Kajian Atas Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Melalui Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Sebagai Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia By: Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani** Abstract Indonesia has ratified several k i nternational Convention as a safeguard against human rights for persons with disability. Among Convention On The Rights Of Persons With Disabilities / CONVENTION Regarding the Rights of Persons with Disabilities. In addition, the Indonesian government has also set up various efforts to protect human rights and justice for persons with disability, but in fact in Indonesia is still going on violations of human rights for persons with disability, especially in the field of education is still going on. In fact shows that the level of injustice and discriminatory treatment that carried by the disability concerns deep enough. With the persistence of discrimination against persons with disabilities, community or country Indonesia is considered to have deprived of their education. The results showed first, the implementation of the right of higher education for persons with disability in UIN Sunan Kalidjaga Yogyakarta, can be implemented, it can be seen from the percentage of students with disabilities in UIN Sunan Kalidjaga many as 45 people at this time, one of the goals of this country's independence is to the intellectual life of the nation , education is a human right, as well as citizens' constitutional rights implemented by the state. Second, the role of the Government in the Erase Discrimination For the Physically disability is ratified The Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), as the state in ensuring the protection of human rights and fundamental freedoms for all persons with disabilities without discrimination. As an element of a state of law is the guarantee of human rights, in particular the guarantee of the rights of the disabled. Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. E-mail: [email protected]. **Mahasiswa Alumni Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan 2011. Email: [email protected]. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 2 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Abstrak Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional sebagai upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi penyandang Difabilitas. Diantaranya Convention On The Rights Of Persons With Disabilities/ Convensi Mengenai HakHak Penyandang Disabilitas. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah membentuk berbagai upaya perlindungan hak asasi manusia dan keadilan bagi penyandang Difabilitas, namun kenyataannya di Indonesia masih terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM bagi penyandang Difabilitas khususnya di bidang pendidikan hingga saat ini masih terjadi. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa tingkat ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hakhak pendidikan mereka. Hasil penelitian menunjukkan pertama, implementasi hak pendidikan tinggi bagi penyandang difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dapat dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari prosentase mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga sebanyak 45 Orang saat ini, salah satu tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan merupakan hak asasi manusia, sekaligus hak konstitusional warga negara yang dilaksanakan oleh negara. Kedua, Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi Bagi Penyandang Difabilitas adalah meratifikasi The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), sebagai dasar negara dalam menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar semua orang cacat tanpa diskriminasi. Seperti unsur negara hukum adalah adanya jaminan terhadap HAM, khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum disabilitas. Kata Kunci: Difabilitas, Diskriminasi dan HAM. A. Pendahuluan Negara Indonesia adalah negara hukum dimana hukum dijadikan panglima tertinggi untuk mewujudkan suatu kebenaran dan keadilan di Indonesia. Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari hidup manusia dalam hidup bermasyarakat. Sudah merupakan pemahaman umum bahwa negara sebagai asosiasi yang pada hakikatnya merupakan otoritas yang terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan-badan lain yang dilekati wewenag untuk menjalankn fungsi penyelenggara negara. Dalam hal ini negara yang sehari-hari diselenggarakan oleh pemerintah bersama badan elengkapan negara lannya mempunyai kewajiban secara hukum dan moral untuk PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 3 melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara, bahkan harus dapat bertanggungj jawab atas segala tindakan yang dilakukan.1 Sebagai negara berkembang dan memiliki penduduk yang padat terutama di kota-kota besar, Indonesia dipenuhi dengan berbagai permasalahan sosial yang timbul ditengah-tengah masyarakat. Sebagai contohnya Jawa Tengah yang merupakan salah satu provinsi besar dengan penduduk yang padat memiliki permasalahan kejahatan kriminalitas yang tinggi. Kejahatan kriminalitas merupakan salah satu permasalahan yang banyak terjadi di kota-kota besar, dari mulai pencurian, penculikan, pelecehan seksual, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan banyak sekali kita temui. Banyaknya kejahatan yang terjadi tentunya sangat meresahkan serta mengganggu keamanan dan ketentraman warga masyarakat. Sebagai upaya penanggulanagn kejahatan-kejahatan tersebut maka aparat penegak hukum harus bertindak tegas dalam memberantas kejahatan-kejahatan tersebut. Penyelenggara negara dilekati tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya maka salah satu kewajiban penyelenggara negara yang paling urgent dalam hal ini adalah menghormati, melindungi, dan melakukan pemenuhan terhadap HAM khususnya bagi para penyandang difabel. Sebagai warga Negara yang bijak, kedudukan, hak dan kewajiban peran difabel adalah sama dengan warga Negara lainnya. Hal ini sesuai dengan amandemen UUD 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia, ini menandakan bahwa Negara kita telah memberikan perhtian yang sungguh-sungguh kepada harkat dan martabat manusia dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Undang-undang No. 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention On The Rights Of Person With Disabilities diterangkan bahwa setiap Negara diwajibkan untuk merealisasikan hak yang termuat dalam konvensi melalui penyesuaian peraturan perundangundangan, hukum, dan administrasi dari setiap Negara, termasuk mengubah peraturan perundangan, kebiasaan, dan praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, baik perempuan maupun anak, menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan serta pendidikan, pekerjaan, politik, olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi.2 1Bambang Purnomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), hlm. 13. 2Lihat ww.bphn.go.id/data/documen/lit-2011-2.pdf, diakses pada hari senin 25 Agustus 2014 pukul 22:15 WIB PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 4 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Di dalam konvensi Hak-hak penyandang disabilitas CRPD (Convention on the Rights of Person with Disabilities) Pasal 5 menerangkan bahwa “negara menjamin kesetaraan perlindungan hukum bagi setiap orang dan melarang segala bentuk diskriminasi atas dasar difabilitas”.3 Undang-Undang No. 4 Taun 1997 Pasal 9 juga mengatur tentang perlindungan disabilitas yang berbunyi “setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Indonesia sebagai negara hukum dan menjunjung tinggi prinsip persamaan di hadapan hukum dan penghapusan segala bentuk diskriminaasi, prinsip-prinsip tersebut diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Mandat dalam substansi kedua pasal tersebut juga berlaku bagi difabel sesuai dengan mandat UNCRPD mengenai prinsip kesetaraan pengakuan di hadapan hukum Pasal 12 dan akses terhadap keadilan Pasal 13 amanah tersebut juga dikukuhkan dalam Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia yang menyatakan “ setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperolah perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”.4 Difabel di Indonesia khususnya masih banyak kita temui stigma negatif terhadap penyandang difabel, menganggap mereka para kaum difabel adalah kaum yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Faktanya, sampai saat ini perkembangan masyarakat difabel masih banyak yang tertinggal, karena tidak terpenuhi hak-haknya, banyak terjadi diskriminasi para penyandang difabel dan masih rendahnya sosialisasi tentang informasi hak-hak penyandang difabel. Jumlah difabel di Indonesia pada tahun 2012 mencapai angka 1.649.247 jiwa5, sungguh angka yang sangat besar bagi sebuah Negara dengan populasi penduduk yang padat penduduk. Dari jumlah angka tersebut masih banyak kaum difabel yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah bahkan akibat kesesatan pola fikir masyarakat akan difabel, terjadilah implikasi berupa berbagai tindakan diskriminatif yang berlangsung di semua sektor kehidupan, terutama menyangkut kehidupan pokok seperti pendidikan, pekerjaan mata pencaharian, kesehatan, aksesibilitas penggunaan fasilitas umum, dan sektor lainnya. Ujung-ujung dari segala tindakan diskriminatif tersebut adalah tidak adanya kepastian hukum yang melindungi hak asasi 3Johan Pahlevi, dkk, Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2012), hlm.12 4M. Syafiie,dkk, Potret Difabel Berhadapan Dengan Hukum, (Yogyakarta: SIGAB, 2014), hlm 131. 5 Ibid. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 5 para difabel. Di Indonesia pada Tahun 2011 lalu tercatat 4.845 kasus pemerkosaan yang dialami oleh kaum difabel, dan di Yogyakarta sendiri terdapat 43 kasus korban perkosaan dan 39 kasus pelecehan seksual.6 Menurut hasil sensus SIGAB ada 8 kasus pemerkosaan terhadap difabel pada Tahun 2014, dan ada 30 kasus terkait dengan trafiking difabel.7 Kaum difabel sering sekali menjadi korban tindak pidana bahkan pelakunya hanya orang-orang terdekat saja, seringkali perempuan yang menjdai korbannya, kebanyakan dari mereka mendapat diskriminasi dan pelecehan seksual bahkan pemerkosaan, karena sebagian orang berpandangan bahwa perempuan itu lemah dan tidak bida berbuat apaapa. Perempuan difabel sering sekali mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya, banyak dari mereka menjadi korban pemerkosaan orang-orang terdekat bahkan keluarganya sendiri, karena keterbatasan mental dan fisik mereka dengan mudahnya perempuan banyak menjadi korban. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional sebagai upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi penyandang Difabilitas. Diantaranya Convention On The Rights Of Persons With Disabilities/ Convensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah membentuk berbagai upaya perlindungan hak asasi manusia dan keadilan bagi penyandang Difabilitas, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2007 Tentang Santunan Dan Tunjangan Cacat Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Convention On The Rights Of Persons With Disabilities, ditambah penguatannya melalui berbagai undangundang, namun kenyataannya di Indonesia masih terjadi pelanggaranpelanggaran terhadap HAM bagi penyandang Difabilitas khususnya di 6http://www.jogjainfo.net/212/02/seribu-tangkai-bunga-anti perkosaan.html?m=1 , diakses pada hari senin 25 Agustus 2014 pukul 23:14 WIB PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 6 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... bidang pendidikan hingga saat ini masih terjadi.8 Dalam kenyataan menunjukkan bahwa tingkat ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hak-hak pendidikan mereka. Apalagi melihat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia semakin meningkat secara signifikan. Jumlah penyandang disabilitas menurut Organisasi Kesehatan Dunia dalam Laporan Dunia tentang kecacatan adalah sekitar 15% dari total penduduk di negaranegara dunia. Sehingga jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan sejumlah 36.150.000 orang atau 15% dari jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa.9 Selain itu, fasilitas jalan dan alat penunjang pembelajaran di berbagai perguruan di Indonesia tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Diskriminasi juga terjadi pada pelaksanaan ujian. Tunanetra tidak dapat 8Upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi kaum Disabilitas di Indonesia, sejauh ini belum selesai dengan harapan masyarakat. Pernyataan ini di dukung oleh argumentasi berupa dirilisnya persyaratan SNMPTN pada website resmi yang dikelola Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 dan Mjelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia. Pada rilis tersebut disebutkan bahwa syarat calon peserta SNMPTN 2014 tidak tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, dan tidak buta warna keseluruhan maupun sebagian. 9Tim Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang Hakhak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta. Lihat juga Data survey ICF Kemensos 2012 menginformasikan bahwa 74% orang difabel tidak bekerja dan hanya 26% yang bekerja. Studi ini lebih lanjut mendata bahwa kelompok difabel yang bekerja mayoritas sebagai petani (39%), buruh (32%) dan jasa (15%). Sektor pekerjaan yang paling sedikit menyerap pekerja difabel adalah BUMN/BUMD (0,1%) dan PNS/Polri/TNI (1,3%). Data ini menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah untuk memberi peluang kerja bagi kelompok difabel memang belum terlihat jelas. Untuk data Sul-Sel, terdapat 26.711 penduduk difabel tidak bekerja atau sekitar 77% dari jumlah total warga difabel yang terdata. Survey ICF Kemensos Tahun 2013 di 14 provinsi kembali menyajikan data mencengangkan. Hampir 60% dari anak difabel usia sekolah tidak mengecap bangku sekolah. Sementara bagi mereka yang beruntung bersekolah, sebagian besar dari mereka atau 75% anak difabel hanya menyelesaikan studinya di tingkat SD. Jika dikaji lagi lebih dalam, berdasarkan data Susenas 2006 dan data Kemensos (2012) maka hanya 12% anak difabel yang bersekolah di tingkat SD. Data lain yang menarik, berdasarkan data Depdiknas (2011/2012) terdapat sekitar 4.929 Sekolah Luar Biasa (SLB) swasta dan negeri pada jenjang TK sederajat sampai SMU sederajat dengan jumlah kelas (fisik) 28.914 ruangan. Penyebaran siswa terbagi 27% terdaftar di sekolah negeri dan 73% di sekolah swasta. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 7 secara mandiri melakukan ujian tengah maupun ujian akhir semester, misalnya dalam mengerjakan soal, karena dianggap tidak cakap. Sehingga harus menguasakannya kepada orang lain (yang bukan tunanetra) dan memberikan kuasa tersebut harus disahkan oleh dosen.10 Padahal setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan secara merata dengan keunggulan (excellence) dan penyeimbangan (equity) antara pemanfaatan (acces) dengan prestasi (achievement).11 Tujuan yang mulia ini akan dapat tercapai apabila dilakukan aktivitas pendidikan yang bertanggung jawab dan terjaminnya kualitas akademik pada desain, manajemen proses pendidikan, bertumpu pada konsep pertumbuhan, pengembangan, pembaharuan, dan kelangsungannya sehingga penyelenggaraan pendidikan harus dikelola secara profesional. Bidang pendidikan yang menjadi tumpuan harapan banyak pihak untuk dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas, kerap terengah-engah karena dihadapkan pada persoalan serius akibat perkembangan yang terus-menerus dan sangat cepat.12 Secara yuridis-filosofis, tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.13 Ada beberapa hal penting terkait ratifikasi Konvensi tersebut. Pertama, pengakuan bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang. Kedua, penyandang disabilitas harus memiliki kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam proses pengambilan 10Fenomena dan kejadian tersebut, sering ditemukan dan lihat secara langsung di lingkungan kampus negeri Yogyakarta, karena penyusun aktif dalam sebuah komunitas sanggar online, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muladi (ed.), Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 260-261. 11Zainudin, Reformasi Pendidikan: Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.30. 12Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm.34. 13 Ibid., Pasal 1 PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 8 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... keputusan mengenai kebijakan dan program, termasuk yang terkait langsung dengan mereka. Ketiga, pentingnya aksesibilitas kepada lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan pendidikan, serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan penyandang disabilitas menikmati sepenuhnya semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.14 Dari latar belakang di atas, maka upaya perlindungan terhadap hakhak disabilitas merupakan sebuah keniscayaan. Untuk itu, segala bentuk diskriminasi, harus dihapuskan. Asumsi, persepsi, dan cara pandang terhadap penyandang cacat harus diubah.15 Hal ini tentu menjadi kewajiban pemerintah Indonesia untuk secara penuh menghormati, melindungi serta memenuhi hak-hak kaum disabilitas di Indonesia. Berangkat dari konsep negara hukum, penyusun hendak melakukan sebuah kajian secara mendalam mengenai Kajian Atas Hak Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pasca Berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Sebagai Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia. B. Hak Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Pasca Berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Kaum difabel merupakan orang yang mempunyai perbedaan fisik atau mental, yang dapat mengganggu untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, istilah difabel berasal dari bahasa Inggris dengan asal kata 14Habib Shultan Asnawi, “Politik Hukum Perlindungan HAM di Indonesia: Studi Upaya Mewujudkan Keadilan Kaum Perempuan di Bidang Kesehatan dan Pendidikan” Jurnal Ilmiah Cakrawala, Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Tahun 2013, hlm.1. Lihat juga Abdul Qodir Jaelani, “Meletakkan Pancasila Sebagai Etika Bersama Untuk Memahami Multikulturalisme Bangsa Indonesia” Naskah Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2013, hlm.3. Baca juga Abdul Qodir Jaelani, Urgensi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Dalam Membangun Pradigma Hukum Progresif di Indonesia Dalam Mahasiswa dan Masa Depan Bangsa (Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2014), hlm.75. Abdul Qodir Jaelani, Kontrobusi Pengembangan Kurikulum Integrasi-Interkoneksi Dalam Membangun Pendidikan Berkarakter di Indonesia, “Penelitian Kompetitif” Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2014, hlm.17. 15 Kompas: http://www.kaskus.co.id/showthread.php. 07/04/12.. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 9 different ability, yang bermakna manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah tersebut digunakan sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang mempunyai nilai rasa negatif dan terkesan diskriminatif. Istilah difabel didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan.16 Respon negatif masyarakat terhadap kelompok difabel tidak berubah meski telah terjadi pergeseran peradaban masyarakat. Namun seiring dengan munculnya gerakan-gerakan sosial di barat pada dekade 60an dan 70an yang banyak mengusung isu hak asasi, dmokratisasi dan kritikan terhadap kapitalisme, maka muncul pendekatan baru dalam kajian disabilitas yang sering disebut dengan socia model of disability. Pendekatan ini menggaris bawahi bahwa difinisi difabel, dan perlakuan manusia terhadap kaum difabel adalah kontruksi sosial. Dengan kata lain marjinalisasi/diskriminasi terhadap kaum difabel secara akademik, sosial disebabkan oleh keberadaan difabelitas itu sendiri tetapi lebih pada bagaimana masyarakat memandang, mendifinisikan, dan memberlakukan kaum difabel. Ketika menengok gambaran di Indonesia ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hak-hak hidup mereka. Apalagi melihat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia semakin meningkat secara signifikan. Jumlah penyandang disabilitas menurut Organisasi Kesehatan Dunia dalam Laporan Dunia tentang kecacatan adalah sekitar 15 % dari total penduduk di negara-negara dunia. Sehingga jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan sejumlah 36.150.000 orang atau 15% dari jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa. 17 Di UIN Sunan Kalijaga dari segi fisik bangunannya, sarana dan prasarananya telah menyediakan akses untuk difabel. Secara fisik di gedung perpustakaan pusat telah didirikan difabel corner untuk menjamin aksesibelitas bagi para pengguna perpustakaan yang difabel, khususnya mahasiswa difabel di UIN. Sementara di Laboratorium Agama, masjid sunan kalijaga telah mengupayakan bangunan masjid supaya aksesibel 16Sugi Rahayu, dkk, Pelayanan Publik Bidang..., hlm 3. Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta. 17Tim PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 10 terhadap berbagai jenis difabel. Saat ini terdapat 46 Mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun mahisiswa tersebut adalah sebagai berikut: No 1 Syaeful Latif Laki-laki Jenis Difabilitas Tunanetra 2 Gilang Perdata Laki-laki Tunanetra 2009 Dakwah 3 Wuri Solikhatun Perempuan Tunanetra 2010 Dakwah 4 Dyah Wita Soka Perempuan Tunanetra 2010 5 Candra Setiawan Perempuan Tunarungu 2011 6 Meta Puspitasari Perempuan Tunadaksa 2010 7 Marwah Rusdiana Perempuan Tunadaksa 2012 Tarbiyah dan Keguruan Ilmu Sosial dan Humaniora Ushuluddin dan Studi Agama Dakwah 8 Faris Ardianto Laki-laki Tunanetra 2012 Dakwah 9 Septiani Anggres Rukmana Mila Widiastutik Endang Setiawati Perempuan Tunarungu 2012 Dakwah Perempuan Tunanetra 2012 Perempuan Tunanetra 2012 M. Furqon Laki-laki Tunanetra 2012 Syariah dan Hukum Tarbiyah dan Keguruan Tarbiyah dan Keguruan 10 11 12 Nama Jenis Kelamin PANGGUNG HUKUM Tahun Masuk 2009 Dakwah Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Fakultas Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Pendidikan Agama Islam (PAI) Sosiologi (SOS) Tafsir dan Hadits (TH) Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Keuangan Islam (KUI) Pendidikan Agama Islam (PAI) Pendidikan Agama Islam (PAI) Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 13 M. Beni Sasongko Laki-laki Tunarungu 2012 14 Deni Yoga Prasetyo Rizki Purna Adi Amanda Sulistyoning rum Irmalia Nur Janah Laki-laki Tunarungu 2013 Tarbiyah dan Keguruan Adab Laki-laki Tunarungu 2013 Adab Perempuan Tunanetra 2013 Dakwah Perempuan Tunanetra 2013 Dakwah 15 16 17 11 Pendidikan Agama Islam (PAI) Ilmu Perpustakaan Islam (IPI) Ilmu Perpustakaan Islam (IPI) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Ilmu Hukum (IH) 18 Rohmadi Laki-laki Tunanetra 2013 Dakwah 19 Ahmad Tosirin Anaessoburi Ahmad Abdullah Laki-laki Tunanetra 2013 Syariah dan Hukum Laki-laki Tunanetra 2013 Pendidikan Agama Islam (PAI) 21 Anang Supriyadi Laki-laki Tunanetra 2013 22 Lumera Meradipta Agung Warkah Febrian Basrin Indra Kumala Laki-laki Tunarungu 2013 Tarbiyah dan Keguruan Tarbiyah dan Keguruan Sains dan Teknologi Laki-laki Tunarungu 2013 Sains dan Teknologi Biologi (BIO) Laki-laki Tunarungu 2013 Ilmu Komunikasi (IK) 24 Arief Wicaksono Laki-laki Tunarungu 2013 26 Andi Awadi Laki-laki Tunadaksa 2012 Ilmu Sosial dan Humaniora Ilmu Sosial dan Humaniora Ushuluddin 27 Armaditya Wamda Saputra Laki-laki Tunarungu 2013 Dakwah MD 20 23 24 PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Pendidikan Guru Madrasah (PGMI) Matematika (MAT) Sosiologi (SOS) TH Vol.1, No.2, Juni 2015 12 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Muhammad Fuad Gufron Rahmad Arfin Arofat Rika Ramadhani Roy Vatar Hary B Sriyono Swadesa Maharinti Tanti Enggar Pangesti Abdullah Fikri Rahman Agus Priana Laki-laki Tunanetra 2010 Tarbiyah PBA Laki-laki Perempuan Tarbiyah Laki-laki Tunanetra 2012 Ushuluddin TH Laki-laki Tunanetra 2011 Adab SKI Perempuan Tunanrtra 2012 Tarbiyah PAI Perempuan Tunanetra 2010 Adab SKI Laki-laki Tunanetra 2008 Magister Hukum Islam (HI) Laki-laki Tunanetra 2008 Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) Dilihat dari prosentase mahasiswa difabel saat ini, jumlah tersebut tidaklah besar, namun jika melihat kecendrungan bahwa setiap tahun terdapat mahasiswa difabel yang masuk di UIN Sunan Kalijaga, maka membangun sistem pendidikan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga merupakan sesuatu yang harus dilakukan untuk menjalankan amanat konstitusi negara. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri bangsa ini jelas termaktub dalam potongan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD 1945) sebagaimana dikutip di atas, salah satu tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas merupakan salah satu cara tercapainya tujuan tersebut. Karena untuk mencapai kemajuan pembagunan nasional, faktor pendidikan merupakan suatu conditio sine qua non. Bahwa semangat reformasi yang kini tertuang pada UUD 1945 telah mengukuhkan pendidikan sebagai salah satu Hak Konstitusional. Hak tersebut dikonstruksikan kedalam 2 (dua) kategori, yakni sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, melalui Pasal 28C, ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 13 kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikandan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1), yang menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Bahwa selain sebagai hak asasi manusia, pendidikan juga merupakan hak konstitusional warga negara berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan: (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasardan Pemerintah wajib membiayainya.” (3) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang.” (4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” (5) “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” UIN Sunan Kalijaga telah berusaha menyediakan fasilitas tekhnologi informasi untuk memudahkan mahasiswa difabel memperoleh pengetahuan dan memperlancar proses belajar mengajar. Diantaranya fasilitas-fasilitas standar yang sudah dipenuhi antara lain: 1. Mahasiswa Tuna Netra a. Monitor dngan screen lebar (17-21 inch atau lebih), hadware: CCTV b. Screen Magnification: Sofware pembesar zoom yang mampu melakukan zoo sampai 400% c. Braile Translator: Mengubah teks electronic menjadi teks Braille (sofware: Duxbury, Hot Dots) d. Printer Braille (Hardware: Versa Point, Romeo, Braille Blazer) e. Portable Keyboard braille dan Speech Output (Hadware: Braille mate) PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 14 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... f. Document Reader: yaitu program yang menyuarakan teks pada monitor. 2. Mahasiswa Tuna Rungu a. Subtitle/Caption: Program yang bisa menghadirkan captioning (Sofware: RealPlayer) b. Computer Pencatat (Note taker computer system): Program ini merupakan program penghubung dari dua laktop. Lakto pertama ada di tangan mahasiswa yang mencatat kuliah dosen (teman kelas), tulisan yang ada di laktop tadi otomatis ada di laktop kedua yang ada di tangan mahasiswa tuna rungu. Program ini memungkin mahasiswa tuna rungu mendapatkan/mendengarkan langsung kuliah dosen dan mengajukan pertanyaan langsung secra lisan dan tertulis. 3. Mahasiswa dengan difabelitas fisik di tangan atau kaki a. Ergonomic Adjustment: Meja kursi, serta piranti komputer yang bisa disesuaikan dengan kemampuan mobilitas mahasiswa (diturunkan, direndahkan, atau diputar), document stand. b. Keybord khusus: program yang dirancang untuk mengembangkan fungsi keyboard sehingga memungkinkan mahasiswa mengetik dengan satu tangan, atau memunculkan keyboard visual di monitor. c. Mouse Khusus: mouse yang berupa tongkat atau wireless atau mouse yang bisa digerakkan oleh kaki. d. Kontrol Suara: Program yang menggantikan fungsi keyboard dan mouse yang memungkinkan untuk mengoprasikan computer dengan suara, terutama untuk control menu dan toolbars. UIN Sunan Kalijaga juga telah menyediakan beberapa peralatan untuk mendukung kelancaran aktifitas mahasiswa difabel. Oleh karena jenis difabilitas mahasiswa UIN Sunan Kalijaga adalah tuna netra, tuna rungu dan tuna daksa. C. Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi Bagi Penyandang Difabilitas Sebagai Upaya Melindungi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dalam Konsep Negara Hukum Di Indonesia Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106 tentang Convention on the Rights of Persons with PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 15 Disabilities. Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan mengatur langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut. Mengingat pentingnya menghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan memajukan HAM penyandang disabilitas, pemerintah Indonesia pun menandatangani Resolusi pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Komitmen Indonesia selanjutnya dibuktikan dengan meratifikasi Konvensi tersebut yang kemudian dituangkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) dan telah disahkan pada hari Selasa 18 Oktober 2011.18 The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) 19 ini merupakan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) pertama yang secara komprehensif membicarakan dan memberikan perhatian pada kebutuhan orang-orang dengan segala jenis kecacatan (disabilitas). Konvensi ini terbentuk berdasarkan pada pertimbangan prinsip-prinsip Piagam PBB yang mengakui, memajukan, serta melindungi harkat-martabat yang melekat dan hak-hak yang setara yang tidak dapat dicabut dari semua anggota umat manusia sebagai dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia. 18Indonesia secara resmi telah menyampaikan instrumen ratifikasi Konvensi Hakhak Penyandang Disabilitas kepada PBB pada 30 November 2011. Penyampaian itu dilakukan setelah DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 18 Oktober 2011 yang menyetujui secara aklamasi RUU tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas menjadi Undang-Undang. Dengan disahkannya Undang-Undang tersebut, maka Indonesia menjadi negara ke-107 yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Indonesia sebagai Negara Pihak dari Konvensi akan memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi, yaitu melakukan berbagai penyesuaian dalam penanganan kelompok masyarakat disabilitas di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mencakup antara lain penyediaan aksesibilitas dan perubahan pola pikir pada tingkat pembuat kebijakan serta masyarakat umum guna mewujudkan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Lihat: http://www.kemlu (kementerian luar negeri).go.id/Pages/News. 06/06/12 19Terbentuknya CRPD oleh PBB banyak dipengaruhi oleh beberapa instrumen internasional yang telah berlaku sebelumnya, antara lain: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948, Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat Tahun 1993, UNESCO Tahun 1960-Konvensi Menentang Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan, Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua Tahun 1990 serta Stavanger Tahun 2004. Lihat www.kumham.jogja.info. Dipublikasikan oleh: Serafina Shinta Dewi (Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 16 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Indonesia meratifikasi CRPD berdasar pada kewajiban negara pihak dalam menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar semua orang cacat tanpa diskriminasi. Seperti diketahui, salah satu unsur negara hukum adalah adanya jaminan terhadap HAM, khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum disabilitas.20 Yang dimaksudkan dengan negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan pada hukum. Sifat negara hukum yang khas adalah adanya jaminan perlindungan HAM, yang menjadi dasar kekuasaan kenegaraan dan diletakkan kepada hukum sehingga pelaksanaan kekuasaan ini ditempatkan di bawah kekuasaan hukum.21 Tindakan pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ini merupakan cerminan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia untuk semua, termasuk para penyandang disabilitas. Sebagian ketentuan Konvensi yang terkait dengan hak-hak sipil penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. Namun demikian, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya penyandang disabilitas, termasuk penyediaan akses di berbagai bidang, dapat direalisasikan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan sumber daya nasional.22 Komitmen pemerintah Indonesia terhadap perlindungan HAM khususnya penyandang disabilitas yang tertuang dalam regulasi hukum UU No. 19 Tahun 2011 tersebut, tentu menjadi harapan besar bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengakuan hukum, pelayanan publik, keadilan, kesetaraan serta terbebas dari perlakuan diskriminasi. Dalam Konvensi dikatakan bahwa penyandang disabilitas adalah orangorang yang memiliki disabillitas fisik, disabilitas intelektual, mengalami kesalahan kejiwaan, disabilitas sensorik, seperti tuna rungu wicara, dan tuna netra.23 Tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar 20Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia: Studi Ratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities)”, Jurnal Sosio-Religia, Vol.10, No.1 Februari 2012, hlm.1. 21Ibid.,hlm.2. 22Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas ini merupakan perjanjian HAM pertama yang paling lengkap dan progresif di abad ke-21 dan konvensi HAM pertama yang terbuka untuk organisasi regional. Konvensi ini diadopsi pada tanggal 13 Desember 2006 di Markas Besar PBB di New York. 23 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 17 secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.24 Ada beberapa hal penting terkait ratifikasi Konvensi tersebut. Pertama, pengakuan bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang. Kedua, penyandang disabilitas harus memiliki kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan dan program, termasuk yang terkait langsung dengan mereka. Ketiga, pentingnya aksesibilitas kepada lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan pendidikan, serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan penyandang disabilitas menikmati sepenuhnya semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi, yang kemudian terwujud dalam UU No 19 Tahun 2011, serta diperkuat dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang disabilitas di Indonesia masih mengalami perlakuan diskriminatif, ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Bentuk ketidakadilan bagi kaum disabilitas tercermin pada tidak diberikannya kesempatan yang sama bagi mereka untuk beraktivitas secara bebas. Para penyandang disabilitas sangat sulit untuk mendapatkan akses fasilitas publik, peran politik, akses ketenagakerjaan, perlindungan hukum, akses pendidikan, akses informasi dan komunikasi serta pelayanan kesehatan. Selain itu, fasilitas jalan dan alat transportasi umum di Indonesia tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Diskriminasi juga terjadi pada pelayanan perbankan. Tunanetra tidak dapat secara mandiri melakukan transaksi, misalnya dalam transaksi perbankan, karena dianggap tidak cakap hukum. Sehingga harus menguasakannya kepada orang lain (yang bukan tunanetra) dan memberikan kuasa tersebut harus disahkan oleh notaris.25 Ibid., Pasal 1 (ed.), Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 261. 24 25Muladi PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 18 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hak-hak hidup mereka. Apalagi melihat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia semakin meningkat secara signifikan. Jumlah penyandang disabilitas menurut Organisasi Kesehatan Dunia dalam Laporan Dunia tentang kecacatan adalah sekitar 15 % dari total penduduk di negara-negara dunia. Sehingga jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan sejumlah 36.150.000 orang atau 15% dari jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa.26 1) Upaya Memerangi Diskriminasi HAM di Indonesia Tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan tersebut terkandung visi bangsa Indonesia di bidang HAM yang hendak mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera dengan menegakkan hak asasinya. Untuk mewujudkan visi tersebut, dilaksanakan misi pembangunan di segala bidang, termasuk pembangunan manusia Indonesia yang mengarah kepada perlindungan HAM. Dalam memerangi diskriminasi HAM, pemerintah Indonesia telah mewujudkan komitmennya dengan pembentukan berbagai lembaga dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan, telah dibentuk Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dengan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan UU. No. 39 Tahun 1999. Pembentukan legislasi Anti Kekerasan terhadap Perempuan dengan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, Pembentukan Kantor Menteri Negara HAM pada tahun 1999 yang kemudian digabungkan dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan (Depkumdang), yang berubah menjadi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkumham), dan terakhir 26Tim Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 19 berubah lagi menjadi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Selain pembentukan kelembagaan, pemerintah Indonesia juga telah banyak merumuskan kebijakan perundangundangan yang berkaitan dengan HAM. Meskipun banyak ketentuan hukum Internasional maupun nasional yang menentang secara tegas adanya diskriminasi di bidang HAM, namun dalam kenyataannya pelaksanaannya tidaklah semudah yang diharapkan. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB yang mempunyai kewajiban melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum internasional di bidang HAM ternyata belum semuanya bisa diimplementasikan dalam peraturan hukum nasionalnya. Negara Indonesia sudah berusaha sedemikian rupa ingin melindungi HAM para warga negaranya. Bahkan pada tingkatan konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi, amandemen kedua UUD 1945 telah mewujudkannya.27 Dengan diaturnya HAM di dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD 1945, hal itu telah menjadi landasan konstitusional bagi perlindungan HAM di Indonesia. Demikian juga dengan keberadaan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan kemudian disusul dengan diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM serta diperkuat dengan meratifikasi Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas semakin menegaskan dan membuktikan komitmen pemerintah Indonesia terhadap arti penting perlindungan HAM, khususnya perlindungan terhadap hak-hak kaum disabilitas.28 Hal ini juga semakin menegaskan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara yang berkomitmen terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia. Namun upaya memerangi diskriminasi HAM tidak selesai atau cukup hanya dengan mengaturnya dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun instrumen hukum nasional. Disadari bahwa instrumen 27Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.13. Selain itu, Indonesia sebagai anggota PBB juga telah meratifikasi ketentuan internasional di bidang HAM dengan UU maupun Peraturan Pemerintah. Instrumeninstrumen yang telah diratifikasi antara lain: Konvensi Hak Politik Wanita, Konvensi Hak Anak, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Diskriminasi Rasial, Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Lihat Rudi M. Rizki, “Hak Asasi Manusia” Makalah Training Hukum HAM pada Fakultas Hukum PT Negeri dan Swasta di Indonesia, PUSHAM UII-NCHR Univ. Oslo Noray, 3-7 April 2006., hlm. 5. 28 PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 20 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... hukum menjadi tidak berarti jika tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. 2) Perlindungan Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam Konsep Negara Hukum di Indonesia Perlindungan HAM erat kaitannya dengan perlindungan hukum bagi rakyat, karena pada dasarnya perlindungan hukum merupakan suatu langkah konkret untuk menguatkan HAM dalam hukum positif. Dengan demikian, perlindungan HAM tidak cukup dengan instrumen normatif namun juga harus dilengkapi dengan mekanisme kelembagaan. Maka dari itu, selain dari hukum positif, HAM juga harus dilindungi melalui lembaga hukum. Dalam konteks memberikan perlindungan hukum untuk kedudukan dan hak, kewajiban dan peran para penyandang disabilitas, Pemerintah diantaranya berkewajiban untuk melindungi dan memberikan hakhak aksesibilitas. Aksesibilitas bagi penyandang cacat (disabilitas) merupakan hal yang sangat penting untuk diwujudkan, ia merupakan bentuk kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam aspek kehidupan dan penghidupan.29 Jaminan aksesibilitas bagi disabilitas selain secara lengkap, rinci dan khusus tercantum dalam UU No. 19 Tahun 2011, secara umum juga diatur dalam Pasal 41, 42 dan 54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan: Pasal 41: “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Setiap penyandang cacat (disabilitas), orang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus” Pasal 42 “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik atau caat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Pasal 54 “Setiap anak yang cacat fisik atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya 29 Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.15. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 21 negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkat percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Selain bentuk perlindungan sebagaimana di atas, Pasal 28 H UUD 1945 menyebutkan bahwa: “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Selanjutnya, kemudahan bagi disabilitas juga dapat ditemukan dalam peraturan yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu-lintas, pelayaran dan penerbangan. Peraturan tersebut memberikan jaminan kesamaan kesempatan terhadap penyandang disabilitas pada bidang-bidang yang menjadi cakupannya, dan dalam rangka memberikan kemudahan-kemudahan (aksesibilitas) di bidang apapun tanpa diskriminasi.30 Meskipun berbagai perlindungan hukum mengenai jaminan terhadap hak-hak kesetaraan kaum disabilitas sudah cukup memadai, namun pemberian akses bagi kaum disabilitas di Indonesia belum sepenuhnya dapat terwujud. Perlakuan diskriminatif masih kerap dirasakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas tidak bisa memperoleh akses yang sama dengan masyarakat lain baik di bidang sosial, pendidikan, politik, perlindungan hukum, akses komunikasi informasi dan transportasi, karena para penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Mungkin dalam hal kebijakan sudah cukup bagus, namun pada tingkat implementasi masih kurang dan banyak dari oknum pemerintah yang masih terkesan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas; persepsi dan paradigma mereka masih jauh dari harapan, bahwa harus ada persamaan pemberlakuan penyandang disabilitas dengan masyarakat pada umumnya.31 Menurut data 1,48 juta atau 6,7% jumlah penduduk Indonesia lebih banyak di pedesaan. Untuk menjangkau permasalahan disabilitas di pedesaan, program yang strategis adalah melalui Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM). Jumlah penyandang disabilitas tidak seimbang dengan fasilitas dan sarana penunjang 30Ibid. 31Rahmadhani: http://www.rrimakassar.com/penyandang-disabilitas-rasakandiskriminasi-pemerintah.html: 08/06/12 PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 22 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... untuk mendukung kreativitas. Data WHO, 10% dari jumlah penduduk dunia merupakan penyandang cacat. Dengan jumlah penduduk sebesar ini, keberadaan institusi formal yang mampu memberikan sistem pelayanan terhadap penyandang disabilitas masih sedikit dan sulit dijangkau. Karena itu, keberadaan institusi non-formal yang memberikan rehabilitasi sangatlah membantu para penyandang cacat dalam mencapai kemandirian sesusai kemampuan yang masih dimilikinya. Saat ini jumlah Penyandang Cacat di Indonesia sudah mencapai 1.544.184 jiwa, dan yang diberdayakan sudah sekitar 7000 jiwa, untuk itu dengan adanya RBM ini bisa mengoptimalkan dan memberdayakan tenaga kerja untuk para penyandang disabilitas secara optimal dan manusiawi tanpa diskriminasi.32 Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat bagi penyandang disabilitas adalah Program Pembinaan Wilayah dalam hal pencegahan kecacatan, deteksi dan rehabilitasi penyandang disabilitas, yang meliputi rehabilitasi pendidikan, kesehatan, sosial dan keterampilan. Pembinaan berarti pemindahan pengetahuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas, keluarga penyandang cacat dan masyarakat di wilayah binaan RBM. Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia masih memerlukan dukungan agar bisa terwujud dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit hambatan dan tentangan untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan dimana kesetaraan hidup dapat terwujud dengan baik. Semua program-program di atas merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM dalam hal ini adalah hak-hak para penyandang disabilitas. Kewajiban pemerintah tidak hanya berhenti kepada kebijakan formulatif (peraturan perundang-undangan) saja, namun kebijakan aplikatif serta kebijakan eksekutif. Aspek hukum yang menjamin perlindungan hak-hak disabilitas dari segi jumlah perundang-undangan di Indonesia sudah cukup memadai. Namun perumusannya lebih banyak yang bersifat negatif. Perumusan negatif bagi disabilitas adalah misalnya jaminan hak di bidang kesejahteraan sosial, perkeretaapian, lalu-lintas jalan, penerbangan, pelayaran, 32Kementerian Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial 2011: “Aliansi Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat Bagi Disabilitas Indonesia” dipublikasikan oleh Tira pada 23 Maret 2011: http://rehsos.depsos.go.id/modules. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 23 kesehatan dan pendidikan. Sedangkan perumusan positif, yaitu kewajiban untuk memberikan aksesibilitas bagi penyandang cacat antara lain ada pada ketentuan tetang perlindungan anak, bangunan gedung, dan ketenagakerjaan; padahal pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi administrasi.33 Banyaknya peraturan perundang-undangan yang belum dapat dilaksanakan terjadi karena pengaruh dari aspek struktur dan budaya hukum di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan affirmative action, untuk mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan khusus. Aksi ini mengarah kepada penyadaran kepada publik akan pahamnya terhadap konsep HAM khususnya bagi penyandang disabilitas dan kewajiban mereka untuk berperan aktif dalam berinteraksi sosial sehat dan wajar. Selain itu, pemerintah perlu mengadakan kegiatan serta sosialisasi yang bermisi pola penyadaran kepada para penyandang disabilitas itu sendiri. Di Indonesia hanya sedikit penyandang disabilitas yang mempunyai kesadaran akan hak-haknya dan gigih dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya. Kendala yang paling utama adalah perasaan inferior yang merupakan problem psikologis yang cenderung dimiliki oleh kebanyakan penyandang disabilitas terutama mereka yang tinggal di pedesaan serta pelosok-pelosok dan yang tidak mengenyam dunia pendidikan yang lebih tinggi. Perasaan inferior karena problem atau keterbatasan fiskal dan paradigma menerima kondisi apa adanya yang menimpanya seakan menjadi legitimasi untuk tidak berfikir kritis, berjuang lebih keras, tidak mudah menyerah dan bersikap wajar. Hambatan-hambatan psikologis inilah yang pertama kali harus dihilangkan. Para penyandang disabilitas perlu sadar terhadap hak-hak kesetaraan yang ada pada dirinya. 3) Falsafah dan Sistem Pendidikan Di Indonesia Penindasan selalu memberikan pelajaran dan trauma bagi korbannya. Ungkapan inilah yang mendasari para pendiri bangsa Indonesia, ketika pertama kali bangsa Indonesia berhasil menjebol kerangkeng penjajahan. Karenanya, ungkapan ungkapan 33 Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.17. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 24 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... bernuansakan ideologi pembebasan menjadi sebuah pijakan yang kuat. Dorongan untuk bebas dan merdeka ini kemudian tercermin pada UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukan negara Indonesia. Semangat anti penindasan dan kolonialisme dalam konstitusi itu kemudian membebankan kewajiban kepada negara untuk memenuhi seluruh hak-hak rakyatnya. Secara jelas dan tegas.34 Pembukaan UUD 1945 menyatakan, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia”. Salah satu kewajiban yang dibebankan kepada negara adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam upaya negara “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pendidikan menjadi proses penting dalam regenerasi bangsa guna menciptakan sumber daya manusia yang tangguh untuk melanjutkan keberlangsungan dan tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Sebab itu, penyelenggaraan pendidikan tidak bisa lepas dari perspektif manusia dan kemanusiaan. Pengutamaan faktor manusia dalam proses pendidikan tersebut diharapkan mempunyai implikasi bagi pengembangan kehidupan masyarakat baik secara sosial, kultural, ekonomi, ideologi dan sebagainya.35 Berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia bukan hanya sekadar hidup (to live) tetapi juga bereksistensi (to exist), sehingga memiliki kebebasan dalam memilih dan melakukan tindakan. Oleh karenanya, menghasilkan manusia yang merdeka, pendidikan 34Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 20. 35Ibid. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 25 harus menjadi bagian dari proses pembebasan dan pemberdayaan. Pengembangan wacana manusia yang merdeka adalah ideal dari pendidikan sesungguhnya. Wacana ini mesti menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan yang bervisi pemberdayaan. Sudah menjadi semacam postulat bahwa wahana yang paling strategis bagi pengembangan manusia yang mempunyai mentalitas merdeka dan empowered adalah pendidikan.36 Secara umum, tujuan pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya. Beberapa tokoh besar dunia pernah mengutarakan tujuan pendidikan dalam berbagai kajiannya. Plato dalam bukunya Republik menyatakan, “Tujuan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari tujuan negara. Karena itu pendidikan dan politik tidak bisa dipisah-pisahkan. Selanjutnya sarana untuk mencapai rakyat adil dan bahagia (kebahagiaan setinggi-tingginya bagi jumlah orang sebanyak-banyaknya) ialah pendidikan”. Pakar lain yang juga mengkaji masalah tujuan pendidikan adalah Kohnstamm, yang menyatakan, “Tujuan pendidikan ialah membantu seseorang yang tengah berusaha memanusiakan diri sendiri guna mencapai ketentraman bathin yang paling dalam, tanpa mengganggu atau membebani dirinya”. Sementara tokoh besar pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyatakan, “Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggitingginya”.37 Bahwa batasan tentang tujuan dan pengertian pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Dari segi bahasa, pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik, dan berarti pula pengetahuan tentang 36Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,2000), hlm. 25. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 50. 37 PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 26 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya38 Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Bahwa sebagai bangsa modern Indonesia telah menegakkan sistem (tatanan) kebangsaan dan kenegaraannya yang dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nila pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung dan Volkgeist) bangsa Indonesia. Nilai fundamental ini merupakan jiwa bangsa (jati diri nasional, identitas dan kepribadian bangsa); sebagai perwujudan asas kerohanian bangsa. Nilai-nilai fundamental ini bagi bangsa merdeka dan berdaulat ditegakkan dan dikembangkan (dibudayakan) sebagai sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasional.39 Tegasnya, setiap bangsa senantiasa berjuang melalui pendidikan dan pembudayaan untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia berdasarkan pandangan hidup bangsa Indonesia (filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara, ideologi nasional). Tiada bangsa yang berjuang tanpa dijiwai dan dilandasi nilai nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya. Karenanya pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab harus selalu berdasarkan pada pandangan hidup bangsa Indonesia.40 Pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus 38Bahwa berdasarkan Pasal 1 UU Sisdiknas, dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 39Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 50. 40Ibid. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 27 ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi pencapaian nilai budaya sebagai landasan filosopis bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat kecerdasan dalam 41 pemberdayaan yang seoptimal mungkin. Landasan filosofis dalam pendidikan nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia. Filosofis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai: 1) makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya; 2) sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya; dan 3) Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya. Kedua, pandangan filosofis pendidikan nasional di pandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat. Berdasarkan landasan filosofis pendidikan nasional tersebut memberikan penegasan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya mengimplementasikan ke arah:42 1. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memelihara keutuhan bangsa dan negara. 2. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya nation character building bagi bangsa Indonesia. 41Ibid. 42Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis..., hlm.72. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 28 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 3. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan dan demokrasi harus tercermin dalam input-proses penyelenggaraan pendidikan Indonesia. 4. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua warga negara tanpa kecuali. 5. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggung jawab sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia. D. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas Sebagai Kewajiban Negara Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Pendidikan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia. Pengenyaman dan penikmatan hak sosial dan politik, seperti kebebasan atas informasi, kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, hak untuk dipilih dan memilih, atau hak atas kesetaraan kesempatan atas pelayanan publik, tergantung pada sekurangkurangnya suatu tingkat pendidikan minimum. Sejalan dengan itu, banyak hak ekonomi, sosial dan budaya, seperti hak untuk memilih pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk pekerjaan yang setara, hak untuk membentuk serikat buruh atau hak untuk mengambil bagian dalam kebudayaan, untuk menikmati keuntungan kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi berdasarkan, hanya dapat dilaksanakan secara berarti setelah seseorang memperoleh tingkat pendidikan minimum. Pendidikan bertujuan memperkuat hak asasi manusia. Walaupun tujuan dan sasaran system pendidikan mungkin berbeda-beda menurut konteks nasional budaya, politik, agama, sejarah, namun ada kesepakatan PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 29 umum yang muncul dalam hukum internasional bahwa toleransi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan ciri utama dari masyarakat yang berpendidikan. Contohnya, negara-negara yang telah meratifikasi Kovenan EKOSOB, termasuk Indonesia, setuju bahwa “pendidikan haruslah diarahkan pada pengembangan kepribadian manusia sepenuhnya serta rasa memiliki martabat dan hendaknya mengarah pada penguatan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar”. Oleh karenanya, hendaknya pendidikan bertujuan memungkinkan setiap manusia untuk mengembangkan martabat dan kepribadiannya secara bebas, sehingga secara aktif dapat berpartisipasi dalam suatu masyarakat yang bebas dan dapat mengupayakan hidup yang toleran dan menghormati hak asasi manusia; Tujuan dan sasaran pendidikan ini diakui dan ditetapkan dalam UUD, yang mana “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Oleh karenanya, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang”. Hal yang sama juga dideklarasikan dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Universal Pasal 26 ayat (2) yang menyatakan “Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaia. Ketentuan yang secara lengkap, rinci dan khusus tercantum dalam UU No. 19 Tahun 2011, secara umum juga diatur dalam Pasal 41, 42 dan 54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan: Pasal 41: “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Setiap penyandang cacat (disabilitas), orang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus” Pasal 42 “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik atau caat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 30 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Pasal 54 “Setiap anak yang cacat fisik atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkat percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Selain bentuk perlindungan sebagaimana di atas, Pasal 28 H UUD 1945 menyebutkan bahwa: “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Pengakuan dan perlindungan hak atas pendidikan ini berimplikasi pada adanya tanggungjawab dan kewajiban khusus negara untuk menjamin bagi semua orang tanpa diskriminasi dan harus memerangi semua ketidaksetaraan yang ada dan akan muncul dalam mengakses dan mengenyam pendidikan tersebut, baik dengan cara pembuatan peraturan maupun dengan cara-cara lain UUD 1945, UU HAM, Kovenan Ekosob dan Konvensi Hak Anak tersebut menciptakan kewajiban Negara untuk memenuhi hak atas pendidikan melalui tindakan-tindakan langsung. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Kovenan EKOSOB dan Pasal 28 ayat (1) Konvensi Hak Anak, kewajiban-kewajiban ini ditentukan sebagai “kewajiban-kewajiban yang progresif”, yaitu bahwa setiap negara peserta harus berusaha untuk mengambil langkahlangkah untuk mencapai hasil yang maksimal dari sumber daya yang dimilikinya”, dengan tujuan mewujudkan pemenuhan hak yang dimaksud secara progresif. Ketentuanketentuan ini menetapkan beberapa hal berikut sebagai kewajiban atas hasil (obligation to result): 1. Pendidikan dasar hendaknya bebas dan wajib bagi semua. 2. Pendidikan lanjutan hendaknya tersedia dan terjangkau oleh semua orang, disamping itu, pendidikan yang bebas biaya dan bantuan keuangan untuk orang-orang yang membutuhkan hendaknya dilakukan secara progresif. 3. Pendidikan tinggi hendaknya dapat dijangkau oleh semua orang berdasarkan pertimbangan kemampuannya; pendidikan yang bebas biaya hendaknya diupayakan secara progresif. 4. Pendidikan dasar hendaknya diintensifkan pelaksanaannya bagi orangorang yang tidak memperoleh pendidikan dasar yang lengkap. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 31 5. Program-program pendidikan khusus hendaknya diadakan bagi penyandang cacat. 6. Pemberantasan buta huruf dan kebodohan. Bahwa pendidikan, khususnya pendidikan tinggi merupakan hak konstitusional, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, pada alinea keempat pembukaannya, dinyatakan bahwa “....Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsadan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia....”; Selain dari pembukaan UUD 1945, ketentuan Pasal 28C, ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1), yang menyatakan “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” serta sebagai hak asasi manusia, pendidikan juga merupakan hak konstitusional warga negara berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya.” (3) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” (4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” (5) “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”: Pelaksanaan dari hak atas pendidikan tinggi tersebut dilaksanakan oleh Perguruan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri merupakan salah PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 32 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... satu bentuk pelaksanaan hak konstitusional tersebut oleh negara, dalam hal ini oleh Pemerintah c.q Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Perguruan Tinggi Negeri sejatinya merupakan milik publik untuk memenuhi kepentingan umum, dalam hal ini memenuhi hak atas pendidikan tinggi. Sesuai cita-cita luhur para pendiri bangsa ini jelas termaktub dalam potongan alinea keempat Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD 1945) sebagaimana dikutip di atas, salah satu tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas merupakan salah satu cara tercapainya tujuan tersebut. Karena untuk mencapai kemajuan membagunan nasional, faktor pendidikan merupakan suatu conditio sine qua non. Bahwa semangat reformasi yang kini tertuang pada UUD 1945 telah mengukuhkan pendidikan sebagai salah satu Hak Konstitusional. Hak tersebut dikonstruksikan kedalam 2 (dua) kategori, yakni sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, melalui Pasal 28C, ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1), yang menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” E. Penutup Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan Pertama, implementasi hak pendidikan tinggi bagi penyandang difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pasca Berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities, dapat dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari prosentase mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga sebanyak 45 Orang saat ini, jumlah tersebut tidaklah besar, namun jika melihat kecendrungan bahwa setiap tahun terdapat mahasiswa difabel yang masuk di ke UIN Sunan Kalijaga. Di sisi lain cita-cita luhur para pendiri bangsa ini jelas termaktub dalam potongan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD 1945), salah satu tujuan negara ini merdeka PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... 33 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas merupakan salah satu cara tercapainya tujuan tersebut. Karena untuk mencapai kemajuan pembagunan nasional, faktor pendidikan merupakan hak asasi manusia, sekaligus hak konstitusional warga negara yang dilaksanakan oleh negara, dalam hal ini oleh Pemerintah c.q Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional melalui Perguruan Tinggi Negeri. Kedua, Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi Bagi Penyandang Difabilitas adalah meratifikasi The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), sebagai dasar negara dalam menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar semua orang cacat tanpa diskriminasi. Seperti unsur negara hukum adalah adanya jaminan terhadap HAM, khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum disabilitas. DAFTAR PUSTAKA Asnawi Habib Shultan, “Politik Hukum Perlindungan HAM di Indonesia: Studi Upaya Mewujudkan Keadilan Kaum Perempuan di Bidang Kesehatan dan Pendidikan” Jurnal Ilmiah Cakrawala, Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Tahun 2013. Asplund Knut,dkk, Hukum Hak Asasi Manusia Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, PUSHAM UII, 2008. Basuki, Udiyo, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia: Studi Ratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities)”, Jurnal Sosio-Religia, Vol.10, No.1 Februari 2012. El-Muhtaj Majda, “HAM, DUHAM, RANHAM, Indonesia” dalam Eko Riyadi dan Supriyanto (ed.), Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia: Kajian Multi Perspektif, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2007. Hardjowirogo Marbangun, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan Internasional, Bandung: Patma, 1977. Jaelani Abdul Qodir, “Meletakkan Pancasila Sebagai Etika Bersama Untuk Memahami Multikulturalisme Bangsa Indonesia” Naskah Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2013. ________________, Urgensi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015 34 Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ... Dalam Membangun Pradigma Hukum Progresif di Indonesia Dalam Mahasiswa dan Masa Depan Bangsa , Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2014. Marzuki Suparman, Tragedi Politik Hukum dan HAM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Muladi, Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 260-261. Muntoha, dalam Eko Riyadi dan Supriyanto (ed.) “Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia: Kajian Multi Perspektif, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2007. Nasution Bahder Johan, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung: Mandar Maju, 2012. Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987. Puspitasari Sri Hastuti, “Perlindungan HAM dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia, dalam, Eko Riyadi dan Supriyanto Abdi (Ed.), Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia “Kajian Multi Perspektif”, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2007. Sunarto, D.M, Alternatif Meminimalisasi Pelanggaran HAM dalam Penegakan Hukum Pidana, dalam Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007. Suseno Franz Magnis, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. Sutiyoso Bambang, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2010. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2007 Tentang Santunan Dan Tunjangan Cacat Prajurit Tentara Nasional Indonesia. PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Vol.1, No.2, Juni 2015