VI. 7.1. ALTERNATIF PERANCANGAN STRATEGI AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pelayanan terpadu merupakan salah satu solusi dari terciptanya reformasi birokrasi di bidang pelayanan publik, melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Kota Bogor dalam hal kegiatan pelayanan terpadu satu atap kepada masyarakat. Berdasarkan analisis dari data sekunder terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah saat sebelum dan sesudah adanya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT), maka diperlukan konsep-konsep mendasar sebagai upaya terus menerus untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai bagian dari Total Quality Management (TQM). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tercantum Misi Kota Bogor adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa perdagangan yang mengoptimalkan sumberdaya yang ada, juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mewujudkan pemerintahan kota yang bersih dan efisien. Guna mendukung tercapai misi tersebut, maka pelayanan publik yang prima dan optimal merupakan salah satu sarana / perangkat yang akan diimplementasikan. Perumusan alternatif perancangan strategi peningkatan pelayanan publik yang terintegrasi kedalam system One Stop Service (OSS) dalam kerangka pembangunan Daerah Kota Bogor menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process), metode ini digunakan dengan melakukan survey langsung ke semua pemangku kepentingan yang dianggap dapat mewakili komponen masyarakat di Kota Bogor. Salah satu amanah yang diemban pemerintah Kota Bogor adalah terciptanya kualitas pelayanan publik yang berorientasi pada implementasi tatakelola pemerintah yang baik, bersih, terbuka, dan transparan atau 'good governance', perijinan yang sarat dengan birokrasi merupakan permasalahan dan kendala bagi terciptanya iklim usaha dan investasi di hampir seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Kota Bogor. Dalam penetapan komponen-komponen pada level Analytical Hierarchy Process (AHP) dituangkan sebagai hasil dari pola interaksi dengan unsur pejabat di lingkungan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor, dengan hasil sebagaimana tertuang pada Tabel 21 Tabel 21. Unsur-Unsur pada Level AHP Pelayanan Publik Level 1 1. Pemerintah 2. Pengusaha 3. DPRD 4. LSM Level 2 1. Kelembagaan 2. Potensi Ekonomi 3. Ketenagakerjaan 4. Infrastruktur Level 3 1. Regulasi 2. Interes Ekonomi 3. Kognitif Budaya Alternatif Strategi 1. Quality 2. Cost 3. Delivery 1. Teknologi 2. Tenaga Kerja 3. Anggaran Sumber: primer FGD 7.2. Model Strategi Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan perangkat lunak ExpertChoice 2000, sesuai dengan data primer yang diperoleh dari masingmasing responden sebagai kategori ekspert sesuai dengan fungsinya. Dalam penyusunan hirarki strategi peningkatan pelayanan publik (One Stop service) dibagi kedalam level-level sebagai berikut, dimana level kesatu merupakan prioritas peranan stakeholder dalam mempengaruhi kegiatan pelayanan publik dan investasi di kota Bogor, level kedua merupakan faktor-faktor pendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi, level ketiga berupa pilar-pilar penguatan dan infrastruktur dalam implementasi pelayanan publik (One Stop Service), sementara dalam membuat strategi alternatif menggunakan pola dari total kualiti menejemen yaitu QCD (Quality, Cost, and Delvery) sebagai basis pengembangan rancangan strategi dan program alternatif peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor. Untuk menetapkan alternatif rancangan strategi dan program terkait dengan upaya peningkatan pelayanan publik atau 'One stop Service' yang dilakukan secara kelembagaan oleh BPPTPM Kota Bogor, maka dilakukan analisis secara hirarki skala prioritas stakeholder sebagai fungsi kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan pelayanan publik dan kegiatan investasi di Kota Bogor. Berdasarkan analisis AHP diperoleh skala prioritas menurut urutan nilai yang diperoleh menurut faktor Peranan Stakeholder; faktor Pendukung OSS dan Investasi (kelembagaan dan infrastruktur); faktor Penguatan Kelembagaan; yaitu : 1) Pemerintah; 2) Kelembagaan; 3) Interes Ekonomi; dan 4) dari TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor Pemerintah Kelembagaan Regulasi Pengusaha DPRD Kota Pot. Ekonomi Interes Ekon Tenaga Kerja Kog. Budaya Quality TIK LSM Infrastruktur T. Kerja Cost / Biaya Anggaran Delivery Gambar 6. Kerangka AHP Pelayanan Publik Kota Bogor 7.2.1 Peranan Stakeholder pada Pelayanan Publik dan Investasi Pada level pertama pada AHP adalah berkaitan dengan peranan Stakeholder terdiri atas Pemerintah, DPRD Kota Bogor, Pengusaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai responden dalam pengaruhnya atas pelayanan satu atap dan mendorong investasi. Tabel 22. Peranan Stakeholder dalam OSS dan Investasi No. 1 2 3 4 Stakeholder Pemerintah Pengusaha DPRD LSM Total Nilai 0,583 0,166 0,139 0,111 1,00 Prioritas 1 2 3 4 Sumber : Primer AHP diolah Hasil analisis terhadap peran stakeholder terlihat pada Tabel 22, hal ini memberi gambaran bahwa peranan pemerintah selaku pelaksana pemerintahan mempunyai pengaruh tertinggi dalam kegiatan pelaksanaan pelayanan publik untuk mendorong kegiatan investasi di Kota Bogor. Karena Pemerintah daerah Kota Bogor mempunyai kewenangan dalam penetapan atas struktur yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan publik dengan skala tertinggi yaitu 0,583. Peranan Pemerintah dalam mendukung kegiatan pelayanan dan investasti dilakukan dalam bentuk membuat regulasi dalam mendukung iklim usaha investasi, menyediakan infrastruktur yang mendorong terciptanya iklim investasi, kemudahan-kemudahan atau insentif-insentif bagi caon investor dan pelaku usaha, dan seterusnya dalam rangka menarik investor ke Bogor. Pengusaha atau pelaku usaha pada skala prioritas kedua (0,166) hal ini mencerminkan bahwa kegiatan pelayanan melalui layanan satu atap atau One Stop Service diyakini dapat mendorong kegiatan investasi melalui peningkatan kualitas pelayanan yang cepat, murah, transparan, dan adanya jaminan waktu serta biaya penyelesaian pengurusan. 7.2.2 Faktor Pendukung Pelayanan Publik dan Investasi Level kedua AHP merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan pelaksanaan pelayanan satu atap dan mendorong iklim investasi di kota Bogor, yaitu Kelembagaan, Potensi ekonomi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Analisis data AHP pada level ini memberikan kejelasan tentang pentingnya kelembagaan yang mempunyai landasan kuat dalam menjamin telaksananya kegiatan pelayanan publik serta terciptanya iklim investasi yang mampu menarik investor datang ke Bogor. Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi pelayanan publik dan kegiatan investasi dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Faktor yang Berpengaruh pada OSS dan Investasi Nomor 1 2 3 4 Faktor berpengaruh Kelembagaan Potensi Ekonomi Daerah Tenaga Kerja Infrastruktur Nilai 0,289 0,201 0,229 0,281 Total 1,00 Prioritas 1 4 3 2 Sumber : Primer AHP diolah Kelembagaan merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang dicerminkan melalui adanya kepastian dan penegakan hukum; pelayanan kepada masyarakat melalui aparatur pemerintah, perumusan kebijakan melalui peraturan daerah. (Widodo T, 2006) Sejalan dengan Widodo T (2006), hasil analisis AHP terhadap faktorfaktor pendukung implementasi pelayanan satu atap dan investasi di kota Bogor sesuai Tabel 24. Terlihat kelembagaan merupakan skala prioritas dengan skor 0,289 kondisi ini menggambarkan bahwa peranan lembaga pelayanan satu atap mempunyai posisi yang strategis dalam mendorong terciptanya pelayanan berkualitas dan investasi di Kota Bogor. Infrastruktur berada pada skala prioritas kedua (0,281), dalam mendukung kegiatan layanan satu atap maka peranan infrastruktur yang handal sangat mendukung pelaksanaan pelayanan prima dan mendukung kegiatan investasi. Sementara faktor Ketenagakerjaan pada skala prioritas ketiga (0, 229), dan faktor Potensi Ekonomi Daerah pada skala prioritas keempat (0.201). 7.2.3. Faktor-Faktor Penguatan Kelembagaan Pada level ketiga, AHP berisikan pilar-pilar yang berpengaruh pada sistem penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap yang terdiri atas : 1) Pilar Regulasi; 2) Pilar Interes Ekonomi; 3) Pilar kognitif kebudayaan. Pilar Regulasi, merupakan landasan hukum dalam terwujudnya kelembagaan pelayanan publik yang sinergis dan terintegrasi dalam bentuk 'One Stop Service'. Pilar Interest Ekonomi berorientasi pada kelembagaan yang efektif dan efisien berorientasi kepada upaya yang mengarah kepada peningkatan kinerja pelayanan publik. Pilar kognitif kebudayaan merupakan landasan nilainilai dan norma-norma dalam kelembagaan pelayanan publik dalam upaya untuk menginternalisasi budaya pelayanan prima kepada masyarakat melalui proses adaptasi atas perubahan budaya kerja, teknologi, dan munculnya ide-ide atau gagasan, Hasil olah data pada level ketiga faktor-faktor Penguatan Kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Pilar-Pilar Penguatan Kelembagaan No Pilar Penguatan Nilai Prioritas 1 2 Regulasi Interest Ekonomi 0,339 0,390 2 1 3 Kognitif Kebudayaan 0,271 3 Total 1,000 Sumber : Primer AHP diolah Pilar Interes Ekonomi merupakan prioritas pertama (bobot 0,390) dalam penguatan kelembagaan untuk mendorong kualitas pelayanan publik dan investasi, kondisi ini mencerminkan bahwa kegiatan kelembagaan yang dikelola dengan efektif dan efisien akan memberikan dampak positif pada kegiatan pelayanan publik dan investasi. Unsur-unsur pilar ekonomi meliputi peningkatan kualitas pelayanan, kemudahan proses pelayanan, adanya kepastian biaya dan jadwal pengurusan perijinan dan lain-lain. Sementara pilar Regulasi menjadi skala prioritas kedua dengan bobot 0,339, hal ini berarti bahwa regulasi terkait implementasi layanan satu atap guna mendukung kegiatan investasi di Kota Bogor sudah dianggap cukup bagi para stakeholder di Kota Bogor. Sehingga yang menjadi fokus bagi stakeholder adalah upaya peningkatan pelayanan yang bersih, efisien dan efektif. Dan ilar Koginitif kebudayaan yang merupakan faktor yang berkaitan proses adaptasi atas perubahan-perubahan pada skala prioritas ketiga (0,271). 7.2.4. Infrastruktur Dalam Mendukung One Stop Service Pada level ketiga yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan dalam ketersediaan infrastruktur terdiri atas Teknologi Informasi, Tenaga Kerja, dan Anggaran. Berdasarkan hasil oleh data survei disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Faktor Ketersediaan Infrastruktur One Stop Service No 1 2 3 Faktor Ketersediaan Nilai Prioritas TIK Tenaga Kerja Anggaran 0,469 0,217 0,314 1 3 2 Total 1,000 Sumber : Primer AHP diolah Hasil olah data survei terkait dengan faktor-faktor ketersediaan infrastruktur One Stop Service pada Tabel 25. yang menjadi skala prioritas terhadap kegiatan pelayanan satu atap adalah pada infrastruktur TIK dengan bobot 0,469 hal ini mencerminkan keberadaan Pelayanan Satu atap tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur TIK sebagai penggerak terintegrasinya pelayanan di BPPTPM, sementara Anggaran berada pada posisi kedua (bobot 0,314) dan Tenaga Kerja pada posisi ketiga (0,217). Ketersediaan infrastruktur TIK dalam kegiatan pelayanan publik dan investasi menjadi hal yang dianggap penting oleh para stakeholder dengan harapan implementasi pelayanan satu atap atau One stop Service dapat dilaksanakan, kondisi ini memberi sinyal bahwa TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) merupakan infrastruktur penting dalam mendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi di Kota Bogor. 7.2.5. Hirarki Bobot AHP Pada Pelayanan Satu Atap Mengacu pada hasil analisis AHP terhadap masing-masing faktor yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap atau One Stop Service, berikut bobot pada masing-masing faktor dan level pada Gambar 7. Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor Pemerintah (0,583) Kelembagaan (0,289) Regulasi (0,329) Pengusaha (0,166) DPRD Kota (0,139) Pot. Ekonomi (0,201) Interes Ekon (0,39) Quality (0,738) LSM (0,111) Tenaga Kerja (0,229) Kog. Budaya (0,272) TIK (0,469) Cost / Biaya (0,116) Infrastruktur (0,281) T. Kerja (0,217) Anggaran (0,314) Delivery (0,146) Gambar 7. Bobot Faktor pada Level AHP Strategi Pelayanan Satu Atap 7.3. Perancangan Program Alternatif Dalam menetapkan strategi alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik Kota Bogor, pada akhir analisis AHP ini menggunakan 3 (tiga) strategi yang menjadi prioritas yaitu : QCD (Quality Cost Delivery) sebagai basis perancangan strategi alternatif, dalam Total Quality management upaya peningkatan perbaikan kualitas pelayanan hars dilakukan secara terus menerus sehingga menghasilkan kualitas pelayanan yang sesuai harapan atau ekspektasi dari masyarakat. Hasil dari analisis hasil olah AHP pada alternatif strategi secara prioritas terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Alternatif Strategi No Strategi Prioritas Nilai Prioritas 1 Quality (Kualitas layanan) 0,738 1 2 Delivery 0,146 2 3 Cost ( Biaya Layanan ) 0,116 3 Total 1,000 Sumber : Primer AHP diolah Menilik hasil pada Tabel 26, maka strategi prioritas peningkatan pelayanan publik One Stop Service yang harus dilakukan adalah program-program yang berkait dengan peningkatan Quality of Service, kondisi ini in-line dengan hasil analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimana kualitas mempunyai peranan yang tinggi dalam kegiatan pelayanan publik, unsur-unsur pelayanan yang ada didalamya meliputi prosedur pelayanan; persyaratan pelayanan; kemampuan petugas; kesopanan dan keramahan petugas; kenyamanan lokasi; dan keamanan pelayanan. 7.4. Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor Matriks rancangan strategi alternatif yang melingkup unsur-unsur prioritas dari hasil AHP dalam rangka peningkatan pelayanan publik untuk mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor secara detil dapat dilihat pada lampiran 4, perancangan strategi ini merupakan hasil penelitian 'on the spot' di BPPTPM dan Diskominfo kota Bogor serta literasi yang diperoleh dari kegiatan penelusuran terhadap Kabupaten/Kota yang telah menerapkan dan melaksanakan sistem pelayanan satu atap atau 'One Stop Service' seperti Sragen - Jawa Tengah serta teori-teori yang berkaitan dengan penciptaan Pelayanan yang berkualitas : 1. Pemerintah Pemerintah berperan penting dalam proses penentuan kebijakan dan regulasi atas terselenggaranya kegiatan proses pembangunan yang berkelanjutan di Kota Bogor, untuk berkaitan dengan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang mampu mendorong investasi maka alternatif strategi yang dijalan harus terintegrasi dan terpadu. Program-program alternatif tersebut : a. Kepastian Hukum atas Lembaga Pelayanan Publik (BPPTPM), hal ini untuk menjamin organisasi BPPTPM berjalan dalam koridor kewenangannya, kondisi eksisting sudah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor melalui Peraturan Walikota nomor 13 tahun 2008. Namun hal ini perlu diimbangi dengan komitmen dan konsistensi dalam implementasi di lapangan. b. Dukungan Peraturan atau kebijakan atas terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dengan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur. DalamVisi dan Misi kota Bogor sudah ditetapkan perlunya peningkatan kualitas SDM, infrastruktur yang handal, namun demikian diperlukan pengawalan dan pengawasan atas programprogram turunan dari visi dan misi tersebut secara komprehensif. 2. Kelembagaan dan Interest Ekonomi Peranan Kelembagaan dilingkungan pemerintahan dalam kegiatan pelayanan publik merupakan faktor yang penting dikaitkan dengan kemampuan atau kapasitas pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi kepemerintahan. Variable kelembagaan pelayanan publik yang berkualitas mencerminkan tingkat layanan yang diberikan berlandaskan sistem prosedur dan sumber daya manusianya (Widodo T, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan sistem prosedur yang handal dan aparatur atau sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan pelayanan publik yang berkualitas. Kerangka alternatif strategi yang berkaitan dengan kelembagaan pelayanan publik: a. Penyempurnaan Sistem Prosedur Menurut Moenir (1998), bahwa faktor aturan yang menjadi landasan kerja organisasi dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Dimana uraian tugas tersebut merupakan penjabaran secara detail mengenai fungsi, tugas pokok, dan wewenang organisasi. Kejelasan atas prosedur yang telah ditetapkan dapat mewujudkan kualitas pelayanan. Mengacu pada hal tersebut diatas dan hasil interview kepada pejabat-pejabat yang berkaitan dengan Pelayanan di Kota Bogor, maka strategi yang berkaitan dengan sistem prosedur adalah : 1. Melakukan simplifikasi prosedur pada setiap jenjang pelayanan, dengan harapan bisa terjadi percepatan dalam pelayanan perijinan, sehingga tercipta Biropreuner di BPPTPM. 2. Adanya SOP (Standart Operating Procedure) yang mudah, simple, dan dapat dilakukan secara benar oleh semua staf yang berada di fungsi tersebut. 3. Implementasi Standar Pelayanan yang mengacu pada sistem ISO 9001-2008, sebagai standar sistem pelayanan yang baku. b. Peningkatan SDM Menurut Steer (1985) dikutip dari Redioka dkk (2009), karakteristik pekerja sebagai variabel yang dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Maksudnya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh para pelaksana organisasi sesuai dengan tugas akan dapat mewujudkan efektifitas kerja yang pada akhirnya mewujudkan efektifitas organisasi dan kualitas pelayanan. Berkaitan dengan teori diatas dan hasil penelitian, maka strategi alternatif yang harus dilaksanakan kepada karyawan di lingkungan BPPTPM meliputi : 1. Peningkatan 'Soft skill dan Hard Skill' di lingkungan BPPTPM berkaitan dengan fungsi sebagai Customer Service / Frontliner, Marketing, dan Representatif Pemda Kota Bogor. 2. Peningkatan skill dalam kapabilitas bidang informatika dan telekomunikasi sebagai basis implementasi Layanan Satu Atap atau One Stop Service. 3. Penetapan SKI (Sasaran Kerja Individu) di lingkungan BPPTPM, sebagai tolok ukur kinerja semua karyawan, sehingga program 'Reward dan Punishment' atas prestasi karyawan dapat diberlakukan. 4. Mengembangkan pola 'Outsourcing IT'' yaitu melakukan program pendelegasian pekerjaan internal 'non-core' atau bukan pekerjaan inti kepada pihak partner eksternal yang berkompeten dalam bidang IT. Kegiatan ini lazim dilakukan oleh perusahaan besar sehingga bisa fokus pada aktifitas inti, aktifitas-aktifitas yang dapat di-outsourcingkan meliputi pemeliharaan pengembangan aplikasi, layanan hosting web/aplikasi, manajemen LAN/ WAN/ dan konektifitas, menejemen TI, penyediaan desktop dan PC, proses bisnis yang didukung IT, Layanan koneksi internet. (Mahayana D., et.al, 2008). 3. Infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Chapman (1973) dan Moenir (1998), menyatakan bahwa faktor tekanan atas perubahan teknologi akan mempengaruhi pola hirarki di organisasi, dimana organisasi menjadi lebih fleksibel, terbuka. Penggunaan teknologi yang tepat guna dan disesuaikan dengan kemampuan dan kapabilitas sumber daya manusia yang ada didalam organisasi akan dapat mewujudkan terciptanya kualitas pelayanan yang baik. Sementara Steer (1985) menyatakan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang kondusif suasana kerja yang nyaman cenderung meningkatkan semangat kerja, dengan demikian akan dapat menciptakan kualitas pelayanan yang baik juga. Implementasi One Stop Service yang dilaksanakan oleh BPPTPM kota Bogor untuk dapat memberikan pelayanan terbaik, sangat tergantung kepada penggunaan teknologi yang dipergunakan serta suasana atau lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman. Untuk itu alternatif strategi dikaitkan dengan kondisi eksisting berupa : a. Optimalisasi dan utilisasi teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung implementasi Pelayanan Digital 'One Stop Service' dengan melakukan kolaborasi dengan semua institusi yang bergerak di bidang TIK. b. Dalam proses membangun sistem tatakelola IT yang baik atau Good Governance, perlunya tim IT strategic Committe yang terdiri atas Walikota dan jajaran eksekutif pemda dalam rangka menetapkan arah strategis, menjamin tercapainya tujuan, mengelola resiko dengan tepat atau risk management, serta memastikan penggunaan sumberdaya secara benar. (Mahayana D., et.al, 2008). c. Tekanan teknologi dan pelanggan mengharuskan BPPTPM untuk mempunyai sistem pelayanan yang terpadu, terintegrasi, dan ‘always connected’ 24/7 yang memungkinkan diakses oleh masyarakat. d. Sistem yang dikembangkan harus ‘User Friendly’ dan terintegrasi kesemua fungsi pelayanan yang ada di Kota Bogor, sehingga memudahkan masyarakat dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan. e. Kehandalan sistem dengan adanya Back-up data, Data Centre, dan fasilitas monitor performansi sarana dan selalu Update data. f. Sebagai wajah dan representasi Kota Bogor, BPPTPM perlu merelokasi kantor eksisting ke lokasi yang lebih layak bukan sebagai program 'nice to have' akan tetapi dengan tujuan utama kemudahan dijangkau, kenyamanan, kemudahan dalam dukungan infrastruktur TIK, serta terciptanya lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini untuk menjawab terkait hasil analisis IKM sebelum dan sesudah BPPTPM terkait unsur Kenyamanan Lingkungan pada unsur-unsur pelayanan publik.