FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG NOVIYANA ISNAENI Skripsi, Februari 2014 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Diploma IV Kebidanan ABSTRAK Gonore disebabkan bakteri Neisseria gonorrhoeae, dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian gonore antara lain pengetahuan tentang gonore, perilaku penggunaan kondom dan vaginal douching. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, pemakaian kondom, dan vaginal douching dengan kejadian PMS gonore pada WPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang. Penelitian ini menggunakan desain survey analitik, pengambilan subjek dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggnakan simple random sampling, populasi penelitian ini 153 dan sampel 60 WPS. Analisis data menggunakan menggunakan chi-square. Hasil pengujian menunjukan nilai X2 hitung 13,858 dan p-value 0,001 (pengetahuan), X² hitung 28,807 dengan p-value 0,000 (pemakaian kondom), X2 hitung 21,818 dengan p-value 0,000 (vaginal douching), yang menunjukan ada hubungan antara pengetahuan, pemakaian kondom, vaginal douching dengan kejadian penyakit menular seksual (gonore). Simpulan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, WPS, ilmu pengetahuan, dan tenaga kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit menular seksual (gonore). Kata kunci : gonore, pengetahuan, kondom, vaginal douching. Kepustakaan : 46 (2000-2013) PENDAHULUAN Wanita rentan dengan gangguan reproduksi karena organ reproduksi wanita berhubungan langsung dengan dunia luar melalui liang senggama, rongga ruang rahim, saluran telur atau tuba fallopii yang bermuara di dalam perut ibu. Hubungan langsung ini mengakibatkan infeksi pada bagian luarnya berkelanjutan dapat berjalan menuju ruang perut dalam bentuk infeksi selaput dinding perut atau peritonitis (Manuaba, 2010). Penyakit menular seksual rnerupakan salah satu infeksi saluran reproduksi yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Penyebab infeksi tersebut dapat berupa kuman, jamur, virus dan parasit (Widyastuti, 2009). Penyakit menular seksual akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. PMS dapat menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan bahkan kematian. Wanita lebih berisiko untuk terkena PMS lebih besar dari pada laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih rentan, dan sering kali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera ditangani, sedangkan penyakit melanjut ketahap lebih parah. Oleh karena letak dan bentuk kelaminnya yang agak menonjol, gejala PMS pada laki-laki lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan, sedangkan pada perempuan sebagian besar gejala yang timbul asimtomatis, salah satu diantara PMS ini adalah penyakit gonore (Verra, 2012). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 1 Gonore merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae atau gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 µ, panjang 1,6 µ bersifat tahan asam, kuman ini bersifat gram negatif, tidak tahan lama diudara bebas, cepat mati pada keadaan kering. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) (Daili, 2011). Gejala Gonore yang ditimbulkan pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada pria umumnya menyebabkan uretritis akut dengan keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas di bagian uretra, keluar nanah dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah. Pada wanita sering kali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan dan sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana. Infeksi pada wanita mulanya hanya mengenai servik uretra, kadangkadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, nanah terlihat lebih banyak dan sakit ketika berkemih (Daili, 2011). Infeksi gonore di Indonesia menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta dan Bandung terdapat WPS menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4%-50%. Masalah PMS pada WPS dewasa ini sangat menarik perhatian, keadaan ini akan menambah kompleksnya masalah penanggulangan PMS (Jawas, 2008). Dari hasil survalens Terpadu Biologis dan perilaku kelompok beresiko tinggi di Indonesia (WPS) rata-rata satu dari dua orang WPS dinyatakan terinfeksi setidaknya satu dari gonore, klamidia, dan sifilis. Hal tersebut menjadi salah satu faktor tingginya prevalensi PMS di WPS, pada tahun 2007 Prevalensi Gonore meningkat dari 15,8%-43,9%, dan pada tahun 2011 prevelensi gonore meningkat 31,7% menjadi 36,6% (STBP, 2007 & 2011). Surveilans IMS dilakukan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar (Dinkes Jateng, 2012). Masalah penyakit seksual diranah masyarakat menjadi fenomena gunung es. Banyak orang kurang menyadari bahwa perilaku hubungan seks bebas dapat menularkan PMS dan HIV yang perlu penanganan serius. Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan penyakit gonore yaitu terjadinya penyakit menular seksual banyak berawal dari pengetahuan, penggunaan kondom (STBP, 2011) dan vaginal douching (Qomariyah, 2005). Globalisasi memberikan pengaruh yang cukup nyata dalam masyarakat. Selain itu, dengan globalisasi informasi dari segala penjuru dunia dapat diakses dengan cepat dan mudah. Banyak orang tidak mengatahui apa dan bagaimana cara mereka mendapatkan pelajaran dan pengetahuan tentang masalah seksual (Hans, 2007). Pengetahuan WPS tentang PMS gonore atau kencing nanah sangat kurang. Pengetahuan mereka hanya terbatas pada akibat penyakit yang umum terjadi pada kencing nanah. Pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala dan polapola pencegahan pada umumnya masih sangat kurang karena kencing nanah bersifat asimtomatis pada wanita. Padahal pengetahuan tentang gonore ini justru sangat dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan seseorang tertular PMS gonore. Minimnya pengetahuan mereka turut mempengaruhi upaya penanggulangan yang perlu dilakukan, sehingga sulit untuk dapat memutuskan mata rantai penularan. Demikian pula apa yang dilaporkan bahwa hanya 24% WPS mengetahui tentang IMS/PMS (DEPKES RI, 2005). Rendahnya pengetahuan WPS tentang cara penularannya dan gejala yang diperlihatkan seseorang yang menderita PMS akan turut berpengaruh pada perilaku FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 2 seks mereka. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak jelas terhadap orang dengan gejala dan tanda PMS membuat WPS tidak mewaspadai pelanggan yang berpotensi menularkan penyakit tersebut pada waktu melayaninya. Melalui pengalaman yang menurut mereka aman-aman inilah membuat WPS semakin mempunyai kepastian untuk meneruskan pekerjaan mereka menjadi WPS dan melakukan hubungan seks dengan pelanggan dengan pemikiran tidak akan mungkin tertular PMS (STBP, 2011). Pada dasarnya, seorang WPS harus memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Karena pada umumnya pengetahuan WPS tentang penyakit menular seksual hanya yang bersifat umum saja. Seperti hanya mengetahui nama penyakit tanpa tahu penyebabnya penyakit tersebut, cara penularan penyakit menular seksual hingga pencegahan dan pengobatannya. Rendahnya pengetahuan WPS menjadi sangat penting dalam menekan angka kejadian PMS. Dari beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan yang bermakna dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual (STBP, 2011). Pada dasarnya baik buruknya pengetahuan juga mempengaruhi cara pemakaian kondom pada WPS. kondom salah satu alat yang terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung. Kondom tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. Kondom memiliki fungsi yang sangat besar diantaranya dapat mencegah PMS gonore, mencegah kehamilan, serta yang mencegah penularan yang mematikan. Untuk meningkatkan pemakaian kondom maka perlu peningkatan pengetahuan mengenai kegunaan kondom sebagai alat kontrasepsi untuk menurunkan penularan infeksi menular seksual (Manuaba, 2010). Menurut Pribakti (2010), bahwa dilaporkan perempuan yang selalu menggunakan rebusan daun sirih akan mempunyai risiko jauh lebih besar menderita penyakit-penyakit hubungan seksual. Menurut departemen Health and Human Services dari National Women’s Health Information Center, penelitian menunjukkan bahwa wanita yang douching sebagai rutin harian cenderung mendatangkan masalah berbanding wanita yang tidak douching atau jarang sekali douching. Praktik vaginal douching didefinisikan sebagai upaya pembersihan / bilas vagina baik eksternal maupun internal. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahanbahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying atau liquid. Praktik vaginal douching atau tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh masyarakat umum maupun wanita penjaja seks WPS sebagai bagian dari personal hygiene perempuan (Pribakti, 2010). Douching dengan air saja setelah hubungan seks tidak berhubungan dengan WPS, tetapi resiko WPS akan meningkat sebesar 2,6 kali lebih tinggi jika menggunakan air dan sabun, atau dengan daun sirih atau produk komersil. Dampak non medis lain dari praktik douching adalah timbulnya kepercayaan “semu” khususnya untuk perempuan kelompok WPS, mereka percaya bahwa dengan douching sebelum dan sesudah berhubungan seksual akan melindungi dirinya dari penularan PMS, sehingga dapat berakibat pada penurunan pemakaian kondom. Sebuah penelitian di Jakarta melaporkan bahwa para WPS yang diteliti tidak begitu yakin akan fungsi kondom. Mereka lebih percaya pada alternatif pencegahan PMS lainnya seperti douching atau minum antibiotik sesudah hubungan seksual. Mereka menganggap khasiatnya lebih ampuh dari pada sekedar memakai kondom (Sedyaningsih-Mamahit, 1999). Pada dasarnya setiap orang yang sudah aktif secara seksual dapat tertular gonore, namun yang harus diwaspadai adalah kelompok berisiko tinggi terkena gonore yaitu orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual dan orang yang punya satu pasangan seksual, tetapi pasangan seksualnya suka berganti-ganti pasangan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 3 seksual (Dirjen PPM & PLP Depkes RI, 2003). Bandungan merupakan sebuah objek wisata pegunungan yang berada di Kecamatan Bandungan Kabupaten semarang. Luas Desa Bandungan ± 434.335 m2 memiliki 39 RT dan 7 RW. Disekitaran pinggir jalan bahkan didalam perkampungan banyak berdiri hotel dan motel yang merupakan sumber perekonomian utama bagi warga Bandungan. Ada sekitar 18 hotel dan 29 motel yang tersebar di wilayah desa bandungan. Tidak semua daerah di bandungan menjadi kompleks tempat tinggal WPS. Kompleks tempat tinggal WPS dipusatkan oleh pemerintah di kawasan Kalinyamat. Namun hanya sebagian lahan saja yang digunakan untuk tempat tinggal WPS. Data yang didapat dari kelurahan, sebanyak 153 sebagai anak kos/wisma/WPS, 300 sebagai PK, dan 106 sebagai pekerja panti uap yang terdata di wilayah Desa Bandungan. Jumlah kamar yang ada di wisma-wisma di kompleks Kalinyamat beragam, paling kecil ada 4 kamar, tapi pada umumnya antara 5 sampai 11 kamar. Biasanya setiap WPS memiliki kamar pibadi yang hanya di khususkan untuk menerima tamu dan juga sebagai tempat tidur sehari-hari. Dari studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti pada 17 Januari 2014 di Puskesmas Duren, didapatkan hasil penderita gonore pada WPS pada bulan November s/d Desember sebanyak 34 WPS, dan 25 WPS diantaranya adalah WPS dari Kelurahan Bandungan. Dari hasil wawancara dengan petugas laboratorium di Puskesmas Duren banyak WPS yang terkena penyakit gonore. Sedangkan hasil wawancara pada 7 WPS, 4 diantaranya mengaku pernah tertular penyakit gonore. Hasil survei menunjukkan bahwa praktik vaginal douching telah menjadi bagian dari personal hygiene mereka yang selalu dilakukan secara rutin. Para WPS juga sebetulnya rutin setiap minggu mendapatkan penyuluhan tentang PMS, dan mendapatkan kondom gratis dari pemerintah setempat. Namun walaupun sudah dilakukan pemeriksaan setiap minggunya dan diberikan penyuluhan kepada para WPS tidak sedikit dapat menurunkan angka kejadian PMS, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian PMS gonore. Dari hasil wawancara pada 7 WPS, 4 diantaranya pernah menderita gonore, dan diketahui 2 WPS diantaranya memiliki pengetahuan yang baik tentang gonore, 3 WPS konsisten menggunakan kondom, dan 2 WPS mengaku rutin melakukan vaginal douching. Sedangkan pada 3 WPS yang tidak menderita gonore, 1 diantaranya memiliki pengetahuan kurang tentang gonore, 1 WPS mengaku konsisten menggunakan kondom, dan 1 diantaranya tidak melakukan vaginal douching. Penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa WPS berisiko tinggi terinfeksi gonore dan berpotensi menularkannya pada mitra seksual yang selalu berganti-ganti serta akhirnya memudahkan terjadinya transmisi HIV bagi WPS dan mitra seksnya. Bila aspek kesehatan ini tidak ditangani secara serius akan sangat berbahaya dan penularan gonore akan terjadi sangat cepat mulai dari WPS, mitra seks WPS dan merambah luas ke masyarakat umum. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dan digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Arikunto, 2002). Metode pendekatannya adalah cross sectional. Cross sectional yaitu pendekatan penelitian dengan pengambilan data dilakukan dengan pengukuran sesaat, dinilai satu kali saja (Arikunto, 2002 ). POPULASI Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah 153 WPS diperoleh FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 4 dari data 6 bulan terakhir di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang. SAMPEL Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 WPS di kelurahan Bandungan. Jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin karena jumlah populasi kurang dari 1000 responden. N n= Rumus : N.d 2 + 1 Dimana : n = Besarnya sampel N = Populasi d = Presisi yang dikehendaki 153 153.(0,1) 2 + 1 153 = 2.53 = = 60,47 = 60 responden Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 60 responden TEKNIK SAMPLING Tehnik pengambilan sampel yang dalam penelitian ini adalah secara simple random sampling atau sampel acak sederhana, dengan memilih absen ganjil. Karena setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di seleksi sebagai sampel (Notoadmojo, 2005). ANALISIS UNIVARIAT Analisis univariat dilakukan bertujuan untuk menjelaskan atau medeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel (Notoatmodjo 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji statistik deskriptif untuk mengetahui daftar distribusi frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gonore yang meliputi sub variabel: pengetahuan gonore, vaginal douching, dan pemakaian kondom. Adapun cara yang digunakan dengan cara data dikumpulkan kemudian dikelompokkan menurut jenis data masing-masing dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi. Untuk membuat tabel distribusi frekuensi penulis menggunakan komputerisasi. Menurut Arikunto (2006) perhitungan distribusi frekuensi dapat dilakukan dengan rumus : x x 100 % P= n Keterangan : P = Persentase x = Total nilai responden n = Total nilai max 100 = Bilangan tetap ANALISA BIVARIAT Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif (Saryono 2008). Dalam analisis ini dilakukan dengan pengujian statistik yaitu dengan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara variabel independent yaitu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gonore yang meliputi sub variabel: pengetahuan gonore, vaginal douching, dan pemakaian kondom secara parsial terhadap variabel dependent yaitu kejadian gonore. Adapun rumus dari chi-square adalah sebagai berikut : 2 k ( fo − fh) 2 X =∑ fn i =1 Dimana : X2 : Chi kuadrat fo : Frekuensi yang diobservasi fh : Frekuensi yang diharapkan Menurut Santoso (2004) pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan chi square uji dan tabel, dengan ketentuan : 1) Jika chi square hitung <chi square tabel, maka Ho diterima. 2) Jika chi square hitung >chi square tabel, maka Ho ditolak. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 5 Pengambilan keputusan Ha diterima atau ditolak dengan melihat taraf signifikansi. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan kriteria pengujian ditetapkan Ho diterima apabila p > 0,05, Ho ditolak apabila p ≤ 0,05 (Sugiyono, 2010). Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi. Hasil pengujian menunjukan nilai p-value 0,001 (pengetahuan), p-value 0,000 (pemakaian kondom), p-value 0,000 (vaginal douching), yang menunjukan ada hubungan antara pengetahuan, pemakaian kondom, vaginal douching dengan kejadian penyakit menular seksual (gonore). HASIL PENELITIAN Analisis Univariat a. Gambaran pengetahuan tentang gonore pada WPS Tabel 5.1 Distribusi pengetahuan tentang gonore pada WPS di Kelurahan bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang. Pengetahuan WPS Baik Cukup Kurang Total F Persentase (%) 19 24 17 60 31.7 40.0 28.3 100.0 Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 24 responden (40,0%) dari 60 responden, dibandingkan dengan pengatahuan baik ada 19 responden (31,7%), dan pengetahuan kurang ada 17 responden (28,3%). b. Gambaran perilaku pemakaian kondom Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi perilaku pemakaian kondom pada WPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang. Perilaku pemakaian kondom Memakai Tidak Total F 40 20 60 Persentase (%) 66.7 33.3 100.0 Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar WPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang yang memakai kondom sebanyak 40 responden (66,7%) dari 60 responden,, dibandingkan dengan yang tidak memakai kondom yaitu sejumlah 20 responden (33,3%). c. Gambaran perilaku vaginal douching Tabel 5.3 Distribusi perilaku vaginal douching pada WPS di Kelurahan Bandungan Kab. Semarang Perilaku vaginal douching Ya Tidak Total F Persentase (%) 30 30 60 50.0 50.0 100.0 Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa WPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang sebanyak 30 responden (50,0%) dari 60 responden melakukan vaginal douching dan 30 responden (50,0%) tidak melakukan vaginal douching. d. Gambaran infeksi gonore pada WPS Tabel 5.4 Distribusi infeksi gonore pada WPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang Infeksi gonore pada WPS Positif Negatif Total F Persentase (%) 16 44 60 26.7 73.3 100.0 Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang tidak menderita penyakit infeksi gonore yaitu 44 responden (73,3%) dari 60 responden, dibandingkan yang menderita penyakit infeksi gonore yaitu 16 responden (26,7%). Analisis Bivariat a. Hubungan pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore Tabel 5.5 Tabulasi silang hubungan pengetahuan dengan kejadian Gonore padaWPS di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. semarang FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 6 Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah Infeksi gonore Positif Negatif n 1 5 10 16 % 1.7 8.3 16.7 26.7 n 18 19 7 44 % 30.0 31.7 11.7 73.3 Total ρvalue % N 19 31.7 24 40.0 17 28.3 60 100.0 0,00 1 berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis hubungan antara pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan infeksi gonore negatif ada 18 responden (30,0%) dari 19 responden, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan infeksi gonore negatif ada 19 (31,7%) dari 24 responden, dan sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan infeksi gonore positif ada 10 responden (16,7%) dari 17 responden. Pada tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa infeksi gonore banyak terjadi pada WPS yang berpengetahuan kurang. Hasil perhitungan dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 < 0,05 sehingga ada hubungan pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore. b. Hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore Tabel 5.6 Tabulasi Silang hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore Pemakaian kondom Memakai Tidak Jumlah Infeksi golore Positif Negatif n n % % 2 3.3 38 63.3 14 23.3 6 10.0 16 26.7 44 73.3 Total N % 40 66.7 20 33.3 60 100.0 ρvalue infeksi gonore banyak terjadi pada WPS yang tidak memakai kondom. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil perhitungan dengan uji Chi Square didapatkan nilai X2 28,807 dan p value 0,000 < 0,05 sehingga ada hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore. c. Hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore Tabel 5.7 Tabulasi Silang hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore Vaginal douching Infeksi gonore Positif Negatif % n Ya % n 16 26.7 14 Tidak Jumlah Total 0 % 23.3 0 30 50.0 16 26.7 44 73.3 N 30 50.0 30 50.0 60 100.0 ρ-value 0,000 Berdasarkan tabel 5.7 hasil analisis hubungan antara perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore diketahui bahwa responden yang melakukan vaginal douching dengan infeksi gonore negatif ada 14 responden dari 30 responden (23,3%), sedangkan responden yang tidak melakukan vaginal douching dengan infeksi gonore positif ada 0 dari 30 responden (0%). Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil perhitungan dengan uji Chi Square didapatkan nilai p value 0,000<0,05 sehingga ada hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore. 0,000 Sumber : data primer 2014 Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore diketahui bahwa responden yang memakai kondom dengan infeksi gonore positif ada 2 responden dari 40 responden (3,3%), sedangkan responden yang tidak memakai kondom dengan infeksi gonore negatif ada 6 dari 30 responden (10,0%). Pada tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa PEMBAHASAN Analisis Univariat 1. Pengetahuan tentang gonore Pengetahuan WPS Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 24 responden (40,0%) dari 60 responden, dibandingkan dengan pengatahuan baik ada 19 responden (31,7%), dan pengetahuan kurang ada 17 responden (28,3%). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 7 Responden di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang yang memiliki pengetahuan baik tentang gonore adalah 19 responden (31,7%) dan 24 responden (40,0%) memiliki pengetahuan cukup. Responden tersebut memiliki pengetahuan baik dan cukup karena mengerti tentang pengertian, gejala, komplikasi, pencegahan, diagnose, dan pengobatan. Pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmojo (2010) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal salah satunya adalah informasi kesehatan. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan informasi yang telah didapatkan, responden berpengetahuan baik karena di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab Semarang telah aktif diadakan penyuluhan kepada para WPS, terutama tentang penyakit menular seksual termasuk gonore. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang gonore dipengaruhi oleh pendidikan, umur dan informasi. Pengetahuan seseorang tentang suatu hal akan berdampak pada pola pikir yang semakin maju. Pola pikir yang maju dan umur produktif menyebabkan kecepatan dalam mencerna dan memahami sebuah informasi, sehingga daya serapnya terhadap informasi akan semakin baik. 2. Pemakaian kondom Hasil penelitian di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang sebagian besar WPS memakai kondom yaitu 40 responden (66,7%). Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual (Saifuddin, 2003). Dari hasil wawancara lanjut pada WPS, sebagian besar WPS memakai kondom saat berhubungan seksual dikarenakan manfaat kondom yang sangat besar bagi WPS yaitu dapat mencegah penularan IMS, mencegah ejakulasi dini. membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks) dapat saling berinteraksi sesama pasangan, dan mencegah imuno infertilitas. Sehingga banyak WPS yang memakai kondom sebagai bentuk proteksi diri, namun pemakaian kondom pada pelanggan WPS juga harus diperhatikan cara penggunaannya, karena apabila ada kesalahan memakai kondom berpotensi tertular PMS diantaranya gonore. Selain itu apabila sesorang memiliki sensitifitas tinggi sehingga mengakibatkan alergi terhadap kondom justru akan menyebabkan permasalahan yang berpotensi tertular gonore. Hasil penelitan juga menunjukkan bahwa masih terdapat 20 responden (33,3%) yang tidak memakai kondom. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang melayani dengan tidak memakai kondom dikarenakan berbagai hal, salah satunya adalah karena persepsi bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi kenikmatan, sehingga laki-laki tidak menginginkan pemakaian kondom saat melakukan hubungan seksual. Selain itu, penggunaan kontrasepsi kerap dibebankan kepada kaum perempuan. Padahal, pria juga mempunyai peran penting dalam mencegah kehamilan dan penularan infeksi penyakit menular seksual. Apalagi jika melihat kenyataan di lapangan bahwa pria sebagai individu yang paling berisiko menularkan penyakit infeksi menular seksual karena perilaku seksual yang cenderung berisiko. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanyadani (2010) bahwa salah satu kekurangan kontrasepsi kondom adalah mengganggu hubungan seksual. 3. Vaginal dauching Hasi penelitan menunjukkan responden memakai pembersih vagina yaitu 30 responden (50.0%). Pembersih vagina adalah cairan yang digunakan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 8 dalam proses pembersihan vagina. Pembersihan vagina dapat berupa internal dan eksternal. Untuk eksternal yang biasa kita lakukan yaitu membasuh bagian luar vagina. Sedangkan yang internal adalah dengan cara memasukkan atau menyemprotkan cairan ke dalam vagina dengan tujuan untuk membersihkan (Qomariyah,2005). Sebagian besar WPS memakai pembersih vagina bertujuan untuk membuat vagina menjadi wangi dan terasa kesat. Vaginal douching adalah proses pembilasan atau pembersihan vagina dengan menyomprotkan air atau larutan tertentu ke dalam rongga vagina untuk berbagai alasan. Sebagian WPS memilih untuk menggunakan douching (semprot vagina) untuk berbagai alasan. mereka melakukan dauching karena sejak pertama mereka terlanjur percaya hal ini memberikan banyak manfaat. Banyak dari mereka masih percaya dengan mitos atau informasi yang salah tentang vaginal douching. Berikut beberapa alasan mengapa WPS menggunakan vaginal douche : Membersihkan sisa darah usia menstruasi Untuk membersihkan sisasisa darah di akhir masa menstruasi. Menghindari kehamilan atau penyakit menular seksual Semprot vagina. Menyemprotkan air, cuka atau bahan lainnya ke dalam vagina. Mengurangi bau vagina Wanita yang mengalami bau vagina. Sedangkan sisanya 30 responden tidak memakai pembersih vagina hal ini dikarenakan responden yang merasa tidak bermasalah dengan organ genetalianya sehingga beranggapan tidak perlu memakai pembersih vagina. Mereka juga beranggapan bahwa untuk menjaga kesehatan vagina, cukup dengan biasakan mencuci menggunkan air hangat dan sabun ringan dibagian luarnya saja. 4. Infeksi Gonore Hasil penelitian didapatkan mayoritas WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang tidak mengalami infeksi gonore yaitu 44 responden (73,3%) dan sisanya 16 responden (26,7%) menderita infeksi gonore. Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva). Dengan gejala mengeluh sering kencing disertai rasa sakit, anus gatal terasa nyeri, vagina mengeluarkan cairan abnormal yang berbau, nyeri perut bagian bawah dan sakit ketika berhubungan seksual. Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi . Penyebab utama penyakit ini adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae (Verra dkk, 2012). Analisis Bivariat 1. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian gonore berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis hubungan antara pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan infeksi gonore negatif ada 18 responden (30,0%) dari 19 responden, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan infeksi gonore negatif ada 19 responden (31,7%) dari 24 responden, dan sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan infeksi gonore positif ada 10 responden (16,7%) dari 17 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 < 0,05 sehingga ada hubungan pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebagian besar tidak mengalami infeksi gonore sebanyak 18 responden dan responden dengan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 9 pengetahuan cukup sebagian besar tidak mengalami gonore yaitu 19 responden. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbantuknya tindakan seseorang. Perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan. Seseorang dengan pengetahuan tinggi dharapkan dapat menerapkan perilaku positif terhadap obyek yang dketahuinya (Notoatmojo, 2010). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. WPS yang memiliki pengetahuan baik dan cukup akan melakukan pencegahan dari penyakit gonore secara maksimal. Prilaku kesehatan yang diterapkan responden ini akan menjadikan responden terhindar dari penyakit gonore. Lebih lanjut hal di atas diperkuat dengan hasil penelitian ini yang menyatakan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebagian besar mengalami gonore sebanyak 10 responden. Seseorang yang memiliki pengetahuan kurang tentang suatu hal akan sulit untuk memahami suatu hal dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun dapat menerapkan pengetahuan tetapi hal tersebut tidak akan langgeng dan maksimal. Hal ini di peroleh dari data responden menjawab koesioner pengetahuan tentang gonore, wps yang mengalami gonore banyak yang menjawab salah pada pertanyaan seputar pengertian, gejala, dan pengobatan. Penelitian ini juga didapatkan 1 responden dengan pengetahuan baik terkena infeksi gonore dan 5 responden yang memiliki pengetahuan cukup terkena infeksi gonore. Hal ini dikarenakan 1 responden dengan pengetahuan baik masih memiliki kekurangan di soal cara pencegahan penularan gonore, sedangkan pada 5 responden yang memiliki pengetahuan cukup karena masih memiliki kekurangan menjawab soal tentang komplikasi, pencegahan dan pengobatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat 7 responden dengan pengetahuan kurang tetapi tidak mengalami gonore. Hal ini dapat disebabkan karena sarana kesehatan yang memadai serta perilaku petugas kesehatan. Dimana petugas kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku WPS. Petugas kesehatan di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang slalu melakukan wejangan terhadap WPS dan melakukan berbagai penyuluhan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gonore dengan kejadian gonore. Dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin baik pula dalam proteksi diri mencegah gonore. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2010) yang mengatakan pengetahuan seseorang akan berpengaruh besar terhadap perilaku kesehatan. 2. Hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore Hasil analisis korelasi Chi Square didapatkan nilai p value 0,000 < 0,05 sehingga ada hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memakai kondom tidak mengalami gonore yaitu 38 responden. Hal ini dikarenakan kondom merupakan salah satuya alat kontrasepsi yang mencegah terjadinya PMS, dengan menggunakan kondom tidak akan ada kontak langsung dengan dinding vagina saat berhubungan seksual, sehingga akan beresiko mengurangi terjadinya gonore. Selanjutnya terdapat 14 responden yang tidak memakai kondom FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 10 mengalami infeksi gonore. Hal ini diketahui dari hasil wawancara lanjut dengan beberapa responden yang mengatakan sering berganti-ganti pasangan. Mereka tidak mengetahui karekteristik pasangan secara detail sehingga bila pasangan mengalami gonore mereka akan sangat beresiko tertular karena tidak menggunakan kondom. Hal ini sesuai dengan Daili (2004) bahwa penggunaan kondom hanya sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai pencegah penularan penyakit gonore, prostitusi, kebebasan individu dan ketidaktahuan serta keterbatasan sarana penunjang. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat 2 responden yang memakai kondom mengalami infeksi gonore dan 6 responden yang tidak memakai kondom tidak mengalami infeksi gonore. Hal ini dikarenakan bukan hanya pemakaian kondom yang berpengaruh terhadap infeksi gonore, terdapat faktor lain seperti pemakaian vagina douching, selain itu juga dimungkinkan adanya kesalahan cara memakai kondom pada pasangan yang menyebabkan terjadi kebocoran kondom sehingga WPS tertular gonore. Hal ini diketahui dari data koesioner pemakaian kondom no. 10 didapatkan 2 responden memakai kondom namun mengalami kebocoran 3. Hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore Dari hasil penelitian hasil perhitungan dengan uji Chi Square didapatkan nilai p value 0,000 < 0,05 sehingga ada hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore. Hal ini menunjukan bahwa vaginal douching meningkat resiko terjadinya gonore.. Berdasarkan tabel silang diketahui bahwa WPS yang melakukan vaginal douching sebagian besar mengalami gonore yaitu 16 responden. Hal ini dikarenakan pembersihan vagina yang banyak dijual dipasaran adalah antiseptik. Penggunaaan antiseptik yang banyak dijual dipasaran justru akan mengganggu ekosistem di dalam vagina, terutama pH dan kehidupan bakteri baik. Jika pH terganggu maka bakteri jahat akan mudah berkembang lebih banyak dan vagina akan mudah terkena penyakit yang salah satunya ditandai dengan keputihan, bila terus dilakukan akan sangat beresiko terjadinya gonore terlebih lagi bila dilakukan oleh WPS yang sering berganti menyebabkan bakteri baru masuk ke dalam vagina yang dapat menyebar sampai melalui rahim, leher rahim dan saluran tuba. Peneliti telah menemukan bahwa wanita yang melakukan semprot vagina secara teratur mengalami iritasi vagina dan infeksi seperti bacterial vaginosis dan peningkatan jumlah penyakit menular seksual. Responden yang tidak melakukan vaginal douching sebagian besar tidak mengalami gonore yaitu 30 responden. Hal ini dikarenakan kondisi pH dan flora normal di vagina terjaga dengan baik sehingga WPS tidak mengalami gonore. Membersihkan vagina tidak perlu menggunakan pembersih vagina yang berlebihan penggunaan sabun biasa sudah cukup untuk menghindari kejadinya keputihan. Pada WPS setelah berhubugan seksual apabila pH vagina masih normal maka vagina masih dapat membersihkan bagiannya sendiri untuk menghindari terjadinya infeksi. Dalam penelitian ini juga didapatkan fenomena bahwa responden yang melakukan vaginal douching tidak mengalami gonore yaitu 14 responden. Hal ini dikarenakan responden tidak melakukan vaginal douching secara terus-menerus. WPS tersebut jarang menggunakan pembersih vagina, sehingga PH dan flora normal di vagina tetap normal. Sedangkan 4 responden tidak melakukan vaginal douching tetapi mengalami gonore. Selain pembersih vagina ada faktor lain yang mempengaruhi gonore pada WPS antara lain mereka mengatakan tidak rajin dan telaten menjaga daerah kewanitaannya. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 11 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan prilaku vaginal douching tetapi mengalami gonore pada WPS dimana semakin sering melakukan vaginal douching semakin beresiko mengalami gonore. Hal ini diperkuat Menurut Olds (2000) menggunakan bahan atau larutan tertentu pada wanita sehat tidak dianjurkan, karena tidak perlu dan bukan tindakan yang bijaksana, karena douching justru akan merubah flora bakterial normal dan keseimbinganan kimiawi vagina, merubah mokos atau lendir yang alami dan mengganggu ekologi vagina. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan maka dapat disimpulkan : 1. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang sebagian besar memiliki pengetahuan cukup tentang gonore yaitu sebanyak 24 responden (40,0%). 2. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang sebagian besar memakai kondom yaitu 40 responden (66,7%) dan sisanya 20 responden (33,3%) tidak memakai kondom. 3. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang yang melakukan vagina douching adalah 30 responden (50%) dan sisanya 30 responden (50%) tidak melakukan vaginal douching. 4. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang mayoritas tidak mengalami gonore yaitu 44 responden (73,3%) dan sisanya 16 responden (26,7%) mengalami gonore. 5. Ada hubungan pengetahuan WPS dengan kejadian Gonore pada WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang dengan p value 0,001 < 0,05 6. Ada hubungan pemakaian kondom pada WPS dengan kejadian Gonore pada WPS di Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang dengan p value 0,000< 0,05 7. Ada hubungan perilaku vaginal douching pada WPS dengan kejadian Gonore pada WPS di Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan Kab. Semarang dengan p value 0,000< 0,05 SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta mengacu pada manfaat penelitian, maka saran penelitian sebagai berikut : 1. Bagi WPS : WPS agar lebih menjaga diri dari agar tidak mengalami infeksi gonore yaitu dengan meningkatkan pengetahuan penularan penyakit gonore dan upaya preventif penyakit menular gonore dengan selalu menggunakan kondom dengan benar dan tidak melalukan perilaku menyimpang seperti vaginal douching. 2. Bagi institusi : Diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi D IV kebidanan sebagai dokumentasi, bahan pustaka, maupun sebagai bahan masukan bagi mahasiswa kebidanan dalam menyelesaikan tugas akhir. 3. Bagi Puskesmas Duren : Tenaga kesehatan di puskesmas duren agar memberikan KIE tentang pencegahan penyakit PMS (gonore) atau PMS secara rutin. 4. Bagi Peneliti : Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangagkan penelitian dengan meneliti faktor lain yang mempengaruhi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG 12