K-13 bahasa indonesia MEMBANDINGKAN DAN MENGANALISIS TEKS ULASAN Semester 2 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK – Kurikulum 2013 Standar Kompetensi 5. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar 5.1 Membandingkan dan menganalisis teks ulasan film atau drama. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep dasar membandingkan teks ulasan drama atau film. 2. Memahami konsep dasar menganalisis teks ulasan drama atau film. 3. Membandingkan teks ulasan drama atau film. 4. Menganalisis teks ulasan drama atau film. K e l a s XI A. Membandingkan Teks Ulasan Drama atau Film 1. Pengertian Membandingkan Teks Ulasan Membandingkan adalah kegiatan mencari persamaan dan perbedaan terhadap benda atau sesuatu (KBBI). Membandingkan teks artinya mencari persamaan dan perbedaan terhadap dua atau lebih teks yang berjenis sama atau berbeda. Hal-hal yang dibandingkan dalam teks adalah tujuan, sifat, ciri umum, struktur, dan unsur kebahasaan teks. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam membandingkan teks adalah sebagai berikut. 2. a. Membaca dengan cermat dua atau lebih teks yang dibandingkan. b. Memerhatikan tujuan dan ciri umum teks yang dibandingkan. c. Memerhatikan kesesuaian urutan struktur teks yang dibandingkan. d. Meneliti unsur kebahasaan teks yang dibandingkan. e. Menulis atau membacakan hasil dari teks yang dibandingkan. Membandingkan Teks Ulasan Teks yang dibandingkan bisa sama atau berbeda jenis teksnya. Apabila kita membandingkan teks ulasan, hal menarik untuk dibandingkan adalah objeknya yang berbeda, misalnya film dengan drama atau buku bahkan perbandingan ketiga-tiganya. Membandingkan teks ulasan berarti menentukan persamaan dan perbedaannya. Dalam pembelajaran ini, kita akan membandingkan teks ulasan film Sokola Rimba dengan teks ulasan buku nonfiksi Sekolah Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba). a. Teks Ulasan Film Sokola Rimba Belajar di Rimba, Belajar Suara Warga Orientasi 1 Kalau mau cari inspirasi, jangan tonton Sokola Rimba. Film terbaru Riri Riza ini bukan soal kisah sukses, bukan pula roman tentang kepahlawanan. Berbeda dengan sosoknya yang begitu menjulang dalam poster film, sosok Butet Manurung (diperankan Prisia Nasution) terlihat begitu kecil dan remeh selama 90 menit durasi film. Tak sedetik pun 2 ia berbagi tentang mimpi-mimpi revolusioner, tak juga berhambur sajak-sajak magis tentang suatu model kebajikan. Orientasi 2 Ketika ditanya oleh seorang peneliti, "Mengapa ia menjadi pengajar?" Butet melanturkan sebuah jawaban yang teramat ‘biasa’. Lulus kuliah, tidak tahu mau apa, lihat ada lowongan pekerjaan sebagai guru di pedalaman, menganggapnya sebagai petualangan yang eksotis lalu mendaftar. Ada pun sekelumit kisah tentang orang tuanya, “Kalau Bapak masih hidup, saya mungkin tidak berada di sini. Ibu yang mendukung saya mengambil pekerjaan ini.” Jadilah, ia mengajar baca, tulis, dan berhitung untuk masyarakat suku Kubu. Masyarakat yang dikenal juga sebagai Orang Rimba yang bermukim di hulu dan hilir Sungai Makekal, Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Butet juga tidak pernah benar-benar ‘menang’ dalam Sokola Rimba. Sampai dengan kredit film bergulir, tak sekalipun kita melihat adanya perubahan yang signifikan dalam kehidupan Orang Rimba—apalagi kepastian dan suku pedalaman ini bisa lepas dari tirani kepentingan pengurus taman nasional dan pemilik perkebunan kelapa sawit. Tak juga kita melihat Butet mendapat timbal balik yang setimpal untuk upayanya bersusah-susah memperjuangkan pendidikan dan hak Orang Rimba. Tafsiran 1 Di lingkungan kerjanya, sebuah lembaga konservasi alam bernama Wanaraya, Butet dicibir oleh atasannya karena terlalu jatuh hati dan terlalu peduli dengan khalayak Orang Rimba yang selama ini ia temui— di awal film, Butet diselamatkan seorang anak dari hilir Sungai Makekal ketika ia jatuh pingsan akibat malaria yang mendorong Butet untuk memperluas wilayah kerjanya. Di kalangan Orang Rimba sendiri, Butet sempat diusir karena dianggap menyebarkan kutukan lewat ilmu pengetahuan—tak lama setelah Butet mengajar di kawasan hilir Sungai Makekal, pemimpin kelompok setempat tutup usia. Pencapaian tertinggi Butet dalam Sokola Rimba, yaitu beberapa anak yang bisa membaca. Tidak lebih, tidak kurang. Menariknya, justru karena penyikapan yang bersahaja ini, Sokola Rimba menjadi begitu mencuat. Dalam film ini, pendidikan tidak hadir sebagai batu loncatan atau solusi instan menuju kemakmuran. Ia hadir sebagai alat yang Orang Rimba bisa pakai pada hari-hari mendatang untuk kebutuhan mereka. Hasil akhir itu masalah nanti. Yang penting prosesnya dulu. 3 Tafsiran 2 Penggambaran pendidikan macam ini yang kerap absen dalam sinema Indonesia belakangan ini. Semenjak Laskar Pelangi pada 2008 (yang kebetulan juga disutradarai Riri Riza), film-film bioskop kita giat menyiarkan iming-iming luar biasa yang menanti seseorang di ujung jenjang pendidikan, baik itu kekayaan maupun kesempatan ke luar negeri. Gambaran iming-iming semacam itu seperti tertuturkan dalam Negeri 5 Menara, Semesta Mendukung hingga 9 Summers 10 Autumns. Evaluasi 1 Kesan pertama yang muncul adalah sineas kita sungguh tidak kreatif. Satu film sukses lantas formula yang sama difotokopi terus-menerus sampai buram jadinya. Namun, pada tingkatan yang lebih dalam, masyarakat kita memang sedang kecanduan kebajikan siap saji. Cerita anak-miskin-sekolah-lalu-kaya banyak meramaikan toko buku di seantero Nusantara—beberapa di antaranya sudah dan akan diadaptasi ke layar lebar. Belum lagi belakangan ini motivator menjadi profesi yang luar biasa menguntungkan secara finansial—tak sedikit dari mereka yang menekankan pentingnya pendidikan bagi kemakmuran pribadi. Pendidikan memang penting bagi kemaslahatan umat, tetapi perkembanganperkembangan ini berpotensi men-generalisasi guna pendidikan di benak warga. Lulus sekolah, menumpuk kekayaan. Lulus kuliah, ke luar negeri. Apa iya sesempit itu kemungkinannya? Dan, apa iya kebutuhan semua warga itu sama, yakni kekayaan melimpah atau melanglang buana? Bagaimana dengan kalangan warga yang tak mengenal konsep “kaya” atau “pelesir” dalam khazanah kehidupan mereka? Sokola Rimba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini untuk konteks Orang Rimba. Di sini, kita patut menghargai usaha (serta ketelatenan) pembuat film mengurai halhal apa saja yang mengisi kerutinan Orang Rimba—lahan bermukim, kesempatan berburu hewan, hukum adat, kebersamaan dalam kelompok—dan mengaitkan semuanya dengan hal-hal yang mengisi kerja Butet Manurung sebagai pengajar di daerah mereka. Evaluasi 2 Di satu sisi, lahan bermukim dan kesempatan berburu hewan bertautan dengan kepentingan pengurus taman nasional yang juga berkaitan dengan politik tempat 4 kerja Butet yang lebih mementingkan publisitas (supaya punya reputasi baik di mata pemodal) daripada menyokong keinginan Butet untuk memperluas wilayah ajar. Di sisi lain, hukum adat dan kebersamaan dalam kelompok Orang Rimba berlawanan dengan pendidikan yang Butet tawarkan. Sejumlah tetua Orang Rimba yang Butet temui curiga kalau pendidikan yang ditawarkan akan mendorong generasi penerus untuk pergi meninggalkan mereka walau anak-anak dan remaja dari kelompok yang sama menerima keberadaan Butet. Adapun seiring berjalannya cerita, muncul fakta para penebang hutan dan pemilik taman nasional mengeksploitasi para Orang Rimba. Kelompok-kelompok Orang Rimba ini diminta menandatangani kontrak yang sesungguhnya merugikan mereka, tapi mereka tidak sadar kalau mereka sedang dirugikan karena tidak tahu sebenarnya yang tertera dalam kontrak itu. Berdasarkan silang sengkarut kebutuhan dan kepentingan inilah, cerita Sokola Rimba berjalan. Tak heran kalau kemudian Butet Manurung terasa menjadi sosok yang begitu kecil dalam film. Setiap langkah yang ia ambil bergantung pada kepentingan dua kalangan, baik tempat kerjanya maupun para Orang Rimba. Beberapa kali ia mau tidak mau ikut aturan, beberapa kali ia terpaksa bersiasat— dan ia tidak selamanya berhasil. Bentuk penuturan macam ini baik adanya. Berbeda dengan film-film biografi kita belakangan, terutama yang beredar sepanjang 2013, Sokola Rimba tidak terjebak pada penyederhanaan seorang tokoh menjadi sosok yang serba bisa dan serba ada. Ia hanyalah seorang pemain dalam suatu konstelasi yang besar, di tengah rimba yang tak melulu berpihak padanya. Bentuk penuturan macam ini memungkinkan Sokola Rimba mencapai kedalaman-kedalaman yang jarang ditemui dalam film-film kita. Evaluasi 3 Pada tingkatan tertentu, Sokola Rimba menjadi pelajaran yang realistis tentang anatomi suatu gerakan sosial. Apa yang Butet ingin capai itu mulia, yaitu berbagi keterampilan untuk menghadapi kehidupan yang berubah. Namun, sebagaimana yang atasannya tekankan, semua itu butuh modal dan modal tidak berserakan begitu saja di halaman belakang rumah. Dan itu benar adanya—hanya karena atasan Butet menghalangi langkah protagonis kita, ia tidak bisa kita salahkan begitu saja. 5 Pada tingkatan lainnya, Sokola Rimba menjadi kritik halus terhadap pemerintah yang titip absen dalam mencerdaskan warganya. Perhatikan dalam film, di luar rekanrekan Butet sesama pengajar, siapa yang benar-benar peduli, dan mau membantu program pendidikannya secara konkret? Orang asing. Rangkuman Hal yang terpenting dari semua ini, bentuk penuturan Sokola Rimba memberi kita kesempatan untuk tidak saja mengenal Butet, tapi juga para Orang Rimba. Suara mereka mendapat tempat dalam film dan dalam posisi yang krusial pula. Dari awal, kita mendengar narasi suara Butet menjelaskan pandangannya, apa yang ia temui sepanjang berinteraksi dengan Orang Rimba, dan apa yang ia pelajari selama mengajar mereka baca tulis. Pada sebuah momen klimaks, salah seorang anak didik Butet menggantikan narasi suara gurunya, bercerita tentang suatu ritual pengambilan madu yang penting di kalangan Orang Rimba. Sepanjang film kita melihat mereka belajar mengenal aksara dan pada akhirnya mereka “bersuara”. Puitis sekali. Sumber: filmindonesia.or.id b. Teks Ulasan Buku Nonfiksi Sokola Rimba Wujudkan Impian ORIENTASI Judul Buku : Sokola Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba) Pengarang : Butet Manurung Penerbit : Insist Press Tahun Terbit : 2007 Tebal halaman : 250 halaman “Eh, siapa bilang kamu gak boleh berpihak? Pendidikan harus berpihak! Kamu harus berpihak ke anak-anak itu. Kamu kan pendidik, bukan guru kursus!” Kalimat di atas menjadi penegas atas kebimbangan Butet Manurung pada model pendidikan yang selama ini ia jalankan bersama WARSI. Lembaga tempat Butet menjadi tenaga pendidik bagi Orang Rimba (selanjutnya OR). Selama ini, model pendidikan yang dibawanya masih mengusung isu konservasi hutan, tanpa memedulikan apakah konteksnya sesuai dengan kebutuhan OR. Kegelisahan ini 6 akhirnya memunculkan ide tentang model pendidikan yang kontekstual dan mampu mengakomodasi kebutuhan OR. Ini juga yang menjadi langkah awal lahirnya Sokola Rimba. Tafsiran 1 Berawal dari kecintaannya pada alam, Butet memilih meninggalkan gemerlap kehidupan kota dan masuk pada belantara hutan Bukit Dua Belas yang terletak di Provinsi Jambi. Kondisi fisik dan penampilannya yang tidak meyakinkan sempat menuai sikap pesimis dari rekan-rekannya di WARSI, tetapi itu semua terpatahkan dengan semangatnya yang tinggi. Butet berangkat dari ketidaktahuan mencoba mengenal OR secara lebih dalam dengan cara tinggal dan hidup di tengah-tengah mereka. Besudu (15 tahun), Batu (13 tahun), dan Linca (14 tahun) adalah tiga anak OR yang menjadi murid pertama Butet. Jumlah ini bertambah menjadi tujuh orang pada hari kedua dan berkurang kembali menjadi tiga orang anak pada hari ketiga. Daya tangkap masing-masing anak berbeda, ada yang unggul di pelajaran berhitung dan ada yang di pelajaran mengenal huruf. Butet harus menciptakan metode belajar sendiri yang mampu mengatasi kesulitan-kesulitan anak OR terutama dari segi kemampuan pengucapan dan pengejaan huruf yang berbeda dari suku lainnya. Berbagai metode belajar ditemukan dari proses belajar dan mengajar sehingga hubungan yang muncul adalah timbal balik. Guru tidak hanya sebatas guru dan murid tidak hanya sebatas murid, tetapi guru dan murid menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Hal ini yang tidak pernah ditemukan di sekolah-sekolah lainnya. Sekolah lebih cenderung mendiskreditnya siswa sebagai objek yang harus menerima seluruh ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru dan menerima hukuman apabila mereka tidak mampu menerimanya. Alasan ini juga mengapa anak-anak OR tidak mau bersekolah di desa, hukuman yang diberikan oleh guru kepada murid yang tidak patuh telah mencetak gambaran buruk tentang sekolah dibenak anak-anak OR. 7 Ketidakmampuan mereka membaca dan menulis menjadi sebuah titik kelemahan yang jika tidak segera mereka sadari akan menghapus keberadaan mereka. Eksistensi mereka sebagai orang rimba akan hilang dengan perluasan proyek perkebunan dan penebangan hutan. Kehadiran WARSI sebagai lembaga yang peduli pada konservasi hutan membuka peluang pengenalan pada dunia pendidikan bagi OR. Hanya saja apa yang harus dilakukan dan konsep pendidikan seperti apa yang paling tepat untuk OR secara jelas belum ditemukan oleh Butet hingga beberapa bulan keberadaannya di sana. Adanya anggapan OR, mereka tidak butuh baca tulis mempersulit proses pendekatan Butet terhadap OR. Belum lagi adat istiadat yang tidak memperbolehkan mereka diajar oleh perempuan. Di awal-awal perjuangannya, Butet dituntut kreatif menggunakan segala cara agar bisa mendekati mereka, misalnya mengajar mereka bersepeda, mengusahakan pengobatan hingga memberikan pelajaran baca tulis secara sembunyi-sembunyi. Tafsiran 2 Sokola Rimba mirip dengan serial Ancient Darkness-nya Torak, kemiripan terletak pada nuansa mistisnya. Gentar dalam Sokola Rimba serupa dengan Lintang di Laskar Pelangi, Gentar dan Linca seolah hidup dan bersinar di buku ini. Buku ini sepertinya lebih dahsyat daripada Laskar Pelangi atau Denias. Evaluasi 1 Tulisannya mencerminkan sosok Butet sebagai seorang perempuan pemberani. Dengan rela dan ikhlas, ia masuk ke pedalaman. Keberanian lain adalah suara lantang Butet yang mengkritisi upaya pemerataan pendidikan bagi OR. Butet berani memprotes soal lembaga WARSI yang notabene adalah mantan tempatnya bekerja, tetapi ia bersikap rasional karena di bagian awal dia juga bersyukur bisa diterima di WARSI sehingga bisa masuk ke kawasan OR yang akhirnya dicintainya. Buku ini merupakan transformasi dari catatan harian Butet, jadi setiap penggal kisahnya bercerita apa adanya. Komentar-komentar menggelitik dan pikiran-pikiran nakal Butet berlompatan secara natural. Begitu lugas dan terpercaya. Buku ini juga penuh inspirasi. Segala daya tarik perjuangan dan petualangan Butet dengan mudah mengobarkan semangat berbagi yang terpendam di dasar sanubari. Minimal berempati dan menghidupkan spirit untuk menolong sesama di sekitar kita. Pada beberapa bagian, Butet menyampaikan beragam pemikiran yang dianggapnya 8 mampu membawa perubahan yang berarti bagi kehidupan OR (bukan dengan mengubah OR-nya) meskipun dengan kejujurannya pula ia mengakui kelemahan yang dimilikinya untuk mewujudkan pemikiran-pemikiran kritisnya. Sifat netral Butet menjadi sifat dasar yang mampu membawanya masuk dan diterima pada masyarakat OR. Tujuannya hanya satu, memeratakan pendidikan bagi semua kalangan. Tujuan utama Butet menyalakan semangat belajar kepada OR agar dapat memahami dan menjaga hak OR sebagai sesama WNI. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku tulisan Butet ini. Pelajaran tentang alam, sosial, keamanan, hingga kemampuan hidup di alam bebas dapat memercikkan hikmah bagi pembacanya bahkan beberapa informasi berguna bagi pemerintah, misalnya soal isu illegal logging yang merajalela dan seyogyanya segera dicarikan cara menanggulanginya. Evaluasi 2 Pemilihan judul Sokola Rimba dengan nuansa lokal dan kesamaan bunyi dengan kata sekolah dalam Bahasa Indonesia pasti sudah dapat menebak garis besar buku ini. Daya pikat kata sekolah dengan kata rimba menampilkan imajinasi pembaca akan keasrian pepohonan hijau yang membentang luas dan tak terjamah. Dalam buku Sokola Rimba, beberapa salah ketik, inkonsistensi (miring, tak miring), dan pemenggalan kata ditemukan tidak tepat. Kurang tepat, misalnya ranting dipenggal menjadi rant-ing seharusnya ran-ting (hlm: 24), orang dipenggal menjadi or-ang seharusnya o-rang (hlm: 7, 41, 57, 71, 141, 193). Penulisan kata tidak baku dan nama majalah juga terdapat pada buku ini, misalnya resiko seharusnya risiko (di beberapa halaman). Nama majalah yang disebutkan pada halaman 208209, yang benar Gerbang atau Gebang. Rangkuman Buku Sokola Rimba merupakan salah satu buku yang mampu menginspirasi dan menggugah ketersadaran kita untuk lebih memaknai hidup. Memberi sesuatu dengan tulus tanpa mengharapkan keuntungan adalah hal terberat yang coba diterjemahkan oleh penulis. Mimpi untuk melakukan sesuatu mestinya tidak boleh berhenti sebelum terwujud menjadi sebuah kenyataan. Tak terpenting berapa 9 banyak uang, waktu, dan pengorbanan yang telah dihabiskan untuk mengejarnya. Teruslah bermimpi karena dengan bermimpi kebaikan demi kebaikan akan hadir di muka bumi. Sumber: kompasiana.com. dalam resensi.co.id dengan pengubahan. c. Persamaan Teks Ulasan Film Sokola Rimba dengan Teks Ulasan Sokola Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba) Dalam sebuah teks ulasan film ataupun buku, berikut adalah bagian yang umumnya menjadi persamaan. Tujuan sama, yaitu memberikan penilaian mengenai keunggulan dan kelemahan karya tersebut agar para penonton film atau drama serta pembaca buku dapat menimbang apakah karya tersebut patut ditonton atau dibaca. Struktur teks yang sama, yaitu orientasi^interpretasi^evaluasi^ rangkuman. Unsur-unsur kebahasaan yang sama, yakni pemakaian istilah, adjektiva, kalimat persuasif, preposisi perbandingan (menyatakan persamaan dan perbedaan), dan verba relasional. 1.) Tujuan yang Sama • Memberikan penilaian, kritik, saran, dan komentar terhadap film Sokola Rimba dan buku Sokola Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba) dengan memberikan deskripsi dan pendapat mengenai karya tersebut agar calon penonton atau calon pembaca tertarik menyaksikan film atau membaca buku tersebut. • Memberikan informasi atau pemahaman yang menyeluruh tentang hal yang tampak dan terungkap dalam film dan buku Sokola Rimba. • Mengajak calon penonton atau calon pembaca Sokola Rimba untuk merenungkan, memikirkan, dan mendiskusikan fenomena atau problema yang muncul dalam Sokola Rimba. • Memberikan pertimbangan kepada calon penonton atau pembaca Sokola Rimba. Apakah film Sokola Rimba dan buku Sokola Rimba layak mendapat sambutan atau tidak? 10 2.) 3.) Struktur Teks yang Sama • Orientasi, yaitu bagian yang berisi gambaran umum, identitas, dan latar belakang film Sokola Rimba dan buku Sokola Rimba. • Tafsiran, yaitu interpretasi atau pandangan penulis yang berisi gambaran rinci suatu karya yang sedang diulas. Bagian ini berisi sinopsis, nilai, dan perbandingan dengan film dan buku sejenis Sokola Rimba. • Evaluasi, yaitu bagian yang berisi keunggulan dan kelemahan dari film dan buku Sokola Rimba. • Rangkuman, yaitu simpulan dan pendapat dari pengulas tentang film dan buku Sokola Rimba. Unsur Kebahasaan yang Sama Unsur Teks Ulasan Film Teks Ulasan Buku Istilah Poster film, sinema Pengarang, penerbit, tebal Indonesia, sineas, film-film halaman. biografi. Contoh Penggambaran pendidikan Pengarang : Butet Manurung macam ini yang kerap absen Penerbit : Insist Press dalam sinema Indonesia belakangan ini. Adjektiva Sukses, kecil, remeh, Sikap, buruk, gemerlap, kreatif, eksotis, drastis, kreatif, ikhlas, tulus. kaya, konkret, besar, miskin, realistis, krusial, puitis. Contoh Kesan pertama yang Butet memilih meninggalkan muncul, yaitu sineas kita gemerlap kehidupan kota sungguh tidak kreatif. Preposisi daripada, seperti perbandingan Contoh daripada Pengurus taman nasional, Buku ini sepertinya lebih lebih mementingkan publisi- dahsyat daripada Laskar tas daripada menyokong Pelangi atau Denias. keinginan Butet untuk memperluas wilayah ajar. 11 Verba relasional Kopulatif adalah kata bantu seperti pasti, harus, perlu, wajib, jadi, mungkin, boleh, harap, bisa, hendak, ingin, mau, akan, dapat, bisa, dan ada. Contoh • • d. Pencapaian tertinggi • Butet dalam Sokola Rimba, yaitu beberapa anak yang bisa membaca. Kalau mau cari inspirasi, jangan tonton Sokola • Rimba. Bentuk penuturan Sokola Rimba memberi kita kesempatan untuk tidak saja mengenal Butet, tapi juga para Orang Rimba. Kalimat persuasif Kopulatif merupakan kata bantu seperti pasti, harus, perlu, wajib, jadi, mungkin, boleh, harap, bisa, hendak, ingin, mau, akan, dapat, bisa, dan ada. Sokola Rimba merupakan salah satu buku yang mampu menginspirasi dan menggugah ketersadaran kita agar lebih memaknai hidup. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku tulisan Butet ini Teruslah bermimpi karena dengan bermimpi, kebaikan demi kebaikan akan hadir di muka bumi. Perbedaan Teks Ulasan Film Sokola Rimba dengan Teks Ulasan Sokola Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba) 1.) 2.) Judul • Film yang diangkat dari buku nonfiksi karya Butet Manurung ini memakai judul yang tidak sama dengan sumbernya Sokola Rimba (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba) • Judul pada teks ulasan film “Belajar di Rimba, Belajar Suara Warga”, sedangkan judul teks ulasan buku “Wujudkan Impian”. Orientasi • Memuat poster film pada teks ulasan film, sedangkan teks ulasan buku memuat sampul buku. • Identitas film tidak dibuat, seperti identitas buku dengan kalimat rincian (pakai tanda baca titik dua), tetapi diuraikan dalam bentuk paragraf. 12 3.) 4.) Tafsiran • Sinopsis pada teks ulasan film tidak lengkap sehingga pembaca tidak mengetahui alur cerita secara lengkap dan dicampur dengan pandangan penulis, sedangkan ringkasan buku pada teks ulasan buku ditulis secara lengkap. • Pada teks ulasan film, selain tokoh Butet tidak dicantumkam nama tokoh lain, sedangkan pada teks ulasan buku dicantumkan seperti Besudu (15 tahun), Batu (13 tahun), dan Linca (14 tahun). • Tempat bekerja Butet dalam teks ulasan film adalah Waranaya (fiktif ), sedangkan pada teks ulasan buku WARSI (seharusnya Warsi – Warung informasi konservasi). • Perbandingan film Sokola Rimba dengan film Negeri 5 Menara, Semesta Mendukung, hingga 9 Summers 10 Autumns, sedangkan teks ulasan buku perbandingannya dengan serial karya Torak, yakni Ancient Darkness, serta novel yang difilmkan, yakni Laskar Pelangi. Evaluasi Evaluasi pada teks ulasan film tidak bicara sedikit pun tentang teknik pengambilan gambar, visual effect, tata setting, tata suara, tata cahaya, tata kostum, dan tata rias yang semestinya juga dievaluasi. Akan tetapi, lebih kepada isi film dan penampilan karakter pemeran utama, sedangkan evaluasi pada teks ulasan buku pada isi tulisan tentang karakter penulis (Butet) dan kesalahan pada penulisan kata. 5.) Rangkuman • Teks ulasan film terdapat seruan jika menonton film ini penonton dapat mengenal Butet dan Orang Rimba, sedangkan teks ulasan buku untuk melakukan sesuatu mestinya tidak boleh berhenti sebelum mewujud mimpi menjadi sebuah kenyataan. • Pada teks ulasan film, terdapat inti cerita, yaitu sepanjang film kita melihat mereka belajar mengenal aksara dan akhirnya, mereka “bersuara”, sedangkan teks ulasan buku adalah rekomendasi buku ini salah satu buku yang mampu menginspirasi dan menggugah ketersadaran kita lebih memaknai hidup. 13 B. Menganalisis Teks Ulasan Drama atau Film 1. Pengertian Menganalisis Teks Ulasan Analisis adalah (1) penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya), (2) penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (KBBI). Menganalisis teks ulasan adalah mengkaji teks ulasan sesuai dengan struktur, kaidah kebahasaan, dan kandungan teks ulasan. 2. Analisis Teks Ulasan Pada bagian ini, akan dibahas analisis teks ulasan film Sokola Rimba. a. Judul Teks Ulasan Judul teks ulasan “Sokola Rimba: Belajar di Rimba, Belajar Suara Warga”. Judul yang sangat menarik dengan diksi, repetisi, dan asonansi. Dari judul yang dibuat, kita sudah mengetahui secara keseluruhan isi teks ulasan tentang tokoh dalam film yang belajar di rimba bersama Orang Rimba dan calon penonton akan coba belajar mendengarkan suara warga (segala pikiran dan perasaan Orang Rimba). Repetisi kata rimba dan asonansi vokal /a/ membuat judul enak didengar. b. Orientasi Penulis ulasan (reviewer) pada bagian pembuka teks ulasan menulis rangkaian kalimat dengan sangat mengejutkan, yang menjadi magnet bagi pembaca untuk segera menonton filmnya. Kalau mau cari inspirasi, jangan tonton Sokola Rimba. Film terbaru Riri Riza ini bukan soal kisah sukses, bukan pula roman tentang kepahlawanan. Berbeda dengan sosoknya yang begitu menjulang dalam poster film, sosok Butet Manurung (diperankan Prisia Nasution) terlihat begitu kecil dan remeh selama 90 menit durasi film. Tak sedetik pun ia berbagi tentang mimpi-mimpi revolusioner, tak juga berhambur sajak-sajak magis tentang suatu model kebajikan. Pilihan kata melanturkan semakin membuat penasaran pembaca, apakah Butet serius berkata begitu atau hanya candaan Butet saja ketika ditanya alasan dia menjadi guru di pedalaman? 14 Butet melanturkan sebuah jawaban yang teramat ‘biasa’, lulus kuliah, tidak tahu mau apa, lihat ada lowongan pekerjaan sebagai guru di pedalaman, menganggapnya sebagai petualangan yang eksotis, lalu mendaftar. Penulis teks ulasan sekadar menginformasikan kepada pembaca, kondisi Orang Rimba sampai film ini ditayangkan di bioskop-bioskop, tidak ada perubahan yang signifikan. Butet walaupun telah berjuang penuh pengorbanan menjadi guru di pedalaman tidak dapat penghargaan. Tak apalah, justru diangkatnya film ini merupakan penghargaan yang spesial buat perjuangan Butet di dunia pendidikan. c. Tafsiran Hal yang paling mengenaskan dalam film ini, Butet dicibir dan diusir. Sikap Butet yang bersahaja adalah keunggulannya. Tak jadi masalah walaupun prestasinya sebatas membuat beberapa anak rimba bisa baca. Pendidikan hadir sebagai alat Orang Rimba pada masa mendatang, tidak instan untuk menjadikan mereka sejahtera sekarang. Butet dicibir oleh atasannya karena terlalu jatuh hati dan terlalu peduli dengan khalayak Orang Rimba …. Di kalangan Orang Rimba sendiri, Butet sempat diusir karena dianggap menyebarkan kutukan lewat ilmu pengetahuan …. Dalam film ini, pendidikan tidak hadir sebagai batu loncatan atau solusi instan menuju kemakmuran. Ia hadir sebagai alat yang Orang Rimba bisa pakai pada hari-hari mendatang untuk kebutuhan mereka. Penulis membandingkannya dengan film Laskar Pelangi yang memiliki kesamaan dengan Sokola Rimba yang tidak menceritakan iming-iming, melalui sekolah bisa berhasil dan dapat melanjutkan pendidikan di luar negeri. Penulis mungkin lupa, dalam film Laskar Pelangi tokoh Ikal pada akhir cerita melanjutkan pendidikannya di Paris dan beberapa tokohnya menjadi orang yang membanggakan Belitung. Penggambaran pendidikan macam ini yang kerap absen dalam sinema Indonesia belakangan ini. Semenjak Laskar Pelangi pada 2008 (yang kebetulan juga disutradarai Riri Riza), film-film bioskop kita giat menyiarkan iming-iming luar biasa yang menanti seseorang di ujung jenjang pendidikan—baik itu kekayaan maupun kesempatan ke luar negeri. Gambaran iming-iming semacam itu seperti tertuturkan dalam Negeri 5 Menara, Semesta Mendukung, hingga 9 Summers 10 Autumns. 15 d. Evaluasi Reviewer memberikan penilaian, film-film seperti Negeri 5 Menara, Semesta Mendukung, dan 9 summers 10 Autumn tidak seperti Sokola rimba dan Laskar Pelangi. Hal itu menunjukkan sineas kita tidak kreatif. Namun, penilaian tersebut tidak ajeg karena terdapat kata kesan, ya, hanya kesan. Kreativitas para sineas tentunya patut dihargai. Mereka menyampaikan pesan, pendidikan itu perlu sebagai bekal kesuksesan. Kesan pertama yang muncul adalah sineas kita sungguh tidak kreatif. Satu film sukses, lantas formula yang sama difotokopi terus-menerus sampai buram jadinya. Namun, pada tingkatan yang lebih dalam, masyarakat kita memang sedang kecanduan kebajikan siap saji. Reviewer menilai Orang Rimba tidak mengenal konsep kaya atau pelesir. Jadi, pendidikan bukan untuk menjadi kaya dan dapat kuliah ke luar negeri (tidak seperti Negeri 5 Menara). Reviewer juga menilai kita patut memberikan penghargaan pada pembuat film atas ketelatenan mengurai rutinitas Orang Rimba. Bagaimana dengan kalangan warga yang tak mengenal konsep “kaya” atau “pelesir” dalam khazanah kehidupan mereka? Sokola Rimba menjawab pertanyaanpertanyaan ini untuk konteks Orang Rimba. Di sini, kita patut menghargai usaha (serta ketelatenan) pembuat film mengurai hal-hal apa saja yang mengisi kerutinan Orang Rimba. Butet dalam Sokola Rimba digambarkan sosok yang tidak serba bisa dan tidak serba ada. Sosok dia begitu kecil karena setiap langkah yang dia ambil bergantung pada kepentingan tempatnya bekerja dan Orang Rimba. Tak heran kalau kemudian Butet Manurung terasa menjadi sosok yang begitu kecil dalam film. Setiap langkah yang ia ambil bergantung pada kepentingan dua kalangan, baik tempat kerjanya maupun para Orang Rimba. … Sokola Rimba tidak terjebak pada penyederhanaan seorang tokoh menjadi sosok yang serba bisa dan serba ada. Ia hanyalah seorang pemain dalam suatu konstelasi yang besar, di tengah rimba yang tak melulu berpihak padanya. Bentuk penuturan macam ini memungkinkan Sokola Rimba mencapai kedalaman-kedalaman yang jarang ditemui dalam film-film kita. 16 Sokola Rimba menjadi pelajaran yang realistis tentang anatomi gerakan sosial bahwa untuk mengubah kehidupan Orang Rimba butuh modal dan menjadi kritik halus terhadap pemerintah agar memerhatikan pendidikan sampai ke pedalaman. Sokola Rimba menjadi pelajaran yang realistis tentang anatomi suatu gerakan sosial. Apa yang Butet ingin capai itu mulia: berbagi keterampilan untuk menghadapi kehidupan yang berubah. Namun, sebagaimana yang atasannya tekankan, semua itu butuh modal dan modal tidak berserakan begitu saja di halaman belakang rumah. … Sokola Rimba menjadi kritik halus terhadap pemerintah yang titip absen dalam mencerdaskan warganya. Sayangnya reviewer tidak mengevaluasi kelemahan film tersebut, semuanya tentang keunggulan. Semestinya ditulis kelemahannya, dia hanya membandingkan dengan film lainnya dan justru menilai kelemahan film-film pembanding tersebut dan mengkritisi sineas film Indonesia yang tidak kreatif. e. Rangkuman Reviewer memberikan pandangan, film ini memberi kesempatan untuk mengenal sosok Butet juga sosok Orang Rimba. Kata suara dan “bersuara” bukan berarti bersuara ‘mengeluarkan bunyi', melainkan segala ungkapan pikiran dan perasaan mereka. … bentuk penuturan Sokola Rimba memberi kita kesempatan untuk tidak saja mengenal Butet, tapi juga para Orang Rimba. Suara mereka mendapat tempat dalam film, dalam posisi yang krusial pula. Sepanjang film kita melihat mereka belajar mengenal aksara dan pada akhirnya mereka “bersuara”. Puitis sekali. 17 LATIHAN SOAL Bacalah kedua teks ulasan berikut dengan cermat untuk menjawab soal No. 1 – 3! Teks Ulasan 1 Teks Ulasan 2 Sampai di titik ini, kerja Ifa dan kawan-kawan boleh dibilang selesai dengan cukup baik meski ada catatan tentang hasil sinematografi yang tidak konsisten warnanya di sana-sini dan editing yang terkadang mengganggu ritme. Ifa berhasil mengemukakan dengan cukup utuh yang menjadi gagasannya. Dan tampak sekali, Ifa dan kawan-kawan bekerja keras untuk itu. Hari Ini Pasti Menang memenuhi banyak syarat untuk menjadi film yang luar biasa. Pengerjaannya begitu mendetail, kedalaman ceritanya pun tak main-main. Sayangnya, para tokoh dan garis ceritanya terasa setengah matang, serba disempilkan, dan diburu-buru. Andai saja keduanya ditata dengan lebih strategis, Hari Ini Pasti Menang yang sejatinya sudah baik bisa jauh lebih baik lagi. 1. Pernyataan di bawah ini yang tidak sesuai dengan kedua teks ulasan tersebut adalah …. A. Kedua teks ulasan merupakan bagian evaluasi pada struktur teks ulasan. B. Terdapat kelemahan dan keunggulan pada kedua teks ulasan. C. Teks ulasan 1 tidak menyebutkan judul karyanya, sedangkan teks ulasan 2 judul disebutkan. D. Keunggulan teks ulasan 1 adalah gagasan dikemukakan dengan baik, sedangkan teks ulasan 2 adalah kedalaman cerita tidak main-main. E. Disebutkan dua kelemahan pada masing-masing teks ulasan. 2. Istilah film yang terdapat di kedua teks tersebut adalah …. A. sinematografi, editing, film B. ritme, strategis, konsisten C. detail, sejatinya, gagasan D. garis cerita, strategis, sempil E. film, ritme, editing 3. Analisis yang tidak tepat atas teks ulasan 1 dan 2 adalah …. A. Hari Ini Pasti Menang yang sejatinya sudah baik bisa jauh lebih baik lagi jika para tokoh dan garis ceritanya digarap dengan sangat matang. B. Pengerjaan Hari Ini Pasti Menang dilakukan sangat detail tidak ada satu pun dari proses pembuatan film yang terlewatkan. 18 Para tokoh dalam Hari Ini Pasti Menang hanya disisipkan pada setiap adegan dan jalan ceritanya terlalu terburu-buru. D. Hasil kerja para sineas film untuk film pada teks ulasan 1 sangat baik dan untuk Hari Ini Pasti Menang cukup baik walaupun sama-sama ada dua kelemahan yang harus diperbaiki. E. Film pada teks ulasan 1 dapat dikatakan baik jika hasil editing atau pemotogan gambar dilakukan dengan baik sehinggatidak mengganggu ritme. C. Bacalah teks ulasan di bawah ini untuk menjawab soal No. 4 – 6! Teks A Lawakan yang dilontarkan antara si Tuan Rumah dan pemusik membawa angin segar bagi penonton yang mulai dihinggapi rasa bosan. Apa yang dilakonkan oleh Teater Zat adalah sebuah representasi dari fenomena ‘siklus’ lahirnya guru-guru di Indonesia. Gugum pun cukup piawai mengemas dialog-dialog yang begitu pragmatis dalam mengkritisi tabiat para pendidik. Konsep pemanggungan pun tak banyak menggunakan properti. Namun, terlihat para tokoh berusaha menempati ruang kosong di atas panggung. Teks B Andibachtiar Yusuf mempermainkan calon penontonnya. Judul film terbarunya, Hari Ini Pasti Menang, menyiratkan akan sebuah kisah perjuangan nan heroik. Perhatikan juga materi promosi filmnya. Posternya berlatar pada Gelora Bung Karno yang dikitari kerumunan orang. Menonjol paling depan ada dua orang berbalutkan seragam merah, warna seragam timnas sepakbola kita, di antara sejumlah orang berwajah serius. 4. Pernyataan yang tidak tepat dari kedua teks ulasan di atas adalah …. A. Kedua teks menyebutkan nama orang yang sangat berperan dalam produksi karya tersebut. B. Teks A memberikan penilaian kelemahan dan keunggulan drama, sedangkan teks B membicarakan gambaran umum dari sebuah produksi film. C. Tema guru yang diulas pada teks A, sedangkan teks B bertema sepak bola. D. Teks A membicarakan penonton yang mulai bosan, sedangkan teks B membicarakan penonton dipermainkan. E. Teks A merupakan bagian evaluasi pada struktur teks ulasan drama, sedangkan teks B bagian orientasi pada struktur teks ulasan film. 5. Pernyataan kebahasaan pada teks ulasan A dan B yang tidak tepat adalah …. A. Verba relasional kategoriverba kopulatif terdapat pada teks ulasan A. B. Istilah-istilah penonton, tokoh, dialog, properti, dan poster merupakan istilah yang digunakan dalam drama dan film. 19 C. Penulisan judul film Hari Ini Pasti Menang sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. D. Kata-kata mengemas, mengkritisi, dan menyiratkan seharusnya mengkemas, mengeritisi, dan mensiratkan. E. Gelora dan timnas merupakan akronim dari gelanggang olahraga dan tim nasional. 6. Maksud dari reviewer yang tepat pada kalimat (1) dan (2) Teks B adalah …. A. Andibachtiar Yusuf memperolok-olok calon penonton dengan memberikan judul filmnya yang berkesan heroik. B. Hal yang dipermainkan oleh Andibachtiar Yusuf dalam film Hari Ini Pasti Menang yang menyiratkan kisah perjuangan heroik ini adalah perasaan atau emosi calon penonton. C. Hari Ini Pasti Menang, film yang disutradarai Andibachtiar Yusuf, bercerita tentang pahlawan kemerdekaan yang heroik. D. Hari Ini Pasti Menang, besok, lusa, dan akan datang pasti kalah merupakan satire dari Andibactiar Yusuf kepada persepakbolaan Indonesia. E. Sutradara mengajak bermain bola calon penonton pada filmnya yang bertema perjuangan heroik ini. Bacalah teks ulasan di bawah ini dengan saksama untuk No. 7 – 9! (1) Masih banyak kontribusi lain yang lebih konkret ketimbang menghormati bendera semata. (2) Hal ini penting, mengingat dua tahun belakangan ini tema nasionalisme lebih banyak berkembang di film anak-anak. (3) Kalau memang ingin menginspirasi tunas bangsa, marilah berhenti menengadah ke angkasa yang mana sang saka berkibar dan mulai melihat lingkungan sekitar dengan apa adanya. (4) Orde Baru sudah lewat. (5) Sudah bukan zamannya bermain propaganda. 7. Kata yang bercetak miring mempunyai makna …. A. sumbangan, nyata, memberikan ilham B. dukungan, asbstrak, memberi tahu C. ukuran, riil, memberikan motivasi D. sumbangsih, ambigu, memberi dana E. amal, maya, memberikan penghargaan 8. Kalimat persuasif yang terdapat pada teks ulasan tersebut adalah …. A. kalimat (1) B. kalimat (2) C. kalimat (3) D. kalimat (4) E. kalimat (5) 20 9. Maksud dari kalimat (2) adalah …. A. Film yang tokoh figurannya anak-anak dengan tema nasionalisme banyak sekali jumlahnya dan berkembang mulai dua tahun sebelumnya. B. Film anak-anak dengan tema nasionalisme berkembang dua tahun sebelumnya lebih sedikit dibanding film lainnya C. Film dengan tema nasionalisme mulai dua tahun yang lalu sampai sekarang lebih banyak berkembang di film anak-anak daripada film genre yang lain. D. Tema anak-anak dalam film nasionalisme banyak berkembang dua tahun belakangan ini. E. Nasionalisme dalam film anak-anak dua tahun cukup berkembang di masyarakat penikmat film daripada tema lainnya. 10. Langkah-langkah membandingkan teks ulasan sebagai berikut ini. 1) Membaca dengan cermat dua atau lebih teks yang dibandingkan. 2) Memerhatikan tujuan dan ciri umum teks yang dibandingkan. 3) Memerhatikan kesesuaian urutan struktur teks yang dibandingkan. 4) …. 5) Menulis atau membacakan teks perbandingan. Bagian yang rumpang diisi dengan kalimat yang tepat, yaitu …. A. Meneliti unsur kebahasaan teks yang dibandingkan. B. Menyimak satu persatu paragraf untuk mencari istilah tidak dikenal. C. Menyiapkan kamus bahasa, kamus istilah, dan ensiklopedia. D. Mempelajari jenis struktur teks. E. Mendiskusikan dengan teman tentang unsur kebahasaan teks. 21