11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Persalinan a

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi kepala dalam kurung waktu 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Prawihardjo S, 2008;
h.100).
Persalinan adalah proses penggerakan keluar janin, plasenta dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi
pada sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum
persalinan dimulai. Persalinan sendiri dapat dibahas dalam bentuk
mekanisme yang terjadi selama proses dan tahapan yang dilalui
wanita.(Bobak, Lowdermilk, dkk, 2005; h. 245)
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks
karena adanya pergerakan janin keluar di ikuti dengan lahhirnya plasenta
dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu).
b. Sebab – sebab Mulainya Persalinan
Teori yang berkaitan dengan mulainnya kekuatan his yang
memungkinkan terjadinya proses persalinan :
11
12
1)
Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. merupakan faktor yang
dapat menganggu sirkulasi uteroplasenter.
2)
Teori penurunan progesterone
Dua minggu sebelum persalinan di mulai terjadi penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron
bekerja sebagai penegangan otot-otot polos di rahim. Penurunan
progesteron akan menimbulkan his.
3)
Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.
Perubahan
keseimbangan
estrogen
dan
progesterone
dapat
mengubah sensitivitas otot , sehingga sering terjadi kontraksi braxton
hicks.
Menurunnya
konsentrasi
progesterone
akibat
tuanya
kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga
persalinan dimulai.
4)
Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan
15 minggu, yang dikeluarkan desidua. Pemberian prostaglandin
pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga
terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu
terjadinya persalinan.
13
c. Tahap – tahap Persalinan
1)
Persalinan Kala I
Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Proses ini berlangsung
kurang lebih 18-24 jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu:
a) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3
cm, dan fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai
pembukaan 10 cm.
b) Fase aktif ini masih dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu :
(1) Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm,
(2) Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm sampai
dengan 9 cm.
(3) Fase deselerasi, dimana pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.
2)
Persalinan Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap 10 cm sampai bayi lahir.
Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat kurang
lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi yang normal pada kala ini
kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada saat his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa ada tekanan
pada rektum dan seperti akan buang air besar. Kemudian perenium
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan membukanya anus. Labia
14
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah berelaksasi,
kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan kekuatan his dan
mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput
dibawah simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah
his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan
badan bayi.
3)
Persalinan Kala III
Dimulai dari segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi
belum keluar,maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga
uteurus tidak dapat berkontraksi sepenuhnya karena plasenta masih
di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi
yang menghentikan perdarahan. (Prawihardjo S, 2008, h; 115)
4)
Persalinan Kala IV
Pada saat ini adalah waktu untuk pemantauan. Memantau ibu
setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan
setiap 30 menit pada jam kedua setelah plasenta lahir. (Prawihardjo
S, 2008, h; 118)
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah :
a) Tingkat kesadaran penderita
b) Pemeriksaan tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi dan
pernafasan
c) Kontraksi uterus
15
d) Terjadinya perdarahan.
Perdarahan dianggap masih normal jika jumlah tidak melebihi 400
sampai 500 cc.(Sumarah, Yani, Nining, 2008, h; 8)
d. Tanda – tanda Persalinan
Untuk mendiagnosa persalinan pastikan perubahan serviks dan
kontraksi yang cukup :
1)
Perubahan serviks, kepastian persalinan dapat ditentukan hanya jika
serviks secara progresif menipis dan membuka.
2)
Kontraksi yang cukup / adekuat, kontraksi dianggap adekuat jika :
a) Kontraksi terjadi teratur, minimal 3 kali dalam 10 menit, setiap
kontraksi sedikitnya 40 detik
b) Uterus mengeras selama kontraksi, sehingga tidak bisa menekan
uterus mengguanakan jari tangan.
Sangat sulit membedakan antara persalinan sesungguhnya
dengan persalinan semu. Indikator persalinan sesungguhnya ditandai
dengan kemajuan penipisan dan pembukaan serviks. Ketika ibu
mengalami persalinan semu, ia merasakan kontraksi yang menyakitkan,
namun kontraksi tersebut tidak menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks. Persalinan semu bisa terjadi beberapa hari atau beberapa
minggu sebelum permulaan persalinan sesungguhnya. Karena persalinan
semu sangat menyakitkan, mungkin sulit bagi ibu untuk menghadapi
masa ini dalam kehamilannya.
16
Tabel 2.1 Karakteristik persalinan sesungguhnya dan persalinan semu
Persalina
Sesungguhnya
Persalina Semu
Serviks menipis dan membuka
Tidak ada perubahan pada serviks
Rasa nyeri dan interval teratur
Rasa nyeri tidak teratur
Interval antara rasa nyeri yang
secara perlahan semakin pendek
Tidak ada perubahan interval antara
rasa nyeri yang satu dengan yang
lainnya
Waktu dan kekuatan kontraksi
Tidak ada perubahan pada waktu dan
semakin bertambah
kekuatan kontraksi
Dengan berjalan bertambah
Tidak ada perubahan rasa nyeri
intensitas
dengan berjalan
Ada hubungan antara tingkat
Tidak ada hubungan antara tingkat
kekuatan kontraksi dengan intensitas
kekuatan kontraksi uterus dengan
nyeri
intensitas rasa nyeri
Lendir darah sering tampak
Tidak ada lendir darah
Ada penurunan bagian terendah
Tidak ada kemajuan penurunan bagian
janin
terendah janin
Kepala janin sudah terfiksasi di PAP
Kepala belum masuk PAP walaupun
diantara kontraksi
ada kontraksi
Pemberian obat penenang tidak
Pemberian obat penenang yang
menghentikan prose persalinan
efesien menghentikan rasa nyeri pada
sesungguhnya
persalinan semu
2. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Pengertian KPD menurut pendapat Rayburn WF dan Carey JC
yang dimaksud dengan ketuban pecah dini (KPD) adalah ketuban yang
pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum
persalinan dimulai. Masa laten biasanya berlangsung sekurangnya satu
jam.
17
Ketuban pecah dini di definisikan sebagai pecah ketuban sebelum
waktunya, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun, dalam praktik dan
dalam penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai dengan jumlah
jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. (Varney H, 2008;
h.788). Pendapat HK Joseph dan S Nugroho (2010; h. 185) ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan pada
pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban pada
kehamilan yang telah viable dan 6 jam setelah itu tidak di ikuti dengan
terjadinya persalinan. (M Achadiat, 2004; h.81)
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur(Prawihardjo S,2008, h:677)
Dari pengertian – pengertian diatas disimpulkan pengertian
ketuban pecah dini adalah ketuban pecah sebelum adanya pembukaan <
4 cm tanpa melihat usia gestasi. Pecahnya ketuban secara spontan pada
sembarang usia kehamilan dan 6 jam sebelum adanya persalinan.
b. Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor – faktor yang
berhubungan erat KPD, namun faktor – faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah :
18
1)
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2)
Serviks yang inkompetensia yaitu kondisi serviks yang kurang lentur
sehingga tidak mampu menahan kehamilan, kanalis servikalis yang
selalu
terbuka
karena
kelainan
serviks
uteri.
Serviks
yang
inkompetensia disebabkan karena laserasi sebelumnya melalui
ostium uteri internum atau merupakan suatu kelainan konginetal
pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trisemester kedua
atau awal trisemester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepse (Wiknjosastro,
2005; h.220)
3)
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gemeli. Pada gemeli
diketahui akan terjadi tekanan intra uterin sehingga kulit ketuban
mudah pecah (Varney H, 2008; h.788).
4)
Trauma yang di dapat, misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan KPD.
5)
Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
6)
Faktor lain :
a) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang
tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
19
b) Faktor predisposisis antara kepala janin dan panggul ibu.
c) Faktor merokok
d) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C).
Wanita yang memiliki jumlah asupan vitamin C yang kurang dari
10%memiliki dua kali resiko terjadinya ketuban pecah dini. (SiegaRiz A M, Promislow J H E, Savitz D A, Thorp J M, McDonald
T.Vitamin C intake and the risk of preterm delivery)
c. Tanda dan Gejala
1)
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina.
2)
Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut merembes atau menetes dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah.
3)
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai persalinan.
4)
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda – tanda infeksi yang terjadi.
d. Diagnosa
1)
Riwayat
a) Jumlah cairan yang hilang : ketuban pecah dapat menyebabkan
pengeluaran cairan dalam jumlah besar atau rembes dalam
jumlah kecil yang terus-menerus.
b) Tidak mampu mengontrol kebocoran cairan dengan senam kegel
; yang membedakan inkontinensia urine
c) Waktu terjadinya ketuban pecah
20
d) Warna cairan : jernih atau keruh; jika bercampur mekonium:
kuning atau hijau
e) Bau cairan: bau apak, berbeda dari bau urine
f) Senggama terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat di
sangka ciaran amnion.
2)
Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan dengan spekulum steril
(1) Inspeksi genetalia eksternal untuk melihat adanya cairan.
(2) Lihat adanya cairan yang mengalir dari ostium serviks.
(3) Lihat genangan cairan amnion.
(4) Minta wanita untuk mengejan, tekan dengan lembut pada
fundus atau angkat bagian presentasi perabdomen sehingga
cairan bisa mengalir.
(5) Observasi cairan untuk mengetahui adanya lanugo atau
verniks kaseosa.
(6) Lihat
serviks
untuk
memperkirakan
pembukaan
jika
pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
(7) Lihat serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat atau
ekstremitas janin.
b) Tes Laboratorium
(1) Tes pakis positif
(2) Tes kertas nitrazin positif
(3) Ultrasonografi
untuk
mendeteksi
oligohidramnion
jika
ultrasonografi sebelumnya tidak memberikan gambar yang
21
jelas
(pastikan
untuk
menyingkirkan
penyebab
lain
oligohidramnion)
(4) Spesimen untuk kultur streptokokus grup B
(5) Kultur herpes, jika diindikasikan (Jan M Kriebs dan Carolyn L
Geoger, 2005, h;398)
e. Komplikasi
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin
adalah :
1)
Komplikasi pada ibu :
a) Infeksi dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah dapat
menyebabkan sepsis.
b) Infeksi pada masa nifas
c) Partus lama
d) Perdarahan post partum
e) Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
2)
Komplikasi pada janin :
a) Prematuritas
Masalah
yang
terjadi
pada
persalinan
premature
diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia,
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
b) Prolaps tali pusat
22
c) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus
lama, apgar score rendah, perdarahan intrakranial, respiratory
distress.
d) Sindrom deformitas janin
Terjadi
akibat
oligohiramnion.
Diantaranya
terjadi
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin
terhambat.
e) Morbiditas dan mortalitas perinatal (Marsha Kumaira, 2012,
h;181)
f. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.Kalau
umur
kehamilan
tidak
diketahui
secara
pasti
segera
dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan
letak janin.Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan
adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan.Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan
sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan
mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
23
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
periode laten.
1)
Terapi
a) Konsevatif
(1) Pasien di rawat di rumah sakit.
(2) Bila KPD > 6 jam, diberikan antibiotika (golongan penisilin
seperti ampisilin atau amoksilin atau eritrosinsilin jika tidak
tahan terhadap penisilin).
(3) Pada usia kehamilan <32-34 minggu, pasien di rawat selama
air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
(4) Pada usia kehamilan < 32-34 minggu dimana air ketuban
masih tetap keluar, maka dapat dipertimbangkan untuk
mengakhiri
kehamilan
pada
usia
35
minggu
(sangat
tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap
bayi premature).
(5) Bila terdapat kecenderungan infeksi, maka kehamilan harus
segera diakhiri .
(6) Pada usia kehamilan 32-34 minggu dapat diberikan steroid
untuk memacu pematangan paru janin.
b) Aktif
(1) Pada usia kehamilan aterm dilakukan induksi persalinan. Bila
induksi persalinan induksi persalinan gagal lakukan seksio
sesaria.
(2) Keadaan CPD atau letak lintang di lakukan seksio sesaria.
24
(3) Bila terdapat tanda – tanda infeksi diberikan antibiotika dosis
tinggi kombinasi dan persalinan segera diakhiri
(a) Pelvic score < 5, maka lakukan seksio sesaria.
(b) Pelvic score >5 , tetap lakukan induksi persalinan,
usahakan persalinan pervaginam.
(c) Infeksi berat.
Tabel 2.2 :Skor pelvic menurut Bishop
Skor
0
1
2
3
Pembukaan serviks (cm)
0
1-2
3-4
5-6
Pendataran serviks
0-30%
40-50%
60-70%
80%
Penurunan kepala di ukur
dari bidang Hodge III(CM)
Konsistensi serviks
-3
-2
-1.0
+1 +2
Keras
Sedang
Lunak
Kebelakang
Searah
sumbu
jalan lahir
Ke arah
depan
Posisi serviks
Sumber,Wiknjosastro.2007.h;75
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap
penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi
pada ibu.
1)
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
(a) Pemberian Induksi
Pada
hakekatnya
kulit
ketuban
yang
pecah
akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 %
kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit
25
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan
induksi
persalinan.
Pelaksanaan
induksi
persalinan
perlu
pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan
jalannya
proses
komplikasinya.
persalinan
yang
berhubungan
Pengawasan
yang
kurang
dengan
baik
dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu
kuat)
atau
proses
persalinan
menjadi
semakin
berkepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan,
sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
(b) Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin
dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih
penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik
profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan
infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung
lebih dari 6 jam.
2)
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang
bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat
26
konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksis.
(a) Pemberian tokolitik
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam
posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan tocolitic agent diberikan
juga bertujuan menunda proses persalinan. Agonis beta –
adrenergikseperti salbutamol, terbutalin dan khususnya ritodrin
merupakan tokolitik yang paling sering digunakan (Liu, David
2008; 164)
(b) Pemberian Kortikosteroid
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid (deksametason 2x6 mg atau betametason 1x12 mg
dalam 2 hari) pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi,
maka
segera
dilakukan
induksi
persalinan
tanpa
memandang umur kehamilan. Pemberian kortikosteroid antenatal
pada
preterm
menurunkan
KPD
kejadian
telah
dilaporkan
RDS. The
secara
National
pasti
dapat
Institutes
of
Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas Betametason 2 dosis
27
masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau Dexametason 4 dosis
masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
(c) Induksi Persalinan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata
dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang
tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi: gawat
janin sampai matinya janin, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari
induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah
sesar.Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,
tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik
yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju,
dll. Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat
tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat
menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan
pengawasan
yang
ketat.
Sehingga
dikatakan
pengelolaan
konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan
terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif
meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan
tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.
28
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
1. Tinjauan Asuhan Kebidanan dengan Varney
Manajemen kebidanan menurut Varney proses penatalaksanaan
terdiri dari tujuh langkah berurutan secara periodik disempurnakan. Proses
penatalaksanaan di mulai dengan mengumpulkan data dasar cakup seluruh
kerangka kerja yang dapat diaplikasikan pada setiap situasi. Kemudian,
setiap langkah dapat dibagi menjadi tugas-tugas lebih spesifik dan bervariasi
untuk disesuaikan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir.
a. Langkah I
Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar yang
menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini
meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvik sesuai indikasi,
meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau
catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil
laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar
yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi
yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan
mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi
mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi
dokter sebagai bagian dar penatalaksanaan kolaborasi. Pada waktu
tertentu, langkah saty tumpang tindih dengan langkah lima dan langkah 6
(atau menjadi bagian dari sebuah alur berkelanjutan) karena upaya
memperoleh data tambahan dari uji laboratorium atau penelitian diagnosis
lain dapat merupakan bagian dari rencana. Kadang – kadang bidan perlu
memulai langkah dengan langkah empat.
29
b. Langkah II
Langkah kedua bermula dari data dasar seperti menginterpretasi
data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta
kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasikan khusus. Kata
masalah dan diagnosis sama – sama digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat didefinisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap
perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan yang
menyeluruh. Masalah sering klai berkaitan dengan bagaimana ibu
menghadapi kenyataan tentang diagnosanya dan ini sering kali bisa
diidentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam mengalami masalah
seseorang. Sebagai contoh, seorang wanita didiagnosis sedang hamil
dan
masalah
yang
berhubungan
adalah
ia
tidak
menginginkan
kehamilannya. Contoh lain: seorang wanita berada pada trisemer tiga dan
mengalami ketakutan menjelang bersalin dan melhirkan anak. Merasa
takut tidak sesuai dengan kategori apapun dalam nomenklatur diagnostik
standar, tetapi yang pasti, hal ini menciptakan masalah yang perlu digali
lebih lanjut. Selanjutnya sebuah rencana harus dikembangkan untuk
c. Langkah III
Mengidentifikasikan masalah atau diagnosis potensial berdasarkan
masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi,
pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada jenuh dan
persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini
adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan
kesehatan yang aman. Sebagai contoh, seorang wanita memiliki uterus
yang mengalami distensi berlebihan (overdistention). Melihat keadaan ini,
30
bidan harus memperkirakan alasan terjadinya distensi-berlebihan ( mis,
polihidramnion,
bayi besar
untuk masa kehamilan,
ibu diabetes
gestasional,atau kehamilan kembar) dan kemudian mengambil langkah
antisipasi,
melakukan
tindakan
kewaspadaan
dan
kemudian
mempersiapkan beberapa alternatif tindakan terhadap kemungkinan
pendarahan pascapartum mendadak sebagai akibat atoni uterus karena
distensi berlebihan. Pada keadaan bayi besar tunggal, bidan harus
mengantisipasi dan bersiap terhadap kemungkinan distosia bahu dan
kebutuhan bayi untuk mendapat tindakan resusitasi.
d. Langkah IV
Langkah
empat
mencerminkan
kesinambungan
proses
penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer
atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan
keperawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia
menjalani persalinan. Data baru yang diperoleh lalu dikaji dan kemudian
evaluasi. Beberapa data mengindikasikan situasi kedaruratan, yang
mengharuskan
bidan
mengambil
tindakan
secara
cepat
untuk
mempertahankan nyawa ibu
e. Langkah V
Pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik
pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan
yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap
informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data
dasar. Sebuah rencana perawatan yang menyeluruh tidak hanya
melibatkan kondisi pasien yang terlihat dan masalah lain yang
31
berhubungan, tetapi juga menggembarkan petunjuk antisipasi bagi pasien
tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Petunjuk antisipasi ini juga
mencakup pendidikan dan konseling kesehatan semua rujukan untuk
mengatasi masalah sosial, ekonomi, agama, keluarga, budaya, atau
psikologis. Setiap hal yang berkaitan dengan aspek perawatan kesehatan
dapat digunakan dalam rencana perawatan kesehatan. Sebuah rencana
kesehatan harus menguntungkan baik bidan maupun pasien supaya
dapat memberi perawatan kesehatan yang efektif, karena pasien dan
keluarganya adalah pihak yang nantinya melaksanakan rencana yang
telah dibuat bersama. Kesimpulannya setiap tugas yang dilakukan pada
setiap langkah ditetapkan setelah dirumuskan dan didiskusikan bersama
pasien atau keluarga untuk mengonfirmasi persetujuan atas nama pasien.
f. Langkah VI
Melaksanakan rencana keperawatan secara menyeluruh. Langkah
ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan
sebagian oleh pasien, keluarga pasien, bidan atau anggota tim kesehatan
lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa implementasi benar – benar dilakukan. Pada
keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter memberikan konstribusi
terhadap penatalaksanaanperawatan ibu dengan komplikasi, bidan dapat
mengambil tanggung jawab mengimplementasi rencana perawatan
kolaborasi
yang
menyeluruh.
Implementasi
yang
efesien
akan
meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan
kesehatan. Suatu komponen implementasi yang sangat penting adalah
pendokumentasian secara, berkala, akurat, dan menyeluruh.
32
g. Langkah VII
Langkah untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang
dilakukan benar –benar mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan
pasien seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah,
diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut
menjadi efektif bila bidan mengimplementasi semua tindakan dalam
rencana. Apabila kita memandang proses penatalksanaan sebagai
sebuah proses yang berkesinambungan, maka sangat penting untuk
memperbaiki setiap perawatan yang tidak efektif dan kemudian rencana
perawatan disesuaikan lagi. Proses penatalaksanaan sebagai sebuah
rangkaian proses yang berkelanjutan untuk tenaga klinik dengan mudah
berespons terhadap setiap perubahan aktual atau potensial pada kondisi
pasien.
2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini
a. Pengkajian Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu
Cara melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali
masalah kebidanan. Dalam wawancara diperolah gambaran umum status
kesehatan dan data subjektif dari pasien yang meliputi :
1)
Data Subjektif
a) Umur
Umur dikaji untuk mengetahui usia ibu saat ini, karena jika
umur ibu bukan di antara 20-35 tahun merupakan resiko tinggi
hamil dan persalinan dengan ketuban pecah dini. Jika pada umur
kurang dari 20 tahun resiko tinggi hamil dan persalinan karena
belum siapnya organ reproduksi untuk dibuahi, sedangkan umur
33
35 tahun lebih berkaitan dengan kondisi serviks yang kurang
lentur. Karena kondisi serviks yang kurang lentur menyebabkan
terjadinya KPD.
b) Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui yang dirasakan
ibu saat ini yang berhubungan dengan ketuban pecah dini pada
saat pengkajian, ibu mengatakan merasakan adanya air yang
keluar dengan tiba – tiba dari jalan lahir ibu yang tidak bisa
ditahan oleh ibu yang disertai bau yang khas. Sejak kapan ibu
merasakan hal tersebut untuk memastikan terjadinya ketuban
pecah berapa jam sebelum adanya persalinan (Varney)
c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan keluarga apakah
ada penyakit penyerta kehamilan atau tidak, adanya riwayat
kehamilan
kembar,
karena
kehamilan
kembar
dapat
meningkatkan tekanan intra uterin sehingga terjadi ketuban
pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2010; h.186)
d) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat haid
Menanyakan
hari
pertama
haid
terakhir
untuk
mengetahui berapa umur kehamilan saat ini dan mengetahui
tafsiran persalinan. Untuk mengetahui tindakan yang sesuai
dengan umur kehamilan. Jika umur kehamilan < 37 minggu
akan di berikan antibiotik,
tokolitik dan kortikosteroid (Liu
David TY, 2008; 164). Dan jika umur kehamilan > 37 minggu
34
berikan atibiotik dan lakukan induksi (Khumaira M, 2012; h.
184).
(2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Riwayat persalinan di tanyakan untuk mengetahui
adakah riwayat pecahnya ketuban sebelum persalinan.
Riwayat ketuban pecah dini salah satu faktor resiko dar
ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011; h.186).
(3) Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui berapa kali melakukan
pemeriksaan kehamilannya. Tujuannya untuk mendeteksi
adanya faktor penyebab ketuban pecah dini, faktor yang
dapat di deteksi selama pemeriksaan kehamilan adalah
kehamilan kembar dan hidramnion yang dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011;
h.186)
(4) Pola aktivitas sehari – hari
(a) Pola nutrisi
Kebutuhan
nutrisi
dikaji
untuk
mengetahui
pemenuhan nutrisi ibu pada saat hamil karena penyebab
lain terjadinya ketuban pecah dini adalah kurangnya
asupan vitamin C. Jumlah asupan vitamin C yang kurang
dari 10%memiliki dua kali resiko terjadinya ketuban pecah
dini. (Siega-Riz A M, Promislow J H E, Savitz D A, Thorp
J M, McDonald T.2003)
35
(b) Pola seksual
Ditanyakan
untuk
mengetahui
kapan
ibu
melakukan hubungan seksual dengan suami karena di
dalam
cairan
sperma
terdapat
prostaglandin
yang
menyebabkan kontraksi uterus (Corwin JE, 2009; h.766).
Sehingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
2)
Data Objektif
a) Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan tanda – tanda
vital meliputi tekanan darah, suhu, respirasi ibu, dan denyut
jantung janin setiap 4 jam sekali. Pemeriksaan suhu dan nadi
dilakukan untuk mengetahui adakah infeksi atau tidak. Nadi dikaji
karena berkaitan dengan kejadian takikardi. Karena jika adanya
peningkatan suhu dan nadi merupakan tanda dari infeksi. Selain
tanda vital lakukan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui
apakah ibu dengan panggul sempit atau tidak. Karena jika ibu
memiliki panggul sempit untuk penatalaksanaannya dilakuakan
seksio sesaria. (Varney H, 2007; h. 791)
b) Status present
(1) Abdomen
Untuk mengetahui tinggi fundus uterus sesuai usia
kehamilan atau tidak, jika tunggi fundus uterus lebih besar
dari usia kehamilan menandakan overdistensi uterus atau
gemeli yang merupakan faktor resiko terjadinya ketuban
pecah dini (Manuaba, 2010; h. 283).
36
(2) Genetalia untuk mengetahui keluarnya cairan ketuban atau
bukan, karena ibu yang mengalami infeksi pada vagina
merupakan faktor resiko ketuban pecah dini.
c) Status obstetri
(1) Inspeksi : dilakukan untuk melihat cairan ketuban yang keluar
dari jalan lahir ibu, sedikit atau banyak. Pastikan cairan yang
keluar adalah air ketuban, dengan mencium bau cairan
amnion. Cairan amnion memiliki bau apek yang khas yang
membedakannya dari urine (Varney H, 2008; h.789).
(2) Palpasi : untuk mengetahui letak janin normal atau tidak.
Karena jika terdapat kelainan letak merupakan salah satu
penyebab
ketuban
pecah
dini.
Letak
lintang
dapat
menyebabkan ketuban pecah dini karena tidak adanya
bagian terendah janin yang menutupi pintu atas panggul yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian
bawah(S Nugroho, 2010; h. 186). Untuk itu lakukan palpasi
leopold :
(a) Leopold
I
menentukan
tinggi
fundus
uteri
dan
menentukan bagian fundus kepala atau bokong.
(b) Leopold II menentukan bagian kanan dan kiri ibu,
punggung dan ekstremitas janin
(c) Leopold III menentukan bagian terendah janin
(d) Leopod IV untuk mengetahui bagian terbawah janin
sudah masuk panggul atau belum.
37
d) Aukskultasi dilakukan untuk memantau denyut jantung janin.
Untuk mengetahui kemungkinan terjadi takikardi pada janin yang
di sebabkan karena infeksi pada ketuban pecah dini. Jika
terjadinya infeksi maka berikan antibiotik.
e) Pemeriksaan dalam di gunakan untuk mengetahui kemajuan
persalinan pada pasien KPD setiap 4 jam sekali.
f) Pemeriksaan penunjang
(1) Pemeriksaan laboratorium
Memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan
ketuban menggunakan tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air
ketuban.
Kertas
lakmus
merah
mengandung
basa,
sedangkan kertas lakmus merah yang berubah menjadi
warna biru tandanya cairan tersebut bersifat basa. Seperti
pada cairan amnion mengandung basa (S Nugroho, 2010;
h.188)
(2) Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan
ultrasonografi
dilakukan
untuk
mengetahui masih cukup atau tidak cairan amnionnya.
Karena jika kekurangan cairan amnion dapat menyebabkan
hipoksia pada janin (Khumaira M, 2012; h.182)
b. Interpretasi Data
1)
Diagnosa
Diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan dengan analisis data
yang telah dikumpulkan dan yang telah dibuat berdasarkan dengan
38
kesenjangan yang di alami oleh pasien. Ny...G...P...A...umur...tahun
hamil...minggu dengan ketuban pecah dini.
a) Data subjektif
Ibu mengatakan umur...tahun, hamil ke... belum pernah
keguguran dan ibu merasa khawatir karena keluarnya cairan dari
jalan lahir, keluar sejak jam....
b) Data objektif
Data objektinya adalah ibu mengeluarkan cairan dari jalan
lahir sejak..., belum keluar lendir darah, hari pertama haid
terakhir.
(1) Suhu dikaji untuk mengetahui apakah suhu tubuh ibu normal
atau lebih dari normal (> 380C), karena suhu yang meningkat
merupakan tanda terjadinya infeksi.
(2) Nadi di hitung untuk mengetahui laju nadi yang berhubungan
dengan adanya takikardi yang di sebabkan oleh infeksi vagina
yang menyebabkan ketuban pecah dini.
(3) Tinggi badan di ukur untuk mengetahui tinggi badan ibu
kurang dari 145 cm atau tidak, jika tinggi badan kurang dari
sama dengan 145 cm tindakan penatalaksanaannya lakukan
seksio sesaria pada ketuban pecah dini.
2)
Masalah
Masalah yang muncul pada ibu adalah kurangnya tingkat
pengetahuan dan informasi tentang ketuban pecah dini yang
menimbulkan ke khawatiran pada ibu.
39
c. Diagnosa Potensial
Pada ketuban pecah dini akan timbul komplikasi yang mendukung
ketuban pecah dini baik pada ibu maupun pada bayi. Komplikasi yang
timbul pada ketuban pecah dini dapat terjadi infeksi maternal maupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal
(Prawihardjo S, 2008; h.678).
d. Identifikasi Kebutuhan akan Tindakan Segera atau Kolaborasi dan
Konsultasi
Tindakan segera yang dilakukan pada ketuban pecah dini adalah
berikan antibiotik (ampicillin). Jika umur kehamilan 32 - 34 minggu, di
rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak
keluar lagi. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif beri deksometason, observasi tanda – tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu
sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik dan induksi setelah 24
jam. Dan jika usia kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila
induksi gagal lakukan seksio sesaria (Prawihardjo S, 2008, h; 680).
e. Perencanaan
Rencana tindakan yang dilakukan pada ibu dengan ketuban pecah
dini pada kala I sebagai berikut :
1)
Jelaskan hasil tindakan yang dilakukan. Ibu merasa khawatir
menghadapi persalinan karena disertai dengan ketuban pecah dini
(Varney H, 2007 ; h.792)
40
2)
Berikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi (Prawihardjo S,
2008, h; 680).
3)
Lakukan pemasangan infus menggunakan cairan RL.
4)
Lakukan induksi dengan diberikan oksitosin pada cairan infus dan
mengatur tetesan infus di mulai dari 8 tetes per menit setiap 15 menit
naikkan 4 tetes hingga 20 tetes per menit.
5)
Anjurkan ibu untuk di dampingi oleh suami atau keluarganya, karena
dukungan dari suami dan keluarga di perlukan dalam proses
persalinan (JNPK KR)
6)
Berikan dukungan emosional pada ibu dan keluarga, agar menurangi
rasa tegang untuk membantu kelancaran proses persalinan dan
kelahiran bayi (Depkes RI, 2008; h.79).
7)
Berikan makan dan minum untuk menambah tenaga pada saat
proses perasalinan dan kelahiran bayi. Berikan makanan yang
mudah dan cepat di cerna, untuk cepat membentuk energi pada ibu
saat persalinan. Untuk memberikan tenaga pada ibu saat meneran
(JNPK-KR, 2008, hal;146).
8)
Lakukan pemeriksaan tanda – tanda vital ibu setiap 4 jam sekali,
untuk mengetahui adakah komplikasi pada ibu atau tidak seperti
peningkatan suhu. Pemeriksaan pada janin adalah denyut jantung
janin setiap 5-10 menit, untuk mengetahui ada tidaknya gawat janin
(JNPK-KR, 2008, hal;146).
9)
Anjurkan ibu untuk tetap berada di tempat tidur, untuk mempertahan
jumlah cairan ketuban yang ada, sehingga ibu tidak terlalu banyak
mengeluarkan cairan ketuban.
41
10) Hindari pemeriksaan dalam
yang
tidak
di perlukan, karena
pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat menyebabkan infeksi
pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (Varney, 2008, h ; 78).
11) Periksa
pengeluaran
cairan
ketuban,
kemungkinan
terjadi
ketidaknormalan pada ibu dan janin.
12) Palpasi fundus uteri untuk mengetahui jumlah kontraksi dalam 10
menit.
13) Siapkan partus set, hecting set, dan resusitasi.
f. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini pada kala I sesuai dengan asuhan kebidanan pada langkah
perencanaan diatas. Ketuban pecah dini yang terjadi pada umur
kehamilan > 37 minngu berikan induksi untuk mempercepat persalinan
dan mengurangi terjadinya infeksi juga di berikan antibiotika. Sedangkan
jika umur kehamilan < 37 minggu di pertahankan kehamilannya dengan
diberikan tokolitik dan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.
g. Evaluasi
Evaluasi mengunanakan dokuemntasi SOAP (Subjektive Objective
Assesment Planning) dimuali dari kala II. Mengevaluasi hasil induksi
apakah ada kemajuan persalinan atau tidak dengan penghitungan bishop,
jika penilaian > 5 lanjutkan induksi, namun jika penilaian < 5 hentikan
induksi dan lakukan seksio sesaria.
42
Kala II
1. Subjektif
Ibu mengatakan sudah ingin meneran, ibu merasakan ada tekanan
pada anus dan ibu sudah merasa buang air besar (Depkes RI, 2008; h.77)
2. Objektif
Tanda gejala kala II yaitu dorongan meneran, tekanan pada anus,
perenium menonjol, vulva dan spinter ani membuka. Adanya lendir darah dan
pembukaan lengkap, kepala janin terlihat di introitus vagina (Depkes RI,
2008; h.77).
3. Assesment
Ny...G...P..A...umur...tahun, umur kehamilan... dalam persalinan kala
II dengan ketuban pecah dini.
4. Planning
a. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap,
anjurkan ibu untuk meneran seperti saat buang air besar, dagu menempel
pada dada, dan mata membuka melihat perut ibu.
b. Memposisikan ibu agar nyaman dalam proses persalinan dengan posisi
setengah
duduk
dan
memeberikan
kemudahan
pada
ibu
untuk
beristirahat pada saat tidak ada kontraksi.
c. Memeriksa denyut jantung janin setiap 5-10 menit untuk mengetahui ada
tidaknya gawat janin.
d. Menganjurkan kepada keluarga atau suami untuk mendampingi ibu pada
saat proses persalinan.
e. Saat kepala bayi sudahh membuka vulva 5-6 cm, bantu melahirkan
kepala bayi dan lindungi perenium dengan tangan penolong untuk
43
menhindari terjadinya robekan perenium, setelah kepala bayi lahir cek
adakah lilitan tali pusat atau tidak, jika ada dan longgar maka longgarkan
tetapi jika melilit terlalu kuat di lakukan pemotongan tali pusat. Setelah
kepala bayi lahir tunggu putar paksi luar, setelah putar paksi luar menarik
kepala bayi ke arah atas untuk melahirkan bahu bawah dan menarik ke
bawah untuk melahirkan bahu atas, sangga susur dengan menelusuri
badan bayi sampai badan bayi lahir semua.
f. Potong tali pusat bayi, gunakan 2 klem dengan jarak 3 cm dengan klem
satu dengan yang lainnya kemudian potong tali pusat dan ikat dengan
benang tali pusat.
Kala III
1. Subjektif
Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya.
2. Obyektif
Adanya tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu adanya semburan
darag, tali pusat memanjang dan uterus globuler.
3. Assesment
Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala III dengan ketuban
pecah dini.
4. Planning
a. Memeriksa adanya bayi kedua dengan melakukan palpasi pada perut
ibu, berikan suntikan oksitosin 1 ampul ataua 10 UI secara intra muscular
pada sepertiga paha atas bagian luar. Pemberian oksitosin merangsang
kontraksi uterus yang akan membantu mempercepat pelepasan plasenta.
b. Setelah bayi lahir alasi perut ibu dengan kain bersih .
44
c. Lakukan penegangan tali pusat terkendali pada saat ada kontraksi.
d. Lahirkan plasenta setelah ada tanda – tanda pelepasan plasenta.
e. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya
perdarahan hingga kontraksinya baik. Pada pemberian induksi dapat
menyebabkan
terjadinya
laserasi
jalan
lahir
yang
menyebabkan
perdarahan karena kontraksi yang terlalu kuat.
Kala IV
1. Subjektif
Ibu mengatakan bahwa perut ibu sufah terasa mules.
2. Obyektif
Plasenta sudah lahir jam... kondisi tali pusat dan plasenta... jumlah
perdarahan...tinggi fundus uteri...berapa jari di bawah pusat.
3. Assesment
Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala IV dengan ketuban
pecah dini.
4. Planning
a. Memantau tanda – tanda vital ibu, tinggi fundus uteri, dan estimasi jumlah
kehilangan darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua. Untuk mengetahui perdarahan yang
abnormal kemungkinan akibat induksi. Tanda vital di pantau untuk
mengetahui ketidaknormalan pada tanda vital seperti meningkatnya laju
nadi yang berhubungan dengan adanya takikardi pada ibu dan pantau
suhu ibu apakah meningkat atau tidak, jika meningkat kemungkinan ada
infeksi.
45
b. Memantau kontraksi uterus dan anjurkan ibu atau keluarga untuk
melakukan massase dengan mengajarkan cara massase. Mencegah
terjadinya perdarahan karena kontraksi yang kurang baik.
c. Memantau suhu tubuh ibu setiap 2 jam pertama setelah persalinan.
d. Bersihkan ibu, bersihkan dan berekan alat, bersihkan diri penolong.
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Landasan hukum yang digunakan oleh bidan dalam menjalankan asuhan
kebidanan pada ibu bersalin adalah :
1. Peran fungsi dan kompetisi bidan :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa
persalinan.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa
persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan
prioritas masalah.
d. Melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah dinerikan.
2. Kepmenkes
Peraturan Menkes RI No.1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan.
46
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk melakukan pelayanan
meliputi :
a. Pelayanan jesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak; dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
(IBI, 2006).
Pasal 10, ayat :
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan,
masa nifas, masa menyusui dan masa diantara dua kehamilan.
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi;
1.
Pelayanan konseling masa pra hamil
2.
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3.
Pelayanan persalinan normal
4.
Pelayanan ibu nifas normal
5.
Pelayanan ibu menyusui, dan
6.
Pelayanan konseling pada ,asa antara dua kehamilan.
c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (2) berwenang untuk :
1.
Episiotomi
2.
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3.
Penanganan kegawat - daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
4.
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5.
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
47
6.
Fasilitas/bimbingan inisiasi dan promosi air susu ibu eksklusif
7.
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala II dan post partum
8.
Penyuluhan dan konseling
9.
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10. Pemberian surat keterangan kematian, dan
11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Download