inventarisasi komposisi jenis dan potensi tumbuhan

advertisement
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
INVENTARISASI KOMPOSISI JENIS DAN POTENSI
TUMBUHAN SARANG SEMUT (MYRMECODIA SP) BERDASARKAN
KARAKTERISTIK EKOLOGIS HABITATNYA
DI KAWASAN HUTAN PEGUNUNGAN MERATUS
KALIMANTAN SELATAN
Oleh/By
1
1
GUNAWAN , SUYANTO , HAFIZIANOR1, SITI HAMIDAH2
1
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Unlam
2
Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unlam
ABSTRACT
The research aims to: 1) Acquire complete an accurate information on the type of anthive plant and its potential source and host plants. 2) Compile data base of ant-hive
plants based on the factors of specific habitat. The information obtained is expected to
enable us to cultivate and preserve the also herbal plant. The data base of ant-hive will
be disseminated and can be used by the stakeholders.
The research resulth is as follows only one type of ant hive plant has been found,
recognized by the local people as “Angkis Putih”. The ant- hive is found to attach to 17
types of host plants. On average the potential source of host plants is 11,5 trees/ha
and the number of ant- hive plant is 127/ha on average. It can be concluded that there
are 102.127 host plants and 1.127. 841 ant- hive in Loksado subdistrict area. If on
nature ant hive is estimated to weigh 3 kg of fresh matter, the total amount in Loksado
area will be about 3,4 tons of fresh matter. The ecological characteristic of Loksado
area consists of thinly scattered bushes, forest vegetation and area of trees plantation
83,12% of vegetational area can become the potential source as habitat ant- hive.
The distribution of ant- hive is of irregular pattern, where the sport of habitat area
around the village of Ulang, Haratai, Kamawakan and Mentai. Most of the habitats lie
on the lover slopes of hilly terrain and by small rivers, not farther than 150 m of rivers.It
has also beeb found that factors of ant- hive existence area tempera soil moisture. Anthive flourishes on the site of low light intensity, low temperature high humidity and
sufficient moisture of soil. This condition is usually found under dense forest canopy.
Keywords: ant-hive, data base, habitat, Loksado.
Penulis untuk korespondensi : Tel. +6281349773820
PENDAHULUAN
Kekayaan jenis tumbuhan obat
yang terdapat di ekosistem alami di
Indonesia berasal dari berbagai tipe
ekosistem
hutan
yang
berhasil
diidentifikasi dan diinventarisasi tidak
kurang dari 1.845 jenis tumbuhan obat.
Begitu pula dengan kawasan hutan
Pegunungan Meratus dari beberapa
penelitian yang dilakukan di kawasan
hutan Pegunungan Meratus tersebut
telah diidentifikasi tidak kurang 47 jenis
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
tumbuhan berkhasiat obat (Saidah,
2002, Mansyur,2004, Arifin 2005).
Kemudian berdasarkan hasil penelitian
Yuliandi (2006) ditemukan 30 jenis
tumbuhan obat yang terdiri dari 11
jenis tumbuhan pohon, 3 jenis herba, 4
jenis perdu, 3 jenis semak dan 9 jenis
tumbuhan menjalar.
Dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan di kawasan hutan
Pegunungan Meratus belum pernah
71
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
teridentifikasi tumbuhan berkhasiat obat
yang berasal dari jenis tumbuhan epifit
bernama
sarang
semut
atau
Myrmecodia sp. Padahal selama ini
sarang semut banyak terdapat di
kawasan hutan Pegunungan Meratus.
Masyarakat banyak memanfaatkan dan
menjual sarang semut tersebut ke
pasaran.
Tidak
teridentifikasinya
tumbuhan sarang semut tersebut
karena
disebabkan
keberadaan
tumbuhan sarang semut belum banyak
diketahui
oleh
kalangan
peneliti
kehutanan.
Sarang
semut
merupakan
bagian dari tumbuhan epifit bernama
ilmiah Myrmecodia sp. Sarang semut
merupakan
anggota
marga
Psychotriacecae terdiri dari 26 spesies
tersebar di berbagai wilayah Indonesia,
seperti Papua, Siberut, Mentawai, Jawa
dan Kalimantan. Jenis yang banyak
ditemukan
adalah
Myrmecodia
tuberosa Bentuknya mirip umbi, di
bawah
batang
tanaman
yang
menggelembung.
Bagian
yang
menggelembung itulah yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat
dan digunakan masyarakat sebagai
tanaman obat. Di dalamnya terdapat
tiga jenis semut Irydomyrmex sebagai
penghuninya. Semut tersebut bukan
sembarang sarang semut seperti
tampak di beberapa ranting pohon
seperti pohon mangga.
Sampai saat ini belum ada data
base
yang
menginformasikan
komposisi jenis dan potensi sarang
semut
beradasarkan
karakteristik
ekologis habitatnya: Berapa jumlah
jenis atau species sarang semut yang
ada dan bagaimana potensinya di alam
? Berdasarkan tinjauan ekologis maka
karakteristik ekologis habitat yang
seperti apa yang menjadikan komunitas
tumbuhan sarang semut dapat hidup
dan berkembangbiak? Pertanyaanpertanyaan tersebut masih merupakan
permasalahan yang belum terjawab,
sementara peredaran sarang semut di
pasaran sudah begitu luas bahkan
sudah diproduksi dalam bentuk ekstrak
sebagai minuman suplemen. Oleh
karena itu dengan penelitian ini akan
dapat diketahui mengenai keberadaan
sarang semut di alam khususnya di
kawasan hutan Pegunungan Meratus
sebagai salah satu lokasi sumber
tumbuhan sarang semut di Kalimantan
Selatan baik menyangkut komposisi
jenis, potensi maupun karakteristik
ekologis habitatnya, sebab diduga
keberadaan tumbuhan sarang semut di
alam sangat terkait erat dengan
karakteristik kondisi ekologis habitatnya
mengingat sarang semut merupakan
tumbuhan epefit sehingga komunitas
tumbuhan sarang semut hanya dapat
berkembang pada karakteristik ekologis
habitat tertentu.
Untuk itulah perlu ada penelitian
mengenai komposisi jenis dan potensi
sarang semut berdasarkan karakteristik
ekologis habitatnya di kawasan hutan
lindung Loksado di Pegunungan
Meratus mengingat sumber peredaran
sarang semut di pasaran Kalimantan
Selatan berasal dari kawasan hutan
tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
kawasan hutan lindung Loksado di
Pegunungan Meratus di Kalimantan
Selatan. Hutan ini merupakan kawasan
hutan perawan (virgin forest) di
Pegunungan
Meratus.
Letaknya
membentang dari arah tenggara ke
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
sebelah utara sampai ke perbatasan
Kalimantan Timur.Posisinya membelah
wilayah Kalimantan Selatan lereng
barat dan timur terletak diantara
115’38’00” dan 115’52’00” Bujur Timur
– 2 28’00” dan 20 54’00” Lintang
Selatan terdiri dari hutan dataran tinggi,
72
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
hutan pegunungan dan lahan kering
tidak produktif. Di kawasan hutan
Pegunungan
Meratus
inilah
inventarisasi komposisi jenis dan
potensi sarang semut berdasarkan
karakteristik ekologis habitatnya akan
dilakukan. Bahan atau obyek dalam
penelitian ini adalah sarang semut dan
ekologi habitat sarang semut yang
terdapat di dalam petak-petak pada
jalur pengamatan pada kawasan hutan
Pegunungan Meratus di Kalimantan
Selatan.
Penelitian yang dilaksanakan ini
bertujuan untuk mendapatkan data
primer mengenai komposisi jenis dan
potensi
tumbuhan sarang semut
berdasarkan
karakteristik
ekologis
habitatnya. Sedangkan untuk data
sekunder yang berupa letak dan luas,
topografi, iklim mikro diperoleh dari
peta-peta serta dilakukan dengan
meminta informasi kepada instansi
terkait.
Analisis
komposisi
jenis
dilakukan dengan beberapa tahapan
dimulai dengan proses editing yaitu
meneliti hasil inventarisasi jenis-jenis
sarang
semut,
koding
yaitu
mengklasifikasian jenis-jenis sarang
semut
berdasarkan
taksonominya
dengan membandingkan sampel yang
diambil dengan kunci determinasi atau
teks book tumbuhan sarang semut ,
dan pentabulasian
yaitu proses
penyusunan data ke dalam bentuk
tabel yang akan dilanjutkan ketahap
analisis kualitatif-diskriptif. Sedangkan
analisis data potensi tumbuhan sarang
semut
akan
dianalisis
dengan
pendekatan kuantitatif .
Data faktor ekologis untuk
mengidentifikasi karakteristik ekologis
habitat sarang semut di alam akan
dianalisis
di
laboratorium
dan
kemudian di analisis secara kuantitatif
dan kualitatif agar dapat didiskrifsikan
karakteristik ekologis habitatnya di
alam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Jenis Tumbuhan Sarang Semut
Sarang semut yang dalam
bahasa latinnya disebut Myrmecodia
sp, disebut oleh masyarakat setempat
(Dayak
di
Kecamatan
Loksado)
sebagai ”angkis”. Menurut masyarakat,
ada 2 jenis sarang semut yang sering
ditemukan di hutan, yaitu ”angkis
merah” dan ”angkis putih”. (Tabel 3).
Perbedaan keduanya terletak pada
warna batangnya jika dibelah. Pada
angkis
merah,
setelah
dibelah
batangnya kelihatan di dalamnya warna
merah dan pada angkis putih, warna
batang bagian dalamnya berwarna
putih. Angkis merah sudah sangat
jarang ditemui, bahkan dalam penelitian
ini belum/tidak ditemukan lagi angkis
merah tersebut.
Otomatis yang
ditemukan hanya 1 jenis saja, yaitu;
angkis putih.
Tabel 3. Jenis sarang semut yang ada di Kecamatan Loksado
No.
Jenis
Nama
Nama latin
Keterangan
daerah
1.
Sarang semut angkis
?
Saat penelitian belum/tidak
merah
merah
ditemukan, jadi hanya
menurut cerita masyarakat
2.
Sarang semut angkis putih
Masih banyak ditemukan,
Myrmecodia
putih
terutama di pedalaman
tuberosa
hutan Loksado
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
73
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
Jenis sarang semut yang
ditemukan di wilayah Loksado ini
secara ilmiah diduga termasuk jenis
Myrmecodia tuberosa. Penentuan jenis
ini mengalami kesulitan dikarenakan
literatur tentang ciri dari masing-masing
jenis sulit dan belum ditemukan. Hal
ini dapat dimengerti sehubungan
dengan
baru
ditemukan
atau
dipublikasikan secara ilmiah jenis
tanaman tersebut baru pada dasa
warsa terakhir ini, sehingga literaturliteratur mengenai determinasi kunci
perbedaan dari setiap jenis masih sulit
ditemukan.
Salah satu kunci untuk
menduga
jenis
yang
ditemukan
tersebut, hanya berdasarkan dari salah
satu situs di internet yang menyatakan
bahwa
sebaran jenis Myrmecodia
tuberosa ada di Ambon, Sumatera
Barat, Sulawesi Utara dan Kalimantan.
(http://www.trubus-online.co.id/, 2006).
Terbatasnya kajian dari jenis ini juga
terlihat dari kajian ilmiah untuk obat dari
spesies Myrmecodia tuberosa yang
belum ada, sedangkan jenis M pendans
dan M formanicum sudah dilakukan (:
http://smilegung.multiply.com/journal/ite
m/21 , 2008).
Kesulitan determinasi jenis, juga
diakibatkan oleh banyaknya jenis
sarang semut.
Sarang semut
merupakan
nama
sekelompok
tumbuhan epifit dari famili Rubiaceae,
yang terdiri dari dua genus yaitu
Myrmecodia
dan
Hydnophytum,
dengan belasan spesies anggota famili
Rubiaceae
http://www.forumherbal.com/forum/infoherbal/sarang-semut-bikin-sel-kankercabut.html, 2008). Hingga kini, temuan
terakhir menyebutkan bahwa sedikitnya
ada 10 jenis/spesies sarang semut
yang tumbuh di pedalaman Papua,
antara lain jenis Myrmecodia pendans,
Myrmecodia
jobiensis, Myrmecodia
erinacea ,dan Myrmecodia
alata,
Myrmecodia
tuberosa
dan
hydnophytum.
(http://www.harianglobal.com/news , 2006). Meskipun
telah banyak jenis yang ditemukan,
namun tidak ada satupun literatur yang
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
ditemukan sebagai landasan untuk
kunci determinasi spesies dari masingmasing spesies sarang semut tersebut.
Semua spesies dari tumbuhan tersebut
memiliki batang menggelembung dan
berongga-rongga serta dihuni oleh
semut. Meskipun dalam salah satu
situs
internet
(http://www.deherba.com/testimonialpengguna-sarang-semut.html,
2008)
dikatakan bahwa umbi sarang semut
memiliki suatu sistem jaringan lubanglubang tersebut sangat khas sehingga
digunakan untuk mengembangkan
sistem klasifikasi dari genus ini, namun
tidak ada penjelasan lebih lengkap
bagaimana perbedaan dari masingmasing spesies ditinjau dari segi bentuk
lubang/rongga semut tersebut.
Sarang semut merupakan salah
satu epifit dari Rubiaceae yang dapat
berasosiasi dengan semut. Epifit berarti
tumbuhan yang menempel pada
tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara
parasit pada inangnya, hanya sebagai
tempat menempel.
Myrmecodia
menggantung di batang-batang pohon
tertentu. Bentuknya mirip umbi, di
bawah
batang
tanaman
yang
menggelembung, yang di dalamnya
dihuni oleh semut.
Semut merasa
nyaman tinggal di caudex, bagian yang
menggelembung lantaran tanaman
inang memproduksi gula. Zat itu
dimanfaatkan semut sebagai sumber
pakan, sebagai balas jasa, semut
melindungi tanaman dari pemangsa
herbivora
(:
http://smilegung.multiply.com/journal/ite
m/21 , 2008). Gambar sarang semut
sebagai tumbuhan epifit (menempel
pada pohon inang) dapat dilihat pada
hasil dokumentasi saat penelitian yang
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tumbuhan sarang semut ini
secara morfologi terbagi atas umbi,
batang, daun dan bunga.Umbi batang
sarang semut yang ditemukan ada
yang bulat dan ada yang bulat
memanjang (lonjong). Bentuk lonjong
ini yang paling banyak ditemukan.
Demikian pula bentuk daunnya bulat
74
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
memanjang (lonjong).
Permukaan
umbi batang berwarna cokelat keabuabuan dan diselimuti oleh duri-duri
kecil.
Ketika umbi batang tersebut
dibelah, akan nampak lapisan dalam
yang
berongga-rongga
dan
di
dalamnya banyak dihuni oleh semut.
Gambar sarang semut yang berhasil
didokumentasikan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 1. Sarang semut (Myrmecodia tuberosa ) menempel pada pohon inang.
Umbi batang
daun
bunga
Gambar 2. Sarang semut (Myrmecodia tuberosa).
Hasil penelitian ini seperti
gambaran sarang semut yang berhasil
ditelusuri dalam salah satu situs
internet yang menyatakan bahwa
biasanya bagian umbi sarang semut
mengalami proses menggelembung
sejalan dengan pertambahan usia
tanaman. Daunnya juga beragam, ada
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
yang membulat lonjong, ada yang
memanjang. Namun rata-rata umbinya
melonjong
dengan
tebaran
duri
bersusun pada pola tertentu di bagian
luarnya
(http://www.harianglobal.com/news , 2006). Selanjutnya
dikatakan bahwa lapisan dalam umbi ini
memiliki banyak rongga dalam struktur
75
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
acak. Rongga-rongga ini dimanfaatkan
semut sebagai sarangnya. Mungkin
dari sini lah asal nama sarang semut
didapat. Dalam situs internet lain juga
dikemukakan bahwa umbi pada
tumbuhan sarang semut biasanya
berbentuk bulat pada saat muda,
kemudian menjadi lonjong memendek
atau memanjang setelah tua. Umbinya
hampir
selalu
berduri
(http://www.deherba.com/testimonialpengguna-sarang-semut.html,
2008).
Duri tajam ini untuk melindungi dari
pemangsa herbivora (http://trubusonline.co.id , 2006).
Di permukaan umbi yang
dipenuhi duri juga sering dijumpai
adanya cendawan atau tumbuhan lain
yang menempel. Hal ini seperti terlihat
pada gambar 3. Hasil penelitian ini
seperti yang dikemukakan oleh salah
satu situs internet (http://www.harianglobal.com/news
,
2006),
yang
mengatakan bahwa umbi sarang semut
ini istimewa. Di antara lapisan “pagar”
durinya biasanya ditemukan juga
semacam cendawan. Demikian pula
dalam situs internet lain ((http://trubusonline.co.id , 2006) yang menyatakan
bahwa selain semut, cendawan endofit
juga sering ditemukan menghuni
tumbuhan sarang semut. Sarang
semut, semut dan cendawan ini akan
bersimbiosis.
Gambar 3. Permukaan umbi sarang semut ditumbuhi cendawan
Ukuran sarang semut yang
ditemukan sangat bervariasi, dari kecil
sampai besar, demikian pula berat
umbinya yang dapat mencapai 0,25 kg
sampai 5 kg. Dimensi dan berat sarang
semut yang ditemukan dapat dilihat
pada tabel 4. Hasil ini seperti yang
dikemukakan salah satu situs internet
((http://trubus-online.co.id , 2006) yang
menyatakan bahwa caudex (bagian
umbi
sarang
semut)
akan
menggelembung seiring bertambahnya
umur.
Ada yang berbobot 0,5 kg
sampai 5 kg.
Hasil dokumentasi
sarang semut dalam berbagai ukuran
dapat dilihat pada gambar 4.
Tabel 4. Dimensi dan berat sarang semut
Kategori
Panjang rata2
Diameter rata2
(cm)
(cm)
Kecil
5
3-5
Besar
40
15
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Berat basah / umbi (kg)
0,25
5
76
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
a. sarang semut ukuran kecil (muda)
b. sarang semut ukuran besar (tua)
Gambar 4. Sarang semut (Myrmecodia tuberosa) dalam berbagai ukuran.
Variasi sarang semut yang
ditemukan bukan hanya dalam hal
ukuran, tetapi juga jenis semut yang
menghuni. Ditemukan berbagai jenis
semut yang ditemukan menghuni
sarang semut, ada semut merah, semut
hitam, ada yang kecil ada yang besar.
Sayangnya
dalam
penelitian
ini
identifikasi jenis semut yang ditemukan
belum dan tidak dilakukan. Adanya
variasi jenis semut yang menghuni
sarang semut, juga dikemukakan oleh
Subroto,
A
dalam
http://smilegung.multiply.com , 2008)
yang menyatakan bahwa ada 3 jenis
semut Irydomyrmex yang menghuni
sarang semut, sedangkan Pusat
Penelitian Pengembangan Biologi LIPI
dalam
((http://trubus-online.co.id ,
2006) mengidentifikasi jenis semut
Ochetellus sp. Perbedaan jenis semut
yang menghuni, apakah menunjukkan
jenis/spesies sarang semut yang
berbeda, belum ada penjelasan tentang
hal ini.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Bunga sarang semut sangat
kecil
dan
berwarna
orange.
Pembungaan mulai sejak beberapa
ruas terbentuk dan ada pada tiap buku .
Dua bagian pada setiap bunga
berkembang pada suatu kantong udara
yang berbeda. Alveoli tersebut mungkin
ukurannya tidak sama dan terletak
pada tempat yang berbeda di batang.
Kuntum bunga muncul pada dasar
alveoli.
Di dalam bunga tersebut
terdapat biji. Gambar bunga dan biji
sarang semut secara lebih jelas dapat
dilihat pada gambar 5.
Menurut Latupapua, H,J,D dan
Partomiharjo,
T
dalam
http://deherba.com, 2007), mengatakan
bahwa adanya bunga, buah dan biji
memungkinkan
tumbuhan
sarang
semut untuk dibudidayakan, bahkan di
Australia dikembangkan dengan cara
kultur jaringan. Syaratnya budidaya
harus
dikondisikan
(suhu,
iklim,
intensitas cahaya, nutrisi) seperti
habitat
aslinya.
77
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
bunga
biji
Gambar 5. Bunga dan biji sarang semut (Myrmecodia tuberosa).
Inang Tumbuhan Sarang Semut
Selain meneliti jenis tanaman
sarang
semut,
maka
tumbuhan/tanaman inangnya pun tidak
kalah pentingnya untuk diteliti. Hal ini
dikarenakan tumbuhan sarang semut
merupakan epifit, yang menempel pada
tumbuhan/tanaman lain. Inventarisasi
tanaman inang perlu dilakukan, juga
dikarenakan adanya kenyataan bahwa
pada tempat yang sama ternyata tidak
semua pohon menjadi tanaman inang
dari sarang semut. Oleh karena itu
perlu didata, jenis-jenis tanaman apa
saja yang menjadi inang dari tanaman
sarang semut tersebut.
Hasil
inventarisasi pohon inang sarang semut
dapat dilihat pada Tabel 5.
Ada 17 jenis inang tanaman
sarang semut yang berhasil ditemukan
berdasarkan hasil inventari di lapangan.
Jenis
tanaman
inang
tersebut
bermacam-macam, tergantung dari
keadaan habitat tempat sarang semut
ditemukan.
Pembahasan lengkap
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
mengenai hal ini dapat dilihat pada
pembahasan mengenai penyebaran
tumbuhan sarang semut dan kondisi
ekologis habitat sarang semut.
Ada
hal
menarik
dalam
inventarisasi pohon inang dari tanaman
sarang semut ini, dimana ditemukan
pada tempat yang sama ternyata tidak
semua pohon yang ada menjadi inang
dari tanaman sarang semut. Apa yang
menyebabkan sarang semut lebih
menyukai
pohon-pohon
tertentu
(seperti yang terlihat pada tabel 5 dan
gambar 8 di depan), belumlah diketahui
secara pasti dan perlu penelitian lebih
lanjut dan mendalam. Mungkin ada
kaitannya dengan ultrastruktur maupun
kandungan kimia dari kayu dan kulit
pohon-pohon yang menjadi inang dari
tanaman sarang semut.
Sarang
semut
banyak
ditemukan menempel di beberapa
pohon, umumnya di pohon Kayu Putih,
Cemara Gunung, Kaha dan pohon
Beech. Sarang semut jarang menempel
78
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
pada pohon-pohon dengan batang
halus dan rapuh seperti Eucaliptus
(http://www.deherba.com/testimonialpengguna-sarang-semut.html,
2008).
Sumber lain mengatakan bahwa sarang
semut
banyak
menempel
pada
tanaman tertentu antara lain Melaleuca
(http://smilegung.multiply.com , 2008).
Jika
dibandingkan
dengan
hasil
penelitian ini, maka jenis inang
tanaman
sarang
semut
beda.
Perbedaan ini diduga disebabkan oleh
perbedaan habitat/daerah asal sarang
semut dan mungkin juga perbedaan
jenis sarang semutnya sendiri. Seperti
diketahui bahwa secara ekologi,
tumbuhan sarang semut tersebar mulai
dari pinggir pantai, dari hutan bakau
dan pohon-pohon pinggir pantai hingga
ketinggian 2400 m dpl. Tumbuhan
sarang semut banyak ditemukan di
padang rumput. Tumbuhan sarang
semut jarang ditemukan di hutan tropis
dataran rendah, tetapi lebih banyak
Tabel 5.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
ditemukan di hutan dan daerah
pertanian terbuka dengan ketinggian
sekitar
600
m
dpl
(www.Greenculturesg.com/articles/antpl
antlove/gcs0105.html .,2007 ) Luasnya
habitat sarang semut menyebabkan
perbedaan
jenis-jenis
tanaman
inangnya.
Penyebaran
Semut
Sarang
Penyebaran tumbuhan sarang
semut dalam penelitian ini merupakan
lokasi dimana ditemukan tumbuhan
sarang semut. Hasil pengamatan
lapangan
menunjukkan
bahwa
penyebaran tumbuhan sarang semut
membentuk pola yang tidak merata,
melainkan berupa spot-spot yang
tersebar tidak beraturan, yaitu di dekat
desa : Ulang, Harata, Kamawaken dan
desa Mentai (Lampiran 3). Mengenai
Informasi lokasi masing-masing desa
ditunjukkan pada Tabel 6.
Jenis inang tumbuhan sarang semut
Jenis inang (dengan nama daerah)
Asam Pauh
Bayuwan
Binjai
Cangkring
Cempedak
Dadap
Gala-gala
Gintungan
Hambawang
Jalamo
Karet
Kasturi
Kemiri
Merumbung
Mikumbang
Rambutan
Tiwadak
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Tumbuhan
Tempat/lokasi ditemukan
Desa Mentai, Desa Haratai
Desa Ulang
Desa Mentai
Desa Ulang
Desa Mentai
Desa Ulang
Desa Kamawakan
Desa Ulang
Desa Kamawakan, Desa Malingi
Desa Ulang
Desa Haratai
Desa Kamawakan, Desa Malingi
Desa Kamawakan, Desa Haratai
Desa Mentai
Desa Ulang
Desa Kamawakan
Desa Haratai, Desa Malingi
79
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
Tabel 6. Lokasi penyebaran tumbuhan sarang semut
No. Nama Desa
Koordinat UTM
Tipe
vegetasi
mT
mU
1.
Ulang
331.141 9.694.818
2.
3.
Haratai
Kamawaken
338.902 9.694.686
332.432 9.687.416
4.
Mentai
332.164 9.683.540
Berdasarkan tabel 6 ternyata
bahwa penyebaran tumbuhan sarang
semut pada umumnya dikawasan hutan
lindung
dan
kawasan
budidaya
tanaman perkebunan dengan vegetasi
berupa hutan sekunder dan kebun
campuran,
tetapi
kadang-kadang
ditemukan pada belukar. Penutupan
vegetasi
tersebut
semuanya
merupakan
vegetasi
yang
telah
mengalami suksesi lanjut. Hal ini berarti
sarang semut tidak akan ditemukan
diareal perladangan.
Dari segi topografi ternyata
sarang semut umumnya ditemukan
pada lereng bawah (lower slopes) dan
di sekitar sungai, yaitu
<150 m
jaraknya
dari
sungai.
Diduga
keberadaan tumbuhan sarang semut
tersebut ada kaitannya dengan sumber
air (sungai, rawa, genangan), sebagi
pensuplai angka kelembaban udara
mikro. Selama di lapangan tidak
ditemukan sarang semut pada lereng
atas yang pada umumnya berlerang
curam. Menurut Hardjowigeno (1997)
bahwa lahan yang berlereng curam
mempunyai drainase tanah yang lebih
cepat daripada yang berlereng landai.
Dengan demikian kelembaban udara
mikronya
berkurang
akibat
kelembapan tanahnya rendah.
Berdasarkan kondisi topografi
dimana banyak ditemukan, maka
melalui
proses
sistem
informasi
geografis (SIG) dapat dibuat ektrapolasi
wilayah yang diduga memiliki kondisi
topografi sebagai habitat sarang semut,
yaitu : berada di wilayah lereng bawah
dan dekat dengan sumber air. Hasil
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Hutan
sekunder
Belukar
Kebun
campuran
Hutan
sekunder
Kawasan
Posisi
lereng
HL
Jarak
dari
sungai
(m)
1 - 25
bawah
HL
KBTP
1-10
30-70
bawah
bawah
HL
80-120
bawah
ektrapolasi menunjukkan bahwa luas
lahan yang dapat dikembangkan
sebagai habitat sarang semut di
kecamatan Loksado seluas 11.418,11
ha atau hanya sekitar 35% dari luas
kecamatan yang ada.
Penyebaran
sarang
semut
selain berada pada wilayah topografi
lereng bawah dan dekat sungai, untuk
saat ini keberadaannya meliputi
penutupan vegetasi berupa hutan,
perkebunan (kebun campuran), belukar
dan kawasan pemukiman (gambar 9).
Dengan demikian melalui proses SIG
dapat dilakukan tumpang susun
(overly) antara penutupan vegetasi
dengan hasil ektrapolasi habitat sarang
semut, sehingga diperoleh keberadaan
sarang semut pada penutupan tersebut
di wilayah lereng bawah meliputi seluas
8880,64 ha atau hanya sekitar 27% dari
luas kecamatan yang ada. Hal ini
karena dalam wilayah lereng bawah
masih terdapat areal perladangan
seluas 2537,47 ha yang masih aktif dan
praktis tidak ada tumbuhan sarang
semutnya.
Potensi Tumbuhan Sarang Semut
Potensi tumbuhan sarang semut
di Kecamatan Loksado cukup banyak,
buktinya ada waktu-waktu tertentu
banyak dijumpai di pasaran, tetapi
terkadang ada pesanan sebelumnya
dari tengkulak atau pedagang dari luar
daerah kepada pedagang pengumpul.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
potensi
tumbuhan
sarang semut di suatu pohon inang
adalah umur pohon atau diameternya.
80
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
Makin tua pohonnya atau makin besar
diameter pohonnya semakin banyak
sarang semutnya dan semakin besar
pula ukuran sarangnya. Jika ada pohon
inang dihuni sarang semut dan sudah
berkembang
lama,
maka
ada
kecenderungan pohon disekitarnya
tumbuh sarang-sarang semut yang
baru.
Pengamatan potensi sarang
semut dilakukan dengan membuat
petak ukur berukuran 50m x 50m
sebanyak 8 buah yang tersebar di 4
desa,
pengambilan
petak
ukur
dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) dimana ditemukan tumbuhan
sarang semut. Hasil perhitungan
potensi dapat diringkas seperti tabel 7.
Tabel 7. Potensi sarang semut di Kecamatan Loksado
No.
Deskripsi
Hasil
1.
Jumlah petak ukur (PU)
8 buah
2.
Luas setiap PU
2500 m2
3.
Jumlah pohon inang rata-rata
2,875 pohon/PU atau 11,5 pohon/ha
4.
Jumlah sarang semut rata-rata
31,75 buah/PU atau 127 buah/ha
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa
berdasarkan analisis sisitem informasi
geografis, dimana kecamatan Loksado
seluas 32.346,26 ha areal yang
berpotensi sebagai habitat sarang
semut hanya 8.880,64 ha (27%).
Dengan potensi pohon inang rata-rata
sebesar 11,5 pohon/ha dan sarang
semut rata-rata 127 buah/ha, maka
secara
keseluruhan
dikecamatan
Loksado sekitar 102.127 pohon inang
dan tumbuhan sarang semut sebanyak
1.127.841 buah. Jika diasumsikan
sarang
semut
dewasa
rata-rata
mempunyai berat 3 kg berat basah,
maka
di
kecamatan
Loksado
diperkirakan terdapat 3.383.524 kg atau
hampir 3,4 ton berat basah sarang
semut.
Potensi sarang semut yang
cukup besar di daerah ini sebaiknya
keberadaannya dilestarikan dengan
cara memanen dengan teknik ”Panen
pilih”, artinya hanya sarang semut yang
sudah dewasa yang boleh diambil,
sedangkan yang masih muda tetap
dibiarkan menempel pada pohon
inangnga. Jangan sekali-kali memanen
sarang semut dengan cara menebang
pohon inangnya.
Cara
lain
untuk
mempertahankan kelestarian sarang
semut adalah dengan melestarikan
keberadaan wilayah lereng bawah dan
dekat dengan sumber air dengan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
penutupan vegetasi berupa hutan dan
jangan
diubah
menjadi
areal
perladangan. Juga harus segera
dilakukan rehabilitasi wilayah lereng
bawah terhadap areal-areal non hutan,
maupun melakukan pengayaan dengan
jenis-jenis
yang
menjadi
inang
tumbuhan sarang semut.
Tinjauan Ekologis Habitat Sarang
Semut
Sarang semut bukan tanaman
yang
tidak
bisa
dibudidayakan,
tumbuhan sarang semut memliki
bagian-bagian tumbuhan tingkat tinggi
yaitu mempunyai daun, batang, bunga,
buah
dan
biji.
Namun
untuk
membudidayakan
sarang
semut
disesuaikan dengan kondisi habitat
aslinya. Berikut ini akan diuraikan
kondisi ekologis habitat asli tumbuhan
sarang semut Di Pegunungan Meratus
Kalimantan Selatan (sebagai sampel
diambil wilayah Loksado), berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan terhadap
suhu, intensitas cahaya, kelembapan,
iklim dan nutrisi tanah melalui analisis
laboratorium.
Pengamatan
suhu
dan
kelembapan dilakukan pada 5 lokasi
pengamatan yang dilakukan dengan
metode purposive sampling, dengan
pertimbangan bahwa titik sampel
menggambarkan habitat asli tumbuhan
sarang semut di Pegunungan Meratus.
81
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
Pengamatan suhu dilakukan dengan
menggunakan
alat
termometer
berkaliberasi. Sedangkan pengamatan
kelembapan
diukur
dengan
menggunakan alat hygrometer. Hasil
pengamatan suhu dan kelembapan
pada pada kelima lokasi/titik sampel
disajikan pada tabel 8.
Berdasarkan pengamatan suhu pada
lokasi penelitian, diambil rata-rata suhu
dari 4 lokasi pengamatan karena pada
lokasi nomer 5 yaitu desa malilingi
sarang semut sudah tidak ada lagi.
Rata-rata dari keempat lokasi adalah
25,7 0C, pada suhu di atas 27 0C
tumbuhan sarang semut sudah tidak
berkembang dengan baik, terbukti pada
lokasi 5 dengan suhu 27,1 0C, sarang
semut sudah tidak mampu beradaptasi
lagi. Suhu ini diukur berdasarkan pada
suhu dibawah tegakan pohon inang.
Hasil pengamatan kelembapan
pada tabel 8, menunjukkan bahwa
tumbuhan sarang semut berkembang
dengan baik pada kelembapan yang
tinggi dengan rata-rata kelembapan 80
%, dengan kelembapan minimal 78 %,
pada kelembapan 70 % tumbuhan
sarang semut tidak mampu unutk
tumbuh (titik sampel 5).
Intensitas cahaya juga diukur
pada 5 lokasi, disesuaikan dengan
pengukuran suhu udara, intensitas
cahaya diukur dengan menggunakan
alat
luxmeter
(LX-100),
hasil
pengamatan intensitas cahaya pada
kelima lokasi disajikan pada Tabel 9.
Intensitas cahaya yang dikehendaki
tumbuhan sarang semut adalah pada
intensitas
cahaya
rendah,
pada
keempat lokasi menunjukkan tumbuhan
sarang semut berkembvang dengan
baik pada intensitas cahaya di bawah
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
1.000 lux. Pada intensitas cahaya lebih
tinggi, maka sarang semut tidak
berkembang dengan baik, terlihat pada
lokasi desa Malilingi dengan intensitas
cahaya 3.400 lux, sarang semut sudah
tidak tidak mampu tumbuh/beradpatasi.
Intensitas
cahaya
yang
rendah
diperoleh dengan kondisi penutupan
tajuk vegetasi yang lebih rapat. Hal ini
penting karena budidaya tumbuhan
sarang semut diluar sebaran alaminya
atau dibudidayakan secara eksitu harus
dilakukan pengaturan cahaya agar
sesuai habitat aslinya.
Data curah hujan diambil dari
data sekunder yang berasal dari
stasiun klimatologi, pada wilayah
Pugunungan Meratus (sebagai sampel
diambil Kecamatan Loksado HSS).
Penentuan iklim dilakukan dengan
mengacu besarnya curah hujan pada
10
tahun
terakhir.
Pendekatan
pengamatan iklim mengacu pada
pendekatan
klasifikasi
iklim
berdasarkan klasifikasi iklim menurut
Smith dan Ferguson.
Secara
astromis
wilayah
penelitian beriklim tropis. Berdasarkan
data curah hujan Kabupaten Hulu
Sungai Selatan 1994 – 2003 (BPS
Kabupaten Hulu Sungai Selatan).
Menurut Schmid dan Ferguson dalam
Junus, M. dkk. (1984) klasifikasi iklim
disuatu daerah dapat ditentukan
dengan melihat derajat kebasahan
suatu bulan.
Berdasarkan Klasifikasi tipe iklim
menurut
Schmid
dan
Ferguson,
Pegunungan Meratus sebagai habitat
sarang semut termasuk bertipe iklim B
(basah) dengan kisaran nilai Q adalah
0,143≤Q<0,333.
82
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
Tabel 8. Suhu dan kelembaban habitat sarang semut
No. Nama lokasi
Jenis inang
Suhu
(0C)
26,8
1.
Desa Ulang Pohon Dadap
Cangkring,
Mikumbang,
Gintungan, Bayuwan,
Jalamo
2.
Desa
Pohon
Cempedak, 26,6
Mentai
Binjai,
Merumbung,
Asam
3.
Desa
Rambutan,
Kemiri, 26,5
Kamawakan Kasturi, Hambawang,
Gala-gala
4.
Haratai
Karet, Asam Pauh, 23
tiwadak dan kemiri
5.
Malilingi
Hambawang, tiwadak, 27,1
kasturi
(dahulu
ditempati
sarang
semut
/
tetapi
sekarang tidak lagi)
Tabel 9. Intensitas cahaya habitat sarang semut
No. Nama lokasi
Jenis inang
1.
2.
3.
4.
5.
Desa Ulang
Pohon Dadap
Cangkring,
Mikumbang,
Gintungan, Bayuwan,
Jalamo
Desa
Pohon
Cempedak,
Mentai
Binjai,
Merumbung,
Asam
Desa
Rambutan,
Kemiri,
Kamawakan Kasturi, Hambawang,
Gala-gala
Haratai
Karet, Asam Pauh,
tiwadak dan kemiri
Malilingi
Hambawang, tiwadak,
kasturi
(dahulu
ditempati sarang semut
/ tetapi sekarang tidak
lagi)
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
Kelembapan
Keterangan
(%)
tempat
80 %
Dekat dengan
sungai
80 %
Dekat dengan
sungai
78 %
Dekat dengan
sungai
82 %
Dekat dengan
sungai
Dekat dengan
sungai.
70 %
Intensitas
cahaya (lux)
830
Keterangan tempat
Penutupan
dekat sungai
rapat,
708
Penutupan
dekat sungai
rapat,
870
Penutupan
dekat sungai
rapat,
570
Penutupan
dekat sungai
Penutupan
tidak rapat,
sungai
rapat,
3400
tajuk
dekat
83
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hanya 1 jenis sarang semut yang
ditemukan yang dikenal oleh
masyarakat sebagai ”angkis putih”,
jenis
ini
diduga
dari
jenis
Myrmecodia tuberosa. Identifikasi
jenis masih perlu dilakukan lebih
dalam lagi, mengingat terdapat
variasi ukuran, percabangan, serta
jenis
semut
penghuninya.
Tanaman sarang semut tersebut
ditemukan dapat menempel pada
17 jenis tanaman inang.
2. Potensi pohon inang rata-rata
sebesar 11,5 pohon/ha dan sarang
semut rata-rata 127 buah/ha, maka
secara keseluruhan dikecamatan
Loksado sekitar 102.127 pohon
inang dan tumbuhan sarang semut
sebanyak 1.127.841 buah. Jika
diasumsikan sarang semut dewasa
mempunyai berat 3 kg berat basah,
maka di kecamatan Loksado
diperkirakan terdapat 3.383.524 kg
atau hampir 3,4 ton berat basah.
3. Tipe penutupan vegetasi daerah
Loksado terdiri dari belukar, hutan
atau perkebunan meliputi 83,12%
berpotensi sebagai tempat tumbuh
pohon inang tumbuhan sarang
semut.
Penyebaran
tumbuhan
sarang semut membentuk pola
yang tidak merata, melainkan
berupa spot-spot yang tersebar
tidak beraturan, yaitu di dekat desa
: Ulang, Haratai, Kamawaken dan
desa Mentai, terutama pada
topografi lereng bawah (lower
slopes) dan di sekitar sungai, yaitu
<150 m jaraknya dari sungai.
Diduga
keberadaan
tumbuhan
sarang
semut
tersebut
ada
kaitannya dengan sumber air
(sungai, rawa, genangan), sebagai
pensuplai angka kelembaban udara
mikro.
4. Luas
lahan
yang
dapat
dikembangkan
sebagai
habitat
sarang
semut
di
kecamatan
Loksado seluas 11.418,11 ha atau
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
hanya sekitar 35% dari luas
kecamatan yang ada, sedangkan
keberadaan sarang semut ada
pada wilayah seluas 8880,64 ha
atau hanya sekitar 27% dari luas
kecamatan yang ada.
5. Kondisi
ekologis
habitat
asli
tumbuhan sarang semut: suhu (2326,80C), kelembaban (78-82%),
intensitas cahaya (570-870 lux),
iklim B, tanah mengandung fraksi
pasir yang tinggi, BD rendah yaitu
berkisar antara 0,78 – 1,09 gr.cm-3,
struktur tanah granuler, konsistensi
agak teguh-gembur, pH tanah dari
agak masam-masam, C-Organik
dari sangat rendah- rendah, harkat
hara nitogen dari sangat rendahsedang, dan nilai KTK rendah.
Saran
1. Perlu penelitian lanjutan tentang
karakteristik dari tanaman yang
dijadikan pohon inang oleh sarang
semut.
Mengingat
pada
kenyataannya, pada habitat atau
tempat yang sama, ternyata tidak
semua pohon menjadi inang
tanaman sarang semut. Penelitian
dapat
dilakukan
pada
kayu
maupun kulitnya terutama yang
berhubungan
dengan
kondisi
ultrastruktur
dan
komposisi
kimianya.
2. Terjaganya kondisi ekologis habitat
sarang semut, akan menentukan
keberhasilan pelestarian sarang
semut dari hutan alam, dan untuk
usaha budidaya faktor ekologis
tersebut juga harus diperhatikan
(kondisi ekologis mendekati habitat
aslinya).
3. Budidaya sarang semut pada
pohon-pohon di perkebunan (buahbuahan) yang ada di sekitar
pemukiman warga juga patut
dicoba,
mengingat
adanya
simbiosis
yang
sangat
menguntungkan antara tanaman
sarang semut dan pohon inangnya.
84
INVENTARISASI KOMPOSISI…..(25):71-85
DAFTAR PUSTAKA
Amzu,E.
2003.
Pengembangan
Tumbuhan Obat Berbasis
Konsep Bioregional (Contoh
Kasus Taman Nasional Meru
Betiri di Jawa Timur). Makalah
Program
Pascasarjana
IPB.Bogor.
Anonim. 2006. Tumbuhan Sarang
Semut. (Dikutip dari majalah
Trubus 2006)
Anonim. 2006. Gempur Penyakit
Dengan Sarang Semut . PT
Penebar Swadaya, Jakarta
Anonim, 2007. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Hulu Sungai
Selatan.
Kalimantan
Selatan.
Arifin,YF. 2005. Inventarisasi dan
Pemetaan
Tumbuhan
Berkhasiat Obat Dari Hutan Di
alimantan
Selatan
Sebagai
Upaya
Bididaya
dan
Konservasi.
Lemlit
Unlam.
Banjarmasin.
Darmawijaya, M.I. 1980. Klasifikasi
Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti
Tanah dan Pelaksana Pertanian
di Indonesia. Balai Penelitian
Teh dan Kina Gambung.
Bandung.
Dinas
Kehutanan
Perkebunan
Kab.Hulu Sungai Selatan
2005.
Rancangan
Teknis
Pembuatan
Tanaman
Reboisasi
Hutan
Lindung.Kegiatan
Gerhan.
Kandangan
http://www.deherba.com/testimonialpengguna-sarang-semut.html. 2008.
http://www.forumherbal.com/forum/infoherbal/sarang-semut-bikin-selkanker-cabut.html. 2008.
http://www.greenculturesg.com/articles/
antplantlove/gcs0105.html.
akses terakhir Januari2007.
http://www.harian-global.com/news.
Sarang Semut ”Senjata” dari Belantara.
2006.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25, Maret 2009
http://smilegung.multiply.com/journal/ite
m/21. Sarang Semut Sang
Obat. 2008
http://www.trubus-online.co.id/. Sarang
Semut vs Penyakit Maut. 2006.
Junus, M. dkk. 1984. Dasar-Dasar
Umum Ilmu Kehutanan.
Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Bagian Timur.
Saidah.S. 2002. Identifikasi Tumbuhan
Obat
di
Pegunungan
Meratus.Lemlit
Unlam
Banjarmasin.
Soekotjo,W. 1976. Silvika. Fakultas
Kehutanan Insitut Pertanian
Bogor.Bogor
Soemarwoto,O.1989.Analisis Dampak
Lingkungan.
Gadjah
Mada
University Press.Yogyakarta.
Soetrisno,K. 1998. Silvika.Fakultas
Kehutanan Unmul.Samarinda.
Sudrajat, Hartati dan D. Susanto. 1995.
Laporan
Studi
Etnofarmakologi
Tumbuhan
Obat Oleh Suku Pedalaman
Yang Hidup Di Sekitar Hutan
Hujan Tropis Humida Dataran
Rendah Kalimantan Timur.
Lembaga Penelitian Unmul.
Samarinda.
Subroto,A
dan
Hendro.S.
2007.
Gempur Penyakit Dengan
Sarang
Semut.PT
Swadaya.Jakarta
Yuliandi,NF,Hafizianor,Titien M. 2006.
Analisis
Vegetasi
dan
Pengetahuan Lokal Masyarakat
Dayak Malaris Terhadap JenisJenis Tumbuhan Obat di Hutan
Lindung LoksadoPegunungan
Meratus. Fakultas Kehutanan
Unlam.Banjarbaru
Zuhud,E.A.M., Siswoyo,Hikmat dan
Sandra.2000.
Inventarisasi,
Identifikasi dan Pemetaan
Potensi Wana Farma Propinsi
Jawa Timur. Laporan. (Tidak
Dipublikasikan)
85
Download