HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DENGAN PERILAKU TENTANG SEKSUAL PRANIKAH Dewi Mayangsari1), Meriyanti Herina Negara2) Program Studi D IV Bidan Pendidik, STIKes Karya Husada Semarang Email : [email protected] Program Studi D IV Bidan Pendidik, STIKes Karya Husada Semarang Email : [email protected] ABSTRAK Perilaku Seks pranikah merupakan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan sebelum mereka di ikat oleh tali perkawinan.Macam kegiatanseks pranikah pada remaja antara lain : berpegangan tangan, berpelukan, ciumkering, ciumbasah, meraba, petting, oral seksual,Intercourse. Kejadian seks pranikah pada mahasiswi D III Kebidanan STIKes X SEMARANG ditemukan kasus kehamilan pranikah 8 mahasiswi pada tahun 2008 sampai dengan 2009. Jaman sekarang ini, banyak sekali remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan seperti yang sering terjadi. Kenakalan remaja tersebut merupakan bentuk penyimpangan dari perilaku remaja yang dapat melanggar norma maupun hukum. Kenakalan remaja tersebut dapat berupa menggunakan narkoba, tawuran antar pelajar atau bahkan yang paling parah adalah seks bebas yang dilakukan di luar nikah.Tujuan penelitian : untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap remaja dengan perilaku tentang seks pranikah pada mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarang.Metode penelitian : pendekatan crosss sectional dan menggunakan Stratified RandomSample. Populasinya adalah mahasiswi D III Kebidanan STIKesX Semarang dengan sampel 89 responden. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian : untuk pengetahuan dengan perilaku menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku tentang seks pranikah pada mahasiswi Kebidanan STIKesX Semarang. Sedangkan untuk sikap dengan perilaku menunjukan ada hubungan antara sikap remaja dan perilaku tentang seks pranikah pada mahasiswi Kebidanan STIKes X Semarang. Kata kunci: Pengetahuan, Sikap Remaja, Perilaku Seksual Pranikah 1. PENDAHULUAN Remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa (Sarwono,2011). Remaja sebagai salah satu komponen generasi muda akan mempunyai peran yang sangat besar dan menentukan masa depan bangsa (Soelaryo,2002). Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang berskala kecil namun memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 miliar jiwa, memiliki jumlah penduduk remaja lebih dari satu miliar. Dalam perkembangan jumlah penduduk ke depan yang diperkirakan pada tahun 2020 nanti mencapai 7,5 miliar dengan kepadatan penduduk 80% berlokasi di negara-negara berkembang, memiliki jumlah remaja yang lost generation. Saat ini, sekitar satu miliar penduduk usia remaja memasuki perilaku reproduksi dan seksual yang dapat membahayakan atau justru mengancam kehidupannya (Gemari, 2011). 2) Kurangnya pendidikan untuk anak dan remaja, 3) Ketidak setaraan gender serta belum terpenuhinya hak-hak perempuan dan remaja. 4) Kematian bayi 5) Kurangnya tingkat kesehatan ibu, 6) Permasalahan HIV/AIDS dan infeksi lainnya, 7) Permasalahan lingkungan, 8) Kemitraan global (Pusat Studi Kependudukan dan kebijakan UGM,2010). Youth International Day 2007 sebagai Sebuah Momentum Remaja, tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Remaja Internasional berdasarkan rekomendasi World Conference of Ministers Responsible for Youth yang diselenggarakan di Lisbon pada tahun 1999. Sejak tahun 2000 dan seterusnya hari Remaja Internasional ini mulai dipromosikan sebagai sebuah momentum penting bagi remaja terutama untuk peluang menggiatkan dan melibatkan remaja dalam upaya mengentaskan berbagai permasalahan di dunia, karena sudah sewajarnya apa yang ingin dicapai dalam MDG’s pada tahun 2015 Prosiding | 43 perlu disosialisasikan dan dihadapi bersamasama termasuk oleh remaja di dalamnya (Okanegara,R., 2010). Jaman sekarang ini, banyak sekali remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan seperti yang sering tejadi. Kenakalan remaja tersebut merupakan bentuk penyimpangan dari perilaku remaja yang dapat melanggar norma maupun hukum. Kenakalan remaja tersebut dapat berupa menggunakan narkoba, tawuran antar pelajar atau bahkan yang paling parah adalah seks bebas yang dilakukan di luar nikah. Kenakalan remaja seperti ini terjadi karena faktor eksternal dan internal(Martono, 2011). Data WHO setiap tahunnya, 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60 persen diantaranya berusaha untuk aborsi (Widjaya, Nugraheni,2015). Menurut Dr.Ferryal Loetan, Asc & SPRM,M.Kes.MMR, diIndonesia sejak tahun 1990-an perilaku seks remaja sudah mulai meningkat. Beberapa hasil penelitian tahun 1994-1995 tentang perilaku seks remaja menunjukkan sudah condong kearah yang kurang baik dan memprihatinkan sekali (Cindi comp, 2011). Sebagai bangsa terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki SDM remaja berusia 10-24 tahun sejumlah sekitar 65 juta jiwa. Menurut survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dari 33 provinsi sepanjang 2008, jumlah remaja usia sekolah di negeri ini yang pernah melakukan seks pranikah mencapai 63%. Berdasarkan survei atas perilaku seks 2011 yang dilakukan DKT Indonesia di lima kota besar di Indonesia, sebanyak 69,6% mengaku telah berhubungan seks dan 31% diantaranya adalah merupakan mahasiswa, yang cukup mengkhawatirkan adalah 6% mereka mengaku telah berhubungan seks saat berada di bangku SMP/SMA (Metrotv news com, 2011). Dari survei yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertayaanpertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi, dan pengetahuan fungsi organ reproduksi,diperolehinformasibahwa43,22% Prosiding | 44 pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuan cukup sedangkan 19,50% pengetahuan memadai. Data yang diperoleh dari Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) telah tercatat sebanyak 503 remaja yang melakukan hubungan seks pranikah, 147 remaja putri yang mengalami hamil pranikah, 123 remaja yang mengalami infeksi menular seksual, 75 remaja yang mengalami kelainan fungsi seksual, dan 67 remaja putri yang melakukan aborsi. Di sisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survei yang juga dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi /kening 84,6%, berciuman bibir60,9%, mencium leher 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%.Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9%. Sedangkan tempat untuk melakukan hubungan seks adalah rumah sendiri/pacar 30%, tempat kos /kontrak 32%, hotel 28%, dan lainnya 9% (PKBI, 2011). Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, pada tahun 2008 -2010 di STIKesX Semarang jumlah mahasiswa yang dikeluarkan karena hamil sebanyak 8 mahasiswa, yaitu pada tahun 2008 sebanyak 5 mahasiswa, tahun 2009 sebanyak 2 mahasiswa, dan pada tahun 2010 sebanyak 1 mahasiswa yang dikeluarkan. Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap remaja dengan perilaku tentang seksual pranikah 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara duaatau lebih variabel penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara potong lintang (cross sectional) yang dilakukan sesaat atau satu waktu (Notoatmodjo, 2010), yaitu variabel independent meliputi pengetahuan dan sikap remaja dan variabel dependent perilaku seksual pra nikah. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu: Tingkat pengetahuan dan sikap remaja sebagai variabel independen, dan perilaku tentang seksual pranikah sebagai variabel dependen. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa D III Kebidanan tingkat I kelas regular STIKes X Semarang dengan jumlah 115 mahasiswi. Sampel adalah Mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarang Tingkat I kelas regular,yang mempunyai kriteria inkulsi dan eklusi. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut : (Notoadmodjo,2005). 𝑛= N 1 + N (d² ) Keterangan : N : Besar Populasi n : Besar Sampel d : Tingkat kemaknaan atau ketetapan yang dinginkan (0,05) Berdasarkan perhitungan rumus besar sampel diatas, didapatkan besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 89 orang. Teknik pengambilan sampel Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sample, yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi kedalam kelompok-kelompok homogen. Selanjutnya penentuan sampel dilakukan dari tiap kelompok yang memenuhi kriteria inklusi. Instrumen Penelitian Bahan penelitian ini dalah data primer. Penelitian ini menggunakan alat kueisioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam rangka pengumpulan data suatu penelitian. Responden memberikan jawaban dengan memberikan cek (v) sesuai dengan apa yang diketahui oleh responden. Pengumpulan data pada penelitian ini baik variabel terikat maupun variabel bebas dilakukan dengan mengunakan angket secara langsung kepada responden. Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui proporsi dari masingmasing variabel penelitian yaitu: pengetahuan dan sikap remaja tentang seksual pranikah, serta perilaku seksual pranikah. b. AnalisisBivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas tingkat pengetahuan dan sikap remaja dengan variabel terikat (perilaku seksual pranikah). Signifikan dapat diketahui dengan melihat p value (signifikasi), bila p≤ 0,05 maka hipotesis diterima, sebaliknya jika p> 0,05 maka hipotesis ditolak. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian a. Analisis Univariat Tabel-tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai umur tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku tentang seks pranikah adalah sebagai berikut : 1) Umur Karakteristik mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang berdasarkan data umur dapat dilihat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi di bawah ini : Tabel 1. Distribusi Frekuensi umur pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang bulan Maret Tahun 2015 Prosiding | 45 Umur Responden Frekuensi Persentase (%) Umur 17 Umur 18 Umur 19 Umur 20 Total 10 50 25 4 89 11,2 56,2 28,1 4,5 100,0 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa umur responden dengan frekuensi terbanyak adalah 18 tahun sebanyak 56,2%, diikuti umur 19 tahun sebanyak 25 responden (28,1%), sisanya umur 17 tahun sebanyak 10 responden (11,2%) dan umur 20 sebanyak 4 orang (45%). 2) Pengetahuan tentang seks pranikah Berdasarkan distribusi dari variabel pengetahuan mahasiswa DIII Kebidanan mengenai seks pranikah diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang seks pranikah pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang bulan Maret Tahun 2015 Pengetahuan Frekuensi Baik Cukup Kurang Total 80 9 0 89 Persentase (%) 89,9 10,1 0,0 100,0 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar berpengetahuan baik yakni sebanyak 80 responden (89,9%), sisanya pada kategori cukup 9 responden (10,1%). 3) Sikap tentang seks pra nikah Berdasarkan distribusi dari variabel sikap mahasiswa D III Kebidanan tentang seks pranikah di peroleh hasil sebagai berikut Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap tentang seks pranikah pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang bulan Maret Tahun 2015 Sikap Positif Negatif Total Prosiding | 46 Frekuensi 52 37 89 persentase (%) 58,4 41,6 100,0 T mean 67,2% Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar mempunyai sikap Positif yakni sebanyak 52 responden (58,4%), sisanya pada kategori Negatif sebanyak 37 responden (41,6%). 4) Perilaku tentang seks pra nikah Berdasarkan distribusi dari variabel perilaku mahasiswa D III Kebidanan tentang seks pranikah di peroleh hasil sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perilaku tentangseks pra nikah pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang bulan Maret Tahun 2015 Perilaku Positif Negatif Total Frekuensi 57 32 89 persentase (%) 64,0 36,0 100,0 T mean 72,60% Tabel 4 menunjukan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar mempunyai Perilaku Positif yakni sebanyak 57 responden (64,0%), sisanya pada kategori Negatif sebanyak 32 responden (36,0%). b. Analisis Bivariat 1) Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja dengan Perilaku tentang seksual pranikah. Tabel 6. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja dengan Perilaku tentang seksual pra nikah pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang Tahun 2015 Tingkat pengetahuan Remaja Perilaku r 0,096 p 0,371 n 89 Berdasarkan hasil uji Rank Speraman’Rho, hubungan antara tingkat pengetahuan remaja dengan perilaku sek pranikah di mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarangmenunjukkan hasil analisa data, didapatkan hasil nilai r=0,096 (r <0,5) dan p=0,371 (> 0,05), dengan melihat nilai korelasi Sperman sebesar 0,096 menunjukan coefficient corelasi yang lemah dan membandingkan nilai significancy (p) 0,371 > 0,05 maka (Ha) diterima sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat Pengetahuan remaja dengan perilaku sek pranikah di mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang. 2) Hubungan Sikap Remaja dengan Perilaku tentang seksual pra nikah. Tabel 7. Hubungan Sikap Remaja denganPerilaku tentang seksual pranikah pada mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang Tahun 2015 Sikap Perilaku positif negatif n % n % positif 42 80,8% 10 19,2% negatif 15 40,5% 22 59,5% Total 57 64,0% 32 36,0% Total 52 (100%) 37 (100%) 89 (100%) X ²: 15,193 Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi remaja yang memiliki sikap yang positif dengan perilaku positif tentang seks pra nikah ada 42 orang (80,8%), dengan perilaku negatif ada 10 (19,2%). Sedangkan remaja yang memiliki sikap negatif dengan perilaku positif 15 orang (40,5%), dan dengan sikap negatif dan perilaku negatif 22 orang (59,5%). Melihat hasil analisa data untuk tabel kontingensi 2 x 2 diketahui tidak ada yang memiliki nilai ekspektasi kurang dari 5 (50%) maka dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan 0,05 dengan degree of freedom (df) 1, diperoleh pvalue=0,000 (<0,05) maka hipotesis kerja dalam penelitian ini (Hɑ) ditolak yang berarti menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna signifikan antara sikap remaja dengan perilaku tentang seksual pranikah. Pembahasan Analisis Univariat a. Berdasarkan umur responden. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa usia responden pada penelitian ini adalah 17 – 20 tahun. Periode usia ini disebut masa remaja ahkir. Pada periode ini remaja semakin mendekati usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan streotipe belasan tahun dan untuk kesan bahwa mereka sudah dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri pada perilaku dengan status dewasa ,misalnya mulai merokok,dan perbuatan seks (Hurlock,1995). b. Tingkat pengetahuan remaja tentang seks pranikah. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo,2003) Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar berpengetahuan baik yakni sebanyak 80 responden (89,9%), sisanya pada kategori cukup 9 responden (10,1%) . Pengetahuan mahasiswa tentang seksual pranikah dalam kategori baik merupakan hasil terbanyak ini bisa disebabkan karena responden adalah mahasiswa kebidanan yang notabene selalu mendapatkan informasi tentang pengetahuan seks. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu. Lingkungan fisik yang menyangkut tentang STIKes yang strategis yang memungkinkan responden untuk mengakses sumber informasi yang mudah dari internet, guru, teman-teman yang diperoleh secara formal Prosiding | 47 maupun informal. Rasa ingin tahu responden yang merupakan ciri remaja mendorong mereka mencari informasi guna memenuhi kebutuhan pengetahuan tentang seputar seks. c. Sikap Remaja tentang seks pranikah. Secara teori seringkali diungkapkan bahwa sikap merupakan predoposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh, diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebgai sesuatu hal yang baik (positif) maupuan tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya (Dariyo,2004). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar mempunyai sikap positif yakni sebanyak 52 responden (58,4%), sisanya pada kategori negatif sebanyak 37 responden (41,6).Sebagian besar responden mempunyai sikap positif,ini dipengaruhi oleh faktor –faktor yang mempengaruhi sikap seperti kebudayaan,lembaga pendidikan, dan agama.Sikap negatif sebanyak 41,6% sama seperti diatas karena dipengaruhi faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seperti media massa,dan emosianal. Sikap sebagai konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami dan merasakan suatu obyek. Secord dan Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek tertentu. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sesuatu yang telah diyakini akan menjadi suatu stereotipe pada individu tersebut, sehingga pikirannya selalu terpola. d. Perilaku Remaja tentang seks pra nikah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar mempunyai perilaku positif yakni sebanyak 57 responden (64,0%), sisanya pada kategori negatif sebanyak 32 responden (36,0%). Responden yang berperilaku negatif telah melakukan perilaku seks pranikah mulai berpegangan tangan sampai cium bibir, ini bisa dipengaruhi oleh Prosiding | 48 sikapnegatif yang tergantung pada reaksi individu untuk merespon terhadap suatu stimulus yang berujung pada suatu tindakan atau perilaku. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia darimanusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003). Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah (Dariyo,2004). Analisis Bivariat a. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja dengan Perilaku tentang seksual pra nikah. Berdasarkan uji Rank Speraman’Rho statistik menyatakan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang seks pranikah dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa kebidanan tingkat I STIKes X Semarang. Pada hasil penelitian menunjukan hasil analisa data, didapatkan hasil nilai r=0,096 dan p=0,371 (< 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan remaja dengan perilaku sek pranikah di mahasiswa Kebidanan STIKes X Semarang. Berdasarkan teori tentang perilaku menurut WHO menganalisis bahwa seseorang itu berperilaku tertentu bukan karena faktor pengetahuan saja tetapi ada faktor kepercayaan,sikap,orang penting sebagai referensi,sumber-sumber daya dan kebudayaan (Notoatmodjo,2003). Sejalan dengan Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 lewat analisisnya tentang determinan hubungan seks pada remaja dengan variabel bebas yaitu : tingkat pendidikan,status sekolah, status pengetahuan, perubahan fisik,status pengetahuan cara menghindari kehamilan, dan umur pertama kali punya pacar,hasilnya Ho ditolak karena p-value yang diperoleh lebih besar dari tigkat signifikan (a=0,05) artinya bahwa tidak ada hubungan antara variabel bebas tersebut terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada remaja (dengan tingkat kepercayaan 95%). Lebih lanjut dilakukan analisis regresilogistik dari sehingga didapati 8 variabel yang signifikan ; yakni status sekolah, status bekerja, pengetahuan ada masa subur, pengetahuan kehamilan, jenis kelamin, umur, status pacaran dan status teman (Purwatiningsih,2010). Berdasarkan model yang terbentuk oleh delapan variable bebas tersebut, rasio kecenderungan atau resiko yang ditimbulkan oleh setiap faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah di dapati hasil analisisnya adalah sebagai berikut : 1) Status pacaran odd ratio(8,6) yang diartikan bahwa remaja yang mempunyai pacar atau berpacaran lebih beresiko melakukan hubungan seks pranikah dari pada remaja yang tidak berpacaran. 2) Jenis kelamin (OR 5,5) 3) Status sekolah (OR 1,8) 4) Status teman (OR 1,1) 5) Umur (OR 1,5) 6) Status teman (OR 1,1) 7) Pengetahuan ada masa subur, yang tidak mengetahui (OR 0,6) dan yang mengetahui (OR 0,9) artinya di sini remaja yang mengetahui adanya masa subur pada perempuan lebih beresiko melakukan hubungan seks pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak mengetahui dan yang menyatakan tidak ada masa subur. Secara statistik pengetahuan ada tidaknya masa subur ini tidak signifikan dalam mempengaruhi hubungan seks pranikah, namun rasio kecenderungan tersebut menandakan remaja yang mengetahui adanya masa subur lebih mengetahui dampak negatif yang mereka dapatkan jika mereka melakukan hubungan seks pranikah pada masa subur. Dengan melihat hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) ini, dan membandingkan hasil analisis peneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku remaja tentang seks pranikah, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan remaja tidak mempengaruhi perilaku tentang seks pranikah karena justru dengan pengetahuan yang baik maka remaja lebih beresiko untuk melakukan seks pranikah. Remaja yang berpengetahuan baik tapi sudah berpacaran lebih beresiko melakukan hubungan seks pranikah. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku tentang seks pranikah pada mahasiswakebidanan STIKes X Semarang karena hasil uji Rank Speraman’Rhodidapatkan hasil nilai r=0,096 dan p= 0,371 (< 0,05), Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktorfaktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks pranikah. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut : Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda, demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang remaja, perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen Prosiding | 49 yang jelas (menurut Sternberg hal ini dinamakan romantic love); atau karena pengaruh kelompok (konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah. Disinilah suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya.Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual.Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral bahkan sosial. Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan “cinta monyet” pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.Perlu pula dijelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) Prosiding | 50 remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh, namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu.Cukup naïf bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual pranikah lainnya.Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peergroup), pengaruh media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri. Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan diri, sehinga dalam kehidupan seksual secara bebas (diluar aturan norma sosial),misalnya seks pranikah akan berakibat negative seperti STD’s (seksually transmitted disease), kehamilan (pregnancy),droup-out dari sekolah. Biasanya merekalah yang memiliki sifat ketidakkonsistenan (inconsistency) antara pengetahuan, sikap dan prilakunya. Misalnya, walaupun seseorang mempunyai pengetahuan dan sikap bahwa seksual pranikah itu tidak baik, namun karena situasi dan kesempatan itu memungkinkan,serta ditunjang oleh niat untuk melakukan hubungan seks pranikah; maka individu ternyata tetap saja melakukan hal itu. Akibatnya prilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya (Dariyo,2004). b. Hubungan Sikap Remaja dengan Perilaku tentang seksual pranikah. Berdasarkan uji statistik menyatakan ada hubungan yang bermakna antara sikap remaja dengan perilaku tentang sek pra nikah pada mahasiwa kebidanan STIKes X Semarang. Pada hasil penelitian menunjukan bahwa dari 89 mahasiswa sebagian besar mempunyai sikap Positif yakni sebanyak 58,4% responden ternyata mempunyai perilaku positif 64,0%. Hasil penelitian ini menunjukan nilai odds ratio 6,160 pada confidence interval 95% responden yang memiliki sikap positif memiliki peluang untuk berperilaku positif jugadibanding responden yang memiliki sikap negatif. Hal ini menunjukan bahwa sikap sangat mendukung remaja untuk berperilaku tentang seks pranikah. Sikap akan memberikan stimulus seseorang atau kesediaan untuk bertindak dan berperilaku. Sikap positif ini bisa dipengaruhi agama, pendidikan dan sosial budaya sedangkan sikap yang negatif bisa dipengaruhi oleh pengetahuan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan antara sikap remaja dengan perilaku tentang seks pranikah pada mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarang karena hasil uji chi square diperoleh nilai 000 (p < 0,05) dan X² hitung > X² tabel, ini didukung dengan hasil penelitian oleh Widayati Danik di SMA Negeri I Semarang yang menunjukan ada hubungan bermakna antara sikap dengan hubungan seks pranikah dengan nilai p=0,0000(p < 0,05) dan X² hitung > X² tabel (52,591>9,488). 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkanhasil penelitian terhadap 89 mahasiswa Kebidanan tingkat I STIKes X Semarang dapat disimpulkan, sebagai berikut : a. Mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarang sebagian besar berpengetahuan baik b. Mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarang sebagian besar mempunyai sikap positif c. Mahasiswa D III Kebidanan STIKes X Semarangsebagian besar mahasiswa mempunyai perilaku positif d. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan remaja dengan perilaku sek pranikah di mahasiswa Kebidanan STIKES X Semarang e. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat sikap remaja dengan perilaku sex pranikah di mahasiswa Kebidanan STIKES X Semarang Saran a. Bagi remaja : 1) Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan dorongan seksualdengan -cara Taat beribadah, Remaja memahami tugas utamanya, dengan : belajar dan Mengisi waktu sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Misalnya : olah raga, kesenian dan berorganisasi. 2) Hindari berpacaran di tempat sepi, hindari perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual, seperti meraba-raba bagian tubuh pasangan yang mudah terangsang. 3) Jauhkan diri dari materi berbau por nografi lewat media internet. 4) Memilih teman yang baik yang memberi pengaruh baik. b. Bagi institusi pendidikan Membentuk kelompok Peminat Kesehatan Reproduksi Remaja (KPKRR). Pembentukan KPKRR ini merupakan suatu tim yang independent dan bersifat sukarelawan yang mempunyai komitmen tinggi terhadap masa depan remaja sebagai generasi penerus bangsa.Sebelum memberikan pelayan kesehatan reproduksi remaja pada remaja bermasalah atau remaja beresiko maka KPKRR ini diberikan pelatihan-pelatihan konseling remaja serta bersedia mengembangkan pengetahuan mengenai masalah remaja. Untuk melakukan kegiatan KPKRR diperlukan tempat khusus yang dapat digunakan sebagai tempat pertemuan dan diskusi para Peminat Kesehatan Reproduksi Remaja dan juga dapat digunakan sebagai tempat konsultasi yang aman dan terjamin privasi para remaja yang bermasalah dan beresiko. Diperlukan juga persiapan dan kesedian KPKRR untuk melayani remaja di luar jam kerja karena umumnya remaja ingin melakukan konsultasi secara rahasia.Dalam pelaksanaannya Fokus utama dari konsep KPKRR ini adalah masalahmasalah yang sedang dialami remaja dapat terselesaikan sesuai dengan bidang, minat, dan kompetensi masing-masing remaja yang bermasalah atau beresiko.Remaja membutuhkan pelayanan KPKRR dengan biaya gratis, dan yang Prosiding | 51 terpenting adalah remaja mendapatkan pendampingan dengan mengutamakan “Terjaminnya Kerahasiaan”. c. Bagi orang tua/keluarga Menjadi sahabat untuk anak. Cobalah untuk mendengarkan pendapatnya dan berikan arahan dengan cara yang halus apabila anak Anda salah. Hargai mereka,Dengan keluarga berperan sebagai sahabat,anak akan merasa nyaman dan menghargai nasihat-nasihat orang tua.Untuk menghindari lingkungan yang salah, Keluarga harus mengontrol lingkungan anak. Kenalilah pergaulan anak untuk bisa mengontrol pergaulannya. Bersikap friendly terhadap teman-temannya sehingga keluarga tahu siapa yang baik untuknya dan siapa yang tidak baik. Perhatikan sesuatu yang ditonton dan dibacanya. Mudahnya akses informasi menyebabkan orang tua kewalahan mengawasi anak. Pintar-pintarlah mencari tahu apa informasi apa saja yang telah diserapnya dan pastikan anak memandangnya dalam segi positif dan negatif dalam menyaring informasi tersebut. Berikanlah pandangan kita terhadap informasi tersebut tanpa kesan menyudutkan. Hal terpenting yang harus dilakukan keluarga adalah memberikan pendidikan moral dan agama sejak dini kepada anak. Penentangan terhadap seks bebas jelas ditekankan oleh setiap agama. Untuk itu anak harus dibekali pengetahuan agama sejak dini. Ciptakan suasana yang religius di rumah sehingga anak beranjak dewasa (remaja) telah memiliki bekal pengetahuan agama yang cukup. Remaja yang taat akan selalu takut terhadap Tuhan, merasa selalu dalam pengawasannya sehingga memiliki pengendalian diri yang baik. Berbekal pengendalian diri yang kuat, tidak akan mudah dipengaruhi teman-temannya yang salah pergaulan sehingga terjaga dan tidak terjerumus. Sedangkan pendidikan moral harus ditanamkan sejak dini agar mereka tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana perilaku bermoral dan mana perilaku amoral. Beritahu bagaimana seharusnya bergaul dengan lawan jenis, bagaimana bersikap di tempat umum, bagaimana menghargai orang lain. Pendidikan agama dan moral tidak hanya secara lisan saja dilakukan, Prosiding | 52 tapi keluarga (orang tua) harus menerapkan dalam diri sendiri terlebih dahulu sebagai refleksi terhadap anak. Ajaklah anak beribadah bersama dan jelaskan tujuan beribadah agar anak paham secara mendalam dalam hatinya. Ceritakanlah kebesaran-kebesaran Tuhan untuk menumbuhkan kecintaan dan ketakwaan anak. Jadilah tauladan yang menampilkan moralmoral positif dalam sehari-hari. Jika anak salah, beritahu kalau dia salah dan tunjukkan bagaimana seharusnya. Dengan demikian diharapkan terbentuknya remaja yang memiliki sifat dan sikap yang baik. Pendidikan moral dan agama tidak terlepas dari pengawasan orang tua agar anak tidak miskonsepsi terhadap agama dan moral yang diajarkan. Dengan demikian diharapkan anak terhindar dari pergaulan bebas ketika remaja. Dengan berbekal kecintaan dan ketakwaan terhadap Tuhan, kecintaan kepada orangtua dan keluarga serta berbekal nilai-nilai moral sejak dini, diharapkan dapat menghindari pengaruhpengaruh negatif yang dapat menjerumuskan mereka. Oleh karena itu bagi orang tua, kenalilah, sayangi dan kendalikan anak sebelum semuanya menjadi terlambat. Berikan pendidikan di dalam keluarga dengan penuh kasih sayang. Jangan biarkan para remaja penerus bangsa kita termakan oleh zaman dan menghancurkan masa depannya sendiri. d. Bagi masyarakat Ikut berpartisipasi dalam pemantauan dan pengawasan lingkungan di mana remaja berada sehingga remaja tidak terjerumus dalam seks pra nikah.Lingkungan atau masyarakat juga memegang peran penting dalam mencegah seks pranikah. Mulai pemilik kos, asrama hingga masyarakat harus ikut mengawasi kehidupan penghuninya. Jangan cuma menikmati uangnya saja, tetapi juga bertanggung jawab apa yang dilakukan penghuni. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat tata tertib bagi penghuni kos/asrama. Langkah serupa juga bisa dilakukan oleh pengelola losmen, hotel, atau tempat wisata. Kalau memang ada yang melanggar tata tertib, pemilik atau pengelola harus berani menindak penghuni atau pengunjung. REFERENSI Arikunto, Suharsimi. (2008). Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Dariyo Agus (2004) Psikologi Perkembangan Remaja : Ghalia Indonesia. Cindi (2011) Fenomena Kehidupan Seks Bebas di kalangan Remaja (http : www.cindicomp.com) diakses tgl 20 Desember 2011. Hurlock (1995) Psikologi Perkembangan ,edisi 5 : Erlangga Jakarta. Endang Ediastuti dkk (2010) Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi :Pustaka Pelajar. Jayanti (2010) Konsep Perilaku seksual Pra Nikah : (http :www.dwixhikary) diakses tgl 20 Desember 2011. Handono Riwidiko,S.Kp (2015) STATISTIK KESEHATAN ; Mitra Cendikia Press Yogyakarta. Irianto Koes (2010) Memahami seksologi : Sinar Baru Algensindo. Martono (2011) Fenomena Kehidupan Remaja: (http :www.galuchindra.blogspot.com) diakses tgl 21 Desember 2011. Metro TV.news. (2011) Survey : Remaja Berhubungan Seks diusia 19 tahun : ( http// metrotvnews.com/read/news) diakses tgl 21 Desember 2011. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku:Jakarta : Rineka Cipta. _____________ (2010) Ilmu perilaku Kesehatan: Rineka Cipta Okanegara (2011) Remaja saat ini: Tragis atau Strategis :.( http : www. Dunia Remaja Indonesia. Blog.spot.com) diakses tgl 21 Desember 2011. PKBI (2011) Info Kasus Semarang : Pilar PKBI Jawa Tengah: Kantor Wilayah Jawa Tengah. PIK KKR “Al-HIKMAH (2011) Bahaya Utama Seks Pra Nikah dan Seks Bebas pada Remaja: ( http// www.: pikkrralhikmah.blogspot.ss.com) diakses tgl 21 Desember 2012. KBI .Gemari (2011) 1 Milyar Remaja Berperilaku Seksual Membahayakan : (http//. Gemari.or.id > di akses tgl 21 Desember 2012. Sugiyono. (2004). Statistik untuk Peneliti. Bandung : Alfabetha. Sarwono Sarlito(2002) Psikologi Remaja :Rajawali Pers. Sularyo Titi (2002) Tumbuh Kembang Anak Remaja :IDAI :Sagung Seto. Sri Purwatiningsih dan Sofia Nur Yulida Furi (2010) Permisivitas dan Peran Sosial dalam Perilaku Seksual di Indonesia ;Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada ; Pustaka Pelajar. Singgih Santoso (2011) Mastering SPSS versi 19 ; PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO ; KOMPAS GRAMEDIA. Tarwoto (2010) Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya : Poltekes Depkes : Salemba Medika. Wawan dkk (2010) Teori & Pengetahuan : Pengetahuan, Sikap, danPengetahuan : Nuha Me Prosiding | 53