BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Fondasi Fondasi merupakan struktur bawah yang berfungsi untuk meletakkan bangunan diatas tanah dan meneruskan beban ke tanah dasar. Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh fondasi antara lain : 1. Terhadap tanah dasar : Fondasi harus mempunyai bentuk, ukuran dan struktur sedemikian rupa sehingga tanah dasar mampu memikul gaya-gaya yang bekerja. Penurunan yang terjadi tidak boleh terlalu besar / tidak merata. Bangunan tidak boleh bergeser atau mengguling. 2. Terhadap struktur fondasi sendiri : Struktur fondasi harus cukup kuat sehingga tidak pecah akibat gaya yang bekerja. Pemilihan jenis fondasi yang akan digunakan sebagai struktur bawah (SubStructure) dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi tanah dasar, beban yang diterima fondasi, peraturan yang berlaku, biaya, kemudahan pelaksanaannya dan sebagainya. Secara umum fondasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu fondasi dalam (Deep foundation) dan fondasi dangkal (Shallow Foundation). 1.1.1 Fondasi Dalam (Deep Foundation) Menurut L.D.Wesley dalam bukunya Mekanika Tanah 1, fondasi dalam seringkali diidentikkan sebagai fondasi tiang yaitu suatu struktur fondasi yang mampu I-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan menyerap lenturan. Fondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat dibawah konstruksi dengan tumpuan fondasi. Untuk keperluan perencanaan, tiang dapat dibagi menjadi dua golongan : 1. Tiang yang tertahan pada ujung (end bearing pile atau point bearing pile). Tiang semacam ini dimasukkan sampai lapisan tanah keras, sehingga daya dukung tanah untuk fondasi ini lebih ditekankan pada tahanan ujungnya. Untuk tiang tipe ini harus diperhatikan bahwa ujung tiang harus terletak pada lapisan keras. Lapisan keras ini boleh dari bahan apapun, meliputi lempung keras sampai batuan keras. 2. Tiang yang tertahan oleh pelekatan antara tiang dengan tanah (friction pile). Kadang-kadang diketemukan keadaan tanah dimana lapisan keras sangat dalam sehingga pembuatan tiang sampai lapisan tersebut sukar dilaksanakan. Maka untuk menahan beban yang diterima tiang, mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antara tiang dengan tanah (skin friction). Tiang semacam ini disebut friction pile atau juga sering disebut sebagai tiang terapung (floating piles). Fondasi dalam sering dibuat dalam bentuk tiang pancang maupun kaison (D/B ≥ 4), sket fondasi dalam dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini, Gambar 2.1. Sket kategori fondasi dalam (D/B ≥ 4) II-2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 1.1.2 Fondasi Dangkal (Shallow Foundation) Dinamakan sebagai alas, telapak, telapak sebar / fondasi rakit (Mats). Kedalaman fondasi dangkal pada umumnya D/B 1 (Gambar 2.2) tetapi mungkin agak lebih. KSLL juga termasuk ke dalam fondasi dangkal. Gambar 2.2. Sket kategori fondasi dangkal (D/B 1) Terzaghi mendefinisikan fondasi dangkal sebagai berikut : 1. Apabila kedalaman fondasi lebih kecil atau sama dengan lebar fondasi, maka fondasi tersebut bisa dikatakan sebagai fondasi dangkal. 2. Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur fondasi ke tanah dibawahnya yang berupa lapisan penyangga (bearing stratum) lebar fondasi. Pada umumnya fondasi dangkal berupa fondasi telapak yaitu fondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada kondisi tanah berkualitas baik. 1.2 Konstruksi Sarang Laba - Laba Untuk dapat memberikan gambaran umum mengenai KSLL, maka pokok uraiannya dipisahkan menjadi dua kategori : 1. Uraian definitif, bertujuan memberikan gambaran tentang KSLL dari sudut sistem konstruksinya. II-3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 2. Gambaran bentuk, bertujuan memberikan gambaran tentang KSLL dari sudut bentuk visualnya. Adapun penjelasan lengkapnya sebagai berikut, 1.2.1 Uraian Definitif Sistem KSLL adalah sistem konstruksi bangunan bawah (Sub-Structure) tergolong fondasi dangkal yang merupakan sistem kombinasi, yang memungkinkan adanya kerja sama timbal balik saling menguntungkan antara sistem fondasi pelat beton pipih menerus yang di bawahnya dikakukan oleh rib – rib tegak yang pipih dan tinggi dengan sistem perbaikan tanah di bawah pelat / diantara rib rib tegak tersebut, sehingga : “KSLL Mampu memanfaatkan dan merangkum berbagai kelebihan dari beberapa sistem fondasi / konstruksi bangunan bawah tipe konvesional menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisah – pisahkan lagi, dan juga melahirkan berbagai keuntungan baru, yang tidak dimiliki oleh sistem – sistem fondasi konvesional lainnya.” (Sujtipto-Ryantori, 1984) 1.2.2 Gambaran Bentuk Sesuai dengan definisinya, maka KSLL terdiri dari dua bagian konstruksi, yaitu konstruksi beton dan perbaikan tanah, II-4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 1. Konstruksi Beton Konstruksi betonnya berupa plat pipih menerus yang di bawahnya dilakukan oleh rib – rib tegak yang pipih tapi tinggi (Gambar 2.3). Penempatan / susunan rib – rib tersebut sedemikian rupa, sehingga denah / tampak atasnya membentuk petak petak segitiga, dengan hubungan yang kaku / rigid (Gambar 2.4). Ditinjau dari segi fungsinya rib – rib tersebut terdiri dari : h Rib Konstruksi, Rib Settlement, dan Rib Pembagi. Gambar 2.3. Pelat pipih menerus yang dikakukan oleh rib tegak, pipih tinggi di bawahnya Keterangan : t = tebal plat h = tinggi rib te = tebal ekivalen tb = tebal volume penggunaan beton untuk fondasi KSLL, seandainya dinyatakan sebagai pelat menerus tanpa rib II-5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Gambar 2.4. Tampak atas dan potongan fondasi Keterangan : 1B = rib konstruksi 1C = rib settlement 1D = rib pembagi 2A = urugan pasir dipadatkan 2B = urugan tanah dipadatkan 2C = lapisan tanah asli yang ikut terpadatkan II-6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 2. Perbaikan Tanah Rongga yang ada di antara rib – rib / di bawah plat diisi dengan lapisan tanah / pasir yang memungkinkan untuk dipadatkan dengan sempurna. Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka pemadatan harus dilaksanakan lapis demi lapis dari 20 cm; sedangkan pada umumnya 2 @ 3 lapis teratas harus melampui batas 90 % atau 95 % kepadatan maksimum (Standart proctor). Dengan bentuk dan sistem konstruksinya yang merupakan kotak raksasa terbalik, yang di dalamnya diisi dengan perbaikan tanah yang sempurna, maka KSLL boleh digambarkan sebagai suatu lapisan batu karang yang cukup tebal, sehingga memiliki kekakuan dan kemampuan daya dukung yang cukup tinggi. 1.3 Definisi Pembebanan Mengacu kepada SNI 1727:2013 tentang standar beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain, beban yang diterima oleh bangunan diantaranya sebagai berikut: 1.3.1 Beban mati Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. II-7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 1.3.2 Beban hidup Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar yang berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung adalah : Apartemen / Rumah tinggal Semua ruang kecuali tangga dan balkon 1,92 kN/m2 Tangga Rumah tinggal 1,92 kN/m2 Kantor Ruang kantor 2,40 kN/m2 Ruang komputer 4,79 kN/m2 Lobi dan koridor lantai pertama 4,79 kN/m2 Koridor di atas lantai pertama 3,83 kN/m2 Ruang pertemuan Lobi 4,79 kN/m2 Kursi dapat dipindahkan 4,79 kN/m2 Panggung pertemuan 4,79 kN/m2 Balkon dan dek (1,5 kali beban hidup untuk daerah yang dilayani) Jalur untuk akses pemeliharaan 1,92 kN/m2 II-8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Koridor Koridor Lantai pertama 4,79 kN/m2 Ruang makan dan restoran 4,79 kN/m2 Rumah Sakit Ruang operasi, laboratorium 2,87 kN/m2 Ruang pasien 1,92 kN/m2 Koridor diatas lantai pertama 3,83 kN/m2 Perpustakaan Ruang baca 2,87 kN/m2 Ruang penyimpanan 7,18 kN/m2 Koridor diatas lantai pertama 3,83 kN/m2 Pabrik 6,00 kN/m2 Ringan 11,97 kN/m2 Berat Sekolah Ruang kelas 1,92 kN/m2 Koridor lantai pertama 4,79 kN/m2 Koridor di atas lantai pertama 3,83 kN/m2z Tangga dan jalan keluar 4,79 kN/m2 Gudang penyimpan barang 6,00 kN/m2 Ringan 11,97 kN/m2 Berat Toko Eceran Lantai pertama 4,79 kN/m2 Lantai diatasnya 3,59 kN/m2 II-9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 1.4 Tinjauan Umum SNI Gempa 1726 : 2012 1.4.1 Konsep Gempa Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (Plate tectonic) bumi (Gambar 2.5) yang terjadi di daerah patahan (Fault zone). Pada saat terjadi benturan antara lempeng-lempeng aktif tektonik bumi, akan terjadi pelepasan energi gempa yang berupa gelombanggelombang energi yang merambat di dalam atau di permukaan bumi. Adapun gelombang tersebut terdiri dari gelombang primer (Gelombang kompresi), sekunder (Gelombang geser), dan gelombang Rayliegh-love. Gambar 2.5. Pelat – pelat tektonik bumi (Himawan, 2005) Untuk bangunan rendah gelombang primer menjadi penyebab utama kerusakannya, gelombang sekunder berdampak kerusakan pada bangunan tinggi, sedangkan Rayleigh-love mengakibatkan pengaruh kerusakan pada daerah yang sangat luas, II-10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka karena frekuensi getarnya rendah sehingga gelombang ini dapat merambat ke tempat yang lebih jauh. Pada saat bangunan bergetar akibat pengaruh dari gelombang gempa, maka akan timbul gaya-gaya pada bangunan, karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan posisinya dari pengaruh gerakan tanah. Beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan merupakan gaya inersia. (Himawan, 2005) Beberapa faktor besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan dipengaruhi oleh, 1. massa dan kekakuan struktur, 2. waktu getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, 3. kondisi tanah, dan 4. wilayah kegempaan Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur. Perlu diketahui sangat jarang dijumpai bangunan sipil antara struktur atas dan fondasinya mempunyai kekakuan yang sama. Hal inilah yang membuat kekakuan lateral bangunan berbeda – beda dan berimbas pada waktu getar alami yang berbeda pula serta menyebabkan percepatan maksimal dari struktur tidak selalu sama dengan percepatan getaran gempa. Beban gempa pada umumnya hanya memperhitungkan pengaruh dari beban gempa horisontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari struktur bangunan secara bersamaan. Sedangkan pada arah vertikal diabaikan, karena II-11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka struktur dianggap sudah dirancang untuk menerima pembebanan vertikal statik akibat pembebanan gravitasi, yang merupakan kombinasi antara beban mati dan beban hidup. Semua faktor di atas dirujuk agar pemilihan sistem struktur bangunan tidaklah terlalu kaku, fleksibel, atau di atasnya. Persoalan utamanya adalah Massa dari struktur bangunan itu sendiri, bagaimana pendistribusian gayanya sehingga terjadi efektifitas peredaman getaran gempa pada struktur bangunan. Secara empiris bila diterjemahkan menurut hukum gerak dari Newton besarnya adalah : V = m.a = (W/g).a , dimana a adalah percepatan pergerakan permukaan tanah akibat getaran gempa, dan m adalah massa bangunan yang besarnya adalah berat bangunan (W) dibagi dengan percepatan gravitasi (g). Gaya gempa horizontal V = W.(a/g) = W.C, dimana C=a/g disebut sebagai koefisien gempa. Dengan demikian gaya gempa merupakan gaya yang didapat dari perkalian antara berat struktur bangunan dengan suatu koefisien. Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap terpusat pada lantai bangunan, dan terdistribusi pada setiap lantai di setiap tingkat (Gambar 2.6) serta tergantung pada ketinggian tingkat dari permukaan tanah. Besarnya beban gempa horisontal V yang bekerja pada struktur bangunan, dinyatakan sebagai berikut, (2.1) V = beban gempa horisontal C = faktor respon gempa I = faktor keutamaan struktur R = faktor reduksi gempa II-12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Wt = kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi Gambar 2.6. Beban gempa pada struktur bangunan Faktor respon gempa C, bergantung pada wilayah kegempaan dan jenis tanah serta waktu getar alami struktur. Faktor keutamaan I, adalah suatu faktor yang ditentukan oleh fungsi bangunan gedung yang nilainya ditetapkan dalam Tabel 1 SNI-1726 : 2012 pasal 4.1.2. Faktor reduksi gempa R, adalah faktor yang menentukan daktailitas suatu struktur gedung, besarnya nilai R, ditentukan dari sistem rangka pemikul beban lateral yang digunakan dalam perencanaan. Besarnya nilai telah ditentukan pada Tabel 9 SNI-1726 : 2012 pasal 7.2.2. 1.4.2 Jenis Analisis Struktur Gempa Ada beberapa jenis analisis struktur gempa yang digunakan dalam perencanaan gedung, dalam hal ini SNI 1726 : 2012 mengadopsi empat jenis analisis, yakni : 1. Analisis Statik Ekuivalen = Analisis Gaya Lateral Ekuivalen / ELF 2. Analisis Response Spectrum = Analisis Superposisi Ragam / MSA 3. Analisis Time History = Analisis Riwayat Waktu / RHA 4. Analisis Beban Dorong Statik (Static Pushover Analisys) II-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Secara umum, jenis analisis ini bergantung pada konfigurasi struktur bangunan gedung. Untuk suatu lokasi yang mempunyai catatan riwayat waktu terhadap gempa bumi, perencanaan pengaruh pembebanan gempa rencana dapat dianalisis dengan Analisis Ragam Dinamik Riwayat Waktu. Analisis yang digunakan dalam perencanan pengaruh pembebanan gempa rencana pada penulisan tugas akhir ini adalah Analisis Statik Ekuivalen, mengingat struktur bangunan gedung yang simetris dan tergolong beraturan. 1.4.3 Prosedur Analisis Statik Ekuivalen 1. Geser Dasar Seismik Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : (2.2) Keterangan: CS = koefisien respons seismik W = berat seismik efektif 2. Koefisien Respons Seismik Koefisien respons seismik, CS , harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : [ ] (2.3) II-14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Keterangan: SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek R = faktor modifikasi respon Ie = faktor keutamaan gempa Nilai koefisien respons seismik yang dihitung berdasarkan persamaan 2.3 tidak perlu melebihi persamaan berikut : [ ] (2.4) Nilai yang dihitung dari persamaan 2.4 harus tidak kurang dari persamaan berikut : (2.5) Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S 1 sama dengan atau lebih besar dari 0.6g , maka CS harus tidak kurang dari: [ ] (2.6) Dengan, SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0 detik S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan T = perioda fundamental struktur (detik) II-15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka 3. Reduksi Interaksi Tanah Struktur Untuk struktur beraturan dengan ketinggian 5 tingkat atau kurang dan mempunyai perioda, T, sebesar 0.5 detik atau kurang, nilai C s diijinkan dihitung menggunakan nilai sebesar 1.5 untuk Ss. 4. Penentuan Perioda Untuk struktur beraturan dengan ketinggian 5 tingkat atau kurang dan mempunyai perioda. Perioda fundamental struktur (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (CU) dan perioda fundamental pendekatan (Ta). Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur (T) diijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan (Ta). Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung disajikan dalam tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1. Koefisien untuk batas atas pada perioda Perioda fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut: (2.7) II-16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Dengan, Ct dan x = koefisien (Tabel 2.2) hn = ketinggian struktur, dari dasar sampai puncak tertinggi Tabel 2.2. Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat di mana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m, (2.8) Dengan, N = jumlah tingkat 5. Distribusi Vertikal Gaya Gempa Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut : (2.9) dan, ∑ (2.9.1) II-17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Dengan, Cvx = faktor distribusi vertikal Wx,Wi = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x hx, hi = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut : untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k= 1 untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k=2 untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2 6. Distribusi Horizontal Gaya Gempa Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari persamaan berikut : ∑ (2.9.2) Fi adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di Tingkat i, dinyatakan dalam kilo newton (kN). Geser tingkat desain gempa (Vx) harus didistribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma. 7. Batasan Simpangan Struktur Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain () harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. II-18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Jika desain tegangan ijin digunakan, harus dihitung menggunakan gaya gempa tingkat kekuatan tanpa reduksi untuk desain tegangan ijin. Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C,D, E atau F yang memiliki ketidakberaturan horisontal Tipe 1a atau 1b simpangan antar lantai desain,D, harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi titik-titik di atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya segaris secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepi struktur. Defleksi pusat massa di tingkat x (dx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : (2.9.3) Dengan, Cd = faktor amplifikasi defleksi = defleksi pada lokasi yang ditentukan dengan analisis elastis Ie = faktor keutamaan gempa Untuk menentukan kesesuaian dengan batasan simpangan antar lantai tingkat, diijinkan untuk menentukan simpangan antar lantai elastis menggunakan gaya desain seismik berdasarkan pada perioda fundamental struktur yang dihitung tanpa batasan atas (CUTa). Dalam menentukan simpangan antar lantai tingkat desain () tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (a) yang tertera pada tabel 2.3 untuk semua tingkat. II-19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Tabel 2.3. Simpangan antar lantai ijin hSX = adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x Untuk sistem penahan gaya gempa yang terdiri dari hanya rangka momen pada struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F, simpangan antar lantai tingkat desain () tidak boleh melebihi a / ρ dengan ρ = 1.3 (Faktor redundansi). 1.5 Tinjauan Umum Analisa Geoteknik 1.5.1 Permodelan Plaxis 2D Dalam analisa permodelan antara struktur fondasi KSLL saat diguncang gempa serta pengaruhnya kepada tanah di bawahnya, digunakanlah metode analisa elemen hingga dengan bantuan software Plaxis 2D. Perilaku mekanis tanah dapat dimodelkan pada berbagai tingkat akurasi. Hukum Hooke yang linear dan istropiselastis, dapat dianggap sebagai hubungan tegangan regangan yang paling sederhana saat ini. Karena hanya terdiri dari dua parameter saja, yaitu modulus young (E), dan angka poisson (v), maka umumnya model ini belum secara komprehensif mencakup II-20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka berbagai sifat penting dari tanah. Walaupun demikian untuk memodelkan elemen struktural yang masif, model liniear elastis dapat digunakan. 1.5.2 Model Mohr-Coulomb (MC) Model Mohr-Coulomb adalah model elastis-plastis (Gambar 2.7) yang terdiri dari lima buah parameter, yaitu E dan v untuk memodelkan elastisitas tanah; Ф dan c untuk memodelkan plastisitas tanah dan ψ sebagai sudut dilatansi. Model MohrCoulomb merupakan suatu pendekatan “ordo pertama” dari perilaku tanah atau batuan. M-C Model E = Konstan 𝜀𝑒 𝜀𝑝 Gambar 2.7. Ide dasar model elastis-plastis sempurna (Brinkgreve et al., 2010) Model ini digunakan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi. Setiap lapisan dengan model ini akan mempunyai sebuah nilai kekakuan rata-rata yang konstan. Karena kekakuan yang konstan, maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh bentuk deformasi dari model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegang peranan yang penting dalam hampir seluruh masalah deformasi tanah. Tegangan horisontal awal tanah harus dibentuk terlebih dahulu dengan menentukan nilai K0 yang tepat. II-21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Model MC mempunyai hubungan dengan terbentuknya regangan yang tidak dapat kembali seperti semula. Untuk mengevaluasi apakah plastisitas telah terjadi sesuai perhitungan, sebuah fungsi leleh (yield function), f, digunakan sebagai fungsi tegangan dan regangan (Gambar 2.8) Gambar 2.8. Permukaan yield pada model MC dalam koordinat ruang tegangan utama (Brinkgreve et al., 2010) Prinsip dasar dari model elastik-plastis adalah bahwa regangan dan perubahan regangan dibedakan menjadi bagian yang elastik dan bagian yang plastis yang ditulis dengan persamaan : (2.9.4) Hukum Hooke digunakan untuk menghubungkan perubahan tegangan dan perubahan regangan elastik dengan persamaan : (2.9.5) II-22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Dengan De adalah matriks kekakuan elastik dari material. Sebagai ringkasan dalam penentuan parameter deformasi dan kuat geser model MC dapat dilihat pada tabel 2.4. Model-model tanah lainnya akan digunakan sesuai dengan kondisi realistis yang terjadi pada umumnya tanah akan menunjukkan kekakuan yang semakin berkurang dan secara simultan terbentuk regangan plastis yang tidak dapat kembali seperti semula. Tabel 2.4. Parameter Deformasi dan Kuat Geser Model MC (Helmy, 2015) 1.5.3 Korelasi Parameter Tanah Korelasi parameter tanah sering digunakan oleh perencana, baik di tahap awal (preliminary design) maupun untuk keperluan perancangan akhir (final design). Sebagai informasi tambahan, penyelidikan tanah pada proyek rusunawa Palu hanya mengandalkan hasil uji lapangan berupa data sondir dan boring saja. Untuk data parameter tanah yang harusnya didapat dari uji laboratorium akan dilakukan pendekatan atau dikorelasikan secara empiris. Berikut klasifikasi tanah berdasarkan data sondir dilihat dari perbandingan antara tahanan konus dan rasio gesekan yang tertera pada gambar 2.9, II-23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Gambar 2.9. Klasifikasi tanah berdasarkan data sondir (Gogot, 2011) Sedangkan parameter untuk berat butiran tanah kondisi kering maupun basah pada kondisi atau tipe tanah tertentu mengacu pada korelasi empiris yang disajikan pada gambar 2.5 di bawah ini, Tabel 2.5. Tabel berat butiran tanah (Muni budhu, 2011) Untuk penentuan parameter tanah modulus young (Es) dikorelasikan dengan menggunakan tabel 2.6 berikut, II-24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Tabel 2.6. Modulus young, Es (Bowles, 1997) Parameter tanah untuk nilai poisson ratio pada jenis tanah tertentu diambil disajikan pada tabel 2.7 di bawah ini, Tabel 2.7. Poisson ratio, v (Muni budhu, 2011) II-25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ BAB II Tinjauan Pustaka Terakhir, untuk nilai kohesi pada tanah lempung dan sudut geser tanah pada jenis tanah pasir dengan beberapa kondisi disajikan berurutan pada tabel 2.8 dan 2.9, Tabel 2.8. Nilai cu pada kondisi tanah lempung Tabel 2.9. Hubungan antara nilai SPT, CPT, dan sudut geser dalam pasir (Schmertmann, 1978) II-26 http://digilib.mercubuana.ac.id/