KERUGIAN SOSIAL PENDUDUKAN KAWASAN PEMUKIMAN PANTAI Heni Suhaeni* _____________________________________________________________________ Abstrak. Kenaikan muka air laut telah mempengaruhi kawasan kota pantai kota yang berada di dataran rendah. Kerusakan dan berkurangnya area kawasan pantai yang diakibatkan kenaikan muka air laut telah teridentifikasi. Dengan kondisi seperti tersebut diatas, Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki kawasan pantai yang cukup luas tampaknya akan mengalami kerugian yang signifikan Dalam tulusan ini akan dibahas mengenai kerugian sosial yang dialami penduduk yang tinggal di kawasan pemukiman pantai. Tujuan tulisan ini adalah mencoba untuk menemu kenali kerugian sosial yang dialami penduduk pemukiman kawasan pantai, dengan cara menguraikan fenomena sosial pada pemukiman kawasan pantai yang tergenang akibat kenaikan muka air laut, sehingga dapat diperkirakan kemungkinan kerugian sosial yang dialami penduduk.. 1. Pendahuluan. Pemanasan global diyakini telah mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang mengancam keberadaan kawasan kota-kota pantai dan dataran rendah di seluruh dunia. Kawasan pantai yang selama ini, menjadi salah satu andalan dan asset dalam setiap pembangunan ekonomi perkotaan mulai menghadapi masalah, seperti garis pantai yang semakin bergeser menjorok ke arah daratan, sehingga gelombang pasang air laut merusak sarana dan prasarana kawasan pantai serta menggenangi bangunan-bangunan yang berderet di atasnya. Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.1101) pulaupulau besar dan kecil mempunyai kawasan pantai yang bila dibentangkan panjangnya mencapai 81.000 km2). Dengan kondisi seperti tersebut diatas, di satu sisi memang telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan penduduknya dimana Indonesia sebagai negara sedang berkembang masih sangat tergantung pada pada sumber daya alam, di sisi lain kawasan pantai ternyata juga menghadapi ancaman rawan teradap genangan kenaikan muka air laut. Kondisi seperti ini pada batas-batas tertentu dapat mengganggu dan menghentikan aktifitas produktif penduduk. Perkiraan luas kerusakan kawasan pantai dan jenis kerusakan yang dialami karena naiknya permukaan air laut juga telah banyak teridentifikasikan, bahkan di forum internasional dampak kenaikan muka air laut telah menjadi issue utama. * Staf Pusat Litbang Permukiman Dalton, Bill., (1995), Indonesia Handbook, Moon Publications Inc, Chico, California, USA. 2) Bappeda Semarang (2001), Laporan Antara, Bappeda Semarang. 1) Penelitian yang dilakukan tahun 2002 ini oleh Puskim Bandung bekerjasama dengan NILIM Jepang mencoba mengidentifikasi kerugian sosial yang dialami penduduk yang bermukiman di kawasan pantai. Penelitian dilakukan di tujuh kawasan pantai, yaitu kawasan pantai kota-kota Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Makassar, dan Banjarmasin. Dalam tulisan ini yang disajikan hanya satu kawasan saja, yaitu kawasan pantai kota Semarang, dengan assumsi bahwa Semarang adalah contoh kasus kawasan pantai yang sangat terpengaruh oleh kenaikan muka air laut. 2. Metodologi. Proses pengumpulan data primer dilakukan melalui metode survey3)., yaitu cara mengumpulkan data secara langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner berstruktur. Kuesioner berstruktur ini dirancang untuk dapat menjaring/merekam kondisi genangan air laut yang dialami penduduk dan hubungannya dengan aktifitas yang terganggu, serta usaha yang dilakukan dalam mengatasi genangan air laut pasang tersebut. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. 3. Lokasi Kawasan Penelitian. Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian dilakukan untuk tujuh kawasan pantai kota-pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Semarang adalah salah satu dari tujuh kota yang diambil sebagai kawasan penelitian. Nama lokasi kawasan penelitian adalah kawasan pantai kelurahan Tanjung Mas (lihat gambar). Kelurahan Tanjung Mas mempunyai kepadatan penduduk rata-rata 1500 jiwa per km2. Dari hasil observasi lapangan pada beberapa area tampak lahan masih kosong dan tergenang, sebagian area lainnya merupakan kawasan perumahan dan permukiman, industri, pegudangan, dan pelabuhan laut. 3). 3). Soejono Hadi (1987), Metode Penelitian, Yayasan Penerbit Universitas Gajah Mada, Yaogyakarta. 4. Fenomena Sosial Kawasan Pantai Kelurahan Tanjung Mas. Berikut ini adalah fenomena sosial penduduk kawasan pantai kelurahan Tanjung Mas yang dapat ditemu kenali untuk menjadi bahasan dalam mengidentifikasi kerugian sosial yang dialami oleh penduduk ketika bangunan-bangunan rumahnya tergenang air sebagai akibat dari kenaikan muka air laut. 4.1. Pekerjaan Penduduk. Seperti diuraikan di atas bahwa kelurahan Tanjung Mas adalah kawasan pemukiman dan perumahan dengan intensitas tinggi karena berada dekat dengan kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan pelabuhan laut. Kawasan di kelurahan Tanjung Mas ini banyak dihuni oleh penduduk yang bekerja, sekitar 78.3% penduduk bekerja sebagai buruh, 6.3% sebagai PNS, 5% sebagai Nelayan, 3.6% sebagai Pedagang, dan 2.8% adalah pensiunan.. Secara rinci dapat dilihat dalam grafik berikut ini. Pekerjaan Penduduk 45.00 40.00 35.00 Prosentase 30.00 25.00 Series1 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 Brh Industri Brh Bang PNS Nelayan 44.05 34.25 6.37 5.05 Pedagan Pensiun Pengang g an kutan 3.63 2.83 Jenis Pekerjaan 2.10 ABRI Peternak Pengusa ha Sedang/ 1.28 0.34 0.09 4.2. Pendidikan. Pada umumnya penduduk kawasan kelurahan Tanjung Mas menamatkan pendidikan formalnya setingkat SD, SLTP, ataupun SMU. Bekal pendidikan yang setingkat SD, SLTP, dan SMU umumnya tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus, sehingga umumnya memang hanya terserap sebagai buruh industri atau buruh bangunan. Jumlah penduduk yang tidak menamatkan SD pun cukup signifikan, mencapai sekitar 31% dari total penduduk. Secara rinci pendidikan penduduk kelurahan Tanjung Mas dapat dilihat dalam grafik berikut dibawah ini. Pendidikan Penduduk 35.00 30.00 Prosentase 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 Univ D3 SMU SLTP SD TT SD Blm SKL Tdk SKL 1.10 1.84 18.39 18.55 17.44 31.41 9.26 2.01 Tingkat Pendidikan 4.3. Jenis bangunan yang ditempati. Secara teoritis, fungsi rumah bagi manusia tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung, tetapi rumah adalah juga sebagai tempat untuk membina dan mengembangkan diri. Rumah juga dapat mencerminkan status sosial4) pemilik atau penghuni rumah di mata masyarakat, contohnya rumah bambu di perkotaan menunjukkan 4) Soejono Soekanto, SH. MA (1977), Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Univ. Indonesia Jakarta strata sosial yang tergolong kelompok sosial rendah, sementara rumah-rumah permanen menunjukkan strata sosial yang tergolong kelompok sosial atas. Di kelurahan Tanjung Mas umumnya penduduk memiliki rumah kayu, atau setengah tembok. Data yang diperoleh dari hasil survey lapangan secara rinci dapat dilihat dalam grafik berikut ini :: 20.00 0.00 10.00 Prosentase 30.00 40.00 Jenis Bangunan Rumah Series1 Permanen Semi Permanen Kayu Bambu 21.24 31.70 37.61 9.44 5. Kondisi Genangan Air. Secara teoritis semakin tinggi, semakin sering, dan semakin lama bangunan ruma-rumah tergenang, maka semakin tinggi beban kerugian yang dialami oleh penduduk. Dari 3 variabel yang mempengaruhi tingkat keparahan genangan dapat dilihat dari hasil berikut ini : 5.1. Lamanya Genangan Air Pasang. Data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa lamanya genangan dalam setiap kali muka air laut naik, 80% responden mengalami genangan air lebih dari 24 jam dalam setahun. Lamanya Genangan 80 70 Prosentase 60 50 40 30 20 10 0 Series1 1-12 Jam 13 - 24 Jam > 24 Jam 11.4 8.6 80 5.2. Tingginya Genangan. Pada umumnya masyarakat mengalami genangan setinggi 50 cm atau 10 cm. Dari hasil survey menunjukkan bahwa 85.7% dari penduduk mengalami genangan air laut pasang masuk ke kapling rumahnya selutut atau sekitar 50 cm. Hanya 14.3% saja yang mengalami genangan air yang masuk ke kapling rumahnya sebatas mata kaki. Genangan air yang masuk rumah responden setinggi lutut, sudah menunjukkan gangguan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, karena ruang gerak menjadi semakin terbatas, dan tidak merasa aman dalam melakukan kegiatan rutin sehingga beberapa aktifitas terpaksa terhenti. Tinggi Genangan 90 80 70 Prosentase 60 50 Series1 40 30 20 10 0 Series1 0 - 10 cm 11 - 50 cm 14.3 85.7 5.3. Frequensi Genangan Dalam satu tahun kawasan perumahan penduduk tergenang kenaikan muka air laut lebih dari 12 kali. Secara detail dijelaskan bahwa genangan akibat muka air laut yang meningkat terjadinya selalu pada musim kemarau, sekitar bulan Juli sampai dengan Nopember dalam setiap tahunnya. Dalam sebulan umumnya terjadi pasang selama 7 – 10 hari. Dalam setiap kali genangan air laut pasang bisa terjadi dua kali, atau 3 kali. Waktu terjadinya tidak menentu, kadang pagi, siang, sore, ataupun malam. Secara matematis barangkali dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel Frequensi dan lama Genangan Dalam 1 Tahun. Hari 7-10 Bulan 4 bln Frequensi 2-3 kali Lama 1 jam Total Waktu 8,5 x 4 x 2.5 x 1 = 72 jam 6. Gangguan kenaikan Muka Air Laut Thd Berbagai Aktifitas Penduduk. Dalam menemu kenali jenis kegiatan yang terganggu atau terhenti karena kenaikan muka air laut dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok, yaitu kegiatan yang produktif, seperti ke sekolah, ke kantor, ke tempat usaha, dan ke tempat ibadah. Kegiatan yang domestik, seperti kegiatan sehari-hari yang dijalani oleh setiap keluarga, seperti makan, minum, masak, mencuci, bermain anak-anak, berkomunikasi atau ngobrol dalam keluarga, dan tidur. Umumnya kenaikan muka air laut yang menggenang rumah sampai setinggi 50 cm telah mengganggu atau mengakibatkan terhentinya kegiatan sehari-hari rumah tangga secara total, hanya kegiatan bermain anak yang sebagian merasa tidak terganggu atau terhenti karena pada umumnya anak-anak, dalam genangan air pun masih dapat menikmati dan bermain. 7. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Sarana dan Prasarana Rumah Tangga. Sementara kenaikan muka air laut yang menggenangi rumah sampai setinggi 50 cm, umumnya telah mengganggu sarana sanitasi ataupun air bersih dalam rumah tangga tersebut. Kondisi ini dapat menghentikan kegiatan domestik rumah tangga. Gangguan Thd Sarana & Prasarana Rumah 100% 90% 80% Prosentase 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Terganggu Kadang2 Sanitasi 97.1 2.9 0 Air Bersih 68.6 20 Tidak Terganggu 11.4 8. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Fasilitas Kawasan. Fasilitas kawasan yang paling dapat dirasakan terganggu saat air laut pasang adalah Jalan Lingkungan dan sekolah. Sementara fasilitas kawasan seperti kantor dinilai tidak terganggu. Gangguan Thd Fasilitas Kawasan 100% 90% 80% Prosentase 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sekolah Puskesmas/RS Jalan Lingkungan Pasar Kantor 82.9 17.1 100 0 60 Kadang2 2.9 0 0 40 2.9 Terganggu 80 0 100 0 14.3 Tidak Terganggu Fasilitas Kawasan 9. Kemungkinan Kerugian Sosial. % terganggu freq > 12 kali tinggi 50 cm lama > 72 jam Usaha produktif. Sekolah Kantor T.Usaha populasi Lama gangguan Per thn >72 jam Satuan Harga effektif Total Kerugian 80 77.1 31.4 K.Klg : Makan Minum Masak Cuci Ngobrol Ibadah Bermain Tidur Sarana RT AB Sanitasi Fasilitas Lingku Jln lingk Sekolah Pasar 10. Kerugian Sosial Lain yang tidak terukur. Dari contoh kasus Semarang, ada beberapa kerugian sosial lain yang tidak terukur, contohnya : Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk meninggikan lantai secara terus menerus setiap 2-3 tahun. Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyambung dinding dan atap rumah setiap 10-15 tahun. Secara finansial harus mengganti perabot rumah tangga, seperti lemari harus beli setiap 2-3 tahun sekali. Waktu terbuang untuk sesuatu yang tidak pernah selesai, dan tidak pasti sampai kapan akan berakhir, yang seharusnya dapat dipergunakan untuk sesuatu yang produktif. Merasa “ngontrak” di rumah sendiri (sense of belongingness hilang, tidak ada privacy). Secara psikis penduduk menderita kelelahan dan kecemasan yang berkepanjangan untuk sesuatu yang tidak jelas / tidak pasti Sikap hidup cenderung keras Kerugian pasca genangan. Kesimpulan. Kerugian sosial tidak hanya dialami oleh penduduk semata, tetapi juga dialami oleh pengelola kota. Implikasi kerugian sosial penduduk terhadap biaya pengelolaan kota akan semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya kenaikan muka air laut, apabila masalah tersebut tidak dicemati dari sekarang. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang pengukuran kerugian dengan unit analisis skala kawasan area yang tergenang dengan metode cost benefit analysis, sebagai masukan bagi pengelola kota, sehingga pengelola kota dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk masyarakatnya.