UNIEVERSTAS ISLAM SUMATERA UTARA (UISU)

advertisement
WAHANA INOVASI
VOLUME 3 No.2
JULI-DES 2014
ISSN : 2089-8592
PSIKOLOGI KENABIAN DALAM
MENGHIDUPKAN KEPRIBADIAN DIRI
Abdul Hakim Siregar
Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UISU Medan
Jl. Sisingamangaraja, Medan
ABSTRAK
Kebutuhan hidup manusia (lahirbatin) sering berada dipersimpangan alias
tidak sejalan, tidak memiliki keseimbangan akibat dari pengaruh hedonisma
hidup. Psikologi lahiriyah manusia tidak
jarang mendapat tekanan kebutuhan
tanpa pamrih untuk mengejarnya, tidak
terkecuali melanggar hak-hak orang lain.
Namun harus diingat bahwa untuk mendapatkan kebutuhan hidup itu hendaklah
dilakukan dengan cara terhormat, prosedural, proporsional dan jelas kehalalannya. Artinya dalam bingkai-bingkai yang
telah diatur atau ditentukan Allah swt dan
Rasul-Nya.
Islam, sebagai agama rahmatan lil
`alamin yang senantiasa memberika
arahan, bimbingan kepada manusia
dengan sejumlah aturan-aturan, kaedahkaedah serta nilai yang dapat menjamin
manusia terbebas dari beban psikologi
mental spiritual.
Terbebas dari penyakit mental spiritual merupakan idaman setiap manusia,
ketenangan hidup, denyutan jantung yang
stabil, tekanan darah yang normal dan
pergaulan hidup serta keluarga yang
harmanis. Untuk merealisasi hal ini diperlukan pedoman hidup (teks book) serta
figur (uswah- ketauladaan). Dalam Islam
teks book dumaksud adalah Alquran
alkarim, serta menauladani Rasulullah
Muhammad saw .
Psikologi
kenabiaan
mengambil
ranah untuk mengkaji, menganalisa
eksistensi jiwa manusia yang meliputi;
sifat, hakikat, martabat, jiwa serta maqammaqam jiwa manusia. Demikian juga
gejala jiwa manusia, meliputi; perilaku,
sikap, tindakan, penampilan, dan gerakherik diri manusia yang telah melaksanakan evolusi dan transpormasi diri melalui
pemahaman dan pengamalan agama
secara totalitas berdasarkan wahyu dan
ketauladanan Rasulullah Muhammad
saw. dan harapan capaian dalam psi-
kologi kenabian, antara lain adalah untuk
menghidupkan jati diri insani yang sebenarnya, agar tanpak dipermukaan kepribadian dirinya, melaksanakan akhlakul
karimah, mendapatkan kasih sayang
serta keridhaan Allah dalam setiap perbuatan, tingkahlaku, karena dengan
mengikuti Rasulullah Muhammad saw.
ada jaminan akan mendapatkan kasih
sayang dan keampunan Allah swt. yang
merupakan dambaan setiap muslim.
Hamdan Bakran, menyebutkan bahwa
sasaran yang diharapkan adalah, untuk
mengantarkan manusia agar dapat
mencapai sehat secara holistik, yaitu;
sehat fisik, mental, spiritual, finansial, dan
sosial.
Psikologi
kenabiaan,
dilakukan
Rasulullah saw. dengan metoda intropeksitif dan aplikatif (panggilan hati nurani
dan harmonisasi) dengan kaedah” ibda`
binafsi” (mengawali dari diri sendiri).
Kata Kunci : Psikologi, Kepribadian
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk Allah swt.
yang berbeda dngan makhluk lainnya, bila
dianalisa, ada dua hal penting kebutuhan
yang pantas menjadi perhatiannya, dan
dua hal tersebut berada dan melekat
pada dirinya dan sama pentingnya, yaitu
kebutuhan lahiriyah dan batiniyah.
Kebutuhan lahiriyah ini meliputi
semua aspek beban pisik yang kadang
kala akan membawa manusia tanpa pamrih untuk mengejarnya, tak terkeuali melanggar hak orang lain, meniadakan manusia lain demi mendapatkan kebutuhan
hidup, dan memperturutkan napsu kedunianya.
Memang, Alquran mengisyaratkan
bahwa Allah telah menggambarkan
bahwa manusia berpotensi ingin mendapatkan kekayaan, kemewahan hidup
dunia, yaitu antara lain; keinginan mendapatkan wanita, anak, harta yang
275
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
berlimpah ruah, seperti emas, perak,
kenderaan yang bagus, jenis peternakan
maupun perkebunan (Alquran, Surat Ali
Imran/3 ayat, 14). Namun harus diingat,
bahwa untuk mendapatkannya hendaklah
dengan cara-cara yang terhormat, baik/
hahal. Artinya dalam bingkai-bingkai yang
telah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya.
Bagi mereka yang berusaha atau
dengan memaksakan diri untuk mendapatkan kebutuhan tersebut, tanpa
mengindahkan
bingkai-bingkai
atau
aturan kehalalannya, maka dapat dipastikan bahwa harta yang diperoleh akan
menjadi beban psikologi, beban berat,
yang pada akhirnya dapat membawa
malapetaka hidup, penjara telah berada di
depan mata, caci maki, cemoohan
manusia lain telah menjadi buah bibir,
kesedihan itu bukan hanya menimpa bagi
diri pelakunya, tetapi sampai kepada anak
cucu, dan kaluarga manjdi beban moral.
Kondisi seperti ini tidak jarang mereka
mencari jalan pintas dengan bunuh diri.
Nauzubillah min dzalik.
Maka sebagai manusia yang telah
diberi Allah akal dan hati nurani, untuk
bertindak dan berbuat sesuatu, hendaklah
berpikir dan memikirkan, paham dan
memahami serta menimbang-nimbang
mudorat dan manfaat suatu perbuatan.
Islam sebagai agama rahmatan lil
`alamin, yang senantiasa memberikan
arahan maupun bimbingan kepada manusia, telah memberikan bingkai hidup,
pedoman hidup manusia dengan sejumlah aturan-aturan, nilai-nilai yang
dapat menjamin manusia akan terbebas
dari beban psikologi. Maka bagi setiap
muslim, wajib memangku, mengikuti
uaturan-aturan tersebut.
Adapun
kebutuhan
batiniyah
(jangan dipandang remeh) adalah merupakan ketenangan hidup, denyutan
jantung yang stabil, tekanan darah normal
serta pikiran yang terang, keluarga maupun pergaulan yang harmonis. Bukan
berarti meninggalkan keinginan mendapatkan kebutuhan dan kemewahan dunia, tetapi kebutuhan maupun kemewahan dunianya ini diperoleh dengan caracara yang baik, terhormat dan halal.
Kehidupan seperti ini tentu merupakan idaman setiap manusia. Maka untuk
merealisasinya diperlukan pedoman (teks
book) dan uswah (keteladanan) Teks
book dimakud adalah adalah Kitab suci
Alquran al-Kariem, dan uswah dimaksud
adalah ketauladanan pribadi Rasulullah
Muhammad saw.dua hal ini memegang
peranan penting dalam membimbing jiwa
manusia.
Timbul pertanyaan, bagaimana mendapatkan/meraih kehidupan yang nyaman
ini ?. Jawabnya, untuk mendapatkannya,
penulis mengajak kita semua, coba
mendekati serta memahami psikologi
kenabian.
PENGERTIAN PSIKOLOGI KENABIAN
Psikologi dapat diartikan sebuah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang
jiwa (Shaleh, dkk., 2004), memperbincangkan tentang tingkah laku manusia
dan hewan, juga mem-pelajari mengenai
organisma dalam segala variasi kompleksitasnya untuk memahami perubahan
yang terus menerus berkembang, baik
kejadian-kejadian pisik maupun konsekwensinya serta pengaruhnya terhadap
perkembangan sosial kemasyarakatan
dan lingkungannya.
Kata “psikologi”, bermula dari
bahasa Yunani, yaitu psyche dan logos.
Psyche bermakna nafs (energi atau ruh),
yaitu sesuatu yang dapat menggerakkanmenghidupkan dalam diri manusia atau
pada makhluk lainnya.Willian James
menyatakan; Jadi, pada hakikatnya semua mengakui unsur penting dalam
hidup, yaitu energi Ilahi (Sopiatin, ddk.,
2011). Sedangkan, logos adalah ilmu,
yaitu bentuk kekuatan/potensi yang menampakkan keberadaan energi itu.
“Dalam teologi, logos bermakna firman
Tuhan. Jadi, psikologi mulanya bermakna
kata atau bentuk yang mengungkapkan
asas kehidupan, jiwa atau ruh” (Hamdani
Bakran, 2012) energi Ilahi disebut dengan Ruh, dalam arti aktualisasi diri atas
iman dan takwa. Ruh adalah simbol
kekuatan spiritual seseorang (Sopiatin,
ddk., 2011) Kenabian, berasal dari kata
“nabaa-berita=wahyu”, artinya, para nabi
itu bertugas menyampaikan dan mengembangkan secara luas pesan-pesan ketuhanan, untuk menyelamatkan manusia
dari kesesatan hidup dan kehidupan.
Psikologi kenabian ini masuk dalam ranah
psikologi agama.
Psikologi agama terdiri dari dua suku
kata “psikologi dan Agama” kedua kata ini
mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
276
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
macam-macam gejala maupun latar
belakangnya (Shaleh, dkk., 2004).
Sedangkan agama, secara sederhana
dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari
sudut kebahasaan (etimologi) dan dari
sudut istilah (terminologi). Dari sudut
bahasa nampaknya lebih mudah daripada
mengertikan agama dari sudut istilah,
karena pengertian agama dari sudut
istilah ini mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya.
Atas dasar ini, maka tidak mengherankan
jika muncul beberapa ahli tidak begitu
tertatrik memberikan batasan-batasan
tentang agama, kalau pun ada tetapi
bermacam-macam,
karena
masingmasing ahli melihatnya dari sudut pandang
yang
berbeda.
Mukti
Ali
Sastrapratedja (misalnya), mengatakan,
bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum
ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, di samping
adanya perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap agama
terhadap suatu usaha memahami agama
(Abuddin Nata, 2001). Demikian juga
James H.Leuba, berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat
orang tentang agama, tak kurang dari 48
tiori. Namun akhirnya ia berkesimpulan
,bahwa usaha untuk membuat definisi
agama itu tak ada gunanya, karena hanya
merupakan kepandaian bersilat lidah
(Abuddin Nata, 2001). Walau demikian
ada baiknya di tampilkan beberapa definisi agama, antara lain’ Agama, adalah
suatu kepercayaan akan keberadaan
suatu kekuatan pengatur supranatural
yang menciptakan dan yang mengendalikan alam semesta. Agama (religi) dalam
pengertiannya yang paling umum sebagai
sistim orientasi dan objek pengabdian
(Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam
RI, 2000).
Elizabet K.Nottingham, yang dikutip
Abuddin Nata, menyebut bahwa agama
berkaitan dengan usaha-usaha manusia
untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan dan keberadaan
alam semesta. Agama telah menimbulkan
khayalnya yang paling luas dan juga
digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa dari orang lain.
Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga
perasaan takut dan ngeri (Abuddin Nata,
2001). Sementara Durkheim, mengatakan
bahwa agama adalah pantulan dari
solidarits sosial. Bahkan, kalau dikaji,
katanya, Tuhan itu sebenarnya adalah
ciptaan masyarakat (Abuddin Nata, 2001).
Harun Nasution (1979) mangatakan
bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut, 1).Pengakuan terhadap
adanya hubugan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2).Pengakuan terhadap adanya kekuatan
gaib yang menguasai manusia. 3).Mengikatkan diri pada sesuatu bentuk hidup
yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia. 4).Kepercayaan pada suatu
kekuatan gaib yang menimbulkan cara
hidup tertentu. 5) Suatu sistim tingkah
laku(code of condut) yang berasal dari
kekuatan gaib, 6).Pengakuan terhadap
adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan
gaib, 7) Pemujaan terhadap kekuatan
gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar
manusia, 8) Ajaran yang diwahyukan
Tuhan kepada manusia melalui Rasul.
Selanjutnya, Thaib Thahir Abdul
Muin mengemukakan definisi agama,
sebagai suatu peraturan Tuhan yang
mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak
pilihannya sendiri mengikuti peraturan
tersebut, guna mencapai kebahagiaan
hidupnya di dunia dan akhirat (Abuddin
Nata, 2001).
Akan
halnya
bahwa,
Endang
Saifuddin Anshari (1983), menyebut
bahwa agama, religi dan Din (pada
umumnya) adalah satu sistim credo (tata
keimanan atau tata keyakinan) dan satu
sistim ritus (tata cara peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Yang
Mutlak itu, serta sistim norma (tata
kaidah) yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama manusia dan
hubungan manusia dengan alam lainnya,
sesuai dan sejalan dengan daya keimanan dan tata peribadatan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas
kita dapat mengambil suatu natijah
bahawa agama adalah ajaran yang
berasal dari Tuhan atau hasil renungan
manusia yang terkandung dalam kitab
suci dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
277
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
akhirat, yang selanjutnya menimbulkan
respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup akan tercapai bila bergantung pada adanya hubungan manusia
dengan penciptanya.
Dalam pengertian ini bahwa semua
orang adalah makhluk religius, karena tak
seorang pun dapat hidup tanpa suatu
sistim yang mengaturnya.
Alquran menyebut “Din” diartikan
sebagai agama. Kata Din yang berasal
dari akar bahasa Arab mempunyai beberapa makna, yaitu; (1) keberhutangan
(2) kepatuhan (3) kekuasaan bijaksana
(4) kecenderungan alami atau tendensi.
Dalam “Din” juga, secara garis besar
melingkupi tiga peroalan pokok yaitu :
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini
mengatur dan menciptakan alam.
2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah
laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural
tersebut sebagai konsekwensi
atau pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistim nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan atau alam
semesta yang dikaitkan dengan
keyakinannya tersebut. Tiga aspek ini sangat erat hubungannya
dengan suatu agama dan penganut agama tersebut untuk di
implementasikan dalam kehidupan.
Setelah kita mamahami makna
psikologi maupun psikologi agama, maka
sampailah kita memahami psikologi kenabian. Makna psikologi, telah disebutkan
terdahulu, sedangkan “kenabian”, berasal
dari bahasa Arab “nubuwwah” yaitu
kanabian (Ali dan Mudlor, 1998), Hal ini
dapat dijumpai dalam QS.3; 79, bermakna: Tidak wajar bagi seseorang
manusia yang Allah berikan kepadanya
Alkitab, hikmah,dan kenabian, lalu ia
berkata kepada manusia,” Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah. “Akan tetapi(ia
berkata),”Hendaklah kamu menjadi orangorang Rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Alkitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.”
Kata kenabian memiliki asal kata
“nabi” Yaitu seorang hamba Allah swt.
yang telah diberi-Nya kitab, hikmah,
kemampuan berkomunikasi dan berintegrasi dengan-Nya, para malaikat-Nya
serta berkemampuan mengamalkan serta
mendakwahkan isi kitab dan hikmah itu
dengan penuh sopan santun, baik dalam
diri, keluarga maupun bagi umat manusia
lainnya. Sopan santun dan bersih hati,
merupakan sifat yang mereka miliki
dengan sempurna, dan merupakan modal
dalam berintraksi dengan manusia.
Sementara kata kenabian itu mengandung makna, bahwa para nabi Allah itu
berkemampuan menyesuaikan situasi dan
kondisi dalam menyampaikan risalah titah
Allah kepada seluruh manusia walaupun
sering mendapat hambatan dan tantangan, tetap sabar dan tabah.
Singkat kata, bahwa psikologi kenabian itu adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mengadabtasikan tingkah laku yang
muncul berdasarkan energi, kekuatan jiwa
dalam mengimplementasikan nilai-nilai
ketuhanan yang membawa manusia
damai lahir batin, harmonis dalam segala
pergaulan kehidupan.
TUJUAN DAN KEGUNAAN
PSIKOLOGI KENABIAN
Sudah menjadi budaya umum bahwa
apabila seseorang hendak mengakaji,
membahas maupun mengimplementasikan suatu ilmu, faktor tujuan merupakan
hal yang pantas menjadi perhatikan oleh
peminatnya, tak terkecuali tentang tujuan
mempelajari, mendalami maupun mengamalkan psikologi kenabian. Maka tujuan
mempelajari maupun mendalami psikologi
kenabian, adalah :
1. untuk mengetahui bahwa para nabi/
rasul Allah itu tidaklah diutus untuk
merusak aturan yang berlaku di alam
ciptaan, tetapi mereka diutus untuk membersihakan jiwa manusia dan mengarahkannya kepada keyakinan ada-Nya
Mahapencipta.” Janganlah engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat memberi
mudorat kecuali Allah, maka jika engkau
perbuat itu niscaya engkau termasuk
orang yang zdalim”( QS.10: 106)
2. untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
tentang gejala-gejala jiwa manusia yang
dikaitkan dengan sifat kenabian yang
telah
diimplementasikan
Rasulullah
Muhammad saw. semasa hidupnya, yang
menjadi uswah/suri tauladan bagi setiap
muslim.
“Sesungguhnya
pada
diri
278
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
Rasulullah Muhammad saw. itu merupakan uswah, contoh yang baik bagi kamu,
yang menginginkan (rahmat Allah) kehidupan yang sentosa di akhirat dan
banyak mengingat Allah.(.QS.33:21).
3.Untuk mengamalkan dan mandapatkan
kasih sayang serta keridhaan Allah dalam
setiap perbuatan/tingkah laku, kapan dan
di mana saja, karena dengan mengikuti
Rasulullah Muhammad saw. ada jaminan
beliau akan medapatkan kasih sayang
dan keampunan Allah khaliq al-`alam.
yang merupakan dambaan hidup muslim “
Katakanlah! “Jika kamu (benar-benar)
ingin di sayangi Allah, ikutilah aku
(Muhammad Rasulullah) pasti kamu di
sayangi Allah dan Ia ampuni kesalahanmu. Sesungguhnya Allah Mahapengampun”.(QS.3: 31).Dan “ Apa yang disampaikan Rasulullah Muhammad saw.
kepada kamu, laksanakanlah dan apa
yang dilarangnya, jauhi dan tinggalkanlah.” (QS. 59 : 7 )
Menurut Hamdani, bahwa tujuan dan
manfaat psikologi kenabian itu adalah :
1. untuk mengantarkan manusia
mengenal hakikat dirinya yang
azali dan hakiki, yang bersifat
ketuhanan, ruhaniah, dan bercahaya (nur), yang senantiasa
tidak akan pernah terpisah dari
Tuhannya.
2. untuk mengantarkan mansuai
mengenal eksistensi Tuhannya
yang Laisa kamislihi syai`un
(yang tidak ada sesuatu yang
dapat menyerupai-Nya)
3. untuk mengantarkan manusia
agar dapat mencapai sehat secara holistik (sehat fisikal, mental, spiritual, finansial, dan sosial).
4. untuk mengantarkan manusia
agar dapat mengembangkan potensinya yang hakiki, sebagaimana yang telah di teladankan
Rasulullah Muhammad saw.yaitu,
cerdas melangit dan cerdas
membumi
(Hamdani
Bakran,
2012).
Dr, Popi Sopiatin, menyebut bahwa
berdasarkan kegunaan/ tujuan psikologi
itu dapat dibagi dua, yaitu ; (1). Ilmu jiwa
tioritis, yaitu ilmu jiwa yang mempelajari
gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala
itu sendiri. Jadi, belum dihubungkan dengan praktik hidup sehari-hari melainkan
dipelajari sebagai pengetahuan untuk
menambah pengetahuan tentang kejiwa-
an. (2) Ilmu jiwa praktis; yaitu ilmu jiwa
yang mempelajari segala sesuatu tentang
jiwa untuk digunakan dalam praktik. Yang
termasuk ilmu jiwa praktik itu ialah :
1. Psiko-teknik, yaitu tiori tentang
cara menetapkan pribadi seseorang dan kecakapannya untuk
memegang jabatan tertentu.
2. Psikologi pendidikan; yaitu mempelajari hal ihwal jiwa untuk
keperluan pendidikan.
3. Ilmu jiwa pengobatan; yaitu mempelajari gejala-gejala kejiwaan
yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit. Para dokter
selalu berusaha menyelami jiwa
orang-orang yang diobatinya agar
dapat mengetahui sebab penyakit
yang diderita pasien, sehingga
memudahkan cara mengobatinya.
4. Ilmu jiwa kriminal; yaitu mempelajari persoalan yang berhubungan dengan kejahatan.
Misalnya untuk mengetahui dasar
atau alasan berbuat jahat.
5. Ilmu jiwa pastoral; yaitu mempelajari cara memimpin pengikut
sesuatu agama serta meyakinkan
pengikutnya kepada ajaran-ajaran
agamanya. Umumnya ilmu jiwa ini
dipelajari oleh para pemimpin
agama.
6. Psikiatri; yaitu ilmu yang mempelajari cara untuk menyembuhkan penyakit jiwa/ urat syaraf.
7. Psiko-diagnotik; yaitu tiori tentang
cara menetapkan tanda-tanda penyakit jiwa.
8. Psikotherapi; yaitu cara mengobati cacat jiwa dengan berbagai
metoda. Misalnya, sugesti, hipnose, atau ungkapan-ungkapan
jiwa dan sebagainya (Sopiatin,
dkk., 2011).
SASARAN PSIKOLOGI KENABIAN
Psikologi kenabian dapat dimaknai
sebagai suatu ilmu pengetahuan mengkenai pendekatan tentang tingkah laku
manusia yang diartikan untuk mempelajari
proses-proses mental dan perilaku itu
sendiri, agar memahami bahwa tingkahlaku (kata, perbuatan langsung atau tidak
langsung) akan dapat mempengaruhi
sikap dan tingkahlaku orang lain. Maka
sasaran psikologi kenabian ini adalah
mental dan perbuatan manusia.
279
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
Rasulullah Muhammad aw.diutus
adalah untuk memperbaiki budipekerti
manusia. Memperbaiki budipekerti ini
merupakan risalah atau visi/misi nabi.
Budi adalah mental. Munculnya perilaku
seeorang adalah bersumber dari budinya.
Maka budi merupakan sentral lahirnya
suatu perbuatan.
Ulama (ilmuan), merupakan pewaris
nabi yaitu mereka diharapkan melanjutkan risalah atau visi/misi kenabian
tersebut. Mereka yang dapat meneruskan
perjuangan dan risalah kenabian itu adalah mereka yang telah mewarisi potensi
kenabian, yaitu kemampuan memahami,
mengaplikasikan ruh batin Alquran dan alHikmah, sebagai buah ketaatan dan
kedekatannya dengan Allah dan RasulNya Muhammad saw. Mereka inilah
sebenarnya ulama billah, yaitu para
hamba Allah yang berilmu, yang dengan
ilmunya menjadi dekat kepada Allah.
Mereka merasa takut, tunduk dan patuh
kepada Allah, sehingga merasa diawasi
Allah setiap gerak langkahnya. Perinsip
“Ihsan-yaitu:
Berbuatlah,
seolah-olah
anda melihat Allah, dan yang pasti setiap
perbuatan dan gerak gerik anda dilihat
Allah” melekat pada dirinya. Dengan
demikian terpelihara diri dari mengambil
yang tidak haknya.
Perilaku
keseharian
kenabian
Muhammad saw. adalah :berprilaku (1)
Siddiq (jujur) dalam segala hal,
(2)
Amanah (terpercaya) dalam segala bentuk. (3) Tabligh (menyampaikan) segala
infomasi baik atau buruk. (4) Fathonah
(cerdik) yaitu memiliki wawasan yang
luas, yaitu mampu menatap masa depan.
“Dikalangan kaumnya, Nabi Muhammad
saw.memiliki keistimewaan dalam tabi`at
yang baik, akhlak yang mulia dan sifatsifat yang terpuji. Beliau merupakan orang
yang paling utama memelihara muru`ah
(penjagaan kesucian dan kehormatan
diri), paling baik akhlaknya, paling agung
dalam bertetangga. Paling lembut, paling
jujur bicaranya, paling lembut wataknya,
paling suci jiwanya, paling dermawan
dalam kebajikan, paling baik dalam beramal, paling menepati janji, serta paling
amanah, sehingga beliau dijuluki oleh
mereka
sebagai
al-Amin.”
(Shafiyyurrahman, 2001) Budipekerti seperti ini, tentu pantas sebagai sumber
ketauladan bagi umat untuk memperbaiki
kondisi kekinian, terutama ulama sebagai
pewaris nabi.
Quraish Shihab berpendapat bahwa
ada empat tugas utama yang dapat
dijalankan oleh para ulama sesuai dengan
tugas kenabian, yaitu :
1. Menyampaikan (tabligh) ajaran-ajaraNya, seseuai dengan perintah-Nya,”
Wahai Rasul sampaikanlah apa-apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS
al-Maidah/5;67)
2. Menjelaskan ajaran-ajarannya berdasarkan ayat, “Dan kami turunkan alKitab kepadamu untuk kamu jelaskan
kepada manusia.” (QS.an-Nahl/16; 44)
3. Memutuskan perkara atau problem
yang dahadapi masyarakat, berdasarkan
ayat,” Dan Allah turunkan bersama
mereka al-Kitab dengan benar, agar dapat memutuskan perkara yang diperselisihkan manusia”, (QS,al-Baqarah/2;
213)
4. Memberikan contoh pengamalan, sesuai dengan hadits Aisyah ra. yang
diriwayatkan Bukhari yang menyatakan
bahwa perilaku nabi adalah praktek
Alquran.
Menelaah uraian diatas penulis berpendapat bahwa sasaran psikologi kenabian itu adalah membahas, mengkaji
tentang: Eksistensi jiwa manusia, meliputi : sifat, hakikat, martabat jiwa, dan
maqam-maqam jiwa manusia. Gejala
jiwa, meliputi : perilaku, sikap, tindakan,
penampilan dan gerak gerik diri manusia,
yang telah melaksanakan evolusi dan
transpormasi diri melalui pemahaman dan
pengamalan agama secara totalitas
berdasarkan wahyu ketuhanan (Alquran)
dan berdasarkan ketauladanan Rasulullah
Muhammad saw.
METODA PSIKOLOGI KENABIAN
Metoda yang dimaksud dalam hal ini
adalah, bagaimana cara Rasulullah
Muhammad saw. mengaplikasikan budipekertinya dalam kehidupan, sehingga
masyarakat mencintai dan menghormatinya. Metoda yang dilakukan Rasulullah
Muhammad saw. adalah, intropeksitif dan
aplikatif, yaitu :
1. Memahami fungsi hidup. Yaitu
bahwa manusia adalah khalifah
Allah, makhluk terhormat, terlengkap potensinya, terindah bentuknya, karena itu hendaklah
disesuaikan dengan perilaku.
2. Memahami tugas. Yaitu bahwa
Rasulullah Muhammad saw. me-
280
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
nyadari ia di utus kealam ini
adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia, serta menjadi
rahmat bagi alam semesta. Maka
dalam melaksanakan tugas ini,
beliau lakukan dengan memulai
dari diri sendiri. Sebagaimana
Rasulullah
Muhammad
saw.
sabdakan “Ibdak binafsik” (awalilah dari dirimu). Maka semua
perilaku di mulainya dari dirinya
sendiri, sehingga terjadi kebiasaan, kultur dalam hidup.
3. Menyadari pengawasan dan tanggungjawab. Yaitu bahwa manusia
adalah ciptaan Allah. Sebagai
pencipta tentulah ada bingkai,
nilai-nilai pengawasan yang akan
dipenuhi dan akan dipertanggung
jawabkan masing-masing manusia. Maka bingkai dan nilai
yang
menjadi
perhatian
Rasulullah
Muhammad
saw
berdasarkan firman Allah, antara
lain :
a) “(QS. Al-Qashash/28; 77), bermakna “Carilah sesuatu yang dianugrahkan Allah untuk bekalmu
hidup di akhirat, dan jangan melupakan kepentingan hidupmu di
dunia. Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu. Dan jangan kamu berbuat
bencana di bumi ini. Sesungguhnya
Allah tidak suka terhadap mereka
yang berbuat bencana.”
b).“ ( QS.al-Baqarah/2; 44), bermakna
”Megapa kamu menyuruh manusia
mengerjakan kebajikan sedang kamu
melupakan dirimu, padahal kamu
membaca kitab, apakah kamu tidak
berpikir ?.
c). “ (QS. As-Shaff/61; 3), bermakna”
Sangat besar murka dan dosa
diberikan Allah bagi manusia yang ber
beda ucapan dengan perbuatannya”.
d.”(QS.al-Isra`/17; 36) bermakna”
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati manusia akan
ditanya pertanggung jawabannya.”
Maka dengan pemenuhan metoda ini
akan terlaksana sifat-sifat kejiawaan
untuk disumbangkan kepada makhluk
ciptaan Allah azzawajalla, dan para ilmuan muslim, menjadikan bingkai psikologi
dalam Islam.
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGI
DALAM ISLAM
Dalam kehidupan sehari-hari, kita
sering menemukan beberapa istilah yang
sangat erat hubungannya dengan psikologi Islam, yaitu ruh, nyawa, nafs, jiwa,
mukjizat dan berbagai kata lain yang
senada dengannya. Penekanan istilah
tersebut merupakan bentukan halus yang
ada dalam diri manusia.yang tidak terlihat
secara kasat mata, namun dapat dirasakan oleh setiap diri masing-masing.
Bentukan halus yang tidak tanpak
itu, memang menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memberikan pengertian
yang tepat, seperti ruh, nafs/jiwa dan
lainnya. Akan tetapi hikmah yang terkandung di dalam bentuk kehalusan itu,
oleh pihak-pihak yang ingin mendalaminya akan memberi pengetahuan tersendiri
pula dalam membaca apa yang ada pada
diri manusia sebagai ciptaan Allah yang
paling ahsani taqwim ( makhluk unik).
Pada umumnya para ahli psikologi,
menajamkan arah pembahasannya kepada an-nafs (jiwa). Sementara makna
ruh, lebih sulit memehaminya, hal ini telah
di nyatakan Allah, bahwa tentang ruh
merupakan hak progratif-Nya, manusia
hanya sedikit sekali memahaminya.
Nafs, dalam makna psikologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari tentang jiwa
manusia. Namun bila kita amati kata
“jiwa” bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa itu sendiri
memiliki pengertian yang beragam dan
memerlukan pendalaman pengenalan.
Dalam Alquran, kata an-Nafs itu
terdapat 74 kali sebutan, yang bila di
perhatikan makna yang terkandung di
dalamnya berpariasi, antara lain :
1. Nafs bermakna “hati”, dalam Alquran surat al-Isra`/17, ayat 25
“Tuhanmu mengetahui apa yang
ada dalam hatimu”
2. Nafs bermakna “jenis”, dalam Alquran surat at-Taubah/9, ayat 128
“Sesungguhnya telah datang
Rasul dari golongan kamu”
3. Nafs bermakna “Ruh”, dalam Alquran surat az-Zumar/39, ayat 42
“ Allah yang memisahkan ruh saat
kematian seseorang”
4. Nafs bermakna “jiwa”, dalam Alquran surat ar-Ra`du/13 ayat 11,
Seungguhnya Allah tidak akan
merubah keadaan sesuatu kaum
281
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”
Demikian pengertian “nafs” pada
sebagian ayat, yang menunjukkan betapa
beragamnya
makna yang terkandung
dalam kata an-nafs. Yang pasti bahwa annafs itu berada dalam diri manusia.
Sasaran pembahasan maupun kajian ilmu psikologi itu adalah insani maupun hewani. Oleh karena salah satu titik
tembak ilmu psikologi itu adalah insani
atau manusia, maka manusia merupakan
makhluk yang mempunyai keunikan dari
makhluk ciptaan Allah lainnya.
Bila diperhatikan secara cermat,
keunikan manusia sebagai ciptaan Allah,
maka dapat diambil satu simpulan, yang
merupakan aspek-aspek psikologi dalam
Islam adalah sebagai berikut :
1. Aspek jiwa (Nafs). Jiwa atau anNafs memiliki pemaknaan yang
beragam. Menurut Mubarok, nafs
itu memiliki arti: 1). jiwa, 2)
dorongan hati yang kuat untuk
berbuat kurang baik, 3) sesuatu
yang melahirkan sifat tercela dan
perilaku buruk, 4) sesuatu di
dalam diri manusia yang menggerakkan tingkah laku, dan 5) sisi
dalam manusia yang dicipta secara sempurna dan di dalamnya
terkandung potensi baik dan
buruk (Sopiatin, dkk., 2011).
Hamdani Bakran, mengklassifikasi
jiwa itu menjadi dua maqam (gelar), yaitu
: Pertama, maqam atau gelar, jiwa
manusia yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Kedua, maqam atau gelar,
jiwa manusia yang ingkar kepada Allah
dan Rasul-Nya.
Gelar kelompok pertama, adalah jiwa-jiwa
yang taat sebagai yang telah diberikan
Allah swt.kepada mereka merupakan
anugerah-Nya yang bersifat khas dan
menonjol atau yang mendominasi kekuatan jiwa itu untuk melahirkan perbuatan ketaatan yang khas pula, diantaranya adalah :
- Rasul (al-Mursalun=utusan).
Ini adalah gelar jiwa-jiwa kekasih Allah, yang telah diberi
wahyu melalui malaikat Jibril
as. Lalu wajib ia sampaikan
kepada kaumnya, seperti nabi
Nuh as, nabi Musa as. Dan
lainnya sedangkan Rasulullah
Muhammad saw. adalah pe-
-
-
-
-
-
mimpin para nabi, rasul dan
aulia Allah, beliau menerima
wahyu dan wajib menyampaikannya kepada seluruh
manusia di alam semesta ini
tanpa membedakan kaum,
suku, ras, dan banga apapun.
Nabi
(al-anbiya`=pembawa
berita), Ini adalah gelar jiwajiwa kekasih Allah yang telah
diberi wahyu melalui malaikat
Jibril as. Dan tidak ada kewajiban bagi mereka untuk
menyampaikan wahyu itu kepada kaumnya atau umat
manusia, akan tetapi wahyu
itu hanya untuk mereka
sendiri.
Mukmin (Mukminun), gelar
ini diberi Allah bagi jiwa-jiwa
yang penuh keyakinan dan
kepercayaan terhadap eksistensi Allah swt. Malaikat,
Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari
akhir dan Takdir-Nya.
Muslim (Muslimun). Gelar ini
diberi Allah bagi jiwa-jiwa
yang telah menerima keislaman secara rasa dan
rasio, sehingga selamat dari
kemusyrikan,
kemunafikan,
kekufuran dan kefasikan.
Siddiqin (benar), gelar ini
diberi Allah bagi jiwa-jiwa
yang telah kokoh dalam kebenaran yang disampaikan
Rasulullah Muhammad saw.
Shobirin (sabar), gelar ini
diberi Allah bagi jiwa-jiwa
yang telah kokoh kesabaran
atau ketabahannya dalam
mengikuti Allah dan RasulNya Muhammad saw.
2. Aspek hati (Qalbu)
Qalbu adalah salah satu potensi yang
ada pada diri setiap manusia, bersifat
gaib, halus dan bercahaya yang membentuk jati diri manusia, bila hati itu baik
akan memberi fakta manusia itu akan
baik, demikian sebaliknya, bila hati itu
jelek (sifatnya) akan memberi aktualitas
hidup seseorang itu akan jelek.(demikian
isyarat Rasulullah saw dalam salah satu
hadistnya).
Qalbu, yang merupakan potensi yang
mendasar bagi manusia, akan dapat
dirasakan, apabila seseorang mengalami
282
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
sakit jantung, dadanya terasa nyeri serta
berdebar-debar.
Apabila
seseorang
mengalami sakit hati secara fisik, dapat
dipahami bahwa levernya sedang bermasalah (sakit). Akan tetapi bila
seseorang sakit hati secara psikologis,
dadanya akan terasa perih, tersayat-sayat
dan akan muncul kegelisahan. Demikian
juga bila seseorang sakit hatinya secara
spiritual, dapat dipahami bahwa spirit/
kekuatan jiwanya sedang lemah, bisa
terjadi akibat keragu-raguannya terhadap
konsistensi ilahi, atau akibat siat-sifat
yang sedang mengendap pada dirinya,
antara lain; sifat dengki, ujub, riya, syirik,
nifaq, kufur dan lain sebaginya yang
dapat mengganggu kestabilan spiritualnya.
Dr.Abdul Halim Mahmud, mengartikan
qalbu itu sebagai kelembutan Rabbaniyah
Ruhaniyah yang bertempat di qalbu itu.
Qalbu dengan makna ini adalah hakikat
manusia. Dialah bagian yang menyerap,
menangkap, dan memiliki pemahaman
dalam diri manusia. Dialah yang diberi
tugas hukum, yang akan diperhitungkan,
yang akan diberikan ganjaran, dan yang
akan mendapat kecaman (Hamdani
Bakran, 2012).
Sa`id Hawwa, (memaknai) qalbu itu
adalah rasa ruhaniyah yang halus berkaitan dengan hati jasmani (bendawi),
dan perasaan halus itu adalah hakikat
dari manusia. Dialah yang ,mengetahui,
mengerti, dan paham. Dialah yang dapat
perintah, yang dicela, diberi sanksi dan
yang mendapat tuntutan. Qalbu memiliki
hubungan dengan jasmani. Akal manusia
bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya
(hubungan antara hati ruhaniyah dengan
hati jasmaniyah) sama dengan hubungan
antara watak dengan jasad, antara sifat
dan yang disifati, antara pemakai alat
dengan alat itu sendiri, antara sesuatu
yang menempati tempat dengan tempat
itu sendiri. Kami menjelaskan hal tersebut
karena kami bersikap hati-hati pada dua
makna. Pertama, bahwasanya hal itu
berhubungan dengan ilmu mukasyafah.
Kedua, Perwujudannya membutuhkan
tersingkapnya rahasia ruh. Sebutan kata
“hati” (qalbu) yang kami maksudkan adalah pada perasaan halus (latifah) dan
sasarannya hanya menyebutkan sifat-sifat
serta keadaannya, bukan hakikatnya
(Hamdani Bakran, 2012).
Adapun tingkatan-tingkatan keadaan
qalbu itu dalam diri setiap manusia
berbeda-beda, sebagaimana keadaan
jiwa manusia itu sendiri, namun akan
berada di salah satu dari yang tiga ini,
yaitu
a. Hati yang kokoh, mantap (fu`ad),
Hati yang telah kokoh dan mantap
ini adalah hati yang telah dimiliki
oleh mereka yang telah mencapai
derajat jiwa Rabbani (terbimbing).
Apa yang ditampakkan oleh hatinya, atau dirasakan, diilhamkan
dalam hatinya tidak ada kebohongan dan rekayasanya, sebab
hati itu melihat dalam bimbingan
cahaya ketuhanan (Nurullah).
“Hati (fu`ad) itu tidak pernah
dusta terhadap apa saja yang
telah ia lihat” (QS.53: 11) Oleh
Muhyiddin Ibn `Arabi, menafsirkan
makna fu`ad sebagai hati yang
mendaki kepada maqam ruh
dalam persaksian, yang sedang
menyaksikan zat dengan semua
sifat-sifat, yang ada dengan
wujudulhaq (sebanar-benar yang
ada) (Hamdani Bakran, 2012)
b. Hati yang telah sadar (Shadrah).
Yaitu hati yang telah benar-benar
menerima kebenaran Allah swt.
sehingga hati terlepas dari
himpitan, kebingungan, was-was,
dan ragu tentang kebenarankebenaran-Nya. Hatinya ridla dan
ikhlas untuk mempercayai dan
meyakini Islam sebagai ajaran
dan agama yang diridlai-Nya.
Ketulusan dan keridlaan terlahir
dalam segala perbuatan dan
tindakan sehari-hari tanpa merasa
terpaksa
apalagi
dipaksa.
“Barang siapa yang Allah
kehendaki, Ia akan memberikan
petunjuk, dan akan melapangkan dada (seseorang) untuk
(menganut agama) Islam. Dan
barang siapa yang Ia kehendaki
kesesatan niscaya Allah menjadikan dada (seseorang) itu
sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit.
Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang
tidak
beriman.”
(QS.6:125).
Dalam dada itu akan bermunculan bisikan-bisikan kejahatan
yang di hembuskan oleh syetan,
283
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
baik dalam bentuk wujud jin maupun manusia. Di sana tempat
berkecamuknya pertempuran haq
dan batil, tempat seorang harus
berserah diiri atau mendongakkan
kepalanya menantang Tuhan.
Berbeda dengan fu`ad yang berorientasi ke depan, potensi shadr
mmemandang pada masa lalu.
Sehingga shadr mampu merasakan kegagalan dan keberhasilan
sebagai tercermin. Dengan kompetisinya untuk melihat dunia
masa lalu, manusia mempunyai
kemampuan untuk menimbang
membanding, dan menghasilkan
kearifan.
c. Hati yang sering labil (qalbu=
bolak balik). Kondisi hati dalam
tingkatan ini biasanya dihiasi oleh
perasaan ragu-ragu, was-was
(khaufanizm), dan sering berburuk sangka. “Wahai orang
yang beriman, jauhi kamulah
sifat berburuk sangka, karena
sifat berburuk sanka itu adalah
dosa” (QS.49: 12). Maka, hati
yang memiliki sifat buruk sangka
seperti inilah yang menjadi makanan empuk, sasaran iblis untuk
menggoda dan menghancurkan
manusia. Hati seperti ini dimiliki
oleh orang berjiwa lawwamah,
tidak memiliki pendirian dan prinsip hidup yang tidak jelas. Seperti,
kadang kala dapat kita rasakan,
bahwa di dalam hati selalu ada
dua kata-kata, ajakan, seruan dan
bisikan, negatif atau positif, baik
atau buruk, haq atau batil. Bagi
hati yang mantap (fu`ad), tanpa
ragu ia akan memilih yang positif
saja sebagai anugrah yang besar
dari Allah swt.
Bila diamati dengan seksama, maka
fungsi hati bagi manusia itu, minimal
ada tiga macam wadah, yaitu :
 Wadah Allah swt. untuk bertitah
kepada hamba-Nya.
 Wadah Allah swt. untuk menempatkan rahasia-rahasia-Nya.
 Wadah Allah swt. untuk menanamkan perasaan (emosi dan
kasih sayang-Nya).
3. Aspek akal (`Aqlu)
Akal merupakan potensi penting bagi
manusia yang merupakan pembeda
dengan makhluk lain ciptaan Allah. Akal
adalah bahasa arab (`aqlun) sebagai kata
masdar (kata kerja) bermakna; mengikat,
memahami, berpikir. “Akal dipandang sebagai nabi dan petunjuk yang tersembunyi dan sebagai bukti *ayat) Tuhan”
(Sayid Mujtaba) Akal sebagai alat untuk
berpikir. “Berfikir adalah suatu proses
dialektis. Artinya, selama kita berfikir,
fikiran kita mengadakan tanya jawab
dengan fikiran kita, untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara ketahuan
kita itu, dengan tepat. Pertanyaan itulah
yang memberi arah kepada fikiran kita.”
(Agus Sujanto, 1995) Pada zaman
Jahiliyah, orang yang berakal, adalah
orang yang dapat menahan amarahnya
dan mengendalikan hawa nafsunya ,
sehingga karenanya dapat mengambil
sikap dan tindakan yang bijaksana dalam
menghadapi persoalan (Hamdani Bakran,
2012). Dalam Alquran terdapat 49 kata
akal yang tersebar di berbagai surat.
Antara lain dalam QS.al-An`am/6 ayat
151, bermakna; Janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, dan
jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah keculai dengan sebab
yang haq. Demikian itu merupakan
wasiyat Allah kepadamu. Semoga kamu
berakal (menggunakan daya akal). Dalam
isyarat ini dapat dipahami bahwa “akal”
merupakan daya bagi manusia untuk
mengambil pelajaran, i`tibar, dan mengambil hikmah sedetail mungkin dalam
mengambil suatu kesimpulan dan sikap
yang akan diambil
Hamdani Bakran dalam bukunya
psikologi kenabian, menyebut bahwa:
Menurut Imam Ghazali Ra. hakikat akal
adalah nama yang dipergunakan untuk
menyebut kepada kesatuan atas empat
makna (pengertian) sebagaimana namanama yang dipergunakan untuk menyebut
beberapa pengertian, di antaranya adalah
:
 Sifat yang membedakan antara
manusia dan binatang. Itulah sebabnya yang, membuat manusia
siap untuk menerima ilmu-ilmu
yang bersifat penalaran dan merenungkan pekerjaan-pekerjaan
samar yang memerlukan pemikiran.
 Ilmu-ilmu yang keluar dari dalam
diri anak kecil yang telah dapat
membedakan tentang sesuatu
284
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
yang boleh, mungkin atau mustahil.
 Ilmu-ilmu yang diperoleh dengan
pengalaman dengan berjalannya
keadaan-keadaan.
Sesungguhnya orang yang dididik
oleh percobaan-percobaan dan
oleh aliran-aliran, maka biasanya
ia disebut sebagai orang yang
berakal. Dan orang yang tidak
bersifat dengan sifat ini ia disebut
sebagai orang yang dungu, tidak
berpengalaman, dan bodoh.
 Kekuatan naluri itu berakhir
sampai mengetahui kesudahan
berbagai persoalan dan menahan
keinginan dan segera dan memaksanya. Apabila kekuatan ini
berhasil, maka pemiliknya disebut
sebagai orang yang berakal.
Sebegai eksistensi akal yang ada
dalam
diri
manusia,
Rasulullah
Muhammad saw. telah bersabda : (bermakna) “Setiap manusia itu mempunyai
alat dan persiapan, dan sesungguhnya
alat orang mukmin itu adalah akal. Setiap
manusia iti mempunyai kenderaan dan
kederaan seseorang itu adalah akal.
Setiap manusia itu mempunyai tiang, dan
tiang agama adalah akal. Setiap kaum
mempunyai tujuan dan puncak hamba itu
adalah akal. Setiap kaum mempunyai
penyeru, dan penyeru orang-orang beribadah adalah akal. Setiap pedagang itu
mempunyai barang dagangan, dan barang dagangan orang yang bersungguhsungguh adalah akal. Setiap keluarga di
rumah itu ada penegak dan penegak
rumah orang-orang yang jujur adalah
akal.Setiap kebenaran itu ada bangunan,
dan bangunan akhirat adalah akal. Setiap
seseorang itu ada kesudahan yang
berhubungan dengannya dan menyebutnyebutnya. Kesudahan orang yang jujur
yang berhubungan dengannya dan yang
menyebut-nyebutnya adalah akal.Dan
setiap perjalanan itu mempunyai terminal,
dan terminal orang-orang yang mukmin
itu adalah akal. (HR.Ibn Muhbar dan Ibnu
Abbas ra.)
Oleh karena itu akal sangat perlu
pemeliharaannya, merusak akal merupakan dosa, kesalahan yang fatal. Hakikat
manusia itu adalah terletak pada akalnya,
hilangnya akal seseorang, hilang pulalah
manusianya.
Para dokter dan ahli kesehatan
memperingatkan,
bahwa
kerusakan-
kerusakan yang dapat mempengaruhi
akal dan ingatan, melemahkan pikiran,
malah melumpuhkan daya berpikir pada
umat
manusia
serta
menimbulkan
bahaya-bahaya yang besar, termasuk :
1. Minuman keras dengan berbagai bentuk dan macam jenisnya yang dapat melumpuhkan,
melemahkan syaraf nerpikir,
adalah sangat berbahaya dan
dalam agama termasuk kategori
berdosa.
2. Kebiasaan onani yang jiga dapat melemahkan dan mengakibatkan impotensi, melemahkan ingatan, menyebabkan malas berpikir, merupakan perbuatan kejahatan diri dan
agama melarang berbuatnya.
3. Merokok, merupakan perbuatan
yang mengakibatkan perusakan
syaraf-syaraf
melemahkan
ingatan yang mesti dihindari.
4. Rangsangan-rangsangan
seksualitas, pornografi yang
memaksa libido sekual yang
dapat melemahkan ingatan dan
berpikir, merupakan hal yang
hal yang harus di tinggalkan
untuk menuju kesehatan.
Hasil peneliti senior, Prof.Dr.Dadang
Hawari, telah membuktikan bahwa (termasuk) penyalahgunaan NAZA (narkotika, dan zat adiktif lainnya), menimbulkan
dampak negatif bagi pelaku dan lingkungannya, antara lain:
 Merusak hubungan kekeluargaan.
 Menurunkan kemampuan belajar.
 Ketidak mampuan untuk membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk
 Perubahan perilaku menjadi anti
sosial.
 Merosotnya produktifitas kerja
 Gangguan kesehatan.
Oleh karena itu, dalam makna dan
perpektif hakikat atau batiniyah, akal
bukan saja sebagai daya berpikir bagi
manusia akan tetapi akal adalah
“nur`alim” cahaya Allah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya,
maka peliharalah akalmu, supaya eksistensi sebagai manusia tetap konsisten.
4. Aspek Nafsu
Para salik(penempuh jalan menuju
Allah), terdapat kesepakatan mereka
bahwa hawa nafsu itu ialah; pemutus
285
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
antara hati dan jalan menuju Allah. Ia
tidak akan datang dan sampai kepada
Allah ,kecuali setelah mematikan dan
meninggalkan nafsu dengan melawan
dan mengalahkannya (Syeikh Ahmad
Farid). Allah mengisyaratkan dalam
Alquran surat an-Naziat, ayat
37-41,
bermakna :
“Adapun orang-orang yang melampaui batas. Dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia. Maka sesungguhnya
nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabnya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”
Hawa nafsu senantiasa mengajak
pada perbuatan keji dan mengutamakan
kehidupan duniawi” hawa nafsu tak
pernah berhenti untuk mengajak manusia
kepada kejahatan dan neraka” (Farhad,
dkk, 2005). Sementara Allah menyeru
hamba agar takut kepadaNya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsu.
Hati ada diantara kedua penyeru tersebut.
Satu saat ia condong kepada yang ini,
pada kesempatan lain ia condong kepada
yang itu. Inilah tempat cobaan dan ujian.
Allah menyifati nafsu dalam Alquran
dengan tiga sifat.
1. Muthma`innah (jiwa yang tenang
atau jiwa yang penuh kesadaran)
QS.Al-Fajar/89; 27.
2. Lawwamah. (jiwa yang menyesal
atau jiwa yang setengah sadar),
QS.Al-Qiyamah/ 75; 1-2.
3. `Ammarah bissuu` (kiwa yang
menyuruh jahat atau jiwa yang
tidak sadar), QS.Yusuf/ 122; 53.
Apabila nafsu tenang dan sadar
kepada Allah, tenang dan sadar dengan
mengingat-Nya, berserah dan sadardiri
kepada-Nya, rindu dengan kesadaran
ingin berjumpa dengan Allah, dinamakan
dengan nafsu muthma`innah. “ketenangan hati kepada Allah merupakan hakikat
yang dianugrahkan Allah kedalam hati
hamba-Nya” (Abu Shuhaib al-Karimi,
2012).
Qatadah (sahabat Rasulullah saw),
menuturkan “orang mukimin ialah orang
yang jiwanya tenang kepada apa yang
dijanjikan Allah swt.
Lantas, ia tenang terhadap ketentuan Allah, sehingga iapun pasrah dan
ridha apa yang yang menjadi ketetapan
Allah. Ia tidak marah, jengkel, dan
merusak keimanannya. Karena itu ia tidak
berputus asa terhadap apa yang tidak ia
peroleh dan tidak merasa terlalu senang
terhadap apa yang telah diberikan kepadanya.
Adapun tenang pada kebaikan ialah
ketenangan dalam melaksanakannya dengan ikhlas dalam berbuat baik kepadaNya. Sehingga ia tidak mendahulukan
kehendak hawa nafsu, atau adat istiadat
di atas perintah-Nya.
Jika jiwa telah tenteram dari perasaan ragu menuju yakin, dari kebodohan menuju ilmu dari kelalaian
menuju zikir, dari khianat menuju taubat,
dari riya` menuju ikhlas, dari kebohongan
menuju kejujuran, dari kelemahan menuju
keluwesan, dari kesombongan menuju kerendahan hati, dari titik itulah seseorang
memasuki jiwa yang muthma`innah.
Selanjutnya, ia melihat cahaya dalam
kesadarannya apa yang diciptakan kepadanya dan apa yang akan dijumpainya
kelak dalam kematian negeri abadi. Lalu
ia berpacu menyiapkan sisa-sias umurnya
untuk mengejar kembali semua yang
terlewatkan, mengaktifkan apa yang ia
passifkan,
memperbaiki
kesalahankesalahan yang lalu dengan memanfaatkan kesempatan yang menurutnya
saat ini adalah saat terakhir.
Dengan begitu, jiwanya menjadi
ingat dan anggota tubuhnya menjadi
tunduk taat menuju Allah seraya melapangkan dada, menyerahkan diri dan
merenungi nikmat-nikmat Allah yang telah
ia habiskan sekaligus melihat kejahatankejahatan dirinya dalam berbuat dosan
seraya berkata “Astagfirullah (Ampuni
aku ya Allah) dengan penuh sadar.
Dalam cahaya kesadaran tersebut,
ia juga melihat kemuliaan dan urgensi
waktu yang dimilikinya. Waktu ialah modal
kebahagian. Sehingga ia menjadi kikir
dalam menggunakannya untuk selain hal
yang bisa mendekatkan diri kepada Allah
dan Rasul-Nya. Karena dengan menyianyiakan waktu merupakan kerugian besar
yang akan disusul penyesalan.” Amat
besar penyealan atas kelalaian dalam
menunaikan kewajiban terhadap Allah”
(QS.az-Zumar, 56).
Adapun Nafsu Lawwamah; adalah
jiwa yang kurang kesadaran dalam
menentukan sikap dan tindakannya,”jiwa
yang tidak tetap pada satu keadaan”
sehingga membuat dirinya tidak memiliki
kenyamanan, ketenangan hidup. Jiwa
yang seperti ini akan berdampak negatif
286
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
dan berpeluang besar menghadapi
penyesalan yang benar-benar menyesal.
Sebagaimana pendapat sebagian ulama
bahwa nafsu lawwamah itu ialah; “jiwa
yang tidak konsiten pada suatu keadaan
.Ia adalah hati yang banyak bolak balik
dan berwarna warni. Terkadang ia ingat
dan lalai, menghadap dan berpaling, cinta
dan benci, bahagia dan sedih, ridha dan
marah, serta patuh dan takut.” (Syekh
Ahmad Farid).
Senentara Nafsu Ammarah bissuu`
adalah jenis nafsu yang tercela atau jiwa
yang tidak memiliki kesadaran dalam
setiap sikap dan lakon hidupnya. Ahmad
Farid, dalam bukunya “Tazkiyztun Nafs”
halaman 108 “ Nafsu Ammarah bissu`,
adalah nafsu yang selalu menyuruh
berbuat keburukan. Memang nafsu itu
bertabiat seperti itu. Karenanya tidak
seorangpun yang bisa selamat darinya,
kecuali ia mendapat pertolongan daei
Allah”
Ammarah
adalah
lawan
dari
muthma`innah. Setiap kali nafs muthma`
innah datang dengan membawa kebaikan, maka nafs `ammarah menyainginya
dengan membawa kejahatan, sebagai
kebalikan kebaikan itu untuk merusaknya.
Jika nafs muthma`innah datang dengan
membawa iman dan tauhid, maka naf
`ammarah datang menodai iman dan
tauhid itu dengan keraguan dan kemunafikan yang bisa mencederai iman
dan tauhid tersebut. Demikian halnya, jika
nafs mutha`innah datang dengan membawa keikhlasan, kejujuran tawakkal,
maka nafs ammarah datang dengan
kebalikannya.
Yang lebih aneh lagi, adalah bahwa
nafs `ammarah itu akan menandingi apa
yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, berupa
sifat-sifat terpuji/ akhlak dan perbuatan
yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya,
sehingga dua hal manjadi rancu di mata
para hamba. Tidak ada yang bisa lepas
dan selamaat dari ini semua kecuali
orang-orang yang benar-benar mempunyai bashirah (mata hati yang tajam).
hikmah tersebut, baik dalam diri secara
pribadi maupun umat manusia dan lingkungannya. Sedangkan kata kenabiaan
mengandung makna segala hal ihwal
yang berhubungan dan berkaitan erat
dengan seseorang yang telah memperoleh potensi kenabiaan. Mereka itu
adalah Nabi Muhammad Rasulullah
saw.para nabi umumnya dan para ahli
waris mereka yaitu aulia Allah. Namun
aulia Allah mereka tidak menyampaikan
dan mengajarkan risalah baru kepada
umat manusia, akan tetapi mereka
sebagai penyambung dan penerus lidah
Rasulullah Muhammad saw. artinya
mereka bertugas mengembangkan secara luas pesan-pesan ketuhanan serta
pesan-pesan kenabiaan.
Mereka yang dapat meneruskan
perjuangan dan risalah kenabian tersebut
adalah mereka yang telah mewarisi
potensi kenabian. Yaitu kemampuan
memahami, mengaplikasikan dan memasuki ruh dan batin Alquran dan alHikmah sebagai buah dari ketaatan dan
kedekatannya dengan Allah dan RasulNya Muhammad saw. serta para nabiNya. Mereka itulah para ulama billah,
yaitu hamba-hamba Allah dan dengan
ilmu yang dimilikinya, ia ikhlas, dan
merasa takut, tunduk dan patuh kepadaNya, sehingga tajalli (muncul), dan hadir
Nur Allah kedalam eksistensi dirinya,
dengan itu muncul kepermukaan ; berpikir
benar, berkata benar, dan bekerja
benar”.Allahu `alam bisshawab.
KESIMPULAN
Ahmad
Farid,
Tazkiyatun
Nafs,
Terj.Muhammad
Suhadi,
2013,
Ciraces Semarang, Jawa Timur.
Kata kenabian asal kata “nabi” yaitu
seorang hamba Allah swt yang telah
diberikan-Nya kitab, hikmah, kemampuan
berkomunikasi dan berintegrasi denganNya, para malaikat-Nya, serta berkemampuan mengimplementasikan kitab dan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh, dkk, 2004,
Psikologi; Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, Kencana Jakarta.
Abuddi Nata, 2001, Metodologi Studi
Islam, Raja Grafika Persada Jakarta.
Ahmad Zuhdi Mudhar, 1998, Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia, Multi
Karya, Yogyakarta.
Agussujono, 1995, Psikologi Umum, Bumi
Aksara Jakarta.
287
Abdul Hakim Siregar : Psikologi Kenabian Dalam Menghidupkan ............................................
Departemen Agama RI, 2000, Buku Teks
Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi Umum, Bulan
Bintang Jakarta.
Endang Syaifuddin An-Shari, 1983,
Wawasan Islam, Salman Bandung.
Hamdan Bakran Az-Zdakey, 2012,
Psikologi Kenabian,
PajarMedia
Press Yogyakarta.
Harun Nasution, 1979, Islam di Tinjau dari
Berbagai Aspeknya.UI Press Jakarta
Ibn Qayyim al-Jauziyzh, Mukhtashar ArRuh li Ibn Qayyim Al-Jauziyah, terj.
Abu Shuhaib, 2012, Sukoharjo –
Solo.
Muhammad Farid dkk, 2005, Membangun
Moralitas Umat, Amaliya Surabaya.
Nashir Makarim asy-Syirazi, Traning of
the Soul, Terj.Ikramullah, 2004,
Pustaka Zahra Jakarta.
Popi Sopiatin, dkk. 2011, Psikologi Suatu
PengantarDalam Perspektif Islam
Kencana Jakarta.
Shafiurrahman Al-Mubarakfuri, tt, ArRahiq al-Makhtum, terj. Hanif Yahya,
Jakarta.
Sayid Mujtaba Musawi Lari, tt, Meraih
Kesempurnaan Spiritual, Terj.Ahsin
Muhmmad, Hidayah Bandung.
Download