dinamika internal dan gaya radiasi pada molekul

advertisement
DINAMIKA INTERNAL DAN GAYA RADIASI PADA
MOLEKUL DIATOMIK AKIBAT INTERAKSI DENGAN
SINAR LASER
KEMAL PRABOWO
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Internal dan
Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Kemal Prabowo
NIM G74090006
ABSTRAK
KEMAL PRABOWO. Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul
Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser. Dibimbing oleh FAOZAN AHMAD
dan SIDIKRUBADI PRAMUDITO.
Laser cooling untuk molekul sulit diimplementasikan karena struktur internalnya
yang kompleks. Molekul ultradingin berpotensi digunakan untuk berbagai aplikasi
dan simulasi. Pada penelitian ini, laser cooling disimulasikan dengan metode
doppler cooling pada molekul yang digambarkan dengan tiga level energi. Perubahan
dinamika internal molekul dan gaya radiasi dikaji dengan variasi laju emisi spontan
A2. Gaya radiasi optimum dapat dicapai saat rasio laju emisi spontan yang diberikan
A2 ≥ A1. Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal yang membahas distribusi
populasi elektron menuju kestabilan lebih cepat dan gaya radiasi yang diperoleh
dengan orde yang besar. Secara teori perbandingan laju emisi A2 terhadap A1 adalah
0.52412. Kondisi ini berada pada A2 < A1, artinya molekul lebih sulit didinginkan
karena dinamika internal membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai
tingkat kestabilan dan gaya radiasi yang dihasilkan lebih kecil. Kuat medan laser
yang diberikan pada molekul mempengaruhi frekuensi elektron untuk bertransisi ke
level energi tertentu. Untuk gaya radiasi, gaya dipol akan bernilai minimum dan gaya
hamburan bernilai maksimum ketika detuning di set nol. Gaya radiasi dapat
mengurangi efek gerak termal molekul pada proses pendinginan molekul, sehingga
dapat dimanfaatkan pada laser cooling.
Kata kunci: diatomik, dipol, emisi, hamburan, populasi.
ABSTRACT
KEMAL PRABOWO . Internal Dynamics and Radiation Force On Diatomic
Molecules Due To The Interaction with The Laser Beam. Guided by FAOZAN
AHMAD and SIDIKRUBADI PRAMUDITO.
Laser cooling of molecules is difficult to implement because of the complex
internal structure. Ultracold molecules could potentially be used for a variety of
applications and simulations. In this study simulated laser cooling by doppler cooling
method on a molecule is described with three energy levels. Changes in the internal
dynamics of the molecule and the radiation force examined with variations in the rate
of spontaneous emission A2. Optimum radiation force can be achieved when the ratio
of the spontaneous emission rate of a given A2 ≥ A1. This is consistent with the
internal dynamics which discusses the distribution of the electron population towards
stability faster and radiation force obtained with a large order. In theory the emission
rate comparison A2 to A1 is 0.52412. This condition is at A2 < A1, it means that the
molecule is more difficult cooled because the internal dynamics require a longer time
to reach the level of stability and the resulting radiation force is smaller. Given strong
laser field affects the frequency of the electrons in the molecule to transition to a
certain energy level. For radiation force, the dipole force would be worth a minimum
and a maximum value when the scattering force detuning at zero. Radiation force can
reduce the effects of thermal motion of molecules in the molecular cooling processes,
so it can be used in laser cooling.
Keywords : diatomic, dipole, emission, scattering, population .
DINAMIKA INTERNAL DAN GAYA RADIASI PADA
MOLEKUL DIATOMIK AKIBAT INTERAKSI DENGAN
SINAR LASER
KEMAL PRABOWO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik
akibat Interaksi dengan Sinar Laser
Nama
: Kemal Prabowo
NIM
: G74090006
Disetujui oleh
Faozan Ahmad, SSi, MSi
Pembimbing I
Drs Sidikrubadi Pramudito, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Dinamika Internal
dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser.
Besar sekali bimbingan dan bantuan yang diperoleh sehingga penulis dapat
menyusun karya ilmiah ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya penulis ucapkan kepada Bapak Faozan Ahmad, SSi, MSi dan Bapak
Drs Sidikrubadi Pramudito, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, saran, kritik, perhatian dan motivasi hingga selesainya karya
ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh Dosen Departemen
Fisika Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ayahanda
Purwo Sutopo, Ibunda Pipin Supiatin, kakak tercinta Ilham Pratomo, adik-adik
tercinta Fahmi, Firda beserta seluruh keluarga besar dan juga Intan Rizkia yang
senantiasa memberikan dukungan, do‟a, semangat dan kasih sayang yang tidak
terbatas untuk kesuksesan penulis.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk memberikan
kontribusi yang nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Fisika.
Bogor, November 2013
Kemal Prabowo
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Laser cooling
3
Gaya Interaksi Laser dengan Molekul
4
Doppler Cooling
5
METODE
Prosedur Analisis Data
6
6
Pemodelan Molekul (Model Fisika)
6
Sistem Hamiltonian (Model Matematika)
6
Penurunan Analitik
7
Perhitungan Numerik
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Matriks densitas
11
Gaya Radiasi
14
Gaya Hamburan
14
Gaya Dipol
16
SIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Interaksi molekul dengan medan laser
Skema gaya radiasi pada berkas laser
Skema sistem molekul dengan tiga tingkat energi
Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level
A
A
medan   10 (a) 2  100 dan (b) 2  10
A1
A1
Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level
A
A
medan   50 (a) 2  100 dan (b) 2  10
A1
A1
Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level
A
A
medan   10 (a) 2  0.001 dan (b) 2  0.1
A1
A1
Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level
A
A
medan   50 (a) 2  0.001 dan (b) 2  0.1
A1
A1
Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level
A2
 1 saat kuat medan (a)   10 dan (b)   50
A1
A
Gaya hamburan sebagai fungsi detuning (a) 2  100
A1
10 Gaya
dan (b)
hamburan
sebagai
fungsi
detuning
4
4
6
energi saat kuat
11
energi saat kuat
12
energi saat kuat
13
energi saat kuat
13
energi saat kuat
14
dan (b)
(a)
A2
 10
A1
15
A2
 0.001
A1
A2
 0.1
A1
15
A2
1
A1
A
12 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2  100 dan (b)
A1
A
13 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2  0.001 dan (b)
A1
A
14 Gaya dipol sebagai fungsi detuning 2  1
A1
11 Gaya hamburan sebagai fungsi detuning
16
A2
 10
A1
A2
 0.1
A1
17
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1. Listing Program (Matlab), Program Menyelesaikan Matriks densitas
2. Program Utama Gaya Hamburan (Matlab)
3. Program Utama Gaya Dipol (Matlab)
21
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tekanan radiasi (radiation pressure) merupakan gagasan Maxwell yang
menyatakan bahwa cahaya membawa momentum sehingga dapat memberikan
gaya pada objek netral., tetapi dalam hal ini Maxwell menemukan bahwa
momentum tersebut sangat kecil, sehingga pengaruhnya praktis tidak ada pada
objek makroskopis. Setelah ditemukannya laser aplikasi praktis dari gaya radiasi
atau gaya elektromagnetik menjadi sesuatu yang sangat menarik. Seperti yang kita
ketahui laser memiliki kemurnian spektra dan tingkat koherensi yang tinggi,
dengan demikian laser akan menghasilkan gaya radiasi yang besar jika diterapkan
pada partikel kecil dari range mikrometer, atom, hingga molekul. sekarang
sangatlah mungkin untuk mempercepat, memperlambat, menjebak, dan
memanipulasi secara optis suatu partikel bahkan atom dengan menggunakan sinar
laser.1
Sudah sejak tiga dekade teknik laser cooling menyebabkan kemajuan pesat
dalam berbagai bidang2,3,4. Siklus transisi dekat yang jarang ditemukan di molekul
belum diperluas karena struktur internalnya yang sangat kompleks. Namun,
kompleksitas ini yang membuat molekul berpotensi digunakan untuk berbagai
aplikasi.5 Seperti molekul heteronuklir yang memiliki momen dipol permanen,
tunable, interaksi dipol-dipol anisotropik dan dapat mengontrol derajat kebebasan
molekular pada temperatur ultradingin. Hal ini membuat molekul ultradingin
menjadi kandidat yang menarik untuk digunakan dalam simulasi kuantum dan
dapat memberikan keuntungan untuk mempelajari dinamika kimia lebih
dalam6,8,9,10,11,12. Untuk alasan ini, laser cooling hanya berlaku untuk sebagian
kecil molekul diatomik.
Pada proses laser cooling dibutuhkan proses absoprsi yang diikuti emisi
spontan. Untuk menghasilkan proses seperti ini diperlukan sistem dengan transisi
tertutup (closed transition). Umumnya pada molekul tidak ditemukan siklus
transisi seperti ini, sehingga peluruhan spontan ke level energi tertentu dapat
terjadi. Untuk mengembalikan populasi ke siklus utama, maka dibutuhkan repump
laser di setiap penambahan populasi elektron di suatu level energi agar photon
dapat menghambur secara kontinu. Siklus transisi ini membutuhkan satu atau dua
repump laser pada sistem atomik, tetapi hal ini sangat sulit ditemukan pada
molekul karena derajat kebebasan vibrasi dan rotasi diperkenalkan di sini.
Mengontrol keadaan vibrasi suatu molekul adalah suatu problematika, karena
dalam keadaan tersebut tidak ada kaidah seleksi yang berlaku untuk peluruhan
suatu transisi elektronik ke level vibrasi yang berbeda.7
Fenomena kuantum dapat juga diamati seperti sifat gelombang partikel,
transisi single atom, BEC (Bose Einstein Condensate) dan lain-lain.13 Oleh sebab
itu perlu dipelajari proses-proses yang terjadi pada proses laser cooling dan
trapping secara lebih dalam.
Dalam penelitian ini dirumuskan model sederhana dari molekul tiga tingkat
energi dengan dua berkas sinar yang berbeda frekuensinya, dengan menggunakan
persamaan Liouville—Von Neumann.
2
Perumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan pengaruh laju emisi pada dinamika internal molekul
diatomik?
2. Bagaimana mekanisme molekul diatomik yang berinteraksi dengan laser
menghasilkan efek cooling?
3. Bagaimana gaya radiasi yang terjadi pada molekul diatomik yang dipengaruhi
variasi laju emisi?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh laju emisi level energi vibrasi pada dinamika internal
molekul diatomik.
2. Mengetahui pengaruh laju emisi level energi vibrasi pada gaya radiasi
molekul diatomik.
3. Mengetahui pengaruh kuat medan listrik akibat interaksi laser dengan
molekul diatomik.
Manfaat Penelitian
Memahami lebih dalam proses interaksi cahaya dengan molekul meliputi
dinamika internal dan gaya radiasi dan suatu parameter-parameter yang
mempengaruhi
3
TINJAUAN PUSTAKA
Laser cooling
Laser merupakan singkatan dari “Light Amplification by Stimulated
Emission of Radiation” (penguatan cahaya melalui pemancaran radiasi yang
distimulasi). Kunci timbulnya laser ialah kehadiran atom yang memiliki satu atau
lebih tingkat eksitasi dengan umur 10 -3 s atau lebih alih-alih umur yang biasa
yaitu sekitar 10-8 s. Keadaan yang berumur relatif panjang seperti itu disebut
metastabil.14
Prinsip laser cooling adalah bagaimana sebuah molekul yang bergerak
sangat cepat dengan kecepatan mendekati kecepatan suara 300 m/s dapat
diperlambat dengan menurunkan energi kinetiknya saat interaksi laser dengan
molekul. Hal yang terjadi adalah saat kecepatan menurun energi kinetik suatu
molekul pun menurun. Sesuai dengan teori gas ideal, energi kinetik molekul
berbanding lurus dengan besar temperatur sehingga dapat dikatakan molekul
tersebut memiliki suhu yang dingin ketika diperlambat.
Tiga hal yang terjadi saat laser berinteraksi dengan molekul, yakni absorpsi,
emisi spontan, dan emisi terinduksi. Doppler cooling dari sebuah molekul dari
temperatur kamar ke temperatur ultradingin menggunakan cahaya visible
dibutuhkan >104 photon yang terhambur. Untuk menghamburkan banyak photon
seperti ini. Sebuah molekul harus mempunyai transisi siklus tertutup, dimana tiap
penyerapan photon selalu diikuti oleh peluruhan spontan ke keadaan awal. 14
Franck-Condon factors dapat menentukan intensitas transisi pada level
elektronik-vibrasi.12
Pada Gambar 1 dibawah menjelaskan fenomena saat absorpsi molekul yang
mengalami pengurangan kecepatan akibat transfer momentum foton yang
berlawanan dengan arah kecepatan. Emisi spontan terjadi dalam arah yang acak,
artinya peluang terjadinya emisi spontan dalam arah yang berlawanan sama besar.
Dengan demikian rerata transfer momentumnya adalah nol. Emisi terinduksi
untuk kasus irradiasi dengan gelombang bidang terjadi dalam arah yang searah
dengan sinar laser, sehingga total momentum yang ditransfer akan saling
menghilangkan dengan proses absorpsi.4
4
Gambar 1 (a) sebuah molekul dengan kecepatan v berlawan arahnya dengan foton
dengan momentum ħk=h/λ; (b) setelah menyerap foton, molekul melambat
dengan ħk/m; (c) setelah meradiasikan dalam arah acak, molekul lebih
lambat dari Gambar (a).
Oleh karenanya, pada tahun 1998 banyak teknik lain telah dikembangkan,
mulai dari atom ultradingin atau dengan memanipulasi molekul yang sudah
dibentuk.15 Secara singkat, teknik tersebut dimulai dengan cold atoms
mengasosiasikan mereka menjadi keadaan molekul dengan rekayasa transisi bebas
terikat dengan laser, medan magnet, atau dengan menggunakan proses tumbukan.
16-20
Metode ini telah menciptakan molekul ultradingin di mikro atau nano-kelvin
kisaran suhu dan kuantum sehingga molekul kondensat Bose-Einstein telah
tercapai.16
Gaya Interaksi Laser dengan Molekul
Gaya radiasi pada Gambar 2 timbul dari adanya transfer momentum foton
laser pada molekul melalui proses absorpsi, emisi spontan dan emisi terinduksi.
Gaya tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu gaya hamburan (scattering
force) dan gaya dipole (dipole force).
Gambar 2 Skema gaya radiasi pada berkas laser
Gaya hamburan bersesuaian dengan proses absorpsi yang diikuti oleh emisi
spontan, sedangkan gaya dipole muncul dari interaksi momen dipole molekul
dengan gradien intensitas laser. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2, gaya
hamburan memiliki arah aksial sehingga digunakan untuk mempercepat atau
5
memperlambat molekul, sedangkan gaya dipol memiliki arah radial sehingga akan
mendorong molekul pada intensitas maksimum laser.
Doppler Cooling
Doppler laser cooling membutuhkan hamburan dari banyak photon, dengan
tiap emisi photon membawa serangkaian energi yang berbanding lurus dengan
detuning laser dari resonansinya.21
Kasus interaksi antara molekul tiga level energi dengan kecepatan v,
frekuensi resonansinya ω o dengan sinar laser dengan frekuensi ω. Didefinisikan
parameter detuning δ= ω - ωo , dan dipilih δ < 0. Jika laser bergerak menjalar
dalam arah sumbu z positif searah dengan molekul, maka molekul akan melihat
bahwa frekuensi laser mengalami pergeserah merah (red-shifted), sebesar ω (1v/c), karena adanya pergeseran Doppler. Sehingga besar detuning frekuensi laser
dengan arah gerakan molekul maka besar detuning yang dilihat molekul adalah
terhadap frekuensi resonansi molekul adalah ω (1-v/c) -ωo = δ -ωv/c. Sebaliknya,
jika sinar laser menjalar dalam arah sumbu z negatif atau berlawanan ω (1+v/c) ωo = δ+ωv/c, disini frekuensi cahaya laser dikatakan mengalami pergeseran biru
(blue-shifted).
6
METODE
Prosedur penelitian
Pemodelan Molekul (Model Fisika)
Kita tinjau sistem molekul dengan tiga tingkat energi seperti pada Gambar
3, dengan keadaan dasar a , keadaan perantara b dan keadaan tereksitasi c
yang sedang bergerak dengan kecepatan v sepanjang sumbu x, berinteraksi
dengan dua berkas laser. Medan listrik laser E1 (r , t ) menggandeng keadaan a
dan c dan E2 (r , t ) menggandeng keadaan b dan c tersebut.
Gambar 3 Skema sistem molekul dengan tiga tingkat energi
Sistem Hamiltonian (Model Matematika)
Hamiltonian untuk sistem yang ditunjukkan oleh skema Gambar 3 dapat
dituliskan sebagai berikut:
H  H o  H int
(1)
H o adalah sistem hamiltonian molekul tak terganggu dan H int adalah
hamiltonian interaksi medan elektromagnetik dengan molekul. Ketika energi a
adalah nol dan dengan menggunakan persamaan (1) maka diperoleh hasil sebagai
berikut
p2
 ab b b   ac  c c
2m
1
1
  d  ac E (1)(r , t )  d  cb  E ( 2)(r , t )
2
2
Ho 
(2a)
H int
(2b)
7
Menyatakan transisi momen dipol, diasumsikan (kopling lemah) tidak ada
kopling langsung antara a dan b sehingga d ab  0 . 23
Maka diperoleh hamiltonian sistem sebagai berikut:
p2
Hˆ 
 ab b b   ac  c c
2m
1
1
 d  cb  E ( 2)e i ( k2 z 2t ) c b  d  cb  E ( 2 )ei ( k2 z 2t ) b c
2
2
1
1
 d  ca  E (1)e i ( k1z 1t ) c a  d  ca  E (1)ei ( k1z 1t ) a c
2
2
(3)
Penurunan Analitik
Perubahan keadaan internal molekul terhadap waktu dijelaskan dengan
menggunakan persamaan Liouville-Von Neumann, dengan bentuk umumnya
sebagai berikut:
d
1 
(4)
ˆ  ,   relax
dt
i
Dimana ̂ adalah operator matriks densitas dari sistem. Dalam mekanika


kuantum ̂ didefinisikan sebagai operator proyeksi ̂  i j , ̂ ji    ij dengan


harga ekspektasinya  ij  Tr ˆ , ˆ ij  ˆ ij . relax adalah faktor relaksasi akibat
emisi spontan. Dengan menggunakan persamaan (3) dan (4) diperoleh persamaan
gerak internal molekul sebagai berikut :
 aa  1 ~ca  ~ac   A1 cc
i
2
i
i
 cc  2 ~bc  ~cb   1 ~ac  ~ca   A1cc  A2 bb
2
2
i
 bb   2 ~cb  ~bc   A2 bb
2
i
i
~ ab  1 ~cb   2 ~ac  A3 ~ab
2
2
 A  A2   ~ i ~ i ~ i ~

~ bc    i1  i 2  1
 bc   2  cc   2  bb  1  ba
2
2
2
2




 A1   ~ac  i  ~
i
~
 2 ~ab
1
cc   aa  
2
2
i
i
~ ba   i1  A3 ~ba   2 ~ca  1 ~bc
2
2
~ ac   i1 

2 
(5a)
(5b)
(5c)
(5d)
(5d)
(5e)
(5f)
8


~ cb    i1   2  
 A1  A2   ~
2


cb
i
i
  2 ~bb  ~cc   1~ab
2
2


A1  ~
i
i

~


 ca    i1    ca   2 ~ba  1 ~aa  ~cc 


2
2
2

Dengan
~ac  ace i t e i
~cb   cb e i t e i
~ab  abe i   e i  
1
1
(6b)
2
2
1
(5h)
(6a)
1
2
(5g)
2
(6c)
Dimana 1  d ac E 1 / h,  2  d cb E 2 / h, adalah frekuensi resonansi rabi
(On-resonance Rabi flooping frequency) untuk gandengan level a dan c dalam
medan listrik dengan amplitudo E1 dan gandengan level b dan c dalam medan
listrik dengan amplitudo E 2 ,   kx, Ai 
4 03 j d i
3c 3
2
adalah laju emisi spontan
atau sama dengan koefisien B einstein. Secara teori perbandingan laju emisi
A2  2
dan

A1 1
1   1  Doppler shift I
 2   2  Doppler shift II
Dengan  adalah parameter detuning. Persamaan (6) dalam representasi
matriks dapat dituliskan sebagai berikut:
Gaya radiasi pada sistem molekul tiga level energi, dalam representasi
Gambaran Heisenberg (Heisenberg picture), persamaan gerak dinyatakan sebagai
dO
i
(7)
    O, H 
dt

Dengan menggunakan persamaan (7) kecepatan gerak pusat massa diberikan
oleh hubungan

i
R    R,   
  P/
(8)
 
P
Dan perubahan momentum dapat direpresentasikan sebagai

i 
1

1

(9)
P     P,    
H    d ab  E1     d bc  E 2 
R
 
2

2

Dari persamaan (8) dan (9) dengan menggunakan harga ekspetasinya dan
dengan menset r  R dapat diperoleh hubungan untuk gaya
9


1

1

F  Mr   d ab  E1    d bc  E 2 
(10)
2

2

Dengan memasukan ˆ (vektor polarisasi) pada persamaan (10) sehingga
menjadi F   1 d ac  1E1    1 dcb  2E2  , karena E hampir seragam, maka
2

2

suku tersebut dapat dikeluarkan


 
1
1
F   d ac   1  E1 (r , t )   d cb   2  E 2 (r , t )
(11)
2

2

Harga ekspektasi pada persamaan (11) dapat dinyatakan dalam bentuk
matriks densitas  nm sebagai


d ac  ˆ1  d ab acei1t ei1  ca ei2t ei2
dcb  ˆ2  dbc
cb
ei1t ei1  bcei2t ei2


(12a)
(12b)
Disini  m adalah fungsi yang berubah lambat dibandingkan dengan faktor
optis exp(it ) dengan mensubtitusikan medan listrik laser dan persamaan (12)
terhadap persamaan (11) dan dengan menggunakan pendekatan rotating wave
diperoleh hubungan untuk gaya radiasi sebagai berikut;


F  Mr 
1
1
(13)
d ac  E1  ac   ca   id ac  E11  ac   ca  
2
2
1
1
d bc  E 2  cb   bc   id bc  E 2  2  cb   bc 
2
2
Suku pertama dan ketiga disebut gaya dipol dan suku kedua dan keempat
disebut sebagai gaya hamburan.
Perhitungan Numerik
Keadaan suatu sistem berubah bergantung waktu. Pada persamaan (5)
terdapat sembilan persamaan diferensial orde pertama dan solusi persamaan
tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta Susunan
Keempat (Fourth Order).
Cara yang lebih efektif dibanding deret Taylor yaitu dengan menggunakan
metode Runge Kutta, karena metode ini tidak membutuhkan perhitungan turunan.
Metode ini berusaha mendapatkan derajat tinggi dan sekaligus menghindarkan
keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi
f(x,y) pada titik terpilih dalam setiap selang langkah. Salah satu metode Runge
Kutta yang cukup populer adalah metode Runge Kutta yang formulanya diberikan
oleh
yn1  yn 
h
K1  2K 2  2K3  K 4 
6
(14)
10
Metode Runge Kutta akan memperkirakan harga Y j pada t+h sebagai
berikut:
1
Y1( n1)  Y1( n )  ( K a1  2 Kb1  2 K c1  2 K dl )
6
1
Y2 ( n1)  Y2( n )  ( K a 2  2 Kb 2  2 K c 2  2 K d 2 )
6
1
Y3( n1)  Y3( n )  ( K a 3  2 Kb3  2 K c 3  2 K d 3 )
6
(15a)
1
YN ( n1)  YN ( n)  ( KaN  2KbN  2KcN  2KdN )
6
(15e)
Dengan
K am  hFm (Y1 , Y2 , Y3 ,...YN )
(15b)
(15c)
(16a)
Kbm  hFm (Y1  0.5Ka1Y2  0.5K a 2 , Y3  0.5Ka3 .....YN  0.5K aN )
(16b)
Kmj  hFm (Y1  0.5K a1Y2  0.5K a 2 , Y3  0.5K a3 .....YN  0.5K aN )
(16c)
Dengan m=1,N
Setelah solusi dari persamaan (5) diperoleh, gaya radiasi dapat dihitung
menggunakan persamaan (13), dimana :
1
1
Fscatt  d ac  E1  ac   ca   d bc  E2  cb   bc 
2
2
1
1
Fdipol  id ac  E11  ac   ca   id bc  E2 2  cb   bc 
2
2
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian digunakan molekul diatomik model tiga tingkat energi
yang bersesuaian dengan panjang gelombang 695 nm dan 862 nm. Secara teori
A 
perbandingan laju emisi spontan 2  2  0,5 , dengan decay rate A1=14.3 x106
A1 1
dan variasi A2 dalam skala satuan rad/s.
Matriks Densitas
Pemodelan molekul memberikan Gambaran umum sistem molekul dengan
tiga tingkat energi. Dengan model tersebut, kita dapat menyusun sistem
hamiltonian yang nantinya akan digunakan pada persamaan Liouville─Von
Neumann dan menghasilkan 9 persamaan diferensial orde I. Kesembilan
persamaan yang didapat menggambarkan perubahan keadaan internal molekul
terhadap waktu. Solusi persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan
menggunakan metode Runge-Kutta Susunan Keempat (Fourth Order) sehingga
didapatkan grafik distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi dengan
variasi A2 (Lampiran 1).
Perubahan keadaan eksternal molekul dapat dilihat dengan perubahan
transisi keadaan keadaan internal molekul yang bertransisi dan bersesuaian
dengan proses absorpsi dan emisi spontan.
1
1
 bb
 aa
 cc
0.8
A1=14.3e+6
A2=14.3e+8
A2/A1 = 100
 = 10
0.8
0.5
0.4
0.6
0.5
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
1200
1400
A1=14.3e+6
A2=14.3e+7
A2/A1 = 10
 = 10
0.7
Peluang
0.6
peluang
Peluang
0.7
 bb
 aa
 cc
0.9
peluang
0.9
1600
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
Waktu (ns)
Waktu (ns)
(4a)
(4b)
1200
1400
Gambar 4 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat medan
  10 (a)
A
A2
 100 dan (b) 2  10
A1
A1
(Gambar 4a dan 4b) ketika laju emisi A2 diset orde lebih tinggi
dibandingkan A1, terlihat populasi elektron di tingkat energi a dan c
bertransisi kemudian menuju pada suatu keadaan yang stabil. Berbeda dengan
1600
12
tingkat energi b , saat diberikan nilai laju emisi yang tinggi, elektron dengan
cepat berada pada keadaan stabil untuk peluang yang sangat kecil.
1
1
 bb
 aa
 cc
0.8
A1=14.3e+6
A2=14.3e+8
A2/A1 = 100
 = 50
0.8
0.5
0.4
0.6
0.5
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
1200
1400
A1=14.3e+6
A2=14.3e+7
A2/A1 = 10
 = 50
0.7
Peluang
0.6
peluang
Peluang
0.7
 bb
 aa
 cc
0.9
peluang
0.9
1600
0
0
200
400
Waktu (ns)
600
800
1000
waktu (ns)
1200
1400
1600
Waktu (ns)
(5a)
(5b)
Gambar 5 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat medan
  50 (a)
A2
A
 100 dan (b) 2  10
A1
A1
Namun ketika kuat medan laser ditingkatkan (Gambar 5a dan 5b), terjadi
fluktuasi dengan frekuensi tinggi di tingkat energi a dan c sehingga elektron
bertransisi mencapai keadaan stabil dalam waktu relatif yang lebih cepat dari
sebelumnya. Sama halnya untuk tingkat energi b , terjadi transisi elektron saat
diberikan kuat medan laser yang tinggi walaupun peluangnya sangat kecil.
Gambar 6 dibawah menunjukkan dinamika internal molekul mengalami
perubahan dengan menset laju emisi A1 konstan dan laju emisi A2 rendah,
sehingga peluang elektron untuk bertransisi dapat diamati pada tingkat energi a
dan terjadi juga pada tingkat perantara
b
dan
c
, laju emisi A1 disini
mempengaruhi band gap energi antara tingkat energi
a
dan
c
yang
memungkinkan elektron dapat bertransisi pada level energi ini dengan peluang
yang tinggi sehingga pada grafik ditunjukkan dengan kurva osilasi dan menuju
titik kestabilan (konvergen). Berbeda dengan tingkat energi eksitasi c yang
dipengaruhi A2, disebabkan laju emisi A2 sangatlah rendah tampak peluang
elektron bertransisi menjadi rendah artinya osilasi yang dimaksud berlangsung
dalam waktu yang lebih lama.
13
1
1
 bb
 aa
 cc
0.8
A1=14.3e+6
A2=14.3e+3
A2/A1 = 0.001
 = 10
0.8
0.5
0.6
0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
1200
A1=14.3e+6
A2=14.3e+6
A2/A1 = 0.1
 = 10
0.7
Peluang
0.6
peluang
Peluang
0.7
 bb
 aa
 cc
0.9
peluang
0.9
1400
0
1600
0
200
400
Waktu (ns)
600
800
1000
waktu (ns)
1200
1400
1600
Waktu (ns)
(6a)
(6b)
Gambar 6 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat
A
A
medan   10 (a) 2  0.001 dan (b) 2  0.1
A1
A1
1
1
 bb
 aa
 cc
0.8
A1=14.3e+6
A2=14.3e+3
A2/A1 = 0.001
 = 50
0.8
0.5
0.4
0.6
0.5
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
Waktu (ns)
(7a)
1200
1400
A1=14.3e+6
A2=14.3e+6
A2/A1 = 0.1
 = 50
0.7
Peluang
0.6
peluang
Peluang
0.7
 bb
 aa
 cc
0.9
peluang
0.9
1600
0
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
waktu (ns)
Waktu
(ns)
(7b)
Gambar 7 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat
A
A
medan   50 (a) 2  0.001 dan (b) 2  0.1
A1
A1
Penentuan orde konstanta laju emisi memberikan dampak yang berbeda
pada simulasi ini. Terlihat (Gambar 7) saat kuat medan laser ditingkatkan, terjadi
fluktuasi dengan frekuensi tinggi di tingkat energi a dan b sehingga elektron
bertransisi mencapai keadaan stabil dalam waktu relatif yang lebih cepat dari
sebelumnya. Sama halnya untuk tingkat energi c , terjadi transisi elektron saat
diberikan kuat medan laser yang tinggi walaupun peluangnya sangat kecil.
Semakin kecil orde laju emisi A2 yang terjadi pada molekul, semakin lama
populasi elektron pada molekul menuju nilai yang stabil. Berbeda pada (Gambar
8) dibawah, untuk laju emisi dengan orde yang sama dengan laju emisi A1,
1600
14
setelah laser dihidupkan tampak distribusi populasi elektron pada molekul
berosilasi dan kemudian menuju pada suatu nilai yang stabil setelah waktu
tertentu. Frekuensi osilasi sitem ditentukan oleh frekuensi rabi yang diberikan
(Gambar 8b) atau sering kita sebut dengan istilah kuat medan laser.
1
1
 bb
 aa
 cc
0.9
0.8
A1=14.3e+6
A2=14.3e+6
A2/A1 = 1
 = 10
0.8
0.6
peluang
0.5
0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1
0
0
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
1200
A1=14.3e+6
A2=14.3e+6
A2/A1 = 1
 = 50
0.7
Peluang
0.6
peluang
Peluang
0.7
 bb
 aa
 cc
0.9
1400
1600
0
0
Waktu (ns)
200
400
600
800
1000
waktu (ns)
1200
1400
1600
Waktu (ns)
(8a)
(8b)
Gambar 8 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi dan A2  1 saat
A1
kuat medan (a)   10 (b)   50
Untuk semua variasi A2 , rasio laju emisi A2 terhadap A1 (Gambar 4,5 dan
8) diset dengan orde laju emisi A2  A1. Dinamika internal seperti inilah yang lebih
direkomendasikan untuk proses cooling disebabkan populasi elektron bertransisi
mencapai keadaan stabil dalam waktu yang relatif cepat.
Gaya Hamburan
Transfer momentum linear foton yang terjadi terhadap molekul pada siklus
absorpsi yang kemudian diikuti oleh emisi spontan menghasilkan gaya hamburan.
Dengan demikian gaya hamburan akan dipengaruhi oleh kuat medan laser dan
banyaknya foton yang diserap. Hubungan antara gaya hamburan dengan variasi
detuning ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.
15
-20
-20
x 10
3
 = 10
 = 30
 = 50
0.6
0.4
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+7
A2/A1 = 10
1.5
1
0.5
0.2
-40
 = 10
 = 30
 = 50
2
Gaya Hamburan
0.8
0
-50
x 10
2.5
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+8
A2/A1 = 100
1
Gaya Hamburan
Gaya Hamburan (N)
1.2
Gaya Hamburan (N)
1.4
0
-50
50
-40
-30
 x 108 8(detuning)
-20
-10
Δ x 10 (detuning)
9
Gaya
(b)
10
20
30
40
50
Δ x 10 (detuning)
(9a)
Gambar
0
 x8108 (detuning)
(9b)
hamburan
sebagai
fungsi
detuning
(a)
A2
 100
A1
dan
A2
 10
A1
Tampak (Gambar 9a dan 9b) bahwa gaya radiasi maksimum terjadi pada
saat detuning sekitar nol , karena pada delta ditambah dengan pergeseran doppler
adalah sama dengan nol, sehingga molekul akan melihat frekuensi laser berada
dalam resonansi (on-resonance).
-21
-21
x 10
5
 = 10
 = 30
 = 50
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+3
A2/A1 = 0.001
3
2.5
2
1.5
1
3
2.5
2
1.5
0
0.5
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+5
A2/A1 = 0.1
3.5
1
-40
 = 10
 = 30
 = 50
4
0.5
-0.5
-50
x 10
4.5
Gaya Hamburan
3.5
Gaya Hamburan
Gaya Hamburan (N)
4
Gaya Hamburan (N)
4.5
50
 x 108 8(detuning)
Δ x 10 (detuning)
(10a)
Gambar 10 Gaya hamburan sebagai fungsi detuning (a)
0
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
 x 108 (detuning)
8
Δ x 10 (detuning)
(10b)
A2
A
 0.001 dan (b) 2  0.1
A1
A1
Gambar 10a dan 10b diatas menunjukkan bahwa gaya radiasi maksimum
terjadi pada saat detuning tidak di sekitar nol , artinya molekul melihat frekuensi
laser berada (on resonance) di detuning selain nol.
40
50
16
-21
9
x 10
 = 10
 = 30
 = 50
8
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+6
A2/A2 = 1
6
Gaya Hamburan
Gaya Hamburan (N)
7
5
4
3
2
1
0
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
 x 1088 (detuning)
Δ x 10 (detuning)
Gambar 11 Gaya Hamburan sebagai fungsi detuning
A2
1
A1
Dari variasi laju emisi untuk gaya hamburan, terlihat (Gambar 9 dan 11),
relatif lebih sesuai dibandingkan (Gambar 10). Hal ini bersesuaian dengan
dinamika internal sebelumnya yang membahas grafik distribusi populasi elektron
yang menuju kestabilan dengan cepat pada saat variasi laju emisi A2. Untuk
variasi laju emisi ini, semakin besar kuat medan laser tampak gaya hamburan
meningkat, hal ini disebabkan oleh peristiwa power broadening yang artinya
semakin besar daya laser maka spektrum absorpsi semakin lebar. Rasio laju emisi
A2 terhadap A1 (Gambar 9 dan 11) dengan orde laju emisi A2  A1 sangat cocok
untuk gaya hamburan yang direpresentasikan. Jika dilihat gaya hamburan
berlawanan dengan arah kecepatan molekul dengan demikian akan memperlambat
gerak molekul. Dapat dikatakan juga gaya hamburan dapat mengurangi efek gerak
termal molekul pada proses pendinginan molekul.
Gaya Dipol
Gaya dipol naik seiring kenaikan kuat medan laser, Tampak bahwa gaya
dipol bernilai nol terjadi pada saat detuning sekitar nol (Gambar 12a dan 12b).
Pada saat ini proses transisi didominasi oleh gaya hamburan, oleh karena itu gaya
hamburan pada detuning nol bernilai maksimum sesuai dengan pembahasan gaya
hamburan sebelumnya (Gambar 9 dan 11). Tampak ketika jauh dari frekuensi
molekul, besar gaya dipol dapat bernilai maksimum sehingga proses gaya
hamburan bernilai minimum.
17
-25
-24
x 10
1.2
 = 10
 = 30
 = 50
7
Gaya Dipol (N)
5
F dipol
Gaya Dipol (N)
6
4
3
2
x 10
 = 10
 = 30
 = 50
1
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+8
A2/A1 = 100
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+7
A2/A1 = 10
0.8
F dipol
8
0.6
0.4
0.2
1
0
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
0
-20
20
-15
-10
-5
 x 108 8(detuning)
0
5
10
15
20
15
20
 x 1088(detuning)
Δ x 10 (detuning)
Δ x 10 (detuning)
(12a)
(12b)
A
A
Gambar 12 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2  100 dan (b) 2  10
A1
A1
-24
-24
x 10
1.4
 = 10
 = 30
 = 50
0.6
0.4
0.2
1
F dipol
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+3
A2/A1 = 0.001
0.8
0
-20
x 10
1.2
 = 10
 = 30
 = 50
1
F dipol
Gaya Dipol (N)
1.2
Gaya Dipol (N)
1.4
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+5
A2/A1 = 0.1
0.8
0.6
0.4
0.2
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
-20
x 10
8 (detuning)
Δ x 10
(detuning)
8
-15
-10
-5
13
5
10
8
(13a)
Gambar
0
x 10
8 (detuning)
Δ x 10
(detuning)
(13b)
Gaya
hamburan
dan (b)
A2
 0.1
A1
sebagai
fungsi
detuning
(a)
A2
 0.001
A1
Pada gambar 13a dan 13b laju emisi diset rendah untuk A2 , terlihat gaya
dipol maksimum muncul ketika jauh dari frekuensi molekul, atau menjauhi
parameter detuning yang telah diset nol dari awal. Pada saat detuning
 10x10 8 ,tampak patahan yang terjadi pada grafik saat kuat medan rendah
  10 . Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal yang membutuhkan waktu
cukup lama untuk menuju keadaan stabil dan munculnya dua puncak gaya
hamburan maksimum saat detuning tersebut. Sehingga besar gaya dipol pada saat
ini adalah nol. Untuk laju emisi seperti ini, sangat tidak dianjurkan untuk
digunakan dalam simulasi.
18
-24
1.4
x 10
1.2
 = 10
 = 30
 = 50
F dipol
Gaya Dipol (N)
1
A1 = 14.3e+6
A2 = 14.3e+6
A2/A1 = 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
10 8(detuning)
Δxx 10
(detuning)
8
Gambar 14. Gaya dipol sebagai fungsi detuning
A2
1
A1
Pada (Gambar 14) saat laju emisi A2 diset untuk orde yang sama dengan A1
tampak tidak jauh berbeda dengan (Gambar 12a dan 12b) sebelumnya, bahwa
gaya dipol bernilai nol terjadi pada saat detuning sekitar nol. Pada saat ini proses
transisi didominasi oleh gaya hamburan, oleh karena itu gaya hamburan pada
detuning nol bernilai maksimum.
Dapat dilihat juga (Gambar 12, 13 dan 14) bahwa peningkatan kuat medan
medan laser terjadi peningkatan besar gaya dipol. Untuk kuat medan yang cukup
lemah gaya dipol mengalami penurunan yang berbanding lurus.
Dari variasi laju emisi untuk gaya dipol, terlihat (Gambar 12 dan 14), relatif
lebih sesuai dibandingkan (Gambar 13). Untuk variasi laju emisi ini, semakin
besar kuat medan laser dapat menggeser nilai puncak saat off resonance sehingga
gaya dipol meningkat. Rasio laju emisi A2 terhadap A1 (Gambar 12 dan 14)
dengan orde laju emisi A2  A1 sangat cocok untuk gaya dipol yang
direpresentasikan. Hal ini bersesuaian pada pembahasan dinamika internal
sebelumnya yang membahas grafik distribusi populasi elektron yang menuju
kestabilan dengan cepat.
19
SIMPULAN
Gerak molekul dalam interaksi dengan medan laser dapat dianalisis dari
perubahan keadaan internalnya. Persamaan gerak internal molekul dapat
dinyatakan dengan persamaan matriks densitas yang menyatakan peluang keadaan
molekul. Gaya radiasi yang timbul dari interaksi laser terhadap molekul terdiri
dari dua jenis, yaitu gaya hamburan dan gaya dipol. Besarnya gaya radiasi pada
molekul bergantung pada strukrur internal molekul.
Untuk variasi laju emisi yang ditinjau dari dinamika internal dan gaya
A
radiasi, gaya radiasi terbesar diperoleh dengan ketentuan rasio 1 dengan orde
A2
laju emisi A2  A1. Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal sebelumnya yang
membahas grafik distribusi populasi elektron yang menuju kestabilan dengan
A

cepat. Secara teori perbandingan laju emisi 2  2  0.5 , kondisi ini ada pada
A1 1
A2<A1 yang artinya molekul lebih sulit didinginkan secara teori akibat dinamika
internal yang menuju tingkat kestabilan lebih lama dan gaya radiasi yang
dihasilkan lebih kecil.
Kenaikan kuat medan laser mempengaruhi dinamika internal yang
ditunjukkan dengan frekuensi osilasi yang semakin besar, artinya peluang elektron
untuk bertransisi ke suatu level energi tertentu semakin besar.
Gaya radiasi akan semakin besar dan melebar seiring kenaikan intensitas
laser. Gaya hamburan memiliki harga maksimum pada saat detuning diset nol,
karena pada delta ditambah dengan pergeseran doppler adalah sama dengan nol.
Untuk gaya dipol bernilai nol pada saat detuning diset nol, pada kondisi seperti itu
proses transisi didominasi oleh gaya hamburan yang artinya lebih banyak terjadi
proses emisi spontan. Gaya radiasi tersebut dapat mengurangi efek gerak termal
molekul pada proses pendinginan molekul sehingga dapat dimanfaatkan pada
proses Laser Cooling.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashkin A. Application of Laser Radiation Pressure. Science. 210,1081.
1980
2. Chu, S. Themanipulation of neutral particles. Rev.Mod. Phys. 70, 685–
706 (1998).
3. Cohen-Tannoudji, C. N. Manipulating atoms with photons. Rev. Mod.
Phys. 70, 707–719 (1998).
4. Phillips, W. D. Laser cooling and trapping of neutral atoms. Rev. Mod.
Phys. 70, 721–741 (1998).
20
5. Carr, L., DeMille, D., Krems, R. & Ye, J. Cold and ultracold molecules:
science, technology and applications. N. J. Phys. 11, 055049 (2009).
6. Pupillo, G. Micheli, A., Bu¨chler, H.-P. & Zoller, P. in Cold Molecules:
Theory, Experiment, Applications (eds Krems, R., Friedrich, B.&
Stwalley, W. C.) Ch. 12 (CRC Press, 2009).
7. DeMille, D. Quantum computation with trapped polar molecules. Phys.
Rev. Lett. 88, 067901 (2002).
8. Tarbutt, M., Hudson, J., Sauer, B. & Hinds, E. Prospects for measuring
the electric dipole moment of the electron using electrically trapped polar
molecules. Faraday Discuss. 142, 37–56 (2009).
9. DeMille, D., Cahn, S. B., Murphree, D., Rahmlow, D. A. & Kozlov, M.
G. Using molecules to measure nuclear spin-dependent parity violation.
Phys. Rev. Lett. 100, 023003 (2008).
10. 10. Andre´, A. et al. A coherent all-electrical interface between polar
molecules and mesoscopic superconducting resonators. Nature Phys. 2,
636–642 (2006).
11. Vutha, A. C. et al. Search for the electric dipolemoment of the electron
with thorium monoxide. J. Phys. At. Mol. Opt. Phys. 43, 074007 (2010).
12. Di Rosa, M. D. Laser-cooling molecules. Eur. Phys. J. D 31, 395–402
(2004).
13. Phillips, W., J. Prodan, and H. Metcalf, „„Laser cooling of free neutral
atoms in an atomic beam,‟‟ in Laser Spectroscopy VI, edited by H.1983
14 DeMille, J.F. Barry and D., E.S. Shuman. Nature 467,820 (2010).
15. R. V. Krems, W. C. Stwalley, B. Friedrich (Eds.).Cold molecules: theory,
experiment, applications. CRC Press, Boca Raton, Florida, 2009.
16. A. Fioretti et al., Phys. Rev. Lett. 80 (1998) 4402.
17. Viteau et al., Phys. Rev. A 79 (2009) 021402.
18. J. D. Weinstein et al., Nature (London) 395 (1998) 148.
19. H. L. Bethlem, G. Berden, G. Meijer, Phys. Rev. Lett.83 (1999) 1558.
20. S. A. Rangwala et al., Phys. Rev. A 67 (2003) 043406.
21. D. J. Wineland and Wayne M. Itano. Laser cooling of atoms. Phys. Rev.
A, 20(4):1521-1540,1979.
22. Harold J Metcalf and Peter van der Straten. Laser Cooling And Trapping.
Springer, New York, 1999.
23. Grimm Rudolf and Mathias Weidmuller. Optical Dipole Traps for Neutral
Atoms. Physics/9902072
21
Lampiran 1 Listing Program (matlab 2008), Program Menyelesaikan
Matriks densitas
function dopler=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1,rab2,det1,det2,ds1,ds2);
d1(1)= 1.0 ;
d2(1)= 0.0 ;
d3(1)= 0.0 ;
d4(1)= 0.0 ;
d5(1)= 0.0 ;
d6(1)= 0.0 ;
d7(1)= 0.0 ;
d8(1)= 0.0 ;
d9(1)= 0.0 ;
d1dot(1)=0.0;
d2dot(1)=0.0;
d3dot(1)=0.0;
d4dot(1)=0.0;
d5dot(1)=0.0;
d6dot(1)=0.0;
d7dot(1)=0.0;
d8dot(1)=0.0;
d9dot(1)=0.0;
dopler(1,1)=d1(1);
dopler(2,1)=d2(1);
dopler(3,1)=d3(1);
dopler(4,1)=d4(1);
dopler(5,1)=d5(1);
dopler(6,1)=d6(1);
dopler(7,1)=d7(1);
dopler(8,1)=d8(1);
dopler(9,1)=d9(1);
dopler(11,1)=d1dot(1);
dopler(12,1)=d2dot(1);
dopler(13,1)=d3dot(1);
dopler(14,1)=d4dot(1);
dopler(15,1)=d5dot(1);
dopler(16,1)=d6dot(1);
dopler(17,1)=d7dot(1);
dopler(18,1)=d8dot(1);
dopler(19,1)=d9dot(1);
for I=1:1500
kp1=H*(-dec2*d1(I)+0.5*IM*rab2*(d8(I) -d2(I));
kq1=H*((IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*d2(I)-0.5*IM*rab1*d3(I)+0.5*IM*rab2*(d9(I) d1(I)));
kr1=H*(-0.5*IM*rab1*d2(I)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)-0.5*dec2)*d3(I)+0.5*IM*rab2*d4(I) );
22
ks1=H*(0.5*IM*rab2*d3(I)+(IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*d4(I)+0.5*IM*rab1*(d5(I)- d9(I))) ;
kt1=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)- d6(I))+dec1*d9(I) ) ;
ku1=H*((IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*d6(I)-0.5*IM*rab2*d7(I)+0.5*IM*rab1*(d9(I) -d5(I)) );
kv1=H*(-0.5*IM*rab2*d6(I)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)-0.5*dec2)*d7(I)+0.5*IM*rab1*d8(I)) ;
kw1=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I) -d9(I))+0.5*IM*rab1*d7(I)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*d8(I)) ;
kx1=H*(dec2*d1(I)+0.5*IM*rab2*(d2(I)- d8(I))-0.5*IM*rab1*(d4(I)+ d6(I)) -dec1*d9(I)) ;
kp2=H*(-dec2*(d1(I)+0.5*kp1)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq1)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw1) );
kq2=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp1)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+0.5*kq1)0.5*IM*rab1*(d3(I)+0.5*kr1)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1)) ;
kr2=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+0.5*kq1)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+0.5*kr1)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+0.5*ks1)) ;
ks2=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+0.5*kr1)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+0.5*ks1)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt1)+0.5*kt1)0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1)) ;
kt2=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks1)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku1)+dec1*(d9(I)+0.5*kx1)) ;
ku2=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt1)+0.5*kt1)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+0.5*ku1)0.5*IM*rab2*(d7(I)+0.5*kv1)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1));
kv2=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+0.5*ku1)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+0.5*kv1)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+0.5*kw1));
kw2=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp1)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+0.5*kv1)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+0.5*kw1)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1));
kx2=H*(dec2*(d1(I)+0.5*kp1)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq1)0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks1)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku1)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw1)dec1*(d9(I)+0.5*kx1));
kp3=H*(-dec2*(d1(I)+0.5*kp2)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq2)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw2));
kq3=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp2)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+0.5*kq2)0.5*IM*rab1*(d3(I)+0.5*kr2)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1));
kr3=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+0.5*kq2)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+0.5*kr2)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+0.5*ks2));
ks3=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+0.5*kr2)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+0.5*ks2)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt2)+0.5*kt1)0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1));
kt3=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks2)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku2)+dec1*(d9(I)+0.5*kx1));
ku3=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt2)+0.5*kt1)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+0.5*ku2)0.5*IM*rab2*(d7(I)+0.5*kv2)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1));
kv3=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+0.5*ku2)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+0.5*kv2)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+0.5*kw2));
kw3=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp2)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+0.5*kv2)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+0.5*kw2)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1) );
kx3=H*(dec2*(d1(I)+0.5*kp2)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq2)0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks2)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku2)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw2)dec1*(d9(I)+0.5*kx1));
kp4=H*(-dec2*(d1(I)+kp3)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+kq3)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+kw3) );
kq4=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+kp3)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+kq3)0.5*IM*rab1*(d3(I)+kr3)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+kx3)) ;
23
kr4=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+kq3)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+kr3)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+ks3)) ;
ks4=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+kr3)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+ks3)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+kt3)+kt3)-0.5*IM*rab1*(d9(I)+kx3)) ;
kt4=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+ks3)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+ku3)+dec1*(d9(I)+kx3)) ;
ku4=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+kt3)+kt3)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+ku3)0.5*IM*rab2*(d7(I)+kv3)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+kx3));
kv4=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+ku3)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+kv3)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+kw3));
kw4=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+kp3)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+kv3)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+kw3)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+kx3));
kx4=H*(dec2*(d1(I)+kp3)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+kq3)0.5*IM*rab1*(d4(I)+ks3)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+ku3)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+kw3)dec1*(d9(I)+kx3));
d1(I+1)=d1(I)+(1.0/6.0)*(kp1+2.0*kp2+2.0*kp3+kp4);
d2(I+1)=d2(I)+(1.0/6.0)*(kq1+2.0*kq2+2.0*kq3+kq4) ;
d3(I+1)=d3(I)+(1.0/6.0)*(kr1+2.0*kr2+2.0*kr3+kr4) ;
d4(I+1)=d4(I)+(1.0/6.0)*(ks1+2.0*ks2+2.0*ks3+ks4) ;
d5(I+1)=d5(I)+(1.0/6.0)*(kt1+2.0*kt2+2.0*kt3+kt4) ;
d6(I+1)=d6(I)+(1.0/6.0)*(ku1+2.0*ku2+2.0*ku3+ku4) ;
d7(I+1)=d7(I)+(1.0/6.0)*(kv1+2.0*kv2+2.0*kv3+kv4) ;
d8(I+1)=d8(I)+(1.0/6.0)*(kw1+2.0*kw2+2.0*kw3+kw4) ;
d9(I+1)=d9(I)+(1.0/6.0)*(kx1+2.0*kx2+2.0*kx3+kx4) ;
end
Lampiran 2. Program Utama Gaya Hamburan (Matlab 2008)
clear all
hp=6.62606876e-34;
dec1 = 14.3e+6;
dec2 = 12e+6;
lam1 = 695.4*1.0e-9;
lam2 = 862.1*1.0e-9;
for p=1:length(vel)
omega01=2.0*3.14*3.0e+8/lam1;
omega02=2.0*3.14*3.0e+8/lam2;
omega1=omega01/(1+vel(p)/3.0E+8);
omega2=omega02/(1+vel(p)/3.0E+8);
k1(p)=omega1/3.0e+8;
k2(p)=omega2/3.0e+8;
ds1=-k1(p)*vel(p);
ds2=-k2(p)*vel(p);
det1 = 0.0*1e+008;
det2 = 0.0*1e+008;
IM = complex(0,1);
H=1e-9;
y=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1(b,g),rab2(b,g),det1,det2,ds1,ds2);
24
rac(p)=[(y(6,[1500]))];
rca(p)=[(y(4,[1500]))];
rbc(p)=[(y(2,[1500]))];
rcb(p)=[(y(8,[1500]))];
uac(p)=(rac(p)+rca(p));
ucb(p)=(rcb(p)+rbc(p));
vac(p)=IM*(rac(p)-rca(p));
vcb(p)=IM*(rcb(p)-rbc(p));
Fscat(p)=0.5*(hp./(2*pi))*(vac(p)*rab1(b,g)*k1(p)+vcb(p)*rab2(b,g)*k2(p));
end
Lampiran 3. Program Utama Gaya Dipol (Matlab 2008)
clear all
hp=6.62606876e-34;
dec1 = 14.3e+6;
dec2 = 12e+6;
lam1 = 695.4*1.0e-9;
lam2 = 862.1*1.0e-9;
vel=[-20:1:20];
for p=1:length(vel)
omega01=2.0*3.14*3.0e+8/lam1;
omega02=2.0*3.14*3.0e+8/lam2;
omega1=omega01/(1+vel(p)/3.0E+8);
omega2=omega02/(1+vel(p)/3.0E+8);
k1(p)=omega1/3.0e+8;
k2(p)=omega2/3.0e+8;
ds1=-k1(p)*vel(p);
ds2=-k2(p)*vel(p);
det1 = 0.0*1e+008;
det2 = 0.0*1e+008;
IM = complex(0,1);
H=1e-9;
y=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1(b,g),rab2(b,g),det1,det2,ds1,ds2);
rac(p)=[y(6,[1500])];
rca(p)=[y(4,[1500])];
rbc(p)=[y(2,[1500])];
rcb(p)=[y(8,[1500])];
uac(p)=(rac(p)+rca(p));
ucb(p)=(rcb(p)+rbc(p));
vac(p)=IM*(rac(p)-rca(p));
vcb(p)=IM*(rcb(p)-rbc(p));
FdipX(b,g)=0.5*(hp./(2*pi))*(-2*x(b,g)./w.^2)*(uac(p)*rab1(b,g)+ucb(p)*rab2(b,g));
FdipY(b,g)=0.5*(hp./(2*pi))*(-2*Y(b,g)./w.^2)*(uac(p)*rab1(b,g)+ucb(p)*rab2(b,g));
Ftot(p)=sqrt((FdipX(b,g)).^2 + (FdipY(b,g)).^2);
End
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1991
sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Purwo Sutopo dan Pipin
Supiatin.
Penulis telah menempuh masa studi mulai dari TK Parikesit Cimahi Jawa
Barat, SDN 13 kota cimahi Jawa Barat lulus pada tahun 2003, MTs Mazniyah
Kota Jambi lulus pada tahun 2006 dan SMAN 2 Kota Bengkulu lulus pada tahun
2009. Selanjutnya, penulis diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB pada tahun 2009.
Selama menjalani studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Fisika Dasar I dan II pada tahun 2010/2011 dan 2012/2013. Asisten praktikum
Fisika Modern dan Eksperimen Fisika I pada tahun 2011/2012. Penulis juga aktif
menjadi tentor Fisika TPB 2011/2012, kepanitian Pesta Sains 2010/2011.
Download