BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang mencari keuntungan tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. Di Indonesia, praktik CSR belum menjadi perilaku umum, karena banyak perusahaan yang menganggap sebagai cost center. Namun, di era informasi dan teknologi serta desakan globalisasi, tuntutan untuk menjalankan CSR semakin besar. Selain itu, pelaksanaan CSR merupakan bagian dari good corporate governance (GCG), yakni fairness, transparan, akuntabilitas, dan responsibilitas, termasuk tanggung jawab terhadap lingkungan fisik dan sosial, yang mestinya didorong melalui pendekatan etika pelaku ekonomi. Oleh karena itu, di dalam praktik, penerapan CSR selalu disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama tiga pilar yakni dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat, dan kemudian dilaksanakan sendiri oleh perusahaan. 1 Setiap perusahaan di Indonesia akan melakukan berbagai kegiatan terencana untuk dapat menjaga eksistensinya dan menjadi Good Business. Salah satunya dengan menerapkan tanggung jawas sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dunia bisnis untuk terus bertindak etis, beroperasi secara legal/formal dan berkontribusi untuk kesejahteraan baik itu internal maupun eksternal, artinya bahwa perusahaan mampu berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersama dengan peningkatan kualitas hidup sumberdaya manusianya yaitu karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal atau masyarakat secara luas (Wibisono, 2007). Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman kegiatannya dan pengelolaannya semakin bervariasi, hal ini dapat dilihat dari kontribusi finansial yang dikeluarkan, jumlahnya semakin besar. Praktik CSR sendiri berawal dari tahap yang paling sederhana, yakni sifat kedermawanan para pemilik perusahaan. Dengan sukarela mereka menyisihkan sebagian kekayaannya untuk membantu sesama atau masyarakat yang membutuhkan uluran tangan mereka. Tentu saja tidak semua pemilik perusahaan sepenuh hati. Perihal penerapan CSR di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan keputusan menteri, yaitu UU No.25 2 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal LN No.67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Dalam pelaksanaannya tanggung jawab sosial perusahaan, umumnya perusahaan akan melibatkan partisipasi sumberdaya manusia yang ada yaitu karyawan. Hal ini dikarenakan karyawan dapat diperlakukan seabagai obyek maupun sebagai subyek program CSR, karyawan adalah satu pihak yang cukup berpengaruh dalam menjaga eksistensi dan kinerja perusahaan. Karyawan adalah pihak pertama yang akan merasakan dampak dari kegiatan kelangsungan usaha perusahaan baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak ini dapat berupa dampak dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan dampak dari lingkungan. Sesungguhnya ketergantungan perusahaan dan masyarakat memiliki saling yang tinggi. Saling ketergantungan perusahaan dan masyarakat berimplikasi bahwa baik keputusan bisnis dan kebijakan sosial harus mengikuti prinsip berbagi keuntungan, yaitu pilihan-pilihan harus menguntungkan kedua belah pihak. Saling ketergantungan antara sebuah perusahaan dan masyarakat memiliki dua bentuk. Pertama, inside-out lingkages, bahwa perusahaan memiliki dampak terhadap masyarakat melalui operasi bisnisnya secara normal. Dalam hal ini perusahaan perlu memperhatikan dampak dari semua aktivitas produksinya, aktivitas 3 pengembangan sumber daya manusia, pemasaran, penjualan, logistik dan aktivitas lainnya. Kedua, outside-in linkages, dimana kondisi eksternal juga mempengaruhi perusahaan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Ini meliputi kuantitas dan kualitas input bisnis yang tersedia: sumber daya manusia, infrastruktur transportasi, peraturan dan insentif yang mengatur kompetisi, seperti kebijakan yang melindungi hak kekayaan intelektual, menjamin transparansi, mencegah korupsi, dan mendorong investasi. (Daniri, 2007). Dalam implementasi program-program CSR, kedua elemen diatas yaitu perusahaan dan masyarakat, diharapkan saling berinteraksi dan mendukung, sehingga dibutuhkan partisipasi aktif masing-masing stakeholdesr agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholders diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan diemban secara bersama. Adanya CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terutama pada pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.” Dalam Undangundang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b), menyatakan bahwa “setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Meskipun UU ini telah mengatur sanksi- 4 sanksi secara terperinci terhadap badan usaha dan usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional. Peraturan mengenai CSR yang relatif lebih terperinci terdapat dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh dalam Peraturan Menteri BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Menurut Rachmat (2007), regulasi dapat digunakan sebagai solusi untuk menjaga praktik CSR agar tetap berada pada koridor simbiosis mutualistik antara perusahaan dan masyarakat. Dengan begitu, CSR bukan lagi hanya bersifat voluntary, tetapi juga mandatory. Standarisasi praktik CSR juga menjadi hal penting yang harus dilakukan agar tidak terjadi interpretasi CSR yang menyimpang yang hanya menguntungkan perusahaan. Dengan regulasi, laporan mengenai kegiatan CSR perusahaan dapat diwajibkan dan diaudit oleh lembaga independen secara transparan, sehingga masyarakat dapat ikut memantau. Penilaian masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan perusahaan. Dalam praktiknya tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang menyebutkan bahwa CSR hanya akan membuang-buang biaya saja, namun demikian banyak yang mendukung program ini. Ada banyak contoh, Austin (2000), mengatakan bahwa tindakan-tindakan CSR membawa nilai, 5 membantu perusahaan berkinerja dengan lebih efisien dan meningkatkan hubungan-hubungannya. Sehingga pada tingkat dimana tindakan-tindakan sosial memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan bisnis dan membuat perusahaan lebih menarik bagi kelompok-kelompok stakeholders, maka CSR dapat memiliki pengaruh yang tidak pernah kita sangka sebelumnya. Pilihan program CSR di Indonesia sangatlah beragam, hal itu disesuaikan dengan permasalahan yang muncul di masyarakat dan tentunya pertimbangan dari perusahaan yang menerapkan program CSR itu sendiri. Yayasan Unilever Indonesia memfokuskan kegiatan program-program CSR pada 4 (empat) program, sebagai isu utama meliputi : 1. Public Health and Education 2. Humanitarian Aid program 3. Small Medium Enterprise Development program 4. Environment program. 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Program CSR di PT Unilever Tbk? 6 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian Untuk mengetahui pelaksanaan program-program CSR di PT Unilever Tbk. 1.3.2. Manfaat penelitian 1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan: a. Dapat menambah referensi dalam kajian tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsility/CSR), dalam konteks ikut serta memajukan pendidikan di tanah air. b. Hasil penelitian ini dapat mendorong bagi penelitian lanjutan untuk melakukan penelitian pada aspek-aspek lain yang dapat menyempurnakan penelitian ini. 2. Bagi pembangunan Negara dan bangsa. Selain hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian, lebih lanjut diharapkan akan memberikan masukan kepada pihak swasta dalam menyelenggarakan praktek CSR di Indonesia secara umum. 7 1.4. Sistematika Penulisan. Penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) Bab, yang disajikan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I: Bagian Pengantar, pada Bab ini berisikan uraian mengenai latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: Landasan Teori, pada Bab ini berisikan Konsep Corporate Social Responsibility (CSR), Implementasi CSR, Definisi Operasional dan Kerangka Pemikiran. BAB III: Metode Penelitian, Bab ini berisikan Jenis Penelitian, Lokasi (Objek) Penelitian, Data dan Cara Mendapatkan Data, Analisa Data. BAB IV: Hasil Penelitian, Bab ini berisikan Program CSR di PT Unilever Tbk, Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program CSR PT Unilever Tbk. BAB V: Kesimpulan dan Saran, Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil analisis dan saran-saran yang diharapkan dapat berguna dalam memajukan program CSR Indonesia 8