ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE)
Polietilen adalah salah satu jenis polimer dengan rantai linear sangat panjang yang tersusun
atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang yang berasal dari monomer molekul etilen. Pada
Gambar 1 ditunjukkan bahwa monomer memiliki ikatan kovalen tak jenuh (ikatan ganda)
sedangkan pada mer ikatan tersebut menjadi aktif (ikatan kovalen terbuka) dengan elektron tak
berpasangan (Saptono, 2008).
Gambar 1. Struktur molekul polimer polietilen (Saptono, 2008)
Polietilen adalah polimer termoplastik yang dibuat dari proses polimerisasi adisi gas etilen.
Etilen diproduksi dalam industri petrokimia melalui proses steam cracking. Dalam proses
pembentukannya, gas atau hidrokarbon cair (seperti nafta atau etana) dipanaskan sampai 750950oC yang akan merangsang berbagai reaksi radikal bebas. Proses ini mengkonversi hidrokarbon
jenuh menjadi hidrokarbon tak jenuh berukuran kecil seperti alkene (olefin), etene (etilen), dan
propene (propilen). Etilen dipisahkan dari campuran kompleks melalui kompresi dan distilasi yang
berulang (Kniel et al., 1980).
Polietilen memiliki struktur yang fleksibel sehingga mudah dibentuk dan mempunyai daya
rentang yang tinggi. Penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak, sampai keruh
tergantung proses pembuatan dan jenis resin. Dengan titik leleh 120oC, polietilen dengan mudah
digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Polietilen tahan terhadap asam, basa, alkohol,
deterjen dan bahan kimia serta kedap terhadap air, uap air dan gas. Dapat digunakan untuk
penyimpanan beku hingga suhu -50oC. Namun polietilen memiliki kelemahan yaitu tidak cocok
untuk pengemasan bahan yang beraroma karena memiliki transmisi gas yang tinggi. Selain itu
tidak sesuai digunakan untuk mengemas bahan pangan berlemak (Julianti dan Nurminah, 2006).
Polietilen mempunyai kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Plastik polietilen
termasuk golongan termoplastik sehingga dapat dibentuk menjadi kantung dengan derajat
kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970).
Ikatan antar polimer dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu ikatan primer dan ikatan
sekunder. Ikatan primer dari suatu polimer adalah ikatan kovalen, yaitu ikatan antar atom dengan
cara memakai elektron secara bersama-sama. Ikatan sekunder yang penting di dalam polimer
misalnya adalah ikatan Van der Waals, ikatan hidrogen, dan ikatan ionik. Ikatan primer kovalen
termasuk ikatan antar atom yang sangat kuat, jauh lebih kuat jika dibandingkan dengan ikatanikatan sekunder, 10 hingga 100 kalinya. Kekuatan ikatan primer ganda antar atom karbon di dalam
ethylene (C=C), misalnya besarnya adalah 721 kJ/(g.mol) sedangkan ikatan antar atom karbon dan
hidrogen (C-H) adalah 436 kJ/(g.mol) (Saptono, 2008).
3
Polietilen terdiri dari daerah kristalin dan daerah amorf. Rantai molekul pada daerah
kristalin ditandai dengan rantai lurus, sedangkan pada daerah amorf memiliki rantai yang bebas
atau bercabang. Kombinasi daerah amorf dan kristalin ini menentukan bentuk produk yang akan
dihasilkan. Polimer yang lebih amorf akan seperti karet dan memiliki sifat fisik plastik yang
fleksibel. Sedangkan polimer kristalin akan sangat kaku dan keras. Polimer yang memiliki densitas
tinggi akan memiliki derajat kristalinitas yang tinggi (Equistar, 2004).
Polietilen adalah jenis polimer yang memiliki sifat termoplastik yang disebabkan oleh
struktur rantainya yang linear, bercabang, dan berkait (cross-linked). Polimer dari jenis ini akan
bersifat lunak dan viscous pada saat dipanaskan dan menjadi keras dan kaku pada saat didinginkan
secara berulang-ulang. Struktur rantai molekul berkait (cross-linked) adalah struktur rantai yang
memiliki daerah elastis non-linear yang sangat besar. Rantai berkait ini berfungsi sebagai
„pengingat bentukā€Ÿ atau yang dikenal sebagai shape-memory polymer (Saptono, 2008).
Polietilen berdensitas tinggi atau HDPE adalah polietilen yang didefinisikan ASTM
memiliki densitas 0.941-0.965 g/cm3(58.7-60.3 lb/ft3). Besarnya densitas HDPE ditentukan oleh
jumlah komonomer yang ditambahkan pada reaktor. Tipe komonomer yang digunakan selain
etilen adalah propilen, butena, heksena, dan oktena. Meningkatnya bobot molekul pada polietilen
menyebabkan rantai polimer yang lebih panjang tidak lagi mengkristal dan menghasilkan
penurunan kristalinitas (NBCE, 2006). Komonomer yang terlibat dalam mengontrol densitas,
seperti 1-butene atau 1-hexene, menghasilkan ikatan percabangan pendek pada HDPE.
Penambahan jumlah ikatan percabangan pendek ini sangat mempengaruhi kristalinitas HDPE,
dimana akan menghasilkan penurunan densitas dan derajat kristalinitasnya. Satu cabang etil per
1000 atom karbon dapat menghasilkan perubahan densitas sebanyak 0.01. Oleh karena itu,
densitas HDPE akan membentuk garis linear dengan kristalinitasnya (Carter, 2007).
HDPE merupakan polimer semikristalin. Derajat kristalinitas bergantung pada bobot
molekul, jumlah komonomer, dan panas yang diberikan. Kristalinitas dapat meningkat karena
proses pendinginan yang lambat saat pembentukan plastik. Kristalinitas HDPE berkisar antara 5080% (NBCE, 2006). Sifat mekanik plastik dapat menurun karena adanya kandungan bahan
pemlastis (plasticizer). Molekul-molekul plasticizer yang terperangkap di antara rantai polimer
akan bereaksi dengan membentuk ikatan hidrogen dalam rantai polimer sehingga menyebabkan
interaksi antara molekul polimer menjadi semakin berkurang namun menjadikan plastik semakin
fleksibel (Gunawan et al., 2007)
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Gunawan et al. (2007) menunjukkan nilai kuat
tarik HDPE sebesar 416.35 kgf/cm2 atau 40.83 MPa. Penelitian yang dilakukan Equistar (2003)
menyebutkan HDPE dengan densitas 0.941-0.965 g/cm3 memiliki laju transmisi uap air 0.087-0.16
g/100in2/24jam atau 1.349-2.480 g/m2/24jam.
2.2
PLASTIK BIODEGRADABEL
Biodegradabel didefinisikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi karbon
dioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis
mikroorganisme, yang bisa diuji dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu.
Biodegradable merupakan salah satu mekanisme degradasi material, selain compostable,
hydrobiodegradable, photobiodegradable, bioerodable (Nolan-ITU, 2002). Plastik biodegradabel
adalah suatu material polimer yang dapat berubah ke dalam senyawa dengan berat molekul rendah
dimana paling sedikit satu tahap proses degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami
(Seal, 1994).
4
Plastik biodegradabel dapat terurai secara alami disebabkan cahaya (fotodegradasi),
hidrolisis (degradasi kimiawi), bakteri/jamur, enzim (degradasi enzimatik), serta angin dan abrasi
(degradasi mekanik). Menurut Sacharow dan Griffin (1970), proses terjadinya biodegradasi film
kemasan pada lingkungan dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi
molekul, menghasilkan polimer dengan berat molekul yang rendah. Proses berikutnya adalah
serangan mikroorganisme (bakteri, jamur, alga) dan aktivitas enzim (intraselular, ekstraselular).
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources) dengan
bahan aditif dari senyawa bioaktif yang bersifat biodegradabel, dan kelompok kedua adalah
dengan keseluruhan bahan baku dari sumber daya alam terbarukan (renewable resources) seperti
dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan seperti cangkang atau dari mikroorganisme yang
dimanfaatkan untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur aktif
atau limbah cair yang kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi
mikroorganisme tersebut (Adam dan Clark, 2009).
Kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan biodegradable plastic,
yaitu:
1. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang
rendah dan biofragmentasi sangat terbatas.
2. Poliester. Biopolimer ini dihasilkan secara bioteknologi atau fermentasi dengan mikroba genus
Alcaligenes dan dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur, dan alga.
3. Polimer pertanian. Polimer pertanian diantaranya, cellophan, seluloasetat, kitin, pullulan
(Latief 2001).
Plastik biodegradabel dapat dihasilkan melalui beberapa cara, salah satunya adalah
biosintesis menggunakan bahan berpati atau berselulosa. Cara pembuatan plastik biodegradabel
yang berbasiskan pati antara lain :
1. Mencampur pati dengan plastik konvensional (PE atau PP) dalam jumlah kecil (10-20%)
2. Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti PCL, dalam komposisi
yang sama (50%)
3. Menggunakan proses ekstruksi untuk mencampur pati dengan bahan- bahan seperti protein
kedelai, gliserol, alginate, lignin dan sebagainya sebagai plasticizer (Flieger et al., 2003).
Plastik komposit-pati merupakan campuran dua tipe material yang berbeda, yaitu (a)
hidrofobik, polimer turunan minyak bumi (PE, EAA) yang diketahui sangat tahan terhadap
degradasi oleh organisme hidup dan (b) hidrofilik, polimer alami (pati) yang sangat mudah untuk
hancur oleh mikroorganisme (Gould et al., 1989).
Penambahan pati tapioka untuk meningkatkan sifat degradasi polietilen perlu diperhatikan.
Semakin besar jumlah pati yang ditambahkan akan menurunkan sifat fisis seperti pemuluran,
kekuatan tarik, ketahanan lipat, dan ketahanannya terhadap cuaca (Herminiwati dan Kusumo,
1996). Pada penelitian yang dilakukan Gunawan et al. (2007), komposit HDPE dengan 60%
tapioka menghasilkan kekuatan tarik sebesar 88.31 kgf/cm2 atau 8.66 MPa. Semakin besar
konsentrasi pati yang digunakan maka kekuatan tarik plastik akan semakin menurun.
2.3
SIFAT MEKANIK DAN FISIK PLASTIK
Secara umum karakteristik mekanik plastik terdiri dari kuat tarik (tensile strength), kuat
tusuk (puncture strength), persen pemanjangan (elongation to break), dan elastisitas (elastic
modulus/young modulus). Parameter-parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana
karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan struktur kimianya (Harris, 2001).
5
Sifat mekanik suatu bahan berhubungan erat dengan strutur kimianya, terutama struktur molekul.
Struktur molekul yang mempengaruhi sifat mekanik suatu bahan meliputi bentuk molekul,
kekompakan molekul, kristalinitas, kekuatan ikatan molekul, dan gaya antarmolekul (Allcock dan
Lampe, 1981).
Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan
gaya yang diberikan. Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan (stressstrain) yang ditunjukkan pada Gambar 2. Slope (kemiringan) awal yang ditunjukkan kurva
tegangan-regangan merupakan nilai modulus elatisitas, yan mengukur kekakuan bahan. Tegangan
tarik (stress) yang menyebabkan terjadinya bahan putus secara sempurna disebut tensile strength.
Regangan pada saat bahan putus disebut strain at break (Lai dan Padua, 1997). Kurva teganganregangan juga menggambarkan daerah elastis dan plastis. Daerah kurva tegangan-regangan di
bawah nilai yield stress dan yield strain menunjukkan sifat bahan elastis, artinya bahan yang
mengalami regangan dapat kembali ke kondisi semula bila tidak ada gaya yang diberikan (Surdia
dan Saito, 1995).
Gambar 2. Kurva tegangan-regangan (stress-strain) (Billmeyer, 1971)
Kuat tarik dipengaruhi oleh plasticizer yang ditambahkan dalam proses pembuatannya.
Bahan plasticizer memegang peranan penting dalam pembuatan pati termoplastis. Plasticizer
adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan utuk memperlemah
kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer (Syamsir,
2008). Beberapa jenis plasticizer yang digunakan dalam pembuatan film adalah gliserol, polivinil
alkohol, sorbitol, asam oktanoat, asam laktat, trietilen glikol, dan polietilen glikol (Julianti dan
Nurminah, 2006).
Secara umum, dengan penambahan plasticizer, molekul-molekul plasticizer terletak di
antara rantai ikatan biopolimer dan dapat berinteraksi dengan membentuk ikatan hidrogen dalam
rantai ikatan antara polimer sehingga menyebabkan interaksi antara molekul biopolimer menjadi
semakin berkurang (Purwanti, 2010). Efek penambahan plasticizer dapat mengurangi kristalinitas
polimer. Namun demikian, adanya bahan plasticizer dapat berpengaruh negatif terhadap sifat
mekanis plastik yaitu memberikan sifat soft dan weak (Kalambur dan Rizvi, 2006). Pada umumnya
bahan yang bersifat kaku disebabkan karena suhu transisi gelasnya (Tg) di atas suhu ruang dan
struktur molekul bahan yang sangat kristalin (Wade, 1991).
Sifat mekanik dan fisik dari polimer sangat dipengaruhi oleh derajat kekristalannya. Sifatsifat mekanik yang dipengaruhi oleh derajat kekristalan adalah kekakuan (stiffness), kekerasan
(hardness), dan keuletan (ductility). Sedangkan sifat fisik yang berhubungan dengan derajat
kekristalan adalah sifat optik dan kerapatan (density) dari polimer. Pada Gambar 3 dapat dilihat
struktur rantai molekul polietilen yang menunjukkan daerah amorf dan daerah kristalin.
6
Gambar 3. Struktur amorf dan kristalin molekul polietilen (Saptono, 2008)
Plastik dihasilkan dari proses ekstrusi resin yang ditiup menjadi lembaran film. Proses ini
menghasilkan orientasi film plastik yang disebut machine direction (MD) dan cross-machine
direction (CD). MD adalah orientasi rantai molekul yang searah dengan arah mesin, sedangkan
CD melintang dengan arah mesin. Orientasi film plastik disebabkan arah rantai molekul plastik
yang terbentuk pada proses tiup. Setelah proses tiup, ketebalan lembaran plastik diatur dengan roll
pendingin. Roll akan memberikan panas yang sesuai sehingga suhu plastik akan berada dalam
kondisi di bawah titik lelehnya. Pada kondisi ini, film membentang ke arah mesin dengan draw
ratio 4:1 atau 10:1 (NBCE, 2007).
Secara umum sifat mekanik pada orientasi MD berbeda dengan CD. Karena ikatan molekul
MD sejalan dengan arah mesin, sifat mekaniknya lebih baik dibandingkan dengan CD. Menurut
Mitchell dan Saxberg (2010), orientasi film plastik akan meningkatkan sifat mekanik, barrier, dan
optiknya. Orientasi tunggal pada polimer akan meningkatkan sifat mekanik seperti kekakuan dan
kekuatan tarik serta sifat optik seperti kejernihan dan kehalusan permukaan (gloss). Proses
peregangan plastik juga meningkatkan sifat kristalin film. Ilustrasi orientasi film plastik
ditunjukkan pada Gambar 4.
machine direction
cross-machine direction
Gambar 4. Orientasi film plastik
Pembentukan sifat mekanik plastik yang lebih baik pada orientasi MD dibentuk setelah
proses tiup. Hal ini dikemukakan Hatfield et al. (2001) yang membandingkan sifat plastik yang
diambil dari hasil tiup dengan plastik yang diambil setelah menjadi gulungan. Hasilnya setelah
melewati proses pendinginan dengan roll, kekuatan tarik dan transparansi plastik pada MD secara
signifikan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya gloss 70% dan
menurunnya haze 60% setelah proses tersebut. Sifat barrier dari plastik juga semakin baik dimana
nilai transmisi uap air HDPE menurun 70%. Brown (1992) juga menambahkan bahwa orientasi
MD menghasilkan kemasan yang lebih kuat, lebih cerah dan meningkatkan ketahanan terhadap
uap air.
Sifat fisik plastik dapat diamati dengan melihat morfologi permukaan plastik serta
mengukur permeabilitas gas dan uap air. Pengujian morfologi permukaan plastik dilakukan untuk
mengetahui mikrostruktur permukaan plastik dengan menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM). SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
7
makroskopik. Gambar yang dihasilkan merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan,
lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron
sekunder yang dipancarkan oleh spesimen/bahan. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan
ditangkap oleh detektor kemudian diteruskan ke monitor. Selanjutnya monitor akan menghasilkan
gambar khas yang menggambarkan permukaan bahan.
Sifat barrier plastik terhadap uap air dan gas ditunjukkan oleh permeabilitas, semakin besar
nilainya maka akan menunjukkan bahwa plastik tersebut semakin mudah dilewati uap air dan gas.
Permeabilitas plastik ditentukan dengan mengukur transmisi uap air/gas atau permean yang
melewati plastik uji. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap permeabilitas adalah suhu dan
kelembaban. Permeabilitas uap air adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit
luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu sebagai akibat dari suatu
perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi suhu dan kelembaban
tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, dimana larutan
berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film
tersebut (Krochta, 1997).
Pemahaman dasar terhadap proses perembesan gas (permeasi) dapat menjelaskan sifat
barrier dari suatu polimer. Molekul permean akan bergerak melewati barrier dalam proses yang
bertahap. Proses diawali dengan tabrakan antara molekul dan permukaan polimer. Kemudian
molekul tersebut akan menyebar dan beradsorpsi ke dalam polimer. Di dalam polimer, permean
menyebar dan berdifusi secara acak dimana energi kinetik termalnya akan mempertahankan
molekul untuk tetap bergerak di antara cabang polimer. Difusi acak ini menunjukkan bahwa
molekul permean akan bergerak dari sisi polimer yang kontak dengan permean berkonsentrasi
tinggi menuju sisi yang kontak dengan permean berkonsentrasi rendah (Bradley, 2007).
Permeabilitas dipengaruhi oleh kecepatan dan jumlah molekul permean yang berdifusi di
dalam polimer. Semakin rendah kecepatan atau jumlah molekul yang berdifusi, maka kemampuan
molekul untuk melewati cabang polimer akan menurun. Difusi molekul ini akan mengalami
kesetimbangan saat konsentrasi permean di kedua sisi polimer sama. Molekul-molekul permean
yang kecil seperti oksigen, akan mengalami kesetimbangan dalam waktu yang lebih singkat
dibandingkan molekul permean yang berukuran besar. Kondisi kesetimbangan permeasi ini akan
berbeda tergantung pada jenis dan ketebalan polimer (Bradley, 2007). Permeabilitas plastik
terhadap molekul-molekul kecil dipengaruhi oleh densitas. Semakin panjang, terikat, dan besar
bobot molekul mengharuskan molekul-molekul kecil seperti oksigen atau air untuk mengambil
jalur difusi yang lebih rumit (Carter, 2007).
Permeabilitas juga menurun dengan peningkatan kristalinitas dan orientasi molekul pada
matriks polimer, dimana kristalinitas dan orientasi molekul akan menghambat lintasan permean.
Polimer yang memiliki struktur molekul regular dan ikatan rantai kuat akan memiliki derajat
kristalinitas yang tinggi dan struktur molekul yang orientasinya mudah. Kristalinitas tinggi
menurunkan kelarutan permean di matriks polimer serta permeabilitasnya (Yam, 2007).
Plasticizer adalah bahan aditif dengan berat molekul rendah yang berfungsi meningkatkan
fleksibilitas dan daya tahan polimer. Plasticizer umumnya memberikan gangguan pada interaksi
rantai-rantai polimer dan menurunkan suhu transisi gelas (Tg) sehingga menyebabkan plastik
semakin fleksibel namun juga meningkatkan permeabilitas film. Plasticizer yang umum digunakan
untuk pembuatan film adalah sukrosa, gliserol, sorbitol, propylene glycol, polyethylene glikol,
asam lemak, dan monogliserida. Pemilihan komposisi, ukuran, bentuk, dan jenis plasticizer yang
tepat dapat memperbaiki sifat barrier pada film yang dihasilkan (Krochta, 2007).
8
Download