SKRIPSI_Fany Fadyla Hasrul - Repositori UIN Alauddin Makassar

advertisement
UJI SENSITIVITAS DAN RESISTENSI BAKTERI Streptococcus mutans
PENYEBAB KARIES GIGI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK SECARA
IN VITRO DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) HAJI MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Farmasi Jurusan FarmasiPadaFakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar
Oleh
FANY FADYLA HASRUL
NIM 70100112069
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Fany Fadyla Hasrul
NIM
: 70100112069
Tempat Tgl Lahir
: Jeneponto, 4 Juni 1994
Jurusan
: Farmasi
Alamat
: Btn. Pao-pao permai blok.A1/10
Judul
: Uji resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab karies
gigi terhadap beberapa antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.
Menyatakan dengan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil
karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat,
tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi
dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Samata-Gowa, 11 Mei 2016
Penyusun,
FANY FADYLA HASRUL
NIM 70100112069
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Uji
“
resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab
karies gigi terhadap antibiotik amoksisilin secara in vitro di Rumah Sakit Umum
(RSU) Haji Makassar”
Makassar yang disusun oleh Fany Fadyla Hasrul , NIM: 70100112069,
Mahasiswa Jurusan
usan Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam
Ujian Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Selasa, 18 Maret 2016
2
M yang
bertepatan dengan tanggal 18 Jumadil Akhir 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk
untuk meraih gelar Sarjana dalam Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi.
Samata-Gowa,
Gowa, 18 Maret 2016 M
18 Jumadil Akhir 1436 H
DEWAN PENGUJI
Ketua
: Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc.
(....................)
Sekretaris
: Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd.
M.Pd
(....................)
Pembimbing I
: Hj. Gemy nastity handayany, S.Si., M.Si., Apt. (....................)
Pembimbing II
: Asrul
Asr Ismail, S.Farm., M.Sc., Apt.
(....................)
Penguji I
: Andi Tenriugi, S.Si., M.Si.
(....................)
Penguji II
: Hj. Fatimah Irfan Idris S.Ag.
(....................)
Diketahui oleh :
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar
Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin,
Nurdin M.Sc.
NIP. 19550203 198312 1 001
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kepada Allah swt. atas segala nikmat
kesehatan, kekuatan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Rasa syukur yang tiada terhingga
kepadaNya atas segala hidayah dan karunia yang penulis dapatkan.
Salam dan shalawat senantiasa penulis kirimkan kepada junjungan utusan
Allah, nabi besar Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat yang telah memberi
kontribusi besar dalam memperjuangkan dan menyebarkan agama islam di muka
bumi ini. Semoga kita menjadi umatnya yang taat.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ‘sarjana’ di
bidang pendidikan Sarjana. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat dijadikan
sebagai penunjang ilmu pengetahuan kedepannya dan bermanfaat bagi banyak orang.
Banyak terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
selama penulis menjalani pendidikan kuliah hingga rampungnya skripsi ini.
Terima kasih yang setulusnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda
Hasrul lewa S.Pd dan ibunda Roswati N atas segala do’a, kesabaran, kegigihan, serta
pengorbanan yang diberikan dalam membesarkan dan mendidik penulis hingga saat
ini. Kepada kakak tercinta penulis, Fery Fadly Hasrul S.HI, dan Fajar Fajrin Hasrul
S.Pd yang telah memeberikan do’a dan semangat kepada penulis. Kepada semua
keluarga besar, teman-teman penulis yaitu Yuschaidir setiawan, Muhammad ikram
hasbi, Rifai Arfan, Eka safitri, A. Tantri nurul mukmin, Ardiansah S.Farm., Apt. dan
teman yang lain yang selalu memberi semangat dan dorongan kalian sehingga penulis
dapat dengan gigih menyelesaikan skripsi ini.
iv
v
Terima kasih pula kepada Bapak/ Ibu :
1. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar.
2. Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan serta para wakil dekan FKIK UIN Alauddin Makassar.
3. Haeria, S.Si., M.Si., selaku Ketua Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin
Makassar.
4. Mukhriani, S.Si., M.Si., Apt., selaku Sekretaris Jurusan Farmasi FKIK UIN
Alauddin Makassar.
5. Hj. Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing I bagi
penulis yang senantiasa dengan sabar memberi arahan dan bimbingannya kepada
penulis.
6. Asrul Ismail, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku pembimbing II penelitian bagi penulis
yang sangat banyak memberi saran dan arahan selama penelitian.
7. Andi Tenriugi, S.Si., M.Si. selaku penguji kompetensi dalam penyusunan skripsi
penelitian bagi penulis.
8. Hj. Fatimah Irfan Idris M.Ag, selaku pembimbing agama dalam penyusunan
skripsi penelitian bagi penulis.
9. Dosen dan seluruh staf jurusan Farmasi beserta laboran atas bantuan dan
kerjasamanya yang diberikan kepada penulis saat melaksanakan penelitian.
10. Keluarga besar Mahasiswa Jurusan Farmasi UIN Alauddin Makassar, rekanrekan angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 dan
2015 atas segala bantuan selama penulis menempuh pendidikan.
vi
11. Sahabat-sahabat penulis: Ardiansah S.Farm., Apt., Syamsul Rizal, S.Kep,
Yuschaidir setiawan, Muhammad ikram hasbi, Rifai Arfan, Eka safitri, A. Tantri
nurul mukmin, Mulyanti, Muhammad darwis dan lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
12. Semua pihak yang tidak sempat tersebutkan namanya satu-persatu, terima kasih
atas perhatian dan bantuan yang diberikan pada penulis selama ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
di bidang Farmasi pada umumnya dan semoga Allah swt. selalu melimpahkan rahmat
dan hidayah didalamnya. Aamiin ya Rabbal Aalamin..
Samata-Gowa, 11 Mei 2016
Penulis,
FANY FADYLA HASRUL
NIM. 70100112069
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...........................
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...............................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iv
DAFTAR ISI .........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
xiv
ABSTRAK ............................................................................................................
xv
ABSTRACT .........................................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................
3
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup ...................................................
4
D. Kajian Pustaka.............................................................................................
6
E. Tujuan Penelitian.........................................................................................
9
F. Kegunaan Penelitian ...................................................................................
9
BAB II TINJAUAN TEORETIS ..........................................................................
11
A. Karies...........................................................................................................
11
1. Defenisi Karies........................................................................................
11
2. Epidemiologi Karies ..............................................................................
11
3. EtiologiKaries .........................................................................................
12
4. Klasifikasi Karies ....................................................................................
14
vii
viii
5. Diagnosa Karies ......................................................................................
14
B. Antibiotik......................................................................................................
17
1. Defenisi Antibiotik..................................................................................
17
2. Mekanisme Kerja Antibiotik...................................................................
18
3. Golongan Antibiotik ...............................................................................
19
C. Antibiotik Amoksisilin ..................................................................................
23
1. Sifat fisika kimia .....................................................................................
23
2. Indikasi Antibiotik ..................................................................................
24
3. Farmakologi Antibiotik ...........................................................................
24
4. Interaksi Antibiotik .................................................................................
26
5. Kegunaan Klinis......................................................................................
26
D. Antibiotik Seftriakson...................................................................................
29
1. Farmakokinetik .......................................................................................
29
2. Farmakodinamik .....................................................................................
30
E. Antibiotik Eritromisin .................................................................................
30
F. Resistensi Antibiotik.....................................................................................
33
1. Definisi Antibiotik .................................................................................
33
2. Penyebab Antibiotik................................................................................
33
3. Mekanisme Resistensi Antibiotik ...........................................................
34
4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik .............................................
35
G. Sensitivitas Antibiotik ...............................................................................
36
1. Metode Dilusi .........................................................................................
37
2. E-Test ......................................................................................................
37
3. MIC ........................................................................................................
38
4. Sensitivity Test........................................................................................
38
H. Bakteri ......................................................................................................
40
1. Definisi ....................................................................................................
40
2. Sifat-sifat Bakteri ....................................................................................
40
I. Streptococcus mutans ................................................................................
41
1. Streptococcus mutans .............................................................................
41
2. Sifat Streptococcus mutans .....................................................................
42
3. Morfologi Streptococcus mutans ............................................................
42
ix
4. Klasifikasi Streptococcus mutans ...........................................................
43
J. Macam-macam dan komposisi Medium ...................................................
44
1. TYC ........................................................................................................
44
2. TSB .........................................................................................................
44
3. NA ...........................................................................................................
45
K. Tinjauan Agama ..........................................................................................
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
52
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitian........................................................................................
51
2. Lokasi Penelitian .....................................................................................
51
B. Pendekatan Penelitian .................................................................................
51
C. Populasi Penelitian......................................................................................
51
D. Sampel Penelitian ........................................................................................
52
E. Metode Pengumpulan Data .........................................................................
53
F. Variabel Penelitian ......................................................................................
53
G. Penyiapan Sampel .......................................................................................
54
H. Prosedur Uji Sensitivitas dan Resistensi .....................................................
54
1. Persiapan Sterilisasi Alat ........................................................................
54
2. Isolasi Bakteri .........................................................................................
54
3. Pembiakkan Bakteri ................................................................................
55
4. Pembuatan Suspensi Bakteri ..................................................................
55
5. Menilai Hasil Biakan ..............................................................................
56
6. Kriteria Pasien .........................................................................................
56
a. Kriteria Inklusi ...................................................................................
56
b. Kriteria Eksklusi .................................................................................
56
x
I. Instrumen Penelitian ....................................................................................
56
1. Alat yang Digunakan ..............................................................................
56
2. Bahan yang Digunakan ...........................................................................
57
J. Analisis Data Penelitian ..............................................................................
57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
59
A. Hasil Penelitian .........................................................................................
58
B. Pembahasan .................................................................................................
60
BAB V PENUTUP........................... ....................................................................
80
A. Simpulan ......................................................................................................
80
B. Saran ............................................................................................................
80
KEPUSTAKAAN .................................................................................................
81
LAMPIRAN .........................................................................................................
84
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................
128
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Standar Pengujian Antibiotik Terhadap Streptococcus mutans ................
2.
Data hasil rerata daya hambat antibiotik Amoksisilin pada Streptococcus
mutans .......................................................................................................
3.
58
Data hasil rerata daya hambat antibiotik Eritromisin pada Streptococcus
mutans .......................................................................................................
4.
40
59
Data hasil rerata daya hambat antibiotik Ceftriaxon pada Streptococcus
mutans .......................................................................................................
59
5.
Rekam medis ............................................................................................... 94
6.
Analisis statistik daya hambat antibiotik terhadap Streptococcus mutans
xi
118
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Bentuk Streptococcus mutans ...................................................................... 43
2.
Gambar penelitian ........................................................................................ 101
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Sterilisasi alat menggunakan oven .................................................................
84
2. Pembuatan medium TSB agar ........................................................................
85
3. Pembuatan medium TYC Agar ......................................................................
86
4. Pengambilan Sampel .....................................................................................
87
5. Isolasi bakteri dari karies gigi .......................................................................
88
6. Uji sensitivitas dan resistensi bakteri .............................................................
89
7. Identitas Peneliti. ............................................................................................
90
8. Formulir persetujuan mengikuti penelitian setelah mendapat penjelasan ......
92
9. Rekam Medis ..................................................................................................
95
10. Gambar proses penelitian .............................................................................. 101
11. Hasil data statistik Uji Sensitivitas dan Resistensi Streptococcus mutans dengan
metode RAL menggunakan aplikasi SPSS 20 ................................................ 118
xiii
ABSTRAK
Nama Penulis
: Fany Fadyla Hasrul
NIM
: 70100112069
Judul Skripsi
: Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus
mutans penyebab Karies Gigi terhadap Beberapa
Antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Haji Makassar.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan suatu yang alamiah. Bahaya
resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan
masyarakat. Telah dilakukan penelitian Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri
Streptococcus mutans penyebab Karies Gigi terhadap beberapa Antibiotik secara in
vitro di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji Makassar. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui sensitivitas dan resistensi Bakteri Streptococcus mutans terhadap
antibiotik amoksisilin, ceftriakson dan eritromisin. Pengujian ini dilakukan
berdasarakan metode Kirby Bauer dengan mengukur diameter zona hambat beberapa
antibiotik terhadap koloni bakteri Streptococcus mutans yang diperoleh dari hasil
isolasi 10 karies pasien karies gigi untuk pengujian sensitivitas dan resistensi
antibiotik amoksisilin, seftriakson dan eritromisin, setelah diperoleh biakan
Streptococcus mutans kemudian ditanam pada nutrien agar dan diletakkan paper disk
antibiotik lalu di inkubasi 1 x 24 jam.
Hasil penelitian menunjukkan nilai persentase kriteria antibiotik terhadap
Streptococcus mutans setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam dengan kriteria resistensi
sebesar 100% artinya 10 dari 10 pasien karies gigi RSUD. Haji Makassar Periode
Januari - Maret 2016 telah mengalami resistensi terhadap antibiotik amoksisilin,
kemudian untuk antibiotik seftriakson 85% dari 10 pasien sudah mengalami resisten,
sedangkan penggunaan antibiotik eritromisin masih termasuk dalam kriteria sensitif
sebesar 90% sehingga untuk terapi karies gigi bisa dikatakan masih efektif dan
sangat baik dalam menggunakan antibiotik eritromisin.
Kata kunci: Amoksisilin, Ceftriakson, Eritromisin, karies gigi, resisten, sensitif,
Streptococcus mutans.
xiv
ABSTRACT
Author Name
: Fany Fadyla Hasrul
NIM
: 70100112069
Thesis title
: Sensitivity and resistance test bacteria of Streptococcus
mutans is dental caries causing against antibiotics in
vitro at regional general hospital Haji Makassar.
Bacterial resistance to antibiotic is a natural. The dangers of antibiotic
resistance is one of the the issues that may threaten public health. Sensitivity Test has
been conducted research and Resistance Bacteria Streptococcus mutans cause tooth
caries to some antibiotics in vitro at the General Hospital (Hospital) Haji Makassar.
The purpose of this study was to determine the sensitivity and resistance of
Streptococcus mutans bacteria against antibiotics amoxicillin, ceftriaxone and
erythromycin. The test is performed on the terms of method of Kirby Bauer by
measuring the diameter of inhibition zone of some antibiotics against bacterial
colonies of Streptococcus mutans were obtained from the isolation of 10 caries
patient dental caries for testing sensitivity and resistance antibiotic amoxicillin,
ceftriaxone and Eeythromycin, having acquired cultured Streptococcus mutans then
planted in Nutrients agar and placed paper disk antibiotics and incubated 1 x 24
hours.
The results show the percentage value criteria after antibiotic against
Streptococcus mutans was incubated for 1 x 24 hours with resistance criteria of 100%
means that 10 of 10 patients with dental caries hospitals. Haji Makassar January March 2016 has been resistance to the antibiotic Amoxicillin, then to antibiotic
Ceftriaxone 85% of the 10 patients had experienced resistance, while the use of the
antibiotic Erythromycin was included in the criteria for Sensitive by 90% so as to
treatment of dental caries can be said to be still effective and highly good at using the
antibiotic erythromycin.
Keywords: amoxicillin, ceftriaxone, Erythromycin, dental caries, resistant, sensitive,
Streptococcus mutans.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang sering terjadi pada rongga mulut adalah karies gigi.
Prevalensi karies gigi pada negara maju terus menurun, sedangkan di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia ada kecenderungan meningkat. Data menunjukkan
sekitar 80% penduduk Indonesia memiliki gigi rusak yang disebabkan berbagai
faktor, namun yang paling banyak ditemui adalah karies atau gigi berlubang. Pada
hampir setiap mulut orang Indonesia akan ditemukan dua hingga tiga gigi berlubang
(Bidarisugma. 2012: 3).
Karies merupakan kerusakan gigi yang progresif dari email dan dentin yang
dimulai dari bekerjanya mikroorganisme pada permukaan gigi. Agen penyebab utama
terjadinya karies adalah bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan terjadinya
demineralisasi gigi akibat produk yang dihasilkan. Karies pada awalnya adalah proses
yang lambat dan reversibel. Jika terdapat suatu larutan yang dapat memicu
remineralisasi maka proses karies akan berhenti (Ariestanto. 2012: 9).
Pada umumnya antibiotik diberikan bila terdapat gambaran klinis infeksi
seperti edema dan kemerahan didaerah mulut yang tidak segera sembuh. Antibiotik
merupakan terapi yang sering digunakan oleh dokter gigi untuk membunuh bakteri
1
2
spesifik dan non spesifik etiologi periodontal. Pemilihan antibiotik didasarkan pada
analisis mikrobiologi dari bagian yang terinfeksi dan tanda-tanda klinisnya. Berikut
ini contoh antibiotik yang sering digunakan : penisilin (amoksisilin), kloramfenikol,
tetrasiklin, klindamisin, metronidazol, ciprofloxacin (Pejcic. 2010).
Salah satu perhatian dalam pengobatan modern saat ini adalah adanya
resistensi antibiotik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011: 57).
Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek dari
antibiotik. Ini
adalah
cara tertentu
perlawanan
terhadap
obat,
di
mana
mikroorganisme tetap mampu bertahan selama kontak dengan antibiotik sehingga
antibiotik tidak lagi bekerja terhadap mikrooganisme tersebut (Refdanita. 2010: 21).
Dilakukan uji sensitivitas terhadap antimikroba yaitu penentuan terhadap
bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan sensitivitas terhadap
antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan
bakteri yang tumbuh, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi
untuk pengobatan (Umiana. 2015: 120).
‫ ا' ﱠ* َ) َوات‬+
ِ َْ
ِ َ‫ِ!َ ً َو ُ ُ دًا َو َ َ َ ُ ُ ِ ِ ْ َو َ َ َ ﱠ ُون‬
‫اب ا' ﱠ ِر‬
َ %َ َ َ ِ.َ َ/َ0 1َ 2ْ 3ُ ً4‫ا َ ِط‬%َ‫َ ھ‬7.ْ َ َ
ّ َ‫ ُون‬$ُ %ْ َ َ& %ِ ‫ا'ﱠ‬
َ‫ﷲ‬
َ َ ‫ض َر ﱠ‬
ِ ْ‫َر‬9‫َوا‬
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa
neraka” (Departemen Agama RI. 2010: 110).
3
Dia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tanpa guna dan
tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi sebaliknya Dia menciptakan secara
sungguh-sungguh dan akan memberikan balasan kejahatan terhadap orang-orang
yang berbuat jahat dan balasan kebaikan terhadap orang-orang yang berbuat
kebaikan. Suatu contoh dan bahan renungan buat kita, bahwasanya segala yang ada,
baik di bumi, langit atau angkasa, pada dasarnya adalah ciptaan Allah semua dan
tiadalah yang sia-sia. Allah menciptakan makhluk mulai yang besar, seperti matahari,
bumi, bulan dan planet-planet, sampai makhluk yang kecil seperti semut, rerumputan
hingga bakteri yang tidak tampak mata atau yang lebih kecil lagi, yaitu sel. Seluruh
makhluk yang ada adalah ciptaan Allah. Tidak ada benda yang muncul secara tibatiba, tanpa ada yang menciptakan (Shihab. 2012).
Adanya bakteri yang sensitif dan resisten terhadap antibiotik, mendorong
dilakukannya penelitian untuk mengkaji sensitivitas dan resistensi bakteri
Strptococcus Mutans
terhadap antibiotik sediaan amoksisilin secara in vitro di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bakteri Streptococcus mutans peyebab karies gigi resisten atau sensitif
terhadap antibiotik Amoksisilin, Eritromisin, dan Ceftriakson ?
2. Antibiotik apakah yang memiliki sifat paling sensitif terhadap Bakteri
streptococcus mutans ?
4
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Definisi Operasional
a. Karies adalah pembusukan, pengeroposan atau kematian molekuler tulang,
hingga menjadi lunak, berubah warna dan berpori (Dorlan.2010: 345).
b. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses
demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam
organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi
merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersamasama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama
kesehatan gigi dan mulut (McDonald. 2011: 183).
c. Biofilm adalah suatu lapisan tipis mikroorganisme yang melekat pada
permukaan suatu struktur, yang mungkin organik dan anorganik, bersama
dengan polimer yang disekresikan (Dorlan.2010: 252).
d. Demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau keseluruhan dari
kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan pH oleh bakteri
kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam organik pada
permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral yang lain
berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah permukaan (Faria. 2010:
18).
e. Remineralisasi adalah proses pengembalian ion-ion kalsium dan fosfat yang
terurai ke luar enamel atau kebalikan reaksi remineralisasi dengan
5
penumpatan kembali mineral pada lesi dibawah permukaan enamel
(Fehrenbach. 2004: 18).
f. Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai
kemampuan,
dalam larutan
encer, untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme (Dorlan. 2010: 115).
g. In vitro dalam bahasa Latin “di kaca”; adalah mengacu pada penelitian yang
dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di laboratorium (Kamus
Kesehatan. 2015).
h. Resistensi antibiotik adalah gaya yang kerjanya berlawan atau perlawanan
dan merupakan kemampuan alamiah organisme untuk bertahan terhadap
mikroorganisme atau toksin yang diproduksi pada penyakit (Dorlan. 2010:
1893).
i. Sensitivitas adalah dapat menerima atau memberikan respon terhadap
rangsangan dan terkadang digunakan untuk mengartikan terlalu cepat, atau
respons abnormal lain terhadap rangsangan (Dorlan. 2010: 1971).
2. Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi isolasi bakteri Streptococcus mutans
dari karies gigi pasien dengan terapi amoksisilin di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Haji Makassar. Hasil isolasi bakteri Streptococcus mutans dari karies gigi
tersebut ditumbuhkan pada medium TYC kemudian dilakukan uji sensitivitas dan
resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin
6
dan seftriakson dengan metode dilusi agar meggunakan disk antibiotik amoksisilin,
eritromisin dan seftriakson.
D. Kajian Pustaka
Buwembo William et al., 2012. Cotrimoxazole Prophylaxis Specifically
Selects for Cotrimoxazole Resistance in Streptococcus mutans and Streptococcus
sobrinus with Varied Polymorphisms in the Target Genes folA and folP. Penelitian
dari profilaksis Kotrimoksazol khusus Memilih untuk obat Kotrimoksazol sebagai
obat perlawanan dari Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus dengan
berbagai variasi Polimorfisme dalam Gen Sasaran Fola dan folP (Pemilihan resistensi
antibiotik dengan profilaksis kotrimoksazol yang dievaluasi, dan ditandai Mekanisme
resistensi kotrimoksazol di Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus.
Kerentanan in vitro untuk enam antibiotik dievaluasi pada 64 mutans kelompok
streptococci (MSG) dan isolat dari kelompok profilaksis kotrimoksazol dan
dibandingkan dengan 84 MSG isolat dari kelompok nonprofilaksis. Gen FolA dan
folP dan dibandingkan dengan urutan referensi di NCBI. Hanya resistensi terhadap
kotrimoksazol secara signifikan lebih tinggi pada kelompok profilaksis (54,7%
berbanding 15,5%, OR = 6,59, 95% CI: 2,89-15,3, P <0,05). Resistensi terhadap
amoksisilin, ceftriaxone, kloramfenikol, eritromisin, dan tetrasiklin adalah 1,4%,
25,5%, 6,2%, 6,5%, dan 29,6% dari isolat, masing-masing. Polimorfisme yang
ditemukan pada gen folP di S. mutans, tetapi ini tidak bisa dikaitkan dengan
sulfonamid resistensi obat. Tidak ada variasi yang terlihat di folP atau Fola gen S.
7
sobrinus. Transfer genetik gen jalur folat tampaknya tidak mungkin pada isolat
tersebut.
Endang Suprastiwi. Dep.I.Konservasi Gigi FKG-UI. Efek Antimikroba
Polifenol dari Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus Mutans. Karies terjadi akibat
inter aksi Streptococcus Mutans, hospes dan makanan tinggi karbohidrat.Untuk
mencegah karies perlu mengendalikan aktifitas Streptococcus Mutans. Poifenol dari
teh hijau jepang mempunyai efek antimikroba. Pada penelitian ini akan dilihat efek
antimikroba dari polifenol terhadap Streptococcus Mutans dengan menggunakan
metoda inhibisi zona dan efek hambat minimal konsentrasi polifenol. Hasilnya
polifenol efektif sebagai antimiroba terhadap semua jenis Streptococcus Mutans
standar strain pada konsertrasi 10-2ml dengan kisaran inhibisi zone 2.00–3,40
mm.Kesimpulan ; polifenol dari teh hijau Jepang dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus Mutans, dan hasil ini dapat dikembangkan dalam jangka panjang
sebagai bahan pencegah karies yang sesuai dengan prinsipintervensi minimal.
Agoeng Tjahajani. 2012. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Analisis sensitifitas Streptococcus mutans serotip f terhadap pasta gigi mengandung
xylitol (in vitro) (Sensitivity analysis of Streptococcus mutans serotype on xylitol
containing toothpaste (in vitro) Streptococcus mutans. (S. mutans) adalah penyebab
utama karies gigi yang ditemukan dalam air liur dan plak gigi. Banyak literatur
melaporkan bahwa banyak ketegangan dan serotype S. mutans menyebabkan karies
S. sanguis S. mitis, S. salivarus, S. mutans serotype c, e, f dan k. menyikat gigi
dengan pasta gigi adalah pola orang modern dalam mengurangi karies gigi. Penelitian
8
terbaru dilaporkan bahwa yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS
dapat menghambat pertumbuhan streptokokus mutan. Tujuan: Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis kepekaan yang mengandung xylitol menggunakan
pasta gigi SLS pada S. mutans serotype f (secara in vitro). Metode: Bakteri saham S.
mutans serotype f Diperiksa oleh pemurnian menggunakan pewarnaan Gram dan
kekeruhan
dilakukan
menggunakan
Mc
Farland
standar.
Xylitolcontaining
menggunakan pasta gigi SLS diencerkan dalam aquadest steril dan membuat
pengenceran serial untuk mendapatkan konsentrasi 100%, 10%, 1%, 0,1%, 0,01%
dan 0.001%. Mereka solusi yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS
dianalisis sampai kadar hambat Minimal (MIC) dan bakterisida Minimal konsentrasi
(MBC) S. mutans serotype f dengan metode Difusi dan pengenceran. Hasil: zona
hambat dibentuk pada solusi 100% dan 10%. Analisis statistik menunjukkan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara yang mengandung xylitol menggunakan pasta
gigi SLS dan pertumbuhan mutan streptokokus (p < 0,05). MIC bisa diidentifikasi
pada konsentrasi 10%, Ketika MBC 1%, 0,1%, 0,01% dan 0.001% konsentrasi).
Cut R. Alfath.2013. Antibacterial Effect of Granati fructus Cortex
Extract on Streptococcus mutans In Vitro. Efek antibakteri kulit buah delima
(Granati fructus cortex) pada streptococcus mutans in vitro. Granati fructus cortex
mengandung banyak senyawa-senyawa antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, dan
tannin. Tujuan : mengevaluasi efek antibakteri Granati fructus cortex dalam
menghambat pertumbuhan streptococcus mutans. Metode : penelitian ini merupakan
eksperimental laboratories yang menguji daya hambat antibakteri menggunakan
9
metode difusi agar dengan media MHA. Hasil : ekstrak kulit buah delima dalam
berbagai konsentrasi memiliki efek antibakteri, ekstrak kulit buah delima dengan
konsentrasi 30% memiliki rata-rata zona hambat yang besar (15,4mm). semakin
tinggi konsentrasi ekstrak kulit buah delima maka semakin besar zona hambat yang
terbentuk hasil uji ini juga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata zona hambat
dalam berbagai konsentrasi ekstrak kulit buah delima. Simpulan : Granati fructus
cortex memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus muntas.
Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengembangan obat mengenai
sensitivitas dan resistensi suatu obat yang sering digunakan dalam pengobatan
penyakit karies gigi.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui resistensi dan sensitifitas bakteri Streptococcus mutans terhadap
antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.
2. Mengetahui bakteri Streptococcus mutans yang paling sensitif terhadap
antibiotik amoksisilin, eritromisin atau seftriakson.
F. Kegunaan Penelitian
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi
resistensi atau sensitifitas bakteri streptococcus mutans terhadap antibiotik
amoksisilin, eritromisin dan seftriakson pada penyakit karies gigi.
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai bakteri Sreptococcus mutans yang paling sensitif terhadap
antibiotik amoksisilin, eritromisin atau seftriakson pada penyakit karies gigi.
10
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi
kepada tenaga medis di rumah sakit dan masyarakat tentang resistensi atau
sensitifitas antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Karies
1. Defenisi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain,
dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga
membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses
penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya
interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Sihotang.
2010: 7).
2. Epidemiologi Karies
Karies gigi pada anak merupakan masalah serius dalam kesehatan gigi dan
mulut di Indonesia dengan prevalensi hingga 90,05%. Hal ini merupakan salah satu
bukti bahwa kesadaran masyarakat masih kurang untuk menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2013, prevalensi
nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9 % , sebanyak 14 provinsi mempunyai
prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional.Indeks DMF-T Indonesia
11
12
sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing : D-T=1,6; MT= 2,9; F-T=0,8; yang
berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang ( Trihono.
2013: 110).
3. Etiologi Karies
Karies merupakan hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau
biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh
bakteri plak menjadi asam terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya.
Untuk terjadinya karies ada tiga faktor yang harus ada secara bersamasama yaitu
bakteri kariogenik, permukaan gigi yang rentan dan tersedianya bahan nutrisi untuk
mendukung pertumbuhan bakteri. Karies merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan pembentukan plak kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan
demineralisasi pada gigi (demineralisasi email terjadi pada pH 5,5 atau lebih). Dari
sekitar tiga ratus macam spesies bakteri rongga mulut hanya streptococcus mutans
yang merupakan penyebab utama dari karies. Streptococcus mutans merupakan
penyebab utama karies karena sifatnya yang menempel pada email, menghasilkan dan
dapat hidup di lingkungan asam, berkembang pesat dilingkungan yang kaya sukrosa
dan menghasilkan bakteriosin yaitu substansi yang dapat membunuh organisme
kompetitornya (Putri MH. 2011: 154).
Transfer ion secara terus menerus terjadi antara plak dan email yang
berhadapan dengannya. Dekalsifikasi awal terjadi di subsurface dan mungkin terjadi
satu sampai dua tahun sebelum menjadi kavitas. Setelah terjadi kavitas email, dentin
13
yang mendasar juga sudah terpengaruh oleh dekstruksi tersebut dan selanjutnya
laktobacilus menjadi bakteri yang dominan setelah streptococcus mutans untuk
merusak dentin lebih lanjut. Terpaparnya plak terhadap nutrisi terutama sukrosa,
metabolisme dalam plak menghasilkan asam yang menyebabkan demineralisasi
struktur gigi. Jika nutrisi atau plak dihilangkan, ion-ion dari saliva (natrium, kalium
atau kalsium) meremineralisasi struktur gigi dalam upaya memperbaiki komponen
ion di struktur gigi. Jika terdapat fluoride, bahan ini akan diambil oleh struktur gigi
dan membentuk fluorapatit di email yang lebih resisten terhadap serangan
demineralisasi berikutnya dari email normal (Putri MH. 2011 :154).
Saliva berperan penting pada proses karies. Fungsi saliva yang adekuat
penting dalam pertahanan melawan serangan karies. Mekanisme fungsi perlindungan
saliva meliputi aksi pembersihan bakteri, aksi buffer, aksi antimikroba dan
remineralisasi. Aksi pembersih bakteri terjadi karena saliva mengandung molekul
karbohidrat protein (glikoprotein) yang menyebabkan beberapa bakteri mengelompok
(aglutinasi). Setiap hari normalnya dibentuk 1,5 liter saliva. Saliva juga mengandung
urea dan buffer lain yang membantu melarutkan asam dalam plak. Aksi antimikroba
plak terjadi karena kandungan berbagai macam protein dan antibodi yang dapat
menghambat bahkan membunuh bakteri. Protein tersebut meliputi lisosim, laktoferin,
laktoperioksidase dan IgA sekretori. Saliva mengandung ion kalsium, fosfat, kalium
dan kadang kala fluoride yang membantu remineralisasi. Berkurangnya saliva secara
signifikan meningkatkan laju pertumbuhan karies. Berkurangnya aliran saliva akan
berakibat pada tertekannya pH dalam jangka waktu lama (berkurangnya buffering),
14
menurunnya efek anti bakteri dan berkurangnya ion untuk remineralisasi (Putri MH.
2011 :154).
Siklus proses karies membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menyebabkan kavitas. Perkembangan melalui email sering kali lambat sehingga lesi
email kadang tetap tanpa perubahan selama tiga sampai empat tahun. Laju
perkembangan karies melalui dentin juga lambat sehingga proses berjalan panjang,
memberi kesempatan remineralisasi yang dapat mencegah untuk tidak sampai terjadi
kavitas (Putri MH. 2011 :154).
4. Klasifikasi Karies
Klasifikasi berdasarkan stadium karies (dalamnya karies gigi) :
a. Karies superficialis; Dimana karies baru mengenai email saja, sedangkan dentin
belum terkena.
b. Karies media; Dimana karies sydah mengenai dentin tetapi belum melenihi
setengah dentin.
c. Karies profunda; Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa (Rasinta T. 2014: 38).
5. Diagnosis Karies
Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk kesuksesan
perawatan lesi pada karies, baik dengan pemeriksaan klinis maupun dengan
pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Diagnosis yang dilakukan pada tahap dini
telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat penting, sejak karies diketahui dapat
dihentikan dan remineralisasi dapat terjadi. Deteksi lesi awal merupakan perpaduan
15
diagnosis yang penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan dan
perawatan yang dibutuhkan. Beberapa karies awal dapat dideteksi oleh alat diagnosa
klinis yang lebih teliti dan pemeriksaan radiografi (Indry W. 2013: 1).
Deteksi dini lesi karies karies yang kecil dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, pada lesi karies yang mengenai pit atau fisura dapat menggunakan kaca
mulut dan eksplorer, dengan tekanan ringan dapat terasa, ujung sonde yang
tersangkut dan pada tekanan yang lebih besar akan teraba daerah lebih lunak, opak,
warna dan lebih buram jika dibandingkan dengan gigi sebelahnya. Diagnosis karies
diperlukan untuk mengetahui kerentanan seseorang terhadap karies, aktivitas karies ,
dan risiko karies dan untuk menentukan jenis terapi :
a. Karies Dini/karies email tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara
klinis, berupa bercak putih setempat pada email. Anamnesis pada karies email tanpa
kavitas adanya bintik putih pada gigi. Terapi yang dilakukan dengan pembersihan
gigi, diulas dengan flour, edukasi pasien.
b. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai
lanjutan dari karies dini. Anamnesa pada pasien dirasakannya gigi yang terasa ngilu.
Terapi dengan penambalan.
c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif yaitu peningkatan sensitiftas
karena terbukanya dentin. Anamnesa pada pasien kadang-kadang rasa ngilu waktu
kemasukan makanan, saat minum dingin, asam dan asin dan biasanya rasa ngilu
hilang setelah rangsangan dihilangkan, rasa sakit harus karena adanya rangsangan,
tidak sakit secara spontan. Terapi dengan penambalan.
16
d. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal
sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum
panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus,
rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Terapi dengan penambalan
/pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk sekunder
dentin.
e. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah
berlangsung lama (Profil Kesehatan Sulsel. 2012: 6).
6. Proses Karies
a. Lesi Email Awal
Lesi Email Awal dikenal pula dengan “white spot lesion” karena secara klinis
lesi ini terlihat sebagai bercak yang berwarna putih pada gigi. Lesi ini terjadi akibat
level pH pada permukaan gig lebih menurun dan tidak dapat diimbangi dengan proses
remineralisasi. Ion-ion asam dapat berpenetrasi kedalam lapisan prisma yang porus
sehingga menyebabkan demineralisasi dibawah permukaan kulit. Sedangkan
Ca2+,HPO42-, fluoride, dan kapasitas dapar oleh saliva (McIntyre, JM. 2005: 21).
b. Karies Dentin
Ketika demineralisasi telah berlanjut hingga dentin dan bakteri berada dalam
kavitas secara permanen, lesi dapat dengan mudah berkembang dengan sendirinya
didalam dentin. Demineralisasi masih dikontrol oleh diet substrat tetapi bakteri juga
dapat memproduksi asam untuk melarutkan hidroksiapatit pada dentin yang lebih
dalam. Oleh karena itu terdapat daerah demineralisasi yang tidak mengandung bakteri
17
didalamnya. Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring dengan perkembangan
lesi. Tekstur dentin akan lebih lunak, sementara warna dentin akan lebih gelap karena
noda dari produk bakteri ataupun makanan dan minuman yang dikonsumsi (McIntyre
JM. 2005: 21).
B. Antibiotik
1. Pengertian Antibiotik
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik
bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan
atau membunuh jasad renik lainnya. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari
mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium
disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan
dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut
antibiotika semisintetis (Tjahajati. 2011: 13).
Antibiotika adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau
dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme yang umumnya adalah jamur maupun zat
sintetik lain, dan zat-zat itu dalam jumlah sedikitpun mempunyai daya hambat kegiatan
mikroorganisme yang lain (Lalitha. 2011: 7).
Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat antibakteri yang diproduksi
oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota) yang dapat
menekan pertumbuhan dan atau membunuh mikroorganisme lainnya. Penggunaan
umum sering meluas kepada agen
kuinolon (Hamita. 2012: 15).
antimikroba sintetik, seperti sulfonamid dan
18
2. Mekanisme Kerja
Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme
kerjanya, sebagai berikut:
a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan βlaktam misalnya, penisilin, sefalosporin, dan carbapenem dan bahan lainnya seperti
cycloserine, vankomisin, dan bacitracin (Hamita. 2012: 18).
b. Antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme,
meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler,
termasuk deterjen seperti polimiksin, antijamur poliena misalnya, nistatin dan
amfoterisin B yang mengikat sterol dinding sel, dan daptomycin lipopeptide (Hamita.
2012: 21).
c. Antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk
menghambat sintesis protein secara reversibel, yang pada umumnya merupakan
bakteriostatik
misalnya,
kloramfenikol,
tetrasiklin,eritromisin,
klindamisin,
streptogramin, dan linezolid (Hamita. 2012: 22).
d. Antibiotik berikatan pada subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein,
yang pada umumnya adalah bakterisida Misalnya, aminoglikosida (Hamita. 2012:
22).
e. Antibiotik yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti
rifamycin misalnya, rifampisin dan rifabutin yang menghambat enzim RNA
polimerase dan kuinolon yang menghambat enzim topoisomerase (Hamita. 2012: 22).
19
f. Antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid, yang menahan enzim - enzim
penting dari metabolisme folat. (Hamita. 2012: 23).
3.
Golongan Antibiotik
Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu:
a. Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka
yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek
klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam,
carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam
(Henry. 2011: 67).
Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
1) Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat berpotensi terhadap organisme gram-positif, coccus gram
negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki
potensi yang rendah terhadap batang gram negatif (Henry. 2011: 69).
2) Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini
aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus,
bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif (Henry. 2011: 71).
3) Penisilin dengan spektrum
yang diperluas (Ampisilin dan
Penisilin
antipseudomonas) Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan
mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Henry. 2011: 74).
20
b. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas.
Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga
memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri
enterokokus. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu:
1) Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama yaitu sudah tidak banyak digunakan saat ini
dalam pengobatan infeksi. Sefalosporin generasi pertama antara lain sefadroxil,
sefazolin,sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif
terhadap kokus gram positif seperti pneumonia kokus, streptokokus, dan stafilokokus
(Henry. 2011: 76).
2) Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol,
sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat
generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama.
Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri
gram negatif (Henry. 2011: 77).
3) Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga antara lain sefeperazone, sefotaxime,
seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat
generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif
maupun gram positif dan dapat menembus sawar darah otak (Kayserl. 2010: 55).
21
4) Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki
spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan
dapat dengan mudah menembus CSS (Kayserl. 2010: 56).
c. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein
mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif
terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun
anaerob (M.K. Lalitha. 2011: 121).
d. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi
dari Micobacterium pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari
spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang
disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui
ASI serta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak
akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan
cairan empedu (Lalitha. 2011: 115).
e. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang
disintesis dari Salmonella erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif
terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas
22
antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Lalitha.
2011: 116).
f. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin,
kanamisin,
tobramisin,
sisomisin,
netilmisin,
dan
lain
–
lain.
Golongan
aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri
gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan
vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis
(Lalitha. 2011: 117).
g. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak
terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan
sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia
akibat Pseudomonas jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran
kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Lalitha.
2011: 119).
h. Golongan Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin,
norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif
terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif
23
mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, Escheria coli, dan
Campilobacter (Lalitha. 2011: 121).
C. Antibiotik amoksisilin
1. Sifat fisiko kimia
Nama resmi
: AMOKSICILLINUM
Nama lain
: Amoksisilin
Berat molekul
: 419,45
Rumus molekul
: C16H19N3O5S.3H2O
Rumus struktur
:
Gambar 4: Rumus struktur amoksisilin
Pemerian
: Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan
: Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam
benzena, dalam karbon tetraklorida dandalam kloroform.
Fungsi
: Antibiotika
Ph
: Antara 3,5 dan 6,0; lakukan penetapan menggunakan
larutan 2mg per ml.
Stabilitas
: Dibawah kondisi asam, amoksisilin terhidrolisis menjadi
24
bentuk asam penicilloic. Larutan
tanpa buffer dari
amoksisilin sodium stabil pada pH 5,8 dan larutan dalam
larutan buffer sitrat lebih stabil pada pH 6,5.
Penyimpanan
: Amoksisilin sebaiknya disimpan dalam wadah kedap
udara pada temperature tidak lebih dari 30ºC.
2. Indikasi
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis,
Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci,
nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian,
amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan
yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksisilin
diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi
klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya
(Pertiwi. 2010).
3. Farmakologi
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk
pengobatan seperti; karies gigi, infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan
saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Streptococci,
seperti pneumonia. Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak
tahan terhadap penisilinase (Pertiwi. 2010).
25
Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan βlaktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat
menembus pori–pori dalam membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral,
amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin,
yang seharusnya diberikan secara parenteral (Pertiwi. 2010).
Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam
suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran
pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat
pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi
(Pertiwi. 2010).
Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin.
Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam
saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni
lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding
ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Pertiwi.
2010).
Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu
masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase.
Pembentukan dengan penghambat β–laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam
melindungi amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan meningkatkan
spektrum antimikrobanya (Pertiwi. 2010).
26
4. Interaksi obat
Amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain.
a. Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal
Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan
Phenilbutazon).
b. Pemberian bersamaan Antasida - Alumunium tidak menurunkan ketersediaan
biologik dari Amoksisilin.
c. Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi - reaksi
kulit alergik.
d. Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.
e. Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin.
f. Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin.
g. Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.
5. Kegunaan Klinis (Spektrum Antibiotik)
Sifat antibiotik dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, Penisilin G
bersifat aktif terhadap bakteri Gram-Positif, sedangkan Gram-negatif pada umumnya
resisten terhadap Penisilin G. Streptomisin memiliki sifat berbanding terbalik dengan
Penisilin G, sedangkan tetrasiklin aktif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif. Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi atas
dua yaitu spektrum sempit dan spektrum luas. Antibiotik yang termasuk dalam
golongan spektrum sempit di antaranya Penisilin G (benzil penisilin) dan
27
streptomisin. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di
antaranya tetrasiklin, kloramfenikol, dan karbapenem (Yati. 2011: 142).
Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu
seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat
terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap
mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh
bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya
belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu
hasil pemeriksaan mikrobiologik (Yati. 2011 : 142).
a.
Spektrum sempit
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba
saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin,
klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang
streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif (Yati. 2011 :
148).
b.
Spektrum luas
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu
bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah
sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin (Yati.
2011 : 148).
28
D. Antibiotik seftriakson
Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ke tiga.
Antibiotik ini memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan bakteri gram
negatif dan gram positif dan beberapa bakteri anaerob lain termasuk Streptococcuss
spp, Hemophiluse inlfluenzae, dan Pseudomonas (Jayesh. 2010). Sefalosporin berasal
dari jamur Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu.
Aktivitas antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesa dinding sel
mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel (Deddy. 2011).
Gambar 1. Struktur Seftriakson (Deddy. 2011).
Seftriakson memiliki spektrum aktivitas yang luas dan efektif untuk pengobatan
infeksi yang disebabkan oleh berbagai bakteri gram positif dan gram negatif. Seperti
sefalosporin generasi ketiga lainnya (sefotaksim, seftazidim), seftriakson kurang
aktif daripada generasi sefalosporin pertama dan kedua terhadap beberapa bakteri
gram positif aerobik (misalnya, staphylococci) dan umumnya tidak boleh digunakan
dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh organisme ketika generasi penisilin
atau sefalosporin pertama atau kedua bisa digunakan. Namun, seftriakson dapat
29
menjadi obat pilihan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri gram positif
tertentu lainnya, termasuk beberapa streptococci (Streptococus pneumoniae,
Streptococcus pyrogenes, Streptococcus agalactiae). Seftriakson dianggap obat
pilihan bagi banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
(Acinetobacter
calcoaceticus,
Enterobacter
aerogenes,
Enterobacter
cloacae,
Escherichia coli) dan penggunaan utama obat ini untuk pengobatan infeksi serius
bakteri
gram-negatif,
infeksi
nosokomial
(McEvoy
&
Gerald.
2008).
Farmakokinetik Seftriakson mengikuti farmakokinetika non linier (bergantung
dosis), terikat protein plasma 85 hingga 95%. Absorbsi seftriakson di saluran cerna
buruk, karena itu diberikan secara parentral. Konsentrasi plasma sekitar 40 dan 80µg/
mL telah dilaporkan 2 jam setelah injeksi IM 0,5 dan 1g seftriakson. t½ eliminasi
seftriakson tidak tergantung pada dosis dan bervariasi antara 6 dan 9 jam, tetapi
dapat diperpanjang pada neonatus. t½ eliminasi tidak berubah pada pasien dengan
gangguan ginjal, tetapi mengalami penurunan terutama ketika ada gangguan hati.
Seftriakson secara luas didistribusikan dalam jaringan tubuh dan cairan. Umumnya
mencapai konsentrasi terapeutik dalam CSF. Melintasi plasenta dan konsentrasi
rendah telah terdeteksi dalam ASI konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu. Sekitar
33 hingga 67 % seftriakson diekskresikan dalam urin, terutama oleh filtrasi
glomerulus, sisanya diekskresikan dalam empedu dan dibuang melalui feses(Mc
Evoy & Gerald.2008).
30
farmakodinamik Ceftriakson adalah golongan cefalosporin dengan spektrum
luas, yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri
(Deddy. 2011).
E. Antibiotik eritromisin
Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan
makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam
rumus molekulnya (Joyce L.2012).
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini
berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin
larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam
suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah.
Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang
disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila
disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu (Joyce L.2012).
Antivitas mikroba golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman
dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S, dan bersifat
bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadarnya. Spektrum
antimikroba. In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti
Str. Pyogenes dan Str. Pneumoniae. Str. Viridans mempunyai kepekaan yang
bervariasi terhadap eritromisin. S. aureus yang resisten terhadap eritromisin serin
dijumpai di rumah sakit (strain nosokmial). Batang gram positif yang pka terhadap
eritromisin ialah Cl. Perfringens, C. Diphtheriae, dan L. monocytogenes. Eritromisin
31
tidak aktif terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies
yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu N. Gonorrhoeae, Campylobacter jejuni,
M. Pneumoniae, Legionella pneumophila, dan C. Trachomatis. H. Influenzae
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap obat ini (Joyce L.2012).
Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang diperantarai
oleh plasmid yaitu : 1.Menurunnya permeabilitas dinding sel kuman, 2.Berubahnya
reseptor obat pada ribosom kuman, dan 3.Hidrolisis obat oleh esterase yang
dihasilkan oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae) (Joyce L.2012).
Farmakokinetik eritromisin yaitu pemberian Eritromisin basa dihancurkan
oleh asam lambung sehingga obat ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau
ester. Semua obat ini diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian per-oral.
2.Distribusi Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan
sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit antibiotika yang bedifusi ke
dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam makrofag. Obat ini
berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih
baik. 3.Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui
menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistemsitokrom P450. 4.Ekskresi Eritromisin terutama dikumpulkan dan diekskresikan dalam bentuk
aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi enterohepatik (Joyce
L.2012).
Efek samping eritromisin yaitu: 1.Gangguan epigastrik Efek samping ini
paling sering dan dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien terhadap eritromisin.
32
2.Ikterus Kolestatik Efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin estolat. Reaksi
ini timbul pada hari ke 10-20 setelah dimulainya terapi. Gejalanya berupa nyeri perut
yang menyerupai nyeri pada kolestasis akut, mual, muntah, kemudian timbul ikterus,
demam, leukositosis dan eosinofilia; transaminase serum dan kadar bilirubin
meninggi; kolesitogram tidak menunjukkan kelainan. 3.Ototoksisitas Ketulian
sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam dosis tinggi. 4.Reaksi Alergi
Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang
cepat hilang bila terapi dihentikan (Joyce L.2012)
Interaksi obat : 1.Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin) Efek obat
asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru
dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek
samping merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dlaporkan : mual,
salit kepala, pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung,
takhikardia, dan kemungkinan kejang. 2.Eritromisin dengan Karbamazepin Efek
karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan
untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek
samping merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala
yang dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan nanar. 3.Eritromisin dengan
Digoksin Efek digoksin meningkat. Digoksin digunakan untuk layu jantung dan
untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi fek
samping merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual,
kehilangan nafsu makan, aritmia jantung, takhikardia atau bradikardia. 4.Erirtromisin
33
dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika klindamisin dan linkomisin
dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. 5.Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing
antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan,
sebaiknya kombinasi ini dihindari (Deddy.2011)
F. Resistensi Antibiotik
1. Definisi
Resistensi antimikrobial merupakan resistensi mikroorganisme terhadap obat
antimikroba yang sebelumnya sensitif. Organisme yang resisten (termasuk bakteri,
virus, dan beberapa parasit) mampu menahan serangan obat antimikroba, seperti
antibiotik, antivirus, dan lainnya, sehingga standar pengobatan menjadi tidak efektif
dan infeksi tetap persisten dan mungkin menyebar (Goodman Gillman). Resistensi
antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan
perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi
atau gen resistensi yang didapat (WHO 2012) (Departemen Farmakologi dan Terapi.
2007: 89).
2. Penyebab Resistensi Antibiotik
Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan
antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten.
Contohnya pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan
oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk (Departemen
34
Farmakologi dan Terapi. 2007: 102). Adapun faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah sebagai berikut:
a.
Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans (mengamati).
b.
Ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat
c.
Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat
d.
Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit
e.
Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.
3. Mekanisme Resistensi Antibiotik
Agar dapat bekerja efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk
aktif, mengikat target, dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme kerja
antibiotik tersebut. Resistensi bakteri terhadap agen antimikroba disebabkan oleh tiga
mekanisme umum, yaitu: (1) obat tidak mencapai target, (2) obat tidak aktif, atau (3)
target tempat antibiotik bekerja diubah (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007:
116).
a. Kegagalan obat untuk mencapai target. Membran luar bakteri gram negatif
adalah penghalang yang dapat menghalangi molekul polar besar untuk masuk ke
dalam sel bakteri. Molekul polar kecil, termasuk seperti kebanyakan antimikroba,
masuk ke dalam sel melalui saluran protein yang disebut porin. Ketiadaan, mutasi,
atau kehilangan porin dapat memperlambat masuknya obat ke dalam sel atau sama
sekali mencegah obat untuk masuk ke dalam sel, yang secara efektif mengurangi
konsentrasi obat disisi aktif obat. Jika target kerja obat terletak di intraseluler dan
obat memerlukan transpor aktif untuk melintasi membran sel, resistensi dapat terjadi
35
dari mutasi yang menghambat mekanisme transportasi obat tersebut. Sebagai contoh,
gentamisin, yang target kerjanya di ribosom, secara aktif diangkut melintasi membran
sel dengan menggunakan energi yang disediakan oleh gradien elektrokimia membran
sel bakteri. Gradien ini dihasilkan oleh enzim–enzim pernapasan aerob bakteri.
Sebuah mutasi dalam jalur ini atau kondisi anaerob dapat memperlambat masuknya
gentamisin ke dalam sel, mengakibatkan resistensi (Departemen Farmakologi dan
Terapi. 2007: 215).
b. Inaktivasi obat. Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan antibiotik beta
laktam biasanya hasil dari produksi enzim yang memodifikasi atau merusak
antibiotik. Variasi dari mekanisme ini adalah kegagalan bakteri untuk mengaktifkan
prodrug yang secara umum merupakan hal yang mendasari resistensi Mycobacterium
tuberculosis terhadap isoniazid (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 222).
c. Perubahan target kerja antibiotik. Hal ini mencakup mutasi dari target alami
(misalnya, resistensi fluorokuinolon), modifikasi dari target kerja (misalnya,
perlindungan ribosom dari makrolida dan tetrasiklin), atau akuisisi bentuk resisten
dari target yangrentan (misalnya, resistensi stafilokokus terhadap metisilin yang
disebabkanoleh produksi varian Peniccilin Binding Protein yang berafinitas lemah)
(Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 234).
4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik
Konsekuensi yang ditimbulkan akibat adanya resistensi antibiotik yang paling
utama adalah peningkatan jumlah bakteri yang mengalami resistensi terhadap
pengobatan lini pertama. Konsekuensi ini akan semakin memberat. Dari konsekuensi
36
tersebut, maka akibatnya adalah penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga
risiko komplikasi dan kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik
dalam mengobati infeksi ini akan terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang
dimana, selama itu pula, orang yang sedang mengalami infeksi tersebut dapat
menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu, bakteri akan semakin menyebar
luas. Karena kegagalan pengobatan lini pertama ini, dokter akan terpaksa
memberikan peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih
tinggi serta efek samping yang lebih banyak. Banyak faktor yang seharusnya dapat
menjadi pertimbangan karena resistensi antimikrobial ini. Dapat disimpulkan,
resistensi dapat mengakibatkan banyak hal, termasuk peningkatan biaya terkait
dengan lamanya kesembuhan penyakit, biaya dan waktu yang terbuang untuk
menunggu hasil uji laboratorium tambahan, serta masalah dalam pengobatan dan
hospitalisasi (Setiabudy. 2010: 75).
G. Sensitivitas Antibiotik
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator
pengujian. Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi
komponen tertentu pada campuran kompleks kimia, untuk mendiagnosis penyakit
tertentu, serta untuk menguji bahan kimia guna menentukan potensi mutagenik atau
karsinogenik suatu bahan. Macam-macam uji yang dapat dilakukan adalah uji
antibiotik/antimikroba, bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji ames, dan
penggunaan mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia (Eva. 2012:
115).
37
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang
efektif dan efisien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji
sensitivitas antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Metode Dilusi
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang
efektif dan efesien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji
antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:
a.
Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer)
Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen
antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang
akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media
agar (Ruth. 2012: 37).
b.
E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory
concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu
agen antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan mikroorganisme (Ruth. 2012:
38).
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba
dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan permukaan media agar yang telah
ditanami
mikroorganisme.
Pengamatan
dilakukan
pada
area
jernih
yang
38
ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Ruth. 2012: 40).
c.
Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada
parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian
tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah
parit yang berisi agen antimikroba (Ruth. 2012: 44).
d.
Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut
diberi agen antimikroba yang akan diuji (Ruth. 2012: 39).
e.
Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis
bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan.
Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi
miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya (Ruth. 2012: 41).
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba
berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam)
digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan
sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Ruth. 2012: 41).
Bila:
39
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin.
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µ/mL,
Maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau µg/mL. Yang
perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat
dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada
media padat (Ruth. 2012: 42).
Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotik. Penentuan
ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan
instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan
ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua
bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus
menurut ketentuan yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini
dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39) :
1. Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat
pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC).
2. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap organism
yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah
sakit, dan penting untuk melakukan terapi. Ada beberapa cara untuk menentukan
kekuatan preparat antibiotik. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam
“Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di
Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam
40
farmakope dari tiap negara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang
digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan
yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39).
3. Menentukan
konsentrasi
terendah
antibiotik
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri (Minimal Inhibitory Concentration, MIC).
4. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotik terhadap organisme
yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah
sakit, dan penting untuk melakukan terapi.
Antibiotik
Potensi disk
Amoksisilin
Diameter Zona Hambat (mm)
Sensitif
Intermediet
Resisten
10 µg
≥16 mm
-
-
Eritromisin
30 µg
≥21 mm
16-20 mm
≤15 mm
Ceftriaxone
30 µg
≥20 mm
15-19 mm
≤14 mm
Tabel 1: Standar pengujian antibiotik terhadap Streptococcus mutans (CLSI, 2014:
98-100).
H. Bakteri
1. Pengertian
Bakteri adalah mikroorganisme yang bersifat uniseluler yang termasuk klas
Schizimycetes. Pada umumnya bakteri tidak mempunyai klorofil, ada beberapa yang
fotosintetik dan berproduksi aseksual dengan cara pembelahan baik transversal
maupun biner (Djide, Natsir. 2007: 8).
41
2. Sifat-sifat bakteri
Sifat-sifat bakteri secara umum antara lain : ada yang hidup bebas, parasitik,
saprofit atau sebagai patogen pada manusia., hewan dan tumbuh-tumbuhan, beberapa
diantaranya bersifat fotosintetik (Djide, Natsir. 2008: 40).
I. Streptococcus mutans
1. Streptococcus mutans
Streptococcus mutans termasuk famili Streptoccaceae dan merupakan bakteri
kariogenik yang merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi. Rongga mulut
adalah habitat utama yang mampu menimbulkan kolonisasi bakteri pada permukaan
gigi. S. mutans mampu memetabolisme karbohidrat sampai menjadi asam sehingga
pH saliva dan pH plak mengalami penurunan hingga dibawah titik kritis yang pada
akhirnya dapat menyebabkan larutnya enamel. Selain itu juga mampu mensintesis
glukan dari sukrosa dan glukan yang terbentuk merupakan massa lengket, pekat dan
tidak mudah larut serta berperan dalam perlekatan pada permukaan gigi (BIMKGI.
2012: 3).
2. Sifat Streptococcus mutans
S. mutans mempunyai sifat-sifat tertentu yang berperan penting dalam proses
karies gigi, yaitu :10 (1) S. mutans memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat
menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan pH. (2) S. mutans membentuk dan
menyimpan polisakarida intraselular dari berbagai jenis karbohidrat, yang selanjutnya
dapat dipecahkan kembali oleh bakteri tersebut sehingga dengan demikian akan
menghasilkan asam terus-menerus. (3) S. mutans mempunyai kemampuan untuk
42
membentuk polisakarida ekstraselular (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat
adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) S. mutans mempunyai kemampuan
untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaaan
gigi
(BIMKGI.
2012 :3).
3. Morfologi Streptococcus mutans
Secara mikroskopis, S. mutans merupakan gram positif, tidak begerak aktif, tidak membentuk
spora, dan mempunyai susunan rantai dua atau lebih. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 mm.
Kadang bentuknya mengalami pemanjangan menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau
membentuk rantai pendek. Susunan rantai panjang diperoleh S. mutans berada dalam media Brain
Heart Infusion Broth (BHIB) (BIMKGI.
2012 :3)
Dinding sel S. mutans memiliki beberapa karakter, antara lain : (1) Surface protein antigen
I/II yang berfungsi sebagai mediator perlekatan. (2) Serotipe yang terdiri dari 6 serotipe yang berfungsi
spesifik adherence. Dalam hal ini berupa setotipe c. (3) Glukan Binding Protein (GBP) yang berfungsi
sebagai akumulasi (BIMKGI.
2012 :3)
Media yang dapat digunakan untuk membiakkan S. mutans adalah Tryptone
Yeast Cysteine (TYC) dan media agar darah. Gambaran koloni bakteri tersebut yaitu
ukuran koloni dengan diameter 1-5 mm, permukaan koloni berbutir kasar, licin,
menyerupai bunga kasar dengan pusat menyerupai kapas. Konsistensi koloni keras
dan sangat lekat, warna koloni seperti salju yang membeku, agak buram mengkilat
(opaque), kuning buram dengan lingkaran putih. Sedangkan tepi koloni tidak teratur,
bulat teratur, dan oval teratur (BIMKGI. 2012 :3).
S. mutans merupakan bakteri anaerobik fakultatif, nonhemofilik asidogenik, dan dapat
memproduksi polisakarida ekstraseluler dan intraseluler. S. mutans tidak termasuk bakteri yang didapat
43
sejak lahir, melainkan bakteri yang didapat sesuai perkembangan usia.11 Seperti pada coccus gram
positif lainnya, S. mutans terdiri dari dinding sel dan membran protoplasma. Matriks dinding sel terdiri
atas peptidoglikan rantai silang yang mempunyai komposisi gula amino N-asetil, asam Nasetilnuramik dan beberapa peptida. Sedangkan struktur antigenik dinding sel S. mutans terdiri dari
antigen protein, polisakarida spesifik dan asam lipotekoat. Antigen–antigen tersebut menentukan
imunogenitas S. mutans (BIMKGI. 2012
:3).
Gambar 1 :Streptococcus mutans
Sumber : Ari WN.Streptococcus mutans,
4.
Klasifikasi Streptococcus mutans
Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri dari tujuh spesies
Streptococcus yang berada (S.mutans,S.sobrinus, S.cricetus, S.ferus, S.rattus, S
macacae dan S.downei) dan 9 serotipe (a, b, c, d, e, f, g, h dan k). Diantara
kesembilan serotipe tersebut yang paling banyak b.
Klasifikasi
Kingdom
: Monera
Diviso
: Firmicutes Class
Class
: Bacilli
Ordo
: Lactobacilalles
44
Family
: Streptococcaceae
Genus
: Streptococcus
Spesies
: Streptococcus mutans (BIMKGI. 2012 :3).
J. Macam-macam dan komposisi Medium
1. TYC (Tryptone Yeast Cystine)
Medium TYC merupakan medium spesifik yang digunakan untuk
pertumbuhan dari bakteri streptococcus mutans. Adapun komposisi dari
medium TYC Agar yaitu :
Eksrak
jamur,
L-cystine,
NA2SO3,
NaCl,
NaHCO4,
NaC3,
Na3HPO4,12H2O, NaHCO3, sodium asetat, sukrosa dan agar.
2. Trypticase Soy Broth (TSB)
Merupakan media yang diperkaya, fungsinya antara lain untuk isolasi
dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Namun media ini banyak
digunakan untuk mengisolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan
mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen. Komposisi dari
Trypticase Soy Broth yaitu:
peptone soymeal, sodium chloride, peptone casein, dipottasium
hydrogenophosphate,
D (+) glukosa dan Dikalium fosfat. Media TSB
mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan
substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk
bermacam mikroorganisme. Dextrosa adalah sumber energi dan natrium
45
klorida
mempertahankan
kesetimbangan
osmotik.
Dikalium
fosfat
ditambahkan sebagai buffer untuk mempertahankan pH.
3. Nutrient Agar (NA)
Media Nutrient Agar ini mengandung banyak sumber nitrogen dengan
jumlah yang cukup. Media ini dapat digunakan sebagai uji air dan produk
dairy. Selain itu juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroba
yang tidak selektif, atau kata lain berupa mikroorganisme heterotrof serta
digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage,
produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sample pada
uji bakteri dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.di dalam
Nutrient Agar tidak mengandung sumber karbohidrat sehingga baik digunakan
untuk pertumbuhan bakteri, namun kapang tidak dapat tumbuh dengan baik.
Komposisi dari nutrient agar adalah: ekstrak daging sapi, peptone, NaCl,
destilat dan Agar (Putri. 2011:3).
K. Tinjauan Islam
Peradaban Islam dikenal sebagai perintis dalam bidang farmasi. Para ilmuwan
Muslim di era kejayaan islam sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai
komposisi, dosis, penggunaan dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran.
Selain menguasai bidang farmasi, masyarakat Muslim pun tercatat sebagai peradaban
pertama yang memiliki apotek atau toko obat (Shihab. 2012).
Obat setiap penyakit itu diketahui oleh orang yang ahli di bidang pengobatan,
dan tidak diketahui oleh orang yang bukan ahlinya. Dan Allah SWT menghendaki
46
agar pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan penyakit yang akan
diobati sehingga akan mendorong kesembuhan (Shihab. 2012).
Firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syu’araa/ 26: 80.
ِ ِ
َۡ ََُ ُ ۡ َ َ
ِ ‫ذا‬
Terjemahnya:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (Departemen
Agama RI. 2010: 579)
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk terus berusaha dan yang
menentukan hasilnya adalah Allah SWT. Seperti halnya dalam dunia kesehatan, jika
suatu penyakit menyerang kita dianjurkan untuk mencari pengobatan apakah itu
dengan menggunakan obat tradisional maupun obat sintetik karena berobat adalah
salah satu bentuk usaha untuk mencapai kesembuhan (Shihab. 2012).
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh
Muslim dari hadist Abu Zubair, dari Zabir bin Abdillah, dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau bersabda:
‫ َ ًء‬Dِ E' ‫ َ? َل‬0ْ َ‫ أ‬B‫ َ? َل ﷲ دَا ًء إ‬0ْ َ‫أ‬
Artinya:
Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai
penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah Azza wa jalla [HR.
Bukhari].
Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas
dari penyakit. Penyakit yang dialami manusia terdiri dari penyakit rohani dan
47
penyakit jasmani (Faiz. 2008). Penyakit jasmani sering muncul karena dipengaruhi
oleh faktor penyakit rohani seperti berlebih-lebihan dalam makanan atau malas
mengkonsumsi zat-zat yang gizi seperti vitamin dan sebagainya (Faiz. 2008).
Resistennya senyawa obat terhadap sebuah penyakit dapat mempengaruhi
seberapa cepat pasien itu dapat sembuh dari penyakitnya oleh karena itu penelitian ini
dianggap penting untuk mengetahui apakah senyawa obat ini masih dapat digunakan
sebagai terapi antibiotik atau tidak (Faiz. 2008).
Biasanya setelah berobat ada yang langsung sembuh dan ada pula yang
membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ini berarti masalah kesembuhan suatu
penyakit tergantung pada ridha dan izin Allah SWT (Faiz. 2008).
Melihat kekuasaan dan keagungan Allah bukanlah perkara yang sulit. Di alam
raya ini tak terhitung banyaknya tanda-tanda yang menunjukkan hal itu. Semuanya
dapat kita saksikan dengan mata dan indra kita dan dengan anggota-anggota tubuh
yang lain. Bahkan, pada diri kita sendiri pun luar biasa banyaknya tanda kekuasaan
Allah jika kita mau memikirkannya (Faiz. 2008).
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silig bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. Dan sesungguhnya, tiadalah Allah menciptakan semuanya ini dengan sia-sia,
sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah SWT QS Āli-Imrān/3: 190-191,
yaitu:
48
Terjemahnya:
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa
neraka” (Departemen Agama RI. 2010: 110).
Ayat di atas menjelaskan sebagian ciri-ciri yang dinamai Ulul Albâb, mereka
adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang terus-menerus
mengingat Allah, dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat
bekerja atau istirahat. Dari ayat di atas bahwa objek zikir adalah Allah, sedangobjek
pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan
kepada Allah lebih banyak didasarka kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya
oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk
memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat
Allah. Manusia yang membaca lembaran alam raya niscaya akan mendapatkan-Nya
(Shihab. 2012).
Langit dengan ketinggian dan keluasannya, dan bumi dengan kerendahannya,
keluasan, dan kepadatannya, serta segala yang terdapat diantara keduanya merupakan
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat agung dan dapat kita saksikan, yang terdiri
49
dari binatang-binatang yang tetap dan yang berpindah-pindah,lautan pegunungan,
pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, hewan, pertambangan,
mikroorganisme, berbagai macam warna, aroma, serta keistimewaan lainnya (Shihab.
2012).
Demikian juga dengan
pergantian siang dan malam, pergantian masa
(panjang dan pendek) diantara keduanya. Dalam kesemuanya itu terdapat bukti yang
sangat jelas sekaligus dalil yang kuat bagi orang-orang yang berakal sehat yang
memahami hakikat berbagai hal secara nyata, sehingga mereka bergerak untuk selalu
berzdikir kepada Allah dalam segala keadaan mereka. Selain itu, mereka juga
meyakini bahwa hikmah-hikmah dan berbagai nikmat yang lapang dan sempurna ini
merupakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan serta kebijaksanaan
al-Khaliq, pilihan dan rahmat-Nya (Shihab.2012).
Dia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tanpa guna dan tidak
akan membiarkannya begitu saja, tetapi sebaliknya Dia menciptakan secara sungguhsungguh dan akan memberikan balasan kejahatan terhadap orang-orang yang berbuat
jahat dan balasan kebaikan terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan. Suatu
contoh dan bahan renungan buat kita, bahwasanya segala yang ada, baik di bumi,
langit atau angkasa, pada dasarnya adalah ciptaan Allah semua dan tiadalah yang siasia. Allah menciptakan makhluk mulai yang besar, seperti matahari, bumi, bulan dan
planet-planet, sampai makhluk yang kecil seperti semut, rerumputan hingga bakteri
yang tidak tampak mata atau yang lebih kecil lagi, yaitu sel. Seluruh makhluk yang
50
ada adalah ciptaan Allah. Tidak ada benda yang muncul secara tiba-tiba, tanpa ada
yang menciptakan (Shihab. 2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan pengembangan bakteri
secara in vitro pada media kultur lalu dilakukan uji sensitivitas dan resistensi bakteri
Streptococcus mutans terhadap beberapa antibiotik. Bakteri Streptococcus mutans
yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi berasal dari pasien karies gigi.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia dan Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Haji
Makassar.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium, yaitu
penelitian yang menguraikan atau menggambarkan suatu keadaan dalam suatu
fenomena yang belum pernah dilaporkan sebelumnya.
C. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien Karies Gigi di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar.
51
52
D. Sampel
Sampel penelitian ini adalah karies penderita penyakit Karies Gigi di Rumah
Sakit Umum (RSU) Haji Makassar dan antibiotik yang sesuai dengan antibiotik
yang sering diresepkan untuk penyakit karies gigi. Besar sampel penelitian ini dan
tingkat ketelitian yang dikehendaki serta ketetapan relatif yang diinginkan, sesuai
perhitungan rumus sebagai berikut:
=
2
+
+
−
Dimana :
n= Besar Sampel
Zα = Derifat baku alfa, kesalahan tipe 1 sebesar 1%, hipotesis 1 arah (2,33)
Zβ = Derifat baku beta, power penelitian sebesar 80%, hipotesis 1 arah (0,84)
P1 = Proporsi Populasi pada penelitian ini P1= RR X P2 = 1,4 X 0,8 = 1,12
P2 = Proporsi populasi karies gigi dari kepustakaan 80% = 0,8
Q1= 1-P1 = 0,12
Q2= 1-P2 = 0,2
P= (P1+P2)/2 = (1,12+0,8)/2 = 0,96
Q=1-P = 0,04
=
2,33 2 0,96 0,04 + 0,84 1,12 0,12 + 0,8 0,2
1,12 − 0,8
53
=
=
2,33√0,0768 + 0,84√−0,12 + 0,16
0,32
2,33 0,28 + 0,84
0,1024
=
0,652 + 0,134
0,1024
=
0,768
0,1024
=
0,617
0,1024
0,16
= 6,02 di bulatkan jadi 6. Jadi minimal sampel yang dibutuhkan adalah 6.
Besar sampel sebesar 10 boleh digunakan karena memenuhi syarat besar
minimal sampel untuk penelitian ini adalah 6. Sampel 10 > 6.
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat
Karies gigi, Streptococcus mutans
2. Variabel bebas
Amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.
54
G. Penyiapan Sampel
1. Pengambilan Sampel
Pegambilan sampel Karies berasal dari pasien karies gigi di RSUD. Haji
Makassar. Sampel karies diambil menggunakan cotton swab dan dilakukan
Pengolahan Sampel di laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas Muslim
Indonesia.
Karies yang telah diperoleh dari pasien karies gigi, tersebut, selanjutnya di
simpan dalam medium TSB sebagai medium transport dan diisolasi isolasi bakteri
Streptococcus mutans menggunakan medium spesifik.
H. Prosedur Uji Resistensi
1. Persiapan sterilisasi alat menggunakan autoclave
Setelah dicuci alat-alat yang akan disterilkan dikeringkan dan dibungkus
dengan kertas tahan panas, Kemudian dimasukkan dalam autoclave dan dipanaskan
pada temperatur antara 150ºC, selama kurang lebih 15 menit, Pastikan bahwa di
antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk menjamin agar
pergerakan udara tidak terhambat.
2. Isolasi bakteri dari Karies Gigi
Diambil sampel karies gigi pada pasien karies gigi sebanyak 10 pasien
menggukan cotton swab, Spesimen karies gigi yang diambil dari pasien karies gigi
lalu disimpan didalam medium transport (TSB), Spesimen karies gigi yang telah
diambil, dimasukkan dalam cawan petri yang berisi medium TYC Agar, kemudian
simpan tabung tersebut dalam inkubator pada suhu 370 C selama 2x24 jam, Amati
55
koloni yang tumbuh dan selanjutnya koloni yang tumbuh digunakan untuk pembuatan
media miring menggunakan medium NA.
3. Pembiakkan bakteri di media miring
Pipet 10 ml medium NA dan masukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10
buah kemudian miringkan hingga medium NA memadat dan siap untuk digoreskan
bakteri yang sudah dibiakkan dalam medium spesifik yaitu medum TYC Agar,
Diamati koloni yang tumbuh untuk digunakan dalam pembuatan suspensi bakteri
dalam pengujian sensitivitas dan resistensi.
4. Pembuatan suspensi bakteri
Diambil 1 ose biakan bakteri Streptococcus mutans, dimasukkan kedalam vial
berisi NaCl 1 ml lalu homogenkan. Ukur transmitan masing-masing sampel hingga
mencapai 25T. Dimana pengukuran spektro dilakukan untuk pengujian transmitan
bakteri yang harus digunakan dalam pengujian Sensitivitas dan Resistensi Bakteri.
5. Uji sensitivtas dan resistensi antibiotik
Bakteri Streptococcus mutans yang telah dilakukan standarisasi dipersiapkan
dan diamblil 1 ose lalu dimasukkan dalam vial yang berisi medium NA sebanyak 5
ml. Dihomogenkan dan masukkan dalam cawan petri yang telah dibagi 3 lalu
dibiarkan memadat. Letakkan disk antibiotik di atas medium NA tersebut, sesuai
dengan area yang telah ditandai lalu diinkubasi 370C selama 24 jam.
56
6. Menilai hasil biakan
Ukur diameter zona hambat yang terdapat di sekitar disk antibiotik
amoksislin, eritromosin dan seftriakson diukur dengan menggunakan alat ukur
mikrometer yaitu jangka sorong.
a.
Kriteria Inklusi
Sedang melakukan Single terapi amoksisilin. Pasien riwayat penyakit karies
gigi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Bersedia menjadi
responden. Sedang dalam terapi antibiotik amoksisilin.
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
Pasien Karies gigi sedang tidak berobat di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Haji Makassar. Tidak hadir pada saat pengambilan sampel karies gigi
diadakan.
c.
Kriteria pengunduran diri/drop out:
Pasien yang tidak menggunakan antibiotik amoksisilin pada terapi pengobatan
penyakit karies gigi.
I. Instrumen Penelitian
1.
Alat yang digunakan
Jangka sorong (Maratron), aluminium foil, autoclave (Hirayama), batang
pengaduk, cawan petri, Erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur 10ml (Pyrex), gelas ukur 5ml
(Pyrex), incubator (Memmert), kapas steril, lampu bunsen, penggaris, pinset, rak
tabung, oven (Memmert), tabung reaksi (Pyrex), sarung tangan karet, spidol
permanen, spoit steril 10ml, spoit steril 5ml,1 ml, plastic wrap, dan vial.
57
2.
Bahan yang digunakan
Alkohol, disk antibiotik amoksisilin,eritromisin, seftriakson, aquadest, NaCl,
medium TYC, NA, TSB dan spesimen karies gigi pasien.
J. Analisi Data Penelitian
Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, data
perbandingan variasi konsentrasi antibiotik pada masing-masing pasien karies gigi
akan ditentukan melalui analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap
karena penelitian ini merupakan penelitian instrumental sehingga lebih tepat
menggunakan ANOVA.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Analisi hasil pengamatan daya hambat uji resistensi pada masing-masing
pasien tampak pada Tabel 1,2 dan 3.
Tabel 1 : Data Hasil Rerata Daya Hambat Disk Antibiotik Amoksisilin pada
Streptococcus mutans
Koloni Bakteri
Daya Hambat
I
II
III
Rata-rata
(mm)
Keterangan
P1
0
0
0
0
R
P2
0
0
0
0
R
P3
0
0
0
0
R
P4
0
0
0
0
R
P5
7.2
0
0
2.4
R
P6
0
0
0
0
R
P7
0
0
0
0
R
P8
0
0
0
0
R
P9
0
0
0
0
R
P10
0
0
0
0
R
Total
7.2
0
0
2.4
R
58
59
Tabel 2: Data Hasil Rerata Daya Hambat Antibiotik Eritromisin pada Streptococcus
mutans
Koloni Bakteri
Daya Hambat
I
II
III
Rata-rata
(mm)
Keterangan
P1
21.2
21.0
21.7
21.3
S
P2
25.7
27.7
28.8
27.4
S
P3
23.8
24.6
24.6
24.3
S
P4
22.5
26.1
23.8
24.1
S
P5
18.1
18.5
18.1
18.2
I
P6
20.2
21.2
21.2
20.8
S
P7
21.1
24.7
24.8
23.5
S
P8
20.9
22.8
24.7
22.8
S
P9
32.2
27.9
27.5
29.2
S
P10
24.8
23.9
26.1
24.9
S
Total
230.5
238.4
241.3
236.5
S
Tabel 3: Data Hasil Rerata Daya Hambat Antibiotik ceftriakson pada Streptococcus
mutans
Koloni Bakteri
Daya Hambat
I
II
III
Rata-rata
(mm)
Keterangan
P1
8.7
8.3
7.9
8.3
R
P2
13.7
9.2
13.1
12.0
R
P3
20.3
18.8
20.5
19.8
I
P4
18.7
22.1
25.5
22.1
I
P5
9.0
15.4
20.7
15.0
1
P6
8.0
7.5
8.3
7.9
R
P7
8.7
8.1
8.7
8.5
R
60
P8
12.3
14.5
16.0
14.2
R
P9
13.4
15.5
14.2
14.3
R
P10
14.1
15.3
12.2
13.9
R
Total
126.9
134.7
147.1
136.0
R
Keterangan:
P1 = Pasien 1
P2 = Pasien 2
P3 = Pasien 3
P4 = Pasien 4
P5 = Pasien 5
P6 = Pasien 6
P7 = Pasien 7
P8 = Pasien 8
P9 = Pasien 9
P10 = Pasien 10
R = Resisten
I
= Intermediat
S = Sensitif
B. Pembahasan
Pada penelitian ini sampel yang didapat dengan medium TSB sebagai medium
transport kultur (+) serta dengan terapi tunggal amoksisilin sebanyak 10 pasien. Umur
terbanyak adalah 30-37 tahun sebanyak 4 pasien, yang berumur 29 tahun sebanyak 1
61
pasien, yang berumur 6-10 sebanyak tahun 3 pasien dan yang berumur >40 tahun
sebanyak 2 pasien. Penderita kerusakan gigi dalam penelitian ini adalah penderita
karies gigi dengan terapi yaitu dengan single terapi Amoksisilin.
Dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka digunakan
antibiotik antara lain amoksisilin, eritromisin dan seftriakson.
Hasil penelitian pada pasien 1 berumur 33 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian Amoksisilin 10 µg dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi
hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji Makassar
menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm,
diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin ±7 hari dengan pemakaian obat yang tidak
sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dimana bakteri Streptococcus
mutans yang resistensi terhadap amoksisilin memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu
destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk
berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara
protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik sehingga pada saat uji resistensi
amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria
antibiotik termasuk dalam kategori resistensi dengan range ≥ 16 mm.
62
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 1 yang menunjukkan diameter
I adalah 21.2 mm, diameter II adalah 21.0 mm, serta diameter III adalah 21.3 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 21.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik ≥ 21 termasuk
dalam kategori Sensitif, dimana mekanisme kerja eritromisin itu sendiri dapat
menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 1 yang menunjukkan diameter
I adalah 8.7 mm, diameter II adalah 8.3 mm, serta diameter III adalah 7.9 mm dengan
hasil rata-rata diameter adalah 8.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah
Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik ≤ 14 termasuk
dalam kategori resisten, dimana mekanisme kerja Seftriakson itu sendiri dapat
menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 2 berumur 35 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian Amoksisilin 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang
diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit umum Daerah
(RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I
63
adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil
rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang
merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi
karena
amoksisilin
sudah
tidak
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien
karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin sebelumnya dengan
pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin. dimana
bakteri Streptococcus mutans yang Resistensi terhadap amoksisilin, dan memiliki 3
mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan
penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan
afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga
pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang
menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori resistensi dengan
range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 2 yang menunjukkan diameter
I adalah 25.7 mm, diameter II adalah 27.7 mm, serta diameter III adalah 28.8 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 27.4 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
64
dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin
itu sendiri dapat menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 2 yang menunjukkan diameter
I adalah 13.7 mm, diameter II adalah 9.2 mm, serta diameter III adalah 13.1 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 12.0 mm yang termasuk kriteria antibiotik
sudah Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson
itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 3 berumur 30 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji
Makassar menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0
mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin sebelumnya dengan pemakaian obat yang
tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme
65
resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi
antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas
ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat
uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada
tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 3 yang menunjukkan diameter
I adalah 23.8 mm, diameter II adalah 24.6 mm, serta diameter III adalah 24.6 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.1 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin
itu sendiri dapat menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 3 yang menunjukkan diameter
I adalah 20.3 mm, diameter II adalah 18.8 mm, serta diameter III adalah 20.5 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 19.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena seftriakson masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
66
termasuk dalam kategori intermediat dengan range ≥ 14-20 mm, dimana mekanisme
kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 4 berumur 37 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji
menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm,
diameter II adalah 0 mm, serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin dengan pemakaian obat yang tidak sesuai
dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme
resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi
antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas
ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat
uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada
tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 4 yang menunjukkan diameter
I adalah 22.5 mm, diameter II adalah 26.1 mm, serta diameter III adalah 23.8 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.1 mm yang termasuk kriteria antibiotik
67
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin
yaitu menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 4 yang menunjukkan diameter
I adalah 20.3 mm, diameter II adalah 18.8 mm, serta diameter III adalah 20.5 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 19.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena seftriakson masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 15-19 mm, dimana mekanisme
kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 5 berumur 29 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji
kemudian menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah
7,2 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil ratarata diameter 2.4 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang
merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi
karena
amoksisilin
sudah
tidak
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
68
Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien
karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari,
dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan betalaktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein
transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut
dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin
menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 5 yang menunjukkan diameter
I adalah 18.1 mm, diameter II adalah 18.5 mm, serta diameter III adalah 18.1 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 18.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat masih dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena eritromisin masih dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria
antibiotik termasuk dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 16-20 mm, dimana
mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 5 yang menunjukkan diameter
I adalah 9.0 mm, diameter II adalah 15.4 mm, serta diameter III adalah 20.7 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 15.0 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
69
karies gigi karena seftriakson dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 15-19 mm, dimana mekanisme kerja
seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 6 berumur 6 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji
menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm,
diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian
obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3
mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan
penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan
afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga
pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang
menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi
dengan range ≥ 16 mm.
70
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg sebagai dalam pengujian sensitivitas
dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 6 yang menunjukkan
diameter I adalah 20.2 mm, diameter II adalah 21.2 mm, serta diameter III adalah
21.2 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 20.8 mm yang termasuk kriteria
antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Sensitivitas dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme
kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 6 yang menunjukkan diameter
I adalah 8.0 mm, diameter II adalah 7.5 mm, serta diameter III adalah 8.3 mm dengan
hasil rata-rata diameter adalah 7.9 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih
Sensitif yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori resistensi dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja
seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 7 berumur 10 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji
menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm,
71
diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian
obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin dan memiliki 3
mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan
penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan
afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga
pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang
menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi
dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 7 yang menunjukkan diameter
I adalah 21.1 mm, diameter II adalah 24.7 mm, serta diameter III adalah 24.8 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 23.5 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin
menghambat sintesis protein bakteri.
72
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 7 yang menunjukkan diameter
I adalah 8.7 mm, diameter II adalah 8.1 mm, serta diameter III adalah 8.7 mm dengan
hasil rata-rata diameter adalah 8.5 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah
Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita
karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja
seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 8 berumur 9 tahun dengan karies gigi terapi
amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang
diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I
adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil
rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang
merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan l kepada pasien penderita karies
gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien
karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari
dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin
dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan betalaktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein
73
transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut
dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin
menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian resistensi antibiotik
maka didapatkan hasil dari pasien 8 yang menunjukkan diameter I adalah 20.9 mm,
diameter II adalah 22.8 mm, serta diameter III adalah 24.7 mm dengan hasil rata-rata
diameter adalah 22.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang
merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena
eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara
efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori
sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat
sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 8 yang menunjukkan diameter
I adalah 12.3 mm, diameter II adalah 14.5 mm, serta diameter III adalah 16.0 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 14.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik
sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja
seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
74
Hasil penelitian pada pasien 9 berumur 53 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji
menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm,
diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata
diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan
bahwa obat tidak dapat diberikan lagi kepada pasien penderita karies gigi karena
amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang
telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian
obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin dan memiliki 3
mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan
penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan
afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga
pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang
menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi
dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 9 yang menunjukkan diameter
I adalah 32.2 mm, diameter II adalah 27.9 mm, serta diameter III adalah 27.5 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 29.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik
masih sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita
75
karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk
dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin
menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 9 yang menunjukkan diameter
I adalah 13.4mm, diameter II adalah 15.5 mm, serta diameter III adalah 12.2 mm
dengan hasil rata-rata diameter adalah 14.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik
sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja
seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Hasil penelitian pada pasien 10 berumur 63 tahun dengan terapi amoksisilin
dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada
pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji
menggunakan metode tuang yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II
adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm
yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak
dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah
tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat
terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasi1en karies gigi yang telah mengkonsumsi
76
antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai
dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin dan memiliki 3 mekanisme resistensi,
yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik
untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara
protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik,
Sehingga pada saat uji
resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada
tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm.
Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 10 yang menunjukkan
diameter I adalah 24.8 mm, diameter II adalah 23.9 mm, serta diameter III adalah
26.1 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.9 mm yang termasuk kriteria
antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien
penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik
termasuk dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja
eritromisin menghambat sintesis protein bakteri.
Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan
resistensi antibiotik
maka didapatkan hasil dari pasien 10 yang menunjukkan
diameter I adalah 14.1 mm, diameter II adalah 15.3 mm, serta diameter III adalah
12.2 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 13.9 mm yang termasuk kriteria
antibiotik sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada
pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan
77
bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria
antibiotik termasuk dalam kategori resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana
mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel
bakteri.
Setelah di lakukan penelitian maka hasil penelitian uji senstivitas dan
resistensi yang diperoleh dianalisa menggunakan program pengolahan data statistik
SPSS 20. Pada analisa data ini ditentukan terlebih dahulu homogenitas dari setiap
variabel dengan Levene test, hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa dua atau lebih
kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama dalam
suatu penelitian dan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk
memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal
(Purbayu, 2005) untuk terjadinya peningkatan daya hambat beberapa antibiotik pada
bakteri Streptococcus mutans.
Uji Homogenitas varians dihitung dengan menggunakan Levene test. Hasil
uji nilai Levene Test efektivitas dan resistensi daya hambat eritromisin sebesar 2,804
dengan nilai signifikansi 0,26, karena nilai signifikansi <0,05 maka gabungan data
merupakan data yang homogen, sedangkan untuk nilai Levene Test efektivitas dan
resistensi daya hambat seftriakson sebesar 2,509 dengan nilai signifikansi 0,42,
karena nilai signifikansi <0,05 maka gabungan data merupakan data yang homogen.
Pada uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk Jika signifikansi
yang diperoleh lebih besar dari α (α > 0,05), maka sampel berasal dari populasi yang
terdistribusi normal, tetapi jika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari α (α<
78
0,05) maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel perhitungan Shapiro-Wilk pada efektivitas dan resistensi daya
hambat eritromisin dan seftriakson menghasilkan signifikansi > 0,05 yang berarti data
tersebut berdistribusi normal.
Setelah dilakukan uji Homogenitas dan Normalitas maka dilakukanlah uji
ANOVA satu arah. Dari analisis anova yang telah di lakukan didapatkan nilai F
hitung dari efektivitas dan resistensi daya hambat eritromisin yaitu 13,362 dan F tabel
yaitu 2,39. Karena F hitung > F tabel (13,362> 2,39), maka terdapat perbedaan pada
beberapa kelompok Uji. Perbedaan efektivitas dan resistensi juga dapat dilihat pada
nilai signifikansinya yaitu 0,000001, yang dinyatakan bahwa jika nilai signfikansi
<0,05 maka terdapat perbedaan (Triyuliana, 2007). Kemudian untuk nilai F Hitung
dari efektivitas dan resistensi daya hambat seftriakson yaitu 11,267 dan F tabel yaitu
2,39. Karena F hitung > F tabel (2,39>11,267), dan berdasarkan signifikansi dari
kapasitas yaitu 0,000005 maka terdapat perbedaan dalam hal peningkatan efektivitas
dan ressitensi daya hambat seftriakson.
Dari hasil penelitian uji resistensi antibiotik menggunakan metode kirby bauer (difusi
agar) menunjukkan hasil bahwa 100% dari 10 pasien sebagai sampel mengalami
resisten terhadap antibiotik amoksisilin. Resistensi yang timbul adalah resistensi
terhadap amoksisilin Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta-laktam
memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase,
menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan
menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa
79
antibiotik kemudian 90% dari 10 pasien sebagai sampel masih Sensitif terhadap
antibiotik eritromisin sebagai antibiotik dan 10%
dari 10 pasien mengalami
Intermediat dan 85% dari 10 pasien sebagai sampel sudah Resisiten terhadap
antibiotik seftriakson sebagai antibiotik dan 15% dari 10 pasien mengalami
intermediat yang berarti bakteri Streptococcus mutans sudah tidak Sensitif terhadap
antibiotik seftriason dalam pengobatan penyakit karies gigi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada uji resistensi Streptococcus
mutans terhadap disk
antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Dari hasil pengujian uji sensitivitas dan resistensi antibiotik menggunakan
metode kirby bauer (difusi agar) menunjukkan hasil bahwa 100% dari 10 pasien
sebagai sampel mengalami resisten terhadap antibiotik Amoksisilin, 90% dari 10
pasien sebagai sampel masih sensitif terhadap antibiotik Eritromisin dan hasil dari
85% dari 10 pasien sebagai sampel sudah resisten terhadap antibiotik Seftriakson.
2.
Dari hasil pengujian uji sensitivitas dan resistensi antibiotik amoksisilin,
eritromisin dan seftraikson menggunakan metode Kirby bauer (difusi agar)
menunjukkan antibiotik eritromisin yang memiliki efek sensitivitas yang paling baik.
B. Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi
resistensi
bakteri
Streptococcus
Amoksisilin dan ceftriason.
80
mutans
terhadap
antibiotik
KEPUSTAKAAN
Ariestanto, dio. 2012:9. Potensi Pemanfaatan Flavonoid Limbah Kulit Kakao
(Theobro ma Cacao L.) sebagai Bahan Tambahan Pembuatan Permen
Antikariogenik. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Airlangga.
Surabaya.
Ari, W.N. 2008. Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana, Available from
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans
31.pdf
[Desember-2015]
Bidarisugma, berlin dkk. 2012: 1,3. Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans 1 (c)
67 kDa sebagai Imunisasi Pasif dalam Alternatif Pencegahan Karies Gigi
secara Topikal. Surabaya.
BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012. Surat Kwputusan No.1 /Sekjen. BIMKG
Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5.
Dorlan, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan. Jakarta. EGC
Dwi, eva wijayantie. 2012:115. Isolat dan Uji Aktivitas Antimikroba dari Isolat
Streptomyces Terhadap Escherichia coli dan Uji Bioautografi. Jakarta :
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiah Jakarta.
Eva, Dwi Wijayanti. 2012: 112,115. Isolat dan Uji Aktivitas Antimikroba dari Isolat
streptocomyces terhadap Escherichia coli dan Uji Bioatografi. Jakarta :
fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Faiz Muhammad Almath, Dr., 2008. 1100 hadits terpilih: Sinar ajaran Muhammad,
Gema Insani, Jakarta.
Fehrenbach MJ. 2004:18. The Preventive Angle: remineralization, protection and the
caries experience. Young dental.
Gyure, ruth A.. 2012. The Evaluation of Antibiotics Using Kirby Bauer Disk
Diffusion Method. Western CT State University.
F.H. Kayser et al. 2010. Medical Microbiology. New York. Thieme.
Hamita APT, Maksum Hadri. 2012:15,18,21,22,23. Buku Ajar Analisa Hayati.
Jakarta. EGC.
81
82
Henry, F. Chambers. 2011: 67,69,71,74,76,77. Senyawa Antimikroba. Goodman and
Gilman Dasar-dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta. EGC.
Hidayah, Nur. 2010. Ringan Tentang Mikrobiologi. Waterloo University
Indry W, Christy NM, Paulina G.2013 : 1. Pengalaman karies gigi serta pola
makan dan minum pada anak sekolah dasar di desa kiawa kecamatan
kawangkoan utara. Manado. Jurnal e-GiGi.
Juke. 2015 : 120,121,122. Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga, Jakarta
Kamus Kesehatan. 2015.Jakarta
Microcheam Laboratory. 2015. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Panduan Peringatan Hari
Kesehatan Dunia : Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah
Kekebalan Kuman.
th
McDonald, avery, dean.2011: 183. Dentistry for the child and adolescent. 9 ed.,
Missouri : Mosby Elsiver.
McIntyre JM.2005: 21. Dental Caries- The Major Cause of Tooth Damages. In
Structure. 2en ed. Queensland : knowledge Books and Sofware.
M.K. Lalitha. 2011: 7,115,116,227,119,121. Manual on Antimicrobial Susceptibility
Testing. Christian Medical College. Vellore, Tamil Nadu.
Oliveira, L. V. R. and R. T. de Faria. 2008.18. In vitro propagation of Brazilian
orchids using traditional culture media and commercial fertilizers
formulations.Acta Scientiarum, Agronomy Maringa.
Pertiwi, Dewi. 2010. Penetapan Kadar Amoksisilin Dalam Tablet. Fakultas Farmasi.
Unuversitas Sumatera Utara.
Putri MH, Eliza H, Neneng N. 2011: 154-6 In : Juwono L, editor. Ilmu pencegahan
penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC.
Radji, Maksum. 2010. 21.Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC.
83
Rasinta T. 2014: 38. .Karies gigi. Juwono L, editor. Edisi 2.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Rianto, Setiabudy. 2010. Pengantar Antimikroba. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sastroasmoro, Sudigdo. 2010:112. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Setiabudy, dkket al.2010: 75 Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an, Volume 3. Jakarta: Lentera Hati.
Sihotang. 2010 : 7. karies gigi. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Universitas Indonesia.
Tjahjati, subroto. 2011:13. Pedoman Pengobatan pada Hewan. Bentang
Pustaka.
Trihono. Riset kesehatan dasar (RIKESDAS) nasional 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan kesehatan Departemen Kesehatan RI 2013: 110-1.
Umiana, tri soleha. 2015:120. Uji kepekaan Terhadap Antibiotik. Bagian
Mikrobiologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung.
Wahyutomo, A. 2010. Hubungan Karakteristik dan Peran Kader Posyandu dengan
Pemantauan Tumbuh kembang Balita di Puskesmas Kalitidu-Bojonegoro.
Tesis. Program Pascasarjana FK UNS. Surakarta
Word Healt Organization. 2012. The World Health Report Shaping the Future.
Geneva: Word Health Orgazation
Yati H. Istiantoro, Vincent H.S. Gan 2011. Antimikroba Rifampisin, Penisilin,
Sefalosporin dan Antibiotik Beta Laktam Lainnya.. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sterilisasi alat menggunakan oven
Alat dicuci, dikeringkan,
dan dibungkus
Masukkan dalam oven
Dipanaskan dengan suhu 130oC
selama 24 jam
Alat siap digunakan
84
Lampiran 2. Pembuatan Medium TSB Agar
Timbang medium TSB sebanyak 5 gr
Ditambahkan dengan 250 ml aquadest
Medium yang telah larut disterilkan dalam
Autoklav selama 15 menit pada suhu 1210C
85
Lampiran 3. Pembuatan Medium TYC Agar
Siapkan erlenmeyer
Timbang medium TYC Agar sebanyak 5 gr
Ditambahkan dengan 250 ml aquadest
Dipanaskan hingga medium larut
Medium yang telah larut disterilkan dalam
Autoklav selama 15 menit pada suhu 1210C
86
Lampiran 4. Pengembilan sampel
Siapkan cotton swab, simpan cotton swab dibagian
karies gigi pasien selama beberapa detik
Dimasukkan dalam medium
transport (TSB)
Inkubasi selama 24 jam
87
Lampiran 5. Isolasi bakteri dari karies gigi
10 spesimen karies yang telah berisi medium TSB
Diambil 1 ose
Digoreskan dalam medium spesifik (TYC Agar)
Simpan dalam inkubator 37oC selama 24 jam
Amati koloni yang tumbuh.
Streptococcus mutans positif jika pada permukaan media terdapat
pertumbuhan koloni yang berwarna putih
Koloni siap digunakan untuk uji sensitivitas
dan resistensi
88
Lampiran 6. Uji sensitivitas dan resistensi bakteri
Ambil 1 ose bakteri yang telah dibiakkan
sebelumnya dimedium NA
Dimasukkan dalam vial yang berisi NaCl 1 ml lalu
dihomogenkan
Diukur nilai transmitannya yaitu 25 T untuk bakteri yang siap digunakan
dalam pengujian sensitivitas dan resistensi bakteri
Kemudian diambil satu ose bakteri dan dimasukkan didialam vial
yang berisi medium 5 ml, homogenkan
Letakkan piper disk Amoksisilin, eritromisin dam
seftriason diatas medium
Inkubasi selama 24 jam
Amati dan sesuaikan dengan tabel resistensi antibiotik
89
Lampiran 7. Identitas Peneliti
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Perkenalkan nama saya Fany Fadyla Hasrul mahasiswa Farmasi Program
Studi S1 Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.
Saya akan melakukan penelitian tentang “Uji Sensitivitas dan Resistensi bakteri
Streptococcus mutans penyebab karies gigi terhadap Beberapa Antibiotik Secara Invitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji di Makassar”
Penelitian yang akan saya lakukan bertujuan untuk mengetahui sensitivitas
dan resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap beberapa antibiotik dimana
yang digunakan yaitu disk antibiotik amoksisilin dengan konsentrasi 10 µg,
eritromisin 30 µg, dan seftriason 30 µg yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
Uji Sensitivitas adalah serangkaian uji yang diberikan terhadap sampel
dengan konsentrasi disk antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans. Senstivitas antibiotik merupakan respon antibiotik terhadap
bakteri yang masih efektif dalam penggunaan antibiotik.
Uji Resistensi merupakan serangkaian uji yang diberikan terhadap sampel
penelitian dengan konsentrasi disk antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
mutans.
Resisten
Antibiotik
merupakan
resistensi
mikroorganisme terhadap obat antimikroba yang sebelumnya sensitif.
Uji Sensitivitas dan Resistensi ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Haji Makassar dan laboratorium mikrobiologi farmasi Universitas
Muslim Indonesia (UMI) dengan pasien yang memenuhi syarat penelitian. Penelitian
ini akan dilakukan selama 2 minggu di laboratorium mikrobiologi farmasi Universitas
Muslim Indonesia (UMI) dengan menggunakan sampel karies gigi pasien di Rumah
90
91
Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Pelaksanaan Uji Sentivitas dan
Resistensi akan dilakukan oleh saya dan dibawah pengawasan pembimbing 1 yaitu
Hj. Gemy Nastity Handayani S.Si., M.Si., Apt. dan pembimbing 2 yaitu Asrul Ismail
S.Farm., M.Sc.,Apt.
Adapun bahaya atau risiko dalam penelitian Uji Sensitivitas dan Resistensi
ini yaitu tidak ada bahaya maupun resiko dimana pasien tidak akan merasa sakit
karena pengambilan sampel hanya menyimpan cotton swab pada bagian karies gigi
pasien kurang lebih 1 menit.
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi atau
pengetahuan kepada tenaga medis dan masyarakat tentang Sensitivitas dan Resistensi
bakteri dari beberapa penggunaan antibiotik.
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah secara sukarela dan tidak ada
bayaran selama Anda ikut berpartisipasi.
Partisipasi Anda dalam penelitian ini dan informasi yang Anda berikan tidak
akan diungkapkan kepada siapapun dan tanggapan Anda untuk kuesioner ini akan
dijaga kerahasiaannya.
Identitas Peneliti
Nama
: Fany Fadyla Hasrul
Alamat
: BTN. Pao-Pao Permai Blok.A1/10
Hp
: 082394987735
Lampiran 8. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian Setelah Mendapat
Penjelasan
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH
MENDAPAT PENJELASAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
: …………………………………………….
Umur
: …………………………………………….
Alamat
: …………………………………………….
Dengan ini menyatakan bahwa setelah saya mendapatkan penjelasan serta memahami
sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian yang berjudul:
Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus mutans penyebab Karies
Gigi terhadap beberapa Antibiotik Secara In-vitro di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Haji di Makassar
Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan
mengenai tujuan, manfaat apa yang akan dilakukan pada penelitian ini, saya
menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan.
Saya mengerti bahwa dari semua hal yang dilakukan peneliti kepada saya
dalam melakukan terapi tawa dapat menyebabkan masalah, namun saya percaya
kemungkinan tersebut sangat kecil karena dilakukan secara maksimal oleh peneliti
yang berpengalaman.
92
93
Saya tahu bahwa keikut sertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan,
sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Saya juga berhak bertanya
atau meminta penjelasan pada peneliti bila masih ada hal yang belum jelas atau masih
ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini.
Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
penelitian ini, akan ditanggung oleh peneliti. Demikian juga biaya perawatan dan
pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat penelitian ini, akan
dibiayai oleh peneliti.
Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian akan terjamin
dan saya dengan ini menyetujui semua data saya yang dihasilkan pada penelitian ini
untuk disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Bila terjadi perbedaan pendapat
menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Klien
NAMA
TG/BLN/THN
……………………………
…………………..
dikemudian
hari
TANDA TANGAN
………………………
Saksi 1
……………………………
…………………..
………………………
Saksi 2
……………………………
…………………..
………………………
kami
akan
94
Penanggung Jawab Penelitian :
Nama
: Fany Fadyla Hasrul
Penanggung Jawab Medis :
Nama
: Drg. Eriana Sutono
Alamat : BTN. Pao-Pao Permai Blok A1/10
Alamat : JL. Bacan No.98
Telepon
Telepon : 081340123975
: 082394987735
Lampiran 9. Rekam Medis
PASIEN 1
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : APRILYANI K
NOMOR MR.OPD
175929
UMUR : 33 TAHUN
ALAMAT : JL. ANDI TONRO
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. ERIANA SUTONO
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
27/01/16
Poli Gigi
gigi berlubang
dan karies
5/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan karies
10/2/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan karies
R/
Amoksisilin
Na. Diklofenak
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Tambalan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 2
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : RETNO ANRIANI,SE
NOMOR MR.OPD
214664
UMUR : 35 TAHUN
ALAMAT : MACCINI SOMBALA
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
6/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
R/
95
96
dan Karies gigi
12/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
Amoksisilin
Asam mefenamat
Pencabutan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 3
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : MUH. SYAHRIL ARFA
NOMOR MR.OPD
181301
UMUR : 30 TAHUN
ALAMAT : JL. MASJID RAYA
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. MAYA ROSITA
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
04/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
06/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Pencabutan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 4
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : HERAWATI RAUF
UMUR : 37 TAHUN
ALAMAT : JL. TANJUNG ALANG
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI
NOMOR MR.OPD
051431
97
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
06/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
16/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Pencabutan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Na. Diklofenak
PASIEN 5
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : AHMAD WARDINI CHAIRUL
NOMOR MR.OPD
109692
UMUR : 29 TAHUN
ALAMAT : JL. ABDUL KADIR 77 MAKASSAR
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
26/01/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
06/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Pencabutan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 6
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : FA’IQ FADTURAHMAN
UMUR : 6 TAHUN
ALAMAT : DG. TATA 1 BLOK V
NOMOR MR.OPD
114794
98
NAMA AYAH/IBU : ROSTINA
DITANGANI : Drg. INDRYANI
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
26/01/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
16/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Pencabutan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 7
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : DAHLIA
NOMOR MR.OPD
181301
UMUR : 10 TAHUN
ALAMAT : TABARIA BARU BLOK.W NO.8
NAMA AYAH/IBU : FARIDAH
DITANGANI : Drg. MAYA ROSITA
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
4/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
16/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Tambalan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 8
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : NURUL AFIFAH AMIR
UMUR : 9 TAHUN
ALAMAT : TABARIA BARU BLOK.W NO.8
NOMOR MR.OPD
214664
99
NAMA AYAH/IBU : IRNAWATI
DITANGANI : Drg. FITRAH AMALIA
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
10/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
112/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Tambalan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 9
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : HJ. FATIMAH
NOMOR MR.OPD
214654
UMUR : 53 TAHUN
ALAMAT : MANURUKI
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. FITRAH AMALIA
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
10/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
12/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Tambalan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
PASIEN 10
RSUD HAJI MAKASSAR
RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK
NAMA : HJ. HALIMAH
UMUR : 63 TAHUN
ALAMAT : JL. PULAU BARANG LOMPO
NOMOR MR.OPD
215128
100
NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. ERIANA SUTOSO
Tgl. Kunjungan
Poli yang dikunjungi
Diagnosa
Tindakan/Operasi
10/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
17/02/16
Poli Gigi
Gigi berlubang
dan Karies gigi
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
Tambalan
R/
Amoksisilin
Asam mefenamat
101
Lampiran 10. Gambar Penelitian
Pengambilan
sampel dari pasien
Gambar pengambilan sampel dari pasien
Sampel yang telah
diambil dari pasien
Gambar sampel yang telah diambil dari pasien
102
Sampel yang ditanam
pada medium transport
Gambar sampel karies dan medium transport
Medium spesifik (TYC)
Gambar medium spesifik (TYC)
103
Lampiran Hasil Amoksisilin
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 1 karies gigi
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 2 karies gigi
104
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 3 karies gigi
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 4 karies gigi
105
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 5 karies gigi
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 6 karies gigi
106
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 7 karies gigi
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 8 karies gigi
107
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 9 karies gigi
Paper disk antibiotik
amoksisilin
Pasien 10 karies gigi
108
Lampiran Hasil Eritromisin
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 1 karies gigi
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 2 karies gigi
109
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 3 karies gigi
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 4 karies gigi
110
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 5 kareis gigi
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 6 kareis gigi
111
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 7 karies gigi
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 8 karies gigi
112
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 9 karies gigi
Paper disk antibiotik
eritromisin
Pasien 10 karies gigi
113
Lampiran Hasil Seftriakson
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 1 karies gigi
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 2 karies gigi
114
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 3 karies gigi
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 4 karies gigi
115
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 5 karies gigi
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 6 karies gigi
116
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 7 karies gigi
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 8 karies gigi
117
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 9 karies gigi
Paper disk antibiotik
seftriakson
Pasien 10 karies gigi
Lampiran 11. Analisis statistik daya hambat antibiotik terhadap Streptococcus
mutans
ERITROMISIN
Oneway
Descriptives
daya hambat
N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean
Lower Bound
Minimum
Maximum
Upper Bound
1
3
21.3000
.36056
.20817
20.4043
22.1957
21.00
21.70
2
3
27.4000
1.57162
.90738
23.4959
31.3041
25.70
28.80
3
3
24.3333
.46188
.26667
23.1860
25.4807
23.80
24.60
4
3
24.1333
1.82300
1.05251
19.6047
28.6619
22.50
26.10
5
3
18.2333
.23094
.13333
17.6596
18.8070
18.10
18.50
6
3
20.8667
.57735
.33333
19.4324
22.3009
20.20
21.20
7
3
23.5333
2.10792
1.21701
18.2970
28.7697
21.10
24.80
8
3
22.8000
1.90000
1.09697
18.0801
27.5199
20.90
24.70
9
3
29.2000
2.60576
1.50444
22.7269
35.6731
27.50
32.20
10
3
24.9333
1.10604
.63857
22.1858
27.6809
23.90
26.10
30
23.6733
3.30537
.60348
22.4391
24.9076
18.10
32.20
Total
Test of Homogeneity of Variances
daya hambat
Levene Statistic
df1
df2
2.804
9
Sig.
20
.026
Robust Tests of Equality of Means
daya hambat
Statistic
a
df1
df2
Sig.
Welch
44.439
9
7.917
0.000008
Brown-Forsythe
13.362
9
10.447
0.000139
a. Asymptotically F distributed.
118
119
Tests of Normality
Pasien
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
a
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
1
.276
3
.
.942
3
.537
2
.242
3
.
.973
3
.683
3
.385
3
.
.750
3
.000
4
.239
3
.
.975
3
.696
5
.385
3
.
.750
3
.000
6
.385
3
.
.750
3
.000
7
.377
3
.
.770
3
.045
8
.175
3
.
1.000
3
1.000
9
.358
3
.
.813
3
.147
10
.215
3
.
.989
3
.800
daya hambat
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
daya hambat
Sum of Squares
Between Groups
Mean Square
F
271.659
9
30.184
45.180
20
2.259
316.839
29
Within Groups
Total
Df
Sig.
13.362
0.000001
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: daya hambat
Tukey HSD
(I) Pasien
(J)
Pasien
1
Mean
Std. Error
Sig.
Difference (I-J)
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
2
-6.10000
*
1.22719
.002
-10.4456
-1.7544
3
-3.03333
1.22719
.339
-7.3790
1.3123
4
-2.83333
1.22719
.425
-7.1790
1.5123
5
3.06667
1.22719
.325
-1.2790
7.4123
6
.43333
1.22719
1.000
-3.9123
4.7790
120
2
3
4
5
7
-2.23333
1.22719
.717
-6.5790
2.1123
8
-1.50000
1.22719
.960
-5.8456
2.8456
9
-7.90000
*
1.22719
.000
-12.2456
-3.5544
10
-3.63333
1.22719
.152
-7.9790
.7123
1
6.10000
*
1.22719
.002
1.7544
10.4456
3
3.06667
1.22719
.325
-1.2790
7.4123
4
3.26667
1.22719
.253
-1.0790
7.6123
5
9.16667
*
1.22719
.000
4.8210
13.5123
6
6.53333
*
1.22719
.001
2.1877
10.8790
7
3.86667
1.22719
.107
-.4790
8.2123
8
4.60000
*
1.22719
.033
.2544
8.9456
9
-1.80000
1.22719
.890
-6.1456
2.5456
10
2.46667
1.22719
.602
-1.8790
6.8123
1
3.03333
1.22719
.339
-1.3123
7.3790
2
-3.06667
1.22719
.325
-7.4123
1.2790
4
.20000
1.22719
1.000
-4.1456
4.5456
5
6.10000
*
1.22719
.002
1.7544
10.4456
6
3.46667
1.22719
.193
-.8790
7.8123
7
.80000
1.22719
1.000
-3.5456
5.1456
8
1.53333
1.22719
.954
-2.8123
5.8790
9
*
1.22719
.021
-9.2123
-.5210
10
-.60000
1.22719
1.000
-4.9456
3.7456
1
2.83333
1.22719
.425
-1.5123
7.1790
2
-3.26667
1.22719
.253
-7.6123
1.0790
3
-.20000
1.22719
1.000
-4.5456
4.1456
5
5.90000
*
1.22719
.003
1.5544
10.2456
6
3.26667
1.22719
.253
-1.0790
7.6123
7
.60000
1.22719
1.000
-3.7456
4.9456
8
1.33333
1.22719
.981
-3.0123
5.6790
9
*
1.22719
.015
-9.4123
-.7210
10
-.80000
1.22719
1.000
-5.1456
3.5456
1
-3.06667
1.22719
.325
-7.4123
1.2790
2
-9.16667
*
1.22719
.000
-13.5123
-4.8210
-6.10000
*
1.22719
.002
-10.4456
-1.7544
4
-5.90000
*
1.22719
.003
-10.2456
-1.5544
6
-2.63333
1.22719
.519
-6.9790
1.7123
3
-4.86667
-5.06667
121
-5.30000
*
1.22719
.010
-9.6456
-.9544
-4.56667
*
1.22719
.035
-8.9123
-.2210
*
1.22719
.000
-15.3123
-6.6210
*
1.22719
.001
-11.0456
-2.3544
1
-.43333
1.22719
1.000
-4.7790
3.9123
2
-6.53333
*
1.22719
.001
-10.8790
-2.1877
3
-3.46667
1.22719
.193
-7.8123
.8790
4
-3.26667
1.22719
.253
-7.6123
1.0790
5
2.63333
1.22719
.519
-1.7123
6.9790
7
-2.66667
1.22719
.503
-7.0123
1.6790
8
-1.93333
1.22719
.845
-6.2790
2.4123
9
-8.33333
*
1.22719
.000
-12.6790
-3.9877
10
-4.06667
1.22719
.079
-8.4123
.2790
1
2.23333
1.22719
.717
-2.1123
6.5790
2
-3.86667
1.22719
.107
-8.2123
.4790
3
-.80000
1.22719
1.000
-5.1456
3.5456
4
-.60000
1.22719
1.000
-4.9456
3.7456
5
5.30000
*
1.22719
.010
.9544
9.6456
6
2.66667
1.22719
.503
-1.6790
7.0123
8
.73333
1.22719
1.000
-3.6123
5.0790
9
-5.66667
*
1.22719
.005
-10.0123
-1.3210
10
-1.40000
1.22719
.974
-5.7456
2.9456
1
1.50000
1.22719
.960
-2.8456
5.8456
2
-4.60000
*
1.22719
.033
-8.9456
-.2544
3
-1.53333
1.22719
.954
-5.8790
2.8123
4
-1.33333
1.22719
.981
-5.6790
3.0123
5
4.56667
*
1.22719
.035
.2210
8.9123
6
1.93333
1.22719
.845
-2.4123
6.2790
7
-.73333
1.22719
1.000
-5.0790
3.6123
9
-6.40000
*
1.22719
.001
-10.7456
-2.0544
10
-2.13333
1.22719
.763
-6.4790
2.2123
1
7.90000
*
1.22719
.000
3.5544
12.2456
2
1.80000
1.22719
.890
-2.5456
6.1456
3
4.86667
*
1.22719
.021
.5210
9.2123
5.06667
*
1.22719
.015
.7210
9.4123
*
1.22719
.000
6.6210
15.3123
*
1.22719
.000
3.9877
12.6790
7
8
9
10
6
7
8
9
4
5
6
-10.96667
-6.70000
10.96667
8.33333
122
5.66667
*
1.22719
.005
1.3210
10.0123
8
6.40000
*
1.22719
.001
2.0544
10.7456
10
4.26667
1.22719
.057
-.0790
8.6123
1
3.63333
1.22719
.152
-.7123
7.9790
2
-2.46667
1.22719
.602
-6.8123
1.8790
3
.60000
1.22719
1.000
-3.7456
4.9456
4
.80000
1.22719
1.000
-3.5456
5.1456
5
6.70000
*
1.22719
.001
2.3544
11.0456
6
4.06667
1.22719
.079
-.2790
8.4123
7
1.40000
1.22719
.974
-2.9456
5.7456
8
2.13333
1.22719
.763
-2.2123
6.4790
9
-4.26667
1.22719
.057
-8.6123
.0790
7
10
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
daya hambat
Tukey HSD
Pasien
N
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
4
5
3
18.2333
6
3
20.8667
20.8667
1
3
21.3000
21.3000
8
3
22.8000
7
3
23.5333
23.5333
4
3
24.1333
24.1333
3
3
24.3333
24.3333
10
3
24.9333
24.9333
24.9333
2
3
27.4000
27.4000
9
3
Sig.
29.2000
.325
.079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.107
.057
123
CEFTRIAXON
Oneway
Descriptives
daya hambat
N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval for
Deviation
Minimum
Maximum
Mean
Lower Bound
Upper Bound
1
3
8.3000
.40000
.23094
7.3063
9.2937
7.90
8.70
2
3
12.0000
2.44336
1.41067
5.9304
18.0696
9.20
13.70
3
3
19.8667
.92916
.53645
17.5585
22.1748
18.80
20.50
4
3
22.1000
3.40000
1.96299
13.6539
30.5461
18.70
25.50
5
3
15.0333
5.85861
3.38247
.4797
29.5869
9.00
20.70
6
3
7.9333
.40415
.23333
6.9294
8.9373
7.50
8.30
7
3
8.5000
.34641
.20000
7.6395
9.3605
8.10
8.70
8
3
14.2667
1.86100
1.07445
9.6437
18.8897
12.30
16.00
9
3
14.3667
1.05987
.61192
11.7338
16.9995
13.40
15.50
10
3
13.8667
1.56312
.90247
9.9837
17.7497
12.20
15.30
30
13.6233
5.01966
.91646
11.7490
15.4977
7.50
25.50
Total
Test of Homogeneity of Variances
daya hambat
Levene Statistic
df1
df2
2.509
9
Sig.
20
.042
Robust Tests of Equality of Means
daya hambat
Statistic
a
df1
df2
Sig.
Welch
41.413
9
7.987
0.000009
Brown-Forsythe
11.267
9
5.299
0.006439
a. Asymptotically F distributed.
124
Tests of Normality
Pasien
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
a
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
1
.175
3
.
1.000
3
1.000
2
.340
3
.
.848
3
.235
3
.346
3
.
.837
3
.206
4
.175
3
.
1.000
3
1.000
5
.192
3
.
.997
3
.896
6
.232
3
.
.980
3
.726
7
.385
3
.
.750
3
.000
8
.217
3
.
.988
3
.792
9
.229
3
.
.981
3
.739
10
.226
3
.
.983
3
.752
daya hambat
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
daya hambat
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
610.334
9
67.815
Within Groups
120.380
20
6.019
Total
730.714
29
Sig.
11.267
0.000005
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: daya hambat
Tukey HSD
(I) Pasien
(J)
Pasien
Mean
Std. Error
Sig.
Difference
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
(I-J)
1
2
-3.70000
2.00316
.701
-10.7934
3.3934
3
*
2.00316
.000
-18.6601
-4.4732
4
*
-13.80000
2.00316
.000
-20.8934
-6.7066
5
-6.73333
2.00316
.072
-13.8268
.3601
6
.36667
2.00316
1.000
-6.7268
7.4601
-11.56667
125
2
7
-.20000
2.00316
1.000
-7.2934
6.8934
8
-5.96667
2.00316
.148
-13.0601
1.1268
9
-6.06667
2.00316
.135
-13.1601
1.0268
10
-5.56667
2.00316
.209
-12.6601
1.5268
1
3.70000
2.00316
.701
-3.3934
10.7934
3
*
2.00316
.022
-14.9601
-.7732
4
*
-10.10000
2.00316
.002
-17.1934
-3.0066
5
-3.03333
2.00316
.871
-10.1268
4.0601
6
4.06667
2.00316
.590
-3.0268
11.1601
7
3.50000
2.00316
.758
-3.5934
10.5934
8
-2.26667
2.00316
.975
-9.3601
4.8268
9
-2.36667
2.00316
.967
-9.4601
4.7268
10
-1.86667
2.00316
.993
-8.9601
5.2268
*
2.00316
.000
4.4732
18.6601
2
7.86667
*
2.00316
.022
.7732
14.9601
4
-2.23333
2.00316
.977
-9.3268
4.8601
5
4.83333
2.00316
.368
-2.2601
11.9268
6
*
11.93333
2.00316
.000
4.8399
19.0268
7
11.36667
*
2.00316
.001
4.2732
18.4601
8
5.60000
2.00316
.203
-1.4934
12.6934
9
5.50000
2.00316
.221
-1.5934
12.5934
10
6.00000
2.00316
.143
-1.0934
13.0934
*
2.00316
.000
6.7066
20.8934
2
*
10.10000
2.00316
.002
3.0066
17.1934
3
2.23333
2.00316
.977
-4.8601
9.3268
5
7.06667
2.00316
.051
-.0268
14.1601
6
*
2.00316
.000
7.0732
21.2601
*
1
3
1
4
11.56667
13.80000
14.16667
7
13.60000
2.00316
.000
6.5066
20.6934
8
7.83333
*
2.00316
.023
.7399
14.9268
7.73333
*
2.00316
.026
.6399
14.8268
10
8.23333
*
2.00316
.015
1.1399
15.3268
1
6.73333
2.00316
.072
-.3601
13.8268
2
3.03333
2.00316
.871
-4.0601
10.1268
3
-4.83333
2.00316
.368
-11.9268
2.2601
4
-7.06667
2.00316
.051
-14.1601
.0268
6
*
2.00316
.050
.0066
14.1934
9
5
-7.86667
7.10000
126
7
6.53333
2.00316
.087
-.5601
13.6268
8
.76667
2.00316
1.000
-6.3268
7.8601
9
.66667
2.00316
1.000
-6.4268
7.7601
10
1.16667
2.00316
1.000
-5.9268
8.2601
1
-.36667
2.00316
1.000
-7.4601
6.7268
2
-4.06667
2.00316
.590
-11.1601
3.0268
3
*
2.00316
.000
-19.0268
-4.8399
*
2.00316
.000
-21.2601
-7.0732
*
2.00316
.050
-14.1934
-.0066
7
-.56667
2.00316
1.000
-7.6601
6.5268
8
-6.33333
2.00316
.105
-13.4268
.7601
9
-6.43333
2.00316
.096
-13.5268
.6601
10
-5.93333
2.00316
.152
-13.0268
1.1601
1
.20000
2.00316
1.000
-6.8934
7.2934
2
-3.50000
2.00316
.758
-10.5934
3.5934
3
*
2.00316
.001
-18.4601
-4.2732
4
*
-13.60000
2.00316
.000
-20.6934
-6.5066
5
-6.53333
2.00316
.087
-13.6268
.5601
6
.56667
2.00316
1.000
-6.5268
7.6601
8
-5.76667
2.00316
.176
-12.8601
1.3268
9
-5.86667
2.00316
.161
-12.9601
1.2268
10
-5.36667
2.00316
.246
-12.4601
1.7268
1
5.96667
2.00316
.148
-1.1268
13.0601
2
2.26667
2.00316
.975
-4.8268
9.3601
3
-5.60000
2.00316
.203
-12.6934
1.4934
4
-7.83333
*
2.00316
.023
-14.9268
-.7399
5
-.76667
2.00316
1.000
-7.8601
6.3268
6
6.33333
2.00316
.105
-.7601
13.4268
7
5.76667
2.00316
.176
-1.3268
12.8601
9
-.10000
2.00316
1.000
-7.1934
6.9934
10
.40000
2.00316
1.000
-6.6934
7.4934
1
6.06667
2.00316
.135
-1.0268
13.1601
2
2.36667
2.00316
.967
-4.7268
9.4601
3
-5.50000
2.00316
.221
-12.5934
1.5934
4
-7.73333
*
2.00316
.026
-14.8268
-.6399
5
-.66667
2.00316
1.000
-7.7601
6.4268
6
6.43333
2.00316
.096
-.6601
13.5268
4
6
7
8
9
5
-11.93333
-14.16667
-7.10000
-11.36667
127
10
7
5.86667
2.00316
.161
-1.2268
12.9601
8
.10000
2.00316
1.000
-6.9934
7.1934
10
.50000
2.00316
1.000
-6.5934
7.5934
1
5.56667
2.00316
.209
-1.5268
12.6601
2
1.86667
2.00316
.993
-5.2268
8.9601
3
-6.00000
2.00316
.143
-13.0934
1.0934
4
-8.23333
*
2.00316
.015
-15.3268
-1.1399
5
-1.16667
2.00316
1.000
-8.2601
5.9268
6
5.93333
2.00316
.152
-1.1601
13.0268
7
5.36667
2.00316
.246
-1.7268
12.4601
8
-.40000
2.00316
1.000
-7.4934
6.6934
9
-.50000
2.00316
1.000
-7.5934
6.5934
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
daya hambat
Tukey HSD
Pasien
N
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
4
6
3
7.9333
1
3
8.3000
7
3
8.5000
8.5000
2
3
12.0000
12.0000
10
3
13.8667
13.8667
13.8667
8
3
14.2667
14.2667
14.2667
9
3
14.3667
14.3667
14.3667
5
3
15.0333
15.0333
15.0333
3
3
19.8667
19.8667
4
3
Sig.
8.3000
22.1000
.096
.072
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.143
.051
RIWAYAT HIDUP
Assalamualaikum
Nama Lengkapnya Fany Fadyla Hasrul, akrab di sapa
dengan Fany Anak ketiga dari tiga bersaudara dan
merupakan putri satu-satunya dan diidam-idamkan dari
kedua orang tuanya dari tiga bersaudara, buah hati
pasangan suami isteri Hasrul Lewa S.Pd dan Roswati,
lahir di Jeneponto pada tanggal 04 Juni 1994. Nama
kedua kakaknya bernama Fery Fadly Hasrul S.Hi dan
Fajar Hasrul S.Pd, Bertempat tinggal jln. HV. Worang
No. 30 Tamarunang dan sekarang tinggal di btn. Pao-pao permai Blok. A1/10.
Jenjang pendidikan penulis di mulai pada tahun 2000 di SD Negeri No. 112
Tamarunang hingga tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN 1
Binamu, hingga akhirnya tahun 2009 meneruskan lagi pendidikan ke Sekolah yang
telah lama di idam-idamkannya yaitu SMA Negeri 1 Binamu dan selesai pada tahun
2012. Setelah lulus SMA beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi dan akhirnya dipertemukan dengan salah satu universitas islam terbesar di
indonesia timur yaitu Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan
mengambil jurusan Farmasi.
Penulis merupakan pribadi yang lucu dan suka bercanda tetapi penulis memiliki think
as big as galaxy dan memiliki motto ketika kita inginkan sukses maka jangan pernah
takut untuk gagal karena kesuksesan bisa kita rasakan ketika kita sudah mengalami
kegagalan, selalulah berfikir positif kerana pemikiran positif akan membawamu
dalam kehidupan yang positif. wassalam
128
Download