Pendahuluan

advertisement
Bab 1
Pendahuluan
1.1
Keadaan mikro dan keadaan makro
Kuantitas makro keadaan fisis suatu sistem merupakan perwujudan rerata kuantitas mikro sistem tersebut. Sebagai contoh, tekanan dari suatu gas merupakan
perwujudan rerata tumbukan molekul-molekul gas dengan suatu permukaan,
temperatur suatu materi terkait dengan rerata energi kinetik partikel-partikel
dalam materi, dan lain sebagainya.
Tugas dari mekanika statistik adalah mendefinisikan dengan eksak proses
pererataan, yang berawal dari kuantitas-kuantitas mikroskopis, seperti momentum dan koordinat misalnya, menjadi kuantitas-kuantitas makroskopik sistem.
Jadi mekanika statistik memberikan hubungan antara teori-teori mikroskopik
tentang materi dengan fenomena termodinamika. Kunci penghubungnya adalah
konsep tentang entropi.
1.2
Ruang Fase
Bila suatu sistem fisis banyak partikel akan kita deskripsikan secara klasik, maka
pendeskripsian kinematikanya, cukup dengan memberikan nilai posisi dan momentum setiap partikelnya, sebagai fungsi waktu. Sehingga keadaan gerak dari
setiap partikel dalam sistem diketahui. Bila q adalah lambang untuk koordinat
umum posisi, dan p adalah lambang untuk koordinat umum momentum, maka
untuk pendekatan klasik, set variabel (qi , pi ) untuk i = 1, . . . , 3N cukup untuk
mendeskripsikan keadaan gerak sistem N buah partikel dalam ruang berdimensi
tiga (dengan asusmi tidak ada persyaratan fisis lain yang mengkaitkan variabelvariabel tersebut, yang dapat menyebabkan derajat kebebasan sistem berkurang). Set variabel (qi , pi ) inilah yang mendeskripsikan keadaan mikro dari
sistem. Set (qi , pi ) dapat dibayangkan sebagai suatu titik dalam ruang berdimensi 6N yang disebut dengan ruang fase klasik. Suatu titik tertentu dalam
ruang fase tepat terkait dengan satu keadaan mikro yang berupa keadaan gerak
seluruh bagian (misalnya keseluruh N partikel) dalam sistem. Kita dapat juga
1
2
BAB 1. PENDAHULUAN
secara analog mengkaitkan keadaan gerak setiap partikel dengan ruang fase
berdimensi enam, kemudian keadaan gerak seluruh sistem digambarkan degan
N titik dalam ruang fase satu partikel ini. Tetapi di sini kita hanya akan menggunakan istilah ruang fase untuk penggambaran keseluruhan N partikel dalam
sistem.
Dengan berjalannya waktu, setiap partikel dalam sistem akan berubah posisi
dan momentumnya. Maka evolusi waktu sistem terkait dengan sebuah kurva
(lintasan) (qi (t), pi (t)) dalam ruang fase, yang disebut dengan lintasan ruang
fase. Lintasan ini, dalam tinjauan fisika klasik, ditentukan oleh persamaan
gerak Hamiltonan untuk setiap partikel
q˙i =
∂H
,
∂pi
p˙i = −
∂H
∂qi
(1.1)
Sehingga bila Hamiltonan untuk sistem sudah diketahui, maka lintasan ruang
fasenya juga akan diketahui. Hamiltonan sistem akan memberikan energi total
sistem, dan secara umum Hamiltonan ini adalah fungsi dari keadaan gerak semua partikel dalam sistem, atau dengan kata lain fungsi dari titik ruang fase
(qi , pi ) dan waktu. Dalam sebuah sistem yang terisolasi, di mana energi total
sistem tetap, Hamiltonannya tidak bergantung kepada waktu secara eksplisit.
Sehingga, untuk kasus ini, Hamiltonan hanya fungsi dari titik ruang fase, dan
nilainya
H(qi (t), pi (t)) = E
(1.2)
adalah besaran yang konstan. Dalam sistem yang terisolasi, sepanjang lintasan
ruang fase (qi (t), pi (t)) nilai E selalu tetap.
Besaran-besaran fisis lain, secara umum selalu dapat dinyatakan sebagai
fungsi titik ruang fase, seperti A(qi (t), pi (t)). Dinamika dari besaran-besaran
fisis tersebut, selalu dapat diketahui melalui
3N
dA
∂A X ∂A
∂A =
+
q˙i +
p˙i
dt
∂t
∂qi
∂pi
i=1
(1.3)
yang dengan menggunakan persamaan gerak Hamiltonan pada pers. (1.1), dapat dituliskan menjadi
3N
dA
∂A X ∂A ∂H
∂A ∂H ∂A
=
+
−
=
+ {A, H}
dt
∂t
∂qi ∂pi
∂pi ∂qi
∂t
i=1
(1.4)
di mana kurung Poisson telah digunakan untuk meringkas suku jumlahan di
atas. Bila A = H dan H tidak secara eksplisit bergantung pada waktu (∂H/∂t =
0), karena {H, H} = 0 maka dH/dt = 0 yang berarti H konstan. Ini tidak lain
adalah pernyataan kekekalan energi.
Persamaan (1.2) menggambarkan kumpulan titik-titik pada sebuah permukaan berdimensi (6N − 1) dalam ruang fase. Permukaan ini sering disebut
sebagai permukaan energi. Untuk sebuah partikel yang bergerak dalam satu
dimensi, konsep ruang fase ini mudah untuk divisualisasikan. Sebagai contoh
1.2. RUANG FASE
3
diberikan sebuah partikel yang bergerak dalam pengaruh potensial osilator harmonis, dengan Hamiltonan diberikan oleh
H(qi , pi ) =
p2
1
+ kq 2
2m 2
(1.5)
Ruang fase yang terkait dengan sistem ini berdimensi dua, dan diperlihatkan
dalam gambar 1.1.
Gambar 1.1: Ruang Fase Osilator Harmonis 1 dimensi
Dalam gambar 1.1, telah digambar daerah antara energi E dan E + ∆E.
Karena H pada pers. (1.5) tidak bergantung dengan waktu secara eksplisit,
maka energi total sistem tetap, dan persamaan
H(q, p) =
p2
1
+ kq 2 = E
2m 2
(1.6)
tidak lain adalah persamaan sebuah lintasan elips (permukaan berdimensi satu
dalam
dua) dengan setengah panjang
p
psumbu-sumbunya
√ ruang fase berdimensi
a = 2mE dan b = 2E/K, dan frekuensi sudutnya ω = k/m. Luas ruang
fase yang dibatasi lintasan elips tersebut adalah σ = πab = 2πE/ω. Setiap
titik pada elips terkait dengan satu keadaan gerak dari osilator. Tapi setiap
titik dari ruang fase dapat juga diidentifikasikan dengan satu osilator dalam
keadaan gerak tertentu. Ini berarti permukaan energi juga menggambarkan
distribusi ruang fase dari banyak sistem yang sama pada satu saat. Dalam
prakteknya hampir tidak mungkin memiliki suatu sistem dengan energi yang
tetap, karena itu biasanya diperbolehkan adanya sedikit koreksi terhadap energi tersebut, sebesar ∆E. Selain itu dengan membolehkan sedikit koreksi ini,
penghitungan-penghitungan nantinya akan lebih mudah. Kumpulan dari titiktitik ruang fase (sistem) tersebut yang terkait dengan sifat-sifat makroskopik
4
BAB 1. PENDAHULUAN
(untuk kasus di atas adalah energi antara E dan E + ∆E) disebut sebagai ensambel. Jadi ensambel adalah kumpulan dari sistem yang sama, yang berbeda
dalam keadaan mikroskopiknya.
Ruang fase dapat kita bagi menjadi elemen-elemen volume d3N qd3N p, yang
juga disebut sebagai sel ruang fase. Dari konsep elemen volume ini kita dapat
menghitung volume (berdimensi 6N ) dalam ruang fase yang dibatasi daerah
tertentu. Volume ruang fase dilambangkan dengan ω, sedangkan elemen volume
ruang fase dω = d3N qd3N p. Sebagai contoh volume ruang fase antara energi E
dan E + ∆E, diberikan oleh
Z
Z
∆ω =
dqdp =
dω
(1.7)
E≤H(q,p)≤E+∆E
E≤H(q,p)≤E+∆E
Permukaan (berdimensi 6N − 1) yang membatasi suatu volume ruang fase
dilambangkan dengan σ, dengan elemen permukaannya adalah dσ. Sehingga
luas permukaan energi diberikan oleh
Z
σ(E) =
dσ
(1.8)
E=H(p,q)
Istilah permukaan di sini harus dimaknai sebagai sesuatu yang membatasi volume berdimensi tertentu. Dimensi dari permukaan pembatas volume adalah
satu dimensi di bawah dimensi volume yang dibatasinya. Seperti pada contoh
tentang osilator harmonis di atas, permukaan energinya berupa keliling elipse
(satu dimensi) yang membatasi volume ruang fase berupa area elipse (berdimensi dua).
Mari kita tinjau sebuah sistem terisolasi dengan variabel makroskopik E, V ,
dan N . Volume wadah sistem ini membatasi kemungkinan nilai koordinat posisi partikel-partikelnya, karena dengan diberikan nilai energi total maka hanya
titik ruang fase pada permukaan energi saja yang diperbolehkan. Untuk suatu keadaan makro tertentu, terdapat sejumlah (sangat banyak) keadaan mikro
berbeda Ω(E, V, N ) yang memberikan keadaan makro ini. Bahkan dalam limit
termodinamika (V, N → ∞) jumlahnya bisa tak hingga. Karena setiap titik
pada permukaan energi terkait dengan satu keadaan mikro, maka sebagai ukuran jumlah keadaan mikro, kita dapat memakai luas permukaan energi, dan
kita asumsikan bahwa jumlah keadaan mikro Ω(E, V, N ) sebanding dengan luas
permukaan energi
σ(E, V, N )
Ω(E, V, N ) =
σ0
Z
dengan σ(E, V, N ) =
dσ
(1.9)
E=H(pi ,qi )
dan σ0−1 adalah konstanta kesebandingannya. Sifat termodinamika suatu sistem tidak akan bergantung pada nilai σ0 karena yang dibutuhkan hanya perbedaan atau perubahan potensial-potensial termodinamika, bukan nilai absolutnya. Cukup memadai bila diketahui rasio Ω1 /Ω2 untuk dua keadaan makroskopik,
sehingga nilai sesungguhnya dari σ0−1 tidak terlalu penting.
1.3. ENTROPI
5
Jadi kita sudah memiliki cara menghitung jumlah keadaan mikro Ω(E, V, N )
yang memberikan keadaan makro tertentu, yaitu dengan menghitung luas permukaan energi σ(E, V, N ). Sayangnya perhitungan Ω secara langsung dari luas
permukaan energi seringkali merupakan permasalahan integral yang sangat rumit, karena melibatkan integral permukaan berdimensi tinggi. Dalam banyak
kasus perhitungan integral volume ruang fase untuk suatu sistem lebih mudah
dilakukan dibanding menghitung integral permukaan energinya. Dari matematika kita mengetahui suatu teorema (Teorema Cavalieri) yang menyatakan
bahwa penghitungan area dapat dilakukan dengan menggunakan hasil integral
volume. Misalkan ω(E, V, N ) adalah volume total ruang fase yang dibatasi oleh
suatu permukaan energi σ(E, V, N )
Z
ω(E, V, N ) =
d3N qd3N p
(1.10)
H(pi ,qi )≤E
Untuk nilai ∆E yang kecil, volume yang dibatasi oleh dua permukaan energi E
dan E + ∆E diberikan oleh
∂ω ∆E
(1.11)
∆ω = ω(E + ∆E) − ω(E) =
∂E V,N
Sedangkan teorema Cavalieri menyatakan
∆ω = σ(E)∆E
(1.12)
sehingga
∂ω
(1.13)
∂E
Dengan ini, kita dapat mencari nilai σ(E) dengan mencari terlebih dulu volume ruang fase yang dibatasi oleh permukaan energi, kemudian digunakan persamaan di atas.
Kita ingin mengetahui jumlah keadaan mikro (terkait dengan suatu permukaan energi - keadaan makro) karena dalam keadaan kesetimbangan termodinamis, keadaan makro yang paling mungkin muncul adalah keadaan makro
yang jumlah keadaan mikronya terbanyak. Kesimpulan ini berdasarkan pada
asumsi logika statistik. Terkandung dalam kesimpulan tersebut suatu postulat dasar bahwa semua keadaan mikro dengan energi total yang sama memiliki
probabilitas yang sama untuk muncul atau terwujud. Berikutnya kita akan
membuat penghubung antara jumlah keadaan mikro dengan besaran-besaran
makroskopik termodinamis, yaitu melalui konsep entropi.
σ(E) =
1.3
Entropi
Mari kita tinjau sebuah sistem terisolasi yang terdiri dari dua subsistem dengan
besaran keadaan Ei , Vi dan Ni , i = 1, 2, sehingga
E = E1 + E2 = konstan dE1 = −dE2
N = N1 + N2 = konstan dN1 = −dN2
V = V1 + V2 = konstan dV1 = −dV2
6
BAB 1. PENDAHULUAN
Ini berarti sub-sub sistem tersebut dapat saling bertukar energi maupun partikel dan dapat pula bertukar volume. Akan tetapi dalam keadaan setimbang,
nilai Ei , Vi dan Ni akan berada pada nilai rerata tertentu. Bila dianggap kedua
subsistem tersebut saling independen secara statistik, maka keadaan mikro sistem (total) adalah semua kemungkinan dari perkalian keadaan-keadaan mikro
kedua subsistem, dan jumlah keadaan mikro sistem (total) terkait denga suatu keadaan makro adalah perkalian dari jumlah keadaan-keadaan mikro kedua
subsistem
Ω(E, V, N ) = Ω1 (E1 , V1 , N1 )Ω2 (E2 , V2 , N2 )
(1.14)
Dalam keadaan setimbang termodinamik, keadaan makro yang paling terbolehjadi, adalah keadaan dengan jumlah keadaan mikronya terbesar, Ω = Ωmaks ,
sehingga dΩ = 0. Bila kita membentuk diferensial total persamaan (1.14) kita
dapatkan
dΩ = Ω2 dΩ1 + Ω1 dΩ2
(1.15)
atau dengan membagi persamaan ini dengan Ω, didapatkan
d ln Ω = d ln Ω1 + d ln Ω2
(1.16)
Untuk keadaan setimbang termodinamik, berarti
d ln Ω = 0
ln Ω = ln Ωmaks
(1.17)
Sekarang sistem yang sama ditinjau secara termodinamik. Bila energi dalam
dari sistem terisolasi diidentikkan dengan total energi E, maka entropinya diberikan oleh
S(E, V, N ) = S1 (E1 , V1 , N1 ) + S2 (E2 , V2 , N2 )
(1.18)
berdasar pada sifat ekstensif dari entropi. Diferensial total entropinya adalah
dS = dS1 + dS2
(1.19)
Dan dalam keadaan setimbang termodinamis, nilai entropi sistem akan maksimum
dS = 0 S = Smaks
(1.20)
Dengan membandingkan pers. (1.17) dengan (1.20) dan pers. (1.17) dengan
(1.19), dapat kita simpulkan adanya keterkaitan hubungan antara ln Ω dengan
entropi S. Karena itu dipostulatkan
S = k ln Ω(E, V, N )
(1.21)
dengan k adalah suatu konstanta kesebandingan. Persamaan ini sangat penting
bagi mekanika statistik. Persamaan ini mendasari penghitungan semua sifatsifat termodinamik dari sistem banyak partikel dengan menggunakan Hamiltonan H(pi , qi ). Setelah diperoleh entropi S(E, V, N ) maka informasi tentang
besaran-besaran termodinamika lainnya dapat diketahui, misalnya melalui
∂S p
∂S µ
∂S 1
=
,
=
, − =
(1.22)
T
∂E V,N
T
∂V E,N
T
∂N E,V
1.4. ENTROPI GAS IDEAL
7
Sayangnya menghitung jumlah keadaan mikro Ω tidak selalu mudah. Untuk sistem-sistem yang komplek kita harus menggunakan teori ensambel, dan
memilih sistem sebagai sistem yang tertutup atau terbuka . Pers. (1.22) juga
menujukkan pada kita bahwa konstanta σ0 dalam penghitungan jumlah keadaan
mikro tidak memiliki konsekuensi praktis, karena hanya memberi tambahan konstan terhadap nilai entropi. Sedangkan dalam termodinamika hanya perbedaan
entropi sajalah yang terukur.
Walaupun begitu konstanta σ0 perlu untuk ditinjau lebih mendalam lagi.
Konstanta σ0 per definisi tidak lain adalah elemen permukaan ruang fase yang
dihuni oleh sebuah keadaan mikro. Dalam tinjauan mekanika klasik hal ini tidak
bermakna karena titik keadaan mikro dalam ruang fase memiliki kerapatan
tak hingga, sehingga kita harus memakai sembarang satuan luas permukaan.
Akan tetapi dalam tinjauan mekanika kuantum, karena relasi ketidakpastian
Heisenberg, setiap keadaan mikro setidaknya menempati sebuah volume seluas
∆p∆q ≥ h atau ∆3N p∆3N q ≥ h3N . Karena itu ruang fase dalam tinjauan
mekanika kuantum terdiri dari sel-sel dengan ukuran h3N . Sel-sel ini memiliki
volume berhingga, karena itu kita dapat menghitung jumlah keadaan mikro
secara absolut, dan pers. (1.21)memberikan nilai absolut entropi tanpa adanya
konstanta tambahan. Nilai entropi S = 0 terkait dengan suatu sistem yang
hanya memiliki tepat satu buah keadaan mikro (Ω = 1). Dalam prakteknya
misalnya sistem kristal ideal pada temperatur nol mutlak memiliki nilai entropi
sama dengan nol. Pernyataan bahwa sistem semacam tadi pada temperatur
T = 0 memiliki nilai entropi S = 0, dikenal juga sebagai hukum termodinamika
ketiga.
1.4
Entropi Gas Ideal
Sebagai contoh konkrit, kita akan menghitung sifat-sifat termodinamika gas
ideal klasik. Hamiltonan (non relativistik) untuk N partikel gas ideal bermassa
m adalah
3N
X
p2i
(1.23)
H(pi , qi ) =
2m
i=1
Komponen koordinat dan momentum telah diberi nomer dari 1 sampai 3N .
Volume ruang fase yang dibatasi oleh permukaan energi E adalah
Z
d3N qd3N p
ω(E, V, N ) =
(1.24)
H(pi ,qi )≤E
Karena Hamiltonan gas ideal tidak bergantung pada posisi partikel-partikelnya,
maka integral terhadap koordinatnya dapat langsung dihitung dan menghasilkan
volume,
Z
ω(E, V, N ) = V N
d3N p
(1.25)
H(pi )≤E
8
BAB 1. PENDAHULUAN
Karena syarat batas integrasi, dapat dituliskan sebagai
3N
X
√
p2i ≤ ( 2mE)2
(1.26)
i=1
maka,√
integral yang tersisa ini tidak lain dari volume bola berdimensi-3N dengan
jejari 2mE. Volume sebuah bola berdimensi D dengan jejari R diberikan oleh
rumus (lihat lampiran)
π D/2
VD (R) = D D RD
(1.27)
2 Γ( 2 )
Sehingga pers. (1.25) dapat dituliskan sebagai
ω(E, V, N ) =
π 3N/2
(2mE)3N/2 V N
3N
3N
2 Γ( 2 )
(1.28)
Dengan menggunakan pers. (1.13) kita dapatkan
Ω(E, V, N ) =
1 N π 3N/2
V
(2m)3N E 3N/2−1
σ0
Γ( 3N
)
2
(1.29)
dan entropi untuk gas ideal ini diberikan oleh
S(E, V, N ) = k ln
h1
i
π 3N/2
V N 3N (2m)3N E 3N/2−1
σ0
Γ( 2 )
(1.30)
Untuk limit termodinamika (N → ∞) kita dapat menggunakan pendekatan
Stirling
ln Γ(n) ≈ (n − 1) ln(n − 1) − (n − 1) ≈ n ln n − n
(1.31)
dan rumusan entropi gas ideal di atas dapat dituliskan sebagai
S(E, V, N ) = N k
h3
2
+ ln
h V 4πmE 3/2 ii
σ
3N
(1.32)
1/N
dengan konstanta baru σ = σ0 .
Perumusan sifat-sifat thermodinamika lainnya dapat dengan mudah diperoleh
1
∂S 3
1
3
=
= Nk
atau E = N kT
(1.33)
T
∂E V,N
2
E
2
p
∂S Nk
=
=
atau pV = N kT
(1.34)
T
∂V E,N
V
dan didapatkan hasil-hasil yang sesuai dengan hasil-hasil perumusan gas ideal.
Akan tetapi perumusan untuk entropi gas ideal pada pers. (1.32) belum benar, karena entropi yang dirumuskannya bukan merupakan besaran yang ekstensif. Entropi, sebagai besaran ekstensif, seharusnya meningkat sebanyak α kali,
ketika besaran ekstensif lainnya seperti E, V dan N juga ditingkatkan sebanyak
1.4. ENTROPI GAS IDEAL
9
α kali. Tetapi dalam pers. (1.32) terdapat faktor ln α yang menyebabkannya
tidak ekstensif.
Hasil entropi gas ideal di atas ternyata kontradiksi dengan fakta bahwa entropi adalah besaran ekstensif. Untuk memahami penyebabnya lebih lanjut,
mari kita tinjau sebuah sistem terisolasi yang terdiri dari dua bagian berisikan
gas ideal A dan gas ideal B terpisahkan oleh sebuah dinding. Kedua gas ideal
berada dalam keadaan temperatur dan tekanan yang sama. Bila dindingnya
dilenyapkan maka kedua gas akan tersebar dan keduanya akan mengisi seluruh
wadah sistem sampai keadaan seimbang baru tercapai. Karena energi dalam
dari gas ideal tidak bergantung pada volume, dan bergantung pada temperatur,
dan karena energi dalam selalu tetap selama seluruh proses, maka temperatur
maupun tekanan juga tidak berubah. Tetapi entropi sistem meningkat, yang
disebut juga dengan entropi pencampuran. Perubahan entropi sistem, adalah
entropi setelah terjadi pencampuran dikurangi entropi sistem sebelum dinding
pembatas dihilangkan. Bila dipakai perumusan pada pers. (1.32) maka
∆S = Sf (T, VA + VB , NA + NB ) − Si (T, VA , VB , NA , NB )
(1.35)
dengan
Si (T, VA , VB , NA , NB ) = NA k ln
h3
2
+ln
V 4πmE 3/2 i
h3
V 4πmE 3/2 i
A
B
+NB k ln +ln
σ 3NA
2
σ 3NB
(1.36)
dan
Sf (T, VA + VB , NA + NB ) = (NA + NB )k ln
h3
2
+ ln
V + V
3/2 i
4πmE
A
B
σ
3(NA + NB )
(1.37)
Sehingga
∆S = NA k ln
hV + V i
hV + V i
A
B
A
B
+ NB k ln
VA
VB
(1.38)
Jadi perubahan entropinya positif ∆S > 0, sebagaimana mestinya bila sebuah
proses pencampuran terjadi.
Sekarang seandainya kedua gas ideal dalam kedua bagian sistem tadi adalah
gas-gas ideal yang identik. Perhitungan untuk perubahan entropi dengan menggunakan pers. (1.32) akan menghasilkan hasil yang sama, yaitu tetap ∆S > 0.
Akan tetapi hasil ini tidak mungkin benar, karena setelah dinding pembatas
dihilangkan, bila kedua bagian adalah gas yang sama, tidak akan terhadi proses
makroskopis yang dapat terdeteksi. Kita dapat juga meletakkan dinding pembatas kembali dan mendapatkan keadaan awal semula, tanpa membutuhkan
proses lain. Jadi prosesnya adalah proses yang dapat balik (reversibel ), sehingga
seharusnya ∆S = 0.
Secara lebih detil, dalam mekanika klasik, partikel-partikel secara prinsip
dapat dibedakan. Kita dapat melabeli partike-partikel, sehingga untuk kasus di
atas kita dapat memberi nomer partikel ke-1 sampai ke-NA untuk partikel yang
ada di bagian A, dan partikel ke-NA + 1 sampai partikel ke-NA + NB untuk
10
BAB 1. PENDAHULUAN
partikel yang ada di bagian B. Ketika dinding pemisah dihilangkan, partikelpartikel akan bergerak secara acak ke semua arah memenuhi seluruh wadah.
Kita tidak akan dapat mengembalikan ke kondisi awal sesuai pelabelan partikel
sebelum dinding pemisah dihilangkan. Inilah yang menyebabkan perubahan
entropinya positif.
Sebaliknya dalam tinjauan mekanika kuantum, argumen semacam ini tidak
berlaku. Karena secara prinsip kita tidak akan dapat melabeli partikel-partikel.
Partikel-partikel secara prinsipil tak terbedakan.
Bab 2
Teori Ensambel dan
Ensambel Mikrokanonik
2.1
Rapat ruang fase dan hipotesa ergodik
Dalam bagian sebelumnya, kita telah, setidaknya secara prinsipil, menghitung
sifat makroskopis dari suatu sistem tertutup untuk nilai E, V dan N tertentu.
Sekarang kita akan membangun suatu formalisme yang lebih umum yang dapat
kita gunakan untuk menggambarkan situasi yang berbeda (seperti misalnya sistem yang berada dalam kesetimbangan temperatur dengan lingkungan). Dalam
sebuah keadaak makro, sebuah sistem dapat mungkin terealisasi oleh sejumlah
besar keadaan mikro. Dalam sistem terisolasi, semua kemungkinan keadaan
mikro berada ada permukaan energi. Kesemua keadaan mikro ini secara prinsip
telah diasumsikan memiliki kebolehjadian yang sama : Kita telah asumsikan
bahwa semua keadaan mikro pada permukaan energi dari suatu sistem tertutup, dianggap memiliki probabilitas yang sama. Asumsi ini adalah postulat
dasar dari mekanika statistik. Untuk sistem yang tidak terisolasi, dapat saja
terjadi keadaan-keadaan mikro dengan energi tertentu lebih mungkin dibanding keadaan-keadaan mikro dengan energi yang lain. Sehingga keadaan mikro
tidak dapat lagi dianggap sama, tetapi harus dikalikan dengan suatu fungsi
bobot ρ(qi , pi ) yang bergantung pada energi keadaan tersebut. Jadi untuk setiap titik ruang fase (qi , pi ), terdapat suatu fungsi bobot ρ(qi , pi ) yang dapat
diinterpretasikan sebagai rapat probabilitas bagi sistem makro untuk mencapai
keadaan titik ruang fase tersebut. Jadi untuk suatu sistem terisolasi, ρ akan
lenyap diluar permukaan energi, dan akan bernilai konstan pada permukaan
energi. Rapat probabilitas ρ disebut juga dengan rapat ruang fase, dan dapat
dinormalkan sehingga
Z
d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1
(2.1)
Untuk sebarang observabel f (qi , pi ), seperti misalnya energi total H(qi , pi )
~ i , pi ), maka secara umum kita akan mengamati nilai
atau momentum sudut L(q
11
12
BAB 2. TEORI ENSAMBEL DAN ENSAMBEL MIKROKANONIK
rerata < f > dari kuantitas ini dalam suatu keadaan mikro, di mana setiap
keadaa mikro (qi , pi menyumbang sesuai dengan bobotnya ρ(qi , pi )
Z
< f >= d3N qd3N p f (qi , pi )ρ(qi , pi ) = 1
(2.2)
Karena setiap titik ruang fase (qi , pi ) dapat diidentifikasikan dengan sebuah kopi dari sistem maksroskopik, maka pers. (2.2) tidak lain adalah rerata
meliputi suatu set kopi identik sistem semacam itu. Kuantitas < f > disebut
sebagai rerata ensambel dari kuantitas f dan rapat ruang fase ρ adalah fungsi
bobot dari ensambel. Untuk sistem yang terisolasi , ρ diberikan oleh
1
δ(E − H(qi , pi ))
(2.3)
σ
Fungsi δ di atas menjamin bahwa semua titik yang tidak berada di permukaan
energi dengan luas σ(E) memiliki bobot 0, sedangkan faktor σ adalah faktor
penormalisir.
Rapat ruang fase untuk suatu sistem teriosolasi terkait dengan suatu ensambel dari keadaan mikro yang mungkin dan disebut sebagai ensambel mikrokanonik,
(yang dinotasikan dengan indek mk). Sistem lain tentu miliki rapat ruang fase
yang berbeda, yang harus dihitung terlebih dahulu.
Untuk perhitungan-perhitungan praktis, karena keberadaaan fungsi δ, persamaan (2.3) sangat menyulitkan. Untuk itu akan lebih mudah untuk menuliskannya sebagai
(
konstan, E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
(2.4)
ρmk =
0,
selainnya
ρmk (qi , pi ) =
Konstanta dalam persamaan di atas ditentukan dengan normalisasi
Z
Z
3N
3N
d qd p ρmk = konstanta
d3N qd3N p = 1
(2.5)
E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
Integral ini telah kita ketahui yaitu pers. (??), tanpa faktor Gibbs (1/N !),
sehingga
konstanta = (Ω(E, V, N )h3N )−1
(2.6)
Karena faktor h3N seringkali muncul, mulai sekarang faktor ini akan kita ikutsertakan dalam definisi dari elemen volume ruang fase. Sehingga sekarang berlaku
Z
1
d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1
(2.7)
h3N
dan
Z
< f >=
d3N qd3N p ρ(qi , pi )f (qi , pi )
(2.8)
Definisi semacam ini lebih baik, karena sekarang rapat ruang fase adalah suatu
besaran yang tak berdimensi. Rapat ruang fase untuk ensambel mikrokanonik
yang ternormalisir (tanpa koreksi Gibbs) menjadi
(
1
, E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
ρmk = Ω
(2.9)
0, selainnya
2.1. RAPAT RUANG FASE DAN HIPOTESA ERGODIK
13
Sesuatu yang mendasar dalam teori ensambel adalah asumsi bahwa semua
kuantitas termodinamik dari suatu keadaan fisis dapat dituliskan sebagai rerata
ensambel dari suatu besaran mikroskopik yang sesuai f (qi , pi ). Berikutnya
kita tidak hanya harus menentukan rapat ruang fase untuk suatu sistem yang
tidak terisolasi, tetapi juga fungsi f (qi , pi ), yang terkait dengan suatu kuantitas
keadaan tertentu.
Sebelumnya, pertama-tama kita ingin meninjau lebih umum mengenai rerata
ensambel. Samai saat ini, kita telah mulai dari suatu asumsi dasar yang tidak
dapat langsung dijabarkan dari mekanika klasik. Padahal di sisi lain, penyelesaian persamaan gerak Hamiltonan dari suatu sistem (qi (t), pi (t)) sebagai fungsi
waktu, seharusnya menetapkan secara unik semua observabel yang mungkin
untuk sistem.
Akan tetapi ketergantungan waktu dari lintasan ruang fase sesungguhnya,
tidaklah penting untuk konse rerata ensambel. Sebaliknya kita hanya perlu
mengkaitkan suatu probabilitas untuk setiap titik ruang fase (qi , pi ). Dalam
keadaan setimbang termal, semua besaran termidinamik tidak gayut terhadap
waktu. Secara prinsip, kuantitas-kuantitas ini dapat dihitung sebagai rerata
waktu dari lintasan ruang fase, misalnya, sesuai dengan
f¯ = lim
T →∞
Z
T
dtf (qi (t), pi (t))
(2.10)
o
ketergantungan waktu dari (qi (t), pi (t)) ditentukan oleh persamaan gerak Hamilton. Rerata waktu sepanjang lintasan ruang fase bukan merupakan hal yang
esensial, sebab untuk menghitungnya solusi lengkap dari persamaan gerak harus
diketahui. Akan tetapi, secara prinsip penting. Yaitu, bila seseorang dapat
membuktikan secara matematis bahwa rerata waktu secara esensial mengarah
kepada hasil yang sama denga rerata ensambel, mka asumsi awal kita dapat
memiliki dasar secara murni mikroskopis.
rerata waktu f¯ dan rerata ensambel < f > untuk sistem yang terisolasi dengan nilai energi tertentu, akan bernilai sama bila setiap titik di permukaan energi
dilewati dengan jumlah yang sama oleh lintasan ruang fase. Kondisi ini, yang
diperkenalkan oleh Boltzman di tahun 1871, disebut dengan hipotesis ergodic.
Dalam kasus ini, rerata terhadap waktu, akan dengan tepat sama dengan rerata
terhadap semua titik di permukaan energi degan bobot yang sama. Sebagai
contoh adalah sistem osilator harmonis satu dimensi, untuk setiap periodenya
setiap titik di permukaan enrgi dilewati sekali. Akan tetapi untuk sisterm berdimensi tinggi, dapat dibuktikan secara matematis bahwa lintasan ruang fase, secara prinsip tidak akan dapat melintasi semua titik di permukaan energi. Alasan
untuk ini adalah karena persamaan gerak Hamilton selalu memiliki suatu penyelesaian unik, sehingga lintasan ruang fase tidak akan pernah melintasi dirinya
sendiri, sedangkan di sisi lain tidak akan mungkin memetakan interval satu dimensi ke permukaan berdimensi N . Akan tetapi untuk membuktikan kesamaan
antara rerata waktu dan rerata ensambel, tidak perlu semua titik dilewati oleh
lintasan ruang fase. Cukup bila lintasan ruang waktu dapat lewat dekat dengan
setiap titik ruang fase. Asumsi ini disebut hipotesis kuasi ergodic. Sayangnya
14
BAB 2. TEORI ENSAMBEL DAN ENSAMBEL MIKROKANONIK
sampai saat ini semua usaha untuk mendasarkan ensambel teori pada mekanika
klasik, telah gagal, sehingga asumsi-asumsi fisika statistik harus kita tetapkan
secara aksiomatis.
2.2
Teorema Lioville
Karena rerata ensambel untuk sebuah sistem yang setimbang termodinamik
harus independen terhadap waktu, maka rapat ruang fase tidak boleh secara
eksplisit tergantung pada waktu. Kasus seperti ini (∂ρ/∂t = 0) disebut ensambel yang stasioner. Akan tetapi konsep ruang fase dapat juga digunakan untuk
mendeskripsikan proses dinamik. Untuk itu kita membolehkan ketergatungan
waktu eksplisti pada rapat ruang fase ρ(qi , pi , t), walau untuk thermodinamika,
kita hanya membutuhkan ensambel yang tak tergantung pada waktu.
Bila suatu saat t0 suatu sistem berada pada suatu keadaan mikro qi , pi , maka
dengan berjalannya waktu, sistem ini akan berevolusi ke keadaan mikro yang
lain qi (t), pi (t). Sepanjang lintasan ruang fase, rapat ruang fasenya berubah
dengan waktu. Perubahannya dapat secara umum dituliskan sesuai pers. (??)
∂
d
ρ(qi (t), pi (t), t) = ρ(qi (t), pi (t), t) + ρ, H
dt
∂t
(2.11)
Tinjau suatu volume ruang fase ω. Setiap titik ruang fase dari volume ini kan
menjadi titik awal dari lintasa ruang fase. Dengan berjalannya waktu, semua
sistem akan bergerak ke titik-titik ruang fase yang berbeda, memetakan seluruh
volume ω pada saat t ke volume ω 0 pada saat t0 . Dalam proses ini, tidak ada
titik yang hilang dan tidak ada titik yang terbentuk. Sehingga proses pemetaan
ini dapat diinterpretasikan sebagai fluks suatu fluida yang tak termampatkan.
Kelajuan sistem ‘mengalir keluar’ dari suatu volume berhingga ω diberikan
oleh fluks yang melalui permukaan
Z
Z
∂
dωρ = − ρ (~v · ~n)dσ
(2.12)
∂t ω
σ
dengan ~v adalah kecepatan fluks, yang diberikan oleh vektor (q˙i , p˙i ). Menurut
hukum Gauss, pers. (??) dapat ditulis sebagai
Z
∂
dω
ρ + ∇ · (ρ~v ) = 0
(2.13)
∂t
ω
Divergensi di atas adalah
∇ · (ρ~v ) =
3N X
∂
∂
(ρq˙i +
(ρp˙i )
∂qi
∂pi
i=1
(2.14)
Sehingga sepanjang lintasan ruang fasem persamaan kontinuitas berlaku
∂
+ ∇ · (ρ~v ) = 0
∂t
(2.15)
2.3. ENSAMBEL MIKROKANONIK
15
Di sisi lain, dari pers. (??), dengan menggunakan persamaan gerak Hamiltonan,
kita dapatkan
P3N ∂ρ
∂ρ
∂ p˙i
∂ q˙i
q
˙
+
p
˙
+
ρ
+
(2.16)
∇ · (ρ~v ) =
i
i
i=1 ∂qi
∂pi
∂qi
∂pi
P3N
P3N ∂ρ ∂H
∂ρ ∂H
∂2H
∂2H
(2.17)
=
i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi
i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi +
atau
∇ · (ρ~v ) = {ρ, H}
(2.18)
karena suku terakhr pada pers. (2.16)lenyap. Sehingga kita dapatkan
∂ρ
∂ρ
=
+ {ρ, H} = 0
∂t
∂t
(2.19)
Derivatif waktu total dari rapat ruang fase lenyap sepanjang lintasan ruang
fase. Inilah teorema Lioville (1838). Untuk ensambel stasioner, yang tidak
bergantung secara eksplisit terhadap waktu (∂ρ/∂t = 0), diperoleh
{ρ, H} =
3N X
∂ρ ∂H
∂ρ ∂H −
=0
∂qi ∂pi
∂pi ∂qi
i=1
(2.20)
Seperti yang kita ketahui dari mekanika klasik, ini berarti bahwa ρ adalah konstanta gerak dan hanya bergantung pada kuantitas yang kekal. Sebagai contoh,
ρ(H(qi , pi )) memenuhi pers. (2.20).
2.3
Ensambel mikrokanonik
Kita akan membuktikan bahwa untuk sistem yang terisolasi, rapat ruang fase
yang konstan pada permukaan energi adalah yang paling terbolehjadi untuk
sistem tersebut. Metode yang kita gunakan nantinya juga akan berguna untuk
menjabarkan rapat probabilitas sistem lainnya.
Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem terisolasi (sebuah ensambel), yang masing-masingnya dengan kuantitas alami makroskopik dari keadaan
(E, V, N ). Jangan bingungkan N dengan jumlah partikel N di setiap sistemnya. Setiap sistem dari N sistem pada saat tertentu, berada dalam keadaaan
mikro tertentu (qi , pi ). Secara umum , keadaan mikro ini berbeda satu sama
lain, tetapi kesemuanya berada ada permukaan energi.
Sekarang permukaan energi kita bagi kedalam elemen-elemen permukaan
dengan luas yang sama, ∆σi , yang kita beri nomer. Setiap elemen permukaan
ini mengandung sejumlah ni sistem (sekumpulan ensambel). Bila kita memilih
elemen permukaannya cukup kecil, maka setiap elemen terkati dengan satu
keadaan mikro. Tinjau suatu ∆σi , yang mengandung ni buah keadaan mikro
(sistem). Keseluruhanya, tentunya memenuhi
X
N =
ni
(2.21)
i
16
BAB 2. TEORI ENSAMBEL DAN ENSAMBEL MIKROKANONIK
Jumlah sistem ni dalam suatu elemen permukaan tertentu ∆σi terkait dengan boboty keadaan mikro tersebut dalam ensambel. Kuantitas ni /N dapat
diinterpretasikan sebagai probabilitas suatu keadaan mikro i berada di ∆σi .
Probabilitas pi = ni /N terkait dengan ρ(qi , pi )d3N qd3N p untuk formulasi yang
kontinu.
Distribusi tertentu {n1 , n2 , dots} dari N sistem di elemen-elemen permukaan
dapat dicapai melalu beberapa cara yang berbeda. Bila kita melabeli N sistem,
misalkan untuk N = 5 dengan 4 elemen permukaan, dengan n1 = 2, n2 =
2, n3 = 1 dan n4 = 0, maka ada banyak probabilitas yang beda, sebagiannya
sebagai berikut
n1 = 2
1,2
1,3
2,5
n2 = 2
3,4
2,5
1,4
n3 = 1
5
4
3
n4 = 0
Penghitungan total jumlah probabilitas untuk suatu distribusi tertentu {ni }
hanyalah masalah kombinatorial. Ada N ! beda cara untuk melabeli sistemsistem yang ada, tetapi untuk setiap cara ada ni ! pertukaran di setiap sel ruang
fase yang tidak memberi kasus yang berbeda, seperti misalnya di atas, bila
sistem berlabel 1 dan 2 di sel nomer 1 dipertukarkan, jelas tidak ada perubahan.
Sehingga total jumlah cara W {ni } untuk menghasilkan suatu distribusi tertentu
{ni } diberikan oleh
N!
(2.22)
W {ni } = Q
i ni !
Sekarang kita harus mencari probabilitas Wt ot{ni } untuk mendapatkan suatu distribusi {ni } pada elemen permukaan σi . Misalkan ωi dalah probabilitas
mendapatkan sebuah sistem dalam elemen permukaan ∆σi , maka probabilitas
untuk mendapatkan ni buah sistem di ∆σi adalah (ωi )ni , karena sistem dalam
ensambel independen secara statistik satu dari yang lainnya. Sehingga
N !(ωi )ni
Wtot {ni } = Q
i ni !
(2.23)
Untuk mendapatkan distribusi yang paling besar kemungkinannya {ni }∗ dari
N sistem, kita harus menentukan nilai maksimum dari pers. (2.23). Karena
bentuk pers. (2.23) tidak begitu memudahkan, kita akan mencari maksimum
dari ln Wtot {ni } yang sama dengan maksimum dari Wtot {ni }. Untuk N → ∞,
semua ni → ∞, sehingga semua faktor dapat didekati dengan ln n! ≈ n ln n − n.
P
ln Wtot =
ln N + i (ni ln ωi − ln ni !)
P
= N ln N − N + i (ln ni − ln ωi − (ni ln ni − ni ))
(2.24)
Untuk memaksimalkannya, maka total diferensialnya harus lenyap, sehingga
X
d ln Wtot = −
(ln ni − ln ωi )dni = 0
(2.25)
i
2.4. ENTROPI SEBAGAI RERATA ENSAMBEL
17
akan tetapi karena {ni } terkait satu dengan yang lain melalui pers. (2.21), maka
harus kita gunakan metode pengali Lagrange, dengan menambahkan differensial
dari pers. (2.21)
X
λdN = λ
dni = 0
(2.26)
i
sehingga, setelah digabung dengan pers. (2.25), menghasilkan syarat
X
(ln ni − ln ωi − λ)dni = 0
(2.27)
i
sebagai kondisi untuk memaksimalkan ln Wtot . Karena sekarang dni sudah saling independen, maka untuk setiap koefisiennya kita dapatkan syarat
ln ni = λ + ln ωi
(2.28)
ni = ωi eλ = kostan
(2.29)
atau berarti
Persamaan (2.29) menunjukkan bahwa jumlah sistem dalam suatu elemen
permukaan ∆σi sebanding dengan probabilitas ωi , sehingga sebanding dengan
probabilitas mendapatkan sebuah sistem dalam ∆σi .
Salah satu asumsi dasar dari fisika statistik adalah bahwa semua keadaan
mikro (semua titik dalam ruang fase) secara prinsip adalah sama, sehingga harus
memiliki probabilitas ωi yang sma. Jadi ωi sebanding dengan elemen permukaan
∆σi . Ini berarti probabilitas ωi untuk mendapatakan sebuah sistem di elemen
permukaan i sebanding dengan ukuran ∆σi . Bila semua elemen permukaan
dipilih dengan ukuran luas yang sama, dan amat kecil, maka jumlah sistem ni
harus sama di semua elemen permukaan. Jadi telah terbuktikan bahwa untuk
ensambel mikrokanonik, rapat ruang fase yang konstan pada permukaan energi
adalah kemungkinan yang paling besar.
2.4
Entropi sebagai rerata ensambel
Kita belum menentukan fungsi f (qi , pi ) yang mana, yang harus dipilih untuk
menghitung kuantitas termodinamik tertentu sebagai rerata ensambel. Untuk
ensambel mikrokanonik, dapat ditunjukkan bahwa hubungan antara termodinamik dan ensambel, diberikan lewat entropi. Pertama-tama, rapat ruang fase
mikrokanonik diberikan oleh
(
1
E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
ρmc = Ω
(2.30)
0 selainnya
kita juga ingat bahwa entropi diberikan oleh
S(E, V, N ) = k ln Ω(E, V, N ).
(2.31)
18
BAB 2. TEORI ENSAMBEL DAN ENSAMBEL MIKROKANONIK
Sehingga secara formal dapat ditulis
Z
1
d3N q d3N p ρmc (qi , pi )(−k ln ρmc (qi , pi ))
S(E, V, N ) = 3N
h
(2.32)
Untuk membuktikannya, masukkan pers. (2.30) ke dalam pers. (2.32)
Z
1
1
1
S(E, V, N ) = 3N
d3N q d3N p (−k ln )
(2.33)
h
Ω
Ω
E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
karena integrannya konstan maka
Z
1 1
1
d3N q d3N p = k ln Ω
S(E, V, N ) = k ln
Ω
Ω h3N E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
(2.34)
Secara formal kemudian dapat dituliskan
S =< −k ln ρ >
Jadi entropi adalah rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase.
(2.35)
Download