responden tentang rencana proyek. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 6 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan L.5 Identifikasi Dampak/Kerugian Yang MungkinTimbul Dengan cara membuat tabel identifikasi sederhana, yang menggambarkan tentang hubungan antara jenis aset/komponen yang terkena dampak, jenis dampak/kerugian, dan jumlah PTP. Hasil identifikasi ini dapat digunakan sebagai dasar analisis kelayakan ganti kerugian, perencanaan pemukiman kembali, dan penyusunan program rehabilitasi sosial ekonomi / pembinaan. Jenis dampak/kerugian yang mungkin timbul, meliputi: a) b) c) d) e) Kehilangan lahan pertanian Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis Kehilangan lahan pekarangan perumahan Kehilangan lahan untuk aksesibilitas lokal Kehilangan rumah atau tempat tinggal, termasuk fasilitas pendukungnya (sambungan listrik, air bersih PDAM, telepon, dll) f) Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas pendukungnya g) Pemindahan dari lahan komersial yang disewa atau ditempati h) Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal, bangunan MCK, dll) i) Kehilangan pendapatan dari usaha/bisnis yang terkena dampak j) Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil k) Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon l) Kehilangan pendapatan dari upah/gaji m) Kehilangan akses ke kesempatan kerja. n) Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan kesehatan, fasilitas peribadatan, olah raga, kesenian o) Terganggunya fasilitas pemerintahan dan pusat kegiatan masyarakat lainnya p) Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih, telepon, gas, dll). q) Terganggunya/hilangnya tempat suci, kuburan atau kawasan/tempat pemakaman umum, simbol atau tempat keramat lainnya, lokasi cagar budaya r) Terganggunya interaksi sosial s) Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi asal t) Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang telah terinternalisasi pada lokasi asal u) Kerugian akibat dampak lingkungan yang mungkin timbul dari pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau dari proyek. L.6 Analisis Kelayakan Ganti Kerugian/Konpensasi Analisis ini dimaksudkan untuk merumuskan dan menilai kelayakan parameter-parameter ganti kerugian, terdiri dari : a) b) c) d) PTP yang layak/berhak untuk mendapatkan ganti kerugian; Jenis aset/kerugian yang layak diganti rugi; Tingkat dan besaran ganti kerugian; Pilihan bentuk ganti kerugian. L.6.1 Kriteria PTP yang Layak/Berhak Mendapatkan Ganti Kerugian/Kompensasi Kriteria PTP yang layak mendapatkan ganti kerugian adalah sesuai dengan isi dari Keppres No. 55/1993 Pasal 17 dan Permeneg Agraria/Kepala BPN No 1/1994 Pasal 20 dan Pasal 21. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 7 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan L.6.2 Kriteria Dampak/Kerugian Yang Layak Diganti Rugi Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 dan pengembangannya, maka kriteria atas dampak dan kerugian yang layak diberikan ganti kerugian/kompensasi, sebagai berikut: a) Kerugian atas dasar faktor fisik (materiil) Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor fisik yang layak diganti rugi, antara lain meliputi : b) Tanah hak, baik yang bersertifikat dan yang belum bersertifikat; Tanah ulayat; Tanah wakaf; Tanah yang dikuasai tanpa alas hak, yang dengan atau tanpa izin pemilik tanah; Tanah Negara; Bangunan; Tanaman; Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah. Kerugian atas dasar faktor non-fisik (immateriil) Jenis-jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik yang dianggap layak untuk diganti rugi (bila terjadi pemukiman kembali), antara lain: Kehilangan matapencaharian dan pendapatan; Keterikatan sosial dengan lokasi asal; antara lain: anak (murid) sekolah, pengontrak/sewa (tanah dan bangunan), dan keanggotaan dalam suatu organisasi sosial kemasyarakatan; Aset sosial-budaya lainnya, (misalnya, gotong royong, saling membantu pada saat kesulitan, nilai-nilai kepatutan/kewajaran sosial). L.6.3 Penilaian Tingkat dan Besaran Ganti Kerugian L.6.3.1 Kerugian atas dasar faktor fisik a) Tanah, Kriteria tanah, sebagai berikut : Tanah perumahan; o Sisa tanah tidak layak huni (sisa luas tanah < 60 m2 atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus diganti seluruhnya Tanah yang dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha: o Sisa tanah tidak layak usaha (sisa luas tanah < 24 m2 atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus diganti seluruhnya; Lahan usaha pertanian; o Sisa tanah tidak layak usaha yang berbasiskan tanah (sisa luas tanah < 0,25 Ha atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/ RTRK), dianggap seluruh bidang tanah terkena proyek dan harus diganti seluruhnya; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 8 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Perkiraan besaran ganti kerugian/kompensasi atas tanah didasarkan pada nilai nyata (nilai jual) tanah, dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: NJOP (nilai jual obyek pajak), Harga pasar, adalah harga transaksi umum atas tanah dan bangunan, Harga sejenis, adalah harga transaksi tanah dan bangunan yang telah terjadi di sekitar lokasi, SK Bupati/Walikota, Aspirasi warga, Masukan dari tokoh masyarakat dan para ahli, Mengingat pada suatu bidang tanah melekat suatu jenis hak dan status penguasaannya, maka dalam penentuan nilai ganti kerugian atas tanah harus juga didasarkan pada jenis hak dan status penguasaan yang melekat atas (bidang) tanah yang bersangkutan, dengan ketentuan sebagai berikut : (a). Tanah Hak Hak Milik : Sudah bersertifikat dinilai 100 %; Belum bersetifikat dinilai 90 %. Hak Guna Usaha : Masih berlaku dinilai 80 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik; Sudah berakhir dinilai 60 %, jika (perkebunan) masih diusahakan dengan baik; Masih berlaku dan sudah berakhir tidak diberi ganti kerugian jika perkebunan tidak diusahakan dengan baik; Ganti rugi tanaman ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di budang perkebunan dengan memperhatikan faktor investasi, kondisi kebun dan produktivitas tanaman. Hak Guna Bangunan : Masih berlaku dinilai 80 %; Sudah berakhir dinilai 60 %. Hak Pakai : Jangka waktu tidak dibatasi dan berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu dinilai 100 %; Jangka waktu paling lama 10 tahun dinilai 60 %; Sudah berakhir dinilai 50 % jika tanah masih dipakai sendiri/orang lain atas persetujuan. (b) Tanah Wakaf Dinilai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk tanah, bangunan dan perlengkapan yang diperlukan. (c) Tanah Ulayat Dinlai 100 %, dengan ketentuan ganti kerugian diberikan dalam bentuk pembanguan fasilitas umum, atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 9 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (d) Tanah Yang Dikuasai Tanpa Atas Hak Dikuasai > 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR dinilai 60 %; Dikuasai >20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan RTRW/RUTR dinilai 50 %; Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah sesuai dengan RTRW/RUTR dinilai 40 %; Dikuasai < 20 tahun dan penguasaan/penggunaan tanah tidak sesuai dengan RTRW/RUTR dinilai 30 %. (e) Tanah Negara Untuk Tanah Negara, dinilai sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 1994. b) Bangunan Penilaian tingkat kerugian atas bangunan didasarkan pada kriteria/ketentuan sebagai berikut : Bangunan rumah tinggal Sisa luas bangunan tidak layak huni (sisa luas bangunan < 21 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus diganti seluruhnya. Bangunan tempat usaha Sisa luas bangunan tidak layak usaha (sisa luas bangunan < 18 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK), dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus diganti seluruhnya Bangunan lainnya Sisa luas bangunan tidak layak pakai atau tidak sesuai untuk penggunaan seperti sebelumnya, atau tidak sesuai dengan ketentuan RUTR/RTRK, dianggap seluruh bangunan terkena proyek dan harus diganti seluruhnya. Perkiraan besarnya ganti kerugian untuk bangunan didasarkan atas nilai jual bangunan yang bersangkutan dengan mengacu pada standar harga (biaya) bangunan dari instansi yang terkait dan aspirasi warga, tanpa memperhitungkan depresiasi, namun tetap memperhatikan izin pendirian bangunan (IMB) tersebut. Beberapa standar harga dari instansi terkait dimaksud antara lain: Standar harga bangunan dari instansi yang terkait (misalnya, Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan Gedung Negara Yang Dibiayai APBN); Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat (biasanya berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka Pemberian Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah yang bersangkutan); Selanjutnya, berdasarkan izin pendirian bangunan (IMB), maka perkiraan besarnya ganti kerugian dihitung sebagai berikut : a. b. Bangunan yang sudah memiliki IMB dinilai 100 %; Bangunan yang belum memiliki IMB dinilai 75 %. c) Tanaman PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 10 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Ganti kerugian untuk tanaman dinilai berdasarkan nilai jual dari tanaman bersangkutan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : Jenis tanaman dan nilai komersialnya Umur dan tingkat produktivitas Selanjutnya untuk menentukan besarnya ganti kerugian, ditaksir dan dinilai oleh instansi yang terkait (biasanya dalam hal ini adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan atau Dinas Pertamanan) d) Benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah. Ganti kerugian atas aset/benda lainnya yang terkait dengan tanah dinilai berdasarkan nilai jual dan/atau tingkat pentingnya aset dimaksud. Selanjutnya, dalam menentukan besarnya ganti kerugian untuk bendabenda lain yang terkait dengan tanah tersebut, dinilai berdasarkan : Ketentuan dan standar harga dari instansi yang terkait Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan RI, perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan Gedung Negara Yang Dibiayai APBN); Pedoman harga berdasarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat, berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Pedoman Harga Dalam Rangka Pemberian Ganti Rugi terhadap Bangunan dan Fasilitas Perlengkapannya pada wilayah yang bersangkutan; Aspirasi warga L.6.3.2 Kerugian Atas Dasar Faktor Non-Fisik (Immateriil) Penilaian ganti kerugian untuk jenis kerugian atas dasar faktor non-fisik ditentukan berdasarkan atas kehilangan keuntungan, manfaat/kepentingan, kenikmatan yang sebelumnya diperoleh warga masyarakat yang terkena proyek sebagai akibat kegiatan proyek tersebut. a) Kehilangan matapencaharian dan pendapatan. Penggantian atas kerugian berupa kehilangan mata pencaharian dan pendapatan, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : PTP Usaha Bagi Hasil dan Pekerja Permanen Pemberian ganti kerugian atas kehilangan matapencaharian/pendapatan untuk kategori ini didasarkan pada : Kompensasi senilai biaya hidup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum menurut tahun berlaku selama 6 (enam) bulan selama periode masa transisi; Bantuan biaya pindah yang layak; Difasilitasi (pembinaan) secara layak untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik atau minimal setara seperti kondisi sebelum terkena proyek/kegiatan pengadaan tanah (misalnya, penyediaan tempat usaha baru dengan fasilitas kredit lunak, pengembangan usaha kecil termasuk paket pelatihan keterampilan). Penyewa/Pengontrak Bangunan Tempat Usaha/Lahan Usaha PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 11 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Nilai penggantian atas kehilangan matapencaharian dan pendapatan bagi PTP penyewa/pengontrak bangunan tempat usaha dan/atau lahan usaha, diperhitungkan sebagai berikut : Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa. Kompensasi sebagaimana PTP Usaha Bagi HasiK. b) Hilangnya Keterikatan Sosial dengan Lokasi AsaK. Jenis kerugian ini akan sangat beragam tergantung pada kondisi obyektif di lapangan. Dalam pedoman ini disajikan cara penilaian ganti kerugian untuk 3 (tiga) jenis kerugian yang umum terjadi dan cukup signifikan, yakni : Anak Sekolah yang Terpindahkan Pemberian ganti kerugian bagi anak sekolah yang terpindahkan (terpaksa harus pindah karena mengikuti orang tuanya), diperhitungkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut : Anak sekolah SD yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 0,5 Km; diberi kompensasi sebagai berikut : Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang setara dengan menggaji seorang pengasuh selama 3 (tiga) bulan; Penggantian dana Badan Pembinaan Pendidikan dan Pengajaran (BP3) yang sudah dibayarkan selama 1 (satu) tahun. Anak sekolah SMP yang terpaksa harus pindah dari lokasi semula > 5 Km; diberi kompensasi sebagai berikut : Biaya untuk kepentingan adaptasi lingkungan, dengan nilai kompensasi yang setara dengan biaya transportasi umum untuk 2 (dua) kali imbal selama 6 bulan; Biaya ekstra (karena terpaksa harus membeli makanan/ jajanan) dengan nilai kompensasi yang setara dengan lingkungannya, selama hari sekolah (26 hari) selama 6 bulan; PTP Pengontrak/Penyewa Rumah Tinggal Pemberian ganti kerugian bagi PTP kategori ini, diperhitungkan berdasarkan faktorfaktor sebagai berikut : Penggantian penuh atas nilai sisa kontrak/sewa; Bantuan pindah; Bagi penyewa/pengontrak yang telah bermukim >5 tahun diberi prioritas paket kegiatan pemukiman kembali. Kehilangan Aset Sosial-Budaya Lainnya Penggantian atas jenis kerugian non-fisik berupa kehilangan aset sosial budaya lainnya ini, dapat diberikan dalam bentuk bantuan program fasilitasi (pembinaan). Dampak ini akan timbul, khususnya apabila terjadi pemukiman kembali yang tergolong kategori penting. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 12 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Dalam program pembinaan tersebut, perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok PTP dengan kepala rumah tangga perempuan. Perhatian khusus juga harus diberikan kepada kelompok PTP yang tergolong rentan lainnya, dan apabila diperlukan, harus disiapkan paket program persiapan sosiaK. L.6.4 Alternatif Bentuk Ganti Kerugian. Analisis altermatif (pilihan) bentuk ganti kerugian didasarkan atas hasil survai sosial ekonomi (dalam pelaksanaan dapat ditentukan berdasarkan atas hasil musyawarah dalam rangka menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian). Beberapa pilihan bentuk ganti kerugian yang dapat digunakan sebagai penggantian/kompensasi, antara lain sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) Uang tunai; Tanah pengganti; Kavling siap bangun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah; Bangunan pengganti; Perumahan murah dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah; Rumah susun dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah; Real estate dengan fasilitas kredit kepemilikan rumah; Bentuk lainnya yang disetujui oleh PTP dan dapat diusahakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemrakarsa L.7 Perencanaan Lokasi Pemukiman Kembali Proses perencanaan pemukiman kembali dan pembinaan terdiri dari 5 tahapan kegiatan utama, yakni : a) b) c) d) e) Memperkirakan jumlah PTP yang terpindahkan; Menentukan kategori pemukiman kembali. Menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali; Pemilihan/penentuan lokasi; Perancangan permukiman L.7.1 Memperkirakan Jumlah PTP Yang Terpindahkan Berdasarkan Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14 menyebutkan bahwa ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk : a) Hak atas tanah; b) Bangunan; c) Tanaman; d) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; e) Tanah yang dikuasai dengan hak ulayat. Ketentuan berdasarkan Keppres tersebut di atas perlu pengembangan lebih lanjut, mengingat belum mencakup seluruh kategori kerugian yang mungkin timbul akibat kegiatan pengadaan tanah. Misalnya kerugian akibat kehilangan akses pada sumber penghidupan (kehilangan matapencaharian dan pendapatan), kehilangan keterkaitan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi asal, terganggunya jaringan dan pola kehidupan sosial budaya, dan sebagainya. Hal ini juga PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 13 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan merupakan salah satu ketentuan/kebijakan dari Bank Dunia dan ADB yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (lihat Panduan Operasional/Kebijakan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman Kembali ADB). Berdasarkan Panduan Operasional Bank Dunia KO 4.12, dan Buku Panduan Tentang Pemukiman Kembali ADB yang merupakan usulan penjabaran lebih lanjut dari Keppres RI No. 55/1993 dalam Pasal 12 dan 14, maka dari hasil survai sosial ekonomi dan analisis/identifikasi dampak/ kerugian, dapat diperkirakan jumlah PTP yang terpaksa harus pindah adalah sebagai berikut : a) b) c) d) e) f) g) h) Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan terkena proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak huni (sisa luas tanah < 60 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK); Warga pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) tempat usaha dan terkena proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak usaha (sisa luas tanah < 24 m2, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK); Warga pemilik tanah/lahan yang tanahnya dipergunakan bagi lahan usaha pertanian (berbasis tanah) dan terkena proyek seluruhnya atau terpotong sebagian namun sisa tanahnya tidak layak usaha (sisa luas lahan usahanya < 0,25 Ha, atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRK) Warga penyewa/pengontrak rumah tinggal yang telah menempatiselama lebih dari 5 tahun untuk bermukim/hunian dan merupakan penduduk (KK) setempat (dari Kabupaten/Kota yang sama dengan lokasi proyek), serta tanah/bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya sebagaimana ketentuan pada butir a diatas. Warga penyewa/pengontrak tanah/bangunan tempat usaha yang telah menjalani usahanya selama lebih dari 5 tahun, serta tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya sebagaimana ketentuan pada point b) diatas; Warga penyewa/bagi hasil tanah/lahan usaha pertanian yang telah menjalani usahanya selama lebih dari 5 tahun, serta tanahnya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya, sebagaimana ketentuan pada point 3 diatas; Warga yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak (dengan atau tanpa izin pemilik tanah), yang tanahnya dipergunakan bagi (bangunan) rumah tinggal dan/atau tempat usaha dan telah menempati selama lebih dari 5 tahun untuk bermukim/hunian atau berusaha, serta tanah dan bangunannya terpaksa harus dibebaskan seluruhnya sebagaimana ketentuan pada point a) dan/ atau point b) diatas; Identifikasi P T P yang terpindahkan dilakukan dengan cara m encerm ati “tabel identifikasi dam pak/kerugian”, kem udian dengan m enggunakan kriteria P T P yang terpindahkan seperti tersebut di atas, hasilnya dituangkan dalam “tabel P T P yang terpindahkan”. L.7.2 Menentukan Kategori Pemukiman Kembali Kategorisasi pemukiman kembali dimaksudkan untuk menilai dampak kegiatan pengadaan tanah yang mengharuskan dilakukan perencanaan pemukiman kembali. Penilaian ini penting terutama dalam menyiapkan alternatif pilihan pemukiman kembali dan program rehabilitasi sosial ekonomi (pembinaan) PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 14 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Penting Tingkat Dampak Jumlah PTP Kehilangan kekayaan produktif dan yang lain (termasuk lahan, pendapatan dan matapencaharian) > 200(± 40 KK) Kehilangan perumahan, struktur masyarakat, sistem dan fasilitas sosial Kehilangan sumber daya, tempat, lingkungan dari rumah tangga atau masyarakat. PTP adalah penduduk asli atau rentan, misalnya yang paling miskin, masyarakat terpencil, rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan yang tidak mempunyai hak yang sah atas lahan, dan penggembala. Kasus-kasus pemukiman kembali kurang penting yang berdampak pada kelompok khusus/rawan > 200(± 40 KK) > 200 (± 40 KK) Persyaratan Ganti rugi dengan nilai penggantian, bantuan pemindahan dan tunjangan pendapatan selama pelaksanaan relokasi, langkah pemulihan pendapatan. Ganti rugi dengan nilai penggantian, bantuan pemindahan dan perencanaan relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK. Penggantian kalau bisa, pemulihan dan ganti rugi > 100 (± 20 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah khusus mungkin diperlukan untuk menjamin rehabilitasi penuh. > 50(± 10 KK) Misalnya, 50 PTP golongan rentan perlu rencana pemukiman kembali lengkaK. Tahap persiapan sosial/langkahlangkah khusus mungkin diperlukan untuk menjamin rehabilitasi penuh Kriteria Pemukiman Kembali Kategori Kurang Penting Tingkat Dampak Jumlah PTP Kehilangan kekayaan produktif dan lain-lain (termasuk lahan, pendapatan dan matapencaharian) < 200(± 40 KK) Kehilangan rumah tinggal, struktur masyarakat, sistem dan fasilitas sosial Kehilangan sumber daya, tempat, lingkungan dari rumah tangga atau masyarakat. PTP adalah penduduk asli atau rentan/rawan, misalnya yang paling miskin, masyarakat terpencil, rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan yang tidak mempunyai hak yang sah atas lahan, penggembala. PTP adalah kelompok rawan atau rentan < 200(± 40 KK) < 200 (± 40 KK) Persyaratan Ganti rugi dengan nilai penggantian, bantuan pemindahan dan tunjangan pendapatan selama pelaksanaan relokasi, pemulihan pendapatan. Ganti rugi dengan nilai penggantian, bantuan pemindahan dan perencanaan relokasi, langkah pemulihan taraf hiduK. Penggantian kalau bisa, pemulihan dan ganti rugi < 100 (± 20 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah khusus mungkin diperlukan untuk menjamin rehabilitasi penuh < 50 (± 10 KK) Tahap persiapan sosial/langkahlangkah khusus mungkin diperlukan untuk menjamin rehabilitasi penuh PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 15 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan L.7.3 Penyiapan Alternatif Pilihan Pemukiman Kembali Dalam perumusan alternatif relokasi ini, didasarkan pada skala kebutuhan pemukiman kembali, melibatkan seluruh PTP yang terpindahkan, dan penduduk setempat dalam merumuskan pilihan relokasi yang terbaik. L.7.3.1 Alternatif relokasi Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian cara pemindahan (relokasi), antara lain meliputi : (i) Relokasi mandiri; (ii) Relokasi setempat; dan (iii) Relokasi ke lokasi/kawasan baru. a). Relokasi Mandiri; Alternatif ini dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan memilih ganti kerugian berupa uang tunai dan berinisiatif (baik perorangan atau kelompok) melakukan relokasi ke tempat pilihan mereka sendiri. Dalam hal ini beberapa PTP dapat pindah dengan memperoleh seluruh ganti kerugian yang menjadi haknya. Mereka hanya membutuhkan dukungan sosial atau pekerjaan dari proyek untuk memulihkan kembali tingkat kehidupanya seperti sebelumnya. Namun demikian, penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali (Pemda Kabupaten/ Kota dan Pemrakarsa) masih tetap bertanggungjawab atas perkembangan kondisi kehidupan sosial ekonomi mereka pasca relokasi, sehingga diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi. b). Relokasi Setempat. Relokasi setempat (di sekitar tapak proyek) dapat diterapkan apabila PTP yang terpindahkan sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar (setempat-setempat) di sepanjang rute jalan . PTP dapat ditempatkan (dimukimkan) di kawasan sekitar Damija. Khusus untuk daerah perkotaan, relokasi setem pat dengan pendekatan “renew able developm ent” ka wasan sekitarnya (peremajaan atau revitalisasi kawasan), mungkin dapat dipertimbangkan untuk diterapkan, meskipun jumlah PTP relatif banyak, lahan yang dibutuhkan untuk proyek relatif luas dan kondisi lingkungan di sekitar tapak proyek merupakan perkampungan kumuh dan padat penduduk. B eberapa m anfaat pendekatan “renew able developm ent”, antara lain : (a) Memberikan konstribusi (manfaat) yang nyata terhadap masyarakat/lingkungan di sekitar tapak proyek; (b) Bagi PTP sendiri akan lebih menguntungkan karena karakteristik lokasi masih sama dengan lokasi asal, (c) Bangunan pemukiman dapat dibangun secara vertikal (rumah susun). c). Relokasi ke Lokasi/Kawasan Baru Relokasi ke lokasi/kawasan baru yang ditentukan oleh Pemda/ Pemrakarsa, jauh dari lokasi asal (apalagi jika merupakan “perkam pungan asli” P T P ) dapat m enyebabkan tekanan sosial, khususnya jika lokasi dimaksud berbeda kondisi lingkungannya, pola kehidupan ekonomi dan matapencaharianm atau parameter sosial dan budayanya. Pemindahan ke lokasi baru yang jauh atau kawasan yang berbeda karakterisrik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi, harus PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 16 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan sedapat mungkin dihindarkan. L.7.3.2 Alternatif Bentuk Permukiman Alternatif pilihan pemukiman kembali dalam pengertian bentuk permukimannya, antara lain : (i) Perumahan; (ii) Rumah susun; (iii) Kaveling siap bangun (KSB). a). Perumahan Pilihan pemukiman dalam bentuk perumahan dapat diterapkan, baik PTP yang terpindahkan sedikit atau banyak. Lokasi perumahan ini harus dilengkapi sarana dan prasaran sosial ekonomi yang layak (air bersih, jalan, sambungan listrik, fasilitas umum), serta harganya terjangkau (misalnya, fasilitas kredit kepemilikan rumah). Penyediaan pemukiman ini dapat berupa perumahan yang telah ada maupun pembangunan baru. Jika PTP yang terpindahkan sedikit, kepadatan penduduk rendah, dan lokasinya tersebar setempat-setempat di sepanjang rute jalan, perumahan dapat dibangun di sekitar Damija (relokasi setempat). Apabila PTP yang terpindahkan relatif banyak ( > 40 KK), perumahan dibangun di lokasi baru. b). Rumah Susun Jika PTP sedikit dapat ditempatkan pada rumah susun yang sudah ada, dan jika PTP banyak harus dipertimbangkan pembangunan runah susun yang baru. Pilihan ini juga dapat dipertim bangkan untuk relokasi setem pat dengan m em akai pendekatan “renew able”. Cara kepemilikan rumah susun dapat dilakukan dengan cara sistem sewa (runah susun sewa) dalam jangka waktu yang lama (misalnya, 20 tahun), atau dengan pembelian (hak milik) serta harganya terjangkau (misalnya, fasilitas KPR-BTN). Penyediaan pemukiman ini dapat berupa rumah susun yang telah ada maupun pembangunan baru. c). Kavling Siap Bangun (KSB) Alternatif KSB mungkin akan menjadi pilihan bagi sebagian kecil PTP yang ingin membangun rumah tinggalnya sesuai kehendak mereka. Lokasi KSB dapat terletak di sekitar lokasi asal atau ditempat lain. Pilihan ini akan memberi kebebasan kepada PTP untuk mendesain permukimannya sesuai kebutuhan. Lokasi KSB harus dipersiapkan dengan baik (layak) yang dilengkapi dengan sarana dan prasaran sosial ekonomi (antara lain, air bersih, jalan, sambungan listrik, saluran drainase, fasilitas umum) dan harganya terjangkau (misalnya, fasilitas KPR) L.7.4 Pemilihan/Penentuan Lokasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan/penentuan lokasi pemukiman kembali, meliputi : a) b) Membuat pilihan alternatif lokasi, Pilihan alternatif lokasi diplot diatas peta dasar atau peta rencana kota/RUTR/RTRK, dan dikonsultasikan dengan PTP yang terpindahkan, PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 17 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan c) d) Survai kelayakan lokasi Survai kelayakan lokasi juga harus melibatkan PTP dan masyarakat setempat Penentuan pilihan lokasi Penentuan pilihan lokasi, harus berdasarkan dan diputuskan melalui musyawarah dengan PTP, dan masyarakat setempat Sebagai acuan dalam penilaian kelayakan lokasi pemukiman kembali, dapat dipertimbangkan faktor-faktor berikut ini : (a) Diusahakan masih terletak dalam wilayah Kecamatan yang sama, atau minimal dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama dengan lokasi sebelumnya, serta sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR/RTRK); (b) Ketersediaan lahan, dikaitkan dengan jumlah PTP yang akan dimukimkan dan daya tampung kawasan; (c) Mempunyai karekteristik lokasi yang setara dengan lokasi asal (karakteristik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi); (d) Kemudahan aksesibilitas ke pusat-pusat perekonomian, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan; (e) Ketersediaan peluang usaha/kesempatan kerja; (f) Ketersediaan sumber daya air bersih dan sambungan listrik. (g) Mempertimbangkan faktor lingkungan dan dampak terhadap masyarakat setempat (kualitas lahan, daya tampung lokasi/ kawasan, penggunaan sumber daya milik umum, prasarana sosial, komposisi penduduk). L.7.5 Perancangan Permukiman. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka perancangan permukiman ini, sebagai berikut a) b) c) Survai lokasi. Survai ini mencakup survai investigasi karakteristik fisik lokasi dan survai sosial ekonomi. Perancangan struktur permukiman., Konsultasi masyarakat dalam merancang struktur permukiman dengan mempertimbangkan faktor-faktor : Jumlah PTP yang akan dimukimkan, luas dan bentuk lahan; Karakteristik sosial dan kebiasaan budaya PTP dan warga setempat; Keberadaan fasilitas sosial-budaya masyarakat. Struktur dan pola permukiman yang ada (eksisting). Jangkauan dan aksesibilitas lokasi terhadap fasilitas sosial ekonomi yang ada (pusat pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, peribadatan, dan pusat perekonomian). Kisaran luas kepemilikan tanah dan bangunan dari PTP dan masyarakat setempat. Lokasi dimaksud harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai, seperti : Penyediaan air bersih; Sambungan listrik (dan komunikasi); Fasilitas umum, seperti fasilitas pendidikan, tempat usaha, tempat ibadah, pasar, olah raga, dan sebagainya sesuai dengan tingkat kebutuhan besaran komunitas yang terbentuk; PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 18 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan - L.8 Saluran drainase/air kotor/limbah; Prasarana transportasi/jalan (jalan akses/utama dan jalan lingkungan); Kemudahan transportasi angkutan umum; Penyusunan Program Rehabilitasi Sosial Ekonomi Program rehabilitasi sosial ekonomi (pembinaan) merupakan salah satu upaya penting penanggulangan dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, yakni untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan penghidupan sosial ekonomi PTP. Langkah-langkah dalam menyusun program pembinaan ini antara lain : a) b) c) Mengidentifikasi kelompok PTP yang layak untuk mendapatkan program pembinaan secara intensif, yakni PTP yang terpindahkan, PTP yang kehilangan mata pencaharian/pendapatan, dan PTP yang tergolong kelompok rentan; Mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi PTP, khususnya kegiatan ekonomi (menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan, besarnya keluarga, preferensi, pilihan); Mengidentifikasi berbagai alternatif program pembinaan, khususnya untuk pemulihan pendapatan melalui konsultasi dengan instansi terkait, pengusaha, serta analisis kelayakan dan finansiaK. Materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP, sebagai berikut : a) Kategori dan jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan Menjelaskan secara rinci mengenai jumlah PTP yang menjadi kelompok sasaran pembinaan (menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, keterampilan, mata pencaharian, pendapatan, besarnya keluarga, preferensi, pilihan). b) Strategi Program Pembinaan Menjelaskan secara spesifik mengenai paket bantuan program pembinaan yang perlu diberikan. Strategi program pembinaan mencakup strategi pemulihan kondisi sosial ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi program rehabilitasi sosial jangka pendek, dapat berupa : Ganti kerugian atas tanah, bangunan, dan semua aset lain yang terkena proyek dibayar penuh sebelum relokasi; Bantuan pembangunan rumah, tempat usaha dan bantuan/ tunjangan relokasi (misalnya. bantuan pindahan, tunjangan biaya hidup, bantuan pendidikan anak sekolah, bantuan untuk memulai usaha baru) diberikan secara penuh selama masa transisi; Dibebaskan dari berbagai biaya pajak, pembongkaran (bangunan) dan pemulihan untuk relokasi; Subsidi sarana produksi atau kredit murah untuk usaha; Kesempatan kerja atau berusaha sementara jangka pendek dalam kegiatan pembangunan proyek atau pembangunan konstruksi di lokasi pemukiman kembali; Paket bantuan/pembinaan khusus (jika diperlukan) bagi PTP kelompok rentan (seperti, kaum perempuan, kelompok usia lanjut, orang-orang cacat, kelompok paling miskin); PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 19 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pembinaan untuk integrasi sosial dengan penduduk setempat (tuan rumah) di lokasi pemukiman kembali; Paket rehabilitasi lingkungan. Strategi pembinaan jangka panjang , mencakup: Strategi pembinaan sosial dapat berupa pembangunan fasilitas sosial dan penguatan kelembagaan sosial kemasyarakatan. Strategi pengembangan kegiatan ekonomi dapat berupa kegiatan usaha berbasis lahan dan/atau non-lahan yang mendapat bantuan proyek (misalnya, penyiapan lahan pengganti, peningkatan keterampilan melalui pelatihan dan dampingan teknis, pekerjaan, bantuan kredit usaha kecil dan usaha mandiri, masukan/norma input lainnya untuk pemulihan pendapatan) dan menjalin keterkaitan dengan program-program pembangunan sosial ekonomi lokal, regional atau nasionaK. c) Kerangka Waktu Pelaksanaan Membuat perkiraan waktu pelaksanaan, frekuensi, dan lamanya pelaksanaan untuk setiap kelompok sasaran pembinaan dan jenis bantuan pembinaan yang diberikan. Dalam menyusun kerangka waktu pelaksanaan pembinaan ini perlu mempertimbangkan jadwal kegiatan konstruksi proyek dan keterkaitan dengan skema program pembangunan sosial ekonomi lainnya. d) Kelembagaan Menentukan instansi penanggung jawab, instansi pelaksana, serta instansi pendukung dalam rangka implementasi program pembinaan dimaksud, termasuk mekanisme koordinasi yang diperlukan dan mekanisme pelaksanaan pembinaan dan penyaluran bantuan. L.9 Perumusan Kerangka Pemantauan dan Evaluasi L.9.1 Pemantauan Internal Tujuan pemantauan ini adalah untuk menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan sebagai bahan masukan bagi para pelaksana dalam pengambilan keputusan dalam rangka implementasi rencana kegiatan, serta untuk membantu manajemen dalam mengkaji tingkat kemajuan implementasi rencana kegiatan selama proses pelaksanaan sampai dengan selesai. Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan Jenis kegiatan yang dipantau dan indikator pemantauan harus diturunkan berdasarkan jenis kegiatan yang dilaksanakan, kerangka waktu dan anggaran yang telah direncanakan. Metode pemantauan Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkaji dan menilai tingkat kemajuan/pencapaian PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 20 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan sasaran fisik dari proses im plem entasi rencana kegiatan (action plan) adalah m etode “single program beforeafter” yakni suatu m etode pengkajian/penilaian terhadap perubah an dari suatu jenis obyek/kegiatan yang menjadi target sasaran (bisa juga kelompok sasaran) tanpa harus menggunakan kelompok kontrol, dengan cara membandingkan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan suatu “treatm ent” (kegiatan). Sedangkan sebagai alat (perangkat) analisisnya, dapat digunakan m odel diagram “kurva -S ” (s-curve). Selanjutnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi, beberapa metode yang dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan, antara lain mencakup: a) Rapat Koordinasi dan Diskusi Dalam rapat koordinasi dan/atau diskusi ini, dapat mengkonfirmasikan kepada para peserta rapat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kemajuan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. b) Pengkajian Dokumen Laporan Mengkaji seluruh dokumen laporan pelaksanaan kegiatan yang dibuat/disampaikan oleh para pelaksana kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Dokumen laporan ini biasanya disampaikan secara berkala. c) Membuat Dokumentasi PTP Sistem dokumentasi data PTP (data file record) dibuat untuk setiap rumah tangga (KK) yang mencatat tentang identitas (rumah tangga) PTP, jenis aset terkena proyek, serta bentuk dan nilai ganti kerugian. File dokumentasi ini dicetak dalam bentuk formulir dan dibagikan kepada setiap PTP yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga m em ungkinkan untuk “one -stop m onitoring” m isalnya untuk status pem berian kompensasi/ ganti kerugian. d) Informal Sample Survai Pemantauan dapat dilakukan dengan cara pengamatan inventarisasi (visual) dan pencatatan langsung, maupun melalui wawancara langsung secara tidak terstruktur dengan PTP ( 20 % sample secara purposive). Misalnya untuk mengetahui apakah ganti kerugian telah diberikan (sesuai dengan kerangka kelayakan ganti kerugian hasil kesepakatan dalam musyawarah), sampai seberapa jauh pembongkaran bangunan telah dilakukan, atau apakah lokasi pemukiman kembali telah disiapkan/dibangun secara layak dan memadai. e) Wawancara dengan Responden/Informan Kunci Pemantauan (pengumpulan data) dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara langsung secara tidak terstruktur dengan sejumlah warga masyarakat yang dianggap strategis dan mempunyai pengetahuan luas atau pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, khususnya pada lokasi bersangkutan. Wawancara ini dapat dilakukan setiap 6 (enam) bulan selama pelaksanaan. f) Rapat/Pertemuan dengan Masyarakat. Rapat pertemuan dengan masyarakat, khususnya dengan PTP dimaksudkan untuk meninjau PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 21 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (mengetahui) respon dan masukan dari masyarakat (PTP) secara langsung tentang pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta untuk memperoleh gambaran informasi mengenai tampilan dari berbagai aktifitas kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Rapat umum/ pertemuan dengan PTP ini dapat dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali atau lebih selama pelaksanaan kegiatan. Waktu dan frekuensi pemantauan Pemantauan dilaksanakan selama berlangsungnya proses pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, dengan variasi waktu untuk rapat koordinasi mingguan (tingkat pelaksana lapangan) dua mingguan (koordinator pelaksanan) dan bulanan (tingkat manajemen). Kemudian, untuk konfirmasi lapangan dapat dilakukan setiap satu bulan sekali atau sesuai kebutuhan untuk merespon kondisi obyektif yang berkembang. Pelaksana pemantauan Pemantauan internal dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Namun demikian, pemrakarsa harus dilibatkan secara penuh, khususnya dalam rangka sinkronisasi program. Dalam merumuskan materi pelaksana pemantauan internal ini harus mencakup rincian pengaturan mengenai : a) b) c) Distribusi tanggung jawab pemantauan dalam unit/instansi pelaksana pengadaan tanah. Untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali berskala besar lebih baik jika ada Tim khusus untuk pemantauan. Kemudian untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang melibatkan instansi-instansi lain atau beberapa jenjang pemerintahan, diperlukan suatu rencana mekanisme koordinasi. Tanggung jawab atas tugas-tugas tertentu, termasuk pengumpulan dan analisis data, verifikasi, pengendalian, koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan, penyerahan laporan kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan. Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan pemantauan. Sistem Pelaporan Jenis laporan terdiri dari laporan harian, mingguan/dwi mingguan, bulanan, triwulan, tahunan dan laporan akhir kegiatan. a) Laporan Harian Laporan harian dibuat oleh Pelaksana Lapangan, yang berisi tentang jenis dan besaran (volume) kegiatan yang telah dilaksanakan serta catatan penting atas permasalahan/kendala yang dihadapi. Laporan ini diserahkan setiap hari kepada Koordinator Lapangan. b) Laporan Mingguan/Dwi Mingguan Laporan ini merupakan hasil verifikasi dan rangkuman dari Laporan Harian dengan isi pokok laporan berupa informasi kemajuan pekerjaan selama minggu/ dwi minggu berjalan serta catatan permasalahan/kendala khusus yang dihadapi, usulan penyelesaian dan bantuan yang PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 22 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan dibutuhkan. Laporan ini dibuat oleh Koordinator Lapangan, dan disampaikan kepada Ketua/Koordinator Tim Pelaksana. c) Laporan Bulanan Laporan bulanan ini terdiri dari 2 (dua) jenis yakni : (i) laporan bulanan untuk tiap-tiap bidang/bagian kegiatan/pekerjaan; dan (ii) laporan seluruh kerangka kegiatan. Laporan (bulanan) bidang kegiatan dibuat oleh para Ketua/Koordinator Tim Pelaksana dan disampaikan kepada Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah melalui Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen. Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dan disampaikan kepada Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah dan Pemrakarsa.. d) Laporan Triwulan Laporan Triwulan disusun berdasarkan Laporan Bulanan dan hasil verifikasi lapangan (informal sample survai, wawancara bebas dengan renponden kunci, rapat/pertemuan dengan PTP), dengan isi pokok laporan antara lain menyangkut tingkat kemajuan pelaksanaan kegiatan, analisis kesesuaian (kinerja) pelaksanaan, realisasi penyerapan dan alokasi anggaran, permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya tindak penyelesaian, serta rencana untuk triwulan berikutnya. Termasuk dalam laporan ini adalah informasi tentang tingkat perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan) Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan kelompok perwakilan PTP. e) Laporan Tahunan Laporan ini berisikan informasi tentang pencapaian target/sasaran fisik kegiatan, realisasi penyerapan (dan alokasi) anggaran, perkembangan kondisi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan), permasalahan/kendala yang dihadapi dan upaya/rencana tindak penyelesaian, serta rencana pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya. Laporan ini dibuat oleh Pimpinan Unit Pelaksana Manajemen dengan bantuan para Koordinator/Ketua Tim Pelaksana Kegiatan, yang kemudian disampaikan kepada Penanggungjawab Utama Pengadaan Tanah, Pemrakarsa dan perwakilan (kelompok) PTP. L.9.2 Pemantauan Eksternal dan Evaluasi Indikator Pemantauan dan Evaluasi Indikator utama pemantauan dan evaluasi, antara lain : a) b) c) d) e) f) Informasi dasar mengenai rumah tangga PTP. Pemulihan taraf hidup. Pemulihan matapencaharian dan pendapatan; Tingkat kepuasan PTP. Efektivitas perencanaan. Dampak lain yang timbul (khususnya induced impact). PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 23 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pelaksanaan Pemantauan Eksternal dan Evaluasi Pelaksana pemantauan eksternal dan evaluasi ini adalah pemrakarsa dan/atau Penaggungjawab Utama Pengadaan Tanah. Dalam kegiatan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi ini pemrakarsa dapat bekerjasama dengan lembaga penelitian, konsultan, universitas, atau LSM, dengan tugas utama sebagai berikut : a) b) c) d) Memeriksa/mengkaji hasil pemantauan internaK. Menilai apakah tujuan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan telah tercapai, khususnya apakah mata pencaharian dan taraf hidup PTP telah terpulihkan atau ditingkatkan. Menilai efisiensi, efektivitas, dampak (manfaat) dan kesinambungan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, yang hasilnya akan menjadi acuan untuk pembuatan dan perencanaan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan kegiatan pengadaan tanah, (pemukiman kembali dan pembinaan) di masa mendatang; Memastikan apakah kelayakan ganti kerugian dan bantuan yang diberikan telah memenuhi tujuan, dan apakah tujuan tersebut sesuai dengan kondisi PTP (saat ini). Waktu dan Frekuensi Pemantuan dan Evaluasi Pemantauan eksternal dan evaluasi cukup dilaksanakan setiap satu tahun selama periode pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, dan selama masa operasi dan pemeliharaan jalan. Persyaratan Pelaksanaan Mengingat pemantauan dan evaluasi eksternal akan dilaksanakan oleh suatu Tim (institusi) dari luar (yang independen), maka dalam hal ini harus disusun suatu persyaratan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, biasanya dalam bentuk suatu Kerangka Acuan (KA). KA ini harus dirancang untuk m engem bangkan data dasar “sebelum ” dan “setelah” kegiata n pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan. Berikut ini disajikan materi pokok dari KA dimaksud : a) b) c) d) e) f) g) h) i) Maksud dan tujuan pemantauan dan evaluasi dalam kaitannya dengan tujuan rencana kegiatan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan (RK-PTPKP) dan tujuan kebijaksanaan pemerintah; Data/informasi yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut, dengan mengacu pada RKPTPKP; Metode dan pendekatan pengumpulan data/informasi; Metodologi secara rinci, penggunaan data yang ada/tersedia (hasil sensus dan survai), updating, kerangka pengambilan sampel, komparasi dan analisis, pengendalian mutu, dan pengembangan sistem pencataan (dokumentasi) dan pelaporan. Partisipasi stakeholder primer, khususnya PTP dalam pemantauan dan evaluasi. Sumber daya yang dibutuhkan, termasuk tenaga akhli dalam bidang sosiologi, sosial ekonomi/koperasi, pertanahan, pemukiman kembali; Kerangka waktu; Persyaratan pelaporan. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 24 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan K.9.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan dan Evaluasi Kelompok PTP, organisasi kelompok masyarakat (OKM) setempat dan/atau LSM lokal sebaiknya dilibatkan. Evaluasi yang partisipatif akan membantu meningkatkan kualitas pelaksanaan program dengan melibatkan stakeholder primer dalam desain dan pelaksanaan evaluasi. Metode penilaian cepat partisipatif dapat mewujudkan keterlibatan PTP dan stakeholder primer lainnya dalam pemantauan dan evaluasi. L.10 Merumuskan Lingkup Kegiatan dan Kerangka Waktu Pelaksanaan Jenis atau komponen pekerjaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali meliputi: persiapan, pengadaan tanah, pemukiman kembali, pembinaan, dan monitoring dan evaluasi. L.10.1 Persiapan a) b) c) d) e) f) Penetapan lokasi pengadaan tanah; Penyiapan program dan anggaran; Set-up kelembagaan; Penyuluhan/sosialisasi awal Inventarisasi dan sensus sosial ekonomi; Pembuatan kebijakan kerangka proses/rencana kerja (RKPTPKP); L.10.2 Pengadaan Tanah a) b) c) d) Musyawarah Penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi/kompensasi. Pemberian ganti rugi/kompensasi dan pelepasan hak/penyerahan tanah Sertifikasi hak atas tanah. L.10.3 Pemukiman Kembali a) b) c) d) Perencanaan lokasi dan sosialisasi Persiapan relokasi dan konsultasi Pembangunan lokasi Relokasi PTP L.10.4 Pembinaan a) b) c) Menyusun program pembinaan Menyusun materi pokok program rehabilitasi sosial ekonomi PTP Melaksanakan program pembinaan (jangka pendek dan jangka panjang) L.10.5 Monitoring dan Evaluasi Dalam merumuskan jadwal waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus mempertimbangkan jadwal pelaksanaan konstruksi (pembangunan jalan). Sebaiknya pemberian ganti rugi/kompensasi, PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 25 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pembangunan lokasi pemukiman kembali dan pekerjaan relokasi harus sudah diselesaikan sebelum pembongkaran bangunan dan pembangunan konstruksi jalan dimulai. L.11 Menyusun Anggaran dan Pembiayaan Anggaran biaya pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dirumuskan secara rinci untuk seluruh komponen pekerjaan, termasuk biaya untuk ganti rugi, pemukiman kembali, pembinaan, monitoring dan evaluasi, serta biaya administrasi. Secara garis besar, jenis atau komponen biaya pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain mencakup : persiapan, biaya pengadaan tanah, biaya pemukiman kembali, biaya pembinaan dan rehabilitasi, dan biaya administrasi. L.11.1 Biaya persiapan a) b) Sosialisasi dan penyuluhan. Inventarisasi dan sensus PTP. L.11.2 Biaya pengadaan tanah a) b) c) Ganti rugi atas aset fisik yang hilang (tanah, beserta aset lain yang ada di atasnya); Kompensasi/santunan kepada PTP yang tidak sesuatu hak atas tanah, tetapi telah lama bermukim pada lokasi pengadaan tanah; Sertifikasi tanah, baik yang diserahkan/dialihkan kepada Pemrakarsa, maupun yang masih menjadi milik PTP (splitzing sertifikat); L.11.3 Biaya pemukiman kembali a) Perencanaan dan sosialisasi b) Pembangunan lokasi (termasuk pembebasan tanah, pembangunan perumahan, serta sarana dan prasarana). c) Bantuan biaya pindah. d) Tunjangan biaya hidup selama masa transisi. e) Tunjangan biaya pengganti atas hilangnya keterikatan sosial ekonomi dengan lokasi asal (pendidikan anak sekolah,memulai usaha baru); L. 11.4 Biaya pembinaan dan rehabilitasi a) b) c) Perkiraan biaya untuk paket pemulihan mata pencaharian/pendapatan (seperti, pelatihan, usaha kecil/rumah tangga); Bantuan pengembangan (seperti, fasilitas kredit murah, koperasi, kesehatan, pendidikan); Paket peningkatan kualitas lingkungan; L.11.5 Biaya administrasi a) b) c) d) e) f) Biaya kantor dan kesekretariatan; Panitia pengadaan tanah Biaya personil/staf operasional Pelatihan dan pemantauan Bantuan teknis Evaluasi oleh lembaga independen PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 26 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan L.12 Menyusun Kerangka Kelembagaan Salah satu masalah penting dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali adalah kurangnya kerangka kelembagaan yang sesuai dan memadai baik pada tingkat instansional maupun lapangan. Dalam merumuskan kerangka kelembagaan ini perlu dijelaskan tentang : a) b) c) d) e) Komponen lembaga/instansi yang dibutuhkan (terlibat/terkait); Uraian tugas/tanggung jawab dan kewenangan; Mekanisme koordinasi; Kerangka kebijakan; Kebutuhan pelatihan dan peningkatan kemampuan L.12.1 Komponen Lembaga Komponen kelembagaan yang terlibat/terkait (dan dibutuhkan) dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali antara lain : Pemrakarsa Pemrakarsa adalah instansi penaggungjawab utama atas penyelenggaraan kegiatan proyek pembangunan jalan. Berdasarkan PP No. 26/1985 Bab I Pasal 1, mengatur tentang pembinaan jalan di Indonesia sebagai berikut : a) Jalan Nasional : Pembina Jalan Nasional adalah Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya untuk menyelenggarakan pembinaan jalan di tingkat nasional dan melaksanakan Pembinaan Jalan Nasional (Ayat 4); b) Jalan Propinsi : Pembina Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah Tk-I (Pemerintah Propinsi) atau Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Propinsi (Ayat 5); c) Jalan Kabupaten : Pembina Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Tk-II Kabupaten (Pemerintah Kabupaten) atau Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kabupaten (Ayat 6). d) Jalan Kotamadya : Pembina Jalan Kotamadya adalah PemerintahDaerah Tk-II Kotamadya (Pemerintah Kota) atau Instansi yang ditunjuknya untuk melaksanakan pembinaan Jalan Kotamadya (Ayat 7); e) Jalan Desa : Pembina Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan (Ayat 8); f) Jalan Khusus : Pembina Jalan Khusus adalah Pejabat atau Orang yang ditunjuk oleh/dari Instansi untuk dan atas nama Pimpinan Instansi atau Badan Hukum atau Perseorangan untuk melaksanakan pembinaan Jalan Khusus (Ayat 9); PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 27 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan g) Jalan Tol : Jalan Tol adalah Jalan Umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar ToK. Penyelenggara Jalan Tol adalah suatu Badan Hukum yang ditunjuk oleh Menteri (PT. Jasa Marga Persero). Penanggung Jawab Pengadaan Tanah Penanggungjawab utama kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali adalah Pemerintah Propinsi, sedangkan jika lokasi proyek pembangunan jalan dimaksud hanya terletak pada satu wilayah Kabupaten/Kota, maka penanggungjawab utamanya adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Unit Pelaksana Manajemen Instansi ini merupakan perangkat pelaksana manajemen sehari-hari dari penanggung jawab utama. Instansi ini dibentuk oleh penanggung jawab utama pengadaan tanah. Pimpinan instansi ini harus dijabat oleh seorang staf senior yang berpengalaman dalam pengelolaan proyek pembangunan sosial ekonomi. Pelaksana Pengadaan Tanah Keppres RI No. 55/1993 (Bab III, Pasal 6 dan 7) menyebutkan bawa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh Gubernur, dan pada setiap Kabupaten/Kota dibentuk Panitia Pengadaan Tanah. Untuk pengadaan tanah yang terletak pada 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kota atau lebih dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur. Tim Kerja Pemukiman Kembali Institusi ini diperlukan untuk membantu Panitia Pengadaan tanah dan Unit Pelaksana Manajemen. Tim ini sekaligus berfungsi sebagai pusat koordinasi (sekretariat) untuk konsultasi dan partisipasi PTP. Tim ini dibentuk oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (Bupati/Walikota), dengan dipimpin (Ketua Tim/Koordinator) oleh seorang staf senior (misalnya Ketua Bappeda) dan dibantu oleh sejumlah Sub Tim (misalnya, sub tim perencanaan/penyiapan program, sub tim sosialisasi dan pembinaan, sub tim implementasi dan pengendalian). Tim Pengendalian dan Penyelesaian Pengaduan Secara formal, cara penyelesaian atas sengketa atau pengajuan keberatan dalam pelaksanaan pengadaan, telah diatur dalam Keppres RI No. 55/1993 (mulai Pasal 18 sampai dengan Pasal 22) dan dijabarkan lebih lanjut dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1/1994 (Bagian Keempat, Pasal 22 sampai dengan Pasal 27). Namun demikian untuk memudahkan/ mempercepat penyelesaian maka sebaiknya dibentuk suatu Tim (semacam Panitia) Penyelesaian Pengaduan yang dipimpin langsung oleh Penanggung jawab Utama Pengadaan Tanah (sebagai Ketua Tim), dengan struktur jaringan kerja sampai tingkat Desa/Kelurahan. Tim ini berfungsi untuk mengendalikan pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, khususnya dalam rangka pengamanan dan penyelesaian pengaduan keberatan dari PTP atau sengketa lainnya (biasanya berkaitan dengan kelayakan ganti kerugian/kompensasi serta manfaat PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 28 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali). Susunan Tim sebaiknya terdiri atas unsurunsur Muspida/Muspika, Panitia Pengadaan Tanah, BPD (Badan Perwakilan Desa), Tokoh Masyarakat, dan kelompok perwakilan PTP. Fasilitator Masyarakat Pemanfaatan tenaga fasilitator masyarakat (TFM) akan sangat membantu dalam pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali, khususnya dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi dan peningkatan partisipasi PTP, perencanaan dan pelaksanaan pemukiman kembali yang partisipatif, serta pelaksanaan pembinaan dalam rangka rehabilitasi sosial ekonomi PTP. Fasilitator Masyarakat dapat ditunjuk dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) dari Universitas, atau LSM pembangunan dengan melibatkan kelompok PTP sebagai TFM lapangan. Uraian Tugas/Tanggung jawab dan Kewenangan Rumusan uraian tanggung jawab/tugas dan kewenangan ini mencakup: a) b) c) Distribusi tanggung jawab/tugas serta kejelasan kewenangan dari tiap-tiap komponen lembaga atau unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali. Tanggung jawab atas tugas-tugas khusus tertentu, misalnya, membangun komponen prasarana lokasi pemukiman kembali, pembinaan kelompok rentan,pemantauan internal, pengendalian dan koordinasi dengan instansi terkait, penyusunan laporan dan penyerahan laporan kepada pembuat keputusan, tanggung jawab mengkaji dan menindak lanjuti laporan. Persyaratan personil pelaksana, termasuk persyaratan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan. L.12.3 Mekanisme Koordinasi Materi pokok dari mekanisme koordinasi ini, antara lain mencakup : a) b) c) Kerangka koordinasi internal, yakni bagaimana sistem koordinasi antar komponen lembaga/unit/instansi pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang berada dibawah kendali penanggung jawab utama pengadaan tanah, baik secara vertikal maupun horisontaK. Kerangka koordinasi eksternal, yakni sistem koordinasi dengan instansi terkait di luar lembaga penyelenggara kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali; Jenis kegiatan tertentu yang memerlukan koordinasi khusus, termasuk dalam hal ini harus dijelaskan mengenai kerangka waktu dan penanggung jawab pelaksanaan koordinasi, serta instansi terkait yang perlu dilibatkan dalam koordinasi. L.12.4 Kebutuhan Staf/Personil Perbandingan yang memadai antara jumlah staf/personil pelaksana dengan PTP akan tergantung pada banyak faktor, antara lain jumlah PTP, jumlah dan lingkup pekerjaan, jumlah lokasi (tempat) dan kompleksitas permasalahan. Para pimpinan unit lembaga pelaksana pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus merupakan staf yang mempunyai kemampuan merancang program dan pengaturan alokasi anggaran serta pengendalian proyek social engineering. Sementara untuk staf pelaksana dan lapangan merupakan kelompok dari berbagai jenis keterampilan dan keahlian, seperti untuk PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 29 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan perencanaan lokasi dan prasarana, hukum, ekonomi, sosiologi, teknik lingkungan, dan kesejahteraan sosiaK. L.12.5 Kebutuhan Pelatihan dan Peningkatan Kemampuan Beberapa alternatif dalam rangka peningkatan kemampuan institusi dan keterampilan staf, antara lain: a) b) c) studi banding; pelatihan dan lokakarya; bantuan teknis. L.12.6 Rancangan Kerangka Kebijakan Pengadaan Tanah Tim Penyusun LARAP perlu menyiapkan rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan pemukiman kembali sebagai bahan acuan dalam menyusun kerangka kebijakan formal (dalam bentuk Surat Keputusan Gubernur). Materi pokok dari rancangan kerangka kebijakan pengadaan tanah dan pemukiman kembali mencakup: a) Pengertian dasar: Definisi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan pengadaan tanah dan pemukiman kembali; b) Tujuan: Menguraikan tentang tujuan program pengadaan tanah (dan pemukiman kembali); c) Deskripsi proyek: Gambaran ringkas proyek jalan dengan komponennya dimana diperlukan pengadaan tanah/penguasaan tanah dan pemukiman kembali; d) Prinsip-prinsip perencanaan: Menjelaskan tentang prinsip dasar dan tujuan yang menuntun dan menjadi acuan persiapan dan implementasi program pengadaan tanah dan pemukiman kembali; e) Persiapan: Uraian singkat tentang proses persiapan dan persetujuan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali; f) Lingkup dampak: Perkiraan penduduk yang terkena proyek dan dampak lain g) Kriteria kelayakan: Uraian kriteria penentuan kategori PTP yang berhak mendapat ganti kerugian dan jenis aset yang dapat (layak) diganti rugi; h) Kerangka hukum: Uraian tentang peraturan perundangan yang berlaku dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, i) Metode penilaian aset dan ganti kerugian: Uraian cara penilaian untuk menentukan tingkat dan besaran ganti kerugian atas seluruh aset masyarakat yang terkena proyek, serta alternatif pilihan bentuk ganti rugi dan/atau pemukiman kembali. j) Pembinaan dan penanggulangan dampak: Uraian mengenai ketentuan dan mekanisme pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP (khususnya yang terpindahkan) serta penanggulangan dampak lain. k) Kelembagaan: Uraian prosedur organisasi untuk pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta proses implementasi proyek yang menghubungkan langkah pengadaan tanah dan pemukiman kembali dengan pekerjaan-pekerjaan teknis; l) Prosedur penyampaian keluhan/keberatan: Uraian tentang mekanisme untuk mengajukan keberatan/keluhan dan cara penyelesaiannya; m) Pembiayaan: Uraian mengenai pengaturan pendanaan kegiatan pengadaan tanah dan PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 30 Lampiran L – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan n) o) pemukiman kembali; Konsultasi dan partisipasi masyarakat: Uraian mengenai mekanisme konsultasi dan partisipasi masyarakat, Pemantauan dan evaluasi: Uraian mengenai pengaturan kegiatan pemantauan internal, serta pemantauan eksternal dan evaluasi. L.12.7 Rancangan Kerangka Implementasi Rancangan kerangka implementasi ini merupakan bahan acuan bagi penanggung jawab utama pengadaan tanah dalam menyusun kerangka proses pengadaan tanah dan pemukiman kembali, yang diformalkan (berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota) menjadi Rencana Kerja Pengadaan Tanah. Materi pokok dari rancangan kerangka proses ini antara lain: a) b) c) d) e) Pengertian umum: Uraian singkat pengertian elemen-elemen yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk definisi proyek, lokasi dan populasi penduduk yang terkena proyek; Tujuan: Uraian spesifik tentang maksud dan tujuan dilaksanakannya pengadaan tanah (dan pemukiman kembali), serta dikaitkan dengan tujuan penyusunan dokumen LARAP; Informasi sosial ekonomi: Gambaran ringkas kondisi sosial ekonomi PTP serta dampak potensial yang dicakup, Kebijaksanaan pengadaan tanah: Uraian kebijakan yang ditempuh dalam pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan, termasuk pembiayaan; Rencana kerja: Uraian rinci tentang program kerja dan kerangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah, pemukiman kembali dan pembinaan untuk rehabilitasi sosial ekonomi PTP, khususnya yang terpindahkan, serta rencana pendanaannya. L.13 Penyusunan Laporan Kandungan materi Dokumen LARAP harus disusun secara terinci dan spesifik, serta disesuaikan dengan jenis/kategori kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman kembali, apakah termasuk kategori “penting” atau “kurang penting”. S istem atika D okum en LA R A P untuk kedua kategori tersebut dapat mengacu contoh dari Bank Dunia atau ADB. PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI UNTUK BIDANG JALAN 31 Gambar-1 BAGAN PELAKSANAAN PENYARINGAN LINGKUNGAN (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan ) PEMRAKARSA BAPEDALDA Mempelajari Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan dan mengidentifikasi penggunaan lahan pada dan sekitar rencana koridor jaringan jalan, khususnya areal sensitive … ..… .(1) Memberi masukan tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Propinsi, Kabupaten dan Kota serta Penerapan P eta P adu S erasi … (2) Menetapkan hasil penyaringan berupa Daftar Proyek Wajib Pengelolaan Lingkungan .. ... (6) MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA KETERANGAN 1). Mencakup Tata guna lahan diperoleh dari Departemen Kehutanan, BPN dan dari sumber lainnya 2). Termasuk koordinasi dengan instansi terkait 3). Perhatikan bagan alir proses penyaringan (diagram A-1) dan pelajari Pedoman Penyaringan yang ada. Melakukan penyaringan AMDAL dan UKL/UPL serta S O P … ..(3) Melakukan diskusi / konsultasi hasil penyaringan dengan BAPEDALDA … ... (4) BAPPEDA 4). 5) Catat hasilnya dalam risalah rapat 6) Daftar proyek yang wajib pengelolaan lingkungan menggunakan formulir A-1 Memberi tanggapan dan saran dalam rangka menampung unpan balik … . .. (5) Gambar-2 BAGAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KA-ANDAL (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Memberitahukan rencana penyusunan dokumen AMDAL . (1) 1) Sesuai PP AMDAL 2). Mengacu pada Kep Ka Bapedalda No.08/2000 3) Sesuai saran apakah melalui media cetak maupun media elektronik Menyepakati jadwal waktu dan isi pengumuman rencana kegiatan proyek … . (2) Mengumumkan rencana kegiatan proyek… ..(3) Memperbaiki dokumen KA-ANDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan lagi ke Komisi Penilai … ..(11) 4) Tanggapan disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak tanggal pengumuman Memberikan tanggapan terhadap rencana kegiatan proyek … . (4) Melaksanakan konsultasi M asy.… ..(5) Menyusun konsep KAANDAL dan mengajukan ke Komisi Penilai untuk dinilai.. (6) KETERANGAN 5) Mengacu pada Pedoman Konsultasi Masyarakat dan Kep.Ka Bapedal No. 08/2000 6) Gunakan pedoman penyusunan KA-ANDAL Mengadakan rapat Komisi Penilai AMDAL untuk menilai konsep KA-ANDAL … … … . (7) Menetapkan dokumen KA-ANDAL ........ .. (12) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberikan masukan.. (8) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan .. (7) Menghadiri rapat Komisi Penilai AMDAL dan memberi masukan (dari institusi terkait mis: kehutanan, Dikbud, Sosial) ..... (10) 7), 8), 9), 10) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 11) Dilakukan sampai dokumen disetujui 12) Sebagai acuan penilaian ANDAL Gambar-3 BAGAN PELAKSANAAN STUDI AMDAL (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari KA ANDAL yang telah ditetapkan … … … (1) Melaksanakan Studi A N D A L … … (2) Mengirimkan hasil studi ANDAL ke Komisi Penilai untuk dinilai … … . (3) Memperbaiki konsep dokumen AMDAL sesuai dengan tanggapan komisi dan mengajukan kembali ke K om isi P enilai … (8) Mengadakan rapat komisi penilai AMDAL untuk menilai & menetapkan kelayakan lingkungan … … . (4) Menetapkan dokumen A M D A L … … . (9) Menghadiri rapat dan memberikan masukan untuk perbaikan dokumen ...........(4) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dam pak lingkungan … .(6) Menghadiri rapat komisi dan memberikan masukan tentang penanganan dampak lingkungan sesuai keterkaitannya … .(7) KETERANGAN 1). Lampiran SK Penetapan KA-ANDAL termasuk lampiran dokumennya. 2). Gunakan pedoman penyusunan ANDAL, RKL dan RPL 3). Lengkapi dengan surat pengantar dan tanda terima dokumen. 4) Risalah rapat menggunakan formulir A-2 5) 6), 7) Masukan peserta rapat menggunakan formulir A-3 8) Dilakukan sampai dokumen disetujui 9) Sebagai acuan untuk desain dan pelaksanaan Gambar-4 BAGAN PENJABARAN HASIL STUDI ANDAL, RKL DAN RPL (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari hasil studi ANDAL, RKL dan RPL … ..… (1) Menginventarisasi rekomendasi penanganan dampak pada dokumen RKL & R P L … … (2) Memberi penjelasan kepada tim perencana teknis tentang sasaran penanganan dampak pada RKL & RPL ....(6) Melaksnakan penjabaran hasil studi ANDAL, RKL dan RPL pada perenc.teknis.. (7) Desain jalan yang telah mempertimbangkan faktor lingkungan.. (8) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai kebijakan pembangunan daerah mis.: median, lansekap … … … . (3) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran ....... (4) Memberi masukan tentang cara penanganan dampak dan saran-saran sesuai keterkaitannya mis.: penanganan utilitas yang terkena............ (5) KETERANGAN 1) Termasuk mengkaji ulang (mereview) 2) Dibantu ahli lingkungan apabila diperlukan 3) 4) 5) Dapat dilakukan dalam forum rapat atau lainnya 6) Sebaiknya ada ahli lingkungan dalam tim perencana 7) Sebanyak mungkin dituangkan dalam desain, sedangkan dampak sosial yang tidak dapat dituangkan dalam desain, merupakan lampiran desain untuk diperhatikan pada saat tender 8) Output yang diharapkan Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENGADAAN TANAH (Pada Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll. Mempelajari Konsep Rencana Umum Sistem Jaringan Jalan, Peta Tata Guna Lahan Disekitar Rencana Jaringan Jalan … ..… .(1) 2) Mencakup kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung Membuat Konsep Awal Kebutuhan lahan untuk Rencana Jaringan Jalan (termasuk perkiraan kasar luas, jenis penggunaan dan kepemilikan). (2) Konsultasi konsep kebutuhan lahan rencana jaringan jalan (3) KETERANGAN 3). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 4). Dapat dituangkan dalam peta Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan termasuk sosial (4) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (5) Memberi masukan tentang lokasi lokasi hak adat / ulayat , dll ( 6 ) Memberi masukan sesuai keterkaitannya, mis.: tentang fungsi lahan dan ketentuan / peraturannya (7) 5) Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 6) 7) Termasuk cara-cara pelepasannya Menetapkan Rencana Jaringan Jalan beserta perkiraan kasar kebutuhan lahan … (8) 8) Rencana ini disebarluaskan kepada institusi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan Mempelajari Kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan Konsultasi Pemilihan Alternatif koridor Jalan berdasarkan kebutuhan lahan … (2) Merangkum data dan informasi untuk acuan peenetapankoridor penetapan koridorjalan jalan .....................(6) ..........(7) Menetapkan koridor jalan terpilih............(8) KETERANGAN 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Memberi masukan tentang daya dukung lingkungan… … .. (3) Memberi masukan tentang lokasi Prasarana & Sarana dan untuk pemukiman kembali penduduk serta ketersediaan dan keterpaduan pengadaan lahan .. (4) Memberi masukan Lokasi Masyarakat Terasing, status kepemilikan dan kesediaan melepas. (5) Memberi masukan tentang pengendalian fungsi lahan dan ketentuan memperoleh lahan … … (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) Diplot pada peta Padu Serasi 7), Masukan untuk pemilihan alternatip rute jalan dan penyusunan KA-ANDAL (Lihat bagan Pelaksanaan konsultasi masyarakat dan Penyusunan KAANDAL) 8) Mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN LAHAN (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari kebutuhan lahan dan Jenis Peruntukan Lahan pada setiap alternatif R ute Jalan … … … (1) Melakukan Konsultasi dan Survey Dasar sosial … … (2) Membuat Prakiraan Kebutuhan Lahan untuk Alt.Rute.. (7) Menetapkan Rute Terpilih ..... (12) Memberi masukan tentang daya dukung sosial ..… (3) Memperkirakan dampak sosial … .(8) Memberi masukan tentang pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi, kabupaten/kota dan koordinasi rencana pengadaan lahan .. (4) Koordinasi Rencana Awal P engadaan T anah … (9) Memberi masukan tentang Status Kepemilikan lahan termasuk asset lainnya serta taksiran harga .(5) Memberi masukan kesediaan dan keberatan masy. Terhadap pengadaan tanah … ..(10) Memberi masukan sesuai keterkatiannya antara lain tentang hal-hal berkaitan dengan pelepasan hak. (6) Menyetujui permohonan proyek tentang kebutuhan lahan … .(11) KETERANGAN 1). Hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5), 6) Melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk 8) Dalam forum penilaian apabila dokumen AMDAL 9) Koordinasi rencana awal pelaksanaan di lapangan dengan instansi lain 10) 11) Dapat dilakukan dalam forum rapat, dll. 12) Setelah dokumen AMDAL (bila ada) ditetapkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail R ute Jalan … … … … (1) Melakukan Survey Sosial Ekonomi dan konsultasi Masyarakat … … (2) Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang hal kepemilikan lahan, pelepasan hak, rehabilitasi pem uk.kem bali, dll. … . (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya antara lain proses & ketentuan pelepasan hak, tatacara & criteria kompensasi serta tata cara pem uk.kem bali … … .. (6 ) Membuat Konsep LA R A P … ..(7) Sosialisasi Konsep LARAP dan mengajukan kepada Gub/Bupati/Walikota (8) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaksanaan LA R A P … … (12) Memberikan kesepakatan thd konsep tersebut … .. (9) Memberikan kesepakatan thd konsep … … . (10) Gubernur / Bupati/Wali kota menyetujui konsep LARAP-nya. … .. (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data Jenis Peruntukan Lahan yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas antara tim lapangan dengan panitia pengadaan tanah.. 3). Sesuai Tupoksi Institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk status sertifikat, luasan, Lokasi di Peta, prakiraan nilai kekayaan, masa tinggal dll. 6). Sesuai peraturan per UU-an yang berlaku 7) Sesuai petunjuk yang dikeluarkan 8) 9) 10) 11) Dpat dilakukan dalam forum rapat 12) Setelah disahkan oleh Gubernur/Walikota/ Bupati Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA Membuat Jadwal Detail & konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1) Melaksanakan Pembayaran Kompensasi untuk tanah dan asset diatasnya … … ..(5) Melaksanakan Kegiatan Pemukiman Kembali Penduduk (BILA ADA) ....... ( 10) Membuat Laporan Pelaksanaan LARAP … … (15) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Berpartisipasi dalam musyawarah & mufakat … … … . (2) Berpartisipasi dalam musy. & menyepakati dlm mufakat khususnya P .T .P … … . (3) Melaksanakan musyawarah dan mufakat, khususnya panitia pengadaan tanah … … .. (4) Menyerahkan Surat-surat kepemilikan lahan kepada pem rakarsa … … .(8) Panitia Pengadaan Tanah membantu dalam penyelesaian proses adm inistrasi … … .(9) Menerima Sertifikat Kepemilikan Kapling dan K artu P enduduk … ..(13 ) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: transmigrasi, perumahan dll… (14) Melakukan monitoring … … (6) Melakukan monitoring … .. (7) Melakukan Monitoring Pelaksanaan LARAP .… .. (11) Membantu pelaksanaan Koordinasi dengan instansi terkait … (12) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen LARAP yang telah ditetapkan 2) 3) 4) Dapat dilakukan berkali kali 5). Sesuai dg kesepakatan nilai kompensasi dan daftar penerimanya 6),7) Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 8) 9) Termasuk proses pensertifikatan 10). Sesuai dengan yang tertera pada LARAP 11) Sesuai yang tertera pada dokumen LARAP dan daftar yang akan dimukimkan kembali 12) Baik instansi pusat dan daerah termasuk di lokasi pemukiman kembali penduduk. 13). Sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan 14) Dapat dikaitkan dengan program instansi terkait 15) Untuk digunakan sebagai acuan monitoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERKENA DAMPAK (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP. 2) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi Masyarakat Terkena Proyek … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca LA R A P … .. (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … (6) Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultansi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melakukan monitoring … … … .(8) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi m asyarakat … … ..(12) Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Catatan Pelaksanaan LARAP (Pengadaan Tanah dan Rehabilitasi E konom i) … … .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses pengadaan tanah dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan Analisa Kesesuaian Rencana … … … . (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring pelaksanaan LARAP … … .(3) Menyusun Laporan Monitoring Pasca LA R A P … … . (8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosial dan kelembagaan) Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud m asy… .. (4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor … ... (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan termasuk dari aspek pelaksanaan … ..( 6) Memberi tanggapan dan masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. Keberhasilan/kegagalan program rehabilitasi, tingkat kesenjangan antar kelom pok m asy. … 7) 3), 4), 5), 6), 7). Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan Akuntabilitas Proyek Jalan. Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. LA R A P … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria perencanaan LARAP yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan LARAP … . (4) Menetapkan kriteriakriteria pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai kebutuhan perencanaan dimasa datang … (9) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya 9) Memberi masukan tentang sosekbud dan m asalah lingkungan … . (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelembagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang, nilai kearifan lokal, adat istiadat, pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkan kepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. Gambar-1 BAGAN PERTIMBANGAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Umum Sistem Jaringan Jalan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Konsep Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Peta Tata Guna Lahan termasuk peta keberadaan masyarakat terasing disekitar jaringan jalan tersebut … ..… .(1) Membuat Konsep dan Sosialisasi Jaringan Jalan beserta koridornya serta lokasi m asy. terasing… ..(2) Menetapkan Rencana Jaringan Jalan .. ... (6) Memberi tanggapan dan masukan tentang Penerapan Peta Padu Serasi (Penataan Ruang W ilayah) … … … … .. (3) Memberi masukan tentang kehidupan sosial budaya masyarakat setempat .… … .. (4) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Pendidikan & Kebudayaan memberi masukan tentang kondisi sosial ekonomi serta peraturan perundangan masy terasing… .. (5) KETERANGAN 1). Mencakup Sasaran Kawasan yang akan dilayani misalnya sentra sentra produksi, kapasitas produksi, kapasitas jalan yang dibutuhkan, peran dan fungsi kota dll, serta kondisi eksisting dan rencana peruntukannya dimasa datang, penetapan status dan fungsi kawasan lindung 2). Didasarkan pada prinsipprinsip menghindari lahan budidaya dan yang dilindungi sesuai criteria pada pasal-6 undangundang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 3). Peta Koordinasi pemanfaatan Ruang wilayah yang memadukan kawasan lindung dan kawasan binaan 4). Termasuk upacara ritual yang berhubungan dengan tanah 5). Termasuk populasi dan adat istiadatnya serta program yang telah dan sedang dijalankan 6) Disebarluaskan kepada instansi terkait Gambar-2 BAGAN KEGIATAN AWAL PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pra Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA 1) Dari peta Padu Serasi dan peta lainnya yang dipublikasikan oleh Departemen/Dinas Kehutanan, Departemen/Dinas Pendidikan dan kebudayaan 2). Bersifat Orientasi lapangan untuk melihat contoh (sample) kondisi sebenarnya Mempelajari penyebaran permukiman masy. terasing pada Rencana Jaringan Jalan … . (1) Melakukan konsultasi pemilihan alternatip koridor Jalan … … ..(2) Memberi masukan tentang perkiraan dampak sosial terhadap m asy terasing. … … . (3) Merangkum data dan informasi penyebaran masy terasing untuk acuan penetapan koridor .....................(7) Menetapkan Koridor Jalan Terpilih ....... (8) KETERANGAN Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing........ .. (4) Memberi masukan tentang sistem kepemilikan tanah Masyarakat Terasing .. (5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik Bud memberi masukan tentang pola kehidupan sosial, ekonomi, budaya ..... (6) 3), 4), 5), 6) Masing-masing masukan (input) diplot pada peta Padu Serasi beserta keterangan spesifik yang harus diperhatikan 7), Masukan untuk pemilihan alternatip koridor rute jalan dan penyusunan KAANDAL (Lihat bagan pelaksanaan konsultasi masyarakat dan penyusunan KA-ANDAL) 8) Telah mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomik, sosial budaya dan lingkungan Gambar-3 BAGAN IDENTIFIKASI PENANGANAN SISTEM SOS-BUD MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Studi Kelayakan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari pola penyebaran dan kehidupan sosial budaya masy terasing pada setiap alternatip rute Jalan … … … (1) Melakukan survey dasar sosial dan konsultasi … … (2) Memberi masukan tentang penanganan dampak sosial masy. terasing..… (3) Membuat prakiraan dampak sosial budaya dan rencana kasar penanganan masy terasing untuk alternatif rute...... (7) MENETAPKAN RUTE TERPILIH (8) Memberi masukan tentang koordinasi penanganan masy. terasing.................(4) Memberi masukan tentang sistem nilai budaya dan pendekatan penanganan m asy. terasing … .(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud memberi masukan tentang mobilitas masy terasing dan situs dan benda cagar budaya yang harus dilindungi. ..(6) KETERANGAN 1). Pada koridor hasil Pra Kelayakan 2). Sesuai dengan pedoman yang berlaku 3),4),5) 6) Konsultasi dapat dilakukan melalui media rapat teknis yang diselenggarakan oleh pemrakarsa 7) Dikaji bersama-sama aspek teknis, ekonomik dan lingkungan 8) Outputnya adalah Rute terpilih setelah dikaji bersama sama aspek teknis, ekonomis dan lingkungan termasuk kebutuhan Permukiman Kembali Penduduk Gambar-4 BAGAN PERENCANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Perencanaan Teknis) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari Pengukuran Detail Rute Jalan & rencana kasar penanganan m asy. terasing… (1) Melakukan survey sosial ekonomi dan konsultasi masyarakat … … (2) Membuat konsep dan sosialisasi rencana tindak penanganan masy terasing … ..(7) Menetapkan desain jalan serta melakukan persiapan pelaks. Renc. T indak … . (11) KETERANGAN 1). Termasuk Data permukiman yang terkena Proyek 2). Termasuk rencana kerja, pembagian tugas Melakukan Monitoring Pelaksanaan Survey … … … … … … … … (3) Membantu Koordinasi Pelaksanaan Survey dengan instansi Terkait … … … … .… … … . (4) Memberi Masukan Detail dilapangan tentang sistem kekerabatan, kepemimpinan, sistem dan nilai hak adat ............ (5) Memberi masukan serta membantu survai sesuai keterkaitannya antara lain tentang pola penanganan masy. terasing misal : DikBud memberi masukan tentang pola penanganan masy terasing ................. (6) 3). Sesuai tupoksi institusi dan dapat bersifat aktip (terjun kelapangan) maupun pasip (menerima laporan saja) 4). Terutama koordinasi dengan aparat pemerintah daerah dan dinas sosial 5) Termasuk jenis upacara adat yang masih dilakukan 6). Termasuk program yang telah dan akan dijalankan untuk masy.terasing tsb. 7) 8) 9) 10) Dapat dilakukan melalui media rapat Memberikan kesepakat an dan melakukan koordinasi persiapan pelaksanaan … … (8) Memberikan kesepakatan dan melakukan persiapan … … … (9) Memberikan kesepakatan dan membantu persiapan pelaksanaan … … (10) 11) Desain jalan telah mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosialekonomi-budaya Gambar-5 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Persiapan Konstruksi) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Membuat Jadwal Detail Rencana Tindak penanganan masy terasing.....… ..(1) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing ................................(2) Membuat Laporan Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing ..........(7) Melakukan monitoring … … (3) Melakukan monitoring dan koordinasi … … (4) Berpartisipasi dalam pelaksanaan program … … .(5) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud dan Dinas Sosial membantu dalam pelaksanaannya dilapangan .... … … .(6) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen yang telah disetujui 2). Mencakup kompensasi lahan dan bangunan, perbaikan permukiman tradisional, rehabilitasi konservasi situs dll. 3), 4), Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 5). Termasuk LSM, lembaga adat , dll. 6) Termasuk kegiatan pendampingan dalam aspek sosial – ekonomi 7) Untuk digunakan sebagai acuan monotoring Gambar-6 BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Konstruksi Jalan & Jembatan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonom i … … ..(1) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi masyarakat terasing … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca penanganan masy. terasing … … (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … .. (6) KETERANGAN 1) Diambil dari laporan LARAP untuk masyarakat terasing 2) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultasi 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati 8), 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Melakukan monitoringi ...(8) MEMBUAT Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi M asyarakat … … ..(12) Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 12) Sebagai bahan monitoring Gambar-7 BAGAN PELAKSANAAN MONITORING PASCA PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Pasca Konstruksi /Operasi dan Pemeliharaan) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari catatan Pelaksanaan penanganan masy terasing .(1) 1). Termasuk penyesuaian penyesuaian yang dilakukan dan masukan masukan lainnya yang diperoleh selama proses penanganan masyarakat terasing dari tahap perencanaan umum sampai dengan tahap konstruksi. Melakukan analisa kesesuaian rencana penanganan masy terasing (2) Konsultasi Hasil Sementara terhadap monitoring. penanganan masy .terasing termasuk rehabilitasi … … .(3) Menyusun laporan monitoring Pasca penanganan masy terasing .............(8) KETERANGAN 2). Melibatkan berbagai disiplin ilmu (teknis, sosialekonomi, budaya dan kelembagaan. Memberi tanggapan dan masukan kualitas kondisi sosekbud masyarakat terasing … … … ..(4) Memberi tanggapan dan masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor. (5) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek perubahan sosek dan lingkungan budaya masy terasing … … … … ( 6) Memberi tanggapan dan masukan dari aspek sektor terkait … … … … ( 7) 3), 4), 5), 6), 7) Melalui rapat teknis yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa 8). Hasilnya menjadi bagian laporan evaluasi manfaat proyek (ProjectBenefit Monitoring and Evaluatian – PBME). Gambar-8 BAGAN EVALUASI PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING (Pada Tahap Evaluasi Pasca Proyek) PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan monitoring pelaks. penanganan masy. terasing … … ...(1) Menganalisa dan mengidentifikasi kriteria perencanaan … . (2) Menyusun konsep kriteria penanganan masy. terasing yang lebih baik ..… . (3) Konsultasi konsep perencanaan penanganan masy. terasing … . (4) Menetapkan kriteriakriteria penanganan masy. terasing yang akan digunakan dalam perencanaan dimasa datang … (9) KETERANGAN 1) Laporan monitoring yang memasukkan masukan dari berbagai institusi terkait 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Termasuk pertimbangan persyaratan dari lembaga donor 4) 5) 6) 7) 8) Dilakukan melalui forum rapat/ seminar/lainnya Memberi masukan tentang sosekbud dan masalah lingkungan … … .. (5) Memberi masukan tentang koordinasi dan kelem bagaan … . (6) Memberi masukan tentang kendala dan tata cara perencanaan dan pelaksanaan … . (7) Memberi masukan sesuai keterkaitannya mis: ttg. tata ruang nilai kearifan lokal, adat istiadat pelatihan untuk alih profesi … . (8) Hasilnya diserahkankepada para perencana umum pengembangan jaringan jalan. Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran P (Informatif) Daftar Acuan Peraturan dan Perundang-undangan P.1 Pendahuluan Kebijakan dapat dibedakan sebagai kebijakan internal dan eksternal, tertulis dan tidak tertulis. Kebijakan internal (kebijakan manajerial), yaitu kebijakan yang hanya mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri. Kebijakan eksternal yaitu kebijakan yang mengikat masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (publik) Singkatnya kebijakan publik adalah arahan untuk suatu tindakan atau untuk tidak bertindak yang dipilih oleh suatu badan yang berwenang untuk menangani suatu masalah publik tertentu. Khusus yang menyangkut kebijakan publik, untuk menjamin kepastian bagi pelaksanaannya, kebijakan sebaiknya tertulis dan dilandasi oleh landasan hukum. Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup laiM. Pembangunan dan peningkatan jalan dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan serta kebahagiaan hidup bangsa, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Karena kegiatan pembangunan dan peningkatan jalan pada dasarnya akan menimbulkan perubahan terhadap lingkungan maka pelaksanaannya yang berwawasan ingkungan harus didukung dengan peraturan yang jelas serta prosedur dan organisasi untuk menunjang pelaksanaannya. Adapun peraturan perundangan lingkunan hidup terkait dengan bidang jalan antara lain sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 1990 tentang Jalan Tol Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 11) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. 12) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No. 55/1993. 13) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 147/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 14) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. 15) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/KPTS/1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan AMDAL Proyek Jalan. 16) Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTS/M/2001 tantang Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah 17) Keputusan Menteri Negara KLH No. Kep. 02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. 18) Keputusan Menteri LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL 19) Keputusan Menteri LH No. 12 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum UKL dan UPL 20) Keputusan Menteri LH No. 02 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL 21) Keputusan Menteri LH No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL. 22) Keputusan Kepala Bapedal No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting 23) Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup beserta Lampirannya. 24) Keputusan Kepala Bapedal No. 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan AMDAL 25) Keputusan Kepala Bapedal No. 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL. 26) Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL. Peraturan perundangan lainnya yang terkait misalnya antara lain sebagai berikut : 1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah 2) Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 3) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 4) Undang-undang No. 41 Tahun 2001 tentang Kehutanan. 5) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan 6) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom 7) Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 8) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 01 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No. 55/1993. 9) Keputusan Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan 10) Keputusan-keputusan Kepala Daerah tentang lingkungan hidup. DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 2 Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan P.2. Undang - Undang P.2.1 Undang-undang Dasar 1945 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar susmber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti tersebut di atas dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembanguan berkealanjutan yag berwawasan lingkungan hdup. Hal ini merupakan pertimbangan diterbitkannya UU LH No 4 Tahun 1982 yang kemudian disempurnakan dan diganti dengan UU 23 Tahun 1997. P.2.2 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan HIdup Undang-undang ini adalah pengganti dan penyempurna pokok materi dari UU No 4 Tahun 1982, memuat tentang norma lingkungan hidup juga menjadi landasan untuk menilai da menyesuaikan semua peraturan perundangan-undangan yang memuat ketentuan tentang lingkunan hidup yang berlaku mengenai pengairan, pertambangan, dan energi, kehutanan, permukiman penataan ruang dan sebagainya. Dalam UU ini diatur tentang hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup, dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban pemerintah dalam pengelolaan ligkungan hidup secara mendasar diatur dalam pasal 10, yaitu kewajiban mengembangkan dan menerapkan beberap instrumen/perangkat pengelolaan yang dimaksudkan untuk mencegah penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yaitu : Perangkat yang bersifat preemtif, berupa tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan seperti penataan ruang dan analisis dampak lingkungan. Perangkat yang bersifat preventif, yaitu tindakan pada tingkat pelaksanaan, evaluasi berbagai instrumen ekonomi dan penataan baku mutu limbah. Perangkat yang bersifat proaktif, mencakup berbagai tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standardisasi lingkungan ISO 14000 Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa, setiap rencana dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbukan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki AMDAL, yang tata cara penyusunan dan penilaiannya ditetapkan dengan PP. P.2.3 Undang-undang No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan Secara garis besar UU ini menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut : Pengelompokan jalan menurut peranan meliputi jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Bagian-bagian jalan yang meliputi: daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, daerah pengawasan jalan Jalan tol DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 3 Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan P.2.4 Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Undang-undang ini memaparkan antara lain sebagai berikut : Didalam ketentuan umum dijelaskan mengenai beberapa pengertian ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang, wilayah, kawasan, kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu, Penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkunga, terselenggaranya pengaturan pemanfaat ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, Ketentuan ini juga memuat tentang hak setiap orang untuk menikmati manfaat ruang, mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat pembangunan, Rencana tata ruang, yaitu pembahasan tentang tata ruang yang dibedakan menjadi rencana tata ruang wilayah nasional, propinsi dan kab/kota. Wewenang pelaksanaan tata ruang sepenuhnya berada pada pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang dan mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam penataan ruang. P. 3 Peraturan Pemerintah P.3.1 PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Komisi penilai AMDAL tingkat pusat (Kompus) yang instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan pusat (Bapedal). Dan tingkat daerah (Komda) yaitu instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah (Bapedalda). Komisi pusat melakukan penilaian terhadap : Kegiatan yang bersifat strategis (bagian dari kegiatan terpadu/multi sektor), Lokasi yang meliputi lebih dari sati wiayah propinsi Berlokasi di wilayah sengketa denga negara lain, Berlokasi di lintas negara kesatuan RI dengan negara lain Sedangkan Komisi Daerah melakukan penilaian terhadap AMDAL bagi jenis-jenis usaha/kegiatan yang di luar kriteria tersebut yang dinilai oleh Kompus. 2. Keputusan Keputusan atas KA-ANDAL = 75 hari kerja seja diterimanya KA Keputusan ANDAL dan RKL/RPL = 75 hari sejak tanggal diterimanya dokumen 3. Masa Studi Keputusan layak lingkungan dinyatakan kedaluarsa, apabila kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun sejak ditetapkaM. 4. Keterbukaan informasi dan peran masyarakat DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 4 Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Setiap usaha/rencana kegiatan yang telah ditetapkan oleh menteri, wajib diumumkan dahulu kepada masyarakat oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa sebelum menyusun AMDAL. P.3.2 PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Jaringan jalan, yaitu membahas tentang peranan jalan, persyaratan jalan menurut peranan, 2. Bagian-bagian jalan, yaitu membahas tentang damaja, damija dan dawasja, 3. Pelimpahan dan penyerahan wewenang pembinaan jalan, yaitu membahas tentang wewenang pembinaan, wewenang penyusunan rencana, perencanaan, pemeliharaan, 4. Pembinaan jalan, yaitu membahas tentang pengelompokan jalan menurut wewenang pembinaannya, penentuan sasaran, dan pengadaan jalan, 5. Dokumen jalan, yaitu membahas tentang leger yang digunakan untuk menyusun rencana dan program pembinaan jalan dan memberikan catatan tentang data jalan. P. 4 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal P.4.1 Kepmen LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL Secara garis besar PP ini memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Kriteria proyek jalan yang wajib AMDAL, meliputi jalan tol dan jalan layang, pembangunan dan peningkatan jalan dengan pelebaran di luar damija, diluar tersebut tetapi dapat merubah fungsi. 2. Untuk melakukan penyaringan maka perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan : UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. P.4.2 Keputusan Kepala Bapedal No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan AMDAL Ketentuan ini merupakan acuan bagaimana menyusun KA ANDAL, merupakan acuan bagaimana menyusun ANDAL dan acuan bagaimana menyusun RKL dan RPL. Ketentuan ini juga memuat fungsi pedoman penyusunan KA ANDAL, tujuan dan fungsi KA ANDAL, dasar pertimbangan penyusunan KA dan sebagainya. P.4.3 Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL Secara garis besar isi ketentuan keputusan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Hak-hak masyarakat dalam proses AMDAL, seperti hak memperoleh informasi, memberikan saran dan pendapat, duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL. Juga tentang kewajiban instansi yang bertanggung jawab seperti mengumumkan rencana usaha, mendokumentasikan saran, menyampaikan hasil rangkuman saran, DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 5 Lampiran P – Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan menyediakan informasi tentang proses dan hasil KA ANDAL, memfasilitasi terlaksananya hak masyarakat atas informasi dalam proses AMDAL. 2. Tahapan keterlibatan masayrakat dalam proses AMDAL: Tahap persiapan penyusunan AMDAL Tahap penyusunan KA Tahap penilaian KA Tahap penilaian ANDAL, RKL dan RPL P. 5 Keputusan/Peraturan Menteri PU P.5.1 Peraturan Menteri PU No. 69 Tahun 19956 tentang Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. Ketentuan ini adalah pengganti Permen No 46 Tahun 1990 sebagai pedoman teknis untuk melaksanakan kegaiatn AMDAL proyek bidang pekerjaan umum yang mencakup proyek bidang pengairan, jalan, keciptakaryaan, baik proyek pusat atau daerah sesuai dengan siklus kegiatan proyeknya. Siklus pengembangan proyek dalam pedoman ini adalah sebagai proses atau tahapan kegiatan proyek yang dimulai dari tahapan perencanaan umum sampai dengan tahapan pasca proyek dan integrasi AMDAL dalam siklus ini akan memantapkan upaya penyelenggaraannya sehingga dapat menunjang upaya pembangunan yang berkelanjutan. Disebutkan juga dalam ketentuan ini bahwa AMDAL menjadi bagian kegiatan studi kelayakan. Pembahasan dampak lingkungan diutamakan terhadap dampak negatif yang timbul dan terbawa serta karena kegiatan proyek. P.5.2 Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 188/KPTSM/2001 tentang Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Lingkungan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah. Ketentuan ini dibuat untuk mengatur pembentukan tim kerja pengelolaan lingkungan bidang kimpraswil, sesuai ketentuan pasal 12 ayat (1) PP No 27 Tahun 1999, mengatur tentang keanggotaan Tim Teknis dari Instansi teknis yang membidangi usaha dan /atau kegiatan bidang terkait. Didalamnya diatur tentang tugas-tugas Komisi Penilai yaitu memberikan pertimbangan teknis atas KA, ANDAL, RKL dan RPL yang memerlukan dukungan dukungan teknis bidang Kimpraswil. Adapun tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut: Membantu tim teknis Bapedal dalam penilaian dokumen ANDAL bidang kimpraswil dan bidang lainnya di Bapedal Mengusulkan kriteria-kriteria dan batasan tenis untu setiap ketetapan yang terkait dengan kimpraswil dari Menteri LH Membantu penyusunan dokumen pembinaan pengelolaan lingkungan hidup bidang kimpaswil, Membantu penyelesaian masalah/penanganan kasus lingkungan bidang kimpraswil, Membantu tugas lain yang ditentukan oleh Menteri Kimpraswil dalam hal lingkungan hidup. DAFTAR ACUAN PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN 6 PEDOMAN 012/PW/2004 Pelaksanaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Buku 3 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PRAKATA Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun untuk memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam menangani dampak-dampak yang timbul karena penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan dan jembatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam era otonomi daerah. Pedoman ini merupakan salah satu rangkaian pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yang dapat dipakai sebagai acuan dalam mempersiapkan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik, serta kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana jalan, yang penerapannya harus memperhatikan berbagai peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup dan ketentuan-ketentuan yang terkait lainnya. Semoga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini bermanfaat untuk menangani dampak-dampak yang timbul dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jakarta, Desember 2003 i PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAFTAR ISI P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . i D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . ii D aftar Lam p iran … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. iii P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 1 1 R u an g lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 3 2 Acuan Normatif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 4 3 Istilah dan definisi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 5 4 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan .............. 8 4.1 Penyiapan Dokumen Tender ................................................... 8 4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah .................................................... 11 4.3 P elaksan aan K on stru ksi Fisik … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 18 4.4 Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan ......................................... 33 5 P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 36 6 K oord in asi P elaksan aan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 40 7 Dokumentasi dan pelaporan .… … … … … … … … … … … … … … … … .. … … … 47 Penutup .........… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … .. 49 Lampiran ii PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1.1. Halaman Penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup 1 ada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan 2. Lampiran 2.1. Ketentuan tentang kewajiban penyusunan pedoman 2 pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan 3. Lampiran 4.1.1. Pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup 3 bidang jalan pada dokumen tender 4. Lampiran 4.2.1. Kriteria kompensasi penggantian tanah dan bangunan 4 5. Lampiran 4.2.2. Pedoman pelaksanaan partisipasi dan konsultasi 5 masyarakat dalam kegiatan pengadaan tanah 6. Lampiran 4.2.3. Jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah 8 7. Lampiran 6.1. Bagan koordinasi kegiatan pengadaan tanah 9 8. Lampiran 6.2 Bagan Koordinasi pelaksanaan kegiatan konstruksi fisik 10 9. Lampiran 6.3 Bagan Koordinasi kegiatan pengoperasian dan 11 pemeliharaan 10. Lampiran 6.4 Bagan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing 12 11. Bagan pelaksanaan rehabilitasi ekonomi masyarakat 13 Lampiran 6.5 terasing 12. Lampiran 6.6 Prosedur Standar Penanganan Dampak Lingungan Hidup Bidang Jalan dan Jembatan iii PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PENDAHULUAN Era otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 1999, telah menimbulkan berbagai perubahan kewenangan dalam hal penyelenggaraan pembangunan, yang semakin mengecil dan terbatas di tingkat pemerintah pusat, akan tetapi semakin membesar di tingkat pemerintah kota/kabupaten. Kewenangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, tidak lagi bertindak sebagai pelaksana, tetapi berubah menjadi penyusun kebijakan dan menetapkan berbagai norma, standar, kriteria, dan prosedur. Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut di atas, telah diterbitkan berbagai peraturan perundangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, maka Ditjen Prasarana Wilayah, sesuai d en g an visin ya “Terwujudnya prasarana wilayah yang efektif, efisien, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan melalui peningkatan peranserta masyarakat dan swasta dalam mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup, pertumbuhan, pemerataan ekon om i d an b erkead ilan sosial”, telah dan sedang melakukan penyiapan berbagai perangkat sistem manajemen lingkungan hidup dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, seperti: 1) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 2) Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 3) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 4) Pedoman Monitoring Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Dengan keempat pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan tersebut di atas, diharapkan para pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi, kota atau kabupaten, dapat melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, merupakan satu dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mencakup hal-hal 1 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik serta kegiatan operasi dan pemeliharaan, disusun dengan mengacu pada peraturan perundangan yang sesuai dan berlaku dalam era otonomi daerah, serta mempertimbangkan berbagai pedoman pelaksanaan AMDAL yang pernah disusun oleh Dep.Pekerjaan Umum atau Dep. Kimpraswil, seperti: 1) Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum 2) Petunjuk Teknis AMDAL Proyek Jalan 3) Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum 4) Dokumen ISEM (Institusional Strengthening of Environmental Management) 5) Dokumen SESIM (Strengthening of Environmental and Social Impact Management) 6) Dokumen EMSTUM (Environmental Management System Training. and Updating of the Moduls). Dalam penerapan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini, perlu diperhatikan keberadaan masyarakat terasing/adat (indigenous people), benda cagar budaya (cultural heritage) dan kondisi lingkungan yang sensitive, serta harus dilakukan secara sinergis dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan tersebut di atas, yang dalam pencapaian sasarannya sangat ditentukan oleh baiknya mekanisme dan koordinasi pelaksanaan, kesiapan pembiayaan yang memadai, serta dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta kapasitas dan kapabilitas sumberdaya manusia yang memadai dan mempunyai kesadaran terhadap pelestarian lingkungan hidup. 2 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1. Ruang Lingkup Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan petunjuk dan penjelasan kepada para pihak yang terkait tentang ketentuanketentuan yang harus diacu pada pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan. Pedoman ini mencakup penerapan berbagai aspek pengelolaan lingkungan hidup dalam: 1) Penyiapan dokumen tender. 2) Kegiatan pengadaan tanah. 3) Pelaksanaan konstruksi fisik. 4) Kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pedoman ini dapat digunakan sebagai rujukan, pegangan dan acuan bagi para petugas yang berwenang dan bertanggung jawab serta terlibat langsung dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, baik di tingkat pusat, propinsi, maupun di tingkat kota/kabupaten, guna mempermudah dan memperlancar tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak kegiatan pembangunan prasarana jalan yang timbul. Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dapat ditingkatkan dan disinergikan secara optimal, selain itu kegiatan pelaksanaan pembangunan prasarana jalan dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya dampak kegiatan, dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sedangkan sasaran dari penyusunan pedoman ini meliputi: 1) Teridentifikasinya komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, serta dampakdampak yang ditimbulkan. 3 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2) Teridentifikasinya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mulai dari penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik, sampai dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan. 3) Teridentifikasinya peran dan kontribusi para pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, termasuk aspek-aspek pembiayaannya. 4) Terwujudnya hubungan yang sinergis di antara para pihak yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. 5) Terwujudnya sistem dokumentasi dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang handal. Gambaran umum dari penerapan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada setiap tahapan proyek pembangunan prasarana jalan, dapat dilihat pada Lampiran 1.1. Pedoman ini hanya mencakup beberapa tahap dari siklus pembangunan proyek prasarana jalan tersebut, antara lain tahap pra konstruksi (pengadaan tanah), tahap konstruksi dan tahap pasca konstruksi. 2. Acuan Normatif Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini mengacu pada berbagai peraturan perundangan yang relevan, antara lain: 1) Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan. 2) Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 3) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 5) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan. 6) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 7) Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 8) Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. 4 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30/MENLH/5/1999 tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup. 10) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL. 11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Kegiatan dan atau Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 12) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan atau Kegiatan Bidang Kimpraswil yang Wajib Dilengkapi dengan UKL dan UPL. 13) Keputusan Kepala Bapedal No. 105/BAPEDAL/1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL. 14) Keputusan Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL. 15) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Secara khusus ketentuan tentang kewajiban instansi yang membidangi prasarana jalan untuk melakukan pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, dapat dilihat pada Lampiran 2.1. 3. Istilah dan Definisi 3.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 3.2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. 5 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 3.4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 3.5. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) Upaya penanganan dampak tidak besar dan/atau tidak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat rencana usaha dan/atau kegiatan. 3.6. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak tidak besar dan atau tidak penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan. 3.7. Masyarakat Terkena Dampak Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. 3.8. Penduduk Terkena Pembebasan (PTP) Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan dan tanaman miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai untuk keperluan proyek pembangunan jalan. 3.9. Masyarakat Pemerhati Lingkungan Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. 3.10. Masyarakat Terasing/Adat Kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik nasional. 3.11. Benda Cagar Budaya (cultural heritage) Benda alam atau benda buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun, yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 6 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.12. Situs Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya, termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanan. 3.13. Kontrak Kontrak secara tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan melakukan pemeliharaan pekerjaan konstruksi. 3.11. Kontraktor Orang atau badan usaha yang penawarannya untuk melaksanakan pekerjaan telah diterima oleh pemilik 3.12. Berita Acara Penyerahan Akhir Berita acara yang dikeluarkan oleh direksi pekerjaan setelah cacat mutu yang ada telah diperbaiki oleh kontraktor. 3.13. Periode Pemeliharaan Periode untuk melakukan pemeliharaan prasarana jalan yang telah selesai dibangun, yang ditentukan dalam data kontrak dan dihitung dari tanggal penyelesaian pekerjaan konstruksi. 3.14. Pemilik Pihak yang menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan. 3.15. Peralatan Mesin mesin dan kendaraan kontraktor yang dibawa sementara kelapangan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. 3.16. Pekerjaan Sementara Pekerjaan yang dirancang, dibangun, dipasang dan dibongkar oleh kontraktor, yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 3.17. Standar Operasi Prosedur (SOP) Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilakukan dengan memakai ketentuan-ketentuan standar yang baku, dan dapat dilaksanakan secara rutin oleh Pengelola Kegiatan. 7 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Penyiapan Dokumen Tender 4.1.1. Maksud dan Tujuan. Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada saat pelaksanaan konstruksi fisik mengalami kendala di lapangan, karena tidak terdapatnya deskripsi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas dalam dokumen kontrak pekerjaan konstruksi, termasuk rincian pembiayaan untuk melaksanakan kegiatan tersebut, mengingat kontraktor dalam melaksanakan pekerjaannya mengacu pada butir-butir yang terdapat pada dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka gambar dan spesifikasi teknis kegiatan sebagai hasil penjabaran RKL/RPL atau UKL/UPL yang dilakukan dalam tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam dokumen tender, yang merupakan bagian dari dokumen kontrak pekerjaan konstruksi. 4.1.2. Dokumen Tender Pekerjaan Konstruksi. a. Sistematika Dokumen Tender. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dokumen tender atau dokumen lelang standar LCB (Local Competitive Bidding) untuk pekerjaan konstruksi prasarana jalan, terdiri atas 8 (delapan) bab sebagai berikut: 1) Bab I : Instruksi Kepada Peserta Lelang. 2) Bab II : Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi, Surat Penunjukan, Perjanjian Kontrak, dan Perjanjian Kemitraan untuk Joint Operation. 8 3) Bab III : Syarat-Syarat Kontrak. 4) Bab IV : Data Kontrak. 5) Bab V : Spesifikasi. 6) Bab VI : Daftar Kuantitas. 7) Bab VII : Gambar-Gambar. 8) Bab VIII : Bentuk Jaminan. PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b. Gambar Kerja dan Spesifikasi Teknis Pekerjaan. Penyiapan gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan serta persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik, merupakan tahap awal dari penyiapan dokumen tender atau dokumen lelang. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 1) Penentuan alinyemen jalan, baik vertikal maupun horizontal. 2) Pembuatan gambar teknis konstruksi jalan dan jembatan serta bangunan pelengkapnya. 3) Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan dan syarat-syarat teknis pekerjaan konstruksi. 4) Perhitungan volume pekerjaan dan rencana anggaran biaya. Rekomendasi pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul, seperti yang dikemukakan dalam dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL, harus dapat dijabarkan dalam gambar-gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan pembangunan jalan. 4.1.3. Pencantuman Persyaratan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi fisik dapat menambah biaya pelaksanaan konstruksi, sehingga uraian kegiatan dan biaya pengelolaan lingkungan hidup sudah seharusnya dimasukkan dalam perhitungan biaya pelaksanaan konstruksi. Agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka persyaratan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang dikemukakan dalam RKL/RPL atau UKL/UPL, dan telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan pada tahap perencanaan teknis, harus dicantumkan dalam dokumen tender yang merupakan bagian dari dokumen kontrak pekerjaan konstruksi, termasuk besarnya biaya pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan. Untuk proyek prasarana jalan yang belum atau tidak dilengkapi dengan RKL/RPL atau UKL/UPL, maka SOP pengelolaan lingkungan hidup yang ada harus diacu dan merupakan bagian dari dokumen tender pekerjaan konstruksi. 9 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Perumusan ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyiapan dokumen tender merupakan tanggung jawab perencana, dan harus dikemukakan dengan jelas agar tidak terjadi adanya salah pengertian, antara lain: 1) Pada Bab III: Syarat-syarat Kontrak, perlu dicantumkan adanya definisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas, ketentuan bahwa kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani dampak dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya yang diperlukan, serta ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan benda cagar budaya di lokasi kegiatan. 2) Pada Bab V: Spesifikasi, untuk setiap komponen pekerjaan yang dikemukakan dalam bab ini, perlu dicantumkan tata cara pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul. 3) Pada Bab VI: Daftar Kuantitas, untuk setiap komponen pekerjaan yang dikemukakan pada bab ini, perlu dicantumkan butir kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada). 4) Pada Bab VII: Gambar-Gambar, perlu dicantumkan gambar kerja untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul, yang merupakan penjabaran dari dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL dalam perencanaan teknis. 4.1.4. Dokumen Terkait Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyiapan dokumen tender, antara lain: 1) Dokumen RKL/RPL atau UKL/UPL. 2) Dokumen rencana teknis kegiatan. 3) Dokumen tender standar, baik untuk LCB maupun ICB. 10 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.1.5 Workplan Kontraktor. Untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikemukakan dalam dokumen tender tersebut diatas akan dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana, maka kon traktor p elaksan a d alam m en yu su n “w orkp lan ”n ya h arus mencantumkan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang timbul akibat kegiatan proyek, sebagaimana tercantum dalam dokumen tender. Bila dalam dokumen tender belum atau tidak tercantum aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam menyusun ”w orkp lan ”nya d ap at m en g acu p ad a h al-hal yang dikemukakan pada butir 4.1.3. dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini. Secara rinci pencantuman aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada dokumen tender pekerjaan konstruksi, dapat dilihat pada Lampiran 4.1.1. 4.2 Kegiatan Pengadaan Tanah 4.2.1. Ketentuan Pengadaan Tanah Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pengadaan tanah termasuk kompensasi untuk lahan, bangunan dan tanaman, serta pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek prasarana jalan, antara lain sebagai berikut: 1) Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 20 tahun 1961 tentang Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, harus disertai dengan: a) Rencana dan alasan peruntukannya. b) Keterangan tentang letak, jenis hak atas tanah, dan nama pemilik tanah. c) Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut. 2) Pasal 4 Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan 11 pembangunan untuk kepentingan umum, yang PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN menyatakan bahwa pengadaan tanah hanya dapat dilakukan bila rencana pembangunan tersebut telah sesuai dengan : a) Rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan. b) Perencanaan ruang wilayah kota. 3) Pasal 9 dan 10 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan bahwa pengadaan tanah harus dilakukan secara musyawarah secara langsung dengan pemegang hak atas tanah atau wakil yang ditunjuk. 4) Pasal 12 Keppres No. 55 tahun 1993, yang menyatakan bahwa pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah, diberikan untuk: a) Hak atas tanah. b) Bangunan. c) Tanaman. d) Benda-benda lain yang terkait dengan tanah. 5) Pasal 13 Keppres No. 55 tahun 1993, menyatakan bentuk ganti kerugian dapat berupa: a) Uang. b) Tanah pengganti. c) Pemukiman kembali. d) Kombinasi dari dua atau tiga bentuk ganti kerugian tersebut diatas. e) Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan. 6) Pasal 22 Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994, yang mengatur tentang pengajuan keberatan atas bentuk dan jumlah ganti kerugian. 7) Pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1994, yang mengatur tentang pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat dengan menyediakan prasarana dan sarana umum yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. 8) Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/KPTS – II/94 tentang Pedoman tukar menukar kawasan hutan, yang mengatur pengadaan tanah untuk proyek prasarana jalan yang melalui kawasan hutan. 12 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Sesuai dengan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 1 tahun 1994 tentang Pelaksanaan Keppres No. 55 tahun 1993, kriteria kompensasi pengantian tanah dan bangunan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4. 2. 1. Dengan peraturan yang sama, santunan dapat diberikan kepada pemakai tanah tanpa sesuatu hak, dengan kriteria sebagai berikut. 1) Pemakai tanah sebelum tanggal 16 Desember 1960, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 51 tahun 1960. 2) Pemakai tanah bekas Hak Barat, sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1979. 3) Bekas pemegang Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir, dan tidak dimintakan perpanjangan waktunya. 4) Bekas pemegang Hak Pakai yang sudah berakhir dan tidak dimintakan perpanjangan waktunya. 4.2.2 Proses Pengadaan Tanah a. Sesuai dengan Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, maka proses pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan prasarana jalan dengan luas lebih dari 1 (satu) Ha, harus mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam Keppres tersebut, dengan proses sebagai berikut: 1) Segera setelah dana untuk kegiatan pengadaan tanah tersedia, maka Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang bersangkutan membuat surat permohonan ke Bupati/Walikota tentang rencana kegiatan pengadaan tanah, dilampiri dengan peta lokasi, rencana penggunaan tanah, luas dan taksiran biaya. Setelah hal tersebut disetujui, antara lain dengan pertimbangan rencana penggunaan tanah tersebut sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka Gubernur membentuk Panitia Pengadaan Tanah (Panitia) yang beranggotakan 9 (sembilan) orang, yang diketuai oleh Bupati/Walikota, dengan Sekretaris yang berkedudukan Kabupaten/Kota. 13 di Kantor Pertanahan Daerah PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2) Kemudian Panitia bersama Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah dengan melibatkan tokoh dan pemuka masyarakat melakukan penyuluhan serta sosialisasi kegiatan pembangunan prasarana jalan kepada masyarakat dan Penduduk Terkena Pembebasan (PTP). Setelah PTP memahami dan menyetujui rencana pembangunan prasarana jalan tersebut, dilakukan pendaftaran, inventarisasi dan pengukuran tanah, bangunan dan tanaman secara rinci dan cermat. 3) Hasil pendaftaran, inventarisasi dan pengukuran tersebut, kemudian disampaikan ke PTP, dan PTP diberi kesempatan untuk mengajukan keberatannya (bila ada) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan. 4) Bila masalah keberatan PTP telah dapat diselesaikan, maka Panitia mengundang PTP dan Pimpro/Pimbagro Pengadaan Tanah untuk mengadakan musyawarah dan negosiasi tentang jenis dan besarnya nilai ganti kerugian tanah, bangunan dan tanaman. Musyawarah ini dipandu oleh Panitia Pengadaan Tanah. 5) Bila masalah ganti kerugian telah disepakati, maka Bupati/Walikota membuat surat keputusan tentan g “h arg a satu an ” tan ah , b an g u n an d an tan am an , b eserta klasifikasi h ak atas tanah, tipe bangunan, dan tanaman. Berdasarkan keputusan tersebut Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah dapat melakukan pembayaran ganti rugi kepada PTP dengan disaksikan oleh Panitia Pengadaan Tanah 6) Secara bertahap, PTP yang telah mendapatkan ganti kerugian diminta untuk membongkar dan memindahkan bangunan dan tanaman sendiri. Bagi PTP yang akan beralih profesi akan disiapkan pelatihan yang sesuai dengan pekerjaan atau profesi yang diinginkan. 7) Bila jumlah PTP yang ingin pindah cukup banyak, sehingga perlu dibangun permukiman baru, maka Kepala Daerah segera membentuk Tim Permukiman Kembali dan Pembinaan PTP. Tim 14 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN ini akan menentukan lokasi permukiman baru, membangunnya dan siap pakai secara bertahap, segera setelah ganti rugi kepada PTP dibayarkan. 8) Pelaksanaan konstruksi fisik prasarana jalan dapat dilaksanakan setelah selesainya proses pengadaan tanah. b. Untuk pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) Ha, dapat dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati bersama. c. Dalam proses pengadaan tanah, maka kegiatan konsultasi dengan masyarakat terutama PTP, merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Untuk itu secara rinci petunjuk mengenai kegiatan partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat, dapat dilihat pada Lampiran 4.2.2 4.2.3 Bentuk Ganti Kerugian Berbagai bentuk ganti kerugian dalam kegiatan pengadaan tanah, dapat dikelompokkan atas: a. Uang Tunai. Pemberian ganti kerugian berupa uang tunai dibayarkan langsung kepada yang berhak, di lokasi yang ditentukan Panitia, disaksikan oleh minimal 3 (tiga) orang anggota panitia dan dibuktikan dengan tanda penerimaan. Besarnya nilai ganti kerugian didasarkan atas hasil musyawarah yang disepakati bersama, dan kemudian ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Tanah Pengganti. Pengadaan tanah pengganti, lokasi dan luasnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan disepakati oleh PTP. Dana pengadaan tanah pengganti tersebut disediakan oleh Proyek Pengadaan Tanah (berasal dari dana yang seharusnya diberikan sebagai uang) c. Pemukiman Kembali Bila jumlah penduduk yang dipindahkan cukup banyak (versi Bank Dunia > 40 KK), maka perlu diselenggarakan pemukiman kembali di 15 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN lokasi lain. Untuk mengembangkan pemukiman kembali tersebut diperlukan kegiatan: 1) Pembangunan permukiman baru termasuk prasarana dan sarana lingkungan di lokasi baru. 2) Pemindahan penduduk ke lokasi permukiman baru 3) Pemantauan dan rehabilitasi penduduk yang dipindahkan untuk jangka waktu tertentu, sehingga kehidupan mereka minimal sama sebelum mereka dipindahkan d. Bentuk Kombinasi. Bentuk ganti kerugian ini berupa kombinasi dari 2 (dua) atau 3 (tiga) bentuk ganti kerugian tersebut diatas, yang penentuannya didasarkan atas kesepakatan kedua pihak. e. Bentuk lain yang disepakati. Bentuk lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan, seperti Sistem Konsolidasi Tanah, sedangkan untuk tanah wakaf dan tanah ulayat dapat berupa: 1) Pemberian ganti kerugian untuk tanah wakaf, dilakukan melalui Nadir yang bersangkutan 2) Pemberian ganti kerugian untuk tanah ulayat, diberikan dalam bentuk prasarana dan sarana umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara bersama. 4.2.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengadaan Tanah Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah, merupakan tanggung jawab Pimpro/Pimbagpro Pengadaan Tanah yang bersangkutan, disesuaikan dengan jenis dan besaran dampak lingkungan yang timbul. Secara rinci jenis dampak/kerugian akibat kegiatan pengadaan tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.2.3. Pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak yang timbul akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut antara lain: 1) Timbulnya rasa kecewa dan tidak puas PTP terhadap besarnya nilai ganti kerugian, baik untuk tanah, bangunan atau tanaman, 16 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN sehingga mereka menolak proses pembayaran ganti kerugian, dapat dikelola melalui: a) Penyuluhan dan sosialisasi kegiatan mengenai pentingnya arti proyek prasarana jalan dan proses kegiatan pengadaan tanah yang akan dilakukan. b) Pemberian ganti kerugian yang layak dan memadai, yang bentuk dan besarannya disesuaikan dengan hasil musyawarah. c) Melakukan pendekatan sosiologis dan konsultatif kepada PTP, yang difasilitasi oleh tokoh dan pemuka masyarakat. 2) Hilangnya mata pencaharian dan pendapatan PTP, karena perubahan peruntukan lahan serta hilangnya bangunan tempat usaha atau hilangnya akses kekesempatan kerja, dapat dikelola melalui: a) Memberikan pelatihan ketrampilan untuk usaha alih profesi/pekerjaan. b) Memberi prioritas untuk dapat bekerja di proyek yang akan dilaksanakan. 3) Keresahan sosial karena terganggunya interaksi sosial bagi penduduk yang akan dipindahkan, dapat dikelola melalui: a) Pemilihan lokasi pemukiman baru yang disepakati oleh PTP dan penduduk di lokasi baru. b) Penyediaan prasarana dan utilitas umum yang memadai di lokasi pemukiman baru. c) Penyuluhan, konsultasi dan sosialisasi kepada PTP. 4) Terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat serta sarana utilitas umum, dapat dikelola melalui: a) Penggantian sarana sosial ekonomi masyarakat disekitar lokasi kegiatan. b) Pemindahan sarana dan utilitas umum yang ada di lokasi kegiatan. 17 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.2.4. Dokumen Terkait. Dokumen lain yang terkait dan dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengadaan tanah, antara lain: 1) Dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan) yang telah disusun pada tahap perencanaan teknis. 2) Tata cara kegiatan konsultasi pada masyarakat seperti yang diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, dan Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. 3) Keputusan Bupati/Walikota mengenai penetapan nilai ganti kerugian. 4.3 Pelaksanaan Konstruksi Fisik 4.3.1. Faktor Penentu Besaran Dampak Pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi fisik, sangat ditentukan oleh jenis dan besaran dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul. Untuk dampak-dampak yang sifatnya umum, besarannya kecil dan pengelolaannya dapat dilakukan secara standar dan mudah, maka pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat mempergunakan SOP, yang merupakan satu kesatuan dengan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, Sedangkan untuk dampak-dampak besar dan penting yang sifatnya spesifik, dan penanganannya tidak dapat dilakukan secara standar, diperlukan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih spesifik. Faktor penentu jenis dan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul karena pelaksanaan konstruksi fisik pembangunan prasarana jalan antara lain: a. Aspek Teknis 1) Jenis rencana kegiatan, seperti pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan prasarana jalan. 2) Lokasi dan kondisi areal proyek, seperti di dataran rendah, berbukit, pegunungan, daerah rawa, perkotaan atau pedesaan. 18 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3) Luas lahan untuk keperluan proyek, termasuk lahan untuk lokasi jalan akses, base camp dan lokasi quarry. 4) Lamanya pelaksanaan konstruksi fisik, termasuk periode pemeliharaan. 5) Dimensi, volume dan besaran komponen pekerjaan utama. 6) Metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 7) Jenis dan jumlah peralatan berat yang diperlukan. 8) Jenis dan jumlah bahan material bangunan yang dipakai, seperti tanah, batu, pasir dan material/komponen jembatan, termasuk sumbernya. 9) Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja, baik tenaga ahli, tukang, dan pekerja kasar yang diperlukan. b. Aspek Non Teknis 1) Kondisi fisik lokasi kegiatan, seperti iklim, topografi, struktur tanah dan geologi, hidrologi dan penggunaan tanah. 2) Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi proyek, seperti kependudukan, kegiatan ekonomi masyarakat, kondisi sosial budaya, kesehatan masyarakat dan persepsi masyarakat. 3) Kondisi flora dan fauna sekitar lokasi proyek, terutama jenisjenis yang langka dan dilindungi. 4) Keberadaan masyarakat terasing/adat, situs dan benda cagar budaya serta hutan lindung. 4.3.2. Komponen Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, pada umumnya dapat dikelompokkan atas: a. Persiapan Pekerjaan Konstruksi : 1) Mobilisasi Tenaga Kerja. Mobilisasi tenaga kerja yang diperlukan proyek, lebih diutamakan memakai tenaga kerja setempat (bila tersedia sesuai kebutuhan), terutama untuk tenaga kerja menengah kebawah, namun bila tidak dapat dihindari, terpaksa memakai tenaga kerja dari luar daerah. 19 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dalam mobilisasi tenaga kerja tersebut, perlu diperhatikan adanya perjanjian kerja yang jelas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja yang bersangkutan, terutama adanya ketentuan yang mengatur setelah pekerjaan konstruksi selesai (demobilisasi), sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. 2) Mobilisasi Peralatan Berat. Mobilisasi peralatan berat yang diperlukan proyek, baik dengan cara membeli atau menyewa, seperti AMP, shovel, dozer, traktor, dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan proyek. Dalam penentuan jenis dan kapasitas peralatan berat yang akan dipergunakan, perlu dipertimbangkan keberadaan dan kondisi prasarana jalan dan jembatan, yang akan dilalui oleh peralatan berat tersebut. Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat tersebut adalah kegiatan demobilisasi peralatan berat setelah pelaksanaan proyek selesai. 3) Pembuatan Jalan Masuk/Jalan Akses. Bila lokasi proyek letaknya terpencil atau terisolir, maka diperlukan adanya pekerjaan pembuatan jalan masuk atau jalan akses, dari lokasi proyek menuju ke jaringan prasarana jalan umum yang terdekat. Kegiatan ini dapat berupa pembuatan jalan baru atau peningkatan kondisi prasarana jalan yang ada, sehingga dapat dilalui oleh kendaraan proyek. b. Pelaksanaan Konstruksi Fisik. b.1. Lokasi Proyek. 1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan lokasi proyek dari bangunan, tanaman dan benda lain yang tidak diperlukan, sehingga pelaksanaan konstruksi fisik dapat dimulai. Sebelum pekerjaan ini dilaksanakan, maka prasarana dan utilitas umum yang ada di lokasi proyek, 20 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN terutama yang berada di bawah tanah perlu dipindahkan ke tempat yang aman atau diberi pengamanan khusus. 2) Pekerjaan Tanah. Termasuk dalam pekerjaan tanah adalah penggalian dan penimbunan tanah untuk penyiapan tanah dasar atau badan jalan, sistem drainase, struktur pondasi, coffer dam, baik berupa galian tanah biasa, galian batu, timbunan tanah biasa atau timbunan tanah pilihan dan timbunan batu. Dalam pekerjaan ini perlu diperhatikan keberadaan prasarana dan utilitas umum yang ada di dalam tanah agar dapat diamankan terlebih dulu, serta stabilitas dari lereng yang terbentuk agar tidak terjadi erosi atau longsoran tanah. Selain itu kemungkinan adanya benda cagar budaya yang ditemukan di lokasi proyek, perlu diamankan dan dilaporkan ke instansi yang berwenang, untuk ditangani lebih lanjut. 3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan. Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan dengan jenis dan ketebalan yang disesuaikan dengan rencana dapat berupa: a) Lapis pondasi agregat kelas A, kelas B dan kelas C. b) Lapis pondasi semen tanah. c) Agregat penutup Burtu dan Burda. d) Latasir (SS) kelas A dan kelas B. e) Laston lapis aus (HRS - WC), lapis pondasi (HRS base). f) Lataston lapis aus (AC –WC), lapis pengikat (AC – BC) dan lapis pondasi (AC – base). g) Latasbusir kelas A dan kelas B. 21 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembuatan saluran drainase tepi jalan dengan pasangan batu mortar atau konstruksi beton, serta pembuatan gorong-gorong. 5) Pemancangan Tiang Pancang. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah kegiatan pemancangan, relokasi arus lalu lintas, penumpukan tiang pancang di sekitar lokasi pekerjaan, dan pembuatan kepala tiang pondasi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sistem dan pelaksanaannya adalah keberadaan struktur bangunan dan kondisi lalu lintas di sekitar lokasi proyek yang dapat terganggu. 6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bawah Jembatan atau Jalan Layang. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan bangunan atas dan bawah jembatan, serta relokasi arus lalu lintas. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode pelaksanaan adalah kondisi lalu lintas di sekitar lokasi proyek yang dapat terganggu. 7) Pemasangan Bangunan Pelengkap Jalan Termasuk dalam pekerjaan ini adalan pemasangan pagar, guard rail, trotoir, rambu-rambu lalu lintas, penerangan jalan dan marka jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi kegiatan yang dapat terganggu atau mengganggu pelaksanaan pekerjaan. 8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pembersihan lokasi proyek dari sisa-sisa material bangunan yang sudah tidak terpakai, sehingga lokasi proyek menjadi bersih. Untuk itu lokasi buangan (dumping area) dipilih sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan estetika di lokasi buangan tersebut. Ada baiknya bila bahan sisa/material 22 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN buangan tersebut dapat dimanfaatkan kembali baik oleh proyek maupun oleh masyarakat setempat. 9) Penghijauan dan Pertamanan. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pemasangan gembalan rumput di media jalan, bahu jalan dan di lereng jalan yang timbul karena pekerjaan tanah, selain bermanfaat untuk meningkatkan estetika lingkungan, bermanfaat pula untuk mencegah timbulnya erosi dan longsoran tanah. Selain itu penanaman pohon lindung yang dapat mengurangi timbulnya kebisingan, serta tanaman hias untuk meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan para pemakai jalan. b.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material 1) Pengambilan Tanah dan Material Bangunan dari Quarry/Borrow Area. Pengambilan tanah dan material bangunan dari lokasi quarry dan borrow area yang ditangani proyek, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti tidak membahayakan kestabilan lereng yang terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan reklamasi setelah kegiatan ini selesai. Perlu dipertimbangkan pula bahwa lokasi quarry dan borrow area, hendaknya tidak terlalu jauh dari lokasi proyek, tidak di dekat lokasi bangunan air dan terletak pada areal yang tidak subur/tidak produktif. 2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan Pengangkutan tanah dan material bangunan yang diperlukan proyek melalui prasarana jalan umum, harus tetap mempertimbangkan kelancaran arus lalu lintas, keselamatan pemakai jalan, dan tidak merusak atau mengotori prasarana jalan tersebut. 23 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher. 1) Pengoperasian Base Camp dan AMP. Disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan, maka lokasi base camp (kantor proyek, bengkel, gudang, stock pile dan barak pekerja) dan lokasi AMP atau stone crusher, dapat terletak pada satu lokasi, atau pada dua lokasi yang terpisah. Dalam pemilihan lokasi base camp dan AMP atau stone crusher, hendaknya beberapa faktor perlu dipertimbangkan, seperti lokasinya jauh dari pemukiman dan badan air, dekat lokasi proyek dan ada kemudahan akses, tidak di lokasi pariwisata atau lokasi sensitive lainnya. Termasuk dalam pelaksanaan konstruksi fisik ini adalah kegiatan pemeliharaan struktur dan prasarana jalan yang telah selesai dibangun selama periode pemeliharaan, seperti yang tercantum dalam kontrak pekerjaan konstruksi. Khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan atau melalui lokasi permukiman masyarakat terasing/adat, perlu dipahami karakteristik masyarakat tersebut melalui kegiatan konsultasi masyarakat yang rinci. Selain itu khusus untuk lokasi proyek yang berdekatan dengan lokasi situs dan benda cagar budaya, pelaksanaan pekerjaan perlu dilakukan dengan ekstra hati-hati, agar tidak mengganggu atau merusak lokasi situs. Bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemui adanya benda cagar budaya, maka temuan tersebut harus segera disampaikan pada instansi yang berwenang, untuk diambil langkah tindak lanjut. 4.3.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pelaksanaan Konstruksi. a. Sosialisasi Dan Konsultasi Pada Masyarakat. Sebelum pelaksanaan konstruksi fisik dimulai, maka Pemimpin Proyek/Pemimpin Bagian Proyek harus menyusun Work Plan secara rinci untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan melakukan 24 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN konsultasi dan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi kegiatan, dengan tujuan untuk : 1) Pemahaman arti pentingnya proyek prasarana jalan yang akan dibangun. 2) Masyarakat dapat berperanserta dalam pelaksanaan konstruksi, baik langsung maupun tidak langsung. 3) Menghindari kemungkinan timbulnya konflik diantara masyarakat dengan pekerja proyek. Dalam konsultasi dan sosialisasi kegiatan tersebut, sebaiknya diikutsertakan tokoh dan pemuka masyarakat, dan semua aspirasi masyarakat yang terkait dengan pembangunan prasarana jalan hendaknya dapat diakomodasikan secara optimal, sehingga masyarakat akan mendukung keberhasilan proyek tersebut. Khusus untuk masyarakat terasing/adat, maka kegiatan sosialisasi dan konsultasi tersebut perlu dilakukan secara lebih hati-hati dan intent, mengingat bahwa keberadaan prasarana jalan yang akan dibangun tersebut akan dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat terasing/adat. Secara rinci sosialisasi dan konsultasi pada masyarakat terasing/adat dapat dilihat pada butir 6.2. b. Persiapan Pekerjaan Konstruksi. 1) Mobilisasi Tenaga Kerja. a) Kecemburuan sosial masyarakat karena mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah, dapat dikelola melalui: (1) Memprioritaskan penggunaan tenaga kerja setempat. (2) Meningkatkan interaksi sosial tenaga kerja pendatang dengan masyarakat setempat. b) Meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat karena mobilisasi tenaga kerja dan pelaksanaan konstruksi fisik secara keseluruhan, dapat dikelola lebih baik melalui cara: (1) Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan material setempat. (2) Pelatihan ketrampilan pada masyarakat agar mereka dapat terlibat dalam pelaksanaan proyek. 25 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (3) Penyuluhan pada masyarakat agar mereka dapat memanfaatkan keberadaan proyek untuk meningkatkan kesejahteraannya, seperti menyediakan akomodasi dan keperluan pekerja sehari-hari. 2) Mobilisasi Peralatan. a) Kerusakan prasarana jalan karena mobilisasi peralatan berat melalui prasarana jalan umum, dapat dikelola melalui: (1) Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak. (2) Membatasi tonase peralatan berat atau membatasi beban gandar sesuai dengan kapasitas jalan. 3) Pembuatan Jalan Masuk atau Jalan Akses. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena pembuatan jalan masuk/jalan akses, bila trase jalan akses tersebut melalui atau dekat lokasi pemukiman, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman secara berkala di lokasi pekerjaan saat kondisi berdebu. c. Pelaksanaan Konstruksi Fisik c.1. Lokasi Proyek. 1) Pembersihan dan Penyiapan Lahan. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena terurainya lapisan tanah permukaan, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman secara berkala, saat lokasi pekerjaan dalam kondisi berdebu. b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara: (1) Pembuatan tanggul tanah sementara untuk mencegah masuknya aliran air permukaan dari lokasi pekerjaan langsung ke badan air. (2) 26 Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) Kerusakan atau terganggunya fungsi utilitas umum, yang ada di lokasi pekerjaan dapat dikelola melalui: (1) Memindahkan utilitas umum tersebut, sebelum pekerjaan dimulai (2) Pelaksanaan pekerjaan secara cermat dan teliti (3) Memperbaiki kerusakan utilitas umum yang terjadi d) Terganggunya kondisi flora dan fauna, karena penebangan tanaman, dapat dikelola melalui: (1) Menanam kembali jenis-jenis vegetasi terutama yang dilindungi di sekitar lokasi pekerjaan. (2) Pelaksanaan kegiatan yang baik dan cermat, sehingga tidak merusak kondisi vegetasi di sekitarnya. (3) Menyisihkan top soil untuk digunakan menanam tanaman kembali. 2) Pekerjaan Tanah. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi pekerjaan, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada saat kondisi berdebu. b) Pencemaran kualitas air, dapat dikelola melalui cara: (1) Pembuatan tanggul tanah atau drainase sementara untuk mencegah masuknya aliran air permukaan dari lokasi pekerjaan langsung ke badan air. (2) Tata cara pelaksanaan pekerjaan yang baik. c) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah, dapat dikelola melalui: (1) Pembuatan sistem saluran drainase yang baik dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami. 27 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (2) Memberikan suplay air bersih kepada penduduk, bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu air sumur penduduk. d) Terganggunya stabilitas lereng yang terbentuk, karena penggalian tanah, dapat dikelola melalui: (1) Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan dengan kondisi dan jenis tanah. (2) Perkuatan lereng dengan pembuatan tembok penahan, sistem drainase yang baik, memasang gembalan rumput dan sebagainya. (3) Mengalirkan air tanah dengan soil drain sehingga tidak menyebabkan keruntuhan. 3) Pekerjaan Konstruksi Badan Jalan Dan Lapis Perkerasan. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan di lokasi kegiatan, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan, saat kondisi berdebu. b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas. (3) Pengaturan pekerjaan yang mengutamakan kelancaran arus lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan. 4) Pembuatan Sistem Drainase Jalan. a) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas. (3) Pengaturan pekerjaan yang mengutamakan kelancaran lalu lintas dan pemakai jalan. 28 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5) Pemancangan Tiang Pancang. a) Terjadinya getaran dan kebisingan di lokasi pekerjaan, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penggunaan jenis tiang pancang/jenis pondasi yang tepat dan sesuai kondisi setempat. b) Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas. (3) Pengaturan kegiatan termasuk penumpukan tiang pancang yang mengutamakan kelancaran lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan. 6) Pekerjaan Bangunan Atas Dan Bangunan bawah Jembatan atau Jalan Layang. Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jaringan jalan eksisting, dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas. (3) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan. 7) Pembangunan Bangunan Pelengkap Jalan. Terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pengaturan kegiatan yang mengutamakan kelancaran lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan. 8) Pembuangan Bahan Sisa/Material Buangan. Dampak yang timbul di lokasi pembuangan (dumping area) berupa menurunnya estetika lingkungan, dapat dikelola melalui : 29 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (1) Pemanfaatan bahan sisa/material buangan oleh masyarakat seoptimal mungkin. (2) Pemilihan lokasi dumping area yang tepat, pada areal yang tidak subur, produktifitasnya rendah dan daerah cekungan. 9) Penghijauan dan Pertamanan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kenyamanan para pemakai jalan, sehingga mempunyai dampak yang positif dalam mengurangi pencemaran udara dan kebisingan, serta menghindari erosi lahan. Untuk dapat meningkatkan dampak positif tersebut, maka upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan antara lain: (1) Penanaman pohon lindung dan tanaman hias, termasuk tanaman rumput pada media jalan dan bahu jalan, dengan jenis yang disesuaikan dengan kondisi geografi jalan, dan tidak mengganggu pemakai jalan, serta dapat memperindah estetika lingkungan. (2) Jenis tanaman yang ditanam sebaiknya jenis tanaman lokal, dan mempunyai ciri khas daerah. c.2. Lokasi Quarry dan Jalur Transportasi Material. 1) Pengambilan Tanah dan Material Bangunan dari Quarry dan Borrow Area. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan, dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada saat kondisi berdebu. b) Terganggunya aliran air permukaan dan air tanah, dapat dikelola melalui: (1) Pembuatan sistem saluran drainase yang baik. dan memadai untuk mengalirkan aliran air alami. 30 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (2) Memberikan suplay air bersih kepada penduduk, bila dampak tersebut di atas sampai mengganggu air sumur penduduk. c) Terganggunya stabilitas lereng galian, dapat dikelola melalui: (1) Kemiringan lereng yang terbentuk disesuaikan dengan kondisi dan jenis tanah. (2) Pemasangan drainase lereng yang baik. d) Perubahan fungsi lahan, dapat dikelola melalui: (1) Pemilihan lokasi quarry yang tepat (tidak di lahan subur). (2) Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan bekas quarry dan borrow area. e) Timbulnya erosi dasar sungai yang dapat mengganggu stabilitas bangunan air, dapat dikelola melalui: (1) Pemilihan lokasi quarry di sungai yang tepat, tidak terlalu dekat dengan lokasi bangunan air. (2) Volume pengambilan quarry disesuaikan dengan potensi yang ada. (3) Perkuatan bangunan air yang terganggu stabilitasnya. f) Terganggunya kondisi flora, dapat dikelola melalui: (1) Menanam kembali jenis-jenis vegetasi yang rusak di sekitar lokasi pekerjaan. (2) Pelaksanaan pekerjaan yang teliti dan cermat. 2) Pengangkutan Tanah dan Material Bangunan. a) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Penyiraman jalur transportasi secara berkala pada saat berdebu serta pembersihan terhadap ceceran tanah agar tidak menjadi licin saat hujan. (3) Membatasi kecepatan kendaraan proyek di jalan umum. 31 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN (4) Penggunaan truk pengangkut material yang ditutup terpal dan pencucian ban sebelum keluar dari quarry. b) Kerusakan prasarana jalan umum karena kendaraan proyek melalui jalan umum, dapat dikelola melalui: (1) Memperbaiki kondisi prasarana jalan yang rusak. (2) Membatasi tonase truk pengangkut material sesuai dengan kapasitas jalan. b) Terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas karena kendaraan proyek melalui jalan umum dapat dikelola melalui: (1) Pengaturan arus lalu lintas. (2) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas. (3) Pelaksanaan pekerjaan yang mengutamakan kelancaran lalu lintas. c.3. Lokasi Base Camp dan AMP/Stone Crusher. Pengoperasian base camp (kantor proyek, bengkel, gudang, dan barak pekerja) dan AMP/stone crusher. a) Kecemburuan/keresahan sosial masyarakat di sekitar lokasi, dapat dikelola dengan cara: (1) Pemilihan lokasi base camp yang relatif jauh dari permukiman. (2) Penyuluhan terhadap tenaga kerja pendatang mengenai pola hidup masyarakat setempat. (3) Pemanfaatan sarana dan utilitas proyek agar dapat digunakan oleh masyarakat setempat. (4) Sosialisasi kegiatan pada masyarakat. b) Pencemaran udara (debu) dan kebisingan karena pengoperasian AMP/stone crusher dapat dikelola dengan cara: (1) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik. (2) Pemagaran lokasi AMP/stone crusher yang rapat. 32 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) Pencemaran kualitas air karena pengoperasian base camp dan AMP dapat dikelola melalui cara: (1) Mengumpulkan limbah oli/minyak yang dihasilkan dari pengoperasian base camp dan AMP/stone crusher. (2) Pembuatan tanggul tanah sementara untuk mencegah masuknya aliran air permukaan langsung ke badan air. (3) Tata cara pelaksanaan pengoperasian base camp yang baik. d) Kecelakaan lalu lintas akibat kendaraan keluar masuk basecamp. 4.3.4. Dokumen Terkait. Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik, antara lain: 1) Gambar kerja dan spesifikasi teknis pekerjaan. 2) SOP pengelolaan lingkungan hidup. 4.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan. 4.4.1. Pengoperasian dan Pemeliharaan Prasarana Jalan. Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana jalan yang telah selesai dibangun dan diserahkan oleh Kontraktor kepada Pemberi Tugas memang bertujuan positif sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan, namun sering terjadi adanya ketidaksesuaian antara rencana dan kenyataan di lapangan, seperti: 1) Pertumbuhan volume lalu lintas lebih besar dari yang diperkirakan, sehingga terjadi berbagai masalah seperti kemacetan lalu lintas dan kerusakan prasarana jalan sebelum waktunya. 2) Terjadinya perubahan peruntukan lahan di luar perkiraan sehingga meningkatkan bangkitan lalu lintas yang tidak terkendali, dan meningkatnya air larian, sehingga saluran drainase jalan tidak mampu menampungnya. Hal tersebut di atas akan mempercepat timbulnya kerusakan prasarana jalan, dan untuk menanggulanginya, maka dalam perencanaan 33 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN prasarana jalan seharusnya dipertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan bangkitan lalu lintas, serta mengatur penggunaan lahan agar tetap sesuai dengan tata ruang dan tata guna lahan yang telah disepakati. Disesuaikan dengan jenis prasarana jalan yang telah selesai dibangun, Pemberi Tugas, dalam hal ini Pemimpin Proyek/Pemimpin Bagian Proyek harus menyerahkan wewenang pengoperasian prasarana jalan selanjutnya kepada institusi yang berwenang, seperti Dinas PU/Dinas Prasarana Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota, PT. Jasa Marga (khusus jalan tol), atau operator jalan tol lainnya, yang selanjutnya akan bertindak selaku Pengelola Kegiatan, termasuk bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup. 4.4.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengoperasian Jalan. Pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengoperasian prasarana jalan menjadi tanggung jawab Pengelola Kegiatan, disesuaikan dengan jenis dan besaran dampak yang timbul antara lain: 1) Meningkatnya pencemaran udara dan kebisingan, dapat dikelola melalui: a) Pembuatan noise barrier dari tembok atau tanaman yang rapat pada lokasi-lokasi tertentu di dekat permukiman penduduk. b) Pemeliharaan lapisan perkerasan jalan agar tetap dalam kondisi baik. 2) Meningkatnya gangguan atau kemacetan lalu lintas, karena meningkatnya arus lalu lintas, dapat dikelola melalui: a) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan pada lokasi yang tepat. b) Pemasangan papan-papan peringatan dan lampu penerangan jalan pada lokasi yang tepat. c) Pengaturan arus lalu lintas. d) Penerapan sistem manajemen lalu lintas yang baik. e) Pembuatan jembatan penyeberangan atau overpass/underpas pada lokasi yang lalu lintasnya padat. f) Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol. 34 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN g) Penertiban PKL yang berdagang di badan jalan. h) Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan. 3) Perubahan peruntukan lahan karena aksesibilitas jalan yang lebih baik, dapat dikelola melalui: a) Menyusun ketentuan mengenai peruntukan lahan sesuai dengan tata ruang dan tata guna lahan. b) M elaku kan “law en forcem en t” b ag i p elan g g aran keten tu an tersebut. 4) Terganggunya habitat fauna pada lokasi tertentu dapat dikelola melalui cara: a) Membuat rambu-rambu lalu lintas. b) Membatasi kecepatan kendaraan pada lokasi-lokasi tertentu. 5) Terganggunya mobilitas penduduk yang permukimannya terpotong oleh prasarana jalan (tol), dapat dikelola melalui pembuatan jembatan penyeberangan pada lokasi yang tepat. 4.4.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pemeliharaan Jalan. Dalam pengoperasian prasarana jalan yang telah selesai dibangun, secara berkala atau secara rutin perlu dilakukan pekerjaan pemeliharaan jalan, dampak yang timbul dari kegiatan ini pada umumnya adalah gangguan atau kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi pekerjaan, dapat dikelola melalui cara: 1) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan prasarana jalan yang tepat. 2) Pengaturan arus lalu lintas. 3) Pemasangan rambu-rambu peringatan. 4.4.4. Dokumen Terkait. Dokumen lain yang terkait dan dapat dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan operasi dan pemeliharaan bidang jalan, antara lain: 1) SOP kegiatan pemeliharaan jalan. 2) Dokumen RTRW Kabupaten/Kota. 3) Dokumen RDTR Wilayah Kabupaten/Kota. 35 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5. Pembiayaan 5.1. Penyiapan Dokumen Tender. Pada prinsipnya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada saat penyiapan dokumen tender, tidak memerlukan biaya khusus, baik untuk biaya personel, pengadaan data maupun biaya perjalanan, karena hal tersebut harus sudah tertampung dalam biaya penyiapan dokumen tender proyek secara keseluruhan. 5.2. Kegiatan Pengadaan Tanah. Biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah meliputi komponen biaya personel, biaya perjalanan, biaya penyuluhan dan sosialisasi kegiatan, biaya rapat untuk melakukan musyawarah, biaya kompensasi dan biaya pemukiman kembali. a. Biaya Personel. Komponen biaya personel mencakup honorarium petugas pelaksana penyuluhan dan sosialisasi kegiatan, musyawarah dengan masyarakat, serta petugas lain yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah. Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas: 1) Jumlah petugas penyuluhan dan sosialisasi kegiatan. 2) 2) Frekwensi kegiatan penyuluhan, sosialisasi dan kegiatan musyawarah. 3) Harga satuan yang berlaku. b. Biaya Perjalanan. Komponen biaya perjalanan bagi petugas yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah mencakup biaya perjalanan untuk berkonsultasi dan berkoordinasi dengan instansi terkait, untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan serta musyawarah dengan masyarakat di lokasi kegiatan. Perkiraan besarnya biaya perjalanan didasarkan atas: 1) Tujuan dan frekwensi perjalanan. 2) Lamanya perjalanan yang dilakukan. 3) Jenis transportasi yang dipakai. 36 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4) Harga satuan untuk jenis transportasi dan per diem allowance. c. Biaya Penyuluhan dan Sosialisasi. Komponen biaya penyuluhan dan sosialisasi yang terkait dengan kegiatan pengadaan tanah, mencakup biaya pelaksanaan kegiatan, pembuatan dan pengadaan materi penyuluhan/sosialisasi, serta biaya administrasi lainnya. Perkiraan besarnya biaya penyuluhan dan sosialisasi didasarkan atas : 1) Jumlah dan frekwensi kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. 2) Jumlah peserta kegiatan. d. Biaya Musyawarah Komponen biaya musyawarah dengan masyarakat mencakup biaya rapat, khususnya untuk mendapatkan kesepakatan tentang jenis dan besaran nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman. Perkiraan besarnya biaya musyawarah dengan masyarakat didasarkan atas: 1) Jumlah dan frekwensi rapat/musyawarah. 2) Jumlah peserta rapat. e. Biaya Kompensasi dan Pemukiman Kembali Komponen biaya kompensasi dan pemukiman kembali penduduk dalam kegiatan pengadaan tanah mencakup jenis dan jumlah kompensasi yang diberikan kepada masyarakat terkena dampak, lokasi dan sistem pemukiman kembali penduduk sesuai dengan hasil musyawarah, serta honorarium untuk panitia pengadaan tanah. 5.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik Biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik meliputi biaya personel, biaya menangani dampak yang timbul, biaya perjalanan, biaya pengukuran dan analisis laboratorium, biaya koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait serta biaya untuk pembuatan laporan. 37 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN a. Biaya Personel. Komponen biaya personel mencakup gaji upah dan honorarium tenaga ahli dan petugas yang melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup. Jumlah tenaga ahli dan petugas yang terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ditentukan oleh jenis dan besaran dampak yang dikelola, serta metode pengelolaan lingkungan hidup yang dipergunakan. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi sosial masyarakat. Perkiraan besarnya biaya personel didasarkan atas: 1) Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga ahli yang dipakai. 2) Waktu pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. 3) Harga satuan upah (billing rate). b. Biaya Perjalanan. Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup yang dikelola, dan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait di lokasi kegiatan. Perkiraan besarnya biaya perjalanan, didasarkan atas: 1) Tujuan dan frekwensi perjalanan. 2) Lamanya perjalanan untuk setiap kegiatan. 3) Jenis transportasi yang dipakai. 4) Harga satuan, baik jenis transportasi maupun perdiem allowance. c. Biaya Penanganan Dampak. Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang ditangani dan metode penanganannya, meliputi pemasangan bangunan/struktur pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau kondisi lingkungan hidup yang rusak, serta pengadaan bahan dan peralatan untuk mengendalikan dampak termasuk pengoperasiannya. d. Biaya Pengukuran dan Analisis Laboratorium. Komponen biaya pengukuran dan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas lingkungan hidup yang terkena dampak, antara lain: 38 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1) Pengukuran dan analisis kualitas air. 2) Pengukuran dan analisis kualitas udara dan kebisingan. 3) Pengukuran dan analisis biota air. Perkiraan besarnya biaya pengukuran dan analisis laboratorium ditentukan oleh: 1) Jumlah dan jenis sample yang diukur dan dianalisis. 2) Lokasi kegiatan. 3) Harga satuan analisis sampel. e. Biaya Konsultasi dan Koordinasi. Komponen biaya konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mencakup biaya rapat konsultasi, honorarium pakar yang diundang, dan sebagainya. f. Biaya Penyusunan Laporan Komponen biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan, dan penyampaian laporan kepada para pihak yang terkait. 5.4. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan. Pada prinsipnya komponen biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan, yang meliputi biaya personel, biaya perjalanan, biaya untuk menangani dampak, biaya pengukuran dan analisis laboratorium, biaya konsultasi dan koordinasi, serta biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, sama dengan komponen biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada pelaksanaan konstruksi fisik. Hal yang membedakan adalah sifat dampak yang timbul pada umumnya menerus dan berkesinambungan, sehingga pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup juga harus dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan, dan mempergunakan anggaran rutin. 39 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5.5. Pengajuan Usulan Biaya. Mengingat kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelaksanaan pembangunan prasarana jalan, maka pengajuan usulan biaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, harus mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya pembangunan prasarana jalan yang baku, seperti melalui proses penyusunan DUP, DIP dan sebagainya. Dalam mengajukan usulan biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, perlu diperhatikan apakah pelaksanaannya dilakukan oleh pihak ketiga atau secara swakelola, karena sistem ini dapat mempengaruhi sistem administrasi keuangannya. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik, masing-masing harus diintegrasikan atau disisipkan dalam biaya pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik. Sedangkan biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan diintegrasikan dalam biaya rutin pengoperasian dan pemeliharaan prasarana jalan. 6. Koordinasi Pelaksanaan 6.1. Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana Jalan. Penyelenggaraan proyek pembangunan prasarana jalan pada umumnya dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat organisasi pemerintahan, baik tingkat pusat, propinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan efisien, maka dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan diperlukan adanya koordinasi yang baik antar instansi yang terkait di bidang pembangunan prasarana jalan, baik vertikal maupun horizontal. Pemeran utama pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain: a. Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan. Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan adalah instansi pelaksana atau penyelenggara pembangunan prasarana jalan, sehingga ia mempunyai tanggung jawab pula dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. 40 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Sesuai dengan jenis dan sifat proyek prasarana jalan, maka Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan pembangunan prasarana jalan pada umumnya dapat berupa : 1) Para Pemimpin proyek atau Pemimpin Bagian Proyek pembangunan prasarana jalan, baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi atau kota/kabupaten. 2) P ara P em im p in “P roject M an ag em en t U n it” – P M U atau “P roject Im p lem en tation U n it” – PIU bidang jalan di tingkat pemerintah pusat, propinsi atau kota/kabupaten. 3) Dinas PU atau Dinas Prasarana Wilayah di tingkat pemerintah provinsi atau kota/kabupaten. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan, antara lain meliputi: 1) Memasukan pertimbangan pengelolaan lingkungan hidup dalam mempersiapkan dokumen tender, baik pada gambar kerja maupun pada spesifikasi teknis pekerjaan. 2) Melakukan penyuluhan, sosialisasi kegiatan dan musyawarah dengan masyarakat terkena dampak. 3) Melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup untuk menangani dampak-dampak yang timbul, baik pada kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik, maupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. b. Bappeda. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan instansi yang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan di daerah yang dilakukan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan. Termasuk dalam kelompok Bappeda adalah instansi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain BP2D. Tugas pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan oleh Bappeda, baik Bappeda tingkat propinsi maupun Bappeda kabupaten/kota, meliputi: 1) Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor. 41 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2) Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah propinsi, kabupaten/kota. 3) Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi, kabupaten/kota. 4) Menjabarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ke dalam peraturan perundangan daerah. 5) Menjabarkan NSPM secara lebih spesifik sesuai kebutuhan daerah. 6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk penerapan NSPM tersebut diatas. 7) Melakukan evaluasi terhadap kinerja penerapan NSPM yang dihasilkan. c. Bapedalda. Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) merupakan instansi yang berperan dalam melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Termasuk dalam kelompok Bapedalda adalah instansi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi seperti tersebut diatas, antara lain : 1) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) propinsi, kabupaten/kota. 2) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (Bapelda/BPLHD). 3) Dinas/Kantor Lingkungan Hidup Daerah. Tugas pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain: 1) Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta referensi yang diperlukan. 2) Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. d. Masyarakat Masyarakat, baik perorangan maupun kelompok/organisasi masyarakat yang berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup, 42 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pengendalian kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan hidup. Termasuk dalam kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang terkena dampak kegiatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh dan pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan. Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, antara lain: 1) Memberi masukan, tanggapan dan koreksi terhadap rencana kegiatan pembangunan prasarana jalan. 2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. 3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam upaya mengendalikan dampak lingkungan yang timbul. 4) Berpartisipasi dalam pengendalian lingkungan termasuk sosial ekonomi budaya. e. Instansi Terkait. Instansi terkait lainnya, dalam hal ini merupakan instansi atau para pihak selain dari keempat kelompok tersebut di atas, yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, seperti: 1) Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah. 5) Dinas Kehutanan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam kaitannya dengan pembangunan prasarana jalan yang melewati atau berbatasan dengan kawasan hutan. 6) Dinas Perhubungan Daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, dalam kaitannya dengan permasalahan transportasi dalam pembangunan prasarana jalan. Peran instansi terkait tersebut dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain: 1) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana kegiatan dan rencana pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. 43 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2) Berperanserta lingkungan secara aktif hidup bidang dalam jalan, melaksanakan sesuai dengan pengelolaan tugas pokok, wewenang dan fungsinya. f. Bagan Alur Koordinasi Pelaksanaan. Rumusan tugas instansi terkait tersebut di atas dalam rangka koordinasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir, seperti tercantum dalam Lampiran 6.1, 6.2, dan 6.3. dimana: 1) Lampiran 6.1 : Koordinasi pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah. 2) Lampiran6.2 : Koordinasi pelaksanaan konstruksi fisik. 3) Lampiran 6.3 : Koordinasi pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan. 6.2. Penanganan Masyarakat Terasing/Adat. a. Pelaksanaan Koordinasi. Pelaksanaan penanganan masyarakat terasing/adat bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek sosial budaya penanganan masyarakat, masyarakat dengan terasing sasaran tercapainya sedemikian rupa, program sehingga pembangunan prasarana jalan di daerah tersebut mendapat dukungan serta dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Kegiatan ini dilakukan setelah perencanaan teknis selesai dan dokumen LARAP telah disetujui sebagai dokumen kegiatan pengadaan lahan dan pemukiman kembali penduduk (bila ada). Langkah penanganan masyarakat terasing/adat dan peran masingmasing para pelaku adalah sebagai berikut: 1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan. a) Membuat jadwal terasing/adat yang rencana tindak dijabarkan penanganan dari dokumen masyarakat perencanaan penanganan masyarakat terasing. b) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing, yang mencakup kompensasi tanah, bangunan dan tanaman, perbaikan permukiman tradisional dan sebagainya. 44 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) Membuat laporan pelaksanaan penanganan masyarakat terasing, sebagai acuan untuk kegiatan monitoring. 2) Bapedalda. Melakukan monitoring pelaksanaan penanganan masyarakat terasing, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal kegiatan. Pelaksanaan monitoring tersebut dapat bersifat aktif dengan melakukan pengamatan lapangan, atau bersifat pasif dengan menerima laporan dari pemrakarsa. 3) Bappeda. Melakukan monitoring dan koordinasi pelaksanaan penanganan masyarakat terasing/adat, terutama kesesuaiannya dengan kesepakatan dan jadwal pelaksanaan. Pelaksanaan monitoring tersebut dapat bersifat aktif ataupun bersifat pasif. 4) Masyarakat. Bersama-sama dengan LSM dan/atau lembaga adat, dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan penanganan masyarakat terasing. 5) Instansi Terkait. Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti misalnya Dinas Sosial membantu dalam hal kegiatan pendampingan mengenai aspek-aspek sosial budaya. b. Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Ekonomi. Rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing/adat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, agar tidak terpengaruh dan atau terganggu oleh masyarakat pendatang. Kegiatan ini dilakukan setelah kontraktor pelaksana ditunjuk, dan bersama Pengelola Kegiatan telah menyiapkan rencana detail pelaksanaan konstruksi. Langkah-langkah terasing/adat berikut: 45 kegiatan rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat dan peran masing-masing para pelaku adalah sebagai PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 1) Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan. a) Mempelajari rencana rehabilitasi sosial ekonomi, yang terdapat dalam dokumen penanganan masyarakat terasing/adat. b) Melakukan konsultasi dan persiapan kegiatan rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat. Ruang lingkup konsultasi tersebut mencakup hal-hal yang berhubungan dengan penyuluhan kepada pekerja proyek tentang hal-hal yang tabu di lokasi tersebut, dan upacara adat yang harus dihormati. c) Melaksanakan program rehabilitasi sesuai dengan pedoman dan petunjuk teknis yang ada, dan dengan mempertimbangkan masukan dari Bappeda, Bapedalda, Masyarakat dan Instansi terkait lainnya. d) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing, dengan mempertimbangkan hasil-hasil monitoring dan koordinasi yang dilakukan oleh Bappeda dan Bapedalda. 2) Bapedalda. a) Memberi masukan tentang hasil monitoring dan indikator keberhasilan program rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing yang efektif b) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program sesuai dengan pedoman dan petunjuk teknis yang ada. 3) Bappeda. a) Memberi masukan tentang program sejenis dari instansi lain yang dapat dikoordinasikan pelaksanaannya b) Membantu dalam hal koordinasi dengan instansi terkait, apabila ada program sejenis sehingga dapat disinergikan. Koordinasi pelaksanaan tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman dan petunjuk teknis yang ada. 4) Masyarakat. a) Melaksanakan rehabilitasi sosial ekonomi, dan memberi masukan tentang kesulitan yang mungkin dihadapi pada pasca penanganan masyarakat terasing. 46 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi sosial ekonomi masyarakat terasing/adat, sesuai dengan hasil musyawarah. 5) Instansi Terkait. Membantu sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya, seperti Dinas Sosial memberi masukan tentang alternatif pola rehabilitasi masyarakat terasing serta membantu menjadi pengawas lapangan. 7. Dokumentasi dan Pelaporan 7.1. Penyiapan Dokumen Tender. Pada prinsipnya dokumen tender yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana, sesuai dengan hasil RKL/RPL atau UKL/UPL. Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi apa yang harus dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan rumusan yang jelas agar tidak terjadi salah pengertian dan terdokumentasi dengan baik. 7.2. Kegiatan Pengadaan Tanah. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah harus terdokumentasi dengan tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri, apabila ada permasalahan di kemudian hari. Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan tanah ini antara lain meliputi: 1) Berita acara kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat, dilengkapi dengan materi penyuluhan dan sosialisasi, daftar hadir dan kesimpulan hasil kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan. 2) Berita acara kegiatan musyawarah dengan masyarakat dalam menentukan besarnya nilai ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat terkena dampak, dilengkapi dengan hasil kesepakatan dan daftar peserta rapat. 47 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 7.3. Pelaksanaan Konstruksi Fisik serta Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi fisik dan kegiatan operasi dan pemeliharaan harus terdokumentasi dengan baik, tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri kembali, bila terjadi permasalahan di kemudian hari. Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini antara lain meliputi: 1) Laporan pengendalian pencemaran air, dan atau pengendalian pencemaran udara, dilengkapi dengan tata cara pengendalian dan datadata kualitas air dan atau kualitas udara. 2) Laporan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dilengkapi dengan tata cara pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan foto dokumentasi/visual mengenai kondisi lingkungan hidup tersebut. 3) Laporan penanganan masalah atau aspek-aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, dilengkapi dengan upaya pendekatan, tata cara penanganan dan hasil yang dicapai. 4) Laporan pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait dan masyarakat, dilengkapi dengan masalah lingkungan hidup yang dibahas, kesepakatan yang dicapai dan tindak turun tangan. 48 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PENUTUP 1. Seperti telah dikemukakan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini merupakan satu dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan kepada para pihak terkait mengenai pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan, khususnya dalam penyiapan dokumen tender, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi fisik serta kegiatan operasi dan pemeliharaan. 2. Pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup identifikasi komponen kegiatan pembangunan prasarana jalan yang berpotensi menimbulkan dampak, identifikasi dampak lingkungan yang timbul, serta upaya penanganannya dengan mempergunakan pendekatan preventif, kuratif dan kompensatif, berupa tindakan pencegahan atau menghindari timbulnya dampak, mengurangi atau memperkecil besaran dampak yang timbul, serta menanggulangi atau mengendalikan dampak-dampak yang masih terjadi. 3. Dalam upaya mewujudkan pembangunan prasarana jalan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, maka pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini harus dipergunakan secara konsekwen bersama-sama dengan berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan lainnya. 4. Agar sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini sesuai dengan yang diharapkan, maka implementasinya harus terintegrasi sepenuhnya dalam manajemen pelaksanaan proyek. Untuk itu koordinasi antar instansi atau para pihak yang terkait, mutlak diperlukan dan peran Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan dalam menginisiasi pelaksanaan koordinasi sangat menentukan keberhasilan koordinasi. 49 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5. Pencapaian sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini sangat ditunjang oleh kesiapan pembiayaan yang diperlukan, sistem dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta yang lebih utama adalah tersedianya sumber daya manusia dengan kapasitas dan kapabilitas yang memadai dan mempunyai kesadaran terhadap terwujudnya penyelenggaraan pembangunan prasarana jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. 50 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Penerapan Aspek-aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Setiap Tahapan Proyek Prasarana Jalan Evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan masukan kebijakan peningkatan kinerja masa datang PERENCANAAN UMUM Pelingkupan isu isu lingkungan yang perlu dikaji lebih detail dalam ANDAL atau kajian lingkungan EVALUASI PASCA PROYEK OPERASI DAN PEMELIHARAAN (O&P) Penyaringan AMDAL berdasarkan faktor dampak penting dan lokasi/ koridor jalan (ref. Kep.Bapedal056/1994) Tata cara implementasi mitigasi dampak, monitoring dan evaluasi dampak lingkungan selama masa O & P PELAKSANAAN KONSTRUKSI Aplikasi spesifikasi bahan, alat konstruksi dan tata cara pelaksanaan konstruksi serta pengawasan termasuk mitigasi dampak lingkungan selama masa konstruksi PRA STUDI KELAYAKAN Analisis besaran dan pentingnya isu isu lingkungan serta biaya lingkungan dalam studi kelayakan Rumusan kriteria dan spesifikasi serta tata cara pengadaan lahan maupun pelaksanaan konstruksi PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK STUDI KELAYAKAN DETAIL DISAIN Implementasi tata cara pengadaan tanah, pemberian kompensasi, pematangan lahan untuk konstruksi 1 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Ketentuan Tentang Kewajiban Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. A Peraturan Perundangan Uraian Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1. Pasal 9, ayat (2) Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat serta pelaku pembangunan lain. 2. Pasal 13, ayat (1) Dalam rangka lingkungan hidup, menyerahkan Pemerintah pelaksanaan Pemerintah sebagian Daerah, pengelolaan urusan menjadi urusan dapat kepada rumah tangganya. B Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 1. Pasal 28, ayat (2) Instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan melakukan pelaksanaan pembinaan pengelolaan dan teknis pemantauan lingkungan hidup, yang menjadi bagian dari ijin. 2. Pasal 38, ayat (3) Biaya pembinaan pengelolaan pelaksanaan lingkungan hidup dan rencana rencana pemantauan lingkungan hidup, dibebankan pada anggaran instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan 2 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Pencantuman Aspek – Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pada Dokumen Tender No. 1 Dokumen Tender Standar (LCB) Bab III: Syarat – syarat Kontrak A. Umum 1. Definisi 19. Keselamatan Usulan Penambahan Ketentuan Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang timbul, akibat pelaksanaan pekerjaan. Pemantauan lingkungan hidup adalah upaya memantau komponen lingkungan hidup yang terkena dampak, akibat pelaksanaan pekerjaan. 19.1 Keselamatan dan penanganan dampak. Kontraktor bertanggung jawab terhadap kegiatan penanganan dampak lingkungan hidup yang timbul, akibat pelaksanaan pekerjaan. Bila dalam pelaksanaan pekerjaan secara tidak sengaja ditemukan benda cagar budaya, kontraktor wajib menginformasikan hal tersebut kepada instansi yang berwenang untuk proses tindak lanjut. 2 Bab V: Spesifikasi Masing-masing komponen pekerjaan yang dikemukakan pada Bab Spesifikasi, dicantumkan tata cara pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. 3 Bab VI: Daftar Kuantitas Untuk masing-masing komponen pekerjaan, dicantumkan klausul kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan biaya yang diperlukan (bila ada). 4. Bab VII Gambar – Gambar Gambar kerja untuk menangani dampak yang timbul. 3 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kriteria Kompensasi Penggantian Tanah dan Bangunan No. 1 2 Kategori Kepemilikan Hak Milik Besarnya Penggantian Hak Guna Usaha Keterangan 100% Apabila disertai bukti sertifikat 90% Apabila tanpa disertai sertifikat 80% Jika haknya masih berlaku dan terkelola dengan baik 60% Jika telah kadaluarsa tetapi masih terkelola dengan baik 3 Hak Guna Bangunan 80% Jika haknya masih berlaku 60% Jika haknya kadaluarsa, tetapi tanah masih digunakan oleh pemegang hak. 4 Hak Pakai 100% Jika masa berlakunya tidak terbatas dan tanah masih digunakan. 70% Jika hak pakai sampai 10 tahun. 50% Jika haknya telah kadaluarsa, tetapi masih digunakan oleh pemegangnya. 5 Wakaf 100% Dengan ketentuan bahwa kompensasi diberikan dalam bentuk tanah, bangunan, dan prasarana umum. Sumber: Permenneg Agraria / Ka BPN No. 1 tahun 1994 4 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Pedoman Pelaksanaan Partisipasi Dan Konsultasi Masyarakat Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah No. Langkah – langkah Proses Konsultasi Publik Target Populasi Institusi Yang Terlibat Implementasi Keterangan 1 Penyuluhan Rencana Proyek Jalan Warga desa yang akan terkena dampak Pimpro/ Pimbagpro, LKMD, PMD, Camat / Lurah, BPN Kota/Kab Pihak Proyek menjelaskan mengenai proyek tsb dan dampaknya dalam suatu pertemuan dengan seluruh warga desa. Tujuan untuk menginformasikan kepada warga desa mengenai rencana proyek jalan. Warga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan 2 Sensus Garis Batas Penduduk yang potensial terkena dampak (langsung dan tidak langsung) Peneliti Survey; Lurah; LKMD Peneliti mengadakan suatu survey lengkap yang mencakup seluruh penduduk yang langsung atau tidak langsung akan terkena dampak. Tujuan untuk menentukkan siapa yang akan terkena dampak dan memenuhi syarat untuk mendapatkan kompensasi / ganti rugi. 3 Survei Sosial Ekonomi Sampel masyarakat yang potensial terkena dampak Peneliti Survey; Lurah; LKMD Peneliti melakukan suatu survey dengan sample secara bertingkat, penduduk kelurahan/desa yang terkena dampak. Tujuan untuk memilih wakil sample peduduk yang akan terkena dampak untuk diwawancarai mengenai kondisi sosial ekonomi mereka. 4 Konsultasi Publik (Musyawarah) mengenai rencana proyek jalan Warga desa yang terkena rencana proyek jalan. Pimpro dan Pimbagpro; Panitia Pembebasan Tanah: Lurah; PMD; Camat; LKMD. Warga desa berkumpul di balai desa bersama aparat desa untuk membahas rencana proyek jalan. Tujuan untuk mendiskusikan rencana proyek jalan dengan warga desa/ elurahan. Warga desa dapat bertanya dan memberi opini mengenai proyek dan hasilnya 5 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN secara tertulis ditanda tangani oleh aparat desa. 5 Inventarisasi Modal / Asset penduduk yang terkena dampak. Warga desa yang terkena rencana proyek jalan Panitia Pembebasan Tanah: Lurah; Camat. Semua modal/asset yang terkena dampak. Panitia Pembebasan Tanah akan menghitung asset/modal setiap penduduk yang terkena dampak. 6 Pengumuman inventarisasi - Panitia Pembebasan Tanah. Hasilnya diposkan/dipasang di kantor desa Masyarakat diberi waktu selama satu bulan untuk menyatakan keberatan terhadap hasil inventarisasi tersebut. 7 Musyawarah dan mufakat mengenai Inventarisasi Warga desa yang terkena dampak. Panitia Pembebasan Tanah: Lurah; Camat. Semua modal/asset yang tekena dampak. Tujuannya untuk bernegosiasi dengan pihak yang merasa bahwa penghitungan asset/modal mereka tidak akurat sehingga dapat dilakukan perhitungan kembali. 8 Musyawarah dan mufakat mengenai ganti rugi Warga desa yang terkena dampak. Pimpro/ Pimbagpro, Panitia Pembebasan Tanah; BPN Propinsi; Camat / Lurah; LKMD; NGO. Musyawarah ini dapat terjadi beberapa kali sebelum mencapai kesepakatan dan dilakukan dibalai desa. Musyawarah ini merupakan tahap yang paling penting dan akan menentukan sukses atau gagalnya proyek. Ganti rugi harus disetujui oleh pihak yang terkena dampak. 9 Musyawarah dan mufakat mengenai rencana permukiman kembali. Penduduk yang tergusur dan anggota masyarakat lainnya. Pimpro/ Pimbagpro; Camat / Lurah; LKMD. Musyawarah ini mungkin muncul selama diskusi dan kesepakatan ganti rugi atau dapat pula berjalan paralel. Tujuannya untuk mengungkapkan pendapat penduduk yang tergusur mengenai rencana permukiman kembali. Dalam hasil 6 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN musyawarah ini akan dibicarakan beberapa pilihan lokasi permukiman kembali. 10 Musyawarah dan mufakat mengenai kualitas permukiman kembali berserta fasilitasnya. Penduduk yang tergusur dan yang telah menseleksi lokasi permukiman. Pimbagpro; Lurah/ Kepala Desa. Pimbagpro bersama wakil dari penduduk yang tergusur mengunjungi lokasi permukiman kembali. Tujuannya untuk menunjukkan kepada penduduk yang tergusur bahwa lokasi yang dimaksud layak untuk ditempati, telah memiliki fasilitas yang dijanjikan dan merupakan pilihan yang terbaik. 11. Jika tidak terjadi kesepakatan mengenai ganti rugi. - Panitia memberitahukan masalahnya kepada Gubernur. Gubernur membuat keputusan menyetujui / menolak proyek. - 12 Pertemuan masyarakat mengenai pembayaran ganti rugi. Masyarakat penerima ganti kerugian. Camat atau Pimbagpro memimpin pertemuan. Warga yang terkena dampak dipanggil untuk diberi ganti rugi oleh petugas Bank berupa uang kontan atau tabungan di Bank. Untuk Proyek Jalan ganti rugi biasanya dalam bentuk uang kontan. Jika paket ganti rugi termasuk untuk permukiman kembali, maka warga yang tergusur akan mendapat ganti rugi dalam bentuk lain, misalnya kavling, rumah di lokasi permukiman kembali. 7 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Jenis Dampak / Kerugian Akibat Kegiatan Pengadaan Tanah No. 1 2 Jenis Komponen / Aset Lahan / Tanah Bangunan Jenis Dampak/Kerugian Kehilangan lahan pertanian. Kehilangan lahan pekarangan tempat usaha/bisnis. Kehilangan lahan pekarangan perumahan. Kehilangan lahan aksesibilitas lokal. Kehilangan rumah atau tempat tinggal termasuk fasilitas pendukungnya (sambungan listrik, air PDAM, telepon, dll) Kehilangan bangunan tempat usaha/bisnis dan fasilitas pendukungnya. Pemindahan lahan lokasi komersial yang disewa atau ditempati. Kehilangan bangunan fisik lainnya (gudang, bangsal, bangunan MCK, dll). 3 Matapencaharian dan pendapatan 4 Fasilitas Umum dan Cagar Kehilangan pendapatan dari usaha / bisnis yang terkena dampak. Kehilangan pendapatan dari sewa atau bagi hasil. Kehilangan pendapatan dari tanaman/pohon. Kehilangan pendapatan dari upah/gaji. Kehilangan akses ke tempat kerja. Terganggunya kegiatan pendidikan, pasar, pelayanan Budaya. kesehatan, fasilitas peribadatan, olahraga, kesenian. Terganggunya fasilitas pemerintah dan pusat kegiatan masyarakat lainnya. Terganggunya jaringan utilitas umum (listrik, air bersih, telepon, gas). Terganggunya/hilangnya tempat suci, kuburan atau kawasan/tempat pemakaman umum, simbol atau tempat keramat lainnya, lokasi cagar budaya. 5 Aset sosial - budaya Terganggunya interaksi sosial. Terganggunya keterikatan (basis) sosial ekonomi dengan lokasi asal. Terganggunya pola kehidupan dan perilaku budaya yang terinternalisasi pada lokasi asal. Sumber : SESIM, 2001 8 BAGAN PELAKSANAAN PENANGANAN MASYARAKAT TERASING PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Membuat Jadwal Detail Rencana Tindak penanganan masy terasing.....… ..(1) Melaksanakan program penanganan masyarakat terasing ................................(2) Membuat Laporan Pelaksanaan Penanganan Masyarakat Terasing ..........(7) Melakukan monitoring … … (3) Melakukan monitoring dan koordinasi … … (4) Berpartisipasi dalam pelaksanaan program … … .(5) Membantu sesuai keterkaitannya misal : Dinas Dik-Bud dan Dinas Sosial membantu dalam pelaksanaannya dilapangan ..... (6) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen yang telah disetujui 2). Mencakup kompensasi lahan dan bangunan, perbaikan permukiman tradisional, rehabilitasi konservasi situs dll. 3), 4), Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara pasip (menerima laporan) atau aktip (kelapangan). 5). Termasuk LSM, lembaga adat , dll. 6) Termasuk kegiatan pendampingan dalam aspek sosial – ekonomi 7) Untuk digunakan sebagai acuan monotoring BAGAN PELAKSANAAN REHABILITASI EKONOMI MASYARAKAT TERASING PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana rehab ekonomi bagi m asy. terasing … … .. (1) Melakukan konsultasi dan persiapan Rehabilitasi Ekonomi bagi masyarakat terasing … … … … (2) Memberi masukan ttg. Monitoring dan indikator keberhasilan program Rehabilitasi yg efektif … ..(3) Memberi masukan program dari sektor lain yg dapat dikoordinasikan … … (4) Melaksanakan persiapan rehab & memberi masukan tentang kesulitan pasca penanganan masyarakat terasing … … (5) Membantu sesuai keterkaitannya, misal Dinas Sosial memberi masukan tentang alt pola rehabilitasi … … .. (6) 1) Diambil dari laporan LARAP untuk masyarakat terasing. 2) Dapat dilakukan pada tahap sebelumnya 3), 4), 5), 6). Melalui forum rapat atau metode lainnya 7) Yang telah disesuaikan terhadap masukan konsultasi 8) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 9) Sesuai tupoksi 10) Program yang telah disepakati Melaksanakan Program R ehabilitasi … … … (7) Melakukan monitoring … … … .(8) Membuat Laporan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Ekonomi Masyarakat … … ..(12) KETERANGAN Melakukan Koordinasi dengan Instansi Terkait … … … … … … … … … .(9) Menerima dan melaksanakan program R ehabilitasi… … … (10) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya mis: Dinas Sosial sebagai Pengawas Lapangan. (11) 11) Sesuai dengan pedoman dan atau petunjuk teknis yang telah ada 12) Sebagai bahan monitoring BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN KONSTRUKSI FISIK PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari rencana dan jadwal konstruksi . (1) Melakukan konsultasi renc. kegiatan konstruksi .. (2) Melaksanakan kegiatan konstruksi dan tindakan pencegahan dampak (5) Menyepakati cara pelaksanaan pekerjaan, termasuk keberadaan para pekerja .. (3) Memberi masukan lalu kesepakatan cara pelaksanaan pekerjaan sesuai keterkaitannya .. (4) Melakukan monitoring ..(6) Melakukan monitoring ...(7) Memberi masukan apabila ada gan gguan … ..(8) Memberi masukan dan bekerja sama dalam kegiatan konstruksi sesuai keterkaitannya … ..(6) Memberi masukan tentang indikator m onito ring … ..(12 ) Melakukan koordinasi keterpaduan program (13) Memahami dan mempersiapkan diri serta memberi masukan demi kelancaran p rog ram … (14) Membantu/melaksanakan sesuai keterkaitannya mis: briefing untuk persiapan training, tentang tujuan dan cara pemberdayaan .. (15) Melakukan monitoring ..(17) M elakukan m onito ring… .(18 ) Menerima dan melaksanakan program rehabilitasi … … (19) Menyusun laporan pelaks. konstruksi (10) Melakukan konsultasi dan persiapan rehab. ekonomi masy.(bila ada) … … .(1 1) Melaksanakan program rehabilitasi (bila ada)..(16) Membuat laporan pelaksanaan program rehabilitasi (bila ada)..(21) Membantu/melaksanaan sesuai keterkaitannya mis: pelaksanaantraining, pemberian fasilitas, dll. (20) KETERANGAN 1) Mengacu pada kontrak pekerjaan jalan dan pada dokumen LARAP 2) Setelah menyiapkan rencana detail kegiatan konstruksi serta jadwal terutama kegiatan yang dapat mengganggu publik 3) Termasuk briefing kepada para pekerja luar tentang adat istiadat setempat 4) Misalnya: dengan DLLAJ & POLRI untuk mengurangi kemacetan, dengan PLN, PDAM, Telkom untuk mencegah kerusakan utilitas 5) Sesuai dok. desain & rekomendasi pengelolaan lingkungan 6) 7) Sesuai tugas pokoknya 8) Perlu ada mekanisme penyampaian komplain 9) Termasuk masukan akan adanya penyimpangan dari yang telah disepakati 10) Sebagai acuan evaluasi 11) Didahului dengan penjelasan ttg kesepakatan dalam LARAP 12) Dijabarkan dari dokumen pengelolaan lingkungan dan LARAP 13) Termasuk pendanaan 14) Masukan juga meliputi kesulitan2 alih profesi, kecemburuan penduduk di lokasi pemukiman kembali 15) Termasuk bantuan pendampingan secara mental-spiritual 16) Yang telah disesuaikan terhadap konsultasi 17) 18) Sesuai tugas pokoknya 19) Sesuai kesepakatan 20) Termasuk bantuan pendampingan secara teknis 21) Sebagai acuan evaluasi. BAGAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN PEMRAKARSA BAPEDALDA BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Mempelajari laporan2 pelaksanaan kegiatan konstruksi, LARAP dan rehabilitasi … ..(1) Konsultasi rencana monitoring sosekbud pelaksanaan LARAP dan rehabilitasi....(2) Melakukan monitoring sesuai RPL/UPL .. (3) Melakukan monitoring tertib pemanfaatan jalan dan bangunan pelengkapnya serta lahan sekitar jalan....(7) Konsultasi hasil monitoring..... (8) Menyusun laporan monitoring..... (13) Melakukan tindak lanjut, bekerja sama dg instansi terkait untuk memperbaiki penyimpangan2 .. ( 14) Memberi masukan..... (9) Memberi masukan terhadap kualitas koordinasi antar sektor & keterpaduan program (4) Memberi masukan aspek sosekbud masy. (terasing) khususnya yang terkena dampak, termasuk aspek warisan budaya ..(5) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: indikator keberhasilan program rehabilitasi melakukan monitoring sesuai keterkaitannya (6) Memberi masukan dan mengambil tindakan yang diperlukan, mis: koordinasi tertib pemanfaatan jalan, pengembangan lahan sesuai tata ruang.. (10) Memberi masukan kondisi sosekbud pasca kegiatan LARAP dan rehabilitasi. Berpartisipasi dalam menjaga tertib pemanfaatan jalan (11) Memberi masukan sesuai keterkaitannya misal: apakah program pendampingan masih diperlukan, adanya penyerobotan lahan damija, apakah ada konflik/ kesenjangan antar kelompok m asyarakat … .. (12) KETERANGAN 1) Termasuk laporan pelaks. penanganan masy. terasing (bila ada) 2) Penyusunan konsep monitoring melibatkan berbagai disiplin ilmu 3) Monitoring termasuk aspek lingkungan selain sosekbud 4) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 5) Masukan dapat berupa informasi mengenai kesesuaian antara program dan pelaksanaan 6) Disamping memberi masukan juga dapat melakukan monitoring langsung 7) Yang dimaksud adalah apakah bagian2 jalan sudah dimanfaatkan sesuai fungsinya dan apakah ada perubahan penggunaan lahan sekitar jalan yang tidak sesuai tata ruang 8) Dapat dilakukan berkali-kali 9) Sesuai tugas pokoknya 10) Penyimpangan a.l.: trotoir untuk PKL (Pedagang Kaki Lima), badan jalan untuk berdagang, dll. 11) Masukan dapat digunakan untuk merevisi program 12) Termasuk di lokasi pemukiman kembali 13) Mencakup tertib pemanfaatan jalan, hasil LARAP dan rehabilitasi 14) Baik aspek teknis (jalan) maupun lingkungan dan sosekbud. BAGAN KOORDINASI PENGADAAN TANAH PEMRAKARSA BAPEDALDA Membuat Jadwal Detail & konsultasi Pelaksanaan LA R A P … ..(1) Melaksanakan Pembayaran Kompensasi untuk tanah dan asset diatasnya … … ..(5) Melaksanakan Kegiatan Pemukiman Kembali Penduduk (bila ada) ....... ( 10) Membuat Laporan Pelaksanaan LARAP … … (15) BAPPEDA MASYARAKAT STAKEHOLDER LAINNYA Berpartisipasi dalam proses musyawarah & m ufakat … … … . (2) Berpartisipasi dalam proses musy. & kesepakatan dalam mufakat khususnya . (3) Melaksanakan musyawarah dan mufakat, khususnya Panitia Pengadaan Tanah … … .. (4) Menyerahkan Surat-surat kepemilikan lahan kepada pem rakarsa … … .(8) Panitia Pengadaan Tanah membantu dalam penyelesaian proses adm inistrasi … … .(9) Menerima Sertifikat Kepemilikan Kapling dan K artu P enduduk … ..(13 ) Membantu pelaksanaan sesuai keterkaitannya … (14) Melakukan monitoring … … (6) Melakukan monitoring … .. (7) Melakukan Monitoring Pelaksanaan LARAP .… .. (11) Membantu pelaksanaan Koordinasi dengan instansi terkait … (12) KETERANGAN 1). Dijabarkan dari Dokumen LARAP yang telah ditetapkan 2) 3) 4) Dapat dilakukan berkali kali 5). Sesuai dg kesepakatan nilai ganti rugi 6),7) Sesuai Tupoksi dan dapat dilakukan secara aktif atau pasip 8) 9) Termasuk proses pensertifikatan 10). Sesuai dengan yang tertera pada LARAP 11) Sesuai yang tertera pada dokumen LARAP dan daftar yang akan dimukimkan kembali 12) Baik instansi pusat dan daerah termasuk di lokasi pemukiman kembali penduduk. 13) Sertifikat kepemilikan lahan dan bangunan 14) Dapat dikaitkan dengan program instansi terkait 15) Untuk digunakan sebagai acuan monitoring LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Lampiran 6.6 1. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN SOSIAL I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di awal pembangunan proyek dan saat dimulainya mobilisasi tenaga kerja pendatang dari luar lokasi proyek. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi keresahan masyarakat di sekitar lokasi proyek yang mungkin terjadi baik konflik dengan pekerja proyek yang berasal dari sekitar lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek. Konflik ini dapat terjadi karena kecemburuan masyarakat terhadap pekerja pendatang yang memperoleh kesempatan kerja lebih besar dibanding masyarakat setempat, maupun karena perbedaan budaya (adat dan kebiasaan) antara pekerja pendatang dan masyarakat. III. DEFINISI Tokoh Formal yang dimaksud adalah kepala pemerintahan atau ketua masyarakat setempat, seperti RT, RW/RK, Dusun, Desa / Kelurahan. Tokoh Informal yang dimaksud adalah pemuka masyarakat, adat, atau agama yang secara informal diakui kepemimpinannya oleh masyarakat di sekitar lokasi proyek. Manfaat Proyek yang dimaksud adalah manfaat bagi yang dapat dinikmati masyarakat sekitar lokasi proyek, baik selama pembangunan proyek (seperti kesempatan kerja dan kesempatan berniaga / memasok kebutuhan pekerja dan kebutuhan proyek) maupun setelah proyek selesai. IV. REFERENSI Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL Panduan Konsultasi Masyarakat Dalam AMDAL PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN V. PIHAK TERKAIT Tokoh Formal Masyarakat Tokoh Informal Masyarakat Direksi Proyek Kontraktor VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Jadwal konstruksi / pembangunan proyek. Data kebutuhan tenaga kerja proyek Data ketersediaan tenaga kerja di lokasi sekitar proyek. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 2 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN KEGIATAN KETERANGAN PERSIAPAN MOBILISASI TENAGA KERJA Melibatkan pihak-pihak terkait: Tokoh Formal (Muspika) Tokoh Informal (Tokoh Masyarakat, LSM) KOORDINASI DENGAN TOKOH MASYARAKAT DISEKITAR LOKASI PROYEK SOSIALISASI RENCANA PROYEK MASIH TERJADI KERESAHAN/PENOLAKAN? Ya MUSYAWARAH Tidak Materi: Lokasi Proyek Manfaat Proyek Jadwal Konstruksi Kebutuhan Tenaga Kerja Dampak yang mungkin terjadi (jenis, besaran, kapan, durasi) Materi: Disiplin/Perilaku Ketrampilan MOBILISASI TENAGA KERJA PELATIHAN KEPADA TENAGA KERJA SETEMPAT YANG DAPAT DILIBATKAN Materi: Kultur & norma masyarakat sekitar lokasi PENGARAHAN KEPADA TENAGA KERJA SETEMPAT MASIH TERJADI KONFLIK ANTARA PEKERJA & MASYARAKAT? Ya MUSYAWARAH Melibatkan Tenaga Kerja Tokoh Masyarakat/Agama Tidak LANJUTKAN PEKERJAAN GAMBAR 1. PROSEDUR PENANGANAN KERESAHAN DAN KECEMBURUAN SOSIAL PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 3 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 2. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup seluruh tahapan konstruksi yang berpotensi menimbulkan dampak berupa kemacetan lalu lintas yang diakibatkan oleh kegiatan pengangkutan dan pekerjaan konstruksi. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak kemacetan lalu lintas baik di sekitar lokasi proyek maupun lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui kendaraan kerja. III. DEFINISI Lokasi Proyek yang dimaksud adalah lokasi di sekitar konstruksi yang bersangkutan dilaksanakan. Lokasi kemacetan pada jalan yang dilalui kendaraan kerja, yang dimaksud adalah lokasi di jalan umum yang sudah ada dan dimanfaatkan pengguna jalan yang mengalami kemacetan akibat kegiatan kendaraan kerja dari proyek jalan/jembatan. IV. REFERENSI Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1985 tentang Jalan Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Dinas LLAJ / Perhubungan setempat. Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 4 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Data volume lalu lintas sebelum pelaksanaan proyek di sekitar lokasi proyek dan lokasi-lokasi yang diperkirakan akan timbul kemacetan akibat kegiatan proyek. Data / gambar geometrik jalan eksisting dan rencana proyek. Rencana pengalihan rute selama proyek. Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama pembangunan. Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 5 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN KEGIATAN KETERANGAN INVENTARISASI KONDISI LALU LINTAS DISEKITAR LOKASI PROYEK DAN RUTE KENDARAAN PROYEK IDENTIFIKASI SELURUH KEGIATAN TAHAP KONSTRUKSI YANG BERDAMPAK KEMACETAN LALUI LINTAS Tidak KEMACETAN TERJADI DILOKASI RUTE TRANSPORTASI KENDARAAN PROYEK? Tidak KEMACETAN TERJADI DILOKASI PROYEK Ya Ya Ya APA ADA KEMUNGKINAN PENGALIHAN RUTE APAKAH TERSEDIA LAHAN UNTUK PENAMBAHAN LAJUR LALU LINTAS Tidak PEMASA NGAN RAMBU PENGALIH AN RUTE Koordinasi dengan: LLAJ Polantas pada saat pengalihan & pengaturan lalu lintas Ya Tidak PENGALIHAN RUTE Data yang diperlukan: Alternatif pengalihan lalu lintas Volume lalu lintas Geometrik jalan MEMBUAT JALAN SEMENTARA UNTUK PENAMBAHAN LAJUR MEMAKAI SEBAGIAN BADAN JALAN PENGATU RAN WAKTU KERJA PEMBUATAN JALAN KERJA UNTUK KENDARAAN PROYEK Keterangan 1: Gambar 2.1 dan 2.2 PENEMPAT AN PETUGAS PENGATUR PENUMPUKAN MATERIAL DILUAR BADAN JALAN PEMAGARAN/PENUTUPAN LOKASI/KERJA, PEMASANGAN RAMBU & LAMPU TANDA LOKASI PEKERJAAN APAKAH KEMACETAN SUDAH TERATASI? Rambu-rambu: Sedang ada pekerjaan konstruksi (Gambar & Terikat) 1 belum Ya LANJUTKAN PEKERJAAN GAMBAR 2. PROSEDUR PENANGANAN KEMACETAN LALU LINTAS PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 6 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN KETERANGAN: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 300 M Didepan ada pekerjaan jalan Jalan Menyempit Jalan Menyempit Kekiri Jalan Menyempit Kekanan Kendaraan Bergantian Jalan Kekiri Jalan Kekanan Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya disesuaikan dilapangan) 9. Akhir Daerah Pekerjaan 10. 100m di depan ada pengalihan jalan 11. Dialihkan kek anan 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Dialihkan kekiri Membelok kekanan Membelok ke kiri Jaln satu arah Jalan dua arah Hati-hati Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat maksimum 5 ton Dilarang mendahului Peringatan Pengurangan Kecepatan Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 24. 25. 26. 27. 28. Penutup Jalan Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan Bendera untuk tanda hati-hati Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm Lampu (semua ukuran dalam mm) Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua Lapisan Refleksi Tebal 2 mm. Cat warna merah Cat warna kuning Cat warna merah/jingga Cat warna hijau Cat warna biru 7 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 2.2 Penempatan Rambu Lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 8 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup upaya meminimalkan probabilitas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan menanggulangi dampak bila terjadi kecelakaan lalu lintas pada pengguna jalan di sekitar lokasi proyek, dan di jalan umum yang dilalui kendaraan kerja / pengangkut material dan peralatan proyek yang dapat disebabkan oleh kegiatan: a. Pekerjaan Galian b. Pengoperasian Peralatan c. Pengangkutan Material d. Penumpukan Barang/Material II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan dampak kecelakaan lalu lintas yang dapat terjadi pada pengguna jalan selama masa konstruksi. III. DEFINISI Peralatan yang dimaksud adalah semua alat berat / peralatan konstruksi dan kendaraan kerja yang digunakan selama masa konstruksi. Ceceran material yang dimaksud adalah tumpahan material proyek dari kendaraan pengangkut menuju atau dari lokasi proyek, lokasi penyimpanan atau penumpukan material. Ceceran oli / minyak yang dimaksud adalah pelumas atau bahan bakar yang digunakan di tempat produksi (Asphalt Mixing Plant) dan peralatan konstruksi. Penumpukan barang/material yang dimaksud adalah tempat penyimpanan sementara material di sekitar lokasi proyek, sebelum digunakan untuk konstruksi. Alat bantu komunikasi dan visual yang dimaksud mencakup peralatan telekomunikasi dan visual (cermin, lampu) yang diperlukan dalam pengoperasian peralatan konstruksi. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 9 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan pengangkut material, agar tidak terbawa dan mengotori ke jalan umum, seperti terlihat pada Gambar 3.3. IV. REFERENSI Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan V. PIHAK TERKAIT Dinas LLAJ / Perhubungan setempat. Unit lalu lintas dari Kepolisian setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Daftar (gambar dan jenis) rambu lalu lintas yang digunakan selama pembangunan. Rencana penempatan rambu / lampu pengatur lalu lintas sementara. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 10 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 11 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN KETERANGAN: 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 300 M Didepan ada pekerjaan jalan Jalan Menyempit Jalan Menyempit Kekiri Jalan Menyempit Kekanan Kendaraan Bergantian Jalan Kekiri Jalan Kekanan Maximum Kecepatan 40Km/Jam (penempatannya disesuaikan dilapangan) 55. Akhir Daerah Pekerjaan 56. 100m di depan ada pengalihan jalan 57. Dialihkan kek anan 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. Dialihkan kek iri Membelok kekanan Membelok ke kiri Jaln satu arah Jalan dua arah Hati-hati Semua Jenis Kendaraan dilarang masuk Larangan masuk bagi kendaraan dengan berat maksimum 5 ton Dilarang mendahului Peringatan Pengurangan Kecepatan Tanda stop/jalan untuk mengatur lalu lintas Peringatan Adanya Pekerjaan/Perbaikan Jalan PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 30. 31. 32. 33. 34. Penutup Jalan Penutup Jalur untuk Pengalihan Jalan Bendera untuk tanda hati-hati Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 75 cm Lampu (semua ukuran dalam mm) Untuk Tanda Tanda Lalu Lintas Menggunakan Plat Alumunium Semua Lapisan Refleksi Tebal 2 mm. Cat warna merah Cat warna kuning Cat warna merah/jingga Cat warna hijau Cat warna biru 12 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 13 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 3.3 : Hamparan batu pecah pembersih ban 3m 30-50 cm 50 m PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 14 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KEBISINGAN / GETARAN I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap kebisingan dan getaran yang terjadi sebagai akibat pengoperasian alat berat, pengoperasian AMP, dan pemancangan pondasi. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak dari kebisingan atau getaran sebagai akibat aktivitas konstruksi. III. DEFINISI Bangunan di sekitar lokasi proyek yang dimaksud adalah bangunan eksisting yang sudah ada sebelum konstruksi dilaksanakan, dan secara teknis berpotensi untuk mengalami kerusakan akibat getaran dari aktivitas konstruksi. Area sensitif yang dimaksud terdiri atas pemukiman, rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah di sekitar lokasi proyek. Tumbuhan penahan kebisingan yang dimaksud adalah tumbuhan yang ditanam untuk meredam getaran dan kebisingan akibat aktivitas konstruksi. IV. REFERENSI Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Pemilik / penghuni / pengelola bangunan di sekitar lokasi proyek. Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 15 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Inventarisasi jenis, jumlah, dan kondisi struktur bangunan di sekitar lokasi konstruksi, sebelum dan sesudah konstruksi. Inventarisasi lokasi area sensitif di sekitar lokasi konstruksi. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 16 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 17 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS UDARA (DEBU) I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas udara di lokasi konstruksi, AMP dan sepanjang rute pengangkutan material. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan meminimalkan dampak penurunan kualitas udara sebagai konsekuensi kegiatan konstruksi yaitu pengoperasian AMP, pengangkutan material, pekerjaan tanah, pengelolaan quarry dan pekerjaan struktur perkerasan. III. DEFINISI Tumbuhan pelindung yang dimaksud adalah tumbuhan yang ditanam untuk menahan penyebaran debu akibat aktivitas konstruksi, disarankan yang mudah tumbuh dan berdaun lebat / banyak. Dust collector yang dimaksud adalah perangkat / alat penangkap / penyaring debu yang dipasang di tempat sumber penyebaran debu. Penyiraman yang disetujui Direksi yang dimaksud adalah tindakan meminimalkan debu lepas pada material dengan penyiraman dengan air, selama tidak melampaui batas kadar air aggregat atau material yang diizinkan dalam desain. IV. REFERENSI Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 18 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Data teknis kadar air aggregat dan material yang diizinkan. Rencana pengangkutan material. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 19 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 20 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 6. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN PENURUNAN KUALITAS AIR & TANAH. I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup upaya antisipasi penurunan kualitas air dan pencemaran tanah akibat material konstruksi yang terbawa ke saluran drainase, limbah domestik, serta longsoran akibat pekerjaan tanah (galian dan timbunan). II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak penurunan kualitas air (pencemaran air) dan pencemaran tanah akibat aktivitas konstruksi. III. DEFINISI Bak penampung endapan dan saringan pada drainase yang dimaksud adalah bagian dari saluran drainase di lokasi proyek yang dibuat lebih rendah, untuk menjebak endapan kotoran supaya mudah dibersihkan secara berkala dan tidak terbawa ke saluran eksisting, seperti terlihat pada Gambar 6.1. Turap dan jaring pengaman yang dimaksud adalah perkuatan dan pengaman sementara penahan longsoran di lereng timbunan di sekitar lokasi pekerjaaan tanah (galian dan timbunan). IV. REFERENSI Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air V. PIHAK TERKAIT Direksi Proyek. Kontraktor. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. Inventarisasi Lokasi Pekerjaan Tanah PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 21 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 22 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 7. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN GANGGUAN ALIRAN AIR PERMUKAAN I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup antisipasi terhadap gangguan aliran air permukaan akibat kegiatan konstruksi jalan/jembatan yaitu tertahannya drainase permukaan akibat perubahan kontur permukaan selama masa konstruksi, ceceran sisa bongkaran pada badan air, serta tertutupnya aliran air oleh bangunan sementara sehingga menimbulkan genangan air atau banjir. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan gangguan terhadap aliran air permukaan. III. DEFINISI Drainase permukaan yang dimaksud adalah mekanisme drainase permukaan tanah yang ada pada kontur awal sebelum dilakukannya konstruksi. Sisa bongkaran yang dimaksud adalah hasil pembongkaran konstruksi lama di badan air yang dilakukan setelah konstruksi baru selesai. Bangunan sementara yang dimaksud adalah tambahan bangunan/perkuatan pada jembatan, lereng, atau dinding penahan tanah, untuk menambah daya dukung konstruksi, selama diperlukan untuk dilalui kendaraan / peralatan konstruksi. IV. REFERENSI Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 23 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Potongan melintang saluran drainase. Rencana (waktu, jenis, dan volume) pekerjaan pembongkaran sisa bangunan lama. Data kontur permukaan sebelum dan sesudah konstruksi. Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 24 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 25 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 8. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup antisipasi kerusakan jalan dan jembatan eksisting akibat beban berlebih maupun ceceran material dari kendaraan pengangkut material. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kerusakan jalan dan jembatan eksisting di sekitar lokasi proyek maupun di rute yang dilalui oleh kendaraan pengangkut material dan peralatan. III. DEFINISI Beban berlebih yang dimaksud adalah beban akibat kendaraan pengangkut material dan peralatan yang lebih besar dari kekuatan konstruksi jalan dan jembatan pada rute yang akan dilalui. Hamparan batu pecah yang dimaksud adalah lintasan kendaraan yang dibuat di lokasi penyimpanan / pengambilan material dan AMP, yang diberi tumpukan hamparan batu pecah untuk membersihkan roda kendaraan pengangkut material terhadap lumpur, agar tidak terbawa dan mengotori ke jalan umum, seperti terlihat pada Gambar 8.1 IV. REFERENSI Undang Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan Peraturan Pemerintah No.26 1985 tentang Jalan Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Dinas LLAJ / Perhubungan setempat. Dinas Pekerjaan Umum setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 26 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Data inventarisasi kekuatan jalan dan jembatan yang akan dilalui kendaraan proyek. Rencana pengangkutan (rute kendaraan pengangkut, waktu, volume, beban) material dan peralatan konstruksi. Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 27 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 28 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 9. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup gangguan terhadap segala utilitas eksisting yang telah ada di lokasi kerja sebelum aktivitas galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan konstruksi lainnya. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan atau gangguan terhadap fungsi utilitas yang telah ada di lokasi proyek, akibat pekerjaan galian, mobilisasi peralatan dan kegiatan konstruksi lainnya. III. DEFINISI Utilitas yang dimaksud adalah semua prasarana umum (air, telekomunikasi, listrik, gas, dsb) yang berada di bawah tanah maupun di atas tanah, pada lokasi kerja proyek. Kawasan spesifik yang dimaksud adalah daerah tertentu yang dikelola secara khusus oleh suatu instansi / pihak, dan memiliki jaringan utilitas tersendiri yang dikelola oleh instansi tersebut (seperti Pelabuhan, Pangkalan Udara, Stasiun Kereta Api, Depo Bahan Bakar, Industri, dsb). IV. REFERENSI Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Dinas LLAJ / Perhubungan setempat. Perwakilan PT. Telkom setempat. Perwakilan PDAM setempat. Perwakilan PGN setempat. Perwakilan PLN setempat. Perwakilan pengelola utilitas eksisting lain di lokasi proyek. Pengelola kawasan spesifik setempat. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 29 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Perwakilan masyarakat sekitar lokasi. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Peta jaringan utilitas eksisting. Gambar potongan melintang konstruksi utilitas eksisting. Rencana kendaraan pengangkut dan jadwal pengangkutan. Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 30 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 31 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 32 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 10. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN GANGGUAN STABILITAS LERENG I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup upaya antisipasi gangguan terhadap stabilitas lereng akibat pekerjaan galian baik secara mekanis maupun ledakan, serta pekerjaan timbunan. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan dampak yang timbul karena ketidakstabilan lereng sebagai akibat kegiatan konstruksi. III. DEFINISI Peledakan yang dimaksud adalah metode penggalian tanah dengan memakai bahan amunisi / peledak yang ditanam di bawah permukaan tanah, jika metoda penggalian secara mekanis dengan alat berat dinilai secara teknis tidak efektif dan ekonomis. Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan tes di laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes tekanan triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal yang dapat dilakukan di lapangan. Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang ditempatkan pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak mengurangi daya dukung tanah di atas nya. Galian/timbunan bertangga yang dimaksud adalah metoda penggalian dan timbunan dengan pembuatan teras horisontal setiap ketinggian timbunan atau galian tertentu, untuk meningkatkan stabilitas lereng galian atau timbunan tersebut. IV. REFERENSI Strengthening of Environmental and Social Impact Management (SESIM), 2001. Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 33 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN V. PIHAK TERKAIT Dinas Kimpraswil/Praswil/Bina Marga/ Prasarana Jalan setempat. Dinas Geologi setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Data geologi lokasi setempat (khusus untuk metode peledakan). Rencana (lokasi, metode, jenis, jumlah) peledakan. Gambar potongan melintang rencana galian dan timbunan. Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 34 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 35 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN CL PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 36 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 11. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TOP SOIL I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup penanganan top soil atau lapisan humus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan lahan di lokasi proyek dan lokasi quarry. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk memanfaatkan lapisan humus dari hasil pekerjaan pembersihan lahan atau pekerjaan tanah, agar dapat digunakan untuk mempercepat tumbuhnya vegetasi dalam rangka memberikan perlindungan lereng dan permukaan jalur hijau. III. DEFINISI Top soil atau humus yang dimaksud adalah lapisan tanah paling atas yang mengandung zat hara bagi tanaman. IV. REFERENSI Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan. V. PIHAK TERKAIT Direksi Proyek. Kontraktor. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Inventarisasi luas dan kondisi lapisan top soil atau humus yang dapat dimanfaatkan untuk penghijauan di proyek. Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 37 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 38 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 12. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN CAGAR BUDAYA / SITUS I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup perlindungan terhadap benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, dan situs, yang terletak di lokasi sekitar proyek. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk melindungi keberadaan benda cagar budaya dari potensi kerusakan atau kehilangan sebagai dampak pelaksanaan konstruksi. Perlindungan cagar budaya dan situs ini diharapkan dapat memajukan kebudayaan nasional Indonesia. III. DEFINISI Benda cagar budaya yang dimaksud adalah benda alam atau benda buatan manusia yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun, yang dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Situs yang dimaksud adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya, termasuk lingkungannya yang bagi pengamanan. IV. REFERENSI Undang-undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan V. PIHAK TERKAIT Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya setempat. Pemuka adat atau agama masyarakat setempat. Pemerintah daerah setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 39 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Data inventarisasi cagar budaya atau situs dari Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya setempat. Dokumen AMDAL atau UKL– UPL untuk pekerjaan tersebut. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 40 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 41 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 13. PROSEDUR STANDAR PENANGANAN TERGANGGUNYA FLORA / FAUNA I. RUANG LINGKUP Prosedur ini mencakup penanganan flora dan fauna baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi di area proyek dan sekitarnya yang diperkirakan akan terganggu oleh adanya kegiatan proyek. II. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk meminimalkan pengurangan jenis dan populasi flora dan fauna di lokasi proyek dan sekitarnya. III. DEFINISI Flora dan fauna yang dilindungi yang dimaksud adalah flora dan fauna yang jumlah / populasinya dinilai langka atau terancam punah dan tidak ditemukan keberadaannya di tempat lain. IV. REFERENSI Keputusan Presiden No. 27 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Dokumen Kontrak Pekerjaan Jalan/Jembatan Yang Bersangkutan. V. PIHAK TERKAIT Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian setempat. Direksi Proyek. Kontraktor. VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT Dokumen AMDAL atau UKL – UPL untuk pekerjaan tersebut. Daftar flora dan fauna yang dilindungi PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 42 LAMPIRAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PROSEDUR STANDAR PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 43 PEDOMAN 013/PW/2004 Pemantauan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Buku 4 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA WILAYAH PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PRAKATA Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disusun oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Proyek Pembinaan Manajemen Lingkungan Prasarana Wilayah, yang dilaksanakan dengan bantuan konsultan. Penyusunan pedoman ini mengacu pada peraturan dan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Substansi pedoman mengacu dan merupakan pemutakhiran dari dokumen-dokumen yang telah ada antara lain: a) Sistem Manajemen Lingkungan Proyek Jalan, produk Ditjen Bina Marga melalui Proyek ISEM (Institutional Strengthening of Environmental Management); b) Manual Manajemen Lingkungan Jalan Perkotaan, produk Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan melalui Proyek SESIM (Strengthening of Environmental and Sosial Impact Management). c) Pedoman Pemantauan Lingkungan Bagi Tim Supervisi yang disusun oleh Subdit Bina Lingkungan Prasarana, Ditjen Prasarana Wilayah, Departemen Kimpraswil. Buku pedoman ini merupakan salah satu bagian dari kumpulan pedoman pengelolaan lingkungan Hidup Bidang Jalan yang sedang disusun, yang terdiri dari empat buku, yaitu: Buku 1 : Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 2 : Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 3 : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan; Buku 4 : Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Jakarta, November 2003 i PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PENDAHULUAN Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini adalah hasil pemutakhiran dan pemantapan pedoman-pedoman yang telah ada sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan bidang lingkungan hidup serta peraturan-peraturan lain terkait yang berlaku. Pedoman ini disusun dengan maksud agar semua pihak yang bertanggungjawab atau terkait dalam pembangunan jalan dan jembatan semakin mudah melaksanakan penanganan dampak lingkungan yang mungkn terjadi akibat kegiatan pembangunan tersebut, sehingga terwujud proses pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan lingkungan. Adapun maksud pemantauan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk: a) Mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek telah dilaksanakan atau belum; b) Penilaian efektivitas atau kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan, dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan; c) Bahan masukan bagi perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya. Pedoman ini dijabarkan dari peraturan perundangan yang bersifat nasional, namun dapat dijumpai di beberapa daerah (baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota) ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, khususnya bila sudah diperdakan. Secara garis besar, isi pedoman ini memberikan petunjuk tentang cara pelaksanaan: a) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan; b) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi; c) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi; d) pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi; dan e) evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek. Ketentuan-ketentuan yang lebih rinci khususnya mengenai formulir laporan hasil pemantaun untuk tiap tahap kegiatan proyek tercantum pada lampiran. ii PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAFTAR ISI P rakata … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . i P en d ah u lu an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . ii D aftar Isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . iii D aftar Lam p iran … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. v 1 R u an g lin g ku p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 1 2 A cu an N orm atif … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 1 3 Istilah d an d efin isi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2 4 Aspek-asp ek p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an h id u p … … … … … 5 4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatip p en an g an an n ya … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … … … … … … … … 5 4.2 P rosed u r p elaksan aan p em an tau an p en g elolaan lin g ku n g an … … . 12 4.3 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan . 12 4.4 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-kon stru ksi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 15 4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi 16 4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca kon stru ksi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 18 4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca p royek ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 5 6 7 19 4.8 M etod e p em an tau an ku alitas ling ku n g an … … … … … … … … … … … . 21 4.9 B aku m utu lin g ku n gan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 22 D oku m en tasi d an p elaporan .… … … … … … … … … … … … … … … … .. … … … 23 5.1 D oku m en tasi … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 23 5.2 P elaporan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 23 Pelaksanaan pem an tau an … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. 24 6.1 In stan si p elaksan a p em an tau an … … … … … … … … … … … … … … … 24 6.2 In stan si p en g aw as p elaksan aan p em an tau an … … … … … … … … … 24 6.3 In stan si p en erim a lap oran h asil p em an tau an … … … … … … … … … 24 P em b iayaan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 25 iii PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 8 7.1 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p eren can aan ...… … … … .… … … … 25 7.2 Biaya pemantauan pada tahap pra-kon striksi … … … … … … … … … 25 7.3 B iaya p em an tau an p ad a tah ap kon stru ksi .… … … … … … … … … … . 25 7.4 B iaya p em an tau an p ad a tah ap p asca kon stru ksi … .. .… … … … … . 25 7.5 Biaya evaluasi lingkun g an p ad a tah ap evalu asi p asca royek… … 25 7.6 Komponen-kom p on en b iaya p em an tau an … … … … … … … … … … .. 25 P en u tu p … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .… … … .. 26 iv PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan Lampiran 2 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pada Tahap Pra-konstruksi Lampiran 3 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pada Tahap Konstruksi Lampiran 4 : Formulir Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pada Tahap Pasca Konstruksi Lampiran 5 : Formulir Laporan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Bidang Jalan Lampiran 6 : Baku Mutu Udara Ambien Nasional Lampiran 7 : Baku Tingkat Kebisingan Lampiran 8 : Baku Tingkat Getaran Lampiran 9 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Lampiran 10 : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran Lampiran 11 : Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lampiran 12 : Matrik Pelaksanaan Pemantauan RKL dan RPL Lampiran 13 : Format Laporan Hasil Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL v PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN LIDUP BIDANG JALAN 1 Ruang lingkup Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan berupa ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan. Lingkup pemantauan tersebut mencakup seluruh tahapan siklus proyek pembangunan jalan dan jembatan mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke tahap evaluasi pasca proyek, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Petunjuk dan ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini secara garis besar meliputi: a) Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif penanganannya; b) Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup c) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan; d) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi; e) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi; f) Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi; g) Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek. Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini tidak mencakup kegiatan pemantauan dan evaluasi manfaat (tujuan) proyek jalan bagi masyarakat di sekitarnya, baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. 2 Acuan normatif Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan tentang lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan erat dengan pemantauan lingkungan hidup, dan peraturan-peraturan lain yang terkait, antara lain: a) Undang – Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; b) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 1 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara d) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; e) Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara; f) Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL; g) Keputusan Kepala Bapedal No.09 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penyusunan AMDAL, khususnya Lampiran IV tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan; h) Kepmen LH No. Kep-35.MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor; i) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak; j) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan; k) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran; l) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43/MENKH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan m) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan / atau Kegiatan yang wajib dilenglapi dengan AMDAL; n) Keputusan Menteri Negara Lingkungan No.86 Tahun 2003 tetntang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL; o) Keputusan Menteri Kimpraswil No.17/KPTS/M/2003 tentang Penetapan Jenis Usaha dan / atau Kegiatan Bidang Kinpraswil yang wajib dilengkapi dengan UKL dan UPL. 3 Istilah dan definisi Dalam pedoman ini, digunakan definisi istilah-istilah yang telah baku digunakan dalam peraturan dan perundang-undangan bidang jalan dan lingkungan hidup, antara lain: 2 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.1 jalan suatu prasarana transportasi jalan dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas; 3.2 jembatan prasarana transportasi darat yang menghubungkan antar badan jalan karena terbelah oleh sungai atau lalu lintas lainnya; 3.3 rambu-rambu lalu lintas tanda / simbul pemberitahuan, peringatan, anjuran dan larangan bagi pemakai jalan; 3.4 marka jalan batas pemisah lajur lalu lintas; 3.5 jaringan jalan satu kesatuan sistem transportasi lalu lintas jalan raya, terdiri dari sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki; 3.6 lalu lintas pengguna lajur jalan; 3.7 moda angkutan semua alat angkutan barang dan atau penumpang dari berbagai jenis dan tipe; 3.8 analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan; 3.9 dampak besar dan penting perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan / atau kegiatan; 3.10 analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan / atau kegiatan; 3 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 3.11 rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.12 rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan / atau kegiatan; 3.13 upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan standar-standar pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; 3.14 pemrakarsa orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan / atau kegiatan yang akan dilaksanakan; 3.15 masyarakat terkena dampak masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian. 3.16 masyarakat terasing kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang / belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik nasional. 3.17 LARAP Land acquisition and resetlement action plan (rencana pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali). 4 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4. Aspek-aspek pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan 4.1 Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan proyek jalan dan alternatif penanganannya Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup tergantung dari banyaknya jenis dan besarnya kegiatan proyek serta kondisi (sensitifitas) lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya yang mungkin terkena dampak. Bagi proyek-proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilenglapi ANDAL atau UKL dan UPL, dampak kegiatan proyek tersebut seharusnya telah teridentifikasi pada tahap perencanaan, melalui proses studi AMDAL atau UKL dan UPL. Dan bagaimana cara penanganan dampak tersebut seharusnya telah ditetapkan dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan yang bersangkutan. Dokumen RKL dan RPL masing-masing berisi arahan tentang lingkup pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup seperti tercantum pada Kotak 4.1 dan Kotak 4.2. Demikian juga dokumen UKL dan UPL pada dasarnya sama dengan dokumen RKL dan RPL, walaupun dampak-dampak yang perlu ditangani tidak termasuk kategori besar dan penting. Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup suatu proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL, harus mengacu pada dokumen-dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek yang bersangkutan. Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup proyek-proyek jalan yang tidak termasuk kategori wajaib dilengkapi AMDAL maupun UKL dan UPL, bila diperlukan, dapat mengacu pada SOP Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik pada tahap pra-konstruksi tercantum dalam dokumen LARAP (bila ada). Lingkup pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terinci dan / atau spesifik pada tahap konstruksi seharusnya tercantum dalam dokumen kontrak pekerjaan konstruksi, yang berupa gambar-gambar desain dan spesifikasi teknis serta persyaratan 5 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh kontraktor. Apabila suatu proyek jalan yang akan dipantau ternyata tidak dilengkapi dengan dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL, penentuan lingkup kegiatan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan (siklus) proyek dapat mengacu pada Tabel 4.1 di bawah ini, dengan tambahan penjelasan seperti tercantum pada Butir 4.1.1 s/d 4.1.5. 4.1.1 Tahap perencanaan Meskipun pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang mengakibatkan perubahan kondisi lapangan, namun kegiatan survey / pengukuran untuk penentuan koridor / rute jalan mungkin menimbulkan dampak sosial berupa keresahan masyarakat, bila mereka tidak mendapat informasi yang jelas tentang rencana proyek jalan yang bersangkutan. Demikian juga penetapan rute jalan yang tidak mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup, pada saat pelaksanaannya di lapangan mungkin akan mengakibatkan berbagai dampak yang sulit diatasi. Karena itu, untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan hidup sedini mungkin, diperlukan perencanaan pengelolaan lingkungan melalui penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan, sehingga terwujud rencana jaringan jalan yang layak lingkungan. Kotak 4.1 Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RKL: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Dampak besar dan penting yang harus ditangani; Sumber dampak besar dan penting; Tolok ukur dampak; Tujuan rencana pengelolaan lingkungan; Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilakukan; Lokasi pengelolaan lingkungan hidup; Periode pengelolaan lingkungan hidup; Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup; Institusi pengelolaan lingkungan hidup, mencakup: Instansi pelaksana; Instansi pengawas; dan Instansi penerima laporan. 6 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kotak 4.2 Ketentuan-ketentuan pokok tercantum dalam dokumen RPL: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Dampak besar dan penting yang harus dipantau; Sumber dampak besar dan penting; Parameter lingkungan hidup yang dipantau; Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup; Metode pemantauan lingkungan hidup, mencakup: metode pengumpulan dan analisis data; lokasi pemantauan lingkungan hidup; jangka waktu dan frekuensi pemantauan; Institusi pemantauan lingkungan hidup, mencakup: Instansi pelaksana; Instansi pengawas; dan Instansi penerima laporan. 4.1.2 Tahap pra-konstruksi (pengadaan tanah) Sumber dampak pada tahap pra-konstruksi adalah pengadaan tanah, khususnya untuk pembangunan jalan baru atau pelebaran jalan yang ada di luar DAMIJA. Kegiatan ini dapat menimbulkan dampak sosial yang sangat sensitif, terutama kalau tanah yang terkena proyek berupa pemukiman padat atau lahan usaha produktif. 4.1.3 Tahap konstruksi Sumber dampak lingkungan pada tahap konstruksi terutama adalah pengoperasian alatalat berat seperti buldozer, excavator, truk, stone crusher, AMP, road roller, dsb., dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan dan bangunan pelengkapnya. Pengoperasian alat-alat berat menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara akibat sebaran debu dan gas buang sisa pembakaran bahan bakar. Kegiatan konstruksi juga menimbulkan dampak berupa perubahan bentang alam, pencemaran air, dan gangguan terhadap ketenteraman dan kesehatan masyarakat sebagai dampak lanjutan dari dampak fisik-kimia. Dampak negatif terhadap aspek sosial juga dapat terjadi sehubungan dengan mobilisasi tenaga kerja dari luar lokasi proyek. 7 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.1.4 Tahap pasca konstruksi Sumber dampak pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Dampak kegiatan pengoperasian jalan antara lain berupa kecelakaan lalu lintas yang mungkin terjadi akibat kegiatan masyarakat pengguna jalan khususnya pengguna kendaraan bermotor. Keberadaan jalan juga dapat merangsang kegiatan sektor lain berupa penggunaan lahan sepanjang koridor jalan yang tidak terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan seperti kemacetan lalu lintas. Di samping itu, mungkin juga terjadi dampak lingkungan terhadap jalan seperti longsor dan banjir yang mengakibatkan kerusakan jalan sehingga lalu lintas kendaraan terganggu. Kegiatan pemeliharaan jalan dapat menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas, namun dampak tersebut hanya bersifat sementara. Tabel 4.1 Matrik Arahan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Kegiatan yang menimbulkan dampak A. Tahap Perencanaan 1. Survey / pengukuran 2. Penetapan rute jalan B. Tahap Pra-konstruksi 1. Pengadaan Tanah Prakiraan dampak yang timbul Alternatif pengelolaan lingkungan Komponen (parameter/indikator) lingkungan yang perlu dipantau 1. Keresahan masyarakat 1. Konsultasi masyarakat 1. Persepsi masyarakat 2. Potensi dampak pada aspek-aspek biogeofisik dan sosial 2. Penerapan pertimbangan lingkungan dalam proses perencanaan 2. Kelayakan lingkungan rencana kegiatan proyek a. Keresahan masyarakat b. Ketidakpuasan atas nilai kompensasi c. Gangguan terhadap pendapatan a. Sosialisasi a. Persepsi masyarakat b. Keluhan masyarakat b. Penetapan harga berdasarkan hasil musyawarah c. Pembinaan sosialekonomi penduduk yang terkena proyek c. Kondisi sosialekonomi penduduk terkena proyek 8 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN C. Tahap Konstruksi Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi tenaga kerja a. Kecemburuan sosial a.1 Tenaga kerja lokal diprioritaskan a.2 Sosialisasi pada penduduk lokal a. Tenaga kerja lokal terserap b. Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif) b.1 Pemberian informasi ttg tenaga kerja yang diperlukan b.2 Pelatihan tenaga kerja lokal b. Jumlah seluruh tenaga kerja terserap. 2. Mobilisasi peralatan berat a. Kerusakan prasarana jalan a.1 Perbaikan jalan yang rusak a.2 Membatasi tonase peralatan atau membatasi tekanan gandar a. Kondisi jalan 3. Pembuatan jalan masuk a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan secara berkala a. Kualitas udara a. Gangguan pd flora dan fauna; b. Pencemaran udara a. Penghijauan a. Liputan vegetasi b. Penyiraman secara berkala c. Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian d. Pemindahan atau perbaikan utilitas b. Kualitas udara (kandungan debu) c. Kualitas air a. Penyiraman secara berkala b. Pembuatan tanggul atau saluran drainase sementara utk pengendalian air larian c. Pembuatan sistem drainase d.1 Perkuatan tebing d.2 Pengendalian aliran air tanah a. Kualitas udara Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi a. Di lokasi proyek 1. Pembersihan dan penyiapan lahan c. Pencemaran air permukaan. d. Gangguan pada utilitas umum 2. Pekerjaan tanah (galian / timbunan) a. Pencemaran udara (debu); b. Pencemaran air c. Gangguan pd aliran air tanah dan air permukaan d. Gangguan stabilitas lereng d. Kondisi utilitas b. Kualitas air c. Kondisi aliran air permukaan dan air tanah d. Erosi / longsor 9 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN ] e. Perubahan bentang alam /lansekap; 3. Pekerjaan badan jalan a. Pencemaran udara / lapis perkerasan (debu) e Penataan lansekap e. Kondisi lansekap a. Penyiraman secara berkala a. Kualitas udara b. Gangguan lalu lintas b.1 Pengaturan lalu lintas b.2 Pemasangan rambu lalu lintas b. Kondisi lalu lintas 4. Pembuatan sistem drainase a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 5. Pemancangan tiang pancang a. Kebisingan a. Pemberitahuan kpd masyarakat sekitar; dan pengaturan jadwal kerja b. Penggunaan bor a. Kebisingan b. Getaran (kerusakan bangunan sekitar) b. Getaran 6. Pekerjaan bangunan bawah dan atas jembatan atau jalan layang a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 7. Pembangunan bangunan pelengkap jalan a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas a. Kondisi lalu lintas 8. Penghijauan dan pertamanan a. Peningkatan estetika lingkungan (dampak positif) a. Penanaman tanaman pelindung dan tanaman hias b. Liputan vegetasi a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala b. Pembuatan sistem drainase a. Kualitas udara c.1 Pengaturan kemiringan lereng sesuai dengan kondisi tanah c.2 Pengendalian air larian c.3 Tebing dibuat berteras c. Erosi / longsor b. Di lokasi Quarry dan jalur transportasi material 1. Pengambilan tanah dan material bangunan di quarry dan borrow area di darat b. Gangguan pd aliran air permukaan c. Gangguan stabilitas lereng (erosi / longsor); b. Aliran air permukaan 10 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN d. Perubahan fungsi lahan d. Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan e Penghijauan d. Penggunaan lahan a. Degradasi dasar sungai sehingga mengganggu stabilitas bangunan sungai b. Pencemaran air sungai; c. Gangguan terhadap biota air; a. Pemilihan lokasi quarry yang tepat a. Stabilitas bangunan sungai b. Pengendalian bahan buangan b. Kualitas air c. c. d. Longsor tebing sungai d.1 Perkuatan tebing d.2 Penggalian secara bertahap d. Stabilitas tebing sungai a. Pencemaran udara (debu); a. Penyiraman berkala; Bak truk ditutup terpal b. Perawatan kendaraan c. Pemeliharaan /Perbaikan jalan d. Pengaturan lalu lintas; Pemasangan rambu lalu lintas a. Kualitas udara (sebaran debu) a. Penyuluhan masyarakat b. Perawatan peralatan c. Sda d. Pengendalian limbah cair e. Pengaturan lalu lintas a. Keluhan masyarakat b. Kualitas udara c. Tingkat kebisingan d. Kualitas air a. Penghijauan di median dan pinggir jalan b. Sda; pembuatan noise barrier c.1 Pengaturan lalu lintas; c.2 pemasangan rambu lalu lintas a. Kualitas udara e. Gangguan pada flora 2. Pengambilan material di quarry sungai 3. Pengangkutan tanah dan bahan bangunan b. Kebisingan; c. Kerusakan badan jalan; d. Gangguan lalu lintas. d. Di lokasi Base camp dan AMP 1. Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stone crusher dan AMP) D. Tahap Pasca Konstruksi 1. Pengoperasian jalan a. Kecemburuan sosial b. Pencemaran udara; c. Kebisingan; d. Pencemaran air permukaan. e. Kecelakaan lalu lintas a. Pencemaran udara (debu, gas polutan) b. c. Kebisingan d. Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas Sda e. Liputan vegetasi Sda b. Tingkat kebisingan c. Kondisi jalan d. Kondisi lalu lintas e. Kondisi lalu lintas b. Tingkat kebisingan c. Kondisi lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas 11 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c.3 Penertiban pedagang kaki lima c.4 Penyuluhan tertib pemanfaatan jalan c.5 Pembuatan rest area, khususnya pada jalan tol 2. Pemeliharaan jalan 4.2 d. Keluhan masyarakat e. Gangguan mobilitas masyarakat setempat f. Gangguan terhadap satwa dilindungi d. Pembuatan jembatan penyeberangan e. Pembuatan under pass untuk jalan satwa dilindungi e. Lintasan satwa dilindungi a. Gangguan lalu lintas a.1 Pengaturan lalu lintas a.2 Pemasangan rambu lalu lintas sementara a. Kondisi lalu lintas Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan proyek secara umum dilakukan melalui urutan kegiatan seperti tercantum pada Tabel 4.2. 4.3 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan 4.3.1 Tujuan pemantauan Tujuan pemantauan pada tahap ini adalah untuk mengetahui apakah proses perencanaan telah menerapkan pertimbangnan lingkungan hidup atau belum. 4.3.2 Lingkup kegiatan pemantauan Karena pada tahap ini belum ada kegiatan fisik yang menimbulkan dampak (perubahan kualitas) lingkungan, kegiatan pemantauan tidak dilakukan terhadap komponenkomponen lingkungan di lapangan, melainkan terhadap proses penerapan pertimbangan lingkungan dalam palaksanaan perencanaan mulai dari tahap perencanaan umum sampai ke tahap perencanaan teknis. Beberapa hal yang perlu dipantau antara lain: Apakah rencana rute jalan sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan ? Apakah rencana umum pembangunan jalan yang bersangkutan telah dikonsultasikan dengan masyarakat ? 12 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Apakah rute jalan melalui atau berbatasan dengan areal sensitif ? (lihat Kotak 4.3 dan 4.4) Apakah telah dilakukan Kajian Lingkungan Strategis ? Apakah rencana kegiatan proyek termasuk kategori wajib dilengkapi AMDAL atau UKL dan UPL ? Apakah telah dilakukan konsultasai masyarakat untuk penyusunan KA - ANDAL ? Apakah studi kelayakan dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL ? Apakah ketentuan-ketentuan dalam RKL atau UKL telah dijabarkan dalam desain dan spesifikasi / persyaratan teknis pekerjaan konstruksi ? Apakah rencana pengadaan tanah dilengkapi dengan dokumen LARAP ? Apakah persyaratan pengelolaan dan pemantaun lingkungan telah dicantumkan dalam dokumen tender dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi ? Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada Lampiran 1. Tabel 4.2 Prosedur pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup Urutan Langkah-Langkah Acuan Keterangan Kegiatan 1. Pemeriksaan rencana atau persyaratan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan a. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b. RKL dan RPL atau UKL dan UPL 2. Pengecekan progres kegiatan proyek yang telah / sedang dilaksanakan Laporan progres kegiatan proyek 3. Pengecekan apakah pengelolaan lingkungan hidup telah dilaksanakan sesuai dengan rencana / persyaratan pengelolaan lingkungan yang telah ditetapkan dalam dokumen yang bersangkutan a. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan b. RKL & RPL / UKL & UPL 4. Pengecekan kondisi (kualitas) komponen lingkungan hidup yang mungkin terkena dampak Metode pemantauan lingkungan hidup tercantum dlm RPL atau UPL. c. Desain dan persayaratan pengelolaan lingkungan tercantum dlm kontrak pekerjaan konstruksi a. Untuk tahap perencanaan b. Untuk tahap prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi a. Untuk tahap perencanaan b. Untuk tahap prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi c. Untuk tahap konstruksi 13 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 5. Pengecekan efektifitas atau kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan Baku mutu lingkungan 6. Identifikasi kendalakendala yang menghambat pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup (bila ada) Laporan Unit Pelaksana kegiatan proyek 7. Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 8. Pendokumentasian dan pelaporan internal hasil pemantauan Contoh format laporan (Lampiran 1 s/d 4) Laporan dibuat oleh pelaksana pemantauan, dan disampaikan kepada Pemimpin Proyek atau Unit pengelola kegiatan. 9. Penyusunan dan pengiriman laporan pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL Keputusan Kepala Bapedal No: KEP-105 tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL Khusus untuk proyek yang wajib dilengkapi AMDAL. Kotak 4.3 Areal Sensitif Kawasan lindung (lihat Kotak 4.4); Areal permukiman padat penduduk; Areal dengan kemiringan lereng terjal (> 40 %); Areal yang kondisi tanahnya tidak stabil; Lahan pertanian produktif; Daerah komersial; Kompleks militer; Areal berpanorama indah; Pemukiman masyarakat terasing (masyarakat adat). 14 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Kotak 4.4 Daftar Kawasan Lindung A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya: 1. Kawasan Hutan Lindung; 2. Kawasan Bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih; 3. Kawasan Resapan Air; B. Kawasan perlindungan setempat: 1. Sempadan Pantai; 2. Sempadan Sungai; 3. Kawasan Sekitar Danau / Waduk; 4. Kawasan Sekitar Mata Air C. Kawasan suaka slam dan cagar budaya 1. Kawasan Suaka Alam (terdiri dari Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Hutan Wisata, Daerah Perlindungan Plasma Nutfah, dan Daerah Pengungsian Satwa); 2. Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem); 3. Kawasan Pantai berhutan Bakau (mangrove); 4. Taman Nasional; 5. Taman Hutan Raya; 6. Taman Wisata Alam 7. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi); D. Kawasan Rawan Bencana Alam. 1. Kawasan rawan letusan gunung berapi; 2. Kawasan rawan gempa bumi; 3. Kawasan rawan longsor. Sumber: Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Catatan: Definisi dan kriteria mengenai jenis-jenis kawasan lindung dapat dilihat dalam Keppres tersebut di atas. 4.4 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi 4.4.1 Tujuan pemantauan Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini terutama untuk mencek kinerja penanganan dampak sosial akibat kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk. 15 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.4.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan yang perlu dipantau antara lain: a) sosialisasi / penyuluhan masyarakat tentang rencana pengadaan tanah; b) pelaksananaan musyawarah untuk penetapan jenis besarnya ganti rugi; c) pelaksanaan pemberian ganti rugi (kompensasi) d) pembinaan sosial-ekonomi masyarakat yang terkena pembebasan tanah terutama yang terpindahkan; 4.4.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau Dampak sosial yang perlu dipantau khususnya kondisi sosial-ekonomi penduduk pemilik / pengguna tanah yang terkena pembebasan tanah dan terutama penduduk yang terpindahkan. Hal ini meliputi: a) keresahan masyarakat yang mungkin terjadi karena informasi tentang kegiatan proyek yang kurang jelas; b) munculnya provokator dan / atau spekulan tanah; c) ketidakpuasan masyarakat atas besarnya nilai ganti rugi (kompensasi); d) kehilangan / gangguan terhadap mata pencaharian masyarakat; e) kondisi sosial-ekonomi masyarakat setelah terkena pembebasan tanah / dipindahkan. Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada Lampiran 2. 4.5 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi 4.5.1 Tujuan pemantauan Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang mungkin terjadi akibat kegiatan konstruksi. 16 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 4.5.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi pada dasarnya adalah berupa pengaturan pengoperasian alat-alat berat di lokasi pekerjaan, yang meliputi: a) Di lokasi base camp Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi base camp meliputi antara lain: Perawatan alat-alat berat seperti stone crusher, AMP, loader, dan sebagainya; Pengelolaan sampah padat dan limbah cair; Pencegahan tumpahan bahan bakar dan pelumas. b) Di lokasi quarry Lokasi quarry mungkin berada di daratan atau di perairan sungai (untuk pengambilan pasir atau sirtu). Quarry daratan juga mungkin di areal dataran atau areal berbukit. Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi quarry pada umumnya mencakup antara lain: Pencegahan erosi dan longsor; Pencegahan pencemaran air; Reklamasi (penghijauan). c) Di jalur transportasi bahan bangunan dari quarry ke lokasi proyek Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di jalur transportasi berkaitan dengan masalah penanganan dampak pengoperasian truk pengangkut bahan bangunan, yang meliputi: Pencegahan polusi udara dan kebisingan; Pencegahan / penanganan kerusakan jalan; Pencegahan gangguan lalu lintas; Pencegahan kecelakaan lalu lintas. d) Di lokasi kontstruksi jalan dan jembatan Kegiatan pengelolaan lingkungan di lokasi konstruksi jalan berkaitan dengan upaya penanganan dampak kegiatan pembersihan lahan, pekerjaan tanah (galian / timbunan), perkerasan jalan, dan konstruksi bangunan pelengkap jalan. Hal ini meliputi: Pencegahan pencemaran udara dan kebisingan 17 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Pencegahan pencemaran air; Pencegahan gangguan lalu lintas Pencegahan erosi dan longsor; Penghijauan. 4.5.3 Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau Komponen lingkungan hidup yang perlu dipantau sebagian besar berupa komponen fisikkimia seperti kualitas udara, tingkat kebisingan, kualitas air, bentang alam / lansekap, stabilitas tanah (erosi / longsor) serta kerusakan jalan, dan gangguan terhadap kenyamanan / kesehatan masyarakat setempat. Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada Lampiran 3. 4.6 Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi 4.6.1 Tujuan pemantauan Tujuan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini adalah untuk mengetahui kinerja penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang terjadi akibat kegiatan pengoperasian atau pemanfaatan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai dibangun / ditingkatkan, baik berupa penggunaan jalan oleh para pemakai kendaraan maupun pejalan kaki. Di samping itu, perlu diperhatikan juga penanganan dampak lingkungan terhadap kondisi jalan seperti banjir, longsor dan sebagainya. 4.6.2 Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dipantau Pemantauan pengelolaan lingkungan pada tahap pasca konstruksi harus dilaksanakan di sepanjang ruas jalan yang dipantau, yang pada umumnya meliputi: a) Penghijauan untuk penanggulangan pencemaran udara dan kebisingan; b) Pengaturan lalu lintas; c) Penyediaan jembatan penyeberangan; d) Pencegahan kecelakaan lalu lintas; e) Penataan lansekap; f) Penggunaan lahan di sekitar jalan serta tertib pemanfaatan jalan. 18 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin juga diperlukan pengelolaan lingkungan untuk penanganan dampak terhadap satwa liar (dilindungi) dan penanganan dampak terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat terasing yang terlewati jalan baru. 4.6.3 Komponen lingkungan yang dipantau Komponen lingkungan yang perlu dipantau meliputi: a) Kualitas udara dan kebisingan; b) Liputan vegetasi; c) Kondisi (kemacetan) lalu lintas; d) Keluhan masyarakat akibat terganggunya mobilitas mereka sehari-hari; e) Kecelakaan lalu lintas; f) Kondisi lansekap jalan; g) Penggunaan lahan di sekitar jalan; h) Pedagang kaki lima (PKL) yang menggunakan damija. Hasil pemantauan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada Lampiran 4. 4.7 Evaluasi kualitas lingkungan hidup pada tahap evaluasi pasca proyek. 4.7.1 Lingkup evaluasi Pada tahap ini diperlukan evaluasi kualitas lingkungan sehubungan dengan kinerja jalan yang bersangkutan setelah umur desainnya terlampaui. Evaluasi kualitas lingkungan mencakup masalah-masalah yang terjadi karena adanya: Dampak pengoperasian jalan; Dampak ikutan (dampak kegiatan sektor lain) terhadap kinerja jalan; dan Dampak lingkungan alam. 4.7.2 Langkah-langkah kegiatan a) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan akibat kegiatan pengoperasian jalan, seperti: 19 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN polusi udara; kebisingan; kemacetan lalu lintas; kecelakaan lalu lintas. b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan sektor lain yang menimbulkan dampak terhadap kinerja jalan, seperti pasar, pertokoan, pedagang kaki lima, dan sebagainya. c) Penilaian kualitas lingkungan dengan mengacu pada baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah; d) Perumusan saran untuk peningkatan kualitas lingkungan di sepanjang ruas jalan yang bersangkutan. Hasil evaluasi kualitas lingkungan dilaporkan dengan menggunakan formulir seperti tercantum pada Lampiran 5. Hasil evaluasi ini merupakan landasan untuk perumusan rencana kegiatan proyek baru baik berupa pengembangan jalan yang bersangkutan maupun pembangunan jaringan jalan baru, serta masukan untuk perbaikan pengelolaan lingkungan sektor lainnya.. 4.7.3 Monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi Pembangunan jalan dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat untuk: Membuka keterisolasian wilayah; Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah; Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan lain lain; Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk. Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan masyarakat pedesaan, pembangunan jalan secara umum dapat menimbulkan manfaat bagi masyarakat pedesaan, termasuk masyarakat miskin, antara lain: a) peningkatan mobilitas penduduk; b) penurunan biaya transportasi baik untuk barang maupun orang; 20 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN c) peningkatan akses para pedagang kecil produk pertanian ke pasar di desa-desa yang lebih besar atau kota; d) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penyuluhan pertanian yang ada di kota bagi penduduk pedesaan; e) peningkatan pendapatan uang tunai dalam jangka panjang, terutama karena perbaikan akses ke pasar dan para pemasok (supplier); f) peningkatan pendapatan uang dalam jangka pendek (sementara) sehubungan dengan kesempatan kerja dalam pelaksanaan proyek jalan yang bersangkutan; g) pengaspalan jalan agregat / tanah dapat meningkatkan kesehatan dan pola hidup masyarakat sebagai akibat penurunan sebaran debu dari jalan. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, telah memperoleh manfaat dari pembangunan jalan tersebut, diperlukan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Pada saat ini kegiatan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi proyek-proyek jalan pada umumnya belum dilaksanakan, kecuali untuk beberapa proyek yang dibiayai dengan dana bantuan luar negeri, seperti program Road Rehabilitation (Sector) Project (RR(S)P) bantuan ADB, yang mensyaratkan implementasi program monitoring dan evaluasi sosialekonomi (SEMEP = Socio-economic Monitoring and Evaluation Program). Program tersebut harus dilaksanakan di beberapa sampel desa yang berdekatan dengan jalan yang dibangun, sebelum kegiatan konstruksi dilaksanakan, kemudian pada tahun pertama dan tahun keempat setelah konstruksi selesai. Idealnya, monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi ini dilaksanakan untuk semua proyek jalan, untuk menguji (mengevaluasi) sejauh mana rencana manfaat proyek dapat tercapai. Pedoman pemantauan pengelolaan lingkungan bidang jalan ini tidak mencakup petunjuk untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sosial-ekonomi. Untuk keperluan tersebut seyogianya diperlukan pedoman lain yang lebih spesifik. 4.8 Metode pemantauan kualitas lingkungan 4.8.1 Pemantauan langsung Pemantauan langsung kualitas lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran langsung “p aram eter ku n ci” ku alitas kom p on en lin g ku ng an terten tu . S eb ag ai con toh , u n tu k 21 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pemantauan tingkat kebisingan yang terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat kebisingan diukur langsung di lapangan dengan menggunakan sound level meter. Metode pemantauan lingkungan hidup yang harus digunakan untuk tiap komponen (parameter atau indikator) lingkungan yang mungkin terkena dampak semestinya tercantum dalam dokumen RPL atau UPL, yang telah ditetapkan berdasarkan hasil studi pada tahap perencanaan. Ketentuan tentang metode pemantauan tersebut mencakup: metode pengumpulan dan analisis data; lokasi pemantauan lingkungan hidup; jangka waktu dan frekuensi pemantauan. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan, sebaiknya dipertimbangkan juga alternatif lain yang lebih praktis dan ekonomis, khususnya penggunaan indikatorindikator yang mudah diukur. 4.8.2 Pemantauan tidak langsung Untuk kasus-kasus tertentu, dengan pertimbangan kepraktisan kerja dan penghematan biaya, pemantauan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur indikator-indikator tertentu. Sebagai contoh, untuk pemantauan tingkat kebisingan yang terjadi akibat pengoperasian alat-alat berat, tingkat kebisingan tidak diukur langsung di lapangan dengan menggunakan sound level meter, tapi dilakukan pemantauan adanya keluhan masyarakat yang terkena dampak sebagai indikator adanya gangguan kebisingan tersebut. 4.9 Baku mutu lingkungan Untuk mengevaluasi atau menilai kualitas lingkungan di lokasi proyek dan sekitarnya, hasil pemantauan komponen / parameter lingkungan tertentu dibandingkan dengan baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan cara membandingkan nilai hasil pemantauan terhadap baku mutu lingkungan tersebut dapat disimpulkan apakah kualitas lingkungan memenuhi baku mutu atau tidak. Beberapa contoh ketentuan baku mutu lingkungan disajikan dalam lampiran, yaitu: Lampiran 6 : Baku Mutu Udara Ambien Nasional; Lampiran 7 : Baku Tingkat Kebisingan; Lampiran 8 : Baku Tingkat Getaran; 22 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Lampiran 9 : Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas; Lampiran 10: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran; Lampiran 11 : Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. 5. Dokumentasi dan Pelaporan 5.1 Dokumentasi Hasil pemantauan pengelolaan lingkungan hidup untuk tiap tahap kegiatan proyek didokumentasikan dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada Lampiran 1 s/d 4. Sedangkan hasil evaluasi kualitas lingkungan pada tahap pasca proyek didokumentasikan dengan menggunakan format seperti tercantum pada Lampiran 5. Laporan tersebut secara garis besar berisi informasi tentang: a) Data umum kegiatan proyek jalan yang bersangkutan; b) Jenis-jenis kegiatan proyek yang sedang atau telah dilaksanakan; c) Dampak lingkungan yang telah atau potensial terjadi; d) Upaya pengelolaan lingkungan yang telah / sedang dilaksanakan; e) Efektivitas (kinerja) pengelolaan lingkungan hidup; f) Kendala-kendala yang dihadapi (bila ada); g) Saran perbaikan upaya pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu) 5.2 Pelaporan 5.2.1 Laporan internal Laporan internal dibuat oleh petugas pelaksana pemantauan pengelolaan lingkungan hidup dengan menggunakan format laporan seperti tercantum pada Lampiran 1 s/d 4. Laporan tersebut disampaikan kepada Pemimpin Proyek / penanggungjawab pelaksanaan kegiatan proyek. 5.2.2 Laporan eksternal Laporan eksternal dibuat khusus untuk proyek-proyek jalan yang termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL. Penyusunan laporan ini agar mengacu pada 23 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL . Format laporan tercantum pada Lampiran 12, 13 dan 14. Materi laporan disusun berdasarkan data tercantum dalam laporan internal tersebut pada Butir 5.2.1. 6. Pelaksanaan Pemantauan 6.1 Instansi pelaksana pemantauan Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan / siklus proyek jalan dilaksanakan oleh pemrakarsa atau pengelola kegiatan. Dalam hal ini penanggungjawab pelaksanaan pemantauan tersebut adalah Pemimpin Proyek / Bagian Proyek atau unit kerja / pengelola kegiatan yang bersangkutan. Pada tahap perencanaan, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan dapat dibantu oleh konsultan perencana. Pada tahap pra-konstruksi dan konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan dapat dibantu oleh kontraktor dan konsultan supervisi; Pada tahap pasca konstruksi, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan dilaksanakan oleh unit kerja / pengelola kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan yang bersangkutan. 6.2 Instansi pengawas pelaksanaan pemantauan Pengawasan pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh instansi atasan langsung pemimpin proyek / bagian proyek, dan Bapedalda Kabupatan / Kota setempat. 6.3 Instansi penerima laporan hasil pemantauan Khusus untuk proyek jalan yang wajib dilengkapi AMDAL, laporan pemantauan pelaksanaan RKL dan RPL tahap-tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi disampaikan oleh pemrakarsa / pengelola kegiatan kepada instansi pengawas 24 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pelaksanaan pemantauan dan instansi pembina teknis bidang jalan serta instansi lain yang terkait, yaitu: a) Gubernur KDH Propinsi c.q. Bapedalda Propinsi yang bersangkutan; b) Bupati / Walikota c.q. Bapedalda Kabupaten / Kota yang bersangkutan; c) Instansi pembina teknis (Dinas PU / Bina Marga / Praswil); d) Instansi lain yang terkait 7. Pembiayaan 7.1 Biaya pemantauan pada tahap perencanaan Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan. 7.2 Biaya pemantauan pada tahap pra-konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pra-konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah. 7.3 Biaya pemantauan pada tahap konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan konsultan supervisi pekerjaan konstruksi. 7.4 Biaya pemantauan pada tahap pasca konstruksi Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pasca konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan rehabilitasi jalan. 25 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN 7.5 Biaya evaluasi pada tahap evaluasi pasca proyek Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu dialokasikan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan perencanaan teknis atau pembinaan lingkungan. 7.6 Komponen-komponen biaya pemantauan Biaya pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup secara garis besar terdiri dari komponen-komponen biaya: transportasi; personel (lumpsum); peralatan dan material; analisis laboratorium (bila perlu); penyusunan laporan. 8. Penutup Pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek secara keseluruhan. Untuk keperluan itu, koordinasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan, dan peranan pemimpin proyek / bagian proyek selaku pemrakarsa / pengelola pekerjaan sangat penting. Yang dimaksud dengan pemimpin proyek di sini adalah semua pemimpin proyek, selaku pemrakarsa kegiatan, yang masing-masing secara berkesinambungan bertanggung jawab dalam tiap tahap siklus proyek pembangunan jalan, meliputi: Pemimpin Pemimpin Pemimpin Pemimpin Proyek Proyek Proyek Proyek Perencanaan; Pengadaan Tanah; Pembangunan (konstruksi); dan Pemeliharaan / Rehabilitasi. Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan, semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan Hasil Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya, sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan 26 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 8.1). Ketentuan-ketentuan tentang koordinasi antara pemrakarsa kegiatan proyek jalan dengan instansi-instansi terkait, dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Bagi Stakeholder di Daerah. Keberhasilan pemantauan pengelolaan lingkungan juga tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang qualified serta dana dan sarana penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan proyek. Di samping itu, keberadaan unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat berperan. Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan seyogianya difokuskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu dengan dasar pertimbangan: a) Kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting; b) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya berbatasan atau berdekatan dengan kawasan lindung; c) Berpotensi menjadi sumber isu atau kasus lingkungan yang sensitif; d) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau Lembaga Swadaya Masyarakat. 27 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Gambar 8.1 Bagan Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan Pemimpin Proyek Perencanaan Penyusunan dokumen AMDAL, UKL dan UPL, Desain, Spesifikasi Teknis, LARAP Pemimpin Proyek Pengadaan Tanah Pemimpin Proyek Konstruksi Pengadaan Tanah termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pengadaan Tanah, termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Pasca Proyek Pemimpin Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi Pemanfaatan, Pemeliharaan, Rehabilitasi termasuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Laporan Pelaksanaan Pemeliharaan dan Rehabilitasi termasuk Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup 28 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Tabel 4.3 Baku Mutu Emisi Untuk Jenis Kegiatan Lain (Berlaku Efektif Tahun 2000) No. Parameter Batas Maksimum (mg/m3) A. Bukan Logam 1. Ammonia (NH3) 0,5 2. Gas Klorin (Cl2) 10 3. Hidrogen Klorida (HCl) 5 4. Hidrogen Flourida (HF) 10 5. Nitrogen Oksida (NO2) 1000 6. Opasitas 35 % 7. Ppartikel 350 8. Sulfur Dioksida (SO2) 800 9. Total Sulfur Tereduksi (H2S) 35 (Total Reduced Sulphur) B. Logam 10. Air Raksa (Hg) 5 11. Arsen (As) 8 12. Antimon (Sb) 8 13. Kadmium (Cd) 8 14. Seng (Zn) 50 15. Timah Hitam (Pb) 12 Sumber: Kepmen LH. No: KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tudak Bergerak Catatan: Volume gas dalam keadaan standar (25 oC dan Tekanan 1 atm). 1.8.2 Pemantauan sumber dampak Pemantauan besarnya dampak terhadap lingkungan hidup juga dapat dilakukan dengan cara pengukuran sumber dampak. Sebagai contoh, Tabel 4.2 menunjukkan tingkat kebisingan alat-alat berat yang biasa dioperasikan pada tahap konstruksi. Tabel tersebut menunjukkan tingkat kebisingan pada sumbernya. Tingkat kebisingan pada jarak tertentu dari lokasi alat berat tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula (rumus matematik) yang sudah baku. 29 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN Tabel 4.4 Tingkat Kebisingan Peralatan Konstruksi Tingkat Kebisingan No. Jenis Peralatan Pada Sumbernya (dBA) Pada jarak 15 m dari sumbernya Pada jaral 30 m dari sumbernya 1. Buldozer 101 82,6 67,5 2. Backoe 98 82,6 60,5 3. Truk 4. Vibration roller 98 82,5 60,5 5. Vibration compactor 101 82,6 63,5 6. Road roller 101 82,6 63,5 7. Asphalt finisher 101 82,6 63,5 64,6 4.9.2 Langkah-langkah kegiatan pemantauan a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL dan/atau LARAP (bila ada) proyek jalan yang akan dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap pra-konstruksi; b) Pengecekan apakah pengadaan tanah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku atau tidak; c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak sosial yang telah terjadi dengan menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL; d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau LARAP, bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada); e) Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu); 4.9.3 Langkah-langkah kegiatan pemantauan a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap konstruksi; 30 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN b) Pengecekan progres tiap jenis pekerjaan konstruksi c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi, dengan menggunakan metode seperti tercantum dalam dokumen RPL atau UPL; d) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau persyaratan pengelolaan lingkungan tercantum dalam kontrak pekerjaan konstruksi, bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada); e) Perumusan saran untuk perbaikan / penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu); 4.6.4 Langkah-langkah kegiatan a) Pemeriksaan / pemahaman dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL proyek jalan yang dipantau, untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan pada tahap pasca konstruksi; b) Pengecekan lapangan untuk mengetahui dampak lingkungan yang telah terjadi akibat: pengoperasian / pemanfaatan jalan oleh para pengguna jalan; pemeliharaan / rehabilitasi jalan; kegiatan-kegiatan sektor lain. c) Pengecekan lapangan untuk mengetahui apakah pengelolaan lingkungan hidup telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tercantum dalam dokumen RKL / UKL atau persyaratan pengelolaan lingkungan pemeliharaan atau rehabilitasi jalan, tercantum dalam kontrak pekerjaan bagaimana efektivitas (kinerjanya), dan apa kendalanya (bila ada); d) Perumusan saran untuk perbaikan/penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan selanjutnya (bila perlu); 31 Lampiran 1 Laporan Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan pada Tahap Perencanaan A. Data Umum Proyek Jalan / Jembatan 1. Nama Proyek 2. Nama Paket / No. Paket 3. Nama Ruas / No. Ruas 4. Lokasi (lampirkan peta lokasi): a. Kabupaten / Kota *) b. Propinsi 5. Panjang jalan / jembatan *) … … … … … . K m / … … . m *) 6. Status jalan Nasional / Propinsi / Kabupaten / Kota *) 7. Tahap Perencanaan Perencanaan Umum / Studi Kelayakan / Perencanaan Teknis *) 8. Progres pekerjaan B. Hasil Pemantauan 1.