1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Masa remaja juga identik dengan masa pemberontakan atau masa storm and stress karena banyaknya goncangan dan perubahan yang radikal dari masa sebelumnya, sehingga remaja harus mampu berfikir secara dewasa dan rasional serta memiliki pertimbangan yang matang dalam menyelesaikan masalah (Soetjiningsih, 2010). World Health Organization mendefinisikan remaja sebagai kelompok usia 10 sampai 24 tahun. Kementerian Kesehatan Indonesia mendefinisikan ulang kelompok ini sebagai orang-orang yang hanya berumur 10-19 dan tidak kawin. Sedangkan menurut BKKBN kelompok umur remaja adalah 10-24 tahun dan tidak kawin. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa dan 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Penduduk remaja ( 10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja sangat berisiko terhadap maalahmasalah kesehatan reproduksi seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) dan HIV/AIDS (Wahyuni and Rahmadewi, 2011). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dibandingkan dengan SDKI 2002 dan 2007, terjadi peningkatan hubungan seks pranikah pada remaja usia 15-24 tahun. Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun sebesar 9,9 persen, dan 2,7 persen pada usia 15-19 tahun. Salah satu faktor penyebab hubungan seks pra nikah adalah perilaku pacaran remaja. Menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) 2012 menunjukkan 28 persen remaja pria dan 27 persen remaja wanita menyatakan bahwa mereka memulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun, sedangkan menurut SKRRI tahun 2007 hanya 19 persen remaja pria dan 24 persen remaja wanita memulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun. Perilaku pacaran remaja 2 sejumlah 30 persen remaja pria dan 6 persen remaja wanita melakukan aktivitas meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif pada saat pacaran. Tingkah laku seksual remaja sifatnya meningkat atau progresif. Biasanya diawali necking (berciuman sampai ke daerah dada) kemudian diikuti oleh petting, kemudian dilanjutkan berhubungan intim atau bahkan pada beberapa kasus, seks oral meningkat pada remaja. Masa remaja merupakan masa mencari tahu identitas seksual mereka. Adanya perbedaan antara aturan seksual antara laki-laki dan perempuan dapat menyebabkan timbulnya masalah dan kebingungan bagi remaja dalam mencari identitas seksual mereka. Pembentukan identitas mencapai titik kulminasi pada masa remaja akhir dan akan berlanjut terus sepanjang rentang hidup manusia. Remaja diharapkan sudah menemukan orientasi seksual atau arah ketertarikan seksualnya (heteroseksual atau homoseksual). Norma umum yang berlaku lebih menyukai jika seseorang menyukai orientasi seksual ke arah heteroseksual. Tidak dipungkiri ada remaja yang memilih orientasi seksualitas sebagai homoseksual yaitu lesbian dan gay (Santrock, 2003). Pada masa remaja terjadi pembentukan norma baru yang bisa menimbulkan masalah jika norma tersebut bertentangan dengan masyarakat. Rasa ingin tahu yang besar serta upaya mencari kebebasan yang terjadi pada masa remaja perlu mendapat bimbingan dan pengawasan (Mönks et al., 2006). Perkembangan jaman, arus globalisasi serta pesatnya kemajuan teknologi memberikan pengaruh terhadap kehidupan remaja, sehingga ini berdampak pada terbentuknya sikap baru terhadap perilaku seksual pada remaja. Dalam penelitian Gao et al. (2012) dinyatakan bahwa adanya pengaruh media masa, sosial ekonomi, modernisasi sehingga terjadi perubahan sikap dan norma terhadap hubungan seksual pra nikah. Munculnya suatu perilaku seksual pranikah dipengaruhi oleh sikap seksual seseorang dimana sikap ini merupakan representasi dari 3 komponen proses yaitu labelling/penafsiran tentang perilaku seksual pranikah dan aturan untuk melakukannya, penilaian terhadap seks pranikah serta struktur pengetahuan yang mendukung penilaian terhadap seks pranikah (Bandura, 1986). 3 Wong (2012) menyatakan remaja yang telah memulai hubungan seksual memegang sikap-sikap yang lebih bebas daripada remaja yang tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap seksual pranikah mempengaruhi perilaku seksual. Di Indonesia terjadi perubahan persepsi keperawanan pada remaja. Pada SKRRI (2012) terdapat 66 persen remaja pria dan 77 persen remaja wanita menyatakan keperawanan seorang wanita penting untuk di pertahankan. Persepsi ini lebih rendah dibandingkan dengan SKRRI tahun 2007 bahwa 98 persen remaja pria dan 99 persen remaja wanita menyatakan keperawanan penting untuk di pertahankan. Perilaku seks pranikah para remaja berdampak terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS dan kehamilan tidak diinginkan yang berdampak pada aborsi. Hasil penelitian Ma et al. (2009) di China menunjukkan bahwa perilaku seksual dini mempunyai resiko lebih tinggi untuk kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual atau HIV/AIDS. Hasil penelitian di Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37% mengalami kehamilan sebelum menikah. Diperkirakan jumlah aborsi remaja di Indonesia per tahun mencapi 800 ribu dan remaja penderita HIV/AIDS sebanyak 54% dari 15.210 penderita (Muadz, 2008). Studi yang dilakukan oleh Kim et al. (2011) menyatakan bahwa faktorfaktor yang berhubungan dengan waktu pertama kali berhubungan seksual pada pelajar di Busan, Korea adalah jenis kelamin, sikap orang tua, akses pornografi, merokok dan alkohol. Sedangkan hasil studi di Eropa oleh Krauss et al. (2012) menyatakan bahwa selain jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua dan wilayah (desa/kota) juga berpengaruh terhadap inisiasi seksual pra nikah pada remaja. World Health Organization menjelaskan masa remaja adalah waktu untuk eksplorasi seksual dan ekspresi. Bagi banyak remaja hubungan seksual di mulai pada masa remaja, atau di luar pernikahan. Konsekuensi dari hubungan seks tanpa kondom pada remaja adalah kehamilan yang tidak diinginkan, dan infeksi menular seksual, termasuk HIV. Ketika remaja hamil, terutama pada awal masa remaja, mereka berada pada risiko komplikasi baik selama kehamilan dan pada saat persalinan. Selain itu, resiko mortalitas dan morbiditas adalah 4 lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu remaja, dibandingkan perempuan yang lebih tua. Inisiasi seksual pada remaja dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan terjadi semakin dini. Hasil studi Finer and Philbin (2013) di Amerika menunjukkan 30 % remaja usia kurang dari 15 tahun sudah melakukan hubungan seks pranikah dan sudah menggunakan kondom sebagai metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada saat pertama kali berhubungan seks. Studi di negara berkembang jumlahnya lebih kecil, seperti penelitian yang dilakukan di Malaysia dari 4500 remaja yang ikut penelitian 5,4% sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dengan rata-rata melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 15 tahun (Lee et al., 2006). Sedang di Indonesia dilaporkan 15 % remaja sudah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Laporan United Nations For Population Activities (UNFPA) menyebutkan bahwa remaja di Indonesia sudah mulai melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun sebanyak 7,9 %, sedang usia 18 tahun ada 40,02% (UNFPA, 2009). Peningkatan perilaku seksual yang terjadi pada remaja perlu mendapat penanganan yang serius dari semua pihak. Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai pada remaja. Hasil studi Farid et al. (2013) menunjukan determinan faktor inisiasi seksual pranikah pada remaja adalah riwayat pelecehan seksual, sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah, penggunaan alkohol dan narkoba serta paparan pornografi pada remaja. Fakta ini menjadikan pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah kaitannya dengan inisiasi perilaku seksual remaja. B. Rumusan Masalah Inisiasi seksual pada remaja terjadi semakin dini. Hasil studi Finer and Philbin (2013) di Amerika menunjukkan 30 persen remaja usia kurang dari 15 tahun sudah melakukan hubungan seks pranikah dan sudah menggunakan kondom 5 sebagai metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada saat pertama kali berhubungan seks. Sedang di Indonesia dilaporkan 15% remaja sudah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Laporan UNFPA menyebutkan bahwa remaja di Indonesia sudah mulai melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun sebanyak 7,9%, sedang usia 18 tahun ada 40,02% (UNFPA, 2009). Beberapa studi menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi inisiasi seks pranikah pada remaja. Studi yang dilakukan oleh Kim et al. (2011) menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan usia pertama kali berhubungan seksual pada pelajar di Busan, Korea adalah jenis kelamin, sikap orang tua, akses pornografi, merokok dan alkohol. Hasil studi di Eropa oleh Krauss et al. (2012) menyatakan bahwa selain jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua dan wilayah ( desa/kota) juga berpengaruh terhadap inisiasi seksual pra nikah pada remaja. Studi Farid et al. (2013) di Malaysia dinyatakan bahwa determinan faktor inisiasi seksual pranikah pada remaja adalah riwayat pelecehan seksual, sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah, penggunaan alkohol dan narkoba serta paparan pornografi pada remaja. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti perlu untuk mengkaji “Bagaimanakah hubungan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah dengan usia inisiasi seks pranikah pada remaja?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan sikap terhadap seks pranikah dengan usia inisiasi seks pranikah pada remaja. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya sikap terhadap seks pranikah pada remaja pada tahun 2012. b. Diketahuinya usia inisiasi seks pranikah pada remaja Indonesia pada tahun 2012. c. Diketahuinya faktor-faktor lain yang berhubungan dengan usia inisiasi seks pranikah pada remaja pada tahun 2012 : jenis kelamin, pendidikan, 6 paparan media informasi,tempat tinggal, pengaruh alkohol dan pengaruh obat-obatan terlarang D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan informasi ilmiah tentang sikap remaja tentang hubungan seksual pranikah dan usia inisiasi seks pranikah pada remaja dalam rangka menurunkan kejadian perilaku seksual pranikah dikalangan remaja. b. Dijadikan bahan pertimbangan / referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan masukan yang penting bagi profesional dibidang kesehatan reproduksi, dalam upaya promotif dan preventif dalam upaya mencegah dan menurunkan angka kejadian seks pranikah pada remaja. E. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang hampir sama dengan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Farid et al.,(2013) dalam penelitian yang berjudul “Determinants of Sexual Intercourse Initiation Among Incarcerated Adolescents : A Mixed-method Study”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui determinan inisiasi seksual pada remaja usia 12-19 tahun dipenjara Malaysia. Studi menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan responden 483 laki-laki dan 599 perempuan. Hasil: 62,3 % remaja telah melakukan hubungan seksual minimal satu kali. Rata-rata usia pertama kali berhubungan seksual adalah usia 14 tahun. Faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah adalah: jenis kelamin, penggunaan alkohol dan narkoba, sikap terhadap hubungan seks pranikah, riwayat pelecehan seksual pada waktu anak-anak. Dari studi kualitatif ditemukan alasan inisiasi seksual pranikah pada remaja adalah 7 dorongan pasangan, ketidakmampuan mengontrol dorongan seksual, masalah keluarga dan persepsi seks sebagai ungkapan cinta. 2. Kim et al., (2011) dalam penelitian yang berjudul “Factors Associated with the Timing of First Sexual Intercourse Among College Students in Busan, Korea”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu pertama kali berhubungan seksual. Menggunakan sampel sebanyak 797 pelajar di Busan, Korea. Analisis yang digunakan adalah Chi-square dan ANOVA. Hasilnya dalam penelitian ini ditemukan bahwa 41,4 % remaja sudah melakukan hubungan seks pranikah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu pertama kali berhubungan seksual adalah jenis kelamin, sikap orang tua terhadap seks, paparan pornografi dan rokok dan penggunaan alkohol. 3. Tang et al., (2011) dalam penelitian yang berjudul “Sexual Konowledge, Attitudes and Behaviors among unmarried migrant female workers in China : a Comparative Analysis”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku seksual pada wanita pekerja yang belum menikah di Cina. Menggunakan sampel sebanyak 5156 pekerja wanita migran Guangzhou, China. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik Hasilnya dalam penelitian ini rata-rata usia pekerja migran adalah 20 tahun dengan pengetahuan tentang seksual yang rendah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hubungan sexual pranikah adalah usia, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan pola komunikasi. 4. Fatusi and Blum (2008) dalam penelitian yang berjudul “Predictors of Early Sexual Initiation Among a Nationally Representative Sample of Nigerian Adolescents”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor predisposisi inisiasi seksual pada remaja di Nigeria. Menggunakan sampel sebanyak 2070 remaja yang belum menikah usia 15-19 tahun. Hasilnya dalam penelitian ini faktor yang berkaitan dengan inisiasi seksual remaja adalah wilayah, tingkat pendidikan, sikap terhadap penggunakan alat kontrasepsi, hubungan seksual pranikah dan tingkat religiusitas. sikap terhadap 8 Perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada sumber data yang dianalisis, variabel yang diteliti, analisis data, serta lokasi penelitian.