65 BAB 4 PEMBAHASAN Audit operasional atas siklus pendapatan

advertisement
BAB 4
PEMBAHASAN
Audit operasional atas siklus pendapatan pada PT. Sartika Mitrasejati
digunakan untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan keekonomisan. Berdasarkan
ruang lingkup yang telah dijelaskan penulis pada bab 1, Maka dalam bab 4 ini
dibahas mengenai pelaksanaan audit operasional pada PT. Sartika Mitrasejati yang
dimulai dari tahap survei pendahuluan, review & pengujian pengendalian
manajemen, pengujian terinci atas siklus pendapatan, dan melaporkan hasil temuan
audit beserta rekomendasinya.
Pembahasan kegiatan audit operasional atas siklus pendapatan salah satunya
dikarenakan pekerjaan dibidang konstruksi masih belum terintegrasi dengan baik.
Salah satunya seperti kualitas pekerjaan konstruksi yang kurang diperhatikan oleh
perusahaan, perencanaan tidak matang dan terburu-buru dalam melaksanakan
pekerjaan, sehingga yang kemudian merugikan perusahaan sebagai penyedia jasa.
Oleh sebab itu, penulis beranggapan agar audit operasional perlu dilakukan untuk
membantu perusahaan dalam meningkatkan keekonomisan, efisiensi, dan
efektivitas terhadap aktivitas perusahaan. Berikut ini tujuan audit operasional atas
siklus pendapatan yang dilakukan pada PT Sartika Mitrasejati:
1. Untuk mengetahui apakah kebijakan dan prosedur atas siklus pendapatan
perusahaan telah berjalan sesuai yang ditetapkan atau tidak.
2. Untuk mengetahui apakah siklus pendapatan perusahaan telah berjalan secara
3E (efektif, efisien, dan ekonomis) atau tidak.
3. Melakukan identifikasi dan evaluasi kekurangan atau kelemahan-kelemahan
didalam kegiatan operasional siklus pendapatan perusahaan yang sedang
berjalan.
4. Memberikan saran-saran atau rekomendasi terhadap perusahaan untuk
memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang ditemukan selama audit
operasional atas siklus pendapatan.
65
66
4.1
Perencanaan Kerja Audit Operasional
Sebelum dilakukannya kegiatan pemeriksaan, penulis perlu menyusun suatu
rencana kerja audit. Berikut ini rencana kerja audit operasional atas siklus
pendapatan pada PT Sartika Mitrasejati, yaitu:
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Kegiatan audit pendahulan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai latar belakang terhadap objek penelitian yaitu PT Sartika
Mitrasejati. Tahap kegiatan audit ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung dan wawancara singkat, menelaah peraturan, ketentuan
dan kebijakan atas siklus pendapatan serta menganalisis berbagai informasi
yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal potensial mengandung
kelemahan pada perusahaan yang diaudit, dan sebagai langkah awal untuk
memulai pemeriksaan yang lebih mendalam. Selain itu, dalam tahap survei
pendahuluan
ini,
penulis
melakukan
evaluasi
dan
menguji
sistem
pengendalian internal yang dimiliki perusahaan dengan cara mengajukan
Internal Control Questionnaires (ICQ) dan menelusuri dokumen penjualan.
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai efektivitas pengendalian
manajemen dalam menjalankan tugasnya yang berguna untuk pencapaian
tujuan perusahaan.
2. Merencanakan Audit
Perencanaan audit yang cermat sangat penting untuk mencapai ekonomisasi,
efisiensi, dan efektivitas audit operasional. Landasan utama dari perencanaan
ini adalah pengembangan program audit, yang harus dibuat sesuai dengan
keadaan auditee yang ditemui pada tahap studi pendahuluan.
3. Melaksanakan Audit / Detailed Examination (Pengujian Terinci)
Tahap ini digunakan untuk mengumpulkan bukti yang cukup dan kompeten
dalam melakukan penilaian tingkat efektivitas dan efisiensi atas siklus
pendapatan pada perusahaan. Kemudian mengolah bukti dan dokumen yang
dikumpulkan untuk mendapatkan temuan yang kemudian akan dianalisa serta
menetapkan unsur-unsur temuan, seperti kriteria, sebab, dan efek.
4. Melaporkan Temuan / Report Development (Pengembangan Laporan)
Dalam menyusun laporan pemeriksaan auditor tidak memberikan opini
mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Laporan yang dibuat
67
mirip dengan management letter, karena berisi audit findings (temuan
pemeriksaan) mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria yang
berlaku yang menimbulkan inefisiensi, inefektivitas, ketidakhematan, dan
kelemahan
dalam
sistem
pengendalian
manajemen
yang
terdapat
diperusahaan.
4.2
Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Survei pendahuluan merupakan tahap awal yang dilakukan dalam
pelaksanaan audit operasional. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman
dan informasi mengenai objek pemeriksaan, yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data dan informasi mengenai latar belakang perusahaan,
gambaran perusahaan, kegiatan operasional perusahaan, dan prosedur serta sistem
penjualan, penagihan, dan penerimaan kas yang diterapkan dalam perusahaan.
Prosedur audit pendahuluan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pembicaraan pendahuluan dengan pihak manajemen perusahaan
yaitu bagian akuntansi, serta menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan yang
akan dilakukan.
b. Mengumpulkan data dan informasi mengenai latar belakang berdirinya
perusahaan, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab setiap
bagian dalam siklus pendapatan.
c. Mengumpulkan data dan mendengarkan penjelasan mengenai prosedur
penjualan, penagihan, hingga penerimaan kas.
d. Melakukan wawancara terhadap bagian yang terkait serta memberikan
pertanyaan seputar kegiatan penjualan.
e. Memberikan kuesioner pertanyaan seputar kegiatan penjualan, penagihan,
dan penerimaan kas pada perusahaan.
f. Melakukan pengamatan atas pelaksanaan fungsi penjualan, penagihan, dan
penerimaan kas yang ada di perusahaan.
g. Menelaah informasi umum yang telah diperoleh untuk membuat simpulan
indikasi kelemahan atas temuan sementara objek pemeriksaan.
Setelah melakukan prosedur audit pendahuluan maka hasil pemeriksaan pada
tahap ini yaitu:
68
1. Dari data yang didapatkan, perusahaan sudah memiliki surat yang lengkap
mengenai akte pendirian Perseroan Terbatas (PT), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Surat Keterangan Domisili Perusahaan, dan Surat
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2. PT. Sartika Mitrasejati merupakan sebuah perusahaan perdagangan umum
dan jasa (general contractor) yang bergerak dalam bidang pekerjaan seperti
mekanikal, elektrikal, hidrologi, telemetry, konstruksi, dan sebagainya.
Namun perusahaan ini memiliki spesialisasi yang tinggi dalam bidang
telemetry dan konstruksi bangunan.
3. PT. Sartika Mitrasejati memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
Kebijakan Mutu yang diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan yang
secara umum berusaha untuk memberikan pelayanan yang memuaskan
kepada pelanggan.
4. Semua penerimaan pembayaran harus menggunakan kwitansi bernomor
sebagai bukti pembayaran. Pembayaran dari pelanggan dilakukan dengan
cara penagihan baik via telepon, email maupun langsung datang ke tempat
klien.
5. Pembayaran dari pelanggan dilakukan dengan cara penagihan atas
perusahaan dengan melalui mekanisme penagihan sesuai dengan Perjanjian
Kerja.
6. Penerimaan langsung ditransfer ke bank atau masuk ke rekening perusahaan
7. Pembuatan Invoice, kwitansi, Berita Acara Lapangan untuk penagihan baik
untuk termin maupun retensi.
4.2.1 Evaluasi Sistem Pengendalian Intern atas Siklus Pendapatan PT.
Sartika Mitrasejati
Setelah dilakukan survey pendahuluan dan mendapatkan gambaran
mengenai kondisi dan kegiatan perusahaan, maka tahap selanjutnya yaitu
melakukan evaluasi sistem pengendalian internal atas siklus pendapatan pada PT.
Sartika Mitrasejati. Maka evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1) Menjadi dasar bagi penulis dalam menentukan luasnya pemeriksaan yang
akan dilakukan.
69
2) Mendapatkan gambaran tentang keandalan sistem pengendalian manajemen
perusahaan.
3) Mengidentifikasi kelemahan sistem pengendalian manajemen.
Cara yang dilakukan untuk mengevaluasi siklus pendapatan ini yaitu dengan
menyusun Internal Control Questionnaires (ICQ) yang diberikan kepada pihakpihak terkait. Kuesioner ini berisikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan siklus
pendapatan yang kemudian diberikan kepada fungsi yang terkait terhadap siklus
tersebut untuk memastikan keberadaan pengendalian intern yang ada pada
perusahaan ini. Pertanyaan dalam kuesioner dilengkapi dengan kolom pilihan
jawaban yang terdiri dari jawaban Ya (Y) dan Tidak (T). Jawaban “Ya” yang
artinya sistem atau prosedur telah diterapkan serta dilaksanakan dan menunjukkan
ciri internal control yang baik. Sedangkan jawaban “Tidak”, yang artinya sistem
atau prosedur belum diterapkan serta dilaksanakan dan menunjukkan ciri internal
control yang lemah. (lihat lampiran L10)
ICQ terdiri dari 3 kelompok pertanyaan, yaitu Umum, Akuntansi, dan Siklus
Pendapatan (Penjualan-Piutang-Penerimaan Kas). Pertanyaan Umum menyangkut
tentang struktur organisasi, pembagian tugas, dan tanggung jawab, akta pendirian,
dan pertanyaan umum lainnya mengenai keadaan umum perusahaan. Pertanyaan
Akuntansi menyangkut keadaaan pembukuan perusahaan. Sedangkan pertanyaan
Siklus Pendapatan menyangkut sistem dan prosedur yang terdapat di perusahaan
mengenai penjualan, penagihan, dan penerimaan kas. Kuesioner tersebut
dimasukkan ke dalam lampiran skripsi dan hasil dari kuesioner ini dijadikan
sebagai dasar untuk audit lanjutan pada program audit.
Berdasarkan pada seluruh hasil informasi yang telah dikumpulkan melalui
hasil tanya jawab dan kuesioner, maka diperoleh beberapa kekuatan dan
kelemahan pada pelaksanaan pengendalian internal atas siklus pendapatan.
Kekuatan dari unsur-unsur pengendalian internal atas siklus pendapatan yang
dimiliki oleh PT. Sartika Mitrasejati, antara lain:
1. Perusahaan memiliki kebijakan penilaian kredit pelanggan baru yang
dilakukan berdasarkan referensi dan review laporan keuangan.
2. Bagian penjualan, penagihan, dan penerimaan kas mempunyai prosedur
secara tertulis.
70
3. Perusahaan melakukan survei pekerjaan dan survei lapangan sebelum
mengikuti tender.
4. Perusahaan mengenai sanksi atas keterlambatan pembayaran kepada
pemberi kerja.
5. Penerimaan giro, cek, dan kas langsung disetorkan ke bank pada hari itu
juga atau paling lambat keesokan harinya.
6. Dokumen yang dimiliki perusahaan sudah bernomor urut cetak secara
komputerisasi dan diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
7. Transaksi dilaksanakan oleh lebih dari satu orang atau fungsi.
8. Kebijakan mutu sudah dikomunikasikan dan dimengerti oleh setiap personel
dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil kuesioner di atas ternyata masih terdapat beberapa
kelemahan atas sistem pengendalian internal atas siklus pendapatan, yaitu:
1. Perusahaan tidak melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
pelanggan.
2. Perusahaan tidak melakukan pengarsipan atas Proyek Gagal.
3. Perusahaan tidak melakukan pengkajian ulang kontrak yang membahas
secara spesifik.
4. Tidak adanya pemisahan tugas antara bagian penagihan dan penerimaan
kas.
5. Perusahaan belum memiliki kebijakan penyisihan piutang tak tertagih.
6. Ketertundaan pekerjaan dikarenakan pengiriman barang yang terlambat
datang.
4.3
Pengujian Terinci atas Siklus pendapatan pada PT. Sartika Mitrasejati
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian terinci. Pada tahap ini
hal yang selanjutnya dilakukan adalah menilai efektivitas pengendalian intern atas
siklus pendapatan dengan cara melakukan observasi. Pengujian ini dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan indikasi kelemahan pada temuan sementara
pemeriksaan menjadi temuan pemeriksaan dan memperoleh bukti yang relevan,
kompeten, dan cukup untuk mendukung temuan. Untuk mendukung pelaksanaan
pemeriksaan, ditahap ini akan disusun program audit (audit program) atas siklus
pendapatan pada PT. Sartika Mitrasejati.
71
Dalam menyusun audit program diperlukan kriteria awal dalam audit.
Peranan kriteria dalam audit operasional merupakan hal penting, maka kriteria
yang digunakan harus dapat mewakili penilaian ekonomisasi, efisiensi, dan
efektivitas berbagai aktivitas didalam perusahaan.
4.3.1 Pemeriksaan Terinci Terhadap Prosedur Penerimaan Order
• Tujuan Pemeriksaan
a) Untuk menilai apakah perusahaan dalam proses penerimaan order telah
sesuai dengan prosedur yang berlaku dan sudah memenuhi kualifikasi,
klasifikasi, dan memiliki kemampuan sumber daya untuk mengikuti
pelelangan.
b) Untuk mengetahui apakah dalam proses pembuatan kontrak telah
dilaksanakan secara efektif dan efisien serta berdasarkan kesepakatan
antara kedua pihak.
• Prosedur Audit
a. Telusuri dari mana informasi tender diperoleh.
b. Periksa apakah dokumen keikutsertaan tender sudah sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditetapkan.
c. Telusuri siapakah yang bertugas dalam mempelajari undangan tender.
d. Telusuri siapakah yang bertugas dalam menentukan keikutsertaan tender.
e. Telusuri siapakah yang bertugas untuk menginstruksikan follow – up
undangan tender.
f. Periksa apakah perusahan mengikuti/ menghadiri rapat penjelasan pekerjaan
(aanwijzing).
g. Periksa apakah perusahaan mengikuti tinjauan (survey) ke lokasi lapangan.
h. Telusuri siapakah yang bertugas mempersiapkan dokumen penawaran harga.
i. Periksa apakah dokumen penawaran harga dibuat oleh estimator yang
memiliki keahlian yang memadai.
j. Periksa apakah perusahaan membuatkan dokumen informasi tender dan
keputusan tender.
k. Periksa apakah perusahaan memberikan jaminan dalam proyek
konstruksinya.
72
l. Pelajari apakah dalam surat perjanjian kontrak dibuat atas kesepakatan
bersama kedua belah pihak pengguna jasa dan pemberi kerja.
m. Periksa mengenai kelengkapan isi dari surat perjanjian kontrak tersebut
apakah tertera mengenai tugas pekerjaan dan jangka waktu pelaksanaan.
n. Periksa apakah dokumen-dokumen kontrak telah disajikan dalam satu
kesatuan kontrak.
o. Telusuri apakah dilakukan pemeriksaan ulang terhadap dokumen kontrak dan
penawaran harga.
p. Periksa apakah dalam surat perjanjian kontrak disebutkan tanggung jawab
dan kewajiban kedua belah pihak.
q. Periksa apakah dalam surat perjanjian kontrak disebutkan sanksi dan denda
yang dikenakan apabila kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan.Periksa
apakah surat perjanjian kontrak ditanda tangani oleh pihak yang berwenang
dalam perusahaan.
r. Pelajari mengenai cara pembayaran prestasi/ termijn dalam surat perjanjian
kontrak.
s. Periksa apakah terdapat sanksi/ denda yang dikenakan apabila pemilik proyek
terlambat membayarkan utangnya
t. Buatkan saran-saran perbaikan atas permasalahan yang ada di perusahaan
tersebut.
• Hasil Pemeriksaan
Perusahaan telah memiliki kebijakan dan prosedur keikutsertaan tender
secara efektif dan efisien. Bagian pemasaran memperolehan order yang
berasal dari media cetak dan online langsung dikomunikasikan kepada pihak
yang berkepentingan dengan dibuatkan dokumen informasi tender dan
dokumen
keputusan
tender
yang ditujukan
kepada direktur untuk
memutuskan apakah berminat atau tidak dalam melaksanakan proyek.
Sebelum mengikuti tender perusahaan juga melakukan prosedur Aanwijzing
(penjelasan lelang) dan survey ke lapangan untuk mengetahui kemampuan
sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan melihat lokasi proyek secara
langsung. Seluruh dokumen keikutsertakan tender sudah sesuai dengan
persyaratan tender. Estimator yang menyusun penawaran harga telah
73
dilakukan oleh seorang yang ahli dalam melakukan kuantifikasi atas semua
yang terjadi dalam gambar kerja dan spesifikasi, selain itu mampu
mengantisipasi semua kegiatan konstruksi yang akan terjadi. Dalam hal
kontrak, perusahaan telah menjalankan prosedur pembuatan kontrak secara
efektif dan efisien. Kontrak dibuat dan disusun berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak dan berisi pasal-pasal yang mengaturnya. Hanya saja,
setelah dilakukan pemeriksaan ini, terdapat temuan bahwa perusahaan tidak
melakukan kajian ulang kontrak yang membahas secara spesifik mengenai
cara pembayaran, kemampuan perusahaan, jangka waktu menyelesaikan
pekerjaan, dan ketersediaan sumber dayanya. Perusahaan seharusnya
menetapkan dan memelihara prosedur untuk kaji ulang permintaan, tender,
dan kontrak agar segala sesuatu menjadi jelas dan dimengerti oleh kedua
belah pihak.
4.3.2 Pemeriksaan Terinci Terhadap Pelaksanaan Pekerjaan dan Penyerahan
Produk
• Tujuan Audit
a) Untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan proyek hingga penyerahan
produk telah berjalan secara efektif dan efisien.
b) Untuk mengetahui apakah selama proses pelaksanaan kerja terdapat
keterlambatan waktu yang tidak sesuai dengan kontrak.
• Prosedur Audit
a. Periksa apakah jangka waktu pelaksanaan sesuai dengan yang disepakti
dalam surat perjanjian kontak.
b. Periksa apakah selama pelaksanaan pekerjaan terdapat variasi pekerjaan yang
menyebabkan terjadinya addendum atau Contract Change Order (CCO).
c. Periksa apakah terdapat dokumen SPK (Surat Perintah Kerja) yang
diterbitkan sebelum memulai pelaksanaan proyek.
d. Periksa apakah terdapat dokumen revisi jika terjadi perubahan dengan
melampirkan dasar terjadinya perubahan.
e. Periksa apakah ada komunkasi antara pelanggan dengan kepala proyek
berupa surat menyurat, rapat-rapat, pembuatan laporan-laporan kondisi dan
kemajuan proyek, dan kegiatan lainnya.
74
f. Periksa apakah ada kontrol dan pengawasan selama pelaksanaan proyek.
g. Periksa apakah terdapat klaim dari pemberi kerja atas kinerja perusahaan.
h. Periksa apakah perusahaan mengadakan pemeriksaan barang dan
menerbitkan Berita Acara Pemeriksaan Barang untuk kesesuaian terhadap
surat perjanjian kontrak.
i. Periksa apakah ketika pekerjaan 100% dan dilakukan serah terima,
perusahaan menerbitkan Berita Acara Serah Terima Barang.
j. Periksa apakah perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
pelanggan berupa pertanyaan kuesioner.
k. Periksa apakah selama pelaksanaan terdapat pengeluaran yang tidak
tercantum dengan isi kontrak.
l. Buatkan saran-saran perbaikan atas permasalahan yang ada di perusahaan
tersebut.
• Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan beberapa temuan yang membuat
kinerja perusahan tidak ekonomis, efisien, dan efektif yaitu:
1. Perusahaan tidak melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
pelanggan atas jasa/ produk yang diberikannya. Seharusnya perusahaan
melakukan pengukuran dan pemantauan kepuasan pelanggan dengan
memberikan sebuah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tentang kinerja
perusahaan selama menyelesaikan proyek tersebut.
2. Kebijakan mutu yang dikomunikasikan kurang dimengerti dengan baik oleh
sebagian besar perusahaan sehingga kinerja perusahaan terkadang tidak
sesuai atau keliru dengan yang diinginkan klien, sehingga membuat klien
tidak puas akan hasil kerja perusahaan. Dengan ditemukannya peristiwa ini,
sebaiknya kebijakan mutu dikomunikasikan lagi pada saat meeting yang
ditentukan waktunya oleh perusahaan sehingga staf beserta jajaran yang
berkepentingan dapat lebih memahami pentingnya mutu suatu pekerjaan yang
dihasilkannya.
3. Terdapat biaya tak terduga yang diakibatkan dari klaim pemberi kerja.
Perusahaan kerap kali sering dilanda peristiwa ini, yakni pemberi kerja
melakukan klaim karena hasil pekerjaan perusahaan tidak dapat beroperasi
dengan baik. Diketahui bahwa proyek-proyek perusahaan tidaklah berada
75
didekat kantor pusat, namun berada jauh dari kantor pusat. Sehingga
perusahaan perlu mengeluarkan biaya atas klaim tersebut, salah satunya
adalah biaya transportasi untuk mengirimkan teknisi ke lokasi proyek.
4. Pekerjaan tertunda dikarenakan proses pengiriman barang terlambat datang.
Setelah dilakukan analisis dan wawancara, ternyata disebabkan karena
perusahaan pengiriman (freight forwarder) melakukan sub pengiriman
tersebut ke perusahaan pengiriman lainnya. Selain karena itu, ternyata bagian
keuangan juga yang menjadi sebab dari keterlambatan proses pengiriman.
Dikarenakan bagian keuangan telat membayarkan biaya jasa pengiriman
tersebut.
4.3.3 Pemeriksaan Terinci Terhadap Prosedur Pencatatan Penjualan dan
Penagihan Piutang.
• Tujuan Pemeriksaan
Untuk memberikan keyakinan bahwa pencatatan penjualan telah sesuai
dengan prosedur dan kebijakan perusahaan. Mengetahui apakah pencatatan
penjualan dan penagihan piutang perusahaan telah berjalan secara efektif dan
efisien. Serta untuk memastikan bahwa piutang dibayarkan tepat waktu oleh
pelanggan sesuai dengan kontrak.
• Prosedur Audit
a. Dapatkan dan pelajari dengan teliti mengenai kebijakan dan prosedur
pencatatan penjualan perusahaan.
b. Periksa apakah bagian piutang membuat daftar piutang dagang dan
bagian piutang mengirimkan tagihan ke pelanggan.
c. Periksa apakah perusahaan mengirimkan surat pernyataan piutang pada
pelanggan setelah laporan progress diterbitkan.
d. Periksa apakah pelanggan dikenakan sanksi atas keterlambatan pembayaran
piutangnya.
e. Periksa apakah perusahaan menerapkan kebijakan penyisihan piutang tidak
tertagih.
f. Periksa apakah perusahaan melakukan pengarsipan dokumen yang berhasil
atau gagal.
g. Periksa apakah kelengkapan informasi pada invoice telah memadai.
76
h. Periksa apakah setiap dokumen penagihan diotorisasi oleh pihak yang
berwenang.
i. Buatkan saran-saran perbaikan atas permasalahan yang ada di perusahaan
tersebut.
•
Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
yang
dilakukan,
ditemukan
bahwa
perusahaan:
1. Perusahaan tidak melakukan pengarsipan daftar proyek gagal. Seharusnya
proyek gagal tetaplah diarsipkan untuk berjaga-jaga agar tidak adanya
penyalahgunaan terhadap proyek tersebut. Selain itu, pengarsipan daftar
proyek gagal sebagai salah satu pertimbangan jika suatu saat klien tersebut
ingin melanjutkan bisnis dengan perusahaan.
2. Perusahaan belum memiliki kebijakan penyisian piutang tak tertagih.
Seharusnya perusahaan tetap mengukur/ mengestimasi besar piutang yang
kemungkinan tidak dapat tertagih. Sehingga, perusahaan dapat melakukan
antisipasi atas kerugian yang besar karena piutang yang tidak tertagih
tersebut.
4.3.4 Pemeriksaan Terinci Terhadap Prosedur Penerimaan Kas
• Tujuan Pemeriksaan
Untuk menilai apakah pemrosesan penerimaan kas dari hasil penagihan
piutang telah dicatat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat berjalan
dengan efektif.
• Prosedur Audit
a. Periksa apakah kebijakan pemprosesan dan pencatatan penerimaan kas
tersebut telah berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis.
b. Periksa apakah penerimaan kas dari hasil penjualan kredit telah dicatat
atau dipostingkan ke akun yang benar.
c. Periksa apakah bukti penerimaan kas telah sesuai dengan kontrak yang
telah ditetapkan sebelumnya.
d. Periksa apakah fungsi penerimaan kas dan fungsi penagihan dipisahkan.
e. Periksa apakah ada review dokumentasi seperti ikhtisar kas harian,
77
duplikasi slip setoran , serta laporan bank (rekonsiliasi).
f. Periksa apakah dibuatkan bukti penerimaan kas yang sesuai dengan
kuitansi yang sebelumnya.
g. Periksa apakah pencatatan tersebut diperiksa secara berkala oleh pejabat
yang berwenang.
h. Periksa apakah penyetoran kas ke bank dilakukan pada saat itu juga atau
paling lambat keesokan harinya.
i. Selidiki apakah terdapat penyimpangan atas pencatatan penerimaan kas
yang telah dibuat, dan selidiki pihak mana yang bertanggung jawab atas
pencatatan tersebut
j. Buatkan saran-saran perbaikan atas permasalahan yang ada di perusahaan
tersebut.
•
Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan beberapa temuan bahwa tidak
adanya pemisahan penugasan antara bagian penagihan dan penerimaan kas.
Seharusnya bagian penagihan dan penerimaan kas dipisahkan penugasannya,
karena hal tersebut dapat mengakibatkan proses jalannya perusahaan tidak
efektif. Risko kecurangan bisa terjadi dari temuan ini, yang mengakibatkan
perusahaan terkena dampak kerugian.
4.4
Melaporkan Temuan / Report Development atas Siklus Pendapatan PT.
Sartika Mitrasejati
Berdasarkan hasil penelitian audit operasional yang dilakukan terhadap siklus
pendapatan di PT. Sartika Mitrasejati, terdapat kelemahan-kelemahan dalam
pelaksaan kegiatan atas siklus tersebut. Temuan-temuan yang ditemukan yaitu:
1) Perusahaan tidak melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan klien
Sampai dengan saat ini perusahaan tidak menerapkan prosedur pemantauan
dan pengukuran kepuasan klien terhadap jasa dan produk yang telah diberikan.
Seharusnya perusahaan tetap melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
kepada pelanggan untuk mengetahui persepsinya atas pekerjaan yang telah
dilakukan perusahaan. Hal tersebut dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur
evaluasi kinerja perusahaan. Selain itu, hasil dari pengukuran dan pemantauan
tersebut dapat dijadikan Surat Tanda Penghargaan Kerja (STPK) yang terbitkan dan
78
disahkan oleh pihak pelanggan (pemberi kerja), sehingga hal tersebut berfungsi
untuk penawaran proyek-proyek berikutnya, dimana pemberi kerja baru dapat
melihat STPK dari pelanggan-pelanggan sebelumnya yang pekerjaannya telah
diselesaikan.
Penyebab dari kondisi ini karena tidak adanya prosedur atau kebijakan yang
ditetapkan perusahaan untuk melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
klien atas kinerja perusahaan. Selain itu perusahaan menganggap Berita Acara
Pemeriksaan Pekerjaan 100% sudah mencukupi dan tidak diperlukan lagi dilakukan
Pengukuran kepuasan klien.
Atas
kondisi
tersebut
berakibat
kurang
efektifnya
dalam
evaluasi
pengendalian internal dan terutama pada proses pemasaran. Misalnya, apabila
dalam dokumen keikutsertaan tender termuat STPK, maka dapat meyakinkan
pemberi kerja bahwa perusahaan telah menyelesaikan proyek-proyek dengan baik,
sehingga setidaknya memberikan peluang yang sedikit lebih besar untuk
memenangkan tender. Selain itu, dengan adanya STPK dapat ditampilkan pada
Website resmi perusahaan sebagai pembuktian kepada calon pemberi kerja dengan
melihat bahwa produk dan jasa yang diberikan adalah berkualitas dan mampu
memenuhi harapan kliennya.
Maka rekomendasinya adalah agar pihak perusahaan menyusun suatu
perencanaan dan prosedur yang jelas untuk dilakukannya penyerahan dokumen
pengukuran dan pemantauan kepuasan kepada pengguna jasa pada saat pekerjaan
50% dan pada proses Serah Terima Pekerjaan 100%. Dokumen pemantauan dan
pengukuran yang dilakukan adalah berupa kuesioner berisi pertanyaan dari proses
pelaksanaan hingga serah terima pekerjaan. Untuk jawabannya terdiri dari tiga
pilihan yaitu kurang puas, puas, dan sangat puas, beserta keterangannya.
Selanjutnya, setelah mendapatkan hasil dari pengukuran dan pemantauan tersebut,
perusahaan mengadakan analisa bersama divisi lain yang terkait untuk dilakukan
review dan perbaikan yang berkesinambungan.
Komentar dari auditee atas temuan ini bahwa alasan manajemen perusahaan
tidak menerapkan pemantauan dan pengukuran kepuasan klien (pelanggan) sebab
menurut pihak perusahaan, perolehan persepsi mengenai kepuasan pelanggan lebih
efektif dilakukan secara lisan kepada pemilik proyek secara langsung setelah Serah
Terima Pekerjaan dan tanpa perlu mengirimkan kuesioner yang membutuhkan
79
waktu lebih. Namun pihak manajemen perusahaan akan mempertimbangkan saran
tersebut.
2) Daftar proyek gagal tidak diarsip sebagai bukti pembatalan proyek.
Terdapat kondisi bahwa beberapa proyek gagal yang dialami oleh
perusahaan, ketika sudah dilakukan penandatanganan kontrak diatas materai, secara
tiba-tiba dibatalkan dengan alasan yang dikemukakan oleh klien. Dokumen proyek
yang telah gagal tersebut tidak dilakukan pengarsipan atau penyimpanan oleh
perusahaan untuk dijadikan sebagai bukti pembatalan proyek melainkan
dimusnahkan.
Daftar Proyek Gagal seharusnya tetap diarsip dan dicap “Batal” secara
historis terhadap suatu pembatalan proyek, baik yang beralasan jelas ataupun tidak.
Pengarsipan dan pengecapan penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.
Hal ini disebabkan karena perusahaan beranggapan bahwa daftar proyek yang
telah gagal artinya sudah tidak berguna dan diperlukan lagi dalam proses bisnis
perusahanan. Oleh karena itu perusahaan melakukan pemusnahan dokumen jika
terdapat sebuah proyek gagal dengan cara penyobekan dan pembuangan dokumen.
Akibatnya tanggung jawab perusahaan atas terjadinya penyelewengan atau
penagihan fiktif akan susah ditelusuri karena kurangnya bukti atas kejadian
sebelumnya. Misalnya, terdapat pegawai perusahaan yang melakukan penagihan
atas proyek fiktif (proyek gagal) terhadap klien/ pemberi kerja. Jika perusahaan
memusnahkan daftar proyek gagal dan tidak memiliki arsip dokumen yang
menyatakan bahwa proyek tersebut “Batal”, maka perusahaan bisa ikut terseret
dalam resiko penyalahgunaan atau kecurangan atas penagihan fiktif kepada klien
dan akan terjerat hukum pidana.
Maka rekomendasi atas temuan diatas seharusnya perusahaan tetap
mengarsip Daftar Proyek Gagal yang terjadi lalu diberikan cap “Batal” oleh
perusahaan. Jika perusahaan ingin memusnahkannya, sebaiknya dibuatkan Berita
Acara Pemusnahan terlebih dahulu, dan disahkan oleh Direktur Utama. Hal ini
dilakukan sebagai suatu pengawasan dan tindakan preventif untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan perusahaan. (lihat lampiran L10)
80
Komentar dari auditee atas temuan ini menjelaskan bahwa alasan perusahaan
tidak melakukan arsip terhadap proyek yang gagal karena tidak ada yang
diperlukan lagi dari data-data proyek yang sudah gagal. Tidak ada manfaatnya
dilakukan arsip jika proyek tersebut sudah tidak berguna, dan justru akan membuat
penuh tempat pengarsipan dengan dokumen yang telah gagal. Maka dari pada itu
pihak manajemen lebih baik tidak mengarsip/ memusnahkan dokumen tersebut.
Namun saran tersebut akan diperhatikan dan ditinjau ulang kembali.
3) Pekerjaan tertunda dikarenakan pengiriman barang yang dipesan terlambat
datang
Terdapat kondisi adanya penundaan pekerjaan yang dikarenakan terlambat
datangnya pengiriman barang/ unit yang dipesan. Keterlambatan tersebut terjadi
karena perusahaan melakukan pemesanan Impor dari Luar Negeri. (lihat lampiran
L3). Pengiriman barang/ unit yang sudah dipesan, seharusnya datang sesuai dengan
schedule yang telah ditetapkan antara pihak kontraktor dan supplier.
Terdapat 2 sebab atas keterlambatan ini. Yang pertama, karena adanya
masalah teknis dalam pengiriman barang. Freight forwarder (jasa pengiriman),
melakukan sub barang atas pengiriman pesanan yang telah dipesan perusahaan.
Pada saat di sub, pihak I (jasa pengiriman pertama) telat melakukan pembayaran
terhadap jasa pengiriman pihak ke-II (jasa pengiriman lain). Sehingga terjadi
keterlambatan pengiriman barang terjadi. Yang kedua, karena pihak perusahaan
(bagian finance) telat melakukan pembayaran kepada supplier tersebut.
Dengan terlambatnya barang/ unit yang datang, maka perusahaan mengalami
penundaan pekerjaan, Sehingga pihak perusahaan harus menerbitkan Surat
Perpanjangan Waktu Pekerjaan kepada pihak pemberi kerja. Walaupun tidak ada
denda financial dari pihak pemberi kerja, akan tetapi hal tersebut merupakan
kerugian dalam hal ‘waktu’ bagi perusahaan.
Maka rekomendasi atas temuan diatas sebaiknya perusahaan mencari freight
forwarder yang mempunyai kredibilitas baik terkait tanggung jawab ketepatan
waktu atas pengiriman barang. Namun tetap sesuai dengan budget yang disediakan
oleh perusahaan. Untuk masalah keterlambatan pembayaran dari bagian keuangan
perusahaan, seharusnya perusahaan sudah menyiapkan dan mengkalkulasikan dana
81
sehingga pada saat ingin melakukan pembayaran tidak terjadi keterlambatan
pembayaran.
Tanggapan dari auditee beralasan keterlambatan memang terutama berasal
dari pihak jasa pengiriman. Dan disamping itu juga keterlambatan terjadi
dikarenakan pihak perusahaan telat melakukan pembayaran kepada supplier. Saran
dan rekomendasi diatas akan diperhatikan lebih lanjut oleh pihak perusahaan.
4) Terdapat biaya tak terduga yang cukup besar atas klaim dari pemberi kerja.
Terdapat kondisi pada saat masa retensi (pemeliharaan), terjadi klaim yang
diajukan oleh pihak pengguna jasa. Misalnya, alat telemetry yang telah dikerjakan
oleh perusahaan tidak dapat mengirimkan data ke pihak pengguna jasa, sehingga
pengguna jasa menyatakan klaim dan meminta perusahaan untuk segera
melakukan perbaikan. Ketika teknisi sudah sampai di lokasi klaim, ternyata hanya
masalah kecil yang terjadi seperti kekosongan pulsa atau kehabisan baterai yang
menyebabkan tidak terkirimnya data. Atas kondisi tersebut perusahaan
menanggung biaya tak terduga yang cukup besar setiap adanya klaim dari
pengguna jasa.
Seharusnya biaya tak terduga atas klaim dari pengguna jasa tidak terjadi
secara continue, karena jika secara terus menerus perusahaan akan mengeluarkan
biaya tak terduga yang cukup besar (tidak ekonomis) yang mengakibatkan dampak
kerugian financial yang cukup besar pula.
Penyebab utama dari kondisi ini adalah tidak adaya fungsi controlling dan
monitoring pada alat tersebut, sehingga teknisi yang berada dipusat tidak
mengetahui kerusakan sistem yang terjadi dan langsung datang ke lokasi proyek
untuk proses perbaikan.
Jika peristiwa ini terjadi secara terus menerus, dampak utama sudah pasti
meningkatnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, contohnya biaya
transportasi. Besarnya biaya transportasi tidak sebanding dengan nilai klaim yang
diajukan pengguna jasa. Jika proyek ini berada didaerah pelosok dan untuk menuju
ke lokasi dibutuhkan waktu dan transportasi yang mahal, ini tentunya ada
pengeluaran ekstra yang besar dan merugikan pihak perusahaan
82
Pada dasarnya, alat telemetry jika tidak dirawat maka akan cepat rusak. Oleh
karena itu, selama masa retensi, sebaiknya perusahaan menyediakan operator yang
dapat memonitor alat tersebut. Sehingga, jika terjadi kerusakan kecil, operator
dapat menanganinya sendiri tanpa harus mendatangkan teknisi dari kantor pusat
untuk memperbaiki alat tersebut. Operator yang dimaksud ada warga didaerah
tersebut yang bersedia untuk dikerjakan sementara selama masa retensi. Manfaat
lain dari operator adalah untuk menghindari tindak pencurian. Jika masih dalam
masa retensi dan beberapa bagian alat ada yang hilang, maka perusahaan harus
menanggung sendiri atas kehilangan alat tersebut yang mengakibatkan kerugian
besar bagi perusahaan.
Komentar auditee atas temuan diatas menjelaskan bahwa biaya tak terduga
diatas memang sering terjadi diperusahaan apabila terdapat klaim dari pelanggan.
Biaya tak terduga semakin besar apabila lokasi proyek berada didaerah pelosok.
Menyediakan operator sempat menjadi salah satu alternatif perusahaan untuk
memecahkan permasalahan tersebut dan manajemen perusahaan akan kembali
mempertimbangkan saran tersebut.
5) Perusahaan tidak melakukan kajian Ulang Kontrak yang membahas
secara spesifik.
Terdapat kondisi dimana perusahaan tidak melakukan kajian Ulang Kontrak
untuk membahas secara spesifik mengenai mekanisme pembayaran, waktu
penyelesaian, ketersediaan material, sanksi, dan sebagainya.
Perusahaan seharusnya menetapkan dan memelihara prosedur untuk kaji
ulang permintaan, tender, dan kontrak agar segala sesuatu menjadi jelas dan
dimengerti oleh kedua belah pihak apabila terdapat perubahan atas permintaan dari
pemberi kerja. Karena hal ini menyangkut dana yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk membeli bahan material. Dengan melakukan kajian ulang kontrak, klien akan
mengetahui kapan harus melakukan pembayaran tagihannya berdasarkan termijn
yang telah disepakati dalam kontrak.
Kondisi diatas disebabkan Karena perusahaan memang tidak menetapkan
suatu kebijakan untuk melakukan kaji ulang kontrak secara spesifik. Perusahaan
berdalih bahwa cukup dilakukan satu kali pada saat awal dibuatkannya kontrak.
83
Akibatnya terjadi kesalahpahaman diantara keduanya yang mana apabila terjadi
perselisihan menyangkut kontrak khususnya cara pembayaran dan waktu
penyelesaian.
Rekomendasi atas temuan diatas sebaiknya perusahaan melakukan Kajian
Ulang Kontrak apabila terdapat perubahan permintaan dari pemberi kerja. Kajian
Ulang dapat dilakukan secara praktis dan efisien sesuai jadwal yang ditetapkan
untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektifitasnya mengenai
persyaratan termasuk bagaimana cara pembayaran, waktu penyelesaian dan apakah
perusahaan mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memenuhi persyaratan
tersebut. Jika terdapat revisi/ perubahan, sebaiknya pemilik proyek dalam revisi
diikutsertakan dalam pembahasan tersebut agar tidak terjadi anggapan bahwa ada
hal yang ditutupi oleh perusahaan. Dan atas perubahan tersebut, perlu dibuatkan
dokumen yang baru.
Komentar auditee atas temuan ini menyatakan bahwa perusahaan tidak
melakukan kajian ulang kontrak selain karena memang tidak ada peraturan yang
mengatur, karena proses kajian hanya perlu dilaksanakan satu kali pada saat
dibuatkannya kontrak bersama dengan pemilik proyek. Alasannya lain karena sulit
untuk menetapkan waktu antara pihak perusahaan dengan pihak pemilik proyek.
Jika terdapat perubahan permintaan dari pemilik proyek, mereka akan
mengkonfirmasi melalui via telepon atau short message service tanpa harus
mengadakan tinjauan ulang kontrak. Namun saran tersebut akan diperhatikan dan
ditinjau ulang kembali.
6) Tidak adanya pemisahan tugas antara bagian penagihan dan penerimaan kas.
Terdapat kondisi adanya jabatan yang merangkap tugas dalam menjalankan
aktivitas perusahaan. Seperti fungsi penagihan yang seharusnya dilakukan oleh
bagian keuangan, namun dilakukan juga oleh bagian operasional. Selain itu terjadi
juga dalam proses penerimaan kas yang seharusnya dilakukan oleh bagian keuangan
namun dilakukan juga oleh bagian administrasi.
Seharusnya perusahaan menempatkan karyawan sesuai posisi yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama pada saat ia mulai bekerja, sehingga tidak
terjadi tumpang-tindih dalam pelaksanaan pekerjaan.
84
Kondisi di atas disebabkan karena perusahaan kurang menyadari pentingnya
job description yang sudah dituangkan secara tertulis. Job description hanya
dianggap sebagai formalitas pada saat karyawan mulai bekerja.
Akibatnya sering terjadi kekeliruan dalam pelaksanaan tugas serta adanya
pelimpahan tugas yang dibebankan pada karyawan tertentu, sehingga tidak ada
batasan tanggungjawab yang jelas, yang pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati
diantara para karyawan dan berlanjut pada tindak kecurangan.
Rekomendasi
atas
temuan
ini
sebaiknya
perusahaan
benar-benar
melaksanakan apa yang sudah tertulis pada job description di tiap-tiap fungsi, dan
bukan hanya sebagai formalitas belaka pada saat karyawan mulai bekerja.
Perusahaan hendaknya melakukan penilaian terhadap kinerja masing-masing
karyawan, apakah sudah sesuai dengan peran dan fungsinya atau belum.
Komentar auditee menyatakan bahwa alasan perusahaan tidak memisahkan
rangkap jabatan itu, karena pekerjaan tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Namun saran tersebut akan diperhatikan dan ditinjau ulang kembali.
7) Kebijakan mutu kurang dikomunikasikan dengan baik oleh perusahaan
Terdapat kondisi jika sebagian besar bagian penjualan, proyek, operasional
dan teknik tidak mengerti atas kebijakan mutu dengan melaksanakan pekerjaannya
tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh klien, sehingga membuat klien merasa
tidak puas akan hasil kerjanya.
Seharusnya seluruh bagian perusahaan (tidak terkecuali) sudah mempelajari
dan memahami bahwa kebijakan mutu sangat penting untuk kelangsungan usaha
perusahaan, sehingga dapat meningkatkan penjualan, memperoleh pelanggan baru,
dan memperluas usaha.
Kondisi ini disebabkan karena kurangnya komunikasi internal yang
diselenggarakan perusahaan untuk membahas kebijakan mutu sehingga bagian
penjualan, operasional, dan teknik kurang memahami kebijakan mutu. Komunikasi
internal harus dapat dibangun dan dipastikan berjalan dengan efektif untuk
mencapai tujuan dan visi perusahaan.
Akibatnya perusahaan mendapat keluhan dari klien-kliennya bahwa bentuk
(desain) atau unit yang dipasangkan tidak sesuai dengan keinginan mereka. Hal
85
tersebut berdampak pada citra perusahaan yang tidak professional dimata para
pemberi kerja dan kemungkinan klien akan berpaling ke perusahaan lain (kompetitor).
Rekomendasi atas temuan ini perusahaan harus bertindak dengan cepat
bahwa komunikasi internal perlu dan sangat penting diselenggarakan untuk
profesionalisme kerja. Komunikasi internal yang membahas kebijakan mutu dapat
dilakukan setiap 1 tahun sekali untuk memastikan bahwa kebijakan mutu telah
diterapkan sesuai dengan yang direncanakan dan ditetapkan perusahaan untuk
memenuhi standar. Komitmen kebijakan mutu yang ditetapkan oleh pimpinan harus
dipahami dan dilaksanakan oleh semua jajaran di perusahaan untuk selalu
memenuhi ketentuan sistem manajemen mutu dan secara terus menerus
memperbaiki keefektifannya demi pencapaian kesejahteraan semua pihak.
Komentar auditee atas temuan ini menjelaskan bahwa perusahaan hanya
mengkomunikasikan kebijakan mutu kepada pegawai baru atau lama dengan
memberikan salinan dokumen kebijakan mutu tersebut untuk dapat dibaca lebih
lanjut secara personal. Namun pihak manajemen akan mempertimbakan saran
tersebut.
86
Download