BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tidak hanya menawarkan produk dan jasa melainkan juga proses penyampaian informasi dan proses tibanya barang hingga di tangan konsumen. Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr., E. Jerome McCarthy (2008:8) menjelaskan bahwa pemasaran (marketing) adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Dalam hal ini, pemasaran berperan besar dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Peran tersebut adalah mendorong terjadinya riset dan inovasi yang mana mendorong pengembangan dan penyebaran ide, barang, dan jasa baru. Ketika perusahaan menawarkan cara yang baru dan lebih baik untuk memuaskan kebutuhan konsumen, konsumen memiliki pilihan produk yang lebih banyak dan hal ini mendorong kompetisi untuk mendapatkan uang konsumen. Kompetisi yang terjadi mendorong turunnya harga. Ketika perusahaan mengembangkan produk yang benar – benar memuaskan konsumen, lapangan kerja yang lebih banyak dan meningkatnya pendapatan dapat terwujud. Menurut Bilson Simamora (2003:20) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Jadi, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu maupun organisasi. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai. Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan bahwa pemasaran adalah mengelola hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan memiliki dua tujuan yaitu untuk menarik pelanggan baru yang menjanjikan dan mempertahankan pelanggan lama dengan memberikan kepuasan. Beliau juga menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk memperoleh nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. 9 10 2.1.1 Proses Pemasaran Dalam hal ini Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan lima tahap proses pemasaran sebagai berikut : 1. Memahami pasar dan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perusahaan harus memahami konsumen dan pasar dimana perusahaan beroperasi. 2. Merancang strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Perusahaan harus memutuskan pelanggan yang akan dilayani dan bagaimana pelayanan tersebut dapat memberikan nilai bagi perusahaan. 3. Membangun program pemasaran yang terintegrasi yang memberikan nilai yang baik. Perusahaan mengembangkan rencana pemasaran dan marketing mix yang akan menyampaikan nilai pelanggan. 4. Membangun hubungan yang menguntungkan dan membuat pelanggan senang. Proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan memberikan nilai pelanggan dan kepuasan yang unggul. 5. Menangkap nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan dan ekuitas pelanggan. 2.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) J. Paul Peter dan James H. Donnelly, Jr. (2011:43) menjelaskan bahwa strategi pemasaran biasanya dirancang untuk mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dan menyebabkan pertukaran yang menguntungkan. Setiap elemen dari bauran pemasaran (Product, Price, Place, Promotion) dapat mempengaruhi konsumen dalam berbagai cara. Product. Banyak atribut dari produk perusahaan, termasuk brand name, kualitas, newness, dan kompleksitas, dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Penampilan fisik dari produk, kemasan, dan informasi label juga dapat mempengaruhi apakah konsumen melihat produk di toko, memeriksanya, dan membelinya. Salah satu tugas utama dari pemasar adalah untuk membedakan produk mereka dari para pesaing dan menciptakan persepsi konsumen bahwa produk tersebut layak untuk dibeli. 11 Price. Harga produk dan jasa sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli dan penawaran harga yang kompetitif yang akan dipilih. Toko, seperti walmart, yang dianggap memberikan harga terendah, menarik banyak konsumen. Untuk beberapa kasus, harga yang lebih tinggi tidak dapat mencegah konsumen untuk membeli karena konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut berkualitas lebih tinggi atau lebih bergengsi. Namun, saat ini banyak yang membeli produk lebih berdasarkan pada harga daripada atribut lain. Promotion. Periklanan, promosi penjualan, tenaga penjualan, dan publisitas dapat mempengaruhi apa yang konsumen pikirkan tentang produk, emosi yang konsumen alami dalam pembelian dan penggunaannya, dan perilaku apa yang mereka tunjukkan, termasuk belanja di toko tertentu dan membeli merek tertentu. Karena konsumen menerima banyak informasi dari pemasar untuk merancang komunikasi yang (1) menawarkan pesan yang konsisten tentang produk dan (2) ditempatkan dalam media yang sering digunakan oleh konsumen di pasar sasaran. Marketing Communications berperan penting dalam menginformasikan konsumen mengenai produk dan jasa, termasuk di mana produk dan jasa dapat dibeli, dan dalam menciptakan citra dan persepsi yang baik. Place. Strategi pemasaran untuk mendistribusikan produk dapat mempengaruhi konsumen dalam beberapa cara. pertama, produk yang nyaman untuk membeli di berbagai toko meningkatkan kemungkinan konsumen mencari dan membeli mereka. Ketika konsumen mencari produk keterlibatan rendah, mereka tidak mungkin untuk terlibat dalam outlet yang luas seperti Nordstrom dapat dirasakan oleh konsumen sebagai memiliki kualitas yang lebih tinggi. Pada kenyataannya, salah satu cara pemasar menciptakan ekuitas merek yaitu, persepsi konsumen yang menguntungkan merek adalah dengan menjualnya di outlet prestis. Ketiga, menawarkan produk dengan metode nonstore, seperti di internet atau di katalog, bisa membuat persepsi konsumen bahwa produk yang inovatif, eksklusif, atau disesuaikan untuk target pasar yang spesifik. 12 2.2 Retailing Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:398) retailing mencakup semua kegiatan yang terlibat dalam menjual produk atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, non bisnis mereka. Toko retail dapat diklasifikasikan dalam beberapa karakteristik, termasuk amount of service yang diberikan retail, luas dan kedalaman product lines retail, relative prices yang ditetapkan retail, dan bagaimana retail diorganisir. Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:399) mengklasifikasikan toko retail kedalam tujuh tipe seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Jenis – Jenis Toko Ritel Tipe Deskripsi Contoh Specialty Toko yang menjual lini produk terbatas dengan REI, Radio Store bermacam-macam jenis produk, contohnya Shack, Williamstoko pakaian, peralatan olahraga, furniture, Sonoma bunga, dan toko buku. Toko pakaian akan menjadi toko single-line, toko pakaian pria akan menjadi toko limited-line, dan toko kemeja kustom pria akan menjadi toko superspecialty Department Toko yang menjual beberapa lini produk Macy’s, Sears, Store seperti produk pakaian, perabot rumah tangga, Neiman Marcus dan peralatan rumah tangga yang mana tiap baris dioperasikan sebagai departemen terpisah yang dikelola oleh pembeli spesialis atau pedagang. Supermarket Relatif besar, harga rendah, margin rendah, Kroger, Safeway, volume tinggi, operasi self-service dirancang Supervalu, Publix untuk melayani seluruh kebutuhan konsumen untuk grosir dan produk rumah tangga. Convenience Toko yang relatif kecil terletak di dekat daerah 7-eleven, Stop-N- Store perumahan, jam kerja yang panjang selama 7 Go, hari perminggu, dan menjual lini terbatas dari Sheetz Circle K, 13 Tipe Deskripsi Contoh produk kebutuhan yang perputarannya tinggi dengan harga sedikit lebih tinggi. Discount Toko yang menjual barang dagangan standar Walmart, Target, Store dengan harga yang rendah, margin yang Kohl’s rendah dan volume yang lebih tinggi. Off-price Toko yang menjual barang dagangan dengan Mikasa(factory retailer harga yang lebih rendah dari grosir dan lebih Outlet), TJ rendah dari ritel: biasanya barang sisa, Maxx(independent overruns, penurunan harga yang tidak teratur off-price retailer), dipengaruhi oleh produsen atau pengecer Costco, Sam’s lainnya. Ini termasuk factory outlet yang Club, BJ’S dimiliki dan dioperasikan oleh produsen; Wholesale Club pengecer independent off-price dimiliki dan (warehouse clubs) dijalankan oleh pengusaha atau divisi dari perusahaan ritel yang lebih besar; dan warehouse (atau grosir) club menjual pilihan terbatas dari brand name barang belanjaan, perkakas, pakaian, dan barang lainnya di berikan diskon yang besar bagi konsumen yang membayar biaya keanggotaan. Superstore Toko tradisional yang sangat besar untuk Walmart memenuhi seluruh kebutuhan konsumen dalam Supercenter, membeli pangan dan non-pangan secara rutin. SuperTarget, Kategori ini meliputi Supercenters, kombinasi Meijer(discount supermarket dan toko diskon, dan category stores); Best Buy, killers, yang membawa jenis - jenis kategori PetSmart, tertentu dan berpengetahuan. memiliki karyawan yang Staples, Barnes & Noble (category killers) Sumber : Kotler Armstrong, Principles Of Marketing (2012 : 399) 14 S.H.H. Kazmi (2007 : 482) menyatakan bahwa keuntungan dan biaya yang dihasilkan suatu retail bergantung pada jenis operasi, lini produk, dan tingkat layanan. Para pengecer biasanya mempertimbangkan target pasar dan lokasi toko retail; variety dan assortment produk; store image, tingkat harga dan promosi. 2.3 Service Quality (Kualitas Pelayanan) Menurut J. Paul Peter & James H. Donnelly, Jr. (2011:174) pelayanan memiliki beberapa karakteristik unik yang sering memiliki dampak yang signifikan terhadap pengembangan program pemasaran. Beberapa hal yang penting dari karakteristik ini : Intangibility. Konsumen hanya memiliki ingatan, hasil, atau perasaan seperti maskapai penerbangan, pengetahuan yang lebih luas atau model rambut. Inseparability. Layanan tidak dapat dipisahkan dari orang yang memberikannya. Layanan dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang sama. Perishability. Layanan hanya dapat digunakan pada saat layanan tersebut ditawarkan. Layanan tidak dapat diinventarisasi, disimpan, atau dibawa. Client Relationship. Layanan sering melibatkan hubungan pribadi yang jangka panjang antara pembeli dan penjual. Customer Effort. Konsumen terlibat dalam produksi. Uniformity. Karena Inseparability dan keterlibatan yang tinggi dari pihak pembeli, setiap layanan mungkin akan unik, dengan kualitas yang bervariasi Menurut Bilson Simamora (2003:180) definisi kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof dalam Bilson Simamora (2003 : 180) kualitas kayanan dapat didefinisikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Stiglingh (2014:217) mengatakan kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai cara. Pendekatan berbasis pengguna dimulai dengan premis bahwa kualitas bukanlah 15 sesuatu yang objek, tetapi 'di mata yang melihatnya'. Hal itu juga disepakati bahwa kualitas pelayanan tergantung pada dua variabel: layanan yang diharapkan dan pelayanan yang dirasakan. Stiglingh (2014:217) menemukan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan adalah hasil dari proses evaluasi di mana layanan diharapkan dapat seimbang dengan layanan yang diterima. Wu et al (2011:31) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai kesesuaian yang dengan kebutuhan pelanggan dalam pengiriman layanan. Wu et al (2011:31) menyatakan bahwa kualitas layanan adalah membangun permintaan yang tinggi yang terdiri dari tiga subdimensi, kualitas interaksi, kualitas lingkungan pelayanan, dan kualitas hasil. Minat pemasaran dalam kualitas pelayanan adalah jelas : kualitas buruk menempatkan suatu perusahaan pada kerugian kompetitif, berpotensi mengusir konsumen yang tidak puas dijelaskan oleh Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz (2011:405). Valarie Zeithaml, Leonard Berry, dan A. Parasuraman dalam Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz (2011:405) telah melakukan penelitian intensif pada kualitas layanan dan mengidentifikasi sepuluh dimensi yang digunakan oleh konsumen dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Lalu, mereka mengelompokkannya kedalam lima dimensi : Tangibles. Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan alat alat komunikasi. Reliability. Kemampuan untuk memberikan yang telah dijanjikan yang dapat di andalkan dan akurat. Responsiveness. Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Assurance. − Credibility. Dapat di percaya, kepercayaan, ketulusan dalam melayani. − Security. Bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan. − Competence. Memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan layanan. − Courtesy. Kesopanan, rasa hormat, pertimbangan, dan ramah terhadap kontak personil. 16 Empathy. − Access. Dapat didekati dan mudah untuk di kontak. − Communication. Mendengarkan konsumen dan memberikan informasi terhadap konsumen menggunakan bahasa yang dimengerti. − Understanding the customer. Membuat upaya untuk mengenal konsumen dan kebutuhan mereka. 2.4 Assortment Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr.,E. Jerome McCarthy (2008:289) menjelaskan bahwa product Assortment merupakan rangkaian lini produk dan produk individual yang di jual oleh perusahaan. Menawarkan berbagai macam produk atau barang adalah strategi yang sering digunakan perusahaan untuk meningkatkan probabilitas dimana konsumen menemukan produk yang akan memenuhi kebutuhannya. Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) mendefinisikan konsep assortment sebagai "total dari item yang ditawarkan oleh pengecer, yang mencerminkan luas dan kedalaman lini produk yang ditawarkan". Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) mengatakan bahwa assortment adalah alat strategis positioning untuk menarik dan mempertahankan pelanggan inti. Menurut Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97), memungkinkan konsumen untuk menemukan produk yang mereka cari, dengan biaya pencarian yang relatif rendah. Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) mengatakan bahwa assortment juga berkontribusi untuk mengurangi ketidakpastian dan memberikan informasi yang relevan kepada para pembuat keputusan. Selain itu, Babin, Darden, dan Griffin dalam Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) Assortment juga dapat meningkatkan kegembiraan dalam berbelanja. Michael Levy & Barton Weitz (2012:315) menyatakan bahwa luas dan kedalaman dari bermacam-macam dalam kategori barang dagangan dapat mempengaruhi citra merek pengecer. Pengecer dapat meningkatkan kategori assortment yang berkaitan erat dengan image mereka. Efek seberapa besar ukuran assortment terhadap perilaku pembelian, menawarkan assortment yang besar dapat memberikan sejumlah manfaat kepada pelanggan, berupa: 17 − Dengan meningkatkan jumlah SKU, pelanggan dapat meningkatkan pertimbangan kemungkinan mereka menemukan produk yang memenuhi kebutuhan mereka. − Assortment yang besar dihargai oleh pelanggan karena dapat memberikan informasi dan menstimulasi pengalaman berbelanja konsumen disebabkan kompleksitas yang terkait dengan berbagai produk dan hal – hal yang baru terkait dengan barang-barang unik. − Assortment yang besar khususnya sangat menarik bagi konsumen yang mencari keberagaman suatu produk. Konsumen yang ingin mencoba hal-hal baru. Theodoridis (2009:710) literatur yang ada telah menunjukkan bahwa unsurunsur "product mix" menangkap kualitas dan assortment barang sebaik dengan yang dipresentasikan. Anselmsson menjelaskan dalam Theodoridis (2009:710) Sebuah persepsi assortment yang baik pasti akan mempengaruhi store image dan kepuasan terhadap toko. Theodoridis (2009: 726) menyatakan bahwa Pembeli membandingkan kebijakan harga dari supermarket yang mereka sukai dengan pesaing; mengevaluasi hubungan price-value dan selalu mencari harga yang terbaik dalam kaitannya dengan assortment dan kualitas suatu produk. Seock dan Lin (2011:96) menemukan bahwa aspek yang berhubungan dengan barang (kualitas, harga dan assortment), aspek yang berhubungan dengan pelayanan (kualitas dalam pelayanan umum dan tenaga penjualan) dan kenikmatan berbelanja di toko adalah salah satu komponen yang paling penting dari store image. Menurut Bauer (2012:15) di jurnalnya yang berjudul “What constitutes a “good assortment”? A scale for measuring consumers’ perceptions of an assortment offered in a grocery category” terdapat tiga dimensi assortment yaitu: Assortment Quality. Dikonseptualisasikan sebagai penghakiman evaluatif umum . Persepsi kualitas merupakan penilaian global konsumen tentang obyek keunggulan atau superioritas dari suatu produk. Konsumen membentuk persepsi kualitas tidak hanya tentang produk, tetapi juga tentang kategori produk dan keseluruhan dari keberagaman toko retailer. Assortment Pricing. Konsumen mengembangkan kategori spesifik internal reference prices (IRP) untuk pembayaran yang sering dilakukan, keterlibatan produk rendah. Daripada mengingat harga numerik yang tepat dari produk grosir tertentu, konsumen mengembangkan persepsi 18 harga umum dari kategori, penilaian evaluatif tentang harga menjadi '' terlalu tinggi '', '' terlalu mahal '', atau '' nilai yang baik ''. Assortment Variety. Konsumen membentuk persepsi assortment variety berdasarkan sejumlah faktor khusus yang terkait dengan kategori, seperti jumlah item dalam kategori dan ketidaksamaannya. 2.5 Store Image Pierre Martineau dalam Wu et al (2011:31) memperkenalkan konsep dari citra toko dan mendefinisikannya sebagai cara pembeli menggambarkan toko yang bersangkutan. Wu et al (2011:31) mendefinisikan citra toko sebagai “sekumpulan sikap berdasarkan evaluasi dari atribut – atribut toko yang bersangkutan, yang di anggap penting oleh para konsumen”. Martineau dalam Hsu et al (2010:116) pertama kali mengidentifikasi store image sebagai unsur penting dalam perkembangan kepribadian ritel. Hsu et al (2010:116) menjelaskan store image adalah total kesan yang terdapat dalam ingatan sebagai akibat dari atribut yang dirasakan terkait dengan toko yang independen dan saling tergantung dalam memori konsumen berdasarkan paparan saat ini dan sebelumnya terhadap stimuli. Hsu et al (2010:116) mengemukakan bahwa store image adalah sebagai prediktor pilihan retailer. Wyckham dalam Hsu et al (2010:117) menunjukkan store image adalah persepsi sumatif konsumen atribut toko, terbentuk sebagai hasil dari pengalaman berbelanja. Lindquist dalam Hsu et al (2010:117) mendefinisikan store image sebagai "struktur dari beberapa macam yang mengikat bersama-sama dimensi yang sedang bekerja". Grewal et al (1998);. Keaveney dan Hunt (1992) dalam Hsu et al (2010:117) menyatakan bahwa store image dikembangkan dengan membandingkan informasi yang baru diperoleh dengan kategori informasi yang telah ada di dalam memori; oleh sebab itu, store image memiliki fungsi yang tidak hanya sebagai citra tertentu dari toko, tetapi juga dari gambar dan asosiasi dalam memori mengenai toko dan ritel kategori yang ada. Hartman dan Spiro (2005) dalam Hsu et al (2010:117) menyimpulkan bahwa konsepsi dominan store image adalah keseluruhan dari memori yang dihasilkan dari persepsi atribut toko berdasarkan paparan terhadap stimuli. Beristain et al (2011:564) menjelaskan citra toko dalam arti luas didefinisikan sebagai asosiasi merek yang terkait dengan toko dalam memori 19 konsumen. Dari perspektif jurnal “The relationship between store image and store brand equity : A conceptual framework and evidence from hypermarkets” oleh Beristain et al (2011), citra toko dipahami sebagai seperangkat asosiasi merek komersial dan sosial yang bersifat strategis terkait dengan toko. Michael Levy & Barton Weitz (2012 : 613) menyatakan bahwa Store Image merupakan suatu cara dimana toko didefinisikan dalam pikiran pembelanja. Store image yang dipikirkan konsumen berdasarkan karakteristik fisik toko, campuran ritel, dan satu set atribut psikologis. Schiffman dan Kanuk (2008; 167), menyatakan bahwa “toko-toko atau gerai mempunyai citra toko atau perusahaan itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan dan keputusan konsumen mengenai pembelian produk”. Dan menurut Simamora (2003; 160) “citra toko adalah kesan yang diterima konsumen dari toko yang menjual produk, diukur berdasarkan kualitas yang dirasakan dari pengecer dimana produk yang bermerek tersedia”. Menurut Doyle dan Fenwick dalam Theodoridis et al (2009 : 710) mendeskripsikan store image sebagai evaluasi dari konsumen dari apa yang dirasakan sendiri dan dipengaruhi oleh semua aspek penting dalam toko. Grewal et al. dalam Gültekin (2012:189) mengatakan bahwa retailer yang mengelola citra mereka secara efektif dapat mempengaruhi keputusan store patronage konsumen dan meningkatkan posisi kompetitif mereka. Bagi James et al. (1976) dalam Gültekin (2012:190) citra toko adalah "seperangkat sikap berdasarkan evaluasi atribut-atribut toko yang dianggap penting oleh konsumen." Sejalan dengan pandangan ini, Engel dan Blackwell dalam Gültekin (2012:190) mendefinisikan citra toko sebagai "salah satu jenis sikap, yang diukur dengan sejumlah dimensi dan diharapkan dapat mencerminkan atribut yang menonjol. Bloemer dan Ruyter (1998) dalam Gültekin (2012:190) mendefinisikan citra toko sebagai " kompleks persepsi konsumen dari toko pada atribut yang berbeda (menonjol)." Ada beberapa perbedaan kecil antara sumber sehubungan dengan dimensi citra toko. Atribut citra toko yang digunakan dalam penelitian Gültekin (2012) diadaptasi dari literatur terkait. Dimensi citra toko yang biasa disebutkan oleh studi tersebut adalah product variety, kualitas produk, harga, store atmosphere, layanan karyawan dan lokasi / kenyamanan. Marks (1976); James et al (1976) dalam Theodoridis et al (2009:710) mengatakan bahwa dalam kebanyakan kasus toko ritel gambar diwakili oleh sebuah konstruksi multi-atribut . Skala atribut store image yang digunakan Theodoridis et al 20 (2009) dikembangkan berdasarkan pada literatur sebelumnya. Dimensi yang ditemukan adalah sebagai berikut : Products. Persepsi konsumen terhadap kualitas dan keberagaman produk serta nilai produk yang dirasakan konsumen memiliki hubungan positif dengan toko Atmosphere. lingkungan yang dibuat dengan menggabungkan elemen visual dari lingkungan fisik toko (warna, display, fitur dekoratif, kemudahan gerakan dll) dan stimulasi indra (bau, kondisi udara, musik, pencahayaan) yang memungkinkan konsumen merespon. Toko dengan suasana yang menguntungkan cenderung meningkatkan positif pengalaman membeli dan kepuasan pelanggan serta mempengaruhi waktu pelanggan menghabiskan di toko dan jumlah yang dibelanjakan. Merchandising. Konsumen dapat memahami berbagai tanda dan label dan mengendalikan eksplorasi belanja dan perjalanan . Tata letak toko yang baik tergantung pada apakah ia memiliki konsep yang jelas dan terbaca; yaitu orang dapat dengan mudah menemukan produk dan menemukannya pertama kali pada perjalanan yang berbeda. Berbagai label, poster dan tanda-tanda informasi dapat memberikan kontribusi pada konsep desain tata letak toko dalam menciptakan lingkungan toko yang menguntungkan dan menarik. In-store convenience. Mengacu pada tata letak toko dan desain, yang membantu pelanggan merencanakan perjalanan mereka dalam hal orientasi dan arah. 2.6 Consumer Behavior Frank R. Kardes, Maria L. Cronley, dan Thomas W. Cline (2010 : 8) menyatakan bahwa consumer behavior biasanya disebut buyer behavior yang melibatkan studi tentang bagaimana konsumen memutuskan untuk membeli produk. Dengan kata lain, itu adalah penjelasan yang memadai dari ruang lingkup penuh kegiatan di mana konsumen terlibat dalam suatu periode yang mana sebelum membeli, selama dan setelah konsumsi. Definisi yang lebih luas adalah untuk menangkap berbagai kegiatan konsumen. Consumer behavior memerlukan semua kegiatan konsumen yang berhubungan dengan pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa, termasuk emosi, mental, dan respon perilaku konsumen yang mendahului, menentukan, atau mengikuti kegiatan ini. 21 Gambar 2.1 Consumer Behavior Sumber : Frank Kardes Maria Cronley Thomas Cline, Consumer Behavior (2010 : 8) Bilson Simamora (2003 : 80-81) mengatakan terdapat beberapa definisi perilaku konsumen. menurut James F. Engel, perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Sementara itu, David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta lebih menekankan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan mengajak aktivitas individu dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa. Kotler dan Amstrong mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi pesonal. Dari definisi yang dijabarkan di atas, Bilson Simamora (2003 : 81) menarik beberapa kesimpulan mengenai perilaku konsumen : Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi dan menghabiskan produk Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga termasuk variabel – variabel yang tidak dapat diamati seperti nilai – nilai yang dimilki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka 22 mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam – macam. 2.7 Purchase Intention Wu et al (2011:32) menjelaskan bahwa minat pembelian mewakili kemungkinan bahwa konsumen berencana atau mau untuk membeli sebuah produk atau jasa di kemudian hari. Dodds et al. (1991); Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa peningkatan minat pembelian berarti peningkatan kemungkinan pembelian. Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa niat beli dapat digunakan sebagai indikator penting untuk memperkirakan perilaku konsumen. Ketika konsumen memiliki niat pembelian yang positif, hal ini membentuk komitmen merek yang positif yang mendorong konsumen untuk mengambil tindakan pembelian aktual. Wu et al (2011:33) dalam penelitiannya berjudul “The effect of store image and service quality on brand image and purchase intention for private level brands”, mengukur purchase intention di sesuaikan dengan yang telah didirikan oleh Knight an Kim (2007) yang mengatakan bahwa perasaan terhadap suatu merek sering dilaporkan dalam sesi elisitasi (misalnya "merek ini membuat saya merasa baik"). Perasaan tentang merek dapat halus, kuat dan negatif atau positif di alam. Yang penting, respon emosional terhadap merek adalah prediktor kuat purchase intention dan menyumbang lebih dari dua kali varians dari kognisi. Konsumen dibanjiri dengan pesan komersial relatif terhadap merek, dan iklan yang membangkitkan respon emosional secara signifikan dapat mempengaruhi purchase intention. Dalam Magalhaes, Jahankhani & Hessami (2010 : 150) Menurut Poddar et al. [34] "niat pembelian mengacu pada kemungkinan bahwa pengguna melakukan pembelian dari situs" (p 444). Masih dari buku yang sama, Alcaniz et al. [5] merujuk untuk purchase intention sebagai "keadaan mental yang mencerminkan keputusan konsumen untuk memperoleh produk atau jasa dalam waktu dekat '(p 649) Tyagi & Kumar (2004 : 63) mengatakan bahwa purchase intention adalah tahap evaluasi keputusan yang menuntun konsumen untuk membentuk preferensi dari merek yang tersedia. Konsumen juga dapat melakukan purchase intention dan lebih condong untuk membeli brand yang lebih di minati. 23 2.8 Kerangka Penelitian Berdasarkan dasar yang telah diuraikan diatas, maka peneliti akan menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut : Service Quality (X1) Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy Assortment (X2) Quality Pricing Variety Store Image (Y) : Atmosphere Products Merchandising In-Store Convenience Purchase Intention (Z) : Niat untuk tetap membeli produk Kecendrungan unuk membeli di masa yang akan datang Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2014 24 2.9 Hubungan antara Variabel Penelitian Dalam jurnal “The Relationship among Corporate Social Responsibility, Service Quality, Corporate Image and Purchase Intention” ditemukan bahwa service quality memiliki pengaruh positif dan signifikan pada purchase intention, yang berarti bahwa ketika perusahaan memiliki service quality yang tinggi, konsumen akan memiliki purchase intention yang tinggi. Bloemer dan de Ruyter (1998) dalam Helgesen et al (2010:111) mengungkapkan Store Image sebagai fungsi dari atribut penting dari sebuah toko tertentu yang dievaluasi dan ditimbang terhadap satu sama lain , '' tercermin dalam lingkungan fisik toko, persepsi terkait dengan barang dagangan dan persepsi service quality '' dikatakan oleh Semeijn (2004) dalam Helgesen et al (2010:111), dan diukur dengan atribut seperti "berbagai produk, pelayanan karyawan, store atmosphere, proses dan kualitas produk dan sikap keseluruhan '' dikatakan oleh Collins- Dodd dan Lindley (2003) dalam Helgesen et al (2010:111). Lindquist (1974) dalam Theodoridis et al (2009:710) mengatakan bahwa literatur yang ada telah menunjukkan bahwa unsur-unsur "product mix" menangkap kualitas dan assortment barang sebaik dengan yang dipresentasikan. Anselmsson (2006) dalam Theodoridis et al (2009:710) mengatakan bahwa sebuah persepsi assortment yang baik pasti akan mempengaruhi store image dan kepuasan terhadap toko. Mazursky dan Jacoby (1986) dalam Seock et al (2011:96) menemukan bahwa aspek yang berhubungan dengan barang (kualitas, harga dan assortment), aspek yang berhubungan dengan pelayanan (kualitas dalam pelayanan umum dan tenaga penjualan) dan kenikmatan berbelanja di toko adalah salah satu komponen yang paling penting dari store image. Berdasarkan jurnal “The effect of store image and service quality on brand image and purchase intention for private level brands “, store image secara langsung mempengaruhi purchase intention. Dodds et al. (1991); Grewal et al. (1998) dalam Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa semakin positif store image, semakin tinggi purchase intention dari konsumen. Peningkatan yang dilakukan pada store image dapat dilakukan dengan meningkatkan variasi produk, kualitas produk, memberikan harga sesuai dengan nilai produk yang diberikan, dan menghiasi ruangan toko. Perbaikan ini secara langsung dapat meningkatkan purchase intention. 25 Berdasarkan uraian di atas, service quality dan assortment yang baik akan mempengaruhi store image. Selain itu, store image memiliki hubungan langsung dan baik dengan konsumen akan meningkatkan purchase intention bagi konsumen 2.10 Hipotesis Berdasarkan kerangka teoritis yang ada dapat diambil hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1 Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan Service Quality dan Assortment secara simultan dan individual terhadap Store Image di Toko Buku Gramedia Cabang Mal Central Park Ha : Ada pengaruh secara signifikan Service Quality dan Assortment secara simultan dan individual terhadap Store Image di Toko Buku Gramedia Cabang Mal Central Park Hipotesis 2 Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan Service Quality, Assortment, dan Store Image secara simultan dan individual terhadap Purchase Intention di Toko Buku Gramedia Cabang Mal Central Park Ha : Ada pengaruh secara signifikan Service Quality, Assortment, dan Store Image secara simultan dan individual terhadap Purchase Intention di Toko Buku Gramedia Cabang Mal Central Park 26