DINAMIKA INTERNAL DAN GAYA RADIASI PADA MOLEKUL DIATOMIK AKIBAT INTERAKSI DENGAN SINAR LASER KEMAL PRABOWO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Kemal Prabowo NIM G74090006 ABSTRAK KEMAL PRABOWO. Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser. Dibimbing oleh FAOZAN AHMAD dan SIDIKRUBADI PRAMUDITO. Laser cooling untuk molekul sulit diimplementasikan karena struktur internalnya yang kompleks. Molekul ultradingin berpotensi digunakan untuk berbagai aplikasi dan simulasi. Pada penelitian ini, laser cooling disimulasikan dengan metode doppler cooling pada molekul yang digambarkan dengan tiga level energi. Perubahan dinamika internal molekul dan gaya radiasi dikaji dengan variasi laju emisi spontan A2. Gaya radiasi optimum dapat dicapai saat rasio laju emisi spontan yang diberikan A2 ≥ A1. Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal yang membahas distribusi populasi elektron menuju kestabilan lebih cepat dan gaya radiasi yang diperoleh dengan orde yang besar. Secara teori perbandingan laju emisi A2 terhadap A1 adalah 0.52412. Kondisi ini berada pada A2 < A1, artinya molekul lebih sulit didinginkan karena dinamika internal membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai tingkat kestabilan dan gaya radiasi yang dihasilkan lebih kecil. Kuat medan laser yang diberikan pada molekul mempengaruhi frekuensi elektron untuk bertransisi ke level energi tertentu. Untuk gaya radiasi, gaya dipol akan bernilai minimum dan gaya hamburan bernilai maksimum ketika detuning di set nol. Gaya radiasi dapat mengurangi efek gerak termal molekul pada proses pendinginan molekul, sehingga dapat dimanfaatkan pada laser cooling. Kata kunci: diatomik, dipol, emisi, hamburan, populasi. ABSTRACT KEMAL PRABOWO . Internal Dynamics and Radiation Force On Diatomic Molecules Due To The Interaction with The Laser Beam. Guided by FAOZAN AHMAD and SIDIKRUBADI PRAMUDITO. Laser cooling of molecules is difficult to implement because of the complex internal structure. Ultracold molecules could potentially be used for a variety of applications and simulations. In this study simulated laser cooling by doppler cooling method on a molecule is described with three energy levels. Changes in the internal dynamics of the molecule and the radiation force examined with variations in the rate of spontaneous emission A2. Optimum radiation force can be achieved when the ratio of the spontaneous emission rate of a given A2 ≥ A1. This is consistent with the internal dynamics which discusses the distribution of the electron population towards stability faster and radiation force obtained with a large order. In theory the emission rate comparison A2 to A1 is 0.52412. This condition is at A2 < A1, it means that the molecule is more difficult cooled because the internal dynamics require a longer time to reach the level of stability and the resulting radiation force is smaller. Given strong laser field affects the frequency of the electrons in the molecule to transition to a certain energy level. For radiation force, the dipole force would be worth a minimum and a maximum value when the scattering force detuning at zero. Radiation force can reduce the effects of thermal motion of molecules in the molecular cooling processes, so it can be used in laser cooling. Keywords : diatomic, dipole, emission, scattering, population . DINAMIKA INTERNAL DAN GAYA RADIASI PADA MOLEKUL DIATOMIK AKIBAT INTERAKSI DENGAN SINAR LASER KEMAL PRABOWO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul Skripsi : Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser Nama : Kemal Prabowo NIM : G74090006 Disetujui oleh Faozan Ahmad, SSi, MSi Pembimbing I Drs Sidikrubadi Pramudito, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Dinamika Internal dan Gaya Radiasi pada Molekul Diatomik akibat Interaksi dengan Sinar Laser. Besar sekali bimbingan dan bantuan yang diperoleh sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya penulis ucapkan kepada Bapak Faozan Ahmad, SSi, MSi dan Bapak Drs Sidikrubadi Pramudito, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, kritik, perhatian dan motivasi hingga selesainya karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh Dosen Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ayahanda Purwo Sutopo, Ibunda Pipin Supiatin, kakak tercinta Ilham Pratomo, adik-adik tercinta Fahmi, Firda beserta seluruh keluarga besar dan juga Intan Rizkia yang senantiasa memberikan dukungan, do‟a, semangat dan kasih sayang yang tidak terbatas untuk kesuksesan penulis. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi yang nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Fisika. Bogor, November 2013 Kemal Prabowo DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Laser cooling 3 Gaya Interaksi Laser dengan Molekul 4 Doppler Cooling 5 METODE Prosedur Analisis Data 6 6 Pemodelan Molekul (Model Fisika) 6 Sistem Hamiltonian (Model Matematika) 6 Penurunan Analitik 7 Perhitungan Numerik 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Matriks densitas 11 Gaya Radiasi 14 Gaya Hamburan 14 Gaya Dipol 16 SIMPULAN 19 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 25 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Interaksi molekul dengan medan laser Skema gaya radiasi pada berkas laser Skema sistem molekul dengan tiga tingkat energi Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level A A medan 10 (a) 2 100 dan (b) 2 10 A1 A1 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level A A medan 50 (a) 2 100 dan (b) 2 10 A1 A1 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level A A medan 10 (a) 2 0.001 dan (b) 2 0.1 A1 A1 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level A A medan 50 (a) 2 0.001 dan (b) 2 0.1 A1 A1 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level A2 1 saat kuat medan (a) 10 dan (b) 50 A1 A Gaya hamburan sebagai fungsi detuning (a) 2 100 A1 10 Gaya dan (b) hamburan sebagai fungsi detuning 4 4 6 energi saat kuat 11 energi saat kuat 12 energi saat kuat 13 energi saat kuat 13 energi saat kuat 14 dan (b) (a) A2 10 A1 15 A2 0.001 A1 A2 0.1 A1 15 A2 1 A1 A 12 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2 100 dan (b) A1 A 13 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2 0.001 dan (b) A1 A 14 Gaya dipol sebagai fungsi detuning 2 1 A1 11 Gaya hamburan sebagai fungsi detuning 16 A2 10 A1 A2 0.1 A1 17 17 18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Listing Program (Matlab), Program Menyelesaikan Matriks densitas 2. Program Utama Gaya Hamburan (Matlab) 3. Program Utama Gaya Dipol (Matlab) 21 23 24 PENDAHULUAN Latar Belakang Tekanan radiasi (radiation pressure) merupakan gagasan Maxwell yang menyatakan bahwa cahaya membawa momentum sehingga dapat memberikan gaya pada objek netral., tetapi dalam hal ini Maxwell menemukan bahwa momentum tersebut sangat kecil, sehingga pengaruhnya praktis tidak ada pada objek makroskopis. Setelah ditemukannya laser aplikasi praktis dari gaya radiasi atau gaya elektromagnetik menjadi sesuatu yang sangat menarik. Seperti yang kita ketahui laser memiliki kemurnian spektra dan tingkat koherensi yang tinggi, dengan demikian laser akan menghasilkan gaya radiasi yang besar jika diterapkan pada partikel kecil dari range mikrometer, atom, hingga molekul. sekarang sangatlah mungkin untuk mempercepat, memperlambat, menjebak, dan memanipulasi secara optis suatu partikel bahkan atom dengan menggunakan sinar laser.1 Sudah sejak tiga dekade teknik laser cooling menyebabkan kemajuan pesat dalam berbagai bidang2,3,4. Siklus transisi dekat yang jarang ditemukan di molekul belum diperluas karena struktur internalnya yang sangat kompleks. Namun, kompleksitas ini yang membuat molekul berpotensi digunakan untuk berbagai aplikasi.5 Seperti molekul heteronuklir yang memiliki momen dipol permanen, tunable, interaksi dipol-dipol anisotropik dan dapat mengontrol derajat kebebasan molekular pada temperatur ultradingin. Hal ini membuat molekul ultradingin menjadi kandidat yang menarik untuk digunakan dalam simulasi kuantum dan dapat memberikan keuntungan untuk mempelajari dinamika kimia lebih dalam6,8,9,10,11,12. Untuk alasan ini, laser cooling hanya berlaku untuk sebagian kecil molekul diatomik. Pada proses laser cooling dibutuhkan proses absoprsi yang diikuti emisi spontan. Untuk menghasilkan proses seperti ini diperlukan sistem dengan transisi tertutup (closed transition). Umumnya pada molekul tidak ditemukan siklus transisi seperti ini, sehingga peluruhan spontan ke level energi tertentu dapat terjadi. Untuk mengembalikan populasi ke siklus utama, maka dibutuhkan repump laser di setiap penambahan populasi elektron di suatu level energi agar photon dapat menghambur secara kontinu. Siklus transisi ini membutuhkan satu atau dua repump laser pada sistem atomik, tetapi hal ini sangat sulit ditemukan pada molekul karena derajat kebebasan vibrasi dan rotasi diperkenalkan di sini. Mengontrol keadaan vibrasi suatu molekul adalah suatu problematika, karena dalam keadaan tersebut tidak ada kaidah seleksi yang berlaku untuk peluruhan suatu transisi elektronik ke level vibrasi yang berbeda.7 Fenomena kuantum dapat juga diamati seperti sifat gelombang partikel, transisi single atom, BEC (Bose Einstein Condensate) dan lain-lain.13 Oleh sebab itu perlu dipelajari proses-proses yang terjadi pada proses laser cooling dan trapping secara lebih dalam. Dalam penelitian ini dirumuskan model sederhana dari molekul tiga tingkat energi dengan dua berkas sinar yang berbeda frekuensinya, dengan menggunakan persamaan Liouville—Von Neumann. 2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana menentukan pengaruh laju emisi pada dinamika internal molekul diatomik? 2. Bagaimana mekanisme molekul diatomik yang berinteraksi dengan laser menghasilkan efek cooling? 3. Bagaimana gaya radiasi yang terjadi pada molekul diatomik yang dipengaruhi variasi laju emisi? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh laju emisi level energi vibrasi pada dinamika internal molekul diatomik. 2. Mengetahui pengaruh laju emisi level energi vibrasi pada gaya radiasi molekul diatomik. 3. Mengetahui pengaruh kuat medan listrik akibat interaksi laser dengan molekul diatomik. Manfaat Penelitian Memahami lebih dalam proses interaksi cahaya dengan molekul meliputi dinamika internal dan gaya radiasi dan suatu parameter-parameter yang mempengaruhi 3 TINJAUAN PUSTAKA Laser cooling Laser merupakan singkatan dari “Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation” (penguatan cahaya melalui pemancaran radiasi yang distimulasi). Kunci timbulnya laser ialah kehadiran atom yang memiliki satu atau lebih tingkat eksitasi dengan umur 10 -3 s atau lebih alih-alih umur yang biasa yaitu sekitar 10-8 s. Keadaan yang berumur relatif panjang seperti itu disebut metastabil.14 Prinsip laser cooling adalah bagaimana sebuah molekul yang bergerak sangat cepat dengan kecepatan mendekati kecepatan suara 300 m/s dapat diperlambat dengan menurunkan energi kinetiknya saat interaksi laser dengan molekul. Hal yang terjadi adalah saat kecepatan menurun energi kinetik suatu molekul pun menurun. Sesuai dengan teori gas ideal, energi kinetik molekul berbanding lurus dengan besar temperatur sehingga dapat dikatakan molekul tersebut memiliki suhu yang dingin ketika diperlambat. Tiga hal yang terjadi saat laser berinteraksi dengan molekul, yakni absorpsi, emisi spontan, dan emisi terinduksi. Doppler cooling dari sebuah molekul dari temperatur kamar ke temperatur ultradingin menggunakan cahaya visible dibutuhkan >104 photon yang terhambur. Untuk menghamburkan banyak photon seperti ini. Sebuah molekul harus mempunyai transisi siklus tertutup, dimana tiap penyerapan photon selalu diikuti oleh peluruhan spontan ke keadaan awal. 14 Franck-Condon factors dapat menentukan intensitas transisi pada level elektronik-vibrasi.12 Pada Gambar 1 dibawah menjelaskan fenomena saat absorpsi molekul yang mengalami pengurangan kecepatan akibat transfer momentum foton yang berlawanan dengan arah kecepatan. Emisi spontan terjadi dalam arah yang acak, artinya peluang terjadinya emisi spontan dalam arah yang berlawanan sama besar. Dengan demikian rerata transfer momentumnya adalah nol. Emisi terinduksi untuk kasus irradiasi dengan gelombang bidang terjadi dalam arah yang searah dengan sinar laser, sehingga total momentum yang ditransfer akan saling menghilangkan dengan proses absorpsi.4 4 Gambar 1 (a) sebuah molekul dengan kecepatan v berlawan arahnya dengan foton dengan momentum ħk=h/λ; (b) setelah menyerap foton, molekul melambat dengan ħk/m; (c) setelah meradiasikan dalam arah acak, molekul lebih lambat dari Gambar (a). Oleh karenanya, pada tahun 1998 banyak teknik lain telah dikembangkan, mulai dari atom ultradingin atau dengan memanipulasi molekul yang sudah dibentuk.15 Secara singkat, teknik tersebut dimulai dengan cold atoms mengasosiasikan mereka menjadi keadaan molekul dengan rekayasa transisi bebas terikat dengan laser, medan magnet, atau dengan menggunakan proses tumbukan. 16-20 Metode ini telah menciptakan molekul ultradingin di mikro atau nano-kelvin kisaran suhu dan kuantum sehingga molekul kondensat Bose-Einstein telah tercapai.16 Gaya Interaksi Laser dengan Molekul Gaya radiasi pada Gambar 2 timbul dari adanya transfer momentum foton laser pada molekul melalui proses absorpsi, emisi spontan dan emisi terinduksi. Gaya tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu gaya hamburan (scattering force) dan gaya dipole (dipole force). Gambar 2 Skema gaya radiasi pada berkas laser Gaya hamburan bersesuaian dengan proses absorpsi yang diikuti oleh emisi spontan, sedangkan gaya dipole muncul dari interaksi momen dipole molekul dengan gradien intensitas laser. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2, gaya hamburan memiliki arah aksial sehingga digunakan untuk mempercepat atau 5 memperlambat molekul, sedangkan gaya dipol memiliki arah radial sehingga akan mendorong molekul pada intensitas maksimum laser. Doppler Cooling Doppler laser cooling membutuhkan hamburan dari banyak photon, dengan tiap emisi photon membawa serangkaian energi yang berbanding lurus dengan detuning laser dari resonansinya.21 Kasus interaksi antara molekul tiga level energi dengan kecepatan v, frekuensi resonansinya ω o dengan sinar laser dengan frekuensi ω. Didefinisikan parameter detuning δ= ω - ωo , dan dipilih δ < 0. Jika laser bergerak menjalar dalam arah sumbu z positif searah dengan molekul, maka molekul akan melihat bahwa frekuensi laser mengalami pergeserah merah (red-shifted), sebesar ω (1v/c), karena adanya pergeseran Doppler. Sehingga besar detuning frekuensi laser dengan arah gerakan molekul maka besar detuning yang dilihat molekul adalah terhadap frekuensi resonansi molekul adalah ω (1-v/c) -ωo = δ -ωv/c. Sebaliknya, jika sinar laser menjalar dalam arah sumbu z negatif atau berlawanan ω (1+v/c) ωo = δ+ωv/c, disini frekuensi cahaya laser dikatakan mengalami pergeseran biru (blue-shifted). 6 METODE Prosedur penelitian Pemodelan Molekul (Model Fisika) Kita tinjau sistem molekul dengan tiga tingkat energi seperti pada Gambar 3, dengan keadaan dasar a , keadaan perantara b dan keadaan tereksitasi c yang sedang bergerak dengan kecepatan v sepanjang sumbu x, berinteraksi dengan dua berkas laser. Medan listrik laser E1 (r , t ) menggandeng keadaan a dan c dan E2 (r , t ) menggandeng keadaan b dan c tersebut. Gambar 3 Skema sistem molekul dengan tiga tingkat energi Sistem Hamiltonian (Model Matematika) Hamiltonian untuk sistem yang ditunjukkan oleh skema Gambar 3 dapat dituliskan sebagai berikut: H H o H int (1) H o adalah sistem hamiltonian molekul tak terganggu dan H int adalah hamiltonian interaksi medan elektromagnetik dengan molekul. Ketika energi a adalah nol dan dengan menggunakan persamaan (1) maka diperoleh hasil sebagai berikut p2 ab b b ac c c 2m 1 1 d ac E (1)(r , t ) d cb E ( 2)(r , t ) 2 2 Ho (2a) H int (2b) 7 Menyatakan transisi momen dipol, diasumsikan (kopling lemah) tidak ada kopling langsung antara a dan b sehingga d ab 0 . 23 Maka diperoleh hamiltonian sistem sebagai berikut: p2 Hˆ ab b b ac c c 2m 1 1 d cb E ( 2)e i ( k2 z 2t ) c b d cb E ( 2 )ei ( k2 z 2t ) b c 2 2 1 1 d ca E (1)e i ( k1z 1t ) c a d ca E (1)ei ( k1z 1t ) a c 2 2 (3) Penurunan Analitik Perubahan keadaan internal molekul terhadap waktu dijelaskan dengan menggunakan persamaan Liouville-Von Neumann, dengan bentuk umumnya sebagai berikut: d 1 (4) ˆ , relax dt i Dimana ̂ adalah operator matriks densitas dari sistem. Dalam mekanika kuantum ̂ didefinisikan sebagai operator proyeksi ̂ i j , ̂ ji ij dengan harga ekspektasinya ij Tr ˆ , ˆ ij ˆ ij . relax adalah faktor relaksasi akibat emisi spontan. Dengan menggunakan persamaan (3) dan (4) diperoleh persamaan gerak internal molekul sebagai berikut : aa 1 ~ca ~ac A1 cc i 2 i i cc 2 ~bc ~cb 1 ~ac ~ca A1cc A2 bb 2 2 i bb 2 ~cb ~bc A2 bb 2 i i ~ ab 1 ~cb 2 ~ac A3 ~ab 2 2 A A2 ~ i ~ i ~ i ~ ~ bc i1 i 2 1 bc 2 cc 2 bb 1 ba 2 2 2 2 A1 ~ac i ~ i ~ 2 ~ab 1 cc aa 2 2 i i ~ ba i1 A3 ~ba 2 ~ca 1 ~bc 2 2 ~ ac i1 2 (5a) (5b) (5c) (5d) (5d) (5e) (5f) 8 ~ cb i1 2 A1 A2 ~ 2 cb i i 2 ~bb ~cc 1~ab 2 2 A1 ~ i i ~ ca i1 ca 2 ~ba 1 ~aa ~cc 2 2 2 Dengan ~ac ace i t e i ~cb cb e i t e i ~ab abe i e i 1 1 (6b) 2 2 1 (5h) (6a) 1 2 (5g) 2 (6c) Dimana 1 d ac E 1 / h, 2 d cb E 2 / h, adalah frekuensi resonansi rabi (On-resonance Rabi flooping frequency) untuk gandengan level a dan c dalam medan listrik dengan amplitudo E1 dan gandengan level b dan c dalam medan listrik dengan amplitudo E 2 , kx, Ai 4 03 j d i 3c 3 2 adalah laju emisi spontan atau sama dengan koefisien B einstein. Secara teori perbandingan laju emisi A2 2 dan A1 1 1 1 Doppler shift I 2 2 Doppler shift II Dengan adalah parameter detuning. Persamaan (6) dalam representasi matriks dapat dituliskan sebagai berikut: Gaya radiasi pada sistem molekul tiga level energi, dalam representasi Gambaran Heisenberg (Heisenberg picture), persamaan gerak dinyatakan sebagai dO i (7) O, H dt Dengan menggunakan persamaan (7) kecepatan gerak pusat massa diberikan oleh hubungan i R R, P/ (8) P Dan perubahan momentum dapat direpresentasikan sebagai i 1 1 (9) P P, H d ab E1 d bc E 2 R 2 2 Dari persamaan (8) dan (9) dengan menggunakan harga ekspetasinya dan dengan menset r R dapat diperoleh hubungan untuk gaya 9 1 1 F Mr d ab E1 d bc E 2 (10) 2 2 Dengan memasukan ˆ (vektor polarisasi) pada persamaan (10) sehingga menjadi F 1 d ac 1E1 1 dcb 2E2 , karena E hampir seragam, maka 2 2 suku tersebut dapat dikeluarkan 1 1 F d ac 1 E1 (r , t ) d cb 2 E 2 (r , t ) (11) 2 2 Harga ekspektasi pada persamaan (11) dapat dinyatakan dalam bentuk matriks densitas nm sebagai d ac ˆ1 d ab acei1t ei1 ca ei2t ei2 dcb ˆ2 dbc cb ei1t ei1 bcei2t ei2 (12a) (12b) Disini m adalah fungsi yang berubah lambat dibandingkan dengan faktor optis exp(it ) dengan mensubtitusikan medan listrik laser dan persamaan (12) terhadap persamaan (11) dan dengan menggunakan pendekatan rotating wave diperoleh hubungan untuk gaya radiasi sebagai berikut; F Mr 1 1 (13) d ac E1 ac ca id ac E11 ac ca 2 2 1 1 d bc E 2 cb bc id bc E 2 2 cb bc 2 2 Suku pertama dan ketiga disebut gaya dipol dan suku kedua dan keempat disebut sebagai gaya hamburan. Perhitungan Numerik Keadaan suatu sistem berubah bergantung waktu. Pada persamaan (5) terdapat sembilan persamaan diferensial orde pertama dan solusi persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta Susunan Keempat (Fourth Order). Cara yang lebih efektif dibanding deret Taylor yaitu dengan menggunakan metode Runge Kutta, karena metode ini tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat tinggi dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi f(x,y) pada titik terpilih dalam setiap selang langkah. Salah satu metode Runge Kutta yang cukup populer adalah metode Runge Kutta yang formulanya diberikan oleh yn1 yn h K1 2K 2 2K3 K 4 6 (14) 10 Metode Runge Kutta akan memperkirakan harga Y j pada t+h sebagai berikut: 1 Y1( n1) Y1( n ) ( K a1 2 Kb1 2 K c1 2 K dl ) 6 1 Y2 ( n1) Y2( n ) ( K a 2 2 Kb 2 2 K c 2 2 K d 2 ) 6 1 Y3( n1) Y3( n ) ( K a 3 2 Kb3 2 K c 3 2 K d 3 ) 6 (15a) 1 YN ( n1) YN ( n) ( KaN 2KbN 2KcN 2KdN ) 6 (15e) Dengan K am hFm (Y1 , Y2 , Y3 ,...YN ) (15b) (15c) (16a) Kbm hFm (Y1 0.5Ka1Y2 0.5K a 2 , Y3 0.5Ka3 .....YN 0.5K aN ) (16b) Kmj hFm (Y1 0.5K a1Y2 0.5K a 2 , Y3 0.5K a3 .....YN 0.5K aN ) (16c) Dengan m=1,N Setelah solusi dari persamaan (5) diperoleh, gaya radiasi dapat dihitung menggunakan persamaan (13), dimana : 1 1 Fscatt d ac E1 ac ca d bc E2 cb bc 2 2 1 1 Fdipol id ac E11 ac ca id bc E2 2 cb bc 2 2 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian digunakan molekul diatomik model tiga tingkat energi yang bersesuaian dengan panjang gelombang 695 nm dan 862 nm. Secara teori A perbandingan laju emisi spontan 2 2 0,5 , dengan decay rate A1=14.3 x106 A1 1 dan variasi A2 dalam skala satuan rad/s. Matriks Densitas Pemodelan molekul memberikan Gambaran umum sistem molekul dengan tiga tingkat energi. Dengan model tersebut, kita dapat menyusun sistem hamiltonian yang nantinya akan digunakan pada persamaan Liouville─Von Neumann dan menghasilkan 9 persamaan diferensial orde I. Kesembilan persamaan yang didapat menggambarkan perubahan keadaan internal molekul terhadap waktu. Solusi persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta Susunan Keempat (Fourth Order) sehingga didapatkan grafik distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi dengan variasi A2 (Lampiran 1). Perubahan keadaan eksternal molekul dapat dilihat dengan perubahan transisi keadaan keadaan internal molekul yang bertransisi dan bersesuaian dengan proses absorpsi dan emisi spontan. 1 1 bb aa cc 0.8 A1=14.3e+6 A2=14.3e+8 A2/A1 = 100 = 10 0.8 0.5 0.4 0.6 0.5 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) 1200 1400 A1=14.3e+6 A2=14.3e+7 A2/A1 = 10 = 10 0.7 Peluang 0.6 peluang Peluang 0.7 bb aa cc 0.9 peluang 0.9 1600 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) Waktu (ns) Waktu (ns) (4a) (4b) 1200 1400 Gambar 4 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat medan 10 (a) A A2 100 dan (b) 2 10 A1 A1 (Gambar 4a dan 4b) ketika laju emisi A2 diset orde lebih tinggi dibandingkan A1, terlihat populasi elektron di tingkat energi a dan c bertransisi kemudian menuju pada suatu keadaan yang stabil. Berbeda dengan 1600 12 tingkat energi b , saat diberikan nilai laju emisi yang tinggi, elektron dengan cepat berada pada keadaan stabil untuk peluang yang sangat kecil. 1 1 bb aa cc 0.8 A1=14.3e+6 A2=14.3e+8 A2/A1 = 100 = 50 0.8 0.5 0.4 0.6 0.5 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) 1200 1400 A1=14.3e+6 A2=14.3e+7 A2/A1 = 10 = 50 0.7 Peluang 0.6 peluang Peluang 0.7 bb aa cc 0.9 peluang 0.9 1600 0 0 200 400 Waktu (ns) 600 800 1000 waktu (ns) 1200 1400 1600 Waktu (ns) (5a) (5b) Gambar 5 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat medan 50 (a) A2 A 100 dan (b) 2 10 A1 A1 Namun ketika kuat medan laser ditingkatkan (Gambar 5a dan 5b), terjadi fluktuasi dengan frekuensi tinggi di tingkat energi a dan c sehingga elektron bertransisi mencapai keadaan stabil dalam waktu relatif yang lebih cepat dari sebelumnya. Sama halnya untuk tingkat energi b , terjadi transisi elektron saat diberikan kuat medan laser yang tinggi walaupun peluangnya sangat kecil. Gambar 6 dibawah menunjukkan dinamika internal molekul mengalami perubahan dengan menset laju emisi A1 konstan dan laju emisi A2 rendah, sehingga peluang elektron untuk bertransisi dapat diamati pada tingkat energi a dan terjadi juga pada tingkat perantara b dan c , laju emisi A1 disini mempengaruhi band gap energi antara tingkat energi a dan c yang memungkinkan elektron dapat bertransisi pada level energi ini dengan peluang yang tinggi sehingga pada grafik ditunjukkan dengan kurva osilasi dan menuju titik kestabilan (konvergen). Berbeda dengan tingkat energi eksitasi c yang dipengaruhi A2, disebabkan laju emisi A2 sangatlah rendah tampak peluang elektron bertransisi menjadi rendah artinya osilasi yang dimaksud berlangsung dalam waktu yang lebih lama. 13 1 1 bb aa cc 0.8 A1=14.3e+6 A2=14.3e+3 A2/A1 = 0.001 = 10 0.8 0.5 0.6 0.5 0.4 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) 1200 A1=14.3e+6 A2=14.3e+6 A2/A1 = 0.1 = 10 0.7 Peluang 0.6 peluang Peluang 0.7 bb aa cc 0.9 peluang 0.9 1400 0 1600 0 200 400 Waktu (ns) 600 800 1000 waktu (ns) 1200 1400 1600 Waktu (ns) (6a) (6b) Gambar 6 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat A A medan 10 (a) 2 0.001 dan (b) 2 0.1 A1 A1 1 1 bb aa cc 0.8 A1=14.3e+6 A2=14.3e+3 A2/A1 = 0.001 = 50 0.8 0.5 0.4 0.6 0.5 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) Waktu (ns) (7a) 1200 1400 A1=14.3e+6 A2=14.3e+6 A2/A1 = 0.1 = 50 0.7 Peluang 0.6 peluang Peluang 0.7 bb aa cc 0.9 peluang 0.9 1600 0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 waktu (ns) Waktu (ns) (7b) Gambar 7 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi saat kuat A A medan 50 (a) 2 0.001 dan (b) 2 0.1 A1 A1 Penentuan orde konstanta laju emisi memberikan dampak yang berbeda pada simulasi ini. Terlihat (Gambar 7) saat kuat medan laser ditingkatkan, terjadi fluktuasi dengan frekuensi tinggi di tingkat energi a dan b sehingga elektron bertransisi mencapai keadaan stabil dalam waktu relatif yang lebih cepat dari sebelumnya. Sama halnya untuk tingkat energi c , terjadi transisi elektron saat diberikan kuat medan laser yang tinggi walaupun peluangnya sangat kecil. Semakin kecil orde laju emisi A2 yang terjadi pada molekul, semakin lama populasi elektron pada molekul menuju nilai yang stabil. Berbeda pada (Gambar 8) dibawah, untuk laju emisi dengan orde yang sama dengan laju emisi A1, 1600 14 setelah laser dihidupkan tampak distribusi populasi elektron pada molekul berosilasi dan kemudian menuju pada suatu nilai yang stabil setelah waktu tertentu. Frekuensi osilasi sitem ditentukan oleh frekuensi rabi yang diberikan (Gambar 8b) atau sering kita sebut dengan istilah kuat medan laser. 1 1 bb aa cc 0.9 0.8 A1=14.3e+6 A2=14.3e+6 A2/A1 = 1 = 10 0.8 0.6 peluang 0.5 0.5 0.4 0.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 200 400 600 800 1000 waktu (ns) 1200 A1=14.3e+6 A2=14.3e+6 A2/A1 = 1 = 50 0.7 Peluang 0.6 peluang Peluang 0.7 bb aa cc 0.9 1400 1600 0 0 Waktu (ns) 200 400 600 800 1000 waktu (ns) 1200 1400 1600 Waktu (ns) (8a) (8b) Gambar 8 Distribusi populasi elektron pada molekul 3 level energi dan A2 1 saat A1 kuat medan (a) 10 (b) 50 Untuk semua variasi A2 , rasio laju emisi A2 terhadap A1 (Gambar 4,5 dan 8) diset dengan orde laju emisi A2 A1. Dinamika internal seperti inilah yang lebih direkomendasikan untuk proses cooling disebabkan populasi elektron bertransisi mencapai keadaan stabil dalam waktu yang relatif cepat. Gaya Hamburan Transfer momentum linear foton yang terjadi terhadap molekul pada siklus absorpsi yang kemudian diikuti oleh emisi spontan menghasilkan gaya hamburan. Dengan demikian gaya hamburan akan dipengaruhi oleh kuat medan laser dan banyaknya foton yang diserap. Hubungan antara gaya hamburan dengan variasi detuning ditunjukkan dengan gambar dibawah ini. 15 -20 -20 x 10 3 = 10 = 30 = 50 0.6 0.4 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+7 A2/A1 = 10 1.5 1 0.5 0.2 -40 = 10 = 30 = 50 2 Gaya Hamburan 0.8 0 -50 x 10 2.5 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+8 A2/A1 = 100 1 Gaya Hamburan Gaya Hamburan (N) 1.2 Gaya Hamburan (N) 1.4 0 -50 50 -40 -30 x 108 8(detuning) -20 -10 Δ x 10 (detuning) 9 Gaya (b) 10 20 30 40 50 Δ x 10 (detuning) (9a) Gambar 0 x8108 (detuning) (9b) hamburan sebagai fungsi detuning (a) A2 100 A1 dan A2 10 A1 Tampak (Gambar 9a dan 9b) bahwa gaya radiasi maksimum terjadi pada saat detuning sekitar nol , karena pada delta ditambah dengan pergeseran doppler adalah sama dengan nol, sehingga molekul akan melihat frekuensi laser berada dalam resonansi (on-resonance). -21 -21 x 10 5 = 10 = 30 = 50 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+3 A2/A1 = 0.001 3 2.5 2 1.5 1 3 2.5 2 1.5 0 0.5 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+5 A2/A1 = 0.1 3.5 1 -40 = 10 = 30 = 50 4 0.5 -0.5 -50 x 10 4.5 Gaya Hamburan 3.5 Gaya Hamburan Gaya Hamburan (N) 4 Gaya Hamburan (N) 4.5 50 x 108 8(detuning) Δ x 10 (detuning) (10a) Gambar 10 Gaya hamburan sebagai fungsi detuning (a) 0 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 x 108 (detuning) 8 Δ x 10 (detuning) (10b) A2 A 0.001 dan (b) 2 0.1 A1 A1 Gambar 10a dan 10b diatas menunjukkan bahwa gaya radiasi maksimum terjadi pada saat detuning tidak di sekitar nol , artinya molekul melihat frekuensi laser berada (on resonance) di detuning selain nol. 40 50 16 -21 9 x 10 = 10 = 30 = 50 8 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+6 A2/A2 = 1 6 Gaya Hamburan Gaya Hamburan (N) 7 5 4 3 2 1 0 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 x 1088 (detuning) Δ x 10 (detuning) Gambar 11 Gaya Hamburan sebagai fungsi detuning A2 1 A1 Dari variasi laju emisi untuk gaya hamburan, terlihat (Gambar 9 dan 11), relatif lebih sesuai dibandingkan (Gambar 10). Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal sebelumnya yang membahas grafik distribusi populasi elektron yang menuju kestabilan dengan cepat pada saat variasi laju emisi A2. Untuk variasi laju emisi ini, semakin besar kuat medan laser tampak gaya hamburan meningkat, hal ini disebabkan oleh peristiwa power broadening yang artinya semakin besar daya laser maka spektrum absorpsi semakin lebar. Rasio laju emisi A2 terhadap A1 (Gambar 9 dan 11) dengan orde laju emisi A2 A1 sangat cocok untuk gaya hamburan yang direpresentasikan. Jika dilihat gaya hamburan berlawanan dengan arah kecepatan molekul dengan demikian akan memperlambat gerak molekul. Dapat dikatakan juga gaya hamburan dapat mengurangi efek gerak termal molekul pada proses pendinginan molekul. Gaya Dipol Gaya dipol naik seiring kenaikan kuat medan laser, Tampak bahwa gaya dipol bernilai nol terjadi pada saat detuning sekitar nol (Gambar 12a dan 12b). Pada saat ini proses transisi didominasi oleh gaya hamburan, oleh karena itu gaya hamburan pada detuning nol bernilai maksimum sesuai dengan pembahasan gaya hamburan sebelumnya (Gambar 9 dan 11). Tampak ketika jauh dari frekuensi molekul, besar gaya dipol dapat bernilai maksimum sehingga proses gaya hamburan bernilai minimum. 17 -25 -24 x 10 1.2 = 10 = 30 = 50 7 Gaya Dipol (N) 5 F dipol Gaya Dipol (N) 6 4 3 2 x 10 = 10 = 30 = 50 1 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+8 A2/A1 = 100 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+7 A2/A1 = 10 0.8 F dipol 8 0.6 0.4 0.2 1 0 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 0 -20 20 -15 -10 -5 x 108 8(detuning) 0 5 10 15 20 15 20 x 1088(detuning) Δ x 10 (detuning) Δ x 10 (detuning) (12a) (12b) A A Gambar 12 Gaya dipol sebagai fungsi detuning (a) 2 100 dan (b) 2 10 A1 A1 -24 -24 x 10 1.4 = 10 = 30 = 50 0.6 0.4 0.2 1 F dipol A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+3 A2/A1 = 0.001 0.8 0 -20 x 10 1.2 = 10 = 30 = 50 1 F dipol Gaya Dipol (N) 1.2 Gaya Dipol (N) 1.4 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+5 A2/A1 = 0.1 0.8 0.6 0.4 0.2 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 0 -20 x 10 8 (detuning) Δ x 10 (detuning) 8 -15 -10 -5 13 5 10 8 (13a) Gambar 0 x 10 8 (detuning) Δ x 10 (detuning) (13b) Gaya hamburan dan (b) A2 0.1 A1 sebagai fungsi detuning (a) A2 0.001 A1 Pada gambar 13a dan 13b laju emisi diset rendah untuk A2 , terlihat gaya dipol maksimum muncul ketika jauh dari frekuensi molekul, atau menjauhi parameter detuning yang telah diset nol dari awal. Pada saat detuning 10x10 8 ,tampak patahan yang terjadi pada grafik saat kuat medan rendah 10 . Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal yang membutuhkan waktu cukup lama untuk menuju keadaan stabil dan munculnya dua puncak gaya hamburan maksimum saat detuning tersebut. Sehingga besar gaya dipol pada saat ini adalah nol. Untuk laju emisi seperti ini, sangat tidak dianjurkan untuk digunakan dalam simulasi. 18 -24 1.4 x 10 1.2 = 10 = 30 = 50 F dipol Gaya Dipol (N) 1 A1 = 14.3e+6 A2 = 14.3e+6 A2/A1 = 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 10 8(detuning) Δxx 10 (detuning) 8 Gambar 14. Gaya dipol sebagai fungsi detuning A2 1 A1 Pada (Gambar 14) saat laju emisi A2 diset untuk orde yang sama dengan A1 tampak tidak jauh berbeda dengan (Gambar 12a dan 12b) sebelumnya, bahwa gaya dipol bernilai nol terjadi pada saat detuning sekitar nol. Pada saat ini proses transisi didominasi oleh gaya hamburan, oleh karena itu gaya hamburan pada detuning nol bernilai maksimum. Dapat dilihat juga (Gambar 12, 13 dan 14) bahwa peningkatan kuat medan medan laser terjadi peningkatan besar gaya dipol. Untuk kuat medan yang cukup lemah gaya dipol mengalami penurunan yang berbanding lurus. Dari variasi laju emisi untuk gaya dipol, terlihat (Gambar 12 dan 14), relatif lebih sesuai dibandingkan (Gambar 13). Untuk variasi laju emisi ini, semakin besar kuat medan laser dapat menggeser nilai puncak saat off resonance sehingga gaya dipol meningkat. Rasio laju emisi A2 terhadap A1 (Gambar 12 dan 14) dengan orde laju emisi A2 A1 sangat cocok untuk gaya dipol yang direpresentasikan. Hal ini bersesuaian pada pembahasan dinamika internal sebelumnya yang membahas grafik distribusi populasi elektron yang menuju kestabilan dengan cepat. 19 SIMPULAN Gerak molekul dalam interaksi dengan medan laser dapat dianalisis dari perubahan keadaan internalnya. Persamaan gerak internal molekul dapat dinyatakan dengan persamaan matriks densitas yang menyatakan peluang keadaan molekul. Gaya radiasi yang timbul dari interaksi laser terhadap molekul terdiri dari dua jenis, yaitu gaya hamburan dan gaya dipol. Besarnya gaya radiasi pada molekul bergantung pada strukrur internal molekul. Untuk variasi laju emisi yang ditinjau dari dinamika internal dan gaya A radiasi, gaya radiasi terbesar diperoleh dengan ketentuan rasio 1 dengan orde A2 laju emisi A2 A1. Hal ini bersesuaian dengan dinamika internal sebelumnya yang membahas grafik distribusi populasi elektron yang menuju kestabilan dengan A cepat. Secara teori perbandingan laju emisi 2 2 0.5 , kondisi ini ada pada A1 1 A2<A1 yang artinya molekul lebih sulit didinginkan secara teori akibat dinamika internal yang menuju tingkat kestabilan lebih lama dan gaya radiasi yang dihasilkan lebih kecil. Kenaikan kuat medan laser mempengaruhi dinamika internal yang ditunjukkan dengan frekuensi osilasi yang semakin besar, artinya peluang elektron untuk bertransisi ke suatu level energi tertentu semakin besar. Gaya radiasi akan semakin besar dan melebar seiring kenaikan intensitas laser. Gaya hamburan memiliki harga maksimum pada saat detuning diset nol, karena pada delta ditambah dengan pergeseran doppler adalah sama dengan nol. Untuk gaya dipol bernilai nol pada saat detuning diset nol, pada kondisi seperti itu proses transisi didominasi oleh gaya hamburan yang artinya lebih banyak terjadi proses emisi spontan. Gaya radiasi tersebut dapat mengurangi efek gerak termal molekul pada proses pendinginan molekul sehingga dapat dimanfaatkan pada proses Laser Cooling. DAFTAR PUSTAKA 1. Ashkin A. Application of Laser Radiation Pressure. Science. 210,1081. 1980 2. Chu, S. Themanipulation of neutral particles. Rev.Mod. Phys. 70, 685– 706 (1998). 3. Cohen-Tannoudji, C. N. Manipulating atoms with photons. Rev. Mod. Phys. 70, 707–719 (1998). 4. Phillips, W. D. Laser cooling and trapping of neutral atoms. Rev. Mod. Phys. 70, 721–741 (1998). 20 5. Carr, L., DeMille, D., Krems, R. & Ye, J. Cold and ultracold molecules: science, technology and applications. N. J. Phys. 11, 055049 (2009). 6. Pupillo, G. Micheli, A., Bu¨chler, H.-P. & Zoller, P. in Cold Molecules: Theory, Experiment, Applications (eds Krems, R., Friedrich, B.& Stwalley, W. C.) Ch. 12 (CRC Press, 2009). 7. DeMille, D. Quantum computation with trapped polar molecules. Phys. Rev. Lett. 88, 067901 (2002). 8. Tarbutt, M., Hudson, J., Sauer, B. & Hinds, E. Prospects for measuring the electric dipole moment of the electron using electrically trapped polar molecules. Faraday Discuss. 142, 37–56 (2009). 9. DeMille, D., Cahn, S. B., Murphree, D., Rahmlow, D. A. & Kozlov, M. G. Using molecules to measure nuclear spin-dependent parity violation. Phys. Rev. Lett. 100, 023003 (2008). 10. 10. Andre´, A. et al. A coherent all-electrical interface between polar molecules and mesoscopic superconducting resonators. Nature Phys. 2, 636–642 (2006). 11. Vutha, A. C. et al. Search for the electric dipolemoment of the electron with thorium monoxide. J. Phys. At. Mol. Opt. Phys. 43, 074007 (2010). 12. Di Rosa, M. D. Laser-cooling molecules. Eur. Phys. J. D 31, 395–402 (2004). 13. Phillips, W., J. Prodan, and H. Metcalf, „„Laser cooling of free neutral atoms in an atomic beam,‟‟ in Laser Spectroscopy VI, edited by H.1983 14 DeMille, J.F. Barry and D., E.S. Shuman. Nature 467,820 (2010). 15. R. V. Krems, W. C. Stwalley, B. Friedrich (Eds.).Cold molecules: theory, experiment, applications. CRC Press, Boca Raton, Florida, 2009. 16. A. Fioretti et al., Phys. Rev. Lett. 80 (1998) 4402. 17. Viteau et al., Phys. Rev. A 79 (2009) 021402. 18. J. D. Weinstein et al., Nature (London) 395 (1998) 148. 19. H. L. Bethlem, G. Berden, G. Meijer, Phys. Rev. Lett.83 (1999) 1558. 20. S. A. Rangwala et al., Phys. Rev. A 67 (2003) 043406. 21. D. J. Wineland and Wayne M. Itano. Laser cooling of atoms. Phys. Rev. A, 20(4):1521-1540,1979. 22. Harold J Metcalf and Peter van der Straten. Laser Cooling And Trapping. Springer, New York, 1999. 23. Grimm Rudolf and Mathias Weidmuller. Optical Dipole Traps for Neutral Atoms. Physics/9902072 21 Lampiran 1 Listing Program (matlab 2008), Program Menyelesaikan Matriks densitas function dopler=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1,rab2,det1,det2,ds1,ds2); d1(1)= 1.0 ; d2(1)= 0.0 ; d3(1)= 0.0 ; d4(1)= 0.0 ; d5(1)= 0.0 ; d6(1)= 0.0 ; d7(1)= 0.0 ; d8(1)= 0.0 ; d9(1)= 0.0 ; d1dot(1)=0.0; d2dot(1)=0.0; d3dot(1)=0.0; d4dot(1)=0.0; d5dot(1)=0.0; d6dot(1)=0.0; d7dot(1)=0.0; d8dot(1)=0.0; d9dot(1)=0.0; dopler(1,1)=d1(1); dopler(2,1)=d2(1); dopler(3,1)=d3(1); dopler(4,1)=d4(1); dopler(5,1)=d5(1); dopler(6,1)=d6(1); dopler(7,1)=d7(1); dopler(8,1)=d8(1); dopler(9,1)=d9(1); dopler(11,1)=d1dot(1); dopler(12,1)=d2dot(1); dopler(13,1)=d3dot(1); dopler(14,1)=d4dot(1); dopler(15,1)=d5dot(1); dopler(16,1)=d6dot(1); dopler(17,1)=d7dot(1); dopler(18,1)=d8dot(1); dopler(19,1)=d9dot(1); for I=1:1500 kp1=H*(-dec2*d1(I)+0.5*IM*rab2*(d8(I) -d2(I)); kq1=H*((IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*d2(I)-0.5*IM*rab1*d3(I)+0.5*IM*rab2*(d9(I) d1(I))); kr1=H*(-0.5*IM*rab1*d2(I)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)-0.5*dec2)*d3(I)+0.5*IM*rab2*d4(I) ); 22 ks1=H*(0.5*IM*rab2*d3(I)+(IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*d4(I)+0.5*IM*rab1*(d5(I)- d9(I))) ; kt1=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)- d6(I))+dec1*d9(I) ) ; ku1=H*((IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*d6(I)-0.5*IM*rab2*d7(I)+0.5*IM*rab1*(d9(I) -d5(I)) ); kv1=H*(-0.5*IM*rab2*d6(I)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)-0.5*dec2)*d7(I)+0.5*IM*rab1*d8(I)) ; kw1=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I) -d9(I))+0.5*IM*rab1*d7(I)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*d8(I)) ; kx1=H*(dec2*d1(I)+0.5*IM*rab2*(d2(I)- d8(I))-0.5*IM*rab1*(d4(I)+ d6(I)) -dec1*d9(I)) ; kp2=H*(-dec2*(d1(I)+0.5*kp1)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq1)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw1) ); kq2=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp1)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+0.5*kq1)0.5*IM*rab1*(d3(I)+0.5*kr1)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1)) ; kr2=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+0.5*kq1)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+0.5*kr1)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+0.5*ks1)) ; ks2=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+0.5*kr1)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+0.5*ks1)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt1)+0.5*kt1)0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1)) ; kt2=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks1)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku1)+dec1*(d9(I)+0.5*kx1)) ; ku2=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt1)+0.5*kt1)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+0.5*ku1)0.5*IM*rab2*(d7(I)+0.5*kv1)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1)); kv2=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+0.5*ku1)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+0.5*kv1)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+0.5*kw1)); kw2=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp1)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+0.5*kv1)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+0.5*kw1)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1)); kx2=H*(dec2*(d1(I)+0.5*kp1)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq1)0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks1)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku1)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw1)dec1*(d9(I)+0.5*kx1)); kp3=H*(-dec2*(d1(I)+0.5*kp2)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq2)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw2)); kq3=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp2)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+0.5*kq2)0.5*IM*rab1*(d3(I)+0.5*kr2)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1)); kr3=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+0.5*kq2)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+0.5*kr2)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+0.5*ks2)); ks3=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+0.5*kr2)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+0.5*ks2)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt2)+0.5*kt1)0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1)); kt3=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks2)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku2)+dec1*(d9(I)+0.5*kx1)); ku3=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+0.5*kt2)+0.5*kt1)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+0.5*ku2)0.5*IM*rab2*(d7(I)+0.5*kv2)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+0.5*kx1)); kv3=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+0.5*ku2)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+0.5*kv2)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+0.5*kw2)); kw3=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+0.5*kp2)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+0.5*kv2)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+0.5*kw2)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+0.5*kx1) ); kx3=H*(dec2*(d1(I)+0.5*kp2)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+0.5*kq2)0.5*IM*rab1*(d4(I)+0.5*ks2)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+0.5*ku2)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+0.5*kw2)dec1*(d9(I)+0.5*kx1)); kp4=H*(-dec2*(d1(I)+kp3)-0.5*IM*rab2*(d2(I)+kq3)+0.5*IM*rab2*(d8(I)+kw3) ); kq4=H*(-0.5*IM*rab2*(d1(I)+kp3)+(IM*(det2-ds2)-0.5*(dec1+dec2))*(d2(I)+kq3)0.5*IM*rab1*(d3(I)+kr3)+0.5*IM*rab2*(d9(I)+kx3)) ; 23 kr4=H*(-0.5*IM*rab1*(d2(I)+kq3)+(IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d3(I)+kr3)+0.5*IM*rab2*(d4(I)+ks3)) ; ks4=H*(0.5*IM*rab2*(d3(I)+kr3)+(IM*(det1-ds1)0.5*dec1)*(d4(I)+ks3)+0.5*IM*rab1*((d5(I)+kt3)+kt3)-0.5*IM*rab1*(d9(I)+kx3)) ; kt4=H*(0.5*IM*rab1*(d4(I)+ks3)-0.5*IM*rab1*(d6(I)+ku3)+dec1*(d9(I)+kx3)) ; ku4=H*(-0.5*IM*rab1*((d5(I)+kt3)+kt3)+(-IM*(det1-ds1)-0.5*dec1)*(d6(I)+ku3)0.5*IM*rab2*(d7(I)+kv3)+0.5*IM*rab1*(d9(I)+kx3)); kv4=H*(-0.5*IM*rab2*(d6(I)+ku3)+(-IM*(det1+det2-ds1-ds2)0.5*dec2)*(d7(I)+kv3)+0.5*IM*rab1*(d8(I)+kw3)); kw4=H*(0.5*IM*rab2*(d1(I)+kp3)+0.5*IM*rab1*(d7(I)+kv3)+(-IM*(det2-ds2)0.5*(dec1+dec2))*(d8(I)+kw3)-0.5*IM*rab2*(d9(I)+kx3)); kx4=H*(dec2*(d1(I)+kp3)+0.5*IM*rab2*(d2(I)+kq3)0.5*IM*rab1*(d4(I)+ks3)+0.5*IM*rab1*(d6(I)+ku3)-0.5*IM*rab2*(d8(I)+kw3)dec1*(d9(I)+kx3)); d1(I+1)=d1(I)+(1.0/6.0)*(kp1+2.0*kp2+2.0*kp3+kp4); d2(I+1)=d2(I)+(1.0/6.0)*(kq1+2.0*kq2+2.0*kq3+kq4) ; d3(I+1)=d3(I)+(1.0/6.0)*(kr1+2.0*kr2+2.0*kr3+kr4) ; d4(I+1)=d4(I)+(1.0/6.0)*(ks1+2.0*ks2+2.0*ks3+ks4) ; d5(I+1)=d5(I)+(1.0/6.0)*(kt1+2.0*kt2+2.0*kt3+kt4) ; d6(I+1)=d6(I)+(1.0/6.0)*(ku1+2.0*ku2+2.0*ku3+ku4) ; d7(I+1)=d7(I)+(1.0/6.0)*(kv1+2.0*kv2+2.0*kv3+kv4) ; d8(I+1)=d8(I)+(1.0/6.0)*(kw1+2.0*kw2+2.0*kw3+kw4) ; d9(I+1)=d9(I)+(1.0/6.0)*(kx1+2.0*kx2+2.0*kx3+kx4) ; end Lampiran 2. Program Utama Gaya Hamburan (Matlab 2008) clear all hp=6.62606876e-34; dec1 = 14.3e+6; dec2 = 12e+6; lam1 = 695.4*1.0e-9; lam2 = 862.1*1.0e-9; for p=1:length(vel) omega01=2.0*3.14*3.0e+8/lam1; omega02=2.0*3.14*3.0e+8/lam2; omega1=omega01/(1+vel(p)/3.0E+8); omega2=omega02/(1+vel(p)/3.0E+8); k1(p)=omega1/3.0e+8; k2(p)=omega2/3.0e+8; ds1=-k1(p)*vel(p); ds2=-k2(p)*vel(p); det1 = 0.0*1e+008; det2 = 0.0*1e+008; IM = complex(0,1); H=1e-9; y=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1(b,g),rab2(b,g),det1,det2,ds1,ds2); 24 rac(p)=[(y(6,[1500]))]; rca(p)=[(y(4,[1500]))]; rbc(p)=[(y(2,[1500]))]; rcb(p)=[(y(8,[1500]))]; uac(p)=(rac(p)+rca(p)); ucb(p)=(rcb(p)+rbc(p)); vac(p)=IM*(rac(p)-rca(p)); vcb(p)=IM*(rcb(p)-rbc(p)); Fscat(p)=0.5*(hp./(2*pi))*(vac(p)*rab1(b,g)*k1(p)+vcb(p)*rab2(b,g)*k2(p)); end Lampiran 3. Program Utama Gaya Dipol (Matlab 2008) clear all hp=6.62606876e-34; dec1 = 14.3e+6; dec2 = 12e+6; lam1 = 695.4*1.0e-9; lam2 = 862.1*1.0e-9; vel=[-20:1:20]; for p=1:length(vel) omega01=2.0*3.14*3.0e+8/lam1; omega02=2.0*3.14*3.0e+8/lam2; omega1=omega01/(1+vel(p)/3.0E+8); omega2=omega02/(1+vel(p)/3.0E+8); k1(p)=omega1/3.0e+8; k2(p)=omega2/3.0e+8; ds1=-k1(p)*vel(p); ds2=-k2(p)*vel(p); det1 = 0.0*1e+008; det2 = 0.0*1e+008; IM = complex(0,1); H=1e-9; y=dopler(H,IM,dec1,dec2,rab1(b,g),rab2(b,g),det1,det2,ds1,ds2); rac(p)=[y(6,[1500])]; rca(p)=[y(4,[1500])]; rbc(p)=[y(2,[1500])]; rcb(p)=[y(8,[1500])]; uac(p)=(rac(p)+rca(p)); ucb(p)=(rcb(p)+rbc(p)); vac(p)=IM*(rac(p)-rca(p)); vcb(p)=IM*(rcb(p)-rbc(p)); FdipX(b,g)=0.5*(hp./(2*pi))*(-2*x(b,g)./w.^2)*(uac(p)*rab1(b,g)+ucb(p)*rab2(b,g)); FdipY(b,g)=0.5*(hp./(2*pi))*(-2*Y(b,g)./w.^2)*(uac(p)*rab1(b,g)+ucb(p)*rab2(b,g)); Ftot(p)=sqrt((FdipX(b,g)).^2 + (FdipY(b,g)).^2); End 25 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1991 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Purwo Sutopo dan Pipin Supiatin. Penulis telah menempuh masa studi mulai dari TK Parikesit Cimahi Jawa Barat, SDN 13 kota cimahi Jawa Barat lulus pada tahun 2003, MTs Mazniyah Kota Jambi lulus pada tahun 2006 dan SMAN 2 Kota Bengkulu lulus pada tahun 2009. Selanjutnya, penulis diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2009. Selama menjalani studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I dan II pada tahun 2010/2011 dan 2012/2013. Asisten praktikum Fisika Modern dan Eksperimen Fisika I pada tahun 2011/2012. Penulis juga aktif menjadi tentor Fisika TPB 2011/2012, kepanitian Pesta Sains 2010/2011.