BAHAN AJAR PERDARAHAN SUBARAKHNOID Nama Mata Kuliah

advertisement
BAHAN AJAR
PERDARAHAN SUBARAKHNOID
Nama Mata Kuliah/Bobot SKS
: Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS
Standar Kompetensi
: area kompetensi 5: landasan ilmiah
kedokteran
Kompetensi Dasar
: menerapkan ilmu kedokteran klinik
pada sistem neuropsikiatri
Indikator
:menegakkan diagnosis dan melakukan
penatalaksanaan awal sebelum
dirujuk sebagai kasus emergensi
Level Kompetensi
: 3B
Alokasi Waktu
: 2 x 50 menit
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
:
Mampu mengenali dan mendiagnosis penyakit neurovaskular
sesuai dengan tingkat kompetensi yang ditentukan, dan melakukan
rujukan bila perlu.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
a. Mampu
menyebutkan
:
patogenesis
terjadinya
perdarahan
subarakhnoid
b. Mampu melakukan penapisan / penegakan diagnosis perdarahan
subarakhnoid
c. Mampu
melakukan
manajemen
/
terapi
awal
perdarahan
subarakhnoid
d. Mampu melakukan promosi kesehatan dan pencegahan perdarahan
subarakhnoid
Isi Materi:
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan subaraknoid dapat diartikan sebagai proses pecahnya
pembuluh darah di ruang yang berada dibawah arakhnoid (subaraknoid).
Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid dapat mencapai hingga
33.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Perdarahan subarakhnoid
memiliki puncak insidens pada usia ekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60
tahun untuk perempuan. Lebih sering dijumpai pada perempuan dengan
rasio 3:2.1
Gambar 1. Lapisan Menings
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah
pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke
rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges).2
ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma
yang dapat terbentuk di arteri otak seperti3 :
1. Aneurisma sakuler (berry)
Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi
tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri
karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri
komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat
menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya
bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis
saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia)3.
2. Aneurisma fusiformis
Gambar 3. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang
disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada
segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh
aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada
arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam
aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat
ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran
pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis
(seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai
darah serebral.3
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini
biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang
mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan
subarachnoid.3
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri
dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan
oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung
dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada
kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang
langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri.
pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan
berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma.9 MAV
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang
didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.1
EPIDEMIOLOGI
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.2
PATOFISIOLOGI
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi
anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat
yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi
posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi
arteri basilar ke arterie otak posterior.4
Gambar 4. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi
orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma
intrakranial dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa
aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan
baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh
tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada
otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan
hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang.
Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan
kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan
aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan
untuk resiko rupture menjadi rendah.4
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran
dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat
ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar
daripada aneurisma yang tidak rupture.4
Aneurisma yang pecah
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam
kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien
berusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat
dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari,
dan aktivitas berat.4
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis
pasti memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3
minggu sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan
berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari
berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture
dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian
pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.4
MANIFESTASI KLINIS
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang
besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat
dan mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada
umumnya tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita
maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum
terjadinya perdarahan yang hebat.5
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak
dan kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai
mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita
mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma
yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala
sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata,
nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi. 5
Aneurisma
berasal
dari
arteri
komunikan
anterior
dapat
menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri
kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat
menimbulkan
paresis
okulomotorius,
defek
medan
penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri
karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula
karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus. 5
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio
basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius. 5
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan
lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja
atau
kombinasi
dengan
hematom
subdural,
intraserebral,
atau
intraventrikular. Dengan demikian tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari
meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan
koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral. 5
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma,
biasa terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada
beberapa hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa
komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom
intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan
labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai
akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior. 5
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a)
kompresi langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah
yang keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus
optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri
kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal
itu bersifat patognomik untuk PSA. 5
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup
luas atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari
munculnya vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak.
Sementara itu, hematom dapat menekan secara ekstra-aksial. 5
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada
penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh
cabang-cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami
vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi. 5
DIAGNOSIS
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar
antara 23% hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut
harus
selalu
dievaluasi
lebih
cermat.
Anamnesis
yang
cermat
mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari itu faktor resiko
terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel berikut. 1
Bisa dimodifikasi
Tidak bisa dimodifikasi
Hipertensi
Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat)
Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alcohol
Penderita atau riwayat keluarga
Tingkat pendidikan rendah
menderita polikistik renal
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba jenis
lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada
2jam sebelum onset
Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti
yang dijelaskan sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan
pemeriksan1
CT Scan
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan. 1
Gambar 4. CT scan Perdarahan Subarakhnoid
Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic
selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat
penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan
pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid
adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang
dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia
adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk
eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal. 1
Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas
untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering
digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih
tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan
karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic
yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika
evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan
untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun
batang otak.1
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk
intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa
digunakan.
Tabel Skala Hunt dan Hess1
Grade
I
Gambaran Klinis
Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur
II
hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus
abdusen sering ditemukan)
III
IV
V
Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
Stupor,
deficit
neurologis
berat
(misalnya,
hemiparesis),
manifestasi otonom
Koma, desebrasi
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya
darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.
Tabel Skor Fisher1
Skor
1
2
3
4
Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
Tidak terdeteksi adanya darah
Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran
<1 mm, tidak ada jendalan
Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal
dengan ukuran >1 mm
Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara
difus atau tidak ada darah
DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding
dengan stroke hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu4 :
1. Migraine
2. Cluster headache
3. Paroxysmal hemicranial
4. Non-hemorrhagic stroke
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid
adalah identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa
diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan
napas harus dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap central
venous pressure dan atau pulmonary artery pressure, seperti juga
terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah
penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan secara
hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus
istirahat total.1
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk
mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat
diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial seperti6 :

Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial
secara signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).

Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan
intracranial

Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan
intracranial
masih
kontroversial
tapi
direkomendasikan
oleh
beberapa penulis lain.
Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen
komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga
dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-obat antihipertensi
intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat
ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti hipertensi pada PSA jikalau
MABP diatas 130 mmHg.
Setelah aneurisma
dapat diamankan,
sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum ada
kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesic seringkali diperlukan, obat-
obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua factor penting
yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan
hipertermia, karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis
terhadap thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan
segera dengan peralatan kompresif sekunsial, heparin subkutan dapat
diberikan setlah dilakukan penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium
channel
blocker
dapat
mengurangi
direkomendasikan nimodipin oral.
risiko
komplikasi
iskemik,
1,6
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa
penambahan obat cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat
mencegah kejadian vasospasme serebral dengan menurunkan resikoresiko yang memperparah kejadian vasospasme serebral.7
KOMPLIKASI
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering
pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat
berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan
menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu
infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas. 1
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi
risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan
darah
harus
dikelola
hati-hati
dengan
diberikan
obat
fenilefrin,
norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi
(hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg
untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan
darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada
gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 1200220 mmHg. 1
Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang
dapat terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan
epilepsi.1
PROGNOSIS
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40%
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada
tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun
pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar
30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu
pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama.5
Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel
Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.
Tabel Sistem Ogilvy dan Carter1
Skor
Keterangan
1
Nilai Hunt dan Hess > III
1
Skor skala Fisher > 2
1
Ukurn aneurisma > 10 mm
1
Usia pasien > 50 tahun
1
Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥ 25mm)
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu
skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai
prognosis lebih baik.
Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien
PSA tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya
komplikasi yang menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang
berat memperburuk prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna
setelah pengobatan tapi beberapa orang juga meninggal walaupun sudah
menjalani treatment.8
Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien
ditangani secara agresif seperti resusitasi preoperative yang agresif,
tindakan bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial dan
vasospasme yang agresif serta perawatan intensif perioperative dengan
fasilitas dan tenaga medis yang mendukung.9
Adapun beberapa penanganan yang dapat dilakukan sendiri di
rumah pasca pengobatan, seperti10 :
1. Mengkonsumsi obat secara teratur
2. Rajin memeriksakan tekanan darah
3. Mengkonsumsi makanan yang sehat
4. Minum bnyak cairan
5. Menghindari kebiasan merokok.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Setyopranoto
I.
Penatalaksanaan
Perdarahan
Subarakhnoid.
Continuing Medical Education. 2012;39.
2.
Student Med. Stroke.2011.
3.
Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012.
4.
Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid
Hemorrhage. Netter's Neurology2014. p. 526-37.
5.
PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.
6.
Becske T. Subarachnoid Hemorrhage Treatment & Management.
Medscape Reference Drugs, Disease & Procedures. 2014.
7.
N S, H K, K K, Y O, A F, etc. Effects of cilotazol on cerebral
vasospasm
after
aneurysmal
subarachnoid
hemorrhage:
a
multicenter prospective, randomized, open-label blinded end point
trial. journal of Neurosurgery. 2014.
8.
Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.
9.
Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM).
Mayfield Clinic. 2013
10.
Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada
Penderita Aneurisma Intrakranial. 2003;22(2).
11.
Yahya RC. Stroke Hemragik - Defenisi, Penyebaba & Pengobatan
Stroke Perdarahan Otak. Jevuska. 2014.
LATIHAN
1.
Sebutkan etiologi perdarahan subarakhnoid
2.
Jelaskan patofisiologi perdarahan subarakhnoid
3.
Jelaskan manajemen awal perdarahan subarakhnoid
Download