Edisi 126 TH. XLV, 2015

advertisement
Edisi 126 TH. XLV, 2015
PENGAWAS UMUM:
Pimpinan DPR-RI
PENANGGUNG JAWAB/
KETUA PENGARAH:
Dr. Winantuningtyastiti, M. Si
(Sekretaris Jenderal DPR-RI)
WAKIL KETUA PENGARAH:
Achmad Djuned SH, M.Hum
(Wakil Sekretaris Jenderal DPR-RI)
Tatang Sutarsa, SH
(Deputi Persidangan dan KSAP)
PIMPINAN PELAKSANA:
Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si.
(Karo Humas dan Pemberitaan)
PIMPINAN REDAKSI:
Dadang Prayitna, S.IP. M.H.
(Kabag Pemberitaan)
WK. PIMPINAN REDAKSI:
Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan),
Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan)
REDAKTUR:
Sugeng Irianto, S.Sos
M. Ibnur Khalid
Iwan Armanias
Mastur Prantono
SEKRETARIS REDAKSI:
Suciati, S.Sos
ANGGOTA REDAKSI:
Nita Juwita, S.Sos
Supriyanto
Agung Sulistiono, SH
Rahayu Setiowati
Muhammad Husen
Sofyan Efendi
PENANGGUNGJAWAB FOTO:
Eka Hindra
FOTOGRAFER:
Rizka Arinindya
Naefuroji
M. Andri Nurdriansyah
Yaserto Denus Saptoadji
SEKRETARIAT REDAKSI:
I Ketut Sumerta, S. IP
SIRKULASI:
Abdul Kodir, SH
Bagus Mudji Harjanta
ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA:
BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI,
Lt.III Gedung Nusantara II DPR RI,
Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta
Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350
Fax. (021) 5715536,
e-mail: [email protected];
www.dpr.go.id/berita
PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015
2
Pengantar Redaksi
Dinamika politik begitu kencang menyam­
but pesta demokrasi pemilihan umum ke­
pala daerah (pilkada) serentak yang di­
jadwalkan digelar pada 9 Desember 2015
mendatang. Pasalnya meski jadwal sudah
ditetapkan namun sejumlah agenda dan
persiapan kearah itu masih ditemui banyak
kendala. Sampai akhirnya DPR beberapa kali
menggelar rapat gabungan dengan Peme­
rintah untuk memastikan pilkada serentak
untuk pertama kalinya di Indonesia bisa
berlangsung lancar.
Topik itulah yang diangkat Parlementaria
edisi kali ini dengan harapan dapat diper­
oleh gambaran bagaimana menyongsong
pilkada tersebut, hambatan, manfaat dan
mudaratnya, khususnya bagi perkembangan
demokrasi ke depan.
Beberapa hal yang mengganjal diantaranya
belum mulusnya sejumlah agenda serta
pencairan dana di daerah bisa menghambat
pilkada serentak. Tahapan pilkada juga ma­
sih rentan berubah. Konflik di daerah masih
bisa terbuka. Ini persoalan serius yang ha­
rus diantisipasi.
Kita berharap, pilkada serentak berlang­
sung jurdil, aman, bebas dari penyimpangan
serta akan menambah partisipasi masyara­
kat, juga meningkatkan efisiensi dan efekti­
fitas. Disamping itu, kesadaran internal ma­
syarakat untuk memilih pimpinannya dapat
memajukan daerahnya, yang pada giliran­
nya kemajuan daerah punya dampak terha­
dap kemajuan nasional.
Di bidang pengawasan, dilaporkan soal in­
frastruktur nasional dan Perpres pengen­
dalian harga sembako, RUU Penjaminan
dalam rubrik legislasi dan bidang anggaran
menyoroti soal hutang Indonesia. Persoalan
hutang ini perlu dilakukan dengan cermat
dan hati-hati sebab mengacu kepada negara
Yunani, gara-gara beban hutang akhirnya
negara itu bangkrut.
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
3
Dapatkan di:
Loby Gedung Nusantara 1 DPR RI
Loby Gedung Nusantara 2 DPR RI
Loby Gedung Nusantara 3 DPR RI
Loby Gedung Setjen DPR RI
Ruang Loby Ketua
Ruang Loby Wakil Ketua
Ruang Yankes
Terminal 1 dan 2
Bandara Soekarno Hatta
Stasiun Kereta Api Gambir
Semua Majalah dan Buletin Parlementaria dibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Bagian Sirkulasi Majalah dan Buletin Parlementaria di
Bagian Pemberitaan DPR RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta,
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV,5715350
2015
4 Telp.
(021) 5715348,5715586,
Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected].
|8
PROLOG
Kompleksitas
Pilkada SERENTAK
Untuk pertama kalinya
pemilihan umum kepala daerah
(Pilkada) akan digelar secara
serentak mulai akhir tahun
ini. Pilkada kali ini merupakan
pertaruhan teramat penting
bagi bangsa ini dalam
berdemokrasi. Karena itu
harus berlangsung sesuai
dengan agenda dan pantang
ditunda. Pilkada serentak yang bakal
digelar pada 9 Desember mendatang
adalah awal dari pelaksanaan agenda besar
dalam penataan demokrasi elektoral.
PROFIL
| 49
PROLOG
Kompleksitas Pilkada Serentak
LAPORAN UTAMA
Pilkada Serentak Harus Lebih Murah
sumbang saran
Tantangan Pilkada Serentak
PENGAWASAN
Negara Tidak Boleh Dikalahkan Spekulan
Ekonomi Lesu Pemerintah
Diminta Genjot Infrastruktur
anggaran
Inefficiency Loss Pada PNBP Perikanan
Utang Indonesia Masih Realistis
Kegiatan Anggota Dewan tak
melulu berbau politik. Bahkan,
untuk mengekspresikan diri,
ada yang menggeluti olahraga
yang terbilang cukup ekstrem.
Off road menjadi pilihan
Yudi Widiana Adia sebagai
hobi di waktu senggang.
Dalam kesempatan kali ini,
Parlementaria berkesempatan
untuk mengupas sekilas
kehidupan Wakil Ketua Komisi
V DPR RI itu.
10
26
29
31
34
38
LEGISLASI
RUU Penjaminan Perkuat
Usaha Kecil dan Menengah
Yudi Widiana Adia
8
Berita foto
kiat sehat
Rahasia Tetap Sehat Setelah Berlebaran
40
42
47
profil
Yudi Widiana Adia
Penyuka Off Road dari Senayan
kunjungan kerja
sorotan
Darurat Kekerasan Anak,
Jangan Sekedar Peringatan
49
53
62
liputan khusus
PENGAWASAN
| 29
Kazan Summit, Forum Strategis Bangun
Ekonomi Rusia-OKI
India Dukung Dibentuknya AAPG
Negara Tidak Boleh
Dikalahkan Spekulan
Hiruk pikuk, naik turun harga kebutuhan pokok
masyarakat seakan terjadi tiada henti. Tahun
berganti, ketika masyarakat sedang merayakan
keriaan mereka - Lebaran, Natal, tahun baru, mereka
tidak berdaya menghadapi belitan harga yang
mencekik. Kenapa harga naik seperti ini?
65
68
selebritis
Totalitas Camelia Putri
Bangun Musik Dangdut
69
pernik
Press Gathering Wartawan Koordinatoriat DPR
Ternyata Reuni Wartawan dengan Mantan
Wartawan
73
PARLEMEN DUNIA
Parlemen India: Potret Implementasi
Constituency Development Funds (CDF)
pojok parle
Berpantun Ria Ala DPR
Menu Spesial
74
78
79
ASPIRASI
Permohonan Pengangkatan Guru TK Honorer
Saya dan 30 orang Guru TK Honorer
K2 adalah peserta yang lulus Seleksi Nasional (SELEKNAS) tenaga honorer K2 Tahun 2013 baik secara administratif maupun kompetensi dasar dan bidang dan
sudah melakukan pemberkasan sesu­ai
dengan peraturan yang telah ditetapkan,
namun sampai saat ini belum juga diangkat menjadi PNS.
Saya dan kawan-kawan telah diangkat menjadi Guru TK oleh Kepala UPTD
Pendidikan Kecamatan dan disahkan
oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Kerinci serta ditugaskan untuk mengajar
di beberapa TK yang ada di Kabupaten
Kerinci dengan mendapatkan tunjangan
fungsional guru dari pemerintah (bukan
dibiayai dari APBN/APBD). Selain itu kami
telah memiliki masa kerja pa­ling sedikit 1
tahun pada tanggal 31 Desember 2005
dan sampai saat ini masih bekerja secara
terus menerus.
Aspirasi tentang Penerapan Nilai-nilai Pancasila
Surat ini saya tujukan kepada Ketua
DPR RI perihal saran dan pendapat terkait
penerapan nilai-nilai Pancasila dan Hak
Azasi Manusia (HAM).
Bahwa nilai HAM sebenarnya sangat
baik untuk diterapkan oleh Indonesia,
namun dalam prakteknya seringkali disa­
lahartikan. Sebenarnya nilai-nilai HAM
tersebut diadopsi dari negara-negara
yang menganut paham liberalisme, sehingga tidak cocok dan tidak tepat untuk
diterapkan di Indonesia.
Bahwa Pancasila adalah nilai dasar
yang sangat tepat dianut dan diterapkan
oleh Bangsa Indonesia dengan beragam
budaya yang ada dan seharusnya Bangsa
Dengan demikian saya dan kawankawan berharap agar pengangkatan
Guru TK Honorer K2 menjadi PNS dapat
segera dilaksanakan oleh Pemerintah
dan meminta bantuan Komisi III DPR
RI untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut dan Komisi II yang membidangi
masalah aparatur negara.
Eti Marlina dkk
TK Nurul Ikhlas Kemantan Kebalai,
Kerinci, Jambi
Indonesia tidak meniru dan mengikuti
falsafah negara lain yang tidak cocok
dengan budaya Bangsa Indonesia.
Diharapkan agar Ketua DPR RI dapat
memperhatikan usul dan saran saya ini
demi kemajuan Bangsa Indonesia.
H. Syarief Hidayatulloh
Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat
Masukan Aspirasi tentang Pemilu dan Anggota Legislatif
Aspirasi saya mengenai sistem
pemerintahan dan pemilihan umum
anggota Legislatif serta keprihatinan
atas kinerja Anggota DPR RI periode
2014-2019.
Bahwa Anggota DPR RI yang terpilih
pada Pemilihan Umum Legislatif tahun
2014 belum mencerminkan dan belum
menunjukkan sebagai wakil rakyat yang
baik, namun malah memberi contoh
perpecahan kepada rakyat Indonesia,
karena masih banyak Anggota DPR yang
haus kekuasaan, kekayaan dan lebih
mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Hal tersebut
terbukti pada pemilihan Ketua dan Wakil
Ketua, Alat Kelengkapan Dewan yang
dikuasai oleh satu koalisi partai dengan
jumlah anggota yang lebih banyak dan
terpengaruh oleh koalisi partai dalam
pemilihan presiden.
Selain itu saya berpandangan bahwa :
a.Nama Dewan Per wakilan Rak yat
adalah tidak tepat seharusnya menjadi Dewan Perwakilan Partai, karena
anggota yang dipilih oleh rakyat meru-
6
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
pakan perwakilan dari partai .
b.Jumlah anggota Dewan dari partaipun tidak sama dan jauh lebih banyak
daripada jumlah anggota Dewan dari
daerah.
c.DPR adalah satu kesatuan Dewan maka
semua kegiatan yang dilaksanakan
termasuk membuat keputusan harus dilaksanakan dengan musyawarah
mufakat, bukan karena kepentingan
partai atau karena koalisi partai, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan perpecahan/konflik yang tidak
pantas dicontoh oleh rakyat.
d.Walaupun DPR dipilih oleh rakyat, namun masih banyak anggota DPR yang
belum sadar bahwa menjadi anggota
DPR harus mengemban amanah rak­
yat, memperjuangkan rakyat, bangsa
dan negara untuk menjadi negara
yang maju, aman, tentram, damai,
adil dan makmur serta menjadi contoh
yang baik bagi rakyat.
e.Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua
DPR, DPD dan MPR harus melalui cara
musya­warah dan mufakat, tidak de­
ngan sistem paket dari koalisi partai
tertentu.
f.Anggota DPR, DPD dan MPR harus
menjadi contoh dan teladan yang baik
bagi masyarakat Indonesia.
g.Jumlah anggota DPR sebaiknya
disesuaikan dengan jumlah daerah
dari tiap-tiap kabupaten/kota.
h.Kepada para Anggota DPR agar meninjau kembali, meneliti, mengevaluasi dan menyempurnakan pedoman
atau panutan Negara Indonesia, yaitu
lambang negara berupa Garuda Pancasila, lagu kebangsaan, dasar negara
dan UUD 1945, masalah pemerintahan daerah dan pembentukan wilayah
atau daerah otonom, dan lain-lain.
i. Semua anggota DPR RI harus memiliki
sifat dan perilaku yang baik, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila.
Suyono
Rembang, Jawa Tengah
Solusi Penyelamatan Kapolri dan KPK
Bersama ini saya mengirimkan rekomendasi kepada Ketua DPR RI solusi
mengatasi permasalahan save Kapolri
dan save KPK
Dukungan sepenuhnya agar proses
hukum terhadap Budi Gunawan dan
Bambang Widjojanto sesuai aturan yang
berlaku. Instansi KPK dan Wakapolri agar
tetap menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
Presiden RI, Kabinet Kerja, KPK, Polri,
dan MPR harus saling berkomunikasi
Penderitaan Petani Tebu
donesia, tahun 2014 merupakan tahun
yang memprihatinkan bagi petani tebu.
Harga gula jauh di bawah ketentuan
peraturan Menteri Perdagangan yang
telah ditetapkan sebesar Rp 8.500. Ini
tidak pernah terjadi dalam sejarah ketika
Pemerintah menetapkan harga pokok
petani.
Petani bertubi-tubi dihantam masalah. Selain harga gula anjlok serta rendeman tebu yang tidak sesuai dengan
harapan, kredit juga susah diperoleh.
Untuk menebus pupuk, petani kesulitan.
Akibatnya, banyak tanaman tebu yang
tidak terurus. Kondisi tersebut mempe­
ngaruhi musim giling 2015
Sedangkan berdasarkan berita yang
ditulis oleh pindai.org. pada 21 Januari
2015, diketahui bahwa:
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia sudah mengirim surat kepada pihak
PTPN XI pada 15 Agustus 2014, mendesak perusahaan plat merah itu lekas menyalurkan dana talangan. Tapi permintaan ini diabaikan.
Melalui surat balasan kepada ketua
Asosiasi Petani Tebu, 8 September 2014,
Direktur Utama PTPN XI berkata perusahaan “mengalami kesulitan keuangan
yang serius.”
Kami atas nama Kelompok Tani
Tebu yang berada di PTPN X, XI, XII dan
Rajawali menyampaikan pengaduan
tentang penderitaan petani tebu yang
sudah berlangsung selama 2 (dua) tahun, namun tidak dijelaskan lebih lanjut
maksudnya.
Kami memohon surat pengantar dari
beberapa instansi terkait, diantaranya
Ketua DPR RI demi penyelesaian permasalahan tersebut dan memohon dapat
bertemu dengan Presiden RI guna membahas kelangsungan usaha petani tebu.
Berdasarkan berita yang ditulis oleh
www.tempo.co. pada 7 Oktober 2014,
diketahui bahwa:
Joko Widodo (Presiden RI) bertemu
dengan ribuan petani tebu di Tanggul,
Kabupaten Jember, pada tanggal 7 Oktober 2014. Dalam dialognya petani
berharap Pemerintah diminta bisa melahirkan varietas tebu, sehingga petani
bisa meningkatkan produktivitasnya dan
menghasilkan tebu dengan angka rendeman yang tinggi dan akhirnya negara bisa
berswasembada gula yang berdaya saing.
Menurut Arum Sabil selaku Ketua
Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat In-
satu sama lain, menjaga etika yang berlaku, dan menghargai moral publik. Pe­
ngadu juga menyarankan agar diadakan
pertandingan sepak bola antar instansi
pemerintah untuk menjalin kekompakan
dan persatuan NKRI
Morse Tarigan, Siak, Riau
Ketiadaan investor yang tertarik
membeli gula diakui PTPN XI telah memperburuk kondisi keuangannya, hingga
sulit menyalurkan dana talangan. Imbasnya, skema dana talangan berhenti.
Sekretaris PTPN XI, Muhammad
Khoiri mengatakan persoalan dana talangan “telah clear.” Menurutnya, dana
talangan bukanlah kewajiban PTPN XI
sebagaimana selama ini dituntut para
kelompok tani.
Tahun 2012 sampai sekarang PTPN XI
tidak ditunjuk sebagai pemegang IT (Importir Terdaftar) gula oleh pemerintah,
sehingga tidak mempunyai kewajiban
untuk memberikan dana talangan,” ujar
Khoiri. Kalaupun pada 2012 dan 2013
PTPN XI masih menyalurkan, menurutnya, itu semata dijalankan untuk mempertahankan hubungan kemitraan antara perusahaan dan petani. Sekaligus
mempertahankan pasokan tebu rakyat.
Juga supaya petani tetap berminat
menanam tebu.
Kami memohon Ketua DPR RI membantu menyelesaikan permasalahan
tersebut sesuai ketentuan berlaku.
Iswahyudi
Jember, Jawa Timur
Kesempatan Tenaga Honorer Mengikuti Seleksi PNS
Saya adalah Ketua Forum Guru Tidak
Tetap yang juga merupakan salah satu
tenaga honorer K2 dari 75 orang tenaga
honorer K2 dari Kabupaten Purworejo
yang tidak mengikuti tes CPNS, karena
pada saat Bupati Purworejo mengirimkan SPTJM No. 800/8227/2014 tgl 17
Oktober 2014 tentang Tenaga Honorer
K2 yang belum lulus seleksi Kabupaten
Purworejo sejumlah 757 orang, sedangkan sebanyak 75 orang (data terlampir)
belum termasuk didalamnya.
Bahwa sampai saat ini saya dan
kawan-kawan masih merupakan tenaga
honorer sekolah negeri di lingkungan Kabupaten Purworejo sehingga berhak dan
memenuhi syarat untuk tetap masuk terdaftar dalam database Tenaga Honorer
K2 yang belum terakomodir dari Kabupaten Purworejo.
Oleh karena itu, apabila Pemerintah akan menerbitkan regulasi terkait
pengangkatan tenaga honorer K2, saya
dan kawan-kawan berharap agar dapat
diakomodir untuk diberi kesempatan
mengikuti seleksi pengangkatan menjadi PNS.
Memohon agar Ketua DPR RI dapat
mempertimbangkan permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
Purbaningtyas Ritasari
Purworejo Jawa Tengah
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
7
PROLOG
U
nt uk per t ama k a linya
pemilihan umum kepala
daerah (Pilkada) akan
digelar secara serentak
mulai akhir tahun ini. Pilkada kali
ini merupakan pertaruhan teramat
penting bagi bangsa ini dalam ber­
demokrasi. Karena itu harus ber­
langsung sesuai dengan agenda dan
pantang ditunda. Pilkada serentak
yang bakal digelar pada 9 Desember
mendatang adalah awal dari pelak­
sanaan agenda besar dalam pena­
taan demokrasi elektoral.
Pilkada serentak pada 9 Desember
bisa menjadi embrio dari enam ge­
lombang pilkada mendatang se­
8
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
bagai perwujudan kedaulatan rak­
yat di daerah. Pilkada serentak juga
penting karena di satu sisi sema­
ngat efisiensi disandarkan dan di
sisi lain peran serta rakyat secara
langsung bisa dipertahan­kan.
Namun lima bulan menjelang pelak­
sanaan pilkada, persoalan teknis
masih saja menghantui kesiapan
pesta rakyat lokal tersebut. Pada­
hal, seharusnya semakin mendekati
pemungutan suara, para peserta
dan penyelenggara tidak lagi ter­
jebak pada aspek teknis, melainkan
politis.
Politisi PDI Perjuangan Arif Wibowo
mengatakan kompleksitas politik,
baik di tingkat nasional maupun
daerah yang terjadi membuat situ­
asi kurang kondusif dan berdampak
pada psikologi daerah dalam mem­
persiapkan pilkada. Apabila hal ini
tidak diantisipasi dengan kepe­
mimpinan yang tegas pada tingkat
nasional, dikhawatirkan dapat me­
micu lahirnya masalah lanjutan.
“Bisa menjadi tidak terkendali di
kemudian hari,” imbuhnya.
Diantara problem teknis tersebut
misalnya, belum tuntasnya persoal­
an penganggaran penyelenggaraan
pilkada di daerah. Baik anggaran
untuk Komisi Pemilihan Umum
(KPU), maupun untuk Badan Pe­
ngawas Pemilu (Bawaslu). Dari 269
daerah yang akan melaksanakan
pilkada, berdasarkan dat a Ke­
mendagri dan KPU baru 209 daerah
yang telah menandatangani Naskah
Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)
anggaran KPU, sementara untuk
NPHD anggaran pengawas pemilu,
baru ditandatangani di 44 daerah.
Munculnya wacana revisi UU Pilka­
da juga menambah pelik persoalan.
Pengamat politik Siti Zuhro mene­
kankan, har us dipastikan oleh
stakeholder terkait bahwa UU su­
dah bisa dijalankan, tidak ada revisi
lagi, sehingga PKPU juga memiliki
kekuatan hukum ketika mengacu
pada UU yang tidak direvisi lagi.
Tahapan pilkada juga tidak teran­
cam berubah-ubah. Setiap tahapan
pilkada rentan konflik. Itu pengala­
man penye­lenggaraan pilkada dari
2005-2014 seba­nyak 1027 pilkada.
Diingatkan, pengalaman sebegitu
banyak kalau tidak menjadi lesson
learn atau role model bagi bangsa
Indonesia terutama daerah, maka
kita akan mengalami blunder yang
luar biasa. Setelah itu Bawaslu, Pan­
waslu belum memiliki dana, karena
sejumlah daerah belum mengang­
garkan itu. Ini masalah serius, apa­
lagi secara institusional lembaga
penegak hukumnya juga belum
mendapatkan dana.
Jangan menutup mata terhadap ke­
mungkinan munculnya permasala­
han, karena penyelenggara pilkada
tidak serius dalam menjalankan
tupoksinya, lantaran dananya tidak
cukup. Bagaimana mau beraktivi­
tas kalau belum diberikan dananya.
Pilkada serentak bisa menimbulkan
konflik. Pengamat politik dari LIPI
ini menyatakan, kita tidak berdoa
untuk itu. Tapi sebagai bangsa yang
wise, itu harus antisipasi. Harus
bersikap cerdas mengantisipasi dan
memprediksi implikasi-implikasi
negatif. (mp)
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
9
LAPORAN UTAMA
PILKADA SERENTAK
HARUS LEBIH MURAH
nggaran pemilihan
kepala daerah (pilka­
da) serentak ternyata
membengkak. Komi­
si Pemi li ha n Umum
(KPU) mengajukan anggaran Rp 7
triliun untuk hajatan pilkada mas­
sal di akhir tahun ini. Alih-alih ingin
menghemat anggaran, justru beng­
kak anggaran di sana sini.
Sibuk mener ima banyak t amu,
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon sem­
pat menjawab beberapa pertanyaan
yang dilayangkan Parlementaria
seputar Pilkada serentak. Banyak
masalah yang dibicarakan terma­
suk kritiknya pada penyelengga­
raan pilkada serentak kali ini. Bila
masih terlalu banyak masalah yang
membelit penyelenggaraan pilkada
serentak, baiknya ditunda daripada
dipaksakan dengan kualitas pemili­
han yang rendah.
Fadli pada Juni lalu mengemuka­
kan pandangannya kepada banyak
war tawan termasuk Parlemen­
taria. “Kalau nanti terlihat kurang
siap, lebih bagus tidak dipaksakan
10
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
daripada nanti hasilnya banyak
digugat.” Seraya menambahkan,
“Namun, bila sudah siap, segera lak­
sanakan sesuai jadwal Pilkada pada
akhir tahun ini.”
Banyak yang perlu disiapkan dari
pesta demokrasi di daerah. Mulai
dari anggaran, aturan main, logis­
tik, pengamanan, hingga kontro­
versi politik dinasti. Soal anggaran
misalnya, angka Rp 7 trliun mem­
perlihatkan tidak efisiennya penye­
lenggaraan. Itu berarti lebih besar
30 persen dari alokasi anggaran
pilkada 5 tahun sebelumnya. Tak
kurang dari Mendagri Tjahjo Ku­
molo juga menyayangkan anggaran
yang membengkak ini.
Salah satu pembengkakan ang­
garan adalah pembelian kenda­
raan ope­r asional bagi sejumlah
KPUD. Pengadaan kendaraan yang
mestinya bisa sewa, malah harus
membeli. Inefisiensi masih terjadi.
Bukankah semangat menyelengga­
rakan pilkada serentak ingin meng­
hemat anggaran? Fadli juga sangat
menya­y angkan hal ini. Pengajuan
anggaran mestinya lebih rasional.
Fadli menjelaskan peran DPR dalam
penganggaran pilkada. Sejauh ini,
pemerintah yang selalu mengaju­
kan, DPR tinggal mengecek perun­
tukannya. “Ya, kalau pemerintah
mengajukan, kita cek sampai di
mana. Kemarin pengajuan dari KPU
terlalu besar hingga Rp 7 triliun.
Masa yang tadinya Rp 4 triliun jadi
Rp 7 triliun. Sampai harus beli mo­
tor dan lain-lain. Jadi, saya kira ha­
rusnya dengan Pilkada serentak ini
kita jauh lebih murah dan efisien,
bukan justru jadi lebih mahal.”
Sementara itu tahapannya sendiri
masih terus berjalan. Bulan Juli ini,
tepatnya tanggal 26-28 pendaftaran
peserta pilkada serentak dimu­
lai. Tinggal menyisakan dua partai
yang hingga kini masih bermasalah,
yaitu Golkar dan PPP. Kepesertaan
dua parpol tersebut masih diper­
tanyakan legalitasnya, karena kon­
flik yang belum tuntas.
Fadli menilai, sejauh ini tahapan
masih berjalan baik, walau di sana
sini ada saja kendala. Berbahaya bila
banyak masalah dan kendala dalam
tahapan pilkada. “Sejauh ini masih
berjalan sesuai rencana. Tapi, ma­
sih banyak kendala. Sampai nanti
kita lihat deadline- nya di akhir Juli
saat pendaftaran. Kalau menjelang
itu, kita lihat semakin banyak keti­
dakjelasan, bahaya,” ungkapnya.
Dinasti Politik
Dinasti politik yang dikembang­
kan oleh para kepala daerah telah
mengganggu mutu demokrasi di
daerah. Berbagai aturan main pilka­
da disiasati untuk melanggengkan
kekuasaan daerah di tangan kelu­
arga para petahana. Ada celah hu­
kum, memang, yang dimanfaatkan
para petahana untuk melanggeng­
kan dinastinya. Salah satunya surat
edaran KPU No.302/VI/KPU/2015.
Dinasti politik
yang dikembangkan
oleh para kepala
daerah telah
mengganggu mutu
demokrasi di daerah.
Berbagai aturan main
pilkada disiasati
untuk melanggengkan
kekuasaan daerah di
tangan keluarga para
petahana. Ada celah
hukum, memang,
yang dimanfaatkan
para petahana untuk
melanggengkan
dinastinya.
Dalam surat edaran tersebut, KPU
menilai bahwa kepala daerah yang
mengajukan penguduran diri dari
jabatannya sebelum pemilihan ti­
dak dapat disebut petahana lagi.
Inilah celah krusial yang dimanfaat­
kan oleh para petahana, agar bisa
mencalonkan istri, anak, ponakan,
paman, dan lain-lain sebagai kepala
daerah. Padahal, UU No.8/2015
tentang Pilkada, tegas mengatakan,
calon kepala daerah tidak boleh
punya konflik kepentingan dengan
petahana.
Menanggapi hal ini, Fadli berpan­
dangan, dinasti politik tetap tidak
boleh dikembangkan. Peraturan
yang ada tentang ini menyisakan
celah multitafsir. “Saya kira sudah
jelas bahwa dinasti politik itu tidak
dibolehkan. Soal perbedaan tafsir
antara KPU dan Komisi II, itu kare­
na UU-nya menyimpan celah kon­
troversi,” ujar politisi Partai Gerin­
dra ini.
Di berbagai daerah, para petahana
ramai-ramai mengundurkan diri
sebelum masa jabatannya habis.
Dengan begitu, mereka tak disebut
sebagai petahana. Pada gilirannya,
ini membuka pintu bagi keluarga
dekatnya untuk ikut dalam pilkada.
Fadli pun mengaku, terus menga­
mati perkembangan kontroversi ini
ke depan. Untuk kemudian DPR bisa
mengambil langkah strategis, mela­
rang praktik dinasti politik di satu
level pemilihan dengan aturan yang
jelas dan tegas. (mh) Foto: Iwan Armanias/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
11
LAPORAN UTAMA
PILKADA SERENTAK, PARTISIPASI
MASYARAKAT BERTAMBAH
T
ahapan pilkada serentak
terus dipantau. Dialog
dengan Mendagri dan
K PU pu n t a k per n a h
lepas. Har i-har i yang
sangat menyibukkan bagi Komisi
II DPR untuk menyiapkan aturan
main bersama pemer int ah. Ini
adalah pilkada serentak pertama di
Tanah Air. Rapat gabungan dengan
Komisi III menyangkut pengamanan
pilkada juga sudah digelar. DPR in­
gin pilkada serentak ini menghasil­
kan banyak pemimpin daerah yang
berkualitas.
Adalah Rambe Kamarul Zaman,
Ketua Komisi II DPR yang terlihat
begitu sibuk membincang persoalan
ini di berbagai forum. Parlementaria
berhasil menemui politisi Partai
12
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Golkar ini di ruang kerjanya untuk
berdialog dari hulu ke hilir mengenai
pilkada serentak yang akan digelar 9
Desember 2015.
Dari soal rekrutmen calon kepala
daerah, minimnya keikutsertaan
calon perseorangan, hingga pole­
mik politik dinasti jadi perbicangan
menarik. Berikut petikan wawan­
caranya.
Bagaimana Anda melihat kesiapan
pilkada serentak?
Kita akan terus konfirmasi ke Men­
dagri menyangkut dana. Nanti kita
evaluasi implementasi Peraturan
KPU (PKPU). Pada dasarnya atur­
an sudah siap. Mungkin yang ma­
sih harus diperhatikan, apakah ta­
hap­a n pilkada sesuai jadwal atau
sudah dilaksanakan sepenuhnya.
Ukurannya di situ.
Ukuran lainnya, adalah hasil akhir.
Banyak komplain tidak saat pilkada
dilaksanakan 9 Desember nanti.
Kalau banyak yang komplain, ya
di situlah nilai demokratisnya me­
nurun.
Lalu sejauh mana rekrutmen calon
kepala daerah dilakukan?
Aturannya sudah ada semua. Ka­lau
dia calon perseorangan ada syarat­
nya. Tinggal sekarang verifikasi
faktual dari calon perseorangan itu
harus diteliti betul. Jangan seperti
prinsip sekarang, cuma dukungan
KTP. Dukungan KTP itu harus di­
verifikasi termasuk oleh Bawaslu
untuk memverifikasi kebenarannya.
KTP itu, kan, harus ada form tanda
tangan dukungan orang. Itu apakah
tandangan asli atau palsu. Harus di­
verifikasi benar ke orang yang men­
dukungnya.
Ini memerlukan biaya. Tidak bisa
lepas begitu saja. Nanti akhirnya
pilkada kita hanya sekadar ramerame saja. Kalau dia dari parpol
atau gabungan parpol syaratnya 20
persen. Dan 25 persen dari pemilih
di daerah itu dalam pemilu 2014. Ini
untuk kesempurnaan pencalonan.
Harus parpol peserta Pemilu 2014.
Ini untuk mutu demokrasi yang
berkualitas. Jadi selain tahapan juga
ada hasil akhir yang harus dilihat.
mencalonkan orang yang punya
hubungan keluarga ke atas, ke
bawa h, ke sa mping, ter masu k
kepona k an. Tapi U U Pemda
batasannya satu periode adalah 2
setengah tahun untuk petahana.
Kalau ada yang mengundurkan diri
sebelum 2 setengah tahun itu belum
satu periode.
Tapi dari pengalaman yang lalu,
calon perorangan tidak banyak yang
menang. Hanya beberapa. Sekarang
yang menang sekitar 25% dari 159
daerah. Kalau 25% berarti 35 kepala
daerah dari perseorangan. Kan,
itu sudah cukup banyak. Artinya,
menunjukkan peran parpol kurang.
Bagaimana soal dinasti politik
yang terus jadi polemik?
Ini sudah kita bicarakan panjang.
Tapi saya mengoreksi PKPU atau
surat edaran KPU. Di UU dinyatakan,
dalam satu provinsi tidak boleh
Kita harus proporsional. Sekarang
KPU malah memperlonggar atur­
an. Dulu per nah menget atkan,
sek arang memperket at lag i.
Jadi, yang mendaftar satu bulan
sebelum pendaftaran boleh. Ini
mau saya tanyakan lagi kepada
Depdagri.
Ini pilkada serentak pertama.
Me nu r ut A n d a le bi h b a ny a k
madarat atau manfaat?
KPU terbesar di dunia, ya KPU
Indonesia. Pilkada serentak diatur
dalam UU, baik tahun, bulan, dan
hari yang sama untuk 269 daerah
sebagai gelombang pertama. Tujuan
awalnya biar enggak terlalu jenuh.
Yang kedua, untuk efisiensi dan
efektifitas. Kalau dari sisi kejenuhan
itu ok. Jadi kita buat aturan yang
ben a r, k a lau d ibu at serent a k ,
partisipasi masyarakat harus kita
tambah. Kita buka peluang itu.
Kesadaran internal masyarakat
untuk memilih pimpinannya harus
kita lakukan.
Pilkada serentak ini minim calon
perseorangan?
Saya kira bukan persyaratannya
yang berat. Tidak berat, kok. Kalau
mau dapat dukungan, ya memang
harus mengumpulkan tanda tangan
dukungan dan KTP. Memang kita
naikkan syarat dukungan tersebut,
supaya c a lonnya tida k terla lu
banyak. Yang paling penting kualitas
calon kepala daerah itu. Kita lihat
kedekatannya dengan masyarakat.
Benar tidak kedekat annya itu.
Masyarakat pun bisa menilai bahwa
ini memang pantas.
sebenarnya sudah kita perlonggar.
Jadi ukurannya, bolehkah anak
g uber nur mencalonkan jadi
bupati, boleh. Yang tidak boleh
a n a k g ub er nu r i nc u mb en d i a
mencalonkan untuk menggantikan
bapaknya. Tapi kalau cuma 2,4
bulan menjabat belum dihitung
satu periode. Jadi, kalau dia sudah
berhenti sebelum satu periode,
maka tidak dianggap petahana lagi.
Jadi bolehlah anaknya untuk maju.
Ini akan kita luruskan.
Anda sendiri punya pandangan,
sehat kah dinast i polit ik bag i
demokrasi kita?
Sebenarnya karena kita sudah terlalu
jenuh dengan kepemimpinan dinasti.
Di Amerika, Timur Tengah ada
dinasti. Menurut saya bergantung
yang menggantikannya, mampu
apa tidak. Jadi dalam kerangka itu
Artinya, dia pilih pimpinan untuk
dapat memajukan daerah yang dip­
impinnya. Kemajuan daerah punya
dampak terhadap kemajuan nasi­
onal. Ukurannya harus demokratis,
aman, dan efisien. Ternyata kelihat­
an sekarang tidak semakin efisien.
Yang kita kahwatirkan semua orang
menanggapi ketidakamanan pilkada
serentak nanti.
Kita tetap harus waspada. Kalau
rak yat menanggapi dengan
tidak baik, kita harus perhatikan
betul. Demokrasi harus semakin
meningkat kualitasnya. Tahapan
harus kita jalankan dengan benar.
Hasil akhir harus benar. Tidak ada
permainan politik. Semua sesuai
dengan aturan. Dan pengawasan di
daerah juga harus berfungsi dengan
benar. (mh) Foto: Naefuroji, Andri/Parle/
HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
13
LAPORAN UTAMA
PETAHANA MENCARI CELAH,
MK MEMBUKA JALAN
UU Pilkada 2015, Pasal 7 butir r
meyebutkan dengan singkat dan
tegas: “tidak memiliki konflik ke­
pentingan dengan petahana”. Dalam
penjelasannya, pasal ini melarang
dinasti politik dipraktikkan. Artinya,
calon kepala daerah tidak memiliki
hubungan darah, ikatan perkawin­
an, dan/atau garis keturunan satu
tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan
ke samping dengan petahana.
K
ontroversi terus bergu­
lir mengiringi semarak
dinasti politik di dae­
rah. Para petahana pun
bersiasat agar turunan
dan kerabat dekat bisa melanjutkan
estafet kepemimpinan daerah. UU
Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU)
sudah diterbitkan. Polemik pun
terjadi. Terakhir, MK memutuskan
bahwa keluarga petahana boleh
mencalonkan diri.
Awal Juli lalu, Komisi II DPR terus
mematangkan persiapan menuju
pilkada serentak. Di sela-sela kesi­
bukan mengikuti rapat kerja dengan
kementerian terkait, Parlementaria
menemui Wakil Ketua Komisi II DPR
Wahidin Halim dan Anggota Komisi
II DPR Frans Mance Natamenggala.
Perkembangan legislasi terakhir me­
nyangkut aturan main pilkada dan
pandangan kritis menyangkut hal
ini, terpapar secara lugas.
Wahidin Halim melihat, sudah jadi
kecenderungan para petahana ingin
melanggengkan syahwat politiknya
di daerah. Ini menurunkan kuali­
tas demokrasi. Putra mahkota dari
trah petahana sudah jauh-jauh hari
disiapkan untuk kontestasi kepala
14
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
daerah. Para petahana seperti tak
rela daerahnya dipimpin orang lain,
selain keluarganya.
Menurut mantan Wali Kota Tange­
rang tersebut, ini realitas politik di
daerah yang harus dicermati. Di­
nasti politik harus diatur. Jangan
terus melanggengkan kekuasaan di
tangan keluarga. “Ya memang ada
syahwat kekuasaan bagi petahana
untuk memperpanjang kekuasaan.
Ada sebuah keprihatinan terhadap
realitas politik yang mentradisikan
kekuasaan untuk turun temurun.
Ini, kan, menjadi gugatan masyara­
kat banyak,” katanya kepada Par­
lementaria.
Orangtua, mertua, menantu, sauda­
ra kandung, ipar, paman, atau bibi,
tak boleh mengikuti kontestasi se­
lama satu periode di satu level pe­
milihan. Begitulah penjelasan yang
didapat dari aturan main yang ada.
UU Pilkada, kata Wahidin, sudah
ber upaya mencegah terjadinya
praktik dinasti politik.
“UU mengisyaratkan ada upaya
mencegah terjadinya politik dinasti.
Lalu membuat norma-norma terten­
tu untuk mengatur kecenderungan
syahwat kekuasaan dari saudarasaudara kita yang ingin membangun
tradisi politik turunan,” tandas poli­
tisi Partai Demokrat itu. Wahidin tak
menampik, banyak petahana yang
coba mengakali aturan main agar
keluarganya bisa terus bercokol di
tampuk pimpinan daerah.
Namun ada sedikit kelonggaran
yang diberikan bagi para petahana.
Bila sang ayah seorang gubernur,
masih boleh mencalonkan kerabat­
nya sebagai calon bupati atau wali
kota di provinsi tersebut. Artinya,
larangan dinasti politik hanya di satu
level pemilihan, bukan satu provinsi.
Wahidin berkomentar, banyak peta­
hana mencari celah dan mengakali
norma agar kekuasaan tetap dalam
genggam­an keluarga.
Aturan main pilkada menetapkan
kepala daerah yang sudah men­
jalankan dua setengah tahun masa
jabatanya, dinilai sudah menjalan­
kan satu periode. Jadi bila petahana
mundur satu tahun sebelum masa
jabatannya habis, mereka sudah
dianggap petahana. Celah yang di­
mainkan para petahana adalah pada
periode kedua, mundur di tahun
pertama atau sebelum dua setengah
tahun menjabat, agar tak dinilai se­
bagai petahana.
Dan ternyata betul apa yang diyakini
Frans, MK membatalkan Pasal 7 hu­
ruf r UU No.8/2015 tentang Pilkada
beserta penjelasannya yang me­
ngatur larangan konflik kepenting­
an dengan petahana. Putusan MK
yang dibacakan pada 8 Juli 2015 itu
tetap harus dihormati. Dalam per­
sidangan yang dipimpin Ketua MK
Arif Hidayat, MK pun membuka jalan
bagi anggota keluarga, kerabat, dan
kelompok yang dekat dengan peta­
hana untuk mencalonkan diri men­
jadi kepala daerah.
Dengan begitu membuka jalan bagi
kerabatnya untuk mencalonkan
diri. Soal kasus pengunduran diri
para kepala daerah petahana, lan­
jut Wahidin, akan dilihat argumen
penguduran dirinya. Dan Mendagri
harus selektif betul melihat surat
pengajuan pengunduran diri para
petahana itu. “Banyak petahana
memanfaatkan celah dan mengakali
norma-norma yang ada di UU.”
Pandangan berbeda disampaikan
Anggota Komisi II DPR Frans Mance
Natamenggala. Menurut Anggota FHanura ini, sumber yang meresah­
kan banyak kalangan adalah Surat
Edaran KPU No.302/VI/2015. Surat
edaran itu seolah-olah petahana
yang mundur sebelum pandaftaran,
dapat mengajukan keluarganya un­
tuk berkompetisi. “KPU perlu me­
nyadari bahwa surat edaran tidak
boleh mengatur dan memperluas
makna serta mengatur hal yang ber­
tentangan dengan UU,” ujar Frans.
Jauh sebelum MK memutuskan,
Frans berkeyakinan, kemungkinan
besar MK akan membatalkan aturan
larangan ‘konflik dengan petahana’
di dalam syarat pencalonan. Kare­
na norma larangan konflik dengan
peta­h ana dalam syarat calon ber­
tentangan dengan article 2 ICCPR
(International Covenant on Civil and
Political Rights). Ini adalah konvensi
internasional untuk hak-hak sipil
dan politik yang telah ditandata­
ngani Pemerintah Indonesia.
terlalu berat dengan mencari du­
kungan warga selalu menjadi ken­
dala teknis.
Frans meng ungkapkan, banyak
calon perseorangan yang ditolak
KPUD, karena tak memenuhi syarat
dukungan yang telah ditentukan.
“Dari inventarisasi masalah yang
ada, alasan KPUD menolak calon
perseorangan karena dukungan
dalam bentuk hardcopy dianggap
tidak sama dengan softcopy. Dise­
babkan dukungan softcopy kurang,
calon perseorang ditolak. Padahal,
hardcopy saja sudah memenuhi
syarat. Tapi KPUD langsung meno­
lak,” ungkap Frans.
Padahal, salah satu prinsip penye­
lenggara pemilu, sambung Frans,
diatur dalam kode etik penyelengga­
ra pemilu. para penyelenggara ha­rus
melayani masyarakat dan peserta
pemilihan secara maksimal. Artinya,
jangan karena kurang softcopy lalu
ditolak. Hardcopy, kata Frans, sudah
memenuhi syarat,
Memang, tak perlu ada diskriminasi
hak politik warga negara. “Rumusan
norma seharusnya melarang penya­
lahgunaan jabatan bukan melarang
hak konstitusional warga negara.
Merupakan takdir Tuhan apabila
seorang anak lahir dari bapak yang
menjabat seorang gubernur. Hak
anak tesebut untuk maju harus di­
perlakukan sama dan tidak boleh
didiskriminasi,” tandas politisi Partai
HANURA tersebut.
Calon Perseorangan
Selain calon kepala daerah yang di­
usung parpol, demokrasi di daerah
juga selalu disemarakkan dengan
kehadiran para calon perseora­ng­
an. Pada pilkada serentak kali ini,
keikutsertaan calon perseorangan
terlihat minim. Pemenuhan syarat
pencalonan selalu jadi momok bagi
calon perseorangan. Syarat yang
“KPU pusat harus memberi perha­
tian serius terkait keberadaan calon
perseorangan di daerah. KPU tidak
boleh lupa bahwa calon perseorang­
an lahir dari putusan MK yang hak
konstitusionalnya sama dengan
calon dari parpol. Makin banyak pa­
sangan yang bertanding, maka se­
makin banyak yang mengawasi. Ini
juga menandakan semakin berkuali­
tas demokrasi yang dihasilkan.”
Sementara Wahidin, menilai, sebe­
tulnya persyaratan untuk calon
perseorangan tidak terlalu berat.
Kalau para calon perseorangan ba­
nyak mengeluhkan soal syarat, itu
lebih karena takut bersaing dalam
pilkada kali ini. “Banyak fakta mere­
ka juga sering kalah. Persyaratan
tidak terlalu berat. Mereka juga
mungkin takut kalah,” katanya me­
nimpali. (mh) Foto: Rizka, Jaka/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
15
LAPORAN UTAMA
P
AGENDA BESAR PENATAAN
DEMOKRASI ELEKTORAL
emilihan umum kepala
daerah (Pilkada) yang un­
tuk pertama kalinya akan
digelar secara seren­
tak mulai akhir tahun
ini merupakan pertaruhan tera­
mat penting bagi bangsa ini dalam
berdemokrasi. Saking pentingnya,
ia harus berlangsung sesuai de­
ngan agenda dan pantang ditunda.
Pilkada serentak yang rencananya
bakal digelar pada 9 Desember
mendatang dinilai sebagai awal dari
pelaksanaan agenda besar dalam
penataan demokrasi elektoral.
Pilkada serentak pada 9 Desember
dianggap menjadi embrio dari enam
16
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
gelombang pilkada mendat ang
sebagai perwujudan kedaulatan
rakyat di daerah. Pilkada serentak
juga penting karena di satu sisi
semangat efisiensi disandarkan dan
di sisi lain peran serta rakyat secara
langsung bisa dipertahankan.
Na mu n l i m a bu l a n menjel a ng
pelaksanaan pilkada, persoalan
tek nis masih saja menghant ui
kesiapan pesta rakyat lokal tersebut.
Pad a h a l, seh a r u snya sem a k i n
mendekati pemungutan suara, para
peserta dan penyelenggara tidak
lagi terjebak pada aspek teknis,
melainkan politis.
Anggota Komisi II DPR dari FPDI-P,
Arif Wibowo beberapa waktu lalu­
mengatakan kompleksitas politik,
baik di tingkat nasional maupun
daerah yang terjadi membuat situ­
asi kurang kondusif dan berdampak
pada psikologi daerah dalam mem­
persiapkan pilkada.
“ S aya k i r a d i a k u i at au t id a k ,
(problem-red) ini berdampak pada
psikologi politik daerah, apakah itu
pemdanya atau penyelenggaranya.
Dan hampir di banyak wilayah, kalau
menyangkut pilkada semua dalam
posisi yang ragu-ragu. Jadi situasi
itu adalah situasi yang kita katakan
tidak kondusif,” kata Arif di Jakarta.
Apabila hal ini tidak diantisipasi
dengan kepemimpinan yang tegas
pada tingkat nasional, dikhawatirkan
dapat memicu lahirnya masalah
l a njut a n . “ Bis a menjad i t id a k
terkendali di kemudian hari,” im­
buhnya.
Komarudin Watubun mengatakan,
tidak ada alasan untuk menunda
pilkada. “Saya dukung Pak Ma­
ngindaan mengundang pihak-pihak
terkait. pilkada serentak harus
tetap berjalan. Pemerintah pusat
harus proaktif,” ujarnya.
Politisi PDIP ini menjelask an,
diantara problem teknis tersebut
misalnya, belum tuntasnya persoalan
penganggaran penyelenggaraan
pilkada di daerah. Baik anggaran
untuk Komisi Pemilihan Umum
( K P U ), m aup u n u nt u k B a d a n
Pengawas Pemilu (Bawaslu).
A n g g o t a K o m i s i I I D PR d a r i
Fraksi PPP, Arwani Thomafi, juga
m e n d o r o n g p i l k a d a s e r e nt a k
digelar sesuai jadwal. “Namun,
soal dana pengawasan yang belum
cair, itu sangat merisaukan. Kita
lihat apakah janji akan dicairkan
semua daerah pada 3 Juli terwujud,”
katanya. Sebab, dari 269 daerah yang akan
melaksanakan pilkada, berdasarkan
data Kemendagri dan KPU baru 209
daerah yang telah menandatangani
Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) anggaran KPU, sementara
untuk NPHD anggaran pengawas
pemilu, baru ditandatangani di 44
daerah. “Munculnya wacana revisi
UU Pilkada juga menambah pelik
persoalan,” ujarnya.
Harus Pro Aktif
Namun sejumlah anggota Komisi II
DPR menekankan, tidak ada ala­
san kuat untuk menunda tahapan
pelaksanaan pemilihan kepala dae­
rah serentak yang dijadwalkan pada
Desember 2015 mendatang. Peme­
rintah dan KPU diminta bekerja
ekstra keras melancarkan semua
tahapan pemilihan kepala daerah.
Di tempat terpisah, Anggota Komisi
III DPR, Akbar Faizal mengatakan
permasalahan anggaran jangan
sampai menghambat pilkada
serentak Desember mendatang.
Ia menilai persoalan dana dan
operasional lainnya merupakan
proses untuk mencipt akan
demokrasi yang sesuai harapan.
“Walau memang ada permasalahan
anggaran, saya rasa 712 miliar
untuk bangsa yang besar seperti
Indonesia tidak menjadi masalah,
demi sebuah demokrasi yang kita
inginkan. Jangan sampai ini menjadi
penghalang pilkada serentak itu,”
katanya.
Akbar menilai hal tersebut bukan
masalah dan bisa dipersiapkan.
Sebab pilkada Desember mendatang
adalah yang pertama kali dalam
sejarah Republik Indonesia dilak­
sanakan secara serentak.
“Hanya tinggal sedikit daerah yang
belum menganggarkan (dana). Kami
kumpulkan saja bersama-sama
dengan Menkeu untuk mencari
solusi,” kata Anggota Komisi II DPR
dari Fraksi Partai Demokrat, EE
Mangindaan, dalam rapat kerja
dengan Menter i Dalam Neger i
(Mendagri) Tjahjo Kumolo di Gedung
DPR, Jakarta, baru-baru ini.
Jika mengacu pada beberapa ske­
nario operasional teknis, pe­n ga­
manan dan penyelesaian seng­
ket a y a n g d ipapa rk a n s e c a r a
komprehensif oleh para mitra kerja
komisi, kata Akbar, penyelenggara
pilkada itu sudah siap.
Anggota Komisi II dari FPDI-P,
“Dalam rapat gabungan Komisi II
dan Komisi III, Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri), Polri, Bawaslu
serta KPU sudah siap,” ujar politisi
dari Nasdem itu.
Di samping itu, Akbar Faizal juga
menyoroti kegaduhan politik antar
par t ai yang memiliki tendensi
untuk memundurkan jadwal pil­
kada serentak. Ia menilai bahwa
t i nd a k a n i n i seba ga i l a n g k a h
inskonstitusional dari partai politik
yang sedang bersengketa.
Landasan yuridis UU Nomor 8 Ta­
hun 2015 tentang Pilkada sudah
mengatur jelas mengenai waktu
pelaksanaan pilkada serent ak.
Akbar bersikukuh pilkada serentak
harus dilaksanakan sesuai jadwal,
yakni 9 Desember 2015 karena para
penyelenggara sudah menyatakan
kesiapannya. “Seluruhnya siap dan
jangan sampai persoalan-persoalan
ini menyandera partai-partai yang
siap,” ujarnya.
Sebelumnya, dikabarkan Kepala
Badan Pemelihara Keamanan Polri
(Kabarhankan) Komjen Putut Eko
Bayuseno mengeluhkan adanya
kekurangan anggaran Rp 712 miliar
untuk pengamanan pilkada seren­
tak. Dari total anggaran Rp 1,07
triliun, baru Rp363 miliar yang di­
setujui. (nt) Foto: Andri/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
17
SEMUA PERANGKAT PENYELENGGARA
PILKADA SERENTAK SIAP
D
ana pengamanan Pilka­
da serentak memang
tidak dianggarkan
dalam APBN, namun
ter nyat a dana pe­
ngamanan di semua daerah sudah
siap. Hasil kunjungan kerja (kunker)
spesifik bersama sejumlah anggota
Komisi II DPR ke Medan, Sumatera
Utara menyatakan bahwa semua
menyatakan siap. Kapolda, Bawaslu,
Panwaslu dan KPUD dan Gubernur serta semua perangkat penyeleng­
gara sudah siap.
18
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Demikian dikemukakan anggota
Komisi II DPR Rufinus Hotmau­
lana Hutauruk sehubungan pilkada
serentak yang akan digelar Desem­
ber mendatang. Menurut politisi
Hanura ini, pada saat Raker Gabu­
ngan Komisi II dan III dengan Kepala
Badan Pemeliharaan Keamanan
Polri juga menyatakan kesiapannya.
Bahwa ada kekurangan di sana-sini
memang benar, tapi tidak berarti
lalu Pilkada Serentak dibatalkan
atau ditunda. Terlalu banyak resiko,
kalau itu ditunda.
“Pertanyaannya bukan kesiapan
atau tidak, yang siap siapa. Apa­
kah ada parpol yang tidak siap? Itu
persoalannya,” kata Rufinus. Di­
tanya apakah terkait hasil audit BPK
atas KPU, sehingga mempengaruhi
pilkada, kata dia, hasil audit itu ti­
dak ada hubungannya dengan pe­
nyelenggaraan pilkada. Hasil audit
itu belum selesai.
Lebih lanjut politisi asal Dapil II
Sumut ini menyatakan, kalau di­
ny at a k a n K PU a k a n t er ga n g­
gu, sampai hari ini polisi belum
menerima laporan. “Jadi tidak bisa
serta merta kita katakan, pilkada
ditunda. Dari hasil kunjungan kerja
spesifik ke daerah, tidak ada satu
pejabatpun yang berkaitan dengan
pilkada itu menyatakan tidak siap.”
Biasalah, dinamika politik, mungkin
teman-teman di Komisi II bagaima­
na pilkada serentak itu berjalan
dengan baik. Segala variabel yang
bisa menimbulkan potensi persoa­
lan itu dipertanyakan dengan baik.
“Jadi sebetulnya tidak ada yang sig­
nifikan bahwa pilkada bisa ditunda,”
katanya.
Ketika ditanya resiko apa jika pilka­
da serentak ditunda, Rafinus me­
negaskan banyak sekali. Dari sisi
anggaran, persiapan selama ini,
KPU sudah sedemikian rupa. Ba­
nyak sekali dan orang-orang yang
sudah mencalonkan itu bisa men­
jadi tidak percaya dengan proses
demokrasi ini. Dan rakyat juga su­
dah siap. Sangat banyak, bukan
hanya masalah finansial, tetapi juga
hal-hal yang menyangkut masalah
hukum, UU juga sudah mengatur
bahwa tahun 2015 akhir Desember
digelar pilkada serentak. UU yang
mengatur masalah ini.
“Jadi bicara finansial, bicara hukum
akan terjadi sesuatu yang tidak se­
hat kalau pilkada serentak ditunda.
Termasuk agenda pilkada serentak
selanjutnya dan tentu dengan pil­
pres nanti. Karena pilpres akan ter­
jadi penundaan juga. Intinya banyak
hal,” jelas politisi Hanura ini.
Dengan adanya UU
Pemilu yang baru ini,
jelas mengamanatkan
untuk memilih
pemimpin-pemimpin
di daerah yang
bersih. Parpol
bisa melakukan
suatu proses basic
akuntabilitas dan
transparansi karena
setiap partai dilarang
menerima mahar. UU
ini bagus.
dilarang menerima mahar. UU ini
bagus.
hitung secara finansial bahwa kalau
parsial maka akan menimbulkan
bia­ya yang lebih banyak.
Sebenarnya bukan efisiensi, untuk
meminimalkan biaya dalam proses
demokrasi. Daerah-daerah seha­
rusnya siap dan manfaatnya ba­
nyak. Daerah akan mendapatkan
pemimpin baru, berkualitas. De­
ngan harapan itu maka semua pro­
ses yang terjadi di daerah bisa lebih
baik.
Ia menega sk a n , a k a n men ga­
wal pilkada serentak dengan baik.
Semua unsur yang menjadi pe­
mangku kepentingan yang melaku­
kan proses pilkada dikawal dengan
baik, sehingga pesta demokrasi
daerah ini berjalan aman dan lan­
car. (mp) Foto: Andri/Parle/HR
Apakah dijamin proses pilkada ber­
jalan baik, kata Rafinus, dari
pernyataan yang disampai­
kan polri, kejaksaan, dan
penyelenggara semua
menyatakan siap. Ada
jaminan dari mereka.
Da r i si si mud a r at
pi l k ad a s er ent a k ,
menur ut politisi
dari Dapil II Sumut
ini, tidak ada. Apa
mud a r at nya . Pe s­
ta demokrasi tidak
b er k a it a n de­n g a n
efisiensi. Mengapa
serentak, karena
selama ini di­
Dengan adanya UU Pe­
milu yang bar u ini,
jel a s menga m a n at­
k an unt u k memilih
pemimpin-pemimpin
di daerah yang ber­
sih. Parpol bisa
melakukan suatu pro­
ses basic akuntabili­
tas dan transparansi
karena setiap partai
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
19
PILKADA SERENTAK AKAN
DIGELAR SESUAI JADWAL
Ketua KPU mengatakan, dengan
digelarnya Pilkada secara serentak
maka akan memberikan banyak
manfaat bagi masyarakat.Menurut
Husni, dar i seg i pela k sana an,
P i l k ad a s er ent a k men g hem at
tenaga karena penyelenggaraannya
tidak dilakukan secara berulang.
K
etua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Husni Ka­
mil Manik menyatakan
Pilkada serentak akan
tetap berjalan sesuai
jadwal, yaitu 9 Desember 2015, mes­
ki kini dihadang dengan berbagai
persoalan. Pihaknya akan memper­
siapkan Pilkada sesuai de­ngan Per­
aturan KPU Nomor 2 Tahun 2015
tentang Tahapan, Program dan
Jadwal Penyelenggaraan Pemilih­
an Gubernur dan Wakil Guber­
nur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/
atau Walikota dan Wakil Walikota.
“Tujuannya agar mereka datangi
pemilih satu per satu untuk me­
ninjau apakah datanya sudah benar
atau belum. Kami tidak menutup
kemungk inan ada yang belum
terdaftar,” ujarnya.
Persiapan Pilkada serentak telah
berjalan dengan lancar. “Fasilitasi
pemerintah cukup memadai. Se­
lain itu, tidak ada masalah dengan
anggaran. Kami tetap fokus untuk
mengadakan pemung utan akan
dilakukan suara pada 9 Desember
mendatang,” katanya.
“Kemudian, pada 26-28 Juli men­
dat ang k ami a k an buk a t a hap
pendaftaran. Kami harap semua
partai politik (parpol) bisa menye­
suaikan diri,” katanya.
Pilkada serentak akan dilakukan di
269 kabupaten/kota, sementara,
jumlah pemilih yang sudah terdata
di Kementer ian Da lam Neger i
hingga kini mencapai 102 juta.
Data pemilih tersebut, kata Husni,
diserahkan ke tiap-tiap kabupaten/
kota pada 23 Juni mendatang.
20
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Husni mengatakan hingga kini
sudah ada 156 calon yang terdaftar
untuk Pilkada serentak 2015. Ia
mengatakan calon-calon tersebut
sedang diproses untuk diverifikasi.
Ada pula sejumlah calon yang
ditolak karena tidak memenuhi
persyaratan.
Ia mengimbau agar semua pihak yang
terlibat dalam Pilkada serentak 2015
optimistis bahwa pelaksanaannya
akan sukses. Menurutnya, tidak
perlu ada ketakutan muncul konflik.
“Di tengah masyarakat, tanpa ada
Pilkada atau Pemilu sekalipun, selalu
ada potensi konflik dan pemerintah
sudah punya petanya. Dengan kerja
sama semua pihak, hal itu tidak
akan terjadi. Pemilu 2014 saja bisa
terselenggara dengan baik,” katanya.
“Tapi poin besarnya adalah efisiensi.
Yang tadinya tahapan berulang,
anggaran berulang, kalau (pilkada)
secara serentak, anggarannya tidak
berulang,” kata Husni.
Husni mengatakan, sebelum adanya
wacana tentang Pilkada serentak,
KPU harus bekerja sepanjang tahun
untuk menyelenggarakan Pilkada.
Dengan Pilkada serentak pihaknya
pu n d apat mengh it u ng d a la m
menyelenggarakan pemungutan
suara mendatang.
Sementara data dari Kementerian
Dalam Neger i menyebutkan
terdapat 541 daerah otonom di
tingkat provinsi, kabupaten, dan
kota. Jumlah kepala daerah yang
habis masa jabatannya pada tahun
2015 saja tercatat 204 daerah, kepala
daerah yang habis masa jabatannya
pada tahun 2016 sebanyak 100
daerah.
Kepala daerah yang habis masa
j a b at a n ny a p ad a t a hu n 2 0 1 5 ,
misalnya, sebanyak 204 daerah yang
segera menyelenggarakan pilkada
serent ak, terdir i at as delapan
provinsi, 170 kabupaten, dan 26
kota. Kedelapan provinsi itu, yakni
Sumatera Barat, Kepulauan Riau,
Jambi, Bengkulu, Kalimantan Utara,
Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, dan Sulawesi Utara. (mp)
Foto: Andri/Parle/HR
ANGGARAN PENGAWASAN DAN PENGAMANAN
PILKADA DIPASTIKAN TERSALURKAN
P
ersiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
serentak 2015 dianggap masih menyisakan
sejumlah persoalan di antaranya anggaran
pengawasan dan keamanan pilkada.
Meski begitu, Menteri Dalam Negeri (Men­
dagri) Tjahjo Kumolo memastikan anggaran pe­
ngawasan dan pengamanan pilkada serta akan tersa­
lurkan khususnya untuk beberapa daerah yang belum
beres.
“Mengenai kesiapan anggaran Pilkada pada APBD di
269 daerah otonomi telah dialokasikan sebesar Rp 7,105
triliun yang diperuntukan bagi KPU bagi KPU Provinsi/
Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabu­
paten/Kota dan unsur pengamanan terkait setempat,”
ujar Tjahjo Kumolo dalam rapat kerja dengan Komisi II
DPR di Gedung DPR, Jakarta belum lama ini.
Tjahjo mengakui masih ada 50 daerah yang akan ikut
pilkada serentak yang belum menyelesaikan anggaran
untuk pengawasan. Menurutnya, 50 daerah tersebut
masih dalam proses penandatanganan Naskah Perjan­
jian Hibah Daerah (NPHD).
“Untuk 50 daerah, dalam proses penandatanganan
NPHD, ini saya kira per 22 Juni dan terus mengalami
perkembangan. Sebagian Pemda telah menyalurkan
dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening
Kas Umum Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/
Kota, sedangkan sebagian lainnya sedang dalam proses
pembahasan,” terang Tjahjo.
Tersendatnya anggaran pengawasan tersebut, kata
Tjahjo hanya karena persoalan teknis saja, yakni terkait
dengan kesekretariatan Panwas di Kabupaten/Kota.
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
21
Selain itu, Tjahjo mengakui hal tersebut bukan sema­
ta-mata kesalahan pemda karena pemda juga terikat
dengan UU sehingga tidak bisa mengambil tindakan di
luar UU.
semua pada 269 daerah di mana 260 Pemda telah me­
nyalurkan dari RKUD ke Rekening Kas Umum KPU
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan sembilan
Pemda dalam proses penyaluran.
“Kami akan mendorong Panwas dan Pemda prioritas­
kan penyelesaian persoalan ini. Paling lambat sampai
tanggal 3 Juli semua sudah beres,” tandasnya.
Dalam rapat itu, Mendagri juga menegaskan bahwa ke­
pala daerah yang mengundurkan diri sebelum pemilih­
an kepala daerah serentak tahun ini harus mendapat
persetujuan dari DPRD setempat. “Kepala daerah tidak
bisa mengundurkan diri semaunya, tetapi ada per­
syaratan yang harus dipatuhi,” kata Tjahjo Kumolo.
Sementara mengenai anggaran untuk pengamanan
Pilkada juga, kata Tjahjo, saat ini tidak lepas dari fokus
Kemendagri untuk persiapan Pilkada serentak. Menurutnya, anggaran pilkada bagi unsur pengamanan
setempat dipastikan tersedia pada APBD dalam bentuk
hibah atau program dan kegiatan pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang secara fungsional terkait se­
perti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
“Kemendagri senantiasa mengawal proses tersebut
dan akan berkoordinasi dengan Kepolisian dan Insti­
tusi terkait berkenaan dengan efektivitas pertang­
gungjawaban sesuai ketentuan peraturan perundangundangan,” pungkasnya.
Tjahjo juga mengungkapkan bahwa NPHD dengan KPU
Provinsi dan Kabupaten/Kota telah ditandata­n gani
22
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Seperti diketahui, pengunduran diri sejumlah kepala
daerah sebelum masa jabatannya habis itu dapat me­
micu terciptanya dinasti politik melalui pilkada seren­
tak, yang akan diselenggarakan pada Desember 2015.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota,
keluarga dan kerabat kepala daerah petahana dilarang
mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Menurut Mendagri, untuk menghindari terjadinya di­
nasti politik akibat celah tersebut, dibuatlah aturan
agar kepala daerah yang akan mundur harus mendapat
persetujuan dari DPRD setempat. “Kami sudah men­
syaratkan pengunduran diri kepala daerah tidak bisa
mundur semaunya, tetapi harus ada persetujuan DPRD
dengan menyebutkan alasannya,” katanya.
Mendagri mempertanyakan langkah kepala daerah
yang mundur sebelum waktunya sebab, ketika dilantik,
mereka sudah mengucapkan sumpah dan janji untuk
menjalankan tugas hingga masa jabatannya tuntas.
Ia menyatakan, alasan pengunduran diri kepala daerah
harus jelas. Jika alasannya berhalangan tetap, DPRD
bisa mengkaji apakah benar berhalangan tetap atau
hanya untuk menyiasati UU Pilkada agar keluarganya
bisa mencalonkan diri.
Pihaknya juga menyoroti surat edaran Komisi Pemili­
han Umum (KPU), yang antara lain menyebutkan bah­
wa pengunduran diri kepala daerah paling lambat 25
Juli 2015 atau sehari jelang pendaftaran. Tjahjo merasa
perlu ada kajian lebih dalam mengenai hal itu. Menu­
rut Tjahjo, pengunduran diri kepala daerah yang diatur
KPU harus memenuhi syarat dasar, yakni surat kepu­
tusan Mendagri dengan batas waktu yang diatur KPU.
Dalam materinya saat rapat dengan Komisi II DPR,
Mendagri mengungkapkan bahwa pilkada serentak
akan diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2015
di 269 daerah yang terdiri sembilan provinsi, 224 ka­
bupaten dan 36 kota.
Adapun untuk pilkada pada tahun 2017 sebanyak 101
pilkada yang meliputi tujuh pilkada provinsi, 76 pilka­
da kabupaten dan 18 pilkada tingkat kota. Sedangkan
untuk tahun 2018 sebanyak 171 pilkada yang terdiri 17
pilkada provinsi, 115 kabupaten dan 39 pilkada tingkat
kota.
Ia juga mengungkapkan dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan pilkada serentak tahu 2015, pihaknya telah
menugaskan para gubernur, bupati dan walikota untuk
memberikan dukungan optimal kepada KPU/Bawaslu
Provinsi dan KPU/Panwaslu Kabupaten/Kota selaku
penyelenggara pilkada, serta mendukung pengawalan
situasi keamanan selama tahapan pelaksanaan pilkada
mengingat pelaksanaan pilkada merupakan kebijakan
strategis nasional.
Sementara itu rapat Komisi II DPR yang dipimpin Ketua
Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman yang didampingi
oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Mustafa Kamal, dan
Wahidin Halim dengan Mendagri tersebut menghasil­
kan beberapa kesimpulan diantaranya, Komisi II DPR
memberikan apresiasi kepada Kemendagri dan Badan
Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang mampu
meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari
BPK atas laporan keuangan tahun 2014.
Komisi II DPR juga meminta kepada Kemendagri dan
BNPP untuk lebih mempercepat penyelesaian tindak
lanjut hasil pemeriksaan BPK yang hingga saat ini ma­
sih dalam proses, sesuai dengan rekomendasi BPK.
Terhadap 65 RUU Daerah Otonom Baru (DOB) dan 22
RUU DOB yang merupakan usul inisiatif DPR periode
2009-2014, Komisi II DPR dan Kemendagri sepakat un­
tuk mengagendakan rapat kerja yang akan membahas
secara khusus terkait kelanjutan 65 RUU DOB dan 22
RUU DOB dan usulan baru lainnya.
Dalam kesimpulannya, Komisi II DPR juga memberi­
kan apresiasi kepada Kemendagri yang telah melaku­
kan upaya-upaya dalam rangka mensukseskan Pilkada
serentak tahun 2015, dalam hal penyiapan regulasi dan
koordinasi dukungan Pemda.
Namun demikian, Komisi II DPR meminta kepada
Kemendagri untuk dapat terus menyempurnakan
regulasi yang dipandang perlu untuk pilkada berkua­
litas, demokratis, efisiein, aman, dan partisipatif
untuk mengantisipasi praktik-praktik tidak sehat dan
memastikan penyelenggaraan tahapan pilkada secara
konsisten dalam pelaksanaan pilkada serentak 2015.
Komisi II DPR juga meminta Kemendagri untuk lebih
mengoptimalkan koordinasi dengan Pemda yang akan
melaksanakan pilkada serentak 2015 terkait belum di­
tandatangani NPHD di sembilan daerah, anggaran bagi
Bawaslu dan Panwaslu di 50 daerah serta anggaran
pengamanan untuk Kepolisian.(nt) Foto: Nefuroji, Andr/
Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
23
IDEALNYA PILKADA SERENTAK 2027
I
ngantisipasi dan memprediksi im­
plikasi-implikasi negatif.
dealnya, pilkada serentak tidak
tahun ini. Tahun 2027 adalah
waktu yang tepat untuk itu.
Belum setahun kita beristira­
hat dari pemilu nasional, su­
dah tancap gas lagi untuk pilkada
serentak. Belum lagi masih ada kon­
flik dua partai yang belum selesai.
Ini menimbulkan kerawanan sosial
tersendiri dalam menyambut pilka­
da massal tahap pertama ini.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pe­
ngetahuan Indonesia (LIPI) Siti
Zuhro memaparkan banyak pan­
dangannya soal hajatan pilkada
serentak itu. Ditemui Parlementa­
ria di ruang kerjanya, profesor riset
ilmu politik tersebut, membincang
banyak hal terkait pilkada serentak.
Dari persoalan anggaran, tahapan,
dinasti politik, hingga tradisi mahar
saat rekrutmen calon kepala dae­
rah. Berikut petikan hasil wawan­
caranya kepada reporter M. Husen
dan fotografer Jaka Nugraha.
Bagaimana Anda melihat kesiapan
pilkada serentak kali ini?
Secara umum, institusi penyeleng­
gara pilkada, baik KPU, Bawaslu,
pemeritah, Pemda, lembaga pene­
gak hukum, termasuk parpol ha­
rus siap. Kesiapannya bukan yang
dipaksakan siap, tapi siap lahir ba­
tin. Artinya siap fisik dan piranti.
Siap piranti itu menyiapkan penye­
lenggaraan dan UU-nya. Dengan
demikian semua bisa mengacu pada
UU Pilkada yang sudah disahkan.
Ini penting bagi saya.
Harus dipastikan oleh stake holder
terkait bahwa UU sudah bisa di­
jalankan, tidak ada revisi lagi, se­
hingga PKPU juga memiliki kekuat­
an hukum ketika mengacu pada UU
yang tidak direvisi lagi. Tahapan
24
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
pilkada juga tidak subject to change
atau terancam berubah-ubah. Se­
tiap tahapan pilkada rentan konflik.
Itu pengalaman penyelenggaraan
pilkada dari 2005-2014 sebanyak
1027 pilkada.
Pengalaman sebegitu banyak ka­
lau tidak menjadi lesson learn atau
role model bagi bangsa Indonesia
terutama daerah, maka kita akan
mengalami blunder yang luar biasa.
Setelah itu Bawaslau, Panwaslu be­
lum memiliki dana, karena sejumlah
daerah belum menganggarkan itu.
Menurut saya ini masalah serius.
Apalagi secara institusional lemba­
ga penegak hukumnya juga belum
mendapatkan dana.
Jangan menutup mata terhadap ke­
mungkinan munculnya permasa­
lahan, karena penyelenggara pilka­
da tidak serius dalam menjalankan
tupoksinya. Ya, karena dananya
tidak cukup. Bagaimana mau be­
raktivitas kalau belum diberikan
dananya. Pilkada serentak bisa me­
nimbulkan konflik. Kita tidak ber­
doa untuk itu. Tapi sebagai bangsa
yang wise, itu harus kita antisipasi.
Kita harus bersikap cerdas me­
Demokrasi yang kita sepakati se­
jak 1998 adalah demokrasi yang
sarat dengan pembelajaran, te­
ladan, dan tata pemerintahannya
lebih baik. Nah untuk mencip­
takan peme­r intahan yang baik
perlu didukung parpol yang sung­
g uh-sungg uh dalam meng ikuti
pilkada. Kepemimpinan di daerah
akan bermasalah bila hanya diikuti
oleh partai-partai yang belum siap
berkontestasi. Ini sangat mendasar
menurut saya. Jadi, demokrasi me­
ngajarkan kita dewasa dan matang.
Di situlah kontestasi menunjukkan
kualitas kita.
Rekrutmen kepala daerah masih
mentradisikan mahar. Ini adalah
hulu yang menyebabkan konflik di
hilir. Bagaimana pandangan Anda?
Masalah mahar sudah dimunculkan
secara eksplisit dalam aturan main.
Tidak boleh satu pun partai atau
gabungan partai yang menggu­
nakan cara-cara mahar. Itu sudah
dicantumkan di UU pilkada hasil
revisi. Masalahnya sekarang sejauh
mana penegakan hukumnya. Meng­
gelar pilkada berarti kita sedang
membangun kualitas hubu­n gan
kita dengan baik. Ketika pilkada di­
landasi penegakan hukum mestinya
harus form.
Di luar negeri kalau melanggar
akan dapat pinalti yang keras. Nah,
di Indonesia tidak. Seolah-olah hu­
kum di Indonesia bisa dibeli. Dalam
pilkada dengan law enforcement
berarti ada keterikatan hukum un­
tuk tidak menyimpang. Parpol dan
KPU bertangg ung jawab dalam
hal ini. Kita tidak mau dengar lagi
komisioner KPU pusat dan daerah
diberikan pinalti, baik oleh DKPP
atau MK. Itu kalau mereka tidak
main mata atau partisan.
Inilah saatnya kita membangun
pilkada di 269 daerah dengan tradisi
malu dan mundur kalau para calon
menghalalkan segala cara untuk
menang. Itu bagus. Jangan bermuka
tebal hanya atas nama kekuasaan.
Keikutsertaan calon independen
minim dalam pilkada serentak.
Ada apa sesungguhnya?
Memang itu yang menjadi keluhan
banyak kalangan, khususnya calon
independen. Niat UU-nya ingin
memanggil keikutsertaan calon in­
dependen atau menyulitkan. Pasal
yang lama saja sudah susah, apa­
lagi ditambah persyaratan yang
sekarang, harus mengikuti ba­nyak
parameter. Calon independen,
kan, tidak punya kekuatan politik.
Seharusnya tidak diperberat per­
syaratannya.
Menurut saya yang paling penting
untuk calon independen diberi­
kan payung hukum dan akses yang
sama. Paling tidak dia bisa mengi­
kuti parameter yang tidak boleh
ditawar, yaitu integritas. Dia tidak
pernah tersangkut kasus korupsi,
pelanggaran hukum berat, atau me­
langgar etika yang memalukan. Itu
semua tidak bisa ditawar.
Yang kedua, dia lulus kompetensi­
nya sebagai kepala daerah. Dan dia
juga harus punya leadership yang
cukup dengan track record-nya
yang baik. Di DKI itu ada dua calon
independen. Dan calon independen
bisa mengalahkan calon dari Gol­
kar. Itu luar biasa. Ini cemeti bagi
calon parpol. Jadi, kalau parpol ti­
dak amanah dan akomodatif, maka
calon independen akan marak.
Soal pratik dinasti politik yang
terus menjadi polemik antara KPU
dan Komisi II. Bagaimana Anda
Menurut saya yang
paling penting untuk
calon independen
diberikan payung
hukum dan akses yang
sama. Paling tidak
dia bisa mengikuti
parameter yang tidak
boleh ditawar, yaitu
integritas.
memandang persoalan ini?
Untuk memutus mata rantai dinas­
ti, tidak ada pilihan lain selain harus
sungguh-sungguh mengacu pada
UU. Artinya kalau tidak boleh, ya ti­
dak. Kalau ingin mencalonkan diri,
ya harus menunggu satu periode
bila ada pertalian darah. Idealnya
demokrasi itu memberi kesempatan
yang sama pada semuanya tanpa
membedakan latar belakang. Politik
dinasti mengerangkeng calon-calon
lainnya supaya tidak bisa mengak­
ses. Itu yang tidak boleh dalam de­
mokrasi.
Saya masuk tim perumus UU pilka­
da. Saya yang melontarkan itu de­
ngan lantang. Kita sudah punya
kasus sekitar 56 lebih daerah yang
mempraktikkan model politik di­
nasti. Jadi pohon kekuasaan be­
tul-betul dibangun untuk mereka
sendiri. Duduk sebagai gubernur,
bupati, wali kota, SKPD, bahkan
ketua DPRD. Jadi, sampai delapan
posisi strategis itu diambil oleh
keluarga. Itu tidak benar menurut
saya. Lalu, apa bedanya dengan
sistem monarki kalau begitu. Revisi
UU Pilkada harus dipahami betul.
Jadi, kalau ada lagi praktik politik
dinasti, berarti yang salah partai
pengusung. Sudah jelas itu dila­
rang. Partai pengusung harus ikut
bertanggung jawab. Regenerasi
harus berjalan. Sirkulasi elit dalam
demokrasi menciptakan plural­
isme aktor. Elitnya variatif. Nah,
UU yang ada sekarang sudah cu­
kup memberikan payungnya. Ting­
gal bagaimana mengaplikasikan itu
dengan tegas.
Dari sisi manfaat dan mudarat,
mana lebih besar dari pelaksanaan
pilkada serentak kali ini?
Sebetulnya ini pilkada yang diuji­
cobakan secara bertahap. 2015 ini
ada pilkada di 269 daerah. Pada­
hal, kita baru melaksanakan pemilu
2014. Pasca pemilu 2014 kita sedang
menata nafas. Ngos-ngosan kita
beda dengan pemilu di 2009 dan
2004. Kedua, masih ada partai yang
berfriksi dan belum selesai hingga
kini. Tapi DPR sudah menjatuh­
kan pilkada serentak di Desember
2015. Dalam sejarahnya, kita belum
pernah menggelar pemilu nasional
maupun daerah di bulan Desember.
Ini juga pilkada yang jauh dari
efisien. Ternyata, lebih mahal dari
yang kita duga. Tadinya saya me­
ngusulkan di satu daerah saja pilka­
da diserentakkan. Kalau di satu
daerah yang karakternya sama,
pilkada bisa efisien, karena sekali
pemilihan selesai semua di satu
provinsi itu. Di tahun 2027 mesti­
nya kita baru bisa serentak pilkada
di 34 provinsi. Ini, kan, pilkada 2016
ditarik ke 2015, sehingga sejumlah
daerah belum memiliki dana dalam
APBD-nya untuk pilkada.
Bawaslu dan Kepolisian belum
menerima dana. Dari mana ang­
garan kita. Test case ini benar ti­
dak sih? Di Papua bahkan tidak siap
menggelar pilkada, karena bulan
Desember itu baginya adalah bulan
suci. Tampaknya masih lebih ba­
nyak mudarat daripada manfaatnya.
Fisik mental kita belum siap. Kalau
pilkada serentak ini ingin dijadikan
role model, menurut saya belum
mumpuni. (mh) Foto: Jaka/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
25
SUMBANG SARAN
Tantangan
Pilkada Serentak
S
etelah melewati perdebatan
yang cukup keras, akhirnya
DPR memutuskan pilkada
serentak dilaksanakan melalui tiga
gelombang. Pasal 201 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 me­
ngamanatkan pelaksanaan Pilkada
serentak pada gelombang pertama
dilaksanakan pada Desember 2015
untuk memilih kepala daerah yang
masa jabatannya berakhir pada
2015 dan semester pertama 2016.
ma rencananya dilaksanakan di 269
daerah, yaitu terdiri dari 9 provinsi,
36 kota, dan 224 kabupaten. Sisanya
digelar Februari 2016 untuk tahap
kedua dan Juni 2018 untuk tahap
ketiga. Jumlah daerah yang akan
menyelenggarakan pemilihan ke­
pala daerah pada gelombang perta­
ma ini terbilang paling banyak, yai­
tu mencapai kurang lebih 53 persen
dari 537 provinsi dan kabupaten/
kota di seluruh Indonesia.
P
ilkada gelombang kedua di­
laksanakan pada Februari
2017 untuk memilih kepala
daerah yang purna tugas pada se­
mester kedua 2016 dan 2017. Se­
mentara pilkada ge­lombang ketiga
dilaksanakan pada bulan Juni tahun
2018 untuk mengganti kepala dae­
rah yang berakhir masa jabatannya
pada 2018 dan 2019.
Pelaksanaan pilkada ini kembali
berulang dalam rentang waktu lima
tahun. Sehingga pilkada serentak
kembali dilaksanakan pada 2020
untuk mengganti kepala daerah
yang dilantik pada 2015. Sedang­
kan pemilihan kepala daerah un­
tuk mengganti kepala daerah hasil
pemilihan tahun 2017 dilaksanakan
pada tahun 2022, dan untuk kepala
daerah hasil pemilihan tahun 2018
diganti pada 2023 sehingga di­
harapkan pilkada serentak secara
nasional akan digelar pada tahun
2027 meski pelaksanaan pilkada
serentak nasional pada 2027 masih
menuai kontroversi.
Pilkada serentak gelombang perta­
26
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Mengukur Efisiensi Pilkada Seren­
tak
Salah satu semangat penyelengga­
raan pilkada serentak adalah untuk
menghemat biaya, karena selama
pelaksanaan pilkada langsung se­
jak 2005 sampai 2013 dinilai terlalu
boros. Karenanya, salah satu yang
menjadi alasan pelaksanaan pilkada
serentak diyakini bisa lebih efektif
dan efisien. Pilkada serentak ideal­
nya memang bisa dilakukan peng­
hematan dari sisi anggaran dan
waktu, meskipun sejauh ini belum
ada angka yang pasti berapa ang­
garan yang bisa dihemat. Namun
penghematan pelaksanaan pilkada
serentak secara umum bisa dilihat
dari segi anggaran belanja perleng­
kapan dan biaya operasional –yang
tentu saja lebih efisien karena di­
lakukan secara massal dan bersa­
maan. Pun dari segi waktu, pilkada
serentak lebih efektif dan efisien
karena dilakukan secara bersa­
maan. Salah satu indikator untuk
menggambarkan efisiensi waktu
dan anggaran pilkada serentak
adalah pelaksanaan pemungutan
suara hanya satu putaran seba­
gaimana diatur dalam Undang-Un­
dang Nomor 1 Tahun 2015.
Dari segi anggaran negara, pilka­
da serentak semestinya memang
bisa menghemat biaya. Pun biaya
kampanye kandidat idealnya juga
bisa lebih efisien karena sekurangkurangnya tidak ada biaya kampa­
nye putaran kedua. Namun di sisi
lain, pilkada serentak dan hanya
satu putaran juga berpotensi se­
makin mendorong para kontestan
pilkada untuk “jorjoran” mengelu­
arkan biaya dan bahkan berpotensi
menghalalkan segala cara demi
mendulang suara.
Harapan untuk menghemat biaya
dari sisi kandidat nampaknya ti­
dak mudah dilakukan meskipun
sudah ada aturan main (rules of
the game) berupa undang-undang
maupun Peraturan Komisi Pemilih­
an Umum (PKPU) yang membatasi.
Pasalnya, pada praktiknya, pe­
Oleh: Karyono Wibowo
raturan tersebut banyak dilanggar.
Peraturan pembatasan biaya kam­
panye seringkali tak mampu men­
jerat peserta pemilu kepala daerah.
Nyaris selalu ada celah untuk me­
nyiasati peraturan yang ada. Di luar
faktor itu, instrumen program ke­
giatan yang harus dilakukan kandi­
dat dalam sistem pilkada langsung
memang lebih banyak jika diban­
dingkan dengan pilkada melalui pe­
milihan DPRD. Instrumen program
untuk penggalangan pemenangan
lebih variatif. Karenanya, hal ini
berbanding lurus dengan besarnya
jumlah dana yang digunakan.
Secara umum, anggaran biaya yang
ditanggung kandidat meliputi tiga
tahap; pra pilkada, saat pilkada dan
pascapilkada. Tahap pra pilkada,
setiap kandidat pada umumnya su­
dah melakukan berbagai program
kegiatan –yang tentu membawa
konsekuensi biaya. Program terse­
but dilakukan untuk membentuk
personal branding, meningkatkan
popularitas, akseptabilitas, dan
elektabilitas. Misalnya, program so­
sialisasi dengan aneka ragam ben­
tuknya, dari model sosialisasi tatap
muka, kegiatan sosial (social event),
sosialisasi door to door campaign,
sosialisasi melalui berbagai media
hingga alat peraga beserta biaya
operasionalnya. Dalam sistem pe­
milihan langsung, berbagai kegiatan
pra pilkada di atas memang perlu
dilakukan untuk meningkatkan
popularitas dan elektabilitas seba­
gai modal awal untuk mendapatkan
rekomendasi partai. Karena ada se­
jumlah partai menggunakan hasil
survei popularitas dan elektabilitas
kandidat sebagai salah satu pertim­
bangan untuk menentukan pasa­
ngan kandidat.
Memasuki tahapan pilkada, biaya
yang dikeluarkan kandidat rela­
tif lebih besar karena variabel bi­
aya pada saat memasuki tahapan
pilkada lebih banyak dan program
kampanye pada tahap ini lebih mas­
sif dibanding tahapan pra pilkada.
Belum lagi, setiap kandidat harus
menguras koceknya untuk “ma­
har” partai yang kerap dibungkus
de­ngan istilah biaya untuk mengge­
rakkan mesin partai –untuk tujuan
menggalang dukungan suara.
Pengeluaran biaya yang menguras
“brankas” para kandidat tak ber­
henti di situ. Biasanya, masih ada
lagi biaya yang masih harus ditang­
gung yaitu biaya pascapilkada. Bi­
aya pascapilkada ini biasanya di­
gunakan apabila terjadi sengketa
pilkada yang berujung di pengadi­
lan. Namun tidak semua kandidat
yang menjadi kontestan mengelu­
arkan biaya karena tergantung pa­
sangan mana yang mengajukan gu­
gatan (sebagai pemohon). Biasanya
pasangan calon kepala daerah yang
ditetapkan Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) menjadi pemenang
(sebagai pihak terkait) sejak awal
sudah mengalokasikan anggaran
pasca pilkada untuk mengantisi­
pasi jika ada gugatan dari pasangan
calon yang kalah. Biaya tersebut
belum termasuk biaya survei dan
konsultan pemenangan. Berdasar­
kan pengalaman penulis sebagai
konsultan pendampingan pilkada
sejak aktif di Lingkaran Survei In­
donesia hingga kini aktif di lembaga
riset dan konsultan Indo Survey &
Stra­tegy, kisaran biaya yang dike­
luarkan per satu pasangan calon
yang menjadi kontestan pilkada un­
tuk tingkat kabupaten/kota harus
mengeluarkan dana antara Rp5 –
Rp20 milyar, bahkan ada yang le­bih
dari Rp20 milyar, tergantung ke­
mampuan finansial dan daerahnya.
Untuk pilkada provinsi, tentu lebih
besar lagi karena jangkauan wilayah
dan jumlah pemilih yang lebih besar
dibanding kabupaten/kota.
Maka untuk meminimalisir kecu­
rangan dan mencegah pemborosan
biaya kampanye kandidat diperlu­
kan ketegasan dalam menerapkan
aturan. Semua pihak, baik kontes­
tan maupun penyelenggara harus
tunduk pada aturan. Karenanya,
selain perlunya ma­s ing-masing
kontestan saling bermain sportif
(fairplay), netralitas penyelenggara
pilkada akan menjadi kunci suk­
sesnya pelaksanaan pilkada seren­
tak yang demokratis dan berkuali­
tas.
Tantangan Pilkada Serentak
Penyelenggaraan pilkada serentak
belum tentu minus tantangan. Be­
berapa tantangan yang dihadapi
antara lain potensi konflik yang ma­
sih sangat buka lebar. Pengalaman
empirik sepanjang pilkada langsung
tak jarang berujung konflik. Ber­
dasarkan data yang dilansir Lem­
baga Ilmu Pengetahuan Indonesia
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
27
SUMBANG SARAN
(LIPI) ada 5 persen kasus kekerasan
sepanjang 500 kali pilkada selama
2005-2008 dan pada 2010, International Crisis Group mencatat
sebanyak 220 pilkada telah terjadi
20 kasus kekerasan (Alamsyah M
Dja’far, Kompas 22 Mei 2015). Data
kasus kekerasan terkait pilkada ini
bisa dijadikan perbandingan un­
tuk mengestimasi seberapa besar
potensi konflik dalam pelaksanaan
pilkada serentak. Tentu besar ke­
cilnya konflik yang mungkin terjadi
meredam. Apalagi, pelaksanaan
pilkada serentak saat ini masih
menemui kendala anggaran baik
untuk anggaran pe­ngamanan mau­
pun pelaksanaannya, meskipun se­
cara umum pemerintah dan KPU
menyatakan soal anggaran masih
bisa diatasi.
Tantangan lainnya yang tak kalah
pentingnya adalah potensi kecura­
ngan masih menjadi ancaman. Pa­
salnya, dengan pelaksanaan pilkada
konflik di internal partai. Tentu hal
ini menjadi tantangan tersendiri
dalam pelaksanaan pilkada seren­
tak. PKPU Nomor 9 Tahun 2015
tentang pencalonan kepala daerah
Pasal 36 ayat 1 PKPU menyebutkan,
apabila keputusan menteri tentang
kepengurusan partai politik tingkat
pusat masih dalam proses penyele­
saian sengketa di pengadilan, maka
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/
KIP Kabupaten/Kota menerima
pendaftaran pasangan calon ber­
dasarkan keputusan terakhir dari
menteri.
Namun, di dalam Pasal 36 ayat 2,
apabila dalam proses penyelesaian
sengketa itu terdapat penetapan
pengadilan mengenai penundaan
pemberlakuan keputusan menteri,
maka KPU Provinsi/KIP Aceh dan
KPU/KIP kabupaten/Kota tidak
dapat menerima pendaftaran pa­
sangan calon sampai ada putusan
berkekuatan hukum tetap yang
ditindaklanjuti dengan penerbitan
keputusan dari menteri tentang
penetapan kepengurusan partai
politik.
akan tergantung kesiapan aparat
keamanan, penyelenggara pilkada,
para kandidat beserta pendukung­
nya dan masyarakat dalam menjaga
terselenggaranya pilkada dengan
aman, tertib, dan demokratis.
Namun jika dikaji dari aspek ba­
nyaknya pilkada yang dilaksanakan
s e c a r a s er ent a k d a n lu a s ny a
wilayah serta rasio perbandingan
antara jumlah aparat keamanan
dengan jumlah penduduk di ma­
sing-masing daerah yang melak­
sanakan pilkada serentak yang be­
lum memadai, maka apabila timbul
ledakan konf lik secara serentak
di beberapa wilayah tentu akibat­
nya bisa lebih fatal karena aparat
keamanan bisa kewalahan untuk
28
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
secara serentak dan hanya satu
putaran berpotensi mendorong
kandidat melakukan segala upaya
dan akan bertarung habis-habisan
termasuk menggunakan cara-caraculas demi mencapai kemenangan.
Kecurangan bisa berupa kampa­
nye hitam, politik uang, intimidasi,
hingga manipulasi hasil perolehan
suara. Belum lagi kasus kecurangan
yang melibatkan penyelenggara
pemilu selama pelaksanaan pilkada
langsung kerap terjadi di sejumlah
daerah. Tak sedikit penyelenggara
pemilu yang terbukti melanggar
telah diberhentikan melalui putus­
an pengadilan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tantangan lainnya adalah adanya
Sedangkan dalam Pasal 36 ayat
3 dituliskan, jika sengketa belum
mendapat keputusan hukum tetap,
maka partai politik bisa melakukan
islah yang kemudian didaftarkan ke
kementerian. Kepengurusan hasil
islah ini bisa digunakan KPU un­
tuk memproses pengajuan calon
kepala daerah. Yang menjadi ma­
salah adalah jika sampai batas akhir
pendaftaran pasangan calon kepala
daerah belum ada putusan final dari
pengadilan dan kedua kubu gagal
melaksanakan islah, maka partai
yang mengalami konflik tersebut
terancam tidak dapat mengikuti
pilkada serentak 2015. Maka dari
itu, islah adalah jalan keluar bagi
partai Golkar dan PPP.***
Karyono Wibowo
Peneliti di Indo Survey & Strategy (ISS)
PENGAWASAN
NEGARA TIDAK BOLEH
DIKALAHKAN SPEKULAN
H
iruk pikuk, naik turun
harga kebutuhan pokok
masyarakat seakan ter­
jadi tiada henti. Tahun
berganti, ketika masyarakat sedang
merayakan keriaan mereka - Leba­
ran, Natal, tahun baru, mereka ti­
dak berdaya menghadapi belitan
harga yang mencekik. Kenapa harga
naik seperti ini? Dimana pemerin­
tah yang seharusnya melindungi
kepentingan mereka? Sementara
pejabat dan aparat hanya bisa ber­
lomba membuat pernyataan kita
akan menangkap, kita akan me­
nindak dan akan, akan yang lain.
Sementara para tengkulak, speku­
lan - penjahat sebenarnya leluasa
mengendalikan pasar, berkipas de­
ngan hasil kerukan yang memenuhi
brankas mereka dan tentu sedikit
setoran untuk aparat dan pejabat
binaan mereka.
“Kondisi seperti ini tidak boleh ter­
jadi, negara kalah oleh spekulan.
Jadi kita apresiasi kebijakan peme­
rintah mengeluarkan Perpres ten­
tang Penetapan dan Penyimpan­
an Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting atau pengendalian
harga ini agar produk kebutuhan
pokok masyarakat tidak diper­
mainkan oleh spekulan, kemarin
kita mencatat beras, bawang, cabe,
pupuk, dll jadi permainan mereka.
Masa negara kalah,” kata anggota
Komisi IV DPR RI Hamdani kepada
Parle dalam perbincangan di Ge­
dung DPR, Senayan, Jakarta, be­
berapa waktu lalu. Peraturan itu
menurutnya harus dapat mem­
perkuat peran pemerintah dalam
melakukan sejumlah langkah yang
memang perlu diambil di lapangan.
Lebih jauh menurut politisi Nasdem
ini pangan - termasuk di dalam­
nya kebutuhan pokok masyarakat
adalah hak dasar bagi setiap war­
ga negara. Ini tegas diatur dalam
konstitusi pasal 27 UUD NRI 1945
dan juga dalam kesepakatan yang
didukung bangsa-bangsa di dunia
yaitu Deklarasi Roma (1966). Pi­
jakan lain adalah UU no.18/2012
tentang Pangan yang mengama­
natkan pentingnya menjaga keta­
hanan bangsa. Indikasi ketahanan
pangan bisa dilihat dari kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta ti­
dak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat,
untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
29
PENGAWASAN
produktif secara berkelanjutan.
Bicara pada kesempatan berbeda
anggota Komisi V I Muhammad
Haekal mengatakan, Peraturan
Presiden (Perpres) no71/2015 ten­
tang Penetapan dan Penyimpangan
Harga Kebutuhan Pokok dan Barang
Penting yang telah ditandatangani
lama tiga bulan. Menurut Haekal
kebijakan paling penting dalam hal
ini adalah semua distributor yang
melayani publik harus sudah masuk
data base Kemendag. Kewenangan
Kemendag lain adalah mengelola
ekspor-impor bahan pangan. In­
strumen Sistem Resi Gudang (SRG)
dalam hal ini menjadi penting untuk
mengukur ketersediaan stok
nasional. “Lewat sistem ini,
pemerintah bisa me­ngetahui
ketersediaan komoditas di
tiap wilayah lokasi gudang
SRG. Aturan teknis tentu
menunggu peraturan men­
teri sebagai aturan teknis
pelaksanaan perpres terse­
but,” tekan wakil rakyat dari
daerah pemilihan Kalteng ini.
Komoditas dan Sinergitas
Presiden Joko Widodo memberi­
kan ruang lebih luas kepada Men­
teri Perdagangan untuk bertindak
apabila menemukan penyimpa­
ngan. Ini juga sudah searah dengan
UU no7/2014 tentang Perdagangan
yang memberi kewenangan kepada
Menteri Perdagangan untuk mene­
tapkan kebijakan harga, melakukan
intervensi pasar untuk melindungi
kepentingan konsumen dan petani
dari permainan harga serta serbuan
komoditas impor yang dimainkan
spekulan.
Mendag juga berwenang mengelola
stok dan logistik. Tidak ada yang
boleh menyimpan barang kebu­
tuhan pokok di gudang yang lebih
dari kebutuhan normal yaitu se­
30
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Haekal mengak u dapat
menerima apabila pemerin­
tah fokus pada 14 komoditas
yang terbagi dalam tiga ke­
lompok utama. Produk yang
masuk kategori kebutuhan
pokok hasil pertanian yaitu
beras, kedelai bahan baku,
tempe, cabai dan bawang
merah. Kebutuhan pokok
hasil industri yaitu g ula,
minyak goreng dan tepung terigu.
Sedangkan produk kebutuhan po­
kok hasil peternakan/perikanan
yaitu daging sapi, daging ayam ras,
telur ayam ras dan ikan segar yaitu
bandeng, kembung, tongkol/tuna/
cakalang. “Pada saat ini perlin­
dungan terhadap komoditas ini kita
bisa terima ya. Pada kondisi terten­
tu pemerintah perlu dinamis mem­
perluas cakupan penanggulangan
harga pada produk lain di daerah
misalnya sagu, kacang-kacangan
atau lainnya. Saya sendiri sering
mendapat pengaduan dari kons­
tituen bagaimana mungkin harga
jeruk Cina lebih murah daripada je­
ruk lokal, apa mau membunuh pe­
tani jeruk kita. Inikan perlu dianti­
sipasi, apalagi menjelang penerapan
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean),”
tekannya.
Pada bagian lain Hamdani meng­
ingatkan tentang pentingnya si­
nerg it as ant ar lembaga dalam
menjalankan Perpres pengendalian
ini. Koordinasi antara pemerintah
pusat dan daerah serta peran Bu­
log yang selama ini sudah berperan
dalam mengendalikan harga beras.
Bagi Hamdani yang sebelumnya
adalah anggota DPD RI tentu bukan
pekerjaan mudah untuk memper­
luas tanggung jawab Bulog. “Me­
ngendalikan harga beras saja sering
keteter apalagi harus mengawal
tambahan komoditas lain, perlu
penambahan sarana pergudangan
termasuk cold storage. Tetapi yang
paling penting dari semua ini tentu
adalah dukungan anggaran. Pro­
gram yang baik kalau tidak didu­
kung anggaran yang memadai ya
memble,” tuturnya.
Baginya upaya ini adalah langkah
besar yang perlu dilakukan untuk
mengendalikan harga kebutuhan
pokok bagi masyarakat. Sejum­
lah negara sudah menerapkan ke­
bijakan ini diantaranya Malaysia,
Thailand dan Venezuela. Malaysia
punya UU Price Control Act and
Anti Profiteering Act (Pengenda­
lian Harga dan Anti-Pengambilan
Untung Lebih) sedangkan Venezu­
ela menetapkan UU Anti-Profiteering yang melahirkan satu lembaga
khusus National Intendancy of
Fair Costs and Prices. Sanksi bagi
pelanggarnya jelas dan tegas se­
perti di Malaysia yang menerapkan
denda dan hukuman penjara sampai
tiga tahun. Hukum juga dipastikan
akan menjerat aparat yang menco­
ba main mata dengan pelaku ambil
untung ini. “Kita perlu belajar dari
keberhasilan negara lain dan kalau
bisa kita terapkan lebih baik. Pesan
pentingnya adalah tidak boleh lagi
ada spekulan yang bisa mengalah­
kan negara,” tandas Hamdani. (iky)
Foto: Ibnur Khalid, Andri/Parle/HR
EKONOMI LESU
PEMERINTAH DIMINTA
GENJOT INFRASTRUKTUR
Saat ini, anggaran belanja negara dalam APBN-P 2015 adalah Rp1.984,1 triliun.
Dari anggaran sebesar itu, hampir Rp290.3 Triliun dipakai untuk pembangunan
infrastruktur. APBN ini merupakan rekor tertinggi untuk anggaran infrastruktur.
S
ebelumnya pada APBN 2009
lalu, anggaran infrastruk­
tur hanya Rp76 triliun, dan
terus meningkat hingga ta­
hun 2014 sebesar Rp206.6 Triliun
atau ada­nya peningkatan sekitar
Rp84 Triliun untuk sektor infra­
struktur. Sementara untuk tahun
2016 mendatang, alokasi anggaran
pemerintah untuk belanja infra­
struktur pada 2016 diperkirakan
akan meningkat hingga dua kali
lipat dibanding anggaran 2015 yang
sebesar Rp290,3 triliun.
Kenaikan anggaran hingga 100
persen itu karena program infra­
str uk tur juga akan meningkat
dua kali lipat pada 2016. Anggaran
tersebut nantinya diharapkan un­
tuk menunjang program-program
infrastruktur unggulan pemerin­
tah. Program unggulan pemerintah
akan dibagi ke dalam tiga dimensi
pembangunan yakni pembangunan
sektor prioritas, pembangunan an­
tarkewilayahan, dan pembangunan
manusia dan masyarakat. Pemba­
ngunan sektor prioritas masih akan
difokuskan pada sektor pangan,
ener­g i, kelautan, maritim, pariwisa­
ta dan industri.
Sedangkan pembangunan antar
kewilayahan, sasaran pembangu­
nannya adalah daerah perbatasan,
pedesaan, dan pinggiran serta dae­
rah terluar. Infrastruktur gunanya
untuk mencapai sasaran itu. Untuk
pembangunan kewilayahan dan
pembangunan manusia diharapkan
dapat mengurangi kemiskinan dan
tingkat ketimpangan ekonomi.
Berdasarkan rencana pemerintah
sebelumnya, total kebutuhan angga­
ran untuk infrastruktur pada 20152019 mencapai Rp5.519,4 triliun, di
mana sekitar Rp2.215 triliun atau 40
persennya dari APBN, sementara si­
sanya dari swasta, APBD dan BUMN.
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
31
PENGAWASAN
Pada 2016, kementerian teknis un­
tuk pelaksanaan infrastruktur, Ke­
menterian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Kemen PUPR),
mendapat pagu indikatif sementa­
ra untuk belanja sebesar Rp102,56
triliun dari yang diusulkan Kemen
PUPR sebesar Rp178,22 triliun.
Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi
Francis mengatakan Komisi V sa­
ngat berharap proyek infrastruktur
yang menjadi agenda pemerintah
selama lima tahun ke depan dapat
sungguh-sungguh terealisasi.
Menurutnya, Komisi V DPR mema­
hami besarnya tantangan dan ke­
terbatasan anggaran pemerintah
dan akan memperjuangkan kebutu­
han anggaran mitra kerja Komisi V
DPRI RI sesuai dengan mekanisme
pembahasan anggaran di DPR RI.
“DPR telah setuju dengan ranca­
ngan alokasi anggaran dan program
RKA-K/L 2016, dalam hal ini Ke­
menterian PUPR, dan berkomitmen
akan memperjuangkan itu agar ke­
butuhannya bisa terpenuhi,” kata­
nya di Gedung DPR, baru-baru ini.
Fary mengatakan, sebelumnya ang­
32
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
gota Komisi V telah bertemu de­
ngan seluruh jajaran eselon I Ke­
menterian PUPR dan membahas
rencana anggaran masing-masing
bidang. Komisi V pun berharap pro­
gram tersebut dapat terealisasi di
daerah pemilihan mereka.
Sementara, Anggota DPR dari Par­
tai Golkar Roemkono mengatakan,
dirinya mengapresiasi positif kerja
daerah yang tidak tergantung dari
pemerintah pusat dalam memba­
ngun sektor infrastruktur. “Karena
memang kita akui banyak daerah
pertumbuhannya sangat tergan­
tung dari pusat khususnya pemba­
ngunan infrastrukturnya,” jelasnya.
Dirinya mengusulkan perlu dilibat­
kan peran investor dalam proyek
infrastruktur artinya jangan semua
disubsidi oleh pemerintah pusat.
“Untuk Tol laut itu sebenarnya su­
dah dari jauh hari sudah ada pro­
gramnya namun kendalanya me­
mang dermaga yang masih minim
di daerah-daerah,” paparnya.
Karena itu, dirinya mendukung
penyebaran infrastruktur didae­
rah-daerah misalnya dukungan
anggaran bagi daerah kabupaten
yang minim di sektor infrastruk­
tur sebesar Rp100 miliar. Tentunya
dengan cara ini diharapkan dapat
menggenjot pembangunan ekonomi
daerah setempat. “Bagi daerah yang
sudah maju seperti DKI Jakarta,
harus dikurangi dan DAK itu harus
diberikan kepada daerah yang ter­
batas produksinya,” jelasnya.
Dia menambahkan, para Bupati di
daerah pemekaran merupakan salah
satu pahlawan daerah karena me­
lalui anggaran yang serba terbatas
mereka dituntut untuk meningkat­
kan infrastruktur daerahnya bah­
kan ada beberapa daerah provinsi
yang jalannya mencapai 400 ribu
km. “Saya menghargai daerah yang
mampu membangun daerahnya
dengan anggarannya,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang berbeda,
Ketua Fraksi PKS sekaligus Ang­
gota Komisi III DPR Jazuli Juwaini
mengharapkan pemerintah dapat
bersungg uh-sungg uh mengejar
target implementasi APBN-P 2015.
“DPR intinya meminta pemerintah
memperbaiki kinerja dan kualitas
eksekusi belanja negara dengan
mencari terobosan kebijakan agar
serapan belanja modal yang selama
ini selalu dibawah 80 persen tidak
terulang. Kita berharap anggaran ini
benar-benar mampu menjadi stimu­
lus perekonomian,” tambahnya.
Dir inya member ikan beberapa
cat at an diant aranya prog ramprogram pembangunan terutama
terkait dengan sektor pertanian,
maritim, industri manufaktur serta
infrastruktur energi dan konektivi­
tas benar-benar tepat sasaran dan
memiliki dampak yang luas untuk
membuka lapangan kerja, mengen­
taskan kemiskinan, dan mening­
katkan daya beli rakyat. “Beberapa
program unggulan mesti dilengkapi
dengan roadmap yang lebih jelas,”
tegas anggota DPR dari Daerah Pe­
milihan Banten III ini.
dapat membuat kerja ban lebih be­
rat jika dipacu dengan kecepatan
tinggi dan udara panas, sehing­
ga berpotensi menyebabkan ke­
celakaan. Apalagi, slogan pemerin­
tah tol Cipali dapat dipacu hingga
140 km/jam sangat menyesatkan
dan membahayakan pengguna ja­
lan.
Tinjau Tol Cipali
Terkait infrastruktur jalan, be­
lum lama ini, Komisi V DPR telah
melakukan peninjauan ke Tol Ci­
pali, pasalnya, sejak pembukaan
pada 14 Juni 2015 lalu, Tol Cikopo
– Palimanan telah menjadi soro­
tan pu­blik. Penyebabnya marak ke­
celakaan terjadi di wilayah tersebut
dan telah menelan 12 korban me­
ninggal dan 54 insiden di lokasi tol
tersebut.
Untuk penyelenggaraan mudik kali
ini, Komisi V DPR RI, tegas Yudi, me­
minta Kementerian Perhubungan,
Kementerian PuPera dan semua
jajaran pemerintahan untuk mem­
berikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat selama mudik Lebaran
dan berharap angka kecelakaan
bisa ditekan sekecil mungkin.
yang mengakibatkan korban tewas
dan luka di Tol Cipali. Fasilitas di
tol sepanjang 116 km ini juga belum
sepenuhnya ada. Rambu-rambu dan
lampu penerangan masih minim
dan sejumlah rest area belum sele­
sai dikerjakan. Padahal, arus ken­
daraan di jalur Tol Cipali ini terus
mengalami peningkatan. Akibatnya,
tak hanya kemacetan, kecelakaan
pun terjadi.
Kondisi alas jalan yang bervariasi
dari aspal ke concrete (beton), juga
Berdasarkan riset yang dihimpun
Balitbang Kementerian Perhubu­
ngan, perkiraan jumlah penum­
pang pada musim mudik lebaran
2015 kurang lebih 20 juta penum­
pang. Adapun kenaikan jumlah
penum­p ang pada seluruh moda
transportasi baik darat, laut, udara,
dan kereta api sekitar 1-2 persen
dibandingkan musim mudik lebaran
tahun lalu. (Si) Foto: Iwan Armanias,
Nefuroji, Denus, Doc./Parle/HR
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi
Widiana Adia mengatakan, ke­siapan
tol Cipali menjadi prioritas Komisi
V untuk ditinjau, mengingat sejak
di buka pada pertengahan Juni lalu
ruas tol ini sudah menelan kor­ban
jiwa. Bahkan, DPR meminta Ke­
menterian Pu-Pera melakukan au­
dit teknis terkait keselamatan di Tol
Cipali. “Komisi V ingin memastikan
ketika mudik lebaran nanti tol ini
sudah siap dan memenuhi aspek
keselamatan. Tidak hanya secara
teknis jalan, tapi juga kelengkapan
fasilitas pendukungnya seperti sa­
rana penerangan, rambu lalu lintas
dan kawasan istirahat,” kata Yudi.
Seperti diketahui, sejak dibuka 13
Juni lalu, tercatat sudah lebih dari
30 kasus kecelakaan kendaraan
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
33
ANGGARAN
INEFFICIENCY LOSS PADA PNBP PERIKANAN
“K
ita harus bekerja dengan
sekeras-kerasnya untuk
mengembalikan Indonesia
sebagai negara maritim. Samudra,
laut, selat dan teluk adalah masa
depan peradaban kita. Kita telah
terlalu lama memunggungi laut,
memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya
kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut
justru kita jaya, sebagai semboyan
nenek moyang kita di masa lalu,
bisa kembali membahana”
Itulah penggalan pidato Presiden
Joko Widodo setelah dilantik pada
20 Oktober 2014 lalu. Visi Poros
Maritim dikibarkan Pemerintahan
Joko Widodo – Jusuf Kalla. Presiden
Joko Widodo menegaskan bahwa
Indonesia menjadi Poros Maritim
Dunia dikarenakan letak Indonesia
yang berada di antara dua samu­
dera yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik, dan dua benua,
Asia dan Australia.
Sebagai negara kepulauan terbesar
34
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
di dunia, Indonesia memiliki po­
tensi dan kekayaan alam yang ber­
limpah. Indonesia memiliki wilayah
seluas 7,7 juta km persegi dengan
luas daratannya hanya 1/3 dari luas
lautan, memiliki garis pantai ter­
panjang ke-4 di dunia yaitu kurang
lebih 95.181 km, serta memiliki lebih
dari 17 ribu pulau.
Letak Indonesia diantara dua benua
dan dua samudera ini, merupakan
kawasan paling dinamis baik secara
ekonomis dan politis. Keunikan le­
tak geografis tersebut menempat­
kan Indonesia memiliki ketergan­
tungan yang tinggi terhadap sektor
kelautan, dan sangat logis jika eko­
nomi kelautan dijadikan tumpuan
bagi pembangunan ekonomi nasio­
nal.
Namun demikian, potensi yang be­
sar tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal. Hal ini setidaknya
tercermin dalam kontribusi sektor
perikanan terhadap pembentukan
Produk Domestik Bruto (PDB) na­
sional yang masih rendah. Capaian
laju pertumbuhan PDB Perikanan
Kontribusi Bidang Kelautan Terhadap PDB
tahun 2009-2013 masih dibawah
10 persen. Oleh karena itu diperlu­
kan kerja keras dan kerjasama dari
semua pihak terkait untuk mening­
katkan kontribusi perikanan Indo­
nesia terhadap PDB.
Sebagai perbandingan, ekonomi ke­
lautan Jepang mampu menyumbang
hingga 48,4 persen bagi PDB nasio­
nalnya (setara 17.552 miliar dolar
AS). Sedangkan Thailand, bidang
kelautannya sanggup menyumbang
devisa 212 miliar dolar AS per tahun
dengan panjang pantai yang ha­
nya 2.800 km. Indonesia yang luas
wilayah lautnya hampir 70 persen
dari total seluruh wilayahnya, hing­
ga kini kontribusi bidang perikanan
terhadap PDB nasionalnya masih
dikisaran 6 persen.
Jika dilihat kontribusi bidang ke­
laut­­an di negara-negara Eropa,
kontribusi bidang kelautan mere­
ka sudah cukup besar. Misalnya,
kontribusi PDB Norwegia bahkan
ditopang hampir 60 persen dari bi­
dang ekonomi yang berbasis sum­
berdaya kelautan. Proporsi ini bisa
dikatakan besar, jika dilihat luas
pantai dan kekayaan laut mereka
memang relatif jauh lebih kecil jika
diban­dingkan Indonesia.
Belum Mencapai Target
Gap dan Inefficiency
Loss PNBP Perikanan
Tahun
PNBP Potensial (Miliar
Rp)
Gap
(Miliar
Rp)
Inefficiency
Loss(%)
2007
493,39
378,13
325
2008
517,98
440,18
566
2009
550,51
458,47
498
2010
658,92
566,92
616
2011
893,60
709,80
386
Sumber : Peningkatan PNBP sebagai Sumber
Pendapatan Negara : Hadi Setiawan, Buletin
Info Resiko Fiskal, Edisi I 2013, BKF.
sasi PNBP perikanan memang me­
ningkat setiap tahunnya. Namun
peningkatan PNBP tersebut masih
dibawah target yang ditetapkan.
Sepanjang tahun 2009-2014 terse­
but hanya dua kali realisasi PNBP
perikanan melebihi target yang
ditetapkan. Realisasi PNBP perikan­
an terhadap target yang ditetapkan
sepanjang 2009-2014 berturut–tu­
rut adalah 61,4 persen, 61,2 pers­
en, 122,2 persen, 143,6 persen, 91,0
persen, 85,8 persen. Hingga 12 Juni
2015 realisasi PNBP Perikanan baru
mencapai Rp 30,9 Miliar atau 5,34
persen dari target yang ditetapkan
dalam APBN-Perubahan 2015.
Pencapaian PDB dan PNBP peri­
kanan tersebut tidak sesuai dengan
potensi yang ada. Selain itu juga
tidak sejalan dengan peningkatan
aktivitas di sektor perikanan yang
tercermin dalam peningkatan volu­
me dan nilai produksi perikanan
yang cenderung meningkat setiap
tahunnya. Sepanjang tahun 20092014, trend produksi perikanan
Indonesia mengalami peningkat­
an dengan rata-rata peningkatan
sebesar 18,67 persen per tahun.
Produksi perikanan Indonesia ta­
hun 2013 mencapai 19,5 juta ton
atau meningkat sebesar 25,23 per­
sen dibandingkan tahun 2012 yang
sebesar 15,5 juta ton. Adapun angka
sementara produksi volume peri­
kanan tahun 2014 sebesar 20.722
juta ton atau meningkat sebesar
25,23 persen. Produksi tersebut
sebagian besar bersumber dari
produksi perikanan budidaya.
Hasil produksi perikanan Indonesia
cenderung meningkat yang antara
lain tercermin dari nilai produk­
sinya. Nilai produksi perikanan
Indonesia tahun 2013 adalah sebe­
sar Rp213 triliun atau meningkat
sebesar 37,07% dibandingkan ta­
hun 2012 yang sebesar Rp155 tri­
liun. Trend produksi perikanan In­
donesia dalam lima tahun terakhir
Perkembangan Target dan Realisasi PNBP Perikanan (MiliarRp)
Sektor perikanan tidak hanya ber­
peran dalam pembentukan PDB
tetapi juga berperan sebagai salah
satu sumber Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP). Sebagaimana
tercantum dalam PP No 19 tahun
2006 tentang Tarif Atas Jenis PNBP
Yang Berlaku Pada Departemen Ke­
lautan dan Perikanan, PNBP peri­
kanan bersumber dari pungutan
perikanan. Pungutan perikanan
meliputi Pungutan Pengusahaan
Perikanan (PPP), Pungutan Hasil
Perikanan (PHP) dan Pungutan Pe­
rusahaan Perikanan Asing (PPA) .
Sepanjang tahun 2009-2014 reali­
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
35
ANGGARAN
Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan 2009-2013
seb e s a r R p
70,03 triliun
Kontribusi PDB
2009
2010
2011
2012*
2013**
h a ny a 0, 26
Perikanan (%)
Pertumbuhan PDB
4,16
6,04
6,96
6,49
6,86 persen dana
Perikanan
yang disum­
Persentase
3,15
3,09
3,06
3,1
3,21 bangkan ke
Perikanan
terhadap PDB
A PBN. Se­
dangkan
Sumber : Badan Pusat Statistik * : Angka sementara
pada t a hun
** : Angka sangat sementara
2013, dengan
nilai
produksi
perikanan
tangkap
mengalami pertumbuhan sebesar
sebesar
Rp101,32
triliun
ternyata
23,22% dengan rata-rata sebesar
Rp145 triliun. Namun dengan ha­ hanya 0,22% yang tercatat sebagai
sil produksi perikanan yang tinggi PNBP perikanan.
tersebut pada kenyataannya hanya
menyumbang PNBP sebesar 0,06% Padahal dari PNBP tersebut akan
dialokasikan kembali ke daerah
dari total PNBP tahun 2013.
dalam bentuk Dana Bagi Hasil Sum­
ber Daya Alam (DBH SDA). Masih
Masih Banyak Permasalahan
terdapat potensi peningkatan PNBP
Peningk at an volume dan nilai yang belum termanfaatkan dari
produksi perikanan baik perikanan sumber daya ikan dan non sumber
tangkap maupun budidaya tidak di­ daya ikan. Ini merupakan indikasi
barengi dengan peningkatan pen­ adanya inefficiency loss dalam sek­
capaian PNBP perikanan. Secara tor perikanan. Dan ini terjadi se­
nominal, PNBP perikanan memang tiap tahun. Tingginya inefficiency
meningkat setiap tahun tetapi rea­ loss PNBP perikanan antara lain
lisasinya cenderung selalu dibawah disebabkan adanya permasalahan
target yang ditetapkan. Peme­rintah dalam hal perizinan penangkapan
pun hanya memberi target pada ikan, formula PNBP itu sendiri serta
kisaran Rp150-200 miliar pada ta­ pengawasan yang belum optimal.
hun 2009-2013. Baru pada tahun
2015 ini Pemerintah menargetkan Dalam hal perizinan, permasalah­
PNBP Perikanan di atas Rp500 mili­ an yang sering dijumpai adalah
ar. Dengan kondisi historis perkem­ banyaknya data pada dokumen
bangan PNBP perikanan yang ada kapal perikanan yang tidak sesuai
tentunya menjadi sebuah perta­ dengan hasil verifikasi di lapangan
nyaan mendasar kendala apa yang antara lain ukuran panjang, lebar
menyebabkan rendahnya PNBP dan dalam kapal, jenis, nomor dan
perikanan tersebut serta bagaima­ kekuatan mesin. Sebagai contoh,
na upaya untuk mengoptimalkan pemilik kapal lebih dari 30 gross
tonnage (GT) yang seharusnya me­
pencapaian PNBP perikanan.
laporkan ke pusat justru mendaf­
Peningk at an volume dan nilai tarkan kapalnya dengan ukuran di
produksi perikanan yang tidak di­ bawah 30 GT dimana izin kapal di
sertai pencapaian PNPB yang op­ bawah 30 GT ada di daerah. Akibat­
timal menunjukkan adanya ineffi- nya, PNBP menjadi lebih rendah.
ciency loss. Inefficiency loss PNBP
perikanan ini terjadi setiap tahun Selain itu, berdasarkan data umum
dan menyebabkan potensi kerugian perpajakan pemilik kapal di atas 30
negara. Pada tahun 2011 terjadi in- GT per Januari 2015 jumlah pemilik
efficiency loss sebesar 386 persen kapal yang telah memperoleh izin
dari total PNBP perikanan. Dengan mencapai 1.836 tetapi hanya 1.204
nilai produksi perikanan tangkap yang memiliki NPWP. Sisanya, 632
36
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
pemilik kapal belum memiliki No­
mor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Prosedur perizinan bagi pemilik
kapal dianggap terlalu mudah juga
penyebab rendahnya PNBP. Pasal­
nya, saat ini untuk perizinan pe­
nangkapan kapal ikan pemilik ka­
pal di atas 30 GT hanya membayar
kurang lebih Rp60 juta hingga Rp70
juta per tahun.
Sebagai perbandingan, Pemerin­
tah Australia membanderol izin
menangkap lobster hingga menca­
pai Rp11 miliar. Untuk itu, guna pe­
ningkatan PNBP perikanan di masa
mendatang diperlukan penataan
perizinan baik dari sisi pendataan
maupun pengetatan prosedur per­
izinan. Rencana KKP untuk mem­
beri izin dengan syarat pengusaha
berani membayar mahal kepada
negara perlu didukung.
Volume dan Nilai Produksi Perikanan
Volume
Nilai
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka
Tahun 2014, Pusat Data, Statistik dan Infor­
masi, diolah
Rendahnya PNBP perikanan juga
disebabkan oleh formula dari PNBP
itu sendiri, yakni Pungutan Hasil
Perikanan (PHP). PHP adalah pu­
ng utan negara yang dikenakan
kepada perusahaan perikanan In­
donesia yang melakukan usaha
penangkapan ikan sesuai dengan
Dalam hal pengawasan data-data
perikanan, maka penggunaan logbook perlu ditingkatkan. Logbook
merupakan buku pencatatan hasil
penangkapan ikan per trip. Pengi­
sian Logbook dilakukan oleh obser­
ver yang ditempatkan di kapal-kapal
nelayan. Pencatatan tersebut men­
jadi salah satu syarat jika kapal hen­
dak mendaratkan ikan di pelabu­
han. Namun, belum ada sanksi yang
dikenakan terhadap pemilik kapal
yang tidak bersedia menggunakan
logbook. Karena itu guna kepenti­
ngan monitoring validitas data vo­
lume dan nilai produksi perikanan
tangkap maka persyaratan peng­
gunaan logbook menjadi mutlak di­
perlukan.
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
dan/atau yang melakukan usaha
pembudidayaan ikan sesuai dengan
jumlah produksi dan harga jual ikan
di lokasi pembudidayaan. Besarnya
PHP ini disesuaikan dengan skala
usaha. Bagi skala usaha kecil maka
besarnya PHP adalah : 1 persen x
produktivitas kapal x HPI. Sedang­
kan bagi skala besar = 2,5 persen x
produktivitas kapal x HPI.
Produktivitas kapal merupakan ke­
mampuan kapal dalam menangkap
ikan yang dihitung dengan mem­
pertimbangkan ukuran tonase ka­
pal, jenis kapal, kekuatan mesin
kapal, jenis alat penangkap ikan
yang digunakan, jumlah trip ope­
rasi penagkapan ikan per tahun,
kemampuan tangkap rata-rata per
trip serta wilayah penangkapan
ikan.
Harga Patokan Ikan (HPI) meru­
pakan harga jual rata-rata tertim­
bang hasil ikan yang berlaku di
pasar domestik dan internasional.
Penetapan HPI sebaiknya di-update
dan disesuaikan dengan perge­
rakan harga ikan di lapangan. Na­
mun, hingga saat ini dasar pene­
tapan HPI masih menggunakan
Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 32/M-DAG/PER/5/2012
Tahun 2012.
Peluang terealisasinya PNBP peri­
kanan yang bersumber dari PHP
ini sangat besar mengingat PHP
ini dibayar dimuka sebelum ka­
pal beroperasi. Namun disisi lain,
kelemahan dalam formula PHP
adalah ada celah kerugian nega­
ra jika volume tangkapan ikan
suatu kapal melebihi perhitungan
produktivitas kapal sebelumnya.
Untuk itu, diperlukan kembali eva­
luasi atas formula PHP antara lain
dengan pemutakhiran HPI maupun
saat pembayaran PHP ataupun hal
lainnya. Perbaikan metode perhi­
tungan PNBP Perikanan baik PPP,
PHP maupun PPA perlu segera di­
lakukan. Perbaikan tersebut dapat
dilakukan dengan melakukan review atas PP jenis dan tarif pajak
yang berlaku di Kementerian Ke­
lautan dan Perikanan.
Dari sisi admintrasi, KKP serta in­
stansi terkait lainnya perlu melaku­
kan monitoring dan evaluasi terha­
dap pelaksanaan pemungutan dan
pengelolaan PNBP, meningkatkan
pelayanan berbasis teknologi in­
formasi dan melengkapi database
wajib bayar PNBP, menegakkan hu­
kum terhadap pelanggaran keten­
tuan pemungutan dan pengelolaan
PNBP, meningkatkan sarana prasa­
rana penghasil PNBP dan kualitas
SDM pengelola PNBP dan menerap­
kan PNBP online (SIMPONI) untuk
penyetoran PNBP.
Berbagai kebijakan tersebut tentu­
nya perlu dukungan dari berbagai
stakeholder untuk peningkatan
PNBP perikanan serta mewujudkan
Indonesia sebagai poros maritim
dunia.
Ditulis oleh: Martiasih Nursanti, Ade
Nurul Aida, Adhi Prasetyo, Ratna Chris­
tianingrum dan Dahiri (Tim Sub Bagian
Analisa Pendapatan Negara dan Pembiay­
aan Anggaran)
Disunting oleh: sf (Parlementaria)
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
37
ANGGARAN
UTANG INDONESIA MASIH REALISTIS
U
tang Pemerintah Indonesia
dinilai semakin beresiko.
Posisi utang Indonesia yang
mencapai lebih dari 300 miliar US$
(sekitar Rp3.800 triliun rupiah),
atau 4 kali lipat dibanding posisi
utang 1997 yang berada di kisaran
70 miliar US$. Kondisi saat ini dini­
lai dapat mengulangi kesalahan kri­
sis 1998.
perbincangan dengan Parlemen­
taria, di Gedung Nusantara I, barubaru ini.
Politisi F-Gerindra ini melihat
besar­an utang Indonesia masih be­
rada di batas aman. Terhadap PDB,
utang Indonesia masih berada di
kisaran 30 persen. Padahal, masih
banyak negara lain yang utangnya
lebih besar dibanding PDB-nya.
Namun, hal itu ditepis oleh Wakil
Ketua Komisi X I DPR Gus
Irawan Pasaribu. Poli­
tisi yang bercokol di
Komisi Keuangan
d a n Pe r b a n k a n
DPR ini menilai,
publik jangan
ha­n ya melihat
dari sisi be­
s a r ny a ut a n g.
Walapun besaran
utang mengalami
peningkatan, tapi
juga ada pe­ningkatan
Gross Domestic Product
(GDP) beberapa kali.
Namun, Gus melihat kecende­
rungan utang luar nege­
ri ini lebih banyak
digunakan untuk
sektor konsum­
tif. Padahal, jika
ut ang dialo­
kasikan untuk
sektor produk­
t if, d i h a r ap­
kan produktifi­
tas nasional akan
meningkat. Yang
tentunya berimbas
pada per tumbuhan
ekonomi nasional.
“Justru yang paling krusial itu se­
benarnya jika melihat utang Indo­
nesia adalah perbandingan jumlah
utang kita dengan Produk Domestik
Bruto (PDB),” kata Gus mengawali
“Yang kami soroti sebetulnya se­
berapa besar manfaat utang itu.
Kami ingin yang penting utang itu
untuk hal-hal produktif, sehingga
menambah produktifitas nasional.
38
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Yang pada ujungnya untuk menye­
jahterakan masyarakat,” imbuh Gus.
Politisi asal Daerah Pemilihan Su­
matera Utara II mengingatkan, bu­
kan berarti orientasinya berkutat
dengan angka pertumbuh­an ekono­
mi yang tinggi. Namun, bagaimana
pertumbuhan ekonomi itu berkuali­
tas dan bermanfaat bagi masyara­
kat, yakni mengurangi ang­k a ke­
miskinan dan pengangguran.
Gus juga melihat, kondisi ekonomi
saat ini berbeda dengan penyebab
krisis 1998. Dengan kata lain, besa­
ran utang Indonesia masih diang­
gap aman, sehingga krisis 1998 tak
akan terulang pada saat ini. Justru
ia menyoroti kurs rupiah lah yang
merupakan faktor utama penyebab
krisis.
“Yang justru mendorong krisis itu
adalah nilai tukar uang yang sema­
kin melemah, inflasi tak terkendali,
dan kondisi likuiditas di pasar. Jadi
kalau utang masih dalam batas 30an persen dibanding PDB, sebetul­
nya masih batas aman. Hal ini ber­
beda dengan krisis 1998,” tukas Gus.
Namun, tambah Gus, bukan be­
rarti Pemerintah bisa di atas awan
de­n gan besaran utang yang ma­
sih dinilai realistis ini. Justru Gus
malah prihatin dengan kondisi eko­
nomi saat ini. Dengan utang ini,
Pemerintah belum serius mengga­
rap sektor produktif.
Gus menyatakan, DPR sebagai mitra
dari Pemerintah, tetap ingin mem­
berikan kontrol terhadap besaran
utang Indonesia. Ia berharap utang
ini tidak menjadi beban. Sehingga
DPR berhak tahu terhadap alokasi
utang tersebut. Dengan adanya
kontrol dari DPR, diharapkan Indo­
nesia mendapatkan pinjaman yang
tepat, dan momentum yang tepat
pula.
“Paling tidak kami ingin mengontrol
dan tahu alokasi utang Pemerintah.
Tentu kita juga ingin mendapatkan
pinjaman yang tepat dan momen­
tum yang tepat pula. Karena kan
utang ini menjadi beban. Kami ingin
pada saat jumlah dan momentum
yang tepat,” tutup Gus.
Investasi Dalam Negeri
Dalam kesempatan yang sama,
Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal
Mucharam menilai, Pemerintah
harus membuat kebijakan terkait
utang luar negeri, baik yang dilaku­
kan oleh Pemerintah sendiri, mau­
pun swasta. Ia menegaskan, Peme­
rintah dan Bank Indonesia harus
mengatur alokasi utang itu.
“Karena ketika utang luar negeri itu
diberikan sebebas-bebasnya apa­
kah ada jaminan utang luar negeri
itu digunakan untuk sektor produk­
si,” kata Ecky, seolah bertanya.
Politisi F-PKS ini khawatir, utang
luar negeri yang dilakukan oleh
swasta, tapi tidak langsung dijadikan
investasi di Indonesia, dan malah
berivestasi di luar negeri. Ia mene­
gaskan, utang oleh swasta itu harus
dipastikan diinvestasikan di Indone­
sia dan beroorientasi untuk ekspor.
“Kenapa untuk ekspor, karena
utang kan menggunakan dolar. Ke­
tika seorang berutang ke luar nege­
ri tapi orientasinya investasi dalam
negeri, dan dibayarnya menggu­
nakan rupiah, ini bisa menggerus
devisa ketika dia jatuh tempo pem­
bayaran utang,” tegas Politisi asal
Dapil Jawa Barat ini.
Ia juga mengingatkan, Pemerin­
tah harus tegas dalam membuat
kebijakan bahwa setiap utang luar
negeri yang dilakukan oleh sektor
swasta itu harus ada jaminan untuk
menahan volatilitas atau perge­
rakan kurs yang beresiko.
“Setiap perusahaan swasta
termasuk BUMN yang
berutang ke luar
nege­r i t api ti­
dak dijamin­kan,
m a k a r e s i ko
ditanggung
oleh seluruh
bangsa Indo­
nesia. Ketika
rupiah itu ter­
p u r u k a k i b at
permintaan do­
lar yang tinggi un­
tuk membayar utang,
maka akibatnya bukan
dikenakan kepada yang
memiliki hutang, tapi juga
seluruh bangsa Indonesia. Seperti
krisis 1998,” kata Ecky.
Ecky mengakui, saat ini jumlah
utang, terutama utang dari sektor
swasta yang tidak dijaminkan itu
sangat besar, dan itu sangat bere­
siko terhadap ketahanan sistem
keuangan Indonesia.
Dibanding krisis 1998, Ecky optimis
ada perbedaan dengan kondisi saat
ini. Dalam konteks fundamental
ekonomi, lebih baik saat ini. Pada
1997-1998, Ecky menilai tahun itu,
kondisi Indonesia sangat rapuh.
“Saat itu, booming pertumbuhan
sangat luar biasa. Tetapi juga mesti
yang diingat adalah krisis 1998 itu
adalah adanya transaksi dari para
gambler yang turut memperburuk
suasana keuangan dan perbankan
kita,” nilai Ecky.
Untuk itu, Eck y meng ingatkan
Pemerintah harus lebih waspada
terhadap transaksi derivatif. Tran­
saksi derivatif adalah transaksi
yang didasari oleh suatu kontak
atau perjanjian pembayaran yang
nilainya merupakan turunan dari
nilai instrumen yang mendasari,
seperti suku bunga, nilai tukar,
komoditas, ekuiti dan indeks, baik
yang diikuti dengan pergerakan
atau tanpa pergerakan
dana atau instrument.
“Ja nga n sa m­
pai perbankan
d a n i n st it u si
keuang­a n tu­
rut bermain di
valut a a­s ing,
yang bisa
menjat u h k a n
nilai tukar mata
uang rupiah,” tu­
kas Ecky.
Ecky menambahkan, pi­
haknya sangat concer n
terhadap utang luar nege­
ri. Walaupun tidak ada mekanisme
pembahasan utang bersama DPR
dalam Undang-undang, namun
Eck y memint a DPR dilibatk an
dalam pembahasan utang.
“Ini kaitannya dengan APBN, yang
didalamnya terdapat besaran de­
fisit. Ketika ada penambahan besar­
an utang tersebut, harus melaku­
kan pembicaraan dan mendapatkan
persetujuan dari DPR. Karena utang
itu akan dibayar bukan oleh Peme­
rintah Indonesia sekarang, tapi oleh
masyarakat Indonesia pada masa
mendatang,” tutup Ecky menutup
perbincangan. (sf ) Foto: Naefuroji/
Parle/OD
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
39
LEGISLASI
RUU Penjaminan Perkuat
Usaha Kecil dan Menengah
RUU Penjaminan merupakan RUU usul inisiatif DPR RI dan masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun
2015. Sebagaimana diketahui, pengajuan RUU ini masuk dalam Prolegnas bukan hanya terjadi pada
tahun ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2006 pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM serta
Kementerian Keuangan telah mengajukan naskah akademis dan draft RUU terkait Penjaminan.
N
amun, RUU tersebut gagal
masuk Prolegnas di DPR.
Kemudian pada tahun 2011,
Kementerian Keuangan dengan
melibatkan Kementerian Koordina­
tor Bidang Perekonomian, Kemen­
terian Dalam Negeri, Kementerian
Koperasi dan UKM serta Bank Indo­
nesia kembali mengajukan naskah
akademis dan draft RUU tentang
Usaha Penjaminan. Lagi-lagi, RUU
tersebut belum bisa masuk Proleg­
nas di DPR. Kali ini, RUU Penjami­
nan telah masuk ke Prolegnas di
DPR, bahkan prioritas tahun 2015.
Kehadiran RUU Penjaminan yang
diusulkan Fraksi Partai Golkar DPR
RI ini dimaksudkan untuk mem­
perkuat usaha mikro kecil dan
menegah koperasi (UMKMK) yang
selama ini kurang mendapat per­
40
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
hatian pemerintah. Padahal, salah
satu usaha kecil menengah yang
terbukti bertahan di saat negara
mengalami krisis ekonomi tahun
1998 silam adalah UMKM. Karena
itu, kelangsungan UMKM harus di­
perkuat melalui UU Penjaminan ini.
“Kita selama ini melihat ada ke­
pentingan besar dalam sistem per­
ekonomian bangsa ini dan itu ada di
UMKM sebagai tulang-punggung
perekonomian nasional dan terbuk­
ti bertahan sejak krisis 1998. Kare­
na itu, nantinya pemberi kredit,
yaitu perbankan bisa memberikan
penjaminan itu melalui RUU Pen­
jaminan ini,” kata Anggota Komisi
XI Misbakhun yang juga pengusul
RUU Penjaminan pada acara disku­
si forum legislasi “RUU Penjaminan”
bersama pakar ekonomi politik Ich­
sanuddin Noorsy di Gedung DPR RI
Jakarta belum lama ini.
Menur ut Misba k hun sebanya k
58 juta pemilik Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) menjadi tulangpunggung perekonomian nasional,
maka keberpihakan kepada rakyat
kecil tersebut diantaranya harus di­
dorong melalui RUU Penjaminan ini.
Sebab, dengan RUU Penjaminan ini
akan ada skema kelayakan, kurang
layak, dan tidak layak bisa diper­
timbangkan untuk mendapatkan
akses perbankan. “Saya berharap
sistem penjaminan Indonesia bisa
seperti Jepang dan Korea, yang ada
garansi dan garantor-nya,” ujarnya.
Kini Badan Legislasi DPR RI (Baleg)
sedang melakukan harmonisasi
RUU Penjaminan tersebut, selanjut­
nya akan dibawa ke paripurna DPR
RI dan kemudian diserahkan kepa­
da Presiden RI untuk mendapatkan
Amanat Presiden (Ampres) dan, lalu
paripurna DPR RI bisa mengesah­
kan menjadi UU. “Sebelum puasa
Ramadhan 1436 H yang akan jatuh
pada 18 Juni 2015 ini, DPR akan
mengirimkan kepada Presiden RI
untuk mendapatkan Ampres,” tam­
bahnya.
Melalui UU Penjaminan ini nan­
ti kata Misbakhun, keuangannya
akan dijalankan oleh PT. Jamkrida
yang ada di pemerintah provinsi,
kabupaten/kota di seluruh In­
donesia. Hal itu sekaligus untuk
memperkuat posisi UMKMK agar
permodalannya lebih terjamin, ter­
arah, dan tak ragu lagi agar resiko
perbankannya tak terlalu besar
dan lebih mudah mendapat kredit
dengan premi 1 -1,5 % tergantung
pada resiko yang diberikan kepada
UMKM itu sen­diri.
Mengenai sanksi kata Misbakhun,
hal itu menjadi kewenangan oto­
ritas jasa keuangan (OJK). “Soal
sanksi bagi berbagai pihak terkait
pengembangan UMKM ini menjadi
kewenangan OJK. Selain itu ada
pembatasan terhadap kepemilikan
usaha asing sampai 40%, dan de­
ngan RUU ini tidak menyerahkan
kepada mekanisme pasar. Sebab,
hukum pasar itu yang kuat akan
menggilas yang kecil,” pungkasnya.
Sementara menurut Ichsanuddin,
secara filosofis UU Penjaminan su­
dah tepat untuk melindungi rakyat
kecil dalam berusaha. Namun, bu­
kan terbatas pada pembiayaan un­
tuk UMKM, tapi seharusnya juga
untuk manajemen, pemasaran dan
inovasi. “Jadi, kalau hanya sebatas
pembiayaan maka hanya menyele­
saikan satu masalah, sehingga ke­
tika memasuki masyarakat ekonomi
ASEAN (MEA), UMKM hanya akan
menjadi korban,” tegasnya.
Melalui UU Penjaminan ini nanti kata
Misbakhun, keuangannya akan dilajalankan
oleh PT. Jamkrida yang ada di pemerintah
provinsi, kabupten/kota di seluruh Indonesia.
Hal itu sekaligus untuk memperkuat posisi
UMKMK agar permodalannya lebih terjamin,
terarah.
Dengan begitu kata Ichsanuddin,
maka rakyat kecil selama ini hanya
menjadi kaos kaki kekuasaan, dan
bukannya menjadi ruh dan jiwa
penguasa dalam menyelenggara­
kan kekuasaannya. Sedangkan se­
cara yuridis, RUU ini mengabaikan
UU BI, UU OJK, UU Perlindungan
Konsumen dan UU LPS (Lembaga
Penjaminan Simpanan). “Dan, se­
cara yuridis kejiwaan terdapat 107
juta jiwa yang terserap UMKM, se­
hingga UMKM mana yang benarbenar untuk usaha rak yat dan
UMKM mana yang menyerahkan
resiko kredit itu kepada lembaga
penjaminan?” tuturnya memper­
tanyakan.
Selain RUU ini bukan UU organik
karena tidak diperintahkan oleh
konstitusi, menur ut Ichsanud­
din, DPR juga salah dalam mem­
pelajari asas akuntabilitas, karena
setiap tindakan yang terpercaya
dan terukur itu harus bisa diper­
tanggungjawabkan. “Jadi, RUU ini
belum dalam kerangka ekonomi
secara menyeluruh, maka jangan
menjadikan UMKM sebagai korban.
Jadikanlah UMKM itu seperti di Je­
pang dan Korea, yang diperhitung­
kan dalam perekonomian negara,”
pungkasnya. (sc) Foto: Naefuroji, Jaka/
Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
41
FOTO BERITA
Putak
Ketua DPR RI Setya Novanto
menyaksikan proses pengolahan
putak (makanan sejenis sagu) di
NTT.
Foto: Denus
42
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
43
FOTO BERITA
Stempel Tiket
Ketua DPR RI Setya Novanto
memantau kesiapan KAI
jelang Lebaran di Stasiun
Senen, Jakarta.
Foto: Jaka Nugraha
Persiapan Mudik Laut
Tim Kunjungan Kerja
Komisi V DPR RI saat
meninjau Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang.
Foto: Naefuroji
44
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Itu Kentang Ini Daging
Tim Kunker Komisi IV dipimpin Edhy Prabowo
didampingi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
meninjau kesiapan BUMN PT Berdikari mendukung
operasi pasar daging dan memantau stabilitas harga
menjelang lebaran di Pasar Induk Cibitung, Jabar.
Foto: Ibnur Khalid
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
45
FOTO BERITA
Amati Data
Tim Kunjungan Kerja
Komisi III DPR RI melihat
data tahanan di Lapas
Klas I Palembang
Foto: Iwan Armanias
Jenguk Kajati
Tim Kunjungan Kerja
Komisi III DPR RI
menjenguk Kajati Prov.
Sumsel Suhaimi di RS
Siloam Palembang.
Foto: Iwan Armanias
46
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
KIAT SEHAT
kit kronis (menahun), seperti: kanker
(otak, kepala dan leher, kulit, payudara,
prostat, hati, kolorektal), penyakit per­
sarafan, kardiovaskuler, dsb.
S
etelah berlebaran, banyak orang
takut sakit. Sebagian berpantang
mengonsumsi menu tertentu.
Faktanya, boleh saja tetap mengonsumsi
makanan apapun, asalkan mengan­dung
gizi seimbang dan jangan berlebihan.
Mengonsumsi roti dan kudapan ringan
(snack) sebagai camilan boleh saja, asal­
kan tidak sering. Prinsipnya sederhana.
Hendaklah tidak makan sebelum lapar
dan berhenti makan sebelum kenyang.
Jangan lupa berolahraga secara rutinteratur. Misalnya: jogging, berlari-lari,
senam, bersepeda, dsb. Lakukan mini­
mal 30 menit, 2-3 kali seminggu.
Bagi penderita asam urat (gout) dan
kolesterol, maka perlu membatasi
diri bila mengonsumsi: daging (sapi,
rusa, kelinci, unggas, bebek), emping
(melinjo), nanas, jeroan (otak, hati, gin­
jal), tape, teh, minuman beralkohol, bir,
kangkung, santan, kacang-kacangan
(kacang kedelai, Brazil, hazelnut, ka­
cang tanah), ikan teri, sarden, tiram,
kerang, udang, cumi-cumi, kepiting,
dan sea food lainnya.
Adapun sajian sehat bagi penderita
asam urat: sayuran (bayam, tauge,
jamur, asparagus, kembang kol, kubis,
ceri, buncis, selada, lobak, jagung, ken­
tang, dan wortel), buah-buahan (apel,
anggur, pisang, nangka, jeruk, melon),
keju, dan pasta yang dibuat dengan
telur, nasi, susu, kopi, coklat. Perbanyak
minum air putih.
Ber ikut ini dikemukakan
beragam sajian nikmat
namun sehat setelah
berlebaran. Selamat
menikmati.
1. Opor Ayam
Opor ayam adalah makanan tradisional
khas Jawa Tengah dan Jawa Timur. Opor
ayam lezat disantap bersama ketupat
atau lontong.
Dalam pengolahannya, opor ayam
menggunakan kemiri (Aleurites moluccana). Menurut Pedrosa RC, dkk (2002),
kadar serum lipid (total kolesterol,
kolesterol LDL dan HDL, trigliserid)
dan berat badan dapat diturunkan oleh
kemiri. Riset yang dilakukan Locher CP,
dkk (1995) berhasil membuktikan bahwa
ekstrak kemiri memiliki aktivitas anti­
bakteri, yaitu efektif membasmi bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
Opor ayam lebih sehat bila mengguna­
kan santan encer atau susu kedelai. Le­
bih baik lagi satu jam setelah menikmati
opor ayam, langsung minum jus buah
segar (tanpa gula) atau jeruk hangat.
2. Ketupat Sayur
Ketupat sayur yang terkenal dan ba­
nyak disukai adalah yang berasal dari
Betawi dan Padang. Bedanya, ketupat
sayur Betawi berkuah santan encer, se­
dangkan ketupat sayur Padang santan­
nya kental.
Ketupat (katupe) sayur Padang berkuah
kuning karena menggunakan kunyit.
Kunyit (turmeric) mengandung bera­
gam fitokimiawi, salah satunya curcumin. Curcumin terbukti mampu
menekan munculnya tumor. Curcumin
juga mampu mengatasi beragam penya­
3. Gulai
Gulai dikenal sebagai kari khas Indone­
sia. Makanan tradisional khas nu­santara
ini memakai kayu manis se­bagai salah
satu bumbu pembuatan gulai. Menurut
Ranasinghe P, dkk (2013), kayu manis
(Cinnamomum verum, C. zeylanicum)
efektif sebagai antimikrobial (antibak­
teri, antivirus, antijamur), antiparasitik,
antioksidan, penurun gula darah, se­
rum kolesterol, dan tekanan darah.
Beberapa hal perlu diperhatikan saat
pengolahan gulai. Untuk menghindari
bau tajam, rebuslah daging kam­b ing
dengan daun jeruk purut dan laos.
Pakai­lah santan encer, agar gulai kam­
bing aman dikonsumsi. Setelah menik­
mati gulai, hendaklah langsung minum
air putih hangat. Kemudian satu jam
sesudahnya meminum jeruk hangat. Ini
untuk “melunturkan” lemak atau koles­
terol jahat.
4. Apel
Buah apel (Malus
pumila Mill) ter­
bukti efektif menu­
r u n k a n k ad a r L DL
(kolesterol jahat), meningkatkan kadar
HDL (kolesterol baik), menjaga kesehat­
an gigi, mencegah penyakit jantung dan
stroke, melindungi tubuh dari virus in­
fluenza, mencegah kanker usus, menye­
hatkan (saraf, paru-paru, jantung, otak,
mata), memperlambat pertumbuhan
sel-sel kanker hati pada manusia.
Untuk mengatasi asam urat, minum­
lah jus apel. Caranya: blender apel (150
gram), air matang (150 ml), dan es batu
(60 g) hingga lembut. Tuanglah dalam
gelas saji. Minum selagi dingin. Untuk
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
47
KIAT SEHAT
menjaga kesehatan, makanlah 1-2 buah
apel segar setiap harinya.
5. Anggur
Flavonoid pada anggur (Vitis vinifera)
berfungsi antioksidan ampuh yang
bekerja sebagai pencegah kanker, dapat
menghambat oksidasi LDL pada dinding
pembuluh koroner, memiliki efek anti­
mikroba, memperbaiki fungsi endotel,
menghambat aterosklerosis (timbunan
lemak di pembuluh darah).
Kandungan quercetin pada anggur, me­
miliki aktivitas antioksidan, berpotensi
mencegah kanker payudara, mencegah
keganasan kolorektal (usus besar dan
anus), dan berpotensi mengobati leu­
kemia.
6. Blewah
Blewah (Cucumis melo var. cantalupensis L.) berkhasiat pereda demam, pa­
nas dalam (akibat proses peradangan
atau infeksi sistemik), antihipertensi
alami, meningkatkan daya tahan tubuh,
memelihara kesehatan jantung, paruparu, pembuluh darah, meningkatkan
fungsi ginjal dan limpa, mengurangi
pembentukan plak di pembuluh darah
arteri, mengendalikan hiperkoleste­
rolemia (peningkatan kadar kolesterol
di dalam darah) dan diabetes melitus,
obesitas, juga dapat “mengusir” asam
urat.
Kandungan airnya bermanfaat sebagai
pengganti cairan tubuh sekaligus iso­
tonik alami. Kandungan vitamin C ble­
wah setara dengan 60 mg pada suple­
men vitamin C.
7. Jeruk
Jeruk sangat baik sebagai pelengkap
terapi kanker prostat, berbagai pro­blem
wanita atau seputar kecantikan, se­
perti: jerawat, haid tidak teratur, kepu­
tihan, nyeri haid, mencegah keriput.
Selain itu, juga baik sebagai penurun
tekanan darah dan kolesterol, menga­
tasi bau badan, bau nafas, gangguan
berkemih (anyang-anyangen), berba­
gai jenis radang, seperti: radang pada
amandel, tenggorokan, paru-paru, sen­
48
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
di, lambung, dan usus. Juga membantu
terapi batu empedu, kencing manis,
berkurangnya selera makan, kelebihan
berat badan, bisul, sakit pinggang, pe­
gal linu, gatal-gatal, influenza, batuk
berdahak, batuk seratus hari, asma.
Daging buah jeruk keprok membantu
memulihkan tenaga dan membersihkan
dahak. Biji-bijinya mampu memulihkan
tenaga dan meredakan sakit.
8. Madu
Riset menunjukkan madu efektif mem­
percepat proses penyembuhan luka
kronis (menahun) dan antiradang. Efek
madu pada penyembuhan luka terkait
dengan stimulasi sitokin peradangan
dari sel-sel monositik. Beberapa tipe
sel tersebut diketahui berperan dalam
penyembuhan dan perbaikan jaringan.
Madu juga sebagai penstimulasi per­
tumbuhan, karena adanya stimulasi
sintesis jaringan kolagen dan kompo­
nen jaringan konektif lainnya, serta
perbaikan kekuatan kolagen.
Untuk menjaga stamina tubuh, minum­
lah madu setiap hari, 2-3 sendok teh
(10-15 ml) dilarutkan dalam segelas air
hangat (250 cc atau 250 ml).
9. Pepaya
Buah pepaya
(Car ica papaya) mat a ng
berkhasiat
mengobati sak it
perut, kembung, perdarahan
wasir, luka di saluran kemih, penya­
kit kulit (kurap/kadas, psoriasis), diare
menahun, disentri, sedatif dan tonik,
mengurangi obesitas, peluruh dahak,
pelancar kencing, pereda nyeri perut.
Buah pepaya mentah berkhasiat un­
tuk mempermudah dan melancarkan
buang air besar, membantu berkemih,
buah ke­r ing mengurangi pembesaran
limpa dan hati, menghilangkan racun
akibat gigitan ular, dan antibakteri.
Kandu­ngan asam amino, phenylalanine,
tyrosine, dan glycine pada buah pepaya
yang mentah dilaporkan bermanfaat
mengobati penderita anemia sel sabit.
Bagi wanita hamil, berhati-hatilah,
sebab buah mentah bisa bersifat abortifacient (menggugurkan kandungan).
Sedangkan biji dan daging buah pepaya
sebagai penghambat per tumbuhan
berbagai bakteri.
10. Ramuan Alami
Untuk menurunkan kolesterol, per­
siapkanlah 25 gram (5 lembar) daun
salam dan 5 gram (1 jari) laos. Cucilah
semua bahan hingga bersih. Potong
kasar semua bahan. Rebuslah dengan 2
gelas air matang sampai tersisa 1 gelas.
Biarkan dingin lalu saring. Minumlah
2-3 kali sehari. Setelah seminggu, cek
kolesterol di laboratorium terdekat.
Ramuan ini sering digunakan Ibu Dr
(HC) Martha Tilaar.
Teh lemongrass, ramuan Ibu Dr (HC)
Martha Tilaar, berkhasiat meningkat­
kan stamina tubuh, menghilangkan
kelelahan, dan melancarkan sirkulasi
darah. Untuk membuatnya, persiapkan
setengah batang sereh, 1 sendok makan
gula merah, 1 ruas jari kayu manis, 2
gram (1 sendok makan) teh hitam, dan
garam seperlunya. Cara pembuatannya:
cucilah semua bahan hingga bersih.
Sereh dipotong kasar. Rebuslah sereh
dan kayu manis dengan 1 gelas air
sampai mendidih. Tambahkan teh,
gula merah, garam secukupnya, lalu
diaduk. Saringlah. Siap diminum. Bo­
leh ditambahkan jeruk nipis se­suai
selera.
Opor ayam, ketupat say ur, g u­
lai, apel, anggur, blewah, jeruk, madu,
pepaya, ramuan alami adalah bebe­
rapa contoh sajian nikmat namun sehat
setelah berlebaran. Nikmat itu ternyata
dapat menyehatkan. Sehat itu jelas nik­
mat. Mau, mencoba? (Diolah dari ber­
bagai referensi)
Dito Anurogo, dokter digital, konsultan
kesehatan di detik.com, pemerhati buah–
herbal berkhasiat obat, penulis 16 buku,
alumnus FK UNISSULA Semarang, ang­
gota IYHPS dan Masyarakat Linguistik
Indonesia, email: [email protected]
Yudi Widiana Adia
Penyuka
Off Road
dari Senayan
Kegiatan Anggota Dewan tak melulu berbau
politik. Bahkan, untuk mengekspresikan diri,
ada yang menggeluti olahraga yang terbilang
cukup ekstrem. Off road menjadi pilihan Yudi
Widiana Adia sebagai hobi di waktu senggang.
Dalam kesempatan kali ini, Parlementaria
berkesempatan untuk mengupas sekilas
kehidupan Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu.
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
49
K
ehidupan semasa kecil Yudi
layaknya anak-anak pada
umumnya. Lahir dan besar
di Kota Sukabumi, Yudi pun akrab
dengan beragam permainan seperti
bermain layang-layang, sepak bola
hingga kegiatan lain seperti men­
cari ikan di sungai. Yang berbeda
dari kebanyakan anak-anak lainnya
adalah orang tua Yudi lebih menga­
rahkan potensi dirinya untuk men­
jadi olahragawan, sehingga sejak
kecil ia sudah digembleng menjadi
seorang atlet tenis meja.
Arahan orang tua Yudi tidak sia-sia.
Beragam penghargaan pun kian di­
peroleh. Semasa ia masih duduk di
bangku Sekolah Dasar Pintu Kisi
II Sukabumi, Yudi sudah berhasil
menjadi Juara I pertandingan tenis
meja se-Kota Sukabumi. Memasuki
jenjang Sekolah Menengah Per­
tama di SMP Negeri 2 Sukabumi,
selain bidang olah raga, perhatian
Yudi mulai diarahkan pada prestasi
akademik. Memasuki masa Sekolah
Menengah Atas di SMA 1 Sukabu­
mi, Yudi mulai aktif dan terlibat di
organisasi-organisasi keagamaan
seperti Remaja Islam Masjid dan
aktifitas pembinaan.
Kegigihan Yudi di bidang akademik
terlihat dari peringkat 2 besar di ke­
las yang selalu ia raih mulai dari SD
hingga SMA. Yudi memiliki prinsip,
untuk mencapai prestasi akademik,
maka harus “jago” dalam mata pe­
lajaran Matematika, sehingga akan
berimbas baik kepada mata pelaja­
ran yang lain.
Yudi yang juga aktif pada kegiatan
ekstrakurikuler seper ti Palang
Merah Remaja (PMR) dan Pramuka
ini mulai meninggalkan kegiatankegiatan itu saat masuk bangku
kuliah. Fokus pengembangan diri ia
arahkan pada kegiatan keagamaan
berupa aktifitas di lingkungan mas­
jid yang saat itu mulai tumbuh. Ber­
sama dengan aktivis masjid lainnya,
mereka membuat yayasan untuk
50
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
aktifitas sosial di kampungnya.
Pria yang mudah tersenyum ini
mulai tertarik dengan bidang poli­
tik bersamaan dengan situasi krisis
finansial, krisis moneter dan ekono­
mi yang puncaknya saat penjatuhan
orde Soeharto di Indonesia yang
bersamaan juga dengan krisis dunia
saat terjadi perang di Afghanistan.
Ia aktif pada jaringan politik yang
dibangun melalui kegiatan sosial di
masjid, yang kemudian semua ter­
konsolidasi dengan bergabungnya
Yudi dengan Partai Keadilan Se­
jahtera (PKS). Ia sering mengikuti
kajian yang bernama SIDIK yang
digalang Abu Ridho, Mashadi, Sun­
mandjaya, Soeripto, dan Anis Matta.
Saat itu Yudi mulai belajar politik
praktis.
“Sejak SMA saya kagum pada sosok
Pak Muhammad Natsir dan selalu
berlangganan majalahnya ‘Suara
Masjid’,” kata lulusan Sarjana Insti­
tut Pertanian Bogor.
Yudi memulai karirnya dengan
menjadi dosen di Universitas Ibn
Khaldun, Kota Bogor, pada tahun
1995. Kemudian ia lanjutkan di
STIAMI, Jakarta, pada tahun 1997
dengan profesi yang sama.
Anggota Dewan Termuda
Besar dari keluarga yang tidak me­
rekomendasikannya untuk berkarir
di bidang politik, Yudi justru kian
tertantang. Tidak ada satupun sanak
keluarganya yang bergerak di bidang
politik. Ayahnya seorang Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang bersikap ne­
tral. Walaupun pada era Soeharto
ayahnya sempat bergabung dengan
kegiatan Partai Golongan Karya
(Golkar), namun sang ayah selalu
berpesan kepada Yudi untuk meng­
hindari dunia politik.
Teman-teman diskusi dan aktivis
masjid memberi pengaruh terbe­
sar dan dukungan penuh kepada
Menurut
pemahaman Yudi,
politik adalah
terus berbuat baik,
walaupun pada
kenyataannya
seseorang tidak cukup
dengan berbuat baik
tetapi harus dibarengi
dengan seni saat
berbuat baik.
Yudi untuk terjun ke dunia politik.
Menurut pemahaman Yudi, politik
adalah terus berbuat baik, walau­
pun pada kenyataannya seseorang
tidak cukup dengan berbuat baik
tetapi harus dibarengi dengan seni
saat berbuat baik. Karir politik Yudi
dimulai saat diamanahi untuk men­
jadi sekretaris PKS di wilayah Jawa
Barat pada 1999 hingga 2009.
Pemilu tahun 1999, mengantar­
kan Yudi terpilih sebagai Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
termuda se-Jawa Barat. Visi politik
Yudi saat menjadi anggota di DPRD
berupa penyadaran pada politik
umat.
nya itu menjadi obat lelahnya tat­
kala perjalanan menuju daerah itu
sangat sulit dijangkau. Tak jarang,
untuk menjangkau dapilnya, Yudi
harus berjibaku dengan kondisi in­
frastruktur yang kurang memadai.
Sesekali, terjadi hal-hal unik yang ia
temui dari masyarakat di dapilnya.
Kerap kali Yudi pulang dari dapil
dengan membawa hasil bumi. Buah
tangan berupa jagung, kelapa, atau­
pun hasil bumi lainnya itu diberikan
oleh masyarakat dapil sebagai ben­
tuk penghargaan atas kedatangan
Yudi ke daerah mereka.
“Saya beraktifitas politik dan bela­
jar dari banyak orang. Guru politik
saya adalah para senior di PKS,” ka­
tanya.
Terjun di dunia politik dan menjadi
anggota DPRD Jawa Barat kala itu
bukan berarti mulus tanpa rinta­
ngan. Banyak rintangan yang harus
Yudi harus dihadapi. Salah satunya
terkait dengan fasilitas untuk Ang­
gota DPRD yang dinilai Yudi ber­
lebihan. Tak sejalan dengan hati
nuraninya, ia pun membongkar
permasalahan dana perumahan
pensiun untuk Anggota DPRD kala
itu. Imbasnya, ia dikucilkan dari
sesama rekan Anggota DPRD.
Lima tahun dijalaninya sebagai
Anggota DPRD Jawa Barat hing­
ga tahun 2004. Yudi pun kembali
menjadi pengurus partai, sekaligus
kembali ke karirnya dulu. Ia pun
kembali mengajar di Universitas Is­
lam Negeri di Bandung pada tahun
2005. Masih pada tahun yang sama,
Yudi juga menjadi Penasehat di Ika­
tan Cendekiawan Muslim Indonesia
dan PW Muhammadiyah di Jawa
Barat.
Pemilu 2009, Yudi kembali perun­
tungannya di dunia politik. Berang­
kat dari Dapil Jawa Barat 4, meliputi
Kabupaten dan Kota Sukabumi,
kader PKS berbakat ini pun terpilih
menjadi Anggota DPR RI periode
2009-2014. Ia pun ditugaskan F-PKS
untuk ‘berkutat’ di Komisi V DPR RI.
Lima tahun dijalani lulusan Master
Universitas Padjajaran ini seba­
gai Anggota Komisi V DPR, hingga
akhir periode. Perjuangan Yudi
pun tak berhenti sampai di 2014. Ia
pun mencalonkan kembali menjadi
wakil rakyat kembali pada Pemilu
2014, dari Dapil yang sama. Walau­
pun masih ditugaskan di Komisi V
DPR RI, namun kini tugas yang di­
embannya cukup berbeda. Kini Yudi
harus menjabat sebagai Wakil Ketua
Komisi V DPR RI.
Amanah sebagai wakil rakyat, di­
jalani Yudi dengan baik. Untuk me­
nyerap aspirasi masyarakat dari
dapilnya, Yudi lebih memilih untuk
menyambangi masyarakat. Ia me­
nilai, aspirasi lebih mudah didapat­
kan jika tercipta interaksi dengan
masyarakat secara langsung. Ma­
sukan dari masyarakat di dapil­
Menjadi Anggota Dewan, bukan be­
rarti selalui menjalani aktifitas yang
menyenangkan. Banyak suka duka
dilalui Yudi. Dukanya, kerap kali ia
mendapat protes karena kondisi in­
frastruktur yang kurang memadai
di dapilnya. Padahal, Yudi bermitra
kerja dengan Kementerian Peker­
jaan Umum dan Kementerian Per­
hubungan, yang notabene meru­
pakan pembantu Presiden bidang
infrastruktur.
Keluarga Tak Protes
Kemandirian finansial sudah ia
buktikan pada orang tuanya se­
jak tingkat kedua bangku kuliah.
Ia bekerja menjadi pengajar di tiga
bimbingan belajar di kampusnya
yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat,
sembari kuliah. Berbekal prestasi
“Cum Laude” yang diperolehnya
saat tingkat satu ia mampu me­
ngajar dan mendapat penghasilan
sendiri. Dengan melepaskan diri
dari beban tanggungan orang tua,
ia merasa lebih bebas untuk me­
nentukan sikap yang paling penting
saat itu untuk mengerti dan mema­
hami dengan dunia politik sebagai
pembuktian tidak akan merusak
citra keluarga dan itu yang selalu
dijaga.
“Alhamdulillah saya bisa tunjukkan.
Kekhawatiran orang tua adalah su­
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
51
paya saya tidak terjebak pada lang­
kah yang melawan pemerintah dan
menjadi tahanan politik,” ujarnya.
Yang penting saling percaya dan
kualitas komunikasi, bukan kuanti­
tas,” imbuh Yudi.
Saat kuliah tingkat tiga di Institut
Pertanian Bogor, Yudi me­n gambil
keputusan besar dalam hidupnya
untuk menikahi Ummi Utami Dewi.
Ia yakin, de­n gan menikah ia akan
menemukan tantangan dan kede­
wasaan. Yudi merasa menikah
membuatnya banyak mendapatkan
pencerahan dalam hidup. Tak he­ran
saat ia selesai kuliah, Yudi sudah
memiliki 2 anak. Tantangan itu juga
yang membuat Yudi harus menjadi
lebih kreatif karena sudah memiliki
tanggung jawab.
Walaupun dirinya terjun di poli­
tik sudah cukup lama, namun Yudi
tak serta merta memaksakan anak
untuk terjun ke politik. Ia melihat,
anak dapat tumbuh dengan kesada­
ran dan kedewasaan sendiri tanpa
dipaksa-paksa. Ia yakin, walaupun
anak-anak tak mengikuti jejaknya di
bidang politik, ia yakin si anak dapat
menemukan jalan terbaiknya.
Memiliki kegiatan yang sibuk se­
bagai Anggota Dewan, tak membuat
Yudi lupa akan peran keluarga. Kesi­
Untuk menjaga keharmonisan ke­
luarga, sesekali di kala senggang
dan masa liburan sekolah, Yudi dan
keluarga pun menyempatkan untuk
liburan bersama. Bahkan, keluarga
wajib berkumpul setiap seminggu
sekali.
“Saya tertarik dengan motonya
‘tantangan bukan rintangan’. Jadi
rintangan yang berat harus kita
lalui saat kita mengendarai mobil
itu,” tukas Yudi.
Ia mengaku, saat mengendarai mo­
bil off road, menemukan sensasi dan
tantangan tersendiri. Walaupun
hobi ini tergolong kegiatan ekstrem,
namun keluarga juga mendukung.
Yang terpenting, unsur keamanan
dan kontrol dalam mengendalikan
mobil tetap dipegang Yudi dan tim.
Bahkan, off road bukan hanya men­
jadi hobi. Ia bersama timnya, mulai
mengikuti kejuaraan, dan sudah
beberapa kali mendapat kemena­
ngan. Kejuaraan setiap tiga bulan
sekali yang diikuti Yudi bersama
tim sekaligus menjadi ajang silatu­
rahmi di komunitas yang tersebar
di Lombok, Kalimantan, Jawa Timur
dan lain-lain. Tahun 2012, tim Yudi
menjadi Juara 1 event off road gelar­
an salah satu perusahaan ternama
nasional. Saat itu lokasi kejuaraan
tersebar di 6 titik di seluruh Indo­
nesia.
Diibaratkan ketika melaju melewati
rintangan ketika mengendarai mo­
bil off road. Yudi pun menemukan
berbagai tantangan di dunia politik.
Misi partai yang ingin membangun
masyarakat madani yang berkeadil­
an dan berkesejahteraan, sehingga
menghadirkan sistem politik nasio­
nal yang bertanggung jawab de­
ngan basis pengetahuan.
bukan Yudi pun tak mendapat pro­
tes dari istri dan kelima anaknya.
Bahkan, dukungan terus mengalir.
Ia tetap menjaga komunikasi de­
ngan keluarga, tatkala Yudi ber­
tugas di luar kota atau luar negeri.
Keha­diran smartphone pun diman­
faatkan Yudi dan keluarga agar le­
bih intens berkomunikasi.
“Anak anak pun sudah terbiasa.
52
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Walaupun hobi tenis meja sudah
berhenti, namun Yudi memiliki hobi
baru yang menurutnya lebih mema­
cu adrenalin. Tahun 2012, mulanya
ia hanya diajak untuk menonton off
road dan race adventure. Tak lama
kemudian, ia mulai menggeluti hobi
barunya ini. Bersama teman ko­
munitas, ia membangun mobil dan
mengendarainya di berbagai medan
off road.
Yudi berharap, negara harus mam­
pu dan menjawab permasalahan
rakyatnya, sehingga permasalahan
negara tidak semakin rumit. Ia ber­
harap, negara dapat semakin mem­
perhatikan kebutuhan rakyat dan
mencari solusi dari berbagai per­
masalahan, bukan hanya dengan
feeling tetapi dengan pengetahuan.
(sf) Foto: Naefuroji, Denus, Dok. pribadi/
Parle/HR
KUNJUNGAN KERJA
DPR PERTIMBANGKAN RS
PIRNGADI MENJADI RS TIPE A
K
omisi IX DPR akan segera
mempertimbangkan
permintaan dari jajaran
manajemen Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Pirngadi, un­
tuk meningkatkan menjadi RS Tipe
A, atau RS Pusat. Saat ini, RS yang
telah berdiri dari tahun 1928 ini ma­
sih berstatus RS Tipe B. Demikian
dikatakan Wakil Ketua Komisi IX
DPR Asman Abnur (F-PAN), seka­
ligus Ketua Tim Kunjungan Spesi­
fik Komisi IX DPR ke RS Pirngadi,
Me­d an, Provinsi Sumatera Utara,
Senin (15/06/15).
“Kita perlu pertimbangkan untuk
merubah RS Pirngadi menjadi RS
Pusat atau Tipe A. Supaya jadi be­
sar dan pelayanan kesehatan men­
jadi maksimal. Ini perlu dikaji be­
tul, untuk menjadikan RS Pirngadi
menjadi RS nasional. Tapi kalau ke­
inginan agar RS menjadi lebih besar,
tentu harus dibutuhkan dana dan
perhatian yang lebih besar lagi,”
kata Politisi asal Daerah Pemilihan
Kepulauan Riau ini.
D u k u nga n penu h juga d at a ng
dari Anggota Komisi IX DPR Irgan
Chairul Mahfiz (F-PPP). Apalagi,
RS ini setidaknya melayani lebih
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
53
KUNJUNGAN KERJA
dari 1.000 pasien rawat jalan setiap
harinya, sekaligus meningkatkan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk mendukung operasional RS
yang juga menjadi RS pendidikan
ini, ia meminta Pemerintah untuk
memberikan perhatian kepada sa­
rana prasarana terkait peralatan
medis yang dinilai belum lengkap
dan belum pernah diperbarui.
pelaksanaan di hilir pun pasti akan
mene­mui kendala. BPJS dan Kemen­
terian Kesehatan dianggap belum
dapat berkomunikasi dengan baik.
Apalagi, tambah tambah Politisi
F-PD ini, para dokter yang juga
mengajar sebagai dosen, harus se­
makin mengasah keilmuannya. Jan­
gan sampai pengajaran materi ke­
dokteran sama dari waktu ke waktu.
Jika sampai begitu, pendidik­an ke­
dokteran tidak akan berkembang.
“Kami sepakat, untuk mendukung
keinginan pihak RS agar ditingkat­
kan statusnya menjadi Tipe A, dan
menjadi rujukan nasional. DPR juga
punya komitmen untuk mendorong
agar alat-alat yang dibutuhkan RS
segera disiapkan. Mengingat juga
anggaran kesehatan untuk tahun
mendatang cukup signifikan. Ini
bukan hanya RS pendidikan, tapi
juga RS perjuangan,” kata Politisi
asal Dapil Banten ini.
Namun, hal berbeda disampaikan
Anggota Komisi IX DPR Okky Aso­
kawati. Ia menyatakan, permintaan
RS Pirngadi menjadi RS Tipe A perlu
dikaji secara mendalam. Perlu di­
lakukan baseline study mengenai
kondisi RS Pirngadi secara menye­
luruh.
“Untuk meningkatkan tipe RS itu
perlu ada baseline study, tidak bisa
secepat itu kita memutuskan. Me­
mang semangatnya adalah untuk
memberikan pelayanan yang le­
bih baik untuk masyarakat Sumut.
Tapi jangan sampai karena nafsu­
nya i­ngin meningkatkan pela­yanan
kese­h atan, kemudian Tipe RS di­
tingkatkan, tapi kompetensi dari
tenaga medisnya belum siap, dan
peralatan medis juga belum mema­
dai. Nanti malah menjadi bumerang
bagi Kementerian Kesehatan dan
RS sen­diri,” papar Okky.
Dalam kunjungan ini, Politisi F-PPP
juga menyoroti implementasi pro­
gram Badan Penyelenggara Jamin­
an Sosial. Ia menilai, permasalah­
an dimulai dari hulu, sehingga
54
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
peran bagi perkembangan kesehat­
an di daerahnya. Harus dipikirkan,
bagaimana untuk meningkatkan
taraf kesehatan masyarakat ini.
Kalau tenaga medisnya tidak di­
berikan peningkatan pendidikan
tambahan, misalnya dalam kurun
waktu 10 tahun, ilmu sudah sangat
berbeda sekali perkembangannya,”
kata Zulfikar.
“Jangan sampai kemampuan dok­
ter yang ditelurkan dari pendidikan
kedokteran akan seperti itu-itu saja
dari setiap universitas. Makanya
saya pesankan kepada jajaran Pem­
da Sumut, supaya anggaran pen­
didikan kesehatan itu harus dise­
diakan. Pemda harus turun tangan,”
saran Politisi asal Dapil Jambi ini.
“Kemenkes sebagai regulatornya
atau pembuat regulasi, sementara
BPJS sebagai operatornya. Sayang­
nya, antara regulator dan operator
ini tidak mempunyai komunikasi
yang bagus. Tidak inline,” tegas
Politisi asal Dapil DKI Jakarta ini.
Permasalahan lain yang menjadi
temuan Tim Kunspek yaitu pe­
ningkatan kompetensi dokter atau
tenaga medis. Mengingat, perkem­
bangan ilmu kedokteran yang juga
mengalami perkembangan. Se­
hingga, diharapkan baik dokter
maupun calon dokter memperbarui
keilmuannya dari waktu ke waktu.
Anggota Komisi IX DPR Zulfikar
Achmad menegaskan, Pemerin­
tah Daerah memiliki peran pen­
ting dalam peningkatan pendidikan
para tenaga medis.
Sebelumnya, salah seorang dokter
senior di RS Pirngadi, Dr. Rosyid
mengatakan, Pemerintah belum
memperhatikan masalah pening­
katan kompetensi dokter ini. Bah­
kan, jika dokter ingin menempuh
pendidikan baru melalui seminar,
misalnya, harus merogoh kantong
sendiri. Sehingga dirasa semakin
memberatkan profesi dokter.
Kunspek Komisi IX DPR ke Su­
mut ini juga diikuti diantaranya
oleh Anggota Komisi IX DPR Ribka
Tjip­t aning, Daniel Lumban To­
bing, Sarmuji, Khaidir, Putih Sari,
Robert Rouw, Siti Mufattahah, dan
Handayani. Kemudian ikut serta
Nihayatul Wafiroh, Siti Masripah,
Hang Ali Saputra Syah Pahan, Mu­
hammad Iqbal, Ansory Siregar, dan
Amelia Anggraini. (sf) Foto: Sofyan/
Parle/HR
“Pemerintah daerah sangat ber­
KUNKER KOMISI VI KE JATIM DAN LAMPUNG
TAK SEMANIS GULA
DAN SEASIN GARAM
B
adan usa ha milik negara
( BU M N ) y a n g men gelol a
produksi gula dan garam jadi
sorotan Komisi VI DPR RI sepan­
jang kunjungan kerja (kunker) kali
ini. Nasib BUMN gula dan garam
tak seasli rasanya yang alami, ma­
nis dan asin.
Jawa Timur (Jatim) dan Lampung
menyambut kehadiran dua delegasi
Komisi VI DPR secara terpisah pada
pertengahan Juni lalu. Parlemen­
taria ikut serta dalam dua rombo­
ngan tersebut. Cerita di balik pe­
ngelolaan gula dan garam nasional
terutama di Jatim dan Lampung tak
kunjung menggembirakan. Laporan
keuangannya tak memperlihatkan
tren positif.
Cerita Gula
Cerita merugi terus menjadi ca­
ta­t ­a n negatif BUMN. Di Jatim ada
PT. Rajawali I dan PT. Rajawali II
plus PT. PG Candi Baru yang meru­
pakan anak perusahaan PT RNI.
Ketiganya memproduksi tebu dan
gula nasional. Kinerja ketiganya
tak menggembirakan. Tidak saja
laporan keuangannya yang terus
merugi, tapi lahan produksi tebu­
nya juga dari tahun ke tahun terus
menyusut.
Secara keseluruhan lahan milik PT.
RNI yang mengelola industri gula
tinggal menyisakan 57.228 ha pada
2014 dari 60.042 ha pada 2013. PT.
Rajawali I, misalnya, dari lahan
29.108 ha yang dimilikinya, hanya
memproduksi gula hingga 204.370
ton pada 2014. PT. Rajawali II dari
luas lahan 23.223 ha, memproduk­
si 83.054 ton gula. Sedangkan PT.
PG Candi Baru dari lahan 4.897 ha
cuma menghasilkan produksi gula
31.287 ton.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri
Gunawan yang memimpin delegasi
kunker ke Jatim mengatakan, meli­
hat kinerja yang buruk dari BUMN
gula, perlu dibangun sinergitas
yang bagus antara BUMN di sektor
gula dengan perusahaan gula swas­
ta. Komisi VI justru mengapresiasi
kinerja perusahaan gula swasta
PT. Kebon Agung di Malang, Jatim.
Dengan modal Rp500 miliar, berha­
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
55
KUNJUNGAN KERJA
kan. Bahkan, ironisnya Lampung
masih mengimpor gula mentah
(raw sugar). Padahal. Lampung
sil meraup laba sekitar Rp100 miliar
per tahun.
Walau tak mendapat bantuan modal
dari pemerintah, PT. Kebon Agung
berhasil mengelola perusahaan­
nya secara mandiri. Di saat peru­
sahaan-perusahaan plat merah
mendapat dana suntikan PMN, PT.
Kebon Agung terus menunjukkan
profesionalismenya dalam me­
ngelola perusahaan. Setiap rupiah
yang dikeluarkan harus menghasil­
kan rupiah pula dalam jumlah yang
berlipat ganda.
“Kami berharap BUMN ini dapat
menghasilkan gula untuk kebu­
tuhan rumah tangga. Pabrik gula
yang dikelola BUMN sebetulnya
bisa memenuhi semua ini,” ungkap
Heri. PT. RNI sendiri hingga 2014
mengalami kerugian Rp301,7 miliar.
Salah satu pemicu kerugian RNI
adalah anomali cuaca yang menu­
runkan produktivitas tebu sebagai
bahan baku gula. Pada tahun ini PT.
RNI mendapat PMN Rp3,1 triliun.
Tambahan modal itu harus me­
maniskan cerita gula di Tanah Air.
Setali tiga uang dengan industri
gula di Lampung. Ada PT. Perke­
bunan Nasional (PTPN) VII yang
mengelola industri gula di sana.
Dengan lahan seluas 113 ribu ha,
kinerjanya juga tidak membahagia­
56
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
adalah penghasil gula
terbesar di Suma­
tera dan kedua di
tingkat nasional
setelah Jatim.
Hingga semes­
ter I/2014 saja
Lampung telah
mengimpor
19,1% dari total
non migas.
Wakil Ketua Komi­
si VI Dodi Reza Alex
Noer­din yang memimpin
delegasi ke L a mpung,
mempertanyakan kondisi
ini. Dengan pabrik dan lahan milik
sendiri, PTPN VII belum bisa mem­
bantu memenuhi kebutuhan gula
nasional. “Gula merupakan komo­
ditas penting, sehingga kenaikan
harga eceran di tingkat konsumen
dapat memicu kenaikan inflasi dan
memunculkan kerisauan industri
gula lokal sebagai akibat banjir gula
rafinasi,” ungkap politisi Partai Gol­
kar tersebut.
Komisi VI mengapresiasi kebijakan
Pemprov Lampung yang menerbit­
kan Pergub No.59 tentang Pengen­
dalian Produk Impor. Langkah ini
untuk mengendalikan impor komo­
ditas strategis termasuk gula. Per­
gub tersebut tentu akan melindungi
petani tebu dan memberi kesempa­
tan pe­t ani untuk mengembangkan
produksinya.
Seperti diketahui, April hing­
ga Oktober merupakan masa
panen raya tebu. Saat penen
hendaknya tidak ada im­
por. Kalau pun ingin impor
wa k t unya pada ren­t ang
Desember hingga April. Itu
pun harus terkendali, tidak
boleh lebih dari 800 ribu ton.
Persoalan gula ini tidak lepas
dari ketersediaan lahan tebu yang
terbatas. Sebetulnya, ada amanat
UU No.39/2014 tentang Perkebu­
nan yang me­ngatur bahwa
industr i g ula har us
memiliki lahan tebu
sendiri.
Komisi
VI
s e n d i­r i s e j a­
lan dengan
paradigma
U U t er sebut .
Persoalan­
nya, saat ini su­
lit mendapatkan
tambahan lahan un­
tuk perkebunan tebu.
Untuk mendapatkan la­
han di atas 10 ribu ha su­
dah sulit. Untuk itu, perlu
dibangun kemitraan de­n gan ma­
syarakat dan petani tebu setempat.
“Harus ada kemitraan antara pemi­
lik pabrik gula yang tidak memiliki
lahan cukup dengan petani tebu
dan masyarakat untuk mening­
katkan produksi gula nasional,”
kata Dwie Aroem Hadiatie Anggota
Komisi VI DPR.
Aroem menekankan, amanat UU
harus ditegakkan dengan konsisten.
Pemerintah dan DPR, memang,
harus menjalankan UU tersebut
sekaligus mengawasinya. Seperti
diketahui, Jatim dan Lampung me­
nyumbang produksi gula nasional
sebesar 72 persen. Bila tidak di­
tingkatkan kapasitas produksinya,
kapan cita-cita swasembada gula
tercapai. Saat ini kondisinya masih
jauh panggang dari api.
Cerita Garam
Industri garam nasio­n al juga tak
kalah menyedihkan. Di Sampang,
Madura, Jatim, berdiri PT. Garam,
BUMN yang memproduksi garam
nasional. Perusahaan ini sebetulnya
sangat prospek­t if. Hanya
saja kinerja keuangan­
nya masih menun­
jukkan grafik
mer ug i. Un­
tuk memper­
baiki kiner ja
produksi dan
keuangan, PT.
Garam beren­
c a n a mem­
bangun pabrik
ba r u d i S a m­
pang untuk me­
nambah kapasitas
produksi.
Slamet Junaidi Anggota
Komisi VI DPR asal Madura
mengatakan, banyak masalah kru­
sial yang perlu segera dibenahi oleh
PT. Garam untuk mengoptimal­
kan produksinya. Mesin produksi,
misalnya, banyak yang sudah tak
layak pakai. PT. Garam butuh ak­
ses teknologi mesin produksi yang
lebih memadai.
“Yang paling utama, perlu diba­ngun
pabrik baru di sini. Dan untuk me­
majukan perusahaan ini tergantung
visi misi dirutnya yang baru. Bila
mereka tak berinisiatif memba­ngun
perusahaan ini dengan baik, sela­
manya akan seperti ini,” katanya
usai mengikuti pertemuan dengan
Dirut PT. Garam di Sampang.
PT. Garam sendiri mendapat sunti­
kan PMN sebesar Rp300 miliar. Ju­
naidi berharap, de­ngan dana PMN
tersebut PT. Garam bisa menjadi
produsen garam nasional yang di­
andalkan. Selan itu untuk menam­
bah produksi, PT. Garam perlu
menyerap lebih banyak
produksi garam
yang dikelola ma­
syarakat setem­
pat. “Mari kita
b e r s i­n e r g i .
K it a bang un
yang baik PT.
Garam ini
supaya men­
jadi perusa­
h a a n ga r a m
nasional yang
b e s a r,” i mbu h
politisi Partai Nas­
dem ini.
itu, mestinya Indonesia memiliki
kedaulatan garam.
Anggota Komisi VI lainnya Nasim
K han menyat akan, se­b agai
nega­
ra mar itim dan
memiliki garis pan­
tai yang panjang,
I n d o n e s i a s a­
ngat mungk in
mew ujudkan
kedaulatan
garam un­
t u k kebut u­
han industr i
dan konsumsi.
Kini, tinggal ak­
ses teknologi dan
lahan yang menjadi
kebutuhan mende­
sak untuk meningkatkan
kapasitas produksi garam
nasional. Ia menyerukan
ada pencanangan kedaulatan garam
di Tanah Air.
Memang ironis, Indone­
sia yang memiliki pantai
terluas sekaligus negara bahari,
tak mampu memproduksi garam
untuk kebutuhan di dalam negeri­
nya sen­diri. Indonesia kerap masih
mengimpor garam dari Australia.
Dengan kondisi geografis seperti
“Kita ingin ada kedaulatan garam
di Indonesia, karena garam sangat
dibutuhkan masyarakat. Maka kita
menyetujui PMN untuk PT. Garam.
Ke depan kita akan kontrol supaya
produksi garam bisa maksimal dan
tidak impor terus,” kata politisi PKB
itu. Setidaknya ada tiga problem
yang harus segera dibenahi PT. Ga­
ram. Pertama, soal lahan yang ma­
sih kurang. Kedua, sistem marketing
yang harus optimal. Dan ketiga, kon­
trol ke internal PT. Garam sendiri.
Memang ironis, Indonesia
yang memiliki pantai terluas
sekaligus negara bahari,
tak mampu memproduksi
garam untuk kebutuhan
di dalam negerinya sen­
diri. Indonesia kerap masih
mengimpor garam dari Aus­
tralia.
Ditambahkan Nasim, kontrol pro­
duk juga perlu dilakukan agar
kualitas garam semakin mening­
kat. Dengan begitu, kita bisa ekspor
garam dengan kualitas terbaik.
Dibutuhkan pemberdayaan semua
lini untuk pembenahan PT. Garam.
“Kita sangat kaya. Kapasitas juga
cukup. Hanya kualitas yang perlu
dimaksimalkan. Di era Pak Usman
Perdana Kusuma (Dirut PT. Ga­
ram yang baru), kita harapkan bisa
maksimal.” (mh) Foto: Husen, Mastur
Prantono/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
57
KUNJUNGAN KERJA
SOSIALISI BISA BERBUAH REVISI
N
ada bicaranya mengge­
bu , su a r a ny a s e d i k it
meninggi ketika bicara
pentingnya memberikan
bantuan hukum kepada masyara­
kat. Ia juga memberikan catatan
tajam setelah mendengar masukan
dari sejumlah pembicara betapa
panjangnya proses pencairan ang­
garan dari negara untuk pengacara
yang memberikan bantuan hukum
gratis bagi masyarakat miskin. “Ke­
napa harus dipersulit, saya agak
miris mendengar masukan betapa
panjang prosesnya sehingga ang­
garan sebesar Rp2 - 5 juta bisa di­
cairkan. Sebagai mantan anggota
Komisi VIII saya juga merasa betapa
akan sulitnya wanita dan anak-anak
yang tersangkut kasus hukum tapi
miskin mendapat bantuan hukum,”
kata anggota Badan Legislasi (Baleg)
DPR RI Endang Srikarti Handayani
saat bicara dalam Sosialisasi UU
no.16/2011 tentang Bantuan Hukum
di Kantor Gubernur Provinsi Jateng,
Semarang beberapa waktu lalu.
58
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spe­
sifik Baleg DPR, Firman Subagyo
menjelaskan kunjungan kali ini
merupakan amanat UU MD3 yang
menekankan perlunya DPR meman­
tau dan meninjau produk legislasi
yang telah disahkan dalam rapat
paripurna. Itulah sebabnya dilaku­
kan kunjungan kerja ke Provinsi
Jawa Tengah berbicara dengan se­
jumlah pihak terkait diantaranya
pejabat pemprov, Kakanwil Hukum
dan HAM, Lembaga Bantuan Hu­
kum (LBH) dan akademisi dari per­
guruan tinggi. “Program peman­
tauan sekaligus sosialisasi bukan
hanya untuk UU belum kita sahkan
tetapi juga UU yang sudah kita sah­
kan. Kami menghargai masukan
yang telah disampaikan, kita akan
bicarakan dalam rapat Baleg apa­
kah dengan sejumlah input yang
kita terima muaranya adalah revisi
UU,” kata Firman yang juga Wakil
Ketua Baleg ini.
Ia berharap pada kesempatan so­
sialisasi selanjutnya Baleg dapat
menggandeng pihak perguruan
tinggi terutama LBH kampus untuk
melakukan sosialisasi. Baginya peli­
batan para cendikiawan yang bera­
da di universitas sangat diperlukan
dalam menuntaskan sebuah produk
legislasi. Wakil rakyat dari daerah
pemilihan Jateng III ini juga meng­
garisbawahi salah satu UU yang saat
ini perlu sosialisasi intens adalah
UU Desa. Ia berharap pihak pergu­
ruan tinggi dapat mendukung upaya
ini agar kehadiran produk legislasi
itu jangan sampai menjadi bume­
rang, bukan menyejahterakan tetapi
menjerat aparat desa de­ngan kasus
korupsi. “Jangan sampai muaranya
nanti Menkumham minta anggaran
tambahan ke DPR untuk pemba­
ngunan penjara baru untuk mena­
han kepala desa atau aparat desa lain
yang terjerat korupsi,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut se­
jumlah masukan berhasil dihimpun
diantaranya dari Arifin akademisi
Universitas Islam Negeri Walisongo,
Semarang. Menurutnya UU Bankum
belum memberikan ruang kepada
mahasiswa dan dosen fakultas hu­
kum berpraktek litigasi, memberi­
kan bantuan hukum cuma-cuma
kepada masyarakat di pengadilan
karena terkendala belum punya
surat izin beracara. Sementara itu
Sugiharto dari Asosiasi Advokat In­
donesia menyebut kriteria miskin
yang mendapat bantuan hukum
cuma-cuma dari negara, perlu di­
pertegas. Tidak jarang pihak yang
mengaku miskin dan minta ban­
tuan hukum gratis ternyata dalam
peninjauan lapangan memiliki harta
yang seharusnya tidak dimiliki war­
ga masuk kategori miskin. Ia juga
berharap honor yang disediakan
negara bagi pengacara yang mem­
berikan bantuan hukum cuma-cu­
ma agar diberikan pada awal proses
perkara. “Honor dari negara sebaik­
nya dibayarkan di depan karena
ini untuk biaya operasional, kalau
setelah kasus selesai tidak ada arti­
nya,” kata dia.
Gerindra ini mengaku sangat pa­
ham bagaimana suasana persida­
ngan. Keinginan perguruan tinggi
terutama mahasiswa dan dosen
dari fakultas hukum untuk terlibat
memberikan bantuan hukum sesuai
UU no.16/2011 menurutnya patut
dihargai. Agenda pertemuan kali
ini terselenggara dalam kunjungan
kerja Baleg menyosialisasikan UU
Bantuan Hukum (Bankum). Semen­
tara itu anggota Baleg dari FPDIP
Dwi Ria Latifa menambahkan UU
Advokat juga tegas mengatur pe­
ngacara yang dapat terlibat lang­
menurutnya juga dalam kerangka
pengawasan, apakah sejumlah ke­
bijakan yang ditetapkan di lapa­ngan
sudah sesuai dengan UU. Ia juga
menyoroti keluhan sejumlah Lem­
baga Bantuan Hukum yang baru
menerima honor dari negara dalam
kegiatan bantuan hukum cuma-cu­
ma bagi warga miskin, setelah ka­
sus memiliki kekuatan hukum tetap
(inkracht). “Kalau memperhatikan
UU pasal 18 dan PP pasal 22 seha­
rusnya honor bisa diberikan pada
setiap tingkatan peradilan,” tekan­
nya.
sung di persidangan harus sudah
memiliki SK Advokat. “Saya rasa
pihak universitas pasti punya ke­
mampuan untuk memberi bantuan
hukum, tetapi kita tidak bisa me­
nabrak UU Advokat. Alangkah lebih
baik dibuat sistem alumni universi­
tas yang sudah menjadi penga­cara
aktif ditarik kembali, dibuat pro­
gram bagus jadi mahasiswa ter­
masuk dosen bisa terlibat bersama
mereka,” saran dia.
Sebelumnya, Sahlan akademisi
dari Fakultas Hukum Universitas
Neger i Semarang memper t an­
yakan kebijakan hakim yang selalu
mena­n yakan kartu izin beracara
pada saat sidang. Menurutnya ini
menghalangi kesempatan bagi ma­
hasiswa dan dosen memberikan
bantuan hukum terutama kepada
warga miskin. “Peradilan adalah
laboratorium bagi kami yang ada
di kampus, seharusnya mahasiswa
dan dosen bisa diperhatikan, toh
kasus ini bukan komersial tetapi
cuma-cuma,” tutur dia. (iky) Foto: Ib-
Animo Kampus Dukung UU Ban­
kum
Ketua Badan Legislasi - Baleg DPR
RI Sarehwiyono menyampaikan
apresiasi kepada kalangan kampus
yang ingin terlibat langsung dalam
memberikan bantuan hukum ke­
pada masyarakat miskin yang ter­
sangkut kasus hukum. Ia berharap
kendala yang dihadapi saat ini ti­
dak mengurangi semangat untuk
mewujudkan keadilan bagi semua.
“Saya sangat mengapresiasi, hanya
para hakim saat ini terikat pada
Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) no.4/2009 yang menekan­
kan siapapun yang memberikan
pendampingan akan ditanya apakah
sudah mempunyai surat izin ber­
acara,” ujar dia.
Sebagai mantan Kepala Pengadil­
an Tinggi, politisi Fraksi Partai
Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto
menyambut baik masukan yang
disampaikan sejumlah pihak dalam
pertemuan tersebut. Disamping
melakukan sosialisasi, kegiatan ini
nur Khalid/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
59
KUNJUNGAN KERJA
PERTUMBUHAN EKONOMI
JATENG POSITIF
Di
tengah lesunya per­
ekonomian Indonesia
pada k uar t a l I t a­
hun 2015 yang ha­nya
mencapai 4.7 per­sen, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah diprediksi
akan tumbuh 5.5 persen bahkan
dapat mencapai lebih dari 5.5 per­
sen. Oleh karena itu, Komisi XI DPR
meminta Pemerintah Daerah Jateng
menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi tersebut. Selain itu, di­
minta untuk meningkatkan peran
dan fungsi Tim Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
guna menjaga inf lasi di Provinsi
tersebut.
XI DPR John E. Rizal mengharap­
kan Tim Pemantauan dan Pengen­
dalian Inflasi Daerah (TPID) dapat
berperan aktif dan turun ke lapa­
ngan untuk mengerem laju inflasi
di provinsi itu.
dibentuk di daerah tugasnya ha­
nya hanya mencari informasi saja
mengenai kondisi inf lasi dilapa­
ngan. “Jadi kita meminta TPID agar
diberikan kekuatan dapat mengin­
tervensi pasar,” jelasnya.
“Kita sadari inflasi erat kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi. se­
mentara dalam mengkondisikan in­
flasi terkesan bolanya ada di BI de­
ngan segala keterbatasan. kita tahu
inflasi dipengaruhi dengan banyak
bahan pokok, karena itu TPID harus
berperan dalam melakukan inter­
vensi pasar,” jelasnya saat Kunker
ke Semarang, baru-baru ini.
Selain itu, lanjut John, kunjungan
kerja spesifik ke Jateng ini juga
i­ngin mendengarkan paparan dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) se­
jauhmana bisa mendorong pereko­
nomian di Indonesia.
Ketua Tim Kunker Spesifik Komisi
Saat ini, menurutnya, TPID yang
60
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
“Kita ingin melihat target produknya
seperti apa, Komisi XI DPR prin­
sipnya mendukung peran OJK dan
tidak ingin masyarakat sulit meng­
akses jasa keuangan dengan risiko
terukur. karena kondisi liberal akan
terbuka lebar sekali ada ratusan
ribu agent tumbuh yang berfungsi
sebagai bank dan terpisah tidak
termasuk di dalam badan keuangan
nantinya,” paparnya.
Dia mengharapkan, semua dapat
memaparkan kondisi pertumbuhan
ekonomi, agar data dan informasi
dapat dibawa didalam rapat komi­
si untuk memutuskan mengenai
asumsi makro di rapat kerja komisi
nantinya, jadi semua dapat lebih
komprehensif dan lebih realistis,”
jelasnya.
Hal senada disampaikan Anggota
Komisi XI DPR Hendrawan Supra­
tikno dari Fraksi PDI Perjuangan,
dirinya mengapresiasi positif per­
tumbuhan kinerja ekonomi di Jawa
Tengah. Pasalnya, Perekonomian
Jawa Tengah diperkirakan akan
tumbuh meningkat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. dengan
besaran 5.5-5.9 persen.
Dari sisi domestik, investasi dan
konsumsi baik swast a maupun
pemerintah diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan tahun 2014,
namun demikian, ekspor luar ne­
geri diperkirakan belum membaik
seiring dengan masih melambat­
nya perekonomian negara tujuan
ekspor.
“Kalau dibuat karakteristisasi di
Jawa Tengah, karakternya yaitu
cenderung industri labor intensif,
dan berfokus kepada tekstil, furniture, alas kaki, elektronik. yang
kedua kalau dibuat struktur pirami­
da industri tengah relatif lebih kuat
paramaternya,” jelas anggota Fraksi
PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Jateng ini
sangat kuat infrastrukturnya, kalau
provinsi lain itu kebanyakan the follow middlenya yang hilang. “Labour
intensif dan UMKM itu kuat, kalau
provinsi lain itu the follow middle
hilang. Labour intensif dan UMKM
itu intinya lebih meningkatkan daya
tahan dan teruji,” paparnya.
Ekspor Jateng diperkirakan akan
membaik di triwulan selanjutnya
dengan diperkiraan peningkatan
pertumbuhan ekonomi negara tu­
juan ekspor khususnya Amerika
Serikat. Amerika Serikat tercatat
sebagai negara tujuan utama ekspor
komoditas daerah dengan porsi 25
persen dari keseluruhan ekspor. (Si)
Foto: Sugeng/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
61
SOROTAN
DARURAT KEKERASAN ANAK,
JANGAN SEKEDAR PERINGATAN
23 Juli telah lama ditetapkan sebagai hari anak di Indonesia, dan di setiap tahun jugalah kita tidak pernah
lupa memperingatinya. Bahkan tepat 25 September 2015 mendatang menjadi momen seperempat abad
pemerintah kita resmi meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB. Sayangnya, semua itu seperti terkesan hanya
sebagai celebration atau perayaan semata. Kenyataannya anak Indonesia masih belum terlindungi.
D
ewan Pembina Konsultatif
Komisi Nasional Perlin­
dungan A nak (Komnas
PA), Seto Mulyadi bebe­
rapa waktu lalu kepada wartawan
sempat mengutarakan sepanjang
2015 ini sudah terdapat 500 lapor­
an kasus kekerasan terhadap anak
yang diterima oleh LSM tersebut.
Bukan tidak mungkin kasus yang
tidak dilaporkan diperkirakan lebih
banyak lagi.
Kasus Engeline di Bali misalnya,
menjadi salah satu contoh kasus
yang kembali membukakan mata
internasional akan kondisi anak
Indonesia yang jauh dari kata ter­
lindungi. Menurut Wakil Ketua
Komisi VIII DPR RI, Deding Ishak
yang paling membuat miris bahwa
pelecehan,kekerasan, dan kejahat­
62
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
an itu justru dilakukan oleh orang
terdekat yang seharusnya memberi
perlindungan pada si anak. Dan di
saat bersamaan pun negara tidak
hadir untuk memberi perlindungan
bagi anak tersebut.
Tidak berlebihan jika Deding me­
nyebut kasus kekerasaan dan ke­
jahatan terhadap anak ini sebagai
sebuah tindakan mafia. Dimana hal
itu dilakukan secara bersama-sama
dan terorganisir dengan sebuah tu­
juan tertentu.
“Kondisi saat ini menurut saya su­
dah dapat dikatakan sebagai daru­
rat kekerasan terhadap anak,” ung­
kap Deding.
Padahal menurut Deding, anak
merupakan generasi penerus bang­
sa, ditangan anaklah masa depan
bangsa ini berada. Keterbatasan
fisik dan mental anak yang belum
dewasa dan matang, maka anak
membutuhkan perlindu­ngan orang
dewasa, baik orangtua, anggota
keluarga lainnya dan masyarakat
umum termasuk guru dan penga­
suh. Sayang nya orang dewasa
malah kerap berlaku sebaliknya
pada anak. Mulai dari kekerasan
yang dilakukan tanpa sengaja se­
perti kekerasan emosional, sampai
pada kekerasan fisik yang menye­
babkan si anak terluka bahkan me­
ninggal dunia.
“Tidak sedikit orangtua atau orang
dewas a ya ng mem a nd a ng ke­
kerasan terhadap anak itu sebagai
suatu yang wajar, karena mengang­
gap anak sebagai milik orangtua,”
kata Politisi dari Fraksi Partai Gol­
kar ini.
Di berbagai literatur, Psikiater In­
ternasional, Terry E Lawson per­
nah merumuskan empat macam
kekerasan terhadap anak, yakni
kekerasan emosi, kekerasan verbal,
kekerasan fisik, dan kekerasan sek­
sual.
Empat macam kekerasan
terhadap anak, yakni ke­
kerasan emosi, kekerasan
verbal, kekerasan fisik,
dan kekerasan seksual.
Kekerasan emosi atau (emotional
abuse) terjadi saat orangtua atau
orang dewasa mengabaikan kebu­
tuhan anak akan sebuah perhatian
dan perlindungan. Misalnya ketika
si anak lapar, namun orangtua tadi
terus membiarkannya.
Kekerasan verbal itu terjadi saat
orangtua atau orang dewasa terus
menerus menggunakan kekerasan
kata atau bicara, seperti bentakan,
omelan, cacian dan hinaan yang
semua itu berlangsung secara terus
menerus.
Sementara kekerasan fisik atau
physical abuse merupakan tahapan
kekerasan lebih lanjut dari dua je­
nis kekerasan sebelumnya. Hal ini
kerap menyebabkan luka di tubuh
si anak, bahkan di beberapa kasus
juga menyebabkan hilangnya nyawa
si anak, sebagaimana yang dialami
gadis cilik Engeline di Bali. Sedang­
kan sexual abuse atau kekerasan
seksual, menurut Terry berupa per­
lakuan yang bertentangan de­ngan
hal yang tabu di dalam keluarga
atas diri seorang anak, baik terkait
organ vital dan lainnya.
Perlindungan Hukum
Menurut Deding, sejatinya per­
angkat hukum di Indonesia terkait
perlindungan anak sudah cukup
memadai, namun pelaksanaannya
yang masih sangat minim. Undangundang No.35 Tahun 2014 yang
merupakan perubahan atas UU
No.23 Tahun 2002 tentang Per­
lindungan anak, dikatakan Deding
sudah mengakomodir seluruh hak
anak dan kewajiban orang dewasa
terhadap anak, disertai sanksi yang
akan dikenakan jika ada pelangga­
ran terhadap pasal-pasal yang ada.
Sebut saja Pasal 77 Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, yang men­
cantumkan sanksi berupa penjara
maksimal lima tahun penjara dan
didenda maksimal Rp100 juta bagi
setiap orang yang dengan sengaja
melak ukan tindakan disk r imi­
nasi dan penelantaran yang dapat
mengakibatkan anak mengalami
sakit secara fisik maupun men­
tal. Sementara pasal berikutnya,
pasal 78 menegaskan hukuman
yang sama bagi setiap orang yang
mengetahui dan sengaja membi­
arkan anak dalam situasi darurat.
Dalam UU No.35 Tahun 2014, sank­
si tersebut ditingkatkan menjadi
maksimal 10 tahun penjara dengan
denda maksimal 1 miliar.
“Ada sebagian orang yang meng­
anggap hukuman atau sanksi ke­
kerasan terhadap anak yang tertera
dalam UU perlindungan masih ter­
golong ringan, hal itu sah-sah saja.
Jika kemudian ada tuntutan dari
masyarakat untuk meningkatkan
sanksi tersebut, ke depan akan kami
dalami dan kami kaji lagi. Demi un­
tuk memberikan perlindungan yang
utuh terhadap anak sebagai genera­
si penerus, jika memang diperlukan
ya akan kami revisi Undang-undang
tersebut,” jelas Deding.
Namun, dilanjutkannya, yang paling
penting dari semua undang-undang
itu adalah sosialisasi dan implemen­
tasi di masyarakat. Undang-undang
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
63
SOROTAN
anak. Tidak ada alasan yang bisa
diterima jika di kemudian hari anak
mendapat kekerasan, ditelantarkan,
dan disia-siakan.
“Kan di kita sering terjadi dimana
satu keluarga yang tidak mam­
pu menyerahkan anaknya begitu
saja kepada keluarga mampu yang
ber minat mengadopsi. K arena
dilihat baik dan memiliki komit­
men kuat untuk mengasuh anak,
mereka merelakan beg itu saja
anaknya untuk diadopsi. Dalam
perjalanannya tentu tidak semua
kasus adopsi anak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Di sini­
lah perlu melibatkan negara un­
tuk ikut mengawasi secara aktif.
hanya akan jadi sebuah aturan
dalam kertas, jika pelaksanaannya
sama sekali tidak mengikuti aturan
yang ada.
Adopsi Anak
Ketika kasus pembunuhan Engeline
terungkap yang sekaligus menguak
proses adopsi anak di luar per­
aturan yang ada. Ketua Komisi VIII
DPR RI, Saleh Partaonan Daulay
sempat mengatakan
Peraturan tentang adopsi anak di
Indonesia secara khusus diatur
dalam PP No. 54 tahun 2007. PP ini
adalah petunjuk teknis terhadap UU
No. 23 tahun 2002 tentang Perlin­
dungan Anak. PP No. 54 ini secara
tegas merinci tentang berbagai hal
termasuk di antaranya tentang tata
cara pengangkatan anak, syaratsyarat orang yang boleh mengang­
kat anak, ketentuan tentang usia
anak yang boleh diadop­si, kewajiban
orang tua angkat, pengawasan baik
oleh pemerintah maupun masyara­
kat, dan berbagai aturan lainnya.
Sayangnya selama ini aturan yang
dijadikan sebagai payung hukum
dalam proses pengangkatan anak
di Indonesia itu belum tersosialisasi
secara luas.
64
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
“Sepintas, aturan ini sudah baik.
Tetapi pada kenyataannya belum
tersosialisasi secara luas. Terbukti,
ada banyak kasus pengadopsian
anak yang tidak melalui prosedur
sebagaimana terdapat dalam PP
tersebut,” ucap Saleh.
Menurut informasi yang didapat
Saleh dari Menteri Sosial ketika itu,
proses adopsi Engeline tidak ter­
daftar di Kementerian Sosial. Pada­
hal, pengadopsian anak semestinya
dicatatkan melalui kantor catatan
sipil setelah mendapatkan izin pe­
ngadilan untuk mengadopsi. Semua
proses tersebut semestinya diawasi
secara langsung oleh Kemensos,
khususnya Direktorat Rehabilitasi
Sosial.
Hal yang mungkin tidak termaktub
di dalam PP itu menurutnya adalah
tentang sanksi terhadap penelan­
taran anak yang dilakukan secara
sengaja oleh orang tua angkat. Na­
mun diyakini, aturan itu sudah ada
dalam ketentuan lain di dalam UU
No. 23 tentang Perlindungan Anak.
Semestinya, semua aturan itu su­
dah dimengerti dan dipahami oleh
seluruh orang tua angkat. Dengan
begitu, para calon orang tua ang­
kat memahami betul seluruh kon­
sekuensi hukum pengangkatan
Selain itu, PP 54 juga mengama­
nahkan agar warga masyarakat
ikut serta di dalam melakukan
pengawasan. Bahkan PP itu secara
eksplisit menyebutkan agar warga
masyarakat melaporkan kasuskasus kekerasan pada anak angkat
kepada aparat terkait. Termasuk
dalam hal ini, dilaporkan kepada
pihak Kepolisian.
Oleh karena itu, aturan yang ada
dinilai sudah baik. Hanya saja, im­
plementasinya belum maksimal
seperti yang diharapkan. Pemerin­
tah masih perlu melakukan banyak
hal agar UU dan PP tersebut bisa
dilaksanakan dengan baik.
Baik Saleh maupun Deding ber­
harap agar segala peraturan yang
telah dibuat dapat diimplemen­
tasikan dengan baik oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Pemerintah
pun diharapkan untuk dapat mem­
buat langkah konkrit dalam melin­
dungi anak Indonesia, tidak hanya
sekedar peringatan atau perayaan,
terlebih lagi ditengah situasi daru­
rat kekerasan terhadap anak. Hal
tersebut semata demi terciptanya
perlindungan anak Indonesia yang
paripurna. (Ayu) Foto: Andri, Dok/Parle/
HR
LIPUTAN KHUSUS
Kazan Summit, Forum Strategis
Bangun Ekonomi Rusia-OKI
K
azan Summit mer upakan
pertemuan ekonomi interna­
sional antara Negara-negara
Islam yang tergabung dalam Organization of Islamic Cooperation (Or­
ganisasi Kerjasama Islam) dengan
Negara Federasi Rusia. Kazan Sum­
mit ini adalah pertemuan tahun­
an dan tahun ini merupakan per­
temuan yang ke-7. Pertemuan ini
digagas oleh Negara Federasi Rusia
dimana dalam Organisasi Kerjasa­
ma Islam Rusia berstatus sebagai
Negara pengamat sejak tahun 2005.
Demikian dikatakan Wakil Ke­
tua DPR Bidang Koordinator Ke­
seja htera a n M asya ra k at Fa hr i
Hamzah pada saat pada saat mela­
kukan Kunjungan Kerja ke Rusia
baru-baru ini.
Menurutnya, Kazan Summit dise­
lenggarakan oleh IBFD FUND dan
didukung oleh Parlemen Federasi
Rusia, Pemerintah Tatarstan dan
Asosiasi Investor Rusia. Kazan Sum­
mit merupakan pertemuan strate­
gis yang memiliki agenda mem­
bangun hubungan ekonomi antara
Rusia dengan Negara-negara ang­
gota OKI.
Beberapa isu yang diperbincangkan
dalam pertemuan ini antara lain
perdagangan Internasional, pem­
bangunan smart cities, investasi
asing dan ketahanan pangan. Kazan
Summit ke 7 ini mengambil tema
“ISL A MIC FINA NCE FOR CON­
STRUCTIVE GLOBAL TRADE AND
INVESTMENT ”.
Delegasi DPR tiba di Kazan, Rusia
pada Minggu 14 Juni 2015 pukul
18.00, disambut oleh pihak Keduta­
an Besar Indonesia untuk Rusia. Se­
lanjutnya delegasi juga melakukan
pertemuan dengan Presiden IBFD
FUND Mr. Linar Yakupov.
Fahri Hamzah dalam sambutannya
yang menekankan pada penghar­
gaan atas kerjasama antara negaranegara Islam khususnya Indone­
sia dengan negara Rusia. Prospek
hubungan dan kerjasama ekonomi
dunia adalah hal yang tidak dapat
dihindari dalam pergaulan global
dan Rusia menjadi negara yang pa­
tut diperhitungkan dalam kerjasa­
ma global.
Acara selanjutnya adalah pembu­
kaan forum strategis yang diisi oleh
beberapa keynote speaker dari per­
wakilan beberapa negara antara
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
65
LIPUTAN KHUSUS
lain,Rustam Minnikhanov, the President of the Republic of Tatarstan,
Russia, Dr Ahmed Mohamed Ali Al
Madani, Islamic Development Bank
(IDB) Group, the President , Sultan
Al-Khater, Ministry of Economy &
Commerce, H.E. Undersecretary of
the Ministry of Economy & Commerce, Qatar, Ahmed Galal Eldin
Ibrahim, International Business and
Investment Association IBIA, Chairman, Egypt dan Dr. Necdet Şensoy,
Central Bank of the Republic of Turkey, Member of the Board, Turkey
serta Muhammad Anis Matta, the
Prosperous Justice Party, the President, Indonesia.
Sedangkan poin-poin Diskusi dalam
forum tersebut membicarakan an­
tara lain deskripsi aspek-aspek
keuangan Islam, proses amandemen
undang-undang untuk mengadopsi
konsep ekonomi dan keuangan Is­
lam dan pengalaman beberapa
Negara dalam mengimplementasi­
kan isu-isu tersebut.
Masalah-masalah dan prospek
yang dihadapi Negara Rusia dalam
meregulasi keuangan dan penda­
naan dengan prinsip Islam.Pilihan
produk keuangan Islam yang pa­
ling sesuai dengan kondisi eko­
nomi Rusia.Pengalaman Negara
Malaysia,Pakistan dan Kazakhtan
d a l a m m e n g e m b a n g k a n p e r­
bankan dan keuangan Islam dalam
perspek­tif regulasi dan perundangundangan.
Pada hari kedua Kazan Summit ini
membicarakan yang lebih fokus
pada dialog dan kerjasama investasi
antara Negara-negara OIC dengan
pemerintah Rusia. Dalam kesem­
patan ini DPR mendapat undangan
dalam forum yang dihadiri Ketua
Komite Ekonomi, investasi dan Bis­
nis Parlemen Rusia, Mr. Rafis Bur­
ganov. Poin-poin dialog antara De­
legasi Indonesia yang dipimpin oleh
Ketua Tim Fahri Hamzah dengan
Perwakilan Rusia.
66
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Indonesia sebagai negara dengan
jumlah penduduk beragama Islam
terbesar di dunia adalah negara
yang strategis bagi hubungan eko­
nomi dengan Rusia. Rusia sudah
berkomitmen menjalin hubungan
yang saling menguntungkan de­
ngan Negara-negara Islam khusus­
nya Indonesia.
Salah satu isu yang dibahas dihari
pertama yang cukup penting dalam
mendukung kerjasama ekonomi
dengan negara-negara Islam adalah
rancang bangun sertifikasi halal.
Indonesia termasuk ke dalam nega­
ra-negara Islam yang sudah memi­
liki sistem dan lembaga ser­t ifikasi
halal yang sudah berpengalaman
dan sukses.
Rusia dapat belajar dan melakukan
studi banding ke Indonesia menge­
nai isu tersebut. Karena isu sertifi­
kasi halal dan standar produk yang
sesuai prinsip Islam merupakan pra
kondisi dalam melakukan kerjasa­
ma ekonomi dan perdagangan lebih
lanjut.
Acara hari kedua berakhir pada pu­
kul 15.30 sekaligus menutup rang­
kaian Kazan Summit 2015. Setelah
p enut upa n ac a r a , romb onga n
meng­­habiskan waktu untuk me­
ngunjungi tempat-tempat berseja­
rah di Kazan seperti Kremlin Kazan,
dan museum-museum peninggalan
peradaban Islam di Rusia.
Kunjungan ke Sudan dan Kuwait
Selain kunjungan ke Rusia, Wakil
Ketua DPR Fahr i Hamzah juga
melakukan Kunjungan Muhibah ke
Sudan dan Kuwait. Dalam rangka
menjalankan fungsi Diplomasi (se­
cond track diplomacy) sebagaimana
telah diamanahkan oleh konstitusi,
telah memberikan banyak manfaat.
Sebagai salah satu negara Islam
yang bersahabat, Sudan mengun­
dang DPR untuk menghadiri pelan­
tikan Parlemen Sudan dan Presiden
Sudan yang baru, Pemerintah Su­
dan berkeinginan untuk memper­
erat hubungan dibidang politik dan
ekonomi.
Sedangkan Kuwait DPR bisa dilihat
kemajuan Parlemen dan pemerin­
tahnya dalam mengelola pereko­
nomiannya, sehingga peluang dan
potensi kerjasama ekonomi kedua
negara terbuka lebar, yang bisa
ditindaklanjuti oleh masing-masing
pihak di kedua negara.
Kunjungan Muhibah ke Sudan dan
Kuwait ini sebagai bentuk pertang­
gung jawaban publik, diharapkan
bisa ditindaklanjuti oleh berbagai
pihak, baik oleh komisi terkait di
DPR, Pemerintah maupun oleh ka­
langan Bisnis dan Dunia Usaha. Se­
hingga akan semakin memperkokoh
dan memperkuat hubungan bilate­
ral kedua negara.
Dalam Kunjungan Muhibah ke Su­
dan Delegasi DPR melakukan per­
temuan dengan Komisi Luar negeri
Parlemen, menghadiri Pelantikan
Parlemen Sudan, Pertemuan dan
dialog dengan masyarakat dan
mahasiswa Indonesia di Sudan,
pertemuan dengan Ketua parle­
men Sudan yang baru dilantik dan
menghadiri Pelantikan Presiden
Sudan.
Dalam kunjungan muhibah ke Su­
dan, DPR telah membuat rekomen­
dasi agar Kedutaan Besar republik
Indonesia (KBRI) Khortoum secara
aktif mencari peluang kerjasama
antara kedua negara disegala bi­
dang. Menghimbau Kamar Dagang
Indonesia (Kadin) untuk aktif me­
manfaatkan peluang usaha di kedua
negara.
Selain itu mendesak Pertamina
bekerjasama dalam mengeksplorasi
minyak di Sudan dan membuka pe­
luang dan kesempatan bagi Per­
tamina untuk melakukan Impor
minyak bumi Sudan ke Indonesia.
Mendorong pelaku bisnis dan dunia
usaha Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Sudan, se­
perti karet, kopi dan teh. Peluang
Impor dari Sudan, antara lain dag­
ing dan kurma.
Sebagai salah satu Anggota Kon­
perensi Asia Afrika, Sudan dan In­
donesia berkomitmen untuk saling
mendukung dalam pertemuan di
forum Internasional yang diikuti
oleh DPR dan Parlemen Sudan.
DPR dan Parlemen Sudan juga men­
dorong pemerintah masing-masing
negara untuk meningkatkan Pena­
naman Modal langsung (Foreign
Direct Investment) dengan mem­
berikan inisiatif langsung bagi pe­
ngusaha kedua negara.
Selain itu, Sudan telah membangun
pendekatan yang konstruktif dan
akomodatif dalam menciptakan
relasi antara negara, agama dan
masyarakat. Relasi yang kuat an­
tara negara, agama dan masyarakat
akan menjadi fondasi yang kokoh
dalam membangun demokrasi.
Indonesia dan Sudan bisa saling
berbagi pengalaman dalam me­
ngelola hubungan antar umat be­
ragama yang kuat. Cara mengelola
keberagaman baik di Indonesia bisa
menjadi model bagi banyak negara
untuk dikembangkan. (spy,mp) Foto:
Dok. Pribadi/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
67
LIPUTAN KHUSUS
India Dukung Dibentuknya AAPG
ke Indonesia. Fadli Zon juga me­
nyinggung dan menkonsfirmasi
kehadiran Menteri Pertahanan In­
dia di acara Jakarta International
Defence Dialogue (JIDD) 2015), ser­
ta kesediaan Menteri pertahanan
India Manohar Parikkar menjadi
pembicara pada acara tersebut.
Selama di negara tersebut, Delegasi
DPR juga melakukan pertemuan
dengan Komisi pemilu India dan
diterima oleh Ketua Komisioner
Pemilu Nasim Zaidi dan Komisioner
Pemilu India A.K. Joti. Komisi pe­
milu India berdiri 25 Januari 1950
dan sampai sekarang Komisi masih
tetap bebas dari tekanan, karena
independen dan otonom, sehingga
melahirkan institusi yang kredibel,
dihormati dan diterima oleh semua
pihak.
akil Ketua DPR Koordina­
tor Bidang Politik Fadli
Zon dalam kunjungannya
ke India mengatakan, bahwa In­
donesia dengan India merupakan
nega­r a di Asia yang sangat men­
junjung tinggi demokrasi dengan
populasi terbesar ke-2 di dunia.
nyatakan bahwa India setuju atas
pembentukan A APG, mengingat
forum tersebut merupakan salah
satu bentuk hubungan kerja sama
people to people contact, sehingga
akan dapat mempererat kerjasama
antar Parlemen dan negara di ka­
wasan Asia dan Afrika.
Untuk itu, kerjasama kedua negara
sangat penting untuk ditingkat­
kan. Hubungan kedua negara harus
dapat dikembangkan selain antar
pemerintahan, juga hubungan antar
masyarakat melalui Parlemen.
Dalam pertemuannya dengan Wakil
Presiden India, Fadli Zon menge­
mukakan beberapa hal pokok, yaitu
pentingnya memperkuat hubungan
bilateral kedua negara, mengingat
India dan Indonesia telah memiliki
hubungan sejarah yang erat khu­
susnya di era Soekarno dan Nehru.
Disamping itu, kedekatan budaya
kedua bangsa juga menjadi dasar
peningkatan dan kerjasama bila­
teral di berbagai bidang.
Demikian penegasan Fadli saat
melakukan kunjungan ke India be­
lum lama ini. Salah satu keputusan
penting saat peringatan Konferensi
Parlemen Asia-Afrika ke-60 di In­
donesia, akan dibentuk Asian African Parlementary Group (AAPG).
Indonesia meminta dukungan India
atas pembentukan AAPG.
Menanggapi hal ini, menteri Par­
lemen India Veinkaiah Naidu me­
68
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Dia menyinggung hasil kunjungan­
nya ke Brahmos Aerospace, dimana
perlengkapan alutsista India khu­
susnya rudal sangat impressive,
sehingga investasi dan teknologi
India bisa dipertimbangkan masuk
Di akhir acara, Delegasi DPR juga
melakukan kunjungan lapangan ke
pabrik pengolahan da­g ing Allana,
Allanasons Limited di Aligargh, Ut­
tar Pradesh. Delegasi DPR diterima
oleh jajaran tinggi perusahaan Al­
lana yang memberikan penjelasan
seputar perusahaan pengolahan
daging yang merupakan salah satu
yang terbesar di India.
Allana merupakan perusahaan ke­
luarga yang berdiri sejak tahun 1865
dengan pendirinya Mr. Abdulla Al­
lana. Dengan mengedepankan pe­
ngolahan daging secara halal, Alla­
na berkembang pesat menjadi salah
satu perusahaan besar di India de­
ngan fokus pada pengolahan daging
tanpa tulang berasal dari komoditas
utama kerbau, ayam, dan domba.
Perusahaan Allana telah mengeks­
por hasil pengolahannya ke 36 nega­
ra termasuk Filiphina, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Vietnam.
(spy,mp) Foto: Dok. Pribadi/Parle/HR
SELEBRITIS
TOTALITAS
CAMELIA PUTRI
BANGUN MUSIK
DANGDUT
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
69
SELEBRITIS
M
elihat sosok ar tis ber­
bakat ini, kita tidak akan
menyangka bahwa kecin­
taannya terhadap musik dangdut
begitu mendalam. Dirinya sem­
pat berce­r ita, saat itu ayah sering
menyetel musik dangdut pada
pagi hari namun dia kerap mele­
dek ayahnya saat mendendangkan
bait dangdut, saat itu, Amel biasa
dipanggil, memang sangat mem­
benci musik dang­dut. “Ketika ayah
sering menye­tel musik dangdut dan
berdendang lagu Maya, saya sering
meledek dengan bahasa Jawa opo
sihh yah,” kenang artis kelahiran
Surabaya ini.
Karena kerap mendengarkan musik
dangdut setiap hari, semacam lagu
Rita Sugiarto, Rhoma Irama, dirinya
merasa dapat pencerahan dan mu­
lai mencintai musik dangdut per­
lahan-lahan, “Ketika melihat dan
mendengarkan Rita Sugiarto saya
mulai mencintai musik dangdut,
sejak itu mulailah mengkoleksi MP3
dan CD namun memang sayangnya
jarang yang original sejak Film Rho­
ma Irama tayang,” jelas gadis beru­
mur 17 tahun ini.
Menurut artis yang sempat men­
jadi pemain figuran di berbagai FTV,
maupun sinetron ini, musik dang­
dut merupakan musik campuran
Melayu dan kombinasi Arabik dan
India, dimana era lalu, akunya, ba­
nyak tidak menonjolkan goyangan
yang seksi dan seronok namun se­
jak era Inul goyangan dangdut seksi
mulai menjadi tren, jadi tidak hanya
mengandalkan kemampuan vokal
semata. “Nyanyi dangdut menurut
orang itu susah ibaratnya dari lahir
harus sudah punya cengkok bahkan
sehebat Bon Jovi pun tidak mungkin
bisa nyanyi dangdut, ” jelas peme­
ran Tokoh FTV dengan judul “Cinta
Murni” ini.
Dia menambahkan, seharusnya
sebagai penyanyi dangdut harus
memberikan contoh dengan me­
nampilkan dangdut yang mampu
menonjolkan kemampuan vokal
tidak hanya goyangan. “Kita yang
harus memberikan contoh dengan
memaksa audiens, karena sebagai
publik figur kita harus memberikan
edukasi soal dangdut, banyak juga
sekarang yang bukan artis ternyata
bisa jadi artis lewat media sosial.
Seorang tokoh artis tentu harus
bisa melampaui tokoh yang di me­
dia sosial. Kalau menshare di media
sosial juga harus memberikan con­
toh kalau ingin menonjolkan seksi
itu jangan sampai jadi bumerang,”
tandas artis kelahiran 15 April 1998
mengingatkan.
Dia mengatakan, musik dangdutnya
memiliki style atau kategori sendiri.
Artinya, berusaha menampilkan
yang positif. Diakuinya, memang
banyak penyanyi dangdut yang
berhasil karena menjual sensualitas
goyangannya namun juga banyak
yang melihat sisi negatifnya.
70
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
Perjuangan Camelia Putri didunia
entertainment tidak bisa dibilang
mudah, dirinya sempat mengge­
luti peran figuran selama kurang
lebih 6 bulan. Kemudian perannya
di dunia entertainment semakin
berkilau saat mendapatkan peran
di tayangan FTV dengan judul Cinta
Murni yang diproduksi oleh Multi­
vision. Kemudian dilanjutkan dalam
tayangan “Untung Ada Sule”. Yang
tidak kalah menarik yaitu saat dia
berperan menjadi seorang tokoh
jahat didalam tayangan Putri Bi­
dadari yang sangat digemari oleh
anak-anak kecil, produksi Sinemart,
dia memerankan sebagai sosok
Rini. Didalam tayangan itu, totali­
tas seorang Camelia diuji dimana
dirinya harus digundulin plontos
dalam memerankan sosok Rini
tersebut.
“Setelah dapat satu peran menan­
tang, orang akhirnya banyak ter­
tarik meskipun masih peran pen­
dukung, tanpa peran pendukung
tentu sebuah film tidak akan jalan,
ada sutradara tanpa lighting juga ti­
dak akan jalan. Saat casting saja ti­
dak langsung dapat bahkan ba­nyak
yang bilang hanya standby saja,” pa­
parnya.
Camelia kemudian vakum di dunia
acting selama kurang lebih 2 ta­
hun karena memang dirinya tengah
fokus dengan tarik suara. Saat itu,
dia bertemu dengan seorang pro­
duser yang mendorong dia untuk
terjun lebih serius di dunia tarik
suara. “Sulit sekali belajarnya, apa­
lagi dari cengkok basicnya, yang
susah yaitu mengenal nada dan
menepatin nada, kalau basic sudah
kuat dangdut gampang, kalau pin­
tar mengaji pasti bisa. Aku belajar
dangdut selama kurang lebih dua
tahun,” paparnya.
Untuk melatih dan memperkuat vo­
kalnya, Camelia juga sempat berla­
tih sinden di Jakarta sekitar 6 bulan.
Diakuinya dia tertarik belajar sin­
den karena melihat sosok Soimah
yang memiliki suara tinggi namun
juga mahir menyinden. “Ternyata
ada kursus sinden di Taman Mini,
disitu hanya sedikit yang minat,
bahkan ketika latihan kita kerap
menunggu murid lain berjam-jam
untuk menyinden,” kenangnya.
Menurutnya, latihan sinden itu me­
mang basicnya untuk dikombinasi­
kan ke musik dangdutnya. “Jadi saya
bukan hanya suka doang, dan tidak
akan mengikuti penyanyi yang su­
dah tenar seperti Cita-Citata, Zas­
kia Gotik, Siti Badriah, biarkan saja
mereka dengan karakternya, tetapi
saya ingin berkarya dangdut de­
ngan style saya,” jelasnya.
Camelia mengaku suka sebal ke­
tika ditanya oleh orang apakah
dirinya sudah punya goyangan. Pa­
dahal, menurutnya, musik dangdut
yang benar itu bukan hanya goya­
ngan tetapi kekuatan lirik dan akar
musiknya yang hanya gendang dan
suling.
“Itu merupakan suatu keindahan
performance, aku itu paling sebel
jika ada yang tanya Mel udah ada
goyangan, sekarang ini banyak yang
lupa bahwa akar musik dangdut itu
gendang dan suling,” ungkapnya.
Dia mengakui pada awal perjua­ngan
di dunia entertainment, sang ibu­nya
sempat tidak mendukung penuh
keterlibatannya di dunia gemerlap
tersebut. Berawal dari keikutserta­
annya saat SMP kelas 3, dia sempat
mencoba audisi ta­l ent didunia acting namun dilarang oleh orang tu­
anya. Hingga akhirnya diberikan ijin
untuk ikut kedalam management
artis selama satu bulan di Jakarta.
“Ibuku memberikan input negatif
soal dunia artis, namun karena saya
menangis ingin mencoba akhirnya
diperbolehkan, kalau ayah mengi­
kuti ibu saja,” terangnya,
Pada single lag unya yang akan
segera di rilis, Camelia mengatakan
lagunya nanti akan menonjolkan
dua alat musik gendang dan su­ling
dengan dikombinasikan bersama
musik koplo. “Di lagu aku nanti
liriknya bukan cinta-cintaan se­
perti cewek ditinggalin cowoknya,
tetapi aku lebih menyemangati un­
tuk go­y ang bahwa musik dangdut
itu tidak ada matinya, seperti Eri
Susanlah nanti,” jelasnya.
Dirinya ingin sekali mengangkat
musik dangdut dan membangun
musik ini hingga ke mancanegara.
“Sekarang baru single album arti­
nya ingin memancing pasaran dulu,
dengan lag u yang benar-benar
dangdut dari sisi aku memang tidak
punya goyangan,” ujarnya. Musik
dangdutnya memang real artinya
sedikit menggunakan midi, namun
mengedepankan gendang dan su­
ling.
Dia mengaku bahwa visi dan misi­
nya di lagu yang akan segera ri­
lis itu, sangat mencerminkan jati
diri­nya, selain itu, dia juga terlibat
penuh terhadap seluruh kema­
san lagunya mulai dari photo session, arrangement music maupun
style. “Kalau kemasan all packa­
ging dang­dut is dangdut, tetapi ini
remaja yang memang suka dangdut
jadi style semua yang ciptakan aku,”
jelasnya. Selain itu, karena kecin­
taannya terhadap senam Zumba
dari Brazil dia juga akan berusaha
mengkombinasikan tarian itu de­
ngan video klipnya nanti.
Dukungan Dewan
Sebagai musisi, dirinya mengharap­
kan pemerintah dapat memberikan
perlindungan terhadap para indus­
tri musik secara keseluruhan khu­
susnya karya cipta sebuah lagu.
“Sekarang ini memang label banyak
yang bingung mencari pasar musik,
karena itu kita minta kepekaan
Pemerintah dan juga DPR lebih seri­
us melindungi para musisi,” jelasnya
seraya menyoroti maraknya CD dan
MP3 bajakan di mana-mana.
Disisi lain, dirinya meminta para
musisi atau artis yang ada di Dewan
juga dapat lebih memperjuangkan
kepentingan para musisi maupun
industri entertainment., “Kita me­
minta para artis yang menjadi ang­
gota Dewan harus memperjuang­
kan kepentingan para musisi mulai
dari hak cipta, maupun kesejahte­
raan para musisi. Minta kepekaan
DPR sebagai wakil rakyat untuk
memperjuangkan,” tutupnya. (Si)
Foto: Dok. Pribadi/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
71
Press Gathering Wartawan Koordinatoriat DPR
Ternyata Reuni Wartawan dengan
Mantan Wartawan
R
uang pertemuan Hotel Melia
Purosani, Yogyakarta terasa
hangat karena para jurnalis
peserta Press Gathering Wartawan
Koordinatoriat DPR telah berkum­
pul. Cukup banyak, jumlahnya 112
juru warta baik dari media cetak,
online maupun elektronik. Dua
pembawa acara sudah bersiap di
bagian depan, sesekali matanya
melihat ke arah pintu depan. Oo
rupanya, sebentar lagi acara diskusi
bertema ‘Membangun Kebersamaan
dengan Check and Balance antara
Pers dan DPR’ akan segera dimulai.
Diskusi yang serius menjadi cair
ketika Ketua Koordinatoriat Hil­
man yang juga wartawan Metro
TV mendapat kesempatan berpi­
dato. Ia menyapa sekaligus mem­
beritahukan kepada seluruh kolega
72
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
wartawan bahwa pimpinan dewan
yang hadir di bangku depan ternya­
ta juga mantan wartawan. Wakil
Ketua DPR RI Fadli Zon adalah man­
tan wartawan, Wakil Ketua BURT
Agung Budi Santoso dan anggota
Komisi III Nasir Jamil ternyata juga
mantan wartawan.
Ketika menyampaikan sambutan­
nya Fadli Zon membenarkan ia su­
dah menjadi wartawan sejak ke­
las tiga SMA, salah seorang senior
yang pernah bersamanya di salah
satu media waktu itu saat ini kebe­
tulan juga menjadi wartawan di
DPR. “Ini gathering pertama yang
saya ikuti dan benar saya sudah
sejak SMA menjadi wartawan ber­
sama mas Bambang ini, saat masih
pakai mesin ketik. Jadi saya tahu
persis bagaimana pentingnya me­
dia dalam membangun komunikasi
dengan masyarakat. Tanpa pers su­
ara DPR tidak mungkin bisa dide­
ngar, tidak akan bunyi,” tutur dia.
Dalam paparannya Wakil Ketua DPR
Bidang Korpolkam ini menyebut ia
mencermati jumlah pemberitaan
media tentang DPR sangat banyak,
jauh lebih banyak daripada kemen­
terian atau lembaga lain. Baginya
itu menunjukkan perhatian media
kepada lembaga perwakilan ini me­
mang sangat besar. Namun ia ber­
harap pemberitaan yang dibangun
tentang dewan hendaknya masih
dalam kerangka mengkritisi bukan
malah menjatuhkan.
“Kita tidak mau menyogok agar
wartawan tidak kritis tapi paling
tidak kalau hubungan kita baik kita
jangan langsung dihajar begitu,
paling tidak kasih tahu dulu lah.
Kalau DPR dihajar terus dan ada
upaya untuk depolitisasi, depar­
polisasi ya bagaimana, tidak mung­
kin ada demokratisasi tanpa parpol,
tidak mungkin ada demokrasi tanpa
parlemen. Kita di dalam juga terus
berupaya memperbaiki apalagi DPR
sebentar lagi memasuki usia 70 ta­
hun,” kata wakil rakyat dari daerah
pemilihan Jawa Barat V ini.
um DPR yang lebih representatif.
“Museum itu menjadi bagian dari
memo­r y bangsa, sekarang banyak
orang yang tidak mengenal tokohtokoh parlemen Indonesia,” ujarnya.
Gathering itu Perlu
Wakil Ketua BURT DPR Agung Budi
Santoso menyambut baik pelak­
sanaan gathering secara berkala
untuk membangun pemahaman
wartawan terhadap dinamika kerja
ing akan dilaksanakan empat kali
dalam setahun. Sejauh ini menu­
rutnya gathering menjadi ruang
yang cukup efektif bagi dewan
dalam menjelaskan program dan
dinamika kerja serta membangun
hubungan baik dengan wartawan.
“Kegiatan DPR yang tak pernah
lepas dari pengamatan atau obyek
penulisan teman-teman wartawan.
Maka akan lebih baik jika tercipta
pemahaman yang baik dari kedua
belah pihak. Tentu hubungan baik
Ia juga memaparkan berbeda de­
ngan era sebelumnya ketika DPR
dikenal sebagai tukang stempel
pemerintah, sekarang ini dinamika
kerja dewan sangat luar biasa. Dari
tiga fungsi dewan, pengawasan dan
anggaran berjalan dengan baik,
hanya saja fungsi legislasi sedikit
tersendat karena dinamika politik
koalisi pada awal pelantikan yang
memang sangat dinamis. Untuk
menggenjot capaian menurutnya
telah ditetapkan sejumlah kebijakan
diantaranya dua hari kerja Rabu
dan Kamis khusus untuk membahas
agenda legislasi.
Pada bagian lain Fadli juga meng­
harapkan duk ungan war t awan
agar upaya mewujudkan DPR se­
bagai parlemen modern. Sebagai
pusat think tank bangsa di bidang
legislasi menurutnya DPR harus
didukung perpustakaan yang me­
madai. “Kalau di negara lain per­
pustakaan itu menjadi pilar, bahkan
perpustakaan terbesar di dunia
adalah perpustakaan parlemen
AS. Kita tidak perlu pustaka besar
tapi yang memadai.” Ia menyam­
paikan keprihatinan saat meninjau
Perpustakaan DPR, sejumlah buku
bernilai sejarah tinggi tidak dikelola
dengan baik karena terbatasnya ru­
angan diantaranya koleksi buku era
tahun 1920an - berstempel volgstat
serta buku warisan perpustakaan
konstituante tahun 1950an. Seba­
gai bagian dari program parlemen
modern, ia juga berharap publik
mendukung terwujudnya muse­
parlemen terkini. “Kegiatan ini ha­
rus sering diadakan. Mudah-mu­
dahan dengan sering bertemu, in­
formasi yang didapatkan wartawan
menjadi lebih akurat. Sehingga
penyampaian kepada masyarakat
juga lebih akurat,” imbuh politisi
dari Dapil Jawa Barat I ini. Semen­
tara Nasir Djamil menyampaikan
harapan pelaksanaan gathering di
daerah akan membantu wartawan
mengenal lebih baik daerah pemili­
han anggota dewan. Ia mengusul­
kan pada kesempatan selanjutnya
ke­g iatan bisa dilaksanakan di dae­
rah pemilihannya Nanggroe Aceh
Darussalam.
Sementara itu Sekjen DPR Winan­
tuningtyastiti mengatakan mulai
tahun 2015 ini agenda press gather-
ini tanpa meniadakan fungsi kon­
trol wartawan, check and balances
tetap berjalan,” ungkap Win.
Untuk mengenal Yogyakarta lebih
baik, peserta diajak untuk mengun­
jungi Gua Kiskendo yang berada di
Dusun Sukamaya, Desa Jatimulyo,
Kecamatan Girimulyo, Kabupaten
Kulon Progo Yog yakarta, 35 km
Barat Laut dari arah Yogyakarta.
Gua yang sering dikaitkan dengan
legenda Mahesasura yang berkepala
kerbau dan Lembusura berkepala
sapi ternyata sangat mempesona
dengan keindahan batuan stalaktit
dan stalagmit. Dari gua Kiskendo
wartawan berjalan kaki menyusuri
perbukitan untuk kemudian menik­
mati sejuknya air terjun Grojogan
Sewu. (iky) Foto: Andri, Denus/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
73
PARLEMEN DUNIA
Parlemen India:
Potret Implementasi Constituency
Development Funds (CDF)
Oleh Sasmithaningtyas P. L, Tyana Anggraeni, dan Ria Puspitasari
Tim Peneliti CEPP FISIP UI
Hangatnya isu yang sedang diper­
bincangkan saat ini di Indonesia
terkait dengan dana aspirasi atau
yang lebih tepatnya disebut Pro­
gram Pembangunan Daerah Pemi­
lihan (P2DP) ternyata bukan meru­
pakan suatu kejadian baru di dunia.
Di banyak negara P2DP dikenal de­
ngan istilah Constituency Develop­
ment Fund (CDF) dan telah diterap­
kan di Negara-negara berkembang
di Asia dan Afrika. Menurut data
yang dilansir dari International
Budget Partnership (2010) setidak­
nya terdapat 23 nega­r a berkem­
bang di Asia dan Afrika yang telah
menerapkan CDF. Pada umumnya,
penerapan CDF dilakukan dalam
bentuk pendanaan proyek-proyek
pembang unan se­p er ti pemba­
ngunan fasilitas pendidikan, klinik
74
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
kesehatan dan sistem penyediaan
air. Awalnya CDF diterapkan di In­
dia dan baru terlihat menjanjikan
ketika Kenya menerapkan di tahun
2003.1 Implementasi CDF menun­
jukkan hasil yang berbeda di setiap
negara, hal tersebut disebabkan
oleh perbedaan sistem politik, relasi
antar institusi negara serta kebu­
dayaan yang ternyata sangat ber­
pengaruh terhadap implementasi
CDF. Dalam tulisan ini, penulis akan
membahas lebih dalam mengenai
penerapan sistem CDF di India yang
dibagi menjadi dua yakni Member of
Parliament Local Area Development
Scheme (MPLADS) dan Members of
Legislative Assembly Local Area De1 Tshangana, Alison H. Constituency Development Funds: Scoping Paper. Cape Town:
2010, hlm. 1.
velopment (MLA-LAD).
Mengenal Constituency Develop­
ment Funds (CDF)
Sebelum masuk ke dalam pemba­
hasan CDF di India, penulis akan
mengulas terlebih dahulu tentang
CDF. CDF merupakan dana peme­
rintah yang dialokasikan untuk
keg iatan pembang unan daerah
konstituen dari para anggota de­
wan untuk memenuhi kebutuhan
lokal daerah tersebut. CDF me­
mungkinkan anggota dewan untuk
menentukan proyek pembangunan
suatu daerah. Beberapa penga­
mat melihat CDF bukanlah sema­
ta-mata kegiatan pendanaan dari
pemerintah pusat ke daerah, tetapi
juga kegiatan untuk memenuhi per­
mintaan kebutuhan pembangunan
daerah konstituen, meningkatkan
dukungan suara, dan meningkat­
kan kemungkinan mereka terpilih
kembali.2
Tabel 1: Rata-rata alokasi CDF
per anggota dewan (USD) 3
Negara
Filipina
Bhutan
Kepulauan Solomon
Kenya
Malaysia
Jamaika
India
Sudan
Pakistan
Malawi
Tanzania
Uganda
Alokasi CDF
$4,270,001
$ 43,000
$ 140,000
$ 794,464
$ 577,951
$ 456,361
$ 420,790
$ 317,543
$ 240,000
$ 21,352
$ 13,761
$ 5,187
Terdapat 3 (tiga) poin yang mem­
bedakan CDF dari program de­
sentralisasi atau program berba­
sis pembangunan komunitas pada
umumnya yakni, Pertama, dana
diajukan oleh pemerintah pusat
dan dikeluarkan di tingkat peme­
rintahan lokal. Kedua, alokasi dana
berbasis daerah konstituen dimana
anggota dewan yang bersangku­
tan memiliki semacam kuasa untuk
mengatur pengeluarannya. Ketiga,
dana ditujukan bagi proyek pem­
bangunan yang merefleksikan ke­
butuhan publik di daerah setempat.
Da l a m i mplement a si ny a , CDF
mendapatkan kritik dari beberapa
pihak, karena keterlibatan ang­
gota dewan di dalamnya. Menu­
rut kalangan akademisi, organisasi
masyarakat, dan pendonor, CDF
mengikis pemisahan kekuasaan
antara legislatif dan eksekutif di
dalam pemerintahan. 3 Secara teo­
ritis, dengan mengirimkan dana
2 Tsubura, Machiko. The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in Comparative Perspective. Paper yang dipersiapkan
untuk kegiatan Annual Meeting of the
American Political Science Association. Inggris: 2013, hlm. 1.
3 Ibid.,hlm. 2.
secara langsung ke daerah konsti­
tuen maka diasumsikan alokasi dari
dana tersebut akan bisa tepat guna,
sesu­ai kebutuhan publik.
Namun demikian CDF memiliki pa­
ling tidak dua fokus kelemahan apa­
bila dilihat dari kacamata organisa­
si masyarakat yang berhubungan
dengan akuntabilitas pemerintah.
Fokus pertama sama dengan fokus
kalangan akademisi dan pendonor
yang telah disebutkan sebelum­
nya, yakni terkait dengan pemisah­
an kekuasaan antara legislatif dan
eksekutif yang semakin terkikis.
Dengan adanya CDF, anggota de­
wan yang pada awalnya hanya ber­
fokus dalam fungsi legislasi menjadi
terpecah konsentrasinya dengan
harus memikirkan dan mengimple­
mentasikan program yang seha­
rusnya menjadi domain eksekutif.
Ditambah lagi, CDF memberikan
kesempatan bagi anggota dewan
untuk melakukan korupsi. Keadaan
ini terjadi di Kenya, dimana anggota
dewan Parlemen Kenya yang mem­
buat hukum, mengimplementasi­
kan, dan mengawasi pengeluaran
mereka terkait CDF.4
4 Hal ini diungkapkan oleh Ongoya and Lumallas dalam penilaian mereka terkait CDF Act
di tahun 2005. Pernyataan ini dituliskan di
dalam Constituency Development Funds:
Scoping Paper oleh Alison Hickey Tshangana,
hlm. 1.
Fokus kedua adalah kurangnya
kesadaran publik untuk melibat­
kan diri dalam proses penerapan
CDF. Tanpa adanya keterlibatan
langsung oleh publik, alokasi dana
CDF yang awalnya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan mendasar
dari komunitas di daerah terse­
but menjadi tidak dapat terealisasi.
Menurut Tshangana (2010: 3), ele­
men inti dari penerapan CDF adalah
1) Dana dikumpulkan oleh peme­
rintah pusat untuk kemudian dike­
luarkan di tingkat daerah/ lokal; 2)
Dana dialokasikan berbasis daerah
konstituen dimana anggota dewan
memiliki kuasa untuk mengontrol
pengeluaran; dan 3) Dana ditujuk­
kan untuk proyek pembangunan
yang meref leksikan kebutuhan
publik di daerah tersebut.
Menurut laporan IPU (Inter Par­
liamentar y Union) tahun 2008,
di Negara – negara berkembang,
tipologi konstituen terkesan mem­
bebani anggota dewan di luar tu­
gas dan fungsi anggota legislatif,
di antaranya yakni adalah permin­
taan terkait dengan pembangunan
di daerah mereka, anggota dewan
dituntut untuk menjadi “agen pem­
bangunan” untuk daerah mereka.
Sehingga, melalui alokasi dana CDF,
anggota dewan bisa memenuhi tun­
tutan dari konstituen. Akan tetapi,
sisi negatif yang muncul dari tipe
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
75
PARLEMEN DUNIA
hubungan seperti ini adalah mun­
culnya politik transaksional dan
patronase dimana anggota dewan
tersebut akan mengalokasikan dana
CDF apabila konstituen mau mem­
berikan dukungan politik kepada
anggota dewan tersebut.
liki populasi sebanyak lebih dari 1,2
miliar jiwa.5 Angka tersebut menja­
dikan India Negara kedua dengan
populasi terbanyak setelah Repu­
blik Rakyat Tiongkok.
Jumlah penduduk yang begitu ba­
nyak, tentu memberikan ba­n yak
permasalahan, khu­
s u s ny a b a g i p e n­
duduk India. Untuk
dapat menyelesaikan
permasalahan yang
terjadi, dibentuklah
suatu skema penda­
na an pembang uan
konstituen atau Constituency Development Fund, at au
yang di India dise­
but dengan Member
of Parliament Local
Are a D e vel o p m e nt
Sumber: Tshangana, Alison H. Constituency Development
(MPL AD). Skema ini
Funds: Scoping Paper. Cape Town: 2010, hlm. 9.
diajukan pada tahun
1993 oleh ang got a
parlemen (Member
of Parliament). Saat
it u, ba nya k a ng­
gota parlemen yang
sering kali diminta
untuk dapat mem­
bantu dalam proyekproyek kecil di dae­
rah konstituennya. 6
Oleh karena itu, para
anggota parlemen ini
mengajukan MPLAD,
yang memungkinkan
mereka untuk dapat
Sumber: Wanjiru Gikonyo. The CDF Social Audit Guide: A
meng usulkan pro­
Handbook for Communities.
g ram pembang unan
kepad a pemer int a h
Kontribusi MPLAD bagi pemba­ daerah konstituennya.
ngunan India
Skema MPLAD setidaknya memiliki
India merupakan sebuah Negara 5 India Population, http://www.worldometers.info/world-population/india-populayang terletak di kawasan Asia Se­
tion/, yang diakses pada 24/06/2015 pukul
latan yang memiliki jumlah pen­
10.27 WIB.
duduk yang sangat banyak dan 6 Machiko Tsubura, “The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in Comparaterdiri dari berbagai suku yang
tive Perspective”, (di presentasikan pada
memiliki ciri khasnya masing-ma­
pertemuan tahunan American Political Scising. Menurut situs Worldometers,
ence Association, 28 Agustus – 1 September,
hingga tahun 2015 ini, India memi­
2013)
76
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
tiga stakeholder utama, yakni: ang­
gota parlemen, pemerintah distrik
(district authority), dan Pemerin­
tah India. Pada skema ini, anggota
parlemen memiliki hak untuk dapat
mengusulkan suatu program pem­
bangunan di derah pemilhannya.
Para anggota parlemen dapat me­
ngusulkan program pembangunan
berdasarkan hal-hal yang menurut
mereka dibutuhkan di daerah kon­
stituennya, seperti: pembangunan
jembatan, pembangunan irigasi dan
sanitasi, fasilitas air minum, fasili­
tas kesehatan, fasilitas pendidikan,
pembangunan jalan raya, dan ber­
bagai program pembangunan lain­
nya. Usulan program pembangu­
nan tersebut kemudian diberikan
kepada pemerintah distrik, sebagai
pihak pelaksana program. Pemerin­
tah distrik juga menjadi pihak yang
akan menunjuk pihak ketiga sebagai
eksekutor program tersebut, pihak
ketiga tersebut bisa Lembaga Swa­
daya Masyarakat maupun kontrak­
tor.
Contoh ilustrasi struktur dalam
pengelolaan CDF di Kenya. Sumber:
Wanjiru Gikonyo. The CDF Social Audit
Guide: A Handbook for Communities.
Pad a awa l p erkemba nga n nya ,
seorang anggota parlemen seti­
daknya memiliki dana sebesar
500.000 Rupee atau sekitar 110 juta
rupiah untuk mendanai program
usulannya. Seiring berjalannya
waktu, jumlah dana tersebut terus
bertambah, dan pada periode 20142015 ini, dana yang dimiiki oleh ma­
sing-masing anggota mencapai 50
juta Rupee atau sekitar 10,5 milyar
rupiah. Dana yang ditujukan untuk
pembangunan daerah konstituen
tersebut tidak langsung diserahkan
kepada anggota parlemen, melain­
kan disalurkan melalui rekening
terpisah yang ditujukan untuk ang­
gota parlemen, dan dikelola oleh
aparat sipil di distrik.7
Keberadaan Skema MPL AD ini,
pada awal perkembangannya, tidak
begitu menarik perhatian publik
di India. Bahkan, dalam masa pe­
nyusunan skema ini, tidak terlihat
adanya perdebatan hebat, baik di
dalam parlemen, maupun di luar
parlemen. Isu mengenai Skema MP­
LAD ini mulai mencuri perhatian
publik India ketika Comptroller and
Auditor General (CAG) 8 merilis hasil
laporan audit pelaksanaan MPLAD
di beberapa Negara bagian di India
pada tahun 1999. Dalam laporan
tersebut, digambarkan adanya ke­
salahan pengelolaan dana MPLAD.
7 International Budget Partnership, Constituency Development Funds: Scoping Paper,
http://internationalbudget.org/wp-content/
uploads/Constituency-Development-FundsScoping-Paper.pdf, yang diakses pada
24/06/2015 pukul 11.50 WIB
8 Jika diterjemahkan secara harafiah akan memiliki arti: Jenderal Pengawasan dan Auditor
Keuangan”. Perannya menyerupai Badan
Pemeriksa Keuangan RI di Indonesia.
Mahkamah Agung India sebelum­
nya sempat memberikan keputu­
san terkait dengan adanya gugatan
yang diberikan oleh para ahli hu­
kum di India terkait dengan isu Ske­
ma MPLAD ini. Para ahli hukum ini
mengatakan bahwa skema MPLAD
ini inkonstitusional, dikarenakan
ada­nya pelanggaran terhadap kon­
sep separation of power yang ter­
dapat dalam pemerintahan India.
Namun, pada akhirnya Mahkamah
Agung India memutuskan bahwa
MPLAD tidak bertenta­ngan dengan
konstitusi, dikarenakan dalam hal
ini, para anggota parlemen (yang
merupa­k an bagian dari lembaga
legislatif), hanya memberikan usul­
an terkait dengan program pem­
bangunan, sedangkan untuk pelak­
sanaan dan implementasi program
tersebut dilakukan oleh Panchayat
(dewan lokal) dan pemerintah dae­
rah (yang merupakan bagian dari
kekuasaan eksekutif).9
Kekurangan dari skema MPLAD ini
salah satunya adalah dana yang di­
gunakan pada tahun pertama dapat
diakumulasikan pada tahun berikut­
nya. Hal ini banyak dimanfaatkan
oleh para anggota parlemen untuk
dapat menarik perhatian konstituen
dengan membangun fasilitias umum
dengan menggunakan dana MPLAD
9 Machiko Tsubura, Loc.Cit
tersebut, di akhir masa jabatan­
nya. Harapannya adalah agar para
anggota parlemen ini dapat dipilih
kembali oleh para konstituen. Per­
masalahan lain yang terjadi pada
skema MPLAD ini adalah bahwa
banyak anggota parlemen yang ti­
dak menggunakan dana pemba­
ngunan ini. Pada tahun 2014-2015,
sekitar 233 anggota parlemen tidak
menggunakan dana ini.10 Selain itu,
di beberapa distrik, anggota parle­
men telah mengajukan usulan pro­
gram, namun usulan tersebut ti­
dak dilaksanakan oleh pemerintah
distrik.11 Menurut peraturan yang
ada, persetujuan dari pemerintah
distrik memang dibutuhkan agar
program usulan anggota parlemen
dapat dilaksanakan. hal ini kemu­
dian menunjukkan bahwa imple­
mentasi program yang di danai oleh
skema MPLAD ini bergantung pada
birokrat yang ada di distrik.
Meskipun banyak dana MPL AD
yang tidak digunakan oleh ang­
gota parlemen pada kisaran tahun
2014-2015, masih terlalu awal un­
tuk menyimpulkan bahwa ini ti­
dak terserap dengan baik. Sebagai
contoh, pada periode pemerintah­
an tahun 2009-2013, sekitar 88%
dana MPLAD terimplementasikan
dan pada kisaran tahun 1993-2008
sekitar 98% dari dana yang ada
telah digunakan.12 Secara keseluru­
han, dapat dikatakan bahwa skema
MPLAD memang merupakan suatu
contoh bagi penguatan lembaga
legislatif. Meski memang diwarnai
dengan berbagai kekurangan, tidak
dapat dipungkiri bahwa skema MP­
LAD memberikan kesempatan bagi
para anggota parlemen untuk dapat
memberikan kontribusi bagi para
konstituennya. ***
10 How MPs spend their funds: there’s good
and bad news, (http://www.thehindu.
com/data/how-do-mps-spend-their-funds/
article7285685.ece), yang diakses pada
24/06/2016 pukul 15.00 WIB
11 ibid.
12 ibid.
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
77
POJOK PARLE
S
uasana rapat-rapat DPR tidak selamanya ber­
langsung tegang. Baik dalam Rapat Paripurna,
rapat-rapat Komisi, maupun Alat Kelengkapan
Dewan yang lain, selain suasana serius juga di­
warnai santai dan canda tawa. Dalam rapat Paripurna
pembahasan RUU, anggaran maupun pengawasan,
sering diwarnai interupsi dan protes yang terkesan
cukup serius.
Namun dalam rapat Komisi selamanya tidak berlang­
sung serius. Sejumlah anggota memiliki trik untuk
mencairkan suasana supaya jalannya rapat tidak mem­
bosankan, membuka perkenalannya dengan pantun.
Salah satu anggota yang cukup menonjol dan tidak
ketinggalan berpantun adalah politisi Partai Nasdem
Nyat Kadir.
Parlementaria yang mengikuti acara kunjungan kerja
sempat merekam sebagian dari pantun mantan Wa­
likota Batam tersebut.
Ada buaya didalam air, matanya merem karena
sakit gigi.
Nama saya Nyat Kadir, Partai Nasdem dari Dapil
Kepri.
Pergi ke sawah menangkap belalang, sejak senja
78
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
sampai ke pagi.
Sungguh megah kota Palembang, serasa Kerajaan
Sriwijaya hidup kembali.
Dalam kesempatan lain saat kunker ke Lampung belum
lama ini dia juga berpantun.
Makan pinang bersama Haji Lulung, daunnya
lembut enak sekali.
Sungguh senang tiba di Lampung, karena sudah
20 tahun tidak kembali
Tak kalah cekatannya, anggota FPKS yang mantan
Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring
yang ikut serta rombongan Tim Komisi VI juga me­
nyambut perkenalannya dengan berpantun ria.
Kalau dulu bertanam ubi, sekarang bertanam
sayuran.
Kalau dulu menjadi menteri, sekarang anggota
Dewan
Kalau bukan setetes tinta, takkan kugubah sebait
puisi
Kalau bukan karena cinta, takkan mungkin aku
disini. (mp) Foto: Mastur Prantono/Parle/HR
T
idak seperti biasanya, sore itu rumah dinas
Ketua DPR RI Setya Novanto tampak kesibukan
yang luar biasa. Tak heran jika suasana ramai,
karena sore itu Ketua DPR RI menggelar acara
“Buka Puasa” bersama Presiden dan Wakil Presiden.
selalu diberi kesehatan dan keselamatan dunia akhirat.
Ia juga menyatakan, bahwa umur 54 tahun memiliki
hoki yang tinggi. Menanggapi ucapan dari Novanto,
Jokowi yang mengenakan batik hitam-coklat pun
tersenyum simpul dan terlihat sumringah.
Selain Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla, juga mengundang menteri-menteri Kabinet
Kerja, para Duta Besar, Pimpinan Partai dan masih
banyak tamu-tamu penting lainnya.
“Jadi kalau 54 itu, hokinya tinggi. Lima ditambah empat,
jadi sembilan. Sembilan itu sudah angka yang paling
tinggi, sehingga bisa menjadi Presiden. Semoga panjang
umur, selamet ndunyo akhirat (selamat dunia akhirat),
bagyo lahir batos sekeluargo sakukuban (bahagia lahir
batin sekeluarga semuanya). Amin,” harap politisi asal
Dapil Nusa Tenggara Timur itu.
Satu per satu para tamu memasuki ruang acara,
suasana tampak akrab dan tamu yang hadir jauh dari
kesan formil. Acara lebih spesial karena ketika Ketua
DPR RI menyampaikan sambutannya mengatakan
bahwa dua hari sebelumnya Presiden Joko Widodo
memperingati ulang tahun ke-54 pada 21 Juni 2015 lalu.
Walaupun sedikit terlambat, Ketua DPR RI Setya
Novanto mengucapkan selamat ulang tahun kepada
Presiden. Tak seperti biasanya, ucapan selamat ulang
tahun itu dilafalkan menggunakan bahasa Jawa.
“Ngaturaken sugeng tambah yuswo ingkang kaping
seket sekawan, mugi tansah pinaringan sehat, panjang
yuswo (Kami menghaturkan selamat ulang tahun ke 54,
semoga selalu diberi kesehatan, dan panjang umur),”
kata Novanto, sesaat sebelum acara buka puasa dimulai.
Novanto juga berharap, di umur yang baru ini, Presiden
Kejutan dari Setnov tidak hanya itu, ternyata dalam
acara ini sudah disiapkan menu spesial kesukaan Pak
Jokowi. Secara khusus ia menyuguhkan makanan
kesukaan Presiden Joko Widodo. Bahkan, untuk me­
ngolah makanan ini, Novanto sampai mendatangkan
juru masak atau koki dari rumah makan Mbah Citro,
Solo.
“Pak Presiden pasti akan kaget, karena saya membawa
delapan orang (koki) dari Solo. Ini makanan yang
disukai Pak Presiden, jadi ada mie, nasi goreng, dan
capcay. Ini Mie Goreng dari Mbah Citro, Solo. Mie ini
kan kalau dimakan panjang, semoga umurnya makin
panjang. Nanti kalau mau jadi capres, harus makan mie
ini,” imbuh Politisi F-PG ini diiringi tawa dari undangan
yang hadir. (sf) Foto: Denus/Parle/HR
PARLEMENTARIA
EDISI 126 TH. XLV, 2015
79
Download