Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Gagasan Penghematan Bahan Bakar pada Kompor Gas Prinsip dari alat penghemat gas pada tugas akhir ini merupakan pengembangan dari tugas akhir yang sebelumnya sudah pernah dilaksanakan. Dari hasil pengamatan aliran gas hasil pembakaran, tercipta suatu ide untuk melakukan penghematan dengan menempatkan gas panas yang tersebar itu ke daerah dekat dinding panci sehingga energi dari gas hasil pembakaran dapat lebih banyak diserap oleh panci yang selanjutnya diserap oleh air. Jadi, teknik penghematan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pengumpul aliran gas agar gas hasil pembakaran dapat mengalir di sekitar permukaan luar panci dan memberikan energinya secara maksimum. Gambar 2.1 Sebaran udara panas Gambar 2.2 Aliran udara panas yang dibimbing selubung Dengan menggunakan alat bantu memasak berupa selubung di sekitar panci dan dengan pemilihan ukuran yang baik, diharapkan proses pembakaran bahan bakar dapat terjadi dengan sempurna dan aliran gas hasil pembakaran akan terkumpul di seluruh permukaan dinding panci seperti terlihat pada Gambar 2.2. Diperkirakan dengan usaha ini, energi bahan bakar yang dapat dimanfaatkan untuk pemanasan air menjadi lebih besar daripada jika tidak menggunakan selubung. Pada penelitian sebelumnya, untuk mendesain alat penghemat gas ini sudah ditentukan dimensi dari kompor dan alat memasaknya yaitu sebuah panci yang dimensinya sudah ditentukan. Sedangkan pada tugas akhir ini difokuskan untuk dapat mengembangkan desain yang lebih rigid dan menarik untuk dipakai pada masyarakat luas. Usaha penghematan bahan bakar akan diterapkan pada proses pemanasan air dalam panci. Selain karena kegiatan ini adalah kegiatan yang paling sering dilakukan dalam rumah tangga, pemanasan air merupakan hal yang paling mudah dan praktis dilakukan dalam pembuatan tugas akhir ini mengingat untuk memperoleh desain alat bantu yang paling efisien perlu dilakukan percobaan berkali-kali. Bila diamati, proses pemanasan air cukup mudah untuk dipahami. Gas pembakaran yang keluar dari kompor akan memanasi bagian dasar dari panci dan juga sebagian dari dinding panci bagian bawah. Gas-gas hasil pembakaran tersebut mulai menyebar menjauhi dinding panci sehingga dinding panci bagian atas kurang tersentuh oleh gas-gas tersebut, padahal gas hasil pembakaran tersebut masih bertemperatur tinggi. 2.2 Teori Dasar Untuk dapat memahami apa yang terjadi pada proses memanaskan air serta efeknya dalam menggunakan selubung, maka hal yang pertama dilakukan adalah menentukan sistem. 2.2.1 Sistem Pemanasan Air tanpa Selubung Diagram: E loss E loss E loss E loss E loss E stored E generated E loss Sumber energi Gambar 2.3 Model sistem massa atur tanpa selubung Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa sumber energi yang masuk ke dalam sistem berasal dari api kompor. Energi tersimpan di air dalam bentuk kenaikan temperatur air, begitu pula energi yang tersimpan di panci dalam bentuk kenaikan temperatur panci. Namun karena massa panci relatif kecil dibanding massa air dan kapasitas panas jenis spesifik panci yang berbahan alumunium relatif rendah dibanding kapasitas panas jenis spesifik air, maka energi yang diserap di panci relatif kecil dibanding energi yang diserap air. Oleh karena itu, energi yang diserap panci dapat diabaikan dalam perhitungan. Energi yang keluar dari sistem adalah energi yang terbuang ke lingkungan baik dari air, panci, maupun energi dari api yang belum sempat berpindah ke air atau panci. Sebuah asumsi perlu dinyatakan agar neraca energi dapat dibuat yaitu bahwa energi yang dibangkitkan api dianggap seluruhnya masuk ke dalam sistem, baru kemudian energi akan keluar dari sistem sebagai rugi-rugi energi. Ada dua bentuk sistem termodinamika yaitu sistem tertutup atau sistem massa atur, dan sistem terbuka atau sistem volume atur. Pada sistem massa atur, energi melewati batas sistem sedangkan massa tidak melewati batas sistem. Energi yang berpindah dalam bentuk panas atau kerja. Energi dapat berpindah masuk ke dalam sistem maupun berpindah keluar dari sistem. Pada sistem volume atur, selain energi, massa juga melewati batas sistem. Dengan adanya massa yang melewati batas sistem, energi juga turut mengalir melewati batas sistem yaitu energi aliran. Pada sistem memanaskan air dalam panci, tidak ada massa yang melewati batas sistem sehingga sistem dapat dianggap sistem tertutup atau massa atur. Permasalahan termodinamika sistem tertutup cukup diselesaikan dengan melakukan neraca energi. Pada proses memanaskan air, neraca energi dievaluasi pada keadaan belum memanaskan air terhadap keadaan sesudah memanaskan air. Neraca energi untuk sistem tertutup adalah: ∆EK + ∆EP + ∆U = Q − W (2.1) dimana: ∆EK adalah perubahan energi kinetik ∆EP adalah perubahan energi potensial ∆U adalah perubahan energi dalam Q adalah energi yang melewati batas sistem dalam bentuk panas W adalah energi yang melewati batas sistem dalam bentuk kerja Dalam persamaan 2.1 notasi W dapat dihilangkan karena pada sistem tidak ada kerja masuk maupun keluar. Dengan mengabaikan perubahan energi kinetik maupun energi potensial, maka persamaan 2.1 dapat lebih disederhanakan menjadi: ∆U = Q (2.2) Energi panas Q adalah energi masuk Egas dan energi keluar Eloss. ∆U adalah perubahan energi dalam yang ditandai dengan naiknya temperatur air. 2.2.2 Sistem Pemanasan Air dengan Selubung E loss E loss E in E loss E stored E loss E in E generated E loss E loss Sumber energi Gambar 2.4 Model sistem massa atur dengan selubung Pemanasan air menggunakan selubung seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 memungkinkan lebih banyak energi masuk melalui sisi panci. Hal ini terjadi karena udara panas diarahkan oleh selubung untuk lebih merapat ke dinding panci. 2.3 Hubungan Sifat Termodinamika Dalam mengevaluasi sifat-sifat termodinamika, asumsi-asumsi dapat diterapkan untuk mempermudah perhitungan. Asumsi ditentukan sesuai dengan keadaan sistem yang sedang dianalisis. Asumsi-asumsi yang sering muncul dalam permasalahan termodinamika antara lain model zat inkompresibel dan model gas ideal. Asumsi zat inkompresibel biasanya berlaku untuk sistem yang berupa benda cair atau benda padat. Sifat termodinamika benda cair dan benda padat hanya berubah sedikit terhadap perbedaan tekanan. Dengan demikian, perubahan sifat termodinamika benda cair dan benda padat akibat perubahan tekanan dapat diabaikan terhadap perubahan sifat termodinamika akibat perubahan temperatur. Asumsi zat inkompresibel seringkali juga menyatakan bahwa volume spesifik tidak berubah dan energi dalam hanya bergantung pada temperatur. Istilah kapasitas panas jenis spesifik diperkenalkan untuk memudahkan perhitungan pada model zat inkompresibel maupun model gas ideal (Moran:2000). Kapasitas panas jenis spesifik didefinisikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: cv (T ) = c p (T ) = ∂u ∂T ∂h ∂T (2.3) v (2.4) p Huruf v dan p menandakan bahwa penurunan dilakukan dengan menganggap v atau p sebagai sebuah konstanta. Khusus untuk zat inkompresibel, karena ada asumsi volume spesifik konstan, maka turunan entalpi terhadap temperatur dengan menganggap p konstanta akan menjadi du/dT. Dengan demikian, pada zat inkompresibel tidak ada perbedaan nilai antara cp maupun cv, atau cp = cv = c Air adalah zat inkompresibel. sehingga ∆U dapat didekati dengan mH2O.cH2O.(T2T1). Setelah mengidentifikasi variabel ∆U dan Q, persamaan 2.2 berubah menjadi: m H 2O ⋅ c H 2O ⋅ (T2 − T1 ) = E gas − Eloss (2.5) Egas adalah massa gas yang digunakan dikali LHV gas tersebut (pers. 2.6). E gas = mgas ⋅ LHV (2.6) Dengan menukarkan sisi kiri pada persamaan 2.5 dengan Eloss yang ada di sisi kanan serta mensubtitusikan Egas dengan persamaan 2.6, maka persamaan 2.5 menjadi: E loss = m gas ⋅ LHV − m H 2O ⋅ c H 2O ⋅ (T2 − T1 ) (2.7) Kapasitas panas jenis spesifik untuk air adalah 4,2 kJ/kg.K. LHV untuk butana (C4H10) adalah 45720 kJ/kg. 2.4 Perhitungan Efisiensi Efisiensi berdasarkan sistem yang telah digambarkan diatas adalah perbandingan antara banyaknya energi yang diserap air terhadap banyaknya energi bahan bakar yang digunakan. η= Estored E generated (2.8) dimana “energi yang diserap air” diperoleh dari rumus: E stored = mH 2O .c pH 2O .∆T (2.9) dan “energi bahan bakar yang digunakan” diperoleh dari rumus: E generated = m gas .LHV (2.10) sehingga efisiensi memasak diperoleh dengan menghitung: η= mH 2O .c pH O .∆T 2 mgas .LHV (2.11) Pada dasarnya jumlah bahan bakar gas yang digunakan untuk satu kali pengujian adalah sekitar 20-40 gram. Agar diperoleh data dengan kesalahan jauh dari 1% maka diperlukan suatu alat ukur yang memiliki skala terkecil 0.1 gram. Kompor standar memiliki tabung gas dengan berat sebesar ± 20 kg. Oleh karena itu muncul kesulitan dalam hal alat ukur yang memiliki kapasitas diatas 20 kg dan skala terkecil 0.1 gram. Sehingga diperlukan alat ukur yang memiliki kecermatan relatif tinggi dalam selang yang cukup besar untuk dapat menghitung efisiensi berdasarkan laju aliran bahan bakar yang terjadi. Selain itu perhitungan efisiensi juga dilakukan dengan menghitung waktu pemanasan air. 2.5 Data Hasil Percobaan pada Tugas Akhir Sebelumnya Data hasil percobaan sebelumnya ditampilkan untuk bisa dibandingkan hasilnya dengan percobaan kali ini. Sehingga dengan perbandingan ini diharapkan bisa dipakai sebagai acuan dalam pembuatan alat penghemat bahan bakar gas. Dari hasil percobaan pada tugas akhir sebelumnya tanpa menggunakan selubung, efisiensi memanaskan air menggunakan kompor portable berkisar antara 39% hingga 50% (Tabel 2.1). Dengan kata lain, 50% dari energi yang dihasilkan bahan bakar tidak digunakan untuk kebutuhan yang kita inginkan. Tabel 2.1 Efisiensi memasak cara konvensional Jika dibandingkan terhadap kompor portable, kompor standar memiliki efisiensi yang lebih rendah. Kompor portable dikatakan memiliki efisiensi cukup tinggi karena berdasarkan percobaan, udara panas mengalir mengikuti profil panci dan panasnya tidak menyebar sebagaimana ditemukan pada kompor standar. Selain itu, pemanfaatan selubung pada kompor portable tidak dapat menaikkan efisiensi setinggi yang dapat dilakukan pada kompor standar. 2.5.1 Pemanasan Air pada Kompor Gas Portable Meskipun temperatur air saat menyalakan dan mematikan kompor sudah ditentukan, pada prakteknya ada kesulitan mendapatkan temperatur awal yang sama, dan kesulitan mencatat waktu maupun menghentikan kompor tepat pada temperaturnya yang ditentukan. Supaya temperatur awal air sama pada setiap pengujian, maka temperatur awal air yang relatif rendah perlu dipanaskan. Namun karena pemakaian bahan bakar diambil sebagai data, maka usaha menaikkan temperatur awal tidak dapat dilakukan dengan cara menyalakan kompor. Beberapa jalan keluarnya adalah dengan cara menyimpan sejumlah air yang cukup banyak, misalnya dalam bak, sehingga air untuk pengujian selalu bertemperatur awal sama karena diambil dari bak yang sama. Cara lain adalah memanaskan air menggunakan heater. Meski demikian, mematikan heater tepat pada temperatur tertentu bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, diambil sebuah tolak ukur baru yaitu kenaikan temperatur satu kilogram air per gram bahan bakar. Ukuran itu secara definisi adalah mereaksikan satu gram bahan bakar untuk memanaskan satu kilogram air lalu mencatat kenaikan temperatur satu kilogram air tersebut. Secara praktek, nilai ini bisa didapat dengan cara mengalikan massa air dengan selisih temperatur akhir dan temperatur awal lalu membaginya dengan jumlah gas yang digunakan. m kenaikan temperatur 1kg air / gram bb = H2O [kg] x Takhir - Tawal mgas [gram] (2.12) Data hasil pengujian menggunakan kompor portable beserta variasi selubungnya telah ditabelkan dalam percobaan tugas akhir tahun lalu. Di bawah ini akan diperlihatkan diagram batang kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar. Kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar panci dia.16 cm; air 1L (kompor portable) 6.00 5.50 non selubung 23-23 5.00 20-20 20-23 4.50 4.00 percobaan Semakin tinggi semakin baik Gambar 2.5 Diagram batang jenis selubung vs kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar (panci dia. 16 cm, air 1 L, kompor portable) Kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar panci dia. 16 cm; air 0.8L (kompor portable) 6.00 6.00 5.50 5.50 non selubung non selubung 18-23 18-25 5.00 18-25 17-20 5.00 4.50 4.50 4.00 4.00 hingga mendidih hingga 85 C Semakin tinggi semakin baik Gambar 2.6 Diagram batang jenis selubung vs kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar (panci dia. 16 cm, air 0.8 L, kompor portable) Kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar (kompor portable) panci dia. 20 cm; air 1.2L 6.00 5.53 5.48 5.00 4.25 4.00 non Selubung 3.00 net saver 2.00 23-23 1.00 0.00 percobaan Semakin tinggi semakin baik Gambar 2.7 Diagram batang jenis selubung vs kenaikan temperatur 1 kg air per gram bahan bakar (panci dia. 20 cm, air 1.2 L, kompor portable) 2.5.2 Pemanasan Air pada Kompor Gas Standar Pada pengujian menggunakan kompor standar, analisis efisiensi diambil dalam bentuk penghematan waktu. Pendekatan ini dapat dianggap benar apabila laju massa bahan bakar selalu konstan. Anggapan laju massa bahan bakar konstan diambil dari data percobaan menggunakan kompor portable. Kesimpulan yang diambil dari data kompor portable ini digeneralisasikan untuk kompor standar. Waktu pemanasan untuk panci dia. 16cm, air 1.5L (kompor standar) 350 no selubung 300 23-23 20-23 waktu (s) 250 18-23 200 20-25 150 22-25 17-20 100 23-20 50 0 T = 35oC T = 55oC semakin pendek semakin baik Gambar 2.8 Diagram batang jenis selubung vs waktu (panci dia.16 cm, air 1.5 L, kompor standar) Tabel 2.2 Waktu pemanasan tiap jenis selubung (panci dia. 16 cm, air 1.5L, kompor standar) Waktu pemanasan untuk panci dia. 20 cm; air 1.5L (kompor standar) 300 waktu (s) 250 no selubung 200 netsaver 23-23 150 22-25 100 50 0 o T = 35 C o T = 55 C Gambar 2.9 Diagram batang jenis selubung vs waktu (panci dia.20 cm, air 1.5 L, kompor standar) Tabel 2.3 Waktu pemanasan tiap jenis selubung (panci dia. 20 cm, air 1.5L, kompor standar) 2.6 Simulasi dengan Perangkat Lunak Fluent 2.6.1 Pemodelan Simulasi diawali dengan menggambar model berdasarkan data geometri kompor, panci, dan selubung hasil desain. Model yang digunakan dalam simulasi numerik ini adalah model 2 dimensi. Pemodelan ini dilakukan secara bertahap yaitu dimulai dengan pendefinisian titik, dari titik-titik yang ada didefinisikan sebagai garis, hingga akhirnya menjadi suatu bidang. Setelah diperoleh model, dilakukan disktitisasi pada bidang tersebut (meshing). Pembentukan mesh ini akan berpengaruh terhadap keakuratan perhitungan simulasi dinamika fluida, sehingga proses meshing harus dilakukan secara tepat dan benar. 2.6.2 Simulasi Numerik Metode numerik elemen hingga banyak digunakan untuk mempermudah proses perhitungan dan aplikasi yang rumit untuk diselesaikan secara analitis. Metode ini bercirikan adanya pembagian bidang atau volume sistem, baik pada massa atur maupun volume atur, menjadi volume kecil yang disebut yang disebut mesh atau grid. Setiap bidang atau volume kecil memiliki sejumlah nodal tempat menerapkan persamaan-persamaan. Semakin halus meshing, maka hasil yang diperoleh akan semakin detail dan akurat. Dengan metode ini akan memberikan peluang penyederhanaan persamaan analitis yang rumit menjadi persaman aljabar yang eksak. Penyelesaian dengan metode analitik yang menghasilkan penyelesaian eksak sulit diterapkan. Untuk menyelesaikannya digunakan metode numerik, yaitu metode perhitungan aproksimasi persamaan diferensial dengan persamaan aritmatika biasa (persamaan diskrit) yang dapat dipecahkan dan menghasilkan penyelesaian aproksimasi pada titik-titik diskrit. Gambar 2.10 Aliran fluida pada suatu elemen kecil Gambar 2.10 memberikan ilustrasi penerapan persamaan kontinuitas pada suatu elemen kecil volume (infinitesimal volume). Laju massa masuk diwakili oleh V1 dan dan laju massa keluar diwakili oleh V2, masing-masing terdiri dari komponen arah x dan arah y , u, dan v. Persamaan kontinuitas dua dimensi adalah: ∂ρ ∂ ∂ + (ρ • u) + ( ρ • v ) = Sm ∂t ∂x ∂y (2.13) Untuk aliran stasioner dan bila tidak ada mass source, Sm, persamaan (2.13) tersebut menjadi : ∂ρ ∂ ∂ + (ρ • u) + (ρ •v) = 0 ∂t ∂x ∂y (2.14) Dengan mengasumsikan densitas fluida konstan, nilai ∆x dan ∆y ditentukan dan berlaku untuk semua volume yang sangat kecil, sehingga ∂u dan ∂v menjadi ∆u dan ∆v, persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan aljabar (2.15). ∆u ∆v + =0 ∆x ∆y (2.15) Apabila persamaan (2.15) diuraikan terhadap komponen-komponennya, maka akan diperoleh persamaan: u 2 − u1 v 2 − v 1 + =0 ∆x ∆y Persamaan (2.16) (2.16) diselesaikan bersama-sama dengan persamaan- persamaan kekekalan energi, kekekalan momentum, spesies transport, turbulensi dan persamaan lain secara simultan. Dengan menerapkan kondisi batas pada persamaan-persamaan tersebut akan didapatkan solusi akhir. 2.6.3 Persamaan Dasar pada Simulasi Fluent Persamaan dasar yang digunakan untuk menyimulasikan aliran udara dan interaksi partikel air dengan udara pada proses pendinginan adalah: a. Persamaan kekekalan massa (kontinuitas) b. Persamaan kekekalan momentum c. Persamaan kekekalan energi 2.6.3.1 Persamaan Kontinuitas Persamaan kontinuitas berdasarkan persamaan (2.15) yang diterapkan Fluent dalam arah i adalah : ∂ ∂ρ ( ρui ) = Sm + ∂t ∂xi (2.17) Persamaan di atas adalah bentuk umum persamaan kontinuitas yang diterapkan Fluent untuk aliran inkompresibel maupun kompresibel. Sm adalah mass source dari fasa diskrit, ataupun reaksi spesies. Interaksi massa, momentum, dan energi fasa kontinu dengan fasa diskrit dijelaskan dalam Gambar 2.11. Fluent menyertakan perhitungan perpindahan massa, momentum, dan energi dari fasa diskrit ke fasa kontinu setiap kali tracking lintasan partikel melewati volume atur (grid). Perubahan-perubahan ini dievaluasi pada sisi masuk dan sisi keluar volume atur yang dilalui lintasan partikel, dan dimasukkan pada suku Sm persamaan (2.17). LINTASAN PARTIKEL GRID VOLUME ATUR Gambar 2.11 Diagram simulasi transfer massa, momentum, dan energi fasa diskrit dengan fasa kontinu. Lintasan partikel digambarkan melewati satu volume atur, grid, yang dibatasi dengan garis putus-putus. 2.6.3.2 Persamaan Kekekalan Momentum Persamaan umum kekekalan momentum dalam arah i untuk fasa kontinu diberikan dalam persamaan (2.18) ∂p ∂τ ij ∂ ∂ + ( ρu i ) + + ρg i + Fi ρu i u j = − ∂x i ∂x j ∂x j ∂t ( ) (2.18) Dengan p adalah tekanan statis, τij adalah tensor tegangan geser, ρgi dan Fi adalah pengaruh gaya gravitasi dan gaya eksternal. Tensor tegangan geser dapat dinyatakan dengan persamaan : ⎛ ∂u ∂u j τ ij = µ⎜ i + ⎜ ∂x j ∂x i ⎝ ⎞ 2 ⎛ ∂u k ⎟ − µ⎜ ⎟ 3 ⎜ ∂x k ⎝ ⎠ ⎞ ⎟⎟δ ij ⎠ (2.19) 2.6.3.3 Persamaan Kekekalan Energi Persamaan umum kekekalan energi dapat dirumuskan sebagai berikut : ⎛ ∂ ∂ [u i (ρE + p )] = ∂ ⎜⎜ k eff ∂T − ( ρE ) + ∂t ∂x i ∂x i ∂x i ⎝ ∑h J j j j ⎞ + u j ( τ ij )eff ⎟ + S h ⎟ ⎠ 2.20) Dimana keff adalah konduktivitas panas efektif ( ≈ k+kf, dengan kf adalah konduktivitas termal turbulen), Jj adalah fluks difusi spesies, tiga suku di ruas kiri persamaan (2.20) mewakili perpindahan panas konduksi, difusi spesies, dan disipasi viskos. Suku Sh adalah sumber energi yang dapat berasal dari reaksi, radiasi, perpindahan panas antara fasa kontinu dengan fasa diskrit dan fluks energi. Pengaruh energi potensial dan kinetik diwakili oleh E pada ruas kiri suku kedua. Suku kedua ruas kanan kanan, yaitu disipasi viskos, diabaikan karena terlalu kecil pengaruhnya apabila dibandingkan dengan suku-suku yang lain, sehingga persamaan (2.20) menjadi : ⎛ ∂ ∂ [u i (ρE + p )] = ∂ ⎜⎜ k eff ∂T − ( ρE ) + ∂t ∂x i ∂x i ∂x i ⎝ ∑h J j j j ⎞ ⎟+S h ⎟ ⎠ (2.21) 2.6.4 Kondisi Batas 2.6.4.1 Dinding (Wall) Kondisi batas dinding diterapkan ke semua permukaan fluida. Persamaan persamaan yang berlaku adalah persamaan perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi secara berurutan diberikan oleh persamaan : qk = k ⋅ A ⋅ (Tw − Ts ) ∆x (2.22) q h = h ⋅ A ⋅ (Tw − Ts ) (2.23) q r = ε ext ⋅ σ ⋅ (T∞4 − Tw4 ) (2.24) Nilai masukan yang diperlukan oleh Fluent adalah konduktivitas termal dinding, koefisien perpindahan panas konveksi, dan emisivitas dinding luar. 2.6.4.2 Pressure Outlet Penggunaan pressure outlet berlaku untuk aliran kompresibel. Input yang diperlukan adalah komposisi gas keluaran, energi kinetik turbulen, laju disipasi turbulen dan temperatur keluar gas. Penggunaan kondisi batas ini mempermudah simulasi karena kita tidak perlu menentukan besar tekanan udara pada sisi keluar. 2.6.4.3 Mass Flow Inlet Kondisi batas ini dipergunakan untuk semua masukan gas. Fluent akan menentukan besar kecepatan tiap nodal dengan membagi laju massa dengan massa jenis dan luas penampang setiap cell. Input untuk kondisi batas ini adalah komposisi massa gas masuk, temperatur masuk, energi kinetik turbulen, laju disipasi turbulensi, dan temperatur radiasi batas. Bab III Rancangan dan Prosedur Percobaan Seperti yang telah ditentukan dalam bab sebelumnya, penghematan dilakukan dengan menggunakan selubung pengumpul aliran gas hasil pembakaran di sekitar panci. Percobaan dilakukan dengan memanaskan air di dalam panci tanpa menggunakan selubung dan dibandingkan hasilnya dengan pemanasan menggunakan selubung. 3.1 Peralatan yang Digunakan Gambar 3.1 Termometer dan stopwatch Termometer yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kecermatan 0,1OC. Teknis pemakaiannya adalah cukup dengan menempelkan sensor yang terdapat di bagian ujung kabel ke tempat yang ingin diketahui temperaturnya. Untuk kompor gas portable, percobaan dilakukan dengan menghitung waktu 1