vi. alternatif perancangan strategi

advertisement
VI.
7.1.
ALTERNATIF PERANCANGAN STRATEGI
AHP ( Analytical Hierarchy Process )
Pelayanan terpadu merupakan salah satu solusi dari terciptanya reformasi
birokrasi di bidang pelayanan publik, melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun
2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Perijinan Terpadu dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Kota
Bogor dalam hal kegiatan pelayanan terpadu satu atap kepada masyarakat.
Berdasarkan analisis dari data sekunder terkait tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah saat
sebelum dan sesudah adanya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT), maka
diperlukan konsep-konsep mendasar sebagai upaya terus menerus untuk
meningkatkan pelayanan publik sebagai bagian dari Total Quality Management
(TQM). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
tercantum Misi Kota Bogor adalah mengembangkan perekonomian masyarakat
dengan titik berat pada jasa perdagangan yang mengoptimalkan sumberdaya yang
ada, juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mewujudkan
pemerintahan kota yang bersih dan efisien. Guna mendukung tercapai misi
tersebut, maka pelayanan publik yang prima dan optimal merupakan salah satu
sarana / perangkat yang akan diimplementasikan.
Perumusan alternatif perancangan strategi peningkatan pelayanan publik
yang terintegrasi kedalam system One Stop Service (OSS) dalam kerangka
pembangunan Daerah Kota Bogor menggunakan metode AHP (Analytical
Hierarchy Process), metode ini digunakan dengan melakukan survey langsung ke
semua pemangku kepentingan yang dianggap dapat mewakili komponen
masyarakat di Kota Bogor. Salah satu amanah yang diemban pemerintah Kota
Bogor adalah terciptanya kualitas pelayanan publik yang berorientasi pada
implementasi tatakelola pemerintah yang baik, bersih, terbuka, dan transparan
atau 'good governance', perijinan yang sarat dengan birokrasi merupakan
permasalahan dan kendala bagi terciptanya iklim usaha dan investasi di hampir
seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Kota Bogor.
Dalam penetapan komponen-komponen pada level Analytical Hierarchy
Process (AHP) dituangkan sebagai hasil dari pola interaksi dengan unsur pejabat
di lingkungan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Penanaman Modal (BPPTPM)
Kota Bogor, dengan hasil sebagaimana tertuang pada Tabel 21
Tabel 21. Unsur-Unsur pada Level AHP Pelayanan Publik
Level 1
1. Pemerintah
2. Pengusaha
3. DPRD
4. LSM
Level 2
1. Kelembagaan
2. Potensi Ekonomi
3. Ketenagakerjaan
4. Infrastruktur
Level 3
1. Regulasi
2. Interes Ekonomi
3. Kognitif Budaya
Alternatif Strategi
1. Quality
2. Cost
3. Delivery
1. Teknologi
2. Tenaga Kerja
3. Anggaran
Sumber: primer FGD
7.2.
Model Strategi
Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan perangkat
lunak ExpertChoice 2000, sesuai dengan data primer yang diperoleh dari masingmasing responden sebagai kategori ekspert sesuai dengan fungsinya. Dalam
penyusunan hirarki strategi peningkatan pelayanan publik (One Stop service)
dibagi kedalam level-level sebagai berikut, dimana level kesatu merupakan
prioritas peranan stakeholder dalam mempengaruhi kegiatan pelayanan publik
dan investasi di kota Bogor, level kedua merupakan faktor-faktor pendukung
kegiatan pelayanan publik dan investasi, level ketiga berupa pilar-pilar penguatan
dan infrastruktur dalam implementasi pelayanan publik (One Stop Service),
sementara dalam membuat strategi alternatif menggunakan pola dari total kualiti
menejemen yaitu QCD (Quality, Cost, and Delvery) sebagai basis pengembangan
rancangan strategi dan program alternatif peningkatan kualitas pelayanan publik
dan mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor. Untuk menetapkan alternatif
rancangan strategi dan program terkait dengan upaya peningkatan pelayanan
publik atau 'One stop Service' yang dilakukan secara kelembagaan oleh BPPTPM
Kota Bogor, maka dilakukan analisis secara hirarki skala prioritas stakeholder
sebagai fungsi kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan
pelayanan publik dan kegiatan investasi di Kota Bogor. Berdasarkan analisis AHP
diperoleh skala prioritas
menurut urutan nilai yang diperoleh menurut faktor
Peranan Stakeholder; faktor Pendukung OSS dan Investasi (kelembagaan dan
infrastruktur); faktor Penguatan Kelembagaan; yaitu : 1) Pemerintah; 2)
Kelembagaan; 3) Interes Ekonomi; dan 4) dari TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi).
Pelayanan Publik BPPTPM Kota
Bogor
Pemerintah
Kelembagaan
Regulasi
Pengusaha
DPRD Kota
Pot. Ekonomi
Interes Ekon
Tenaga Kerja
Kog. Budaya
Quality
TIK
LSM
Infrastruktur
T. Kerja
Cost / Biaya
Anggaran
Delivery
Gambar 6. Kerangka AHP Pelayanan Publik Kota Bogor
7.2.1 Peranan Stakeholder pada Pelayanan Publik dan Investasi
Pada level pertama pada AHP adalah berkaitan dengan peranan
Stakeholder terdiri atas Pemerintah, DPRD Kota Bogor, Pengusaha, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat sebagai responden dalam pengaruhnya atas pelayanan satu
atap dan mendorong investasi.
Tabel 22. Peranan Stakeholder dalam OSS dan Investasi
No.
1
2
3
4
Stakeholder
Pemerintah
Pengusaha
DPRD
LSM
Total
Nilai
0,583
0,166
0,139
0,111
1,00
Prioritas
1
2
3
4
Sumber : Primer AHP diolah
Hasil analisis terhadap peran stakeholder terlihat pada Tabel 22, hal ini
memberi gambaran bahwa peranan pemerintah selaku pelaksana pemerintahan
mempunyai pengaruh tertinggi dalam kegiatan pelaksanaan pelayanan publik
untuk mendorong kegiatan investasi di Kota Bogor. Karena Pemerintah daerah
Kota Bogor mempunyai kewenangan dalam penetapan atas struktur yang
berkaitan dengan kegiatan pelayanan publik dengan skala tertinggi yaitu 0,583.
Peranan Pemerintah dalam mendukung kegiatan pelayanan dan investasti
dilakukan dalam bentuk membuat regulasi dalam mendukung iklim usaha investasi, menyediakan infrastruktur yang mendorong terciptanya iklim investasi,
kemudahan-kemudahan atau insentif-insentif bagi caon investor dan pelaku usaha,
dan seterusnya dalam rangka menarik investor ke Bogor.
Pengusaha atau pelaku usaha pada skala prioritas kedua (0,166) hal ini
mencerminkan bahwa kegiatan pelayanan melalui layanan satu atap atau One
Stop Service diyakini dapat mendorong kegiatan investasi melalui peningkatan
kualitas pelayanan yang cepat, murah, transparan, dan adanya jaminan waktu serta
biaya penyelesaian pengurusan.
7.2.2 Faktor Pendukung Pelayanan Publik dan Investasi
Level kedua AHP merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan
pelaksanaan pelayanan satu atap dan mendorong iklim investasi di kota Bogor,
yaitu Kelembagaan, Potensi ekonomi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Analisis
data AHP pada level ini memberikan kejelasan tentang pentingnya kelembagaan
yang mempunyai landasan kuat dalam menjamin telaksananya kegiatan pelayanan
publik serta terciptanya iklim investasi yang mampu menarik investor datang ke
Bogor.
Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi pelayanan publik dan
kegiatan investasi dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Faktor yang Berpengaruh pada OSS dan Investasi
Nomor
1
2
3
4
Faktor berpengaruh
Kelembagaan
Potensi Ekonomi Daerah
Tenaga Kerja
Infrastruktur
Nilai
0,289
0,201
0,229
0,281
Total
1,00
Prioritas
1
4
3
2
Sumber : Primer AHP diolah
Kelembagaan
merupakan
faktor
yang
berkaitan
dengan
kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menjalankan
fungsi pemerintahan yang dicerminkan melalui adanya kepastian dan penegakan
hukum; pelayanan kepada masyarakat melalui aparatur pemerintah, perumusan
kebijakan melalui peraturan daerah. (Widodo T, 2006)
Sejalan dengan Widodo T (2006), hasil analisis AHP terhadap faktorfaktor pendukung implementasi pelayanan satu atap dan investasi di kota Bogor
sesuai Tabel 24. Terlihat kelembagaan merupakan skala prioritas dengan skor
0,289 kondisi ini menggambarkan bahwa peranan lembaga pelayanan satu atap
mempunyai posisi yang strategis dalam mendorong terciptanya pelayanan
berkualitas dan investasi di Kota Bogor.
Infrastruktur berada pada skala prioritas kedua (0,281), dalam mendukung
kegiatan layanan satu atap maka peranan infrastruktur yang handal sangat
mendukung pelaksanaan pelayanan prima dan mendukung kegiatan investasi.
Sementara faktor Ketenagakerjaan pada skala prioritas ketiga (0, 229), dan faktor
Potensi Ekonomi Daerah pada skala prioritas keempat (0.201).
7.2.3. Faktor-Faktor Penguatan Kelembagaan
Pada level ketiga, AHP berisikan
pilar-pilar yang berpengaruh pada
sistem penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu
atap yang terdiri atas : 1) Pilar Regulasi; 2) Pilar Interes Ekonomi; 3) Pilar
kognitif kebudayaan.
Pilar Regulasi, merupakan landasan hukum dalam terwujudnya
kelembagaan pelayanan publik yang sinergis dan terintegrasi dalam bentuk 'One
Stop Service'. Pilar Interest Ekonomi berorientasi pada kelembagaan yang
efektif dan efisien berorientasi kepada upaya yang mengarah kepada peningkatan
kinerja pelayanan publik. Pilar kognitif kebudayaan merupakan landasan nilainilai dan norma-norma dalam kelembagaan pelayanan publik dalam upaya untuk
menginternalisasi budaya pelayanan prima kepada masyarakat melalui proses
adaptasi atas perubahan budaya kerja, teknologi, dan munculnya ide-ide atau
gagasan,
Hasil olah data pada level ketiga faktor-faktor Penguatan Kelembagaan
dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Pilar-Pilar Penguatan Kelembagaan
No
Pilar Penguatan
Nilai
Prioritas
1
2
Regulasi
Interest Ekonomi
0,339
0,390
2
1
3
Kognitif Kebudayaan
0,271
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah
Pilar Interes Ekonomi merupakan prioritas pertama (bobot 0,390) dalam
penguatan kelembagaan untuk mendorong kualitas pelayanan publik dan
investasi, kondisi ini mencerminkan bahwa kegiatan kelembagaan yang dikelola
dengan efektif dan efisien akan memberikan dampak positif pada kegiatan
pelayanan publik dan investasi. Unsur-unsur pilar ekonomi meliputi peningkatan
kualitas pelayanan, kemudahan proses pelayanan, adanya kepastian biaya dan
jadwal pengurusan perijinan dan lain-lain.
Sementara pilar Regulasi menjadi skala prioritas kedua dengan bobot
0,339, hal ini berarti bahwa regulasi terkait implementasi layanan satu atap guna
mendukung kegiatan investasi di Kota Bogor sudah dianggap cukup bagi para
stakeholder di Kota Bogor. Sehingga yang menjadi fokus bagi stakeholder adalah
upaya peningkatan pelayanan yang bersih, efisien dan efektif. Dan ilar Koginitif
kebudayaan yang merupakan faktor yang berkaitan proses adaptasi atas
perubahan-perubahan pada skala prioritas ketiga (0,271).
7.2.4. Infrastruktur Dalam Mendukung One Stop Service
Pada level ketiga yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan dalam
ketersediaan infrastruktur terdiri atas Teknologi Informasi, Tenaga Kerja, dan
Anggaran. Berdasarkan hasil oleh data survei disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Faktor Ketersediaan Infrastruktur One Stop Service
No
1
2
3
Faktor Ketersediaan
Nilai
Prioritas
TIK
Tenaga Kerja
Anggaran
0,469
0,217
0,314
1
3
2
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah
Hasil olah data survei terkait dengan faktor-faktor ketersediaan
infrastruktur One Stop Service pada Tabel 25.
yang menjadi skala prioritas
terhadap kegiatan pelayanan satu atap adalah pada infrastruktur TIK dengan bobot
0,469 hal ini mencerminkan keberadaan Pelayanan Satu atap tidak terlepas dari
ketersediaan infrastruktur TIK sebagai penggerak terintegrasinya pelayanan di
BPPTPM, sementara Anggaran berada pada posisi kedua (bobot 0,314) dan
Tenaga Kerja pada posisi ketiga (0,217).
Ketersediaan infrastruktur TIK dalam kegiatan pelayanan publik dan
investasi menjadi hal yang dianggap penting oleh para stakeholder dengan
harapan implementasi pelayanan satu atap atau One stop Service dapat
dilaksanakan, kondisi ini memberi sinyal bahwa TIK (Teknologi Informasi
Komunikasi) merupakan infrastruktur penting dalam mendukung kegiatan
pelayanan publik dan investasi di Kota Bogor.
7.2.5. Hirarki Bobot AHP Pada Pelayanan Satu Atap
Mengacu pada hasil analisis AHP terhadap masing-masing faktor yang
berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap atau One Stop Service, berikut
bobot pada masing-masing faktor dan level pada Gambar 7.
Pelayanan Publik BPPTPM
Kota Bogor
Pemerintah
(0,583)
Kelembagaan
(0,289)
Regulasi
(0,329)
Pengusaha
(0,166)
DPRD Kota
(0,139)
Pot. Ekonomi
(0,201)
Interes Ekon
(0,39)
Quality
(0,738)
LSM
(0,111)
Tenaga Kerja
(0,229)
Kog. Budaya
(0,272)
TIK
(0,469)
Cost / Biaya
(0,116)
Infrastruktur
(0,281)
T. Kerja
(0,217)
Anggaran
(0,314)
Delivery
(0,146)
Gambar 7. Bobot Faktor pada Level AHP Strategi Pelayanan Satu Atap
7.3.
Perancangan Program Alternatif
Dalam menetapkan strategi alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik Kota Bogor, pada akhir analisis AHP ini menggunakan 3 (tiga)
strategi yang menjadi prioritas yaitu : QCD (Quality Cost Delivery) sebagai basis
perancangan strategi alternatif, dalam Total Quality management upaya
peningkatan perbaikan kualitas pelayanan hars dilakukan secara terus menerus
sehingga menghasilkan kualitas pelayanan yang sesuai harapan atau ekspektasi
dari masyarakat. Hasil dari analisis hasil olah AHP pada alternatif strategi secara
prioritas terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Alternatif Strategi
No
Strategi Prioritas
Nilai
Prioritas
1
Quality (Kualitas layanan)
0,738
1
2
Delivery
0,146
2
3
Cost ( Biaya Layanan )
0,116
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah
Menilik hasil pada Tabel 26, maka strategi prioritas peningkatan
pelayanan publik One Stop Service yang harus dilakukan adalah program-program
yang berkait dengan peningkatan Quality of Service, kondisi ini in-line dengan
hasil analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimana kualitas mempunyai
peranan yang tinggi dalam kegiatan pelayanan publik, unsur-unsur pelayanan
yang ada didalamya meliputi
prosedur pelayanan; persyaratan pelayanan;
kemampuan petugas; kesopanan dan keramahan petugas; kenyamanan lokasi; dan
keamanan pelayanan.
7.4.
Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan di Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor
Matriks rancangan strategi alternatif yang melingkup unsur-unsur prioritas
dari hasil AHP dalam rangka peningkatan pelayanan publik untuk mendorong
aktifitas investasi di Kota Bogor secara detil dapat dilihat pada lampiran 4,
perancangan strategi ini merupakan hasil penelitian 'on the spot' di BPPTPM dan
Diskominfo kota Bogor serta literasi yang diperoleh dari kegiatan penelusuran
terhadap Kabupaten/Kota yang telah menerapkan dan melaksanakan sistem
pelayanan satu atap atau 'One Stop Service' seperti Sragen - Jawa Tengah serta
teori-teori yang berkaitan dengan penciptaan Pelayanan yang berkualitas :
1. Pemerintah
Pemerintah berperan penting dalam proses penentuan kebijakan dan
regulasi atas terselenggaranya kegiatan proses pembangunan yang berkelanjutan
di Kota Bogor, untuk berkaitan dengan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan
publik yang mampu mendorong investasi maka alternatif strategi yang dijalan
harus terintegrasi dan terpadu. Program-program alternatif tersebut :
a.
Kepastian Hukum atas Lembaga Pelayanan Publik (BPPTPM), hal ini
untuk
menjamin
organisasi
BPPTPM
berjalan
dalam
koridor
kewenangannya, kondisi eksisting sudah dilaksanakan oleh pemerintah
Kota Bogor melalui Peraturan Walikota nomor 13 tahun 2008. Namun hal
ini perlu diimbangi dengan komitmen dan konsistensi dalam implementasi
di lapangan.
b.
Dukungan Peraturan atau kebijakan atas terciptanya lingkungan usaha
yang kondusif dengan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya manusia,
ekonomi, dan infrastruktur. DalamVisi dan Misi kota Bogor sudah
ditetapkan perlunya peningkatan kualitas SDM, infrastruktur yang handal,
namun demikian diperlukan pengawalan dan pengawasan atas programprogram turunan dari visi dan misi tersebut secara komprehensif.
2. Kelembagaan dan Interest Ekonomi
Peranan Kelembagaan dilingkungan pemerintahan dalam kegiatan
pelayanan publik merupakan faktor yang penting dikaitkan dengan kemampuan
atau kapasitas pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi kepemerintahan.
Variable kelembagaan pelayanan publik yang berkualitas mencerminkan tingkat
layanan yang diberikan berlandaskan sistem prosedur dan sumber daya
manusianya (Widodo T, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan
sistem prosedur yang handal dan aparatur atau sumber daya manusia memegang
peranan yang sangat penting dalam menciptakan pelayanan publik yang
berkualitas.
Kerangka alternatif strategi yang berkaitan dengan kelembagaan pelayanan
publik:
a.
Penyempurnaan Sistem Prosedur
Menurut Moenir (1998), bahwa faktor aturan yang menjadi landasan kerja
organisasi dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Dimana
uraian tugas tersebut merupakan penjabaran secara detail mengenai fungsi,
tugas pokok, dan wewenang organisasi. Kejelasan atas prosedur yang telah
ditetapkan dapat mewujudkan kualitas pelayanan. Mengacu pada hal
tersebut diatas dan hasil interview kepada pejabat-pejabat yang berkaitan
dengan Pelayanan di Kota Bogor, maka strategi yang berkaitan dengan
sistem prosedur adalah :
1. Melakukan simplifikasi prosedur pada setiap jenjang pelayanan,
dengan harapan bisa terjadi percepatan dalam pelayanan perijinan,
sehingga tercipta Biropreuner di BPPTPM.
2. Adanya SOP (Standart Operating Procedure) yang mudah, simple,
dan dapat dilakukan secara benar oleh semua staf yang berada di
fungsi tersebut.
3. Implementasi Standar Pelayanan yang mengacu pada sistem ISO
9001-2008, sebagai standar sistem pelayanan yang baku.
b.
Peningkatan SDM
Menurut Steer (1985) dikutip dari Redioka dkk (2009),
karakteristik
pekerja sebagai variabel yang dapat mendukung terwujudnya kualitas
pelayanan. Maksudnya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh para
pelaksana organisasi sesuai dengan tugas akan dapat mewujudkan
efektifitas kerja yang pada akhirnya mewujudkan efektifitas organisasi dan
kualitas pelayanan.
Berkaitan dengan teori diatas dan hasil penelitian, maka strategi alternatif
yang harus dilaksanakan kepada karyawan di lingkungan BPPTPM
meliputi :
1. Peningkatan 'Soft skill dan Hard Skill' di lingkungan BPPTPM
berkaitan dengan fungsi sebagai Customer Service / Frontliner,
Marketing, dan Representatif Pemda Kota Bogor.
2. Peningkatan
skill
dalam
kapabilitas
bidang informatika
dan
telekomunikasi sebagai basis implementasi Layanan Satu Atap atau
One Stop Service.
3. Penetapan SKI (Sasaran Kerja Individu) di lingkungan BPPTPM,
sebagai tolok ukur kinerja semua karyawan, sehingga program
'Reward dan Punishment' atas prestasi karyawan dapat diberlakukan.
4. Mengembangkan pola 'Outsourcing IT'' yaitu melakukan program
pendelegasian pekerjaan internal 'non-core' atau bukan pekerjaan inti
kepada pihak partner eksternal yang berkompeten dalam bidang IT.
Kegiatan ini lazim dilakukan oleh perusahaan besar sehingga bisa
fokus pada aktifitas inti, aktifitas-aktifitas yang dapat di-outsourcingkan meliputi pemeliharaan pengembangan aplikasi, layanan hosting
web/aplikasi, manajemen LAN/ WAN/ dan konektifitas, menejemen
TI, penyediaan desktop dan PC, proses bisnis yang didukung IT,
Layanan koneksi internet. (Mahayana D., et.al, 2008).
3. Infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)
Chapman (1973) dan Moenir (1998), menyatakan bahwa faktor tekanan
atas perubahan teknologi akan mempengaruhi pola hirarki di organisasi,
dimana organisasi menjadi lebih fleksibel, terbuka. Penggunaan teknologi yang
tepat guna dan disesuaikan dengan kemampuan dan kapabilitas sumber daya
manusia yang ada didalam organisasi akan dapat mewujudkan terciptanya
kualitas pelayanan yang baik. Sementara Steer (1985) menyatakan bahwa
karakteristik lingkungan kerja yang kondusif suasana kerja yang nyaman
cenderung meningkatkan semangat kerja, dengan demikian akan dapat
menciptakan kualitas pelayanan yang baik juga. Implementasi One Stop
Service yang dilaksanakan oleh BPPTPM kota Bogor untuk dapat memberikan
pelayanan terbaik, sangat tergantung kepada penggunaan teknologi yang
dipergunakan serta suasana atau lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman.
Untuk itu alternatif strategi dikaitkan dengan kondisi eksisting berupa :
a. Optimalisasi dan utilisasi teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
rangka mendukung implementasi Pelayanan Digital 'One Stop Service'
dengan melakukan kolaborasi dengan semua institusi yang bergerak di
bidang TIK.
b. Dalam proses membangun sistem tatakelola IT yang baik atau Good
Governance, perlunya tim IT strategic Committe yang terdiri atas Walikota
dan jajaran eksekutif pemda dalam rangka menetapkan arah strategis,
menjamin tercapainya tujuan, mengelola resiko dengan tepat atau risk
management, serta memastikan penggunaan sumberdaya secara benar.
(Mahayana D., et.al, 2008).
c. Tekanan teknologi dan pelanggan mengharuskan BPPTPM untuk
mempunyai sistem pelayanan yang terpadu, terintegrasi, dan ‘always
connected’ 24/7 yang memungkinkan diakses oleh masyarakat.
d. Sistem yang dikembangkan harus ‘User Friendly’ dan terintegrasi kesemua
fungsi pelayanan yang ada di Kota Bogor, sehingga memudahkan
masyarakat dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan.
e. Kehandalan sistem dengan adanya Back-up data, Data Centre, dan fasilitas
monitor performansi sarana dan selalu Update data.
f. Sebagai wajah dan representasi Kota Bogor, BPPTPM perlu merelokasi
kantor eksisting ke lokasi yang lebih layak bukan sebagai program 'nice to
have' akan tetapi dengan tujuan utama kemudahan dijangkau, kenyamanan,
kemudahan dalam dukungan infrastruktur TIK, serta terciptanya lingkungan
kerja yang kondusif. Hal ini untuk menjawab terkait hasil analisis IKM
sebelum dan sesudah BPPTPM terkait unsur Kenyamanan Lingkungan pada
unsur-unsur pelayanan publik.
Download