WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN : 2089-8592 PSIKOLOGI KENABIAN DALAM MENGHIDUPKAN KEPRIBADIAN DIRI Abdul Hakim Siregar Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UISU Medan Jl. Sisingamangaraja, Medan ABSTRAK Kebutuhan hidup manusia (lahirbatin) sering berada dipersimpangan alias tidak sejalan, tidak memiliki keseimbangan akibat dari pengaruh hedonisma hidup. Psikologi lahiriyah manusia tidak jarang mendapat tekanan kebutuhan tanpa pamrih untuk mengejarnya, tidak terkecuali melanggar hak-hak orang lain. Namun harus diingat bahwa untuk mendapatkan kebutuhan hidup itu hendaklah dilakukan dengan cara terhormat, prosedural, proporsional dan jelas kehalalannya. Artinya dalam bingkai-bingkai yang telah diatur atau ditentukan Allah swt dan Rasul-Nya. Islam, sebagai agama rahmatan lil `alamin yang senantiasa memberika arahan, bimbingan kepada manusia dengan sejumlah aturan-aturan, kaedahkaedah serta nilai yang dapat menjamin manusia terbebas dari beban psikologi mental spiritual. Terbebas dari penyakit mental spiritual merupakan idaman setiap manusia, ketenangan hidup, denyutan jantung yang stabil, tekanan darah yang normal dan pergaulan hidup serta keluarga yang harmanis. Untuk merealisasi hal ini diperlukan pedoman hidup (teks book) serta figur (uswah- ketauladaan). Dalam Islam teks book dumaksud adalah Alquran alkarim, serta menauladani Rasulullah Muhammad saw . Psikologi kenabiaan mengambil ranah untuk mengkaji, menganalisa eksistensi jiwa manusia yang meliputi; sifat, hakikat, martabat, jiwa serta maqammaqam jiwa manusia. Demikian juga gejala jiwa manusia, meliputi; perilaku, sikap, tindakan, penampilan, dan gerakherik diri manusia yang telah melaksanakan evolusi dan transpormasi diri melalui pemahaman dan pengamalan agama secara totalitas berdasarkan wahyu dan ketauladanan Rasulullah Muhammad saw. dan harapan capaian dalam psi- kologi kenabian, antara lain adalah untuk menghidupkan jati diri insani yang sebenarnya, agar tanpak dipermukaan kepribadian dirinya, melaksanakan akhlakul karimah, mendapatkan kasih sayang serta keridhaan Allah dalam setiap perbuatan, tingkahlaku, karena dengan mengikuti Rasulullah Muhammad saw. ada jaminan akan mendapatkan kasih sayang dan keampunan Allah swt. yang merupakan dambaan setiap muslim. Hamdan Bakran, menyebutkan bahwa sasaran yang diharapkan adalah, untuk mengantarkan manusia agar dapat mencapai sehat secara holistik, yaitu; sehat fisik, mental, spiritual, finansial, dan sosial. Psikologi kenabiaan, dilakukan Rasulullah saw. dengan metoda intropeksitif dan aplikatif (panggilan hati nurani dan harmonisasi) dengan kaedah” ibda` binafsi” (mengawali dari diri sendiri). Kata Kunci : Psikologi, Kepribadian PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk Allah swt. yang berbeda dngan makhluk lainnya, bila dianalisa, ada dua hal penting kebutuhan yang pantas menjadi perhatiannya, dan dua hal tersebut berada dan melekat pada dirinya dan sama pentingnya, yaitu kebutuhan lahiriyah dan batiniyah. Kebutuhan lahiriyah ini meliputi semua aspek beban pisik yang kadang kala akan membawa manusia tanpa pamrih untuk mengejarnya, tak terkeuali melanggar hak orang lain, meniadakan manusia lain demi mendapatkan kebutuhan hidup, dan memperturutkan napsu kedunianya. Memang, Alquran mengisyaratkan bahwa Allah telah menggambarkan bahwa manusia berpotensi ingin mendapatkan kekayaan, kemewahan hidup dunia, yaitu antara lain; keinginan mendapatkan wanita, anak, harta yang 275 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ berlimpah ruah, seperti emas, perak, kenderaan yang bagus, jenis peternakan maupun perkebunan (Alquran, Surat Ali Imran/3 ayat, 14). Namun harus diingat, bahwa untuk mendapatkannya hendaklah dengan cara-cara yang terhormat, baik/ hahal. Artinya dalam bingkai-bingkai yang telah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya. Bagi mereka yang berusaha atau dengan memaksakan diri untuk mendapatkan kebutuhan tersebut, tanpa mengindahkan bingkai-bingkai atau aturan kehalalannya, maka dapat dipastikan bahwa harta yang diperoleh akan menjadi beban psikologi, beban berat, yang pada akhirnya dapat membawa malapetaka hidup, penjara telah berada di depan mata, caci maki, cemoohan manusia lain telah menjadi buah bibir, kesedihan itu bukan hanya menimpa bagi diri pelakunya, tetapi sampai kepada anak cucu, dan kaluarga manjdi beban moral. Kondisi seperti ini tidak jarang mereka mencari jalan pintas dengan bunuh diri. Nauzubillah min dzalik. Maka sebagai manusia yang telah diberi Allah akal dan hati nurani, untuk bertindak dan berbuat sesuatu, hendaklah berpikir dan memikirkan, paham dan memahami serta menimbang-nimbang mudorat dan manfaat suatu perbuatan. Islam sebagai agama rahmatan lil `alamin, yang senantiasa memberikan arahan maupun bimbingan kepada manusia, telah memberikan bingkai hidup, pedoman hidup manusia dengan sejumlah aturan-aturan, nilai-nilai yang dapat menjamin manusia akan terbebas dari beban psikologi. Maka bagi setiap muslim, wajib memangku, mengikuti uaturan-aturan tersebut. Adapun kebutuhan batiniyah (jangan dipandang remeh) adalah merupakan ketenangan hidup, denyutan jantung yang stabil, tekanan darah normal serta pikiran yang terang, keluarga maupun pergaulan yang harmonis. Bukan berarti meninggalkan keinginan mendapatkan kebutuhan dan kemewahan dunia, tetapi kebutuhan maupun kemewahan dunianya ini diperoleh dengan caracara yang baik, terhormat dan halal. Kehidupan seperti ini tentu merupakan idaman setiap manusia. Maka untuk merealisasinya diperlukan pedoman (teks book) dan uswah (keteladanan) Teks book dimakud adalah adalah Kitab suci Alquran al-Kariem, dan uswah dimaksud adalah ketauladanan pribadi Rasulullah Muhammad saw.dua hal ini memegang peranan penting dalam membimbing jiwa manusia. Timbul pertanyaan, bagaimana mendapatkan/meraih kehidupan yang nyaman ini ?. Jawabnya, untuk mendapatkannya, penulis mengajak kita semua, coba mendekati serta memahami psikologi kenabian. PENGERTIAN PSIKOLOGI KENABIAN Psikologi dapat diartikan sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa (Shaleh, dkk., 2004), memperbincangkan tentang tingkah laku manusia dan hewan, juga mem-pelajari mengenai organisma dalam segala variasi kompleksitasnya untuk memahami perubahan yang terus menerus berkembang, baik kejadian-kejadian pisik maupun konsekwensinya serta pengaruhnya terhadap perkembangan sosial kemasyarakatan dan lingkungannya. Kata “psikologi”, bermula dari bahasa Yunani, yaitu psyche dan logos. Psyche bermakna nafs (energi atau ruh), yaitu sesuatu yang dapat menggerakkanmenghidupkan dalam diri manusia atau pada makhluk lainnya.Willian James menyatakan; Jadi, pada hakikatnya semua mengakui unsur penting dalam hidup, yaitu energi Ilahi (Sopiatin, ddk., 2011). Sedangkan, logos adalah ilmu, yaitu bentuk kekuatan/potensi yang menampakkan keberadaan energi itu. “Dalam teologi, logos bermakna firman Tuhan. Jadi, psikologi mulanya bermakna kata atau bentuk yang mengungkapkan asas kehidupan, jiwa atau ruh” (Hamdani Bakran, 2012) energi Ilahi disebut dengan Ruh, dalam arti aktualisasi diri atas iman dan takwa. Ruh adalah simbol kekuatan spiritual seseorang (Sopiatin, ddk., 2011) Kenabian, berasal dari kata “nabaa-berita=wahyu”, artinya, para nabi itu bertugas menyampaikan dan mengembangkan secara luas pesan-pesan ketuhanan, untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan hidup dan kehidupan. Psikologi kenabian ini masuk dalam ranah psikologi agama. Psikologi agama terdiri dari dua suku kata “psikologi dan Agama” kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai 276 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ macam-macam gejala maupun latar belakangnya (Shaleh, dkk., 2004). Sedangkan agama, secara sederhana dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut kebahasaan (etimologi) dan dari sudut istilah (terminologi). Dari sudut bahasa nampaknya lebih mudah daripada mengertikan agama dari sudut istilah, karena pengertian agama dari sudut istilah ini mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli tidak begitu tertatrik memberikan batasan-batasan tentang agama, kalau pun ada tetapi bermacam-macam, karena masingmasing ahli melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Mukti Ali Sastrapratedja (misalnya), mengatakan, bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, di samping adanya perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama (Abuddin Nata, 2001). Demikian juga James H.Leuba, berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, tak kurang dari 48 tiori. Namun akhirnya ia berkesimpulan ,bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tak ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah (Abuddin Nata, 2001). Walau demikian ada baiknya di tampilkan beberapa definisi agama, antara lain’ Agama, adalah suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan yang mengendalikan alam semesta. Agama (religi) dalam pengertiannya yang paling umum sebagai sistim orientasi dan objek pengabdian (Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam RI, 2000). Elizabet K.Nottingham, yang dikutip Abuddin Nata, menyebut bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa dari orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri (Abuddin Nata, 2001). Sementara Durkheim, mengatakan bahwa agama adalah pantulan dari solidarits sosial. Bahkan, kalau dikaji, katanya, Tuhan itu sebenarnya adalah ciptaan masyarakat (Abuddin Nata, 2001). Harun Nasution (1979) mangatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut, 1).Pengakuan terhadap adanya hubugan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 2).Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3).Mengikatkan diri pada sesuatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. 4).Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5) Suatu sistim tingkah laku(code of condut) yang berasal dari kekuatan gaib, 6).Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib, 7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia, 8) Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Rasul. Selanjutnya, Thaib Thahir Abdul Muin mengemukakan definisi agama, sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat (Abuddin Nata, 2001). Akan halnya bahwa, Endang Saifuddin Anshari (1983), menyebut bahwa agama, religi dan Din (pada umumnya) adalah satu sistim credo (tata keimanan atau tata keyakinan) dan satu sistim ritus (tata cara peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Yang Mutlak itu, serta sistim norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan daya keimanan dan tata peribadatan. Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengambil suatu natijah bahawa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan 277 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ akhirat, yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai bila bergantung pada adanya hubungan manusia dengan penciptanya. Dalam pengertian ini bahwa semua orang adalah makhluk religius, karena tak seorang pun dapat hidup tanpa suatu sistim yang mengaturnya. Alquran menyebut “Din” diartikan sebagai agama. Kata Din yang berasal dari akar bahasa Arab mempunyai beberapa makna, yaitu; (1) keberhutangan (2) kepatuhan (3) kekuasaan bijaksana (4) kecenderungan alami atau tendensi. Dalam “Din” juga, secara garis besar melingkupi tiga peroalan pokok yaitu : 1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan menciptakan alam. 2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekwensi atau pengakuan dan ketundukannya. 3. Sistim nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut. Tiga aspek ini sangat erat hubungannya dengan suatu agama dan penganut agama tersebut untuk di implementasikan dalam kehidupan. Setelah kita mamahami makna psikologi maupun psikologi agama, maka sampailah kita memahami psikologi kenabian. Makna psikologi, telah disebutkan terdahulu, sedangkan “kenabian”, berasal dari bahasa Arab “nubuwwah” yaitu kanabian (Ali dan Mudlor, 1998), Hal ini dapat dijumpai dalam QS.3; 79, bermakna: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Alkitab, hikmah,dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia,” Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. “Akan tetapi(ia berkata),”Hendaklah kamu menjadi orangorang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Alkitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” Kata kenabian memiliki asal kata “nabi” Yaitu seorang hamba Allah swt. yang telah diberi-Nya kitab, hikmah, kemampuan berkomunikasi dan berintegrasi dengan-Nya, para malaikat-Nya serta berkemampuan mengamalkan serta mendakwahkan isi kitab dan hikmah itu dengan penuh sopan santun, baik dalam diri, keluarga maupun bagi umat manusia lainnya. Sopan santun dan bersih hati, merupakan sifat yang mereka miliki dengan sempurna, dan merupakan modal dalam berintraksi dengan manusia. Sementara kata kenabian itu mengandung makna, bahwa para nabi Allah itu berkemampuan menyesuaikan situasi dan kondisi dalam menyampaikan risalah titah Allah kepada seluruh manusia walaupun sering mendapat hambatan dan tantangan, tetap sabar dan tabah. Singkat kata, bahwa psikologi kenabian itu adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengadabtasikan tingkah laku yang muncul berdasarkan energi, kekuatan jiwa dalam mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan yang membawa manusia damai lahir batin, harmonis dalam segala pergaulan kehidupan. TUJUAN DAN KEGUNAAN PSIKOLOGI KENABIAN Sudah menjadi budaya umum bahwa apabila seseorang hendak mengakaji, membahas maupun mengimplementasikan suatu ilmu, faktor tujuan merupakan hal yang pantas menjadi perhatikan oleh peminatnya, tak terkecuali tentang tujuan mempelajari, mendalami maupun mengamalkan psikologi kenabian. Maka tujuan mempelajari maupun mendalami psikologi kenabian, adalah : 1. untuk mengetahui bahwa para nabi/ rasul Allah itu tidaklah diutus untuk merusak aturan yang berlaku di alam ciptaan, tetapi mereka diutus untuk membersihakan jiwa manusia dan mengarahkannya kepada keyakinan ada-Nya Mahapencipta.” Janganlah engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat memberi mudorat kecuali Allah, maka jika engkau perbuat itu niscaya engkau termasuk orang yang zdalim”( QS.10: 106) 2. untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tentang gejala-gejala jiwa manusia yang dikaitkan dengan sifat kenabian yang telah diimplementasikan Rasulullah Muhammad saw. semasa hidupnya, yang menjadi uswah/suri tauladan bagi setiap muslim. “Sesungguhnya pada diri 278 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ Rasulullah Muhammad saw. itu merupakan uswah, contoh yang baik bagi kamu, yang menginginkan (rahmat Allah) kehidupan yang sentosa di akhirat dan banyak mengingat Allah.(.QS.33:21). 3.Untuk mengamalkan dan mandapatkan kasih sayang serta keridhaan Allah dalam setiap perbuatan/tingkah laku, kapan dan di mana saja, karena dengan mengikuti Rasulullah Muhammad saw. ada jaminan beliau akan medapatkan kasih sayang dan keampunan Allah khaliq al-`alam. yang merupakan dambaan hidup muslim “ Katakanlah! “Jika kamu (benar-benar) ingin di sayangi Allah, ikutilah aku (Muhammad Rasulullah) pasti kamu di sayangi Allah dan Ia ampuni kesalahanmu. Sesungguhnya Allah Mahapengampun”.(QS.3: 31).Dan “ Apa yang disampaikan Rasulullah Muhammad saw. kepada kamu, laksanakanlah dan apa yang dilarangnya, jauhi dan tinggalkanlah.” (QS. 59 : 7 ) Menurut Hamdani, bahwa tujuan dan manfaat psikologi kenabian itu adalah : 1. untuk mengantarkan manusia mengenal hakikat dirinya yang azali dan hakiki, yang bersifat ketuhanan, ruhaniah, dan bercahaya (nur), yang senantiasa tidak akan pernah terpisah dari Tuhannya. 2. untuk mengantarkan mansuai mengenal eksistensi Tuhannya yang Laisa kamislihi syai`un (yang tidak ada sesuatu yang dapat menyerupai-Nya) 3. untuk mengantarkan manusia agar dapat mencapai sehat secara holistik (sehat fisikal, mental, spiritual, finansial, dan sosial). 4. untuk mengantarkan manusia agar dapat mengembangkan potensinya yang hakiki, sebagaimana yang telah di teladankan Rasulullah Muhammad saw.yaitu, cerdas melangit dan cerdas membumi (Hamdani Bakran, 2012). Dr, Popi Sopiatin, menyebut bahwa berdasarkan kegunaan/ tujuan psikologi itu dapat dibagi dua, yaitu ; (1). Ilmu jiwa tioritis, yaitu ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala itu sendiri. Jadi, belum dihubungkan dengan praktik hidup sehari-hari melainkan dipelajari sebagai pengetahuan untuk menambah pengetahuan tentang kejiwa- an. (2) Ilmu jiwa praktis; yaitu ilmu jiwa yang mempelajari segala sesuatu tentang jiwa untuk digunakan dalam praktik. Yang termasuk ilmu jiwa praktik itu ialah : 1. Psiko-teknik, yaitu tiori tentang cara menetapkan pribadi seseorang dan kecakapannya untuk memegang jabatan tertentu. 2. Psikologi pendidikan; yaitu mempelajari hal ihwal jiwa untuk keperluan pendidikan. 3. Ilmu jiwa pengobatan; yaitu mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit. Para dokter selalu berusaha menyelami jiwa orang-orang yang diobatinya agar dapat mengetahui sebab penyakit yang diderita pasien, sehingga memudahkan cara mengobatinya. 4. Ilmu jiwa kriminal; yaitu mempelajari persoalan yang berhubungan dengan kejahatan. Misalnya untuk mengetahui dasar atau alasan berbuat jahat. 5. Ilmu jiwa pastoral; yaitu mempelajari cara memimpin pengikut sesuatu agama serta meyakinkan pengikutnya kepada ajaran-ajaran agamanya. Umumnya ilmu jiwa ini dipelajari oleh para pemimpin agama. 6. Psikiatri; yaitu ilmu yang mempelajari cara untuk menyembuhkan penyakit jiwa/ urat syaraf. 7. Psiko-diagnotik; yaitu tiori tentang cara menetapkan tanda-tanda penyakit jiwa. 8. Psikotherapi; yaitu cara mengobati cacat jiwa dengan berbagai metoda. Misalnya, sugesti, hipnose, atau ungkapan-ungkapan jiwa dan sebagainya (Sopiatin, dkk., 2011). SASARAN PSIKOLOGI KENABIAN Psikologi kenabian dapat dimaknai sebagai suatu ilmu pengetahuan mengkenai pendekatan tentang tingkah laku manusia yang diartikan untuk mempelajari proses-proses mental dan perilaku itu sendiri, agar memahami bahwa tingkahlaku (kata, perbuatan langsung atau tidak langsung) akan dapat mempengaruhi sikap dan tingkahlaku orang lain. Maka sasaran psikologi kenabian ini adalah mental dan perbuatan manusia. 279 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ Rasulullah Muhammad aw.diutus adalah untuk memperbaiki budipekerti manusia. Memperbaiki budipekerti ini merupakan risalah atau visi/misi nabi. Budi adalah mental. Munculnya perilaku seeorang adalah bersumber dari budinya. Maka budi merupakan sentral lahirnya suatu perbuatan. Ulama (ilmuan), merupakan pewaris nabi yaitu mereka diharapkan melanjutkan risalah atau visi/misi kenabian tersebut. Mereka yang dapat meneruskan perjuangan dan risalah kenabian itu adalah mereka yang telah mewarisi potensi kenabian, yaitu kemampuan memahami, mengaplikasikan ruh batin Alquran dan alHikmah, sebagai buah ketaatan dan kedekatannya dengan Allah dan RasulNya Muhammad saw. Mereka inilah sebenarnya ulama billah, yaitu para hamba Allah yang berilmu, yang dengan ilmunya menjadi dekat kepada Allah. Mereka merasa takut, tunduk dan patuh kepada Allah, sehingga merasa diawasi Allah setiap gerak langkahnya. Perinsip “Ihsan-yaitu: Berbuatlah, seolah-olah anda melihat Allah, dan yang pasti setiap perbuatan dan gerak gerik anda dilihat Allah” melekat pada dirinya. Dengan demikian terpelihara diri dari mengambil yang tidak haknya. Perilaku keseharian kenabian Muhammad saw. adalah :berprilaku (1) Siddiq (jujur) dalam segala hal, (2) Amanah (terpercaya) dalam segala bentuk. (3) Tabligh (menyampaikan) segala infomasi baik atau buruk. (4) Fathonah (cerdik) yaitu memiliki wawasan yang luas, yaitu mampu menatap masa depan. “Dikalangan kaumnya, Nabi Muhammad saw.memiliki keistimewaan dalam tabi`at yang baik, akhlak yang mulia dan sifatsifat yang terpuji. Beliau merupakan orang yang paling utama memelihara muru`ah (penjagaan kesucian dan kehormatan diri), paling baik akhlaknya, paling agung dalam bertetangga. Paling lembut, paling jujur bicaranya, paling lembut wataknya, paling suci jiwanya, paling dermawan dalam kebajikan, paling baik dalam beramal, paling menepati janji, serta paling amanah, sehingga beliau dijuluki oleh mereka sebagai al-Amin.” (Shafiyyurrahman, 2001) Budipekerti seperti ini, tentu pantas sebagai sumber ketauladan bagi umat untuk memperbaiki kondisi kekinian, terutama ulama sebagai pewaris nabi. Quraish Shihab berpendapat bahwa ada empat tugas utama yang dapat dijalankan oleh para ulama sesuai dengan tugas kenabian, yaitu : 1. Menyampaikan (tabligh) ajaran-ajaraNya, seseuai dengan perintah-Nya,” Wahai Rasul sampaikanlah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS al-Maidah/5;67) 2. Menjelaskan ajaran-ajarannya berdasarkan ayat, “Dan kami turunkan alKitab kepadamu untuk kamu jelaskan kepada manusia.” (QS.an-Nahl/16; 44) 3. Memutuskan perkara atau problem yang dahadapi masyarakat, berdasarkan ayat,” Dan Allah turunkan bersama mereka al-Kitab dengan benar, agar dapat memutuskan perkara yang diperselisihkan manusia”, (QS,al-Baqarah/2; 213) 4. Memberikan contoh pengamalan, sesuai dengan hadits Aisyah ra. yang diriwayatkan Bukhari yang menyatakan bahwa perilaku nabi adalah praktek Alquran. Menelaah uraian diatas penulis berpendapat bahwa sasaran psikologi kenabian itu adalah membahas, mengkaji tentang: Eksistensi jiwa manusia, meliputi : sifat, hakikat, martabat jiwa, dan maqam-maqam jiwa manusia. Gejala jiwa, meliputi : perilaku, sikap, tindakan, penampilan dan gerak gerik diri manusia, yang telah melaksanakan evolusi dan transpormasi diri melalui pemahaman dan pengamalan agama secara totalitas berdasarkan wahyu ketuhanan (Alquran) dan berdasarkan ketauladanan Rasulullah Muhammad saw. METODA PSIKOLOGI KENABIAN Metoda yang dimaksud dalam hal ini adalah, bagaimana cara Rasulullah Muhammad saw. mengaplikasikan budipekertinya dalam kehidupan, sehingga masyarakat mencintai dan menghormatinya. Metoda yang dilakukan Rasulullah Muhammad saw. adalah, intropeksitif dan aplikatif, yaitu : 1. Memahami fungsi hidup. Yaitu bahwa manusia adalah khalifah Allah, makhluk terhormat, terlengkap potensinya, terindah bentuknya, karena itu hendaklah disesuaikan dengan perilaku. 2. Memahami tugas. Yaitu bahwa Rasulullah Muhammad saw. me- 280 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ nyadari ia di utus kealam ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, serta menjadi rahmat bagi alam semesta. Maka dalam melaksanakan tugas ini, beliau lakukan dengan memulai dari diri sendiri. Sebagaimana Rasulullah Muhammad saw. sabdakan “Ibdak binafsik” (awalilah dari dirimu). Maka semua perilaku di mulainya dari dirinya sendiri, sehingga terjadi kebiasaan, kultur dalam hidup. 3. Menyadari pengawasan dan tanggungjawab. Yaitu bahwa manusia adalah ciptaan Allah. Sebagai pencipta tentulah ada bingkai, nilai-nilai pengawasan yang akan dipenuhi dan akan dipertanggung jawabkan masing-masing manusia. Maka bingkai dan nilai yang menjadi perhatian Rasulullah Muhammad saw berdasarkan firman Allah, antara lain : a) “(QS. Al-Qashash/28; 77), bermakna “Carilah sesuatu yang dianugrahkan Allah untuk bekalmu hidup di akhirat, dan jangan melupakan kepentingan hidupmu di dunia. Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan jangan kamu berbuat bencana di bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap mereka yang berbuat bencana.” b).“ ( QS.al-Baqarah/2; 44), bermakna ”Megapa kamu menyuruh manusia mengerjakan kebajikan sedang kamu melupakan dirimu, padahal kamu membaca kitab, apakah kamu tidak berpikir ?. c). “ (QS. As-Shaff/61; 3), bermakna” Sangat besar murka dan dosa diberikan Allah bagi manusia yang ber beda ucapan dengan perbuatannya”. d.”(QS.al-Isra`/17; 36) bermakna” Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati manusia akan ditanya pertanggung jawabannya.” Maka dengan pemenuhan metoda ini akan terlaksana sifat-sifat kejiawaan untuk disumbangkan kepada makhluk ciptaan Allah azzawajalla, dan para ilmuan muslim, menjadikan bingkai psikologi dalam Islam. ASPEK-ASPEK PSIKOLOGI DALAM ISLAM Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan beberapa istilah yang sangat erat hubungannya dengan psikologi Islam, yaitu ruh, nyawa, nafs, jiwa, mukjizat dan berbagai kata lain yang senada dengannya. Penekanan istilah tersebut merupakan bentukan halus yang ada dalam diri manusia.yang tidak terlihat secara kasat mata, namun dapat dirasakan oleh setiap diri masing-masing. Bentukan halus yang tidak tanpak itu, memang menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memberikan pengertian yang tepat, seperti ruh, nafs/jiwa dan lainnya. Akan tetapi hikmah yang terkandung di dalam bentuk kehalusan itu, oleh pihak-pihak yang ingin mendalaminya akan memberi pengetahuan tersendiri pula dalam membaca apa yang ada pada diri manusia sebagai ciptaan Allah yang paling ahsani taqwim ( makhluk unik). Pada umumnya para ahli psikologi, menajamkan arah pembahasannya kepada an-nafs (jiwa). Sementara makna ruh, lebih sulit memehaminya, hal ini telah di nyatakan Allah, bahwa tentang ruh merupakan hak progratif-Nya, manusia hanya sedikit sekali memahaminya. Nafs, dalam makna psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Namun bila kita amati kata “jiwa” bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa itu sendiri memiliki pengertian yang beragam dan memerlukan pendalaman pengenalan. Dalam Alquran, kata an-Nafs itu terdapat 74 kali sebutan, yang bila di perhatikan makna yang terkandung di dalamnya berpariasi, antara lain : 1. Nafs bermakna “hati”, dalam Alquran surat al-Isra`/17, ayat 25 “Tuhanmu mengetahui apa yang ada dalam hatimu” 2. Nafs bermakna “jenis”, dalam Alquran surat at-Taubah/9, ayat 128 “Sesungguhnya telah datang Rasul dari golongan kamu” 3. Nafs bermakna “Ruh”, dalam Alquran surat az-Zumar/39, ayat 42 “ Allah yang memisahkan ruh saat kematian seseorang” 4. Nafs bermakna “jiwa”, dalam Alquran surat ar-Ra`du/13 ayat 11, Seungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum 281 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” Demikian pengertian “nafs” pada sebagian ayat, yang menunjukkan betapa beragamnya makna yang terkandung dalam kata an-nafs. Yang pasti bahwa annafs itu berada dalam diri manusia. Sasaran pembahasan maupun kajian ilmu psikologi itu adalah insani maupun hewani. Oleh karena salah satu titik tembak ilmu psikologi itu adalah insani atau manusia, maka manusia merupakan makhluk yang mempunyai keunikan dari makhluk ciptaan Allah lainnya. Bila diperhatikan secara cermat, keunikan manusia sebagai ciptaan Allah, maka dapat diambil satu simpulan, yang merupakan aspek-aspek psikologi dalam Islam adalah sebagai berikut : 1. Aspek jiwa (Nafs). Jiwa atau anNafs memiliki pemaknaan yang beragam. Menurut Mubarok, nafs itu memiliki arti: 1). jiwa, 2) dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, 3) sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk, 4) sesuatu di dalam diri manusia yang menggerakkan tingkah laku, dan 5) sisi dalam manusia yang dicipta secara sempurna dan di dalamnya terkandung potensi baik dan buruk (Sopiatin, dkk., 2011). Hamdani Bakran, mengklassifikasi jiwa itu menjadi dua maqam (gelar), yaitu : Pertama, maqam atau gelar, jiwa manusia yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kedua, maqam atau gelar, jiwa manusia yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Gelar kelompok pertama, adalah jiwa-jiwa yang taat sebagai yang telah diberikan Allah swt.kepada mereka merupakan anugerah-Nya yang bersifat khas dan menonjol atau yang mendominasi kekuatan jiwa itu untuk melahirkan perbuatan ketaatan yang khas pula, diantaranya adalah : - Rasul (al-Mursalun=utusan). Ini adalah gelar jiwa-jiwa kekasih Allah, yang telah diberi wahyu melalui malaikat Jibril as. Lalu wajib ia sampaikan kepada kaumnya, seperti nabi Nuh as, nabi Musa as. Dan lainnya sedangkan Rasulullah Muhammad saw. adalah pe- - - - - - mimpin para nabi, rasul dan aulia Allah, beliau menerima wahyu dan wajib menyampaikannya kepada seluruh manusia di alam semesta ini tanpa membedakan kaum, suku, ras, dan banga apapun. Nabi (al-anbiya`=pembawa berita), Ini adalah gelar jiwajiwa kekasih Allah yang telah diberi wahyu melalui malaikat Jibril as. Dan tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menyampaikan wahyu itu kepada kaumnya atau umat manusia, akan tetapi wahyu itu hanya untuk mereka sendiri. Mukmin (Mukminun), gelar ini diberi Allah bagi jiwa-jiwa yang penuh keyakinan dan kepercayaan terhadap eksistensi Allah swt. Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari akhir dan Takdir-Nya. Muslim (Muslimun). Gelar ini diberi Allah bagi jiwa-jiwa yang telah menerima keislaman secara rasa dan rasio, sehingga selamat dari kemusyrikan, kemunafikan, kekufuran dan kefasikan. Siddiqin (benar), gelar ini diberi Allah bagi jiwa-jiwa yang telah kokoh dalam kebenaran yang disampaikan Rasulullah Muhammad saw. Shobirin (sabar), gelar ini diberi Allah bagi jiwa-jiwa yang telah kokoh kesabaran atau ketabahannya dalam mengikuti Allah dan RasulNya Muhammad saw. 2. Aspek hati (Qalbu) Qalbu adalah salah satu potensi yang ada pada diri setiap manusia, bersifat gaib, halus dan bercahaya yang membentuk jati diri manusia, bila hati itu baik akan memberi fakta manusia itu akan baik, demikian sebaliknya, bila hati itu jelek (sifatnya) akan memberi aktualitas hidup seseorang itu akan jelek.(demikian isyarat Rasulullah saw dalam salah satu hadistnya). Qalbu, yang merupakan potensi yang mendasar bagi manusia, akan dapat dirasakan, apabila seseorang mengalami 282 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ sakit jantung, dadanya terasa nyeri serta berdebar-debar. Apabila seseorang mengalami sakit hati secara fisik, dapat dipahami bahwa levernya sedang bermasalah (sakit). Akan tetapi bila seseorang sakit hati secara psikologis, dadanya akan terasa perih, tersayat-sayat dan akan muncul kegelisahan. Demikian juga bila seseorang sakit hatinya secara spiritual, dapat dipahami bahwa spirit/ kekuatan jiwanya sedang lemah, bisa terjadi akibat keragu-raguannya terhadap konsistensi ilahi, atau akibat siat-sifat yang sedang mengendap pada dirinya, antara lain; sifat dengki, ujub, riya, syirik, nifaq, kufur dan lain sebaginya yang dapat mengganggu kestabilan spiritualnya. Dr.Abdul Halim Mahmud, mengartikan qalbu itu sebagai kelembutan Rabbaniyah Ruhaniyah yang bertempat di qalbu itu. Qalbu dengan makna ini adalah hakikat manusia. Dialah bagian yang menyerap, menangkap, dan memiliki pemahaman dalam diri manusia. Dialah yang diberi tugas hukum, yang akan diperhitungkan, yang akan diberikan ganjaran, dan yang akan mendapat kecaman (Hamdani Bakran, 2012). Sa`id Hawwa, (memaknai) qalbu itu adalah rasa ruhaniyah yang halus berkaitan dengan hati jasmani (bendawi), dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia. Dialah yang ,mengetahui, mengerti, dan paham. Dialah yang dapat perintah, yang dicela, diberi sanksi dan yang mendapat tuntutan. Qalbu memiliki hubungan dengan jasmani. Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniyah dengan hati jasmaniyah) sama dengan hubungan antara watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara pemakai alat dengan alat itu sendiri, antara sesuatu yang menempati tempat dengan tempat itu sendiri. Kami menjelaskan hal tersebut karena kami bersikap hati-hati pada dua makna. Pertama, bahwasanya hal itu berhubungan dengan ilmu mukasyafah. Kedua, Perwujudannya membutuhkan tersingkapnya rahasia ruh. Sebutan kata “hati” (qalbu) yang kami maksudkan adalah pada perasaan halus (latifah) dan sasarannya hanya menyebutkan sifat-sifat serta keadaannya, bukan hakikatnya (Hamdani Bakran, 2012). Adapun tingkatan-tingkatan keadaan qalbu itu dalam diri setiap manusia berbeda-beda, sebagaimana keadaan jiwa manusia itu sendiri, namun akan berada di salah satu dari yang tiga ini, yaitu a. Hati yang kokoh, mantap (fu`ad), Hati yang telah kokoh dan mantap ini adalah hati yang telah dimiliki oleh mereka yang telah mencapai derajat jiwa Rabbani (terbimbing). Apa yang ditampakkan oleh hatinya, atau dirasakan, diilhamkan dalam hatinya tidak ada kebohongan dan rekayasanya, sebab hati itu melihat dalam bimbingan cahaya ketuhanan (Nurullah). “Hati (fu`ad) itu tidak pernah dusta terhadap apa saja yang telah ia lihat” (QS.53: 11) Oleh Muhyiddin Ibn `Arabi, menafsirkan makna fu`ad sebagai hati yang mendaki kepada maqam ruh dalam persaksian, yang sedang menyaksikan zat dengan semua sifat-sifat, yang ada dengan wujudulhaq (sebanar-benar yang ada) (Hamdani Bakran, 2012) b. Hati yang telah sadar (Shadrah). Yaitu hati yang telah benar-benar menerima kebenaran Allah swt. sehingga hati terlepas dari himpitan, kebingungan, was-was, dan ragu tentang kebenarankebenaran-Nya. Hatinya ridla dan ikhlas untuk mempercayai dan meyakini Islam sebagai ajaran dan agama yang diridlai-Nya. Ketulusan dan keridlaan terlahir dalam segala perbuatan dan tindakan sehari-hari tanpa merasa terpaksa apalagi dipaksa. “Barang siapa yang Allah kehendaki, Ia akan memberikan petunjuk, dan akan melapangkan dada (seseorang) untuk (menganut agama) Islam. Dan barang siapa yang Ia kehendaki kesesatan niscaya Allah menjadikan dada (seseorang) itu sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS.6:125). Dalam dada itu akan bermunculan bisikan-bisikan kejahatan yang di hembuskan oleh syetan, 283 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ baik dalam bentuk wujud jin maupun manusia. Di sana tempat berkecamuknya pertempuran haq dan batil, tempat seorang harus berserah diiri atau mendongakkan kepalanya menantang Tuhan. Berbeda dengan fu`ad yang berorientasi ke depan, potensi shadr mmemandang pada masa lalu. Sehingga shadr mampu merasakan kegagalan dan keberhasilan sebagai tercermin. Dengan kompetisinya untuk melihat dunia masa lalu, manusia mempunyai kemampuan untuk menimbang membanding, dan menghasilkan kearifan. c. Hati yang sering labil (qalbu= bolak balik). Kondisi hati dalam tingkatan ini biasanya dihiasi oleh perasaan ragu-ragu, was-was (khaufanizm), dan sering berburuk sangka. “Wahai orang yang beriman, jauhi kamulah sifat berburuk sangka, karena sifat berburuk sanka itu adalah dosa” (QS.49: 12). Maka, hati yang memiliki sifat buruk sangka seperti inilah yang menjadi makanan empuk, sasaran iblis untuk menggoda dan menghancurkan manusia. Hati seperti ini dimiliki oleh orang berjiwa lawwamah, tidak memiliki pendirian dan prinsip hidup yang tidak jelas. Seperti, kadang kala dapat kita rasakan, bahwa di dalam hati selalu ada dua kata-kata, ajakan, seruan dan bisikan, negatif atau positif, baik atau buruk, haq atau batil. Bagi hati yang mantap (fu`ad), tanpa ragu ia akan memilih yang positif saja sebagai anugrah yang besar dari Allah swt. Bila diamati dengan seksama, maka fungsi hati bagi manusia itu, minimal ada tiga macam wadah, yaitu : Wadah Allah swt. untuk bertitah kepada hamba-Nya. Wadah Allah swt. untuk menempatkan rahasia-rahasia-Nya. Wadah Allah swt. untuk menanamkan perasaan (emosi dan kasih sayang-Nya). 3. Aspek akal (`Aqlu) Akal merupakan potensi penting bagi manusia yang merupakan pembeda dengan makhluk lain ciptaan Allah. Akal adalah bahasa arab (`aqlun) sebagai kata masdar (kata kerja) bermakna; mengikat, memahami, berpikir. “Akal dipandang sebagai nabi dan petunjuk yang tersembunyi dan sebagai bukti *ayat) Tuhan” (Sayid Mujtaba) Akal sebagai alat untuk berpikir. “Berfikir adalah suatu proses dialektis. Artinya, selama kita berfikir, fikiran kita mengadakan tanya jawab dengan fikiran kita, untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara ketahuan kita itu, dengan tepat. Pertanyaan itulah yang memberi arah kepada fikiran kita.” (Agus Sujanto, 1995) Pada zaman Jahiliyah, orang yang berakal, adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya , sehingga karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan (Hamdani Bakran, 2012). Dalam Alquran terdapat 49 kata akal yang tersebar di berbagai surat. Antara lain dalam QS.al-An`am/6 ayat 151, bermakna; Janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah keculai dengan sebab yang haq. Demikian itu merupakan wasiyat Allah kepadamu. Semoga kamu berakal (menggunakan daya akal). Dalam isyarat ini dapat dipahami bahwa “akal” merupakan daya bagi manusia untuk mengambil pelajaran, i`tibar, dan mengambil hikmah sedetail mungkin dalam mengambil suatu kesimpulan dan sikap yang akan diambil Hamdani Bakran dalam bukunya psikologi kenabian, menyebut bahwa: Menurut Imam Ghazali Ra. hakikat akal adalah nama yang dipergunakan untuk menyebut kepada kesatuan atas empat makna (pengertian) sebagaimana namanama yang dipergunakan untuk menyebut beberapa pengertian, di antaranya adalah : Sifat yang membedakan antara manusia dan binatang. Itulah sebabnya yang, membuat manusia siap untuk menerima ilmu-ilmu yang bersifat penalaran dan merenungkan pekerjaan-pekerjaan samar yang memerlukan pemikiran. Ilmu-ilmu yang keluar dari dalam diri anak kecil yang telah dapat membedakan tentang sesuatu 284 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ yang boleh, mungkin atau mustahil. Ilmu-ilmu yang diperoleh dengan pengalaman dengan berjalannya keadaan-keadaan. Sesungguhnya orang yang dididik oleh percobaan-percobaan dan oleh aliran-aliran, maka biasanya ia disebut sebagai orang yang berakal. Dan orang yang tidak bersifat dengan sifat ini ia disebut sebagai orang yang dungu, tidak berpengalaman, dan bodoh. Kekuatan naluri itu berakhir sampai mengetahui kesudahan berbagai persoalan dan menahan keinginan dan segera dan memaksanya. Apabila kekuatan ini berhasil, maka pemiliknya disebut sebagai orang yang berakal. Sebegai eksistensi akal yang ada dalam diri manusia, Rasulullah Muhammad saw. telah bersabda : (bermakna) “Setiap manusia itu mempunyai alat dan persiapan, dan sesungguhnya alat orang mukmin itu adalah akal. Setiap manusia iti mempunyai kenderaan dan kederaan seseorang itu adalah akal. Setiap manusia itu mempunyai tiang, dan tiang agama adalah akal. Setiap kaum mempunyai tujuan dan puncak hamba itu adalah akal. Setiap kaum mempunyai penyeru, dan penyeru orang-orang beribadah adalah akal. Setiap pedagang itu mempunyai barang dagangan, dan barang dagangan orang yang bersungguhsungguh adalah akal. Setiap keluarga di rumah itu ada penegak dan penegak rumah orang-orang yang jujur adalah akal.Setiap kebenaran itu ada bangunan, dan bangunan akhirat adalah akal. Setiap seseorang itu ada kesudahan yang berhubungan dengannya dan menyebutnyebutnya. Kesudahan orang yang jujur yang berhubungan dengannya dan yang menyebut-nyebutnya adalah akal.Dan setiap perjalanan itu mempunyai terminal, dan terminal orang-orang yang mukmin itu adalah akal. (HR.Ibn Muhbar dan Ibnu Abbas ra.) Oleh karena itu akal sangat perlu pemeliharaannya, merusak akal merupakan dosa, kesalahan yang fatal. Hakikat manusia itu adalah terletak pada akalnya, hilangnya akal seseorang, hilang pulalah manusianya. Para dokter dan ahli kesehatan memperingatkan, bahwa kerusakan- kerusakan yang dapat mempengaruhi akal dan ingatan, melemahkan pikiran, malah melumpuhkan daya berpikir pada umat manusia serta menimbulkan bahaya-bahaya yang besar, termasuk : 1. Minuman keras dengan berbagai bentuk dan macam jenisnya yang dapat melumpuhkan, melemahkan syaraf nerpikir, adalah sangat berbahaya dan dalam agama termasuk kategori berdosa. 2. Kebiasaan onani yang jiga dapat melemahkan dan mengakibatkan impotensi, melemahkan ingatan, menyebabkan malas berpikir, merupakan perbuatan kejahatan diri dan agama melarang berbuatnya. 3. Merokok, merupakan perbuatan yang mengakibatkan perusakan syaraf-syaraf melemahkan ingatan yang mesti dihindari. 4. Rangsangan-rangsangan seksualitas, pornografi yang memaksa libido sekual yang dapat melemahkan ingatan dan berpikir, merupakan hal yang hal yang harus di tinggalkan untuk menuju kesehatan. Hasil peneliti senior, Prof.Dr.Dadang Hawari, telah membuktikan bahwa (termasuk) penyalahgunaan NAZA (narkotika, dan zat adiktif lainnya), menimbulkan dampak negatif bagi pelaku dan lingkungannya, antara lain: Merusak hubungan kekeluargaan. Menurunkan kemampuan belajar. Ketidak mampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk Perubahan perilaku menjadi anti sosial. Merosotnya produktifitas kerja Gangguan kesehatan. Oleh karena itu, dalam makna dan perpektif hakikat atau batiniyah, akal bukan saja sebagai daya berpikir bagi manusia akan tetapi akal adalah “nur`alim” cahaya Allah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, maka peliharalah akalmu, supaya eksistensi sebagai manusia tetap konsisten. 4. Aspek Nafsu Para salik(penempuh jalan menuju Allah), terdapat kesepakatan mereka bahwa hawa nafsu itu ialah; pemutus 285 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ antara hati dan jalan menuju Allah. Ia tidak akan datang dan sampai kepada Allah ,kecuali setelah mematikan dan meninggalkan nafsu dengan melawan dan mengalahkannya (Syeikh Ahmad Farid). Allah mengisyaratkan dalam Alquran surat an-Naziat, ayat 37-41, bermakna : “Adapun orang-orang yang melampaui batas. Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” Hawa nafsu senantiasa mengajak pada perbuatan keji dan mengutamakan kehidupan duniawi” hawa nafsu tak pernah berhenti untuk mengajak manusia kepada kejahatan dan neraka” (Farhad, dkk, 2005). Sementara Allah menyeru hamba agar takut kepadaNya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu. Hati ada diantara kedua penyeru tersebut. Satu saat ia condong kepada yang ini, pada kesempatan lain ia condong kepada yang itu. Inilah tempat cobaan dan ujian. Allah menyifati nafsu dalam Alquran dengan tiga sifat. 1. Muthma`innah (jiwa yang tenang atau jiwa yang penuh kesadaran) QS.Al-Fajar/89; 27. 2. Lawwamah. (jiwa yang menyesal atau jiwa yang setengah sadar), QS.Al-Qiyamah/ 75; 1-2. 3. `Ammarah bissuu` (kiwa yang menyuruh jahat atau jiwa yang tidak sadar), QS.Yusuf/ 122; 53. Apabila nafsu tenang dan sadar kepada Allah, tenang dan sadar dengan mengingat-Nya, berserah dan sadardiri kepada-Nya, rindu dengan kesadaran ingin berjumpa dengan Allah, dinamakan dengan nafsu muthma`innah. “ketenangan hati kepada Allah merupakan hakikat yang dianugrahkan Allah kedalam hati hamba-Nya” (Abu Shuhaib al-Karimi, 2012). Qatadah (sahabat Rasulullah saw), menuturkan “orang mukimin ialah orang yang jiwanya tenang kepada apa yang dijanjikan Allah swt. Lantas, ia tenang terhadap ketentuan Allah, sehingga iapun pasrah dan ridha apa yang yang menjadi ketetapan Allah. Ia tidak marah, jengkel, dan merusak keimanannya. Karena itu ia tidak berputus asa terhadap apa yang tidak ia peroleh dan tidak merasa terlalu senang terhadap apa yang telah diberikan kepadanya. Adapun tenang pada kebaikan ialah ketenangan dalam melaksanakannya dengan ikhlas dalam berbuat baik kepadaNya. Sehingga ia tidak mendahulukan kehendak hawa nafsu, atau adat istiadat di atas perintah-Nya. Jika jiwa telah tenteram dari perasaan ragu menuju yakin, dari kebodohan menuju ilmu dari kelalaian menuju zikir, dari khianat menuju taubat, dari riya` menuju ikhlas, dari kebohongan menuju kejujuran, dari kelemahan menuju keluwesan, dari kesombongan menuju kerendahan hati, dari titik itulah seseorang memasuki jiwa yang muthma`innah. Selanjutnya, ia melihat cahaya dalam kesadarannya apa yang diciptakan kepadanya dan apa yang akan dijumpainya kelak dalam kematian negeri abadi. Lalu ia berpacu menyiapkan sisa-sias umurnya untuk mengejar kembali semua yang terlewatkan, mengaktifkan apa yang ia passifkan, memperbaiki kesalahankesalahan yang lalu dengan memanfaatkan kesempatan yang menurutnya saat ini adalah saat terakhir. Dengan begitu, jiwanya menjadi ingat dan anggota tubuhnya menjadi tunduk taat menuju Allah seraya melapangkan dada, menyerahkan diri dan merenungi nikmat-nikmat Allah yang telah ia habiskan sekaligus melihat kejahatankejahatan dirinya dalam berbuat dosan seraya berkata “Astagfirullah (Ampuni aku ya Allah) dengan penuh sadar. Dalam cahaya kesadaran tersebut, ia juga melihat kemuliaan dan urgensi waktu yang dimilikinya. Waktu ialah modal kebahagian. Sehingga ia menjadi kikir dalam menggunakannya untuk selain hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena dengan menyianyiakan waktu merupakan kerugian besar yang akan disusul penyesalan.” Amat besar penyealan atas kelalaian dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah” (QS.az-Zumar, 56). Adapun Nafsu Lawwamah; adalah jiwa yang kurang kesadaran dalam menentukan sikap dan tindakannya,”jiwa yang tidak tetap pada satu keadaan” sehingga membuat dirinya tidak memiliki kenyamanan, ketenangan hidup. Jiwa yang seperti ini akan berdampak negatif 286 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ dan berpeluang besar menghadapi penyesalan yang benar-benar menyesal. Sebagaimana pendapat sebagian ulama bahwa nafsu lawwamah itu ialah; “jiwa yang tidak konsiten pada suatu keadaan .Ia adalah hati yang banyak bolak balik dan berwarna warni. Terkadang ia ingat dan lalai, menghadap dan berpaling, cinta dan benci, bahagia dan sedih, ridha dan marah, serta patuh dan takut.” (Syekh Ahmad Farid). Senentara Nafsu Ammarah bissuu` adalah jenis nafsu yang tercela atau jiwa yang tidak memiliki kesadaran dalam setiap sikap dan lakon hidupnya. Ahmad Farid, dalam bukunya “Tazkiyztun Nafs” halaman 108 “ Nafsu Ammarah bissu`, adalah nafsu yang selalu menyuruh berbuat keburukan. Memang nafsu itu bertabiat seperti itu. Karenanya tidak seorangpun yang bisa selamat darinya, kecuali ia mendapat pertolongan daei Allah” Ammarah adalah lawan dari muthma`innah. Setiap kali nafs muthma` innah datang dengan membawa kebaikan, maka nafs `ammarah menyainginya dengan membawa kejahatan, sebagai kebalikan kebaikan itu untuk merusaknya. Jika nafs muthma`innah datang dengan membawa iman dan tauhid, maka naf `ammarah datang menodai iman dan tauhid itu dengan keraguan dan kemunafikan yang bisa mencederai iman dan tauhid tersebut. Demikian halnya, jika nafs mutha`innah datang dengan membawa keikhlasan, kejujuran tawakkal, maka nafs ammarah datang dengan kebalikannya. Yang lebih aneh lagi, adalah bahwa nafs `ammarah itu akan menandingi apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, berupa sifat-sifat terpuji/ akhlak dan perbuatan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga dua hal manjadi rancu di mata para hamba. Tidak ada yang bisa lepas dan selamaat dari ini semua kecuali orang-orang yang benar-benar mempunyai bashirah (mata hati yang tajam). hikmah tersebut, baik dalam diri secara pribadi maupun umat manusia dan lingkungannya. Sedangkan kata kenabiaan mengandung makna segala hal ihwal yang berhubungan dan berkaitan erat dengan seseorang yang telah memperoleh potensi kenabiaan. Mereka itu adalah Nabi Muhammad Rasulullah saw.para nabi umumnya dan para ahli waris mereka yaitu aulia Allah. Namun aulia Allah mereka tidak menyampaikan dan mengajarkan risalah baru kepada umat manusia, akan tetapi mereka sebagai penyambung dan penerus lidah Rasulullah Muhammad saw. artinya mereka bertugas mengembangkan secara luas pesan-pesan ketuhanan serta pesan-pesan kenabiaan. Mereka yang dapat meneruskan perjuangan dan risalah kenabian tersebut adalah mereka yang telah mewarisi potensi kenabian. Yaitu kemampuan memahami, mengaplikasikan dan memasuki ruh dan batin Alquran dan alHikmah sebagai buah dari ketaatan dan kedekatannya dengan Allah dan RasulNya Muhammad saw. serta para nabiNya. Mereka itulah para ulama billah, yaitu hamba-hamba Allah dan dengan ilmu yang dimilikinya, ia ikhlas, dan merasa takut, tunduk dan patuh kepadaNya, sehingga tajalli (muncul), dan hadir Nur Allah kedalam eksistensi dirinya, dengan itu muncul kepermukaan ; berpikir benar, berkata benar, dan bekerja benar”.Allahu `alam bisshawab. KESIMPULAN Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs, Terj.Muhammad Suhadi, 2013, Ciraces Semarang, Jawa Timur. Kata kenabian asal kata “nabi” yaitu seorang hamba Allah swt yang telah diberikan-Nya kitab, hikmah, kemampuan berkomunikasi dan berintegrasi denganNya, para malaikat-Nya, serta berkemampuan mengimplementasikan kitab dan DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman Saleh, dkk, 2004, Psikologi; Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Kencana Jakarta. Abuddi Nata, 2001, Metodologi Studi Islam, Raja Grafika Persada Jakarta. Ahmad Zuhdi Mudhar, 1998, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Multi Karya, Yogyakarta. Agussujono, 1995, Psikologi Umum, Bumi Aksara Jakarta. 287 Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................ Departemen Agama RI, 2000, Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Bulan Bintang Jakarta. Endang Syaifuddin An-Shari, 1983, Wawasan Islam, Salman Bandung. Hamdan Bakran Az-Zdakey, 2012, Psikologi Kenabian, PajarMedia Press Yogyakarta. Harun Nasution, 1979, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya.UI Press Jakarta Ibn Qayyim al-Jauziyzh, Mukhtashar ArRuh li Ibn Qayyim Al-Jauziyah, terj. Abu Shuhaib, 2012, Sukoharjo – Solo. Muhammad Farid dkk, 2005, Membangun Moralitas Umat, Amaliya Surabaya. Nashir Makarim asy-Syirazi, Traning of the Soul, Terj.Ikramullah, 2004, Pustaka Zahra Jakarta. Popi Sopiatin, dkk. 2011, Psikologi Suatu PengantarDalam Perspektif Islam Kencana Jakarta. Shafiurrahman Al-Mubarakfuri, tt, ArRahiq al-Makhtum, terj. Hanif Yahya, Jakarta. Sayid Mujtaba Musawi Lari, tt, Meraih Kesempurnaan Spiritual, Terj.Ahsin Muhmmad, Hidayah Bandung.