Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin PENGEMBANGAN KOMPOR BERTEKANAN PENGGANTI KOMPOR LPG YANG AMAN, MURAH DAN RAMAH LINGKUNGAN * Muhammad Hasbi dan Nanang Endriatno Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, Kendari E-mail : [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui aplikasi penggunaan bahan bakar nabati pada kompor bertekanan. Penelitian yang dilakukan berupa eksperimen dengan memodifikasi kompor menjadi bertekanan dengan menggunakan tabung sebagai tempat bahan bakar. Pada penelitian ini diinginkan agar viskositas bahan bakar yang keluar dari dalam tangki turun serendah mungkin agar bahan bakar yang yang keluar dari nozzel dalam bentuk spray. Oleh karena itu dilakukan pemanasan awal pada bahan bakar sebelum masuk nozzel dengan cara pipa saluran bahan bakar dibuat melingkar pada body burner. Jumlah lilitan yang dilakukan adalah satu, dua dan tiga lilitan. Dari hasil penelitian diperoleh temperatur nyala api tertinggi terdapat pada campuran bahan bakar 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah dengan temperatur rata – rata 509 ˚c. Keuntungan yang diperoleh 1 hari untuk minyak tanah adalah 10.8 ltr dan dirupiahkan dengan harga minyak tanah sekarang adalah Rp 64.000,00. Katakunci: kompor bertekanan, minyak jelantah, temperatur Abstract The Development Of Pressurized Stove Safe, Cheap and Eco-Friendly As Replacement For Lpg Stove. The study aims to determine the application of the using of biofuels in the pressurized stove. Research done in the form of experiment by modifying stove become pressurized stove be using the tube as place of fuel . In this study desirable that the viscosity of the fuel out of the tank dropped as low as possible so that the fuel out of the Nozzle in the form of spray. Therefore conducted preheating the fuel before entering the nozzle by way a fuel pipeline is made circular to burner body. The number of loops is done is one , two and three loops . The results were obtained flame temperature is highest at 50 % fuel mix used jelantah oil : 50 % kerosene with average temperature - average 509 ˚ c . Gains derived for 1 day was 10.8 liters of kerosene and converted to rupiah at a price of kerosene now is Rp. 64000.00. Keywords: pressurized stove, jelantah oil , temperature 1. Pendahuluan minyak bumi merupakan komoditas yang tidak dapat diperbaharui. Energi merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan masyarakat dan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan hampir semua sektor kehidupan diantaranya rumah tangga, industri, transportasi, jasa dan hiburan tidak dapat lepas dari pasokan energi. Pada perkembangannya, kebutuhan minyak bumi sebagai bahan bakar semakin meningkat. Hal ini ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan ketersediaan minyak di dalam perut bumi, karena Lebih dari 68% rumah tangga mengkonsumsi minyak tanah sebagai energi untuk memasak dan penerangan dan ini merupakan 20% dari total konsumsi minyak nasional yang berasal dari minyak bumi. Hal itu mengakibatkan impor bertambah besar dan subsidisasi minyak tanah semakin memberatkan anggaran pemerintah (Kudrat Sunandar, 2010). Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No.5, 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Menteri Sumber * Penelitian ini dibiayai oleh BOPTN 2013 9 Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Daya dan Mineral No. 32, 2008 yang ditindak lanjuti oleh Program Desa Mandiri Energi oleh Departemen Dalam Negeri. Diharapkan melalui program desa mandiri energi dapat memanfaatkan keberagaman hayati sebagai sumber bahan bakar. Bahan bakar minyak nabati merupakan sumber energi alternatif yang memiliki berbagai keuntungan ekonomi dan ekologi. diharapkan minyak jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil. Oleh karena itu penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi penggunaan bahan bakar nabati tersebut pada kompor bertekanan. Saat ini kebutuhan paling berat yang dialami masyarakat kalangan menengah ke bawah adalah kebutuhan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Di berbagai tempat terjadi antrian panjang untuk mendapatkan minyak tanah, itupun dengan harga yang tinggi. Oleh karena itu kebutuhan minyak tanah untuk kepentingan domestik mengalami peningkatan. Namun produk dalam negeri yang tidak mencukupi menyebabkan pemerintah melakukan impor minyak bumi. Hasbi dan Wiwin (2010) melakukan penelitian dengan membuat kompor dari bahan-bahan bekas papan tripleks sebagai kerangka kompor, kaleng ikan sarden dan kaleng cat sebagai saringan dalam dan luar, serta segenggam beras dibuat sebagai bahan untuk sumbu kompor (briket). Bahan bakar kompor ini adalah minyak jelantah (minyak sisa rumah makan cepat saji). Kompor dengan ukuran 55 cm x 30 cm x 11 cm seperti tampak pada Gambar 1. Pengujian yang dilakukan dengan membandingkan waktu dalam mendidihkan air sebanyak 1, 2 dan 3 liter dan volume bahan bakar yang digunakan. Sebagai pembanding digunakan kompor minyak tanah dengan 16 sumbu. Hasil dari penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 1. Keunggulan kompor minyak jelantah ini antara lain mudah perawatannya, tidak mudah meledak, bahan bakarnya mudah diperoleh, ramah lingkungan dan yang terpenting adalah bahan bakarnya (minyak jelantah) digunakan untuk memadamkan api. Kekurangan dari kompor ini adalah membutuhkan waktu lama untuk menyalaan awal, digunakan untuk memasak dalam jumlah yang banyak (terus menerus) dan api masih berwarna merah. Program pemerintah untuk mengganti minyak tanah yang mempunyai subsidi paling besar, dirasa sangat menggerogoti devisa negara. Pemerintah mengatasi hal tersebut dengan mencanangkan program baru untuk memakai bahan bakar lain selain minyak tanah di antaranya adalah penggunaan bahan bakar gas. Namun mengingat semakin menipisnya persediaan minyak bumi, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengganti peran minyak bumi dengan bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati yang dipilih adalah bahan bakar dari minyak sisa penggorengan yang dikenal dengan istilah jelantah. Telah banyak penelitian tentang biofuel dengan memanfaatkan biji tanaman jarak. Dimana tanaman jarak merupakan alternatif utama karena mempunyai keuntungan paling besar yaitu tidak memotong rantai makanan, cukup mudah ditanam dan mudah proses pembuatan minyaknya. Namun minyak jarak juga mempunyai kerugian – kerugian, diantaranya: terlalu kental (higher kinematic viscosity), nilai kalor lebih rendah dari kerosen, dan belum ada alat pembakar bahan bakar ini yang dijual dipasaran. Minyak jelantah (used cooking oil) dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah atau solar. Berdasarkan penelitian Saraswati Porbo Kayun-MB IPB, total jumlah minyak jelantah yang tersedia dari berbagai pihak yang menggunakan minyak goreng adalah sebanyak 3.886.686,63 ton per tahun. Hasil ini dikumpulkan dari beberapa sumber yaitu rumah tangga, restoran, hotel dan industri pengolahan makanan. Dengan jumlah yang relatif besar, maka 10 Kompor Minyak Jelantah Gambar 1. Kompor berbahan bakar minyak jelantah Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Tabel 1. Perbandingan unjuk kerja kompor minyak tanah 16 sumbu dengan kompor minyak jelantah Vol. Air Kompor Minyak Tanah (16 sumbu) (Liter) Waktu (menit) Kebutuhan BB (ml) 1 2 3 21,19 44,29 60,14 124 156 275 Kompor Minyak Jelantah (sumbu briket) Waktu Kebutuhan (menit) BB (ml) 14,56 34,43 57,39 60 96 135 Hasbi dan Aprianto (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan kompor minyak tanah bersumbu. Metode yang dilakukan yaitu dengan menentukan tinggi cerobong sumbu kompor 30 cm dan 25 cm. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak jelantah sisa penggorengan rumah tangga. Permasalahan yang ditemui adalah sumbu kompor sulit untuk menyala diakibatkan oleh tingginya viskositas bahan bakar sehingga proses kapilarisasi bahan bakar pada sumbu kompor sangat lambat. Untuk mengatasi masalah viskositas maka dilakukan blending /pencampuran antara bahan bakar minyak jelantah dengan minyak tanah. Dari hasil percobaan di laboratorium untuk pencampuran 50 : 50 ( minyak jelantah : minyak tanah) menghasilkan temperatur 290 oC untuk tinggi cerobong sumbu 25 cm dan 248oC untuk tinggi cerobong sumbu 30 cm. Kualitas api yang dihasilkan masih berwarna merah dan menimbulkan jelaga atau asap hitam. Meskipun demikian kompor sudah dapat dimanfaatkan untuk memasak dengan menghemat bahan bakar minyak tanah seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah. 2. Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa eksperimen dengan memodifikasi kompor menjadi bertekanan dengan menggunakan tabung sebagai tempat bahan bakar. Pada penelitian ini diinginkan agar visikositas bahan bakar yang keluar dari dalam tangki turun serendah mungkin agar bahan bakar yang yang keluar dari nozzel dalam bentuk spray. Oleh karena itu dilakukan pemanasan awal pada bahan bakar sebelum masuk nozzel dengan cara pipa saluran bahan bakar dibuat melingkar pada body burner. Jumlah lilitan yang dilakukan adalah satu, dua dan tiga lilitan. Bahan bakar yang telah mengalami pemanasan awal akan diukur nilai viskositasnya. 3. Hasil dan Pembahasan Minyak jelantah yang digunakan adalah sisa penggorengan sekali pakai. Minyak jelantah memiliki viscositas (kekentalan) yang cukup tinggi, sehingga pada penggunaan kompor minyak jelantah 100% nyala api yang dihasilkan kurang maksimal dan tidak bertahan lama. Nyala api dihasilkan hanya menyerupai nyala sebuah lilin, seperti pada Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Nyala api minyak jelantah murni Gambar 2. Kompor Sumbu berbahan bakar minyak jelantah Walau sudah diberikan tekanan sebesar 0,4 Mpa bahan bakar yang keluar dari nozzel masih berupa percikan. Akibatnya nyala yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 5. Bahan bakar masih sangat kental dan banyak yang terbuang atau tumpah ke lantai. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan pencampuran antara minyak jelantah dengan minyak tanah dengan kombinasi berturut-turut 90 : 10 , 70 : 30 dan 50 : 50. Nilai specific gravity (SG) dari percobaan menggunakan minyak jelantah yang telah dicampur dengan minyak tanah dengan 11 Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin perbandingan 50 : 50. Densitas bahan bakar (ρ bb = Tabel 2. Nilai Properties dari campuran bahan bakar 924.40 kg/m³) , densitas air (ρ air = 999 kg/m³) diperoleh : SG= 924,40kg/m3 999kg/m3 SG 0.9253 Besarnya API gravity 0,9253 141,5 131,5 API 0.9253 API pada specific gravity = 21.4192 Perhitungan kinematic viscosity (ν) (1) C.t Dimana : C = konstanta viskometer tube, (0,0913 cSt/s) T = waktu alir sample uji (95 s) diperoleh 0,0913 cSt / s .319 s 29.124 c St . Perhitungan Nilai Kalor Bawah (NKB) diperoloeh dengan persamaan : NKB NKA mair xLH msam ple (2) Dimana : NKA mair msample LH = nilai kalor atas ( 10662.46 kal/gr) = massa air yang terbentuk dalam proses pembakaran (m air = 0,676 gr) = 0,700 gr = panas latent penguapan air ( 586,08 kal/gr) NKB 10370.88(kal / gr ) 0,676( gr ) x586.08kal / gr ) 0,700( gr ) NKB 9804.9kal / gr Setelah melakukan pengukuran dan perhitungan diperoleh data properties dri campuran bahan bakar seperti terlihat pada Tabel 2. 12 Dari data diukur pada temperatur 150C. Spesific grafity dan density yang ditunjukkan Tabel 2 menunjukkan bahwa specific grafity dan density yang dimiliki oleh bahan bakar jelantah 50:50 lebih besar daripada minyak tanah dan bahan bakar lainnya. Oleh karena itu pada volume yang sama bahan bakar minyak jelantah 50 : 50yang diinjeksikan ke dalam silinder akan lebih banyak dari pada minyak tanah. Kinematic viscosity terkait dengan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa tangki terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi keluarnya bahan bakar pada nozel. Pada Tabel 2 tampak bahwa kinematic viscosity minyak jelantah 50 : 50 paling tinggi. Sehingga karakteristik semprotan nozzle untuk bahan bakar biofuel tidak sebaik minyak tanah. Sehingga proses atomisasi bahan bakar tidak sebagus minyak tanah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses penguapan pada head kompor. Flash point adalah temperatur terendah dimana bahan bakar yang dipanaskan mampu menghasilkan campuran uap bahan bakar-udara yang dapat menyala ketika ada sumber api yang didekatkan. Flash Point berhubungan terhadap tingkat keamanan terhadap bahaya kebakaran pada saat penyimpan dan pengangkutan bahan bakar. Flash point mengindikasikan tinggi rendahnya Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin volatilitas dan kemampuan untuk terbakar dari suatu bahan bakar. Pada biofuel memiliki nilai flash pointnya yang lebih tinggi, hal ini membuktikan bahwa bahan bakar tersebut memiliki tingkat keamanan terhadap bahaya kebakaran yang lebih tinggi jika dibandingkan minyak tanah disamping itu juga membuktikan bahwasanya tingkat volatilitasnya lebih rendah daripada minyak tanah. Dengan mempunyai flashpoint yang tinggi maka ini berarti biofuel minyak jelantah dapat memudahkan dalam hal penanganan, penyimpanan, dan juga pendistribusian. Sedangkan dengan volatilitas yang lebih rendah biofuel lebih sulit bercampur dengan udara dalam proses pembakaran. tetapi pada bahan bakar jelantah 50 : 50 mempunyai harga flash point terendah daripada bahan bakar nabati lainnya. Dari Tabel 2 terlihat bahwa kandungan sulfur dalam bahan bakar biofuel lebih tinggi dari pada minyak tanah. Sulfur sendiri adalah zat yang terkandung dalam bahan bakar yang menjadi penyumbang timbulnya kerak dan juga emisi SOx pada asap jelaga gas hasil pembakaran. Bila semakin sedikit ini berarti bahwa emisi yang timbul dari gas buang hasil pembakaran dapat berkurang. Jelantan 50 : 50 mempunyai kandungan sulphur terbanyak 0,1%. Nilai Kalor Atas (NKA) bahan bakar menyatakan kandungan energi panas per satuan massa yang terdapat pada bahan bakar tanpa memperhitungkan energi yang hilang untuk penguapan air yang tebentuk selama proses pembakaran. Melihat hasil pengujian nilai kalor Biofuel dan minyak tanah di atas menunjukkan nilai kalor yang cenderung turun. Nilai kalor atas Biofuel Minyak Jelantah yang lebih rendah disebabkan komposisinya mengandung unsur oksigen sebesar 10-13%. Penurunan jumlah karbon pada biofuel menyebabkan energi panas yang dibebaskan pada saat pembakaran menjadi lebih rendah. Termometer. Pengujian kompor terdapat tiga macam pengujian dengan berdasakan campuran bahan bakar yaitu campuran 90% minyak jelantah : 10% minyak tanah, campuran 70% minyak jelantah : 30 % minyak tanah dan campuran 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah. Dari ketiga macam pengujian ini dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan bukaan katup 20˚, 30˚ dan 90˚. Pengabilan data temperatur kami memilih 4 titik untuk menetukan temperatur nyala api, sesuai dengan bentuk atau tempat keluarnya nyala api pada burner. Seperti yang terlihat Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Titik pengukuran temperatur api biru Pada pengujian ini menujukan perbandingan temperatur rata-rata yang cukup tinggi antara pengujian campuran bahan bakar 90%: 10% , campuran 70% : 30% dan campuran 50% : 50%. Penyebab dari perbedaan temperatur ini akibat nilai kekentalan minyak jelantah pada masingmasing pengujian. Semakin besar campuran bahan bakar minyak jelantah maka semakin tinggi pula nilai temperaturnya. Untuk nilai kalor bawah cenderung sama dengan tren nilai kalor atas. Besarnya nilai kalor bawah dipengaruhi oleh berat sample dan berat air sisa pembakaran. Temperatur Nyala Api Pada penelitian ini, menentukan temperatur nyala api berdasarkan hasil pengamatan pada saat proses pengujian kompor. Untuk menetukan temperatur maka dalam penelitian ini digunakan alat Infrared Gambar 5. Temperatur rata-rata pengujian 13 Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin dipakai untuk memasak sudah tidak terdapat bentuk warna hitam pada panci dan asap. Tabel 3. Waktu Pendidihan Air Katup 20 Katup 30 Katup 90 Gambar 6. Nyala api pada pencampuran 90 : 10 dengan bukaan katup bahan bakar yang berbeda Katup 20 Katup 30 Katup 90 Gambar 7. Nyala api pada pencampuran 70 : 30 dengan bukaan katup bahan bakar yang berbeda Bukaan Katup Tekanan Tangki (Mpa) Temperatur Rata –rata Vol. Air 20˚ 0.4 Mpa 481 c˚ 5 ltr 30˚ 0.4 Mpa 486 c˚ 5 ltr 90˚ 0.4 Mpa 509.75 c˚ 5 ltr Waktu pendidihan air 11 : 40 : 25 detik 08 : 57 : 42 detik 07 : 01 : 37 detik Pada Tabel 3 diatas menujukan bahwa pengujian ke 3 lebih cepat waktunya untuk mendidihkan air dengan waktu 07 : 01 : 37 detik. Sedangkan pengujian ke 2 waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air adalah 08 : 57 : 42 detik. Dan untuk pengujian pertama waktu yang dibutuhkan 11: 40 : 25 detik. Dari waktu pendidihan air ini mengakibatkan perbedaan nyala api dan temperatur pada masing-masing pengujian. Konsumsi Bahan Bakar Katup 20 Gambar 8. Katup 30 Katup 90 Nyala api pada pencampuran 50 : 50 dengan bukaan katup bahan bakar yang berbeda Dari ketiga jenis nyala tersebut untuk campuran bahan bakar 90% minyak jelantah : 10% minyak tanah (Gambar 8) dan campuran 70% minyak jelantah : 30 % minyak tanah (Gambar 9), nyala api yang dihasilkan kurang efisien akibat kekentalan yang cukup tinggi. Sehingga bahan bakar yang keluar dari nozzle masih berbentuk cairan dan untuk mendapatkan nyala api yang efisien seharusnya yang keluar dari nozzle berbentuk kabut, seperti pada pengujian ke tiga pada campuran bahan bakar 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah. Nyala api yang dihasilkan cukup efisien, nyala api terdapat warna biru dan merah belum mencapai api biru maksimal. Namun 14 Pengujian konsumsi bahan bakar hanya terdapat pada perbandingan campuran bahan bakar 50% : 50% sebab pada campuran 90% :10% dan 70% : 30% tidak diuji konsumsi bahan bakarnya akibat nyala api tidak efisien dan tidak memungkinkan untuk mendidihkan air. Dan pengujian konsumsi bahan bakar berdasarkan bukaan katup, yaitu bukaan katup dengan sudut 20˚, 30˚ dan 90˚. Bahan bakar sebelum dimasukan ke dalam tangki bahan bakar, diukur dengan gelas ukur dan dicatat volumenya. Setelah proses pendidihan air selesai, sisa bahan bakar diukur kembali dengan cara dituang dalam gelas ukur. Kemudian dicari selisinya antara bahan bakar yang terpakai dan bahan bakar awal. Seperti yang terdapat pada tabel pengujian di bawah ini. Tabel 4. Data konsumsi bahan bakar 20˚ Volume awal bahan bakar 2000 ml Volume akhir bahan bakar 1700 ml Konsumsi bahan bakar terpakai 300 ml 30˚ 2000 ml 1650 ml 350 ml 90˚ 2000 ml 1600 ml 400 ml Bukaan katup Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 Volume bahan bakar (ml) DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Grafik Konsumsi Bahan Bakar 2500 2000 1500 1000 500 0 volume bahan bakar awal volume bahan bakar akhir 20˚ 30˚ 90˚ konsumsi bahan bakar terpakai Bukaan katup Gambar 9. Grafik volume bahan bakar yang terpakai Pada Tabel 4 dan Gambar 9 diatas menujukan bahwa konsumsi bahan bakar pada pengujian ke 1 lebih hemat pemakaian bahan bakar dibanding dengan pengujian ke 2 dan ke 3 saat mendidihkan air dengan volume 5 liter. Hal ini pada pengujian pertama bukaan sudut katup hanya 20˚ sehingga bahan bakar yang keluar sedikit dibanding dengan bukaan sudut katup 30˚ dan 90˚ pemakain bahan bakar lebih banyak. Semakin besar bukaan sudut katup maka semakin banyak pula pemakain bahan bakar. 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penelitian kompor dengan sistem tekanan dengan menggunakan minyak jelantah sebagai bahan bakar, namun dengan menggunakan bahan bakar 100% minyak jelantah nyala api yang dihasilkan hanya menyerupai nyala api sebuah lilin. Dengan melihat nyala api yang dihasilkan tersebut sehingga diadakan blending bahan bakar dan diantaranya campuran 90% minyak jelantah : 10% minyak tanah, campuran 70% minyak jelantah : 30% minyak tanah dan campuran 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah. 2. Perbedaan campuran bahan bakar dan variasi bukaan katup mengakibatkan perbedaan temperatur nyala api, profil nyala api, waktu pendidihan air dan konsumsi bahan bakar . Temperatur nyala api tertinggi terdapat pada campuran bahan bakar 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah dengan temperatur rata – rata 509 ˚c. 3. Setelah melakukan studi eksperimen, maka kami mengkalkulasikan keuntungan bahan bakar jika menggunakan kompor tersebut dengan perbandingan campuran bahan bakar 50% minyak jelantah : 50% minyak tanah. Dari kalkulasi tersebut keuntungan yang diperoleh 1 hari untuk minyak tanah adalah 10.8 ltr dan dirupiahkan dengan harga minyak tanah sekarang adalah Rp 64.000,00. Dan untuk 1 bulan minyak tanah adalah 324 ltr jika dirupiahkan sebesar 1.944.000,00. Sedangkan untuk 1 tahun kentungan yang diperoleh dari minyak tanah adalah 3.888 ltr dan dirupiahkan sebesar 23.328.000,00. Daftar Pustaka Daywin, F. J., Djojomartono, M., dan Sitompul, R. G.. 1991.“Motor Bakar Internal dan Tenaga di Bidang Pertanian”. JICA, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hasbi,M dan Muzair, Wiwin.W. 2010. “ Pembuatan Kompor Berbahan Bakar Nabati”. Program Studi DIII Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Haluoleo, Kendari. Hasbi,M dan Aprianto. 2011. ”Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar Alternatif (studi kasus pada tinggi sumbu kompor 30 cm dan 25 cm)”. Program Studi DIII Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Haluoleo. Hasbi,M dan Budiman. 2011.” Memanfaatkan Minyak Jelantah sebagai bahan bakar alternatif pada kompor bertekanan”. Penelitian BLU Universitas Halu Oleo, Kendari Reksowardojo I. 2008. Stove for Plant Oils. “Workshop on Renewable Energy Technology Application To support Eenergu. Economics. and Environment Vilage”. 22-24 Juli 2008, Jakarta. Sunandar, Kudrat. 2010. ” Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu” .Disertasi Pascasarjana Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor Suwanda. 2011. “ Desain Eksperimen untuk Penelitian Ilmiah”. Alfabeta, bandung Turns, Stephen R.. 2000. “An Introduction to Combustion : Concepts and Applications 15 Vol. 5, No. 1, November 2013 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin second Edition”. ISBN 0-07-230096-5, McGraw-Hill Higher Education, Boston Wibisono, A.M. 2008. “Komparasiunjuk kerja Kerosin dan 100% Biofuel pada Kompor Beretekanan Kapasitas 1 Liter”. Tugas Akhir Teknik Mesin ITS, Surabaya. 16