kajian sensor okultasi gps untuk muatan ilmiah satelit mikro lapan

advertisement
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
KAJIAN SENSOR OKULTASI GPS UNTUK MUATAN ILMIAH
SATELIT MIKRO LAPAN GENERASI KE-2
Nizam Ahmad, Abd. Rachman, Neflia
Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN
Email : [email protected]
ABSTRACT
The second generation of LAPAN micro satellite will be used for remote sensing
by its main payload that is a multispectral camera. Beside the main payload, this
satellite will bring a secondary payload which is used for investigating space and
atmospheric sciences named GPS (Global Positioning Satellite) occultation receiver. The
study of payload has been done by comparing this to a satellite which has similar
mission to the LAPAN’s satellite that is the Orsted satellite (Denmark). The GPS
occultation technique is based on the measurement of refraction index and the variation
of density on each atmospheric layers, causing bending effects on radio wavelength. The
GPS occultation sensor will be used as scientific payload for the LAPAN micro satellite.
This sensor produces data such as TEC, electron density, temperature, pressure and
other atmospheric variables.
ABSTRAK
Satelit mikro LAPAN generasi ke-2 memiliki misi utama penginderaan jauh
(remote sensing) dengan muatan kamera multi spektrum. Selain membawa muatan
utama, satelit ini juga membawa muatan sekunder berupa sensor untuk digunakan
dalam penelitian sains antariksa dan atmosfer yang disebut GPS (Global Positioning
Satellite) Occultation Receiver. Kajian sensor dilakukan pada salah satu satelit yang
memiliki misi identik dengan satelit mikro LAPAN generasi ke-2 yaitu satelit ORSTED
(Denmark). GPS Occultation ini berdasarkan teknik pengukuran indeks refraksi dengan
kerapatan yang bervariasi pada setiap lapisan atmosfer yang menyebabkan efek
lengkung pada jalur panjang gelombang radio. Sensor okultasi GPS dapat menghasilkan
data berupa TEC, kerapatan elektron, temperatur dan tekanan lapisan atmosfer serta
variabel atmosfer lainnya.
Kata kunci : Satelit Mikro, Okultasi GPS
1
PENDAHULUAN
Dewasa ini, pemanfaatan teknologi
berbasis satelit banyak digunakan untuk
berbagai aplikasi dalam kehidupan
manusia seperti ketahanan pangan,
pemetaan wilayah, komunikasi dan
sebagainya. Indonesia sebagai negara
maritim dengan bentangan wilayah yang
luas sudah seharusnya memiliki suatu
sistem pemantauan wilayah (monitoring)
untuk optimalisasi pemanfaatan sumber
daya di berbagai bidang. Berdasarkan
kebutuhan dan kondisi geografis Indonesia,
pemerintah melalui Lembaga Penerbangan
Antariksa Nasional (LAPAN) mencoba
mengarah pada pengembangan teknologi
berbasis satelit, yang dimulai dengan
10
diluncurkannya satelit LAPAN Tubsat
pada tanggal 10 Januari 2007. Satelit
LAPAN Tubsat dibuat melalui kerjasama
antara LAPAN (Indonesia) dengan TU
(Technical University) Berlin (Jerman).
Satelit LAPAN Tubsat memiliki misi yang
sederhana yakni untuk pemantauan
wilayah (surveillance) dengan muatan
satelit berupa kamera.
Kesuksesan dalam mengembangkan teknologi berbasis satelit melalui
satelit LAPAN Tubsat ini memberikan
inspirasi bagi LAPAN untuk membuat
dan mengembangkan satelit untuk
penginderaan jauh (remote sensing)
sebagai upaya membantu meningkatkan
ketahanan pangan serta pertahanan dan
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
keamanan wilayah. Satelit LAPAN generasi
ke-2 ini merujuk pada satelit LAPAN
Tubsat baik dalam hal struktur maupun
desain orbitnya dengan beberapa modifikasi teknis sesuai dengan muatan
(payload) yang akan disisipkan pada
satelit. Satelit ini akan ditempatkan pada
ketinggian orbit rendah bumi (Low Earth
Orbit), berukuran mikro (10-100 kg)
dengan inklinasi polar dan akan membawa
sensor multi spektral kamera untuk
penginderaan jauh 3-4 kanal (biru, hijau,
merah dan near infrared) beresolusi
spasial 3-10 m dengan resolusi waktu 2
minggu – 1 bulan.
Satelit juga akan membawa muatan
sekunder berupa sensor untuk misi
ilmiah, misalnya untuk penelitian sains
antariksa dan atmosfer. Hubungan antara
pembangunan satelit dan penelitian di
bidang sains antariksa dan atmosfer
terhadap ketahanan pangan terjadi secara
tidak langsung, yaitu hasil penelitian
sains antariksa dan atmosfer diarahkan
dalam rangka mengembangkan suatu
model cuaca antariksa termasuk di
dalamnya yang berkaitan dengan atmosfer
(model empiris dan matematis) yang
akurat untuk wilayah Indonesia. Akhir
pengembangan model ini diharapkan
dapat memberikan informasi prediksi
kondisi cuaca antariksa dan kondisi
atmosfer yang akurat yang bermanfaat
untuk ketahanan pangan nasional.
Dalam hal ini satelit LAPAN memiliki
peranan besar dalam menghasilkan data
yang digunakan dalam pengembangan
model untuk menghasilkan suatu sistem
informasi dalam menunjang sektorsektor pembangunan. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 1-1.
Satelit LAPAN generasi ke-2 diprogram untuk mendukung peningkatan
ketahanan pangan. Data satelit nantinya
dapat digunakan untuk prakiraan jangka
pendek kondisi suatu pertanian ataupun
prakiraan
jangka
panjang
melalui
pengembangan model berdasarkan data
satelit sebagai upaya peringatan dini
(early warning). Satelit LAPAN generasi
ke-2 akan banyak membantu program
penelitian (research) terutama yang
terkait langsung dengan penggunaaan
data satelit sehingga diharapkan penelitian
ini banyak menghasilkan penemuanpenemuan yang dapat digunakan oleh
masyarakat baik secara langsung mapun
tidak langsung.
Satelit LAPAN generasi ke-2 ini
memiliki peran langsung (pemanfaatannya
dirasakan langsung oleh masyarakat)
maupun tidak langsung (mendukung
riset bagi penemuan-penemuan di bidang
sektoral). Peran langsung satelit ini antara
lain untuk memotret wilayah Indonesia.
Berdasarkan potret wilayah tersebut,
dapat diketahui luas daerah pertaniannya,
dan melalui pengembangan model dan
data satelit penginderaan jauh lainnya
dapat mengidentifikasi jenis dan kondisi
tanaman pertanian sehingga perkiraan
tingkat produksi untuk setiap tanaman
pangan dan setiap daerah dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan akurat daripada
cara yang konvensional; memantau
kondisi atmosfer dan lahan pertanian
pada saat ini serta prediksi beberapa
hari ke depan sehingga aktifitas pertanian
dapat dilakukan tepat waktu, untuk
mencegah kegagalan panen, mengembangkan precision farming, yaitu kegiatan
pertanian dilakukan secara tepat menurut
waktu, lokasi, kondisi, jenis tanaman,
maupun tindakan, sehingga produksi
dapat ditingkatkan. Peran tidak langsung
satelit ini di antaranya mendukung
kegiatan penelitian di bidang sains
antariksa dan atmosfer yang bertujuan
untuk mendukung program ketahanan
pangan nasional. Kemajuan penelitian di
bidang sains antariksa dan atmosfer
sangat didukung oleh tersedianya peralatan dan data observasi untuk mempelajari berbagai fenomena, pengembangan berbagai teori, prediksi cuaca
dan iklim, maupun uji validasi modelmodel atmosfer dan antariksa. Satelit
dapat menyediakan data untuk model
antariksa dan atmosfer sehingga memungkinkan prakiraan kondisi cuaca dan iklim
melalui suatu sistem asimilasi data,
sehingga kondisi atmosfer dan antariksa
pada masa yang akan datang dapat di
prediksi secara lebih akurat (Satiadi, 2006).
11
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Data
Pengamatan
Lapsat-2
Penelitian
Temuan
Pemodelan
Prediksi /
Prakiraan
peringatan
dini
Kondisi awal
Asimilasi data
Validasi
Aplikasiaplikasi
sektoral
Gambar 2-1: Peran satelit LAPAN dalam sektor pembangunan (Satiadi, 2006)
Permasalahannya adalah sensor
apa yang tepat untuk disisipkan pada
satelit mikro LAPAN generasi ke-2.
Penentuan prioritas sensor didasarkan
pada pertimbangan bahwa sensor ini
dapat digunakan untuk penelitian sains
antariksa dan atmosfer, mendukung misi
utama satelit dan memenuhi spesifikasi
teknis yang sesuai dengan struktur
satelit (Ahmad, 2007). Hal ini diperoleh
melalui penelusuran penelitian sains
antariksa dan iklim yang terkait langsung
dengan kepentingan pemanfaatan data
satelit, mengkaji beberapa sensor pada
beberapa satelit yang mengakomodir
penelitian sains antariksa dan iklim serta
menganalisis spesifikasi teknis sensor
berdasarkan spesifikasi satelit. Tulisan
ini bertujuan untuk mengkaji dan
menganalisis sensor okultasi GPS untuk
ditempatkan pada satelit LAPAN generasi
ke-2 agar dapat memenuhi kebutuhan
saintifik lingkungan sains antariksa dan
atmosfer dalam mendukung misi utama
satelit.
12
2
KONSEP OKULTASI GPS DAN DATA
YANG DIGUNAKAN
2.1 Konsep Okultasi GPS
Global Positioning Satellit (GPS)
terdiri dari 24 satelit yang secara terusmenerus memancarkan sinyal radio
pada frekuensi 1.57542 GHz (L1) dan
1.22760 GHz (L2). Jika sebuah penerima
sinyal GPS dipasang pada satelit Low
Earth Orbit (LEO), maka penerima tersebut
akan menerima sinyal dari ke 24 satelit
GPS baik saat terbit maupun tenggelam
di cakrawala. Karakteristik sinyal yang
diterima pada GPS LEO ini secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi atmosfer
dan ionosfer bumi. Peristiwa karakterisasi
sinyal penerima oleh kondisi atmosfer
dan ionosfer bumi ini disebut dengan
okultasi GPS dimana efek lengkung limb
sounding dapat secara aktif diukur.
Konsep GPS okultasi ini pertama
kali diperkenalkan oleh Yunck pada
tahun 1988 (Yunck et al., 2000) dan
pertama kalinya diterapkan pada misi
satelit GPS/MET (Ware et al., 1996).
Satelit GPS/MET ini merupakan misi
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
pertama yang mengakomodir penginderaan jauh antar satelit dan dilanjutkan pada misi satelit milik Jerman
CHAMP (CHAllenging Minisatellite Payload)
dan satelit Argentina SAC-C (Satelite de
Aplicaciones Cientificas-C) (Wickert et al.,
2001).
satelit tersebut. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 2-2.
Sudut lengkung = 
Okultasi
Bumi
Gambar 2-1: Teknik okultasi dua satelit
http://apollo.lsc.vsc.edu/cl
asses/remote/lecture_notes/
gps/graphics/occultation.gif)
Teknik okultasi didasari oleh
pengukuran indeks refraksi n(r) atmosfer
dengan kerapatan yang beragam pada
setiap lapisannya yang menyebabkan
efek lengkung pada jalur pancar gelombang radio. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 2-1. Besaran sudut lengkung
yang terjadi ini menjadi bahan informasi
awal untuk mendapatkan beberapa
parameter atmosfer yang sangat penting
untuk dianalisa. Teknik okultasi ini
mempunyai karakteristik (Kursinski et
al., 1997), yaitu akurasi tinggi dengan
cakupan yang luas, resolusi vertikal
yang tinggi, kemampuan sounding segala
cuaca, kalibrasi radiosonde yang independen dan tidak ada bias instrumen.
Dalam teknik GPS okultasi, sinyal
dipancarkan oleh satelit GPS, kemudian
sinyal tersebut diterima oleh penerima
pada satelit LEO mengikuti pergerakan
Gambar 2-2: Okultasi pada satelit LEO
(http://geodaf.mt.asi.it/html
_old/GPSAtmo/space.html)
Pergerakan relatif satelit LEO
terhadap satelit GPS akan menghasilkan
pemindaian vertikal atmosfer (Gambar 2-3).
Dengan pendekatan geometris optik dan
dengan memperhitungkan bentuk lengkung, sinyal pancar yang melewati
atmosfer dipantulkan dan mengalami
penundaan akibat perbedaan gradasi
vertikal kerapatan lapisan atmosfer. Ketika
geometri satelit berubah akibat pergerakan
revolusi terhadap bumi, gelombang radio
yang diterima berturut-turut seakan
membentuk lapisan pada atmosfer. Dengan
variasi fase sinyal GPS, pengukuran
dengan metode ini akan menghasilkan
profil vertikal sudut lengkung sinyal.
Pada saat tersebut, fasa yang bervariasi
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu
satellite clock drift error, doppler shift akibat
pergerakan relatif satelit LEO terhadap
satelit GPS dan perlambatan perambatan
(propagation delay) akibat perbedaan
media rambat di atmosfer .
Gambar 2-3: Pemindaian vertikal teknik
okultasi (http://geodaf.mt.
asi.it/ html_old/GPSAtmo/
space.html)
13
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20

VGPS
Jalur rambatan
Titik potong rambatan

RGPS

VLEO

RLEO
Bumi
Gambar 2-4 : Geometri teknik okultasi (Carlstrom, 2002)
Pada Gambar 2-4, efek atmosfer
yang ditimbulkan terhadap sinyal GPS
dapat dikarakterisasi dengan nilai total
sudut lengkung (bending angle, α), sebagai
sebuah fungsi parameter akibat parameter
tumbukan (impact parameter, a). Nilai
sudut lengkung didapatkan melalui
pengukuran yang teliti terhadap nilai
frekuensi pergeseran Doppler (Doppler Shift)
atas sinyal GPS yang diterima sensor.
Kemudian fungsi α (a) diinversi ke profil
refraktivitas sebagai asumsi simetri
spherical (bidang elips) dan menggunakan
transformasi Abelian untuk mendapatkan
nilai-nilai atas turunan indeks refraksi
(Fjeldbo, 1971).
2.2 Data Yang Digunakan
Data yang digunakan dalam
kajian ini merupakan data spesifikasi
sensor yang terdapat pada satelit Orsted
(Denmark) dengan beberapa modifikasi.
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
satelit Orsted ini memiliki kemiripan
dengan rancangan satelit mikro LAPAN
generasi ke-2. Satelit Orsted berukuran
34 x 45 x 70 cm dengan berat 62 kg,
inklinasi polar (i  98) dan ditempatkan
pada orbit 450 km x 850 km. Data
spesifikasi sensor GPS okultasi pada
satelit Orsted adalah sebagai berikut,
Massa
Daya
Frekuensi sampling
Ketepatan posisi
:
:
:
:
4 Kg
7-15 W
10 Hz
5-10 Cm
Gambar 2-5 : GPS receiver (http://www.dmi.dk)
Akurasi data, ketidakpastian dan rentang pengukuran sensor ini dapat dilihat pada
Tabel 2-1 (Hoeg, 1999)
14
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
Tabel 2-1:KEBUTUHAN PENGAMATAN UNTUK SENSOR GPS
Data pengamatan sensor ini dibagi menjadi dua tingkatan data, yaitu data baku dan
data olahan. Dua tingkatan data ini dapat dilihat pada Tabel 2-2 (Hoeg, 1999).
Tabel 2-2 : DATA KELUARAN SENSOR GPS
Data GPS Level 0-1
Data GPS Level 2-3
Pseudo-range measurements
Residual phase observations
Carrier phase measurements (L1 and L2) Time
TEC and d(TEC)/dt observations
Differential clock corrections
Ne scintillations
Earth orientation data
Bending angle profiles
GPS positions and velocities
TEC profiles
GPS ephemeris data
Electron density profiles
GPS orbital parameters
Refractivity profiles
GPS health data
Error profile estimates
Satellite position and velocity data
Stratosphere/Troposphere
Satellite ephemeris data
temperature and pressure
Satellite orbital parameters
Global TEC field maps
Predicted Satellite positions and velocities
Global electron density
Satellite occultation sounding data
distributions
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program ketahanan pangan didukung oleh penelitian sains antariksa
dan atmosfer melalui pemantauan aktivitas
seismik seperti gempa bumi (earthquake
precursor) dari satelit (Gambar 3-1) dengan
melihat variasi data TEC di atmosfer serta
pemantauan pola meteorologi melalui
perubahan temperatur, tekanan dan
parameter lapisan atmosfer (Gambar 3-2).
15
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
Gambar 3-1:Pemantauan aktivitas seismik dari satelit (Zhang, 2007)
Gambar 3-2: Pemantauan pola meteorologi dari satelit
(http://www.
esa.int/esaLP/ SEMFVJ6DIAE_index_1.html)
Aktivitas seismik di bumi secara
teori akan memancarkan gelombang
elektromagnetik (EM) yang menyebabkan
gangguan di lapisan atmosfer, ionosfer
dan magnetosfer. Gangguan ini menyebabkan perubahan kerapatan partikel pada
masing-masing lapisan (Battison, 2007).
Perubahan kerapatan partikel ini dapat
diketahui dari citra yang dihasilkan sensor
GPS melalui teknik okultasi.
Untuk pola meteorologi, faktorfaktor seperti efek coriolis, kemampuan
lautan sebagai penyimpan panas, dan
efek topografi sangat berpengaruh. Dalam
penelitian sains atmosfer, satelit tidak
banyak digunakan untuk pengukuran
in-situ, karena posisinya yang jauh di
atas permukaan bumi. Misalnya satelit
17
orbit rendah atau Low Earth Orbit (LEO)
berada pada jarak sekitar 300 km dari
permukaan bumi, sedangkan ketinggian
troposfer, dimana kebanyakan fenomena
atmosfer terjadi, hanya meliputi ketinggian
hingga sekitar 17 km. Dengan demikian,
dalam penelitian di bidang sains atmosfer
satelit digunakan untuk pengukuran jarak
jauh (Satiadi, 2006).
Mengingat rancangan struktur
satelit LAPAN generasi ke-2 belum
rampung maka dilakukan asumsi bahwa
rancangan struktur dan subsistem
satelit mengikuti satelit Orsted. Dengan
demikian konsep arsitektur GPS receiver
nya dapat dilihat pada Gambar 3-3
(Hoeg, 1999).
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
Gambar 3-3: Usulan konsep arsitektur GPS receiver satelit LAPAN
Pada Gambar 3-3, konsep arsitektur ini masih menggunakan konsep
GPS/GLONASS yang dikembangkan oleh
Rusia dengan beberapa modifikasi terutama untuk perhitungan akurasi posisi
dan kecepatan satelit secara real-time.
Penempatan sensor GPS receiver
dalam subsistem satelit dapat dilihat
pada Gambar 3-4 (Hoeg, 1999).
Pada Gambar 3-4, GPS receiver di
tempatkan pada rak (rack) ke-4 dari
struktur muatan. Namun penempatan
ini tergantung pada jumlah muatan yang
dibawa oleh satelit ini nantinya.
Spesifikasi optimum sensor GPS
okultasi yang diusulkan untuk satelit
LAPAN generasi ke-2 memiliki daya
(power) maksimal 5 Watt dengan massa
maksimal 2 kg. Spesifikasi detail yang
berkaitan dengan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3-1. Spesifikasi ini
merujuk pada spesifikasi sensor okultasi
GPS satelit CSES Cina (Lanwei et al., 2007).
17
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Gambar 3-4: Rancangan GPS receiver satelit LAPAN dalam subsistem
Tabel 3-1: SPESIFIKASI SENSOR GPS OCCULTATION RECEIVER
Detection Content
Physical Parameter
Specification
 20 TECU
TEC
Ionosphere Plasma
Ion density
102 – 107 cm-3
 10 cm-3
Ion temperature
500 – 5000 K
 10 K
Electron density
102 – 5.106 cm-3
Electron temperature
18
Precision
500 – 3000 K
 20 cm-3
 20 K
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ..... (Nizam et al.)
Gambar 3-5: Rancangan sistem manajemen data satelit LAPAN generasi ke-2
Untuk sistem manajemen data,
satelit LAPAN generasi ke-2 merujuk
pada satelit CSES Cina. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 3-5 (Yurong et al.,
2007).
Secara umum, data yang dikirim
satelit dan diterima oleh stasiun bumi diolah untuk kemudian dikirimkan ke
jaringan stasiun bumi lainnya. Data
olahan ini kemudian dianalisis untuk
membuat suatu pemodelan menuju
suatu sistem peringatan dini baik cuaca
antariksa maupun atmosfer bumi.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih ditujukan
pada Dr. Erman Aminullah yang telah
membimbing dalam penulisan karya
ilmiah dan Dr. Sunartoto atas koreksi
serta saran dalam pembenahan karya
tulis ini. Ucapan terima kasih juga
ditujukan pada Drs. L. Manurung dan
Muhammad Bustani yang membantu
dalam menyediakan data dan memberikan
saran mengenai muatan-muatan satelit
untuk satelit mikro LAPAN generasi ke-2.
DAFTAR RUJUKAN
4
KESIMPULAN
Penelitian sains antariksa dan
atmosfer berbasis satelit mendukung
program ketahanan pangan yang menjadi
misi utama satelit LAPAN generasi ke-2.
Dari skala prioritas, pemantauan aktivitas
seismik dan pola meteorologi dari satelit
menjadi
dasar
penentuan
muatan
sekunder satelit. Sensor yang tepat
untuk misi ini adalah sensor GPS
occultation receiver. Namun hal yang
perlu lebih diperhitungkan dalam kajian
berikutnya adalah spesifikasi teknis dan
konfigurasi sensor ini dalam subsistem
satelit.
Ahmad, N., 2007. Kajian Muatan Sains
Antariksa Untuk Satelit Indonesia,
Laporan Evaluasi II, Pusfatsainsa,
Bandung.
Battison, R., 2007. Earthquake Monitoring
from Space: 10 Years of R & D in
Italy, International Workshop on
Early Warning and Monitoring
Earthquake by Using
Electromagnetism Detecting Satellite, 25 –
27 July 2007, Jakarta.
Carlstrom, A., et al., 2002. The GPS
Occultation Sensor for NPOESS,
IEEE, Saab Ericsson Space SE40515 Göteborg, Sweden.
19
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Fjeldbo, G.; A. J. Kliore; and V. R.
Eshleman, 1971. The neutral
atmosphere of Venus as studied
with the Mariner V radio occultation
experiments, Astron. J., 76 (2), 123140.
Hoeg P., 1999. Field Aligned-Current
Experiment In The Ionosphere and
Thermosphere (FACE-IT), Danish
Meteorological Institute, Lyingbyvej
100, Denmark.
Kursinski, E. R., et al., 1997. Observing
Earth's atmosphere with radio
occultation measurements using
Global
Positioning
System,
J.
Geophys. Res., 19 (D19), 23,42923, 465.
Lanwei, W., et al., 2007. Analysis on the
Payloads of China Seismo-Electromagnetic Satellite (CSES), International Workshop on Early Warning
and Monitoring Earthquake by
Using Electromagnetism Detecting
Satellite, 25 - 27 July 2007, Jakarta.
Satiadi, D., 2006. Laporan Kajian Muatan/
Sensor Ilmiah Atmosfer Untuk Satelit
LAPAN generasi -2, Bandung.
Ware, R., et al., 1996. GPS soundings of
the atmosphere from low earth orbit:
20
Preliminary
results, Bull. Amer.
Meteor. Soc., 77, 19-40.
Wickert, J., et al., 2001. GPS radio
occultation with CHAMP: Initial
results, Proc. Beacon Satellite
Symposium, Boston.
Yunck, T.; Liu C.H.; Ware R., 2000. A
History
of
GPS
Sounding,
Terrestrial
Atmospheric
and
Oceanic Sciences, 11, 1-20.
Yurong, L., et al., 2007. Architecture for
Chinese
Seismo-Electromagnetic
Satellite’s Ground Application System,
Payload Operation and Application
Center, International Workshop on
Early Warning and Monitoring
Earthquake by Using Electromagnetism Detecting Satellite, 25 27 July 2007, Jakarta.
Zhang, Y., 2007). Current Situation of
Earthquake Prediction Exploration in
China Mainland and Its Potential
Demands for Space Technology,
International Workshop on Early
Warning and Monitoring Earthquake
by Using Electromagnetism Detecting
Satellite, 25 - 27 July 2007, Jakarta.
Download