TERMS OF REFERENCE DISKUSI SEHARI “KESIAPAN KEKETUAAN MYANMAR PADA ASEAN 2014” I. LATAR BELAKANG Pada ASEAN Summit ke-19/2011 di Bali, negara-negara ASEAN mencapai kesepakatandalam memutuskan Myanmar menjadi KetuaASEAN pada tahun 2014, menggantikan Laos. Myanmar sebelumnya dijadualkan menjadi KetuaASEAN tahun 2006, namun pada akhirnya diserahkan kepada Filipina sebagai akibat adanya sikap resistensi yang kuat dari Negara-negara Barat berkaitan dengan beragam isu pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar.Rencana keketuaan Myanmar pada ASEAN tahun 2014 ini pada awalnya juga sempat menciptakan keraguan dari Negara-negara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, mengingat kondisi Myanmar dengan transisi demokrasinya yang relatifmasih muda, masih diwarnai berbagai kasus pelanggaran HAM, utamanya terhadap keberadaan etnis minoritas Rohingya, serta masih adanyatrauma masa lalu dengan rezim Junta militer. Setelah meraih kemerdekaan tahun 1947, Myanmar mengalami kondisi politik yang dinamis. Tahun 1962, Myanmar mengalami kudeta militer, dan gagal mengadakan pemilupada tahun 1987. Protes terhadap pemerintah juga terjadi pada tahun 1997 yang dikenal sebagai Saffron Revolution. Selama puluhan tahun Myanmar dipimpin oleh Junta militer, membuat Myanmar menjadi negara yang terisolir, diliputi kemiskinan dan isu pelanggaran HAM.Kondisi tersebut mengundang respon dari berbagai pihak, dan merefleksikan berbagai macam teori. Negaranegara Barat lebih mengambil pendekatan realismelaluicoercive diplomacydalam bentuk sanksi ekonomi, seperti embargo yang dilakukan oleh AS sejak tahun 1997 melalui penarikan investasi, dan pelarangan hubungan ekonomi dengan Myanmar. Coercive diplomacy juga terjadi saat Myanmar mendapat penolakan keras dari Negara-negara AS dan Uni Eropa atas rencana keketuaan Myanmar padaASEANtahun 2006. Embargo 1997 dan penolakan keketuaan 2006 tersebutbermuara pada catatan buruk Myanmar atas pelanggaran HAM. Sebaliknya, Negara-negara ASEAN lebih memilih menggunakan pendekatan liberalis, melalui constructive engagement, yang merupakan suatu pendekatan yang lebih mengutamakan kerjasama, dialog dan persuasif melalui forum regional. Hal ini juga sesuai dengan teori konstruktivis yang mencerminkanadanya identitas bersama. Constructive Engagement yangsesuai dengan ASEAN Waydanmengutamakan konsensus dan non-intervensi dalam setiap penyelesaiankonflik.Dalam konteks ini, 1 ASEAN juga berusaha merangkul Myanmar untuk ikut memiliki sense of belonging sebagai Negara anggota ASEAN. Realisasi One Vision, One Identity, One Communitydalam payungASEANCommunity masih harus diperjuangkan agar dapat terealisir pada akhir tahun 2015. Sementara, identitasASEANmasih memerlukan proses kajian lebih lanjut karena hingga kini, identitas ASEAN sebagai organisasi regional masih terhitung dinamis dan belum konkret dalam aplikasinya. Respon masyarakat global di luar ASEAN terhadap Myanmar setidaknya akan mempengaruhi proses demokratisasi di Myanmar. Demokratisasitersebutsebenarnya sudah dimulai sejak adanya pernyataan Perdana Menteri Myanmar, Khin Nyunt, pada tahun 2003 yang mengajukan Roadmap to Democracy meliputi 7 fase pemulihan demokrasi di Myanmar, sekalipun hasilnya baru terlihat secara nyata di tahun-tahun terakhir ini. Apabila mengacu pada Roadmap tersebut, hingga saat ini Myanmar telah berhasil mencapai fase ke-5 pada tahun 2010, yaitu pada saat Myanmar mengadakan pemilu untuk pertama kalinya sejak dua dekade terakhir. Melalui pemilu tersebut, Thein Sein terpilih sebagai Presiden Myanmar, dan dalam pemerintahannya, Thein Sein telah membebaskan ratusan tahanan politik, termasuk pemimpin partai oposisi The National League for Democracy, Aung San Suu Kyi, pada tahun 2012. Perkembangan demokratisasi Myanmar mengundang dua opini yang berbeda. Di satu sisi, banyak yang menyambut baik bergulirnya demokratisasi tersebut. AS merespon positif perkembangan demokratisasi Myanmar melalui kunjungan Presiden Obama ke Myanmar padabulan November 2012 yang lalu. Yang menarik, meskipun dalam laporannya, AS masih menggunakan istilah ‘Burma’ daripada ‘Myanmar’ untuk menyebut nama negara tersebut, PresidenObama beberapa kali mulai menggunakan sebutan ‘Myanmar’ dalam kunjungannya yang mengindikasikan dukungan AS atas kemampuan pemerintah Myanmar dalam mengusung reformasi dan sekaligus secara bertahap diharapkan dapat menggeser label rezim Junta Militer yang semula lekat dengan nama Myanmar. Di lain pihak, pencapaian Myanmar dalam menangani isu HAM dan demokratisasi hingga saat ini terkesanhanya sebagai upaya Myanmar dalam membangun dan memperbaiki citra untuk menjadi ketua ASEAN 2014. Terlebih lagi, konflik etnik antara Rohingya dan Rakhine yang masih berlanjut tanpa adanya penanganan yang serius dari Pemerintah Myanmar, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Selain itu, keberadaan dan pengaruh militer dalam institusi pemerintahan masih dominan. Beberapa pihak bahkan berpendapat bahwa proses demokratisasi Myanmar terlalu terburu-buru dan kurang serius, sertapelaksanaan kunjungan Presiden Obama ke negara tersebut dinilai terlalu cepat. Dalam rangka mempersiapkan keketuaan Myanmar yang terkait dengan aspek administratif, logistik, protokol, dan substantif, Kementerian Luar Negeri Myanmar bekerjasama dengan US-AIDtelah menyelenggarakan ‘Workshop on Myanmar and Leadership of ASEAN 2014’, pada tanggal 25-26 Maret 2013 yang lalu di Nay Pyi 2 Taw, Myanmar. Pada kesempatan Workshoptersebut, perwakilan dari Indonesia, Kamboja, dan Brunei Darussalam telah menyampaikan pemaparan tentang pengalamannya masing-masing dalam mengatur persiapan dan pelaksanaan KTT ASEAN. Khusus terkait dengan persiapan substantif, sejauh ini Myanmar sebagai calon Ketua tahun 2014 telah mengusulkan sembilan Indicative Targets and Priority Areas, serta tujuh agenda khusus. Salah satu agenda yang diusulkan adalah Migrant Workers yang merupakan isu krusial dari kepentingan nasional Indonesia. Peran Indonesia dalam IsuMyanmar Dalam perkembangan demokrasi di Myanmar, Indonesia menjadi salah satu negara yang memberikan kontribusi yang signifikan. Indonesia sangat mendukungconstructive engagement, yang juga menjadi landasan politik luar negeri terhadap Myanmar.Dalam melakukan constructive engagement, Indonesia memfokuskansentuhannya pada upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi agar terjadi situasi yang harmonis tanpa harus melalui jalan konflik. Politik luar negeri Indonesia terhadap Myanmar ini sejalan dengan tigahal yang menjadi prioritas keketuaan Indonesiapada tahun 2011 yang lalu, yaitu pertama, memastikan kemajuan signifikan dalam pencapaian komunitas ASEAN, dengan melanjutkan hasil yang telah diraih selama ini dan dengan mengidentifikasi bidangbidang kerjasama yang baru di bawah 3 pilar ASEAN.Kedua, memastikan arsitektur kawasan dan lingkungan kawasan yang tetap kondusif bagi pencapaian pembangunan dengan menciptakan dynamic equilibrium dimanaASEAN memiliki peran sentral.Ketiga, menggulirkan pembahasan mengenai perlunya visi “ASEAN pasca 2015”, yaitu peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia, dalam konteks ASEAN as a part of global solution. Dalam pembicaraan tentang demokratisasi Myanmar, Indonesia relatif sering menunjukkan dukungan, seperti menjadi fasilitator dalam memberikan bantuan, utamanya terkait dengan isu-isu pelanggaran HAM. Dalam isu konflik RohingyaRakhine, Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim sangat simpatik dan banyak memberikan bantuan,baik secara moral maupun finansial. Indonesia juga terus memonitor perkembangan Myanmar, baik dengan komunikasi antar pemerintahan maupun observasi langsung ke lapangan. Pada awal bulan Januari 2013,Menlu Marty Natalegawa berkunjung ke Myanmar untuk memantau secara langsung perkembangan penyelesaian masalah pengungsi Rohingya. II. TUJUAN Proses demokratisasi Myanmar dan kesiapannya sebagai Ketua ASEAN 2014merupakan hal yang relatif menggembirakan,namunmasih banyak isu-isu yang memerlukan kajian lebih lanjut, diantaranya terkait dengan: 3 1. Kesiapan, peran, dan kepentingan Myanmar dalam keketuaannya di ASEANtahun 2014 bagi penguatan InstitusiASEAN. 2. Dukungan dan kontribusi Indonesia terhadapdemokratisasidi Myanmar, apakah dapat memberikan dampak positifbagiinstitusi regional ini dalam prosesmenuju ASEAN Community 2015. 3. Keketuaan Myanmar pada ASEANtahun 2014 dan kontribusi Indonesia di dalamnya, apakah mampu membangun persepsi positif masyarakat global terhadap ASEAN dengan target menjadikanASEAN sebagai open-regionalism yang kuat dan diperhitungkan. Jakarta, Mei 2013 Asdep HI, Setwapres 4