II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasaran

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran
Pemasaran mencakup berbagai aktifitas yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemasaran merupakan
fungsi kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan
hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh
karena itu pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan
strategi.
Definisi pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2008) adalah
proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk
menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Sedangkan menurut
Morissan (2007), pemasaran adalah suatu konsep yang menyangkut suatu
sikap mental, suatu cara berpikir yang membimbing anda melakukan sesuatu
yang tidak selalu menjual benda tetapi juga menjual gagasan-gagasan, karier,
tempat
(pariwisata,
rumah,
lokasi
industri),
undang-undang,
jasa
(pengangkutan, penerbangan, pemotongan rumput, kesehatan), hiburan
(pertunjukan, pertandingan-pertandingan) dan kegiatan-kegiatan nirlaba
seperti yayasan-yayasan sosial dan keagamaan.
Pemasaran didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang menjurus
pada suatu transaksi pertukaran antara seorang penjual dan seorang pembeli
atas dasar peralihan laba (Keegan, 2003). Menurut Peter Drucker dalam
Kotler dan Keller (2007), orang dapat mengasumsikan akan selalu ada
kebutuhan penjualan.
Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk
memperluas penjualan hingga ke mana-mana. Tujuan pemasaran adalah
mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau
jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri.
7
2.2. Bauran Pemasaran
Pemasaran memfasilitasi proses pertukaran dan pengembangan
hubungan dengan konsumen dengan cara mengamati secara cermat
kebutuhan
dan
keinginan
konsumen
yang
dilanjutkan
dengan
mengembangkan suatu produk (product) yang memuaskan kebutuhan
konsumen dan menawarkan produk tersebut pada harga (price) tertentu serta
mendistribusikannya agar tersedia di tempat-tempat (place) yang menjadi
pasar bagi produk bersangkutan. Untuk itu perlu dilaksanakan suatu program
promosi (promotion) atau komunikasi guna menciptakan kesadaran dan
ketertarikan konsumen kepada produk bersangkutan. Proses ini disebut
dengan marketing mix atau bauran pemasaran (Morissan, 2007).
Menurut Kotler dan Amstrong (2008), bauran pemasaran adalah
kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk
menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran
terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi
permintaan produknya. McCarthy dalam Kotler dan Keller (2007)
mengklasifikasikan alat-alat pemasaran ini menjadi empat kelompok besar
yang disebut “empat P”: Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat),
dan Promotion (Promosi).
Ketika membahas strategi untuk memasarkan barang manufaktur,
tenaga pemasar biasanya hanya memperhatikan hanya empat P. Tetapi sifat
jasa yang melibatkan berbagai aspek keterlibatan pelanggan dalam produksi
dan pentingnya faktor waktu, membutuhkan unsur strategis lainnya juga.
Bauran pemasaran jasa dikemas dalam suatu model 8P oleh Lovelock dan
Wright. Model 8P manajemen jasa terpadu (Lovelock dan Wright, 2005)
terdiri dari:
1. Elemen produk (product), yaitu semua komponen kinerja jasa yang
menciptakan nilai bagi pelanggan. Manajer harus memilih fitur-fitur
produk inti (baik barang maupun jasa) dan beberapa elemen jasa
pelengkap yang
mengelilinginya, dengan merujuk manfaat
diinginkan pelanggan dan seberapa tinggi daya saing produk tersebut.
yang
8
2. Tempat dan waktu (place and time), yaitu keputusan manajemen tentang
kapan, di mana, dan bagaimana menyampaikan jasa kepada pelanggan.
3. Proses (process), yaitu metode pengoperasian atau serangkaian tindakan
tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam
suatu
urutan
yang
telah
ditetapkan.
Untuk
menciptakan
dan
menyampaikan elemen produk kepada pelanggan diperlukan desain dan
implementasi dari proses yang efektif. Sebuah proses menjelaskan metode
dan urutan kerja dari proses yang beroperasi.
4. Produktivitas dan kualitas.
Produktivitas adalah seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi
output yang menambah nilai bagi pelanggan, sedangkan kualitas adalah
sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi
kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.
5. Orang yaitu karyawan (dan kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat
dalam proses produksi. Banyak jasa bergantung pada interaksi langsung
dan pribadi antara pelanggan dan karyawan perusahaan. Sifat dari interaksi
ini sangat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa.
6. Promosi dan edukasi, yaitu semua aktivitas dan alat yang menggugah
komunikasi yang dirancang untuk membangun preferensi pelanggan
terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu. Tidak satu pun program
pemasaran dapat berhasil tanpa adanya program komunikasi efektif yang
memberikan promosi dan pendidikan. Komponen ini memainkan tiga
peran penting: menyediakan informasi dan saran yang dibutuhkan,
membujuk pelanggan sasaran tentang kelebihan suatu produk, dan
mendorong pelanggan untuk mengambil tindakan pada suatu waktu.
7. Bukti fisik, yaitu petunjuk visual atau berwujud lainnnya yang memberi
bukti atas kualitas jasa. Gedung, tanah, kendaraan, perabotan interior,
perlengkapan anggota staf tanda-tanda, barang cetakan dan petunjuk yang
terlihat lainnya yang member bukti atau kualitas jasa.
8. Harga dan biaya jasa lainnya, yaitu pengeluaran uang, waktu, dan usaha
oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa. Harga dan
9
komponen biaya jasa lainnya memperlihatkan kepada manajemen berbagai
biaya yang ditimbulkan pelanggan dalam memperoleh manfaat suatu jasa.
2.3. Bauran Promosi
Michael Ray dalam Morissan (2007) mendefinisikan promosi sebagai
koordinasi dari seluruh upaya yang dimulai pihak penjual untuk membangun
berbagai saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau
memperkenalkan suatu gagasan. Instrumen dasar yang digunakan untuk
mencapai tujuan komunikasi perusahaan disebut dengan bauran promosi atau
promotional mix.
Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran.
Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan
membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan
bauran pemasarannya. Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi
memiliki fungsi yang sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan
berdasarkan tugas-tugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu atau sering
disebut bauran promosi (promotion mix, promotion blend, communication
mix) adalah: personal selling, mass selling (terdiri atas periklanan dan
publisitas), promosi penjualan, public relations (hubungan masyarakat), dan
direct marketing (Tjiptono, 2008). Bauran promosi tersebut diuraikan di
bawah ini.
1. Personal Selling
Personal selling merupakan suatu bentuk komunikasi langsung antara
seorang penjual dengan calon pembelinya (Morissan, 2007). Dalam hal ini,
penjual berupaya untuk membantu atau membujuk calon pembeli untuk
membeli produk yang ditawarkan. Bila dibandingkan dengan bauran promosi
yang lain, tenaga penjualan mempunyai kelebihan tersendiri. Pada tahap
tertentu, biasanya pada tahap akhir konsumen hendak memutuskan, peran
tenaga penjual lebih terasa. Menurut Amir (2005), dengan berbagai
pengetahuan dan sarannya, tenaga penjual dapat membangun preferensi,
keyakinan dan mendorong untuk bertindak (membeli).
Menurut Tjiptono (2008), personal selling adalah komunikasi
langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk
10
mempertahankan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk
pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan
mencoba dan membelinya. Sifat-sifat personal selling antara lain:
1.
Personal confrontation, yaitu adanya hubungan yang hidup, langsung,
dan interaktif antara 2 orang atau lebih.
2.
Cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala
macam hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan
suatu hubungan yang lebih akrab.
3.
Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk
mendengar, memperhatikan, dan menanggapi. Menurut Amir (2005),
pada saat tenaga penjual berhubungan dengan pembeli, biasanya ada
perasaan sungkan pada pembeli untuk menolak. Tergantung bagaimana
tenaga si penjual bisa memanfaatkannya sehingga transaksi bisa terjadi
atau tidak.
2. Mass Selling
Mass selling merupakan pendekatan yang menggunakan media
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam
satu waktu. Ada dua bentuk utama mass selling, yaitu periklanan dan
publisitas.
1.
Periklanan
Tjiptono (2008) menyebutkan bahwa periklanan adalah seluruh proses
yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
iklan. Iklan memiliki empat fungsi utama, yaitu menginformasikan
khalayak mengenai seluk beluk produk (informative), mempengaruhi
khalayak untuk membeli (persuading), dan menyegarkan informasi yang
telah diterima khalayak (reminding), serta menciptakan suasana yang
menyenangkan sewaktu khalayak menerima dan mencerna informasi
(entertainment). Menurut Jefkins dalam Durianto (2003), kehidupan
dunia modern saat ini sangat bergantung pada iklan.
2.
Publisitas
Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa
secara non personal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan
11
tidak membayar untuk itu (Tjiptono, 2008). Dibandingkan dengan iklan,
publisitas mempunyai kredibilitas yang lebih baik, karena pembenaran
(baik langsung maupun tidak langsung) dilakukan oleh pihak lain selain
pemilik iklan. Di samping itu karena pesan publisitas dimasukkan dalam
berita atau artikel koran, tabloid, majalah, radio dan televisi, maka
khalayak tidak memandangnya sebagai komunikasi promosi. Publisitas
juga dapat memberi informasi lebih banyak dan lebih terperinci daripada
iklan.
3. Promosi Penjualan
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi
langsung
melalui
penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian
produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli
pelanggan (Tjiptono, 2008). Menurut Morissan (2007), promosi penjualan
adalah kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah atau insentif
kepada tenaga penjualan, distributor, atau konsumen yang diharapkan dapat
meningkatkan penjualan. Promosi penjualan secara umum dapat dibedakan
menjadi dua bagian yaitu promosi penjualan yang berorientasi kepada
konsumen dan promosi penjualan yang berorientasi kepada perdagangan.
Promosi penjualan yang berorientasi kepada konsumen ditujukan kepada
pengguna atau pemakai akhir suatu barang atau jasa yang mencakup
pemberian kupon, pemberian sampel produk, potongan harga, undian
berhadiah, kontes dan sebagainya. Sedangkan promosi penjualan yang
berorientasi kepada perdagangan ditujukan kepada pihak-pihak yang menjadi
perantara pemasaran (marketing intermediaries) yaitu: para pedagang
pengecer (retailer), pedagang besar dan distributor.
4. Public Relations (Hubungan Masyarakat)
Tjiptono (2008) mendefinisikan public relations sebagai upaya
komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi,
opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaaan
tersebut. Sedangkan menurut Jefkins dalam Morissan (2007), humas adalah
sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke
dalam maupun ke luar antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya
12
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling
pengertian.
5. Direct Marketing
Direct marketing adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk
berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan
maksud untuk menimbulkan tanggapan dan atau transaksi penjualan
(Morissan, 2007). Menurut Tjiptono (2008), direct marketing adalah sistem
pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa
media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur dan atau transaksi di
sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan
langsung kepada konsumen individual, dengan tujuan agar pesan-pesan
tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan, baik melalui telepon, pos
atau dengan datang langsung ke tempat pemasar. Teknik ini berkembang
sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan) pasar, di mana semakin
banyak ceruk pasar dengan kebutuhan serta pilihan yang sangat individual.
2.4. Restoran
Menurut Marsum (2007), restoran adalah suatu tempat atau bangunan
yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan
dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum.
Restoran ada yang berada dalam suatu hotel, kantor maupun pabrik, dan
banyak juga yang berdiri sendiri di luar bangunan itu. Tujuan operasi restoran
adalah untuk mencari keuntungan. Selain bertujuan bisnis atau mencari
untung, kepuasan para tamu pun merupakan tujuan operasi restoran yang
utama.
Terdapat bermacam-macam definisi mengenai restoran. Menurut
Wojowasito dan Poerwodarminto dalam Marsum (2007), yang dimaksud
dengan design di dalam suatu restoran adalah rencana, maksud atau tujuan.
Jadi restoran sebenarnya adalah suatu bisnis yang direncanakan dengan baik
yang dimaksudkan dan ditujukan untuk suatu tujuan tertentu.
Tempat makan yang sudah ada memiliki banyak ragam dan dapat
menjangkau hampir semua lapisan masyarakat dari masyarakat kelas bawah
hingga masyarakat lapisan atas. Aneka makanan disajikan dalam berbagai
13
pilihan menu dengan suasana tempat yang disesuaikan pada konsep restoran.
Berikut ini terdapat 22 tipe restoran (Marsum, 2007), yaitu:
1.
A’la Carte Restaurant, yaitu restoran yang telah mendapatkan izin penuh
untuk menjual makanan lengkap dengan banyak variasi di mana tamu
bebas memilih sendiri makanan yang mereka inginkan. Tiap-tiap
makanan di dalam restoran ini mempunyai harga sendiri-sendiri.
2.
Table D’hote Restaurant, ialah suatu restoran yang khusus menjual menu
table d’hote, yaitu satu susunan menu yang lengkap (dari hidangan
pembuka sampai dengan hidangan penutup) dan tertentu dengan harga
yang telah ditentukan.
3.
Coffee Shop atau Brasserie, yaitu suatu restoran yang pada umumnya
berhubungan dengan hotel, suatu tempat di mana tamu bisa mendapatkan
makan pagi, makan siang dan makan malam secara cepat dengan harga
yang cukupan. Pada umumnya sistem pelayanannya adalah dengan
American Service di mana yang diutamakan adalah kecepatannya.
Kadang-kadang penyajiannya dilakukan dengan cara Buffet atau
prasmanan.
4.
Cafetaria atau cafe, yaitu suatu restoran kecil yang mengutamakan
penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh. Pilihan
makanannya terbatas dan tidak menjual minuman yang beralkohol.
5.
Canteen, yaitu restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik atau
sekolah, tempat di mana para pekerja dan para pelajar mendapatkan
makan siang dan coffee break, yaitu acara minum kopi disertai makanan
kecil untuk selingan jam kerja, jam belajar ataupun dalam acara rapatrapat dan seminar.
6.
Continental restaurant, yaitu suatu restoran yang menitikberatkan
hidangan continental pilihan dengan pelayanan elaborate atau megah.
Suasana santai, susunannya agak rumit, disediakan bagi tamu yang ingin
makan secara santai atau rilek.
7.
Carvery, yaitu suatu restoran yang sering berhubungan dengan hotel di
mana para tamu dapat mengiris sendiri hidangan panggang sebanyak
yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang sudah ditetapkan.
14
8.
Dining room, biasanya terdapat di hotel kecil, motel atau Inn, merupakan
tempat yang tidak lebih ekonomis daripada tempat makan biasa. Dining
Room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel
itu, namun juga terbuka bagi para tamu dari luar.
9.
Discotheque, yaitu suatu restoran yang pada prinsipnya berarti juga
tempat dansa sambil menikmati alunan musik. Kadang-kadang juga
menampilkan live-band. Bar adalah salah satu fasilitas utama untuk
sebuah diskotik. Hidangan yang tersedia pada umumnya berupa snack.
10. Fish anf Chip Shop, yaitu suatu restoran yang banyak terdapat di Inggris,
di mana kita dapat membeli macam-macam kripik (chips) dan ikan
goreng yang biasanya berupa ikan Cod, dibungkus dalam kertas dan
dibawa pergi. Jadi makanannya tidak dinikmati di tempat itu.
11. Grill Room (Rotisserie), yaitu suatu restoran yang menyediakan
bermacam-macam daging panggang. Pada umumnya antara restoran
dengan dapur dibatasi oleh sekat dinding kaca sehingga para tamu dapat
memilih sendiri potongan daging yang dikehendaki dan melihat sendiri
bagaimana memasaknya. Grill Room kadang-kadang disebut juga
sebagai Steak House.
12. Inn Tavern, yaitu suatu restoran dengan harga cukupan yang dikelola
oleh perorangan di tepi kota. Suasananya dibuat sangat dekat dan ramah
dengan tamu-tamu, sedangkan hidangannya pun lezat-lezat.
13. Night Club/Super Club, yaitu suatu restoran yang pada umumnya mulai
dibuka menjelang larut malam, menyediakan makan malam bagi tamutamu yang ingin santai. Dekorasinya mewah, pelayanannya megah, dan
band merupakan kelengkapan yang diperlukan. Para tamu dituntut
berpakaian resmi dan rapi sehingga menaikkan gengsi.
14. Pizzeria, yaitu suatu restoran yang khusus menjual pizza. Kadang-kadang
juga menjual spaghetti serta makanan khas Italia yang lain.
15. Pan Cake House/Creperie, yaitu suatu restoran yang khusus menjual Pan
Cake serta Crepe yang diisi dengan berbagai macam manisan di
dalamnya.
15
16. Pub, yaitu tempat hiburan umum yang mendapat izin untuk menjual bir
serta
minuman
beralkohol
lainnnya.
Para
tamu
mendapatkan
minumannya dari counter (meja panjang yang membatasi dua ruangan).
Pengunjung dapat menikmatinya dengan berdiri atau duduk di meja
makan. Hidangan yang tersedia berupa snack seperti pies dan sandwich.
17. Snack Bar/Cafe/Milk Bar, yaitu semacam restoran cukupan yang sifatnya
tidak resmi dengan pelayanan cepat, di mana para tamu mengumpulkan
makanan mereka di atas baki yang diambil dari atas counter kemudian
membawanya ke meja makan. Para tamu bebas memilih makanan yang
disukainya. Makanan yang disediakan pada umumnya adalah hamburger,
sausages dan sandwich.
18. Specialty Restaurant, yaitu restoran yang suasana dan dekorasi
seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau
temanya. Restoran-restoran semacam ini menyediakan masakan Cina,
Jepang, India,
Italia, dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak
berdasarkan tatacara negara tempat asal makanan spesial itu.
19. Terrace Restaurant, yaitu suatu restoran yang terletak di luar bangunan,
namun pada umumnya masih berhubungan dengan hotel maupun
restoran induk. Di negara-negara Barat pada umumnya restoran tersebut
hanya buka pada musim panas saja.
20. Gourmet Restaurant, yaitu suatu restoran yang menyelenggarakan
pelayanan makan dan minum untuk orang-orang yang berpengalaman
luas dalam bidang rasa makanan dan minuman. Keistimewaan restoran
ini ialah makanan dan minumannya yang lezat-lezat, pelayanannya
mewah dan harganya cukup mahal.
21. Family Type Restaurant,
yaitu suatu restoran sederhana yang
menghidangkan makanan dan minuman dengan harga yang tidak mahal,
terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan.
22. Main Dining Room, yaitu suatu restoran atau ruang makan utama yang
pada umumnya terdapat di hotel-hotel besar, di mana penyajian
makanannya
secara
resmi,
pelan
tapi
pasti.
Servisnya
bisa
16
mempergunakan pelayanan ala Perancis atau Rusia. Tamu-tamu yang
hadir pun pada umunya berpakaian resmi atau formal.
2.5. Metode Penganggaran Promosi
Anggaran promosi merupakan bagian dari anggaran pemasaran.
Namun demikian, tidak ada standar yang pasti mengenai seberapa besar
pengeluaran untuk promosi yang harus dialokasikan. Faktor penyebabnya
adalah pengeluaran promosi itu bervariasi tergantung pada produk atau situasi
pasar. Meskipun banyak kesulitan yang ditemui dalam menentukan besarnya
anggaran promosi ini, berbagai metode dapat digunakan dalam penentuan
besarnya pengeluaran untuk promosi. Menurut Tjiptono (2008), ada beberapa
metode pengeluaran biaya promosi, yaitu:
1.
Marginal Approach
Pendekatan ini memberi jalan keluar bahwa pengeluaran optimal untuk
masing-masing metode promosi ditentukan dengan kondisi MR=MC
(Marginal Revenue = Marginal Cost). Meskipun secara teoritis cara ini
bagus, tetapi pendekatan marginal mempunyai beberapa masalah.
Kalaupun kondisi MR=MC telah tercapai, kenyataan yang mungkin
timbul dapat menyebabkan pendekatan ini tidak layak (feasible).
2.
Breakdown Method
Metode ini terdiri atas beberapa macam, yaitu:
a.
Percentage-of-Sales-Approach
Dalam pendekatan ini besarnya anggaran promosi ditentukan
berdasarkan persentase tertentu dari penjualan (tahun lalu atau
prediksi penjualan tahun depan) atau dari harga jual. Pendekatan ini
sederhana, mudah dipahami, dan memberikan fleksibilitas terhadap
pengeluaran total perusahaan. Hubungan antara biaya promosi, harga
jual, dan laba per unit harus dipertimbangkan. Stabilitas dalam
persaingan juga terbentuk apabila perusahaan-perusahaan yang
bersaing
menggunakan angka persentase yang sama untuk
menentukan pengeluaran promosi. Metode ini memiliki keterbatasan
yaitu tidak dapat diterapkan pada perusahaan yang baru berdiri,
karena belum memiliki data penjualan. Metode ini lebih menekankan
17
bahwa promosi ditentukan oleh dana yang ada, bukan pada peluang
pasar, sehingga menghambat pembiayaan promosi yang agresif.
b.
Affordable method
Besarnya
anggaran
promosi
dalam
metode
ini
ditetapkan
berdasarkan perkiraan manajemen mengenai kemampuan keuangan
perusahaan. Dalam situasi yang benar-benar tidak pasti, penerapan
metode
ini
barangkali
paling
tepat.
Metode
ini
juga
memperhitungkan bahwa pengeluaran promosi mempunyai nilai
jangka panjang. Namun pendekatan ini tidak memperhitungkan
pengaruh promosi terhadap penjualan. Selain itu anggaran promosi
setiap tahunnya menjadi tidak menentu sehinggga menyulitkan
perencanaan pemasaran jangka panjang.
c.
Return-On-Investment Approach
Pengeluaran promosi dalam pendekatan ini dianggap sebagai
investasi. Oleh karena itu besarnya anggaran promosi yang sesuai
ditentukan dengan membandingkan tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return) dan tingkat pengembalian yang
diinginkan (desired return). Expected return dihitung dengan
menggunakan present value dari tingkat pengembalian masa depan.
Validitas dan kebaikan metode ini tidak dapat diragukan, namun
metode ini juga mempunyai keterbatasan yaitu penentuan hasil
metode promosi dari waktu ke waktu sulit dilakukan dan seberapa
besar porsi expected return yang layak dari investasi promosi tidak
diketahui.
d.
Competitive Parity Approach
Dalam metode ini, anggaran promosi suatu perusahaan harus sesuai
atau sama dengan pengeluaran promosi pesaingnya. Asumsi dalam
pendekatan ini adalah:
1.
Anggaran promosi berhubungan langsung dengan pangsa pasar.
Dengan demikian agar pangsa pasarnya tidak berubah, maka
pengeluaran promosi perusahaan harus dalam proporsi yang
sama dengan pengeluaran promosi pesaingnya.
18
2.
Pengeluaran pesaing merupakan kebijakan yang kolektif dari
suatu industri.
3.
Dengan mempertahankan kesamaan, maka perang promosi
dapat dihindari.
Apabila mempertimbangkan sifat persaingan, pendekatan ini dapat
dikatakan masuk akal. Akan tetapi ada sejumlah keterbatasan pada
metode ini.
Pertama,
pendekatan ini mensyaratkan adanya
pemahaman mengenai pandangan pesaing terhadap promosi, padahal
informasi seperti itu jarang bisa diperoleh. Kedua, pesaing sewaktuwaktu bisa saja menambah anggaran promosinya sehingga tidak
mungkin bagi perusahaan untuk memantau pesaing tersebut satu per
satu mengenai anggaran promosinya. Ketiga, sumber daya, tujuan,
dan peluang setiap perusahaan berbeda-beda. Keempat, tidak ada
jaminan bahwa anggaran promosi yang sama bisa mencegah perang
promosi.
3.
Build-Up Method (Objective-and-Task Method)
Penentuan anggaran promosi dilakukan dengan cara menentukan tujuantujuan iklan, personal selling, dan sales promotion dari setiap lini produk,
menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan dan besarnya biaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Jumlah biaya total dari tugas-tugas
pencapaian tujuan tersebut merupakan biaya promosi perusahaan.
Dengan metode ini manajer dapat menganalisis secara ilmiah peranan
promosinya dan kontribusi promosi tersebut terhadap pencapaian tujuan
pemasaran. Pengeluaran promosi juga dapat dikendalikan. Akan tetapi
metode ini dikritik terlalu ilmiah dan kaku.
2.6. EPIC Model
Menurut Durianto, dkk (2003) efektivitas promosi dapat diukur
dengan menggunakan EPIC Model. EPIC Model yang dikembangkan oleh
perusahaan peneliti pemasaran terkemuka di dunia, AC. Nielsen, mencakup
empat dimensi kritis, yaitu: empati, persuasi, dampak, dan komunikasi.
19
1.
Dimensi Empati
Dimensi empati menginformasikan, apakah konsumen menyukai
kegiatan promosi dan menggambarkan bagaimana konsumen melihat
hubungan antara suatu kegiatan promosi dengan pribadi mereka. Empati
merupakan
keadaan
mental
yang
membuat
seseorang
mengidentifikasikan dirinya atau merasa dirinya pada keadaan perasaan
atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati
melibatkan afeksi dan kognisi konsumen di mana afeksi melibatkan
perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran.
2.
Dimensi Persuasi
Dimensi persuasi menginformasikan apa yang dapat diberikan suatu
promosi untuk
peningkatan atau penguatan karakter suatu merek,
sehingga pemasar memperoleh pemahaman tentang dampak iklan
terhadap keinginan konsumen untuk membeli serta memperoleh
gambaran kemampuan suatu iklan dalam mengembangkan daya tarik
suatu merek. Persuasi adalah perubahan kepercayaan, sikap, dan
keinginan berperilaku yang disebabkan suatu komunikasi promosi.
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam Durianto, dkk (2003),
proses persuasi yang akan dipakai ditentukan dengan tingkat keterlibatan
konsumen dalam pesan produk.
3.
Dimensi dampak
Dimensi dampak menunjukkan apakah suatu merek dapat terlihat
menonjol dibandingkan dengan merek lain pada kategori yang serupa dan
apakah suatu kegiatan promosi mampu melibatkan konsumen dalam
pesan yang disampaikan. Dampak (impact) yang diinginkan dari suatu
kegiatan
promosi
adalah
jumlah
pengetahuan
produk
(product
knowledge) yang dicapai konsumen melalui tingkat keterlibatan
(involvement) konsumen dengan produk atau proses pemilihan.
4.
Dimensi Komunikasi
Dimensi komunikasi memberikan informasi tentang kemampuan
konsumen dalam mengingat pesan utama yang disampaikan, pemahaman
konsumen, serta kekuatan kesan yang ditinggalkan pesan tersebut. Dua
20
tahapan model komunikasi sangat dibutuhkan, khususnya demi
keberhasilan penerapan strategi promosi. Tahapan pertama terjadi ketika
pemasar menciptakan komunikasi promosi untuk meng-enkoding suatu
makna. Tahap kedua adalah pen-dekoding-an, yaitu konsumen masuk
dan
memahami
informasi
dalam
komunikasi
promosi
dan
mengembangkan interpretasi pribadi mereka terhadap makna yang
ditangkap.
2.7. Direct Rating Method
Menurut Durianto, dkk (2003) Direct Rating Method merupakan salah
satu alternatif metode untuk menguji efektivitas promosi pada konsumen.
Direct Rating Method (DRM) memberikan beberapa alternatif kegiatan
promosi kepada sekelompok konsumen dan meminta mereka untuk
menentukan peringkat masing-masing kegiatan promosi tersebut. Metode ini
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan suatu kegiatan promosi untuk
mendapatkan perhatian, mudah tidaknya kegiatan promosi itu dipahami,
kemampuan suatu kegiatan promosi untuk menggugah perasaan, dan
kemampuan kegiatan promosi itu untuk mempengaruhi perilaku. Dalam
DRM terdapat lima variabel yang digunakan, yaitu:
1.
Perhatian (Attention)
Perhatian didefinisikan sebagai alokasi kapasitas pemrosesan untuk
stimulus yang baru masuk. Kapasitas merupakan sumber daya yang
terbatas, maka konsumen sangat selektif mengalokasikan perhatian
mereka. Dalam hal ini, pada saat sejumlah stimulus menerima perhatian,
yang lain akan diabaikan. Tugas pemasar adalah mencapai faktor yang
pertama, maka pemasar harus mengerti mengenai faktor-faktor yang
menentukan perhatian, yang dapat dikelompokkan dalam dua kategori
utama, yaitu determinan (penentu) pribadi dan determinan stimulus.
a.
Determinan pribadi
Determinan pribadi merujuk pada karakteristik individu yang
mempengaruhi perhatian. Secara umum, faktor-faktor ini tidak
berada di bawah kendali pemasar. Keberadaan faktor-faktor tersebut
harus dikenali dan dipandang sebagai kendala yang harus
21
diperhatikan untuk mengevaluasi strategi. Faktor-faktor tersebut di
antaranya kebutuhan/motivasi, sikap, tingkat adaptasi, serta rentang
perhatian.
b.
Determinan stimulus
Perangkat kedua dari faktor yang mempengaruhi stimulus adalah
karakteristik stimulus itu sendiri. Determinan ini menggambarkan
faktor-faktor yang dapat dikendalikan, artinya dapat digunakan
untuk mendapatkan dan meningkatkan perhatian. Faktor-faktor
tersebut di antaranya ukuran, warna, intensitas, kontras, posisi,
gerakan, kebaruan, stimulus pemikat perhatian yang dipelajari, dan
juru bicara yang menarik.
2.
Pemahaman
Pemahaman berkaitan dengan penafsiran suatu stimulus. Makna suatu
stimulus bergantung pada bagaimana suatu stimulus dikategorikan dan
diuraikan dengan pengetahuan yang sudah ada. Pemahaman dipengaruhi
oleh banyak stimulus dan faktor pribadi. Orang akan lebih dahulu
mempertimbangkan bagaimana faktor pribadi dapat mempengaruhi
pemahaman. Faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi pemahaman
antara lain motivasi, pengetahuan, dan perangkat harapan atau persepsi.
Sifat fisik aktual suatu stimulus juga memainkan peran yang besar dalam
membentuk penafsiran stimulus tersebut. Pemahaman bergantung pada
pengemasan prosuk dan nama merek.
3.
Respon Kognitif
Penerimaan yang akan terjadi saat pemrosesan informasi sangat terkait
dengan pikiran yang muncul selama tahap pemahaman yang disebut
respon kognitif. Sifat respon kognitif menentukan penerimaan atas suatu
klaim. Hal yang sangat penting adalah respon yang disebut argumen
pendukung dan kontra argumen. Argumen pendukung adalah pikiran
yang menyokong klaim. Sedangkan kontra argumen adalah pikiran yang
menentang klaim dalam pesan. Penerimaan ditingkatkan saat argumen
pendukung meningkat dan ketika kontra argumen membesar. Respon
22
kognitif memberi pelengkap yang berharga pada pengukuran sikap
standar dalam mengevaluasi keefektifan komunikasi.
4.
Respon Afektif
Respon afektif menggambarkan perasaan dan emosi yang dihasilkan
sebuah stimulus. Keragaman respon afektif disederhanakan menjadi tiga
dimensi utama, yaitu riang, negatif, dan hangat. Beberapa rekomendasi
perangkat emosi utama yang lebih besar terdiri atas : rasa takut, terkejut,
sedih, jijik, marah, antisipasi, riang, dan menerima. Respon afektif
memiliki peran yang penting selama tahap pemrosesan informasi.
5.
Sikap terhadap Promosi
Kemampuan promosi untuk menciptakan sikap yang mendukung
terhadap suatu produk sering bergantung pada sikap konsumen terhadap
promosi itu. Kegiatan promosi yang disukai atau dievaluasi secara
menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap
suatu produk. Sedangkan kegiatan promosi yang tidak disukai mungkin
akan menurunkan evaluasi produk dari sisi konsumen. Sikap terhadap
suatu kegiatan promosi berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas
sikap terhadap produk.
2.8. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa perlunya strategi
promosi untuk meningkatkan penjualan dan adanya kecenderungan hubungan
yang positif antara biaya promosi terhadap tingkat penjualan. Imaduddin
(2005) dalam penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas Promosi PT.
BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor mengemukakan bahwa promosi
yang dilakukan oleh PT. BPRS Amanah Ummah efektif dari segi empati,
persuasi, dan komunikasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai X yang dihasilkan
berada dalam rentang skala efektif. Sementara dari segi dampak, promosi
yang dilakukan berada dalam rentang skala cukup efektif. Nilai EPIC Rate
yang dihasilkan menunjukkan bahwa promosi yang dilakukan adalah efektif.
Hal ini berarti promosi yang dilakukan telah terbukti efektif dalam menjaga
keberlangsungan nasabah yang dimilikinya serta meningkatkan kualitas dari
nasabah tersebut.
23
Dari sisi respon konsumen, respon nasabah PT. BPRS Amanah
Ummah terhadap promosi yang dilakukan sangatlah baik. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai total direct rating yang berada dalam skala baik. Promosi yang
dilakukan juga efektif terhadap respon nasabah dari segi perhatian,
pembacaan, kognitif, afeksi, dan perilaku. Hal ini berarti nasabah merespon
positif terhadap promosi yang dilakukan PT. BPRS Amanah Ummah.
Sedangkan
dari
sisi
penjualan,
biaya
promosi
yang
dikeluarkan
mempengaruhi secara nyata besarnya jumlah dana pihak ketiga. Hal ini
berarti semakin besar biaya promosi yang dilakukan, maka nasabah semakin
meningkatkan kualitasnya di PT. BPRS Amanah Ummah.
Uktolseja (2006) dalam penelitian yang berjudul Analisis Keefektifan
Promosi Terhadap Jumlah Penjualan Ponsel Merek XYZ oleh PT. X (Studi
Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor) menyatakan bahwa kegiatan
promosi yang dilakukan oleh PT X terdiri dari promosi Above The Line
(ATL) dan promosi Below The Line (BTL), dengan perbandingan persentase
anggaran adalah 30% untuk promosi ATL dan 70% untuk promosi BTL.
Bentuk promosi BTL yang paling sering dilakukan adalah kegiatan
sponsorship dan mengikuti kegiatan pameran pekan raya. Dalam hal
keefektifan respon konsumen dengan menggunakan EPIC Model, promosi
produk ponsel merek XYZ menunjukkan tingkat yang cukup baik.
Jadi
konsumen menilai promosi yang dilakukan oleh PT X cukup efektif. Respon
keefektifan promosi oleh konsumen tidak dapat dikatakan baik, karena dari
hasil EPIC Rate terlihat bahwa konsumen tidak merespon positif terhadap
promosi yang dilakukan oleh PT X dan hanya berada pada rentang cukup
efektif. Selain itu, dimensi persuasi pada EPIC Model yang mencerminkan
kekuatan daya tarik merek dan ketertarikan konsumen akan promosi yang
dilakukan menunjukkan respon yang tidak efektif. Hal ini berdampak pada
kurangnya keinginan konsumen untuk melakukan transaksi lebih lanjut
dengan PT X. Promosi yang dilakukan oleh PT X mempunyai nilai yang
positif dan saling mempengaruhi, artinya semakin tinggi nilai promosi yang
dianggarkan maka semakin tinggi pula tingkat penjualan.
24
Jayanti (2009) dalam penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas
Promosi Terhadap Jumlah Penjualan Death by Chocolate & Spageti
Restaurant, Bogor mengemukakan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan
oleh DBC & Spageti Restaurant terdiri dari promosi Above The Line (ATL)
dan promosi Below The Line (BTL). Promosi ATL meliputi penyebaran
brosur, tayangan di televisi, wawancara di radio, serta pemasangan spanduk,
mini banner, dan papan reklame. Sedangkan promosi BTL meliputi menjual
nasi murah dan pakaian bekas layak pakai, sumbangan, kunjungan ke rumah
sakit jiwa, bonus pembelian, dan menjadi peserta Food Expo.
Hasil
pengukuran
efektivitas
promosi
dengan
EPIC
Model
menunjukkan bahwa dimensi empati dan persuasi masuk dalam skala efektif.
Sedangkan hasil pengukuran secara keseluruhan menunjukkan bahwa
promosi DBC & Spageti Restaurant masuk dalam kategori promosi efektif.
Pengukuran efektivitas promosi dengan Direct Rating Method (DRM)
menunjukkan bahwa promosi DBC & Spageti Restaurant masuk dalam
kategori promosi yang baik. Berdasarkan analisis korelasi diperoleh bahwa
ada korelasi negatif yang signifikan antara biaya promosi ATL dengan jumlah
penjualan dan tidak ada korelasi yang signifikan antara biaya promosi BTL
dengan jumlah penjualan.
Andrijansyah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Efektivitas Promosi Produk Pembiayaan Syariah Sepeda Motor PT BPRS Al
Salaam Amal Salman (Studi Kasus BPRS Al Salaam Cabang Depok)
mengemukakan bahwa bentuk-bentuk promosi produk pembiayaan syariah
sepeda motor yang dilakukan BPRS Al Salaam Cabang Depok mengacu pada
bauran promosi yaitu periklanan (pemasangan billboard, spanduk, iklan di
koran dan penyebaran brosur serta Buletin Jumat Al Salaam), penjualan
personal (penawaran langsung dan house to house selling serta penawaran ke
instansi-instansi), promosi penjualan (pemberian diskon dan merchandise),
publisitas dan hubungan masyarakat (publisitas di media massa, program Al
Salaam Peduli, mensponsori kegiatan, customer gathering, dan grand
launching), pemasaran langsung (surat penawaran dan situs perusahaan) dan
Word of Mouth (penyebaran informasi ke karyawan dan nasabah). Media
25
promosi yang menjadi sumber informasi utama bagi nasabah adalah promosi
media cetak dan bentuk promosi yang paling utama bagi nasabah adalah
brosur. Melalui EPIC Model dapat diketahui bahwa EPIC rate yang
dihasilkan berada dalam rentang skala efektif. Melalui metode Direct Rating
Method dapat diketahui bahwa respon nasabah terhadap promosi produk
pembiayaan syariah sepeda motor BPRS Al Salaam dapat dikatakan baik
karena berada dalam skala baik.
Penelitian kali ini memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Imaduddin (2005), Uktolseja (2006), Jayanti (2009) dan
Andrijansyah (2009) yaitu membahas mengenai efektivitas promosi yang
dilakukan oleh suatu perusahaan dengan menggunakan analisis EPIC Model
dan Direct Rating Method. Namun, terdapat perbedaan yaitu promosi yang
dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada elemen dari promotion mix
yang terdiri dari personal selling, mass selling, promosi penjualan, public
relations, dan direct marketing. Peneliti tidak membatasi pembahasan
mengenai promosi perusahaan ke dalam promosi Above the Line dan Below
The Line seperti yang dilakukan oleh Uktolseja (2006) dan Jayanti (2009).
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu
yang melakukan penarikan contoh dengan metode purposive sampling,
penelitian kali ini sedikit berbeda yaitu menggunakan penarikan contoh non
peluang dengan metode convenience sampling. Selain itu, penelitian ini
memberikan rekomendasi strategi promosi yang efektif bagi restoran Lasagna
Gulung.
Download