Laporan Akhir Estimasi Output Gap Indonesia Oleh: Damhuri Nasution Anton Hendranata KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO Jakarta, 10 Desember 2014 Kata Pengantar Laporan ini merupakan Laporan Akhir kajian Estimasi Output Gap Indonesia, yang merupakan hasil kerjasama dengan Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti utama Damhuri Nasution dan Anton Hendranata. Akhirnya, perlu kami sampaikan bahwa pemikiran-­‐pemikiran serta pendapat-­‐pendapat yang dikemukakan di dalam studi ini merupakan pemikiran kolektif dari Tim Peneliti dan tidak mencerminkan keinginan-­‐keinginan dari pihak-­‐pihak yang mempercayakan studi ini kepada kami. Jakarta, 10 Desember 2014 Tim Peneliti A. Pendahuluan Output gap di definisikan sebagai selisih antara output aktual dengan output potensial. Output aktual adalah nilai output perekonomian yang sesungguhnya, sedangkan output potensial adalah nilai output perekonomian yang optimum yang dapat dianggap permanen dan berkelanjutan (sustainable) dalam jangka menengah tanpa adanya kejutan (shock) dan tekanan inflasi. Dengan demikian output gap dapat memberikan gambaran mengenai keberadaan kelebihan permintaan (excess demand) atau kelebihan penawaran (excess supply) dalam perekonomian. Gambar 1 menyajikan secara visual output aktual dan potensial serta output gap. Gambar 1. Output aktual, output potensial dan output gap Output gap yang bernilai negatif mengindikasikan nilai output aktual yang lebih rendah dari potensialnya atau pertumbuhan ekonomi yang tidak optimum. Dalam kondisi seperti ini penawaran cenderung berlebih (excess supply) sehingga tingkat harga-­‐harga juga cenderung menurun atau deflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimum juga menyebabkan meningkatnya angka pengangguran serta penurunan penerimaan pajak. Jika output gap bernilai negatif, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif, antara lain melalui penurunan pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan ekspor dengan memberikan insentif kepada eksportir, khususnya eksportir manufaktur. Disamping itu pemerintah juga dapat merelaksasi kebijakan impor bahan baku dan penolong untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri, meningkatkan belanja pemerintah serta beberapa kebijakan fiskal lainnya. Dari sisi kebijakan moneter, bank sentral dapat mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan moneter longgar seperti penurunan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar sehingga penyaluran kredit meningkat, dan dengan demikian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Disamping itu relaksasi makroprudensial seperti peningkatan loan to value (LTV) rasio dan loan to deposit rasio juga dapat menjadi pilihan kebijakan untuk mendorong peningkatan aktifitas perekonomian serta beberapa kebijakan moneter lainnya. Sebaliknya output gap yang positif mengindikasikan nilai output aktual yang lebih tinggi dari output optimumnya. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga tingkat harga-­‐harga cenderung mengalami kenaikan yang signifikan atau laju inflasi yang relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang melampaui optimumnya juga menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap barang-­‐ barang impor, sehingga neraca perdagangan menjadi defisit atau neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang pada gilirannya dapat memicu sentimen negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan, terutama terhadap nilai tukar rupiah. Kondisi perekonomian dengan output gap yang positif ini biasanya disebut over heating. Pada saat output gap positif, pemerintah dapat melakukan kebijakan fiskal yang kontraktif untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi agar tidak kepanasan. Kebijakan tersebut antara lain dengan menaikkan pajak, termasuk menaikkan pajak impor bahan baku dan penolong, mengurangi belanja pemerintah, menaikkan harga BBM bersubsudi serta beberapa kebijakan lainnya yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pada saat yang sama otoritas moneter juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menaikkan suku bunga, memperlambat pertumbuhan jumlah uang beredar sehingga memperlambat pertumbuhan kredit yang pada gilirannya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Disamping itu otoritas moneter juga dapat melakukan kebijakan makroprudensial dengan menurunkan loan to value ratio (LTV) maupun loan to deposit ratio (LDR) dan lain-­‐lain. Uraian di atas memberikan gambaran mengenai pentingnya estimasi output gap karena dapat menjadi indikator ringkas keberadaan kelebihan permintaan dan kelebihan penawaran dalam perekonomian. Dalam jangka pendek kedua hal tersebut dapat menyebabkan tekanan inflasi atau deflasi, yang pada gilirannya dapat direspon dengan kebijakan moneter dan fiskal yang sesuai. Meskipun permasalahan output gap sangat penting dalam penyusunan kebijakan fiskal dan moneter, namun studi yang komprehensif mengenai ini di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini bisa difahami mengingat output potensial maupun output gap keduanya adalah variabel yang tidak teramati atau laten (unobservable), yang dalam pengukuran atau estimasinya mengandung unsur kesalahan atau ketidakpastian. Jika unsur ketidakpastiannya atau kesalahan pengukurannya relatif besar, maka penggunaan output potensial dan output gap untuk menyusun rekomendasi kebijakan dapat menimbulkan kesalahan. Karena itu estimasi output potensial dan output gap haruslah dilakukan sedemikian rupa dengan menggunakan metode yang ilmiah dan dievaluasi menggunakan metodologi yang sesuai dengan teori ekonomi yang mendasarinya. Salah satu studi yang pernah dilakukan untuk estimasi output potensial dan output gap di Indonesia dilakukan oleh Tjahjono, Munandar dan Waluyo (2010) dari Biro Riset Ekonomi Bank Indonesia. Studi ini lebih mengedepankan pendekatan dengan model fungsi produksi, dimana output potensial dihitung berdasarkan fungsi produksi dan adanya hubungan antara output gap dengan laju inflasi. Selanjutnya Cerra dan Saxena (2000) melakukan studi untuk estimasi ouput potensial dan output gap di Swedia dengan menggunakan beberapa pendekatan yang secara umum dibagi menjadi dua yaitu metode Univariate dan Multivariate. Studi yang mirip juga dilakukan oleh Saulo (2010) yang mencoba memperkirakan output potensial dan output gap dengan menggunakan serangkaian metode Univariate seperti Hodrick-­‐Prescott filter, Band-­‐Pass filter, rata-­‐rata bergerak dan lain-­‐lain serta pendekatan fungsi produksi dan structural VAR. Bertolak dari uraian di atas, maka studi ini bertujuan untuk mengestimasi output potensial dan output gap perekonomian Indonesia. Mengingat banyaknya pilihan metode yang tersedia, maka dalam studi ini akan digunakan beberapa pendekatan baik yang tergolong univariate maupun multivariate, dan akan dipilih salah satu pendekatan yang dianggap terbaik. Pemilihan model terbaik didasarkan pada kemampuan output gap menjelaskan dinamika inflasi di Indonesia. Dalam hal ini model yang baik seharusnya mampu menjelaskan pergerakan laju inflasi dari waktu ke waktu. B. Tinjauan Metodologi Ada dua pendekatan yang umum digunakan untuk estimasi output gap, yaitu metode univariate dan multivariate. Metode univariate pada dasarnya adalah mendekomposisikan satu variabel time series menjadi komponen permanen dan siklus. Adapun metode yang termasuk dalam kategori univariate antara lain Hodrick-­‐Prescott filter, Beveridge-­‐Nelson decomposition, Band-­‐Pass filter, univariate unobserved component model, dan lain-­‐lain. Proses estimasi output potensial dan output gap dengan menggunakan univariate tidak mengikutsertakan variabel-­‐variabel kunci makroekonomi, sehingga kadangkala agak sulit menjelaskan dinamika yang dihasilkan sesuai dengan teori ekonomi maupun pemahaman secara empiris. Selanjutnya pendekatan multivariate dilakukan dengan membangun model ekonometrika yang didasarkan pada teori ekonomi yang solid dan mengikutsertakan variabel-­‐variabel kunci makroekonomi. Dengan demikian dinamika output potensial dan output gap yang dihasilkan dengan pendekatan ini diharapkan dapat dijelaskan berdasarkan teori ekonomi yang mendasarinya maupun pemahaman empiris. Secara teknis pendekatan univarate lebih sederhana dibandingkan dengan multivariate. Namun demikian bukan berarti hasil estimasi output potensial dan output gap yang dihasilkan dengan pendekatan univariate selalu lebih inferior dibandingkan dengan pendekatan multivariate. Studi yang dilakukan oleh Saulo (2010) untuk estimasi output gap di Brasil dengan menggunakan beberapa metode univariate dan multivariate menemukan bahwa metode Beveridge-­‐Nelson decomposition (salah satu kategori univariate) merupakan metode terbaik. Studi ini menemukan bahwa penambahan outgap sebagai salah satu variabel bebas dalam persamaan kurva Phillips dapat meningkatkan daya prediksi model secara signifikan. Sebaliknya studi yang dilakukan Cerra dan Saxena (2000) untuk estimasi output gap di Swedia yang juga dengan menggunakan beberapa pendekatan univariate dan multivariate menemukan bahwa pendekatan fungsi produksi (salah satu kategori multivariate) merupakan metode terbaik dibandingkan dengan metode lainnya. Namun dalam kasus Swedia sangat sulit untuk mengestimasi angka tenaga kerja dengan kondisi ekonomi full employment, sehingga pendekatan univariate tetap bermanfaat dalam studi ini untuk mendekomposisikan variabel tenaga kerja tersebut. Studi yang dilakukan oleh Tjahjono, Munandar dan Waluyo (2010) untuk estimasi output potensial dan output gap di Indonesia dengan menggunakan beberapa metode univariate dan multivariate menemukan bahwa pendekatan multivariate lebih baik dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Studi ini menggunakan model multivariate dengan pendekatan unemployment dan capacity utilization. Model ini memasukkan hubungan empirik yang relevan antara PDB aktual, PDB potensial, tingkat pengangguran, laju inflasi dan capacity utilization sektor manufaktur dalam kerangka small macroeconometric model. Dengan latar belakang seperti itu, maka estimasi output potensial dan output gap dalam studi ini akan digunakan beberapa pendekatan yang termasuk pendekatan univariate maupun multivariate. Adapun metode yang akan digunakan meliputi Hodrick-­‐Prescott filter, Band-­‐Pass filter, ARIMA + Hodrick-­‐Prescott, fungsi produksi dan structural VAR. Dari beberapa metode ini akan dipilih satu metode terbaik berdasarkan kemampuan variabel output gap yang dihasilkan untuk menjelaskan pergerakan dinamika laju inflasi di Indonesia. B.1. Metode Univariate Pendekatan univariate dimaksudkan untuk mendekomposisikan suatu data time series ke dalam komponen tren jangka panjang dan komponen siklus. Beberapa metode yang umum digunakan untuk estimasi ouput potensial dengan pendekatan univariate meliputi Hodrick-­‐ Prescott filter, Beveridge-­‐Nelson decomposition, the Band-­‐Pass filter, dan masih ada beberapa pendekatan univariate lainnya. Sebagaimana disebutkan di atas, metode univariate yang akan digunakan dalam studi ini meliputi Hodrick-­‐Prescott filter, Band-­‐Pass filter dan ARIMA + Hodrick-­‐Prescott. B.1.1. Hodrick-­‐Prescott Filter Hodrick-­‐Prescott (HP) filter adalah salah satu metode smoothing yang tergolong sederhana yang semakin populer dan digunakan secara luas. Selain sederhana, HP juga memiliki fleksibilitas untuk tracking karakteristik pergerakan tren output potensial. Karena itu metode ini banyak digunakan oleh bank sentral, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), bank sentral Eropa (ECB), dan bebarapa bank sentral lainnya. Jika yt adalah nilai aktual output dan gt adalah output potensial serta dt adalah deviasi dari output potensial, maka estimasi output potensial (gt) diperoleh dengan meminimumkan kombinasi gap antara output aktual dengan output potensialnya, atau: Dimana λ = parameter pemulusan estimasi tren output. Jika λ rendah, maka tren output atau output potensial yang dihasilkan dari estimasi di atas akan cenderung mendekati data aktualnya. Sebaliknya jika λ tinggi, maka tren output yang dihasilakan dengan estimasi seperti diatas akan lebih mulus dan menjauhi data aktualnya. Selanjutnya jika λ tak terhingga, maka hasil estimasi output potensial akan berupa garis lurus. Terakhir jika λ = 0, maka gt = yt yang artinya output potensial akan sama dengan nilai aktual-­‐nya. Dengan gambaran seperti itu, estimasi output potensial dengan HP filter sangat sensitif terhadap pemilihan nilai λ, dan akan sangat mempengaruhi hasil estimasi, khususnya pada data awal dan akhir periode observasi. Sifat HP filter yang sangat sensitif terhadap pemilihan λ, merupakan salah satu kekurangan HP filter. Tidak ada patokan yang pasti mengenai besarnya nilai λ yang harus digunakan. Namun untuk keperluan praktisnya, maka penggunaan λ=100 untuk data tahunan banyak digunakan praktisi. Untuk data triwulanan dan bulanan, maka penggunaan masing-­‐masing λ=1600 dan λ=14400 banyak disarankan oleh praktisi. Perlu ditambahkan disini bahwa metode ini kurang sesuai digunakan jika kondisi perekonomian tidak stabil. B.1.2. The Band-­‐Pass Filter Sebagaimana diketahui filtering adalah salah metode untuk menonjolkan data dengan frekuensi tertentu. Artinya metode filtering akan mengisolasi data dengan frekuensi tertentu dan tetap mempertahankan data dengan frekuensi lainnya. Jika data yang diisolasi adalah yang memiliki frekuensi tinggi (berarti mempertahankan frekuensi yang rendah), maka disebut low-­‐pass filtering. Sebaliknya jika data yang disolasi adalah frekuensi rendah (berarti mempertahankan frekuensi tinggi), maka disebut high-­‐pass filtering. Sementara itu Band-­‐Pass (BP) filtering adalah suatu teknik filtering yang akan mengisolasi data frekuensi rendah dan frekuensi tinggi dan mempertahankan data yang ada diantara keduanya. Dalam konteks filtering data time series, Band-­‐Pass filter adalah suatu metode filiering yang bersifat linier yang akan mengekstrak komponen siklus suatu data time series dalam suatu kisaran durasi tertentu. Dengan kata lain BP filtering akan menghitung komponen siklus dengan menggunakan rata-­‐rata bergerak di kedua sisi data sedemikian rupa sehingga komponen tersebut berada dalam suatu kisaran batas atas dan batas bawah. Kisaran durasi harus diplih berdasarkan pengetahuan mengenai kisaran panjang sikulus bisnis suatu negara, misalnya 1.5 tahun sampai dengan 8 tahun. BP filtering dihitung dengan menggunakan formula: Adapun kelebihan metode ini adalah karena relatif sederhana dan aplikasinya di berbagai negara dan bidang ilmu seringkali memberikan hasil yang sangat memuaskan. Sementara itu kekurangannya dalam perhitungan output potensial adalah BP memerlukan pengetahuan mengenai kisaran panjang siklus bisnis, dimana informasi ini seringkali belum tersedia untuk beberapa negara berkembang. Disamping itu penggunaan BP untuk filtering suatu data time series akan menghilangkan satu observasi di awal dan akhir data. B.1.3. ARIMA + HODRICK-­‐PRESCOTT FILTER Salah satu metode filtering yang termasuk kategori Univariate dan juga banyak digunakan adalah metode dekomposisi Beveridge-­‐Nelson (BN). BN filtering pada prinsipnya mendekomposisikan suatu data time series ke dalam tiga komponen, yaitu komponen tren deterministik, komponen siklus dan komponen residual. Proses dekomposisi tersebut dilakukan dengan menggunakan model ARMA(p,q), atau model ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S tanpa faktor musim (s) dan tanpa differencing (d). Dengan menggunakan pendekatan yang hampir sama, maka dalam studi ini akan digunakan model ARIMA(p,d,q) untuk mendekomposisikan data PDB kedalam tiga komponen di atas. Dalam hal ini faktor musim tidak dimasukkan ke dalam model karena data PDB yang digunakan memiliki frekuensi observasi tahunan. Kemudian terhadap komponen deterministik akan dilakukan pemulusan dengan menggunakan HP filter. Model ARIMA(p,d,q) diturunkan dari model regresi diri atau AR(p) dan rataan bergerak atau MA(q), dimana kedua model tersebut masing-­‐masing diformulasikan sebagai: Yt = δ + ϕ 1Yt −1 + ϕ 2 Yt −2 +...+ϕ p Yt − p + et Yt = δ + et − θ 1et −1 − θ 2 et − 2 −...−θ q et − q Selanjutnya model regresi diri dan rataan bergerak tanpa faktor musiman atau ARIMA(p,d,q) diformulasikan sebagai: (1 − ϕ 1 B − ϕ 2 B 2 −...−ϕ p B p ) (1- B) d Yt = δ + (1 − θ1 B − θ 2 B 2 −...−θ q B q )et Atau: ϕ p (B )Wt = δ + θ q (B )et Untuk menentukan nilai p dan q dilakukan dengan menggunakan plot autokorelasi maupun dengan menggunakan Schwarz criterion. B.2. Metode Multivariate Pendekatan multivariate dimaksudkan untuk mengisolasikan pengaruh sturuktur dan siklus perekonomian terhadap output berdasarkan teori ekonomi yang mendasarinya. Model yang digunakan dengan pendekatan ini dibangun berdasarkan fundamental ekonomi dan kemudian diestimasi berdasarkan prinsip-­‐prinsip ekonometrika. Adapun model yang umum digunakan dengan pendekatan ini antara lain adalah pendekatan fungsi produksi dan structural VAR. B.2.1. Fungsi Produksi Cobb-­‐Duglas Misalkan y, l dan k masing-­‐masing adalah menyatakan logaritma natural output, tenaga kerja dan modal, serta e adalah total factor productivity, maka model umum fungsi produksi Cobb-­‐Douglas dapat dituliskan sebagai: Selanjutnya output potensial dihitung dengan: Dalam hal ini tenaga kerja dan total factor productivity terlebih dahulu menjalani proses pemulusan dengan menggunakan HP filter. Sedangkan kapital tetap menggunakan data aslinya. Sebagaimana disebutkan di atas, kelebihan pendekatan ini terutama adalalah karena model dibangun berdasarkan teori ekonomi. Sementara itu kelemahan penggunaan model ini terletak pada sulitnya mendapatkan data kapital serta data tenaga kerja yang validitasnya seringkali dipertanyakan. B.2.2. Structural VAR Model structural VAR yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada model yang dikembangkan oleh Blanchard dan Quah (1989) dengan model umum sebagai berikut: Adapun variabel yang dimasukkan ke dalam model adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta laju inflasi. Adapun kelebihan utama dari model ini adalah dibangun berdasarkan teori ekonomi serta mampu menangkap dinamika yang ada dalam perekonomian. Sedangkan kelemahannya adalah terlalu banyak parameter model yang harus diestimasi serta sangat sensitif terhadap spesiifkasi model. B.3. Evaluasi Model Selanjutnya untuk menentukan model terbaik dari beberapa pendekatan estimasi output potensial dan output gap yang dikemukakan di atas akan digunakan kurva Phillips. Dalam hal ini model atau metode terbaik adalah model yang menghasilkan output gap yang mampu menjelaskan dinamika laju inflasi di dalam negeri. Secara umum model kurva Phillips yang umum digunakan adalah sebagai berikut: Dimana π adalah laju inflasi dan ygap adalah out put gap. C. Data dan Sumber Data Studi dilakukan dengan menggunakan data makroekonomi tahunan dengan periode observasi 1983 – 2013. Adapun variabel yang digunakan meliputi Produk Domestik Bruto (PDB) ril, capital stock, jumlah tenaga kerja dan indeks harga konsumen serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. D. Hasil Estimasi dan Pembahasan D.1. Univariate D.1.1. Hodrick Prescott Filter (HP filter) Hasil estimasi output potensial menggunakan metode HP filter disajikan pada Tabel 4.1, Gambar 4.1, dan Gambar 4.2. Pendekatan metode ini cenderung menghasilkan dugaan PDB potensial yang lebih rendah dari PDB aktualnya. Tabel 4.1. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan HP Filter Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 HP filter PDB potensial na 649,717 703,137 756,952 811,586 867,370 924,365 982,254 1,040,394 1,097,883 1,153,637 1,206,481 1,255,301 1,299,384 1,338,959 1,375,813 1,413,573 1,455,344 1,503,432 1,559,486 1,624,528 1,699,035 1,783,011 1,876,035 1,977,363 2,085,964 2,200,674 2,320,296 2,443,414 2,568,554 2,694,452 Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% na 2.46% 8.22% 5.88% 7.65% 4.93% 7.22% 5.78% 6.87% 7.46% 6.57% 7.24% 6.26% 6.91% 5.92% 6.50% 5.53% 6.50% 5.08% 7.54% 4.58% 8.22% 4.05% 7.82% 3.51% 4.70% 3.05% -­‐13.13% 2.75% 0.79% 2.74% 4.20% 2.95% 3.64% 3.30% 4.50% 3.73% 4.78% 4.17% 5.03% 4.59% 5.69% 4.94% 5.50% 5.22% 6.35% 5.40% 6.01% 5.49% 4.63% 5.50% 6.22% 5.44% 6.49% 5.31% 6.26% 5.12% 5.78% 4.90% Gambar 4.1. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan HP Filter Gambar 4.2. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan HP Filter D.1.2. Band Pass Filter Hasil estimasi output potensial menggunakan metode Band Pass filter disajikan pada Tabel 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4. Metode ini menghasilkan dugaan PDB potensial yang cenderung mendekati PDB aktualnya dan mampu menangkap dengan baik pola goncangan krisis ekonomi 1998 dan 2009. Tabel 4.2. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Band Pass Filter Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 Band Pass PDB potensial na na 714,009 746,128 787,185 835,102 892,537 956,734 1,022,448 1,090,150 1,164,859 1,251,764 1,350,387 1,443,005 1,437,152 1,390,901 1,348,416 1,388,061 1,444,957 1,507,510 1,579,544 1,661,317 1,751,462 1,853,833 1,964,625 2,075,478 2,191,440 2,319,114 2,465,935 2,617,986 na Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% na 2.46% na 5.88% 4.50% 4.93% 5.50% 5.78% 6.09% 7.46% 6.88% 7.24% 7.19% 6.91% 6.87% 6.50% 6.62% 6.50% 6.85% 7.54% 7.46% 8.22% 7.88% 7.82% 6.86% 4.70% -­‐0.41% -­‐13.13% -­‐3.22% 0.79% -­‐3.05% 4.20% 2.94% 3.64% 4.10% 4.50% 4.33% 4.78% 4.78% 5.03% 5.18% 5.69% 5.43% 5.50% 5.84% 6.35% 5.98% 6.01% 5.64% 4.63% 5.59% 6.22% 5.83% 6.49% 6.33% 6.26% 6.17% 5.78% na Gambar 4.3. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Band Pass Filter Gambar 4.4. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Band Pass Filter D.1.3. Arima + HP filter Hasil estimasi model ARIMA disajikan pada Tabel 4.3, hasil dugaannya jauh dari memuaskan karena tidak mampu menangkap perilaku PDB dengan baik. Tabel 4.3. Model ARIMA(1,1,0) Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 11/28/14 Time: 09:20 Sample: 1984 2013 Included observations: 30 Convergence achieved after 5 iterations Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AR(1) 74473.62 0.462780 19728.46 0.172220 3.774933 2.687138 0.0008 0.0120 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.205013 0.176621 57584.04 9.28E+10 -370.3633 7.220711 0.011989 Inverted AR Roots .46 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 70870.49 63460.31 24.82422 24.91763 24.85410 2.018593 Hasil estimasi output potensial menggunakan metode ARIMA dan HP filter disajikan pada Tabel 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6. Pendekatan metode ini cenderung menghasilkan dugaan PDB potensial yang lebih rendah dari PDB aktualnya. Tabel 4.4. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan ARIMA dan HP Filter Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 Arima + HP PDB potensial 633,511 681,207 729,215 777,995 828,215 880,306 934,481 990,567 1,047,956 1,105,733 1,162,769 1,217,805 1,269,550 1,316,857 1,359,158 1,397,084 1,433,113 1,471,701 1,515,683 1,566,960 1,626,837 1,695,985 1,774,559 1,862,260 1,958,377 2,061,917 2,171,625 2,286,210 2,404,435 2,524,839 2,646,085 Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% 7.53% 2.46% 7.05% 5.88% 6.69% 4.93% 6.46% 5.78% 6.29% 7.46% 6.15% 7.24% 6.00% 6.91% 5.79% 6.50% 5.51% 6.50% 5.16% 7.54% 4.73% 8.22% 4.25% 7.82% 3.73% 4.70% 3.21% -­‐13.13% 2.79% 0.79% 2.58% 4.20% 2.69% 3.64% 2.99% 4.50% 3.38% 4.78% 3.82% 5.03% 4.25% 5.69% 4.63% 5.50% 4.94% 6.35% 5.16% 6.01% 5.29% 4.63% 5.32% 6.22% 5.28% 6.49% 5.17% 6.26% 5.01% 5.78% 4.80% Gambar 4.5. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan ARIMA + HP Filter Gambar 4.6. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan ARIMA + HP Filter D.2. Multivariate D.2.1. Fungsi Produksi D.2.1.1. Fungsi Produksi Tanpa Restriksi Hasil estimasi fungsi produksi tanpa restriksi dugaan parameter koefiisein regresi disajikan pada Tabel 4.5 dan 4.6. Fungsi produksi Indonesia bersifat increasing return scale karena total dugaan koefisien regresinya > 1. Tabel 4.5. Fungsi Produksi Tanpa Restriksi, Faktor Tenaga Kerja Menggunakan HP Filter Dependent Variable: LOG(GDP) Method: Least Squares Date: 12/14/14 Time: 20:32 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Convergence achieved after 40 iterations MA Backcast: 1984 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LOG(K) LOG(TK_HP) AR(1) MA(1) -7.134757 1.216915 0.248359 0.923401 0.370988 18.81056 0.421459 1.900115 0.052419 0.193716 -0.379295 2.887388 0.130707 17.61573 1.915117 0.7078 0.0081 0.8971 0.0000 0.0675 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.993864 0.992841 0.032445 0.025264 61.01307 971.8297 0.000000 Inverted AR Roots Inverted MA Roots .92 -.37 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 14.16239 0.383466 -3.862971 -3.627230 -3.789140 1.982670 Tabel 4.6. Fungsi Produksi Tanpa Restriksi, Faktor Tenaga Kerja dan Kapital Menggunakan HP Filter Dependent Variable: LOG(GDP) Method: Least Squares Date: 12/14/14 Time: 20:32 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Convergence achieved after 11 iterations MA Backcast: 1984 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LOG(K_HP) LOG(TK_HP) AR(1) MA(1) -13.23222 0.112080 2.261033 0.641123 0.406892 7.655311 0.363407 1.136266 0.193220 0.223527 -1.728502 0.308415 1.989881 3.318095 1.820330 0.0967 0.7604 0.0581 0.0029 0.0812 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.992491 0.991240 0.035891 0.030915 58.08598 793.0849 0.000000 Inverted AR Roots Inverted MA Roots .64 -.41 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 14.16239 0.383466 -3.661102 -3.425362 -3.587271 1.936489 Hasil estimasi output potensial menggunakan metode fungsi produksi tanpa restriksi dugaan parameter koefisien regresi disajikan pada Tabel 4.7, Gambar 4.7, dan Gambar 4.8. Nilai PDB potensial kecenderungan mendekati PDB aktualnya dan mampu menangkap dengan baik pola penurunan krisis ekonomi 1998 dan 2009. Tabel 4.7. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Tanpa Restriksi (TK HP Filter) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 FP_TKHP PDB potensial na na 713,644 738,324 782,465 826,777 882,042 961,056 1,028,371 1,082,875 1,153,252 1,235,819 1,336,645 1,447,490 1,556,039 1,403,192 1,329,824 1,476,895 1,411,586 1,466,385 1,532,250 1,624,703 1,723,983 1,826,661 1,944,196 2,074,261 2,217,900 2,317,221 2,467,186 2,635,325 2,809,513 Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% na 2.46% na 5.88% 3.46% 4.93% 5.98% 5.78% 5.66% 7.46% 6.68% 7.24% 8.96% 6.91% 7.00% 6.50% 5.30% 6.50% 6.50% 7.54% 7.16% 8.22% 8.16% 7.82% 8.29% 4.70% 7.50% -­‐13.13% -­‐9.82% 0.79% -­‐5.23% 4.20% 11.06% 3.64% -­‐4.42% 4.50% 3.88% 4.78% 4.49% 5.03% 6.03% 5.69% 6.11% 5.50% 5.96% 6.35% 6.43% 6.01% 6.69% 4.63% 6.92% 6.22% 4.48% 6.49% 6.47% 6.26% 6.82% 5.78% 6.61% 3,200,000 2,800,000 2,400,000 2,000,000 1,600,000 1,200,000 800,000 400,000 84 86 88 90 92 94 96 98 GDP 00 02 04 06 08 10 12 GDP_FP_TKHP Gambar 4.7. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Tanpa Restriksi (TK HP Filter) 15 10 5 0 -5 -10 -15 84 86 88 90 92 94 96 98 GDPGROW TH 00 02 04 06 08 GDPGROW TH_FP_TKHP 10 12 Gambar 4.8. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Tanpa Restriksi (TK HP Filter) D.2.1.2. Fungsi Produksi Dengan Restriksi Hasil estimasi fungsi produksi dengan restriksi dugaan parameter koefiisein regresi disajikan pada Tabel 4.8 dan 4.9. Fungsi produksi Indonesia bersifat capital intensif, dugaan koefisien regresi capital sebesar 0,6, sedangkan tenaga kerjanya sebesar 0,4. Penelitian Van Der Eng, memberikan hasil dugaan koefisien regresi yang hampir sama dengan penelitian ini. Tabel 4.8. Fungsi Produksi Dengan Restriksi, Faktor Tenaga Kerja Menggunakan HP Filter Dependent Variable: LOG(GDP) Method: Least Squares Date: 12/14/14 Time: 20:36 Sample (adjusted): 1984 2013 Included observations: 30 after adjustments LOG(GDP) = C(1) + C(2)*LOG(K) + (1-C(2))*LOG(TK_HP) C(1) C(2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.712284 0.600133 0.114354 0.033185 6.228744 18.08436 0.0000 0.0000 0.969447 0.968356 0.070980 0.141069 37.82742 888.4494 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 14.13842 0.399017 -2.388495 -2.295081 -2.358611 0.247864 Tabel 4.9. Fungsi Produksi Dengan Restriksi, Faktor Tenaga Kerja dan Kapital Menggunakan HP Filter Dependent Variable: LOG(GDP) Method: Least Squares Date: 12/14/14 Time: 20:40 Sample (adjusted): 1984 2013 Included observations: 30 after adjustments LOG(GDP) = C(1) + C(2)*LOG(K_HP) + (1-C(2))*LOG(TK_HP) C(1) C(2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.689960 0.605983 0.121106 0.035112 5.697140 17.25844 0.0000 0.0000 0.966710 0.965521 0.074091 0.153706 36.54052 813.1024 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 14.13842 0.399017 -2.302701 -2.209288 -2.272817 0.300992 Hasil estimasi output potensial menggunakan metode fungsi produksi tanpa restriksi dugaan parameter koefisien regresi disajikan pada Tabel 4.10, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10. Pendekatan metode ini cenderung menghasilkan dugaan PDB potensial yang lebih rendah dari PDB aktualnya. Tabel 4.10. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Dengan Restriksi (TK HP Filter) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 FP_TKHP_restriksi PDB potensial na 650,305 689,239 733,036 778,340 828,467 885,205 953,314 1,023,520 1,086,177 1,151,582 1,224,988 1,307,336 1,395,068 1,485,270 1,520,778 1,548,311 1,580,138 1,615,142 1,651,945 1,687,356 1,734,469 1,791,542 1,849,644 1,917,250 1,988,969 2,073,314 2,156,916 2,246,854 2,345,032 2,451,920 Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% na 2.46% 5.99% 5.88% 6.35% 4.93% 6.18% 5.78% 6.44% 7.46% 6.85% 7.24% 7.69% 6.91% 7.36% 6.50% 6.12% 6.50% 6.02% 7.54% 6.37% 8.22% 6.72% 7.82% 6.71% 4.70% 6.47% -­‐13.13% 2.39% 0.79% 1.81% 4.20% 2.06% 3.64% 2.22% 4.50% 2.28% 4.78% 2.14% 5.03% 2.79% 5.69% 3.29% 5.50% 3.24% 6.35% 3.66% 6.01% 3.74% 4.63% 4.24% 6.22% 4.03% 6.49% 4.17% 6.26% 4.37% 5.78% 4.56% 2,800,000 2,400,000 2,000,000 1,600,000 1,200,000 800,000 400,000 84 86 88 90 92 94 GDP 96 98 00 02 04 06 08 10 12 GDP_FP_TKHP_RESTRIKSI Gambar 4.9. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Restriksi (TK HP Filter) 12 8 4 0 -4 -8 -12 -16 84 86 88 90 92 94 GDPGROW TH 96 98 00 02 04 06 08 10 GDPGROW TH_FP_RESTRIKSI 12 Gambar 4.10. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan Fungsi Produksi Dengan Restriksi (TK HP Filter) D.2.2. SVAR Hasil estimasi model struktural VAR disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Estimasi Model SVAR Vector Autoregression Estimates Date: 11/28/14 Time: 07:25 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LOG(GDP) LOG(ERUS) LOG(CPI) LOG(GDP(-1)) 1.179956 (0.51193) [ 2.30490] -2.047814 (2.93900) [-0.69677] -0.126604 (0.91874) [-0.13780] LOG(GDP(-2)) -0.899156 (0.48982) [-1.83570] 6.110028 (2.81202) [ 2.17282] 1.094883 (0.87905) [ 1.24553] LOG(ERUS(-1)) -0.077156 (0.06751) [-1.14285] 1.138481 (0.38758) [ 2.93739] 0.299958 (0.12116) [ 2.47573] LOG(ERUS(-2)) 0.058153 (0.05605) [ 1.03744] -0.046060 (0.32181) [-0.14313] -0.143416 (0.10060) [-1.42564] LOG(CPI(-1)) 0.331777 (0.23973) [ 1.38395] -3.303251 (1.37629) [-2.40012] -0.020862 (0.43023) [-0.04849] LOG(CPI(-2)) -0.615117 (0.21401) [-2.87427] 4.418113 (1.22861) [ 3.59602] 1.029814 (0.38407) [ 2.68134] C 8.749930 (2.74705) [ 3.18520] -48.96206 (15.7707) [-3.10461] -12.49216 (4.92998) [-2.53392] @TREND 0.063029 (0.02566) [ 2.45678] -0.309974 (0.14729) [-2.10457] -0.058541 (0.04604) [-1.27146] 0.994367 0.992489 0.023192 0.033232 529.5874 62.25367 -3.741633 -3.364448 14.16239 0.383466 0.960282 0.947043 0.764384 0.190786 72.53311 11.57250 -0.246379 0.130806 8.418592 0.829058 0.996616 0.995489 0.074696 0.059640 883.6461 45.29433 -2.572022 -2.194837 3.428764 0.887942 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood 3.03E-09 1.15E-09 175.0147 Akaike information criterion Schwarz criterion -10.41481 -9.283254 Structural VAR Estimates Date: 11/28/14 Time: 07:25 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Estimation method: method of scoring (analytic derivatives) Convergence achieved after 11 iterations Structural VAR is just-identified Model: Ae = Bu where E[uu']=I Restriction Type: short-run text form @e1 = c(1)*@u1 @e2 = -c(2)*@e1 + c(3)*@u2 @e3 = -c(4)*@e1 - c(5)*@e2 + c(6)*@u3 where @e1 represents LOG(GDP) residuals @e2 represents LOG(ERUS) residuals @e3 represents LOG(CPI) residuals C(2) C(4) C(5) C(1) C(3) C(6) Log likelihood Estimated A matrix: 1.000000 5.342595 1.014557 Estimated B matrix: 0.033232 0.000000 0.000000 Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. 5.342595 1.014557 -0.114983 0.033232 -0.069830 0.023713 0.390195 0.362020 0.063059 0.004364 0.009169 0.003114 13.69211 2.802490 -1.823417 7.615773 -7.615773 7.615773 0.0000 0.0051 0.0682 0.0000 0.0000 0.0000 160.9741 0.000000 1.000000 -0.114983 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.069830 0.000000 0.000000 0.000000 0.023713 Hasil estimasi output potensial menggunakan metode SVAR disajikan pada Tabel 4.12, Gambar 4.11, dan Gambar 4.12. Pendekatan metode ini cenderung menghasilkan dugaan PDB potensial yang lebih rendah dari PDB aktualnya. Tabel 4.12. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan SVAR Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Aktual 644,230 689,169 706,137 747,623 784,451 829,796 891,670 956,246 1,022,342 1,088,768 1,159,499 1,246,925 1,349,422 1,454,923 1,523,302 1,323,343 1,333,812 1,389,770 1,440,406 1,505,216 1,577,171 1,656,517 1,750,815 1,847,127 1,964,327 2,082,456 2,178,850 2,314,459 2,464,566 2,618,938 2,770,345 SVAR PDB potensial 644,230 689,169 729,084 749,713 778,402 838,534 906,937 971,552 1,037,436 1,099,665 1,153,231 1,201,032 1,244,687 1,284,255 1,322,027 1,360,581 1,401,614 1,447,064 1,498,944 1,558,760 1,627,721 1,706,830 1,796,687 1,897,487 2,009,081 2,130,939 2,262,172 2,401,608 2,547,889 2,699,573 2,855,283 Growth PDB Aktual PDB potensial na na 6.98% 6.98% 2.46% 5.79% 5.88% 2.83% 4.93% 3.83% 5.78% 7.73% 7.46% 8.16% 7.24% 7.12% 6.91% 6.78% 6.50% 6.00% 6.50% 4.87% 7.54% 4.14% 8.22% 3.63% 7.82% 3.18% 4.70% 2.94% -­‐13.13% 2.92% 0.79% 3.02% 4.20% 3.24% 3.64% 3.59% 4.50% 3.99% 4.78% 4.42% 5.03% 4.86% 5.69% 5.26% 5.50% 5.61% 6.35% 5.88% 6.01% 6.07% 4.63% 6.16% 6.22% 6.16% 6.49% 6.09% 6.26% 5.95% 5.78% 5.77% 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 84 86 88 90 92 94 96 GDP 98 00 02 04 06 08 10 12 GDP (Baseline) Gambar 4.9. PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan SVAR 12 8 4 0 -4 -8 -12 -16 84 86 88 90 92 94 96 GDPGROW TH 98 00 02 04 06 SVARGROW TH 08 10 12 Gambar 4.10. Pertumbuhan (%) PDB Aktual vs PDB Potensial menggunakan SVAR D.3. Metode Terbaik Untuk memilih model mana yang terbaik menjelaskan estimasi output potensial perekonomian Indonesia digunakan pendekatan kurva Phillips yang menjelaskan hubungan inflasi dengan output gap. Hasil regresi dari setiap metode estimasi output potensial menggunakan pendekatan kurva Phillips disajikan pada Tabel 4.13-­‐4.18. Tabel 4.13. Model Inflasi Dengan Output Gap HP Filter Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 06/15/14 Time: 06:24 Sample (adjusted): 1986 2013 Included observations: 28 after adjustments Convergence achieved after 439 iterations MA Backcast: 1985 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_HP(-1) INF(-1) MA(1) -1.037006 0.640504 0.838271 -0.953224 1.286360 0.150203 0.095805 0.043392 -0.806155 4.264251 8.749717 -21.96793 0.4281 0.0003 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.448232 0.379261 7.874418 1488.155 -95.35351 6.498840 0.002246 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 10.03851 9.994564 7.096679 7.286994 7.154860 2.137056 .95 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.396732 2.937198 Prob. F(2,22) Prob. Chi-Square(2) 0.2685 0.2302 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 9.117761 11.80961 29.29934 Prob. F(2,25) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2) 0.0011 0.0027 0.0000 Tabel 4.14. Model Inflasi Dengan Output Gap Band Pass Filter Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 06/15/14 Time: 05:52 Sample (adjusted): 1986 2013 Included observations: 28 after adjustments Convergence achieved after 20 iterations MA Backcast: 1985 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_BP(-1) INF(-1) MA(1) 2.192296 0.000505 0.846976 -0.999987 0.435481 3.10E-05 0.037172 2.55E-06 5.034198 16.27245 22.78508 -391460.1 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.920306 0.910344 2.992630 214.9400 -68.26444 92.38391 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 10.03851 9.994564 5.161746 5.352061 5.219927 2.116295 1.00 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.796834 5.321928 Prob. F(2,22) Prob. Chi-Square(2) 0.0827 0.0699 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.861947 1.806212 1.396833 Prob. F(2,25) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2) 0.4345 0.4053 0.4974 Tabel 4.15. Model Inflasi Dengan Output Gap ARIMA + HP Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 06/15/14 Time: 06:43 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations MA Backcast: 1984 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_ARIMA(-1) INF(-1) MA(1) 2.232692 4.38E-05 0.833074 -0.931119 1.186233 1.37E-05 0.103806 0.065153 1.882169 3.187877 8.025318 -14.29127 0.0715 0.0038 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.320620 0.239094 8.604213 1850.812 -101.4124 3.932753 0.019901 Inverted MA Roots Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 9.855481 9.863835 7.269823 7.458416 7.328888 1.805981 .93 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.375891 0.805112 Prob. F(2,23) Prob. Chi-Square(2) 0.6908 0.6686 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 8.771810 11.68403 34.37171 Prob. F(2,26) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2) 0.0012 0.0029 0.0000 Tabel 4.16. Model Inflasi Dengan Output Gap Fungsi Produksi Tanpa Restriksi Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 12/01/14 Time: 03:42 Sample (adjusted): 1986 2013 Included observations: 28 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_FP_TKHP(-1) INF(-1) 9.735553 -0.000103 0.034972 2.757166 6.75E-05 0.203184 3.530999 -1.525027 0.172120 0.0016 0.1398 0.8647 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.105884 0.034354 9.821384 2411.490 -102.1114 1.480285 0.246845 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 10.03851 9.994564 7.507958 7.650694 7.551594 1.923724 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.128232 Prob. F(2,23) 0.308773 Prob. Chi-Square(2) 0.8803 0.8569 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1.245681 Prob. F(2,25) 2.537457 Prob. Chi-Square(2) 18.50361 Prob. Chi-Square(2) 0.3050 0.2812 0.0001 Tabel 4.17. Model Inflasi Dengan Output Gap Fungsi Produksi Dengan Restriksi Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 12/15/14 Time: 05:33 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_FP_TKHP_RESTRIKSI(-1) INF(-1) 8.566602 -4.01E-06 0.129552 2.888977 1.89E-05 0.220808 2.965272 -0.212592 0.586717 0.0064 0.8333 0.5625 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.024682 -0.050342 10.10907 2657.025 -106.6554 0.328989 0.722603 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 9.855481 9.863835 7.562440 7.703885 7.606739 1.943074 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.564663 1.303276 Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2) 0.5759 0.5212 Prob. F(2,26) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2) 0.9375 0.9307 0.5246 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.064752 0.143730 1.290119 Tabel 4.18. Model Inflasi Dengan Output Gap SVAR Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 09/29/14 Time: 22:28 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Convergence achieved after 20 iterations MA Backcast: 1984 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C YGAP_SVAR(-1) INF(-1) MA(1) 4.335793 3.22E-05 0.639183 -0.999357 1.059527 9.06E-06 0.090025 0.192435 4.092199 3.555010 7.100020 -5.193212 0.0004 0.0015 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.523804 0.466660 7.203570 1297.285 -96.25985 9.166456 0.000288 Inverted MA Roots Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 9.855481 9.863835 6.914472 7.103065 6.973537 2.052018 1.00 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.255412 Prob. F(2,23) 4.562684 Prob. Chi-Square(2) 0.1275 0.1021 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 36.68307 21.41190 57.24462 Prob. F(2,26) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2) 0.0000 0.0000 0.0000 Dari Tabel 4.13 – 4.18, berdasarkan uji statistik t, F, dan koefisien determinasi (R2 (adj)), model terbaik yang mampu mengestimasi output potensial Indonesia adalah metode Band Pass Filter. Metode ini mampu menjelaskan dengan sangat baik hubungan inflasi dengan output gap karena memiliki koefisien determinasi yang paling tinggi yaitu 0.91 dan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, walaupun melanggar asumsi autokorelasi. Namun demikian, pelanggaran autokorelasi tidak menggangu kesimpulan pengujian koefisien regresi secara parsial. E. Prospek Perekonomian Ke Depan Dalam penelitian ini, untuk memprediksi output potensial menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (1) Distributed lag model, (2) ARIMA, (3) Band Pass filter. Untuk pendekatan model Distributed lag dan ARIMA menghasilkan dugaan output potensial yang terlalu rendah, karena tren pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat dalam 5 tahun terakhir. Prinsip dasar dari distributed lag dan ARIMA adalah model yang dipengaruhi oleh data masa lalunya. Ketika data masa lalunya cenderung turun, maka prediksi ke depannya juga akan cenderung menurun atau dalam keadaan sebaliknya. Oleh karena ini pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, untuk memprediksi output potensial Indonesia menggunakan Band Pass Filter. Untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2014-­‐2018 menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang ada dalam RAPBN 2015. Hasil estimasi output potensial 2014-­‐2018 disajikan pada Gambar 4.11. 6.95% 7.0% GDP GDP Potensial 6.96% 6.60% 6.60% 6.5% 6.20% 6.0% 5.78% 5.76% 5.55% 5.5% 6.15% 5.71% 5.60% 5.30% 5.0% 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Gambar 4.11. Prediksi Pertumbuhan Output Potensial Menggunakan Band Pass Filter Pada tahun 2014 – 2015 diperkirakan PDB aktualnya lebih rendah dari PDB potensialnya. Dalam periode ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di bawah output potensialnya. Oleh karena itu, sebaiknya kebijakan fiskal (pemerintah) dan moneter (BI) bersifat longgar. Walaupun Indonesia dibayangi oleh defisit neraca transaksi berjalan karena tingginya impor barang dan jasa, sedangkan ekspor Indonesia sulit diharapkan meningkat karena lemahnya harga komoditas primer. Hal ini bukan berarti adanya sinyal overheating dalam perekonomian, sebab output aktualnya masih berada di bawah output potensialnya. Kebijakan BI dengan menaikkan suku bunga secara signifikan pada tahun 2013 dari 5,75% menjadi 7,50%, kemudian dinaikkan kembali pada November 2014 menjadi 7,75%, kami kira kuranglah tepat dan berlawanan kebijakan suku bunga negara maju. Pemulihan krisis ekonomi global tahun 2008, memaksa negara-­‐negara maju melakukan kebijakan ekonomi moneter longgar, dengan menurunkan suku bunga acuannya dan dipertahankan rendah dalam kurun waktu yang cukup lama. AS sudah mempertahankan suku bunga acuannya 0,25% selama hampir 6 tahun, begitu juga dengan Japan (0,1%). Sementara itu EU, terus menurunkan suku bunga acuannya sampai titik yang terendah yaitu 0,05% sejak Jun 2014. Akibat kebijakan moneter ketat BI, maka kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 berkisar 5-­‐5,1%, berada di bawah output potensialnya 5,6%. Kondisi ini kemungkinan akan berlanjut pada tahun 2015, di mana output aktualnya (5,6%) berada di bawah output potensialnya (5,7%). Diharapkan BI dan pemerintah dapat melakukan stimulus perekonomian secara efektif, sehinga mulai tahun 2016-­‐2018 pertumbuhan ekonomi aktual berada di kisaran output potensialnya. Apalagi pemerintah yang baru Jokowi – JK, akan fokus memperbaiki infrastrukur yang merupakan masalah struktural yang dihadapi oleh Indonesia. F. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “Output Gap Indonesia”, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Untuk melihat apakah suatu perekonomian mengalami overheating atau tidak? Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah menghitung output potensial suatu perekonomian, yang kemudian diperoleh output gapnya. 2. Untuk negara maju, output potensial sering digunakan untuk melihat kapasitas perekonomian, sedangkan studi di Indonesia relatif terbatas. BI sudah melakukan riset tentang output potensial, namun baru sebatas konsumsi internal. 3. Dalam perhitungan output potensial, pada umumnya dibagi dua pendekatan yaitu: (1) analisis univariat (HP filter, Band pass filter, ARIMA + HP filter) dan (2) analisis multivariate ( fungsi produksi dan SVAR). 4. Untuk memilih model terbaik, didekati dengan kurva Phillips yang menjelaskan hubungan inflasi dengan output gap. 5. Metode Band pass filter merupakan model terbaik untuk mengestimasi output potensial Indonesia, metode ini cocok juga digunakan untuk Brasil. 6. Output potensial Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 5,6%, berada jauh di atas perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5-­‐5,1%. Oleh karena itu, kondisi perekonomian Indonesia tidak akan mengalami overheating, walaupun ada ancaman defisit transaksi berjalan. 7. Target pemerintahan Jokowi – JK, pertumbuhan ekonomi Indonesia 7% dalam 3 tahun ke depan (2016), nampaknya akan sulit tercapai, karena pertumbuhan output potensialnya masih berada di bawah 6,5%.