alat ukur tinggi badan dengan gelombang ultrasonik berpenampilan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
ALAT UKUR TINGGI BADAN DENGAN
GELOMBANG ULTRASONIK BERPENAMPILAN DIGITAL
Prastyono Eko Pambudi 1), Yunarto Tri Wahyu Aji2)
1,2
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Sains &Teknologi AKPRIND, Yogyakarta
ABSTRAK
Ultrasonik merupakan gelombang suara yang frekuensinya lebih dari 20.000 Hz. Gelombang ini akan
merambat malalui suatu medium pada kecepatan tertentu sehingga dapat dibuat suatu alat pengukur tinggi badan
yang memanfaatkan waktu perambatan gelombang tersebut. Rangkaian pengukur tinggi badan dengan
gelombang ultrasonik terdiri dari transmitter, receiver, pengolah, dan penampil. Transmitter terdiri dari
rangkaian osilator pembangkit pulsa, osilator ultrasonik, dan pemancar. Receiver berisi rangkaian penerima,
penguat, pendeteksi, dan osilator pengukuran sinyal. Pengolah terdiri dari pembangkit pulsa CounterClear/Lacth-Clear dan pencacah BCD. Penampil merupakan rangkaian decoder dan LED tujuh ruas. Ultrasonik
yang dipancarkan oleh transmitter akan dipantulkan kembali ke receiver untuk kemudian diolah berdasarkan
waktu perambatannya sehingga jarak tempuh ultrasonik dapat ditampilkan oleh penampil.
Kata kunci: ultrasonik, pengukur tinggi badan, waktu perambatan
PENDAHULUAN
Dengan kemajuan teknologi, kini operasi matematika pada sinyal digital seperti operasi
matematika dasar seperti AND, OR, NOT, dan sebagainya, bahkan sudah dapat dibuat pengukur
dalam satu chip IC yang sangat murah dengan menggunakan ultrasonik dengan frekwensi lebih kurang
41 KHz sebanyak 12 periode, dikirimkan dari pemancar ultrasonik. Ketika pulsa mengenai benda
penghalang, pulsa ini dipantulkan, dan diterima kembali oleh penerima ultrasonik. Dengan mengukur
selang waktu antara saat pulsa dikirim dan pulsa pantul diterima, jarak antara alat pengukur dan benda
penghalang bisa dihitung. Pulsa ultrasonik diperkuat dan dipancarkan dengan rangkaian pemancar
ultrasonik, rangkaian ini dibangun dengan inverter CMOS 4069. Inverter dipakai untuk membalik fasa
sehingga tegangan di keluaran gabungan akan selalu berlawanan dengan tegangan di keluaran
gabungan lainnya, dengan demikian amplitudo ultrasonik yang sampai di tranduser ultrasonik menjadi
2 kali lipat. Serta kapasitor (C) dipakai untuk menahan arus DC (Direct Current), sehingga hanya
gelombang ultrasonik saja yang bisa masuk ke tranduser ultrasonik. Rangkaian penerima ultrasonik
merupakan rangkaian yang umum dipakai untuk penerima ultrasonik, rangkaian ini bisa diganti
dengan rangkaian yang lain, asalkan saat tidak ada gelombang ultrasonik keluarannya bernilai 1 dan
menjadi 0 begitu menerima gelombang ultrasonik, sesuai dengan kondisi yang dipantau. Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis mencoba membuat alat pengukur tinggi badan dengan
gelombang ultrasonik.
Permasalahan utama dalam perancangan ini adalah bagaimana ultrasonik dapat memancar dan
dapat di terima kembali pantulannya sehingga dapat dijadikan sebagai alat pengukuran, pengaruh
permukaan objek ukur terhadap pengukuran, dan bagaimana mendapatkan pengukuran tinggi badan
yang optimal.
Adapun asumsi dengan tujuan pembahasan lebih terarah serta untuk menyederhanakan dan
membatasi permasalahan adalah ultrasonik yang di pancarkan tidak kontinu, pengukuran dilakukan di
udara, dan pengukuran dilakukan tegak lurus terhadap titik objek ukur.
IC (Integrated Circuit) timer/pewaktu sudah dikenal dan masih populer sampai saat ini sejak
puluhan tahun yang lalu, yaitu IC 555 yang dibuat pertama kali oleh Signetics Corporation pada tahun
1971. IC timer memberi solusi praktis dan relatif murah untuk berbagai aplikasi elektronik yang
berkenaan dengan pewaktuan (timing). Terutama dua aplikasinya yang paling populer adalah
rangkaian pewaktu monostabil dan osilator astabil. Rangkaian utama komponen ini terdiri dari
komparator dan flip-flop yang direalisasikan dengan banyak transistor (Widodo, 2005).
B-118
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Dengan kemajuan teknologi sekarang, kini sudah dapat dibuat pengukur dengan menggunakan
ultrasonik dengan frekwensi lebih kurang 41 KHz sebanyak 12 periode, dikirimkan dari pemancar
ultrasonik yang dibangkitkan oleh IC timer 555. Pulsa yang dipancarkan melalui benda penghalang,
akan dipantulkan dan diterima kembali oleh penerima ultrasonik. Dengan mengukur selang waktu
antara saat pulsa dikirim dan pulsa pantul diterima, jarak antara alat pengukur dan benda penghalang
bisa dihitung. (Beans, 1998, www.alds.stts.edu).
IC 555 dapat disebut juga IC pewaktu yaitu suatu IC yang mantap yang mampu
membangkitkan denyut yang cermat. Pada IC ini terdapat terminal-terminal tambahan yang digunakan
untuk penyulutan atau pengkondisian ulang (reset). IC 555 dapat beroperasi dengan tegangan 5 V
sampai 18 V yang menyebabkan alat ini bisa saling dihubungkan dengan rangkaian CMOS dan
rangkaian Op-Amp (Operational Amplifier). Pada perancangan ini, IC 555 dibuat sebagai rangkaian
astabil. dengan menyusun resistor dan kapasitor luar.
Penguat (Operational Amplifier, Op-Amp) terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah
penguat diferensial, lalu ada tahap penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level (level
shifter) dan kemudian penguat akhir yang biasanya dibuat dengan penguat push-pull kelas B.
Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian op-amp berdasarkan karakteristik
op-amp ideal. Aturan ini dalam beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu:
Aturan 1: Perbedaan tegangan antara masukan V+ dan V- adalah nol (V+ - V- = 0 atau V+ = V-).
Aturan 2: Arus pada masukan Op-amp adalah nol (i+ = i- = 0).
METODE
Rangkaian dari perencanaan peralatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Blok Rangkaian
Rangkaian osilator pembangkit pulsa dapat dilihat pada Gambar 3. IC1 adalah komponen
osilasi untuk mengontrol waktu pengiriman pulsa ultrasonik. Waktu dari pulsa osilasi (tL dan tH) dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut:
TL  0,69  RB  C
(1)
TH  0,69  RA  RB  C
B-119
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
9.1M
0.1u
10k
150k
1
2
3
4
8
7
6
5
555
11
8.2k
13
1.5k
1
2
3
4
12
1
2
3
4
5
6
9
8
0.1u
10
8
7
6
5
555
40SQT
0.1u
0.01u
ISSN: 1979-911X
1000p
0.1u
0.1u
10k
2 +8
1
3
4
10k
100k
1M
1N914
0.1u
1M
2
3
1
8
9
5
6
10k
2 +8
1
3
4 LM358
1000p
BAT85
10k
6 +8
7
5
4
10k
NJM4580D
1000p
40SQR
10k
1000p
NJM4580D
1000p
47k
BAT85
0.1u
10
4
1N914
10k
0.01u
1
2 5
6
3
4 9
8
1000p
0.01u
1N914
1k
4553
CEP
PE
CET
MR
CP
1
3
4511
6 D3
2 D2
1 D1
7 D0
5 EL
4 BI
3 LT
TC
Q3
Q2
Q1
Q0
D3
D2
D1
D0
a 13
b 12
c 11
d 10
e9
f 15
g 14
2
1SA1015
1SA1015
1SA1015
100k
1000p
20k
Gnd
Gnd
Gnd
abcdefg.
abcdefg.
abcdefg.
1k
Gambar 2. Skema Rangkaian
Gambar 3. Osilator Pembangkit Pulsa
Rangkaian osilator ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 4. IC2 adalah komponen untuk
mengisolasi ultrasonik yang berfrekuensi 40 KHz. Frekuensi ultrasonik harus diatur sesuai dengan
frekuensi resonansi dari sensor ultrasonik.
Gambar 4. Osilator Ultrasonik
B-120
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Pengaturan frekuensi osilasi tersebut dapat dilakukan dengan menjadikan RB sebagai Resistor
Variabel (VR1). Keluaran dari IC1 dihubungkan pada reset terminal IC2 melalui inverter. Pada saat
reset terminal pada level H, IC2 bekerja pada osilasi. 40 KHz ultrasonik dikirimkan selama 1 ms dan
waktu tunda selama 62 ms. Untuk perhitungan frekuensi dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut:
f 
1
TL  TH
(2)
Rangkaian sensor pemancar dapat dilihat pada Gambar 5. Inverter digunakan sebagai kemudi
sensor ultrasonik, kedua inverter dihubungkan secara paralel karena daya listrik transmisi naik. Beda
fase tegangan yang masuk ke terminal positif dan negatif sensor adalah 180. Karena kapasitor
memotong arus maka sekitar dua kali tegangan keluaran inverter masuk ke sensor.
Gambar 5. Rangkaian Pemancar Sensor Ultrasonik
Rangkaian penguat sinyal dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Rangkaian Penguat Sinyal
Tegangan ultrasonik yang masuk ke sensor dikuatkan 1000 kali (60 dB) oleh Op-Amp
(Operational Amplifier) melalui dua tahap. Tahap pertama adalah 100 kali (40 dB) dan tahap kedua
adalah 10 kali (20 dB). Pada umumnya op-amp menggunakan catu daya positif dan negatif.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa frekuensi yang dihasilkan adalah 14,1 Hz
dengan tL = 2 ms dan tH = 69 ms. Jika hasil ini dibandingkan dengan teoritisnya (15,4 Hz), maka
terdapat error sebesar 9,1 %. Hal ini dapat dimengerti karena komponen-komponen yang menyusun
rangkaian ini memiliki sejumlah toleransi kesalahan, misalnya toleransi untuk resistor sebesar 5 %.
Gambar 7. Hasil Pengujian Keluaran IC1
B-121
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Pengujian osilasi ultrasonik, keluaran dari IC2 dari kaki 3 memiliki bentuk gelombang seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil Pengujian Keluaran IC2
Berdasarkan pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa frekuensi yang dihasilkan adalah 14 Hz
sedangkan yang dibutuhkan setidaknya 40 kHz. Jika diperhatikan terdapat beberapa sinyal tipis yang
mengisi denyut high. Kemungkinan sinyal tersebut merupakan sinyal frekuensi tinggi pada saat
masukan high yang sulit untuk ditampilkan oleh perangkat oscilloscope. Untuk analisis lebih lanjut,
dilakukan simulasi pada aplikasi Multisim 7.
Pada saat perancangan dan pengujian diketahui bahwa nilai R A = 1,5 k, RB = 8,2 k, VR1 =
6,9 k, C1 = 1000 pF, dan C2 = 0,1 µF. Jika komponen-komponen penyusun tersebut dirangkaikan
pada Mutisim 7 maka hasil simulasinya seperti yang terlihat pada Gambar 9. Jika menggunakan skala
tegangan dan waktu yang sama dengan perangkat oscilloscope sebenarnya, maka dapat diamati bahwa
sinyal yang ditampilkan adalah sama, tetapi denyut high diisi oleh sinyal yang sangat rapat (blok
hitam). Jika ini diperbesar atau skala waktunya diperkecil maka akan terlihat adanya denyut yang
memiliki tL = 10,6 µs dan tH = 11,4 µs atau dengan kata lain frekuensinya adalah 45,5 kHZ. Frekuensi
ini 13,75% lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
Gambar 9. Sinyal Keluaran IC2 pada Multisim 7
Pengujian rangkaian pemancar ultrasonik, keluaran pemancar (transmitter) dari ultrasonik
menghasilkan bentuk gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil Pengujian Keluaran Transmitter
Berdasarkan pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa frekuensi yang dihasilkan adalah 14 Hz
dengan duty cicle 2,8%. Pada keluaran terdapat dua sinyal masing-masing masuk ke setiap kaki
transmitter, UT(+) dan UT(-). Tanda + dan – disini bukan merupakan polaritas tetapi hanya sebagai
B-122
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
tanda bahwa yang masuk ke kaki ini bertegangan positif atau negatif. Jadi transmitter dapat dipasang
bolak-balik.
Gambar 11 menunjukan sinyal keluaran dari op-amp pertama sedangkan Gambar 12
menunjukan sinyal keluaran dari op-amp kedua.
Gambar 11. Hasil Pengujian Keluaran Op-Amp Pertama
Gambar 12. Hasil Pengujian Keluaran Op-Amp Kedua
Keluaran dari op-amp pertama memiliki tegangan maksimum sebesar 0,3 V dengan waktu
osilasi 2 ms yang kemudian akan hilang selama beberapa saat. Setelah 9,6 ms dari saat osilasi
sebelumnya berhenti, sinyal akan berosilasi lagi dengan tegangan dan waktu yang sama. Sinyal ini
kemudian masuk ke op-amp kedua.
Keluaran dari op-amp kedua memiliki tegangan maksimum 3 V yang berosilasi selama 1,6
ms. Tegangan maksimum ini 10 kali lebih besar dari tegangan maksimum keluaran op-amp pertama.
Hal ini berarti bahwa op-amp kedua melakukan penguatan sinyal sebesar 10 kali.
Keluaran dari gerbang pengukuran memiliki tegangan sebesar 10,5 V dan periode 52 ms.
Sinyal ini kemudian masuk ke rangkaian pengolah.
Rangkaian pengolah ini menghasilkan Counter Clear Pulse dan Latch Clear Pulse. Pulsa ini
kemudian akan digunakan untuk pengukuran oleh komponen BCD-Counter. Titik A berubah menjadi
H (High) dari L (Low) pada saat ultrasonik milai dilepaskan. Perubahan ini menyebabkan muatan
listrik mulai disimpan pada kapasitor (C1). Sinyal yang dideferensiasikan oleh C1 dan R1 masuk ke
inverter (I1) dan Counter Clear Pulse dikeluarkan oleh I2 (titik B). Muatan listrik pada C2 mengalir
melalui D2 sehingga masukan I3 berada pada level H sedangkan keluaran I4 (titik C) tidak berubah.
Gambar 13 menunjukkan rangkaian pengolah.
Gambar 13. Counter Clear Pulse dan Latch Clear Pulse
B-123
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Pada saat ultrasonik mencapai sensor penerima, titik A berubah menjadi L. Muatan elektrik
mulai tersimpan pada C2. sinyal yang dideferensiasikan oleh C2 dan R2 masuk ke I3 dan Latch Clear
Pulse dikeluarkan oleh I4 (titik C). Pelepasan muatan C1 kemudian mengalir melalui D1. Masukan I1
berada pada level L sedangkan keluaran I2 (titik B) tidak berubah.
Hasil pengujian rangkaian pengolah memiliki dua keluaran, yaitu sinyal counter clear
(Gambar 14) dan latch clear (Gambar 15). Pulsa counter clear memiliki tegangan 10,5 V dan
berdenyut selama 40 µs. Denyut berikutnya akan muncul jika rangkaian penerima mengirimkan sinyal
pantulan lagi. Pulsa latch clear memiliki tegangan 9,5 V dan akan terus berdenyut sampai sinyal dari
rangkaian penerima low. Sinyal ini berhenti berdenyut selama 200 µs.
Gambar 14. Hasil Pengujian Counter Clear Pulse atau Titik B
Gambar 15. Hasil Pengujian Latch Clear Pulse atau Titik C
Selain digunakan untuk memproses sinyal counter clear dan latch clear, keluaran dari
rangkaian penerima juga digunakan untuk menghasilkan CLOCK yang merupakan hasil operasi
NAND dari keluaran tersebut dengan keluaran rangkaian osilasi pengukuran pulsa. Rangkaian osilasi
pengukuran sinyal dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Osilasi Pengukuran Sinyal
Rangkaian ini merupakan osilator yang menghasilkan pulsa untuk mengukur waktu
perambatan ultrasonik. Rangkaian ini menggunakan inverter CMOS. Frekuensi osilasi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (3).
f 
1
2,2 x C x R
(3)
Sinyal keluaran osilasi pengukuran pulsa memiliki tegangan 9 V dan frekuensi 20 kHz.
Seharusnya jika VR2 = 9,87 k, VR3 = 1,033 k, dan C = 2200 pF (telah diketahui sebelumnya dari
perancangan dan pengujian) maka frekuensi keluarannya berdasarkan persamaan (3) adalah :
f

1
2,2  9,87  1,033 103  2200  10 12
B-124
 18,95 kHz
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Dengan demikian frekuensi keluaran aktualnya memiliki perbedaan 5,5% dari perhitungan.
Hal ini dapat ditoleransi karena dalam perancangan ini sensor diletakan 4 cm lebih ke luar dari
permukaan casing sementara titik 0 m diukur dari permukaan casing dan bukan dari permukaan
sensor. Jadi terdapat selisih jarak sebesar 4% dari perhitungan.
Gambar 17. Hasil Pengujian Keluaran Osilasi Pengukuran Pulsa
Hasil pengukuran akan di tampilkan dalam 3 LED tujuh ruas seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 18, pengontrolan display dilakukan pada bagian katoda dari LED. Oleh karena itu rangkaian
ini harus menggunakan LED Common Cathode dan transistor tipe PNP. IC 4511 merupakan decoder
yang mengubah kode BCD menjadi kode display LED tujuh ruas.
Gambar 18. Rangkaian Penampil
Pengujian catu daya dilakukan pada dua titik, yaitu masukan regulator dan keluaran
keseluruhan. Sinyal masukan regulator ditunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 19. Hasil Pengujian Masukan Regulator
Keluaran dari rangkaian penyearah dan tapis yang masuk ke regulator memiliki tegangan Vmax
sebesar 16 V dan Vmin sebesar 11,5 V. Vr p-p, Vr rms, Vdc, dan r dapat ditentukan berdasarkan nilai Vmax
dan Vmin sebagai berikut :
(4)
Vr , p  p  Vmax  Vmin
Vr , rms 
Vr , p  p
(5)
2 3
B-125
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
Vdc  Vmax 
r
ISSN: 1979-911X
Vr , p  p
(6)
2
Vr ,rms
(7)
Vdc
Berdasarkan persamaan (4) – (7) maka didapatkan:
Vr , p  p
 16  11,5
 4,5 V
Vr , rms

4,5
2 3
 1,3 V
Vdc
4,5
2
 13,75 V
 16 
r
1,3
13,75
 9,5%

Tegangan ini kemudian masuk ke regulator 7809 untuk diregulasikan menjadi tegangan searah
9 V tanpa ripple. Keluaran rangkaian catu daya secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 20.
Dapat dilihat bahwa keluaran ini bertegangan 9 V dan tidak memiliki ripple.
Gambar 20. Hasil Pengujian Keluaran Rangkaian Catu Daya
Dalam analisis ini dilakukan percobaan pada objek ukur jenis lantai semen/keramik dengan
tinggi yang bervariasi antara (0,1 – 2 m) dalam kondisi suhu sekitar 29C. Sebelum dilakukan
pengukuran menggunakan alat ini, harus dilakukan pengkalibrasian terlebih dahulu untuk
mendapatkan ukuran yang sebenarnya sebagai acuan. Pengkalibrasian dilakukan menggunakan
meteran dengan ukuran 1 m dan 1,5 m. Tabel 1 menunjukan hasil pengukuran pada berbagai tinggi
dengan kalibrasi 1 m.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Terhadap Variasi Tinggi pada Suhu 29C (Kalibrasi 1 m)
B-126
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Berdasarkan Tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa alat tersebut sanggup mengukur minimal pada
tinggi 0,5 m - 2 m. Meskipun alat tersebut masih memiliki error, tapi kemampuan dari alat tersebut
sudah dapat dibuktikan. Jika hasilnya diamati dapat dilihat bahwa semakin jauh tinggi yang diukur
dari titik kalibrasi, maka error yang dihasilkan semakin besar. Untuk tinggi 2 m (1 m lebih jauh dari
titik kalibrasi 1 m) error-nya mencapai 1,5%, padahal untuk tinggi 1,5 m (0,5 m lebih jauh dari titik
kalibrasi) error-nya hanya 0,667%. Sementara ini dapat diperkirakan bahwa tinggi kalibrasi akan
memberikan pengaruh terhadap presisi alat. Untuk membuktikan hal ini maka dilakukan percobaan
yang sama tetapi dengan kalibrasi 1,5 m. TabeL 2 menunjukan hasil pengukuran pada berbagai macam
tinggi dengan kalibrasi 1,5 m.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tinggi minimum yang dapat diukur adalah 0,8 m
sedangkan tinggi maksimumnya adalah 2 m. Jika hasil ini dibandingkan dengan hasil sebelumnya
(kalibrasi 1 m), tinggi minimumnya menjadi semakin jauh tetapi error untuk tinggi maksimumnya
semakin kecil. Untuk mempermudah dalam perbandingan error dapat dilihat pada Gambar 21 yang
menunjukan error pengukuran pada kalibrasi 1,5 m dan 1 m.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Terhadap Variasi Tinggi pada Suhu 29C (Kalibrasi 1,5 m)
B-127
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gambar 21. Error Hasil Pengukuran pada Kalibrasi 1 m dan 1,5 m
Jika diambil toleransi 5%, dapat dilihat bahwa tinggi minimum untuk kalibrasi 1 m lebih kecil
daripada untuk kalibrasi 1,5 m, tetapi secara keseluruhan (tinggi 1 - 2 m) kalibrasi 1,5 m memberikan
hasil pengukuran yang lebih baik daripada 1 m.
KESIMPULAN
Pengukuran dapat dilakukan jika terdapat objek pantul sebagai bidang pantul. Juga
pengukuran dilakukan di udara dan tegak lurus terhadap bidang objek ukur agar sinyal yang
dipantulkan dapat diterima kembali.
Pengukuran dilakukan jika suara dari pemancar (transmitter) dapat di terima oleh penerima
ultrasonik (receiver) oleh karena itu dibutuhkan objek ukur untuk dapat memantulkan sinyal. Suara
yang diterima kemudian tegangannya dikuatkan oleh Op-Amp melalui dua tahap sehingga dapat
dideteksi oleh dioda untuk dilakukan pengukuran dengan mengukur waktu perambatan ultrasonik.
Karena dalam perancangan ini osilator menggunakan IC 555, maka menimbulkan pengaruh
terhadap penampil karena frekuensi yang dihasilkan berubah-ubah hal ini disebabkan oleh adanya
toleransi dari IC 555 tersebut dan beberapa resistor yang menyusun osilator.
Tinggi minimal yang dapat diukur adalah 0,50 m dan maksimal 2 m.
Untuk dapat menghasilkan pengukuran yang optimal maka harus dilakukan kalibrasi apabila
tinggi yang diukur kurang dari 1,5 m sebaiknya alat dikalibrasi pada tinggi 1 m, tetapi jika tingginya
lebih dari 1,5 m, pengkalibrasian alat pada tinggi 1,5 m akan memberikan hasil yang lebih akurat.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut agar didapatkan tampilan angka dalam ukuran cm. Perlu
adanya pengkalibrasian ulang sebelum dilakukan pengukuran sesuai dengan tinggi yang akan diukur
dan suhu sekitar. Agar display lebih akurat dalam menampilkan angka dan tingkat akurasinya lebih
tinggi sebaiknya dirancang dengan menggunakan mikrokontroler.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharto, Widodo, 2004, Elektronika Digital dan Mikroprosesor, ANDI, Yogyakarta.
Dailey, Denton J., 1989, Operational Amplifiers and Linear Integrated Circuits, McGraw-Hill Book
Company, USA.
Fitzgerald, A E, 1985, Dasar- Dasar Elektronika, Erlangga, Jakarta.
Millman, Jacob., Halkias, Christos C, 1967, Electronic Devices and Circuits, McGraw-Hill, Japan.
Millman, Jacob, Et Al, 1985, Elektronika Terpadu Terjemahan, Erlangga, Jakarta.
B-128
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Mottershead A., 1988, Electronic Devices and Circuits an Introduction, Prentice Hall of India, New
Delhi.
Sears, F. W., Zemansky, M. W., 1999, Fisika untuk Universitas 1 – Mekanika, Panas, Bunyi, Trimitra
Mandiri, Jakarta.
Sutrisno, 1995, Elektronika Digital, Erlangga, Jakarta.
Tocci, Ronald J., 1985, Digital System, Prentice Hall, USA.
Van Vlack, Lawrance H., 1985,
Erlangga, Jakarta.
Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu logam dan Bukan Logam),
Wasito S., 1984, Vademekum Elektronika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
........................, 2005, CMOS dan TTL, http://electroniclab.com.
........................, 2002, Range Ultrasonic, http://alds.stts.edu.
........................, 2005, Circuit Explanation, http://www.interq.or.jp.
........................, 2005, Datasheet Colection, http://www.4alldatasheet.com.
B-129
Download