BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KARBON AKTIF Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon (C). Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang aktif menggunakan uap atau bahan kimia. Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati atau hewani antara lain serbuk gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang. Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-500 oC. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 oC. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi. Arang aktif (activated carbon) : aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah HNO3, H3PO4, Universitas Sumatera Utara sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO)4 , NaOH, Na2SO4, SO2 , ZnCl2 , Na2CO3 dan uap air pada suhu tinggi. Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar. Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi menggunakan oksidator lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi. Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air. Daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna , sehinga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah kurang 0.1-0.2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak. Universitas Sumatera Utara Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dan proses otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif.( Ketaren, S .1986) Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut menjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang Universitas Sumatera Utara aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut. (Ketaren, S .1986) 2.2 GLYCERINE REFINING Seksi 4 merupakan tahapan akhir pemrosesan gliserin-air. Pada seksi ini, seluruh pengotor yang masih ada di dalam gliserin-air yang terbawa dari tahap sebelumnya direduksi sebanyak mungkin. Pengolahan awal dan evaporasi bertahap yang dilangsungkan di seksi 2 dan seksi 3 menghasilkan gliserin yang masih memiliki konsentrasi air dan pengotor yang cukup tinggi yaitu sekitar 10% massa air dan 1% massa pengotor diperlukan pemurnian gliserin dari pengotorpengotor tersebut sehingga diperoleh gliserin dengan konsentrasi 99,5%-massa. Proses pemurnian gliserin ini dilakukan dengan menggunakan dua buah kolom distilasi. Gliserin keluaran dari seksi 3 masih mengandung sejumlah kecil fatty acid, mono-, di-, dan trigliserida, serta berbagai pengotor yang lain. Minyak dan fatty acid merupakan komponen yang dapat tersabunkan. Senyawa sabun merupakan senyawa yang mempunyai titik didih tinggi dan susah didistilasi yang akan terbuang bersama aliran Bottom distillate glycerin sebagai komponen berat. Oleh karena itu, pemisahan pengotor terlebih dahulu dilakukan dengan menambahkan soda kaustik (NaOH) ke dalam larutan gliserin untuk mengubah senyawa-senyawa pengotor tersebut menjadi garam natriumnya (sabun). Reaksi Universitas Sumatera Utara (1) merupakan reaksi penyabunan fatty acid dan reaksi (2) merupakan reaksi penyabunan trigliserida. R-COOH + NaOH C3H5(COOR)3 + 3 NaOH R-COONa + H2O C3H5(OH)3 + 3R-COONa Sebelum gliserin diproses pada kolom distilasi, gliserin terlebih dahulu dipanaskan di preheater dengan steam bertekanan rendah untuk mereduksi tekanan uap gliserin. Tekanan uap direduksi agar proses destilasi lebih hemat energy karena umpan lebih mudah menguap. Pada seksi 4 terdapat 2 buah kolom distilasi bertipe packed column yang bekerja secara bersamaan untuk memurnikan gliserin hingga 99,5% massa. Pada kedua buah kolom distilasi terdapat banyak side-stream yang dialirkan ke kolom distilasi lainnya dan juga tempat keluarnya distilat gliserin. Pada reaksi ini digunakan steam bertekanan rendah sebagai live steam dan steam bertekanan menengah sebagai media pemanas. Produk Gliserin yang terbentuk kemudian mengalami pemurnian lebih lanjut pada glycerine bleaching untuk menyingkirkan berbagai pengotor ringan dan zat warna yang masih terkandung di dalam gliserin. Zat warna dan zat pengotor lainnya dihilangkan dengan menggunakan proses adsorpsi karbon aktif. Diagram alir proses seksi 4 dapat dilihat pada gambar .( terlampir) Selanjutnya akan dijabarkan mengenai deskripsi proses pada seksi 4. Gliserin dialirkan dari tangki 10T20 menuju ke pemanas 4E1 menggunakan pompa 4G1. Pada 4E1 terjadi pemanasan awal gliserin dengan panas bertekanan rendah sebagai media pemanasnya. Gliserin keluaran dari 4E1 akan mengalami perubahan temperatur dari 50°C menjadi 135°C. Larutan NaOH 50% dipompakan menggunakan 4G7 menuju aliran gliserin sebelum masuk ke 4E1. Komponen Universitas Sumatera Utara fatty acid dan lemak akan tersabunkan sepanjang aliran dari 4E1 menuju ke kolom distilasi 4D1. Pada 4D1, gliserin masuk melalui heating chamber pada bagian bawah kolom 4D1. Heating chamber ini berlaku sebagai tempat masuk umpan sekaligus reboiler pada kolom distilasi ini. Penguapan gliserin terjadi dengan pemanasan hingga mencapai titik didih gliserin dalam kondisi vakum. Kolom distilasi 4D1 memiliki pemanas ulang berupa ruang-ruang pemanasan yang dialiri oleh panas bertekanan menengah dengan prinsip mammut system. Aliran khusus di dalam ruang-ruang pemanas mempunyai system aliran yang berurutan . Masing-masing kolom distilasi pada seksi ini mempunyai 4 buah ruang pemanas. Gliserin diuapkan pada kondisi vakum, yaitu dengan tekanan sekitar 10 mbar dan dipisahkan dari bahan residu (senyawa sabun berberat molekul tinggi) yang tidak dapat teruapkan. Kolom distilasi 4D1 memiliki system sirkulasi di masing-masing ruang pemanas dengan menggunakan panas bertekanan rendah yang kontak langsung (live steam) dengan material yang disirkulasikan. Uap gliserin pertama melewati lapisan bahan packing (packing structure) pada bagian atas kolom 4D1. Temperatur kolom dijaga tetap pada 160-170°C dengan mengatur laju steam medium sebagai pemanas . Beberapa senyawa yang tebentuk dari proses saponifikasi adalah garam-garaman yang tidak dapat menguap saat dipanaskan di ruangan pemanas yang dikenal dengan bottom distllate glyserin (pitch). Bottom distillate glyserin ini mengalir menuju post distillation still 4D3 untuk menguapkan kembali gliserin yang terikut bersamanya dengan menggunakan panas bertekanan sedang. Uap gliserin kemudian didinginkan menggunakan Water Cooling Tempered (WCT) pada 4E2 Universitas Sumatera Utara dan ditampung pada 4F4. Bersamaan dengan distilat dari 4D1, gliserin dipompakan dari tangki 4F4 menggunakan 4G3 menuju 2 arah yaitu ke tangki distilat II 10T22 dan ke 4D1 sebagai aliran refluks. Sebelum dialirkan kembali ke 4D1, distilat didinginkan menggunakan Indirect Cooling Water (ICW). Uap gliserin 90% kemudian terkondensasi dan distillat didinginkan mencapai sekitar temperatur 110°C yang ditempatkan dibagian atas 4D2. Uap gliserin tersebut mengalami proses kesetimbangan pada packing material. Pompa 4G2 memompa destilat yang dingin melalui pendingin 4E3 dan kembali ke lapisan packing. Uap gliserin yang tidak mengembun pada proses kondensasi di 4D2 lalu diembunkan dalam bagian pengembun 4D4. Pada ruang terakhir dari chamber pemanas, diperoleh bahan yang tidak teruapkan. Bahan ini dikeluarkan setiap selang waktu 8 jam pada 4D3 dan distilasi dengan penambahan live steam yang berfungsi sebagai penurunan tekanan parsial. Bahan yang tidak teruapkan dikenal juga dengan sebutan bottom distillate glyserin (pitch) yang secara bertahap dikeluarkan dari kolom. Pada bagian atas kolom distilasi terjadi proses pengembunan. Proses pengembunan ini terjadi pada bagian-bagian yang terdiri dari collector, distributor dan packing structure. Pada bagian ini 10-15% uap gliserin terkondensasi setelah mengalami kontak dengan refluks yang dialirkan secara kontiniu pada temperature 130°C, yang bertemperatur relative lebih dingin dibanding uap gliserin yang bergerak naik ke atas. Pada bagian ini terjadi kesetimbanagan antara uap dan cairan. Universitas Sumatera Utara Kemudian distilat yang telah diembunkan mencapai sekitar temperature 150°C dikumpulkan dibagian bawah packing 4D2 dan mengalir secara langsung ke 4D8 dan selanjutnya proses destilasi pada 4D8 dan 4D9 serupa pada 4D1 dan 4D2, 4D9 mengeluarkan destilat secara kontiniu dari proses ke 4F1. Sebagai fungsi ketinggian level cairan di 4F1 sebagian glyserin dipompakan kembali ke kolom distillasi berfungsi sebagai refluks dan sebagian lainnya setelah melalui 4E5 dialirkan menuju bleacher. Sistem vakum terdiri dari 3 surface condenser yang dilengkapi dengan 5 buah steam vacum booster. Steam vacum booster 4G15 dan 4G15-1berfungsi untuk mempertahankan kondisi vakum dalam kolom distilasi dan menghisap uap air keluar kolom dengan tekanan operasi sekitar 90mbar. Uap air dan propelling steam diembunkan dalam surface condenser 4G15-2. Gas-gas yang tidak dapat mengembun dari proses sebelumnya kemudian dihisap oleh exhauster 4G15-3 dan ditekan keluar pada tekanan atmosfir dalam 2 tahap. Booster ejector berfungsi untuk pengosongan plant dari kondisi atmosfir. Hot well 4F3 digunakan untuk mengumpulkan kondensat dari live steam dan propelling steam yang terbentuk dalam surface condenser. Kondensat tersebut mengalir secara langsung ke selokan air buangan. Untuk memisahkan material organic non-gliserin dari gliserin, gliserin dialirkan ke bleacher yang menggunakan kolom bleaching berunggun diam dengan karbon aktif dan fixed filter di dalamnya. Distilat didinginkan sampai temperature proses bleaching yaitu sekitar 80°C menuju bleacher 4D5/6/7. Bleacher adalah kolom bleaching berunggun diam yang bekerja dirangkai secara seri. Universitas Sumatera Utara Karbon aktif diisikan pada bleacher dengan cara menyemprotkan air pada water jet booster dan dimasukkan ke dalam bleacher. Air membersihkan karbon aktif segar. Pengeringan karbon aktif dilakukan menggunakan uap super-heated 4 bar, 200°C dan bleacher dengan carbon aktif baru siap untuk dipakai. Proses selanjutnya pada bleacher adalah Proses Darin untuk pengosongan carbon aktif setelah pemakaian. Pengisian gliserin dihentikan, kemudian dilanjutkan dengan pengosongan bleacher 4D5 dengan penekanan oleh udara untuk mengeluarkan sisa glyserin dan dibersihkan dengan air yang dialirkan pada bejana tersebut sebagai proses sweeting of dan akhirnya carbon aktif dari bleacher dikosongkan (E. Greenberg, 1992). 2.3 LEMAK Yang dimaksud dengan lemak disini adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah sutu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah R1-COO- CH2 HO- CH2 HO-CH HO-CH R2-COO- CH R2-COO- CH HO-CH2 HO-CH2 R3-COO- CH2 R3-COO- CH2 HO-CH2 gliserol monogliserida digliserida R1-COO- CH2 trigliserida Universitas Sumatera Utara Suatu trigliserida R1-COOH, R2-COOH, R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam ialah asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. (Poedjiadi, A. 1994). Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh sebab itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak. Untuk lemak berat tertentu, jumlah mol asam lemak tergantung dari panjang rantai karbon pada asam lemak tersebut. Apabila rantai karbon itu pendek, maka jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbon itu panjang, jumlah asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan penyabunan. Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan terantung pada berat molekul lemak tersebut. Makin kecil berat molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya. Disamping oleh asam atau basa, lemak juga dapat terhidrolisis oleh enzim. Lemak yang kita makan akan terhidrolisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam cairan pankreas dan proses hidrolisis ini terjadi dalam usus halus (Poedjiadi, A. 1994). Universitas Sumatera Utara 2.4 KARBOHIDRAT Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi- pereaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan berikut ini yaitu pereaksi benedict, pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi, 1994). 2.5 MINYAK INTI SAWIT Inti sawit merupakan buah tanaman kelapa sawit yang telah dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya dan tempurungnya dan selanjutnya dikeringkan. Kandungan minyak yang terkandung didalam inti sekitar 50%. Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna coklat hitam. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya (disebut minyak inti) diekstraksi dan sisanya atau bangkilnya yang kaya protein dipakai sebagaibahan makanan lemak. Universitas Sumatera Utara Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak inti sawit adalah pada waktu perebusan yaitu sekitar 130oC. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Brondolan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut. Tabel 2.1 Sifat Fisik Minyak Inti Sawit Sifat fisik Berat jenis pada 99/15,5oC Indeks refraksi pada 40oC Bilangan Iodium Bilangan penyabunan Zat tak tersabunkan % Titik lebur, oC Titik padat, oC Range 0,860 – 0,873 1,449 – 1,452 14 – 22 245 - 255 Tak lebih 0,8 24 oC -26 oC 20 oC - 26 oC Pada umumnya jika tandan dibiarkan 45-60 menit saja pada tekanan uap jenuh 2,5 kg/cm2 dalam rebusan, hanya sedikit inti sawit yang mengalami perubahan warna, minyaknya akan berubah kuning muda. Dalam hal warnanya cokelat tua atau lebih gelap minyaknya akan sukar atau tidak dapat dipucatkan. Demikian juga minyak dari inti sawit yang berasal dari inti yang kurang kering atau dari inti yang disimpan basah. (Mangoensoekarjo,2003) Terdapat variasi komposisi inti sawit dalam hal padatan non protein. Bagian yang disebut protein yang tak dapat diekstrak yang mengandung sejumlah sukrosa, gula preduksi dan pati, tapi dalam beberapa cotoh tidak mengandung pati. Komposisi rata-rata inti sawit dapat dilihat pada tabel berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Komposisi Biji Inti sawit Komponen Minyak Air Protein Nitrogen yang tidak diekstrak Selulosa Abu (Ketaren,1986) Jumlah 47-52 6-8 7,5-9,0 23-24 5 2 Minyak inti sawit dapat dihasilkan dari inti sawit yang dinamakan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil sampingnya adalah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Meal atau Pellet). Bangkil inti sawit adalah inti kelpa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan, sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil yang berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm (Ketaren,1986). Minyak inti sawit atau palm Kernel Oil (PKO) adalah berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah tanaman kelapa sawit. Kandungan asam lemak sekitar 5%. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit yang diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi tidak berubah (http://seafast.ipb.ac.id). 2.6 ASAM LEMAK Asam lemak merupakan suatu asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya mempuntai rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Asam lemak yang paling tersebar merata dalam alam, yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap. Asam-asam lemak dengan lebih dari satu Universitas Sumatera Utara ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama dalam minyak nabati, minyak-minyak ini disebut poliunsaturat (Fessenden,1986). Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom-atom karbon penyusunnya, misalnya : asam kaprilat, asam kaproat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat. Sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya, misalnya asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) dari pada asam lemak tak jenuh (http://id.wikipedia.org/wiki/asam lemak). kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen daging buah/sabut (perikarp) dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam daging buah/sabut sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Tabel 2.3. Komposisi asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit. Asam lemak Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Minyak (%) 1,1-2,5 40-46 3,6-4,7 39-45 7-11 kelapa sawit Minyak inti sawit (%) 3-4 3-7 46-52 14-17 6,5-9 1-2,5 13-19 0,5-2 Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih 500-700 ppm, kandungan tekoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986). Universitas Sumatera Utara Hanya sedikit asam lemak bebas terdapat secara alami. Asam lemak dijumpai pada lipida-lipida yang telah disebutkan terdahulu baik melalui ikatanikatan ester maupun ikatan amida yang terbentuk didalam metabolisme lemak. Asam lemak kebanyakan diperoleh melalui hidrolisis lemak yang : a. Merupakan asam monokarboksilat yang mengandung grup karboksil yang dapat berionisasi dan non polar, berantai atom C lurus dan siklik b. Umum nya terbentuk dari atom C yang genap ( walaupun secara alami ada juga yang beratom C ganjil) c. Dapat jernih atau tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap) 2.6.1 Asam Lemak Jenuh Asam lemak jenuh mempunyai rumus umum CnH2+1 , COOH yang dimulai dari asam lemak beratom C2 (asam asetat) seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Asam-asam Lemak Jenuh Rumus Molekul (CnH2nO2) C2H4O2 C3H6O2 C4H8O2 C6H12O2 C8H16O2 C10H20O2 C12H24O2 C14H28O2 Rumus Struktur (CnH2n+1)COOH CH3COOH C2H5COOH C3H7COOH C5H11COOH C7H15COOH C9H19COOH C11H23COOH C13H27COOH Nama Umum Nama Sistematik Asam Asetat Asam Propionat Asam Butirat Asam Kaproat Asam Kaprilat Asam kaprat Asam Laurat Asam Miristat n- hexanoat n-oktanoat n-dekanoat n- dedekanoat n- tetradekanoat Jumlah atom C berhubungan erat dengan titik didih dan titik cair suatu lemak. Semakin banyak jumlah atom C atau semakin panjang rantai atom asam lemak, titik didih dan titik cair lemak semakin tinggi. Universitas Sumatera Utara Asam lemak dengan jumlah atom C>10 pada suhu kamar berada dalam bentuk padat. Secara alami, asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak yang beratom C<14 dan lebih besar dari 19 terbentuk dalam jumlah sedikit. 2.6.2 Asam Lemak Tidak Jenuh Tata nama sistematik pada asam lemak jenuh yang diberikan dengan menggunakan akhiran enoat untuk asam lemak dengan satu ikatan rangkap, akhiran dienoat untuk asam lemak dengan dua ikatan rangkap, akhiran trienoat untuk asam lemak dengan tiga ikatan rangkap dan akhiran tetraenoat untuk asam lemak dengan empat ikatan rangkap. Ketidak jenuhan asam lemak, sangat mempengaruhi sifat lemak/asam lemak. Umumnya dengan sedemikian banyak ikatan rangkap pada suatu asam lemak titik cair akan menjadi semakin rendah dan daya larut didalam pelarut non polar semakin tinggi. Umumnya semua asam lemak tidak jenuh pada suhu kamar berada dalam bentuk cair. Asam lemak tidak jenuh yang umum di dapat di alam adalah asam lemak tidak jenuh yang mempunyai satu ikatan rangkap dengan rumus CnH2n-1, dua ikatan rangkap dengan rumus CnH2n-7, seperti yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Asam-asam Lemak tidak Jenuh Rumus Molekul Rumus Struktur Nama Umum Nama Sistematik C16H30O2 C18H34O2 C18H34O2 C17H29COOH C17H33COOH C17H33COOH Palmitoleat Oleat Elaidat C18H34O2 C18H32O2 C17H33COOH C17H31COOH Vasenat Linoleat C18H30O2 C17H29COOH Linolenat C18H30O2 C17H29COOH Linolenat 9-heksedesenoat Cis-9- oktadesenoat Trans-9oktadesenoat 11-oktadesenoat Cis-9-12oktadekatrienoat 9,12,15 oktadekatrienoat 6,9,12 oktatrienoat Universitas Sumatera Utara C18H30O2 C17H29COOH Eleostearat C20H32O2 C19H31COOH Arakidonat C24H46O2 C23H45COOH Nervonat 9,11,13 oktadekatrienoat 5,8,11,14 eikosatetraenoat Cis-15tetrakosenoat Asam lemak tidak jenuh dengan rumus molekul yang sama seperti oleat dengan elaidat adalah merupakan isomer cis dan trans dari 9 oktadesenoat. Lemak netral adalah salah satu lipida yang terbanyak di alam. Secara struktur kimia, lemak adalah dari asam- asam lemak dengan trihidroksialkohol (gliserol). Satu, dua atau tiga gugus hidroksil dari gliserol tersebut dapat diesterkan dengan asam lemak dan membentuk mono, di dan trigliserida. Trigliserida atau triacylgliserol atau dengan nama umum lemak netral, adalah senyawa lemak yang paling banyak terdapat di alam. (Naibaho, P.M., 1996) 2.7 ASAM LEMAK BEBAS Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidroiklisis lemak. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dalam minyak sawit dapat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun, untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terfbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain: a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah c. Penumpukkan buah yang terlalu lama Universitas Sumatera Utara d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik. Kenaikan kasar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah glisrol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyakkadar ALB yang terbentuk (Tim penulis,1997). O O CH2-O- C-RI CH2-OH O R1-C-OH 52 BAR CH –O- C- R2 + 3H2O O CH –OH + R2-C-OH 260oC O O CH2-O-C-R3 Trigliserida Air CH2-OH R3-C-OH Gliserida ALB Gambar 2.1 reaksi glikolisis,trigliserida Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik, kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit yang basah akan menjadi tempat biakan bagi mikroorganisme (jamur). Prosesnya adalah sama seperti pada minyak sawit. Universitas Sumatera Utara Dalam keadaan normal kadar ALB permulaan minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahannya hanya 0,5%. Jadi pembentukkan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu jika tempat penimbunannya lembab.(Mangoensoekarjo,2003). 2.8 Gliserin Gliserin yang diperoleh pada proses hidrolisa (splitting) dapat dimurnikan (diatas 95%) dengan cara penguapan berganda (multiple effect evaporation) dan dilanjutkan dengan destilasi. Penggunaan gliserin mula-mula sekali adalah pada industri kosmetik yang berfungsi sebagain pelembab kulit agar tetap segar. Selain itu dapat dipakai juga sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan dalam pembuatan shampo, obat kumur-kumur dan pasta gigi. Gliserin juga digunakan sebagai hemactan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, zat alkit, selofan adesif, plester dan sabun. Gliserol, gliserin, atau 1,2,3- propanatriol adalah adalah alkohol jenuh bervalensi tiga, alkohol primer atau alkohol sekunder. Pada suhu kamar, berupa zat cair yang tidak berwarna, kental,netral terhadap lakmus, dan rasanya manis. Dalam keadaan murni, mempunyai sifat higroskopis. Dapat bercampur dengan air, tetapi tidak larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, karbon disulfida, dan benzena. Universitas Sumatera Utara H2C - CH - CH2 H KHSO4 HO OH OH 210°C H2C = CH – C = O + 2H2O gliserol akroleina Dehidrasi gliserol dapat terjadi karena penambahan kalium hidrogen sulfat pada suhu tinggi hasil dehidrasi berupa aldehida alifatik tak jenuh yang mempunyai aroma khas yang disebut akroleina atau propenal. Reaksi ini sering digunakan untuk mengidentifikasi gliserol, meskipun tidak spesifik. Gliserol dapat mencegah terbentuknya endapan pada reaksi antara tembaga sulfat encer dan natrium hidroksida encer. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa kompleks yang larut. Hasil pksidasi gliserol tergantung pada kekuatan oksidator yang digunakan. Dengan oksidator lemah, akan terbentuk gliseraldehida, sedangkan dengan oksidator kuat akan terbentuk asam glisrat. H2C - CH - C = O HO OH H Gliseraldehida H2C - CH - C = O HO OH OH asam gliserat Gliserol mempunyai banyak kegunaan, terutama sebagai bahan dasar untuk sintesis senyawa organik lainnya. Dalam kedokteran sebagai lakansia atau pencahar. Pada konsentrasi 25%, gliserol bekerja sebagai anti septik, selain sebagai pelarut dan pemanis, gliserol juga digunakan sebagai pengawet vaksin dan fermen ( Sumardjo, 2006 ). Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak pada proses fat-split. Di pasaran, gliserin beredar umumnya berasal dari pemecahan lemak dan gliserin Universitas Sumatera Utara sintetis. Kurang lebih 10 % gliserin yang dapat dihasilkan pada proses fat-split dari sejumlah CPO yang diolah. Gliserin tersebut dapat dimurnikan ( lebih dari 95%) dengan cara penguapan berganda, dilanjutkan dengan destilasi dan deionisasi. Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur, dan pasta gigi. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun. Dibandingkan minyak kelapa, penggunaan minyak inti sawit sebagai bahan baku dalam industri sabun dan kosmetika lebih mempunyai keunggulan karena mengandung vitamin E yang bersifat antioksidan dan melindungi kulit dari oksidasi. Penggunaan minyak yang bertitik leleh tinggi dalam pembuatan kosmetika dapat digantikan oleh minyak sawit yang berupa fraksi stearin. Penggantian ini, dilihat dari kualitas produk yang dibuat sifatnya lebih berperan sebagai anti-kanker dan anti-oksidasi pada kulit. Alternatif pemakaian minyak sawit dalam pembuatan pomade (minyak rambut) dapat lebih dikembangkan karena sifatnya yang semi mengering dan dapat dicampur dengan minyak lain. Dengan kondisi demikian, maka produk tersebut memiliki kemampuan untuk mempertahankan kerapian rambut (Tim penulis, 2000). 2.9 Uji Benedict Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ Universitas Sumatera Utara yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi benedict lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa dalam urine dari pada pereaksi fehling karena beberapa alasan. Apabila dalam urine terdapat asam urat atau kreatinin, kedua senyawa ini dapat mereduksi pereaksi benedict. Disamping itu pereaksi benedict lebih peka dari pada pereaksi fehling. Penggunaan pereaksi benedict juga lebih mudah karena hanya terdiri atas satu macam larutan, sedangkan pereaksi fehling terdiri atas dua macam larutan. (Poedjiadi, 1994). Universitas Sumatera Utara