BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia hidup di dunia selalu berinteraksi dan adaptasi dengan alam. Kompleksitas interaksi dan adaptasi manusia dengan alam tidak terlepas dari pengaruh unsur biotik dan abiotik yang ada di lingkungan sekitarnya. Semua ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir, hidrosfir, dan litosfir. Lingkungan beserta sumber daya yang ada berpengaruh secara signifikan dalam pembentukan kebudayaan. Hal tersebut berarti bahwa kebudayaan suatu masyarakat terbentuk akibat hubungan mereka dengan lingkungan dan sumber daya alam yang ada disekitar lingkungan mereka. Salah satu bagian dari kebudayaan adalah pengetahuan lokal masyarakat yang digunakan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Pengetahuan lokal tersebut juga terbentuk dari hubungan antar manusia dengan lingkungan sekitar ( Walujo, 2008 ) Keterkaitan erat antara lingkungan dan kebudayaan menyebabkan kelestarian atau kerusakan lingkungan mengubah budaya masyarakat di suatu daerah, termasuk pengetahuan lokal mengenai keanekaragaman tumbuhan dan pengelolaan lingkungan. Pengetahuan tentang keanekaragaman spesies tumbuhan oleh kelompok masyarakat tergantung pada eksistensi sumber daya alam ( Frazao- Moreira et al, 2009). 1 2 Manfaat dari pengungkapan pengetahuan lokal suatu kelompok masyarakat juga berguna untuk memudahkan pembuktian ilmiah terkait pemanfaatan spesies tumbuhan. Misalnya pengungkapan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat sebagi ramuan obat-obatan yang mengutungkan secara ekonomis ( Purwanto, 1999) Pengungkapan pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia tentang pengelolaan keanekaragaman hayati dan lingkungan, perlu segera dilakukan identifikasi terhadap spesies tumbuhan dan hewan agar informasi tersebut dapat diketahui oleh masyarakat. Studi terhadap pengetahuan dan kegiatan produksi yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat, sebagai bentuk adaptasi mereka terhadap perubahan lingkungan, sosial, dan budaya ( Davidson-Hunt, 2000). Kajian tentang perubahan lanskap bermanfaat sebagai pedoman untuk menganalisis kebenaran ilmiah. Hal tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak selalu pengetahuan tradisional itu salah dan tidak selalu pengetahuan modern itu benar ( Rambo, 2009). Konsep ekologi menurut suatu masyarakat terbentuk melalui proses sosialisasi yang turun temurun dipercaya dan diyakini kebenarannya. Isu-isu berkembang ditengah masyarakat yang digunakan sebagai pemanfaatan untuk tindakan yang merusak kelestarian sumber daya alam. Strategi etnoekologi menekankan bahwa manusia (masyarakat) dan alam adalah sebuah siklus mata rantai kehidupan yang tidak terpisahkan. Pendekatan etnoekologi (ekologi budaya) diartikulasikan kedalam 1 3 pengelolaan kawasan hutan yang berorientasi pada pemanfaatan potensi masyarakat lokal. Hal ini berarti pola konservasi kawasan ekosistem yang ditawarkan secara aplikatif merupakan manifestasi dari kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki masyarakat setempat. Kearifan lokal merupakan salah satu manifestasi kebudayaan dengan muatan kearifan tradisional berupa konsepsi dari nilai, ide dan pola tindakan yang dimiliki bersama. Dari defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal berfungsi sebagai sebuah sistem yang cenderung memegang erat tradisi, sebagai sarana pemecahan persoalan yang sering dihadapi oleh masyarakat lokal dan diyakini sebagai suatu kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu komunitas budaya lokal (daerah). Kajian etnoekologi dalam penelitian ini adalah aktivitas harian masyarakat lokal sebagai petani yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan alam. Pengetahuan tersebut diterapkan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan dan sumber daya hutan yang ada. Isu mistis yang ada di CA Telaga Ranjeng juga dapat membentuk kebiasaan dan kebudayaan (kearifan lokal) masyarakat dalam hidup selaras dengan alam. Kegiatan Perkebunan Teh Kaligua juga telah memberikan dampak yang baik terhadap pelaksanaan konservasi biodiversitas. Oleh karena itu kearifan lokal yang ada di masyarakat sekitar dataran tinggi Pegunungan Serayu Desa Pandansari, Jawa Tengah perlu dikaji dan dicari penjelasan ilmiah mengenai tindakantindakan pengelolahan sumber daya alam. 1 4 B. Permasalahan Permasalahan pada penelitian ini adalah etnoekologi yang dimiliki oleh masyarakat kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu, Desa Pandansari Jawa Tengah adalah : 1. Bagaimana eksistensi keanekaragaman spesies tumbuhan dan hewan di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu ? 2. Bagaimana pemanfaatan tumbuhan untuk masyarakat di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu ? 3. Bagaimana rasionalitas petani ketika mengubah vegetasi di sekitar CA Telaga Ranjeng menjadi lahan pertanian? 4. Bagaimana kondisi sosial budaya yang ada di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengungkap etnoekologi masyarakat di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu, Desa Pandansari Jawa Tengah adalah : 1. Mengetahui eksistensi keanekaragaman spesies tumbuhan dan hewan di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu. 2. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan untuk masyarakat dikawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu. 3. Mengetahui rasionalitas petani ketika mengubah vegetasi di sekitar telaga ranjeng menjadi lahan pertanian yang dapat berdampak buruk terhadap ekosistem sekitar. 1 5 4. Mengkaji kondisi sosial budaya yang ada di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Dapat dijadikan pengetahuan lokal masyarakat dalam Kabupaten dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati. 2. Sebagai masukan untuk Pemerintah pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam secara berkelanjutan. 3. Dapat dijadikan referensi kajian ilmu etnoekologi. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada kajian etnoekologi yang meliputi kondisi Lingkungan, pemanfaatan sumber daya hayati oleh masyarakat dan eksistensi tumbuhan dan hewan yang ada di kawasan dataran tinggi Pegunungan Serayu Desa Pandansari, Jawa Tengah. 1