Analisis Efektivitas dan Efisiensi Penjualan Surat Utang Negara

advertisement
Analisis Efektivitas dan Efisiensi Penjualan Surat Utang Negara Dalam Pembiayaan Defisit APBN 2005‐2010 Dan Peringkat Kredit Indonesia Hinsa Siahaan 1 Abstract
Leverage is the degree to which an investor or business is utilizing borrowed money.
Companies that are highly leveraged may be at risk of bankruptcy if they are unable
to meet repayment schedules. They may also struggle to gain access to future
financing funds. Nonetheless, leveraging has an important business role to perform
as it can increase the shareholders' return on their investment, and often there are tax
advantages associated with borrowing. Leveraging provides scope for targeted
investment and provides space for operating cash flow. However, it comes with
greater risk. If an investor borrows for investments purposes and the investment
moves against the investor, the loss is potentially greater than if it had not been
leveraged. In effect, leverage can magnify both gains and losses. A government such
as the Republic of Indonesia can use leverage to enhance value creation in
developing its national economy. By issuing debts such as government bonds and
treasury bills to finance the state budget deficit, the government of Indonesia can
foster GDP growth. This needs to be carefully implemented to avoid unnecessary
interest expenses and to reduce the risk of credit default, both of which could
negatively affect potential economic growth and perceived country risk.
Keywords: effective, efficient, state budget deficit, government debt, bonds, Treasury
bill, financial leverage, return on investment, return on equity, GDP, credit risk,
rating agency, and country risks.
I. Pendahuluan Latar belakang Anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo menilai tingkat imbal hasil global MTN Indonesia lebih mahal 6‐7% dibandingkan negara‐negara lain di kawasan Asia. "Imbal hasilnya sangat kemahalan," katanya di Jakarta beberapa waktu yang lalu, ketika beliau masih anggota DPR RI. Sebagai pembanding, dia menyebutkan imbal hasil surat utang Filipina yang hanya S% untuk masa jatuh tempo sepuluh tahun. Obligasi Malaysia bahkan hanya 3,3% dengan tenor lima tahun. Adapun imbal hasil surat utang Korea sebesar 4,6%. "Jadi kita kena 6‐7% lebih mahal," ujarnya. 1
Peneliti Senior Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan
Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
1
Dradjad menuturkan, tingkat imbal hasil ketiga negara tersebut relatif kecil karena diterbitkan pada saat situasi pasar kondusif. Sebaliknya Indonesia, malah menerbitkan obligasi di saat pasar global sedang melemah. "Harusnya kita jangan ngotot menerbitkan karena pasti kemahalan," katanya. Lantaran tingginya imbal hasil yang ditawarkan, wajar jika terjadi kelebihan permintaan hingga 2.4 kali. Selain kemahalan, ada risiko nilai tukar yang harus ditanggung Indonesia. Dalam skenario terburuk, nilai tukar rupiah menguat saat dolar AS dari Global MTN tersebut masuk ke Indonesia. Namun, rupiah akan melemah ketika mulai masuk masa pembayaran kupon. "Jika ini terjadi, ongkos Global MTN dalam rupiah bisa melebihi 12%. Bisa lebih mahal dari sukuk ritel." lanjut Dradjad. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai yield Global MTN masih wajar. Angka tersebut sesuai harga pasar .....” (Sumber Seputar Indonesia) Permasalahan Setiap kali pemerintah menerbitkan obligasi di pasar modal global, selalu ada keberatan dengan tingkat bunga atau kupon obligasi Indonesia, yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kupon yang ditawarkan oleh negara‐negara lain di kawasan ASEAN seperti dengan Malaysia dan Philipina. Ini jawabnya adalah sederhana, karena country risk Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Philipina. Dalam hal ini berlaku konsep ”high risk high return” dan sebaliknya ”low risk low return”. Karena country risk Indonesia relatif tinggi, para investor luar negeri tentu saja meminta kupon obligasi Indonesia juga tinggi, jika tidak mereka tidak tertarik membeli obligasi Indonesia. Penawaran obligasi akan under subscribed. Tetapi dengan menawarkan kupon yang lebih tinggi sebagaimana pengalaman selama ini, penawaran obligasi Indonesia di global market senantiasa over subscribed artinya pembeli obligasi jauh lebih besar dari jumlah obligasi yang ditawarkan pemerintah. Selain tingginya kupon obligasi Indonesia ketika ditawarkan di luar negeri, seringkali masyarakat, menganggap, kebijakan menteri keuangan tidak prudent, bahkan mendakwa penjualan obligasi oleh pemerintah baik di dalam negeri maupun di luar negeri hanya menambah utang yang harus ditanggung oleh generasi yang akan datang. Kelihatannya masih banyak masyarakat awam kurang memahami manfaat penjualan obligasi dalam pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Tujuan Ada empat tujuan utama tulisan ini, pertama adalah menjelaskan konsep financial leverage yang dapat meningkatkan rentabilitas usaha dan rentabilitas modal sendiri pada perusahaan. Tujuan kedua adalah menjelaskan peranan Kementerian Keuangan sebagai manajer keuangan Indonesia Incorporated dalam menumbuh kembangkan ekonomi dan memaksimumkan nilai kekayaan setiap warga negara Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
2
Indonesia dalam jangka panjang. Pendekatannya dengan menjelaskan peranan penjualan obligasi dalam pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkesinambungan dari perspektif manajemen keuangan perusahaan. Ketiga adalah mensosialisasikan atau memasyaraktkan peranan Surat Berharga Negara (Surat Utang Negara) dalam membiayai defisit APBN. Terakhir atau keempat adalah menjelaskan secara teoritis mengapa tingkat bunga, kupon, atau imbal surat‐surat utang Indonesia di pasar global selalu lebih mahal, dan bagaimana perkembangan peringkat kredit Indonesia lima tahun terakhir ini. Metodologi Data kualitatif yang digunakan dalam tulisan ini adalah hasil kajian ulang (review) berbagai literatur manajemen keuangan korporasi (corporate finance) yang relevan dengan analisis. Untuk data kuantitatip sumbernya adalah berbagai publikasi dan website, terutama website Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia www.dmo.or.id Pendekatan tulisan ini adalah lebih bersifat analisis deskriptif. Kerangka pemikiran Fungsi manajemen keuangan menurut ilmu keuangan perusahaan (Corporate Finance) adalah memaksimumkan kekayaan pemilik saham atau memaksimumkan nilai perusahaan terus menerus dalam jangka panjang yang tidak terbatas (going concern). Caranya melalui pengambilan keputusan di bidang pendanaan (financing decision), keputusan investasi (investment decision), dan keputusan pembagian dividen (dividen decision) yang bijaksana. Secara teoritis manajer keuangan bersama‐sama dengan manajer fungsi perusahaan lainnya, manajer operasi, manajer sumber daya manusia, manajer marketing, dan manajer teknologi informasi, bahu membahu secara simultan mengambil keputusan, sesuai dengan fungsinya masing‐masing, terus menerus memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka waktu tidak terbatas. Demikian juga Kementerian Keuangan atau Menteri Keuangan selaku manajer keuangan Republik Indonesia juga harus mengambil keputusan yang dapat memaksimumkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Dalam hal ini ukuran pertumbuhan mungkin berupa peningkatan lapangan kerja pada sektor riil dan jasa. Ukuran lainnya yang juga biasa digunakan adalah stabilitas mata uang rupiah atau inflasi dapat dipertahankan / diusahakan dibawah satu digit. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
3
II. Kerangka Teori Penjualan Surat Utang Negara Sebagai Leverage Pembangunan Ekonomi Pasar Keuangan Sebagai Wacana Sumber Dana Pemerintah Fungsi pasar keuangan adalah mempertemukan unit surplus ”lender‐savers” yang meliputi kelompok rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan fihak‐fihak asing, dengan unit defisit ”borrower‐spenders” yang juga meliputi kelompok rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan fihak‐fihak asing (ekspor – impor), lihat Gambar 1. Gambar 1 Fungsi Pasar Keuangan Dari gambar 1 diatas dapat kita lihat pemerintah (Government) sebagai unit surplus menginvestasikan dananya yang menganggur pada pasar keuangan, tetapi ketika defisit, menggunakan pasar keuangan sebagai tempat mencari dana, dengan cara menjual Treasury bill dan Surat‐surat Utang Negara. Jadi dengan menjual surat berharga Negara,pemerintah dapat menutup sebagian defisit anggaran. Tujuan defisit anggaran itu sendiri adalah untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Fungsi kementerian keuangan,dalam hal ini adalah sama dengan fungsi manajer keuangan pada perusahaan (sebagai a corporate finance manager) yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan menyangkut penghimpunan dana (financing decision) dan pengallokasian dana (investment decision). Semua keputusan ditujukan pada upaya memaksimumkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara berkesinambungan dalam jangka waktu tidak terbatas. Jika ukuran Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
4
peningkatan nilai pada perusahaan berupa peningkatan kekayaan pemegang saham (stockholders’wealth maximization) atau peningkatan harga saham, dalam konteks kenegaraan ukurannya adalah adanya peningkatan lapangan kerja, pertumbuhan sektor riil dan jasa, pertumbuhan GDP, peningkatan kemakmuran yang adil dan merata secara berkesinambungan. Lihat fungsi manajer keuangan perusahaan pada Gambar 2. 1a.Raising
funds
2.Investments
Financial
Operations
Manager
(plant,
equipment,
3.Cash from
projects) operational
1b.Obligations
(stocks, debt
securities)
Financial
Markets
(investors)
activities
4.Reinvesting
5.Dividends or
interest
payments
Gambar 2. Finance function – managing the cash flow
Analog dengan Gambar 2 diatas, Kementerian Keuangan sebagai financial manager seyogianyalah dapat mengoptimalkan pasar keuangan (financial markets) sebagai alternatif sumber dana menutup defisit APBN dari tahun ke tahun. Menggunakan dana dari pasar keuangan membiayai proyek‐proyek pembangunan, termasuk membiayai infrastruktur, menciptakan lapangan kerja, mendorong sektor riil, meningkatkan GDP, menumbuh kembangkan perekonomian nasional dan mengoptimalkan nilai Indonesia di dunia internasional secara berkesinambungan. Itulah sebabnya Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara secara teratur menjual Treasury bill dan SUN (Surat Utang Negara) akan tetapi seringkali dicurigai masyarakat luas sebagai kebijakan kelirul, yang akan membebani generasi yang akan datang dengan utang yang tidak terbayar. Mengapa demikian? Jawabnya mungkin adalah hanya karena ignorance semata‐mata. Ketidaktahuan masyarakat tentang manfaat surat utang negara (obligasi dan surat perbendaharaan negara) sebagai faktor leverage pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan GDP) dalam jangka panjang. ( Lihat analisis tentang peranan utang sebagai faktor leverage pembangunan ekonomi ) Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
5
Kementerian keuangan sebagai salah satu pelaku ekonomi, dapat memanfaatkan pasar keuangan, secara langsung dan ridak langsung melewati lembaga perantara, pasar keuangan, dapat dilihat pada Gambar 3. Financial Institutions
Gambar 3 : Lembaga keuangan sebagai sumber dan penggunaan Dana langsung dan Tidak langsung Saham dan Obligasi Sebagai Sumber Dana Jangka Panjang Perusahaan Dari neraca (balance sheet) keuangan perusahaan dapat dilihat dari mana saja sumber dana perusahaan dan kemana saja dana tersebut digunakan. Jelasnya dari perspektif struktur permodalan perusahaan, L/E, sumber dan penggunaan dana adalah seperti terlihat pada Gambar 4. Pada intinya, sumber keuangan perusahaan adalah meliputi utang jangka pendek (current liabilities) dan sumber keuangan jangka panjang berupa utang‐jangka panjang (long‐term debt). Contohnya adalah obligasi korporasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta dan Surat utang negara (SUN), yang dikeluarkan pemerintah, seperti obligasi negara jangka panjang dan surat perbendaharaan negara (treasury bill) jangka pendek. Dana yang dikumpulkan atau didadaptkan dari pasar keuangan, oleh korporasi di investasikan sebagian pada aktiva lancar yang merupakan modal kerja perusahaan, dan sebagian ditanamkan pada aktiva tetap yang dibedakan atas aktiva tetap berwujud (tangible fixed assets) dan aktiva tetap tidak berwujud (intangible fixed assets). Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
6
Selanjutnya hasil investasi mengoperasikan aktiva digunakan untuk membayar utang (bunga dan pokok utang) serta membagikan dividen kepada pemegang saham. Sebagian hasil investasi ditahan sebagai retained earnings untuk pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Balance sheet view of the firm
Cash
flows
from
assets
Assets
Liabilities and Equity
Current
Assets
Current Liabilities
Long-Term Debt
Bond &Loan
Fixed Assets
1. Tangible
fixed assets
2. Intangible
fixed assets
TOTAL VALUE A
Cash
flows to
debt
and
equity
Shareholders’
Equity
=
TOTAL VALUE L+E
Gambar 4 Perusahaan Dari Perspektif Neraca Utang Sebagai Faktor Leverage Melipatgandakan Nilai Perusahaan Pada prinsipnya tujuan setiap perusahaan adalah memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka waktu tidak terbatas. Fungsi manajemen keuangan dalam pencapaian tujuan perusahaan, dalam menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan nilai perusahaan secara terus menerus dalam jangka panjang (sustainable growth) adalah mengambil keputusan sulit dalam memilih sumber modal perusahaan, apakah dari utang (debt) atau hanya dengan modal sendiri (equity) atau kombinasi utang dan modal sendiri, mana yang paling optimal. Setelah itu, fungsi manajemen keuangan yang kedua adalah mengambil keputusan dalam memilih investasi. Fungsi mengalokasikan dana langka (scarce) yang diperoleh dengan susah payah dari pasar modal pada proyek‐
proyek investasi paling menguntungkan dalam jangka panjang. Biasanya dasar pengambilan keputusan investasi adalah kriteria investasi seperti; net present value, Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
7
internal rate of return, profitable index, benefit/cost ratio, cost effectiveness, dan payback method. Berdasarkan salah satu atau beberapa kriteria investasi dapat diputuskan apakah suatu proyek layak (feasible) atau tidak layak (unfeasible) untuk dilaksanakan. Fungsi manajemen keuangan ketiga adalah memutuskan alokasi keuntungan bersih (net income after tax) perusahaan, apakah semua dibagikan sebagai dividen, atau ditahan sebagai retained earnings untuk pertumbuhan perusahaan, atau limapuluh limapuluh, semuanya tergantung pada kondisi dan potensi yang dihadapi perusahaan. Pokok bahasan dalam butir 2.3. ini adalah pada fungsi keputusan pembelanjaan (financing decision) perusahaan, apakah harus dengan utang atau tanpa utang dalam arti semua sumber dana perusahaan adalah modal sendiri (equity), ataukah ada kombinasi optimal debt dan equity. Kerangka Teoritis Faktor Leverage Otimal Isi butir 2.3.1 ini adalah pendekatan yang pernah dikembangkan atau pertama kali dikemukakan oleh Lerner and Carlton dalam bukunya The Theory of Finance. Rentabilitas dan Faktor‐faktor yang Memengaruhi Rentabilitas Rentabilitas adalah suatu ukuran yang lazimdigunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba (earning power) atau ukuran sejauh mana perusahaan telah menggunakan dananya secara efisien. Sebagai ukuran, rentabilitas dinyatakan sebagai perbandingan (rasio) antara laba yang diperoleh selama periode usaha tertentu (biasanya dalam satu tahun) dengan dana yang digunakan sebagai modal usaha. Rentabilitas dinyatakan dengan persentase, rumusnya adalah sebagai berikut : Laba
X 100 % Rentabilitas = Modal
Pengertian laba dalam rumus ini dapat dibedakan sebagai : a. Laba Usaha : yaitu laba seluruhnya sebelum diperhitungkan pembayaran bunga atas dana‐dana pinjaman dan pembayaran pajak pendapatan (= Gross Income ); b. Laba Bersih : yaitu total laba seluruhnya setelah diperhitungkan pembayaran bunga atas dana‐dana pinjaman & pembayaran‐pembayaran pajak pendapatan (= Net Income After Tax). Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
8
Pengertian modal dalam rumus rentabilitas juga dibedakan atas dua pengertian: a. Modal Usaha : adalah total seluruh dana yang diperoleh perusahaan dari berbagai sumber pembelanjaannya (= Total liability + Equity atau Total Assets) lihat Gambar 4. b. Modal Bersih/ : yaitu jumlah dana dari pemilik perusahaan yang ditanamkan modal sendiri dalam perusahaan (= Net Worth = Equity) Beranjak dari pengertian‐pengertian laba dan modal diatas, konsep rentabilitas dapat dibedakan atas duaq konsep: Pendapa tan Bruto
X 100% (1) r = TotalKekayaan
Pendapa tan BersihSetelahPajak
(2) R = X 100% DanaSendiri
Kedua macam rentabilitas diatas memiliki makna masing‐masing dalam menganalisis pembelanjaan (financing) perusahaan dan mempunyai hubungan fungsional. Oleh karena itu analisis rentabilitas senantiasa mengandung R. Analisa rentabilitas ini termasuk dalam kelompok analisa fundamental karena data yang digunakan adalah dari neraca dan laporan rugi/laba perusahaan. Perumusan atau formulasi Rentabilitas perusahaan menunjukkan hubungannya dengan faktor‐faktor lain, datanya diperoleh dari susunan komponen‐komponen laporan Rugi/Laba atau dari Income Statement. Dari laporan rugi/laba yang telah dituang kembali (recasting) dalam bentuk yang bebas dari window dressing diperoleh informasi sebagai berikut : (a) Pendapatan bersih sebelum pajak = pendapatan bruto sebelum pembayaran pajak‐
pembayaran bunga atau π b = π g ‐ I ........................ (a) Sesuai dengan formula rentabilitas usaha (= r) adalah : πg
A
Pendapa tan Bruto
atau π g = rA TotalKekayaan
A = Total kekayaan = Total pinjaman (L) + dana sendiri (E) atau A = L + E sehingga π g = r ( L+E ) = rL + rE ……………......................................... (a1) dimana ; r = I adalah pembayaran bunga = suku bunga efektif ( i ) x L atau I = i x L .................................................... (a2) Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
9
Apabila persamaan (a1) dan (a2) disubsitusikan dalam persamaan (a) maka : π b = rL + rE – iL ....................................................... (a3) (b) Pendapatan Bersih Setelah Pajak = Pendapatan Bruto Sebelum Pajak ( π b ) ‐ Pembayaran Pajak Pendapatan (T) atau π = π b ‐ T ............................................... (b) Pembayaran Pajak Pendapatan (T) = Tingkat pajak (t) x Pendapatan Bersih Sebelum Pajak ( π b ) atau T = t x π b ............................................... (b1) Apabila persamaan (b1) disubsitusikan ke dalam persamaan (b), maka π ‐ π b ‐ t x π = (1 – t) x π b .............................. (b2) (c) Berdasarkan formula rentabilitas dana sendiri (R) atau return on equity, R = π
E
Apabila nilai‐nilai : π b dalam persamaan (a3) disubsitusikan ke dalam nilai π dalam persamaan (b2) maka diperoleh : (1 − t )(rL + rE − iL)
atau R = E
L
R = (1 – t) [r + (r‐1) ] .................................... (c) E
Sehingga, pada akhirnya, dalam formulasi matematika R dikatakan sebagai fungsi t, r, i, L
L
yang artinya nilai R ditentukan oleh nilai‐nilai variabel t, r, i, dan . dan E
E
Persamaannya dituliskan sebagai berikut : L
R = f ( t, r, i, ) E
Tingkat R sebagai fungsi dari r dan i Pada Gambar 5 dijelaskan bahwa tingkat pengembalian modal sendiri atau return on equity yang diberi notasi R adalah tergantung pada nilai r sebagai rentabilitas usaha atau return on asset dan i atau tingkat bunga efektif yang harus dibayar perusahaan untuk pinjamannya atau untuk utangnya. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
10
R r >i
R2
R1
R0
R3
R4
r =i
Indifference Curve r <i
L
E1
L
E2
L
E
Gambar 5 : Rentabilitas Modal Sendiri Sebagai Fungsi r dan i Seperti terlihat pada gambar ; Sepanjang tingkat pengembalian usaha atau rentabilitas, r, lebih besar dari i sebagai L
L
menjadi akan
tingkat bunga efektif pinjaman, penambahan utang dari E1
E2
meningkatkan rentabilitas modal sendiri, dari R1 meningkat menjadi R2. Sebaliknya, apabila tingkat pengembalian usaha yang dibiayai utang, r lebih kecil dari L
L
i (tingkat bunga efektif utang), penambahan utang dari menjadi akan E1
E2
menurunkan rentabilitas modal sendiri, dari R3 menjadi R4. L
L
Sepanjang r = i, penambahan utang dari menjadi adalah indifference, E1
E2
dimana tingkat R adalah tetap pada R0. Tetapi pada kenyataannya, hubungan R dengan r dan i sesungguhnya tidak linear seperti pada Gambar 5. Menurut Lerner and Carlton hubungan R dengan r dan i mempunyai titik optimal. Penambahan pinjaman (utang) untuk meningkatkan R ketika r > i akan menghasilkan pertambahan nilai yang semakin menurun sampai mencapai puncak tertentu, dan pada akhirnya jika penambahan pinjaman terus dilakukan akan menurunkan R (rentabilitas modal sendiri). Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
11
Penggunaan Faktor Leverage Optimal Guna Mencapai R yang Maksimal Hubungan struktur permodalan optimal dengan pencapaian R maksimal adalah seperti terlihat pada Gambar 6. R
R maksimal
L
Optimal E
Gambar 6 : Leverage Optimal Dalam Mencapai Rentabilitas Modal Sendiri Maksimal Leverage Optimal Secara Matematika L L⎤
⎡
Sebagaimana telah dijabarkan diatas ; R = (1 – t) ⎢r + (r − ) ⎥ E E⎦
⎣
2
⎡
L
⎛L⎞ ⎤
= (1 – t) ⎢r + r − α ⎜ ⎟ ⎥ E
⎝ E ⎠ ⎦⎥
⎣⎢
⎞
⎛
⎟
⎜
dR ⎟
⎜
Dengan mengambil diferensial tingkat pertama R terhadap leverage =
dan ⎜
⎛ L ⎞⎟
⎜ d⎜ ⎟ ⎟
⎝ E⎠⎠
⎝
kemudian menyamakannya dengan 0 diperoleh nilai leverage perusahaan yang menghasilkan R maksimal atau dR
⎛L⎞
= r – 2 α ⎜ ⎟ = 0 ⎛L⎞
⎝E⎠
d⎜ ⎟
⎝E⎠
Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
12
r
⎛L⎞
⎛L⎞
Dalam hal ini, R maksimal adalah dicapai pada 2 α ⎜ ⎟ = r, atau ⎜ ⎟ =
⎝E⎠
⎝ E ⎠ 0 2α
Sebagai ilustrasi, katakanlah bahwa pada sebuah perusahaan diketahui hubungan L
antara i dengan perusahaan adalah sebagai berikut : E
L
⎛ ⎞
i = 0.005 ⎜ ⎟ dan diketahui pula bahwa; ⎝E⎠
t = 40% ; r = 10%. Dengan demikian, L⎤
⎡
R = (1 – t) ⎢r + (r − i ) ⎥ E⎦
⎣
L L⎤
⎡
= (1 – 0.40) ⎢0.10 + (0.10 − 0.005 ) ⎥ E E⎦
⎣
2
L
⎛L⎞
= 0.60 + 0.06 ‐ 0.003 ⎜ ⎟ E
⎝E⎠
dR
⎛L⎞
= = 0 = 0.06 – 0.006 ⎜ ⎟ ⎛L⎞
⎝E⎠
d⎜ ⎟
⎝E⎠
L
0.06
Optimal = = 10 E
0.006
Perhitungan dapat juga dilakukan sebagai berikut : 0.10
r
⎛L⎞
= = 10 ⎜ ⎟ Optimal = 2α 2(0.005)
⎝E⎠
Apakah pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menjual SUN ( Surat Utang Negara) dalam hal ini Obligasi dan Surat Perbendaharaan Negara (Treasury bill) atau surat utang lainnya ? Jawabnya iya! Dengan menggunakan konsep penggunaan faktor leverage pada perusahaan untuk meningkatkan rentabilitas modal sendiri (return on equity) seperti dikemukakan diatas, jawabnya adalah iya. Pemerintah dapat menggunakan SUN untuk membiayai defisit APBN, sebagai stimulus pembangunan dan membiayai kegiatan rutin dan proyek‐proyek pembangunan, sebagaimana telah dilakukan selama ini ? Apakah pemerintah dapat terus menerus menjual SUN, di dalam negeri maupun di luar negeri ? Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
13
Jawabnya iya ! yakni sepanjang rentabilitas penggunaan SUN lebih besar dari biaya bunga (kupon) SUN. Namun harus diperhatikan bahwa ada titik optimal penggunaan leverage dalam pembangunan ekonomi. Apabila sudah mencapai leverage optimal sebaiknya penggunaan pinjaman (utang) diganti dengan alternatif lain. Sebab jika terus dipaksakan menambah utang, rentabilitas maksimal yang dihasilkan justru akan menurun, pertumbuhan ekonomi akan menurun. Valuasi Pengaruh Struktur Keuangan Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Penggunaan faktor leverage dalam upaya meningkatkan rentabilitas modal sendiri dalam dunia usaha adalah biasa. Pada umumnya perusahaan selalu menggunakan dana pinjaman untuk melipatgandakan pertumbuhan usahanya. Seperti dijelaskan dimuka, sepanjang rentabilitas usaha, r, lebih besar dari tingkat bunga efektif pinjaman yang membiayai proyek investasi, penambahan pinjaman pasti menaikkan nilai perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah tax benefit biaya pinjaman (utang, obligasi) yang dapat mengurangi laba kena pajak. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pengaruh penggunaan faktor leverage pada masing‐masing perusahaan adalah tergantung pada kondisi ekonomi. Dengan menggunakan faktor leverage O% oleh Perusahaan A, 50% perusahaan B, dan 75% oleh Perusahaan C, dan sesuai enam skenario kondisi ekonomi; sangat buruk, buruk , titik impas, normal, dan sangat baik, kiranya dapat disimpulkan; 1. Dalam kondisi sangat buruk, perusahaan A dengan faktor leverage O lebih baik dari B dengan faktor leverage 50% dan C dengan faktor leverage 75%, karena masih masih menghasilkan tingkat pengembalian 1% kepada pemegang sahamnya. Sebaliknya perusahaan B menghasilkan rentabilitas negatif 1% kepada pemegang sahamnya, dan perusahaan C lebih parah lagi karena menghasilkan rentabilitas negatif 5% kepada pemegang sahamnya; 2. Tetapi dalam kondisi yang sangat baik, A hanya menghasilkan rentabilitas 7% kepada pemegang sahamnya, B menghasilkan 11%, dan C lebih besar lagi sebesar 19% ; 3. Dalam kondisi titik impas, semua perusahaan A, B, dan C menghasilkan rentabilitas yang sama kepada pemegang sahamnya, yakni 3 %; 4. Sampai batas tertentu penggunaan faktor leverage untuk meningkatkan rentabilitas agar maksimal adalah terbatas. Lewat titik optimal, penambahan utang atau peningkatan factor leverage akan menurunkan nilai perusahaan atau menurunkan rentabilitas modal sendiri perusahaan; Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
14
Tabel 1 Rentabilitas Pemegang Saham Pada Berbagai Tingkat Leverage dan Berbagai Kondisi Ekonomi KONDISI EKONOMI Sangat Buruk
Titik Normal Baik Sangat Buruk Impas Baik Rate of return on total Assets before 2%
5%
6%
8% 11% 14%
interest Dollar returns on total Assets before $4
$10
$12
$16 $22 $28
interest Perusahaan A Faktor Leverage : 0 %
Earnings in dollars $4
$10
$12
$16 $22 $28
Less : Interest expense
0
0
0
0 0 0
Gross income $4
$10
$12
$16 $22 $28
Taxes (50%) * 2
5
6
8 11 14
Available to common stock 2
5
6
8 11 14
Percent return on common stock 1%
2.5%
3%
4% 5.5% 7%
Perusahaan B Faktor Leverage : 50 %
Earnings in dollars $4
$10
$12
$16 $22 $28
Less : Interest expense
6
6
6
6 6 6
Gross income (2)
4
6
10 16 22
Taxes (50%) * (1)
2
3
5 8 11
Available to common stock (1)
2
3
5 8 11
Percent return on common stock ‐ 1%
2%
3%
5% 8% 11%
Perusahaan C Faktor Leverage: 75 % Earnings in dollars $4
$10
$12
$16 Less : Interest expense
9
9
9
9 Gross income (5)
1
3
7 Taxes (50%) * (2.5)
0.5
1.5
3.5 Available to common stock (2.5)
0.5
1.5
3.5 Percent return on common stock ‐ 5%
1%
3%
7% *) The tax calculation assumes that losses are carried back and result in tax credit (Sumber : Fred Weston “Essentials of Managerial Finance”) $22 9 13 6.5 6.5 13% $28
9
19
9.5
9.5
19%
5. Ternyata penggunaan faktor leverage dapat melipatgandakan rentabilitas pemegang saham (meningkatkan nilai perusahaan) asal pada kondisi ekonomi yang tepat. Sebaliknya, penggunaan faktor leverage yang berlebihan dan pada kondisi ekonomi sangat buruk, dapat memperparah penurunan rentabilitas perusahaan, atau bukan tidak mungkin menyebabkan perusahaan bangkrut, gulung tikar, dan tutup selama‐lamanya,(Gambar 6). Pengaruh Struktur Permodalan Terhadap Earnings Per Share Adanya tax benefits biaya bunga mengurangi laba kena pajak, cenderung mendorong perusahaan menggunakan pinjaman. Dengan menggunakan obligasi sebagai sumber pembiayaan, pada prinsipnya perusahaan dapat meningkatkan earnings per share (EPS), Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
15
tetapi harus pada kondisi penjualan yang tepat. Jika tidak malah memperparah penurunan EPS dan bahkan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. Pengaruh penggunaan obligasi sebagai sumber pendanaan perusahaan terhadap EPS dapat dijelaskan dengan data hipotetis PT XYZ Tbk pada Tabel 2. Tabel 2 Kalkulasi Profit Korporasi PT XYZ Tbk Pada Berbagai Tingkat Penjualan Penjualan $ 0
$500,000
$1,000,000 $2,000,000 $4,000,000 $6,000,000
Biaya tetap (Fixed costs) $500,000
$500,000
$500,000
$500,000
$500,000 $500,000
Biaya variabel (40% penjualan) 0
200,000
400,000
800,000
1,600,000 2,400,000
Total biaya (diluar biaya bunga) 500,000
700,000
900,000
1,300,000
2,100,000 2,900,000
Pendapatan sebelum bunga dan pajak (500,000)
(200,000)
100,000
700,000
1,900,000 3,100,000
PENDANAAN DENGAN OBLIGASI Dikurangi biaya bunga (5%*$3,000,000) $150,000
$150,000
$150,000
$150,000
$150,000 $150,000
Pendapatan sebelum pajak (650,000)
(350,000)
(50,000)
550,000
1,750,000 2,950,000
Dikurangi pajak pendapatan (50%) * (325,000)
(175,000)
(25,000)
275,000
875,000 1,475,000
Pendapatan bersih setelah pajak (325,000)
(175,000)
(25,000)
275,000
875,000 1,475,000
Earnings per share 250,000 saham (EPS) ‐ $ 1.30
‐ $ 0.70
‐ $0.10
$ 1.10
$ 3.50 $ 5.90
PENDANAAN DENGAN SAHAM Pendapatan sebelum pajak ** (500,000)
(200,000)
100,000
700,000
1,900,000 3,100,000
Dikurangi pajak pendapatan (50%)* (250,000)
(100,000)
50,000
350,000
950,000 1,550,000
Pendapatan bersih setelah pajak (250,000)
(100,000)
50,000
350,000
950,000 1,550,000
Earnings per share 325,000 saham (EPS) ‐ $ 0.78
‐ $ 0.31
+ $ 0.15
$ 1.08
$ 2.98 $ 4.77
* Assumes tax credit on lossses. ** Pendapatan sebelum pajak sama dengan pendapatan sebelum bunga dan pajak karena biaya bunga nol. Pendanaan dengan saham berarti tidak ada biaya bunga. (Sumber : Diolah kembali dari “Essentials of Managerial Finance” tulisan Fred Weston) Dari angka‐angka Tabel 2 diatas, kurang lebih dapat disimpulkan bahwa ; a. Ketika tingkat penjualan perusahaan $6,000,000 dan perusahaan menggunakan obligasi $3.000.000 dengan bunga 5% sebagai sumber pendanaan, EPS adalah $5.90. Pada kondisi penjualan yang sama, tetapi pendanaan $3,000,000 dengan menjual saham tambahan 75,000 lembar, EPS hanya $4.77. Artinya dalam kondisi ekonomi yang baik (booming) penjualan obligasi sebagai sumber pendanaan adalah menguntungkan, mendongkrak EPS, atau meningkatkan nilai kekayaan pemegang saham. b. Tetapi sebaliknya, dalam kondisi buruk, atau saat penjualan $0 atau tidak ada pemasukan uang dari penjualan, menggunakan obligasi sebagai sumber pendanaan adalah menjadi bumerang bagi perusahaan. Bukannya menaikkan nilai kekayaan pemilik perusahaan tetapi justru akan menurunkan kekayaan pemegang saham, pemegang saham akan bertambah miskin (worse off). Pada tabel terlihat EPS merosot sampai negatif $ 1.30. Padahal jika menggunakan tambahan 75.000 lembar saham (setara $3,000,000) sebagai sumber pendanaan, memang akan menurunkan EPS, tetapi turunnya hanya negatif $ 0,78 (lebih kecil dari $ 1.30). c. Dalam kondisi ekonomi baik, penggunaan obligasi (utang) sebagai sumber pembiayaan menguntungkan karena dapat melipatgandakan nilai kekayaan pemegang saham. Saat penjualan mencapai $6,000,000 terlihat EPS adalah Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
16
$5.90. Ini adalah karena adanya tax saving penggunaan obligasi sebagai sebagai sumber pembiayaan investasi perusahaan. d. Dalam kondisi ekonomi buruk, saat resesi, penggunaan saham sebagai sumber pendanaan adalah bijaksana, karena mengurangi risiko kebangkrutan perusahaan. Kalaupun EPS menurun tidak separah penurunan EPS jika seandainya perusahaan menggunakan obligasi sebagai sumber pembiayaan investasinya. e. Pada dasarnya tujuan restrukturisasi perusahaan adalah mengatur kembali struktur permodalan perusahaan atau menyusun kembali rasio utang/modal sendiri (L/E) hingga mencapai L/E optimal dalam mencapai ROE maksimal. f. Sepanjang penambahan utang masih meningkatkan nilai kekayaan pemegang saham (ROE), adalah bijaksana jika perusahaan menerbitkan obligasi. Tetapi jika sudah mencapai L/E optimal, penjualan obligasi bukanlah keputusan yang bijaksana, harus dihentikan atau ditunda, karena penambahan obligasi akan mengakibatkan penurunan nilai perusahaan. (Lihat Gambar 6). Apakah pemerintah dapat dibenarkan menjual obligasi negara (Surat Utang Negara) secara terus menerus, gali lobang tutup lobang ? Jawabnya adalah sepanjang tingkat pengembalian investasi (= r) yang dihasilkan investasi yang dibiayai obligasi negara lebih tinggi dari biaya bunga obligasi (= i) dan belum mencapai titik optimal, penjualan obligasi negara dapat dibenarkan. Sebaliknya jika tingkat pengembalian investasi lebih rendah dari biaya bunga obligasi, penjualan obligasi harus dihentikan. Dalam kondisi dimana r < i, penjualan SUN akan menyengsarakan rakyat, membuat rakyat miskin (worse off). Lihat kembali Gambar 5 & 6. Penjualan SUN harus memilih kondisi ekonomi yang tepat. III. Fakta dan Analisis Fakta Surat‐surat Utang Negara 2005‐2010 Penjualan Surat‐surat Utang Negara (SUN) dalam pembiayaan defisit dapat dilihat pada Tabel APBN 2005‐2010. Rinciannya secara transparan dapat dilihat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia www.dmo.or.id Sebagaimana telah diungkapkan pada Bagian II diatas, penjualan obligasi sebagai faktor leverage, dapat melipatgandakan nilai perusahaan, sepanjang tingkat pengembalian investasi (= r) yang dibiayai oleh obligasi lebih tinggi dari biaya bunga obligasi(=i). Akan tetapi sebaliknya, seandainya tingkat pengembalian investasi yang dibiayai obligasi lebih rendah dari bunga obligasi, justru akan menurunkan nilai perusahaan. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
17
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 2005 – 2010 (Miliar Rupiah)
A.
B.
C.
D.
E.
Pendapatan Negara dan Hibah
I.
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
i.
Pajak penghasilan
Migas
Non-Migas
Pajak Pertambahan
ii.
Nilai
Pajak Bumi dan
iii. Bangunan
iv. BPHTB
v.
Cukai
vi. Pajak lainnya
Pajak Perdagangan
b. Internasional
i.
Bea masuk
ii.
Pajak/pungutan ekspor
2. Penerimaan Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA (migas) 1)
i.
Migas
ii.
Non Migas
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP Lainnya
d. Pendapatan BLU
II. Hibah
Belanja Negara
I.
Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Belanja Modal
4. Pembayaran Bunga Utang
5. Subsidi
6. Belanja Hibah
7. Bantuan Sosial
8. Belanja Lainnya
II. Belanja Untuk Daerah
1. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus dan
2. Penyesuaian
Keseimbangan Primer (A - (B - B.I.4)
Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
Pembiayaan Anggaran (E.I + E.II)
I.
Pembiayaan Dalam Negeri
1. Perbankan Dalam Negeri
2. Non-Perbankan Dalam Negeri
a. Privatisasi
b. Hasil Pengelola Aset
c. Surat Utang Negara (Neto)
d. Dana Investasi Pemerintah
II. Pembiayaan Luar Negeri (netto)
Penarikan Pinjaman Luar Negeri
1. (bruto)
a. Pinjaman Program
b. Pinjaman Proyek
2. Penerusan Pinjaman
Pembayaran Cicilan Pokok Utang
3. LN
Kelebihan / (Kekurangan) Pembiayaan
2005
2006
2007
2008
2009
2010
540.126,1
532.671,0
351.973,6
334.403,2
180.252,9
37.235,5
143.017,4
625.237,1
621.605,5
416.313,2
399.321,7
210.713,6
37.516,1
173.197,5
723.057,9
720.388,9
509.462,0
494.591,6
261.698,3
41.241,7
220.456,6
781.354,1
779.214,4
591.978,3
569.971,6
305.961,4
41.649,8
264.311,6
985.725,3
984.786,5
725.843,0
697.347,0
357.400,5
56.723,5
300.677,0
949.656,2
948.149,4
742.738,0
715.534,5
350.958,0
47.023,4
303.934,6
102.670,5
128.307,6
161.044,2
187.626,7
249.508,7
269.537,0
13.375,3
3.661,4
32.244,8
2.198,3
15.727,9
5.280,1
36.519,7
2.772,8
21.267,0
5.389,9
42.034,7
3.157,5
24.159,7
4.852,7
44.426,5
2.944,6
28.916,3
7.753,6
49.494,7
4.273,2
26.506,4
7.392,9
57.289,2
3.851,0
17.570,4
16.590,5
979,9
180.697,4
144.361,3
138.560,2
5.801,1
12.000,0
24.336,1
14.870,4
14.417,6
452,8
210.926,9
146.256,9
139.892,7
6.364,2
19.100,0
45.570,0
22.006,7
17.940,8
4.065,9
187.236,1
126.203,2
117.922,0
8.281,2
23.404,3
37.628,6
7.455,1
565.069,8
411.667,5
61.167,2
42.311,8
54.746,6
60.982,2
119.089,5
0,0
29.996,5
43.373,7
153.402,3
146.159,7
52.566,5
88.765,6
4.827,6
16.991,5
16.572,6
418,9
205.292,3
151.641,6
146.234,3
5.407,3
23.278,0
30.372,7
3.631,6
647.667,8
427.598,3
79.896,1
55.180,9
62.952,2
76.629,0
79.510,4
0,0
36.930,5
36.499,2
220.069,5
216.592,4
59.358,4
145.664,2
11.569,8
2.669,0
763.570,8
504.776,2
101.202,3
72.186,3
73.130,0
85.086,4
102.924,3
0,0
51.409,0
18.837,9
258.794,6
250.342,8
68.461,3
164.787,4
17.094,1
2.139,7
854.660,0
573.430,7
128.169,2
52.397,1
101.538,8
91.365,6
97.874,6
0,0
67.402,1
34.683,3
281.229,3
266.780,0
66.070,8
179.507,1
21.202,1
28.496,0
19.160,4
9.335,6
258.943,5
173.496,5
162.123,1
11.373,4
30.794,0
49.210,8
5.442,2
938,8
1.037.067,3
716.376,3
140.197,7
91.731,1
71.991,5
101.657,8
166.701,6
0,0
78.973,1
65.123,5
320.691,0
296.952,4
85.718,7
186.414,1
24.819,6
27.203,5
19.569,9
7.633,6
205.411,4
132.030,3
120.529,8
11.500,5
24.000,0
39.894,2
9.486,9
1.506,8
1.047.665,8
725.242,8
160.364,3
107.090,1
82.175,5
115.594,6
157.820,3
7.191,9
64.291,2
30.714,9
322.423,0
306.023,4
81.404,8
203.485,2
21.133,4
7.242,6
36.038,5
-24.943,7
24.943,7
29.785,9
4.270,6
25.515,3
8.624,6
0,0
22.085,7
-5.195,0
-4.842,2
3.477,1
54.198,3
-22.430,7
22.430,7
50.912,9
23.026,6
27.886,3
3.350,0
0,0
24.886,3
-350,0
-28.482,2
8.451,8
44.573,5
-40.512,9
40.512,9
55.068,3
12.962,0
42.106,3
4.800,0
0,0
40.606,3
-3.300,0
-14.555,4
14.449,3
18.059,7
-73.305,9
73.305,9
89.975,3
300,0
89.675,3
1.500,0
600,0
91.575,3
-4.000,0
-16.669,3
23.738,6
50.315,8
-51.342,0
51.342,0
60.790,3
16.629,2
44.161,1
500,0
2.565,0
54.719,0
-13.622,9
-9.448,3
16.399,6
17.585,0
-98.009,6
98.009,9
107.891,5
7.129,2
100.762,3
0,0
1.200,0
104.429,1
-4.866,8
-9.881,5
35.540,7
11.270,0
24.270,7
0,0
35.112,4
9.900,0
25.212,4
0,0
40.274,6
16.275,0
23.999,6
0,0
42.989,3
19.110,0
23.879,3
0,0
52.160,9
26.440,0
25.720,9
0,0
57.605,8
24.443,0
33.162,8
-8.643,8
-40.382,9
0,0
-63.594,6
0,0
-54.830,0
0,0
-59.658,6
0,0
-61.609,2
0,0
-58.843,5
0,3
Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
18
Dengan perkataan lain penjualan obligasi akan menjadi kontra produktif atau akan merusak nilai perusahaan (destroying value of firm). Analog dengan penjualan SUN, sesungguhnya pemerintah dapat melipatgandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan PDB, tetapi dapat juga menghambat pembangunan ekonomi Indonesia. Tergantung pada tingkat pengembalian investasi yang dibiayai oleh surat utang negara dan risiko kebocoran dalam penggunaan hasil penjualan surat utang negara. Sepanjang tingkat rentabilitas proyek‐proyek yang dibiayai dengan SUN lebih besar dari biaya bunga SUN peningkatan penjualan SUN (Obligasi Negara maupun Treasury bill) akan melipatgandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi dengan persyaratan tidak boleh ada kebocoran dalam penggunaan dana yang diperoleh dari penjualan Surat‐surat berharga negara. Analisis Efektivitas Penjualan SUN Sebagai Sumber Pembiayaan Defisit APBN Ukuran efektivitas yang digunakan dalam analisis ini adalah berkaitan dengan pencapaian tujuan penjualan SUN dalam membiayai defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, baik secara nominal maupun berupa pengaruhnya terhadap pertumbuhan PDB yang antara lain diukur dengan rasio utang terhadap PDB. Fakta penjualan SUN oleh pemerintah selama lima tahun terakhir dan kontribusi SUN dalam pembiayaan defisit anggaran adalah seperti terlihat pada Tabel APBN 2005‐2010. Kontribusi SUN dalam membiayai sebagian defisit anggaran, secara nominal, sepanjang tahun 2005‐2010 sebagaimana tampak pada komponen Non‐Perbankan Dalam Negeri adalah: 2005 Rp 22.085,7 Dua puluh dua triliun delapan puluh lima miliar tujuh ratus juta rupiah limaratus limabelas. 2006 Rp 24.886,3 Dua puluh empat triliun delatan ratus delapan puluh enam miliar tiga ratus juta rupiah. 2007 Rp 40.606,3 Empat puluh triliun enam ratus enam miliar tiga ratus juta rupiah. 2008 Rp 91.575,3 Sembilan puluh satu triliun lima ratus tujuh puluh lima miliar tiga ratus juta rupiah. 2009 Rp 54.719,0 Lima puluh empat triliun tujuh ratus sembilan belas satu miliar rupiah. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
19
2010 Rp 104.429,1 Seratus empat triliun empat ratus dua puluh sembilan miliar seratus juta rupiah. Peranan penjualan SUN membiayai defisit APBN dari tahun ke tahun adalah cenderung meningkat, kecuali pada 2008 turun dari Rp 91,57 triliun menjadi Rp 54,72 triliun pada 2009, tetapi pada 2010 meningkat lagi menjadi Rp 104,43 triliun. Secara nominal, dapat disimpulkan bahwa penjualan SUN untuk pembiayaan defisit APBN dari tahun ke tahun adalah efektif. Pengertian efektif dalam hal ini adalah tujuan menutupi sebagian defisit APBN tercapai. Ukuran efektivitas lain dapat juga menggunakan apakah saat pasar perdana terjadi oversubscribed atau undersubscribed. Dan ternyata selama ini penjualan SUN adalah selalu oversubscribe. Dan emisi Surat Berharga Negara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Lihat cashflow Surat Berharga Negara Netto 2005‐2010 yang cenderung meningkat sementara kontribusi dari privatisasi 2005, 2009, dan 2010 nihil. Pada 2006 senilai Rp 400 miliar, 2007 sebesar Rp304 miliar, dan 2008 hanya Rp82 miliar. Selanjutnya pada 2009 dan 2010 kontribusi privatisasi membiayai defisit APBN kembali nihil. Cashflow Pembiayaan 2005‐2010 (miliar rupiah) 2005
2006
2007
2008
2009 *) 2010 **)
KEBUTUHAN PEMBIAYAAN (83,722)
(89,970)
(144,129)
(94,489) (213,683) (240,264)
Defisit (14,408)
(29,141)
(49,844)
(4,380) (129,845) (98,010)
Pembayaran Utang (61,589)
(77,741)
(100,705)
(103,768) (114,324) (134,872)
Jatuh Tempo dan Buyback Surat Berharga Negara
(24,456)
(25,060)
(42,783)
(40,333) (45,292) (76,029)
Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri
(37,112)
(52,681)
(57,922)
(63,435) (69,032) (58,843)
LAIN‐LAIN (7,745)
16,913
6,420
13,659 30,486 (7,381)
Perbankan Dalam Negeri (2,550)
18,913
8,420
16,159 56,566 7,129
Dana Investasi Pem. & Restrukturisasi BUMN (5,195)
(2,000)
(2,000)
(2,500) (13,089) (3,903)
Dana kontijensi dan Cadangan Pembiayaan ‐
‐
‐
‐
‐ (1,964)
Penerusan Pinjaman ‐
‐
‐
‐
12,992 8,644
SUMBER PEMBIAYAAN 80,435
90,244
136,742
174,181 213,683 240,264
Utang 73,871
87,160
134,025
171,279 213,848 239,064
Penerbitan Surat Berharga Negara, Bruto 47,031
61,046
99,955
126,249 144,549 180,458
Pinjaman Program 12,265
13,580
19,607
30,100 30,316 24,443
Pinjaman Proyek 14,576
12,535
14,463
14,929 25,992 24,519
Pinjaman Dalam Negeri ‐
‐
‐
‐
‐ 1,000
Penerusan Pinjaman ‐
‐
‐
‐
12,992 8,644
Non Utang 6,564
3,084
2,717
2,902
(165) 1,200
Privatisasi ‐
400
304
82
‐ ‐
Pengelolaan Asset 6,564
2,684
2,413
2,820
(165) 1,200
KELEBIHAN (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN (3,287)
274
(7,388)
79,691 0 0
Cash Flow Surat Berharga Negara Netto 22,575
35,985
57,172
85,916 99,257 104,429
Cash Flow Pinjaman Luar Negeri Netto (10,272)
(26,566)
(23,852)
(18,406) (12,724) (9,882)
Cash Flow Pinjaman Dalam Negeri ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 1,000 Cash Flow Non Utang (1,181) 19,997 9,137 16,561 30,321 (6,181) Catatan : APBN 2004‐2008 PAN/LKKP‐Audited *) APBN‐P 2009 **) APBN 2010 ( Sumber : www.dmo.or.id ) Peranan penjualan surat berharga Negara membiayai sebagian deficit anggaran pendapatan Negara sepanjang tahun 2005‐2010 jelas cukup significant apalagi jika dibandingkan dengan hasil privatisasi pada periode yang sama. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
20
Rasio Utang Terhadap PDB Dalam teori keuangan perusahaan, lihat kembali kerangka teori financial leverage pada bagian II, dijelaskan bahwa sepanjang rentabilitas usaha (r) lebih besar dari biaya bunga pinjaman (i), atau r > i, setiap penambahan utang untuk membiayai investasi perusahaan akan meningkatkan rentabilitas modal sendiri (R). Sepanjang tahun 1996 hingga 2009 kecenderungan utang Indonesia adalah terus meningkat. Sama artinya biaya bunga utang negara yang harus dibayar pemerintah juga meningkat. Tetapi karena delta pertumbuhan PDB lebih tinggi dari delta pertumbuhan biaya utang, perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB sepanjang 1996‐2009 adalah menurun. Ini adalah hasil positif. Gambar 7 : Perkembangan Rasio Utang Indonesia Terhadap PDB Tambahan utang 2004‐2008 menghasilkan delta pertambahan PDB yang jauh lebih besar dari delta pertambahan utang, sehingga rasio utang terhadap PDB menurun tajam dari 57% akhir 2004 menjadi sekitar 32% akhir 2009 berarti lebih baik dari sebelum krisis 1997 dimana pada waktu itu sekitar 38%. Dapat diartikan rentabilitas investasi yang dibiayai surat‐surat utang negara lebih tinggi dari delta biaya bunga pinjaman. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
21
Walaupun sementara ini bunga (kupon) obligasi RI masih lebih tinggi dari Obligasi negara tetangga Philipina dan Malaysia, sepanjang delta pertumbuhan PDB lebih tinggi dari delta pertambahan biaya bunga utang, penjualan Obligasi RI masih dalam batas wajar. Jadi, jika penjualan Surat‐surat Berharga Negara (Surat‐surat Utang Negara) dikaitkan dengan pembiayaan sebagian defisit APBN sebagai stimulus pembangunan, dapat disimpulkan bahwa penjualan Obligasi Negara RI dalam negeri dan luar negeri adalah efektif. Sebab delta pertumbuhan PDB sepanjang tahun 2005‐2009 adalah lebih besar dari pada delta pertambahan biaya bunga utang akibat pertambahan penjualan surat‐
surat utang Negara. Analisis Efisiensi Penjualan SUN Sebagai Sumber Pembiayaan Defisit APBN Ukuran efisiensi transaksi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) biasanya ada dua. Pertama berkaitan dengan keterbukaan (transparansi) dan kedua adalah berkaitan dengan biaya transaksi, biaya emisi di pasar perdana, imbal beli (cost of fund) dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Transparansi (full‐disclosures). Masalah keterbukaan dalam pasar modal adalah diukur dari ketersediaan informasi semenjak pasar perdana hingga pasar sekunder. Artinya semua pelaku pasar memiliki akses yang sama terhadap informasi, dapat diperoleh dengan mudah, tanpa biaya, tepat waktu dan akurat. Ukuran transparansi biasanya berkisar pada strong form information, semi strong form information, atau weak form information. Dari kemudahan mendapatkan informasi lengkap, akurat, tepat waktu melalui (www.dmo.or.id ) dapat disimpulkan pasar SUN Indonesia sekarang ini adalah cukup efisien. Biaya Transaksi. Ukuran efisiensi pasar keuangan dapat juga dilihat dari sudut biaya transaksi memasuki pasar perdana dan biaya di pasar sekunder. Contoh biaya pasar perdana adalah biaya emisi pertama kali (IPO), dan biaya listing di pasar sekunder plus biaya publikasi laporan keuangan perusahaan pada Surat Kabar bertiras nasional (oplah nasional), menjelang IPO dan sesudah dicatatkan di bursa. Efisiensi pasar surat‐surat utang negara dapat juga diukur dari cost of fund apakah berupa mata uang rupiah untuk SUN yang dijual dalam negeri, atau berupa mata uang asing (Valuta asing) untuk SUN yang dijual di luar negeri (di pasar modal global). Kurva Imbal Hasil (Cost of Fund) Surat Berharga Negara Rupiah Penjualan surat berharga negara dalam mata uang rupiah dilakukan pemerintah dengan target investor dalam negeri. Walaupun cost of fund di Indonesia masih lebih tinggi dibanding Malaysia dan Philippina, tetapi cenderung menurun, menunjukkan adanya Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
22
peningkatan efisiensi pasar keuangan Indonesia. Semakin efisien pasar keuangan Indonesia sama dengan semakin kecil risiko berinvestasi dipasar keuangan Indonesia. Sehingga dalam hal ini berlaku hukum “low risk low return”. Gambar 8 : Imbal Hasil Surat Berharga Negara Rupiah Pada Gambar 8 terlihat dengan jelas bahwa pasar keuangan Indonesia semakin efisien. Semakin efisien dalam arti perdagangan surat‐surat berharga semakin pasti, yang dapat diartikan risiko (uncertainty) semakin rendah, yang diikuti dengan kecenderungan penurunan cost of fund karena lower risk lower return. Oleh karena investor semakin percaya dengan pasar keuangan surat‐surat berharga Indonesia, walaupun dengan imbalan (reward) berupa kupon yang lebih rendah, investor tetap tertarik menanamkan uangnya. Mereka tidak perlu menuntut premi risiko tinggi karena percaya pada pasar SUN Indonesia. Kurva Imbal Hasil (Yield Curve) Surat Utang Negara Valuta Asing Selain menjual Surat Utang di Dalam Negeri, pemerintah juga menjual SUN di luar negeri dalam mata uang bukan rupiah Indonesia. Sama seperti menurunnya imbal hasil surat‐surat berharga Indonesia dalam rupiah (dalam negeri) Yield Curve SUN valuta asing juga bertambah baik atau cost of capital semakin turun. Investor asing juga bersedia menurunkan premi risiko SUN Valuta asing Indonesia sehingga Yield minimum Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
23
(minimum required return) agar investor asing tertarik berinvestasi pada surat‐surat berharga Indonesia juga semakin menurun atau semakin kompetitif, lihat Gambar 9. Gambar 9 : Kurva Imbal Hasil Surat Utang Negara Dalam Valuta asing Efisiensi pasar keuangan Indonesia ( pasar surat‐surat utang negara) yang dijual di pasar global dapat juga diukur berdasarkan peringkat surat‐utang yang diperingkat oleh lembaga‐lembaga pemeringkat Internasional seperti Fitch, Standard & Poor’s, dan Moody’s. Apakah pasar surat‐surat utang negara Indonesia semakin efisien atau semakin tidak efisien dapat disimpulkan dari perkembangan peringkat kredit Indonesia yang diberikan oleh lembaga‐lembaga pemeringkat Internasional terhadap surat‐surat utang negara Indonesia. Peringkat Surat Utang Negara Kabar baik untuk perkembangan peringkat kredit Indonesia dapat dilihat dari berita dibawah ini yang dipublikasikan oleh ANTARA News, dengan judul ”Indonesia Selangkah Lagi Masuk Peringkat Investasi”. Kutipannya sebagai berikut: ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Senin, 25 Januari 2010 12:28 WIB Jakarta (ANTARA News) ‐ Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa tinggal selangkah lagi Indonesia masuk ke investment grade (peringkat investasi) setelah lembaga Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
24
pemeringkat internasional Fitch menaikkan peringkat Indonesia dari BB ke BB+. "Dengan kenaikan rating ini maka tinggal satu langkah lagi untuk masuk ke investment grade," kata Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono melalui pesan singkatnya kepada wartawan di Jakarta, Senin. Menurut dia, faktor positif yang mendorong kenaikan peringkat ini adalah adanya ketahanan perekonomian Indonesia terhadap gejolak ekster
nal. Selain itu karena neraca pembayaran Indonesia yang cenderung surplus baik di current account maupun capital account sehingga cadangan devisa terus meningkat sehingga per akhir pekan lalu diperkirakan sekitar 69 miliar dolar AS, sudah mendekati 70 miliar dolar AS. Menurut dia, juga karena defisit APBN dan pembiayaannya cukup sehat khususnya bila dibandingkan Negara negara lain yang satu kelompok dengan Indo
nesia. Bila Indonesia terus melakukan pengelolaan ekonomi makro secara konsisten dan berhati‐hati, menurut Hartadi, prospek perekonomian Indonesia ke depan akan lebih baik lagi. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menaikkan peringkat utang Indonesia dari BB ke BB+, dan outlook untuk peringkat ini tetap stabil. Kenaikan peringkat Indonesia itu adalah untuk peringkat utang jangka panjang dalam mata uang asing dan Rupiah. Fitch juga menaikkan peringkat country ceiling Indonesia dari BB+ menjadi BBB dan mempertahankan peringkat utang jangka pendek pada B. Direktur Sovereign Rating Fitch, Ai Ling mengatakan, peringkat ini merefleksikan ketangguhan relatif Indonesia terhadap uji beban finansial global pada 2008‐2009 yang telah didukung oleh berlanjutnya kekuatan fundamental peringkat sovereign dan meredanya ketegangan pembiayaan eksternal Indonesia. Fitch mencatat rasio utang publik Indonesia terus turun dan pada 2009 menjadi hanya 30 persen dari PDB. Cadangan devisa Indonesia termasuk emas juga meningkat 28 persen menjadi 66 miliar dolar AS. Pertumbuhan ekonomi juga meningkat menjadi 4,6 persen di 2009. Namun Fitch mengingatkan, risiko prioritas pembangunan jangka panjang akan menyertai jika belanja fiskal yang tidak efisien masih belum terpecahkan sehubungan dengan penundaan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan penyesuaian harga BBM. (*) “ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐‐ ‐ ‐ ‐ ‐‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Walaupun jika dibandingkan kupon surat berharga Negara Philippina dan Malaysia, kupon SUN Indonesia sekarang ini relatif lebih tinggi, tetapi lambat atau cepat cost of fund SUN Indonesia pasti turun. Ini adalah sejalan dengan kemungkinan peningkatan SUN dari peringkat spekulasi menjadi peringkat investasi sebagaimana dikemukakan BI di atas. Kemungkinan kenaikan peringkat kredit SUN dari speculative grade menjadi investment grade, erat hubungannya dengan imbal hasil (cost of fund) SUN yang semakin turun atau semakin membaik (lihat Gambar 8 dan 9). Akhirnya, beranjak dari pengalaman mudahnya kami memperoleh data perdagangan SUN Indonesia yang tersedia di website www.dmo.or.id dan kenyataan biaya imbal hasil SUN Rupiah dan SUN Valas cenderung menurun dan semakin kompetif selama lima tahun terakhir (2005‐2009) sebagaimana dipaparkan diatas, dapat disimpulkan penjualan Surat Utang Negara membiayai defisit APBN adalah efisien dan efektif. Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
25
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Selama lima tahun terakhir, sepanjang kurun waktu analisa ini dilakukan, 2005‐2010, dapat disimpulkan penjualan surat‐surat berharga negara untuk menutup sebagian defisit APBN adalah efektif dan efisien. Banyak indikator yang dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa penjualan surat‐surat utang negara Indonesia membiayai defisit APBN adalah efektif dan efisien, diantaranya adalah : penjualan di pasar perdana Surat‐surat berharga negara Indonesia selalu oversubscribe; rentabilitas (r) SUN selalu lebih tinggi dari bunga (i) SUN, analog dengan pertumbuhan rentabilitas investasi yang dibiayai dengan penambahan utang masih lebih tinggi dari biaya utang yang bertambah. Hasilnya rasio utang terhadap PDB semakin turun atau semakin membaik; imbal hasil SUN Rupiah maupun imbal hasil (Yield) SUN dalam denominasi valuta di pasar global juga turun atau cost of fund di Indonesia semakin kompetitif, walaupun sekarang ini harus diakui masih relatif tinggi dibanding negara lain; kepercayaan investor ”dalam dan luar negeri” terhadap pasar keuangan Indonesia semakin meningkat ; transparansi pasar surat‐surat utang negara Indonesia dijamin oleh Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jadi dari sudut pencapaian tujuan, transparansi dan biaya, penjualan surat‐surat utang negara selama ini adalah efektif dan efisien. Creditworthines pemerintah di mata luar negeri semakin meningkat ditandai dengan kenaikan peringkat surat utang negara Indonesia dari speculative grade menjadi investment grade. Memperhatikan keberhasilan manajemen utang sebagaimana dikemukakan diatas, masyarakat banyak, termasuk para anggota DPR RI yang terhormat, khususnya Komisi IX, seyogianya dapat menilai dan meyakini bahwa manajemen utang dibawah pengendalian kementerian keuangan selama 2005‐2009 adalah efektif dan efisien, demikian juga dalam masa‐masa yang akan datang harus tetap percaya bahwa seluruh surat‐surat utang negara akan tetap dikelola secara prudent untuk kepentingan bangsa dan negara. No doubt ! Rekomendasi Analog dengan penjualan Obligasi yang lazim digunakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan (meningkatkan nilai kekayaan pemilik perusahaan) dalam kasus perusahaan swasta, penjualan SUN oleh pemerintah adalah juga untuk meningkatkan pembangunan ekonomi nasional, oleh karena itu perlu di dukung seluruh Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
26
masyarakat luas, perlu didukung seluruh anggota DPR RI khususnya Komisi IX. Akan tetapi dengan catatan ”hasil penjualan surat‐surat utang negara dan penggunaannya tidak boleh bocor”, harus dikelola secara professional, sepenuhnya, untuk kepentingan bangsa dan negara. Masyarakat tidak perlu berburuk sangka bahwa penjualan Surat‐
surat Utang Negara akan membebani anak cucu atau membebani generasi yang akan datang dengan utang yang tidak dapat mereka tanggung. Penjualan SUN adalah sesuai dengan Undang‐undang. Dalam rangka mendukung pemerintah daerah membangun daerahnya masing‐masing secara lebih mandiri, kiranya sangat bijaksana jika Pemerintah Daerah (Tingkat I, Tingkat II, Walikota) sejak dini mengantisipasi kemungkinan penggunaan ”obligasi daerah” (municipal bonds) dalam membiayai pembangunan ekonominya. Oleh karena itu sejak sekarang Pemerintah cq Kementerian Keuangan, mungkin perlu memberi pelatihan‐
pelatihan tentang ”municipal bonds” kepada ratusan Pemda di seluruh Indonesia, membantu menciptakan iklim kondusif agar pemerintah daerah dapat memanfaatkan ”municipal bonds”. Pengalaman Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan dalam penjualan surat‐surat utang negara, dapat sesegera mungkin disosialisasikan kepada pemerintah daerah Dati I maupun Dati II. Sebab pada dasarnya tradisi penggunaan ”municipal bonds” membiayai pembangunan daerah, di Jepang, Amerika Serikat, dan negara‐negara lain sudah sejak ratusan tahun yang silam. Sudah waktunya Pemda‐
pemda di Indonesia sekarang ini menggunakan ”municipal bond” membiayai pembangunan ekonominya. Bukankah lebih baik terlambat dari pada tidak ? Baca lebih lanjut ; Antony Saunders Marcia Millon Cornett : Financial Markets and Institutions A Modern Perspective, Second Edition, McGraw‐Hill, 2003 Charles P. Jones : Investments Analysis and Management, Eight Edition, John Wiley&Sons, Inc. 2002 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia : Perekembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri&Surat Berharga Negara) Edisi Desember 2009 Frank J. Fabozzi, T.Dessa Fabozzi : Bond Markets, Analysis and Strategies, Prentice‐
Hall International Editions, 1989 Fred Weston : Essentials of Managerial Finance, Edisi Pertama, 1968 Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
27
Gitman & Joehnk : Fundamentals of Investing, Tenth Edition, Pearson Addison Wesley, 2008 Hinsa Siahaan : Teori Optimalisasi Struktur Modal dan Aplikasinya Didalam Memaksimumkan Nilai Saham, Jurnal Keuangan dan Moneter, Volume 7 Nomor 1 Juni 2004 JPMorgan : Republik Indonesia Ratings Advisory and Debt Capital Markets Seminar, Jakarta, September 2002 Kementerian Keuangan Republik Indonesia : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Republik Indonesia 2010 Lerner/Carleton : A Theory of Financial Analysis, McGraw‐Hill, Inc. 1975 Staff of New York Institute of Finance : How The Bond Market Works, New York Institute of Finance Corp. 1988 Richard A. Brealey/Stewart C.Myers : Principles of Corporate Finance, Fourth Edition,McGraw‐Hill, Inc. 1991 Robert Zipft : How Municipal Bonds Work, New York Institute of Finance, 1995 ROGER LEROY MILLER DAVID VANHOOSE : Money , Banking &Financial Markets, South‐
Western, 2001 Hinsa Siahaan BKF Jakarta 4 Februari 2010
28
Download