PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi, oleokimia, dan biodiesel. Tanaman kelapa sawit juga memberikan kontribusi nyata untuk devisa ekspor dan kebutuhan dalam negeri Indonesia. Sampai dengan tahun 2010, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,8 juta hektar, terdiri dari 3,3 juta hektar perkebunan rakyat, 616 ribu hektar perkebunan negara, dan 3,9 juta hektar perkebunan swasta dengan produksi 21,14 juta ton minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO). Bila dibandingkan pada 1968 luas areal masih 119.660 hektar dengan produksi 181.444 ton CPO, maka perkelapasawitan di Indonesia sampai 2010 berkembang sangat pesat sehingga menjadi 117 kali lipat (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi, dan ekspor kelapa sawit Indonesia pada 1968 – 2010. No Uraian 1968 1979 1988 1998 2008 2010 1. Luas areal (ribu ha) 120 261 863 3.560 7.364 7.825 2. Produksi CPO (ribu ton) 181 641 1.713 5.930 19.400 22.000 3. Volume ekspor CPO (ribu ton) 152 351 868 3.058 16.650 18.092 4. Nilai ekspor (juta US$) 20 204 331 1.540 13.547 14.934 Sumber: Ditjenbun, 2011 dan Departemen Perdagangan, 2011. Usaha peningkatan produksi kelapa sawit hingga saat ini terus dilakukan, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan dengan berbagai penelitian genetik bahan tanaman dan kultur teknis, sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai program perluasan areal penanaman baru. Usaha tersebut tidak luput dari berbagai masalah, baik aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan fisik. Produksi tandan buah segar kelapa sawit merupakan fungsi dari faktor genetik, umur, lingkungan, dan kultur teknis (seperti pemupukan). Genetik bahan tanaman dapat diasumsikan homogen dan kultur teknis dilakukan optimal, sehingga keragaman produksi dipengaruhi oleh umur dan faktor lingkungan. 2 Faktor lingkungan terdiri dari tanah dan iklim, dimana faktor tanah dengan pemupukan yang optimal dapat diasumsikan berpengaruh proporsional menurut umur. Hal ini menyebabkan faktor iklim menjadi penting mempengaruhi keragaman produksi yang terjadi sepanjang tahun. Unsur iklim yang paling besar pengaruhnya ialah curah hujan. Beberapa sifat hujan yang mempengaruhi keragaman produksi tanaman ialah besarnya curah hujan, lama musim hujan, sifat hujan musiman, dan kejadian-kejadian iklim ekstrim seperti intensitas hujan yang tinggi ataupun kemarau panjang. Kemarau panjang yang di atas normal akan menyebabkan kekeringan sehingga tanaman akan mengalami defisit air, sedangkan intensitas curah hujan yang di atas normal akan menyebabkan banjir. Kejadian iklm ekstrim tersebut, biasa disebut anomali iklim, umumnya akan menimbulkan masalah ataupun dampak negatif terhadap berbagai aspek budidaya pertanian, begitu juga bagi perkebunan kelapa sawit. Bentuk anomali iklim yang dirasakan semakin kerap muncul akhir-akhir ini adalah terjadinya fenomena alam El-Nino dan La-Nina. Musim kemarau panjang akibat terjadinya El-Nino menyebabkan meningkatnya luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan hingga 8-10 kali lebih besar dari keadaan normal, sebaliknya La-Nina menyebabkan meningkatnya luas lahan pertanian yang rusak karena mengalami banjir hingga 4-5 kali lebih besar dari normal. Menurut catatan, El-Nino 1997 mengakibatkan kekeringan terburuk di Indonesia selama 50 tahun terakhir (Koesmaryono et al.,1998). Sejak tahun 1844, Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan tidak kurang dari 43 kali. Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang kejadiannya tidak bersamaan kejadian fenomena ENSO atau El-Nino and Southern Oscillation (Boer dan Subbiah, 2005). Hal ini menunjukkan, bahwa keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini. Pada saat fenomena ENSO berlangsung, hujan pada sebagian wilayah Indonesia umumnya di bawah normal. Banyak studi yang telah mengindikasikan bahwa ENSO mempengaruhi karakteristik curah hujan di Indonesia (ADPC, 2000). Kejadian yang biasa terjadi sepanjang tahun El Nino yang pertama yaitu akhir musim kering tiba lebih lama dari normal, sementara selama tahun La Nina akan lebih cepat. Yang kedua, awal musim hujan akan terlambat atau lebih lama dari normal selama tahun El Nino, 3 sementara pada tahun La Nina lebih cepat. Yang ketiga, selama tahun El Nino curah hujan akan mengalami penurunan, dan akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun La Nina. Yang keempat, deret hari yang panjang akan muncul selama periode monsoon pada sebagian wilayah di Timur Indonesia (Boer dan Wahab, 2007). Menurut Aldrian (2003), karakteristik curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh wilayah, bulan, dan musim, serta distribusi dataran dan laut. Dan berdasar karakteristik curah hujan yang dipengaruhi oleh kejadian ENSO, negara Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah klimatologi yaitu wilayah monsoonal selatan, wilayah semi-monsoonal barat daya, dan wilayah anti-monsoonal Maluku. Curah hujan di wilayah monsoonal Selatan dipengaruhi oleh ENSO pada bulan Juli – November, sementara di wilayah anti-monsoonal Maluku dipengaruhi pada bulan Juni–November. Sementara di wilayah semi-monsoonal barat daya, pengaruh ENSO sangat kecil terhadap curah hujan di wilayah tersebut. Perumusan Masalah Produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang terjadi. Besarnya curah hujan yang terjadi pada saat ini akan mempengaruhi besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada beberapa waktu ke depan karena berhubungan dengan proses pembungaan dan pematangan buah pada tanaman kelapa sawit. Anomali curah hujan yang di atas normal secara tidak langsung dapat berdampak negatif terhadap produksi perkebunan kelapa sawit yang dikarenakan dampak ikutan dari kerusakan infrastruktur (seperti jalan). Sementara anomali curah hujan yang di bawah normal akan menyebabkan terjadinya defisit air, sehingga produksi tanaman kelapa sawit akan mengalami penurunan. Pada umumnya, pengusaha perkebunan kelapa sawit melakukan prediksi terhadap produktivitas masing-masing kebun melalui penghitungan jumlah bunga dan buah (tandan) yang terdapat di lapang secara manual. Cara ini cukup akurat dalam menduga produktivitas kebun untuk beberapa waktu ke depan, akan tetapi membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu, cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menduga penurunan produksi yang terjadi akibat kejadian iklim ekstrim yang bersifat regional. 4 Hal-hal tersebut di atas menyebabkan perlu dilakukan penyusunan model untuk memprediksi produktivitas tanaman kelapa sawit yang cukup akurat dan praktis serta dapat menduga kejadian iklim ekstrim yang akan mempengaruhi fluktuasi produksi kelapa sawit. Berdasarkan Boer dan Subbiah (2005), sebagian besar (86%) kejadian iklim ekstrim berupa kekeringan di sebagian Indonesia bersamaan dengan terjadinya fenomena ENSO, yang dipengaruhi oleh fluktuasi sea surface temperature (anomali) di samudera Pasifik, yang biasa disebut wilayah Nino 3,4. Sehingga dengan menggunakan anomali sea surface temperature (ASST) sebagai salah satu parameter dalam penyusunan model, besarnya penurunan produksi akibat kejadian iklim ekstrim dapat diprediksi. Dampak dari kejadian iklim ekstrim terhadap produksi kelapa sawit tidak langsung terlihat pada saat itu juga. Oleh karena itu, perlu diketahui waktu kejadian ASST (lag-x) yang berpengaruh terhadap produksi saat ini, atau produksi yang akan datang. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi penurunan produksi kelapa sawit yang berlebihan bagi pengusaha kelapa sawit, melalui beberapa upaya konservasi tanah dan air untuk menjaga kelembaban dan ketersediaan air di dalam tanah. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan hubungan keeratan (korelasi) antara produksi kelapa sawit dengan anomali sea surface temperature (ASST) di Nino-3,4. 2. Mendapatkan waktu tunda (lag) dari ASST di Nino-3,4 yang mempengaruhi fluktuasi produksi tanaman kelapa sawit. 3. Mendapatkan model penduga produksi kelapa sawit berdasarkan ASST di Nino-3,4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengusaha kelapa sawit mengenai dugaan besarnya produktivitas kelapa sawit pada waktu beberapa bulan ke depan, sehingga dapat mengantisipasi penurunan produksi TBS akibat anomali iklim atau iklim yang ekstrim. 5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup informasi mengenai informasi hubungan produktvitas kelapa sawit dengan anomali sea surface temperature (ASST) di Nino-3,4. Selain itu juga mencakup penyusunan prediksi produktivitas tanaman kelapa sawit dengan menggunakan ASST sebagai salah satu parameternya.