PENGARUH PAPARAN INSEKTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP PERUBAHAN KADAR THYROID STIMULATING HORMONE (TSH) PETANI PENYEMPROT DI KECAMATAN KERTASARI, KABUPATEN BANDUNG ORGANOCHLORINE INSECTICIDE EXPOSURE EFFECT TO CHANGING SPRAYING FARMERS’S THYROID STIMULATING HORMONE (TSH) LEVEL IN KERTASARI DISTRICT, BANDUNG REGENCY Nurika Maulidiniawati1, Katharina Oginawati2 Program Studi Magister Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung, 40132 Email = [email protected], [email protected] Abstrak: Penggunaan insektisida dalam kegiatan pertanian saat ini sering kali dilakukan oleh para petani untuk mencapai hasil pertanian yang tahan terhadap serangan hama serangga. Salah satu insektisida yang luas dipergunakan di Indonesia adalah insektisida golongan organoklorin. Insektisida organoklorin bersifat persisten baik itu di lingkungan maupun di dalam tubuh makhluk hidup yang terpapar. Paparan jangka panjang insektisida organoklorin akan memberikan dampak perubahan pada kesehatan pada petani penyemprot, salah satunya adalah gangguan pada tiroid. Gangguan pada tiroid ini adalah berupa perubahan pada kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Penelitian ini dilakukan terhadap petani penyemprot berkelamin laki-laki di Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari saat petani melakukan aktivitas penyemprotan insektisida menggunakan pad sampling untuk paparan dermal. Makalah ini memaparkan konsentrasi organoklorin yang memapari petani penyemprot yang kemudian dikonversikan menjadi akumulasi intake untuk melihat faktor yang paling berpengaruh terhadap besar intake yang diterima petani selama menjadi petani penyemprot. Pada makalah ini juga dipaparkan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan kadar TSH petani di dalam darah akibat paparan yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh dan memiliki hubungan yang kuat terhadap peningkatan kadar TSH adalah intake organoklorin jenis lindan yang masuk ke dalam tubuh petani (pr=0,656, sig=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa paparan insektisida organoklorin dapat menimbulkan efek kronis pada kesehatan berupa penyakit hipotiroid pada petani penyemprot. Kata kunci: insektisida, organoklorin, paparan dermal, intake, Thyroid Stimulating Hormone Abstract: The use of insecticides in agriculture is now often done by farmers to achieve sustainable agriculture against insect pests. One insecticide widely used in Indonesia is a class of organochlorine insecticides. Organochlorine insecticides are persistent both in the environment and in the bodies of living things are exposed. Long term exposure to organochlorine insecticides will have an impact on the health changes on sprayer farmers, one of which is a thyroid disorder. Thyroid disorder is in the form of changes in the levels of Thyroid Stimulating Hormone (TSH). This research was conducted on spraying farmers in Kertasari district, Bandung regency. Sampling was taken in the morning when farmers do insecticide spraying activity using pad sampling to check dermal exposure. This paper describes organochlorine concentration which exposes spraying farmers and then converted to the accumulation of the intake to see which factors most affect intake that is received by farmers during spraying. This paper also described the factors that can affect TSH levels in the farmers blood due to organochlorine exposure that occur continuously in the long term. Obtained from the processing of the data that the most influential factor and the factor that has a strong relationship to the increasing of TSH levels was lindane intake that enters into the body of the farmers (pr = 0.656, sig = 0.000). This means that exposure of organochlorine insecticides can cause chronic effects such as hypothyroid disease on spraying farmers. Keywords: insecticide, organochlorine, dermal exposure, intake, Thyroid Stimulating Hormone 7-1 PENDAHULUAN Menurut Soemirat (2003), insektisida dapat diartikan sebagai pembunuh hama yang dikhususkan pada serangga. Jenis insektisida beragam sesuai dengan bahan aktif yang dikandungnya, seperti jenis organofosfat, organoklorin, karbamat, dan pyretroid. Insektisida organoklorin adalah jenis insektisida yang sangat persisten di lingkungan sehingga pemakaiannya sudah banyak dilarang. Penelitian yang dilakukan oleh Van Hoi, et al. (2009) menyebutkan bahwa ditemukan banyak sekali dampak negatif yang diberikan pestisida termasuk insektisida golongan organoklorin bukan hanya kepada lingkungan tetapi juga terhadap kesehatan masyarakat di sekitar area pertanian sehingga melalui penelitiannya penggunaan pestisida di Vietnam dilarang penggunaannya oleh pemerintah Vietnam. Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuchler (1996) yang menemukan bahwa sumber residu pestisida ditemukan dengan konsentrasi terbesar justru dari daerah bekas pertanian setelah menggunakan pestisida. hal ini menunjukkan akumulasi pestisida di lingkungan akibat sifat persistennya. Sebuah studi di Zambia, Africa menunjukkan bahaya penggunaan pestisida yang bukan hanya terhadap lingkungan tapi juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan manajemen suatu pemerintahan negara berkembang, sehingga perlu dibuat suatu peraturan tegas dan bersifat internasional untuk mengurangi resiko bahaya pestisida di suatu daerah (Gilbreath, et al., 2000). Insektisida organoklorin merupakan senyawa organik yang bersifat lipofilik sehingga mudah sekali untuk meresap melalui kulit yang terpapar dan terakumulasi di jaringan lemak di bawah kulit. Insektisida organoklorin juga dikenal sebagai hormone disruptor, yang artinya pengganggu fungsi kerja sistem penghasil hormon di dalam tubuh. Organoklorin akan mengganggu fungsi kerja suatu hormon tertentu sehingga menimbulkan efek penurunan kesehatan manusia yang terpapar. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara riwayat paparan oleh pestisida golongan organoklorin dengan gangguan fungsi tiroid. Penelitian Nagayama, et al. (2004) membuktikan bahwa riwayat paparan terhadap pestisida organoklorin pada ibu hamil merupakan faktor risiko terjadinya hipotiroidisme kongenital. Penelitian yang dilakukan oleh Freire et al. (2011) menyebutkan bahwa pajanan organoklorin pada tubuh laki-laki menunjukkan hasil adanya peningkatan kadar TSH dalam darah. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Meeker (2011) dan McKinlay et al. (2008) yang menyatakan bahwa pengaruh insektidisida organoklorin di dalam tubuh manusia yang terpajan berupa gangguan sistem kerja kelenjar tiroid. Kedua penelitian ini menggunakan data pengukuran kadar TSH dalam darah yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar TSH yang menyebabkan penurunan kadar T3 dan T4. Kecamatan Kertasari adalah salah satu daerah pertanian dimana sebagian besar penduduk di kecamatan ini berprofesi sebagai petani. Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa petani di Kecamatan Kertasari masih menggunakan insektisida jenis organoklorin dengan cara disemprot. Petani di daerah ini melakukan aktivitas penyemprotan sering kali tidak menggunakan alat pelindung diri, sama halnya seperti yang disebutkan oleh Oginawati (2005) bahwa banyak petani yang menggunakan insektisida dengan cara disemprot dan seringkali tidak menggunakan alat pelindung diri. Hal ini memperbesar peluang terjadinya pajanan insektisida organoklorin pada petani penyemprot. Pemilihan jenis insektisida, perlakuan dalam pencampuran beberapa jenis insektisida dan penyemprotan yang tidak menggunakan alat pelindung diri serta kebiasaan selama penyemprotan menjadi faktor yang mempengaruhi kadar paparan 7-2 insektisida organoklorin terhadap kesehatan petani penyemprot. Penentuan faktorfaktor yang memungkinkan dapat mempengaruhi besarnya dampak dari pestisida penting untuk diperhatikan untuk mendapatkan hubungan yang nyata antar konsentrasi paparan pestisida dengan dampaknya termasuk pada manusia sehingga dapat ditemukan solusi pencegahan dampak (Greitens, et al., 2007). Pengukuran paparan organoklorin akan dilihat pada kulit menggunakan pad yang kemudian dlakukan penghitungan intake harian setiap sampel. Pengukuran kesehatan petani penyemprot akan dilihat dari gejala-gejala gangguan tiroid yang dapat ditandai dengan perubahan kadar TSH di dalam darah. Pemilihan kadar TSH sebagai indikator keracunan organoklorin dikarenakan TSH bekerja spesifik dalam mempengaruhi kelenjar tiroid dalam mengeluarkan hormon-hormon tiroid sehingga menunjukkan secara pasti adanya perubahan fungsi tiroid yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain di dalam tubuh. METODOLOGI Penelitian dilakukan di 3 desa di Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Desa yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah desa Cibeureum, Tarumajaya, dan Sukapura. Lokasi penelitian dipilih nerdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Lokasi penelitian merupakan lokasi yang dikenal sebagai daerah pertanian palawija di Kabupaten Bandung. 2. Alokasi lahan 3 desa tersebut didominasi oleh pertanian palawija. 3. Hampir seluruh penduduk di lokasi penelitian berprofesi sebagai petani palawija dan telah melakukan aktivitas penyemprotan dalam waktu yang lama. 4. Petani di lokasi penelitian melakukan penyemprotan insektisida organoklorin. 5. Ketiga Lokasi tersebut dapat dijangkau karena tersedianya akses jalan. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penduduk terpapar yang digunakan adalah populasi petani penyemprot berjenis kelamin laki-laki di kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Sampel dipisah kan berdasarkan kelompok lamanya bertani yaitu 1-10 tahun, 11-20 tahun, dan di atas 20 tahun. Jumlah sampel yang dipilih untuk pengukuran paparan dan dampak kesehatan dihitung berdasarkan asumsi kenormalan data dan diambil secara acak agar bisa dilakukan analisis statistik selanjutnya. Parameter Parameter yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari konsentrasi paparan insektisida organoklorin pada kulit petani penyemprot serta kadar TSH dalam darah petani penyemprot yang dibandingkan dengan kadar TSH petani kontrol yang tidak terpapar. Pengukuran konsentrasi paparan insektisisda organoklorin di kulit petani penyemprot dilakukan dengan analisis gas kromatografi. Sampel ini diambil menggunakan pad yang terbuat dari kertas kromatografi untuk paparan kulit selama petani penyemprot melakukan aktivitas penyemprotan insektisida. Analisis Paparan Analisis paparan terdiri dari kegiatan pengukuran paparan insektisida organoklorin pada kulit petani penyemprot. Pengukuran pada paparan kulit menggunakan pad. Pengukuran dilakukan pada pagi hari selama aktivitas penyemprotan berlangsung untuk mendapatkan kondisi nyata dari paparan insektisida organoklorin. Konsentrasi insektisida organoklorin pada pad menunjukkan konsentrasi sebenarnya yang memajani petani. 7-3 Penghitungan Intake Data yang diperoleh dari analisa paparan kemudian digunakan untuk menghitung akumulasi intake yang diterima setiap petani, menggunakan persamaan berdasarkan US EPA (2001): Dermal Absorbed Dose (DAD) = Dimana : DAD DAevent EF ED EV SA ED BW AT (mg/kg-hari) (Persamaan 1) = Dosis Organoklorin yang masuk ke dalam tubuh (mg/kg-hari) = Konsentrasi organoklorin di udara (mg/cm2 tiap sekali penyemprotan) = Frekuensi paparan (hari/tahun) = Durasi paparan (tahun) = Frekuensi pemyemprotan setiap hari (events/hari) = luas permukaan kulit yang tersedia untuk kontak (cm2) = durasi pajanan (jam) = berat badan (kg) = waktu rata-rata (hari) Analisis Kesehatan Petani Setelah perhitungan intake, dilakukan uji kesehatan petani penyemprot dengan cara pengukuran kadar TSH dalam darah. Studi epidemiologi secara cross-sectionaldigunakan dalam penelitian ini untuk melihat efek dari paparan pestisida terhadap kesehatan petani (Khan, et al., 2010). Kadar TSH yang tidak normal menunjukkan kelainan fungsi tiroid. Efek kesehatan yang diberikan insektisida organoklorin bersifat kronis akibat paparan dalam jangka waktu yang lama yang ditandai dengan peningkatan kadar TSH dalam darah. Pengukuran kesehatan ini dilakukan serentak untuk melihat pengaruh lamanya waktu bertani dan pemaparan dengan perubahan kadar TSH yang bersifat kronis. Pemeriksaan kadar TSH dalam darah juga dilakukan pada petani kontrol untuk diperbandingkan dengan sampel yang terpapar. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan sampel dilakukan setiap pagi hari sesuai dengan jadwal aktivitas penyemprotan yang dilakukan oleh petani penyemprot. Penentuan petani yang disampel dilakukan dengan cara menyesuaikan jadwal aktivitas penyemprotan dan memperhitungkan akses menuju lokasi pertanian petani yang disampel. Dilakukan wawancara terhadap petani tersebut agar dapat informasi umur, dan lamanya petani tersebut bertani dan melakukan aktivitas penyemprotan pestisida. Lamanya petani melakukan aktivitas penyemprotan menunjukkan lamanya petani tersebut telah terpapar oleh insektisida organoklorin sehingga membantu dalam pengelompokan petani saat analisis kesehatan efek kronis yang diberikan oleh insektisida organoklorin dikaitkan dengan faktor lamanya paparan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan pad yang ditempelkan pada bagian tubuh petani yang terbuka seperti pada punggung tangan, lengan dan wajah. Insektisida organoklorin yang disemprotkan oleh petani penyemprot akan jatuh mengenai pad dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis menggungan alat Kromatografi Gas. Hasil analisis laboratorium akan berupa konsentrasi paparan 7-4 insektisida organoklorin dalam satuan mg/cm2. Kosentrasi ini kemudian dikonversikan kedalam persamaan intake total untuk mendapatkan nilai konsentrasi organoklorin yang masuk ke dalam tubuh petani penyemprot selama melakukan aktivitas penyemprotan selama menjadi petani penyemprot dalam mg/kg-hari. Hasil analisis laboratorium memberikan konsentrasi untuk tiap jenis organoklorin untuk tiap sampel petani. Ada 7 jenis insektisida organoklorin yang terdeteksi oleh alat ini, yaitu Lindan, Heptaklor, Aldrin, Endosulfan, DDT, Dieldrin, dan Endrin. Besarnya konsentrasi organoklorin yang memapari kulit petani penyemprot dapat dilihat pada Gambar 1. 0.9 0.003 0.8 0.0025 Paparan (mg/cm2) Paparan (mg/cm2) 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.002 0.0015 0.001 0.2 0.0005 0.1 0 0 Lindan Aldrin DDT (a) Lindan dan Aldrin Dieldrin (b) DDT dan Dieldrin 0.12 Paparan (mg/cm2) 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Heptaklor Endosulfan Endrin (c) Heptaklor, Endosulfan dan Endrin Gambar 1. Konsentrasi Paparan Insektisida Organoklorin dari (a) Lindan dan Aldrin, (b) DDT dan Dieldrin, (c) Heptaklor, Endosulfan, dan Endrin. 7-5 Bedasarkan hasil analisis konsentrasi paparan, ditemukan rata-rata bahan aktif yang digunakan oleh petani di Kertasari adalah jenis organoklorin Lindan, Aldrin dan endosulfan. Hal ini dapat dikarenakan adanya kesamaan merek dagang insektisida yang dipakai oleh petani yang mayoritas adalah petani kentang. Konsentrasi paparan tiap sampel bervariasi tergantung dari jenis campuran dan lama paparan saat penyemprotan. Pada jenis organoklorin yang berbahan aktif lindan, konsentrasi tertinggi diberikan oleh sampel 1 sebesar 0,7818 mg/cm2 dan nilai terendah diberikan oleh sampel 29 dan 30 yaitu tidak terdeteksi adanya llindan atau bernialai 0 mg/cm2. Organoklorin berbahan aktif heptaklor memberikan nilai yang kecil pada semua sampel petani penyemprot yaitu nilai tertinggi pada sanpel 7 sebesar 0,021 mg/cm2 dan nilai terendah pada sampel 8 yaitu 0 mg/cm2. Jenis insektisida organoklorin berikutnya yang terlihat memberikan nilai yang cukup besar adalah jenis organoklorin aldrin. Nilai tertinggi konsentrasi aldrin diberikan oleh sampel 3 yaitu sebesar 0,5824 mg/cm2. Sedangkan nilai terendah diberikan oleh sampel 15 dan 21 sebesar 0 mg/cm2. Endosulfan memberikan nilai ketiga sebagai bahan aktif yang banyak digunakan oleh petani penyemprot di Kertasari. Nilai tertinggi konsentrasi endosulfan diberikan oleh sampel 1 sebesar 0,0464 mg/cm2 dan konsentrasi terendah pada sampel 7 yaitu 0,0001 mg/cm2. Untuk organoklorin jenis DDT, hampir semua sampel memberikan nilai 0 dan konsentrasi tertinggi di peroleh dari sampel 13 yaitu 0,0025 mg/cm2. Begitu pula dengan organoklorin jenis dieldrin yang semua sampelnya memberikan nilai sangat kecil dengan nilai terbesarnya pada sampel 3 yaitu 0,0014 mg/cm2 dan nilai terkecil pada sampel 4, 5 dan 14 sebesar 0 mg/cm2. Jenis organoklorin terakhir adalah endrin, hampir semua sampel memberikan nilai konsentrasi endrin yang cukup kecil dengan nilai terbesar pada sampel 9 yang memberikan konsentrasi endrin sebesar 0,1108 mg/cm2 dan nilai terkecil pada sampel 6 yaitu 0 mg/cm2. Konsentrasi paparan yang memapari petani tidak langsung merupakan konsentrasi insektisida organoklorin yang masuk ke dalam tubuh petani. Serangkaian proses farmakokinetik yang dipengaruhi oleh proses adsorpsi dan permeabilitas kulit akan menurunkan nilai paparan yang diterima petani saat masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Oleh karena itu semua konsentrasi paparan pada sampel dikonversikan menjadi nilai intake menggunakan persamaan (1). Nilai intake yang dicari pada penelitian ini adalah nilai akumulasi intake yang didapat petani selama petani tersebut menjadi petani penyemprot. Hal ini dilakukan karena nantinya akan dikaitkan dengan efek yang diberikan oleh organoklorin pada TSH petani yang bersifat subkronis/kronis. Sehingga penting untuk memperkirakan akumulasi intake organoklorin pada petani semasa hidupnya menjadi petani penyemprot. Nilai intake dipengaruhi oleh konsentrasi paparan, lama paparan, banyaknya kegiatan penyemprotan dalam satu hari, frekuensi penyemprotan dalam setahun, luas permukaan kulit terbuka yang diperkirakan terpapar oleh insektisida organoklorin, berat badan sampel, dan durasi paparan pada sampel petani. Nilai intake yang didapat dari persamaan (1) dapat dilihat pada Gambar 2. Semua faktor yang mempengaruhi besar akumulasi intake akan diolah secara statistik untuk melihat faktor mana yang memberikan pengaruh paling besar terhadap besarnya keseluruhan akumulasi intake yang didapat oleh petani selama bekerja sebagai petani penyemprot. Pengolahan statistik menggunakan software SPSS 21.0 dan metode yang digunakan adalah korelasi Pearson. 7-6 120 50000 100 Intake (mg/kg-hari) Intake (mg/kg-hari) 60000 40000 30000 20000 10000 80 60 40 20 0 0 Lindan Aldrin DDT (a) Intake Lindan dan Aldrin Dieldrin (b) Intake DDT dan Dieldrin 3000 Intake (mg/kg-hari) 2500 2000 1500 1000 500 0 Heptaklor Endosulfan Endrin (c) Intake Heptaklor, Endosulfan dan Endrin Gambar 2. Intake Insektisida Organoklorin (a) Lindan dan Aldrin, (b) DDT dan Dieldrin, (c) Heptaklor, Endosulfan dan Endrin. Hasil pengolahan data secara statistik dimaksudkan untuk melihat faktor mana yang paling berpengaruh pada jumlah intake petani penyemprot untuk setiap jenis organoklorin. Hasil pengolahan statistik untuk organoklorin jenis lindan, heptaklor dan aldrin menunjukkan faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai intake adalah konsentrasi paparan dan frekuensi aktivitas penyemprotan dengan nilai korelasi pearson masing-masing secara berurutan untuk lindan sebesar 0,778 dan 0,686, untuk heptaklor 7-7 sebesar 0,770 dan 0,596, dan untuk aldrin sebesar 0,599 dan 0,545 dengan signifikansi di bawah 0,01 atau tingkat kepercayaan lebih dari 99%. Organoklorin jenis endosulfan memberikan hasil yang berbeda dengan lindan, heptaklor dan aldrin. Faktor yang paling berpengaruh terhadap besar intake endosulfan adalah konsentrasi paparan endosulfan dengan nilai korelasi pearson sebesar 0,871. Begitu pula dengan intake organoklorin jenis DDT dan dieldrin yang dipengaruhi hanya oleh konsentrasi paparan dengan nilai korelasi pearson secara berurutan sebesar 0,692 dan 0,492. Ketiga nilai ini juga dalam tingkat kepercayaan di atas 99% atau signifikansi di bawah 0,01. Hasil yang berbeda kembali ditunjukkan oleh organoklorin jenis endrin dimana faktor yang paling berpengaruh adalah konsentrasi paparan endrin dan lama kerja dengan nilai korelasi pearson sebesar 0,443 dan 0,374 dengan nilai signifikansi di bawah 0,01 atau tingkat kepercayaan di atas 99%. Dari ketujuh jenis organoklorin, dapat dilihat bahwa terdapat satu faktor yang paling berpengaruh untuk akumulasi intake semua jenis organoklorin yaitu jumlah konsentrasi paparan insektisida organoklorin yang diperoleh dari sampling saat penyemprotan. Diasumsikan nilai konsentrasi paparan sama untuk setiap kali penyemprotan selama petani berkativitas sebagai petani penyemprot. Hal ini berarti, semakin besar konsentrasi paparan yang mengenai petani penyemprot, maka akan semakin besar jumlah akumulasi intake yang didapat oleh petani penyemprot. Faktorfaktor yang lain seperti lama bekerja, luas kontak maupun frekuensi, meskipun memberikan pengaruh, namun hanya berdampak kecil. Sehingga meski terdapat petani yang bekerja lebih lama dibandingkan petani yang lain, belum tentu mendapat akumulasi intake yang lebih besar, begitu pula dengan faktor yang lainnya. Efek yang ditimbulkan oleh paparan insektisida organoklorin bersifat subkronis atau kronis. Salah satu efek yang ditimbulkan adalah perubahan pada kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Insektisida organoklorin yang mengandung ion klor melakukan aksi kompetitif dengan ion yodium yang berfungsi untuk pembentukan hormon tiroid. Oleh karena ion klor memliki daya ikat yang lebih kuat dibandingkan ion yodium, maka homon tiroid berupa T3 dan T4 tidak dapat terbentuk. Hal ini merangsang hipotalamus untuk mensekresikan TSH berlebih sehingga menyebabkan kadar TSH di dalam darah naik. Hal tersebut merupakan mekanisme otomatis dan pertahanan tubuh untuk menjaga kondisi tubuh dalam keadaan normal. Akan tetapi, pemaparan yang terus menerus lambat laun akan memberatkan mekanisme otomatis tersebut, sehingga meskipun sekresi TSH meningkat, pembentukan hormon tiroid tetap terganggu. Hal ini menyebabkan sekresi TSH yang berlebih akan terjadi terus menerus sehingga kadar TSH di dalam darah akan meningkat. Penurunan hormon tiroid dan peningkatan kadar TSH di dalam darah disebut dengan penyakit hipotiroid. Selain melakukan pengukuran paparan insektisida organoklorin pada petani penyemprot di Kecamatan Kertasari, pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran kadar TSH di dalam darah untuk melihat efek yang ditimbulkan oleh insektisida organoklorin, terutama karena sebagian besar petani penyemprot di Kecamatan kertasari telah melakukan aktivitas penyemprotan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan adanya akumulasi dan gangguan pada sistem hormon tiroidnya. Hasil pengukuran TSH dapat dilihat pada Gambar 3. 7-8 TSH 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Gambar 3. Kadar Thyroid Stimulating Hormone di dalam Darah Petani Penyemprot Kecamatan Kertasari Nilai rujukan kadar TSH di dalam darah untuk laki-laki dewasa adalah 0,354,9. Apabila kadar TSH seseorang di atas nilai 4,9, maka menderita penyakit hipotiroid. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terdapat 3 petani yang memiliki kadar TSH di atas normal. Berdasarkan observasi dan wawancara, memang dapat dilihat gejalagejalan yang dimiliki seseorang yang menderita hipotiroid pada ketiga petani tersebut seperti, tremor, tidak tahan dingin, pembengkakan di beberapa bagian tubuh, cepat lelah dan sering mengantuk yang tidak tertahankan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kadar TSH seseorang. Pada penelitian ini, faktor yang diamati adalah intake insektisida organoklorin yang masuk ke dalam tubuh petani, lama bekerja, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan petani selama menjadi petani penyemprot. Kebiasaan tersebut antara lain adalah kebiasaan tidak memakai alat pelindung diri, makanan dan minuman, kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol, konsumsi obat-obatan serta kebiasaan mencuci dan mandi setelah penyemprotan. Semua faktor tersebut dianalisis secara statistic untuk melihat faktor yang paling berpengaruh dan berapa besar pengaruhnya terhadap perubahan kadar TSH. Dari hasil pengolahan data secara statistik dengan uji korelasi pearson diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kenaikan TSH di dalam darah adalah besar intake paparan organoklorin terutama paparan organoklorin jenis lindan dengan nilai sebesar 0,656 diikuti oleh intake aldrin dan intake heptaklor sebesar 0,513 dan 0,467 dengan tingkat kepercayaan di atas 99%. Pengujian juga dilakukan dengan logistic normal sehingga didapat nilai R2 yang menunjukkan hubungan antara faktor-faktor dengan peningkatan TSH dan didapatkan hasil bahwa hubungan paling kuat berasal dari intake paparan organoklorin terhadap peningkatan TSH. Hal ini berarti semakin besar konsentrasi insektisida organoklorin yang masuk ke dalam tubuh petani maka semakin besar kemungkinan adanya kenaikan kadar TSH di dalam darah yang menimbulkan penyakit hipotiroid. Faktor lama bekerja menunjukkan hubungan dan pengaruh terhadap kenaikan kadar TSH, akan tetapi nilai yang diberikan tidak begitu besar sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun ada pengaruh, faktor lamanya 7-9 petani bekerja sebagai petani penyemprot tidaklah besar. Begitu pula halnya dengan faktor kebiasaan-kebiasaan petani terhadap kadar TSH di dalam darah. KESIMPULAN Insektisida organoklorin merupakan jenis insektisida yang bersifat persisten di lingkungan dan merupakan senyawa organic lipofilik yang mudah masuk dan tersimpan di jaringan lemak bawah kulit. Insektisida organoklorin memberikan efek subkronis/kronis terhadap seseorang yang dipaparinya. Efek kronis yang dilihat pada penelitian ini adalah gangguan pada hormon tiroid berupa peningkatan kadar TSH di dalam darah. Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang paling berpengaruh terhadap besar akumulasi intake di dalam tubuh petani adalah konsentrasi paparan organoklorin dengan nilai 0,778 untuk lindan, 0,770 untuk heptaklor, 0,599 untuk aldrin, 0,871 untuk endosulfan, 0,692 untuk DDT, 0,492 untuk dieldrin dan 0,443 untuk endrin. Faktorfaktor yang mempengaruhi peningkatan kadar TSh yang diteliti adalah besar intake organoklorin, lama bekerja dan kebiasaan. Dari hasil pengolahan data secara statistic diperoleh hasil bahwa hubungan paling kuat dan faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan kadar TSH adalah besar intake yang masuk ke dalam tubuh petani penyemprot terutama intake lindan dengan nilai korelasi sebesar 0,656 dengan tingkat kepercayaan di atas 99%. Hal ini berarti semakin besar intake yang diterima oleh petani, maka semakin besar kemungkinan terjadinya peningkatan kadar TSH di dalam darah. Peningkatan kadar TSH merupakan indikator terjadinya penyakit hipotiroid, sehingga dapat disimpulkan bahwa paparan insektisida organoklorin dapat menimbulkan efek kronis berupa hipotiroid pada petani penyemprot. Daftar Pustaka Freire, C., Jose, M., Fernandez, M., Prada, R. (2011). “Prenatal Exposure to Organochlorine Pesticides and TSH Status in Newborns from Southern Spain.” Science of the Total Environment. Vol. 409: pp 3281-3287. Gilbreath, J., Steinemann, A. (2000). “Commentary: Hazardous Pesticides in Developing Countries: A Case Study of Zambia, Africa”. Environmental Pactice. Vol. 2: pp 311-317. Greitens, T. J., Day, E. (2007). “An Alternative Way to Evaluate The Environmental Effects of Integrated Pest Management: Pesticide Risk Indicators”. Renewable Agriculture and Food Systems. Vol. 22: pp 213-222. Khan, D. A., Hashmi, I., Mahjabeen, W., Naqvi, T.A., (2010). “Monitoring Health Implications of Pesticide Exposure in Factory Workers in Pakistan”. Environ Monit Asses. Vol. 168: pp 231-24. Kuchler, F., Chandran, R., Ralston, K. (1996). “The Linkage between Pesticide Use and Pesticide Residues”. American Journal of Alternative Agriculture. Vol. 1: pp 161-167. McKinlay, R., Plant, J. A., Bell., V. (2008). “Endocrine Disrupting Pesticides: Implication of Risk Assessment.” Environmental International. Vol. 34: pp 168-183. Meeker, J.D., Boas, M. (2011). “Pesticides and Thyroid Hormone.” Encyclopedia of environmental Health. Vol. 9: pp 428-437. Nagayama J, Iida T, Nakagawa R,. (2004). “Condition of Thyroid Hormone System In 10-Month-Old Japanese Infants Perinatally Exposed to Organochlorine Pesticides, Pcbs And Dioxins.” Organohalogen Compounds. Vol. 48: pp 236-239 Oginawati, Katharina. 2005. Analisis Risiko Penggunaan Insektisida Organofosfat terhadap Kesehatan Petani Penyemprot. Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung, Soemirat, Juli. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. US EPA. 2001. Supplemental Guidance for Dermal Risk Assessment. Human Health Evaluation Manual. United States Environmental Protection Agency. Vol. 1: Part E. Van Hoi, P., Mol, Arthur P.J., Oosterveer, P,. Van Den Brink, P. J. (2009). “Pesticide Distribution and Use in Vegetable Production in the Red River Delta of Vietnam”. Renewable Agriculture and Food System. Vol. 24: pp 174-185. 7-10