a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP UPAYA PASANGAN YANG TIDAK MEMILIKI ANAK UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN Ayu Melta Fariza Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Unsyiah Email : [email protected] ABSTRAK Masalah–masalah yang di hadapi keluarga, tidak ada rumah tangga yang tidak memiliki masalah. Itulah rumus baku yang diyakini semua konsultasi keluarga. Tetapi yang membedakan yaitu bagaimana sikap masing-masing keluarga yang dalam menghadapi permasalahan tersebut. Akan tetapi tidak semua pernikahan di anugerahkan keturunan. Adanya pasangan suami istri yang mempunyai kesulitan dan hambatan dalam mendapatkan anak. Jika pasangan tersebut tidak mendapatkan keturunan padahal mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi, bias jadi pasangan tersebut mengalami infertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pasangan suami istri tanpa anak memaknai ketidakhadiran anak dan bagaimana upaya pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam mempertahankan hubungan perkawinan. Dengan lokasi penelitian di Desa Ulee Ue, Lamsiot, dan Jruek Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis, dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dan lebih mendalam terkaitpenulisan skripsi. HasilpenelitianyaituPerkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama.Pertukaran terjadi dalam beberapa bentuk dalam matriks, antara lain, pertukaran langsung/ pertukaran tergeneralisasi dan pertukaran produktif. Dalam pertukaran langsung (Direct Exchange), timbal balik dibatasi pada kedua aktor yang terlibat. Pertukaran tergeneralisasi (Generalized Exchange) melibatkan timbal balik yang bersifat tidak langsung. Seseorang memberikan kepada orang lain, dan penerima merespon tetapi tidak kepada orang pertama. Dalam pertukaran langsung dan tergeneralisasi, satu orang diuntungkan oleh nilai yang dimiliki oleh orang yang lainnya. Satu orang menerima penghargaan, sementara yang satunya mengalami pengorbanan. Dalam pertukaran produktif (Productive Exchange), kedua orang mengalami pengorbanandan mendapatkan penghargaan secara simultan. Kesimpulannya adalah Pada umumnya pasangan suami istri berusaha memiliki anak dengan berbagai cara. Usaha untuk mendapatkan anak bagi pasangan yang telah menikah sejak lama, diupayakan dari segi modern dan tradisional, ke dokter kandungan juga kedukundukun di daerahnya. Dengan saran yaitudibutuhkan semangat dan dukungan untuk menguatkan pasangan menghilangkan kesepian yang dirasakan sejak lama. Meskipun segala upaya telah dilakukan untuk dapat mempunyai anak, meski hal tersebut tak kunjung datang Kata Kunci : Upaya, Perkawinan, Anak Corresponding Author : [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol. 2. №. 2, Mei 2017:628-650 1127 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP ABSTRACT The family problems, there is no family without problems. It’s a standard formulation that was believed by all families consultant. However, the different is how the figure of each family in facing the problems. But not all the marriage will be given the children, some couples have any problem detention on getting an offspring, if the couple have a problem on getting an offspring but they did not used a contraception, might be the couple have infertilities. The purpose of this research is to learn how to marriage without offspring meaning of absence the children and how the efforts of couple without the children keep their marriage relationship. The villages location of this research are Ulee Ue, Lamsiot, and Jruek at Indrapuri, Aceh Besar. The research using the qualitative approach with use analysis descriptive method, and the purpose of this research is to get comprehensive description and more depth about this research. The result of research told that the marriage is integration process between two individuals that were living together. The exchange occurs in some from the matrix, among other things : direct exchange, generalized exchange and productive exchange. On direct exchange, reciprocal is limited on both actors that involved. Generalized exchange involves reciprocal indirect. Someone give it to another, and recipients respond but not to the first person. On direct and generalized exchange, one of them benefited by the value that owned by another one. One person received award, and the other suffered a victimization. One productive exchange, both of actors suffered victimization and received award simultaneously. The conclusions is in generally the marriage couple trying to get an offspring in various ways. Attempts to get an offspring for couple who have been married for along time, were trying modern and traditional way, the couple will try to consult with gynecologist or traditional healer around their. The advice and support is needed to brace up the couples to eliminate loneliness that has been feeling for along time. Although all the efforts to get an offspring have made, but it did not presents. Keywords : effort, marriage, offspring PENDAHULUAN Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi. Jugapada pengertian yang lain pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Faktor lain dalam kesiapan menikah adalah waktu di mana pasangan memutuskan menikah. Motif untuk menikah juga Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1128 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP penting untuk menentukan kesuksesan atau kegagalan dalam pernikahan. Hubungan dengan anggota kerabat juga dapat dibedakan menurut kelas social, berarti tidaknya hubungan anggota kerabat tergantung jenis kerabatnya (Adams,1971) dalam T.Ihromi, 1999: 99. Pernikahan akan membentuk sebuah keluarga yang mempunyai tujuan antara lain untuk memperoleh keturunan atau adanya dorongan seks,alasan ekonomi, alasan ketenangan, alasan keamanan bahkan alasan status saja.Eksistensi keluarga dapat di lihat dari fungsi-fungsi yang di wujudkan dalam sebuah keluarga yang meliputi fungsi biologis atau reproduksi,fungsi religius, fungsi efektif, fungsi pengawasan sosial. Dari fungsi- fungsi tersebut fungsi yang terpenting adalah fungsi biologis atau reproduksi menentukan peranan keluarga dalam melaksanakan hubungan sosial dengan adanya tambahan anggota–anggota baru yaitu anak–anak yang di kandung sudah melahirkan.Adanya keinginan yang kuat untuk reproduksi atau mempunyai keturunan di wujudkan melalui kaum wanita. Kaum wanita memiliki kodrat untuk mengandung dan melahirkan seorang anak memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah keluarga. Keinginan yang kuat dan berkembang tersebut di perkuat oleh kaum lakilaki yang juga yang menjadi pertimbangan sosial seperti kebanggaan ras keinginan untuk menopang di masa tua dan sebagainya. Ada anggapan bahwa Seorang laki-laki harus terus menghasilkan anak untuk mewujudkan kejantanan sedangkan wanita untuk menunjukan kualitas kesuburan dengan melahirkan satu atau dua anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah perkawinan adalah kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga. Anak sebagai harapan, impian masa depan, penerus generasi, dan penyambung keturunan, bagi orang tua, selain itu anak juga memiliki nilai secara ekonomi bagi kedua orang tuanya. Jika belum dikaruniaiseorang anak,itu bukan alasan untuk mengkhiri pernikahan dengan perceraian, ini merupakan realitas hidup yang di hadapi, dijalani bersama sebagaimana saat mengucapkan janji nikah bahwa pasangan tetap setia dalam suka maupun duka. Jika kehadiran anak merupakan bagian dari duka bersama. Nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain dari adanya kenyataa n bahwa anak menjadi tempat orang tua mencurah kan kasih sayang, anak merupakan sumbe r kebahagiaan keluarga. (T.O Ihromi, 1999:266).Mengapa tidak dijalani dan di hadapi bersama mengapa mengkhianati cinta itu sendiri dengan cara bercerai. Anak adalah bonus berkat dari yang mahakuasa, jika belum mendapatkan bonus itu maka sebagai pasangan tetaplah setia, cukup menjalani bahtera keluarga dengan sebaik-baiknya. Upaya untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain. Hilangkan segala keegoisan diri karena dalam kehidupan pernikahan tidak ada lagi kata aku dan kami tetapi kita. Kepekaan insting serta perasaan dapat saling memberikan perhatian secara timbal balik dan mampu untuk saling tolong menolong dan memahami satu sama lain dengan baik. Saling mempertahankan pernikahan yang harmonis dengan cara menghormati secara tulus pasangan anda. Setiap persoalan di hadapi secara Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1129 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP bersama dengan selalu mengupayakan penyesalan masalah secara bersamasama,maka permasalahan seberat apapun akan nampak ringan dan dapat lebih mudah menemukan kata sepakat serta kesempahaman ide untuk menyelesaikan. Di dalam hubungan tidak boleh ada sesuatu yang di tutup-tutupi, kejujuran haruslah menjadi landasan utama yang setiap pasangan wajib menjunjung tinggi sifat tersebut. Problema-problema rumah tangga dapat terjadi baik karena faktor internal maupun eksternal. Dari faktor internal, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan termasuk halfinancial di antara pasangan menjadi salah satu pemicu keretakan keluarga.Masalah –masalah yang di hadapi keluarga, tidak ada rumah tangga yang tidak memiliki masalah. Itulah rumus baku yang diyakini semua konsultasi keluarga. Tetapi yang membedakan yaitu bagaimana sikap masingmasing keluarga yang dalam menghadapi permasalahan tersebut.Akan tetapi tidak semua pernikahan di anugerahkan keturunan. Adanya pasangan suami istri yang mempunyai kesulitan dan hambatan dalam mendapatkan anak. Jika pasangan tersebut tidak mendapatkan keturunan padahal mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi,bisa jadi pasangan tersebut mengalami infertilitas. Infertitas berartitidak terjadi kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan intim tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur selama 1-2 tahun. Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa infertitas adalah penyakit. Oleh karena ituinfertitas kurang menjadi perhatian dari pihak medis, akan tetapi dari segi sosial berdampak pada stigma yang di alami oleh pasangan suami istri akan mempegaruhi pengambilan keputusan buruk sepertibercerai, poligami, adopsi anak, bayi tabung atau tetap hidup berdua. Namun persoalan infertilitas dialami oleh beberapa pasangan di Indrapuri Aceh Besar. Ada lima pasangan yang sudah menikah lebih kurang lima tahun dalam usia pernikahannya hingga sekarang tetap dalam kondisi harmonis dan tidak bercerai , meskipun tidak memiliki anak. Padahal ada beberapa pasangan yang bercerai Karena faktor tidak memiliki anak. Landasan Konseptual Keluarga Sebagai Sistem Pertukaran Pengertian keluarga lembaga sosial dasar sebagai titik awal dari semu lembaga sosial berkembang dimanapun,keluarga merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam hidup individu. Bentuk keluarga yang di dasarkan atas perkawinan(Elly.M Setiadi dan Usman Kolip, 2011). Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group,dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya, dan keluarga sudah tentu yang pertama menjadi tempat untuk mengadakan sosilisasi kehidupan anak-anak. Ibu,ayah dan saudara-saudaranya serta keluarga-keluarga yang lain adalah orang-orang yang pertama pula untuk mengajar pada anak-anak itu sebagaimana dia hidup dangan orang lain.Sampai anak-anak memasuki,sekolah,mereka menghabiskan waktunya di dalam unit keluarga (Ahmadi, 2004). Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1130 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Keluarga merupakan tempat terpenting bagi seseorang karena merupakan tempat pendidikan yang pertama kali,dan didalam keluarga pula seseorang paling banyak serta mengenal kehidupan menerut teori gender. Kedudukan yang paling terpenting bagi perempuan dan keluarga adalah istri dan ibu yang mengatur jalannya rumah tangga serta memelihara anak. Teori pertukaran sosial berasumsi bahwa hubungan manusia di dorong oleh pertimbangan akan keuntungan yang di peroleh dalam hubungannya dengan orang lain. keluarga sebagai sistem di artikan sebagai unit sosial dimana individu terlibat secara intim dalamnya di batasi oleh aturan keluarga, terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga setiap waktu (Zeitlin dan Krammer, 1995). Dua keluarga juga diartikan sebagai suatu abstraksi dari ideologi yang memiliki citra romantis, suatu proses, sebagai satuan perlakukan intervensi, sebagai suatu jaringan dan tujuan/peristirahatan akhir, (dalamSussman dan Steinmetz, 1987). Lebih jauh, Frederick Engels dalam bukunya The Origin of the Family, Private Property, and the State, yang mewakili pandangan radikal menjabarkan keluarga mempunyai hubungan antara struktur sosial-ekonomi masyarakat dengan bentuk dan isi dari keluarga yang didasarkan pada sistem patriarkhi (Ihromi, 1999). Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya yang meliputi agama, psikologi, makan dan minum, dan sebagainya. Adapun tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. ( dalam Landis1989: BKKBN 1992). Teori pertukaran sosial menjelaskan keberadaan dan ketahanan kelompok sosial,termasuk keluarga melalui bantuan selfinterest dari individu anggotanya dimana dalam melakukan pilihan seseorang anggota keluarga menimbang antara imbalan (rewards) yang akan di peroleh dan biaya (cost) yang harus di keluarkan. Menurut klein dan white (1996) sistem diartikan sebagai suatu set objek dan relasi antar objek tersebut dengan atribut-atributnya dengan berdasarkan asumsi: a. Elemen sistem saling berhubungan b. Sistem hanya dapat dimengerti sebagai keseluruhan c. Seluruh sistem mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungannya d. Sistem bukan sesuatu yang nyata Ada 4 (empat) ciri keluarga yaitu (a) Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi; (b) Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumahtangga, tempat kos dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumahtangga, Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1131 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi, (c) Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan ( dalam Burgest dan Locke, 1960). 1. Pernikahan Pernikahan adalah ikatan sosial atau ikatan pribadi yang membentuk dan meresmikan hubungan antar pribadi yang mempunyai bentuk, tujuan dan hubungan yang khusus. Pernikahan akan membentuk sebuah keluarga yang mempunyai tujuan antara lain untuk memperoleh keturunan atau adanya dorongan seks, alasan ekonomi, alasan ketenangan, alasan keamanan bahkan alasan status saja. Eksistensi keluarga yang meliputi fungsi biologis atau reproduksi, fungsi religius, fungsi efektif,fungsi pengawasan sosial. Dari keseluruhan fungsi-fungsi tersebut fungsi yang terpenting adalah fungsi biologis atau reproduksi yang menentukan peranan keluarga dalam melaksanakan hubungan sosial dengan adanya tambahan anggota-anggota baru yaitu anak-anak yang di kandung sudah melahirkan, (dalam Riska Yani, 2013). Pernikahan bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi pernikahan atau perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh para arwah-arwah leluhur oleh kedua belah pihak. Dan dari arwah-arwah inilah kedua belah pihak beserta seluruh keluarganya mengharapkan juga restunya bagi mempelai berdua, hingga mereka ini setelah menikah selanjutnya dapat hidup rukun bahagia sebagai suami isteri sampai kakek nenek, (dalam Wignjodipoero, 1995: 122). Bila suatu masyarakat memeluk agama Islam ataupun Kristen, maka terlihat adanya pengaruh agama yang bersangkutan terhadap ketentuan-ketentuan tentang perkawinan adat. Perkawinan secara Islam ataupun Kristen tidak memberikan kewenangan turut campur yang begitu jauh dan menentukan pada keluarga, kerabat dan persekutuan seperti dalam adat. Oleh karena itu perkawinan menurut hukum Islam dan Kristen itu membuka jalan bagi mereka yang memeluk agamaagama tersebut untuk menghindari kekuasaan-kekuasaan kerabat, keluarga dan persekutuan seperti keharusan memilih istri dari “hula-hula” yang bersangkutan, keharusan exogami, keharusan endogami dan lain sebagainya. Inilah sebabnya juga, bahwa kekuatan-kekuatan pikiran tradisional serta kekuasaan-kekuasaan tradisional dari pada para kepala adat serta para sesepuh-sesepuh kerabat sangat kurang dapat menyetujui cara-cara perkawinan yang tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan adat. Dalam perkembangan jaman proses pengaruh ini berjalan terus dan akhirnya ternyata, bahwa: a. Bagi yang beragama Islam, nikah menurut Islam itu menjadi satu bagian dari perkawinan adat keseluruhannya. Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1132 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP b. Bagi yang beragama Kristen, hanya unsur-unsur dalam perkawinan adat yang betul-betul secara positif dapat digabungkan dengan agama Acara nikah menurut agama Islam ini merupakan bagian dari pada seluruh upacara-upacara perkawinan adat, dengan demikian, maka sebelum dan sesudah nikah, masih terdapat upacara-upacara perkawinan adat yang di seluruh daerah hingga kini senantiasa masih dilakukan dengan penuh khidmat. Nikah secara Islam ini yang dilaksanakan menurut hukum fiqh adalah merupakan bagian yang sangat menentukan dari keseluruhan acara perkawinan adat. Nikah merupakan juga hal yang amat penting baik yang bersangkutan, yaitu suami istri, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini merupakan penentuan, mulai saat manakah dapat dan harus dikatakan, bahwa ada suatu perkawinan selaku suatu kejadian hukum dengan segala akibat hukumhukumnya. Nikah ini adalah suatu perjanjian, suatu kontrak ataupun suatu akad antara mempelai laki-laki di satu pihak dan wali dari mempelai perempuan lain pihak. Perjanjian ini terjadi dengan suatu “ijab” dilakukan oleh wakil bakal istri yang kemudian diikuti dengan suatu “kabul” dari bakal suami dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang muslim laki-laki, yang merdeka, sudah dewasa, sehat pikirannya serta baik adat kebiasaannya, (dalam Wignjodipoero, 1995: 135). Sehinggu muncul keinginan yang kuat untuk reproduksi atau mempunyai keturunan diwujudkan melalui kaum wanita. Kaum wanita memiliki kodrat untuk mengandung dan melahirkan seorang anak yang memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah keluarga,keinginan yang kuat dan berkembang tersebut di perkuat oleh kaum laki-laki yang juga yang menjadi pertimbangan sosial seperti kebanggaan ras, keinginan untuk menompang di masa tua dan sebangainya. 2. Anak Dalam Keluarga Anak dalam keluarga sangatlah penting. Peran anak didalam sebuah keluarga untuk menjadi pelengkap keluarga. Anak merupakan wasilah untuk meneruskan keturunan agar keberlangsungan hidup tetap berjalan. Selain itu pula anak adalah salah satu harapan untuk merawat orang tua ketika orang tua sudah memasuki usia tua dan mendoakannya. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Anak sebagai perhiasan sebuah keluarga dengan latar belakang tidak mampu dan banyak diremehkan banyak orang di lingkungannya.Namun karena kesabarannya dalam mendidik anak dan ketaatannya kepada Allah ta’ala hingga akhirnya anaknya menjadi anak yang berhasil. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Anak dalam keluarga sangatlah penting, Sebab anak adalah titipan tuhan yang wajib kita jaga.Banyak yang berpendapat bahwa peran anak didalam sebuah keluarga hanyalah untuk membahagiakan, berbakti kepada orang tua mereka, dan lain-lain. Memang pendapat itu tidaklah salah namun apakah kita pernah Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1133 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP menyadari jika kita selama ini hanyalah menjadi beban didalam keluaga kita sendiri. Tugas seorang ayah adalah mencari nafkah, menjadi pemimpin yang berwibawa, dan menjadi panutan untuk keluarganya sedangkan tugas seorang ibu adalah layaknya seorang menejer dalam keluarga yaitu membantu keluarga dalam mengurus pekerjaan rumah dan merawat anaknya. Peran seorang anak dalam sebuah keluarga menjadi sangat beragam ketika kita melihat perannya dari sudut pandang usia. Ketika kita masih berumur balita, kita tidak memang tidak mempunyai peran apa-apa didalam keluarga karena kita mempunyai hak untuk diasuh dan dirawat oleh kedua orang tua kita. Menginjak umur remaja sudah sepatutnya kita dapat meringankan beban kedua orang tua kita dengan cara membantu mengurus pekerjaan yang berhubungan dengan pribadi kita seperti mencuci sepatu, mencuci piring, mencuci baju, membereskan kamar kita, dan lain-lain. Menginjak umur dewasa barulah peran kita sebagai anak menjadi bertambah banyak mengingat kita pada umur dewasa telah berkembang menjadi seorang manusia yang dapat hidup mandiri dan tidak lagi membebankan pekerjaan rumah pada kedua orang tua kita. Orang tua dalam mendidik harus menyertainya dengan kasih sayang anak sudah dapat merasakan apakah ia disayangi, diperhatikan, diterima, dan dihargai atau tidak. Orang tua dapat menunjukkan kasih sayang secara wajar sesuai umur anak. Dengan mencium atau membelai, berkata lembut, hingga anak merasa ia memang disayang. Pencurahan kasih sayang ini harus dilakukan konstan, tulus, dan nyata sehingga anak benar-benar merasakannya.Tanamkan Disiplin yang Membangun Perlu memberlakukan tata tertib yang tidak berkesan serba membatasi. Hal ini akan menjadi pedoman bagi anak, hingga ia mengerti perilaku apa yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Juga mengenalkan anak pada disiplin. Dengan demikian ia diharapkan mampu mengendalikan diri sekaligus melatih tanggung jawab.Luangkan waktu bagi kebersamaan memanfaatkan waktu bersama anak merupakan hal yang sangat penting dalam pengasuhan anak. Dari sini akan tercipta lingkungan dan suasana yang menunjang perkembangan. Orang tua bisa menggunakan waktu tersebut dengan bermain bersama, berbincangbincang, melatih keterampilan sehari-hari dan sebagainya. Namun bila melihat peran seorang anak dari sudut pandang sosial, banyak sekali anak-anak yang masih kecil bisa mencari penghasilan mereka sendiri, seperti pada kalangan menengah ke bawah banyak sekali anak-anak yang mengamen di jalan-jalan besar karena mereka ingin membantu keluarganya dalam mecari nafkah. Kemudian dari kalangan menengah ke atas banyak juga anak-anak kecil yang sudah bisa mencari uang mereka sendiri dengan cara bekerja seperti “Baim” yang bekerja sebagai aktor dalam acara-acara televisi. Jadi sudah seharusnya kita sebagai anak dalam keluarga sudah tahu persis bagaimana dalam mengambil tindakan dan peranan kita didalam keluarga kita sendiri. Jangan sampai kita terlalu menjadi beban atau terlalu tergantung pada keluarga kita sendiri. Karena suatu saat nanti kita akan beranjak dewasa dan terlepas dari tanggung jawab kedua orang tua kita.Setiap orang tua pasti Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1134 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP menginginkan anak yang berbakti, bersikap yang baik kepada semua orang. Tak lepas dari itu sikap orang tua yang sangat berperan dalam perilaku anak kelak. 3. Upaya Untuk Mempertahankan Pernikahan Upaya yang di lakukan oleh pasangan suami,istri untuk mempertahankan perkawinan. Penelitian ini menggunakan teori Peter L. Berger di mana di dalam perkawinan di langsungkan,setiap orang harus mencoba menghubungkan realitasnya dengan realitas orang lain. Partner dalam perkawinan merupakan seseorang yang paling penting dan berarti bagi pasangannya. Realitas objektif perkawinan dan pembentukan suatu keluarga baru adalah produk disposisi subjektif dari kedua mempelai tersebut. Realitas objektif ini juga kembali melanda pasangan tersebut dan mempengaruhi realitas subjektif mereka masing-masing. Rekonstruksi realitas dalam perkawinan bukan merupakan peristiwa yang direncanakan. Ini terjadi hampir dengan sendirinya saat kedua mempelai tersebut samasama menemukan diri dan analisa data melalui triangulasi di kelurahan durian I Kecamatan Barangin Kota Sawahlunto. Data yang di kumpulkan adalah data primer yaitu observasi dan wawasan serta data sekunder. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pasangan yang menikah tapi belum punya anak dan bertahan selama lebih dari lima tahun. Pasangan pasangan yang tidak punya anak menganggap anak dengan nilai negatif pada pasangan yang tidak mengangkat anak atau poligami menganggap anak mempunyai nilai positif. Para informan di katagorikan keluarga menegah dan pola hubungan yang tercipta adalah HeadComplement (atas-bawahan) dan senior-junior, usaha yang di lakukan oleh pasangan suami istri untuk mempertahankan perkawinan adalah dengan poligami, mengangkat anak dan merasionalisasi bahwa tidak punya anak sebagai hal yang wajar (www.repository.unand.ac.id. 2008) Memiliki kehidupan pernikahan yang harmonis adalah dambaan dari setiap pasangan, akan tetapi dalam kenyataannya, hal tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Setiap pasangan harus memahami bahwa untuk bisa mewujudkan pernikahan yang harmonis mereka harus mampu bekerjasama untuk mengatasi setiap tantangan yang ada. Bila hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka mustahil kehidupan pernikahan yang harmonis bisa terwujud. Ada banyak saran tentang bagaimana cara supaya tetap bisa mempertahankan keharmonisan pernikahan. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diupayakan oleh setiap pasangan agar pernikahan mereka selalu harmonis. Namun sekali lagi perlu diingat, saran tetaplah saran, semuanya dikembalikan lagi kepada setiap pasangan, bila saran-saran tersebut tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya pasti akan mengecewakan. Oleh karena itu, bila Anda serius menginginkan kehidupan pernikahan yang harmonis, maka upayakan saran-saran berikut dengan segenap hati. Upayakan untuk saling mengenal dan memahamiIngat bahwa suami istriadalah pribadi yang berbeda, juga dibesarkan dari keluarga dengan tradisi serta kebiasaan yang berbeda pula. Oleh karena itu, semenjak pasangan saling berkenalan dan kemudian memutuskan untuk menikah, maka berupayalah selalu Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1135 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP untuk tetap saling mengenal dan memahami satu sama lain. Hilangkanlah segala keegoisan diri karena dalam kehidupan pernikahan tidak ada lagi kata aku dan kamu, tetapi kita. Upayakanlah perasaan timbal-balik, Sebagai rekan, suami istri diharapkan mampu untuk saling tolong menolong dan memahami satu sama lain dengan baik. Karena itu, latihlah kepekaan insting serta perasaan terhadap pasangan, sehingga pasangan suami istri dapat saling memberikan perhatian satu sama lain secara timbal-balik. Upayakan untuk saling menghormati dalam kehidupan pernikahan sering kali kesedihan timbul karena tidak adanya sikap saling menghormati di antara para pasangan. Hal ini bila tetap dibiarkan, maka dapat mengarahkan pernikahan mereka ke ujung jurang kehancuran. Karena itu, bila keduanya sangat mencintai pasangan, maka hal terutama yang perlu dilakukan untuk bisa mempertahankan pernikahan yang harmonis adalah dengan cara menghormati secara tulus pasangan suami istri. Upayakan untuk selalu menyenangkan pasangan untuk bisa menyenangkan pasangan tidak selalu harus dengan memberikan hadiah. Ucapan yang lemah lembut, saling bertegur sapa, membantu pekerjaan pasangan, memberikan perhatian di kala dia sakit, dan sebagainya, adalah beberapa cara sederhana yang bisa di tunjukkan untuk bisa membuat pasangan selalu merasa senang. Upayakan untuk selalu mengatasi setiap persoalan secara bersama, setiap orang pasti memiliki masalah, karena itu tanamkan dalam diri suami istri masingmasing bahwa "masa lalu anda adalah masa lalu anda, tetapi masa depan adalah milik berdua." Dengan selalu mengupayakan penyelesaian masalah secara bersama-sama, maka permasalahan seberat apapun akan nampak ringan dan pasangan suami istri dapat dengan lebih mudah menemukan kata sepakat serta kesepahaman ide untuk menyelesaikannya. METODE PENELITIAN Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan peneliti menentukan lokasi penelitian di Desa Ulee Ue, Lamsiot, dan Jruek Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Pemilihan lokasi ini karena di beberapa desa tersebut terdapat sebagian keluarga ada yang sudah lama menikah, tetapi belum punya anak Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis, dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dan lebih mendalam yang di gambarkan dengan kata-kataatau kalimat yang menunjukkan hasil akhir dari penelitian yang di gunakan untuk informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian, namun juga bisa dengan menggunakan angka statistik, sehingga lebih menuntut kekuatan dan ketajaman dari penulisan skripsi. Penelitian deskriptif kualitatif juga merupakan penelitian yang memberikan informasi dan data yang sesuai dengan fenomena di lapangan. Hal ini sejalan Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1136 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP dengan pendapat dari (Muhammad Idrus, 2009) bahwa penelitian kualitatif akan melakukan gambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Miles dan Huberman dalam (Usman dan Setiadi Akbar, 2008) mengemukakan bahwa metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu.Selain itu peneliti juga menggunakan metode wawancara langsung terhadap informan-informan yang ada serta melakukan observasi langsung kelokasi penelitian dan mencari data dan dokumen-dokumen langsung kesumber informasi maupun lembaga terkait. Informan penelitian adalah orang memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan merupakan orang yang benarbenar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 2 informan diantaranya1. Informan kunci, yaitu orang-orang yang sangat memahami permasalahan yang diteliti, 2. Informan non kunci, yaitu orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti. (Bagong,Suyanto, 2006) Informan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dengan usia pernikahan minimal 5 tahun. Informan penelitian ini telah memiliki karakteristik sesuai yang telahditentukanpeneliti, yakniada (5) lima pasangan denganinisial (RM, MT, NR, EK, FR) yang telah menikah selama minimal lima tahunnamun belum memiliki anak. (Namatersebutsengajapenelitimemberikaninisial agar tidaktersebaraibataupunrahasia) Informan dalam penelitian ini bertindak dan berlaku secara alamiah mengenai latar belakang kehidupan mereka, dan peneliti juga akan menjaga aib serta rahasia apapun yang nantinya ditemui dilapangan. Informan atau subjek yang dipilih untuk diwawancarai sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknikpurposive sampling. Maka untuk memperoleh data yang akurat dan terpecaya demi kepentingan penelitian, dibutuhkan informan yang memahami hal terkait. (Bagong Suyanto dan Sutinah, 2005). Data yang dikumpulkan bersumber dari : a. Data Primer : peneliti akan terlibat secara langsung dengan narasumber baik individu maupun kelompok masyarakat. Sehingga data yang diperoleh yaitu dari hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. b. Data Sekunder : peneliti akan mendapatkan data dari lembaga atau institusi. Data diperoleh dari kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, skripsi dan internet, ataupun melalui surat kabar, artikel, dokumen serta koran-koran/majalah. (Bagong Suyanto dan Sutinah, 2005: 55). Dalam sub bab pembahasan ini, peneliti menjelaskan tentang fokus penelitian yang menjadi pokok kajian dalam permasalahan penelitian, ada lima pasangan yang telah diuraikan diatas dalam memaknai ketidakhadiran anak dalam keluarga, bagi informan anak adlah mnah dari sang maha kuasa, namun jika belum juga dikaruniai anak diusia pernikahan yang cukup tua, baginya Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1137 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP adalah sebuah cobaan dan ketidakberuntungan atau belum rezeki. Anak adalah sumber kebahagiaan keluargayang berasal dari hubungan cinta,hubungan itu mendatangkan kepuasan-kepuasan yang tidak mementingkan diri sendiri (Ihromi, 2004). Perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama,proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa di rundingkan serta di sepakati bersama. Seseorang yang telah menikah memicu pemikiran bahwa dirinya harus memiliki keturunan. Pemikiran bahwa dirinya harus memiliki keturunan dan kemudian di barengi dengan ketidakhadiran buah hati yang sesungguhnya, sehingga dapat menghancurkan kemampuan berinterkasi, mengurangi rasa percaya diri, dan berpengaruh negatif terhadap hubungan seseorang dalam kehidupan sosial. Begitu pula dengan pasangan yang telah lama menikah tetapi tidak dikaruniai anak, maka hal ini sangat berpengaruh pada kondisiseseorang ,baik kondisi fisik, mental, sosial dan religious. Kunci kebahagiaan dalam rumah tangga adalah saling percaya dan kasih sayang, serta bagaimana pasangan suami istri yang tidak memiliki anak mengupayakan adanya seorang anak ditengah-tengah keluarganya, dengan berbagai macam cara dilakukan untuk memiliki keturunan meski dalam jangka waktu lama, demikian lagi upaya mempertahankan hubungan pernikahan yang tidak mudah karena ketidakhadiran anak adalah resiko yang harus ditanggung bersama. Lingkungan keluarga dalam pernikahan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal), Karena lingkungan keluarga umumnya terdiri atas orang-orang yang tidak sama, maka orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.Sebaliknya perhtian utama mereka sama halnya dengan sesame suami istri yang saling melaukan kewajiban dan saling menghormati (William J.Goode, 2002: 147). Pertukaran terjadi dalam beberapa bentuk dalam matriks, anatara lain, pertukaran langsung, pertukaran tergeneralisasi dan pertukaran produktif. Dalam pertukaran langsung (Direct Exchange), timbal balik dibatasi pada kedua aktor yang terlibat.Pertukaran tergeneralisasi (Generalized Exchange) melibatkan timbal balik yang bersifat tidak langsung. Seseorang memberikan kepada orang lain, dan penerima merespon tetapi tidak kepada orang pertama.Dalam pertukaran langsung dan tergeneralisasi, satu orang diuntungkan oleh nilai yang dimiliki oleh orang yang lainnya.Satu orang menerima penghargaan, sementara yang satunya mengalami pengorbanan. Dalam pertukaran produktif (Productive Exchange), kedua orang mengalami pengorbanandan mendapatkan penghargaan secara simultan Direct Exchange Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1138 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Hidup berkeluarga adalah cita-cita, harapan, keinginan dan fitrah setiap manusia. Hal ini diwujudkan dengan sebuah ikatan pernikahan, dari hasil pernikahan inilah akan berkembang keturunan-keturunan barusebagai salah satu tujuan dari pembinaan hidup berkeluarga. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga tidak jarang ditemukan hubungan pernikahan yang kandas ditengah jalan, apalagi membangun keharmonisan, menjaga keutuhan rumah tangga, saling menguatkan dan percaya adalah bukan suatu pekerjaan yang mudah. Saling mencintai satu sama lain antar sumai istri bisa memberikan energi positif dalamhidup berkeluarga. Cinta akan membuang semua rintangan yang muncul ditengah perjalanan, keluarga yang dibangun tanpa berlandaskan cinta adalah tidak mungkin meski itu bukanlah satu-satunya syarat, namun cinta tetap berperan dalam membangun pernikahn yang kuat juga langgeng. Jika seseorang brasal darikeluarga yang pus dan telah mempunyai hubungan yang lama dengan istrinya, perceraian akan lebih kecil resikonya (William J.Goode, 2002: 147). Perasaan manusia yang selalu ingin dihargai dan dimengerti oleh pasangan secara naluriah dimiliki oleh semua makhluk ciptaan tuhan. Salah satunya yaitu memberi umpan balik (feedback), keluarga yang bahagia memiliki kebiasaan saling memberi umpan balik dan memberi nasehat dengan tujuan menjaga orang yang dikasihinya dari kemungkinan mengambil keputusan yang merugikan, saling kasih mengasihi, saling menunjang hasrat dan cita-cita pasangannya menjadi keluarga yang kokoh. Pasangan yang diikat oleh tali pernikahan sejak lama namun tidak memiliki anak adalah hal yang kemungkinan besar tidak diinginkan oleh pasangan yang telah menikah, meskipun demikian hal ini bukanlah kendala yang sangat besar bagi pasangan suami istri, untuk tidak saling mencintai dan menyayangi bahkan lebih dari itu pasangan yang tidak memiliki anak saling menguatkan satu sama lainnya lebih besar. Pasangan yang sudah menikah harus adanya pengontrolan diri, dimana pengontrolan diri ini sangat menunjang dalam ikatan pernikahan. Hal ini bisa dilihat dari cara berkomunikasi, karena komunikasi merupakan pilar utama dalam berkeluarga. Terciptanya komunikasi yang efektif dalam keluarga semakin memperkokoh ikatan batin diantara mereka. Keluarga bahagia selalu mengedepankan komunikasi dalam mengatasi masalah maupun pengambilan keputusan penting. Pengontrolan diri ini harus dimiliki oleh kedua belah pihak baik istri maupun suami, bahkan saling mengontrol satu sama lain atas kondisi yang dialami lebih baik daripada saling membenci satu sama lain. Dalam hubungan pernikahan pengontrolan juga sangat erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan kepada masing-masing pasangan. Butuh proses untuk bisa membangun rasa saling percaya yang kuat dalam keluarga. Hilangnya kepercayaan dalam keluarga bisa membuat keharmonisan keluarga jadi luntur, apalagi jika tiba-tiba ditengah jalan ada masalah besar yang menghilangkan rasa percaya dalam keluarga. Rasa saling percaya itu tumbuh dalam waktu yang terkadang tidak sebentar, tapi rasa percaya itu bisa langsung hilang dan semakin sulit untuk dibangun kembali apabila tiba-tiba ada masalah Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1139 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP besar yang membuat kepercayaan itu hilang, oleh karena itu pengontrolan diri sangat dibutuhkan oleh pasangan yang telah menikah. Teori pertukaran sosial berasumsi bahwa hubungan manusia di dorong oleh pertimbangan akan keuntungan yang di peroleh dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam hal ini keluarga harus saling menjaga dan saling menerima walaupun mungkin sering kali ada selisih faham dan memiliki gagasan yang berbeda-beda dalam memahami tujuan hidup bahkan dalam usia pernikahan. Sama hal nya dengan urusan ekonomi, hampir sebagian besar waktu dalam keluarga dewasa ini adalah mencari nafkah. Tidak bisa di pungkiri bahwa faktor ekonomi tak bisa dipandang remeh, bangunan rumah tangga tidak mungkin tidak didukung oleh topangan ekonomi yang memadai, mengatur ekonomi secara bijak menjadi keharusan supaya bangunan keluarga tetap kuat. Tujuan nikah yaitu untuk memenuhi hajat manusia, seperti memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup, membina rasa cinta dan kasih sayang dan untuk memperoleh keturunan yang sah. Sebenarnya tidak mudah mempertahankan pernikahan, namun berbagai cara bisa dilakukan agar menjaga hubungan tetap langgeng. Agama adalah pondasi terkuat, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam hubungan pernikahan,maka solusi yang sangat diandalkan adalah berpegang teguh pada ajaran agama. Menurut hasil wawancara dalam penelitian ini mengatakan bahwa jika ada konflik rumah tangga, agama yang sellau diandalkan. Bagaimana tidak ketika seseorang meminta kepada Allah untuk masalah yang terjadi agar terselesaikan dengan cepat. Hal ini terbukti bahwa pasangan yang telah menikah sejak lama tanpa memiliki anak masih bisa bertahan dengan kondisi berdua saja dalam rumahnya, meskipun harapan yang tidak terpenuhi untuk memiliki anak menjadi resiko tersendiri dan selalu berdoa serta berusaha untuk mendapatkan buah hati. Pasangan yang tidak memiliki anak bisa bertahan dengan cukup lama diusia pernikahan mereka karena didasarkan oleh agama juga cinta keduanya. Peran anak didalam sebuah keluarga untuk yaitu sebagai pelengkap keluarga.Anak merupakan wasilah untuk meneruskan keturunan agar keberlangsungan hidup tetap berjalan. Selain itu pula anak adalah salah satu harapan untuk merawat orang tua ketika orang tua sudah memasuki usia tua dan mendoakannya. Masyarakat pada umunya masih menganggap bahwa setelah menikah akan mendapatkan keturunan dalam sebuah keluarga, karena anggapan ini, tidak sedikit orang yang berjuang mendapatkan anak. Namun ada beberapa orang yang tidak berhasil mendapatkan anak. Karena tidak memiliki anak kebanyakan tetangga dan kerabat mencibir keadaan pasangan suami istri tersebut. Hal ini dapat menyebabkan tekanan dan juga stress yang akan menyebabkan rasa tegang secara fisikal, emosional dan psikologi. Stress hubungan antar manusia dan lingkungan, karena harapan sosial yang tidak sampai, lingkungan yang tidak aman. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif juga ikut mempengaruhi kejiwaan seseorang. Pasangan yang tidak memiliki anak dalam masyarakat terkesan dikesampingkan dan tidak bisa diandalkan, anak dalam sebuah keluarga dianggap hal yang penting. Pasangan Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1140 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP yang tidak memiliki anak mendapatkan lebih besar cibiran dari lingkungan sosial nya walupun hal itu tidak menyurutkan niar agar terus berusaha mendapatkan anak. Kebanyakan pasangan sangat menginginkan anak diusia muda pernikahannya, pasangan yang telah menikah pada umumnya berusaha memiliki anak dengan berbagai cara. Usaha untuk mendapatkan anak bagi pasangan yang telah menikah sejak lama, selalu diupayakan oleh mereka, karena anak sesuatu yang snagat spesial yang bisa dimiliki. Untuk kebanyakan wanita yang memiliki masalah kesuburan, paraistri akan menjalani berbagai perawatan khusus secara modern dan tradisional. Usaha pasangan untuk memiliki momongan selalu diidam-idamkan, cara dilakukan agar terpenuhi keinginan memilki anak, secara modern dengan mencari solusi pada dokter kandungan juga secara tradisional dengan mencari solusi pada dukun yang terkenal. Bahkan tidak semua harapan untuk memiliki anak bisa terwujud. Ada beberapa pasangan yang ditakdirkan hidup tanpa anak, dan ada yang ditakdirkan baru memiliki anak diusia tua, perlu adanya kesabaran yang besar bagi pasangan suami istri untuk selalu berusaha, usaha senantiasa dibarengi dengan doa. Pengharapan selalu dipanjatkan kepada sang maha kuasa. Sama halnya meminta dikaruniai seorang anak bahkan juga diusia yang sudah cukup tua. Namun doa tanpa usaha dan juga sebaliknya akan sangat sia-sia, lebih baiknya usaha yang terus dijalankan oleh pasangan dengan disertai doa akn membuat jiwa dan raga menjadi tenang meski kondisi seperti itu bukanlah hal yang diinginkan oleh pasangan yang telah menikah. Keluarga itu merupakan sumber kesetiaan dan keterikatan atas nama kelompok turunan dapat menyandarkn diri (William J.Goode, 2002: 117) Upaya mempertahankan sebuah hubungan dalam rumah tangga tidaklah mudah apalagi karena ketidak hadiran anak, beberapa solusi ditawarkan salah satu diantaranya yaitu mengadopsi anak untuk dipelihara dengan baik, namun dari berbagai macam alasan yang diberikan dari pihak pasangan ini justru mengadopsi tidak akan memberikan ketenangan dan kesenanganbagi nya dikarenakan anak adopsi bukan darah daging mereka sendiri. Pasangan suami istri juga mengaharapkan datangnya sebuah keajaiban dimana mereka bisamendapatkan anak dan dikaruniai anak seperti diidamkan. Bagi seorang istri merasa tidak sempurna karena tidak memiliki anak, meskipun anak adalah pemberian sang maha kuasa. Hal demikian bisa menyebabkan istri menjadi lebih pesimis dikalangan sosialnya. Bahkan anggapan negatif bermunculan ke permukaan seorang istri tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga besarnya. Generalized Excange Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat, yang juga sebagai sebuah kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak. Keluarga dalam hubungan pernikahan sangat diharapkan bisa memberikan motivasi-motivasi, terkait masalah pernikahan yang lama tapi tidak memiliki anak adalah untuk memberikan kebahagiaan dalam hal lain. Keluarga Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1141 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP seharusnya menjadi wadah untuk menikmati kebahagiaan dan kasih sayang. keluarga yang harmonis, akan membentuk anggotanya yang harmonis juga. Dukungan keluarga terdekat untuk memberi motivasi dan selalu menenagkan perasaan kedua nya lebih baik daripada selalu menayai kapan bisa memberi cucu kepada mereka. Dukungan dari keluarga terdekat bisa menentramkan jiwa dari pasangan ini, beban pikiran yang seharusnya dipikul bersama bisa diringankan oleh adanya dukungan tersebut, memberi dukungan kepada pasangan yang tidak memiliki akan sama dengan menghibur rasa kesepianyang mereka hadapi selama bertahun-tahun, bisa mencairkan suasana yang dulunya menegangkan. Untuk menjaga keutuhan rumah tangga pasangan suami istri akan melakukan apapun demi menjaga hal tersebut, berkaitan dengan harapan yang tidak menjadi kenyataanmemiliki anak, mungkinakan berdampak juga pada keluargabesar kedua belah pihak, keluarga akan merasa malu karena tidak memiliki keturunan. Oleh karena itu pasangan suami istriharus senantiasa bersabar sepanjang hidupnya melewati hari tanpa anak dengan berbagai persoalan hidup yang diterimanya. Sebuah pernikahan akan sempurna jika telah dilengkapi oleh kelahiran anak. Namun tidak semua pasangan mudah memperoleh keturunan.Hal tersebut tak jarang menjadi beban psikologis, terutama bagi perempuan, ketika orang tua atu kerabat terus-menerus bertanya tentang anak.Menyikapi masalah ini, keluarga besar perlu memberikan perhatian dan dukungan moral agar pasangan tersebut tidak berkecil hati. Perempuan memang cenderung menyalahkan dirinya sendiri ketika pernikahannya belum juga dikaruniai keturunan.Mereka seringkali merasa belum menjadi istri yang sempurna jika belum mampu hamil dan melahirkan seorang bayi.Di samping itu, perempuan cenderung akan lebih dulu dituduh sebagai penyebab kemandulan ketimbang pria. Jika terdapat pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah namun belum juga memiliki anak, biasanya yang pertama kali disalahkan adalah sang istri. Padahal banyak faktor yang menjadi penyebab pasutri belum mendapatkan keturunan. Persamaa latar belakang menambah kemungkinan bahwa suami istri akan sepaham mengenai banyak persoalan. (William J.Goode, 2002: 167) Selain perasaan bersalah, perempuan yang belum memiliki keturunan seringkali mengalami perasaan khawatir yang berlebihan terhadap suami. Kekhawatiran yang muncul dari perempuan umumnya adalah bahwa suami akanmeninggalkan mereka jika mereka tidak juga memiliki anak. “Karena merasa takut, jadi mulai sering negative thinking, merasa tidak percaya pada suami.Akhirnya justru jadi pemicu cekcok rumah tangga antara suami-istri.Inilah yang perlu diwaspadai,” jelasnya.Ketakutan paling besar dari perempuan yang menghadapi persoalan semacam ini adalah jika pernikahan harus berakhir karena orang tua suami mencarikan pasangan lain untuk anaknya. Munculnya prasangkaprasangka seperti itu, biasanya akan menyebabkan hubungan istri dengan keluarga, terutama mertua, menjadi renggang. Bahkan ketidakhprmatan bagai Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1142 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP sang istri sebagai bagian dari memuncaknya pertentangan antara keduanya bahkan menimbulkan dalam diri istri keinginan memutuskan perkawinan. (William J.Goode, 2002: 197) Desakan untuk segera memiliki anak akan semakin tinggi jika seorang perempuan menikah dengan anak laki-laki yang merupakan anak tunggal dalam keluarga. Selain itu, jika suami mereka berasal dari suku tertentu yang menganggap bahwa anak adalah sebuah keharusan dalam pernikahan. Desakan akan datang tidak hanya dari keluarga, namun juga kerabat dalam lingkup suku tersebut. Pada umumnya desakan akan muncul ketika usia pernikahan sudah memasuki tahun kedua atau ketiga. “Bentuk desakan dapat bermacam-macam, mulai dari yang halus seperti pertanyaan-pertanyaan, hingga desakan-desakan berupa upaya konkret dengan mencarikan pengobatan, saran mertua yang seringkali meminta untuk memeriksakan diri ke dokter, desakan untuk tidak terlalu sibuk bekerja di luar, atau bahkan meminta mereka untuk berhenti bekerja, dapat membuat seorang perempuan merasa tertekan. Jika tidak bisa mengatur dan mengendalikan emosi, desakan tersebut akan mempengaruhi cara bersikap. Dimana reaksi yang muncul cenderung negatif.Potensi terjadinya konflik biasanya akan lebih tinggi ketika desakan tersebut datang dari mertua. Ucapan-ucapan dari mertua yang sebetulnya hal biasa seperti, “Coba kamu periksa lagi ke pengobatan alternatif itu” dapat dipersepsikan negatif dari menantu yang mungkin merasa bosan mendengarkan hal yang sama, bisa ditanggapi keliru oleh mertua.Karena itu harus hati hati menjaga hubungan dengan mertua.Jangan sampai saran yang mereka sampaikan justru menimbulkan gesekan.Karena benturan yang sering terjadi adalah ketika menanggapi saran-saran tersebut.Secara social istri menjadi atribut social suami yang penting, istri harus mencerminkan posisi danmartabat suminy, baik dalam tingkah laku social maupun dalam penampilan fisik material (T.O Ihromi, 1999: 103). Perselisihan dengan anggota keluarga, seperti dengan orang tua, mertua, terutama suami, sangt sulit dihindari.Salah satu caranya, membicarakan persoalan dengan baik dan membuat kesepakatan dengan suami bagaimana menghadapi tekanan keluarga. Serta tidak memberikan reaksi negatif terhadap apapun yang berkaitan dengan persoalan memiliki keturunan. memberikan respons positif ketika orangtua atau kerabat, atau bahkan tetangga, terus menerus bertanya mengenai anak, pandanglah hal tersebut sebagai bentuk perhatian dari mereka. Orangtua atau keluarga setidaknya tidak menyudutkan anak-anak mereka yang telah menikah namun belum juga memiliki keturunan.Berikan mereka dukungan tulus, bukan desakan. Hindari kata-kata yang membandingkan dengan pasangan lain, karena hal tersebut dapat menyinggung mereka. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang upaya pasangan yang tidak memiliki anak untuk mempertahankan perkawinan. Dimana peneliti mengumpulkan data melalui wawancara/ interview terhadap pasangan yang tidak Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1143 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP memiliki anak khusunya para istri, maka diperoleh hasil seperti apa yang dibahas dan dipaparkan dalam bab empat, dari pembahasan itu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pasangan yang diikat oleh tali pernikahan sejak lama namun tidak memiliki anak adalah hal yang kemungkinan besar tidak diinginkan oleh pasangan yang telah menikah, meskipun demikian hal ini bukanlah kendala yang sangat besar bagi pasangan suami istri, untuk tidak saling mencintai dan menyayangi bahkan lebih dari itu pasangan yang tidak memiliki anak saling menguatkan satu sama lainnya lebih besar. Dari hasil penelitian ini beberapa pasutri mengatakan bahwa hubungan dalam keluarga harus saling percaya, saling menghormati istri ke suami,menerima apa adanya dan saling menghargai. jarang sekali jika berkumpul bersama ada percekcokan ataupun selisih faham yang berat, bahkan jika itu terjadi masalah sekecil apapun tidak untuk diungkit-ungkit kembali. Dalam hal berperilaku terhadap suami, istri harus sangat mempertimbangkan keinginan dan kemauan daripada suami, agar membuat perasaan suami senang dan tenang. Selain itu juga dalam hubungan rumah tangga pasangan suami istri harus memiliki pemahaman agama yang cukup, apalagi dewasa ini banyak sekali godaan yang menghampiri pasangan-pasangan yang sudah menikah, baik dalam hal godaan wanita lain, permasalahan ekonomi rumah tangga, juga kepercayaan. Hal lainnya adalah pengontrolan diri ini harus dimiliki oleh kedua belah pihak baik istri maupun suami, bahkan saling mengontrol satu sama lain atas kondisi yang dialami lebih baik daripada saling membenci satu sma lain. Suami dan istri yang tidak memiliki anak justru lebih tinggi kekhawatiran dalam hubungan, seperti takut diselingkuhi atau memiliki simpanan lain diluar, oleh karena itu kepercayaan harus dibangun sedini mungkin dalam pernikahan. Cinta antara suami istri bisa menciptakan keluarga harmonis ditambah lagi dengan sikap saling percaya dan menghilangkan ego masing-masing, serta perasaan saling memberikan perhatian secara timbal balik dan mampu untuk saling tolong menolong dan memahami satu sama lain dengan baik. Saling mempertahankan pernikahan yang harmonis dengan cara menghormati secara tulus pasangan, bahkan setiap persoalan di hadapi secara bersama dengan selalu mengupayakan penyesalan masalah secara bersama-sama,maka permasalahan seberat apapun akan nampak ringan dan dapat lebih mudah menemukan kata sepakat serta kesempahaman ide untuk menyelesaikan. DAFTAR PUSTAKA Buku Abu Ahmadi & Supriyono Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1144 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Abu Ahmadi, 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Burgest, Ernest.Wdan Locke, Harvey.j. 1960.The Family From Institution To Companionship. New York: American Book Company Idrus Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Isti, N. 2012. Ya Tuhan, Beri Aku Anak . Yogyakarta: Diva Press. Jalaluddin, R. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Landis. 1989. Catatankeadaankeluarga Indonesia. Jakarta: BKKBN 1992. Madi, J. 2012. Keindahan Komunikasi Suami Istri: Membangun Saling Pengertian dengan Memahami Karakter Masing-masing. Jakarta: Republika Penerbitan. Setiadi, Elly. M & Usman Kolip. 2011. Pengantar SosiologiPemahamanFakta Dan GejalaPemilihanSosil: Teori, Aplikasi, danPemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Soekanto, S. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudarsono. 1991. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rireka Cipta. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sussman, Steinmetz. 1987. Analisis Gender DalamPenelitianBidangIlmuKeluarga. Jakarta:BumiAksara Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial Berbagai Pendekatan Alternatif. Jakarta: Prenada Media Group. T.O Ihromi, 1999. BungaRampaiSosiologiKeluarga. Jakarta: YayasanObor Indonesia. Wignjodipoero. 1995. SosiologiKeluargaDalamPerspektifAdat.Jakarta: YayasanObor Indonesia. William. J.Goode, 2002.SosiologiKeluarga. Jakarta: BumiAksara. Skripsi Elsa Ferbieti. 2008. Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak untuk Mempertahankan Perkawinan. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Andalas. Mayabubun, Maria Regina. 2010. Penghayati Nilai Kesetiaan dalam Perkawinan Bagi Keutuhan Keluarga Katholik. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yani Riska. Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Pulau Banyak Barat Kabupaten Aceh Singkil. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah. Jurnal Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1145 a Jurn wa sis h M ah lmia a lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2:628-650 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Yegibalom, Leis. 2013. PerananInteraksiAnggotaKeluargaDalamUpayaMempertahankanHarmonis asiKehidupanKeluarga Di DesaKumulukKecamatanTiomKabupatenLanny Jaya.Volume 2 No 4.Universitas Sam Ratulangi. Upaya Pasangan Yang Tidak Memiliki Anak Untuk Mempertahankan Perkawinan (Ayu Melta Fariza) Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2,Mei 2017: 1146