Edisi 126 TH. XLV, 2015 PENGAWAS UMUM: Pimpinan DPR-RI PENANGGUNG JAWAB/ KETUA PENGARAH: Dr. Winantuningtyastiti, M. Si (Sekretaris Jenderal DPR-RI) WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum (Wakil Sekretaris Jenderal DPR-RI) Tatang Sutarsa, SH (Deputi Persidangan dan KSAP) PIMPINAN PELAKSANA: Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si. (Karo Humas dan Pemberitaan) PIMPINAN REDAKSI: Dadang Prayitna, S.IP. M.H. (Kabag Pemberitaan) WK. PIMPINAN REDAKSI: Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan), Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan) REDAKTUR: Sugeng Irianto, S.Sos M. Ibnur Khalid Iwan Armanias Mastur Prantono SEKRETARIS REDAKSI: Suciati, S.Sos ANGGOTA REDAKSI: Nita Juwita, S.Sos Supriyanto Agung Sulistiono, SH Rahayu Setiowati Muhammad Husen Sofyan Efendi PENANGGUNGJAWAB FOTO: Eka Hindra FOTOGRAFER: Rizka Arinindya Naefuroji M. Andri Nurdriansyah Yaserto Denus Saptoadji SEKRETARIAT REDAKSI: I Ketut Sumerta, S. IP SIRKULASI: Abdul Kodir, SH Bagus Mudji Harjanta ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA: BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.III Gedung Nusantara II DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715536, e-mail: [email protected]; www.dpr.go.id/berita PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 2 Pengantar Redaksi Dinamika politik begitu kencang menyam­ but pesta demokrasi pemilihan umum ke­ pala daerah (pilkada) serentak yang di­ jadwalkan digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Pasalnya meski jadwal sudah ditetapkan namun sejumlah agenda dan persiapan kearah itu masih ditemui banyak kendala. Sampai akhirnya DPR beberapa kali menggelar rapat gabungan dengan Peme­ rintah untuk memastikan pilkada serentak untuk pertama kalinya di Indonesia bisa berlangsung lancar. Topik itulah yang diangkat Parlementaria edisi kali ini dengan harapan dapat diper­ oleh gambaran bagaimana menyongsong pilkada tersebut, hambatan, manfaat dan mudaratnya, khususnya bagi perkembangan demokrasi ke depan. Beberapa hal yang mengganjal diantaranya belum mulusnya sejumlah agenda serta pencairan dana di daerah bisa menghambat pilkada serentak. Tahapan pilkada juga ma­ sih rentan berubah. Konflik di daerah masih bisa terbuka. Ini persoalan serius yang ha­ rus diantisipasi. Kita berharap, pilkada serentak berlang­ sung jurdil, aman, bebas dari penyimpangan serta akan menambah partisipasi masyara­ kat, juga meningkatkan efisiensi dan efekti­ fitas. Disamping itu, kesadaran internal ma­ syarakat untuk memilih pimpinannya dapat memajukan daerahnya, yang pada giliran­ nya kemajuan daerah punya dampak terha­ dap kemajuan nasional. Di bidang pengawasan, dilaporkan soal in­ frastruktur nasional dan Perpres pengen­ dalian harga sembako, RUU Penjaminan dalam rubrik legislasi dan bidang anggaran menyoroti soal hutang Indonesia. Persoalan hutang ini perlu dilakukan dengan cermat dan hati-hati sebab mengacu kepada negara Yunani, gara-gara beban hutang akhirnya negara itu bangkrut. PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 3 Dapatkan di: Loby Gedung Nusantara 1 DPR RI Loby Gedung Nusantara 2 DPR RI Loby Gedung Nusantara 3 DPR RI Loby Gedung Setjen DPR RI Ruang Loby Ketua Ruang Loby Wakil Ketua Ruang Yankes Terminal 1 dan 2 Bandara Soekarno Hatta Stasiun Kereta Api Gambir Semua Majalah dan Buletin Parlementaria dibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Bagian Sirkulasi Majalah dan Buletin Parlementaria di Bagian Pemberitaan DPR RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta, PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV,5715350 2015 4 Telp. (021) 5715348,5715586, Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected]. |8 PROLOG Kompleksitas Pilkada SERENTAK Untuk pertama kalinya pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) akan digelar secara serentak mulai akhir tahun ini. Pilkada kali ini merupakan pertaruhan teramat penting bagi bangsa ini dalam berdemokrasi. Karena itu harus berlangsung sesuai dengan agenda dan pantang ditunda. Pilkada serentak yang bakal digelar pada 9 Desember mendatang adalah awal dari pelaksanaan agenda besar dalam penataan demokrasi elektoral. PROFIL | 49 PROLOG Kompleksitas Pilkada Serentak LAPORAN UTAMA Pilkada Serentak Harus Lebih Murah sumbang saran Tantangan Pilkada Serentak PENGAWASAN Negara Tidak Boleh Dikalahkan Spekulan Ekonomi Lesu Pemerintah Diminta Genjot Infrastruktur anggaran Inefficiency Loss Pada PNBP Perikanan Utang Indonesia Masih Realistis Kegiatan Anggota Dewan tak melulu berbau politik. Bahkan, untuk mengekspresikan diri, ada yang menggeluti olahraga yang terbilang cukup ekstrem. Off road menjadi pilihan Yudi Widiana Adia sebagai hobi di waktu senggang. Dalam kesempatan kali ini, Parlementaria berkesempatan untuk mengupas sekilas kehidupan Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu. 10 26 29 31 34 38 LEGISLASI RUU Penjaminan Perkuat Usaha Kecil dan Menengah Yudi Widiana Adia 8 Berita foto kiat sehat Rahasia Tetap Sehat Setelah Berlebaran 40 42 47 profil Yudi Widiana Adia Penyuka Off Road dari Senayan kunjungan kerja sorotan Darurat Kekerasan Anak, Jangan Sekedar Peringatan 49 53 62 liputan khusus PENGAWASAN | 29 Kazan Summit, Forum Strategis Bangun Ekonomi Rusia-OKI India Dukung Dibentuknya AAPG Negara Tidak Boleh Dikalahkan Spekulan Hiruk pikuk, naik turun harga kebutuhan pokok masyarakat seakan terjadi tiada henti. Tahun berganti, ketika masyarakat sedang merayakan keriaan mereka - Lebaran, Natal, tahun baru, mereka tidak berdaya menghadapi belitan harga yang mencekik. Kenapa harga naik seperti ini? 65 68 selebritis Totalitas Camelia Putri Bangun Musik Dangdut 69 pernik Press Gathering Wartawan Koordinatoriat DPR Ternyata Reuni Wartawan dengan Mantan Wartawan 73 PARLEMEN DUNIA Parlemen India: Potret Implementasi Constituency Development Funds (CDF) pojok parle Berpantun Ria Ala DPR Menu Spesial 74 78 79 ASPIRASI Permohonan Pengangkatan Guru TK Honorer Saya dan 30 orang Guru TK Honorer K2 adalah peserta yang lulus Seleksi Nasional (SELEKNAS) tenaga honorer K2 Tahun 2013 baik secara administratif maupun kompetensi dasar dan bidang dan sudah melakukan pemberkasan sesu­ai dengan peraturan yang telah ditetapkan, namun sampai saat ini belum juga diangkat menjadi PNS. Saya dan kawan-kawan telah diangkat menjadi Guru TK oleh Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan dan disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci serta ditugaskan untuk mengajar di beberapa TK yang ada di Kabupaten Kerinci dengan mendapatkan tunjangan fungsional guru dari pemerintah (bukan dibiayai dari APBN/APBD). Selain itu kami telah memiliki masa kerja pa­ling sedikit 1 tahun pada tanggal 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus. Aspirasi tentang Penerapan Nilai-nilai Pancasila Surat ini saya tujukan kepada Ketua DPR RI perihal saran dan pendapat terkait penerapan nilai-nilai Pancasila dan Hak Azasi Manusia (HAM). Bahwa nilai HAM sebenarnya sangat baik untuk diterapkan oleh Indonesia, namun dalam prakteknya seringkali disa­ lahartikan. Sebenarnya nilai-nilai HAM tersebut diadopsi dari negara-negara yang menganut paham liberalisme, sehingga tidak cocok dan tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia. Bahwa Pancasila adalah nilai dasar yang sangat tepat dianut dan diterapkan oleh Bangsa Indonesia dengan beragam budaya yang ada dan seharusnya Bangsa Dengan demikian saya dan kawankawan berharap agar pengangkatan Guru TK Honorer K2 menjadi PNS dapat segera dilaksanakan oleh Pemerintah dan meminta bantuan Komisi III DPR RI untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan Komisi II yang membidangi masalah aparatur negara. Eti Marlina dkk TK Nurul Ikhlas Kemantan Kebalai, Kerinci, Jambi Indonesia tidak meniru dan mengikuti falsafah negara lain yang tidak cocok dengan budaya Bangsa Indonesia. Diharapkan agar Ketua DPR RI dapat memperhatikan usul dan saran saya ini demi kemajuan Bangsa Indonesia. H. Syarief Hidayatulloh Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat Masukan Aspirasi tentang Pemilu dan Anggota Legislatif Aspirasi saya mengenai sistem pemerintahan dan pemilihan umum anggota Legislatif serta keprihatinan atas kinerja Anggota DPR RI periode 2014-2019. Bahwa Anggota DPR RI yang terpilih pada Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014 belum mencerminkan dan belum menunjukkan sebagai wakil rakyat yang baik, namun malah memberi contoh perpecahan kepada rakyat Indonesia, karena masih banyak Anggota DPR yang haus kekuasaan, kekayaan dan lebih mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Hal tersebut terbukti pada pemilihan Ketua dan Wakil Ketua, Alat Kelengkapan Dewan yang dikuasai oleh satu koalisi partai dengan jumlah anggota yang lebih banyak dan terpengaruh oleh koalisi partai dalam pemilihan presiden. Selain itu saya berpandangan bahwa : a.Nama Dewan Per wakilan Rak yat adalah tidak tepat seharusnya menjadi Dewan Perwakilan Partai, karena anggota yang dipilih oleh rakyat meru- 6 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 pakan perwakilan dari partai . b.Jumlah anggota Dewan dari partaipun tidak sama dan jauh lebih banyak daripada jumlah anggota Dewan dari daerah. c.DPR adalah satu kesatuan Dewan maka semua kegiatan yang dilaksanakan termasuk membuat keputusan harus dilaksanakan dengan musyawarah mufakat, bukan karena kepentingan partai atau karena koalisi partai, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan perpecahan/konflik yang tidak pantas dicontoh oleh rakyat. d.Walaupun DPR dipilih oleh rakyat, namun masih banyak anggota DPR yang belum sadar bahwa menjadi anggota DPR harus mengemban amanah rak­ yat, memperjuangkan rakyat, bangsa dan negara untuk menjadi negara yang maju, aman, tentram, damai, adil dan makmur serta menjadi contoh yang baik bagi rakyat. e.Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua DPR, DPD dan MPR harus melalui cara musya­warah dan mufakat, tidak de­ ngan sistem paket dari koalisi partai tertentu. f.Anggota DPR, DPD dan MPR harus menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat Indonesia. g.Jumlah anggota DPR sebaiknya disesuaikan dengan jumlah daerah dari tiap-tiap kabupaten/kota. h.Kepada para Anggota DPR agar meninjau kembali, meneliti, mengevaluasi dan menyempurnakan pedoman atau panutan Negara Indonesia, yaitu lambang negara berupa Garuda Pancasila, lagu kebangsaan, dasar negara dan UUD 1945, masalah pemerintahan daerah dan pembentukan wilayah atau daerah otonom, dan lain-lain. i. Semua anggota DPR RI harus memiliki sifat dan perilaku yang baik, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Suyono Rembang, Jawa Tengah Solusi Penyelamatan Kapolri dan KPK Bersama ini saya mengirimkan rekomendasi kepada Ketua DPR RI solusi mengatasi permasalahan save Kapolri dan save KPK Dukungan sepenuhnya agar proses hukum terhadap Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto sesuai aturan yang berlaku. Instansi KPK dan Wakapolri agar tetap menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Presiden RI, Kabinet Kerja, KPK, Polri, dan MPR harus saling berkomunikasi Penderitaan Petani Tebu donesia, tahun 2014 merupakan tahun yang memprihatinkan bagi petani tebu. Harga gula jauh di bawah ketentuan peraturan Menteri Perdagangan yang telah ditetapkan sebesar Rp 8.500. Ini tidak pernah terjadi dalam sejarah ketika Pemerintah menetapkan harga pokok petani. Petani bertubi-tubi dihantam masalah. Selain harga gula anjlok serta rendeman tebu yang tidak sesuai dengan harapan, kredit juga susah diperoleh. Untuk menebus pupuk, petani kesulitan. Akibatnya, banyak tanaman tebu yang tidak terurus. Kondisi tersebut mempe­ ngaruhi musim giling 2015 Sedangkan berdasarkan berita yang ditulis oleh pindai.org. pada 21 Januari 2015, diketahui bahwa: Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia sudah mengirim surat kepada pihak PTPN XI pada 15 Agustus 2014, mendesak perusahaan plat merah itu lekas menyalurkan dana talangan. Tapi permintaan ini diabaikan. Melalui surat balasan kepada ketua Asosiasi Petani Tebu, 8 September 2014, Direktur Utama PTPN XI berkata perusahaan “mengalami kesulitan keuangan yang serius.” Kami atas nama Kelompok Tani Tebu yang berada di PTPN X, XI, XII dan Rajawali menyampaikan pengaduan tentang penderitaan petani tebu yang sudah berlangsung selama 2 (dua) tahun, namun tidak dijelaskan lebih lanjut maksudnya. Kami memohon surat pengantar dari beberapa instansi terkait, diantaranya Ketua DPR RI demi penyelesaian permasalahan tersebut dan memohon dapat bertemu dengan Presiden RI guna membahas kelangsungan usaha petani tebu. Berdasarkan berita yang ditulis oleh www.tempo.co. pada 7 Oktober 2014, diketahui bahwa: Joko Widodo (Presiden RI) bertemu dengan ribuan petani tebu di Tanggul, Kabupaten Jember, pada tanggal 7 Oktober 2014. Dalam dialognya petani berharap Pemerintah diminta bisa melahirkan varietas tebu, sehingga petani bisa meningkatkan produktivitasnya dan menghasilkan tebu dengan angka rendeman yang tinggi dan akhirnya negara bisa berswasembada gula yang berdaya saing. Menurut Arum Sabil selaku Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat In- satu sama lain, menjaga etika yang berlaku, dan menghargai moral publik. Pe­ ngadu juga menyarankan agar diadakan pertandingan sepak bola antar instansi pemerintah untuk menjalin kekompakan dan persatuan NKRI Morse Tarigan, Siak, Riau Ketiadaan investor yang tertarik membeli gula diakui PTPN XI telah memperburuk kondisi keuangannya, hingga sulit menyalurkan dana talangan. Imbasnya, skema dana talangan berhenti. Sekretaris PTPN XI, Muhammad Khoiri mengatakan persoalan dana talangan “telah clear.” Menurutnya, dana talangan bukanlah kewajiban PTPN XI sebagaimana selama ini dituntut para kelompok tani. Tahun 2012 sampai sekarang PTPN XI tidak ditunjuk sebagai pemegang IT (Importir Terdaftar) gula oleh pemerintah, sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan dana talangan,” ujar Khoiri. Kalaupun pada 2012 dan 2013 PTPN XI masih menyalurkan, menurutnya, itu semata dijalankan untuk mempertahankan hubungan kemitraan antara perusahaan dan petani. Sekaligus mempertahankan pasokan tebu rakyat. Juga supaya petani tetap berminat menanam tebu. Kami memohon Ketua DPR RI membantu menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai ketentuan berlaku. Iswahyudi Jember, Jawa Timur Kesempatan Tenaga Honorer Mengikuti Seleksi PNS Saya adalah Ketua Forum Guru Tidak Tetap yang juga merupakan salah satu tenaga honorer K2 dari 75 orang tenaga honorer K2 dari Kabupaten Purworejo yang tidak mengikuti tes CPNS, karena pada saat Bupati Purworejo mengirimkan SPTJM No. 800/8227/2014 tgl 17 Oktober 2014 tentang Tenaga Honorer K2 yang belum lulus seleksi Kabupaten Purworejo sejumlah 757 orang, sedangkan sebanyak 75 orang (data terlampir) belum termasuk didalamnya. Bahwa sampai saat ini saya dan kawan-kawan masih merupakan tenaga honorer sekolah negeri di lingkungan Kabupaten Purworejo sehingga berhak dan memenuhi syarat untuk tetap masuk terdaftar dalam database Tenaga Honorer K2 yang belum terakomodir dari Kabupaten Purworejo. Oleh karena itu, apabila Pemerintah akan menerbitkan regulasi terkait pengangkatan tenaga honorer K2, saya dan kawan-kawan berharap agar dapat diakomodir untuk diberi kesempatan mengikuti seleksi pengangkatan menjadi PNS. Memohon agar Ketua DPR RI dapat mempertimbangkan permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Purbaningtyas Ritasari Purworejo Jawa Tengah PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 7 PROLOG U nt uk per t ama k a linya pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) akan digelar secara serentak mulai akhir tahun ini. Pilkada kali ini merupakan pertaruhan teramat penting bagi bangsa ini dalam ber­ demokrasi. Karena itu harus ber­ langsung sesuai dengan agenda dan pantang ditunda. Pilkada serentak yang bakal digelar pada 9 Desember mendatang adalah awal dari pelak­ sanaan agenda besar dalam pena­ taan demokrasi elektoral. Pilkada serentak pada 9 Desember bisa menjadi embrio dari enam ge­ lombang pilkada mendatang se­ 8 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 bagai perwujudan kedaulatan rak­ yat di daerah. Pilkada serentak juga penting karena di satu sisi sema­ ngat efisiensi disandarkan dan di sisi lain peran serta rakyat secara langsung bisa dipertahan­kan. Namun lima bulan menjelang pelak­ sanaan pilkada, persoalan teknis masih saja menghantui kesiapan pesta rakyat lokal tersebut. Pada­ hal, seharusnya semakin mendekati pemungutan suara, para peserta dan penyelenggara tidak lagi ter­ jebak pada aspek teknis, melainkan politis. Politisi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan kompleksitas politik, baik di tingkat nasional maupun daerah yang terjadi membuat situ­ asi kurang kondusif dan berdampak pada psikologi daerah dalam mem­ persiapkan pilkada. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan kepe­ mimpinan yang tegas pada tingkat nasional, dikhawatirkan dapat me­ micu lahirnya masalah lanjutan. “Bisa menjadi tidak terkendali di kemudian hari,” imbuhnya. Diantara problem teknis tersebut misalnya, belum tuntasnya persoal­ an penganggaran penyelenggaraan pilkada di daerah. Baik anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), maupun untuk Badan Pe­ ngawas Pemilu (Bawaslu). Dari 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada, berdasarkan dat a Ke­ mendagri dan KPU baru 209 daerah yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) anggaran KPU, sementara untuk NPHD anggaran pengawas pemilu, baru ditandatangani di 44 daerah. Munculnya wacana revisi UU Pilka­ da juga menambah pelik persoalan. Pengamat politik Siti Zuhro mene­ kankan, har us dipastikan oleh stakeholder terkait bahwa UU su­ dah bisa dijalankan, tidak ada revisi lagi, sehingga PKPU juga memiliki kekuatan hukum ketika mengacu pada UU yang tidak direvisi lagi. Tahapan pilkada juga tidak teran­ cam berubah-ubah. Setiap tahapan pilkada rentan konflik. Itu pengala­ man penye­lenggaraan pilkada dari 2005-2014 seba­nyak 1027 pilkada. Diingatkan, pengalaman sebegitu banyak kalau tidak menjadi lesson learn atau role model bagi bangsa Indonesia terutama daerah, maka kita akan mengalami blunder yang luar biasa. Setelah itu Bawaslu, Pan­ waslu belum memiliki dana, karena sejumlah daerah belum mengang­ garkan itu. Ini masalah serius, apa­ lagi secara institusional lembaga penegak hukumnya juga belum mendapatkan dana. Jangan menutup mata terhadap ke­ mungkinan munculnya permasala­ han, karena penyelenggara pilkada tidak serius dalam menjalankan tupoksinya, lantaran dananya tidak cukup. Bagaimana mau beraktivi­ tas kalau belum diberikan dananya. Pilkada serentak bisa menimbulkan konflik. Pengamat politik dari LIPI ini menyatakan, kita tidak berdoa untuk itu. Tapi sebagai bangsa yang wise, itu harus antisipasi. Harus bersikap cerdas mengantisipasi dan memprediksi implikasi-implikasi negatif. (mp) PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 9 LAPORAN UTAMA PILKADA SERENTAK HARUS LEBIH MURAH nggaran pemilihan kepala daerah (pilka­ da) serentak ternyata membengkak. Komi­ si Pemi li ha n Umum (KPU) mengajukan anggaran Rp 7 triliun untuk hajatan pilkada mas­ sal di akhir tahun ini. Alih-alih ingin menghemat anggaran, justru beng­ kak anggaran di sana sini. Sibuk mener ima banyak t amu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon sem­ pat menjawab beberapa pertanyaan yang dilayangkan Parlementaria seputar Pilkada serentak. Banyak masalah yang dibicarakan terma­ suk kritiknya pada penyelengga­ raan pilkada serentak kali ini. Bila masih terlalu banyak masalah yang membelit penyelenggaraan pilkada serentak, baiknya ditunda daripada dipaksakan dengan kualitas pemili­ han yang rendah. Fadli pada Juni lalu mengemuka­ kan pandangannya kepada banyak war tawan termasuk Parlemen­ taria. “Kalau nanti terlihat kurang siap, lebih bagus tidak dipaksakan 10 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 daripada nanti hasilnya banyak digugat.” Seraya menambahkan, “Namun, bila sudah siap, segera lak­ sanakan sesuai jadwal Pilkada pada akhir tahun ini.” Banyak yang perlu disiapkan dari pesta demokrasi di daerah. Mulai dari anggaran, aturan main, logis­ tik, pengamanan, hingga kontro­ versi politik dinasti. Soal anggaran misalnya, angka Rp 7 trliun mem­ perlihatkan tidak efisiennya penye­ lenggaraan. Itu berarti lebih besar 30 persen dari alokasi anggaran pilkada 5 tahun sebelumnya. Tak kurang dari Mendagri Tjahjo Ku­ molo juga menyayangkan anggaran yang membengkak ini. Salah satu pembengkakan ang­ garan adalah pembelian kenda­ raan ope­r asional bagi sejumlah KPUD. Pengadaan kendaraan yang mestinya bisa sewa, malah harus membeli. Inefisiensi masih terjadi. Bukankah semangat menyelengga­ rakan pilkada serentak ingin meng­ hemat anggaran? Fadli juga sangat menya­y angkan hal ini. Pengajuan anggaran mestinya lebih rasional. Fadli menjelaskan peran DPR dalam penganggaran pilkada. Sejauh ini, pemerintah yang selalu mengaju­ kan, DPR tinggal mengecek perun­ tukannya. “Ya, kalau pemerintah mengajukan, kita cek sampai di mana. Kemarin pengajuan dari KPU terlalu besar hingga Rp 7 triliun. Masa yang tadinya Rp 4 triliun jadi Rp 7 triliun. Sampai harus beli mo­ tor dan lain-lain. Jadi, saya kira ha­ rusnya dengan Pilkada serentak ini kita jauh lebih murah dan efisien, bukan justru jadi lebih mahal.” Sementara itu tahapannya sendiri masih terus berjalan. Bulan Juli ini, tepatnya tanggal 26-28 pendaftaran peserta pilkada serentak dimu­ lai. Tinggal menyisakan dua partai yang hingga kini masih bermasalah, yaitu Golkar dan PPP. Kepesertaan dua parpol tersebut masih diper­ tanyakan legalitasnya, karena kon­ flik yang belum tuntas. Fadli menilai, sejauh ini tahapan masih berjalan baik, walau di sana sini ada saja kendala. Berbahaya bila banyak masalah dan kendala dalam tahapan pilkada. “Sejauh ini masih berjalan sesuai rencana. Tapi, ma­ sih banyak kendala. Sampai nanti kita lihat deadline- nya di akhir Juli saat pendaftaran. Kalau menjelang itu, kita lihat semakin banyak keti­ dakjelasan, bahaya,” ungkapnya. Dinasti Politik Dinasti politik yang dikembang­ kan oleh para kepala daerah telah mengganggu mutu demokrasi di daerah. Berbagai aturan main pilka­ da disiasati untuk melanggengkan kekuasaan daerah di tangan kelu­ arga para petahana. Ada celah hu­ kum, memang, yang dimanfaatkan para petahana untuk melanggeng­ kan dinastinya. Salah satunya surat edaran KPU No.302/VI/KPU/2015. Dinasti politik yang dikembangkan oleh para kepala daerah telah mengganggu mutu demokrasi di daerah. Berbagai aturan main pilkada disiasati untuk melanggengkan kekuasaan daerah di tangan keluarga para petahana. Ada celah hukum, memang, yang dimanfaatkan para petahana untuk melanggengkan dinastinya. Dalam surat edaran tersebut, KPU menilai bahwa kepala daerah yang mengajukan penguduran diri dari jabatannya sebelum pemilihan ti­ dak dapat disebut petahana lagi. Inilah celah krusial yang dimanfaat­ kan oleh para petahana, agar bisa mencalonkan istri, anak, ponakan, paman, dan lain-lain sebagai kepala daerah. Padahal, UU No.8/2015 tentang Pilkada, tegas mengatakan, calon kepala daerah tidak boleh punya konflik kepentingan dengan petahana. Menanggapi hal ini, Fadli berpan­ dangan, dinasti politik tetap tidak boleh dikembangkan. Peraturan yang ada tentang ini menyisakan celah multitafsir. “Saya kira sudah jelas bahwa dinasti politik itu tidak dibolehkan. Soal perbedaan tafsir antara KPU dan Komisi II, itu kare­ na UU-nya menyimpan celah kon­ troversi,” ujar politisi Partai Gerin­ dra ini. Di berbagai daerah, para petahana ramai-ramai mengundurkan diri sebelum masa jabatannya habis. Dengan begitu, mereka tak disebut sebagai petahana. Pada gilirannya, ini membuka pintu bagi keluarga dekatnya untuk ikut dalam pilkada. Fadli pun mengaku, terus menga­ mati perkembangan kontroversi ini ke depan. Untuk kemudian DPR bisa mengambil langkah strategis, mela­ rang praktik dinasti politik di satu level pemilihan dengan aturan yang jelas dan tegas. (mh) Foto: Iwan Armanias/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 11 LAPORAN UTAMA PILKADA SERENTAK, PARTISIPASI MASYARAKAT BERTAMBAH T ahapan pilkada serentak terus dipantau. Dialog dengan Mendagri dan K PU pu n t a k per n a h lepas. Har i-har i yang sangat menyibukkan bagi Komisi II DPR untuk menyiapkan aturan main bersama pemer int ah. Ini adalah pilkada serentak pertama di Tanah Air. Rapat gabungan dengan Komisi III menyangkut pengamanan pilkada juga sudah digelar. DPR in­ gin pilkada serentak ini menghasil­ kan banyak pemimpin daerah yang berkualitas. Adalah Rambe Kamarul Zaman, Ketua Komisi II DPR yang terlihat begitu sibuk membincang persoalan ini di berbagai forum. Parlementaria berhasil menemui politisi Partai 12 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Golkar ini di ruang kerjanya untuk berdialog dari hulu ke hilir mengenai pilkada serentak yang akan digelar 9 Desember 2015. Dari soal rekrutmen calon kepala daerah, minimnya keikutsertaan calon perseorangan, hingga pole­ mik politik dinasti jadi perbicangan menarik. Berikut petikan wawan­ caranya. Bagaimana Anda melihat kesiapan pilkada serentak? Kita akan terus konfirmasi ke Men­ dagri menyangkut dana. Nanti kita evaluasi implementasi Peraturan KPU (PKPU). Pada dasarnya atur­ an sudah siap. Mungkin yang ma­ sih harus diperhatikan, apakah ta­ hap­a n pilkada sesuai jadwal atau sudah dilaksanakan sepenuhnya. Ukurannya di situ. Ukuran lainnya, adalah hasil akhir. Banyak komplain tidak saat pilkada dilaksanakan 9 Desember nanti. Kalau banyak yang komplain, ya di situlah nilai demokratisnya me­ nurun. Lalu sejauh mana rekrutmen calon kepala daerah dilakukan? Aturannya sudah ada semua. Ka­lau dia calon perseorangan ada syarat­ nya. Tinggal sekarang verifikasi faktual dari calon perseorangan itu harus diteliti betul. Jangan seperti prinsip sekarang, cuma dukungan KTP. Dukungan KTP itu harus di­ verifikasi termasuk oleh Bawaslu untuk memverifikasi kebenarannya. KTP itu, kan, harus ada form tanda tangan dukungan orang. Itu apakah tandangan asli atau palsu. Harus di­ verifikasi benar ke orang yang men­ dukungnya. Ini memerlukan biaya. Tidak bisa lepas begitu saja. Nanti akhirnya pilkada kita hanya sekadar ramerame saja. Kalau dia dari parpol atau gabungan parpol syaratnya 20 persen. Dan 25 persen dari pemilih di daerah itu dalam pemilu 2014. Ini untuk kesempurnaan pencalonan. Harus parpol peserta Pemilu 2014. Ini untuk mutu demokrasi yang berkualitas. Jadi selain tahapan juga ada hasil akhir yang harus dilihat. mencalonkan orang yang punya hubungan keluarga ke atas, ke bawa h, ke sa mping, ter masu k kepona k an. Tapi U U Pemda batasannya satu periode adalah 2 setengah tahun untuk petahana. Kalau ada yang mengundurkan diri sebelum 2 setengah tahun itu belum satu periode. Tapi dari pengalaman yang lalu, calon perorangan tidak banyak yang menang. Hanya beberapa. Sekarang yang menang sekitar 25% dari 159 daerah. Kalau 25% berarti 35 kepala daerah dari perseorangan. Kan, itu sudah cukup banyak. Artinya, menunjukkan peran parpol kurang. Bagaimana soal dinasti politik yang terus jadi polemik? Ini sudah kita bicarakan panjang. Tapi saya mengoreksi PKPU atau surat edaran KPU. Di UU dinyatakan, dalam satu provinsi tidak boleh Kita harus proporsional. Sekarang KPU malah memperlonggar atur­ an. Dulu per nah menget atkan, sek arang memperket at lag i. Jadi, yang mendaftar satu bulan sebelum pendaftaran boleh. Ini mau saya tanyakan lagi kepada Depdagri. Ini pilkada serentak pertama. Me nu r ut A n d a le bi h b a ny a k madarat atau manfaat? KPU terbesar di dunia, ya KPU Indonesia. Pilkada serentak diatur dalam UU, baik tahun, bulan, dan hari yang sama untuk 269 daerah sebagai gelombang pertama. Tujuan awalnya biar enggak terlalu jenuh. Yang kedua, untuk efisiensi dan efektifitas. Kalau dari sisi kejenuhan itu ok. Jadi kita buat aturan yang ben a r, k a lau d ibu at serent a k , partisipasi masyarakat harus kita tambah. Kita buka peluang itu. Kesadaran internal masyarakat untuk memilih pimpinannya harus kita lakukan. Pilkada serentak ini minim calon perseorangan? Saya kira bukan persyaratannya yang berat. Tidak berat, kok. Kalau mau dapat dukungan, ya memang harus mengumpulkan tanda tangan dukungan dan KTP. Memang kita naikkan syarat dukungan tersebut, supaya c a lonnya tida k terla lu banyak. Yang paling penting kualitas calon kepala daerah itu. Kita lihat kedekatannya dengan masyarakat. Benar tidak kedekat annya itu. Masyarakat pun bisa menilai bahwa ini memang pantas. sebenarnya sudah kita perlonggar. Jadi ukurannya, bolehkah anak g uber nur mencalonkan jadi bupati, boleh. Yang tidak boleh a n a k g ub er nu r i nc u mb en d i a mencalonkan untuk menggantikan bapaknya. Tapi kalau cuma 2,4 bulan menjabat belum dihitung satu periode. Jadi, kalau dia sudah berhenti sebelum satu periode, maka tidak dianggap petahana lagi. Jadi bolehlah anaknya untuk maju. Ini akan kita luruskan. Anda sendiri punya pandangan, sehat kah dinast i polit ik bag i demokrasi kita? Sebenarnya karena kita sudah terlalu jenuh dengan kepemimpinan dinasti. Di Amerika, Timur Tengah ada dinasti. Menurut saya bergantung yang menggantikannya, mampu apa tidak. Jadi dalam kerangka itu Artinya, dia pilih pimpinan untuk dapat memajukan daerah yang dip­ impinnya. Kemajuan daerah punya dampak terhadap kemajuan nasi­ onal. Ukurannya harus demokratis, aman, dan efisien. Ternyata kelihat­ an sekarang tidak semakin efisien. Yang kita kahwatirkan semua orang menanggapi ketidakamanan pilkada serentak nanti. Kita tetap harus waspada. Kalau rak yat menanggapi dengan tidak baik, kita harus perhatikan betul. Demokrasi harus semakin meningkat kualitasnya. Tahapan harus kita jalankan dengan benar. Hasil akhir harus benar. Tidak ada permainan politik. Semua sesuai dengan aturan. Dan pengawasan di daerah juga harus berfungsi dengan benar. (mh) Foto: Naefuroji, Andri/Parle/ HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 13 LAPORAN UTAMA PETAHANA MENCARI CELAH, MK MEMBUKA JALAN UU Pilkada 2015, Pasal 7 butir r meyebutkan dengan singkat dan tegas: “tidak memiliki konflik ke­ pentingan dengan petahana”. Dalam penjelasannya, pasal ini melarang dinasti politik dipraktikkan. Artinya, calon kepala daerah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawin­ an, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana. K ontroversi terus bergu­ lir mengiringi semarak dinasti politik di dae­ rah. Para petahana pun bersiasat agar turunan dan kerabat dekat bisa melanjutkan estafet kepemimpinan daerah. UU Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU) sudah diterbitkan. Polemik pun terjadi. Terakhir, MK memutuskan bahwa keluarga petahana boleh mencalonkan diri. Awal Juli lalu, Komisi II DPR terus mematangkan persiapan menuju pilkada serentak. Di sela-sela kesi­ bukan mengikuti rapat kerja dengan kementerian terkait, Parlementaria menemui Wakil Ketua Komisi II DPR Wahidin Halim dan Anggota Komisi II DPR Frans Mance Natamenggala. Perkembangan legislasi terakhir me­ nyangkut aturan main pilkada dan pandangan kritis menyangkut hal ini, terpapar secara lugas. Wahidin Halim melihat, sudah jadi kecenderungan para petahana ingin melanggengkan syahwat politiknya di daerah. Ini menurunkan kuali­ tas demokrasi. Putra mahkota dari trah petahana sudah jauh-jauh hari disiapkan untuk kontestasi kepala 14 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 daerah. Para petahana seperti tak rela daerahnya dipimpin orang lain, selain keluarganya. Menurut mantan Wali Kota Tange­ rang tersebut, ini realitas politik di daerah yang harus dicermati. Di­ nasti politik harus diatur. Jangan terus melanggengkan kekuasaan di tangan keluarga. “Ya memang ada syahwat kekuasaan bagi petahana untuk memperpanjang kekuasaan. Ada sebuah keprihatinan terhadap realitas politik yang mentradisikan kekuasaan untuk turun temurun. Ini, kan, menjadi gugatan masyara­ kat banyak,” katanya kepada Par­ lementaria. Orangtua, mertua, menantu, sauda­ ra kandung, ipar, paman, atau bibi, tak boleh mengikuti kontestasi se­ lama satu periode di satu level pe­ milihan. Begitulah penjelasan yang didapat dari aturan main yang ada. UU Pilkada, kata Wahidin, sudah ber upaya mencegah terjadinya praktik dinasti politik. “UU mengisyaratkan ada upaya mencegah terjadinya politik dinasti. Lalu membuat norma-norma terten­ tu untuk mengatur kecenderungan syahwat kekuasaan dari saudarasaudara kita yang ingin membangun tradisi politik turunan,” tandas poli­ tisi Partai Demokrat itu. Wahidin tak menampik, banyak petahana yang coba mengakali aturan main agar keluarganya bisa terus bercokol di tampuk pimpinan daerah. Namun ada sedikit kelonggaran yang diberikan bagi para petahana. Bila sang ayah seorang gubernur, masih boleh mencalonkan kerabat­ nya sebagai calon bupati atau wali kota di provinsi tersebut. Artinya, larangan dinasti politik hanya di satu level pemilihan, bukan satu provinsi. Wahidin berkomentar, banyak peta­ hana mencari celah dan mengakali norma agar kekuasaan tetap dalam genggam­an keluarga. Aturan main pilkada menetapkan kepala daerah yang sudah men­ jalankan dua setengah tahun masa jabatanya, dinilai sudah menjalan­ kan satu periode. Jadi bila petahana mundur satu tahun sebelum masa jabatannya habis, mereka sudah dianggap petahana. Celah yang di­ mainkan para petahana adalah pada periode kedua, mundur di tahun pertama atau sebelum dua setengah tahun menjabat, agar tak dinilai se­ bagai petahana. Dan ternyata betul apa yang diyakini Frans, MK membatalkan Pasal 7 hu­ ruf r UU No.8/2015 tentang Pilkada beserta penjelasannya yang me­ ngatur larangan konflik kepenting­ an dengan petahana. Putusan MK yang dibacakan pada 8 Juli 2015 itu tetap harus dihormati. Dalam per­ sidangan yang dipimpin Ketua MK Arif Hidayat, MK pun membuka jalan bagi anggota keluarga, kerabat, dan kelompok yang dekat dengan peta­ hana untuk mencalonkan diri men­ jadi kepala daerah. Dengan begitu membuka jalan bagi kerabatnya untuk mencalonkan diri. Soal kasus pengunduran diri para kepala daerah petahana, lan­ jut Wahidin, akan dilihat argumen penguduran dirinya. Dan Mendagri harus selektif betul melihat surat pengajuan pengunduran diri para petahana itu. “Banyak petahana memanfaatkan celah dan mengakali norma-norma yang ada di UU.” Pandangan berbeda disampaikan Anggota Komisi II DPR Frans Mance Natamenggala. Menurut Anggota FHanura ini, sumber yang meresah­ kan banyak kalangan adalah Surat Edaran KPU No.302/VI/2015. Surat edaran itu seolah-olah petahana yang mundur sebelum pandaftaran, dapat mengajukan keluarganya un­ tuk berkompetisi. “KPU perlu me­ nyadari bahwa surat edaran tidak boleh mengatur dan memperluas makna serta mengatur hal yang ber­ tentangan dengan UU,” ujar Frans. Jauh sebelum MK memutuskan, Frans berkeyakinan, kemungkinan besar MK akan membatalkan aturan larangan ‘konflik dengan petahana’ di dalam syarat pencalonan. Kare­ na norma larangan konflik dengan peta­h ana dalam syarat calon ber­ tentangan dengan article 2 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights). Ini adalah konvensi internasional untuk hak-hak sipil dan politik yang telah ditandata­ ngani Pemerintah Indonesia. terlalu berat dengan mencari du­ kungan warga selalu menjadi ken­ dala teknis. Frans meng ungkapkan, banyak calon perseorangan yang ditolak KPUD, karena tak memenuhi syarat dukungan yang telah ditentukan. “Dari inventarisasi masalah yang ada, alasan KPUD menolak calon perseorangan karena dukungan dalam bentuk hardcopy dianggap tidak sama dengan softcopy. Dise­ babkan dukungan softcopy kurang, calon perseorang ditolak. Padahal, hardcopy saja sudah memenuhi syarat. Tapi KPUD langsung meno­ lak,” ungkap Frans. Padahal, salah satu prinsip penye­ lenggara pemilu, sambung Frans, diatur dalam kode etik penyelengga­ ra pemilu. para penyelenggara ha­rus melayani masyarakat dan peserta pemilihan secara maksimal. Artinya, jangan karena kurang softcopy lalu ditolak. Hardcopy, kata Frans, sudah memenuhi syarat, Memang, tak perlu ada diskriminasi hak politik warga negara. “Rumusan norma seharusnya melarang penya­ lahgunaan jabatan bukan melarang hak konstitusional warga negara. Merupakan takdir Tuhan apabila seorang anak lahir dari bapak yang menjabat seorang gubernur. Hak anak tesebut untuk maju harus di­ perlakukan sama dan tidak boleh didiskriminasi,” tandas politisi Partai HANURA tersebut. Calon Perseorangan Selain calon kepala daerah yang di­ usung parpol, demokrasi di daerah juga selalu disemarakkan dengan kehadiran para calon perseora­ng­ an. Pada pilkada serentak kali ini, keikutsertaan calon perseorangan terlihat minim. Pemenuhan syarat pencalonan selalu jadi momok bagi calon perseorangan. Syarat yang “KPU pusat harus memberi perha­ tian serius terkait keberadaan calon perseorangan di daerah. KPU tidak boleh lupa bahwa calon perseorang­ an lahir dari putusan MK yang hak konstitusionalnya sama dengan calon dari parpol. Makin banyak pa­ sangan yang bertanding, maka se­ makin banyak yang mengawasi. Ini juga menandakan semakin berkuali­ tas demokrasi yang dihasilkan.” Sementara Wahidin, menilai, sebe­ tulnya persyaratan untuk calon perseorangan tidak terlalu berat. Kalau para calon perseorangan ba­ nyak mengeluhkan soal syarat, itu lebih karena takut bersaing dalam pilkada kali ini. “Banyak fakta mere­ ka juga sering kalah. Persyaratan tidak terlalu berat. Mereka juga mungkin takut kalah,” katanya me­ nimpali. (mh) Foto: Rizka, Jaka/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 15 LAPORAN UTAMA P AGENDA BESAR PENATAAN DEMOKRASI ELEKTORAL emilihan umum kepala daerah (Pilkada) yang un­ tuk pertama kalinya akan digelar secara seren­ tak mulai akhir tahun ini merupakan pertaruhan tera­ mat penting bagi bangsa ini dalam berdemokrasi. Saking pentingnya, ia harus berlangsung sesuai de­ ngan agenda dan pantang ditunda. Pilkada serentak yang rencananya bakal digelar pada 9 Desember mendatang dinilai sebagai awal dari pelaksanaan agenda besar dalam penataan demokrasi elektoral. Pilkada serentak pada 9 Desember dianggap menjadi embrio dari enam 16 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 gelombang pilkada mendat ang sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di daerah. Pilkada serentak juga penting karena di satu sisi semangat efisiensi disandarkan dan di sisi lain peran serta rakyat secara langsung bisa dipertahankan. Na mu n l i m a bu l a n menjel a ng pelaksanaan pilkada, persoalan tek nis masih saja menghant ui kesiapan pesta rakyat lokal tersebut. Pad a h a l, seh a r u snya sem a k i n mendekati pemungutan suara, para peserta dan penyelenggara tidak lagi terjebak pada aspek teknis, melainkan politis. Anggota Komisi II DPR dari FPDI-P, Arif Wibowo beberapa waktu lalu­ mengatakan kompleksitas politik, baik di tingkat nasional maupun daerah yang terjadi membuat situ­ asi kurang kondusif dan berdampak pada psikologi daerah dalam mem­ persiapkan pilkada. “ S aya k i r a d i a k u i at au t id a k , (problem-red) ini berdampak pada psikologi politik daerah, apakah itu pemdanya atau penyelenggaranya. Dan hampir di banyak wilayah, kalau menyangkut pilkada semua dalam posisi yang ragu-ragu. Jadi situasi itu adalah situasi yang kita katakan tidak kondusif,” kata Arif di Jakarta. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan kepemimpinan yang tegas pada tingkat nasional, dikhawatirkan dapat memicu lahirnya masalah l a njut a n . “ Bis a menjad i t id a k terkendali di kemudian hari,” im­ buhnya. Komarudin Watubun mengatakan, tidak ada alasan untuk menunda pilkada. “Saya dukung Pak Ma­ ngindaan mengundang pihak-pihak terkait. pilkada serentak harus tetap berjalan. Pemerintah pusat harus proaktif,” ujarnya. Politisi PDIP ini menjelask an, diantara problem teknis tersebut misalnya, belum tuntasnya persoalan penganggaran penyelenggaraan pilkada di daerah. Baik anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum ( K P U ), m aup u n u nt u k B a d a n Pengawas Pemilu (Bawaslu). A n g g o t a K o m i s i I I D PR d a r i Fraksi PPP, Arwani Thomafi, juga m e n d o r o n g p i l k a d a s e r e nt a k digelar sesuai jadwal. “Namun, soal dana pengawasan yang belum cair, itu sangat merisaukan. Kita lihat apakah janji akan dicairkan semua daerah pada 3 Juli terwujud,” katanya. Sebab, dari 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada, berdasarkan data Kemendagri dan KPU baru 209 daerah yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) anggaran KPU, sementara untuk NPHD anggaran pengawas pemilu, baru ditandatangani di 44 daerah. “Munculnya wacana revisi UU Pilkada juga menambah pelik persoalan,” ujarnya. Harus Pro Aktif Namun sejumlah anggota Komisi II DPR menekankan, tidak ada ala­ san kuat untuk menunda tahapan pelaksanaan pemilihan kepala dae­ rah serentak yang dijadwalkan pada Desember 2015 mendatang. Peme­ rintah dan KPU diminta bekerja ekstra keras melancarkan semua tahapan pemilihan kepala daerah. Di tempat terpisah, Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal mengatakan permasalahan anggaran jangan sampai menghambat pilkada serentak Desember mendatang. Ia menilai persoalan dana dan operasional lainnya merupakan proses untuk mencipt akan demokrasi yang sesuai harapan. “Walau memang ada permasalahan anggaran, saya rasa 712 miliar untuk bangsa yang besar seperti Indonesia tidak menjadi masalah, demi sebuah demokrasi yang kita inginkan. Jangan sampai ini menjadi penghalang pilkada serentak itu,” katanya. Akbar menilai hal tersebut bukan masalah dan bisa dipersiapkan. Sebab pilkada Desember mendatang adalah yang pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia dilak­ sanakan secara serentak. “Hanya tinggal sedikit daerah yang belum menganggarkan (dana). Kami kumpulkan saja bersama-sama dengan Menkeu untuk mencari solusi,” kata Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, EE Mangindaan, dalam rapat kerja dengan Menter i Dalam Neger i (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Gedung DPR, Jakarta, baru-baru ini. Jika mengacu pada beberapa ske­ nario operasional teknis, pe­n ga­ manan dan penyelesaian seng­ ket a y a n g d ipapa rk a n s e c a r a komprehensif oleh para mitra kerja komisi, kata Akbar, penyelenggara pilkada itu sudah siap. Anggota Komisi II dari FPDI-P, “Dalam rapat gabungan Komisi II dan Komisi III, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, Bawaslu serta KPU sudah siap,” ujar politisi dari Nasdem itu. Di samping itu, Akbar Faizal juga menyoroti kegaduhan politik antar par t ai yang memiliki tendensi untuk memundurkan jadwal pil­ kada serentak. Ia menilai bahwa t i nd a k a n i n i seba ga i l a n g k a h inskonstitusional dari partai politik yang sedang bersengketa. Landasan yuridis UU Nomor 8 Ta­ hun 2015 tentang Pilkada sudah mengatur jelas mengenai waktu pelaksanaan pilkada serent ak. Akbar bersikukuh pilkada serentak harus dilaksanakan sesuai jadwal, yakni 9 Desember 2015 karena para penyelenggara sudah menyatakan kesiapannya. “Seluruhnya siap dan jangan sampai persoalan-persoalan ini menyandera partai-partai yang siap,” ujarnya. Sebelumnya, dikabarkan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri (Kabarhankan) Komjen Putut Eko Bayuseno mengeluhkan adanya kekurangan anggaran Rp 712 miliar untuk pengamanan pilkada seren­ tak. Dari total anggaran Rp 1,07 triliun, baru Rp363 miliar yang di­ setujui. (nt) Foto: Andri/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 17 SEMUA PERANGKAT PENYELENGGARA PILKADA SERENTAK SIAP D ana pengamanan Pilka­ da serentak memang tidak dianggarkan dalam APBN, namun ter nyat a dana pe­ ngamanan di semua daerah sudah siap. Hasil kunjungan kerja (kunker) spesifik bersama sejumlah anggota Komisi II DPR ke Medan, Sumatera Utara menyatakan bahwa semua menyatakan siap. Kapolda, Bawaslu, Panwaslu dan KPUD dan Gubernur serta semua perangkat penyeleng­ gara sudah siap. 18 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Demikian dikemukakan anggota Komisi II DPR Rufinus Hotmau­ lana Hutauruk sehubungan pilkada serentak yang akan digelar Desem­ ber mendatang. Menurut politisi Hanura ini, pada saat Raker Gabu­ ngan Komisi II dan III dengan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri juga menyatakan kesiapannya. Bahwa ada kekurangan di sana-sini memang benar, tapi tidak berarti lalu Pilkada Serentak dibatalkan atau ditunda. Terlalu banyak resiko, kalau itu ditunda. “Pertanyaannya bukan kesiapan atau tidak, yang siap siapa. Apa­ kah ada parpol yang tidak siap? Itu persoalannya,” kata Rufinus. Di­ tanya apakah terkait hasil audit BPK atas KPU, sehingga mempengaruhi pilkada, kata dia, hasil audit itu ti­ dak ada hubungannya dengan pe­ nyelenggaraan pilkada. Hasil audit itu belum selesai. Lebih lanjut politisi asal Dapil II Sumut ini menyatakan, kalau di­ ny at a k a n K PU a k a n t er ga n g­ gu, sampai hari ini polisi belum menerima laporan. “Jadi tidak bisa serta merta kita katakan, pilkada ditunda. Dari hasil kunjungan kerja spesifik ke daerah, tidak ada satu pejabatpun yang berkaitan dengan pilkada itu menyatakan tidak siap.” Biasalah, dinamika politik, mungkin teman-teman di Komisi II bagaima­ na pilkada serentak itu berjalan dengan baik. Segala variabel yang bisa menimbulkan potensi persoa­ lan itu dipertanyakan dengan baik. “Jadi sebetulnya tidak ada yang sig­ nifikan bahwa pilkada bisa ditunda,” katanya. Ketika ditanya resiko apa jika pilka­ da serentak ditunda, Rafinus me­ negaskan banyak sekali. Dari sisi anggaran, persiapan selama ini, KPU sudah sedemikian rupa. Ba­ nyak sekali dan orang-orang yang sudah mencalonkan itu bisa men­ jadi tidak percaya dengan proses demokrasi ini. Dan rakyat juga su­ dah siap. Sangat banyak, bukan hanya masalah finansial, tetapi juga hal-hal yang menyangkut masalah hukum, UU juga sudah mengatur bahwa tahun 2015 akhir Desember digelar pilkada serentak. UU yang mengatur masalah ini. “Jadi bicara finansial, bicara hukum akan terjadi sesuatu yang tidak se­ hat kalau pilkada serentak ditunda. Termasuk agenda pilkada serentak selanjutnya dan tentu dengan pil­ pres nanti. Karena pilpres akan ter­ jadi penundaan juga. Intinya banyak hal,” jelas politisi Hanura ini. Dengan adanya UU Pemilu yang baru ini, jelas mengamanatkan untuk memilih pemimpin-pemimpin di daerah yang bersih. Parpol bisa melakukan suatu proses basic akuntabilitas dan transparansi karena setiap partai dilarang menerima mahar. UU ini bagus. dilarang menerima mahar. UU ini bagus. hitung secara finansial bahwa kalau parsial maka akan menimbulkan bia­ya yang lebih banyak. Sebenarnya bukan efisiensi, untuk meminimalkan biaya dalam proses demokrasi. Daerah-daerah seha­ rusnya siap dan manfaatnya ba­ nyak. Daerah akan mendapatkan pemimpin baru, berkualitas. De­ ngan harapan itu maka semua pro­ ses yang terjadi di daerah bisa lebih baik. Ia menega sk a n , a k a n men ga­ wal pilkada serentak dengan baik. Semua unsur yang menjadi pe­ mangku kepentingan yang melaku­ kan proses pilkada dikawal dengan baik, sehingga pesta demokrasi daerah ini berjalan aman dan lan­ car. (mp) Foto: Andri/Parle/HR Apakah dijamin proses pilkada ber­ jalan baik, kata Rafinus, dari pernyataan yang disampai­ kan polri, kejaksaan, dan penyelenggara semua menyatakan siap. Ada jaminan dari mereka. Da r i si si mud a r at pi l k ad a s er ent a k , menur ut politisi dari Dapil II Sumut ini, tidak ada. Apa mud a r at nya . Pe s­ ta demokrasi tidak b er k a it a n de­n g a n efisiensi. Mengapa serentak, karena selama ini di­ Dengan adanya UU Pe­ milu yang bar u ini, jel a s menga m a n at­ k an unt u k memilih pemimpin-pemimpin di daerah yang ber­ sih. Parpol bisa melakukan suatu pro­ ses basic akuntabili­ tas dan transparansi karena setiap partai PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 19 PILKADA SERENTAK AKAN DIGELAR SESUAI JADWAL Ketua KPU mengatakan, dengan digelarnya Pilkada secara serentak maka akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.Menurut Husni, dar i seg i pela k sana an, P i l k ad a s er ent a k men g hem at tenaga karena penyelenggaraannya tidak dilakukan secara berulang. K etua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Ka­ mil Manik menyatakan Pilkada serentak akan tetap berjalan sesuai jadwal, yaitu 9 Desember 2015, mes­ ki kini dihadang dengan berbagai persoalan. Pihaknya akan memper­ siapkan Pilkada sesuai de­ngan Per­ aturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilih­ an Gubernur dan Wakil Guber­ nur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota. “Tujuannya agar mereka datangi pemilih satu per satu untuk me­ ninjau apakah datanya sudah benar atau belum. Kami tidak menutup kemungk inan ada yang belum terdaftar,” ujarnya. Persiapan Pilkada serentak telah berjalan dengan lancar. “Fasilitasi pemerintah cukup memadai. Se­ lain itu, tidak ada masalah dengan anggaran. Kami tetap fokus untuk mengadakan pemung utan akan dilakukan suara pada 9 Desember mendatang,” katanya. “Kemudian, pada 26-28 Juli men­ dat ang k ami a k an buk a t a hap pendaftaran. Kami harap semua partai politik (parpol) bisa menye­ suaikan diri,” katanya. Pilkada serentak akan dilakukan di 269 kabupaten/kota, sementara, jumlah pemilih yang sudah terdata di Kementer ian Da lam Neger i hingga kini mencapai 102 juta. Data pemilih tersebut, kata Husni, diserahkan ke tiap-tiap kabupaten/ kota pada 23 Juni mendatang. 20 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Husni mengatakan hingga kini sudah ada 156 calon yang terdaftar untuk Pilkada serentak 2015. Ia mengatakan calon-calon tersebut sedang diproses untuk diverifikasi. Ada pula sejumlah calon yang ditolak karena tidak memenuhi persyaratan. Ia mengimbau agar semua pihak yang terlibat dalam Pilkada serentak 2015 optimistis bahwa pelaksanaannya akan sukses. Menurutnya, tidak perlu ada ketakutan muncul konflik. “Di tengah masyarakat, tanpa ada Pilkada atau Pemilu sekalipun, selalu ada potensi konflik dan pemerintah sudah punya petanya. Dengan kerja sama semua pihak, hal itu tidak akan terjadi. Pemilu 2014 saja bisa terselenggara dengan baik,” katanya. “Tapi poin besarnya adalah efisiensi. Yang tadinya tahapan berulang, anggaran berulang, kalau (pilkada) secara serentak, anggarannya tidak berulang,” kata Husni. Husni mengatakan, sebelum adanya wacana tentang Pilkada serentak, KPU harus bekerja sepanjang tahun untuk menyelenggarakan Pilkada. Dengan Pilkada serentak pihaknya pu n d apat mengh it u ng d a la m menyelenggarakan pemungutan suara mendatang. Sementara data dari Kementerian Dalam Neger i menyebutkan terdapat 541 daerah otonom di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Jumlah kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2015 saja tercatat 204 daerah, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2016 sebanyak 100 daerah. Kepala daerah yang habis masa j a b at a n ny a p ad a t a hu n 2 0 1 5 , misalnya, sebanyak 204 daerah yang segera menyelenggarakan pilkada serent ak, terdir i at as delapan provinsi, 170 kabupaten, dan 26 kota. Kedelapan provinsi itu, yakni Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. (mp) Foto: Andri/Parle/HR ANGGARAN PENGAWASAN DAN PENGAMANAN PILKADA DIPASTIKAN TERSALURKAN P ersiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015 dianggap masih menyisakan sejumlah persoalan di antaranya anggaran pengawasan dan keamanan pilkada. Meski begitu, Menteri Dalam Negeri (Men­ dagri) Tjahjo Kumolo memastikan anggaran pe­ ngawasan dan pengamanan pilkada serta akan tersa­ lurkan khususnya untuk beberapa daerah yang belum beres. “Mengenai kesiapan anggaran Pilkada pada APBD di 269 daerah otonomi telah dialokasikan sebesar Rp 7,105 triliun yang diperuntukan bagi KPU bagi KPU Provinsi/ Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabu­ paten/Kota dan unsur pengamanan terkait setempat,” ujar Tjahjo Kumolo dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung DPR, Jakarta belum lama ini. Tjahjo mengakui masih ada 50 daerah yang akan ikut pilkada serentak yang belum menyelesaikan anggaran untuk pengawasan. Menurutnya, 50 daerah tersebut masih dalam proses penandatanganan Naskah Perjan­ jian Hibah Daerah (NPHD). “Untuk 50 daerah, dalam proses penandatanganan NPHD, ini saya kira per 22 Juni dan terus mengalami perkembangan. Sebagian Pemda telah menyalurkan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Umum Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/ Kota, sedangkan sebagian lainnya sedang dalam proses pembahasan,” terang Tjahjo. Tersendatnya anggaran pengawasan tersebut, kata Tjahjo hanya karena persoalan teknis saja, yakni terkait dengan kesekretariatan Panwas di Kabupaten/Kota. PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 21 Selain itu, Tjahjo mengakui hal tersebut bukan sema­ ta-mata kesalahan pemda karena pemda juga terikat dengan UU sehingga tidak bisa mengambil tindakan di luar UU. semua pada 269 daerah di mana 260 Pemda telah me­ nyalurkan dari RKUD ke Rekening Kas Umum KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan sembilan Pemda dalam proses penyaluran. “Kami akan mendorong Panwas dan Pemda prioritas­ kan penyelesaian persoalan ini. Paling lambat sampai tanggal 3 Juli semua sudah beres,” tandasnya. Dalam rapat itu, Mendagri juga menegaskan bahwa ke­ pala daerah yang mengundurkan diri sebelum pemilih­ an kepala daerah serentak tahun ini harus mendapat persetujuan dari DPRD setempat. “Kepala daerah tidak bisa mengundurkan diri semaunya, tetapi ada per­ syaratan yang harus dipatuhi,” kata Tjahjo Kumolo. Sementara mengenai anggaran untuk pengamanan Pilkada juga, kata Tjahjo, saat ini tidak lepas dari fokus Kemendagri untuk persiapan Pilkada serentak. Menurutnya, anggaran pilkada bagi unsur pengamanan setempat dipastikan tersedia pada APBD dalam bentuk hibah atau program dan kegiatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara fungsional terkait se­ perti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. “Kemendagri senantiasa mengawal proses tersebut dan akan berkoordinasi dengan Kepolisian dan Insti­ tusi terkait berkenaan dengan efektivitas pertang­ gungjawaban sesuai ketentuan peraturan perundangundangan,” pungkasnya. Tjahjo juga mengungkapkan bahwa NPHD dengan KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota telah ditandata­n gani 22 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Seperti diketahui, pengunduran diri sejumlah kepala daerah sebelum masa jabatannya habis itu dapat me­ micu terciptanya dinasti politik melalui pilkada seren­ tak, yang akan diselenggarakan pada Desember 2015. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, keluarga dan kerabat kepala daerah petahana dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Menurut Mendagri, untuk menghindari terjadinya di­ nasti politik akibat celah tersebut, dibuatlah aturan agar kepala daerah yang akan mundur harus mendapat persetujuan dari DPRD setempat. “Kami sudah men­ syaratkan pengunduran diri kepala daerah tidak bisa mundur semaunya, tetapi harus ada persetujuan DPRD dengan menyebutkan alasannya,” katanya. Mendagri mempertanyakan langkah kepala daerah yang mundur sebelum waktunya sebab, ketika dilantik, mereka sudah mengucapkan sumpah dan janji untuk menjalankan tugas hingga masa jabatannya tuntas. Ia menyatakan, alasan pengunduran diri kepala daerah harus jelas. Jika alasannya berhalangan tetap, DPRD bisa mengkaji apakah benar berhalangan tetap atau hanya untuk menyiasati UU Pilkada agar keluarganya bisa mencalonkan diri. Pihaknya juga menyoroti surat edaran Komisi Pemili­ han Umum (KPU), yang antara lain menyebutkan bah­ wa pengunduran diri kepala daerah paling lambat 25 Juli 2015 atau sehari jelang pendaftaran. Tjahjo merasa perlu ada kajian lebih dalam mengenai hal itu. Menu­ rut Tjahjo, pengunduran diri kepala daerah yang diatur KPU harus memenuhi syarat dasar, yakni surat kepu­ tusan Mendagri dengan batas waktu yang diatur KPU. Dalam materinya saat rapat dengan Komisi II DPR, Mendagri mengungkapkan bahwa pilkada serentak akan diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2015 di 269 daerah yang terdiri sembilan provinsi, 224 ka­ bupaten dan 36 kota. Adapun untuk pilkada pada tahun 2017 sebanyak 101 pilkada yang meliputi tujuh pilkada provinsi, 76 pilka­ da kabupaten dan 18 pilkada tingkat kota. Sedangkan untuk tahun 2018 sebanyak 171 pilkada yang terdiri 17 pilkada provinsi, 115 kabupaten dan 39 pilkada tingkat kota. Ia juga mengungkapkan dalam rangka menyukseskan pelaksanaan pilkada serentak tahu 2015, pihaknya telah menugaskan para gubernur, bupati dan walikota untuk memberikan dukungan optimal kepada KPU/Bawaslu Provinsi dan KPU/Panwaslu Kabupaten/Kota selaku penyelenggara pilkada, serta mendukung pengawalan situasi keamanan selama tahapan pelaksanaan pilkada mengingat pelaksanaan pilkada merupakan kebijakan strategis nasional. Sementara itu rapat Komisi II DPR yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman yang didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Mustafa Kamal, dan Wahidin Halim dengan Mendagri tersebut menghasil­ kan beberapa kesimpulan diantaranya, Komisi II DPR memberikan apresiasi kepada Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang mampu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas laporan keuangan tahun 2014. Komisi II DPR juga meminta kepada Kemendagri dan BNPP untuk lebih mempercepat penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK yang hingga saat ini ma­ sih dalam proses, sesuai dengan rekomendasi BPK. Terhadap 65 RUU Daerah Otonom Baru (DOB) dan 22 RUU DOB yang merupakan usul inisiatif DPR periode 2009-2014, Komisi II DPR dan Kemendagri sepakat un­ tuk mengagendakan rapat kerja yang akan membahas secara khusus terkait kelanjutan 65 RUU DOB dan 22 RUU DOB dan usulan baru lainnya. Dalam kesimpulannya, Komisi II DPR juga memberi­ kan apresiasi kepada Kemendagri yang telah melaku­ kan upaya-upaya dalam rangka mensukseskan Pilkada serentak tahun 2015, dalam hal penyiapan regulasi dan koordinasi dukungan Pemda. Namun demikian, Komisi II DPR meminta kepada Kemendagri untuk dapat terus menyempurnakan regulasi yang dipandang perlu untuk pilkada berkua­ litas, demokratis, efisiein, aman, dan partisipatif untuk mengantisipasi praktik-praktik tidak sehat dan memastikan penyelenggaraan tahapan pilkada secara konsisten dalam pelaksanaan pilkada serentak 2015. Komisi II DPR juga meminta Kemendagri untuk lebih mengoptimalkan koordinasi dengan Pemda yang akan melaksanakan pilkada serentak 2015 terkait belum di­ tandatangani NPHD di sembilan daerah, anggaran bagi Bawaslu dan Panwaslu di 50 daerah serta anggaran pengamanan untuk Kepolisian.(nt) Foto: Nefuroji, Andr/ Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 23 IDEALNYA PILKADA SERENTAK 2027 I ngantisipasi dan memprediksi im­ plikasi-implikasi negatif. dealnya, pilkada serentak tidak tahun ini. Tahun 2027 adalah waktu yang tepat untuk itu. Belum setahun kita beristira­ hat dari pemilu nasional, su­ dah tancap gas lagi untuk pilkada serentak. Belum lagi masih ada kon­ flik dua partai yang belum selesai. Ini menimbulkan kerawanan sosial tersendiri dalam menyambut pilka­ da massal tahap pertama ini. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pe­ ngetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memaparkan banyak pan­ dangannya soal hajatan pilkada serentak itu. Ditemui Parlementa­ ria di ruang kerjanya, profesor riset ilmu politik tersebut, membincang banyak hal terkait pilkada serentak. Dari persoalan anggaran, tahapan, dinasti politik, hingga tradisi mahar saat rekrutmen calon kepala dae­ rah. Berikut petikan hasil wawan­ caranya kepada reporter M. Husen dan fotografer Jaka Nugraha. Bagaimana Anda melihat kesiapan pilkada serentak kali ini? Secara umum, institusi penyeleng­ gara pilkada, baik KPU, Bawaslu, pemeritah, Pemda, lembaga pene­ gak hukum, termasuk parpol ha­ rus siap. Kesiapannya bukan yang dipaksakan siap, tapi siap lahir ba­ tin. Artinya siap fisik dan piranti. Siap piranti itu menyiapkan penye­ lenggaraan dan UU-nya. Dengan demikian semua bisa mengacu pada UU Pilkada yang sudah disahkan. Ini penting bagi saya. Harus dipastikan oleh stake holder terkait bahwa UU sudah bisa di­ jalankan, tidak ada revisi lagi, se­ hingga PKPU juga memiliki kekuat­ an hukum ketika mengacu pada UU yang tidak direvisi lagi. Tahapan 24 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 pilkada juga tidak subject to change atau terancam berubah-ubah. Se­ tiap tahapan pilkada rentan konflik. Itu pengalaman penyelenggaraan pilkada dari 2005-2014 sebanyak 1027 pilkada. Pengalaman sebegitu banyak ka­ lau tidak menjadi lesson learn atau role model bagi bangsa Indonesia terutama daerah, maka kita akan mengalami blunder yang luar biasa. Setelah itu Bawaslau, Panwaslu be­ lum memiliki dana, karena sejumlah daerah belum menganggarkan itu. Menurut saya ini masalah serius. Apalagi secara institusional lemba­ ga penegak hukumnya juga belum mendapatkan dana. Jangan menutup mata terhadap ke­ mungkinan munculnya permasa­ lahan, karena penyelenggara pilka­ da tidak serius dalam menjalankan tupoksinya. Ya, karena dananya tidak cukup. Bagaimana mau be­ raktivitas kalau belum diberikan dananya. Pilkada serentak bisa me­ nimbulkan konflik. Kita tidak ber­ doa untuk itu. Tapi sebagai bangsa yang wise, itu harus kita antisipasi. Kita harus bersikap cerdas me­ Demokrasi yang kita sepakati se­ jak 1998 adalah demokrasi yang sarat dengan pembelajaran, te­ ladan, dan tata pemerintahannya lebih baik. Nah untuk mencip­ takan peme­r intahan yang baik perlu didukung parpol yang sung­ g uh-sungg uh dalam meng ikuti pilkada. Kepemimpinan di daerah akan bermasalah bila hanya diikuti oleh partai-partai yang belum siap berkontestasi. Ini sangat mendasar menurut saya. Jadi, demokrasi me­ ngajarkan kita dewasa dan matang. Di situlah kontestasi menunjukkan kualitas kita. Rekrutmen kepala daerah masih mentradisikan mahar. Ini adalah hulu yang menyebabkan konflik di hilir. Bagaimana pandangan Anda? Masalah mahar sudah dimunculkan secara eksplisit dalam aturan main. Tidak boleh satu pun partai atau gabungan partai yang menggu­ nakan cara-cara mahar. Itu sudah dicantumkan di UU pilkada hasil revisi. Masalahnya sekarang sejauh mana penegakan hukumnya. Meng­ gelar pilkada berarti kita sedang membangun kualitas hubu­n gan kita dengan baik. Ketika pilkada di­ landasi penegakan hukum mestinya harus form. Di luar negeri kalau melanggar akan dapat pinalti yang keras. Nah, di Indonesia tidak. Seolah-olah hu­ kum di Indonesia bisa dibeli. Dalam pilkada dengan law enforcement berarti ada keterikatan hukum un­ tuk tidak menyimpang. Parpol dan KPU bertangg ung jawab dalam hal ini. Kita tidak mau dengar lagi komisioner KPU pusat dan daerah diberikan pinalti, baik oleh DKPP atau MK. Itu kalau mereka tidak main mata atau partisan. Inilah saatnya kita membangun pilkada di 269 daerah dengan tradisi malu dan mundur kalau para calon menghalalkan segala cara untuk menang. Itu bagus. Jangan bermuka tebal hanya atas nama kekuasaan. Keikutsertaan calon independen minim dalam pilkada serentak. Ada apa sesungguhnya? Memang itu yang menjadi keluhan banyak kalangan, khususnya calon independen. Niat UU-nya ingin memanggil keikutsertaan calon in­ dependen atau menyulitkan. Pasal yang lama saja sudah susah, apa­ lagi ditambah persyaratan yang sekarang, harus mengikuti ba­nyak parameter. Calon independen, kan, tidak punya kekuatan politik. Seharusnya tidak diperberat per­ syaratannya. Menurut saya yang paling penting untuk calon independen diberi­ kan payung hukum dan akses yang sama. Paling tidak dia bisa mengi­ kuti parameter yang tidak boleh ditawar, yaitu integritas. Dia tidak pernah tersangkut kasus korupsi, pelanggaran hukum berat, atau me­ langgar etika yang memalukan. Itu semua tidak bisa ditawar. Yang kedua, dia lulus kompetensi­ nya sebagai kepala daerah. Dan dia juga harus punya leadership yang cukup dengan track record-nya yang baik. Di DKI itu ada dua calon independen. Dan calon independen bisa mengalahkan calon dari Gol­ kar. Itu luar biasa. Ini cemeti bagi calon parpol. Jadi, kalau parpol ti­ dak amanah dan akomodatif, maka calon independen akan marak. Soal pratik dinasti politik yang terus menjadi polemik antara KPU dan Komisi II. Bagaimana Anda Menurut saya yang paling penting untuk calon independen diberikan payung hukum dan akses yang sama. Paling tidak dia bisa mengikuti parameter yang tidak boleh ditawar, yaitu integritas. memandang persoalan ini? Untuk memutus mata rantai dinas­ ti, tidak ada pilihan lain selain harus sungguh-sungguh mengacu pada UU. Artinya kalau tidak boleh, ya ti­ dak. Kalau ingin mencalonkan diri, ya harus menunggu satu periode bila ada pertalian darah. Idealnya demokrasi itu memberi kesempatan yang sama pada semuanya tanpa membedakan latar belakang. Politik dinasti mengerangkeng calon-calon lainnya supaya tidak bisa mengak­ ses. Itu yang tidak boleh dalam de­ mokrasi. Saya masuk tim perumus UU pilka­ da. Saya yang melontarkan itu de­ ngan lantang. Kita sudah punya kasus sekitar 56 lebih daerah yang mempraktikkan model politik di­ nasti. Jadi pohon kekuasaan be­ tul-betul dibangun untuk mereka sendiri. Duduk sebagai gubernur, bupati, wali kota, SKPD, bahkan ketua DPRD. Jadi, sampai delapan posisi strategis itu diambil oleh keluarga. Itu tidak benar menurut saya. Lalu, apa bedanya dengan sistem monarki kalau begitu. Revisi UU Pilkada harus dipahami betul. Jadi, kalau ada lagi praktik politik dinasti, berarti yang salah partai pengusung. Sudah jelas itu dila­ rang. Partai pengusung harus ikut bertanggung jawab. Regenerasi harus berjalan. Sirkulasi elit dalam demokrasi menciptakan plural­ isme aktor. Elitnya variatif. Nah, UU yang ada sekarang sudah cu­ kup memberikan payungnya. Ting­ gal bagaimana mengaplikasikan itu dengan tegas. Dari sisi manfaat dan mudarat, mana lebih besar dari pelaksanaan pilkada serentak kali ini? Sebetulnya ini pilkada yang diuji­ cobakan secara bertahap. 2015 ini ada pilkada di 269 daerah. Pada­ hal, kita baru melaksanakan pemilu 2014. Pasca pemilu 2014 kita sedang menata nafas. Ngos-ngosan kita beda dengan pemilu di 2009 dan 2004. Kedua, masih ada partai yang berfriksi dan belum selesai hingga kini. Tapi DPR sudah menjatuh­ kan pilkada serentak di Desember 2015. Dalam sejarahnya, kita belum pernah menggelar pemilu nasional maupun daerah di bulan Desember. Ini juga pilkada yang jauh dari efisien. Ternyata, lebih mahal dari yang kita duga. Tadinya saya me­ ngusulkan di satu daerah saja pilka­ da diserentakkan. Kalau di satu daerah yang karakternya sama, pilkada bisa efisien, karena sekali pemilihan selesai semua di satu provinsi itu. Di tahun 2027 mesti­ nya kita baru bisa serentak pilkada di 34 provinsi. Ini, kan, pilkada 2016 ditarik ke 2015, sehingga sejumlah daerah belum memiliki dana dalam APBD-nya untuk pilkada. Bawaslu dan Kepolisian belum menerima dana. Dari mana ang­ garan kita. Test case ini benar ti­ dak sih? Di Papua bahkan tidak siap menggelar pilkada, karena bulan Desember itu baginya adalah bulan suci. Tampaknya masih lebih ba­ nyak mudarat daripada manfaatnya. Fisik mental kita belum siap. Kalau pilkada serentak ini ingin dijadikan role model, menurut saya belum mumpuni. (mh) Foto: Jaka/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 25 SUMBANG SARAN Tantangan Pilkada Serentak S etelah melewati perdebatan yang cukup keras, akhirnya DPR memutuskan pilkada serentak dilaksanakan melalui tiga gelombang. Pasal 201 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 me­ ngamanatkan pelaksanaan Pilkada serentak pada gelombang pertama dilaksanakan pada Desember 2015 untuk memilih kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2015 dan semester pertama 2016. ma rencananya dilaksanakan di 269 daerah, yaitu terdiri dari 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten. Sisanya digelar Februari 2016 untuk tahap kedua dan Juni 2018 untuk tahap ketiga. Jumlah daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan ke­ pala daerah pada gelombang perta­ ma ini terbilang paling banyak, yai­ tu mencapai kurang lebih 53 persen dari 537 provinsi dan kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. P ilkada gelombang kedua di­ laksanakan pada Februari 2017 untuk memilih kepala daerah yang purna tugas pada se­ mester kedua 2016 dan 2017. Se­ mentara pilkada ge­lombang ketiga dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2018 untuk mengganti kepala dae­ rah yang berakhir masa jabatannya pada 2018 dan 2019. Pelaksanaan pilkada ini kembali berulang dalam rentang waktu lima tahun. Sehingga pilkada serentak kembali dilaksanakan pada 2020 untuk mengganti kepala daerah yang dilantik pada 2015. Sedang­ kan pemilihan kepala daerah un­ tuk mengganti kepala daerah hasil pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022, dan untuk kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018 diganti pada 2023 sehingga di­ harapkan pilkada serentak secara nasional akan digelar pada tahun 2027 meski pelaksanaan pilkada serentak nasional pada 2027 masih menuai kontroversi. Pilkada serentak gelombang perta­ 26 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Mengukur Efisiensi Pilkada Seren­ tak Salah satu semangat penyelengga­ raan pilkada serentak adalah untuk menghemat biaya, karena selama pelaksanaan pilkada langsung se­ jak 2005 sampai 2013 dinilai terlalu boros. Karenanya, salah satu yang menjadi alasan pelaksanaan pilkada serentak diyakini bisa lebih efektif dan efisien. Pilkada serentak ideal­ nya memang bisa dilakukan peng­ hematan dari sisi anggaran dan waktu, meskipun sejauh ini belum ada angka yang pasti berapa ang­ garan yang bisa dihemat. Namun penghematan pelaksanaan pilkada serentak secara umum bisa dilihat dari segi anggaran belanja perleng­ kapan dan biaya operasional –yang tentu saja lebih efisien karena di­ lakukan secara massal dan bersa­ maan. Pun dari segi waktu, pilkada serentak lebih efektif dan efisien karena dilakukan secara bersa­ maan. Salah satu indikator untuk menggambarkan efisiensi waktu dan anggaran pilkada serentak adalah pelaksanaan pemungutan suara hanya satu putaran seba­ gaimana diatur dalam Undang-Un­ dang Nomor 1 Tahun 2015. Dari segi anggaran negara, pilka­ da serentak semestinya memang bisa menghemat biaya. Pun biaya kampanye kandidat idealnya juga bisa lebih efisien karena sekurangkurangnya tidak ada biaya kampa­ nye putaran kedua. Namun di sisi lain, pilkada serentak dan hanya satu putaran juga berpotensi se­ makin mendorong para kontestan pilkada untuk “jorjoran” mengelu­ arkan biaya dan bahkan berpotensi menghalalkan segala cara demi mendulang suara. Harapan untuk menghemat biaya dari sisi kandidat nampaknya ti­ dak mudah dilakukan meskipun sudah ada aturan main (rules of the game) berupa undang-undang maupun Peraturan Komisi Pemilih­ an Umum (PKPU) yang membatasi. Pasalnya, pada praktiknya, pe­ Oleh: Karyono Wibowo raturan tersebut banyak dilanggar. Peraturan pembatasan biaya kam­ panye seringkali tak mampu men­ jerat peserta pemilu kepala daerah. Nyaris selalu ada celah untuk me­ nyiasati peraturan yang ada. Di luar faktor itu, instrumen program ke­ giatan yang harus dilakukan kandi­ dat dalam sistem pilkada langsung memang lebih banyak jika diban­ dingkan dengan pilkada melalui pe­ milihan DPRD. Instrumen program untuk penggalangan pemenangan lebih variatif. Karenanya, hal ini berbanding lurus dengan besarnya jumlah dana yang digunakan. Secara umum, anggaran biaya yang ditanggung kandidat meliputi tiga tahap; pra pilkada, saat pilkada dan pascapilkada. Tahap pra pilkada, setiap kandidat pada umumnya su­ dah melakukan berbagai program kegiatan –yang tentu membawa konsekuensi biaya. Program terse­ but dilakukan untuk membentuk personal branding, meningkatkan popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Misalnya, program so­ sialisasi dengan aneka ragam ben­ tuknya, dari model sosialisasi tatap muka, kegiatan sosial (social event), sosialisasi door to door campaign, sosialisasi melalui berbagai media hingga alat peraga beserta biaya operasionalnya. Dalam sistem pe­ milihan langsung, berbagai kegiatan pra pilkada di atas memang perlu dilakukan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas seba­ gai modal awal untuk mendapatkan rekomendasi partai. Karena ada se­ jumlah partai menggunakan hasil survei popularitas dan elektabilitas kandidat sebagai salah satu pertim­ bangan untuk menentukan pasa­ ngan kandidat. Memasuki tahapan pilkada, biaya yang dikeluarkan kandidat rela­ tif lebih besar karena variabel bi­ aya pada saat memasuki tahapan pilkada lebih banyak dan program kampanye pada tahap ini lebih mas­ sif dibanding tahapan pra pilkada. Belum lagi, setiap kandidat harus menguras koceknya untuk “ma­ har” partai yang kerap dibungkus de­ngan istilah biaya untuk mengge­ rakkan mesin partai –untuk tujuan menggalang dukungan suara. Pengeluaran biaya yang menguras “brankas” para kandidat tak ber­ henti di situ. Biasanya, masih ada lagi biaya yang masih harus ditang­ gung yaitu biaya pascapilkada. Bi­ aya pascapilkada ini biasanya di­ gunakan apabila terjadi sengketa pilkada yang berujung di pengadi­ lan. Namun tidak semua kandidat yang menjadi kontestan mengelu­ arkan biaya karena tergantung pa­ sangan mana yang mengajukan gu­ gatan (sebagai pemohon). Biasanya pasangan calon kepala daerah yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) menjadi pemenang (sebagai pihak terkait) sejak awal sudah mengalokasikan anggaran pasca pilkada untuk mengantisi­ pasi jika ada gugatan dari pasangan calon yang kalah. Biaya tersebut belum termasuk biaya survei dan konsultan pemenangan. Berdasar­ kan pengalaman penulis sebagai konsultan pendampingan pilkada sejak aktif di Lingkaran Survei In­ donesia hingga kini aktif di lembaga riset dan konsultan Indo Survey & Stra­tegy, kisaran biaya yang dike­ luarkan per satu pasangan calon yang menjadi kontestan pilkada un­ tuk tingkat kabupaten/kota harus mengeluarkan dana antara Rp5 – Rp20 milyar, bahkan ada yang le­bih dari Rp20 milyar, tergantung ke­ mampuan finansial dan daerahnya. Untuk pilkada provinsi, tentu lebih besar lagi karena jangkauan wilayah dan jumlah pemilih yang lebih besar dibanding kabupaten/kota. Maka untuk meminimalisir kecu­ rangan dan mencegah pemborosan biaya kampanye kandidat diperlu­ kan ketegasan dalam menerapkan aturan. Semua pihak, baik kontes­ tan maupun penyelenggara harus tunduk pada aturan. Karenanya, selain perlunya ma­s ing-masing kontestan saling bermain sportif (fairplay), netralitas penyelenggara pilkada akan menjadi kunci suk­ sesnya pelaksanaan pilkada seren­ tak yang demokratis dan berkuali­ tas. Tantangan Pilkada Serentak Penyelenggaraan pilkada serentak belum tentu minus tantangan. Be­ berapa tantangan yang dihadapi antara lain potensi konflik yang ma­ sih sangat buka lebar. Pengalaman empirik sepanjang pilkada langsung tak jarang berujung konflik. Ber­ dasarkan data yang dilansir Lem­ baga Ilmu Pengetahuan Indonesia PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 27 SUMBANG SARAN (LIPI) ada 5 persen kasus kekerasan sepanjang 500 kali pilkada selama 2005-2008 dan pada 2010, International Crisis Group mencatat sebanyak 220 pilkada telah terjadi 20 kasus kekerasan (Alamsyah M Dja’far, Kompas 22 Mei 2015). Data kasus kekerasan terkait pilkada ini bisa dijadikan perbandingan un­ tuk mengestimasi seberapa besar potensi konflik dalam pelaksanaan pilkada serentak. Tentu besar ke­ cilnya konflik yang mungkin terjadi meredam. Apalagi, pelaksanaan pilkada serentak saat ini masih menemui kendala anggaran baik untuk anggaran pe­ngamanan mau­ pun pelaksanaannya, meskipun se­ cara umum pemerintah dan KPU menyatakan soal anggaran masih bisa diatasi. Tantangan lainnya yang tak kalah pentingnya adalah potensi kecura­ ngan masih menjadi ancaman. Pa­ salnya, dengan pelaksanaan pilkada konflik di internal partai. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pilkada seren­ tak. PKPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah Pasal 36 ayat 1 PKPU menyebutkan, apabila keputusan menteri tentang kepengurusan partai politik tingkat pusat masih dalam proses penyele­ saian sengketa di pengadilan, maka KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/ KIP Kabupaten/Kota menerima pendaftaran pasangan calon ber­ dasarkan keputusan terakhir dari menteri. Namun, di dalam Pasal 36 ayat 2, apabila dalam proses penyelesaian sengketa itu terdapat penetapan pengadilan mengenai penundaan pemberlakuan keputusan menteri, maka KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP kabupaten/Kota tidak dapat menerima pendaftaran pa­ sangan calon sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap yang ditindaklanjuti dengan penerbitan keputusan dari menteri tentang penetapan kepengurusan partai politik. akan tergantung kesiapan aparat keamanan, penyelenggara pilkada, para kandidat beserta pendukung­ nya dan masyarakat dalam menjaga terselenggaranya pilkada dengan aman, tertib, dan demokratis. Namun jika dikaji dari aspek ba­ nyaknya pilkada yang dilaksanakan s e c a r a s er ent a k d a n lu a s ny a wilayah serta rasio perbandingan antara jumlah aparat keamanan dengan jumlah penduduk di ma­ sing-masing daerah yang melak­ sanakan pilkada serentak yang be­ lum memadai, maka apabila timbul ledakan konf lik secara serentak di beberapa wilayah tentu akibat­ nya bisa lebih fatal karena aparat keamanan bisa kewalahan untuk 28 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 secara serentak dan hanya satu putaran berpotensi mendorong kandidat melakukan segala upaya dan akan bertarung habis-habisan termasuk menggunakan cara-caraculas demi mencapai kemenangan. Kecurangan bisa berupa kampa­ nye hitam, politik uang, intimidasi, hingga manipulasi hasil perolehan suara. Belum lagi kasus kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilu selama pelaksanaan pilkada langsung kerap terjadi di sejumlah daerah. Tak sedikit penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar telah diberhentikan melalui putus­ an pengadilan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tantangan lainnya adalah adanya Sedangkan dalam Pasal 36 ayat 3 dituliskan, jika sengketa belum mendapat keputusan hukum tetap, maka partai politik bisa melakukan islah yang kemudian didaftarkan ke kementerian. Kepengurusan hasil islah ini bisa digunakan KPU un­ tuk memproses pengajuan calon kepala daerah. Yang menjadi ma­ salah adalah jika sampai batas akhir pendaftaran pasangan calon kepala daerah belum ada putusan final dari pengadilan dan kedua kubu gagal melaksanakan islah, maka partai yang mengalami konflik tersebut terancam tidak dapat mengikuti pilkada serentak 2015. Maka dari itu, islah adalah jalan keluar bagi partai Golkar dan PPP.*** Karyono Wibowo Peneliti di Indo Survey & Strategy (ISS) PENGAWASAN NEGARA TIDAK BOLEH DIKALAHKAN SPEKULAN H iruk pikuk, naik turun harga kebutuhan pokok masyarakat seakan ter­ jadi tiada henti. Tahun berganti, ketika masyarakat sedang merayakan keriaan mereka - Leba­ ran, Natal, tahun baru, mereka ti­ dak berdaya menghadapi belitan harga yang mencekik. Kenapa harga naik seperti ini? Dimana pemerin­ tah yang seharusnya melindungi kepentingan mereka? Sementara pejabat dan aparat hanya bisa ber­ lomba membuat pernyataan kita akan menangkap, kita akan me­ nindak dan akan, akan yang lain. Sementara para tengkulak, speku­ lan - penjahat sebenarnya leluasa mengendalikan pasar, berkipas de­ ngan hasil kerukan yang memenuhi brankas mereka dan tentu sedikit setoran untuk aparat dan pejabat binaan mereka. “Kondisi seperti ini tidak boleh ter­ jadi, negara kalah oleh spekulan. Jadi kita apresiasi kebijakan peme­ rintah mengeluarkan Perpres ten­ tang Penetapan dan Penyimpan­ an Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting atau pengendalian harga ini agar produk kebutuhan pokok masyarakat tidak diper­ mainkan oleh spekulan, kemarin kita mencatat beras, bawang, cabe, pupuk, dll jadi permainan mereka. Masa negara kalah,” kata anggota Komisi IV DPR RI Hamdani kepada Parle dalam perbincangan di Ge­ dung DPR, Senayan, Jakarta, be­ berapa waktu lalu. Peraturan itu menurutnya harus dapat mem­ perkuat peran pemerintah dalam melakukan sejumlah langkah yang memang perlu diambil di lapangan. Lebih jauh menurut politisi Nasdem ini pangan - termasuk di dalam­ nya kebutuhan pokok masyarakat adalah hak dasar bagi setiap war­ ga negara. Ini tegas diatur dalam konstitusi pasal 27 UUD NRI 1945 dan juga dalam kesepakatan yang didukung bangsa-bangsa di dunia yaitu Deklarasi Roma (1966). Pi­ jakan lain adalah UU no.18/2012 tentang Pangan yang mengama­ natkan pentingnya menjaga keta­ hanan bangsa. Indikasi ketahanan pangan bisa dilihat dari kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta ti­ dak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 29 PENGAWASAN produktif secara berkelanjutan. Bicara pada kesempatan berbeda anggota Komisi V I Muhammad Haekal mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) no71/2015 ten­ tang Penetapan dan Penyimpangan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang telah ditandatangani lama tiga bulan. Menurut Haekal kebijakan paling penting dalam hal ini adalah semua distributor yang melayani publik harus sudah masuk data base Kemendag. Kewenangan Kemendag lain adalah mengelola ekspor-impor bahan pangan. In­ strumen Sistem Resi Gudang (SRG) dalam hal ini menjadi penting untuk mengukur ketersediaan stok nasional. “Lewat sistem ini, pemerintah bisa me­ngetahui ketersediaan komoditas di tiap wilayah lokasi gudang SRG. Aturan teknis tentu menunggu peraturan men­ teri sebagai aturan teknis pelaksanaan perpres terse­ but,” tekan wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalteng ini. Komoditas dan Sinergitas Presiden Joko Widodo memberi­ kan ruang lebih luas kepada Men­ teri Perdagangan untuk bertindak apabila menemukan penyimpa­ ngan. Ini juga sudah searah dengan UU no7/2014 tentang Perdagangan yang memberi kewenangan kepada Menteri Perdagangan untuk mene­ tapkan kebijakan harga, melakukan intervensi pasar untuk melindungi kepentingan konsumen dan petani dari permainan harga serta serbuan komoditas impor yang dimainkan spekulan. Mendag juga berwenang mengelola stok dan logistik. Tidak ada yang boleh menyimpan barang kebu­ tuhan pokok di gudang yang lebih dari kebutuhan normal yaitu se­ 30 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Haekal mengak u dapat menerima apabila pemerin­ tah fokus pada 14 komoditas yang terbagi dalam tiga ke­ lompok utama. Produk yang masuk kategori kebutuhan pokok hasil pertanian yaitu beras, kedelai bahan baku, tempe, cabai dan bawang merah. Kebutuhan pokok hasil industri yaitu g ula, minyak goreng dan tepung terigu. Sedangkan produk kebutuhan po­ kok hasil peternakan/perikanan yaitu daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras dan ikan segar yaitu bandeng, kembung, tongkol/tuna/ cakalang. “Pada saat ini perlin­ dungan terhadap komoditas ini kita bisa terima ya. Pada kondisi terten­ tu pemerintah perlu dinamis mem­ perluas cakupan penanggulangan harga pada produk lain di daerah misalnya sagu, kacang-kacangan atau lainnya. Saya sendiri sering mendapat pengaduan dari kons­ tituen bagaimana mungkin harga jeruk Cina lebih murah daripada je­ ruk lokal, apa mau membunuh pe­ tani jeruk kita. Inikan perlu dianti­ sipasi, apalagi menjelang penerapan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean),” tekannya. Pada bagian lain Hamdani meng­ ingatkan tentang pentingnya si­ nerg it as ant ar lembaga dalam menjalankan Perpres pengendalian ini. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah serta peran Bu­ log yang selama ini sudah berperan dalam mengendalikan harga beras. Bagi Hamdani yang sebelumnya adalah anggota DPD RI tentu bukan pekerjaan mudah untuk memper­ luas tanggung jawab Bulog. “Me­ ngendalikan harga beras saja sering keteter apalagi harus mengawal tambahan komoditas lain, perlu penambahan sarana pergudangan termasuk cold storage. Tetapi yang paling penting dari semua ini tentu adalah dukungan anggaran. Pro­ gram yang baik kalau tidak didu­ kung anggaran yang memadai ya memble,” tuturnya. Baginya upaya ini adalah langkah besar yang perlu dilakukan untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sejum­ lah negara sudah menerapkan ke­ bijakan ini diantaranya Malaysia, Thailand dan Venezuela. Malaysia punya UU Price Control Act and Anti Profiteering Act (Pengenda­ lian Harga dan Anti-Pengambilan Untung Lebih) sedangkan Venezu­ ela menetapkan UU Anti-Profiteering yang melahirkan satu lembaga khusus National Intendancy of Fair Costs and Prices. Sanksi bagi pelanggarnya jelas dan tegas se­ perti di Malaysia yang menerapkan denda dan hukuman penjara sampai tiga tahun. Hukum juga dipastikan akan menjerat aparat yang menco­ ba main mata dengan pelaku ambil untung ini. “Kita perlu belajar dari keberhasilan negara lain dan kalau bisa kita terapkan lebih baik. Pesan pentingnya adalah tidak boleh lagi ada spekulan yang bisa mengalah­ kan negara,” tandas Hamdani. (iky) Foto: Ibnur Khalid, Andri/Parle/HR EKONOMI LESU PEMERINTAH DIMINTA GENJOT INFRASTRUKTUR Saat ini, anggaran belanja negara dalam APBN-P 2015 adalah Rp1.984,1 triliun. Dari anggaran sebesar itu, hampir Rp290.3 Triliun dipakai untuk pembangunan infrastruktur. APBN ini merupakan rekor tertinggi untuk anggaran infrastruktur. S ebelumnya pada APBN 2009 lalu, anggaran infrastruk­ tur hanya Rp76 triliun, dan terus meningkat hingga ta­ hun 2014 sebesar Rp206.6 Triliun atau ada­nya peningkatan sekitar Rp84 Triliun untuk sektor infra­ struktur. Sementara untuk tahun 2016 mendatang, alokasi anggaran pemerintah untuk belanja infra­ struktur pada 2016 diperkirakan akan meningkat hingga dua kali lipat dibanding anggaran 2015 yang sebesar Rp290,3 triliun. Kenaikan anggaran hingga 100 persen itu karena program infra­ str uk tur juga akan meningkat dua kali lipat pada 2016. Anggaran tersebut nantinya diharapkan un­ tuk menunjang program-program infrastruktur unggulan pemerin­ tah. Program unggulan pemerintah akan dibagi ke dalam tiga dimensi pembangunan yakni pembangunan sektor prioritas, pembangunan an­ tarkewilayahan, dan pembangunan manusia dan masyarakat. Pemba­ ngunan sektor prioritas masih akan difokuskan pada sektor pangan, ener­g i, kelautan, maritim, pariwisa­ ta dan industri. Sedangkan pembangunan antar kewilayahan, sasaran pembangu­ nannya adalah daerah perbatasan, pedesaan, dan pinggiran serta dae­ rah terluar. Infrastruktur gunanya untuk mencapai sasaran itu. Untuk pembangunan kewilayahan dan pembangunan manusia diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan tingkat ketimpangan ekonomi. Berdasarkan rencana pemerintah sebelumnya, total kebutuhan angga­ ran untuk infrastruktur pada 20152019 mencapai Rp5.519,4 triliun, di mana sekitar Rp2.215 triliun atau 40 persennya dari APBN, sementara si­ sanya dari swasta, APBD dan BUMN. PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 31 PENGAWASAN Pada 2016, kementerian teknis un­ tuk pelaksanaan infrastruktur, Ke­ menterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), mendapat pagu indikatif sementa­ ra untuk belanja sebesar Rp102,56 triliun dari yang diusulkan Kemen PUPR sebesar Rp178,22 triliun. Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan Komisi V sa­ ngat berharap proyek infrastruktur yang menjadi agenda pemerintah selama lima tahun ke depan dapat sungguh-sungguh terealisasi. Menurutnya, Komisi V DPR mema­ hami besarnya tantangan dan ke­ terbatasan anggaran pemerintah dan akan memperjuangkan kebutu­ han anggaran mitra kerja Komisi V DPRI RI sesuai dengan mekanisme pembahasan anggaran di DPR RI. “DPR telah setuju dengan ranca­ ngan alokasi anggaran dan program RKA-K/L 2016, dalam hal ini Ke­ menterian PUPR, dan berkomitmen akan memperjuangkan itu agar ke­ butuhannya bisa terpenuhi,” kata­ nya di Gedung DPR, baru-baru ini. Fary mengatakan, sebelumnya ang­ 32 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 gota Komisi V telah bertemu de­ ngan seluruh jajaran eselon I Ke­ menterian PUPR dan membahas rencana anggaran masing-masing bidang. Komisi V pun berharap pro­ gram tersebut dapat terealisasi di daerah pemilihan mereka. Sementara, Anggota DPR dari Par­ tai Golkar Roemkono mengatakan, dirinya mengapresiasi positif kerja daerah yang tidak tergantung dari pemerintah pusat dalam memba­ ngun sektor infrastruktur. “Karena memang kita akui banyak daerah pertumbuhannya sangat tergan­ tung dari pusat khususnya pemba­ ngunan infrastrukturnya,” jelasnya. Dirinya mengusulkan perlu dilibat­ kan peran investor dalam proyek infrastruktur artinya jangan semua disubsidi oleh pemerintah pusat. “Untuk Tol laut itu sebenarnya su­ dah dari jauh hari sudah ada pro­ gramnya namun kendalanya me­ mang dermaga yang masih minim di daerah-daerah,” paparnya. Karena itu, dirinya mendukung penyebaran infrastruktur didae­ rah-daerah misalnya dukungan anggaran bagi daerah kabupaten yang minim di sektor infrastruk­ tur sebesar Rp100 miliar. Tentunya dengan cara ini diharapkan dapat menggenjot pembangunan ekonomi daerah setempat. “Bagi daerah yang sudah maju seperti DKI Jakarta, harus dikurangi dan DAK itu harus diberikan kepada daerah yang ter­ batas produksinya,” jelasnya. Dia menambahkan, para Bupati di daerah pemekaran merupakan salah satu pahlawan daerah karena me­ lalui anggaran yang serba terbatas mereka dituntut untuk meningkat­ kan infrastruktur daerahnya bah­ kan ada beberapa daerah provinsi yang jalannya mencapai 400 ribu km. “Saya menghargai daerah yang mampu membangun daerahnya dengan anggarannya,” ungkapnya. Pada kesempatan yang berbeda, Ketua Fraksi PKS sekaligus Ang­ gota Komisi III DPR Jazuli Juwaini mengharapkan pemerintah dapat bersungg uh-sungg uh mengejar target implementasi APBN-P 2015. “DPR intinya meminta pemerintah memperbaiki kinerja dan kualitas eksekusi belanja negara dengan mencari terobosan kebijakan agar serapan belanja modal yang selama ini selalu dibawah 80 persen tidak terulang. Kita berharap anggaran ini benar-benar mampu menjadi stimu­ lus perekonomian,” tambahnya. Dir inya member ikan beberapa cat at an diant aranya prog ramprogram pembangunan terutama terkait dengan sektor pertanian, maritim, industri manufaktur serta infrastruktur energi dan konektivi­ tas benar-benar tepat sasaran dan memiliki dampak yang luas untuk membuka lapangan kerja, mengen­ taskan kemiskinan, dan mening­ katkan daya beli rakyat. “Beberapa program unggulan mesti dilengkapi dengan roadmap yang lebih jelas,” tegas anggota DPR dari Daerah Pe­ milihan Banten III ini. dapat membuat kerja ban lebih be­ rat jika dipacu dengan kecepatan tinggi dan udara panas, sehing­ ga berpotensi menyebabkan ke­ celakaan. Apalagi, slogan pemerin­ tah tol Cipali dapat dipacu hingga 140 km/jam sangat menyesatkan dan membahayakan pengguna ja­ lan. Tinjau Tol Cipali Terkait infrastruktur jalan, be­ lum lama ini, Komisi V DPR telah melakukan peninjauan ke Tol Ci­ pali, pasalnya, sejak pembukaan pada 14 Juni 2015 lalu, Tol Cikopo – Palimanan telah menjadi soro­ tan pu­blik. Penyebabnya marak ke­ celakaan terjadi di wilayah tersebut dan telah menelan 12 korban me­ ninggal dan 54 insiden di lokasi tol tersebut. Untuk penyelenggaraan mudik kali ini, Komisi V DPR RI, tegas Yudi, me­ minta Kementerian Perhubungan, Kementerian PuPera dan semua jajaran pemerintahan untuk mem­ berikan pelayanan terbaik kepada masyarakat selama mudik Lebaran dan berharap angka kecelakaan bisa ditekan sekecil mungkin. yang mengakibatkan korban tewas dan luka di Tol Cipali. Fasilitas di tol sepanjang 116 km ini juga belum sepenuhnya ada. Rambu-rambu dan lampu penerangan masih minim dan sejumlah rest area belum sele­ sai dikerjakan. Padahal, arus ken­ daraan di jalur Tol Cipali ini terus mengalami peningkatan. Akibatnya, tak hanya kemacetan, kecelakaan pun terjadi. Kondisi alas jalan yang bervariasi dari aspal ke concrete (beton), juga Berdasarkan riset yang dihimpun Balitbang Kementerian Perhubu­ ngan, perkiraan jumlah penum­ pang pada musim mudik lebaran 2015 kurang lebih 20 juta penum­ pang. Adapun kenaikan jumlah penum­p ang pada seluruh moda transportasi baik darat, laut, udara, dan kereta api sekitar 1-2 persen dibandingkan musim mudik lebaran tahun lalu. (Si) Foto: Iwan Armanias, Nefuroji, Denus, Doc./Parle/HR Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mengatakan, ke­siapan tol Cipali menjadi prioritas Komisi V untuk ditinjau, mengingat sejak di buka pada pertengahan Juni lalu ruas tol ini sudah menelan kor­ban jiwa. Bahkan, DPR meminta Ke­ menterian Pu-Pera melakukan au­ dit teknis terkait keselamatan di Tol Cipali. “Komisi V ingin memastikan ketika mudik lebaran nanti tol ini sudah siap dan memenuhi aspek keselamatan. Tidak hanya secara teknis jalan, tapi juga kelengkapan fasilitas pendukungnya seperti sa­ rana penerangan, rambu lalu lintas dan kawasan istirahat,” kata Yudi. Seperti diketahui, sejak dibuka 13 Juni lalu, tercatat sudah lebih dari 30 kasus kecelakaan kendaraan PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 33 ANGGARAN INEFFICIENCY LOSS PADA PNBP PERIKANAN “K ita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana” Itulah penggalan pidato Presiden Joko Widodo setelah dilantik pada 20 Oktober 2014 lalu. Visi Poros Maritim dikibarkan Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia dikarenakan letak Indonesia yang berada di antara dua samu­ dera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan dua benua, Asia dan Australia. Sebagai negara kepulauan terbesar 34 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 di dunia, Indonesia memiliki po­ tensi dan kekayaan alam yang ber­ limpah. Indonesia memiliki wilayah seluas 7,7 juta km persegi dengan luas daratannya hanya 1/3 dari luas lautan, memiliki garis pantai ter­ panjang ke-4 di dunia yaitu kurang lebih 95.181 km, serta memiliki lebih dari 17 ribu pulau. Letak Indonesia diantara dua benua dan dua samudera ini, merupakan kawasan paling dinamis baik secara ekonomis dan politis. Keunikan le­ tak geografis tersebut menempat­ kan Indonesia memiliki ketergan­ tungan yang tinggi terhadap sektor kelautan, dan sangat logis jika eko­ nomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasio­ nal. Namun demikian, potensi yang be­ sar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini setidaknya tercermin dalam kontribusi sektor perikanan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) na­ sional yang masih rendah. Capaian laju pertumbuhan PDB Perikanan Kontribusi Bidang Kelautan Terhadap PDB tahun 2009-2013 masih dibawah 10 persen. Oleh karena itu diperlu­ kan kerja keras dan kerjasama dari semua pihak terkait untuk mening­ katkan kontribusi perikanan Indo­ nesia terhadap PDB. Sebagai perbandingan, ekonomi ke­ lautan Jepang mampu menyumbang hingga 48,4 persen bagi PDB nasio­ nalnya (setara 17.552 miliar dolar AS). Sedangkan Thailand, bidang kelautannya sanggup menyumbang devisa 212 miliar dolar AS per tahun dengan panjang pantai yang ha­ nya 2.800 km. Indonesia yang luas wilayah lautnya hampir 70 persen dari total seluruh wilayahnya, hing­ ga kini kontribusi bidang perikanan terhadap PDB nasionalnya masih dikisaran 6 persen. Jika dilihat kontribusi bidang ke­ laut­­an di negara-negara Eropa, kontribusi bidang kelautan mere­ ka sudah cukup besar. Misalnya, kontribusi PDB Norwegia bahkan ditopang hampir 60 persen dari bi­ dang ekonomi yang berbasis sum­ berdaya kelautan. Proporsi ini bisa dikatakan besar, jika dilihat luas pantai dan kekayaan laut mereka memang relatif jauh lebih kecil jika diban­dingkan Indonesia. Belum Mencapai Target Gap dan Inefficiency Loss PNBP Perikanan Tahun PNBP Potensial (Miliar Rp) Gap (Miliar Rp) Inefficiency Loss(%) 2007 493,39 378,13 325 2008 517,98 440,18 566 2009 550,51 458,47 498 2010 658,92 566,92 616 2011 893,60 709,80 386 Sumber : Peningkatan PNBP sebagai Sumber Pendapatan Negara : Hadi Setiawan, Buletin Info Resiko Fiskal, Edisi I 2013, BKF. sasi PNBP perikanan memang me­ ningkat setiap tahunnya. Namun peningkatan PNBP tersebut masih dibawah target yang ditetapkan. Sepanjang tahun 2009-2014 terse­ but hanya dua kali realisasi PNBP perikanan melebihi target yang ditetapkan. Realisasi PNBP perikan­ an terhadap target yang ditetapkan sepanjang 2009-2014 berturut–tu­ rut adalah 61,4 persen, 61,2 pers­ en, 122,2 persen, 143,6 persen, 91,0 persen, 85,8 persen. Hingga 12 Juni 2015 realisasi PNBP Perikanan baru mencapai Rp 30,9 Miliar atau 5,34 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2015. Pencapaian PDB dan PNBP peri­ kanan tersebut tidak sesuai dengan potensi yang ada. Selain itu juga tidak sejalan dengan peningkatan aktivitas di sektor perikanan yang tercermin dalam peningkatan volu­ me dan nilai produksi perikanan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sepanjang tahun 20092014, trend produksi perikanan Indonesia mengalami peningkat­ an dengan rata-rata peningkatan sebesar 18,67 persen per tahun. Produksi perikanan Indonesia ta­ hun 2013 mencapai 19,5 juta ton atau meningkat sebesar 25,23 per­ sen dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 15,5 juta ton. Adapun angka sementara produksi volume peri­ kanan tahun 2014 sebesar 20.722 juta ton atau meningkat sebesar 25,23 persen. Produksi tersebut sebagian besar bersumber dari produksi perikanan budidaya. Hasil produksi perikanan Indonesia cenderung meningkat yang antara lain tercermin dari nilai produk­ sinya. Nilai produksi perikanan Indonesia tahun 2013 adalah sebe­ sar Rp213 triliun atau meningkat sebesar 37,07% dibandingkan ta­ hun 2012 yang sebesar Rp155 tri­ liun. Trend produksi perikanan In­ donesia dalam lima tahun terakhir Perkembangan Target dan Realisasi PNBP Perikanan (MiliarRp) Sektor perikanan tidak hanya ber­ peran dalam pembentukan PDB tetapi juga berperan sebagai salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebagaimana tercantum dalam PP No 19 tahun 2006 tentang Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku Pada Departemen Ke­ lautan dan Perikanan, PNBP peri­ kanan bersumber dari pungutan perikanan. Pungutan perikanan meliputi Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP), Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dan Pungutan Pe­ rusahaan Perikanan Asing (PPA) . Sepanjang tahun 2009-2014 reali­ Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 35 ANGGARAN Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan 2009-2013 seb e s a r R p 70,03 triliun Kontribusi PDB 2009 2010 2011 2012* 2013** h a ny a 0, 26 Perikanan (%) Pertumbuhan PDB 4,16 6,04 6,96 6,49 6,86 persen dana Perikanan yang disum­ Persentase 3,15 3,09 3,06 3,1 3,21 bangkan ke Perikanan terhadap PDB A PBN. Se­ dangkan Sumber : Badan Pusat Statistik * : Angka sementara pada t a hun ** : Angka sangat sementara 2013, dengan nilai produksi perikanan tangkap mengalami pertumbuhan sebesar sebesar Rp101,32 triliun ternyata 23,22% dengan rata-rata sebesar Rp145 triliun. Namun dengan ha­ hanya 0,22% yang tercatat sebagai sil produksi perikanan yang tinggi PNBP perikanan. tersebut pada kenyataannya hanya menyumbang PNBP sebesar 0,06% Padahal dari PNBP tersebut akan dialokasikan kembali ke daerah dari total PNBP tahun 2013. dalam bentuk Dana Bagi Hasil Sum­ ber Daya Alam (DBH SDA). Masih Masih Banyak Permasalahan terdapat potensi peningkatan PNBP Peningk at an volume dan nilai yang belum termanfaatkan dari produksi perikanan baik perikanan sumber daya ikan dan non sumber tangkap maupun budidaya tidak di­ daya ikan. Ini merupakan indikasi barengi dengan peningkatan pen­ adanya inefficiency loss dalam sek­ capaian PNBP perikanan. Secara tor perikanan. Dan ini terjadi se­ nominal, PNBP perikanan memang tiap tahun. Tingginya inefficiency meningkat setiap tahun tetapi rea­ loss PNBP perikanan antara lain lisasinya cenderung selalu dibawah disebabkan adanya permasalahan target yang ditetapkan. Peme­rintah dalam hal perizinan penangkapan pun hanya memberi target pada ikan, formula PNBP itu sendiri serta kisaran Rp150-200 miliar pada ta­ pengawasan yang belum optimal. hun 2009-2013. Baru pada tahun 2015 ini Pemerintah menargetkan Dalam hal perizinan, permasalah­ PNBP Perikanan di atas Rp500 mili­ an yang sering dijumpai adalah ar. Dengan kondisi historis perkem­ banyaknya data pada dokumen bangan PNBP perikanan yang ada kapal perikanan yang tidak sesuai tentunya menjadi sebuah perta­ dengan hasil verifikasi di lapangan nyaan mendasar kendala apa yang antara lain ukuran panjang, lebar menyebabkan rendahnya PNBP dan dalam kapal, jenis, nomor dan perikanan tersebut serta bagaima­ kekuatan mesin. Sebagai contoh, na upaya untuk mengoptimalkan pemilik kapal lebih dari 30 gross tonnage (GT) yang seharusnya me­ pencapaian PNBP perikanan. laporkan ke pusat justru mendaf­ Peningk at an volume dan nilai tarkan kapalnya dengan ukuran di produksi perikanan yang tidak di­ bawah 30 GT dimana izin kapal di sertai pencapaian PNPB yang op­ bawah 30 GT ada di daerah. Akibat­ timal menunjukkan adanya ineffi- nya, PNBP menjadi lebih rendah. ciency loss. Inefficiency loss PNBP perikanan ini terjadi setiap tahun Selain itu, berdasarkan data umum dan menyebabkan potensi kerugian perpajakan pemilik kapal di atas 30 negara. Pada tahun 2011 terjadi in- GT per Januari 2015 jumlah pemilik efficiency loss sebesar 386 persen kapal yang telah memperoleh izin dari total PNBP perikanan. Dengan mencapai 1.836 tetapi hanya 1.204 nilai produksi perikanan tangkap yang memiliki NPWP. Sisanya, 632 36 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 pemilik kapal belum memiliki No­ mor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Prosedur perizinan bagi pemilik kapal dianggap terlalu mudah juga penyebab rendahnya PNBP. Pasal­ nya, saat ini untuk perizinan pe­ nangkapan kapal ikan pemilik ka­ pal di atas 30 GT hanya membayar kurang lebih Rp60 juta hingga Rp70 juta per tahun. Sebagai perbandingan, Pemerin­ tah Australia membanderol izin menangkap lobster hingga menca­ pai Rp11 miliar. Untuk itu, guna pe­ ningkatan PNBP perikanan di masa mendatang diperlukan penataan perizinan baik dari sisi pendataan maupun pengetatan prosedur per­ izinan. Rencana KKP untuk mem­ beri izin dengan syarat pengusaha berani membayar mahal kepada negara perlu didukung. Volume dan Nilai Produksi Perikanan Volume Nilai Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014, Pusat Data, Statistik dan Infor­ masi, diolah Rendahnya PNBP perikanan juga disebabkan oleh formula dari PNBP itu sendiri, yakni Pungutan Hasil Perikanan (PHP). PHP adalah pu­ ng utan negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan In­ donesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Dalam hal pengawasan data-data perikanan, maka penggunaan logbook perlu ditingkatkan. Logbook merupakan buku pencatatan hasil penangkapan ikan per trip. Pengi­ sian Logbook dilakukan oleh obser­ ver yang ditempatkan di kapal-kapal nelayan. Pencatatan tersebut men­ jadi salah satu syarat jika kapal hen­ dak mendaratkan ikan di pelabu­ han. Namun, belum ada sanksi yang dikenakan terhadap pemilik kapal yang tidak bersedia menggunakan logbook. Karena itu guna kepenti­ ngan monitoring validitas data vo­ lume dan nilai produksi perikanan tangkap maka persyaratan peng­ gunaan logbook menjadi mutlak di­ perlukan. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan/atau yang melakukan usaha pembudidayaan ikan sesuai dengan jumlah produksi dan harga jual ikan di lokasi pembudidayaan. Besarnya PHP ini disesuaikan dengan skala usaha. Bagi skala usaha kecil maka besarnya PHP adalah : 1 persen x produktivitas kapal x HPI. Sedang­ kan bagi skala besar = 2,5 persen x produktivitas kapal x HPI. Produktivitas kapal merupakan ke­ mampuan kapal dalam menangkap ikan yang dihitung dengan mem­ pertimbangkan ukuran tonase ka­ pal, jenis kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat penangkap ikan yang digunakan, jumlah trip ope­ rasi penagkapan ikan per tahun, kemampuan tangkap rata-rata per trip serta wilayah penangkapan ikan. Harga Patokan Ikan (HPI) meru­ pakan harga jual rata-rata tertim­ bang hasil ikan yang berlaku di pasar domestik dan internasional. Penetapan HPI sebaiknya di-update dan disesuaikan dengan perge­ rakan harga ikan di lapangan. Na­ mun, hingga saat ini dasar pene­ tapan HPI masih menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/5/2012 Tahun 2012. Peluang terealisasinya PNBP peri­ kanan yang bersumber dari PHP ini sangat besar mengingat PHP ini dibayar dimuka sebelum ka­ pal beroperasi. Namun disisi lain, kelemahan dalam formula PHP adalah ada celah kerugian nega­ ra jika volume tangkapan ikan suatu kapal melebihi perhitungan produktivitas kapal sebelumnya. Untuk itu, diperlukan kembali eva­ luasi atas formula PHP antara lain dengan pemutakhiran HPI maupun saat pembayaran PHP ataupun hal lainnya. Perbaikan metode perhi­ tungan PNBP Perikanan baik PPP, PHP maupun PPA perlu segera di­ lakukan. Perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan review atas PP jenis dan tarif pajak yang berlaku di Kementerian Ke­ lautan dan Perikanan. Dari sisi admintrasi, KKP serta in­ stansi terkait lainnya perlu melaku­ kan monitoring dan evaluasi terha­ dap pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan PNBP, meningkatkan pelayanan berbasis teknologi in­ formasi dan melengkapi database wajib bayar PNBP, menegakkan hu­ kum terhadap pelanggaran keten­ tuan pemungutan dan pengelolaan PNBP, meningkatkan sarana prasa­ rana penghasil PNBP dan kualitas SDM pengelola PNBP dan menerap­ kan PNBP online (SIMPONI) untuk penyetoran PNBP. Berbagai kebijakan tersebut tentu­ nya perlu dukungan dari berbagai stakeholder untuk peningkatan PNBP perikanan serta mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Ditulis oleh: Martiasih Nursanti, Ade Nurul Aida, Adhi Prasetyo, Ratna Chris­ tianingrum dan Dahiri (Tim Sub Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Pembiay­ aan Anggaran) Disunting oleh: sf (Parlementaria) PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 37 ANGGARAN UTANG INDONESIA MASIH REALISTIS U tang Pemerintah Indonesia dinilai semakin beresiko. Posisi utang Indonesia yang mencapai lebih dari 300 miliar US$ (sekitar Rp3.800 triliun rupiah), atau 4 kali lipat dibanding posisi utang 1997 yang berada di kisaran 70 miliar US$. Kondisi saat ini dini­ lai dapat mengulangi kesalahan kri­ sis 1998. perbincangan dengan Parlemen­ taria, di Gedung Nusantara I, barubaru ini. Politisi F-Gerindra ini melihat besar­an utang Indonesia masih be­ rada di batas aman. Terhadap PDB, utang Indonesia masih berada di kisaran 30 persen. Padahal, masih banyak negara lain yang utangnya lebih besar dibanding PDB-nya. Namun, hal itu ditepis oleh Wakil Ketua Komisi X I DPR Gus Irawan Pasaribu. Poli­ tisi yang bercokol di Komisi Keuangan d a n Pe r b a n k a n DPR ini menilai, publik jangan ha­n ya melihat dari sisi be­ s a r ny a ut a n g. Walapun besaran utang mengalami peningkatan, tapi juga ada pe­ningkatan Gross Domestic Product (GDP) beberapa kali. Namun, Gus melihat kecende­ rungan utang luar nege­ ri ini lebih banyak digunakan untuk sektor konsum­ tif. Padahal, jika ut ang dialo­ kasikan untuk sektor produk­ t if, d i h a r ap­ kan produktifi­ tas nasional akan meningkat. Yang tentunya berimbas pada per tumbuhan ekonomi nasional. “Justru yang paling krusial itu se­ benarnya jika melihat utang Indo­ nesia adalah perbandingan jumlah utang kita dengan Produk Domestik Bruto (PDB),” kata Gus mengawali “Yang kami soroti sebetulnya se­ berapa besar manfaat utang itu. Kami ingin yang penting utang itu untuk hal-hal produktif, sehingga menambah produktifitas nasional. 38 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Yang pada ujungnya untuk menye­ jahterakan masyarakat,” imbuh Gus. Politisi asal Daerah Pemilihan Su­ matera Utara II mengingatkan, bu­ kan berarti orientasinya berkutat dengan angka pertumbuh­an ekono­ mi yang tinggi. Namun, bagaimana pertumbuhan ekonomi itu berkuali­ tas dan bermanfaat bagi masyara­ kat, yakni mengurangi ang­k a ke­ miskinan dan pengangguran. Gus juga melihat, kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan penyebab krisis 1998. Dengan kata lain, besa­ ran utang Indonesia masih diang­ gap aman, sehingga krisis 1998 tak akan terulang pada saat ini. Justru ia menyoroti kurs rupiah lah yang merupakan faktor utama penyebab krisis. “Yang justru mendorong krisis itu adalah nilai tukar uang yang sema­ kin melemah, inflasi tak terkendali, dan kondisi likuiditas di pasar. Jadi kalau utang masih dalam batas 30an persen dibanding PDB, sebetul­ nya masih batas aman. Hal ini ber­ beda dengan krisis 1998,” tukas Gus. Namun, tambah Gus, bukan be­ rarti Pemerintah bisa di atas awan de­n gan besaran utang yang ma­ sih dinilai realistis ini. Justru Gus malah prihatin dengan kondisi eko­ nomi saat ini. Dengan utang ini, Pemerintah belum serius mengga­ rap sektor produktif. Gus menyatakan, DPR sebagai mitra dari Pemerintah, tetap ingin mem­ berikan kontrol terhadap besaran utang Indonesia. Ia berharap utang ini tidak menjadi beban. Sehingga DPR berhak tahu terhadap alokasi utang tersebut. Dengan adanya kontrol dari DPR, diharapkan Indo­ nesia mendapatkan pinjaman yang tepat, dan momentum yang tepat pula. “Paling tidak kami ingin mengontrol dan tahu alokasi utang Pemerintah. Tentu kita juga ingin mendapatkan pinjaman yang tepat dan momen­ tum yang tepat pula. Karena kan utang ini menjadi beban. Kami ingin pada saat jumlah dan momentum yang tepat,” tutup Gus. Investasi Dalam Negeri Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai, Pemerintah harus membuat kebijakan terkait utang luar negeri, baik yang dilaku­ kan oleh Pemerintah sendiri, mau­ pun swasta. Ia menegaskan, Peme­ rintah dan Bank Indonesia harus mengatur alokasi utang itu. “Karena ketika utang luar negeri itu diberikan sebebas-bebasnya apa­ kah ada jaminan utang luar negeri itu digunakan untuk sektor produk­ si,” kata Ecky, seolah bertanya. Politisi F-PKS ini khawatir, utang luar negeri yang dilakukan oleh swasta, tapi tidak langsung dijadikan investasi di Indonesia, dan malah berivestasi di luar negeri. Ia mene­ gaskan, utang oleh swasta itu harus dipastikan diinvestasikan di Indone­ sia dan beroorientasi untuk ekspor. “Kenapa untuk ekspor, karena utang kan menggunakan dolar. Ke­ tika seorang berutang ke luar nege­ ri tapi orientasinya investasi dalam negeri, dan dibayarnya menggu­ nakan rupiah, ini bisa menggerus devisa ketika dia jatuh tempo pem­ bayaran utang,” tegas Politisi asal Dapil Jawa Barat ini. Ia juga mengingatkan, Pemerin­ tah harus tegas dalam membuat kebijakan bahwa setiap utang luar negeri yang dilakukan oleh sektor swasta itu harus ada jaminan untuk menahan volatilitas atau perge­ rakan kurs yang beresiko. “Setiap perusahaan swasta termasuk BUMN yang berutang ke luar nege­r i t api ti­ dak dijamin­kan, m a k a r e s i ko ditanggung oleh seluruh bangsa Indo­ nesia. Ketika rupiah itu ter­ p u r u k a k i b at permintaan do­ lar yang tinggi un­ tuk membayar utang, maka akibatnya bukan dikenakan kepada yang memiliki hutang, tapi juga seluruh bangsa Indonesia. Seperti krisis 1998,” kata Ecky. Ecky mengakui, saat ini jumlah utang, terutama utang dari sektor swasta yang tidak dijaminkan itu sangat besar, dan itu sangat bere­ siko terhadap ketahanan sistem keuangan Indonesia. Dibanding krisis 1998, Ecky optimis ada perbedaan dengan kondisi saat ini. Dalam konteks fundamental ekonomi, lebih baik saat ini. Pada 1997-1998, Ecky menilai tahun itu, kondisi Indonesia sangat rapuh. “Saat itu, booming pertumbuhan sangat luar biasa. Tetapi juga mesti yang diingat adalah krisis 1998 itu adalah adanya transaksi dari para gambler yang turut memperburuk suasana keuangan dan perbankan kita,” nilai Ecky. Untuk itu, Eck y meng ingatkan Pemerintah harus lebih waspada terhadap transaksi derivatif. Tran­ saksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari, seperti suku bunga, nilai tukar, komoditas, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrument. “Ja nga n sa m­ pai perbankan d a n i n st it u si keuang­a n tu­ rut bermain di valut a a­s ing, yang bisa menjat u h k a n nilai tukar mata uang rupiah,” tu­ kas Ecky. Ecky menambahkan, pi­ haknya sangat concer n terhadap utang luar nege­ ri. Walaupun tidak ada mekanisme pembahasan utang bersama DPR dalam Undang-undang, namun Eck y memint a DPR dilibatk an dalam pembahasan utang. “Ini kaitannya dengan APBN, yang didalamnya terdapat besaran de­ fisit. Ketika ada penambahan besar­ an utang tersebut, harus melaku­ kan pembicaraan dan mendapatkan persetujuan dari DPR. Karena utang itu akan dibayar bukan oleh Peme­ rintah Indonesia sekarang, tapi oleh masyarakat Indonesia pada masa mendatang,” tutup Ecky menutup perbincangan. (sf ) Foto: Naefuroji/ Parle/OD PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 39 LEGISLASI RUU Penjaminan Perkuat Usaha Kecil dan Menengah RUU Penjaminan merupakan RUU usul inisiatif DPR RI dan masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun 2015. Sebagaimana diketahui, pengajuan RUU ini masuk dalam Prolegnas bukan hanya terjadi pada tahun ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2006 pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Keuangan telah mengajukan naskah akademis dan draft RUU terkait Penjaminan. N amun, RUU tersebut gagal masuk Prolegnas di DPR. Kemudian pada tahun 2011, Kementerian Keuangan dengan melibatkan Kementerian Koordina­ tor Bidang Perekonomian, Kemen­ terian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM serta Bank Indo­ nesia kembali mengajukan naskah akademis dan draft RUU tentang Usaha Penjaminan. Lagi-lagi, RUU tersebut belum bisa masuk Proleg­ nas di DPR. Kali ini, RUU Penjami­ nan telah masuk ke Prolegnas di DPR, bahkan prioritas tahun 2015. Kehadiran RUU Penjaminan yang diusulkan Fraksi Partai Golkar DPR RI ini dimaksudkan untuk mem­ perkuat usaha mikro kecil dan menegah koperasi (UMKMK) yang selama ini kurang mendapat per­ 40 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 hatian pemerintah. Padahal, salah satu usaha kecil menengah yang terbukti bertahan di saat negara mengalami krisis ekonomi tahun 1998 silam adalah UMKM. Karena itu, kelangsungan UMKM harus di­ perkuat melalui UU Penjaminan ini. “Kita selama ini melihat ada ke­ pentingan besar dalam sistem per­ ekonomian bangsa ini dan itu ada di UMKM sebagai tulang-punggung perekonomian nasional dan terbuk­ ti bertahan sejak krisis 1998. Kare­ na itu, nantinya pemberi kredit, yaitu perbankan bisa memberikan penjaminan itu melalui RUU Pen­ jaminan ini,” kata Anggota Komisi XI Misbakhun yang juga pengusul RUU Penjaminan pada acara disku­ si forum legislasi “RUU Penjaminan” bersama pakar ekonomi politik Ich­ sanuddin Noorsy di Gedung DPR RI Jakarta belum lama ini. Menur ut Misba k hun sebanya k 58 juta pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi tulangpunggung perekonomian nasional, maka keberpihakan kepada rakyat kecil tersebut diantaranya harus di­ dorong melalui RUU Penjaminan ini. Sebab, dengan RUU Penjaminan ini akan ada skema kelayakan, kurang layak, dan tidak layak bisa diper­ timbangkan untuk mendapatkan akses perbankan. “Saya berharap sistem penjaminan Indonesia bisa seperti Jepang dan Korea, yang ada garansi dan garantor-nya,” ujarnya. Kini Badan Legislasi DPR RI (Baleg) sedang melakukan harmonisasi RUU Penjaminan tersebut, selanjut­ nya akan dibawa ke paripurna DPR RI dan kemudian diserahkan kepa­ da Presiden RI untuk mendapatkan Amanat Presiden (Ampres) dan, lalu paripurna DPR RI bisa mengesah­ kan menjadi UU. “Sebelum puasa Ramadhan 1436 H yang akan jatuh pada 18 Juni 2015 ini, DPR akan mengirimkan kepada Presiden RI untuk mendapatkan Ampres,” tam­ bahnya. Melalui UU Penjaminan ini nan­ ti kata Misbakhun, keuangannya akan dijalankan oleh PT. Jamkrida yang ada di pemerintah provinsi, kabupaten/kota di seluruh In­ donesia. Hal itu sekaligus untuk memperkuat posisi UMKMK agar permodalannya lebih terjamin, ter­ arah, dan tak ragu lagi agar resiko perbankannya tak terlalu besar dan lebih mudah mendapat kredit dengan premi 1 -1,5 % tergantung pada resiko yang diberikan kepada UMKM itu sen­diri. Mengenai sanksi kata Misbakhun, hal itu menjadi kewenangan oto­ ritas jasa keuangan (OJK). “Soal sanksi bagi berbagai pihak terkait pengembangan UMKM ini menjadi kewenangan OJK. Selain itu ada pembatasan terhadap kepemilikan usaha asing sampai 40%, dan de­ ngan RUU ini tidak menyerahkan kepada mekanisme pasar. Sebab, hukum pasar itu yang kuat akan menggilas yang kecil,” pungkasnya. Sementara menurut Ichsanuddin, secara filosofis UU Penjaminan su­ dah tepat untuk melindungi rakyat kecil dalam berusaha. Namun, bu­ kan terbatas pada pembiayaan un­ tuk UMKM, tapi seharusnya juga untuk manajemen, pemasaran dan inovasi. “Jadi, kalau hanya sebatas pembiayaan maka hanya menyele­ saikan satu masalah, sehingga ke­ tika memasuki masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), UMKM hanya akan menjadi korban,” tegasnya. Melalui UU Penjaminan ini nanti kata Misbakhun, keuangannya akan dilajalankan oleh PT. Jamkrida yang ada di pemerintah provinsi, kabupten/kota di seluruh Indonesia. Hal itu sekaligus untuk memperkuat posisi UMKMK agar permodalannya lebih terjamin, terarah. Dengan begitu kata Ichsanuddin, maka rakyat kecil selama ini hanya menjadi kaos kaki kekuasaan, dan bukannya menjadi ruh dan jiwa penguasa dalam menyelenggara­ kan kekuasaannya. Sedangkan se­ cara yuridis, RUU ini mengabaikan UU BI, UU OJK, UU Perlindungan Konsumen dan UU LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan). “Dan, se­ cara yuridis kejiwaan terdapat 107 juta jiwa yang terserap UMKM, se­ hingga UMKM mana yang benarbenar untuk usaha rak yat dan UMKM mana yang menyerahkan resiko kredit itu kepada lembaga penjaminan?” tuturnya memper­ tanyakan. Selain RUU ini bukan UU organik karena tidak diperintahkan oleh konstitusi, menur ut Ichsanud­ din, DPR juga salah dalam mem­ pelajari asas akuntabilitas, karena setiap tindakan yang terpercaya dan terukur itu harus bisa diper­ tanggungjawabkan. “Jadi, RUU ini belum dalam kerangka ekonomi secara menyeluruh, maka jangan menjadikan UMKM sebagai korban. Jadikanlah UMKM itu seperti di Je­ pang dan Korea, yang diperhitung­ kan dalam perekonomian negara,” pungkasnya. (sc) Foto: Naefuroji, Jaka/ Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 41 FOTO BERITA Putak Ketua DPR RI Setya Novanto menyaksikan proses pengolahan putak (makanan sejenis sagu) di NTT. Foto: Denus 42 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 43 FOTO BERITA Stempel Tiket Ketua DPR RI Setya Novanto memantau kesiapan KAI jelang Lebaran di Stasiun Senen, Jakarta. Foto: Jaka Nugraha Persiapan Mudik Laut Tim Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI saat meninjau Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Foto: Naefuroji 44 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Itu Kentang Ini Daging Tim Kunker Komisi IV dipimpin Edhy Prabowo didampingi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meninjau kesiapan BUMN PT Berdikari mendukung operasi pasar daging dan memantau stabilitas harga menjelang lebaran di Pasar Induk Cibitung, Jabar. Foto: Ibnur Khalid PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 45 FOTO BERITA Amati Data Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI melihat data tahanan di Lapas Klas I Palembang Foto: Iwan Armanias Jenguk Kajati Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI menjenguk Kajati Prov. Sumsel Suhaimi di RS Siloam Palembang. Foto: Iwan Armanias 46 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 KIAT SEHAT kit kronis (menahun), seperti: kanker (otak, kepala dan leher, kulit, payudara, prostat, hati, kolorektal), penyakit per­ sarafan, kardiovaskuler, dsb. S etelah berlebaran, banyak orang takut sakit. Sebagian berpantang mengonsumsi menu tertentu. Faktanya, boleh saja tetap mengonsumsi makanan apapun, asalkan mengan­dung gizi seimbang dan jangan berlebihan. Mengonsumsi roti dan kudapan ringan (snack) sebagai camilan boleh saja, asal­ kan tidak sering. Prinsipnya sederhana. Hendaklah tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Jangan lupa berolahraga secara rutinteratur. Misalnya: jogging, berlari-lari, senam, bersepeda, dsb. Lakukan mini­ mal 30 menit, 2-3 kali seminggu. Bagi penderita asam urat (gout) dan kolesterol, maka perlu membatasi diri bila mengonsumsi: daging (sapi, rusa, kelinci, unggas, bebek), emping (melinjo), nanas, jeroan (otak, hati, gin­ jal), tape, teh, minuman beralkohol, bir, kangkung, santan, kacang-kacangan (kacang kedelai, Brazil, hazelnut, ka­ cang tanah), ikan teri, sarden, tiram, kerang, udang, cumi-cumi, kepiting, dan sea food lainnya. Adapun sajian sehat bagi penderita asam urat: sayuran (bayam, tauge, jamur, asparagus, kembang kol, kubis, ceri, buncis, selada, lobak, jagung, ken­ tang, dan wortel), buah-buahan (apel, anggur, pisang, nangka, jeruk, melon), keju, dan pasta yang dibuat dengan telur, nasi, susu, kopi, coklat. Perbanyak minum air putih. Ber ikut ini dikemukakan beragam sajian nikmat namun sehat setelah berlebaran. Selamat menikmati. 1. Opor Ayam Opor ayam adalah makanan tradisional khas Jawa Tengah dan Jawa Timur. Opor ayam lezat disantap bersama ketupat atau lontong. Dalam pengolahannya, opor ayam menggunakan kemiri (Aleurites moluccana). Menurut Pedrosa RC, dkk (2002), kadar serum lipid (total kolesterol, kolesterol LDL dan HDL, trigliserid) dan berat badan dapat diturunkan oleh kemiri. Riset yang dilakukan Locher CP, dkk (1995) berhasil membuktikan bahwa ekstrak kemiri memiliki aktivitas anti­ bakteri, yaitu efektif membasmi bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Opor ayam lebih sehat bila mengguna­ kan santan encer atau susu kedelai. Le­ bih baik lagi satu jam setelah menikmati opor ayam, langsung minum jus buah segar (tanpa gula) atau jeruk hangat. 2. Ketupat Sayur Ketupat sayur yang terkenal dan ba­ nyak disukai adalah yang berasal dari Betawi dan Padang. Bedanya, ketupat sayur Betawi berkuah santan encer, se­ dangkan ketupat sayur Padang santan­ nya kental. Ketupat (katupe) sayur Padang berkuah kuning karena menggunakan kunyit. Kunyit (turmeric) mengandung bera­ gam fitokimiawi, salah satunya curcumin. Curcumin terbukti mampu menekan munculnya tumor. Curcumin juga mampu mengatasi beragam penya­ 3. Gulai Gulai dikenal sebagai kari khas Indone­ sia. Makanan tradisional khas nu­santara ini memakai kayu manis se­bagai salah satu bumbu pembuatan gulai. Menurut Ranasinghe P, dkk (2013), kayu manis (Cinnamomum verum, C. zeylanicum) efektif sebagai antimikrobial (antibak­ teri, antivirus, antijamur), antiparasitik, antioksidan, penurun gula darah, se­ rum kolesterol, dan tekanan darah. Beberapa hal perlu diperhatikan saat pengolahan gulai. Untuk menghindari bau tajam, rebuslah daging kam­b ing dengan daun jeruk purut dan laos. Pakai­lah santan encer, agar gulai kam­ bing aman dikonsumsi. Setelah menik­ mati gulai, hendaklah langsung minum air putih hangat. Kemudian satu jam sesudahnya meminum jeruk hangat. Ini untuk “melunturkan” lemak atau koles­ terol jahat. 4. Apel Buah apel (Malus pumila Mill) ter­ bukti efektif menu­ r u n k a n k ad a r L DL (kolesterol jahat), meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), menjaga kesehat­ an gigi, mencegah penyakit jantung dan stroke, melindungi tubuh dari virus in­ fluenza, mencegah kanker usus, menye­ hatkan (saraf, paru-paru, jantung, otak, mata), memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker hati pada manusia. Untuk mengatasi asam urat, minum­ lah jus apel. Caranya: blender apel (150 gram), air matang (150 ml), dan es batu (60 g) hingga lembut. Tuanglah dalam gelas saji. Minum selagi dingin. Untuk PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 47 KIAT SEHAT menjaga kesehatan, makanlah 1-2 buah apel segar setiap harinya. 5. Anggur Flavonoid pada anggur (Vitis vinifera) berfungsi antioksidan ampuh yang bekerja sebagai pencegah kanker, dapat menghambat oksidasi LDL pada dinding pembuluh koroner, memiliki efek anti­ mikroba, memperbaiki fungsi endotel, menghambat aterosklerosis (timbunan lemak di pembuluh darah). Kandungan quercetin pada anggur, me­ miliki aktivitas antioksidan, berpotensi mencegah kanker payudara, mencegah keganasan kolorektal (usus besar dan anus), dan berpotensi mengobati leu­ kemia. 6. Blewah Blewah (Cucumis melo var. cantalupensis L.) berkhasiat pereda demam, pa­ nas dalam (akibat proses peradangan atau infeksi sistemik), antihipertensi alami, meningkatkan daya tahan tubuh, memelihara kesehatan jantung, paruparu, pembuluh darah, meningkatkan fungsi ginjal dan limpa, mengurangi pembentukan plak di pembuluh darah arteri, mengendalikan hiperkoleste­ rolemia (peningkatan kadar kolesterol di dalam darah) dan diabetes melitus, obesitas, juga dapat “mengusir” asam urat. Kandungan airnya bermanfaat sebagai pengganti cairan tubuh sekaligus iso­ tonik alami. Kandungan vitamin C ble­ wah setara dengan 60 mg pada suple­ men vitamin C. 7. Jeruk Jeruk sangat baik sebagai pelengkap terapi kanker prostat, berbagai pro­blem wanita atau seputar kecantikan, se­ perti: jerawat, haid tidak teratur, kepu­ tihan, nyeri haid, mencegah keriput. Selain itu, juga baik sebagai penurun tekanan darah dan kolesterol, menga­ tasi bau badan, bau nafas, gangguan berkemih (anyang-anyangen), berba­ gai jenis radang, seperti: radang pada amandel, tenggorokan, paru-paru, sen­ 48 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 di, lambung, dan usus. Juga membantu terapi batu empedu, kencing manis, berkurangnya selera makan, kelebihan berat badan, bisul, sakit pinggang, pe­ gal linu, gatal-gatal, influenza, batuk berdahak, batuk seratus hari, asma. Daging buah jeruk keprok membantu memulihkan tenaga dan membersihkan dahak. Biji-bijinya mampu memulihkan tenaga dan meredakan sakit. 8. Madu Riset menunjukkan madu efektif mem­ percepat proses penyembuhan luka kronis (menahun) dan antiradang. Efek madu pada penyembuhan luka terkait dengan stimulasi sitokin peradangan dari sel-sel monositik. Beberapa tipe sel tersebut diketahui berperan dalam penyembuhan dan perbaikan jaringan. Madu juga sebagai penstimulasi per­ tumbuhan, karena adanya stimulasi sintesis jaringan kolagen dan kompo­ nen jaringan konektif lainnya, serta perbaikan kekuatan kolagen. Untuk menjaga stamina tubuh, minum­ lah madu setiap hari, 2-3 sendok teh (10-15 ml) dilarutkan dalam segelas air hangat (250 cc atau 250 ml). 9. Pepaya Buah pepaya (Car ica papaya) mat a ng berkhasiat mengobati sak it perut, kembung, perdarahan wasir, luka di saluran kemih, penya­ kit kulit (kurap/kadas, psoriasis), diare menahun, disentri, sedatif dan tonik, mengurangi obesitas, peluruh dahak, pelancar kencing, pereda nyeri perut. Buah pepaya mentah berkhasiat un­ tuk mempermudah dan melancarkan buang air besar, membantu berkemih, buah ke­r ing mengurangi pembesaran limpa dan hati, menghilangkan racun akibat gigitan ular, dan antibakteri. Kandu­ngan asam amino, phenylalanine, tyrosine, dan glycine pada buah pepaya yang mentah dilaporkan bermanfaat mengobati penderita anemia sel sabit. Bagi wanita hamil, berhati-hatilah, sebab buah mentah bisa bersifat abortifacient (menggugurkan kandungan). Sedangkan biji dan daging buah pepaya sebagai penghambat per tumbuhan berbagai bakteri. 10. Ramuan Alami Untuk menurunkan kolesterol, per­ siapkanlah 25 gram (5 lembar) daun salam dan 5 gram (1 jari) laos. Cucilah semua bahan hingga bersih. Potong kasar semua bahan. Rebuslah dengan 2 gelas air matang sampai tersisa 1 gelas. Biarkan dingin lalu saring. Minumlah 2-3 kali sehari. Setelah seminggu, cek kolesterol di laboratorium terdekat. Ramuan ini sering digunakan Ibu Dr (HC) Martha Tilaar. Teh lemongrass, ramuan Ibu Dr (HC) Martha Tilaar, berkhasiat meningkat­ kan stamina tubuh, menghilangkan kelelahan, dan melancarkan sirkulasi darah. Untuk membuatnya, persiapkan setengah batang sereh, 1 sendok makan gula merah, 1 ruas jari kayu manis, 2 gram (1 sendok makan) teh hitam, dan garam seperlunya. Cara pembuatannya: cucilah semua bahan hingga bersih. Sereh dipotong kasar. Rebuslah sereh dan kayu manis dengan 1 gelas air sampai mendidih. Tambahkan teh, gula merah, garam secukupnya, lalu diaduk. Saringlah. Siap diminum. Bo­ leh ditambahkan jeruk nipis se­suai selera. Opor ayam, ketupat say ur, g u­ lai, apel, anggur, blewah, jeruk, madu, pepaya, ramuan alami adalah bebe­ rapa contoh sajian nikmat namun sehat setelah berlebaran. Nikmat itu ternyata dapat menyehatkan. Sehat itu jelas nik­ mat. Mau, mencoba? (Diolah dari ber­ bagai referensi) Dito Anurogo, dokter digital, konsultan kesehatan di detik.com, pemerhati buah– herbal berkhasiat obat, penulis 16 buku, alumnus FK UNISSULA Semarang, ang­ gota IYHPS dan Masyarakat Linguistik Indonesia, email: [email protected] Yudi Widiana Adia Penyuka Off Road dari Senayan Kegiatan Anggota Dewan tak melulu berbau politik. Bahkan, untuk mengekspresikan diri, ada yang menggeluti olahraga yang terbilang cukup ekstrem. Off road menjadi pilihan Yudi Widiana Adia sebagai hobi di waktu senggang. Dalam kesempatan kali ini, Parlementaria berkesempatan untuk mengupas sekilas kehidupan Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu. PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 49 K ehidupan semasa kecil Yudi layaknya anak-anak pada umumnya. Lahir dan besar di Kota Sukabumi, Yudi pun akrab dengan beragam permainan seperti bermain layang-layang, sepak bola hingga kegiatan lain seperti men­ cari ikan di sungai. Yang berbeda dari kebanyakan anak-anak lainnya adalah orang tua Yudi lebih menga­ rahkan potensi dirinya untuk men­ jadi olahragawan, sehingga sejak kecil ia sudah digembleng menjadi seorang atlet tenis meja. Arahan orang tua Yudi tidak sia-sia. Beragam penghargaan pun kian di­ peroleh. Semasa ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar Pintu Kisi II Sukabumi, Yudi sudah berhasil menjadi Juara I pertandingan tenis meja se-Kota Sukabumi. Memasuki jenjang Sekolah Menengah Per­ tama di SMP Negeri 2 Sukabumi, selain bidang olah raga, perhatian Yudi mulai diarahkan pada prestasi akademik. Memasuki masa Sekolah Menengah Atas di SMA 1 Sukabu­ mi, Yudi mulai aktif dan terlibat di organisasi-organisasi keagamaan seperti Remaja Islam Masjid dan aktifitas pembinaan. Kegigihan Yudi di bidang akademik terlihat dari peringkat 2 besar di ke­ las yang selalu ia raih mulai dari SD hingga SMA. Yudi memiliki prinsip, untuk mencapai prestasi akademik, maka harus “jago” dalam mata pe­ lajaran Matematika, sehingga akan berimbas baik kepada mata pelaja­ ran yang lain. Yudi yang juga aktif pada kegiatan ekstrakurikuler seper ti Palang Merah Remaja (PMR) dan Pramuka ini mulai meninggalkan kegiatankegiatan itu saat masuk bangku kuliah. Fokus pengembangan diri ia arahkan pada kegiatan keagamaan berupa aktifitas di lingkungan mas­ jid yang saat itu mulai tumbuh. Ber­ sama dengan aktivis masjid lainnya, mereka membuat yayasan untuk 50 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 aktifitas sosial di kampungnya. Pria yang mudah tersenyum ini mulai tertarik dengan bidang poli­ tik bersamaan dengan situasi krisis finansial, krisis moneter dan ekono­ mi yang puncaknya saat penjatuhan orde Soeharto di Indonesia yang bersamaan juga dengan krisis dunia saat terjadi perang di Afghanistan. Ia aktif pada jaringan politik yang dibangun melalui kegiatan sosial di masjid, yang kemudian semua ter­ konsolidasi dengan bergabungnya Yudi dengan Partai Keadilan Se­ jahtera (PKS). Ia sering mengikuti kajian yang bernama SIDIK yang digalang Abu Ridho, Mashadi, Sun­ mandjaya, Soeripto, dan Anis Matta. Saat itu Yudi mulai belajar politik praktis. “Sejak SMA saya kagum pada sosok Pak Muhammad Natsir dan selalu berlangganan majalahnya ‘Suara Masjid’,” kata lulusan Sarjana Insti­ tut Pertanian Bogor. Yudi memulai karirnya dengan menjadi dosen di Universitas Ibn Khaldun, Kota Bogor, pada tahun 1995. Kemudian ia lanjutkan di STIAMI, Jakarta, pada tahun 1997 dengan profesi yang sama. Anggota Dewan Termuda Besar dari keluarga yang tidak me­ rekomendasikannya untuk berkarir di bidang politik, Yudi justru kian tertantang. Tidak ada satupun sanak keluarganya yang bergerak di bidang politik. Ayahnya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersikap ne­ tral. Walaupun pada era Soeharto ayahnya sempat bergabung dengan kegiatan Partai Golongan Karya (Golkar), namun sang ayah selalu berpesan kepada Yudi untuk meng­ hindari dunia politik. Teman-teman diskusi dan aktivis masjid memberi pengaruh terbe­ sar dan dukungan penuh kepada Menurut pemahaman Yudi, politik adalah terus berbuat baik, walaupun pada kenyataannya seseorang tidak cukup dengan berbuat baik tetapi harus dibarengi dengan seni saat berbuat baik. Yudi untuk terjun ke dunia politik. Menurut pemahaman Yudi, politik adalah terus berbuat baik, walau­ pun pada kenyataannya seseorang tidak cukup dengan berbuat baik tetapi harus dibarengi dengan seni saat berbuat baik. Karir politik Yudi dimulai saat diamanahi untuk men­ jadi sekretaris PKS di wilayah Jawa Barat pada 1999 hingga 2009. Pemilu tahun 1999, mengantar­ kan Yudi terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termuda se-Jawa Barat. Visi politik Yudi saat menjadi anggota di DPRD berupa penyadaran pada politik umat. nya itu menjadi obat lelahnya tat­ kala perjalanan menuju daerah itu sangat sulit dijangkau. Tak jarang, untuk menjangkau dapilnya, Yudi harus berjibaku dengan kondisi in­ frastruktur yang kurang memadai. Sesekali, terjadi hal-hal unik yang ia temui dari masyarakat di dapilnya. Kerap kali Yudi pulang dari dapil dengan membawa hasil bumi. Buah tangan berupa jagung, kelapa, atau­ pun hasil bumi lainnya itu diberikan oleh masyarakat dapil sebagai ben­ tuk penghargaan atas kedatangan Yudi ke daerah mereka. “Saya beraktifitas politik dan bela­ jar dari banyak orang. Guru politik saya adalah para senior di PKS,” ka­ tanya. Terjun di dunia politik dan menjadi anggota DPRD Jawa Barat kala itu bukan berarti mulus tanpa rinta­ ngan. Banyak rintangan yang harus Yudi harus dihadapi. Salah satunya terkait dengan fasilitas untuk Ang­ gota DPRD yang dinilai Yudi ber­ lebihan. Tak sejalan dengan hati nuraninya, ia pun membongkar permasalahan dana perumahan pensiun untuk Anggota DPRD kala itu. Imbasnya, ia dikucilkan dari sesama rekan Anggota DPRD. Lima tahun dijalaninya sebagai Anggota DPRD Jawa Barat hing­ ga tahun 2004. Yudi pun kembali menjadi pengurus partai, sekaligus kembali ke karirnya dulu. Ia pun kembali mengajar di Universitas Is­ lam Negeri di Bandung pada tahun 2005. Masih pada tahun yang sama, Yudi juga menjadi Penasehat di Ika­ tan Cendekiawan Muslim Indonesia dan PW Muhammadiyah di Jawa Barat. Pemilu 2009, Yudi kembali perun­ tungannya di dunia politik. Berang­ kat dari Dapil Jawa Barat 4, meliputi Kabupaten dan Kota Sukabumi, kader PKS berbakat ini pun terpilih menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014. Ia pun ditugaskan F-PKS untuk ‘berkutat’ di Komisi V DPR RI. Lima tahun dijalani lulusan Master Universitas Padjajaran ini seba­ gai Anggota Komisi V DPR, hingga akhir periode. Perjuangan Yudi pun tak berhenti sampai di 2014. Ia pun mencalonkan kembali menjadi wakil rakyat kembali pada Pemilu 2014, dari Dapil yang sama. Walau­ pun masih ditugaskan di Komisi V DPR RI, namun kini tugas yang di­ embannya cukup berbeda. Kini Yudi harus menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI. Amanah sebagai wakil rakyat, di­ jalani Yudi dengan baik. Untuk me­ nyerap aspirasi masyarakat dari dapilnya, Yudi lebih memilih untuk menyambangi masyarakat. Ia me­ nilai, aspirasi lebih mudah didapat­ kan jika tercipta interaksi dengan masyarakat secara langsung. Ma­ sukan dari masyarakat di dapil­ Menjadi Anggota Dewan, bukan be­ rarti selalui menjalani aktifitas yang menyenangkan. Banyak suka duka dilalui Yudi. Dukanya, kerap kali ia mendapat protes karena kondisi in­ frastruktur yang kurang memadai di dapilnya. Padahal, Yudi bermitra kerja dengan Kementerian Peker­ jaan Umum dan Kementerian Per­ hubungan, yang notabene meru­ pakan pembantu Presiden bidang infrastruktur. Keluarga Tak Protes Kemandirian finansial sudah ia buktikan pada orang tuanya se­ jak tingkat kedua bangku kuliah. Ia bekerja menjadi pengajar di tiga bimbingan belajar di kampusnya yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, sembari kuliah. Berbekal prestasi “Cum Laude” yang diperolehnya saat tingkat satu ia mampu me­ ngajar dan mendapat penghasilan sendiri. Dengan melepaskan diri dari beban tanggungan orang tua, ia merasa lebih bebas untuk me­ nentukan sikap yang paling penting saat itu untuk mengerti dan mema­ hami dengan dunia politik sebagai pembuktian tidak akan merusak citra keluarga dan itu yang selalu dijaga. “Alhamdulillah saya bisa tunjukkan. Kekhawatiran orang tua adalah su­ PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 51 paya saya tidak terjebak pada lang­ kah yang melawan pemerintah dan menjadi tahanan politik,” ujarnya. Yang penting saling percaya dan kualitas komunikasi, bukan kuanti­ tas,” imbuh Yudi. Saat kuliah tingkat tiga di Institut Pertanian Bogor, Yudi me­n gambil keputusan besar dalam hidupnya untuk menikahi Ummi Utami Dewi. Ia yakin, de­n gan menikah ia akan menemukan tantangan dan kede­ wasaan. Yudi merasa menikah membuatnya banyak mendapatkan pencerahan dalam hidup. Tak he­ran saat ia selesai kuliah, Yudi sudah memiliki 2 anak. Tantangan itu juga yang membuat Yudi harus menjadi lebih kreatif karena sudah memiliki tanggung jawab. Walaupun dirinya terjun di poli­ tik sudah cukup lama, namun Yudi tak serta merta memaksakan anak untuk terjun ke politik. Ia melihat, anak dapat tumbuh dengan kesada­ ran dan kedewasaan sendiri tanpa dipaksa-paksa. Ia yakin, walaupun anak-anak tak mengikuti jejaknya di bidang politik, ia yakin si anak dapat menemukan jalan terbaiknya. Memiliki kegiatan yang sibuk se­ bagai Anggota Dewan, tak membuat Yudi lupa akan peran keluarga. Kesi­ Untuk menjaga keharmonisan ke­ luarga, sesekali di kala senggang dan masa liburan sekolah, Yudi dan keluarga pun menyempatkan untuk liburan bersama. Bahkan, keluarga wajib berkumpul setiap seminggu sekali. “Saya tertarik dengan motonya ‘tantangan bukan rintangan’. Jadi rintangan yang berat harus kita lalui saat kita mengendarai mobil itu,” tukas Yudi. Ia mengaku, saat mengendarai mo­ bil off road, menemukan sensasi dan tantangan tersendiri. Walaupun hobi ini tergolong kegiatan ekstrem, namun keluarga juga mendukung. Yang terpenting, unsur keamanan dan kontrol dalam mengendalikan mobil tetap dipegang Yudi dan tim. Bahkan, off road bukan hanya men­ jadi hobi. Ia bersama timnya, mulai mengikuti kejuaraan, dan sudah beberapa kali mendapat kemena­ ngan. Kejuaraan setiap tiga bulan sekali yang diikuti Yudi bersama tim sekaligus menjadi ajang silatu­ rahmi di komunitas yang tersebar di Lombok, Kalimantan, Jawa Timur dan lain-lain. Tahun 2012, tim Yudi menjadi Juara 1 event off road gelar­ an salah satu perusahaan ternama nasional. Saat itu lokasi kejuaraan tersebar di 6 titik di seluruh Indo­ nesia. Diibaratkan ketika melaju melewati rintangan ketika mengendarai mo­ bil off road. Yudi pun menemukan berbagai tantangan di dunia politik. Misi partai yang ingin membangun masyarakat madani yang berkeadil­ an dan berkesejahteraan, sehingga menghadirkan sistem politik nasio­ nal yang bertanggung jawab de­ ngan basis pengetahuan. bukan Yudi pun tak mendapat pro­ tes dari istri dan kelima anaknya. Bahkan, dukungan terus mengalir. Ia tetap menjaga komunikasi de­ ngan keluarga, tatkala Yudi ber­ tugas di luar kota atau luar negeri. Keha­diran smartphone pun diman­ faatkan Yudi dan keluarga agar le­ bih intens berkomunikasi. “Anak anak pun sudah terbiasa. 52 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Walaupun hobi tenis meja sudah berhenti, namun Yudi memiliki hobi baru yang menurutnya lebih mema­ cu adrenalin. Tahun 2012, mulanya ia hanya diajak untuk menonton off road dan race adventure. Tak lama kemudian, ia mulai menggeluti hobi barunya ini. Bersama teman ko­ munitas, ia membangun mobil dan mengendarainya di berbagai medan off road. Yudi berharap, negara harus mam­ pu dan menjawab permasalahan rakyatnya, sehingga permasalahan negara tidak semakin rumit. Ia ber­ harap, negara dapat semakin mem­ perhatikan kebutuhan rakyat dan mencari solusi dari berbagai per­ masalahan, bukan hanya dengan feeling tetapi dengan pengetahuan. (sf) Foto: Naefuroji, Denus, Dok. pribadi/ Parle/HR KUNJUNGAN KERJA DPR PERTIMBANGKAN RS PIRNGADI MENJADI RS TIPE A K omisi IX DPR akan segera mempertimbangkan permintaan dari jajaran manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pirngadi, un­ tuk meningkatkan menjadi RS Tipe A, atau RS Pusat. Saat ini, RS yang telah berdiri dari tahun 1928 ini ma­ sih berstatus RS Tipe B. Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi IX DPR Asman Abnur (F-PAN), seka­ ligus Ketua Tim Kunjungan Spesi­ fik Komisi IX DPR ke RS Pirngadi, Me­d an, Provinsi Sumatera Utara, Senin (15/06/15). “Kita perlu pertimbangkan untuk merubah RS Pirngadi menjadi RS Pusat atau Tipe A. Supaya jadi be­ sar dan pelayanan kesehatan men­ jadi maksimal. Ini perlu dikaji be­ tul, untuk menjadikan RS Pirngadi menjadi RS nasional. Tapi kalau ke­ inginan agar RS menjadi lebih besar, tentu harus dibutuhkan dana dan perhatian yang lebih besar lagi,” kata Politisi asal Daerah Pemilihan Kepulauan Riau ini. D u k u nga n penu h juga d at a ng dari Anggota Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz (F-PPP). Apalagi, RS ini setidaknya melayani lebih PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 53 KUNJUNGAN KERJA dari 1.000 pasien rawat jalan setiap harinya, sekaligus meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk mendukung operasional RS yang juga menjadi RS pendidikan ini, ia meminta Pemerintah untuk memberikan perhatian kepada sa­ rana prasarana terkait peralatan medis yang dinilai belum lengkap dan belum pernah diperbarui. pelaksanaan di hilir pun pasti akan mene­mui kendala. BPJS dan Kemen­ terian Kesehatan dianggap belum dapat berkomunikasi dengan baik. Apalagi, tambah tambah Politisi F-PD ini, para dokter yang juga mengajar sebagai dosen, harus se­ makin mengasah keilmuannya. Jan­ gan sampai pengajaran materi ke­ dokteran sama dari waktu ke waktu. Jika sampai begitu, pendidik­an ke­ dokteran tidak akan berkembang. “Kami sepakat, untuk mendukung keinginan pihak RS agar ditingkat­ kan statusnya menjadi Tipe A, dan menjadi rujukan nasional. DPR juga punya komitmen untuk mendorong agar alat-alat yang dibutuhkan RS segera disiapkan. Mengingat juga anggaran kesehatan untuk tahun mendatang cukup signifikan. Ini bukan hanya RS pendidikan, tapi juga RS perjuangan,” kata Politisi asal Dapil Banten ini. Namun, hal berbeda disampaikan Anggota Komisi IX DPR Okky Aso­ kawati. Ia menyatakan, permintaan RS Pirngadi menjadi RS Tipe A perlu dikaji secara mendalam. Perlu di­ lakukan baseline study mengenai kondisi RS Pirngadi secara menye­ luruh. “Untuk meningkatkan tipe RS itu perlu ada baseline study, tidak bisa secepat itu kita memutuskan. Me­ mang semangatnya adalah untuk memberikan pelayanan yang le­ bih baik untuk masyarakat Sumut. Tapi jangan sampai karena nafsu­ nya i­ngin meningkatkan pela­yanan kese­h atan, kemudian Tipe RS di­ tingkatkan, tapi kompetensi dari tenaga medisnya belum siap, dan peralatan medis juga belum mema­ dai. Nanti malah menjadi bumerang bagi Kementerian Kesehatan dan RS sen­diri,” papar Okky. Dalam kunjungan ini, Politisi F-PPP juga menyoroti implementasi pro­ gram Badan Penyelenggara Jamin­ an Sosial. Ia menilai, permasalah­ an dimulai dari hulu, sehingga 54 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 peran bagi perkembangan kesehat­ an di daerahnya. Harus dipikirkan, bagaimana untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat ini. Kalau tenaga medisnya tidak di­ berikan peningkatan pendidikan tambahan, misalnya dalam kurun waktu 10 tahun, ilmu sudah sangat berbeda sekali perkembangannya,” kata Zulfikar. “Jangan sampai kemampuan dok­ ter yang ditelurkan dari pendidikan kedokteran akan seperti itu-itu saja dari setiap universitas. Makanya saya pesankan kepada jajaran Pem­ da Sumut, supaya anggaran pen­ didikan kesehatan itu harus dise­ diakan. Pemda harus turun tangan,” saran Politisi asal Dapil Jambi ini. “Kemenkes sebagai regulatornya atau pembuat regulasi, sementara BPJS sebagai operatornya. Sayang­ nya, antara regulator dan operator ini tidak mempunyai komunikasi yang bagus. Tidak inline,” tegas Politisi asal Dapil DKI Jakarta ini. Permasalahan lain yang menjadi temuan Tim Kunspek yaitu pe­ ningkatan kompetensi dokter atau tenaga medis. Mengingat, perkem­ bangan ilmu kedokteran yang juga mengalami perkembangan. Se­ hingga, diharapkan baik dokter maupun calon dokter memperbarui keilmuannya dari waktu ke waktu. Anggota Komisi IX DPR Zulfikar Achmad menegaskan, Pemerin­ tah Daerah memiliki peran pen­ ting dalam peningkatan pendidikan para tenaga medis. Sebelumnya, salah seorang dokter senior di RS Pirngadi, Dr. Rosyid mengatakan, Pemerintah belum memperhatikan masalah pening­ katan kompetensi dokter ini. Bah­ kan, jika dokter ingin menempuh pendidikan baru melalui seminar, misalnya, harus merogoh kantong sendiri. Sehingga dirasa semakin memberatkan profesi dokter. Kunspek Komisi IX DPR ke Su­ mut ini juga diikuti diantaranya oleh Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjip­t aning, Daniel Lumban To­ bing, Sarmuji, Khaidir, Putih Sari, Robert Rouw, Siti Mufattahah, dan Handayani. Kemudian ikut serta Nihayatul Wafiroh, Siti Masripah, Hang Ali Saputra Syah Pahan, Mu­ hammad Iqbal, Ansory Siregar, dan Amelia Anggraini. (sf) Foto: Sofyan/ Parle/HR “Pemerintah daerah sangat ber­ KUNKER KOMISI VI KE JATIM DAN LAMPUNG TAK SEMANIS GULA DAN SEASIN GARAM B adan usa ha milik negara ( BU M N ) y a n g men gelol a produksi gula dan garam jadi sorotan Komisi VI DPR RI sepan­ jang kunjungan kerja (kunker) kali ini. Nasib BUMN gula dan garam tak seasli rasanya yang alami, ma­ nis dan asin. Jawa Timur (Jatim) dan Lampung menyambut kehadiran dua delegasi Komisi VI DPR secara terpisah pada pertengahan Juni lalu. Parlemen­ taria ikut serta dalam dua rombo­ ngan tersebut. Cerita di balik pe­ ngelolaan gula dan garam nasional terutama di Jatim dan Lampung tak kunjung menggembirakan. Laporan keuangannya tak memperlihatkan tren positif. Cerita Gula Cerita merugi terus menjadi ca­ ta­t ­a n negatif BUMN. Di Jatim ada PT. Rajawali I dan PT. Rajawali II plus PT. PG Candi Baru yang meru­ pakan anak perusahaan PT RNI. Ketiganya memproduksi tebu dan gula nasional. Kinerja ketiganya tak menggembirakan. Tidak saja laporan keuangannya yang terus merugi, tapi lahan produksi tebu­ nya juga dari tahun ke tahun terus menyusut. Secara keseluruhan lahan milik PT. RNI yang mengelola industri gula tinggal menyisakan 57.228 ha pada 2014 dari 60.042 ha pada 2013. PT. Rajawali I, misalnya, dari lahan 29.108 ha yang dimilikinya, hanya memproduksi gula hingga 204.370 ton pada 2014. PT. Rajawali II dari luas lahan 23.223 ha, memproduk­ si 83.054 ton gula. Sedangkan PT. PG Candi Baru dari lahan 4.897 ha cuma menghasilkan produksi gula 31.287 ton. Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan yang memimpin delegasi kunker ke Jatim mengatakan, meli­ hat kinerja yang buruk dari BUMN gula, perlu dibangun sinergitas yang bagus antara BUMN di sektor gula dengan perusahaan gula swas­ ta. Komisi VI justru mengapresiasi kinerja perusahaan gula swasta PT. Kebon Agung di Malang, Jatim. Dengan modal Rp500 miliar, berha­ PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 55 KUNJUNGAN KERJA kan. Bahkan, ironisnya Lampung masih mengimpor gula mentah (raw sugar). Padahal. Lampung sil meraup laba sekitar Rp100 miliar per tahun. Walau tak mendapat bantuan modal dari pemerintah, PT. Kebon Agung berhasil mengelola perusahaan­ nya secara mandiri. Di saat peru­ sahaan-perusahaan plat merah mendapat dana suntikan PMN, PT. Kebon Agung terus menunjukkan profesionalismenya dalam me­ ngelola perusahaan. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus menghasil­ kan rupiah pula dalam jumlah yang berlipat ganda. “Kami berharap BUMN ini dapat menghasilkan gula untuk kebu­ tuhan rumah tangga. Pabrik gula yang dikelola BUMN sebetulnya bisa memenuhi semua ini,” ungkap Heri. PT. RNI sendiri hingga 2014 mengalami kerugian Rp301,7 miliar. Salah satu pemicu kerugian RNI adalah anomali cuaca yang menu­ runkan produktivitas tebu sebagai bahan baku gula. Pada tahun ini PT. RNI mendapat PMN Rp3,1 triliun. Tambahan modal itu harus me­ maniskan cerita gula di Tanah Air. Setali tiga uang dengan industri gula di Lampung. Ada PT. Perke­ bunan Nasional (PTPN) VII yang mengelola industri gula di sana. Dengan lahan seluas 113 ribu ha, kinerjanya juga tidak membahagia­ 56 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 adalah penghasil gula terbesar di Suma­ tera dan kedua di tingkat nasional setelah Jatim. Hingga semes­ ter I/2014 saja Lampung telah mengimpor 19,1% dari total non migas. Wakil Ketua Komi­ si VI Dodi Reza Alex Noer­din yang memimpin delegasi ke L a mpung, mempertanyakan kondisi ini. Dengan pabrik dan lahan milik sendiri, PTPN VII belum bisa mem­ bantu memenuhi kebutuhan gula nasional. “Gula merupakan komo­ ditas penting, sehingga kenaikan harga eceran di tingkat konsumen dapat memicu kenaikan inflasi dan memunculkan kerisauan industri gula lokal sebagai akibat banjir gula rafinasi,” ungkap politisi Partai Gol­ kar tersebut. Komisi VI mengapresiasi kebijakan Pemprov Lampung yang menerbit­ kan Pergub No.59 tentang Pengen­ dalian Produk Impor. Langkah ini untuk mengendalikan impor komo­ ditas strategis termasuk gula. Per­ gub tersebut tentu akan melindungi petani tebu dan memberi kesempa­ tan pe­t ani untuk mengembangkan produksinya. Seperti diketahui, April hing­ ga Oktober merupakan masa panen raya tebu. Saat penen hendaknya tidak ada im­ por. Kalau pun ingin impor wa k t unya pada ren­t ang Desember hingga April. Itu pun harus terkendali, tidak boleh lebih dari 800 ribu ton. Persoalan gula ini tidak lepas dari ketersediaan lahan tebu yang terbatas. Sebetulnya, ada amanat UU No.39/2014 tentang Perkebu­ nan yang me­ngatur bahwa industr i g ula har us memiliki lahan tebu sendiri. Komisi VI s e n d i­r i s e j a­ lan dengan paradigma U U t er sebut . Persoalan­ nya, saat ini su­ lit mendapatkan tambahan lahan un­ tuk perkebunan tebu. Untuk mendapatkan la­ han di atas 10 ribu ha su­ dah sulit. Untuk itu, perlu dibangun kemitraan de­n gan ma­ syarakat dan petani tebu setempat. “Harus ada kemitraan antara pemi­ lik pabrik gula yang tidak memiliki lahan cukup dengan petani tebu dan masyarakat untuk mening­ katkan produksi gula nasional,” kata Dwie Aroem Hadiatie Anggota Komisi VI DPR. Aroem menekankan, amanat UU harus ditegakkan dengan konsisten. Pemerintah dan DPR, memang, harus menjalankan UU tersebut sekaligus mengawasinya. Seperti diketahui, Jatim dan Lampung me­ nyumbang produksi gula nasional sebesar 72 persen. Bila tidak di­ tingkatkan kapasitas produksinya, kapan cita-cita swasembada gula tercapai. Saat ini kondisinya masih jauh panggang dari api. Cerita Garam Industri garam nasio­n al juga tak kalah menyedihkan. Di Sampang, Madura, Jatim, berdiri PT. Garam, BUMN yang memproduksi garam nasional. Perusahaan ini sebetulnya sangat prospek­t if. Hanya saja kinerja keuangan­ nya masih menun­ jukkan grafik mer ug i. Un­ tuk memper­ baiki kiner ja produksi dan keuangan, PT. Garam beren­ c a n a mem­ bangun pabrik ba r u d i S a m­ pang untuk me­ nambah kapasitas produksi. Slamet Junaidi Anggota Komisi VI DPR asal Madura mengatakan, banyak masalah kru­ sial yang perlu segera dibenahi oleh PT. Garam untuk mengoptimal­ kan produksinya. Mesin produksi, misalnya, banyak yang sudah tak layak pakai. PT. Garam butuh ak­ ses teknologi mesin produksi yang lebih memadai. “Yang paling utama, perlu diba­ngun pabrik baru di sini. Dan untuk me­ majukan perusahaan ini tergantung visi misi dirutnya yang baru. Bila mereka tak berinisiatif memba­ngun perusahaan ini dengan baik, sela­ manya akan seperti ini,” katanya usai mengikuti pertemuan dengan Dirut PT. Garam di Sampang. PT. Garam sendiri mendapat sunti­ kan PMN sebesar Rp300 miliar. Ju­ naidi berharap, de­ngan dana PMN tersebut PT. Garam bisa menjadi produsen garam nasional yang di­ andalkan. Selan itu untuk menam­ bah produksi, PT. Garam perlu menyerap lebih banyak produksi garam yang dikelola ma­ syarakat setem­ pat. “Mari kita b e r s i­n e r g i . K it a bang un yang baik PT. Garam ini supaya men­ jadi perusa­ h a a n ga r a m nasional yang b e s a r,” i mbu h politisi Partai Nas­ dem ini. itu, mestinya Indonesia memiliki kedaulatan garam. Anggota Komisi VI lainnya Nasim K han menyat akan, se­b agai nega­ ra mar itim dan memiliki garis pan­ tai yang panjang, I n d o n e s i a s a­ ngat mungk in mew ujudkan kedaulatan garam un­ t u k kebut u­ han industr i dan konsumsi. Kini, tinggal ak­ ses teknologi dan lahan yang menjadi kebutuhan mende­ sak untuk meningkatkan kapasitas produksi garam nasional. Ia menyerukan ada pencanangan kedaulatan garam di Tanah Air. Memang ironis, Indone­ sia yang memiliki pantai terluas sekaligus negara bahari, tak mampu memproduksi garam untuk kebutuhan di dalam negeri­ nya sen­diri. Indonesia kerap masih mengimpor garam dari Australia. Dengan kondisi geografis seperti “Kita ingin ada kedaulatan garam di Indonesia, karena garam sangat dibutuhkan masyarakat. Maka kita menyetujui PMN untuk PT. Garam. Ke depan kita akan kontrol supaya produksi garam bisa maksimal dan tidak impor terus,” kata politisi PKB itu. Setidaknya ada tiga problem yang harus segera dibenahi PT. Ga­ ram. Pertama, soal lahan yang ma­ sih kurang. Kedua, sistem marketing yang harus optimal. Dan ketiga, kon­ trol ke internal PT. Garam sendiri. Memang ironis, Indonesia yang memiliki pantai terluas sekaligus negara bahari, tak mampu memproduksi garam untuk kebutuhan di dalam negerinya sen­ diri. Indonesia kerap masih mengimpor garam dari Aus­ tralia. Ditambahkan Nasim, kontrol pro­ duk juga perlu dilakukan agar kualitas garam semakin mening­ kat. Dengan begitu, kita bisa ekspor garam dengan kualitas terbaik. Dibutuhkan pemberdayaan semua lini untuk pembenahan PT. Garam. “Kita sangat kaya. Kapasitas juga cukup. Hanya kualitas yang perlu dimaksimalkan. Di era Pak Usman Perdana Kusuma (Dirut PT. Ga­ ram yang baru), kita harapkan bisa maksimal.” (mh) Foto: Husen, Mastur Prantono/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 57 KUNJUNGAN KERJA SOSIALISI BISA BERBUAH REVISI N ada bicaranya mengge­ bu , su a r a ny a s e d i k it meninggi ketika bicara pentingnya memberikan bantuan hukum kepada masyara­ kat. Ia juga memberikan catatan tajam setelah mendengar masukan dari sejumlah pembicara betapa panjangnya proses pencairan ang­ garan dari negara untuk pengacara yang memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin. “Ke­ napa harus dipersulit, saya agak miris mendengar masukan betapa panjang prosesnya sehingga ang­ garan sebesar Rp2 - 5 juta bisa di­ cairkan. Sebagai mantan anggota Komisi VIII saya juga merasa betapa akan sulitnya wanita dan anak-anak yang tersangkut kasus hukum tapi miskin mendapat bantuan hukum,” kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Endang Srikarti Handayani saat bicara dalam Sosialisasi UU no.16/2011 tentang Bantuan Hukum di Kantor Gubernur Provinsi Jateng, Semarang beberapa waktu lalu. 58 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Ketua Tim Kunjungan Kerja Spe­ sifik Baleg DPR, Firman Subagyo menjelaskan kunjungan kali ini merupakan amanat UU MD3 yang menekankan perlunya DPR meman­ tau dan meninjau produk legislasi yang telah disahkan dalam rapat paripurna. Itulah sebabnya dilaku­ kan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah berbicara dengan se­ jumlah pihak terkait diantaranya pejabat pemprov, Kakanwil Hukum dan HAM, Lembaga Bantuan Hu­ kum (LBH) dan akademisi dari per­ guruan tinggi. “Program peman­ tauan sekaligus sosialisasi bukan hanya untuk UU belum kita sahkan tetapi juga UU yang sudah kita sah­ kan. Kami menghargai masukan yang telah disampaikan, kita akan bicarakan dalam rapat Baleg apa­ kah dengan sejumlah input yang kita terima muaranya adalah revisi UU,” kata Firman yang juga Wakil Ketua Baleg ini. Ia berharap pada kesempatan so­ sialisasi selanjutnya Baleg dapat menggandeng pihak perguruan tinggi terutama LBH kampus untuk melakukan sosialisasi. Baginya peli­ batan para cendikiawan yang bera­ da di universitas sangat diperlukan dalam menuntaskan sebuah produk legislasi. Wakil rakyat dari daerah pemilihan Jateng III ini juga meng­ garisbawahi salah satu UU yang saat ini perlu sosialisasi intens adalah UU Desa. Ia berharap pihak pergu­ ruan tinggi dapat mendukung upaya ini agar kehadiran produk legislasi itu jangan sampai menjadi bume­ rang, bukan menyejahterakan tetapi menjerat aparat desa de­ngan kasus korupsi. “Jangan sampai muaranya nanti Menkumham minta anggaran tambahan ke DPR untuk pemba­ ngunan penjara baru untuk mena­ han kepala desa atau aparat desa lain yang terjerat korupsi,” tandasnya. Dalam kesempatan tersebut se­ jumlah masukan berhasil dihimpun diantaranya dari Arifin akademisi Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang. Menurutnya UU Bankum belum memberikan ruang kepada mahasiswa dan dosen fakultas hu­ kum berpraktek litigasi, memberi­ kan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat di pengadilan karena terkendala belum punya surat izin beracara. Sementara itu Sugiharto dari Asosiasi Advokat In­ donesia menyebut kriteria miskin yang mendapat bantuan hukum cuma-cuma dari negara, perlu di­ pertegas. Tidak jarang pihak yang mengaku miskin dan minta ban­ tuan hukum gratis ternyata dalam peninjauan lapangan memiliki harta yang seharusnya tidak dimiliki war­ ga masuk kategori miskin. Ia juga berharap honor yang disediakan negara bagi pengacara yang mem­ berikan bantuan hukum cuma-cu­ ma agar diberikan pada awal proses perkara. “Honor dari negara sebaik­ nya dibayarkan di depan karena ini untuk biaya operasional, kalau setelah kasus selesai tidak ada arti­ nya,” kata dia. Gerindra ini mengaku sangat pa­ ham bagaimana suasana persida­ ngan. Keinginan perguruan tinggi terutama mahasiswa dan dosen dari fakultas hukum untuk terlibat memberikan bantuan hukum sesuai UU no.16/2011 menurutnya patut dihargai. Agenda pertemuan kali ini terselenggara dalam kunjungan kerja Baleg menyosialisasikan UU Bantuan Hukum (Bankum). Semen­ tara itu anggota Baleg dari FPDIP Dwi Ria Latifa menambahkan UU Advokat juga tegas mengatur pe­ ngacara yang dapat terlibat lang­ menurutnya juga dalam kerangka pengawasan, apakah sejumlah ke­ bijakan yang ditetapkan di lapa­ngan sudah sesuai dengan UU. Ia juga menyoroti keluhan sejumlah Lem­ baga Bantuan Hukum yang baru menerima honor dari negara dalam kegiatan bantuan hukum cuma-cu­ ma bagi warga miskin, setelah ka­ sus memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). “Kalau memperhatikan UU pasal 18 dan PP pasal 22 seha­ rusnya honor bisa diberikan pada setiap tingkatan peradilan,” tekan­ nya. sung di persidangan harus sudah memiliki SK Advokat. “Saya rasa pihak universitas pasti punya ke­ mampuan untuk memberi bantuan hukum, tetapi kita tidak bisa me­ nabrak UU Advokat. Alangkah lebih baik dibuat sistem alumni universi­ tas yang sudah menjadi penga­cara aktif ditarik kembali, dibuat pro­ gram bagus jadi mahasiswa ter­ masuk dosen bisa terlibat bersama mereka,” saran dia. Sebelumnya, Sahlan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Neger i Semarang memper t an­ yakan kebijakan hakim yang selalu mena­n yakan kartu izin beracara pada saat sidang. Menurutnya ini menghalangi kesempatan bagi ma­ hasiswa dan dosen memberikan bantuan hukum terutama kepada warga miskin. “Peradilan adalah laboratorium bagi kami yang ada di kampus, seharusnya mahasiswa dan dosen bisa diperhatikan, toh kasus ini bukan komersial tetapi cuma-cuma,” tutur dia. (iky) Foto: Ib- Animo Kampus Dukung UU Ban­ kum Ketua Badan Legislasi - Baleg DPR RI Sarehwiyono menyampaikan apresiasi kepada kalangan kampus yang ingin terlibat langsung dalam memberikan bantuan hukum ke­ pada masyarakat miskin yang ter­ sangkut kasus hukum. Ia berharap kendala yang dihadapi saat ini ti­ dak mengurangi semangat untuk mewujudkan keadilan bagi semua. “Saya sangat mengapresiasi, hanya para hakim saat ini terikat pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no.4/2009 yang menekan­ kan siapapun yang memberikan pendampingan akan ditanya apakah sudah mempunyai surat izin ber­ acara,” ujar dia. Sebagai mantan Kepala Pengadil­ an Tinggi, politisi Fraksi Partai Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto menyambut baik masukan yang disampaikan sejumlah pihak dalam pertemuan tersebut. Disamping melakukan sosialisasi, kegiatan ini nur Khalid/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 59 KUNJUNGAN KERJA PERTUMBUHAN EKONOMI JATENG POSITIF Di tengah lesunya per­ ekonomian Indonesia pada k uar t a l I t a­ hun 2015 yang ha­nya mencapai 4.7 per­sen, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diprediksi akan tumbuh 5.5 persen bahkan dapat mencapai lebih dari 5.5 per­ sen. Oleh karena itu, Komisi XI DPR meminta Pemerintah Daerah Jateng menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tersebut. Selain itu, di­ minta untuk meningkatkan peran dan fungsi Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) guna menjaga inf lasi di Provinsi tersebut. XI DPR John E. Rizal mengharap­ kan Tim Pemantauan dan Pengen­ dalian Inflasi Daerah (TPID) dapat berperan aktif dan turun ke lapa­ ngan untuk mengerem laju inflasi di provinsi itu. dibentuk di daerah tugasnya ha­ nya hanya mencari informasi saja mengenai kondisi inf lasi dilapa­ ngan. “Jadi kita meminta TPID agar diberikan kekuatan dapat mengin­ tervensi pasar,” jelasnya. “Kita sadari inflasi erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. se­ mentara dalam mengkondisikan in­ flasi terkesan bolanya ada di BI de­ ngan segala keterbatasan. kita tahu inflasi dipengaruhi dengan banyak bahan pokok, karena itu TPID harus berperan dalam melakukan inter­ vensi pasar,” jelasnya saat Kunker ke Semarang, baru-baru ini. Selain itu, lanjut John, kunjungan kerja spesifik ke Jateng ini juga i­ngin mendengarkan paparan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) se­ jauhmana bisa mendorong pereko­ nomian di Indonesia. Ketua Tim Kunker Spesifik Komisi Saat ini, menurutnya, TPID yang 60 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 “Kita ingin melihat target produknya seperti apa, Komisi XI DPR prin­ sipnya mendukung peran OJK dan tidak ingin masyarakat sulit meng­ akses jasa keuangan dengan risiko terukur. karena kondisi liberal akan terbuka lebar sekali ada ratusan ribu agent tumbuh yang berfungsi sebagai bank dan terpisah tidak termasuk di dalam badan keuangan nantinya,” paparnya. Dia mengharapkan, semua dapat memaparkan kondisi pertumbuhan ekonomi, agar data dan informasi dapat dibawa didalam rapat komi­ si untuk memutuskan mengenai asumsi makro di rapat kerja komisi nantinya, jadi semua dapat lebih komprehensif dan lebih realistis,” jelasnya. Hal senada disampaikan Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supra­ tikno dari Fraksi PDI Perjuangan, dirinya mengapresiasi positif per­ tumbuhan kinerja ekonomi di Jawa Tengah. Pasalnya, Perekonomian Jawa Tengah diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. dengan besaran 5.5-5.9 persen. Dari sisi domestik, investasi dan konsumsi baik swast a maupun pemerintah diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2014, namun demikian, ekspor luar ne­ geri diperkirakan belum membaik seiring dengan masih melambat­ nya perekonomian negara tujuan ekspor. “Kalau dibuat karakteristisasi di Jawa Tengah, karakternya yaitu cenderung industri labor intensif, dan berfokus kepada tekstil, furniture, alas kaki, elektronik. yang kedua kalau dibuat struktur pirami­ da industri tengah relatif lebih kuat paramaternya,” jelas anggota Fraksi PDI Perjuangan ini. Menurutnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jateng ini sangat kuat infrastrukturnya, kalau provinsi lain itu kebanyakan the follow middlenya yang hilang. “Labour intensif dan UMKM itu kuat, kalau provinsi lain itu the follow middle hilang. Labour intensif dan UMKM itu intinya lebih meningkatkan daya tahan dan teruji,” paparnya. Ekspor Jateng diperkirakan akan membaik di triwulan selanjutnya dengan diperkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi negara tu­ juan ekspor khususnya Amerika Serikat. Amerika Serikat tercatat sebagai negara tujuan utama ekspor komoditas daerah dengan porsi 25 persen dari keseluruhan ekspor. (Si) Foto: Sugeng/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 61 SOROTAN DARURAT KEKERASAN ANAK, JANGAN SEKEDAR PERINGATAN 23 Juli telah lama ditetapkan sebagai hari anak di Indonesia, dan di setiap tahun jugalah kita tidak pernah lupa memperingatinya. Bahkan tepat 25 September 2015 mendatang menjadi momen seperempat abad pemerintah kita resmi meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB. Sayangnya, semua itu seperti terkesan hanya sebagai celebration atau perayaan semata. Kenyataannya anak Indonesia masih belum terlindungi. D ewan Pembina Konsultatif Komisi Nasional Perlin­ dungan A nak (Komnas PA), Seto Mulyadi bebe­ rapa waktu lalu kepada wartawan sempat mengutarakan sepanjang 2015 ini sudah terdapat 500 lapor­ an kasus kekerasan terhadap anak yang diterima oleh LSM tersebut. Bukan tidak mungkin kasus yang tidak dilaporkan diperkirakan lebih banyak lagi. Kasus Engeline di Bali misalnya, menjadi salah satu contoh kasus yang kembali membukakan mata internasional akan kondisi anak Indonesia yang jauh dari kata ter­ lindungi. Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Deding Ishak yang paling membuat miris bahwa pelecehan,kekerasan, dan kejahat­ 62 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 an itu justru dilakukan oleh orang terdekat yang seharusnya memberi perlindungan pada si anak. Dan di saat bersamaan pun negara tidak hadir untuk memberi perlindungan bagi anak tersebut. Tidak berlebihan jika Deding me­ nyebut kasus kekerasaan dan ke­ jahatan terhadap anak ini sebagai sebuah tindakan mafia. Dimana hal itu dilakukan secara bersama-sama dan terorganisir dengan sebuah tu­ juan tertentu. “Kondisi saat ini menurut saya su­ dah dapat dikatakan sebagai daru­ rat kekerasan terhadap anak,” ung­ kap Deding. Padahal menurut Deding, anak merupakan generasi penerus bang­ sa, ditangan anaklah masa depan bangsa ini berada. Keterbatasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang, maka anak membutuhkan perlindu­ngan orang dewasa, baik orangtua, anggota keluarga lainnya dan masyarakat umum termasuk guru dan penga­ suh. Sayang nya orang dewasa malah kerap berlaku sebaliknya pada anak. Mulai dari kekerasan yang dilakukan tanpa sengaja se­ perti kekerasan emosional, sampai pada kekerasan fisik yang menye­ babkan si anak terluka bahkan me­ ninggal dunia. “Tidak sedikit orangtua atau orang dewas a ya ng mem a nd a ng ke­ kerasan terhadap anak itu sebagai suatu yang wajar, karena mengang­ gap anak sebagai milik orangtua,” kata Politisi dari Fraksi Partai Gol­ kar ini. Di berbagai literatur, Psikiater In­ ternasional, Terry E Lawson per­ nah merumuskan empat macam kekerasan terhadap anak, yakni kekerasan emosi, kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan kekerasan sek­ sual. Empat macam kekerasan terhadap anak, yakni ke­ kerasan emosi, kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual. Kekerasan emosi atau (emotional abuse) terjadi saat orangtua atau orang dewasa mengabaikan kebu­ tuhan anak akan sebuah perhatian dan perlindungan. Misalnya ketika si anak lapar, namun orangtua tadi terus membiarkannya. Kekerasan verbal itu terjadi saat orangtua atau orang dewasa terus menerus menggunakan kekerasan kata atau bicara, seperti bentakan, omelan, cacian dan hinaan yang semua itu berlangsung secara terus menerus. Sementara kekerasan fisik atau physical abuse merupakan tahapan kekerasan lebih lanjut dari dua je­ nis kekerasan sebelumnya. Hal ini kerap menyebabkan luka di tubuh si anak, bahkan di beberapa kasus juga menyebabkan hilangnya nyawa si anak, sebagaimana yang dialami gadis cilik Engeline di Bali. Sedang­ kan sexual abuse atau kekerasan seksual, menurut Terry berupa per­ lakuan yang bertentangan de­ngan hal yang tabu di dalam keluarga atas diri seorang anak, baik terkait organ vital dan lainnya. Perlindungan Hukum Menurut Deding, sejatinya per­ angkat hukum di Indonesia terkait perlindungan anak sudah cukup memadai, namun pelaksanaannya yang masih sangat minim. Undangundang No.35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Per­ lindungan anak, dikatakan Deding sudah mengakomodir seluruh hak anak dan kewajiban orang dewasa terhadap anak, disertai sanksi yang akan dikenakan jika ada pelangga­ ran terhadap pasal-pasal yang ada. Sebut saja Pasal 77 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang men­ cantumkan sanksi berupa penjara maksimal lima tahun penjara dan didenda maksimal Rp100 juta bagi setiap orang yang dengan sengaja melak ukan tindakan disk r imi­ nasi dan penelantaran yang dapat mengakibatkan anak mengalami sakit secara fisik maupun men­ tal. Sementara pasal berikutnya, pasal 78 menegaskan hukuman yang sama bagi setiap orang yang mengetahui dan sengaja membi­ arkan anak dalam situasi darurat. Dalam UU No.35 Tahun 2014, sank­ si tersebut ditingkatkan menjadi maksimal 10 tahun penjara dengan denda maksimal 1 miliar. “Ada sebagian orang yang meng­ anggap hukuman atau sanksi ke­ kerasan terhadap anak yang tertera dalam UU perlindungan masih ter­ golong ringan, hal itu sah-sah saja. Jika kemudian ada tuntutan dari masyarakat untuk meningkatkan sanksi tersebut, ke depan akan kami dalami dan kami kaji lagi. Demi un­ tuk memberikan perlindungan yang utuh terhadap anak sebagai genera­ si penerus, jika memang diperlukan ya akan kami revisi Undang-undang tersebut,” jelas Deding. Namun, dilanjutkannya, yang paling penting dari semua undang-undang itu adalah sosialisasi dan implemen­ tasi di masyarakat. Undang-undang PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 63 SOROTAN anak. Tidak ada alasan yang bisa diterima jika di kemudian hari anak mendapat kekerasan, ditelantarkan, dan disia-siakan. “Kan di kita sering terjadi dimana satu keluarga yang tidak mam­ pu menyerahkan anaknya begitu saja kepada keluarga mampu yang ber minat mengadopsi. K arena dilihat baik dan memiliki komit­ men kuat untuk mengasuh anak, mereka merelakan beg itu saja anaknya untuk diadopsi. Dalam perjalanannya tentu tidak semua kasus adopsi anak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Di sini­ lah perlu melibatkan negara un­ tuk ikut mengawasi secara aktif. hanya akan jadi sebuah aturan dalam kertas, jika pelaksanaannya sama sekali tidak mengikuti aturan yang ada. Adopsi Anak Ketika kasus pembunuhan Engeline terungkap yang sekaligus menguak proses adopsi anak di luar per­ aturan yang ada. Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay sempat mengatakan Peraturan tentang adopsi anak di Indonesia secara khusus diatur dalam PP No. 54 tahun 2007. PP ini adalah petunjuk teknis terhadap UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlin­ dungan Anak. PP No. 54 ini secara tegas merinci tentang berbagai hal termasuk di antaranya tentang tata cara pengangkatan anak, syaratsyarat orang yang boleh mengang­ kat anak, ketentuan tentang usia anak yang boleh diadop­si, kewajiban orang tua angkat, pengawasan baik oleh pemerintah maupun masyara­ kat, dan berbagai aturan lainnya. Sayangnya selama ini aturan yang dijadikan sebagai payung hukum dalam proses pengangkatan anak di Indonesia itu belum tersosialisasi secara luas. 64 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 “Sepintas, aturan ini sudah baik. Tetapi pada kenyataannya belum tersosialisasi secara luas. Terbukti, ada banyak kasus pengadopsian anak yang tidak melalui prosedur sebagaimana terdapat dalam PP tersebut,” ucap Saleh. Menurut informasi yang didapat Saleh dari Menteri Sosial ketika itu, proses adopsi Engeline tidak ter­ daftar di Kementerian Sosial. Pada­ hal, pengadopsian anak semestinya dicatatkan melalui kantor catatan sipil setelah mendapatkan izin pe­ ngadilan untuk mengadopsi. Semua proses tersebut semestinya diawasi secara langsung oleh Kemensos, khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial. Hal yang mungkin tidak termaktub di dalam PP itu menurutnya adalah tentang sanksi terhadap penelan­ taran anak yang dilakukan secara sengaja oleh orang tua angkat. Na­ mun diyakini, aturan itu sudah ada dalam ketentuan lain di dalam UU No. 23 tentang Perlindungan Anak. Semestinya, semua aturan itu su­ dah dimengerti dan dipahami oleh seluruh orang tua angkat. Dengan begitu, para calon orang tua ang­ kat memahami betul seluruh kon­ sekuensi hukum pengangkatan Selain itu, PP 54 juga mengama­ nahkan agar warga masyarakat ikut serta di dalam melakukan pengawasan. Bahkan PP itu secara eksplisit menyebutkan agar warga masyarakat melaporkan kasuskasus kekerasan pada anak angkat kepada aparat terkait. Termasuk dalam hal ini, dilaporkan kepada pihak Kepolisian. Oleh karena itu, aturan yang ada dinilai sudah baik. Hanya saja, im­ plementasinya belum maksimal seperti yang diharapkan. Pemerin­ tah masih perlu melakukan banyak hal agar UU dan PP tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. Baik Saleh maupun Deding ber­ harap agar segala peraturan yang telah dibuat dapat diimplemen­ tasikan dengan baik oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah pun diharapkan untuk dapat mem­ buat langkah konkrit dalam melin­ dungi anak Indonesia, tidak hanya sekedar peringatan atau perayaan, terlebih lagi ditengah situasi daru­ rat kekerasan terhadap anak. Hal tersebut semata demi terciptanya perlindungan anak Indonesia yang paripurna. (Ayu) Foto: Andri, Dok/Parle/ HR LIPUTAN KHUSUS Kazan Summit, Forum Strategis Bangun Ekonomi Rusia-OKI K azan Summit mer upakan pertemuan ekonomi interna­ sional antara Negara-negara Islam yang tergabung dalam Organization of Islamic Cooperation (Or­ ganisasi Kerjasama Islam) dengan Negara Federasi Rusia. Kazan Sum­ mit ini adalah pertemuan tahun­ an dan tahun ini merupakan per­ temuan yang ke-7. Pertemuan ini digagas oleh Negara Federasi Rusia dimana dalam Organisasi Kerjasa­ ma Islam Rusia berstatus sebagai Negara pengamat sejak tahun 2005. Demikian dikatakan Wakil Ke­ tua DPR Bidang Koordinator Ke­ seja htera a n M asya ra k at Fa hr i Hamzah pada saat pada saat mela­ kukan Kunjungan Kerja ke Rusia baru-baru ini. Menurutnya, Kazan Summit dise­ lenggarakan oleh IBFD FUND dan didukung oleh Parlemen Federasi Rusia, Pemerintah Tatarstan dan Asosiasi Investor Rusia. Kazan Sum­ mit merupakan pertemuan strate­ gis yang memiliki agenda mem­ bangun hubungan ekonomi antara Rusia dengan Negara-negara ang­ gota OKI. Beberapa isu yang diperbincangkan dalam pertemuan ini antara lain perdagangan Internasional, pem­ bangunan smart cities, investasi asing dan ketahanan pangan. Kazan Summit ke 7 ini mengambil tema “ISL A MIC FINA NCE FOR CON­ STRUCTIVE GLOBAL TRADE AND INVESTMENT ”. Delegasi DPR tiba di Kazan, Rusia pada Minggu 14 Juni 2015 pukul 18.00, disambut oleh pihak Keduta­ an Besar Indonesia untuk Rusia. Se­ lanjutnya delegasi juga melakukan pertemuan dengan Presiden IBFD FUND Mr. Linar Yakupov. Fahri Hamzah dalam sambutannya yang menekankan pada penghar­ gaan atas kerjasama antara negaranegara Islam khususnya Indone­ sia dengan negara Rusia. Prospek hubungan dan kerjasama ekonomi dunia adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam pergaulan global dan Rusia menjadi negara yang pa­ tut diperhitungkan dalam kerjasa­ ma global. Acara selanjutnya adalah pembu­ kaan forum strategis yang diisi oleh beberapa keynote speaker dari per­ wakilan beberapa negara antara PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 65 LIPUTAN KHUSUS lain,Rustam Minnikhanov, the President of the Republic of Tatarstan, Russia, Dr Ahmed Mohamed Ali Al Madani, Islamic Development Bank (IDB) Group, the President , Sultan Al-Khater, Ministry of Economy & Commerce, H.E. Undersecretary of the Ministry of Economy & Commerce, Qatar, Ahmed Galal Eldin Ibrahim, International Business and Investment Association IBIA, Chairman, Egypt dan Dr. Necdet Şensoy, Central Bank of the Republic of Turkey, Member of the Board, Turkey serta Muhammad Anis Matta, the Prosperous Justice Party, the President, Indonesia. Sedangkan poin-poin Diskusi dalam forum tersebut membicarakan an­ tara lain deskripsi aspek-aspek keuangan Islam, proses amandemen undang-undang untuk mengadopsi konsep ekonomi dan keuangan Is­ lam dan pengalaman beberapa Negara dalam mengimplementasi­ kan isu-isu tersebut. Masalah-masalah dan prospek yang dihadapi Negara Rusia dalam meregulasi keuangan dan penda­ naan dengan prinsip Islam.Pilihan produk keuangan Islam yang pa­ ling sesuai dengan kondisi eko­ nomi Rusia.Pengalaman Negara Malaysia,Pakistan dan Kazakhtan d a l a m m e n g e m b a n g k a n p e r­ bankan dan keuangan Islam dalam perspek­tif regulasi dan perundangundangan. Pada hari kedua Kazan Summit ini membicarakan yang lebih fokus pada dialog dan kerjasama investasi antara Negara-negara OIC dengan pemerintah Rusia. Dalam kesem­ patan ini DPR mendapat undangan dalam forum yang dihadiri Ketua Komite Ekonomi, investasi dan Bis­ nis Parlemen Rusia, Mr. Rafis Bur­ ganov. Poin-poin dialog antara De­ legasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Tim Fahri Hamzah dengan Perwakilan Rusia. 66 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia adalah negara yang strategis bagi hubungan eko­ nomi dengan Rusia. Rusia sudah berkomitmen menjalin hubungan yang saling menguntungkan de­ ngan Negara-negara Islam khusus­ nya Indonesia. Salah satu isu yang dibahas dihari pertama yang cukup penting dalam mendukung kerjasama ekonomi dengan negara-negara Islam adalah rancang bangun sertifikasi halal. Indonesia termasuk ke dalam nega­ ra-negara Islam yang sudah memi­ liki sistem dan lembaga ser­t ifikasi halal yang sudah berpengalaman dan sukses. Rusia dapat belajar dan melakukan studi banding ke Indonesia menge­ nai isu tersebut. Karena isu sertifi­ kasi halal dan standar produk yang sesuai prinsip Islam merupakan pra kondisi dalam melakukan kerjasa­ ma ekonomi dan perdagangan lebih lanjut. Acara hari kedua berakhir pada pu­ kul 15.30 sekaligus menutup rang­ kaian Kazan Summit 2015. Setelah p enut upa n ac a r a , romb onga n meng­­habiskan waktu untuk me­ ngunjungi tempat-tempat berseja­ rah di Kazan seperti Kremlin Kazan, dan museum-museum peninggalan peradaban Islam di Rusia. Kunjungan ke Sudan dan Kuwait Selain kunjungan ke Rusia, Wakil Ketua DPR Fahr i Hamzah juga melakukan Kunjungan Muhibah ke Sudan dan Kuwait. Dalam rangka menjalankan fungsi Diplomasi (se­ cond track diplomacy) sebagaimana telah diamanahkan oleh konstitusi, telah memberikan banyak manfaat. Sebagai salah satu negara Islam yang bersahabat, Sudan mengun­ dang DPR untuk menghadiri pelan­ tikan Parlemen Sudan dan Presiden Sudan yang baru, Pemerintah Su­ dan berkeinginan untuk memper­ erat hubungan dibidang politik dan ekonomi. Sedangkan Kuwait DPR bisa dilihat kemajuan Parlemen dan pemerin­ tahnya dalam mengelola pereko­ nomiannya, sehingga peluang dan potensi kerjasama ekonomi kedua negara terbuka lebar, yang bisa ditindaklanjuti oleh masing-masing pihak di kedua negara. Kunjungan Muhibah ke Sudan dan Kuwait ini sebagai bentuk pertang­ gung jawaban publik, diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh berbagai pihak, baik oleh komisi terkait di DPR, Pemerintah maupun oleh ka­ langan Bisnis dan Dunia Usaha. Se­ hingga akan semakin memperkokoh dan memperkuat hubungan bilate­ ral kedua negara. Dalam Kunjungan Muhibah ke Su­ dan Delegasi DPR melakukan per­ temuan dengan Komisi Luar negeri Parlemen, menghadiri Pelantikan Parlemen Sudan, Pertemuan dan dialog dengan masyarakat dan mahasiswa Indonesia di Sudan, pertemuan dengan Ketua parle­ men Sudan yang baru dilantik dan menghadiri Pelantikan Presiden Sudan. Dalam kunjungan muhibah ke Su­ dan, DPR telah membuat rekomen­ dasi agar Kedutaan Besar republik Indonesia (KBRI) Khortoum secara aktif mencari peluang kerjasama antara kedua negara disegala bi­ dang. Menghimbau Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk aktif me­ manfaatkan peluang usaha di kedua negara. Selain itu mendesak Pertamina bekerjasama dalam mengeksplorasi minyak di Sudan dan membuka pe­ luang dan kesempatan bagi Per­ tamina untuk melakukan Impor minyak bumi Sudan ke Indonesia. Mendorong pelaku bisnis dan dunia usaha Indonesia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sudan, se­ perti karet, kopi dan teh. Peluang Impor dari Sudan, antara lain dag­ ing dan kurma. Sebagai salah satu Anggota Kon­ perensi Asia Afrika, Sudan dan In­ donesia berkomitmen untuk saling mendukung dalam pertemuan di forum Internasional yang diikuti oleh DPR dan Parlemen Sudan. DPR dan Parlemen Sudan juga men­ dorong pemerintah masing-masing negara untuk meningkatkan Pena­ naman Modal langsung (Foreign Direct Investment) dengan mem­ berikan inisiatif langsung bagi pe­ ngusaha kedua negara. Selain itu, Sudan telah membangun pendekatan yang konstruktif dan akomodatif dalam menciptakan relasi antara negara, agama dan masyarakat. Relasi yang kuat an­ tara negara, agama dan masyarakat akan menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun demokrasi. Indonesia dan Sudan bisa saling berbagi pengalaman dalam me­ ngelola hubungan antar umat be­ ragama yang kuat. Cara mengelola keberagaman baik di Indonesia bisa menjadi model bagi banyak negara untuk dikembangkan. (spy,mp) Foto: Dok. Pribadi/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 67 LIPUTAN KHUSUS India Dukung Dibentuknya AAPG ke Indonesia. Fadli Zon juga me­ nyinggung dan menkonsfirmasi kehadiran Menteri Pertahanan In­ dia di acara Jakarta International Defence Dialogue (JIDD) 2015), ser­ ta kesediaan Menteri pertahanan India Manohar Parikkar menjadi pembicara pada acara tersebut. Selama di negara tersebut, Delegasi DPR juga melakukan pertemuan dengan Komisi pemilu India dan diterima oleh Ketua Komisioner Pemilu Nasim Zaidi dan Komisioner Pemilu India A.K. Joti. Komisi pe­ milu India berdiri 25 Januari 1950 dan sampai sekarang Komisi masih tetap bebas dari tekanan, karena independen dan otonom, sehingga melahirkan institusi yang kredibel, dihormati dan diterima oleh semua pihak. akil Ketua DPR Koordina­ tor Bidang Politik Fadli Zon dalam kunjungannya ke India mengatakan, bahwa In­ donesia dengan India merupakan nega­r a di Asia yang sangat men­ junjung tinggi demokrasi dengan populasi terbesar ke-2 di dunia. nyatakan bahwa India setuju atas pembentukan A APG, mengingat forum tersebut merupakan salah satu bentuk hubungan kerja sama people to people contact, sehingga akan dapat mempererat kerjasama antar Parlemen dan negara di ka­ wasan Asia dan Afrika. Untuk itu, kerjasama kedua negara sangat penting untuk ditingkat­ kan. Hubungan kedua negara harus dapat dikembangkan selain antar pemerintahan, juga hubungan antar masyarakat melalui Parlemen. Dalam pertemuannya dengan Wakil Presiden India, Fadli Zon menge­ mukakan beberapa hal pokok, yaitu pentingnya memperkuat hubungan bilateral kedua negara, mengingat India dan Indonesia telah memiliki hubungan sejarah yang erat khu­ susnya di era Soekarno dan Nehru. Disamping itu, kedekatan budaya kedua bangsa juga menjadi dasar peningkatan dan kerjasama bila­ teral di berbagai bidang. Demikian penegasan Fadli saat melakukan kunjungan ke India be­ lum lama ini. Salah satu keputusan penting saat peringatan Konferensi Parlemen Asia-Afrika ke-60 di In­ donesia, akan dibentuk Asian African Parlementary Group (AAPG). Indonesia meminta dukungan India atas pembentukan AAPG. Menanggapi hal ini, menteri Par­ lemen India Veinkaiah Naidu me­ 68 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Dia menyinggung hasil kunjungan­ nya ke Brahmos Aerospace, dimana perlengkapan alutsista India khu­ susnya rudal sangat impressive, sehingga investasi dan teknologi India bisa dipertimbangkan masuk Di akhir acara, Delegasi DPR juga melakukan kunjungan lapangan ke pabrik pengolahan da­g ing Allana, Allanasons Limited di Aligargh, Ut­ tar Pradesh. Delegasi DPR diterima oleh jajaran tinggi perusahaan Al­ lana yang memberikan penjelasan seputar perusahaan pengolahan daging yang merupakan salah satu yang terbesar di India. Allana merupakan perusahaan ke­ luarga yang berdiri sejak tahun 1865 dengan pendirinya Mr. Abdulla Al­ lana. Dengan mengedepankan pe­ ngolahan daging secara halal, Alla­ na berkembang pesat menjadi salah satu perusahaan besar di India de­ ngan fokus pada pengolahan daging tanpa tulang berasal dari komoditas utama kerbau, ayam, dan domba. Perusahaan Allana telah mengeks­ por hasil pengolahannya ke 36 nega­ ra termasuk Filiphina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam. (spy,mp) Foto: Dok. Pribadi/Parle/HR SELEBRITIS TOTALITAS CAMELIA PUTRI BANGUN MUSIK DANGDUT PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 69 SELEBRITIS M elihat sosok ar tis ber­ bakat ini, kita tidak akan menyangka bahwa kecin­ taannya terhadap musik dangdut begitu mendalam. Dirinya sem­ pat berce­r ita, saat itu ayah sering menyetel musik dangdut pada pagi hari namun dia kerap mele­ dek ayahnya saat mendendangkan bait dangdut, saat itu, Amel biasa dipanggil, memang sangat mem­ benci musik dang­dut. “Ketika ayah sering menye­tel musik dangdut dan berdendang lagu Maya, saya sering meledek dengan bahasa Jawa opo sihh yah,” kenang artis kelahiran Surabaya ini. Karena kerap mendengarkan musik dangdut setiap hari, semacam lagu Rita Sugiarto, Rhoma Irama, dirinya merasa dapat pencerahan dan mu­ lai mencintai musik dangdut per­ lahan-lahan, “Ketika melihat dan mendengarkan Rita Sugiarto saya mulai mencintai musik dangdut, sejak itu mulailah mengkoleksi MP3 dan CD namun memang sayangnya jarang yang original sejak Film Rho­ ma Irama tayang,” jelas gadis beru­ mur 17 tahun ini. Menurut artis yang sempat men­ jadi pemain figuran di berbagai FTV, maupun sinetron ini, musik dang­ dut merupakan musik campuran Melayu dan kombinasi Arabik dan India, dimana era lalu, akunya, ba­ nyak tidak menonjolkan goyangan yang seksi dan seronok namun se­ jak era Inul goyangan dangdut seksi mulai menjadi tren, jadi tidak hanya mengandalkan kemampuan vokal semata. “Nyanyi dangdut menurut orang itu susah ibaratnya dari lahir harus sudah punya cengkok bahkan sehebat Bon Jovi pun tidak mungkin bisa nyanyi dangdut, ” jelas peme­ ran Tokoh FTV dengan judul “Cinta Murni” ini. Dia menambahkan, seharusnya sebagai penyanyi dangdut harus memberikan contoh dengan me­ nampilkan dangdut yang mampu menonjolkan kemampuan vokal tidak hanya goyangan. “Kita yang harus memberikan contoh dengan memaksa audiens, karena sebagai publik figur kita harus memberikan edukasi soal dangdut, banyak juga sekarang yang bukan artis ternyata bisa jadi artis lewat media sosial. Seorang tokoh artis tentu harus bisa melampaui tokoh yang di me­ dia sosial. Kalau menshare di media sosial juga harus memberikan con­ toh kalau ingin menonjolkan seksi itu jangan sampai jadi bumerang,” tandas artis kelahiran 15 April 1998 mengingatkan. Dia mengatakan, musik dangdutnya memiliki style atau kategori sendiri. Artinya, berusaha menampilkan yang positif. Diakuinya, memang banyak penyanyi dangdut yang berhasil karena menjual sensualitas goyangannya namun juga banyak yang melihat sisi negatifnya. 70 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 Perjuangan Camelia Putri didunia entertainment tidak bisa dibilang mudah, dirinya sempat mengge­ luti peran figuran selama kurang lebih 6 bulan. Kemudian perannya di dunia entertainment semakin berkilau saat mendapatkan peran di tayangan FTV dengan judul Cinta Murni yang diproduksi oleh Multi­ vision. Kemudian dilanjutkan dalam tayangan “Untung Ada Sule”. Yang tidak kalah menarik yaitu saat dia berperan menjadi seorang tokoh jahat didalam tayangan Putri Bi­ dadari yang sangat digemari oleh anak-anak kecil, produksi Sinemart, dia memerankan sebagai sosok Rini. Didalam tayangan itu, totali­ tas seorang Camelia diuji dimana dirinya harus digundulin plontos dalam memerankan sosok Rini tersebut. “Setelah dapat satu peran menan­ tang, orang akhirnya banyak ter­ tarik meskipun masih peran pen­ dukung, tanpa peran pendukung tentu sebuah film tidak akan jalan, ada sutradara tanpa lighting juga ti­ dak akan jalan. Saat casting saja ti­ dak langsung dapat bahkan ba­nyak yang bilang hanya standby saja,” pa­ parnya. Camelia kemudian vakum di dunia acting selama kurang lebih 2 ta­ hun karena memang dirinya tengah fokus dengan tarik suara. Saat itu, dia bertemu dengan seorang pro­ duser yang mendorong dia untuk terjun lebih serius di dunia tarik suara. “Sulit sekali belajarnya, apa­ lagi dari cengkok basicnya, yang susah yaitu mengenal nada dan menepatin nada, kalau basic sudah kuat dangdut gampang, kalau pin­ tar mengaji pasti bisa. Aku belajar dangdut selama kurang lebih dua tahun,” paparnya. Untuk melatih dan memperkuat vo­ kalnya, Camelia juga sempat berla­ tih sinden di Jakarta sekitar 6 bulan. Diakuinya dia tertarik belajar sin­ den karena melihat sosok Soimah yang memiliki suara tinggi namun juga mahir menyinden. “Ternyata ada kursus sinden di Taman Mini, disitu hanya sedikit yang minat, bahkan ketika latihan kita kerap menunggu murid lain berjam-jam untuk menyinden,” kenangnya. Menurutnya, latihan sinden itu me­ mang basicnya untuk dikombinasi­ kan ke musik dangdutnya. “Jadi saya bukan hanya suka doang, dan tidak akan mengikuti penyanyi yang su­ dah tenar seperti Cita-Citata, Zas­ kia Gotik, Siti Badriah, biarkan saja mereka dengan karakternya, tetapi saya ingin berkarya dangdut de­ ngan style saya,” jelasnya. Camelia mengaku suka sebal ke­ tika ditanya oleh orang apakah dirinya sudah punya goyangan. Pa­ dahal, menurutnya, musik dangdut yang benar itu bukan hanya goya­ ngan tetapi kekuatan lirik dan akar musiknya yang hanya gendang dan suling. “Itu merupakan suatu keindahan performance, aku itu paling sebel jika ada yang tanya Mel udah ada goyangan, sekarang ini banyak yang lupa bahwa akar musik dangdut itu gendang dan suling,” ungkapnya. Dia mengakui pada awal perjua­ngan di dunia entertainment, sang ibu­nya sempat tidak mendukung penuh keterlibatannya di dunia gemerlap tersebut. Berawal dari keikutserta­ annya saat SMP kelas 3, dia sempat mencoba audisi ta­l ent didunia acting namun dilarang oleh orang tu­ anya. Hingga akhirnya diberikan ijin untuk ikut kedalam management artis selama satu bulan di Jakarta. “Ibuku memberikan input negatif soal dunia artis, namun karena saya menangis ingin mencoba akhirnya diperbolehkan, kalau ayah mengi­ kuti ibu saja,” terangnya, Pada single lag unya yang akan segera di rilis, Camelia mengatakan lagunya nanti akan menonjolkan dua alat musik gendang dan su­ling dengan dikombinasikan bersama musik koplo. “Di lagu aku nanti liriknya bukan cinta-cintaan se­ perti cewek ditinggalin cowoknya, tetapi aku lebih menyemangati un­ tuk go­y ang bahwa musik dangdut itu tidak ada matinya, seperti Eri Susanlah nanti,” jelasnya. Dirinya ingin sekali mengangkat musik dangdut dan membangun musik ini hingga ke mancanegara. “Sekarang baru single album arti­ nya ingin memancing pasaran dulu, dengan lag u yang benar-benar dangdut dari sisi aku memang tidak punya goyangan,” ujarnya. Musik dangdutnya memang real artinya sedikit menggunakan midi, namun mengedepankan gendang dan su­ ling. Dia mengaku bahwa visi dan misi­ nya di lagu yang akan segera ri­ lis itu, sangat mencerminkan jati diri­nya, selain itu, dia juga terlibat penuh terhadap seluruh kema­ san lagunya mulai dari photo session, arrangement music maupun style. “Kalau kemasan all packa­ ging dang­dut is dangdut, tetapi ini remaja yang memang suka dangdut jadi style semua yang ciptakan aku,” jelasnya. Selain itu, karena kecin­ taannya terhadap senam Zumba dari Brazil dia juga akan berusaha mengkombinasikan tarian itu de­ ngan video klipnya nanti. Dukungan Dewan Sebagai musisi, dirinya mengharap­ kan pemerintah dapat memberikan perlindungan terhadap para indus­ tri musik secara keseluruhan khu­ susnya karya cipta sebuah lagu. “Sekarang ini memang label banyak yang bingung mencari pasar musik, karena itu kita minta kepekaan Pemerintah dan juga DPR lebih seri­ us melindungi para musisi,” jelasnya seraya menyoroti maraknya CD dan MP3 bajakan di mana-mana. Disisi lain, dirinya meminta para musisi atau artis yang ada di Dewan juga dapat lebih memperjuangkan kepentingan para musisi maupun industri entertainment., “Kita me­ minta para artis yang menjadi ang­ gota Dewan harus memperjuang­ kan kepentingan para musisi mulai dari hak cipta, maupun kesejahte­ raan para musisi. Minta kepekaan DPR sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan,” tutupnya. (Si) Foto: Dok. Pribadi/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 71 Press Gathering Wartawan Koordinatoriat DPR Ternyata Reuni Wartawan dengan Mantan Wartawan R uang pertemuan Hotel Melia Purosani, Yogyakarta terasa hangat karena para jurnalis peserta Press Gathering Wartawan Koordinatoriat DPR telah berkum­ pul. Cukup banyak, jumlahnya 112 juru warta baik dari media cetak, online maupun elektronik. Dua pembawa acara sudah bersiap di bagian depan, sesekali matanya melihat ke arah pintu depan. Oo rupanya, sebentar lagi acara diskusi bertema ‘Membangun Kebersamaan dengan Check and Balance antara Pers dan DPR’ akan segera dimulai. Diskusi yang serius menjadi cair ketika Ketua Koordinatoriat Hil­ man yang juga wartawan Metro TV mendapat kesempatan berpi­ dato. Ia menyapa sekaligus mem­ beritahukan kepada seluruh kolega 72 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 wartawan bahwa pimpinan dewan yang hadir di bangku depan ternya­ ta juga mantan wartawan. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon adalah man­ tan wartawan, Wakil Ketua BURT Agung Budi Santoso dan anggota Komisi III Nasir Jamil ternyata juga mantan wartawan. Ketika menyampaikan sambutan­ nya Fadli Zon membenarkan ia su­ dah menjadi wartawan sejak ke­ las tiga SMA, salah seorang senior yang pernah bersamanya di salah satu media waktu itu saat ini kebe­ tulan juga menjadi wartawan di DPR. “Ini gathering pertama yang saya ikuti dan benar saya sudah sejak SMA menjadi wartawan ber­ sama mas Bambang ini, saat masih pakai mesin ketik. Jadi saya tahu persis bagaimana pentingnya me­ dia dalam membangun komunikasi dengan masyarakat. Tanpa pers su­ ara DPR tidak mungkin bisa dide­ ngar, tidak akan bunyi,” tutur dia. Dalam paparannya Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam ini menyebut ia mencermati jumlah pemberitaan media tentang DPR sangat banyak, jauh lebih banyak daripada kemen­ terian atau lembaga lain. Baginya itu menunjukkan perhatian media kepada lembaga perwakilan ini me­ mang sangat besar. Namun ia ber­ harap pemberitaan yang dibangun tentang dewan hendaknya masih dalam kerangka mengkritisi bukan malah menjatuhkan. “Kita tidak mau menyogok agar wartawan tidak kritis tapi paling tidak kalau hubungan kita baik kita jangan langsung dihajar begitu, paling tidak kasih tahu dulu lah. Kalau DPR dihajar terus dan ada upaya untuk depolitisasi, depar­ polisasi ya bagaimana, tidak mung­ kin ada demokratisasi tanpa parpol, tidak mungkin ada demokrasi tanpa parlemen. Kita di dalam juga terus berupaya memperbaiki apalagi DPR sebentar lagi memasuki usia 70 ta­ hun,” kata wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat V ini. um DPR yang lebih representatif. “Museum itu menjadi bagian dari memo­r y bangsa, sekarang banyak orang yang tidak mengenal tokohtokoh parlemen Indonesia,” ujarnya. Gathering itu Perlu Wakil Ketua BURT DPR Agung Budi Santoso menyambut baik pelak­ sanaan gathering secara berkala untuk membangun pemahaman wartawan terhadap dinamika kerja ing akan dilaksanakan empat kali dalam setahun. Sejauh ini menu­ rutnya gathering menjadi ruang yang cukup efektif bagi dewan dalam menjelaskan program dan dinamika kerja serta membangun hubungan baik dengan wartawan. “Kegiatan DPR yang tak pernah lepas dari pengamatan atau obyek penulisan teman-teman wartawan. Maka akan lebih baik jika tercipta pemahaman yang baik dari kedua belah pihak. Tentu hubungan baik Ia juga memaparkan berbeda de­ ngan era sebelumnya ketika DPR dikenal sebagai tukang stempel pemerintah, sekarang ini dinamika kerja dewan sangat luar biasa. Dari tiga fungsi dewan, pengawasan dan anggaran berjalan dengan baik, hanya saja fungsi legislasi sedikit tersendat karena dinamika politik koalisi pada awal pelantikan yang memang sangat dinamis. Untuk menggenjot capaian menurutnya telah ditetapkan sejumlah kebijakan diantaranya dua hari kerja Rabu dan Kamis khusus untuk membahas agenda legislasi. Pada bagian lain Fadli juga meng­ harapkan duk ungan war t awan agar upaya mewujudkan DPR se­ bagai parlemen modern. Sebagai pusat think tank bangsa di bidang legislasi menurutnya DPR harus didukung perpustakaan yang me­ madai. “Kalau di negara lain per­ pustakaan itu menjadi pilar, bahkan perpustakaan terbesar di dunia adalah perpustakaan parlemen AS. Kita tidak perlu pustaka besar tapi yang memadai.” Ia menyam­ paikan keprihatinan saat meninjau Perpustakaan DPR, sejumlah buku bernilai sejarah tinggi tidak dikelola dengan baik karena terbatasnya ru­ angan diantaranya koleksi buku era tahun 1920an - berstempel volgstat serta buku warisan perpustakaan konstituante tahun 1950an. Seba­ gai bagian dari program parlemen modern, ia juga berharap publik mendukung terwujudnya muse­ parlemen terkini. “Kegiatan ini ha­ rus sering diadakan. Mudah-mu­ dahan dengan sering bertemu, in­ formasi yang didapatkan wartawan menjadi lebih akurat. Sehingga penyampaian kepada masyarakat juga lebih akurat,” imbuh politisi dari Dapil Jawa Barat I ini. Semen­ tara Nasir Djamil menyampaikan harapan pelaksanaan gathering di daerah akan membantu wartawan mengenal lebih baik daerah pemili­ han anggota dewan. Ia mengusul­ kan pada kesempatan selanjutnya ke­g iatan bisa dilaksanakan di dae­ rah pemilihannya Nanggroe Aceh Darussalam. Sementara itu Sekjen DPR Winan­ tuningtyastiti mengatakan mulai tahun 2015 ini agenda press gather- ini tanpa meniadakan fungsi kon­ trol wartawan, check and balances tetap berjalan,” ungkap Win. Untuk mengenal Yogyakarta lebih baik, peserta diajak untuk mengun­ jungi Gua Kiskendo yang berada di Dusun Sukamaya, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo Yog yakarta, 35 km Barat Laut dari arah Yogyakarta. Gua yang sering dikaitkan dengan legenda Mahesasura yang berkepala kerbau dan Lembusura berkepala sapi ternyata sangat mempesona dengan keindahan batuan stalaktit dan stalagmit. Dari gua Kiskendo wartawan berjalan kaki menyusuri perbukitan untuk kemudian menik­ mati sejuknya air terjun Grojogan Sewu. (iky) Foto: Andri, Denus/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 73 PARLEMEN DUNIA Parlemen India: Potret Implementasi Constituency Development Funds (CDF) Oleh Sasmithaningtyas P. L, Tyana Anggraeni, dan Ria Puspitasari Tim Peneliti CEPP FISIP UI Hangatnya isu yang sedang diper­ bincangkan saat ini di Indonesia terkait dengan dana aspirasi atau yang lebih tepatnya disebut Pro­ gram Pembangunan Daerah Pemi­ lihan (P2DP) ternyata bukan meru­ pakan suatu kejadian baru di dunia. Di banyak negara P2DP dikenal de­ ngan istilah Constituency Develop­ ment Fund (CDF) dan telah diterap­ kan di Negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Menurut data yang dilansir dari International Budget Partnership (2010) setidak­ nya terdapat 23 nega­r a berkem­ bang di Asia dan Afrika yang telah menerapkan CDF. Pada umumnya, penerapan CDF dilakukan dalam bentuk pendanaan proyek-proyek pembang unan se­p er ti pemba­ ngunan fasilitas pendidikan, klinik 74 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 kesehatan dan sistem penyediaan air. Awalnya CDF diterapkan di In­ dia dan baru terlihat menjanjikan ketika Kenya menerapkan di tahun 2003.1 Implementasi CDF menun­ jukkan hasil yang berbeda di setiap negara, hal tersebut disebabkan oleh perbedaan sistem politik, relasi antar institusi negara serta kebu­ dayaan yang ternyata sangat ber­ pengaruh terhadap implementasi CDF. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas lebih dalam mengenai penerapan sistem CDF di India yang dibagi menjadi dua yakni Member of Parliament Local Area Development Scheme (MPLADS) dan Members of Legislative Assembly Local Area De1 Tshangana, Alison H. Constituency Development Funds: Scoping Paper. Cape Town: 2010, hlm. 1. velopment (MLA-LAD). Mengenal Constituency Develop­ ment Funds (CDF) Sebelum masuk ke dalam pemba­ hasan CDF di India, penulis akan mengulas terlebih dahulu tentang CDF. CDF merupakan dana peme­ rintah yang dialokasikan untuk keg iatan pembang unan daerah konstituen dari para anggota de­ wan untuk memenuhi kebutuhan lokal daerah tersebut. CDF me­ mungkinkan anggota dewan untuk menentukan proyek pembangunan suatu daerah. Beberapa penga­ mat melihat CDF bukanlah sema­ ta-mata kegiatan pendanaan dari pemerintah pusat ke daerah, tetapi juga kegiatan untuk memenuhi per­ mintaan kebutuhan pembangunan daerah konstituen, meningkatkan dukungan suara, dan meningkat­ kan kemungkinan mereka terpilih kembali.2 Tabel 1: Rata-rata alokasi CDF per anggota dewan (USD) 3 Negara Filipina Bhutan Kepulauan Solomon Kenya Malaysia Jamaika India Sudan Pakistan Malawi Tanzania Uganda Alokasi CDF $4,270,001 $ 43,000 $ 140,000 $ 794,464 $ 577,951 $ 456,361 $ 420,790 $ 317,543 $ 240,000 $ 21,352 $ 13,761 $ 5,187 Terdapat 3 (tiga) poin yang mem­ bedakan CDF dari program de­ sentralisasi atau program berba­ sis pembangunan komunitas pada umumnya yakni, Pertama, dana diajukan oleh pemerintah pusat dan dikeluarkan di tingkat peme­ rintahan lokal. Kedua, alokasi dana berbasis daerah konstituen dimana anggota dewan yang bersangku­ tan memiliki semacam kuasa untuk mengatur pengeluarannya. Ketiga, dana ditujukan bagi proyek pem­ bangunan yang merefleksikan ke­ butuhan publik di daerah setempat. Da l a m i mplement a si ny a , CDF mendapatkan kritik dari beberapa pihak, karena keterlibatan ang­ gota dewan di dalamnya. Menu­ rut kalangan akademisi, organisasi masyarakat, dan pendonor, CDF mengikis pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif di dalam pemerintahan. 3 Secara teo­ ritis, dengan mengirimkan dana 2 Tsubura, Machiko. The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in Comparative Perspective. Paper yang dipersiapkan untuk kegiatan Annual Meeting of the American Political Science Association. Inggris: 2013, hlm. 1. 3 Ibid.,hlm. 2. secara langsung ke daerah konsti­ tuen maka diasumsikan alokasi dari dana tersebut akan bisa tepat guna, sesu­ai kebutuhan publik. Namun demikian CDF memiliki pa­ ling tidak dua fokus kelemahan apa­ bila dilihat dari kacamata organisa­ si masyarakat yang berhubungan dengan akuntabilitas pemerintah. Fokus pertama sama dengan fokus kalangan akademisi dan pendonor yang telah disebutkan sebelum­ nya, yakni terkait dengan pemisah­ an kekuasaan antara legislatif dan eksekutif yang semakin terkikis. Dengan adanya CDF, anggota de­ wan yang pada awalnya hanya ber­ fokus dalam fungsi legislasi menjadi terpecah konsentrasinya dengan harus memikirkan dan mengimple­ mentasikan program yang seha­ rusnya menjadi domain eksekutif. Ditambah lagi, CDF memberikan kesempatan bagi anggota dewan untuk melakukan korupsi. Keadaan ini terjadi di Kenya, dimana anggota dewan Parlemen Kenya yang mem­ buat hukum, mengimplementasi­ kan, dan mengawasi pengeluaran mereka terkait CDF.4 4 Hal ini diungkapkan oleh Ongoya and Lumallas dalam penilaian mereka terkait CDF Act di tahun 2005. Pernyataan ini dituliskan di dalam Constituency Development Funds: Scoping Paper oleh Alison Hickey Tshangana, hlm. 1. Fokus kedua adalah kurangnya kesadaran publik untuk melibat­ kan diri dalam proses penerapan CDF. Tanpa adanya keterlibatan langsung oleh publik, alokasi dana CDF yang awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mendasar dari komunitas di daerah terse­ but menjadi tidak dapat terealisasi. Menurut Tshangana (2010: 3), ele­ men inti dari penerapan CDF adalah 1) Dana dikumpulkan oleh peme­ rintah pusat untuk kemudian dike­ luarkan di tingkat daerah/ lokal; 2) Dana dialokasikan berbasis daerah konstituen dimana anggota dewan memiliki kuasa untuk mengontrol pengeluaran; dan 3) Dana ditujuk­ kan untuk proyek pembangunan yang meref leksikan kebutuhan publik di daerah tersebut. Menurut laporan IPU (Inter Par­ liamentar y Union) tahun 2008, di Negara – negara berkembang, tipologi konstituen terkesan mem­ bebani anggota dewan di luar tu­ gas dan fungsi anggota legislatif, di antaranya yakni adalah permin­ taan terkait dengan pembangunan di daerah mereka, anggota dewan dituntut untuk menjadi “agen pem­ bangunan” untuk daerah mereka. Sehingga, melalui alokasi dana CDF, anggota dewan bisa memenuhi tun­ tutan dari konstituen. Akan tetapi, sisi negatif yang muncul dari tipe PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 75 PARLEMEN DUNIA hubungan seperti ini adalah mun­ culnya politik transaksional dan patronase dimana anggota dewan tersebut akan mengalokasikan dana CDF apabila konstituen mau mem­ berikan dukungan politik kepada anggota dewan tersebut. liki populasi sebanyak lebih dari 1,2 miliar jiwa.5 Angka tersebut menja­ dikan India Negara kedua dengan populasi terbanyak setelah Repu­ blik Rakyat Tiongkok. Jumlah penduduk yang begitu ba­ nyak, tentu memberikan ba­n yak permasalahan, khu­ s u s ny a b a g i p e n­ duduk India. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dibentuklah suatu skema penda­ na an pembang uan konstituen atau Constituency Development Fund, at au yang di India dise­ but dengan Member of Parliament Local Are a D e vel o p m e nt Sumber: Tshangana, Alison H. Constituency Development (MPL AD). Skema ini Funds: Scoping Paper. Cape Town: 2010, hlm. 9. diajukan pada tahun 1993 oleh ang got a parlemen (Member of Parliament). Saat it u, ba nya k a ng­ gota parlemen yang sering kali diminta untuk dapat mem­ bantu dalam proyekproyek kecil di dae­ rah konstituennya. 6 Oleh karena itu, para anggota parlemen ini mengajukan MPLAD, yang memungkinkan mereka untuk dapat Sumber: Wanjiru Gikonyo. The CDF Social Audit Guide: A meng usulkan pro­ Handbook for Communities. g ram pembang unan kepad a pemer int a h Kontribusi MPLAD bagi pemba­ daerah konstituennya. ngunan India Skema MPLAD setidaknya memiliki India merupakan sebuah Negara 5 India Population, http://www.worldometers.info/world-population/india-populayang terletak di kawasan Asia Se­ tion/, yang diakses pada 24/06/2015 pukul latan yang memiliki jumlah pen­ 10.27 WIB. duduk yang sangat banyak dan 6 Machiko Tsubura, “The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in Comparaterdiri dari berbagai suku yang tive Perspective”, (di presentasikan pada memiliki ciri khasnya masing-ma­ pertemuan tahunan American Political Scising. Menurut situs Worldometers, ence Association, 28 Agustus – 1 September, hingga tahun 2015 ini, India memi­ 2013) 76 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 tiga stakeholder utama, yakni: ang­ gota parlemen, pemerintah distrik (district authority), dan Pemerin­ tah India. Pada skema ini, anggota parlemen memiliki hak untuk dapat mengusulkan suatu program pem­ bangunan di derah pemilhannya. Para anggota parlemen dapat me­ ngusulkan program pembangunan berdasarkan hal-hal yang menurut mereka dibutuhkan di daerah kon­ stituennya, seperti: pembangunan jembatan, pembangunan irigasi dan sanitasi, fasilitas air minum, fasili­ tas kesehatan, fasilitas pendidikan, pembangunan jalan raya, dan ber­ bagai program pembangunan lain­ nya. Usulan program pembangu­ nan tersebut kemudian diberikan kepada pemerintah distrik, sebagai pihak pelaksana program. Pemerin­ tah distrik juga menjadi pihak yang akan menunjuk pihak ketiga sebagai eksekutor program tersebut, pihak ketiga tersebut bisa Lembaga Swa­ daya Masyarakat maupun kontrak­ tor. Contoh ilustrasi struktur dalam pengelolaan CDF di Kenya. Sumber: Wanjiru Gikonyo. The CDF Social Audit Guide: A Handbook for Communities. Pad a awa l p erkemba nga n nya , seorang anggota parlemen seti­ daknya memiliki dana sebesar 500.000 Rupee atau sekitar 110 juta rupiah untuk mendanai program usulannya. Seiring berjalannya waktu, jumlah dana tersebut terus bertambah, dan pada periode 20142015 ini, dana yang dimiiki oleh ma­ sing-masing anggota mencapai 50 juta Rupee atau sekitar 10,5 milyar rupiah. Dana yang ditujukan untuk pembangunan daerah konstituen tersebut tidak langsung diserahkan kepada anggota parlemen, melain­ kan disalurkan melalui rekening terpisah yang ditujukan untuk ang­ gota parlemen, dan dikelola oleh aparat sipil di distrik.7 Keberadaan Skema MPL AD ini, pada awal perkembangannya, tidak begitu menarik perhatian publik di India. Bahkan, dalam masa pe­ nyusunan skema ini, tidak terlihat adanya perdebatan hebat, baik di dalam parlemen, maupun di luar parlemen. Isu mengenai Skema MP­ LAD ini mulai mencuri perhatian publik India ketika Comptroller and Auditor General (CAG) 8 merilis hasil laporan audit pelaksanaan MPLAD di beberapa Negara bagian di India pada tahun 1999. Dalam laporan tersebut, digambarkan adanya ke­ salahan pengelolaan dana MPLAD. 7 International Budget Partnership, Constituency Development Funds: Scoping Paper, http://internationalbudget.org/wp-content/ uploads/Constituency-Development-FundsScoping-Paper.pdf, yang diakses pada 24/06/2015 pukul 11.50 WIB 8 Jika diterjemahkan secara harafiah akan memiliki arti: Jenderal Pengawasan dan Auditor Keuangan”. Perannya menyerupai Badan Pemeriksa Keuangan RI di Indonesia. Mahkamah Agung India sebelum­ nya sempat memberikan keputu­ san terkait dengan adanya gugatan yang diberikan oleh para ahli hu­ kum di India terkait dengan isu Ske­ ma MPLAD ini. Para ahli hukum ini mengatakan bahwa skema MPLAD ini inkonstitusional, dikarenakan ada­nya pelanggaran terhadap kon­ sep separation of power yang ter­ dapat dalam pemerintahan India. Namun, pada akhirnya Mahkamah Agung India memutuskan bahwa MPLAD tidak bertenta­ngan dengan konstitusi, dikarenakan dalam hal ini, para anggota parlemen (yang merupa­k an bagian dari lembaga legislatif), hanya memberikan usul­ an terkait dengan program pem­ bangunan, sedangkan untuk pelak­ sanaan dan implementasi program tersebut dilakukan oleh Panchayat (dewan lokal) dan pemerintah dae­ rah (yang merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif).9 Kekurangan dari skema MPLAD ini salah satunya adalah dana yang di­ gunakan pada tahun pertama dapat diakumulasikan pada tahun berikut­ nya. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh para anggota parlemen untuk dapat menarik perhatian konstituen dengan membangun fasilitias umum dengan menggunakan dana MPLAD 9 Machiko Tsubura, Loc.Cit tersebut, di akhir masa jabatan­ nya. Harapannya adalah agar para anggota parlemen ini dapat dipilih kembali oleh para konstituen. Per­ masalahan lain yang terjadi pada skema MPLAD ini adalah bahwa banyak anggota parlemen yang ti­ dak menggunakan dana pemba­ ngunan ini. Pada tahun 2014-2015, sekitar 233 anggota parlemen tidak menggunakan dana ini.10 Selain itu, di beberapa distrik, anggota parle­ men telah mengajukan usulan pro­ gram, namun usulan tersebut ti­ dak dilaksanakan oleh pemerintah distrik.11 Menurut peraturan yang ada, persetujuan dari pemerintah distrik memang dibutuhkan agar program usulan anggota parlemen dapat dilaksanakan. hal ini kemu­ dian menunjukkan bahwa imple­ mentasi program yang di danai oleh skema MPLAD ini bergantung pada birokrat yang ada di distrik. Meskipun banyak dana MPL AD yang tidak digunakan oleh ang­ gota parlemen pada kisaran tahun 2014-2015, masih terlalu awal un­ tuk menyimpulkan bahwa ini ti­ dak terserap dengan baik. Sebagai contoh, pada periode pemerintah­ an tahun 2009-2013, sekitar 88% dana MPLAD terimplementasikan dan pada kisaran tahun 1993-2008 sekitar 98% dari dana yang ada telah digunakan.12 Secara keseluru­ han, dapat dikatakan bahwa skema MPLAD memang merupakan suatu contoh bagi penguatan lembaga legislatif. Meski memang diwarnai dengan berbagai kekurangan, tidak dapat dipungkiri bahwa skema MP­ LAD memberikan kesempatan bagi para anggota parlemen untuk dapat memberikan kontribusi bagi para konstituennya. *** 10 How MPs spend their funds: there’s good and bad news, (http://www.thehindu. com/data/how-do-mps-spend-their-funds/ article7285685.ece), yang diakses pada 24/06/2016 pukul 15.00 WIB 11 ibid. 12 ibid. PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 77 POJOK PARLE S uasana rapat-rapat DPR tidak selamanya ber­ langsung tegang. Baik dalam Rapat Paripurna, rapat-rapat Komisi, maupun Alat Kelengkapan Dewan yang lain, selain suasana serius juga di­ warnai santai dan canda tawa. Dalam rapat Paripurna pembahasan RUU, anggaran maupun pengawasan, sering diwarnai interupsi dan protes yang terkesan cukup serius. Namun dalam rapat Komisi selamanya tidak berlang­ sung serius. Sejumlah anggota memiliki trik untuk mencairkan suasana supaya jalannya rapat tidak mem­ bosankan, membuka perkenalannya dengan pantun. Salah satu anggota yang cukup menonjol dan tidak ketinggalan berpantun adalah politisi Partai Nasdem Nyat Kadir. Parlementaria yang mengikuti acara kunjungan kerja sempat merekam sebagian dari pantun mantan Wa­ likota Batam tersebut. Ada buaya didalam air, matanya merem karena sakit gigi. Nama saya Nyat Kadir, Partai Nasdem dari Dapil Kepri. Pergi ke sawah menangkap belalang, sejak senja 78 PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 sampai ke pagi. Sungguh megah kota Palembang, serasa Kerajaan Sriwijaya hidup kembali. Dalam kesempatan lain saat kunker ke Lampung belum lama ini dia juga berpantun. Makan pinang bersama Haji Lulung, daunnya lembut enak sekali. Sungguh senang tiba di Lampung, karena sudah 20 tahun tidak kembali Tak kalah cekatannya, anggota FPKS yang mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring yang ikut serta rombongan Tim Komisi VI juga me­ nyambut perkenalannya dengan berpantun ria. Kalau dulu bertanam ubi, sekarang bertanam sayuran. Kalau dulu menjadi menteri, sekarang anggota Dewan Kalau bukan setetes tinta, takkan kugubah sebait puisi Kalau bukan karena cinta, takkan mungkin aku disini. (mp) Foto: Mastur Prantono/Parle/HR T idak seperti biasanya, sore itu rumah dinas Ketua DPR RI Setya Novanto tampak kesibukan yang luar biasa. Tak heran jika suasana ramai, karena sore itu Ketua DPR RI menggelar acara “Buka Puasa” bersama Presiden dan Wakil Presiden. selalu diberi kesehatan dan keselamatan dunia akhirat. Ia juga menyatakan, bahwa umur 54 tahun memiliki hoki yang tinggi. Menanggapi ucapan dari Novanto, Jokowi yang mengenakan batik hitam-coklat pun tersenyum simpul dan terlihat sumringah. Selain Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, juga mengundang menteri-menteri Kabinet Kerja, para Duta Besar, Pimpinan Partai dan masih banyak tamu-tamu penting lainnya. “Jadi kalau 54 itu, hokinya tinggi. Lima ditambah empat, jadi sembilan. Sembilan itu sudah angka yang paling tinggi, sehingga bisa menjadi Presiden. Semoga panjang umur, selamet ndunyo akhirat (selamat dunia akhirat), bagyo lahir batos sekeluargo sakukuban (bahagia lahir batin sekeluarga semuanya). Amin,” harap politisi asal Dapil Nusa Tenggara Timur itu. Satu per satu para tamu memasuki ruang acara, suasana tampak akrab dan tamu yang hadir jauh dari kesan formil. Acara lebih spesial karena ketika Ketua DPR RI menyampaikan sambutannya mengatakan bahwa dua hari sebelumnya Presiden Joko Widodo memperingati ulang tahun ke-54 pada 21 Juni 2015 lalu. Walaupun sedikit terlambat, Ketua DPR RI Setya Novanto mengucapkan selamat ulang tahun kepada Presiden. Tak seperti biasanya, ucapan selamat ulang tahun itu dilafalkan menggunakan bahasa Jawa. “Ngaturaken sugeng tambah yuswo ingkang kaping seket sekawan, mugi tansah pinaringan sehat, panjang yuswo (Kami menghaturkan selamat ulang tahun ke 54, semoga selalu diberi kesehatan, dan panjang umur),” kata Novanto, sesaat sebelum acara buka puasa dimulai. Novanto juga berharap, di umur yang baru ini, Presiden Kejutan dari Setnov tidak hanya itu, ternyata dalam acara ini sudah disiapkan menu spesial kesukaan Pak Jokowi. Secara khusus ia menyuguhkan makanan kesukaan Presiden Joko Widodo. Bahkan, untuk me­ ngolah makanan ini, Novanto sampai mendatangkan juru masak atau koki dari rumah makan Mbah Citro, Solo. “Pak Presiden pasti akan kaget, karena saya membawa delapan orang (koki) dari Solo. Ini makanan yang disukai Pak Presiden, jadi ada mie, nasi goreng, dan capcay. Ini Mie Goreng dari Mbah Citro, Solo. Mie ini kan kalau dimakan panjang, semoga umurnya makin panjang. Nanti kalau mau jadi capres, harus makan mie ini,” imbuh Politisi F-PG ini diiringi tawa dari undangan yang hadir. (sf) Foto: Denus/Parle/HR PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 79