JURNAL NOVIYANA ISNAENI

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT
MENULAR SEKSUAL (GONORE) PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS)
DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
NOVIYANA ISNAENI
Skripsi, Februari 2014
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Program Studi Diploma IV Kebidanan
ABSTRAK
Gonore disebabkan bakteri Neisseria gonorrhoeae, dapat menular melalui hubungan seksual
dengan penderita. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian gonore antara lain
pengetahuan tentang gonore, perilaku penggunaan kondom dan vaginal douching. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, pemakaian
kondom, dan vaginal douching dengan kejadian PMS gonore pada WPS di Kelurahan
Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang.
Penelitian ini menggunakan desain survey analitik, pengambilan subjek dengan rancangan
cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggnakan simple random sampling, populasi
penelitian ini 153 dan sampel 60 WPS. Analisis data menggunakan menggunakan chi-square.
Hasil pengujian menunjukan nilai X2 hitung 13,858 dan p-value 0,001 (pengetahuan), X²
hitung 28,807 dengan p-value 0,000 (pemakaian kondom), X2 hitung 21,818 dengan p-value
0,000 (vaginal douching), yang menunjukan ada hubungan antara pengetahuan, pemakaian
kondom, vaginal douching dengan kejadian penyakit menular seksual (gonore).
Simpulan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, WPS, ilmu pengetahuan,
dan tenaga kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit menular seksual (gonore).
Kata kunci : gonore, pengetahuan, kondom, vaginal douching.
Kepustakaan : 46 (2000-2013)
PENDAHULUAN
Wanita rentan dengan gangguan
reproduksi karena organ reproduksi wanita
berhubungan langsung dengan dunia luar
melalui liang senggama, rongga ruang
rahim, saluran telur atau tuba fallopii yang
bermuara di dalam perut ibu. Hubungan
langsung ini mengakibatkan infeksi pada
bagian luarnya berkelanjutan dapat berjalan
menuju ruang perut dalam bentuk infeksi
selaput dinding perut atau peritonitis
(Manuaba, 2010).
Penyakit menular seksual rnerupakan
salah satu infeksi saluran reproduksi yang
ditularkan melalui hubungan kelamin.
Penyebab infeksi tersebut dapat berupa
kuman, jamur, virus dan parasit (Widyastuti,
2009).
Penyakit menular seksual akan lebih
berisiko bila melakukan hubungan seksual
dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. PMS dapat
menyebabkan infeksi alat reproduksi yang
harus dianggap serius. Bila tidak diobati
secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan
penderitaan,
sakit
berkepanjangan,
kemandulan
bahkan
kematian. Wanita lebih berisiko untuk
terkena PMS lebih besar dari pada laki-laki
sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih
rentan, dan sering kali berakibat lebih parah
karena gejala awal tidak segera ditangani,
sedangkan penyakit melanjut ketahap lebih
parah. Oleh karena letak dan bentuk
kelaminnya yang agak menonjol, gejala
PMS pada laki-laki lebih mudah dikenali,
dilihat dan dirasakan, sedangkan pada
perempuan sebagian besar gejala yang
timbul asimtomatis, salah satu diantara PMS
ini adalah penyakit gonore (Verra, 2012).
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
1
Gonore merupakan penyakit infeksi
bakteri yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae atau gonokok
berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 µ,
panjang 1,6 µ bersifat tahan asam, kuman ini
bersifat gram negatif, tidak tahan lama
diudara bebas, cepat mati pada keadaan
kering. Bakteri ini dapat menular kepada
orang lain melalui hubungan seksual dengan
penderita dan menginfeksi lapisan dalam
uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan
atau bagian putih mata (konjungtiva) (Daili,
2011).
Gejala Gonore yang ditimbulkan
pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada
pria umumnya menyebabkan uretritis akut
dengan keluhan subjektif berupa rasa gatal,
panas di bagian uretra, keluar nanah dari
ujung uretra yang kadang-kadang disertai
darah. Pada wanita sering kali tidak
merasakan gejala selama beberapa minggu
atau bulan dan sebagian besar penderita
ditemukan pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan keluarga
berencana. Infeksi pada wanita mulanya
hanya mengenai servik uretra, kadangkadang menimbulkan rasa nyeri pada
panggul bawah, nanah terlihat lebih banyak
dan sakit ketika berkemih (Daili, 2011).
Infeksi
gonore
di
Indonesia
menempati urutan yang tertinggi dari semua
jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya,
Jakarta dan Bandung terdapat WPS
menunjukan bahwa prevelensi gonore
berkisar antara 7,4%-50%. Masalah PMS
pada WPS dewasa ini sangat menarik
perhatian, keadaan ini akan menambah
kompleksnya masalah penanggulangan PMS
(Jawas, 2008).
Dari hasil survalens Terpadu
Biologis dan perilaku kelompok beresiko
tinggi di Indonesia (WPS) rata-rata satu dari
dua orang WPS dinyatakan terinfeksi
setidaknya satu dari gonore, klamidia, dan
sifilis. Hal tersebut menjadi salah satu faktor
tingginya prevalensi PMS di WPS, pada
tahun 2007 Prevalensi Gonore meningkat
dari 15,8%-43,9%, dan pada tahun 2011
prevelensi gonore meningkat 31,7% menjadi
36,6% (STBP, 2007 & 2011).
Surveilans IMS dilakukan Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2012, Jumlah
kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus,
lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752
kasus). Meskipun demikian kemungkinan
kasus yang sebenarnya di populasi masih
banyak yang belum terdeteksi. Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular Seksual mempunyai target bahwa
seluruh kasus IMS yang ditemukan harus
diobati sesuai standar (Dinkes Jateng, 2012).
Masalah penyakit seksual diranah
masyarakat menjadi fenomena gunung es.
Banyak orang kurang menyadari bahwa
perilaku hubungan seks bebas dapat
menularkan PMS dan HIV yang perlu
penanganan serius. Beberapa faktor yang
mempengaruhi peningkatan penyakit gonore
yaitu terjadinya penyakit menular seksual
banyak
berawal
dari
pengetahuan,
penggunaan kondom (STBP, 2011) dan
vaginal douching (Qomariyah, 2005).
Globalisasi memberikan pengaruh
yang cukup nyata dalam masyarakat. Selain
itu, dengan globalisasi informasi dari segala
penjuru dunia dapat diakses dengan cepat
dan mudah. Banyak orang tidak mengatahui
apa
dan
bagaimana
cara
mereka
mendapatkan pelajaran dan pengetahuan
tentang masalah seksual (Hans, 2007).
Pengetahuan WPS tentang PMS
gonore atau kencing nanah sangat kurang.
Pengetahuan mereka hanya terbatas pada
akibat penyakit yang umum terjadi pada
kencing
nanah.
Pengetahuan
yang
berhubungan dengan gejala-gejala dan polapola pencegahan pada umumnya masih
sangat kurang karena kencing nanah bersifat
asimtomatis
pada
wanita.
Padahal
pengetahuan tentang gonore ini justru sangat
dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan
seseorang tertular PMS gonore. Minimnya
pengetahuan mereka turut mempengaruhi
upaya
penanggulangan
yang
perlu
dilakukan, sehingga sulit untuk dapat
memutuskan mata rantai penularan.
Demikian pula apa yang dilaporkan bahwa
hanya 24% WPS mengetahui tentang
IMS/PMS (DEPKES RI, 2005).
Rendahnya
pengetahuan
WPS
tentang cara penularannya dan gejala yang
diperlihatkan seseorang yang menderita
PMS akan turut berpengaruh pada perilaku
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
2
seks mereka. Pengetahuan dan pemahaman
yang tidak jelas terhadap orang dengan
gejala dan tanda PMS membuat WPS tidak
mewaspadai pelanggan yang berpotensi
menularkan penyakit tersebut pada waktu
melayaninya. Melalui pengalaman yang
menurut mereka aman-aman inilah membuat
WPS semakin mempunyai kepastian untuk
meneruskan pekerjaan mereka menjadi WPS
dan melakukan hubungan seks dengan
pelanggan dengan pemikiran tidak akan
mungkin tertular PMS (STBP, 2011).
Pada dasarnya, seorang WPS harus
memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi.
Karena
pada
umumnya
pengetahuan WPS tentang penyakit menular
seksual hanya yang bersifat umum saja.
Seperti hanya mengetahui nama penyakit
tanpa tahu penyebabnya penyakit tersebut,
cara penularan penyakit menular seksual
hingga pencegahan dan pengobatannya.
Rendahnya pengetahuan WPS menjadi
sangat penting dalam menekan angka
kejadian PMS. Dari beberapa penelitian
diperoleh hasil bahwa pengetahuan dan
sikap mempunyai hubungan yang bermakna
dengan tindakan pencegahan penyakit
menular seksual (STBP, 2011).
Pada dasarnya baik buruknya
pengetahuan juga mempengaruhi cara
pemakaian kondom pada WPS. kondom
salah satu alat yang terbuat dari karet/lateks,
berbentuk tabung. Kondom tembus cairan,
dimana salah satu ujungnya tertutup rapat
dan dilengkapi kantung untuk menampung
sperma. Kondom memiliki fungsi yang
sangat besar diantaranya dapat mencegah
PMS gonore, mencegah kehamilan, serta
yang mencegah penularan yang mematikan.
Untuk meningkatkan pemakaian kondom
maka perlu peningkatan pengetahuan
mengenai kegunaan kondom sebagai alat
kontrasepsi untuk menurunkan penularan
infeksi menular seksual (Manuaba, 2010).
Menurut Pribakti (2010), bahwa
dilaporkan
perempuan
yang
selalu
menggunakan rebusan daun sirih akan
mempunyai risiko jauh lebih besar
menderita penyakit-penyakit hubungan
seksual. Menurut departemen Health and
Human Services dari National Women’s
Health Information Center, penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang douching
sebagai
rutin
harian
cenderung
mendatangkan masalah berbanding wanita
yang tidak douching atau jarang sekali
douching.
Praktik vaginal
douching didefinisikan
sebagai
upaya
pembersihan / bilas vagina baik eksternal
maupun
internal.
Eksternal douching meliputi
pembilasan
labia dan bagian luar vagina dengan bahanbahan
tertentu,
sedangkan
internal douching meliputi
memasukkan
bahan/alat pembersih ke dalam vagina
dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying
atau liquid. Praktik vaginal douching atau
tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh
masyarakat umum maupun wanita penjaja
seks WPS sebagai bagian dari personal
hygiene perempuan (Pribakti, 2010).
Douching dengan air saja setelah
hubungan seks tidak berhubungan dengan
WPS, tetapi resiko WPS akan meningkat
sebesar 2,6 kali lebih tinggi jika
menggunakan air dan sabun, atau dengan
daun sirih atau produk komersil. Dampak
non medis lain dari praktik douching adalah
timbulnya kepercayaan
“semu”
khususnya untuk perempuan kelompok
WPS, mereka percaya bahwa dengan
douching sebelum dan sesudah berhubungan
seksual akan melindungi dirinya dari
penularan PMS, sehingga dapat berakibat
pada penurunan pemakaian kondom.
Sebuah
penelitian
di
Jakarta
melaporkan bahwa para WPS yang diteliti
tidak
begitu
yakin
akan
fungsi
kondom. Mereka lebih percaya pada
alternatif pencegahan PMS lainnya seperti
douching atau minum antibiotik sesudah
hubungan seksual. Mereka menganggap
khasiatnya lebih ampuh dari pada sekedar
memakai kondom (Sedyaningsih-Mamahit,
1999).
Pada dasarnya setiap orang yang
sudah aktif secara seksual dapat tertular
gonore, namun yang harus diwaspadai
adalah kelompok berisiko tinggi terkena
gonore yaitu orang yang suka berganti-ganti
pasangan seksual dan orang yang punya satu
pasangan
seksual,
tetapi
pasangan
seksualnya suka berganti-ganti pasangan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
3
seksual (Dirjen PPM & PLP Depkes RI,
2003).
Bandungan merupakan sebuah objek
wisata pegunungan yang berada di
Kecamatan
Bandungan
Kabupaten
semarang. Luas Desa Bandungan ± 434.335
m2 memiliki 39 RT dan 7 RW. Disekitaran
pinggir jalan bahkan didalam perkampungan
banyak berdiri hotel dan motel yang
merupakan sumber perekonomian utama
bagi warga Bandungan. Ada sekitar 18 hotel
dan 29 motel yang tersebar di wilayah desa
bandungan. Tidak semua daerah di
bandungan menjadi kompleks tempat
tinggal WPS. Kompleks tempat tinggal
WPS dipusatkan oleh pemerintah di
kawasan Kalinyamat. Namun hanya
sebagian lahan saja yang digunakan untuk
tempat tinggal WPS.
Data yang didapat dari kelurahan,
sebanyak
153
sebagai
anak
kos/wisma/WPS, 300 sebagai PK, dan 106
sebagai pekerja panti uap yang terdata di
wilayah Desa Bandungan. Jumlah kamar
yang ada di wisma-wisma di kompleks
Kalinyamat beragam, paling kecil ada 4
kamar, tapi pada umumnya antara 5 sampai
11 kamar. Biasanya setiap WPS memiliki
kamar pibadi yang hanya di khususkan
untuk menerima tamu dan juga sebagai
tempat tidur sehari-hari.
Dari studi pendahuluan yang
dilaksanakan oleh peneliti pada 17 Januari
2014 di Puskesmas Duren, didapatkan hasil
penderita gonore pada WPS pada bulan
November s/d Desember sebanyak 34 WPS,
dan 25 WPS diantaranya adalah WPS dari
Kelurahan
Bandungan.
Dari
hasil
wawancara dengan petugas laboratorium di
Puskesmas Duren banyak WPS yang
terkena penyakit gonore. Sedangkan hasil
wawancara pada 7 WPS, 4 diantaranya
mengaku pernah tertular penyakit gonore.
Hasil survei menunjukkan bahwa
praktik vaginal douching telah menjadi
bagian dari personal hygiene mereka yang
selalu dilakukan secara rutin. Para WPS
juga sebetulnya rutin setiap minggu
mendapatkan penyuluhan tentang PMS, dan
mendapatkan kondom gratis dari pemerintah
setempat. Namun walaupun sudah dilakukan
pemeriksaan
setiap
minggunya
dan
diberikan penyuluhan kepada para WPS
tidak sedikit dapat menurunkan angka
kejadian PMS, oleh sebab itu peneliti
tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian PMS
gonore.
Dari hasil wawancara pada 7 WPS, 4
diantaranya pernah menderita gonore, dan
diketahui 2 WPS diantaranya memiliki
pengetahuan yang baik tentang gonore, 3
WPS konsisten menggunakan kondom, dan
2 WPS mengaku rutin melakukan vaginal
douching. Sedangkan pada 3 WPS yang
tidak menderita gonore, 1 diantaranya
memiliki pengetahuan kurang tentang
gonore, 1 WPS mengaku konsisten
menggunakan kondom, dan 1 diantaranya
tidak melakukan vaginal douching.
Penelitian ini dilakukan dengan
asumsi bahwa WPS berisiko tinggi
terinfeksi
gonore
dan
berpotensi
menularkannya pada mitra seksual yang
selalu
berganti-ganti
serta
akhirnya
memudahkan terjadinya transmisi HIV bagi
WPS dan mitra seksnya. Bila aspek
kesehatan ini tidak ditangani secara serius
akan sangat berbahaya dan penularan gonore
akan terjadi sangat cepat mulai dari WPS,
mitra seks WPS dan merambah luas ke
masyarakat umum.
DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif dan digunakan untuk memecahkan
atau menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi pada situasi sekarang (Arikunto,
2002).
Metode pendekatannya adalah cross
sectional. Cross sectional yaitu pendekatan
penelitian dengan pengambilan data
dilakukan dengan pengukuran sesaat, dinilai
satu kali saja (Arikunto, 2002 ).
POPULASI
Populasi adalah keseluruhan dari
obyek penelitian atau objek yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah 153 WPS diperoleh
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
4
dari data 6 bulan terakhir di Kelurahan
Bandungan
Kec.
Bandungan
Kab.
Semarang.
SAMPEL
Sampel
adalah
sebagian
dari
keseluruhan objek yang akan diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010).
Sampel
yang
diambil
dalam
penelitian ini adalah 60 WPS di kelurahan
Bandungan. Jumlah sampel yang ditetapkan
dalam penelitian ini menggunakan rumus
slovin karena jumlah populasi kurang dari
1000 responden.
N
n=
Rumus :
N.d 2 + 1
Dimana :
n
= Besarnya sampel
N
= Populasi
d
=
Presisi
yang
dikehendaki
153
153.(0,1) 2 + 1
153
=
2.53
=
= 60,47
= 60
responden
Jadi besar sampel dalam penelitian ini
adalah 60 responden
TEKNIK SAMPLING
Tehnik pengambilan sampel yang
dalam penelitian ini adalah secara simple
random sampling atau sampel acak
sederhana, dengan memilih absen ganjil.
Karena setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk
di
seleksi
sebagai
sampel
(Notoadmojo, 2005).
ANALISIS UNIVARIAT
Analisis
univariat
dilakukan
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
medeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya
menghasilkan
distribusi
dan
prosentase dari tiap variabel (Notoatmodjo
2010).
Pada penelitian ini dilakukan uji
statistik deskriptif untuk mengetahui daftar
distribusi frekuensi faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian gonore yang
meliputi sub variabel: pengetahuan gonore,
vaginal douching, dan pemakaian kondom.
Adapun cara yang digunakan dengan cara
data dikumpulkan kemudian dikelompokkan
menurut jenis data masing-masing dan
dimasukkan ke dalam tabel distribusi
frekuensi. Untuk membuat tabel distribusi
frekuensi
penulis
menggunakan
komputerisasi. Menurut Arikunto (2006)
perhitungan distribusi frekuensi dapat
dilakukan dengan rumus :
x
x 100 %
P=
n
Keterangan :
P
= Persentase
x
= Total nilai responden
n
= Total nilai max
100 =
Bilangan tetap
ANALISA BIVARIAT
Analisis bivariat merupakan analisis
untuk mengetahui interaksi dua variabel,
baik berupa komparatif, asosiatif maupun
korelatif (Saryono 2008). Dalam analisis ini
dilakukan dengan pengujian statistik yaitu
dengan uji chi square untuk mengetahui
hubungan antara variabel independent yaitu
faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
gonore yang meliputi sub variabel:
pengetahuan gonore, vaginal douching, dan
pemakaian kondom secara parsial terhadap
variabel dependent yaitu kejadian gonore.
Adapun rumus dari chi-square adalah
sebagai berikut :
2
k
(
fo − fh)
2
X =∑
fn
i =1
Dimana :
X2
: Chi kuadrat
fo
: Frekuensi yang diobservasi
fh
: Frekuensi yang diharapkan
Menurut Santoso (2004) pengambilan
keputusan berdasarkan perbandingan chi
square uji dan tabel, dengan ketentuan :
1) Jika chi square hitung <chi square
tabel, maka Ho diterima.
2) Jika chi square hitung >chi square
tabel, maka Ho ditolak.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
5
Pengambilan keputusan Ha diterima
atau ditolak dengan melihat taraf
signifikansi.
Pada
penelitian
ini
menggunakan taraf signifikansi 5% (α =
0,05) dengan kriteria pengujian ditetapkan
Ho diterima apabila p > 0,05, Ho ditolak
apabila
p ≤ 0,05 (Sugiyono, 2010).
Pengolahan
data
dilakukan
dengan
komputerisasi. Hasil pengujian menunjukan
nilai p-value 0,001 (pengetahuan), p-value
0,000 (pemakaian kondom), p-value 0,000
(vaginal douching), yang menunjukan ada
hubungan antara pengetahuan, pemakaian
kondom, vaginal douching dengan kejadian
penyakit menular seksual (gonore).
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
a. Gambaran pengetahuan tentang gonore
pada WPS
Tabel 5.1 Distribusi
pengetahuan
tentang gonore pada WPS di
Kelurahan bandungan Kec.
Bandungan Kab. Semarang.
Pengetahuan
WPS
Baik
Cukup
Kurang
Total
F
Persentase (%)
19
24
17
60
31.7
40.0
28.3
100.0
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui
bahwa sebagian besar
WPS di
Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan
Kab. Semarang sebagian besar memiliki
pengetahuan yang cukup yaitu 24
responden (40,0%) dari 60 responden,
dibandingkan dengan pengatahuan baik
ada 19 responden (31,7%), dan
pengetahuan kurang ada 17 responden
(28,3%).
b. Gambaran perilaku pemakaian kondom
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi perilaku
pemakaian kondom pada
WPS
di
Kelurahan
Bandungan Kec. Bandungan
Kab. Semarang.
Perilaku pemakaian
kondom
Memakai
Tidak
Total
F
40
20
60
Persentase
(%)
66.7
33.3
100.0
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui
bahwa sebagian
besar WPS di
Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan
Kab. Semarang yang memakai kondom
sebanyak 40 responden (66,7%) dari 60
responden,, dibandingkan dengan yang
tidak memakai kondom yaitu sejumlah
20 responden (33,3%).
c. Gambaran perilaku vaginal douching
Tabel 5.3 Distribusi perilaku vaginal
douching pada WPS di
Kelurahan Bandungan Kab.
Semarang
Perilaku vaginal
douching
Ya
Tidak
Total
F
Persentase (%)
30
30
60
50.0
50.0
100.0
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui
bahwa WPS di Kelurahan Bandungan
Kec. Bandungan Kab. Semarang
sebanyak 30 responden (50,0%) dari 60
responden melakukan vaginal douching
dan 30 responden (50,0%) tidak
melakukan vaginal douching.
d. Gambaran infeksi gonore pada WPS
Tabel 5.4 Distribusi infeksi gonore pada
WPS
di
Kelurahan
Bandungan Kec. Bandungan
Kab. Semarang
Infeksi gonore pada
WPS
Positif
Negatif
Total
F
Persentase (%)
16
44
60
26.7
73.3
100.0
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui
bahwa sebagian WPS di Kelurahan
Bandungan, Kec. Bandungan Kab.
Semarang tidak menderita penyakit
infeksi gonore yaitu 44 responden
(73,3%)
dari
60
responden,
dibandingkan yang menderita penyakit
infeksi gonore yaitu 16 responden
(26,7%).
Analisis Bivariat
a. Hubungan pengetahuan WPS dengan
kejadian Gonore
Tabel 5.5 Tabulasi silang hubungan
pengetahuan dengan kejadian
Gonore
padaWPS di
Kelurahan Bandungan Kec.
Bandungan Kab. semarang
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
6
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Infeksi gonore
Positif
Negatif
n
1
5
10
16
%
1.7
8.3
16.7
26.7
n
18
19
7
44
%
30.0
31.7
11.7
73.3
Total
ρvalue
%
N
19 31.7
24 40.0
17 28.3
60 100.0
0,00
1
berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis
hubungan antara pengetahuan WPS
dengan kejadian Gonore diketahui
bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik dengan infeksi gonore
negatif ada 18 responden (30,0%) dari
19 responden, sedangkan responden
yang memiliki pengetahuan cukup
dengan infeksi gonore negatif ada 19
(31,7%) dari 24 responden, dan
sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan kurang dengan infeksi
gonore positif ada 10 responden (16,7%)
dari 17 responden. Pada tabel 5.5 dapat
disimpulkan bahwa infeksi gonore
banyak terjadi pada WPS yang
berpengetahuan kurang.
Hasil perhitungan dengan uji chi
square didapatkan nilai p value 0,001 <
0,05
sehingga
ada
hubungan
pengetahuan WPS dengan kejadian
Gonore.
b. Hubungan pemakaian kondom pada
WPS dengan kejadian Gonore
Tabel 5.6 Tabulasi Silang hubungan
pemakaian kondom pada
WPS
dengan
kejadian
Gonore
Pemakaian
kondom
Memakai
Tidak
Jumlah
Infeksi golore
Positif
Negatif
n
n
%
%
2 3.3 38 63.3
14 23.3 6 10.0
16 26.7 44 73.3
Total
N
%
40 66.7
20 33.3
60 100.0
ρvalue
infeksi gonore banyak terjadi pada WPS
yang tidak memakai kondom.
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui hasil perhitungan dengan uji
Chi Square didapatkan nilai X2 28,807
dan p value 0,000 < 0,05 sehingga ada
hubungan pemakaian kondom pada
WPS dengan kejadian Gonore.
c. Hubungan perilaku vaginal douching
pada WPS dengan kejadian Gonore
Tabel 5.7 Tabulasi Silang hubungan
perilaku vaginal douching
pada WPS dengan kejadian
Gonore
Vaginal
douching
Infeksi gonore
Positif
Negatif
%
n
Ya
% n
16 26.7 14
Tidak
Jumlah
Total
0
%
23.3
0 30
50.0
16 26.7 44
73.3
N
30
50.0
30
50.0
60
100.0
ρ-value
0,000
Berdasarkan tabel 5.7 hasil analisis
hubungan antara perilaku vaginal
douching pada WPS dengan kejadian
Gonore diketahui bahwa responden yang
melakukan vaginal douching dengan
infeksi gonore negatif ada 14 responden
dari 30 responden (23,3%), sedangkan
responden yang tidak melakukan vaginal
douching dengan infeksi gonore positif
ada 0 dari 30 responden (0%).
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui hasil perhitungan dengan uji
Chi Square didapatkan nilai p value
0,000<0,05 sehingga ada hubungan
perilaku vaginal douching pada WPS
dengan kejadian Gonore.
0,000
Sumber : data primer 2014
Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis
hubungan pemakaian kondom pada
WPS dengan kejadian Gonore diketahui
bahwa responden yang memakai
kondom dengan infeksi gonore positif
ada 2 responden dari 40 responden
(3,3%), sedangkan responden yang tidak
memakai kondom dengan infeksi gonore
negatif ada 6 dari 30 responden (10,0%).
Pada tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
1. Pengetahuan tentang gonore
Pengetahuan WPS Berdasarkan
tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian
besar WPS di Kelurahan Bandungan,
Kec. Bandungan Kab. Semarang
memiliki pengetahuan yang cukup yaitu
sebanyak 24 responden (40,0%) dari 60
responden,
dibandingkan
dengan
pengatahuan baik ada 19 responden
(31,7%), dan pengetahuan kurang ada
17 responden (28,3%).
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
7
Responden
di
Kelurahan
Bandungan Kec. Bandungan Kab.
Semarang yang memiliki pengetahuan
baik tentang gonore adalah 19
responden (31,7%) dan 24 responden
(40,0%) memiliki pengetahuan cukup.
Responden
tersebut
memiliki
pengetahuan baik dan cukup karena
mengerti tentang pengertian, gejala,
komplikasi, pencegahan, diagnose, dan
pengobatan. Pengetahuan menurut
Soekidjo Notoatmojo (2010) adalah
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
obyek
tertentu.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi
oleh berbagai hal salah satunya adalah
informasi
kesehatan.
Pengetahuan
sangat erat hubungannya dengan
informasi yang telah didapatkan,
responden berpengetahuan baik karena
di Kelurahan Bandungan
Kec.
Bandungan Kab Semarang telah aktif
diadakan penyuluhan kepada para WPS,
terutama tentang penyakit menular
seksual termasuk gonore.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan responden tentang gonore
dipengaruhi oleh pendidikan, umur dan
informasi.
Pengetahuan
seseorang
tentang suatu hal akan berdampak pada
pola pikir yang semakin maju. Pola
pikir yang maju dan umur produktif
menyebabkan
kecepatan
dalam
mencerna dan memahami sebuah
informasi, sehingga daya serapnya
terhadap informasi akan semakin baik.
2. Pemakaian kondom
Hasil penelitian di Kelurahan
Bandungan, Kec. Bandungan Kab.
Semarang
sebagian
besar
WPS
memakai kondom yaitu 40 responden
(66,7%). Kondom merupakan selubung
atau sarung karet yang dapat terbuat
dari berbagai bahan diantaranya lateks
(karet), plastik (vinil), atau bahan alami
(produksi hewani) yang dipasang pada
penis saat hubungan seksual (Saifuddin,
2003). Dari hasil wawancara lanjut pada
WPS, sebagian besar WPS memakai
kondom saat berhubungan seksual
dikarenakan manfaat kondom yang
sangat besar bagi WPS yaitu dapat
mencegah penularan IMS, mencegah
ejakulasi dini. membantu mencegah
terjadinya kanker serviks (mengurangi
iritasi bahan karsinogenik eksogen pada
serviks) dapat saling berinteraksi
sesama pasangan, dan mencegah imuno
infertilitas. Sehingga banyak WPS yang
memakai kondom sebagai bentuk
proteksi diri, namun pemakaian kondom
pada pelanggan WPS juga harus
diperhatikan
cara penggunaannya,
karena apabila ada kesalahan memakai
kondom berpotensi tertular PMS
diantaranya gonore. Selain itu apabila
sesorang memiliki sensitifitas tinggi
sehingga mengakibatkan alergi terhadap
kondom justru akan menyebabkan
permasalahan yang berpotensi tertular
gonore.
Hasil penelitan juga menunjukkan
bahwa masih terdapat 20 responden
(33,3%) yang tidak memakai kondom.
WPS di Kelurahan Bandungan, Kec.
Bandungan Kab. Semarang melayani
dengan tidak memakai kondom
dikarenakan berbagai hal, salah satunya
adalah
karena
persepsi
bahwa
penggunaan kondom dapat mengurangi
kenikmatan, sehingga laki-laki tidak
menginginkan pemakaian kondom saat
melakukan hubungan seksual. Selain
itu, penggunaan kontrasepsi kerap
dibebankan kepada kaum perempuan.
Padahal, pria juga mempunyai peran
penting dalam mencegah kehamilan dan
penularan infeksi penyakit menular
seksual. Apalagi jika melihat kenyataan
di lapangan bahwa pria sebagai individu
yang paling berisiko menularkan
penyakit infeksi menular seksual karena
perilaku seksual yang cenderung
berisiko.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Hanyadani (2010) bahwa
salah satu kekurangan kontrasepsi
kondom adalah mengganggu hubungan
seksual.
3. Vaginal dauching
Hasi
penelitan
menunjukkan
responden memakai pembersih vagina
yaitu 30 responden (50.0%). Pembersih
vagina adalah cairan yang digunakan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
8
dalam proses pembersihan vagina.
Pembersihan vagina dapat berupa
internal dan eksternal. Untuk eksternal
yang biasa kita lakukan yaitu
membasuh
bagian
luar
vagina.
Sedangkan yang internal adalah dengan
cara memasukkan atau menyemprotkan
cairan ke dalam vagina dengan tujuan
untuk
membersihkan
(Qomariyah,2005). Sebagian besar
WPS memakai pembersih vagina
bertujuan untuk membuat vagina
menjadi wangi dan terasa kesat. Vaginal
douching adalah proses pembilasan
atau pembersihan vagina dengan
menyomprotkan air atau larutan
tertentu ke dalam rongga vagina untuk
berbagai alasan. Sebagian WPS
memilih untuk menggunakan douching
(semprot vagina) untuk berbagai
alasan. mereka melakukan dauching
karena sejak pertama mereka terlanjur
percaya hal ini memberikan banyak
manfaat. Banyak dari mereka masih
percaya dengan mitos atau informasi
yang salah tentang vaginal douching.
Berikut beberapa alasan mengapa WPS
menggunakan vaginal douche :
Membersihkan
sisa
darah
usia
menstruasi Untuk membersihkan sisasisa darah di akhir masa menstruasi.
Menghindari kehamilan atau penyakit
menular seksual Semprot vagina.
Menyemprotkan air, cuka atau bahan
lainnya ke dalam vagina. Mengurangi
bau vagina Wanita yang mengalami bau
vagina.
Sedangkan sisanya 30 responden
tidak memakai pembersih vagina hal ini
dikarenakan responden yang merasa
tidak bermasalah
dengan organ
genetalianya sehingga beranggapan
tidak perlu memakai pembersih vagina.
Mereka juga beranggapan bahwa untuk
menjaga kesehatan vagina, cukup
dengan biasakan mencuci menggunkan
air hangat dan sabun ringan dibagian
luarnya saja.
4. Infeksi Gonore
Hasil
penelitian
didapatkan
mayoritas
WPS
di
Kelurahan
Bandungan, Kec. Bandungan Kab.
Semarang tidak mengalami infeksi
gonore yaitu 44 responden (73,3%) dan
sisanya
16
responden
(26,7%)
menderita infeksi gonore. Gonore
adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
yang menginfeksi lapisan dalam uretra,
leher rahim, rektum dan tenggorokan
atau bagian putih mata (konjungtiva).
Dengan gejala mengeluh sering kencing
disertai rasa sakit, anus gatal terasa
nyeri, vagina mengeluarkan cairan
abnormal yang berbau, nyeri perut
bagian bawah dan sakit ketika
berhubungan seksual. Gonore bisa
menyebar melalui aliran darah ke
bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan
persendian. Pada wanita, gonore bisa
naik ke saluran
kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam panggul
sehingga timbul nyeri panggul dan
gangguan reproduksi . Penyebab utama
penyakit ini adalah bakteri Neisseria
gonorrhoeae (Verra dkk, 2012).
Analisis Bivariat
1. Hubungan
Pengetahuan
dengan
kejadian gonore
berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis
hubungan antara pengetahuan WPS
dengan kejadian Gonore diketahui
bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik dengan infeksi gonore
negatif ada 18 responden (30,0%) dari
19 responden, sedangkan responden
yang memiliki pengetahuan cukup
dengan infeksi gonore negatif ada 19
responden (31,7%) dari 24 responden,
dan sedangkan responden
yang
memiliki pengetahuan kurang dengan
infeksi gonore positif ada 10 responden
(16,7%) dari 17 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perhitungan dengan uji chi square
didapatkan nilai p value 0,001 < 0,05
sehingga ada hubungan pengetahuan
WPS
dengan
kejadian
Gonore.
Responden yang memiliki tingkat
pengetahuan baik sebagian besar tidak
mengalami infeksi gonore sebanyak 18
responden dan responden dengan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
9
pengetahuan cukup sebagian besar tidak
mengalami gonore yaitu 19 responden.
Pengetahuan merupakan dominan
yang sangat penting untuk terbantuknya
tindakan seseorang. Perilaku yang di
dasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak
di dasari oleh pengetahuan. Seseorang
dengan pengetahuan tinggi dharapkan
dapat menerapkan perilaku positif
terhadap obyek yang dketahuinya
(Notoatmojo,
2010).
Pengetahuan
seseorang
tentang
suatu
objek
mengandung dua aspek yaitu aspek
positif dan aspek negatif. Kedua aspek
ini yang akan menentukan sikap
seseorang, semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka
akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu. WPS yang
memiliki pengetahuan baik dan cukup
akan melakukan pencegahan dari
penyakit gonore secara maksimal.
Prilaku kesehatan yang diterapkan
responden ini akan
menjadikan
responden terhindar dari penyakit
gonore.
Lebih lanjut hal di atas diperkuat
dengan hasil penelitian ini yang
menyatakan responden yang memiliki
pengetahuan kurang sebagian besar
mengalami gonore sebanyak 10
responden. Seseorang yang memiliki
pengetahuan kurang tentang suatu hal
akan sulit untuk memahami suatu hal
dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Meskipun
dapat
menerapkan pengetahuan tetapi hal
tersebut tidak akan langgeng dan
maksimal. Hal ini di peroleh dari data
responden
menjawab
koesioner
pengetahuan tentang gonore, wps yang
mengalami gonore banyak yang
menjawab salah pada pertanyaan
seputar
pengertian,
gejala,
dan
pengobatan.
Penelitian ini juga didapatkan 1
responden dengan pengetahuan baik
terkena infeksi gonore dan 5 responden
yang memiliki pengetahuan cukup
terkena infeksi gonore. Hal ini
dikarenakan 1 responden dengan
pengetahuan baik masih memiliki
kekurangan di soal cara pencegahan
penularan gonore, sedangkan pada 5
responden yang memiliki pengetahuan
cukup
karena
masih
memiliki
kekurangan menjawab soal tentang
komplikasi,
pencegahan
dan
pengobatan.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa terdapat 7 responden dengan
pengetahuan kurang tetapi tidak
mengalami gonore. Hal ini dapat
disebabkan karena sarana kesehatan
yang memadai serta perilaku petugas
kesehatan. Dimana petugas kesehatan
adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku WPS. Petugas
kesehatan di Kelurahan Bandungan,
Kec. Bandungan Kab. Semarang slalu
melakukan wejangan terhadap WPS
dan melakukan berbagai penyuluhan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu tentang
gonore dengan kejadian gonore.
Dimana
semakin
tinggi
tingkat
pengetahuan seseorang semakin baik
pula dalam proteksi diri mencegah
gonore. Hal ini sesuai dengan teori
Notoatmodjo (2010) yang mengatakan
pengetahuan
seseorang
akan
berpengaruh besar terhadap perilaku
kesehatan.
2. Hubungan pemakaian kondom pada
WPS dengan kejadian Gonore
Hasil analisis korelasi Chi Square
didapatkan nilai p value 0,000 < 0,05
sehingga ada hubungan pemakaian
kondom pada WPS dengan kejadian
Gonore. Penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden yang
memakai kondom tidak mengalami
gonore yaitu 38 responden. Hal ini
dikarenakan kondom merupakan salah
satuya alat kontrasepsi yang mencegah
terjadinya PMS, dengan menggunakan
kondom tidak akan ada kontak langsung
dengan
dinding
vagina
saat
berhubungan seksual, sehingga akan
beresiko mengurangi terjadinya gonore.
Selanjutnya terdapat 14 responden
yang
tidak
memakai
kondom
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
10
mengalami infeksi gonore. Hal ini
diketahui dari hasil wawancara lanjut
dengan beberapa responden yang
mengatakan
sering
berganti-ganti
pasangan. Mereka tidak mengetahui
karekteristik pasangan secara detail
sehingga bila pasangan mengalami
gonore mereka akan sangat beresiko
tertular karena tidak menggunakan
kondom. Hal ini sesuai dengan Daili
(2004) bahwa penggunaan kondom
hanya sebagai pencegah kehamilan
bukan sebagai pencegah penularan
penyakit gonore, prostitusi, kebebasan
individu dan ketidaktahuan serta
keterbatasan sarana penunjang.
Hasil penelitian juga menunjukkan
terdapat 2 responden yang memakai
kondom mengalami infeksi gonore dan
6 responden yang tidak memakai
kondom tidak mengalami infeksi
gonore. Hal ini dikarenakan bukan
hanya pemakaian kondom yang
berpengaruh terhadap infeksi gonore,
terdapat faktor lain seperti pemakaian
vagina douching, selain itu juga
dimungkinkan adanya kesalahan cara
memakai kondom pada pasangan yang
menyebabkan
terjadi
kebocoran
kondom sehingga WPS tertular gonore.
Hal ini diketahui dari data koesioner
pemakaian kondom no. 10 didapatkan
2 responden memakai kondom namun
mengalami kebocoran
3. Hubungan perilaku vaginal douching
pada WPS dengan kejadian Gonore
Dari
hasil
penelitian
hasil
perhitungan dengan uji Chi Square
didapatkan nilai p value 0,000 < 0,05
sehingga ada hubungan perilaku vaginal
douching pada WPS dengan kejadian
Gonore. Hal ini menunjukan bahwa
vaginal douching meningkat resiko
terjadinya gonore.. Berdasarkan tabel
silang diketahui bahwa WPS yang
melakukan vaginal douching sebagian
besar mengalami gonore yaitu 16
responden. Hal ini dikarenakan
pembersihan vagina yang banyak dijual
dipasaran
adalah
antiseptik.
Penggunaaan antiseptik yang banyak
dijual
dipasaran
justru
akan
mengganggu ekosistem di dalam
vagina, terutama pH dan kehidupan
bakteri baik. Jika pH terganggu maka
bakteri jahat akan mudah berkembang
lebih banyak dan vagina akan mudah
terkena penyakit yang salah satunya
ditandai dengan keputihan, bila terus
dilakukan akan sangat beresiko
terjadinya gonore terlebih lagi bila
dilakukan oleh WPS yang sering
berganti menyebabkan bakteri baru
masuk ke dalam vagina yang dapat
menyebar sampai melalui rahim, leher
rahim dan saluran tuba. Peneliti telah
menemukan bahwa wanita yang
melakukan semprot vagina secara
teratur mengalami iritasi vagina dan
infeksi seperti bacterial vaginosis dan
peningkatan jumlah penyakit menular
seksual.
Responden yang tidak melakukan
vaginal douching sebagian besar tidak
mengalami gonore yaitu 30 responden.
Hal ini dikarenakan kondisi pH dan
flora normal di vagina terjaga dengan
baik sehingga WPS tidak mengalami
gonore. Membersihkan vagina tidak
perlu menggunakan pembersih vagina
yang berlebihan penggunaan sabun
biasa sudah cukup untuk menghindari
kejadinya keputihan. Pada WPS setelah
berhubugan seksual apabila pH vagina
masih normal maka vagina masih dapat
membersihkan bagiannya sendiri untuk
menghindari terjadinya infeksi.
Dalam penelitian ini juga didapatkan
fenomena bahwa responden yang
melakukan vaginal douching tidak
mengalami gonore yaitu 14 responden.
Hal ini dikarenakan responden tidak
melakukan vaginal douching secara
terus-menerus. WPS tersebut jarang
menggunakan
pembersih
vagina,
sehingga PH dan flora normal di vagina
tetap normal. Sedangkan 4 responden
tidak melakukan vaginal douching
tetapi mengalami gonore. Selain
pembersih vagina ada faktor lain yang
mempengaruhi gonore pada WPS antara
lain mereka mengatakan tidak rajin dan
telaten menjaga daerah kewanitaannya.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
11
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan
prilaku vaginal douching tetapi
mengalami gonore pada WPS dimana
semakin sering melakukan vaginal
douching semakin beresiko mengalami
gonore. Hal ini diperkuat Menurut Olds
(2000) menggunakan
bahan atau
larutan tertentu pada wanita sehat tidak
dianjurkan, karena tidak perlu dan
bukan tindakan yang bijaksana, karena
douching justru akan merubah flora
bakterial normal dan keseimbinganan
kimiawi vagina, merubah mokos atau
lendir yang alami dan mengganggu
ekologi vagina.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan
maka dapat disimpulkan :
1. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec.
Bandungan Kab. Semarang sebagian
besar memiliki pengetahuan cukup
tentang gonore yaitu sebanyak 24
responden (40,0%).
2. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec.
Bandungan Kab. Semarang sebagian
besar memakai kondom yaitu 40
responden (66,7%) dan sisanya 20
responden (33,3%) tidak memakai
kondom.
3. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec.
Bandungan Kab. Semarang yang
melakukan vagina douching adalah 30
responden (50%) dan sisanya 30
responden (50%) tidak melakukan
vaginal douching.
4. WPS di Kelurahan Bandungan, Kec.
Bandungan Kab. Semarang mayoritas
tidak mengalami gonore yaitu 44
responden (73,3%) dan sisanya 16
responden (26,7%) mengalami gonore.
5. Ada hubungan pengetahuan WPS
dengan kejadian Gonore pada WPS di
Kelurahan Bandungan, Kec. Bandungan
Kab. Semarang dengan p value 0,001 <
0,05
6. Ada hubungan pemakaian kondom pada
WPS dengan kejadian Gonore pada
WPS di Bandungan, Kec. Bandungan
Kab. Semarang dengan p value 0,000<
0,05
7. Ada
hubungan
perilaku
vaginal
douching pada WPS dengan kejadian
Gonore pada WPS di Kelurahan
Bandungan, Kec. Bandungan Kab.
Semarang dengan p value 0,000< 0,05
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan serta mengacu pada manfaat
penelitian, maka saran penelitian sebagai
berikut :
1. Bagi WPS : WPS agar lebih menjaga
diri dari agar tidak mengalami infeksi
gonore yaitu dengan meningkatkan
pengetahuan penularan penyakit gonore
dan upaya preventif penyakit menular
gonore dengan selalu menggunakan
kondom dengan benar dan tidak
melalukan perilaku menyimpang seperti
vaginal douching.
2. Bagi institusi : Diharapkan dapat
bermanfaat bagi institusi D IV
kebidanan sebagai dokumentasi, bahan
pustaka, maupun sebagai bahan
masukan bagi mahasiswa kebidanan
dalam menyelesaikan tugas akhir.
3. Bagi Puskesmas Duren : Tenaga
kesehatan di puskesmas duren agar
memberikan KIE tentang pencegahan
penyakit PMS (gonore) atau PMS
secara rutin.
4. Bagi Peneliti : Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan untuk
mengembangagkan penelitian dengan
meneliti faktor lain yang mempengaruhi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (GONORE)
PADA WANITA PENJAJA SEKS (WPS) DI KELURAHAN BANDUNGAN KEC. BANDUNGAN KAB. SEMARANG
12
Download