BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata “provenan” berasal dari bahasa Perancis, “provenir” yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah provenan berarti tempat asal dari material penyusun suatu batuan. Seiring perkembangan ilmu geologi, arti provenan meluas menjadi lokasi daerah asal material penyusun, ukuran atau volumenya, litologi dari batuan asal, kondisi tektonik daerah asal, hingga iklim dan relief dari daerah asal. Studi provenan sangat penting dalam pemahaman paleogeografi (Boggs, 1992). Menurut Boggs (1992) dasar dalam melakukan interpretasi lingkungan tektonik daerah asal adalah asumsi bahwa detritus mineral dan geokimia mencerminkan tidak hanya litologi batuan asal, tetapi juga kondisi umum lempeng tektonik. Kondisi tektonik lempeng terdiri dari dua hal: (1) lingkungan provenan utama (blok kratonik, sistem busur vulkanik, jalur kolisi) dan (2) jenis batas antar lempeng (passive or rifted continental margin, active or orogenic continental margin, transform-fault margin). Setiap kondisi tektonik lempeng utama menghasilkan susunan batuan asal yang berbeda. Dickinson dan Suczek (1979), dan Dickinson et al. (1983) menyatakan bahwa seluruh tektonik provenan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: blok kontinental, busur magmatik, dan orogen terdaurkan. Identifikasi kelompok jenis tektonik provenan tersebut diperoleh dari perajahan komposisi butir batupasir ke dalam diagram segitiga Q-F-L, Qm-F-Lt, dan Qp-Lv-Ls (Dickinson dan Suczek, 1979). 4.2 Metoda Penelitian 17 sampel sayatan tipis Batupasir Formasi Kantu dari Lintasan Badau dan Lintasan Kantu yang berasal dari penelitian lapangan Tim Ketungau PSG (2009) 28 di daerah Nanga Kantu, digunakan untuk interpretasi provenan. Setelah didahului oleh analisis petrografi, dilakukan perhitungan komposisi butir terhadap seluruh sampel dengan metode perhitungan butir Gazzi - Dickinson (Ingersoll et al, 1984). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop polarisasi dan pointcounting stage. Dalam metode ini, butir / kristal monomineral berukuran > 0,0625 mm diidentifikasi dan dihitung sebagai butiran tersendiri meskipun terdapat dalam suatu fragmen batuan. Komposisi modal batupasir diperoleh dengan menghitung butir kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan hingga total minimal tiga ratus poin per sayatan. Komposisi modal yang diperoleh akan diplot ke dalam diagram Q-F-L, Qm-F-Lt, Qp-Lv-Ls (Dickinson dan Suczek, 1979) dan disertai analisis. 4.3 Analisis Petrografi Batupasir Formasi Kantu Analisis petrografi untuk studi provenan dilakukan terhadap 17 buah sampel sayatan tipis Formasi Kantu, yang terdiri dari 6 buah sampel sayatan tipis batupasir dari Satuan Batupasir, dan 11 buah sampel sayatan tipis batupasir dari Satuan Batupasir - Batulempung. Klasifikasi sampel batupasir yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Foto dan analisis petrografi seluruh sampel sayatan tipis terkandung dalam Lampiran A. Hasil perhitungan komposisi modal detritus seluruh sampel sayatan tipis terkandung dalam Lampiran B. Dari 17 sampel batupasir, 11 buah sampel diklasifikasikan sebagai sublitharenite, 4 buah sampel diklasifikasikan sebagai lithic greywacke, dan 2 buah sampel diklasifikasikan sebagai litharenite (Pettijohn, 1987 dalam Boggs, 1992). Batupasir Formasi Kantu bertekstur klastik, dengan komposisi butiran 69 – 84%, matriks 7 – 17%, semen 4 – 7 %, dan porositas 3 – 10%. Komposisi butiran terdiri dari kuarsa (35 – 50%), feldspar (3 – 6%), mika (4 – 8%), fragmen batuan (18 – 28%), material opak (1 – 3%), dan pada beberapa sampel mengandung zirkon, epidot, dan turmalin hingga 1 %, serta detritus karbon (5 - 8%). Ukuran butir umumnya berkisar antara pasir sangat halus hingga pasir sedang (0,0625 – 29 0,4 mm). Kemas butiran tertutup, umumnya long contact dan concavo-convex contact di beberapa tempat. Gambar 4.1 Klasifikasi sampel Batupasir Formasi Kantu dari Satuan Batupasir (simbol hijau) dan Satuan Batupasir – Batulempung (simbol merah) berdasarkan diagram klasifikasi batupasir Pettijohn (1987 dalam Nichols, 2009). Kuarsa pada sampel batupasir terdiri atas kuarsa monokristalin (83 – 96% dari total kuarsa) dan kuarsa polikristalin (4 – 17% dari total kuarsa). Butiran kuarsa monokristalin hampir seluruhnya memiliki pemadaman bergelombang, yang mengindikasikan bahwa kuarsa telah mengalami deformasi (Foto 4.1). Terdapat inklusi mineral pada beberapa butir kuarsa. Kuarsa polikristalin yang ada umumnya terdiri dari lebih dari 3 kristal kuarsa berukuran < 0,0625mm (Foto 4.2). Batas antar kristal di dalam kuarsa polikristalin berupa sutured contact. 30 Foto 4.1 Kuarsa monokristalin umumnya memiliki pemadaman bergelombang, yang 2 butir a diantaranya tampak jelas pada foto (ditunjukkan huruf a dan b). (Sampel LS 105 I ; XPL). b Foto 4.2 Kuarsa polikristalin (ditunjukkan huruf a) umumnya memiliki lebih dari 3 butir kristal kuarsa berukuran < 0,0625mm, dengan batas antar kristal sutured. a (Sampel LS 19 B ;XPL). Kehadiran feldspar sebagian besar diwakili oleh K-Feldspar (Foto 4.3), dan hanya sedikit plagioklas yang menunjukkan kembar polisintetik. K-feldspar umumnya telah mengalami alterasi oleh serisit. Mika pada sampel batupasir sebagian besar hadir berupa muskovit, dan hanya sedikit kehadiran biotit. Muskovit berbentuk lembaran, memiliki bias rangkap tinggi, dan pada beberapa tempat terlihat terbengkokkan akibat tertekan oleh butiran lain (Foto 4.4). Hal ini menunjukkan bahwa batupasir Formasi Kantu telah mengalami kompaksi. 31 Foto 4.3 K-feldspar (ditunjukkan oleh elips kuning) umumnya telah mengalami alterasi oleh serisit. (Sampel LS 105 I ; XPL). Foto 4.4 Kehadiran muskovit (ditunjukkan oleh elips kuning) pada yang tertekan oleh butiran lain, mengindikasikan proses kompaksi pada butiran. (Sampel LS 20 ; XPL). Fragmen batuan yang hadir pada sampel batupasir Formasi Kantu terdiri dari fragmen batuan sedimen (77 – 92% dari total fragmen batuan) (Foto 4.5), fragmen batuan metamorf (Foto 4.6) (1 - 11% dari total fragmen batuan), dan fragmen batuan beku (1 – 5% dari total fragmen batuan). Fragmen batuan sedimen yang hadir didominasi fragmen batulempung, serpih, dan sedikit rijang. 32 Foto 4.5 Fragmen batuan sedimen (ditunjukkan oleh huruf a) hadir mendominasi populasi fragmen batuan (77-92%). a (Sampel LS 20 ; XPL). . Foto 4.6 Fragmen batuan metamorf / metasedimen (butir besar pada bagian tengah foto) hadir sebesar 1-11% dari populasi fragmen batuan. (Sampel LS 105 I ; XPL). Pada beberapa sayatan terdapat kehadiran mineral berat seperti zirkon, epidot, dan turmalin. Kehadiran mineral tersebut muncul sebagai inklusi pada butir kuarsa monokristalin pada beberapa tempat (Foto 4.7 dan Foto 4.8). Matriks pada batupasir Formasi Kantu hadir berupa material lempung yang telah mengalami rekristalisasi. Semen pada batupasir Formasi Kantu hadir berupa mineral lempung autigenik, yaitu serisit berbentuk serabut dengan bias rangkap yang tinggi, silika autigenik, dan oksida besi pada beberapa tempat. Kompaksi dan sementasi yang berlangsung selama diagenesa telah mengurangi porositas primer batupasir Formasi Kantu secara signifikan. Secara umum, batupasir Formasi Kantu mengandung 3 – 10% porositas sekunder yang terbentuk sebagai hasil pelarutan feldspar. 33 Foto 4.7 Kehadiran zirkon sebagai mineral inklusi (ditunjukkan oleh lingkaran kuning) pada butir kuarsa monokristalin. (Sampel LS 20 ; XPL). Foto 4.8 epidot Kehadiran sebagai (ditunjukkan kuning) pada beberapa mineral oleh butir inklusi lingkaran kuarsa monokristalin. (Sampel LS 13 A ; XPL). 4.4 Analisis Komposisi Modal Batupasir Formasi Kantu Komposisi butir yang dianalisis terdiri dari kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan. Penjelasan parameter butir untuk perajahan kedalam diagram segitiga provenan Q-F-L, Qm-F-Lt, dan Qp-Lv-Ls diuraikan dalam Tabel 4.1. Hasil perhitungan komposisi modal detritus diperlihatkan pada Lampiran B dan nilai persentase komponen untuk diagram segitiga provenan Q-F-L, Qm-F-Lt, dan QpLv-Ls terkandung dalam Lampiran C. Hasil perajahan komposisi butir kedalam diagram segitiga provenan Q-F-L, Qm-F-Lt, dan Qp-Lv-Ls diperlihatkan pada Gambar 4.2 - 4.4. 34 Tabel 4.1 Definisi Parameter Butir (Dickinson dan Suczek, 1979) Diagram Q-F-L Q = Qm + Qp, dengan: Q = total butir kuarsa Qm = kuarsa monokristalin Qp = kuarsa polikristalin + rijang F = P + K, dengan: F = total butir feldspar P = plagioklas K = K-feldspar L = Ls + Lv, dengan: L = total fragmen batuan tidak stabil Ls = total fragmen batuan sedimen dan metasedimen Lv = total fragmen batuan vulkanik dan metavulkanik Diagram Qm-F-Lt Qm = kuarsa monokristalin F = total butir feldspar Lt = L + Qp Diagram Qp-Lv-Ls Qp = kuarsa polikristalin Lv = total fragmen batuan vulkanik dan metavulkanik Ls = total fragmen batuan sedimen dan metasedimen 35 Gambar 4.2 Hasil perajahan diagram segitiga Q-F-L (Dickinson et al., 1983). Simbol berwarna hijau mewakili sampel dari Satuan Batupasir dan simbol berwarna merah mewakili sampel Satuan Batupasir – Batulempung. Perajahan komposisi modal Batupasir Formasi Kantu ke dalam segitiga QF-L (Gambar 4.2) memperlihatkan bahwa persentase kandungan kuarsa dalam batupasir yang berasal dari Satuan Batupasir (6 sampel) cenderung lebih tinggi dibandingkan persentase kandungan kuarsa dalam batupasir yang berasal dari Satuan Batupasir - Batulempung (11 sampel). Seluruh hasil perajahan sampel menunjukkan bahwa sumber provenan adalah sebuah daerah orogen terdaurkan (recycled orogen). 36 Gambar 4.3 Hasil perajahan diagram segitiga Qm-F-Lt (Dickinson et al., 1983). Simbol berwarna hijau mewakili sampel dari Satuan Batupasir dan simbol berwarna merah mewakili sampel Satuan Batupasir – Batulempung. Perajahan komposisi modal Batupasir Formasi Kantu ke dalam segitiga QmF-Lt (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa persentase kandungan kuarsa monokristalin dalam batupasir yang berasal dari Satuan Batupasir cenderung lebih tinggi dibandingkan batupasir Satuan Batupasir-Batulempung. Seluruh hasil perajahan sampel menunjukkan bahwa sumber provenan batupasir Formasi Kantu adalah sebuah daerah kaya kuarsa yang terdaurkan (quartzose recycled). 37 Gambar 4.4 Hasil perajahan diagram segitiga Qp-Lv-Ls (Dickinson dan Suczek, 1979). Simbol berwarna hijau mewakili sampel dari Satuan Batupasir dan simbol berwarna merah mewakili sampel Satuan Batupasir – Batulempung. Hasil perajahan komposisi modal Batupasir Formasi Kantu ke dalam segitiga Qp-Lv-Ls diperlihatkan pada Gambar 4.4. Seluruh hasil perajahan menunjukkan bahwa sumber provenan batupasir Formasi Kantu merupakan sebuah daerah orogen kolisi (collision orogen sources). 4.5 Analisis Provenan Hasil perajahan komposisi modal batupasir yang dijabarkan pada sub-bab 4.4 mengindikasikan bahwa Batupasir Formasi Kantu berasal dari sebuah lingkungan orogen kolisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah provenan Batupasir Formasi Kantu merupakan daerah yang memiliki kandungan kuarsa 38 cukup tinggi dan juga mengandung sumber fragmen batuan sedimen, fragmen batuan metamorf, dan sedikit fragmen batuan beku. Batulempung dan serpih cenderung tidak resistan terhadap transportasi yang jauh. Oleh karena itu kehadiran batulempung dan serpih sebagai fragmen batuan sedimen Batupasir Formasi Kantu mengindikasikan bahwa daerah sumber provenan berada tidak terlalu jauh dari daerah penelitian. Kompleks orogen kolisi yang terdekat dengan daerah penelitian adalah Kompleks Orogen Sarawak (didefinisikan oleh Hutchison, 1995 dalam Banda, 1998) yang di dalamnya terdapat Kompleks Kapuas (di Sarawak dikenal sebagai Bancuh Lubok Antu) dan cekungan turbidit Kelompok Rajang. Kompleks Kapuas (Jura – Kapur Awal) mengandung fragmen native berupa batulempung, serpih, dan batupasir dan fragmen eksotik berupa serpentinit, gabro, basalt, rijang, batugamping, beserta batuan metamorf yang ekivalen (hasil metamorfosa fragmen-fragmen yang ada) (Honza et al., 2000). Kelompok Rajang terdiri dari Formasi Lupar dan Formasi Belaga (Honza et al., 2000). Formasi Lupar (Kapur Awal – Kapur Akhir) adalah sekuen turbidit dengan litologi batupasir greywacke, serpih, batulempung, dan batusabak. Pada Formasi Lupar terdapat Kompleks Mafik Pakong, yaitu kompleks ofiolit dengan kandungan utama gabro dan basalt bantal (Hutchison, 1996). Formasi Belaga (Kapur Akhir – Eosen Tengah) terdiri dari Anggota Layar, Kapit, Pelagus, Metah, dan Bawang dengan litologi batusabak, filit, batupasir (Honza et al., 2000). Tan (1979) mendefinisikan batupasir Formasi Lupar dan Belaga sebagai batupasir lithic greywacke dan subgreywacke yang kaya akan kuarsa, memiliki banyak fragmen batuan metamorf dan rijang, sedikit feldspar, dan sangat sedikit fragmen batuan volkanik. Dilihat dari litologinya, Kompleks Kapuas dan Kelompok Rajang memiliki semua jenis butir dan fragmen yang terdapat dalam Batupasir Formasi Kantu. Berdasarkan alasan – alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber provenan utama Batupasir Formasi Kantu diperkirakan adalah Kompleks Kapuas dan Kelompok Rajang, yang terletak di sebelah utara daerah penelitan (Gambar 4.5). 39 Interpretasi Kelompok Rajang sebagai sumber provenan Batupasir Formasi Kantu diperkuat oleh hasil penelitian arah arus purba oleh Heryanto et al. (1993) yang berkesimpulan endapan di Cekungan Ketungau berasal dari arah utara – timur laut. Gambar 4.5 Arah pengendapan utama (anak panah) daerah penelitian (kotak merah) berasal dari Kelompok Rajang dan Kompleks Kapuas. (Peta geologi Kalimantan diambil dari Hall dan Nichols, 2002). Nilai rasio persentase kandungan Q : L dan Qm : Lt pada Satuan Batupasir lebih besar dibandingkan dengan Satuan Batupasir – Batulempung (Gambar 4.2 dan 4.3). Hal tersebut diperkirakan disebabkan oleh suplai fragmen litik sedimen yang diterima oleh Satuan Batupasir – Batulempung lebih tinggi, akibat Kelompok Rajang yang sudah mengalami pengangkatan lebih tinggi dan erosi yang lebih intensif dibandingkan waktu sebelumnya saat Satuan Batupasir diendapkan, sehingga menurunkan nilai rasio persentase kandungan Q : L dan Qm : Lt pada Satuan Batupasir – Batulempung. 40 Akibat kolisi yang terjadi sejak Kapur Akhir, Kelompok Rajang tertekan, terdeformasi, dan terangkat di antara Blok Luconia (fragmen kontinen Sarawak, kerak kontinen Laut Cina Selatan, dan Indochina) dan zona Pegunungan Schwarner (Banda, 1998) (Gambar 4.6). Pertistiwa orogen tersebut dikenal sebagai Orogen Sarawak (Hutchison, 1995 dalam Banda, 1998). Kelompok Rajang dan Kompleks Kapuas yang menjadi tinggian pada Eosen Tengah - Eosen Akhir diperkirakan menjadi sumber provenan utama Batupasir Formasi Kantu di Cekungan Ketungau. Gambar 4.6 Penampang diagramatik Pegunungan Schwarner – Blok Luconia (tanpa skala) pada Eosen Akhir yang menunjukkan arah pengendapan utama (anak panah) Batupasir Formasi Kantu (bagian dari cekungan tanah muka) yang berasal dari Kompleks Kapuas (Bancuh Lubok Antu) dan Kelompok Rajang yang terangkat. 41