Pengaruh Penyimpangan Iklim terhadap Ketahanan Pangan di

advertisement
Pengaruh Penyimpangan Iklim terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten
Kebumen
Fathu Rohmah1, Sobirin1, Tuty Handayani1
1
Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Kampus UI
Depok 16424
Email : [email protected]
Abstrak
Penyimpangan iklim merupakan bagian dari gejala atmosfer yang memberikan pengaruh terhadap berbagai
sektor kehidupan terutama sektor pangan dan pertanian. Melalui perhitungan statistik dan analisis temporal,
penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadi penyimpangan iklim di Kabupaten Kebumen selama periode 19832012. Berdasarkan pemetaan data spasial, wilayah terdampak penyimpangan iklim yang paling luas terjadi pada
tahun 1997 dan tahun 2010. Sebaran wilayah penyimpangan iklim tersebut terkonsentrasi di wilayah dataran
rendah bagian tenggara, wilayah perbukitan barat laut dan wilayah pegunungan utara Kabupaten Kebumen.
Penyimpangan iklim berpengaruh terhadap rendahnya ketahanan pangan terutama di wilayah pegunungan utara
Kabupaten Kebumen.
The Effect of Climate Deviation to Food Security in Kebumen Regency
Abstract
Climate deviation is a part of the atmospheric indication that gives effect to the various sectors particularly to
food and agriculture. Through statistical calculation and temporal analysis, this research reveals that occurred
climate deviation in Kebumen Regency during the period 1983-2012. Based on mapping of spatial data, most
extensive impacted area by climate deviation occurred in 1997 and 2010. The area distribution of that climate
deviation are concentrated in the lowland area of southeast, hills area of northwest, and mountain area of north
Kebumen Regency. Climate deviation affect to food security particularly in mountain area of north Kebumen
Regency.
Key Word
: Climate deviation, food, Kebumen, spatial, temporal
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim menjadi isu yang sering diperbincangkan dan diteliti oleh banyak ilmuwan.
Hal tersebut menunjukan bahwa gejala atmosfer yang terjadi di permukaan bumi ini tidak
selamanya mengalami gerak statis atau dalam kondisi yang stabil, melainkan bergerak secara
dinamis (Anon, 1997 dalam Harmantyo, 2009). Indikasi adanya gejala perubahan iklim global
dapat dilihat dari perubahan suhu dan curah hujan.
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Indonesia sebagai daerah tropis ekuatorial mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara
variasi curah hujannya cukup besar. Oleh karena itu curah hujan merupakan unsur iklim yang
paling sering diamati dibandingkan dengan suhu (Hermawan& Sophia , 2007). Sementara itu,
menurut Sandy (1987) curah hujan sangat bervariasi baik dalam skala ruang maupun skala
waktu. Variasi curah hujan berdasarkan ruang dapat dijelaskan dalam peristiwa orografis
dimana curah hujan dan frekuensinya diperkirakan lebih besar pada elevasi yang lebih tinggi
dan pada lereng yang menghadap arah angin, dibandingkan pada ketinggian yang lebih
rendah dan membelakangi arah angin. Variasi curah hujan berdasarkan waktu dapat dilihat
dari perbedaan curah hujan dan frekuensinya tiap musim seperti pada musim penghujan dan
pada musim kemarau.
Perubahan iklim merupakan berubahnya kondisi fisik unsur atmosfer bumi yang membawa
dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia utamanya sektor pertanian yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap masalah pangan. Dalam International Conference
on Climate Change and Food Security menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan
ancaman utama bagi keberlanjutan ketahanan pangan (International Food Policy Research
Iinstitut, 2011).
Perubahan iklim memberikan pengaruh terhadap masalah ketahanan pangan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung, misalnya saja, dengan terjadinya
perubahan iklim akan berdampak pada berubahnya waktu turun hujan yang tidak menentu dan
lamanya musim tanam. Sementara itu, pengaruh perubahan iklim terhadap ketahanan pangan
secara tidak langsung berdampak pada berubahnya harga pangan karena stok yang berkurang
dan lebih lanjut lagi akan berpengaruh terhadap distribusi pangan.
Kabupaten Kebumen memiliki topografi yang beragam, mulai dari wilayah rendah, wilayah
sedang, wilayah pegunungan dan wilayah pegunungan tinggi. Kondisi topografi tersebut akan
mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah curah hujan yang jatuh. Selain itu, Kabupaten
Kebumen berada di pesisir selatan Jawa Tengah yang berhadapan langsung dengan Samudera
Hindia sehingga rentan terhadap dampak perubahan iklim. Namun di sisi lain, Kabupaten
Kebumen juga merupakan salah satu kabupaten penyangga pangan pokok di Jawa Tengah
khususnya padi (padi sawah dan padi ladang). Hal tersebut terbukti dengan masuknya
Kabupaten Kebumen dalam 10 besar Kabupaten sentra padi di Jawa Tengah dengan rata-rata
jumlah produksi padi 400.000 ton gabah kering per tahun (Triyanto, 2006). Bahkan jumlah
produksi di Kabupaten Kebumen pada tahun 2012 meningkat, yaitu sejumlah 480.338 ton
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
gabah kering (BPS Kabupaten Kebumen, 2012). Oleh karena itu penelitian tetang pengaruh
penyimpangan iklim terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen menarik untuk
diteliti.
1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana penyimpangan iklim yang terjadi di Kabupaten Kebumen selama periode
tahun 1983-2012?
1.2.2 Bagaimana pengaruh penyimpangan iklim terhadap ketahanan pangan di Kabupaten
Kebumen selama periode tahun 1983-2012?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyimpangan iklim secara
temporal dan spasial serta pengaruhnya terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen
dari tahun 1983-2012.
1.3 Batasan Masalah
•
Unsur iklim yang diteliti adalah curah hujan per dasarian yang dijadikan dasar untuk
penentuan musim.
•
Penentuan musim didasarkan pada metode yang digunakan de Boer yaitu disebut
sebagai musim kemarau jika curah hujan dalam 10 harian (dasarian) kurang dari 50
mm yang diikuti dasarian berikutnya serta disebut musim hujan jika curah hujan
dalam 10 harian (dasarian) lebih dari 50 mm yang diikuti dasarian berikutnya
•
Penyimpangan iklim merupakan berubahnya musim kemarau baik awal musim
kemarau ataupun durasi musim kemarau dari rata-rata musim kemarau masing-masing
stasiun pencatat curah hujan selama 30 tahun
•
Dalam penelitian ini ketahanan pangan yang diteliti berorientasi pada ketahanan
pangan wilayah, bukan ketahanan pangan individu sehingga mengabaikan faktor akses
terhadap pangan serta outcome pemenuhan gizi. Ketahanan pangan diperoleh dari nilai
rasio pembagian antara jumlah ketersediaan pangan dengan jumlah kebutuhan pangan.
•
Komoditas tanaman pangan yang diteliti adalah tanaman padi
•
Ketersediaan pangan adalah jumlah produksi padi baik padi sawah maupun padi
ladang yang dikonversikan ke dalam beras
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
•
Jumlah kebutuhan pangan adalah hasil kali jumlah penduduk dengan tetapan
kebutuhan pangan per kapita dalam satu tahun 120, 60 Kg beras (Badan Ketahanan
Pangan, n.d.)
•
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kecamatan
1.4 Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kebumen. Secara geografis Kabupaten Kebumen
terletak di 7°27' - 7°50' Lintang Selatan dan 109°22' - 109°50' Bujur Timur. Secara
administratif Kabupaten Kebumen terdiri atas 26 Kecamatan, 449 Desa dan 11 Kelurahan
dengan luas wilayahnya sebesar 128.111,50 hektar (ha) atau 1.281,115 Km2. Kabupaten
Kebumen merupakan kabupaten yang terletak di pesisir selatan Provinsi Jawa Tengah yang
berbatasan langsung dengan:
Bagian Utara
: Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
Bagian Selatan
: Samudera Hindia
Bagian Barat
: Kabupaten Cilacap dan Kabuaten Banyumas
Bagian Timur
: Kabupaten Purworejo
2.Tinjauan Pustaka
Iklim merupakan salah satu faktor utama dalam mendukung keberhasilan produksi pertanian.
Sampai saat ini iklim masih merupakan kendala yang sangat berarti dalam produksi pertanian,
terutama apabila terjadi penyimpangan iklim (perubahan iklim ekstrim dari keadaan normal
atau biasanya). Iklim berpengaruh pada perputaran musim kemarau dan musim penghujan
yang sangat terkait dengan pola bercocok tanam yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
berhasil atau tidaknya produksi pertanian. Salah satu fenomena penyimpangan iklim adalah
pada saat terjadi El Nino yang mengakibatkan kemarau panjang dan kekeringan. Hal ini
berpengaruh pada menurunnya hasil produksi pertanian, karena sejumlah lahan tidak dapat
berproduksi atau meskipun berproduksi hasilnya tidak optimal. Sebaliknya, jika terjadi
peningkatan curah hujan yang mengakibatkan banjir akan menyebabkan penurunan
produktifitas hingga gagal panen karena lahan yang terendam. Sehingga secara umum dapat
dikatakan bahwa penyimpangan iklim dapat mempengaruhi penurunan produksi pertanian
dan apabila tidak diatasi dapat mengakibatkan kekurangan pangan atau semakin melemahnya
ketahanan pangan (Adi, 2003)
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Lebih lanjut menurut (FAO, 2008 dalam IPCC, 2012) perubahan iklim memberikan pengaruh
terhadap sistem pangan dan ketahanan pangan, yaitu kejadian iklim yang ekstrim akan
menggangu produksi, stok dan pendistribusian pangan. Dampak lanjutan dari hal ini adalah
meningkatnya harga pangan yang tidak dapat dijangkau oleh rakyat miskin di negara-negara
berkembang. Padahal negara-negara berkembang dengan penghasilan yang rendah
mengeluarkan lebih dari pendapatan mereka untuk kebutuhan makan
Menurut Pujayanti, et al (2010), perubahan iklim merupakan ancaman multidimensional
terbesar yang dihadapi umat manusia pada abad ke-21. Bahkan, puluhan tahun sebelumnya
telah dikemukakan beberapa fakta menunjukan bahwa kegagalan dari hasil pangan sekurangkurangnya disebabkan oleh kondisi iklim yang diabaikan (Tjasyono, 1992). Perubahan iklim
berpotensi menyebabkan terjadinya krisis pangan. Anomali iklim berpengaruh signifikan
terhadap produksi pertanian karena menjadi penyebab kegagalan panen. Sementara populasi
penduduk dunia semakin meningkat. Ketidakmampuan petani meneysuaikan diri dengan
perubahan iklim akan menyebabkan kerentanan pangan dan kelaparan bagi umat manusia.
Dengan memperhitungkan pertumbuhan penduduk secara global, diperkirakan kebutuhan
pangan akan meningkat 50% di tahun 2030 dan akan terus meningkat hingga 100% di tahun
20501.
Lebih lanjut, menurut Pujayanti, et al (2010) mengemukakan bahwa pangan telah menjadi
salah satu unsur penting dalam keamanan nasional sehingga negara yang memiliki
ketergantungan terhadap impor pangan akan berada pada posisi yang rentan dan mudah
mengalami instabilitas politik, mengingat perubahan geopolitik dunia saat ini dan masa yang
akan datang ditentukan oleh penguasaan pangan, energi dan air bersih. Banyak contoh kasus
kerusuhan yang berakhir pada meninggalnya korban jiwa akibat kenaikan harga pangan
hingga sulit terbeli oleh rakyat, diantaranya di Bangladesh, Cameroon, India, Maroko,
Somalia, Yaman. Sementara itu, dalam sejarah Indonesia, kerusuhan sosial politik akibat
tingginya harga pangan terjadi pada peristiwa Tritura tahun 1966.
Perubahan iklim menjadi tantangan bagi setiap negara dalam upaya menjaga ketahanan
pangannya masing-masing, karena pangan merupakan komoditas strategis yang secara
langsung menentukan kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam menghadapi ancaman
1
UN Scretary General- Food Security and Climate Change Are Deeply Interconected dalam Pujayanti, et al,
2010
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
perubahan iklim terhadap krisis pangan, setiap negara wajib memperkuat stok pangan
nasionalnya. Salah satu tanaman komoditas pangan utama adalah tanaman padi
Curah hujan sebagai salah satu unsur utama iklim di Indonesia, memegang peranan penting
dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut
unsur hara dari tanah ke akar dan diteruskan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan
menurun jika 30% kandungan air di dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan
terhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Griffiths, 1976 dalam Tjasyono, 1992)
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu pengolahan data sekunder yang disertai
dengan validasi lapang. Variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari curah
hujan, produksi padi dan penduduk. Masing-masing data yang digunakan adalah data secara
temporal selama 30 tahun (1983-2012)
Variabel curah hujan merupakan variabel utama yang digunakan untuk mengetahui
kecenderungan perubahan iklim. Data curah hujan yang dibutuhkan merupakan data curah
hujan harian yang akan diolah menjadi data 10 harian (dasarian) yang selanjutnya akan
diidentifikasi lebih lanjut dasarian awal musim kemarau dan dasarian durasi musim kemarau
berdasarkan stasiun pengamat curah hujan selama 30 tahun.
Variabel produksi padi digunakan sebagai indikator untuk mengetahui ketersediaan pangan
suatu daerah. Variabel penduduk digunakan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah
kebutuhan pangan. Ketahanan pangan merupakan nilai rasio antara ketersediaan [angan
dengan kebutuhan pangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan geografi yang melihat suatu fenomena berdasarkan
keruangan (spasial). Metode analisis yang digunakan adalah analisis temporal dan analisis
deskriptif. Analisis temporal digunakan untuk mengetahui kejadian penyimpangan iklim dari
tahun 1983-2012, sementara analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh
penyimpangan iklim terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen.
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
3. Hasil Dan Pembahasan
Secara umum awal musim kemarau di Kabupaten Kebumen jatuh pada dasarian ke-16 (awal
bulan Juni) dengan nilai penyimpangan 5 dasarian. Artinya jika awal musim kemarau jatuh
pada dasarian < 11 dan >21 terjadi penyimpangan awal musim kemarau. Sementara itu, durasi
musim kemarau terjadi selama 13 dasarian (4 bulan lebih) dengan nilai penyimpangan 6
dasarian. Artinya jika durasi musim kemarau berlangsung <7 dasarian dan >19 dasarian
terjadi penyimpangan durasi musim kemarau.
Secara temporal kecenderungan awal musim kemarau di Kabupaten Kebumen mengalami
penyimpangan ke arah negatif. Hal tersebut menunjukan bahwa dari tahun 1983-2012 awal
musim kemarau datang lebih awal dari tahun-tahun sebelumnya. Nilai negatif pada koefisien
variabel X dalam persamaan Y menunjukan arah kecenderungan penyimpangan awal musim
kemarau.
Gambar.1 Kecenderungan Awal Musim Kemarau di Kabupaten Kebumen
(Sumber : Pengolahan data, 2014)
Sementara itu, kecenderungan durasi musim kemarau secara temporal dari tahun 1983-2012
menunjukan penyimpangan ke arah positif, hal tersebut menunjukan bahwa durasi musim
kemarau dari tahun ke tahun semakin lama. Nilai koefisien positif pada variabel X pada
persamaan Y menunjukan arah kecenderunagn durasi musim kemarau.
Gambar.2 Kecenderungan Durasi Musim Kemarau di Kabupaten Kebumen
(Sumber : Pengolahan data, 2014)
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Berdasarkan pengolahan data, selama kurun waktu 30 tahun (1983-2012) penyimpangan
iklim terjadi di Kabupaten Kebumen. Namun, penyimpangan iklim paling ekstrim terjadi
pada tahun 1997 yang menunjukan musim kemarau panjang dan tahun 2010 yang
menunjukan musim hujan panjang. Oleh karena itu kejadian penyimpangan iklim pada tahuntahun tersebut akan dibahas secara mendalam
3.1 Penyimpangan Iklim Tahun 1997 dan Tahun 2010
Kabupaten Kebumen pada tahun 1997 mengalami penyimpangan awal musim kemarau ke
arah negatif yang berarti awal musim kering datang lebih awal dari rata-rata awal musim
kemarau 30 tahun. Selain itu pada tahun 1997 Kabupaten Kebumen juga mengalami
penyimpangan durasi musim kemarau ke arah positif yang berarti durasi musim kemarau
lebih panjang daripada rata-rata durasi musim kering 30 tahun.
Sebaran wilayah penyimpangan awal musim kemarau pada tahun 1997 terkonsentarsi di
bagian barat daya dan bagian tengah Kabupaten Kebumen dengan luas wilayah terdampak
37.012 ha atau 28,89% dari seluruh luas wilayah penelitian. Sebaran wilayah penyimpangan
durasi musim kemarau pada tahun 1997 terkonsentarsi di sebelah tenggara dan barat laut
Kabupaten Kebumen dengan laus wilayah terdampak sebesar 76.357 ha atau 59,60% dari
seluruh luas wilayah penelitian.
Gambar 3. Sebaran Wilayah Penyimpangan Awal Musim Kemarau (kiri) dan Durasi Musim Kemarau (kanan)
Tahun 1997
(Sumber: Pengolahan data, 2014)
Sementara itu, Kabupaten Kebumen pada tahun 2010 mengalami penyimpangan awal musim
kemarau ke arah positif yang berarti awal musim kemarau mundur dari rata-rata awal musim
kemarau 30 tahun dan mengalami penyimpangan durasi musim kemarau ke arah negatif yang
berarti bahwa durasi musim kering lebih pendek dari rata-rata durasi musim kering 30 tahun.
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Sebaran wilayah penyimpangan awal musim kemarau pada tahun 2010 terkonsentrasi di
sebelah tenggara dengan luas wilayah terdampak 22.056 ha atau 17,22% dari seluruh luas
wialyah penelitian. Sedangkan sebaran wilayah penyimpangan durasi musim kemarau pada
tahun 2010 terkonsentarsi di sebelah tenggara, tengah, barat laut hingga utara Kabupaten
Kebumen dengan luas wilayah terdampak adalah 81.677 ha atau 63,75% dari seluruh luas
wilayah penelitian.
Gambar 4. Sebaran Wilayah Penyimpangan Awal Musim Kemarau (kiri) dan durasi Musim Kemarau (kanan)
Tahun 2010
(Sumber: Pengolahan data, 2014)
3.2 Fluktuasi dan distribusi Produksi Padi Kabupaten Kebumen
Gambar 5. Produksi Padi Kabupaten Kebumen Tahun 1983-2012
(Sumber: BPS Kabupaten Kebumen, 1983-2012)
Secara umum rata-rata jumlah produksi padi di Kabupaten Kebumen dari tahun 1983-2012
adalah 392.163 ton gabah kering (GKG) per tahun. Namun jumlah produksi padi untuk per
tahunnya sendiri variatif, kadang naik kadang turun. Berdasarkan gambar 5 di atas dapat
diketahui bahwa produksi padi paling rendah terjadi pada tahun 1983 dan produksi paling
tinggi terjadi pada tahun 2012. Sementara itu produksi padi total satu kabupaten antara tahun
1997 dan tahun 2010 tidak jauh berbeda yaitu 438.066 ton dan 439.142 ton dan menunjukan
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
angka lebih tinggi dari rata-rata produksi 30 tahun (392.163 ton). Padahal tahun 1997 dan
tahun 2010 mengalami fenonama El-Nino dan La-Nina yang berpotensi menurunkan produksi
padi.
Distribusi produksi padi per kecamatan pada tahun 1997 dan tahun 2010 menunjukan tingkat
produksi yang berbeda-beda antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Produksi padi
Kabupaten Kebumen tahun1997 dan tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Tingkat Produksi Padi Kabupaten Kebumen Tahun 1997 (kiri) dan Tahun 2010 (kanan)
(Sumber: Pengolahan data,2014)
Distribusi produksi padi Kabupaten Kebumen tahun 1997 menunjukan bahwa wilayah yang
memiliki tingkat produksi padi rendah (<15.000 ton) berada di sebelah barat hingga utara
Kabupaten Kebumen, dengan topografi wilayah berkisar 100-500 meter. Di wilayah ini
memiliki produksi padi rendah karena hanya terdapat sawah tadah hujan yang produksi
padinya hanya satukali panen dalam setahun.
Wilayah yang memiliki tingkat produksi padi sedang (15.000 - 25.000 ton) terdapat di
Kecamatan Sadang, Karangsambung, Padureso, Prembun, Klirong, Kuwarasan dan Sruweng.
Wilayah tersebut sebagian memperoleh aliran irigasi dan sebagian lainnya terletak di dataran
tinggi (Sadang dan Karangsambung) sehingga hanya mengandalkan faktor iklim untuk
pengairan sawah. Sementara itu, wilayah yang memiliki tingkat produksi padi tinggi (>25.000
ton) terdapat di Kecamatan Mirit, Bonorowo, Ambal, Buluspesantren, Kebumen,
Poncowarno, Adimulyo dan Puring. Sebagian besar wilayah tersebut memperoleh aliran
irigasi dari waduk Wadaslintang sehingga meskipun pada tahun 1997 terjadi kemarau panjang
namun produksi padi di wilayah ini tetap tinggi.
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kemarau panjang dapat mempengaruhi
rendahnya produksi padi terutama di wilayah dengan topografi tinggi dengan penggunaan
tanah berupa sawah tadah hujan. Namun kemarau panjang juga tidak mempengaruhi
penurunan produksi padi terutama terjadi pada wilayah yang memperoleh aliran irigasi dari
waduk/danau. Hal tersebut menunjukan aliran irigasi dari waduk/danau memiliki peranan
penting dalam mengatasi gangguan iklim pada saat musim kemarau panjang.
Sementara itu distribusi produksi padi tahun 2010 wilayah yang memiliki tingkat produksi
padi rendah (<15.000 ton) mendominasi wilayah di Kabupaten Kebumen mulai dari sebelah
barat ke utara dan timur dengan topografi wilayah berkisar antara 100-500 meter. Wilayah
yang memiliki tingkat produksi padi sedang (15.000 - 25.000 ton) terdapat di Kecamatan
Alian, Klirong, dan Mirit. Sementara itu, wilayah yang memiliki tingkat produksi padi tinggi
(>25.000 ton) berada di pesisir selatan dan tengah mencakup Kecamatan Ambal,
Buluspesantren, Kebumen, Petanahan, Puring, Adimulyo, dan Kuwarasan. Wilayah yang
memiliki tingkat produksi padi tinggi ini berada pada topografi rendah yaitu 0-100 meter.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kejadian kemarau pendek dan fenomena LaNina di Kabupaten Kebumen pada tahun 2010 berpengaruh terhadap rendahnya produksi padi
terutama di daerah dengan topografi tinggi. Sementara itu, kejadian kemarau pendek yang
dibarengi fenomena La-Nina tidak mempengaruhi rendahnya produksi padi pada wilayah
dengan topografi rendah, karena distribusi curah hujan di wilayah ini tidak lebih besar jika
dibandingkan curah hujan di wilayah dengan topografi tinggi sehingga produksi padi tidak
terganggu
3.3 Penduduk Kabupaten Kebumen Tahun 1997 dan Tahun 2010
Jumlah penduduk Kabupaten Kebumen pada tahun 1997 (1.210.550 jiwa)
lebih tinggi
dibandingkan jumlah penduduk tahun 2010 (1.176.035 jiwa). Dari data jumlah penduduk
tersebut terlihat aneh, namun hal tersebut bisa saja terjadi, karena data penduduk tahun 2010
adalah data sensus penduduk sehingga sudah dilakukan pembaharuan (update) terkait
penduduk yang migrasi atau pun yang meninggal. Namun jika melihat distribusi penduduk
per kecamatannya, terlihat ada perbedaan yang cukup signifikan antara wilayah dengan
jumlah penduduk tinggi dan wilayah dengan jumlah penduduk sedang atau rendah.
Distribusi penduduk Kabupaten Kebumen tahun 1997 dapat dilihat pada gambar 7. Dari
gambar tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kebumen pada tahun
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
1997 terdapat dua tingkat yaitu tingkat sedang (30.000-75.000 jiwa) dan tingkat tinggi
(>75.000 jiwa). Jumlah penduduk tingkat sedang mendominasi hampir seluruh Kabupaten
Kebumen, terkecuali Kecamatan Kebumen yang memang memiliki jumlah penduduk tinggi
karena fungsinya sebagai pusat kegiatan ekonmi dan pusat kota kabupaten.
Gambar 7. Distribusi Penduduk Kabupaten Kebumen Tahun 1997
Sumber: BPS Kab. Kebumen
Sementara itu distribusi penduduk Kabupaten Kebumen tahun 2010 memiliki tiga tingkat,
yaitu tingkat rendah (<30.000 jiwa), sedang (30.000-75.000 jiwa) dan tinggi (>75.000 jiwa).
Wilayah yang memiliki tingkat penduduk rendah terdapat di bagian timur dan utara, wilayah
yang tingkat penduduknya sedang masih mendominasi sebagian besar Kabupaten Kebumen
dan Kecamatan Kebumen sama halnya seperti tahun 1997, jumlah penduduknya paling tinggi
dibandingkan kecamatan-kecamatan yang lain di Kabupaten Kebumen. Tinggi rendahnya
jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap jumlah kebutuhan konsumsi pangan.
Gambar 8. Distribusi Penduduk Kabupaten Kebumen Tahun 2010
Sumber: BPS Kab. Kebumen
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
3.4 Ketahanan Pangan Kabupaten Kebumen Tahun 1997 dan Tahun 2010
Komponen yang digunakan dalam menghitung ketahanan pangan terdiri atas jumlah produksi
padi dan jumlah penduduk. Berdasarkan pengolahan data, rata-rata jumlah produksi padi dan
jumlah penduduk di Kabupaten Kebumen selama 30 tahun adalah 392.193 Ton dan 1.174.728
jiwa. Dari rata-rata jumlah produksi padi dan jumlah penduduk selama 30 tahun, maka dapat
dihitung rasio rata-rata ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen selama 30 tahun. Berikut
ini adalah hasil perhitungannya:
Tabel 1. Rata-rata Ketahanan Pangan Kabupaten Kebumen 30 Tahun
(Sumber: Pengolahan Data, 2014)
Dari tabel di atas dapat diketahui rata-rata nilai rasio ketahanan pangan Kabupaten Kebumen
selama 30 tahun adalah 1,73. Nilai rasio tersebut menunjukan angka lebih dari 1 yang berarti
bahwa ketersediaan pangan di Kabupaten Kebumen mampu mencukupi kebutuhan pangan
penduduknya bahkan terdapat surplus pangan. Dari nilai rata-rata tersebut dapat diketahui
bahwa selama kurun waktu 30 tahun, Kabupaten Kebumen tidak mengalami kekurangan
pangan.
Nilai ketahanan pangan secara temporal dari tahun 1983-2012 menunjukan angka yang
fluktuatif. Berdasarkan pengolahan data ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen tahun
1983-2012 diperoleh nilai rasio ketahanan pangan yang terendah adalah 0,96 pada tahun 1983
dan nilai rasio yang tertinggi adalah 2,11 pada tahun 2012. Dari nilai rasio terendah dan nilai
rasio tertinggi dibuat 3 klasifikasi nilai rasio secara manual sesuai kebutuhan data sehingga
diperoleh klasifikasi sebagai berikut:
Tabel.2 Klasifikasi Nilai Rasio Ketahanan Pangan
(Sumber: Analisa Penulis, 2014)
Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa nilai ketahanan pangan tahun 1997 dan tahun
2010 adalah 1,8 dan 1,9. Padahal tahun 1997 Kabupaten Kebumen mengalami kemarau
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
panjang dan kondisi iklim global pun sedang mengalami fenomena El-Nino. Begitu juga
dengan tahun 2010 Kabupaten Kebumen mengalami kemarau yang lebih pendek dari rata-rata
durasi musim kemarau 30 tahun, dan pada saat yang sama kondisi iklim global sedang
mengalami fenomena La-Nina. Namun, ketahanan pangan tersebut dihitung secara umum satu
Kabupaten Kebumen, belum melihat distribusi per kecamatan.
Jika dilihat dari distribusi spasialnya, tingkat ketahanan pangan Kabupaten Kebumen tahun
1997 dapat dilihat pada gambar 13. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar wilayah yang terdampak penyimpangan iklim pada tahun 1997 tetap memiliki
ketahanan pangan yang tinggi (nilai rasio >1,7), kecuali di beberapa wilayah yang ketahanan
pangannya rendah (nilai rasio <1,3) seperti di Kecamatan Puring, Sempor, Rowokele,
Buayan, Kebumen dan Klirong. Jika diamati per wilayah, kecamatan-kecamatan yang
memiliki ketahanan pangan rendah terletak pada wilayah topografi yang tinggi dan
penggunaan tanahnya berupa sawah tadah hujan. Produksi padi pada sawah tadah hujan hanya
satu kali penen dalam satu tahun sehingga akumulasi produksi padi tahunan di wilayah ini
lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain yang tereletak di dataran rendah.
Gambar 9. Tingkat Ketahanan Pangan Kabupaten Kebumen Tahun 1997
(Sumber: Pengolahan data, 2014)
Pada tahun 1997 juga terdapat wilayah yang terdampak penyimpangan iklim, namun
ketahanan pangannya tetap tinggi. Wilayah tersebut mayoritas berada di wilayah dataran
rendah. Namun ada juga wilayah yang terdampak penyimpangan iklim yang terletak di
wilayah perbukitan dan pegunungan dan ketahanan pangannya tinggi seperti di Kecamatan
Ayah dan Karanggayam. Hal ini karena jumlah ketersediaan pangan di kedua wilayah ini
jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah kebutuhan konsumsi pangan penduduk
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Sementara itu distribusi tingkat ketahanan pangan di Kabupaten Kebumen tahun 2010 dapat
dilihat pada gambar 10. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa ketahanan pangan di
wilayah terdampak penyimpangan iklim tahun 2010 bervariasi yaitu rendah, sedang dan
tinggi. Wilayah terdampak penyimpangan iklim yang memiliki ketahanan pangan tinggi
terkonsentrasi di sebelah tenggara dan tengah Kabupaten Kebumen yang merupakan wilayah
dataran rendah. Sementara wilayah terdampak penyimpangan iklim yang memiliki ketahanan
pangan rendah terdapat di sebelah barat laut Kabupaten Kebumen yang merupakan wilayah
perbukitan kapur.
Gambar 10. Tingkat Ketahanan Pangan Kabupaten Kebumen Tahun 2010
(Sumber: Pengolahan data,2014)
Jika diamati secara spasial, wilayah terdampak penyimpangan iklim Kabupaten Kebumen
tahun 2010 yang ketahanan pangannya rendah (nilai rasio >1,7) sebagian besar terletak di
wilayah pegunungan. Topografi tinggi berpengaruh terhadap keberadaan jenis sawah, yaitu
sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan hanya mampu melakukan satu kali produksi dalam
satu tahun sehingga produksi padinya lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi padi di
wilayah dataran rendah yang mampu melakukan dua kali produksi dalam satu tahun. Namun
ada juga wilayah terdampak penyimpangan iklim yang terletak pada wilayah pegunungan
namun ketahanan pangannya tinggi yaitu di Kecamatan Sadang. Hal ini karena jumlah
ketersediaan pangan di Kecamatan Sadang pada tahun 2010 lebih besar dibandingkan dengan
jumlah kebutuhan pangan penduduknya sehingga nilai rasio ketahanan pangannya tinggi.
Sementara itu, wilayah terdampak penyimpangan iklim Kabupaten Kebumen tahun 2010
yang tetap memiliki ketahanan pangan tinggi sebagian besar berada di wilayah dataran
rendah, dimana di wilayah ini distribusi curah hujannya tidak lebih tinggi dibandingkan
dengan curah hujan yang berada di wilayah pegunungan sehingga produksi padi tidak terlalu
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
mengalami gangguan. Selain itu di wilayah ini juga memiliki jumlah penduduk yang relatif
lebih sedikit dibandingkan kecamatan lainnya sehingga jumlah kebutuhan konsumsi
pangannya pun rendah. Wilayah terdampak penyimpangan iklim yang memiliki ketahanan
pangan tinggi dan berada pada wilayah dataran rendah meliputi Kecamatan Ambal,
Bonorowo, Mirit, Prembun, Padureso, Adimulyo dan Karanganyar.
Namun ada juga wilayah terdampak penyimpangan iklim yang terletak pada dataran rendah
namun ketahanan pangannya rendah seperti di Kecamatan Kebumen. Hal ini dikarenakan
jumlah produksi padi di Kecamatan Kebumen lebih rendah dibandingkan jumlah kebutuhan
konsumsi pangan penduduk. Kecamatan Kebumen merupakan kecamatan yang memiliki
penduduk paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya, sehingga wajar jika jumlah
kebutuhan konsumsi pangan penduduknya tinggi.
Dari pernyataaan di atas dapat disimpulkan bahwa kejadian penyimpangan iklim tahun 1997
dan tahun 2010 berupa musim kemarau panjang dan musim hujan panjang tidak berpengaruh
terhadap menurunnya ketahanan pangan secara keseluruhan dalam satu Kabupaten Kebumen.
Namun jika dilihat berdasarkan distribusi spasial per kecamatannya, penyimpangan iklim
berpengaruh terhadap rendahnya ketahanan pangan di wilayah terdampak penyimpangan
iklim terutama di wilayah pegunungan utara dengan penggunaan tanah berupa sawah tadah
hujan yang hanya mampu melakukan satu kali produksi dalam satu tahun. Tinggi rendahnya
nilai rasio ketahanan pangan selain dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan pangan juga
dipengaruhi oleh jumlah kebutuhan konsumsi pangan penduduk.
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Selama kurun waktu 30 tahun (1983-2012) penyimpangan iklim terjadi di Kabupaten
Kebumen. Penyimpangan iklim paling ekstrim terjadi pada tahun 1997 yang menunjukan
musim kemarau panjang dan tahun 2010 yang menunjukan musim hujan panjang. Sebaran
wilayah terdampaknya terkonsentrasi di wilayah dataran rendah bagian tenggara, wilayah
perbukitan kapur barat laut dan wilayah pegunungan utara Kabupaten Kebumen.
2. Penyimpangan iklim berpengaruh terhadap rendahnya ketahanan pangan terutama di
wilayah pegunungan utara Kabupaten Kebumen
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Daftar Referensi
[1]
Adi, Suroto. (2003). Seminar Nasional Ilmu Tanah: Menggagas Strategi Alternatif
dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim dan Implikasinya pada Tataguna Lahan dan
Ketahanan Pangan Nasional. Yogyakarta: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
[2]
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kebumen. (1983-2012). Kebumen Dalam Angka
Tahun. Badan perencanaan dan pembangunan Kabupaten Kebumen
[3]
Departemen Pekerjaan Umum. (1988). Bendungan Serbaguna dan Jaringan Irigasi
Wadaslintang dan Sempor. Semarang: PT.Masscom Graphy
[4]
Dinas SDA dan ESDM. (1983-2012). Jurnal Catatan Curah Hujan Harian di
Kabupaten Kebumen, Kebumen: Dinas SDA dan ESDM
[5]
Harmantyo, Dj. (2009). Dinamika Iklim Indonesia. Depok: Departemen Geografi
FMIPA UI, Depok
[6]
(IPCC) Intergovernmental Panel on Climate Change. (2012). Managing The Risk of
Extreme Events and Disasters to Advances Climate Change Adaptation. USA:
Cambridge University Press
[7]
Pujayanti, A. at al. (2010). Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Jakarta: Pusat
Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI
[8]
Sandy, I. M. (1987). Iklim Regional Indonesia. Depok: Jurusan Geografi FMIPA UI,
Depok
[9 ] Tjasyono, Bayong. (1992). Klimatologi Terapan.Bandung: Pionir Jaya
[10] Triyanto, J. (2006). Analisis Produksi Padi di Jawa Tengah. Semarang: Tesis
Universitas Diponegoro, Semarang
Sumber Website:
[1]
Badan Ketahanan Pangan. (n.d.). Kementrian Pertanian RI. diunduh pada 3 Desember
2013 dari:
http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/PENGANTARSKPG.pdf
[2]
International Food Policy Research Institut. (2011). Diunduh pada 10 Desember 2012,
dari:
www.ipri.org/sites/default/files/publications/climate_icccfs_rec_id.pdf
Pengaruh penyimpanan..., Fathurohmah, FMIPA UI, 2014
Download