UJI SENSITIVITAS DAN RESISTENSI BAKTERI Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK SECARA IN VITRO DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) HAJI MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi Jurusan FarmasiPadaFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar Oleh FANY FADYLA HASRUL NIM 70100112069 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2016 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Fany Fadyla Hasrul NIM : 70100112069 Tempat Tgl Lahir : Jeneponto, 4 Juni 1994 Jurusan : Farmasi Alamat : Btn. Pao-pao permai blok.A1/10 Judul : Uji resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi terhadap beberapa antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Menyatakan dengan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum. Samata-Gowa, 11 Mei 2016 Penyusun, FANY FADYLA HASRUL NIM 70100112069 ii PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “Uji “ resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi terhadap antibiotik amoksisilin secara in vitro di Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Makassar” Makassar yang disusun oleh Fany Fadyla Hasrul , NIM: 70100112069, Mahasiswa Jurusan usan Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam Ujian Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Selasa, 18 Maret 2016 2 M yang bertepatan dengan tanggal 18 Jumadil Akhir 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk untuk meraih gelar Sarjana dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi. Samata-Gowa, Gowa, 18 Maret 2016 M 18 Jumadil Akhir 1436 H DEWAN PENGUJI Ketua : Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc. (....................) Sekretaris : Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd. M.Pd (....................) Pembimbing I : Hj. Gemy nastity handayany, S.Si., M.Si., Apt. (....................) Pembimbing II : Asrul Asr Ismail, S.Farm., M.Sc., Apt. (....................) Penguji I : Andi Tenriugi, S.Si., M.Si. (....................) Penguji II : Hj. Fatimah Irfan Idris S.Ag. (....................) Diketahui oleh : Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, Nurdin M.Sc. NIP. 19550203 198312 1 001 iii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kepada Allah swt. atas segala nikmat kesehatan, kekuatan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Rasa syukur yang tiada terhingga kepadaNya atas segala hidayah dan karunia yang penulis dapatkan. Salam dan shalawat senantiasa penulis kirimkan kepada junjungan utusan Allah, nabi besar Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat yang telah memberi kontribusi besar dalam memperjuangkan dan menyebarkan agama islam di muka bumi ini. Semoga kita menjadi umatnya yang taat. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ‘sarjana’ di bidang pendidikan Sarjana. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat dijadikan sebagai penunjang ilmu pengetahuan kedepannya dan bermanfaat bagi banyak orang. Banyak terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis menjalani pendidikan kuliah hingga rampungnya skripsi ini. Terima kasih yang setulusnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Hasrul lewa S.Pd dan ibunda Roswati N atas segala do’a, kesabaran, kegigihan, serta pengorbanan yang diberikan dalam membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini. Kepada kakak tercinta penulis, Fery Fadly Hasrul S.HI, dan Fajar Fajrin Hasrul S.Pd yang telah memeberikan do’a dan semangat kepada penulis. Kepada semua keluarga besar, teman-teman penulis yaitu Yuschaidir setiawan, Muhammad ikram hasbi, Rifai Arfan, Eka safitri, A. Tantri nurul mukmin, Ardiansah S.Farm., Apt. dan teman yang lain yang selalu memberi semangat dan dorongan kalian sehingga penulis dapat dengan gigih menyelesaikan skripsi ini. iv v Terima kasih pula kepada Bapak/ Ibu : 1. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. 2. Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan serta para wakil dekan FKIK UIN Alauddin Makassar. 3. Haeria, S.Si., M.Si., selaku Ketua Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar. 4. Mukhriani, S.Si., M.Si., Apt., selaku Sekretaris Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar. 5. Hj. Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing I bagi penulis yang senantiasa dengan sabar memberi arahan dan bimbingannya kepada penulis. 6. Asrul Ismail, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku pembimbing II penelitian bagi penulis yang sangat banyak memberi saran dan arahan selama penelitian. 7. Andi Tenriugi, S.Si., M.Si. selaku penguji kompetensi dalam penyusunan skripsi penelitian bagi penulis. 8. Hj. Fatimah Irfan Idris M.Ag, selaku pembimbing agama dalam penyusunan skripsi penelitian bagi penulis. 9. Dosen dan seluruh staf jurusan Farmasi beserta laboran atas bantuan dan kerjasamanya yang diberikan kepada penulis saat melaksanakan penelitian. 10. Keluarga besar Mahasiswa Jurusan Farmasi UIN Alauddin Makassar, rekanrekan angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 atas segala bantuan selama penulis menempuh pendidikan. vi 11. Sahabat-sahabat penulis: Ardiansah S.Farm., Apt., Syamsul Rizal, S.Kep, Yuschaidir setiawan, Muhammad ikram hasbi, Rifai Arfan, Eka safitri, A. Tantri nurul mukmin, Mulyanti, Muhammad darwis dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 12. Semua pihak yang tidak sempat tersebutkan namanya satu-persatu, terima kasih atas perhatian dan bantuan yang diberikan pada penulis selama ini. Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu di bidang Farmasi pada umumnya dan semoga Allah swt. selalu melimpahkan rahmat dan hidayah didalamnya. Aamiin ya Rabbal Aalamin.. Samata-Gowa, 11 Mei 2016 Penulis, FANY FADYLA HASRUL NIM. 70100112069 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................. i HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................... ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv ABSTRAK ............................................................................................................ xv ABSTRACT ......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3 C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup ................................................... 4 D. Kajian Pustaka............................................................................................. 6 E. Tujuan Penelitian......................................................................................... 9 F. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 9 BAB II TINJAUAN TEORETIS .......................................................................... 11 A. Karies........................................................................................................... 11 1. Defenisi Karies........................................................................................ 11 2. Epidemiologi Karies .............................................................................. 11 3. EtiologiKaries ......................................................................................... 12 4. Klasifikasi Karies .................................................................................... 14 vii viii 5. Diagnosa Karies ...................................................................................... 14 B. Antibiotik...................................................................................................... 17 1. Defenisi Antibiotik.................................................................................. 17 2. Mekanisme Kerja Antibiotik................................................................... 18 3. Golongan Antibiotik ............................................................................... 19 C. Antibiotik Amoksisilin .................................................................................. 23 1. Sifat fisika kimia ..................................................................................... 23 2. Indikasi Antibiotik .................................................................................. 24 3. Farmakologi Antibiotik ........................................................................... 24 4. Interaksi Antibiotik ................................................................................. 26 5. Kegunaan Klinis...................................................................................... 26 D. Antibiotik Seftriakson................................................................................... 29 1. Farmakokinetik ....................................................................................... 29 2. Farmakodinamik ..................................................................................... 30 E. Antibiotik Eritromisin ................................................................................. 30 F. Resistensi Antibiotik..................................................................................... 33 1. Definisi Antibiotik ................................................................................. 33 2. Penyebab Antibiotik................................................................................ 33 3. Mekanisme Resistensi Antibiotik ........................................................... 34 4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik ............................................. 35 G. Sensitivitas Antibiotik ............................................................................... 36 1. Metode Dilusi ......................................................................................... 37 2. E-Test ...................................................................................................... 37 3. MIC ........................................................................................................ 38 4. Sensitivity Test........................................................................................ 38 H. Bakteri ...................................................................................................... 40 1. Definisi .................................................................................................... 40 2. Sifat-sifat Bakteri .................................................................................... 40 I. Streptococcus mutans ................................................................................ 41 1. Streptococcus mutans ............................................................................. 41 2. Sifat Streptococcus mutans ..................................................................... 42 3. Morfologi Streptococcus mutans ............................................................ 42 ix 4. Klasifikasi Streptococcus mutans ........................................................... 43 J. Macam-macam dan komposisi Medium ................................................... 44 1. TYC ........................................................................................................ 44 2. TSB ......................................................................................................... 44 3. NA ........................................................................................................... 45 K. Tinjauan Agama .......................................................................................... 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 52 A. Jenis dan Lokasi Penelitian 1. Jenis Penelitian........................................................................................ 51 2. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 51 B. Pendekatan Penelitian ................................................................................. 51 C. Populasi Penelitian...................................................................................... 51 D. Sampel Penelitian ........................................................................................ 52 E. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 53 F. Variabel Penelitian ...................................................................................... 53 G. Penyiapan Sampel ....................................................................................... 54 H. Prosedur Uji Sensitivitas dan Resistensi ..................................................... 54 1. Persiapan Sterilisasi Alat ........................................................................ 54 2. Isolasi Bakteri ......................................................................................... 54 3. Pembiakkan Bakteri ................................................................................ 55 4. Pembuatan Suspensi Bakteri .................................................................. 55 5. Menilai Hasil Biakan .............................................................................. 56 6. Kriteria Pasien ......................................................................................... 56 a. Kriteria Inklusi ................................................................................... 56 b. Kriteria Eksklusi ................................................................................. 56 x I. Instrumen Penelitian .................................................................................... 56 1. Alat yang Digunakan .............................................................................. 56 2. Bahan yang Digunakan ........................................................................... 57 J. Analisis Data Penelitian .............................................................................. 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 59 A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 58 B. Pembahasan ................................................................................................. 60 BAB V PENUTUP........................... .................................................................... 80 A. Simpulan ...................................................................................................... 80 B. Saran ............................................................................................................ 80 KEPUSTAKAAN ................................................................................................. 81 LAMPIRAN ......................................................................................................... 84 RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 128 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Standar Pengujian Antibiotik Terhadap Streptococcus mutans ................ 2. Data hasil rerata daya hambat antibiotik Amoksisilin pada Streptococcus mutans ....................................................................................................... 3. 58 Data hasil rerata daya hambat antibiotik Eritromisin pada Streptococcus mutans ....................................................................................................... 4. 40 59 Data hasil rerata daya hambat antibiotik Ceftriaxon pada Streptococcus mutans ....................................................................................................... 59 5. Rekam medis ............................................................................................... 94 6. Analisis statistik daya hambat antibiotik terhadap Streptococcus mutans xi 118 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Bentuk Streptococcus mutans ...................................................................... 43 2. Gambar penelitian ........................................................................................ 101 xii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Sterilisasi alat menggunakan oven ................................................................. 84 2. Pembuatan medium TSB agar ........................................................................ 85 3. Pembuatan medium TYC Agar ...................................................................... 86 4. Pengambilan Sampel ..................................................................................... 87 5. Isolasi bakteri dari karies gigi ....................................................................... 88 6. Uji sensitivitas dan resistensi bakteri ............................................................. 89 7. Identitas Peneliti. ............................................................................................ 90 8. Formulir persetujuan mengikuti penelitian setelah mendapat penjelasan ...... 92 9. Rekam Medis .................................................................................................. 95 10. Gambar proses penelitian .............................................................................. 101 11. Hasil data statistik Uji Sensitivitas dan Resistensi Streptococcus mutans dengan metode RAL menggunakan aplikasi SPSS 20 ................................................ 118 xiii ABSTRAK Nama Penulis : Fany Fadyla Hasrul NIM : 70100112069 Judul Skripsi : Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus mutans penyebab Karies Gigi terhadap Beberapa Antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan suatu yang alamiah. Bahaya resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Telah dilakukan penelitian Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus mutans penyebab Karies Gigi terhadap beberapa Antibiotik secara in vitro di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas dan resistensi Bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, ceftriakson dan eritromisin. Pengujian ini dilakukan berdasarakan metode Kirby Bauer dengan mengukur diameter zona hambat beberapa antibiotik terhadap koloni bakteri Streptococcus mutans yang diperoleh dari hasil isolasi 10 karies pasien karies gigi untuk pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik amoksisilin, seftriakson dan eritromisin, setelah diperoleh biakan Streptococcus mutans kemudian ditanam pada nutrien agar dan diletakkan paper disk antibiotik lalu di inkubasi 1 x 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan nilai persentase kriteria antibiotik terhadap Streptococcus mutans setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam dengan kriteria resistensi sebesar 100% artinya 10 dari 10 pasien karies gigi RSUD. Haji Makassar Periode Januari - Maret 2016 telah mengalami resistensi terhadap antibiotik amoksisilin, kemudian untuk antibiotik seftriakson 85% dari 10 pasien sudah mengalami resisten, sedangkan penggunaan antibiotik eritromisin masih termasuk dalam kriteria sensitif sebesar 90% sehingga untuk terapi karies gigi bisa dikatakan masih efektif dan sangat baik dalam menggunakan antibiotik eritromisin. Kata kunci: Amoksisilin, Ceftriakson, Eritromisin, karies gigi, resisten, sensitif, Streptococcus mutans. xiv ABSTRACT Author Name : Fany Fadyla Hasrul NIM : 70100112069 Thesis title : Sensitivity and resistance test bacteria of Streptococcus mutans is dental caries causing against antibiotics in vitro at regional general hospital Haji Makassar. Bacterial resistance to antibiotic is a natural. The dangers of antibiotic resistance is one of the the issues that may threaten public health. Sensitivity Test has been conducted research and Resistance Bacteria Streptococcus mutans cause tooth caries to some antibiotics in vitro at the General Hospital (Hospital) Haji Makassar. The purpose of this study was to determine the sensitivity and resistance of Streptococcus mutans bacteria against antibiotics amoxicillin, ceftriaxone and erythromycin. The test is performed on the terms of method of Kirby Bauer by measuring the diameter of inhibition zone of some antibiotics against bacterial colonies of Streptococcus mutans were obtained from the isolation of 10 caries patient dental caries for testing sensitivity and resistance antibiotic amoxicillin, ceftriaxone and Eeythromycin, having acquired cultured Streptococcus mutans then planted in Nutrients agar and placed paper disk antibiotics and incubated 1 x 24 hours. The results show the percentage value criteria after antibiotic against Streptococcus mutans was incubated for 1 x 24 hours with resistance criteria of 100% means that 10 of 10 patients with dental caries hospitals. Haji Makassar January March 2016 has been resistance to the antibiotic Amoxicillin, then to antibiotic Ceftriaxone 85% of the 10 patients had experienced resistance, while the use of the antibiotic Erythromycin was included in the criteria for Sensitive by 90% so as to treatment of dental caries can be said to be still effective and highly good at using the antibiotic erythromycin. Keywords: amoxicillin, ceftriaxone, Erythromycin, dental caries, resistant, sensitive, Streptococcus mutans. xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang sering terjadi pada rongga mulut adalah karies gigi. Prevalensi karies gigi pada negara maju terus menurun, sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia ada kecenderungan meningkat. Data menunjukkan sekitar 80% penduduk Indonesia memiliki gigi rusak yang disebabkan berbagai faktor, namun yang paling banyak ditemui adalah karies atau gigi berlubang. Pada hampir setiap mulut orang Indonesia akan ditemukan dua hingga tiga gigi berlubang (Bidarisugma. 2012: 3). Karies merupakan kerusakan gigi yang progresif dari email dan dentin yang dimulai dari bekerjanya mikroorganisme pada permukaan gigi. Agen penyebab utama terjadinya karies adalah bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan terjadinya demineralisasi gigi akibat produk yang dihasilkan. Karies pada awalnya adalah proses yang lambat dan reversibel. Jika terdapat suatu larutan yang dapat memicu remineralisasi maka proses karies akan berhenti (Ariestanto. 2012: 9). Pada umumnya antibiotik diberikan bila terdapat gambaran klinis infeksi seperti edema dan kemerahan didaerah mulut yang tidak segera sembuh. Antibiotik merupakan terapi yang sering digunakan oleh dokter gigi untuk membunuh bakteri 1 2 spesifik dan non spesifik etiologi periodontal. Pemilihan antibiotik didasarkan pada analisis mikrobiologi dari bagian yang terinfeksi dan tanda-tanda klinisnya. Berikut ini contoh antibiotik yang sering digunakan : penisilin (amoksisilin), kloramfenikol, tetrasiklin, klindamisin, metronidazol, ciprofloxacin (Pejcic. 2010). Salah satu perhatian dalam pengobatan modern saat ini adalah adanya resistensi antibiotik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011: 57). Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek dari antibiotik. Ini adalah cara tertentu perlawanan terhadap obat, di mana mikroorganisme tetap mampu bertahan selama kontak dengan antibiotik sehingga antibiotik tidak lagi bekerja terhadap mikrooganisme tersebut (Refdanita. 2010: 21). Dilakukan uji sensitivitas terhadap antimikroba yaitu penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan sensitivitas terhadap antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan (Umiana. 2015: 120). ا' ﱠ* َ) َوات+ ِ َْ ِ َِ!َ ً َو ُ ُ دًا َو َ َ َ ُ ُ ِ ِ ْ َو َ َ َ ﱠ ُون اب ا' ﱠ ِر َ %َ َ َ ِ.َ َ/َ0 1َ 2ْ 3ُ ً4ا َ ِط%ََ ھ7.ْ َ َ ّ َ ُون$ُ %ْ َ َ& %ِ ا'ﱠ َﷲ َ َ ض َر ﱠ ِ َْر9َوا Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa neraka” (Departemen Agama RI. 2010: 110). 3 Dia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tanpa guna dan tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi sebaliknya Dia menciptakan secara sungguh-sungguh dan akan memberikan balasan kejahatan terhadap orang-orang yang berbuat jahat dan balasan kebaikan terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan. Suatu contoh dan bahan renungan buat kita, bahwasanya segala yang ada, baik di bumi, langit atau angkasa, pada dasarnya adalah ciptaan Allah semua dan tiadalah yang sia-sia. Allah menciptakan makhluk mulai yang besar, seperti matahari, bumi, bulan dan planet-planet, sampai makhluk yang kecil seperti semut, rerumputan hingga bakteri yang tidak tampak mata atau yang lebih kecil lagi, yaitu sel. Seluruh makhluk yang ada adalah ciptaan Allah. Tidak ada benda yang muncul secara tibatiba, tanpa ada yang menciptakan (Shihab. 2012). Adanya bakteri yang sensitif dan resisten terhadap antibiotik, mendorong dilakukannya penelitian untuk mengkaji sensitivitas dan resistensi bakteri Strptococcus Mutans terhadap antibiotik sediaan amoksisilin secara in vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. B. Rumusan Masalah 1. Apakah bakteri Streptococcus mutans peyebab karies gigi resisten atau sensitif terhadap antibiotik Amoksisilin, Eritromisin, dan Ceftriakson ? 2. Antibiotik apakah yang memiliki sifat paling sensitif terhadap Bakteri streptococcus mutans ? 4 C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Definisi Operasional a. Karies adalah pembusukan, pengeroposan atau kematian molekuler tulang, hingga menjadi lunak, berubah warna dan berpori (Dorlan.2010: 345). b. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersamasama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut (McDonald. 2011: 183). c. Biofilm adalah suatu lapisan tipis mikroorganisme yang melekat pada permukaan suatu struktur, yang mungkin organik dan anorganik, bersama dengan polimer yang disekresikan (Dorlan.2010: 252). d. Demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral yang lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah permukaan (Faria. 2010: 18). e. Remineralisasi adalah proses pengembalian ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar enamel atau kebalikan reaksi remineralisasi dengan 5 penumpatan kembali mineral pada lesi dibawah permukaan enamel (Fehrenbach. 2004: 18). f. Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme (Dorlan. 2010: 115). g. In vitro dalam bahasa Latin “di kaca”; adalah mengacu pada penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di laboratorium (Kamus Kesehatan. 2015). h. Resistensi antibiotik adalah gaya yang kerjanya berlawan atau perlawanan dan merupakan kemampuan alamiah organisme untuk bertahan terhadap mikroorganisme atau toksin yang diproduksi pada penyakit (Dorlan. 2010: 1893). i. Sensitivitas adalah dapat menerima atau memberikan respon terhadap rangsangan dan terkadang digunakan untuk mengartikan terlalu cepat, atau respons abnormal lain terhadap rangsangan (Dorlan. 2010: 1971). 2. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi isolasi bakteri Streptococcus mutans dari karies gigi pasien dengan terapi amoksisilin di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Hasil isolasi bakteri Streptococcus mutans dari karies gigi tersebut ditumbuhkan pada medium TYC kemudian dilakukan uji sensitivitas dan resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin 6 dan seftriakson dengan metode dilusi agar meggunakan disk antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson. D. Kajian Pustaka Buwembo William et al., 2012. Cotrimoxazole Prophylaxis Specifically Selects for Cotrimoxazole Resistance in Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus with Varied Polymorphisms in the Target Genes folA and folP. Penelitian dari profilaksis Kotrimoksazol khusus Memilih untuk obat Kotrimoksazol sebagai obat perlawanan dari Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus dengan berbagai variasi Polimorfisme dalam Gen Sasaran Fola dan folP (Pemilihan resistensi antibiotik dengan profilaksis kotrimoksazol yang dievaluasi, dan ditandai Mekanisme resistensi kotrimoksazol di Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus. Kerentanan in vitro untuk enam antibiotik dievaluasi pada 64 mutans kelompok streptococci (MSG) dan isolat dari kelompok profilaksis kotrimoksazol dan dibandingkan dengan 84 MSG isolat dari kelompok nonprofilaksis. Gen FolA dan folP dan dibandingkan dengan urutan referensi di NCBI. Hanya resistensi terhadap kotrimoksazol secara signifikan lebih tinggi pada kelompok profilaksis (54,7% berbanding 15,5%, OR = 6,59, 95% CI: 2,89-15,3, P <0,05). Resistensi terhadap amoksisilin, ceftriaxone, kloramfenikol, eritromisin, dan tetrasiklin adalah 1,4%, 25,5%, 6,2%, 6,5%, dan 29,6% dari isolat, masing-masing. Polimorfisme yang ditemukan pada gen folP di S. mutans, tetapi ini tidak bisa dikaitkan dengan sulfonamid resistensi obat. Tidak ada variasi yang terlihat di folP atau Fola gen S. 7 sobrinus. Transfer genetik gen jalur folat tampaknya tidak mungkin pada isolat tersebut. Endang Suprastiwi. Dep.I.Konservasi Gigi FKG-UI. Efek Antimikroba Polifenol dari Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus Mutans. Karies terjadi akibat inter aksi Streptococcus Mutans, hospes dan makanan tinggi karbohidrat.Untuk mencegah karies perlu mengendalikan aktifitas Streptococcus Mutans. Poifenol dari teh hijau jepang mempunyai efek antimikroba. Pada penelitian ini akan dilihat efek antimikroba dari polifenol terhadap Streptococcus Mutans dengan menggunakan metoda inhibisi zona dan efek hambat minimal konsentrasi polifenol. Hasilnya polifenol efektif sebagai antimiroba terhadap semua jenis Streptococcus Mutans standar strain pada konsertrasi 10-2ml dengan kisaran inhibisi zone 2.00–3,40 mm.Kesimpulan ; polifenol dari teh hijau Jepang dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus Mutans, dan hasil ini dapat dikembangkan dalam jangka panjang sebagai bahan pencegah karies yang sesuai dengan prinsipintervensi minimal. Agoeng Tjahajani. 2012. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Analisis sensitifitas Streptococcus mutans serotip f terhadap pasta gigi mengandung xylitol (in vitro) (Sensitivity analysis of Streptococcus mutans serotype on xylitol containing toothpaste (in vitro) Streptococcus mutans. (S. mutans) adalah penyebab utama karies gigi yang ditemukan dalam air liur dan plak gigi. Banyak literatur melaporkan bahwa banyak ketegangan dan serotype S. mutans menyebabkan karies S. sanguis S. mitis, S. salivarus, S. mutans serotype c, e, f dan k. menyikat gigi dengan pasta gigi adalah pola orang modern dalam mengurangi karies gigi. Penelitian 8 terbaru dilaporkan bahwa yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dapat menghambat pertumbuhan streptokokus mutan. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kepekaan yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS pada S. mutans serotype f (secara in vitro). Metode: Bakteri saham S. mutans serotype f Diperiksa oleh pemurnian menggunakan pewarnaan Gram dan kekeruhan dilakukan menggunakan Mc Farland standar. Xylitolcontaining menggunakan pasta gigi SLS diencerkan dalam aquadest steril dan membuat pengenceran serial untuk mendapatkan konsentrasi 100%, 10%, 1%, 0,1%, 0,01% dan 0.001%. Mereka solusi yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dianalisis sampai kadar hambat Minimal (MIC) dan bakterisida Minimal konsentrasi (MBC) S. mutans serotype f dengan metode Difusi dan pengenceran. Hasil: zona hambat dibentuk pada solusi 100% dan 10%. Analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara yang mengandung xylitol menggunakan pasta gigi SLS dan pertumbuhan mutan streptokokus (p < 0,05). MIC bisa diidentifikasi pada konsentrasi 10%, Ketika MBC 1%, 0,1%, 0,01% dan 0.001% konsentrasi). Cut R. Alfath.2013. Antibacterial Effect of Granati fructus Cortex Extract on Streptococcus mutans In Vitro. Efek antibakteri kulit buah delima (Granati fructus cortex) pada streptococcus mutans in vitro. Granati fructus cortex mengandung banyak senyawa-senyawa antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, dan tannin. Tujuan : mengevaluasi efek antibakteri Granati fructus cortex dalam menghambat pertumbuhan streptococcus mutans. Metode : penelitian ini merupakan eksperimental laboratories yang menguji daya hambat antibakteri menggunakan 9 metode difusi agar dengan media MHA. Hasil : ekstrak kulit buah delima dalam berbagai konsentrasi memiliki efek antibakteri, ekstrak kulit buah delima dengan konsentrasi 30% memiliki rata-rata zona hambat yang besar (15,4mm). semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit buah delima maka semakin besar zona hambat yang terbentuk hasil uji ini juga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata zona hambat dalam berbagai konsentrasi ekstrak kulit buah delima. Simpulan : Granati fructus cortex memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus muntas. Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengembangan obat mengenai sensitivitas dan resistensi suatu obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit karies gigi. E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui resistensi dan sensitifitas bakteri Streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson. 2. Mengetahui bakteri Streptococcus mutans yang paling sensitif terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin atau seftriakson. F. Kegunaan Penelitian 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi resistensi atau sensitifitas bakteri streptococcus mutans terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson pada penyakit karies gigi. 2. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bakteri Sreptococcus mutans yang paling sensitif terhadap antibiotik amoksisilin, eritromisin atau seftriakson pada penyakit karies gigi. 10 3. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga medis di rumah sakit dan masyarakat tentang resistensi atau sensitifitas antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karies 1. Defenisi Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Sihotang. 2010: 7). 2. Epidemiologi Karies Karies gigi pada anak merupakan masalah serius dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia dengan prevalensi hingga 90,05%. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa kesadaran masyarakat masih kurang untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9 % , sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional.Indeks DMF-T Indonesia 11 12 sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing : D-T=1,6; MT= 2,9; F-T=0,8; yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang ( Trihono. 2013: 110). 3. Etiologi Karies Karies merupakan hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya. Untuk terjadinya karies ada tiga faktor yang harus ada secara bersamasama yaitu bakteri kariogenik, permukaan gigi yang rentan dan tersedianya bahan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan bakteri. Karies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi (demineralisasi email terjadi pada pH 5,5 atau lebih). Dari sekitar tiga ratus macam spesies bakteri rongga mulut hanya streptococcus mutans yang merupakan penyebab utama dari karies. Streptococcus mutans merupakan penyebab utama karies karena sifatnya yang menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan asam, berkembang pesat dilingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin yaitu substansi yang dapat membunuh organisme kompetitornya (Putri MH. 2011: 154). Transfer ion secara terus menerus terjadi antara plak dan email yang berhadapan dengannya. Dekalsifikasi awal terjadi di subsurface dan mungkin terjadi satu sampai dua tahun sebelum menjadi kavitas. Setelah terjadi kavitas email, dentin 13 yang mendasar juga sudah terpengaruh oleh dekstruksi tersebut dan selanjutnya laktobacilus menjadi bakteri yang dominan setelah streptococcus mutans untuk merusak dentin lebih lanjut. Terpaparnya plak terhadap nutrisi terutama sukrosa, metabolisme dalam plak menghasilkan asam yang menyebabkan demineralisasi struktur gigi. Jika nutrisi atau plak dihilangkan, ion-ion dari saliva (natrium, kalium atau kalsium) meremineralisasi struktur gigi dalam upaya memperbaiki komponen ion di struktur gigi. Jika terdapat fluoride, bahan ini akan diambil oleh struktur gigi dan membentuk fluorapatit di email yang lebih resisten terhadap serangan demineralisasi berikutnya dari email normal (Putri MH. 2011 :154). Saliva berperan penting pada proses karies. Fungsi saliva yang adekuat penting dalam pertahanan melawan serangan karies. Mekanisme fungsi perlindungan saliva meliputi aksi pembersihan bakteri, aksi buffer, aksi antimikroba dan remineralisasi. Aksi pembersih bakteri terjadi karena saliva mengandung molekul karbohidrat protein (glikoprotein) yang menyebabkan beberapa bakteri mengelompok (aglutinasi). Setiap hari normalnya dibentuk 1,5 liter saliva. Saliva juga mengandung urea dan buffer lain yang membantu melarutkan asam dalam plak. Aksi antimikroba plak terjadi karena kandungan berbagai macam protein dan antibodi yang dapat menghambat bahkan membunuh bakteri. Protein tersebut meliputi lisosim, laktoferin, laktoperioksidase dan IgA sekretori. Saliva mengandung ion kalsium, fosfat, kalium dan kadang kala fluoride yang membantu remineralisasi. Berkurangnya saliva secara signifikan meningkatkan laju pertumbuhan karies. Berkurangnya aliran saliva akan berakibat pada tertekannya pH dalam jangka waktu lama (berkurangnya buffering), 14 menurunnya efek anti bakteri dan berkurangnya ion untuk remineralisasi (Putri MH. 2011 :154). Siklus proses karies membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyebabkan kavitas. Perkembangan melalui email sering kali lambat sehingga lesi email kadang tetap tanpa perubahan selama tiga sampai empat tahun. Laju perkembangan karies melalui dentin juga lambat sehingga proses berjalan panjang, memberi kesempatan remineralisasi yang dapat mencegah untuk tidak sampai terjadi kavitas (Putri MH. 2011 :154). 4. Klasifikasi Karies Klasifikasi berdasarkan stadium karies (dalamnya karies gigi) : a. Karies superficialis; Dimana karies baru mengenai email saja, sedangkan dentin belum terkena. b. Karies media; Dimana karies sydah mengenai dentin tetapi belum melenihi setengah dentin. c. Karies profunda; Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa (Rasinta T. 2014: 38). 5. Diagnosis Karies Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk kesuksesan perawatan lesi pada karies, baik dengan pemeriksaan klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Diagnosis yang dilakukan pada tahap dini telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat penting, sejak karies diketahui dapat dihentikan dan remineralisasi dapat terjadi. Deteksi lesi awal merupakan perpaduan 15 diagnosis yang penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan dan perawatan yang dibutuhkan. Beberapa karies awal dapat dideteksi oleh alat diagnosa klinis yang lebih teliti dan pemeriksaan radiografi (Indry W. 2013: 1). Deteksi dini lesi karies karies yang kecil dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, pada lesi karies yang mengenai pit atau fisura dapat menggunakan kaca mulut dan eksplorer, dengan tekanan ringan dapat terasa, ujung sonde yang tersangkut dan pada tekanan yang lebih besar akan teraba daerah lebih lunak, opak, warna dan lebih buram jika dibandingkan dengan gigi sebelahnya. Diagnosis karies diperlukan untuk mengetahui kerentanan seseorang terhadap karies, aktivitas karies , dan risiko karies dan untuk menentukan jenis terapi : a. Karies Dini/karies email tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email. Anamnesis pada karies email tanpa kavitas adanya bintik putih pada gigi. Terapi yang dilakukan dengan pembersihan gigi, diulas dengan flour, edukasi pasien. b. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa pada pasien dirasakannya gigi yang terasa ngilu. Terapi dengan penambalan. c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif yaitu peningkatan sensitiftas karena terbukanya dentin. Anamnesa pada pasien kadang-kadang rasa ngilu waktu kemasukan makanan, saat minum dingin, asam dan asin dan biasanya rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan, rasa sakit harus karena adanya rangsangan, tidak sakit secara spontan. Terapi dengan penambalan. 16 d. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus, rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Terapi dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk sekunder dentin. e. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah berlangsung lama (Profil Kesehatan Sulsel. 2012: 6). 6. Proses Karies a. Lesi Email Awal Lesi Email Awal dikenal pula dengan “white spot lesion” karena secara klinis lesi ini terlihat sebagai bercak yang berwarna putih pada gigi. Lesi ini terjadi akibat level pH pada permukaan gig lebih menurun dan tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasi. Ion-ion asam dapat berpenetrasi kedalam lapisan prisma yang porus sehingga menyebabkan demineralisasi dibawah permukaan kulit. Sedangkan Ca2+,HPO42-, fluoride, dan kapasitas dapar oleh saliva (McIntyre, JM. 2005: 21). b. Karies Dentin Ketika demineralisasi telah berlanjut hingga dentin dan bakteri berada dalam kavitas secara permanen, lesi dapat dengan mudah berkembang dengan sendirinya didalam dentin. Demineralisasi masih dikontrol oleh diet substrat tetapi bakteri juga dapat memproduksi asam untuk melarutkan hidroksiapatit pada dentin yang lebih dalam. Oleh karena itu terdapat daerah demineralisasi yang tidak mengandung bakteri 17 didalamnya. Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring dengan perkembangan lesi. Tekstur dentin akan lebih lunak, sementara warna dentin akan lebih gelap karena noda dari produk bakteri ataupun makanan dan minuman yang dikonsumsi (McIntyre JM. 2005: 21). B. Antibiotik 1. Pengertian Antibiotik Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Tjahajati. 2011: 13). Antibiotika adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme yang umumnya adalah jamur maupun zat sintetik lain, dan zat-zat itu dalam jumlah sedikitpun mempunyai daya hambat kegiatan mikroorganisme yang lain (Lalitha. 2011: 7). Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat antibakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota) yang dapat menekan pertumbuhan dan atau membunuh mikroorganisme lainnya. Penggunaan umum sering meluas kepada agen kuinolon (Hamita. 2012: 15). antimikroba sintetik, seperti sulfonamid dan 18 2. Mekanisme Kerja Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme kerjanya, sebagai berikut: a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan βlaktam misalnya, penisilin, sefalosporin, dan carbapenem dan bahan lainnya seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin (Hamita. 2012: 18). b. Antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler, termasuk deterjen seperti polimiksin, antijamur poliena misalnya, nistatin dan amfoterisin B yang mengikat sterol dinding sel, dan daptomycin lipopeptide (Hamita. 2012: 21). c. Antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk menghambat sintesis protein secara reversibel, yang pada umumnya merupakan bakteriostatik misalnya, kloramfenikol, tetrasiklin,eritromisin, klindamisin, streptogramin, dan linezolid (Hamita. 2012: 22). d. Antibiotik berikatan pada subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein, yang pada umumnya adalah bakterisida Misalnya, aminoglikosida (Hamita. 2012: 22). e. Antibiotik yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti rifamycin misalnya, rifampisin dan rifabutin yang menghambat enzim RNA polimerase dan kuinolon yang menghambat enzim topoisomerase (Hamita. 2012: 22). 19 f. Antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid, yang menahan enzim - enzim penting dari metabolisme folat. (Hamita. 2012: 23). 3. Golongan Antibiotik Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu: a. Golongan Penisilin Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam (Henry. 2011: 67). Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan : 1) Penisilin natural (misalnya, penisilin G) Golongan ini sangat berpotensi terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif (Henry. 2011: 69). 2) Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin) Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif (Henry. 2011: 71). 3) Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas) Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Henry. 2011: 74). 20 b. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu: 1) Sefalosporin generasi pertama Sefalosporin generasi pertama yaitu sudah tidak banyak digunakan saat ini dalam pengobatan infeksi. Sefalosporin generasi pertama antara lain sefadroxil, sefazolin,sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pneumonia kokus, streptokokus, dan stafilokokus (Henry. 2011: 76). 2) Sefalosporin generasi kedua Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif (Henry. 2011: 77). 3) Sefalosporin generasi ketiga Obat–obat sefalosporin generasi ketiga antara lain sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif maupun gram positif dan dapat menembus sawar darah otak (Kayserl. 2010: 55). 21 4) Sefalosporin generasi keempat Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS (Kayserl. 2010: 56). c. Golongan Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob (M.K. Lalitha. 2011: 121). d. Golongan Tetrasiklin Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari Micobacterium pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI serta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Lalitha. 2011: 115). e. Golongan Makrolida Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang disintesis dari Salmonella erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas 22 antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Lalitha. 2011: 116). f. Golongan Aminoglikosida Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Lalitha. 2011: 117). g. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat Pseudomonas jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Lalitha. 2011: 119). h. Golongan Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif 23 mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, Escheria coli, dan Campilobacter (Lalitha. 2011: 121). C. Antibiotik amoksisilin 1. Sifat fisiko kimia Nama resmi : AMOKSICILLINUM Nama lain : Amoksisilin Berat molekul : 419,45 Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O Rumus struktur : Gambar 4: Rumus struktur amoksisilin Pemerian : Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau. Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dandalam kloroform. Fungsi : Antibiotika Ph : Antara 3,5 dan 6,0; lakukan penetapan menggunakan larutan 2mg per ml. Stabilitas : Dibawah kondisi asam, amoksisilin terhidrolisis menjadi 24 bentuk asam penicilloic. Larutan tanpa buffer dari amoksisilin sodium stabil pada pH 5,8 dan larutan dalam larutan buffer sitrat lebih stabil pada pH 6,5. Penyimpanan : Amoksisilin sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara pada temperature tidak lebih dari 30ºC. 2. Indikasi Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Pertiwi. 2010). 3. Farmakologi Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti; karies gigi, infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Streptococci, seperti pneumonia. Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase (Pertiwi. 2010). 25 Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan βlaktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Pertiwi. 2010). Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi (Pertiwi. 2010). Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Pertiwi. 2010). Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan penghambat β–laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum antimikrobanya (Pertiwi. 2010). 26 4. Interaksi obat Amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain. a. Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon). b. Pemberian bersamaan Antasida - Alumunium tidak menurunkan ketersediaan biologik dari Amoksisilin. c. Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi - reaksi kulit alergik. d. Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon. e. Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin. f. Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin. g. Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa. 5. Kegunaan Klinis (Spektrum Antibiotik) Sifat antibiotik dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, Penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri Gram-Positif, sedangkan Gram-negatif pada umumnya resisten terhadap Penisilin G. Streptomisin memiliki sifat berbanding terbalik dengan Penisilin G, sedangkan tetrasiklin aktif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi atas dua yaitu spektrum sempit dan spektrum luas. Antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum sempit di antaranya Penisilin G (benzil penisilin) dan 27 streptomisin. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di antaranya tetrasiklin, kloramfenikol, dan karbapenem (Yati. 2011: 142). Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik (Yati. 2011 : 142). a. Spektrum sempit Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif (Yati. 2011 : 148). b. Spektrum luas Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin (Yati. 2011 : 148). 28 D. Antibiotik seftriakson Seftriakson merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ke tiga. Antibiotik ini memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan bakteri gram negatif dan gram positif dan beberapa bakteri anaerob lain termasuk Streptococcuss spp, Hemophiluse inlfluenzae, dan Pseudomonas (Jayesh. 2010). Sefalosporin berasal dari jamur Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Aktivitas antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel (Deddy. 2011). Gambar 1. Struktur Seftriakson (Deddy. 2011). Seftriakson memiliki spektrum aktivitas yang luas dan efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh berbagai bakteri gram positif dan gram negatif. Seperti sefalosporin generasi ketiga lainnya (sefotaksim, seftazidim), seftriakson kurang aktif daripada generasi sefalosporin pertama dan kedua terhadap beberapa bakteri gram positif aerobik (misalnya, staphylococci) dan umumnya tidak boleh digunakan dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh organisme ketika generasi penisilin atau sefalosporin pertama atau kedua bisa digunakan. Namun, seftriakson dapat 29 menjadi obat pilihan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri gram positif tertentu lainnya, termasuk beberapa streptococci (Streptococus pneumoniae, Streptococcus pyrogenes, Streptococcus agalactiae). Seftriakson dianggap obat pilihan bagi banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (Acinetobacter calcoaceticus, Enterobacter aerogenes, Enterobacter cloacae, Escherichia coli) dan penggunaan utama obat ini untuk pengobatan infeksi serius bakteri gram-negatif, infeksi nosokomial (McEvoy & Gerald. 2008). Farmakokinetik Seftriakson mengikuti farmakokinetika non linier (bergantung dosis), terikat protein plasma 85 hingga 95%. Absorbsi seftriakson di saluran cerna buruk, karena itu diberikan secara parentral. Konsentrasi plasma sekitar 40 dan 80µg/ mL telah dilaporkan 2 jam setelah injeksi IM 0,5 dan 1g seftriakson. t½ eliminasi seftriakson tidak tergantung pada dosis dan bervariasi antara 6 dan 9 jam, tetapi dapat diperpanjang pada neonatus. t½ eliminasi tidak berubah pada pasien dengan gangguan ginjal, tetapi mengalami penurunan terutama ketika ada gangguan hati. Seftriakson secara luas didistribusikan dalam jaringan tubuh dan cairan. Umumnya mencapai konsentrasi terapeutik dalam CSF. Melintasi plasenta dan konsentrasi rendah telah terdeteksi dalam ASI konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu. Sekitar 33 hingga 67 % seftriakson diekskresikan dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus, sisanya diekskresikan dalam empedu dan dibuang melalui feses(Mc Evoy & Gerald.2008). 30 farmakodinamik Ceftriakson adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri (Deddy. 2011). E. Antibiotik eritromisin Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya (Joyce L.2012). Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu (Joyce L.2012). Antivitas mikroba golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadarnya. Spektrum antimikroba. In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti Str. Pyogenes dan Str. Pneumoniae. Str. Viridans mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap eritromisin. S. aureus yang resisten terhadap eritromisin serin dijumpai di rumah sakit (strain nosokmial). Batang gram positif yang pka terhadap eritromisin ialah Cl. Perfringens, C. Diphtheriae, dan L. monocytogenes. Eritromisin 31 tidak aktif terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu N. Gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. Pneumoniae, Legionella pneumophila, dan C. Trachomatis. H. Influenzae mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap obat ini (Joyce L.2012). Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang diperantarai oleh plasmid yaitu : 1.Menurunnya permeabilitas dinding sel kuman, 2.Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman, dan 3.Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae) (Joyce L.2012). Farmakokinetik eritromisin yaitu pemberian Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian per-oral. 2.Distribusi Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit antibiotika yang bedifusi ke dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih baik. 3.Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistemsitokrom P450. 4.Ekskresi Eritromisin terutama dikumpulkan dan diekskresikan dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi enterohepatik (Joyce L.2012). Efek samping eritromisin yaitu: 1.Gangguan epigastrik Efek samping ini paling sering dan dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien terhadap eritromisin. 32 2.Ikterus Kolestatik Efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin estolat. Reaksi ini timbul pada hari ke 10-20 setelah dimulainya terapi. Gejalanya berupa nyeri perut yang menyerupai nyeri pada kolestasis akut, mual, muntah, kemudian timbul ikterus, demam, leukositosis dan eosinofilia; transaminase serum dan kadar bilirubin meninggi; kolesitogram tidak menunjukkan kelainan. 3.Ototoksisitas Ketulian sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam dosis tinggi. 4.Reaksi Alergi Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan (Joyce L.2012) Interaksi obat : 1.Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin) Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dlaporkan : mual, salit kepala, pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, takhikardia, dan kemungkinan kejang. 2.Eritromisin dengan Karbamazepin Efek karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan nanar. 3.Eritromisin dengan Digoksin Efek digoksin meningkat. Digoksin digunakan untuk layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi fek samping merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, kehilangan nafsu makan, aritmia jantung, takhikardia atau bradikardia. 4.Erirtromisin 33 dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. 5.Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari (Deddy.2011) F. Resistensi Antibiotik 1. Definisi Resistensi antimikrobial merupakan resistensi mikroorganisme terhadap obat antimikroba yang sebelumnya sensitif. Organisme yang resisten (termasuk bakteri, virus, dan beberapa parasit) mampu menahan serangan obat antimikroba, seperti antibiotik, antivirus, dan lainnya, sehingga standar pengobatan menjadi tidak efektif dan infeksi tetap persisten dan mungkin menyebar (Goodman Gillman). Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat (WHO 2012) (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 89). 2. Penyebab Resistensi Antibiotik Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten. Contohnya pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk (Departemen 34 Farmakologi dan Terapi. 2007: 102). Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah sebagai berikut: a. Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans (mengamati). b. Ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat c. Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat d. Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit e. Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan. 3. Mekanisme Resistensi Antibiotik Agar dapat bekerja efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk aktif, mengikat target, dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme kerja antibiotik tersebut. Resistensi bakteri terhadap agen antimikroba disebabkan oleh tiga mekanisme umum, yaitu: (1) obat tidak mencapai target, (2) obat tidak aktif, atau (3) target tempat antibiotik bekerja diubah (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 116). a. Kegagalan obat untuk mencapai target. Membran luar bakteri gram negatif adalah penghalang yang dapat menghalangi molekul polar besar untuk masuk ke dalam sel bakteri. Molekul polar kecil, termasuk seperti kebanyakan antimikroba, masuk ke dalam sel melalui saluran protein yang disebut porin. Ketiadaan, mutasi, atau kehilangan porin dapat memperlambat masuknya obat ke dalam sel atau sama sekali mencegah obat untuk masuk ke dalam sel, yang secara efektif mengurangi konsentrasi obat disisi aktif obat. Jika target kerja obat terletak di intraseluler dan obat memerlukan transpor aktif untuk melintasi membran sel, resistensi dapat terjadi 35 dari mutasi yang menghambat mekanisme transportasi obat tersebut. Sebagai contoh, gentamisin, yang target kerjanya di ribosom, secara aktif diangkut melintasi membran sel dengan menggunakan energi yang disediakan oleh gradien elektrokimia membran sel bakteri. Gradien ini dihasilkan oleh enzim–enzim pernapasan aerob bakteri. Sebuah mutasi dalam jalur ini atau kondisi anaerob dapat memperlambat masuknya gentamisin ke dalam sel, mengakibatkan resistensi (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 215). b. Inaktivasi obat. Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan antibiotik beta laktam biasanya hasil dari produksi enzim yang memodifikasi atau merusak antibiotik. Variasi dari mekanisme ini adalah kegagalan bakteri untuk mengaktifkan prodrug yang secara umum merupakan hal yang mendasari resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazid (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 222). c. Perubahan target kerja antibiotik. Hal ini mencakup mutasi dari target alami (misalnya, resistensi fluorokuinolon), modifikasi dari target kerja (misalnya, perlindungan ribosom dari makrolida dan tetrasiklin), atau akuisisi bentuk resisten dari target yangrentan (misalnya, resistensi stafilokokus terhadap metisilin yang disebabkanoleh produksi varian Peniccilin Binding Protein yang berafinitas lemah) (Departemen Farmakologi dan Terapi. 2007: 234). 4. Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik Konsekuensi yang ditimbulkan akibat adanya resistensi antibiotik yang paling utama adalah peningkatan jumlah bakteri yang mengalami resistensi terhadap pengobatan lini pertama. Konsekuensi ini akan semakin memberat. Dari konsekuensi 36 tersebut, maka akibatnya adalah penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik dalam mengobati infeksi ini akan terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang dimana, selama itu pula, orang yang sedang mengalami infeksi tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu, bakteri akan semakin menyebar luas. Karena kegagalan pengobatan lini pertama ini, dokter akan terpaksa memberikan peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih tinggi serta efek samping yang lebih banyak. Banyak faktor yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan karena resistensi antimikrobial ini. Dapat disimpulkan, resistensi dapat mengakibatkan banyak hal, termasuk peningkatan biaya terkait dengan lamanya kesembuhan penyakit, biaya dan waktu yang terbuang untuk menunggu hasil uji laboratorium tambahan, serta masalah dalam pengobatan dan hospitalisasi (Setiabudy. 2010: 75). G. Sensitivitas Antibiotik Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator pengujian. Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran kompleks kimia, untuk mendiagnosis penyakit tertentu, serta untuk menguji bahan kimia guna menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan. Macam-macam uji yang dapat dilakukan adalah uji antibiotik/antimikroba, bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji ames, dan penggunaan mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia (Eva. 2012: 115). 37 Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji sensitivitas antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini: 1. Metode Dilusi Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efesien (Eva. 2012: 112). Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini: a. Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media agar (Ruth. 2012: 37). b. E-test Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghabat pertumbuhan mikroorganisme (Ruth. 2012: 38). Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang 38 ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Ruth. 2012: 40). c. Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba (Ruth. 2012: 44). d. Cup-plate technique Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Ruth. 2012: 39). e. Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya (Ruth. 2012: 41). Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Ruth. 2012: 41). Bila: 39 X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin. Y = panjang pertumbuhan aktual C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µ/mL, Maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau µg/mL. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Ruth. 2012: 42). Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotik. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39) : 1. Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC). 2. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap organism yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi. Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotik. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam 40 farmakope dari tiap negara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan (Ruth. 2012: 41). Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Ruth. 2012: 39). 3. Menentukan konsentrasi terendah antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Minimal Inhibitory Concentration, MIC). 4. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotik terhadap organisme yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi. Antibiotik Potensi disk Amoksisilin Diameter Zona Hambat (mm) Sensitif Intermediet Resisten 10 µg ≥16 mm - - Eritromisin 30 µg ≥21 mm 16-20 mm ≤15 mm Ceftriaxone 30 µg ≥20 mm 15-19 mm ≤14 mm Tabel 1: Standar pengujian antibiotik terhadap Streptococcus mutans (CLSI, 2014: 98-100). H. Bakteri 1. Pengertian Bakteri adalah mikroorganisme yang bersifat uniseluler yang termasuk klas Schizimycetes. Pada umumnya bakteri tidak mempunyai klorofil, ada beberapa yang fotosintetik dan berproduksi aseksual dengan cara pembelahan baik transversal maupun biner (Djide, Natsir. 2007: 8). 41 2. Sifat-sifat bakteri Sifat-sifat bakteri secara umum antara lain : ada yang hidup bebas, parasitik, saprofit atau sebagai patogen pada manusia., hewan dan tumbuh-tumbuhan, beberapa diantaranya bersifat fotosintetik (Djide, Natsir. 2008: 40). I. Streptococcus mutans 1. Streptococcus mutans Streptococcus mutans termasuk famili Streptoccaceae dan merupakan bakteri kariogenik yang merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi. Rongga mulut adalah habitat utama yang mampu menimbulkan kolonisasi bakteri pada permukaan gigi. S. mutans mampu memetabolisme karbohidrat sampai menjadi asam sehingga pH saliva dan pH plak mengalami penurunan hingga dibawah titik kritis yang pada akhirnya dapat menyebabkan larutnya enamel. Selain itu juga mampu mensintesis glukan dari sukrosa dan glukan yang terbentuk merupakan massa lengket, pekat dan tidak mudah larut serta berperan dalam perlekatan pada permukaan gigi (BIMKGI. 2012: 3). 2. Sifat Streptococcus mutans S. mutans mempunyai sifat-sifat tertentu yang berperan penting dalam proses karies gigi, yaitu :10 (1) S. mutans memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan pH. (2) S. mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraselular dari berbagai jenis karbohidrat, yang selanjutnya dapat dipecahkan kembali oleh bakteri tersebut sehingga dengan demikian akan menghasilkan asam terus-menerus. (3) S. mutans mempunyai kemampuan untuk 42 membentuk polisakarida ekstraselular (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) S. mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaaan gigi (BIMKGI. 2012 :3). 3. Morfologi Streptococcus mutans Secara mikroskopis, S. mutans merupakan gram positif, tidak begerak aktif, tidak membentuk spora, dan mempunyai susunan rantai dua atau lebih. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 mm. Kadang bentuknya mengalami pemanjangan menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau membentuk rantai pendek. Susunan rantai panjang diperoleh S. mutans berada dalam media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (BIMKGI. 2012 :3) Dinding sel S. mutans memiliki beberapa karakter, antara lain : (1) Surface protein antigen I/II yang berfungsi sebagai mediator perlekatan. (2) Serotipe yang terdiri dari 6 serotipe yang berfungsi spesifik adherence. Dalam hal ini berupa setotipe c. (3) Glukan Binding Protein (GBP) yang berfungsi sebagai akumulasi (BIMKGI. 2012 :3) Media yang dapat digunakan untuk membiakkan S. mutans adalah Tryptone Yeast Cysteine (TYC) dan media agar darah. Gambaran koloni bakteri tersebut yaitu ukuran koloni dengan diameter 1-5 mm, permukaan koloni berbutir kasar, licin, menyerupai bunga kasar dengan pusat menyerupai kapas. Konsistensi koloni keras dan sangat lekat, warna koloni seperti salju yang membeku, agak buram mengkilat (opaque), kuning buram dengan lingkaran putih. Sedangkan tepi koloni tidak teratur, bulat teratur, dan oval teratur (BIMKGI. 2012 :3). S. mutans merupakan bakteri anaerobik fakultatif, nonhemofilik asidogenik, dan dapat memproduksi polisakarida ekstraseluler dan intraseluler. S. mutans tidak termasuk bakteri yang didapat 43 sejak lahir, melainkan bakteri yang didapat sesuai perkembangan usia.11 Seperti pada coccus gram positif lainnya, S. mutans terdiri dari dinding sel dan membran protoplasma. Matriks dinding sel terdiri atas peptidoglikan rantai silang yang mempunyai komposisi gula amino N-asetil, asam Nasetilnuramik dan beberapa peptida. Sedangkan struktur antigenik dinding sel S. mutans terdiri dari antigen protein, polisakarida spesifik dan asam lipotekoat. Antigen–antigen tersebut menentukan imunogenitas S. mutans (BIMKGI. 2012 :3). Gambar 1 :Streptococcus mutans Sumber : Ari WN.Streptococcus mutans, 4. Klasifikasi Streptococcus mutans Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri dari tujuh spesies Streptococcus yang berada (S.mutans,S.sobrinus, S.cricetus, S.ferus, S.rattus, S macacae dan S.downei) dan 9 serotipe (a, b, c, d, e, f, g, h dan k). Diantara kesembilan serotipe tersebut yang paling banyak b. Klasifikasi Kingdom : Monera Diviso : Firmicutes Class Class : Bacilli Ordo : Lactobacilalles 44 Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Spesies : Streptococcus mutans (BIMKGI. 2012 :3). J. Macam-macam dan komposisi Medium 1. TYC (Tryptone Yeast Cystine) Medium TYC merupakan medium spesifik yang digunakan untuk pertumbuhan dari bakteri streptococcus mutans. Adapun komposisi dari medium TYC Agar yaitu : Eksrak jamur, L-cystine, NA2SO3, NaCl, NaHCO4, NaC3, Na3HPO4,12H2O, NaHCO3, sodium asetat, sukrosa dan agar. 2. Trypticase Soy Broth (TSB) Merupakan media yang diperkaya, fungsinya antara lain untuk isolasi dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Namun media ini banyak digunakan untuk mengisolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen. Komposisi dari Trypticase Soy Broth yaitu: peptone soymeal, sodium chloride, peptone casein, dipottasium hydrogenophosphate, D (+) glukosa dan Dikalium fosfat. Media TSB mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam mikroorganisme. Dextrosa adalah sumber energi dan natrium 45 klorida mempertahankan kesetimbangan osmotik. Dikalium fosfat ditambahkan sebagai buffer untuk mempertahankan pH. 3. Nutrient Agar (NA) Media Nutrient Agar ini mengandung banyak sumber nitrogen dengan jumlah yang cukup. Media ini dapat digunakan sebagai uji air dan produk dairy. Selain itu juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroba yang tidak selektif, atau kata lain berupa mikroorganisme heterotrof serta digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sample pada uji bakteri dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.di dalam Nutrient Agar tidak mengandung sumber karbohidrat sehingga baik digunakan untuk pertumbuhan bakteri, namun kapang tidak dapat tumbuh dengan baik. Komposisi dari nutrient agar adalah: ekstrak daging sapi, peptone, NaCl, destilat dan Agar (Putri. 2011:3). K. Tinjauan Islam Peradaban Islam dikenal sebagai perintis dalam bidang farmasi. Para ilmuwan Muslim di era kejayaan islam sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Selain menguasai bidang farmasi, masyarakat Muslim pun tercatat sebagai peradaban pertama yang memiliki apotek atau toko obat (Shihab. 2012). Obat setiap penyakit itu diketahui oleh orang yang ahli di bidang pengobatan, dan tidak diketahui oleh orang yang bukan ahlinya. Dan Allah SWT menghendaki 46 agar pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan penyakit yang akan diobati sehingga akan mendorong kesembuhan (Shihab. 2012). Firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syu’araa/ 26: 80. ِ ِ َۡ ََُ ُ ۡ َ َ ِ ذا Terjemahnya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (Departemen Agama RI. 2010: 579) Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk terus berusaha dan yang menentukan hasilnya adalah Allah SWT. Seperti halnya dalam dunia kesehatan, jika suatu penyakit menyerang kita dianjurkan untuk mencari pengobatan apakah itu dengan menggunakan obat tradisional maupun obat sintetik karena berobat adalah salah satu bentuk usaha untuk mencapai kesembuhan (Shihab. 2012). Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadist Abu Zubair, dari Zabir bin Abdillah, dari Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda: َ ًءDِ E' َ? َل0ْ َ أB َ? َل ﷲ دَا ًء إ0ْ َأ Artinya: Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah Azza wa jalla [HR. Bukhari]. Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari penyakit. Penyakit yang dialami manusia terdiri dari penyakit rohani dan 47 penyakit jasmani (Faiz. 2008). Penyakit jasmani sering muncul karena dipengaruhi oleh faktor penyakit rohani seperti berlebih-lebihan dalam makanan atau malas mengkonsumsi zat-zat yang gizi seperti vitamin dan sebagainya (Faiz. 2008). Resistennya senyawa obat terhadap sebuah penyakit dapat mempengaruhi seberapa cepat pasien itu dapat sembuh dari penyakitnya oleh karena itu penelitian ini dianggap penting untuk mengetahui apakah senyawa obat ini masih dapat digunakan sebagai terapi antibiotik atau tidak (Faiz. 2008). Biasanya setelah berobat ada yang langsung sembuh dan ada pula yang membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ini berarti masalah kesembuhan suatu penyakit tergantung pada ridha dan izin Allah SWT (Faiz. 2008). Melihat kekuasaan dan keagungan Allah bukanlah perkara yang sulit. Di alam raya ini tak terhitung banyaknya tanda-tanda yang menunjukkan hal itu. Semuanya dapat kita saksikan dengan mata dan indra kita dan dengan anggota-anggota tubuh yang lain. Bahkan, pada diri kita sendiri pun luar biasa banyaknya tanda kekuasaan Allah jika kita mau memikirkannya (Faiz. 2008). Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silig bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Dan sesungguhnya, tiadalah Allah menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah SWT QS Āli-Imrān/3: 190-191, yaitu: 48 Terjemahnya: “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa neraka” (Departemen Agama RI. 2010: 110). Ayat di atas menjelaskan sebagian ciri-ciri yang dinamai Ulul Albâb, mereka adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang terus-menerus mengingat Allah, dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat. Dari ayat di atas bahwa objek zikir adalah Allah, sedangobjek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarka kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Manusia yang membaca lembaran alam raya niscaya akan mendapatkan-Nya (Shihab. 2012). Langit dengan ketinggian dan keluasannya, dan bumi dengan kerendahannya, keluasan, dan kepadatannya, serta segala yang terdapat diantara keduanya merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat agung dan dapat kita saksikan, yang terdiri 49 dari binatang-binatang yang tetap dan yang berpindah-pindah,lautan pegunungan, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, hewan, pertambangan, mikroorganisme, berbagai macam warna, aroma, serta keistimewaan lainnya (Shihab. 2012). Demikian juga dengan pergantian siang dan malam, pergantian masa (panjang dan pendek) diantara keduanya. Dalam kesemuanya itu terdapat bukti yang sangat jelas sekaligus dalil yang kuat bagi orang-orang yang berakal sehat yang memahami hakikat berbagai hal secara nyata, sehingga mereka bergerak untuk selalu berzdikir kepada Allah dalam segala keadaan mereka. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa hikmah-hikmah dan berbagai nikmat yang lapang dan sempurna ini merupakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan serta kebijaksanaan al-Khaliq, pilihan dan rahmat-Nya (Shihab.2012). Dia tidak akan pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tanpa guna dan tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi sebaliknya Dia menciptakan secara sungguhsungguh dan akan memberikan balasan kejahatan terhadap orang-orang yang berbuat jahat dan balasan kebaikan terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan. Suatu contoh dan bahan renungan buat kita, bahwasanya segala yang ada, baik di bumi, langit atau angkasa, pada dasarnya adalah ciptaan Allah semua dan tiadalah yang siasia. Allah menciptakan makhluk mulai yang besar, seperti matahari, bumi, bulan dan planet-planet, sampai makhluk yang kecil seperti semut, rerumputan hingga bakteri yang tidak tampak mata atau yang lebih kecil lagi, yaitu sel. Seluruh makhluk yang 50 ada adalah ciptaan Allah. Tidak ada benda yang muncul secara tiba-tiba, tanpa ada yang menciptakan (Shihab. 2012). BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan pengembangan bakteri secara in vitro pada media kultur lalu dilakukan uji sensitivitas dan resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap beberapa antibiotik. Bakteri Streptococcus mutans yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi berasal dari pasien karies gigi. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia dan Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium, yaitu penelitian yang menguraikan atau menggambarkan suatu keadaan dalam suatu fenomena yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. C. Populasi Populasi penelitian ini adalah semua pasien Karies Gigi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. 51 52 D. Sampel Sampel penelitian ini adalah karies penderita penyakit Karies Gigi di Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Makassar dan antibiotik yang sesuai dengan antibiotik yang sering diresepkan untuk penyakit karies gigi. Besar sampel penelitian ini dan tingkat ketelitian yang dikehendaki serta ketetapan relatif yang diinginkan, sesuai perhitungan rumus sebagai berikut: = 2 + + − Dimana : n= Besar Sampel Zα = Derifat baku alfa, kesalahan tipe 1 sebesar 1%, hipotesis 1 arah (2,33) Zβ = Derifat baku beta, power penelitian sebesar 80%, hipotesis 1 arah (0,84) P1 = Proporsi Populasi pada penelitian ini P1= RR X P2 = 1,4 X 0,8 = 1,12 P2 = Proporsi populasi karies gigi dari kepustakaan 80% = 0,8 Q1= 1-P1 = 0,12 Q2= 1-P2 = 0,2 P= (P1+P2)/2 = (1,12+0,8)/2 = 0,96 Q=1-P = 0,04 = 2,33 2 0,96 0,04 + 0,84 1,12 0,12 + 0,8 0,2 1,12 − 0,8 53 = = 2,33√0,0768 + 0,84√−0,12 + 0,16 0,32 2,33 0,28 + 0,84 0,1024 = 0,652 + 0,134 0,1024 = 0,768 0,1024 = 0,617 0,1024 0,16 = 6,02 di bulatkan jadi 6. Jadi minimal sampel yang dibutuhkan adalah 6. Besar sampel sebesar 10 boleh digunakan karena memenuhi syarat besar minimal sampel untuk penelitian ini adalah 6. Sampel 10 > 6. E. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung. F. Variabel Penelitian 1. Variabel terikat Karies gigi, Streptococcus mutans 2. Variabel bebas Amoksisilin, eritromisin dan seftriakson. 54 G. Penyiapan Sampel 1. Pengambilan Sampel Pegambilan sampel Karies berasal dari pasien karies gigi di RSUD. Haji Makassar. Sampel karies diambil menggunakan cotton swab dan dilakukan Pengolahan Sampel di laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Karies yang telah diperoleh dari pasien karies gigi, tersebut, selanjutnya di simpan dalam medium TSB sebagai medium transport dan diisolasi isolasi bakteri Streptococcus mutans menggunakan medium spesifik. H. Prosedur Uji Resistensi 1. Persiapan sterilisasi alat menggunakan autoclave Setelah dicuci alat-alat yang akan disterilkan dikeringkan dan dibungkus dengan kertas tahan panas, Kemudian dimasukkan dalam autoclave dan dipanaskan pada temperatur antara 150ºC, selama kurang lebih 15 menit, Pastikan bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat. 2. Isolasi bakteri dari Karies Gigi Diambil sampel karies gigi pada pasien karies gigi sebanyak 10 pasien menggukan cotton swab, Spesimen karies gigi yang diambil dari pasien karies gigi lalu disimpan didalam medium transport (TSB), Spesimen karies gigi yang telah diambil, dimasukkan dalam cawan petri yang berisi medium TYC Agar, kemudian simpan tabung tersebut dalam inkubator pada suhu 370 C selama 2x24 jam, Amati 55 koloni yang tumbuh dan selanjutnya koloni yang tumbuh digunakan untuk pembuatan media miring menggunakan medium NA. 3. Pembiakkan bakteri di media miring Pipet 10 ml medium NA dan masukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10 buah kemudian miringkan hingga medium NA memadat dan siap untuk digoreskan bakteri yang sudah dibiakkan dalam medium spesifik yaitu medum TYC Agar, Diamati koloni yang tumbuh untuk digunakan dalam pembuatan suspensi bakteri dalam pengujian sensitivitas dan resistensi. 4. Pembuatan suspensi bakteri Diambil 1 ose biakan bakteri Streptococcus mutans, dimasukkan kedalam vial berisi NaCl 1 ml lalu homogenkan. Ukur transmitan masing-masing sampel hingga mencapai 25T. Dimana pengukuran spektro dilakukan untuk pengujian transmitan bakteri yang harus digunakan dalam pengujian Sensitivitas dan Resistensi Bakteri. 5. Uji sensitivtas dan resistensi antibiotik Bakteri Streptococcus mutans yang telah dilakukan standarisasi dipersiapkan dan diamblil 1 ose lalu dimasukkan dalam vial yang berisi medium NA sebanyak 5 ml. Dihomogenkan dan masukkan dalam cawan petri yang telah dibagi 3 lalu dibiarkan memadat. Letakkan disk antibiotik di atas medium NA tersebut, sesuai dengan area yang telah ditandai lalu diinkubasi 370C selama 24 jam. 56 6. Menilai hasil biakan Ukur diameter zona hambat yang terdapat di sekitar disk antibiotik amoksislin, eritromosin dan seftriakson diukur dengan menggunakan alat ukur mikrometer yaitu jangka sorong. a. Kriteria Inklusi Sedang melakukan Single terapi amoksisilin. Pasien riwayat penyakit karies gigi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Bersedia menjadi responden. Sedang dalam terapi antibiotik amoksisilin. b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: Pasien Karies gigi sedang tidak berobat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Tidak hadir pada saat pengambilan sampel karies gigi diadakan. c. Kriteria pengunduran diri/drop out: Pasien yang tidak menggunakan antibiotik amoksisilin pada terapi pengobatan penyakit karies gigi. I. Instrumen Penelitian 1. Alat yang digunakan Jangka sorong (Maratron), aluminium foil, autoclave (Hirayama), batang pengaduk, cawan petri, Erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur 10ml (Pyrex), gelas ukur 5ml (Pyrex), incubator (Memmert), kapas steril, lampu bunsen, penggaris, pinset, rak tabung, oven (Memmert), tabung reaksi (Pyrex), sarung tangan karet, spidol permanen, spoit steril 10ml, spoit steril 5ml,1 ml, plastic wrap, dan vial. 57 2. Bahan yang digunakan Alkohol, disk antibiotik amoksisilin,eritromisin, seftriakson, aquadest, NaCl, medium TYC, NA, TSB dan spesimen karies gigi pasien. J. Analisi Data Penelitian Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, data perbandingan variasi konsentrasi antibiotik pada masing-masing pasien karies gigi akan ditentukan melalui analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap karena penelitian ini merupakan penelitian instrumental sehingga lebih tepat menggunakan ANOVA. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Analisi hasil pengamatan daya hambat uji resistensi pada masing-masing pasien tampak pada Tabel 1,2 dan 3. Tabel 1 : Data Hasil Rerata Daya Hambat Disk Antibiotik Amoksisilin pada Streptococcus mutans Koloni Bakteri Daya Hambat I II III Rata-rata (mm) Keterangan P1 0 0 0 0 R P2 0 0 0 0 R P3 0 0 0 0 R P4 0 0 0 0 R P5 7.2 0 0 2.4 R P6 0 0 0 0 R P7 0 0 0 0 R P8 0 0 0 0 R P9 0 0 0 0 R P10 0 0 0 0 R Total 7.2 0 0 2.4 R 58 59 Tabel 2: Data Hasil Rerata Daya Hambat Antibiotik Eritromisin pada Streptococcus mutans Koloni Bakteri Daya Hambat I II III Rata-rata (mm) Keterangan P1 21.2 21.0 21.7 21.3 S P2 25.7 27.7 28.8 27.4 S P3 23.8 24.6 24.6 24.3 S P4 22.5 26.1 23.8 24.1 S P5 18.1 18.5 18.1 18.2 I P6 20.2 21.2 21.2 20.8 S P7 21.1 24.7 24.8 23.5 S P8 20.9 22.8 24.7 22.8 S P9 32.2 27.9 27.5 29.2 S P10 24.8 23.9 26.1 24.9 S Total 230.5 238.4 241.3 236.5 S Tabel 3: Data Hasil Rerata Daya Hambat Antibiotik ceftriakson pada Streptococcus mutans Koloni Bakteri Daya Hambat I II III Rata-rata (mm) Keterangan P1 8.7 8.3 7.9 8.3 R P2 13.7 9.2 13.1 12.0 R P3 20.3 18.8 20.5 19.8 I P4 18.7 22.1 25.5 22.1 I P5 9.0 15.4 20.7 15.0 1 P6 8.0 7.5 8.3 7.9 R P7 8.7 8.1 8.7 8.5 R 60 P8 12.3 14.5 16.0 14.2 R P9 13.4 15.5 14.2 14.3 R P10 14.1 15.3 12.2 13.9 R Total 126.9 134.7 147.1 136.0 R Keterangan: P1 = Pasien 1 P2 = Pasien 2 P3 = Pasien 3 P4 = Pasien 4 P5 = Pasien 5 P6 = Pasien 6 P7 = Pasien 7 P8 = Pasien 8 P9 = Pasien 9 P10 = Pasien 10 R = Resisten I = Intermediat S = Sensitif B. Pembahasan Pada penelitian ini sampel yang didapat dengan medium TSB sebagai medium transport kultur (+) serta dengan terapi tunggal amoksisilin sebanyak 10 pasien. Umur terbanyak adalah 30-37 tahun sebanyak 4 pasien, yang berumur 29 tahun sebanyak 1 61 pasien, yang berumur 6-10 sebanyak tahun 3 pasien dan yang berumur >40 tahun sebanyak 2 pasien. Penderita kerusakan gigi dalam penelitian ini adalah penderita karies gigi dengan terapi yaitu dengan single terapi Amoksisilin. Dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka digunakan antibiotik antara lain amoksisilin, eritromisin dan seftriakson. Hasil penelitian pada pasien 1 berumur 33 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian Amoksisilin 10 µg dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji Makassar menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin ±7 hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dimana bakteri Streptococcus mutans yang resistensi terhadap amoksisilin memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori resistensi dengan range ≥ 16 mm. 62 Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 1 yang menunjukkan diameter I adalah 21.2 mm, diameter II adalah 21.0 mm, serta diameter III adalah 21.3 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 21.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik ≥ 21 termasuk dalam kategori Sensitif, dimana mekanisme kerja eritromisin itu sendiri dapat menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 1 yang menunjukkan diameter I adalah 8.7 mm, diameter II adalah 8.3 mm, serta diameter III adalah 7.9 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 8.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik ≤ 14 termasuk dalam kategori resisten, dimana mekanisme kerja Seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 2 berumur 35 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian Amoksisilin 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit umum Daerah (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I 63 adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin sebelumnya dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin. dimana bakteri Streptococcus mutans yang Resistensi terhadap amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 2 yang menunjukkan diameter I adalah 25.7 mm, diameter II adalah 27.7 mm, serta diameter III adalah 28.8 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 27.4 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk 64 dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin itu sendiri dapat menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 2 yang menunjukkan diameter I adalah 13.7 mm, diameter II adalah 9.2 mm, serta diameter III adalah 13.1 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 12.0 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 3 berumur 30 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji Makassar menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin sebelumnya dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme 65 resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 3 yang menunjukkan diameter I adalah 23.8 mm, diameter II adalah 24.6 mm, serta diameter III adalah 24.6 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.1 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin itu sendiri dapat menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 3 yang menunjukkan diameter I adalah 20.3 mm, diameter II adalah 18.8 mm, serta diameter III adalah 20.5 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 19.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik 66 termasuk dalam kategori intermediat dengan range ≥ 14-20 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 4 berumur 37 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di rumah sakit umum Daerah (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm, serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 4 yang menunjukkan diameter I adalah 22.5 mm, diameter II adalah 26.1 mm, serta diameter III adalah 23.8 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.1 mm yang termasuk kriteria antibiotik 67 masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin yaitu menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 4 yang menunjukkan diameter I adalah 20.3 mm, diameter II adalah 18.8 mm, serta diameter III adalah 20.5 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 19.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 15-19 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 5 berumur 29 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji kemudian menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 7,2 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil ratarata diameter 2.4 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri 68 Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari, dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan betalaktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 5 yang menunjukkan diameter I adalah 18.1 mm, diameter II adalah 18.5 mm, serta diameter III adalah 18.1 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 18.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat masih dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 16-20 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 5 yang menunjukkan diameter I adalah 9.0 mm, diameter II adalah 15.4 mm, serta diameter III adalah 20.7 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 15.0 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita 69 karies gigi karena seftriakson dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Intermediat dengan range ≥ 15-19 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 6 berumur 6 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin, dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. 70 Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg sebagai dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 6 yang menunjukkan diameter I adalah 20.2 mm, diameter II adalah 21.2 mm, serta diameter III adalah 21.2 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 20.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Sensitivitas dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 6 yang menunjukkan diameter I adalah 8.0 mm, diameter II adalah 7.5 mm, serta diameter III adalah 8.3 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 7.9 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori resistensi dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 7 berumur 10 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, 71 diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 7 yang menunjukkan diameter I adalah 21.1 mm, diameter II adalah 24.7 mm, serta diameter III adalah 24.8 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 23.5 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. 72 Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 7 yang menunjukkan diameter I adalah 8.7 mm, diameter II adalah 8.1 mm, serta diameter III adalah 8.7 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 8.5 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah Resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 8 berumur 9 tahun dengan karies gigi terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan l kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai antibiotik amoksisilin dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan betalaktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein 73 transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 8 yang menunjukkan diameter I adalah 20.9 mm, diameter II adalah 22.8 mm, serta diameter III adalah 24.7 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 22.8 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 8 yang menunjukkan diameter I adalah 12.3 mm, diameter II adalah 14.5 mm, serta diameter III adalah 16.0 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 14.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. 74 Hasil penelitian pada pasien 9 berumur 53 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji menggunakan metode Kirby Bauer yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan lagi kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasien karies gigi yang telah mengkonsumsi antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 9 yang menunjukkan diameter I adalah 32.2 mm, diameter II adalah 27.9 mm, serta diameter III adalah 27.5 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 29.2 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita 75 karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 9 yang menunjukkan diameter I adalah 13.4mm, diameter II adalah 15.5 mm, serta diameter III adalah 12.2 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 14.3 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hasil penelitian pada pasien 10 berumur 63 tahun dengan terapi amoksisilin dengan pengujian 10 µg digunakan karies dari pasien karies gigi yang diambil pada pagi hari menggunakan cotton swab di Rumah Sakit Umum (RSUD) Haji menggunakan metode tuang yang menunjukkan diameter I adalah 0 mm, diameter II adalah 0 mm , serta diameter III adalah 0 mm dengan hasil rata-rata diameter 0 mm yang termasuk dalam kriteria antibiotik Resisten, yang merupakan bahwa obat tidak dapat lagi diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena amoksisilin sudah tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans . Hal ini dapat terjadi jika dilihat dari riwayat penyakit pasi1en karies gigi yang telah mengkonsumsi 76 antibiotik amoksisilin selama beberapa hari dengan pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakai obat antibiotik amoksisilin dan memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik, Sehingga pada saat uji resistensi amoksisilin menunjukkan hasil diameter 0 mm yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Resistensi dengan range ≥ 16 mm. Dari hasil pengujian eritromisin 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 10 yang menunjukkan diameter I adalah 24.8 mm, diameter II adalah 23.9 mm, serta diameter III adalah 26.1 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 24.9 mm yang termasuk kriteria antibiotik masih Sensitif yang merupakan bahwa obat dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena eritromisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori Sensitif dengan range ≥ 21 mm, dimana mekanisme kerja eritromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dari hasil pengujian seftriakson 30 µg dalam pengujian sensitivitas dan resistensi antibiotik maka didapatkan hasil dari pasien 10 yang menunjukkan diameter I adalah 14.1 mm, diameter II adalah 15.3 mm, serta diameter III adalah 12.2 mm dengan hasil rata-rata diameter adalah 13.9 mm yang termasuk kriteria antibiotik sudah resisten yang merupakan bahwa obat tidak dapat diberikan kepada pasien penderita karies gigi karena seftriakson tidak dapat menghambat pertumbuhan 77 bakteri Streptococcus mutans secara efektif yang menunjukkan pada tabel kriteria antibiotik termasuk dalam kategori resisten dengan range ≤ 14 mm, dimana mekanisme kerja seftriakson itu sendiri dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Setelah di lakukan penelitian maka hasil penelitian uji senstivitas dan resistensi yang diperoleh dianalisa menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 20. Pada analisa data ini ditentukan terlebih dahulu homogenitas dari setiap variabel dengan Levene test, hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama dalam suatu penelitian dan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal (Purbayu, 2005) untuk terjadinya peningkatan daya hambat beberapa antibiotik pada bakteri Streptococcus mutans. Uji Homogenitas varians dihitung dengan menggunakan Levene test. Hasil uji nilai Levene Test efektivitas dan resistensi daya hambat eritromisin sebesar 2,804 dengan nilai signifikansi 0,26, karena nilai signifikansi <0,05 maka gabungan data merupakan data yang homogen, sedangkan untuk nilai Levene Test efektivitas dan resistensi daya hambat seftriakson sebesar 2,509 dengan nilai signifikansi 0,42, karena nilai signifikansi <0,05 maka gabungan data merupakan data yang homogen. Pada uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk Jika signifikansi yang diperoleh lebih besar dari α (α > 0,05), maka sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal, tetapi jika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari α (α< 78 0,05) maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan tabel perhitungan Shapiro-Wilk pada efektivitas dan resistensi daya hambat eritromisin dan seftriakson menghasilkan signifikansi > 0,05 yang berarti data tersebut berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji Homogenitas dan Normalitas maka dilakukanlah uji ANOVA satu arah. Dari analisis anova yang telah di lakukan didapatkan nilai F hitung dari efektivitas dan resistensi daya hambat eritromisin yaitu 13,362 dan F tabel yaitu 2,39. Karena F hitung > F tabel (13,362> 2,39), maka terdapat perbedaan pada beberapa kelompok Uji. Perbedaan efektivitas dan resistensi juga dapat dilihat pada nilai signifikansinya yaitu 0,000001, yang dinyatakan bahwa jika nilai signfikansi <0,05 maka terdapat perbedaan (Triyuliana, 2007). Kemudian untuk nilai F Hitung dari efektivitas dan resistensi daya hambat seftriakson yaitu 11,267 dan F tabel yaitu 2,39. Karena F hitung > F tabel (2,39>11,267), dan berdasarkan signifikansi dari kapasitas yaitu 0,000005 maka terdapat perbedaan dalam hal peningkatan efektivitas dan ressitensi daya hambat seftriakson. Dari hasil penelitian uji resistensi antibiotik menggunakan metode kirby bauer (difusi agar) menunjukkan hasil bahwa 100% dari 10 pasien sebagai sampel mengalami resisten terhadap antibiotik amoksisilin. Resistensi yang timbul adalah resistensi terhadap amoksisilin Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta-laktam memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa 79 antibiotik kemudian 90% dari 10 pasien sebagai sampel masih Sensitif terhadap antibiotik eritromisin sebagai antibiotik dan 10% dari 10 pasien mengalami Intermediat dan 85% dari 10 pasien sebagai sampel sudah Resisiten terhadap antibiotik seftriakson sebagai antibiotik dan 15% dari 10 pasien mengalami intermediat yang berarti bakteri Streptococcus mutans sudah tidak Sensitif terhadap antibiotik seftriason dalam pengobatan penyakit karies gigi. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada uji resistensi Streptococcus mutans terhadap disk antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftriakson dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil pengujian uji sensitivitas dan resistensi antibiotik menggunakan metode kirby bauer (difusi agar) menunjukkan hasil bahwa 100% dari 10 pasien sebagai sampel mengalami resisten terhadap antibiotik Amoksisilin, 90% dari 10 pasien sebagai sampel masih sensitif terhadap antibiotik Eritromisin dan hasil dari 85% dari 10 pasien sebagai sampel sudah resisten terhadap antibiotik Seftriakson. 2. Dari hasil pengujian uji sensitivitas dan resistensi antibiotik amoksisilin, eritromisin dan seftraikson menggunakan metode Kirby bauer (difusi agar) menunjukkan antibiotik eritromisin yang memiliki efek sensitivitas yang paling baik. B. Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi bakteri Streptococcus Amoksisilin dan ceftriason. 80 mutans terhadap antibiotik KEPUSTAKAAN Ariestanto, dio. 2012:9. Potensi Pemanfaatan Flavonoid Limbah Kulit Kakao (Theobro ma Cacao L.) sebagai Bahan Tambahan Pembuatan Permen Antikariogenik. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Airlangga. Surabaya. Ari, W.N. 2008. Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana, Available from http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans 31.pdf [Desember-2015] Bidarisugma, berlin dkk. 2012: 1,3. Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans 1 (c) 67 kDa sebagai Imunisasi Pasif dalam Alternatif Pencegahan Karies Gigi secara Topikal. Surabaya. BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012. Surat Kwputusan No.1 /Sekjen. BIMKG Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. Dorlan, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan. Jakarta. EGC Dwi, eva wijayantie. 2012:115. Isolat dan Uji Aktivitas Antimikroba dari Isolat Streptomyces Terhadap Escherichia coli dan Uji Bioautografi. Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiah Jakarta. Eva, Dwi Wijayanti. 2012: 112,115. Isolat dan Uji Aktivitas Antimikroba dari Isolat streptocomyces terhadap Escherichia coli dan Uji Bioatografi. Jakarta : fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Faiz Muhammad Almath, Dr., 2008. 1100 hadits terpilih: Sinar ajaran Muhammad, Gema Insani, Jakarta. Fehrenbach MJ. 2004:18. The Preventive Angle: remineralization, protection and the caries experience. Young dental. Gyure, ruth A.. 2012. The Evaluation of Antibiotics Using Kirby Bauer Disk Diffusion Method. Western CT State University. F.H. Kayser et al. 2010. Medical Microbiology. New York. Thieme. Hamita APT, Maksum Hadri. 2012:15,18,21,22,23. Buku Ajar Analisa Hayati. Jakarta. EGC. 81 82 Henry, F. Chambers. 2011: 67,69,71,74,76,77. Senyawa Antimikroba. Goodman and Gilman Dasar-dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta. EGC. Hidayah, Nur. 2010. Ringan Tentang Mikrobiologi. Waterloo University Indry W, Christy NM, Paulina G.2013 : 1. Pengalaman karies gigi serta pola makan dan minum pada anak sekolah dasar di desa kiawa kecamatan kawangkoan utara. Manado. Jurnal e-GiGi. Juke. 2015 : 120,121,122. Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga, Jakarta Kamus Kesehatan. 2015.Jakarta Microcheam Laboratory. 2015. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Panduan Peringatan Hari Kesehatan Dunia : Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Kuman. th McDonald, avery, dean.2011: 183. Dentistry for the child and adolescent. 9 ed., Missouri : Mosby Elsiver. McIntyre JM.2005: 21. Dental Caries- The Major Cause of Tooth Damages. In Structure. 2en ed. Queensland : knowledge Books and Sofware. M.K. Lalitha. 2011: 7,115,116,227,119,121. Manual on Antimicrobial Susceptibility Testing. Christian Medical College. Vellore, Tamil Nadu. Oliveira, L. V. R. and R. T. de Faria. 2008.18. In vitro propagation of Brazilian orchids using traditional culture media and commercial fertilizers formulations.Acta Scientiarum, Agronomy Maringa. Pertiwi, Dewi. 2010. Penetapan Kadar Amoksisilin Dalam Tablet. Fakultas Farmasi. Unuversitas Sumatera Utara. Putri MH, Eliza H, Neneng N. 2011: 154-6 In : Juwono L, editor. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC. Radji, Maksum. 2010. 21.Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. 83 Rasinta T. 2014: 38. .Karies gigi. Juwono L, editor. Edisi 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rianto, Setiabudy. 2010. Pengantar Antimikroba. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sastroasmoro, Sudigdo. 2010:112. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto. Setiabudy, dkket al.2010: 75 Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta. Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an, Volume 3. Jakarta: Lentera Hati. Sihotang. 2010 : 7. karies gigi. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Universitas Indonesia. Tjahjati, subroto. 2011:13. Pedoman Pengobatan pada Hewan. Bentang Pustaka. Trihono. Riset kesehatan dasar (RIKESDAS) nasional 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Departemen Kesehatan RI 2013: 110-1. Umiana, tri soleha. 2015:120. Uji kepekaan Terhadap Antibiotik. Bagian Mikrobiologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung. Wahyutomo, A. 2010. Hubungan Karakteristik dan Peran Kader Posyandu dengan Pemantauan Tumbuh kembang Balita di Puskesmas Kalitidu-Bojonegoro. Tesis. Program Pascasarjana FK UNS. Surakarta Word Healt Organization. 2012. The World Health Report Shaping the Future. Geneva: Word Health Orgazation Yati H. Istiantoro, Vincent H.S. Gan 2011. Antimikroba Rifampisin, Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Beta Laktam Lainnya.. Jakarta : Balai Penerbit FKUI LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi alat menggunakan oven Alat dicuci, dikeringkan, dan dibungkus Masukkan dalam oven Dipanaskan dengan suhu 130oC selama 24 jam Alat siap digunakan 84 Lampiran 2. Pembuatan Medium TSB Agar Timbang medium TSB sebanyak 5 gr Ditambahkan dengan 250 ml aquadest Medium yang telah larut disterilkan dalam Autoklav selama 15 menit pada suhu 1210C 85 Lampiran 3. Pembuatan Medium TYC Agar Siapkan erlenmeyer Timbang medium TYC Agar sebanyak 5 gr Ditambahkan dengan 250 ml aquadest Dipanaskan hingga medium larut Medium yang telah larut disterilkan dalam Autoklav selama 15 menit pada suhu 1210C 86 Lampiran 4. Pengembilan sampel Siapkan cotton swab, simpan cotton swab dibagian karies gigi pasien selama beberapa detik Dimasukkan dalam medium transport (TSB) Inkubasi selama 24 jam 87 Lampiran 5. Isolasi bakteri dari karies gigi 10 spesimen karies yang telah berisi medium TSB Diambil 1 ose Digoreskan dalam medium spesifik (TYC Agar) Simpan dalam inkubator 37oC selama 24 jam Amati koloni yang tumbuh. Streptococcus mutans positif jika pada permukaan media terdapat pertumbuhan koloni yang berwarna putih Koloni siap digunakan untuk uji sensitivitas dan resistensi 88 Lampiran 6. Uji sensitivitas dan resistensi bakteri Ambil 1 ose bakteri yang telah dibiakkan sebelumnya dimedium NA Dimasukkan dalam vial yang berisi NaCl 1 ml lalu dihomogenkan Diukur nilai transmitannya yaitu 25 T untuk bakteri yang siap digunakan dalam pengujian sensitivitas dan resistensi bakteri Kemudian diambil satu ose bakteri dan dimasukkan didialam vial yang berisi medium 5 ml, homogenkan Letakkan piper disk Amoksisilin, eritromisin dam seftriason diatas medium Inkubasi selama 24 jam Amati dan sesuaikan dengan tabel resistensi antibiotik 89 Lampiran 7. Identitas Peneliti Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Perkenalkan nama saya Fany Fadyla Hasrul mahasiswa Farmasi Program Studi S1 Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. Saya akan melakukan penelitian tentang “Uji Sensitivitas dan Resistensi bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi terhadap Beberapa Antibiotik Secara Invitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji di Makassar” Penelitian yang akan saya lakukan bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan resistensi bakteri Streptococcus mutans terhadap beberapa antibiotik dimana yang digunakan yaitu disk antibiotik amoksisilin dengan konsentrasi 10 µg, eritromisin 30 µg, dan seftriason 30 µg yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Uji Sensitivitas adalah serangkaian uji yang diberikan terhadap sampel dengan konsentrasi disk antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Senstivitas antibiotik merupakan respon antibiotik terhadap bakteri yang masih efektif dalam penggunaan antibiotik. Uji Resistensi merupakan serangkaian uji yang diberikan terhadap sampel penelitian dengan konsentrasi disk antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Resisten Antibiotik merupakan resistensi mikroorganisme terhadap obat antimikroba yang sebelumnya sensitif. Uji Sensitivitas dan Resistensi ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar dan laboratorium mikrobiologi farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan pasien yang memenuhi syarat penelitian. Penelitian ini akan dilakukan selama 2 minggu di laboratorium mikrobiologi farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan menggunakan sampel karies gigi pasien di Rumah 90 91 Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji Makassar. Pelaksanaan Uji Sentivitas dan Resistensi akan dilakukan oleh saya dan dibawah pengawasan pembimbing 1 yaitu Hj. Gemy Nastity Handayani S.Si., M.Si., Apt. dan pembimbing 2 yaitu Asrul Ismail S.Farm., M.Sc.,Apt. Adapun bahaya atau risiko dalam penelitian Uji Sensitivitas dan Resistensi ini yaitu tidak ada bahaya maupun resiko dimana pasien tidak akan merasa sakit karena pengambilan sampel hanya menyimpan cotton swab pada bagian karies gigi pasien kurang lebih 1 menit. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi atau pengetahuan kepada tenaga medis dan masyarakat tentang Sensitivitas dan Resistensi bakteri dari beberapa penggunaan antibiotik. Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah secara sukarela dan tidak ada bayaran selama Anda ikut berpartisipasi. Partisipasi Anda dalam penelitian ini dan informasi yang Anda berikan tidak akan diungkapkan kepada siapapun dan tanggapan Anda untuk kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya. Identitas Peneliti Nama : Fany Fadyla Hasrul Alamat : BTN. Pao-Pao Permai Blok.A1/10 Hp : 082394987735 Lampiran 8. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian Setelah Mendapat Penjelasan FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH MENDAPAT PENJELASAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : ……………………………………………. Umur : ……………………………………………. Alamat : ……………………………………………. Dengan ini menyatakan bahwa setelah saya mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian yang berjudul: Uji Sensitivitas dan Resistensi Bakteri Streptococcus mutans penyebab Karies Gigi terhadap beberapa Antibiotik Secara In-vitro di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji di Makassar Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan, manfaat apa yang akan dilakukan pada penelitian ini, saya menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Saya mengerti bahwa dari semua hal yang dilakukan peneliti kepada saya dalam melakukan terapi tawa dapat menyebabkan masalah, namun saya percaya kemungkinan tersebut sangat kecil karena dilakukan secara maksimal oleh peneliti yang berpengalaman. 92 93 Saya tahu bahwa keikut sertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan, sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Saya juga berhak bertanya atau meminta penjelasan pada peneliti bila masih ada hal yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini. Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penelitian ini, akan ditanggung oleh peneliti. Demikian juga biaya perawatan dan pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat penelitian ini, akan dibiayai oleh peneliti. Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian akan terjamin dan saya dengan ini menyetujui semua data saya yang dihasilkan pada penelitian ini untuk disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bila terjadi perbedaan pendapat menyelesaikannya secara kekeluargaan. Klien NAMA TG/BLN/THN …………………………… ………………….. dikemudian hari TANDA TANGAN ……………………… Saksi 1 …………………………… ………………….. ……………………… Saksi 2 …………………………… ………………….. ……………………… kami akan 94 Penanggung Jawab Penelitian : Nama : Fany Fadyla Hasrul Penanggung Jawab Medis : Nama : Drg. Eriana Sutono Alamat : BTN. Pao-Pao Permai Blok A1/10 Alamat : JL. Bacan No.98 Telepon Telepon : 081340123975 : 082394987735 Lampiran 9. Rekam Medis PASIEN 1 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : APRILYANI K NOMOR MR.OPD 175929 UMUR : 33 TAHUN ALAMAT : JL. ANDI TONRO NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. ERIANA SUTONO Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 27/01/16 Poli Gigi gigi berlubang dan karies 5/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan karies 10/2/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan karies R/ Amoksisilin Na. Diklofenak R/ Amoksisilin Asam mefenamat Tambalan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 2 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : RETNO ANRIANI,SE NOMOR MR.OPD 214664 UMUR : 35 TAHUN ALAMAT : MACCINI SOMBALA NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 6/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang R/ 95 96 dan Karies gigi 12/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi Amoksisilin Asam mefenamat Pencabutan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 3 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : MUH. SYAHRIL ARFA NOMOR MR.OPD 181301 UMUR : 30 TAHUN ALAMAT : JL. MASJID RAYA NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. MAYA ROSITA Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 04/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 06/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Pencabutan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 4 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : HERAWATI RAUF UMUR : 37 TAHUN ALAMAT : JL. TANJUNG ALANG NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI NOMOR MR.OPD 051431 97 Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 06/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 16/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Pencabutan R/ Amoksisilin Asam mefenamat Na. Diklofenak PASIEN 5 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : AHMAD WARDINI CHAIRUL NOMOR MR.OPD 109692 UMUR : 29 TAHUN ALAMAT : JL. ABDUL KADIR 77 MAKASSAR NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. INDRYANI Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 26/01/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 06/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Pencabutan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 6 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : FA’IQ FADTURAHMAN UMUR : 6 TAHUN ALAMAT : DG. TATA 1 BLOK V NOMOR MR.OPD 114794 98 NAMA AYAH/IBU : ROSTINA DITANGANI : Drg. INDRYANI Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 26/01/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 16/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Pencabutan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 7 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : DAHLIA NOMOR MR.OPD 181301 UMUR : 10 TAHUN ALAMAT : TABARIA BARU BLOK.W NO.8 NAMA AYAH/IBU : FARIDAH DITANGANI : Drg. MAYA ROSITA Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 4/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 16/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Tambalan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 8 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : NURUL AFIFAH AMIR UMUR : 9 TAHUN ALAMAT : TABARIA BARU BLOK.W NO.8 NOMOR MR.OPD 214664 99 NAMA AYAH/IBU : IRNAWATI DITANGANI : Drg. FITRAH AMALIA Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 10/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 112/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Tambalan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 9 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : HJ. FATIMAH NOMOR MR.OPD 214654 UMUR : 53 TAHUN ALAMAT : MANURUKI NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. FITRAH AMALIA Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 10/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 12/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Tambalan R/ Amoksisilin Asam mefenamat PASIEN 10 RSUD HAJI MAKASSAR RINGKASAN RIWAYAT POLIKLINIK NAMA : HJ. HALIMAH UMUR : 63 TAHUN ALAMAT : JL. PULAU BARANG LOMPO NOMOR MR.OPD 215128 100 NAMA AYAH/IBU : DITANGANI : Drg. ERIANA SUTOSO Tgl. Kunjungan Poli yang dikunjungi Diagnosa Tindakan/Operasi 10/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi 17/02/16 Poli Gigi Gigi berlubang dan Karies gigi R/ Amoksisilin Asam mefenamat Tambalan R/ Amoksisilin Asam mefenamat 101 Lampiran 10. Gambar Penelitian Pengambilan sampel dari pasien Gambar pengambilan sampel dari pasien Sampel yang telah diambil dari pasien Gambar sampel yang telah diambil dari pasien 102 Sampel yang ditanam pada medium transport Gambar sampel karies dan medium transport Medium spesifik (TYC) Gambar medium spesifik (TYC) 103 Lampiran Hasil Amoksisilin Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 1 karies gigi Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 2 karies gigi 104 Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 3 karies gigi Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 4 karies gigi 105 Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 5 karies gigi Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 6 karies gigi 106 Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 7 karies gigi Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 8 karies gigi 107 Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 9 karies gigi Paper disk antibiotik amoksisilin Pasien 10 karies gigi 108 Lampiran Hasil Eritromisin Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 1 karies gigi Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 2 karies gigi 109 Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 3 karies gigi Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 4 karies gigi 110 Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 5 kareis gigi Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 6 kareis gigi 111 Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 7 karies gigi Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 8 karies gigi 112 Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 9 karies gigi Paper disk antibiotik eritromisin Pasien 10 karies gigi 113 Lampiran Hasil Seftriakson Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 1 karies gigi Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 2 karies gigi 114 Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 3 karies gigi Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 4 karies gigi 115 Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 5 karies gigi Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 6 karies gigi 116 Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 7 karies gigi Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 8 karies gigi 117 Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 9 karies gigi Paper disk antibiotik seftriakson Pasien 10 karies gigi Lampiran 11. Analisis statistik daya hambat antibiotik terhadap Streptococcus mutans ERITROMISIN Oneway Descriptives daya hambat N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Deviation Error Mean Lower Bound Minimum Maximum Upper Bound 1 3 21.3000 .36056 .20817 20.4043 22.1957 21.00 21.70 2 3 27.4000 1.57162 .90738 23.4959 31.3041 25.70 28.80 3 3 24.3333 .46188 .26667 23.1860 25.4807 23.80 24.60 4 3 24.1333 1.82300 1.05251 19.6047 28.6619 22.50 26.10 5 3 18.2333 .23094 .13333 17.6596 18.8070 18.10 18.50 6 3 20.8667 .57735 .33333 19.4324 22.3009 20.20 21.20 7 3 23.5333 2.10792 1.21701 18.2970 28.7697 21.10 24.80 8 3 22.8000 1.90000 1.09697 18.0801 27.5199 20.90 24.70 9 3 29.2000 2.60576 1.50444 22.7269 35.6731 27.50 32.20 10 3 24.9333 1.10604 .63857 22.1858 27.6809 23.90 26.10 30 23.6733 3.30537 .60348 22.4391 24.9076 18.10 32.20 Total Test of Homogeneity of Variances daya hambat Levene Statistic df1 df2 2.804 9 Sig. 20 .026 Robust Tests of Equality of Means daya hambat Statistic a df1 df2 Sig. Welch 44.439 9 7.917 0.000008 Brown-Forsythe 13.362 9 10.447 0.000139 a. Asymptotically F distributed. 118 119 Tests of Normality Pasien Kolmogorov-Smirnov Statistic a Df Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. 1 .276 3 . .942 3 .537 2 .242 3 . .973 3 .683 3 .385 3 . .750 3 .000 4 .239 3 . .975 3 .696 5 .385 3 . .750 3 .000 6 .385 3 . .750 3 .000 7 .377 3 . .770 3 .045 8 .175 3 . 1.000 3 1.000 9 .358 3 . .813 3 .147 10 .215 3 . .989 3 .800 daya hambat a. Lilliefors Significance Correction ANOVA daya hambat Sum of Squares Between Groups Mean Square F 271.659 9 30.184 45.180 20 2.259 316.839 29 Within Groups Total Df Sig. 13.362 0.000001 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: daya hambat Tukey HSD (I) Pasien (J) Pasien 1 Mean Std. Error Sig. Difference (I-J) 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2 -6.10000 * 1.22719 .002 -10.4456 -1.7544 3 -3.03333 1.22719 .339 -7.3790 1.3123 4 -2.83333 1.22719 .425 -7.1790 1.5123 5 3.06667 1.22719 .325 -1.2790 7.4123 6 .43333 1.22719 1.000 -3.9123 4.7790 120 2 3 4 5 7 -2.23333 1.22719 .717 -6.5790 2.1123 8 -1.50000 1.22719 .960 -5.8456 2.8456 9 -7.90000 * 1.22719 .000 -12.2456 -3.5544 10 -3.63333 1.22719 .152 -7.9790 .7123 1 6.10000 * 1.22719 .002 1.7544 10.4456 3 3.06667 1.22719 .325 -1.2790 7.4123 4 3.26667 1.22719 .253 -1.0790 7.6123 5 9.16667 * 1.22719 .000 4.8210 13.5123 6 6.53333 * 1.22719 .001 2.1877 10.8790 7 3.86667 1.22719 .107 -.4790 8.2123 8 4.60000 * 1.22719 .033 .2544 8.9456 9 -1.80000 1.22719 .890 -6.1456 2.5456 10 2.46667 1.22719 .602 -1.8790 6.8123 1 3.03333 1.22719 .339 -1.3123 7.3790 2 -3.06667 1.22719 .325 -7.4123 1.2790 4 .20000 1.22719 1.000 -4.1456 4.5456 5 6.10000 * 1.22719 .002 1.7544 10.4456 6 3.46667 1.22719 .193 -.8790 7.8123 7 .80000 1.22719 1.000 -3.5456 5.1456 8 1.53333 1.22719 .954 -2.8123 5.8790 9 * 1.22719 .021 -9.2123 -.5210 10 -.60000 1.22719 1.000 -4.9456 3.7456 1 2.83333 1.22719 .425 -1.5123 7.1790 2 -3.26667 1.22719 .253 -7.6123 1.0790 3 -.20000 1.22719 1.000 -4.5456 4.1456 5 5.90000 * 1.22719 .003 1.5544 10.2456 6 3.26667 1.22719 .253 -1.0790 7.6123 7 .60000 1.22719 1.000 -3.7456 4.9456 8 1.33333 1.22719 .981 -3.0123 5.6790 9 * 1.22719 .015 -9.4123 -.7210 10 -.80000 1.22719 1.000 -5.1456 3.5456 1 -3.06667 1.22719 .325 -7.4123 1.2790 2 -9.16667 * 1.22719 .000 -13.5123 -4.8210 -6.10000 * 1.22719 .002 -10.4456 -1.7544 4 -5.90000 * 1.22719 .003 -10.2456 -1.5544 6 -2.63333 1.22719 .519 -6.9790 1.7123 3 -4.86667 -5.06667 121 -5.30000 * 1.22719 .010 -9.6456 -.9544 -4.56667 * 1.22719 .035 -8.9123 -.2210 * 1.22719 .000 -15.3123 -6.6210 * 1.22719 .001 -11.0456 -2.3544 1 -.43333 1.22719 1.000 -4.7790 3.9123 2 -6.53333 * 1.22719 .001 -10.8790 -2.1877 3 -3.46667 1.22719 .193 -7.8123 .8790 4 -3.26667 1.22719 .253 -7.6123 1.0790 5 2.63333 1.22719 .519 -1.7123 6.9790 7 -2.66667 1.22719 .503 -7.0123 1.6790 8 -1.93333 1.22719 .845 -6.2790 2.4123 9 -8.33333 * 1.22719 .000 -12.6790 -3.9877 10 -4.06667 1.22719 .079 -8.4123 .2790 1 2.23333 1.22719 .717 -2.1123 6.5790 2 -3.86667 1.22719 .107 -8.2123 .4790 3 -.80000 1.22719 1.000 -5.1456 3.5456 4 -.60000 1.22719 1.000 -4.9456 3.7456 5 5.30000 * 1.22719 .010 .9544 9.6456 6 2.66667 1.22719 .503 -1.6790 7.0123 8 .73333 1.22719 1.000 -3.6123 5.0790 9 -5.66667 * 1.22719 .005 -10.0123 -1.3210 10 -1.40000 1.22719 .974 -5.7456 2.9456 1 1.50000 1.22719 .960 -2.8456 5.8456 2 -4.60000 * 1.22719 .033 -8.9456 -.2544 3 -1.53333 1.22719 .954 -5.8790 2.8123 4 -1.33333 1.22719 .981 -5.6790 3.0123 5 4.56667 * 1.22719 .035 .2210 8.9123 6 1.93333 1.22719 .845 -2.4123 6.2790 7 -.73333 1.22719 1.000 -5.0790 3.6123 9 -6.40000 * 1.22719 .001 -10.7456 -2.0544 10 -2.13333 1.22719 .763 -6.4790 2.2123 1 7.90000 * 1.22719 .000 3.5544 12.2456 2 1.80000 1.22719 .890 -2.5456 6.1456 3 4.86667 * 1.22719 .021 .5210 9.2123 5.06667 * 1.22719 .015 .7210 9.4123 * 1.22719 .000 6.6210 15.3123 * 1.22719 .000 3.9877 12.6790 7 8 9 10 6 7 8 9 4 5 6 -10.96667 -6.70000 10.96667 8.33333 122 5.66667 * 1.22719 .005 1.3210 10.0123 8 6.40000 * 1.22719 .001 2.0544 10.7456 10 4.26667 1.22719 .057 -.0790 8.6123 1 3.63333 1.22719 .152 -.7123 7.9790 2 -2.46667 1.22719 .602 -6.8123 1.8790 3 .60000 1.22719 1.000 -3.7456 4.9456 4 .80000 1.22719 1.000 -3.5456 5.1456 5 6.70000 * 1.22719 .001 2.3544 11.0456 6 4.06667 1.22719 .079 -.2790 8.4123 7 1.40000 1.22719 .974 -2.9456 5.7456 8 2.13333 1.22719 .763 -2.2123 6.4790 9 -4.26667 1.22719 .057 -8.6123 .0790 7 10 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets daya hambat Tukey HSD Pasien N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 4 5 3 18.2333 6 3 20.8667 20.8667 1 3 21.3000 21.3000 8 3 22.8000 7 3 23.5333 23.5333 4 3 24.1333 24.1333 3 3 24.3333 24.3333 10 3 24.9333 24.9333 24.9333 2 3 27.4000 27.4000 9 3 Sig. 29.2000 .325 .079 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. .107 .057 123 CEFTRIAXON Oneway Descriptives daya hambat N Mean Std. Std. Error 95% Confidence Interval for Deviation Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound 1 3 8.3000 .40000 .23094 7.3063 9.2937 7.90 8.70 2 3 12.0000 2.44336 1.41067 5.9304 18.0696 9.20 13.70 3 3 19.8667 .92916 .53645 17.5585 22.1748 18.80 20.50 4 3 22.1000 3.40000 1.96299 13.6539 30.5461 18.70 25.50 5 3 15.0333 5.85861 3.38247 .4797 29.5869 9.00 20.70 6 3 7.9333 .40415 .23333 6.9294 8.9373 7.50 8.30 7 3 8.5000 .34641 .20000 7.6395 9.3605 8.10 8.70 8 3 14.2667 1.86100 1.07445 9.6437 18.8897 12.30 16.00 9 3 14.3667 1.05987 .61192 11.7338 16.9995 13.40 15.50 10 3 13.8667 1.56312 .90247 9.9837 17.7497 12.20 15.30 30 13.6233 5.01966 .91646 11.7490 15.4977 7.50 25.50 Total Test of Homogeneity of Variances daya hambat Levene Statistic df1 df2 2.509 9 Sig. 20 .042 Robust Tests of Equality of Means daya hambat Statistic a df1 df2 Sig. Welch 41.413 9 7.987 0.000009 Brown-Forsythe 11.267 9 5.299 0.006439 a. Asymptotically F distributed. 124 Tests of Normality Pasien Kolmogorov-Smirnov Statistic df a Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. 1 .175 3 . 1.000 3 1.000 2 .340 3 . .848 3 .235 3 .346 3 . .837 3 .206 4 .175 3 . 1.000 3 1.000 5 .192 3 . .997 3 .896 6 .232 3 . .980 3 .726 7 .385 3 . .750 3 .000 8 .217 3 . .988 3 .792 9 .229 3 . .981 3 .739 10 .226 3 . .983 3 .752 daya hambat a. Lilliefors Significance Correction ANOVA daya hambat Sum of Squares df Mean Square F Between Groups 610.334 9 67.815 Within Groups 120.380 20 6.019 Total 730.714 29 Sig. 11.267 0.000005 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: daya hambat Tukey HSD (I) Pasien (J) Pasien Mean Std. Error Sig. Difference 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound (I-J) 1 2 -3.70000 2.00316 .701 -10.7934 3.3934 3 * 2.00316 .000 -18.6601 -4.4732 4 * -13.80000 2.00316 .000 -20.8934 -6.7066 5 -6.73333 2.00316 .072 -13.8268 .3601 6 .36667 2.00316 1.000 -6.7268 7.4601 -11.56667 125 2 7 -.20000 2.00316 1.000 -7.2934 6.8934 8 -5.96667 2.00316 .148 -13.0601 1.1268 9 -6.06667 2.00316 .135 -13.1601 1.0268 10 -5.56667 2.00316 .209 -12.6601 1.5268 1 3.70000 2.00316 .701 -3.3934 10.7934 3 * 2.00316 .022 -14.9601 -.7732 4 * -10.10000 2.00316 .002 -17.1934 -3.0066 5 -3.03333 2.00316 .871 -10.1268 4.0601 6 4.06667 2.00316 .590 -3.0268 11.1601 7 3.50000 2.00316 .758 -3.5934 10.5934 8 -2.26667 2.00316 .975 -9.3601 4.8268 9 -2.36667 2.00316 .967 -9.4601 4.7268 10 -1.86667 2.00316 .993 -8.9601 5.2268 * 2.00316 .000 4.4732 18.6601 2 7.86667 * 2.00316 .022 .7732 14.9601 4 -2.23333 2.00316 .977 -9.3268 4.8601 5 4.83333 2.00316 .368 -2.2601 11.9268 6 * 11.93333 2.00316 .000 4.8399 19.0268 7 11.36667 * 2.00316 .001 4.2732 18.4601 8 5.60000 2.00316 .203 -1.4934 12.6934 9 5.50000 2.00316 .221 -1.5934 12.5934 10 6.00000 2.00316 .143 -1.0934 13.0934 * 2.00316 .000 6.7066 20.8934 2 * 10.10000 2.00316 .002 3.0066 17.1934 3 2.23333 2.00316 .977 -4.8601 9.3268 5 7.06667 2.00316 .051 -.0268 14.1601 6 * 2.00316 .000 7.0732 21.2601 * 1 3 1 4 11.56667 13.80000 14.16667 7 13.60000 2.00316 .000 6.5066 20.6934 8 7.83333 * 2.00316 .023 .7399 14.9268 7.73333 * 2.00316 .026 .6399 14.8268 10 8.23333 * 2.00316 .015 1.1399 15.3268 1 6.73333 2.00316 .072 -.3601 13.8268 2 3.03333 2.00316 .871 -4.0601 10.1268 3 -4.83333 2.00316 .368 -11.9268 2.2601 4 -7.06667 2.00316 .051 -14.1601 .0268 6 * 2.00316 .050 .0066 14.1934 9 5 -7.86667 7.10000 126 7 6.53333 2.00316 .087 -.5601 13.6268 8 .76667 2.00316 1.000 -6.3268 7.8601 9 .66667 2.00316 1.000 -6.4268 7.7601 10 1.16667 2.00316 1.000 -5.9268 8.2601 1 -.36667 2.00316 1.000 -7.4601 6.7268 2 -4.06667 2.00316 .590 -11.1601 3.0268 3 * 2.00316 .000 -19.0268 -4.8399 * 2.00316 .000 -21.2601 -7.0732 * 2.00316 .050 -14.1934 -.0066 7 -.56667 2.00316 1.000 -7.6601 6.5268 8 -6.33333 2.00316 .105 -13.4268 .7601 9 -6.43333 2.00316 .096 -13.5268 .6601 10 -5.93333 2.00316 .152 -13.0268 1.1601 1 .20000 2.00316 1.000 -6.8934 7.2934 2 -3.50000 2.00316 .758 -10.5934 3.5934 3 * 2.00316 .001 -18.4601 -4.2732 4 * -13.60000 2.00316 .000 -20.6934 -6.5066 5 -6.53333 2.00316 .087 -13.6268 .5601 6 .56667 2.00316 1.000 -6.5268 7.6601 8 -5.76667 2.00316 .176 -12.8601 1.3268 9 -5.86667 2.00316 .161 -12.9601 1.2268 10 -5.36667 2.00316 .246 -12.4601 1.7268 1 5.96667 2.00316 .148 -1.1268 13.0601 2 2.26667 2.00316 .975 -4.8268 9.3601 3 -5.60000 2.00316 .203 -12.6934 1.4934 4 -7.83333 * 2.00316 .023 -14.9268 -.7399 5 -.76667 2.00316 1.000 -7.8601 6.3268 6 6.33333 2.00316 .105 -.7601 13.4268 7 5.76667 2.00316 .176 -1.3268 12.8601 9 -.10000 2.00316 1.000 -7.1934 6.9934 10 .40000 2.00316 1.000 -6.6934 7.4934 1 6.06667 2.00316 .135 -1.0268 13.1601 2 2.36667 2.00316 .967 -4.7268 9.4601 3 -5.50000 2.00316 .221 -12.5934 1.5934 4 -7.73333 * 2.00316 .026 -14.8268 -.6399 5 -.66667 2.00316 1.000 -7.7601 6.4268 6 6.43333 2.00316 .096 -.6601 13.5268 4 6 7 8 9 5 -11.93333 -14.16667 -7.10000 -11.36667 127 10 7 5.86667 2.00316 .161 -1.2268 12.9601 8 .10000 2.00316 1.000 -6.9934 7.1934 10 .50000 2.00316 1.000 -6.5934 7.5934 1 5.56667 2.00316 .209 -1.5268 12.6601 2 1.86667 2.00316 .993 -5.2268 8.9601 3 -6.00000 2.00316 .143 -13.0934 1.0934 4 -8.23333 * 2.00316 .015 -15.3268 -1.1399 5 -1.16667 2.00316 1.000 -8.2601 5.9268 6 5.93333 2.00316 .152 -1.1601 13.0268 7 5.36667 2.00316 .246 -1.7268 12.4601 8 -.40000 2.00316 1.000 -7.4934 6.6934 9 -.50000 2.00316 1.000 -7.5934 6.5934 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets daya hambat Tukey HSD Pasien N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 4 6 3 7.9333 1 3 8.3000 7 3 8.5000 8.5000 2 3 12.0000 12.0000 10 3 13.8667 13.8667 13.8667 8 3 14.2667 14.2667 14.2667 9 3 14.3667 14.3667 14.3667 5 3 15.0333 15.0333 15.0333 3 3 19.8667 19.8667 4 3 Sig. 8.3000 22.1000 .096 .072 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. .143 .051 RIWAYAT HIDUP Assalamualaikum Nama Lengkapnya Fany Fadyla Hasrul, akrab di sapa dengan Fany Anak ketiga dari tiga bersaudara dan merupakan putri satu-satunya dan diidam-idamkan dari kedua orang tuanya dari tiga bersaudara, buah hati pasangan suami isteri Hasrul Lewa S.Pd dan Roswati, lahir di Jeneponto pada tanggal 04 Juni 1994. Nama kedua kakaknya bernama Fery Fadly Hasrul S.Hi dan Fajar Hasrul S.Pd, Bertempat tinggal jln. HV. Worang No. 30 Tamarunang dan sekarang tinggal di btn. Pao-pao permai Blok. A1/10. Jenjang pendidikan penulis di mulai pada tahun 2000 di SD Negeri No. 112 Tamarunang hingga tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Binamu, hingga akhirnya tahun 2009 meneruskan lagi pendidikan ke Sekolah yang telah lama di idam-idamkannya yaitu SMA Negeri 1 Binamu dan selesai pada tahun 2012. Setelah lulus SMA beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan akhirnya dipertemukan dengan salah satu universitas islam terbesar di indonesia timur yaitu Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan mengambil jurusan Farmasi. Penulis merupakan pribadi yang lucu dan suka bercanda tetapi penulis memiliki think as big as galaxy dan memiliki motto ketika kita inginkan sukses maka jangan pernah takut untuk gagal karena kesuksesan bisa kita rasakan ketika kita sudah mengalami kegagalan, selalulah berfikir positif kerana pemikiran positif akan membawamu dalam kehidupan yang positif. wassalam 128