1 analisis kinerja keuangan perusahaan

advertisement
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINANCIAL VALUE ADDED (FVA)
Nurul Mawaddah
ABSTRACT
This research aims to analyze the financial performance of manufacturing companies that listed at the
Indonesia Stock Exchange (BEI) by using the Financial Value Added (FVA). Secondary data used in this
study, the data collected from financial statement that publish by Capital Market Reference Center (PRPM) at
BEI in 2008. The results of the research show that only 14 companies that have the FVA >0 of 31 companies
observation. It means that companies have a positive value of FVA, it indicates the companies have value
added of financial and it can use as value creation of the companies.
Keywords: Financial performance, FVA
I. PENDAHULUAN
Persaingan global dan resesi yang terjadi menunjukkan adanya kelemahan dari berbagai
pendekatan keuangan tradisional yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan.
(Utomo, 1999) berpendapat bahwa selama ini kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur
berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu. Padahal rasio keuangan ini
sangatlah bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan dalam menyusun
laporan keuangan perusahaan. Sehingga kinerja perusahaan terlihat lebih baik dan meningkat
meskipun sebenarnya kinerja tidak mengalami peningkatan dan bahkan menurun. Pendekatan
keuangan tersebut pada dasarnya menggunakan data akuntansi yang tidak terlepas dari
penafsiran/estimasi yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam distorsi, maka
pengukuran kinerja keuangan yang berdasarkan pada laba akuntansi (accounting profit), seperti
pengukuran kinerja berdasarkan laba per saham (earnings per share), tingkat pertumbuhan laba
(earning growth) dan tingkat pengembalian (rate of return), dianggap tidak lagi memadai untuk
mengevaluasi efektifitas dan efisiensi perusahaan.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam pengukuran kinerja keuangan
berdasarkan data akuntansi, maka timbulah pemikiran pengukuran kinerja keuangan berdasarkan
1
nilai/value (Value Based Management/VBM). Konsep VBM mendorong manajemen lebih
termotivasi dan fokus pada penciptaan arus kas di masa mendatang bagi pemegang saham. VBM
memiliki dua elemen kunci. Pertama, penciptaan nilai bagi pemegang saham (shareholder value)
sebagai tujuan pertama perusahaan. Kedua, sebagai ukuran kinerja internal perusahaan yang
mampu memotivasi manajemen mengejar tujuan memaksimalisasi tujuan diatas (Iramani: 2005).
Pengukuran kinerja keuangan yang menerapkan konsep VBM pertama kali dikembangkan
oleh Joel M. Stern dan Stewart (1993), analisis keuangan dari perusahaan konsultan keuangan
terkemuka di Amerika Serikat yang meyakini bahwa Economic Value Added (EVA) adalah kunci
dari penciptaan nilai (value creation). EVA telah banyak digunakan dalam menganalisis kinerja
keuangan perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini. Di Indonesia metode tersebut dikenal
dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi). Tunggal (2002:1) menyebutkan, EVA/NITAMI
adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang
menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua
biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital).
Pergeseran sudut pandang dalam melakukan penilaian kinerja keuangan perusahaan kearah
yang lebih baik telah membantu pihak manajemen dalam melihat kemampuan dan performa rill
perusahaan. Sandias (2002), memperkenalkan paradigman baru dalam menilai kinerja keuangan
perusahaan yang juga berdasarkan nilai/value, yaitu Financial Value Added (FVA), yang mengukur
nilai tambah perusahaan pada suatu periode tertentu dengan menghitung pendapatan bersih
perusahaan setelah pajak dikurangi dengan depresiasi ekuivalen. Dengan metode ini dapat dilihat
seberapa besar kontribusi aset tetap dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaan, yang sangat
menentukan besaran nilai yang dapat diberikan perusahaan untuk para pemilik atau pemegang
saham. Perusahaan yang mampu membukukan FVA positif dikategorikan sebagai perusahaan yang
memiliki kinerja keuangan yang baik.
Adanya paradigma baru dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan berdasarkan pada
nilai/value, dan metode FVA dianggap sebagai paradigma baru dalam menilai kinerja keuangan
suatu perusahaan yang tentunya penerapan metode tersebut masih sangat terbatas. Serta laporan
2
keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia belum pernah
diukur dengan menggunakan metode FVA. Maka perlu dilakukan penelitian terhadap kinerja
keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk
melihat seberapa besar nilai tambah yang dapat diberikan dengan menggunakan metode FVA, yang
mana sangat mempengaruhi penerimaan oleh para pemegang saham.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian Kinerja Keuangan
TIM Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BPKP (2000) berpendapat bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu proses pengukuran untuk mengetahui apakah program yang
ditetapkan sesuai dengan misinya melalui penyedian produk, jasa pelayanan atau pun proses yang
dilakukan. Terdapat berbagai teknik analisis untuk mengukur kinerja perusahaan, termasuk
berbagai analisis rasio keuangan yang lazim dipakai. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui
berbagai macam variabel dan indikator pengukuran. Pada aspek keuangan, sumber utama variabel
atau indikator yang dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan adalah laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan yang berdasarkan nilai, yang mana banyak digunakan pada
perusahaan dan berbagai penelitian dibeberapa tahun belakangan ini adalah Economic value added
(EVA) merupakan metode menajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu
perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahateraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan
mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal (Tunggal 2001). Pengukuran kinerja
keuangan lainnya yang juga berdasarkan konsep VBM adalah Net Value Added (NVA) dan Market
Value Added (MVA). Menurut Patel dan Cherukuri, NVA mengukur nilai tambah untuk pemegang
saham melalui keputusan investasi perusahaan. Sedangkan MVA, menurut Ruky (1997) adalah
ukuran kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah
dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilkukan.
3
Financial Value Added (FVA)
Financial Value Added atau lebih singkat disebut (FVA) merupakan metode baru dalam
mengukur kinerja dan nilai tambah perusahaan yang mana mempertimbangkan kontribusi dari fixed
asset dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2005:16). Financial Value
Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah pajak (NOPAT) dengan equivalent
depreciation yang telah dikurangi dengan penyusutan. Hasil perhitungan FVA yang positif
menunjukkan bahwa keuntungan bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation.
Jika hal ini terjadi maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah
ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Metode Pengukuran FVA
Menurut Iramani (2005), interpretasi dari hasil pengukuran FVA dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Jika FVA > 0 hal ini menunjukan terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan.
b. Jika FVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan (value
distruction)
c. Jika FVA = 0 hal ini menunjukan posisi impas.
Perusahaan tentunya akan berusaha untuk memiliki nilai tambah finansial bagi perusahaan
dimana FVA bernilai positif atau lebih besar dari nol, hal ini terjadi manakala keuntungan bersih
perusahaan dan penyusutan dapat menutupi equivalent deprecitation atau (NOPAT + D) lebih
besar dari ED. Jika ini tercapai maka perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Tabel 2.1
Pengukuran FVA
1. Financial Value
Added (FVA)
gmc = gross margin of
contribution
= Nilai sekarang
t
= Tingkat pajak
n = Umur aktiva
TR = Total resources
4
2. Gross margin of
contribution
(gmc)
(Laba usaha + Penyusutan) x Tingkat
pajak
3. Nilai Sekarang/
Present Value
k = WACC
n = Periode waktu
4. Weighted Average WACC = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp +
Cost of Capital
Ws.Ks
(WACC)
Wd = Struktur hutang
Kd = Biaya modal
hutang
Wp = Struktur saham
preferen
Kp = Biaya modal
saham preferen
Ws = Struktur saham
biasa
Ks = Biaya modal
saham biasa
5. Umur aktiva tetap
6. Total resources
(TR)
Hutang jangka panjang + Total ekuitas
Hubungan FVA dengan Keputusan dalam Manajemen Keuangan
Hubungan antara pengukuran FVA dengan keputusan dalam manjemen keuangan dapat
digambarkan sebagai berikut (Iramani: 2005):
Gambar 2.1
Hubungan Antara FVA – Value Driver – Types of Decision.
FVA = [(PxQ – VCxQ – FC) x (1-t)]
1
 1
 t   xTR

n
 n, k
-
MEASURE
Sales growth
VALUE
DRIVERS
Operating
profit margin
Value Growth
Duration
income tax rate
Cost Of Capital
5
Working Capital &
Fixed Capital
investment
DECISION
OPERATING
FINANCING
INVESTMENT
(Sandias:2002)
Menurut Iramani (2005:19), terdapat tiga (3) keputusan dalam manajemen keuangan yang
akan menjadi value drivers bagi terciptanya Financial Value Added. Ketiga keputusan tersebut
adalah:
1. Operating Decision adalah suatu keputusan yang harus diambil perusahaan dalam
menghasilkan volume penjualan dan mengelola biaya-biaya yang timbul baik variabel
cost maupun fixed cost sedemikian rupa sehingga menghasilkan operating profit margin
bagi perusahaan. Pertumbuhan volume penjualan (sales growth) merupakan indikator dari
pertumbuhan perusahaan yang ini merupakan value drivers bagi terciptanya Financial
Value Added. Dengan sales growth yang tinggi dan income tax rate tertentu akan
meningkatkan operating profit margin yang pada akhirnya financial value added
diharapkan juga akan meningkat.
2. Financing Decision, adalah suatu keputusan pembiayaan perusahaan dimana perusahaan
harus menentukan sumber dana yang paling efisien, yang direfleksikan oleh cost of capital
(k) yang dibayarkan selama periode n. Cost of capital ini kemudian menjadi factor pembagi
terhadap nilai income yang diterima (δn,k). Dalam konteks value driver, semakin rendah
cost of capital yang ditanggung oleh perusahaan maka semakin besar nilai per 1 sen uang
yang diterima oleh perusahaan. Konsekuensinya, pada formula measure, semakin kecil
cost of capital, semakin besar δn,k, sehingga semakin besar nilai FVA.
3. Investment Decision, adalah keputusan manajemen terhadap pilihan-pilihan investasi yang
secara normatif harus mampu memaksimalkan nilai perusahaan. Proses pemilihan alternatif
investasi harus mempertimbangkan sumber-sumber pendanaan yang terlibat, karena akan
mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini secara intuitif juga mempengaruhi
komposisi working capital dan fixed capital yang merupakan komponen pengubah nilai
dalam konteks pengukuran FVA di atas. Manajemen harus bisa mengoptimalkan
pengelolaan working capital dan fixed capital-nya agar tidak tercipta idle capital atau
kapital yang kurang efektif dalam proses peningkatan nilai perusahaan. Otomatis, jumlah
working capital dan fixed capital yang besar akan menciptakan tanggungan cost of capital
yang lebih besar bagi perusahaan. Ini juga akan menurunkan nilai FVA, karena TR
menjadi besar.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Alfonso Rodriguez Sandias dari Universitas Satiago
de Compostela di Spanyol yang mengambil judul “Financial Value Added”. Penelitian tersebut
membahas mengenai pengukuran metode baru yang dikembangkan dengan membandingkan
metode Economic Value Added (EVA) dan metode Net Present Value (NPV) pada saat break event
point yang mana menghasilkan penghitungan baru yaitu Financial Economic Value Added, atau
6
yang kita sebut dengan nama Financial Value Added (FVA). Dalam penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa metode FVA mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan
metode EVA. Dengan menggunakan definisi equivalent depreciation, FVA lebih akurat dalam
menggambarkan financing cost dan mengakomodasikan secara jelas value growth duration (durasi
proses penciptaan nilai) yang tidak secara jelas dijabarkan pada metode EVA. Selain itu FVA lebih
dapat mengharmonisasikan hasilnya dengan NPV dalam ukuran tahunan sehingga lebih bermanfaat
sebagai alat kontrol.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfonso Rodriguez Sandias dengan
penelitian ini adalah pada penelitian ini akan menilai kinerja keuangan perusahaan-perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 dengan menggunakan
metode FVA.
III.
METODE PENELITIAN
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan laporan keuangan tahun 2008, yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Memiliki kelengkapan data yang diperlukan.
2. Memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif.
3. Mempunyai earning positif.
4. Membayar deviden selama periode penelitian.
Tabel 3.1
Jumlah Perusahaan Manufaktur yang Memenuhi Kriteria Populasi
Kriteria
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan
keuangan tahun 2008
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan
7
Jumlah
151
(8)
Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan
143
Perusahaan yang tidak memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang
positif
Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan serta
memiliki arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif
(60)
83
Perusahaan yang tidak memiliki earnig positif
(27)
Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan, memiliki
arus kas operasi dan arus kas bersih yang positif, serta memiliki earning
yang positif.
Perusahaan yang tidak membayar deviden selama periode penelitian
Jumlah Populasi Pengamatan
56
(25)
31
Dari kriteria tersebut, diperoleh 31 (tiga puluh satu) populasi sasaran yang diamati dalam
penelitian ini, yaitu:
1
AMFG
2
3
AQUA
AUTO
4
5
CITA
CTBN
6
7
CPIN
DLTA
Tabel 3.2
Populasi Pengamatan
Nama Perusahaan
No
Kode
Perusahaan
PT. Asahimas Flat Glass
Co. Ltd. Tbk.
17 INDR
PT. Aqua Golden
Mississippi Tbk.
18 INTP
PT. Astra Otopart Tbk.
19 KLBF
PT. Cita Mineral
Investindo Tbk.
20 LION
PT. Citra Tubindo Tbk.
21 MERK
PT. Charoen Pokphand
Indonesia Tbk.
22 MLBI
PT. Delta Djakarta Tbk.
23 MRAT
8
DVLA
PT. Darya Varia
Laboratoria Tbk.
9
DYNA
10
EPMT
11
FAST
12
FISH
13
14
No
Kode
Perusahaan
24
SMAR
25
SMSM
26
SQBI
27
TOTO
28
TRST
FORU
PT. Dynaplast Tbk.
PT. Enseval Putera
Megatrading Tbk.
PT. Fast Food Indonesia
Tbk.
PT. FKS Multi Agro
Tbk.
PT. Fortune Indonesia
Tbk.
29
TSPC
GGRM
PT. Gudang Garam Tbk.
30
UNVR
8
Nama Perusahaan
PT. Indo-Rama Synthetics
Tbk.
PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk.
PT. Kalbe Farma Tbk.
PT. Lion Metal Works Tbk.
PT. Merck Tbk.
PT. Multi Bintang
Indonesia Tbk
PT. Mustika Ratu Tbk.
PT. Sinar Mas Agro
Resources and Technology
Tbk.
PT. Selamat Sempurna
Tbk.
PT. Bristol – Myers Squibb
Indonesia Tbk.
PT. Surya Toto Indonesia
Tbk.
PT. Trias Sentosa Tbk.
PT. Tempo Scan Pacific
Tbk.
PT. Unilever Indonesia
Tbk.
15
IGAR
16 IKBI
Sumber: Data BEI
PT. Kageo Igar Jaya
Tbk.
PT. Sumi Indo Kabel
Tbk.
31
YPAS
PT. Yanaprima
Hastapersada Tbk.
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan
seluruh perusahaan manufatur yang terdaftar di BEI yang diambil dari Pusat Referensi Pasar Modal
(PRPM) di BEI. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
dokumenter (content analysis) yaitu dengan melakukan penyeleksian terhadap data yang telah
dikumpulkan untuk memilih data yang sesuai dengan penelitian ini. Berdasarkan teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu data yang dilakukan dengan cara mencatat data dari
laporan-laporan, catatan dan arsip-arsip yang ada di beberapa sumber seperti IICG, BEI,
perpustakan, internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan data yang dibutuhkan.
Definisi Operasional Variabel
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan yang
diukur dengan menggunakan metode Financial Value Added (FVA), dengan skala rasio. Adapun
definisi operasional variabel seperti yang telihat pada tabel 2.1
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis untuk menganalisa data yang telah
dikumpulkan adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif merupakan cara untuk
merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran nyata mengenai
keadaan perusahaan melalui pengumpulan, menyusun, dan menganalisis data tentang masalah yang
ada. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai Gross Margin of Contribution (gmc).
2. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang/Weighted Average Cost of Capital (WACC),
dengan langkah-langkah berikut:
9
2.1. Menghitung biaya modal hutang.
2.2. Menghitung biaya modal saham preferen.
2.3. Menghitung biaya modal saham biasa.
1. Menghitung tingkat suku bunga bebas resiko.
2. Menghitung tingkat pengembalian pasar.
3. Menghitung tingkat pengembalian saham.
4. Menghitung koefisien beta.
5. Menghitung biaya modal saham biasa
2.4. Menghitung Struktur Modal.
2.5. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
3. Menghitung present value/nilai sekarang ( n, k )
4. Menghitung umur aktiva tetap
5. Menghitung Total Resources (TR)
6. Menghitung nilai FVA
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kinerja Keuangan dengan Metode FVA
1. Menghitung Gross Margin of Contribution (gmc)
Langkah pertama untuk menghitung FVA adalah mencari nilai gross margin of
contribution (gmc), gmc adalah hasil/pendapatan sebelum depresiasi dan bunga, tetapi setelah
dikurangi pajak atau dapat dikatakan hasil yang benar-benar tergantung pada kegiatan operasi
(Sandias: 2002). gmc dihitung dengan mengurangi nilai laba usaha sebelum depresiasi dengan
tingkat pajak penghasilan perusahaan. Maka sebelumnya harus dicari tarif pengenaan pajak
penghasilannya.
10
Sesuai dengan perubahan tarif pajak penghasilan badan, maka nilai t disini adalah sebesar
28%. Setelah tarif pajak diperoleh, maka dapat dihitung nilai gmc untuk masing-masing perusahaan
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Gross Margin of Contribution (gmc)
No
Kode
Perusahaan
Gmc
1 AMFG
352,357,920,000
2 AQUA
95,332,431,841
3 AUTO
389,175,120,000
4 CITA
238,622,572,120
5 CTBN
2,623,317,770,477
6 CPIN
773,443,440,000
7 DLTA
82,636,279,920
8 DVLA
58,047,163,920
9 DYNA
97,515,724,853
10 EPMT
290,777,771,748
11 FAST
116,894,583,360
12 FISH
70,569,060,950
13 FORU
9,240,526,971
14 GGRM
2,793,822,480,000
15 IGAR
19,785,950,266
16 IKBI
115,925,609,649
Sumber: Data Diolah (2009)
No
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
Gmc
231,262,893,612
2,200,227,312,193
934,953,918,576
39,045,561,300
103,563,240,480
260,596,800,000
22,150,026,438
2,019,688,930,724
202,618,030,781
100,433,259,360
179,461,453,972
169,285,647,302
310,092,488,994
2,534,211,360,000
25,735,678,597
Nilai gmc sangat dipengaruhi oleh jumlah penjualan, biaya variabel, biaya tetap dan
kebijakan pemerintah akan tingkat pajak penghasilan. Semakin besar tingkat penjualan, maka
semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam memenuhi biaya-biaya tersebut.
Maka
keuntungan yang akan diterima juga akan semakin besar, sehingga berdampak pada peningkatan
nilai FVA yang akan diperoleh.
2. Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Langkah-langkah dalam menghitung Weighted Average Cost of Capital (biaya modal ratarata tertimbang), adalah:
2.1 Menghitung Biaya Modal Hutang
11
Biaya modal hutang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham dan Houston,
1993):
Keterangan:
Kd
Ki
T
= Biaya modal hutang setelah pajak
= Biaya modal hutang sebelum pajak
= Tarif pajak
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Biaya Modal Hutang
No Kode
.
Perusahaan
Kd (1-Tax)
1 AMFG
0.00%
2 AQUA
0.00%
3 AUTO
7.92%
4 CITA
8.64%
5 CTBN
4.89%
6 CPIN
9.72%
7 DLTA
0.00%
8 DVLA
0.00%
9 DYNA
7.20%
10 EPMT
9.00%
11 FAST
10.44%
12 FISH
0.00%
13 FORU
9.72%
14 GGRM
9.45%
15 IGAR
7.50%
16 IKBI
0.00%
Sumber: Data Diolah (2009)
No.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
Kd (1-Tax)
8.94%
3.84%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
9.00%
8.28%
6.66%
0.00%
8.64%
6.48%
8.53%
0.00%
0.00%
Berdasarkan perhitungan biaya modal hutang tersebut, dapat diketahui persentase biaya
modal (bunga) hutang yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Pada beberapa perusahaan, biaya
modal hutangnya 0 (nol), hal ini dikarenakan perusahaan tersebut tidak memiliki hutang pada
struktur modalnya. Biaya modal hutang diatas merupakan biaya modal riil yang harus ditanggung
oleh perusahaan. Dikatakan biaya modal riil karena hutang dibayar sebelum perusahaan
menghitung pajak penghasilan, sehingga yang ditanggung perusahaan adalah biaya hutang setelah
pajak.
12
2.2 Menghitung Biaya Modal Saham Preferen
Komponen biaya saham preferen dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham dan
Houston, 1993):
Keterangan:
Kp = biaya modal saham preferen
Dp = deviden saham preferen
Pp
= harga saham preferen
Hanya 1 (satu) perusahaan yang memiliki saham preferen, yaitu PT. Bristol – Myers
Squibb Indonesia Tbk. Maka dengan rumus diatas dapat dihitung nilai biaya modal saham preferen
perusahaan tersebut sebagai berikut:
Dari perhitungan tersebut terlihat jelas bahwa biaya modal saham preferen untuk
perusahaan tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah deviden yang dibayarkan kepada pihak
investor dan harga saham preferen. Semakin besar deviden yang dibayarkan per harga sahamnya,
maka akan semakin besar pula biaya modal saham preferen yang harus ditanggung oleh
perusahaan. Ini berarti memperkecil nilai FVA yang akan dihasilkan.
2.3 Menghitung Biaya Modal Saham Biasa
Perhitungan biaya modal saham biasa dalam penelitian ini menggunakan Capital Asset
Pricing Model (CAPM). Dimana pendekatan CAPM menyatakan bahwa tingkat pengembalian
yang diharapkan (required rate of return) dari saham biasa sama dengan tingkat suku bunga bebas
resiko (risk – free rate) ditambah dengan tingkat pengembalian pasar (rate market) yang dikurangi
13
dengan tingkat suku bunga bebas resiko, kemudian dikalikan dengan beta (β) perusahaan. Dalam
bentuk rumus dapat ditulis sebagai berikut (Brigham dan Houston, 1993):
Keterangan:
Ks
Krf
Km
=
=
=
=
Biaya modal saham biasa
Tingkat suku bunga bebas resiko
Tingkat pengembalian pasar
Koefisien beta perusahaan
Langkah-langkah dalam menghitung biaya modal saham biasa dengan menggunakan
pendekatan CAPM adalah sebagai berikut:
a.
Menghitung Tingkat Suku Bunga Bebas Resiko (Krf)
Tingkat suku bunga bebas resiko diambil dari suku bunga rata-rata selama 12 bulan dari
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka 1 bulan.
Tabel 4.3
Perhitungan Tingkat Suku Bunga Bebas Resiko Tahun 2008
Bulan
Desember
Nopember
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Nilai Rata-Rata
Sumber: BI, Diolah (2009)
BI Rate
9.25%
9.50%
9.50%
9.25%
9.00%
8.75%
8.50%
8.25%
8.00%
8.00%
8.00%
8.00%
8.67%
Pada perhitungan tingkat suku bunga bebas resiko, diperoleh nilai rata-ratanya sebesar
8.67%. Artinya, pada tingkat suku bunga tersebut saham terbebas dari resiko ketidakpastian pasar
pada batasan yang ditentukan, seperti inflasi dan lainnya.
14
b.
Menghitung Tingkat Pengembalian Pasar (Km)
Tingkat pengembalian pasar, mencerminkan fluktuasi harga saham. Data diperoleh dari
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada setiap penutupan akhir bulan. Tingkat pengembalian
pasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
Km
= Tingkat pengembalian pasar
IHS = Nilai tolak ukur pada bulan sekarang
t
IHS
t-1
= Nilai tolak ukur pada bulan sebelumnya
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Tingkat Pengembalian Pasar Tahun 2008
Date
Close
Desember
1355.41
Nopember
1241.54
Oktober
1256.7
September
1832.51
Agustus
2165.94
Juli
2304.51
Juni
2349.1
Mei
2444.35
April
2304.52
Maret
2447.3
Februari
2721.94
Januari
2627.25
Nilai Rata-Rata
Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009)
Km
-0.08401
0.01221
0.45819
0.18195
0.06398
0.01935
0.04055
-0.05721
0.06196
0.11222
-0.03479
0.07040
Dari perhitungan, diperoleh nlai rata-rata tingkat pengembalian pasar sebesar 0.0704 atau
7.04%.
c.
Menghitung Tingkat Pengembalian Saham (Ri)
15
Tingkat pengembalian saham, menunjukkan pengembalian secara ekonomis yang dapat
diterima oleh para investor berupa deviden yang diterima oleh para investor. Tingkat pengembalian
saham dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
Ri
PTi
Dt
= Tingkat pengembalian saham periode tertentu
= Harga saham pada periode t
= Harga saham pada periode t-1
= Deviden yang diperoleh pada waktu tertentu
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Tingkat Pengembalian Saham Perusahaan
No Kode
.
Perusahaan
Ri
No.
1 AMFG
-0.03
17
2 AQUA
0.06
18
3 AUTO
0.23
19
4 CITA
0.03
20
5 CTBN
0.08
21
6 CPIN
-0.04
22
7 DLTA
0.03
23
8 DVLA
0.09
24
9 DYNA
0.03
25
10 EPMT
0.19
26
11 FAST
0.11
27
12 FISH
0.08
28
13 FORU
0.31
29
14 GGRM
-0.01
30
15 IGAR
0.55
31
16 IKBI
0.13
Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009)
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
Ri
0.25
-0.02
-0.08
0.10
0.04
0.07
0.19
-0.05
0.11
0.09
0.10
0.03
0.08
0.06
-0.09
Dari perhitungan pada tabel diatas, diperoleh nilai tingkat pengembalian saham perusahaan
yang mana harga saham rata-rata perusahaan diperoleh dari harga saham penutupan pada setiap
bulannya.
d.
Menghitung Koefisian Beta (β)
16
Perhitungan koefisien beta (β) dapat dilakukan setelah perhitungan tingkat pengembalian
pasar (Km) dan tingkat pengembalian saham (Ri) diketahui, karena keduanya adalah komponen
dalam penghitungan koefisien beta. Koefisien beta dihitung dengan rumus:
X
= Tingkat pengembalian pasar
Y
= Tingkat pengembalian saham
Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Beta Perusahaan
No Kode
.
Perusahaan
Bi
No.
1 AMFG
-2.196
16
2 AQUA
1.242
17
3 AUTO
0.313
18
4 CITA
2.038
19
5 CTBN
0.864
20
6 CPIN
-1.678
21
7 DLTA
2.385
22
8 DVLA
0.779
23
9 DYNA
2.598
24
10 EPMT
0.370
25
11 FAST
0.658
26
12 FISH
0.832
27
13 FORU
0.228
28
14 GGRM
-5.046
29
15 IGAR
0.129
30
16 IKBI
0.534
31
Sumber: http://finance.yahoo.com, Diolah (2009)
Kode
Perusahaan
IKBI
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
Bi
0.534
0.286
-3.018
-0.873
0.707
1.833
1.013
0.365
-1.382
0.659
0.815
0.731
2.678
0.853
1.231
-0.774
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat dilihat besaran nilai beta saham untuk masingmasing perusahaan. Nilai beta menunjukkan tingkat sensitivitas saham terhadap perubahan
pergerakan pasar. Misalkan pada perusahaan PT. Trias Sentosa Tbk. (TRST) yang memiliki nilai
beta tertinggi, yaitu 2.678. Ini menandakan setiap perubahan IHSG 1% maka harga saham
perusahaan tersebut akan berubah 2.678%. Semakin besar Beta menujukan tingkat resiko yang
semakin besar. Hal ini karena ketika pasar (IHSG) bergerak sedikit maka harga saham akan
berubah cukup besar. Sedangkan nilai beta yang kecil, menunjukan saham tersebut relatif stabil,
17
seperti pada PT. Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang memimiliki nilai beta sebesar -5.046.
Sehingga ketika IHSG berubah maka saham tersebut tidak terlalu berubah signifikan.
e. Menghitung Biaya Modal Saham Biasa
Setelah diketahui tingkat suku bunga bebas resiko, tingkat pengembalian pasar, tingkat
pengembalian saham dan beta perusahaan diketahui, maka biaya modal saham biasa dapat dihitung
dengan rumus (Brigham dan Houston, 1993):
Keterangan:
Ks = Biaya modal saham biasa
Krf = Tingkat suku bunga bebas resiko
Km = Tingkat pengembalian pasar
= Koefisien beta perusahaan
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Biaya Modal Saham Biasa
Kode
No. Perusahaan
1
AMFG
2
AQUA
3
AUTO
4
CITA
5
CTBN
6
CPIN
7
DLTA
8
DVLA
9
DYNA
10 EPMT
11 FAST
12 FISH
13 FORU
14 GGRM
15 IGAR
16 IKBI
Sumber: Data Diolah (2009)
Ks
12.24%
6.65%
8.16%
5.35%
7.26%
11.40%
4.79%
7.40%
4.44%
8.07%
7.60%
7.31%
8.30%
16.88%
8.46%
7.80%
No.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
31
2.4 Menghitung Struktur Modal
18
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
YPAS
Ks
9.65%
13.58%
10.09%
7.52%
5.68%
7.02%
8.07%
10.91%
7.59%
7.34%
7.48%
4.31%
7.28%
6.66%
9.93%
-0.774
Perhitungan struktur modal adalah untuk mengetahui proporsi masing-masing jenis
modal dari total keseluruhan modal yang digunakan dalam pelaksanaan proyek/kegiatan
perusahaan. Struktur modal dapat dihitung dengan membangi antara jumlah dari satu jenis modal
dengan total modal keseluruhan yang kemudian dikali dengan 100%.
Tabel 4.8
Hasil Perhitungan Struktur Modal Perusahaan
No. Kode Perusahaan
1 AMFG
2 AQUA
3 AUTO
4 CITA
5 CTBN
6 CPIN
7 DLTA
8 DVLA
9 DYNA
10 EPMT
11 FAST
12 FISH
13 FORU
14 GGRM
15 IGAR
16 IKBI
17 INDR
18 INTP
19 KLBF
20 LION
21 MERK
22 MLBI
23 MRAT
24 SMAR
25 SMSM
26 SQBI
27 TOTO
28 TRST
29 TSPC
30 UNVR
31 YPAS
Sumber: Data Diolah (2009)
Wd
0.00%
0.00%
33.85%
26.32%
48.47%
87.99%
0.00%
0.00%
44.09%
26.72%
9.19%
0.00%
3.12%
81.83%
21.94%
0.00%
35.65%
30.85%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
6.61%
74.78%
56.87%
0.00%
22.75%
68.78%
30.00%
0.00%
0.00%
19
Wp
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
9.49%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
Ws
100.00%
100.00%
66.15%
73.68%
51.53%
12.01%
100.00%
100.00%
55.91%
73.28%
90.81%
100.00%
96.88%
18.17%
78.06%
100.00%
64.35%
69.15%
100.00%
100.00%
100.00%
100.00%
93.39%
25.22%
43.13%
90.51%
77.25%
31.22%
70.00%
100.00%
100.00%
2.5 Menghitung WACC
Setelah biaya dari masing-masing komponen pembiayaan diketahui, maka dapat dihitung
biaya modal keseluruhan dengan proporsi dari masing-masing komponen untuk menghitung biaya
modal rata-rata tertimbang (WACC), dengan rumus:
Tabel 4.9
Hasil Perhitungan Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
Kode
No. Perusahaan
1
AMFG
2
AQUA
3
AUTO
4
CITA
5
CTBN
6
CPIN
7
DLTA
8
DVLA
9
DYNA
10 EPMT
11 FAST
12 FISH
13 FORU
14 GGRM
15 IGAR
16 IKBI
Sumber: Data Diolah (2009)
WACC
12.24%
6.65%
8.08%
6.22%
6.11%
9.92%
4.79%
7.40%
5.66%
8.32%
7.86%
7.31%
8.34%
10.80%
8.25%
7.80%
No.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
31
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
YPAS
WACC
9.39%
10.57%
10.09%
7.52%
5.68%
7.02%
8.13%
8.94%
7.06%
42.71%
7.74%
5.80%
7.66%
6.66%
9.93%
-0.774
Pada perhitungan WACC diatas, dapat dilihat besaran biaya yang harus dipenuhi oleh
perusahaan atas pemanfaatan modalnya. Nilai WACC terbesar terdapat pada perusahaan PT.
Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk. (SQBI). Hal ini dikarenakan perusahaan SQBI membayar
deviden yang sangat besar kepada shareholder, sehingga biaya modal meningkat yang berakibat
pada meningkatnya biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) perusahaan tersebut. WACC
sifatnya eksplisit, sama dengan discount rate yang dapat menjadikan present value dari modal
bersih yang diterima perusahaan sama dengan present value dari semua biaya yang harus
dibayarkan karena penggunaan modal tersebut.
20
3.
Menghitung Nilai
(present value)
Menghitung nilai
digunakan untuk mencari nilai sekarang (present value) dari satu
rupiah yang diterima oleh perusahaan selama 1 (satu) periode n yaitu 1 (satu) tahun. Nilai Weighted
Average Cost Of Capital (WACC) yang telah dihitung sebelumnya digunakan sebagai faktor
discount rate (k). Rumus untuk menghitung nilai present value dari setiap rupiah yang diterima
selama satu tahun adalah (Patel dan Cherukuri):
Keterangan:
K
= WACC (Weighted Avarage Cost of Capital), yaitu biaya modal
rata-rata tertimbang.
n
= Periode waktu
Tabel 4.10
Hasil Perhitungan Nilai Sekarang (Present Value)
Kode
No. Perusahaan
1
AMFG
2
AQUA
3
AUTO
4
CITA
5
CTBN
6
CPIN
7
DLTA
8
DVLA
9
DYNA
10 EPMT
11 FAST
12 FISH
13 FORU
14 GGRM
15 IGAR
16 IKBI
Sumber: Data Diolah (2009)
∂n,k
0.891
0.938
0.925
0.941
0.942
0.910
0.954
0.931
0.946
0.923
0.927
0.932
0.923
0.903
0.924
0.928
No.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
31
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
YPAS
∂n,k
0.914
0.904
0.908
0.930
0.946
0.934
0.925
0.918
0.934
0.701
0.928
0.945
0.929
0.938
0.910
-0.774
Dari perhitungan tabel diatas dapat dilihat nilai sekarang dari masing-masing perusahaan
untuk per 1 (satu) rupiah uang yang diterima pada akhir tahun. Besar atau kecilnya nilai ini sangat
21
dipengaruhi oleh biaya modal (WACC) yang berfungsi sebagai discount rate (k). Semakin kecil
WACC yang dikeluarkan oleh perusahaan, maka semakin besar nilai present value
yang
akan dihasilkan. Ini berarti nilai uang yang diterima untuk per 1 (satu) rupiahnya akan semakin
besar. Dengan semakin besarnya nilai uang yang dihasilkan, maka nilai FVA diharapkan juga akan
meningkat. Dan sebaliknya.
4.
Menghitung Umur Aktiva Tetap (n)
Umur aktiva tetap yang dimaksud adalah perkiraan umur kegunaan/ekonomis dari aktiva
tetap yang digunakan, yaitu periode dimana perusahaan dapat memanfaatkan aktiva tetap tersebut
(Horngren et all, 1996:506). Aktiva tetap dapat dihitung dengan membagi total aktiva tetap yang
dimiliki dengan nilai depresiasinya. Dari pembagian tersebut, dapat diperoleh nilai n sebagai
berikut:
Tabel 4.11
Hasil Perhitungan Nilai Umur Aktiva Tetap
No.
Kode
Perusahaan
N
No.
Kode
Perusahaan
1
AMFG
6.12
17
INDR
16.62
2
AQUA
9.04
18
INTP
12.75
3
AUTO
7.92
19
KLBF
8.52
4
CITA
8.22
20
LION
5.82
5
CTBN
5.90
21
MERK
14.87
6
CPIN
14.49
22
MLBI
5.33
7
DLTA
8.46
23
MRAT
10.70
8
DVLA
6.19
24
SMAR
4.31
9
DYNA
13.90
25
SMSM
5.24
10
EPMT
7.13
26
SQBI
13.28
11
FAST
FISH
7.70
15.19
27
TOTO
TRST
9.39
15.29
22
N
12
28
13
FORU
5.68
29
TSPC
9.88
14
GGRM
9.25
30
UNVR
28.88
15
IGAR
4.63
31
YPAS
17.95
16
IKBI
9.81
Sumber: Data Diolah (2009)``
31
YPAS
-0.774
Dari hasil perhitungan dapat dilihat umur aktiva tetap terlama masa manfaatnya terdapat
pada perusahaan PT. Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), yaitu 28,88 tahun. Dan umur aktiva tetap
yang tersingkat terdapat pada perusahaan PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk.
(SMAR), yaitu 4,31 tahun. Nilai n akan berfungsi sebagai pembagi nilai total kapital yang
dikalikan dengan tingkat pajak, ini menunjukan besaran nilai beban penyusutan yang tidak
ditanggung oleh perusahaan setiap tahunnya atas seluruh modal yang digunakan selama n tahun. Ini
berarti semakin panjang umur aktiva tetap, maka akan semakin lama asset-aset tersebut
memberikan kontribusi bagi perusahaan. Maka nilai FVA yang akan dihasilkan juga akan
meningkat.
5.
Menghitung Total Resources (TR)
Seperti yang disebutkan oleh Iramani (2005), total resources adalah total sumber dana
(kapital) perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang dan total ekuitas yang mana
menggambarkan jumlah working capital dan fixed capital yang dimiliki oleh perusahaan
(Iramani,2005). Maka, total sumber dana untuk masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil Perhitungan Total Resources (TR)
No
.
1
2
3
4
5
6
Kode
Perusahaan
AMFG
AQUA
AUTO
CITA
CTBN
CPIN
TR
382,083,000,000
21,786,703,550
638,803,640,000
152,542,680,167
717,599,915,480
1,514,687,000,000
23
No.
1
2
3
4
5
6
Kode
Perusahaan
AMFG
AQUA
AUTO
CITA
CTBN
CPIN
TR
382,083,000,000
21,786,703,550
638,803,640,000
152,542,680,167
717,599,915,480
1,514,687,000,000
7 DLTA
35,028,837,000
8 DVLA
357,828,471,000
9 DYNA
299,449,789,074
10 EPMT
114,000,000,000
11 FAST
44,625,000,000
12 FISH
48,996,062,285
13 FORU
50,118,272,896
14 GGRM
1,015,744,000,000
15 IGAR
52,675,000,000
16 IKBI
307,576,787,460
Sumber: Data Diolah (2009)
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
DLTA
DVLA
DYNA
EPMT
FAST
FISH
FORU
GGRM
IGAR
IKBI
35,028,837,000
357,828,471,000
299,449,789,074
114,000,000,000
44,625,000,000
48,996,062,285
50,118,272,896
1,015,744,000,000
52,675,000,000
307,576,787,460
Hasil perhitungan menunjukkan besaran total resources (TR) dari masing-masing
perusahaan. Nilai TR merupakan faktor yang sangat mempengaruhi nilai FVA yang akan
dihasilkan. Semakin besar nilai TR, berarti semakin banyak pula sumber dana yang digunakan oleh
perusahaan untuk mendanai kegiatannya, maka akan semakin kecil nilai FVA yang akan
dihasilkan. Dan sebaliknya, semakin kecil nilai TR, berarti semakin kecil sumber dana yang
digunakan oleh perusahaan, maka nilai FVA akan meningkat.
6.
Menghitung Financial Value Added (FVA)
Setelah nilai gmc, tingkat pajak, modal rata-rata tertimbang, umur aktiva tetap, nilai
present value (
), dan total resources diperoleh. Maka FVA perusahaan dapat dihitung dengan
rumus:
Keterangan:
gmc
= Gross Margin of Contribution
= Nilai sekarang (present value), dengan k (WACC) sebagai discount rate
t
= Tingkat pajak
n
= Umur aktiva tetap
TR
= Total resources
24
Tabel 4.13
Hasil Perhitungan Nilai FVA Perusahaan-Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Kode
No. Perusahaan
FVA
1
AMFG
-93,973,427,253
2
AQUA
71,423,250,341
3
AUTO
-323,813,924,737
4
CITA
71,401,146,609
5
CTBN
1,827,792,125,261
6
CPIN
-920,787,315,298
7
DLTA
44,771,141,824
8
DVLA
-342,456,623,379
9
DYNA
-224,907,106,113
10 EPMT
162,820,115,868
11 FAST
67,139,818,375
12 FISH
17,086,784,533
13 FORU
-47,526,732,782
14 GGRM
1,637,625,994,734
15 IGAR
-40,416,816,154
16 IKBI
-224,412,450,176
Sumber: Data Diolah (2009)
No.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
31
Kode
Perusahaan
INDR
INTP
KLBF
LION
MERK
MLBI
MRAT
SMAR
SMSM
SQBI
TOTO
TRST
TSPC
UNVR
YPAS
YPAS
FVA
-2,711,503,128,420
-1,839,565,890,564
356,243,484,066
-21,608,860,400
60,577,828,821
234,917,822,424
-99,898,226,926
-562,721,789,570
18,981,005,162
-27,474,073,273
-131,926,156,094
-409,100,498,663
88,277,609,477
2,435,697,718,026
-48,736,866,341
-0.774
Dari perhitungan diatas, dihasilkan 14 (empat belas) perusahaan yang memiliki nilai FVA
positif dan 17 (tujuh belas) perusahaan lainnya menghasilkan nilai FVA yang negative. Maka
dipastikan pada 14 (empat belas) perusahaan dengan nilai FVA positif, telah terjadi nilai tambah
pada perusahaan. Ini berarti perusahaan dengan nilai FVA positif memiliki kinerja keuangan yang
baik, dimana keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi equivalent
deprecitation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Hasil ini dapat menggambarkan
kekurangan manajemen dari segi:
1. Kegiatan operasi, manajemen belum mampu menekan biaya-biaya dan belum bisa
memaksimalkan persediaan dalam meningkatkan penjualan.
2. Kegiatan Pendanaan (financing), manajemen belum mampu menentukan struktur
modal yang paling efisien bagi perusahaan.
3. Kegiatan investasi, keputusan manajemen dalam menentukan pilihan-pilihan
investasi belum optimal. Dan juga belum optimalnya pengelolaan fixed capital dan
25
working capital yang dimiliki, sehingga tercipta kapital yang kurang efektif dalam
proses peningkatan nilai perusahaan. Sehingga laba perusahaan tidak dapat
menutupi total modal yang digunakan.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil kinerja keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun pengamatan (2008) dapat disimpulkan bahwa:
1. Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai FVA positif menunjukkan terjadinya nilai
tambah finansial bagi perusahaan. Dan sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang memiliki
nilai FVA negatif menunjukkan tidak terjadinya nilai tambah finansial bagi perusahaan.
2. Metode FVA dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation) bagi perusahaan.
Saran
1.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat memperluas lingkup pengambilan populasi baik dari
jumlah perusahaan maupun tahun penelitian.
2.
Perhitungan biaya modal dengan metode yang berbeda akan mempengaruhi nilai FVA
juga, hal ini dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya untuk dapat
menggunakan metode perhitungan biaya modal yang lain.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Iramani, Rr. dan E. Febrian (2005) “Financial Value Added: Suatu Paradigma Baru Dalam
Pengukuran Kinerja Dan Nilai Tambah Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
7 (1):1-10. www.puslit2.petra.ac.id
Patel, B. dan U. R. Cherukuri. “Net Value Added (NVA) and Share Value Appreciation Rate
(SVAR)”: Improved Value Addition Measures For Evaluation of Capital Projects.
http://www.departments.bucknell.edu/management/apfa/Dundee%20Papers/24Patel.pdf
Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara - BPKP. (2000), Evaluasi Kinerja Instansi
Pemerintah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta.
26
Ruky, S. (1997). EVA dan Penciptaan Nilai Perusahaan. No. 9. Usahawan.
Sandias, R. A. (2002) “Finacial Value Added”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. http//ssrn.com
Tunggal, W. A. (2001) Memahami Konsep Value Added dan Value Based Management.
Harvindo.
Utomo, L. Linawati (1999) ”Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja
Manajemen Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 1 (1):28-41.
27
Download