i PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA “Kompetensi Lulusan Fisika & Pendidikan Fisika Menghadapi Kebijakan KKNI” 24 JUNI 2012 Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta ii PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PENDIDIKAN FISIKA “Kompetensi Lulusan Fisika & Pendidikan Fisika Menghadapi Kebijakan KKNI” 24 Juni 2012 Hak Cipta Dilindung Undang-Undang © all right reserved 2012 Penyunting Dr. Moh. Toifur, M.Si. Dr. Widodo, M.Si. Drs. Ishafit, M.Si. Design Cover Mustofa Ahyar Setting – layout Isnin Khazimah ISBN: 978-979-19438-2-6 Dicetak dan diterbitkan Oleh : HMPS Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta surat : [email protected] laman : http://www.hmps.pf.uad.ac.id/ iii KATA PENGANTAR Prosiding ini merupakan himpunan dari makalah-makalah para penulis yang tersajikan dalam acara Seminar Nasional Quantum 2012. Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan pendidikan yang ada, memberikan masukan untuk perbaikan sistem pendidikan di sekolah, khususnya dalam bidang Fisika dan menjadi sarana promosi dalam rangka meningkatkan daya tarik Fisika di tengahtengah masyarakat. Dengan prosiding ini diharapkan memberikan seumbangsih pengetahuan baru atau pengembangan untuk para pembacanya. Banyak nama yang turut andil selama pelaksanaan Seminar maupun proses pembuatan prosiding ini, untuk itu kami segenap panitia penyelenggara mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya untuk setiap bantuan yang telah disumbangkan. Kami sepenunya sadar selama proses pelaksanaan seminar dari awal hingga rampung masih banyak kekurangan di segala lini, kritik yang membangun selalu kami nantikan melalui surat maya di quantum2012hmps[at]yahoo.com. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, rasa syukur kami curahkan kepada Allah Tuhan semesta alam, segala shalawat serta salam selalu tertujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam. Semoga prosiding ini selalu memberikan faidah di atas segala keterbatasannya. Yogyakarta, Mei 2012 Panitia Quantum 2012 HMPS Pend. Fisika FKIP | Univ. Ahmad Dahlan iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................. i HALAMAN SUB SAMPUL .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iv MAKALAH-MAKALAH YANG DISAJIKAN 1. Analisis Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pada Konsep Bunyi Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Fatma hamid, dkk, Pascasarjana UAD .............................................................................. 1 2. Efek Lapisan Konduktif Ag untuk Memperbaiki Kinerja Kaki Probe Pada Alat Probe Empat Titik Moh.Toifur, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 6 3. Efektivitas Percobaan Fisika dalam Mengurangi Salah Konsep Siswa dengan Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Metode Inkuiri Mandiri Pada Materi Pengukuran Kelas VII Semester Gasal SMP Negeri 24 Purworejo Tahun Ajaran 2009/ 2010 Windu Triyono, dkk, Pascasarjana UAD .......................................................................... 9 4. Kajian Tentang Teknik Penentuan Muatan Partikel Suparno, UNY ................................................................................................................. 14 5. Menciptakan Laboratorium Fisika yang Canggih Dengan Memanfaatkan HP, Barang Bekas dan Software Gratisan Fatkhulloh, Pascasarjana UAD ....................................................................................... 19 6. Miskonsepsi Pada Buku Ajar Fisika SMP Kelas VIII Tentang Optika Geometris Andika Kusuma Wijaya, Pascasarjana UAD .................................................................. 23 7. PBICE-M, E-Progress, dan E-Week sebagai Usaha Optimalisasi Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informatika yang Interaktif dan Komunikatif dalam Mata Pelajaran Fisika Kobar Septyanus, dkk, Universitas.Jember ..................................................................... 28 8. Pemanfaatan “Neraca Ajaib” Guna Menjelaskan Konsep Benda Seimbang Pada Siswa Kelas X Semester 1 SMA Muhammadiyah 1 Gombong Tahun Pelajaran 2010/2011 Eko Setyadi Kurniawan, Pend.Fisika UMP .................................................................... 36 v 9. Pembelajaran PBDM (Physics Based On Disaster Management) Sebagai Upaya Inovatif-Solutif Dalam Menumbuhkan Soft Power Secara Dini Terhadap Kesadaran Preventif dan Responsif Kebencanaan Agusta Danang Wijaya dkk, Universitas Jember ............................................................ 40 10. Pendekatan Bentuk Permukaan Sumber Radioaktif Cs-137 Berbasis Intensitas Radiasi Dede sunardi, dkk, Pascasarjana UAD ........................................................................... 45 11. Penentuan Percepatan Gravitasi dengan Analisis Berbobot Menggunakan Software Audacity Irma Rosa Indriyani, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................ 49 12. Penentuan Momen Dipol Magnetik dengan Dynamometer Pegas Lusi Widyanti, dkk, Pend.Fisika UAD ........................................................................... 52 13. Penentuan Koefisien Pemuaian Panjang Alumunium (Al) Menggunakan Metode Difraksi Celah Tunggal Rita Ferawati dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................ 57 14. Penentuan Koefisien Restitusi Metode Bounce Menggunakan Logger Pro Masdi Saleh, dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................. 62 15. Penentuan Koefisien Viskositas Zat Cair dengan Menggunakan Regresi Linier Hukum Ostwald-de Waele Amelia Zahara, dkk, UAD ................................................................................................ 66 16. Penentuan Percepatan Gravitasi Bumi dengan Eksperimen Terkomputerisasi pada Benda Jatuh Bebas Femilia Amor Nurdila,dkk, UAD ................................................................................... 71 17. Penentuan Massa Jenis Fluida (Zat Cair) Menggunakan Prinsip Osilasi Teredam Pada Pipa U Ari Wibowo, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 5 18. Penerapan Strategi Model Pembelajaran Kooperatif/Inovatif Tipe Student Team Achivement Divisions (STAD) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Pada Konsep Fluida Statis Kelas XI IPA SMA Negeri di Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Mukhammad Nur Akiyat, Pascasarjana UAD ................................................................. 79 19. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Tipe II untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Alat- Alat Optik Mochamad Zaeni, dkk, Pascasarjana UAD ...................................................................... 87 vi 20. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share Pada Pembelajaran Fisika Ditinjau Dari Hasil dan Motivasi Belajar Ida Puspita, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 91 21. Pengaruh Multimedia Interaktif dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar untuk Pembelajaran Fisika Pada Materi Impuls Momentum di Kelas XI SMA Tri Wuryani, dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................. 96 22. Pengembangan Antena Mikrostrip Berstruktur Coplanar Stripline (CPS) Dipole Menggunakan Saklar Optik Solar Cell Erna Risfaula Kusumawati, dkk, FMIPA ITS Surabaya ................................................ 100 23. Pengembangan Eksperimen Penentuan Permeabilitas Magnet Melalui Percobaan Induksi Magnet Pada Beberapa Batang Feromagnet Dwi Wahyu Baktiningrum, dkk, Pend.Fisika UAD ..................................................... 105 24. Pengembangan dan Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Berbasis Jahe Merah dengan Metode Deposisi Spin Coating Dan Doctor Bled Nasori, dkk, ITS ............................................................................................................ 110 25. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Sains-Lingkungan-TeknologiMasyarakat (Salingtemas) dengan Tema Teknologi Biogas Sugiyanto, dkk, UIN SUKA .......................................................................................... 114 26. Pengembangan Tes Prestasi Berdasarkan Kompetensi Berjenjang Untuk Penilaian Acuan Patokan Pada Fisika Matematika I Novitasari Sutadi,dkk, Pascasarjana UAD .................................................................... 118 27. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Proses Belajar Fisika Pada Konsep Fluida Statis Melalui Pembelajaran Model Konstruktivisme di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012 Fadiyah Suryani, Pascasarjana UAD ............................................................................ 122 28. Penggunaan Tracker untuk Menentukan Hubungan Antara Intensitas Nyala Lampu Dengan Daya Hantar Listrik Larutan Elektrolit Nova Amalia Latif, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................ 127 29. Perancangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Adobe Dreamweaver CS4 (Creative Suite 4) Pokok Bahasan Tata Surya untuk Sekolah Menengah Pertama Rizqi Destriyanto, dkk, Pascasarjana UAD .................................................................. 131 30. Persamaan Maxwell Elektrodinamika Klasik dengan Aljabar Geometris Joko Purwanto, UIN Sunan Kalijaga ............................................................................ 136 vii 31. Simulasi Desain Perisai Radiasi Sinar X Mesin Berkas Elektron (MBE) Lateks Menggunakan Program MCNP5 Safiruddin, dkk, ITS ...................................................................................................... 140 32. Sistem Detektor Gempa dan Tsunami On-Line Berbasis Antena Wi-Fi 2,4 GHz Yono Hadi Pramono, dkk, FMIPA ITS Surabaya ......................................................... 141 33. Studi Komparasi Metode Pembelajaran Demonstrasi Nyata dan Demonstrasi Simulasi untuk Mereduksi Miskonsepsi Pada Materi Optika Geometri di SMAN 1 Pajangan Bayu Indriarto, dkk, Pend.Fisika UAD ......................................................................... 152 34. Teoritis Massa Neutrino Melalui Mekanisme Seesaw Nur Anisah, dkk, UIN Sunan Kalijaga .......................................................................... 156 35. Tinjauan Tentang Teknik Penentuan Ukuran Partikel Koloid Suparno, UNY ............................................................................................................... 159 36. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing Dengan Pictorial Riddle pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah Muntilan M. Minan Chusni, SMP Muh Muntilan ........................................................................ 163 37. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika dengan Menggunakan Pendekatan Inkuiri Pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan Dwi Riyanto, SMA Negeri 1 Paguyangan Brebes ........................................................ 168 38. Upaya Peningkatan Penguasaan Materi dan Alat Praktikum Fisika SMA Bagi Mahasiswa Pendidikan Fisika Melalui Kegiatan Asistensi di SMA Negeri 1 Purworejo Susilo Edy Purnomo, Pend.Fisika UMP ....................................................................... 174 viii ANALISIS KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL PADA KONSEP BUNYI DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING Fatma Hamid, Fatkhulloh [email protected] Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jl.Pramuka 42 Lt.3, Telp.(0274) 563515 ext 2302, Yogyakarta 55161 Intisari- Penelitian ini bertitik tolak dari adanya interaksi edukatif dalam bentuk penggunaan model pembelajaran. Namun kondisi tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru, sehingga diperlukan adanya suatu pendekatan agar ada perubahan dalam proses pembelajaran. Salah satunya model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwning yaitu model pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar prosentase dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal fisika pada konsep bunyi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Ternate 151 siswa yang tersebar dalam 5 kelas. Sedangkan sampelnya 60 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah purposive random sampling. Data dikumpulkan dengan teknik tes berupa soal essay sebanyak 15 soal. Setelah dilakukan uji validasi diperoleh 10 soal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif kemudian dikonversi ke dalam pedoman lima skala. Setelah dikonversi diperoleh prosentase kategori kemampuan siswa yang termasuk kategori sangat baik 2 orang (3.33%), kategori baik 11 orang (18,33%), kategori cukup baik 34 Orang (56,67%), kategori kurang baik 13 orang (21,67%), dan kategori sangat kurang baik 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada konsep bunyi setelah diterapkan model pembelajaran koperatif tipe snowball throwing berada pada kategori cukup baik Kata kunci: Bunyi, Penerapan Model Pembelajaran Koperatif Tipe Snowball Throwing. Abstract- This study starts from the interaction in the form of educational use of learning models. However, these conditions have not been fully implemented by teachers, so that the necessary existence of an approach that no change in the learning process. One of these types of cooperative learning models throwing snowball that is a model of learning that trains students to be more responsive to receive messages from others, and convey the message to his friend in a group. This study aims to find a large percentage of students' skills in solving physics problems on the concept of sound by applying cooperative learning model type snowball throwing. This type of research is a descriptive study, the population in this study were all students of VII Junior High School 5 Ternate 151 students spread over 5 classes. While the sample of 60 students. Purposive sampling technique is random sampling. Data were collected with a test technique as much as 15 questions about the essay. After validation tests obtained 10 questions. The data obtained were analyzed using descriptive statistics are then converted into a five-scale guidelines. Once converted to the percentage obtained by the student's ability category that includes a very good category 2 persons (3.33%), both categories of 11 people (18.33%), good enough category 34 people (56.67%), unfavorable category of 13 people (21,67%), and very poor categories of 0%. This suggests that the ability of students in solving problems on the concept of the sound after the applicable type of cooperative learning model in the category of snowball throwing good enough. Key words: Beep, Application of Cooperative Learning Model Type Throwing Snowball. metode ceramah, diskusi, demonstrasi, eksperimen, belajar kelompok dan sebagainya [1]. Diperlukan suatu strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi strategi yang dapat mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar serta pemahaman terhadap mata pelajaran fisika. Salah satu alternatif pendekatan belajar yang baru yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk diterapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Strategi pembelajaran yang berasosiasi dengan CTL diantaranya: cara belajar siswa aktif (CBSA), Pendekatan Proses, life skills education, cooperative learning, inquiry-based learning, problembased learning. Penulis mencoba salah satu strategi I. PENDAHULUAN Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia oleh karena itu, setiap proses pendidikan akan berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat (agent of change). Dalam upaya ini, setiap proses pendidikan membutuhkan seperangkat metode tertentu sehingga transformasi pengetahuan, pemahaman, dan perilaku yang diberikan kepada anak didik dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Dalam melaksanakan pengajaran seharihari, pendekatan-pendekatan tersebut dijabarkan dalam metode mengajar. Banyak metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar seperti Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 1 Gambar 2.1). Tampak dari gambar bahwa bunyi dimulai dari getaran drum ketika ia dipukul. pembelajaran yaitu cooperative learning atau pembelajaran kooperatif [2]. Dalam pelaksanaannya coperative learning terdapat beberapa teknik pembelajaran kooperatif, diantaranya: Number-Head-Together, Think-Pair-Sahre, Make a match, One stay two stray, Jigsaw, Snowbal Throwing dan lainnya. Teknik pembelajaran kooperatif ini merupakan bahan pengayaan bagi guru dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang berpusat pada siswa. Untuk dapat menerapkannya guru harus dapat merencanakan pengajarannya seakurat mungkin dan diadaptasikannya dalam rencana pengajaran. Selain itu disesuaikan antara karakteristik teknik pembelajaran kooperatif dengan materi yang akan disajikan, karena tidak semua konsep atau bahan dapat dipaksakan dengan salah satu teknik pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran koperatif tipe snowball throwing sangat baik diterapkan sebagai metode pembelajaran karena adanya persaingan antar siswa atau kelompok, sehingga siswa lebih termotivasi dan lebih aktif. Mereka bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara pikiran yang berbeda.Siswa juga senantiasa tidak hannya mengharapkan bantuan dari guru karena siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat seluruh materi. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing diharapkan dapat membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan memili ki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan m eningkatkan keterampilan berkomunikasi. [3]. Menurut pengamatan peneliti di SMPN 5 Kota Ternate kelas VII diperoleh informasi dari guruguru bahwa dari sekian banyaknya siswa masih banyak yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari adanya siswa-siswa yang enggan belajar dan tidak bersemangat dalam menerima pelajaran di kelas, serta masih banyak yang belum aktif dalam mengerjakan soal latihan yang di berikan, sehingga hasil belajarnyapun menjadi kurang memuaskan karena masih banyak nilai di bawah standar kelulusan, padahal selama ini sudah ada fasilitas-fasilitas sekolah yang diberikan guna mendukung sarana prasarana demi kelancaran dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang membuat peneliti untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model snowball throwing pada konsep bunyi terhadap aspek kognitif siswa bagaimanakah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Gambar 2.1. Gelombang bunyi yang terjadi ketika drum dipukul Selanjutnya getaran itu dirambatkan dan menghasilkan gelombang, dan karena dapat didengar manusia maka disebut gelombang bunyi. Jadi setiap kali anda mendengar bunyi pasti entah di mana ada sesuatu yang bergetar sebagai sumber bunyi tersebut. [4]. Laju bunyi berbeda untuk materi yang berbed. Pada udara di 0oC dan 1 atm, bunyi merambat dengan laju 331m/s. Laju bunyi pada berbagai materi dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 laju bunyi di berbagai materi pada 20oC dan 1 atm No Materi Laju(m//s) 1 Udara 343 2 Udara(0oC) 331 3 Helium 1005 4 Hidrogen 1300 5 Air 1440 6 Air laut 1560 7 Besi dan baja ≈5000 8 Kaca ≈4500 9 Aluminium ≈5100 10 Kayu keras ≈4000 Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh pendengaran manusia yaitu aspek kenyaringan (loudness) berhubungan dengan energi pada gelombang bunyi dan aspek ketinggian (pitch) yang menyatakan apakah bunyi tersebut tinggi, seperti bunyi suling atau biola, atau rendah seperti bunyi bass drum. Makin rendah frekuensi, makin rendah ketinggia, dan makin tinggi frekuensi, makin tinggi ketinggian. Telinga manusia dapat mendengar frekuensi dalam jangkauan 20 Hz-20.00Hz, yang disebut jangkauan pendengan. [5]. B. Intensitas Bunyi Intensitas bunyi (I) adalah energi yang dirambatkan tiap sekon melalui satu satuan luasan yang tegak lurus arah rambat gelombang bunyi itu. Karena energi per satuan waktu menyatakan daya, maka intensitas dapat juga dikatakan sebagai daya yang menembus tiap satuan luasan yang tegak lurus arah rambat gelombang bunyi itu. Dalam bentuk matematika hubungan itu dituliskan sebagai: P (1) I= A II. LANDASAN TEORI A. Bunyi Bunyi adalah energi yang dirambatkan dalam bentuk gelombang, yang dapat menyebabkan sensasi aural, artinya gelombang bunyi dapat kita dengar. Alat-alat musik, juga menghasilkan bunyi, bunyi yang indah, dan salah satu diantaranya adalah drum yang dipukul (lihat Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 2 Telinga manusia dapat mendeteksi dengan intensitas serendah 10-12 W/m2 dan setinggi 1 W/m2 (dan bahkan lebih tinggi, walaupun diatas ini akan menyakitkan. Ini merupakan jangkauan yang intensitas yang luar biasa. Karena itu dimunculkan besaran baru yang disebut taraf Intensitas (TI) untuk memampatkan rentang yang lebar itu, yaitu dengan mengambil skala logaritma. Taraf intensitas bersatuan dB (desibel) dan didefinisikan sebagai: β = 10 log I I0 Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsepkonsep ini dengan temannya. Di dalam pembelajaran koopertif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil, saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen dari campuran siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan, adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat mereka bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. [3]. (2) Di mana I=intensitas bunyi (W/m2) dan I0 adalah intensitas acuan yang bernilai 1,0 x 10-12 W/m2. [5] C. Efek Doppler Efek Doppler adalah suatu gejala berubahnya frekuensi yang didengar seseorang karena sumber bunyi relatif bergerak terhadap pendengarnya. Sumber bunyi yang relatif bergerak terhadap mendekat atau menjauhi sumber, namun dapat juga pendengarnya yang diam sementara sumber bunyi yang bergerak mendekati atau menjauhi pendengar, bahkan dapat juga kedua-duanya dalam keadaan bergerak. [4]. Gambar 2.2. Efek Doppler yang menyebabkan perubahan frekuensi yang ditangkap pendengar Frekuensi yang dipancarkan peluit kereta api sebenarnya tidak berubah. Yang berubah adalah frekuensi yang terdengar, dan kita katakan bahwa frekuensi sumber bunyi itu seakan-akan berubah, namun sekali lagi, frekuensi sumber bunyi tidak berubah. Hubungan antara frekuensi yang terdengar dan frekuensi bunyi sesungguhnya tergantung pada kecepatan gerak sumber bunyi maupun kecepatan gerak pendengar. Hubungan itu dinyatakan oleh Persamaan berikut ini: fp = v ± vp v ± vs fs E. Model Pembelajaran Snowball throwing Menurut Slavin [3], model pembelajaran snowball throwing adalah model pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran talking stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Langkah-langkah pembelajarannya model pembelajaran snowball throwing: 1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai. 2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu (3) D. Model Pembelajaran Kooperatif Suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tingkat kemampuan bebeda-beda. Pengajaran ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-kontruktivisme. Salah satu teori Vigotsky, penekanan pada hakekat sosiokultural pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penerapan ini berimplikasi dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 3 5. 6. 7. 8. pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. Evaluasi. Penutup. a. no no − 1 1 + N Skor (6) Maksimum Setelah diuji dari aspek TK, DP dan reliabilitas diperoleh soal sebanyak 10 dengan reliabilitas sebesar 0,74. Kemudian dari 10 soal tersebut diujikan kepada siswa. Hasil yang diperoleh siswa dianalisis dengan menggunakan statistic deskriptif dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Mencari nilai Skor perolehan (8) Nilai = ×100% Skortotal (3) 2. Nilai Mean M = dimana : = Taraf kesalahan yang besarnya . ditetapkan sebesar 0,05. N = jumlah Populasi = 151 orang BE= Bound of error diambil 10 % = Nilai dalam tabel Z= 1,99 dan no= 0,05 N= 0,05 x 151 = 7,55 Sehingga sampel yang diperoleh adalah 60 siswa dari 151 siswa yang tersebar di 5 kelas. Sedangkan sampel dari tiap-tiap kelas dengan menggunakan persamaan : [6] Ni ×n n SD = ⎞ ⎟ ⎟ ⎠ Σx 2 ⎛ Σx ⎞ −⎜ ⎟ N ⎝ N ⎠ (9) 2 (10) Tabel 3.1 konversi skala lima kategori tingkat kemampuan belajar siswa No Nilai Interval Kemamp uan siswa 1 Sangat 1,5 baik 2 Baik 1,5 0,5 3 Cukup 0,5 1,5 4 Kurang 0,5 1,5 Sangat 5 1,5 kurang IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap 60 siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Ternate dalam pembelajaran pada konsep bunyi dengan menggunakan pembelajaran koperatif tipe snowball strowming, dapat dideskripsikan ke dalam kategori kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal konsep bunyi, masingmasing yaitu: kategori kemampuan siswa yang tergolong sangat baik 2 orang (3.33 %), kategori baik 11 orang (18,33 %), kategori cukup baik 34 Orang (5) Kemudian karakteristik soal tes dari aspek kesukaran dan daya beda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :[8] Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 i n 4. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam pr oses menyelesaikan pembelajaran fisika menggunak an lima skala sebagai berikut:[9] (4) 2 ∑X 3. Standar Deviasi Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah teknik tes. Soal-soal tes yang digunakan pada saat penelitian adalah soal-soal dalam bentuk essay sebanyak 15 item. Dengan skor maksimum 100, namun sebelum digunakan dalam penelitian soal-soal tersebut diuji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda dan tingkat kesukarannya sedangkan validitas isi tes dapat di lihat melalui kisi-kisi soal. Menghitung reliabilitas soal dengan rumus menggunakan rumus Alpha sebagai berikut :[7] ∑σi ⎛ n ⎞ ⎛⎜ r11 = ⎜ ⎟⎜1 − − 1 n σ t2 ⎝ ⎠⎝ kel atas − mean kel bawah Skor Maksimum Dengan klasifikasi sebagai berikut : 1. Soal dengan P 1,00 – 3,00 adalah soal Sukar 2. Soal dengan P 0.30 – 0,70 adalah soal Sedang 3. Soal dengan P 0,70 – 1,00 adalah soal Mudah dimana no dapat dihitung dengan rumus ni = Mean Dengan klasifikasi sebagai berikut : 1. D : 0,00 – 0,20 : Jelek (Poor ) 2. D : 0,20 – 0,40 : Cukup ( Satisfactory ) 3. D : 0,40 – 0,70 : Baik ( Good ) 4. D : 0,70 - 1,00 : Baik Sekali ( Excellent ) b. Tingkat kesukaran Mean TK = (7) III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Jenis penelitian ini adalah deskriptif karena hanya menggambarkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada konsep bunyi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing dengan desain penelitiannya eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP yang berjumlah 151 yang tersebar dalam 5 kelas. Sedangkan sampel 60 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah purposive random sampling. Perolehan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Al-Rasyid :[6] n = Daya Beda DP = 4 eksternal diantaranya faktor yang datang dari lingkungan sekolah seperti cara mengajar guru di kelas, media pembelajaran, disiplin sekolah, cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, maupun faktor yang datang dari lingkungan masyarakat. (56,67 %), kategori kurang baik 13 orang (21,67 %), dan kategori sangat kurang baik 0 %. Untuk lebih jelasnya, kategori hasil belajar siswa dari 60 peserta tes dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini : Tabel 4.1 Kriteria Pedoman Konversi Skala Lima No Nilai Interval f Prosentase Kemampuan siswa 1 X ≥ 91 2 3,33% Sangat baik 2 81-91 11 18,33% Baik 3 70-80 34 56,67% Cukup 4 59-69 13 21,67% Kurang 5 X ≤ 58 0 0% Sangat kurang V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Ternate dalam menyelasikan soal fisika konsep bunyi dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe snowball strowming berada pada kategori sangat baik 2 orang (3,33 %), kategori baik 11 orang (18,33 %), cukup baik 34 orang (58,67 %), kurang baik 13 orang (21,67 %), dan kategori sangat kurang baik 0 %. 2. Untuk prosentase tertinggi berada pada kategori cukup baik. Jadi kemampuan siswa kelas VII dalam menyelasikan soal fisika konsep bunyi dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe snowball throwing berada pada kategori cukup baik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara bertahap dalam menguji tes kemampuan siswa dalam menyelesaikan hasil soal konsep bunyi. Tes kemampuan siswa dianalisis secara kuantitatif. Ada dua tahap dalam menganalisis tes kemampuan siswa yaitu, menentukan nilai rata-rata (mean) dari hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Ternate pada konsep bunyi dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe snowball strowming adalah 75 dan nilai dari standar deviasi adalah 11. Dari kelima kategori kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada konsep bunyi dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe snowball sthrowming, persentase sangat baik diperoleh siswa dengan skor di atas 92, yaitu berkisar 3,33 % atau 2 orang dari 60 siswa. Kategori baik 18,33 % atau 11 orang, kategori cukup baik dicapai oleh 34 siswa dengan skor 70-80 atau sekitar 56,67 % dan kurang baik berada pada skor 59-69 (13 siswa) atau sekitar 21,67 %, dan kategori sangat kurang baik 0 %. Ini menunujukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe snowball throwming berada pada kategori cukup baik. Dari hasil di atas, ada beberapa aspek yang sangat mempengaruhi skor yang diperoleh siswa dalam pada saat menyelesaikan soal diantaranya sebagai berikut : 1. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. 2. Siswa belum terbiasa dengan diskusi kelompok. 3. Kurangnnya perhatian siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwming. Dari bermacam-macam aspek yang dijelaskan di atas ada 13 siswa yang perlu mendapat perhatian dan bimbingan dari berbagai pihak salah satunya guru. Namun disamping itu control dari orang tua juga bias mempengaruhi semua aspek yang ada pada diri siswa sehingga ada hubungan yang sinergis dalam menyelesaikan masalah yang dialami oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Slameto [10], yang mengatakan bahwa ada dua factor yang mempengaruhi diri siswa yaitu factor internal dan factor eksternal. Faktor internal diantaranya : minat, motivasi, kesiapan siswa, kecerdasan siswa dan lain-lain. Sedangkan faktor Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Program Studi Magister Pendidikan Fisika UAD atas dukungan dalam kegiatan ilmiah ini. PUSTAKA Buku: [1] Dimyati & Mudjiono. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta; Rineka Cipta, 2009 [2] Slavin, Cooperative Learning, Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media, 2008 [3] Endarko, skk,Fisika Jilid 2 untuk SMP. Jakarta: Depdiknas, 2008. [4] Giancoli, C. Douglas, Fisika edisi kelima jilid 1. Jakarta; Erlangga, 2001. [5] Riduwan, Dasar-dasar Statistik. Bandung; Alfabeta, 2011. [6] Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2009 [7] Surapranata.S. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes: Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. [8] Sudijono. Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007. [9] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta ; Rineka Cipta, 2010. Internet: [10] Tarida, 2009. Contextual Teaching and Learning / http://www.wordpress.com, diakses pada tanggal 17 juni 2012, pukul 11.00 WIT. 5 EFEK LAPISAN KONDUKTIF Ag UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA KAKI PROBE PADA ALAT PROBE EMPAT TITIK Moh. Toifur1), Toni Kus Indratno2) dan Zahara Program Pascasarjana, Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Jalan Pramuka 42, Sidikan Yogyakarta 55161 .1) [email protected]; 2) [email protected] Intisari – Perbaikan kinerja kaki alat probe empat titik telah dilakukan dengan cara melapisi kaki probe menggunakan bahan konduktif perak (Ag). Pelapisan yang dilakukan menggunakan teknik elektroplating (penyepuhan). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tegangan optimum pada proses penyepuhan terhadap kualitas hasil penyepuhan, selain itu dalam penelitian ini juga memberikan informasi mengenai pengaruh penyepuhan yang dilakukan pada kaki probe terhadap kinerja alat probe empat titik. Penyepuhan pertama kali dilakukan pada pelat tembaga dengan parameter yang dikenakan berupa variasi tegangan operasi penyepuhan, yaitu 1 s.d 5 volt. Penyepuhan dilakukan pada suhu 70 oC dengan konsentrasi larutan KCN 30,2 gr/liter selama 180 detik. Hasil dari penelitian ini didapatkan tegangan optimum untuk melakukan penyepuhan yaitu pada 3 volt. Kinerja alat probe empat titik setelah disepuh pada keadaan yang sama dengan pelat (3 volt, 70 oC dan 30,2 gr/liter) mengalami peningkatan sekitar 4,39%. Terbukti sebelum disepuh alat ini digunakan untuk mengukur lapisan tipis NiFe mendapatkan hasil R s = (36 ,18 ± 0 ,02 ) Ω/sq, tetapi setelah disepuh digunakan untuk mengukur sampel yang sama mendapatkan nilai R s = (34 ,59 ± 0,04 ) Ω/sq. Kata kunci: resistivitas keping, probe empat titik, penyepuhan. Abstract – Performance improvement four-point probe has been coated probes use conductive material silver (Ag). Coating use the technique of electroplating. This experiments to find the optimum voltage to the plating process on the quality of the plating. Other than in this experiments it also given information about effect of plating is done on probes to performance four-point probe tool. The first plating has been Cu thin film with a variety voltage. The variety of voltage is 1 to 5 volt. The temperature of KCN solution is 70 oC with concentration 30,2 gr/liter and time electroplating is 180 second. From characteristic of sheet resistivity, the smaller resistance of Cu thin film at 3 volt, this voltage is optimum voltage to the plating. Performance four-point probe, after probes plated in the same situation with Cu thin film (3 volt, 70 oC and 30,2 gr/liter) increased approximately 4,39%. Before be plated, this tool used to measure sheet resistivity of thin film NiFe get Rs = (36,18 ± 0,02) Ω/sq, but bas been plated, use to measure the same sample get R s = (34,59 ± 0,04) Ω/sq. Key words: sheet resistivity, four-point probe, electroplating. resistansi. Semakin besar luasan kontak, semakin besar pula sumbangan resistansi dari bagian sumbunya. Salah satu alternatif untuk melakukan perbaikan kinerja alat probe empat titik adalah dengan melakukan pelapisan pada kaki probe menggunakan bahan lain yang konduktivitasnya lebih baik, atau yang lebih dikenal orang penyepuhan (electroplating). Diantara bahan yang baik digunakan untuk melapisi adalah menggunakan perak (Ag) dan emas (Au). Penggunaan bahan perak pada penelitian ini didasari pada nilai konduktivitas perak yang cukup besar yaitu Keberhasilan penyepuhan σ = 6 , 29 × 10 7 / Ω m . ditentukan oleh beberapa parameter diantaranya tegangan elektroda, jarak antar elektroda, waktu penyepuhan, konsentrasi larutan elektrolit dan suhu larutan elektrolit. I. PENDAHULUAN Alat ukur probe empat titik (Four-Point Probe disingkat FPP) adalah salah satu jenis alat yang biasa digunakan untuk mengukur nilai resistivitas suatu bahan elektronika dalam bentuk lapisan tipis (thin film). Probe empat titik merupakan salah satu dari sekian banyak metode untuk mengukur nilai hambatan. Alat ukur ini sangat banyak aplikasinya di teknologi modern, selain itu juga berguna bagi dunia pendidikan khususnya pada praktikum fisika material. Khusus untuk praktikum fisika material di laboratorium fisika material UAD, bahan probe terbuat dari tembaga. Bahan ini cukup reaktif terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya (udara, kelembaban, dll) sehingga dalam jangka waktu tertentu unjuk kerjanya berbeda dari semula, terutama kemampuan probe untuk menghantarkan arus listrik menjadi kurang baik. Selain itu juga karena korosi yang dialami oleh kaki probe, mengingat proses penyimpanan alat yang ala kadarnya membuat kontak antara logam dan udara tidak bisa terelakkan lagi. Luas kontak antara kaki probe dan sampel yang diukur juga mempengaruhi hasil ukur Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI A. Konsep Elekrolisis Pada materi di sekolah menengah (SMA), elektrolisis adalah peristiwa penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah. Dalam sel elektrolisis energi listrik dapat menghasilkan reaksi kimia. Sel elektrolisis 6 mengukur resistansi dari titik kontak antara kabel dan sampel. Efek resistansi kontak ini dapat dihilangkan menggunakan alat probe empat titik. Skema alat probe empat titik sebagaimana yang tertampil pada gambar 1. berfungsi sebagai pompa untuk menjalankan perpindahan elektron yang mengalir dari anoda ke katoda. Elektron dialirkan melalui elektroda yang tidak bereaksi (inert). Biasanya digunakan batang karbon atau platina. Dalam elektrolisis, pada anoda terjadi oksidasi (melepaskan elektron) sedangkan pada katoda terjadi reduksi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses elektroplating, antara lain : a. Suhu Kenaikan suhu larutan menyebabkan larutan elektrolit menjadi bertambah encer, sehingga elektron menjadi lebih leluasa untuk bergerak. Selain itu, semakin tinggi suhu yang diberlakukan pada larutan (pada suhu ruangan hingga 100 oC), maka resistivitas keping dari lapisan semakin kecil. Perlakuan terhadap suhu larutan merupakan suplai berupa energi panas pada ion, sehingga energi kinetiknya meningkat[1]. b. Potensial elektroda Kenaikan tegangan akan meningkatkan jumlah atom yang terionisasi. Semakin tinggi potensial elektroda semakin mempercepat pelapisan sehingga lapisan semakin cepat tebal. c. Konsentrasi larutan Semakin besar konsentrasi larutan, semakin mempermudah penghantaran ion-ion dari anoda ke katoda. d. Waktu pelapisan Semakin lama waktu yang diberlakukan, semakin banyak ion-ion dari anoda yang menempel di katoda, sehingga lapisan akan semakin tebal. Gambar 1. Skema alat probe empat titik[2] III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Nilai resistivitas keping berbanding terbalik dengan kualitas daya hantar listriknya. Semakin kecil nilai resistivitas keping suatu lapisan, berarti lapisan tersebut memiliki daya hantar listrik yang baik. Besar nilai resistivitas bisa diperoleh dengan persamaan (1) ke dalam bentuk V = Rs V π I ln 2 I (2) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pada pengukuran menggunakan alat probe empat titik dengan kaki tanpa sepuhan (gambar 2) diperoleh nilai resistivitas dari lapisan tipis NiFe sebesar R s = (36 ,18 ± 0,02 ) Ω/sq. (1) C. Probe empat titik Probe empat titik merupakan perangkat yang digunakan secara luas dalam fisika untuk meneliti fenomena listrik khususnya pada teknologi lapisan tipis. Ketika sebuah lapisan/sampel diukur menggunakan metode pengukuran sederhana dengan dua buah kabel, secara tidak sengaja kita juga telah Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 π persamaan (2) dapat dianalogikan dalam bentuk persamaan garis lurus (3) y = ax + b Parameter yang digunakan adalah variasi tegangan penyepuhan. Langkah pertama adalah dengan melakukan penyepuhan pada lima buah lempeng tembaga (bahan sama dengan kaki probe) denga variasi tegangan 1 s.d. 5 volt. Nilai resistivitas dari kelima lempeng tersebut dihitung menggunakan persamaan (2). Diperoleh nilai resistivitas keping paling kecil. Dengan parameter yang sama dengan lempeng penyepuhan dilakukan pada keempat kaki probe. Nilai resistivitas keping dari lapisan tipis NiFe dihitungh menggunakan probe dengan kaki sebelum dan sesudah disepuh untuk mengetahui perbedaan kinerja alat probe empat titik. B. Resistivitas Keping Resistivitas merupakan parameter dasar untuk menentukan suatu bahan, apakah dia bersifat konduktor atau semikonduktor. Resistivitas keping berlaku untuk sistem dua dimensi, dimana lapisan tipis dianggap sebagai entitas dua dimensi. Hal ini senada dengan resistivitas yang digunakan dalam sistem tiga dimensi seperti pada gambar 8. Dalam sistem tiga dimensi biasa, resistansi dapat ditulis sebagai Dalam menentukan resistivitas keping (menggunakan persamaan (1)) yang terbuat dari bahan semikonduktor atau logam, maka perlu memperhatikan ketebalan dari bahan tersebut dan juga jarak antar kaki probe. Apabila lapisan sangat tipis dimana t lebih kecil dari s (jarak antar probe) maka arus yang mengalir tidak lagi berbentuk bola melainkan berbentuk cincin atau lingkaran. Rs = ln 2 Gambar 18. Kaki probe yang sebelum disepuh Dalam pencarian tegangan yang paling optimum untuk penyepuhan tidak langsung dilakukan penyepuhan pada kaki probe, tetapi penyepuhan 7 dilakukan terlebih dahulu pada pelat tembaga dengan berbagai macam variasi tegangan. Dalam hal ini penulis melakukan penyepuhan dengan variasi tegangan 1 s.d. 5 volt pada suhu 70 oC dan dengan waktu menyepuh selama 180 detik. Setelah dilakukan penyepuhan, pelat tembaga tersebut diukur resistivitas kepingnya menggunakan alat probe empat titik. Diperoleh nilai resistivitas keping seperti yang tampak pada tabel 1. 1,6 Tegangan (volt 1,4 1,2 Setelah disepuh 1 sebelum disepuh 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Arus (ampere) Gambar 3. Profil kurva V-I sebelum dan setelah disepuh Ag untuk salah satu data pengukuran. V. KESIMPULAN Tegangan yang optimum untuk melakukan penyepuhan pada penelitian ini adalah 3 volt. Hal ini dibuktikan dengan nilai resistivitas kepingnya yang kecil Rs = (1,17± 0,01) Ω/sq. Lapisan konduktif Ag pada kaki probe berperan efektif untuk memperbaiki kinerja alat probe empat titik. Terbukti setelah disepuh dan digunakan kembali untuk mengukur resistansi lapisan NiFe, hasil yang didapatkan berbeda. Semula Rs = (36 ,18 ± 0 ,02 ) Ω/sq menjadi Rs = (34 ,59 ± 0,04 ) Ω/sq, atau lebih kecil sekitar 4,39%. Hasil ini juga sesuai dengan nilai acuan resistivitas lapisan NiFe sebesar Rs = (34,30 ± 4,20) Ω/sq. Tabel 1. Data resistivitas lapisan Ag/Cu variasi tegangan penyepuhan Tegangan RS (Ω/sq) No. (volt) (1,61 ± 0,02) 1 1. (1,23 ± 0,02) 2 2. (1,17 ± 0,01) 3 3. (1,22 ± 0,03) 4 4. (1,24 ± 0,05) 5 5. Lapisan Ag/Cu yang memiliki resistivitas paling kecil adalah ketika penyepuhan dilakukan dengan tegangan 3 volt, yaitu sebesar R s = (1,17 ± 0,01) Ω/sq. Hal ini menunjukan bahwa elektron konduksi yang mengalir pada lapisan ini cukup lancar, tidak menemui banyak hambatan. Setelah kaki probe disepuh pada keadaan yang sama ketika didapat nilai R S terkecil pada pelat (V=3 volt, T=70 oC, t=180 detik) hasil penyepuhan dapat dilihat pada gambar 21, probe digunakan kembali untuk menghitung resistivitas keping pada lapisan tipis NiFe dan diperoleh Ω/sq. R s = ( 34 ,59 ± 0 , 04 ) PUSTAKA [1] Wijayanti, Tantri. 2008. Pengaruh Konsentrasi Larutan KCl Terhadap Struktur Mikro, Resistivitas dan Reflektansi Lapisan Au/Cu Hasil Deposisi dengan Metode Elektrodaposisi. Skripsi Fisika Univ. Ahmad Dahlan. Sedangkan nilai resistivitas lapisan NiFe yang digunakan sebagai acuan adalah Rs = (34,30 ± 4,20) Ω/sq. [3] [2] F.M. SMITH, 1957. Measurement of Sheet Resistivities with the Four-Point Probe ftp://savedonthe.net/pub/archive/temp/Bell/bstj/v ol37-1958/articles/bstj37-3-711.pdf [3] Toifur, Moh. 2006. Potensi multilapisan tipe superkekisi NiFe/Ag/NiFe dan Ag/NiFe/Ag/NiFe sebagai bahan sensor medan magnet lemah berbasis Gejala Magnetoresistansi Raksasa (GMR) Disertasi S-3 Fisika Universitas Gadjah Mada Gambar 2. Foto kaki probe setelah disepuh Hal ini membuktikan bahwa setelah probe disepuh dengan bahan konduktif Ag, kaki probe menjadi lebih mudah dalam menghantarkan arus listrik. Pengukuran RS pada lapisan NiFe menggunakan probe setelah disepuh juga menunjukkan akurasi yang cukup tinggi hanya berselisih sekitar 0,80% dari nilai RS lapisan NiFe yang dijadikan acuan, hasil yang lebih jelas seperti apa yang tampak pada gambar 3. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 8 EFEKTIVITAS PERCOBAAN FISIKA DALAM MENGURANGI SALAH KONSEP SISWA DENGAN METODE PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP METODE INKUIRI MANDIRI PADA MATERI PENGUKURAN KELAS VII SEMESTER GASAL SMP NEGERI 24 PURWOREJO TAHUN AJARAN 2009/ 2010 Windu Triyono, Moh.Toifur dan Zahara Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Kampus II, Jl.Pramuka 42, Yogyakarta 55161 [email protected] Intisari – Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan salah konsep antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing dengan metode inkuiri mandiri pada pokok bahasan pengukuran. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII semester gasal SMP Negeri 24 Purworejo tahun pelajaran 2009/2010. Sebagai sampelnya adalah kelas VIIF dan VIID. Sampel dibuat 2 kelompok yang dipilih dengan menggunakan teknik sample non-random sampling dengan pemilihan anggota populasi didasarkan pada nilai dan data–data lain diperoleh dari guru bidang studi. Nilai yang diperoleh pada kedua metode didasarkan pada perbedaan nilai pretest dan posttest. Pengujian instrumen meliputi uji validitas dengan teknik korelasi product moment, reliabilitas instrumen menggunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20) uji tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk prasarat analisis data dalam penelitian ini dilakukan uji normalitas dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Uji hipotesis digunakan rumus uji-t. Perhitungan dilakukan dengan program Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan salah konsep antara pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dan inkuiri mandiri yang dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa pada materi pengukuran. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai thitung sebesar 2,27 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan 62 adalah 1,98. Skor rata-rata prestasi belajar masing-masing kelompok menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model inkuiri terbimbing lebih tinggi dari pada prestasi belajar siswa yang menggunakan model inkuiri mandiri. Ini ditunjukkan dengan skor rata-rata post-test untuk kelompok inkuiri mandiri sebesar 24,6% dan skor rata-rata post-test untuk kelompok Inkuiri terbimbing sebesar 37,09% dengan demikian untuk mengurangi salah konsep pada pembelajaran pokok bahasan pengukuran lebih baik pembelajaran yang menggunakan model inkuiri terbimbing. Kata kunci: kelompok inkuiri terbimbing, kelompok inkuiri mandiri, prestasi belajar Abstract – Has done research that aims to identify any differences between the concept of learning by the method of inquiry guided by the method of self inquiry on the subject of measurement. The population in this study were students of VII semester of odd Purworejo Junior High School 24 school year 2009/2010. As the sample is VIIF and VIID class. 2 groups of samples made using a technique selected sample of non-random sampling with the selection of members of the population based on the values and other data obtained from studies teachers. Values obtained with these methods are based on differences in pretest and posttest values. Testing the validity of test instruments include the product moment correlation technique, reliability of the instrument using Kuder Richardson formula-20 (KR-20) test and the level of difficulty distinguishing. To prasarat data analysis in this study tested for normality by using the formula Chi-Square test and homogeneity using Bartlett test. Hypothesis testing used t-test formula. Calculations performed with the program Microsoft Excel. The results showed that there were any differences between the concept of guided inquiry model of learning and self inquiry which can be seen from the increase in student achievement on material measurement. This is demonstrated by the acquisition value of 2.27 while the TTable tcount at significant level 5% with 62 degrees of freedom is 1.98. Average score of learning achievements of each group showed that student achievement is guided inquiry model is higher than on student achievement using the model of independent inquiry. This is indicated by a mean score post-test for independent inquiry group of 24.6% and the average score for the group post-test 37.09% for an inquiry guided thereby to reduce the false concept of learning on the subject of better measurement of learning using the model of guided inquiry Key words: group guided inquiry, the independent inquiry, learning achievement kompromi yang paling optimal dalam proses pendidikan formal, yaitu hanya sebatas pada bagaimana caranya agar siswa dapat lulus ujian tanpa adanya pengertian konsep yang benar pada pembelajaran. I. PENDAHULUAN Fisika sebagai salah satu dari banyak yang dikatakan siswa sebagai pelajaran yang menjenuh, dan penuh dengan teori, sehingga terjadi salah konsep karena ini. Fisika sudah "terlanjur" menjadi bidang yang dianggap sulit, sehingga murid dan guru "bersepakat" mencari Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 9 Untuk mengetahui mana yang paling sedikit salah konsep antara strategi pembelajaran inkuiri kelas dengan metode inkuiri terbimbing dengan strategi pembelajaran inkuiri kelas dengan metode inkuiri mandiri di lihat dari peningkatan prestasi belajar siswa pada materi pengukuran. Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk:(1). Dapat dipakai sebagai bahan kajian untuk menentukan arah yang tepat dalam pemilihan strategi belajar yang dapat meminimalkan salah konsep bagi siswa khususnya materi pengukuran. (2). Dapat memberikan informasi pada guru dalam mengajarkan materi pengukuran agar siswa tidak salah konsep dengan menggunakan strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai. Menurut guru mata pelajaran Fisika SMP Negeri 24 Purworejo prestasi belajar siswanya masih tergolong rendah pada materi pengukuran karena minimnya pemahaman konsep fisika siswa terhadap materi, mereka puas dengan nilai–nilai yang mereka dapatkan walaupun nilai yang mereka dapatkan masih di bawah standar. Sedangkan permasalahan yang sering muncul pada pembelajaran fisika di kelas adalah rendahnya kemampuan siswa dalam mengamati objek, menggunakan alat dan bahan praktikum, serta mengkomunikasikan pemahaman konsep fisika yang didapat. Dengan strategi pembelajaran inkuiri, yaitu strategi pembelajaran inkuiri mandiri dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada inkuiri mandiri, dengan adanya LKS percobaan yang masih berbentuk resep, dimana siswa dituntut untuk dapat menemukan dan membuktikan sendiri konsep dengan percobaan. Kegiatan pembelajaran diawali percobaan, sehingga memunculkan masalah yang nantinya akan didiskusikan oleh siswa sehingga siswa dapat menemukan suatu konsep atau untuk membuktikan sendiri. Sedangakan pada inkuiri terbimbing siswa menemukan dan membuktikan konsep fisika dengan adanya bimbingan dan arahan dari guru. Di dalam strategi pembelajaran inkuiri terbimbing guru masih memberikan perannya berupa bimbingan dalam kegiatan siswa di dalam kelas sehigga salah konsep fisika dapat terhindari karena siswa langsung dapat bertanya pada guru dan pada strategi pembelajaran inkuiri mandiri, dengan adanya LKS yang menuntut siswa untuk membuktikan sendiri suatu peristiwa dengan melakukan analisis berupa pertanyaan, di mana guru sudah tidak terlalu memberikan bimbingannya, sehingga anak bebas untuk menemukan sendiri suatu konsep dari masalah yang telah disediakan. Menurut informasi yang di dapat dari guru mata pelajaran fisika SMP Negeri 24 Purworejo pada pokok bahasan pengukuran perlu siswa harus di tekankan pada penggunaan alat ukur dan perubahan bentuk satuan ke bentuk satuan besaran lain. Siswa juga diharapkan dapat menggunakan alat ukur dan dapat membaca dengan tepat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: (1). Apakah pada pelajaran fisika masih terdapat salah konsep?(2). Mengapa ada salah konsep fisika pada materi pengukuran yang terjadi pada siswa?(3). Apakah inkuiri terbimbing dan inkuiri mandiri dapat mengurangi salah konsep fisika pada materi pengukuran?(4). Manakah yang lebih baik untuk meningkatkan prestasi belajar fisika antara pembelajaran dengan inkuiri terbimbing dengan inkuiri mandiri? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan: (1). Untuk mengetahui perbedaan salah konsep antara strategi pembelajaran inkuiri kelas dengan menggunakan strategi inkuiri terbimbing dan strategi inkuiri mandiri di lihat dari peningkatan prestasi belajar siswa pada materi pengukuran. (2). Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. KAJIAN PUSTAKA Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran fisika, yaitu:1) Metode inkuiri adalah metode yang dipakai dalam proses belajar IPA Fisika dalam arti luas karena metode ini merupakan metode dasar pada strategi yang berlandaskan metode ilmiah. 2). Metode demonstrasi adalah Metode yang dilakukan dengan mempertunjukkan suatu kejadian sains atau proses yang dapat mengilustrasika dan dapat menciptakan ide–ide nyata yang dapat memandu partisipasi siswa untuk berpikir di dalam proses belajar mengajar. 3). Metode eksperimen atau metode laboratorium adalah Metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian bahwa teori yang sudah dibicarakan itu benar[6]. Metode eksperimen atau metode laboratorium adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang dibicarakan itu benar. Metode ini sering disebut metode laboratorium, karena percobaan biasanya dilakukan dalam laboratorium[7]”. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen harus mempunyai tahapan, yaitu persiapan eksperimen, pelaksanaan eksperimen, dan tindak lanjut eksperimen[1]”. Metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu 1). Eksperimen terbimbing yaitu kegiatan praktikum di laboratorium yang seluruh jalanya percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa, langkah–langkah yang harus di buat siswa, perlatan yang harus di gunakan, apa yang harus di amati dan harus diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal [5]”. Guru bertindak sebagai penasihat bagi siswa mengenai apa dan bagaimana belajar, tetapi keputusan terakhir ditentukan oleh siswa itu sendiri [3]”. Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen ini, guru mempunyai peran yang sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah: a). Memilih eksperimen apa yang harus ditugaskan kepada siswa. b). Merencanakan langkah–langkah percobaan seperti: apa tujuannya, peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan 10 apa kesimpulannya. c). Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada saat siswa mencoba semua siap dan lancar. d). Pada saat percobaan guru berkeliling melihat bagaimana siswa melakukan percobaannya dan memberikan masukan kepada siswa[5]”. Sedangkan tugas siswa dalam eksperimen terbimbing adalah sebagai berikut: a). Membaca petunjuk praktikum dengan teliti. b). Mencari alat yang digunakan. c). Merangkaikan alat–alat sesuai dengan skema percobaan. c). Mulai mengamati jalannya percobaan. d). Mencatat data yang diperlukan. e). Mendiskusikan dengan kelompok untuk mengambil kesimpulan dari data yang ada. f). Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan. g). Dapat juga mempresentasikan percobaanya di depan kelas. Keunggulan dari eksperimen ini adalah kegiatan praktikum yang dilakukan siswa lebih terarah karena adanya lembar kerja yang berisikan petunjuk dalam melakukan percobaan. Adapun kelemahan dari eksperimen ini adalah kreatifitas yang ada dalam diri siswa tidak dapat tergali karena siswa mengandalkan guru untuk membimbingnya dalam belajar. 2). Eksperimen bebas atau eksperimen mandiri yaitu kegiatan praaktikum di laboratorium dimana guru tidak memberikan petunjuk secara rinci, siswa harus lebih banyak berfikir sendiri, apa yang harus diamati, diukur dan dianalisis serta disimpulkan [5]”. inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa (student-centered-strategi) dimana kelompokkelompok siswa kedalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas [4]”. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered). Dikatakan demikian, karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa sangat berkaitan erat dengan kegiatan belajar yang dilakukan. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh pelajaran yang lazimnya ditujukan dengan nilai atau angka tes yang diberikan oleh guru [2]. Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1). Tidak ada perbedaan antara penguasaan konsep siswa yang diajar menggunakan startegi pembelajaran inkuiri kelas antara percobaan terbimbing dengan percobaan mandiri (H0). 2). Ada perbedaan antara penguasaan konsep siswa yang diajar menggunakan startegi pembelajaran inkuiri kelas antara percobaan terbimbing dengan percobaan mandiri (H1) dilakukan berdasarkan patokan yang telah ditentukan seperti nilai dan data–data lain dari guru bidang studi. Kelas yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah kelas VII F dan kelas VII D. Kelas VII F sebagai kelas yang diajar dengan strategi pembelajaran inkuiri kelas dengan percobaan terbimbing dan kelas VII D sebagai kelas yang diajar dengan strategi pembelajaran inkuiri kelas percobaan mandiri yang dijadikan sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini variabel penelitian dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1). Variabel tetap dalam penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada materi pengukuran siswa kelas VII F SMP Negeri 24 Purworejo. 1). Variabel manipulasi dalam penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan menggunakan metode inkuiri Terbimbing. 3). Variabel respon dalam penelitian ini adalah efektifitas percobaan dalam mengurangi salah konsep pada siswa. d).Variabel kontrol pada penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan menggunakan metode inkuiri mandiri. Pelaksanaan penelitian dilakukan di kelas VII semester genap SMP Negeri 24 Purworejo Tahun Ajaran 2009/2010. Desain penelitian yang digunakan dalam bentuk matrik dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 1. Desain Penelitian Kelompok Eksperimen Kontrol Tes Y1 Y2 Dalam penelitian ini metode tes yang digunakan adalah tes prestasi (achievement test), yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Metode tes dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali. Tes yang pertama dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Tes kemampuan awal siswa ini diketahui dengan mengambil nilai hasil ulangan harian siswa. Kemudian dilakukan tes akhir untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa yaitu post-test IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok yang di bandingkan, yaitu kelompok yang di ajar dengan metode inkuiri terbimbing dan kelompok siswa yang di ajar dengan metode inkuiri mandiri. Dari hasil penelitian di peroleh skor pada saat nilai awal kelompok inkuiri mandiri skor terendah adalah 4, skor tertinggi sebesar 13 dan rata-rata sebesar 10,4. Pada post-test di peroleh skor terendah sebesar 8, skor tertinggi sebesar 17 dan rata-rata sebesar 12,9. Sehingga pada inkuiri mandiri mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,5. Pada inkuiri terbimbing skor terendah adalah 5, skor tertinggi sebesar 15 dan rata- III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 64 dan terbagi menjadi 2 kelas Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sample non-random sampling karena pangambilan sampel anggota populasi Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Perlakuan Pembelajaran fisika materi Pengukuran dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing (X1) Pembelajaran fisika materi Pengukuran dengan menggunakan metode inkuiri mandiri (X2) 11 rata sebesar 10,5. Pada post-test di peroleh skor terendah sebesar 8, skor tertinggi sebesar 18 dan ratarata sebesar 14,4. Sehingga pada inkuiri terbimbing mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,9. Dapat di lihat dengan nilai rata-rata antara kedua kelompok inkuiri tetapai hasil rata-rata skor post-test berbeda, selengapnya dapat di lihat pada tabel di bawah. Tabel 2. Diskripsi Data Nilai awal Perlakuan Post-test − Kelas dengan pembelajaran inkuiri mandiri − Kelas dengan pembelajaran inkuiri terbimbing X =10,4 X =10,5 Tabel 4. Uji homogenitas kemampuan awal berupa nilai awal Ringkasan hasil uji homogenitas variabel Y selisih − ∆x= 2,5 − ∆x= 3,9 X= 12,9 X = 14,4 Inkuiri Inkuiri Inkuiri Mandiri Terbimbing Mandiri 7,05 7,85 9,55 5,20 χ 2 hitung χ 2 tabel 11,070 11,070 11,070 11,070 Taraf signifikan dk Status 5% 6 Normal 5% 6 Normal 5% 6 Normal 5% 6 Normal 2 χ hitung χ 2 tabel db Distribusi 1 Homogen 2 χ hitung sebesar 5% 2 χhitung 0,48 2 χ tabel db 3,841 1 2 χ hitung Distrib usi Hom ogen sebesar 0,48 sedangkan untuk χ pada taraf 5% dan db1 sebesar 3,841 sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan uji homogen secara lengkap dapat dilihat dalam lampir. Untuk analisis uji-t digunakan hasil dari post-test. Uji-t digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan penguasaan konsep antara siswa yang diajar menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan yang diajar menggunakan strategi pembelajaran inkuiri mandiri. Berdasarkan hasil analisis dan uji persyaratan analisis yang ada, maka pengujian hipotesis dapat dilakukan. Ringkasan hasil analisis uji-t antara kelas inkuiri terbimbing dengan kelas inkuiri mandiri dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut : Tabel 6. Ringkasan hasil uji-t kemampuan akhir siswa Harga Data thitung ttabel Post-test 2,2696 1,671 Untuk menguji kemampuan akhir (post-test) menggunakan uji-t didapatkan harga thitung = 2,2696 > ttabel = 1,671, sehingga H0 ditolak dan menerima H1 “Ada perbedaan pengajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan strategi pembelajaran inkuiri mandiri terhadap penguasaan konsep fisika pokok bahasan pengukuran ”. Dari hasil penelitian diperoleh adanya perbedaan antara pengajaran menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan strategi pembelajaran inkuiri mandiri terhadap penguasaan konsep fisika pokok , maka sampel berdistribusi tak normal. Data diatas menunjukkan bahwa sampel data nilai awal maupun post-test untuk kelompok inkuiri terbimbing dan kelompok inkuiri mandiri, berdistribusi normal. 1. Uji homogenitas Dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Bartlet pada persamaan (21). Ringkasan uji homogenitas adalah sebagai berikut: Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Taraf Signifikan 2 tabel maka sampel berdistribusi ≥ 3,84 1 Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai Kriteria pengujian untuk uji normalitas adalah jika normal. Jika 0,01 2 χ tabel 0,01 sedangkan untuk χ pada taraf 5% dan db1 sebesar 3,841 sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen. Tabel 5. Uji homogenitas kemampuan akhir berupa nilai post-test Ringkasan hasil uji homogenitas variabel Y Post-test Terbimbing 2 tabel 5% Y Inkuiri χ Y Vari abel Nilai awal ≤ 2 χhitung 2 tabel Tabel 3. Ringkasan hasil perhitungan uji nomalitas data 2 χ hitung Taraf Signifikan Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai 1. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kenormalan data sampel. Rangkuman hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Variabel Vari abel 12 bahasan pengukuran di SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari hasil pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh harga thitung = 2,2303, sedangkan dari tabel distribusi t dengan taraf signifikan α = 5% dan dk = 64 diperoleh nilai t = 1,9841. Karena thitung > ttabel maka berlaku H1, yaitu ada perbedaan pengajaran menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri mandiri terhadap penguasaan konsep fisika pokok bahasan pengukuran di SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010. Mengacu pada tujuan penelitian yang hendak dicapai dan dari hasil analisis data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata skor siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 14,438 dan rata-rata siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri mandiri adalah 12,9375 yang artinya rata-rata skor siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dari ratarata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri mandiri. Siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing lebih cepat memahami materi yang diajarkan, mungkin hal ini disebabkan karena guru masih memberikan langkah-langkah percobaan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk menemukan konsep sendiri konsepnya. Siswa menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. Sehingga mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpikir secara kritis. Sedangan pada strategi pembelajaran inkuiri mandiri, dimana siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep, guru tidak berperan sebagai fasilitator namun sebagai pengawasi selama proses pembelajaran. Siswa jadi merasa sukar karena tidak adanya gambaran atau langkah-langkah dalam pecobaan. Siswa yang pandai cenderung lebih dominan untuk belajar sedangkan yang lain hanya melihat ataupun mengikuti saja. Kerja sama kelompok menjadi sangat susah karena hanya mengandalkan yang pandai saja dalam pembelajaran. Rasa untuk berpikir kritis dan aktif tidak ada dalam pembelajaran karena siswa sudah merasa sukar membayangkan pembelajaran. belajar siswa yang menggunakan metode inkuiri terbimbing lebih tinggi dari prestasi belajar yang menggunakan metode inkuiri mandiri yang ditunjukkan dengan perolehan skor rata-rata post-test untuk kelompok inkuiri terbimbing mengalami kenaikan sebesar 37,0999% sedangkan skor rata-rata post-test untuk kelompok inkuiri mandiri sebesar 24,6988%. Dengan demikian lebih baik pembelajaran yang menggunakan metode inkuir. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penulisan ini penulis banyak sekali mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:. 1. Bapak Dr. Moh. Toifur, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan laporan ini 2. Bapak Purwono, S.Pd. MM selaku kepala sekolah SMP N 24 Purworejo yang telah memberi ijin dan fasilitasnya untuk melakukan penelitian ini. 3. Bapak Purwoyuono, S.Pd. selaku guru bidang studi IPA Kelas VII SMP N 24 Purworejo yang telah membantu dalam penelitian. PUSTAKA [1] Anwar. 2005. “Efektifitas Penggunaan Model Mengajar Lihat-Kerjakan-Dengan dan Model Mengajar Eksperimen terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Usaha pada SMP Negeri 4 Bringisan Batang”.(skripsi). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. [2] Depdiknas. 2003. Standar kompetensi Fisika Siswa SMA dan MA. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. [3] Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara : Jakarta [4] Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta [5] Paul, Suparno. 2007. Metode Pembelajarn Fisika Kontruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma [6] Supriyadi. 2006. Kajian Management dan Teknologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Pustaka Tempel Sari [7] Supriyadi. 2006. Panduan untuk Merancang Eksperimen Sederhana. Yogyakarta: Juridik Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1). Ada perbedaan salah konsep antara pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dan inkuiri mandiri yang dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa pada materi pengukuran kelas VII semester gasal SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai thitung sebesar 2,2696 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 62 adalah 1,9841. 2). Skor rata-rata prestasi belajar masing-masing kelompok menunjukkan bahwa prestasi Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 13 KAJIAN TENTANG TEKNIK PENENTUAN MUATAN PARTIKEL Suparno Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Intisari - Sampai saat ini belum ditemukan alat ukur yang dapat dipergunakan untuk mengukur muatan pada sebuah partikel. Amperemeter hanya dapat dipergunakan untuk menentukan muatan yang mengalir per satuan waktu, namun tidak dapat dipergunakan untuk menentuan muatan yang ada pada sebuah pertikel. Banyak guru, dosen Fisika apalagi mahasiswa yang tidak bisa menjawab ketika ditanya bagaimana cara menentukan muatan partikel? Padahal ada beberapa teknik yang bisa dipergunakan untuk menentukan muatan partikel tersebut, namun belum masuk ke dalam kurikulum dan buku-buku fisika. Muatan yang ada pada sebuah partikel dapat ditentukan dengan menggunakan teknik Elektroforesis, Laser Doppler Elektroforesis (LDE), atau Phase Analysis Light Scattering (PALS). Elektroforesis adalah proses bergeraknya partikel bermuatan di bawah pengaruh medan listrik. Dengan mengamati gerak partikel di bawah pengaruh medan listrik maka muatan partikel tersebut bisa ditentukan. LDE memanfaatkan perubahan frekuensi cahaya terhambur oleh partikel bermuatan untuk menciptakan efek Doppler. Muatan partikel ditentukan dengan menganalisis frekuensi layangan dari efek Doppler tersebut. Sedang PAL memanfaatkan perubahan fase dari cahaya terhambur untuk menentukan muatan partikel. Keywords : electrophoresis, laser Doppler Electrophoresis, phase analysis light scattering, charge determination 1. Peran muatan dalam produk industri Berbagai macam produk industri dalam bentuk larutan seperti produk minuman, obat-obatan, cat, tinta, dan bahan pewarna perlu memiliki stabilitas yang tinggi. Produk minuman yang mudah mengalami agregasi atau sedimentasi akan kehilangan daya tarik karena warnanya yang tidak homogen lagi. Dalam konteks produk obatanobatan heterogenitas boleh jadi membahayakan. Bila terlalu kental membahayakan pasien yang meminumnya karena kandungan obatnya melebihi yang seharusnya. Bila terlalu encer obat tersebut kehilangan khasiatnya karena kandungan obatnya kurang dari semestinya. Begitu pula dalam produk cat, tinta maupun bahan pewarna stabilitas sangat penting untuk menjaga kualitas produk. Stabilitas produk dalam bentuk larutan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pemberi muatan (charging agent) ke dalam larutan.1 Muatan tersebut akan melakukan adsorpsi ke permukaan partikel bahan minuman, bahan cat, bahan tinta atau yang lainnya sehingga pada pertikel tersebut terbentuklah lapisan ganda listrik (electric double layer).2 Ketika satu partikel bergerak mendekati partikel lain, maka sebelum permukaan partikel saling bersentuhan lapisan ganda listrik kedua pertikel tersebut sudah saling berinteraksi, saling tumpang tindih (overlap), sehingga muncul gaya tolak lapisan ganda listrik.3-4 Gaya inilah yang mencegah partikel melakukan agregasi yang pada akhirnya menghambat terjadinya sedimentasi. Disamping itu permukaan partikel yang memiliki muatan sejenis akan saling menolak dengan gaya tolak Coulomb. Untuk mendapatkan gaya tolak yang optimum untuk mencegah terjadinya agregasi, maka besar muatan di permukaan partikel harus menghasilkan gaya tolak yang seimbang dengan gaya tariknya. Dalam konsteks sedimentasi, maka gaya tolak antar permukaan partikel harus bisa mengimbangi gaya gravitasi bumi. Untuk mendapatkan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 14 besar muatan di permukaan partikel yang optimum, maka muatan di permukaan partikel harus bisa dikontrol dalam arti bisa ditentukan. 2. Teknik penentuan muatan partikel Dalam dunia koloid dikenal adanya empat macam fenomena elektrokinetik, yakni elektroforesis (electrophoresis), elektroosmosis (electroosmosis), potensial aliran (streaming potential) dan potensial sedimentasi (sedimentation potential).1-4 Elektroforesis adalah proses bergeraknya partikel koloid bermuatan di dalam larutan karena pengaruh medan listrik. Elektroosmosis adalah proses bergeraknya cairan elektrolit, relatif terhadap permukaan bermuatan yang dalam keadaan diam (a stationary charged interface), di bawah pengaruh medan listrik. Potensial aliran adalah medan listrik yang dihasilkan karena adanya larutan elektrolit dipaksa mengalir melalui satu permukaan yang bermuatan yang dalam keadaan diam. Potensial sedimentasi adalah medan listrik yang dihasilkan saat partikel-partikel bermuatan bergerak relatif terhadap cairan elektrolit yang dalam keadaan diam. Dari keempat fenomena di atas Elektroforesislah yang kemudian dikembangkan sebagai teknik penentuan muatan partikel. Teknik ini kemudian dikembangkan lebih jauh menjadi Laser Doppler Electrophoresis (LDE) dan Phase Analisis Light Scattering (PALS). 3. Elektroforesis Seperti telah disinggung di atas elektroforesis adalah proses bergeraknya partikel bermuatan di bawah pengaruh medan listrik. Dengan mengamati gerak partikel di bawah pengaruh medan listrik maka muatan partikel tersebut bisa ditentukan. Instrumentasi elektroforesis sangat sederhana seperti dicantumkan dalam Gambar 1. Partikel bermuatan yang bergerak di bawah pengaruh medan listrik akan mendapatkan dua gaya sekaligus yakni gaya elektrostatik (electrostatic force) dan gaya gesek larutan (viscus force).4 Gaya gesek larutan selalu menentang arah gerak partikel dan besarnya sebanding dengan kecepatan gerak partikel. Artinya semakin cepat geraknya semakin besar gaya gesek yang melawan geraknya. Gaya elektrostatis, Fe pada partikel yang bermuatan q yang berada di bawah pengaruh kuat medan listrik E diberikan oleh Fe = qE. Sedang gaya gesek larutan, Fv diberikan oleh Fv = 6πηRv dengan η viskositas larutan, R radius partikel, dan v kecepatan partikel. V v x1 v x ∆x = x2-x1 ∆t = t2-t1 d (A) ∆ x v= ∆ /∆ (B) E=V/d Gambar 1 (A) kuat medan listrik dan (B) kecepatan partikel Gaya elektrostatik, Fe itu akan mempercepat gerak partikel, sehingga kecepatan partikel meningkat. Peningkatan kecepatan partikel diikuti peningkatan gaya gesek, sehingga dalam beberapa saat akan terjadi kesetimbangan antara gaya-gaya yang bekerja pada pertikel. Artinya resultan gaya pada saat itu sama dengan nol, sehingga ∑F =F e + Fv = 0 Memasukkan nilai masing-masing gaya yang bekerja akan diperoleh qE − 6πη Rv = 0 Dari persamaan itu kita dapatkan besar muatan partikel q= 6πηRv E Viskositas, η dan radius partikel, R besarnya tertentu, sehingga muatan partikel bisa ditentukan bila kecepatan partikel, v dan kuat medan listrik, E bisa ditetapkan terlebih dahulu. Dalam hal ini penentuan kecepatan dilakukan dengan mengamati gerak partikel dengan menggunakan lup. Pertama ditentukan jarak perpindahan, ∆x lalu diukur waktu, ∆t yang diperlukan partikel untuk menempuh jarak tersebut. Kecepatan rata-rata partikel dihitung dengan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 15 _ v= ∆x ∆t Sedang kuat medan listrik, E ditentukan dari persamaan E= V d Dengan tegangan V diukur dengan menggunakan voltmeter, dan jarak antar kedua elektroda d diukur dengan menggunakan penggaris atau alat ukur jarak yang lain. Karena kuat medan listrik E dan kecepatan partikel v dapat dihitung, maka muatan q pada partikel koloid tersebut dapat ditentukan. 4. Laser Doppler Electrophoresis Ada dua fenomena penting yang terjadi ketika seberkas sinar dihamburkan oleh partikel-partikel koloid yang bergerak di dalam larutan. Kedua fenomena tersebut adalah terjadinya fluktuasi intensitas cahaya terhambur dan terjadinya pergeseran frekuensi. Intensitas cahaya terhambur yang dihamburkan oleh partikel-partikel yang mengalami gerak Brown berfluktusi terhadap waktu. Studi tentang fluktusi intensitas terhadap waktu dapat dipergunakan untuk melakukan estimasi terhadap dinamika partikel penghambur termasuk ukuran dan valume partikel. Studi tentang dinamika partikel penghambur tersebut disebut sebagai dynamic light scattering.4-5 Dalam kajian tentang spektrum tenaga dari cahaya terhambur, adanya gerak Brown atau gerak difusi menyebabkan pelebaran spektrum tenaga cahaya terhambur, tetapi puncaknya masih tetap berada pada frekuensi yang sama dengan frekuensi tenaga cahaya datang. Namun bila disamping mengalami gerak Brown partikel-partikel juga mengalami gerak elektroferesis, maka spectrum tenaga akan mengalami pergeseran. Hal tersebut dapat diamati dengan jalan melakukan interferensi antara cahaya terhambur dengan cahaya aslinya yang tidak mengalami hamburan yang berfunngsi sebagai osilator lokal, sehingga terbentuk efek Doppler. Interferensi kedua berkas sinar tesebut akan membentuk layangan dengan frekuensi layangan (beat frequency) sama dengan pergeseran frekuensi Doppler. Gambar 2 menunjukkan secara skematis instrumentasi EDL yang memanfaatkan crossing beams untuk menghasilkan efek Doppler.4 I (ω ) = 3 1 6 4 2 + 7 8 Gambar 2. Diagram instrumentasi EDL: 1. laser, 2. prisma ganda 3. cermin, 4. cuvette 5.elektroda, 6. beam stopper,7. detector, 8. spectrum Gerak difusi partikel-partikel penghambur akan menyebabkan konsentrasi partikel pada satu elemen volume juga mengalami perubahan terhadap waktu. Hubungan antara perubahan konsentrasi partikel dengan difusi partikel diberikan oleh Hukum Fick II tentang difusi. δC ( x, t ) δ 2 C ( x, t ) =D δt δx 2 Dengan C(x, t) konsentrasi partikel pada posisi x dari titik acuan pada waktu t dan D adalah koefisien difusi translasi. Fungsi korelasi diri orde pertama dari fluktuasi intensitas cahaya terhambur oleh adanya fluktuasi intensitas diberikan oleh g 1 ( k ,τ ) = exp( − Dk 2τ ) Dengan τ waktu tunda (delay time) dan k vektor hamburan. Vektor hamburannya sendiri diberikan oleh 4πn 3 1 2 Dk 2 ω 2 + (Dk 2 ) 2 δC ( x , t ) δ 2 C ( x, t ) δC ( x, t ) =D +v 2 δt δx δx Dengan v kecepatan partikel yang bersifat konstan. Fungsi korelasi diri orde pertamanya Diberikan oleh g 1 ( k ,τ ) = epx ( −ikvτ ) exp( − Dk 2τ ) Trnsformasi Fourier fungsi korelasi diri di atas menghasilkan spectrum tenaga 2 Dk 2 I (ω ) = (ω + kv )2 + Dk 2 2 ( ) Elektroda1 θ ki θ/2 3 θ θ exp( − Dk 2 ) exp( −iωt ) dτ Persamaan di atas menunjukkan bahwa spektrum tenaganya berpusat pada frekuensi ω dengan setengah lebar pada posisi setengah tingginya (half-width at half-height) diberikan oleh Dk2. Jika partikel selain mengalami gerak Brown juga mengalami gerak lain dengan kecepatan konstan seperti gerak elektroforesis atau gerak karena adanya konveksi termal, maka fluktuasi konsentrasi partikelnya dapat dituliskan sebagai berikut sin( ) λ 2 Dalam hal ini θ sudut hamburan, λ panjang gelombang cahaya di ruang hampa, dan n indeks bias larutan. Pada umumnya sudut hamburan didefinisikan sebagai sudut antara cahaya datang dengan cahaya terhambur. Namun untuk sistem yang menggu nakan crossing beam sudut hamburan didefinisian sebagai sudut antara kedua berkas sinar yang saling bersilangan. Gambar 3. menunjukkan sudut hamburan dua buah sistem yang berbeda. 1 ∞ −∞ I (ω ) = 3 k= ∫ dengan ω sebagai frekuensi radial dari cahaya datang. Solusi persamaan di atas adalah 5 5 1 2π 1 2 4 vecos θ/2 θ/2 θ/2 ve ks k Elektroda2 Gambar 4. Komponen kecepatan elektroforesis searah dengan vektor hamburan Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa spektrum tenaga cahaya terhambur dibandingkan dengan cahaya datang mengalami pergeseran sebesar kv, yakni dari ω menjadi ω +kv. Jika gerak kolektif yang bersifat konstan itu hanya disebabkan oleh elektroforesis, kecepatan konstan partikel tersebut dapat ditulis sebagai θ v = v e cos( ) 2 4 Gambar3. Definisi sudut hamburan: (A) untuk sistem hamburan biasa dan (B) untuk sistem hamburan yang mempergunakan crossing beam. 1. Cahaya datang, 2. Cahaya terhambur, 3. Daerah hamburan, 4. Detektor Transformasi Fourier dari fungsi korelasi diri di atas adalah Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 16 Dengan ve kecepatan elektroforesis yang selalu tegak lurus pada kedua elektroda, µ mobilitas elektroforesis, dan E kuat medan listrik. Gambar 4. menunjukkan komponen kecepatan elektroforesis ve cos θ/2 yang searah dengan vektor hamburan k. Dengan memasukkan nilai komponen kecepatan elektroforesis yang searah dengan vektor hamburan ve cos θ/2, maka dipeeroleh I (ω ) = 2 Dk 2 2 θ ⎞ ⎛ 2 ⎜ ω + kve cos( ) ⎟ + Dk 2 ⎝ ⎠ ( ) 2 Gambar 5. Spektrum tenaga (A) Pelebaran karena difusi dan (B) Pergeseran frekuensi karena gerak elektroforesi Secara grafis pelebaran spectrum tenaga karena adanya gerak difusi dan pergeseran spectrum tenaga yang disebabkan oleh gerak elektroforesis bisa dilihat dalam Gambar 5. Dengan mendapatkan frekuensi layangan atau pergeseran frekuensi di atas yakni ∆ω, maka v bisa dihitung karena ∆ω=kve cos (θ/2). Vektor hamburan k dan sudut hamburan θ besarnya tertentu, sehingga dengan menentukan ∆ω kecepatan elektroforesis bisa dihitung. Karena kecepatan elektroforesis v bisa dihitung dan kuat medan listrik E bisa ditentukan, maka muatan partikel yang ada dipermukaan koloid, k dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan q= 6πη Rv E Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 4. Phase Analysis Light Scattering Phase Analysis Light Scattering (PALS)5 merupakan pengembangan dari LDE. PALS memiliki kemampuan mengamati mobilitas partikel sampai 2-3 orde lebih kecil dari LDE.4-6 PALS memanfaaatkan kenyataan bahwa partikel yang dalam keadaan diam berada di dalam pola-pola interferensi yang bergerak (interference moving fringes) menghamburkan cahaya dengan fase yang mengalami pergeseran (sedikit perubahan). Pergeseran fase ini berhubungan dengan posisi partikel di dalam pola-pola interferensi yang bergerak tersebut. Sehingga purubahan pergeseran fase per satuan waktu dapat dihubungkan dengan perubahan posisi per satuan waktu alias kecepatan. Bila gerak partikel di dalam pola-pola interferensi tersebut disebabkan karena elektroforesis, maka kecepatan partikel yang diperoleh adalah kecepatan elektroforesis. Sedang dari kecepatan elektroforesis tersebut muatan partikel yang mengalami gerak elektroforesis dapat ditentukan. Gambar 6 menunjukkan instrumentasi PALS yang memanfaatkan beam crossing untuk menimbulkan pola-pola interferensi yang bergerak (interference moving fringes).4,7 Gambar 6. Diagram instrumentasi PALS: 1. laser, 2. lensa 3. cermin, 4. Bragg cell, 5.prisma, 6. elektroda,7. cuvette, 8. Pengontrol suhu, 9. Beam stopper, 10. fiber optic probe, FG: Function Generator, PMT: Photomultiplier tube, LIA: Lock-in Amplifier, SSBM: Single Side Band Modulator, PC: Personal Computer Untuk menghasilkan moving interference fringes dua berkas sinar dengan sumber yang sama dilewatkan pada dua buah Bragg cell yang berfungsi untuk menggeser frekuensi satu berkas dengan frekuensi 80 MHz dan berkas sinar lain dengan frekuensi 80 MHz plus 2kHz. Perbedaan pergeseran frekuensi yang kecil ini akan menjadi frekuensi pola-pola interferensi yang terbentuk di dareah hamburan.4,7 Sebuah partikel pada saat t = 0 berada pada posisi x(0) = 0. Pertikel tersbut kemudian bergerak melintasi pola=pola interferensi yang bergerak. Jika pada saat t = 0 partikel menghamburkan cahaya dengan pergeseran fase sebesar φo dan pada saat t pergeseran fasenya teramati sebesar φ1, maka perubahan 17 pergeseran fase yang terjadi pada saat partikel bergerak dari waktu 0 ke t adalah Q(t) −Q(0) = A k(vk + φ1 − φ0 = k (x(t) − x(0)) = x(t) Suku pertama dari rusa kanan adalah kecepatan yang merupakan sumbangan dari konveksi termal, vk, sedang suku ke dua adalah kecepatan yang merupakan sumbangan dari elektroforesis yang besarnya dengan k sebagai vektor hamburan. Dari persamaan tersebut maka kita bisa mendapatkan pergeseran fase per satuan waktu sebanding dengan perubahan posisi per satuan waktu atai kecepatan v. dx (t ) d φ (t ) =k dt dt ve = Ruas kanan persamaan di atas bisa diperluas untuk mengakomodasi sumbangan dari berbagai jenis gerak misalnya gerak difusi, gerak elektroforesis dan gerak konveksi termal. Dalam hal ini maka persamaan tearsebut berubah menjadi digerakkan oleh proses d φ (t ) dx (t ) =k = kv e (t ) = kµE (t ) dt dt Dalam hal ini kecepatan elektroforesis sama dengan mobilitas elektroforesis dikalikan dengan kuat medan listrik atau ve=µE(t). Untuk medan listrik yang bersifat sinusoidal maka pergeseran fase per satuan waktunya adalah d φ (t ) = kµE 0 sin(ω o t + φ ) dt dengan E0 sebagai kuat medan listrik maksimal. Untuk menentukan besar besarnya perubahan pergeseran fase oleh Miller diperkenalkan besarna baru yakni perubahan fase berbasis amplitude (amplitude-weighted phase change) δQ yang didefinikan sebagai δQ = A(t )δφ Integrasi secara temporal amplitude-weighed phase change akan memberikan amplitude-weighed phase difference (AWPD) t t dφ Q(t ) − Q(0) = ∫ A(t ) dt = ∫ A(t )kµE sin(w t + ϕ )dt e dt 0 0 Nilai AWPD rata-rata secara temporal selama beberapa kali siklus medan listrik yang identik E(t) dapat dituliskan sebagai t A kµE 0 cosϕ−cos(ω t+ϕ) Q(t)−Q(0) =A(t)kµE ∫ sin(w t+ϕ)dt= 0 e e ω 0 Sumbangan gerak Brown terhadap perubahan posisi per satuan waktu untuk interval waktu ∆t misalnya akan sama dengan nol karena sifat geraknya yang random. Yang mungkin memberikan kontribusi terhadap perubahan posisi per satuan waktu yang berarti juga terhadap perubahan pergeseran fase adalah gerak karena konveksi termal dan gerak elektroforesis, sehingga nilai rata-rata AWPD untuk interval waktu tertentu adalah ( Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 µE0 (cosϕ − cos(ω e t + ϕ ) . ω Secara praktis bila nilai rata-rata AWPD bisa ditentukan, maka kecepatan elektroforesis bisa ditentukan, sehingga besar muatan partikel, q yang mengalami gerak elektroforeisis dapat ditentukan pula. 5. Kesimpulan Penentuan ukuran partikel yang selama ini belum difahami oleh banyak dosen, guru, dan mahasiswa fisika telah diuraikan dengan ringkas namun mudah dimengerti. Bahkan yang menggunakan teknik elektroforesis secara praktis dapat dilakukan oleh guru dan mahasiswa. Alatnya mudah dibuat dan mekanisme penentuan muatannyapun mudah dilakukan. Untuk penentuan muatan yang lebih kecil dapat dipergunakan teknik yang lebih canggih yakni Laser Dppler Electrophoresis dan Phase Analysis Light Scattering. 6. Daftar Pustaka 1. Myers, D., Surfaces, Interfaces, and Colloids Principles and Applications, Wiley-VCH, New York (1999) 2. Everett, DH, Basic Principles of Colloid Science, Royal Society of Chemistry, Cambridge (1994) 2a. Heimens, PC dan Rajagopalan, R, Principles of Colloid and Surface Chemistry, 3rd ed., Marcel Dekker, New York (997) 3. Evans, DF dan Wennerstrom, H, The Colloidal Domain where Physics, Chemistry, Biology and Technology Meet, 2nd ed., Wiley-VCH, New York (1999) 4. Suparno, Charging Behaviour in a Nonpolar Colloidal System, PhD Desertation, University of South Australia, Adelaide (2000) 5. Miller, JF, The Determination of Very Small Electrophoretic Mobilities of Dispersions in Nonpolar Media Using Phase Analysis Light Scattering, PhD Thesis,Univeristy of Bristol, Bristol (1990) 6. Takashi Ito, Li Sun, Micheal A Bevan, dan Richard M Crooks, Comparison of Nanoparticle Size and Electrophoretic Mobility Measurements using a Carbon-Nanotube-Based Coulter Counter, Dynamic Lifgt Scattering, Transmission Electron Microscopy, and Phase Analysis Light Scattering, Langmuir, 20, 6940-6945 (2004) 7. Keir, RI, Suparno, John C Thomas, Charging behavior in the Silica/Aerosol OT/Decane System, Langmuir, 18, 1463-1465 (2002) dφ (t ) ⎛ dx (t ) dx (t ) dx (t ) ⎞ = k⎜ d + e + k ⎟ dt dt dt ⎠ ⎝ dt Bila partikel hanya elektroforesis maka µE0 (cosϕ −cos(ωet +ϕ))) ω ) 18 MENCIPTAKAN LABORATORIUM FISIKA YANG CANGGIH DENGAN MEMANFAATKAN HP, BARANG BEKAS DAN SOFTWARE GRATISAN Fatkhulloh Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161 [email protected] Intisari – Peran Fisika ada di mana-mana dan membuat kehidupan lebih mudah dari aspek teknologi namun Fisika belum diajarkan dengan tepat (Gok dan Silay, 2008). Menurut mereka “achievement in science is lower than other fields.” Hasil belajar sains lebih rendah dari bidang lain, hal ini karena Fisika dianggap salah satu mata pelajaran yang sukar dipahami oleh sebagian siswa sehingga siswa kurang berminat belajar Fisika. Oleh karena itu, metode pembelajaran Fisika harus dibuat yang menarik minat siswa, mempunyai nilai tambah, bermakna, dapat dirasakan dan dipraktikan siswa serta dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa yang menuntut aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri. Dengan demikian, pembelajaran Fisika tidak bisa lepas dari laboratorium (lab). Kendala yang dihadapi, peralatan lab banyak yang sudah rusak dan keterbatasan dana. Sementara itu Sekolah sudah memilki lab computer yang berfungsi hanya untuk mengolah kata, angka dan pencarian informasi lewat internet. Untuk menciptakan lab fisika yang canggih dan murah, tidaklah sulit. Hanya dibutuhkan profesionalisme, kreativitas serta daya inovasi Guru. Hal ini sejalan dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa salah satu kompetensi profesional yang harus dimiliki guru adalah kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. Dengan dukungan kecanggihan teknologi sekarang ini, seperti hand phone (HP) dan aplikasi gratisan bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran Fisika. Pada makalah ini telah diwujudkan lab fisika yang canggih dengan memanfaatkan HP, alat bekas berupa bola tenis, computer dan software gratisan Tracker 4.62 khususnya untuk pembelajaran Gerak Lurus. Kata kunci: lab fisika yang canggih, hand phone, alat bekas, software gratisan Abstract – The Role of Physics in everywhere and makes life easier from the technological aspect, but have not taught properly Physics (GOK and Silay, 2008). According to their 'achievement in science is lower than other fields. "The results of studying science is lower than other areas, this is because physics is considered one of the elusive subjects by most students, so students are less interested in studying Physics. Therefore, the Physics teaching methods should be made to attract students, have added value, meaning, can be perceived and practiced, and students associated with the concepts that already exist in the cognitive structure of students who demand full student activities to seek and discover for yourself. Thus, learning physics can not escape from the laboratory (lab). Obstacles encountered lots of lab equipment that is damaged and the lack of funding. Meanwhile, already have the school computer lab that serves only to process the words, figures and information retrieval via the Internet. To create an advanced physics lab and inexpensive, it is not difficult. It only takes professionalism, creativity and innovativeness teachers. This is in line with Permendiknas No. 16 of 2007 on the Standards of Academic Qualification and Competency teachers, that one of the professional competences of teachers should possess is the ability to utilize information and communication technologies to develop themselves. With support for today's sophisticated technology, such as hand phone (HP) and a free application can be used to support the learning of Physics. In this paper we have realized an advanced physics lab by utilizing HP, a tool used in the form of a tennis ball, computer and free software, especially for learning Tracker 4.62 Rectilinear Key words: advanced physics lab, mobile phone, used tools, free software (melakukan observasi, bereksperimen) terhadap hal yang dipelajari tersebut, lalu mengkomunikasikan hasilnya. Proses pembelajaran seperti ini dapat dilakukan dengan mendiskusikan suatu persoalan, melakukan percobaan, memperhatikan demonstrasi, menjawab pertanyaan dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum untuk memecahkan persoalan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat menuntut para guru fisika untuk sungguh-sungguh kreatif. Kreatif dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa atau sekolah, juga I. PENDAHULUAN Fisika merupakan ilmu yang lebih banyak memerlukan pemahaman dari pada hafalan. Keberhasilan seorang siswa dalam mempelajari fisika terletak pada kemampuan siswa tersebut dalam memahami tiga hasil (produk) fisika yaitu konsep-konsep, hukum-hukum (azas-azas) dan teori-teori. Pada pembelajaran fisika bukan sekedar siswa mendengarkan, mencatat dan mengingat dari materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan siswa untuk dapat memecahkan persoalan dan bertindak Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 19 Oxford, Laboratory: room or building used for scientific experiments, research, testing, etc esp in chemistry… language. [3]. Pada Wikipedia, adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatankegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa [4]. Pada SPTK-21 dikemukakan Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya dengan menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002). Laboratorium dan jenis peralatannya merupakan sarana dan prasana penting untuk penunjang proses pembelajaran di sekolah. Dikemukakan pada PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 42 ayat (2) serta Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) bahwa: 1. Pasal 42 (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2. Pasal 43 (1) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia Dalam konteks pendidikan di sekolah laboratorium mempunyai fungsi sebagai tempat proses pembelajaran dengan metoda praktikum yang dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium/praktikum akan memberkan peran yang sangat besar terutama dalam: 1. membangun pemahaman konsep; 2. verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep; 3. menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah) serta afektif siswa; 4. Menumbuhkan “rasa suka” dan motivasi terhadap pelajaran yang dipelajari; 5. melatih kemampuan psikomotor. Oleh karena itu kegiatan laboratorium/praktikum akan dapat meningkatkan kecakapan akademik, sosial, dan vokasional. Magnesen yang dikutif oleh DePorter, dkk. dan diterjemahkan oleh Nilandari mengemukakan: ”Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.” [5]. kreatif dalam membuat media, menyiapkan laboratorium untuk menjelaskan teori dan konsep yang kadang abstrak agar tervisualisasi sehingga mudah dipahami dan dimengerti siswanya. Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menetapkan delapan komponen standar pendidikan salah satunya adalah bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Dengan lahirnya PP tersebut berimplikasi pada arah kebijakan pengembangan kurikulum yakni Implementasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22, 23 dan 24 tahun 2006. Dengan lahirnya PP tersebut maka perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang berkompeten, khususnya para guru mata pelajaran IPA agar dapat melakukan pembimbingan terhadap sekolah dan mengimplementasikan standar-standar tersebut secara baik dan benar. Selain itu pula para guru IPA dituntut tidak hanya mampu mengajarkan mata pelajaran IPA dengan baik dan benar, tetapi guru menciptakan metode pembelajaran berbasis laboratorium [1]. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru disebutkan, bahwa ada empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun kompetensi prosefional guru IPA/ Fisika diantaranya adalah menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium, menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran IPA/Fisika di kelas, laboratorium, merancang eksperimen IPA/Fisika untuk keperluan pembelajaran atau penelitian, melaksanakan eksperimen IPA/Fisika dengan cara yang benar [2]. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajar fisika tidak bisa hanya dilakukan dengan sekedar teori dan hafalan saja, tetapi harus dilakukan dengan metode penemuan atau eksperimen, sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang mengesankan, terbentuk karakter ilmiah yang kuat. Permasalahannya adalah dukungan infrastruktur laboratorium yang ada sangat kurang dan kemampuan serta kreativitas guru yang masih kurang. Oleh karena itu perlu dicarikan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Pada makalah ini akan diuraikan solusinya, dengan prasyarat guru harus mau meningkatkan kemampuang dan kreativitasnya. Alternatif solusinya adalah menciptakan laboratorium fisika yang canggih dengn memandafaatkan HP, alat bekas dan software gratisan. Salah satu contoh yang telah direalisasikan adalah percobaan Gerak. II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN) A. Peran Laboratorium dalam Pebelajaran Fisika Laboratorium atau Laboratory pada kamus Webster’s, yaitu A building or room in which scientific experiments are conducted, or where drugs, chemicals explosives are tested or compounded. Pada kamus Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 20 1. Pengertian laboratorium Sutrisno [6], laboratorium ialah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja untuk mernghasilkan sesuatu. Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain. Sedangkan fungsi laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut: 1) sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala alam, 2) mengembangkan keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran, 3) memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam lingkungn alam dan sosial, 4) memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang calon ilmuan, 5) membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan yang diperolehnya. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Menentukan percepatan gravitasi dari model bola gerak jatuh bebas Grafik Ketinggian & waktu Y (m) B. Kajian Teori tentang Gerak 1. Gerak Lurus X = vt (1) Dimana : X : jarak yang ditempuh oleh mobil model (m) v : kecepatan mobl model m/s) t : waktu tempuh mobil model (sekon) y = ‐4,754x2 + 0,990x + 0,982 R² = 0,999 0,6 t (sekon) Berdasarkan analisis data, diperoleh Y = −4,754x 2 + 0,990x + 0,986 Sehingga percepatan gravitasi g = 2 x 4,754 = 9,51 m/s Gerak Jatuh Bebas B. Menentukan kecepatan gerak mobil 1 h = − gt 2 (3) 2 Dimana : h : ketinggian bola (m) a : percepatan mobil model (m/s2) Untuk fitting secara polinom tingkat dua atau kuadratik digunakan persamaan : Y = at 2 + bt + c (4) Sehingga percepatan bola atau percepatan gravitasi dengan model jatuh bebas (g) = 2.a (a diperoleh dari hasil persamaan fitting data) III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN A. Tujuan eksperimen 1. Menentukan percepatan gravitasi dari model bola gerak jatuh bebas 2. Menentukan kecepatan gerak mobil B. Kebutuhan Alat 1. HP 2. Bola tenis bekas 3. Penggaris 4. Komputer 5. Software gratisan Tracker C. Cara Pengambilan Data Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,1 Untuk fitting secara linear digunakan persamaan : X = at + b (2) Sehingga kecepatan mobil model v=a atau slop/gradient dari persamaan linear tersebut. [7] 2. Atur ketingian bola model yang mau dijatuhkan, misal 100 cm Jatuhkan bola dan rekam dengan video HP Buka aplikasi tracker Lakukan setting origin dan scale Lakukan tracking perlahan-lahan seseuai dengan gerak bola Lakukan fitting data, pada tracker akan muncul persamaan fittingnya Tulis persamaan tracking datanya Bandingkan persamaan yang diperoleh dengan tracker dengan persamaan teori, akan ditemukan nilai kecepatan atau percepatan yang dicari. 21 Berdasarkan data diatas diperoleh hasil fitting X = 1,066 t − 1,687 Sehingga mobil model bergerak lurus beraturan (GLB) dengan kecepatan v=1,066 m/s V. KESIMPULAN Dengan HP, alat bekas pakai, dan software gratisan telah terbukti dapat dilakukan penelitian tentang Gerak, baik itu GLB maupun GLBB yang terbukti sesuai dengan teori, sehingga layak untuk digunakan sebagai pembelajaran fisika di laboratorim. Dengan demikian menciptakan laboratorium fisika yang canggih tidaklah sulit dilakukan. Hanya diperlukan kemampuan, inovasi dan krativitas. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prodi Magister Pendidikan Fisika yang telah memberikan dorongan, fasilitas dan dana demi suksesnya publikasi dari hasil penelitian kecil ini. Dengan karya kecil ini diharapkan atmosfer akademik di Prodi Magister Pendidikan Fisika UAD terbentuk lebih baik lagi. PUSTAKA [1] Depdiknas, Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) [2] Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru [3] Hornby, 1985, Oxford Advanced Dictionary English, Oxford University Press, New York [4] Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/laboratorium diakses pada tanggal 19 Juni 2012 [5] Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/laboratorium diakses pada tanggal 19 Juni 2012 [6] Sutrisno, 2006, Organisasi Laboratorium, Jurusan Fisika FPMIPA UPI, Bandung [7] Halliday, D. & Resnick, R., 2002. Physics, tenth edition. Alih bahasa Silaban, Pantur dan Erwin Sucipto. 1984. Fisika jilid 1. Jakarta: Erlangga. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 22 MISKONSEPSI PADA BUKU AJAR FISIKA SMP KELAS VIII TENTANG OPTIKA GEOMETRIS 1, 2 1 ANDIKA KUSUMA WIJAYA Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Kampus II, Jl. Pramuka 42, Yogyakarta 55161 2 Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Singkawang, Singkawang [email protected] Intisari - Penelitian ini mengungkap didaktogenic (miskonsepsi) yang terkandung pada buku ajar fisika Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII tentang Optika Geometris pada tahun pelajaran 2008/2009. Penelitian deskriptif sederhana menelaah tiga buku ajar dari penerbit dan pengarang yang berbeda dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis). Seluruh sajian yang membahas materi Optika Geometris pada buku ajar terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca digunakan sebagai sampel. Unit analisis berupa: penjelasan konsep, penyajian rumus, penggunaan simbol, penggunaan satuan dan penyajian gambar untuk menggali miskonsepsi yang terdapat pada buku ajar. Sajian buku ajar yang bertentangan dan tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan yang terdapat pada buku teks universitas dianggap miskonsepsi. Hasil analisis menunjukkan sejumlah didaktogenic terkandung pada buku ajar ini. Di antaranya adalah miskonsepsi tentang pengertian cahaya, syarat benda dapat dilihat, hukum pemantulan cahaya, penulisan rumus perbesaran, penggunaan satuan cm untuk jarak, Gambar pembiasan pada lensa, dan Gambar pembentukan bayangan pada cermin cembung. Persentase didaktogenic yang ditemukan pada buku ajar terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca berturut-turut adalah 54%, 46%, dan 54%. Selain itu juga diukur tingkat keterbacaan ketiga buku ajar dengan rumus RI (Readability Index) = 1,56WL + 0,19SL – 6,49. Berdasarkan acuan dari temuan Sutrisno Leo, jika nilai RI< 6 maka buku ajar cocok digunakan untuk siswa SMP. Nilai RI untuk buku ajar terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca berturut-turut adalah 5,53 ; 5,65 ; 5,19. Disarankan kepada guru dan siswa lebih berhati-hati dalam memilih dan menggunakan buku ajar. Sebaiknya guru dan siswa menggunakan beberapa buku ajar untuk memperkecil kadar didaktogenicnya. Disarankan pula bagi para peneliti selanjutnya untuk melanjutkan analisis karakterisitik teks bagian kedua yaitu comprehensible. Kata kunci: Didaktogenic, Buku Ajar, Fisika, Tingkat Keterbacaan, Analisis Isi. Erlangga; karangan Budi Purwanto, penerbit Tiga Serangkai; dan karangan K.Kamajaya dan Tedy Wibowo, penerbit Ganeca exact. I. PENDAHULUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu alam. Fisika mempelajari struktur materi dan interaksinya untuk memahami sistem alam dan sistem buatan (Teknologi) [9]. Buku ajar menjadi salah satu sumber miskonsepsi yang paling mudah diikuti oleh siswa bahkan guru karena baik siswa maupun guru berinteraksi langsung dengan buku ajar pada saat melaksanakan kegiatan belajarmengajar[12]. Dalam konteks pembelajaran, buku merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi siswa di sekolah yang merupakan sarana yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi, penjelasan dalam buku yang tidak lengkap, bahasa buku yang sulit dipanami, penyajian buku yang tidak sistematis, serta simbolsimbol yang tidak konsisten dapat mengakibatkan miskonsepsi. Suparno (2005) juga menemukan bahwa diagram dan gambar dalam buku ajar yang kurang tepat dapat menjadi salah satu sebab adanya miskonsepsi siswa[12]. Penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan miskonsepsi dan menelaah tentang karakterisitik teks khususnya pada tingkat keterbacaan (readability index). buku ajar fisika SMP kelas VIII Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tentang Optika Geometris pada buku karangan Marthen Kanginan, penerbit Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. A. LANDASAN TEORI Materi Optika Geometris Dalam Buku Teks Universitas 1. Model Berkas Cahaya Cahaya berjalan dalam lintasan yang berbentuk garis lurus yang disebut berkas cahaya. 2. Pemantulan Cahaya a. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Datar. Cahaya yang dipantulkan oleh setiap permukaan yang memisahkan dua zat yang berlainan indeks biasnya, sering dikehendaki agar bagian cahaya yang dipantulkan sebanyak mungkin. Permukaan licin yang sangat tinggi daya pantulnya mendekati 100% disebut cermin [11]. perbesaran Secara Matematis ditulis m= y' y (2.1) Menurut hukum refleksi (pemantulan), semua sinar yang menumbuk permukaan direfleksikan pada sebuah sudut dari normal yang sama dengan sudut masuk. Karena permukaan itu datar, maka normal itu berada dalam arah yang sama di semua titik pada permukaan tersebut, dan terjadi refleksi spekular [4] 23 Untuk permukaan-permukaan yang rata, ternyata berkas sinar datang dan pantul berada pada bidang yang sama dengan garis normal permukaan, dan didapatkan sudut datang sama dengan sudut pantul. Pernyataan tersebut merupakan bunyi hukum pemantulan [5]. Dengan memakai pendekatan sudut kecil α ≈ l /s, β ≈ l /r, dan γ ≈ l /s’,diperoleh: n1 n2 n2 − n1 + = s s' r Ukuran objek dan bayangan dihubungkan dengan sudut: Sehingga perbesarannya menjadi [18] b. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Lengkung Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat. persamaan cermin yang menghubungkan jarak benda dan jarak bayangan dengan panjang fokus f (dimana f = r/2) [4]. 1 1 1 + = do di f m= hi d =− i ho do (2.2) p= 3. Miskonsepsi dalam Buku Ajar Fisika Suparno memaparkan bahwa penyebab miskonsepsi pada buku ajar fisika antara lain penjelasan keliru,salah tulis, level kesulitan tulisan, siswa tidak tahu menggunakan buku ajar, buku fiksi sains keliru konsep, dan kartun salah konsep [12]. (2.4) Dengan memakai pendekatan sudut kecil sin θ ≈ θ diperoleh (2.5) n1 θ1 = n2 θ2 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sederhana. A. Bentuk Penelitian Berdasarkan tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan bentuk content analysis (analisis isi)[14]. Menurut Klaus Krippendorff rangkaian desain analisis isi meliputi beberapa langkah yaitu Pembentukan Data (terdiri dari Unitisasi, Sampling, Pencatatan), Reduksi Data , Penarikan Inferensi, Menganalisis [9]. Dari segitiga ACP′, diperoleh n1 θ1 + γ n2 (2.6) Dengan menghilangkan θ1 dari persamaan 2.6 dan persamaan 2.5, diperoleh: n1α + n2γ = (n2 - n1)β B. Populasi, Sampel, dan Data Penelitian (2.7) Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 (2.13) 2. Miskonsepsi dalam Fisika Untuk mengatasi miskonsepsi, perlu diketahui penyebab terjadinya miskonsepsi tersebut. Suparno menyebutkan bahwa miskonsepsi salah satunya dapat disebabkan buku ajar. Penelitian ini membahas miskonsepsi yang terdapat pada buku ajar, khususnya buku ajar fisika [12]. Gambar 2.1. Geometri untuk menghubungkan posisi bayangan dengan posisi objek untuk pembiasan pada sebuah permukaan lengkung tunggal. Hukum Snellius diterapkan pada sinar yang datang pada titik A, dan digunakan pendekatan sudut kecil [11] Sudut-sudut θ1 dan θ2 dihubungkan oleh hukum Snellius [11]. Hubungan lain untuk θ1 dari segitiga PAC: θ1 = α + β 1 f B. Miskonsepsi 1. Miskonsepsi dari Sudut Filsafat Konstruktivisme Secara filosofis miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme. Tradisi konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari [12]. 3. Pembiasan Cahaya a. Bayangan yang Terbentuk Melalui Pembiasan β = θ2 + γ = (2.9) Satuan untuk kekuatan lensa adalah dioptri (D), yang merupakan kebalikan dari meter (1 D = 1 m-1) [18]. (2.3) n1 sin θ1 = n2 sin θ2 y' n s' =− 1 y n2 s b. Lensa Tipis Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran, dan kedua permukaannya melengkung. Untuk mengukur kekuatan lensa menggunakan persamaan Persamaan 2.2 merupakan persamaan cermin yang menghubungkan jarak benda dan jarak bayangan dengan panjang fokus f (dimana f = r/2) [5].Perbesaran lateral, m, dari sebuah cermin didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan dan tinggi benda. [6]. m= (2.8) 24 Pembahasan: Tingkat keterbacaan buku ajar fisika akan dianalisis berdasarkan jumlah kata per kalimat atau panjang kalimat (sentence length) dan jumlah huruf per kata (word length). Perhitungan jumlah kata dan huruf pada sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer (program word count)[16]. Panjang kalimat akan dihitung dengan rumus sebagai berikut. a.Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku ajar fisika karangan Marthen Kanginan, penerbit Erlangga; karangan Budi Purwanto, penerbit Tiga Serangkai; dan karangan K.Kamajaya dan Tedy Wibowo, penerbit Ganeca exact. b. Sampel Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sajian yang membahas materi Optika Geometris. Untuk mengetahui tingkat keterbacaan, sampel diambil dari tiga bagian wacana dari masing-masing buku ajar yaitu tiga halaman depan, tiga halaman tengah, dan tiga halaman akhir dari bab yang membahas optika geometris. ER/II /34/23-24 ∑ ∑ KT KL Keterangan : = panjang kalimat rata-rata S L ∑ KT = jumlah kata ∑ 3. Data Penelitian Untuk memudahkan pengelompokkan dan pemeriksaan kesahihan data, maka dilakukan pengkodean data (koding)[14] Tabel 3. 1 Cara membaca data berupa penjelasan konsep, rumus, simbol , satuan, dan gambar Setelah pengkodean, maka langkah berikutnya adalah menyajikan data tersebut dalam bentuk Tabel 3.2 Kode data SL = (3.1) KL = jumlah kalimat Panjang kata akan dihitung dengan rumus sebagai berikut. WL = ∑ ∑ HR (3.2) KT Keterangan : W L = panjang kata rata-rata = jumlah huruf ∑ HR Keterangan ∑ Dua huruf pada kolom pertama adalah singkatan penerbit buku teks ER = Erlangga GE = Ganeca Exact PH = Phißeta KT = jumlah kata Hasil yang diperoleh kemudian dihitung menggunakan formula berikut ini [14] RI (Readability Index) = 1,56 W L + 0,19 S L – 6,49 (3.3) Keterangan: Angka romawi WL = word length in character spaces menunjukan BAB data SL = sentence length in words yang akan diambil Angka pada kolom C. Prosedur Penelitian ketiga menunjukkan halaman data yang ¾ Persiapan Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah diambil dengan mencari beberapa buku ajar fisika. Angka pada kolom terakhir menunjukkan pada baris keberapa letak ¾ Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sesuai dengan data yang diambil, langkah-langkah analisis isi menurut Krippendorff dihitung dari atas ke (1991), yaitu Membentuk data, Mereduksi Data, bawah. Menarik inferensi, Menganalisis data [9]. dibawah ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil a. Hasil dalam penelitian ini disajikan dalam tabel Tabel 4.1 : Rekapitulasi persentasi Miskonsepsi Buku Ajar Fisika. Konsep Yang di Teliti No Kode Data Buku Buku Ajar Acuan Tabel 3.2 Pengelompokan data Aspek Penjelasan Konsep, rumus, simbol, satuan dan gambar No Aspek Persentasi Miskonsepsi Yang Buku Ajar Diteliti ER TS GC 1 Konsep 52,4% 57,1 % 61,9 % 2 Rumus 33,3% - 66,6% 3 4 5 Simbol Satuan Gambar 41,6% 71,4% 75% 25 % 85,7% 50% 25 % 71,4% 50% Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 25 Buku ajar SMP kelas VIII terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca memiliki nilai RI berturut-turut adalah 5,53 ; 5,65 ; dan 5,19. Sedangkan untuk buku ajar SMP kelas IX nilai RI yang diperoleh sebesar 5,73. Secara umum, nilai RI untuk buku ajar SMP terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca semua berada pada indeks keterbacaan di bawah 6. Sesuai kriteria yang telah ditetapkan pada halaman 58, jika nilai RI berada pada kisaran nilai di bawah 6 (RI < 6) maka buku ajar cocok digunakan oleh siswa SMP. Sutrisno Leo (2008) menyatakan, buku ajar yang baik selain sesedikit mungkin mangandung unsur didaktogenic juga ditulis dengan memperhatikan tingkat keterbacaan (readability index)nya dan comprehensibilitynya (tidak dalam cakupan penelitian ini). Aspek comprehensibilitas tidak tercakup dalam penelitian ini karena ketebatasan waktu, kemampuan peneliti, dan cakupan penelitian yang dilakukan sudah cukup luas. Buku ajar dengan tingkat keterbacaan yang tinggi dan comprehensible akan mengurangi potensi miskonsepsi siswa. Namun, dalam penelitian ini aspek yang dianalisis hanya aspek readability atau keterbacaan saja[20]. Karena ada anggapan bahwa tulisan yang readable menunjang pembaca untuk lebih mudah memahami tulisannya (comprehensible) [15]. b. Analisis Readability Index (Tingkat Keterbacaan) buku ajar fisika SMP dan SMA SAMPEL BUKU AJAR ER VIII IX XI XI I TS VI II GC VIII 46 59 63 28 30 55 55 680 691 780 51 4 49 9 63 2 640 4182 4314 678 28 22 31 26 39 79 VII DEPAN 9 Bany ak kalim at(nKL ) 9 9 Bany ak kata (nKT) 9 9 Bany ak huruf (nHR) TENGAH 9 Bany ak kalim at(nKL ) 9 9 Bany ak kata (nKT) 3958 66 29 49 35 25 29 38 779 507 751 49 6 51 5 36 8 430 544 2968 4514 29 70 24 62 23 72 2551 V. Persentase miskonsepsi yang ditemukan pada penelitian ini sebagai berikut: a. Buku ajar Erlangga Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada buku ajar terbitan Erlangga adalah 52,4% pada penjelasan konsep, 33,3% pada penyajian rumus, 41,6% pada penggunaan simbol, 71,4% pada penggunaan satuan, dan 75% pada penyajian gambar. b. Buku ajar Tiga Serangkai Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada buku ajar terbitan Tiga Serangkai adalah 57,1% pada penjelasan konsep, 25% pada penggunaan simbol, 85,7% pada penggunaan satuan, dan 50% pada penyajian gambar. Tidak ditemukan miskonsepsi pada penyajian rumus untuk buku ajar terbitan Tiga Serangkai. c. Buku ajar Ganeca Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada buku ajar terbitan Ganeca adalah 61,9% pada penjelasan konsep, 66,6% pada penyajian rumus, 25%, pada penggunaan simbol, 71,4% pada penggunaan satuan, dan 50% pada penyajian gambar. d. Nilai readability index untuk buku ajar terbitan Erlangga, terbitan Tiga Serangkai, dan terbitan Ganeca SMP kelas VIII berturut-turut adalah 5,53 ; 5,65 ; 5,19. 9 Bany ak huruf (nHR) AKHIR 9 Bany ak kalim at(nKL ) 9 9 Bany ak kata (nKT) 9 9 Bany ak huruf (nHR) 42 25 41 37 36 56 64 544 378 646 49 9 67 8 67 2 763 3008 2197 4002 29 21 41 84 42 40 4620 2. Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa masih terdapat miskonsepsi pada buku ajar fisika kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) khususnya pada sajian materi Optika Geometris. Persentase rata-rata yang ditemukan sebesar 54% miskonsepsi pada buku ajar Erlangga, 46% miskonsepsi pada buku ajar Tiga Serangkai, dan 54% miskonsepsi pada buku ajar Ganeca (rincian persentase miskonsepsi pada masing-masing aspek pada Tabel 4.1). Miskonsepsi terdapat pada semua aspek yang diteliti, yaitu aspek penjelasan konsep, aspek penulisan rumus, aspek penulisan simbol, aspek penulisan satuan dan aspek penyajian gambar. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 KESIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing skripsi Dr. Leo Sutrisno waktu kuliah S1, 26 Dr. Stepanus Sahala S, M. Si selaku penguji makalah di Program Studi Pendidikan Fisikadi Universitas Tanjungpura (Pontianak), serta pada Program Pascasarjana Magister Pendidikan FisikaUniversitas Ahmad Dahlan. [19] Van den Berg, Euwe, Miskonsepsi Dan Remediasi. PUSTAKA Albert, Penyediaan Bahan Bacaan Berstruktur Refutation Text Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Fisika SMU Kawasan Timur Indonesia (tahap I dan II). Prosiding Simposium Fisika Nasional XVIII , 1999. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga(2009, 3 Mei, hal 19). PROSIDING: [20] Sutrisno, Leo., Darimin Bakau., dan Rufinus BUKU: [1] Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta, 2006. [2] Azwar, Azrul dan Joedo Prihartono, Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Binarupa, Jakarta, 2003. [3] Darmadi, Hamid, Kurikulum dan Buku Buku Teks, Alfabeta, Bandung, 2007. [4] Freedman, A Roger dan Hugh D.Young, Fisika Universitas. Jilid II (Edisi Kesepuluh). (Penterjemah: Pantur Silaban), Erlangga, Jakarta, 2003. [5] Giancolli C, Douglas, Fisika Edisi Kelima Jilid 2 (Penterjemah Yuhilza Hanum, Erlangga, Jakarta, 2001. [6] Halliday, David, Fisika Edisi Ketiga Jilid 2(Penterjemah: Pantur Silaban dan Erwin Sucipto)., Erlangga, Jakarta, 1984. [7] Kamajaya, K dan Wibowo Tedy, Inspirasi Sains, Ganeca exact, Jakarta, 2007. [8] Kanginan, Marthen, IPA FISIKA untuk SMP Kelas VIII, Erlangga, Jakarta, 2007.. [9] Krippendorff, Klauss, Analisis Isi “Pengantar Teori Dan Metodelogi”. Terjemahan Parid . Wajidi. Rajawali, Jakarta, 1991 [10] Purwanto, Budi, Sains Fisika 2 Konsep Dan Penerapannya, Tiga Serangkai, Solo, 2007. [11] Sears, W. Francis dan Zemansky, W.Mark, Fisika untuk Universitas III Optika dan Fisika Atom. (Penterjemah: Nabris Katib), Bina Cipta, Jakarta, 1972. [12] Suparno, Paul, Miskonsepsi Dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika, Grasindo, Jakarta, 2005 [13] Sutrisno, Leo, Content Analysis:An introduction, FISIPOL UNTAN, 2006. [14] Sutrisno, Leo, Remediation of Weaknesses of Physics Concepts. Untan Press, 2008. [15] Sutrisno, Leo, Didaktogenic. Pontianak Post. (2009, 26 April, hal 19) [16] Sutrisno, Leo, Didaktogenic Buku Ajar. Pontianak Post . (2009, 3 Mei, hal 19). [17] Sutrisno, Leo., Kresnadi, Hery., dan Kartono, Pengembangan Pembelajaran IPA SD, PGSD, Jakarta, 2007. [18] Tipler, Paul A, Fisika Untuk Sains Dan Teknik (Edisi ketiga) Jilid II (Penterjemah:Bambang Soegijono). , Erlangga, Jakarta, 2001 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 27 PBICE-M, E-PROGRESS, DAN E-WEEK SEBAGAI USAHA OPTIMALISASI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMATIKA YANG INTERAKTIF DAN KOMUNIKATIF DALAM MATA PELAJARAN FISIKA Kobar Septyanus, Putri Alifatul Rakhmadani, Agung Aliffianto Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember Jalan Kalimantan Nomor 37 Kampus Bumi Tegalboto Jember 68121 [email protected] Intisari – Makalah ini membahas tentang solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kurang optimalnya penggunaan media pembelajaran elektronik bagi guru sekolah menengah. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji permasalahan yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penggunaan media berbasis Teknologi Informasi (TI) serta mengetahui definisi, pelaksanaan dan pengaruh program PBICE-M, E-Progress, dan E-Week. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kajian pustaka melalui berbagai sumber, observasi dan wawancara dibeberapa sekolah menengah di Kabupaten Jember, pengamatan media pembelajaran elektronik yang telah ada serta diikuti percobaan sederhana. Berdasarkan observasi dan wawancara, disimpulkan bahwa kurang optimalnya pembelajaran elektronik disebabkan oleh ketidaksiapan guru dalam menggunakan perangkat elektronik dan kurangnya kemampuan berbahasa asing. Dengan permasalahan tersebut, maka program PBICE-M, E-Progress, dan E-Week merupakan solusi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengoprasikan perangkat teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam bentuk media elektronik, serta memberdayakan program pembelajaran elektronik di sekolah menengah. Kata kunci: media, elektronik, PBICE-M, E-Progress, E-Week Abstract – This paper discusses about the solutions offered to overcome the less optimal use of electronic learning media for high school teachers. The purpose of writing this paper is to examine the problems faced in efforts of the optimization of the use of media technology-based as well as knowing the definition, implementation and effects of PBICE-M, E-Progress, and E-Week program. The methods used in the writing of this paper is the literary study through a variety of sources, observation and interviews in several high schools in Jember Regency, review of media existing electronic learning that followed by a simple experiment. Based on observation and interviews, it was concluded that less optimal electronic learning due to unpreparedness of teachers in the use of electronic devices and the lack of foreign language skills. With that problem, then the program PBICE-M, E-Progress, and EWeek is a great solution that can be used to enhance the ability of teachers in operating the device of information and communication technology especially in the form of electronic media, as well as empower electronic learning progam in high school. Key words: media, electronic, PBICE-M, E-Progress, E-Week Learning sangat membantu siswa, karena menurut Arsyad (2002) media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep-konsep, dan multimedia yang dapat diakses user (siswa) sesuai dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkrit dan dipahami secara mendalam. Maka dengan menggunakan E-Learning, siswa mendapatkan kemudahan dalam mengatasi pembelajaran fisika yang banyak menampilkan visualisasi yang bersifat abstrak. Media pembelajaran ini dapat menampilkan konsep yang bersifat abstrak ke dalam konsep yang bersifat konkrit sehingga pemahaman siswa lebih mendalam. Dalam Jurnal Physics Education, Clinch dan Richards (2002) menyatakan bahwa dalam penggunaan e-learning dengan program java applet yang didownload dari internet sangat baik dalam pembelajaran fisika untuk percobaan/praktikum. Penilitiannya membuktikan bahwa pembelajaran dengan e-learning program java applet dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memvisualisasikan gambar yang bersifat abstrak I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang pesat merupakan sebuah peluang yang patut dimanfaatkan dalam perkembangan berbagai aspek, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran hanya berlangsung satu arah yaitu berupa penyampaian materi secara langsung dari guru kepada siswa. Media pembelajaran yang digunakanpun hanya berlaku untuk menerangkan konsep dan sekali lagi itu merupakan sebuah penyampaian satu arah. Namun dewasa ini tidaklah demikian, sistem pembelajaran ditekankan pada pembelajaran dua arah dimana siswa dapat berinteraksi dan berkomunikasi baik dalam sebuah diskusi, eksperimen mandiri dan sebagainya. Media yang digunakan pun berkembang menjadi media pembelajaran dua arah dimana dapat kita sebut sebagai media pembelajaran yang komunikatif dan interaktif. Bahkan perkembangan teknologi yang begitu cepat ini menghasilkan inovasi pembelajaran dan pengunaan media berbasis teknologi informatika yang sering kita sebut E-Learning. Hadirnya E- Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 28 menjadi konkrit dan tidak hanya dibayangkan saja. Tampilan program dalam e-learning juga dapat digunakan untuk memancing siswa berdiskusi tentang materi atau konsep yang ditampilkan pada layar monitor. Namun berdasarkan pendapat masyarakat maupun para pendidik yang disampaikan dalam beberapa forum komunikasi pendidikan dan media massa lainnya terungkap bahwa pemanfaatan ELearning terutama pemanfaatan media yang berbasis kurang optimal. Kendala pembelajaran E-Learning justru muncul dari pihak pengajar. Sebagian besar pihak pengajar kurang siap dalam menghadapi tuntutan pembelajaran ini, seperti masih belum siapnya sebagian besar guru dalam menggunakan perangkat komputer apalagi perangkat lunak yang mendukungnya. Belum lagi dengan adanya tuntutan era globalisasi dimana kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris menjadi sebuah kebutuhan, sebuah pembelajaran khususnya pembelajaran fisika secara tidak langsung dituntut dapat menerangkan konsep fisika sekaligus meningkatkan kemampuan berbahsa inggris siswa. Namun faktanya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Idris HM Noor, M. Ed. terungkap bahwa kemampuan bahasa Inggris guru masih tersebar pada level novice (pemula) hingga intermediate (menengah). Pembelajaran Komunikatif dan Interaktif Komunikatif artinya suatu keadaan yang mampu menyampaikan pesan dengan baik. Artinya, pesan yang diterima oleh penerima (receiver) sama dengan maksud pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (sender). Yang dimaksud pesan (message) ini meliputi informasi, pemikiran, keinginan dan perasaan. Media pembelajaran komunikatif media pembelajaran yang mampu menyampaikan pesan dari pengirim pesan (sender) ke penerima (receiver) secara baik (http://www.inspiratio.web.id) Interaktif merupakan suatu keadaan dimana dua komponen saling melakukan aksi, antar-hubungan, dan saling aktif diantara keduanya. Keduanya akan saling berkomunikasi dan mempunyai timbal balik peran yang berhubungan dengan informasi atau keinginan. Media pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung proses pembelajaran. Dengan media pembelajaran, peserta didik akan lebih mudah dalam memahami materi pengajaran yang diajarkan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka media pembelajaran harus komunikatif dan interaktif. Media pembelajaran komunikatif dan interaktif merupakan media pembelajaran yang mampu mengkomunikasikan pesan atau materi pembelajaran kepada peserta didik dan peserta didik akan berinteraksi secara timbal balik dengan media pembelajaran tersebut. II. LANDASAN TEORI Media Pembelajaran Menurut Briggs (1977) yang dikutip dari belajarpsikologi.com media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar yang dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan para peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Ada beberapa jenis media pembelajaran, antara lain : (1) Media Visual yang meliputi grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, (2) Media Audial, meliputi radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya. (3) Projected still media meliputi slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, dan (4) Projected motion media yang meliputi film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Kebutuhan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media. Teknologi Informasi dan komunikasi mempunyai banyak manfaat dalam pendidikan, antara lain : Kebutuhan TIK untuk Administrasi Sekolah Administrasi sangat diperlukan bagi kelangsungan proses pembelajaran di sekolah. Dalam era kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini, sekolah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan terbaik baik siswa, guru, orang tua maupun pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Maka dari itu Teknologi Informasi dan Komunilasi sangat penting untuk administrasi sekolah. 29 Kebutuhan TIK untuk Sistem Komunikasi Pendidikan Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris, berasal dari perkataan Latin communis, communico atau communicare, yang berarti sama atau membuat sama. Sejalan dengan pengertian tersebut, beberapa ahli merumuskan definisi komunikasi, antara lain “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambanglambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain”. Oleh karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi sangat penting untuk komunikasi dalam pendidikan. III. METODE Bentuk Penulisan Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode literary review (kajian pustaka yang mendalam), dimana masalah dikaji dan ditelusuri dari informasi berdasarkan pustaka atau literatur yang ada. Berdasarkan sumber yang ada lalu dilakukan product review berupa pengamatan dan penggunaan media berbasis TI maupun media pembelajaran bilingual yang telah ada tersebut secara terpisah. Setelah itu dilakukan usaha memadukan dua bentuk media tersebut melalui beberapa eksperimen sederhana. Sumber Data Studi pustaka dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Jember dan lingkungan kampus FKIP Universitas Jember, dimana data yang digunakan adalah jenis data sekunder yang didapat dari laporan tugas akhir, jurnal, buku, dan free source melalui media internet. Kebutuhan TIK untuk Pembelajaran Selain untuk administrasi dan komunikasi pendidikan, Teknologi Informasi dan Komunikasi juga sangat penting untuk digunakan dalam pembelajaran. Teknologi Informasi dan komunikasi digunakan untuk mempermudah dalam melakukan proses pembelajaran. Teknologi Informasi dan komunikasi dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan para peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. (http://id.shvoong.com/). Metode Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini : 1. Merumuskan permasalahan yang berkaitan tentang penggunaan media pembelajaran di Indonesia baik media konvesional, media berbasis TI maupun media pembelajaran bilingual. 2. Menelusuri pustaka lewat internet, buku, majalah, tugas akhir dan diskusi serta sharing dengan ahli dan sejawat. 3. Mendeskripsikan secara representatif permasalahan dari beberapa pustaka yang ada. 4. Melakukan product review terhadap media – media terkait yang telah ada. 5. Melakukan eksperimen sederhana untuk memadukan media tersebut hingga menghasilkan beberapa sampel media baru 6. Melakukan kajian pemecahan masalah-masalah yang ada berdasarkan data dan informasi yang ada dan dilanjutkan dengan menarik kesimpulan dari hasil pembahasan terhadap permasalahan yang dirumuskan. 7. Mengkaji permasalah baru yang timbul baik secara perlahan maupun mendadak, sehingga terlihat kekurangan yang masih belum bisa ditutupi penulis dan merekomendasikan saran kepada pembaca usaha yang dapat dilakukan dalam penyempurnaan selanjutya. Pembelajaran Billingual Pengertian Bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) adalah mampu atau biasa memakai dua bahasa dengan baik dan bersangkutan dengan atau mengandung dua bahasa. Contoh Bilingual dalam pelaksanaan pembelajaran adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pembelajaran bilingual, seperti tercermin pada istilahnya, adalah semacam pembelajaran di mana dua bahasa digunakan secara kombinasi. Dalam pembelajaran bilingual umumnya digunakan kombinasi bahasa ibu dan bahasa lain selain bahasa ibu. Tujuan pembelajaran bilingual adalah utamanya memberikan bekal ketrampilan berbahasa kepada siswa yang mencakup keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa selain bahasa ibu, di samping membelajarkan isi melalui keterampilan berbahasa tersebut. Menurut Hurlock (1993), dwibahasa (bilingualism) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis. Peserta didik yang memiliki kemampuan dwibahasa memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahamannya terhadap bahasa ibunya. Peserta didik mampu berbicara, membaca dan menulis dalam dua bahasa dengan kemampuan yang sama. Pelaksanaan pembelajaran secara bilingual menjadikan peserta didik dapat memiliki pemahaman berkomunikasi lisan dan dapat berbicara dalam dua bahasa (kurniawan,2011). Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN E-Learning dan Media Pembelajaran Berbasis TI Terdapat banyak definisi dan pemahaman yang berbedadari E-Learning. Dalam situs E-Learning Center milik Universitas Gunadarma diungkapkan bahwa E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. ELearning memungkinkan pembelajar untuk belajar 30 melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. Namun pada perkembangannya E-Learning lebih ditafsirkan sebagai pembalajaran dengan menggunakan perangkat elektronik yang lebih umum dengan perangkat komputer secara mandiri ataupun terbimbing dengan materi yang bisa disampaikan baik secara langsung melalui pertemuan tatap muka maupun tidak langsung melalui perangkat nirkabel (wireless). Dari kedua definisi di atas dapat kita lihat bahwa dalam E-Learning selalu melibatkan media yang berbasis TI dengan perangkat minimal seperti komputer. Dan masyarakat lebih umum dengan media yang termasuk di dalamnya dibandingkan dengan apa makna E-Learning sebenarnya. Hal ini menunjukan bahwa minat masyarakat ataupun siswa terhadap media E-Learning sangat tinggi karena memang media E-Learning yang ada dianggap lebih menarik dan inovatif. Namun terdapat kendala dalam pemanfaatan media berbasis TI dikaibatkan masih rendahnya kemampuan guru dalam menguasai teknologi itu sendiri. Menurut Rudi Hartono Rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan TI ini terlihat dari sangat seditkitnya guru yang bisa mengoperasikan komputer, sedikitnya guru yang bisa internet termasuk yang memiliki email, facebook, blog, dan lain-lain. Jangankan mengoperasikan komputer atau menggunakan aplikasi internet. Saat ini masih banyak guru yang memiliki HP yang cukup canggig dan banyak fitur-fiturnya akan tetapi hanya masih bisa SMS dan menerima telephon saja. Kemampuan Guru dalam Menggunakan Bahasa Inggris Berdasarkan penemuan penelitian Dr. Idris HM Noor, M. Ed. bahwa kemampuan bahasa Inggris guru RSBI sebagian besar masih pada level novice (skor test of English as a foreign language-TOEFL 10-250) yaitu sekitar 50%, dan kepala sekolah sekitar 51 %. Sebagian kecil (39,4%) guru bahasa Inggris RSBI telah memenuhi syarat, yaitu pada level intermediate (skor TOEFL 405-600). Gambar 1. Sebaran skor kemampuan bahasa inggris guru Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa sebaran skor kemampuan bahasa Inggris di sekolah RSBI memang lebih baik baik daripada di sekolah regular namun keduanya masih menunjukan kurangnya kemampuan bahasa inggris di sekolah menengah pertama. PBICE-M PBICE-M (Physics Bilingual Interactive and Communicative E-Media) merupakan media pembelajaran Fisika berbasis TI yang dibuat oleh guru pada setiap materi Fisika dimana media ini bukan merupakan media satu arah namun siswa juga mampu menguji konsep yang diterima dari materi melalui tes maupun eksperimen sederhana pada media. Dalam PBICE-M digunakan dalam dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. PBICE-M dibagi atas beberapa sesi, yang pertama sesi KONSEP/CONCEPT yang berisi materi yang disampaikan secara kontekstual dengan animasi menarik yang diikuti pertanyaan – pertanyaan singkat yang menguji penalaran dan pemahan konsep siswa setelah menerima materi. Sesi selanjutnya adalah PERCOBAAN/EXPERIMENT, dimana siswa dapat mengerjakan eksperimen mandiri dengan tiga tingkatan yaitu Mudah (Easy), Menengah (Intermediate), dan sulit (Hard). Terdapat juga sesi UJI KEMAMPUAN/TEST dimana siswa akan menjawab pertanyaan – pertanyaan seputar materi dan percobaan dengan jawaban yang disediakan dalam beberapa model. Model pertama adalah bentuk pilihan ganda (dengan persentase 30% dari seluruh jumlah soal yang ada), lalu model animasi dimana jawaban Pentingnya Kemampuan Menggunakan Bahasa Inggris Menurut Stephani D. Pamelasari (2011) kecakapan Bahasa Inggris adalah prasyarat tak terelakan saat ini, jika kita menguasai bahasa Inggris dengan baik kita dapat dengan mudah dapat berkomunikasi dengan masyarakat di dunia Internasional dan Bahasa Inggris jugadapat digunakan sebagai akses unutk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang sains. Menurut Kim (2007) salah satu cara membantu siswa untuk memahami konteks sains adalah dengan menurunkan hambatan bahasa dalam pembelajaran sains. Guru sebagai mediator diharapkan dapat menciptakan strategi untuk aktivitas pembelajaran yang mudah dipahami dengan mengajarkan konten sains berbahasa inggris. Siswa harus sering terlibat dalam bidang sains, Ansrom, Lynch, and Dicerbo (1998) menjelaskan bahwa dengan memberikan kesempatan yang lebih besar pada siswa dalam menggunakan bahasa sains maka mereka akan lebih cepat menyerap konten sains tersebut. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 31 dapat diambil dengan memberikan perlakuan pada tokoh animasi maupun segala hal yang ada dalam animasi. Misalkan pada materi hukum Newton, dalam suatu soal dimana menghasilkan posisi dalam nilai dan jarak, jawaban yang biasanya berupa nilai dan jarak dapat diganti dengan siswa secara langsung menempatkan benda pada posisi yang seharusnya (jarak yang sesuai). Contoh : Jawaban Konvensional a.) 15 m b.) 30m c.) 45 m d.) 60 m Jawaban dalam PBICEobjek yang akan 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 posisi ( t ) Gambar 2. Contoh jawaban dalam bentuk PBICE-M Dalam perkembangannya pada jawaban dalam PBICE-M objek yang diletakkan bisa berupa animasi burung, serangga, atau objek menarik lainnya. Dan garis hitam dan merah yang menunjukan posisi juga bisa diganti dengan objek lingkungan seperti pepohoan, bebatuan, sungai maupun lingkungan yang lebih kompleks lagi. Perangkat yang dibutuhkan beragam dimulai dari Hardware yang meliputi media visualisasi seperti LCD Projector, Screen, Komputer Desktop, Notebook dan Laptop maupun piranti lunak (Software) media yang beragam seperti : Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 32 Tabel 1. Software umum yang dapat digunakan dalam PBICE-M No 1. Nama Macromedia Flash dan Macromedia Flash MX Alamat Unduh www.adobe.com 2. Adobe Flash www.adobe.com 3. Shockwave Player www.adobe.com 4. Incomedia Website X-5 www.stagecoachx5.com 5. Lecture Maker http://www.lecturemaker.com 6. I-Spring http://www.ispringsolutions.com/ 7. CrossWord http://www.solrobots.com/ 8. Eclipse Crossword http://www.eclipsecrossword.com/ 9. Crocodile Physics 6.0.5 http://www.crocodile-clips.com/ 10. Wonder Share Quiz Creator Cisco Packet Tracer Phet http://www.sameshow.com/ 11. 12. Keterangan Macromedia Flash adalah software yang digunakan oleh para desainer dan pengembang untuk membuat presentasi, aplikasi, dan konten lain yang memiliki interaksi dengan pengguna. Proyek flash meliputi animasi sederhana, konten video, presentasi yang kompleks, dan kombinasi semua itu. Adobe Flash Player merupakan suatu software yang satu paket dengan Macromedia Flash. Adobe Flash Player ini berfungsi untuk memainkan hasil presentasi atau animasi yang telah dibuat dari Macromedia Flash. Adobe Shockwave hampir sama dengan Adobe Flash Player, karena merupakan plugin bagi browser, tapi perbedaannya kalau shockwave menjalanakan game atau video yang memerlukan kemampuan VGA, jadi membutuhkan DirectX tentunya, seperti DirectX 9. Secara sederhana shockwave flash player adalah plugin browser untuk menampilkan content website interaktif yg dibuat dengan Adobe Director. WebSite X5 Evolution adalah sebuah software yang memungkinkan untuk membuat, mengkonfigurasi dan mempublikasikan website hanya dalam beberapa langkah sederhana. User interface dari program ini adalah bersih dan sederhana. Aplikasi Lecture Maker merupakan aplikasi pembuat media presentasi, sama halnya dengan aplikasi powerpoint. Aplikasi ini menyediakan fasilitas dalam membuat presentasi dengan singkat. Salah satu kelebihan aplikasi ini bisa dijadikan sebagai bentuk aplikasi untuk cd interaktif, menyediakan fasilitas soal seperti multiple choice dan essey. I-Spring Free adalah software yang dapat digunakan untuk merubah file Powerpoint ke dalam bentuk Flash Movie. I-Spring membuat soalah-olah persentasi yang kita buat,dibuat menggunakan flash. Dengan software ini kita dapat membuat teka teki silang berbentuk flash interaktif. Dengan software ini kita dapat membuat teka teki silang berbentuk flash interaktif (gratis tidak perlu crack/keygen). Ini merupakan software simulasi fisika yang sangat menarik. Banyak sekali jenis simulasi pada software ini. Mulai dari mekanika, gelombang, optik, sampai elektronika. Banyak contoh-contoh percobaan yang sangat fundamental dalam konsep fisika. Software ini dapat digunakan untuk membuat kuis yang menarik, interaktif dan praktis. http://www.packettracer.info Cisco Packet Tracer merupakan aplikasi yang digunakan untuk mensimulasikan jaringan komputer. http://phet.colorado.edu/ Phet merupakan software simulasi interaktif yang berbasis research dan berlisensi gratis (free software). Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 33 2. Memberikan solusi atas ketidaksiapan guru dalam menghadapi sistem E-Learning dan pemanfaatan media berbasis TI. 3. Menghindari plagiasi media E-Learning, bahkan melaui PBICE-M yang dibuat secara mandiri ini guru dapat dengan leluasa membuat media dengan batasan-batasan yang diinginkan baik dari batasan spesifik materi yang ingin disampaikan, percobaan yang ingin dilakukan hingga ujian dengan inovasi yang lebih sesuai dengan ciri khas masing-masing guru ataupun karakteristik dominan dari suatu kelas. E-Progress mampu mendapatkan hasil yang optimal apabila melibatkan kerjasama dengan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), Forum Guru, dan mahasiswa baik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan ataupun non-pendidikan. Kerjasama dengan LPTK dapat menggunakan format Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Bahan ajar yang telah dibuat menggunakan aplikasi diatas dapat dengan mudah didistribusikan ke siswa melalui media storage Flashdisk. Sambungan nirkabel WI-FI, internet, maupun koneksi LAN. Adapun tujuan dari PBICE-M adalah: 1. Mempermudah penyampaian materi dengan konsep yang disampaikan secara menyenangkan, unik dan beragam. 2. Siswa secara mandiri dapat melakukan percobaan dan uji coba dengan beberapa tingkatan sehigga siswa merasa tertantang untuk melanjutkan tes/percobaan selanjutnya setelah selesai menyelesaikan tingkat yang mudah, hal ini diharapkan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa. 3. Menghilangkan mindset siswa bahwa ujian itu selalu hal yang menakutkan dan tidak menyenangkan. 4. Langkah awal dalam menjawab tantangan global dengan membiasakan siswa dalam belajar bahasa inggris khususnya pada mata pelajaran fisika dimulai dari pengenalan istilah fisika dalam bahasa inggris, memahami materi dalam bahasa inggris, hingga melakukan eksperimen dan ujian dengan pengantar bahasa inggris. E-Week E-Week merupakan kegiatan yang dilakukan pada sekolah menengah selama satu minggu dimana seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan PBICE-M oleh guru kepada siswa. Pertama – tama bahan ajar yang telah dibuat oleh guru secara mandiri didistribusikan kepada siswa melalui media storage Flashdisk, sambungan nirkabel WI-FI, internet, maupun koneksi LAN. Guru dapat menyampaikan materi secara langsung yang diikuti dengan eksperimen mandiri oleh siswa ataupun guru hanya memberikan arahan dan pengawasan, sehingga siswa berperan aktif sepenuhnya. Tujuan diadakannya E-Week antara lain : 1. Usaha nyata dalam mengoptimalkan E-Learning dan pemanfaatan media berbasis TI di lingkungan sekolah. 2. Meningkatkan kreatifitas siswa karena siswa berperan aktif dalam pembelajaran, serta siswa juga dapat selalu mencoba hal – hal baru dalam media yang beragam (dengan syarat guru secara mandiri aktif dalam pembuatan PBICE-M). E-Progress E-Progress merupakan usaha pengenalan dan pelatihan PBICE-M kepada guru sekolah menengah baik SMP maupun SMA. Kegiatan ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap Pertama berupa sosialisasi PBICE-M kepada guru. Guru diperkenalkan akan apa itu PBICE-M, tujuan dan manfaat PBICE-M, Interface PBICE-M, serta tentu saja bagaimana pelaksanaan pelatihan EProgress secara menyeluruh. Tahap kedua berupa pelatihan kepada guru dimana guru dilatih untuk mampu menggunakan PBICE-M serta membuat PBICE-M secara mandiri. Pada tahap ini pertama-tama dilakukan pembekalan kepada guru berupa pelatihan penggunaan perangkat elektronik dimulai dari komputer, LCD, cara pemasangan dan pemakaian perangkat wireless serta pengenalan beberapa software yang terkait. Lalu guru dilatih menggunakan PBICE-M yang sudah dibuat, yang diikuti dengan pelatihan pembuatan PBICE-M yang lebih menekankan kepada kreatifitas guru yang disesuaikan dengan cara mengajar masing-masing. Tahap terakhir adalah uji kemampuan guru dalam membuat PBICE-M secara mandiri dan berbeda satu dengan yang lainnya. Tahap terakhir ini dapat dilakukan secara mandiri oleh guru dengan waktu 1 bulan secara terpisah. Sehingga guru tetap dapat merancang PBICE-M masing-masing tanpa harus meninggalkan kewajiban mengajar di sekolah. Adapun tujuan dari E-Progress adalah : 1. Memperkenalkan kepada guru bahkan melatih guru dalam pembelajaran aktif E-Learning sebagai salah satu teknologi dalam bidang pendidikan. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 V. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Optimalisasi penggunaan media berbasis teknologi saat ini terkendala justru dikarenakan oleh pihak pengajar yang kurang siap dalam menghadapi ELearning. 2. PBICE-M, E-Progress, dan E-Week merupakan program yang dilakukan secara berkesinambungan dimana PBICE-M hadir sebagai inovasi media, EProgress hadir sebagai langkah mengoptimalkan PBICE-M pada guru, dan E-Week hadir sebagai langkah nyata dalam optimalisasi penggunaan media berbasis TI di sekolah. 3. PBICE-M dilakukan secara bertahap dan kontinyu. PBICE-M, E-Progress, dan E-Week diharapkan mampu memudahkan penyampaian konsep secara 34 menarik, meningkatkan kreatifitas siswa, menuntut peranan aktif guru dalam optimalisasi media pembelajaran berbasis TI dan mampu memberikan solusi bagi siswa dalam usaha mempermudah pembelajaran bahasa inggris khususnya dalam bidang studi Fisika. pengertian-wirausaha/#ixzz1 uPlnu Nox, diakses tanggal 9 Mei 2012. [10] W. Indah, Kelebihan dan Kelemahan Dari ELearning, 2008. Website: http://wwwelearningtp0406.blogspot.com/2008/05/kelebihandan-kelemahan-dari-e-learning.html, diakses tanggal 20 Juni 2012. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membatu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada: 1. Bapak Supeno, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas jember; 2. Ibu Dra. Sri Astutik, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesainya penulisan makalah ini; 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian makalah ini. PUSTAKA [1] Admin, Pengertian Media Pembelajaran, 2012. Website: http://belajarpsikologi.com/pengertianmedia-pembelajaran/, diakses tanggal 10 Mei 2012. [2] Anna, Komunikatif, 2008. Website: http://www.inspiratio.web.id/?p=43, diakses 9 Mei 2012 [3] Anonim, Pengertian E-Learning, 2008. Website: http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?optio n=com_content&task=view&id=13&Itemid=39, diakses tanggal 20 Juni 2012. [4] Anonim, Pengertian Media Pembelajaran, 2012. Website: belajarpsikologi.com, diakses tanggal 10 Mei 2012. [5] H. Rudi, Kurangnya Kemampuan Guru dalam Menggunakan ICT, 2010. Website: http://sdnkalipang01.multiply.com/journal/item/2 4/KURANGNYA_KEMAMPUAN_GURU_DA LAM_MENGGUNAKAN_ICT?&show_interstiti al=1&u=%2Fjournal%2Fitem, diakses tanggal 20 Juni 2012. [6] Kurniawan, Billingual Teaching, 2011. Website: http://karuniakurniawan.blogspot.com/2011/03/bilingualteaching.html, diakses tanggal 10 Mei 2012. [7] Noor. Idris H.M, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Website: http://sippendidikan.org/media.php?page=detailka rya&id=51, diakses tanggal 20 Juni 2012. [8] Program Studi Pendidikan IPA S1 FMIPA Unnes, Prosiding Seminar Nasional, CV. Swadaya Manunggal, Semarang, April 2011. [9] Tama. Angki A, Pengertian Wirausaha, 2011. Website: http://id.shvoong.com/businessmanagement/human-resources/2123598- Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 35 PEMANFAATAN “NERACA AJAIB” GUNA MENJELASKAN KONSEP BENDA SEIMBANG PADA SISWA KELAS X SEMESTER 1 SMA MUHAMMADIYAH 1 GOMBONG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Eko Setyadi Kurniawan Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan KHA.Dahlan 3 Purworejo, Jawa Tengah 54111 e-mail : [email protected] Intisari - Mengukur massa menggunakan neraca atau timbangan merupakan kegiatan yang dianggap mudah oleh siswa, namun tidak semua siswa memahami dengan baik konsep benda seimbang, hal ini nampak dari hasil penelitian yang telah dilakukan guna mengetahui konsepsi siswa tentang benda seimbang menggunakan alat peraga sederhana “Neraca Ajaib”. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah keseluruan siswa kelas X di SMA Muhammadiyah 1 Gombong yang berjumlah 98 siswa yang dibagi menjadi kelompok-kelompok setiap kelasnya. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap siswa yang melakukan percobaan menggunakan “Neraca Ajaib” tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sejumlah 35 siswa atau 35 % siswa tidak menyebutkan dengan benar konsep benda seimbang, hal tersebut nampak pada jawaban yang diberikan siswa ketika percobaan berlangsung. Untuk mengatasi hal tersebut peran guru di kelas sangat penting dalam memberikan pengarahan dan penanaman konsep benda seimbang sejak dini secara benar agar kelak ketika mengikuti pembelajaran untuk materi kesetimbangan benda tegar tidak terjadi kesalahan yang serupa. Kata kunci : Neraca Ajaib, benda seimbang sebagai alat peraga yang diharapkan proses pembelajaran akan lebih bermakna dan mengena. R.Hady Wahono (2010) telah melakukan suatu kajian tentang pemanfaatan botol air minum bekas sebagai alat peraga gaya sentripetal, sementara itu Z.Muna, dkk (2009) telah mengkaji tentang proses pengajaran pokok bahasan pesawat sederhana dengan metode eksperimen. Sementara R.Hady Wahono (2011) telah meneliti tentang pemanfaatan cobek dan munthu dalam meningkatkan pemahaman gaya gesek melalui demonstrasi membuat sambal; hal ini dapat dijadikan suatu contoh pemanfaatan barang-barang limbah yang sejatinya tidak terpakai lagi namun dapat dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran di kelas. Berdasarkan hal tersebut, kami tertarik untuk merancang suatu media pembelajaran Fisika berupa alat peraga sederhana pada topik benda seimbang dengan memanfaatkan kayu – kayu limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga diberi nama Neraca Ajaib, dengan peraga tersebut kami manfaatkan dalam pembelajaran Fisika di kelas X Sekolah Menengah Atas. I. PENDAHULUAN Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru Fisika guna membelajarkan materi Fisika di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) agar materi yang diajarkan mudah dimengerti oleh siswa, hal ini dilakukan semata-mata agar siswa menguasai dam memahami secara benar materi yang diajarkan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Untuk itulah dibuat suatu rekayasa/ skenario dalam pembelajaran, dan alat bantu mengajar guna tercapainya tujuan tersebut. Sebagai seorang guru tentu tidak kesulitan dalam mengajarkan suatu pokok bahasan namun bagi siswa yang memiliki karakteristik dan kemampuan akademik yang berbeda akan menjadi kendala tersendiri, hal ini dimungkinkan jika guru mengajarkan Fisika secara monoton dan menggunakan metode mengajar yang tidak bervariasi. Penting artinya juga bagi seorang Guru/ calon Guru untuk menguasai bahan ajar, seperti yang ditulis oleh Kurniawan E.S., (2011) tentang problematika penguasaan bahan ajar Fisika SMA pada mahasiswa Fisika yang ternyata kurang memahami dengan baik materi Fisika kelas X; guna mengatasi hal tersebut perlu adanya inovasi seorang guru atau calon guru agar pembelajaran di kelas menjadi menarik, menyenangkan, dan menantang sehingga siswa mau dan mampu memecahkan berbagai persoalan dalam fisika terutama di tingkat SMA melalui alat bantu mengajar. Telah banyak dikembangkan alat bantu mengajar berbasis komputer, namun terkadang masih dirasa perlu untuk memanfaatkan alat bantu dalam pembelajaran fisika berupa peraga sederhana. Keterbatasan anggaran, kurangnya daya dukung, dan fasilitas terkadang menjadi kendala utama bagi guru untuk membelajarkan fisika dengan media; namun meskipun dengan alat seadanya yang ada dilingkungan sekitar rumah dapat pula digunakan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI A. Benda Seimbang Benda disekitar kita memiliki beberapa gaya yang bekerja padanya meskipun dalam kedaan rehat (diam). Sebuah benda yang diam di atas meja misalnya memiliki dua buah gaya yaitu gaya normal dan gaya gravitasi, yang mengakibatkan gaya total bernilai nol., karena gaya yang diberikan ke atas harus sama dengan gaya yang diberikan gravitasi yang bekerja ke bawah. Benda dalam keadaan seperti ini disebut keadaan setimbang (equilibrium) (Dauglas C.Giancolli:1998). Agar sebuah benda diam, maka jumlah gaya dan torsi yang bekerja padanya haruslah bernilai nol, sehingga syarat kesetimbangan dapat dituliskan 36 F = 0 dan =0 (1) B. Neraca Ajaib Mengukur massa dengan nerca (timbangan) merupakan hal yang sangat lumrah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan dianggap suatu pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan karena neraca yang digunakan adalah neraca berskala atau dengan massa standar yang telah ditentukan, sehingga jika indikator penunjuk keseimbangan sudah sejajar maka benda tersebut dikatakan seimbang. Meskipun konsep ini telah terpatri dan di mengerti dalam benak siswa, namun bagi sebagian siswa yang lulus SMP dan baru masuk di kelas X SMA penguatan konsep tetap perlu dilakukan, terutama pada waktu proses pembelajaran besaran, satuan, dan alat ukur. Konsep benda seimbang sejatinya sudah dipelajari di tingkat SMP dalam pembahasan pesawat sederhana yaitu mainan jungkat-jungkit, dimana posisi siswa menentukan keseimbangan. Atas dasar pemikiran itulah, peneliti bersama dengan rekan tertarik untuk meneliti sejauhmana konsepsi siswa baru di SMA Muhammadiyah 1 Gombong tentang benda seimbang. Untuk itulah telah dirancang suatu peraga sederhana yang diberi nama Neraca Ajaib, seperti disajikan pada gambar 1, dinamakan demikian agar siswa tertarik dan memiliki keseriusan dalam proses pembelajarannya. Gambar 2. Percobaan dengan Neraca Ajaib Pada gambar 2 disajikan suasana saat proses pembelajaran dengan neraca ajaib, dimana setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri 3 siswa. Data diambil dari hasil percobaan secara langsung pada proses pembelajaran menggunakan neraca ajaib ini, dan pada awal percobaan diberikan pertanyaan yang disampaikan guru mengenai variasi posisi beban, kemudian siswa diminta menebak/ menjawab pertanyaan apakah seimbang ataukah tidak. Posisi benda divariasikan seperti disajikan pada gambar 3. D F A B C H I E G (a) D F A B C H I J E G (b) Gambar 1. Neraca Ajaib Gambar 3. (a). Posisi seimbang, (b) Tidak seimbang Dari uji sementara alat peraga yang dilakukan oleh peneliti, posisi seimbang akan diperoleh jika beban diletakkan pada posisi A-J, B-I, C-H, D-G, E-F, dan D-G. Adapun variasi posisi beban yang digunakan sebagai lembar kerja pengamatan, disajikan dalam tabel 1. III. BAHAN DAN METODE Neraca ini terbuat dari kayu limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga membentuk persegi panjang dengan dua lengan di samping kanan dan samping kiri. Guna menyangganya digunakan penyangga dengan kayu serupa dan diberi landasan. Dimensi alat peraga ini panjang 30 cm dan lebar 20 cm. Jarak antara satu titik beban dengan beban lain 5 cm. Sementara itu untuk mengikat satu kayu dengan kayu lainnya digunakan baut dan mur kecil ukuran 4 atau 6 dengan pemasangan tidak terlalu kencang sehingga hubungan antar kayu masih longgar dan dapat bergerak dengan bebas. Beban yang digunakan adalah massa standar dari Laboratorium Fisika yang berbobot 50 gram. Maksud dan tujuan utama dari perancangan peraga sederhana ini adalah sebagai upaya guna mengetahui konsepsi awal siswa tentang apakah benda akan seimbang jika terdapat perbedaan panjang lengan meskipun massanya sama. Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 Gombong pada tahun pelajaran 2010/2011 untuk kelas X (sepuluh) yang berjumlah 98 siswa terbagi menjadi 5 kelas dan dalam pelaksanaan kegiatan ini dalam setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 J Tabel 1. Variasi Letak/Posisi Beban Keterangan (√) Posisi N Kelompo Massa Sei Kana Ki Beba o k Siswa Beban mba n ri n ng A-H B-I C-J 1 1 50 A-F C-F B-G dst... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca atau timbangan baik neraca pegas atau neraca O’houss yang sudah terkalibrasi dengan baik tentu 37 seimbang sekitar 30% dengan alasan massanya sama, tanpa memperhatikan perbedaan panjang lengan. Pada posisi B-I, 70% atau 69 siswa menjawab dengan benar dengan alasan beban massanya sama dan letak titik beban juga sama yaitu ditengah-tengah, namun demikian masih terdapat 30% atau 29 siswa yang menjawab ke kanan. Untuk posisi C-J persentase kesalahan siswa menjawab sebesar 43% atau 42 siswa, karena jawaban yang benar adalah ke kiri. Pada posisi A-F hampir keseluruhan siswa dapat menjawab dengan benar sebanyak 89 siswa atau sebesar 98% dan yang keliru menjawab akan miring ke kanan sebesar 9% atau 9 siswa saja. Sementara itu pada posisi beban C-F persentase siswa menjawab keliru sebesar 56% atau sekitar 55 siswa, hal ini disebabkan siswa mengalami kebimbangan dalam menjawab apakah benda seimbang atau akan condong/ miring ke kanan. Dan untuk posisi B-G siswa cenderung menjawab ke kiri sebesar 69% atau 68 sementara yang menjawab seimbang dan ke kanan sebesar 31% atau 30 siswa. Secara keseluruhan siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep benda seimbang menggunakan peraga neraca ajaib ini rata-rata sebesar 35% dari total keseluruhan siswa yang melakukan pengamatan dan sisanya sebesar 65% dianggap cukup memahami konsep benda seimbang meskipun perlu pendampingan dan penjelasan lebih lanjut. akan menghasilkan suatu besaran hasil ukur yang mendekati nilai sebenarnya. Namun dalam pembelajaran di kelas, mengukur massa dengan neraca O’houss 3 lengan atau 4 lengan yang menghasilkan suatu besaran terukur dirasa kurang merangsang siswa untuk memahami konsep benda seimbang, karena yang diamati siswa hanya nilai dari massa dan bagaimana menyeimbangkan antara benda (yang ditimbang) dengan skala/ garis seimbang pada neraca tersebut. Telah dirancang suatu peraga sederhana dari bahan sederhana guna mengetahui konsepsi awal siswa baru yang masuk ke SMA Muhammadiyah 1 Gombong mengenai konsep benda seimbang berupa Neraca Ajaib. Dari hasil uji yang dilakukan peneliti diperoleh gambaran bahwa siswa hanya memperhatikan nilai massa saja tanpa memperhatikan panjang lengan dari alat tersebut, jadi jika massanya sama dianggap beratnya juga sama, dan lengan neraca akan seimbang, namun ternyata tidak demikian seperti halnya disajikan pada gambar 3(b). Hasil pengamatan selama percobaan yang dilakukan oleh siswa berdasarkan kelompok diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada tabel 2. Jumlah Siswa Tabel 2. Hasil Rekap Pengamatan Penggunaan Neraca Ajaib Persentase siswa menjawab Posisi Tidak Beban Seimbang Kanan Kiri menjawab A-H 30% 60% 0% 10% B-I 70% 30% 0% 0% C-J 33% 10% 57% 0% A-F 0% 9% 91% 0% C-F 18% 28% 43% 10% B-G 31% 10% 69% 0% 100 80 60 40 20 0 V. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebagian siswa yang pernah belajar dan diajar mengenai konsep benda seimbang di SMP ternyata belum memahami dengan benar tentang benda seimbang, baik karena alasan lupa, atau tidak tahu. Menurut konsepsi awal mereka benda seimbang adalah benda yang massanya sama, tanpa memperhatikan panjang lengan. Dengan demikian meskipun sangat sederhana dan terbuat dari bahan limbah kayu, namun peraga Neraca Ajaib ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif alat bantu pembelajaran di kelas pada pokok bahasan besaran dan satuan, alat ukur, maupun kesetimbangan benda tegar di kelas XI. Namun demikian, peraga Neraca Ajaib ini memerlukan pengembangan lebih lanjut, utamanya adalah ketiadaan skala. Selain itu, faktor gesekan antara kayu-kayunya cukup mempengaruhi proses keseimbangan, sehingga dalam pembuatannya perlu diperhatikan tingkat kehalusan pada permukaannya, dan pada pemasangan perlu diperhatikan tingkat kekencangan baut pengikatnya sehingga meminimalisasikan gesekan antar kayu tersebut. Grafik Penguasaan Konsep Benda Seimbang A‐H B‐I C‐J A‐F C‐F B‐G Posisi Benda Gambar 4. Grafik Penguasaan Konsep Benda Seimbang Dari tabel 2 dan gambar 4 nampak bahwa pada diri siswa masih keliru dalam memahami konsep benda seimbang, pada posisi beban A-H jawaban yang seharusnya adalah ke kanan dan pada tabel rekap tersebut terdapat 60% atau 59 siswa menjawab dengan benar, namun 40% atau sekitar 39 siswa yang tidak menjawab dan keliru dengan alasan tidak tahu dan belum paham karena percobaan pertama kali dilakukan pada titik tersebut, dan yang menjawab Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Slamet,M.Pd.Si. selaku guru Fisika di SMA Muhammadiyah 1 Gombong yang telah merancang dan memperkenankan Neraca Ajaib ini diuji, diteliti, dan disajikan dalam bentuk makalah. 38 PUSTAKA Prosiding seminar: [1] Demaryanti Langtang, Wahyu Hari Kristiyanto, Pengembangan Alat Peraga Sederhana Sebagai Media Pembelajaran Kontekstual Topik Alarm Banjir dan Ujicoba Keberhasilannya, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains, vol. 1 No. 1, Salatiga, Juni 2010,441. [2] Eko Setyadi Kurniawan,Problematika Penguasaan Bahan Ajar Fisika SMA Kelas X Pada Mahasiswa Pendidikan Fisika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. ISBN: 978-979-99314-5-0. Yogyakarta,14 Mei 2011: PF-109 [3] R. Hady Wahono. Pemanfaatan Cobek Dan Muthu Dalam Meningkatkan Pemahaman Gaya Gesek Melalui Demonstrasi Membuat Sambal. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. ISBN: 978979-99314-5-0. Yogyakarta,14 Mei 2011: PF-75 [4] R. Hady Wahono. Pemanfaatan Botol Air Minum Bekas Sebagai Alat Peraga Gaya Sentripetal. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains. ISSN: 2087-782X. Purworejo,November 2010: 139 Jurnal: [5] Z.Muna, M. Sukisno, A. Yulianto. Pengajaran Pokok Bahasan Pesawat Sederhana Dengan Metode Eksperimen Pada Siswa Sekolah Dasar,Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Volume 5 Nomor 1. Semarang: Januari 2009. ISSN: 1693-1246. Hal.8-13 Buku: [6] Dauglas C. Giancolli. Fisika. Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 39 PEMBELAJARAN PBDM (PHYSICS BASED ON DISASTER MANAGEMENT) SEBAGAI UPAYA INOVATIF-SOLUTIF DALAM MENUMBUHKAN SOFT POWER SECARA DINI TERHADAP KESADARAN PREVENTIF DAN RESPONSIF KEBENCANAAN Agusta Danang Wijaya, Fitria Rahmawati, Achmad Ridwan, Mohammad Abdul Azis dan Hawin Marlistya Priswayani Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto Jember Jawa Timur 68121 Indonesia [email protected] Intisari – Bencana alam telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan di sekitar. pembelajaran fisika dapat diimplementasikan di kelas dengan berbasis manajemen bencana. Berdasarkan data BPS Kabupaten Jember, bencana yang terjadi 2 Januari 2006 yang telah melanda kecamatan Panti, Jember-Jawa Timur tahun terutama desa Kemiri, desa Suci dan desa Serut mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1900 orang mengungsi dan 36 rumah hanyut, 2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140 ha sawah rusak. Hal ini mengindikasikan bahwa kabupaten Jember adalah kawasan rawan bencana. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas pembelajaran PBDM dalam pembelajaran fisika di SMA dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajatan PBDM pada pembelajaran fisika di SMA. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Diponegoro Panti Jember pada semester genap pada pokok bahasan Fluida. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA. Desain penelitian adalah menggunakan desain control group pretest post-test. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data diri siswa, observasi untuk mendapatkan data aktivitas pembelajaran di kelas, tes untuk memperoleh nilai hasil belajar, dan angket untuk mengetahui respon siswa. Pada analisis penelitian PBDM ini menggunakan analisis uji beda menggunakan Paried Sample T-Test dan hasil angket. Berdasarkan hasil uji menggunkan Paried Sample T-Test didapatkan hasil bahwa t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) adalah 2.04 sehingga Ho ditolak. Jadi perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM adalah signifikan. Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa yang terbagi menjadi dua kategori yakni angket preventif dan responsif siswa terhadap masalah kebencanaan didapatkan hasil yang baik terhadap permasalahan kebencanaan. Data angket preventif menunjukan bahwa lebih dari 70% siswa memiliki kesadaran preventif kebencanaan, hal ini ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa lebih sadar terhadap sampah, rata-rata siswa menjawab membersihkan sampah, dan membuangnya ke tempat sampah. Sedangkan pada angket responsif, rata-rata siswa memiliki respon yang baik jika terjadi bencana, peduli terhadap manajemen bencana. Kata kunci: Manajemen bencana, Pembelajaran fisika, PBDM (Physic Based Disaster Management), Efektivitas Pembelajaran, Respon siswa Abstract – Natural disaster has given enough impact to surroundings. Physics instructional can be implementeted in the class that based on disaster management. Based on BPS data of Jember regency, disaster happened on 2nd January 2006 has attacked Panti subdistrict, Jember-East Java moreover in Kemiri, Suci, and Serut caused 76 people died, 15 people were gone, 1900 people fleed and 36 houses washed away, 2.400 was broken, 6 bridges was broken and 140 ha field was broken. It indicates that Jember is sensitive with disaster. The objectives of this research are to know effectiveness of instructional of PBDM on physics instructional in senior high school and to know response of student with PBDM on physics instructional in senior high school. This research is quasi experiment. This research is done in SMA Diponegoro Panti Jember on even semester with chapter about Fluid. Sample in this is class XI IPA. Design of research is use design of control group pre-test post-test. Data of research are gotten with documentation method for getting the data of student, observation for getting the activities of student in the class, test for getting the result of study, and questionnaire for getting the response of student. For analyzing the research of PBDM uses analyze of different test uses sample T-Test and the result of questionnaire. Based on analyze of different test uses sample T-Test gotten that t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) is 2.04 so that Ho is refused. So the the difference result of before and after PBDM is significant. Based on questionnaire that given to the student divided into two categories preventive and responsive of student with the problem of disaster gotten good result about the problem of disaster. The questionnaire of preventive shows that more than 70% student has the awareness of preventive in disaster,it is shown with the the almost answer of student, student aware with rubbish, the student cleans rubbish, and student throws it to the recycle. Whereas in questionnaire of responsive, almost student hasgood responseif the disaster happened, care about disaster management. Key words: Disaster management, Physics instructional, PBDM (Physic Based Disaster Management), Effectiveness of instructional, Response of student Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 40 Oleh karena itu agar bencana tidak menimbulkan banyak korban lagi maka dibutuhkan manajemen yang baik yang termanifestasikan dalam pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan pembelajaran fisika sangat relevan jika dikorelasikan dengan fenomena kebencanaan. Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran PBDM (Physics Based on Disaster Managemnent) sebagai Upaya InovatifSolutif dalam Menumbuhkan Soft Power Secara Dini Terhadap Kesadaran Preventif dan Responsif Kebencanaan”. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Makalah dipersiapkan dalam bentuk softcopy dengan format ukuran kertas A4. Batas tepi: atas = 2 cm, bawah = 2,26 cm, sisi = 1,5 cm. Lebar kolom pada A4 adalah 8,6 cm. Jarak antara dua kolom adalah 0,8 cm. Ukuran paragraf menjorok adalah 0,35 cm. Tipe Ukuran dan Jenis huruf: ikuti ukuran yang telah dicantumkan dalam Tabel I. Untuk diperhatikan pada jenis ukuran, 1 point adalah sekitar 0,35 mm. Ukuran huruf “j” kecil merupakan ukuran acuan. Jenis huruf lebih disarankan menggunakan Times New Roman. Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia (Wikipedia, 2011), dimana dampak yang diakibatkan oleh bencana seperti bidang ekonomi, sosial dan juga lingkungan sekitar dapat berpengaruh terhadap aktivitas sosial masyarakat. Kerusakan infrastruktur dapat berpengaruh terhadap perekonomian dan juga lingkungan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Jika ditinjau dari sudut geografi maka pasti terdapat banyak lempeng (plate) di kepulauan negeri ini, sehingga sesuai dengan hukum alam maka gerakan lempeng akan terus terjadi sehingga kejadian alam seperti bencana alam tak mungkin bisa terhindarkan. Ilmu fisika merupakan ilmu fundamental, artinya ilmu fisika menjadi dasar bagi pemahaman terhadap fenomena yang terdapat di alam semesta. Proses seluruh kejadian mulai dari makrokosmos sampai pada skala mikrokosmos mampu dijelaskan secara terperinci dengan ilmu fisika. Fenomena alam pun yang merupakan bencana alam seperti gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor mampu dijelaskan dengan ilmu fisika. Sehingga pembelajaran fisika di sekolah merupakan sesuatu yang harus selalu diinovasikan agar menjadi lebih menyenangkan dan korelasinya dengan hal-hal kebencanaan lebih nyata. Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang rawan bencana. Bencana banjir bandang dan longsor telah melanda kecamatan Panti, Jember-Jawa Timur tahun 2006 terutama desa Kemiri, desa Suci dan desa Serut. Desa Kemiri dan Suci merupakan area terparah yang terlanda bencana sementara desa Serut hanya sebagian kecil namun desa ini merupakan tempat mengungsi masyarakat dari desa Suci dan Kemiri. Berdasarkan data BPS Kabupaten Jember, bencana yang terjadi 2 Januari 2006 mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1900 orang mengungsi dan 36 rumah hanyut, 2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140 ha sawah rusak (Bapemas, 2007). Hal ini membuktikan bahwa kesadaran preventif dan responsif masyarakat tersebut kurang disebabkan manajemen bencana (management disaster) yang belum termanifestasikan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas dimana bencana-bencana alam selalu menghantam bangsa ini maka akan lebih baik jika manajemen bencana mampu diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran PBMD dalam pembelajaran fisika di SMA? 2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran PBMD dalam pembelajaran fisika di SMA? Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas¸ maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji efektivitas pembelajaran PBMD dalam pembelajaran fisika di SMA. 2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajatan PBMD pada pembelajaran fisika di SMA. II. LANDASAN TEORI Manajemen Dan Mitigasi Bencana Secara morfologi, kecamatan Panti merupakan daerah perbukitan sebelah selatan-tenggara gunung Argopuro dengan ketinggian melandai dari 50 m sampai 500 m di atas permukaan laut, dengan tatanan stratigrafi breksi Argopuro (Qvab) dan endapan kipas Argopuro (Qaf) (Sapei, 1992). Priyantari dan Supeno (2008) berhasil menginventarisir posisi titik longsor daerah bencana, pemukiman, dan sungai sehingga dapat digunakan untuk melihat pola dan kecenderungan kelongsoran dan bencana banjir yang terjadi di Panti. Beradasarkan peta topografi hasil penelitian memperlihatkan bentang alam dan pola sebaran pemukiman, hutan, pola aliran sungai, limpasan aliran permukaan, dan kelongsoran. Peristiwa bencana banjir yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar di Panti Jember, telah menyadarkan bahwa manajemen bencana masih sangat jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu manajemen bencana perlu dipahami oleh seluruh kalangan terutama masyarakat yang berada di daerah rawan bencana. Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Manajemen bencana bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis (Fema, 2000). Secara umum 41 penggunaan hard power tidak lagi populer untuk mencapai tujuan nasional suatu negara.Indonesia harus mampu mengambil keuntungan dari setiap persaingan yang terjadi di era tersebut. kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu (1) kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini, (2) kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search And Rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian, (3) kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi (UNDP, 1994). III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental. Penelitian quasi eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik . Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Dipenogoro Panti Jember pada siswa kelas XI IPA dengan beberapa alasan, antara lain sebagai berikut. 1. Judul penelitian belum pernah diteliti di SMA Dipenogoro Panti Jember. 2. Kesediaan sekolah untuk menjadi tempat pelaksanaan penelitian. 3. Daerah Rambipuji adalah salah satu daerah rawan bencana yang berbatasan langsung dengan daerah Panti. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Pembelajaran Fisika Fisika menguraikan dan menganalisis struktur dan peristiwa yang terjadi di alam, teknik dan lingkungan di sekitar kita. Menurut Ostdiek (2008:4) dalam proses tersebut ditemukan sejumlah aturan atau hukumhukum di alam yang dapat menerangkan gejala alam tersebut secara logis dan rasional. Proses menguraikan dan menganalisis tersebut didasarkan pada penerapan struktur logika sebab akibat (kausalitas). Pada gilirannya proses menguraikan dan menganalisis tersebut bertujuan untuk memahami gejala alam. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut. Sangat disayangkan mata pelajaran fisika pada umumnya justru dikenal sebagai mata pelajaran yang sulit. Namun, keterfokusan memahami fisika secara konseptual mengakibatkan adanya dikotomi pendidikan yaitu pelajaran fisika hanya sebatas mempelajari ilmu-ilmu alam dengan berbagai konsep tanpa memperhatikan siapa yang telah menciptakan semua ini. Penentuan Responden Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti, sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA. Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap judul penelitian, maka perlu diberikan penjelasan beberapa istilah yaitu, sebagai berikut: 1. Keefektivitasan model pembelajaran Keefektivitasan model pembelajaran disini dimaksudkan bahwa, seberapa besar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran PBDM dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam ranah pembelajaran fisika yang tersisipi pengetahuan akan tanggap bencana. 2. Respon siswa Respon siswa merupakan tanggapan akan pembelajaran manajemen bencana dalam mengukur seberapa besar pengetahuan akan managemen bencana, tanpa mengesampingkan pemahaman siswa akan materi yang disampaikan. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah menggunakan desain control group pre-test post-test seperti pada gambar berikut (Arikunto, 2006): Soft Power Tolok ukur penting dalam menilai keberhasilan pembangunan sebuah negara dapat dilihat dari keberhasilan bangsa tersebut memajukan pendidikan nasional, yang diartikan sebagai pembiasaan, pembelajaran, peneladanan, bukan sekedar penyekolahan (schooling) (Hassan, 2004: 52). Sementara itu, dalam peradaban mana pun membangun karakter nasional merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan pembangunan nasional secara umum dan pembangunan bidang pendidikan pada khususnya. Soft power berarti bagaimana mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa menggunakan kekerasan fisik atau paksaan uang. Soft power muncul dari daya tarik suatu bangsa yang bersumber dari kebudayaan, kearifan lokal, pemikiran-pemikiran cemerlang dan kreatif warga negaranya. Soft power merupakan elemen penting kekuatan nasional dan menjadi kian penting di masa kini dan mendatang. soft power karena dengan memiliki soft power, Indonesia berhasil bertahan (survive) di tengah pertarungan kesejagatan yang tidak mungkin dihindari. Bagi Indonesia, disamping tidak memiliki kapasitas memadai untuk memiliki dan menggunakan, Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 X Treatmen O Observasion Gambar 1 Desain Penelitian Design One-shot Case Study Keterangan : 42 X : kelas eksperimen (kelas yang menggunakan pembelajaran PBDM) O : Observasi, analisis hasil perlakuan dengan pembelajaran PBDM 100% Keterangan : : presentase besarnya efektivitas pembelajaran dari perlakuan : besarnya rata-rata skor tes awal (hasil ulangan sebelumnya) : besarnya rata-rata skor tes akhir (hasil post-test) 2. Untuk mengkaji respon siswa digunakan data hasil wawancara dan angket yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. a. Prosedur Penelitian Observasi Awal b. Populasi Dokumentasi c. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada analisis penelitian PBDM (Physic Based Disaster Management) ini menggunakan analisis uji beda menggunakan Paried Sample T-Test. Berdasarkan hasil uji menggunkan Paried Sample T-Test didapatkan hasil bahwa t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) adalah 2.04 sehingga Ho ditolak. Jadi perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah treatment pembelajaran PBDM (Physic Based Disaster Management) signifikan. Hipotesis : Ho = tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM (Physic Based Disaster Management) Hi = terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM (Physic Based Disaster Management) Berdasarkan analisis perbedaan hasil belajar menggunakan Paried Sample T-Test dan hasil observasi aktifitas, maupun respon siswa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika menggunakan PBDM (Physic Based Disaster Management) memberikan tingkat efektivitas pembelajaran yang baik, materi fisika tersampaikan dengan baik, siswa memliki apresiasi yang baik dalam pembelajaran, dan efek dari pembelajaran PBDM ini siswa menjadi lebih preventif dan responsif dalam manajemen bencana Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa yang terbagi menjadi dua kategori yakni angket preventif dan responsive siswa terhadap masalah kebencanaan di dapatkan hasil yang baik terhadap permasalahan kebencanaan. Data angket preventif menunjukan bahwa lebih dari 70% siswa memliki kesadaran akan preventif kebencanaan, hal ini ditunjukan dengan ratarata jawaban siswa lebih peduli terhadap sampah, ratarata siswa menjawab membersihkan, dan membuangnya ke tempat sampah, demikian halnya jawaban angket responsif, rata-rata siswa memiliki respon yang baik jika terjadi bencana, peduli terhadap penanggulangan bencana. Sampel d. Kelas Eksperimen e. Pembelajaran PBDM (Physic f. Based on g. ) Disaster Management h. Observas i Post-test i. j. Data Analisis data k. Hasil l. Pembahasan m. Kesimpulan n. Gambar 2 Skema Penelitian Quasi Eksperimen Metode Pengumpulan Data Data penelitian akan diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data diri siswa, observasi untuk mendapatkan data aktivitas pembelajaran di kelas, tes untuk memperoleh nilai hasil belajar, serta wawancara dan angket untuk mengetahui respon siswa. Metode Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menentukan efektivitas model pembelajaran dilakukan dengan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 V. KESIMPULAN Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan dari efektivitas belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM. Dari hasil respon siswa terhadap pembelajaran PBDM didapat 43 bahwa siswa lebih preventif dan responsif terhadap masalah manajemen bencana. Dari pembelajaran ini terdapat progress dari siswa terhadap masalah kebencanaan yang ada di sekitar mereka, sehingga pembelajaran PBDM ini sangat cocok jika diterapkan secara nasional yang mana Indonesia telah diindikasikan merupakan negara yang rawan terhadap bencana. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak Dikti yang telah memberikan dana hibah sehingga penelitian PBDM ini dapat terealisasikan. Terima kasih juga penulis berikan kepada Bapak Supeno, S. Pd, M. Si yang telah membimbing penulis dalam penelitian ini. PUSTAKA [1] Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. [2] Bapemas. 2007. Profil Desa / Kelurahan Kabupaten Jember Tahun 2007, Jember: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Jember. [3] Federal Emergency Management Agency (FEMA). 2000. What Is Mitigation?, Mitigation: Reduction Risk through Mitigation. Washington: FEMA. [4] Hasan. 2007. Modul Manajemen Bencana Seputar Beberapa Bencana di Indonesia. www.bapedajabar.go.id/docs/perencanaan/20070524_071 620.pdf [5] Ostdiek, VJ and Bord DJ. 2008. Inquiry Into Physics. Belmont: Thomsons Brooks/Cole. [6] Priyantari, N. dan Supeno. 2008. Integrasi Pengukuran Secara Terpadu (Geographycal, Geophysical, Geotechnical System) Untuk Aplikasi Tata Guna Lahan Di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Jember. [7] Sapei, T. 1992. Peta Geologi Lembar Jember, Jawa. Bandung: Penelitian Dan Pengembangan Geologi. [8] UNDP. 1994. Program Pelatihan Managemen Bencana, Mitigasi Bencana, Edisi Dua. Cambridge: Architectural Research Limited. [9] http://id.wikipedia.org/wiki/Bencana_alam. [4 Oktober 2011]. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 44 PENDEKATAN BENTUK PERMUKAAN SUMBER RADIOAKTIF Cs-137 BERBASIS INTENSITAS RADIASI Dede Sunardi1, Moh. Toifur2, dan Sumadji ¹Magister Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta ²Magister Pendidikan Fisika, PPS Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jln. Pramuka 42,Sidikan Yogyakarta, Telp.0274-563515 Fax.0274-564604 Email : [email protected] Intisari – Selama ini ketika mahasiswa melakukan percobaan yang memanfaatkan sumber radioaktif Cs-137 dan detektor menganggap bahwa peletakan detektor terhadap Cs-137 pada radius yang sama pada berbagai sudut akan diperoleh cacah radiasi yang sama, padahal kenyataanya bisa berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil intensitas radiasi Cs-137 terhadap jarak pada berbagai sudut, kemudian memperkirakan pendekatan bentuk permukaan sumber radioaktif Cs-137 berdasarakan kesamaan intensitas radiasi pada berbagai arah. Eksperimen diawali dengan menentukan koefisien serap udara dengan data berupa cacah radiasi pada jarak 5 – 25 cm, dilanjutkan penentuan jarak pada berbagai arah (sudut 0 - 180°) yang memberikan intensitas radiasi yang sama menggunakan persamaan ri = (1 / µ ) ln( N i / N 0 ) . Selanjutnya titik-titik pada berbagai arah tersebut dihubungkan untuk menghasilkan kontur ekuiintensitas. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa koefisien serap bahan µ = (0,27 ± 0,003) . Selain itu gambar kontur ekuiintensitas tidak berupa simetri setengah lingkaran sehingga pancaran radiasi pada berbagai arah pada jarak yang sama berbeda-beda. Dengan kontur ekuiintensitas ini pula maka diperkirakan bentuk fisik radioaktif Cs-137 yang terdapat di dalam selongsong juga demikian. Kata kunci: Radiasi, Intensitas, Cacah latar, ekuiintensitas. Abstract – During the time when student conduct the attempt exploiting radioactive source of Cs-137 and detector assume that put detector to Cs-137 at same radius of various angle will get the same count, The reality of result it’s different. This study aims to determine the radiation intensity profile of Cs-137 to the distance in various angle and then estimating approach of the shape of the surface Cs-137 radioactive source pursuant to equality of intensity radiation at various direction. Experiment of early by determining absorbment coefficieny of air with the data in the form of count radiation at distance 5 - 25 cm, continued by a determination apart at various direction ( 0 - 180° angle) giving same intensity radiation use equetion ri = (1 / µ ) ln( N i / N 0 ) . The next dot of various the direction conected to yield the contour equiintensity.The result of experiment indicate that the absorbent coefficient of substance µ = (0,27 ± 0,003) . Others draw the contour equintensity do not in the form of semicircle symmetry so that emission of radiation of various direction at same distance different each other. With the this contour equintensity also is hence estimated by a radioactive physical form of Cs-137 which is there are in cylinder also that way. Key words: Radiation, Intensity, Background counter, Equiintensity. dilalui radiasi di sekeliling sumber radioaktif sama yaitu berupa udara dengan koefisien serap µ, maka dapat ditentukan garis equintensitas (yaitu garis yang memiliki intensitas sama) yang merupakan pendekatan bentuk sumber radioaktif. (Toifur, 2011). I. PENDAHULUAN Salah satu sumber radiasi buatan adalah cesium 137. Sumber radioaktif ini dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk eksperimen pencacah Geiger Muller dan koefisien serap bahan. Menurut Tsoulfanidis (1983) laju jumlah radiasi yang memasuki detektor dipengaruhi oleh sudut ruang antara sumber radiasi dan detektor. Profil intensitas radiasi pada berbagai arah penting diketahui karena boleh jadi intensitas radiasi pada setiap bagian permukaan sumber radioaktif tidak sama. Selama ini hal-hal tersebut tidak dipertimbangkan dalam eksperimen. Sumber radioaktf ini dibungkus dengan selongsong berbentuk silinder. Wujud sumber radioaktif yang terdapat di dalam selongsong tidak diketahui, apakah berupa serbuk, padatan pejal atau yang lain. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pendekatan bentuk permukaan sumber radioaktif Cs-137 ini berbasis intensitas radiasi yang dipancarkan pada berbagai jarak dan berbagai arah. Dengan menganggap koefisien serap medium yang Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI II.1. Koefisien Serap Bahan Bila sebuah sumber radioaktif dengan intensitas sebelum menembus keping absorber (awal) tegak lurus terhadap absorber dengan ketebalan dx adalah I 0 , intensitas setelah menembus absorber (akhir), didapatkan intensitas akhir lebih kecil dari intensitas awal. Berkurangnya intensitas mengindikasikan bahwa radiasi diserap oleh bahan. Pada jarak x dari permukaan intensitasnya tinggal I(x), lapisan dx akan menyerap radiasi sinar gamma dengan intensitas I(x) yang masuk sebesar dl, besarnya berbanding lurus dengan I dan tebal lapisan dx, jadi : 45 dI = µI ( x ) dx Detektor digital (1) Tepatnya absorbsi oleh lapisan setebal dx berbanding lurus dengan banyaknya foton gamma yang datang dan berbanding lurus dengan banyaknya atom–atom absorber setebal dx tersebut, per satuan luas yang sama dengan n dx, dimana n banyaknya atom absorber per cm. karena tiap foton gamma hanya dapat berinteraksi dengan satu atom saja, maka intensitas sinar gamma setelah keluar dari absorber setebal x ialah : (2) I = I o e − µx 1 1 1 Dimana x adalah tebal bahan absorber dalam cm, dan µ adalah koefisien serap bahan. Intensitas radiasi menurun secara eksponensial terhadap tebal absorber x (Beiser, 1987). Karena intensitas sebanding dengan cacah radiasi N maka persamaan (2) dapat ditulis menjadi : (3) N = N o e − µx 1 98 7 6 5 4 3 2 1 Cs-137 Gambar 1. Skema percobaan III.2. Metode Analisis Data Jika telah diperoleh set data (r1i, N1i) pada arah α1 maka dapat digambar grafik Hubungan antara r1i dan N1i (ri, Ni). Selanjutnya misal pada arah α2 dimana jarak r2 = r1, jika diperoleh cacah radiasi N2 yang tidak sama dengan N1 maka jarak yang semestinya sama dengan r1. Misalkan pada arah 1 jarak 1 atau ditulis pada (α1, r1) diperoleh cacah radiasi N1. Maka dari data ini hubungan antara N1 dan r1 adalah: 1 N (7) r = ln 0 Dengan mengambil logaritma normal. Pada kedua ruas dan menyelesaikan persamaan (3), maka diperoleh : (4) ln N = ln N o − µr Persamaan (4) dapat dianalogikan dalam persamaan garis lurus (5) y = ar + b Dengan memisalkan ln N = y, ln N0 = b dan -µ = a. sehingga diperoleh set data [ri, yi]. 1 µ N1 II.2. Hubungan Intensitas Radiasi Terhadap Jarak Semakin jauh jarak sumber dengan detektor maka akan semakin sedikit jumlah cacahan. Hal ini sesuai dengan perumusan teoritik bahwa intensitas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber ke detektor. 1 (6) I≈ 2 R Dalam teori gelombang dapat dibuktikan bahwa intensitas gelombang berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara titik sumber gelombang dan titik pengamatan (Bilqist, 2011). Selanjutnya pada (α2,r1) diperoleh cacah radiasi N2. Maka dari data ini hubungan antara N2 dan r1 adalah 1 N (8) r = ln 0 III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN III.1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari penggaris, Busur dengan kayu pemutar, Detektor digital, interface dan notebook. Sedangkan bahan penelitian berupa sumber radioaktif cesium 137 (Cs137) B. Prosedur Penelitian Menempatkan sumber Cs-137 berhimpit terhadap detektor pada sudut α = 0°, menghitung Cacah latar sebagai N0, Memvariasi jarak dari 5 cm s.d. 25 cm dan mencacah radioaktif pada jarak tersebut, Memutar detektor pada sudut 10°, 20°, 30°, 40° sampai 180° dan menghitung cacah radiasi sebagai N1, N2, dst. Setelah data diperoleh dianalisis dengan microsoft excel untuk menghasilkan persamaan fitting sesuai dengan persamaan (5) sehingga diperoleh nilai koefisien serap medium udara µ. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Koefisien serap medium udara µ Pada gambar 2 ditampilkan hasil fitting untuk arah 1 dengan variasi 5 cm sampai dengan 25 cm jarak sumber terhadap detektor selama 10 detik menggunakan program igor pro. Pada bagian tengah gambar 2 tampak grafik hubungan antara jarak dan cacah pada arah 1 dengan variasi jarak 5 cm sampai dengan 25 cm serta pada bagian setelah grafik muncul hasil fitting menurut pers. (3). Maka diperoleh nilai koefisien serap bahan udara dan ralatnya yaitu µ = (0.312 ± 0.017). Untuk arah selanjutnya yaitu dari arah 1 sampai arah 13 dan grafiknya yang ditampilkan pada gambar 3. maka besarnya rata-rata koefisien serap bahan dan ralatnya adalah µ = (0,27 ± 0,003) . Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 1 µ N2 Pada saat jarak detektor terhadap sumber sama pada arah 1 dan arah selanjutnya namun jumlah cacah yang terhitung berbeda maka rumus pertambahan atau pengurangan jarak yang menghasilkan cacah radiasi yang sama dapat ditulis menjadi 1⎛ N ⎞ (9) ∆r = ⎜ ln 1 ⎟ µ ⎜⎝ 46 N 2 ⎟⎠ 150° 165° 180° 5519 6674 6606 IV.3. Profil intensitas radiasi Cs-137 terhadap jarak pada berbagai arah 0 0 Pada sudut 0 sampai sudut 180 dan jarak detektor terhadap sumber radioaktif sejauh 5 cm, ternyata ketika jumlah cacahnya sama menghasilkan jarak yang berbeda-beda. Begiu pula dengan jarak selanjutnya yaitu 5 sampai dengan 25 cm ketika jumlah cacahnya sama menghasilkan jarak yang berbeda-beda pula. Dari semua hasil jarak detektor terhadap sumber radioaktif di atas masing-masing diperoleh jarak terkecil pada arah 2 dan jarak terbesar pada arah 7. Dengan bantuan program matlab maka profil intensitas radiasi Cs-137 terhadap jarak pada berbagai arah ditunjukkan pda gambar 3 . Gambar 2. Tampilan Hasil Fitting 8000 Jumlah Cacah (N) 7000 6000 5000 90 20 4000 60 120 3000 15 2000 150 30 10 1000 5 0 5 10 15 20 Jarak Detektor Terhadap Cs-137 (cm) 25 180 0 Gambar 3. Kurva hubungan antara jarak dan cacah pada arah 1 sampai arah 13 dengan variasi jarak 5 cm sampai 25 cm 210 IV.2. Penentuan cacah latar (N0) Cacah latar (N0) ditentukan tanpa menggunakan absorber dengan menempatkan detektor hampir berhimpit di depan sumber radioaktif Cs-137 atau dengan jarak dari sumber ke detektor sebesar 0 cm sesuai gambar skema penelitian dari ara 1 sampai ke arah 13. Hasilnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Cacah radioaktif pada berbagai arah dengan posisi detektor berhimpit dengan sumber. Sudut Cacah latar (α) (N0) 0° 4791 15° 3448 30° 3540 45° 4072 60° 6053 75° 7172 90° 7398 105° 3864 120° 3814 135° 4446 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 330 240 300 270 V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diperolh bahwa Dengan metode equintensitas dapat ditentukan pendekatan bentuk sumber radioaktif Cs-137 dalam selongsong dengan pendekatan 2 dimensi yang mendekati setengah lingkaran dan Profil intensitas radiasi Cs-137 menunjukkan bahwa bentuk permukaan Cs-137 mendekati setengah lingkaran yang tidak simetris antara kanan dengan kiri. PUSTAKA Artikel jurnal: [1] Tsoulfanidis, N. 1983. Measurement And Detection Of Radiation . New York : University Of Missouri – Rula Hemisphere. 47 [2] Beiser, A. 1987. Konsep Fisika Modern edisi Ke empat. Penerjemah The Houw Liong, Jakarta : Erlangga. [3] Bilqist, R.A. dkk. 2011. Radioaktivitas. Website: http://scribd.com/doc/50624606/modul-2Radioaktivitas-Reza. Diakses tanggal 21 Mei 2011. [4] Toifur, Moh. Dkk. 2010. Petunjuk praktikum Fisika Dasar I untuk Mahasiswa Fisika dan Pendidikan Fisika. Yogyakarta : Laboratorium Fisika Dasar, UAD-Press. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 48 PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI DENGAN ANALISIS BERBOBOT MENGGUNAKAN SOFTWARE AUDACITY Irma Rosa Indriyani, Fatkhulloh [email protected] Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jl. Pramuka 42 Lt.3, Yogyakarta 55161 Intisari – Penelitian ini bertujuan untuk menentukan percepatan gravitasi (g) dengan metode jatuh bebas menggunakan software audacity. Penelitian penentuan nilai g sudah biasa yang dilakukan di laboratorium fisika dasar. Akan tetapi sebagian besar metode yang digunakan masih secara tradisional, yaitu pengukuran waktu jatuh bebas dengan stopwatch. Model eksperimen ini menggunakan kelereng. Waktu jatuh bebas kelereng diukur dengan merekam suara yang dihasilkan oleh tumbukan antara kelereng dengan kelereng sebelum jatuh bebas dan tumbukan kelereng dengan lantai pada saat kelereng mencapai lantai dengan Software Audacity. Jika ketinggian bola terhadap lantai diketahui, maka dapat ditentukan nilai g. Pengambilan data dilakukan sebanyak lima kali. Analisis data menggunakan analisis berbobot dengan Ms. Excell dan diperoleh nilai g sebesar 9,783 ± 0 , 0042 m/s2. Metode eksperimen ini mempunyai ketelitian yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan sebesar 99,99 % dibandingkan dengan penelitian yang sejenis dengan metode yang berbeda. Kata Kunci : percepatan gravitasi, audacity Abstrac- This study aims to determine the acceleration of gravity (g) the free fall method using audacity software. Research determining the value of g was used in the laboratory of fundamental physics. However, most of the methods used are still traditional, the free fall time measurements with a stopwatch. This experimental model using marbles. Marbles free fall time is measured by recording the sound generated by collisions between marbles with marbles before the free fall and collision with the floor at the time of marbles marbles reach the floor with Audacity Software. If the height of the ball on the floor is known, then the value of g can be determined. Data is collected as much as five times. Analysis of data using a weighted analysis with Ms. Excell and obtained values of 9,783 ± 0 , 0042 g m/s2. This experiment method to have high accuracy. This is indicated by the confidence level of 99.99% compared to similar studies with different methods. Key words: acceleration of gravity, audacity maka kita dapat menggunakan software Audacity untuk menentukan waktu jatuh bebas kelereng yang jatuh. Audacity merupakan salah satu software efek suara yang membantu dalam penelitian fisika. Waktu jatuh bebas kelereng diukur dengan merekam suara yang dihasilkan oleh tumbukan antara kelereng dengan kelereng sebelum jatuh bebas dan tumbukan kelereng dengan lantai pada saat kelereng mencapai lantai dengan Software Audacity. Penelitian ini akan menentukan percepatan gravitasi dengan menggunakan software Audacity. Metode yang digunakan adalah gerak jatuh bebas kelereng. I. PENDAHULUAN Suatu peristiwa alam menunjukkan bahwa setiap benda dilepaskan dari suatu ketinggian atau dilempar ke atas akan jatuh menuju ke pusat bumi. Ini disebabkan karena adanya gaya tarik bumi. Pada daerah-daerah yang berbeda di permukaan bumi, suatu benda bisa mendapatkan gaya gravitasi yang besarnya berbeda-beda. Gaya gravitasi yang dialami suatu benda pada ketinggian yang berbeda akan berbeda dan akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan benda itu untuk melakukan gerak jatuh bebas hingga sampai di permukaan bumi. Sehingga besar percepatan jatuhnya benda dipengaruhi oleh besarnya gaya gravitasi yang besarnya konstan. Semua benda yang jatuh dari tempat tertentu akan mempunyai percepatan ke bawah yang sama, tidak tergantung ukuran dan beratnya. Jika jarak jatuhnya lebih pendek dibandingkan jari – jari bumi, percepatanya konstan. Percepatan konstan untuk benda jatuh bebas ini dinamakan percepatan gravitasi. Penentuan percepatan gravitasi (g), sudah biasa dilakukan di laboratorium fisika. Akan tetapi sebagian besar metode yang digunakan masih secara tradisional, yaitu pengukuran waktu jatuh bebas dengan stopwatch. Dapat kita sadari kehidupan saat ini sudah semakin canggih. Dengan adanya perkembangan teknologi Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI Pada abad ke-4 sebelum masehi, Aristoteles mengemukakan (ternyata salah) bahwa objek berat akan jatuh lebih cepat dari pada objek yang ringan,yang sebanding dengan beratnya. Sembilan belas abad kemudian, Galileo beragumentasi bahwa benda seharusnya jatuh dengan percepatan ke bawah yang konstan dan tidak tergantung pada beratnya. Gerak ini ini dinamakan gerak jatuh bebas [5]. Selama benda jatuh bebas hambatan udara diabaikan, maka selama jatuhnya dari keadaan diam, 49 4. Pada software Audacity, klik record dan kemudian ; 5. Gerakkan kelereng 1 sehingga menumbuk kelereng 2 dan kelereng 2 terjatuh mengenai lantai. 6. Dan klik Stop pada software Audacity ketika kelereng 2 telah mengenai lantai. 7. Ulangi langkah (1) sampai (6) sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh nilai g pertama beserta ralatnya. 8. Ulangi Langkah (1) sampai (7), sehingga diperoleh nilai g kedua beserta ralatnya. 9. Lakukan langkah (1) samapi (7), sehingga diperoleh nilai g sebanyak 5 data beserta ralatnya. benda mengalami percepatan konstan, disebut percepatan gravitasi. Sehingga gerak jatuh bebas didefinisikan sebagai gerak jatuh benda dengan sendirinya mulai dari keadaan diam (Vo=0) dan selama gerak jatuhnya hambatan udara diabaikan. Untuk wilayah Yogyakarta, percepatan gravitasi g, bernilai kira-kira 9,7822 m/s2 [2]. Sesungguhnya, nilai g di permukaan bumi 9,782 (paling kecil) disekitar khatulistiwa sampai 9,832 m/s2 disekitar kutub [4]. Pada gerak jatuh bebas berlaku persamaan (1) dan (2): Vt = g t (1) 1 h= g t2 (2) 2 C. Analisis Data Pada tahap pertama untuk menentukan nilai g pada pengukuran pertama sampai pengukuran ke lima memenuhi persamaan (1). Karena pengukuran pertama sampai ke lima dilakukan sebanyak tiga kali maka didapatkan nilai g rata-rata dari masing-masing pengukuran, sehingga memenuhi persamaan (4) dan ralatnya memenuhi persamaan (5): ∑ gi g= N (4) Vt = kecepatan benda setelah t (m/s) g = percepatan gravitasi bumi (m/s2) h = tinggi benda (m) t = lama benda bergerak (s) Untuk menentuan percepatan gravitasi dapat di lakukan dengan menghitung tinggi dan lama benda jatuh. Sehingga memenuhi persamaan (3) : g= 2h 2 t (3) III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Kelereng 2 buah. 1 Kelereng digunakan sebagai model benda yang jatuh bebas dan kelereng lainnya digunakan untuk benda yang menumbuk sehingga menghasilkan suara yang terekam dalam Audacity. 2. Komputer dan perangkat lunak Audacity, yang digunakan untuk merekam suara yang dihasilkan dari kelereng ketika tumbukan. 3. Meteran, digunakan untuk mengukur ketinggian tempat benda jatuh. Sg = 2 n( n − 1) (5) Pada setiap pengukuran diperoleh nilai g dan ralatnya, kemudian di analisis yang menggunakan adalah analisis berbobot yang memenuhi persamaan (6) dan (7): g g1 g g g + 2 + 3 + 4 + 5 2 2 2 2 2 Sg Sg Sg Sg Sg 5 3 4 1 2 g = 1 1 1 1 1 + + + + 2 2 2 2 2 Sg Sg Sg Sg Sg 5 1 2 3 4 (6) B. Prosedur Penelitian 1. Mengukur ketinggian tempat kelereng jatuh 2. Mengaktifkan perak lunak Audacity. 3. Letakkan kelereng yang digunakan sebagai model jatuh tepat dibibir meja. Seperti gambar berikut : Sg = Komputer kelereng 1 Kelereng 2 Meja Mic (7) h Lantai Gambar 1. Desain Penelitian Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 ∑ ( gi − g ) 50 1 1 1 1 1 1 + + + + 2 2 2 2 2 Sg Sg Sg Sg Sg 5 1 2 3 4 dengan penelitian yang sejenis dengan metode yang berbeda. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Gambar. 1 ditampilkan desain penelitian untuk melakukan eksperimen dan selanjutnya pada Gambar. 2 ditampilkan salah satu hasil rekaman suara antara tumbukan kelereng dengan kelereng sebelum jatuh bebas dan kelereng dengan lantai setelah jatuh bebas: UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Study Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan atas dukungan dalam kegiatan ilmiah ini. PUSTAKA Artikel jurnal: [1] Dwi Martini dan Raden Oktova, Penentuan Modulus Young Kawat Besi Dengan Percobaan Regangan, Berkala Fisika Indonesia, Vol. 2 no 1, 2009, pp. 7. [2] J.A White, A.Medina, F.L. Roman and S. Velasco, A Measuremant of g listening to falling Balls, The Physics Teacher Journal, Vol. 45, 2007, pp 175-177. Tumbukan kelereng dengan kelereng Tumbukan kelereng dengan lantai Buku: [3] D. Halliday, R. Resnick, dan J. Walkel, Dasardasar Fisika versi diperluaskan jilid 1, Binarupa Aksara, 2011. [4] Martin Kanginan, Fisika 1 untuk SMA Kelas X, Erlangga:2006. [5] P.R. Bevington , and D.K Robinson, Data Reduction and Error Analysis for the Physical Sciences, McGraw-Hill Companies,2003. [6] Sears & Zemansky, Fisika Universitas , Erlangga, 2000. Gambar 2. Hasil Data Rekaman Suara Kelereng sebelum dan sesudah Jatuh Bebas Dari masing- masing percobaan yang dilakukan sebanyak tiga kali maka diperoleh nilai g beserta ralat sebagai berikut : Tabel 1. Nilai g dan ralat Percobaan ke1 2 3 4 5 G Sg 9,78 9,94 9,64 9,79 9,64 0,00596 0,26 0,25 0,01 0,25 Dari data diatas dilakukan analisis berbobot menurut persamaan (6) untuk menentukan nilai g dan persamaan (7) untuk memperoleh nilai ralatnya. Sehingga diperoleh nilai g sebesar 9,783 ± 0 , 0042 m/s2. Menurut Oktova [2], nilai g untuk kota Yogyakarta sebesar 9,7822 m/s2. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktova maka penelitian ini memiliki ketelitian tinggi menggunakan metode yang berbeda dengan tingkat kepercayaan sebesar 99,99 %. V. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa eksperimen dengan metode jatuh bebas dengan menggunakan software Audacity telah berhasil dilaksanakan untuk mengetahui nilai percepatan gravitasi (g). Nilai g yang diperoleh adalah 9,783 ± 0 , 0042 m/s2 dan hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan sebesar 99,99 % dibandingkan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 51 PENENTUAN MOMEN DIPOL MAGNETIK DENGAN DYNAMOMETER PEGAS Lusi Widayanti 1), Okimustava 2) Program S-1 Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus III : Jln. Prof. Dr. Soepomo,SH. Janturan Yogyakarta 55164 Telp. (0274) 381523, 379418 E-mail: [email protected] Intisari – Percobaan penentuan momen dipol magnet telah dilakukan dengan menggunakan dynamometer pegas. Magnet yang digunakan adalah magnet yang diperoleh dari speaker phone radio dengan diameter 3,186 ± 0,002 cm. Percobaan dilakukan dengan cara meletakan magnet pada dasar tabung, dan menggantungkan magnet pada dynamometer pegas. Magnet didekatkan kemudian diukur besarnya gaya yang ditimbulkan oleh interaksi kedua magnet tersebut. Jarak antara dua magnet divariasi. Momen dipol magnet dihitung dengan bantuan regresi linier hubungan antara 1/z4 terhadap gaya tarik magnet F, maka diperoleh nilai momen dipol magnetik tolak menolak adalah (0,33 ± 0) Am2 dan momen dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0) Am2 . Kata kunci: momen dipol magnetik, regresi linier Abstract – Experimental determination of magnetic dipole moment have been carried out using a spring dynamometer. Magnet magnet used was obtained from radio speaker phone with a diameter of 3,186 ± 0,002 cm. The experiments were performed by placing a magnet on bottom of tube, and hang a magnet on a spring dynamometer. Brought near magnet and then measured amount of force generated by interaction of two magnets. The distance between two magnets varied. Magnetic dipole moment is calculated with the help of linear regression relationships between 1/z4 of the magnetic attraction force F, then values obtained repel magnetic dipole moment is (0,33 ± 0) Am2 and pull of dipole moment is (0,33 ± 0) Am2 . Key words: magnetic dipole moment, linear regression memiliki momen dipol magnetik intrinsik yang dikaitkan dengan putarannya. Momen magnetik total suatu atom bergantung pada susunan elektron di dalam atomnya[5]. Momentum p pada partikel dalam medan magnetik adalah jumlah dari dua bagian, yaitu momentum kinetik Pkin = mv, (1) dan momentum potensial q Pfield = A c (2) dengan q adalah muatan atom. Vektor potensial yang dihubungkan dengan medan magnet B sama dengan luas lingkaran A. Sehingga diperoleh momentum totalnya q P = Pkin + Pfield = mv + A a (3) dalam SI faktor c-1 dihilangkan [6]. Mengikuti pendekatan semiklasik dari Onsager dan Lifshitz, diasumsikan orbit dalam medan magnet dikuantisasi oleh hubungan Bohr-Sommerfeld ∫ p.dr = (n + γ )2πh , I. PENDAHULUAN Momen dipol magnetik pada suatu sistem yang terdiri dari dua muatan yang sama besar, berlawanan tanda, dan terletak dekat satu sama lain [1]. Banyak percobaan telah dilakukan untuk mengetahui momen dipol magnetik. Beberapa diantaranya menggunakan triple-beam balance [2], menghasilkan momen dipol magnetik sebesar 1,5 A.m2. Pembuatan alat demonstrasi dilakukakn oleh[3] untuk mengetahui gaya magnet dengan menggunakan magnet permanen dan sensor gaya. Percobaan dilakukan oleh[4] untuk mengetahui interaksi momen dipol magnetik menggunakan dynamometer pegas dengan magnet bumi NdFeB yang langka. Ketersediaan dari kekuatan magnet permanen mengikuti besarnya jarak antara sesama magnet dan hukum gaya ¼ diantara dipol telah diverifikasi dengan manget keramik pada laju udara. Jarak dapat ditingkatkan dengan menggunakan magnet bumi yang langka. Gaya diantara dua kutub dipol magnetik diukur dengan dynamometer pegas dalam rangka untuk menyimpulkan masing-masing momen dipol magnetnya. Keunggulan percobaan ini lebih sederhana dan mudah dipahami. Namun penelitian ini meiliki beberapa kelemahan diantaranya sulit menstabilkan magnet pada jarak yang dekat dan meminimalisir pengaruh dynamometer pada jarak tertentu. (4) dengan n adalah bilangan bulat dan γ merupakan fase koreksi untuk elektron bebas yang memiliki nilai ½. Kemudian dari persamaan (4) diperoleh II. LANDASAN TEORI Atom memiliki momen dipol magnetik yang diakibatkan karena pergerakan elektron. Dan elektron Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 52 Tingkat energi pada sistem medan magnet adalah U = −mB = mJ gµ B B , (12) dengan mJ adalah bilangan azimut kuantum dan bernilai J, J-1,...,-J. Untuk spin tunggal yang tidak mempunyai momen orbital maka mJ = ± ½ dan g = 2, sehingga U= ± mBB. Ketika magnet ditempatkan didaerah dengan pengaruh induksi magnetik dari luar sebesar B , maka dipol memperoleh energi potensial dari [4] U = −m.B , (13) dengan m adalah momen dipol magnetik. Medan induksi magnet yang diberikan pada kutub magnetik polar sebagai berikut µ m cosθ µ m sin θ . (14) B= 0 uˆ r + 0 uˆθ 2π r 3 4π r 3 Jika dua dipole dengan momen magnetik m yang sama dan berada pada sumbu sejajar dipisahkan oleh jarak z, persamaan (14) berubah menjadi µ m B = 0 3 uˆ z . 2π z (15) Persamaan (13)dan (15) memberi interaksi energi sebesar U, dengan µ m2 U =± 0 3 . 2π z (16) Dari persamaan (13), diperoleh gaya antara dua dipole magnetik sebesar µ 3 F = −∇U = ± 0 m 2 3 uˆ z , 2π z (17) yang positif ketika dipole antiparalel dan negatif ketika paralel. Remanen adalah induksi sisa (Br) merupakan hubungan momen magnetik total m pada material dan volumenya, maka m Br = µ 0 . v (18) gaya pada persamaan (17) akan diukur menggunakan pegas dynamometer dengan magnet dalam dua kasus, tarik menarik dan tolak menolak, seperti terlihat pada gambar 1. q ∫ p.dr = ∫ hk.dr + c ∫ A.dr . (5) Persamaan gerak partikel bermuatan q pada medan magnet adalah dk q dr ×B. h = dt c dt (6a) Selain konstanta aditif yang tidak berkontribusi pada hasil akhir, dengan mengintegrasikan persamaan (6a) terhadap waktu maka diperoleh q (6b) hk = r × B c Salah satu bagian intergral pada persamaan (5) adalah 2q q q (6c) ∫ hk.dr = c ∫ r × B.dr = − c B.∫ r.dr = − c φ , dengan Φ adalah fluks magnetik yang terkandung orbit dalam ruang nyata. Hasil geometris yang telah digunakan adalah (6d) ∫ r.dr = 2 × (area yang tertutup orbit). Bagian lain integral persamaan (5) adalah q q q q A.dr = ∫ lingkaranA.dσ = ∫ B.dσ = φ , c∫ c c c (6e) Berdasarkan teorema stokes, dengan dΦ adalah elemen area dalam tempat sesungguhnya. Bagian momentum integral merupakan jumlah dari persamaan (6c) dan (6e) : q ∫ p.dr = c φ = (n + γ )2πh . (7) Persamaan (7) mengikuti orbit elektron terkuantisasi sehingga fluks yang melaluinya adalah φn = (n + γ )(2πh c e) (8) Satuan flux 2πħc/e = 4,14 x 10-7 gauss cm2 atau T m2. Momen dipol magnetik pada sebuah atom atau ion dalam ruang bebas diberikan oleh m = γh J = − g µ B J , (9) dengan momentum angular total ħJ adalah jumlah dari orbit ħL dan spin momentum angular ħS. Konstanta γ adalah rasio momen dipol magnetik dengan momentum angular; γ juga disebut rasio gyromagnetic atau rasio magnetogyric untuk sistem elektronik kuantitas g disebut faktor g atau faktor pemisah spektroskopi didefinisikan sebagai g µ B = −γh . (10) untuk spin elektron g = 2,0023, yang sering digunakan adalah 2,00. Untuk atom bebas faktor g diberikan oleh persamaan Landé J (J + 1) + S (S + 1) − L(L + 1) . g = 1+ 2J (J + 1) (11) magneton Bohr µB didefinisikan sebagai eħ/2mc dalam CGS dan eħ/2m dalam SI. Ini erat kaitannya dengan momen magnetik pada elektron bebas. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 53 Gambar 1. Dua dipole magnetik m yang sama besarnya dalam konfigurasi antiparalel dipisahkan oleh jarak z 1 ⎛ 2πa1 ⎞ 2 . ⎟⎟ m = ⎜⎜ ⎝ 3µ0 ⎠ (28) Ralat m dapat kita hitung dari rumus perambatan ralat Sebenarnya pada persamaan (17) terlihat bahwa nilai m dapat saja dihitung langsung dari nilai F, µ0, π dan z, namun perhitungan secara langsung mengandung beberapa kelemahan, yaitu tidak dapat dicek atau diuji apakah rumus teoretis persamaan (17) dalam model ini berlaku, dan tidak dapat dideteksi serta dihilangkan adanya ralat sistematik jarak z yang dapat mempengaruhi ketelitian perhitungan m. Inilah alasan utama mengapa diperlukan suatu analisis regresi linier. Jika z divariasi dengan F, π, dan µ0 tetap, maka persamaan (17) merupakan persamaan linier y = a0 + a1 x (19) dengan a0 dan a1 merupakan koefesien-koefisien yang dapat dicari dengan regresi linier, dengan nilai gradien grafik a1 dapat dicari dari a1 = 2 ⎛ ∂m ⎞ s m = ⎜⎜ s a1 ⎟⎟ a ∂ ⎝ 1 ⎠ , (29) dengan − χ2 = ∑x ∑y 2 i i y reg (i ) = a0 + a1 xi , (32) Idealnya regresi dikatakan baik jika peluang χ2 dari himpunan data acak lebih besar atau sama dengan χ2 terhitung mempunyai nilai 0,5 (50%), dan dalam prakteknya dapat diterima jika terletak dalam batasbatas 10% sampai 90%, 10% < P χ 2 ≥ χhit2 < 90% . − ∑ xi ∑ xi yi ∆ , (21) dengan nilai ∆ adalah 2 ∆ = N ∑ xi2 − (∑ xi ) ( , (22) dan ralat baku estimasi regresi adalah s y) = ∑ N −2 . Ralat a1 dapat dihitung dari (23) N N ∑ x − (∑ x i ) A. Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah dynamometer pegas merk Eus dengan skala 0 sampai dengan 10 newton, statif sebagai tempat memasang dynamometer pegas, magnet permanen berbentuk silinder berongga, diambil dari speaker radio, jangka sorong merk Tricle skala 0,05 sampai dengan 20,00 cm, dan gelas ukur merk Herma Class A dalam 20oC ukuran (50,00 ± 0,25) ml untuk mengukur volume magnet. 2 2 i , (24) dan ralat a0 dapat dihitung dari sa0 = s y ) III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Percobaan penentuan momen dipol magnetik dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, magnet dengan diameter (3,1±0,2) ×10-4m. ) ( y − y)2 s a1 = s y ∑ 2 ⎛ yi − yreg (i ) ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ si 2 ⎝ ⎠ , (31) dengan yreg (i) adalah y hasil regresi dan si adalah ralat masing-masing yi N ∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i ∆ , (20) dan titik potong kurva terhadap sumbu y, a0 diperoleh dari a0 = 1 ∂m π ⎛ 2πa1 ⎞ 2 . ⎜ ⎟ = ∂a1 3µ0 ⎜⎝ 3µ0 ⎟⎠ (30) Untuk menguji kebaikan regresi linier dapat dilakukan uji χ2 dengan parameter χ2 sebagai berikut ∑x N ∑ x − (∑ x ) 2 i 2 i 2 . (25) Berdasarkan hasil regresi, momen dipol magnetik dapat dihitung dari persamaan (17) dengan memisalkan x = 1/z4 dan y = F maka diperoleh 3µ m2 a1 = 0 . 2π (26) Sehingga persamaan (26) menjadi 2πa1 , m2 = 3µ 0 (27) Maka persamaan (27) menjadi i Gambar 1. Susunan Alat Eksperimen Secara Skematis Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 54 0,010 0,015 100000000 19753086,42 2,00 2,50 3 4 0,020 0,025 6250000 2560000 3,00 3,50 5 0,030 1234567,901 3,75 6 0,035 666389 4,00 7 0,040 390625 4,00 8 0,045 243865,3 4,25 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 10 0,055 109282,1529 4,25 ∑ 0,325 131367815,7 35,5 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 y = 2E‐07x + 4,044 R² = 0,987 1,00 0,00 5000000 10000000 Tabel 4. Hasil percobaan penentuan momen dipol magnetik volume magnet (7,56 ± 0,02) cm3 pada saat magnet tarik menarik No. z (m) 1/z⁴ (m-4) F (N) 1 0,010 100000000 8,00 2 0,015 19753086,42 7,00 3 0,020 6250000 6,00 4 0,025 2560000 5,00 5 0,030 1234567,901 4,75 6 0,035 666389 4,50 7 0,040 390625 4,50 8 0,045 243865,3 4,25 9 0,050 160000 4,00 10 0,055 109282,1529 3,00 ∑ 0,325 131367815,7 51 F (N) F (N) 1 2 4,25 Gambar 3. Grafik hubungan antara F (N) dan 1/z⁴ (m4 ) Tabel 1. Hasil percobaan penentuan momen dipol magnetik volume magnet (7,56 ± 0,02) cm3 pada saat magnet tolak menolak 1/z⁴ (m-4) 160000 1/z⁴ (m‐4) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan momen dipol magnetik pada berbagai jarak menggunakan dynamometer pegas dilakukan dengan cara mengambil data volume magnetik dengan menggunakan gelas ukur dan dynamometer pegas untuk mengetahui besarnya gaya yang bekerja pada magnet. Dalam pengambilan data, dilakukan variasi jarak. Dari data yang diambil dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali untuk mendapatkan hasil terbaik. Dengan diameter magnet (3,186±0,002) ×10-4m. z (m) 0,050 0 Metode yang digunakan dalam penentuan m adalah perhitungan dengan bantuan analisis regresi linier. Yakni hubungan gaya yang bekerja pada magnet, F terhadap variasi jarak antara dua magnet, z. Analisis regresi linier F terhadap z sesuai persamaan (20) dan (21) sehingga dihasilkan nilai a1 dan a0 dan nilai ralatnya dihitung dengan menggunakan persamaan (23) dan (24). Nilai a1 digunakan untuk menghitung mreg dengan menggunakan persamaan (28) serta ralatnya menggunakan pers. (29). Prosedur ini diulangi sebanyak 10 kali. No. 9 F (N) B. Prosedur pengambilan data Percobaan penentuan momen dipol magnetik (m) dengan magnet permanen berdiameter cm. Langkahlangkah percobaannya sebagai berikut: 1. Diameter magnet permanen diukur menggunakan jangka sorong. 2. Volume air pada gelas ukur ditentukan volumenya sebagai Va 3. Magnet dimasukan ke dalam gelas ukur, catat volume air dan magnet yang ada dalam gelas ukur sebagai Vab 4. Volume benda ditentukan dengan Vb = Vab - Va [7]. 5. Magnet permanen diletakan pada dynamometer pegas dan pada dasar tabung. Untuk gaya tarik menarik magnet pada piston diletakan dengan kutub yang berbeda, begitru juga sebaliknya untuk tolak menolak dengan merubah orientasi kutub magnetnya. 6. Untuk setiap percobaan diulangi sebanyak 10 kali. 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 y = ‐2E‐07x + 4,104 R² = 0,926 0 5000000 10000000 1/z⁴ (m‐4) Gambar 4. Grafik hubungan antara F (N) dan 1/z⁴ (m-4) Dari kedua tabel terlihat perbedaan antara gaya dan jarak antara kedua magnet. Dengan variasi jarak yang sama, ketika magnet saling tolak menolak semakin besar jaraknya maka semakin besar gayanya. Untuk 55 magnet yang tarik menarik semakin besar jarak yang diberikan gaya yang diperoleh semakin kecil. Dari 10 jarak berbeda diperoleh nilai momen dipol magnetik tolak menolak adalah (0,33 ± 0) Am2 dan momen dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0) Am2. Hal ini tidak sesuai dengan acuan dikarenakan magnet yang digunakan peneliti berbeda dengan magnet acuan. Magnet yang digunakan peneliti terbuat dari speker phone radio yang memiliki kuat medan magnet kecil. Sehingga nilai momen dipole magnetnya pun menjadi kecil. Sedangkan magnet yang digunakan oleh acuan adalah magnet yang memiliki kuat medan magnet sangat besar. Selama percobaan ditemui beberapa kesulitan. Diantaranya adalah penentuan jarak magnet, ketika jarak kedua magnet sangat besar dan terdapat gesekan antara magnet dengan tabung. Saran untuk peneliti selanjutnya adalah untuk menggunakan magnet yang memiliki kuat medan yang besar dan sunakan sensor gaya yang lebih sensitif, sehingga dapat diperoleh gaya pada jarak yang lebih jauh. V. KESIMPULAN Dari 10 jarak berbeda diperoleh nilai momen dipol magnetik tolak menolak adalah (0,33 ± 0) Am2 dan momen dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0) Am2. Hal ini tidak sesuai dengan acuan dikarenakan magnet yang digunakan peneliti berbeda dengan magnet acuan. Magnet yang digunakan peneliti terbuat dari speker phone radio yang memiliki kuat medan magnet kecil. Sehingga nilai momen dipole magnetnya pun menjadi kecil. Sedangkan magnet yang digunakan oleh acuan adalah magnet yang memiliki kuat medan magnet sangat besar. Saran untuk peneliti selanjutnya adalah untuk menggunakan magnet yang memiliki kuat medan yang besar dan sunakan sensor gaya yang lebih sensitif, sehingga dapat diperoleh gaya pada jarak yang lebih jauh. PUSTAKA [1] Prawirosusanto, dkk. Kamus Fisika Elektromagnetika, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, p. 94. [2] Gayetsky dan Caylor. Measuring the Forces Between Magnetic Dipoles,American journal of Physics., vol.45, 2007, pp. 348-351. [3] Kraftmakher. Classroom Demonstration of Magnetic Force, American journal of Physics., vol.42, 2004, pp. 500-501. [4] Bolao, dkk. The Magnetic Dipole Interaction as Measured by Spring Dynamometers, American journal of Physic, vol.74, 2006, pp. 510-513. [5] Tipler, P.A. Fisika untuk sains dan tehnik jilid 2, Erlangga, 2001, p. 323-324. [6] Kittel, C. Introduction to Solid State Physics Seventh Edition, John Willey & Sons, 1996. [7] Supriyadi. Percobaan IPA Fisika Sederhana dan Konseptual, Pustaka Jurdik Fisika FMIPA UNY, 2006, p.12. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 56 PENENTUAN KOEFISIEN PEMUAIAN PANJANG ALUMUNIUM (Al) MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI CELAH TUNGGAL Rita Ferawati 1), Okimustava 2) Program Studi Fisika 1), Program Studi Pendidikan Fisika 2) Universitas Ahmad Dahlan Kampus III: Jalan Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Umbulharjo, Yogyakarta Email :[email protected] Intisari –Percobaan penentuan koefisien pemuaian panjang pada alumunium dilakukan dengan menggunakan metode difraksi pada celah tunggal. Metode yang digunakan adalah dengan analisis regresi linier hubungan antara suhu T terhadap seperlebar difraksi 1/Z dan pengambilan data untuk penentuan nilai koefisien pemuaian pada alumunium dilakukan dengan menembakan sinar laser pada celah difraksi. Setiap kenaikan suhu air akan dibaca oleh termometer. Setiap kenaikan suhu 30C, kemudian lebar difraksi yang terbentuk diukur menggunakan penggaris. Koefisien pemuaian dihitung dari gradien garis hasil regresi T terhadap 1/Z. Setelah dilakukan regresi pada 25 data percobaan didapat nilai koefisien pemuaian alumunium eksperimen sebesar (22,92±1,85)×10-6 (0C)-1, yang sesuai dengan nilai acuan 23,1×10-6 (0C)-1. Kata kunci: Koefisien pemuaian panjang, alumunium, difraksi celah tunggal, regresi linier Abstract–The experiment finding thermal expansion coefficient uses a single slit diffraction method. The size of the expansion will affect the width of the diffraction formed from a single slit. Analytical methods used were linear regression without weighting the relationship between the temperature T of the one per diffraction length 1 / Z. The increase in water temperature will be read by the thermometre. Any increase in temperature of 30C, then the width of diffraction which is formed will be read by a ruler. Expansion coefficient calculated from the gradient of the regression line of T to 1 / Z. After regression of experimental data 25 expansion coefficient values obtained for the length of aluminium (22.92 ± 1.85) × 10-6 (0C) -1, which corresponds to the reference value of 23.1 × 10-6 (0C) -1. Key words: coefficient of expansion length, aluminium, diffraction single slit, linear regression saling didekatkan. Diperoleh nilai koefisien pemuaian panjang alumunium eksperimen 22,512×10-6 0C-1 yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan nilai acuan dan menghasilkan ralat sebesar 2,545 %. Penelitian lain menentukan koefisien pemuaian juga bisa dilakukan dengan metode kapasitansi [4], teknik Transformer variabel [5], Interferometer laser Fabry-Perot [6] dan Interferometer laser Michelson [7]. Semua teknik penentuan koefisien pemuaian karena perubahan suhu dapat dikategorikan menjadi dua metode, yaitu metode absolut dengan mengubah dimensi sampel secara linier dapat diukur secara langsung pada setiap variasi suhu, dan metode relatif dengan koefisien pemuaian panjang yang dapat diukur perbandingannya dengan referensi bahan dan tetapan koefisien termal yang sudah diketahui. Peneliti melihat bahwa dari percobaan-percobaan terdahulu tersebut nilai eksperimental yang diperoleh belum sesuai dengan nilai acuan. Untuk itu, telah dilakukan suatu percobaan untuk menentukan nilai koefisien pemuaian panjang pada alumunium dengan metode serupa dengan yang digunakan oleh Piyarat Bharmanee dkk. Dari hasil perhitungan nilai koefisien pemuaian alumunium itu bisa dilakukan uji kualitasnya. Namun kali ini analisis regresi linier digunakan dalam perhitungan koefisien pemuaian, karena dengan regresi linier dapat setidaknya dilakukan pengecekan apakah model teoretis yang dipakai memang berlaku, dan perhitungan nilai I. PENDAHULUAN Logam akan memuai jika dipanaskan dan pemuaiannya berbeda-beda untuk jenis logam yang berbeda. Setiap zat mempunyai kemampuan memuai yang berbeda. Faktor yang menentukan besarnya pemuaian panjang suatu jenis zat dinamakan koefisien muai panjang (α). Koefisien pemuaian panjang adalah kecenderungan bagi perubahan panjang, luas dan volume sebagai pengaruh dari perubahan suhu. Koefisien pemuaian termal adalah tingkat pemuaian dibagi dengan perubahan suhu. Koefisien ekspansi termal menggambarkan bagaimana ukuran dari suatu perubahan obyek dengan perubahan suhu. Khususnya, mengukur perubahan fraksional dalam ukuran per derajat perubahan suhu pada tekanan konstan [1], dan dapat diamati dengan metode difraksi cahaya yang dilewatkan pada celah tunggal yang sempit. Percobaan dilakukan oleh [2], mempelajari tentang pengaruh kenaikan suhu terhadap lebar difraksi menggunakan metode difraksi celah tunggal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memasang celah sempit pada logam, kemudian logam diberi pemanasan melalui medium air. Diperoleh nilai koefisien pemuaian panjang alumunium eksperimen 24,0×10-6 0 -1 C yang melampaui nilai acuan yaitu 23,1×10-6 0C-1 dengan ralat sebesar 3,90 %. Percobaan terdahulu tentang penentuan nilai koefisien pemuaian panjang alumunium telah dilakukan oleh [3] dengan menggunakan metode pola difraksi pada celah yang Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 57 orde difraksi yang berupa bilangan bulat positif atau negatif, λ adalah panjang gelombang cahaya (dalam meter), dan L adalah lebar celah (dalam meter). koefisien pemuaian menjadi lebih teliti karena akan terbebas dari pengaruh adanya ralat sistematik zero offset. II. LANDASAN TEORI a. Interferensi Cahaya Interferensi cahaya adalah perpaduan dari dua atau lebih gelombang cahaya. Agar hasil interferensinya mempunyai pola yang teratur, kedua gelombang cahaya harus koheren, yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo yang sama serta selisih fase tetap. Pola hasil interferensi ini dapat ditangkap pada layar, yaitu garis terang yang merupakan hasil interferensi maksimum dan garis gelap sebagai hasil dari interferensi minimum [1]. Jarak tempuh cahaya yang melalui dua celah sempit mempunyai perbedaan beda lintasan, hal ini yang menghasilkan pola interferensi. b. Difraksi cahaya Jika sebuah gelombang permukaan air tiba pada suatu celah sempit, maka gelombang ini akan mengalami lenturan atau pembelokan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di daerah belakang celah tersebut. Gejala ini disebut difraksi. Difraksi cahaya terjadi sebagai akibat dari interferensi yang terjadi di antara tiap-tiap muka gelombang pada gelombang cahaya itu sendiri. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan prinsip Huygens yang menyatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang berlaku sebagai sumber sekunder pada gelombang yang merambat ke arah rambat berikutnya. Bila didepan celah diletakkan sebuah layar detektor, akan tampak pola gelap yang terjadi akibat interferensi destruktif dari gelombang cahaya dan mengakibatkan jumlah total amplitudonya berkurang, dan pola terang yang terjadi sebagai akibat interferensi konstruktif dari gelombang cahaya dan mengakibatkan jumlah total amplitudonya menjadi bertambah. Perubahan suhu akan mempengaruhi lebar difraksi yang terbentuk apabila kita tembakkan cahaya. Semua jenis logam akan mengalami pemuaian jika diberi pemanasan. Semakin besar suhu maka lebar difraksinya semakin kecil. Jadi, besarnya kenaikan suhu berbanding terbalik dengan lebar celah difraksi. Gambar 1. Difraksi Celah Tunggal [8]. Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin kecil lebar celah (α) relatif terhadap panjang gelombang (λ) cahaya, penyebaran gelombang semakin besar dan juga sebaliknya. Perbandingan lebar celah dengan panjang gelombang cahaya juga berpengaruh pada intensitas pola difraksi. d. Penentuan nilai koefisien pemuaian pada alumunium Alumunium jika dipanaskan akan mengalami pemuaian, dan akan menyusut jika didinginkan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut, ∆ ∆ . (4) dengan ∆L merupakan perubahan panjang, L0 adalah panjang awal, ∆T adalah perubahan suhu (0C), α merupakan koefisien muai panjang (0C-1) . Pada penentuan nilai koefisien pemuaian alumunium dilakukan dengan menggunakan metode difraksi celah tunggal. Jika sebuah sinar laser kita tembakkan pada celah sempit, maka besarnya koefisien pemuaian panjang pada alumunium [3]. c. Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal Pada difraksi celah tunggal, cahaya sumber dilewatkan pada satu celah. Pola difraksi cahayanya bergantung pada perbandingan ukuran panjang gelombang dengan lebar celah yang dilewati. Hubungan antara lebar celah dengan panjang gelombang cahaya dapat dituliskan sebagai berikut sin . (1) atau sin . (2) dengan mengasumsikan m=1 maka diperoleh sin . (3) dengan θ merupakan besar sudut pembelokan gelombang cahaya (dalam derajat Celcius), m adalah Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Gambar 2. Pola difraksi untuk celah sempit. Dari gambar 2 diperoleh , sangat kecil maka tan karena sudut sehingga , 6) dan , (5) = sin (7) atau , 58 (8) sehingga ∆ , , (9) maka diperoleh , ∆ , (10) dengan memasukkan ∆ , nilai koefisien pemuaian alumunium dapat dicari dengan persamaan (13) dengan D adalah jarak laser terhadap celah sempit, z adalah lebar difraksi, Lo adalah panjang logam alumunium, dan T adalah suhu air. Dengan menggunakan analisis regresi linier, maka . (14) Persamaan di atas merupakan persamaan linier dengan , dan x=T, berbentuk . (15) dengan a merupakan gradien garis lurus dan b merupakan titik potong kurva pada sumbu y adalah koefisien-koefisien yang dapat dicari dengan regresi linier tanpa bobot. dengan nilai a adalah gradien garis lurus, ∑ ∑ ∑ , (16) ∑ (27) III. METODE PENELITIAN Percobaan penentuan nilai koefisien pemuaian Alumunium dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dengan menggunakan metode difraksi cahaya pada celah tunggal. Pada percobaan ini, sumber cahaya yang digunakan adalah laser, dan susunan alat ditunjukkan oleh gambar 2. Alat dan bahan yang digunakan adalah 1. Logam alumunium, sebagai media penghantar panas yang akan dicari nilai koefisien (12) pemuaiannya. 2. Penjepit (Clamp), untuk menjepit alumunium agar tidak terlepas ke dalam air. 3. Celah tipis (silet), digunakan untuk media difraksi cahaya akibat adanya tembakkan cahaya dari laser. 4. Termometer, digunakan sebagai alat pengukur temperatur. Setiap kenaikan temperatur akan terbaca oleh termometer ini. 5. Laser Dioda, digunakan sebagai sumber cahaya difraksi. 6. Tabung, digunakan untuk wadah air yang akan dipanaskan. 7. Air, digunakan untuk media perambatan kalor. 8. Penggaris, digunakan untuk mengukur lebar celah difraksi yang terbentuk dari cahaya yang ditembakkan. Untuk pertambahan panjang logam memenuhi persamaan di bawah ini ∆ , (11) sehingga diperoleh ∆ , (12) , (26) ∑ dan b adalah titik potong kurva pada sumbu y, ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ , ∑ (17) dengan ralat baku estimasi adalah ∑ , (18) ralat a dapat dihitung dari ∑ ∑ , (19) , (20) dan ralat b dapat dihitung dari ∑ ∑ ∑ dari persamaan (13),sehingga diperoleh nilai a adalah , (21) sehingga α dapat dihitung dengan menggunakan persamaan , (22) Gambar 3. Alat percobaan penentuan nilai koefisien pemuaian pada Alumunium dengan menggunakan metode difraksi celah tunggal [2]. Pada saat cahaya laser ditembakkan mengenai celah yang tipis, maka akan menimbulkan pola-pola difraksi, yang berupa pola gelap dan pola terang. Pada saat kenaikan suhu tertentu, setiap kali cahaya laser ditembakkan, maka ukur panjang pola difraksi yang terbentuk. Prosedur ini diulang untuk suhu yang beragam dengan kenaikan suhunya 30C. Analisis regresi linier 1/Z terhadap T sesuai persamaan (14) menggunakan Ms Excel 2007, dan menghasilkan a dan b. Nilai a digunakan untuk menghitung α dengan menggunakan persamaan (22) serta ralatnya menggunakan persamaan (23). ralat α dapat kita hitung dari rumus perambatan ralat α α λ ∂α∂L0 0212, (23) dengan , (24) , (25) Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 59 Dari grafik hubungan antara perubahan suhu (T) terhadap seperlebar difraksi (1/Z) yang disajikan dalam Gambar 4, terlihat bahwa nilai 1/Z meningkat dengan semakin besar T. Sehingga dapat kami simpulkan data tersebut merupakan data yang linier. Dari hasil analisis data diperoleh nilai a sebesar (1,10±0,09) C/m dan b sebesar (352,80±5,84) C/m. Dengan adanya nilai a yang sudah didapatkan, maka besarnya koefisien pemuaian panjang pada alumunium bisa dicari dengan memasukkan nilai a (1,10±0,09) C/m, λ (650,00±0,20)x10-9 m, D (1,92±0,05) m dan L0 (0,06±0,05) m ke dalam persamaan (21). Nilai koefisien pemuaian logam alumunium yang diperoleh dari hasil analisis regresi linier diperoleh nilai (22,92±1,85)x10-6 (0C)-1 sesuai nilai acuan yaitu 23,1x10-6 (0C)-1. Percobaan penentuan koefisien pemuaian alumunium dengan menggunakan metode difraksi celah tunggal dengan analisis regresi linier terbukti lebih teliti digunakan untuk menentukan koefisien pemuaian logam alumunium pada khususnya dan logam yang lain pada umumnya. Setiap kenaikan suhu menghasilkan nilai seperlebar difraksi besar pula. Selama percobaan ditemui beberapa kesulitan, diantaranya perubahan suhu yang sangat cepat yaitu kelipatan 30C membuat pengukuran lebar difraksi harus cepat dilakukan. Selain itu, lebar difraksi yang dihasilkan sangat kecil yaitu dalam orde milimeter, maka diperlukan tingkat ketelitian yang sangat baik agar mendapatkan hasil pengukuran yang akurat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan penentuan nilai koefisien pemuaian panjang pada alumunium dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier hubungan antara perubahan suhu (T) dengan seperlebar difraksi (1/Z). Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa setiap kenaikan suhu 30C menghasilkan besar lebar difraksi yang berbeda. Nilai lebar difraksi yang dihasilkan semakin kecil terhadap kenaikan suhunya. Kenaikan suhu berbanding terbalik terhadap lebar difraksi. Semakin tinggi suhu air yang dipanaskan, maka logam alumunium mengalami pemuaian, dan menghasilkan lebar difraksi yang semakin kecil. Tabel 1. Data hasil percobaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 T (oC) 26 29 32 35 38 41 44 47 50 53 56 59 62 65 68 71 74 77 80 83 86 89 92 95 98 4,90E+02 V. KESIMPULAN Nilai koefisien pemuaian logam alumunium yang diperoleh dari hasil analisis regresi linier diperoleh nilai (22,92±1,85)x10-6 (0C)-1 sesuai nilai acuan yaitu 23,1x10-6 (0C)-1. Percobaan penentuan koefisien pemuaian alumunium dengan menggunakan metode difraksi celah tunggal dengan analisis regresi linier terbukti lebih teliti digunakan untuk menentukan koefisien pemuaian logam alumunium pada khususnya dan logam yang lain pada umumnya. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar mengganti logam yang lebih bervariasi. PUSTAKA [1] Anonim, 2010. Koefisien Pemuaian Panjang. Diakses tanggal 11 Juni 2011. http://wikipedia.com [2] Fakhrudin, H. 2006. Quantitative Investigation of Thermal Expansion Using Single-Slit Diffraction. Journal Of Physics Teacher Vol 44, pp. 82-84. [3] Bharmanee, P., Thamaphat, K., Satasuvon, P., and Limsuwan, P. 2008. Mesurement of a Thermal Expansion Coefficient for a Metal by Diffraction Patterns from a Narrow Slit. Kasetsart J. (Nat. Sei) Vol 42, pp. 346-350. [4] Bijl, D. and Pullan, H. 1955. A new method for measuring the thermal expansion of solids at low temperatures; the thermal expansion of copper and 1/Z = 1.102 T + 352.8 R² = 0.98 4,70E+02 1/Z (m‐1) 1/Z (m-1) 384.61538 387.59690 390.62500 393.70079 396.82540 400.00000 403.22581 404.85830 408.16327 409.83607 411.52263 411.52263 413.22314 418.41004 423.72881 427.35043 432.90043 438.59649 442.47788 444.44444 448.43049 452.48869 456.62100 460.82949 467.28972 Z (m) 0.00260 0.00258 0.00256 0.00254 0.00252 0.00250 0.00248 0.00247 0.00245 0.00244 0.00243 0.00243 0.00242 0.00239 0.00236 0.00234 0.00231 0.00228 0.00226 0.00225 0.00223 0.00221 0.00219 0.00217 0.00214 4,50E+02 4,30E+02 4,10E+02 3,90E+02 3,70E+02 3,50E+02 20 40 60 80 T (0C) 100 120 Gambar 4 . Grafik hubungan antara perubahan suhu, T terhadap seperlebar difraksi 1/Z. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 60 aluminium and the gruneisen rule. Physica 21, pp. 285-298. [5] Evans, D. and Morgan, J.T. 1991. Low temperature mechanical and thermal properties of liquid crystal polymers. Cryogenics 31, pp. 220-222. [6] Foster, J.D. and Finnie, I. 1968. Method of measuring small thermal expansion with a single frequency Helium-Neon laser. Rev. Sci. Instrum. 39, pp. 654-657. [7] Wolff, E.G. and Eselun, S. A. 1979. Thermal expansion of a fused quartz tube in a dimensional test facility. Rev. Sci. Instrum. 50, pp. 502-506. [8] Hechts, E. 2002. Optics, Reading: Adison Wesley Publising Company. [9] Inbanathan, S.S.R. Moorthy, K., and G. Balasubramanian, G. 2007. Measurement and Demonstration of Thermal Expansion Coefficient. Journal Of Physics Teacher Vol 45, pp. 566-567. [10] Du Lianxiang and Lukefahr Elizabeth. Coefficient of Thermal Expansion of Concrete with Different Coarse Aggregates. pp. 1-17. [11] Russell, R.B., 1954. Coefficients of Thermal Expansion for Zirconium. Journal of Metals, pp. 1045-1052. [12] L Dhaene J, Z Henrard, A Landsman, Vandendorpe S. Vanduffel. 2007. Some results on the CTE based capital allocation rule, pp. 3-1 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 61 PENENTUAN KOEFISIEN RESTITUSI DENGAN METODE BOUNCE MENGGUNAKAN SOFTWARE LOGGER PRO Masdi Saleh1,2) Fatkhulloh2) Arif Rahman Aththibby2), Sumadji2) 1) SMP Alkhairaat, Jl. Kakatua Ternate Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161 [email protected] 2) Intisari – Dua benda yang bertumbukan akan memenuhi salah satu dari tiga sifat ditinjau dari keelastisannya, yaitu elastis sempurna, elastis sebagian dan tidak elastis. Angka untuk menggambarkan tingkat keelastisan tumbukan disebut koefisien restitusi (e). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan koefisien restitusi (e) dari peristiwa tumbukan bola dengan lantai dengan metode bounce, yaitu membandingkan beberapa ketinggian pantulan bola dengan tinggi sebelum pantulan. Untuk mengukur beberapa ketinggian pantulan bola secara kontinu dibutuhkan alat yang mempunyai ketelitian tinggi. Pengumpulan data eksperimen ini menggunakan video based laboratory (VBL), yaitu perekaman data beberapa ketinggian pantulan bola setiap waktu dalam format video, kemudian video tersebut di import ke software Logger Pro. Dengan Logger Pro, data hasil tracking gejala fisis tumbukan direpresentasikan dalam bentuk data dan grafik secara simultan. Out put nya dianalisis dengan Microsoft Office Excell dan diperoleh e=0,642 berarti tumbukan elastis sebagian. Dengan demikian, dapat disimpulkan penentuan koefisien restitusi (e) dengan VBL dan Logger Pro sesuai dengan kajian teori dan dapat membantu mahasiswa menghubungkan representasi gejala fisis tumbukan yang abstrak dengan dunia nyata. Kata kunci : koefisien restitusi , logger pro, metode bounce Abstract – Two objects that collide will meet one of three properties in terms of elastisc, that is perfectly elastic, partially elastic and inelastic. Numbers to describe the collision elasticity is called the coefficient of restitution (e). This study aims to determine the coefficient of restitution (e) of the collision event with the floor with the ball bounce method, which compares some of the high altitude of the reflection of the ball before the bounce. To measure the height of the reflection of a continuous ball needed a tool that has a high accuracy. This collection of experimental data using a video-based laboratory (VBL), a few altitude data recording every time the ball bounce in video format, then import the video on the Logger Pro software. With Logger Pro, data tracking the impact of physical symptoms represented in the form of data and graphs simultaneously. Its output was analyzed with Microsoft Office Excel and obtained e =0.642 mean elastic collision part. Thus, we can conclude the determination of the coefficient of restitution (e) with VBL and Logger Pro according to the study of theory and representation can help students connect the physical symptoms of collisions in the abstract to the real world. Key words: coefficient of restitution, logger pro, bounce method Dalam menentukan koefisien restitusi metode bounce , selain dapat di cari dengan membandingkan kecepatan benda sesudah dan sebelum tumbukan, kita juga dapat membandingkan tinggi benda sebelum dan sesudah tumbukan. Untuk menentukan tinggi bola setelah terpantul, jika hanya dengan pengamatan biasa. Data yang di ambil tidak akurat, karena itu software Logger Pro berpotensi untuk menganalisis data dengan tepat seperti pada pustaka [4] yang telah melakukan penelitian penentuan koefisien restitusi menggunakan video based laboratory (VBL) dan logger pro sebelumnya. I. PENDAHULUAN Peristiwa tumbukan terbagi tiga yaitu tumbukan elastis sempurna; tumbukan yang tak mengalami perubahan energi, koefisien restitusinya e = 1, tumbukan elastis sebagian; tumbukan yang tidak berlaku hukum kekekalan energi mekanik sebab ada sebagian energi yang diubah dalam bentuk lain, misalnya panas.Koefisien restitusinya 0 < e < 1, dan tumbukan tidak elastis , yaitu tumbukan yang tidak berlaku hukum kekekalan energi mekanik dan kedua benda setelah tumbukan melekat dan bergerak bersama-sama.Koefisien restitusinya e = 0 [1]. Koefisien restitusi bola tenis yang baik menurut Association of Tennis Professionals (ATP) jika hambatan udara diabaikan yaitu antara 0.728-0.759 [2], dan dari penelitian sebelumnya nilai koefisien restitusi bola tenis yaitu 0.636 [3]. Ini berarti bahwa peristiwa bounce pada bola tenis merupakan tumbukan lenting sebagian karena nilai koefisien restitusinya 0< e <1. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI A.Tumbukan Pada proses tumbukan antara dua benda, gaya yang terlibat, ketika kedua benda dilihat sebagai satu kesatuan, hanya gaya internal. Sehingga pada semua proses tumbukan, selama tidak ada gaya eksternal, total momentum sistem konstan. Untuk memudahkan 62 Koefisien e disebut koefisien resistusi, dan untuk kasus tumbukan elastik nilai e = 1. Tumbukan tak elastik Tumbukan tak elastik adalah tumbukan yang mana setelah tumbukan kedua benda menyatu dan bergerak dengan kecepatan sama, sehingga Ini berarti pada tumbukan total tak elastik, nilai e = 0. Untuk sembarang tumbukan tak elastik, nilai e adalah antara 1 kedua kasus tadi, yaitu 0 Untuk kasus tumbukan umum, dengan koefisien restitusi e cukup ditinjau tumbukan dalam satu dimensi. Untuk kasus dua dan tiga dimensi, karena sifat vektorial dari momentum, hasilnya dapat diperoleh sebagai jumlahan vektor kasus satu dimensi. Tinjau tumbukan antara partikel 1 dan 2, dengan massa m1 dan m2, dan besar kecepatan awal v1 dan v2. Ketika tumbukan terjadi, , dan partikel 1 memberi gaya ke partikel 2 sebesar partikel 2 memberi gaya ke partikel 1 sebesar [5]. Dari hukum Newton kedua (1) (11) sehingga atau ∆ dt (2) (12) Besaran integral di ruas kiri persamaan di atas juga .. disebut sebagai impuls yang diberikan oleh gaya Untuk partikel kedua berlaku ∆ dt dt (3) Kasus-kasus khusus, misalnya tumbukan antara dua benda dengan salah satunya memiliki massa yang sangat besar. Benda yang bermassa besar praktis tidak berubah keadaan geraknya, sedangkan benda yang bermassa kecil akan berbalik arah [5]. sehingga bila persamaan didapatkan ∆ ∆ = (4) atau berarti Tumbukan elastik sebagian Peristiwa bounce pada bola tenis merupakan tumbukan elastis sebagian. Pada peristiwa tumbukan elastis sebagian ini berlaku hukum kekekalan momentum dan tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik karena terjadi perubahan Ek. Di sini hanya berlaku hukum kekekalan momentum, seperti terlihat pada simulasi pada gambar 1. (2) dan (3) dijumlah, ∆ ) = 0 (5) Dapat disusun ulang sebagai (6) Tumbukan elastik Perlu ditinjau terlebih dulu kasus yang ekstrim, yaitu tumbukan elastik, di mana tidak ada energi sistem yang hilang (sebagai panas maupun bunyi), dan tumbukan total tak elastik, di mana kedua partikel atau benda menempel dan bergerak bersama-sama yaitu tumbukan elastik. Dalam tumbukan elastik, energi sistem sebelum dan sesudah tumbukan, tetap sama [5]. Gambar 1. Peristiwa bounce Tidak berlakunya hukum kekekalan energi kinetik, berarti ada energi kinetik yang hilang selama proses tumbukan sebesar ∆Ek, sehingga menyebabkan kecepatan setelah tumbukan akan berkurang dari kecepatan sebelum tumbukan dan pada akhirnya benda adalah kecepatan relatif benda akan berhenti pertama terhadap benda kedua sebelum benda itu bertumbukan, adalah kecepatan relatif benda pertama terhadap benda kedua setelah tumbukan. Pada kebanyakan tumbukan, besar kecepatan relatif tidak tetap melainkan berkurang karena suatu faktor tertentu yang disebut koefisien restitusi (e) [6] : (7) Persamaan di atas dapat disederhanakan sebagai (8) Dengan membagi persamaan ini, dengan persamaan (6), diperoleh (9) (13) Misalkan sebuah benda dijatuhkan ke lantai, bola = benda 1dan lantai = benda 2, maka sebelum dan sesudah tumbukan kecepatan lantai = 0 sehingga : atau 1 (10) Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 63 Dalam pustaka [11] mengemukakan bahwa VBL merupakan alat pendidikan yang dapat memadukan aspek teoritis dana eksperimental dalam pengajaran fisika. Video digital interaktif dalam VBL memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran sains [7]. Beichner dan Abbot (1999) berpendapat bahwa dengan melihat keduanya yaitu kejadian gerak sebenarnya dengan penyajian grafik secara abstrak dalam VBL maka siswa akan lebih mudah membuat hubungan kognitif bila dihadapkan pada munculnya miskonsepsi terhadap gerak [9]. Program Logger Pro merupakan salah satu softwere dari VBL yang mempunyai keistimewaan mampu menyajikan gejala fisika secara nyata baik berupa data kuantitatif dan grafiknya secara simultan dan memberikan jembatan antara pengamatan langsung dengan representasi abstrak dari berbagai fenomena fisika. Pelacakan posisi gerak dengan warna tampilan yang berbeda dalam suatu gambar video, mampu mengubah data yang dihasilkan ke dalam bentuk nilai dan grafik secara jelas sehingga menawarkan banyak kemungkinan untuk membangun dan menguji model fisika baik secara konseptual maupun analitis. III. METODE PENELITIAN Untuk mendukung proses pelaksanaan penelitian, diperlukan media dan alat penelitiannya. Media dan alat penelitian itu adalah satu buah bola tenis, video recording, komputer, software Loggre Pro , Microsoft Offiice Excel (selanjutnya disingkat Ms.Excel) dan software Youtube Converter. Data diambil menggunakan kamera canon Eos 1100 yang memiliki spesifikasi resolusi 16 MP dalam bentuk video dan sebelum pengambiran gambar, dilakukan penandaan ketinggian awal bola tenis dari titik awal sampai ke lantai yaitu 100 cm. Saat bola tenis dilepas, pada saat bersamaan video perekam dijalankan, sehingga keadaan gerak bola tenis akan terekam setiap saat, dan didapatkan tinggi bola tenis pada saat sebelum tumbukan maupun setelah tumbukan. Jika format hasil perekaman video dalam format selain AVI atau MOV agar terbaca oleh Logger Pro , maka dilakukan convert dengan software seperti Youtube Converter. Setelah video dalam extention AVI atau MOV maka baru dapat dilakukan analisis lewat Logger Pro. Dengan melakukan tracking setiap gerak bola tenis, maka secara otomatis pada layar Logger Pro ditampilkan data dan grafik secara simultan. Setelah data terkumpul, dieksport dan dianalisis dengan Ms. Excel, sehingga dapat ditentukan nilai koefisien restitusi dari tumbukan metode bounce tersebut. Untuk mencari koefisien restitusi rata-rata, dengan data yang terbaik maka dilakukan pembandingan tinggi bola sebelum memantul dan sesudah memantul kembali sampai pada pantulan ke tiga. (14) Dimisalkan tinggi benda ketika dipantulkan adalah h1, dan tinggi benda saat memantul adalah setinggi h2 dari lantai. Dengan menggunakan persamaan gerak jatuh bebas, kecepatan benda ketika mengenai lantai dan kecepatan memantulnya dapat maka : dinyatakan sebagai h1 dan h2, 2 (15) 2 (16) maka diperoleh nilai e : (17) di mana : H = tinggi benda saat dijatuhkan (m) h = tinggi benda saat memantul kembali (m) B.Software Logger Pro Kemajuan teknologi komputer saat ini telah memunculkan alternatif teknik analisis melalui rekaman video, yang dikenal dengan istilah Video Based Laboratory (VBL). Analisis melului video dimungkinkan oleh karena teknologi komputer mampu menangkap dan menjalankan kembali gambar bergerak resolusi tinggi dengan cukup mudah. Perserta didik dapat mengkonsentrasikan pada gambaran gejala fisika dalam video dan bukan pada teknik pengumbulan data. Melalui software yang dikembangan untuk VBL untuk yang mengolah video digital secara interaktif, memungkinkan siswa menangani kejadian gerak dalam video dan dapat menganalisis gerakan dengan cermat melalui grafik yang dibuat oleh mikrokomputerv [7]. Ide menggunakan video untuk menganalisis gerak pertama kali dikembangkan oleh D. A. Zollman dan R. G. Fuller di tahun 1994, yaitu dengan menggunakan gambar videodisc yang ditayangkan di layar televisi. Peserta didik diminta memasang lembar plastik transparan pada layar dan memberi tanda di posisi objek ketika bergerak dari frame ke frame. Tandatanda ini kemudian digunakan untuk membuat grafik gerakan objek [8]. Sedangkan penggunaan komputer dalam kegiatan laboratorium fisika telah dimulai dipertengahan tahun 1980-an oleh Beichner. Ketersediaan teknologi yang relatif primitif saat itu hanya menghasilkan gambar hitam putih. Objek bergerak dari digitalisasi video sulit diorganisir, karena minimnya warna atau bayangan abu-abu yang datar [9] . Saat in telah tersedia beberapa perangkat lunak untuk VBL, seperti VideoPoint dari Lenox Softwork yang dikembangkan untuk Workshop Physics Project. Vernier Software & Technology mengembangkan Logger Pro sebagai perangkat lunak untuk mengambil dan menganalisis data dari Vernier Lab Pro 3, yang memiliki fasilitas Video Analysis untuk membuat dan menganalisis grafik representasi gerak yang terlihat dalam video. Kontrol panel utama dari perangkat lunak secara otomatis atau manual dengan mudah dioperasikan dalam menjalankan rekaman video dari frame ke frame sehingga kejadian atau perubahan gejala sebagai fungsi waktu dapat teramati [10]. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis dengan Logger Pro diperoleh data seperti gambar 2. 64 PUSTAKA [1] Adi Warsito, 2009. momentum impuls, http://adiwarsito.files.wordpress.com, diakses tanggal 12 Mei 2012 [2] A. Roux and J. Dickerson, Coefficient of Restitution of a tennis ball, IB Physics, International School Bangkok, HISB Journal Of Physic 2007, pp. 1-7. [3] N. Farkas and R.D. Ramsier, Physics Education 41,De partments of Physics and Chemistry, The University of Akron, Akron, OH 443254001,USA,2006, pp.73-75 penentuan koefisien restitusi [4] Fatkhuloh, menggunakan Video based laboratory dan Logger Pro 3.84. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 [5] Mirza Satriawan, Fisika Dasar, Universitas Gajah Mada,, 2007. [6] Bennet and Meepagala, 2006, coefficient of restitution Website http://hypertextbook.com/facts/2006/restit ution.shtml, diakses tanggal 20 juni 2012. [7] Escalada, L. T., et al., 1996, Application of Interactive Digital Video in a Physics Classroom, Journal of Educational Multimedia and Hypermedia, 5(1), pp.73-97. [8] Zollman, D. A. and Fuller, R. G., Teaching and Learning Physics with Interactive Video, Physics Today, 47(4), 1994,pp.41-47. [9] Beichner, R. J., and Abbott, D. S., 1999, VideoBased Labs for Introductory Physics Courses, JCST November 99. Vernier International, 2004, Data Collection [10] with Computer and Handhelds 2004 Catalog. http://www.vernier-intl.com, di akses 22 Juni 2012 Gamboa, F., et al., 1999, Specification and [11] Development of A Physics Video Based Laboratory, Instrumentation a nd Development Vol. 4 Nr. 5. Gambar 2. Hasil tracking tinggi bola sampai pada pantulan ke tiga Dari hasil tracking dalam gambar 1 dieksport ke Ms. Excel, sebagaimana tabel 1. Tabel 1. Tinggi bola sebelum dan sesudah terpantul sampai pada pantulan ke tiga h rataH (m) h1 (m) h2(m) h3(m) rata 0.9971 0.5948 0.3790 0.2595 0.4111 Berdasarkan data dari Logger Pro, yang diimport ke Ms. Excel dan diolah menggunakan persamaan (17) diperoleh nilai koefisien restitusi e =0.642 . Hasil e ini jika dibandingkan dengan nilai e yang diperoleh N. Farkas and R.D. Ramsier [3] yang menyatakan bahwa koefisien restitusi bola tenis sebesar 0.636 maka penelitian ini memiliki ketelitian tinggi dengan tingkat kepercayaan 99,1 %. Nilai tersebut sesuai dengan kajian teori , yang menyatakan bahwa peristiwa bounce pada bola tenis merupakan peristiwa lenting sebagian karena nilai 0<e<1 sehingga penentuan nilai koefisien restitusi dengan metode bounce menggunakan Logger Pro dapat digunakan untuk membantu menjelaskan kepada mahasiswa. V. KESIMPULAN Nilai koefisien restitusi bola tenis dengan metode bounce = 0.642 dengan tingkat kepercayaan 99.1 % dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka secara teoritis software logger pro bisa diterima dan bisa digunakan sebagai media untuk pembelajaran bagi mahasiswa. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Studi Magister Pendidikan Fisika UAD atas dukungan finansial dalam kegiatan ilmiah ini. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 dan 65 PENENTUAN KOEFISIEN VISKOSITAS ZAT CAIR DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI LINIER HUKUM OSTWALD-DE WAELE Amelia Zahara1), Okimustava 2) Program S-1 Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus III : Jln. Prof. Dr. Soepomo,SH. Janturan Yogyakarta 55164 Telp. (0274) 381523, 379418 E-mail: [email protected] Intisari – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai viskositas zat cair, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air mineral. Dalam percobaan ini digunakan pipa kapiler dengan panjang (L) (10,148 ± 0,012) cm. Luas penampang gelas Beaker (S) (6,350 ± 0,009) cm2 dan diameter pipa kapiler (R) (0,112 ± 0,006) cm. Percobaan dilakukan dengan cara mengisi gelas beaker dengan air sampai ketinggian 250 ml, setelah diisi dengan air gelas beaker dihubungkan dengan sensor gaya dan langsung dikoneksikan dengan program logger ke PC komputer untuk mendapatkan data dan grafik hubungan antara kontrol berat (Power Law) dan kelajuan air yang mengalir melalui pipa kapiler sampai air dalam gelas habis. Koefisien viskositas dihitung melalui analisis regresi linier dengan menggunakan hukum Ostwald-de Waele dengan perilaku cairan non newtonian yang mengalir dengan percepatan gravitasi dari tabung dengan pipa kapiler. Viskometer kapiler yang dibuat dengan menggunakan hukum Ostwald-de Waele cukup praktis dan efisien, dari hasil percobaan diperoleh nilai sebesar η=(0,468.10-2 ± 0,106) 10-2 poise pada suhu 28°C. Kata kunci: hukum ostwald-de waele, regresi linier, viskositas, Newtonian, no-Newtonian. Abstract – This research is aimed to know the viskositas value of liquid. The sample which is used in this research is mineral water. This experiment use capillary pipe with length (L) (10,148 ± 0,012) cm. The wide of beaker glass ((S) (6,350 ± 0,009) cm2 and the diameter of capillary pipe (R) (0,112 ± 0,006) cm, this experiment is done with fulfilling water into beaker glass until its high is 250 ml. after that, beaker glass is connected with energy sensor and connected to the logger program in the computer to get data and relation graphics between weigh control ( power law ) and water speed pass through capillary pipe until water in the glass is finished. Viskosiats coefficient is count through linier regresi analysis use astwald – de law with non Newtonian liquid which flowing with gravity velocity from storage with capillary pipe. Capillary viskometer which is made from ost wald de law is practice and efficient. From the experiment is gotten value η=(0,468. ± 0,106) 10-2 poise at temperature 28°C. Key words: Ostwald law, linier regression, viskositas I. PENDAHULUAN Zat cair memiliki koefisien kekentalan yang berbeda beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa koefisien kekentalan suatu fluida yang diukur dengan menggunakan regresi linear hukum Ostwald-de waele. Sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan koefisien kekentalan viskositas pada masing-masing sampel. Fluida yang digunakan adalah Air. penelitian bertujuan untuk mencari nilai viskositas air pada suhu 28°C. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan[1], telah diperoleh nilai viskositas Air, Minyak Jarak dan Oli Mesin sesuai table 1 Dengan menggunakan Hukum Stokes dengan regresi linier menggunakan Bola yang dijatuhkan dalam suatu bejana yang berisi Fluida. Dengan kesimpulan bahwa jika fluida dinaikkan temperaturnya maka nilai viskositasnya akan berkurang. Berdasarkan teori yang dikemukakan[2], viskometer kapiler yang dibuat dengan kontrol berat di mana laju alir dan penurunan tekanan biasanya diperlukan untuk viskometer kapiler-tabung akan diganti dengan mengukur ketergantungan waktu dari berat cairan dalam tangki di bawah gravitasi melalui pipa kapiler. Berdasarkan teori tersebut dilakukan penelitian untuk menengetahui nilai koefisien kekentalan air, untuk menganalisis aliran cairan non-Newtonian yang digambarkan oleh model power-hukum Ostwald-de Waele. II. LANDASAN TEORI A. Viskositas Viskositas (kekentalan) berasal dari perkataan Viscous. Suatu bahan apabila dipanaskan sebelum Tabel 1. Nilai Viskositas pada berbagai suhu Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 66 menjadi cair terlebih dahulu menjadi viscous yaitu menjadi lunak dan dapat mengalir pelan-pelan. Viskositas dapat dianggap sebagai gerakan dibagian dalam (internal) suatu fluida [3]. ∂p 1 ∂ + ρg − ( rτ ) ∂z r ∂r 0=− (1) dimana ρ adalah densitas cairan dan g adalah percepatan gravitasi. Cairan memasuki pipa kapiler P = ρgh (t ) pada tekanan z =0 ,dengan h adalah ketinggian kolom cairan. Karena ujung kapiler pada tekanan atmosfer, P|z=Lc=0, dengan besar tekanan − (∂p ∂z ) sepanjang pipa kapiler tersebut adalah, Gambar 1. Perubahan bentuk akibat dari penerapan gaya-gaya geser tetap Suatu cairan dimana viskositas dinamiknya tidak tergantung pada temperatur, dan tegangan gesernya proposional (mempunyai hubungan liniear) dengan gradient kecepatan dinamakan suatu cairan Newton[7] − ∂p ρgh m (t ) g = = ∂z Lc SL c (2) dimana m(t) adalah massa cairan dalam tangki pada waktu t. maka digunakan pers 1 dan 3, keemudian persamaannya menjadi, ⎛ m (t ) ⎞ k ∂ ⎡ ⎛ ∂u n ⎜⎜ + ρ ⎟⎟ g = ⎢r⎜ − r ∂ r ⎣ ⎜⎝ ∂r ⎝ SL c ⎠ ⎞⎤ ⎟⎟ ⎥ ⎠⎦ (3) Integrasi dari persamaan 4 tanpa syarat slip batas, u (r , t ) r =R = 0 (4) Kemudian menghasilkan persamaan kecepatan, ⎡⎛ m (t ) ⎞ gR ⎤ + ρ ) ⎟⎟ u ( r , t ) = ⎢ ⎜⎜ ⎥ ⎠ 2k ⎦ ⎣ ⎝ SL c Rn ⎛ r ⎞ (1 − ⎜ ⎟ n + 1 ⎝ R ⎠ 2 n (5) Gambar 2. Gradien kecepatan du/dz Kecepatan zat cair dalam kapiler adalah Cairan non-Newtonian merupakan cairan dimana tegangan geser hanya tergantung pada gradient kecepatan saja, walaupun hubungan antara tegangan geser dan gradient kecepatan tidak linier, namun tidak tergantung pada waktu setelah cairan menggeser. Sedangkan tegangan geser tidak hanya tergantung pada gradient kecepatan tetapi tergantung pula pada waktu cairan menggeser atau pada kondisi sebelumnya. Cairan ini menunjukkan karakteristik dari zat pada elastis dan cairan viskus. Menurut persamaan bernouli, bila fluida mengalir secara tunak lewat sebuah pipa panjang horizontal berpenampang konstan yang sempit, tekanan sepanjang pipa akan konstan. Gaya gesekan yang diberikan oleh tiap lapisan fluida pada lapisan fluida tetangganyayang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Gaya gaya gesekan ini dinamakan gaya viskos[4] . Pada Umumnya, viskositas cairan bertambah bila temperature berkurang. Jadi dalam iklim yang dingin minyak mobil dengan derajad yang lebih encer digunakan untuk melumasi mesin mobil dimusim dingin dibandingkan dengan musim panas [4]. u (t ) = 2 R2 ∫ R 0 ⎡⎛ m (t ) ⎞ gR ⎤ u ( r , t ) rdr = ⎢ ⎜⎜ + ρ ⎟⎟ ⎥ ⎠ 2k ⎦ ⎣ ⎝ SL c 1 n Rn 3n + 1 (6) Dengan menggunakan persamaan kontinuitas, kita dapat mengekspresikan (u(t)) dalam tingkat perubahan massa dalam tangki, u (t ) = − 1 πR 2ρ dm dt (7) Tanda negatisf berarti massa dalam tangki menurun. Sisi kanan pada persamaan (7) disamakan dengan persamaan (8) dan memperoleh, dm dt = − (m + ρ L c S ) 1 n ⎛ gR ⎜⎜ ⎝ 2 kSL c ⎞ ⎟⎟ ⎠ 1 n πρ R 3 n 3n + 1 (8) Integrasi dari persamaan (9) untuk limit kondisi awal =0= m0, dimana m0 adalah massa zat cair dalam tangki pada waktu t=0, hubungan antara keduanya adalah α m ( t ) = (m 0 + ρ L c S )(1 + β t ) − ρ L c S , α = n /( n − 1 ) dan β = B. Hukum Ostwald de-Waele Sebuah tangki silinder yang memiliki penampang S yang dibawahnya mengalir pipa kapiler dengan jari jari R dan panjang Lc (R/Lc <<1) . Dalam system koordinat silinder (r, , z), persamaan untuk tegangan geser τ dengan asumsi arus searah pipa kapiler, lalu muncul komponen aksial keseimbangan momentum Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 1 n n −1 πR 3ρ 3 n + 1 (m 0 + SL c ρ ⎡⎛ m 0 ⎞ gR ⎤ ⎜ + ρ ⎟⎟ ⎥ ) ⎢⎣ ⎜⎝ SL c ⎠ 2k ⎦ 1 n (9) Persamaan diatas berkaitan dengan model powerlaw, berkurangnya zat cair pada tangki seiring dengan waktu yang terus berjalan. Jika kita tahu parameter Rheologi n dan k, laju geser dinding dan viskositas pada tingkat geser dapat dihitung sebagai berikut, 67 y w ⎡⎛ m (t ) ⎞ gR ⎤ ( t ) = ⎢ ⎜⎜ + ρ ⎟⎟ ⎥ ⎠ 2k ⎦ ⎣ ⎝ SL c 1 n , η = ky untuk nilai a juga bisa diperoleh dari data logger, maka n −1 w a= (10) C. Penentuan Viskositas Sebuah tangki dengan pipa kapiler bergabung vertikal kebawah dipenuhi dengan zat cair test yang tergantung dengan sensor gaya. Diameter panjang dan dalam pipa kapiler dipilih untuk memastikan total debit cairan dari tangki. Sensor gaya dihubungkan melalui system akuisi data ke computer variasi berat m(t) untuk zat cair dalam tangki sebagai fungsi waktu. Untuk tingkat geser dalam tabung menunjukan bahwa zat cair berperilaku sebagai cairan Newtonian. Untuk nilai besar alfa seperti yang ditemukan untuk beta cairan kita menggunakan persamaan (20) dari rumus tersebut dapat diperoleh nilai viskositas sbb; ⎛ πR 4ρg η = ⎜⎜ ⎝ 8 SL c a (11) dicari bisa (12) ∂η πR4 ρg = , ∂Lc 8SL2ca πR4 ρg ∂η =− , ∂a 8SLc a ∂η πR4 ρg = , ∂S 8S 2 Lc a 2 ⎛ πR4g ⎞ +⎜⎜ Sρ ⎟⎟ ⎝8SLca ⎠ 2 ⎛ πR4ρ ⎞ +⎜⎜ Sg ⎟⎟ ⎝8SLca ⎠ 2 ⎛πR4ρg ⎞ +⎜⎜ SLc ⎟⎟ ⎝ 8Sa ⎠ 2 ⎛πR4g ⎞ +⎜⎜ Sa ⎟⎟ ⎝ 8SLc ⎠ 2 ⎛ πR4ρg ⎞ +⎜⎜ 2 SS ⎟⎟ ⎝8S Lca ⎠ (29) ⎛ πR 4 ρg ⎞ ⎟⎟; x = t a = ⎜⎜ − ⎝ 8SLcη ⎠ Untuk mengetahui garis lurus terbaik hubungan berat dengan waktu dapat diperoleh nilai a dan b [6] dengan a= 1 (N ∑ xi yi − ∑ xi ∑ yi ) ∆ b= 1 ∆ (13) (∑ x ∑ y − ∑ x ∑ y ) i III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Percobaan penentuan koefisien viskositas dilakukan di (LTPS) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Alat yang digunakan adalah tabung yang diberi lubang bagian bawahnya kemudian dihubungkan dengan pipa kapiler dan gelas tersebut diikat dengan tali kepada sebuah sensor gaya untuk dihitung perbandingan massa terhadap laju aliran air. A. Alat dan bahan 1. stopwatch digital merk Alba tipe SW01-X008 skala terkecil 0,01 sekon 2. jangka sorong merk Tricle skala 0,05 sampai dengan 20,00 cm 3. thermometer alkohol skala terkecilnya 1°C dengan jangkauan maksimal 112°C dan jangkauan minimalnya -112°C, 4. pipa kapiler (Capillary tube) dengan diameter 0,1 cm. 5. gelas ukur (Beaker) merk Phyrec dalam ukuran (250,00 ± 0,25) ml 6. Air mineral 7. PC 8. Force Sensor 9. Vernier Logger 10. Software Logger Pro edisi 3.2 i (14) dengan ∆ = N ∑ xi2 − (∑ xi ) 2 (15) dan ralat baku estimasi regresi adalah 1 σ2 = ∑ ( yi − yˆi )2 N −2 (16) Ralat a dapat dihitung dari Nσ 2 ∆ (17) dan ralat b dapat dihitung dari ∑x 2 i (18) Berdasarkan hasil regresi, koefisien viskositas dapat dihitung dari a= ∂η πR4 ρ = , ∂g 8SLca 2 y = m(t ); c = (m0 + ρLc S ) ∆ ∂η π 4R4 g = , ∂ρ 8SLca ⎛ πρg ⎞ Sη = ⎜⎜ SR ⎟⎟ ⎝8SLca ⎠ dengan σ2 ∂η π 4R3 ρg = , ∂R 8SLc a sehingga persamaan ralat viskositas diperoleh sebagai berikut y = ceax σb = 2 (22) karena persamaan dalam bentuk ekponensial maka digunakan persamaan regresi liniear yang berbentuk [5] σa = 2 dengan nilai viskositas i 2 2 2 2 ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞⎟ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞ Sη = ⎜ SR ⎟ + ⎜⎜ Sρ ⎟⎟ + ⎜⎜ Sg ⎟⎟ + ⎜⎜ Slc ⎟ + ⎜ Sa⎟ + ⎜ Ss⎟ ⎝ ∂R ⎠ ⎝ ∂ρ ⎠ ⎝ ∂g ⎠ ⎝ ∂Lc ⎠ ⎝ ∂a ⎠ ⎝ ∂S ⎠ ⎛ πR 4 ρg ⎞ t ⎟⎟ − ρLc S m(t ) = (m0 + ρLc S )exp⎜⎜ − ⎝ 8SLcη ⎠ 2 1 ⎞ ⎟⎟ ⎠ (21) Untuk ralat viskositas digunakan analisis regresi linier dengan variasi massa zat cair, ⎛ ⎛ ρ g πR 4 ⎞ ⎞ lim α − ∞ ⎜ (1 + β t )α = exp ⎜⎜ − t ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ 8 SLcη ⎠ ⎠ ⎝ Kemudian untuk menggunakan persamaan ρgπS 4 8SLη ρgπS 4 8SLη (19) Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 68 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Σ Gambar 3. Desain alat eksperimen B. Prosedur Pengambilan Data Percobaan penentuan koefisien viskositas (η) dengan pipa kapiler sepanjang (10,148 ± 0,012) cm, berdiameter luar (0,296 ± 0,002) cm. Langkahlangkah percobaannya sebagai berikut: 1.179839872 1.168250822 1.14432504 1.156287931 1.132362149 1.132362149 1.114417813 1.102828763 1.084884426 1.084884426 1.060958645 1.049369594 17.02805004 1,25 Force (N) 1,2 y = ‐0,002x + 1,216 R² = 0,986 1,15 1,1 1,05 1. Panjang pipa kapiler diukur menggunakan jangka sorong. 2. Diameter pipa kapiler diketahui dari skala yang terdapat pada pipa. 3. Suhu air diukur menggunakan termometer dan massa air ditimbang pada volume 250 ml. 4. Dicari nilai massa jenis (ρ) pada Air dengan persamaan ρ = m / v 5. Tabung diisi dengan sampel air mineral dengan volume 250 ml 6. Aliran air mineral sebagai zat cair 7. Data keluar dari senser gaya kemudian dibaca oleh data logger dan dianalisis menggunakan program logger. 8. diamati pada data loger yang sudah disambungkan ke PC sebagai data yang diperoleh dan memasukkan data pada table exel. 1 0 20 40 Time (s) 60 80 Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Waktu (s) dan Berat (N) Dari data dan grafik yang diperoleh terlihat bahwa semakin kecil berat air yang terukur maka waktu untuk kelajuan air semakin lama begitu pula sebaliknya. Dengan percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai viskositas Air sebesar η=(0,468. ± 0,106) 10-2 poise pada suhu 28°C. Dalam percobaan ini masih banyak terdapat kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan peneliti dalam menjalankan prosedur yang sudah seharusnya dijalankan, mungkin bisa dijadikan pengalaman bagi semuanya terutama bagi yang akan melanjutkan penelitian ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan melakukan kegiatan sesuai dengan langkah kerja pada jalannya penelitian, maka hasil penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: Secara grafik hasil eksperimen dari data yang telah dianalisis dengan menggunakan regresi linier Hukum Ostwald de-Waele untuk zat cair dengan sampel yaitu air pada suhu 28°C . V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan viscometer kapiler dengan kontrol berat yang digunakan untuk untuk menganalisis aliran zat cair (cairan non Newtonian). Fitur penting dari viskometer yang telah dibuat adalah kesederhanaan dan kemampuan untuk mengukur viskositas cairan terus menerus atas berbagai suku geser dalam menjalankan prosedur percobaan dengan baik. Nilai viskositas air pada suhu 28°C adalah η=(0,468.10-2 ± 0,106) 10-2 poise, nilai ini diperoleh dengan menggunakananalisis regresi linier “Power Law Hukum Ostwald de-Waele” dengan menggunakan pipa kapiler yang terbukti lebih teliti dan menggunakan alat yang praktis dan efisien untuk mendapatkan Tabel 2. Data Hasil Pengukuran dengan Menggunakan Sensor Gaya dan Logger No Time (s) Force (N) 1 0 1.22170999 2 5 1.203765654 3 10 1.191802763 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 525 69 koefisien viskositas air. Nilai yang diperoleh pada perbaan kali ini masih jauh jika dibandingkan dengan referensi yang ada karena terjadi kesalahan dalam pengambilan data. Untuk percobaan lainnya disarankan menggunakan pipa kapiler yang lebih panjang dengan diameter pipa kapiler lebih besar disesuaikan dengan zat cair yang akan digunakan sebagai sampel. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih saya ucapkan kepada pihak-pihak terkait, dosen pembimbing, Kepala Laboratorium Teknologi Pembelajaran Sains (LTPS), asisten laboratorium fisika Universitas Ahmad Dahlan, serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penelitian ini. PUSTAKA Artikel jurnal: [1] Budianto, A. Metode Penentuan Koefisien Kekentalan Zat Cair Dengan Menggunakan Regresi Linear Hukum Stokes, 2008.Website: http://jurnal.sttnbatan.ac.id/wpcontent/uploads/20 08/12/12- anwar157-166.pdf, diakses tanggal 2 Februari 2011. [2] Digilov, M., Gurfinkel, dan Reiner, M., Analysis of non-Newtonian Power-Law Liquids With a Weight-controlled capillary viscometer, 2008. Website :http://aapt .org/ajp/2008/3/10.pdf, diakses tanggal 4 maret 2011 [3] Sears, F. W. dan Zemansky, M.W. Fisika untuk Universitas 1 Mekanika, Panas, Bunyi. Penerjemah : Soedarjana dan Achmad, Amir, Jakarta: Mandiri, 1982. [4] Tipler, P., A., Fisika Untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta. 2001. [5] Bevington, P.R.,Robinson, D.K.,.Data Reduction and Error Analysis For The Physical Sciences, McGraw-Hill Companies.New York, 2003 [6] Ishafit, Analisis Data Eksperimental Fisika ppt. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan, 2009 [7] Septiana. Penentuan Tingkat Kekentalan Oli mineral,Semi Sintetik dan Sintetik Pada Berbagai Suhu Menggunakan Viskometer Ostwald. Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan. 2010. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 70 PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI BUMI DENGAN EKSPERIMEN TERKOMPUTERISASI PADA BENDA JATUH BEBAS Femila Amor Nurdila1), Irnin Agustina Dwi Astuti2), Tunut Rochmaniyah3), Ishafit4) ProgramStudi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta e-mail : [email protected] Intisari – Makalah ini menyajikan eksperimen penentuan percepatan graviasi bumi dengan metode gerak jatuh bebas. Percepatan gravitasi bumi yang dialami oleh suatu objek yang berada dipermukaan laut katulistiwa besarnya adalah 9,789 m/s2 dan 9,832 m/s2 pada permukaan laut di kutub utara. Dalam eksperimen ini menggunakan 3 buah lilitan yang dipisahkan oleh jarak tertentu. Data yang diambil disajikan dalam bentuk waktu (t) yang dihitung dari gejala induksi oleh magnet yang melalui lilitan. Ketika magnet dijatuhkan, waktu diukur dari munculnya pulsa ketika magnet menginduksi lilitan dengan menggunakan software audacity. Dari pulsa tersebut memunculkan hasil waktu pada masing-masing jarak lilitan. Metode analisis data yang digunakan adalah nilai rata-rata dari hasil percepatan gravitasi yang dilakukan dalam 10 kali pengambilan data.Hasil eksperimen nilai percepatan gravitasi bumi sesuai dengan nilai acuan yaitu sebesar (9,78 ± 0,49) m/s2dengan penyimpangan sebesar 0,02 %. Kata kunci:percepatan gravitasi, gerak jatuh bebas, medan magnet, audacity 1.3 beta (Unicode) Abstract –This paper presents the experimental determination of gravity by free fall method. Acceleration of gravity experienced by an object which his the surface equatorial ocean and the magnitudeis 9,789 m/s and 9,832 m/s at sea level at the north pole.In these experiments using 3 loops separated by a distance. The data presented in the form of time (t) taken are calculated from the symptoms induced by the magnet through the coil. When the magnet is dropped, when measured from the emergence of the coil induces a magnetic pulse when using audacity software. Of the wave pulse rise time on the distance of each coil. Methods of data analysisused is the average valueofeach of the acceleration of gravity is carried out in 10 times of data collection. The experimental results the value of gravity in according to with the reference value in the amount of (9,78 ± 0,49) m/s2 with a deviation of 0,02%. Key words: accelerationof gravity, free fallmotion, magnetic field, audacity1.3beta(Unicode) kumparankawat dan dibantuan aplikasi software komputer berupa audacity 1.3 beta (Unicode). I. PENDAHULUAN Gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Sebagai contoh, bumi yang memiliki massa yang sangat besar menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar untuk menarik benda-benda di sekitarnya, termasuk makhluk hidup, dan bendabenda yang ada di bumi. Gaya gravitasi ini juga menarik benda-benda yang ada di luar angkasa, seperti bulan, meteor, dan benda angkasa lainnya, termasuk satelit buatan manusia. Percepatan gravitasi bumi yang dialami oleh suatu objek yang berada dipermukaan laut katulistiwa besarnya adalah 9,789 m/s2 dan 9,832 pada permukaan laut di kutub utara [1]. Suatu tempat mungkin mempunyai besar percepatan gravitasi bumi yang berbeda dengan tempat yang lain. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana cara menghitung besarnya percepatan gravitasi bumi dengan ketelitian yang tinggi, karena ketidaktelitian pengamatan dan juga ketidaktepatan alat ukur yang digunakan dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran nilai gravitasi bumi (g) dapat diukur dengan berbagai metoda. Bentuk-bentuk paling sederhana misalnya dengan menggunakan pegas atau bandul yang diketahui konstanta-konstantanya. Metode penentuan nilai gravitasi bumi yang tidak kalah mudahnya namun dapat memperoleh hasil yang lebih akurat adalah dengan metode Gerak jatuh bebas. Metode ini menggunakan alat berupa magnet, Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 II. TEORI a. Penelitianterdahulu Penelitian terdahulu tentang penentuan percepatan gravitasi bumi salah satunya dilakukan oleh Kusuma, menentukan percepatan gravitasi bumi dengan memanfaatkan laser, LDR (Light Dependent Resistor). Dalam hal ini, suatu teknik komunikasi data serial sinkron dapat dilakukan antara mikrokontroler AT89S51 dengan komputer melalui RS232. Oleh karena itu instrumen yang dibuat dapat mengukur secara otomatis dengan menggunakan Mikrokontroler AT89S51 dan pemrograman Borland Delphi 7.0 sebagai tampilan. Penelitian ini memperoleh nilai g sebesar 9,892 m/s2[2]. Penelitian yang dilakukan oleh Oktova , menghasilkan percepatan gravitasi bumi di daerah 9,78 lanud adisucipto diperoleh nilai 0,07 m/s [3]. b. Gerak jatuh bebas Gerak suatu partikel yang mempunyai percepatan konstan adalah hal yang biasadijumpai di alam ini. Sebagai contoh, di dekat permukaan bumi semua benda yang tidak ditopangakan jatuh secara vertical dengan percepatan konstan karena adanya gravitasi bila dianggap bahwa hambatan udara dapat diabaikan. Percepatan karena gravitasi 71 dinyatakan oleh g dan mempunyai nilai hampiran g = 9,81 m/s2 = 32,2 ft/s2[4]. Gerak jatuh bebas merupakan bagian dari gerak lurus berubah beraturan, dengan percepatan berupa percepatan gravitasi. Pada mulanya benda memiliki kecepatan awal sama dengan nol , pada ketinggian tertentu. Akhirnya kecepatan bertambah (dipercepat) seiring dengan waktu hingga dititik ke bawah sebelum membentur permukaan tanah kecepatannya menjadi maksimal. Persamaan posisinya adalah (1) Pada kasus gambar 1, So diabaikan dan untuk persamaan h1 sebagai berikut So 1 Hubungkankekomputer h1 2 h2 (2) Sedangkan untuk h2, 1 2 h2 = V01t 2 + gt2 2 (3) 3 Pada posisi 1 dan 2 berlaku V02 = V01 + gt Gambar 1. Skema alat percobaan[5] (4) Pada persamaan (2) dan (3) masing-masing suku dibagi dengan t. Untuk posisi 1 ke 2, h1 1 = V01 + gt1 t1 2 c. Medan Magnet Medan magnet adalah daerah dimana gaya magnet dapat dirasakan akibat adanya muatan bergerak. Medan magnet biasanya digambarkan dengan garis gaya magnet, yang biasa disebut kerapatan medan fluks B. medan magnet tidak hanya terdapat di sekeliling magnet permanen tapi juga ditimbulkan dari arus listrik yang mengalir pada suatu kawat. Hal ini juga dikemukakan oleh Hans Christian Oersted (1777-1851), ahli fisika Denmark bahwa disekitar arus listrik terdapat medan magnet. Ketika lilitan kawat diarliri arus, disekitar kawat tersebut akan timbul medan magnet. Adanya gerak relatif magnet atau kumparan akan mengakibatkan terjadinya perubahan medan magnet. d. Audacity 1.3 beta (Unicode) Audacity merupakan software pengolahan file suara yang berlisensi gratis. Salah satu fungsi dari Audacity adalah kemampuan merekam sinyalsinyal suara yang ada di dalam komputer, maupun dari luar komputer. Pada eksperiment ini Audacity digunakan untuk merekam sinyal dari perubahan medan magnet kesinyal listrik yang nantinya akan ditampilkan dalam bentuk gelombang. (5) Sedangkan untuk posisi 2 ke 3, h2 1 = V02 + gt 2 t2 2 (6) Substitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (6), sehingga persamaannya menjadi h2 1 = V01 + gt1 + gt 2 2 t2 Kemudian substitusikan persamaan (7), sehingga persamaan (7) (5) h2 h1 1 − = g (t1 + t 2 ) t 2 t1 2 ke (8) Jadi, persamaan untuk menentukan percepatan gravitasi adalah ⎛h h ⎞ 2⎜⎜ 2 − 1 ⎟⎟ t t1 ⎠ g= ⎝ 2 t1 + t 2 (9) III. EKSPERIMEN Percobaan penentuan konstantapercepatan gravitasi dilakukan di Jl. Glagah Sari No. 130 Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Magnet mainan 2. Kumparan kawat dengan jumlah 30 lilitan 3. Kabel, digunakan untuk menghubungkan ujungujung lilitan dengan laptop 4. Pralon dengan panjang 70 cm dengan dimeter 2 cm Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 72 5. Software computer audacity 1.3 beta (Unicode) Lilitan dipasang pada pralon dan kemudian dihubungkan dengan kabel penghubung ke laptop yaituke software audacity 1.3 beta (Unicode), dengan software ini membantu untuk mencari nilai waktu ( t ) yang dibutuhkan magnet jatuh bebas dan melalui lilitan A dengan lilitan B sebagai lilitan B dengan lilitan C sebagai dengan menvariasikan jarak masing-masing lilitan A dan B dengan B dan C ( dan ). Untuk mendapatkan nilai t dengan menjatuhkan magnet ke dalam pralon yang sudah ada lilitan dengan jarak yang sama ) dan direkam oleh audacity 1.3 beta ( (Unicode) dan sinyal ditampilkan dalam bentuk tiga buah gelombang dengan jarak yang berbeda. Dari gelombang ini diperoleh nilai waktu untuk masingmasing jarak lilitan. Setelah semua data diperoleh, data dianalisis dengan regresi linier. Nilai percepatan gravitasi yang diperoleh dari eksperimen di bandingkan dengan nilai acuanya itu sebesar 9,78m/s2. 2 7,198 4,117 3 7,118 4,118 4 7,006 4,098 5 7,034 4,059 6 7,152 4,048 7 7,235 4,109 8 7,456 4,096 9 1 0 7,109 4,123 7,277 4,152 0,1632 2 0,1614 06 0,1588 66 0,1595 01 0,1621 77 0,1640 59 0,1690 7 0,1612 02 0,1650 11 0,0933 56 0,0933 79 0,0929 25 0,0920 41 0,0917 91 0,0931 75 0,0928 8 0,0934 92 0,0941 5 9,719334 919 9,611902 572 9,602019 291 9,917443 026 10,14729 848 9,818977 353 10,15230 251 9,565799 192 9,577298 283 Gambar 3. Contoh hasil rekaman audacity untuk penentuan t1 Gambar2. Alat eksperimen penentuan percepatangravitasi bumi dengan menggunakan metode benda jatuh bebas pada medan magnet Untuk menentukan percepatan gravitasi bumi sesuai dengan persamaan (9). Sedangkan ralatnya adalah 2 2 2 ⎛ ∂g ⎞ ⎛ ∂g ⎞ ⎛ ∂g ⎞ ⎛ ∂g ⎞ S t 2 ⎟⎟ S t1 ⎟⎟ + ⎜⎜ S h2 ⎟⎟ + ⎜⎜ S h1 ⎟⎟ + ⎜⎜ S g = ⎜⎜ ⎝ ∂h1 ⎠ ⎝ ∂h2 ⎠ ⎝ ∂t1 ⎠ ⎝ ∂t 2 ⎠ 2 (10) Prosentase kesalahan dapat di cari dengan persamaan = g perhitungan − g teor i g teori × 100% (11) Gambar 4. Contoh hasil rekaman audacity untuk penentuan t2 Dari data di atas kemudian dianalisis dengan menggunakan persamaan (9) dan ralatnya menggunakan persamaan (10) Dari perhitungan menggunakan metode analisis rata-rata berbobot diperoleh nilai g sebesar (9,78 0,49) m/s2. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksperimen penentuan percepatan gravitasi = (0,314 0,005) m, = dengan (0,296 0,005) m, dan rate proyek = 44100 Hz diperoleh data berikut Tabel 1. Data hasileksperimen N Samp Samp G o el 1 el 2 0,1591 0,0927 9,660742 1 7,018 4,092 38 713 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 73 dan prosentase kesalahan sebesar g perhitungan − g teor i = × 100% = 0,02% g teori V. KESIMPULAN Percepatan gravitasi bumi dengan eksperimen terkomputerisasi pada benda jatuh bebas menghasilkan nilai percepatan gravitasi sebesar (9,78 0,49) m/s2 yang mendekati nilai acuan dengan persentase ralat relatif sebesar 0,02%. DAFTAR PUSTAKA [1] Surya, Y. 2008. Percepatan Gravitasi ?. Didownload tanggal [19 April 2011] Pukul [22:34 WIB] http://mediaindonesia.com/webtorial/pojok fisika/?ar_id=Mjg5 [2] Kusuma, I, Y. 2010. Penentuan Nilai Percepatan Gravitasi Bumi (g) pada Percobaan Ayunan Matematis Menggunakan Bahasa Pemrograman Borland Delphi 7.0. Tugas Akhir DIII. UNDIP. Semarang. [3] Oktova. 2010. Penentuan Tara Kalor Mekanis Secara Teliti Dengan Metode Gesekan Dua Kerucut. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. ITB. [4] Tipler, P.A. 1991. Physics for scientist and enginers part 1. Alih bahasa Prasetio, L dan Rahmad, A. (1998). Fisika untuk sains dan tehnik jilid 1. Jakarta: Erlangga, 33 – 36 [5] Ganci, S. 2008. Measurement of g by means of the ‘improper’ use of sound card software: a multipurpose experiment. Italy: IOP Publishing. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 74 PENENTUAN MASSA JENIS FLUIDA (ZAT CAIR) MENGGUNAKAN PRINSIP OSILASI TEREDAM PADA PIPA U Ari wibowo1) Moh. Toifur2), dan Hinduan3) Program Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 47 sidikan umbulharjo Yogyakarta 55161 E-mail : [email protected] Intisari – Telah dilakukan pengukuran massa jenis pada zat cair yaitu pada air suling, dan alkohol 96% dengan memanfaatkan prinsip osilasi teredam pada pipa u sedangkan metode pengambilan data menggunakan media tracker, dan metode analisnya menggunakan analisis regresi linier dan analisis matematis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecermatan pembacaan waktu, dan menentukan nilai massa jenis dari cairan. Metode pengukuran yang digunakan pada penelitian ini dengan cara percobaan (eksperimen) menggunakan pipa U. hasil dari penelitian ini adalah massa jenis dapat terukur sangat teliti, karena hasil pengukuran mempunyai ralat relatif masing-masing zat cair sebesar 3,7% untuk alkohol 96% dan 2,5% untuk air suling. Massa jenis (ρ ) untuk masing- masing zat cair adalah ρalkohol = (0,8202 ± 0,0013) gr/cm3 dan ρairsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3. Kata kunci: massa jenis, air suling, alkohol 96%. Abstract – Density measurements have been carried out on thetype of liquid in distilled water, and alcohol 96% by utilizing the principle of damped oscillations in u tube. While the method of data collection using a media tracker, and the analyst's method uses linear regression analysis and mathematical analysis. This research aims to determine the accuracy of the reading time, and determine the density of the fluid. The method of measurement used in this study by way of experiment (experiment) using the pipe U. the results of this research is the density can be measured very accurately, because the relative error of measurement results have liquid respectively by 3.7% to 96% alcohol and 2.5% for distilled water. The density of each liquid is ρ alkohol = (0 ,8202 ± 0 , 0013 ) gr/cm3 and ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3. Key words: density, distilled water, alcohol 96%. berbobot y = ax + b . Dari nilai regresi linier ini maka dapat diperoleh nilai a, serta selanjutnya dapat diperoleh nilai massa jenis ρ . I. PENDAHULUAN Pada dasarnya percobaan pada pipa U ini tidak terlepas dari osilasi. Osilasi yang dibahas dalam pipa U ini adalah osilasi teredam dimana resultan gaya yang bekerja pada titik sembarang selalu mengarah pada titik kesetimbangan. Hal ini dikarenakan adanya interaksi yang terjadi akibat adanya gaya pada zat cair menyebabkan bergeraknya fluida. interaksi atau gesekan yang berbanding langsung dengan kecepatan zat cair yang berosilasi dan akan menyebabkan zat cair tersebut mengalami peredaman sehingga zat cair akan menjadi diam. Gaya yang bekerja pada zat cair yang bergerak pada bejana tidak juga bergantung pada banyaknya zat cair maupun bentuk bejana melainkan bergantung pada massa jenis zat cair, tinggi zat cair pada dasar bejana, luas dasar bejana sehingga zat cair akan menjadi diam. Gaya gesekan biasanya dinyatakan sebagai arah berlawanan dan b adalah konstanta menyatakan besarnya redaman, dimana amplitudo dan frekuensi angular pada GHS teredam. Nilai massa jenis menggambarkan interaksi gesekan antara permukaan benda dengan zat cair. Peraltan handycamp yang dilengkapi dengan software tracker dapat digunakan untuk memperoleh data jejak getaran pada osilasi teredam. Dari jejak getaran osilasi teredam, data dapat dicocokkan sesuai dengan pola regresi linier Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN) 2.1. Osilasi cairan pada pipa U Pengurangan amplitudo disebabkan oleh gaya-gaya hilang yang disebut redaman (damping), dan geraknya disebut osilasi teredam (damped oscillation). Gaya redaman ini disebabkan adanya interaksi fluida dengan dinding pipa. Pada hakekatnya zat cenderung menuju pada keadaan setimbang. Ini terjadi karena bagian bahan yang berdekatan berinteraksi menurut cara tertentu dan tergantung pada struktur molekul dari bahan. Besar gaya gesek berbanding langsung dengan kecepatan benda yang berosilasi (Young dan Freedman, 2002:408), seperti yang terjadi pada pipa U dengan fluida. Maka terdapat gaya tambahan pada benda karena adanya gesekan, F = -bv, di mana v = dx/dt merupakan kecepatan dan b adalah suatu konstanta yang menggambarkan kekuatan gaya redaman. Tanda negatif menunjukkan bahwa gaya selalu berlawanan arah dengan kecepatan. Jika gaya gesekan atau redaman kecil, gerak hampir periodik, sekalipun amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu seperti terlihat pada gambar 1. 75 Jika amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu, maka energy getaran juga semakin berkurang karena pada osilator energi berbanding lurus terhadap kuadrat amplitude. Jika peredaman diperbesar sehingga mancapai titik dimana sistem tidak berosilasi lagi, maka titik tersebut disebut titik redaman kritis. Dan jika peredaman ditambahkan sehingga melampaui titik kritis ini system disebut dalam keadaan lewat redam. Jika amplitude berkurang secara eksponensial terhadap waktu maka simpangan yang terjadi pada saat t dinyatakan y adalah x = Ae − ( b / 2 m ) t cos(ω ' t + ϕ ) Gambar 2. Foto rangkaian alat penentuan massa jenis zat cair pada pipa U (1) Dengan Ae simpangan maksimum, m massa beban, ω kecepatan sudut, dan ϕ fase awal 3.3 Penentuan massa jenis zat cair Pada eksperimen osilasi teredam pada cairan menggunakan zat cair alkohol 96% dan air suling dengan volume dan massa yang divariasikan, maka diperoleh set data simpangan osilator (y) pada suatu waktu (t). Jika dari set data ini hanya diambil bagianbagian puncak maksimum osilasi sehingga diperoleh beberapa nilai A (amplitudo) untuk mendapatkan nilai t (waktu) yang akan dianalisis untuk mendapatkan nilai periodenya. Dengan menguraikan persamaan yang bersangkutan dan penguraian dari Hukum kedua Newton, yang menyatakan T 2 = 2π 1 m , jika 2π r 2 gρ r2g ρ dimisalkan a, maka massa jenis zat cair adalah Gambar 1. Pola simpangan gerak osilasi teredam terhadap waktu III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN 3.1. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari statif, thermometer alkohol, Handycam dan tripod, Bejana, Penggaris, Jangka sorong, pipa U, sedangkan bahan penelitian berupa alkohol 96% dan air suling. 3.2 Prosedur Penelitian Mengukur massa masing-masing zat cair dari volume yang sudah ditentukan serta jari-jari pipa U yang akan digunakan. Menyusun alat dan bahan percobaan seperti pada gambar 2, Handycam dan tripod disiapkan. Cairan sebagai bahan penelitian yang sudah ditimbang massanya dan diketahui volumenya untuk dituangkan ke dalam pipa U. Selanjutnya untuk menimbulkan osilasi cairan pada pipa U yaitu dengan menarik penutup pada salah satu lubang pipa U. Pengambilan video dimulai pada saat sebelum ditariknya penutup agar dapat terekam dengan maksimal sampai cairan tersebut berhenti berosilasi. Selanjutnya langkah-langkah tersebut diulangi untuk volume yang sudah divariasikan dan ditimbang yaitu 125 ml, 100 ml, 75 ml, 50 ml, dan 25 ml. selanjutnya video osilasi di convert ke bentuk Mpg untuk dimasukkan ke dalam software tracker kemudian dianalisis untuk mendapatkan nilai massa jenis masing-masing cairan. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 ρ= 2π r 2 ga (2) Dengan r adalah jari-jari pipa U, a adalah nilai yang diketahui dari grafik, π besarnya 3,14, dan g untuk daerah khatulistiwa besarnya adalah 9,78 m/s2. 3.4 Penentuan jari-jari pipa U beserta ralatnya r= d 2 (3) 2 ⎛ ∂r ⎞ 2 S r = ⎜ ⎟ (Sd ) ⎝ ∂d ⎠ (4) 3.5 Penentuan ralat massa jenis (S ρ ) Dari persamaan (3) maka dapat diturunkan suatu persamaan sebagai berikut ini: 2 Sρ = ⎛ ∂ρ ⎞ ⎛ ∂ρ ⎞ Sr ⎟ + ⎜ Sa ⎟ ⎜ ⎝ ∂r ⎠ ⎝ ∂a ⎠ 2 (5) 3.6 Metode Analisis Data Dari eksperimen osilasi teredam untuk cairan alkohol 96% dan air suling dengan volume dan bermassa m yang sudah divariasi kemudian dikonvert dan dianalisis dengan program tracker 76 kemudian muncul grafik yang menunjukkan bahwa amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu. Dari hasil tracking zat cair jenis alkohol 96% dan air suling tersebut, menghasilkan data-data dan grafik yang kemudian diambil titik-titik puncak osilasi untuk selanjutnya dianalisis dengan Microsoft Excel agar didapatkan nilai periode, yaitu hasil dari pengamatan waktu yang dibutuhkan dalam satu gelombang, dengan pengurangan t pada saat y mencapai puncak pertama dan t pada saat y mencapai puncak kedua begitu seterusnya sampai amplitudo habis dan osilasi benar-benar berhenti. Atau Ti = ti − ti+1 Pada grafik regresi linier berbobot pada gambar 3 diperoleh nilai y = 0 . 0104 x − 0 . 0021 dengan nilai R2 mendekati 1 yaitu R2=0.994 dan 2π = 0.0104 . r 2 gρ tersebut nilai massa jenis alkohol Dari nilai 2π r 2 gρ 96% dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2) dan perhitungan ralatnya dengan menggunakan persamaan (5). Sehingga massa jenis ( alkohol 96% adalah ρ) ρ alkohol = (0,8202± 0,0013) gr/cm3. . Dari tampilan hasil tracking 3.2 Penentuan massa jenis air suling Berdasarkan pembacaan hasil data tracker yang tertampil pada masing-masing volume air suling maka diperoleh data seperti pada tabel 3. kemudian diplot membentuk suatu grafik regresi linier berbobot dan muncul hasil fitting data antara massa dan periode (x,y). Dari grafik dan hasil fitting data maka diperoleh nilai y=ax+b beserta nilai R untuk selanjutnya diolah agar didapatkan nilai massa jenis dari masing-masing zat cair dengan menggunakan “persamaan 3”. 2Ti Si 2 m Ti y x Sy 111,5 0,985765 0,040117 92,8 0,751112 0,014444 73 0,57994 0,009262 49,2 0,399604 0,0107 24,2 0,193864 0,005083 Tabel 3. Data pengukuran massa dan periode air suling IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penentuan massa jenis Alkohol 96% Berdasarkan pembacaan hasil data tracker yang tertampil pada masing-masing volume alkohol 96% maka diperoleh data seperti pada tabel 1. Dari tabel 3 tersebut didapatkan grafik hubungan antara massa dengan periode seperti pada gambar 4. Tabel 1. Data pengukuran massa dan periode alkohol 96% grafik hubungan antara massa dengan periode 1.2 2Ti Si x Ti y 99.4 83.3 59 39.9 19.7 1.047611614 0.8281 0.635795727 0.402071396 0.20411059 0.01985442 0.01064518 0.00419735 0.0064449 0.00433624 m Sy periode (s) 0.4 0.2 0 100 120 massa (gram) 80 100 120 ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3. Gambar 3. Grafik linier hubungan antara massa zat cair terhadap T2 untuk masingmasing volume Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 60 Pada grafik regresi linier berbobot pada gambar 4 diperoleh nilai y = 0.0104 x − 0.0021 dengan nilai R2 mendekati 1 yaitu R2=0.990 dan 2π 2π tersebut nilai massa = 0.008 . Dari nilai 2 2 r gρ r gρ jenis air suling dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2) dan perhitungan ralatnya dengan menggunakan persamaan (5). Sehingga massa jenis ( ρ ) air suling adalah 0.6 80 40 Gambar 4. Grafik linier hubungan antara massa zat cair terhadap T2 untuk masingmasing volume y = 0.0104x - 0.0021 R2 = 0.9949 60 20 massa (gram) 0.8 40 0.4 0 grafik hubungan antara massa dengan periode (T 2) 20 0.6 0 1.2 0 0.8 0.2 Dari tabel 1 tersebut didapatkan grafik hubungan antara massa dengan periode seperti pada gambar 3. 1 y = 0.0088x - 0.0367 R2 = 0.9907 1 periode (sekon) 2 3.3 Hasil eksperimen dari masing-masing zat cair 77 Grafik linier gabungan dari kedua jenis zat cair hubungan antara massa air dengan T2 dimunculkan pada ”gambar 5”. [6] [7] grafik gabungan alkohol dengan air suling 1.2 alkohol 96% R² = 0.994 perode (T2 ) 1 0.8 [8] air suling R² = 0.990 [9] 0.6 0.4 0.2 [10] 0 0 20 40 60 massa air (m) 80 100 120 [11] Gambar 5. Grafik linier gabungan dari kedua jenis zat cair hubungan antara massa air dengan T2 [12] Hasil eksperimen dari masing-masing zat cair disajikan pada tabel 4. Yaitu No. 1 2 Tabel 4. Nilai massa jenis kedua zat cair dari penelitian Referensi Massa Jenis Jenis Cairan (gr/cm3) (gr/cm3) Alkohol 96% 0,820±0,0013 0,79 air suling 1,025±0,00162 1,00 [13] Ralat Relatif 3,7% 2,5% [15] V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa alat dapat bekerja dengan baik, desain eksperimen telah dapat digunakan untuk menentukan massa jenis zat cair alcohol 96% dan air suling. Massa jenis ( ρ ) untuk masing-masing zat cair adalah dan gr/cm3 ρ alkohol = (0,8202 ± 0,0013) [16] ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016 ) gr/cm3. PUSTAKA buku: [1] Benenson. Walter dkk. 2000. Handbook of PHYSICS. 2002. Springer-Verlag NewYork,Inc. [2] Bruce R. Munson, ect (2003). Fundamental of Fluid Mechanics Fourth Edition. USA: John and Sons, Inc. [3] Foster. Bob. 1997. Terpadu Fisika SMA untuk Kelas XII. Jakarta:Erlangga [4] Giancoli, Douglas. 1998. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Hanum. 2001. Jakarta:Erlangga. [5] Ishafit dan Winarti. 2007. Pemanfaatan Perangkat Lunak Video Analisis Tracker Dalam Eksperimen Fisika (Analisis Energetika untuk Kasus Tumbukan). Makalah. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 [14] 78 Ishafit. 2004. Teori Pengukuran dan Eksperimen Fisika. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Kanginan, Marthen. 2006. Fisika untuk SMA Kelas XI semester 2. Jakarta: Erlangga. Laboratorium Fisika Dasar. 2006. Pengukuran dan Teori Ralat. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Sutrisno. 1984. Fisika dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Salma, Dewi. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media. Toifur, Moh. 2002. Fisika dasar I. Yogyakarta: PUSFIT (Pusat Studi Fisika Terapan) Universitas Ahmad Dahlan. Tipler, Paul A. 1981. Fisika untuk Sains dan Teknik. Lea Prasetio, Rahmad W. Adi.1988. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Young dan Freedman, Roger A. 2002. Fisika Universitas Edisi ke sepuluh Jilid 1. Endang Astuti. 2002. Jakarta: Erlangga. Skripsi/tesis/disertasi: Mua’dibu, Asep. 2010. “Penentuan massa jenis relatif fluida dengan bejana tertutup yang dimasukkan ke dalam fluida”. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta. Sasono, Mislan. 2007. “Penentuan massa jenis fluida (zat cair) menggunakan prinsip tekanan hidrostatis pada pipa U”. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta. Restia, Ani. 2010. “Penentuan Nomor Orde Penampang Geometri Benda pada Percobaan Penentuan Koefisien Viskositas Zat Cair dengan Menggunakan Metode Osilasi Teredam”. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Da PENERAPAN STRATEGI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF/INOVATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA KONSEP FLUIDA STATIS KELAS XI IPA SMA NEGERI DI KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN Mukhammad Nur Akiyat1, A Hinduan2 , Ishafit3 Program Magister Pendidikan Fisika,Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jl Pramuka 42 lt 3,Tlp(0274)563515 exs 2302,Yogyakarta 55161 SMA Negeri 2 jl.veteran 01 Lamongan 622121 Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji pengaruh pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hipotesis yang diuji adalah Hasil belajar fisika yang diajar dengan pembelajaran langsung (kelas control) dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas eksperimen).Penelitian dilakukan dengan metode Eksperimen, populasi adalah target siswa kelas XI IPA jumlah siswa sebanyak 228 siswa, dengan sampel diambil sebanyak 76 siswa, hasil uji instrumen mempunyai r11=0,5242 lebih besar dari r table. Analisa data yang digunakan adalah uji-t, dengan kesimpulan hasil belajar fisika yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD ada peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar dengan metode ceramah (pengajaran langsung). Hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas. Kata kunci : Model pengajaran langsung, Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Motivasi, Hasil belajar. menjadi kepentingan mereka bersama untuk membantu belajar teman-teman dalam kelompok mereka. Kedua, harus ada tanggung jawab individu, artinya keberhasilan kelompok itu harus ditentukan oleh hasil belajar individual dari seluruh anggota kelompok. Berdasarlakan latarbelakang ,maka rumusan pada penelitian ini adalah:1) Bagaimana pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum menggunakan model STAD pada pokok bahasan Fluida Statis?. 2) Bagaimana hasil proses belajar mengajar kelas eksperimen dengan menggunakan model STAD pada pokok bahasan Fluida Statis?. 3)Bagaimana hasil proses belajar mengajar kelas kontrol dengan menggunakan pengajaran tradisional (ceramah, tugas)? 4) Bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran STAD?. 5)Kesulitan atau hambatanhambatan apa aja yang muncul dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif/Inovatif type STAD? I.PENDAHULUAN Fisika sebagai salah satu pelajaran eksakta,merupakan bidang ilmu yang sangat penting membuat adanya pendekatan pembelajaran dalam uapaya mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar agar tercapai tujuan belajar sesuai yang diharapkan. Pembelajaran fisika hendaknya memperhatikan kondisi individu siswa yang berbeda satu dengan yang lain, dimana masing-masing siswa tidak sama kemampuannya dalam menyerap pelajaran fisika. Untuk mencapai hal itu, salah satunya dapat menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD). Model ini ditempuh dengan langkalangkah.1) Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).2) Guru menyajikan pelajaran. 3).Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh seluruh anggota kelompok. Anggota yang mampu, menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.4) Guru memberi kuis /pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.5) Memberi evaluasi.6) Kesimpulan. Pemilihan tipe STAD ini didukung oleh hasil penelitian yang ditulis oleh Slavin (1995) sebagaimana dikutip oleh Nur (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dibandingkan dengan metode mengajar tradisional sepanjang dua kondisi penting dipenuhi. Pertama, berbagai bentuk pengakuan atau ganjaran kecil harus diberikan kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota kelompok itu dapat melihat bahwa Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 Sedangkan kegunaan penelitian ini yaitu:1) Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini dapat melengkapi kajian mengenai usaha peningkatan hasil belajar siswa dengan strategi pembelajaran Kooperatif/Inovatif dan pengembangan kreativitas guru dalam pembelajaran Fisika.2)Manfaat Praktis.Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai pelajaran fisika serta meningkatkan hasil belajar siswa II. METODE PENELITIAN 1. Rancangan penelitian 79 Dalam penelitian ini penulis menggunakan method eksperimen. Perlakuan penelitian diawali dari penambilan dan penempatan secara acak siswa yang dipilih dari dua kelas paralel. Kelas XI IPA 1 diberi perlakuan berupa pembelajaran menggunakan pendekatan konsep konvensional (pembelajaran langsung) dan kelas XI IPA 4 diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Materi pelajaran yang diberikan pada kedua kelas adalah sama, yaitu mengenai fluida statis. Setelah enam pekan pertemuan, kedua kelas diberikan tes hasil belajar fisika. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data tentang skor pengetahuan awal (pre test) dan skor pengetahuan akhir (post test) mengenai Fluida statis, baik model kelompok eksperimen maupun kelompok control, dalam penguasaan materi materi fluida statis. Hasil tes tersebut kemudian dijadikan data penelitian dan dianalisis. Berdasarkan permasalahan yang akan di teliti oleh peneliti, yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koorperatif/inovatif dengan pendekatan tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) terhadap penguasaan materi Fluida Statis siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kecamatan Lamongan, maka desain penelitian yang digunakan adalah desain ekperimen, yaitu the pretest-posttest-posttest control group design. Design ekperimen ”the pretest-posttest control group “ secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut: Pretest Treatment Posttest R O X1 O R O X2 O 5 dan XI-IPA 6,untuk menentukan dua kelas sebagai sampel. Kelas yang terpilih adalah kelas XI-IPA 1 sebagai kelas Kontrol dan kelas XI-IPA 4 sebagai kelas Eksperimen.1) Masing-masing kelas diajar dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda, yaitu satu kelas diajar dengan konvensional (pengajaran langsung) dan satunya diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.20 Setelah enam pekan pertemuan, kemudian siswa diberi tes hasil belajar.3) Dengan demikian populasi target adalah siswa SMA Negeri di kecamatan Lamongan,populasi terjangkau siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 2 Lamongan berjumlah 228 orang, dan sampel berjumlah 76 orang. 3. Tahap uji coba soal Untuk mengetahuai mutu perangkat tes yang telah dibuat, soal-soal yang telah dibuat diuji cobakan terlebih dahulu kepada siswa yang masih dalam populasi tetapi bukan siswa yang menjadi sampel. Tujuannya untuk mengetahui apakah item-item tes tersebut sudah memenuhi syarat tes yang baik atau tidak. Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat ukur hasil belajar harus memenuhi persyaratan tes yaitu validitas, realiabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. a. Menghitung validitas Validitas adalah Suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkatkevalidan suatu instrumen (Arikunto,2001: 144). Menurut Arikunto (2010:170) bahwa suatu tes dikatakan Valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur.Validitas dari item soal dianalisis menggunakan rumus Teknik Korelasi Biserial ( Point Biserial Correlation) dengan rumus: rpbi = SDt ∑ Xi Mt = N Keterangan: R : Randomisasi kelompok X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen (model pengajaran kooperatif) X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol (model pengajaran langsung) O : Pretest = Posttest SDt = 2. Populasi dan sampel Sesuai dengan judul penelitian yang akan dilakukan, maka populasi penelitian yang diambil adalah seluruh siswa-siswi pada SMA Negeri di Kecamatan Lamongan yang terdiri dari SMA Negeri 1, SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3, tahun pelajaran 2010/2011 Menurut sugiono (2003:91) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penarikan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan teknik multiple stage random sampling, sebagai berikut: Dilakukan random terhadap 3 (tiga) Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang dijadikan populasi target. Sekolah yang terpilih adalah SMA Negeri 2 .Kemudian random dilakukan terhadap 6 (enam) kelas XI-IPA pada SMA Negeri 2 Lamongan, sebagai populasi terjangkau, yaitu kelas XI-IPA 1, XI-IPA 2, XI-IPA 3, XI-IPA 4, XI-IPA Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 M p − Mt ∑X N p q (1) (2) 2 t ⎡ ( X t )2 ⎤ −⎢ ⎥ ⎣⎢ N ⎦⎥ 2 (3) Dengan rpbi = Angka Indek Korelasi Biserial Mp = Mean (nilai rata-rata hitung) sekor yang dicapai oleh peserta test ( testee) yang menjawab betul , yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan. Mt = Mean sekor total, yang berhasil dicapai oleh seluruh peserta tes( testee) SDt = Deviasi standart total( deviasi standart dari sekor total). P = Proporsi peserta tes (testee) yang menjawab betul terhadap butir soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan q = Proporsi peserta tes (testee) yang menjawab salah terhadap butir soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan 80 − − − Jika rpbi yang kita peroleh dalam perhitunganternyata sama dengan atau lebih besar daripada rTabel, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua variable yang sedang kita cari korelasinya ternyata secara signifikan memang berkorelasi. Jika rpbi, lebih kecil daripada rtabel, berarti tidak ada korelasi yang signifikan (Anas Sudijono, 2010:259) d. Reliabelitas Test Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2010 : 223). Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau b. Tingkat Kesukaran Yang dimaksud dengan tarap kesukaran tes adalah kemampuan tersebut dalam menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan betul. Jika banyak subjek peserta tes yang dapat menjawab dengan benar, maka taraf kesukaran tes tersebut tinggi. Sebaliknya jika ada sedikit subjek yang dapat menjawab dengan benar maka taraf kesukarannya rendah (Suharsimi Arikunto,2010: 176) r11 = Taraf kesukaran dapat dicari dengan rumus: B P = N (4 ) J (6) 4. Langkah-langkah penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model dua macam perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada pelaksanaan pembelajaran, mula-mula siswa diberi pretest, kemudian hasilnya dianalisis. Pre-test ini dilakukan sebelum siswa diberi materi fluida statis dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol. Langkah selanjutnya siswa diberi perlakuan yaitu pemberian materi alat-alat optik dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelompok eksperimen dan dengan pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol. Setelah diberi perlakuan yang cukup, siswa diberi post-test dengan soal yang sama dengan soal pre-test. Hasil post-test dianalisis untuk melihat efektivitas perlakuan pembelajaran yang telah B dengan D = Daya pembeda butir BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawa benar BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar JA = Banyaknya subjek kelompok atas JB = Banyaknya subjek kelompok bawah Adapun klasifikasi daya pembeda adalah: − D = 0,00 – 0,20, termasuk katagori jelek Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 (1 + rxy ) dengan = Reabelitas instrument r11 = Koefesian korelasi rxy N = Jumlah paro subyek atau responden ΣX = Jumlah nilai paro awal ΣY = Jumlah nilai paro akhir = Jumlah kuadrat nilai X ΣX2 = Jumlah kuadrat nilai Y ΣY2 ΣXY = Hasil kali X dan Y = Kwadrat jumlah X (ΣX)2 = Kwadrat jumlah Y (ΣY)2 Dari hasil perhitungan jika r11 hitung < r tabel maka instrumen tidak reliable (Suharsimi Arikunto, 2010:223) c. Daya Pembeda Untuk menghitung signifikansi daya pembeda tes bentuk uraian digunakan teknik dengan menghitung pembedaan dua buah rata-rata yaitu antara kelompok atas dan kelompok bawah untuk setiap itemnya. Langkah langkah yang dilakukan antara lain: (1) Mengurutkan hasil uji coba dari skor tertinggi sampai skor terendah; (2) Menentukan kelompok atas dan kelompok bawah; (3) Menghitung signifikansi daya pembeda soal (Suharsimi Arikunto, 2010: 177). Rumus daya pembeda soal yang digunakan sebagai berikut: BA B (5 ) D = − B A 2 xrxy reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Mencari reliabilitas instrument dengan menggunakan rumus Spearman-Brown: N ∑ XY −( ∑ X )(∑ Y ) rxy = (7 ) {N ∑ X 2 −( ∑ X 2 )}{N ∑ Y 2 −( ∑ Y )2} Dengan P = Tingkat kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab benar N = Jumlah peserta tes Tingkat kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut : − Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 27% termasuk sukar − Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 28% 72% termasuk sedang − Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 73% keatas termasuk mudah J D = 0,21 – 0,40, termasuk katagori cukup D = 0,41 – 0,70, termasuk katagori baik D = 0,71 – 1, termasuk katagori baik sekali 81 1) Definisikan variable perlakuan dan nilai ke SPSS Descriptives 2) Pilih menu Analyze Analitics Explore nilai ke Dependent List dan 3) Masukkan perlakuan ke Factor List 4) Klik tombol Plot 5) Pada Spread vs Level With lavene Test, pilih Untransformed 6) Klik Continue lalu OK Variasi pada tiap kelompok data sama (homogen) jika p value (sig.) > 0,05 (Joko Sulistyo, 2010) diberikan. Adapun skema model tersebut sebagai berikut: Kelompok eksperimen: R1 O X1 O Kelompok kontrol: R2 O X2 O Keterangan: R1=Kelompok eksperimen dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD R2 = Kelompok control dengan pembelajaran konvensional O = Observasi pre-test X1= Perlakuan untuk kelompok eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD X2 = Perlakuan untuk kelompok control dengan model pembelajaran konvensional O = Observasi post test c. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah dugaan dari peneliti terhadap suatu objek yang diteliti sesuai atau tidak dengan kenyataan. 5. Instrumen penelitian Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan ganda (multiple choice test). Instrumen tes tersebut digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan materi responden pada tes awal dan tes akhir pada kedua kelompok. 1) T- Test untuk sampel independen T- Test ini dilakukan jika data antara variable yang satu tidak saling berkaitan/ independen. Langkah- langkah yang dilakukan adalah: a) Definisikan variable lalu masukkan ke SPSS b) Klik Analyze Compere Means Æ Independent Sample T- test c) Masukkan variable nilai ke Test Variabel dan perlakuan ke Grouping Variabel d) Klik Define Group lalu isi kotak edit Group1 dengan angka 1 dan kotak Edit Group 2 dengan angka 2 e) Klik Continue lalu Klik OK H0 ditolak jika p value(sig.) < 0,05 6. Rencana analisa data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan sejak kegiatan observasi dan pengumpulan data dilakukan sampai setelah pemberian tindakan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil tes dari kelompok eksperimen maupun kelompok control baik pre-test maupun post-test. a. Uji normalitas Yang dimaksud uji normalitas sampel atau normal tidaknya sampel , tidak lain sebenarnya adalah mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis (Arikunto, 2010: 301). Untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis, ada beberapa tehnik yang dapat digunakan antara lain Uji Chi-kwadrat, Uji Lilliefors dan Uji Kolmogorof-Smirnov Langkah-langkah uji kenormalan dengan KolmogorovSmirnov 1) Definisikan variable dan masukan data ke SPSS 2) Pilih menu Analyze Æ Discriptives Statistics Æ Explore 3) Masukkan variable nilai ke Dependent List dan variable lain ke Factor List 4) Klik tombol Plots 5) Pilih Normality Test With Plots 6) Klik Continue lalu OK Data berdistribusi normal jika nilai p value (Sig.) > 0.05 ( Joko Sulistyo, 2010) 2) T- Test untuk sampel dependen T- Test ini dilakukan jika data variable yang satu saling berkaitan / dependen yaitu setiap satu sampel dikenai dua perlakuan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a) Definisikan variable dan masukkan data ke SPSS Compere Means b) Klik Analyze Paired Sampel T- Test c) Masukkan variable awal dan akhir bersamasama d) Klik OK H0 ditolak jika p value ( sig.) < 0,05 III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Situasi dan lokasi penelitian Penelitian dan risert ini dilakukan dilakukan di SMA Negeri 2 Lamongan yang beralamat di jalan VeteranNo. 1 Lamongan Jawa Timur. Penelitian ini memilih setelah diadakan randomisasi SMA Negeri yang ada di Kecamatan Lamongan, yang terdapat tiga (3) SMA Negeri. Yaitu : SMA Negeri 1, SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3. SMA Negeri 2 Lamongan ,Jawa Timur mempunyai tiga tingkatan kelas, masing-masing 10 kelas paralel. Penelitian ini diambil kelas XI IPA1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas b. Uji homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Langkah- langkah uji homogenitas : Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 82 Tabel 2. Daya Pembeda Soal Uji Coba. eksperimen setelah dirandomisasi dari enam kelas IPA yang ada di kelas XI. Sebelum pembelajaran dilaksanakan pada siswa diberikan pre test, dan pada akhir pembelajaran diberikan post test. Hasil pengamatan dan tes hasil belajar dalam uji coba, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif yang berupa deskripsi rata-rata skor dan persentase. Berikut ini diuraikan hasil validasi, hasil penelitian, dan analisa data penelitian. Daya pembeda Baik 2. Hasil Penelitian Berdasarkan perhitungan diperoleh r11 hitung, kemudian dikonsultasikan dengan r table dengan dk = 30. Pada taraf signifikan 5% sebesar 0, 349. Item soal dikatakan valid jika r11 hitung > r tabel G Me Std F ttInterperta ro an Dev value crit u ical p E 14, 8,501 p value ks 657 98 >0.05 p 9 Tidak ada K 14, 8,501 perbed on 426 98 aan tr 3 kecaka ol 0.0 0.0 0.988 pan 01 15 peserta didik antara Eksp dan kls Kontro l Diterima Revisi 1,2,3,10,11,12,13,14,15,17,18, 20,22,24 25,27,28,29,31,33,35,36,38,39 ,40 4,6,9,19,23,26,34,37 5,16,30 Tidak Baik 7,8,21,32 Jumlah Jml soal 25 8 3 4 40 b. Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran pada soal uji coba dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba. Tingkat Nomor Soal Juml kesukaran ah Mudah 1,2,3,6,7, 10,14, 15, 20, 26, 14 29,31,33,36 Sedang 4,5,9,11,12,13,17,18,19,21,22, 20 23,24,25, 27, 35, 37,38, 39,40 Sukar 8,16,28, 30, 32, 34 6 Jumlah 40 c. Uji T-Test Pre Test dua group. (Komparasi nilai rata2 Pretest dua group) Tabel 4. Uji T-test Kesamaan Rata-rata Pre Test Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel independen diperoleh nilai p value (siq(2 talled)) sebesar 0,988. Karena nilai p value (siq.(2 tailed)) > 0,05, maka H0 diterima.Kesimpulan : Tidak ada perbedaan antara nilai Pre test kelas eksperimen dengan nilai Pre test kelas kontrol, dimana peserta didik mempunyai kemampuan rata-rata. Tabel 1. Hasil Uji Validitas Soal Uji Coba Uji Nomor soal Jml soal Validitas Valid 1,2,3,4,5,6,7,9,1 34 0,11, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 29, 31, 33, 35, 36, 37, 39,40 Tidak 8, 16, 28, 30, 6 valid 32, 34 Jumlah 40 d. Uji-T-test perbedaan rata-rata Pre test- post test kelas eksperimen dan kelas control Hasil uji perbedaan rata-rata data Pre test- post test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji-t program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. Uji-T perbedaan rata-rata Pre test dan post test Std ttInterperta Gro Dev va crit si Test Mean up lu ical e 8,5 0. P value < Eks Pre 14,62 166 00 51. 0.05 p Test 89 3 0 710 Ada Dari perhitungan diperoleh r11 = 0,52402 (lampiran ) dengan taraf signifikan 5% dan N = 38 didapat r table = 0,349. karena r11 > r table maka tes tersebut reliabel a. Daya Pembeda Daya pembeda pada soal uji coba dapat dilihat pada tabel berikut ini. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 Nomor soal 83 Pos P t T Test Pre P T Test Kon trol Pos P t T Test 80,53 16 7,0 040 2 7.715 5 9.1 824 8 39.16 37. 772 Haasil uji perbeddaan rata-rata nilai NG kelaas eksperimenn dan n kelas kontrrol dengan uuji-t program SPSS dapatt dilihat pada tabeel berikut. perbeedaan sbl daan ssd perlaakuan pembbelaja raan koopeeratif tipe STAD S 0. 00 0 8.6 81 Tabel T 7. Uji T--Test Nilai Ek ksperimen. (K Komparasi Ko ontrol dan Ekssperimen). Gro G M Std d F ea Deev up n Eks E 0, 0,0074 77 4 p 32 Kon K 0, 0,1103 2. trrol 71 122 05 79 3 P vallue < 0.005 Adda perbeedaan sbl daan ssd perlaakuan pembbelajar a an Berdasarkkan hasil ujii-t untuk sam mpel dependeen baik kelas ekspperimen mauppun kelas conntrol diperolehh nilai p value (siqq(2 talled)) seebesar 0,000. Karena nilai p value (siq.(2 taiiled)) < 0,05, maka H0 ditoolak, H1 diterima. Kesimpullan : Ada perbbedaan nilai ulangan, u Pre test t dan post test kelas eksperrimen dan keelas control seebelum ada pengaajaran dan sessudah ada penngajaran. tvaal uee tcritic al Interperta si p 0..0 099 2.679 value . Ada perbedaan kecakapan peserta didik antara kls Eksp dan kls Kontrol Sum mber : Data peenelitian 2011 1 Beerdasarkan hassil uji-t untukk sampel independen baikk kellas eksperimenn maupun kellas control dip peroleh nilai p vallue (siq(2 tallled)) sebesar 00,009.Karena nilai p valuee (siq q.(2 tailed)) < 0,05, maka H H0 ditolak, H1 1 diterima. Keesimpulan: Adda perbedaan nilai NG kelaas eksperimenn dan n kelas contrrol, dapat diisimpulkan ad da perbedaann hassil nilai ulangan menggunaakan metode kooperatif k tipee ST TAD dengan pengajaran p lanngsung. Uji T-Test Poost Test dua group. (Kom U mparasi n nilai rata-2 post p test dua group) g Tabel 6. Uji U T-Test Posst Test dua group tInteer Gro M St F tup ea value critic pertta e d al n D si ev p value Eks 80 8 7, peri ,5 00 . 3 men 31 40 Adaa 6 2 perbbedaa Kon 76 7 7, n trol ,3 49 0.0994 0.013 2.536 kecaakapa 1 13 04 n peserta 2 0 didiik kls Ekspp dan Kls Konntrol Sumber : Datta penelitian 2011 2 diolah e. 3. Pembahasaan Beerdasarkan daata pada konndisi awal, menunjukkann bah hwa kemamppuan awal anttara kelompok k eksperimenn dan n kontrol relaatif sama. Hall ini ditunjuk kkan dari dataa pree test dari kedua keloompok. Pad da kelompokk ekssperimen rataa-rata kemam mpuan awaln nya mencapaii 14,,6289 sedanggkan pada keelompok konttrol mencapaii 14,,6579. Melaluui uji t-test dipperoleh nilai p value (sig.)) seb besar 0,988 leebih besar darri nilai 0,05. Hal H ini berartii bah hwa tidak adda perbedaann yang nyata kemampuann aw wal dari kedua kelompok. Settelah dilakukaan pembelajarran pada kelaas eksperimenn meenggunakan model pembbelajaran kooperatif tipee ST TAD dan kelas k kontrool menggunakan modell pem mbelajaran laangsung (konnvensional yaaitu ceramah,, pen nugasan dan latihan) terllihat bahwa hasil belajarr ked dua kelomppok tersebutt menunjukkan adanyaa perrbedaan secarra signifikan . a. Melalui uji-t nilai ppost test ked dua kelompokk diperoleh p value(ssig.) sebesar 0,013, lebihh kecil dari d 0,05. Jadii ada perbedaaan nilai postt test anttara kelas ekspperimen dan kelas control,, dengann Mean untuk kelas eksperiimen 80,53166 dan Meean untuk kelaas control 76,3 3132 b. Melalui uji-t nilaii NG kedu ua kelompokk diperoleh p value (ssig.) sebesar 0.009, lebihh Berdasarkkan hasil uji-- t untuk sam mpel dependeen baik kelas ekspperimen mauppun kelas conntrol diperolehh nilai p value (siqq(2 talled)) seebesar 0,013. Karena nilai p value (siq.(2 taailed)) < 0,05, maka H0 ditolak, d H1 diiterima. Kesimpullannya adalahh: a. Ada A perbedaaan antara niilai post testt kelas k kontrol dengaan nilai post teest kelas ekspeerimen, d dimana ada perbedaan pengajarann kelas k kontrol (metode langsunng) dengan kelas e eksperimen (m metode koopeeratif tipe STA AD). b. Uji U T-test peerbedaan rata--rata nilai NG G kelas e eksperimen daan kelas contrrol Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Mei 2012 N Gain Kls Ko ontrol dan Klss nnilai rata-2 N Gain Klss 84 kecil dari 0,05, jadi ada perbedaan nilai NG kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan Mean NG kelas eksperimen 0,7732 dan Mean NG kelas kontrol 0,7179. Dengan demikian berarti bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat meningkatkan hasil belajar pokok bahasan fluida statik kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Lamongan tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini disebabkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membawa siswa kedalam suasana belajar yang bermakna karena siswa dapat secara aktif bekerjasama dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dalam upaya menggali informasi dan meningkatkan kemampun berkomunikasi untuk meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran yang sedang dipelajari. Prestasi belajar yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Selain itu juga bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengambangkan hubungan antar pribadi positif diantara siswa yang memiliki kemampuan berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, rasa harga diri siswa yang lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, menerima terhadap perbedaan individu lebih besar, sikap apatis berkurang. Tidak membedakan suku, ras, agama, pemahaman materi lebih mendalam dan meningkatkan motivasi belajar. Di dalam pembelajaran kooperatif kerja sama dalam kelompok memegang kunci keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD diperlukan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri maupun pembelajaran siswa lain dalam kelompok maupun diluar kelompoknya. Siswa tidak hanya dituntuk menguasai materi sendiri tetapi juga dituntut untuk dapat menjelaskan pada siswa lain dalam kelompoknya, sebab secara umum siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya. Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD ini guru dapat secara langsung membimbing setiap individu yang mengalami kesulitan belajar, hal tersebut ditegaskan oleh Slavin (1995) yang menyatakan bahwa guru setidaknya menggunakan setengah waktunya mengajar dalam kelompok kecil sehingga akan lebih mudah dalam memberikan bantuan secara individu. Suasana yang tercipta dari kegiatan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe STAD sangat menarik yang mampu mengarahkan siswa untuk aktif berinovasi dalam memahami materi yang diajarkan yang pada akhirnya berdampak pada tingginya penguasaan siswa pada materi yang sedang dipelajari dan meningkatnya hasil belajar yangdicapainya. Berbeda dengan kelas kontrol, meskipun terjadi peningkatan hasil belajar yang nyata, namun rata-rata hasil belajar pada kelas ini relatif lebih rendah karena Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 pembelajaran yang dilakukan kurang mampu mengaktifkan siswa secara optimal. Keaktifan siswa hanya cenderung pada saat dilakukan diskusi informasi, latihan soal atau penugasan. Pada kondisi ini motivasi siswa cenderung lebih rendah daripada kelas eksperimen, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar siswa. IV.KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5. Secara umum kemampuan siswa sebelum menggunakan model STAD mempunyai kemampuan yang sama. yang dapat dilihat pada hasil uji T pada tabel 4.14. Adanya peningkatan pada hasil belajar kelas eksperimen yaitu peningkatan nilai yang didapat dibandingkan dengan hasil belajar kelas control. Hal ini dapat dilihat tabel 4.17. Hasil belajar yang didapat pada siswa kelas control dengan menggunakan ceramah menunjukan nilai rata-rata siswa yang standar. Respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan perangkat pembelajaran, umumnya menyatakan senang dan baru terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti, dan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kesulitan yang didapat pada penggunaan metode STAD ketika metode ini baru diterapkan, banyaknya siswa masih tidak bisa bekerjasama dengan anggota kelompoknya merupakan hal baru bagi siswa, guru dan siswa belum pernah melakukan pembelajaran sehingga pembelajaran memerlukan waktu yang cukup panjang. DAFTAR PUSTAKA Achsin, A. 1996. Media Pendidikan dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Ujung Pandang: Penerbit IKIP Ujung Pandang. Aiken, L. 1997. Psychological Testing and Assessment (Ninth Edition). New York: McGraw.Hill Company. Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode ”Discovery” dan ”Inquiry.” Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Borich, G.D. 1994. Observation Skill for Effective Teaching. New York: Mc Millan Publishing Company. Briggs, L.J. 1977. Instructinal Design; Principles and Aplication. Englewood Cliffs: Educational Publication. BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama (IPA). Jakarta: Depdiknas 85 Carin, A, 1993. Teaching Modern Science (3 rd Edition). New York: Mc Millan Publishing. Dayton, Kemp, J.E., and Deane, K., 1985. Planning and Producing Instructional Media. New York: Harper & Row Depdiknas. 2006. Sosialisasi KTSP: Contoh Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Sosialisasi KTSP: Rancangan Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Panduan pengembangan bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas Dewi, I. 2007. Penerapan Multimedia CAI pada Tata Surya. Tesis Master pada. PPs UNESA Surabaya. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 86 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TIPE II UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ALAT- ALAT OPTIK Mochamad Zaeni, Hinduan, dan Ishafit Program Megister Pendidikan Fisika Program Pasca Sarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II Jalan Pramuka 42 Sidikan Yogyakarta 55161 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Tipe II dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA 2 Lamongan pada materi Alat- alat Optik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sebagai sampel diambil dua kelas dengan teknik cluster ramdom sampling. Selanjutnya satu kelas diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II sebagai kelas eksperimen dan kelas yang lainnya diberikan model pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Dari hasil penelitian melalui uji-t nilai post test kedua kelompok diperoleh p value(sig.) sebesar 0,007, lebih kecil dari 0,05 dan melalui uji-t nilai NG kedua kelompok diperoleh p value (sig.) sebesar 0.003, lebih kecil dari 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.. Rata- rata nilai pos tes kelas eksperimen sebesar 82,00 dan rata- rata nilai pos tes kelas control sebesr 74,75. Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik jiksaw tipe II lebih efektif dibanding model pembelajaran konvensional. Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jiksaw Tipe II, Model Pembelajaran Konvensional, Hasil Belajar. I. PENDAHULUAN Upaya pembaharuan di bidang pendidikan pada dasarnya diarahkan pada usaha antara lain: penguasaan materi, media dan model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran diarahkan pada peningkatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga proses belajar mengajar berlangsung secara optimal antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa yang optimal berimbas pada penigkatan penguasaa konsep siswa yang pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan perkataan lain, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa diperlukan peran guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih baik, menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Sejalan dengan berkembangnya penelitian dibidang pendidikan maka ditemukan model – model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan interaksi siswa dalam proses belajar mengajar. Diantaranya ada yang dikenal dengan model pembelajaran kooperatif Teknik Jigsaw Tipe II, yang diyakini dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa kelas X SMA 2 Lamongan tersebut, karena model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Tipe II didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok Dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan , jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling membantu. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok yang lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan latar belakang pengalamannya agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimana penguasaan konsep kelas eksperimen setelah diajar dengan model kooperatif tehnik Jigsaw tipe II dan penguasaan konsep kelas kontrol setelah mendapatkan pembelajaran konvensional tentang alat-alat optik? (2). Apakah penguasaan konsep yang diperoleh kelas yang diajar dengan model npembelajaran kooperatif teknik 87 Jigsaw tipe II lebih baik dibandingkan dengan penguasaan konsep kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional?Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1). Untuk mengetahui penguasaan konsep kelas eksperimen setelah diajar dengan model kooperatif tehnik Jigsaw tipe II dan penguasaan konsep kelas kontrol setelah mendapatkan pembelajaran konvensional tentang alat-alat optik? (2). Untuk mengetahui apakah penguasaan konsep yang diperoleh kelas yang diajar dengan model npembelajaran kooperatif teknik Jigsaw tipe II lebih baik dibandingkan dengan penguasaan konsep kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat yang berarti: (1). Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi masukan tentang cara belajar dengan model pembelajaran yang baru dengan memanfaatkan teman satu kelompok sehingga siswa dapat saling bertukar pikiran antara sesama anggota kelompok, saling mendengarkan, saling menghargai pendapat orang lain, serta yang terpenting dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika pada materi alat-alat optik. (2). Bagi guru: Haasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses pembelajaran Fisika materi pokok alat-alat optik mengenai model pembelajaran yang digunakan. 3. 4. 5. METODE PENELITIAN II. 1. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian kuantitatif ini adalah metode eksperimen.yaitu merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat, dengan cara membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak diberi perlakuan . Dalam penelitian ini anggota kelompok sasaran, dibedakan menjadi dua macam kelompok, diantaranya: (1). Kelompok eksperimen dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw tipe II dan (2). Kelompok kontrol dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Populasi dan sampel 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri di Lamongan tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 320 orang terbagi dalam 10 kelas. Pembagian kelas didasarkan pada nilai hasil seleksi Penerimaan Siswa Baru yang selanjutnya dibagi secara berimbang. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan secara cluster random sampling, yaitu mengambil 2 kelas dari 10 kelas secara acak. Pada kelompok I (kelompok kelas eksperimen), siswa diberi model pembelajaran Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 a. b. 6. a. b. 88 kooperatif tehnik Jigsaw tipe II dan kelompok II (kelompok kelas kontrol), siswa diberi model pembelajaran konvensional. Secara acak diperoleh kelas X-6 sebagai kelompok eksperimen dan kelas X-5 sebagai kelompok kontrol. Tahap Uji Coba Untuk mengetahuai mutu perangkat tes yang telah dibuat, soal-soal yang telah dibuat diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang masih dalam populasi tetapi bukan siswa yang menjadi sampel. Tujuannya untuk mengetahui apakah item-item tes tersebut sudah memenuhi syarat tes yang baik atau tidak. Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat ukur hasil belajar harus memenuhi persyaratan tes yaitu a). Tingkat Kesukaran, b). Daya Pembeda, c). Validitas dan d). Reabelitas. Tehnik Pengumpulan Data. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan ganda (multiple choice test). Instrument tes tersebut digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan materi responden pada tes awal dan tes akhir pada kedua kelompok. Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil tes dari kelompok eksperimen maupun kelompok control baik pre test maupun post test. Selanjutnya data diolah dengan program SPSS 17 Uji Normalitas Untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis, ada beberapa tehnik yang dapat digunakan antara lain Uji Chi-kwadrat,Uji Lilliefors dan Uji Kolmogorof-Smirnov Data berdistribusi normal jika nilai p value (Sig.) > 0.05 Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Variasi pada tiap kelompok data sama (homogen) jika p value (sig.) > 0,05. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah dugaan dari peneliti terhadap suatu objek yang diteliti sesuai atau tidak dengan kenyataan. T Test untuk sampel independen T Test ini dilakukan jika data antara variable yang satu tidak saling berkaitan/ independen. Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05. T- Test untuk sampel dependen T- Test ini dilakukan jika data variable yang satu saling berkaitan/ dependen. HO ditolak jika p value (sig.) < 0,05. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kontr 32 54,0 8,06 36 68 65,03 ol 0 4 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelas eksperimen dan kelas control sebesar 0,691. Simpulan: Variansi pada tiap kelompok data adalah sam ( homogen) b. Uji Homogenitas post test kelas eksperimen dan kelas control Kelas N Me SD M Ma Var p an in x ian valu e Ekspe 32 82,0 10,8 60 100 116, 0,86 rimen 0 0 64 8 Kontr 32 74,7 10,0 56 92 100, ol 5 3 58 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,868. Kesimpulan: Variansi pada tiap kelompok data adalah sama (homogen) 1. Uji Normalitas a. Uji normalitas pretes kelas independen Kelo N Me SD Min Ma Var p mpo an x ian valu k e Eksp 3 54, 8,71 36 72 75,9 0,20 erim 2 63 7 8 0 en Kont 3 54, 8,06 36 68 65,0 0,19 rol 2 00 4 3 0 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelompok eksperimen sebesar 0.200 dan untuk kelompok control sebesar 0,190. Kesimpulan: data diambil dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji normalitas post test kelas independen Kelas N Mean SD M M Var in ax ian p valu e Ekspe 32 82,00 10,8 60 10 116, 0, rimen 0 0 64 084 Kontr 32 74,75 10,0 56 92 100, 0, ol 3 58 093 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelas eksperimen sebesar 0, 084 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,093. Kesimpulan: data diambil dari populasi yang berdistribusi normal c. Uji homogenitas pre test post test kelas dependen Kelas Test Me SD M M Var p an in ax ian valu e Ekspe Pre 54,6 8,71 36 72 75,9 0,36 rimen 3 8 8 Post 82,0 10,8 60 10 116, 0 0 0 64 Kontr Pre 54,0 8,06 36 68 65,0 0,23 ol 0 4 3 6 Post 74,7 10,0 56 92 100, 85 3 58 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelas eksperimen sebesar 0,368 dan kelas kontrol sebesar 0,236. Kesimpulan: Variansi pada tiap kelompok data adalah sama ( homogen) Hasil uji normalitas dan homogenitas diperoleh hasil data berdistribusi normal dan dan variansi pada tiap kelompok adalah sama(homogen), maka untuk pengujian hasil belajar selanjutnya digunakan uji t 1. Uji kesamaan rata-rata data pre test c. Uji normalitas pre test- pos test kelas dependen Kelas Test Me SD M M Var p an in ax ian value Ekspe Pre 54,6 8,71 36 72 75,9 0,200 rimen 3 7 8 Post 82,0 10,8 60 10 116, 0,084 0 0 0 64 Kontr Pre 54,0 8,06 36 68 65,0 0,190 ol 0 4 3 Post 74,7 10,0 56 92 100, 0,093 85 3 58 Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p value untuk kelompok eksperimen sebesar 0,200 dan 0, 084, untuk kelompok control sebesar 0,190 dan 0,093. Simpulan: data diambil dari populasi yang berdistribusi normal Mean SD Varian df P value 54,63 8,72 0,159 62 0,767 54,00 8,06 Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel independen diperoleh nilai p value(siq(2 talled)) sebesar 0,767. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan antara nilai pre test kelas independen 2. Uji Homogenitas a. Uji Homogenitas Pre Test kelas Eksperimen dan Kontrol Kelo N Me SD M Ma Varia p mpok an in x n val ue Ekspe 32 54,6 8,71 36 72 75,98 0,6 rimen 3 7 9 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 2. Uji perbedaan rata-rata pre test- pos test kelas dependen Kelas Test Mean SD df P value Eksperimen Pre -27,37 31 0,00 9,85 Post 89 dengan yang diajar dengan model pembelajaran konvensinal. Dengan demikian berarti bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Jiksaw tipe II dapat meningkatkan hasil belajar pokok bahasan alat alat optik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Lamongan tahun pelajaran 2010/2011. Kontrol Pre 6,04 -20,75 31 0,00 Post Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel dependen baik kelas eksperimen maupun kelas control diperoleh nilai p value (siq (2 talled)) sebesar 0,000 Simpulan: Ada perbedaan antara nilai pre test dengan nilai pos test kelas eksperimen dan kelas control IV. SIMPULAN hasil belajar fisika pokok 1. Ada perbedaan bahasan alat- alat optik antara model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II dengan model pembelajaran konvensional. 2. Model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional. 3. Uji perbedaan rata-rata post test kelas eksperimen dan kelas control Kelas Mean SD Df p value Eksperimen 82,00 10,80 62 0,007 Kontrol 74,75 10,03 Hasil uji- t untuk sampel independen baik kelas eksperimen maupun kelas control diperoleh nilai p value (siq (2 talled)) sebesar 0,007 Kesimpulan :Ada perbedaan nilai post test kelas eksperimen dan kelas control. V. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data pra-penelitian yang berupa analisis nilai pre-test dapat diketahui bahwa kemampuan awal antara keduakelompok relatif samayaitu mean kelompok eksperimen 54,63 dan kelompok control 54,00. Melalui uji t diperoleh nilai p value (sig.) sebesar 0,767 lebih besar dari nilai 0,05. Artinya tidak ada perbedaan yang nyata kemampuan awal dari kedua kelompok. Setelah dilakukan pembelajaran pada kelas ekperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw Tipe II dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah, penugasan dan latihan terlihat bahwa hasil belajar kedua kelompok tersebut menunjukkan adanya perbedaan yaitu mean kelompok eksperimen 82,00 dan kelompok kontrol 74,75. Melalui uji t nilai pre test dan post test kedua kelompok diperoleh p value(sig.) sebesar 0.000, lebih kecil dari 0,05 dan melalui uji-t nilai post test kedua kelompok diperoleh p value (sig.) sebesar 0,007, lebih kecil dari 0,05.Berarti ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw tipe II Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 90 DAFTAR PUSTAKA 1. Arikunto,(2010),Menejemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta 2. Arikunto,(2010),Prosedur Penelitian,Jakarta, Rineka Cipta 3. Darwan Syah dkk,( 2007), Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta, Gaung Persada Pers 4. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar,Jakarta: Rineka Cipta 5. Hamalik, O. 1990. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo A. 2003. Cooperatif Learning 6. Lie, Mempraktikan Cooperatif Learning Di Ruangruang Kelas . Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia 7. Sulistyo,J.( 2010), 6 hari jago SPSS 17, Yogyakarta, Cakrawala 8. Sugiyono, (2010), Metode Penelitian kwantitatif kwalitatif dan R&D, Bandung, Alfa Beta Mendesain Model 9. Trianto,(2009), Pembelajaran Inovatif Progressif, Jakarta, Perdana Media Group 10. Trianto,( 2010), Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta, Bumi Aksara PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU DARI HASIL DAN MOTIVASI BELAJAR Ida Puspita, Fatkhulloh, dan Sumadji Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161 [email protected] Intisari – Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan paradigma tersebut harus diikuti oleh guru yang profesional. Salah satu perubahannya adalah reorientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada peserta didik (student centered) dan metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori. Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Think-Pair-Share (TPS) dengan materi suhu dan kalor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran TPS terhadap hasil belajar dan motivasi belajar siswa. Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain penelitian posttest only control group design. Instrumen penelitian ini terdiri dari tes hasil belajar dan angket motivasi belajar. Sampel penelitian ini adalah kelas X Semester 2, MAN Yogyakarta 3 Tahun Ajaran 2011/2012 berjumlah 68 orang. Analisis data penelitian menggunakan uji t. Untuk pengaruh TPS terhadap hasil belajar diperoleh F=2,448 dan sig (ρ) = 0,129 > 0,05 hal ini berarti berpengaruh secara signifikan. Sedangkan pengaruh TPS terhadap motivasi belajar diperoleh F=0,019 dan sig (ρ) = 0,892 > 0,05 berarti berpengaruh secara signifikan. Kata kunci: Think-Pair-Share, hasil belajar dan motivasi belajar Abstract – Enactment of the Education Unit Level Curriculum (SBC) requires a paradigm shift in education and learning in particular on the type and level of formal education. Change the paradigm to be followed by professional teachers. One change is the reorientation of learning which was originally centered on the teacher (teacher centered) switch based on the learner (student centered) and the methodology which was originally dominated expository switch to partisipatory. One of the learning model used in this study is the Think-Pair-Share (TPS) with the temperature and heat content. This study aims to determine the effect of TPS on the model of learning and students' motivation to learn. This type of research is experimental research design with posttest only control group design posttest. The research instrument consists of a test result of learning and motivation questionnaire. This study sample is a class X Semester 2, MAN 3 Yogyakarta School Year 2011/2012 amounted to 68 people. Analysis of research data using T- test. To study the influence of TPS on the results obtained F = 2.448 and sig (ρ) = 0.129> 0.05 this means significant influence. While the influence of motivation to learn TPS obtained F = 0.019 and sig (ρ) = 0.892> 0.05 means significant influence. Key words: Think-Pair-Share, learning outcomes and motivation to learn pembelajaran diupayakan tidak hanya sebatas transfer of knowlege, yaitu proses yang menghasilkan kemampuan visual dalam bentuk kemampuan hafalan saja, tetapi juga I. PENDAHULUAN Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal [16]. Dengan perubahan paradigma tersebut, siswa harus diposisikan sebagai subyek belajar, bukan sebagai obyek belajar yang memiliki potensi intelektual dan personalitas yang perlu dimanifestasikan semaksimal mungkin. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang sesuai. Metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran merupakan strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Pencapaian tujuan dari proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh, motivasi belajar sebagai faktor berpengaruh terhadap hasil belajar. Proses Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 sekaligus diupayakan transfer of value, yang membentuk siswa menjadi berkarakter. Dengan pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak hanya sebatas transfer of knowlege tapi sekaligus transfer of value. Dengan desain pembelajaran yang responsif dan berpusat pada siswa maka minat dan aktivitas sosial mereka terus meningkat. yang responsif dan berpusat pada siswa maka minat dan aktivitas sosial mereka terus meningkat. Dengan berinteraksi satu sama lain, siswa akan menerima feedback atas semua aktivitas yang dilakukan, 91 akan belajar bagaimana berperilaku dengan baik, dan memahami apa yang harus dilakukan dalam kerja kelompok kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling tenggang rasa untuk menghindari individualis, ketersinggungan dan kesalahpahaman, dan sebagai usaha kolektif dalam kelompok untuk menuju suatu keberhasilan bersama. Dalam hal ini keberhasilan untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi [3]. Kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran dengan karakteristik siswa akan menyebabkan siswa tidak dapat berkembang secara utuh dalam interaksi sosial, pasif dalam pembelajaran, mengakibatkan motivasi belajar menurun, dan efeknya hasil belajar tidak maksimal. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pelajaran fisika, dan sekaligus tepat dengan karakteristik peserta didik. Dalam pembelajaran fisika, peserta didik tidak hanya diharapkan untuk menguasai konsep dan prinsip tetapi juga harus memiliki jiwa, sikap, motivasi dan prinsip teliti dan kehati-hatian. Untuk memperoleh semua harapan tersebut siswa harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi,motivasi tinggi, sikap saling menghargai dan menghormati, ketrampilan untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Ketrampilan di atas tersebut dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif dengan model TPS TPS adalah suatu strategi diskusi kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawankawannya di Universitas Maryland pada tahun 1981. Think Pair Share memperkenalkan ide ”waktu berpikir atau waktu tunggu” yang banyak menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa merespon pertanyaan. Nama Think Pair Share berasal dari tiga tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang dikerjakan siswa pada setiap tahap [2]. Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk menerapkan pembelajaran kooperatif. Penerapan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi belajar siswa. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif diharapkan tidak hanya transfer of knowlege tapi sekaligus transfer of value, adanya interaksi sosial yang dapat terbangun dengan baik. Banyak tipe pembelajaran kooperatif. Peneliti termotivasi untuk mengetahui,: ”Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari hasil belajar dan motivasi belajar siswa.” berfikir, menjawabdan saling membantu satu sama lain. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut. Tahap 1-Berfikir (Thinking) Guru mengajukan pertanyaan, masalah atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi kesempatan untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. Tahap 2-Berpasangan (Pairing) Tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Selanjutnya guru meminta kepada siswanya untuk berpasangan dengan teman sebangku atau yang lain untuk mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama. Biasanya guru mengizinkan Tahap 3 –Berbagi (Sharing) Pada langkah akhir ini guru meminta pasanganpasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Siswa secara individual mewakili kelompok atau berdua/berempat mereka maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor [10]. II.2 Hasil Belajar Siswa yang telah mengalami pembelajaran diharapkan memilki pengetahuan dan ketrampilan baru serta perbaikan sikap sebagai hasil dari pembelajaran yang telah dialami siswa tersebut. Pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dalam menyerap materi [5]. II.3 Motivasi Hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator meliputi :adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan akan belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik [3]. III. METODE PENELITIAN III.1.Desain Penelitian Penenlitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Posttest – Only Control Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok 1 sebagai kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan penerapan model pembelajaran TPS dan kelompok 2 sebagai kelompok kontrol, tidak diberi perlakuan [4]. II. LANDASAN TEORI II.1. Model Think-Pair-Share ( TPS ) Model pembelajaran TPS tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model Think-Pair-Share memiliki prosedur yang diterapkan secara eksplisit untuk memberi waktu yang lebih banyak untuk Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 92 Tabel 1 R1 R2 X III.5. Teknik Analisa Data III.5.1. Uji persyaratan untuk uji hipotesis O2 O4 a. UjiHomogenitas Ujin homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Bartlet dan uji varians terbesar dibanding varian terkecil menggunakan Tabel F [6]. ∑ 10 (1) tidak homogen Jika homogen Jika Keterangan : R1 = Kelompok random 1 ( Kelompok eksperimen) R2 = Kelompok random 2 ( Kelompok kontrol ) X = Perlakuan O2 = Postes kelompok eksperimen O4 = Postes kelompok kontrol III.2. Populasi , Sampel, dan Waktu Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Semester MAN Yogayakarta III. Sampel penelitian diambil secara acak sederhana (diundi ) dan terpilih kelas X.D yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X.F yang berjumlah 35 siswa sebagai kelas kontrol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 pada siswa kelas X semester 2 tahun ajaran 2011/2012 Variabel dalam penelitian terdiri dari dua jenis yaitu penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share sebagai variabel bebas hasil belajar siswa pada materi pokok suhu dan kalor sebagai variabel terikat. b. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat [9]. ∑ (2) Jika Jika III.5.Uji hipotesis perbedaan dua kelompok III.5.1. Uji hipotesis tes hasil belajar siswa. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif TPS dan kelas kontrol dengan metode teacher centered, digunakan uji t dua sampel [9]. Adapun persamaannya sebagai berikut : III.3. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebagai berikut. a. Tes hasil belajar Tes diperlukan untuk mengukur prestasi hasil belajar siswa. Tes yang digunakan berupa soal uraian, indikator disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada pada KTSP. Sesuai dengan rancangan penelitian. Hasil posttest ini sebagai data yang akan dianalisis untuk kemudian ditarik kesimpulan penelitian. = (3) Keterangan : r = Nilai korelasi X1 dengan X2 n1 dan n2 = Jumlah sampel = Rata-rata sampel ke-1 = Rata-rata sampel ke-2 S1 = Standar deviasi ke-1 = Standar deviasi ke-2 S2 = Varian sampel ke-1 = Varian sampel ke-2 b. Angket Data mengenai motivasi belajar siswa diperoleh dengan menggunakan angket dan lembar observasi. Angket dibuat menggunakan skala Likert dengan alternatif jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skor pernyataan posistif untuk masing – masing jawaban adalah 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan skor pernyataan negatif untuk masing-masing alternatif jawaban adalah 1, 2, 3, dan 4 [1]. Dalam uji ini digunakan hipotesis: = Terdapat perbedaan yang signifikan antara a. Ha hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPS dengan hasil belajar siswa dengan metode teacher centered = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan b. H0 antara hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPS dengan hasil belajar siswa dengan metode teacher centered Pengujian t dengan membandingkan thitung dengan ttabel pada derajad signifikansi 5%, dengan df = N1 + N2 – 2. ttabel maka H0 ditolak dan Dengan kriteria, jika thitung Ha diterima berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan model kooperatif TPS dan teacher centered. III.4.Validitas Instrumen Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang telah diajarkan. Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen [ 7]. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 maka Distribuasi data tidak Normal maka Distribusi data normal 93 Tabel di bawah ini merupakan hasil analisis data terhadap motivasi belajar siswa dengan menggunakan Independent – Samples T Test Tabel 3 III.5.2. Uji hipotesis angket motivasi belajar Pengujian hipotesis angket motivasi belajar dilakukan dengan cara sebagaimana pengujian pada tes hasil belajar. Digunakan persamaan (3). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data penelitian ini menggunakan SPSS 19. Uji normalitas terhadap data hasil belajar siswa digambarhan secara analisis grafis histogram seperti dibawah ini. Grafik dibawah menunjukkan terdistribusi normal. [8]. Dari analisa data terhadap motivasi belajar siswa menggunakan SPSS dengan Independent – Samples T Test diperoleh kesimpulan sebagai berikut: F = 0,019 dan sig (p) = 0,892 > 0,05 maka dapat dinyatakan varians sama maka H0 : ditolak dan H1 diterima. Ada pengaruh model pembelajaran Think-Pair-Share jika ditinjau dari motivasi T = 3,067 dan p = 0,004 < 0,01 Rata-rata nilai motivasi post-test dengan model ThinkPair-Share = 113 Gambar 1 Tabel di bawah ini merupakan hasil analisis terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan Independent – Samples T Test. Rata-rata nilai post-test dengan model Teacher Centered = 98,043 Tabel 2 Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model kooperatif tipe Think-Pair-Share berpengaruh terhadap hasil belajar dan motivasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan adanya perbedaan antara kelas eksperimen yang menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan metode pembelajaran yang berpusat pada guru. Model kooperatif Think-Pair-Share lebih efektif dengan menghasilkan nilai hasil belajar dan motivasi belajar yang lebih tinggi dibanding pembelajaran konvensional Untuk itu guru disarankan untuk dapat ,enggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share dalam pembelajaran untuk dapat memperoleh hasil belajar dan motivasi belajar yang tinggi. Kelemahan dalam penerapan ini adalah dibutuhkan waktu yang lebih lama. Kesimpulan Dari analisa data terhadap hsil belajar siswa dengan menggunakan Independent – Samples T Test diperoleh kesimpulan sebagai berikut: F = 2,448 dan sig (p) = 0,129 > 0,05 maka dapat dinyatakan varians sama (homogen) T = 3,084 dan p = 0,003 < 0,01 maka H0 : ditolak dan H1 diterima. Ada pengaruh model pembelajaran Think-Pair-Share jika ditinjau dari prestasi belajar siswa. Rata-rata nilai post-test dengan Think-Pair-Share = 69,1167 PUSTAKA [1] Azwar, Saifuddin. 2000. Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011. Pembelajaran Kooperatif [2] Isjoni. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. [3] Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar [4] Hamzah, Uno. 2011. Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara model Rata-rata nilai post-test dengan model Teacher Centered = 55,6522 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 94 [5] Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara [6] Margono, S. 2002. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta [7] Mardapi, Djemari. 2008. Teknik penyusunan instrument tes dan non tes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press [8] Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika [9] Riduwan. 2011. Dasar-Dasar Statistika. Bandung : Alfabeta [10] Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Bandung : Penerbit Nusa Media [11] Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta [12] Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada [13] Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta [14] Sharan, Shlomo. 2012. Hand Book of CooperativeLearrning. Yogyakarta: Familia Group Relasi Inti Media [15] Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar [16] Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media group Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 95 PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA PADA MATERI IMPULS MOMENTUM DI KELAS XI SMA Tri Wuryani, Fatkhulloh, Suparwoto Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pasca Sarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jl. Pramuka 42 Lt 3, Telp. (0274) 563515 ext 2302, Yogyakarta 55161 Intisari - Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional baik melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel sertaan (2) mengetahui sumbangan variabel kemampuan awal dan motivasi belajar baik secara sendiri -sendiri atau bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Postest Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI jurusan IPA SMA Negeri 7 Purworejo tahun pelajaran 2011/2012. Sampel penelitian diambil dengan teknik random sampling dan diperoleh XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebanyak 55 siswa. Perlakuan dilakukan dengan memberikan pembelajaran dengan multimedia interaktif, dalam 8 kali tatap muka selama 2 bulan. Pengumpulan data nilai menggunakan tes tertulis dua kali, yaitu pretest dan postest. Sumbangan kovariabel diperoleh dari nilai pretest dan angket motivasi belajar. Analisis data pengujian hipotesis menggunakan uji t, ANAKOVA, dengan program SPSS 19.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) adanya perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik melibatkan atau tidak melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar (2) Besarnya sumbangan efektif kovariabel pretest efektif 31% dan sumbangan efektif motivasi 8%. Kata kunci : motivasi belajar, prestasi belajar, multimedia interaktif, impuls dan momentum Abstract -The aim of the study are (1) to know the difference of the study achievement between the learning process that using interactive multimedia toward conventional learning both involve the variable participation beginning skills and motivation of study or do not involve the participation variables (2) to know the variable contribution of beginning skills and motivation of study either individually or together toward physics achievement. This study is experimental with Pretest-Post test Control Group Design. The study populations are all students in science grade XI SMA 7 Purworejo academic year 2011/2012. The study samples are XI IPA 2 and IPA 3 classes consist of 55 students by simple random sampling technique. The class XI IPA 2 use interactive multimedia learning, while the class XI IPA 3 use conventional learning. The data of study achievement is the posttest. The contribution of the participation variables are taken the pretest and motivation questionnaires. The data analysis of hypothesis testing using t test, covariance (ANAKOVA), with the program SPSS 19.0. The results studyf s shows that (1) there are differences of the study achievement between the learning process using interactive multimedia and conventional learning on the impulse and momentum for grade XI student either involve or not the variable participation beginning skills and motivation of study (2) The amount of pretest contributions covariable is 31% and motivation of study is 8%. Key words: motivation of study , achievement of study , interactive multimedia, impulse and momentum Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 96 kemampuan awal dan motivasi belajar secara sendirisendiri atau secara bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA? Dari permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan : (1) Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel sertaan. (2) Untuk mengetahui sumbangan variabel kemampuan awal dan motivasi belajar baik secara sendiri – sendiri atau bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi : (1) Membantu dalam menerima dan memahami materi yang diajarkan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. (2) Menjadikan proses pembelajaran dikelas menjadi lebih menarik, efektif dan efisien, sehingga siswa termotivasi untuk belajar. (3) Salah satu alternatif implementasi media pembelajarn fisika yang interaktif yang meningkatkan prestasi belajar siswa (4) Informasi tambahan tentang penerapan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif. I.PENDAHULUAN Sampai saat ini masih banyak siswa yang menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit. Sehingga dalam proses pembelajaran dikelas siswa cenderung pasif dan menunggu apa yang disampaikan guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan maupun solusi dari permasalahan yang ada. Siswa tidak termotivasi untuk belajar. Hal tersebut berdampak pada daya ingat penguasaan konsep yang dipelajari cenderung rendah sehingga menyebabkan hasil belajar yang dicapai siswa juga rendah Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan multimedia interaktif lewat pembelajaran individual dengan komputer. Sajian multimedia interaktif dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif sehingga motivasi belajar siswa meningkat. Multimedia pembelajaran berbasis komputer ini dapat diterapkan pada pembelajaran fisika untuk materi impuls momentum. Konsep impuls dan momentum lebih sulit dipahami atau lebih abstrak dibandingkan besaran lain, misalnya dibandingkan dengan besaran energi kinetik yang sama-sama memiliki nilai yang bergantung pada kecepatan Siswa kelas XI SMA masih tahapan anakanak yang lebih banyak tertarik pada visualisasi daripada mendengarkan penjelasan dari guru. Dengan bantuan multimedia dapat melihat gambaran yang nyata tentang materi sehingga siswa tidak bosan sehingga menarik minat siswa untuk belajar fisika. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam penelitian dengan judul : Pengaruh Implementasi Multimedia Interaktif dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar pada Pembelajaran Materi Impuls Momentum Di Kelas XI SMA. Dari berbagai masalah tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada implementasi multimedia interaktif untuk pembelajaran materi impuls dan momentum. Dipilihnya materi ini didasarkan pada pengalaman bahwa mengajarkan materi ini tanpa media kurang dapat memberikan pengalaman belajar yang beragam. Lewat pembelajaran dengan media ini diharapkan meningkatkan motivasi pembelajaran di kelas yang dapat meningkatkan skor belajar atau prestasi belajar siswa. Berdasarkan identifikasi masalah diatas rumusan masalah yang perlu dikemukakan dalam penelitian pengembangan ini adalah : (1) Adakah perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel sertaan ? (2) Adakah sumbangan variabel Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Gagne (Azhar Arsyad, 2007: 4) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi atau materi pelajaran dan dalam bentuk antara lain buku, tape recorder, kaset, video, camera, gambar, grafik, animasi, film, slide, televisi dan komputer Multimedia interaktif adalah media yang menggabungkan teks, gambar, video, grafis, animasi, dan audio, serta penyampaian interaktif yang dapat membuat suatu pengalaman belajar bagi siswa seperti dalam kehidupan sehari-hari dan lingkungannya. Siswa dapat berinteraksi langsung dengan memberi dan merespon gambaran visualisasi materi-materi yang dipelajari. Multimedia interaktif melatih siswa untuk berpikir kritis dan membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi yang disampaikan. Menurut Winarno. Dkk (2009: 11) penggunaan media berbasis komputer dalam pembelajaran mempunyai manfaat yaitu :1) siswa dapat bekerja secara mandiri menurut tingkat kemampuannya atau dalam kelompok kecil; 2) lebih efektif untuk menjelaskan materi baru yang bersifat simulasi interaktif; 3) penilaian yang dapat memberikan umpan balik yang cepat pada siswa 97 untuk mengetahui kemampuannya pada suatu masalah atau materi tertentu sehingga dapat digunakan sebagai penilaian sumatif; 4) dengan teknik pemecahan suatu masalah, siswa akan mempunyai cara tersendiri untuk memecahkan masalahnya dengan materi yang sama dengan temannya. Motivasi merupakan suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sardiman (2001: 73) memandang motivasi sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak dia akan mengesampingkan rasa tidak suka. Mohammad Asrory (2007: 183) menyatakan motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu dan usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan. Prestasi belajar merupakan pengusaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (W.J.S. Poerwadarminta, 1996: 787). Berdasarkan landasan teori di atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) Ada perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel sertaan. (2) Ada sumbangan kemampuan awal dan motivasi belajar secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Purworejo dari Juni 2011- Desember 2011 dengan subjek penelitian kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Siswa sebelum perlakuan dalam pembelajaran diadakan penilaian melalui tes berupa pretest dan sesudah mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam pembelajaran diadakan penilaian prestasi belajar berupa postest dan motivasi belajar berupa angket motivasi belajar. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) data kemampuan awal diambil dari nilai pretest (2) data prestasi belajar diambil dari nilai postest (3) Angket motivasi belajar . Soal–soal yang digunakan untuk pretest dan postest dibuat sama. Sebelum digunakan, terhadap instrumen ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan ITEMAN versi 3.00 Pada ITEMAN, instrument tes hasil belajar (pretest dan postest) , kriteria penerimaan valid berdasarkan besarnya nilai point biserial. Butir tes dikatakan lolos apabila nilai point biserial di atas 0,3 ( Burhan Nurgiyantoro dkk, 2004 :339). Uji reliabilitas soal pretest denga menggunakan ITEMAN version 3.00. Ada lima skala range untuk menentukan tingkat reliabilitasnya (Triton, 2006: 248) : 0,0 – 0,2 : kurang reliabel 0,3 – 0,4 : agak reliabel 0,5 – 0,6 : cukup reliabel 0,7 – 0,8 : reliabel 0,9 – 1,0 : sangat reliable Analisis data dalam penelitian ini adalah (1) Uji Prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas (2) Uji Hipotesis yaitu uji t dan analisis kovarian (ANAKOVA). Uji t digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan antara pembelajaran menggunakan atau tanpa multimedia interaktif. Uji t yang digunakan yaitu Independent Sample Test melalui SPSS 19.0. ANAKOVA digunakan untuk mengetahui efek variabel terikat tidak hanya dipengaruhi oleh variabel bebas tetapi dipengaruhi oleh variabel kovariat, kemudian dihitung besarnya sumbangan kovariat. III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari perbedaan dengan memberikan perlakuan tertentu. Dalam penelitian ini dibedakan dua kelompok, yaitu kelompok yang menggunakan multimedia interaktif pada pembelajaran mata pelajaran fisika untuk materi impuls momentum siswa kelas XI SMA disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tanpa menggunakan multimedia interaktif pada pembelajaran mata pelajaran fisika untuk materi impuls momentum siswa kelas XI SMA disebut kelompok kontrol. Variabel bebas terdiri atas variabel multimedia interaktif dan motivasi belajar siswa dengan variabel terikat prestasi belajar fisika pada materi impuls momentum siswa kelas XI SMA. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis validitas dari 25 butir pernyataan agket skala motivasi belajar Fisika diperoleh sebanyak 23 butir pernyataan yang valid. Sedangkan untuk uji reliabilitas skala motivasi belajar fisika nilai alpha sebesar 0,700 yang menunjukkan bahwa skala motivasi belajar fisika siswa reliabel. Dari 30 soal tes tsb yang lolos validasinya 25 soal.. Pada scale statistics didapatkan nilai alpha untuk tes hasil belajar sebesar 0,907. Hal tsb menunjukkan soal tes hasil belajar tsb sangat reliabel. Uji normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnow pada SPSS 19.0. Menurut Triton (2006: 79) persyaratan data disebut normal apabila probabilitas 98 dikendalikan. Sumbangan efektif prediktor yaitu : Prediktor X1 : SEX1 % = 31% Prediktor X2 : SEX2 % = 8 % atau > 0,05 pada uji Kolmogorov Smirnow. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai p > 0,05 sehingga semua data terdistribusi normal. Data Siswa Taraf Signifikansi Kesimpulan (p) Pretest 0,076 Varians homogen Postest 0,072 Varians homogen Motivasi 0,715 Varians homogen Tabel 1. Hasil Uji Normalitas tiap V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : (1) Ada perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA dengan melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar dan tidak melibatkan variabel sertaan. (2) Ada sumbangan kemampuan awal dan motivasi belajar secara sendiri- sendiri atau secara bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F. Dalam penelitian ini perhitungan uji homogenitas menggunakan SPSS.19.0. Menurut Triton (2006: 79) persyaratan data untuk varians homogen apabila output test of homogenity of varians probabilitasnya atau 0,05. Uji homogenitas variansi yang digunakan adalah menggunakan uji levene’s. Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pada probabilitas (sig. (2-tailed)) pada derajat kebebasan (df) 53 adalah 0,001 atau lebih kecil 0,05. Menurut Triton (2006: 176) taraf signifikansi hitung < 0,05 maka Ho Ditolak. Oleh karena tingkat 0,05 maka Ho signifikansi hitung 0,001 atau ditolak. Hasil pengujiaan dapat juga dengan melihat hasil yang diperoleh thitung = 3,521 dengan ttabel = 2,01 pada taraf signifikansi 5%, karena thitung> ttabel menunjukkan hipotesis yang menyatakan ada perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA tanpa melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan motivasi belajar, terbukti. Dari perhitungan ANAKOVA, diperoleh Fres adalah 14 dengan Ftabel adalah 4,03 pada taraf signifikansi 5%, karena Fres > Ftabel sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan. Setelah diketahui perbedaan, kemudian dilakukan perhitungan t kovarian dan BRS. Hasil perhitungan diperoleh t kovarian adalah 5,74 dan BRS-nya adalah 0,39. Hasil perhitungan diperoleh t kovarian lebih besar dari nilai BRS-nya, sehingga dapat dikatakan ada perbedaan yang signifikan. Korelasi antara nilai postes Y dengan kedua kovariabel yaitu nilai pretest dan motivasi dihitung dari sumber variasi dalam Ry(1,2) adalah 0,62 maka R2y(1,2) adalah 0,39 atau 39% menunjukkan besarnya sumbangan dua variabel kovariat yaitu pretest dan motivasi terhadap hasil belajar fisika. Dapat disimpulkan bahwa antara kelompok kontrol dan eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan bila nilai pretest dan motivasi Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 SEXn% Data Z Kolmogorof Taraf Signifikansi Siswa Smirnov Pretest 0,763 0,606 Postest 1,264 0,082 Motivasi 1,129 0,156 Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1) Guru harus lebih kreatif dalam kegiatan pembelajaran untuk dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa. (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai variasi metode dan media pembelajaran sehingga pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. PUSTAKA (1) Azhar Arsyad (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. (2) Burhan Nurgiyantoro. (2002). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Univ Negeri Yogyakarta. Asrory. (2007). Psikologi (3) Mohammad Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima (4) Sardiman, A.M., (2001) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grafindo Persada (5) Sudjana. (1992). Metode Statistik. Bandung: Tarsito (6) Suharsimi Arikunto. (2006), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Rineka Cipt (7) Triton. (2010). Terapan Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Andi (8) Winarno dkk. (2009). Tekhnik Evaluasi Multimedia Pembelajaran. Yogyakarya: Genius Prima Media (9) W.J.S. Purwadarminta. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 99 PENGEMBANGAN ANTENA MIKROSTRIP BERSTRUKTUR COPLANAR STRIPLINE (CPS ) DIPOLE MENGGUNAKAN SAKLAR OPTIK SOLAR CELL Erna Risfaula Kusumawati, Yono Hadi Pramono, Agus Rubiyanto Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Keputih, Surabaya, 61111 Telp : (031) 594 7302, Fax : (031) 593 1237 E-mail : [email protected] Intisari – Desain, fabrikasi, dan karakterisasi antena mikrostrip reconfigurable berstruktur Coplanar Stripline (CPS) dipole dengan saklar optik solar cell telah dilakukan di Laboratorium Optik dan Microwave Jurusan Fisika FMIPA ITS. Substrat yang digunakan adalah fiber dengan konstanta dielektrik 4,8. Desain antena menggunakan solar cell sebagai optical switching (saklar optik). Saklar optik solar cell pada antena yang disinari oleh laser menyebabkan antena dapat mengalami pergeseran frekuensi kerja. Hasil karakterisasi menunjukkan pada kondisi laser off (tidak disinari laser) antena bekerja pada frekuensi 1968 MHz dengan VSWR 1,13, return loss -24 dB. Sedangkan pada kondisi laser on (disinari laser) antena bekerja pada frekuensi 1966 MHz dengan VSWR 1,125, return loss -25 dB. Ada pergeseran frekuensi kerja 2 MHz. Antena mikrostrip reconfigurable dengan saklar optik solar cell memiliki beberapa kelebihan. Teknik saklar optik menggunakan solar cell lebih mudah difabrikasi dan relatif lebih murah biayanya dibandingkan teknik saklar optik yang lain. Kata kunci: antena, mikrostrip, reconfigurable, saklar optik, solar cell Abstract – Design, fabrication, and characterization of a reconfigurable microstrip antenna Coplanar Stripline (CPS) dipole with optical switching of solar cell has been conducted in the Laboratory for Optical and Microwave Physics Department Faculty of ITS. The substrate used for fabrication is a fiber with a dielectric constant of 4.8. Antenna design using a solar cell as an optical switching. Optical switching on a solar cell is illuminated by the laser. This causes frequency shifting on antenna. The characterization result indicate when condition not illuminated by the laser antenna works at a frequency of 1968 MHz with 1.13 VSWR, return loss -24 dB. When solar cell is illuminated by the laser, antenna works at a frequency of 1966 MHz with 1.125 VSWR, return loss -25 dB. There is a shift of 2 MHz operating frequency. Microstrip antenna with a reconfigurable optical switching solar cell has several advantages. The advantages are more easily fabricated and relatively cheaper cost than other techniques of optical switching. Key words: antenna, microstrip, reconfigurable, optical switching, solar cell Antena yang sampai sekarang masih dikembangkan dan memiliki banyak kelebihan adalah antena mikrostrip [4]. Beberapa kelebihannya adalah strukturnya yang low profile, murah, mudah difabrikasi, dan memiliki unjuk kerja yang cukup baik [5]. Seiring pesatnya perkembangan teknologi wireless, maka diperlukan suatu antena dengan performance canggih dan multi fungsi yang disebut reconfigurable antenna. Antena ini bisa diubah nilai parameternya (frekuensi, VSWR, return loss, dll) dengan teknikteknik tertentu. Beberapa teknik tersebut adalah saklar optik silikon, PIN dioda, dan saklar optik Cadmium Sulphide (Cds). Penelitian tentang reconfigurable antenna dengan teknik saklar optik silikon pernah dilakukan pada penelitian [6-13]. sedangkan teknik PIN dioda pada penelitian [14-15], dan saklar optik Cadmium Sulphide (CdS) pada penelitian [16]. Pada paper ini akan dipaparkan desain, fabrikasi, dan karakterisasi reconfigurable antenna dengan menggunakan saklar optik solar cell. Desain antena yang dibuat adalah antena mikrostrip dipole berstruktur Coplanar Stripline (CPS). Substrat yang digunakan I. PENDAHULUAN Beberapa tahun ini, sistem komunikasi berkembang sangat pesat dan dinamis. Salah satunya adalah teknologi wireless. Contoh sederhananya adalah penggunaan internet dan handphone. Ini menjadi salah satu bukti dari perkembangan teknologi komunikasi wireless tersebut. Penggunaan internet dan handphone semakin bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Internetworldstats (IWS) pertumbuhan pengguna Internet di dunia dari tahun 1999 hingga 2009 meningkat sebesar 599%. Pada tahun 2011 menurut data badan telekomunikasi PBB Hamadoun Toure sudah mencapai 2 Milyar, dengan kata lain lebih dari sepertiga penduduk dunia sudah menggunakan internet [1]. Sedangkan menurut riset oleh MarkPlus Insight dari Agustus sampai September 2011 pengguna internet di Indonesia meningkat secara signifikan menjadi 55 juta orang di tahun 2011 dari sebelumnya yang hanya berjumlah 45 juta [2]. Perkembangan teknologi wireless ini menuntut perkembangan device pendukungnya. Salah satunya adalah antena sebagai device dasar dari teknologi wireless. Antena bekerja sebagai alat yang bisa memancarkan atau menerima gelombang radio [3]. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 100 adalah fibber dengan konstanta k dieleektik 4,8 dann solar cell. k1' = 1− k12 K (k ) = K ' (k ) DASAN TEO ORI II. LAND A. Antenaa mikrostrip Antena mikrostrip adalah antenaa yang terbuaat dari strip logaam (patch) yang sangat tipiis dengan keteebalan strip dan ketebalan suubstrat (h) yanng jauh lebihh kecil dibandingg dengan panjjang gelombaang di ruang hampa h (λ0). Keteebalan substraat h pada umuumnya terletakk pada rentang 0,003 0 λ0 ≤ h ≤ 0,005 λ0 dii atas ground plane [17]. Strrip (patch) logam l dipisaahkan dari ground g planenya oleh substraat dari bahann dielektrik dengan d konstantaa dielektrik pada rentang 2,2 2 ≤ εr ≤ 122 [3]. Bagian-bagian antenaa mikrostrip dapat dilihat pada Gambar 1. 1 ( ( π (4) (5) ) ) ( ( ) ) K (k ) 1 ⎡ 2 1 + k ⎤ = ln ⎢ ⎥ untuk 0,7077 ≤ k ≤ 1 K ' (k ) π ⎣ 1 − k ⎦ (6 6) [[19] deengan h = ketebalann substrat Ɛr a atau s b w = permitivitas elektrik su ubstrat = lebar gapp = lebar duaa stripline dan n gap = lebr strippline C. C VSWR dan Koefisien K Refleeksi Voltage Staanding Wavee Ratio (VS SWR) adalahh keemampuan suuatu antena unntuk bekerja pada p frekuensii yaang diinginkkan. Pengukuuran VSWR berhubungann deengan penguukuran koefissien refleksi dari antenaa teersebut ( Γ ). Nilai VSWR R merupakan n representasii daari peristiwa standing s wavee [20]. Nilai VSWR V antaraa 1 sampai tak hingga, h apabila VSWR bern nilai 1 berartii tid dak ada pantuulan[21]. Suattu antena dikaatakan bekerjaa baaik jika VSWR R bernilai anttara 1 sampai dengan d 2. G Gambar 1. Bagian-bagian B antena mikrostrip Dimana L adalah panjjang larik (mm m), W adalahh lebar larik (mm m), t adalah lebar l patch (m mm), dan h adalah a lebar substrat (mm). B. Coplannar Stripline (CPS) ( Coplanar Striplinee (CPS) merupakan m sttruktur antena mikrostrip m yangg terdiri dari dua patch strripline yang dippisahkan olehh celah/gap yang y tersusunn atas substrat. Struktur dari Coplanar Strripline (CPS) dapat dilihat sepperti pada Gambar 1 berikuut. e efektif εr +1 120π K(k1 ) ' ε eff K (k1 ) a s = b (s + 2w ) (2) (3) Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 (8) 1− Γ (9) E.. Solar Cell Sel surya addalah suatu ddevice semikonduktor yangg daapat menghasilkan listrik jika diberik kan sejumlahh en nergi cahaya. Sel surya bekkerja menggu unakan sistem m ph hoto-voltaic. Photo-voltaiic berarti listrik-cahaya. l . Apabila A sel surrya dikenakan pada sinar matahari, m makaa tim mbul elektronn dan hole. E Elektron-elektrron dan hole-ho ole yang tim mbul di sekittar pn juncttion bergerakk beerturut-turut ke k arah lapisaan n dan ke arrah lapisan p.. Seehingga pada saat elektron-elektron dan hole-hole ituu melintasi m pn junction, j tim mbul beda po otensial padaa d dengan k1 = 1+ Γ RL(dB)= −20loog10 Γ 2 ((1) Sedangkaan untuk nilaai impedansi karakteristikk (Z0) ditentukaan menggunakkan "persamaaan 2 berikut" Z0 = (7) [22] D. D Return Loss (RL) Return loss adalah besaraan yang menu unjukkan nilaii lo oss (rugi) darri power inpuut terhadap power refleksii daari suatu anteena. Nilai retuurn loss diny yatakan dalam m saatuan dB berrkisar antara -∞ sampai 0 dB. Suatuu an ntena dikatakaan bekerja baiik jika RL ≤ -9 9,54 dB [23]. Gambbar 5. Desain Coplanar C Strippline (CPS) [118] ε eff = Vmax Vmin VSWR = VSWR = Besarnnya nilai permitivitas p dielektrik menggunnakan "persam maan 1 berikut" untuk 0 ≤ k ≤ 0,7077 ⎡ 2 1+ k' ⎤ ln ⎢ ⎥ ' ⎣⎢ 1 − k ⎥⎦ 101 kedua ujung sel surya dan photocurrent (arus yang dihasilkan oleh cahaya). Jika pada kedua ujung sel surya diberi beban maka timbul arus listrik yang mengalir melalui beban. Proses sel surya ketika dikenai cahaya matahari dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. Studi literatur Penentuan substrat PCB dan bahan semikonduktor yang disisipkan pada substrat Pembuatan desain antena Fabrikasi antena Pengukuran karakterisasi antena Analisa data hasil pengukuran Gambar 3. Proses sel surya ketika terkena sinar matahari [24] Analisa error data F. Fenomena yang Ditimbulkan oleh Penambahan Sel Surya Saat Disinari Sumber Cahaya pada Antena Sel surya merupakan device semikonduktor yang ketika disinari dengan laser yang energinya lebih besar daripada energi gap pita dari semikonduktor, cahaya dari sumber cahaya tersebut diserap dan membentuk pasangan elektron dan hole. Selain diserap ada sebagian cahaya yang dipantulkan. Pasangan elektron hole yang terbentuk bergerak berturut-turut ke arah lapisan n dan p sehingga menyebabkan timbulnya arus listrik dan beda potensial. Perpindahan pasangan elektron dan hole pada bahan solar cell juga dapat memodifikasi konduktivitas dan karakteristik dielektrik bahan semikonduktor [7]. Perubahan dari konstanta dielektrik tersebut dapat dianalisis menggunakan persamaan (10) berikut [6]. Perubahan konstanta dielektrik bahan semikonduktor pada microstrip line akibat penyinaran oleh sumber cahaya tersebut akan berpengaruh juga pada perubahan frekuensi kerja microstrip line. εr = εL + Selesai Gambar 4. Diagram alir penelitian A. Ukuran dan desain antena Ukuran dan desain antena dihitung menggunakan "persamaan (1)-(6)". Antena diletakkan di atas solar cell berukuran 5,5 cm x 2 cm dan substrat PCB fiber dengan konstanta dielektrik 4,8. Ukuran dan desain antena dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. 1,5 mm 30mm 4mm 18 mm 2 mm 2 mm Gambar 5. Ukuran antena ne 2 w⎞ ⎛ m *ε 0 ⎜ − w 2 + j ⎟ τ⎠ ⎝ (10) dengan εr = εL = n = m* = w = τ = e = Konstanta dielektrik yang berubah Konstanta dielektrik bahan semikonduktor Konsentrasi elektron atau hole (1015 cm-3) Massa efektif muatan (kg) Frekuensi kerja (Hz) Waktu tumbukan Muatan elektron (1,602 x 10-19 C) Gambar 6. Desain antena B. Set up eksperimen Pengukuran parameter antena yaitu VSWR dan return loss menggunakan Network Analyzer N9912A yang bekerja pada range frekuensi 1-6 GHz. Set up eksperimen dapat dilihat pada Gambar 7. Solar cell sebagai saklar optik disinari laser dioda dengan panjang gelombang 630 nm dan daya 1mW. III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Langkah-langkah dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 102 laaser, maka tiimbul elekttron dan hole. Elektron-ellektron dan hole-hole yaang timbul di d sekitar pnn ju unction bergerrak berturut-tuurut ke arah lapisan l n dann kee arah lapisann p. Sehingga ppada saat elek ktron-elektronn daan hole-hole itu melintasi pn junction, timbul bedaa po otensial pada kedua ujung sel surya dan photocurrentt (aarus yang dihaasilkan oleh ccahaya). Aruss yang timbull paada solar celll mengindikaasikan solar cell menjadii beersifat kondduktor yangg sebelumn nya bersifatt seemikonduktor. Keadaan inni menyebab bkan panjangg lisstrik antena dipole lebih panjang darii sebelumnyaa yaaitu pada saatt saklar optikk off (saat solar cell tidakk diisinari laser). Pada saat solar s cell tiddak disinari laser l panjangg lisstrik antena sebanding s denngan panjang g fisik antenaa seesuai dengan Gambar 5. B Berdasarkan ukuran u antenaa paada Gambar 5 dapat diliihat panjang fisik antenaa deengan masingg-masing panjang lengan dipole 30 mm.. Ketika K solar ceell disinari lasser, solar cell yang terletakk dii antara lengaan dipole sebeelah kanan deengan sebelahh kiiri bersifat koonduktor sehinngga solar ceell ini sebagaii jeembatan pengghubung antaara lengan diipole sebelahh kaanan dengan sebelah kirri. Hal ini menyebabkan m n paanjang listrik antena bertam mbah 1,5 mm m dari panjangg seebelumnya. Oleh O karena panjang dim mensi antenaa mengalami m perubahan yaaitu bertamb bah panjangg menyebabkan m panjang ggelombang antena a jugaa beertambah pannjang, sehinggga frekuensii kerja akann seemakin berkurrang sesuai ddengan persam maan c = λ f.. Dapat D dilihat paada Gambar 8 dan 9 ketika tidak disinarii laaser frekuensi kerja antena. LASER Network Ana alyzer Gambarr 7. Set-up penngukuran anteena dengan Neetwork Analyzer IV. HASIL DAN PEM MBAHASAN N Setelahh dilakukann pengukurran mengguunakan Network Analyzer, diiperoleh dataa hubungan antara frekuensii dengan VSW WR pada Gam mbar 8. Dapat dilihat d dari grafi fik Gambar 8 bahwa pada kondisi laserr laser off antenna bekerja padda frekuensi 1968 MHz dengan d VSWR 1,13 , return looss -24 dB (G Grafik warna merah m muda) dan d pada konndisi on anttena bekerja pada frekuensii 1966 MHz dengan d VSWR R 1,125, returrn loss -25 dB (G Grafik warna biru). b Gambarr 8. Hubungann antara frekueensi dengan VSWR V V. V KESIMPUL LAN Berdasarkann analisis dann karakterisasii antena yangg teelah didesainn dan difaabrikasi dapaat diperolehh keesimpulan a. Saklar optikk solar cell ppada antena yang disinarii oleh laser menyebabkan m n antena dapaat mengalamii pergeseran frekuensi f kerjaa sebesar 2 MHz M . b.. Pada kondissi laser off (ttidak disinari laser) antenaa bekerja padda frekuensi 11968 MHz deengan VSWR R 1,13, returnn loss -24 dB. Sedangkan pada kondisii laser on (disinari ( laseer) antena bekerja b padaa frekuensi 19966 MHz denngan VSWR 1,125, returnn loss -25 dB. Gambarr 9. Hubungann antara frekuuensi dengan return r loss Nilai VSWR antenna yang telahh difabrikasi telah memenuhhi kriteria nilaai VSWR yaiitu antara 1 sampai dengan 2. Begitu juga dengan data return r loss terrhadap frekuensii memiliki kecenderungan k n pola yang sama dengan hubungan h VS SWR terhadaap frekuensi. Nilai return losss juga sudahh memenuhi kriteria k karenaa suatu antena diikatakan bekerrja baik jika RL R ≤ -9,54 dB B [22]. Secara fissis dapat diarttikan bahwa pada p frekuensii 1966 MHz dann 1968 MHz sinyal s yang diiterima antenaa lebih banyak ditransmisikaan ke freee space darripada dipantulkkan kembali kee sumber sinyyal. Pada saat s saklar opptik yaitu solaar cell disinarii laser frekuensii antena menggalami pergeseeran dari 19688 MHz ke 1966 MHz. Frekuuensi antena bergeser b sebeesar 2 MHz. Haal ini terjadi karena saat solar cell diisinari Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 PU USTAKA [1 1] D. Atika, Komodifikasii Twitter, 2012 2. Website: http://mhhs.blog.ui.ac.iid/dennie.atikaa/, diakses tanggal 1 Mei 2012. [2 2] R. Wahyyudi dan T. W Wahono, Naik 13 1 Juta, Penggunna Internet Inddonesia 55 Juta Orang, 2011. Website: W http://tekkno.kompas.coom/read/2011/10/28/165344 635/Naikk.13.Juta..Penngguna.Interneet.Indonesia.5 5.Juta.Orrang, diakses tanggal 1 Meii 2012. [3 3] C. A. Baalanis, Antennna Theory and d Design, 2ndd edition, John J Wiley & Sons, 1997. 103 [4] H. Elsadek, Microstrip Antennas for Mobile Wireless Communication Systems, Mobile and Wireless Communications Network Layer and Circuit Level Design, 2005 [5] M. Alaydrus, Antena Prinsip & Aplikasi, Graha Ilmu, 2011. [6] Y. Tawk, A.R. Albrecht, S. Hemmady, G. Balakrishnan, and C.G. Christodoulou, Optically pumped reconfigurable Antenna Systems, Antennas and Propagation Society International Symposium (APSURSI) IEEE, 2010, pp.1-4 [7] X. Wang, K. Kim, Y. Kim, Variation of Transient-Response in Open-ended Microstrip Lines with optically-controlled Microwave Pulses, Transactions on Electrical and Electronic materials, vol.10, no 2, 2009 [8] C.J. Panagamuwa, A. Chauraya, and J.C. Vardaxoglou, Frequency and Beam Reconfigurable Antenna Using Photoconducting Switches, IEEE Transactions on Antennas and Propagation, vol. 54, no.2, 2006 [9] R.N. Lavallee and B.A. Lail, Opticallycontrolled Reconfigurable Microstrip Patch Antenna, Antennas and Propagation Society International Symposium, 2008. AP-S 2008. IEEE, 2008, pp.1-4 [10] B.J. Hughes, I.C. Sage, G.J. Ball, Optically Controlled Metamorphic Antenna, 5th EMRS DTC Technical Conference, 2008 [11] D. Liu, D. Charette, M. Bergeron, H. Karwacki, S. Adams, F. Kustas, and K. Farley, A 1-18 GHz Photonically-Reconfigurable Phased_Array Antenna, IEEE Aerospace Conference, 1998, vol.3, pp.483-490 [12] M.R. Chaharmir, J. Shaker, M. Cuhaci, A.R. Sebak, Novel Photonically-Controlled Reflectarray Antenna, IEEE Transactions on Antennas and Propagation, vol. 54, no.4, 2006, pp. 1134-1141. [13] R.L. Haupt and J.R. Flemish, Reconfigurable and Adaptive Antennas Using Materials with Variable Conductivity, Second NASA/ESA Conference on Adaptive Hardware and Systems (AHS), 2007 [14] A.S. Daryoush, K. Bontzos, and P.R. Herczfeld, Optically Tuned Patch Antenna For Phased Array Applications, IEEE AP-S International Symposium Digest, 1986, pp. 361-364 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 [15] Y. Sung, A Switchable Microstrip Patch Antenna for Dual frequency Operation, ETRY journal, 2008, vol.30, no.4, pp. 603-605 [16] R. P. Tuffin, I.C. Sage, B.J. Hughes, and G.J. Ball, Electronically Controlled Metamorphic Antenna, 4th EMRS DTC Technical Conference, 2007 [17] A. Uboyo, dan Y.H. Pramono, Desain dan Fabrikasi Antena Mikrostrip loop dengan Feed Line Mikrostrip Feed Line Dua Lapis Substrat untuk Komunikasi C-Band, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 2009, vol.5, no.2. [18] R. Garg, P. Bhartia, I. Bahl, A. Ittipiboon, Microstrip Antenna Design Handbook, Artech House, 2001 [19] K. C. Gupta, R. Garg, I. Bahl, P. Bhartia, Microstrip Lines and Slotlines, Artech House, 1996 [20] E.R. Kusumawati, Antena Mikrostrip Panel Berisi 5 Larik Dipole dengan Feedline Koaksial Waveguide untuk Komunikasi 2,4 GHz, Magister Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2011. [21] T. Edwards, Foundations For Microstrip Circuit Design, 2nd edition, John Wiley & Sons, Inc., 1995 [22] E. Hund, Microwave Communications. Component and Circuits, McGraw-Hill, 1989 [23] K. Chang, RF and Microwave Wireless Systems, John Wiley & Sons, Inc., 2000 [24] R. A. Wibowo, Sel Surya-Teknologi Pemanfaatan Energi Terbarukan, 2008.Website: http://energisurya.wordpress.com/2008/07/10/m elihatdiakses prinsip-kerja-sel-surya-lebih-dekat/, tanggal 7 Januari 2012. 104 PENGEMBANGAN EKSPERIMEN PENENTUAN PERMEABILITAS MAGNET MELALUI PERCOBAAN INDUKSI MAGNET PADA BEBERAPA BATANG FEROMAGNET Dwi Wahyu Bhaktiningrum dan Moh. Toifur ProgramStudi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Intisari – Dalam mempelajari pokok bahasan magnet konsep permeabilitas magnet µ belum banyak dibahas secara khusus. Permeabilitas magnet yang sering dibahas adalah permeabilitas hampa udara µ 0 yang nilainya 4π × 10 −7 T.m/A. Nilai permeabilitas benda-benda µ , ternyata tidak sama dengan permeabilitas hampa. Oleh karena itu, diperlukan eksperimen dalam mempelajari magnet ini untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang konsep-konsep yang terkandung di dalamnya. Alat eksperimen terdiri dari probe ware berupa software Logger Pro, solenoida, power supply dan tiga jenis bahan feromagnetik yaitu besi baja, besi lunak dan besi putih dengan diameter dan panjang yang sama. Penentuan permeabilitas bahan dilakukan dengan menempatkan bahan pada solenoida memvariasi arus listrik (i ) yang mengalir pada solenoida dan mencatat medan induksi yang ditimbulkan ( B ) . Selanjutnya dari set data i terhadap B ini dilakukan regresi linier. Permeabilitas bahan ditentukan dari slope grafik. Nilai permeabilitas untuk ruang hampa berdasarkan hasil eksperimen adalah µ0 = (4π ± 0,34) ×10−7 T.m/A. Sedangkan untuk masing-masing bahan yang diteliti yaitu besi baja µ = (8,24 ± 0,08×)10 −6 T.m/A, besi lunak µ = (1,75 ± 0,008) × 10 −5 T.m/A dan besi putih µ = (1,85 ± 0,002 ) × 10 −5 T.m/A. Dengan eksperimen ini pemahaman konsep permeabilitas menjadi semakin nyata. Kata kunci: Permeabilitas magnet, regresi linear, feromagnetik. Abstract – In magnet world learning, the discussion of µ magnetic permeability concept has not yet been addressed specifically. The magnetic permeability often discussed is the µ0 vacuum permeability whose value is 4π × 10 −7 Tm/A. In fact, the permeability value of µ objects is not the same as the vacuum permeability. Therefore, it is necessary to conduct experiments on this in order to obtain an adequate understanding about its concepts. The experimental devices include Logger Pro devices, solenoids, computer, power supply and three types of ferromagnetic materials i.e. steel, soft iron and white metal which are precisely similar in both diameter and length. The deciding of the material permeability is done by placing the materials on the solenoid varying electric current (i) which flows in the solenoid and records the induction field produced (B). Then, based on the data set of I towards B, it’s done a linear regression. The material permeability is determined from the slope of the graph. Based on the experiment, the permeability value of vacuum results µ0 = (4π ± 0,34) ×10−7 Tm/A. Whereas, for each experimented material it shows that the steel is µ = (8,24 ± 0,08×)10 −6 Tm/A, the soft iron is µ = (1,75 ± 0,008) × 10 −5 Tm/A, and the white metal is µ = (1,85 ± 0,002 ) × 10 −5 Tm/A. Based on the experiment, it’s obvious that permeability concept seems more and more tangible. Key words: magnet permeability, linear regression, ferromagnetic Nilai permeabilitas benda-benda µ , ternyata tidak sama dengan permeabilitas hampa. Permeabilitas magnet adalah angka yang menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan untuk dijadikan magnet. Jika solinoida dialiri arus maka udara yang berada di dalam solinoida bertindak sebagai bahan yang dimagnetisasi. Karakteristik magnetik dari udara adalah µ 0 . Jika I. PENDAHULUAN Permeabilitas magnet µ adalah angka yang menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan untuk dijadikan magnet. Konsep permeabilitas µ masih sangat abstrak dipelajari. Banyak buku fisika yang belum membahas secara khusus tentang permeabilitas µ . Biasanya permeabilitas hampa µ 0 langsung menempel pada rumus yang nilainya 4π × 10 −7 T.m/A. Sehingga banyak kalangan yang mempelajari tentang magnet sulit untuk memahami materi permeabilitas. Magnet sebagai salah satu materi Fisika memerlukan eksperimen dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang konsep-konsep yang terkandung di dalamnya. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 dalam solenoida diisi bahan lain seperti besi, baja dan lain-lain karakteristik magnetik dari bahan tersebut adalah µ . Keabstrakan konsep permeabilitas mulai saat ini sudah harus dikikis karena dengan percobaan sederhana yang dilengkapi alat ukur yang dibutuhkan sudah dapat memberikan gambaran yang jelas tentang permeabilitas ini. 105 mengumpul pada ujung yang lain. Garis-garis medan magnet seperti ini identik dengan garis-garis medan magnet pada magnet batang [4]. Untuk menentukan besarnya induksi magnetik di pusat kumparan solenoida yang panjangnya l dan jumlah lilitan N adalah[2] µ N B = 0 i (1) l Sedangkan besar induksi magnetik di ujung solenoida adalah µ N B = 0 i (2) 2l Dari persamaan (2) nilai permeabilitas ruang hampa dapat ditentukan dengan persamaan Bl (3) µ0 = 2 iN µN Dengan memisalkan B = y dan i = x , maka =a 2l maka diperoleh persamaan y = ax + b , sehingga al (4) µ=2 N Jika nilai permeabilitas magnet solenoida kosong µ 0 tidak sesuai dengan nilai µ 0 pada teori II. LANDASAN TEORI Bahan feromagnetik dapat digolongkan menjadi dua yaitu[5]: 1. Bahan feromagnetik keras, misalnya baja dan alcomax (logam paduan besi) sangat sukar dijadikan magnet, tetapi setelah menjadi magnet bahan-bahan feromagnet keras mampu menyimpan sifat magnetik dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, bahan-bahan feromagnetik keras umumnya digunakan untuk membuat magnet permanen. 2. Bahan feromagnetik lunak, misalnya besi dan mumental logam paduan nikel). Lebih mudah dijadikan magnet tapi sifat magnetiknya pun mudah hilang (hanya bertahan sementara waktu). Bahan feromagnetik lunak umumnya digunakan untuk membuat elektromagnetik (magnet listrik) karena bahan-bahan ini hanya bersifat magnet selama arus listrik melalui kawat yang dililitkan pada bahan. Begitu arus listrik diputus, sifat magnetik bahan ini hilang. Bahan feromagnetik baja pada dasarnya mempunyai komposisi besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1,67%. Bila kadar unsur karbon lebih dari 1,67% maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor. Makin tinggi kadar karbon dalam baja akan mengakibatkan baja tersebut sukar dilas, keliatan berkurang dan kuat leleh serta kuat tariknya akan naik[6]. Bahan feromagnetik ini kaya akan kandungan momen-momen dipol magnet. Momen dipol magnet berasal dari gerak orbit dan gerak spin elektronelektron yang tidak berpasangan (elektron bebas, free electrons) pada bahan. Jika bahan feromagnet dipaparkan dibawah pengaruh medan magnet luar, maka momen-monen dipol magnet tersebut cenderung mensearahkan diri dengan arah medan magnet luar[1]. Solenoida adalah kumparan kawat dengan panjang lebih daripada diameter lilitannya. Bila solenoide dialirkan arus listrik, di dalam selenoide terjadi medan magnet. Medan magnetik solenoida pada dasarnya adalah medan magnetik pada sederetan simpal arus identik yang ditempatkan berdampingan. maka perlu adanya nilai konversi κ . Dimana konversi ini dijadikan nilai pengali pada perhitungan nilai permeabilitas magnet bahan diperoleh saat penelitian untuk mendapatkan permeabilitas bahan yang lebih tepat. κ= µ 0 percobaan (5) Nilai ralat dapat diperoleh dari slop grafik antara arus terhadap medan magnet B dengan x = i dan y = B akan diperoleh persamaan yˆ i = axi + b dengan persamaan: a= N ∑ ( x i y i ) − Σ x i ∑ y i (6) 2 2 N ∑ x i (∑ x i ) Hasil dari persamaan di atas dapat digunakan untuk menentikan pasangan titik-titik ( x i y i ) yang akan memberi garis lurus pendekatan terbaik. Ketidakpastian ŷ , a dan b didapat dengan persamaan: ∑( y − yˆ i ) 2 (7) N −2 Ketidakpastian ini disebut standard error of estimation atau taksiran terbaik simpangan baku (ralat baku estimasi), sehingga[2]: N (8) S a = S yˆ 2 2 N ∑ xi − (∑ xi ) S yˆ = Gambar 1. Garis-garis medan magnet dari suatu solenoida Gambar menunjukkan garis-garis medan magnet untuk solenoida panjang yang digulung rapat. Di dalam solenoida, garis-garis medan ini hampir sejajar dengan sumbunya dan berjarak rapat dan seragam, menandakan adanya medan magnetik yang kuat. Di luar solenoida, garis-garis medannya kurang rapat. Garis-garis ini memancarkan dari satu ujung dan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 µ 0teori nilai hasil yang nilai i Pada perhitungan penentuan permeabilitas dilakukan berulang-ulang maka ralat menggunakan rumus perambatan. Sehingga nilai ralatnya dapat diperoleh dengan persamaan 9. 106 2 2 ⎛ ∂µ ⎞ ⎛ ∂µ ⎞ 2 2 Sµ = ⎜ ⎟ (S a ) + ⎜ ⎟ (S l ) ∂ a ∂ l ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ (9) TODE PENELITIAN III. MET alat terdirii dari bebberapa R Rancangan instrumenn antara lain, sumber teganngan DC (Helles cr52 Class 2,5), solenoidda dengan paanjang 0,055 m dan jumlah lilitan sebanyyak 119, softtwere Loggerr Pro, sensor medan m magnett, sensor arus, sensor teggangan serta janngka sorong. Bahan yangg digunakan pada penelitiann ini adalah besi baja, beesi lunak dann besi putih denngan masing-masing panjjang 4,51 cm m dan diameter 0,48 cm. Gambarr 4. tampilan ssoftware Logg ger Pro Penenntuan permeeabilitas bahaan dilakukann m padaa deengan memvaariasi arus listtrik (i) yang mengalir so olenoida dann mencatat medan in nduksi yangg diitimbulkan (B B), selanjutnyaa dari set dataa i terhadap B in ni dilakukan regresi linier. Permeab bilitas bahann diitentukan darii slope grafik. Variable yan ng digunakann meliputi m indukksi medan maagnet (B) seb bagai variabell teerikat dan aruss listrik (i) sebbagai variabel bebas. Besi Lunakk Beesi Baja Besi Putiih Gambar 2.. Bahan Ferom magnetik P Pada peneliitian penentuuan permeaabilitas bahan ferromagnet ini diteliti ada 3 jenis batangg besi dengan kadar k besi yaang berbeda untuk menggetahui perbedaann nilai permeaabilitasnya. (f) (d) ( (c) (b) (g) (a) V. HASIL DA AN PEMBAH HASAN IV Dari penelitian diiperoleh data yang dapatt diibuat grafik hubungan h anttara arus listriik (i) dengann medan m magnett (B). Hasil yang dipero oleh menurutt peerhitungan persamaan garis lineaar yangg menggunakan m p program exel. Data hasil h pengukuuran medan magnet padaa so olenoida kosoong dapat dibuuat grafik hub bungan antaraa arrus listrik (I) dengan d medann magnet (B) sebagaimanaa diilihat pada gam mbar 5. (e) Gamb bar 3. Desain alat penelitiann terdiri dari: (a) Power supply s (b) Volltage probe seensor (c) Magnnetik field senssor (d) Solenooida (e) Voltagge probe senssor (f) Interface (g) Noteboook PC A disusun seperti Alat s pada gambar g 3. Kom mputer diatur sam mpai tertamppil program Logger L Pro dengan d tampilan nilai arus listrrik, tegangan dan medan magnet. m Sumber tegangan t dihiddupkan. Untuuk mengukur medan m magnet pada p batang besi b tekan colllect pada proogram Logger Pro P dan putar pengatur p arus listrik pada suumber tegangan. Variasi aruus listrik muulai dari 0 am mpere sampai grafik posisi g pada Logger L Pro menunjukkan m konstan. Tekan stoop pada Loogger Pro untuk menghenntikan pengukuuran medan magnet. m Data seperti s yang terttampil pada gambar g 4 selaanjutnya diannalisis. Penelitiann tersebut dilaakukan pada semua jenis batang b besi yangg digunakan. Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 Gambar G 5 Graafik hubungann antara arus dengan d medan m magnet pada rruang hampa Berdasarkan pencoocokkan data I terhadap B seecara linier dipperoleh persam maan y = 0,00011 x + 0,000002 (10) deengan nilai R 2 = 0,991 . D Dari slope grrafik tersebutt daapat ditentukkan nilai perrmeabilitas magnet m ruangg haampa menggikuti ppersamaan (4) ( sebesarr µ = 9,2437 × 10 −9 T.m/A. Karena K nilai hasil h penelitiaan ini tidak sesuai s dengann niilai teori makaa dicari nilai kkonversi atau permeabilitass reelatifnya (κ ) dengan mennggunakan peersamaan (5)) 107 mengikuti m perssamaan (9). Maka nilai permeabilitass besii magnet m pada baja diperolehh −5 m/A. µ = (1,75 ± 0,008) × 10 T.m Data hasil h pengukuuran medan magnet padaa beesi baja dapaat dibuat graafik hubungan n antara aruss lisstrik (I) dan medan m magneet (B) sebagaaimana dilihatt paada gambar 8.. sehingga diperoleh nilai κ = 13,587636 . Nilai permeabiilitas relatif tersebut selaanjutnya dijaadikan pengali untuk u nilai peermeabilitas magnet m bahann yang diteliti. Nilai N ralat permeabilitas magnet menngikuti persamaaan (9) diperoleh nilai akhir a permeaabilitas magnet ruuang hampa µ 0 = ( 4π ± 3,4) × 10 −7 T.m/A A. D Data hasil peengukuran medan m magnett pada besi baja dibuat grafikk hubungan anntara arus listtrik (I) dan medaan magnet (B)) sebagaimanaa dapat dilihat pada gambar 6. 6 Gambar 8. Grafik hubbungan antara arus dengan m medan magneet pada besi pu utih Berdasarkan pencoocokkan data I terhadap B seecara linier dipperoleh persam maan 3) y = 0,00255 x + 0,0008 (13 Gamb bar 6 Grafik hubungan anttara arus denggan medan maagnet pada besi baja deengan nilai R 2 = 0,9841 . Dari slope grrafik tersebutt daapat ditentukkan nilai perrmeabilitas magnet m ruangg haampa mengiikuti persaamaan (4) dan d ralatnyaa mengikuti m perssamaan (9). Maka nilai permeabilitass besii magnet m pada baja diperolehh m/A. µ = (1,854 ± 0,002) × 10 −5 T.m Berdasarkan pencocokkan data I terhaddap B B secara linnier diperoleh persamaan y = 0,0008 x + 0,00001 (11) dengan nilai n R 2 = 0,9997 . Dari sllope grafik tersebut dapat dittentukan nilaai permeabiliitas magnet ruang hampa mengikuti m persamaan (4) dan raalatnya mengikutti persamaan (9). Maka nilai permeaabilitas besi pada magnet baja seebesar −6 T.m/A. µ = (8,23394 ± 0,08) × 10 1 D Data hasil peengukuran medan m magnett pada besi bajaa dapat dibuaat grafik hubbungan antaraa arus listrik (I)) dan medan magnet (B) sebagaimana dapat dilihat paada gambar 7. No. N Tabeel 1. Nilai Perm meabilitas Bahan Jenis Perm meabilitas Bahaan Bahan (T.m//A) Feromaggnetik 1 Besi baja µ = (8,24 × 10−6 ± 0,08 × 10−6 ) 2 Besi lunnak µ = (1,75 × 10 −5 ± 0,008 × 10 −5 ) 3 Besi puttih µ = (1,85 × 10 −5 ± 0,002 × 10 −5 ) Dari taabel 1 dapat ddiketahui bahw wa dari ketigaa baahan feromaagnetik yangg digunakan besi putihh memiliki m nilai permeabilitass magnet palin ng besar. Hall in ni disebabkan besi putih m memiliki kand dungan unsurr kaarbon (C) paliing sedikit dibbanding kedu ua bahan yangg laain. Besi ini sangat cocokk digunakan untuk bahann ellektromagnetikk. Gambarr 7 Grafik hubungan antara arus dengan medan m magneet pada besi lunnak V. V KESIMPUL LAN 1.. Dari hasil penelitian penentuan permeabilitass magnet bahhan feromagnnetik dapat dik ketahui bahwaa alat dapat bekerja b dengaan cukup baik k. Hal tersebutt ditunjukkaan dengan alat yang dapat digunakann untuk mennentukan nilai permeabilitass magnet padaa bahan feromagnetik. 2.. Permeabiliitas magnet unntuk solenoidaa kosong atauu permeabiliitas udara adalahh pencocokkan data I terhaddap B B Berdasarkan secara linnier diperoleh persamaan y = 0,0017 x + 0,00001 (12) dengan nilai n . Dari sloope grafik tersebut R 2 = 0,9991 9 dapat dittentukan nilaai permeabiliitas magnet ruang hampa mengikuti m persamaan (4) dan raalatnya Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 108 Sedangkan µ 0 = ( 4π × 10 −7 ± 0,34 × 10 −7 ) T.m/A. untuk masing-masing bahan yang diteliti yaitu besi baja µ = (8,24 × 10 −6 ± 0,08 × 10 −6 ) T.m/A, besi lunak µ = (1,75 × 10 −5 ± 0,008 × 10 −5 ) T.m/A dan besi putih µ = (1,85 × 10 −5 ± 0,002 × 10 −5 ) T.m/A. PUSTAKA Buku: [8] Haliday dan Resnick. 1978. .Physics 3rd Edition. Jakarta: Erlangga. [9] Ishafit. 2004. Teori Pengukuran dan Eksperimen Fisika. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. [10] Kanginan, Martin dkk. 1993. Buku Pelajaran Fisika SMA Edisi kedua Jilid 3A Semester 5. Jakarta: Erlangga [11] Tippler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains Dan Teknik (Jilid 2). Jakarta: Erlangga. [12] Wariyono, Sukis dan Muharom, Yani.2008. Mari Belajar Ilmu Alam Sekitar. Jakarta: CV Usaha Makmur. Internet: [13] B. Setyahadi, Baja, Besi dan Stainless Steel, 2010. Website: http://benysatyahadi.blogspot.com/2010/10/stainl ess-steel.html, diakses tanggal 18 November 2011 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 109 PENGEMBANGAN DAN FABRIKASI Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) BERBASIS JAHE MERAH DENGAN METODE DEPOSISI SPIN COATING DAN DOCTOR BLADE Nasori,Gatut Y., Endarko dan A. Rubiyanto Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya [email protected] ABSTRAK Telah dibuat Dye Sensitized Solar cells (DSSC) untuk pengembangan solar sel berbasis jahe merah dan nano TiO2(6 – 10 nm). DSSC ini dideposisikan dengan metode spin coating dan doctor bladepada substrat ITO. Karakterisasi absorbansi ekstraksi jahe merah dengan menggunakan UV Vis NIR yang menunjukkan penyerapan terbesar pada panjang gelombang 383 dan 403 nm, serta prosentase transmitansi terkecil pada panjang gelombang 413 nm. Fabrikasi dengan spin coating menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode doctor blade dengan efisiensi 1,7%, fill factor(FF) 0,2 a.u dan rapat daya maksimum 1,87 mW/cm2 yang direndam dalam dye jahe merah selama 1 hari. Sedangkan dengan metode doctor bladediperoleh efisiensi maksimum 0,0009 %, FF 0,2 a.u serta daya maksimum 0,4 mW/cm2 yang direndam dalam dye jahe merah selama 1 hari. Kata Kunci: DSSC, Efisisensi, fill factor, rapat daya maksimum, absorbansi dan transmitansi ABSTRACT DyesensitizedSolarCells (DSSC) has beenfabricated forthe development of solar cell based on redgingerandTiO2nanoparticles (6-10 nm).These DSSC have been depotition with spin coating and doctor blade method. Maximum absorbanceof the red ginger extract was at waveleght 383and403nm, with smallestprosentancetransmittanceat a wavelength of413nm. The result showed that the spin coating methode more better than the doctor blade methode, with the result efficiency1.7% , Fill Factor (FF)0.2auandthemaximum power density is1.87mW/cm2for one day submersion on the dye of the red ginger. Mean whilemaximumefficiency 0.0009%, FF0.2auanda maximum power density of0.4mW/cm2,where achieved with doctor blade methode for one day submersion on the dye of the red ginger. Key Word: DSSC, Eficiency, fill factor, Maximum power density, absorbance dan transmitance sel berbasis biomas sangat penting untuk dilakukan. Mengingatteknikfabrikasi, pengukuran, dan teknikpackaging, maka diperlukan beberapa perlakukan tertentu dari alat konversional sampai teknologi tingi dalam rangka meningkatkan efisiensi solar sel berbasis biomas. I. Pendahuluan Solar sel berbahan kristal tunggal dan polikristal telah banyak difabrikasi dengan efisiensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi nilai ekonomisnya belum bisa memberikan kontribusi yang ditandai oleh masih tingginya harga yang ditawarkan dari solar sel dari bahan-bahan tersebut. Maka sejak tahun 1991, dengan semangat terbarukan telah dilakukan penelitian (Graetzel, 1991), fabrikasi dan pengujian yang dilakukan pada bahan solar sel berbasis alam yang biasa disebut sebagai Dye Sentized Solar Cell (DSSC). Banyak penelitian terkait telah dilakukan dalam rangka penentuan bahan organik (Imenes,dkk, 2005), model fabrikasi yang tepat untuk mendapatakan nilai efisiensi maksimal (Laura Tobin, dkk 2010), Improvement bahan dan sintesis (Yuang, dkk, 2010), sampai penentuan detail setiap lapisan solar sel berbasis nanobiomas (Himendra, 2011). Dengan bahan dasar dyeyang melimpah dan proses fabrikasi yang mudah, diharapkan suatu saat nanti DSSC ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masalah energi dimasa mendatang. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa penelitian tentang pengembangan solar Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. Tinjauan Pustaka DSSC telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. Efisiensi konversi sistem sel surya jenis ini telah mencapai 10–11% (Hasib A., 2011). Salah satu keuntungan sistem sel surya Gratzel adalah proses fabrikasinya yang sederhana dan biaya fabrikasi yang relatif murah jika dibandingkan dengan pembuatan sel surya konvensional. Selanjutnya sel surya Gratzel disebut DSSC (O’regan dan Gratzel, 1991). Komponen DSSC ini terdiri atas elektroda kerja, elektroda pembanding dan elektrolit. Pada Elektroda kerja terdapat ITO (Indium-doped Tin Oxide) sebagai substrat, TiO2 (Titanium Dioxide) sebagai kolektor elektron, dye sebagai penyerap cahaya dan donor elektron. Elektroda pembanding berupa kaca ITOyang dilapisi dengan karbon sebagai katalis. Dan elektrolit yang digunakan sebagai media 110 substrat ITO dilakukan dengan metose spin coating dan doctor blade. Secara umum langkah kerjanya didahului dengan pemilihan dan mencampurkan serta sintesis bahan TiO2 nanopartikel. Pembuatan elektroda kerja, yaitu dengan menggunakan kaca ITO sebagai substrat yang sudah dideposisi dengan pasta TiO2 dengan menggunakan metode spin coating dan doctor blade. Pembuatan elektroda pembanding, yaitu dengan menggunakan kaca ITOyang sudah dideposisi dengan karbon. Karakterisasi DSSC dilakukan dimulai dengan pengujian TiO2 dengan menggunakan XRD dilanjutkan dengan analisis data quantitatif XRD dengan menggunakan sofware Retica 2007 untuk mengetahui kecocokan TiO2 yang telah dibuat dengan standar hasil yang telah teruji. Kemampuan absorbansi dan transmitansi dye jahe merah dikur dengan menggunakan spektofotometer UV Vis NIR 2000. Serta dilakukan pengukuran tegangan dan arus yang dihasilkan oleh DSSC dengan menggunakan multimeter digital dengan rangakain panjar maju seperti Gambar 1. transfer elektron Iodine solution (Smestad dan Graetzel, 1998). Struktur DSSC ini berbentuk lapisan – lapisan yang disusun seperti bentuk sandwich. material Material TiO2 adalah semikonduktor yang memiliki energi gap sebesar 3,2 eV dan menyerap sinar pada daerah ultraviolet (O’regan dan Gratzel, 1991). Material ini memiliki kemampuan yang baik dalam fotokimia dan fotoelektrokimia, selainitu material TiO2 tidak beracun. TiO2 yang digunakan untuk aplikasi DSSC ini adalah TiO2 kemapuan fotoaktif yang tinggi. Partikel dari TiO2 umumnya berukuran mikro atau nano. Dengan struktur ukuran yang lebih kecil, yaitu nanopori, akan menaikkan kinerja system karena struktu rnanoporiini mempunyai karakteristik luas permukaan yang besar sehingga akan meningkatkan jumlah dye yang menempel pada molekul TiO2 yang implikasinya jumlah cahaya yang diserap dan meningkatkan produksi fotoelektron (Zhang dan Banfield, 2000). Proses fotosintesis pada tumbuhan telah membuktikan adanya senyawa pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai dye. Zat-zat tersebut ditemukan pada daun, bunga atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan xantofil. Dye pada DSSC juga berperan sebagai lapisan penyerap elektron dari foton cahaya dan akan tereksitasi menjadi eksiton. Dalam proses penyinaran, pewarna akan bertugas meginjeksi elektron ke pita konduksi dari semikonduktor.Dengan kata lain, dyeberperan sebagai donor elektron yang dibangkitkan ketika proses menyerap cahaya. Ektrolit pada DSSC berfungsi untuk meregenerasi elektron padadye yang telah mengalami eksitasi dan kehilangan elektron. Dapat dikatakan bahwa elektrolit pada DSSC ini berfungsi sebagai transfer elektron. Elektrolit berfasa cair yang umum digunakan adalah berbasis pelarut, yaitu cairan yang dapat melarut dalam lapisan. Hal ini terdapat kekurangan karena elektrolit jenis ini tidak stabil dalam jangka panjang. Ketidakstabilan ini disebabkan karena jenis pelarut yang digunakan biasanya adalah pelarut organik dan digabungkan dengan proses penyinaran yang menimbulkan panas. Maka akan terjadi kehilangan elektrolit yang berarti bahwa dye tidak dapat teregenerasi, dan proses pengubahan energi matahari menjadi listrik dapat terhenti (Smetstad dan Graetzel, 1998). Katalis yang umumnya digunakan pada DSSC ini adalah katalis berupa karbon. Digunakan karbon sebagai kalatalis karena karbon memiliki ikatan yang kuat dan berfungsi untuk mempercepat reaksi. Reaksi tersebut berupa reaksi reduksi – oksidasi pada elektron yang keluar dari karbon dengan iodida pada elektrolit. Gambar 1 Rangkaian panjar maju pengukuran tegangan dan arus pada DSSC IV. Hasil dan Pembahasan Hasil Uji Difraktometer Sinar-X (XRD) Terhadap Serbuk TiO2 Pengujian dengan difraktometer sinar-X dilakukan untuk mengetahui struktur kristal serbuk TiO2 pada fasa anatase. Informasi yang diperoleh dari pengujian menggunakan metode ini adalah intensitas dalam satuan cacah per detik pada sumbu vertikal dan sudut hamburan 2θ yang di set dari sudut 0o sampai 60opada sumbu horisontal. Kemudian data quantitatif yang diperoleh dilakukanrefine data yang diperoleh dengan standar refine TiO2 yang sudah terstandarisasi seperti ditunukan pada gambar 2. III. Metodelogi Tahap persiapan dan desain pembuatan DSSCmenggunakan ekstraksi jahe merah sebagai absorber dengan variasi deposisi lapisan TiO2 pada Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 111 Gambar G 3 (a) Abasorbansi , (b) Transmittansi Ekstrasi Jahhe merah padaa daerah UV Vis V Dari Gambar 3, abbsorbansi dan n transmitansii dye d jahe merrah diukur ppada panjang g gelombangg ultraviolet u (UV V) sampai caahaya tampak k. Didapatkann daya d absorbannsi maksimall diperoleh pada p panjangg gelombang g 3883 nm dan4033 nm, yaitu sebesar s 16,366 a.u. a hal ini cuukup besar dibbandingkan dari d penelitiann teerdahulu yangg hanya berkissar 1-3 a.u. Sedanngkan transmitansi dari dyye jahe merahh in ni, maksimal pada rentang panjang gelo ombang ± 4000 nm n akan ditraansmisikan haampir 0% sed dangkan padaa rentang panjanng gelombangg hampir 300 0 nm (daerahh panjang p gelom mbang UV) dan mendeekati panjangg gelombang g innframerah akaan ditransmissikan hampirr 100%. 1 Gambar 2 Hasik penccocokan hasil XRD X TiO2 model m dan bahann dengan mennggunakan sofftware Retica 2007 H Hasil uji jugaa memberikann informasi tenntang jarak antara atom dhkl, yaitu sebesaar 3, 53483A pada sudut ham mburan 2θ adaalah 25.172788o . Dengan annalisa yang sam ma, diperoleh bahwa strukttur kristal TiO O2 ini adalah teetragonal berrsesuaian denngan bidan (112) yang merrupakan bidanng pertumbuhaan TiO2. DSSC D dengan n metode spin n coating Denggan mengunakkan skema pad da Gambar 1,, diberikan d graffik hubungann waktu depo osisi terhadapp teegangan dan arus a yang teruukur seperti gaambar 5. U Dengan Spektofotoometer UV Vis Hasil Uji Terhadap Ekstrak Jaahe Merah U dengan Sppektofotometeer ini dimaksuudkan Uji untuk meengetahui kaddar absorbansii (daya serap) dan transmitaansi ekstrak jaahe merah terrhadap foton yang dipancarkkan dari sinar mattahari dikeetahui kemungkkinan dapat mengeksitasi elektron-eleektron pada TiO O2 maka terjadi aliran listrik. ((a) (a) (b) (b) Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 112 DSSC dengan metode Doctor Blade Hasil dari pengukuran tegangan dan arus terhadap waktu perendaman disajaikan dalam bentuk Gambar 6. Gambar 6. Efisiensi dan FF dengan metode doctor blade Dari ketiga sampel yang di uji arus Jsc realtif sama yaitu 0,24 mA/cm2, begitupun pada tegangan bukanya yang mempunyai nilai yang relatif sama juga yaitu sebesar 0,14 volt. Hasil dari pengukuran ini juga berimbas pada daya maksimum yang dapat diperoleh keduanya berbeda, yang hanya 0,4 mW/cm2. (c) V. Kesimpulan Dari analisa dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahan nano TiO2 dengan ukuran kristal berkisar 6-10 nm telah berhasil difabrikasi, ekstraksi dye jahe merah memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 383 nm dan 403 nm dan transmitansi minimum pada daerah panjang gelombang 413 nm. DSSC metode spin coating 2500 rpm dengan rapat daya maksimal yang diperoleh adalah 1,87 mW/cm2, efisiensi 1,7% yang direndam dalam ekstrak jahe merah selama 1 hari dan dan FF 0,2 a.u. Sedangkan metode doctor blade diperoleh daya maksimal 0,4 mW/cm2, efisiensi 0,0009%, dan FF 0,2 a.u yang direndam dalam ekstrak jahe merah selama 1 hari. (d) VI. Daftar Pustaka [1] Amoa Y., Yamada Y., dan Aoki K. (2003) “ Preparation And Properties Of DyeSensitized Solar Cell Using Chlorophyll Derivative Immobilized Tio2 Film Electrode”. Journal of Photochemistry and Photobiology A : Chemstry 164 hal 47-51. [2] Green,Martin.A. (1982) ”Solar Cells Operating Principles Technology and System Application”.Prentice Hall,Inc; Evylewood Cliffs. [3] Tjia,M.O (2002), “TeknologiFotonikdanOptika Modern”, MakalahPembicaraUtamapada Seminar FisikadanAplikasinya, JurusanFisika FMIPAITS. [4] O’regandanGratzel, M. (1991) “A Low-Cost, High Efficiency Solar Cell Based On DyeSensitized Colloidal Tio2 Films”. Nature Vol. 353. Issue 6346, 737. Gambar 5. Grafik hasil rapat daya variasi metode spin coating2500 rpm waktu deposisi (a) 3 menit, (b) 4 menit, (c) 5 menit, (d) efisiensi dan FF Pengukuran ini juga diperoleh parameterparameter lainya sebagai berikut: tegangan hubung terbuka Voc, berturut turut adalah 0,34 volt, 0,35 volt dan 0,35 volt. Sedangkan rapat arus hubung singkat Jsc dari ketiga sampel adalah 48,89 mA/cm2.memberikan informasi daya maksimum masing-masing DSSC variasi wakti spin coating yang diukur dengan menggunakan persamaan diperoleh masing-masing adalah 1,87 mW/cm2, 1,86 mW/cm2 dan 1,85 mW/cm2. Dengan menggunakan dihitung nilai faktor pengisi (fill factor, FF) berturut-turut adalah 0,11, 0,12 dan 0,11. Sedangkan efisiensi konversi (η) dari ketiga sampel ini diberikan berturut-turut adalah 1,87%, 1,70% dan 1,25%. Pengaruh dari FF yang kecil juga dimungkinkan menjadi penyebab kecilnya efisiensi, karena FF sangat dipengaruhi oleh degradasi fotokatalis DSSC selama pengukuran yang menyebabkan arus listrik terus berkurang dengan bertambahnya waktu pengukuran. Efek degradasi ini, masih menjadi perhatian dalam pembuatan DSSC yang berbasis pata katalis berfasa cair. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 113 PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS SAINS-LINGKUNGAN-TEKNOLOGIMASYARAKAT (SALINGTEMAS) DENGAN TEMA TEKNOLOGI BIOGAS Sugiyanto, Ika Kartika, Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Alamat: Jln. Laksda Adi Sucipto No. 1 Yogyakarta E-mail: [email protected] Intisari - Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul IPA Terpadu berbasis sains-lingkungan-teknologimasyarakat (salingtemas), mengetahui kualitas modul menurut ahli materi, ahli media, dan guru IPA SMP/MTs, serta mengetahui respon siswa terhadap modul IPA Terpadu yang dikembangkan. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research and Development (R & D) model prosedural, yakni model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Prosedur pengembangan mengikuti prosedur Borg dan Gall yang dapat dilakukan dengan lebih sederhana dengan melibatkan 5 langkah utama yaitu: 1) melakukan analisis produk yang akan dikembangkan; 2) mengembangkan produk awal; 3) validasi ahli dan revisi; 4) uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk; 5) uji coba lapangan skala besar dan produk akhir. Hasil penelitian berupa modul IPA Terpadu berbasis salingtemas dengan tema teknologi biogas. Berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, dan guru IPA SMP/MTs modul IPA Terpadu yang dikembangkan memiliki kualitas sangat baik (SB) dengan presentase 87,69% dari skor ideal (ahli materi), 76,78% dari skor ideal (ahli media), dan 77,75% dari skor ideal (guru SMP/MTs). Sedangkan untuk respon siswa pada uji coba lapangan skala kecil dan ujicoba lapangan skala besar mendapatkan respon yang sangat baik (SB) dengan presentase 78,75% dari skor ideal pada uji coba lapangan skala kecil dan 81,17% dari skor ideal pada ujicoba lapangan skala besar. Kata kunci: Modul IPA Terpadu, Salingtemas, Teknologi biogas Abstract - This study aims to develop the module based Integrated science environment technology society (SETS), knowing the quality of modules according to matter experts, media specialists and science teachers SMP / MTs, as well as the response of students to the module. Integrated Science is the study or the development of Research and Development (R & D) procedural models, the model is descriptive, showing the steps to be followed to produce the product. The procedure follows the development of Borg and Gall procedures that can be done more simply by involving five major steps: 1) to analyze the product to be developed; 2) develop the initial product, 3) validation of the expert and revision, 4) small-scale field trials and revision of the product; 5) large-scale field trials and the final product. The results of the module-based Integrated Science (SETS) with the theme of biogas technology. Based on an assessment matter experts, media specialists and science teachers SMP / MTs module Integrated IPA has developed a very good quality with a percentage score of 87.69% of the ideal (matter experts), 76.78% of the ideal score (media expert ), and 77.75% of the ideal score (teacher SMP / MTs). As for the students' responses on a small scale field trials and large-scale field trials get very good response (SB) with a percentage score of 78.75% of the ideal in small-scale field trials and 81.17% of the ideal score on a scale field trials great. Key words: Integrated Science Module, SETS, biogas technology Pembelajaran IPA Terpadu menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang membawa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari akan mampu memberikan ruang bagi siswa untuk memperoleh pengalaman langsung, sehingga akan membuat siswa lebih aktif, lebih mengerti, lebih tertarik , lebih berkesan dan lebih memacu siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Selain itu jenjang pendidikan SMP/MTs yang usia siswanya rata-rata 10-14 tahun lebih cocok menerapkan pembelajaran IPA Terpadu ini. Sebab, banyak ahli yang menyatakan bahwa pembelajaran IPA (fisika, kimia dan biologi) yang disajikan secara terpisah-pisah dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berfikir operasional konkret ke berfikir abstrak. I. PENDAHULUAN Perubahan paradigma pembelajaran yang kini beorientasi pada student center atau siswa sebagai subjek pembelajaran maka diperlukan metode pembelajaran yang lebih bermakna. Pembelajaran sains/IPA tidak seperti pelajaran sejarah yang hanya menceritakan temuan-temuan sejarah, Namun pembelajaran sains harus berdasarkan fakta dan fenomena di lapangan yang dapat diamati dan dipelajari oleh siswa. Sayangnya, di lapangan yang terjadi tidak lah demikian, dalam pembelajaran sains/ IPA siswa cenderung hanya menghafalkan konsep, teori dan hukum. Kondisi ini juga diperburuk dengan pembelajaran yang berorientasi pada ujian/tes. Akibatnya pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari hampir tidak tersentuh sama sekali. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Belakangan ini isu-isu aktual seperti global warming, pencemaran lingkungan, sumber energi alternatif dan teknologi-teknologi sederhana yang bermanfaat sedang menjadi pembicaraan yang menarik dalam masyarakat. 114 Sungguh sangat bijaksana bilamana dalam pembelajaran IPA Terpadu siswa diajak dan diarahkan untuk mempelajari isu-isu aktual yang sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat. Dengan demikian pendekatan pembelajaran berbasis salingtemas sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran sains/ IPA Terpadu. Dalam pembelajaran berbasis salingtemas ini siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diprediksikan akan muncul di sekitar kehidupannya. Misalnya kelangkaan bahan bakar fosil 50 atau 100 tahun yang akan datang. Untuk itu siswa harus dikenalkan dengan energi-energi alternatif seperti biogas, yang kini mulai dikenal masyarakat. Pembelajaran IPA Terpadu berbasis salingtemas ini tentunya juga mempunyai kendala-kendala. Salah satu kendalanya adalah minimnya referensi/ bahan ajar sebagai sarana untuk menunjang pembelajaran. Modul IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Teknologi Biogas merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dijadikan sebagai sumber belajar. di kelas. Pendekatan ini memadukan antara STS (Science, Technology, and Society), STL (Science Tachnology Literacy), dan EE (Environment Education) [7]. 1. Pendekatan STS (Science, Technology, and Society) Pendekatan Science, Technology, and Society juga dikenal sebagai pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM). Science Technology Society (STS) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Tujuan pendekatan STS adalah untuk menghasilkan siswa yang cukup memiliki bekal pengetahuan sehingga mampu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat dan mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya. Pendekatan STS menuntut siswa untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang diketahuinya. 2. Pendekatan STL (Science, Tecknology, and Literacy) Literacy bermakna melek huruf dalam dunia pendidikan. Penggunaan Literacy dimaksudkan agar siswa memiliki wawasan yang luas. Konsep pendidikan STL (Science Technology Literacy) merupakan konsep pendidikan yang berwawasan sains dan merujuk pada teknologi. Konsep pendidikan berwawasan sains meliputi pengetahuan tentang fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan, keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode yang ilmiah. II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN) A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. IPA juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya [21]. 3. Pendidikan EE (Environmental Education) Pendidikan EE (Environmental Education) biasa disebut dengan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan perlu bagi siswa agar siswa menjadi berwawasan lingkungan, maksudnya yaitu dalam melakukan hal apapun siswa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan. Oleh karena itu, siswa akan memikirkan cara untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan sangat berperan penting dalam penentuan pembinaan dan pembentukan siswa untuk berkesadaran lingkungan.. B. Pembelajaran IPA Terpadu Melalui pembelajaran IPA Terpadu diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. Sedangkan tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut [21]: efisiensi dan efektifitas 1. Meningkatkan pembelajaran 2. Meningkatkan minat dan motivasi 3. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus D. Modul Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran [4]. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolaholah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan instruksional mandiri. C. IPA Terpadu berbasis Salingtemas Pendekatan salingtemas yang mencakup pembelajaran dalam sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat ini dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan SETS (Science, Environment, Technology, and Society). SETS ini merupakan sebuah pendekatan terpadu yang melibatkan unsur sains, lingkungan teknologi, dan masyarakat dalam nuansa pembelajaran Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 E. Teknologi Biogas 115 Biogas adalah gas yang berasal dari kotoran makhluk hidup, baik dari hewan dan tanaman yang apabila kotoran hewan atau bahan tanaman telah membusuk, maka akan mengeluarkan gas. Gas ini yang disebut sebagai biogas. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk mengasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida [13]. teknologi, dampak teknologi terhadap lingkungan, dan manfaat teknologi terhadap masyarakat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pengembangan yang dilakukan adalah tersusunnya Modul IPA Terpadu Berbasis salingtemas dengan tema teknologi biogas. Pengembangan produk ini merupakan perpaduan antara tiga mata pelajaran IPA yaitu fisika, kimia, dan biologi yang dikemas dalam satu tema teknologi biogas. Modul berisi tiga kompetensi dasar yaitu: (1) menyelidiki tekanan pada benda padat, cair dan gas; (2) membandingkan sifat unsur, senyawa dan campuran; (3) mengaplikasikan peran manusia untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Melalui teknologi biogas dapat dipelajari ilmu sains/IPA baik dari aspek kimia, fisika, dan biologi. Pada aspek kimia dapat dipelajari konsep tentang perbedaan unsur, senyawa dan campuran. Konsep ini terlihat dari senyawa-senyawa yang terbentuk dari proses biogas. Pada aspek fisika dapat dipelajari tentang tekanan gas, prinsip bejana berhubungan yang dimanfaatkan untuk proses pengeluaran limbah biogas, dan alat pengukur tekanan gas (manometer) yang dipasang pada alat biogas untuk mengetahui apakah biogas sudah siap digunakan.Sedangkan pada aspek biologi dapat dipelajari tentang manfaat biogas terhadap pengurangan pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, pencemaran air dan mencemaran tanah. Hasil penelitian berupa modul IPA Terpadu berbasis salingtemas dengan tema teknologi biogas. Berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, dan guru IPA SMP/MTs modul IPA Terpadu yang dikembangkan memiliki kualitas sangat baik (SB) dengan presentase 87,69% dari skor ideal (ahli materi), 76,78% dari skor ideal (ahli media), dan 77,75% dari skor ideal (guru SMP/MTs). Sedangkan untuk respon siswa pada uji coba lapangan skala kecil dan ujicoba lapangan skala besar mendapatkan respon yang sangat baik (SB) dengan presentase 78,75% dari skor ideal pada uji coba lapangan skala kecil dan 81,17% dari skor ideal pada ujicoba lapangan skala besar. III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research and Development (R & D) model prosedural, yakni model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Prosedur pengembangan mengikuti prosedur Borg dan Gall yang dapat dilakukan dengan lebih sederhana dengan melibatkan 5 langkah utama yaitu [20]: 1. melakukan analisis produk yang akan dikembangkan; 2. mengembangkan produk awal; 3. validasi ahli dan revisi; 4. uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk; 5. uji coba lapangan skala besar dan produk akhir. V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pengembangan ini yaitu telah berhasil dikembangkan Modul IPA Terpadu berbasis salingtemas dengan tema teknologi biogas yang memenuhi kriteria kualitas sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar. Kualitas Modul IPA salingtemas dengan tema teknologi biogas berdasarkan ahli materi, ahli media dan guru IPA SMP/MTs. Modul juga mendapatkan respon yang sangat baik (SB). Hal ini mengindikasikan bahwa modul IPA Terpadu yang dikembangkan dapat diterima siswa sehingga layak digunakan sebagai salah satu sumber alternatif media pembelajaran IPA Terpadu. Subjek penelitian ini melibatkan 3 orang ahli materi, 2 orang ahli media, 4 orang guru IPA SMP/MTs, dan siswa SMP N 2 Pleret Bantul. Alasan sekolah ini dipilih adalah karena di sekitar wilayah sekolah itu terdapat reaktor biogas yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tani. Dengan demikian tentunya sebagian siswa telah mengenal biogas dan siswa dapat belajar langsung di lapangan dengan panduan modul IPA Terpadu yang dikembangkan. Saran saya sebagai penulis adalah hendaknya modul IPA Terpadu yang disusun secara tematik ini akan lebih efektif bila digunakan di lingkungan yang ada teknologi sesuai tema yaitu teknologi biogas. Modul sebaiknya dipelajari dari awal karena uraian materi disajikan dalam alur cerita. Perlu dikembangkan modul IPA Terpadu dengan tema-tema yang lain sehingga siswa punya banyak sumber belajar alternatif. Selain itu ada modul-modul lain yang serupa dengan tema berbeda maka pembelajaran IPA Terpadu yang kini masih terpisah-pisah suatu saat akan dapat dilakukan pembelajaran secara terpadu. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian untuk menilai kualitas modul dan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap modul IPA Terpadu. Penelitian ini dilakukan mulai bulan maret sampai bulan mei 2012. Penerapan salingtemas pada pembelajaran ini terlihat dari tema yang diambil yaitu teknologi biogas. Belajar teknologi biogas berarti siswa dapat belajar tentang produk teknologi, pemanfaatan sains pada Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 116 [15] Sukmadinata, Nana Sy, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, 2009 [16] Sumarwan dkk, Science for Junior High School Grade VIII 2nd Semester, Erlangga, 2010 [17] Sumarwan dkk, Science for Junior High School Grade VII 2nd Semester, Erlangga, 2010 [18] Tim Biru, Model Instalasi Biogas Indonesia, Biru Biogas Rumah, 2010 [19] Tim IPA, IPA Terpadu, Yudistira, 2007 Puslitjaknov, Metode Penelitian [20] Tim Pengembangan, Badan Penelitian dan pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2008 [21] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasi Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Bumi Aksara, 2010. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada SMP N 2 Pleret Bantul yang telah memberikan waktu dan tempat dalam penelitian yang kami lakukan. Terimaksih kepada Nita Handayani, M.Si (Dosen Prodi Fisika UIN Sunan Kalijaga), Asih Widi Wisudawati, M.Pd (Dosen Prodi pendidikan Kimia UIN Sunan Kalijaga), Jumailatus Solihah, S.Si., M.Biotech (Dosen Prodi Biologi UIN Sunan Kalijaga), Dian Noviar M.Pd.Si (Dosen Prodi Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga), Jamil Suprihatiningrum, M.Pd. Si (Dosen Prodi Pendidikan Kimia UIN Sunan Kalijaga) , guru IPA SMP N 2 Pleret (Basrodin, M.Pd dan Wirasa,S.Pd) , dan guru MTs N 2 Yogyakarta (Siti Munawaroh, S.Pd dan Eni Suharsih, S.Pd ) yang telah memberikan penilaian dan masukan untuk kebaikan modul IPA Terpadu yang kami kembangkan. PUSTAKA [1] Borg, Walter dan Meredith D. Gall, Educational Research. 4th ed, Logman Inc, 1983 [2] Depdiknas, Model Pengembangan Silabus Mata pelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu, Balitbang Depdiknas. [3] Dharma, surya, Penulisan Modul, Ditjen PMPTK, 2008 Pembina SMA, Juknis [4] Direktorat Pengembangan Bahan Ajar SMA, Depdiknas, 2010 [5] Janssen, Rainer, Biogas Hand Book, University of Southern Denmark Esbjerg, 2008 [6] Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almansur, Petunjuk Praktis Penelitian Pendidikan, UINMalang Press, 2009 Karakteristik Pembelajaran [7] Iskandar, Terpadu, PT Bumu Aksara, 2006 [8] Mardapi, Djemari, Penyusunan Tes Hasil Belajar, Pasca Sarjana UNY, 2004 [9] Mulyasa, E, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, PT Remaja Rosdakarya, 2005 [10] Permana Sari, Lis dan Sukardjo, Metode Penelitian Pendidikan Kimia, UNY, 2009 Metode Penelitian [11] Punaji, Setyosari, Pendidikan dan Pengembangan, Kencana Prenada Media Group, 2010 [12] Setiadi, Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran, Raja Grafindo Persada, 1994 [13] Simamora dkk, Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak, Agromedia Pustaka, 2006 [14] Sugiyono, Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, ALfabeta, 2010 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 117 PENGEMBANGAN TES PRESTASI BERDASARKAN KOMPETENSI BERJENJANG UNTUK PENILAIAN ACUAN PATOKAN PADA FISIKA MATEMATIKA I Novitasari Sutadi 1,2) Fatkhulloh 2) MTs. Miftahul Qulub Polagan, Kab. Pamekasan, Jawa Timur 2) Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161 [email protected] 1) Intisari – Pengembangan tes prestasi berdasarkan kompetensi berjenjang merupakan alat ukur yang disusun berdasarkan jenjang kriteria kompetensi, yaitu kompetensi nilai C, B, dan A. Tes ini diberikan kepada mahasiswa secara bertahap, yaitu Tahap I, II, dan III untuk setiap jenjang kompetensi, dan digunakan untuk mengukur hasil belajar dan memotivasi belajar mahasiswa agar nilai matakuliah Fisika Matematika I khususnya pada pokok bahasan Integral Lipat bisa menjadi lebih baik. Tes ini berupa soal essay dengan metode pemberian skor secara bertahap sesuai dengan tahapan analisis penilaian yang sudah ditetapkan dengan penilaian acuan patokan berskor minimal 80. Mahasiswa dinyatakan lulus pada setiap jenjang kompetensi jika telah mencapai skor minimal, dan berhak mengikuti tes prestasi pada jenjang kompetensi berikutnya. Sebaliknya yang gagal wajib mengikuti remidi. Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan model prosedural yang sudah ditetapkan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa tes prestasi dan angket motivasi belajar. Uji validitas instrumen tes prestasi menggunakan uji ahli. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik prosentase. Hasil analisis menunjukkan bahwa prosentase jumlah mahasiswa yang lulus kompetensi nilai A sebesar 52%, kompetensi nilai B sebesar 100%, dan kompetensi nilai C sebesar 100%. Pengembangan tes prestasi ini juga mampu memotivasi belajar mahasiswa. Hal ini terlihat pada lima skala prosentase, yaitu motivasi sangat tinggi sebanyak 33,3%, motivasi tinggi 57,8%, motivasi cukup tinggi 8,9%, serta untuk motivasi rendah dan sangat rendah sebanyak 0%. Kata kunci: kompetensi berjenjang, penilaian acuan patokan, tes prestasi Abstract – The development of achievement tests based on a tiered competency measurement tool based on the criteria of competence levels, namely competence value of C, B, and A. These tests are administered to students in phases, namely Phase I, II, and III for each level of competence, and is used to measure the outcomes of learning and motivate students to learn the subject Mathematical Physics I, especially on the subject of Integral Fold could be better. This test is a matter of essay scoring methods gradually in accordance with the analysis stage of assessment have been defined with reference to a benchmark assessment by score at least 80. Students graduated at every level of competence if it has reached a minimum score, and the right to take achievement tests in the next competency level. Instead of failing to follow mandatory remidi. The study was conducted with the development of procedural models that have been defined. Instruments used to collect research data in the form of achievement tests and questionnaires motivation to learn. Test the validity of achievement tests using test instruments experts. While the data analysis technique used is the percentage of the technique. The analysis showed that the percentage of students who pass the competency of 52% A's, B's competence by 100%, and the competence of the value of C at 100%. The development of achievement tests are also able to motivate student learning. This can be seen on a scale of five percent, which is very high motivation as much as 33.3%, 57.8% of high motivation, high motivation of 8.9%, and for low and very low motivation as much as 0%. Key words: competence stages, the reference benchmark assessments, achievement tests membuat mahasiswa mempunyai kesempatan yang sedikit untuk memperbaiki nilai mereka. Kesempatan tersebut hanya bisa dilakukan saat tes pada pokok bahasan selanjutnya. Padahal, setiap pokok bahasan memiliki tingkat kesukaran yang berbeda menurut kemampuan mahasiswa, dan juga memiliki cakupan materi yang berbeda. Hal ini mengakibatkan motivasi belajar mahasiswa rendah. Mahasiswa merasa kurang percaya diri akan kemampuannya. Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan tes prestasi berdasarkan kompetensi berjenjang untuk I. PENDAHULUAN Penilaian prestasi belajar pada matakuliah Fisika Matematika I di program studi Pendidikan Fisika selama ini masih didasarkan pada taraf penguasaan kemampuan yang dinyatakan dalam kategori nilai A, B, C, D, dan E dengan prosentase skor (0-100%). Namun nilai tersebut masih belum mampu menjelaskan kemampuan apa yang harus ditunjukkan mahasiswa pada lembar jawaban tes Fisika Matematika I yang berbentuk essay, dimana tes tersebut menuntut mahasiswa menguraikan jawaban mereka secara matematik. Selain itu pelaksanaan tes yang hanya dilakukan sekali pada setiap akhir pokok bahasan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 118 meningkatkan hasil belajar sekaligus memotivasi mahasiswa untuk belajar lebih baik lagi. penguasaan yang dimiliki subjek. Karena itulah setiap tujuan khusus harus dicantumkan dalam tabel spesifikasi [7]. Integral lipat merupakan salah satu materi Fisika Matematika I yang meliputi 2 subpokok bahasan, yaitu Integral Lipat Dua dan Integral Lipat Tiga. Materi ini menuntut mahasiswa memahami cara menyelesaikan suatu permasalahan fisika dengan metode matematik, yang meliputi: sistem koordinat siku-siku, polar, silinder, dan bola [8]. II. LANDASAN TEORI Tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku orang tersebut yang dapat dibandingkan dengan nilai standar yang ditetapkan sebelumnya [1]. Prestasi adalah hasil yang telah dilakukan atau yang dikerjakan [2]. Sedangkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada seseorang baik dari aspek pengetahuan, keterampilan, maupun dari aspek sikapnya, berkat adanya interaksi antara sesama individu dan antara individu dengan lingkungannya [3]. Jadi tes prestasi belajar adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil belajar yang dicapai dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah motivasi belajar, yaitu pembangkit yang ada pada diri seseorang untuk mencapai prestasi yang sebaik-baiknya, lebih baik daripada prestasi yang pernah dicapainya. Belajar yang disertai motivasi tinggi akan lebih baik daripada belajar tanpa disertai motivasi [4]. Hasil belajar menurut taksonomi Bloom dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tes prestasi belajar hanya dapat mengukur kemampuan kognitifnya saja, sedangkan afektif dan psikomotorik diukur dengan instrumen jenis lain [5]. Taksonomi kemampuan matematik yang mengacu pada domain kognitif meliputi enam jenjang kompetensi yaitu kompetensi C1 sampai dengan C6. Dalam pengajaran dengan metode matematik di Ghana dan Nigeria telah ditetapkan penyederhanaan enam jenjang taksonomi Bloom ke dalam tiga jenjang yaitu operations and techniques, problem solving, dan understanding of concepts dengan rumusan/ kriteria penekanan perilaku yang mencerminkan dikuasainya aspek-aspek tertentu [6]. Ketiga jenjang kompetensi tersebut kemudian diterapkan pada matakuliah fisika matematika I dengan kriteria kompetensi nilai C (operations and techniques), B (problem solving), dan A (understanding of concepts). Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif [3]. Kompetensi berjenjang adalah kemampuan yang ingin dicapai oleh siswa secara bertingkat dari kemampuan tingkatan terendah (kompetensi nilai C) sampai tingkatan teratas (kompetensi nilai A). Penilaian acuan patokan adalah pemberian nilai yang didasarkan atas tercapainya suatu standar atau kriteria penguasaan (kompetensi) tertentu yang ditetapkan terlebih dahulu [5]. Dalam penyusunan tes prestasi pada PAP, batasan yang jelas dan definitif mengenai kawasan yang hendak diukur mutlak diperlukan untuk mengetahui sampai tingkat mana Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk menemukan suatu model dan bisa digunakan untuk segala bidang [1]. Penelitian ini dilakukan dengan model prosedural yang sudah ditetapkan. Yaitu tes diberikan kepada mahasiswa dengan tiga kali tahapan/ remidi yaitu tahap I, II, dan III untuk setiap jenjang kompetensi nilai. Tes yang digunakan berupa essay dengan metode pemberian skor secara bertahap (sistematis) sesuai dengan tahapan analisis penilaian yang sudah ditetapkan dengan penilaian acuan patokan berskor minimal 80. Mahasiswa dinyatakan lulus pada setiap jenjang kompetensi nilai jika telah mencapai skor minimal, dan berhak mengikuti tes prestasi pada jenjang kompetensi nilai berikutnya. Sebaliknya bagi mereka yang gagal wajib mengikuti remidi (tes tahap II atau III). Tes diawali pada jenjang kompetensi nilai C, kemudian dilanjutkan pada jenjang kompetensi nilai B, dan akhirnya pada jenjang kompetensi nilai A. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang sejumlah 45 orang, yang dilaksanakan pada tahun pelajaran 2005/2006 untuk matakuliah Fisika Matematika I pokok bahasan Integral Lipat. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa tes prestasi belajar dan angket motivasi belajar. Angket diberikan setelah pelaksanaan tes prestasi kompetensi nilai A. Angket motivasi belajar yang digunakan diadopsi dari Suciati [9] dengan lima skala. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu validitas dan realibilitas. Uji validitas data tes prestasi belajar menggunakan uji ahli, dengan memberi check list (√) pada lembar validasi yang telah disediakan oleh peneliti. Skor yang diperoleh dalam bentuk prosentase. Sedangkan uji reliabilitas tes prestasi belajar yang berbentuk essay atau angket dan skala bertingkat diuji dengan rumus Alpha [10]. Teknik analisis data yang digunakan adalah prosentase. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data skor pretes dan postes dari tes prestasi, serta data angket motivasi belajar mahasiswa terhadap perlakuan yang digunakan. 1. Pretes 119 Pemberian pretes hanya bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa pada setiap jenjang kompetensi nilai. Sedangkan yang lulus diberi nilai A untuk matakuliah Fisika Matematika I pada pokok bahasan Integral Lipat. Sistem penilaian untuk matakuliah Fisika Matematika I secara keseluruhan dapat diperoleh dari kumulatif nilai yang diperoleh pada masing-masing pokok bahasan yang ada pada matakuliah tersebut. Tabel 1. Nilai Pretes Jumlah Mahasiswa Nilai rata-rata Kompetensi Nilai C B 45 45 28,83 9,74 A 45 0 3. Angket motivasi belajar Angket motivasi belajar digunakan untuk memperoleh gambaran tentang motivasi belajar mahasiswa selama pembelajaran baik berupa keinginan dan usaha mahasiswa untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Data yang diperoleh dari angket motivasi belajar dianalisis dengan menentukan prosentase tingkatan motivasi belajar setiap mahasiswa. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa nilai rata-rata pada setiap jenjang kompetensi nilai masih di bawah nilai minimal, dan cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan persiapan mahasiswa dalam menerima materi sangat kurang (motivasi rendah). 2. Postes (tes prestasi) Kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa untuk tes prestasi jenjang kompetensi nilai C adalah dapat menyelesaikan persamaan umum integral lipat pada sistem koordinat siku-siku. Pada jenjang kompetensi nilai B, mahasiswa dapat menyelesaikan masalah fisika sederhana dengan integral lipat. Konsep fisika yang dipilih sudah pernah dipelajari/ dicontohkan, dan dibatasi pada sistem koordinat siku-siku, polar, silinder, dan bola. Sedangkan pada jenjang kompetensi nilai A, mahasiswa dapat menyelesaikan masalah fisika dengan menyusun sendiri bangun integralnya pada sistem koordinat siku-siku, polar, silinder, dan bola. Hanya saja konsep fisika yang dipilih belum pernah dicontohkan oleh dosen, dan geometrinya kurang dikenal oleh mahasiswa. Penekanan penilaian pada lembar jawaban terhadap langkah-langkah penyelesaian terletak pada pemilihan urutan integral, penentuan batas-batas integral, dan menghitung integral, yang kemudian secara sistematis ditetapkan skornya. Berikut prosentase jumlah mahasiswa yang lulus pada setiap jenjang kompetensi nilai. % Tingkat Motivasi = (1) dengan: skor maksimal = 110 (100%) dan skor minimal = 22 (20%). Tabel 3. Kriteria Tingkatan Motivasi Belajar Tingkatan Motivasi Belajar % Sangat Tinggi 84 < V ≤ 100 Tinggi 68 < V ≤ 84 Cukup 52 < V ≤ 68 Rendah 36 < V ≤ 52 Sangat Rendah 20 ≤ V ≤ 36 Kemudian hasil perhitungan tersebut dikelompokkan berdasarkan tingkatan motivasi belajarnya. Prosentase jumlah mahasiswa yang memiliki tingkat motivasi belajar sangat tinggi sebanyak 33,3%, motivasi tinggi 57,8%, motivasi cukup tinggi 8,9%, serta untuk motivasi rendah dan sangat rendah sebanyak 0% dari 45 mahasiswa. Dan berarti pengembangan tes prestasi ini juga mampu memotivasi mahasiswa untuk belajar. Tabel 2. Jumlah mahasiswa yang lulus Jumlah Mahasiswa % 4. Validitas dan Reliabilitas Hasil uji validitas tes prestasi menunjukkan 91,7% isi soal pada masing-masing tahapan untuk setiap jenjang kompetensi nilai adalah sangat valid. Dan berarti soal tes prestasi tersebut layak digunakan untuk diuji lapangan. Prosentase tersebut diperoleh melalui persamaan: Kompetensi Nilai C B A 45 45 23 100 100 52 Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ditemukan mahasiswa yang hanya mampu mencapai kompetensi nilai C saja, melainkan diantaranya sudah mampu mencapai kompetensi nilai B dan A. Hal ini juga menunjukkan perilaku mahasiswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, yaitu diantaranya dengan perilaku mahasiswa yang antusias memanfaatkan remidi (tes tahap II atau III) pada setiap jenjang kompetensi nilai guna memperoleh nilai yang lebih baik. Mahasiswa yang gagal pada jenjang kompetensi A sebanyak 22 orang, dan bagi mereka diberi nilai B. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Skor perolehan x 100% Skor maksimal % Skor = Skor perolehan Skor maksimal X 100 % (2) dengan: skor maksimal = 55 (100%) dan skor minimal = 11 (20%). Tabel 4. Kriteria Validasi Tes Prestasi Tingkatan Validasi 120 % Sangat Valid Valid Cukup Valid Kurang Valid Sangat Kurang Valid [6] Joni, T. R. 1984. Pengukuran dan Penilaian. 84 < V ≤ 100 68 < V ≤ 84 52 < V ≤ 68 36 < V ≤ 52 20 ≤ V ≤ 36 Malang: YP2LPM. S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. [8] Universitas Negeri Malang. 2001. Kurikulum dan Silabi Matakuliah. Malang: Jurusan Fisika FMIPA UM. [9] Suciati dan Irawan, P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional. Dirjen Dikti Depdikbud. [10] Arikunto, S. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cet. 6. Jakarta: Bina Aksara. [7] Arikunto, Angket motivasi belajar tidak lagi diuji validitasnya, karena angket ini dianggap telah melalui uji validitas oleh peneliti sebelumya. Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen diperoleh 0,44 (cukup reliabel) untuk tes prestasi, dan 0,89 (reliabel sangat tinggi) untuk angket motivasi belajar. Dan berarti data hasil pengukuran instrumen tersebut dapat dipercaya. Tabel 5. Kriteria Reliabilitas Instrumen [10] Tingkatan Reliabilitas Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah Skor 0,800-1,000 0,600-0,799 0,400-0,599 0,200-0,399 < 0,200 V. KESIMPULAN Pengembangan tes prestasi berdasarkan kompetensi berjenjang yang diterapkan secara bertahap ini mampu menunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Fisika Matematika I untuk pokok bahasan Integral Lipat. Selain itu juga, tes prestasi ini mampu memotivasi belajar mahasiswa sehingga nilai matakuliah Fisika Matematika I bisa menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan antusias mahasiswa dalam memanfaatkan remidi (tes tahap II atau III) yang ada pada setiap jenjang kompetensi nilai, demi memperoleh nilai yang lebih baik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Program Studi Magister Pendidikan Fisika UAD Yogyakarta atas dukungannya dalam kegiatan ilmiah ini. 2. Bapak Drs. Sirwadji dan Bapak Drs. Yudyanto, M.Si sebagai validator tes prestasi. PUSTAKA [1] Nurkancana, W. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. [2] Poerwadarminta, WJS. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. [3] Usman, M. U, Drs. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. [4] Winkel. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia. [5] Azwar, S. 1996. Tes Prestasi. Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 121 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES BELAJAR FISIKA PADA KONSEP FLUIDA STATIS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL KONSTRUKTIVISME DI KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 Fadiyah Suryani Program Studi Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Guru SMA Negeri 5 Yogyakarta [email protected] Abstrak – Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses belajar fisika pada konsep fluida statis melalui pembelajaran model konstruktivisme di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan Penelititan Tindakan Kelas yang dilakukan secara kolaboratif dengan guru fisika. Subyek penelitian yaitu kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 36 siswa dengan.menggunakan 2 siklus. Siklus 1 : 1). Perencanaan dengan menyiapkan RPP, Lembar diskusi siswa, lembar observasi, angket siswa dan alat peraga, 2) Tindakan dengan melakukan demonstrasi, diskusi kelompok, sharing antar kelompok, pelaporan kelompok dan presentasi, 3) Observasi, 4) Refleksi. Siklus 2 : tahap-tahap pelaksanaan pada siklus 2 sama dengan siklus 1 tapi dengan materi yang berbeda. Berdasarkan hasil angket siswa tentang pembelajaran model konstruktivisme yang diperoleh terdapat peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu dari 67% menjadi 83% . Hasil analisis data menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi siswa yaitu banyak siswa yang tuntas dari 67% pada siklus 1 menjadi 83% pada siklus 2. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Kata Kunci : prestasi belajar siswa, pembelajaran model konstruktivisme Abstract - The objective of this research to improve student achievement in the process of learning physics in the concept of a static fluid through a constructivist model of learning science in class XI 1 SMA 5 Yogyakarta. This study was conducted Penelititan Class Actions collaboratively with teachers of physics. Research subjects is a high school science class XI Yogyakarta District 5 school year 2011/2012 a total of 36 students dengan.menggunakan 2 cycles. Cycle 1: 1). Planning to prepare lesson plans, student discussion sheet, observation sheets, student questionnaires and props, 2) Actions to perform demonstrations, group discussions, sharing between groups, group reporting and presentation, 3) Observation, 4) reflection. Cycle 2: the stages of implementation in the second cycle with the cycle 1 but with a different material. Based on a poll of students about the learning model of constructivism is obtained there is increased from cycle 1 to cycle 2 is from 67% to 83%. The results of data analysis showed that the model of constructivism learning can improve student achievement is a lot of students who complete 67% in cycle 1 to 83% in cycle 2. The conclusion from this study suggests that constructivist learning model can improve student achievement outcomes. Keywords: student achievement, the learning model of constructivism sendiri, sehingga kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan pasif. Sebagian siswa mengatakan bahwa fisika itu sebenarnya menyenangkan tapi kenapa kalau diadakan evaluasi selalu sulit mengerjakan soal tentang konsep dan pemahaman teori fisika. Sehingga siswa mendapatkan nilai pelajara Fisika dibawah KKM yaitu dibawah 73. Untuk mengatasi ini diperlukan model pembelajaran fisika yang tepat sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat memahami konsep Fluida statis. Salah satu model pembelajaran yang dinilai sesuai yaitu model Konstruktivisme. Maka diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Konstruktivisme dalam meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. Penelitian ini dibatasi pada penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan hasil prestasi belajar fisika siswa pada konsep fluida statis di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. I. PENDAHULUAN Saat ini pendidikan yang dilaksanakan di sekolah diharapkan dapat memberikan inovasi dalam pembelajaran untuk dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Kemampuan siswa sebagai dasar dari proses pendidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang diwujudkan dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Proses kegiatan belajar mengajar pada dasarnya untuk dapat membuat siswa mengerti tentang konsep yang dipelajari dan diharapkan siswa dapat memperoleh ilmu yang lebih banyak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta pada hasil tes kondisi awal pembelajaran fisika konsep Fluida statis terdapat 18 siswa yang tidak tuntas dan 18 siswa yang tuntas, dengan persentase ketuntasan 50%. Selama proses belajar mengajar berlangsung banyak siswa yang hanya diam tidak memberi tanggapan dari materi yang diberikan, bahkan ada siswa yang berbicara Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 122 Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: a. Meningkatkan prestasi hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 melalui Model Pembelajaran Konstruktivisme; b. Mengetahui respon siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan Model Konstruktivisme. Ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah : orientasi, elicitasi, rekontruksi ide, penggunaan ide dalam banyak situasi, review [3]. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, ada beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif [4]. II. KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar Prestasi belajar dan proses belajar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena prestasi belajar pada hakikatnya adalah hasil akhir dari sebuah proses belajar. Prestasi belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai dengan bobot/nilai yang berhasil diraihnya . Prestasi belajar merupakan kesempurnaan seorang peserta didik dalam berpikir, merasa dan berbuat. Menurut Nasution prestasi belajar seorang peserta didik dikatakan sempurna jika memenuhi tiga aspek yaitu : aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research) yang terfokus dalam kegiatan di kelas.. Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan siswa dan guru mata pelajaran fisika yang lain (teman sejawat). Adapun tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini adalah penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses belajar fisika pada konsep Fluida Statis di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. B. Proses Belajar Fisika Dalam belajar fisika, siswa dituntut memahami konsep-konsep yang ada karena akan memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala lam sekitarnya . Selama kegiatan belajar berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari/menemukan sendiri makna sesuatu yang dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk berperan sebagai pemecah masalah. Dengan cara seperti ini diharapkan siswa mampu memahami konsep fisika. Proses belajar Fisika siswa harus dapat mengidentifikasi dan menyatakan suatu problema, merumuskan hipotesis, merancang eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis data dan dapat menarik kesimpulan dari pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Proses belajar fisika dituntut untuk dilakukan sesuai dengan proses penemuan keilmuannya [1]. B. Desain Penelitian Penelitian tindakan kelas ini, didesain terdiri dari 2 siklus atau lebih dengan rincian tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan pembelajaran yang masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes akhir siklus selama 1 jam pelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model spiral [5]. Menurut model spiral dari Kemmis dan Taggart, penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 4 tahap dalam setiap siklus, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap tindakan (act), tahap pengamatan (observe), dan tahap refleksi (reflect). C. Model Konstruktivisme Para ahli konstuktivisme menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu Konstruktivisme adalah suatu filsafat pembelajaran, yang berdasar pada refleksi dan pengalaman kita untuk membangun pengertian kita sendiri dari dunia kehidupan kita [2]. Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka ingin menjadikan informasi itu milik diri sendiri sehingga dibutuhkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran, angket respon siswa, soal tes akhir siklus, catatan lapangan dan dokumen pembelajaran. D. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: observasi , pemberian angket, tes akhir siklus, penyusunan catatan lapangan, dokumentasi pembelajaran. E. Teknik Analisis Data 123 e. Memberi waktu 15 menit kepada siswa untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan f. Memberi waktu 10 menit kepada siswa untuk bertukar informasi dengan kelompok yang lain g. Memberi waktu 10 menit kepada masing-masing kelompok untuk kembali berdiskusi setelah mendapat informasi dari kelompok yang lain h. Mempresentasi hasil diskusi. Pertemuan 2: 2 x 45 menit a. Apersepsi tentang hukum Pascal b. Demontrasi percobaan sebagai dasar siswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka c. Membentuk kelompok-kelompok dasar siswa dengan tiap kelompok terdiri dari 4 dengan kemampuan heterogen. d. Membagi Lembar Diskusi Siswa e. Memberi waktu 15 menit kepada siswa untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan f. Memberi waktu 10 menit kepada siswa untuk bertukar informasi dengan kelompok yang lain g. Memberi waktu 10 menit kepada masing-masing kelompok untuk kembali berdiskusi setelah mendapat informasi dari kelompok yang lain h. Mempresentasi hasil diskusi. Pertemuan 3: Æ 1 x 45 menit Tes siklus I Data yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan model konstruktivisme. Teknik kualitatif digunakan untuk menggambarkan keterlaksanaan penelitian tindakan, menentukan hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran, dan mendeskripsikan aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk mendeskripsikan aktivitas siswa didasarkan pada hasil wawancara, observasi, catatan lapangan dan dokumentasi pembelajaran dengan memperhatikan aktivitas siswa dalam belajar, aktivitas siswa dalam mengajukan atau menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari teman. Adapun langkahlangkah dalam mengklasifikasi analisis data meliputi : reduksi data, analisis data hasil observasi secara deskriptif, analisis angket respon siswa dengan menggunakan Skala Likert [6]. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Sebelum Tindakan Pada kondisi awal pembelajaran fisika konsep fluida didapatkan hasil tes siswa di kelas XI IPA 1 SMA N 5 Yogyakarta ada 18 siswa yang belum tuntas atau persentase ketuntasan 50 %, untuk itu pada pembelajaran selanjutnya peneliti mencoba melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. 3. Hasil Pengamatan (Observasi) a. Observasi terhadap aktivitas siswa Hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktivisme pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Angket observasi siswa siklus 1dan siklus 2 B. Deskripsi Hasil Siklus I Untuk menganalisis hasil penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran fisika konsep fluida statis pada siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 5 Yogyakarta, maka peneliti dan teman sejawat (observer) mendeskripsikan hasil siklus I yang terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi, sebagai berikut. 1. Perencanaan Perencanaan penelitian disusun dalam bentuk rencana pembelajaran yaitu dengan model pembelajaran konstruktivisme. Subkonsep pembelajaran pada siklus I adalah Tekanan dan Hukum Pascal. Pembelajaran pada siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan pembelajaran (4 x 45 menit) dan satu kali tes akhir siklus (1 x 45 menit). Kegiatan pembelajaran dilaksanakan hari Rabu dan Sabtu. Langkah-langkah yang peneliti rencanakan adalah membuat RPP, membuat lembar diskusi, menyiapkan lembar observasi, angket dan pedoman wawancara, menyiapkan tes akhir siklus. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I sebagai berikut. Pertemuan 1: 2 x 45 menit a. Apersepsi tentang tekanan b. Demontrasi percobaan sebagai dasar siswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka c. Membentuk kelompok-kelompok dasar siswa dengan tiap kelompok terdiri dari 4 dengan kemampuan heterogen. d. Membagi Lembar Diskusi Siswa Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 124 ASPEK YANG DI OBSERVASI Senang mengikuti kegiatan belajar mengajar Memperhatikan demonstrasi dari guru Aktif berdiskusi Partisipasi setiap anggota kelompok Aktif mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna Lancar saat menjawab pertanyaan antar kelompok Memahami tugas masingmasing dalam kelompok Aktif dalam menuangkan ide-ide dalam kelompok Mengajukan pertanyaan dan mengemukakan ide Dapat menuliskan pekerjaan kelompok dan menampilkannya SIKLU S1 SIKL US 2 67% 88% 77% 100% 56% 77% 56% 88% 44% 77% 44% 77% 56% 88% 44% 77% 44% 88% 56% 100% 80% % dari skor ideal 100% berarti indiikator kinerjaa pen nelitian telah tercapai t Tab bel 2. Rekkapitulasi Jum mlah Siswa Belum B Tuntass Beelajar dan Tunttas Belajar T Beluum Tuntas Tuntas Belajjar Belajar B No Keteranngan Jumllah % Juml J % ah a 1 Kondissi 18 50 18 1 50 Awal 2 Siklus I 12 33 24 2 67 3 Siklus II 6 17 30 3 83 Berdaasarkan data yang y diperolehh dapat disim mpulkan bahwa siiswa pada sikklus 1belum terbiasa t mengghadapi model peembelajaran Kontruktivisme K e, dimana perrsentase yang dipperoleh kuraang memuaskan.Terutamaa pada i pengetahuaan secara berrmakna aspek mengkonstruks m hanya adda 44%, beraarti hanya adaa 4 kelompokk yang aktif darii 9 kelompok. Pada siklus 2 menunjukkaan hasil yang menningkat pada semua s nomor angket observvasi. Dari hasil h tes evaluuasi pada akhhir siklus I dipperoleh nilai rataa-rata sebesarr 69. Siswa yang tuntas belajar berjumlahh 24 orang,, dengan persentase ketuuntasan belajar mencapai m 67%.. Dari hasil tees ini dapat diaanalisis bahwa setelah s menggunakan model m pembeelajaran terjadi peeningkatan niilai rata-rata dari 62 menjjadi 69 dan perseentase jumlah siswa yang mencapai m ketuuntasan belajar meningkat m dari 50% menjadii 67%. 4. Refleeksi dan Rencaana Perbaikann Dari hasil angkett dan wawanncara dengan siswa, siswa merasa m tertarik dengan model m pembeelajaran Konstrukktivisme karenna mereka merasa m ikut beerperan dalam memberikan m diistribusi untuuk kelompok. Setiap siswa berrusaha menjadi siswa yangg dapat berfikkir dari fikiran seendiri tanpa haarus mendenggar dari guru. Semua siswa daalam satu kelompok dapaat saling mem mbantu untuk mencapai preddikat atau pennghargaan tim m atau kelompokk yang terbaikk. Berdaasarkan hasil pengamatan p o observer dan peneliti p (guru) paada siklus I dapat disimppulkan bahwaa perlu diadakan siklus 2. Dari D hasil refl fleksi pada siiklus 1 menghasiilkan rekomenndasi untuk peerbaikan pada siklus Dari tabel 2 di atas terrlihat bahwa setiap sikluss perrbaikan, pengguasaan materri pembelajaraan oleh siswaa meengalami kennaikan. Dari kondisi awall ke siklus I perrsentase ketunntasan belajaar naik sebesaar 17%. Darii sik klus I ke sikluus II terjadi keenaikan sebesar 16%. Padaa akh hir siklus II masih m terdapat 6 siswa yang g belum tuntass bellajar. Hal inni disebabkann aktivitas siiswa di luarr sek kolah yang meenyebabkan konsentrasi bellajar kurang. 100 80 40 siklus 1 20 siklus 2 0 NILAI KETTUNTASAN C. Deskkripsi Hasil Sikklus II Untukk menganalisiis hasil penellitian tindakann kelas dalam peembelajaran fisika f konsep fluida statis, maka peneliti dan d teman sejjawat (observer) mendeskrripsikan hasil sikklus II yang terdiri dari empat tahap,, yakni perencanaaan, pelaksaanaan tindakkan, observassi dan refleksi, sebagai s berikuut. Subkoonsep pembelajaran pada siiklus II adalahh fluida statis yaang meliputi: a) Hukum Pascal, b) Hukum H Archimeddes. Perbaikaan pembelajaaran pada sikklus II dilakukann dalam dua kali k pertemuaan pembelajaraan (4 x 45 menit)) dan satu kalii tes akhir sikllus (1 x 45 meenit). Dari hasil tes akhhir pada sikluus II diperoleeh nilai rata-rata sebesar 70,55. Siswa yang y tuntas belajar berjumlahh 30 orang,, dengan persentase ketuuntasan belajar mencapai m 83%.. Dari hasil h tes akhirr siklus ini daapat dianalisis bahwa setelah dilakukan perbaikan p m model pembeelajaran Konstrukktivisme terjaddi peningkatann nilai rata-raata dari 69 menjaadi 70,5 dann persentase jumlah siswaa yang mencapaii ketuntasann belajar meningkat m darri 67% menjadi 83%. 8 Data tanggapan sisswa terhadap model pembeelajaran Konstrukktivisme menuunjukkan bahhwa siswa seemakin tertarik dan d senang dalam d prosess pembelajaraan dan merasa leebih mudah unntuk menguasai materi. Berdaasarkan hasil pengamatan p o observer dan peneliti p bahwa (guru) pada p siklus II dapat disimpulkan d Perolehann skor aktivittas belajar siswa telah meencapai Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 Kondisi awal 60 Gaambar 1. Grafiik hasil tes sisswa dalam perrsentase Berdasarkan data-data hasil penelitian di atas makaa dap pat dinyatakann bahwa perbaaikan pembelaajaran dengann mo odel pembbelajaran Konstruktivissme dapatt meeningkatkan prrestasi dan keemampuan sisw wa. LAN V. KESIMPUL Berdasarkann hasil pennelitian dan pembahasan,, maaka dapat diirumuskan keesimpulan daari penelitiann tindakan kelas seebagai berikutt: 1. Model pembbelajaran konsstruktivisme terbukti t dapatt meningkatkaan prestasi bellajar siswa daan siswa dapatt mengikuti proses pem mbelajaran fisika f untukk mennkontrukksikan konsepp fluida statis, karena setiapp siswa meraasa terlibat dan bertang ggung jawabb terhadap hassil belajar merreka sendiri maupun m temann dalam satu kelompoknya. k 2. Model pembbelajaran konnstruktivime teerbukti dapatt meningkatkaan motivasi siiswa dengan melihat hasill angket yang disampaikan ke siswa. 125 PUSTAKA [1] Supriyadi, 2006, “Percobaan IPA Fisika Sederhana dan Konseptual Untuk Siswa, Guru dan Calon Guru IPA Fisika”, Pustaka Sains, Yogyakarta [2] Brooks, 1993, ”The Case of Constructivist Classroom, http://www.fuderstanding.com/constructivism.cfm. htm, [3] Suparno, Paul,1997,” Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Kanisius, Yogyakarta [4] http://fisikasmaonline.blogspot.com/2010/03/modelpembelajaran-konstruktivisme.html [5] Mc. Taggart, Robin, 1991, “Action Reserch: A Short Modern History, Victoria:Deakin University Press [6] Harun Rasyid dan Mansur,2007,”Penilaian Hasil Belajar,Bandung:CV Wacana Prima Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 126 PENGGUNAAN TRACKER UNTUK MENENTUKAN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS NYALA LAMPU DENGAN DAYA HANTAR LISTRIK LARUTAN ELEKTROLIT Nova Amalia Latif dan Moh. Toifur Program Studi Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka, Sidikan 42, Yogyakarta 55161 [email protected] Intisari - Telah dilakukan analisis hubungan antara intensitas nyala lampu dengan daya hantar larutan elektrolit menggunakan software Tracker. Larutan elektrolit yang dipakai adalah larutan garam 20%, 40%, 60%, dan 80%. Penentuan daya hantar dilakukan dengan pengukuran secara langsung hambatan listrik larutan yang ditempatkan pada pipa U. Pengukuran hambatan listrik larutan elektrolit menggunakan rangkaian seri antara larutan garam yang diletakkan dalam pipa U, dengan lampu yang dihubungkan pada sumber tegangan 6 volt, hambatan diukur langsung menggunakan ohmmeter. Pengukuran intensitas cahaya lampu menggunakan foto dari nyala lampu tersebut. Foto dianalisis menggunakan software Tracker untuk mengetahui intensitas nyala lampu. Penentuan intensitas dilihat dari intensitas puncak dari grafik kecerahan terhadap cacah (n). Hubungan antara konsentrasi terhadap daya hantar listrik yang berbentuk linier y = 0,003x + 0,280 dengan nilai R² = 0,97. Hubungan konsentrasi terhadap intensitas yang berbentuk linier y = 0,140x + 227,0 dengan nilai R² = 0,922. Hubungan antara kecerahan nyala lampu dengan daya hantar listrik larutan elektrolit yaitu y = 0,024x – 5,316 dengan nilai R² = 0,984, dengan y adalah intensitas nyala lampu dan x adalah daya hantar listrik. Hubungan antara intensitas dengan daya hantar listrik adalah linier, dimana jika intensitas semakin besar maka daya hantar listrik semakin besar juga. Kata Kunci:intensitas, daya hantar listrik, software Tracker. Abstract- there has been analysis of relationship betweenthe intensity of brightness of the lamp with electrolyte liquid conductivity using Tracker software. The electrolyt liquid used is salt liquid 20%, 40%, and 60%.Determination of conductivity measurements carried out directly by the electrical resistance of the liquid are placed on the pipe U. Measurement of electrical resistance of electrolyte liquid using a series circuit between the salt liquid is placed in the pipe U, with the lights connected to the 6 volt source voltage, resistance is measured directly using the ohmmeter. Measurement of light intensity using the image of the flame of the lamp. Pictures were analyzed using Tracker software to know the intensity of lights. Determination of the intensity seen from the graph of the intensity peak brightness of the count point (n). - The relationship between the concentration of electrical resistance in the form of a linear y = 0,003x + 0,280 with a value of R² = 0,97. Concentration relationship to the intensity of the linear form y = 0,140x + 227,0 with a value of R² = 0,922. The relationship between the brightness of the flame of a lamp with an electric conductivity of electrolyte solution is y = 0,024x – 5,316 with a value of R² = 0,984, y is the intensity of the lights and x is the electrical conductivity. The relationship between the intensity of the electrical conductivity is linear, where if the intensity the greater the greater the electrical conductivity as well. Key words: intensity, electrical conductivity, Tracker software. Tracker adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala fisika lewat video atau gambar. Tracker juga dapat mengalisis gejala optik misalnya intensitas [2]. Karena terdapat perbedaan tingkat kecerahan antar larutan elektrolit berbagai konsentrasi, maka akan digunakan software Tracker ini untuk menganalisis seberapa kecerahan nyala lampu pada larutan elektrolit berbagai konsentrasi. Sehingga diketahui hubungan antara kecerahan nyala lampu dengan daya hantar larutan elektrolit. Pada percobaan larutan elektrolit dan larutan non elektrolit yang pernah dilakukan, menggunakan indikator nyala lampu, terjadi perbedaan intensitas nyala lampu pada larutan elektrolit lemah dan elektrolit kuat. Hal ini terjadi karena pada larutan elektrolit kuat daya I. PENDAHULUAN Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Jika dalam larutan ini dipasang elektroda yang diberi beda tegangan maka arus akan dapat mengalir pada larutan tersebut. Indikasi adanya arus yang mengalir dapat diukur dengan menggunakan ammeter atau jika dipasang lampu, maka lampu tersebut akan menyala [1]. Daya hantar yang dihasilkan bergantung dengan banyaknya ion yang ada pada larutan elektrolit tersebut. Jika ada beberapa konsentrasi larutan elektrolit digunakan untuk menghantarkan listrik yang dipasang dengan lampu, maka intensitas nyala lampu juga akan berbeda sebanding dengan banyaknya konsentrasi larutan tersebut. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 127 Tracker adalah perangkaut lunak penganalisis dan alat pemodelan video gratis dari Open Source Physics (OSP) yang didesain untuk digunakan dalam pembelajaran fisika[5]. Tracker dapat menganalisis video fenomena mekanik dan optik. Maka dari itu Tracker dapat menganalisis intensitas nyala lampu yang dijadikan indikator daya hantar listrik. Semakin banyak konsentrasi larutan elektrolit, maka semakin banyak ion yang ada di larutan tersebut, maka daya hantarnya juga akan semakin tinggi, nyala lampu pun akan semakin terang. Dari software Tracker ini bisa didapat grafik dan nilai atau besar kecerahan lampu. hantar listriknya lebih besar dari pada larutan elektrolit lemah. Namun perbedaan intensitas tersebut tidak disebutkan dalam data kuantitatif [3]. II. DASAR TEORI A. Larutan Elektrolit Suatu zat (asam, basa, garam) yang bila dilarutkan dalam air akan terpecah menjadi ion positif dan negatif, maka larutan semacam ini dinamakan larutan elektrolit. Jika dalam larutan elektrolit kita masukkan dua elektroda yang dihubungkan dengan kutub-kutub dari sumber arus searah, maka akan timbul medan listrik antara kedua elektroda tadi. Akibatnya ion positif akan bergerak menuju elektroda negatif dan bergabung dengan elektron di sekitar elektroda ini. Sedangkan ion negatif akan bergerak menuju elektroda positif dan sebagian bergabung dengan ion negative di sekitar elektroda ini. Ini berarti di dalam elektrolit tadi terjadi hantaran muatan dari elektroda satu ke elektroda yang lain dengan jalan diangkut oleh ion-ion. Jadi di dalam elektrolit ini mengalir arus listrik sebesar [4] : (1) III. MEDOTE PENELITIAN 1. Alat dan bahan: larutan elektrolit (larutan garam) berbagai konsentrasi, multimeter, lampu, pipa U, kamera digital, electroda tembaga, kabel dan software Tracker. 2. Prosedur penelitian: a. Membuat larutan garam dengan konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20%. b. Merangkai rangkaian seperti pada gambar 1. Dimana: n+ = jumlah pembawa muatan positif per satuan volume (= jumlah ion positif) n- = jumlah pembawa muatan negatif per satuan volume (= jumlah ion negatif) q = muatan ion (= ze; z = valensi ion; e = muatan elementer) v+, v- = kecepatan ke satu jurusan (drift velocity), ion (+) dan (-) A = luas penampang bagian yang dilalui arus Besarnya v+ dan v- bergantung pada besarnya medan listrik dan jenis ionnya, yaitu v+ = µ+ E dan v- = µ – E, dimana µ+ dan µ – adalah konstanta mobilitas ion positif dan negatif, sedangkan E adalah kuat medan. Jadi: Gambar 1. Rangkaian daya hantar listrik Mengisikan larutan garam pada pipa U Memasang elektroda, lalu tutup saklar. Memfoto nyala lampunya, dan catat nilai I, V dan R yang terukur pada multimeter. f. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk setiap konsentrasi 3. Metode analisis Analisis kecerahan lampu dengan menggunakan software Tracker, dengan alur sebagaimana gambar 1. c. d. e. (2) Karena E = V/I dan n+ = n -, dimana V = beda potensial; l = panjang larutan elektrolit maka: (3) untuk suatu larutan dengan panjang dan luas penampang elektrolitnya tertentu, nilai nze(µ+ + µ-) adalah tetap. Nilai ini dinamakan daya hantar elektrolit, atau dapat ditulis: (4) Rangkaian penentuan daya hantar listrik Perekam gambar Sedangkan daya hantar jenisnya, σ adalah: Software Tracker (5) Didapat hubungan antara kecerahan nyala lampu dengan daya hantar Dimana Y = daya hantar dan R = hambatan. B. Software Tracker Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 128 Pengukuran intensitas nyala lampu menggunakan foto yang diambil dari kamera digital 2 mp dan dengan jarak 1 m dari tempat lampu menyala. Gambar 4 adalah gambar dari puncak intensitas nyala lampu dari masingmasing konsentrasi. Terlihat dari gambar 4 bahwa perbedaan intensitas antar konsentrasi tidak berbeda jauh. Namun tetap memberikan perbedaan pada puncak intensitasnya, hal ini disinyalir karena software tracker itu sendiri ternyata tidak begitu sensitif untuk mengukur kecerahan nyala lampu. Gambar 2. Alur analisis data Setelah didapat nilai intensitas masing-masing konsentrasi lalu dibuat grafik antara konsentrasi dan kecerahan nyala lampu. Untuk menghitung daya hantar listrik menggunakan persamaan (4). Setelah didapat nilai daya hantar, lalu dibuat pula grafik antara konsentrasi dan daya hantar listrik. Setelah persamaan antara konsentrasi dengan intensitas dan konsentrasi dengan daya hantar maka selanjutnya dicari persamaan hubungan antara keduanya. Tabel 2. Tabel konsentrasi dan intensitas. No Konsentrasi (%) 1. 20 228,965 2. 40 234,237 3. 60 235,309 4. 80 238,000 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1 adalah nilai daya hantar listrik masing-masing konsentrasi dan grafik dari konsentrasi terhadap daya hantar listrik: Intensitas (lumen) Tabel 1. Data daya hantar jenis larutan elektrolit No. Konsentrasi (%) σ (1/Ωm2) 1. 20 0,340254 2. 40 0,447702 3. 60 0,486077 4. 80 0,567090 Gambar 4. Grafik konsentrasi terhadap Intensitas Tabel 2 menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan intensitas nyala lampu. Tabel 3. Tabel konsentrasi, intensitas dan daya hantar listrik. Konsentrasi No Intensitas (lumen) σ (1/Ωm) (%) 1. 20 228,965 0,340254 Gambar 3. Grafik konsentrasi dengan daya hantar listrik Hubungan antara konsentrasi dengan daya hantar adalah linier sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3. Semakin besar konsentasi, maka semakin besar juga daya hantar listriknya. Gambar 4 adalah grafik antara konsentrasi terhadap intensitas nyala lampu yang dianalisis menggunakan software Tracker: 40 234,237 0,447702 3. 60 235,309 0,486077 4. 80 238,000 0,567090 Dan berikut ini adalah hubungan daya hantar listrik dengan kecerahan lampu, sebagaimana grafiknya ditunjukkan pada gambar 5: y = 0,024 x – 5,316 (6) Dengan y adalah daya hantar listrik dan x adalah intensitas nyala lampu. Gambar 4. Grafik kecerahan nyala lampu masingmasing konsentrasi. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 2. 129 V. KESIMPULAN Telah dilakukan analisis hubungan antara intensitas nyala lampu dengan daya hantar listrik larutan elektrolit dengan menggunakan software Tracker. Didapat persamaan antara keceraha nyala lampu terhadap daya hantar listrik larutan elektrolit yaitu y = 12,37 x + 2875. Semakin tinggi intensitas nyala lampu, maka semakin besar daya hantar listriknya. UCAPAN TERIMA KASIH Kaprodi Pascasarajana Pend. Fisika, Dr. Toifur, M.Si, Laboran Lab. Fisika Dasar 1, dan teman-teman yang telah memberi semangat saat pengambilan data. Gambar 5. Kurva karakteristik daya hantar listrik – intensitas nyala lampu. PUSTAKA [1] atikhari, Daya hantar Larutan Elektrolit. 2009. Website: http://atikhari.wordpress.com/2009/10/03/dayahantar-listrik-larutan-elektrolit/ diakses pada tanggal 18 November 2011 [2] Brown. Douglas, Spectroscopy Using the Tracker Video Analysis Program. Aptos CA 95003 [3] repository.upi.edu/operator/upload/s_d045_044988 _chapter3.pdf [4] Toifur, Moh. 2009. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar I, Laboratorium Ilmu Alam Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta. [5] Brown. Douglas , Tracker. Website: www.cabrillo.edu/~dbrown/tracker Diakses pada tanggal 18 November 2012 Berdasarkan persamaan dan grafik pada gambar 5, maka dapat diketahui bahwa intensitas nyala lampu berbanding lurus dengan daya hantar listrik. Semakin tinggi intensitas nyala lampu, maka semakin besar daya hantar listriknya. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 130 PERANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN ADOBE DREAMWEAVER CS4 (Creative Suite 4) POKOK BAHASAN TATA SURYA UNTUK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Rizqi Destriyanto, Dian Artha K, Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan [email protected] , [email protected] Intisari – Tata Surya merupakan salah satu materi pelajaran Fisika SMP kelas IX. Materi tersebut mendiskripsikan tentang orbit planet mengitari matahari, matahari sebagai bintang, dan karakteristik bumi. Berdasarkan hasil observasi, masih banyak siswa yang belum mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam pokok bahasan Tata Surya. Maka perlu merancang sebuah media pembelajaran yang membuat materi fisika tersebut menjadi lebih mudah dipahami dan dimengerti, salah satunya dengan menggunakan Adobe Dreamweaver CS4. Tujuan penelitian ini adalah merancang media pembelajaran fisika pokok bahasan tata surya, yang dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang baik. Model desain instruksional pada penelitian ini menggunakan ADDIE, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Program diuji oleh pakar bidang studi fisika dan pakar media untuk mengetahui tingkat kelayakan media (program) berdasarkan kriteria/indikator yang telah ditentukan, kemudian hasilnya diolah menggunakan deskriptif persentase. Hasil pengujian menunjukkan bahwa program pembelajaran yang dikembangkan untuk kriteria tampilan program termasuk dalam kategori baik. Kesesuain program terhadap bahan ajar fisika pokok bahasan tata surya dalam kategori baik, dan kriteria kualitas teknisnya juga termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa program yang dirancang layak dijadikan sebagai media pembelajaran dan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran fisika pokok bahasan tata surya untuk SMP kelas IX. Kata kunci: Perancangan, Media Pembelajaran, Adobe Dreamweaver CS4, Tata Surya. pada umumnya belum mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam materi pokok bahasan tata surya ini. Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru fisika SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta diketahui bahwa nilai rata-rata para siswa dalam pokok bahasan tata surya ini adalah 6,4. Rendahnya nilai tersebut dikarenakan para siswa mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan susunan dan orbit planet dalam tata surya serta benda-benda langit lainnya Permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran fisika tersebut dikarenakan kebanyakan guru hanya mengandalkan alat tulis, kertas dan papan tulis dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan cara itu siswa dapat dikatakan pasif, karena kegiatan yang dilakukan adalah duduk, mendengar dan mencatat. Sistem pembelajaran fisika yang masih bersifat monoton dan kurang menarik ini menyebabkan fisika terasa membosankan. Sehingga dapat menimbulkan salah pengertian misalnya sifatnya abstrak, kabur, dan kurang mudah dipahami. Banyak dari pelajaran fisika yang dapat dibuat lebih menarik melalui komputer. Kekuatan komputer sebagai sarana pengembangan fisika adalah dimungkinkannya dibuat aplikasi pembelajaran dengan menggunakan sistem media yang interaktif dan menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak dapat dibuat menjadi nyata sehingga mudah ditangkap oleh panca indera, seperti halnya dengan media visual berupa gambar, foto, grafik ,dan animasi [6]. Adobe Dreamweaver CS4 (Creative Suite 4) merupakan salah satu software web design yang berguna untuk mendesain atau merancang web dan layout halaman web. Dreamweaver menawarkan dalam hal editing atau merancang suatu web dengan dua cara, yaitu dengan mendesain dan memprogram. Dalam hal I. PENDAHULUAN Dewasa ini bidang pembelajaran secara umum sedikit banyaknya terpengaruh oleh adanya perkembangan dan penemuan-penemuan dalam bidang keterampilan, ilmu, dan teknologi. Pengaruh perkembangan tersebut tampak jelas dalam upayaupaya pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya pembaharuan itu menyentuh bukan hanya sasaran fisik/ fasilitas pendidikan, tetapi juga sarana non-fisik seperti pengembangan kualitas tenaga-tenaga kependidikan yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia, cara kerja yang inovatif, serta sikap yang positif terhadap tugas-tugas kependidikan yang diembannya. Salah satu bagian integral dari upaya pembaharuan itu adalah media pembelajaran. Oleh karena itu, media pembelajaran menjadi suatu bidang yang seharusnya dikuasai oleh guru professional [2]. Tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran di masa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktik. Banyak usaha yang dapat dikerjakan. Disamping memahami penggunaannya, para guru pun patut berupaya untuk mengembangkan keterampilan membuat sendiri media yang menarik, murah dan efisien, dengan tidak menolak kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi [2]. Tata surya merupakan salah satu materi pelajaran Fisika SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas IX. Materi bahasan tersebut tentang mendeskripsikan orbit planet mengitari matahari, mendeskripsikan matahari sebagai bintang, mendeskripsikan karakteristik bumi. Berdasarkan hasil observasi di sekolah, para siswa Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 131 mendesain, bisa langsung menuangkan ide-ide kreatif pada dokumen window. Apabila ingin mendesain web menggunakan bahasa pemrograman untuk web anda bisa bekerja pada modus coding untuk melakukan pengcodingan program, seperti HTML, ASP, PHP, JSP, XML, dan lain-lain [7]. Sekiranya tidak salah memilih Adobe Dreamweaver CS4 untuk editing atau merancang sebuah web, sebab dreamweaver merupakan software utama yang digunakan oleh para desainer web maupun web programmer dalam merancang atau membangun sebuah website. Karena dalam dreamweaver menyediakan ruang kerja, fasilitas, tata layout yang lebih profesional dibanding dengan software editing web lainnya untuk meningkatkan produktifitas dan efektivitas dalam membangun website [7]. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang, menghasilkan dan menguji kelayakan media pembelajaran fisika berbasis website menggunakan Adobe Dreamweaver CS4 pokok bahasan Tata Surya. Tabel 1. Analisis Hasil Materi pokok Bahasan Tata Surya Kompetensi Dasar Mendeskripsikan karakteristik sistem tata surya. a. Mendeskripsikan orbit planet mengitari matahari berdasarkan model tata surya. b. Mendeskripsikan benda langit lainnya. Materi pokok Tata surya Analisis terhadap materi pelajaran dilakukan melalui kegiatan studi pustaka terhadap buku-buku atau literature yang terkait tentang pokok bahasan Tata surya untuk Siswa SMP kelas IX. B. Perencanaan (Design) Hasil analisis digunakan sebagai acuan dalam penyusunan atau kerangka isi program media pembelajaran. Kerangka isi program untuk menggambarkan keseluruhan isi materi yang tercakup dalam bahan ajar tersebut lengkap dengan alur pembelajarannya beserta desain tampilan bahan ajar fisika berbasis website. Hal mendasar yang yang dilakukan peneliti terkait dengan kegiatan ini adalah: 1. Menganalisis materi yang akan ditampilkan Bagian materi merupakan kegiatan yang memuat tentang pokok bahasan Tata surya disertai beberapa gambar dan simulasi serta dilengkapi dengan penjelasannya. a. Galaksi dan rasi b. Tata surya c. Orbit planet d. Benda langit lainnya 2. Menentukan latihan soal dan soal evaluasi Latihan soal, berisi latihan soal-soal untuk melatih user (siswa) mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan materi pokok bahasan Tata surya. Dalam latihan soal ini user dihadapkan pada 5 soal tentang tata surya yang semua soalnya bertipe multiple choice. Setiap latihan disediakan kunci jawaban setelah user selesai mengerjakan soal secara keseluruhan pada masing-masing latihan. Bagian evaluasi berisi soal-soal yang berhubungan dengan keseluruhan materi yang dimuat, bagian ini berbeda dengan soal-soal yang terdapat pada bagian latihan. Soal terdiri dari 10 buah yang bertipe multiple choice. 3. Menyiapkan Perangkat Keras (Hardware) Menyiapkan perangkat keras (Hardwre) yaitu 1 unit komputer menggunakan beberapa software yang digunakan dalam merancang media, antara lain: Adobe Dreamweaver CS4, Adobe Flash CS3, dan Photoscape. 4. Perancangan Konsep II. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini mengacu pada pengembangan model system ADDIE yang meliputi 5 tahap yaitu Analysis (Analisis), Design (Perencanaan), Development (Produksi), Implementation (Implementasi) dan Evaluationt (Evaluasi). Berikut adalah tahapan-tahapan dalam proses pengembangan media pembelajaran : A. Tahap Analisis (Analysis) Dalam tahap analisis terdiri dari beberapa kegiatan diantaranya: 1. Tahap Analisis kebutuhan terhadap bahan ajar berbasis website sebagai salah satu media pembelajaran fisika, analisis ini digunakan sebagai dasar perlu tidaknya digunakan media pembelajaran fisika berbasis website dalam kegiatan mengajar. Analisis kebutuhan terhadap bahan ajar fisika materi pokok bahasan Tata Surya. 2. Analisis kurikulum 2006 bidang studi fisika kelas IX semester genap tentang tata surya. Analisis kurikulum digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan ajar fisika berbasis website, yang mengacu pada kurikulum KTSP. Tabel berikut menampilkan hasil analisis KTSP bidang fisika kelas IX pokok bahasan tata surya. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Indikator 132 Dalam merancang konsep perangkat lunak, informasi yang hendak disampaikan harus mempunyai tujuan yang jelas untuk mempermudah siswa. Informasi yang disampaikan mengenai pokok bahasan Tata surya dan animasinya. Dalam pembuatan aplikasi multimedia ini melibatkan elemen-elemen multimedia yang meliputi gambar, suara, teks dan animasi. 5. Perancangan Diagram Alir (Flow-Chart) Diagram dapat menjelaskan aliran dari sebuah scene (tampilan) ke scene yang lain secara urut untuk melihat hasil dari media pembelajaran berbasis website tentang tata surya. III. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA A. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang akan digunakan sebagai pengukuran terhadap variabel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perancangan model/produk a. Studi pustaka, dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, mempelajari dan memahami buku-buku referensi yang ada hubungannya dengan penelitian ini. b. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan tanya jawab kepada pihak yang berkaitan dengan objek penelitian, sehingga didapat data-data yang konkrit dan lengkap. c. Metode penelusuran/browsing internet. Metode ini dimaksudkan untuk mencari data-data yang diperlukan untuk menambah referensi. Data-data yang diperoleh dari metode ini, yaitu referensi mengenai teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2. Uji coba produk kepada para ahli Uji coba produk dilakukan dengan menggunakan angket dalam bentuk kuisioner yang diujicobakan kepada 3 orang ahli materi yang merupakan guru fisika, 1 orang ahli media yang merupakan dosen, dan 2 orang ahli media. Uji coba untuk ahli dilakukan dengan kuisioner, yang sering juga dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan/pernyataan yang harus diisi oleh responden. Dengan kuisioner ini dapat diketahui tentang data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya. Model angket digunakan untuk mengukur indikator program yang berkenaan dengan isi program, tampilan program, dan kualitas teknis pemrograman. Angket yang digunakan menggunakan model skala Likert. Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh empat respon yang menunjukkan tingkatan, dimana alternatif responnya adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS). Bagi skala yang berarah positif akan mempunyai kemungkinan-kemungkinan skor 4 bagi Sangat Setuju (SS), skor 3 bagi Setuju (S), skor 2 bagi Kurang Setuju (KS), skor 1 bagi Tidak Setuju (TS). Sedangkan bagi skala yang berarah negatif maka kemungkinan skor itu menjadi sebaliknya. Angket yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari referensi buku yang didapatkan. Untuk angket uji para ahli diambil dari buku Multimedia-Based Instructional Design karangan Owens & Lee (2004), Angket dalam penelitian ini tidak divalidasi lagi, dengan asumsi angket sudah Gambar 1. Diagram alir (flow-chart) 6. Merancang desain antar muka Desain antar muka merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan pengguna yang ditampilkan melalui monitor langsung. Dalam media pembelajaran berbasis website ini, peneliti merancang sendiri desainnya menggunakan Adobe Dreamweaver CS4. C. Tahap Produksi (Development) Kegiatan dilanjutkan dengan proses produksi (Development) yaitu proses pembuatan media pembelajaran fisika berbasis website poko bahasan tata surya untuk SMP kelas IX. D. Tahap Implementasi (Implementationt) Media pembelajaran yang telah selesai dibuat diujicobakan kepada beberapa ahli perancangan media dan ahli bidang studi fisika. Pengujian media pembelajaran dilakukan dengan pengujian angket. E. Evaluasi (Evaluationt) Proses akhir berdasarkan tahap hasil angket tahap implementasi, pada tahap ini software hasil penelitian yang diperbaiki dapat digunakan secara luas sebagai salah satu media belajar fisika. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 133 divalidasi dan sudah banyak digunakan oleh peneliti lain. Dari Hasil pengujian menunjukan semua indikator yaitu berupa standar kompetensi, kompetensi dasar, isi materi, penjelasan tentang beberapa percobaan dan sebagainya mendapatkan nilai sangat tinggi, dengan nilai persentase variabel pengujian Ahi Materi Fisika terhadap tampilan materi dalam media pembelajaran berbasis video sebesar 88,9 % tergolong dalam kategori Baik, secara visual terlihat pada diagram berikut ini : B. Pengujian Program Program yang telah selesai dibuat, akan diuji kelayakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan program. Hal ini berguna untuk penggunaan dan pengembangan program, dalam penelitian ini uji coba program dilakukan menggunakan angket dalam bentuk kuisioner dengan pengujian dilakukan terhadap ahli materi, ahli media, ahli desain instruksional. C. Analisis Data Untuk menganalisis data hasil angket dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengkuantitatifkan hasil angket sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dengan memberikan skor sesuai dengan bobot yang telah dilakukan sebelumnya. 2. Membuat tabulasi data. 3. Menghitung persentase dari tiap-tiap subvariabel dengan rumus : 100% P(s) = Persentase sub variabel S = Jumlah nilai tiap sub variabel N = Jumlah skor maksimum 4. Dari persentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan ke dalam tabel supaya pembacaan hasil penelitian menjadi mudah. Untuk menentukan kriteria kualitatif dilakukan dengan cara : a. Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) = 100%. b. Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) = 0%. c. Menentukan range = 100-0 = 100. d. Menentukan interval yang dikehendaki = 4 (baik, cukup, kurang, tidak baik). e. Menentukan lebar interval (100/4 = 25). Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka range persentase dan kriteria kualitatif ketertarikan user dapat ditetapkan sebagaimana dalam tabel 2 berikut ini: B. Analisis skor angket pakar media Pengujian program dilakukan dengan meminta responden mencoba program kemudian mendata tanggapan responden mengenai teknis program yang terdiri dari tampilan, desain dan rancangan program. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan program ini untuk dijadikan sebagai media pembelajaran ditinjau dari segi teknis. Pengujian program ini dilakukan oleh tiga orang responden yang terdiri dari kalangan dosen teknik informatika, ahli desain grafis dan multimedia, serta Web Developer. Dari hasil pengujian menunjukan semua indikator yaitu berupa tampilan progam baik itu dari tulisan yang menarik, hingga penjelasan yang terdapat dalam media pembelajaran mendapatkan nilai sangat tinggi, dengan nilai persentase variabel untuk perancangan media secara umum yaitu sebesar 83,85% tergolong dalam kategori Baik, secara visual terlihat seperti pada diagram berikut ini: Tabel 2. Range persentase dan kriteria kualitatif ketertarikan user No. Interval Kriteria 1. 2. 3. 4. 76 % < Skor ≤ 100 % 51% < Skor ≤ 75 % 26 < Skor ≤ 50 % 0 % < Skor ≤ 25 % Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis skor angket ahli bidang studi fisika Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 134 [7] Saleh, Rachmad, dkk. 2007. Panduan Lengkap Desain Web Macromedia Dreamweaver 8. Yogyakarta : Gava Media. [8] Sudjiono, Anas. 1996. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta :Rajawali Press. [9] Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian. Bandung : Remaja Rosdakarya. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka program dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan Tata surya. Penggunaan program relatif mudah dan sederhana. Program ini telah memenuhi syarat kelayakan tampilan dan kesesuaian program bahan ajar fisika pokok bahasan tata surya sebesar 88,9% atau kriteria baik (B), serta kualitas teknisnya sebesar 83,85% temasuk dalam kategori baik (B). Dengan demikian program yang dikembangkan layak dijadikan sebagi media pembelajaran dan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Fisika pokok bahasan Tata surya untuk SMP kelas IX. PUSTAKA [1] Arikunto, Suharsimi. 2006:225 “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik”.Jakarta :Rineka Cipta. [2] Arsyad, Azhar. 2009. “Media Pembelajaran”. Jakarta : Rajawali Pers. [3] Hadi, Mulya. 2009.Tujuh Jam Belajar Interaktif Adobe Dreamweaver CS4.Maxicom,Palembang. [4] Hernita. 2009. Adobe Dreamweaver CS4. Penerbit Andi,Semarang. [5] Kuswanti, Nur, dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning Ilmu Pengetahuan Alam: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas IX Edisi 4. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. [6] Prasetyo, Fransiskus Hadi. 2007. Desain dan Aplikasi Media Pembelajaran Dengan Menggunakan Flash MX. Yoyakarta : Ardana Media. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 135 PERPADUAN PERSAMAAN-PERSAMAAN MAXWELL ELEKTRODINAMIKA KLASIK DENGAN ALJABAR GEOMETRIS Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto No 1 Yogyakarta 55281 Email: [email protected] Intisari – Aljabar Geometris memberikan berbagai kemudahan dan pandangan baru dalam rumusan teoritis serta aplikasi fisisnya. Dalam makalah ini dikaji penerapan aljabar geometris pada teori elektrodinamika klasik khususnya persamaan Maxwell. Keempat persamaan Maxwell dipadukan dalam satu persamaan tunggal ∇F = J . Bentuk perbagian diidentifikasi dari masing-masing derajad (grade) aljabar geometris. Kata kunci: aljabar geometris, elektrodinamika klasik, persamaan Maxwell. Abstract – Geometric algebra provide many simplification and new insight in the theoretical formulation and physical aplication of theory. In this work has been studied aplication of geometric algebra in classical electrodynamics especially Maxwell’s equations. Maxwell’s equations was formulated in one compact equation ∇F = J . The various equation parts are easily identified by their grades Key words: geometric algebra, classical electrodynamic, Maxwell’s equation. memadukan hasilkali dalam (inner product) dan hasilkali luar (outer product) dalam suatu operasi tunggal yang dinamakan hasilkali geometris (geometric product). David Hestenes menyajikan aljabar geometris pada wilayah terapan yang lebih luas dengan mengenalkan konsep aljabar ruangwaktu dan kalkulus geometris [3][4]. Interaksi elektrodinamika klasik disajikan oleh empat persamaan fundamental yang dikenal sebagai persamaan-persamaan Maxwell, yakni r r ∇⋅E = ρ r r r ∂B ∇× E = − ∂t r r (1) ∇⋅B = 0 r r r ∂E r ∇× B = − +J ∂t Dengan c = ε 0 = µ0 = 1 . Dalam aljabar geometris, gradien, divergensi dan curl dapat diwakili oleh operator turunan vektor. Operator turunan vektor ini bersama-sama dengan konsep pemisahan ruangwaktu (spacetime split) memberikan peluang untuk memadukan keempat persamaan Maxwell dalam satu persamaan tunggal yang kompak. I. PENDAHULUAN Alam semesta dengan segala proses yang terjadi di dalamnya merupakan tanda kekuasaan Allah SWT yang dikenal dengan hukum alam atau sunatullah. Jika manusia mampu memahami hukum alam ini, maka ia akan mengetahui bagaimana alam akan memberikan respon, akan bereaksi terhadap tindakan yang dilakukan terhadapnya. Dengan demikian, manusia dapat merekayasa kondisi tertentu sedemikian sehingga alam akan memberikan respon yang menguntungkan bagi peradaban manusia [1]. Dalam mengkaji hukum alam tersebut teoriwan mengajukan berbagai model hukum alam berdasarkan data-data empiris setelah melakukan pengamatan (inthizhar). Sejauh ini dikenal tiga macam pemodelan hukum alam, yakni model fisis, model matematis, dan model metafisis. Model matematis dipandang lebih operasional sehingga lebih banyak digunakan daripada model lainnya. Aljabar geometris adalah salah satu konsep matematis yang merupakan perpaduan dan perumuman dari konsep-konsep matemasti sebelumnya. Penggunaan aljabar geometris dalam pemodelan hukum alam memberikan kemudahankemudahan dalam penggambaran gejala-gejala alamiah. Konsep aljabar geometris dirintis oleh Hermann Grassmann pada tahun 1809 dalam bukunya The Linier Extension Theory, A New Branch of Mathematics. Penerapan aljabar geometris pada ranah fisika dan teknik diawali oleh buku Space-Time Algebra yang ditulis oleh David Hestenes pada tahun 1966 dan Clifford Algebra to Geometric Calculus pada tahun 1984. Aplikasi aljabar geometris pada teori elektrodinamika klasik memungkinkan empat persamaan Maxwell dipadukan menjadi persamaan ruang waktu tunggal [2]. Aljabar geometris Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. KONSEP DASAR ALJABAR GEOMETRIS A. Aljabar Geometris Aljabar geometris dibangun pada ruang vektor berproduk skalar yang dibekali dengan hasilkali geometris. Hasilkali geometris antara dua buah vektor didefinisikan ab = a ⋅ b + a ∧ b (2) Ruas kanan persamaan (2) merupakan jumlahan dari dua ‘makhluk’ yang berbeda, yakni skalar dan bivektor. Penjumlahan tersebut sangat mungkin dilakukan karena dalam aljabar geometris orang 136 memperluas konsep ruang yang selama ini dipahami dengan menambahkan ‘bilik skalar’, ‘bilik vektor’, ‘bilik bivektor’, ‘bilik trivektor’,..., ‘bilik multivektor’, dan ‘bilik pseudo skalar’ [5]. Hasilkali geometris memenuhi sifat: 1. Assosiatif, a (bc ) = ( ab)c = abc . 2. Distributif terhadap operasi penjumlahan a (b + c ) = ab + ac . Kontraksi, a = a 4. Antikomutatif, ab = − ba jika a dan b saling tegak lurus ( a ⋅ b = 0 ). Komutatif, ab = ba jika a dan b sejajar 5. dan M k 0 skalar, M 1 vektor, M 2 4 ) dengan M 4 adalah { } γ µ ⋅ γν = ηµν = diag ( + − − − ) (10) bivektor, dengan γ 02 = 1, γ 0 ⋅ γ i = 0, γ i ⋅ γ j = −δ ij . (11) Empat vektor ortogonal tersebut membangkitkan ruang linier 16 dimensi melalui {1, γ µ ,σ i , Iσ i , I γ µ , I } (12) dengan I = γ 0γ 1γ 2γ 3 dan σ i = γ i γ 0 , k = 1, 2,3 adalah bivektor ruangwaktu. Aljabar geometris ruangwaktu memiliki enam buah bivektor yang terbagi dalam dua komponen, yaitu tiga komponen bak waktu γ i ∧ γ 0 dan tiga komponen bak ruang γ i ∧ γ j . himpunan ini dapat dibangun basis aljabar geometris ruang dua dimensi ( G2 ) yakni, {1, e1 , e2 , e1 ∧ e2 } (4) Sembarang multivektor A dan B anggota G2 dapat dituliskan A = a0 + a1e1 + a2 e2 + a3 (e1 ∧ e2 ) (5) dan B = b0 + b1e1 + b2 e2 + b3 (e1 ∧ e2 ) (6) Hasilkali geometris multivektor A dan B adalah AB = p0 + p1e1 + p2 e2 + p3 (e1 ∧ e2 ) (7) dengan p0 = a0 b0 + a1b1 + a2 b2 − a3b3 Andaikan {γ } µ adalah kerangka inersia ruangwaktu. Ditinjau pengamat inersia dengan kecepatan konstan v, v 2 = 1, yang menyusuri lintasan bak waktu. Vektor kecepatan pengamat dipilih sedemikian sehingga v = γ 0 vektor bak waktu dengan γ 0 tegak lurus terhadap {γ i } . Jika x adalah vektor empat ruangwaktu yang merepresentasikan posisi atau peristiwa (event), maka koordinat ruangwaktu peristiwa x menurut kerangka γ 0 diberikan oleh x = tγ 0 + x i γ i (13) dengan koordinat waktu t = x ⋅ γ 0 = x ⋅ v (14) (8) p3 = a0 b3 + a3b0 + a1b2 − a2 b1 Hasilkali geometris dua multivektor pada ruang berdimensi dua merupakan kombinasi linier dari Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 ini ortogonal γ µ , µ = 0,1, 2,3 yang memenuhi kaitan B. Aljabar Geometris Bidang ( G2 ) Ditinjau himpunan yang beranggotakan dua buah vektor ortonormal putar kanan {e1 , e2 } . Dari p2 = a0 b2 + a2 b0 + a1b3 − a3b1 geometris ruangwaktu Minkowski berdimensi empat. Konsep penyatuan ruang dan waktu menjadi satu entitas ruangwaktu dilandasi oleh asas-asas teori relativitas khusus (TRK). Menurut TRK, kuadrat vektor dapat bernilai positif, nol, atau negatif. Suatu vektor x dikatakan vektor bak waktu (timelike) jika x 2 > 0 , bak cahaya (lightlike) jika x 2 = 0 , dan bak ruang (spacelike) jika x 2 < 0 . Interval ruangwaktu didefinisikan s 2 = c 2 t 2 − x 2 − y 2 − z 2 (9) dengan t adalah parameter waktu dan x, y, z koordinat ruang dalam kerangka inersia. Dalam aljabar ruangwaktu terdapat satu vektor arah bak waktu dan tiga vektor arah bak ruang. Aljabar ruangwaktu dibangun oleh himpunan vektor k-vektor. p1 = a0 b1 + a1b0 + a3b2 − a2b3 G (M dilambangkan Unsur-unsur aljabar geometris terdiri atas blade dan multivektor yang dibangun melalui pemberian derajat (grading). Unsur yang berderajad nol dinamakan skalar (0-blade), unsur dengan derajad satu dinamakan vektor (1-blade), unsur dengan derajad dua dinamakan bivektor (2-blade), unsur dengan derajad tiga dinamakan trivektor (3-blade), unsur yang berderajad k dinamakan k vektor (k– blade). Derajad tertinggi dalam aljabar geometris dinamakan pseudoskalar (I). Pseudoskalar mempunyai dua sifat penting: (1) I 2 = −1 yang menunjukkan bahwa I setara dengan i pada bilangan kompleks (2) I dibentuk dari vektor basis putar kanan. Kombinasi linier beberapa blade yang berbeda akan membentuk multivektor M = M 0 + M 1 + M 2 + ... + M k (3) M Hasilkali IV. ALJABAR GEOMETRIS RUANGWAKTU (SPACETIME ALGEBRA) Aljabar geometris ruang dan waktu disebut aljabar geometris ruangwaktu (spacetime algebra) ( a ∧ b = 0) . dengan {1, e1 , e2 , I} . menghasilkan multivektor baru AB ∈ G2 . Konsep aljabar geometris bidang G2 dapat diperluas untuk ruang berdimensi n sembarang Gn [5]. 2 3. 2 basis 137 adalah operator turunan vektor dalam ruang dimensi tiga. Keempat persamaan Maxwell persamaan (1) dapat dituliskan kembali r r ∇⋅D = ρ r r ∇⋅B = 0 r r r ∂B (25) ∇× E = − ∂t r r r ∂D r ∇× H = +J ∂t dengan r r r D = ε 0 E + P, r 1 r r (26) H= B−M, µ0 Apabila pembicaraan dibatasi pada wilayah hampa (vakum) yang terisolasi dari sumber muatan dan r sumber arus maka medan magnetisasi M dan medan r polarisasi P lenyap. Dengan menggunakan alih ragam dualitas [5] r r r r ∇ × J = − I ∇ ∧ J (27) Persamaan-persamaan Maxwell (25) dapat dituliskan r r ∇⋅E = ρ r r ∇⋅B = 0 r r r (28) ∇ ∧ E = −∂ t IB r r r r ∇ ∧ B = I J + ∂t E dan koordinat ruangnya x i = x ⋅ γ i (15) Apabila peristiwa yang ditinjau rehat dalam kerangka {γ 0 } maka vektor tiga dimensional bagi peristiwa tersebut adalah x i γ i = x ⋅ γ µ γ ν − x ⋅ γ 0 γ 0 = x − x ⋅ vv = x ∧ vv. (16) Besaran x ∧ v adalah bivektor ruangwaktu yang disebut vektor relatif r x = x ∧ v (17) Dari definisi di atas diperoleh pemisahan ruangwaktu (spacetime split) peristiwa x menurut pengamat inersia, yakni r xv = x ⋅ v + x ∧ v = t + x (18) Satu hal yang istimewa dari pemisahan ruangwaktu, ia dapat menjelaskan invariansi Lorentz tanpa harus meninjau transformasi Lorentz terlebih dahulu. Pemisahan enam buah bivektor ruangwaktu kedalam vektor-vektor relatif merupakan operasi yang gayut pada pengamat γ 0 . Vektor pengamat dengan kecepatan yang berbeda akan mendapatkan pemisahan ruangwaktu yang berbeda pula. Operator turunan vektor ruangwaktu didefinisikan ∂ ∂ ∂ ∇ = γ µ µ = γ 0 + γ i i . (19) ∂x ∂t ∂x Persamaan di atas apabila dikalikan dengan γ 0 dari kanan diperoleh r ∂ ∇γ 0 = ∂ t + γ i γ 0 i = ∂ t − ∇ (20) ∂x r dengan ∇ = σ i ∂ i adalah turunan vektor dalam ruang linier yang didefinisikan menurut kerangka γ 0 . Dengan cara serupa diperoleh r γ 0∇ = ∂ t + ∇ (21) Dengan menggunakan persamaan (20) dan (21) diperoleh operator turunan kedua vektor ruangwaktu ∂2 r ∇ 2 = 2 − ∇ 2 (22) ∂t Tampak bahwa operator di atas merupakan operator dasar yang mendeskripsikan gelombang berjalan untuk partikel yang bergerak dengan kecepatan cahaya. ( { } Sedangkan dua persamaan Maxwell untuk medan r magnet B dapat ditulis kembali menjadi rr r r ∇ B = I ( J + ∂ t E ) (30) Jika kedua ruas persamaan (30) dikalikan dengan pseudoskalar I, diperoleh r r r r ∇ ( IB ) = − J − ∂ t E .(31) Persamaan (29) mengandung bagian skalar dan vektor sementara persamaan (30) mengandung unsur bivektor dan pseudoskalar. Oleh karena itu, kedua persamaan tersebut dapat dipadukan dalam satu persamaan multivektor r r r r r r ∇ ( E + IB ) + ∂ t ( E + IB ) = ρ − J .(32) kerangka ortonormal ruangwaktu dengan koordinat xµ = γ µ ⋅ x . Pemisahan turunan vektor ruang waktu dituliskan r ∇γ 0 = ( γ 0 ∂t + γ i ∂i ) γ 0 = ∂t − σ i ∂i = ∂t − ∇ (23) Perpaduan di atas tidak menyebabkan lenyapnya (sebagian atau seluruh) informasi-informasi terkait persamaan Maxwell karena persamaan-persamaan Maxwell dapat diperoleh kembali dengan mengambil persamaan multivektor (32) menurut derajat masingmasing. Definisikan bivektor Faraday menurut [2], dengan σ i = γ i γ 0 merupakan kerangka ortonormal putar kanan ruang relatif menurut vektor bak-waktu γ 0 dan r ∂ ∇ = σ i ∂ i = σ i i (24) ∂x Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 ) Tampak dari persamaan-persamaan di atas persamaan Maxwell dapat disajikan dalam operator divergensi dan operator rotasi turunan vektor. Persamaan (28) merupakan langkah awal untuk memadukan keempat persamaan Maxwell. Dua persamaan Maxwell yang melibatkan medan r listrik E dapat dipadukan menjadi rr r ∇ E = ρ − ∂ t ( IB ) .(29) IV. PERPADUAN KEEMPAT PERSAMAAN MAXWELL Andaikan γ µ ( ) 138 r r F = E + IB .(33) Perpaduan ini tidak menghilangkan informasiinformasi fisis dari persamaan Maxwell. Persamaanpersamaan Maxwell awal dapat diperoleh kembali dengan mengambil masing-masing derajat multivektor ∇F = J . Subtitusikan persamaan (33) kedalam persamaan (32) sehingga didapat persamaan r r ∇F + ∂t F = ρ − J .(34) Dapat ditunjukkan bahwa persamaan di atas memenuhi kovariansi Lorentz. Definisikan arus ruang-waktu J, menurut ρ = γ 0 ⋅ J (35) dan r J = γ 0 ∧ J (36) Sehingga diperoleh persamaan r ρ − J = J ⋅ γ 0 + J ∧ γ 0 = γ 0 J .(37) r Tetapi karena ∂ t + ∇ = γ 0∇ maka persamaan (34) dapat dikalikan dengan γ 0 dari kiri untuk memperoleh bentuk kovarian ∇F = J (38) Persamaan ini memadukan keempat persamaan Maxwell menjadi satu persamaan tunggal dalam sajian aljabar geometris. Hasil ini merupakan salah satu pencapaian luar biasa yang dapat dilakukan dengan aljabar geometris. Jika persamaan (38) dikalikan dengan ∇ didapat ∇ 2 F = ∇ J = ∇ ⋅ J + ∇ ∧ J (39) Mengingat bahwa ∇ 2 adalah operator yang bernilai skalar, maka arus J memenuhi persamaan kontinuitas arus, yakni ∂ρ r r ∇⋅J = + ∇ ⋅ J = 0. (40) ∂t Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah muatan total yang membangkitkan medan magnet dan medan listrik kekal. Persamaan (38) dapat diuraikan menjadi bagian vektor dan bagian trivektor [2][5], yakni ∇⋅ F = J (41) dan ∇ ∧ F = 0 .(42) Dalam bentuk tensor kedua persamaan di atas dapat dituliskan sebagai ∂ µ F µν = J µ (43) UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan dana penelitian dan publikasi melalui program Hibah Peningkatan Mutu Prodi 2012. PUSTAKA [1] A. Baiquni, Al qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT Dana Bakti Wakaf, 1994. [2] C. Doran dan A. Lasenby, Geometric Algebra for Physicist, Cambridge University Press, 2005. [3] Hestenes, D., Geometric Algebra and Geometric Calculus, Departement of Physics and Astronimy, Arizona State University, 1998, hal 1-27. [4] Hestenes, D., Old Wine in New Bottle: a New Algebraic Framework for Computational Geometry, Birkhaeser Boston, 2001, hal 16. [5] Joko Purwanto, Teori Tera Elektromagnetik dengan Aljabar Geometris, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2007. dan ε µναβ ∂ν Fαβ = 0 .(44) Dua persamaan tensor terakhir ini merupakan rumusan yang kompak bagi keempat persamaan Maxwell yang sejauh ini dapat dicapai dengan aljabar tensor. Tampak bahwa penyajian persamaan Maxwell dalam bentuk tensor di atas sesuai dengan penyajian persamaan Maxwell dalam forma diferensial. Tetapi, aljabar geometris dapat mencapai sesuatu yang lebih dibanding forma diferensial, yakni memadukan keempat persamaan Maxwell dalam satu persamaan tunggal. V. KESIMPULAN Telah ditunjukkan dengan menggunakan aljabar geometris persamaan-persamaan Maxwell dapat dipadukan dalam satu persamaan kompak ∇F = J . Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 139 SIMULASI DESAIN PERISAI RADIASI SINAR X MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) LATEKS MENGGUNAKAN PROGRAM MCNP5 Safiruddin1, Darsono2, Moh. Toifur3 Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jl. Pramuka 42, sidikan Yogyakarta 55161 1 e-mail: [email protected] Intisari - Telah dilakukan simulasi desain perisai radiasi MBE lateks 300keV/20mA menggunakan program MCNP5. Simulasi dilakukan untuk memperoleh data verifikasi desain perisai. Simulasi menggunakan program MCNP5 membutuhkan data dari beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses, seperti: sumber radiasi yang digunakan, jenis bahan yang digunakan, dan bentuk geometri sistem. Untuk melakukan simulasi dibutuhkan data masukan berupa pemodelan perisai dan pemodelan intensitas radiasi untuk atenuasi. Simulasi dilakukan dalam keadaan perisai tanpa diberi pengganggu. Dalam hal ini pengganggu merupakan komponen dari MBE lateks. Dari hasil simulasi dan analisis data, diperoleh nilai tebal perisai yang aman untuk menahan paparan radiasi MBE lateks yaitu ≥ 2,5cm. Disamping data tebal perisai, pada simulasi ini juga diperoleh nilai laju dosis serap pada berbagai permukaan perisai. Besar nilai laju dosis serap mengacu pada ekstrapolasi indeks laju dosis (D0) pada jarak 5 cm dari sumber radiasi, dari hasil ekstrapolasi pada jarak 5 cm diperoleh nilai laju dosis pada berbagai permukaan perisai sebesar 1,47 mrem/jam. Kata Kunci: Perisai radiasi sinar X, MBE lateks, MCNP5 Abstract - A design simulation of MBE latex radiation of 300 keV/20mA has been conducted by using MCNP5 program. The simulation was done to get the verification data of shielding design. The simulation needed the datum from several factors which had impact on the process, such as; the applied radiation source, type of material and geometrical shape of system. The input data in the form of model shielding and radiation intensity to attenuation were needed to do the simulation. The simulation was conducted in conditions, namely condition of shielding with destruction. From the result of the simulation and the data analysis, the value of thickness of the shielding either to saving support the radiation of MBE latex is ≥ 2.5 cm. Beside the data of the shielding thickness, in this simulation the value of the absorption dosage was also obtained on some shielding surfaces. The rate of the absorption dosage was based on the index extrapolation of the dosage rate (D0) on the length of 5 cm from the radiation source, from the result of extrapolation on the length of 5 cm the rate of dosage on the shielding with destruction was 1.47 mrem/hour. Keywords : Shield of X-ray radiation, MBE latex, MCNP5 I. PENDAHULUAN Salah satu program BATAN adalah membangun mesin berkas elektron (MBE) 300 keV/20 mA untuk irradiasi karet alam. Pada umumnya MBE ditempatkan dalam sebuah ruangan khusus dan tertutup, namun dalam perkembangannya MBE lateks hasil karya BATAN Yogyakarta dibuat terbuka dan langsung berinteraksi dengan personil (pekerja). Oleh karena itu, fungsi perisai radiasi menjadi sangat penting dalam memberikan keselamatan bagi operator maupun lingkungan dari bahaya sinar X dari pengoperasian MBE. Fungsi perisai radiasi harus memenuhi ketentuan keselamatan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yang intinya adalah ruang penyinaran harus didesain sedemikian rupa sehingga paparan radiasi pada ruang terkontrol (control area) tidak melebihi 25µSv/jam (2,5 mrem/jam). Dalam hal desain perisai radiasi MBE lateks, MBE lateks 300 keV/20 mA karya PTAPB – BATAN Yogyakarta memiliki keterbatasan yaitu Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 140 tidak bisa dilakukan verifikasi disain perisai radiasi menggunakan sumber sinar X yang sesuai spesifikasi MBE lateks karena tidak ada sinar X standar. Oleh karena kendala diatas maka pada penelitian ini akan dilakukan suatu simulasi atau pemodelan disain perisai radiasi menggunakan metode Monte Carlo dengan salah satu program komputernya yaitu MCNP5 (Monte Carlo NParticle version 5). Program komputer MCNP5 adalah alternatif yang sangat baik untuk menyelesaikan masalah desain perisai radiasi sinar X (Rasito, 2011). MCNP5 merupakan perangkat lunak komputer menggunakan metode Monte Carlo yang diaplikasikan untuk menghitung perjalanan partikel yaitu neutron, foton, dan elektron. Perangkat lunak ini dikerjakan oleh tim monte carlo X-5 (2003) dari Laboratorium Nasional Los Alamos, USA. Metode Monte Carlo merupakan metode numerik statistik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan menyimulasikan bilangan acak untuk masalah- 5. Hamburan foton 6. Foton lepas 7. Pecahan foton masalah yang tidak mungkin diselesaikan secara analitik. II. TEORI Metode MCNP sebagai sebuah teknik simulasi transport partikel termasuk dalam teknik eksperimentasi teoritis. Terlihat dari penelusuran jejak partikel yang dilakukan MCNP dari sebuah sumber sampai partikel itu dianggap lenyap dari sistem. Secara acak akan ditentukan dengan inti apa neutron akan berinteraksi, jenis dan lokasi interaksi, rahnya, energi dan jenis partikel-partikel yang terbentuk setelah interaksi. Setelah partikel mulai bergerak keluar dari sumber lalu terbentuklah sebuah jalur dari hasil pergerakannya. Jika jalur itu terbelah menjadi 2 (dua) arah pada sebuah permukaan maka kedua jalur gerak partikel telah terbentuk sehingga sekarang sudah terdapat 2 (dua) jalur jejak partikel dari titik awal ( sumber). Gambar 1 memperlihatkan kebolehjadian sebuah neutron dari sebuah sumber acak didalam sebuah lempeng material yang mengalami reaksi pembelahan. Dari luar (sumber), neutron yang menembus materi sampai pada posisi (1), merupakan posisi acak yang dipilih sebagai tempat interaksi mula-mula antar neutron dengan materi. Interaksi yang terjadi adalah hamburan tak lenting (n,2n). foton yang terbentuk diabaikan terlebih dulu untuk analisis lebih lanjut. Lalu neutron mengalami reaksi pembelahan (2), menghasilkan 2 (dua) buah neutron baru dan sebuah foton.Salah satu neutron hasil pembelahan (3) ditangkap oleh material lalu berhenti. Neutron yang lain (4) secara acak bergerak keluar materi. Foton hasil pembelahan (5 mengalami peristiwa tumbukan dengan materi lalu secara acak bergerak keluar lempeng materi (6). Oleh MCNP, partikel yang mengalami penundaan analisis (diabaikan) paling akhir akan dianalisis pertama kali sesudah penundaan. Gambar 2. Geometri Perisai radiasi 6 3 Sumber Neutron III. TATA KERJA Untuk dapat melakukan simulasi desain perisai radiasi sinar X menggunakan MCNP5 dibutuhkan beberapa inputan. Input yang diperlukan adalah geometri komponen MBE lateks, Perisai radiasi, dan output berupa model intensitas radiasi, dan model koefisisen atenuasi. a. Model Perisai radiasi Hal terpenting dalam pemodelan dengan MCNP5 adalah geometri. Akurasi hasil pemodelan juga sangat ditentukan oleh kesesuaian dengan geometri obyek yang akan dimodelkan. Tahapan yang tersulit dalam pemodelan dengan MCNP5 adalah dalam pembuatan geometri obyek terutama obyek-obyek yang komplek. Gambar 2 merupakan Geometri yang akan disimulasikan (Darsono, 2006). Dimensi dan material dalam geometri MBE lateks dibuat sebagai masukan MCNP5 dengan tampilan dalam MCNP visual editor diperlihatkan pada Gambar 3. 5 4 2 1 7 Bahan dapat belah Gambar 1. Simulasi transport partikel (Briesmeister,1997) Keterangan : 1. Neutron, reaksi hamburan foton 2. Reaksi pemecahan foton 3. Tangkapan Neutron 4. Neutron lepas Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Gambar 3. Geometri MBE lateks dalam MCNP Visual Editor Untuk menghitung interaksi elektron dengan atom yang terkandung di dalam komponen MBE lateks 141 maka MCNP5 membutuhkan pemodelan material sebagai masukan. Material yang dimodelkan diantaranya adalah, udara dan timbal. Komposisi material MBE lateks berdasarkan fraksi berat diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi material berdasarkan fraksi berat (Harmon dkk, 1994) No ID Fra Densi mor MC ksi tas Bah (gr/c Uns Ato NP Ber Fraksi ur m 5 an at Atom m3) SS260 0,65 316 7,92 Fe 26 00 5 240 Cr 24 00 0,17 280 Ni 28 00 0,12 420 0,02 Mo 42 00 5 250 Mn 25 00 0,02 140 Si 14 00 0,01 Uda 0,001 700 0,6869 ra 24 N 7 0 1 800 0,3012 O 8 0 4 600 0,0001 C 6 0 25 180 0,0117 Ar 18 00 17 Tim 820 bal 11,36 Pb 82 00 1 Tita niu 220 m 4,5 Ti 22 00 1 Bes 260 i 7,86 Fe 26 00 1 c. Perhitungan nilai laju dosis Untuk menentukan nilai laju dosis agar diperoleh paparan radiasi ≤ 2,5 mrem/jam diperlukan perhitungan dengan menggunakan rumus laju dosis serap (D) yaitu: (1) D = D0 e-µx Selain menggunakan rumus pada persamaan 2 juga diperlukan data teknis MBE lateks sebagai berikut: E= 300 keV, I= 20 mA serta perhitungan indeks laju dosis serap (D0), perhitungan indeks laju dosis terserap dilakukan dengan pengamatan kurva pada Gambar 3 berikut: Gambar 4. X-ray emission rates from high-Z target (NCRP Report No. 51, 1997) Dari Gambar kurva diatas diperoleh nilai indeks laju dosis terserap pada E=300 keV adalah 1,5 rad m2 mA-1min-1, oleh karena arus berkas MBE adalah 20 mA maka nilai indeks laju dosis serap (D0) adalah 20 mA x 1,5 rad m2 mA-1min-1 sehingga diperoleh nilai D0= 30 rad m2/min atau D0 = 0,18 rem/jam. Nilai indeks laju dosis serap yang diperoleh dari kurva diatas merupakan nilai indeks laju dosis serap pada jarak acuan 1 meter dengan luasan 1 meter persegi. Penempatan posisi indeks laju dosis (D0) terbaik seharusnya diambil pada posisi dimana sumber radiasi ditempatkan, namun karena sumber radiasi pada penelitian ini berbentuk kotak dan memiliki diameter, sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil posisi indeks laju dosis (D0) pada posisi dimana sumber radiasi ditempatkan. Oleh karena hal tersebut, penempatan posisi indeks laju dosis (D0) dilakukan dengan mengekstrapolasi nilai indeks laju dosis serap pada jarak 1 cm-10 cm dari posisi sumber radiasi ditempatkan. Untuk mengekstrapolasi digunakan rumus pada persamaan 3 berikut: b. Model intensitas radiasi dan koefesien atenuasi Pemodelan untuk memperoleh keluaran berupa intensitas radiasi dan koefisien atenuasi linier digunakan detektor Tally F5, Tally F5 digunakan untuk memberikan keluaran MCNP5 berupa nilai intensitas radiasi pada detektor yang berbentuk titik maupun cincin. Untuk pemodelan intensitas radiasi terhambur pada perisai, beberapa detektor bentuk titik ditempatkan di sepanjang sumbu Z pada permukaan perisai. Intensitas radiasi yang diperoleh kemudian dinormalisasikan dan dibuat grafik 3 dimensi untuk mengetahui distribusi intensitas radiasi terhambur. Sedangkan untuk pemodelan koefisien teratenuasi, detektor bentuk titik ditempatkan pada perisai dengan variasi ketebalan 0,5 cm, kemudian hasil running masukan program dianalisis dan dibuat grafik hubungan antara ketebalan perisai terhadap intensitas radiasi untuk memperoleh nilai koefisien atenuasi. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 D2 ⎛ R1 ⎞ =⎜ ⎟ D1 ⎜⎝ R2 ⎟⎠ 2 (3) Dimana D1 merupakan nilai indeks laju dosis acuan yaitu 0,18 rem/jam, sedangkan R1 merupakan jarak acuan ekstrapolasi yaitu 100 cm. 142 Simulasi untuk mengetahui intensitas radiasi teratenuasi pada bahan perisai dapat dilakukan dengan menempatkan detektor titik (Tally F5) dengan jari-jari 0,005 cm pada permukaan perisai dengan variasi ketebalan 0,5 cm. Model penempatan detektor diperlihatkan pada Gambar 5 dimana detektor berada pada posisi sebelah kiri kanan sumbu Z IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Program MCNP5 setelah diberikan data masukan berupa model geometri perisai, model Intensitas radiasi dan model koefesien. Selanjutnya di-running menggunakan komputer PC CPU prosesor Intel Pentium IV 2 GHz dengan ruang penyimpaan dalam hard disk 18 Gbytes. Hasil running data masukan diperoleh distribusi intensitas radiasi dan nilai koefesien atenuasi. . Perisai Z Perisai Z Detektor Titik Posisi Sumber Posisi Sumber Y X Detektor Titik Gambar 5. Penempatan detektor titik pada permukaan XY dan XZ Hasil running data input program diperoleh data keluaran MCNP5 berupa intensitas radiasi teratenuasi pada berbagai permukaan dan posisi perisai. Besar nilai koefesien atenuasi hasil simulasi menggunakan program MCNP5 pada penelitian ini adalah 4,32cm-1. Koefisien atenuasi hasil simulasi akan digunakan untuk menentukan besar paparan radiasi yang dihasilkan oleh MBE lateks. Untuk mengetahui distribusi intensitas radiasi terhambur pada bahan perisai, dapat dilakukan pemodelan dengan menempatkan detektor titik dengan jari-jari 0,005 cm pada permukaan perisai sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak detektor dari titik pusat yaitu 10 cm. Model penempatan detektor titik pada permukan pada permukaan perisai dapat dilihat pada Gambar 6. Simulasi menggunakan MCNP5 memberikan hasil keluaran berupa distribusi intensitas radiasi terhambur disepanjang sumbu Z dimana detektor ditempatkan. Pusat sumber radiasi memiliki intensitas radiasi paling tinggi. Gambar 7 memperlihatkan bahwa intensitas radiasi semakin menurun akibat semakin menjauh dari pusat sumber radiasi di tempatkan. Gambar 7 memperlihatkan distribusi intensitas radiasi terhambur pada permukaan perisai disepanjang sumbu Z. Perisai Z Perisai Z Z=-29 Detektor Titik Z=-29 Posisi Sumber Posisi Sumber Y X Gambar 6. Penempatan detektor titik pada permukaan YZ dan XZ pada perisai bagian kiri dan kanan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 143 Detektor Titik Gambar 7. Grafik G distribuusi intensitas radiasi r terham mbur di permukkaan pada perisai Dari hasil h perhitunggan dan analissis data juga diperoleh d nilaii paparan radiaasi dan tebal pperisai yang am man pada berbagai permukaaan perisai sepeerti terlihat padda tabel 3. Tabeel 2. Nilai lajuu dosis serap pada p permukaaan perisai denngan tanpa penngganggu Ekstrapolaasi p D Ds Do Tebal perisai µ Dk jarak (cm m) (rem/jaam) (cm m) (1/cm m) (mrem/jjam) (mrem m/jam) Ketterangan 10 18 3,188 2 2,55 2 4,32 3 9 8 22 28 0,044 2 2,55 6 5 37 50 72 3 113 2000 4500 Aman A 2 4,977 dak aman Tid 2,55 4,32 2 18000 2 4,32 0,755 Aman A Aman A Tid dak aman 2,,5 Aman A 3 0,099 Aman A 2 8,844 dak aman Tid 2,55 4,32 2 1,022 2,,5 Aman A 3 0,122 Aman A 2 12,74 dak aman Tid 2,55 4,32 2 2,55 1,477 2,,5 0,177 4,32 2 2,299 Aman A Aman A 19,90 2 dak aman Tid 2,,5 Aman A 3 0,266 Aman A 2 35,38 dak aman Tid 2,55 4,32 2 2,55 2,,5 9,188 dak aman Tid 2,,5 1,066 3 36,72 4,233 144 Tid dak aman Aman A 318,440 4,32 2 Tid dak aman Aman A 79,60 4,32 2 2 2,55 4,088 0,477 2 Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Mei 2012 2,,5 6,500 2 2,55 0,577 0,077 3 1 Aman A 0,055 3 2 dak aman Tid 2,,5 3 3 4 0,455 Aman A Aman A 3,933 4,32 2 3 7 0,377 Tid dak aman 2,,5 dak aman Tid 2,,5 Tid dak aman Tid dak aman Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa penempatan indeks laju dosis yang efektif adalah berada pada posisi jarak 5 cm dari tempat sumber radiasi diletakkan. Sehingga untuk nilai ketebalan perisai dan paparan radiasi yang diperoleh pada penelitian ini juga diacu pada ekstrapolasi jarak 5 cm dari posisi sumber radiasi ditempatkan. DAFTAR PUSTAKA Breismeister, Judith F., 1997, Manual MCNP Version 4B-A General Monte Carlo N-particle Transport Code, Los Alamos National Laboratory, Los Alamos. Darsono ,2006,”Konsepsual Disain MBE 300KeV/20mA Untuk Industri Lateks” Puslitbang Teknologi maju BATAN, Yogyakarta. Harmon Charles D., Robert D.B., Judith F. Brimster, R.A. Forster, “Criticality Calculations V. KESIMPULAN Program MCNP5 dapat digunakan secara baik untuk simulasi desai perisai radiasi pada MBE lateks. Dari hasil simulasi dan analisis data, diperoleh nilai tebal perisai yang aman untuk menahan paparan radiasi MBE lateks yaitu ≥ 2,5cm. Disamping data tebal perisai, pada simulasi ini juga diperoleh nilai laju dosis serap pada berbagai permukaan perisai. Besar nilai laju dosis serap mengacu pada ekstrapolasi indeks laju dosis (D0) pada jarak 5 cm dari sumber radiasi, dari hasil ekstrapolasi pada jarak 5 cm diperoleh nilai laju dosis pada permukaan perisai sebesar 1,47 mrem/jam. TM with MCNP ”, A Primer, LA-12827-M, Los Alamos National Laboratory, Los Alamos, New Mexico (1994). NCRP Report No. 51,”Radiation Protection Design Guidenlines for 0,1 – 100 MeV Particle Accelerator Facilities”, Issued, March 1977 Rasito T., “http://rasitotursinah.wordpress.com/too ls/mcnp5/mcnp5/” diakses tanggal 3 maret 2011 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Drs. Darsono, M.Sc atas bantuan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini, Dody Kurniawan atas bantuannya dalam pembuatan geometri komponen MBE lateks Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 145 SISTEM DETEKTOR GEMPA DAN TSUNAMI ON-LINE BERBASIS ANTENA WI-FI 2,4GHz Yono Hadi Pramono, Ayi Syaeful Bahri, Bachtera Indarto, Ali Yunus Rohedi, Ahmad Fahruzi dan Edy Yahya Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Keputih, Surabaya, 61111 Telp : (031) 594 3351, Fax : (031) 5943351 E-mail : [email protected] , [email protected] Intisari – Sebuah sistem on-line warning gempa dan tsunami berbasis antena Wi-Fi untuk kawasan pemukiman penduduk rawan tsunami di pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatra akan di teliti, di disain dan diciptakan bentuk prototype-nya. Sebuah pekerjaan yang mencakup multidisiplin ilmu fisika, secara terintegrasi meliputi bidang Geofisika, Fisika OptoElektronika, Fisika Instrumentasi, dan Elektromagnetika Terapan. Pekerjaan penelitian dibagi kedalam tiga segmen pekerjaan utama yakni bagian sensor getaran dan level ketinggian air laut, instrumentasi mikrokontroler untuk pengkondisian signal, dan disain antena microwave serta programing grafik webserver interaktif dengan operator sehingga dapat diakses oleh masyarakat pemukiman pantai rawan tsunami sampai kepada operator pemantau dari luar kota. Cara kerja alat ini yaitu secara real time mencatat data dan memberikan informasi gempa yang berpotensi tsunami serta memberikan peringatan dini seperti sirine kepada masyarakat. Informasi data sensor gempa dan sensor level ketinggian air laut yang terukur akan dikirimkan melalui instrumen mikrokontroler dalam bentuk protokol TCP/IP berbasis Wi-fi. Setelah itu Informasi tersebut secara otomatis diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik on-line real time didalam PC server WEB interaktif yang ada di kantor kecamatan atau kelurahan setempat yang kemudian akan didistribusikan untuk melayani masyarakat dan dapat di akses oleh operator di luar kota melalui media ISP yang tersedia. Di samping itu pula, operator akan dengan mudah dapat mengatur nilai ambang gempa dan tsunami supaya warning sirine gempa dapat diatur on-off nya dan didengar oleh masyarakat di sekitar pemukiman pantai. Sang operator tidak harus berada di lokasi pemukiman, namun dapat di remote dari luar kota yang tersentralisasi seperti dari kantor BMKG pusat Jakarta. Diharapkan dari hasil riset ini, menghasilkan sebuah produk unggulan penelitian yang langsung hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap nyawa sekian ribu penduduk pantai rawan tsunami di pesisir selatan Jawa, Bali dan Sumatra. Abstract – An on-line system of the earthquake and tsunami warning based Wi-Fi antenna for tsunami-prone residential area on the south coast of Java, Bali and Sumatra will be thorough, designed and created its prototype form. A job that includes a multidisciplinary science of physics, in an integrated way covering the fields of Geophysics, optoelectronics Physics, Physics Instrumentation, and Applied electromagnetics. The research work is divided into three segments, namely the work of the vibration sensor and the height of sea level, the microcontroller for signal conditioning instrumentation, and microwave antenna design and graphics programming with interactive webserver so that the operator can be accessed by the tsunami-prone coastal settlements until the operator monitors from outside city. The workings of this tool is a real time recording of data and provide information on earthquake and tsunami that could potentially provide such early warning siren to the public. Information seismic sensor data and sensor height of sea level measured by the instrument microcontroller will be delivered in the form of TCP / IPbased Wi-fi. After that information is automatically processed and displayed in graphical form on-line in real time interactive PC WEB server at the district office or the local village which would then be distributed to serve the community and can be accessed by the operator outside the city through the ISP media is available. In addition to that, the operator can easily adjust the threshold value of the earthquake and tsunami siren warning of an earthquake that can be set-off on her and heard by people around the coastal settlements. The operator does not have to be in settlement location, but can be remote from the outside of a centralized office as BMKG center of Jakarta. Expected from the results of this research, produce a superior product is a direct result of research can be perceived by society as a manifestation of concern for the lives of so many thousands of people in tsunami-prone coast of the southern coast of Java, Bali and Sumatra Kata kunci: gempa, tsunami, detektor, protocol TCP/IP, antenna wi-fi letusan gunung berapi maupun bencana lain yang banyak menimbulkan kerugian baik materiil maupun non materiil yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Indonesia dikenal berada dalam lingkaran yang disebut Ring of Fire yang merupakan pertemuan dari patahan kontinental serta mengakibatkan aktivitas vulkanik dan seismik. Juni lalu, sebuah gempa I. PENDAHULUAN Perubahan iklim global yang terjadi diseluruh dunia yang diakibatkan oleh perubahan kondisi alam baik yang diakibatkan oleh manusia maupun fenomena alam harus diantisipasi secara tepat untuk menimimalkan dampak yang mungkin terjadi. Saat ini marak terjadi bencana seperti banjir, tanah longsor, Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 146 berkekuatan 7,1 SR mengguncang lepas pantai utara Papua. Gempa ini menewaskan 17 orang dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Adapun tsunami pada tahun 2004 yang terjadi di Asia dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 SR di Sumatera dan menewaskan sedikitnya 168.000 orang di kawasan tersebut. Pada 30 September 2009, gempa dengan kekuatan 7,6 SR mengguncang Padang dan menewaskan 1.000 orang. Penelitian mitigasi bencana gempa dan tsunami terutama didaerah pesisir pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatera menjadi tema yang sangat menarik untuk diangkat dan akan dikembangkan karena adanya retakan lempeng kulit bumi disepanjang area tersebut. Kulit bumi terhadap lapisan yang ada didalamnya, seperti perahu berlayar diatas permukaan air artinya selalu bergerak. Pergerakan yang terjadi seperti untuk pulau Jawa, Bali dan Sumatra seolah didesak oleh benua besar seperti Australia menuju benua Asia untuk menyatu kembali. Pergerakan ini tidaklah mulus, pasti diiringi dengan retakan baik skala kecil maupun besar yang menentukan besarnya kekuatan gempa yang akan terjadi. Tidak semua gempa yang ditimbulkan oleh retakan tersebut berpotensi tsunami, tergantung dari kekuatan, posisi serta kedalaman sumber gempa. Biasanya gempa berkekuatan minimal 6,75 SR sangat berpotensi tsunami. Tsunami tidak dapat dicegah oleh manusia karena berada dalam kendali alam yang dahsyat. Apa yang bisa dilakukan untuk dapat mengatasinya adalah meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana tsunami. Upaya pembuatan infrastruktur untuk meredam daya tsunami adalah dengan cara penanaman mangrove di sepanjang pantai atau pembuatan kanal parallel dengan pantai. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengembangkan satu sistem peringatan dini tsunami untuk meminimalisir korban jiwa dan dampak psikis yang berat bagi keluarga korban yang masih hidup dan ditinggalkannya terutama didaerah pesisir pantai selatan yang padat penduduk. System warning dini yang sudah ada berupa Buoy yang bentuknya seperti pelampung yang terapung dipermukaan air laut. Buoy-buoy tersebut dilengkapi dengan sensor ultrasonic untuk mendeteksi level ketinggian permukaan air laut, setelah itu telemetri data ke satelit. Beberapa kelemahan dan kerugian peralatan ini antara lain: harga yang sangat mahal, barang impor, data potensi perairan kita dilarikan ke satelit dan dapat diakses oleh negara lain, kurang aman dari tangan-tangan jahil (terbukti dari 12 buoy, separuh lebih tidak berfungsi karena banyak kabel yang putus dan hilang) dan bahkan bisa hilang dicuri. Tim peneliti Fisika ITS kerja bersama secara terintegrasi dari empat disiplin ilmu geofisika, optoelektronika, instrumentasi dan elektromagnetika terapan (propagasi antenna wi-fi) membuat prototipe system warning dini yang berbasis wi-fi 2,4GHz (dengan protokol TCP/IP) sehingga dapat diakses secara on-line. Prototipe yang diajukan dalam Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 penelitian ini dijamin dapat meminimalkan biaya maintenan, kehilangan, kerusakan atau efek pencurian informasi. Prototipe sistem yang dapat memberikan informasi peringatan dini untuk bencana gempa yang berpotensi tsunami serta peringatan dini akan datangnya tsunami yang tepat sasaran serta mampu melakukan pengukuran secara kontinyu sehingga mendukung ketersediaan data hidrologi, klimatologi maupun kegiatan pergerakan tektonik lempeng bumi terutama di pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatera yang dapat diakses secara jarak jauh (remote access).Cara kerja system ini akan dibahas secara detail dalam paper ini. II. LANDASAN TEORI A. Karakteristik Tsunami Tsunami bukanlah pasang surutnya air laut karena gravitasi bulan. Tsunami disebabkan oleh gempa bawah laut, letusan gunung berapi (vulkanik), pergeseran lapisan bumi (tektonik), dapat pula disebabkan oleh asteroid atau meteor yang menabrak dalam air laut dari ruang angkasa. Kebanyakan tsunami disebabkan oleh gempa bumi bawah laut, Tetapi tidak semua gempa bumi bawah laut menyebabkan tsunami. Kekuatan gempa bumi lebih besar dari 6,75 pada skala Richter berpotensi tsunami sekitar 90 persen dari seluruh tsunami terjadi di Samudera Pasifik[1]. Teori tentang gempa yang disebabkan pergerakan antar lempeng. Friksi antar lempeng itulah yang menyebabkan terjadinya getaran-getaran, sedangkan yang menyebabkan terjadinya gelombang adalah deformasi di dasar laut yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng itu, misalnya terbentuknya lipatan. Itulah mengapa ketika terjadi gempa di laut, belum tentu terjadi tsunami karena gempa itu tidak menyebabkan deformasi di dasar laut. Teori tentang gelombang yang dijabarkan dalam ilmu Fisika. Gelombang itu bisa dijelaskan sifat-sifatnya melalui berbagai parameter seperti frekuensi, panjang gelombang, amplitudo, dsb. Dari situ, dengan menambahkan massa air laut yang dijadikan medium gelombang, kekuatan gelombang tsunami bisa diperkirakan. Teori tentang difusivitas energi dari satu titik. Energi tsunami akan menghantam lebih keras pada wilayah yang lebih dekat dengan epicenternya dibandingkan dengan yang wilayahnya jauh. Itulah kenapa Aceh ketika tsunami 2004 mengalami kerusakan lebih parah dari pada Thailand. Teori tentang pergerakan fluida dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang rendah. Air laut tidak akan masuk ke daratan melainkan ketika tsunami permukaan laut ketika itu lebih tinggi dari daratan[2]. Dari teori tsunami diatas dapat diketahui level ketinggian air laut dari pantai dimana level air laut akan cepat berubah surutnya melebihi nilai ambang akibat pasang surut gravitasi bulan. Sensor dapat tidak harus dipasang ditengah laut seperti buoy namun dapat di tempatkan sekitar tidak jauh dari pantai dengan mempertimbangkan kedalaman maksimum pantai 147 melebihi batas surut-nyya[2]. B. Sensorr Gempa dan Tsunami B.1 Sensoor Gempa denngan Medan Magnet M Solenooida Teori maagnetika menggatakan bahw wa apabila diddalam solenoidaa terdapat batang ferit yangg mudah berggerak, maka perrubahan gerakk batang ferit akan a menimbuulkan dapat arus listrrik. Arus listrik yang ditimbulkan d mendetekksi berapa am mplitudo getaaran oleh geempa. Gambar 4 di bawah menunjukkann skema solenoid tersebut. Gambar G 2. Skema S sensor resistansi daan kapasitansii air a laut Setelah S melaluu proses rangkkaian Filter frekuensi makaa akan a diperolleh nilai im mpedansi dengan d levell ketinggian k air laut[7]. B.4. B Sensor Level air laut dengan n gelombangg ultrasonic u Sensor S transciiever ultrasonnic dapat digu unakan untukk mendeteksi m l level air lauut, posisi sensor s dapatt ditempatkan d diiatas permukaaan air laut paada ketinggiann teertentu mauppun tepat diaatas permukaaan air laut.. Gelombang G yaang dipancarkkan akan dierrima kembalii setelah terpantul oleh meddium air laut mapun dasarr laaut. C. C Mikrokontroler Mikrokontrole M er dan ranngkaian AD DC Dengann memanfaatkan m n IC mikrokonntroler keluarg ga Atmega 166 dan d Atmega 32 3 kita sudahh bisa memprogram inputt data d analog daari sensor gem mpa dan levell ketingian airr laaut dan mempprosesnya dalaam bentuk pro otocol TCP/IP P yang y siap di trransmisikan kke penerima melalui m mediaa wi-fi w [10]-[14]]. D. D Antena wi-ffi 2,4GHz Berbagai B jenis antena wi-fi 22,4GHz berbaasis mikrostrip m yanng telah dikem mbangkan di laab EM Terapan T Fisikaa ITS [15]-[166] untuk memaancarkan dan menerima m geloombang wi-fi ssesuai dengan n kebutuhan apakah a omni maupun m sebaggai pengarah untuk u mengirimkan m d gempa daan level air lau data ut. Gambar 1. Skema sensorr gempa B.2 Sensoor level air lauut dari Serat Optik Serat optik dapat digunakan untuk menggukur besarnya rugi daya yang ditrannsmisikan seetelah melalui medium m air laut. Menuruut hukum Snnellius bahwa caahaya yang terpandu t dalaam medium optik akan menngalami propaagasi ke mediuum lain apabilla ada matchingg indek bias. Terpandunyaa cahaya optiik ke medium air laut (sebaagai claddingg serat optik) akan menguranngi penerimaaan daya padda detektor optik. o Semakin banyak level air laut semakin besar pulaa loss daya opttiknya. Param meter inilah yang y akan meenjadi perhatiann relevansinyaa dengan levvel ketinggiaan air laut[3]-[66]. B.3 Sensoor level air laaut dari Resisttansi /Kapasittansinya Air laut mempunyai m reesistansi dan kapasitansi k terrtentu tergantunng dari volum menya. Hal inni dapat di sensing volumenyya berkaitan dengan levvel ketinggiannnya. Gambar 2 secara ranggkaian listrik dapat ditunjuukkan interaksi medan listrik dengan mediuum air laut. Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 III. METODE E PENELITIIAN DAN PEMBUATAN PROTOT TIPE SYSTEM M PERINGA ATAN DINI GEMPA DAN D TSUNA AMI Langkah-laangkah dalam pekerjaan pen nelitian dapatt dilihat d pada tiaap-tiap blok daalam Gambar 4 berikut. 148 Sensor G Sirine Gempa account umum. Sedangkan Administrator account yang mempunyai kewenangan untuk mengontrol/meremote atau meng-ajust parameter kondisi on-off sirine maupun batas ambang kekuatan gempa dan tsunami adalah melalui media ISP. Sehingga para admin seperti dari kantor BMKG pusat Jakarta dapat memonitor dan mengontrol dari jarak jauh dan data real time gempa dan tsunami dapat di backup dalam hardisk kantor pusat. System skala dan kalibrasi pada alat ini dapat dengan mudah diselaraskan dengan standar seismograf yang ada dimiliki kantor BMKG, karena sudah dipersiapkan tombol-tombol menu kalibrasi skala dalam alat ini secara on-line. B. Set up eksperimen Peralatan tambahan yang perlu disiapkan agar dapat dilakukan eksperimen adalah dibutuhkan sebuah bak air dengan ketinggian 1 meter dengan dilengkapi kran pembuangan air dibagian bawah agar ketinggian air bisa turun sesuai keinginan dan diberi skala pembacaan. Eksperimen juga bisa dilakukan dengan mengubah ketinggian sensor tanpa harus membuang air di bak. Peralatan yang kedua adalah sebuah Laptop atau PC klien yang ada wifi-nya sehingga dapat mengakses IP address system secara on-line yang akan menampilkan grafik dari situs web server. Data yang diamati dalam grafik sesuai skala maksimum 10 meter (maksimum ketinggian penurunan air laut akibat tsunami) dikonversikan terhadap ketinggian 1 meter air dalam bak percobaan. Demikian pula untuk sensor gempa, dibutuhkan sebuah meja yang dinamis (dapat digerakkan atau digetarkan) seolah mendapatkan getaran gempa yang sesungguhnya, kemudian pengamatan dilakukan untuk mendapatkan nilai ambang gempa sesuai yang di set parameternya dari Laptop. Sens Sirine tsunami Sistem Mikrokontr oler Protokol TCP/IP Ante na wifi, 2,4G Hz On-line Server Grafis ISP Gambar 4. Blok diagram system peringatan dini gempa dan tsunami on-line basis wi-fi 2,4 GHz A. Mekanisme kerja System Jika terjadi gempa, maka sensor gempa akan mendeteksi kekuatan gempa yang terkalibrasi dalam Skala Richter yang akan diproses didalam system mikrokontroler dimana jika melebihi batas ambang misalkan diatur pada angka 6,75 SR maka sirine gempa akan berbunyi, kemudian Sensor tsunami akan segera diaktifkan. Apabila terjadi penurunan air laut secara cepat sampai melebihi batas ambang ketinggian air pasang surut maka sirine Tsunami akan berbunyi. Kondisi data real time setiap detik dari sensor akan dimodulasi dengan protokol tcp/ip sehingga dapat secara langsung dipancarkan dengan Acces Point 2,4GHz melalui antena Omni maupun Bidirection . Data grafik gempa dan level air laut ini dapat dinikmati oleh masyarakat lokal pantai dengan laptop atau BB secara langsung dengan menggunakan user Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 5 menunjukkan tampilan grafik data gempa dan tsunami real time dalam PC maupun Laptop klien. 149 Gambar 5. Tampilan data gempa dan tsunami on-line Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 150 Data yang dibaca pada skala PC klien atau laptop sudah menunjukkan skala yang sama dengan ketinggian air dalam bak 1 meter dengan konversi 10 kalinya. Begitu pula untuk sensor gempa, dengan menggetarkan atau menggoyang meja yang ada sensor gempanya, skala pembacaan pada laptop atau PC klien menunjukkan perubahan yang sinkron dengan kekuatan getaran. Sirine gempa juga berbunyi setelah meja kita getarkan melebihi batas ambang yang ditentukan. Begitu pula sirine tsunami juga berbunyi pada saat ketinggian air turun melebihi batas ambang 3-4 meter. Kesalahan pembacaan skala tsunami pada alat ini tidak lebih dari 1 % sedangkan gempa tidak lebih dari 2%. antena mikrosrip multilayer substrat unuk komunikasi wireless”, Prosiding Symp. Fisika Nasional ke23 hal,186-187,oktober 2010. [6] Samian dan Y.H. pramono,” Theoretical and Experimentl Study of Fiber-Optic Displacement Sensor Using Multimode Fiber Coupler,” Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials, Vol. 1, Issue 3, September 2009, p. 303 – 308 [7] Atmel Corp., AVR 8-bit Microcontroller ATmega16 Datasheet, 2008 http://www.atmel.com [8] Flame Sensor UVTRON R2868 Datasheet [9] PING))) Paralax Datasheet http://www.parallax.com/[10] Devantech Magnetic Compass (cmps03) Datasheet [11] Agus Bejo, C & AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C dalam Mikrokontroler ATMega8535, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008 [12] Riyanto Sigit, Robotika, Sensor & Aktuator, Graha Ilmu,Yogyakarta, 2007 [13] Romy Budhi Widodo, Embedded System menggunakan Mikrokontroler dan Pemrograman C, C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta, 2009 [14] Richard Barnet, Larry O’Cull, dan Sarah Cox, Embedded C Programming and the Atmel AVR 2nd Edition, Library of Cataloging, Canada, 2000 [15] A. Uboyo, dan Y.H. Pramono, “Desain dan Fabrikasi Antena Mikrostrip loop dengan Feed Line Mikrostrip Feed Line Dua Lapis Substrat untuk Komunikasi C-Band”, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 2009, vol.5, no.2. [16] Bualkar Abdullah, Yono Hadi Pramono, Eddy Yahya ,” FR4 SUBSTRATE FOR 2.4 GHz COMMUNICATION CPW FED DOUBLE BOWTIE MICROSTRIP SLOT ANTENNA 3 ARRAY ,” Int.Journal of Engineering and Science, pp.70-73,Vol.11,2011 V. KESIMPULAN Prototipe system peringatan dini gempa dan tsunami telah dibuat dan didemonstrasikan. Alat ini diharapkan dapat memberikan kontribusi hasil riset yang nyata dan bermanfaat untuk diterapkan didaerah pesisir pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatera yang padat pemukiman penduduknya. VI. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ucapkan terima kasih kepada BMKG pusat yang memberikan pinjaman alat seismograf di Fisika MIPA ITS untuk kalibrasi prototipe system ini. PUSTAKA [1] International Strategy for Disaster Reduction (ISDR). 2010. 4th International Tsunami Symposium 2529 Jul2010. [2] Marchuk, Andrei: Institute of Computational Mathematics and Mathematical Geophysics Siberian Division Russian Academy of Sciences, 630090, Novosibirsk, Russia. TSUNAMI WAVE PROPAGATION ALONG WAVEGUIDES. Science of Tsunami Hazards ISSN 8755-6839 (2009) vol.28(5) [3] Raymond M. (2001). Structural Monitoring with Fiber Optic Technology. San Diego, California, USA: Academic Press. pp. Chapter 7. ISBN 0-12487430-4 [4] Ghosh, S.K.; Sarkar, S.K.; Chakraborty, S. (2002). "Design and development of a fiber optic intrinsic voltage sensor". Proceedings of the 12th IMEKO TC4 international symposium Part 2 (Zagreb, Croatia): 415– 419 [5] Y.H. Pramono dkk, “Perancangan dan pembuatan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 151 STUDI KOMPARASI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI NYATA DAN DEMONSTRASI SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI PADA MATERI OPTIKA GEOMETRI DI SMAN 1 PAJANGAN Bayu Indriarto1, Medi Widya Sujatmiko, Dian Artha Kusumaningtyas Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan Jl. Janturan, Umbulharjo Yogyakarta [email protected] Intisari – Miskonsepsi adalah konsep yang tidak sesuai atau menyimpang dari konsep. Untuk dapat mengetahui persentase miskonsepsi yang dialami siswa maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan (1). Untuk mengetahui perbedaan pembelajaran demonstrasi nyata dengan demonstrasi simulasi dalam mereduksi miskonsepsi pada materi optika geometris. (2). Untuk mengetahui besar pengurangan miskonsepsi yang terjadi setelah pembelajaran dengan demonstrasi nyata maupun demonstrasi simulasi. Teknik pengumpulan data adalah dengan metode tes benar-salah disertai pengisian skala CRI (certainty of response index) dan angket terbuka. Dari hasil didapatkan bahwa data normal homogen serta dengan uji-t 1 pihak, maka di dapatkan kesimpulan demonstrasi simulasi lebih efektif dari pada demonstrasi nyata. Adapun penurunan persentase miskonsepsi pada demonstrasi nyata 18,8% dan 22 % pada demonstrasi simulasi. Kata kunci: Demonstrasi nyata, Demonstrasi simulasi, Miskonsepsi, Optika geometri Abstract – Misconceptions are concepts that do not fit or deviate from the concept. To be able to know the percentage of students' misconceptions that experienced it will do research aimed at (1). To find out the difference learning with real and simulation demonstration in reducing misconceptions in geometrical optics materials. (2). To find a large reduction in misconceptions that occur after the demonstration of learning with real or simulated demonstrations. Data collection techniques is the true-false test method with charging CRI scale (certainty of response index) and open inquiry. From the results obtained that the normal data with a homogeneous and a party t-test, then get the conclusion of the demonstration in the simulation is more effective than a real demonstration. The decrease in the percentage of misconceptions on the real demonstration of 18.8% and 22% in the simulation demonstration Key words: Real demonstration, Simulation demonstration, Misconceptions, Geometrical optics contoh miskonsepsi yang dialami peserta didik diantaranya adalah, 1. Cahaya hanya memantul pada cermin dan permukaan halus lainnya. 2. Benda hitam karena tidak memantulkan cahaya. 3. Jika anda memiliki tinggi lima kaki maka anda membutuhkan cermin yang setinggi lima kaki untuk melihat keseluruhan badan anda. 4. Bayangan pada cermin berada di permukaan cermin. Sementara itu, pustaka [1] mencontohkan bahwa miskonsepsi yang terjadi misalnya pengamat dapat melihat gambarnya lebih besar dengan bergerak menjauh ke belakang cermin. Suparno juga menambahkan miskonsepsi yang ditemukan pada level SMP dan SMA adalah suatu bayangan terbentuk di titik fokus lensa. Dari penjelasan tersebut ada indikasi bagi siswa untuk mengidap miskonsepsi dalam bidang optika geometri dan ingin dikaji dan berusaha direduksi oleh peneliti. Pembelajaran saat ini masih banyak berfokus pada guru dalam proses kegiatan belajar mengajar seperti metode ceramah yang cenderung sering berfokus pada hasil pembelajaran berupa nilai yang akan dicapai. Metode ceramah harus dikembangakan dengan inovasi dan dibuat lebih menarik. Menurut [2] menjelaskan bahwa kebanyakan siswa hanya mau belajar fisika I. PENDAHULUAN Fisika merupakan objek yang sangat rentan terjadinya miskonsepsi karena didalamnya terdapat konsep yang sangat banyak dan saling berhubungan. Pustaka [1] menjelaskan miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Banyak siswa terjebak dalam kesalahan konsep ini, termasuk dalam memahami berbagai gejala dalam fisika. Sudah seyogyanya para guru memikirkan bagaimana agar menanggulangi miskonsepsi tersebut. Pokok bahasan yang ingin diambil dalam penelitian ini adalah optika geometri karena menurut pernyataan siswa kelas X di SMAN 1 Pajangan pada waktu melakukan observasi menyatakan bahwa materi optika geometris merupakan salah satu materi yang cukup sulit. Konsep ini juga memiliki banyak konsep-konsep yang bersifat abstrak bagi siswa, misalnya konsep penggambaran jalannya sinar pada proses pembentukan bayangan untuk cermin dan lensa, banyak siswa yang mengalami miskonsepsi mengenai hukum refleksi cahaya. Siswa berfikir bahwa kesamaan antara sudut datang dan sudut refleksi hanya terjadi pada cermin datar. Miskonsepsi bidang optika geometri telah dikaji oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pustaka [3] menjelaskan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 152 secara sungguh-sungguh bila pembelajaaannya menarik. Siswa tidak boleh dibawa kepada bagaimana cara agar mampu meraih nilai yang terbaik, namun lebih penting dari itu adalah pemahaman siswa terhadap apa yang dajarkan. Sistem pembelajaran yang tidak menarik secara tidak langsung akan merusak konsep yang akan didapatkan siswa dalam pembelajaran. Padahal kesalahan seperti ini akan berakibat pada kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa. Oleh karena itu seorang guru juga harus mampu mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa agar lebih fokus pada konsep yang rentan terjadinya miskonsepsi. Seharusnya siswa dibawa pada proses pembelajaran yang mampu mengajak siswa mengalami sendiri materi yang diajarkan dan bisa meresapi yang dipelajarinya. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMAN 1 Pajangan terhadap guru bidang studi fisika yaitu bapak Warsono, pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dapat membuat siswa lebih paham akan materi yang di ajarkan serta dapat mengurangi miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut. Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik secara nyata atau hanya sekadar simulasi. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Demonstrasi secara nyata (langsung) dinilai efektif mengurangi miskonsepsi pada materi listrik, seperti yang dilakukan oleh [4] menyimpulkan bahwa metode demonstrasi dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada arus dan tegangan listrik serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perkembangan teknologi sekarang yang semakin pesat membuat variasi dalam metode pembelajaran. Selain penggunaan metode demonstrasi secara langsung ke siswa, metode lain yang dapat digunakan adalah demonstrasi simulasi. Seiring dengan adanya software Macromedia flash membantu guru untuk membuat atau menggunakannya untuk menampilkan gejala fisika dengan hanya berbekal komputer. Metode demonstrasi baik secara nyata maupun simulasi belum pernah diteliti untuk mengetahui tingkat penurunan miskonsepsi pada materi optika geometri. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat miskonsepsi adalah yang dikembangkan oleh Saleem dalam pustaka [5] yaitu CRI (Certainty of Response Index). Dengan persyaratan tertentu maka akan didapatkan persentase miskonsepsi yang dialami siswa. Penggunaan skala CRI ini telah diuji coba oleh [6] serta yang dilakukan oleh [7] kedua penelitian berpendapat bahwa CRI dapat ampuh menjaring Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 miskonsepsi yang dialami siswa jika dilakukan dengan baik dan persyaratan tertentu. Untuk itu peneliti bermaksud membandingkan dua metode pembelajaran ini untuk mengetahui langkah tepat yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk menanggulangi miskonsepsi dalam materi optika geometris. (1)Untuk mengetahui perbedaan pembelajaran demonstrasi nyata dengan demonstrasi simulasi dalam mereduksi miskonsepsi pada materi optika geometris. (2)Untuk mengetahui besar pengurangan miskonsepsi yang terjadi setelah pembelajaran dengan demonstrasi nyata maupun demonstrasi simulasi. II. LANDASAN TEORI Penelitian yang dilakukan oleh [8] yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Siswa SD”, pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari hasil analisis data ternyata terbukti bahwa siswa memiliki miskonsepsi IPA (Fisika) pada pokok bahasan Gaya dan Cahaya. Pada sebagian besar konsep terjadi miskonsepsi, dengan tingkatan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh [9] yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Metode Eksperimen Untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa Pada Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus”, penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian non-equivalent control group design. Setelah dilakukan penelitian ditemukan bahwa penggunaan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen lebih efektif dalam mengurangi miskonsepsi siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh persentase miskonsepsi siswa secara perorangan untuk kelas eksperimen sebesar 27.2 % lebih kecil dibandingkan persentase miskonsepsi siswa untuk kelas kontrol sebesar 36.4 %, dan berdasarkan persentase miskonsepsi siswa secara kelompok untuk kelas eksperimen adalah 25 % lebih kecil dibandingkan miskonsepsi siswa untuk kelas kontrol yaitu 50 %. Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan Uji MannWhitney U pada taraf kepercayaan 95% diperoleh bahwa penggunaan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen terdapat perbedaan tingkat miskonsepsi siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen dengan miskonsepsi siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian [5] dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Media Simulasi Virtual Pada Pembelajaran Konseptual Interaktif dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dan Meminimalkan Miskonsepsi Siswa”, pada penelitian ini Dari hasil uji perbandingan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi antara kelas eksperimen (0,36) dan kelas kontrol (0,28) serta persentase siswa yang mengalami miskonsepsi antara kelas eksperimen (21,8%) dan kelas 153 kontrol (29,5%), menunjukkan bahwa penggunaan media simulasi virtual pada pembelajaran konseptual interaktif dapat lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan meminimalkan miskonsepsi siswa pada topik fluida statis. Penelitian yang dilakukan oleh [10] berjudul “Studi Komparasi Antara Eksperimen Nyata Dengan Eksperimen Simulasi Terhadap Pemahaman Fisika Tentang Mekanika Pada Pokok Bahasan Gerak Harmonik Sederhana Pada Pegas dan Pendulum”, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pembelajaran metode eksperimen nyata dengan eksperimen simulasi terhadap prestasi pemahaman belajar fisika siswa kelas XI SMA I PIRI Yogyakarta tahun ajaran 2009/2010. Tabel 1. Interpretasi Skala Miskonsepsi Skor CRI Keterangan 0 Totally Guessed Answer 1 Almost Guess 2 Not Sure 3 Sure 4 Almost Certain 5 Certain Kemudian setelah siswa memberikan jawaban maka dianalisa berdasarkan ketepatan jawaban siswa dan tingkat keyakinan dalam menjawab soal tersebut, matriks kriteria CRI terangkum dalam tabel 2 III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian eksperimental, berbeda dengan penelitian non-eksperimen, memiliki ciri khusus berupa kontrol terhadap variabel bebas (X) yang dapat dilakukan oleh peneliti sehingga menghasilkan hasil atau pengaruh (Y), seperti yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian The Pretest – Postest Control Design, yaitu rancangan yang digunakan dengan cara memberi perlakuan pada jangka waktu tertentu, dan mengukur dengan tes sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan (Sofa, 2008). Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Pajangan, Bantul pada tahun ajaran 2011 / 2012 dan dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-1 dan X-3 yang ada di SMAN 1 Pajangan, Bantul tahun ajaran 2011/2012. Menurut pustaka [11] variabel bebas disebut juga variabel penyebab, artinya variabel yang mempengaruhi. Pada variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi nyata sebagai X1 dan metode demonstrasi simulasi sebagai X2. Menurut [11], variabel terikat disebut juga variabel akibat, artinya variabel yang tidak bebas/variabel yang tergantung. Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat miskonsepsi siswa yang dilihat dari tingkat persentase miskonsepsinya ( Y ). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan ialah tes benar-salah sebanyak 25 butir soal dan angket terbuka atau kuesioner terbuka. Instrumen sebagai alat oprasional dalam mengumpulkan data harus benar-benar representatif, maka syarat sebuah instrument penelitian harus valid dan reliabel. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan sebelumnya telah di validasi ahli dan diuji coba terlebih dahulu. Sebelum menganalisis data, harus dilakukan terlebih dahulu pengujian analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah itu dilakukan uji-t terhadap hasil post tes untuk menarik suatu kesimpulan dari hipotesis. Untuk mengetahui perubahan konsepsi siswa dilakukan analisis data CRI yang dikembangkan Saleem Hasan dalam pustaka [5] menjelaskan dalam penelitian ini digunakan skala enam (0-5) yang ditunjukkan oleh tabel 1. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Tabel 2. Matriks Kriteria CRI Kriteria Jawaban Jawaban benar Jawaban Salah CRI Rendah (<2,5) Tidak tahu konsep (Lucky Guess) Tidak tahu konsep CRI Tinggi (>2,5) Tahu Konsep Miskonsepsi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen berupa soal setelah diuji ahli sebanyak 40 soal kemudian diuji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukarannya, ternyata 25 soal memenuhi kriteria sebagai soal yang baik, kemudian di pre test-kan kepada kedua kelas. Setelah itu kedua kelas diberikan treatment baik menggunakan metode demonstrasi nyata maupun demonstrasi simulasi. Dan didapatkan hasil akhir berupa post test. Tabel 3 menyajikan persentase miskonsepsi rata-rata siswa. Tabel 3. Ringkasan Persentase Miskonsepsi Rata-rata Kelompok Pretest Treatment Posttest Demonstrasi X x = 21,73 1 x = 40,53 nyata X2 Demonstrasi x = 39,87 x= simulasi 17,87 Dari tabel 3, terlihat penurunan miskonsepsi yang dalami kelompok demonstrasi nyata dan demonstrasi simulasi ada perbedaan. Untuk kelas demonstrasi nyata berkurang 18,8% dan untuk demionstrasi simulasi berkurang 22%. Setelah dianalisis kedua data merupakan data yang berdistribusi normal dan homogen sehingga untuk menguji hipótesis dapat dilakukan uji-t. 154 Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji-t Demonstrasi Nyata dan Demonstrasi Simulasi Uji-t Dk Dua pihak Satu pihak 60 Taraf signifikan 5% 60 5% thitung ttabel 2,21 2,00 2,21 1,67 kesimpul an Ho ditolak Ho ditolak Angket terbuka yang sebarkan ke siswa bertujuan mengetahui tingkat minat dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Berdasarkan analiasis didapatkan hasil untuk kelas demonstrasi bahwa dengan metode demonstrasi 100% siswa menjawab lebih mudah memahami. Untuk metode pembelajaran yang lebih disukai oleh siswa 93% siswa lebih banyak menjawab menggunakan metode demonstrasi dan 7% metode ceramah. Dalam menumbuhkan daya fikir siswa yang dialami oleh siswa tersebut, 93% siswa lebih banyak menjawab dapat menumbuhkan daya fikir mereka dan 17% tidak. Rasa yang dirasakan siswa terhadap fisika ternyata 90% siswa menjawab lebih mudah memahami fisika dan 10% tidak. Pembelajaran yang dirasakan dengan menggunakan metode demonstrasi 100% siswa menyukai. Sedangkan untuk kelas demontrasi simulasi didapatkan hasil bahwa dengan metode demonstrasi 94% siswa lebih banyak menjawab lebih mudah memahami dan 6% sulit memahami. Untuk metode pembelajaran yang lebih disukai oleh siswa 100% siswa menjawab menggunakan metode demonstrasi dan 0 % metode ceramah. Dalam menumbuhkan daya fikir siswa yang dialami oleh siswa tersebut, 91 % siswa lebih banyak menjawab dapat menumbuhkan daya fikir mereka dan 9% tidak. Rasa yang dirasakan siswa terhadap fisika ternyata 97% siswa menjawab lebih mudah memahami fisika dan 3% tidak. Pembelajaran yang dirasakan dengan menggunakan metode eksperimen 100% siswa menyukai V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa (1). Terdapat perbedaan antara pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi nyata dan demonstrasi simulasi. Pembelajaran dengan menggunakan demonstrasi simulasi lebih efektif dari pada demonstrasi nyata. (2).Besar pengurangan persentase miskonsepsi yang terjadi setelah pembelajaran dengan demonstrasi nyata adalah 18,8% demonstrasi simulasi 22 %. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah mendukung penulis menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih kepada Rizki, Thoha dan Yosep yang membantu penulis melakukan penelitian ini. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 PUSTAKA [1] Suparno. Paul, Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendidikan fisika, Grasindo, 2005. [2] Suparno. Paul Metodologi Pembelajaran Fisika: Kontruktivistik dan Menyenangkan,Universitas Sanata Dharma, 2007 [3] Pompea, Stephen M.,dkk, Using Misconceptions Research in the Design of Optics Instructional Materials and Teacher Professional Development Programs, 2006, website : http://spie.org/etop/2007/etop07methodsII.pdf. Diakses tanggal 18 April 2012 [4] Budhi, HS., Metode Demonstrasi untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa pada Arus dan Tegangan Listrik, Skripsi, Universitas Negeri Semarang,2010 [5] Ramadhan, S. Efektivitas Penggunaan Media Simulasi Virtual Pada Pembelajaran Konseptual Interaktif Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Dan Meminimalkan Miskonsepsi Siswa. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2009. [6] Tayubi, Yuyu R., Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), 2005, website: http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_M IMBAR_PENDIDIKAN/MIMBAR_NO_3_2005/I dentifikasi_Miskonsepsi_Pada_Konsep_Konsep_F isika_Menggunakan_Certainty_of_Response_Inde x_%28CRI%29.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012 [7] Liliawati, Winny dan Taufik Ramlan, Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA Dengan Menggunakan CRI (Certainly Of Respont Indeks ) Dalam Upaya Perbaikan dan Pengembangan Maateri IPBA Pada KTSP 2008. Website: http://penelitian.lppm.upi.edu/abstract/75/Identifik asiMiskonsepsi- Materi-IPBA-di-SMA-DenganMenggunakan-CRI-(Certainly-Of-Respont-Indeks)-Dalam-Upaya-Perbaikan-dan-PengembanganMaateri-IPBA-Pada-KTSP.doc. Diakses tanggal 18 April 2012 [8] Pujayanto, Rini Budiharti dan Sutadi Waskito, Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Siswa SD, 2006, website: http://perpustakaan.uns.ac.id/jurnal/upload_file/13 5-fullteks.pdf diakses tanggal 20 Maret 2012 [9] Syahroni. I , Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Metode Eksperimen Untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa Pada Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus,skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2011. [10] Salim, B. Studi Komparasi Antara Eksperimen Nyata Dengan Eksperimen Simulasi Terhadap Pemahaman Fisika Tentang Mekanika Pada Pokok Bahasan Gerak Harmonik Sederhana Pada Pegas dan Pendulum, Skripsi,Universitas Ahmad Dahlan,Yogyakarta, 2009. [11] Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, 2010 155 TELAAH TEORITIS MASSA NEUTRINO MELALUI MEKANISME SEESAW Nur Anisah1, Joko Purwanto1,2 Prodi Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto No 1 Yogyakarta 55281 Alamat email: [email protected] Intisari – Dalam makalah ini dikaji mekanime seesaw untuk membangkitkan massa neutrino. Terdapat beberapa cara untuk membangkitkan massa tersebut yang direpresentasikan dalam tipe-tipe mekanisme seesaw. Seesaw tipe I memperkenalkan fermion singlet kanan dan Seesaw tipe II memperkenalkan triplet Higgs (triplet skalar) untuk mendapatkan massa aktif neutrino. Pada masing-masing tipe digunakan matriks massa Dirac dan massa Majorana untuk menghasilkan keadaan neutrino aktif melalui diagonal massa-massa tersebut. Kata kunci: mekanisme seesaw, massa neutrino, left-right handed fermion. Abstract – We investigate the seesaw mechanism to arise small neutrino mass. There are some way to generate small neutrino mass which representative by the type of seesaw mechanism. Type I Seesaw introduce the right handed singlet fermion and type II Seesaw introduce the Higgs triplet (scalar triplet) to get the active mass of neutrino. For each type, we use the mass matrix of Dirac mass and Majorana mass to produce active neutrino states by the diagonalization of them. Key words: seesaw mechanism, neutrino mass, left-right handed fermion. berdasarkan analisa hasil eksperimen baik neutrino matahari, neutrino atmosferik, dan LSND menunjukkan bahwa massa neutrino tidaklah nol, tetapi sangatlah kecil, yaitu: 2 ∆msol ≈ 3 x10 −6 − 1, 2 x10 −5 eV 2 I. PENDAHULUAN Dalam model standar, neutrino dikenal sebagai fermion sektor lepton yang tidak memiliki massa. Permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana dapat membangkitkan massa neutrino yang sangat kecil tersebut tanpa merusak model standar yang telah diketahui mampu menjadi dasar penelitian fisika partikel hingga saat ini. Untuk menjelaskan adanya massa neutrino, model yang dikembangkan hingga saat ini diantaranya memiliki dua konsep massa, yakni konsep Dirac dan Majorana. Perbedaan antara keduanya adalah dalam konsep massa Dirac, neutrino dianggap memiliki pasangan antipartikel yang berbeda dengan partikelnya, dan di dalam konsep massa majorana pertikel neutrino identik dengan antipartikelnya. Eksperimen Neutriniless Double Beta Decay (peluruhan sinar beta ganda tanpa neutrino ), dimana jika neutrino adalah partikel majorana, dari peluruhan sinar beta ganda tanpa neutrino terdapat kemungkinan anihilasi dari kedua antipartikel neutrino. Model yang banyak diterima saat ini adalah model yang melibatkan partikel majorana, namun eksperimen yang dilakukan mengenai peluruhan sinar beta ganda tanpa neutrino belom dapat memberikan bukti yang konklusif bahwa neutrino adalah partikel majorana [1]. Mekanisme yang paling populer mampu membangkitkan massa sangat kecil neutrino adalah mekanisme Seesaw. 2 ∆matm ≈ 4 x10 −4 − 5 x10 −3 eV 2 2 ∆mLSND ≈ 0, 2 − 2eV 2 Berdasarkan eksperimen super Kamiokande yang menyatakan bahwa neutrino memiliki massa sangat kecil. Neutrino hanya dapat berinteraksi lemah dan gravitasi. Neutrino tercipta karena proses peluruhan radioaktif. Neutrino dapat berlaku pada konsep massa Dirac dan dapat juga berlaku pada konsep massa majorana.Konsekuensi dari neutrino memiliki massa adalah adanya osilasi neutrino. Terdapat cara yang mampu membangkitkan massa neutrino, yaitu melalui mekanisme Seesaw. Seperti namanya, seesaw merupakan jenis permainan anakanak, karena seluruh proses pada mekanisme ini analog dengan permainan tersebut. Semakin besar nilai eigenstate dari neutrino kanan singlet, maka semakin ringan neutrino tersebut [2]. Dalam makalah ini akan dikaji mengenai mekanisme Seesaw tipe-I dan mekanisme Seesaw tipeII. Mekanisme tipe-I memperkenalkan neutrino kanan singlet sedangkan mekanisme tipe-II memperkenalkan triplet skalar untuk memperoleh massa aktif neutrino. III. Mekanisme Seesaw Tipe-I Pada sektor energi rendah, neutrino kiri singletlah yang akan muncul. Sedangkan neutrino kanan singlet harus dibangkitkan. Neutrino merupakan famili lepton yang tidak bermuatan maka antipartikel dari neutrino II. MASSA NEUTRINO DALAM MEKANISME SEESAW Neutrino merupakan partikel elementer yang mempunyai spin ½. Dalam Standar Model, neutrino merupakan partikel yang tidak bermassa. Akan tetapi, Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 156 adalah neutrino itu sendiri. Konsekuensinya neutrino adalah partikel Majorana υ c = υ yang dapat mempunyai suku massa umum sebagai berikut: Persamaan (5) bagi massa kecil neutrino persamaan (9) disebut dengan hubungan seesaw dan mekanisme mendapatkan massa kecil 1 L = −υ L mDυ R − υ RC M υ R + h.c 2 ( ) ⎛ 0 1 υLυRC ⎜ 2 ⎝ mD mυ dengan memperkenalkan massa sangat besar M ≈ 1014 GeV disebut mekanisme seesaw. Massa aktif neutrino yang dihasilkan dengan nilai (1) Rapat Lagrangian persamaan di atas adalah sebagai berikut: L=− mυ atau k = 2YNT M N−1YN mD ⎞ ⎛υLC ⎞ ⎟ ⎜ ⎟ + h.c M ⎠ ⎝ υR ⎠ mν = − ν 2 2 adalah: YNT M N−1YN (10) (2) diagonalisasi matriks massa diatas adalah: ⎛ 0 mD ⎞ Mυ = ⎜ ⎟ ⎝ mD M ⎠ IV. Mekanisme Seesaw Tipe-II Partikel yang diperkenalkan pada mekanisme Seesaw tipe-II adalah triplet skalar [3]. yang direpresentasikan dengan: (3) Sehingga menghasilkan nilai eigen: m1,2 = untuk M ∆= M ± M − 4m 2 2 2 D (4) mD , maka: m1 ≈ M , dimana m2 ≡ mυ ≈ − Persamaan gerak bagi oleh: mυ m M sangat kecil. dimana disini dengan operator konjugasi muatan C = −C −1 = − C † = − C T , sehingga: L∆ = L∆,kin + L∆,φ + L∆,Yukawa (12) † L∆ ,kin = Tr ⎡⎢( Dµ ∆ ) D µ ∆ ⎤⎥ ⎣ ⎦ (13) L∆ ,φ = − M ∆2Tr ( ∆† ∆ ) − − (7) Substitusi persamaan (7) ke persamaan (1), dengan didapat Lagrangian efektif: ) ( ) L∆ ,Yukawa = − 1 −υ L mD M −1 C −1M M −1mDT Cυ LT + h.c 2 1 = υ L mD M −1mDT Cυ LT + h.c 2 1 = υ L mD M −1mDT Cυ LC + h.c 2 1 = υ L mυυ LC + h.c 2 mυ = −mD M −1mDT Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 1 (Y∆ ) fg lTfL C ( iσ 2 ) ∆l gL + h.c 2 (15) L∆ ,Yukawa = 1 Y∆υ LC ∆ 0 υ L + h.c 2 (16) dimana (8) dengan 2 Λ1 ⎡Tr ( ∆† ∆ ) ⎤ ⎣ ⎦ 2 2 Λ2 ⎡ ⎡Tr ( ∆† ∆ ) ⎤ − Tr ( ∆† ∆∆ † ∆ ) ⎤ − Λ 4φ †φTr ( ∆†∆ ) ⎦ ⎦⎥ 2 ⎣⎢ ⎣ ⎡Λ ⎤ −Λ5φ † ⎡⎣ ∆† , ∆ ⎤⎦ φ − ⎢ 6 φ T iσ 2 ∆†φ + h.c ⎥ ⎣ 2 ⎦ (14) υ RT = υ L mD M −1C atau υ R = − M −1mDT Cυ LT ( (11) 2 L = LSM + L∆ υR dalam limit statik diberikan (6) L = υ L mD M −1mDT Cυ LT − ≡ ( ∆ − i∆ ) / 2 , 1 merupakan matriks Pauli. Lagrangian definisi di atas diberikan sebagai berikut: ∂L = −υ L mD − υ RT C −1 M = 0 ∂υ R υ C = Cυ T ∆ ++ ⎞ ⎟ −∆ + / 2 ⎟⎠ ∆ ++ ∆ 0 ≡ ( ∆1 + i∆ 2 ) / 2 , dan σ i ≡ {σ 1 , σ 2 , σ 3} 2 D (5) Jika dibandingkan nilai M , maka ⎛ ∆+ / 2 =⎜ 2 ⎜⎝ ∆ 0 σ i ∆i (9) ∆0 Λ 6υ 2 2M ∆2 2 sehingga massa neutrino yang dihasilkan adalah: 157 mυ = υ 2 Λ6Y∆ 2 M ∆2 (17) V. KESIMPULAN Model Seesaw dapat menjelaskan bagaimana memperoleh massa neutrino yang sangat kecil. Model ini memberi struktur matriks massa yang darinya diperoleh massa aktif neutrino. PUSTAKA [1]. King, S.F., Neutrino Mass. University of Southampton, 2007 Website: http://arxiv.org/abs/0712.1750 diakses tanggal 10 April 2012. [2].Julio, Neutrino Mixing dalam Skenario Tiga Generasi, UI, Depok, 2003. [3].Ray. Shamayita, Renormalization Group Evolution Of Neutrino Masses And Mixing In Seesaw Models: A Review. New York. Website: arXiv:1005.1938v1 [hep-ph] diakses tanggal 10 April 2012. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 158 TINJAUAN TENTANG TEKNIK PENENTUAN UKURAN PARTIKEL KOLOID Suparno Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Menentukan ukuran partikel koloid dalam bentuk serbuk di udara bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Ada mikroskup optis yang bisa dimanfaatkan untuk menentukan ukuran partikel sampai beberapa mikrometer. Ada pula mikroskup elektron yang bisa dimanfaatkan untuk menentukan ukuran partikel yang lebih kecil lagi. Akan tetapi kalau partikel itu berada dalam bentuk larutan koloid, maka penentuan ukurannya menjadi pekerjaan yang sangat menantang. Untuk partikel yang berada di dalam larutan ukurannya dapat ditentukan dengan menggunakan teknik hamburan cahaya (light scattering technique). Makalah ini menyajikan sebuah review tentang dua teknik hamburan cahaya yang berbeda dalam menentukan ukuran partikel di dalam larutan koloid. Yakni Static Light Scattering (SLS) dan Dynamic Light Scattering (DLS). SLS mengasumsikan partikel berada dalam keadaan statis (tidak bergerak), sedang DLS lebih realistis memperlakukan partikel sebagai obyek yang bergerak dengan gerak Brown. Pada prinsipnya cahaya laser ditembakkan ke dalam larutan koloid yang berisi partikel-partikel kecil yang akan ditentukan ukurannya, kemudian intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel tersebut dianalisis untuk mendapatkan ukuran partikelnya. Keywords: penentuan ukuran partikel, static light scattering, dynamic light scattering kehalusan dan kecerahan produk. Ukuran yang relatif kecil akan menghasilkan produk yang lebih halus daibanding yang besar. Dalam hal ini tingkat homogenitas ukuran juga ikut berperan dalam menentukan kualitas produk. Untuk mengontrol ukuran koloid sebagai bahan dasar berbagai industri diperlukan teknik penentuan ukuran partikel koloid. Bila dalam bentuk serbuk, ukuran partikel koloid dapat ditentukan dengan menggunakan mikroskup, baik mikroskup optis maupun mikroskup elektron.3,4 Namun alat tersebut tidak dapat dipergunakan untuk menentukan ukuran partikel secara riil dalam bentuk larutan koloid. Padahal untuk pengujian sebuah produk diperlukan sampel dalam bentuk asli seperti apa adanya di lapangan. Untuk menetukan ukuran partikel koloid yang berada dalam bentuk larutan diperlukan teknik hamburan cahaya, baik hamburan cahaya statis maupun hamburan cahaya dimanis.5-9 1. Partikel koloid dalam industri Sejalan dengan perkembangan berbagai industri di era reformasi, partikel koloid memiliki peran yang sangat penting sebagai bahan dasar berbagai produk. Dalam industri makanan instant seperti bubur, yogurt, agaragar, mie, pasta dan sejenisnya semua bahan diproses melalui fase koloid. Banyak di antara bahanbahannyapun berasal dari partikel koloid. Apalagi dalam industri minuman seperti sari buah, minuman berenergi, minuman bervitasmin, air mineral dan sejenisnya memerlukan bahan-bahan dalam bentuk partikel koloid. Industri farmasi yang disajikan dalam bentuk serbuk dan syrup juga memerlukan bahan dalam bentuk koloid. Industri pengecatan (painting), baik cat tembok, cat kayu,cat mobil maupun cat pesawat terbang bahan dasarnya berbentuk koloid. Industri pewarna, baik pewarna makanan, pewarna minuman,maupun pewarna tekstil semuanya tersaji dalam bentuk koloid. Industri pelapisan (coating), bahan dasarnya juga berbentuk koloid. Industri percetakan (printing) memerlukan tinta dan tinta membutuhkan bahan dasar berbentuk koloid yang bermuatan.1 Dalam industri makanan dan minuman ukuran partikel bahan dasarnya sangat berpengaruh terhadap sensasi rasa halus dan kasarnya di lidah. Dalam kaitannya dengan stabilitas larutan dari pengendapan ukuran bersama-sama dengan muatan partikel menjadi faktor yang sangat menentukan. Partikel bahan minuman yang besar memerlukan muatan yang besar pula untuk bisa stabil, dalam arti tidak segera mengalami proses agregasi dan sedimentasi.2 Minuman yang bahanbahannya mudah mengalami agregasi dan sedimentasi akan segera kehilangan homogenitasnya. Bagian atas encer bagian bawah kental. Tentu minuman dengan penampilan seperti ini tidak disuka pembelinya. Dalam industri pengecatan, pelapisan, pewarnaan, dan percetakan ukuran partikel koloid yang menjadi bahan dasarnya memiliki peran sangat vital dalam Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 2. Hamburan Cahaya Statis Hamburan cahaya statis disebut juga sebagai hamburan cahaya konvensional. Teknik hamburan cahaya statis mengasumsikan bahwa partikel koloid di dalam larutan tidak bergerak. Ketika larutan diseinari dengan seberkas cahaya laser,maka partikel-partikel koloid tersebut berperan sebagai partikel penghambur cahaya. Ukuran partikel penghambur dapat ditentukan melalui analisis terhadap intensitas cahaya terhambur sebagai fungsi sudut hamburan. Teknik hamburan cahaya statis untukmenentukan ukuran partikel ada 3 macam yakni hamburan Rayleigh, hamburna Rayleigh gans Debye, dan hamburan Mie.6,10-12. Karena terbatasnya ruang dalam artikel ini hanya disajikan pembahasan tejnik penentuan ukuran partikel dengan menggunakan hamburan Rayleigh. Partikel–partikel yang sangat kecil bila disinari dengan seberkas cahaya yang paralel yang terpolarisasi secara 159 Artinya rasio antara intensitas cahaya terhambur dan intensitas cahaya datang dengan polarisasi cahaya tegak lurus bidang hamburan tidak tergantung pada sudut hamburan. Bila partikelnya berbentuk bola dengan radius r, maka volumenya linier dapat diperlakukan seperti sebuah dielektrik yang berbentuk bola yang berada di bawah pengaruh medan electromagnet. Karena ukuran partikelnya yang sangat kecil dibanding dengan panjang gelombang cahaya, maka medan listrik sesaat yang mempengaruhi partikel tersebut dapat dianggap sebagai medan yang uniform. Sehingga persoalannya dapat disederhanakan menjadi seperti sebuah bola dielektrik yang bersifat isotropis dan homogen yang berada di dalam sebuah medan listrik yang uniform. Penjelasan tentang hamburan Rayleigh dalam sub bab ini mengikuti apa yang telah diuraikan oleh Everett, DH.10 v= Sehingga rasio intensitar cahaya terhambur dan intensitas cahaya datangnya menjadi ⎛ I ⎜⎜ ⎝ Io ⎞ 16π 4 r 6 n 2 − 1 2 ⎟⎟ = 2 . 4 ( 2 ) . λ n +2 d ⎠T Sementara itu bila cahaya terpolarisasi sejajar dengan bidang hamburan, maka rasio antara intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya datang diberikan oleh persamaan Bola dielektrik yang berada di bawah pengaruh medan listrik eksternal akan mengalami polarisasi searah dengan arah medan listrik eksternalnya, sehingga muncul momen dipole terinduksi. Ketika gelombang elektromagnetik melewati dielektrik dalam arti begitu cahaya menyinari dipole listrik, maka besarnya medan listrik eksternal dan besarnya dipole terinduksi akan berfluktuasi.11 Bila cahaya tersebut terpolarisasi pada bidang yang mencakup arah rambatan cahaya dan arah vektor medan listrik, dipole terinduksi akan berada pada bidang yang sama. Sebagian energi gelombang cahaya akan dipergunakan oleh dipole untuk berosilasi. Osilasi dipole tersebut diwakili oleh gerak elektron naik turun dalam bidang yang sama yang menghasilkan medan listrik sendiri dan memancarkan cahaya yang sama frekuensinya dengan frekuensi cahaya datang. ⎛ I ⎜⎜ ⎝ Io ⎞ 16π 4 r 6 n 2 − 1 2 ⎟⎟ = 2 . 4 ( 2 ) cos 2 θ . λ 2 + d n ⎠S Dari persamaan di atas untuk cahaya yang terpolarisasi sejajar dengan bidang hamburan, rasio intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya datang tergantung pada sudut hamburan dengan faktor cos2θ. Ruas kanan persamaan tersebut berisi beberapa besaran seperti d, n, λ, θ, dan r semua nilainya diketahui kecuali radius partikel, r. Sehingga dengan mengukur I dan Io nilai radius partikel r bisa ditentukan. Oleh karena itu secara teknis bila polarisasi laser diatur sejajar dengan permukaan meja pengamatan (bidang hamburan), ukuran pertikel bisa ditentukan dengan persamaan tersebut. Secara umum intensitas gelombang terhambur pada jarak d dari dipole sebanding dengan kuadrat polarisabilitas partikel dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Menurut teori electromagnet ratio intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya datang pada bidang yang tegak lurus arah polarisasi diberikan oleh persamaan10 ⎛ I ⎜⎜ ⎝ Io 4πr 3 3 ⎞ 16π 4 α 2 ⎟⎟ = 2 4 ( ) . ⎠T d λ 4πε o I adalah intensitas cahaya terhambur, Io intensitas cahaya datang d jarak pengamatan, λ panjang gelombang, εo permitivitas hampa, dan α polarisabilitas partikel. Sedang besar polarisabilitas partikel dengan volume v, indeksbias partikel n1 dan indeks bias bahan pelarut n2 adalah ⎛ n2 − 1 ⎞ ⎟⎟v α = 3ε o ⎜⎜ 2 ⎝n + 2⎠ Gambar 1. Intensitas cahaya sebagai fungsi sudut hamburan dengan partikel penghambur bola latex berukuran 502nm: dotted dan dashed line adalah data penelitian, full line adalah teori. (diambil dari Suparno)6 dengan n = n1/n2 disebut sebagai indeks bias relative, εo permitivitas di ruang hampa, dan v volume partikel. Sehingga bila nilai polarisabilitas dimasukkan ke persamaan sebelumnya akan diperoleh ⎛ I ⎜⎜ ⎝ Io Secara praktis yang kita lakukan dalam penelitian SLS tidak serumit yang kita bayangkan, karena semua persamaan yang rumit di atas telah dikodekan dalam sebuah program komputer (software). Dalam hal ini ⎞ 9π 1 n − 1 2 2 ⎟⎟ = 2 . 4 ( 2 ) v . d λ n +2 ⎠T 4 2 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 160 seperti Spektroskopi Korelasi Foton (Photon Correlation Spectroscopy), Spektroskopi Fluktuasi Intensitas (Intensity Fluctuation Spectroscopy), dan Hamburan Cahaya Kuasi-elestis (Quasi-elastic Light Scattering).9 Masing-masing penamaan itu bisa dibenarkan karena masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Dynamic Light Scattering (DLS) misalnya mengacu pada keadaan partikel yang memang selalu bergerak secara dinamis. Photon Correlation Spectroscopy (PCS) mengacu pada teknik analisis data yang mempergunakan fungsi corelasi diri (Auto-correlation function) untuk menganalisis sinyal yang berasal dari foton yang datang secara random. Intensity Fluctuation Spectroscopy (IFS) mengacu pada fluktuasi intensitas cahaya terhambur karena dinamika partikel penghambur di dalam larutan. Quasi-elastic Light Scattering (QELS) merujuk pada kenyataan bahwa hamburan yang terjadi dalam larutan koloid tidaklah murni hamburan elestis, tetapi terjadi perubahan frekuansi cahaya terhambur meskipun sangat kecil (~103Hz) dibanding dengan frekuensi cahaya datang (~1014Hz). yang dilakukan para peneliti pada prinsipnya adalah mencatat intensitas cahaya dari banyak sudut hamburan, lalu menggambarkan grafik hubungan antara intensitas cahaya terhambur sebagai fungsi sudut hamburan. Grafik ini kemudian dibandingkan dengan grafik standar intensitas sebagai fungsi sudut hamburan yang sudah diketahui ukuran partikel penghamburnya. Bila grafik yang digambar berdasarkan data penelitian sama dengan grafik standar yang berasal dari software, maka kedua grafik itu berasal dari partikel penghambur yang memiliki ukuran sama. Gambar 1. adalah contoh grafik intensitas cahaya sebagai fungsi sudut hamburan dari partikel penghambur lateks yang berbentuk bola dengan ukuran 502nm. Dalam Gambar 2.5. grafik yang terbuat dari titik-titik berasal dari data yang dikumpulkan dengan ukuran pinhole berdiameter 3mm, garis-garis patah berasal dari pibole berdiameter 0,1mm dan garis penuh berasal dari perhitungan teori (software).6 Sebagai informasi popular tambahan10, dari persamaan di atas bisa dilihat adanya ketergantungan I/Io pada faktor 1/λ4. Hal ini menyebabkan semakin kecil panjang gelombang cahaya yang dipakai semakin besar intensitasnya yang dihamburkan dibanding dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang lebih besar. Hal inilah yang menjadi penjelasan mengapa hamburan cahaya lebih kuat terjadi pada daerah panjang gelombang biru dibanding dengan merah. Karena nilai (λmerah/λbiru)4 ≈ 7, maka intensitas cahaya biru akan jauh lebih banyak dihamburkan, yakni sekitar 7 kali lipat, dibanding dengan intensitas cahaya merah. Maka wajar bila siang hari langit berwarna biru, karena intensitas cahaya matahari yang dihamburkan lebih banyak berasal dari daerah panjang gelombang biru. Sebaliknya karena intensitas cahaya merah paling sedikit dihamburkan, maka intensitas cahaya merah tersebutlah yang paling banyak ditransmisikan. Sehingga di pagi dan sore hari langit berwarna merah, karena intensitas cahaya merahlah yang mendominasi transmisi cahaya matahari di daerah tersebut. Hamburan cahaya dinamik memperlakukan pertikel penghambur di dalam larutan koloid secara lebih realistis. Pertikel yang setiap saat mengalami proses difusi diperlakukan sebagai partikel yang bergerak secara dinamis dengan gerak Brown. Konsentrasi partikel pada elemen volume tertentu akan senantiasa berfluktuasi dan fluktuasi konsntrasi partikel tersebut berhubungan dengan gerak difusi partikel. Hubungan antara fluktuasi konsentrasi dengan difusi pertikel diberikan oleh Hukum Fick 2:13 δC ( x, t ) δ 2C ( x, t )) =D δt δx 2 C(x, t) adalah konsentrasi partikel pada posisi x dari titik acuan pada waktu t dan D adalah koefisien difusi translasi. Difusi menyebabkan posisi dan orientasi partikel penghambur selalu berubah terhadap waktu. Hal itu menyebabkan fase dan polarisasi cahaya terhambur oleh masing-masing partikel berubah terhadap waktu. Sehingga intensitas cahaya terhambur dengan polarisasi tertentu juga akan mengalami fluktuasi terhadap waktu. Fungsi korelasi diri medan listrik orde pertama dari fluktuasi intensitas cahaya terhambur diberikan oleh persamaan6, 9, 12 Sebagai informasi aktual tambahan lain,10 dari persamaan yang sama dapat dilihat bahwa rasio intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya datang (I/Io) juga tergantung pada n = n1/n2. Bila n1 = n2 intensitas cahaya terhamburnya akan sama dengan nol. Artinya di dalam medium yang homogen, yakni medium yang memiliki indeks bias sama di semua penjuru cahaya yang merambat di dalamnya tidak mengalami hamburan. Dengan kata lain hamburan cahaya hanya terjadi di dalam medium yang tidak homogeny g (1) (q,τ ) = exp(−Γτ ) dengan Г sebagai konstanta peluruhan dan τ adalah waktu tunda. Konstanta peluruhan Г diperoleh dengan mencocokkan data dengan kurva least square. 3. Hamburan cahaya dinamik Hamburan Cahaya Dinamis (Dynamic Light Scattering) juga dikenal dengan beberapa nama lain Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 161 menggunakan teknik hamburan cahaya. Hamburan cahaya statis meskipun harus mengasumsikan bahwa partikel-partikel koloid di dalam larutan dalam kedadaan diam, namun ternyata secara matematis bisa dipertanggung jawabkan. Secara praktis pengamatan harus dilakukan dnegan mengatur agar polarisasi sinar laser sejajar dengan bidang hamburan. Teknik hamburan cahaya dinamis meskipun sudah memperlakukan partikel-partikel bergerak dengan gerak Btown dalam artian partikel-pertikel mengalami difusi, namun masih haurs tetap mengasumsikan partikel hanya mengalami difusi translasi. Dengan asumsi tersebut persoalan yang rumit terkait dengan gerak rotasi partikel dapat disederhanakan dan dapat dipergunakan untuk menetukan radius dalam arti ukuran partikel. g1(τ g1(τ)= exp ( - τ Gambar 2. Grafik fungsi korelasi diri intensitaswaktu digambarkan sebagai fungsi waktu tunda,τ. 5. Daftar Pustaka 1. Keir, RI, Suparno, John C Thomas, Charging behavior in the Silica/Aerosol OT/Decane System, Langmuir, 18, 1463-1465 (2002) 2. Myers, D, Surfaces, Interfaces, and Colloids, WileyVCH, New York (1999)y 3. Heimens, PC dan Rajagopalan, R, Principles of Colloid and Surface Chemistry, 3rd ed., Marcel Dekker, New York (1997) 4. Evans, DF dan Wennerstrom, H, The Colloidal Domain where Physics, Chemistry, Biology and Technology meet, Wiley-VCH, New York (1999) 5. Chu, B, Laser Light Scattering. Basic Principles and Practice, 2nd ed., Academic Press, New York (1991) 6. Suparno, A Fiber Optic Light Scattering System, MAppSC thesis, University of South Australia, Adelaide (1994) 7. Suparno, Deurloo, K., Stamatelopolous, P., Srivastva, R., & Thomas, JC, Light scattering with single mode fiber collimators, Appl. Optics, 33(30), 7200-7205 (1994). 8. Takashi Ito, Li Sun, Micheal A Bevan, dan Richard M Crooks, Comparison of Nanoparticle Size and Electrophoretic Mobility Measurements using a Carbon-Nanotube-Based Coulter Counter, Dynamic Lifgt Scattering, Transmission Electron Microscopy, and Phase Analysis Light Scattering, Langmuir, 20, 6940-6945 (2004) 9. Thomas, JC, Photon Correlation Spectroscopy: Technique and Instrumentation" in "Photon Correlation Spectroscopy: Multicomponent Systems", Schmitz, KS, Proc. SPIE 1430, 2-18 (1991) 10. Everett, DH, Basic Principles of Colloid Science, Royal Society of Chemistry, Cambridge (1994) 11. Kerker, M, Scattering of light and other electromagnetic radiation, Academic Press, San Diego (1969) 12. Bohren, CF dan Huffman, DR, Absorption and Scattering of Light by Small Particles, John Wiley & Sons, New York (1983) 13. Suparno, Charging Behaviour in a Nonpolar Colloidal System, PhD Desertation, University of South Australia, Adelaide (2000) Sedangkan secara matematis hubungan antara Г dengan koefisien difusi translasi D diberikan oleh:5 Γ = Dq2 Dalam persamaan di atas q adalah vektor hamburan yang diberikan oleh: q= 4πn2 sin( θ2 ) λo dengan n2 indeks bias bahan pelarut, θ sudut hamburan, dan λo panjang gelombang cahaya. Besar nilai koefisen difusi translasi adalah: D= k BT 6πη r dengan kB: konstanta Boltzmann T : suhu mulak η : viskositas bahan pelarut r : radius partikel Sehingga konstanta peluruhannya menjadi: Γ= k B T 4πn2 sin( θ2 ) 2 .( ) λo 6πηr Besaran-besaran kB, η, T, n2, λ, dan θ nilainya tertentu karena merupakan konstanta atau karena kita sendiri yang menentukan, maka ruas kanan persamaan di atas hanya tinggal r atau radius partikel saja yang belum diketahui besarnya. Sehingga setelah mengetahui nilai Г dari hasil pencocokan data dengan grafik lalu dimasukkan ke persamaan di atas, maka akan diperoleh radius partikel, r. Gambar 2. menunjukkan pembuatan grafik berdasarkan data yang dikumpulkan untuk mendapatkan konstanta peluruhan Г. Proses itu tidak dilakukan secara manual, semuanya sudah dilakukan oleh software komputer. 4. Kesimpulan Penentuan ukuran partikel koloid yang berada di dalam larutan yang sebelumnya serasa tidak mungkin dilakukan, ternya secara teoritis bisa dilakukan dengan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012 162 UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MELALUI PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN PICTORIAL RIDDLE PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH MUNTILAN M. Minan Chusni Program Studi Magister Pendidikan Fisika / Guru SMP Muhammadiyah Muntilan Jalan Pramuka No.2, Sidikan, Umbul Harjo Yogyakarta / Jalan Kauman No. 27, Muntilan, Jawa Tengah [email protected] Intisari – Telah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mendeskripsikan peningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle pada pokok bahasan pesawat sederhana. Subjek penelitian adalah 29 siswa kelas VIII A di SMP Muhammadiyah Muntilan. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung di kelas, tes pemahaman konsep dan angket motivasi belajar. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pada siklus III merupakan tindakan yang paling baik jika dibandingkan dengan siklus I atau siklus II ditunjukkan dari hasil motivasi belajar dan pemahaman konsep fisika paling baik. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya pemahaman konsep fisika siswa dapat diungkapkan dengan perolehan nilai rerata posttest dan nilai LKS sebesar 80,7% dan 88,9% sehingga tergolong kategori tinggi. Motivasi belajar fisika siswa tergolong baik ditunjukkan dengan hasil angket motivasi sebesar 63,6 %. Kata kunci : motivasi, pemahaman konsep, inkuiri terbimbing Abstract – Classroom action research has been conducted with the aim to describe the increased motivation to learn and students' understanding of physics concepts through guided inquiry learning with Pictorial riddle on the subject of a simple plane. Subjects were 29 students in class VIII A Muntilan SMP Muhammadiyah. Data collection techniques with direct observation in the classroom, tests and questionnaires understanding of the concept of motivation to learn. Analysis of qualitative and quantitative data. The results showed that the action on the third cycle is the best action when compared with the cycle I or cycle II is shown from the results of learning motivation and understanding of physics concepts are best. Based on the results of the study, the magnitude of students' understanding of physics concepts can be expressed with the acquisition value and the posttest mean value of 80.7% LKS and 88.9%, so relatively high category. Students' motivation to study physics quite well demonstrated by the results of motivation questionnaire for 63.6%. Key words : motivation, understanding of concepts, guided inquiry pendekatan ini dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk menyelidiki masalah-masalah yang ada dengan menggunakan cara-cara dan keterampilan ilmiah dalam rangka mencari penjelasanpenjelasannya. Pada penelitian ini, pendekatan inkuiri yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan dengan pictorial riddle. Berdasarkan uraian tersebut, kiranya perlu dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle untuk meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep fisika siswa. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut (1) Apakah penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah Muntilan? (2) Seberapa besar peningkatan pemahaman konsep fisika melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle kelas VIII SMP Muhammadiyah Muntilan? I. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil observasi, proses pembelajaran fisika di SMP Muhammadiyah Muntilan terbagi menjadi dua, yaitu pembelajaran di kelas dan di laboratorium. Proses pembelajaran di kelas lebih menekankan pada penjelasan materi secara langsung dan latihan soal, sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dan kurang menyukai pelajaran fisika. Ak i b a t n y a s iswa kurang memahami konsep fisika yang disampaikan guru, sedangkan proses pembelajaran di laboratorium, berupa kegiatan praktikum siswa banyak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, namun tidak semua kelas bisa melakukannya, karena keterbatasan alat dan tempat untuk praktikum. Begitu banyak siswa yang mengeluh ketika belajar fisika disebabkan antara lain karena terlalu banyak mencatat materi dan menghafalkan rumus. Hal inilah yang menyebabkan mereka kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran fisika. Maka dari itu, seorang guru harus bisa mensiasatinya agar proses pembelajaran bisa berjalan lebih baik meskipun proses pembelajaran berlangsung di kelas. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam situasi ini adalah pendekatan inkuiri. Bentuk Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI A.Pendekatan Inkuiri Terbimbing dengan Pictorial Riddle 163 Bila s u a t u masalah dirumuskan oleh siswa dan mendesain serta merumuskan sendiri serta mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil kesimpulan maka pendekatan ini termasuk pendekatan inkuiri [6]. Sun dan Trownbridge mengemukakan tiga macam inkuiri yaitu: (1) inkuiri terbimbing (guide inquiry), (2) inkuiri bebas (free inquiry), (3) i nkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry) [3]. Penelitian ini m e n g gunakan inkuiri jenis pertama yaitu inkuiri terbimbing. Pendekatan ini digunakan bagi siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Pada pelaksanaannya sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru, berupa petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana cara menyusun dan mencatat data. Amien menyebutkan tujuh jenis inquiry-discovery yaitu: (1) Guided Discovery-Inquiry Lab Lesson, (2) Modified Discovery–Inquiry,(3) Free Inquiry,(4) Infitation Into Inquiry,(5) Inquiry Role Approach,(6) Pictorial Riddle,(7) Synectics Lessons [2]. Pictorial riddle berasal dari kata pictorial dan riddle. Pictorial berarti bergambar sedangkan Riddle berarti teka-teki [1]. Pembelajaran dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu metode untuk mengembangkan motivasi siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar. Gambar atau peragaan y a n g dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, atau poster yang diproyeksikan ke layar, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut [2]. Penggunaan pictorial riddle memiliki kelebihan yaitu termasuk pada jenis pendekatan inkuiri, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa akan melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep fisika, bisa dilaksanakan di kelas, sedangkan kelemahannya berupa teka-teki bergambar yang bersifat abstrak. B. Motivasi Belajar Fisika Motivasi adalah energi penggerak, pengarah dan memperkuat tingkah laku. Motivasi dibedakan menjadi dua yaitu (1) motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong yang murni berasal dari dalam diri individu, dan tujuan itu terlibat di dalam tindakan itu sendiri, bukan di luar tindakan tersebut, (2) motivasi ekstrinsik adalah keinginan bertingkah laku sebagai akibat dari adanya rangsangan dari luar atau karena adanya kekuasaan dari luar [5]. C. Pemahaman Konsep Fisika Proses pembentukan konsep, pembentukan prinsip, dan pemahaman merupakan proses-proses pemerolehan pengetahuan. Pemahaman adalah proses pembangkitan makna dari sumber-sumber bervariasi, misalnya melalui pengamatan fenomena, membaca, mendengar, dan diskusi. Proses pemahaman melibatkan penyadapan informasi baru dan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 mengintegrasikannya ke dalam apa yang telah diketahui untuk mengonstruksi makna baru. III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini menggunakan seting penelitian tindakan kelas (classroom action research)[5]. B. Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah Muntilan kelas VIII A. Pengambilan subjek penelitian didasarkan observasi awal yang telah dilakukan oleh peneliti. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk motivasi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan adalah dengan cara mengisi angket, pengumpulan data mengenai aktivitas siswa dinilai langsung pada saat proses pembelajaran dengan lembar observasi, dan untuk pemahaman konsep siswa dilihat dari hasil mengerjakan soal posttest yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai. D. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) analisis kualitatif untuk menggambarkan suasana pembelajaran di kelas, (2) analisis kuantitatif untuk menggambarkan tentang peningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep fisika siswa. E. Indikator Kinerja Indikator keberhasilan tindakan dalam pembelajaran yaitu: (1) indikator keberhasilan proses ditandai oleh keterlibatan siswa lewat kerja kelompok, peningkatan dari satu siklus ke siklus, (2) indikator keberhasilan produk ditandai dengan hasil LKS, nilai posttest dan gain score meningkat, nilai rerata hasil LKS minimal mencapai 75 %, dan nilai hasil posttest individu minimal 75. F. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan kelas, sebagaimana pada gambar 1 berikut. Gambar 1. Siklus penelitian tindakan kelas [5] IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Data Hasil Observasi Awal Berdasarkan hasil dari observasi diperoleh gambaran mengenai pembelajaran, motivasi dan pemahaman konsep fisika yaitu pembelajaran 164 cenderung dengan komunikasi satu arah, minat belajar siswa kurang, pemahaman konsep fisika yang masih rendah dan menurut siswa fisika termasuk pelajaran yang sulit dan banyak rumus. B. Data Hasil Penelitian Berikut ini disajikan data hasil penilaian, yaitu: 1. Hasil Penilaian LKS Hasil ini menunjukkan peningkatan pemahaman konsep fisika siswa, disajikan pada tabel 1 sebagai berikut: score 3. Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa Pengisian angket respon dilakukan di akhir pembelajaran, dimana pengisian diberikan kepada siswa hanya pada siklus III. Persentase rerata hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan adalah 63,6 %. C. Diskripsi Tiap Siklus Berikut ini disajikan rekaman hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran di kelas dari setiap siklus, sebagaimana disajikan pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Diskripsi tiap sklus Tabel 1. Hasil penilaian LKS kelompok Taha p Pere ncan aan Penilaian LKS kelompok (%) No. Kelompok Siklus Siklu Siklus I II s III 1 Kelompok 1 55 75 95 2 Kelompok 2 25 55 100 3 Kelompok 3 45 75 100 4 Kelompok 4 35 75 60 5 Kelompok 5 60 75 85 6 Kelompok 6 40 75 95 7 Kelompok 7 65 75 100 8 Kelompok 8 65 75 85 9 Kelompok 9 60 60 80 Rerata persentase 50 70 89 2. Hasil Penilaian Pemahaman Konsep Fisika Hasil penilaian pemahaman konsep fisika dalam bentuk pretest dan posttest merupakan salah satu indikator keberhasilan produk pembelajaran dati setiap siklus. Data hasil penilaian pemahaman konsep fisika pada setiap siklus, sebagaimana disajikan pada tabel 2 berikut: Tind akan Peng amat an Tabel 2. Hasil pretest dan posttest Rerata Nilai Tes Awal Siklus I Siklus II Siklu s III 42,9 50,7 67,5 80,7 Peningkatan pemahaman konsep fisika siswa dianalisis menggunakan gain score. Gain score merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat keefektifan pembelajaran yang dilakukan dilihat dari skor pretest dan posttest. Analisis gain score sebagaimana disajikan pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Hasil analisis gain score Siklus I Rerata gain 0,9 Siklus II 1,4 Siklus III 2,4 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 165 Siklus I Siklus II Siklus III Pertemuan ke-1 : pretest lalu di analisis, Pertemuan ke-2 dan ke-3 : penerapan pembelajaran Pertemuan ke-4: posttest Pertemuan ke-1 : penerapan pembelajar an dengan memperti mbangkan hasil refleksi siklus I Pertemuan ke-2 : posttest Penerapan pembelajar an inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle pada LKS 2 Semua kelompok dapat melakukan kegiatan dengan lancar sesuai dengan bimbingan guru. Konsep yang ingin diperoleh telah sesuai. Semua siswa terlibat aktif dalam diskusi. Kerjasama Pertemuan ke-1 : penerapan pembelajara n dengan mempertimb angkan hasil refleksi siklus II Pertemuan ke-2 : posttest Penerapan pembelajaran inkuri terbimbing dengan pictorial riddle pada LKS 1 Siswa bingung saat melakukan kerja kelompok, Saat diskusi kelompok kekompakan belum terjalin dengan baik, masih ada kelompok yang belum dapat menyelesaika n LKS tepat waktu. Penerapan pembelajara n inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle pada LKS 3 Semua kelompok dapat melakukan kegiatan dengan lebih lancar walau dengan sedikit bimbingan guru. Konsep juga diperoleh siswa dengan tepat. Siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok. Kerjasama kelompok Refle ksi Guru menyampaikk an proseduur kerja dengann lebih jelass. Guru perluu membimbingg dan memotivasi siswa baikk individu maupun menyeluruh. Penggunaan LKS diselaraskan dengan waktu. kelompokk sudah terjalin dengan baik. LK KS pada sikluus 2 dapaat diselesaikka n dengaan tepat waktu. Proses pembelajaar an telaah berlangsunn g dengaan baik, gurru tinggal mengoptim m alkan laggi dalam memetivas i siswa daan mengarahk an sisw wa agar sisw wa jelas mengenai apa yanng akan dilakukann ya. pada p LKS 1 yang y berkaitaan dengan haasil pekerjaann siswa. Setelah dillakukan refleeksi untuk memecahkann permasalahan p yang muncull maka pelaksanaan sikluss III semua kelom mpok dapat m melakukan akttivitas dengann baik, b sehingga dalam mennyelesaikan permasalahan p n yang y berkaitaan dengan L LKS 2 dapat diselesaikann dengan d baik. Suasana S kelass lebih kondu usif dan siswaa dapat d mengerjakan LKS deengan benar teetapi interaksii diskusi d antar kelompok belum berjalan dengann semestinya karrena masih dii dominasi oleeh siswa yangg berkemampuan b n tinggi ssedangnkan siswa yangg berkemempuan b n rendah hannya diam dan kurang aktiff membantu m mennyelesaikan. Setelah dillakukan refleeksi untuk memecahkann permasalahan p yang muncull maka pelaksanaan sikluss IIII yaitu denngan bimbinngan dan motivasi m yangg dilakukan d gurru kepada sisw wa baik individu maupunn menyeluruh m sehingga keeterlibatan siswa s dalam m berdiskusi b ataau kerjasamaa dapat optim mal. Hal inii teerlihat pada siswa lebihh bersemangaat, kerjasamaa kelompok k jugaa sudah terjallin, dan telihaat siswa lebihh berani b menyampaikan pendapat kep pada sesamaa anggota a kelom mpok. b. b Hasil Penilaaian Motivasi Belajar Siswaa Pengisian angket resspon dilakuk kan diakhirr pembelajaran, p dimana penngisian diberrikan kepadaa siswa hanya pada p siklus IIII. Peresentase rerata hasill angket a respon siswa terhadaap pembelajarran yang telahh dilaksanakan d a adalah 63,6 % sehingga teergolong padaa kriteria k baik. 2. 2 Keberhasilaan Produk Pembelajaraan fisika diianggap berh hasil apabilaa mampu m menghhubungkan produk yang rassional dengann produk p empiriis. Keberhasilaan produk inii dapat dilihatt dari d penilaian pretest dan pposttest, dan LKS sebagaii hasil h pemaham man konsep ffisika, akan dibahas d secaraa riinci seperti dii bawah ini: a. a Pretest, Possttest, dan Gaiin Score Pada tahap ini siswa ddiberikan soall pretest dann posttest p untukk mengetahui sejauh manaa pemahamann konsep k fisika siswa. Rerataa hasil postteest siswa darii siklus I ke II, dari sikllus II ke III mengalamii peningkatan p y yang baik. Peningkatan pemahamann konsep k fisikaa siswa dianalisis mengg gunakan gainn score. Gain score s merupaakan indikato or yang baikk untuk u menunjuukkan tingkatt keefektifan pembelajarann yang y dilakukaan dilihat darii skor pretest dan posttest.. Hasil H gain score di atas 0,7, berarti terjad di peningkatann pemahaman p koonsep yang tinnggi. Hasil rerata gain score, sebagaimana disajikan d padaa gambar g 2 berikkut: sudah terjalin b dengan baik. LKS p pada III siklus dapat diselesaikkan dan benar tepat wakktu. Siswa suudah dapat menganallsis suatu keadaan fisis dan dapat membuatt kesimpulan dan menuliskkan persamann yang terkkait, serta mam mpu bekerja sama dalam kelompokk dengan baik. D. Pembaahasan Tiap Siklus S dan Anttar Siklus Pada siklus s I, materi yang dipellajari adalah tuas. Konsep yang y ingin ditemukan d addalah prinsip kerja tuas, baagian-bagian tuas, peneerapannya dalam d kehidupaan sehari-harri dan untuuk menyelesaikan persoalann fisika. Pada siklus II, matteri yang dipeelajari adalah kaatrol. Konsepp yang ingin ditemukan adalah a prinsip kerja k katrol, penerapannya p dalam kehiddupan sehari-haari dan untuk menyelesaikaan persoalan fisika. f Pada sikllus III, materi yang dipelaajari adalah biidang miring. Konsep K yang ingin ditemukkan adalah prrinsip kerja biddang miring, penerapannya pada kehiddupan sehari-haari dan untuk menyelesaikan m n persoalan fissika. Berdassarkan uraian diskripsi dataa hasil penelitiian di atas makka, dapat dillihat adanya dua keberhaasilan pembelajaran, dengan uraian u sebagaai berikut: 1. Keberhhasilan Prosess Keberhhasilan prosess pada penelitiian ini dapat dilihat d dari aktivvitas siswa padda saat prosess pembelajarann dan angket reespon siswa terhadap pem mbelajaran sebagai berikut: a. Hasil Aktivitas A Sisw wa Aktivittas siswa paada siklus I menurut peeneliti termasukk kategori kuurang baik. Pada saat proses p menjelaskkan prosedur kegiatan bebberapa siswa tidak fokus meemperhatikan arahan guruu hal ini beraakibat pada kesuulitan pada saaat pemecahann masalah yanng ada Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 Gambar G 2. Gaain score sikluus I, siklus II dan siklus III 166 b. Hasil Penilaian P Lem mbar Kerja Sisw wa (LKS) Keberhhasilan produuk ini dapat juga dilihat dari lembar kerja k siswa sebagai hasil pemahaman koonsep fisika. Leembar Kerja Siswa digunaakan siswa seebagai pedomann untuk bahhan diskusi kelompok untuk u hasil merumusskan konsepp fisika. Berdasarkan B penelitiann diperoleh haasil penilaian lembar kerja siswa dalam keelompok padaa siklus I adalah sebesar 50,0. Kemudiaan mengalami kenaikan sehhingga pada siklus s II menjaadi 70,6. Keemudian menngalami kennaikan sehingga pada siklus III I menjadi 888,9. Hasil peniilaian lembar keerja siswa dallam kelompokk pada setiap siklus s termasukk dalam kategori k sanngat tinggi. Ini menunjukkkan bahwa siswa sudahh paham deengan konsep-kkonsep fisika yang y dipelajarri. Berdassarkan pembahasan di atas, a hasil rerata r penilain LKS dapat dilihat sebaagaimana disaajikan pada gam mbar 3 berikut: Berdasarkann hasil penelittian dan pemb bahasan dalam m pelaksanaan p p penelitian tindakan kelas, maka dapatt disimpulkan d baahwa: 1. Motivvasi belajar fisika melalu ui penerapann pembbelajaran pembelajaran n inkuirii terbim mbing dengaan pictorial riddle padaa materri pokok pessawat sederhaana diperolehh rerataa hasil angkeet siswa adaalah 63,6 %.. Sesuaai dengan kritteria yang telaah ditentukann makaa motivasi belaajar siswa terg golong baik. 2. Penerrapan pembellajaran inkuirri terbimbingg dengaan pictorial riddlee mampuu meninngkatkan peemahaman konsep fisikaa siswaa pada materi pokok pesaw wat sederhana,, yaitu pada siklus I dari reratta nilai 42,99 menjaadi 50,7 dan ppada siklus II menjadi 67,55 serta pada p siklus III menjadi 80,7 7. PUSTAKA P [1] [ Echols John M, A An Englissh-Indonesiann Dictionarry, Cornell Unniversity Press, 1975. [2] [ Moh Am mien, Mengajaarkan Ilmu Pengetahuann Alam (IPA) (I Dengaan Mengguna akan Metodee “Discoveery” dan “Inquiry”, Departemenn Pendidikaan dan Kebuddayaan,1987. Guru [3] [ Mulyasa, Menjadi Profesional, Rosdakarrya, 2007. [4] [ Pardjono, Panduan P Penelitian Tindakan Kelas, LEMLIT T UNY, 2007. [5] [ Prayitno, Motivasi Dalam Belaja ar, Depdiknas,, 1989. Kun Praasetyo, Kap [6] [ Zuhdan pita Selektaa Pembelajjaran Fisikka, Pusat Penerbitann Universitas Terbuka, 20001. Gambar 3. Rerata nillai LKS pada siklus I, II dann III Berdassarkan uraian di atas, dapaat diketahui bahwa b keberhasiilan dari penelitian p ini terlihat dari peningkaatan proses yaang diikuti deengan peninggkatan produk pembelajarann. Lembar kerja k siswa yang digunakaan sebagai pedoman belajaar juga mengalami peningkaatan. Hal ini berarti bahhwa siswa paham dengan konsep-konsep k p fisika yangg diselidiki deengan menggunnakan model pembelajaraan ini. Deengan demikiann LKS juga dapat meninngkatkan akttivitas siswa pada p saat diskusi. d Setelah dilakukaannya pembelajaran melalui penerapan pendekatan p innkuiri terbimbinng dengan pictorial riddle r mengalami peningkaatan setelah dillakukannya peembelajaran. Setelahh menganalissis hasil tinddakan pada setiap s siklusnyaa, dapat diketaahui bahwa haasil data tiap siklus s mengalam mi peningkattan meskipunn tidak sebeerapa. Dengan tercapainya t p peningkatan pemahaman koonsep fisika sisswa seperti yang y sudah dijelaskan d di atas, maka peelaksanaan tiindakan yangg telah dilakkukan dalam siklus I, sikklus II dan siklus III dapat meningkaatkan pemahhaman konssep fisika siswa khususnyya pada pokook bahasan pesawat p sederrhana. Penelitiann ini ada kemungkinan k diteruskan untuk u siklus-sikklus berikuttnya. Akan tetapi, karena k keterbataasan waktu daan materi pem mbelajaran, peeneliti menganggap penelitiian ini diraasa cukup untuk u dilaksanaakan sampai dengan sikklus III. Deengan ketercapaaian ini, tindaakan penelitiann dipandang sudah s dapat dibberhentikan. V. KESIM MPULAN Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD, U 24 Juni 2012 167 UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI PADA SISWA KELAS X3 SMA NEGERI 1 PAGUYANGAN Dwi Riyanto SMA Negeri 1 Paguyangan, Jln. Kandung banteng 1 Paguyangan, Brebes 52276 Intisari – Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Keberhasilan seorang guru salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Namun banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, diantaranya sisterm pembelajaraan yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kurang tepat, serta kurangnya siswa memahami konsep yang diajarkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya guru untuk memilih pendekatan yang sesuai untuk setiap bahaan pelajaraan, agar setiap materi yang disampaikaan mudaah diterima oleh setiap siswa dan dapat menarik minat siswa untuk lebih aktif atau giat belajar. Pada penelitian tindakan kelas ini, dipilih pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memperoleh gambaran empiris tentang penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran fisika pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan, tahun pelajaran 2009/2010. (2) Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan tahun pelajaran 2009/2010 dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan tahun pelajaran 2009/ 2010, yang berjumlah 35 siswa. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, data aktivitas siswa diperoleh dengan menggunakan lembar observasi pada setiap proses pembelajaran siklus I dan II. Sedangkan untuk hasil belajar diperoleh melalui hasil tes pada setiap akhir siklus. Tes telah diujicobakan terhadap non subjek penelitian, data dianalisis dengan menggunakan presentase untuk aktivitas be;ajar siswa, Sedangkan data hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan acuan ketuntasan belajar. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa pendekatan inkuiri dapat meningkatkan aktivitas maupun hasil belar siswa. Hal ini terlihat dari data aktivitas belajar siswa rata-rata pada siklus I 48,73 %, pada siklus II diperoleh rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 63,65 %. Sedangkan untuk hasil belajar siswa juga ada peningkatan, rata-rata hasil belajar siklus I 63,54, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 79,57 dan ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus mencapai 85,71%. Kata Kunci : Aktivitas Belajar, Hasil Belajar, Pendekatan Inkuiri. I. PENDAHULUAN Jumlah 38 100% Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 38 siswa hanya 11 siswa yang tuntas belajar atau sebesar 28,95% dan yang tidak tuntas ada 27 siswa atau 71,05%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa tidak mencapai ketuntasan belajar. Tujuan utama pendekatan inkuiri adalah memberikan siswa rasa kekuatan diri, bahwa siswa mempunyai keterampilan untuk meninjau secara kritis terhadap lingkungan dan dalam banyak hal, serta mampu mengontrol tujuan mereka sendiri dan mempengaruhi terhadap keputusan yang diambil. Sehingga dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan sehingga dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Pada dasarnya pendidikan adalah suatu kegiatan dan proses kegiatan tingkah laku menuju ke arah yang lebih baik. Pemerintah Indonesia pun secara terusmenerus melakukan upaya peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan tersebut antara lain ditempuh melalui pengadaan fasilitas dan sarana pendidikan, penyelenggaraan penataran bagi guru, penyempurnaan kurikulum dan tidak kalah pentingnya adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan hasil belajar siswa, SMA Negeri 1 Pagunyungan telah melakukan berbagai upaya yaitu dengan memilih guru yang sesuai dengan mata pelajaran, melengkapi sarana dan prasarana yang ada. Berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan di kelas X SMA Negeri 1 Pagunyungan No 1. 2. Tabel 1. Data Hasil Belajar fisika. Interval Kategori Jumlah Presentasi Nilai Tuntas 11 28,95% ≥ 60 Tidak 27 71,05% < 60 tuntas Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN) “Pustaka [11], mendefinisikan pendekatan inkuiri yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk 168 mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. “Pustaka [7], Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. “Pustaka [9], Pembelajarn inkuiri adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang mmungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri sendiri. “Pustaka [21], Model pembelajaran berdasarkan inkuiri merupakan suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inkuiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural kelompok. “Pustaka [12], aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik dan mental. “Pustaka [10], Belajar yang berhasil mesti melakukan berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, meliahat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. “Pustaka [8], hasil belajar adalah setiap kegiatan belajar yang menghasilkan suatu perubahan yang khas yang dapat disimbolkan dalam bentuk grade atau skor untuk merepresentasikan hasil belajar siswa. Gambar 1. Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto (dkk), 2007:16) 1. a. Siklus I Tahap Perencanaan 1) Menetapkan kelas X sebagai kelas penelitian. 2) Menetapkan materi pokok 3) Menetapkan kelompok belajar siswa yang terdiri atas 4-5 anak per kelompok 4) Membuat rencana pembelajaran dan semua perangkat yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. 5) Membuat lembar observasi aktivitas siswa. 6) Membuat instrumen alat evaluasi untuk melihat tingkat pemahaman konsep siswa pada tiap siklusnya. Setelah melakukan pembelajaran, maka guru membuat instrumen alat evaluasi pada setiap siklus untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa. Waktu yang diperlukan dalam pembelajaran ini dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) direncanakan 3 pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit setiap pertemuannya. b. Tahap pelaksanaan penelitian Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Langkahlangkah yang akan dilakukan adalah: c. Observasi Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan penelitian dengan menggunakan lembar instrumen terfokus yang telah dibuat. Lembar observasi ini digunakan untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Perilaku siswa yang dicatat dalam pembelajaran yaitu mencatat atau merangkum konsep, bertanya kepada guru, memperhatikan guru menerangkan, mengerjakan latihan, menjawab pertanyaan guru, aktif berdiskusi, mengerjakan latihan soal, dan mengeluarkan pendapat. d. Refleksi Kegiatan refleksi ini meliputi kegiatan menganalisis, memahami dan membuat perbaikan berdasarkan pengamatan dan catatan lapangan. Refleksi berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan. Hasil refleksi didapat dari hasil observasi pada tiap siklusnya dikumpul dan dianalisis. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai acuan untuk merencanakan ke siklus berikutnya. Jika telah tercapai target yang diinginkan, maka siklus tindakan dipertahankan untuk pokok bahasan selanjutnya, tetapi jika belum maka siklus tindakan diulangi dengan memperbaiki perencanaan. 2. Siklus II Berdasarkan evaluasi siklus I maka dikembangkan tindakan siklus II. Pelaksanan siklus II pada dasarnya adalah untuk membuktikan apakah terjadi perubahan setelah siswa memperoleh tindakan pada siklus I yang pelaksanaan prosedur pembelajarannya sama dengan siklus II. Target pencapaian keberhasilan di dalam III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Pagunyangan Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2009/2010. D. Prosedur Penelitian Model penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini berdaur empat langkah seperti gambar berikut: Perencanaan Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan ? Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 169 berikutnya. Peningkatan aktivitas belajar dikatakan berhasil jika persentase setiap indikator aktivitas belajar siswa mencapai target yang diinginkan, yaitu: siklus II adalah proses rata-rata nilai tes pada siklus II lebih baik dari skor rata-rata pada siklus I. G. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah: 1. Metode Observasi Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi. Objek yang akan diamati adalah aktivitas belajar siswa. Observasi dilakukan pada saat proses belajar sedang berlangsung, yang menjadi observer atau pengamat adalah guru mata pelajaran fisika kelas X. Indikator yang diamati pada lembar observasi adalah: 1. Bertanya kepada guru 2. Menjawab pertanyaan guru 3. Mencatat materi 4. Aktif berdiskusi dalam kelompok 5. Mengerjakan latihan 6. Memperhatikan penjelasan guru 2. Metode Tes Metod tes ini digunakan untuk mengetahui dan memperoleh data tentang hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika. Tes tersebut dilakukan pada awal siklus dan akhir siklus. Tes tersebut digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Tabel 1. Indikator Aktivitas Siswa No Indikator 1. Bertanya kepada guru 2. Menjawab pertanyaan guru 3. Mencatat materi 4. Aktif berdiskusi dalam kelompok 5. Mengerjakan latihan 6. Memperhatikan penjelasan guru 1. ∑A ∑n a ×100% _ (1) 2. ∑% A a a 3. (2) 4. 1. Analisis Data Hasil Belajar Data untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa setelah dilakukan penerapan pendekatan inkuiri pada akhir siklus menggunakan rumus: − x= ∑ Ns 5. (3) N 6. Persentase ketuntasan belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus: Ka = I. ∑ Na x100% ∑N dalam kegiatan siklus ke siklus Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 15,24% 25,71% 10,47 % 63,81% 81,9% 43,81% 72,38% 18,09 % 28,57 % 100% 100% 0% 63,81% 83,81% 20% 292,38 % 381,89 % 48,73% 63,65% 89,51 % 14,92 % Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa: a) Bertanya kepada guru Pada Siklus I aktivitas bertanya kepada guru ratarata adalah 5,71%, hal ini disebabkan siswa masih malu untuk bertanya dan takut dipermalukan siswa : belajar siswa meningkat dari Menjawab pertanyaan guru Mencatat materi Aktif berdiskusi dalam kelompok Mengerjakan latihan Memperhatikan penjelasan guru Jumlah Rata-rata aktivitas siswa (4) Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah Aktivitas pembelajaran Target ketercapaian hasil belajar siswa yang diharapkan adalah siswa memperoleh nilai ≥ 60 mencapai ≥ 60% pada akhir siklus. 1. Aktivitas Belajar Siswa Hasil analisis data pada lembar observasi aktivitas belajar siswa diketahui bahwa persentase siswa yang aktif ≥ 60 sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang dikehendaki. Persentase aktivitas belajar siswa siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Belajar pada Siklus I dan Siklus II Penin Siklus Siklus No Jenis Aktivitas gkata I II n 1. Bertanya 5,71% 18,09% 12,38 kepada guru % Sedangkan rumus persentase rata-rata pada tiap pembelajaran adalah % AS = ≥ 15 ≥ 25 ≥ 70 ≥ 70 ≥ 75 ≥ 80 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Aktivitas Belajar Data aktivitas belajar diperoleh dengan melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada tiap siklus serta mencatatnya pada lembar observasi yang telah disediakan. Rumus persentase setiap setiap jenis aktivitas pada pembelajaran adalah %A= Target (%) 170 Pada aktivitas mengerjakan latihan tidak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena guru mengharuskan kepada siswa untuk mengumpulkan setiap latihan yang dikerjakan sehingga siswa merasa memiliki kewajiban untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan. Sehingga sktivitas mengerjakan latihan baik pada siklus I maupun pada siklus II adalah 100 %. f) Memperhatikan penjelasan guru Pada siklus I, aktivitas siswa pada saat pembelajaran yang aktif memperhatikan penjelasan guru sebanyak 63,81%, siswa yang lain belum termotivasi untuk belajar dan masih menganggap remeh pelajaran. Untuk meningkatkan aktivitas tersebut guru melakukan pendekatan secara individual yang berupa guru memberikan perhatian lebih dan guru menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran. Pada siklus II, aktivitas memperhatikan guru menerangkan mengalami peningkatan sebesar 20% dari 63,81% menjadi menjadi 83,81%. Peningkatan aktivitas memperhatikan penjelasan guru terjadi disebabkan antara siswa dan guru mulai akrab dan terjalin komunikasi serta siswa termotivasi untuk belajar. 2. Aktivitas Guru pada saat Pembelajaran Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru diperoleh data bahwa guru telah melaksanakan semua aspek yang diamati, namun dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Pada siklus I dari 10 aspek yang diamati dari semua pertemuan didapat 6 aspek terkategori baik, 17 aspek terkategori cukup, dan 7 aspek terkategori kurang. Pada siklus II dari 10 aspek yang diamati dari semua pertemuan didapat 9 aspek terkategori baik, 21 aspek terkategori cukup, dan 0 aspek terkategori kurang. Dari data tersebut didapat bahwa aspek yang terkategori cukup lebih banyak dibandingkan yang terkategori baik atau kurang. Pada awal pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendedekatan inkuiri, guru kurang memotivasi siswa memahami materi dan guru kurang melatih siswa untuk mengajuka pertanyaan akibatnya guru lebih aktif dalam kegiatan proses belajar mengajar dibandingkan siswa. Selain itu, siswa juga belum terbiasa dalam memahami hakekat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri. tetapi seiring berjalannya waktu, pengelolaan pembelajaran semakin baik dan mengalami peningkatan. Aktivitas guru setiap siklus mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan guru mampu memperbaiki kekurangankekurangan pada saat pembelajaran di setiap pertemuan dengan selalu meminta masukan dari observer maupun dari refleksi yang dilaksanakan pada akhir siklus. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan baik dan teratur yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 3. Hasil Belajar Siswa Dari hasil penelitian diperoleh data skor hasil belajar fisika siswa dalam pembelajaran dengan lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru memberikan pengarahan bahwa siswa yang sering bertanya bukan berarti tidak paham terhadap materi, dan guru memberikan semangat kepada siswa agar merasa percaya diri ketika mengajukan pertanyaan kepada guru. Pada siklus II, siswa yang bertanya kepada guru mengalami perubahan menjadi 18,09% sehingga ada peningkatan sebesar 12,38%. b) Menjawab pertanyaan guru Pada aktivitas yang kedua yaitu menjawab pertanyaan guru terjadi peningkatan sebesar 10,47%. Pada siklus I, siswa takut kalau mau menjawab pertanyaan guru karena takut salah atas jawaban tersebut dan kurang percaya diri atas jawabannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru memberikan motivasi serta guru memberikan nilai tambah pada siswa yang mau menjawab pertanyaan guru maupun pertanyaan temannya sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa termotivasi dan memiliki percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru. Pada siklus II, siswa sudah lebih berani menjawab pertanyaan guru. Dengan demikian aktivitas menjawab pertanyaan guru meningkat dari siklus I 15,24% ke siklus II menjadi 25,71%. c) Mencatat materi Pada aktivitas mencatat materi pelajaran terjadi peningkatan sebesar 18,09%. Pada siklus I siswa masih malas dan menganggap remeh pelajaran. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru memberikan pengarahan pada siswa agar siswa bersemangat untuk mencatat materi pelajaran, karena mencatat sangat diperlukan untuk mengingatkan siswa jika lupa, dan jika sering dipelajari maka ingatan akan semakin tajam. Pada siklus II, siswa mulai menyadari pentingnya mencatat dan merangkum konsep pelajaran, karena dengan mencatat materi yang sudah dipelajari di sekolahan, materi pelajaran tersebut bisa dipelajari di rumah. Hal ini yang menyebabkan aktivitas mencatat materi pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu 63,81% menjadi 81,9%. d) Aktif berdiskusi dalam kelompok Aktivitas berdiskusi dalam kelompok terjadi peningkatan sebesar 28,57%. Pada siklus I, siswa yang lebih pandai tidak membantu temannya yang kurang paham terhadap materi, mereka lebih berkonsentrasi pada pengerjaan soal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru memberikan arahan kepada siswa yang mempunyai kemampuan akademis lebih tinggi agar mau membantu anggota sekelompoknya karena dengan proses kerjasama ini akan meningkatkan kemampuan individu dan kelompok dalam proses sosialisasi antar anggota kelompok. Pada siklus II, siswa mulai menyadari pentingnya kerjasama kelompok sehingga partisipasi antar anggota kelompok sudah berjalan. Hal ini yang menyebabkan aktivitas kerjasama dalam kelompok mengalami peningkatan dari siklus I 43,81% ke siklus II menjadi 73,38%. e) Mengerjakan latihan Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 171 menggunakan pendekatan inkuiri pada siklus II dapat dilihat pada tabel 2. tabel 3. Perbandingan Hasil Belajar dan Siklus II No Katego Nila Banyak ri i Siswa Siklu Sikl s us I II 20 30 1. Tuntas ≥ 60 2. Tidak Tuntas < 60 15 5 siklus I dan Dalam kegiatan belajar, aktivitas memegang peranan penting karena sangat menunjang hasil belajar. Hasil belajar akan tercapai dengan baik apabila aktivitas belajar itu tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rohani (2004:6) “ Belajar yang berhasil mesti melakukan berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis”. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar akan sangat menentukan hasil belajar. pada Siklus I Persentase Sikl us I 57,1 4% 42,8 6% Sikl us II 85,7 1% 14,2 9% V. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata belajar siswa 63,5 79,5 4 7 Berdasarkan tabel 2. Nilai rata-rata belajar siswa meningkat dari setiap siklusnya, di mana pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa 63,54 sedangkan pada siklus II menjadi 79,57 sehingga terjadi peningkatan sebesar 16,03. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai sesuai dengan KKM ≥ 60 sebanyak 57,14%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 85,71%. Dengan demikian ketuntasan belajar pada siklus II telah mencapai atau memenuhi indikator keberhasilan tindakan, yaitu siswa yang mendapat nilai ≥ 60 minimal sebanyak 60% dari jumlah seluruh siswa. Berdasarkan tabel 2 terlihat ada peningkatan hasil belajar siswa yang nilainya pada kategori tuntas dari 20 siswa menjadi 30 siswa atau meningkat 28,57% sehingga hasil belajar pada siklus II lebih baik dari pada siklus I meskipun maih ada 5 siswa yang tidak tuntas, tetapi secara umum hasil belajar pada siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terlihat meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa karena siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Selain menambah pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari, siswa juga meningkatkan rasa percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dalam berdiskusi bersama-sama temannya. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri siswa juga belajar menghargai pendapat dan hasil karya temannya serta saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II disebabkan karena dalam pembelajaran inkuiri ini siswa mampu memahami materi, siswa merasa senang karena dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan ikut aktif terlibat langsung dalam menemukan penyelesaian jawaban melalui contoh-contoh konkrit yang sederhana yang sifatnya telah dipahami oleh siswa. Sehingga daya ingat siswa tentang rumus dapat bertahan lama. Selain itu juga siswa termotivasi untuk mengembangkan kemampuannya dalam berfikir setahap demi satahap dari yang sederhana menuju pada yang lebih kompeks. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penelitian ini sehingga berjalan sesaui dengan yang diharapkan. PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] 172 Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta, Rineka Cipta.2004. Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara, 2005. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta, 2006. Arikunto, Suharsimi, (dkk), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta, Bumi Aksara, 2007. Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta, ArRuzz Media,2007. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2006. Gulo, W, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Grasindo, 2004. Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara, 2005. Kunandar, Guru Profesional, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007. Rohani, Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2004. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Raja Grafindo Persada,2008. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2007. Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta, Departemen pendidikan Nasional [16] [17] [18] [19] [20] [21] [22] Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Pendidikan, 2004. Suwarna, Pengajaran Mikro, Yogyakarta, Tiara Kencana, 2006 Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Uno, Hamzah B, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta, Bumi Aksara, 2008 Yamin, Martines, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta, Gaung Persada Press, 2008. Triarso, Agus. 2008. Faktor-Faktor dalam Proses Belajar, (Online), (http://waroengedukasi.blogspot.com/2008/12/faktor-faktordalam-proses-belajar.html, diakses 22 Maret 2009). Lubis, Niena Karmila. 2008. Pembelajaran Inkuiri, (Online), (http://mahasiswapascasarjanaunimed.blogspot .com/2008/02/pembelajaran-inkuiri.htm diakses 26 April 2009 ) No Name.2009. Model Pembelajaran Inkuiry, (Online), (http://oimhim87.blogspot.com/2009/01/model -pembelajaran-inkuiry.htm diakses 25 Maret 2009). Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 173 UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI DAN ALAT PRAKTIKUM FISIKA SMA BAGI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA MELALUI KEGIATAN ASISTENSI DI SMA NEGERI 1 PURWOREJO Susilo Edy Purnomo1), Eko Setyadi Kurniawan2) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo Jl. KHA.Dahlan 3, Purworejo 54111 1) e-mail: [email protected] 2) e-mail: [email protected] Intisari – Telah dilakukan penelitian guna mengetahui peningkatan penguasaan materi dan peralatan praktikum Fisika tingkat SMA bagi mahasiswa program studi Pendidikan Fisika melalui kegiatan asistensi. Asistensi merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa di program studi Pendidikan Fisika UMP pada semester VI yang berbobot 1 sks. Dalam pelaksanaanya, mata kuliah Asistensi ini hanya dilakukan di laboratorium kampus pada praktikum Fisika Dasar 1 dan 2 maupun praktikum Elektronika Dasar. Untuk itu, guna mendekatkan mahasiswa terhadap kondisi nyata di sekolah telah dilakukan upaya pengenalan secara langsung antara mahasiswa dan siswa melalui kegiatan Asistensi Praktikum Fisika yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Purworejo. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo semester VI yang berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan uji pretest dan postest terhadap penguasaan materi dan alat praktikum Fisika SMA. Pretest rata-rata 67,03 dan postest rata-rata meningkat menjadi 73,93. Hasil penelitian menunjukan telah terjadi peningkatan pemahaman baik materi maupun penguasaan peralatan praktikum Fisika SMA sebesar sebesar 22,26%. Sehingga kegiatan asistensi di sekolah dapat dijadikan kegiatan yang berkelanjutan dalam bentuk pendampingan praktikum di SMA guna meningkatkan kemampuan mahasiswa (calon guru) dalam penguasaan materi dan peralatan praktikum Fisika di SMA. . Kata kunci: Asistensi, Praktikum Fisika SMA I. PENDAHULUAN Laboratorium dibangun berdasarkan suatu kesadaran penuh bahwa pembelajaran di laboratorium mempunyai posisi penting dalam pendidikan, karena dalam rangka mencapai tujuan yang bersifat multi dimensi dalam proses pembelajaran, diperlukan strategi pembelajaran yang memadai. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dianggap dapat mencakup tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor) adalah pembelajaran di laboratorium (Rahayuningsih & Dwiyanto, 2005). Secara teoritis keberadaan laboratorium diharapkan mampu menunjang kegiatan-kegiatan yang terpusat pada pengembangan ketrampilan tertentu, antara lain keterampilan proses, ketrampilan motorik dan pembentukan sikap ilmiah, khususnya pengembangan minat untuk melakukan penyelidikan, penelitian dan minat mempelajari alam secara lebih mendalam (Hudha, 2002 : 2). Mahasiswa Pendidikan Fisika dalam pelaksanaan praktikum fisika dasar masih mengalami kesulitan dalam menguasai alat-alat praktikum walaupun telah disusun buku panduan praktikum dalam bentuk modul dan format penilaian kegiatan praktikum. Penilaian kegiatan praktikum Fisika Dasar didasarkan pada : (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pelaporan, (4) nilai tahap akhir praktikum (tes final). Sehingga perlu adanya pembekalan terhadap mahasiswa yang telah melakukan praktikum fisika dasar, dalam mengelola laboratorium, manajemen laboratorium, merawat, mereparasi alat dan bahan praktikum serta mengerti kondisi yang ada dilapangan, dengan melakukan kegiatan asistensi di SMA. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Dari uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti peningkatan penguasaan materi dan alat praktikum fisika mahasiswa semester VI melalui kegiatan asistensi di SMA Negeri 1 Purworejo. II. TINJAUAN PUSTAKA Segala sesuatu yang telah diketahui tentang dunia fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur sifatsifat yang dipelajari melalui percobaan atau praktikum, yaitu dengan pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Gejala-gejala alam yang sukar ditemukan, yang tidak bisa diamati dari dekat dan sulit diamati karena waktunya cepat bagi mata kita, maka dibuat modelnya di dalam laboratorium. Kondisi-kondisinya diatur sedemikian sehingga sesuai dengan gejala alam yang sebenarnya serta proses dan hasilnya diamati atau diukur kemudian hasil pengukurannya diolah. Dari hasil pengolahan ini lah dapat ditarik kesimpulan apakah teori memiliki kebenaran sesuai dengan gejala alam atau tidak (Wirasasmita, 1989 : 1-3). Dengan adanya kegiatan praktikum maka mahasiswa atau siswa diharapkan lebih mudah mempelajari pelajaran fisika, karena mereka dapat membandingkan teori-teori yang telah diajarkan dengan hasil percobaan yang diperolehnya di laboratorium. Di samping itu juga kegiatan praktikum dapat mendidik mahasiswa bersikap mandiri, ilmiah, dapat memecahkan masalah dan melatih keterampilan. Dengan demikian pembelajaran melalui pendekatan praktikum bertujuan : (1) mendorong dan mempertahankan minat, sikap yang baik, kepuasan, keterbukaan, dan rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan alam, (2) mengembangkan pikiran kreatif dan kemampuan untuk memecahkan masalah, 174 (3) mendorong berbagai aspek dari pikiran keilmuan termasuk bagian-bagian metode ilmu pengetahuan alam seperti merumuskan hipotesa dan anggapan, (4) mengembangkan pemahaman konsep dan potensi intelektual, (5) mengembangkan keterampilan proses seperti merancang dan melakukan penyelidikan, pengukuran, merekam data, menganalisa dan menafsirkan hasil percobaan, (6) mengembangkan keterampilan dalam menggunakan teknik-teknik exsperimental dan penggunaan alat seperti multimeter, jangka sorong,micrometer sekrup, merancang alat dan sebagainya. Menurut tujuannya, pembelajaran melalui pendekatan praktikum dibedakan menjadi tiga : (1) praktikum konsep menekankan perkembangan konsep siswa dan penanggulangan miskonsepsi, (2) praktikum konsep menekankan latihan keterampilan proses, yaitu keterampilan yang digunakan untuk mencari dan mengesahkan pengetahuan eksperimen, (3) praktikum keterampilan menekankan latihan penggunaan peralatan dan teknik-teknik eksperimental seperti penggukuran dengan multimeter dan stopwatch, menyolder, merancang peralatan (Anonim, 1994 : 1-4). Mata kuliah asistensi Praktikum Fisika Dasar merupakan mata kuliah wajib tempuh untuk mahasiswa Program Study Pendidikan Fisika yang berbobot 1 sks namun pelaksanaan bernilai 150 menit ( setara 2 sks). Model praktikum fisika yang selama ini dilakukan adalah model resep makanan, yaitu semua hal yang berkaitan dengan praktikum mulai dari petunjuk praktikum sampai alat telah disediakan oleh laboran. Hasil evaluasi tim pengampu Praktikum Fisika Dasar menyatakan bahwa selama ini banyak kelemahankelemahan pada pelaksanaan praktikum. Model tersebut kurang menumbuhkan semangat menggali pengetahuan atau inquiry, karena mahasiswa telah disajikan apa yang akan diperoleh dari praktikum tersebut. Oleh karena itu diupayakan penguasaan praktikum fisika melalui kegiatan asistensi di SMA. Asistensi praktikum adalah pelaksana lapangan dalam kegiatan praktikum yang berhubungan langsung dengan siswa (praktikan) sebagai peserta kegiatan praktikum. Sistem organisasi manajemen laboratorium fisika SMA Negeri 1 Purworejo disajikan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa struktur organisasi pengelolaan laboratorium meliputi laboratorium Kimia, Fisika, dan Biologi. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 Gambar 1. Struktur organisasi Pengelolaan laboratorium fisika III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo terhadap mahasiswa yang telah melaksanakan kegiatan asistensi praktikum fisika di SMA Negeri 1 Purworejo tahun 2012, kelas X-1 sampai X-9 dari hari senin tanggal 30 April 2012 sampai dengan hari sabtu tanggal 12 Mei 2012 sejumlah 31 orang. Untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa pada ranah kognitif digunakan tes awal (pre test) mahasiswa dalam penguasaan materi Fisika kelas X, dan alat praktikum. Hasil tes awal terhadap 31 mahasiswa semester VI tahun akademik 2011/2012 diperoleh nilai terendah sebesar 55 sedangkan nilai tertinggi sebesar 82 dan ratarata sebesar 67,03 dengan standar deviasi 7,03. Sementara itu hasil setelah dilakukan proses kegiatan asistensi praktikum fisika SMA diadakan pos test dengan soal yang sama dengan pre test, diperoleh nilai terendah sebesar 65,00 sedangkan nilai tertinggi sebesar 85,00 dan rata-rata sebesar 73,58 dengan standar deviasi 6,11 terjadi peningkatan sebesar 22.26%. Adapun hasil pre test dan pos test disajikan tabel 1. Tabel 1. Hasil pre test dan pos test mahasiswa Pre Pos Asisten test test % 1 82 85 9.67% 2 55 60 16.12% 3 60 65 16.12% 4 80 84 12.90% 5 55 65 32.25% 6 76 80 12.90% 7 75 80 16.12% 8 75 80 16.12% 9 72 75 9.67% 10 73 75 6.45% 11 66 78 38.70% 12 67 70 9.67% 13 68 73 16.12% 14 69 74 16.12% 15 70 75 16.12% 175 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata-rata 75 66 68 58 60 60 67 70 73 59 60 62 64 65 66 62 2078 67.03 79 72 75 70 75 70 75 75 79 65 65 69 75 75 79 75 2281 73.93 12.90% 19.35% 22.58% 38.70% 48.38% 32.25% 25.80% 16.12% 19.35% 19.35% 16.12% 22.58% 35.48% 32.25% 41.93% 41.93% 654.83% 22.26% (a) Hasil Pre test dan Pos test 100 80 60 Pre test 40 Pos test 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 Gambar 2. Hasil pre test dan pos test Dengan adanya kegiatan asistensi, mahasiswa dapat memperoleh wawasan dengan mengamati siswa (praktikan) ketika menyimpulkan dan mengkomonikasikan konsep fisika setelah mereka memperoleh data dalam kegiatan praktikum. Mahasiswa lebih mudah dalam belajar karena lembar kerja siswa (LKS Praktikum) telah di jelaskan oleh guru, asisten membantu menyiapkan alat dan bahan praktikum dan membantu mendampingi siswa dalam melaksanakan praktikum. Dengan adanya asistensi praktikum fisika mahasiswa semester VI mempunyai bekal dalam mempelajari fisika, berkomunikasi langsung dengan peserta didik, mengetahui kelebihan dan kekurangan peserta didik dalam bertanya, bekerjasama dalam praktikum, sehingga dengan asistensi praktikum fisika di SMA dapat meningkatkan konsep pemahaman mahasiswa dalam materi yang akan diajarkan dan praktikum yang dapat dilaksanakan. Dokumentasi kegiatan asistensi praktikum fisika kelas X pada saat praktikum Kalor jenis bahan dan Hukum Ohm. Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 (b) Gambar 3. (a) Interaksi siswa (praktikan) dalam bertanya pada saat praktikum fisika kelas X. (b) Interaksi Asisten dengan siswa (praktikan) pada saat kegiatan praktikum fisika kelas X di SMA Negeri 1 Purworejo IV. KESIMPULAN Dari hasil uraian diatas dapat ditunjukan bahwa terjadi peningkatan pemahaman materi dan alat praktikum di SMA. Hal ini dapat ditunjukan dari hasil pre test dan pos test sebesar sebesar 22,26%. Atau pre test rata-rata 67,03 dan postest rata-rata meningkat menjadi 73,93. Sehingga kegiatan asistensi di sekolah dapat dijadikan kegiatan yang berkelanjutan dalam bentuk pendampingan praktikum di SMA guna meningkatkan kemampuan mahasiswa (calon guru) dalam penguasaan materi dan peralatan praktikum Fisika di SMA. Saran Kegiatan asistensi praktikum fisika SMA perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk membekali mahasiswa sebelum mereka menjadi seorang guru fisika. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Kepala sekolah SMA Negeri 1 Purworejo Ibu Budiastuti Sumaryanti, M.Pd yang telah mengijinkan kegiatan Asistensi Praktikum kelas X 2. Kepala Laboratorium Fisika Drs. Sutrisno, S.Pd yang telah mengijinkan kegiatan Asistensi Praktikum kelas X 176 PUSTAKA [1] Rahayuningsih, E. & Dwiyanto, D. 2005. Pembelajaran di laboratorium. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Pendidikan UGM [2] Hudha, A, M. 2008. Penggelolaan Praktikum di Laboratorium. Makalah Lokakarya Fiskes UMM [3] Amin, M. 1989. Pedoman Laboratorium dan Praktikum MIPA, Jakarta : Depdikbud [4] Ellianawati, B. Subali. Penerapan Model Praktikum Problem Solving Laboratory sebagai Upaya untuk Memperbaiki Kualitas Pelaksanaan Praktikum Fisika Dasar. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010), pp. 90-97 [5] Wirasasmita, O. 1989. Pengantar Laboratorium Fisika, Jakarta : Depdikbud [6] Anonim. 1994. Praktikum Fisika. Ujung Pandang. IKIP [7] Eko Setyadi Kurniawan. Problematika Pengguasaan Bahan Ajar Fisika SMA kelas X pada Mahasiswa Pendidikan Fisika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011, pp. 109-114 [8] P. Kurnianto, P. Dwijayanti, dan Khumaedi, Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010), pp. 6-9 Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012 177