PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Kajian - AIFIS

advertisement
Kajian Atas Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi
Penyandang Difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Melalui Pengesahan
Convention On The Rights Of Persons With Disabilities
Sebagai Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Negara Hukum Indonesia
By: Udiyo Basuki  & Abdul Qodir Jaelani**
Abstract
Indonesia has ratified several k i nternational Convention as a safeguard against
human rights for persons with disability. Among Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities / CONVENTION Regarding the Rights of Persons with
Disabilities. In addition, the Indonesian government has also set up various efforts to
protect human rights and justice for persons with disability, but in fact in Indonesia is
still going on violations of human rights for persons with disability, especially in the field
of education is still going on. In fact shows that the level of injustice and discriminatory
treatment that carried by the disability concerns deep enough. With the persistence of
discrimination against persons with disabilities, community or country Indonesia is
considered to have deprived of their education. The results showed first, the
implementation of the right of higher education for persons with disability in UIN
Sunan Kalidjaga Yogyakarta, can be implemented, it can be seen from the percentage of
students with disabilities in UIN Sunan Kalidjaga many as 45 people at this time, one
of the goals of this country's independence is to the intellectual life of the nation ,
education is a human right, as well as citizens' constitutional rights implemented by the
state. Second, the role of the Government in the Erase Discrimination For the
Physically disability is ratified The Convention on the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD), as the state in ensuring the protection of human rights and
fundamental freedoms for all persons with disabilities without discrimination. As an
element of a state of law is the guarantee of human rights, in particular the guarantee of
the rights of the disabled.

Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta. E-mail: [email protected].
**Mahasiswa Alumni Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Tata
Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan 2011.
Email: [email protected].
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
2
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Abstrak
Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional sebagai upaya
perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi penyandang Difabilitas. Diantaranya
Convention On The Rights Of Persons With Disabilities/ Convensi Mengenai HakHak Penyandang Disabilitas. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah membentuk
berbagai upaya perlindungan hak asasi manusia dan keadilan bagi penyandang
Difabilitas, namun kenyataannya di Indonesia masih terjadi pelanggaran-pelanggaran
terhadap HAM bagi penyandang Difabilitas khususnya di bidang pendidikan hingga
saat ini masih terjadi. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa tingkat ketidakadilan
serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi
keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap
penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hakhak pendidikan mereka. Hasil penelitian menunjukkan pertama, implementasi hak
pendidikan tinggi bagi penyandang difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
dapat dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari prosentase mahasiswa difabel di UIN
Sunan Kalijaga sebanyak 45 Orang saat ini, salah satu tujuan negara ini
merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan
merupakan hak asasi manusia, sekaligus hak konstitusional warga negara yang
dilaksanakan oleh negara. Kedua, Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi
Bagi Penyandang Difabilitas adalah meratifikasi The Convention on The Rights
of Persons with Disabilities (CRPD), sebagai dasar negara dalam menjamin
perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar semua orang cacat tanpa
diskriminasi. Seperti unsur negara hukum adalah adanya jaminan terhadap HAM,
khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum disabilitas.
Kata Kunci: Difabilitas, Diskriminasi dan HAM.
A. Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara hukum dimana hukum dijadikan
panglima tertinggi untuk mewujudkan suatu kebenaran dan keadilan di
Indonesia. Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai
tingkah laku dan perbuatan tertentu dari hidup manusia dalam hidup
bermasyarakat. Sudah merupakan pemahaman umum bahwa negara
sebagai asosiasi yang pada hakikatnya merupakan otoritas yang terdiri dari
eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan-badan lain yang dilekati wewenag
untuk menjalankn fungsi penyelenggara negara. Dalam hal ini negara yang
sehari-hari diselenggarakan oleh pemerintah bersama badan elengkapan
negara lannya mempunyai kewajiban secara hukum dan moral untuk
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
3
melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara, bahkan harus
dapat bertanggungj jawab atas segala tindakan yang dilakukan.1
Sebagai negara berkembang dan memiliki penduduk yang padat
terutama di kota-kota besar, Indonesia dipenuhi dengan berbagai
permasalahan sosial yang timbul ditengah-tengah masyarakat. Sebagai
contohnya Jawa Tengah yang merupakan salah satu provinsi besar dengan
penduduk yang padat memiliki permasalahan kejahatan kriminalitas yang
tinggi. Kejahatan kriminalitas merupakan salah satu permasalahan yang
banyak terjadi di kota-kota besar, dari mulai pencurian, penculikan,
pelecehan seksual, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan banyak sekali
kita temui. Banyaknya kejahatan yang terjadi tentunya sangat meresahkan
serta mengganggu keamanan dan ketentraman warga masyarakat. Sebagai
upaya penanggulanagn kejahatan-kejahatan tersebut maka aparat penegak
hukum harus bertindak tegas dalam memberantas kejahatan-kejahatan
tersebut.
Penyelenggara negara dilekati tanggung jawab untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya maka salah satu kewajiban penyelenggara negara
yang paling urgent dalam hal ini adalah menghormati, melindungi, dan
melakukan pemenuhan terhadap HAM khususnya bagi para penyandang
difabel. Sebagai warga Negara yang bijak, kedudukan, hak dan kewajiban
peran difabel adalah sama dengan warga Negara lainnya. Hal ini sesuai
dengan amandemen UUD 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia, ini menandakan bahwa Negara kita telah memberikan perhtian
yang sungguh-sungguh kepada harkat dan martabat manusia dalam
kehidupan bangsa dan bernegara. Undang-undang No. 19 Tahun 2011
tentang pengesahan Convention On The Rights Of Person With Disabilities
diterangkan bahwa setiap Negara diwajibkan untuk merealisasikan hak
yang termuat dalam konvensi melalui penyesuaian peraturan perundangundangan, hukum, dan administrasi dari setiap Negara, termasuk
mengubah peraturan perundangan, kebiasaan, dan praktik yang
diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, baik perempuan maupun
anak, menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam segala aspek
kehidupan serta pendidikan, pekerjaan, politik, olahraga, seni dan budaya,
serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi.2
1Bambang
Purnomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978),
hlm. 13.
2Lihat
ww.bphn.go.id/data/documen/lit-2011-2.pdf, diakses pada hari senin 25
Agustus 2014 pukul 22:15 WIB
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
4
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Di dalam konvensi Hak-hak penyandang disabilitas CRPD
(Convention on the Rights of Person with Disabilities) Pasal 5 menerangkan
bahwa “negara menjamin kesetaraan perlindungan hukum bagi setiap orang dan
melarang segala bentuk diskriminasi atas dasar difabilitas”.3 Undang-Undang No.
4 Taun 1997 Pasal 9 juga mengatur tentang perlindungan disabilitas yang
berbunyi “setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan”. Indonesia sebagai negara hukum dan
menjunjung tinggi prinsip persamaan di hadapan hukum dan penghapusan
segala bentuk diskriminaasi, prinsip-prinsip tersebut diatur dalam Pasal 27
ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Mandat dalam substansi kedua
pasal tersebut juga berlaku bagi difabel sesuai dengan mandat UNCRPD
mengenai prinsip kesetaraan pengakuan di hadapan hukum Pasal 12 dan
akses terhadap keadilan Pasal 13 amanah tersebut juga dikukuhkan dalam
Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia
yang menyatakan “ setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang
rentan berhak memperolah perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya”.4 Difabel di Indonesia khususnya masih banyak
kita temui stigma negatif terhadap penyandang difabel, menganggap
mereka para kaum difabel adalah kaum yang lemah dan tidak bisa berbuat
apa-apa.
Faktanya, sampai saat ini perkembangan masyarakat difabel masih
banyak yang tertinggal, karena tidak terpenuhi hak-haknya, banyak terjadi
diskriminasi para penyandang difabel dan masih rendahnya sosialisasi
tentang informasi hak-hak penyandang difabel. Jumlah difabel di
Indonesia pada tahun 2012 mencapai angka 1.649.247 jiwa5, sungguh
angka yang sangat besar bagi sebuah Negara dengan populasi penduduk
yang padat penduduk. Dari jumlah angka tersebut masih banyak kaum
difabel yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah bahkan akibat
kesesatan pola fikir masyarakat akan difabel, terjadilah implikasi berupa
berbagai tindakan diskriminatif yang berlangsung di semua sektor
kehidupan, terutama menyangkut kehidupan pokok seperti pendidikan,
pekerjaan mata pencaharian, kesehatan, aksesibilitas penggunaan fasilitas
umum, dan sektor lainnya. Ujung-ujung dari segala tindakan diskriminatif
tersebut adalah tidak adanya kepastian hukum yang melindungi hak asasi
3Johan Pahlevi, dkk, Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, (Yogyakarta: PUSHAM
UII, 2012), hlm.12
4M. Syafiie,dkk, Potret Difabel Berhadapan Dengan Hukum, (Yogyakarta: SIGAB,
2014), hlm 131.
5 Ibid.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
5
para difabel. Di Indonesia pada Tahun 2011 lalu tercatat 4.845 kasus
pemerkosaan yang dialami oleh kaum difabel, dan di Yogyakarta sendiri
terdapat 43 kasus korban perkosaan dan 39 kasus pelecehan seksual.6
Menurut hasil sensus SIGAB ada 8 kasus pemerkosaan terhadap difabel
pada Tahun 2014, dan ada 30 kasus terkait dengan trafiking difabel.7
Kaum difabel sering sekali menjadi korban tindak pidana bahkan
pelakunya hanya orang-orang terdekat saja, seringkali perempuan yang
menjdai korbannya, kebanyakan dari mereka mendapat diskriminasi dan
pelecehan seksual bahkan pemerkosaan, karena sebagian orang
berpandangan bahwa perempuan itu lemah dan tidak bida berbuat apaapa. Perempuan difabel sering sekali mendapatkan perlakuan yang tidak
seharusnya, banyak dari mereka menjadi korban pemerkosaan orang-orang
terdekat bahkan keluarganya sendiri, karena keterbatasan mental dan fisik
mereka dengan mudahnya perempuan banyak menjadi korban.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional sebagai upaya
perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi penyandang Difabilitas.
Diantaranya Convention On The Rights Of Persons With Disabilities/ Convensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, pemerintah Indonesia
juga telah membentuk berbagai upaya perlindungan hak asasi manusia dan
keadilan bagi penyandang Difabilitas, diantaranya adalah Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2007 Tentang Santunan Dan
Tunjangan Cacat Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2010 Tentang Tata
Cara Pengawasan Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis.
Meskipun Indonesia telah meratifikasi Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities, ditambah penguatannya melalui berbagai undangundang, namun kenyataannya di Indonesia masih terjadi pelanggaranpelanggaran terhadap HAM bagi penyandang Difabilitas khususnya di
6http://www.jogjainfo.net/212/02/seribu-tangkai-bunga-anti
perkosaan.html?m=1 , diakses pada hari senin 25 Agustus 2014 pukul 23:14 WIB
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
6
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
bidang pendidikan hingga saat ini masih terjadi.8 Dalam kenyataan
menunjukkan bahwa tingkat ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif
yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup
mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat,
masyarakat atau negara Indonesia dianggap telah merampas hak-hak
pendidikan mereka. Apalagi melihat jumlah penyandang disabilitas di
Indonesia semakin meningkat secara signifikan. Jumlah penyandang
disabilitas menurut Organisasi Kesehatan Dunia dalam Laporan Dunia
tentang kecacatan adalah sekitar 15% dari total penduduk di negaranegara dunia. Sehingga jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
diperkirakan sejumlah 36.150.000 orang atau 15% dari jumlah penduduk
Indonesia tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa.9
Selain itu, fasilitas jalan dan alat penunjang pembelajaran di berbagai
perguruan di Indonesia tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Diskriminasi juga terjadi pada pelaksanaan ujian. Tunanetra tidak dapat
8Upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi kaum Disabilitas di
Indonesia, sejauh ini belum selesai dengan harapan masyarakat. Pernyataan ini di dukung
oleh argumentasi berupa dirilisnya persyaratan SNMPTN pada website resmi yang
dikelola Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 dan Mjelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia. Pada rilis tersebut disebutkan bahwa syarat calon peserta SNMPTN 2014
tidak tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, dan tidak buta warna keseluruhan
maupun sebagian.
9Tim Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang Hakhak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP Roda
Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta. Lihat juga Data survey ICF Kemensos 2012
menginformasikan bahwa 74% orang difabel tidak bekerja dan hanya 26% yang bekerja.
Studi ini lebih lanjut mendata bahwa kelompok difabel yang bekerja mayoritas sebagai
petani (39%), buruh (32%) dan jasa (15%). Sektor pekerjaan yang paling sedikit menyerap
pekerja difabel adalah BUMN/BUMD (0,1%) dan PNS/Polri/TNI (1,3%). Data ini
menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah untuk memberi peluang kerja bagi
kelompok difabel memang belum terlihat jelas. Untuk data Sul-Sel, terdapat 26.711
penduduk difabel tidak bekerja atau sekitar 77% dari jumlah total warga difabel yang
terdata. Survey ICF Kemensos Tahun 2013 di 14 provinsi kembali menyajikan data
mencengangkan. Hampir 60% dari anak difabel usia sekolah tidak mengecap bangku
sekolah. Sementara bagi mereka yang beruntung bersekolah, sebagian besar dari mereka
atau 75% anak difabel hanya menyelesaikan studinya di tingkat SD. Jika dikaji lagi lebih
dalam, berdasarkan data Susenas 2006 dan data Kemensos (2012) maka hanya 12% anak
difabel yang bersekolah di tingkat SD. Data lain yang menarik, berdasarkan data
Depdiknas (2011/2012) terdapat sekitar 4.929 Sekolah Luar Biasa (SLB) swasta dan
negeri pada jenjang TK sederajat sampai SMU sederajat dengan jumlah kelas (fisik)
28.914 ruangan. Penyebaran siswa terbagi 27% terdaftar di sekolah negeri dan 73% di
sekolah swasta.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
7
secara mandiri melakukan ujian tengah maupun ujian akhir semester,
misalnya dalam mengerjakan soal, karena dianggap tidak cakap. Sehingga
harus menguasakannya kepada orang lain (yang bukan tunanetra) dan
memberikan kuasa tersebut harus disahkan oleh dosen.10 Padahal setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan secara merata dengan
keunggulan (excellence) dan penyeimbangan (equity) antara pemanfaatan
(acces) dengan prestasi (achievement).11 Tujuan yang mulia ini akan dapat
tercapai apabila dilakukan aktivitas pendidikan yang bertanggung jawab
dan terjaminnya kualitas akademik pada desain, manajemen proses
pendidikan, bertumpu pada konsep pertumbuhan, pengembangan,
pembaharuan, dan kelangsungannya sehingga penyelenggaraan pendidikan
harus dikelola secara profesional. Bidang pendidikan yang menjadi
tumpuan harapan banyak pihak untuk dapat menghasilkan sumber daya
yang berkualitas, kerap terengah-engah karena dihadapkan pada persoalan
serius akibat perkembangan yang terus-menerus dan sangat cepat.12
Secara yuridis-filosofis, tujuan dari Konvensi ini adalah untuk
memajukan, melindungi, dan menjamin penikmatan semua hak asasi
manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua
orang penyandang cacat, dan untuk memajukan penghormatan atas
martabat yang melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang cacat
termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau
sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai
hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara
penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.13
Ada beberapa hal penting terkait ratifikasi Konvensi tersebut.
Pertama, pengakuan bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan
disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang
melekat pada setiap orang. Kedua, penyandang disabilitas harus memiliki
kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam proses pengambilan
10Fenomena
dan kejadian tersebut, sering ditemukan dan lihat secara langsung di
lingkungan kampus negeri Yogyakarta, karena penyusun aktif dalam sebuah komunitas
sanggar online, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muladi (ed.), Hak Asasi
Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat,
(Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 260-261.
11Zainudin, Reformasi Pendidikan: Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis Sekolah
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.30.
12Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2009), hlm.34.
13 Ibid., Pasal 1
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
8
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
keputusan mengenai kebijakan dan program, termasuk yang terkait
langsung dengan mereka. Ketiga, pentingnya aksesibilitas kepada
lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan
pendidikan, serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan
penyandang disabilitas menikmati sepenuhnya semua hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental.14
Dari latar belakang di atas, maka upaya perlindungan terhadap hakhak disabilitas merupakan sebuah keniscayaan. Untuk itu, segala bentuk
diskriminasi, harus dihapuskan. Asumsi, persepsi, dan cara pandang
terhadap penyandang cacat harus diubah.15 Hal ini tentu menjadi
kewajiban pemerintah Indonesia untuk secara penuh menghormati,
melindungi serta memenuhi hak-hak kaum disabilitas di Indonesia.
Berangkat dari konsep negara hukum, penyusun hendak melakukan
sebuah kajian secara mendalam mengenai Kajian Atas Hak Pendidikan
Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Pasca Berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Sebagai Upaya
Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia.
B. Hak Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Difabilitas di UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta Pasca Berlakunya UU Nomor 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities
Kaum difabel merupakan orang yang mempunyai perbedaan fisik
atau mental, yang dapat mengganggu untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya, istilah difabel berasal dari bahasa Inggris dengan asal kata
14Habib Shultan Asnawi, “Politik Hukum Perlindungan HAM di Indonesia: Studi
Upaya Mewujudkan Keadilan Kaum Perempuan di Bidang Kesehatan dan Pendidikan”
Jurnal Ilmiah Cakrawala, Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Tahun
2013, hlm.1. Lihat juga Abdul Qodir Jaelani, “Meletakkan Pancasila Sebagai Etika
Bersama Untuk Memahami Multikulturalisme Bangsa Indonesia” Naskah Lomba Karya
Tulis Ilmiah Tingkat Nasional UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2013, hlm.3. Baca juga
Abdul Qodir Jaelani, Urgensi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Hukum Pada
Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Dalam Membangun Pradigma Hukum
Progresif di Indonesia Dalam Mahasiswa dan Masa Depan Bangsa (Yogyakarta: Bagian
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2014), hlm.75. Abdul Qodir Jaelani, Kontrobusi
Pengembangan Kurikulum Integrasi-Interkoneksi Dalam Membangun Pendidikan
Berkarakter di Indonesia, “Penelitian Kompetitif” Universitas Negeri Yogyakarta Tahun
2014, hlm.17.
15 Kompas: http://www.kaskus.co.id/showthread.php. 07/04/12..
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
9
different ability, yang bermakna manusia yang memiliki kemampuan yang
berbeda. Istilah tersebut digunakan sebagai pengganti istilah penyandang
cacat yang mempunyai nilai rasa negatif dan terkesan diskriminatif. Istilah
difabel didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda.
Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan
kecacatan.16
Respon negatif masyarakat terhadap kelompok difabel tidak
berubah meski telah terjadi pergeseran peradaban masyarakat. Namun
seiring dengan munculnya gerakan-gerakan sosial di barat pada dekade
60an dan 70an yang banyak mengusung isu hak asasi, dmokratisasi dan
kritikan terhadap kapitalisme, maka muncul pendekatan baru dalam kajian
disabilitas yang sering disebut dengan socia model of disability. Pendekatan ini
menggaris bawahi bahwa difinisi difabel, dan perlakuan manusia terhadap
kaum difabel adalah kontruksi sosial. Dengan kata lain
marjinalisasi/diskriminasi terhadap kaum difabel secara akademik, sosial
disebabkan oleh keberadaan difabelitas itu sendiri tetapi lebih pada
bagaimana masyarakat memandang, mendifinisikan, dan memberlakukan
kaum difabel.
Ketika menengok gambaran di Indonesia ketidakadilan serta
perlakuan diskriminatif yang disandang oleh kaum disabilitas menjadi
keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan masih adanya diskriminasi
terhadap penyandang cacat, masyarakat atau negara Indonesia dianggap
telah merampas hak-hak hidup mereka.
Apalagi melihat jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia semakin meningkat secara signifikan.
Jumlah penyandang disabilitas menurut Organisasi Kesehatan Dunia
dalam Laporan Dunia tentang kecacatan adalah sekitar 15 % dari total
penduduk di negara-negara dunia. Sehingga jumlah penyandang disabilitas
di Indonesia diperkirakan sejumlah 36.150.000 orang atau 15% dari jumlah
penduduk Indonesia tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa. 17
Di UIN Sunan Kalijaga dari segi fisik bangunannya, sarana dan
prasarananya telah menyediakan akses untuk difabel. Secara fisik di
gedung perpustakaan pusat telah didirikan difabel corner untuk menjamin
aksesibelitas bagi para pengguna perpustakaan yang difabel, khususnya
mahasiswa difabel di UIN. Sementara di Laboratorium Agama, masjid
sunan kalijaga telah mengupayakan bangunan masjid supaya aksesibel
16Sugi
Rahayu, dkk, Pelayanan Publik Bidang..., hlm 3.
Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang
Hak-hak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP
Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta.
17Tim
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
10
terhadap berbagai jenis difabel. Saat ini terdapat 46 Mahasiswa difabel di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun mahisiswa tersebut adalah
sebagai berikut:
No
1
Syaeful
Latif
Laki-laki
Jenis
Difabilitas
Tunanetra
2
Gilang
Perdata
Laki-laki
Tunanetra
2009
Dakwah
3
Wuri
Solikhatun
Perempuan
Tunanetra
2010
Dakwah
4
Dyah Wita
Soka
Perempuan
Tunanetra
2010
5
Candra
Setiawan
Perempuan
Tunarungu
2011
6
Meta
Puspitasari
Perempuan
Tunadaksa
2010
7
Marwah
Rusdiana
Perempuan
Tunadaksa
2012
Tarbiyah
dan
Keguruan
Ilmu Sosial
dan
Humaniora
Ushuluddin
dan Studi
Agama
Dakwah
8
Faris
Ardianto
Laki-laki
Tunanetra
2012
Dakwah
9
Septiani
Anggres
Rukmana
Mila
Widiastutik
Endang
Setiawati
Perempuan
Tunarungu
2012
Dakwah
Perempuan
Tunanetra
2012
Perempuan
Tunanetra
2012
M. Furqon
Laki-laki
Tunanetra
2012
Syariah dan
Hukum
Tarbiyah
dan
Keguruan
Tarbiyah
dan
Keguruan
10
11
12
Nama
Jenis
Kelamin
PANGGUNG HUKUM
Tahun
Masuk
2009
Dakwah
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Fakultas
Prodi
Bimbingan dan
Konseling Islam
(BKI)
Ilmu
Kesejahteraan
Sosial (IKS)
Pengembangan
Masyarakat Islam
(PMI)
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
Sosiologi (SOS)
Tafsir dan Hadits
(TH)
Bimbingan dan
Konseling Islam
(BKI)
Ilmu
Kesejahteraan
Sosial (IKS)
Ilmu
Kesejahteraan
Sosial (IKS)
Keuangan Islam
(KUI)
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
13
M. Beni
Sasongko
Laki-laki
Tunarungu
2012
14
Deni Yoga
Prasetyo
Rizki Purna
Adi
Amanda
Sulistyoning
rum
Irmalia Nur
Janah
Laki-laki
Tunarungu
2013
Tarbiyah
dan
Keguruan
Adab
Laki-laki
Tunarungu
2013
Adab
Perempuan
Tunanetra
2013
Dakwah
Perempuan
Tunanetra
2013
Dakwah
15
16
17
11
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
Ilmu Perpustakaan
Islam (IPI)
Ilmu Perpustakaan
Islam (IPI)
Komunikasi dan
Penyiaran Islam
(KPI)
Pengembangan
Masyarakat Islam
(PMI)
Ilmu
Kesejahteraan
Sosial (IKS)
Ilmu Hukum (IH)
18
Rohmadi
Laki-laki
Tunanetra
2013
Dakwah
19
Ahmad
Tosirin
Anaessoburi
Ahmad
Abdullah
Laki-laki
Tunanetra
2013
Syariah dan
Hukum
Laki-laki
Tunanetra
2013
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
21
Anang
Supriyadi
Laki-laki
Tunanetra
2013
22
Lumera
Meradipta
Agung
Warkah
Febrian
Basrin
Indra
Kumala
Laki-laki
Tunarungu
2013
Tarbiyah
dan
Keguruan
Tarbiyah
dan
Keguruan
Sains dan
Teknologi
Laki-laki
Tunarungu
2013
Sains dan
Teknologi
Biologi (BIO)
Laki-laki
Tunarungu
2013
Ilmu Komunikasi
(IK)
24
Arief
Wicaksono
Laki-laki
Tunarungu
2013
26
Andi Awadi
Laki-laki
Tunadaksa
2012
Ilmu Sosial
dan
Humaniora
Ilmu Sosial
dan
Humaniora
Ushuluddin
27
Armaditya
Wamda
Saputra
Laki-laki
Tunarungu
2013
Dakwah
MD
20
23
24
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Pendidikan Guru
Madrasah (PGMI)
Matematika
(MAT)
Sosiologi (SOS)
TH
Vol.1, No.2, Juni 2015
12
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Muhammad
Fuad
Gufron
Rahmad
Arfin
Arofat
Rika
Ramadhani
Roy Vatar
Hary B
Sriyono
Swadesa
Maharinti
Tanti
Enggar
Pangesti
Abdullah
Fikri
Rahman
Agus Priana
Laki-laki
Tunanetra
2010
Tarbiyah
PBA
Laki-laki
Perempuan
Tarbiyah
Laki-laki
Tunanetra
2012
Ushuluddin
TH
Laki-laki
Tunanetra
2011
Adab
SKI
Perempuan
Tunanrtra
2012
Tarbiyah
PAI
Perempuan
Tunanetra
2010
Adab
SKI
Laki-laki
Tunanetra
2008
Magister
Hukum Islam (HI)
Laki-laki
Tunanetra
2008
Magister
Pendidikan Agama
Islam (PAI)
Dilihat dari prosentase mahasiswa difabel saat ini, jumlah tersebut
tidaklah besar, namun jika melihat kecendrungan bahwa setiap tahun
terdapat mahasiswa difabel yang masuk di UIN Sunan Kalijaga, maka
membangun sistem pendidikan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga
merupakan sesuatu yang harus dilakukan untuk menjalankan amanat
konstitusi negara. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri
bangsa ini jelas termaktub dalam potongan alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (untuk selanjutnya disebut UUD 1945) sebagaimana dikutip di atas,
salah satu tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsanya, pendidikan yang dapat dijangkau oleh
masyarakat luas merupakan salah satu cara tercapainya tujuan
tersebut. Karena untuk mencapai kemajuan pembagunan nasional, faktor
pendidikan merupakan suatu conditio sine qua non.
Bahwa semangat reformasi yang kini tertuang pada UUD 1945
telah mengukuhkan pendidikan sebagai salah satu Hak Konstitusional.
Hak tersebut dikonstruksikan kedalam 2 (dua) kategori, yakni sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia, melalui Pasal 28C, ayat (1) yang
menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
13
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikandan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1), yang
menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.”
Bahwa selain sebagai hak asasi manusia, pendidikan juga merupakan
hak konstitusional warga negara berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUD
1945 yang menyatakan:
(1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
(2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasardan Pemerintah
wajib membiayainya.”
(3) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undangundang.”
(4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
(5) “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
UIN Sunan Kalijaga telah berusaha menyediakan fasilitas tekhnologi
informasi untuk memudahkan mahasiswa difabel memperoleh
pengetahuan dan memperlancar proses belajar mengajar. Diantaranya
fasilitas-fasilitas standar yang sudah dipenuhi antara lain:
1. Mahasiswa Tuna Netra
a. Monitor dngan screen lebar (17-21 inch atau lebih), hadware:
CCTV
b. Screen Magnification: Sofware pembesar zoom yang mampu
melakukan zoo sampai 400%
c. Braile Translator: Mengubah teks electronic menjadi teks Braille
(sofware: Duxbury, Hot Dots)
d. Printer Braille (Hardware: Versa Point, Romeo, Braille Blazer)
e. Portable Keyboard braille dan Speech Output (Hadware: Braille
mate)
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
14
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
f. Document Reader: yaitu program yang menyuarakan teks pada
monitor.
2. Mahasiswa Tuna Rungu
a. Subtitle/Caption: Program yang bisa menghadirkan captioning
(Sofware: RealPlayer)
b. Computer Pencatat (Note taker computer system): Program ini
merupakan program penghubung dari dua laktop. Lakto pertama
ada di tangan mahasiswa yang mencatat kuliah dosen (teman
kelas), tulisan yang ada di laktop tadi otomatis ada di laktop kedua
yang ada di tangan mahasiswa tuna rungu. Program ini
memungkin mahasiswa tuna rungu mendapatkan/mendengarkan
langsung kuliah dosen dan mengajukan pertanyaan langsung secra
lisan dan tertulis.
3. Mahasiswa dengan difabelitas fisik di tangan atau kaki
a. Ergonomic Adjustment: Meja kursi, serta piranti komputer
yang bisa disesuaikan dengan kemampuan mobilitas mahasiswa
(diturunkan, direndahkan, atau diputar), document stand.
b. Keybord khusus: program yang dirancang untuk
mengembangkan fungsi keyboard sehingga memungkinkan
mahasiswa mengetik dengan satu tangan, atau memunculkan
keyboard visual di monitor.
c. Mouse Khusus: mouse yang berupa tongkat atau wireless atau
mouse yang bisa digerakkan oleh kaki.
d. Kontrol Suara: Program yang menggantikan fungsi keyboard
dan mouse yang memungkinkan untuk mengoprasikan
computer dengan suara, terutama untuk control menu dan
toolbars.
UIN Sunan Kalijaga juga telah menyediakan beberapa peralatan
untuk mendukung kelancaran aktifitas mahasiswa difabel. Oleh karena
jenis difabilitas mahasiswa UIN Sunan Kalijaga adalah tuna netra, tuna
rungu dan tuna daksa.
C. Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi Bagi
Penyandang Difabilitas Sebagai Upaya Melindungi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas dalam Konsep Negara Hukum Di
Indonesia
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan
Resolusi Nomor A/61/106 tentang Convention on the Rights of Persons with
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
15
Disabilities. Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan
mengatur langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi
tersebut. Mengingat pentingnya menghormatan, perlindungan,
pemenuhan, dan memajukan HAM penyandang disabilitas, pemerintah
Indonesia pun menandatangani Resolusi pada tanggal 30 Maret 2007 di
New York. Komitmen Indonesia selanjutnya dibuktikan dengan
meratifikasi Konvensi tersebut yang kemudian dituangkan dalam UU
Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of
Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang
Disabilitas) dan telah disahkan pada hari Selasa 18 Oktober 2011.18
The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) 19 ini
merupakan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) pertama yang secara
komprehensif membicarakan dan memberikan perhatian pada kebutuhan
orang-orang dengan segala jenis kecacatan (disabilitas). Konvensi ini
terbentuk berdasarkan pada pertimbangan prinsip-prinsip Piagam PBB
yang mengakui, memajukan, serta melindungi harkat-martabat yang
melekat dan hak-hak yang setara yang tidak dapat dicabut dari semua
anggota umat manusia sebagai dasar dari kebebasan, keadilan dan
perdamaian di dunia.
18Indonesia
secara resmi telah menyampaikan instrumen ratifikasi Konvensi Hakhak Penyandang Disabilitas kepada PBB pada 30 November 2011. Penyampaian itu
dilakukan setelah DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 18 Oktober 2011 yang menyetujui
secara aklamasi RUU tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas
menjadi Undang-Undang. Dengan disahkannya Undang-Undang tersebut, maka
Indonesia menjadi negara ke-107 yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang
Disabilitas. Indonesia sebagai Negara Pihak dari Konvensi akan memiliki kewajiban
untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi, yaitu melakukan
berbagai penyesuaian dalam penanganan kelompok masyarakat disabilitas di berbagai
bidang kehidupan. Hal ini mencakup antara lain penyediaan aksesibilitas dan perubahan
pola pikir pada tingkat pembuat kebijakan serta masyarakat umum guna mewujudkan
lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Lihat: http://www.kemlu
(kementerian luar negeri).go.id/Pages/News. 06/06/12
19Terbentuknya CRPD oleh PBB banyak dipengaruhi oleh beberapa instrumen
internasional yang telah berlaku sebelumnya, antara lain: Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia Tahun 1948, Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para
Penyandang Cacat Tahun 1993, UNESCO Tahun 1960-Konvensi Menentang
Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan, Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Deklarasi
Dunia tentang Pendidikan untuk Semua Tahun 1990 serta Stavanger Tahun 2004. Lihat
www.kumham.jogja.info. Dipublikasikan oleh: Serafina Shinta Dewi (Perancang
Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
DIY.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
16
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Indonesia meratifikasi CRPD berdasar pada kewajiban negara
pihak dalam menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan
mendasar semua orang cacat tanpa diskriminasi. Seperti diketahui, salah
satu unsur negara hukum adalah adanya jaminan terhadap HAM,
khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum disabilitas.20
Yang
dimaksudkan dengan negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan pada hukum. Sifat negara hukum
yang khas adalah adanya jaminan perlindungan HAM, yang menjadi dasar
kekuasaan kenegaraan dan diletakkan kepada hukum sehingga pelaksanaan
kekuasaan ini ditempatkan di bawah kekuasaan hukum.21
Tindakan pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ini
merupakan cerminan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat dunia dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia
untuk semua, termasuk para penyandang disabilitas. Sebagian ketentuan
Konvensi yang terkait dengan hak-hak sipil penyandang disabilitas harus
segera direalisasikan. Namun demikian, hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya penyandang disabilitas, termasuk penyediaan akses di berbagai
bidang, dapat direalisasikan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan
sumber daya nasional.22
Komitmen pemerintah Indonesia terhadap perlindungan HAM
khususnya penyandang disabilitas yang tertuang dalam regulasi hukum UU
No. 19 Tahun 2011 tersebut, tentu menjadi harapan besar bagi
penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengakuan hukum, pelayanan
publik, keadilan, kesetaraan serta terbebas dari perlakuan diskriminasi.
Dalam Konvensi dikatakan bahwa penyandang disabilitas adalah orangorang yang memiliki disabillitas fisik, disabilitas intelektual, mengalami
kesalahan kejiwaan, disabilitas sensorik, seperti tuna rungu wicara, dan
tuna netra.23
Tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan
menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar
20Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia: Studi
Ratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with
Disabilities)”, Jurnal Sosio-Religia, Vol.10, No.1 Februari 2012, hlm.1.
21Ibid.,hlm.2.
22Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas ini merupakan
perjanjian HAM pertama yang paling lengkap dan progresif di abad ke-21 dan konvensi
HAM pertama yang terbuka untuk organisasi regional. Konvensi ini diadopsi pada
tanggal 13 Desember 2006 di Markas Besar PBB di New York.
23 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention on The
Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas)
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
17
secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang cacat, dan untuk
memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka.
Orang-orang penyandang cacat termasuk mereka yang memiliki kerusakan
fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam
interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi
mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas
kesetaraan.24
Ada beberapa hal penting terkait ratifikasi Konvensi tersebut.
Pertama, pengakuan bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan
disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang
melekat pada setiap orang. Kedua, penyandang disabilitas harus memiliki
kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam proses pengambilan
keputusan mengenai kebijakan dan program, termasuk yang terkait
langsung dengan mereka. Ketiga, pentingnya aksesibilitas kepada
lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan
pendidikan, serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan
penyandang disabilitas menikmati sepenuhnya semua hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental.
Meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi, yang kemudian
terwujud dalam UU No 19 Tahun 2011, serta diperkuat dengan UU No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang disabilitas di
Indonesia masih mengalami perlakuan diskriminatif, ketidaksetaraan dan
ketidakadilan. Bentuk ketidakadilan bagi kaum disabilitas tercermin pada
tidak diberikannya kesempatan yang sama bagi mereka untuk beraktivitas
secara bebas. Para penyandang disabilitas sangat sulit untuk mendapatkan
akses fasilitas publik, peran politik, akses ketenagakerjaan, perlindungan
hukum, akses pendidikan, akses informasi dan komunikasi serta pelayanan
kesehatan. Selain itu, fasilitas jalan dan alat transportasi umum di
Indonesia tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Diskriminasi
juga terjadi pada pelayanan perbankan. Tunanetra tidak dapat secara
mandiri melakukan transaksi, misalnya dalam transaksi perbankan, karena
dianggap tidak cakap hukum. Sehingga harus menguasakannya kepada
orang lain (yang bukan tunanetra) dan memberikan kuasa tersebut harus
disahkan oleh notaris.25
Ibid., Pasal 1
(ed.), Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif
Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 261.
24
25Muladi
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
18
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif yang disandang oleh
kaum disabilitas menjadi keprihatinan yang cukup mendalam. Dengan
masih adanya diskriminasi terhadap penyandang cacat, masyarakat atau
negara Indonesia dianggap telah merampas hak-hak hidup mereka.
Apalagi melihat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia semakin
meningkat secara signifikan. Jumlah penyandang disabilitas menurut
Organisasi Kesehatan Dunia dalam Laporan Dunia tentang kecacatan
adalah sekitar 15 % dari total penduduk di negara-negara dunia. Sehingga
jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan sejumlah
36.150.000 orang atau 15% dari jumlah penduduk Indonesia tahun 2011
yang mencapai 241 juta jiwa.26
1) Upaya Memerangi Diskriminasi HAM di Indonesia
Tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi
dan keadilan sosial. Dalam tujuan tersebut terkandung visi bangsa
Indonesia di bidang HAM yang hendak mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan sejahtera dengan menegakkan hak asasinya.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dilaksanakan misi pembangunan
di segala bidang, termasuk pembangunan manusia Indonesia yang
mengarah kepada perlindungan HAM.
Dalam memerangi diskriminasi HAM, pemerintah Indonesia
telah mewujudkan komitmennya dengan pembentukan berbagai
lembaga dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan, telah dibentuk
Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dengan Keputusan
Presiden No. 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan
UU. No. 39 Tahun 1999. Pembentukan legislasi Anti Kekerasan
terhadap Perempuan dengan Keputusan Presiden No. 181 Tahun
1998, Pembentukan Kantor Menteri Negara HAM pada tahun 1999
yang kemudian digabungkan dengan Departemen Hukum dan
Perundang-undangan (Depkumdang), yang berubah menjadi
Departemen Kehakiman dan HAM (Depkumham), dan terakhir
26Tim Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia Yogyakarta, “Konvensi PBB tentang
Hak-hak Penyandang Disabilitas” makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di UCP
Roda Untuk Kemanusiaan Indonesia, Yogyakarta.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
19
berubah lagi menjadi Kementerian Hukum dan HAM
(Kemenkumham). Selain pembentukan kelembagaan, pemerintah
Indonesia juga telah banyak merumuskan kebijakan perundangundangan yang berkaitan dengan HAM.
Meskipun banyak ketentuan hukum Internasional maupun
nasional yang menentang secara tegas adanya diskriminasi di bidang
HAM, namun dalam kenyataannya pelaksanaannya tidaklah
semudah yang diharapkan. Indonesia sebagai salah satu anggota
PBB yang mempunyai kewajiban melaksanakan ketentuan-ketentuan
hukum internasional di bidang HAM ternyata belum semuanya bisa
diimplementasikan dalam peraturan hukum nasionalnya. Negara
Indonesia sudah berusaha sedemikian rupa ingin melindungi HAM
para warga negaranya. Bahkan pada tingkatan konstitusi sebagai
sumber hukum tertinggi, amandemen kedua UUD 1945 telah
mewujudkannya.27
Dengan diaturnya HAM di dalam Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28J UUD 1945, hal itu telah menjadi landasan konstitusional
bagi perlindungan HAM di Indonesia. Demikian juga dengan
keberadaan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan kemudian disusul dengan diundangkannya UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM serta diperkuat dengan meratifikasi
Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas semakin
menegaskan dan membuktikan komitmen pemerintah Indonesia
terhadap arti penting perlindungan HAM, khususnya perlindungan
terhadap hak-hak kaum disabilitas.28 Hal ini juga semakin
menegaskan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara yang
berkomitmen terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia. Namun
upaya memerangi diskriminasi HAM tidak selesai atau cukup hanya
dengan mengaturnya dalam berbagai instrumen hukum internasional
maupun instrumen hukum nasional. Disadari bahwa instrumen
27Udiyo
Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.13.
Selain itu, Indonesia sebagai anggota PBB juga telah meratifikasi ketentuan
internasional di bidang HAM dengan UU maupun Peraturan Pemerintah. Instrumeninstrumen yang telah diratifikasi antara lain: Konvensi Hak Politik Wanita, Konvensi Hak
Anak, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Diskriminasi Rasial, Kovenan Hak-hak Sipil
dan Politik, Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Lihat Rudi M. Rizki, “Hak
Asasi Manusia” Makalah Training Hukum HAM pada Fakultas Hukum PT Negeri dan
Swasta di Indonesia, PUSHAM UII-NCHR Univ. Oslo Noray, 3-7 April 2006., hlm. 5.
28
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
20
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
hukum menjadi tidak berarti jika tidak dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh.
2) Perlindungan Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam Konsep
Negara Hukum di Indonesia
Perlindungan HAM erat kaitannya dengan perlindungan
hukum bagi rakyat, karena pada dasarnya perlindungan hukum
merupakan suatu langkah konkret untuk menguatkan HAM dalam
hukum positif. Dengan demikian, perlindungan HAM tidak cukup
dengan instrumen normatif namun juga harus dilengkapi dengan
mekanisme kelembagaan. Maka dari itu, selain dari hukum positif,
HAM juga harus dilindungi melalui lembaga hukum. Dalam konteks
memberikan perlindungan hukum untuk kedudukan dan hak,
kewajiban dan peran para penyandang disabilitas, Pemerintah
diantaranya berkewajiban untuk melindungi dan memberikan hakhak aksesibilitas. Aksesibilitas bagi penyandang cacat (disabilitas)
merupakan hal yang sangat penting untuk diwujudkan, ia merupakan
bentuk kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam aspek kehidupan dan
penghidupan.29
Jaminan aksesibilitas bagi disabilitas selain secara lengkap,
rinci dan khusus tercantum dalam UU No. 19 Tahun 2011, secara
umum juga diatur dalam Pasal 41, 42 dan 54 UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan:
Pasal 41:
“Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan
untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
Setiap penyandang cacat (disabilitas), orang berusia lanjut, wanita hamil
dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan
khusus”
Pasal 42
“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik atau caat mental
berhak memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan
khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak
sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Pasal 54
“Setiap anak yang cacat fisik atau cacat mental berhak memperoleh
perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
29
Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.15.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
21
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaan, meningkat percaya diri dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
Selain bentuk perlindungan sebagaimana di atas, Pasal 28 H
UUD 1945 menyebutkan bahwa: “setiap orang berhak mendapatkan
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Selanjutnya,
kemudahan bagi disabilitas juga dapat ditemukan dalam peraturan
yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional,
kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu-lintas, pelayaran dan
penerbangan. Peraturan tersebut memberikan jaminan kesamaan
kesempatan terhadap penyandang disabilitas pada bidang-bidang
yang menjadi cakupannya, dan dalam rangka memberikan
kemudahan-kemudahan (aksesibilitas) di bidang apapun tanpa
diskriminasi.30
Meskipun berbagai perlindungan hukum mengenai jaminan
terhadap hak-hak kesetaraan kaum disabilitas sudah cukup memadai,
namun pemberian akses bagi kaum disabilitas di Indonesia belum
sepenuhnya dapat terwujud. Perlakuan diskriminatif masih kerap
dirasakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas tidak bisa
memperoleh akses yang sama dengan masyarakat lain baik di bidang
sosial, pendidikan, politik, perlindungan hukum, akses komunikasi
informasi dan transportasi, karena para penyandang disabilitas masih
dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Mungkin dalam hal
kebijakan sudah cukup bagus, namun pada tingkat implementasi
masih kurang dan banyak dari oknum pemerintah yang masih
terkesan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas; persepsi dan
paradigma mereka masih jauh dari harapan, bahwa harus ada
persamaan pemberlakuan penyandang disabilitas dengan masyarakat
pada umumnya.31
Menurut data 1,48 juta atau 6,7% jumlah penduduk Indonesia
lebih banyak di pedesaan. Untuk menjangkau permasalahan
disabilitas di pedesaan, program yang strategis adalah melalui
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM). Jumlah penyandang
disabilitas tidak seimbang dengan fasilitas dan sarana penunjang
30Ibid.
31Rahmadhani:
http://www.rrimakassar.com/penyandang-disabilitas-rasakandiskriminasi-pemerintah.html: 08/06/12
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
22
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
untuk mendukung kreativitas. Data WHO, 10% dari jumlah
penduduk dunia merupakan penyandang cacat. Dengan jumlah
penduduk sebesar ini, keberadaan institusi formal yang mampu
memberikan sistem pelayanan terhadap penyandang disabilitas
masih sedikit dan sulit dijangkau. Karena itu, keberadaan institusi
non-formal yang memberikan rehabilitasi sangatlah membantu para
penyandang cacat dalam mencapai kemandirian sesusai kemampuan
yang masih dimilikinya. Saat ini jumlah Penyandang Cacat di
Indonesia sudah mencapai 1.544.184 jiwa, dan yang diberdayakan
sudah sekitar 7000 jiwa, untuk itu dengan adanya RBM ini bisa
mengoptimalkan dan memberdayakan tenaga kerja untuk para
penyandang disabilitas secara optimal dan manusiawi tanpa
diskriminasi.32
Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat bagi
penyandang disabilitas adalah Program Pembinaan Wilayah dalam
hal pencegahan kecacatan, deteksi dan rehabilitasi penyandang
disabilitas, yang meliputi rehabilitasi pendidikan, kesehatan, sosial
dan keterampilan. Pembinaan berarti pemindahan pengetahuan
untuk memberdayakan penyandang disabilitas, keluarga penyandang
cacat dan masyarakat di wilayah binaan RBM. Pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas di Indonesia masih memerlukan dukungan
agar bisa terwujud dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit
hambatan dan tentangan untuk mencapai kondisi ideal yang
diharapkan dimana kesetaraan hidup dapat terwujud dengan baik.
Semua program-program di atas merupakan tanggung jawab
dan kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi HAM dalam hal ini adalah hak-hak para penyandang
disabilitas. Kewajiban pemerintah tidak hanya berhenti kepada
kebijakan formulatif (peraturan perundang-undangan) saja, namun
kebijakan aplikatif serta kebijakan eksekutif. Aspek hukum yang
menjamin perlindungan hak-hak disabilitas dari segi jumlah
perundang-undangan di Indonesia sudah cukup memadai. Namun
perumusannya lebih banyak yang bersifat negatif. Perumusan negatif
bagi disabilitas adalah misalnya jaminan hak di bidang kesejahteraan
sosial, perkeretaapian, lalu-lintas jalan, penerbangan, pelayaran,
32Kementerian Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
2011: “Aliansi Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat Bagi Disabilitas Indonesia”
dipublikasikan oleh Tira pada 23 Maret 2011: http://rehsos.depsos.go.id/modules.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
23
kesehatan dan pendidikan. Sedangkan perumusan positif, yaitu
kewajiban untuk memberikan aksesibilitas bagi penyandang cacat
antara lain ada pada ketentuan tetang perlindungan anak, bangunan
gedung, dan ketenagakerjaan; padahal pelanggaran atas kewajiban
tersebut diancam dengan sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi
administrasi.33
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang belum dapat
dilaksanakan terjadi karena pengaruh dari aspek struktur dan budaya
hukum di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan affirmative action,
untuk mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan bagi penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan khusus. Aksi
ini mengarah kepada penyadaran kepada publik akan pahamnya
terhadap konsep HAM khususnya bagi penyandang disabilitas dan
kewajiban mereka untuk berperan aktif dalam berinteraksi sosial
sehat dan wajar.
Selain itu, pemerintah perlu mengadakan kegiatan serta
sosialisasi yang bermisi pola penyadaran kepada para penyandang
disabilitas itu sendiri. Di Indonesia hanya sedikit penyandang
disabilitas yang mempunyai kesadaran akan hak-haknya dan gigih
dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya. Kendala yang paling
utama adalah perasaan inferior yang merupakan problem psikologis
yang cenderung dimiliki oleh kebanyakan penyandang disabilitas
terutama mereka yang tinggal di pedesaan serta pelosok-pelosok dan
yang tidak mengenyam dunia pendidikan yang lebih tinggi. Perasaan
inferior karena problem atau keterbatasan fiskal dan paradigma
menerima kondisi apa adanya yang menimpanya seakan menjadi
legitimasi untuk tidak berfikir kritis, berjuang lebih keras, tidak
mudah menyerah dan bersikap wajar. Hambatan-hambatan
psikologis inilah yang pertama kali harus dihilangkan. Para
penyandang disabilitas perlu sadar terhadap hak-hak kesetaraan yang
ada pada dirinya.
3) Falsafah dan Sistem Pendidikan Di Indonesia
Penindasan selalu memberikan pelajaran dan trauma bagi
korbannya. Ungkapan inilah yang mendasari para pendiri bangsa
Indonesia, ketika pertama kali bangsa Indonesia berhasil menjebol
kerangkeng
penjajahan.
Karenanya,
ungkapan ungkapan
33
Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia..., hlm.17.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
24
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
bernuansakan ideologi pembebasan menjadi sebuah pijakan yang
kuat. Dorongan untuk bebas dan merdeka ini kemudian
tercermin pada UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukan
negara Indonesia. Semangat anti penindasan dan kolonialisme dalam
konstitusi itu kemudian membebankan kewajiban kepada negara
untuk memenuhi seluruh hak-hak rakyatnya. Secara jelas dan
tegas.34
Pembukaan UUD 1945 menyatakan, “Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyatIndonesia”.
Salah satu kewajiban yang dibebankan kepada negara adalah
“mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pendidikan merupakan salah satu
sarana dalam upaya negara “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Pendidikan menjadi proses penting dalam regenerasi bangsa guna
menciptakan sumber daya manusia yang tangguh untuk melanjutkan
keberlangsungan dan tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Sebab
itu, penyelenggaraan pendidikan tidak bisa lepas dari perspektif
manusia dan kemanusiaan. Pengutamaan faktor manusia dalam
proses pendidikan tersebut diharapkan mempunyai implikasi bagi
pengembangan kehidupan masyarakat baik secara sosial, kultural,
ekonomi, ideologi dan sebagainya.35
Berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia bukan hanya
sekadar hidup (to live) tetapi juga bereksistensi (to exist), sehingga
memiliki kebebasan dalam memilih dan melakukan tindakan. Oleh
karenanya, menghasilkan manusia yang merdeka, pendidikan
34Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2009), hlm. 20.
35Ibid.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
25
harus menjadi bagian dari proses pembebasan dan
pemberdayaan. Pengembangan wacana manusia yang merdeka
adalah ideal dari pendidikan sesungguhnya. Wacana ini mesti
menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan yang bervisi
pemberdayaan. Sudah menjadi semacam postulat bahwa wahana
yang paling strategis bagi pengembangan manusia yang
mempunyai mentalitas merdeka dan empowered adalah pendidikan.36
Secara umum, tujuan pendidikan adalah membangun
manusia seutuhnya. Beberapa tokoh besar dunia pernah
mengutarakan tujuan pendidikan dalam berbagai kajiannya. Plato
dalam bukunya Republik menyatakan, “Tujuan pendidikan tidak
dapat dipisahkan dari tujuan negara. Karena itu pendidikan dan
politik tidak bisa dipisah-pisahkan. Selanjutnya sarana untuk
mencapai rakyat adil dan bahagia (kebahagiaan setinggi-tingginya bagi
jumlah orang sebanyak-banyaknya) ialah pendidikan”.
Pakar lain yang juga mengkaji masalah tujuan pendidikan
adalah Kohnstamm, yang menyatakan, “Tujuan pendidikan ialah
membantu seseorang yang tengah berusaha memanusiakan diri sendiri
guna mencapai ketentraman bathin yang paling dalam, tanpa mengganggu
atau membebani dirinya”. Sementara tokoh besar pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyatakan, “Pendidikan yaitu
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggitingginya”.37
Bahwa batasan tentang tujuan dan pengertian pendidikan
yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya
berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut mungkin
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Dari
segi bahasa, pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik, dan berarti pula pengetahuan tentang
36Made
Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,2000), hlm. 25.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, Perencanaan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, (Bandung: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 50.
37
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
26
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya)
badan, batin dan sebagainya38
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Bahwa sebagai bangsa modern Indonesia
telah menegakkan sistem (tatanan) kebangsaan dan kenegaraannya
yang dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nila pandangan hidup
(filsafat hidup, Weltanschauung dan Volkgeist) bangsa Indonesia. Nilai
fundamental ini merupakan jiwa bangsa (jati diri nasional, identitas
dan kepribadian bangsa); sebagai perwujudan asas kerohanian
bangsa. Nilai-nilai fundamental ini bagi bangsa merdeka dan
berdaulat ditegakkan dan dikembangkan (dibudayakan) sebagai
sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasional.39
Tegasnya, setiap bangsa senantiasa berjuang melalui
pendidikan dan pembudayaan untuk mengembangkan potensi
kepribadian manusia berdasarkan pandangan hidup bangsa
Indonesia (filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara, ideologi
nasional). Tiada bangsa yang berjuang tanpa dijiwai dan
dilandasi nilai nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya.
Karenanya pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
harus selalu berdasarkan pada pandangan hidup bangsa Indonesia.40
Pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya
yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus
38Bahwa
berdasarkan Pasal 1 UU Sisdiknas, dinyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
39Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2000), hlm. 50.
40Ibid.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
27
ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan
nasional dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan.
Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran
dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan.
Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat
sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan
kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi
pencapaian nilai budaya sebagai landasan filosopis bertujuan
untuk mengembangkan bakat, minat
kecerdasan dalam
41
pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Landasan filosofis dalam pendidikan nasional Indonesia.
Pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia. Filosofis
pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai: 1)
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya; 2)
sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya; dan
3) Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang
hidup di dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi
lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan
negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat
global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
Kedua, pandangan filosofis pendidikan nasional di pandang
sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan
sosial lain dalam masyarakat. Berdasarkan landasan filosofis
pendidikan nasional tersebut memberikan penegasan bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya
mengimplementasikan ke arah:42
1. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada
norma persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi
dan memelihara keutuhan bangsa dan negara.
2. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses
pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan
agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain,
suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan golongan
sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini
pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya
nation character building bagi bangsa Indonesia.
41Ibid.
42Ngalim
Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis..., hlm.72.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
28
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
3. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada
norma kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya
memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk
terbentuknya peserta didik menjadi warga yang memahami
dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan
dan
demokrasi
harus tercermin dalam input-proses
penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
4. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu
pada norma keadilan sosial untuk seluruh warga negara
Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan
menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua warga
negara tanpa kecuali.
5. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya
manusia
seutuhnya yang
beriman
dan
bertaqwa,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta
tanah air dan memiliki tanggung jawab sosial yang
berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang
kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.
D. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Tinggi Bagi
Penyandang Difabilitas Sebagai Kewajiban Negara Untuk
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Pendidikan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi
manusia. Pengenyaman dan penikmatan hak sosial dan politik, seperti
kebebasan atas informasi, kebebasan berekspresi, berkumpul dan
berserikat, hak untuk dipilih dan memilih, atau hak atas kesetaraan
kesempatan atas pelayanan publik, tergantung pada sekurangkurangnya suatu tingkat pendidikan minimum. Sejalan dengan itu,
banyak hak ekonomi, sosial dan budaya, seperti hak untuk memilih
pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk
pekerjaan yang setara, hak untuk membentuk serikat buruh atau hak
untuk mengambil bagian dalam kebudayaan, untuk menikmati keuntungan
kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi berdasarkan, hanya dapat dilaksanakan secara berarti
setelah seseorang memperoleh tingkat pendidikan minimum.
Pendidikan bertujuan memperkuat hak asasi manusia. Walaupun
tujuan dan sasaran system pendidikan mungkin berbeda-beda menurut
konteks nasional budaya, politik, agama, sejarah, namun ada kesepakatan
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
29
umum yang muncul dalam hukum internasional bahwa toleransi dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan ciri utama dari
masyarakat yang berpendidikan. Contohnya, negara-negara yang telah
meratifikasi Kovenan EKOSOB, termasuk Indonesia, setuju bahwa
“pendidikan haruslah diarahkan pada pengembangan kepribadian
manusia sepenuhnya serta rasa memiliki martabat dan hendaknya
mengarah pada penguatan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan
kebebasan dasar”.
Oleh
karenanya,
hendaknya
pendidikan
bertujuan
memungkinkan setiap manusia untuk mengembangkan martabat dan
kepribadiannya secara bebas, sehingga secara aktif dapat berpartisipasi
dalam suatu masyarakat yang bebas dan dapat mengupayakan hidup
yang toleran dan menghormati hak asasi manusia; Tujuan dan sasaran
pendidikan ini diakui dan ditetapkan dalam UUD, yang mana “setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan. Oleh karenanya, setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang”. Hal yang sama juga
dideklarasikan dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Universal Pasal
26 ayat (2) yang menyatakan “Pendidikan harus ditujukan ke arah
perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal
penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan
persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama,
serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
memelihara perdamaia.
Ketentuan yang secara lengkap, rinci dan khusus tercantum dalam
UU No. 19 Tahun 2011, secara umum juga diatur dalam Pasal 41, 42 dan
54 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan:
Pasal 41:
“Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak
serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Setiap penyandang cacat
(disabilitas), orang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus”
Pasal 42
“Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik atau caat mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
30
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaan”.
Pasal 54
“Setiap anak yang cacat fisik atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan dan pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkat percaya diri
dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan
bernegara”.
Selain bentuk perlindungan sebagaimana di atas, Pasal 28 H UUD
1945 menyebutkan bahwa: “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”. Pengakuan dan perlindungan hak atas
pendidikan ini berimplikasi pada adanya tanggungjawab dan kewajiban
khusus negara untuk menjamin bagi semua orang tanpa diskriminasi dan
harus memerangi semua ketidaksetaraan yang ada dan akan muncul
dalam mengakses dan mengenyam pendidikan tersebut, baik dengan
cara pembuatan peraturan maupun dengan cara-cara lain UUD 1945,
UU HAM, Kovenan Ekosob dan Konvensi Hak Anak tersebut
menciptakan kewajiban Negara untuk memenuhi hak atas pendidikan
melalui tindakan-tindakan langsung. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Kovenan
EKOSOB dan Pasal 28 ayat (1) Konvensi Hak Anak, kewajiban-kewajiban
ini ditentukan sebagai “kewajiban-kewajiban yang progresif”, yaitu
bahwa setiap negara peserta harus berusaha untuk mengambil langkahlangkah untuk mencapai hasil yang maksimal dari sumber daya yang
dimilikinya”, dengan tujuan mewujudkan pemenuhan hak yang
dimaksud secara progresif. Ketentuanketentuan ini menetapkan
beberapa hal berikut sebagai kewajiban atas hasil (obligation to result):
1. Pendidikan dasar hendaknya bebas dan wajib bagi semua.
2. Pendidikan lanjutan hendaknya tersedia dan terjangkau oleh
semua orang, disamping itu, pendidikan yang bebas biaya dan
bantuan keuangan untuk orang-orang yang membutuhkan
hendaknya dilakukan secara progresif.
3. Pendidikan tinggi hendaknya dapat dijangkau oleh semua
orang berdasarkan pertimbangan kemampuannya; pendidikan
yang bebas biaya hendaknya diupayakan secara progresif.
4. Pendidikan dasar hendaknya diintensifkan pelaksanaannya
bagi orangorang yang tidak memperoleh pendidikan dasar yang
lengkap.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
31
5. Program-program pendidikan khusus hendaknya diadakan
bagi penyandang cacat.
6. Pemberantasan buta huruf dan kebodohan.
Bahwa pendidikan, khususnya pendidikan tinggi merupakan hak
konstitusional, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, pada alinea keempat
pembukaannya, dinyatakan bahwa “....Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsadan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia....”;
Selain dari pembukaan UUD 1945, ketentuan Pasal 28C, ayat
(1) yang menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1), yang
menyatakan “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.” serta sebagai hak asasi manusia,
pendidikan juga merupakan hak konstitusional warga negara
berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
(1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
(2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
Pemerintah wajib membiayainya.”
(3) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang.”
(4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.”
(5) “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”:
Pelaksanaan dari hak atas pendidikan tinggi tersebut dilaksanakan
oleh Perguruan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri merupakan salah
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
32
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
satu bentuk pelaksanaan hak konstitusional tersebut oleh negara, dalam
hal ini oleh Pemerintah c.q Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nasional. Perguruan Tinggi Negeri sejatinya merupakan milik publik
untuk memenuhi kepentingan umum, dalam hal ini memenuhi hak atas
pendidikan tinggi. Sesuai cita-cita luhur para pendiri bangsa ini jelas
termaktub dalam potongan alinea keempat Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk
selanjutnya disebut UUD 1945) sebagaimana dikutip di atas, salah satu
tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsanya, pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas
merupakan salah satu cara tercapainya tujuan tersebut. Karena untuk
mencapai kemajuan membagunan nasional, faktor pendidikan merupakan
suatu conditio sine qua non.
Bahwa semangat reformasi yang kini tertuang pada UUD 1945
telah mengukuhkan pendidikan sebagai salah satu Hak Konstitusional.
Hak tersebut dikonstruksikan kedalam 2 (dua) kategori, yakni sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia, melalui Pasal 28C, ayat (1) yang
menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” dan Pasal 28E ayat (1),
yang menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.”
E. Penutup
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan Pertama, implementasi hak pendidikan tinggi bagi
penyandang difabilitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pasca
Berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention
On The Rights Of Persons With Disabilities, dapat dilaksanakan, hal ini dapat
dilihat dari prosentase mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga sebanyak
45 Orang saat ini, jumlah tersebut tidaklah besar, namun jika melihat
kecendrungan bahwa setiap tahun terdapat mahasiswa difabel yang masuk
di ke UIN Sunan Kalijaga. Di sisi lain cita-cita luhur para pendiri bangsa
ini jelas termaktub dalam potongan alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk
selanjutnya disebut UUD 1945), salah satu tujuan negara ini merdeka
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
33
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan yang
dapat dijangkau oleh masyarakat luas merupakan salah satu cara
tercapainya tujuan tersebut. Karena untuk mencapai kemajuan
pembagunan nasional, faktor pendidikan merupakan hak asasi manusia,
sekaligus hak konstitusional warga negara yang dilaksanakan oleh negara,
dalam hal ini oleh Pemerintah c.q Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional melalui Perguruan Tinggi Negeri.
Kedua, Peran Pemerintah dalam Menghapus Diskriminasi Bagi
Penyandang Difabilitas adalah meratifikasi The Convention on The Rights of
Persons with Disabilities (CRPD), sebagai dasar negara dalam menjamin
perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar semua orang
cacat tanpa diskriminasi. Seperti unsur negara hukum adalah adanya
jaminan terhadap HAM, khususnya jaminan terhadap hak-hak kaum
disabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi Habib Shultan, “Politik Hukum Perlindungan HAM di Indonesia:
Studi Upaya Mewujudkan Keadilan Kaum Perempuan di Bidang
Kesehatan dan Pendidikan” Jurnal Ilmiah Cakrawala, Fakultas
Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Tahun 2013.
Asplund Knut,dkk, Hukum Hak Asasi Manusia Yogyakarta: Pusat Studi
Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, PUSHAM UII,
2008.
Basuki, Udiyo, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia:
Studi Ratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The
Rights of Persons with Disabilities)”, Jurnal Sosio-Religia, Vol.10, No.1
Februari 2012.
El-Muhtaj Majda, “HAM, DUHAM, RANHAM, Indonesia” dalam Eko
Riyadi dan Supriyanto (ed.), Mengurai Kompleksitas Hak Asasi
Manusia: Kajian Multi Perspektif, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2007.
Hardjowirogo Marbangun, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis
Nasional, Regional dan Internasional, Bandung: Patma, 1977.
Jaelani Abdul Qodir, “Meletakkan Pancasila Sebagai Etika Bersama Untuk
Memahami Multikulturalisme Bangsa Indonesia” Naskah Lomba
Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2013.
________________, Urgensi Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
34
Udiyo Basuki & Abdul Qodir Jaelani: Kajian atas Pelaksanaan Pemenuhan ...
Dalam Membangun Pradigma Hukum Progresif di Indonesia Dalam
Mahasiswa dan Masa Depan Bangsa , Yogyakarta: Bagian Akademik
UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Marzuki Suparman, Tragedi Politik Hukum dan HAM, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Muladi, Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam
Persepektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama,
2009), hlm. 260-261.
Muntoha, dalam Eko Riyadi dan Supriyanto (ed.) “Mengurai Kompleksitas
Hak Asasi Manusia: Kajian Multi Perspektif, Yogyakarta: PUSHAM
UII, 2007.
Nasution Bahder Johan, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung:
Mandar Maju, 2012.
Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987.
Puspitasari Sri Hastuti, “Perlindungan HAM dalam Struktur
Ketatanegaraan Republik Indonesia, dalam, Eko Riyadi dan
Supriyanto Abdi (Ed.), Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia
“Kajian Multi Perspektif”, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2007.
Sunarto, D.M, Alternatif Meminimalisasi Pelanggaran HAM dalam Penegakan
Hukum Pidana, dalam Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan
Implikasi dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2007.
Suseno Franz Magnis, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Sutiyoso Bambang, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: UII Press, 2010.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities
(Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2007
Tentang Santunan Dan Tunjangan Cacat Prajurit Tentara Nasional
Indonesia.
PANGGUNG HUKUM
Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia
Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta
Vol.1, No.2, Juni 2015
Download