Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

advertisement
GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA
KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO
JAWA TIMUR
Oleh :
Rizwan Arief Hasan1), Singgih Irianto2), dan Mohammad Syaiful3)
Abstrak
Lokasi pemetaan berada di daerah Pajeng dan sekitarnya, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro,
Provinsi Jawa Timur, yang berada pada koordinat 7°23'13.4586" - 7°27'34.4591" LS dan 111°50'6.5658" 111°54'28.0397" BT. Secara regional lokasi penelitian termasuk kedalam zona pegunungan kendeng. Formasi
yang menyusun daerah dari urutan tua ke muda penelitian terdiri dari Formasi Kalibeng, Formasi Klitik,
Formasi Sonde, Formasi Pucangan dan Endapan Aluvial. Terdapat Stuktur geologi yang berkembang berupa,
lipatan dan patahan.
Kata Kunci: Zona Pegunungan Kendeng,Lipatan dan Patahan.
1. Umum
Daerah penelitian terletak ± 540 km dari Jakarta,
dapat dicapai dengan menggunakan kereta api
sampai Stasiun Bojonegoro dan dilanjutkan dengan
menggunakan angkutan roda empat atau roda dua
ke Desa Pajeng.
terdapatnya batuan tua yang tersingkap karena erosi
yang intensif, sehingga dapat disimpulkan bahwa
stadia stadia geomorfik satuan ini adalah muda
menjelang dewasa.
2. Kondisi Geologi
2.1 Geomorfologi
Berdasarkan klasifikasi geomorfologi secara
genetik yang meliputi aspek struktur, proses dan
tahapan menurut Davis dalam Thonbury (1969),
geomorfologi daerah penelitian dikelompokkan
menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu:
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat
Patahan.
2. Satuan Geomorfologi
Gunungapi
Perbukitan
Foto 2.1 Perbukitan memanjang dengan arah
barat-timur, yang terlipat dan terpatahkan.
Kaki
3. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial.
2.1.1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat
Patahan
Satuan geomorfologi ini merupakan perbukitan
yang memanjang dengan arah umum barat-timur.
Secara morfometri satuan ini mempunyai relief
yang landai hingga terjal berkisar 50-300 mdpl
dengan kemiringan lereng berkisar 15°-70°. Satuan
geomorfologi ini dikontrol oleh struktur geologi
yang berupa lipatan antiklin dan sinklin dengan arah
barat-timur (Foto 2.1), dan struktur patahan berupa
sesar naik dengan arah barat-timur yang membentuk
gawir sesar (Foto 2.2), serta sesar mendatar mengiri
dengan arah barat daya-tenggara.
Berdasarkan ciri-ciri bentuk bentangalam yang
menunjukan relief yang relatif landai,
serta
Foto 2.2 Bentuk geomorfologi perbukitan curam
dengan berarah barat-timur.
2.1.2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Kaki
Gunungapi
Satuan Geomorfologi ini merupakan perbukitan
yang memanjang dengan arah umum barat-timur.
Secara morfometri satuan geomorfologi ini
mempunyai relief yang landai berkisar 50-250 mdpl
dengan kemiringan lereng berkisar 20°-30°. Satuan
ini dicirikan oleh bentuk perbukitan yang tidak
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
1
teratur, dan lebih terjal dibandingkan satuan
geomorfologi yang lainnya (Foto 2.3).
Berdasarkan ciri-ciri bentuk bentangalam yang
menunjukan relief yang relatif tinggi hingga landai,
lembah-lembah yang relatif terjal serta gradien
sungai yang masih tinggi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa stadia stadia geomorfik satuan
ini adalah muda.
Foto 2.3 Perbukitan kaki gunungapi
2.1.3. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Satuan geomorfologi ini berupa daratan yang
terbentuk oleh endapan aluvial sungai yang tersusun
oleh material–material lepas berupa batulempung,
batugamping dan batupasir yang
berukuran
lempung, pasir, kerikil, kerakal, hingga bongkah.
Secara morfometri satuan geomorfologi ini
mempunyai relief yang datar berkisar 50-53 mdpl
dengan kemiringan lereng berkisar 2°-5°. Satuan
geomorfologi ini membentuk bentangalam berupa
dataran (Foto.2.4) serta gosong pasir dan tanggul
alam (Foto 2.5).
Foto 2.4 Dataran Aluvial, foto diambil dari
arah selatan.
Foto 2.5 Dataran Aluvial, foto diambil dari arah
utara.
Berdasarkan proses erosi dan proses sedimentasi
dari rombakan batuan yang tua masih berlangsung,
maka bisa diambil kesimpulan bahwa satuan
geomorfologi ini termasuk kedalam stadia muda.
2.1.4 Pola Aliran dan Tipe Genetika Sungai
Pola aliran sungai mencerminkan pengaruh
beberapa faktor, antara lain; struktur geologi,
kekerasan batuan, sudut lereng, sejarah geologi
serta geomorfologi suatu daerah (Thornbury, 1969).
Berdasarkan hasil interpretasi peta topografi skala
1:25.000 dan pengamatan di lapangan, maka pola
aliran sungai di daerah penelitian terbagi menjadi
tiga pola aliran, yaitu:
A. Pola aliran rektangular merupakan pola aliran
yang berkembang pada batuan yang resisten
terhadap erosi, dengan pengontrol utamanya
yaitu struktur berupa kekar dan sesar,
sehingga arah aliran sungai mengikuti jurus
dari sesar dan kekar. Pola aliran ini
berkembang di Sungai Gondang dan anakanak Sungai Gondang, berada di bagian barat
dan barat laut daerah penelitian.
B. Pola aliran trelis merupakan pola aliran yang
dikontrol oleh lipatan, dimana arah aliran
sungai utama secara umum searah dengan
jurus atau sumbu lipatan. Pola aliran ini
berkembang di Sungai Panjeng dan anakanak Sungai Pajeng berada pada bagian timur,
timur laut dan utara daerah penelitian.
C. Pola aliran dendritik merupakan pola aliran
yang pengontrolnya adalah batuannya sendiri,
umumnya berkembang pada batuan yang
homogen, sehingga membuat pola aliran
seperti ranting pohon. Pola aliran ini
berkembang pada anak-anak Sungai Rejoso,
berada di selatan daerah penelitian.
Tipe genetika sungai ditentukan berdasarkan
hubungan antara arah aliran sungai dengan
kedudukan
lapisan
batuan.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, tipe genetika sungai di
daerah penelitian dibagi menjadi tiga jenis genetika
sungai, yaitu:
A. Genetika sungai konsekuen adalah sungai
yang arah alirannya mengikuti arah
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
2
kemiringan lapisan batuan, tipe genetika
sungai ini dijumpai di anak Sungai Pajeng.
B. Genetika sungai obsekuen adalah sungai yang
arah alirannya berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan batuan, tipe genetika
sungai ini dijumpai di Sungai Pajeng pada.
C. Genetika sungai subsekuen adalah Sungai
yang arah alirannya searah dengan arah jurus
lapisan batuan, tipe genetika sungai ini
dijumpai di anak Sungai Pajeng.
2.2 Stratigrafi
Berdasarkan litostratigrafi dan sandi stratigrafi
Indonesia (Soejono, 1996), dengan memperhatikan
ciri-ciri litologi maka stratigrafi daerah penelitian
dikelompokkan menjadi lima satuan batuan dengan
urutan dari yang tertua hingga termuda, yaitu:
1. Satuan Batuan Batulempung Sisipan Batupasir
Tufan
2. Satuan Batuan Batugamping
3. Satuan Batuan Batupasir Selang-seling
Batulempung
4. Satuan Batuan Breksi
5. Satuan Endapan Aluvial
2.2.1. Satuan Batuan Batulempung Sisipan
Batupasir Tufan
Penamaan satuan ini didasarkan atas hadirnya
batulempung yang mendominasi, dan terdapatnya
batupasir tufan yang menjadi sisipan di beberapa
tempat. Kedudukan lapisan batuan ini pada
umumnya berarah N60°E – N90°E dan N240°E –
N280°E dengan kemiringan lapisan beriksar 25° 85°, kedudukan ini membentuk suatu perlipatan
berupa sinklin dan antiklin. Secara umum satuan
batuan ini tersingkap dengan kondisi lapuk hingga
lapuk kuat, setempat menunjukkan perlapisan dan
di beberapa tempat massif. Tebal lapisan
batulempung berkisar 5 cm sampai massif,
sedangkan tebal lapisan batupasir tufan 10 cm.
Berdasarkan hasil rekontruksi penampang pada peta
geologi, Satuan Batuan Batulempung Sisipan
Batupasir Tufan mempunyai ketebalan 900 m.
Satuan ini pada bagian bawahnya terdapat sisipan
batupasir tufan, sedangkan pada bagian tengah
hingga
atas
didominasi
oleh
perlapisan
batulempung yang massif.
Batupasir tufan (Foto 2.6), warna abu-abu,
berbutir pasir halus, bentuk butir membundar
tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, kompak,
semintasi non karbonat. Komposisi mineral, terdiri
dari kuarsa, litik, tuf, feldspar.
Batulempung (Foto 2.7), warna putih keabu-abuan,
sementasi karbonat, agak lunak.
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada
kehadiran fosil foraminifera plantonik, sedangkan
penentuan lingkungan pengendapan didasarkan
pada kehadiran fosil foraminifera bentonik. Conto
batuan yang diambil terdiri dari conto Lp 36 yang
mewakili bagian atas dan conto Lp 40 yang
mewakili bagian bawah satuan batuan.
Berdasarkan pada kisaran hidup fosil yang disusun
oleh Blow (1969), dengan munculnya fosil
Globorotalia tumida dan punahnya fosil
Sphaeroidinela subdehicens dan terdapatnya fosil
Globorotalia merotumida sebagai indeks fosil,
maka umur satuan batuan tersebut berkisar Miosen
Atas bagian akhir-Pliosen Awal (N17 – N19).
Berdasarkan pada lingkungan hidup fosil yang
disusun oleh (Pheleger, 1951), dengan terdapatnya
fosil Epidones Margariteferus pada bagian atas
satuan batuan dan terdapatnya fosil Planulina
foveolata dan Melonis barleanus Williamson pada
bagian bawah satuan batuan, maka lingkungan
pengendapan satuan batuan ini adalah Batial AtasNeritk Luar (100 – 400 m).
Foto 2.6 Singkapan Batulempung sisipan
batupasir tufan Lp 76, Sungai Pajeng.
Foto 2.7 Singkapan Batulempung Lp 43,
Sungai Pajeng.
Satuan Batuan Batulempung Sisipan Batupasir
Tufan dengan satuan di bawahnya tidak dijumpai,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
3
oleh karena itu satuan ini merupakan satuan yang
tertua di daerah penilitian.
Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan yang
ada di atasnya yaitu Satuan Batuan Batugamping
adalah menjemari. Ditandai dengan kedudukan
yang sama dan umur fosil yang sama.
Berdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan
pengendapan, Satuan Batuan Batulempung Sisipan
Batupasir Tufan di daerah penelitian dapat
disebandingkan
dengan
Formasi Kalibeng
(Pringgoprawiro dan Sukido, 1992). Dengan
demikian dapat disimpulkan satuan ini sebagai
Formasi Kalibeng.
Berdasarkan pada kisaran hidup fosil yang disusun
oleh Blow (1969), dengan munculnya fosil
Globorotalia tumida dan Globigerinoides ruber
serta punahnya fosil Globoquadrina altispira, maka
umur satuan batuan tersebut berkisar Pliosen AwalPliosen Akhir bagian awal (N18 – N20).
Berdasarkan pada tabel lingkungan hidup fosil yang
disusun oleh Phleger (1951), dengan terdapatnya
fosil Elphidium advenum Chusman sebagai fosil
indeks, maka lingkungan pengendapan satuan
batuan ini adalah Neritik Dalam (0 – 33 m).
2.2.2. Satuan Batuan Batugamping
Penamaan satuan ini didasarkan atas hadirnya
batugamping. Tersusun dari batugamping terumbu
yang mendominasi, dan terdapatnya batugamping
pasiran di beberapa tempat.
Kedudukan lapisan batuan ini mempunyai arah
umum N60°E – N84°E dengan kemiringan lapisan
beriksar 25° - 60°. Secara umum satuan batuan ini
di daerah penelitan tersingkap dengan kondisi segar
hingga
lapuk
sedang,
beberapa
tempat
menunjukkan perlapisan dan setempat masif.
Terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping
pasiran dengan tebal lapisan batugamping pasiran
berkisar 15-30 cm. Berdasarkan hasil rekontruksi
penampang pada peta geologi, Satuan Batugamping
mempunyai ketebalan 400 m.
Satuan ini pada bagian bawahnya tediri dari
batugamping pasiran dan pada bagian atasnya
terdiri dari batugamping terumbu.
Batugamping pasiran (Foto 2.8), abu-abu, berbutir
pasir sedang, menyudut sampai menyudut
tanggung, buruk, tertutup, karbonat, penyusun
utama cangkang.
Batugamping terumbu (Foto 2.9), abu-abu,
berbutir sedang sampai kasar, menyudut, konstituen
utama koral, kemas tertutup, semen karbonat
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada
kehadiran fosil foraminifera plantonik, sedangkan
penentuan lingkungan pengendapan didasarkan
pada kehadiran fosil foraminifera bentonik pada
conto Lp 33.
Foto 2.8 Singkapan batugamping pasiran Lp 33,
anak Sungai Gondang
Foto 2.9 Singkapan batugamping terumbu Lp 58,
Bukit Selobang.
Kedudukan stratigrafi Satuan Batuan Batugamping,
dengan satuan batuan di bawahnya yaitu Satuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan Formasi
Kalibeng adalah menjemari. Hal ini ditandai dengan
kedudukan batuan yang sejajar dan adanya
perulangan satuan dan perubahan fasies, serta
kandungan fosil plantonik yang menunjukkan
terdapatnya umur yang sama pada kedua satuan
batuan.
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang ada di
atasnya yaitu Satuan Batuan Batupasir Selangseling Batulempung adalah selaras. Ditandai
dengan kedudukan yang sama dan menerus.
Berdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan
pengendapan Satuan Batuan Batugamping di daerah
penelitian dapat disebandingkan dengan Formasi
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
4
Klitik (Pringgoprawiro dan Sukido, 1992), dengan
demikian satuan ini sebagai Formasi Klitik.
2.2.3.
Satuan
Batulempung
Batupasir
Selang-seling
Penamaan satuan ini berdasarkan atas hadirnya
perselingan batupasir dan batulempung sebagai
penyusunnya. Kedudukan lapisan satuan ini
umumya berarah N60°E – N125°E dengan
kemiringan lapisan beriksar 20° - 25°.
Secara umum satuan batuan ini di daerah penelitan
tersingkap dengan kondisi segar hingga lapuk, dan
di beberapa tempat terdapat perlapisan. Terdiri dari
batupasir dan batulempung dengan tebal lapisan
batupasir 10-70 cm dan tebal lapisan batulempung
5-100 cm. Setempat terdapat struktur sedimen
silang-siur pada batupasir. Berdasarkan hasil
rekontruksi penampang pada peta geologi, Satuan
Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung
mempunyai ketebalan 700 m.
Satuan ini pada bagian bawahnya tediri dari
batupasir yang menebal dan menipis di bagian
atasnya.
Batulempung (Foto 2.10), warna abu-abu
kecoklatan, sementasi non karbonat, tidak kompak.
Batupasir (Foto 2.11), warna abu-abu, berbutir
pasir halus, menyudut tanggung, terpilah buruk,
kemas terbuka, non karbonat, kompak. Komposisi,
kuarsa, litik, feldspar.
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada
kehadiran fosil foraminifera plantonik, sedangkan
penentuan lingkungan pengendapan didasarkan
pada kehadiran fosil foraminifera bentonik. Conto
batuan yang diambil terdiri dari conto Lp 16 yang
mewakili bagian atas dan conto Lp 24 yang
mewakili bagian bawah satuan batuan.
Berdasarkan pada tabel kisaran hidup fosil yang
disusun oleh Blow (1969), dengan punahnya fosil
Globogerinoides obliquus Bolli dan fosil
Pulleniatina primalis pada bagian atas satuan
batuan, serta munculnya fosil Globorotalia
ungulata pada bagian atas dan bawahnya satuan
batuan, maka umur satuan batuan ini berkisar
Pliosen Akhir bagian akhir (N21).
Berdasarkan pada lingkungan hidup fosil yang
disusun oleh Phleger (1951), dengan terdapatnya
fosil indeks Bolimina pupoides, maka lingkungan
pengendapan satuan batuan ini adalah Neritk
Tengah (33 – 100 m).
Kedudukan stratigrafi Satuan Batuan Batupasir
Selang-seling Batulempung, dengan satuan batuan
di bawahnya yaitu Satuan Batuan Batugamping
Formasi Klitik adalah selaras. Ditandai dari
kedudukan yang sama serta umur relatif yang
menerus.
Foto 2.10 Singkapan batupasir dan
Batulempung dengan struktur sedimen silangsiur pada batupasir di LP 28, anak Sungai
Rejoso.
Foto 2.11 Singkapan Batupasir di Lp 30, anak
Sungai Rejoso.
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang ada di
atasnya yaitu Satuan Batuan Breksi adalah tidak
selaras, dicirikan dari kedudukan yang berbeda.
Berdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan
pengendapan, Satuan Batuan Batupasir Selangseling Batulempung di daerah penelitian dapat
disebandingkan
dengan
Formasi
Sonde
(Pringgoprawiro dan Sukido, 1992), maka dengan
demikian satuan ini sebagai Formasi Sonde.
2.2.4. Satuan Batuan Breksi
Penamaan satuan ini berdasarkan terdapatnya breksi
sebagai penyusunnya. Berdasarkan hasil kontur
tertinggi dikurangi kontur terendah dijumpainya
breksi, maka ketebalan satuan ini adalah 150
m.Secara umum satuan batuan ini tersingkap
dengan kondisi segar. Terdiri dari breksi dengan
tebal serkisar 1-6 m.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
5
Breksi, abu-abu, menyudut, ukuran fragmen 1-50
cm, terpilah buruk, kemas terbuka, semen non
karbonat, komposisi; masa dasar tuf, putih keabuabuan, non karbonat, tidak kompak. Fragmen;
Andesit,
abu-abu,
hipokristalin,
euhedral,
inequigranular, afanitik, pyroxene, hornblen,
plagioklas, dan gelas.
Penentuan umur berdasarkan hukum superposisi,
dan hubungan stratigrafi dengan Satuan Batuan
Batupasir Selang-seling Batulempung yang ada di
bawahnya.
Satuan ini secara tidak selaras menutupi Satuan
Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung yang
berumur Pliosen Akhir (N21), dan mengalami
aktifitas tektonik pada Pleistosen Awal (N22).
Sehingga disimpulkan satuan batuan ini berumur
Pleistosen akhir (N23).
Penentuan satuan batuan ini didasarkan dari ciri
litologi dan fasies gunungapi (Bogie dan
Mackenzie, 1998). Berdasarkan ciri batuan di
daerah penelitian yang berupa; breksi dengan
fragmen andesit dan masa dasar tuf, maka
disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan
Satuan Batuan Breksi adalah proximal.
Berdasarkan ciri litologi Satuan Batuan Breksi di
daerah penelitian dapat disebandingkan dengan
Formasi Pucangan (Pringgoprawiro dan Sukido,
1992), maka disimpulkan satuan ini sebagai
Formasi Pucangan.
2.2.5 Satuan Endapan Aluvial
Penamaan satuan ini berdasarkan atas hadirnya
endapan aluvial sebagai penyusunnya, berupa
tanggul alam dan gosong pasir. Mempunyai
ketebalan 0,5-1 m berdasarkan pengukuran di
lapangan.
Tersusun oleh material yang bersifat lepas berkuran
pasir hingga bongkah (Foto 2.13), berupa batuan
sedimen
(batulempung,
batupasir
dan
batugamping), merupakan endapan hasil rombakan
dari batuan yang berumur lebih tua di daerah
penelitian.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, bahwa proses
erosi, transportasi dan sedimentasi masih
berlangsung hingga saat ini, maka disimpulkan
umur satuan ini adalah holosen.
Hubungan stratigrafi Satuan Endapan Aluvial
dengan satuan batuan dibawahnya adalah tidak
selaras, karena dibatasi oleh bidang erosi.
Foto 2.12 Singkapan Breksi Lp 8, di Bukit Rejoso.
Foto 2. 1 Endapan alluvial yang berukuran pasir
hingga bongkah di LP 83
2.2.6 Kesebandingan
Stratigrafi
Penelitian dengan Peneliti Terdahulu
Gambar 2.1 Pembagian fasies gunung api beserta
komposisi batuan penyusunnya (Bogie dan
Mackenzie, 1998).
Kedudukan stratigrafi Satuan Batuan Breksi,
dengan satuan batuan di bawahnya yaitu Satuan
Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung
Formasi Sonde adalah tidak selaras, karena
terdapatnya rumpang waktu. Sedangkan hubungan
stratigrafi dengan satuan diatasnya tidak selaras
karena dibatasi oleh bidang erosi.
Daerah
Berdasarkan dari pengelompokan satuan batuan
yang terdapat di daerah penelitian, dapat
dibandingkan
hubungan
stratigrafi
daerah
penelitian
dengan
peneliti
terdahulu
(Pringgoprawiro dan Sukido, 1992), dengan melihat
kolom kesebandingan stratigrafi (Tabel 2.1). Satuan
batuan yang terdapat di daerah penelitian mulai dari
yang tua ke muda adalah Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan ekivalen
dengan Formasi Kalibeng, Satuan Batuan
Batugamping ekivalen dengan Formasi Klitik,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
6
Satuan
Batuan
Batupasir
Selang-seling
Batulempung ekivalen dengan Formasi Sonde, dan
Satuan Batuan Breksi ekivalen dengan Formasi
Pucangan.
Tabel 2. 1 Kolom kesebandingan stratigrafi
peneliti terdahulu dengan daerah penelitian
2.3 Struktur Geologi
Berdasarkan hasil analisa peta topografi skala
1:25.000, dan pengamatan lapangan yang meliputi
pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan,
serta pengukuran unsur-unsur struktur geologi
seperti bidang sesar, cermin sesar dan breksiasi.
Maka disimpulkan terdapat indikasi struktur
geologi yang berupa lipatan dan patahan di daerah
penelitian. Untuk mempermudah pengenalan setiap
struktur yang berkembang, penamaan setiap
struktur geologi berdasarkan nama lokasi dan
geografis yang terdapat di daerah penelitian.
2.3.1 Struktur Lipatan
Lipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah:
A. Sinklin Gondang
Penamaan sinklin ini didasarkan sumbu
sinklin yang melewati Desa Gondang yang
berada di bagian utara daerah penelitian,
dengan sumbu yang mempunyai panjang 5
km berarah barat-timur.
Kedudukan lapisan batuan pada sayap bagian
utara dengan jurus 90° dan besar kemiringan
43°. Sedangkan sayap bagian selatan dengan
jurus 245° -294° dan kemiringan 25°- 40°.
Sinklin ini melibatkan Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan (N17-
N19). Berdasarkan kemiringan kedua sayap
yang relatif sama sinklin ini diklasifikasikan
sebagai sinklin simetri.
B. Antklin Gondang
Penamaan antiklin ini didasarkan sumbu
antinklin yang melewati Desa Gondang yang
berada di bagian utara daerah penelitian,
dengan sumbu yang mempunyai panjang 5
km berarah barat-timur.
Kedudukan lapisan batuan pada sayap bagian
utara dengan jurus N24°- 245°E, dan besar
kemiringan 25°- 40°. Sedangkan sayap
bagian selatan dengan jurus 60°-84° dan
kemiringan 25°- 60°.
Antiklin ini melibatkan Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan (N17N19). Berdasarkan kemiringan kedua sayap
yang relatif sama antiklin ini diklasifikasikan
sebagai antiklin simetri.
C. Sinklin Pajeng
Penamaan sinklin ini didasarkan sumbu
sinklin yang melewati Desa Pajeng, berada di
bagian timur daerah penelitian, dengan
sumbu yang mempunyai panjang 2 km
berarah barat-timur.
Kedudukan lapisan lapisan pada sayap bagian
utara dengan jurus N60°E serta besar
kemiringannya 84° sedangkan sayap bagian
selatan dengan jurus N260°-280°E dan
kemiringannya
70°-85°.
Sinklin
ini
melibatkan Satuan Batuan Batulempung
Sisipan Batupasir Tufan (N17-N19).
Berdasarkan kemiringan kedua sayap yang
relatif sama, sinklin ini diklasifikasikan
sebagai sinklin simetri.
2.3.2 Struktur Patahan
Lipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah:
A. Sesar Naik Selobang
Penamaan sesar ini berdasarkan bukti-bukti
sesar yang dijumpai di sekitar bukit Selobang.
Arah sesar ini memanjang dari barat-timur
searah dengan arah lipatan. Adapun indikasi
adanya sesar naik yang dijumpai adalah:
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
7
a. Bidang sesar pada batupasir dengan
kedudukan , N278° E/75°, dan gores garis
dengan kedudukan 70°, N19°E pitch 79° di
LP 34, anak Sungai Gondang (Foto 2.14).
b. Bidang sesar pada batupasir gampingan
dengan kedudukan, N240°E/89°, dan gores
garis dengan kedudukan 77°, N320°E pitch
80°, di LP 73 di Bukit Selobang (Foto 2.15).
c. Breksiasi pada batupasir gampingan
dengan arah N235°E, di LP 73 di Bukit
Selobang (Foto 2.16).
Gambar 2.14 Bidang sesar naik dengan
kedudukan N278° E/75° (b) Gores garis dengan
kedudukan 70°, N19°E pitch 79° di LP 34, anak
Sungai Gondang.
Gambar 2.15 (a) Gores garis dengan kedudukan
77°, N320°E pitch 80°, (b) Bidang sesar naik
dengan kedudukan N240°E/89° di LP 73, Bukit
Selobang.
Gambar 2.16 Breksiasi dengan arah N235°E di
LP 73, Bukit Selobang.
A. Sesar Mendatar Mengiri Gondang
Penamaan sesar ini berdasarkan bukti-bukti
sesar yang dijumpai di Sungai Gondang. Arah
sesar ini memanjang dari baratdaya-timurlaut.
Adapun indikasi adanya sesar mendatar yang
dijumpai adalah:
a. Bidang sesar pada batulempung dengan
kedudukan, N34°E/74°, dan gores garis
dengan kedudukan 5°, N210°E Pitch 4° di
Lp 37, Sungai Gondang (Foto 2.17).
b. Breksiasi pada batulempung dengan arah
N48°E di LP 62, di Sungai Gondang (Foto
2.18).
c. Breksiasi pada batulempung dengan arah
N35°E di LP 36 di Sungai Gondang
(Foto.2.19).
Gambar 2.17 (a) Bidang sesar dengan kedudukan
N34°E/74° (b) Gores garis pada batulempung
dengan kedudukan 5°, N210°E Pitch 4° di LP 37,
Sungai Gondang.
Gambar 2.18 Breksiasi pada batulempung dengan
arah N48°E di LP 62, di Sungai Gondang.
Gambar 2.19 Breksiasi pada batulempung dengan
arah N35°E di LP 36, Sungai Gondang.
Berdasarkan indikasi struktur geologi yang
dijumpai meliputi breksiasi, bidang sesar dan gores
garis, disimpulkan bahwa sesar ini adalah Sesar
Mendatar Mengiri Gondang.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
8
2.3.3 Analisa Gaya Utama
Dalam penentuan analisa gaya utama, digunakan
model menurut Moody dan Hill (1956) untuk
mengetahui hubungan antara tegasan utama dengan
jenis struktur geologi yang dihasilkan.
Dari model yang diusulkan Moddy dan Hill (1956),
bahwa gaya utama yang bekerja pada suatu lapisan
batuan, maka yang pertama kali terbentuk adalah
lipatan dengan sumbu lipatan tegak lurus terhadap
gaya utama. Apabila gaya terus berlangsung sampai
melewati batas elastisitas batuan, maka akan
terbentuk sesar naik dengan arah tegak lurus
terhadap gaya utama. Kemudian bila gaya terus
bekerja, maka akan terbentuk sesar mendatar yang
membentuk sudut lancip sekitar 30° terhadap gaya,
dan setelah gaya tersebut berhenti maka akan
terbentuk sesar normal yang searah dengan arah
gaya utama.
Berdasarkan diagram roset dari semua kedudukan
lapisan batuan yang mempunyai arah umum N70°E
(Gambar 4.4), sehingga dapat disimpulkan bahwa
arah gaya utama yang bekerja mempunyai arah
N160°E atau berarah hampir utara-selatan.
Gambar 2.2 Hubungan arah pola umum
kedudukan batuan dengan arah gaya utama di
daerah penelitian.
2.3.4 Urutan Pembentukan Struktur Daerah
Penelitian
Dalam menentukan umur struktur geologi,
digunakan umur dari satuan batuan dimana struktur
geologi tersebut memotong. Umur struktur geologi
akan lebih muda dibanding umur satuan batuan
yang terlipat maupun terpatahkan. Terdapat struktur
geologi berupa perlipatan pada Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan (N17-N19),
Satuan Batuan Batugamping (N18-N20) dan Satuan
Batupasir Selang-seling Batulempung (N21).
Sedangkan struktur patahan terdapat pada Satuan
Batuan Batulempung Sisipan Batupasir Tufan
(N17-N19) dan Satuan Batuan Batugamping (N18N20), maka dengan demikian kejadian tektonik
yang menyebabkan terbentuknya struktur geologi
terjadi setelah Pliosen, yaitu Pleistosen Awal (N22).
Dapat disimpulkan bahwa umur struktur geologi
yang berkembang di daerah penelitan dimulai pada
kala Pleistosen Awal (N22) yang dilanjutkan
dengan diendapkannya Satuan Batuan Breksi pada
Pleistosen Akhir (N23) .
Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah
penelitian, dimulai dari N22 atau pada kala
Plistosen Awal dengan arah gaya utamanya adalah
N160ºE. Dilanjutkan dengan terbentuknya
perlipatan berupa Sinklin Gondang, Antiklin
Gondang, dan Sinklin Pajeng, yang kemudian
diikuti dengan terbentuknya Sesar Naik Selobang
dan Sesar Mendatar Mengiri Gondang.
2.3 Sejarah Geologi
2.3.1 Miosen Akhir-Pliosen Akhir
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala
Miosen Akhir (N17) diendapkan Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan Formasi
Kalibeng pada lingkungan batial atas. Kemudian
terjadi regresi, dan secara bersamaan pada kala
Pliosen Awal (N18-N19) diendapkan Satuan
Batuan Batulempung Sisipan Batupasir Tufan
Formasi Kalibeng pada lingkungan neritik luar, dan
Satuan Batuan Batugamping Formasi Klitik pada
lingkungan neritik dalam. Sampai kala Pliosen
Akhir (N20) pengendapan Satuan Batuan
Batugamping masih berlangsung.
Gambar 2. 3 Pengendapan Satuan Batulempung
sisipan Batupasir tufan pada kala Miosen Akhir
(N17)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
9
Setelah terjadinya aktifitas tektonik pada Pleistosen
Awal (N21), dilanjutkan dengan diendapkannya
Satuan Batuan Breksi pada Plesitosen Akhir (N22).
Gambar 2. 4 Pengendapan Satuan Batuan
Batulempung Sisipan Batupasir Tufan dan Satuan
Batugamping pada kala Pliosen Akhir (N18-N20).
2.3.2 Pliosen Akhir
Secara selaras pada kala Pliosen N21 diendapkan
Satuan
Batuan
Batupasir
Selang-seling
Batulempung Formasi Sonde dengan lingkungan
pengendapan neritik tengah.
Gambar 2. 7 Pleistosen Akhir (N23)
2.4
Holosen
Seiring dengan waktu proses eksogen yaitu
pelapukan terus berlangsung, kemudian membentuk
sungai-sungai sehingga menghasilkan endapan
aluvial sungai yang merupakan hasil rombakan dari
batuan yang sebelumnya. Endapan aluvial sungai
ini menutupi satuan batuan yang berada di
bawahnya berupa bidang erosi.
Gambar 2. 5 Pengendapan Satuan Batuan
Batupasir Selang-seling Batulempung pada kala
Pliosen Akhir (N21).
2.3.3 Pleistosen Awal
Pada kala Pleistosen Awal (N22) terjadi aktifitas
tektonik sehingga daerah penelitian menjadi darat
serta menghasilkan struktur lipatan dan patahan.
Gambar 2. 8 Kondisi geologi daerah penelitian
pada kala Holosen.
3. Kesimpulan
Gambar 2. 6 Terjadinya perlipatan dan patahan
pada kala Pleistosen Awal (N22).
2.3.4
Pleistosen Akhir
Berdasarkan hasil bahasan yang telah diuraiakan,
maka geologi daerah Pajeng dan sekitarnya,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa
Timur dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Geomorfologi daerah penelitian termasuk
kedalam tahapan dewasa, dengan pembagian
Satuan Geomorfologi Perbukilatan Lipat
Patahan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kaki
Gunungapi dan Dataran Aluvial. Pola Aliran
Denritik pada selatan daerah penelitian, Pola
Aliran Trelis pada bagian utara serta Pola Aliran
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
10
Rektangular pada bagian barat laut, dengan
stadia sungai muda sampai dewasa.
2. Berdasarkan pada ciri dan litologi, maka satuan
batuan daerah penelitian terdiri dari Satuan
Batuan Batulempung Sisipan Batupasir Tufan,
Satuan Batuan Batugamping, Satuan Batuan
Batupasir Tufan Selang-seling Batulempung,
Satuan Batuan Breksi dan Satuan Endapan
Aluvial.
3. Struktur geologi yang berkembang berupa
lipatan dan patahan. Lipatan yang berkembang
di daerah penelitian berupa antiklin dan sinklin
berarah barat-timur. Struktur yang berkembang
berupa sesar naik yang berarah barat-timur, dan
sesar mendatar mengiri berarah timurlautbaratdaya, dengan arah gaya utama relatif utaraselatan.
4. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada
kala Miosen Akhir yaitu N17, sampai satuan
batuan yang termuda diendapkan pada Kala
Plistosen Akhir (N23). Struktur yang
berkembang pada lokasi penelitian dimulai
pada Kala Plistosen Awal (N22).
Moody, J. D., & Hill. (1956). Wrench Fault
Tectonics. Bulletin of the Geological
Society.
Pheleger, F. B. (1951). Ecology of Foraminifera.
Nortwest Gulf of Mexico: GSA Memoir 46.
Priggoprawiro, H., & Sukido. (1992). Geologi
Lembar Bojonegoro. Bandung: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Soejono, M. (1996). Sandi Stratigrafi Indonesia.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Thornbury, W. D. (1969). Principles of
Geomorfology. New York: Jhon Willey &
Sons, inc.
PENULIS:
1. Rizwan Arief Hasan, S.T. Alumni (2016)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik
– Universitas Pakuan.
2. Ir. Singgih Irianto, M.Si. Staf Dosen Program
Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik –
Universitas Pakuan.
3. Ir. Mohammad Syaiful, M.Si. Staf Dosen
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik
– Universitas Pakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Blow, W. H., dan Postuma, J. A. (1969). Late
Miosen to Recent Planktonic Foraminifera
Biostratigraphy. Proceedings International
Conference Planktonik Microfossil 1st ,
(hal. 199-422). Geneve.
Bogie, I., dan Mackenzie, K. M. (1998). The
Application of A Volcanic Facies Model to
An Andesitic Stratovolcano Hosted
Geothermal, System at Wayang Windu,
Java, Indonesia. Proceedings 20 th New
Zealand Geothermal Workshop, (hal. 265270).
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan
11
Download