Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)
Bayu Chandra Cahyono
Fakultas Kedokteran Universitas Jember,
RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur, Indonesia
PENDAHULUAN
Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang
juga dikenal sebagai ‘club foot’ adalah suatu
gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang
dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai
suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran
klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV
idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai
gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifida maupun atrofi muskular
spinal. Bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam keadaan normal.
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan
perawatannya dijelaskan oleh Hipokrates
pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki
dengan lembut untuk kemudian dipasangi
perban. Sampai saat ini, perawatan modern
juga masih mengandalkan manipulasi dan
immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi
serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti
pemasangan gips adalah metode perawatan
modern non-operatif. Cara imobilisasi yang
saat ini mungkin paling efektif adalah metode
Ponseti; metode ini dapat mengurangi perlunya operasi. Walaupun demikian, masih banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.
DEFINISI1-3
Congenital talipes equinovarus adalah fiksasi
kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus.
Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap
daerah plantar.
EPIDEMIOLOGI1,2,4,5
Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras
dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika
Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan
178
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 178
perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral
didapatkan pada 30-50% kasus.
KLASIFIKASI2,4,6
Terdapat banyak klasifikasi CTEV, belum ada
yang digunakan secara universal. Pembagian
yang sering digunakan adalah postural atau
posisional, serta fixed/rigid. Club foot postural atau posisional bukan merupakan club
foot sebenarnya. Sedangkan club foot jenis
fixed atau rigid dapat digolongkan menjadi
jenis fleksibel (dapat dikoreksi tanpa operasi)
atau resisten (membutuhkan terapi operatif,
walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar Ponseti).
Beberapa jenis klasifikasi lain yang dapat
ditemukan, antara lain, adalah klasifikasi
menurut Pirani, Goldner, DiMiglio, Hospital for
Joint Diseases (HJD), dan Walker.
ETIOLOGI1,2,4,5
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa
teori tentang etiologi CTEV antara lain:
a. Faktor mekanik intrauteri
Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan
bahwa kaki bayi ditahan pada posisi
equinovarus karena kompresi eksterna
uterus. Parker (1824) dan Browne (1939)
mengatakan bahwa oligohidramnion
mempermudah terjadinya penekanan
dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b.
c.
Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV
selalu karena adanya defek neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan
elektromiografik.
Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada
11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani &
Sherman menemukan bahwa pada kasus
CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan
plantar; diduga karena defek sel plasma
primer.
d.
Perkembangan fetus terhambat
e.
Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah
fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
f.
Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vaskular
setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV.
Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin
karena berkurangnya perfusi arteri tibialis
anterior selama masa perkembangan.
PATOFISIOLOGI1
Beberapa teori mengenai patogenesis CTEV
antara lain:
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada
fase fibular
b.
Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c.
Faktor neurogenik.
Telah ditemukan adanya abnormalitas
histokimiawi pada kelompok otot peroneus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan
akibat perubahan inervasi intrauterin karena penyakit neurologis, seperti stroke.
Teori ini didukung oleh insiden CTEV
pada 35% bayi spina bifida.
d.
Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti
menemukan adanya jaringan kolagen
yang sangat longgar dan dapat teregang
di semua ligamen dan struktur tendon
(kecuali Achilles). Sebaliknya, tendon
Achilles terbuat dari jaringan kolagen
yang sangat padat dan tidak dapat
teregang. Zimny dkk. menggunakan mikroskop elektron, menemukan mioblast
pada fasia medialis yang dihipotesiskan
sebagai penyebab kontraktur medial.
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:47:38 AM
TINJAUAN PUSTAKA
e.
f.
Anomali insersi tendon (Inclan)
Teori ini tidak didukung oleh penelitian
lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV
yang membuat tampak terlihat adanya
kelainan insersi tendon.
Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan
antara perubahan iklim dengan insiden
CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya
variasi serupa insiden kasus poliomielitis
di komunitas. CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-like condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord
anterior bayi-bayi tersebut.
DIAGNOSIS & GAMBARAN KLINIS2,4,7
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Deformitas serupa dapat ditemui pada mielomeningokel dan
artrogriposis. Lakukan pemeriksaan lengkap
untuk mengidentifikasi kelainan lain. Periksa
kaki bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga
bagian plantar dapat terlihat. Periksa juga
dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus. Pergelangan kaki berada dalam posisi ekuinus dan kaki
berada dalam posisi supinasi (varus) serta adduksi. Tulang navikular dan kuboid bergeser
ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang
kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi
ekuinus, tetapi bagian anteriornya mengalami
rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong; pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti pipi).
Sejalan dengan terapi, tumit akan terisi kembali dan pada perabaan akan terasa lebih
keras (seperti meraba hidung atau dagu).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka
leher talus dapat dengan mudah teraba di
sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup
oleh tulang navikular dan badan talus. Maleolus medialis menjadi sulit diraba dan pada
umumnya menempel pada tulang navikular.
Jarak yang normal terdapat antara tulang navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia
sering mengalami rotasi internal.
GAMBARAN RADIOLOGIS5,8
Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan kalkaneus. Posisi kaki
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 179
selama pengambilan foto radiologis sangat
penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil
dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar
30º dan posisi tabung 30° dari keadaan vertikal. Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi
terhadap plantar sebesar 30º. Gambaran AP
dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki
dorsofleksi dan plantar fleksi penuh. Posisi ini
penting untuk mengetahui posisi relatif talus
dan kalkaneus dan mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
Garis AP digambar melalui pusat dari aksis
tulang talus (sejajar dengan batas medial)
serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus
(sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya
adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang dari
20°, dikatakan abnormal. Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus
CTEV. Seiring dengan terapi, baik dengan
casting maupun operasi, tulang kalkaneus
akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan
talus yang juga mengalami derotasi. Dengan
demikian akan terbentuk sudut talokalkaneus
yang adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah
antara kepala dan badan tulang talus serta
sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°, sedang pada CTEV
nilainya berkisar antara 35° dan negatif 10°.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui
pertengahan tulang navikular dan metatarsal pertama. Sudut dari dua sisi (AP and lateral) ditambahkan untuk menghitung indeks
talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih dari 40°.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan
kaki yang ditahan pada posisi maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat
diandalkan untuk mendiagnosis CTEV yang
tidak dikoreksi.
TERAPI1-3,8,9
Terapi Medis
Tujuan terapi medis adalah untuk mengoreksi
deformitas dan mempertahankan koreksi yang
telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang.
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
•
CTEV yang dapat dikoreksi dengan ma-
•
nipulasi, casting, dan pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan respons
minimal terhadap penatalaksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps
cepat walaupun awalnya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini
dibutuhkan intervensi operatif.
The Pirani Scoring System
Dapat digunakan untuk identifikasi tingkat
keparahan dan memantau perkembangan
kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing
3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot,
kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/
posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi /
degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk
kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border
(CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC)
dan terpajannya kepala lateral talus/uncovering
of the lateral head of the talus (LHT).
A. Curvature of the lateral border of the
foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki
yang tampak melengkung menandakan terdapat kontraktur medial.
Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan
batangan/penggaris di bagian lateral kaki.
Normalnya, batas lateral kaki tampak lurus,
mulai dari tumit sampai ke kepala metatarsal
ke lima. Skor adalah 0 (Gambar 1).
Pada kaki abnormal, batas lateral nampak
menjauhi garis lurus tersebut. Batas lateral
yang tampak melengkung ringan diberi nilai
0,5 (lengkungan terlihat di bagian distal kaki
pada area sekitar metatarsal) (Gambar 2).
Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan tersebut
nampak setinggi persendian kalkaneokuboid)
(Gambar 3).
B. Medial crease of the foot (MC)
Pada keadaan normal, kulit daerah telapak
kaki akan memperlihatkan garis-garis halus.
Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat
memeriksa.
179
4/3/2012 11:47:39 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Lihatlah pada lengkung batas medial kaki. Normalnya, akan terlihat garis-garis halus pada kulit
telapak kaki yang tidak mengubah kontur lengkung medial tersebut. Nilai MC adalah 0 (Gambar 4).
Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau
dua lipatan kulit yang dalam. Apabila hal ini
tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur
lengkung medial, nilai MC adalah 0,5 (Gambar
5).
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan
jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki,
nilai MC adalah sebesar 1 (Gambar 6).
C. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan memperlihatkan lipatan kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit yang lebih
dalam menunjukkan adanya kemungkinan
kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki
dengan lembut saat memeriksa.
Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis halus yang
tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-lipatan
ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan
diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam
posisi dorsofleksi. Pada kondisi ini, nilai PC adalah 0 (Gambar 7).
Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu
atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur
Gambar 1Skor 0
180
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 180
dari tumit, nilai PC adalah 0,5 (Gambar 8).
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit dan hal
tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1 (Gambar 9).
D. Lateral part of the Head of the Talus
(LHT)
Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemeriksa dapat meraba kepala talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang
navikular akan turun menutupi kepala talus,
membuatnya menjadi lebih sulit teraba, dan
akhirnya sama sekali tidak dapat teraba. Tanda
“turunnya tulang navikular menutupi kepala
talus” adalah ukuran besarnya kontraktur di
daerah medial (Gambar 10).
Penatalaksanaan Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada
bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat mematahkan
kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya
rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan
kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan,
kemudian pertahankan posisi ini dengan
Gambar 2 Skor 0,5
Gambar 3 Skor 1
menggunakan “strapping” yang diganti tiap
beberapa hari, atau menggunakan gips yang
diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh
atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian
dipertahankan selama beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi konservatif,
yang antara lain ditandai dengan deformitas
menetap, deformitas berupa rockerbottom
foot, atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui apakah jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten.
Hal ini dikonfirmasi menggunakan X-ray dan
dilakukan perbandingan penghitungan orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini
11-58%.
Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan dari penelitian
kadaver dan observasi klinik oleh dr. Ignacio
Ponseti dari Universitas Iowa.
Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke
arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar
pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan
plantar pedis mengalami fleksi pada
Gambar 4 Nilai MC 0
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:47:40 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 5 Nilai MC 0,5
Gambar 6 Nilai MC 1
Gambar 7 Nilai PC 0
Gambar 8 Nilai PC 0,5
Gambar 10 Perabaan kepala talus
Gambar 9 Nilai PC 1
sendi subtalar. Tujuan pertama adalah
membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang kalkaneus
harus bisa dengan bebas dirotasikan ke
bawah talus. Koreksi dilakukan melalui
lengkung normal persendian subtalus,
dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus
medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan
di bagian lateral kepala talus, sementara
melakukan gerakan abduksi pada kaki
depan dengan arah supinasi.
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 181
2.
3.
Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi. Apabila
ada pes cavus, langkah pertama koreksi
kaki adalah mengangkat metatarsal pertama dengan lembut untuk mengoreksi
cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan
dapat diposisikan abduksi seperti pada
langkah pertama.
Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat
menyebabkan tulang kalkaneus berada
di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan
menetap pada posisi varus, cavus akan
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya bean-shaped foot. Pada akhir
langkah pertama, kaki akan berada pada
posisi abduksi maksimal, tetapi tidak pernah pronasi.
4.
Manipulasi dikerjakan di ruang khusus
setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi, selanjutnya dipasang long leg
cast untuk mempertahankan koreksi
yang telah dilakukan. Gips dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi
tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan tingtur benzoin
181
4/3/2012 11:47:40 AM
TINJAUAN PUSTAKA
5.
7.
Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan
melawan tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya kaki tengah
(midfoot) dan berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom
foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus)
harus diterapi terpisah seperti pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya
harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya kaki tengah.
TERAPI OPERATIF1,8
a. Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
•
Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian
navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi
anterolateral (bagian distal dan medial
sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi
tibiotalus.
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki
maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi
(usaha membuat kaki dalam posisi abduksi)
dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan
kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal,
kebanyakan kasus membutuhkan tenotomi
perkutaneus tendon Achilles secara aseptis.
Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi
lignokain topikal dan infiltrasi lidokain lokal
minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara
membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka pasca-operasi ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan
benang yang dapat diabsorpsi. Pemasangan
gips terakhir dilakukan dengan kaki berada
pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian
gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6.
Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrem) hingga 70°,
kaki sehat diabduksi 45°. Sepatu ini juga
memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan,
kemudian dipakai saat tidur siang dan
malam selama 3 tahun.
ke kaki untuk melekatkan kaki dengan
bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih
memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar
aman saat melepas gips menggunakan
gunting gips. Gips yang dipasang tidak
boleh sampai menekan ibu jari kaki atau
mengobliterasi arcus transversalis. Posisi
lutut berada pada sudut 90° selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi
dapat merendam gips ini selama 30-45
menit sebelum dilepas. Gips dibelah dua,
dilepas menggunakan gergaji berosilasi
(berputar), kemudian disatukan kembali.
Hal ini untuk mengetahui perkembangan
abduksi kaki depan, selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi
serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang
dipasangkan pada lempengan Dennis
182
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 182
•
Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal
ini membuat koreksi kaki dapat bertahan
lebih lama, mencegah adduksi metatarsal
dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan
pada anak usia 2-2,5 tahun, dengan cara
supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi,
pasangkan long leg cast untuk beberapa
minggu.
Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial: insisi ini dapat menyebabkan luka
terbuka, khususnya di sudut vertikal dan
medial kaki. Untuk menghindari hal ini,
beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain:
Tiga insisi terpisah – insisi posterior
arah vertikal, medial, dan lateral
Dua insisi terpisah – curvilinear medial dan posterolateral.
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua kuadran, antara lain:
•
Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis,
fleksor digitorum brevis, ligamen plantaris panjang dan pendek
•
Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavikular
dan subtalar, tibialis posterior, FHL (fleksor halucis longus), dan pemanjangan
FDL (fleksor digitorum longus)
•
Posterior: kapsulotomi persendian kaki
dan subtalar, terutama pelepasan ligamen talofibular posterior dan tibiofibu-
•
lar, serta ligamen kalkaneofibular
Lateral: struktur-struktur lateral, selubung
peroneal, pesendian kalkaneokuboid,
serta pelepasan ligamen talonavikular
dan subtalar
Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur
yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah:
•
Tendon Achilles
•
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
•
Kapsul pergelangan kaki posterior dan
ligamen Deltoid
•
Ligamen tibiofibular inferior
•
Ligamen fibulokalkaneal
•
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
•
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.
Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus
dipisahkan sekitar 20° dari proyeksi lateral.
Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan pemasangan kawat di
persendian talokalkaneus, atau talonavikular
atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan
menggunakan gips. Luka paska operasi tidak
boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan
terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok
(graft) kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien :
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi
dapat dilakukan hanya melalui prosedur
jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony
reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari
persendian kalkaneokuboid [prosedur
Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun,
dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau
arthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit dilakukan,
lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi
reaksi granulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau
sekunder. Dapat juga dilakukan pencangko-
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
4/3/2012 11:47:41 AM
TINJAUAN PUSTAKA
kan kulit untuk menutupi defek luka operasi.
Perban hanya boleh dipasang longgar dan
harus diperiksa secara reguler.
•
Follow-up Pasien
Pin untuk fiksator biasanya dilepas setelah 3-6
minggu. Satelah itu, tetap diperlukan perban
yang dipasangkan dengan sepatu Dennis
Brown selama 6-12 bulan.
DIAGNOSIS BANDING1,2,7,8
•
Postural clubfoot – terjadi karena posisi
fetus dalam uterus. Jenis abnormalitas
kaki ini dapat dikoreksi secara manual.
Postural clubfoot memberi respons baik
pada pemasangan gips serial dan jarang
relaps.
KOMPLIKASI1,8,10
•
Infeksi (jarang)
•
Kekakuan dan keterbatasan gerak: kekakuan yang muncul awal berhubungan
dengan hasil yang kurang baik.
•
Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul
pada teknik kombinasi pelepasan medial
dan lateral.
•
Overkoreksi yang mungkin karena:
•
Pelepasan ligamen interoseum dari
persendian subtalus
•
•
Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
Adanya perpanjangan tendon.
Metatarsus adductus (atau varus) –
suatu deformitas tulang metatarsal saja.
Forefoot mengarah ke garis tengah tubuh,
atau berada pada aposisi adduksi. Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan pemasangan gips serial.
PROGNOSIS1,5,9
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir
dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif. Teknik
Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan
sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata
tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian
besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
75-90%, baik dari segi penampilan maupun
fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang
lebih 81% kasus. Faktor utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang
gerakan pergerakan kaki, yang dipengaruhi
oleh derajat pendataran kubah dari tulang
talus. Tiga puluh delapan persen pasien CTEV
membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir dua pertiganya adalah prosedur
pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat
kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia
lebih dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran
lebih dari 8 cm).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Patel M. Clubfoot [Internet]. 2007 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.emedicine.com
2.
Nordin S. Controversies in congenital clubfoot: literature review [Internet]. 2002 [cited 2008 jul 29]. Available from: www.mjm.com
3.
Soule RE. Treatment of congenital talipes equinovarus in infancy and early childhood [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.jbjs.com
4.
Meidzybrodzka Z. Congenital talipes equinovarus (clubfoot): disorder of the foot but not the hand [Internet]. 2002 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.anatomisociety.com
5.
Anonym. Clubfoot deformity [Internet]. 2005 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.dubaibone.com
6.
Kler J. Treatment methods of congenital talipes equinovarus-three case reports [Internet]. 2005 [cited 2005 Jul 7]. Available from: www.jpn-online.com
7.
Harris E. Key insight to treating talipes equinovarus [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 29]. Available from: www.podiatry.com
8.
Hussain S, Gomal J. Turco’s postero–medial release for congenital talipes equinovarus 2007 [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from: www.gjm.com
9.
Pirani S. A reliable and valid method of assessing the amount of deformity in the congenital clubfoot deformity [Internet]. 1991 [cited 2008 Jul 2]. Available from: www.ubc.com
10. Anonym. Birth defect risk factor series: talipes equinovarus (clubfoot) [Internet]. 2006 [cited 2008 Jul 2]. Available from: www.statehealth.com
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 183
183
4/3/2012 11:47:42 AM
Download