ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI) DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINANCIAL VALUE ADDED (FVA) Nurul Mawaddah ABSTRACT This research aims to analyze the financial performance of manufacturing companies that listed at the Indonesia Stock Exchange (BEI) by using the Financial Value Added (FVA). Secondary data used in this study, the data collected from financial statement that publish by Capital Market Reference Center (PRPM) at BEI in 2008. The results of the research show that only 14 companies that have the FVA >0 of 31 companies observation. It means that companies have a positive value of FVA, it indicates the companies have value added of financial and it can use as value creation of the companies. Keywords: Financial performance, FVA I. PENDAHULUAN Persaingan global dan resesi yang terjadi menunjukkan adanya kelemahan dari berbagai pendekatan keuangan tradisional yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. (Utomo, 1999) berpendapat bahwa selama ini kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu. Padahal rasio keuangan ini sangatlah bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Sehingga kinerja perusahaan terlihat lebih baik dan meningkat meskipun sebenarnya kinerja tidak mengalami peningkatan dan bahkan menurun. Pendekatan keuangan tersebut pada dasarnya menggunakan data akuntansi yang tidak terlepas dari penafsiran/estimasi yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam distorsi, maka pengukuran kinerja keuangan yang berdasarkan pada laba akuntansi (accounting profit), seperti pengukuran kinerja berdasarkan laba per saham (earnings per share), tingkat pertumbuhan laba (earning growth) dan tingkat pengembalian (rate of return), dianggap tidak lagi memadai untuk mengevaluasi efektifitas dan efisiensi perusahaan. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam pengukuran kinerja keuangan berdasarkan data akuntansi, maka timbulah pemikiran pengukuran kinerja keuangan berdasarkan 1 nilai/value (Value Based Management/VBM). Konsep VBM mendorong manajemen lebih termotivasi dan fokus pada penciptaan arus kas di masa mendatang bagi pemegang saham. VBM memiliki dua elemen kunci. Pertama, penciptaan nilai bagi pemegang saham (shareholder value) sebagai tujuan pertama perusahaan. Kedua, sebagai ukuran kinerja internal perusahaan yang mampu memotivasi manajemen mengejar tujuan memaksimalisasi tujuan diatas (Iramani: 2005). Pengukuran kinerja keuangan yang menerapkan konsep VBM pertama kali dikembangkan oleh Joel M. Stern dan Stewart (1993), analisis keuangan dari perusahaan konsultan keuangan terkemuka di Amerika Serikat yang meyakini bahwa Economic Value Added (EVA) adalah kunci dari penciptaan nilai (value creation). EVA telah banyak digunakan dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi). Tunggal (2002:1) menyebutkan, EVA/NITAMI adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital). Pergeseran sudut pandang dalam melakukan penilaian kinerja keuangan perusahaan kearah yang lebih baik telah membantu pihak manajemen dalam melihat kemampuan dan performa rill perusahaan. Sandias (2002), memperkenalkan paradigman baru dalam menilai kinerja keuangan perusahaan yang juga berdasarkan nilai/value, yaitu Financial Value Added (FVA), yang mengukur nilai tambah perusahaan pada suatu periode tertentu dengan menghitung pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan depresiasi ekuivalen. Dengan metode ini dapat dilihat seberapa besar kontribusi aset tetap dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaan, yang sangat menentukan besaran nilai yang dapat diberikan perusahaan untuk para pemilik atau pemegang saham. Perusahaan yang mampu membukukan FVA positif dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik. Adanya paradigma baru dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan berdasarkan pada nilai/value, dan metode FVA dianggap sebagai paradigma baru dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan yang tentunya penerapan metode tersebut masih sangat terbatas. Serta laporan 2 keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia belum pernah diukur dengan menggunakan metode FVA. Maka perlu dilakukan penelitian terhadap kinerja keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melihat seberapa besar nilai tambah yang dapat diberikan dengan menggunakan metode FVA, yang mana sangat mempengaruhi penerimaan oleh para pemegang saham. II. TINJAUAN PUSTAKA Penilaian Kinerja Keuangan TIM Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BPKP (2000) berpendapat bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses pengukuran untuk mengetahui apakah program yang ditetapkan sesuai dengan misinya melalui penyedian produk, jasa pelayanan atau pun proses yang dilakukan. Terdapat berbagai teknik analisis untuk mengukur kinerja perusahaan, termasuk berbagai analisis rasio keuangan yang lazim dipakai. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel dan indikator pengukuran. Pada aspek keuangan, sumber utama variabel atau indikator yang dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Analisis laporan keuangan yang berdasarkan nilai, yang mana banyak digunakan pada perusahaan dan berbagai penelitian dibeberapa tahun belakangan ini adalah Economic value added (EVA) merupakan metode menajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahateraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal (Tunggal 2001). Pengukuran kinerja keuangan lainnya yang juga berdasarkan konsep VBM adalah Net Value Added (NVA) dan Market Value Added (MVA). Menurut Patel dan Cherukuri, NVA mengukur nilai tambah untuk pemegang saham melalui keputusan investasi perusahaan. Sedangkan MVA, menurut Ruky (1997) adalah ukuran kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilkukan. 3 Financial Value Added (FVA) Financial Value Added atau lebih singkat disebut (FVA) merupakan metode baru dalam mengukur kinerja dan nilai tambah perusahaan yang mana mempertimbangkan kontribusi dari fixed asset dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2005:16). Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan penyusutan. Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan bahwa keuntungan bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation. Jika hal ini terjadi maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham. Metode Pengukuran FVA Menurut Iramani (2005), interpretasi dari hasil pengukuran FVA dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Jika FVA > 0 hal ini menunjukan terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan. b. Jika FVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan (value distruction) c. Jika FVA = 0 hal ini menunjukan posisi impas. Perusahaan tentunya akan berusaha untuk memiliki nilai tambah finansial bagi perusahaan dimana FVA bernilai positif atau lebih besar dari nol, hal ini terjadi manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi equivalent deprecitation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Jika ini tercapai maka perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham. Tabel 2.1 Pengukuran FVA 1. Financial Value Added (FVA) gmc = gross margin of contribution = Nilai sekarang t = Tingkat pajak n = Umur aktiva TR = Total resources 4 2. Gross margin of contribution (gmc) (Laba usaha + Penyusutan) x Tingkat pajak 3. Nilai Sekarang/ Present Value k = WACC n = Periode waktu 4. Weighted Average WACC = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp + Cost of Capital Ws.Ks (WACC) Wd = Struktur hutang Kd = Biaya modal hutang Wp = Struktur saham preferen Kp = Biaya modal saham preferen Ws = Struktur saham biasa Ks = Biaya modal saham biasa 5. Umur aktiva tetap 6. Total resources (TR) Hutang jangka panjang + Total ekuitas Hubungan FVA dengan Keputusan dalam Manajemen Keuangan Hubungan antara pengukuran FVA dengan keputusan dalam manjemen keuangan dapat digambarkan sebagai berikut (Iramani: 2005): Gambar 2.1 Hubungan Antara FVA – Value Driver – Types of Decision. FVA = [(PxQ – VCxQ – FC) x (1-t)] 1 1 t xTR n n, k - MEASURE Sales growth VALUE DRIVERS Operating profit margin Value Growth Duration income tax rate Cost Of Capital 5 Working Capital & Fixed Capital investment DECISION OPERATING FINANCING INVESTMENT (Sandias:2002) Menurut Iramani (2005:19), terdapat tiga (3) keputusan dalam manajemen keuangan yang akan menjadi value drivers bagi terciptanya Financial Value Added. Ketiga keputusan tersebut adalah: 1. Operating Decision adalah suatu keputusan yang harus diambil perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan dan mengelola biaya-biaya yang timbul baik variabel cost maupun fixed cost sedemikian rupa sehingga menghasilkan operating profit margin bagi perusahaan. Pertumbuhan volume penjualan (sales growth) merupakan indikator dari pertumbuhan perusahaan yang ini merupakan value drivers bagi terciptanya Financial Value Added. Dengan sales growth yang tinggi dan income tax rate tertentu akan meningkatkan operating profit margin yang pada akhirnya financial value added diharapkan juga akan meningkat. 2. Financing Decision, adalah suatu keputusan pembiayaan perusahaan dimana perusahaan harus menentukan sumber dana yang paling efisien, yang direfleksikan oleh cost of capital (k) yang dibayarkan selama periode n. Cost of capital ini kemudian menjadi factor pembagi terhadap nilai income yang diterima (δn,k). Dalam konteks value driver, semakin rendah cost of capital yang ditanggung oleh perusahaan maka semakin besar nilai per 1 sen uang yang diterima oleh perusahaan. Konsekuensinya, pada formula measure, semakin kecil cost of capital, semakin besar δn,k, sehingga semakin besar nilai FVA. 3. Investment Decision, adalah keputusan manajemen terhadap pilihan-pilihan investasi yang secara normatif harus mampu memaksimalkan nilai perusahaan. Proses pemilihan alternatif investasi harus mempertimbangkan sumber-sumber pendanaan yang terlibat, karena akan mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini secara intuitif juga mempengaruhi komposisi working capital dan fixed capital yang merupakan komponen pengubah nilai dalam konteks pengukuran FVA di atas. Manajemen harus bisa mengoptimalkan pengelolaan working capital dan fixed capital-nya agar tidak tercipta idle capital atau kapital yang kurang efektif dalam proses peningkatan nilai perusahaan. Otomatis, jumlah working capital dan fixed capital yang besar akan menciptakan tanggungan cost of capital yang lebih besar bagi perusahaan. Ini juga akan menurunkan nilai FVA, karena TR menjadi besar. Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Alfonso Rodriguez Sandias dari Universitas Satiago de Compostela di Spanyol yang mengambil judul “Financial Value Added”. Penelitian tersebut membahas mengenai pengukuran metode baru yang dikembangkan dengan membandingkan metode Economic Value Added (EVA) dan metode Net Present Value (NPV) pada saat break event point yang mana menghasilkan penghitungan baru yaitu Financial Economic Value Added, atau 6 yang kita sebut dengan nama Financial Value Added (FVA). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa metode FVA mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode EVA. Dengan menggunakan definisi equivalent depreciation, FVA lebih akurat dalam menggambarkan financing cost dan mengakomodasikan secara jelas value growth duration (durasi proses penciptaan nilai) yang tidak secara jelas dijabarkan pada metode EVA. Selain itu FVA lebih dapat mengharmonisasikan hasilnya dengan NPV dalam ukuran tahunan sehingga lebih bermanfaat sebagai alat kontrol. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfonso Rodriguez Sandias dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini akan menilai kinerja keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 dengan menggunakan metode FVA. III. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan laporan keuangan tahun 2008, yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki kelengkapan data yang diperlukan. 2. Memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif. 3. Mempunyai earning positif. 4. Membayar deviden selama periode penelitian. Tabel 3.1 Jumlah Perusahaan Manufaktur yang Memenuhi Kriteria Populasi Kriteria Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan keuangan tahun 2008 Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan 7 Jumlah 151 (8) Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan 143 Perusahaan yang tidak memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan serta memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif (60) 83 Perusahaan yang tidak memiliki earnig positif (27) Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan, memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif, serta memiliki earning yang positif. Perusahaan yang tidak membayar deviden selama periode penelitian Jumlah Populasi Pengamatan 56 (25) 31 Dari kriteria tersebut, diperoleh 31 (tiga puluh satu) populasi sasaran yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: 1 AMFG 2 3 AQUA AUTO 4 5 CITA CTBN 6 7 CPIN DLTA Tabel 3.2 Populasi Pengamatan Nama Perusahaan No Kode Perusahaan PT. Asahimas Flat Glass Co. Ltd. Tbk. 17 INDR PT. Aqua Golden Mississippi Tbk. 18 INTP PT. Astra Otopart Tbk. 19 KLBF PT. Cita Mineral Investindo Tbk. 20 LION PT. Citra Tubindo Tbk. 21 MERK PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. 22 MLBI PT. Delta Djakarta Tbk. 23 MRAT 8 DVLA PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. 9 DYNA 10 EPMT 11 FAST 12 FISH 13 14 No Kode Perusahaan 24 SMAR 25 SMSM 26 SQBI 27 TOTO 28 TRST FORU PT. Dynaplast Tbk. PT. Enseval Putera Megatrading Tbk. PT. Fast Food Indonesia Tbk. PT. FKS Multi Agro Tbk. PT. Fortune Indonesia Tbk. 29 TSPC GGRM PT. Gudang Garam Tbk. 30 UNVR 8 Nama Perusahaan PT. Indo-Rama Synthetics Tbk. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT. Kalbe Farma Tbk. PT. Lion Metal Works Tbk. PT. Merck Tbk. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk PT. Mustika Ratu Tbk. PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. PT. Selamat Sempurna Tbk. PT. Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk. PT. Surya Toto Indonesia Tbk. PT. Trias Sentosa Tbk. PT. Tempo Scan Pacific Tbk. PT. Unilever Indonesia Tbk. 15 IGAR 16 IKBI Sumber: Data BEI PT. Kageo Igar Jaya Tbk. PT. Sumi Indo Kabel Tbk. 31 YPAS PT. Yanaprima Hastapersada Tbk. Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan seluruh perusahaan manufatur yang terdaftar di BEI yang diambil dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di BEI. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis dokumenter (content analysis) yaitu dengan melakukan penyeleksian terhadap data yang telah dikumpulkan untuk memilih data yang sesuai dengan penelitian ini. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu data yang dilakukan dengan cara mencatat data dari laporan-laporan, catatan dan arsip-arsip yang ada di beberapa sumber seperti IICG, BEI, perpustakan, internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan data yang dibutuhkan. Definisi Operasional Variabel Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan menggunakan metode Financial Value Added (FVA), dengan skala rasio. Adapun definisi operasional variabel seperti yang telihat pada tabel 2.1 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan penulis untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif merupakan cara untuk merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran nyata mengenai keadaan perusahaan melalui pengumpulan, menyusun, dan menganalisis data tentang masalah yang ada. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis adalah sebagai berikut: 1. Menghitung nilai Gross Margin of Contribution (gmc). 2. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang/Weighted Average Cost of Capital (WACC), dengan langkah-langkah berikut: 9 2.1. Menghitung biaya modal hutang. 2.2. Menghitung biaya modal saham preferen. 2.3. Menghitung biaya modal saham biasa. 1. Menghitung tingkat suku bunga bebas resiko. 2. Menghitung tingkat pengembalian pasar. 3. Menghitung tingkat pengembalian saham. 4. Menghitung koefisien beta. 5. Menghitung biaya modal saham biasa 2.4. Menghitung Struktur Modal. 2.5. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. 3. Menghitung present value/nilai sekarang ( n, k ) 4. Menghitung umur aktiva tetap 5. Menghitung Total Resources (TR) 6. Menghitung nilai FVA IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kinerja Keuangan dengan Metode FVA 1. Menghitung Gross Margin of Contribution (gmc) Langkah pertama untuk menghitung FVA adalah mencari nilai gross margin of contribution (gmc), gmc adalah hasil/pendapatan sebelum depresiasi dan bunga, tetapi setelah dikurangi pajak atau dapat dikatakan hasil yang benar-benar tergantung pada kegiatan operasi (Sandias: 2002). gmc dihitung dengan mengurangi nilai laba usaha sebelum depresiasi dengan tingkat pajak penghasilan perusahaan. Maka sebelumnya harus dicari tarif pengenaan pajak penghasilannya. 10 Sesuai dengan perubahan tarif pajak penghasilan badan, maka nilai t disini adalah sebesar 28%. Setelah tarif pajak diperoleh, maka dapat dihitung nilai gmc untuk masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Gross Margin of Contribution (gmc) No Kode Perusahaan Gmc 1 AMFG 352,357,920,000 2 AQUA 95,332,431,841 3 AUTO 389,175,120,000 4 CITA 238,622,572,120 5 CTBN 2,623,317,770,477 6 CPIN 773,443,440,000 7 DLTA 82,636,279,920 8 DVLA 58,047,163,920 9 DYNA 97,515,724,853 10 EPMT 290,777,771,748 11 FAST 116,894,583,360 12 FISH 70,569,060,950 13 FORU 9,240,526,971 14 GGRM 2,793,822,480,000 15 IGAR 19,785,950,266 16 IKBI 115,925,609,649 Sumber: Data Diolah (2009) No 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS Gmc 231,262,893,612 2,200,227,312,193 934,953,918,576 39,045,561,300 103,563,240,480 260,596,800,000 22,150,026,438 2,019,688,930,724 202,618,030,781 100,433,259,360 179,461,453,972 169,285,647,302 310,092,488,994 2,534,211,360,000 25,735,678,597 Nilai gmc sangat dipengaruhi oleh jumlah penjualan, biaya variabel, biaya tetap dan kebijakan pemerintah akan tingkat pajak penghasilan. Semakin besar tingkat penjualan, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam memenuhi biaya-biaya tersebut. Maka keuntungan yang akan diterima juga akan semakin besar, sehingga berdampak pada peningkatan nilai FVA yang akan diperoleh. 2. Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC) Langkah-langkah dalam menghitung Weighted Average Cost of Capital (biaya modal ratarata tertimbang), adalah: 2.1 Menghitung Biaya Modal Hutang 11 Biaya modal hutang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham dan Houston, 1993): Keterangan: Kd Ki T = Biaya modal hutang setelah pajak = Biaya modal hutang sebelum pajak = Tarif pajak Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Biaya Modal Hutang No Kode . Perusahaan Kd (1-Tax) 1 AMFG 0.00% 2 AQUA 0.00% 3 AUTO 7.92% 4 CITA 8.64% 5 CTBN 4.89% 6 CPIN 9.72% 7 DLTA 0.00% 8 DVLA 0.00% 9 DYNA 7.20% 10 EPMT 9.00% 11 FAST 10.44% 12 FISH 0.00% 13 FORU 9.72% 14 GGRM 9.45% 15 IGAR 7.50% 16 IKBI 0.00% Sumber: Data Diolah (2009) No. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS Kd (1-Tax) 8.94% 3.84% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 9.00% 8.28% 6.66% 0.00% 8.64% 6.48% 8.53% 0.00% 0.00% Berdasarkan perhitungan biaya modal hutang tersebut, dapat diketahui persentase biaya modal (bunga) hutang yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Pada beberapa perusahaan, biaya modal hutangnya 0 (nol), hal ini dikarenakan perusahaan tersebut tidak memiliki hutang pada struktur modalnya. Biaya modal hutang diatas merupakan biaya modal riil yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dikatakan biaya modal riil karena hutang dibayar sebelum perusahaan menghitung pajak penghasilan, sehingga yang ditanggung perusahaan adalah biaya hutang setelah pajak. 12 2.2 Menghitung Biaya Modal Saham Preferen Komponen biaya saham preferen dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham dan Houston, 1993): Keterangan: Kp = biaya modal saham preferen Dp = deviden saham preferen Pp = harga saham preferen Hanya 1 (satu) perusahaan yang memiliki saham preferen, yaitu PT. Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk. Maka dengan rumus diatas dapat dihitung nilai biaya modal saham preferen perusahaan tersebut sebagai berikut: Dari perhitungan tersebut terlihat jelas bahwa biaya modal saham preferen untuk perusahaan tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah deviden yang dibayarkan kepada pihak investor dan harga saham preferen. Semakin besar deviden yang dibayarkan per harga sahamnya, maka akan semakin besar pula biaya modal saham preferen yang harus ditanggung oleh perusahaan. Ini berarti memperkecil nilai FVA yang akan dihasilkan. 2.3 Menghitung Biaya Modal Saham Biasa Perhitungan biaya modal saham biasa dalam penelitian ini menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Dimana pendekatan CAPM menyatakan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return) dari saham biasa sama dengan tingkat suku bunga bebas resiko (risk – free rate) ditambah dengan tingkat pengembalian pasar (rate market) yang dikurangi 13 dengan tingkat suku bunga bebas resiko, kemudian dikalikan dengan beta (β) perusahaan. Dalam bentuk rumus dapat ditulis sebagai berikut (Brigham dan Houston, 1993): Keterangan: Ks Krf Km = = = = Biaya modal saham biasa Tingkat suku bunga bebas resiko Tingkat pengembalian pasar Koefisien beta perusahaan Langkah-langkah dalam menghitung biaya modal saham biasa dengan menggunakan pendekatan CAPM adalah sebagai berikut: a. Menghitung Tingkat Suku Bunga Bebas Resiko (Krf) Tingkat suku bunga bebas resiko diambil dari suku bunga rata-rata selama 12 bulan dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka 1 bulan. Tabel 4.3 Perhitungan Tingkat Suku Bunga Bebas Resiko Tahun 2008 Bulan Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei April Maret Februari Januari Nilai Rata-Rata Sumber: BI, Diolah (2009) BI Rate 9.25% 9.50% 9.50% 9.25% 9.00% 8.75% 8.50% 8.25% 8.00% 8.00% 8.00% 8.00% 8.67% Pada perhitungan tingkat suku bunga bebas resiko, diperoleh nilai rata-ratanya sebesar 8.67%. Artinya, pada tingkat suku bunga tersebut saham terbebas dari resiko ketidakpastian pasar pada batasan yang ditentukan, seperti inflasi dan lainnya. 14 b. Menghitung Tingkat Pengembalian Pasar (Km) Tingkat pengembalian pasar, mencerminkan fluktuasi harga saham. Data diperoleh dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada setiap penutupan akhir bulan. Tingkat pengembalian pasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Keterangan : Km = Tingkat pengembalian pasar IHS = Nilai tolak ukur pada bulan sekarang t IHS t-1 = Nilai tolak ukur pada bulan sebelumnya Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Tingkat Pengembalian Pasar Tahun 2008 Date Close Desember 1355.41 Nopember 1241.54 Oktober 1256.7 September 1832.51 Agustus 2165.94 Juli 2304.51 Juni 2349.1 Mei 2444.35 April 2304.52 Maret 2447.3 Februari 2721.94 Januari 2627.25 Nilai Rata-Rata Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009) Km -0.08401 0.01221 0.45819 0.18195 0.06398 0.01935 0.04055 -0.05721 0.06196 0.11222 -0.03479 0.07040 Dari perhitungan, diperoleh nlai rata-rata tingkat pengembalian pasar sebesar 0.0704 atau 7.04%. c. Menghitung Tingkat Pengembalian Saham (Ri) 15 Tingkat pengembalian saham, menunjukkan pengembalian secara ekonomis yang dapat diterima oleh para investor berupa deviden yang diterima oleh para investor. Tingkat pengembalian saham dapat dihitung dengan rumus: Keterangan: Ri PTi Dt = Tingkat pengembalian saham periode tertentu = Harga saham pada periode t = Harga saham pada periode t-1 = Deviden yang diperoleh pada waktu tertentu Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tingkat Pengembalian Saham Perusahaan No Kode . Perusahaan Ri No. 1 AMFG -0.03 17 2 AQUA 0.06 18 3 AUTO 0.23 19 4 CITA 0.03 20 5 CTBN 0.08 21 6 CPIN -0.04 22 7 DLTA 0.03 23 8 DVLA 0.09 24 9 DYNA 0.03 25 10 EPMT 0.19 26 11 FAST 0.11 27 12 FISH 0.08 28 13 FORU 0.31 29 14 GGRM -0.01 30 15 IGAR 0.55 31 16 IKBI 0.13 Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009) Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS Ri 0.25 -0.02 -0.08 0.10 0.04 0.07 0.19 -0.05 0.11 0.09 0.10 0.03 0.08 0.06 -0.09 Dari perhitungan pada tabel diatas, diperoleh nilai tingkat pengembalian saham perusahaan yang mana harga saham rata-rata perusahaan diperoleh dari harga saham penutupan pada setiap bulannya. d. Menghitung Koefisian Beta (β) 16 Perhitungan koefisien beta (β) dapat dilakukan setelah perhitungan tingkat pengembalian pasar (Km) dan tingkat pengembalian saham (Ri) diketahui, karena keduanya adalah komponen dalam penghitungan koefisien beta. Koefisien beta dihitung dengan rumus: X = Tingkat pengembalian pasar Y = Tingkat pengembalian saham Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Beta Perusahaan No Kode . Perusahaan Bi No. 1 AMFG -2.196 16 2 AQUA 1.242 17 3 AUTO 0.313 18 4 CITA 2.038 19 5 CTBN 0.864 20 6 CPIN -1.678 21 7 DLTA 2.385 22 8 DVLA 0.779 23 9 DYNA 2.598 24 10 EPMT 0.370 25 11 FAST 0.658 26 12 FISH 0.832 27 13 FORU 0.228 28 14 GGRM -5.046 29 15 IGAR 0.129 30 16 IKBI 0.534 31 Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009) Kode Perusahaan IKBI INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS Bi 0.534 0.286 -3.018 -0.873 0.707 1.833 1.013 0.365 -1.382 0.659 0.815 0.731 2.678 0.853 1.231 -0.774 Berdasarkan perhitungan diatas, dapat dilihat besaran nilai beta saham untuk masingmasing perusahaan. Nilai beta menunjukkan tingkat sensitivitas saham terhadap perubahan pergerakan pasar. Misalkan pada perusahaan PT. Trias Sentosa Tbk. (TRST) yang memiliki nilai beta tertinggi, yaitu 2.678. Ini menandakan setiap perubahan IHSG 1% maka harga saham perusahaan tersebut akan berubah 2.678%. Semakin besar Beta menujukan tingkat resiko yang semakin besar. Hal ini karena ketika pasar (IHSG) bergerak sedikit maka harga saham akan berubah cukup besar. Sedangkan nilai beta yang kecil, menunjukan saham tersebut relatif stabil, 17 seperti pada PT. Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang memimiliki nilai beta sebesar -5.046. Sehingga ketika IHSG berubah maka saham tersebut tidak terlalu berubah signifikan. e. Menghitung Biaya Modal Saham Biasa Setelah diketahui tingkat suku bunga bebas resiko, tingkat pengembalian pasar, tingkat pengembalian saham dan beta perusahaan diketahui, maka biaya modal saham biasa dapat dihitung dengan rumus (Brigham dan Houston, 1993): Keterangan: Ks = Biaya modal saham biasa Krf = Tingkat suku bunga bebas resiko Km = Tingkat pengembalian pasar = Koefisien beta perusahaan Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Biaya Modal Saham Biasa Kode No. Perusahaan 1 AMFG 2 AQUA 3 AUTO 4 CITA 5 CTBN 6 CPIN 7 DLTA 8 DVLA 9 DYNA 10 EPMT 11 FAST 12 FISH 13 FORU 14 GGRM 15 IGAR 16 IKBI Sumber: Data Diolah (2009) Ks 12.24% 6.65% 8.16% 5.35% 7.26% 11.40% 4.79% 7.40% 4.44% 8.07% 7.60% 7.31% 8.30% 16.88% 8.46% 7.80% No. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 31 2.4 Menghitung Struktur Modal 18 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS YPAS Ks 9.65% 13.58% 10.09% 7.52% 5.68% 7.02% 8.07% 10.91% 7.59% 7.34% 7.48% 4.31% 7.28% 6.66% 9.93% -0.774 Perhitungan struktur modal adalah untuk mengetahui proporsi masing-masing jenis modal dari total keseluruhan modal yang digunakan dalam pelaksanaan proyek/kegiatan perusahaan. Struktur modal dapat dihitung dengan membangi antara jumlah dari satu jenis modal dengan total modal keseluruhan yang kemudian dikali dengan 100%. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Struktur Modal Perusahaan No. Kode Perusahaan 1 AMFG 2 AQUA 3 AUTO 4 CITA 5 CTBN 6 CPIN 7 DLTA 8 DVLA 9 DYNA 10 EPMT 11 FAST 12 FISH 13 FORU 14 GGRM 15 IGAR 16 IKBI 17 INDR 18 INTP 19 KLBF 20 LION 21 MERK 22 MLBI 23 MRAT 24 SMAR 25 SMSM 26 SQBI 27 TOTO 28 TRST 29 TSPC 30 UNVR 31 YPAS Sumber: Data Diolah (2009) Wd 0.00% 0.00% 33.85% 26.32% 48.47% 87.99% 0.00% 0.00% 44.09% 26.72% 9.19% 0.00% 3.12% 81.83% 21.94% 0.00% 35.65% 30.85% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 6.61% 74.78% 56.87% 0.00% 22.75% 68.78% 30.00% 0.00% 0.00% 19 Wp 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 9.49% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% Ws 100.00% 100.00% 66.15% 73.68% 51.53% 12.01% 100.00% 100.00% 55.91% 73.28% 90.81% 100.00% 96.88% 18.17% 78.06% 100.00% 64.35% 69.15% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 93.39% 25.22% 43.13% 90.51% 77.25% 31.22% 70.00% 100.00% 100.00% 2.5 Menghitung WACC Setelah biaya dari masing-masing komponen pembiayaan diketahui, maka dapat dihitung biaya modal keseluruhan dengan proporsi dari masing-masing komponen untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC), dengan rumus: Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang Kode No. Perusahaan 1 AMFG 2 AQUA 3 AUTO 4 CITA 5 CTBN 6 CPIN 7 DLTA 8 DVLA 9 DYNA 10 EPMT 11 FAST 12 FISH 13 FORU 14 GGRM 15 IGAR 16 IKBI Sumber: Data Diolah (2009) WACC 12.24% 6.65% 8.08% 6.22% 6.11% 9.92% 4.79% 7.40% 5.66% 8.32% 7.86% 7.31% 8.34% 10.80% 8.25% 7.80% No. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 31 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS YPAS WACC 9.39% 10.57% 10.09% 7.52% 5.68% 7.02% 8.13% 8.94% 7.06% 42.71% 7.74% 5.80% 7.66% 6.66% 9.93% -0.774 Pada perhitungan WACC diatas, dapat dilihat besaran biaya yang harus dipenuhi oleh perusahaan atas pemanfaatan modalnya. Nilai WACC terbesar terdapat pada perusahaan PT. Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk. (SQBI). Hal ini dikarenakan perusahaan SQBI membayar deviden yang sangat besar kepada shareholder, sehingga biaya modal meningkat yang berakibat pada meningkatnya biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) perusahaan tersebut. WACC sifatnya eksplisit, sama dengan discount rate yang dapat menjadikan present value dari modal bersih yang diterima perusahaan sama dengan present value dari semua biaya yang harus dibayarkan karena penggunaan modal tersebut. 20 3. Menghitung Nilai (present value) Menghitung nilai digunakan untuk mencari nilai sekarang (present value) dari satu rupiah yang diterima oleh perusahaan selama 1 (satu) periode n yaitu 1 (satu) tahun. Nilai Weighted Average Cost Of Capital (WACC) yang telah dihitung sebelumnya digunakan sebagai faktor discount rate (k). Rumus untuk menghitung nilai present value dari setiap rupiah yang diterima selama satu tahun adalah (Patel dan Cherukuri): Keterangan: K = WACC (Weighted Avarage Cost of Capital), yaitu biaya modal rata-rata tertimbang. n = Periode waktu Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Nilai Sekarang (Present Value) Kode No. Perusahaan 1 AMFG 2 AQUA 3 AUTO 4 CITA 5 CTBN 6 CPIN 7 DLTA 8 DVLA 9 DYNA 10 EPMT 11 FAST 12 FISH 13 FORU 14 GGRM 15 IGAR 16 IKBI Sumber: Data Diolah (2009) ∂n,k 0.891 0.938 0.925 0.941 0.942 0.910 0.954 0.931 0.946 0.923 0.927 0.932 0.923 0.903 0.924 0.928 No. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 31 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS YPAS ∂n,k 0.914 0.904 0.908 0.930 0.946 0.934 0.925 0.918 0.934 0.701 0.928 0.945 0.929 0.938 0.910 -0.774 Dari perhitungan tabel diatas dapat dilihat nilai sekarang dari masing-masing perusahaan untuk per 1 (satu) rupiah uang yang diterima pada akhir tahun. Besar atau kecilnya nilai ini sangat 21 dipengaruhi oleh biaya modal (WACC) yang berfungsi sebagai discount rate (k). Semakin kecil WACC yang dikeluarkan oleh perusahaan, maka semakin besar nilai present value yang akan dihasilkan. Ini berarti nilai uang yang diterima untuk per 1 (satu) rupiahnya akan semakin besar. Dengan semakin besarnya nilai uang yang dihasilkan, maka nilai FVA diharapkan juga akan meningkat. Dan sebaliknya. 4. Menghitung Umur Aktiva Tetap (n) Umur aktiva tetap yang dimaksud adalah perkiraan umur kegunaan/ekonomis dari aktiva tetap yang digunakan, yaitu periode dimana perusahaan dapat memanfaatkan aktiva tetap tersebut (Horngren et all, 1996:506). Aktiva tetap dapat dihitung dengan membagi total aktiva tetap yang dimiliki dengan nilai depresiasinya. Dari pembagian tersebut, dapat diperoleh nilai n sebagai berikut: Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Nilai Umur Aktiva Tetap No. Kode Perusahaan N No. Kode Perusahaan 1 AMFG 6.12 17 INDR 16.62 2 AQUA 9.04 18 INTP 12.75 3 AUTO 7.92 19 KLBF 8.52 4 CITA 8.22 20 LION 5.82 5 CTBN 5.90 21 MERK 14.87 6 CPIN 14.49 22 MLBI 5.33 7 DLTA 8.46 23 MRAT 10.70 8 DVLA 6.19 24 SMAR 4.31 9 DYNA 13.90 25 SMSM 5.24 10 EPMT 7.13 26 SQBI 13.28 11 FAST FISH 7.70 15.19 27 TOTO TRST 9.39 15.29 22 N 12 28 13 FORU 5.68 29 TSPC 9.88 14 GGRM 9.25 30 UNVR 28.88 15 IGAR 4.63 31 YPAS 17.95 16 IKBI 9.81 Sumber: Data Diolah (2009)`` 31 YPAS -0.774 Dari hasil perhitungan dapat dilihat umur aktiva tetap terlama masa manfaatnya terdapat pada perusahaan PT. Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), yaitu 28,88 tahun. Dan umur aktiva tetap yang tersingkat terdapat pada perusahaan PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR), yaitu 4,31 tahun. Nilai n akan berfungsi sebagai pembagi nilai total kapital yang dikalikan dengan tingkat pajak, ini menunjukan besaran nilai beban penyusutan yang tidak ditanggung oleh perusahaan setiap tahunnya atas seluruh modal yang digunakan selama n tahun. Ini berarti semakin panjang umur aktiva tetap, maka akan semakin lama asset-aset tersebut memberikan kontribusi bagi perusahaan. Maka nilai FVA yang akan dihasilkan juga akan meningkat. 5. Menghitung Total Resources (TR) Seperti yang disebutkan oleh Iramani (2005), total resources adalah total sumber dana (kapital) perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang dan total ekuitas yang mana menggambarkan jumlah working capital dan fixed capital yang dimiliki oleh perusahaan (Iramani,2005). Maka, total sumber dana untuk masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Total Resources (TR) No . 1 2 3 4 5 6 Kode Perusahaan AMFG AQUA AUTO CITA CTBN CPIN TR 382,083,000,000 21,786,703,550 638,803,640,000 152,542,680,167 717,599,915,480 1,514,687,000,000 23 No. 1 2 3 4 5 6 Kode Perusahaan AMFG AQUA AUTO CITA CTBN CPIN TR 382,083,000,000 21,786,703,550 638,803,640,000 152,542,680,167 717,599,915,480 1,514,687,000,000 7 DLTA 35,028,837,000 8 DVLA 357,828,471,000 9 DYNA 299,449,789,074 10 EPMT 114,000,000,000 11 FAST 44,625,000,000 12 FISH 48,996,062,285 13 FORU 50,118,272,896 14 GGRM 1,015,744,000,000 15 IGAR 52,675,000,000 16 IKBI 307,576,787,460 Sumber: Data Diolah (2009) 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 DLTA DVLA DYNA EPMT FAST FISH FORU GGRM IGAR IKBI 35,028,837,000 357,828,471,000 299,449,789,074 114,000,000,000 44,625,000,000 48,996,062,285 50,118,272,896 1,015,744,000,000 52,675,000,000 307,576,787,460 Hasil perhitungan menunjukkan besaran total resources (TR) dari masing-masing perusahaan. Nilai TR merupakan faktor yang sangat mempengaruhi nilai FVA yang akan dihasilkan. Semakin besar nilai TR, berarti semakin banyak pula sumber dana yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai kegiatannya, maka akan semakin kecil nilai FVA yang akan dihasilkan. Dan sebaliknya, semakin kecil nilai TR, berarti semakin kecil sumber dana yang digunakan oleh perusahaan, maka nilai FVA akan meningkat. 6. Menghitung Financial Value Added (FVA) Setelah nilai gmc, tingkat pajak, modal rata-rata tertimbang, umur aktiva tetap, nilai present value ( ), dan total resources diperoleh. Maka FVA perusahaan dapat dihitung dengan rumus: Keterangan: gmc = Gross Margin of Contribution = Nilai sekarang (present value), dengan k (WACC) sebagai discount rate t = Tingkat pajak n = Umur aktiva tetap TR = Total resources 24 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Nilai FVA Perusahaan-Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Kode No. Perusahaan FVA 1 AMFG -93,973,427,253 2 AQUA 71,423,250,341 3 AUTO -323,813,924,737 4 CITA 71,401,146,609 5 CTBN 1,827,792,125,261 6 CPIN -920,787,315,298 7 DLTA 44,771,141,824 8 DVLA -342,456,623,379 9 DYNA -224,907,106,113 10 EPMT 162,820,115,868 11 FAST 67,139,818,375 12 FISH 17,086,784,533 13 FORU -47,526,732,782 14 GGRM 1,637,625,994,734 15 IGAR -40,416,816,154 16 IKBI -224,412,450,176 Sumber: Data Diolah (2009) No. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 31 Kode Perusahaan INDR INTP KLBF LION MERK MLBI MRAT SMAR SMSM SQBI TOTO TRST TSPC UNVR YPAS YPAS FVA -2,711,503,128,420 -1,839,565,890,564 356,243,484,066 -21,608,860,400 60,577,828,821 234,917,822,424 -99,898,226,926 -562,721,789,570 18,981,005,162 -27,474,073,273 -131,926,156,094 -409,100,498,663 88,277,609,477 2,435,697,718,026 -48,736,866,341 -0.774 Dari perhitungan diatas, dihasilkan 14 (empat belas) perusahaan yang memiliki nilai FVA positif dan 17 (tujuh belas) perusahaan lainnya menghasilkan nilai FVA yang negative. Maka dipastikan pada 14 (empat belas) perusahaan dengan nilai FVA positif, telah terjadi nilai tambah pada perusahaan. Ini berarti perusahaan dengan nilai FVA positif memiliki kinerja keuangan yang baik, dimana keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi equivalent deprecitation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Hasil ini dapat menggambarkan kekurangan manajemen dari segi: 1. Kegiatan operasi, manajemen belum mampu menekan biaya-biaya dan belum bisa memaksimalkan persediaan dalam meningkatkan penjualan. 2. Kegiatan Pendanaan (financing), manajemen belum mampu menentukan struktur modal yang paling efisien bagi perusahaan. 3. Kegiatan investasi, keputusan manajemen dalam menentukan pilihan-pilihan investasi belum optimal. Dan juga belum optimalnya pengelolaan fixed capital dan 25 working capital yang dimiliki, sehingga tercipta kapital yang kurang efektif dalam proses peningkatan nilai perusahaan. Sehingga laba perusahaan tidak dapat menutupi total modal yang digunakan. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil kinerja keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun pengamatan (2008) dapat disimpulkan bahwa: 1. Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai FVA positif menunjukkan terjadinya nilai tambah finansial bagi perusahaan. Dan sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai FVA negatif menunjukkan tidak terjadinya nilai tambah finansial bagi perusahaan. 2. Metode FVA dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation) bagi perusahaan. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat memperluas lingkup pengambilan populasi baik dari jumlah perusahaan maupun tahun penelitian. 2. Perhitungan biaya modal dengan metode yang berbeda akan mempengaruhi nilai FVA juga, hal ini dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya untuk dapat menggunakan metode perhitungan biaya modal yang lain. DAFTAR KEPUSTAKAAN Iramani, Rr. dan E. Febrian (2005) “Financial Value Added: Suatu Paradigma Baru Dalam Pengukuran Kinerja Dan Nilai Tambah Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 7 (1):1-10. www.puslit2.petra.ac.id Patel, B. dan U. R. Cherukuri. “Net Value Added (NVA) and Share Value Appreciation Rate (SVAR)”: Improved Value Addition Measures For Evaluation of Capital Projects. http://www.departments.bucknell.edu/management/apfa/Dundee%20Papers/24Patel.pdf Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara - BPKP. (2000), Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta. 26 Ruky, S. (1997). EVA dan Penciptaan Nilai Perusahaan. No. 9. Usahawan. Sandias, R. A. (2002) “Finacial Value Added”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. http//ssrn.com Tunggal, W. A. (2001) Memahami Konsep Value Added dan Value Based Management. Harvindo. Utomo, L. Linawati (1999) ”Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja Manajemen Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 1 (1):28-41. 27