2.5 Store Image

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan
tidak hanya menawarkan produk dan jasa melainkan juga proses penyampaian
informasi dan proses tibanya barang hingga di tangan konsumen. Joseph P. Cannon,
William D. Perreault, Jr., E. Jerome McCarthy (2008:8) menjelaskan bahwa
pemasaran (marketing) adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran
perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien
serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau
klien dari produsen. Dalam hal ini, pemasaran berperan besar dalam pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi. Peran tersebut adalah mendorong terjadinya riset dan
inovasi yang mana mendorong pengembangan dan penyebaran ide, barang, dan jasa
baru. Ketika perusahaan menawarkan cara yang baru dan lebih baik untuk
memuaskan kebutuhan konsumen, konsumen memiliki pilihan produk yang lebih
banyak dan hal ini mendorong kompetisi untuk mendapatkan uang konsumen.
Kompetisi
yang
terjadi
mendorong
turunnya
harga.
Ketika
perusahaan
mengembangkan produk yang benar – benar memuaskan konsumen, lapangan kerja
yang lebih banyak dan meningkatnya pendapatan dapat terwujud.
Menurut Bilson Simamora (2003:20) pemasaran adalah suatu proses sosial
dan manajerial yang digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk
memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka dengan cara menciptakan dan
mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Jadi, tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan individu maupun organisasi. Kebutuhan tersebut
dipenuhi dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai.
Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan bahwa pemasaran
adalah mengelola hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan memiliki
dua tujuan yaitu untuk menarik pelanggan baru yang menjanjikan dan
mempertahankan pelanggan lama dengan memberikan kepuasan. Beliau juga
menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan
nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk
memperoleh nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.
9
10
2.1.1 Proses Pemasaran
Dalam hal ini Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan lima
tahap proses pemasaran sebagai berikut :
1. Memahami
pasar
dan
kebutuhan
dan
keinginan
pelanggan.
Perusahaan harus memahami konsumen dan pasar dimana perusahaan
beroperasi.
2. Merancang strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan.
Perusahaan harus memutuskan pelanggan yang akan dilayani dan
bagaimana
pelayanan
tersebut
dapat
memberikan
nilai
bagi
perusahaan.
3. Membangun program pemasaran yang terintegrasi yang memberikan
nilai yang baik. Perusahaan mengembangkan rencana pemasaran dan
marketing mix yang akan menyampaikan nilai pelanggan.
4. Membangun hubungan yang menguntungkan dan membuat pelanggan
senang. Proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan
yang menguntungkan dengan memberikan nilai pelanggan dan
kepuasan yang unggul.
5. Menangkap nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan dan
ekuitas pelanggan.
2.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
J. Paul Peter dan James H. Donnelly, Jr. (2011:43) menjelaskan bahwa
strategi pemasaran biasanya dirancang untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
konsumen dan menyebabkan pertukaran yang menguntungkan. Setiap elemen dari
bauran pemasaran (Product, Price, Place, Promotion) dapat mempengaruhi
konsumen dalam berbagai cara.

Product. Banyak atribut dari produk perusahaan, termasuk brand
name, kualitas, newness, dan kompleksitas, dapat mempengaruhi
perilaku konsumen. Penampilan fisik dari produk, kemasan, dan
informasi label juga dapat mempengaruhi apakah konsumen melihat
produk di toko, memeriksanya, dan membelinya. Salah satu tugas
utama dari pemasar adalah untuk membedakan produk mereka dari
para pesaing dan menciptakan persepsi konsumen bahwa produk
tersebut layak untuk dibeli.
11

Price. Harga produk dan jasa sering mempengaruhi apakah konsumen
akan membeli dan penawaran harga yang kompetitif yang akan
dipilih. Toko, seperti walmart, yang dianggap memberikan harga
terendah, menarik banyak konsumen. Untuk beberapa kasus, harga
yang lebih tinggi tidak dapat mencegah konsumen untuk membeli
karena konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut berkualitas
lebih tinggi atau lebih bergengsi. Namun, saat ini banyak yang
membeli produk lebih berdasarkan pada harga daripada atribut lain.

Promotion. Periklanan, promosi penjualan, tenaga penjualan, dan
publisitas dapat mempengaruhi apa yang konsumen pikirkan tentang
produk, emosi yang konsumen alami dalam pembelian dan
penggunaannya, dan perilaku apa yang mereka tunjukkan, termasuk
belanja di toko tertentu dan membeli merek tertentu. Karena
konsumen menerima banyak informasi dari pemasar untuk merancang
komunikasi yang (1) menawarkan pesan yang konsisten tentang
produk dan (2) ditempatkan dalam media yang sering digunakan oleh
konsumen di pasar sasaran. Marketing Communications berperan
penting dalam menginformasikan konsumen mengenai produk dan
jasa, termasuk di mana produk dan jasa dapat dibeli, dan dalam
menciptakan citra dan persepsi yang baik.

Place. Strategi pemasaran untuk mendistribusikan produk dapat
mempengaruhi konsumen dalam beberapa cara. pertama, produk yang
nyaman untuk membeli di berbagai toko meningkatkan kemungkinan
konsumen mencari dan membeli mereka. Ketika konsumen mencari
produk keterlibatan rendah, mereka tidak mungkin untuk terlibat
dalam outlet yang luas seperti Nordstrom dapat dirasakan oleh
konsumen sebagai memiliki kualitas yang lebih tinggi. Pada
kenyataannya, salah satu cara pemasar menciptakan ekuitas merek
yaitu, persepsi konsumen yang menguntungkan merek adalah dengan
menjualnya di outlet prestis. Ketiga, menawarkan produk dengan
metode nonstore, seperti di internet atau di katalog, bisa membuat
persepsi konsumen bahwa produk yang inovatif, eksklusif, atau
disesuaikan untuk target pasar yang spesifik.
12
2.2
Retailing
Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:398) retailing mencakup
semua kegiatan yang terlibat dalam menjual produk atau jasa langsung kepada
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, non bisnis mereka. Toko retail dapat
diklasifikasikan dalam beberapa karakteristik, termasuk amount of service yang
diberikan retail, luas dan kedalaman product lines retail, relative prices yang
ditetapkan retail, dan bagaimana retail diorganisir. Philip Kotler dan Gary Armstrong
(2012:399) mengklasifikasikan toko retail kedalam tujuh tipe seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis – Jenis Toko Ritel
Tipe
Deskripsi
Contoh
Specialty
Toko yang menjual lini produk terbatas dengan REI, Radio
Store
bermacam-macam jenis produk, contohnya Shack, Williamstoko pakaian, peralatan olahraga, furniture, Sonoma
bunga, dan toko buku. Toko pakaian akan
menjadi toko single-line, toko pakaian pria
akan menjadi toko limited-line, dan toko
kemeja kustom pria akan menjadi toko
superspecialty
Department
Toko yang menjual beberapa lini produk Macy’s, Sears,
Store
seperti produk pakaian, perabot rumah tangga, Neiman Marcus
dan peralatan rumah tangga yang mana tiap
baris dioperasikan sebagai departemen terpisah
yang dikelola oleh pembeli spesialis atau
pedagang.
Supermarket
Relatif besar, harga rendah, margin rendah, Kroger, Safeway,
volume tinggi, operasi self-service dirancang Supervalu, Publix
untuk melayani seluruh kebutuhan konsumen
untuk grosir dan produk rumah tangga.
Convenience
Toko yang relatif kecil terletak di dekat daerah 7-eleven, Stop-N-
Store
perumahan, jam kerja yang panjang selama 7 Go,
hari perminggu, dan menjual lini terbatas dari Sheetz
Circle
K,
13
Tipe
Deskripsi
Contoh
produk kebutuhan yang perputarannya tinggi
dengan harga sedikit lebih tinggi.
Discount
Toko yang menjual barang dagangan standar Walmart, Target,
Store
dengan harga yang rendah, margin yang Kohl’s
rendah dan volume yang lebih tinggi.
Off-price
Toko yang menjual barang dagangan dengan Mikasa(factory
retailer
harga yang lebih rendah dari grosir dan lebih Outlet), TJ
rendah
dari
ritel:
biasanya
barang sisa, Maxx(independent
overruns, penurunan harga yang tidak teratur off-price retailer),
dipengaruhi oleh produsen atau pengecer Costco, Sam’s
lainnya. Ini termasuk factory outlet yang Club, BJ’S
dimiliki dan dioperasikan oleh produsen; Wholesale Club
pengecer independent off-price dimiliki dan (warehouse clubs)
dijalankan oleh pengusaha atau divisi dari
perusahaan
ritel
yang
lebih
besar;
dan
warehouse (atau grosir) club menjual pilihan
terbatas dari brand name barang belanjaan,
perkakas, pakaian, dan barang lainnya di
berikan diskon yang besar bagi konsumen yang
membayar biaya keanggotaan.
Superstore
Toko tradisional yang sangat besar untuk Walmart
memenuhi seluruh kebutuhan konsumen dalam Supercenter,
membeli pangan dan non-pangan secara rutin. SuperTarget,
Kategori ini meliputi Supercenters, kombinasi Meijer(discount
supermarket dan toko diskon, dan category stores); Best Buy,
killers, yang membawa jenis - jenis kategori PetSmart,
tertentu
dan
berpengetahuan.
memiliki
karyawan
yang Staples, Barnes &
Noble
(category
killers)
Sumber : Kotler Armstrong, Principles Of Marketing (2012 : 399)
14
S.H.H. Kazmi (2007 : 482) menyatakan bahwa keuntungan dan biaya yang
dihasilkan suatu retail bergantung pada jenis operasi, lini produk, dan tingkat
layanan. Para pengecer biasanya mempertimbangkan target pasar dan lokasi toko
retail; variety dan assortment produk; store image, tingkat harga dan promosi.
2.3
Service Quality (Kualitas Pelayanan)
Menurut J. Paul Peter & James H. Donnelly, Jr. (2011:174) pelayanan
memiliki beberapa karakteristik unik yang sering memiliki dampak yang signifikan
terhadap pengembangan program pemasaran. Beberapa hal yang penting dari
karakteristik ini :

Intangibility. Konsumen hanya memiliki ingatan, hasil, atau perasaan
seperti maskapai penerbangan, pengetahuan yang lebih luas atau
model rambut.

Inseparability. Layanan tidak dapat dipisahkan dari orang yang
memberikannya. Layanan dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang
sama.

Perishability. Layanan hanya dapat digunakan pada saat layanan
tersebut ditawarkan. Layanan tidak dapat diinventarisasi, disimpan,
atau dibawa.

Client Relationship. Layanan sering melibatkan hubungan pribadi
yang jangka panjang antara pembeli dan penjual.

Customer Effort. Konsumen terlibat dalam produksi.

Uniformity. Karena Inseparability dan keterlibatan yang tinggi dari
pihak pembeli, setiap layanan mungkin akan unik, dengan kualitas
yang bervariasi
Menurut Bilson Simamora (2003:180) definisi kualitas layanan berpusat pada
upaya
pemenuhan
kebutuhan
dan
keinginan
pelanggan
serta
ketetapan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof dalam
Bilson Simamora (2003 : 180) kualitas kayanan dapat didefinisikan sebagai tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Stiglingh (2014:217) mengatakan kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai
cara. Pendekatan berbasis pengguna dimulai dengan premis bahwa kualitas bukanlah
15
sesuatu yang objek, tetapi 'di mata yang melihatnya'. Hal itu juga disepakati bahwa
kualitas pelayanan tergantung pada dua variabel: layanan yang diharapkan dan
pelayanan yang dirasakan. Stiglingh (2014:217) menemukan bahwa kualitas
pelayanan yang dirasakan adalah hasil dari proses evaluasi di mana layanan
diharapkan dapat seimbang dengan layanan yang diterima.
Wu et al (2011:31) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai kesesuaian
yang dengan kebutuhan pelanggan dalam pengiriman layanan. Wu et al (2011:31)
menyatakan bahwa kualitas layanan adalah membangun permintaan yang tinggi yang
terdiri dari tiga subdimensi, kualitas interaksi, kualitas lingkungan pelayanan, dan
kualitas hasil.
Minat pemasaran dalam kualitas pelayanan adalah jelas : kualitas buruk
menempatkan suatu perusahaan pada kerugian kompetitif, berpotensi mengusir
konsumen yang tidak puas dijelaskan oleh Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz
(2011:405). Valarie Zeithaml, Leonard Berry, dan A. Parasuraman dalam
Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz (2011:405) telah melakukan penelitian
intensif pada kualitas layanan dan mengidentifikasi sepuluh dimensi yang digunakan
oleh
konsumen
dalam
mengevaluasi
kualitas
pelayanan.
Lalu,
mereka
mengelompokkannya kedalam lima dimensi :

Tangibles. Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan alat alat komunikasi.

Reliability. Kemampuan untuk memberikan yang telah dijanjikan
yang dapat di andalkan dan akurat.

Responsiveness.
Kemauan
untuk
membantu
pelanggan
dan
memberikan layanan yang cepat.

Assurance.
−
Credibility. Dapat di percaya, kepercayaan, ketulusan dalam
melayani.
−
Security. Bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan.
−
Competence. Memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk melakukan layanan.
−
Courtesy. Kesopanan, rasa hormat, pertimbangan, dan ramah
terhadap kontak personil.
16

Empathy.
−
Access. Dapat didekati dan mudah untuk di kontak.
−
Communication. Mendengarkan konsumen dan memberikan
informasi terhadap konsumen menggunakan bahasa yang
dimengerti.
−
Understanding the customer. Membuat upaya untuk mengenal
konsumen dan kebutuhan mereka.
2.4
Assortment
Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr.,E. Jerome McCarthy (2008:289)
menjelaskan bahwa product Assortment merupakan rangkaian lini produk dan
produk individual yang di jual oleh perusahaan. Menawarkan berbagai macam
produk atau barang adalah strategi yang sering digunakan perusahaan untuk
meningkatkan probabilitas dimana konsumen menemukan produk yang akan
memenuhi kebutuhannya.
Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) mendefinisikan konsep
assortment sebagai "total dari item yang ditawarkan oleh pengecer, yang
mencerminkan luas dan kedalaman lini produk yang ditawarkan". Natalia T. Wood
dan Michael R. Solomon (2009:97) mengatakan bahwa assortment adalah alat
strategis positioning untuk menarik dan mempertahankan pelanggan inti. Menurut
Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97), memungkinkan konsumen
untuk menemukan produk yang mereka cari, dengan biaya pencarian yang relatif
rendah. Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) mengatakan bahwa
assortment juga berkontribusi untuk mengurangi ketidakpastian dan memberikan
informasi yang relevan kepada para pembuat keputusan. Selain itu, Babin, Darden,
dan Griffin dalam Natalia T. Wood dan Michael R. Solomon (2009:97) Assortment
juga dapat meningkatkan kegembiraan dalam berbelanja.
Michael Levy & Barton Weitz (2012:315) menyatakan bahwa luas dan
kedalaman dari bermacam-macam dalam kategori barang dagangan dapat
mempengaruhi citra merek pengecer. Pengecer dapat meningkatkan kategori
assortment yang berkaitan erat dengan image mereka. Efek seberapa besar ukuran
assortment terhadap perilaku pembelian, menawarkan assortment yang besar dapat
memberikan sejumlah manfaat kepada pelanggan, berupa:
17
−
Dengan meningkatkan jumlah SKU, pelanggan dapat meningkatkan
pertimbangan kemungkinan mereka menemukan produk yang
memenuhi kebutuhan mereka.
−
Assortment yang besar dihargai oleh pelanggan karena dapat
memberikan informasi dan menstimulasi pengalaman berbelanja
konsumen disebabkan kompleksitas yang terkait dengan berbagai
produk dan hal – hal yang baru terkait dengan barang-barang unik.
−
Assortment yang besar khususnya sangat menarik bagi konsumen
yang mencari keberagaman suatu produk. Konsumen yang ingin
mencoba hal-hal baru.
Theodoridis (2009:710) literatur yang ada telah menunjukkan bahwa unsurunsur "product mix" menangkap kualitas dan assortment barang sebaik dengan yang
dipresentasikan. Anselmsson menjelaskan dalam Theodoridis (2009:710) Sebuah
persepsi assortment yang baik pasti akan mempengaruhi store image dan kepuasan
terhadap toko. Theodoridis (2009: 726) menyatakan bahwa Pembeli membandingkan
kebijakan harga dari supermarket yang mereka sukai dengan pesaing; mengevaluasi
hubungan price-value dan selalu mencari harga yang terbaik dalam kaitannya dengan
assortment dan kualitas suatu produk.
Seock dan Lin (2011:96) menemukan bahwa aspek yang berhubungan
dengan barang (kualitas, harga dan assortment), aspek yang berhubungan dengan
pelayanan (kualitas dalam pelayanan umum dan tenaga penjualan) dan kenikmatan
berbelanja di toko adalah salah satu komponen yang paling penting dari store image.
Menurut Bauer (2012:15) di jurnalnya yang berjudul “What constitutes a
“good assortment”? A scale for measuring consumers’ perceptions of an assortment
offered in a grocery category” terdapat tiga dimensi assortment yaitu:

Assortment Quality. Dikonseptualisasikan sebagai penghakiman evaluatif
umum . Persepsi kualitas merupakan penilaian global konsumen tentang
obyek keunggulan atau superioritas dari suatu produk. Konsumen
membentuk persepsi kualitas tidak hanya tentang produk, tetapi juga
tentang kategori produk dan keseluruhan dari keberagaman toko retailer.

Assortment Pricing. Konsumen mengembangkan kategori spesifik
internal reference prices (IRP) untuk pembayaran yang sering dilakukan,
keterlibatan produk rendah. Daripada mengingat harga numerik yang
tepat dari produk grosir tertentu, konsumen mengembangkan persepsi
18
harga umum dari kategori, penilaian evaluatif tentang harga menjadi ''
terlalu tinggi '', '' terlalu mahal '', atau '' nilai yang baik ''.

Assortment Variety. Konsumen membentuk persepsi assortment variety
berdasarkan sejumlah faktor khusus yang terkait dengan kategori, seperti
jumlah item dalam kategori dan ketidaksamaannya.
2.5
Store Image
Pierre Martineau dalam Wu et al (2011:31) memperkenalkan konsep dari
citra toko dan mendefinisikannya sebagai cara pembeli menggambarkan toko yang
bersangkutan. Wu et al (2011:31) mendefinisikan citra toko sebagai “sekumpulan
sikap berdasarkan evaluasi dari atribut – atribut toko yang bersangkutan, yang di
anggap penting oleh para konsumen”.
Martineau dalam Hsu et al (2010:116) pertama kali mengidentifikasi store
image sebagai unsur penting dalam perkembangan kepribadian ritel. Hsu et al
(2010:116) menjelaskan store image adalah total kesan yang terdapat dalam ingatan
sebagai akibat dari atribut yang dirasakan terkait dengan toko yang independen dan
saling tergantung dalam memori konsumen berdasarkan paparan saat ini dan
sebelumnya terhadap stimuli. Hsu et al (2010:116) mengemukakan bahwa store
image adalah sebagai prediktor pilihan retailer. Wyckham dalam Hsu et al
(2010:117) menunjukkan store image adalah persepsi sumatif konsumen atribut toko,
terbentuk sebagai hasil dari pengalaman berbelanja. Lindquist dalam Hsu et al
(2010:117) mendefinisikan store image sebagai "struktur dari beberapa macam yang
mengikat bersama-sama dimensi yang sedang bekerja".
Grewal et al (1998);. Keaveney dan Hunt (1992) dalam Hsu et al (2010:117)
menyatakan bahwa store image dikembangkan dengan membandingkan informasi
yang baru diperoleh dengan kategori informasi yang telah ada di dalam memori; oleh
sebab itu, store image memiliki fungsi yang tidak hanya sebagai citra tertentu dari
toko, tetapi juga dari gambar dan asosiasi dalam memori mengenai toko dan ritel
kategori yang ada. Hartman dan Spiro (2005) dalam Hsu et al (2010:117)
menyimpulkan bahwa konsepsi dominan store image adalah keseluruhan dari
memori yang dihasilkan dari persepsi atribut toko berdasarkan paparan terhadap
stimuli.
Beristain et al (2011:564) menjelaskan citra toko
dalam arti luas
didefinisikan sebagai asosiasi merek yang terkait dengan toko dalam memori
19
konsumen. Dari perspektif jurnal “The relationship between store image and store
brand equity : A conceptual framework and evidence from hypermarkets” oleh
Beristain et al (2011), citra toko dipahami sebagai seperangkat asosiasi merek
komersial dan sosial yang bersifat strategis terkait dengan toko.
Michael Levy & Barton Weitz (2012 : 613) menyatakan bahwa Store Image
merupakan suatu cara dimana toko didefinisikan dalam pikiran pembelanja. Store
image yang dipikirkan konsumen berdasarkan karakteristik fisik toko, campuran
ritel, dan satu set atribut psikologis. Schiffman dan Kanuk (2008; 167), menyatakan
bahwa “toko-toko atau gerai mempunyai citra toko atau perusahaan itu sendiri yang
membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan dan keputusan konsumen
mengenai pembelian produk”. Dan menurut Simamora (2003; 160) “citra toko adalah
kesan yang diterima konsumen dari toko yang menjual produk, diukur berdasarkan
kualitas yang dirasakan dari pengecer dimana produk yang bermerek tersedia”.
Menurut Doyle dan Fenwick dalam Theodoridis et al (2009 : 710) mendeskripsikan
store image sebagai evaluasi dari konsumen dari apa yang dirasakan sendiri dan
dipengaruhi oleh semua aspek penting dalam toko.
Grewal et al. dalam Gültekin (2012:189) mengatakan bahwa retailer yang
mengelola citra mereka secara efektif dapat mempengaruhi keputusan store
patronage konsumen dan meningkatkan posisi kompetitif mereka. Bagi James et al.
(1976) dalam Gültekin (2012:190) citra toko adalah "seperangkat sikap berdasarkan
evaluasi atribut-atribut toko yang dianggap penting oleh konsumen." Sejalan dengan
pandangan ini, Engel dan Blackwell dalam Gültekin (2012:190) mendefinisikan citra
toko sebagai "salah satu jenis sikap, yang diukur dengan sejumlah dimensi dan
diharapkan dapat mencerminkan atribut yang menonjol. Bloemer dan Ruyter (1998)
dalam Gültekin (2012:190) mendefinisikan citra toko sebagai " kompleks persepsi
konsumen dari toko pada atribut yang berbeda (menonjol)." Ada beberapa perbedaan
kecil antara sumber sehubungan dengan dimensi citra toko. Atribut citra toko yang
digunakan dalam penelitian Gültekin (2012) diadaptasi dari literatur terkait. Dimensi
citra toko yang biasa disebutkan oleh studi tersebut adalah product variety, kualitas
produk, harga, store atmosphere, layanan karyawan dan lokasi / kenyamanan.
Marks (1976); James et al (1976) dalam Theodoridis et al (2009:710)
mengatakan bahwa dalam kebanyakan kasus toko ritel gambar diwakili oleh sebuah
konstruksi multi-atribut . Skala atribut store image yang digunakan Theodoridis et al
20
(2009) dikembangkan berdasarkan pada literatur sebelumnya. Dimensi yang
ditemukan adalah sebagai berikut :

Products. Persepsi konsumen terhadap kualitas dan keberagaman produk
serta nilai produk yang dirasakan konsumen memiliki hubungan positif
dengan toko


Atmosphere. lingkungan yang dibuat dengan menggabungkan elemen
visual dari lingkungan fisik toko (warna, display, fitur dekoratif,
kemudahan gerakan dll) dan stimulasi indra (bau, kondisi udara, musik,
pencahayaan) yang memungkinkan konsumen merespon. Toko dengan
suasana yang menguntungkan cenderung meningkatkan positif
pengalaman membeli dan kepuasan pelanggan serta mempengaruhi
waktu pelanggan menghabiskan di toko dan jumlah yang dibelanjakan.
Merchandising. Konsumen dapat memahami berbagai tanda dan label
dan mengendalikan eksplorasi belanja dan perjalanan . Tata letak toko
yang baik tergantung pada apakah ia memiliki konsep yang jelas dan
terbaca; yaitu orang dapat dengan mudah menemukan produk dan
menemukannya pertama kali pada perjalanan yang berbeda. Berbagai
label, poster dan tanda-tanda informasi dapat memberikan kontribusi
pada konsep desain tata letak toko dalam menciptakan lingkungan toko
yang menguntungkan dan menarik.

In-store convenience. Mengacu pada tata letak toko dan desain, yang
membantu pelanggan merencanakan perjalanan mereka dalam hal
orientasi dan arah.
2.6
Consumer Behavior
Frank R. Kardes, Maria L. Cronley, dan Thomas W. Cline (2010 : 8)
menyatakan bahwa consumer behavior biasanya disebut buyer behavior yang
melibatkan studi tentang bagaimana konsumen memutuskan untuk membeli produk.
Dengan kata lain, itu adalah penjelasan yang memadai dari ruang lingkup penuh
kegiatan di mana konsumen terlibat dalam suatu periode yang mana sebelum
membeli, selama dan setelah konsumsi. Definisi yang lebih luas adalah untuk
menangkap berbagai kegiatan konsumen. Consumer behavior memerlukan semua
kegiatan konsumen yang berhubungan dengan pembelian, penggunaan, dan
pembuangan barang dan jasa, termasuk emosi, mental, dan respon perilaku
konsumen yang mendahului, menentukan, atau mengikuti kegiatan ini.
21
Gambar 2.1 Consumer Behavior
Sumber : Frank Kardes Maria Cronley Thomas Cline, Consumer Behavior
(2010 : 8)
Bilson Simamora (2003 : 80-81) mengatakan terdapat beberapa definisi
perilaku konsumen. menurut James F. Engel, perilaku konsumen adalah tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan ini. Sementara itu, David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta lebih
menekankan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan.
Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan
keputusan dan mengajak aktivitas individu dalam mengevaluasi, memperoleh,
menggunakan atau mengatur barang dan jasa. Kotler dan Amstrong mengartikan
perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu
maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi pesonal.
Dari definisi yang dijabarkan di atas, Bilson Simamora (2003 : 81) menarik
beberapa kesimpulan mengenai perilaku konsumen :

Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga

Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum
pembelian
serta
tindakan
dalam
memperoleh,
memakai,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk

Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati
seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa,
dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga termasuk
variabel – variabel yang tidak dapat diamati seperti nilai – nilai yang
dimilki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka
22
mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang
kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam – macam.
2.7
Purchase Intention
Wu et al (2011:32) menjelaskan bahwa minat pembelian mewakili
kemungkinan bahwa konsumen berencana atau mau untuk membeli sebuah produk
atau jasa di kemudian hari. Dodds et al. (1991); Schiffman dan Kanuk (2007) dalam
Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa peningkatan minat pembelian berarti
peningkatan kemungkinan pembelian. Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa niat
beli dapat digunakan sebagai indikator penting untuk memperkirakan perilaku
konsumen. Ketika konsumen memiliki niat pembelian yang positif, hal ini
membentuk komitmen merek yang positif yang mendorong konsumen untuk
mengambil tindakan pembelian aktual.
Wu et al (2011:33) dalam penelitiannya berjudul “The effect of store image
and service quality on brand image and purchase intention for private level brands”,
mengukur purchase intention di sesuaikan dengan yang telah didirikan oleh Knight
an Kim (2007) yang mengatakan bahwa perasaan terhadap suatu merek sering
dilaporkan dalam sesi elisitasi (misalnya "merek ini membuat saya merasa baik").
Perasaan tentang merek dapat halus, kuat dan negatif atau positif di alam. Yang
penting, respon emosional terhadap merek adalah prediktor kuat purchase intention
dan menyumbang lebih dari dua kali varians dari kognisi. Konsumen dibanjiri
dengan pesan komersial relatif terhadap merek, dan iklan yang membangkitkan
respon emosional secara signifikan dapat mempengaruhi purchase intention.
Dalam Magalhaes, Jahankhani & Hessami (2010 : 150) Menurut Poddar et al.
[34] "niat pembelian mengacu pada kemungkinan bahwa pengguna melakukan
pembelian dari situs" (p 444). Masih dari buku yang sama, Alcaniz et al. [5] merujuk
untuk purchase intention sebagai "keadaan mental yang mencerminkan keputusan
konsumen untuk memperoleh produk atau jasa dalam waktu dekat '(p 649)
Tyagi & Kumar (2004 : 63) mengatakan bahwa purchase intention adalah
tahap evaluasi keputusan yang menuntun konsumen untuk membentuk preferensi
dari merek yang tersedia. Konsumen juga dapat melakukan purchase intention dan
lebih condong untuk membeli brand yang lebih di minati.
23
2.8
Kerangka Penelitian
Berdasarkan dasar yang telah diuraikan diatas, maka peneliti akan
menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Service Quality (X1)





Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
Empathy



Assortment (X2)
Quality
Pricing
Variety
Store Image (Y) :




Atmosphere
Products
Merchandising
In-Store Convenience
Purchase Intention (Z) :


Niat untuk tetap
membeli produk
Kecendrungan unuk
membeli di masa yang
akan datang
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti, 2014
24
2.9
Hubungan antara Variabel Penelitian
Dalam jurnal “The Relationship among Corporate Social Responsibility,
Service Quality, Corporate Image and Purchase Intention” ditemukan bahwa service
quality memiliki pengaruh positif dan signifikan pada purchase intention, yang
berarti bahwa ketika perusahaan memiliki service quality yang tinggi, konsumen
akan memiliki purchase intention yang tinggi.
Bloemer dan de Ruyter (1998) dalam Helgesen et al (2010:111)
mengungkapkan Store Image sebagai fungsi dari atribut penting dari sebuah toko
tertentu yang dievaluasi dan ditimbang terhadap satu sama lain , '' tercermin dalam
lingkungan fisik toko, persepsi terkait dengan barang dagangan dan persepsi service
quality '' dikatakan oleh Semeijn (2004) dalam Helgesen et al (2010:111), dan diukur
dengan atribut seperti "berbagai produk, pelayanan karyawan, store atmosphere,
proses dan kualitas produk dan sikap keseluruhan '' dikatakan oleh Collins- Dodd dan
Lindley (2003) dalam Helgesen et al (2010:111).
Lindquist (1974) dalam Theodoridis et al (2009:710) mengatakan bahwa
literatur yang ada telah menunjukkan bahwa unsur-unsur "product mix" menangkap
kualitas dan assortment barang sebaik dengan yang dipresentasikan. Anselmsson
(2006) dalam Theodoridis et al (2009:710) mengatakan bahwa sebuah persepsi
assortment yang baik pasti akan mempengaruhi store image dan kepuasan terhadap
toko.
Mazursky dan Jacoby (1986) dalam Seock et al (2011:96) menemukan bahwa
aspek yang berhubungan dengan barang (kualitas, harga dan assortment), aspek yang
berhubungan dengan pelayanan (kualitas dalam pelayanan umum dan tenaga
penjualan) dan kenikmatan berbelanja di toko adalah salah satu komponen yang
paling penting dari store image.
Berdasarkan jurnal “The effect of store image and service quality on brand
image and purchase intention for private level brands “, store image secara langsung
mempengaruhi purchase intention. Dodds et al. (1991); Grewal et al. (1998) dalam
Wu et al (2011:32) mengatakan bahwa semakin positif store image, semakin tinggi
purchase intention dari konsumen. Peningkatan yang dilakukan pada store image
dapat dilakukan dengan meningkatkan variasi produk, kualitas produk, memberikan
harga sesuai dengan nilai produk yang diberikan, dan menghiasi ruangan toko.
Perbaikan ini secara langsung dapat meningkatkan purchase intention.
25
Berdasarkan uraian di atas, service quality dan assortment yang baik akan
mempengaruhi store image. Selain itu, store image memiliki hubungan langsung dan
baik dengan konsumen akan meningkatkan purchase intention bagi konsumen
2.10
Hipotesis
Berdasarkan kerangka teoritis yang ada dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan Service Quality dan Assortment
secara simultan dan individual terhadap Store Image di Toko Buku Gramedia
Cabang Mal Central Park
Ha : Ada pengaruh secara signifikan Service Quality dan Assortment secara
simultan dan individual terhadap Store Image di Toko Buku Gramedia
Cabang Mal Central Park
Hipotesis 2
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan Service Quality, Assortment, dan
Store Image secara simultan dan individual terhadap Purchase Intention di
Toko Buku Gramedia Cabang Mal Central Park
Ha : Ada pengaruh secara signifikan Service Quality, Assortment, dan Store
Image secara simultan dan individual terhadap Purchase Intention di Toko
Buku Gramedia Cabang Mal Central Park
26
Download