prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

advertisement
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA
“Kompetensi Lulusan Fisika & Pendidikan Fisika Menghadapi
Kebijakan KKNI”
24 JUNI 2012
Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta
ii
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PENDIDIKAN FISIKA
“Kompetensi Lulusan Fisika & Pendidikan Fisika Menghadapi Kebijakan
KKNI”
24 Juni 2012
Hak Cipta Dilindung Undang-Undang
© all right reserved
2012
Penyunting
Dr. Moh. Toifur, M.Si.
Dr. Widodo, M.Si.
Drs. Ishafit, M.Si.
Design Cover
Mustofa Ahyar
Setting – layout
Isnin Khazimah
ISBN:
978-979-19438-2-6
Dicetak dan diterbitkan Oleh :
HMPS Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan,
Yogyakarta
surat : [email protected]
laman : http://www.hmps.pf.uad.ac.id/
iii
KATA PENGANTAR
Prosiding ini merupakan himpunan dari makalah-makalah para penulis yang tersajikan
dalam acara Seminar Nasional Quantum 2012. Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan
untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan pendidikan yang ada,
memberikan masukan untuk perbaikan sistem pendidikan di sekolah, khususnya dalam bidang
Fisika dan menjadi sarana promosi dalam rangka meningkatkan daya tarik Fisika di tengahtengah masyarakat. Dengan prosiding ini diharapkan memberikan seumbangsih pengetahuan
baru atau pengembangan untuk para pembacanya.
Banyak nama yang turut andil selama pelaksanaan Seminar maupun proses pembuatan
prosiding ini, untuk itu kami segenap panitia penyelenggara mengucapkan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya untuk setiap bantuan yang telah disumbangkan. Kami sepenunya sadar
selama proses pelaksanaan seminar dari awal hingga rampung masih banyak kekurangan di
segala lini, kritik yang membangun selalu kami nantikan melalui surat maya di
quantum2012hmps[at]yahoo.com.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, rasa syukur kami curahkan kepada Allah
Tuhan semesta alam, segala shalawat serta salam selalu tertujukan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa salam. Semoga prosiding ini selalu memberikan faidah di atas segala
keterbatasannya.
Yogyakarta, Mei 2012
Panitia Quantum 2012
HMPS Pend. Fisika
FKIP | Univ. Ahmad Dahlan
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................. i
HALAMAN SUB SAMPUL .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iv
MAKALAH-MAKALAH YANG DISAJIKAN
1.
Analisis Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pada Konsep Bunyi
Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Fatma hamid, dkk, Pascasarjana UAD .............................................................................. 1
2.
Efek Lapisan Konduktif Ag untuk Memperbaiki Kinerja Kaki Probe Pada Alat
Probe Empat Titik
Moh.Toifur, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 6
3.
Efektivitas Percobaan Fisika dalam Mengurangi Salah Konsep Siswa dengan
Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Metode Inkuiri Mandiri Pada
Materi Pengukuran Kelas VII Semester Gasal SMP Negeri 24 Purworejo Tahun
Ajaran 2009/ 2010
Windu Triyono, dkk, Pascasarjana UAD .......................................................................... 9
4.
Kajian Tentang Teknik Penentuan Muatan Partikel
Suparno, UNY ................................................................................................................. 14
5.
Menciptakan Laboratorium Fisika yang Canggih
Dengan Memanfaatkan HP,
Barang Bekas dan Software Gratisan
Fatkhulloh, Pascasarjana UAD ....................................................................................... 19
6.
Miskonsepsi Pada Buku Ajar Fisika SMP Kelas VIII Tentang Optika Geometris
Andika Kusuma Wijaya, Pascasarjana UAD .................................................................. 23
7.
PBICE-M, E-Progress, dan E-Week sebagai Usaha Optimalisasi Media
Pembelajaran Berbasis Teknologi Informatika yang Interaktif dan Komunikatif
dalam Mata Pelajaran Fisika
Kobar Septyanus, dkk, Universitas.Jember ..................................................................... 28
8.
Pemanfaatan “Neraca Ajaib” Guna Menjelaskan Konsep Benda Seimbang Pada
Siswa Kelas X Semester 1 SMA Muhammadiyah 1 Gombong Tahun Pelajaran
2010/2011
Eko Setyadi Kurniawan, Pend.Fisika UMP .................................................................... 36
v
9.
Pembelajaran PBDM (Physics Based On Disaster Management) Sebagai Upaya
Inovatif-Solutif Dalam Menumbuhkan Soft Power Secara Dini Terhadap
Kesadaran Preventif dan Responsif Kebencanaan
Agusta Danang Wijaya dkk, Universitas Jember ............................................................ 40
10. Pendekatan Bentuk Permukaan Sumber Radioaktif Cs-137 Berbasis Intensitas Radiasi
Dede sunardi, dkk, Pascasarjana UAD ........................................................................... 45
11. Penentuan Percepatan Gravitasi dengan Analisis Berbobot Menggunakan Software
Audacity
Irma Rosa Indriyani, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................ 49
12. Penentuan Momen Dipol Magnetik dengan Dynamometer Pegas
Lusi Widyanti, dkk, Pend.Fisika UAD ........................................................................... 52
13. Penentuan Koefisien Pemuaian Panjang Alumunium (Al) Menggunakan Metode
Difraksi Celah Tunggal
Rita Ferawati dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................ 57
14. Penentuan Koefisien Restitusi Metode Bounce Menggunakan Logger Pro
Masdi Saleh, dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................. 62
15. Penentuan Koefisien Viskositas Zat Cair dengan Menggunakan Regresi Linier
Hukum Ostwald-de Waele
Amelia Zahara, dkk, UAD ................................................................................................ 66
16. Penentuan Percepatan Gravitasi Bumi dengan Eksperimen Terkomputerisasi pada
Benda Jatuh Bebas
Femilia Amor Nurdila,dkk, UAD ................................................................................... 71
17. Penentuan Massa Jenis Fluida (Zat Cair) Menggunakan Prinsip Osilasi Teredam Pada
Pipa U
Ari Wibowo, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 5
18. Penerapan Strategi Model Pembelajaran Kooperatif/Inovatif Tipe Student Team
Achivement Divisions (STAD) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika
Pada Konsep Fluida Statis Kelas XI IPA SMA Negeri di Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan
Mukhammad Nur Akiyat, Pascasarjana UAD ................................................................. 79
19. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Tipe II untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Alat- Alat Optik
Mochamad Zaeni, dkk, Pascasarjana UAD ...................................................................... 87
vi
20. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share Pada Pembelajaran
Fisika Ditinjau Dari Hasil dan Motivasi Belajar
Ida Puspita, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................................ 91
21. Pengaruh Multimedia Interaktif dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar
untuk Pembelajaran Fisika Pada Materi Impuls Momentum di Kelas XI SMA
Tri Wuryani, dkk, Pascasarjana UAD ............................................................................. 96
22. Pengembangan Antena Mikrostrip Berstruktur Coplanar Stripline (CPS) Dipole
Menggunakan Saklar Optik Solar Cell
Erna Risfaula Kusumawati, dkk, FMIPA ITS Surabaya ................................................ 100
23. Pengembangan Eksperimen Penentuan Permeabilitas Magnet Melalui Percobaan
Induksi Magnet Pada Beberapa Batang Feromagnet
Dwi Wahyu Baktiningrum, dkk, Pend.Fisika UAD ..................................................... 105
24. Pengembangan dan Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Berbasis Jahe
Merah dengan Metode Deposisi Spin Coating Dan Doctor Bled
Nasori, dkk, ITS ............................................................................................................ 110
25. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Sains-Lingkungan-TeknologiMasyarakat (Salingtemas) dengan Tema Teknologi Biogas
Sugiyanto, dkk, UIN SUKA .......................................................................................... 114
26. Pengembangan Tes Prestasi Berdasarkan Kompetensi Berjenjang Untuk Penilaian
Acuan Patokan Pada Fisika Matematika I
Novitasari Sutadi,dkk, Pascasarjana UAD .................................................................... 118
27. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Proses Belajar Fisika Pada Konsep
Fluida Statis Melalui Pembelajaran Model Konstruktivisme di Kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 5 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012
Fadiyah Suryani, Pascasarjana UAD ............................................................................ 122
28. Penggunaan Tracker untuk Menentukan Hubungan Antara Intensitas Nyala Lampu
Dengan Daya Hantar Listrik Larutan Elektrolit
Nova Amalia Latif, dkk, Pascasarjana UAD ................................................................ 127
29. Perancangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Adobe Dreamweaver CS4
(Creative Suite 4) Pokok Bahasan Tata Surya untuk Sekolah Menengah Pertama
Rizqi Destriyanto, dkk, Pascasarjana UAD .................................................................. 131
30. Persamaan Maxwell Elektrodinamika Klasik dengan Aljabar Geometris
Joko Purwanto, UIN Sunan Kalijaga ............................................................................ 136
vii
31. Simulasi Desain Perisai Radiasi Sinar X Mesin Berkas Elektron (MBE) Lateks
Menggunakan Program MCNP5
Safiruddin, dkk, ITS ...................................................................................................... 140
32. Sistem Detektor Gempa dan Tsunami On-Line Berbasis Antena Wi-Fi 2,4 GHz
Yono Hadi Pramono, dkk, FMIPA ITS Surabaya ......................................................... 141
33. Studi Komparasi Metode Pembelajaran Demonstrasi Nyata dan Demonstrasi
Simulasi untuk Mereduksi Miskonsepsi Pada Materi Optika Geometri di SMAN 1
Pajangan
Bayu Indriarto, dkk, Pend.Fisika UAD ......................................................................... 152
34. Teoritis Massa Neutrino Melalui Mekanisme Seesaw
Nur Anisah, dkk, UIN Sunan Kalijaga .......................................................................... 156
35. Tinjauan Tentang Teknik Penentuan Ukuran Partikel Koloid
Suparno, UNY ............................................................................................................... 159
36. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Melalui
Pendekatan Inkuiri Terbimbing Dengan Pictorial Riddle pada Siswa Kelas VIII
SMP Muhammadiyah Muntilan
M. Minan Chusni, SMP Muh Muntilan ........................................................................ 163
37. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika dengan Menggunakan
Pendekatan Inkuiri Pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan
Dwi Riyanto, SMA Negeri 1 Paguyangan Brebes ........................................................ 168
38. Upaya Peningkatan Penguasaan Materi dan Alat Praktikum Fisika SMA Bagi
Mahasiswa Pendidikan Fisika Melalui Kegiatan Asistensi di SMA Negeri 1
Purworejo
Susilo Edy Purnomo, Pend.Fisika UMP ....................................................................... 174
viii
ANALISIS KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL PADA KONSEP BUNYI
DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING
Fatma Hamid, Fatkhulloh
[email protected]
Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II, Jl.Pramuka 42 Lt.3, Telp.(0274) 563515 ext 2302, Yogyakarta 55161
Intisari- Penelitian ini bertitik tolak dari adanya interaksi edukatif dalam bentuk penggunaan model pembelajaran.
Namun kondisi tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru, sehingga diperlukan adanya suatu pendekatan
agar ada perubahan dalam proses pembelajaran. Salah satunya model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwning yaitu model pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan
menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besar prosentase dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal fisika pada konsep bunyi dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Ternate 151 siswa yang
tersebar dalam 5 kelas. Sedangkan sampelnya 60 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah purposive random
sampling. Data dikumpulkan dengan teknik tes berupa soal essay sebanyak 15 soal. Setelah dilakukan uji validasi
diperoleh 10 soal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif kemudian dikonversi ke
dalam pedoman lima skala. Setelah dikonversi diperoleh prosentase kategori kemampuan siswa yang termasuk
kategori sangat baik 2 orang (3.33%), kategori baik 11 orang (18,33%), kategori cukup baik 34 Orang (56,67%),
kategori kurang baik 13 orang (21,67%), dan kategori sangat kurang baik 0%. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada konsep bunyi setelah diterapkan model pembelajaran
koperatif tipe snowball throwing berada pada kategori cukup baik
Kata kunci: Bunyi, Penerapan Model Pembelajaran Koperatif Tipe Snowball Throwing.
Abstract- This study starts from the interaction in the form of educational use of learning models. However, these
conditions have not been fully implemented by teachers, so that the necessary existence of an approach that no
change in the learning process. One of these types of cooperative learning models throwing snowball that is a model
of learning that trains students to be more responsive to receive messages from others, and convey the message to
his friend in a group. This study aims to find a large percentage of students' skills in solving physics problems on the
concept of sound by applying cooperative learning model type snowball throwing. This type of research is a
descriptive study, the population in this study were all students of VII Junior High School 5 Ternate 151 students
spread over 5 classes. While the sample of 60 students. Purposive sampling technique is random sampling. Data
were collected with a test technique as much as 15 questions about the essay. After validation tests obtained 10
questions. The data obtained were analyzed using descriptive statistics are then converted into a five-scale
guidelines. Once converted to the percentage obtained by the student's ability category that includes a very good
category 2 persons (3.33%), both categories of 11 people (18.33%), good enough category 34 people (56.67%),
unfavorable category of 13 people (21,67%), and very poor categories of 0%. This suggests that the ability of
students in solving problems on the concept of the sound after the applicable type of cooperative learning model in
the category of snowball throwing good enough.
Key words: Beep, Application of Cooperative Learning Model Type Throwing Snowball.
metode ceramah, diskusi, demonstrasi, eksperimen,
belajar kelompok dan sebagainya [1].
Diperlukan suatu strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi
strategi
yang
dapat
mendorong
siswa
mengkonstruksikan pengetahuannya, sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar serta pemahaman terhadap
mata pelajaran fisika. Salah satu alternatif pendekatan
belajar yang baru yaitu pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) untuk diterapkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Strategi pembelajaran yang
berasosiasi dengan CTL diantaranya: cara belajar siswa
aktif (CBSA), Pendekatan Proses, life skills education,
cooperative learning, inquiry-based learning, problembased learning. Penulis mencoba salah satu strategi
I. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah upaya
untuk meningkatkan kualitas manusia oleh karena itu,
setiap
proses
pendidikan
akan
berusaha
mengembangkan seluas-luasnya potensi individu
sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan
dan mengubah masyarakat (agent of change). Dalam
upaya ini, setiap proses pendidikan membutuhkan
seperangkat metode tertentu sehingga transformasi
pengetahuan, pemahaman, dan perilaku yang diberikan
kepada anak didik dapat berjalan sebagaimana yang
diinginkan. Dalam melaksanakan pengajaran seharihari, pendekatan-pendekatan tersebut dijabarkan dalam
metode mengajar. Banyak metode yang dapat
diterapkan dalam proses belajar mengajar seperti
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
1
Gambar 2.1). Tampak dari gambar bahwa bunyi dimulai
dari getaran drum ketika ia dipukul.
pembelajaran yaitu cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif [2].
Dalam pelaksanaannya coperative learning terdapat
beberapa teknik pembelajaran kooperatif, diantaranya:
Number-Head-Together, Think-Pair-Sahre, Make a
match, One stay two stray, Jigsaw, Snowbal Throwing
dan lainnya. Teknik pembelajaran kooperatif ini
merupakan bahan pengayaan bagi guru dalam
mewujudkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
berpusat pada siswa. Untuk dapat menerapkannya guru
harus dapat merencanakan pengajarannya seakurat
mungkin dan diadaptasikannya dalam rencana
pengajaran. Selain itu disesuaikan antara karakteristik
teknik pembelajaran kooperatif dengan materi yang
akan disajikan, karena tidak semua konsep atau bahan
dapat dipaksakan dengan salah satu teknik pembelajaran
kooperatif.
Model pembelajaran koperatif tipe snowball throwing
sangat baik diterapkan sebagai metode pembelajaran
karena adanya persaingan antar siswa atau kelompok,
sehingga siswa lebih termotivasi dan lebih aktif. Mereka
bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam
mengatasi cara pikiran yang berbeda.Siswa juga
senantiasa tidak hannya mengharapkan bantuan dari
guru karena siswa termotivasi untuk belajar cepat dan
akurat seluruh materi.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif
tipe
Snowball Throwing diharapkan dapat membawa konsep
pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa
bekerja
dengan
sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan memili
ki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan m
eningkatkan keterampilan berkomunikasi. [3].
Menurut pengamatan peneliti di SMPN 5 Kota
Ternate kelas VII diperoleh informasi dari guruguru bahwa dari sekian banyaknya siswa masih banyak
yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari adanya
siswa-siswa yang enggan belajar dan tidak bersemangat
dalam menerima pelajaran di kelas, serta masih banyak
yang belum aktif dalam mengerjakan soal latihan yang
di berikan, sehingga hasil belajarnyapun menjadi kurang
memuaskan karena masih banyak nilai di bawah
standar kelulusan, padahal selama ini sudah ada
fasilitas-fasilitas sekolah yang
diberikan guna
mendukung sarana prasarana demi kelancaran dalam
proses pembelajaran. Hal inilah yang membuat peneliti
untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model
snowball throwing pada konsep bunyi terhadap aspek
kognitif siswa bagaimanakah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal.
Gambar 2.1. Gelombang bunyi yang terjadi ketika
drum dipukul
Selanjutnya getaran itu dirambatkan dan menghasilkan
gelombang, dan karena dapat didengar manusia maka
disebut gelombang bunyi. Jadi setiap kali anda
mendengar bunyi pasti entah di mana ada sesuatu yang
bergetar sebagai sumber bunyi tersebut. [4].
Laju bunyi berbeda untuk materi yang berbed. Pada
udara di 0oC dan 1 atm, bunyi merambat dengan laju
331m/s. Laju bunyi pada berbagai materi dapat di lihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 laju bunyi di berbagai materi pada 20oC dan 1
atm
No
Materi
Laju(m//s)
1
Udara
343
2
Udara(0oC)
331
3
Helium
1005
4
Hidrogen
1300
5
Air
1440
6
Air laut
1560
7
Besi dan baja
≈5000
8
Kaca
≈4500
9
Aluminium
≈5100
10
Kayu keras
≈4000
Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh
pendengaran manusia yaitu aspek kenyaringan
(loudness) berhubungan dengan energi pada gelombang
bunyi dan aspek ketinggian (pitch) yang menyatakan
apakah bunyi tersebut tinggi, seperti bunyi suling atau
biola, atau rendah seperti bunyi bass drum. Makin
rendah frekuensi, makin rendah ketinggia, dan makin
tinggi frekuensi, makin tinggi ketinggian. Telinga
manusia dapat mendengar frekuensi dalam jangkauan
20 Hz-20.00Hz, yang disebut jangkauan pendengan. [5].
B. Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi (I) adalah energi yang dirambatkan tiap
sekon melalui satu satuan luasan yang tegak lurus arah
rambat gelombang bunyi itu. Karena energi per satuan
waktu menyatakan daya, maka intensitas dapat juga
dikatakan sebagai daya yang menembus tiap satuan
luasan yang tegak lurus arah rambat gelombang bunyi
itu. Dalam bentuk matematika hubungan itu dituliskan
sebagai:
P
(1)
I=
A
II. LANDASAN TEORI
A. Bunyi
Bunyi adalah energi yang dirambatkan dalam bentuk
gelombang, yang dapat menyebabkan sensasi aural,
artinya gelombang bunyi dapat kita dengar. Alat-alat
musik, juga menghasilkan bunyi, bunyi yang indah, dan
salah satu diantaranya adalah drum yang dipukul (lihat
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
2
Telinga manusia dapat mendeteksi dengan intensitas
serendah 10-12 W/m2 dan setinggi 1 W/m2 (dan bahkan
lebih tinggi, walaupun diatas ini akan menyakitkan. Ini
merupakan jangkauan yang intensitas yang luar biasa.
Karena itu dimunculkan besaran baru yang disebut taraf
Intensitas (TI) untuk memampatkan rentang yang lebar
itu, yaitu dengan mengambil skala logaritma. Taraf
intensitas bersatuan dB (desibel) dan didefinisikan
sebagai:
β = 10 log
I
I0
Pendekatan
konstruktivisme
dalam
pengajaran
menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif
atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsepkonsep ini dengan temannya. Di dalam pembelajaran
koopertif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil, saling membantu satu sama lain. Kelas
disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa
dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
heterogen dari campuran siswa, jenis kelamin, dan suku.
Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima
perbedaan pendapat dan bekerjasama dengan teman
yang berbeda latar belakangnya.
Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan, adalah sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan
bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di
dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat mereka bahwa semua
anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama diantara anggota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk
semua anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif. [3].
(2)
Di mana I=intensitas bunyi (W/m2) dan I0 adalah
intensitas acuan yang bernilai 1,0 x 10-12 W/m2. [5]
C. Efek Doppler
Efek Doppler adalah suatu gejala berubahnya frekuensi
yang didengar seseorang karena sumber bunyi relatif
bergerak terhadap pendengarnya. Sumber bunyi yang
relatif bergerak terhadap mendekat atau menjauhi
sumber, namun dapat juga pendengarnya yang diam
sementara sumber bunyi yang bergerak mendekati atau
menjauhi pendengar, bahkan dapat juga kedua-duanya
dalam keadaan bergerak. [4].
Gambar 2.2. Efek Doppler yang menyebabkan
perubahan frekuensi yang ditangkap pendengar
Frekuensi yang dipancarkan peluit kereta api
sebenarnya tidak berubah. Yang berubah adalah
frekuensi yang terdengar, dan kita katakan bahwa
frekuensi sumber bunyi itu seakan-akan berubah, namun
sekali lagi, frekuensi sumber bunyi tidak berubah.
Hubungan antara frekuensi yang terdengar dan
frekuensi bunyi sesungguhnya tergantung pada
kecepatan gerak sumber bunyi maupun kecepatan gerak
pendengar. Hubungan itu dinyatakan oleh Persamaan
berikut ini:
fp =
v ± vp
v ± vs
fs
E. Model Pembelajaran Snowball throwing
Menurut Slavin [3], model pembelajaran snowball
throwing adalah model pembelajaran yang melatih
siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang
lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan
tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran
talking stik akan tetapi menggunakan kertas berisi
pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas
lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang
mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab
pertanyaannya. Langkah-langkah pembelajarannya
model pembelajaran snowball throwing:
1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan
disajikan, dan KD yang ingin dicapai.
2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya
masing-masing,
kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru
kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu
lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
(3)
D. Model Pembelajaran Kooperatif
Suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tingkat
kemampuan bebeda-beda. Pengajaran ini dikembangkan
berdasarkan teori belajar kognitif-kontruktivisme. Salah
satu teori Vigotsky, penekanan pada hakekat
sosiokultural pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa
fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan atau kerja sama antar
individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu
terserap ke dalam individu tersebut. Penerapan ini
berimplikasi dikehendakinya susunan kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
3
5.
6.
7.
8.
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut
dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama ± 15 menit.
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan
diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian.
Evaluasi.
Penutup.
a.
no
no − 1
1 +
N
Skor
(6)
Maksimum
Setelah diuji dari aspek TK, DP dan reliabilitas
diperoleh soal sebanyak 10 dengan reliabilitas sebesar
0,74. Kemudian dari 10 soal tersebut diujikan kepada
siswa. Hasil yang diperoleh siswa dianalisis dengan
menggunakan statistic deskriptif dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Mencari nilai
Skor perolehan
(8)
Nilai =
×100%
Skortotal
(3)
2. Nilai Mean
M =
dimana : = Taraf kesalahan yang besarnya
.
ditetapkan sebesar 0,05.
N = jumlah Populasi = 151 orang
BE= Bound of error diambil 10 %
= Nilai dalam tabel Z= 1,99
dan no= 0,05 N= 0,05 x 151 = 7,55
Sehingga sampel yang diperoleh adalah 60 siswa dari
151 siswa yang tersebar di 5 kelas. Sedangkan sampel
dari tiap-tiap kelas dengan menggunakan persamaan :
[6]
Ni
×n
n
SD =
⎞
⎟
⎟
⎠
Σx 2 ⎛ Σx ⎞
−⎜
⎟
N
⎝ N ⎠
(9)
2
(10)
Tabel 3.1 konversi skala lima kategori tingkat
kemampuan belajar siswa
No
Nilai Interval
Kemamp
uan
siswa
1
Sangat
1,5
baik
2
Baik
1,5
0,5
3
Cukup
0,5
1,5
4
Kurang
0,5
1,5
Sangat
5
1,5
kurang
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap 60 siswa
kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Ternate dalam
pembelajaran pada konsep bunyi dengan menggunakan
pembelajaran koperatif tipe snowball strowming, dapat
dideskripsikan ke dalam kategori kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal konsep bunyi, masingmasing yaitu: kategori kemampuan siswa yang
tergolong sangat baik 2 orang (3.33 %), kategori baik
11 orang (18,33 %), kategori cukup baik 34 Orang
(5)
Kemudian karakteristik soal tes dari aspek kesukaran
dan daya beda dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus :[8]
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
i
n
4. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam pr
oses menyelesaikan pembelajaran fisika menggunak
an lima skala sebagai berikut:[9]
(4)
2
∑X
3. Standar Deviasi
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah
teknik tes. Soal-soal tes yang digunakan pada saat
penelitian adalah soal-soal dalam bentuk essay sebanyak
15 item. Dengan skor maksimum 100, namun sebelum
digunakan dalam penelitian soal-soal tersebut diuji coba
untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran dan daya beda dan tingkat kesukarannya
sedangkan validitas isi tes dapat di lihat melalui kisi-kisi
soal. Menghitung reliabilitas soal dengan rumus
menggunakan rumus Alpha sebagai berikut :[7]
∑σi
⎛ n ⎞ ⎛⎜
r11 = ⎜
⎟⎜1 −
−
1
n
σ t2
⎝
⎠⎝
kel atas − mean kel bawah
Skor Maksimum
Dengan klasifikasi sebagai berikut :
1. Soal dengan P 1,00 – 3,00 adalah soal Sukar
2. Soal dengan P 0.30 – 0,70 adalah soal Sedang
3. Soal dengan P 0,70 – 1,00 adalah soal Mudah
dimana no dapat dihitung dengan rumus
ni =
Mean
Dengan klasifikasi sebagai berikut :
1. D : 0,00 – 0,20 : Jelek (Poor )
2. D : 0,20 – 0,40 : Cukup ( Satisfactory )
3. D : 0,40 – 0,70 : Baik ( Good )
4. D : 0,70 - 1,00 : Baik Sekali ( Excellent )
b. Tingkat kesukaran
Mean
TK =
(7)
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif karena hanya
menggambarkan
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan soal-soal pada konsep bunyi dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
snowball throwing dengan desain penelitiannya
eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII SMP yang berjumlah 151 yang
tersebar dalam 5 kelas. Sedangkan sampel 60 siswa.
Teknik pengambilan sampel adalah purposive random
sampling. Perolehan
sampel
dilakukan
dengan
menggunakan rumus Al-Rasyid :[6]
n =
Daya Beda
DP =
4
eksternal
diantaranya faktor yang datang dari
lingkungan sekolah seperti cara mengajar guru di kelas,
media pembelajaran, disiplin sekolah, cara orang tua
mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
maupun faktor yang datang dari lingkungan masyarakat.
(56,67 %), kategori kurang baik 13 orang (21,67 %),
dan kategori sangat kurang baik 0 %. Untuk lebih
jelasnya, kategori hasil belajar siswa dari 60 peserta tes
dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1 Kriteria Pedoman Konversi Skala Lima
No Nilai Interval f
Prosentase Kemampuan
siswa
1
X ≥ 91
2
3,33%
Sangat baik
2
81-91
11
18,33%
Baik
3
70-80
34
56,67%
Cukup
4
59-69
13
21,67%
Kurang
5
X ≤ 58
0
0%
Sangat
kurang
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota
Ternate dalam menyelasikan soal fisika konsep
bunyi dengan menggunakan model pembelajaran
koperatif tipe snowball strowming berada pada
kategori sangat baik 2 orang (3,33 %), kategori baik
11 orang (18,33 %), cukup baik 34 orang (58,67
%), kurang baik 13 orang (21,67 %), dan kategori
sangat kurang baik 0 %.
2. Untuk prosentase tertinggi berada pada kategori
cukup baik. Jadi kemampuan siswa kelas VII
dalam menyelasikan soal fisika konsep bunyi
dengan menggunakan model
pembelajaran
koperatif tipe snowball throwing berada pada
kategori cukup baik.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis
secara bertahap dalam menguji tes kemampuan siswa
dalam menyelesaikan hasil soal konsep bunyi. Tes
kemampuan siswa dianalisis secara kuantitatif. Ada
dua tahap dalam menganalisis tes kemampuan siswa
yaitu, menentukan nilai rata-rata (mean) dari hasil
belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Ternate
pada konsep bunyi dengan menggunakan model
pembelajaran koperatif tipe snowball strowming adalah
75 dan nilai dari standar deviasi adalah 11.
Dari kelima kategori kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal pada konsep bunyi dengan
menggunakan model pembelajaran koperatif tipe
snowball sthrowming, persentase sangat baik diperoleh
siswa dengan skor di atas 92, yaitu berkisar 3,33 %
atau 2 orang dari 60 siswa. Kategori baik 18,33 % atau
11 orang, kategori cukup baik dicapai oleh 34 siswa
dengan skor 70-80 atau sekitar 56,67 % dan kurang baik
berada pada skor 59-69 (13 siswa) atau sekitar 21,67 %,
dan kategori sangat kurang baik
0 %.
Ini
menunujukkan bahwa kemampuan siswa
dalam
menyelesaikan soal dengan menggunakan model
pembelajaran koperatif tipe snowball throwming berada
pada kategori cukup baik.
Dari hasil di atas, ada beberapa aspek yang sangat
mempengaruhi skor yang diperoleh siswa dalam pada
saat menyelesaikan soal diantaranya sebagai berikut :
1. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran
yang digunakan oleh guru.
2. Siswa belum terbiasa dengan diskusi kelompok.
3. Kurangnnya perhatian siswa dalam proses belajar
mengajar
dengan
menggunakan
model
pembelajaran snowball throwming.
Dari bermacam-macam aspek yang dijelaskan di
atas ada 13 siswa yang perlu mendapat perhatian dan
bimbingan dari berbagai pihak salah satunya guru.
Namun disamping itu control dari orang tua juga bias
mempengaruhi semua aspek yang ada pada diri siswa
sehingga ada hubungan yang sinergis dalam
menyelesaikan masalah yang dialami oleh siswa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Slameto [10], yang
mengatakan bahwa ada dua factor yang mempengaruhi
diri siswa yaitu factor internal dan factor eksternal.
Faktor internal diantaranya : minat, motivasi, kesiapan
siswa, kecerdasan siswa dan lain-lain. Sedangkan faktor
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Program
Studi Magister Pendidikan Fisika UAD atas dukungan
dalam kegiatan ilmiah ini.
PUSTAKA
Buku:
[1] Dimyati & Mudjiono. Belajar Dan
Pembelajaran. Jakarta; Rineka Cipta, 2009
[2] Slavin, Cooperative Learning, Teori Riset dan
Praktik.
Bandung: Nusa Media, 2008
[3] Endarko, skk,Fisika Jilid 2 untuk SMP. Jakarta:
Depdiknas, 2008.
[4] Giancoli, C. Douglas, Fisika edisi kelima jilid 1.
Jakarta; Erlangga, 2001.
[5] Riduwan, Dasar-dasar Statistik. Bandung;
Alfabeta,
2011.
[6] Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2009
[7] Surapranata.S. Analisis, Validitas, Reliabilitas,
dan Interpretasi Hasil Tes: Implementasi
Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004.
[8] Sudijono. Pengantar Statistik Pendidikan. Raja
Grafindo Persada: Jakarta, 2007.
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta ; Rineka Cipta, 2010.
Internet:
[10] Tarida, 2009. Contextual Teaching and Learning
/ http://www.wordpress.com, diakses pada
tanggal 17 juni 2012, pukul 11.00 WIT.
5
EFEK LAPISAN KONDUKTIF Ag UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA KAKI PROBE PADA ALAT
PROBE EMPAT TITIK
Moh. Toifur1), Toni Kus Indratno2) dan Zahara
Program Pascasarjana, Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Pramuka 42, Sidikan Yogyakarta 55161
.1)
[email protected]; 2) [email protected]
Intisari – Perbaikan kinerja kaki alat probe empat titik telah dilakukan dengan cara melapisi kaki probe
menggunakan bahan konduktif perak (Ag). Pelapisan yang dilakukan menggunakan teknik elektroplating
(penyepuhan). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tegangan optimum pada proses penyepuhan terhadap
kualitas hasil penyepuhan, selain itu dalam penelitian ini juga memberikan informasi mengenai pengaruh
penyepuhan yang dilakukan pada kaki probe terhadap kinerja alat probe empat titik. Penyepuhan pertama kali
dilakukan pada pelat tembaga dengan parameter yang dikenakan berupa variasi tegangan operasi penyepuhan,
yaitu 1 s.d 5 volt. Penyepuhan dilakukan pada suhu 70 oC dengan konsentrasi larutan KCN 30,2 gr/liter selama 180
detik. Hasil dari penelitian ini didapatkan tegangan optimum untuk melakukan penyepuhan yaitu pada 3 volt.
Kinerja alat probe empat titik setelah disepuh pada keadaan yang sama dengan pelat (3 volt, 70 oC dan 30,2
gr/liter) mengalami peningkatan sekitar 4,39%. Terbukti sebelum disepuh alat ini digunakan untuk mengukur
lapisan tipis NiFe mendapatkan hasil R s = (36 ,18 ± 0 ,02 ) Ω/sq, tetapi setelah disepuh digunakan untuk mengukur
sampel yang sama mendapatkan nilai R s = (34 ,59 ± 0,04 ) Ω/sq.
Kata kunci: resistivitas keping, probe empat titik, penyepuhan.
Abstract – Performance improvement four-point probe has been coated probes use conductive material silver (Ag).
Coating use the technique of electroplating. This experiments to find the optimum voltage to the plating process on
the quality of the plating. Other than in this experiments it also given information about effect of plating is done on
probes to performance four-point probe tool. The first plating has been Cu thin film with a variety voltage. The
variety of voltage is 1 to 5 volt. The temperature of KCN solution is 70 oC with concentration 30,2 gr/liter and time
electroplating is 180 second. From characteristic of sheet resistivity, the smaller resistance of Cu thin film at 3 volt,
this voltage is optimum voltage to the plating. Performance four-point probe, after probes plated in the same
situation with Cu thin film (3 volt, 70 oC and 30,2 gr/liter) increased approximately 4,39%. Before be plated, this
tool used to measure sheet resistivity of thin film NiFe get Rs = (36,18 ± 0,02) Ω/sq, but bas been plated, use to
measure the same sample get R s = (34,59 ± 0,04) Ω/sq.
Key words: sheet resistivity, four-point probe, electroplating.
resistansi. Semakin besar luasan kontak, semakin besar
pula sumbangan resistansi dari bagian sumbunya.
Salah satu alternatif untuk melakukan perbaikan
kinerja alat probe empat titik adalah dengan melakukan
pelapisan pada kaki probe menggunakan bahan lain
yang konduktivitasnya lebih baik, atau yang lebih
dikenal orang penyepuhan (electroplating). Diantara
bahan yang baik digunakan untuk melapisi adalah
menggunakan perak (Ag) dan emas (Au). Penggunaan
bahan perak pada penelitian ini didasari pada nilai
konduktivitas perak yang cukup besar yaitu
Keberhasilan
penyepuhan
σ = 6 , 29 × 10 7 / Ω m .
ditentukan oleh beberapa parameter diantaranya
tegangan elektroda, jarak antar elektroda, waktu
penyepuhan, konsentrasi larutan elektrolit dan suhu
larutan elektrolit.
I. PENDAHULUAN
Alat ukur probe empat titik (Four-Point Probe
disingkat FPP) adalah salah satu jenis alat yang biasa
digunakan untuk mengukur nilai resistivitas suatu
bahan elektronika dalam bentuk lapisan tipis (thin
film). Probe empat titik merupakan salah satu dari
sekian banyak metode untuk mengukur nilai hambatan.
Alat ukur ini sangat banyak aplikasinya di teknologi
modern, selain itu juga berguna bagi dunia pendidikan
khususnya pada praktikum fisika material. Khusus
untuk praktikum fisika material di laboratorium fisika
material UAD, bahan probe terbuat dari tembaga.
Bahan ini cukup reaktif terhadap kondisi lingkungan di
sekitarnya (udara, kelembaban, dll) sehingga dalam
jangka waktu tertentu unjuk kerjanya berbeda dari
semula,
terutama
kemampuan
probe
untuk
menghantarkan arus listrik menjadi kurang baik. Selain
itu juga karena korosi yang dialami oleh kaki probe,
mengingat proses penyimpanan alat yang ala kadarnya
membuat kontak antara logam dan udara tidak bisa
terelakkan lagi. Luas kontak antara kaki probe dan
sampel yang diukur juga mempengaruhi hasil ukur
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
A. Konsep Elekrolisis
Pada materi di sekolah menengah (SMA),
elektrolisis adalah peristiwa penguraian zat elektrolit
oleh arus listrik searah. Dalam sel elektrolisis energi
listrik dapat menghasilkan reaksi kimia. Sel elektrolisis
6
mengukur resistansi dari titik kontak antara kabel dan
sampel.
Efek resistansi kontak ini dapat dihilangkan
menggunakan alat probe empat titik. Skema alat probe
empat titik sebagaimana yang tertampil pada gambar 1.
berfungsi sebagai pompa untuk menjalankan
perpindahan elektron yang mengalir dari anoda ke
katoda. Elektron dialirkan melalui elektroda yang tidak
bereaksi (inert). Biasanya digunakan batang karbon
atau platina. Dalam elektrolisis, pada anoda terjadi
oksidasi (melepaskan elektron) sedangkan pada katoda
terjadi reduksi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
elektroplating, antara lain :
a. Suhu
Kenaikan suhu larutan menyebabkan larutan
elektrolit menjadi bertambah encer, sehingga
elektron menjadi lebih leluasa untuk bergerak.
Selain itu, semakin tinggi suhu yang diberlakukan
pada larutan (pada suhu ruangan hingga 100 oC),
maka resistivitas keping dari lapisan semakin kecil.
Perlakuan terhadap suhu larutan merupakan suplai
berupa energi panas pada ion, sehingga energi
kinetiknya meningkat[1].
b. Potensial elektroda
Kenaikan tegangan akan meningkatkan jumlah atom
yang terionisasi. Semakin tinggi potensial elektroda
semakin mempercepat pelapisan sehingga lapisan
semakin cepat tebal.
c. Konsentrasi larutan
Semakin besar konsentrasi larutan, semakin
mempermudah penghantaran ion-ion dari anoda ke
katoda.
d. Waktu pelapisan
Semakin lama waktu yang diberlakukan, semakin
banyak ion-ion dari anoda yang menempel di
katoda, sehingga lapisan akan semakin tebal.
Gambar 1. Skema alat probe empat titik[2]
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Nilai resistivitas keping berbanding terbalik
dengan kualitas daya hantar listriknya. Semakin kecil
nilai resistivitas keping suatu lapisan, berarti lapisan
tersebut memiliki daya hantar listrik yang baik.
Besar nilai resistivitas bisa diperoleh dengan
persamaan (1) ke dalam bentuk
V = Rs
V π
I ln 2
I
(2)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada pengukuran menggunakan alat
probe empat titik dengan kaki tanpa sepuhan (gambar
2) diperoleh nilai resistivitas dari lapisan tipis NiFe
sebesar R s = (36 ,18 ± 0,02 ) Ω/sq.
(1)
C. Probe empat titik
Probe empat titik merupakan perangkat yang
digunakan secara luas dalam fisika untuk meneliti
fenomena listrik khususnya pada teknologi lapisan
tipis.
Ketika
sebuah
lapisan/sampel
diukur
menggunakan metode pengukuran sederhana dengan
dua buah kabel, secara tidak sengaja kita juga telah
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
π
persamaan (2) dapat dianalogikan dalam bentuk
persamaan garis lurus
(3)
y = ax + b
Parameter yang digunakan adalah variasi tegangan
penyepuhan. Langkah pertama adalah dengan
melakukan penyepuhan pada lima buah lempeng
tembaga (bahan sama dengan kaki probe) denga variasi
tegangan 1 s.d. 5 volt. Nilai resistivitas dari kelima
lempeng tersebut dihitung menggunakan persamaan
(2). Diperoleh nilai resistivitas keping paling kecil.
Dengan parameter yang sama dengan lempeng
penyepuhan dilakukan pada keempat kaki probe.
Nilai resistivitas keping dari lapisan tipis NiFe
dihitungh menggunakan probe dengan kaki sebelum
dan sesudah disepuh untuk mengetahui perbedaan
kinerja alat probe empat titik.
B. Resistivitas Keping
Resistivitas merupakan parameter dasar untuk
menentukan suatu bahan, apakah dia bersifat
konduktor atau semikonduktor. Resistivitas keping
berlaku untuk sistem dua dimensi, dimana lapisan tipis
dianggap sebagai entitas dua dimensi. Hal ini senada
dengan resistivitas yang digunakan dalam sistem tiga
dimensi seperti pada gambar 8. Dalam sistem tiga
dimensi biasa, resistansi dapat ditulis sebagai
Dalam
menentukan
resistivitas
keping
(menggunakan persamaan (1)) yang terbuat dari bahan
semikonduktor atau logam, maka perlu memperhatikan
ketebalan dari bahan tersebut dan juga jarak antar kaki
probe. Apabila lapisan sangat tipis dimana t lebih kecil
dari s (jarak antar probe) maka arus yang mengalir
tidak lagi berbentuk bola melainkan berbentuk cincin
atau lingkaran.
Rs =
ln 2
Gambar 18. Kaki probe yang sebelum disepuh
Dalam pencarian tegangan yang paling optimum
untuk penyepuhan tidak langsung dilakukan
penyepuhan pada kaki probe, tetapi penyepuhan
7
dilakukan terlebih dahulu pada pelat tembaga dengan
berbagai macam variasi tegangan. Dalam hal ini
penulis melakukan penyepuhan dengan variasi
tegangan 1 s.d. 5 volt pada suhu 70 oC dan dengan
waktu menyepuh selama 180 detik. Setelah dilakukan
penyepuhan, pelat tembaga tersebut diukur resistivitas
kepingnya menggunakan alat probe empat titik.
Diperoleh nilai resistivitas keping seperti yang tampak
pada tabel 1.
1,6
Tegangan (volt
1,4
1,2
Setelah disepuh
1
sebelum disepuh
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0
0,05
0,1
0,15
0,2
Arus (ampere)
Gambar 3. Profil kurva V-I sebelum dan setelah
disepuh Ag
untuk salah satu data pengukuran.
V. KESIMPULAN
Tegangan yang optimum untuk melakukan
penyepuhan pada penelitian ini adalah 3 volt. Hal ini
dibuktikan dengan nilai resistivitas kepingnya yang
kecil Rs = (1,17± 0,01) Ω/sq.
Lapisan konduktif Ag pada kaki probe berperan
efektif untuk memperbaiki kinerja alat probe empat
titik. Terbukti setelah disepuh dan digunakan kembali
untuk mengukur resistansi lapisan NiFe, hasil yang
didapatkan berbeda. Semula Rs = (36 ,18 ± 0 ,02 ) Ω/sq
menjadi Rs = (34 ,59 ± 0,04 ) Ω/sq, atau lebih kecil sekitar
4,39%. Hasil ini juga sesuai dengan nilai acuan
resistivitas lapisan NiFe sebesar Rs = (34,30 ± 4,20)
Ω/sq.
Tabel 1. Data resistivitas lapisan Ag/Cu variasi
tegangan penyepuhan
Tegangan
RS (Ω/sq)
No.
(volt)
(1,61 ± 0,02)
1
1.
(1,23 ± 0,02)
2
2.
(1,17 ± 0,01)
3
3.
(1,22 ± 0,03)
4
4.
(1,24 ± 0,05)
5
5.
Lapisan Ag/Cu yang memiliki resistivitas paling
kecil adalah ketika penyepuhan dilakukan dengan
tegangan 3 volt, yaitu sebesar R s = (1,17 ± 0,01) Ω/sq.
Hal ini menunjukan bahwa elektron konduksi yang
mengalir pada lapisan ini cukup lancar, tidak menemui
banyak hambatan.
Setelah kaki probe disepuh pada keadaan yang
sama ketika didapat nilai R S terkecil pada pelat (V=3
volt, T=70 oC, t=180 detik) hasil penyepuhan dapat
dilihat pada gambar 21, probe digunakan kembali
untuk menghitung resistivitas keping pada lapisan tipis
NiFe dan diperoleh
Ω/sq.
R s = ( 34 ,59 ± 0 , 04 )
PUSTAKA
[1] Wijayanti, Tantri. 2008. Pengaruh Konsentrasi
Larutan KCl Terhadap Struktur Mikro,
Resistivitas dan Reflektansi Lapisan Au/Cu Hasil
Deposisi dengan Metode Elektrodaposisi. Skripsi
Fisika Univ. Ahmad Dahlan.
Sedangkan nilai resistivitas lapisan NiFe yang
digunakan sebagai acuan adalah Rs = (34,30 ± 4,20)
Ω/sq. [3]
[2] F.M. SMITH, 1957. Measurement of Sheet
Resistivities with the Four-Point Probe
ftp://savedonthe.net/pub/archive/temp/Bell/bstj/v
ol37-1958/articles/bstj37-3-711.pdf
[3] Toifur, Moh. 2006. Potensi multilapisan tipe
superkekisi NiFe/Ag/NiFe dan Ag/NiFe/Ag/NiFe
sebagai bahan sensor medan magnet lemah
berbasis Gejala Magnetoresistansi Raksasa
(GMR) Disertasi S-3 Fisika Universitas Gadjah
Mada
Gambar 2. Foto kaki probe setelah disepuh
Hal ini membuktikan bahwa setelah probe disepuh
dengan bahan konduktif Ag, kaki probe menjadi lebih
mudah dalam menghantarkan arus listrik. Pengukuran
RS pada lapisan NiFe menggunakan probe setelah
disepuh juga menunjukkan akurasi yang cukup tinggi
hanya berselisih sekitar 0,80% dari nilai RS lapisan
NiFe yang dijadikan acuan, hasil yang lebih jelas
seperti apa yang tampak pada gambar 3.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
8
EFEKTIVITAS PERCOBAAN FISIKA DALAM MENGURANGI SALAH KONSEP SISWA DENGAN
METODE PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP METODE INKUIRI MANDIRI
PADA MATERI PENGUKURAN KELAS VII SEMESTER GASAL SMP NEGERI 24 PURWOREJO
TAHUN AJARAN 2009/ 2010
Windu Triyono, Moh.Toifur dan Zahara
Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Kampus II, Jl.Pramuka 42, Yogyakarta 55161
[email protected]
Intisari – Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan salah konsep antara
pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing dengan metode inkuiri mandiri pada pokok bahasan pengukuran.
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII semester gasal SMP Negeri 24 Purworejo tahun pelajaran
2009/2010. Sebagai sampelnya adalah kelas VIIF dan VIID. Sampel dibuat 2 kelompok yang dipilih dengan
menggunakan teknik sample non-random sampling dengan pemilihan anggota populasi didasarkan pada nilai dan
data–data lain diperoleh dari guru bidang studi. Nilai yang diperoleh pada kedua metode didasarkan pada perbedaan
nilai pretest dan posttest. Pengujian instrumen meliputi uji validitas dengan teknik korelasi product moment,
reliabilitas instrumen menggunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20) uji tingkat kesukaran dan daya pembeda.
Untuk prasarat analisis data dalam penelitian ini dilakukan uji normalitas dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat
dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Uji hipotesis digunakan rumus uji-t. Perhitungan dilakukan
dengan program Microsoft Excel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan salah konsep antara pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dan inkuiri mandiri yang dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa pada materi pengukuran.
Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai thitung sebesar 2,27 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan
derajat kebebasan 62 adalah 1,98. Skor rata-rata prestasi belajar masing-masing kelompok menunjukkan bahwa
prestasi belajar siswa yang menggunakan model inkuiri terbimbing lebih tinggi dari pada prestasi belajar siswa
yang menggunakan model inkuiri mandiri. Ini ditunjukkan dengan skor rata-rata post-test untuk kelompok inkuiri
mandiri sebesar 24,6% dan skor rata-rata post-test untuk kelompok Inkuiri terbimbing sebesar 37,09% dengan
demikian untuk mengurangi salah konsep pada pembelajaran pokok bahasan pengukuran lebih baik pembelajaran
yang menggunakan model inkuiri terbimbing.
Kata kunci: kelompok inkuiri terbimbing, kelompok inkuiri mandiri, prestasi belajar
Abstract – Has done research that aims to identify any differences between the concept of learning by the method
of inquiry guided by the method of self inquiry on the subject of measurement. The population in this study were
students of VII semester of odd Purworejo Junior High School 24 school year 2009/2010. As the sample is VIIF and
VIID class. 2 groups of samples made using a technique selected sample of non-random sampling with the selection
of members of the population based on the values and other data obtained from studies teachers. Values obtained
with these methods are based on differences in pretest and posttest values. Testing the validity of test instruments
include the product moment correlation technique, reliability of the instrument using Kuder Richardson formula-20
(KR-20) test and the level of difficulty distinguishing. To prasarat data analysis in this study tested for normality by
using the formula Chi-Square test and homogeneity using Bartlett test. Hypothesis testing used t-test formula.
Calculations performed with the program Microsoft Excel. The results showed that there were any differences
between the concept of guided inquiry model of learning and self inquiry which can be seen from the increase in
student achievement on material measurement. This is demonstrated by the acquisition value of 2.27 while the
TTable tcount at significant level 5% with 62 degrees of freedom is 1.98. Average score of learning achievements of
each group showed that student achievement is guided inquiry model is higher than on student achievement using
the model of independent inquiry. This is indicated by a mean score post-test for independent inquiry group of
24.6% and the average score for the group post-test 37.09% for an inquiry guided thereby to reduce the false
concept of learning on the subject of better measurement of learning using the model of guided inquiry
Key words: group guided inquiry, the independent inquiry, learning achievement
kompromi yang paling optimal dalam proses
pendidikan formal, yaitu hanya sebatas pada
bagaimana caranya agar siswa dapat lulus ujian tanpa
adanya pengertian konsep yang benar pada
pembelajaran.
I. PENDAHULUAN
Fisika sebagai salah satu dari banyak yang dikatakan
siswa sebagai pelajaran yang menjenuh, dan penuh
dengan teori, sehingga terjadi salah konsep karena ini.
Fisika sudah "terlanjur" menjadi bidang yang dianggap
sulit, sehingga murid dan guru "bersepakat" mencari
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
9
Untuk mengetahui mana yang paling sedikit salah
konsep antara strategi pembelajaran inkuiri kelas
dengan metode inkuiri terbimbing dengan strategi
pembelajaran inkuiri kelas dengan metode inkuiri
mandiri di lihat dari peningkatan prestasi belajar siswa
pada materi pengukuran.
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk:(1). Dapat
dipakai sebagai bahan kajian untuk menentukan arah
yang tepat dalam pemilihan strategi belajar yang dapat
meminimalkan salah konsep bagi siswa khususnya
materi pengukuran. (2). Dapat memberikan informasi
pada guru dalam mengajarkan materi pengukuran agar
siswa tidak salah konsep dengan menggunakan strategi
pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai.
Menurut guru mata pelajaran Fisika SMP Negeri 24
Purworejo prestasi belajar siswanya masih tergolong
rendah pada materi pengukuran karena minimnya
pemahaman konsep fisika siswa terhadap materi,
mereka puas dengan nilai–nilai yang mereka dapatkan
walaupun nilai yang mereka dapatkan masih di bawah
standar. Sedangkan permasalahan yang sering muncul
pada pembelajaran fisika di kelas adalah rendahnya
kemampuan siswa dalam mengamati objek,
menggunakan alat dan bahan praktikum, serta
mengkomunikasikan pemahaman konsep fisika yang
didapat.
Dengan strategi pembelajaran inkuiri, yaitu strategi
pembelajaran inkuiri mandiri dengan strategi
pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada inkuiri mandiri,
dengan adanya LKS percobaan yang masih berbentuk
resep, dimana siswa dituntut untuk dapat menemukan
dan membuktikan sendiri konsep dengan percobaan.
Kegiatan pembelajaran diawali percobaan, sehingga
memunculkan
masalah
yang
nantinya akan
didiskusikan oleh siswa sehingga siswa dapat
menemukan suatu konsep atau untuk membuktikan
sendiri. Sedangakan pada inkuiri terbimbing siswa
menemukan dan membuktikan konsep fisika dengan
adanya bimbingan dan arahan dari guru.
Di dalam strategi pembelajaran inkuiri terbimbing
guru masih memberikan perannya berupa bimbingan
dalam kegiatan siswa di dalam kelas sehigga salah
konsep fisika dapat terhindari karena siswa langsung
dapat bertanya pada guru dan
pada strategi
pembelajaran inkuiri mandiri, dengan adanya LKS
yang menuntut siswa untuk membuktikan sendiri suatu
peristiwa dengan melakukan analisis berupa
pertanyaan, di mana guru sudah tidak terlalu
memberikan bimbingannya, sehingga anak bebas untuk
menemukan sendiri suatu konsep dari masalah yang
telah disediakan. Menurut informasi yang di dapat dari
guru mata pelajaran fisika SMP Negeri 24 Purworejo
pada pokok bahasan pengukuran perlu siswa harus di
tekankan pada penggunaan alat ukur dan perubahan
bentuk satuan ke bentuk satuan besaran lain. Siswa
juga diharapkan dapat menggunakan alat ukur dan
dapat membaca dengan tepat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut: (1). Apakah pada pelajaran fisika masih
terdapat salah konsep?(2). Mengapa ada salah konsep
fisika pada materi pengukuran yang terjadi pada
siswa?(3). Apakah inkuiri terbimbing dan inkuiri
mandiri dapat mengurangi salah konsep fisika pada
materi pengukuran?(4). Manakah yang lebih baik
untuk meningkatkan prestasi belajar fisika antara
pembelajaran dengan inkuiri terbimbing dengan inkuiri
mandiri?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
membuktikan: (1). Untuk mengetahui perbedaan salah
konsep antara strategi pembelajaran inkuiri kelas
dengan menggunakan strategi inkuiri terbimbing dan
strategi inkuiri mandiri di lihat dari peningkatan
prestasi belajar siswa pada materi pengukuran. (2).
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. KAJIAN PUSTAKA
Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran fisika,
yaitu:1) Metode inkuiri adalah metode yang dipakai
dalam proses belajar IPA Fisika dalam arti luas karena
metode ini merupakan metode dasar pada strategi yang
berlandaskan metode ilmiah. 2). Metode demonstrasi
adalah
Metode
yang
dilakukan
dengan
mempertunjukkan suatu kejadian sains atau proses
yang dapat mengilustrasika dan dapat menciptakan
ide–ide nyata yang dapat memandu partisipasi siswa
untuk berpikir di dalam proses belajar mengajar. 3).
Metode eksperimen atau metode laboratorium adalah
Metode mengajar yang mengajak siswa untuk
melakukan percobaan sebagai pembuktian bahwa teori
yang sudah dibicarakan itu benar[6].
Metode eksperimen atau metode laboratorium adalah
metode mengajar yang mengajak siswa untuk
melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan
bahwa teori yang dibicarakan itu benar. Metode ini
sering disebut metode laboratorium, karena percobaan
biasanya dilakukan dalam laboratorium[7]”. Dalam
proses belajar mengajar dengan metode eksperimen
harus mempunyai tahapan, yaitu persiapan eksperimen,
pelaksanaan
eksperimen,
dan
tindak
lanjut
eksperimen[1]”.
Metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu 1).
Eksperimen terbimbing yaitu kegiatan praktikum di
laboratorium yang seluruh jalanya percobaan sudah
dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh
siswa, langkah–langkah yang harus di buat siswa,
perlatan yang harus di gunakan, apa yang harus di
amati dan harus diukur semuanya sudah ditentukan
sejak awal [5]”. Guru bertindak sebagai penasihat bagi
siswa mengenai apa dan bagaimana belajar, tetapi
keputusan terakhir ditentukan oleh siswa itu sendiri
[3]”.
Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen
ini, guru mempunyai peran yang sangat penting.
Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah: a).
Memilih eksperimen apa yang harus ditugaskan kepada
siswa. b). Merencanakan langkah–langkah percobaan
seperti: apa tujuannya, peralatan yang digunakan,
bagaimana merangkai percobaan, data yang harus
dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan
10
apa kesimpulannya. c). Mempersiapkan semua
peralatan yang akan digunakan sehingga pada saat
siswa mencoba semua siap dan lancar. d). Pada saat
percobaan guru berkeliling melihat bagaimana siswa
melakukan percobaannya dan memberikan masukan
kepada siswa[5]”.
Sedangkan tugas siswa dalam eksperimen terbimbing
adalah sebagai berikut: a). Membaca petunjuk
praktikum dengan teliti. b). Mencari alat yang
digunakan. c). Merangkaikan alat–alat sesuai dengan
skema percobaan. c). Mulai mengamati jalannya
percobaan. d). Mencatat data yang diperlukan. e).
Mendiskusikan dengan kelompok untuk mengambil
kesimpulan dari data yang ada. f). Membuat laporan
percobaan dan mengumpulkan. g). Dapat juga
mempresentasikan percobaanya di depan kelas.
Keunggulan dari eksperimen ini adalah kegiatan
praktikum yang dilakukan siswa lebih terarah karena
adanya lembar kerja yang berisikan petunjuk dalam
melakukan percobaan. Adapun kelemahan dari
eksperimen ini adalah kreatifitas yang ada dalam diri
siswa tidak dapat tergali karena siswa mengandalkan
guru untuk membimbingnya dalam belajar. 2).
Eksperimen bebas atau eksperimen mandiri yaitu
kegiatan praaktikum di laboratorium dimana guru tidak
memberikan petunjuk secara rinci, siswa harus lebih
banyak berfikir sendiri, apa yang harus diamati, diukur
dan dianalisis serta disimpulkan [5]”.
inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa
(student-centered-strategi)
dimana
kelompokkelompok siswa kedalam suatu persoalan atau mencari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam suatu
prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara
jelas [4]”. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan
bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada siswa (student centered). Dikatakan demikian,
karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang
sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa sangat
berkaitan erat dengan kegiatan belajar yang dilakukan.
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang dikembangkan oleh pelajaran yang
lazimnya ditujukan dengan nilai atau angka tes yang
diberikan oleh guru [2].
Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1). Tidak ada
perbedaan antara penguasaan konsep siswa yang diajar
menggunakan startegi pembelajaran inkuiri kelas
antara percobaan terbimbing dengan percobaan
mandiri (H0). 2). Ada perbedaan antara penguasaan
konsep siswa yang diajar menggunakan startegi
pembelajaran inkuiri kelas antara percobaan
terbimbing dengan percobaan mandiri (H1)
dilakukan berdasarkan patokan yang telah ditentukan
seperti nilai dan data–data lain dari guru bidang studi.
Kelas yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah
kelas VII F dan kelas VII D. Kelas VII F sebagai kelas
yang diajar dengan strategi pembelajaran inkuiri kelas
dengan percobaan terbimbing dan kelas VII D sebagai
kelas yang diajar dengan strategi pembelajaran inkuiri
kelas percobaan mandiri yang dijadikan sebagai kelas
kontrol. Dalam penelitian ini variabel penelitian
dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1). Variabel
tetap dalam penelitian ini adalah pembelajaran fisika
pada materi pengukuran siswa kelas VII F SMP
Negeri 24 Purworejo. 1). Variabel manipulasi dalam
penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan
menggunakan metode inkuiri Terbimbing. 3). Variabel
respon dalam penelitian ini adalah efektifitas
percobaan dalam mengurangi salah konsep pada siswa.
d).Variabel kontrol pada penelitian ini adalah
pembelajaran fisika dengan menggunakan metode
inkuiri mandiri.
Pelaksanaan penelitian dilakukan di kelas VII semester
genap SMP Negeri 24 Purworejo Tahun Ajaran
2009/2010. Desain penelitian yang digunakan dalam
bentuk matrik dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel 1.
Desain Penelitian
Kelompok
Eksperimen
Kontrol
Tes
Y1
Y2
Dalam penelitian ini metode tes yang digunakan adalah
tes prestasi (achievement test), yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang
setelah mempelajari sesuatu. Metode tes dalam
penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali. Tes yang
pertama dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa. Tes kemampuan awal siswa ini diketahui
dengan mengambil nilai hasil ulangan harian siswa.
Kemudian dilakukan tes akhir untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa yaitu post-test
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok yang di
bandingkan, yaitu kelompok yang di ajar dengan
metode inkuiri terbimbing dan kelompok siswa yang di
ajar dengan metode inkuiri mandiri. Dari hasil
penelitian di peroleh skor pada saat nilai awal
kelompok inkuiri mandiri skor terendah adalah 4, skor
tertinggi sebesar 13 dan rata-rata sebesar 10,4. Pada
post-test di peroleh skor terendah sebesar 8, skor
tertinggi sebesar 17 dan rata-rata sebesar 12,9.
Sehingga pada inkuiri mandiri mengalami kenaikan
rata-rata sebesar 2,5. Pada inkuiri terbimbing skor
terendah adalah 5, skor tertinggi sebesar 15 dan rata-
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII
SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010
yang berjumlah 64 dan terbagi menjadi 2 kelas
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik sample non-random
sampling karena pangambilan sampel anggota populasi
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Perlakuan
Pembelajaran fisika materi
Pengukuran dengan
menggunakan metode
inkuiri terbimbing (X1)
Pembelajaran fisika materi
Pengukuran dengan
menggunakan metode
inkuiri mandiri (X2)
11
rata sebesar 10,5. Pada post-test di peroleh skor
terendah sebesar 8, skor tertinggi sebesar 18 dan ratarata sebesar 14,4. Sehingga pada inkuiri terbimbing
mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,9. Dapat di
lihat dengan nilai rata-rata antara kedua kelompok
inkuiri tetapai hasil rata-rata skor post-test berbeda,
selengapnya dapat di lihat pada tabel di bawah.
Tabel 2.
Diskripsi Data
Nilai
awal
Perlakuan
Post-test
−
Kelas
dengan
pembelajaran
inkuiri
mandiri
−
Kelas
dengan
pembelajaran
inkuiri
terbimbing
X =10,4
X =10,5
Tabel 4.
Uji homogenitas kemampuan awal berupa nilai awal
Ringkasan hasil uji homogenitas variabel Y
selisih
−
∆x= 2,5
−
∆x= 3,9
X= 12,9
X = 14,4
Inkuiri
Inkuiri
Inkuiri
Mandiri
Terbimbing
Mandiri
7,05
7,85
9,55
5,20
χ
2
hitung
χ
2
tabel
11,070
11,070
11,070
11,070
Taraf
signifikan
dk
Status
5%
6
Normal
5%
6
Normal
5%
6
Normal
5%
6
Normal
2
χ hitung
χ
2
tabel
db
Distribusi
1
Homogen
2
χ hitung
sebesar
5%
2
χhitung
0,48
2
χ tabel
db
3,841
1
2
χ hitung
Distrib
usi
Hom
ogen
sebesar
0,48 sedangkan untuk χ
pada taraf 5% dan db1
sebesar 3,841 sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa
sampel berasal dari populasi yang homogen.
Perhitungan uji homogen secara lengkap dapat dilihat
dalam lampir.
Untuk analisis uji-t digunakan hasil dari post-test. Uji-t
digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan
penguasaan konsep antara siswa yang diajar
menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan
yang
diajar
menggunakan
strategi
pembelajaran inkuiri mandiri. Berdasarkan hasil
analisis dan uji persyaratan analisis yang ada, maka
pengujian hipotesis dapat dilakukan.
Ringkasan hasil analisis uji-t antara kelas inkuiri
terbimbing dengan kelas inkuiri mandiri dapat dilihat
pada tabel 7 sebagai berikut :
Tabel 6.
Ringkasan hasil uji-t kemampuan akhir siswa
Harga
Data
thitung
ttabel
Post-test 2,2696
1,671
Untuk menguji kemampuan akhir (post-test)
menggunakan uji-t didapatkan harga thitung = 2,2696 >
ttabel = 1,671, sehingga H0 ditolak dan menerima H1
“Ada perbedaan pengajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan strategi
pembelajaran inkuiri mandiri terhadap penguasaan
konsep fisika pokok bahasan pengukuran ”.
Dari hasil penelitian diperoleh adanya perbedaan
antara pengajaran menggunakan strategi pembelajaran
inkuiri terbimbing dengan strategi pembelajaran inkuiri
mandiri terhadap penguasaan konsep fisika pokok
, maka sampel
berdistribusi tak normal. Data diatas menunjukkan
bahwa sampel data nilai awal maupun post-test untuk
kelompok inkuiri terbimbing dan kelompok inkuiri
mandiri, berdistribusi normal.
1. Uji homogenitas
Dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Bartlet
pada persamaan (21). Ringkasan uji homogenitas
adalah sebagai berikut:
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Taraf
Signifikan
2
tabel
maka sampel berdistribusi
≥
3,84
1
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai
Kriteria pengujian untuk uji normalitas adalah jika
normal. Jika
0,01
2
χ tabel
0,01 sedangkan untuk χ
pada taraf 5% dan db1
sebesar 3,841 sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa
sampel berasal dari populasi yang homogen.
Tabel 5.
Uji homogenitas kemampuan akhir berupa nilai
post-test
Ringkasan hasil uji homogenitas variabel Y
Post-test
Terbimbing
2
tabel
5%
Y
Inkuiri
χ
Y
Vari
abel
Nilai awal
≤
2
χhitung
2
tabel
Tabel 3.
Ringkasan hasil perhitungan uji nomalitas data
2
χ hitung
Taraf
Signifikan
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai
1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui
kenormalan data sampel. Rangkuman hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Variabel
Vari
abel
12
bahasan pengukuran di SMP Negeri 24 Purworejo
tahun ajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari hasil
pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh harga thitung
= 2,2303, sedangkan dari tabel distribusi t dengan taraf
signifikan α = 5% dan dk = 64 diperoleh nilai t =
1,9841. Karena thitung > ttabel maka berlaku H1, yaitu
ada perbedaan pengajaran menggunakan strategi
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan
strategi pembelajaran inkuiri mandiri terhadap
penguasaan konsep fisika pokok bahasan pengukuran
di SMP Negeri 24 Purworejo tahun ajaran 2009/2010.
Mengacu pada tujuan penelitian yang hendak dicapai
dan dari hasil analisis data yang telah diperoleh
menunjukkan bahwa rata-rata skor siswa yang diajar
dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri
terbimbing sebesar 14,438 dan rata-rata siswa yang
diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran
inkuiri mandiri adalah 12,9375 yang artinya rata-rata
skor siswa yang diajar dengan menggunakan strategi
pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dari ratarata hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan strategi pembelajaran inkuiri mandiri.
Siswa yang diajar dengan menggunakan strategi
pembelajaran inkuiri terbimbing lebih cepat memahami
materi yang diajarkan, mungkin hal ini disebabkan
karena guru masih memberikan langkah-langkah
percobaan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk
menemukan konsep sendiri konsepnya. Siswa menjadi
mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan
intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif.
Sehingga mengembangkan tingkat berpikir yang lebih
tinggi dan keterampilan berpikir secara kritis.
Sedangan pada strategi pembelajaran inkuiri mandiri,
dimana siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri
konsep, guru tidak berperan sebagai fasilitator namun
sebagai pengawasi selama proses pembelajaran. Siswa
jadi merasa sukar karena tidak adanya gambaran atau
langkah-langkah dalam pecobaan. Siswa yang pandai
cenderung lebih dominan untuk belajar sedangkan
yang lain hanya melihat ataupun mengikuti saja. Kerja
sama kelompok menjadi sangat susah karena hanya
mengandalkan yang pandai saja dalam pembelajaran.
Rasa untuk berpikir kritis dan aktif tidak ada dalam
pembelajaran karena siswa sudah merasa sukar
membayangkan pembelajaran.
belajar siswa yang menggunakan metode inkuiri
terbimbing lebih tinggi dari prestasi belajar yang
menggunakan metode inkuiri mandiri yang
ditunjukkan dengan perolehan skor rata-rata post-test
untuk kelompok inkuiri terbimbing mengalami
kenaikan sebesar 37,0999% sedangkan skor rata-rata
post-test untuk kelompok inkuiri mandiri sebesar
24,6988%. Dengan demikian lebih baik pembelajaran
yang menggunakan metode inkuir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan ini penulis banyak sekali mendapat
bantuan dari berbagai pihak, maka dengan kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:.
1. Bapak Dr. Moh. Toifur, M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam menyelesaikan laporan
ini
2. Bapak Purwono, S.Pd. MM selaku kepala
sekolah SMP N 24 Purworejo yang telah
memberi ijin dan fasilitasnya untuk melakukan
penelitian ini.
3. Bapak Purwoyuono, S.Pd. selaku guru bidang
studi IPA Kelas VII SMP N 24 Purworejo yang
telah membantu dalam penelitian.
PUSTAKA
[1] Anwar. 2005. “Efektifitas Penggunaan Model
Mengajar
Lihat-Kerjakan-Dengan
dan
Model
Mengajar Eksperimen terhadap Prestasi Belajar Siswa
pada Pokok Bahasan Usaha pada SMP Negeri 4
Bringisan Batang”.(skripsi). Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan.
[2] Depdiknas. 2003. Standar kompetensi Fisika Siswa
SMA dan MA. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas.
[3] Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara :
Jakarta
[4] Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar.
Bumi Aksara : Jakarta
[5] Paul, Suparno. 2007. Metode Pembelajarn Fisika
Kontruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta.
Universitas Sanata Dharma
[6] Supriyadi. 2006. Kajian Management dan
Teknologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Pustaka
Tempel Sari
[7] Supriyadi. 2006. Panduan untuk Merancang
Eksperimen Sederhana. Yogyakarta: Juridik
Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang
telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan
bahwa: 1). Ada perbedaan salah konsep antara
pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dan
inkuiri mandiri yang dapat dilihat dari peningkatan
prestasi belajar siswa pada materi pengukuran kelas
VII semester gasal SMP Negeri 24 Purworejo tahun
ajaran 2009/2010. Hal ini ditunjukkan dengan
perolehan nilai thitung sebesar 2,2696 sedangkan ttabel
pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 62
adalah 1,9841. 2). Skor rata-rata prestasi belajar
masing-masing kelompok menunjukkan bahwa prestasi
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
13
KAJIAN TENTANG TEKNIK
PENENTUAN MUATAN PARTIKEL
Suparno
Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
Intisari - Sampai saat ini belum ditemukan alat ukur yang dapat dipergunakan untuk mengukur muatan pada sebuah
partikel. Amperemeter hanya dapat dipergunakan untuk menentukan muatan yang mengalir per satuan waktu,
namun tidak dapat dipergunakan untuk menentuan muatan yang ada pada sebuah pertikel. Banyak guru, dosen
Fisika apalagi mahasiswa yang tidak bisa menjawab ketika ditanya bagaimana cara menentukan muatan partikel?
Padahal ada beberapa teknik yang bisa dipergunakan untuk menentukan muatan partikel tersebut, namun belum
masuk ke dalam kurikulum dan buku-buku fisika.
Muatan yang ada pada sebuah partikel dapat ditentukan dengan menggunakan teknik Elektroforesis, Laser Doppler
Elektroforesis (LDE), atau Phase Analysis Light Scattering (PALS). Elektroforesis adalah proses bergeraknya
partikel bermuatan di bawah pengaruh medan listrik. Dengan mengamati gerak partikel di bawah pengaruh medan
listrik maka muatan partikel tersebut bisa ditentukan. LDE memanfaatkan perubahan frekuensi cahaya terhambur
oleh partikel bermuatan untuk menciptakan efek Doppler. Muatan partikel ditentukan dengan menganalisis
frekuensi layangan dari efek Doppler tersebut. Sedang PAL memanfaatkan perubahan fase dari cahaya terhambur
untuk menentukan muatan partikel.
Keywords : electrophoresis, laser Doppler Electrophoresis, phase analysis light scattering, charge determination
1. Peran muatan dalam produk industri
Berbagai macam produk industri dalam bentuk larutan
seperti produk minuman, obat-obatan, cat, tinta, dan
bahan pewarna perlu memiliki stabilitas yang tinggi.
Produk minuman yang mudah mengalami agregasi atau
sedimentasi akan kehilangan daya tarik karena warnanya
yang tidak homogen lagi. Dalam konteks produk obatanobatan heterogenitas boleh jadi membahayakan. Bila
terlalu kental membahayakan pasien yang meminumnya
karena kandungan obatnya melebihi yang seharusnya.
Bila terlalu encer obat tersebut kehilangan khasiatnya
karena kandungan obatnya kurang dari semestinya.
Begitu pula dalam produk cat, tinta maupun bahan
pewarna stabilitas sangat penting untuk menjaga kualitas
produk.
Stabilitas produk dalam bentuk larutan dapat dilakukan
dengan menambahkan bahan pemberi muatan (charging
agent) ke dalam larutan.1 Muatan tersebut akan
melakukan adsorpsi ke permukaan partikel bahan
minuman, bahan cat, bahan tinta atau yang lainnya
sehingga pada pertikel tersebut terbentuklah lapisan ganda
listrik (electric double layer).2 Ketika satu partikel
bergerak mendekati partikel lain, maka sebelum
permukaan partikel saling bersentuhan lapisan ganda
listrik kedua pertikel tersebut sudah saling berinteraksi,
saling tumpang tindih (overlap), sehingga muncul gaya
tolak lapisan ganda listrik.3-4 Gaya inilah yang mencegah
partikel melakukan agregasi yang pada akhirnya
menghambat terjadinya sedimentasi. Disamping itu
permukaan partikel yang memiliki muatan sejenis akan
saling menolak dengan gaya tolak Coulomb. Untuk
mendapatkan gaya tolak yang optimum untuk mencegah
terjadinya agregasi, maka besar muatan di permukaan
partikel harus menghasilkan gaya tolak yang seimbang
dengan gaya tariknya. Dalam konsteks sedimentasi, maka
gaya tolak antar permukaan partikel harus bisa
mengimbangi gaya gravitasi bumi. Untuk mendapatkan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
14
besar muatan di permukaan partikel yang optimum,
maka muatan di permukaan partikel harus bisa
dikontrol dalam arti bisa ditentukan.
2. Teknik penentuan muatan partikel
Dalam dunia koloid dikenal adanya empat macam
fenomena elektrokinetik, yakni elektroforesis
(electrophoresis), elektroosmosis (electroosmosis),
potensial aliran (streaming potential) dan potensial
sedimentasi
(sedimentation
potential).1-4
Elektroforesis adalah proses bergeraknya partikel
koloid bermuatan di dalam larutan karena pengaruh
medan listrik. Elektroosmosis adalah proses
bergeraknya cairan elektrolit, relatif terhadap
permukaan bermuatan yang dalam keadaan diam (a
stationary charged interface), di bawah pengaruh
medan listrik. Potensial aliran adalah medan listrik
yang dihasilkan karena adanya larutan elektrolit
dipaksa mengalir melalui satu permukaan yang
bermuatan yang dalam keadaan diam. Potensial
sedimentasi adalah medan listrik yang dihasilkan
saat partikel-partikel bermuatan bergerak relatif
terhadap cairan elektrolit yang dalam keadaan diam.
Dari keempat fenomena di atas Elektroforesislah
yang kemudian dikembangkan sebagai teknik
penentuan muatan partikel. Teknik ini kemudian
dikembangkan lebih jauh menjadi Laser Doppler
Electrophoresis (LDE) dan Phase Analisis Light
Scattering (PALS).
3. Elektroforesis
Seperti telah disinggung di atas elektroforesis adalah
proses bergeraknya partikel bermuatan di bawah
pengaruh medan listrik. Dengan mengamati gerak
partikel di bawah pengaruh medan listrik maka
muatan
partikel
tersebut
bisa
ditentukan.
Instrumentasi elektroforesis sangat sederhana seperti
dicantumkan dalam Gambar 1.
Partikel bermuatan yang bergerak di bawah pengaruh
medan listrik akan mendapatkan dua gaya sekaligus yakni
gaya elektrostatik (electrostatic force) dan gaya gesek
larutan (viscus force).4 Gaya gesek larutan selalu
menentang arah gerak partikel dan besarnya sebanding
dengan kecepatan gerak partikel. Artinya semakin cepat
geraknya semakin besar gaya gesek yang melawan
geraknya. Gaya elektrostatis, Fe pada partikel yang
bermuatan q yang berada di bawah pengaruh kuat medan
listrik E diberikan oleh
Fe = qE.
Sedang gaya gesek larutan, Fv diberikan oleh
Fv = 6πηRv
dengan η viskositas larutan, R radius partikel, dan v
kecepatan partikel.
V
v
x1
v
x
∆x = x2-x1
∆t = t2-t1
d
(A)
∆
x
v=
∆ /∆
(B)
E=V/d
Gambar 1 (A) kuat medan listrik dan (B) kecepatan
partikel
Gaya elektrostatik, Fe itu akan mempercepat gerak
partikel, sehingga kecepatan partikel meningkat.
Peningkatan kecepatan partikel diikuti peningkatan gaya
gesek, sehingga dalam beberapa saat akan terjadi
kesetimbangan antara gaya-gaya yang bekerja pada
pertikel. Artinya resultan gaya pada saat itu sama dengan
nol, sehingga
∑F =F
e
+ Fv = 0
Memasukkan nilai masing-masing gaya yang bekerja
akan diperoleh
qE − 6πη Rv = 0
Dari persamaan itu kita dapatkan besar muatan partikel
q=
6πηRv
E
Viskositas, η dan radius partikel, R besarnya tertentu,
sehingga muatan partikel bisa ditentukan bila kecepatan
partikel, v dan kuat medan listrik, E bisa ditetapkan
terlebih dahulu. Dalam hal ini penentuan kecepatan
dilakukan dengan mengamati gerak partikel dengan
menggunakan lup. Pertama ditentukan jarak perpindahan,
∆x lalu diukur waktu, ∆t yang diperlukan partikel untuk
menempuh jarak tersebut. Kecepatan rata-rata partikel
dihitung dengan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
15
_
v=
∆x
∆t
Sedang kuat medan listrik, E ditentukan dari
persamaan
E=
V
d
Dengan tegangan V diukur dengan menggunakan
voltmeter, dan jarak antar kedua elektroda d diukur
dengan menggunakan penggaris atau alat ukur jarak
yang lain. Karena kuat medan listrik E dan kecepatan
partikel v dapat dihitung, maka muatan q pada
partikel koloid tersebut dapat ditentukan.
4. Laser Doppler Electrophoresis
Ada dua fenomena penting yang terjadi ketika
seberkas sinar dihamburkan oleh partikel-partikel
koloid yang bergerak di dalam larutan. Kedua
fenomena tersebut adalah terjadinya fluktuasi
intensitas cahaya terhambur dan terjadinya
pergeseran frekuensi. Intensitas cahaya terhambur
yang dihamburkan oleh partikel-partikel yang
mengalami gerak Brown berfluktusi terhadap waktu.
Studi tentang fluktusi intensitas terhadap waktu dapat
dipergunakan untuk melakukan estimasi terhadap
dinamika partikel penghambur termasuk ukuran dan
valume partikel. Studi tentang dinamika partikel
penghambur tersebut disebut sebagai dynamic light
scattering.4-5
Dalam kajian tentang spektrum tenaga dari cahaya
terhambur, adanya gerak Brown atau gerak difusi
menyebabkan pelebaran spektrum tenaga cahaya
terhambur, tetapi puncaknya masih tetap berada pada
frekuensi yang sama dengan frekuensi tenaga cahaya
datang. Namun bila disamping mengalami gerak
Brown partikel-partikel juga mengalami gerak
elektroferesis, maka spectrum tenaga akan
mengalami pergeseran. Hal tersebut dapat diamati
dengan jalan melakukan interferensi antara cahaya
terhambur dengan cahaya aslinya yang tidak
mengalami hamburan yang berfunngsi sebagai
osilator lokal, sehingga terbentuk efek Doppler.
Interferensi kedua berkas sinar tesebut akan
membentuk layangan dengan frekuensi layangan
(beat frequency) sama dengan pergeseran frekuensi
Doppler. Gambar 2 menunjukkan secara skematis
instrumentasi EDL yang memanfaatkan crossing
beams untuk menghasilkan efek Doppler.4
I (ω ) =
3
1
6
4
2
+
7
8
Gambar 2. Diagram instrumentasi EDL: 1. laser, 2. prisma ganda 3.
cermin,
4. cuvette 5.elektroda, 6. beam stopper,7. detector, 8. spectrum
Gerak difusi partikel-partikel penghambur akan
menyebabkan konsentrasi partikel pada satu elemen
volume juga mengalami perubahan terhadap waktu.
Hubungan antara perubahan konsentrasi partikel dengan
difusi partikel diberikan oleh Hukum Fick II tentang
difusi.
δC ( x, t )
δ 2 C ( x, t )
=D
δt
δx 2
Dengan C(x, t) konsentrasi partikel pada posisi x dari titik
acuan pada waktu t dan D adalah koefisien difusi
translasi. Fungsi korelasi diri orde pertama dari fluktuasi
intensitas cahaya terhambur oleh adanya fluktuasi
intensitas diberikan oleh
g 1 ( k ,τ ) = exp( − Dk 2τ )
Dengan τ waktu tunda (delay time) dan k vektor
hamburan. Vektor hamburannya sendiri diberikan oleh
4πn
3
1
2 Dk 2
ω 2 + (Dk 2 )
2
δC ( x , t )
δ 2 C ( x, t )
δC ( x, t )
=D
+v
2
δt
δx
δx
Dengan v kecepatan partikel yang bersifat konstan.
Fungsi korelasi diri orde pertamanya
Diberikan oleh
g 1 ( k ,τ ) = epx ( −ikvτ ) exp( − Dk 2τ )
Trnsformasi Fourier fungsi korelasi diri di atas
menghasilkan spectrum tenaga
2 Dk 2
I (ω ) =
(ω + kv )2 + Dk 2 2
(
)
Elektroda1
θ
ki
θ/2
3
θ
θ
exp( − Dk 2 ) exp( −iωt ) dτ
Persamaan di atas menunjukkan bahwa spektrum
tenaganya berpusat pada frekuensi ω dengan setengah
lebar pada posisi setengah tingginya (half-width at
half-height) diberikan oleh Dk2. Jika partikel selain
mengalami gerak Brown juga mengalami gerak lain
dengan kecepatan konstan seperti gerak elektroforesis
atau gerak karena adanya konveksi termal, maka
fluktuasi konsentrasi partikelnya dapat dituliskan
sebagai berikut
sin( )
λ
2
Dalam hal ini θ sudut hamburan, λ panjang gelombang
cahaya di ruang hampa, dan n indeks bias larutan. Pada
umumnya sudut hamburan didefinisikan sebagai sudut
antara cahaya datang dengan cahaya terhambur. Namun
untuk sistem yang menggu nakan crossing beam sudut
hamburan didefinisian sebagai sudut antara kedua berkas
sinar yang saling bersilangan. Gambar 3. menunjukkan
sudut hamburan dua buah sistem yang berbeda.
1
∞
−∞
I (ω ) =
3
k=
∫
dengan ω sebagai frekuensi radial dari cahaya datang.
Solusi persamaan di atas adalah
5
5
1
2π
1
2
4
vecos θ/2
θ/2
θ/2
ve
ks
k
Elektroda2
Gambar 4. Komponen kecepatan elektroforesis searah dengan vektor hamburan
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa spektrum
tenaga cahaya terhambur dibandingkan dengan
cahaya datang mengalami pergeseran sebesar kv,
yakni dari ω menjadi ω +kv. Jika gerak kolektif yang
bersifat konstan itu hanya disebabkan oleh
elektroforesis, kecepatan konstan partikel tersebut
dapat ditulis sebagai
θ
v = v e cos( )
2
4
Gambar3. Definisi sudut hamburan: (A) untuk sistem hamburan biasa dan (B)
untuk sistem hamburan yang mempergunakan crossing beam. 1. Cahaya datang,
2. Cahaya terhambur, 3. Daerah hamburan, 4. Detektor
Transformasi Fourier dari fungsi korelasi diri di atas
adalah
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
16
Dengan ve kecepatan elektroforesis yang selalu tegak
lurus pada kedua elektroda, µ mobilitas
elektroforesis, dan E kuat medan listrik. Gambar 4.
menunjukkan komponen kecepatan elektroforesis ve
cos θ/2 yang searah dengan vektor hamburan k.
Dengan memasukkan nilai komponen kecepatan
elektroforesis yang searah dengan vektor hamburan ve cos
θ/2, maka dipeeroleh
I (ω ) =
2 Dk 2
2
θ ⎞
⎛
2
⎜ ω + kve cos( ) ⎟ + Dk
2
⎝
⎠
(
)
2
Gambar 5. Spektrum tenaga (A) Pelebaran karena difusi
dan (B) Pergeseran frekuensi karena gerak elektroforesi
Secara grafis pelebaran spectrum tenaga karena adanya
gerak difusi dan pergeseran spectrum tenaga yang
disebabkan oleh gerak elektroforesis bisa dilihat dalam
Gambar 5.
Dengan mendapatkan frekuensi layangan atau pergeseran
frekuensi di atas yakni ∆ω, maka v bisa dihitung karena
∆ω=kve cos (θ/2). Vektor hamburan k dan sudut
hamburan θ besarnya tertentu, sehingga dengan
menentukan ∆ω kecepatan elektroforesis bisa dihitung.
Karena kecepatan elektroforesis v bisa dihitung dan kuat
medan listrik E bisa ditentukan, maka muatan partikel
yang ada dipermukaan koloid, k dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan
q=
6πη Rv
E
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
4. Phase Analysis Light Scattering
Phase Analysis Light Scattering (PALS)5 merupakan
pengembangan dari LDE. PALS memiliki
kemampuan mengamati mobilitas partikel sampai 2-3
orde lebih kecil dari LDE.4-6 PALS memanfaaatkan
kenyataan bahwa partikel yang dalam keadaan diam
berada di dalam pola-pola interferensi yang bergerak
(interference moving fringes) menghamburkan
cahaya dengan fase yang mengalami pergeseran
(sedikit perubahan). Pergeseran fase ini berhubungan
dengan posisi partikel di dalam pola-pola interferensi
yang bergerak tersebut. Sehingga purubahan
pergeseran fase per satuan waktu dapat dihubungkan
dengan perubahan posisi per satuan waktu alias
kecepatan. Bila gerak partikel di dalam pola-pola
interferensi tersebut disebabkan karena elektroforesis,
maka kecepatan partikel yang diperoleh adalah
kecepatan elektroforesis. Sedang dari kecepatan
elektroforesis tersebut muatan partikel yang
mengalami gerak elektroforesis dapat ditentukan.
Gambar 6 menunjukkan instrumentasi PALS yang
memanfaatkan beam crossing untuk menimbulkan
pola-pola interferensi yang bergerak (interference
moving fringes).4,7
Gambar 6. Diagram instrumentasi PALS: 1. laser, 2.
lensa 3. cermin, 4. Bragg cell, 5.prisma, 6.
elektroda,7. cuvette, 8. Pengontrol suhu, 9. Beam
stopper, 10. fiber optic probe, FG: Function
Generator, PMT: Photomultiplier tube, LIA: Lock-in
Amplifier, SSBM: Single Side Band Modulator, PC:
Personal Computer
Untuk menghasilkan moving interference fringes dua
berkas sinar dengan sumber yang sama dilewatkan
pada dua buah Bragg cell yang berfungsi untuk
menggeser frekuensi satu berkas dengan frekuensi 80
MHz dan berkas sinar lain dengan frekuensi 80 MHz
plus 2kHz. Perbedaan pergeseran frekuensi yang
kecil ini akan menjadi frekuensi pola-pola
interferensi yang terbentuk di dareah hamburan.4,7
Sebuah partikel pada saat t = 0 berada pada posisi
x(0) = 0. Pertikel tersbut kemudian bergerak melintasi
pola=pola interferensi yang bergerak. Jika pada saat t
= 0 partikel menghamburkan cahaya dengan
pergeseran fase sebesar φo dan pada saat t pergeseran
fasenya teramati sebesar
φ1, maka perubahan
17
pergeseran fase yang terjadi pada saat partikel
bergerak dari waktu 0 ke t adalah
Q(t) −Q(0) = A k(vk +
φ1 − φ0 = k (x(t) − x(0)) = x(t)
Suku pertama dari rusa kanan adalah kecepatan yang
merupakan sumbangan dari konveksi termal, vk,
sedang suku ke dua adalah kecepatan yang
merupakan sumbangan dari elektroforesis yang
besarnya
dengan k sebagai vektor hamburan. Dari persamaan
tersebut maka kita bisa mendapatkan pergeseran fase
per satuan waktu sebanding dengan perubahan posisi
per satuan waktu atai kecepatan v.
dx (t )
d φ (t )
=k
dt
dt
ve =
Ruas kanan persamaan di atas bisa diperluas untuk
mengakomodasi sumbangan dari berbagai jenis gerak
misalnya gerak difusi, gerak elektroforesis dan gerak
konveksi termal. Dalam hal ini maka persamaan
tearsebut berubah menjadi
digerakkan
oleh
proses
d φ (t )
dx (t )
=k
= kv e (t ) = kµE (t )
dt
dt
Dalam hal ini kecepatan elektroforesis sama dengan
mobilitas elektroforesis dikalikan dengan kuat medan
listrik atau ve=µE(t). Untuk medan listrik yang
bersifat sinusoidal maka pergeseran fase per satuan
waktunya adalah
d φ (t )
= kµE 0 sin(ω o t + φ )
dt
dengan E0 sebagai kuat medan listrik maksimal.
Untuk menentukan besar besarnya perubahan
pergeseran fase oleh Miller diperkenalkan besarna
baru yakni perubahan fase berbasis amplitude
(amplitude-weighted phase change) δQ yang
didefinikan sebagai
δQ = A(t )δφ
Integrasi secara temporal amplitude-weighed phase
change akan memberikan amplitude-weighed phase
difference (AWPD)
t
t
dφ
Q(t ) − Q(0) = ∫ A(t )
dt = ∫ A(t )kµE sin(w t + ϕ )dt
e
dt
0
0
Nilai AWPD rata-rata secara temporal selama
beberapa kali siklus medan listrik yang identik E(t)
dapat dituliskan sebagai
t
A kµE
0 cosϕ−cos(ω t+ϕ)
Q(t)−Q(0) =A(t)kµE ∫ sin(w t+ϕ)dt=
0
e
e
ω
0
Sumbangan gerak Brown terhadap perubahan posisi
per satuan waktu untuk interval waktu ∆t misalnya
akan sama dengan nol karena sifat geraknya yang
random. Yang mungkin memberikan kontribusi
terhadap perubahan posisi per satuan waktu yang
berarti juga terhadap perubahan pergeseran fase
adalah gerak karena konveksi termal dan gerak
elektroforesis, sehingga nilai rata-rata AWPD untuk
interval waktu tertentu adalah
(
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
µE0
(cosϕ − cos(ω e t + ϕ ) .
ω
Secara praktis bila nilai rata-rata AWPD bisa
ditentukan, maka kecepatan elektroforesis bisa
ditentukan, sehingga besar muatan partikel, q yang
mengalami gerak elektroforeisis dapat ditentukan
pula.
5. Kesimpulan
Penentuan ukuran partikel yang selama ini belum
difahami oleh banyak dosen, guru, dan mahasiswa
fisika telah diuraikan dengan ringkas namun mudah
dimengerti. Bahkan yang menggunakan teknik
elektroforesis secara praktis dapat dilakukan oleh
guru dan mahasiswa. Alatnya mudah dibuat dan
mekanisme penentuan muatannyapun mudah
dilakukan. Untuk penentuan muatan yang lebih kecil
dapat dipergunakan teknik yang lebih canggih yakni
Laser Dppler Electrophoresis dan Phase Analysis
Light Scattering.
6. Daftar Pustaka
1. Myers, D., Surfaces, Interfaces, and Colloids
Principles and Applications, Wiley-VCH, New York
(1999)
2. Everett, DH, Basic Principles of Colloid Science,
Royal Society of Chemistry, Cambridge (1994)
2a. Heimens, PC dan Rajagopalan, R, Principles of
Colloid and Surface Chemistry, 3rd ed., Marcel
Dekker, New York (997)
3. Evans, DF dan Wennerstrom, H, The Colloidal
Domain where Physics, Chemistry, Biology and
Technology Meet, 2nd ed., Wiley-VCH, New York
(1999)
4. Suparno, Charging Behaviour in a Nonpolar
Colloidal System, PhD Desertation, University of
South Australia, Adelaide (2000)
5. Miller, JF, The Determination of Very Small
Electrophoretic Mobilities of Dispersions in
Nonpolar Media Using Phase Analysis Light
Scattering, PhD Thesis,Univeristy of Bristol, Bristol
(1990)
6. Takashi Ito, Li Sun, Micheal A Bevan, dan
Richard M Crooks, Comparison of Nanoparticle Size
and Electrophoretic Mobility Measurements using a
Carbon-Nanotube-Based Coulter Counter, Dynamic
Lifgt Scattering, Transmission Electron Microscopy,
and Phase Analysis Light Scattering, Langmuir, 20,
6940-6945 (2004)
7. Keir, RI, Suparno, John C Thomas, Charging
behavior in the Silica/Aerosol OT/Decane System,
Langmuir, 18, 1463-1465 (2002)
dφ (t )
⎛ dx (t ) dx (t ) dx (t ) ⎞
= k⎜ d + e + k ⎟
dt
dt
dt ⎠
⎝ dt
Bila partikel hanya
elektroforesis maka
µE0
(cosϕ −cos(ωet +ϕ)))
ω
)
18
MENCIPTAKAN LABORATORIUM FISIKA YANG CANGGIH
DENGAN MEMANFAATKAN HP, BARANG BEKAS DAN SOFTWARE GRATISAN
Fatkhulloh
Program Magister Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
[email protected]
Intisari – Peran Fisika ada di mana-mana dan membuat kehidupan lebih mudah dari aspek teknologi namun Fisika
belum diajarkan dengan tepat (Gok dan Silay, 2008). Menurut mereka “achievement in science is lower than other
fields.” Hasil belajar sains lebih rendah dari bidang lain, hal ini karena Fisika dianggap salah satu mata pelajaran
yang sukar dipahami oleh sebagian siswa sehingga siswa kurang berminat belajar Fisika. Oleh karena itu, metode
pembelajaran Fisika harus dibuat yang menarik minat siswa, mempunyai nilai tambah, bermakna, dapat dirasakan
dan dipraktikan siswa serta dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa yang
menuntut aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri. Dengan demikian, pembelajaran
Fisika tidak bisa lepas dari laboratorium (lab). Kendala yang dihadapi, peralatan lab banyak yang sudah rusak dan
keterbatasan dana. Sementara itu Sekolah sudah memilki lab computer yang berfungsi hanya untuk mengolah kata,
angka dan pencarian informasi lewat internet. Untuk menciptakan lab fisika yang canggih dan murah, tidaklah
sulit. Hanya dibutuhkan profesionalisme, kreativitas serta daya inovasi Guru. Hal ini sejalan dengan Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa salah satu kompetensi
profesional yang harus dimiliki guru adalah kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mengembangkan diri. Dengan dukungan kecanggihan teknologi sekarang ini, seperti hand phone (HP) dan aplikasi
gratisan bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran Fisika. Pada makalah ini telah diwujudkan lab fisika
yang canggih dengan memanfaatkan HP, alat bekas berupa bola tenis, computer dan software gratisan Tracker
4.62 khususnya untuk pembelajaran Gerak Lurus.
Kata kunci: lab fisika yang canggih, hand phone, alat bekas, software gratisan
Abstract – The Role of Physics in everywhere and makes life easier from the technological aspect, but have not
taught properly Physics (GOK and Silay, 2008). According to their 'achievement in science is lower than other
fields. "The results of studying science is lower than other areas, this is because physics is considered one of the
elusive subjects by most students, so students are less interested in studying Physics. Therefore, the Physics teaching
methods should be made to attract students, have added value, meaning, can be perceived and practiced, and
students associated with the concepts that already exist in the cognitive structure of students who demand full
student activities to seek and discover for yourself. Thus, learning physics can not escape from the laboratory (lab).
Obstacles encountered lots of lab equipment that is damaged and the lack of funding. Meanwhile, already have the
school computer lab that serves only to process the words, figures and information retrieval via the Internet. To
create an advanced physics lab and inexpensive, it is not difficult. It only takes professionalism, creativity and
innovativeness teachers. This is in line with Permendiknas No. 16 of 2007 on the Standards of Academic
Qualification and Competency teachers, that one of the professional competences of teachers should possess is the
ability to utilize information and communication technologies to develop themselves. With support for today's
sophisticated technology, such as hand phone (HP) and a free application can be used to support the learning of
Physics. In this paper we have realized an advanced physics lab by utilizing HP, a tool used in the form of a tennis
ball, computer and free software, especially for learning Tracker 4.62 Rectilinear
Key words: advanced physics lab, mobile phone, used tools, free software
(melakukan observasi, bereksperimen) terhadap hal
yang dipelajari tersebut, lalu mengkomunikasikan
hasilnya. Proses pembelajaran seperti ini dapat
dilakukan dengan mendiskusikan suatu persoalan,
melakukan percobaan, memperhatikan demonstrasi,
menjawab pertanyaan dan menerapkan konsep-konsep
dan hukum-hukum untuk memecahkan persoalan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat
menuntut para guru fisika untuk sungguh-sungguh
kreatif. Kreatif dalam menyusun silabus yang sesuai
dengan kondisi dan situasi siswa atau sekolah, juga
I. PENDAHULUAN
Fisika merupakan ilmu yang lebih banyak memerlukan
pemahaman dari pada hafalan. Keberhasilan seorang
siswa dalam mempelajari fisika terletak pada
kemampuan siswa tersebut dalam memahami tiga hasil
(produk) fisika yaitu konsep-konsep, hukum-hukum
(azas-azas) dan teori-teori. Pada pembelajaran fisika
bukan sekedar siswa mendengarkan, mencatat dan
mengingat dari materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan siswa
untuk dapat memecahkan persoalan dan bertindak
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
19
Oxford, Laboratory: room or building used for
scientific experiments, research, testing, etc esp in
chemistry… language. [3]. Pada Wikipedia, adalah
tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun
pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya
dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatankegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium
ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya,
misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia,
laboratorium biokimia, laboratorium komputer, dan
laboratorium bahasa [4]. Pada SPTK-21 dikemukakan
Laboratorium
merupakan
tempat
untuk
mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis,
pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya
dengan menggunakan alat bantu yang menjadi
kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan
kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002).
Laboratorium dan jenis peralatannya merupakan sarana
dan prasana penting untuk penunjang proses
pembelajaran di sekolah. Dikemukakan pada PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 42 ayat (2) serta Pasal 43 ayat (1) dan
ayat (2) bahwa: 1. Pasal 42 (2) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan,
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. 2. Pasal 43 (1) Standar keragaman jenis
peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA),
laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan
peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan
dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal
peralatan yang harus tersedia
Dalam konteks pendidikan di sekolah laboratorium
mempunyai fungsi sebagai tempat proses pembelajaran
dengan metoda praktikum yang dapat memberikan
pengalaman belajar pada siswa untuk berinteraksi
dengan alat dan bahan serta mengobservasi berbagai
gejala
secara
langsung.
Kegiatan
laboratorium/praktikum akan memberkan peran yang
sangat besar terutama dalam: 1. membangun
pemahaman konsep; 2. verifikasi (pembuktian)
kebenaran konsep; 3. menumbuhkan keterampilan
proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah) serta afektif
siswa; 4. Menumbuhkan “rasa suka” dan motivasi
terhadap pelajaran yang dipelajari; 5. melatih
kemampuan psikomotor. Oleh karena itu kegiatan
laboratorium/praktikum akan dapat meningkatkan
kecakapan akademik, sosial, dan vokasional.
Magnesen yang dikutif oleh DePorter, dkk. dan
diterjemahkan oleh Nilandari mengemukakan: ”Kita
belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa
yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50%
dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang
kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan
lakukan.” [5].
kreatif dalam membuat media, menyiapkan
laboratorium untuk menjelaskan teori dan konsep yang
kadang abstrak agar tervisualisasi sehingga mudah
dipahami dan dimengerti siswanya.
Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) menetapkan
delapan komponen standar pendidikan salah satunya
adalah bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Dengan
lahirnya PP tersebut berimplikasi pada arah kebijakan
pengembangan kurikulum yakni Implementasi Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No.22, 23 dan 24 tahun 2006. Dengan
lahirnya PP tersebut maka perlu dipersiapkan sumber
daya manusia yang berkompeten, khususnya para guru
mata pelajaran IPA agar dapat melakukan
pembimbingan
terhadap
sekolah
dan
mengimplementasikan standar-standar tersebut secara
baik dan benar. Selain itu pula para guru IPA dituntut
tidak hanya mampu mengajarkan mata pelajaran IPA
dengan baik dan benar, tetapi guru menciptakan
metode pembelajaran berbasis laboratorium [1].
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru disebutkan, bahwa ada empat
kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun
kompetensi prosefional guru IPA/ Fisika diantaranya
adalah menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori
pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di
laboratorium, menggunakan alat-alat ukur, alat peraga,
alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk
meningkatkan pembelajaran IPA/Fisika di kelas,
laboratorium, merancang eksperimen IPA/Fisika untuk
keperluan pembelajaran atau penelitian, melaksanakan
eksperimen IPA/Fisika dengan cara yang benar [2].
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan
bahwa pembelajar fisika tidak bisa hanya dilakukan
dengan sekedar teori dan hafalan saja, tetapi harus
dilakukan dengan metode penemuan atau eksperimen,
sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang
mengesankan, terbentuk karakter ilmiah yang kuat.
Permasalahannya adalah dukungan infrastruktur
laboratorium yang ada sangat kurang dan kemampuan
serta kreativitas guru yang masih kurang. Oleh karena
itu perlu dicarikan solusi untuk mengatasi hal tersebut.
Pada makalah ini akan diuraikan solusinya, dengan
prasyarat guru harus mau meningkatkan kemampuang
dan kreativitasnya. Alternatif solusinya adalah
menciptakan laboratorium fisika yang canggih dengn
memandafaatkan HP, alat bekas dan software gratisan.
Salah satu contoh yang telah direalisasikan adalah
percobaan Gerak.
II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN)
A. Peran Laboratorium dalam Pebelajaran Fisika
Laboratorium atau Laboratory pada kamus Webster’s,
yaitu A building or room in which scientific
experiments are conducted, or where drugs, chemicals
explosives are tested or compounded. Pada kamus
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
20
1.
Pengertian laboratorium Sutrisno [6], laboratorium
ialah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja
untuk mernghasilkan sesuatu. Tempat ini dapat
merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau
ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain.
Sedangkan fungsi laboratorium dalam proses
pendidikan adalah sebagai berikut: 1) sebagai tempat
untuk
berlatih
mengembangkan
keterampilan
intelektual melalui kegiatan pengamatan, pencatatan
dan pengkaji gejala-gejala alam, 2) mengembangkan
keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah
keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat
media yang tersedia untuk mencari dan menemukan
kebenaran, 3) memberikan dan memupuk keberanian
untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu
objek dalam lingkungn alam dan sosial, 4) memupuk
rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah
seseorang calon ilmuan, 5) membina rasa percaya diri
sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau
penemuan yang diperolehnya.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Menentukan percepatan gravitasi dari model bola
gerak jatuh bebas
Grafik Ketinggian & waktu
Y (m)
B. Kajian Teori tentang Gerak
1. Gerak Lurus
X = vt
(1)
Dimana :
X : jarak yang ditempuh oleh mobil model (m)
v : kecepatan mobl model m/s)
t : waktu tempuh mobil model (sekon)
y = ‐4,754x2 + 0,990x + 0,982
R² = 0,999
0,6
t (sekon) Berdasarkan analisis data, diperoleh
Y = −4,754x 2 + 0,990x + 0,986
Sehingga percepatan gravitasi g = 2 x 4,754 = 9,51 m/s
Gerak Jatuh Bebas
B. Menentukan kecepatan gerak mobil
1
h = − gt 2 (3)
2
Dimana :
h : ketinggian bola (m)
a : percepatan mobil model (m/s2)
Untuk fitting secara polinom tingkat dua atau kuadratik
digunakan persamaan :
Y = at 2 + bt + c (4)
Sehingga percepatan bola atau percepatan gravitasi
dengan model jatuh bebas (g) = 2.a (a diperoleh dari
hasil persamaan fitting data)
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
A. Tujuan eksperimen
1. Menentukan percepatan gravitasi dari model
bola gerak jatuh bebas
2. Menentukan kecepatan gerak mobil
B. Kebutuhan Alat
1. HP
2. Bola tenis bekas
3. Penggaris
4. Komputer
5. Software gratisan Tracker
C. Cara Pengambilan Data
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0,1
Untuk fitting secara linear digunakan persamaan :
X = at + b (2)
Sehingga kecepatan mobil model v=a atau
slop/gradient dari persamaan linear tersebut. [7]
2.
Atur ketingian bola model yang mau
dijatuhkan, misal 100 cm
Jatuhkan bola dan rekam dengan video HP
Buka aplikasi tracker
Lakukan setting origin dan scale
Lakukan tracking perlahan-lahan seseuai
dengan gerak bola
Lakukan fitting data, pada tracker akan
muncul persamaan fittingnya
Tulis persamaan tracking datanya
Bandingkan persamaan yang diperoleh
dengan tracker dengan persamaan teori, akan
ditemukan nilai kecepatan atau percepatan
yang dicari.
21
Berdasarkan data diatas diperoleh hasil fitting
X = 1,066 t − 1,687
Sehingga mobil model bergerak lurus beraturan (GLB)
dengan kecepatan v=1,066 m/s
V. KESIMPULAN
Dengan HP, alat bekas pakai, dan software gratisan
telah terbukti dapat dilakukan penelitian tentang Gerak,
baik itu GLB maupun GLBB yang terbukti sesuai
dengan teori, sehingga layak untuk digunakan sebagai
pembelajaran fisika di laboratorim. Dengan demikian
menciptakan laboratorium fisika yang canggih tidaklah
sulit dilakukan. Hanya diperlukan kemampuan, inovasi
dan krativitas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prodi
Magister Pendidikan Fisika yang telah memberikan
dorongan, fasilitas dan dana demi suksesnya publikasi
dari hasil penelitian kecil ini. Dengan karya kecil ini
diharapkan atmosfer akademik di Prodi Magister
Pendidikan Fisika UAD terbentuk lebih baik lagi.
PUSTAKA
[1] Depdiknas, Peraturan Pemerintah (PP) No.19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP)
[2] Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
[3] Hornby, 1985, Oxford Advanced Dictionary
English, Oxford University Press, New York
[4] Wikipedia,
http://id.wikipedia.org/wiki/laboratorium diakses
pada tanggal 19 Juni 2012
[5] Wikipedia,
http://id.wikipedia.org/wiki/laboratorium diakses
pada tanggal 19 Juni 2012
[6] Sutrisno, 2006, Organisasi Laboratorium,
Jurusan Fisika FPMIPA UPI, Bandung
[7] Halliday, D. & Resnick, R., 2002. Physics, tenth
edition. Alih bahasa Silaban, Pantur dan Erwin
Sucipto. 1984. Fisika jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
22
MISKONSEPSI PADA BUKU AJAR FISIKA SMP KELAS VIII TENTANG OPTIKA GEOMETRIS
1, 2
1
ANDIKA KUSUMA WIJAYA
Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Kampus II, Jl. Pramuka 42, Yogyakarta 55161
2
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Singkawang, Singkawang
[email protected]
Intisari - Penelitian ini mengungkap didaktogenic (miskonsepsi) yang terkandung pada buku ajar fisika Sekolah
Menengah Pertama (SMP) kelas VIII tentang Optika Geometris pada tahun pelajaran 2008/2009. Penelitian
deskriptif sederhana menelaah tiga buku ajar dari penerbit dan pengarang yang berbeda dengan menggunakan
metode analisis isi (content analysis). Seluruh sajian yang membahas materi Optika Geometris pada buku ajar
terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca digunakan sebagai sampel. Unit analisis berupa: penjelasan
konsep, penyajian rumus, penggunaan simbol, penggunaan satuan dan penyajian gambar untuk menggali
miskonsepsi yang terdapat pada buku ajar. Sajian buku ajar yang bertentangan dan tidak sesuai dengan konsepsi
ilmuwan yang terdapat pada buku teks universitas dianggap miskonsepsi. Hasil analisis menunjukkan sejumlah
didaktogenic terkandung pada buku ajar ini. Di antaranya adalah miskonsepsi tentang pengertian cahaya, syarat
benda dapat dilihat, hukum pemantulan cahaya, penulisan rumus perbesaran, penggunaan satuan cm untuk jarak,
Gambar pembiasan pada lensa, dan Gambar pembentukan bayangan pada cermin cembung. Persentase
didaktogenic yang ditemukan pada buku ajar terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca berturut-turut adalah
54%, 46%, dan 54%. Selain itu juga diukur tingkat keterbacaan ketiga buku ajar dengan rumus RI (Readability
Index) = 1,56WL + 0,19SL – 6,49. Berdasarkan acuan dari temuan Sutrisno Leo, jika nilai RI< 6 maka buku ajar
cocok digunakan untuk siswa SMP. Nilai RI untuk buku ajar terbitan Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca
berturut-turut adalah 5,53 ; 5,65 ; 5,19. Disarankan kepada guru dan siswa lebih berhati-hati dalam memilih dan
menggunakan buku ajar. Sebaiknya guru dan siswa menggunakan beberapa buku ajar untuk memperkecil kadar
didaktogenicnya. Disarankan pula bagi para peneliti selanjutnya untuk melanjutkan analisis karakterisitik teks
bagian kedua yaitu comprehensible.
Kata kunci: Didaktogenic, Buku Ajar, Fisika, Tingkat Keterbacaan, Analisis Isi.
Erlangga; karangan Budi Purwanto, penerbit Tiga
Serangkai; dan karangan K.Kamajaya dan Tedy
Wibowo, penerbit Ganeca exact.
I. PENDAHULUAN
Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu
alam. Fisika mempelajari struktur materi dan
interaksinya untuk memahami sistem alam dan sistem
buatan (Teknologi) [9].
Buku ajar menjadi salah satu sumber miskonsepsi yang
paling mudah diikuti oleh siswa bahkan guru karena
baik siswa maupun guru berinteraksi langsung dengan
buku ajar pada saat melaksanakan kegiatan belajarmengajar[12].
Dalam konteks pembelajaran, buku merupakan salah
satu sumber pengetahuan bagi siswa di sekolah yang
merupakan sarana yang menunjang proses kegiatan
belajar mengajar. Akan tetapi, penjelasan dalam buku
yang tidak lengkap, bahasa buku yang sulit dipanami,
penyajian buku yang tidak sistematis, serta simbolsimbol yang tidak konsisten dapat mengakibatkan
miskonsepsi. Suparno (2005) juga menemukan bahwa
diagram dan gambar dalam buku ajar yang kurang tepat
dapat menjadi salah satu sebab adanya miskonsepsi
siswa[12].
Penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan
miskonsepsi dan menelaah tentang karakterisitik teks
khususnya pada tingkat keterbacaan (readability
index).
buku ajar fisika SMP kelas VIII Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tentang Optika Geometris
pada buku karangan Marthen Kanginan, penerbit
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II.
A.
LANDASAN TEORI
Materi Optika Geometris Dalam Buku Teks
Universitas
1. Model Berkas Cahaya
Cahaya berjalan dalam lintasan yang berbentuk garis
lurus yang disebut berkas cahaya.
2. Pemantulan Cahaya
a. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Datar.
Cahaya yang dipantulkan oleh setiap permukaan
yang memisahkan dua zat yang berlainan indeks
biasnya, sering dikehendaki agar bagian cahaya yang
dipantulkan sebanyak mungkin. Permukaan licin yang
sangat tinggi daya pantulnya mendekati 100% disebut
cermin [11]. perbesaran Secara Matematis ditulis
m=
y'
y
(2.1)
Menurut hukum refleksi (pemantulan), semua sinar
yang menumbuk permukaan direfleksikan pada sebuah
sudut dari normal yang sama dengan sudut masuk.
Karena permukaan itu datar, maka normal itu berada
dalam arah yang sama di semua titik pada permukaan
tersebut, dan terjadi refleksi spekular [4]
23
Untuk permukaan-permukaan yang rata, ternyata berkas
sinar datang dan pantul berada pada bidang yang sama
dengan garis normal permukaan, dan didapatkan sudut
datang sama dengan sudut pantul. Pernyataan tersebut
merupakan bunyi hukum pemantulan [5].
Dengan memakai pendekatan sudut kecil α ≈ l /s, β ≈
l /r, dan γ ≈ l /s’,diperoleh:
n1 n2 n2 − n1
+
=
s
s'
r
Ukuran objek dan bayangan dihubungkan dengan sudut:
Sehingga perbesarannya menjadi [18]
b. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Lengkung
Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya
ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin
melengkung menjauhi orang yang melihat. persamaan
cermin yang menghubungkan jarak benda dan jarak
bayangan dengan panjang fokus f (dimana f = r/2) [4].
1
1
1
+
=
do di
f
m=
hi
d
=− i
ho
do
(2.2)
p=
3. Miskonsepsi dalam Buku Ajar Fisika
Suparno memaparkan bahwa penyebab miskonsepsi
pada buku ajar fisika antara lain penjelasan keliru,salah
tulis, level kesulitan tulisan, siswa tidak tahu
menggunakan buku ajar, buku fiksi sains keliru konsep,
dan kartun salah konsep [12].
(2.4)
Dengan memakai pendekatan sudut kecil sin θ ≈ θ
diperoleh
(2.5)
n1 θ1 = n2 θ2
III.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif sederhana.
A. Bentuk Penelitian
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai pada penelitian
ini, maka penelitian ini menggunakan bentuk content
analysis (analisis isi)[14].
Menurut Klaus Krippendorff rangkaian desain analisis
isi meliputi beberapa langkah yaitu Pembentukan Data
(terdiri dari Unitisasi, Sampling, Pencatatan), Reduksi
Data , Penarikan Inferensi, Menganalisis [9].
Dari segitiga ACP′, diperoleh
n1
θ1 + γ
n2
(2.6)
Dengan menghilangkan θ1 dari persamaan 2.6 dan
persamaan 2.5, diperoleh:
n1α + n2γ = (n2 - n1)β
B. Populasi, Sampel, dan Data Penelitian
(2.7)
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
(2.13)
2. Miskonsepsi dalam Fisika
Untuk mengatasi miskonsepsi, perlu diketahui
penyebab terjadinya miskonsepsi tersebut. Suparno
menyebutkan bahwa miskonsepsi salah satunya dapat
disebabkan buku ajar. Penelitian ini membahas
miskonsepsi yang terdapat pada buku ajar, khususnya
buku ajar fisika [12].
Gambar 2.1. Geometri untuk menghubungkan posisi
bayangan dengan posisi objek untuk pembiasan pada
sebuah permukaan lengkung tunggal. Hukum Snellius
diterapkan pada sinar yang datang pada titik A, dan
digunakan pendekatan sudut kecil [11] Sudut-sudut θ1
dan θ2 dihubungkan oleh hukum Snellius [11].
Hubungan lain untuk θ1 dari segitiga PAC:
θ1 = α + β
1
f
B. Miskonsepsi
1. Miskonsepsi dari Sudut Filsafat Konstruktivisme
Secara filosofis miskonsepsi yang terjadi pada siswa
dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme.
Tradisi konstruktivisme secara singkat menyatakan
bahwa pengetahuan dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa
sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan,
dan bahan yang dipelajari [12].
3. Pembiasan Cahaya
a. Bayangan yang Terbentuk Melalui Pembiasan
β = θ2 + γ =
(2.9)
Satuan untuk kekuatan lensa adalah dioptri (D), yang
merupakan kebalikan dari meter (1 D = 1 m-1) [18].
(2.3)
n1 sin θ1 = n2 sin θ2
y'
n s'
=− 1
y
n2 s
b. Lensa Tipis
Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran, dan kedua
permukaannya melengkung. Untuk mengukur kekuatan
lensa menggunakan persamaan
Persamaan 2.2 merupakan persamaan cermin yang
menghubungkan jarak benda dan jarak bayangan
dengan panjang fokus f (dimana f = r/2) [5].Perbesaran
lateral, m, dari sebuah cermin didefinisikan sebagai
perbandingan antara tinggi bayangan dan tinggi benda.
[6].
m=
(2.8)
24
Pembahasan:
Tingkat keterbacaan buku ajar fisika akan dianalisis
berdasarkan jumlah kata per kalimat atau panjang
kalimat (sentence length) dan jumlah huruf per kata
(word length). Perhitungan jumlah kata dan huruf pada
sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer (program word count)[16]. Panjang
kalimat akan dihitung dengan rumus sebagai berikut.
a.Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku ajar fisika karangan Marthen Kanginan, penerbit
Erlangga; karangan Budi Purwanto, penerbit Tiga
Serangkai; dan karangan K.Kamajaya dan Tedy
Wibowo, penerbit Ganeca exact.
b. Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sajian yang membahas materi Optika Geometris.
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan, sampel diambil
dari tiga bagian wacana dari masing-masing buku ajar
yaitu tiga halaman depan, tiga halaman tengah, dan tiga
halaman akhir dari bab yang membahas optika
geometris.
ER/II /34/23-24
∑
∑
KT
KL
Keterangan :
= panjang kalimat rata-rata
S L
∑ KT = jumlah kata
∑
3. Data Penelitian
Untuk memudahkan pengelompokkan dan pemeriksaan
kesahihan data, maka dilakukan pengkodean data
(koding)[14]
Tabel 3. 1 Cara membaca data berupa penjelasan
konsep, rumus, simbol , satuan, dan gambar
Setelah pengkodean, maka langkah berikutnya adalah
menyajikan data tersebut dalam bentuk Tabel 3.2
Kode data
SL =
(3.1)
KL
= jumlah kalimat
Panjang kata akan dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
WL =
∑
∑
HR
(3.2)
KT
Keterangan : W L
= panjang kata rata-rata
=
jumlah
huruf
∑ HR
Keterangan
∑
Dua huruf pada kolom
pertama adalah singkatan
penerbit buku teks
ER = Erlangga
GE = Ganeca Exact
PH = Phißeta
KT
= jumlah kata
Hasil yang diperoleh kemudian dihitung menggunakan
formula berikut ini [14]
RI (Readability Index) = 1,56 W L + 0,19 S L – 6,49
(3.3)
Keterangan:
Angka
romawi
WL = word length in character spaces
menunjukan BAB data
SL = sentence length in words
yang akan diambil
Angka
pada
kolom
C. Prosedur Penelitian
ketiga
menunjukkan
halaman
data
yang ¾ Persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
diambil
dengan mencari beberapa buku ajar fisika.
Angka
pada
kolom
terakhir
menunjukkan
pada baris keberapa letak ¾ Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sesuai dengan
data
yang
diambil,
langkah-langkah analisis isi menurut Krippendorff
dihitung dari atas ke
(1991), yaitu Membentuk data, Mereduksi Data,
bawah.
Menarik inferensi, Menganalisis data [9].
dibawah ini.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Hasil dalam penelitian ini disajikan dalam tabel
Tabel 4.1 : Rekapitulasi persentasi Miskonsepsi
Buku Ajar Fisika.
Konsep Yang di
Teliti
No
Kode Data
Buku
Buku
Ajar
Acuan
Tabel 3.2 Pengelompokan data Aspek Penjelasan
Konsep, rumus, simbol, satuan dan gambar
No
Aspek
Persentasi Miskonsepsi
Yang
Buku Ajar
Diteliti
ER
TS
GC
1
Konsep
52,4%
57,1 %
61,9 %
2
Rumus
33,3%
-
66,6%
3
4
5
Simbol
Satuan
Gambar
41,6%
71,4%
75%
25 %
85,7%
50%
25 %
71,4%
50%
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
25
Buku ajar SMP kelas VIII terbitan Erlangga, Tiga
Serangkai, dan Ganeca memiliki nilai RI berturut-turut
adalah 5,53 ; 5,65 ; dan 5,19. Sedangkan untuk buku
ajar SMP kelas IX nilai RI yang diperoleh sebesar 5,73.
Secara umum, nilai RI untuk buku ajar SMP terbitan
Erlangga, Tiga Serangkai, dan Ganeca semua berada
pada indeks keterbacaan di bawah 6. Sesuai kriteria
yang telah ditetapkan pada halaman 58, jika nilai RI
berada pada kisaran nilai di bawah 6 (RI < 6) maka
buku ajar cocok digunakan oleh siswa SMP.
Sutrisno Leo (2008) menyatakan, buku ajar yang baik
selain sesedikit mungkin mangandung unsur
didaktogenic juga ditulis dengan memperhatikan tingkat
keterbacaan
(readability
index)nya
dan
comprehensibilitynya (tidak dalam cakupan penelitian
ini). Aspek comprehensibilitas tidak tercakup dalam
penelitian ini karena ketebatasan waktu, kemampuan
peneliti, dan cakupan penelitian yang dilakukan sudah
cukup luas. Buku ajar dengan tingkat keterbacaan yang
tinggi dan comprehensible akan mengurangi potensi
miskonsepsi siswa. Namun, dalam penelitian ini aspek
yang dianalisis hanya aspek readability atau
keterbacaan saja[20]. Karena ada anggapan bahwa
tulisan yang readable menunjang pembaca untuk lebih
mudah memahami tulisannya (comprehensible) [15].
b. Analisis Readability Index (Tingkat Keterbacaan)
buku ajar fisika SMP dan SMA
SAMPEL
BUKU AJAR
ER
VIII
IX
XI
XI
I
TS
VI
II
GC
VIII
46
59
63
28
30
55
55
680
691
780
51
4
49
9
63
2
640
4182
4314
678
28
22
31
26
39
79
VII
DEPAN
9 Bany
ak
kalim
at(nKL
)
9
9 Bany
ak
kata
(nKT)
9
9 Bany
ak
huruf
(nHR)
TENGAH
9 Bany
ak
kalim
at(nKL
)
9
9 Bany
ak
kata
(nKT)
3958
66
29
49
35
25
29
38
779
507
751
49
6
51
5
36
8
430
544
2968
4514
29
70
24
62
23
72
2551
V.
Persentase miskonsepsi yang ditemukan pada penelitian
ini sebagai berikut:
a. Buku ajar Erlangga
Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada
buku ajar terbitan
Erlangga adalah 52,4% pada
penjelasan konsep, 33,3% pada penyajian rumus,
41,6% pada penggunaan simbol, 71,4% pada
penggunaan satuan, dan 75% pada penyajian gambar.
b. Buku ajar Tiga Serangkai
Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada
buku ajar terbitan Tiga Serangkai adalah 57,1% pada
penjelasan konsep, 25% pada penggunaan simbol,
85,7% pada penggunaan satuan, dan 50% pada
penyajian gambar. Tidak ditemukan miskonsepsi pada
penyajian rumus untuk buku ajar terbitan Tiga
Serangkai.
c. Buku ajar Ganeca
Rincian persentase miskonsepsi yang ditemukan pada
buku ajar terbitan Ganeca adalah 61,9% pada penjelasan
konsep, 66,6% pada penyajian rumus, 25%, pada
penggunaan simbol, 71,4% pada penggunaan satuan,
dan 50% pada penyajian gambar.
d. Nilai readability index untuk buku ajar terbitan
Erlangga, terbitan Tiga Serangkai, dan terbitan
Ganeca SMP kelas VIII berturut-turut adalah 5,53 ;
5,65 ; 5,19.
9
Bany
ak
huruf
(nHR)
AKHIR
9 Bany
ak
kalim
at(nKL
)
9
9 Bany
ak
kata
(nKT)
9
9 Bany
ak
huruf
(nHR)
42
25
41
37
36
56
64
544
378
646
49
9
67
8
67
2
763
3008
2197
4002
29
21
41
84
42
40
4620
2. Pembahasan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa masih terdapat
miskonsepsi pada buku ajar fisika kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama (SMP) khususnya pada sajian materi
Optika Geometris. Persentase rata-rata yang ditemukan
sebesar 54% miskonsepsi pada buku ajar Erlangga, 46%
miskonsepsi pada buku ajar Tiga Serangkai, dan 54%
miskonsepsi pada buku ajar Ganeca (rincian persentase
miskonsepsi pada masing-masing aspek pada Tabel
4.1). Miskonsepsi terdapat pada semua aspek yang
diteliti, yaitu aspek penjelasan konsep, aspek penulisan
rumus, aspek penulisan simbol, aspek penulisan satuan
dan aspek penyajian gambar.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan
terimakasih
kepada
pembimbing skripsi Dr. Leo Sutrisno waktu kuliah S1,
26
Dr. Stepanus Sahala S, M. Si selaku penguji makalah di
Program Studi Pendidikan Fisikadi Universitas
Tanjungpura (Pontianak), serta pada Program
Pascasarjana Magister Pendidikan FisikaUniversitas
Ahmad Dahlan.
[19] Van den Berg, Euwe, Miskonsepsi Dan Remediasi.
PUSTAKA
Albert,
Penyediaan Bahan Bacaan Berstruktur Refutation Text
Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Fisika SMU
Kawasan Timur Indonesia (tahap I dan II). Prosiding
Simposium Fisika Nasional XVIII , 1999.
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga(2009,
3 Mei, hal 19).
PROSIDING:
[20] Sutrisno, Leo., Darimin Bakau., dan Rufinus
BUKU:
[1] Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka
Cipta, Jakarta, 2006.
[2] Azwar, Azrul dan Joedo Prihartono, Metodologi
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,
Binarupa, Jakarta, 2003.
[3] Darmadi, Hamid, Kurikulum dan Buku Buku Teks,
Alfabeta, Bandung, 2007.
[4] Freedman, A Roger dan Hugh D.Young, Fisika
Universitas. Jilid II (Edisi Kesepuluh).
(Penterjemah: Pantur Silaban), Erlangga,
Jakarta, 2003.
[5] Giancolli C, Douglas, Fisika Edisi Kelima Jilid 2
(Penterjemah Yuhilza Hanum, Erlangga, Jakarta,
2001.
[6] Halliday, David,
Fisika Edisi Ketiga Jilid
2(Penterjemah: Pantur Silaban dan Erwin
Sucipto)., Erlangga, Jakarta, 1984.
[7] Kamajaya, K dan Wibowo Tedy, Inspirasi Sains,
Ganeca exact, Jakarta, 2007.
[8] Kanginan, Marthen, IPA FISIKA untuk SMP
Kelas VIII, Erlangga, Jakarta, 2007..
[9] Krippendorff, Klauss, Analisis Isi “Pengantar
Teori Dan Metodelogi”.
Terjemahan Parid
.
Wajidi. Rajawali, Jakarta, 1991
[10] Purwanto, Budi, Sains Fisika 2 Konsep Dan
Penerapannya, Tiga Serangkai, Solo, 2007.
[11] Sears, W. Francis dan Zemansky, W.Mark, Fisika
untuk Universitas III Optika dan Fisika Atom.
(Penterjemah: Nabris Katib), Bina Cipta, Jakarta,
1972.
[12] Suparno, Paul, Miskonsepsi Dan Perubahan
Konsep Dalam Pendidikan Fisika, Grasindo,
Jakarta, 2005
[13] Sutrisno, Leo, Content Analysis:An introduction,
FISIPOL UNTAN, 2006.
[14] Sutrisno, Leo, Remediation of Weaknesses of
Physics Concepts. Untan Press, 2008.
[15] Sutrisno, Leo,
Didaktogenic. Pontianak Post.
(2009, 26 April, hal 19)
[16] Sutrisno, Leo, Didaktogenic Buku Ajar. Pontianak
Post . (2009, 3 Mei, hal 19).
[17] Sutrisno, Leo., Kresnadi, Hery., dan Kartono,
Pengembangan Pembelajaran IPA SD, PGSD,
Jakarta, 2007.
[18] Tipler, Paul A, Fisika Untuk Sains Dan Teknik
(Edisi ketiga) Jilid II (Penterjemah:Bambang
Soegijono). , Erlangga, Jakarta, 2001
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
27
PBICE-M, E-PROGRESS, DAN E-WEEK SEBAGAI USAHA OPTIMALISASI MEDIA PEMBELAJARAN
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMATIKA YANG INTERAKTIF DAN KOMUNIKATIF DALAM MATA
PELAJARAN FISIKA
Kobar Septyanus, Putri Alifatul Rakhmadani, Agung Aliffianto
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember
Jalan Kalimantan Nomor 37 Kampus Bumi Tegalboto Jember 68121
[email protected]
Intisari – Makalah ini membahas tentang solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kurang optimalnya penggunaan
media pembelajaran elektronik bagi guru sekolah menengah. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji
permasalahan yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penggunaan media berbasis Teknologi Informasi (TI) serta
mengetahui definisi, pelaksanaan dan pengaruh program PBICE-M, E-Progress, dan E-Week. Metode yang
digunakan dalam penulisan ini adalah kajian pustaka melalui berbagai sumber, observasi dan wawancara
dibeberapa sekolah menengah di Kabupaten Jember, pengamatan media pembelajaran elektronik yang telah ada
serta diikuti percobaan sederhana. Berdasarkan observasi dan wawancara, disimpulkan bahwa kurang optimalnya
pembelajaran elektronik disebabkan oleh ketidaksiapan guru dalam menggunakan perangkat elektronik dan
kurangnya kemampuan berbahasa asing. Dengan permasalahan tersebut, maka program PBICE-M, E-Progress,
dan E-Week merupakan solusi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengoprasikan
perangkat teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam bentuk media elektronik, serta memberdayakan
program pembelajaran elektronik di sekolah menengah.
Kata kunci: media, elektronik, PBICE-M, E-Progress, E-Week
Abstract – This paper discusses about the solutions offered to overcome the less optimal use of electronic learning
media for high school teachers. The purpose of writing this paper is to examine the problems faced in efforts of the
optimization of the use of media technology-based as well as knowing the definition, implementation and effects of
PBICE-M, E-Progress, and E-Week program. The methods used in the writing of this paper is the literary study
through a variety of sources, observation and interviews in several high schools in Jember Regency, review of
media existing electronic learning that followed by a simple experiment. Based on observation and interviews, it
was concluded that less optimal electronic learning due to unpreparedness of teachers in the use of electronic
devices and the lack of foreign language skills. With that problem, then the program PBICE-M, E-Progress, and EWeek is a great solution that can be used to enhance the ability of teachers in operating the device of information
and communication technology especially in the form of electronic media, as well as empower electronic learning
progam in high school.
Key words: media, electronic, PBICE-M, E-Progress, E-Week
Learning sangat membantu siswa, karena menurut
Arsyad (2002) media pembelajaran dengan komputer
dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi,
visualisasi, konsep-konsep, dan multimedia yang
dapat diakses user (siswa) sesuai dengan yang
diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak
dapat ditampilkan secara konkrit dan dipahami secara
mendalam. Maka dengan menggunakan E-Learning,
siswa mendapatkan kemudahan dalam mengatasi
pembelajaran fisika yang banyak menampilkan
visualisasi yang bersifat abstrak. Media pembelajaran
ini dapat menampilkan konsep yang bersifat abstrak
ke dalam konsep yang bersifat konkrit sehingga
pemahaman siswa lebih mendalam. Dalam Jurnal
Physics Education, Clinch dan Richards (2002)
menyatakan bahwa dalam penggunaan e-learning
dengan program java applet yang didownload dari
internet sangat baik dalam pembelajaran fisika untuk
percobaan/praktikum. Penilitiannya membuktikan
bahwa pembelajaran dengan e-learning program java
applet dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
memvisualisasikan gambar yang bersifat abstrak
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang pesat merupakan
sebuah peluang yang patut dimanfaatkan dalam
perkembangan berbagai aspek, tidak terkecuali dalam
bidang
pendidikan.
Dalam
pembelajaran
konvensional, pembelajaran hanya berlangsung satu
arah yaitu berupa penyampaian materi secara langsung
dari guru kepada siswa. Media pembelajaran yang
digunakanpun hanya berlaku untuk menerangkan
konsep dan sekali lagi itu merupakan sebuah
penyampaian satu arah. Namun dewasa ini tidaklah
demikian, sistem pembelajaran ditekankan pada
pembelajaran dua arah dimana siswa dapat
berinteraksi dan berkomunikasi baik dalam sebuah
diskusi, eksperimen mandiri dan sebagainya. Media
yang digunakan pun berkembang menjadi media
pembelajaran dua arah dimana dapat kita sebut
sebagai media pembelajaran yang komunikatif dan
interaktif. Bahkan perkembangan teknologi yang
begitu cepat ini menghasilkan inovasi pembelajaran
dan pengunaan media berbasis teknologi informatika
yang sering kita sebut E-Learning. Hadirnya E-
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
28
menjadi konkrit dan tidak hanya dibayangkan saja.
Tampilan program dalam e-learning juga dapat
digunakan untuk memancing siswa berdiskusi tentang
materi atau konsep yang ditampilkan pada layar
monitor. Namun berdasarkan pendapat masyarakat
maupun para pendidik yang disampaikan dalam
beberapa forum komunikasi pendidikan dan media
massa lainnya terungkap bahwa pemanfaatan ELearning terutama pemanfaatan media yang berbasis
kurang optimal. Kendala pembelajaran E-Learning
justru muncul dari pihak pengajar. Sebagian besar
pihak pengajar kurang siap dalam menghadapi
tuntutan pembelajaran ini, seperti masih belum
siapnya sebagian besar guru dalam menggunakan
perangkat komputer apalagi perangkat lunak yang
mendukungnya. Belum lagi dengan adanya tuntutan
era globalisasi dimana kemampuan berbahasa asing
khususnya bahasa Inggris menjadi sebuah kebutuhan,
sebuah pembelajaran khususnya pembelajaran fisika
secara tidak langsung dituntut dapat menerangkan
konsep fisika sekaligus meningkatkan kemampuan
berbahsa inggris siswa. Namun faktanya berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Dr. Idris HM Noor, M.
Ed. terungkap bahwa kemampuan bahasa Inggris guru
masih tersebar pada level novice (pemula) hingga
intermediate (menengah).
Pembelajaran Komunikatif dan Interaktif
Komunikatif artinya suatu keadaan yang mampu
menyampaikan pesan dengan baik. Artinya, pesan
yang diterima oleh penerima (receiver) sama dengan
maksud pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan
(sender). Yang dimaksud pesan (message) ini meliputi
informasi, pemikiran, keinginan dan perasaan. Media
pembelajaran komunikatif media pembelajaran yang
mampu menyampaikan pesan dari pengirim pesan
(sender) ke penerima (receiver) secara baik
(http://www.inspiratio.web.id)
Interaktif merupakan suatu keadaan dimana dua
komponen saling melakukan aksi, antar-hubungan,
dan saling aktif diantara keduanya. Keduanya akan
saling berkomunikasi dan mempunyai timbal balik
peran yang berhubungan dengan informasi atau
keinginan.
Media pembelajaran merupakan hal yang sangat
penting untuk mendukung proses pembelajaran.
Dengan media pembelajaran, peserta didik akan lebih
mudah dalam memahami materi pengajaran yang
diajarkan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal
maka media pembelajaran harus komunikatif dan
interaktif. Media pembelajaran komunikatif dan
interaktif merupakan media pembelajaran yang
mampu mengkomunikasikan pesan atau materi
pembelajaran kepada peserta didik dan peserta didik
akan berinteraksi secara timbal balik dengan media
pembelajaran tersebut.
II. LANDASAN TEORI
Media Pembelajaran
Menurut Briggs (1977) yang dikutip dari
belajarpsikologi.com media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi
pembelajaran seperti : buku, film, video dan
sebagainya. Kemudian menurut National Education
Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi
perangkat keras.
Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
secara umum adalah alat bantu proses belajar
mengajar yang dipergunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan para peserta didik sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar.
Media pembelajaran menempati posisi yang cukup
penting sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan
terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses
komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara
optimal.
Ada beberapa jenis media pembelajaran, antara lain :
(1) Media Visual yang meliputi grafik, diagram, chart,
bagan, poster, kartun, komik, (2) Media Audial,
meliputi radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan
sejenisnya. (3) Projected still media meliputi slide;
over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya,
dan (4) Projected motion media yang meliputi film,
televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan
sejenisnya.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Kebutuhan Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam Pendidikan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan
Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi
segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan
sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan
informasi. Sedangkan Teknologi Komunikasi
merupakan segala hal yang berkaitan dengan
penggunaan alat bantu untuk memproses dan
mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi
Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak
terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang
segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan,
manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan
informasi antar media.
Teknologi Informasi dan komunikasi mempunyai
banyak manfaat dalam pendidikan, antara lain :
Kebutuhan TIK untuk Administrasi Sekolah
Administrasi sangat diperlukan bagi kelangsungan
proses pembelajaran di sekolah. Dalam era kemajuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini,
sekolah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan
yang cepat, mudah, dan terbaik baik siswa, guru,
orang tua maupun pemangku kepentingan pendidikan
lainnya. Maka dari itu Teknologi Informasi dan
Komunilasi sangat penting untuk administrasi sekolah.
29
Kebutuhan TIK untuk Sistem Komunikasi
Pendidikan
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa
Inggris, berasal dari perkataan Latin communis,
communico atau communicare, yang berarti sama
atau membuat sama. Sejalan dengan pengertian
tersebut, beberapa ahli merumuskan definisi
komunikasi, antara lain “Komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambanglambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain”.
Oleh karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi
Komunikasi sangat penting untuk komunikasi dalam
pendidikan.
III. METODE
Bentuk Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode
literary review (kajian pustaka yang mendalam),
dimana masalah dikaji dan ditelusuri dari informasi
berdasarkan pustaka atau literatur yang ada.
Berdasarkan sumber yang ada lalu dilakukan product
review berupa pengamatan dan penggunaan media
berbasis TI maupun media pembelajaran bilingual
yang telah ada tersebut secara terpisah. Setelah itu
dilakukan usaha memadukan dua bentuk media
tersebut melalui beberapa eksperimen sederhana.
Sumber Data
Studi pustaka dilakukan di UPT Perpustakaan
Universitas Jember dan lingkungan kampus FKIP
Universitas Jember, dimana data yang digunakan
adalah jenis data sekunder yang didapat dari laporan
tugas akhir, jurnal, buku, dan free source melalui
media internet.
Kebutuhan TIK untuk Pembelajaran
Selain untuk administrasi dan komunikasi pendidikan,
Teknologi Informasi dan Komunikasi juga sangat
penting untuk digunakan dalam pembelajaran.
Teknologi Informasi dan komunikasi digunakan untuk
mempermudah
dalam
melakukan
proses
pembelajaran. Teknologi Informasi dan komunikasi
dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan para
peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar. (http://id.shvoong.com/).
Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis
ilmiah ini :
1. Merumuskan permasalahan yang berkaitan tentang
penggunaan media pembelajaran di Indonesia baik
media konvesional, media berbasis TI maupun
media pembelajaran bilingual.
2. Menelusuri pustaka lewat internet, buku, majalah,
tugas akhir dan diskusi serta sharing dengan ahli
dan sejawat.
3. Mendeskripsikan
secara
representatif
permasalahan dari beberapa pustaka yang ada.
4. Melakukan product review terhadap media –
media terkait yang telah ada.
5. Melakukan
eksperimen
sederhana
untuk
memadukan media tersebut hingga menghasilkan
beberapa sampel media baru
6. Melakukan kajian pemecahan masalah-masalah
yang ada berdasarkan data dan informasi yang ada
dan dilanjutkan dengan menarik kesimpulan dari
hasil pembahasan terhadap permasalahan yang
dirumuskan.
7. Mengkaji permasalah baru yang timbul baik secara
perlahan maupun mendadak, sehingga terlihat
kekurangan yang masih belum bisa ditutupi
penulis dan merekomendasikan saran kepada
pembaca usaha yang dapat dilakukan dalam
penyempurnaan selanjutya.
Pembelajaran Billingual
Pengertian Bilingual dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1996) adalah mampu atau biasa memakai
dua bahasa dengan baik dan bersangkutan dengan atau
mengandung dua bahasa. Contoh Bilingual dalam
pelaksanaan pembelajaran adalah bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.
Pembelajaran bilingual, seperti tercermin pada
istilahnya, adalah semacam pembelajaran di mana dua
bahasa digunakan secara kombinasi. Dalam
pembelajaran
bilingual
umumnya
digunakan
kombinasi bahasa ibu dan bahasa lain selain bahasa
ibu. Tujuan pembelajaran bilingual adalah utamanya
memberikan bekal ketrampilan berbahasa kepada
siswa yang mencakup keterampilan menyimak,
berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa selain
bahasa ibu, di samping membelajarkan isi melalui
keterampilan berbahasa tersebut.
Menurut Hurlock (1993), dwibahasa (bilingualism)
adalah kemampuan menggunakan dua bahasa.
Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan
menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang
dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis.
Peserta didik yang memiliki kemampuan dwibahasa
memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya
pemahamannya terhadap bahasa ibunya. Peserta didik
mampu berbicara, membaca dan menulis dalam dua
bahasa dengan kemampuan yang sama. Pelaksanaan
pembelajaran secara bilingual menjadikan peserta
didik dapat memiliki pemahaman berkomunikasi lisan
dan
dapat
berbicara
dalam
dua
bahasa
(kurniawan,2011).
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
E-Learning dan Media Pembelajaran Berbasis TI
Terdapat banyak definisi dan pemahaman yang
berbedadari E-Learning. Dalam situs E-Learning
Center milik Universitas Gunadarma diungkapkan
bahwa E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh
(distance Learning) yang memanfaatkan teknologi
komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. ELearning memungkinkan pembelajar untuk belajar
30
melalui komputer di tempat mereka masing-masing
tanpa harus secara fisik pergi mengikuti
pelajaran/perkuliahan di kelas.
Namun pada perkembangannya E-Learning lebih
ditafsirkan
sebagai
pembalajaran
dengan
menggunakan perangkat elektronik yang lebih umum
dengan perangkat komputer secara mandiri ataupun
terbimbing dengan materi yang bisa disampaikan baik
secara langsung melalui pertemuan tatap muka
maupun tidak langsung melalui perangkat nirkabel
(wireless).
Dari kedua definisi di atas dapat kita lihat bahwa
dalam E-Learning selalu melibatkan media yang
berbasis TI dengan perangkat minimal seperti
komputer. Dan masyarakat lebih umum dengan media
yang termasuk di dalamnya dibandingkan dengan apa
makna E-Learning sebenarnya. Hal ini menunjukan
bahwa minat masyarakat ataupun siswa terhadap
media E-Learning sangat tinggi karena memang media
E-Learning yang ada dianggap lebih menarik dan
inovatif.
Namun terdapat kendala dalam pemanfaatan media
berbasis TI dikaibatkan masih rendahnya kemampuan
guru dalam menguasai teknologi itu sendiri. Menurut
Rudi Hartono Rendahnya kemampuan guru dalam
menggunakan TI ini terlihat dari sangat seditkitnya
guru yang bisa mengoperasikan komputer, sedikitnya
guru yang bisa internet termasuk yang memiliki email, facebook, blog, dan lain-lain. Jangankan
mengoperasikan komputer atau menggunakan aplikasi
internet. Saat ini masih banyak guru yang memiliki
HP yang cukup canggig dan banyak fitur-fiturnya
akan tetapi hanya masih bisa SMS dan menerima
telephon saja.
Kemampuan Guru dalam Menggunakan Bahasa
Inggris
Berdasarkan penemuan penelitian Dr. Idris HM Noor,
M. Ed. bahwa kemampuan bahasa Inggris guru RSBI
sebagian besar masih pada level novice (skor test of
English as a foreign language-TOEFL 10-250) yaitu
sekitar 50%, dan kepala sekolah sekitar 51 %.
Sebagian kecil (39,4%) guru bahasa Inggris RSBI
telah memenuhi syarat, yaitu pada level intermediate
(skor TOEFL 405-600).
Gambar 1. Sebaran skor kemampuan bahasa inggris
guru
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa sebaran skor
kemampuan bahasa Inggris di sekolah RSBI memang
lebih baik baik daripada di sekolah regular namun
keduanya masih menunjukan kurangnya kemampuan
bahasa inggris di sekolah menengah pertama.
PBICE-M
PBICE-M (Physics Bilingual Interactive and
Communicative
E-Media)
merupakan
media
pembelajaran Fisika berbasis TI yang dibuat oleh guru
pada setiap materi Fisika dimana media ini bukan
merupakan media satu arah namun siswa juga mampu
menguji konsep yang diterima dari materi melalui tes
maupun eksperimen sederhana pada media. Dalam
PBICE-M digunakan dalam dua bahasa yaitu Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. PBICE-M dibagi atas
beberapa
sesi,
yang
pertama
sesi
KONSEP/CONCEPT yang berisi materi yang
disampaikan secara
kontekstual dengan animasi
menarik yang diikuti pertanyaan – pertanyaan singkat
yang menguji penalaran dan pemahan konsep siswa
setelah menerima materi. Sesi selanjutnya adalah
PERCOBAAN/EXPERIMENT, dimana siswa dapat
mengerjakan eksperimen mandiri dengan tiga
tingkatan
yaitu
Mudah
(Easy),
Menengah
(Intermediate), dan sulit (Hard). Terdapat juga sesi
UJI KEMAMPUAN/TEST dimana siswa akan
menjawab pertanyaan – pertanyaan seputar materi dan
percobaan dengan jawaban yang disediakan dalam
beberapa model. Model pertama adalah bentuk pilihan
ganda (dengan persentase 30% dari seluruh jumlah
soal yang ada), lalu model animasi dimana jawaban
Pentingnya Kemampuan Menggunakan Bahasa
Inggris
Menurut Stephani D. Pamelasari (2011) kecakapan
Bahasa Inggris adalah prasyarat tak terelakan saat ini,
jika kita menguasai bahasa Inggris dengan baik kita
dapat dengan mudah dapat berkomunikasi dengan
masyarakat di dunia Internasional dan Bahasa Inggris
jugadapat digunakan sebagai akses unutk menambah
ilmu pengetahuan dalam bidang sains. Menurut Kim
(2007) salah satu cara membantu siswa untuk
memahami konteks sains adalah dengan menurunkan
hambatan bahasa dalam pembelajaran sains. Guru
sebagai mediator diharapkan dapat menciptakan
strategi untuk aktivitas pembelajaran yang mudah
dipahami dengan mengajarkan konten sains berbahasa
inggris. Siswa harus sering terlibat dalam bidang
sains, Ansrom, Lynch, and Dicerbo (1998)
menjelaskan bahwa dengan memberikan kesempatan
yang lebih besar pada siswa dalam menggunakan
bahasa sains maka mereka akan lebih cepat menyerap
konten sains tersebut.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
31
dapat diambil dengan memberikan perlakuan pada
tokoh animasi maupun segala hal yang ada dalam
animasi. Misalkan pada materi hukum Newton, dalam
suatu soal dimana menghasilkan posisi dalam nilai dan
jarak, jawaban yang biasanya berupa nilai dan jarak
dapat diganti dengan siswa secara langsung
menempatkan benda pada posisi yang seharusnya
(jarak yang sesuai).
Contoh :
Jawaban Konvensional
a.) 15 m
b.) 30m
c.) 45 m
d.) 60 m
Jawaban dalam PBICEobjek yang akan
130 120 110 100
90 80
70 60 50
40
30
posisi
( t )
Gambar 2. Contoh jawaban dalam bentuk PBICE-M
Dalam perkembangannya pada jawaban dalam
PBICE-M objek yang diletakkan bisa berupa animasi
burung, serangga, atau objek menarik lainnya. Dan
garis hitam dan merah yang menunjukan posisi juga
bisa diganti dengan objek lingkungan seperti
pepohoan, bebatuan, sungai maupun lingkungan yang
lebih kompleks lagi.
Perangkat yang dibutuhkan beragam dimulai dari
Hardware yang meliputi media visualisasi seperti
LCD Projector, Screen, Komputer Desktop, Notebook
dan Laptop maupun piranti lunak (Software) media
yang beragam seperti :
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
32
Tabel 1. Software umum yang dapat digunakan dalam PBICE-M
No
1.
Nama
Macromedia
Flash dan
Macromedia
Flash MX
Alamat Unduh
www.adobe.com
2.
Adobe Flash
www.adobe.com
3.
Shockwave
Player
www.adobe.com
4.
Incomedia
Website X-5
www.stagecoachx5.com
5.
Lecture
Maker
http://www.lecturemaker.com
6.
I-Spring
http://www.ispringsolutions.com/
7.
CrossWord
http://www.solrobots.com/
8.
Eclipse
Crossword
http://www.eclipsecrossword.com/
9.
Crocodile
Physics
6.0.5
http://www.crocodile-clips.com/
10.
Wonder
Share Quiz
Creator
Cisco
Packet
Tracer
Phet
http://www.sameshow.com/
11.
12.
Keterangan
Macromedia Flash adalah software yang digunakan oleh
para desainer dan pengembang untuk membuat
presentasi, aplikasi, dan konten lain yang memiliki
interaksi dengan pengguna. Proyek flash meliputi
animasi sederhana, konten video, presentasi yang
kompleks, dan kombinasi semua itu.
Adobe Flash Player merupakan suatu software yang satu
paket dengan Macromedia Flash. Adobe Flash Player ini
berfungsi untuk memainkan hasil presentasi atau animasi
yang telah dibuat dari Macromedia Flash.
Adobe Shockwave hampir sama dengan Adobe Flash
Player, karena merupakan plugin bagi browser, tapi
perbedaannya kalau shockwave menjalanakan game atau
video yang memerlukan kemampuan VGA, jadi
membutuhkan DirectX tentunya, seperti DirectX 9.
Secara sederhana shockwave flash player adalah plugin
browser untuk menampilkan content website interaktif
yg dibuat dengan Adobe Director.
WebSite X5 Evolution adalah sebuah software yang
memungkinkan untuk membuat, mengkonfigurasi dan
mempublikasikan website hanya dalam beberapa
langkah sederhana. User interface dari program ini
adalah bersih dan sederhana.
Aplikasi Lecture Maker merupakan aplikasi pembuat
media presentasi, sama halnya dengan aplikasi
powerpoint. Aplikasi ini menyediakan fasilitas dalam
membuat presentasi dengan singkat. Salah satu
kelebihan aplikasi ini bisa dijadikan sebagai bentuk
aplikasi untuk cd interaktif, menyediakan fasilitas soal
seperti multiple choice dan essey.
I-Spring Free adalah software yang dapat digunakan
untuk merubah file Powerpoint ke dalam bentuk Flash
Movie. I-Spring membuat soalah-olah persentasi yang
kita buat,dibuat menggunakan flash.
Dengan software ini kita dapat membuat teka teki silang
berbentuk flash interaktif.
Dengan software ini kita dapat membuat teka teki silang
berbentuk flash interaktif (gratis tidak perlu
crack/keygen).
Ini merupakan software simulasi fisika yang sangat
menarik. Banyak sekali jenis simulasi pada software ini.
Mulai dari mekanika, gelombang, optik, sampai
elektronika. Banyak contoh-contoh percobaan yang
sangat fundamental dalam konsep fisika.
Software ini dapat digunakan untuk membuat kuis yang
menarik, interaktif dan praktis.
http://www.packettracer.info
Cisco Packet Tracer merupakan aplikasi yang digunakan
untuk mensimulasikan jaringan komputer.
http://phet.colorado.edu/
Phet merupakan software simulasi interaktif yang
berbasis research dan berlisensi gratis (free software).
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
33
2. Memberikan solusi atas ketidaksiapan guru dalam
menghadapi sistem E-Learning dan pemanfaatan
media berbasis TI.
3. Menghindari plagiasi media E-Learning, bahkan
melaui PBICE-M yang dibuat secara mandiri ini
guru dapat dengan leluasa membuat media dengan
batasan-batasan yang diinginkan baik dari batasan
spesifik materi yang ingin disampaikan, percobaan
yang ingin dilakukan hingga ujian dengan inovasi
yang lebih sesuai dengan ciri khas masing-masing
guru ataupun karakteristik dominan dari suatu
kelas.
E-Progress mampu mendapatkan hasil yang optimal
apabila melibatkan kerjasama dengan Lembaga
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), Forum
Guru, dan mahasiswa baik yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan ataupun non-pendidikan. Kerjasama
dengan LPTK dapat menggunakan format Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Bahan ajar yang telah dibuat menggunakan aplikasi
diatas dapat dengan mudah didistribusikan ke siswa
melalui media storage Flashdisk. Sambungan nirkabel
WI-FI, internet, maupun koneksi LAN. Adapun tujuan
dari PBICE-M adalah:
1. Mempermudah penyampaian materi dengan konsep
yang disampaikan secara menyenangkan, unik dan
beragam.
2. Siswa secara mandiri dapat melakukan percobaan
dan uji coba dengan beberapa tingkatan sehigga
siswa merasa tertantang untuk melanjutkan
tes/percobaan
selanjutnya
setelah
selesai
menyelesaikan tingkat yang mudah, hal ini
diharapkan mampu membangkitkan motivasi
belajar siswa.
3. Menghilangkan mindset siswa bahwa ujian itu
selalu hal yang menakutkan dan tidak
menyenangkan.
4. Langkah awal dalam menjawab tantangan global
dengan membiasakan siswa dalam belajar bahasa
inggris khususnya pada mata pelajaran fisika
dimulai dari pengenalan istilah fisika dalam bahasa
inggris, memahami materi dalam bahasa inggris,
hingga melakukan eksperimen dan ujian dengan
pengantar bahasa inggris.
E-Week
E-Week merupakan kegiatan yang dilakukan pada
sekolah menengah selama satu minggu dimana seluruh
kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
PBICE-M oleh guru kepada siswa. Pertama – tama
bahan ajar yang telah dibuat oleh guru secara mandiri
didistribusikan kepada siswa melalui media storage
Flashdisk, sambungan nirkabel WI-FI, internet,
maupun koneksi LAN. Guru dapat menyampaikan
materi secara langsung yang diikuti dengan eksperimen
mandiri oleh siswa ataupun guru hanya memberikan
arahan dan pengawasan, sehingga siswa berperan aktif
sepenuhnya. Tujuan diadakannya E-Week antara lain :
1. Usaha nyata dalam mengoptimalkan E-Learning
dan pemanfaatan media berbasis TI di lingkungan
sekolah.
2. Meningkatkan kreatifitas siswa karena siswa
berperan aktif dalam pembelajaran, serta siswa juga
dapat selalu mencoba hal – hal baru dalam media
yang beragam (dengan syarat guru secara mandiri
aktif dalam pembuatan PBICE-M).
E-Progress
E-Progress merupakan usaha pengenalan dan pelatihan
PBICE-M kepada guru sekolah menengah baik SMP
maupun SMA. Kegiatan ini dilakukan dalam tiga
tahap.
Tahap Pertama berupa sosialisasi PBICE-M kepada
guru. Guru diperkenalkan akan apa itu PBICE-M,
tujuan dan manfaat PBICE-M, Interface PBICE-M,
serta tentu saja bagaimana pelaksanaan pelatihan EProgress secara menyeluruh.
Tahap kedua berupa pelatihan kepada guru dimana
guru dilatih untuk mampu menggunakan PBICE-M
serta membuat PBICE-M secara mandiri. Pada tahap
ini pertama-tama dilakukan pembekalan kepada guru
berupa pelatihan penggunaan perangkat elektronik
dimulai dari komputer, LCD, cara pemasangan dan
pemakaian perangkat wireless serta pengenalan
beberapa software yang terkait. Lalu guru dilatih
menggunakan PBICE-M yang sudah dibuat, yang
diikuti dengan pelatihan pembuatan PBICE-M yang
lebih menekankan kepada kreatifitas guru yang
disesuaikan dengan cara mengajar masing-masing.
Tahap terakhir adalah uji kemampuan guru dalam
membuat PBICE-M secara mandiri dan berbeda satu
dengan yang lainnya. Tahap terakhir ini dapat
dilakukan secara mandiri oleh guru dengan waktu 1
bulan secara terpisah. Sehingga guru tetap dapat
merancang PBICE-M masing-masing tanpa harus
meninggalkan kewajiban mengajar di sekolah.
Adapun tujuan dari E-Progress adalah :
1. Memperkenalkan kepada guru bahkan melatih guru
dalam pembelajaran aktif E-Learning sebagai salah
satu teknologi dalam bidang pendidikan.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Optimalisasi penggunaan media berbasis teknologi
saat ini terkendala justru dikarenakan oleh pihak
pengajar yang kurang siap dalam menghadapi ELearning.
2. PBICE-M, E-Progress, dan E-Week merupakan
program yang dilakukan secara berkesinambungan
dimana PBICE-M hadir sebagai inovasi media, EProgress hadir sebagai langkah mengoptimalkan
PBICE-M pada guru, dan E-Week hadir sebagai
langkah nyata dalam optimalisasi penggunaan
media berbasis TI di sekolah.
3. PBICE-M dilakukan secara bertahap dan kontinyu.
PBICE-M, E-Progress, dan E-Week diharapkan
mampu memudahkan penyampaian konsep secara
34
menarik, meningkatkan kreatifitas siswa, menuntut
peranan aktif guru dalam optimalisasi media
pembelajaran berbasis TI dan mampu memberikan
solusi bagi siswa dalam usaha mempermudah
pembelajaran bahasa inggris khususnya dalam bidang
studi Fisika.
pengertian-wirausaha/#ixzz1 uPlnu Nox, diakses
tanggal 9 Mei 2012.
[10] W. Indah, Kelebihan dan Kelemahan Dari ELearning,
2008.
Website:
http://wwwelearningtp0406.blogspot.com/2008/05/kelebihandan-kelemahan-dari-e-learning.html,
diakses
tanggal 20 Juni 2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membatu
dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:
1. Bapak Supeno, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Program
Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas jember;
2. Ibu Dra. Sri Astutik, M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran
serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan
pengarahan demi terselesainya penulisan makalah ini;
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam penyelesaian makalah ini.
PUSTAKA
[1] Admin, Pengertian Media Pembelajaran, 2012.
Website: http://belajarpsikologi.com/pengertianmedia-pembelajaran/, diakses tanggal 10 Mei
2012.
[2] Anna,
Komunikatif,
2008.
Website:
http://www.inspiratio.web.id/?p=43, diakses 9
Mei 2012
[3] Anonim, Pengertian E-Learning, 2008. Website:
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?optio
n=com_content&task=view&id=13&Itemid=39,
diakses tanggal 20 Juni 2012.
[4] Anonim, Pengertian Media Pembelajaran, 2012.
Website: belajarpsikologi.com, diakses tanggal 10
Mei 2012.
[5] H. Rudi, Kurangnya Kemampuan Guru dalam
Menggunakan
ICT,
2010.
Website:
http://sdnkalipang01.multiply.com/journal/item/2
4/KURANGNYA_KEMAMPUAN_GURU_DA
LAM_MENGGUNAKAN_ICT?&show_interstiti
al=1&u=%2Fjournal%2Fitem, diakses tanggal 20
Juni 2012.
[6] Kurniawan, Billingual Teaching, 2011. Website:
http://karuniakurniawan.blogspot.com/2011/03/bilingualteaching.html, diakses tanggal 10 Mei 2012.
[7] Noor. Idris H.M, Studi Evaluasi Penyelenggaraan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Website:
http://sippendidikan.org/media.php?page=detailka
rya&id=51, diakses tanggal 20 Juni 2012.
[8] Program Studi Pendidikan IPA S1 FMIPA Unnes,
Prosiding Seminar Nasional, CV. Swadaya
Manunggal, Semarang, April 2011.
[9] Tama. Angki A, Pengertian Wirausaha, 2011.
Website:
http://id.shvoong.com/businessmanagement/human-resources/2123598-
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
35
PEMANFAATAN “NERACA AJAIB” GUNA MENJELASKAN KONSEP BENDA SEIMBANG PADA
SISWA KELAS X SEMESTER 1 SMA MUHAMMADIYAH 1 GOMBONG TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
Eko Setyadi Kurniawan
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo
Jalan KHA.Dahlan 3 Purworejo, Jawa Tengah 54111
e-mail : [email protected]
Intisari - Mengukur massa menggunakan neraca atau timbangan merupakan kegiatan yang dianggap mudah oleh
siswa, namun tidak semua siswa memahami dengan baik konsep benda seimbang, hal ini nampak dari hasil
penelitian yang telah dilakukan guna mengetahui konsepsi siswa tentang benda seimbang menggunakan alat peraga
sederhana “Neraca Ajaib”. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah keseluruan siswa kelas X di SMA
Muhammadiyah 1 Gombong yang berjumlah 98 siswa yang dibagi menjadi kelompok-kelompok setiap kelasnya.
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap siswa yang melakukan
percobaan menggunakan “Neraca Ajaib” tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sejumlah 35 siswa atau
35 % siswa tidak menyebutkan dengan benar konsep benda seimbang, hal tersebut nampak pada jawaban yang
diberikan siswa ketika percobaan berlangsung. Untuk mengatasi hal tersebut peran guru di kelas sangat penting
dalam memberikan pengarahan dan penanaman konsep benda seimbang sejak dini secara benar agar kelak ketika
mengikuti pembelajaran untuk materi kesetimbangan benda tegar tidak terjadi kesalahan yang serupa.
Kata kunci : Neraca Ajaib, benda seimbang
sebagai alat peraga yang diharapkan proses
pembelajaran akan lebih bermakna dan mengena.
R.Hady Wahono (2010) telah melakukan suatu kajian
tentang pemanfaatan botol air minum bekas sebagai
alat peraga gaya sentripetal, sementara itu Z.Muna,
dkk (2009) telah mengkaji tentang proses pengajaran
pokok bahasan pesawat sederhana dengan metode
eksperimen. Sementara R.Hady Wahono (2011) telah
meneliti tentang pemanfaatan cobek dan munthu
dalam meningkatkan pemahaman gaya gesek melalui
demonstrasi membuat sambal; hal ini dapat dijadikan
suatu contoh pemanfaatan barang-barang limbah yang
sejatinya tidak terpakai lagi namun dapat
dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hal tersebut, kami tertarik untuk
merancang suatu media pembelajaran Fisika berupa
alat peraga sederhana pada topik benda seimbang
dengan memanfaatkan kayu – kayu limbah yang
dirancang sedemikian rupa sehingga diberi nama
Neraca Ajaib, dengan peraga tersebut kami
manfaatkan dalam pembelajaran Fisika di kelas X
Sekolah Menengah Atas.
I. PENDAHULUAN
Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru Fisika guna
membelajarkan materi Fisika di tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) agar materi yang diajarkan
mudah dimengerti oleh siswa, hal ini dilakukan
semata-mata agar siswa menguasai dam memahami
secara benar materi yang diajarkan sesuai dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
hendak dicapai. Untuk itulah dibuat suatu rekayasa/
skenario dalam pembelajaran, dan alat bantu mengajar
guna tercapainya tujuan tersebut. Sebagai seorang
guru tentu tidak kesulitan dalam mengajarkan suatu
pokok bahasan namun bagi siswa yang memiliki
karakteristik dan kemampuan akademik yang berbeda
akan menjadi kendala tersendiri, hal ini dimungkinkan
jika guru mengajarkan Fisika secara monoton dan
menggunakan metode mengajar yang tidak bervariasi.
Penting artinya juga bagi seorang Guru/ calon Guru
untuk menguasai bahan ajar, seperti yang ditulis oleh
Kurniawan E.S., (2011) tentang problematika
penguasaan bahan ajar Fisika SMA pada mahasiswa
Fisika yang ternyata kurang memahami dengan baik
materi Fisika kelas X; guna mengatasi hal tersebut
perlu adanya inovasi seorang guru atau calon guru
agar pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan menantang sehingga siswa mau
dan mampu memecahkan berbagai persoalan dalam
fisika terutama di tingkat SMA melalui alat bantu
mengajar.
Telah banyak dikembangkan alat bantu mengajar
berbasis komputer, namun terkadang masih dirasa
perlu untuk memanfaatkan alat bantu dalam
pembelajaran fisika berupa peraga sederhana.
Keterbatasan anggaran, kurangnya daya dukung, dan
fasilitas terkadang menjadi kendala utama bagi guru
untuk membelajarkan fisika dengan media; namun
meskipun dengan alat seadanya yang ada
dilingkungan sekitar rumah dapat pula digunakan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
A. Benda Seimbang
Benda disekitar kita memiliki beberapa gaya yang
bekerja padanya meskipun dalam kedaan rehat (diam).
Sebuah benda yang diam di atas meja misalnya
memiliki dua buah gaya yaitu gaya normal dan gaya
gravitasi, yang mengakibatkan gaya total bernilai nol.,
karena gaya yang diberikan ke atas harus sama dengan
gaya yang diberikan gravitasi yang bekerja ke bawah.
Benda dalam keadaan seperti ini disebut keadaan
setimbang (equilibrium) (Dauglas C.Giancolli:1998).
Agar sebuah benda diam, maka jumlah gaya dan torsi
yang bekerja padanya haruslah bernilai nol, sehingga
syarat kesetimbangan dapat dituliskan
36
F = 0 dan
=0
(1)
B. Neraca Ajaib
Mengukur massa dengan nerca (timbangan)
merupakan hal yang sangat lumrah dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari dan dianggap suatu pekerjaan
yang mudah. Hal ini disebabkan karena neraca yang
digunakan adalah neraca berskala atau dengan massa
standar yang telah ditentukan, sehingga jika indikator
penunjuk keseimbangan sudah sejajar maka benda
tersebut dikatakan seimbang. Meskipun konsep ini
telah terpatri dan di mengerti dalam benak siswa,
namun bagi sebagian siswa yang lulus SMP dan baru
masuk di kelas X SMA penguatan konsep tetap perlu
dilakukan, terutama pada waktu proses pembelajaran
besaran, satuan, dan alat ukur.
Konsep benda seimbang sejatinya sudah dipelajari di
tingkat SMP dalam pembahasan pesawat sederhana
yaitu mainan jungkat-jungkit, dimana posisi siswa
menentukan keseimbangan. Atas dasar pemikiran
itulah, peneliti bersama dengan rekan tertarik untuk
meneliti sejauhmana konsepsi siswa baru di SMA
Muhammadiyah 1 Gombong tentang benda seimbang.
Untuk itulah telah dirancang suatu peraga sederhana
yang diberi nama Neraca Ajaib, seperti disajikan pada
gambar 1, dinamakan demikian agar siswa tertarik dan
memiliki keseriusan dalam proses pembelajarannya.
Gambar 2. Percobaan dengan Neraca Ajaib
Pada gambar 2 disajikan suasana saat proses
pembelajaran dengan neraca ajaib, dimana setiap kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok dengan setiap
kelompok terdiri 3 siswa.
Data diambil dari hasil percobaan secara langsung
pada proses pembelajaran menggunakan neraca ajaib
ini, dan pada awal percobaan diberikan pertanyaan
yang disampaikan guru mengenai variasi posisi beban,
kemudian siswa diminta menebak/ menjawab
pertanyaan apakah seimbang ataukah tidak. Posisi
benda divariasikan seperti disajikan pada gambar 3.
D
F
A B C
H I
E
G
(a)
D
F
A B C
H I J
E
G
(b)
Gambar 1. Neraca Ajaib
Gambar 3. (a). Posisi seimbang, (b) Tidak seimbang
Dari uji sementara alat peraga yang dilakukan oleh
peneliti, posisi seimbang akan diperoleh jika beban
diletakkan pada posisi A-J, B-I, C-H, D-G, E-F, dan
D-G. Adapun variasi posisi beban yang digunakan
sebagai lembar kerja pengamatan, disajikan dalam
tabel 1.
III. BAHAN DAN METODE
Neraca ini terbuat dari kayu limbah yang dirancang
sedemikian rupa sehingga membentuk persegi panjang
dengan dua lengan di samping kanan dan samping
kiri. Guna menyangganya digunakan penyangga
dengan kayu serupa dan diberi landasan. Dimensi alat
peraga ini panjang 30 cm dan lebar 20 cm. Jarak
antara satu titik beban dengan beban lain 5 cm.
Sementara itu untuk mengikat satu kayu dengan kayu
lainnya digunakan baut dan mur kecil ukuran 4 atau 6
dengan pemasangan tidak terlalu kencang sehingga
hubungan antar kayu masih longgar dan dapat
bergerak dengan bebas. Beban yang digunakan adalah
massa standar dari Laboratorium Fisika yang berbobot
50 gram. Maksud dan tujuan utama dari perancangan
peraga sederhana ini adalah sebagai upaya guna
mengetahui konsepsi awal siswa tentang apakah benda
akan seimbang jika terdapat perbedaan panjang lengan
meskipun massanya sama.
Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1
Gombong pada tahun pelajaran 2010/2011 untuk kelas
X (sepuluh) yang berjumlah 98 siswa terbagi menjadi
5 kelas dan dalam pelaksanaan kegiatan ini dalam
setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
J
Tabel 1. Variasi Letak/Posisi Beban
Keterangan (√)
Posisi
N Kelompo Massa
Sei Kana Ki
Beba
o k Siswa
Beban
mba
n
ri
n
ng
A-H
B-I
C-J
1
1
50
A-F
C-F
B-G
dst...
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Neraca atau timbangan baik neraca pegas atau neraca
O’houss yang sudah terkalibrasi dengan baik tentu
37
seimbang sekitar 30% dengan alasan massanya sama,
tanpa memperhatikan perbedaan panjang lengan. Pada
posisi B-I, 70% atau 69 siswa menjawab dengan benar
dengan alasan beban massanya sama dan letak titik
beban juga sama yaitu ditengah-tengah, namun
demikian masih terdapat 30% atau 29 siswa yang
menjawab ke kanan. Untuk posisi C-J persentase
kesalahan siswa menjawab sebesar 43% atau 42 siswa,
karena jawaban yang benar adalah ke kiri. Pada posisi
A-F hampir keseluruhan siswa dapat menjawab
dengan benar sebanyak 89 siswa atau sebesar 98% dan
yang keliru menjawab akan miring ke kanan sebesar
9% atau 9 siswa saja. Sementara itu pada posisi beban
C-F persentase siswa menjawab keliru sebesar 56%
atau sekitar 55 siswa, hal ini disebabkan siswa
mengalami kebimbangan dalam menjawab apakah
benda seimbang atau akan condong/ miring ke kanan.
Dan untuk posisi B-G siswa cenderung menjawab ke
kiri sebesar 69% atau 68 sementara yang menjawab
seimbang dan ke kanan sebesar 31% atau 30 siswa.
Secara keseluruhan siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami konsep benda seimbang
menggunakan peraga neraca ajaib ini rata-rata sebesar
35% dari total keseluruhan siswa yang melakukan
pengamatan dan sisanya sebesar 65% dianggap cukup
memahami konsep benda seimbang meskipun perlu
pendampingan dan penjelasan lebih lanjut.
akan menghasilkan suatu besaran hasil ukur yang
mendekati nilai sebenarnya. Namun dalam
pembelajaran di kelas, mengukur massa dengan neraca
O’houss 3 lengan atau 4 lengan yang menghasilkan
suatu besaran terukur dirasa kurang merangsang siswa
untuk memahami konsep benda seimbang, karena
yang diamati siswa hanya nilai dari massa dan
bagaimana menyeimbangkan antara benda (yang
ditimbang) dengan skala/ garis seimbang pada neraca
tersebut.
Telah dirancang suatu peraga sederhana dari bahan
sederhana guna mengetahui konsepsi awal siswa baru
yang masuk ke SMA Muhammadiyah 1 Gombong
mengenai konsep benda seimbang berupa Neraca
Ajaib. Dari hasil uji yang dilakukan peneliti diperoleh
gambaran bahwa siswa hanya memperhatikan nilai
massa saja tanpa memperhatikan panjang lengan dari
alat tersebut, jadi jika massanya sama dianggap
beratnya juga sama, dan lengan neraca akan seimbang,
namun ternyata tidak demikian seperti halnya
disajikan pada gambar 3(b).
Hasil pengamatan selama percobaan yang dilakukan
oleh siswa berdasarkan kelompok diperoleh hasil
sebagaimana disajikan pada tabel 2.
Jumlah Siswa
Tabel 2. Hasil Rekap Pengamatan Penggunaan
Neraca Ajaib
Persentase siswa menjawab
Posisi
Tidak
Beban Seimbang Kanan
Kiri
menjawab
A-H
30%
60%
0%
10%
B-I
70%
30%
0%
0%
C-J
33%
10%
57%
0%
A-F
0%
9%
91%
0%
C-F
18%
28%
43%
10%
B-G
31%
10%
69%
0%
100
80
60
40
20
0
V. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa sebagian siswa yang pernah belajar
dan diajar mengenai konsep benda seimbang di SMP
ternyata belum memahami dengan benar tentang
benda seimbang, baik karena alasan lupa, atau tidak
tahu. Menurut konsepsi awal mereka benda seimbang
adalah benda yang massanya sama, tanpa
memperhatikan panjang lengan. Dengan demikian
meskipun sangat sederhana dan terbuat dari bahan
limbah kayu, namun peraga Neraca Ajaib ini dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif alat bantu
pembelajaran di kelas pada pokok bahasan besaran
dan satuan, alat ukur, maupun kesetimbangan benda
tegar di kelas XI.
Namun demikian, peraga Neraca Ajaib ini
memerlukan pengembangan lebih lanjut, utamanya
adalah ketiadaan skala. Selain itu, faktor gesekan
antara kayu-kayunya cukup mempengaruhi proses
keseimbangan, sehingga dalam pembuatannya perlu
diperhatikan tingkat kehalusan pada permukaannya,
dan pada pemasangan perlu diperhatikan tingkat
kekencangan
baut
pengikatnya
sehingga
meminimalisasikan gesekan antar kayu tersebut.
Grafik Penguasaan Konsep Benda Seimbang
A‐H
B‐I
C‐J
A‐F
C‐F
B‐G
Posisi Benda
Gambar 4. Grafik Penguasaan Konsep Benda
Seimbang
Dari tabel 2 dan gambar 4 nampak bahwa pada diri
siswa masih keliru dalam memahami konsep benda
seimbang, pada posisi beban A-H jawaban yang
seharusnya adalah ke kanan dan pada tabel rekap
tersebut terdapat 60% atau 59 siswa menjawab dengan
benar, namun 40% atau sekitar 39 siswa yang tidak
menjawab dan keliru dengan alasan tidak tahu dan
belum paham karena percobaan pertama kali
dilakukan pada titik tersebut, dan yang menjawab
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Slamet,M.Pd.Si. selaku guru
Fisika di SMA Muhammadiyah 1 Gombong yang
telah merancang dan memperkenankan Neraca Ajaib
ini diuji, diteliti, dan disajikan dalam bentuk makalah.
38
PUSTAKA
Prosiding seminar:
[1] Demaryanti Langtang, Wahyu Hari Kristiyanto,
Pengembangan Alat Peraga Sederhana Sebagai
Media Pembelajaran Kontekstual Topik Alarm
Banjir dan Ujicoba Keberhasilannya, Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains,
vol. 1 No. 1, Salatiga, Juni 2010,441.
[2] Eko
Setyadi
Kurniawan,Problematika
Penguasaan Bahan Ajar Fisika SMA Kelas X
Pada Mahasiswa Pendidikan Fisika. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan
Penerapan MIPA. ISBN: 978-979-99314-5-0.
Yogyakarta,14 Mei 2011: PF-109
[3] R. Hady Wahono. Pemanfaatan Cobek Dan
Muthu Dalam Meningkatkan Pemahaman Gaya
Gesek Melalui Demonstrasi Membuat Sambal.
Prosiding
Seminar
Nasional
Penelitian,
Pendidikan, dan Penerapan MIPA. ISBN: 978979-99314-5-0. Yogyakarta,14 Mei 2011: PF-75
[4] R. Hady Wahono. Pemanfaatan Botol Air
Minum Bekas Sebagai Alat Peraga Gaya
Sentripetal. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Pendidikan Sains. ISSN: 2087-782X.
Purworejo,November 2010: 139
Jurnal:
[5] Z.Muna, M. Sukisno, A. Yulianto. Pengajaran
Pokok Bahasan Pesawat Sederhana Dengan
Metode Eksperimen Pada Siswa Sekolah
Dasar,Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
Volume 5 Nomor 1. Semarang: Januari 2009.
ISSN: 1693-1246. Hal.8-13
Buku:
[6] Dauglas C. Giancolli. Fisika. Edisi Kelima Jilid
1. Jakarta: Erlangga
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
39
PEMBELAJARAN PBDM (PHYSICS BASED ON DISASTER MANAGEMENT) SEBAGAI UPAYA
INOVATIF-SOLUTIF DALAM MENUMBUHKAN SOFT POWER SECARA DINI TERHADAP
KESADARAN PREVENTIF DAN RESPONSIF KEBENCANAAN
Agusta Danang Wijaya, Fitria Rahmawati, Achmad Ridwan, Mohammad Abdul Azis dan
Hawin Marlistya Priswayani
Universitas Jember
Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto Jember Jawa Timur 68121 Indonesia
[email protected]
Intisari – Bencana alam telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan di sekitar. pembelajaran
fisika dapat diimplementasikan di kelas dengan berbasis manajemen bencana. Berdasarkan data BPS Kabupaten
Jember, bencana yang terjadi 2 Januari 2006 yang telah melanda kecamatan Panti, Jember-Jawa Timur tahun
terutama desa Kemiri, desa Suci dan desa Serut mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1900
orang mengungsi dan 36 rumah hanyut, 2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140 ha sawah rusak. Hal ini
mengindikasikan bahwa kabupaten Jember adalah kawasan rawan bencana. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji efektivitas pembelajaran PBDM dalam pembelajaran fisika di SMA dan mengetahui respon siswa
terhadap pembelajatan PBDM pada pembelajaran fisika di SMA. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Diponegoro Panti Jember pada semester genap pada pokok bahasan Fluida.
Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA. Desain penelitian adalah menggunakan desain control group pretest post-test. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data diri
siswa, observasi untuk mendapatkan data aktivitas pembelajaran di kelas, tes untuk memperoleh nilai hasil belajar,
dan angket untuk mengetahui respon siswa. Pada analisis penelitian PBDM ini menggunakan analisis uji beda
menggunakan Paried Sample T-Test dan hasil angket. Berdasarkan hasil uji menggunkan Paried Sample T-Test
didapatkan hasil bahwa t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) adalah 2.04 sehingga Ho ditolak. Jadi perbedaan hasil
belajar sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM adalah signifikan. Berdasarkan angket yang diberikan kepada
siswa yang terbagi menjadi dua kategori yakni angket preventif dan responsif siswa terhadap masalah kebencanaan
didapatkan hasil yang baik terhadap permasalahan kebencanaan. Data angket preventif menunjukan bahwa lebih
dari 70% siswa memiliki kesadaran preventif kebencanaan, hal ini ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa
lebih sadar terhadap sampah, rata-rata siswa menjawab membersihkan sampah, dan membuangnya ke tempat
sampah. Sedangkan pada angket responsif, rata-rata siswa memiliki respon yang baik jika terjadi bencana, peduli
terhadap manajemen bencana.
Kata kunci: Manajemen bencana, Pembelajaran fisika, PBDM (Physic Based Disaster Management), Efektivitas
Pembelajaran, Respon siswa
Abstract – Natural disaster has given enough impact to surroundings. Physics instructional can be implementeted
in the class that based on disaster management. Based on BPS data of Jember regency, disaster happened on 2nd
January 2006 has attacked Panti subdistrict, Jember-East Java moreover in Kemiri, Suci, and Serut caused 76
people died, 15 people were gone, 1900 people fleed and 36 houses washed away, 2.400 was broken, 6 bridges was
broken and 140 ha field was broken. It indicates that Jember is sensitive with disaster. The objectives of this
research are to know effectiveness of instructional of PBDM on physics instructional in senior high school and to
know response of student with PBDM on physics instructional in senior high school. This research is quasi
experiment. This research is done in SMA Diponegoro Panti Jember on even semester with chapter about Fluid.
Sample in this is class XI IPA. Design of research is use design of control group pre-test post-test. Data of research
are gotten with documentation method for getting the data of student, observation for getting the activities of student
in the class, test for getting the result of study, and questionnaire for getting the response of student. For analyzing
the research of PBDM uses analyze of different test uses sample T-Test and the result of questionnaire. Based on
analyze of different test uses sample T-Test gotten that t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) is 2.04 so that Ho is refused.
So the the difference result of before and after PBDM is significant. Based on questionnaire that given to the student
divided into two categories preventive and responsive of student with the problem of disaster gotten good result
about the problem of disaster. The questionnaire of preventive shows that more than 70% student has the awareness
of preventive in disaster,it is shown with the the almost answer of student, student aware with rubbish, the student
cleans rubbish, and student throws it to the recycle. Whereas in questionnaire of responsive, almost student
hasgood responseif the disaster happened, care about disaster management.
Key words: Disaster management, Physics instructional, PBDM (Physic Based Disaster Management),
Effectiveness of instructional, Response of student
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
40
Oleh karena itu agar bencana tidak menimbulkan
banyak korban lagi maka dibutuhkan manajemen yang
baik yang termanifestasikan dalam pembelajaran
fisika. Hal ini dikarenakan pembelajaran fisika sangat
relevan jika dikorelasikan dengan fenomena
kebencanaan. Untuk itu dilakukan penelitian yang
berjudul “Pembelajaran PBDM (Physics Based on
Disaster Managemnent) sebagai Upaya InovatifSolutif dalam Menumbuhkan Soft Power Secara
Dini Terhadap Kesadaran Preventif dan Responsif
Kebencanaan”.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makalah dipersiapkan dalam bentuk softcopy dengan
format ukuran kertas A4. Batas tepi: atas = 2 cm,
bawah = 2,26 cm, sisi = 1,5 cm. Lebar kolom pada A4
adalah 8,6 cm. Jarak antara dua kolom adalah 0,8 cm.
Ukuran paragraf menjorok adalah 0,35 cm.
Tipe Ukuran dan Jenis huruf: ikuti ukuran yang telah
dicantumkan dalam Tabel I. Untuk diperhatikan pada
jenis ukuran, 1 point adalah sekitar 0,35 mm. Ukuran
huruf “j” kecil merupakan ukuran acuan. Jenis huruf
lebih disarankan menggunakan Times New Roman.
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang
mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia
(Wikipedia, 2011), dimana dampak yang diakibatkan
oleh bencana seperti bidang ekonomi, sosial dan juga
lingkungan sekitar dapat berpengaruh terhadap
aktivitas sosial masyarakat. Kerusakan infrastruktur
dapat berpengaruh terhadap perekonomian dan juga
lingkungan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Jika
ditinjau dari sudut geografi maka pasti terdapat banyak
lempeng (plate) di kepulauan negeri ini, sehingga
sesuai dengan hukum alam maka gerakan lempeng
akan terus terjadi sehingga kejadian alam seperti
bencana alam tak mungkin bisa terhindarkan.
Ilmu fisika merupakan ilmu fundamental, artinya ilmu
fisika menjadi dasar bagi pemahaman terhadap
fenomena yang terdapat di alam semesta. Proses
seluruh kejadian mulai dari makrokosmos sampai pada
skala mikrokosmos mampu dijelaskan secara terperinci
dengan ilmu fisika. Fenomena alam pun yang
merupakan bencana alam seperti gempa bumi,
gelombang tsunami, tanah longsor mampu dijelaskan
dengan ilmu fisika. Sehingga pembelajaran fisika di
sekolah merupakan sesuatu yang harus selalu
diinovasikan agar menjadi lebih menyenangkan dan
korelasinya dengan hal-hal kebencanaan lebih nyata.
Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di
Jawa Timur yang rawan bencana. Bencana banjir
bandang dan longsor telah melanda kecamatan Panti,
Jember-Jawa Timur tahun 2006 terutama desa Kemiri,
desa Suci dan desa Serut. Desa Kemiri dan Suci
merupakan area terparah yang terlanda bencana
sementara desa Serut hanya sebagian kecil namun desa
ini merupakan tempat mengungsi masyarakat dari desa
Suci dan Kemiri. Berdasarkan data BPS Kabupaten
Jember, bencana yang terjadi 2 Januari 2006
mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang
hilang, 1900 orang mengungsi dan 36 rumah hanyut,
2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140 ha
sawah rusak (Bapemas, 2007). Hal ini membuktikan
bahwa kesadaran preventif dan responsif masyarakat
tersebut kurang disebabkan manajemen bencana
(management disaster) yang belum termanifestasikan
dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dimana bencana-bencana
alam selalu menghantam bangsa ini maka akan lebih
baik
jika
manajemen
bencana
mampu
diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas,
maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran PBMD
dalam pembelajaran fisika di SMA?
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran
PBMD dalam pembelajaran fisika di SMA?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas¸ maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji efektivitas pembelajaran PBMD dalam
pembelajaran fisika di SMA.
2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajatan
PBMD pada pembelajaran fisika di SMA.
II. LANDASAN TEORI
Manajemen Dan Mitigasi Bencana
Secara morfologi, kecamatan Panti merupakan daerah
perbukitan sebelah selatan-tenggara gunung Argopuro
dengan ketinggian melandai dari 50 m sampai 500 m di
atas permukaan laut, dengan tatanan stratigrafi breksi
Argopuro (Qvab) dan endapan kipas Argopuro (Qaf)
(Sapei, 1992). Priyantari dan Supeno (2008) berhasil
menginventarisir posisi titik longsor daerah bencana,
pemukiman, dan sungai sehingga dapat digunakan
untuk melihat pola dan kecenderungan kelongsoran
dan bencana banjir yang terjadi di Panti. Beradasarkan
peta topografi hasil penelitian memperlihatkan bentang
alam dan pola sebaran pemukiman, hutan, pola aliran
sungai, limpasan aliran permukaan, dan kelongsoran.
Peristiwa bencana banjir yang terjadi dan
menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda
yang besar di Panti Jember, telah menyadarkan bahwa
manajemen bencana masih sangat jauh dari yang
diharapkan. Oleh karena itu manajemen bencana perlu
dipahami oleh seluruh kalangan terutama masyarakat
yang berada di daerah rawan bencana. Manajemen
bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi
aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada
sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Manajemen
bencana bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan
jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3)
memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang
mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan
infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan
sumber ekonomis (Fema, 2000). Secara umum
41
penggunaan hard power tidak lagi populer untuk
mencapai tujuan nasional suatu negara.Indonesia harus
mampu mengambil keuntungan dari setiap persaingan
yang terjadi di era tersebut.
kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam
kedalam tiga kegiatan utama, yaitu (1) kegiatan pra
bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini, (2)
kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan
sementara, seperti kegiatan Search And Rescue (SAR),
bantuan darurat dan pengungsian, (3) kegiatan pasca
bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi (UNDP, 1994).
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental.
Penelitian quasi eksperimen merupakan penelitian
yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek
selidik .
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Dipenogoro Panti
Jember pada siswa kelas XI IPA dengan beberapa
alasan, antara lain sebagai berikut.
1. Judul penelitian belum pernah diteliti di SMA
Dipenogoro Panti Jember.
2. Kesediaan sekolah untuk menjadi tempat
pelaksanaan penelitian.
3. Daerah Rambipuji adalah salah satu daerah rawan
bencana yang berbatasan langsung dengan daerah
Panti.
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada semester
genap tahun ajaran 2011/2012.
Pembelajaran Fisika
Fisika menguraikan dan menganalisis struktur dan
peristiwa yang terjadi di alam, teknik dan lingkungan
di sekitar kita. Menurut Ostdiek (2008:4) dalam proses
tersebut ditemukan sejumlah aturan atau hukumhukum di alam yang dapat menerangkan gejala alam
tersebut secara logis dan rasional. Proses menguraikan
dan menganalisis tersebut didasarkan pada penerapan
struktur logika sebab akibat (kausalitas). Pada
gilirannya proses menguraikan dan menganalisis
tersebut bertujuan untuk memahami gejala alam.
Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah
pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman
konsep bahkan aplikasi konsep tersebut. Sangat
disayangkan mata pelajaran fisika pada umumnya
justru dikenal sebagai mata pelajaran yang sulit.
Namun, keterfokusan memahami fisika secara
konseptual
mengakibatkan
adanya
dikotomi
pendidikan yaitu pelajaran fisika hanya sebatas
mempelajari ilmu-ilmu alam dengan berbagai konsep
tanpa memperhatikan siapa yang telah menciptakan
semua ini.
Penentuan Responden Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti,
sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA.
Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda
terhadap judul penelitian, maka perlu diberikan
penjelasan beberapa istilah yaitu, sebagai berikut:
1. Keefektivitasan model pembelajaran
Keefektivitasan
model
pembelajaran
disini
dimaksudkan bahwa, seberapa besar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan menggunakan
model pembelajaran PBDM dalam meningkatkan
pemahaman siswa dalam ranah pembelajaran fisika
yang tersisipi pengetahuan akan tanggap bencana.
2. Respon siswa
Respon
siswa
merupakan
tanggapan
akan
pembelajaran manajemen bencana dalam mengukur
seberapa besar pengetahuan akan managemen bencana,
tanpa mengesampingkan pemahaman siswa akan
materi yang disampaikan.
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah menggunakan desain
control group pre-test post-test seperti pada gambar
berikut (Arikunto, 2006):
Soft Power
Tolok ukur penting dalam menilai keberhasilan
pembangunan sebuah negara dapat dilihat dari
keberhasilan bangsa tersebut memajukan pendidikan
nasional, yang diartikan sebagai pembiasaan,
pembelajaran,
peneladanan,
bukan
sekedar
penyekolahan
(schooling)
(Hassan,
2004:
52). Sementara itu, dalam peradaban mana pun
membangun karakter nasional merupakan bagian tak
terpisahkan dari tujuan pembangunan nasional secara
umum dan pembangunan bidang pendidikan pada
khususnya.
Soft power berarti bagaimana mendapatkan sesuatu
yang diinginkan tanpa menggunakan kekerasan fisik
atau paksaan uang. Soft power muncul dari daya tarik
suatu bangsa yang bersumber dari kebudayaan,
kearifan lokal, pemikiran-pemikiran cemerlang dan
kreatif warga negaranya. Soft power merupakan
elemen penting kekuatan nasional dan menjadi kian
penting di masa kini dan mendatang. soft
power karena dengan memiliki soft power, Indonesia
berhasil bertahan (survive) di tengah pertarungan
kesejagatan
yang
tidak
mungkin
dihindari.
Bagi Indonesia, disamping tidak memiliki kapasitas
memadai untuk memiliki dan menggunakan,
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
X
Treatmen
O
Observasion
Gambar 1 Desain Penelitian Design One-shot Case
Study
Keterangan :
42
X
: kelas
eksperimen
(kelas
yang
menggunakan pembelajaran PBDM)
O
: Observasi, analisis hasil perlakuan dengan
pembelajaran PBDM
100%
Keterangan :
: presentase
besarnya
efektivitas
pembelajaran dari perlakuan
: besarnya rata-rata skor tes awal (hasil
ulangan sebelumnya)
: besarnya rata-rata skor tes akhir (hasil
post-test)
2.
Untuk mengkaji respon siswa digunakan data
hasil wawancara dan angket yang dianalisis
secara deskriptif kualitatif.
a. Prosedur Penelitian
Observasi Awal
b.
Populasi
Dokumentasi
c.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada analisis penelitian PBDM (Physic Based Disaster
Management) ini menggunakan analisis uji beda
menggunakan Paried Sample T-Test. Berdasarkan hasil
uji menggunkan Paried Sample T-Test didapatkan hasil
bahwa t hitung (3.464) > t tabel(27; 0.025) adalah 2.04
sehingga Ho ditolak. Jadi perbedaan hasil belajar
sebelum dan sesudah treatment pembelajaran PBDM
(Physic Based Disaster Management) signifikan.
Hipotesis :
Ho = tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM (Physic
Based Disaster Management)
Hi = terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum
dan sesudah pembelajaran PBDM (Physic Based
Disaster Management)
Berdasarkan analisis perbedaan hasil belajar
menggunakan Paried Sample T-Test dan hasil
observasi aktifitas, maupun respon siswa dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran fisika menggunakan
PBDM (Physic Based Disaster Management)
memberikan tingkat efektivitas pembelajaran yang
baik, materi fisika tersampaikan dengan baik, siswa
memliki apresiasi yang baik dalam pembelajaran, dan
efek dari pembelajaran PBDM ini siswa menjadi lebih
preventif dan responsif dalam manajemen bencana
Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa yang
terbagi menjadi dua kategori yakni angket preventif
dan responsive siswa terhadap masalah kebencanaan di
dapatkan hasil yang baik terhadap permasalahan
kebencanaan. Data angket preventif menunjukan
bahwa lebih dari 70% siswa memliki kesadaran akan
preventif kebencanaan, hal ini ditunjukan dengan ratarata jawaban siswa lebih peduli terhadap sampah, ratarata
siswa
menjawab
membersihkan,
dan
membuangnya ke tempat sampah, demikian halnya
jawaban angket responsif, rata-rata siswa memiliki
respon yang baik jika terjadi bencana, peduli terhadap
penanggulangan bencana.
Sampel
d.
Kelas Eksperimen
e.
Pembelajaran PBDM
(Physic f.
Based on
g.
)
Disaster Management
h.
Observas
i
Post-test
i.
j.
Data
Analisis data
k.
Hasil
l.
Pembahasan
m.
Kesimpulan
n.
Gambar 2 Skema Penelitian Quasi Eksperimen
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian akan diperoleh dengan menggunakan
metode dokumentasi untuk mendapatkan data diri
siswa, observasi untuk mendapatkan data aktivitas
pembelajaran di kelas, tes untuk memperoleh nilai
hasil belajar, serta wawancara dan angket untuk
mengetahui respon siswa.
Metode Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk menentukan efektivitas model pembelajaran
dilakukan dengan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
V. KESIMPULAN
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada
perbedaan yang signifikan dari efektivitas belajar siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran PBDM. Dari hasil
respon siswa terhadap pembelajaran PBDM didapat
43
bahwa siswa lebih preventif dan responsif terhadap
masalah manajemen bencana. Dari pembelajaran ini
terdapat progress dari siswa terhadap masalah
kebencanaan yang ada di sekitar mereka, sehingga
pembelajaran PBDM ini sangat cocok jika diterapkan
secara nasional yang mana Indonesia telah
diindikasikan merupakan negara yang rawan terhadap
bencana.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak
Dikti yang telah memberikan dana hibah sehingga
penelitian PBDM ini dapat terealisasikan. Terima kasih
juga penulis berikan kepada Bapak Supeno, S. Pd, M.
Si yang telah membimbing penulis dalam penelitian
ini.
PUSTAKA
[1] Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
[2]
Bapemas. 2007. Profil Desa / Kelurahan
Kabupaten Jember Tahun 2007, Jember:
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten
Jember.
[3]
Federal Emergency Management Agency
(FEMA). 2000. What Is Mitigation?,
Mitigation:
Reduction
Risk
through
Mitigation. Washington: FEMA.
[4]
Hasan. 2007. Modul Manajemen Bencana
Seputar Beberapa Bencana di Indonesia.
www.bapedajabar.go.id/docs/perencanaan/20070524_071
620.pdf
[5]
Ostdiek, VJ and Bord DJ. 2008. Inquiry Into
Physics. Belmont: Thomsons Brooks/Cole.
[6]
Priyantari, N. dan Supeno. 2008. Integrasi
Pengukuran Secara Terpadu (Geographycal,
Geophysical, Geotechnical System) Untuk
Aplikasi Tata Guna Lahan Di Kecamatan
Panti, Kabupaten Jember. Laporan Penelitian
Hibah
Bersaing.
Lembaga
Penelitian
Universitas Jember.
[7]
Sapei, T. 1992. Peta Geologi Lembar Jember,
Jawa.
Bandung:
Penelitian
Dan
Pengembangan Geologi.
[8]
UNDP.
1994.
Program
Pelatihan
Managemen Bencana, Mitigasi Bencana,
Edisi
Dua.
Cambridge:
Architectural
Research Limited.
[9]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bencana_alam. [4
Oktober 2011].
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
44
PENDEKATAN BENTUK PERMUKAAN SUMBER RADIOAKTIF Cs-137 BERBASIS INTENSITAS
RADIASI
Dede Sunardi1, Moh. Toifur2, dan Sumadji
¹Magister Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
²Magister Pendidikan Fisika, PPS Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II, Jln. Pramuka 42,Sidikan Yogyakarta, Telp.0274-563515 Fax.0274-564604
Email : [email protected]
Intisari – Selama ini ketika mahasiswa melakukan percobaan yang memanfaatkan sumber radioaktif Cs-137 dan
detektor menganggap bahwa peletakan detektor terhadap Cs-137 pada radius yang sama pada berbagai sudut akan
diperoleh cacah radiasi yang sama, padahal kenyataanya bisa berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
profil intensitas radiasi Cs-137 terhadap jarak pada berbagai sudut, kemudian memperkirakan pendekatan bentuk
permukaan sumber radioaktif Cs-137 berdasarakan kesamaan intensitas radiasi pada berbagai arah. Eksperimen
diawali dengan menentukan koefisien serap udara dengan data berupa cacah radiasi pada jarak 5 – 25 cm,
dilanjutkan penentuan jarak pada berbagai arah (sudut 0 - 180°) yang memberikan intensitas radiasi yang sama
menggunakan persamaan ri = (1 / µ ) ln( N i / N 0 ) . Selanjutnya titik-titik pada berbagai arah tersebut dihubungkan
untuk menghasilkan kontur ekuiintensitas. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa koefisien serap bahan
µ = (0,27 ± 0,003) . Selain itu gambar kontur ekuiintensitas tidak berupa simetri setengah lingkaran sehingga
pancaran radiasi pada berbagai arah pada jarak yang sama berbeda-beda. Dengan kontur ekuiintensitas ini pula
maka diperkirakan bentuk fisik radioaktif Cs-137 yang terdapat di dalam selongsong juga demikian.
Kata kunci: Radiasi, Intensitas, Cacah latar, ekuiintensitas.
Abstract – During the time when student conduct the attempt exploiting radioactive source of Cs-137 and detector
assume that put detector to Cs-137 at same radius of various angle will get the same count, The reality of result it’s
different. This study aims to determine the radiation intensity profile of Cs-137 to the distance in various angle and
then estimating approach of the shape of the surface Cs-137 radioactive source pursuant to equality of intensity
radiation at various direction. Experiment of early by determining absorbment coefficieny of air with the data in the
form of count radiation at distance 5 - 25 cm, continued by a determination apart at various direction ( 0 - 180°
angle) giving same intensity radiation use equetion ri = (1 / µ ) ln( N i / N 0 ) . The next dot of various the direction
conected to yield the contour equiintensity.The result of experiment indicate that the absorbent coefficient of
substance µ = (0,27 ± 0,003) . Others draw the contour equintensity do not in the form of semicircle symmetry so
that emission of radiation of various direction at same distance different each other. With the this contour
equintensity also is hence estimated by a radioactive physical form of Cs-137 which is there are in cylinder also that
way.
Key words: Radiation, Intensity, Background counter, Equiintensity.
dilalui radiasi di sekeliling sumber radioaktif sama yaitu
berupa udara dengan koefisien serap µ, maka dapat
ditentukan garis equintensitas (yaitu garis yang
memiliki intensitas sama) yang merupakan pendekatan
bentuk sumber radioaktif. (Toifur, 2011).
I. PENDAHULUAN
Salah satu sumber radiasi buatan adalah cesium 137.
Sumber radioaktif ini dimanfaatkan oleh mahasiswa
untuk eksperimen pencacah Geiger Muller dan koefisien
serap bahan. Menurut Tsoulfanidis (1983) laju jumlah
radiasi yang memasuki detektor dipengaruhi oleh sudut
ruang antara sumber radiasi dan detektor.
Profil intensitas radiasi pada berbagai arah penting
diketahui karena boleh jadi intensitas radiasi pada setiap
bagian permukaan sumber radioaktif tidak sama.
Selama ini hal-hal tersebut tidak dipertimbangkan dalam
eksperimen. Sumber radioaktf ini dibungkus dengan
selongsong berbentuk silinder. Wujud sumber radioaktif
yang terdapat di dalam selongsong tidak diketahui,
apakah berupa serbuk, padatan pejal atau yang lain.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana pendekatan bentuk permukaan sumber
radioaktif Cs-137 ini berbasis intensitas radiasi yang
dipancarkan pada berbagai jarak dan berbagai arah.
Dengan menganggap koefisien serap medium yang
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
II.1. Koefisien Serap Bahan
Bila sebuah sumber radioaktif dengan intensitas
sebelum menembus keping absorber (awal) tegak lurus
terhadap absorber dengan ketebalan dx adalah I 0 ,
intensitas setelah menembus absorber (akhir),
didapatkan intensitas akhir lebih kecil dari intensitas
awal. Berkurangnya intensitas mengindikasikan bahwa
radiasi diserap oleh bahan. Pada jarak x dari permukaan
intensitasnya tinggal I(x), lapisan dx akan menyerap
radiasi sinar gamma dengan intensitas I(x) yang masuk
sebesar dl, besarnya berbanding lurus dengan I dan tebal
lapisan dx, jadi :
45
dI = µI ( x ) dx
Detektor digital
(1)
Tepatnya absorbsi oleh lapisan setebal dx berbanding
lurus dengan banyaknya foton gamma yang datang dan
berbanding lurus dengan banyaknya atom–atom
absorber setebal dx tersebut, per satuan luas yang sama
dengan n dx, dimana n banyaknya atom absorber per
cm. karena tiap foton gamma hanya dapat berinteraksi
dengan satu atom saja, maka intensitas sinar gamma
setelah keluar dari absorber setebal x ialah :
(2)
I = I o e − µx
1
1
1
Dimana x adalah tebal bahan absorber dalam cm, dan µ
adalah koefisien serap bahan. Intensitas radiasi menurun
secara eksponensial terhadap tebal absorber x (Beiser,
1987).
Karena intensitas sebanding dengan cacah radiasi N
maka persamaan (2) dapat ditulis menjadi :
(3)
N = N o e − µx
1
98
7
6
5
4
3
2
1
Cs-137
Gambar 1. Skema percobaan
III.2. Metode Analisis Data
Jika telah diperoleh set data (r1i, N1i) pada arah α1 maka
dapat digambar grafik Hubungan antara r1i dan N1i (ri,
Ni). Selanjutnya misal pada arah α2 dimana jarak r2 = r1,
jika diperoleh cacah radiasi N2 yang tidak sama dengan
N1 maka jarak yang semestinya sama dengan r1.
Misalkan pada arah 1 jarak 1 atau ditulis pada (α1, r1)
diperoleh cacah radiasi N1. Maka dari data ini hubungan
antara N1 dan r1 adalah:
1 N
(7)
r = ln 0
Dengan mengambil logaritma normal. Pada kedua ruas
dan menyelesaikan persamaan (3), maka diperoleh :
(4)
ln N = ln N o − µr
Persamaan (4) dapat dianalogikan dalam persamaan
garis lurus
(5)
y = ar + b
Dengan memisalkan ln N = y, ln N0 = b dan -µ = a.
sehingga diperoleh set data [ri, yi].
1
µ
N1
II.2. Hubungan Intensitas Radiasi Terhadap Jarak
Semakin jauh jarak sumber dengan detektor maka akan
semakin sedikit jumlah cacahan. Hal ini sesuai dengan
perumusan teoritik bahwa intensitas berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak dari sumber ke detektor.
1
(6)
I≈ 2
R
Dalam teori gelombang dapat dibuktikan bahwa
intensitas gelombang berbanding terbalik dengan jarak
kuadrat antara titik sumber gelombang dan titik
pengamatan (Bilqist, 2011).
Selanjutnya pada (α2,r1) diperoleh cacah radiasi N2.
Maka dari data ini hubungan antara N2 dan r1 adalah
1 N
(8)
r = ln 0
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
III.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari penggaris, Busur dengan kayu pemutar, Detektor
digital, interface dan notebook. Sedangkan bahan
penelitian berupa sumber radioaktif cesium 137 (Cs137)
B. Prosedur Penelitian
Menempatkan sumber Cs-137 berhimpit terhadap
detektor pada sudut α = 0°, menghitung Cacah latar
sebagai N0, Memvariasi jarak dari 5 cm s.d. 25 cm dan
mencacah radioaktif pada jarak tersebut, Memutar
detektor pada sudut 10°, 20°, 30°, 40° sampai 180° dan
menghitung cacah radiasi sebagai N1, N2, dst. Setelah
data diperoleh dianalisis dengan microsoft excel untuk
menghasilkan persamaan fitting sesuai dengan
persamaan (5) sehingga diperoleh nilai koefisien serap
medium udara µ.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Koefisien serap medium udara µ
Pada gambar 2 ditampilkan hasil fitting untuk arah 1
dengan variasi 5 cm sampai dengan 25 cm jarak sumber
terhadap detektor selama 10 detik menggunakan
program igor pro. Pada bagian tengah gambar 2 tampak
grafik hubungan antara jarak dan cacah pada arah 1
dengan variasi jarak 5 cm sampai dengan 25 cm serta
pada bagian setelah grafik muncul hasil fitting menurut
pers. (3). Maka diperoleh nilai koefisien serap bahan
udara dan ralatnya yaitu µ = (0.312 ± 0.017).
Untuk arah selanjutnya yaitu dari arah 1 sampai arah 13
dan grafiknya yang ditampilkan pada gambar 3. maka
besarnya rata-rata koefisien serap bahan dan ralatnya
adalah µ = (0,27 ± 0,003) .
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
1
µ
N2
Pada saat jarak detektor terhadap sumber sama pada
arah 1 dan arah selanjutnya namun jumlah cacah yang
terhitung berbeda maka rumus pertambahan atau
pengurangan jarak yang menghasilkan cacah radiasi
yang sama dapat ditulis menjadi
1⎛ N ⎞
(9)
∆r = ⎜ ln 1 ⎟
µ ⎜⎝
46
N 2 ⎟⎠
150°
165°
180°
5519
6674
6606
IV.3. Profil intensitas radiasi Cs-137 terhadap jarak
pada berbagai arah
0
0
Pada sudut 0 sampai sudut 180 dan jarak detektor
terhadap sumber radioaktif sejauh 5 cm, ternyata ketika
jumlah cacahnya sama menghasilkan jarak yang
berbeda-beda. Begiu pula dengan jarak selanjutnya
yaitu 5 sampai dengan 25 cm ketika jumlah cacahnya
sama menghasilkan jarak yang berbeda-beda pula.
Dari semua hasil jarak detektor terhadap sumber
radioaktif di atas masing-masing diperoleh jarak terkecil
pada arah 2 dan jarak terbesar pada arah 7. Dengan
bantuan program matlab maka profil intensitas radiasi
Cs-137 terhadap jarak pada berbagai arah ditunjukkan
pda gambar 3 .
Gambar 2. Tampilan Hasil Fitting
8000
Jumlah Cacah (N)
7000
6000
5000
90
20
4000
60
120
3000
15
2000
150
30
10
1000
5
0
5
10
15
20
Jarak Detektor Terhadap Cs-137 (cm)
25
180
0
Gambar 3. Kurva hubungan antara jarak dan cacah
pada arah 1 sampai arah 13 dengan variasi jarak 5 cm
sampai 25 cm
210
IV.2. Penentuan cacah latar (N0)
Cacah latar (N0) ditentukan tanpa menggunakan
absorber dengan menempatkan detektor hampir
berhimpit di depan sumber radioaktif Cs-137 atau
dengan jarak dari sumber ke detektor sebesar 0 cm
sesuai gambar skema penelitian dari ara 1 sampai ke
arah 13. Hasilnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel
1.
Tabel 1. Cacah radioaktif pada berbagai arah dengan
posisi detektor berhimpit dengan sumber.
Sudut
Cacah latar
(α)
(N0)
0°
4791
15°
3448
30°
3540
45°
4072
60°
6053
75°
7172
90°
7398
105°
3864
120°
3814
135°
4446
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
330
240
300
270
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diperolh bahwa Dengan
metode equintensitas dapat ditentukan pendekatan
bentuk sumber radioaktif Cs-137 dalam selongsong
dengan pendekatan 2 dimensi yang mendekati setengah
lingkaran dan Profil intensitas radiasi Cs-137
menunjukkan bahwa bentuk permukaan Cs-137
mendekati setengah lingkaran yang tidak simetris antara
kanan dengan kiri.
PUSTAKA
Artikel jurnal:
[1] Tsoulfanidis, N. 1983. Measurement And Detection
Of Radiation . New York : University Of Missouri –
Rula Hemisphere.
47
[2] Beiser, A. 1987. Konsep Fisika Modern edisi Ke
empat. Penerjemah The
Houw Liong, Jakarta :
Erlangga.
[3] Bilqist, R.A. dkk. 2011. Radioaktivitas.
Website: http://scribd.com/doc/50624606/modul-2Radioaktivitas-Reza. Diakses tanggal 21 Mei 2011.
[4] Toifur, Moh. Dkk. 2010. Petunjuk praktikum Fisika
Dasar I untuk Mahasiswa Fisika dan Pendidikan Fisika.
Yogyakarta : Laboratorium Fisika Dasar, UAD-Press.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
48
PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI
DENGAN ANALISIS BERBOBOT MENGGUNAKAN SOFTWARE AUDACITY
Irma Rosa Indriyani, Fatkhulloh
[email protected]
Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pascasarjana
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II, Jl. Pramuka 42 Lt.3, Yogyakarta 55161
Intisari – Penelitian ini bertujuan untuk menentukan percepatan gravitasi (g) dengan metode jatuh bebas
menggunakan software audacity. Penelitian penentuan nilai g sudah biasa yang dilakukan di laboratorium fisika
dasar. Akan tetapi sebagian besar metode yang digunakan masih secara tradisional, yaitu pengukuran waktu jatuh
bebas dengan stopwatch. Model eksperimen ini menggunakan kelereng. Waktu jatuh bebas kelereng diukur dengan
merekam suara yang dihasilkan oleh tumbukan antara kelereng dengan kelereng sebelum jatuh bebas dan
tumbukan kelereng dengan lantai pada saat kelereng mencapai lantai dengan Software Audacity. Jika ketinggian
bola terhadap lantai diketahui, maka dapat ditentukan nilai g. Pengambilan data dilakukan sebanyak lima kali.
Analisis data menggunakan analisis berbobot dengan Ms. Excell dan diperoleh nilai g sebesar 9,783 ± 0 , 0042
m/s2. Metode eksperimen ini mempunyai ketelitian yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan
sebesar 99,99 % dibandingkan dengan penelitian yang sejenis dengan metode yang berbeda.
Kata Kunci : percepatan gravitasi, audacity
Abstrac- This study aims to determine the acceleration of gravity (g) the free fall method using audacity software.
Research determining the value of g was used in the laboratory of fundamental physics. However, most of the
methods used are still traditional, the free fall time measurements with a stopwatch. This experimental model using
marbles. Marbles free fall time is measured by recording the sound generated by collisions between marbles with
marbles before the free fall and collision with the floor at the time of marbles marbles reach the floor with Audacity
Software. If the height of the ball on the floor is known, then the value of g can be determined. Data is collected as
much as five times. Analysis of data using a weighted analysis with Ms. Excell and obtained values of 9,783
± 0 , 0042 g m/s2. This experiment method to have high accuracy. This is indicated by the confidence level of
99.99% compared to similar studies with different methods.
Key words: acceleration of gravity, audacity
maka kita dapat menggunakan software Audacity untuk
menentukan waktu jatuh bebas kelereng yang jatuh.
Audacity merupakan salah satu software efek suara
yang membantu dalam penelitian fisika. Waktu jatuh
bebas kelereng diukur dengan merekam suara yang
dihasilkan oleh tumbukan antara kelereng dengan
kelereng sebelum jatuh bebas dan tumbukan kelereng
dengan lantai pada saat kelereng mencapai lantai
dengan Software Audacity.
Penelitian ini akan menentukan percepatan gravitasi
dengan menggunakan software Audacity. Metode yang
digunakan adalah gerak jatuh bebas kelereng.
I. PENDAHULUAN
Suatu peristiwa alam menunjukkan bahwa setiap
benda dilepaskan dari suatu ketinggian atau dilempar
ke atas akan jatuh menuju ke pusat bumi. Ini
disebabkan karena adanya gaya tarik bumi.
Pada daerah-daerah yang berbeda di permukaan
bumi, suatu benda bisa mendapatkan gaya gravitasi
yang besarnya berbeda-beda. Gaya gravitasi yang
dialami suatu benda pada ketinggian yang berbeda
akan berbeda dan akan mempengaruhi waktu yang
dibutuhkan benda itu untuk melakukan gerak jatuh
bebas hingga sampai di permukaan bumi. Sehingga
besar percepatan jatuhnya benda dipengaruhi oleh
besarnya gaya gravitasi yang besarnya konstan.
Semua benda yang jatuh dari tempat tertentu akan
mempunyai percepatan ke bawah yang sama, tidak
tergantung ukuran dan beratnya. Jika jarak jatuhnya
lebih pendek dibandingkan jari – jari bumi,
percepatanya konstan. Percepatan konstan untuk benda
jatuh bebas ini dinamakan percepatan gravitasi.
Penentuan percepatan gravitasi (g), sudah biasa
dilakukan di laboratorium fisika. Akan tetapi sebagian
besar metode yang digunakan masih secara tradisional,
yaitu pengukuran waktu jatuh bebas dengan stopwatch.
Dapat kita sadari kehidupan saat ini sudah semakin
canggih. Dengan adanya perkembangan teknologi
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
Pada abad ke-4 sebelum masehi, Aristoteles
mengemukakan (ternyata salah) bahwa objek berat
akan jatuh lebih cepat dari pada objek yang
ringan,yang sebanding dengan beratnya. Sembilan
belas abad kemudian, Galileo beragumentasi bahwa
benda seharusnya jatuh dengan percepatan ke bawah
yang konstan dan tidak tergantung pada beratnya.
Gerak ini ini dinamakan gerak jatuh bebas [5].
Selama benda jatuh bebas hambatan udara
diabaikan, maka selama jatuhnya dari keadaan diam,
49
4. Pada software Audacity, klik record dan
kemudian ;
5. Gerakkan kelereng 1 sehingga menumbuk
kelereng 2 dan kelereng 2 terjatuh mengenai
lantai.
6. Dan klik Stop pada software Audacity ketika
kelereng 2 telah mengenai lantai.
7. Ulangi langkah (1) sampai (6) sebanyak tiga
kali, sehingga diperoleh nilai g pertama beserta
ralatnya.
8. Ulangi Langkah (1) sampai (7), sehingga
diperoleh nilai g kedua beserta ralatnya.
9. Lakukan langkah (1) samapi (7), sehingga
diperoleh nilai g sebanyak 5 data beserta
ralatnya.
benda mengalami percepatan konstan, disebut
percepatan gravitasi.
Sehingga gerak jatuh bebas didefinisikan sebagai
gerak jatuh benda dengan sendirinya mulai dari
keadaan diam (Vo=0) dan selama gerak jatuhnya
hambatan udara diabaikan.
Untuk wilayah Yogyakarta, percepatan gravitasi g,
bernilai kira-kira 9,7822 m/s2 [2]. Sesungguhnya, nilai
g di permukaan bumi 9,782 (paling kecil) disekitar
khatulistiwa sampai 9,832 m/s2 disekitar kutub [4].
Pada gerak jatuh bebas berlaku persamaan (1) dan
(2):
Vt = g t (1)
1
h= g t2 (2)
2
C. Analisis Data
Pada tahap pertama untuk menentukan nilai g pada
pengukuran pertama sampai pengukuran ke lima
memenuhi persamaan (1). Karena pengukuran pertama
sampai ke lima dilakukan sebanyak tiga kali maka
didapatkan nilai g
rata-rata dari masing-masing
pengukuran, sehingga memenuhi persamaan (4) dan
ralatnya memenuhi persamaan (5):
∑ gi
g=
N
(4)
Vt = kecepatan benda setelah t (m/s)
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
h = tinggi benda (m)
t = lama benda bergerak (s)
Untuk menentuan percepatan gravitasi dapat di
lakukan dengan menghitung tinggi dan lama benda
jatuh. Sehingga memenuhi persamaan (3) :
g=
2h
2
t
(3)
III. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
1. Kelereng 2 buah. 1 Kelereng digunakan
sebagai model benda yang jatuh bebas dan
kelereng lainnya digunakan untuk benda yang
menumbuk sehingga menghasilkan suara yang
terekam dalam Audacity.
2. Komputer dan perangkat lunak Audacity, yang
digunakan untuk merekam suara yang
dihasilkan dari kelereng ketika tumbukan.
3. Meteran,
digunakan
untuk
mengukur
ketinggian tempat benda jatuh.
Sg =
2
n( n − 1)
(5)
Pada setiap pengukuran diperoleh nilai g dan
ralatnya, kemudian di analisis yang menggunakan
adalah analisis berbobot yang memenuhi persamaan
(6) dan (7):
g
g1
g
g
g
+ 2 + 3 + 4 + 5
2
2
2
2
2
Sg
Sg
Sg
Sg
Sg
5
3
4
1
2
g =
1
1
1
1
1
+
+
+
+
2
2
2
2
2
Sg
Sg
Sg
Sg
Sg
5
1
2
3
4
(6)
B. Prosedur Penelitian
1. Mengukur ketinggian tempat kelereng jatuh
2. Mengaktifkan perak lunak Audacity.
3. Letakkan kelereng yang digunakan sebagai
model jatuh tepat dibibir meja. Seperti gambar
berikut :
Sg =
Komputer
kelereng 1 Kelereng 2
Meja
Mic
(7)
h
Lantai
Gambar 1. Desain Penelitian
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
∑ ( gi − g )
50
1
1
1
1
1
1
+
+
+
+
2
2
2
2
2
Sg
Sg
Sg
Sg
Sg
5
1
2
3
4
dengan penelitian yang sejenis dengan metode yang
berbeda.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar. 1 ditampilkan desain penelitian
untuk melakukan eksperimen dan selanjutnya pada
Gambar. 2 ditampilkan salah satu hasil rekaman suara
antara tumbukan kelereng dengan kelereng sebelum
jatuh bebas dan kelereng dengan lantai setelah jatuh
bebas:
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program
Study Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad
Dahlan atas dukungan dalam kegiatan ilmiah ini.
PUSTAKA
Artikel jurnal:
[1] Dwi Martini dan Raden Oktova, Penentuan
Modulus Young Kawat Besi Dengan Percobaan
Regangan, Berkala Fisika Indonesia, Vol. 2 no 1,
2009, pp. 7.
[2] J.A White, A.Medina, F.L. Roman and S.
Velasco, A Measuremant of g listening to falling
Balls, The Physics Teacher Journal, Vol. 45,
2007, pp 175-177.
Tumbukan
kelereng dengan
kelereng
Tumbukan kelereng
dengan lantai
Buku:
[3] D. Halliday, R. Resnick, dan J. Walkel, Dasardasar Fisika versi diperluaskan jilid 1, Binarupa
Aksara, 2011.
[4] Martin Kanginan, Fisika 1 untuk SMA Kelas X,
Erlangga:2006.
[5] P.R. Bevington , and D.K Robinson, Data
Reduction and Error Analysis for the Physical
Sciences, McGraw-Hill Companies,2003.
[6] Sears & Zemansky, Fisika Universitas , Erlangga,
2000.
Gambar 2. Hasil Data Rekaman Suara Kelereng
sebelum dan sesudah Jatuh Bebas
Dari masing- masing percobaan yang dilakukan
sebanyak tiga kali maka diperoleh nilai g beserta ralat
sebagai berikut :
Tabel 1. Nilai g dan ralat
Percobaan
ke1
2
3
4
5
G
Sg
9,78
9,94
9,64
9,79
9,64
0,00596
0,26
0,25
0,01
0,25
Dari data diatas dilakukan analisis berbobot
menurut persamaan (6) untuk menentukan nilai g dan
persamaan (7) untuk memperoleh nilai ralatnya.
Sehingga diperoleh nilai g sebesar 9,783 ± 0 , 0042
m/s2.
Menurut Oktova [2], nilai g untuk kota Yogyakarta
sebesar 9,7822 m/s2. Jika dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Oktova maka penelitian
ini memiliki ketelitian tinggi menggunakan metode
yang berbeda dengan tingkat kepercayaan sebesar
99,99 %.
V. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat
disimpulkan bahwa eksperimen dengan metode jatuh
bebas dengan menggunakan software Audacity telah
berhasil dilaksanakan untuk mengetahui nilai
percepatan gravitasi (g). Nilai g yang diperoleh adalah
9,783 ± 0 , 0042 m/s2 dan hal ini ditunjukkan dengan
tingkat kepercayaan sebesar 99,99 % dibandingkan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
51
PENENTUAN MOMEN DIPOL MAGNETIK DENGAN DYNAMOMETER PEGAS
Lusi Widayanti 1), Okimustava 2)
Program S-1 Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus III : Jln. Prof. Dr. Soepomo,SH. Janturan Yogyakarta 55164 Telp. (0274) 381523, 379418
E-mail: [email protected]
Intisari – Percobaan penentuan momen dipol magnet telah dilakukan dengan menggunakan dynamometer pegas.
Magnet yang digunakan adalah magnet yang diperoleh dari speaker phone radio dengan diameter 3,186 ± 0,002
cm. Percobaan dilakukan dengan cara meletakan magnet pada dasar tabung, dan menggantungkan magnet pada
dynamometer pegas. Magnet didekatkan kemudian diukur besarnya gaya yang ditimbulkan oleh interaksi kedua
magnet tersebut. Jarak antara dua magnet divariasi. Momen dipol magnet dihitung dengan bantuan regresi linier
hubungan antara 1/z4 terhadap gaya tarik magnet F, maka diperoleh nilai momen dipol magnetik tolak menolak
adalah (0,33 ± 0) Am2 dan momen dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0) Am2 .
Kata kunci: momen dipol magnetik, regresi linier
Abstract – Experimental determination of magnetic dipole moment have been carried out using a spring
dynamometer. Magnet magnet used was obtained from radio speaker phone with a diameter of 3,186 ± 0,002 cm.
The experiments were performed by placing a magnet on bottom of tube, and hang a magnet on a spring
dynamometer. Brought near magnet and then measured amount of force generated by interaction of two magnets.
The distance between two magnets varied. Magnetic dipole moment is calculated with the help of linear regression
relationships between 1/z4 of the magnetic attraction force F, then values obtained repel magnetic dipole moment is
(0,33 ± 0) Am2 and pull of dipole moment is (0,33 ± 0) Am2 .
Key words: magnetic dipole moment, linear regression
memiliki momen dipol magnetik intrinsik yang
dikaitkan dengan putarannya. Momen magnetik total
suatu atom bergantung pada susunan elektron di dalam
atomnya[5]. Momentum p pada partikel dalam medan
magnetik adalah jumlah dari dua bagian, yaitu
momentum kinetik
Pkin = mv,
(1)
dan momentum potensial
q
Pfield = A
c
(2)
dengan q adalah muatan atom. Vektor potensial yang
dihubungkan dengan medan magnet B sama dengan
luas lingkaran A. Sehingga diperoleh momentum
totalnya
q
P = Pkin + Pfield = mv + A
a
(3)
dalam SI faktor c-1 dihilangkan [6].
Mengikuti pendekatan semiklasik dari Onsager dan
Lifshitz, diasumsikan orbit dalam medan magnet
dikuantisasi oleh hubungan Bohr-Sommerfeld
∫ p.dr = (n + γ )2πh ,
I. PENDAHULUAN
Momen dipol magnetik pada suatu sistem yang
terdiri dari dua muatan yang sama besar, berlawanan
tanda, dan terletak dekat satu sama lain [1]. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk mengetahui momen
dipol magnetik. Beberapa diantaranya menggunakan
triple-beam balance [2], menghasilkan momen dipol
magnetik sebesar 1,5 A.m2. Pembuatan alat
demonstrasi dilakukakn oleh[3] untuk mengetahui gaya
magnet dengan menggunakan magnet permanen dan
sensor gaya. Percobaan dilakukan oleh[4] untuk
mengetahui interaksi momen dipol magnetik
menggunakan dynamometer pegas dengan magnet
bumi NdFeB yang langka. Ketersediaan dari kekuatan
magnet permanen mengikuti besarnya jarak antara
sesama magnet dan hukum gaya ¼ diantara dipol telah
diverifikasi dengan manget keramik pada laju udara.
Jarak dapat ditingkatkan dengan menggunakan magnet
bumi yang langka. Gaya diantara dua kutub dipol
magnetik diukur dengan dynamometer pegas dalam
rangka untuk menyimpulkan masing-masing momen
dipol magnetnya. Keunggulan percobaan ini lebih
sederhana dan mudah dipahami. Namun penelitian ini
meiliki beberapa kelemahan diantaranya sulit
menstabilkan magnet pada jarak yang dekat dan
meminimalisir pengaruh dynamometer pada jarak
tertentu.
(4)
dengan n adalah bilangan bulat dan γ merupakan fase
koreksi untuk elektron bebas yang memiliki nilai ½.
Kemudian dari persamaan (4) diperoleh
II. LANDASAN TEORI
Atom
memiliki momen dipol magnetik yang
diakibatkan karena pergerakan elektron. Dan elektron
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
52
Tingkat energi pada sistem medan magnet adalah
U = −mB = mJ gµ B B ,
(12)
dengan mJ adalah bilangan azimut kuantum dan
bernilai J, J-1,...,-J. Untuk spin tunggal yang tidak
mempunyai momen orbital maka mJ = ± ½ dan g = 2,
sehingga U= ± mBB.
Ketika magnet ditempatkan didaerah dengan
pengaruh induksi magnetik dari luar sebesar B , maka
dipol memperoleh energi potensial dari [4]
U = −m.B ,
(13)
dengan m adalah momen dipol magnetik. Medan
induksi magnet yang diberikan pada kutub magnetik
polar sebagai berikut
µ m cosθ
µ m sin θ .
(14)
B= 0
uˆ r + 0
uˆθ
2π r 3
4π r 3
Jika dua dipole dengan momen magnetik m yang
sama dan berada pada sumbu sejajar dipisahkan oleh
jarak z, persamaan (14) berubah menjadi
µ m
B = 0 3 uˆ z .
2π z
(15)
Persamaan (13)dan (15) memberi interaksi energi
sebesar U, dengan
µ m2
U =± 0 3 .
2π z
(16)
Dari persamaan (13), diperoleh gaya antara dua
dipole magnetik sebesar
µ
3
F = −∇U = ± 0 m 2 3 uˆ z ,
2π
z
(17)
yang positif ketika dipole antiparalel dan negatif ketika
paralel.
Remanen adalah induksi sisa (Br) merupakan
hubungan momen magnetik total m pada material dan
volumenya, maka
m
Br = µ 0 .
v
(18)
gaya pada persamaan (17) akan diukur menggunakan
pegas dynamometer dengan magnet dalam dua kasus,
tarik menarik dan tolak menolak, seperti terlihat pada
gambar 1.
q
∫ p.dr = ∫ hk.dr + c ∫ A.dr .
(5)
Persamaan gerak partikel bermuatan q pada medan
magnet adalah
dk q dr
×B.
h =
dt c dt
(6a)
Selain konstanta aditif yang tidak berkontribusi pada
hasil akhir, dengan mengintegrasikan persamaan (6a)
terhadap waktu maka diperoleh
q
(6b)
hk = r × B
c
Salah satu bagian intergral pada persamaan (5) adalah
2q
q
q
(6c)
∫ hk.dr = c ∫ r × B.dr = − c B.∫ r.dr = − c φ ,
dengan Φ adalah fluks magnetik yang terkandung orbit
dalam ruang nyata. Hasil geometris yang telah
digunakan adalah
(6d)
∫ r.dr = 2 × (area yang tertutup orbit).
Bagian lain integral persamaan (5) adalah
q
q
q
q
A.dr = ∫ lingkaranA.dσ = ∫ B.dσ = φ ,
c∫
c
c
c
(6e)
Berdasarkan teorema stokes, dengan dΦ adalah
elemen area dalam tempat sesungguhnya. Bagian
momentum integral merupakan jumlah dari persamaan
(6c) dan (6e) :
q
∫ p.dr = c φ = (n + γ )2πh .
(7)
Persamaan (7) mengikuti orbit elektron terkuantisasi
sehingga fluks yang melaluinya adalah
φn = (n + γ )(2πh c e)
(8)
Satuan flux 2πħc/e = 4,14 x 10-7 gauss cm2 atau T m2.
Momen dipol magnetik pada sebuah atom atau ion
dalam ruang bebas diberikan oleh
m = γh J = − g µ B J ,
(9)
dengan momentum angular total ħJ adalah jumlah dari
orbit ħL dan spin momentum angular ħS.
Konstanta γ adalah rasio momen dipol magnetik
dengan momentum angular; γ juga disebut rasio
gyromagnetic atau rasio magnetogyric untuk sistem
elektronik kuantitas g disebut faktor g atau faktor
pemisah spektroskopi didefinisikan sebagai
g µ B = −γh .
(10)
untuk spin elektron g = 2,0023, yang sering digunakan
adalah 2,00. Untuk atom bebas faktor g diberikan oleh
persamaan Landé
J (J + 1) + S (S + 1) − L(L + 1) .
g = 1+
2J (J + 1)
(11)
magneton Bohr µB didefinisikan sebagai eħ/2mc dalam
CGS dan eħ/2m dalam SI. Ini erat kaitannya dengan
momen magnetik pada elektron bebas.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
53
Gambar 1. Dua dipole magnetik m yang sama
besarnya dalam
konfigurasi antiparalel
dipisahkan oleh jarak z
1
⎛ 2πa1 ⎞ 2 .
⎟⎟
m = ⎜⎜
⎝ 3µ0 ⎠
(28)
Ralat m dapat kita hitung dari rumus perambatan ralat
Sebenarnya pada persamaan (17) terlihat bahwa nilai
m dapat saja dihitung langsung dari nilai F, µ0, π dan z,
namun perhitungan secara langsung mengandung
beberapa kelemahan, yaitu tidak dapat dicek atau diuji
apakah rumus teoretis persamaan (17) dalam model ini
berlaku, dan tidak dapat dideteksi serta dihilangkan
adanya ralat sistematik jarak z yang dapat
mempengaruhi ketelitian perhitungan m. Inilah alasan
utama mengapa diperlukan suatu analisis regresi linier.
Jika z divariasi dengan F, π, dan µ0 tetap, maka
persamaan (17) merupakan persamaan linier
y = a0 + a1 x
(19)
dengan a0 dan a1 merupakan koefesien-koefisien yang
dapat dicari dengan regresi linier, dengan nilai gradien
grafik a1 dapat dicari dari
a1 =
2
⎛ ∂m
⎞
s m = ⎜⎜
s a1 ⎟⎟
a
∂
⎝ 1
⎠ ,
(29)
dengan
−
χ2 =
∑x ∑y
2
i
i
y reg (i ) = a0 + a1 xi ,
(32)
Idealnya regresi dikatakan baik jika peluang χ2 dari
himpunan data acak lebih besar atau sama dengan χ2
terhitung mempunyai nilai 0,5 (50%), dan dalam
prakteknya dapat diterima jika terletak dalam batasbatas 10% sampai 90%,
10% < P χ 2 ≥ χhit2 < 90% .
− ∑ xi ∑ xi yi
∆
,
(21)
dengan nilai ∆ adalah
2
∆ = N ∑ xi2 − (∑ xi )
(
,
(22)
dan ralat baku estimasi regresi adalah
s y) =
∑
N −2
.
Ralat a1 dapat dihitung dari
(23)
N
N ∑ x − (∑ x i )
A. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah dynamometer pegas merk Eus dengan skala
0 sampai dengan 10 newton, statif sebagai tempat
memasang dynamometer pegas, magnet permanen
berbentuk silinder berongga, diambil dari speaker
radio, jangka sorong merk Tricle skala 0,05 sampai
dengan 20,00 cm, dan gelas ukur merk Herma Class A
dalam 20oC ukuran (50,00 ± 0,25) ml untuk mengukur
volume magnet.
2
2
i
,
(24)
dan ralat a0 dapat dihitung dari
sa0 = s y
)
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Percobaan penentuan momen dipol magnetik
dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta, magnet dengan diameter
(3,1±0,2) ×10-4m.
)
( y − y)2
s a1 = s y
∑
2
⎛ yi − yreg (i ) ⎞
⎜
⎟
⎜
⎟
si 2
⎝
⎠ ,
(31)
dengan yreg (i) adalah y hasil regresi dan si adalah ralat
masing-masing yi
N ∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i
∆
,
(20)
dan titik potong kurva terhadap sumbu y, a0 diperoleh
dari
a0 =
1
∂m
π ⎛ 2πa1 ⎞ 2 .
⎜
⎟
=
∂a1 3µ0 ⎜⎝ 3µ0 ⎟⎠
(30)
Untuk menguji kebaikan regresi linier dapat
dilakukan uji χ2 dengan parameter χ2 sebagai berikut
∑x
N ∑ x − (∑ x )
2
i
2
i
2
.
(25)
Berdasarkan hasil regresi, momen dipol magnetik
dapat dihitung dari persamaan (17) dengan memisalkan
x = 1/z4 dan y = F maka diperoleh
3µ m2
a1 = 0 .
2π
(26)
Sehingga persamaan (26) menjadi
2πa1 ,
m2 =
3µ 0
(27)
Maka persamaan (27) menjadi
i
Gambar 1. Susunan Alat Eksperimen Secara Skematis
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
54
0,010
0,015
100000000
19753086,42
2,00
2,50
3
4
0,020
0,025
6250000
2560000
3,00
3,50
5
0,030
1234567,901
3,75
6
0,035
666389
4,00
7
0,040
390625
4,00
8
0,045
243865,3
4,25
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
10
0,055
109282,1529
4,25
∑
0,325
131367815,7
35,5
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00 y = 2E‐07x + 4,044
R² = 0,987
1,00
0,00
5000000
10000000
Tabel 4. Hasil percobaan penentuan momen dipol
magnetik volume magnet (7,56 ± 0,02) cm3
pada saat magnet tarik menarik
No.
z (m)
1/z⁴ (m-4)
F (N)
1
0,010
100000000
8,00
2
0,015
19753086,42
7,00
3
0,020
6250000
6,00
4
0,025
2560000
5,00
5
0,030
1234567,901
4,75
6
0,035
666389
4,50
7
0,040
390625
4,50
8
0,045
243865,3
4,25
9
0,050
160000
4,00
10
0,055
109282,1529
3,00
∑
0,325
131367815,7
51
F (N) F (N)
1
2
4,25
Gambar 3. Grafik hubungan antara F (N) dan 1/z⁴ (m4
)
Tabel 1. Hasil percobaan penentuan momen dipol
magnetik
volume magnet (7,56 ± 0,02) cm3 pada saat
magnet tolak menolak
1/z⁴ (m-4)
160000
1/z⁴ (m‐4) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan momen dipol magnetik pada berbagai
jarak menggunakan dynamometer pegas dilakukan
dengan cara mengambil data volume magnetik dengan
menggunakan gelas ukur dan dynamometer pegas
untuk mengetahui besarnya gaya yang bekerja pada
magnet. Dalam pengambilan data, dilakukan variasi
jarak. Dari data yang diambil dilakukan pengulangan
sebanyak 10 kali untuk mendapatkan hasil terbaik.
Dengan diameter magnet (3,186±0,002) ×10-4m.
z (m)
0,050
0
Metode yang digunakan dalam penentuan m adalah
perhitungan dengan bantuan analisis regresi linier.
Yakni hubungan gaya yang bekerja pada magnet, F
terhadap variasi jarak antara dua magnet, z. Analisis
regresi linier F terhadap z sesuai persamaan (20) dan
(21) sehingga dihasilkan nilai a1 dan a0 dan nilai
ralatnya dihitung dengan menggunakan persamaan (23)
dan (24). Nilai a1 digunakan untuk menghitung mreg
dengan menggunakan persamaan (28) serta ralatnya
menggunakan pers. (29). Prosedur ini diulangi
sebanyak 10 kali.
No.
9
F (N)
B. Prosedur pengambilan data
Percobaan penentuan momen dipol magnetik (m)
dengan magnet permanen berdiameter cm. Langkahlangkah percobaannya sebagai berikut:
1. Diameter magnet permanen diukur menggunakan
jangka sorong.
2. Volume air pada gelas ukur ditentukan volumenya
sebagai Va
3. Magnet dimasukan ke dalam gelas ukur, catat
volume air dan magnet yang ada dalam gelas ukur
sebagai Vab
4. Volume benda ditentukan dengan Vb = Vab - Va [7].
5. Magnet permanen diletakan pada dynamometer
pegas dan pada dasar tabung. Untuk gaya tarik
menarik magnet pada piston diletakan dengan
kutub yang berbeda, begitru juga sebaliknya untuk
tolak menolak dengan merubah orientasi kutub
magnetnya.
6. Untuk setiap percobaan diulangi sebanyak 10 kali.
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
y = ‐2E‐07x + 4,104
R² = 0,926
0
5000000
10000000
1/z⁴ (m‐4)
Gambar 4. Grafik hubungan antara F (N) dan 1/z⁴
(m-4)
Dari kedua tabel terlihat perbedaan antara gaya dan
jarak antara kedua magnet. Dengan variasi jarak yang
sama, ketika magnet saling tolak menolak semakin
besar jaraknya maka semakin besar gayanya. Untuk
55
magnet yang tarik menarik semakin besar jarak yang
diberikan gaya yang diperoleh semakin kecil. Dari 10
jarak berbeda diperoleh nilai momen dipol magnetik
tolak menolak adalah (0,33 ± 0) Am2 dan momen
dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0) Am2. Hal
ini tidak sesuai dengan acuan dikarenakan magnet yang
digunakan peneliti berbeda dengan magnet acuan.
Magnet yang digunakan peneliti terbuat dari speker
phone radio yang memiliki kuat medan magnet kecil.
Sehingga nilai momen dipole magnetnya pun menjadi
kecil. Sedangkan magnet yang digunakan oleh acuan
adalah magnet yang memiliki kuat medan magnet
sangat besar.
Selama percobaan ditemui beberapa kesulitan.
Diantaranya adalah penentuan jarak magnet, ketika
jarak kedua magnet sangat besar dan terdapat gesekan
antara magnet dengan tabung. Saran untuk peneliti
selanjutnya adalah untuk menggunakan magnet yang
memiliki kuat medan yang besar dan sunakan sensor
gaya yang lebih sensitif, sehingga dapat diperoleh gaya
pada jarak yang lebih jauh.
V. KESIMPULAN
Dari 10 jarak berbeda diperoleh nilai momen dipol
magnetik tolak menolak adalah (0,33 ± 0) Am2 dan
momen dipol yang tarik menarik adalah (0,33 ± 0)
Am2. Hal ini tidak sesuai dengan acuan dikarenakan
magnet yang digunakan peneliti berbeda dengan
magnet acuan. Magnet yang digunakan peneliti terbuat
dari speker phone radio yang memiliki kuat medan
magnet kecil. Sehingga nilai momen dipole magnetnya
pun menjadi kecil. Sedangkan magnet yang digunakan
oleh acuan adalah magnet yang memiliki kuat medan
magnet sangat besar.
Saran untuk peneliti selanjutnya adalah untuk
menggunakan magnet yang memiliki kuat medan yang
besar dan sunakan sensor gaya yang lebih sensitif,
sehingga dapat diperoleh gaya pada jarak yang lebih
jauh.
PUSTAKA
[1] Prawirosusanto,
dkk.
Kamus
Fisika
Elektromagnetika, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988, p. 94.
[2] Gayetsky dan Caylor. Measuring the Forces
Between Magnetic Dipoles,American journal of
Physics., vol.45, 2007, pp. 348-351.
[3] Kraftmakher. Classroom Demonstration of
Magnetic Force, American journal of Physics.,
vol.42, 2004, pp. 500-501.
[4] Bolao, dkk. The Magnetic Dipole Interaction as
Measured by Spring Dynamometers, American
journal of Physic, vol.74, 2006, pp. 510-513.
[5] Tipler, P.A. Fisika untuk sains dan tehnik jilid 2,
Erlangga, 2001, p. 323-324.
[6] Kittel, C. Introduction to Solid State Physics
Seventh Edition, John Willey & Sons, 1996.
[7] Supriyadi. Percobaan IPA Fisika Sederhana dan
Konseptual, Pustaka Jurdik Fisika FMIPA UNY,
2006, p.12.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
56
PENENTUAN KOEFISIEN PEMUAIAN PANJANG ALUMUNIUM (Al)
MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI CELAH TUNGGAL
Rita Ferawati 1), Okimustava 2)
Program Studi Fisika 1), Program Studi Pendidikan Fisika 2)
Universitas Ahmad Dahlan
Kampus III: Jalan Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Umbulharjo, Yogyakarta
Email :[email protected]
Intisari –Percobaan penentuan koefisien pemuaian panjang pada alumunium dilakukan dengan menggunakan
metode difraksi pada celah tunggal. Metode yang digunakan adalah dengan analisis regresi linier hubungan antara
suhu T terhadap seperlebar difraksi 1/Z dan pengambilan data untuk penentuan nilai koefisien pemuaian pada
alumunium dilakukan dengan menembakan sinar laser pada celah difraksi. Setiap kenaikan suhu air akan dibaca
oleh termometer. Setiap kenaikan suhu 30C, kemudian lebar difraksi yang terbentuk diukur menggunakan
penggaris. Koefisien pemuaian dihitung dari gradien garis hasil regresi T terhadap 1/Z. Setelah dilakukan regresi
pada 25 data percobaan didapat nilai koefisien pemuaian alumunium eksperimen sebesar (22,92±1,85)×10-6 (0C)-1,
yang sesuai dengan nilai acuan 23,1×10-6 (0C)-1.
Kata kunci: Koefisien pemuaian panjang, alumunium, difraksi celah tunggal, regresi linier
Abstract–The experiment finding thermal expansion coefficient uses a single slit diffraction method. The size of the
expansion will affect the width of the diffraction formed from a single slit. Analytical methods used were linear
regression without weighting the relationship between the temperature T of the one per diffraction length 1 / Z. The
increase in water temperature will be read by the thermometre. Any increase in temperature of 30C, then the width
of diffraction which is formed will be read by a ruler. Expansion coefficient calculated from the gradient of the
regression line of T to 1 / Z. After regression of experimental data 25 expansion coefficient values obtained for the
length of aluminium (22.92 ± 1.85) × 10-6 (0C) -1, which corresponds to the reference value of 23.1 × 10-6 (0C) -1.
Key words: coefficient of expansion length, aluminium, diffraction single slit, linear regression
saling didekatkan. Diperoleh nilai koefisien pemuaian
panjang alumunium eksperimen 22,512×10-6 0C-1 yang
terlalu kecil jika dibandingkan dengan nilai acuan dan
menghasilkan ralat sebesar 2,545 %. Penelitian lain
menentukan koefisien pemuaian juga bisa dilakukan
dengan metode kapasitansi [4], teknik Transformer
variabel [5], Interferometer laser Fabry-Perot [6] dan
Interferometer laser Michelson [7]. Semua teknik
penentuan koefisien pemuaian karena perubahan suhu
dapat dikategorikan menjadi dua metode, yaitu metode
absolut dengan mengubah dimensi sampel secara linier
dapat diukur secara langsung pada setiap variasi suhu,
dan metode relatif dengan koefisien pemuaian panjang
yang dapat diukur perbandingannya dengan referensi
bahan dan tetapan koefisien termal yang sudah
diketahui.
Peneliti melihat bahwa dari percobaan-percobaan
terdahulu tersebut nilai eksperimental yang diperoleh
belum sesuai dengan nilai acuan. Untuk itu, telah
dilakukan suatu percobaan untuk menentukan nilai
koefisien pemuaian panjang pada alumunium dengan
metode serupa dengan yang digunakan oleh Piyarat
Bharmanee dkk. Dari hasil perhitungan nilai koefisien
pemuaian alumunium itu bisa dilakukan uji
kualitasnya. Namun kali ini analisis regresi linier
digunakan dalam perhitungan koefisien pemuaian,
karena dengan regresi linier dapat setidaknya
dilakukan pengecekan apakah model teoretis yang
dipakai memang berlaku, dan perhitungan
nilai
I. PENDAHULUAN
Logam akan memuai jika dipanaskan dan
pemuaiannya berbeda-beda untuk jenis logam yang
berbeda. Setiap zat mempunyai kemampuan memuai
yang berbeda. Faktor yang menentukan besarnya
pemuaian panjang suatu jenis zat dinamakan koefisien
muai panjang (α). Koefisien pemuaian panjang adalah
kecenderungan bagi perubahan panjang, luas dan
volume sebagai pengaruh dari perubahan suhu.
Koefisien pemuaian termal adalah tingkat pemuaian
dibagi dengan perubahan suhu. Koefisien ekspansi
termal menggambarkan bagaimana ukuran dari suatu
perubahan obyek dengan perubahan suhu. Khususnya,
mengukur perubahan fraksional dalam ukuran per
derajat perubahan suhu pada tekanan konstan [1], dan
dapat diamati dengan metode difraksi cahaya yang
dilewatkan pada celah tunggal yang sempit. Percobaan
dilakukan oleh [2], mempelajari tentang pengaruh
kenaikan suhu terhadap lebar difraksi menggunakan
metode difraksi celah tunggal. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan memasang celah
sempit pada logam, kemudian logam diberi pemanasan
melalui medium air. Diperoleh nilai koefisien
pemuaian panjang alumunium eksperimen 24,0×10-6
0 -1
C yang melampaui nilai acuan yaitu 23,1×10-6 0C-1
dengan ralat sebesar 3,90 %. Percobaan terdahulu
tentang penentuan nilai koefisien pemuaian panjang
alumunium telah dilakukan oleh [3] dengan
menggunakan metode pola difraksi pada celah yang
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
57
orde difraksi yang berupa bilangan bulat positif atau
negatif, λ adalah panjang gelombang cahaya (dalam
meter), dan L adalah lebar celah (dalam meter).
koefisien pemuaian menjadi lebih teliti karena akan
terbebas dari pengaruh adanya ralat sistematik zero
offset.
II. LANDASAN TEORI
a. Interferensi Cahaya
Interferensi cahaya adalah perpaduan dari dua atau
lebih gelombang cahaya. Agar hasil interferensinya
mempunyai pola yang teratur, kedua gelombang
cahaya harus koheren, yaitu memiliki frekuensi dan
amplitudo yang sama serta selisih fase tetap. Pola hasil
interferensi ini dapat ditangkap pada layar, yaitu garis
terang yang merupakan hasil interferensi maksimum
dan garis gelap sebagai hasil dari interferensi minimum
[1]. Jarak tempuh cahaya yang melalui dua celah
sempit mempunyai perbedaan beda lintasan, hal ini
yang menghasilkan pola interferensi.
b. Difraksi cahaya
Jika sebuah gelombang permukaan air tiba pada
suatu celah sempit, maka gelombang ini akan
mengalami lenturan atau pembelokan sehingga terjadi
gelombang-gelombang setengah lingkaran yang
melebar di daerah belakang celah tersebut. Gejala ini
disebut difraksi. Difraksi cahaya terjadi sebagai akibat
dari interferensi yang terjadi di antara tiap-tiap muka
gelombang pada gelombang cahaya itu sendiri. Hal ini
dapat dijelaskan berdasarkan prinsip Huygens yang
menyatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang
berlaku sebagai sumber sekunder pada gelombang
yang merambat ke arah rambat berikutnya.
Bila didepan celah diletakkan sebuah layar
detektor, akan tampak pola gelap yang terjadi akibat
interferensi destruktif dari gelombang cahaya dan
mengakibatkan jumlah total amplitudonya berkurang,
dan pola terang yang terjadi sebagai akibat interferensi
konstruktif dari gelombang cahaya dan mengakibatkan
jumlah total amplitudonya menjadi bertambah.
Perubahan suhu akan mempengaruhi lebar difraksi
yang terbentuk apabila kita tembakkan cahaya. Semua
jenis logam akan mengalami pemuaian jika diberi
pemanasan. Semakin besar suhu maka lebar
difraksinya semakin kecil. Jadi, besarnya kenaikan
suhu berbanding terbalik dengan lebar celah difraksi.
Gambar 1. Difraksi Celah Tunggal [8].
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin kecil
lebar celah (α) relatif terhadap panjang gelombang (λ)
cahaya, penyebaran gelombang semakin besar dan juga
sebaliknya. Perbandingan lebar celah dengan panjang
gelombang cahaya juga berpengaruh pada intensitas
pola difraksi.
d.
Penentuan nilai koefisien pemuaian pada
alumunium
Alumunium jika dipanaskan akan mengalami
pemuaian, dan akan menyusut jika didinginkan, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut,
∆
∆ .
(4)
dengan ∆L merupakan perubahan panjang, L0 adalah
panjang awal, ∆T adalah perubahan suhu (0C), α
merupakan koefisien muai panjang (0C-1) .
Pada penentuan nilai koefisien pemuaian
alumunium dilakukan dengan menggunakan metode
difraksi celah tunggal. Jika sebuah sinar laser kita
tembakkan pada celah sempit, maka besarnya koefisien
pemuaian panjang pada alumunium [3].
c.
Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal
Pada difraksi celah tunggal, cahaya sumber
dilewatkan pada satu celah. Pola difraksi cahayanya
bergantung pada perbandingan ukuran panjang
gelombang dengan lebar celah yang dilewati.
Hubungan antara lebar celah dengan panjang
gelombang cahaya dapat dituliskan sebagai berikut
sin
.
(1)
atau
sin
.
(2)
dengan mengasumsikan m=1 maka diperoleh
sin
.
(3)
dengan θ merupakan besar sudut pembelokan
gelombang cahaya (dalam derajat Celcius), m adalah
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Gambar 2. Pola difraksi untuk celah sempit.
Dari gambar 2 diperoleh
,
sangat kecil maka tan
karena sudut
sehingga
, 6) dan
,
(5)
= sin
(7)
atau
,
58
(8)
sehingga
∆
,
,
(9)
maka diperoleh
,
∆
,
(10)
dengan memasukkan ∆ , nilai koefisien pemuaian
alumunium dapat dicari dengan persamaan
(13)
dengan D adalah jarak laser terhadap celah sempit, z
adalah lebar difraksi, Lo adalah panjang logam
alumunium, dan T adalah suhu air. Dengan
menggunakan analisis regresi linier, maka
.
(14)
Persamaan di atas merupakan persamaan linier dengan
, dan x=T, berbentuk
.
(15)
dengan a merupakan gradien garis lurus dan b
merupakan titik potong kurva pada sumbu y adalah
koefisien-koefisien yang dapat dicari dengan regresi
linier tanpa bobot.
dengan nilai a adalah gradien garis lurus,
∑
∑ ∑
,
(16)
∑
(27)
III. METODE PENELITIAN
Percobaan penentuan nilai koefisien pemuaian
Alumunium dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dengan
menggunakan metode difraksi cahaya pada celah
tunggal. Pada percobaan ini, sumber cahaya yang
digunakan adalah laser, dan susunan alat ditunjukkan
oleh gambar 2. Alat dan bahan yang digunakan adalah
1. Logam alumunium, sebagai media penghantar
panas yang akan dicari nilai koefisien
(12)
pemuaiannya.
2. Penjepit (Clamp), untuk menjepit alumunium agar
tidak terlepas ke dalam air.
3. Celah tipis (silet), digunakan untuk media difraksi
cahaya akibat adanya tembakkan cahaya dari laser.
4. Termometer, digunakan sebagai alat pengukur
temperatur. Setiap kenaikan temperatur akan
terbaca oleh termometer ini.
5. Laser Dioda, digunakan sebagai sumber cahaya
difraksi.
6. Tabung, digunakan untuk wadah air yang akan
dipanaskan.
7. Air, digunakan untuk media perambatan kalor.
8. Penggaris, digunakan untuk mengukur lebar celah
difraksi yang terbentuk dari cahaya yang
ditembakkan.
Untuk pertambahan panjang logam memenuhi
persamaan di bawah ini
∆
,
(11)
sehingga diperoleh
∆
,
(12)
,
(26)
∑
dan b adalah titik potong kurva pada sumbu y,
∑
∑
∑
∑
∑
,
∑
(17)
dengan ralat baku estimasi adalah
∑
,
(18)
ralat a dapat dihitung dari
∑
∑
,
(19)
,
(20)
dan ralat b dapat dihitung dari
∑
∑
∑
dari persamaan (13),sehingga diperoleh nilai a adalah
,
(21)
sehingga α dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan
,
(22)
Gambar 3. Alat percobaan penentuan nilai koefisien
pemuaian pada Alumunium dengan menggunakan
metode difraksi celah tunggal [2].
Pada saat cahaya laser ditembakkan mengenai celah
yang tipis, maka akan menimbulkan pola-pola difraksi,
yang berupa pola gelap dan pola terang. Pada saat
kenaikan suhu tertentu, setiap kali cahaya laser
ditembakkan, maka ukur panjang pola difraksi yang
terbentuk. Prosedur ini diulang untuk suhu yang
beragam dengan kenaikan suhunya 30C. Analisis
regresi linier 1/Z terhadap T sesuai persamaan (14)
menggunakan Ms Excel 2007, dan menghasilkan a
dan b. Nilai a digunakan untuk menghitung α dengan
menggunakan persamaan (22) serta ralatnya
menggunakan persamaan (23).
ralat α dapat kita hitung dari rumus perambatan ralat
α
α
λ
∂α∂L0
0212, (23)
dengan
,
(24)
,
(25)
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
59
Dari grafik hubungan antara perubahan suhu (T)
terhadap seperlebar difraksi (1/Z) yang disajikan
dalam Gambar 4, terlihat bahwa nilai 1/Z meningkat
dengan semakin besar T. Sehingga dapat kami
simpulkan data tersebut merupakan data yang linier.
Dari hasil analisis data diperoleh nilai a sebesar
(1,10±0,09) C/m dan b sebesar (352,80±5,84) C/m.
Dengan adanya nilai a yang sudah didapatkan, maka
besarnya koefisien pemuaian panjang pada alumunium
bisa dicari dengan memasukkan nilai a (1,10±0,09)
C/m, λ (650,00±0,20)x10-9 m, D (1,92±0,05) m dan L0
(0,06±0,05) m ke dalam persamaan (21).
Nilai koefisien pemuaian logam alumunium yang
diperoleh dari hasil analisis regresi linier diperoleh
nilai (22,92±1,85)x10-6 (0C)-1 sesuai nilai acuan yaitu
23,1x10-6 (0C)-1. Percobaan penentuan koefisien
pemuaian alumunium dengan menggunakan metode
difraksi celah tunggal dengan analisis regresi linier
terbukti lebih teliti digunakan untuk menentukan
koefisien pemuaian logam alumunium pada khususnya
dan logam yang lain pada umumnya.
Setiap kenaikan suhu menghasilkan nilai
seperlebar difraksi besar pula. Selama percobaan
ditemui beberapa kesulitan, diantaranya perubahan
suhu yang sangat cepat yaitu kelipatan 30C membuat
pengukuran lebar difraksi harus cepat dilakukan. Selain
itu, lebar difraksi yang dihasilkan sangat kecil yaitu
dalam orde milimeter, maka diperlukan tingkat
ketelitian yang sangat baik agar mendapatkan hasil
pengukuran yang akurat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan penentuan nilai koefisien pemuaian
panjang pada alumunium dilakukan dengan
menggunakan metode regresi linier hubungan antara
perubahan suhu (T) dengan seperlebar difraksi (1/Z).
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa setiap kenaikan
suhu 30C menghasilkan besar lebar difraksi yang
berbeda. Nilai lebar difraksi yang dihasilkan semakin
kecil terhadap kenaikan suhunya. Kenaikan suhu
berbanding terbalik terhadap lebar difraksi. Semakin
tinggi suhu air yang dipanaskan, maka logam
alumunium mengalami pemuaian, dan menghasilkan
lebar difraksi yang semakin kecil.
Tabel 1. Data hasil percobaan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
T (oC)
26
29
32
35
38
41
44
47
50
53
56
59
62
65
68
71
74
77
80
83
86
89
92
95
98
4,90E+02
V. KESIMPULAN
Nilai koefisien pemuaian logam alumunium yang
diperoleh dari hasil analisis regresi linier diperoleh
nilai (22,92±1,85)x10-6 (0C)-1 sesuai nilai acuan yaitu
23,1x10-6 (0C)-1. Percobaan penentuan koefisien
pemuaian alumunium dengan menggunakan metode
difraksi celah tunggal dengan analisis regresi linier
terbukti lebih teliti digunakan untuk menentukan
koefisien pemuaian logam alumunium pada khususnya
dan logam yang lain pada umumnya. Untuk penelitian
lebih lanjut disarankan agar mengganti logam yang
lebih bervariasi.
PUSTAKA
[1] Anonim, 2010. Koefisien Pemuaian Panjang.
Diakses
tanggal
11
Juni
2011.
http://wikipedia.com
[2] Fakhrudin, H. 2006. Quantitative Investigation of
Thermal Expansion Using Single-Slit Diffraction.
Journal Of Physics Teacher Vol 44, pp. 82-84.
[3] Bharmanee, P., Thamaphat, K., Satasuvon, P., and
Limsuwan, P. 2008. Mesurement of a Thermal
Expansion Coefficient for a Metal by Diffraction
Patterns from a Narrow Slit. Kasetsart J. (Nat. Sei)
Vol 42, pp. 346-350.
[4] Bijl, D. and Pullan, H. 1955. A new method for
measuring the thermal expansion of solids at low
temperatures; the thermal expansion of copper and
1/Z = 1.102 T + 352.8
R² = 0.98
4,70E+02
1/Z (m‐1)
1/Z (m-1)
384.61538
387.59690
390.62500
393.70079
396.82540
400.00000
403.22581
404.85830
408.16327
409.83607
411.52263
411.52263
413.22314
418.41004
423.72881
427.35043
432.90043
438.59649
442.47788
444.44444
448.43049
452.48869
456.62100
460.82949
467.28972
Z (m)
0.00260
0.00258
0.00256
0.00254
0.00252
0.00250
0.00248
0.00247
0.00245
0.00244
0.00243
0.00243
0.00242
0.00239
0.00236
0.00234
0.00231
0.00228
0.00226
0.00225
0.00223
0.00221
0.00219
0.00217
0.00214
4,50E+02
4,30E+02
4,10E+02
3,90E+02
3,70E+02
3,50E+02
20
40
60
80
T (0C)
100
120
Gambar 4 . Grafik hubungan antara perubahan suhu,
T terhadap seperlebar difraksi 1/Z.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
60
aluminium and the gruneisen rule. Physica 21, pp.
285-298.
[5] Evans, D. and Morgan, J.T. 1991. Low temperature
mechanical and thermal properties of liquid crystal
polymers. Cryogenics 31, pp. 220-222.
[6]
Foster, J.D. and Finnie, I. 1968. Method of
measuring small thermal expansion with a single
frequency Helium-Neon laser. Rev. Sci. Instrum.
39, pp. 654-657.
[7] Wolff, E.G. and Eselun, S. A. 1979. Thermal
expansion of a fused quartz tube in a dimensional
test facility. Rev. Sci. Instrum. 50, pp. 502-506.
[8] Hechts, E. 2002. Optics, Reading: Adison Wesley
Publising Company.
[9] Inbanathan, S.S.R. Moorthy, K., and G.
Balasubramanian, G. 2007. Measurement and
Demonstration
of
Thermal
Expansion
Coefficient. Journal Of Physics Teacher Vol 45,
pp. 566-567.
[10] Du Lianxiang
and Lukefahr Elizabeth.
Coefficient of Thermal Expansion of Concrete
with Different Coarse Aggregates. pp. 1-17.
[11] Russell, R.B., 1954. Coefficients of Thermal
Expansion for Zirconium. Journal of Metals, pp.
1045-1052.
[12] L Dhaene J, Z Henrard, A Landsman,
Vandendorpe S. Vanduffel. 2007. Some results
on the CTE based capital allocation rule, pp. 3-1
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
61
PENENTUAN KOEFISIEN RESTITUSI DENGAN METODE BOUNCE
MENGGUNAKAN SOFTWARE LOGGER PRO
Masdi Saleh1,2) Fatkhulloh2) Arif Rahman Aththibby2), Sumadji2)
1)
SMP Alkhairaat, Jl. Kakatua Ternate
Program Magister Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
[email protected]
2)
Intisari – Dua benda yang bertumbukan akan memenuhi salah satu dari tiga sifat ditinjau dari keelastisannya,
yaitu elastis sempurna, elastis sebagian dan tidak elastis. Angka untuk menggambarkan tingkat keelastisan
tumbukan disebut koefisien restitusi (e). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan koefisien restitusi (e) dari
peristiwa tumbukan bola dengan lantai dengan metode bounce, yaitu membandingkan beberapa ketinggian
pantulan bola dengan tinggi sebelum pantulan. Untuk mengukur beberapa ketinggian pantulan bola secara kontinu
dibutuhkan alat yang mempunyai ketelitian tinggi. Pengumpulan data eksperimen ini menggunakan video based
laboratory (VBL), yaitu perekaman data beberapa ketinggian pantulan bola setiap waktu dalam format video,
kemudian video tersebut di import ke software Logger Pro. Dengan Logger Pro, data hasil tracking gejala fisis
tumbukan direpresentasikan dalam bentuk data dan grafik secara simultan. Out put nya dianalisis dengan Microsoft
Office Excell dan diperoleh e=0,642 berarti tumbukan elastis sebagian. Dengan demikian, dapat disimpulkan
penentuan koefisien restitusi (e) dengan VBL dan Logger Pro sesuai dengan kajian teori dan dapat membantu
mahasiswa menghubungkan representasi gejala fisis tumbukan yang abstrak dengan dunia nyata.
Kata kunci : koefisien restitusi , logger pro, metode bounce
Abstract – Two objects that collide will meet one of three properties in terms of elastisc, that is perfectly elastic,
partially elastic and inelastic. Numbers to describe the collision elasticity is called the coefficient of restitution (e).
This study aims to determine the coefficient of restitution (e) of the collision event with the floor with the ball bounce
method, which compares some of the high altitude of the reflection of the ball before the bounce. To measure the
height of the reflection of a continuous ball needed a tool that has a high accuracy. This collection of experimental
data using a video-based laboratory (VBL), a few altitude data recording every time the ball bounce in video
format, then import the video on the Logger Pro software. With Logger Pro, data tracking the impact of physical
symptoms represented in the form of data and graphs simultaneously. Its output was analyzed with Microsoft Office
Excel and obtained e =0.642 mean elastic collision part. Thus, we can conclude the determination of the coefficient
of restitution (e) with VBL and Logger Pro according to the study of theory and representation can help students
connect the physical symptoms of collisions in the abstract to the real world.
Key words: coefficient of restitution, logger pro, bounce method
Dalam menentukan koefisien restitusi metode
bounce , selain dapat di cari dengan membandingkan
kecepatan benda sesudah dan sebelum tumbukan, kita
juga dapat membandingkan tinggi benda sebelum dan
sesudah tumbukan. Untuk menentukan tinggi bola
setelah terpantul, jika hanya dengan pengamatan biasa.
Data yang di ambil tidak akurat, karena itu software
Logger Pro berpotensi untuk menganalisis data dengan
tepat seperti pada pustaka [4] yang telah melakukan
penelitian penentuan koefisien restitusi menggunakan
video based laboratory (VBL) dan logger pro
sebelumnya.
I. PENDAHULUAN
Peristiwa tumbukan terbagi tiga yaitu tumbukan
elastis sempurna; tumbukan yang tak mengalami
perubahan energi, koefisien restitusinya e = 1,
tumbukan elastis sebagian; tumbukan yang tidak
berlaku hukum kekekalan energi mekanik sebab ada
sebagian energi yang diubah dalam bentuk lain,
misalnya panas.Koefisien restitusinya 0 < e < 1, dan
tumbukan tidak elastis , yaitu tumbukan yang tidak
berlaku hukum kekekalan energi mekanik dan kedua
benda setelah tumbukan melekat dan bergerak
bersama-sama.Koefisien restitusinya e = 0 [1].
Koefisien restitusi bola tenis yang baik menurut
Association of Tennis Professionals (ATP) jika
hambatan udara diabaikan yaitu antara 0.728-0.759 [2],
dan dari penelitian sebelumnya nilai koefisien restitusi
bola tenis yaitu 0.636 [3]. Ini berarti bahwa peristiwa
bounce pada bola tenis merupakan tumbukan lenting
sebagian karena nilai koefisien restitusinya 0< e <1.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
A.Tumbukan
Pada proses tumbukan antara dua benda, gaya yang
terlibat, ketika kedua benda dilihat sebagai satu
kesatuan, hanya gaya internal. Sehingga pada semua
proses tumbukan, selama tidak ada gaya eksternal, total
momentum sistem konstan. Untuk memudahkan
62
Koefisien e disebut koefisien resistusi, dan untuk kasus
tumbukan elastik nilai e = 1.
Tumbukan tak elastik
Tumbukan tak elastik adalah tumbukan yang mana
setelah tumbukan kedua benda menyatu dan bergerak
dengan kecepatan sama, sehingga
Ini berarti
pada tumbukan total tak elastik, nilai e = 0. Untuk
sembarang tumbukan tak elastik, nilai e adalah antara
1
kedua kasus tadi, yaitu 0
Untuk kasus tumbukan umum, dengan koefisien
restitusi e
cukup ditinjau tumbukan dalam satu dimensi. Untuk
kasus dua dan tiga dimensi, karena sifat vektorial dari
momentum, hasilnya dapat diperoleh sebagai jumlahan
vektor kasus satu dimensi. Tinjau tumbukan antara
partikel 1 dan 2, dengan massa m1 dan m2, dan besar
kecepatan awal v1 dan v2. Ketika tumbukan terjadi,
, dan
partikel 1 memberi gaya ke partikel 2 sebesar
partikel 2 memberi gaya ke partikel 1 sebesar
[5].
Dari hukum Newton kedua
(1)
(11)
sehingga
atau
∆
dt
(2)
(12)
Besaran integral di ruas kiri persamaan di atas juga
..
disebut sebagai impuls yang diberikan oleh gaya
Untuk partikel kedua berlaku
∆
dt
dt
(3)
Kasus-kasus khusus, misalnya tumbukan antara dua
benda dengan salah satunya memiliki massa yang
sangat besar. Benda yang bermassa besar praktis tidak
berubah keadaan geraknya, sedangkan benda yang
bermassa kecil akan berbalik arah [5].
sehingga bila persamaan
didapatkan
∆
∆
=
(4)
atau berarti
Tumbukan elastik sebagian
Peristiwa bounce pada bola tenis merupakan tumbukan
elastis sebagian. Pada peristiwa tumbukan elastis
sebagian ini berlaku hukum kekekalan momentum dan
tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik karena
terjadi perubahan Ek. Di sini hanya berlaku hukum
kekekalan
momentum,
seperti terlihat pada simulasi pada gambar 1.
(2) dan (3) dijumlah,
∆
)
=
0
(5)
Dapat disusun ulang sebagai
(6)
Tumbukan elastik
Perlu ditinjau terlebih dulu kasus yang ekstrim, yaitu
tumbukan elastik, di mana tidak ada energi sistem yang
hilang (sebagai panas maupun bunyi), dan tumbukan
total tak elastik, di mana kedua partikel atau benda
menempel dan bergerak bersama-sama yaitu
tumbukan elastik. Dalam tumbukan elastik, energi
sistem sebelum dan sesudah tumbukan, tetap sama [5].
Gambar 1. Peristiwa bounce
Tidak berlakunya hukum kekekalan energi kinetik,
berarti ada energi kinetik yang hilang selama proses
tumbukan sebesar ∆Ek, sehingga menyebabkan
kecepatan setelah tumbukan akan berkurang dari
kecepatan sebelum tumbukan dan pada akhirnya benda
adalah kecepatan relatif benda
akan berhenti
pertama terhadap benda kedua sebelum benda itu
bertumbukan,
adalah kecepatan relatif benda
pertama terhadap benda kedua setelah tumbukan. Pada
kebanyakan tumbukan, besar kecepatan relatif tidak
tetap melainkan berkurang karena suatu faktor tertentu
yang disebut koefisien restitusi (e) [6] :
(7)
Persamaan di atas dapat disederhanakan sebagai
(8)
Dengan membagi persamaan ini, dengan persamaan
(6), diperoleh
(9)
(13)
Misalkan sebuah benda dijatuhkan ke lantai,
bola = benda 1dan lantai = benda 2, maka sebelum dan
sesudah tumbukan kecepatan lantai = 0 sehingga :
atau
1
(10)
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
63
Dalam pustaka [11] mengemukakan bahwa VBL
merupakan alat pendidikan yang dapat memadukan
aspek teoritis dana eksperimental dalam pengajaran
fisika. Video digital interaktif dalam VBL memberikan
kesempatan pada siswa untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran sains [7]. Beichner dan Abbot
(1999) berpendapat bahwa dengan melihat keduanya
yaitu kejadian gerak sebenarnya dengan penyajian
grafik secara abstrak dalam VBL maka siswa akan
lebih mudah membuat hubungan kognitif bila
dihadapkan pada munculnya miskonsepsi terhadap
gerak [9].
Program Logger Pro
merupakan salah satu
softwere dari VBL yang mempunyai keistimewaan
mampu menyajikan gejala fisika secara nyata baik
berupa data kuantitatif dan grafiknya secara simultan
dan memberikan jembatan antara pengamatan langsung
dengan representasi abstrak dari berbagai fenomena
fisika.
Pelacakan posisi gerak dengan warna tampilan yang
berbeda dalam suatu gambar video, mampu mengubah
data yang dihasilkan ke dalam bentuk nilai dan grafik
secara jelas sehingga menawarkan banyak kemungkinan untuk membangun dan menguji model
fisika baik secara konseptual maupun analitis.
III. METODE PENELITIAN
Untuk mendukung proses pelaksanaan penelitian,
diperlukan media dan alat penelitiannya. Media dan
alat penelitian itu adalah satu buah bola tenis, video
recording, komputer, software Loggre Pro , Microsoft
Offiice Excel (selanjutnya disingkat Ms.Excel) dan
software Youtube Converter.
Data diambil menggunakan kamera canon Eos 1100
yang memiliki spesifikasi resolusi 16 MP dalam
bentuk video dan sebelum pengambiran gambar,
dilakukan penandaan ketinggian awal bola tenis dari
titik awal sampai ke lantai yaitu 100 cm.
Saat bola tenis dilepas, pada saat bersamaan video
perekam dijalankan, sehingga keadaan gerak bola tenis
akan terekam setiap saat, dan didapatkan tinggi bola
tenis pada saat sebelum tumbukan maupun setelah
tumbukan. Jika format hasil perekaman video dalam
format selain AVI atau MOV agar terbaca oleh Logger
Pro , maka dilakukan convert dengan software seperti
Youtube Converter. Setelah video dalam extention AVI
atau MOV maka baru dapat dilakukan analisis lewat
Logger Pro. Dengan melakukan tracking setiap gerak
bola tenis, maka secara otomatis pada layar Logger Pro
ditampilkan data dan grafik secara simultan. Setelah
data terkumpul, dieksport dan dianalisis dengan Ms.
Excel, sehingga dapat ditentukan nilai koefisien
restitusi dari tumbukan metode bounce tersebut.
Untuk mencari koefisien restitusi rata-rata, dengan
data yang terbaik maka dilakukan pembandingan tinggi
bola sebelum memantul dan sesudah memantul
kembali sampai pada pantulan ke tiga.
(14)
Dimisalkan tinggi benda ketika dipantulkan
adalah h1, dan tinggi benda saat memantul adalah
setinggi h2 dari lantai. Dengan menggunakan
persamaan gerak jatuh bebas, kecepatan benda ketika
mengenai lantai dan kecepatan memantulnya dapat
maka
:
dinyatakan sebagai h1 dan h2,
2
(15)
2
(16)
maka diperoleh nilai e :
(17)
di
mana
:
H = tinggi benda saat dijatuhkan (m)
h = tinggi benda saat memantul kembali (m)
B.Software Logger Pro
Kemajuan teknologi komputer saat ini telah
memunculkan alternatif teknik analisis melalui
rekaman video, yang dikenal dengan istilah Video
Based Laboratory (VBL). Analisis melului video
dimungkinkan oleh karena teknologi komputer mampu
menangkap dan menjalankan kembali gambar bergerak
resolusi tinggi dengan cukup mudah. Perserta didik
dapat mengkonsentrasikan pada gambaran gejala fisika
dalam video dan bukan pada teknik pengumbulan data.
Melalui software yang dikembangan untuk VBL untuk
yang mengolah video digital secara interaktif,
memungkinkan siswa menangani kejadian gerak dalam
video dan dapat menganalisis gerakan dengan cermat
melalui grafik yang dibuat oleh mikrokomputerv [7].
Ide menggunakan video untuk menganalisis gerak
pertama kali dikembangkan oleh D. A. Zollman dan R.
G. Fuller di tahun 1994, yaitu dengan menggunakan
gambar videodisc yang ditayangkan di layar televisi.
Peserta didik diminta memasang lembar plastik
transparan pada layar dan memberi tanda di posisi
objek ketika bergerak dari frame ke frame. Tandatanda ini kemudian digunakan untuk membuat grafik
gerakan objek [8]. Sedangkan penggunaan komputer
dalam kegiatan laboratorium fisika telah dimulai
dipertengahan tahun 1980-an oleh Beichner.
Ketersediaan teknologi yang relatif primitif saat itu
hanya menghasilkan gambar hitam putih. Objek
bergerak dari digitalisasi video sulit diorganisir, karena
minimnya warna atau bayangan abu-abu yang datar [9]
.
Saat in telah tersedia beberapa perangkat lunak
untuk VBL, seperti VideoPoint dari Lenox Softwork
yang dikembangkan untuk Workshop Physics Project.
Vernier Software & Technology mengembangkan
Logger Pro sebagai perangkat lunak untuk mengambil
dan menganalisis data dari Vernier Lab Pro 3, yang
memiliki fasilitas Video Analysis untuk membuat dan
menganalisis grafik representasi gerak yang terlihat
dalam video. Kontrol panel utama dari perangkat lunak
secara otomatis atau manual dengan mudah
dioperasikan dalam menjalankan rekaman video dari
frame ke frame sehingga kejadian atau perubahan
gejala sebagai fungsi waktu dapat teramati [10].
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis dengan Logger Pro diperoleh data seperti
gambar 2.
64
PUSTAKA
[1] Adi Warsito, 2009. momentum
impuls,
http://adiwarsito.files.wordpress.com,
diakses
tanggal 12 Mei 2012
[2] A. Roux and J. Dickerson, Coefficient of
Restitution
of
a tennis
ball, IB
Physics,
International School Bangkok,
HISB Journal
Of Physic 2007, pp. 1-7.
[3] N. Farkas and R.D. Ramsier, Physics Education
41,De partments of Physics and Chemistry, The
University of Akron, Akron, OH 443254001,USA,2006, pp.73-75
penentuan
koefisien
restitusi
[4] Fatkhuloh,
menggunakan
Video based laboratory dan Logger Pro
3.84. Prosiding
Seminar
Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
[5] Mirza Satriawan, Fisika Dasar, Universitas Gajah
Mada,,
2007.
[6] Bennet and Meepagala, 2006, coefficient of
restitution
Website http://hypertextbook.com/facts/2006/restit
ution.shtml,
diakses tanggal 20 juni 2012.
[7] Escalada, L. T., et al., 1996, Application of
Interactive Digital Video in a Physics Classroom,
Journal of Educational
Multimedia and
Hypermedia, 5(1), pp.73-97.
[8] Zollman, D. A. and Fuller, R. G., Teaching and
Learning Physics with Interactive Video, Physics
Today, 47(4), 1994,pp.41-47.
[9] Beichner, R. J., and Abbott, D. S., 1999, VideoBased Labs for Introductory Physics Courses,
JCST November 99.
Vernier International, 2004, Data Collection
[10]
with Computer and Handhelds 2004 Catalog.
http://www.vernier-intl.com, di akses 22 Juni 2012
Gamboa, F., et al., 1999, Specification and
[11]
Development
of
A
Physics Video Based Laboratory, Instrumentation a
nd Development Vol. 4 Nr. 5.
Gambar 2. Hasil tracking tinggi bola sampai pada
pantulan ke tiga
Dari hasil tracking dalam gambar 1 dieksport ke Ms.
Excel, sebagaimana tabel 1.
Tabel 1. Tinggi bola sebelum dan sesudah
terpantul sampai pada pantulan ke tiga
h rataH (m) h1 (m) h2(m)
h3(m)
rata
0.9971 0.5948 0.3790 0.2595
0.4111
Berdasarkan data dari Logger Pro, yang diimport ke
Ms. Excel dan diolah menggunakan persamaan (17)
diperoleh nilai koefisien restitusi e =0.642 . Hasil e ini
jika dibandingkan dengan nilai e yang diperoleh N.
Farkas and R.D. Ramsier [3] yang menyatakan bahwa
koefisien restitusi bola tenis sebesar 0.636 maka
penelitian ini memiliki ketelitian tinggi dengan tingkat
kepercayaan 99,1 %. Nilai tersebut sesuai dengan
kajian teori , yang menyatakan bahwa peristiwa bounce
pada bola tenis merupakan peristiwa lenting sebagian
karena nilai 0<e<1 sehingga penentuan nilai koefisien
restitusi dengan metode bounce menggunakan Logger
Pro dapat digunakan untuk membantu menjelaskan
kepada mahasiswa.
V. KESIMPULAN
Nilai koefisien restitusi bola tenis dengan metode
bounce = 0.642 dengan tingkat kepercayaan 99.1 %
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka
secara teoritis software logger pro bisa diterima dan
bisa digunakan sebagai media untuk pembelajaran bagi
mahasiswa.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program
Studi Magister Pendidikan Fisika UAD atas dukungan
finansial dalam kegiatan ilmiah ini.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
dan
65
PENENTUAN KOEFISIEN VISKOSITAS ZAT CAIR DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI LINIER
HUKUM OSTWALD-DE WAELE
Amelia Zahara1), Okimustava 2)
Program S-1 Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus III : Jln. Prof. Dr. Soepomo,SH. Janturan Yogyakarta 55164 Telp. (0274) 381523, 379418
E-mail: [email protected]
Intisari – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai viskositas zat cair, sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah air mineral. Dalam percobaan ini digunakan pipa kapiler dengan panjang (L) (10,148 ±
0,012) cm. Luas penampang gelas Beaker (S) (6,350 ± 0,009) cm2 dan diameter pipa kapiler (R) (0,112 ± 0,006)
cm. Percobaan dilakukan dengan cara mengisi gelas beaker dengan air sampai ketinggian 250 ml, setelah diisi
dengan air gelas beaker dihubungkan dengan sensor gaya dan langsung dikoneksikan dengan program logger ke
PC komputer untuk mendapatkan data dan grafik hubungan antara kontrol berat (Power Law) dan kelajuan air
yang mengalir melalui pipa kapiler sampai air dalam gelas habis. Koefisien viskositas dihitung melalui analisis
regresi linier dengan menggunakan hukum Ostwald-de Waele dengan perilaku cairan non newtonian yang mengalir
dengan percepatan gravitasi dari tabung dengan pipa kapiler. Viskometer kapiler yang dibuat dengan
menggunakan hukum Ostwald-de Waele cukup praktis dan efisien, dari hasil percobaan diperoleh nilai sebesar
η=(0,468.10-2 ± 0,106) 10-2 poise pada suhu 28°C.
Kata kunci: hukum ostwald-de waele, regresi linier, viskositas, Newtonian, no-Newtonian.
Abstract – This research is aimed to know the viskositas value of liquid. The sample which is used in this research
is mineral water. This experiment use capillary pipe with length (L) (10,148 ± 0,012) cm. The wide of beaker
glass ((S) (6,350 ± 0,009) cm2 and the diameter of capillary pipe (R) (0,112 ± 0,006) cm, this experiment is done
with fulfilling water into beaker glass until its high is 250 ml. after that, beaker glass is connected with energy
sensor and connected to the logger program in the computer to get data and relation graphics between weigh
control ( power law ) and water speed pass through capillary pipe until water in the glass is finished. Viskosiats
coefficient is count through linier regresi analysis use astwald – de law with non Newtonian liquid which flowing
with gravity velocity from storage with capillary pipe. Capillary viskometer which is made from ost wald de law is
practice and efficient. From the experiment is gotten value η=(0,468. ± 0,106) 10-2 poise at temperature 28°C.
Key words: Ostwald law, linier regression, viskositas
I. PENDAHULUAN
Zat cair memiliki koefisien kekentalan yang
berbeda beda.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui berapa koefisien kekentalan suatu fluida
yang diukur dengan menggunakan regresi linear
hukum Ostwald-de waele. Sehingga data tersebut dapat
digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan
koefisien kekentalan viskositas pada masing-masing
sampel. Fluida yang digunakan adalah Air. penelitian
bertujuan untuk mencari nilai viskositas air pada suhu
28°C.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan[1],
telah diperoleh nilai viskositas Air, Minyak Jarak dan
Oli Mesin sesuai table 1 Dengan menggunakan Hukum
Stokes dengan regresi linier menggunakan Bola yang
dijatuhkan dalam suatu bejana yang berisi Fluida.
Dengan kesimpulan bahwa jika fluida dinaikkan
temperaturnya maka nilai viskositasnya akan
berkurang.
Berdasarkan teori yang dikemukakan[2], viskometer
kapiler yang dibuat dengan kontrol berat di mana laju
alir dan penurunan tekanan biasanya diperlukan untuk
viskometer kapiler-tabung akan diganti dengan
mengukur ketergantungan waktu dari berat cairan
dalam tangki di bawah gravitasi melalui pipa kapiler.
Berdasarkan teori tersebut dilakukan penelitian untuk
menengetahui nilai koefisien kekentalan air, untuk
menganalisis aliran cairan non-Newtonian yang
digambarkan oleh model power-hukum Ostwald-de
Waele.
II. LANDASAN TEORI
A. Viskositas
Viskositas (kekentalan) berasal dari perkataan
Viscous. Suatu bahan apabila dipanaskan sebelum
Tabel 1. Nilai Viskositas pada berbagai suhu
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
66
menjadi cair terlebih dahulu menjadi viscous yaitu
menjadi lunak dan dapat mengalir pelan-pelan.
Viskositas dapat dianggap sebagai gerakan dibagian
dalam (internal) suatu fluida [3].
∂p
1 ∂
+ ρg −
( rτ )
∂z
r ∂r
0=−
(1)
dimana ρ adalah densitas cairan dan g adalah
percepatan gravitasi. Cairan memasuki pipa kapiler
P = ρgh (t )
pada tekanan z =0
,dengan h adalah ketinggian
kolom cairan. Karena ujung kapiler pada tekanan
atmosfer, P|z=Lc=0, dengan besar tekanan − (∂p ∂z )
sepanjang pipa kapiler tersebut adalah,
Gambar 1. Perubahan bentuk akibat dari penerapan
gaya-gaya geser tetap
Suatu cairan dimana viskositas dinamiknya tidak
tergantung pada temperatur, dan tegangan gesernya
proposional (mempunyai hubungan liniear) dengan
gradient kecepatan dinamakan suatu cairan Newton[7]
−
∂p ρgh m (t ) g
=
=
∂z
Lc
SL c
(2)
dimana m(t) adalah massa cairan dalam tangki pada
waktu t. maka digunakan pers 1 dan 3, keemudian
persamaannya menjadi,
⎛ m (t )
⎞
k ∂ ⎡ ⎛ ∂u n
⎜⎜
+ ρ ⎟⎟ g =
⎢r⎜ −
r ∂ r ⎣ ⎜⎝
∂r
⎝ SL c
⎠
⎞⎤
⎟⎟ ⎥
⎠⎦
(3)
Integrasi dari persamaan 4 tanpa syarat slip batas,
u (r , t ) r =R = 0
(4)
Kemudian menghasilkan persamaan kecepatan,
⎡⎛ m (t )
⎞ gR ⎤
+ ρ ) ⎟⎟
u ( r , t ) = ⎢ ⎜⎜
⎥
⎠ 2k ⎦
⎣ ⎝ SL c
Rn
⎛ r ⎞
(1 − ⎜
⎟
n + 1
⎝ R ⎠
2
n
(5)
Gambar 2. Gradien kecepatan du/dz
Kecepatan zat cair dalam kapiler adalah
Cairan non-Newtonian merupakan cairan dimana
tegangan geser hanya tergantung pada gradient
kecepatan saja, walaupun hubungan antara tegangan
geser dan gradient kecepatan tidak linier, namun tidak
tergantung pada waktu setelah cairan menggeser.
Sedangkan tegangan geser tidak hanya tergantung
pada gradient kecepatan tetapi tergantung pula pada
waktu cairan menggeser atau pada kondisi sebelumnya.
Cairan ini menunjukkan karakteristik dari zat pada
elastis dan cairan viskus.
Menurut persamaan bernouli, bila fluida mengalir
secara tunak lewat sebuah pipa panjang horizontal
berpenampang konstan yang sempit, tekanan sepanjang
pipa akan konstan. Gaya gesekan yang diberikan oleh
tiap lapisan fluida pada lapisan fluida tetangganyayang
bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Gaya gaya
gesekan ini dinamakan gaya viskos[4] .
Pada Umumnya, viskositas cairan bertambah bila
temperature berkurang. Jadi dalam iklim yang dingin
minyak mobil dengan derajad yang lebih encer
digunakan untuk melumasi mesin mobil dimusim
dingin dibandingkan dengan musim panas [4].
u (t ) =
2
R2
∫
R
0
⎡⎛ m (t )
⎞ gR ⎤
u ( r , t ) rdr = ⎢ ⎜⎜
+ ρ ⎟⎟
⎥
⎠ 2k ⎦
⎣ ⎝ SL c
1
n
Rn
3n + 1
(6)
Dengan menggunakan persamaan kontinuitas, kita
dapat mengekspresikan (u(t)) dalam tingkat perubahan
massa dalam tangki,
u (t ) = −
1
πR 2ρ
dm
dt
(7)
Tanda negatisf berarti massa dalam tangki
menurun. Sisi kanan pada persamaan (7) disamakan
dengan persamaan (8) dan memperoleh,
dm
dt
= − (m + ρ L c S
)
1
n
⎛
gR
⎜⎜
⎝ 2 kSL
c
⎞
⎟⎟
⎠
1
n
πρ R 3 n
3n + 1
(8)
Integrasi dari persamaan (9) untuk limit kondisi
awal =0= m0, dimana m0 adalah massa zat cair dalam
tangki pada waktu t=0, hubungan antara keduanya
adalah
α
m ( t ) = (m 0 + ρ L c S )(1 + β t ) − ρ L c S , α = n /( n − 1 )
dan
β =
B. Hukum Ostwald de-Waele
Sebuah tangki silinder yang memiliki penampang S
yang dibawahnya mengalir pipa kapiler dengan jari jari
R dan panjang Lc (R/Lc <<1) . Dalam system koordinat
silinder (r, , z), persamaan untuk tegangan geser τ
dengan asumsi arus searah pipa kapiler, lalu muncul
komponen aksial keseimbangan momentum
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
1
n
n −1
πR 3ρ
3 n + 1 (m 0 + SL c ρ
⎡⎛ m 0
⎞ gR ⎤
⎜
+ ρ ⎟⎟
⎥
) ⎢⎣ ⎜⎝ SL c
⎠ 2k ⎦
1
n
(9)
Persamaan diatas berkaitan dengan model powerlaw, berkurangnya zat cair pada tangki seiring dengan
waktu yang terus berjalan. Jika kita tahu parameter
Rheologi n dan k, laju geser dinding dan viskositas
pada tingkat geser dapat dihitung sebagai berikut,
67
y
w
⎡⎛ m (t )
⎞ gR ⎤
( t ) = ⎢ ⎜⎜
+ ρ ⎟⎟
⎥
⎠ 2k ⎦
⎣ ⎝ SL c
1
n
, η = ky
untuk nilai a juga bisa diperoleh dari data logger,
maka
n −1
w
a=
(10)
C. Penentuan Viskositas
Sebuah tangki dengan pipa kapiler bergabung
vertikal kebawah dipenuhi dengan zat cair test yang
tergantung dengan sensor gaya. Diameter panjang dan
dalam pipa kapiler dipilih untuk memastikan total debit
cairan dari tangki. Sensor gaya dihubungkan melalui
system akuisi data ke computer variasi berat m(t) untuk
zat cair dalam tangki sebagai fungsi waktu. Untuk
tingkat geser dalam tabung menunjukan bahwa zat
cair berperilaku sebagai cairan Newtonian. Untuk nilai
besar alfa seperti yang ditemukan untuk beta cairan
kita menggunakan persamaan
(20)
dari rumus tersebut dapat diperoleh nilai viskositas
sbb;
⎛ πR 4ρg
η = ⎜⎜
⎝ 8 SL c a
(11)
dicari
bisa
(12)
∂η πR4 ρg
=
,
∂Lc 8SL2ca
πR4 ρg
∂η
=−
,
∂a
8SLc a
∂η πR4 ρg
=
,
∂S 8S 2 Lc a
2
⎛ πR4g ⎞
+⎜⎜
Sρ ⎟⎟
⎝8SLca ⎠
2
⎛ πR4ρ ⎞
+⎜⎜
Sg ⎟⎟
⎝8SLca ⎠
2
⎛πR4ρg ⎞
+⎜⎜
SLc ⎟⎟
⎝ 8Sa ⎠
2
⎛πR4g ⎞
+⎜⎜
Sa ⎟⎟
⎝ 8SLc ⎠
2
⎛ πR4ρg ⎞
+⎜⎜ 2 SS ⎟⎟
⎝8S Lca ⎠
(29)
⎛ πR 4 ρg ⎞
⎟⎟; x = t
a = ⎜⎜ −
⎝ 8SLcη ⎠
Untuk mengetahui garis lurus terbaik hubungan
berat dengan waktu dapat diperoleh nilai a dan b [6]
dengan
a=
1
(N ∑ xi yi − ∑ xi ∑ yi )
∆
b=
1
∆
(13)
(∑ x ∑ y − ∑ x ∑ y )
i
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Percobaan penentuan koefisien viskositas dilakukan
di (LTPS) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Alat yang digunakan adalah tabung yang diberi lubang
bagian bawahnya kemudian dihubungkan dengan pipa
kapiler dan gelas tersebut diikat dengan tali kepada
sebuah sensor gaya untuk dihitung perbandingan massa
terhadap laju aliran air.
A. Alat dan bahan
1. stopwatch digital merk Alba tipe SW01-X008
skala terkecil 0,01 sekon
2. jangka sorong merk Tricle skala 0,05 sampai
dengan 20,00 cm
3. thermometer alkohol skala terkecilnya 1°C
dengan jangkauan maksimal 112°C dan
jangkauan minimalnya -112°C,
4. pipa kapiler (Capillary tube) dengan diameter 0,1
cm.
5. gelas ukur (Beaker) merk Phyrec dalam ukuran
(250,00 ± 0,25) ml
6. Air mineral
7. PC
8. Force Sensor
9. Vernier Logger
10. Software Logger Pro edisi 3.2
i
(14)
dengan
∆ = N ∑ xi2 − (∑ xi ) 2
(15)
dan ralat baku estimasi regresi adalah
1
σ2 =
∑ ( yi − yˆi )2
N −2
(16)
Ralat a dapat dihitung dari
Nσ 2
∆
(17)
dan ralat b dapat dihitung dari
∑x
2
i
(18)
Berdasarkan hasil regresi, koefisien viskositas dapat
dihitung dari
a=
∂η πR4 ρ
=
,
∂g 8SLca
2
y = m(t ); c = (m0 + ρLc S )
∆
∂η π 4R4 g
=
,
∂ρ 8SLca
⎛ πρg ⎞
Sη = ⎜⎜
SR ⎟⎟
⎝8SLca ⎠
dengan
σ2
∂η π 4R3 ρg
=
,
∂R
8SLc a
sehingga persamaan ralat viskositas diperoleh
sebagai berikut
y = ceax
σb =
2
(22)
karena persamaan dalam bentuk ekponensial maka
digunakan persamaan regresi liniear yang berbentuk [5]
σa =
2
dengan nilai
viskositas
i
2
2
2
2
⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞⎟ ⎛ ∂η ⎞ ⎛ ∂η ⎞
Sη = ⎜ SR ⎟ + ⎜⎜ Sρ ⎟⎟ + ⎜⎜ Sg ⎟⎟ + ⎜⎜
Slc ⎟ + ⎜ Sa⎟ + ⎜ Ss⎟
⎝ ∂R ⎠ ⎝ ∂ρ ⎠ ⎝ ∂g ⎠ ⎝ ∂Lc ⎠ ⎝ ∂a ⎠ ⎝ ∂S ⎠
⎛ πR 4 ρg ⎞
t ⎟⎟ − ρLc S
m(t ) = (m0 + ρLc S )exp⎜⎜ −
⎝ 8SLcη ⎠
2
1
⎞
⎟⎟
⎠
(21)
Untuk ralat viskositas digunakan analisis regresi
linier dengan variasi massa zat cair,
⎛
⎛ ρ g πR 4 ⎞ ⎞
lim α − ∞ ⎜ (1 + β t )α = exp ⎜⎜ −
t ⎟⎟ ⎟
⎜
⎟
⎝ 8 SLcη ⎠ ⎠
⎝
Kemudian untuk
menggunakan persamaan
ρgπS 4
8SLη
ρgπS 4
8SLη
(19)
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
68
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Σ
Gambar 3. Desain alat eksperimen
B. Prosedur Pengambilan Data
Percobaan penentuan koefisien viskositas (η)
dengan pipa kapiler sepanjang (10,148 ± 0,012) cm,
berdiameter luar (0,296 ± 0,002) cm. Langkahlangkah percobaannya sebagai berikut:
1.179839872
1.168250822
1.14432504
1.156287931
1.132362149
1.132362149
1.114417813
1.102828763
1.084884426
1.084884426
1.060958645
1.049369594
17.02805004
1,25
Force (N)
1,2
y = ‐0,002x + 1,216
R² = 0,986
1,15
1,1
1,05
1. Panjang pipa kapiler diukur menggunakan jangka
sorong.
2. Diameter pipa kapiler diketahui dari skala yang
terdapat pada pipa.
3. Suhu air diukur menggunakan termometer dan
massa air ditimbang pada volume 250 ml.
4. Dicari nilai massa jenis (ρ) pada Air dengan
persamaan ρ = m / v
5. Tabung diisi dengan sampel air mineral dengan
volume 250 ml
6. Aliran air mineral sebagai zat cair
7. Data keluar dari senser gaya kemudian dibaca
oleh data logger dan dianalisis menggunakan
program logger.
8. diamati pada data loger yang sudah
disambungkan ke PC sebagai data yang diperoleh
dan memasukkan data pada table exel.
1
0
20
40
Time (s)
60
80
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Waktu (s) dan
Berat (N)
Dari data dan grafik yang diperoleh terlihat
bahwa semakin kecil berat air yang terukur maka
waktu untuk kelajuan air semakin lama begitu pula
sebaliknya. Dengan percobaan yang telah dilakukan
diperoleh nilai viskositas Air sebesar η=(0,468. ±
0,106) 10-2 poise pada suhu 28°C.
Dalam percobaan ini masih banyak terdapat
kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan
peneliti dalam menjalankan prosedur yang sudah
seharusnya dijalankan, mungkin bisa dijadikan
pengalaman bagi semuanya terutama bagi yang akan
melanjutkan penelitian ini.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan melakukan kegiatan sesuai dengan langkah
kerja pada jalannya penelitian, maka hasil penelitian
ini dijelaskan sebagai berikut:
Secara grafik hasil eksperimen dari data yang telah
dianalisis dengan menggunakan regresi linier Hukum
Ostwald de-Waele untuk zat cair dengan sampel yaitu
air pada suhu 28°C .
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan viscometer kapiler
dengan kontrol berat yang digunakan untuk untuk
menganalisis aliran zat cair (cairan non Newtonian).
Fitur penting dari viskometer yang telah dibuat adalah
kesederhanaan dan kemampuan untuk mengukur
viskositas cairan terus menerus atas berbagai suku
geser dalam menjalankan prosedur percobaan dengan
baik.
Nilai viskositas air pada suhu 28°C adalah
η=(0,468.10-2 ± 0,106) 10-2 poise, nilai ini diperoleh
dengan menggunakananalisis regresi linier “Power
Law Hukum Ostwald de-Waele” dengan menggunakan
pipa kapiler yang terbukti lebih teliti dan menggunakan
alat yang praktis dan efisien untuk mendapatkan
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran dengan Menggunakan
Sensor Gaya dan Logger
No
Time (s) Force (N)
1
0
1.22170999
2
5
1.203765654
3
10
1.191802763
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
525
69
koefisien viskositas air. Nilai yang diperoleh pada
perbaan kali ini masih jauh jika dibandingkan dengan
referensi yang ada karena terjadi kesalahan dalam
pengambilan data.
Untuk
percobaan
lainnya
disarankan
menggunakan pipa kapiler yang lebih panjang dengan
diameter pipa kapiler lebih besar disesuaikan dengan
zat cair yang akan digunakan sebagai sampel.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih saya ucapkan kepada pihak-pihak
terkait, dosen pembimbing, Kepala Laboratorium
Teknologi Pembelajaran Sains (LTPS), asisten
laboratorium fisika Universitas Ahmad Dahlan, serta
rekan-rekan yang telah banyak membantu penelitian
ini.
PUSTAKA
Artikel jurnal:
[1] Budianto, A. Metode Penentuan Koefisien
Kekentalan Zat Cair Dengan Menggunakan
Regresi Linear Hukum Stokes, 2008.Website:
http://jurnal.sttnbatan.ac.id/wpcontent/uploads/20
08/12/12- anwar157-166.pdf, diakses tanggal 2
Februari 2011.
[2] Digilov, M., Gurfinkel, dan Reiner, M., Analysis
of non-Newtonian Power-Law Liquids With a
Weight-controlled capillary viscometer, 2008.
Website
:http://aapt
.org/ajp/2008/3/10.pdf,
diakses tanggal 4 maret 2011
[3] Sears, F. W. dan Zemansky, M.W. Fisika untuk
Universitas 1 Mekanika, Panas, Bunyi.
Penerjemah : Soedarjana dan Achmad, Amir,
Jakarta: Mandiri, 1982.
[4] Tipler, P., A., Fisika Untuk Sains dan Teknik,
Erlangga, Jakarta. 2001.
[5] Bevington, P.R.,Robinson, D.K.,.Data Reduction
and Error Analysis For The Physical Sciences,
McGraw-Hill Companies.New York, 2003
[6] Ishafit, Analisis Data Eksperimental Fisika ppt.
Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan, 2009
[7] Septiana. Penentuan Tingkat Kekentalan Oli
mineral,Semi Sintetik dan Sintetik Pada Berbagai
Suhu Menggunakan Viskometer Ostwald.
Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan. 2010.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
70
PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI BUMI DENGAN EKSPERIMEN TERKOMPUTERISASI
PADA BENDA JATUH BEBAS
Femila Amor Nurdila1), Irnin Agustina Dwi Astuti2), Tunut Rochmaniyah3), Ishafit4)
ProgramStudi Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
e-mail : [email protected]
Intisari – Makalah ini menyajikan eksperimen penentuan percepatan graviasi bumi dengan metode gerak jatuh
bebas. Percepatan gravitasi bumi yang dialami oleh suatu objek yang berada dipermukaan laut katulistiwa
besarnya adalah 9,789 m/s2 dan 9,832 m/s2 pada permukaan laut di kutub utara. Dalam eksperimen ini
menggunakan 3 buah lilitan yang dipisahkan oleh jarak tertentu. Data yang diambil disajikan dalam bentuk waktu
(t) yang dihitung dari gejala induksi oleh magnet yang melalui lilitan. Ketika magnet dijatuhkan, waktu diukur dari
munculnya pulsa ketika magnet menginduksi lilitan dengan menggunakan software audacity. Dari pulsa tersebut
memunculkan hasil waktu pada masing-masing jarak lilitan. Metode analisis data yang digunakan adalah nilai
rata-rata dari hasil percepatan gravitasi yang dilakukan dalam 10 kali pengambilan data.Hasil eksperimen nilai
percepatan gravitasi bumi sesuai dengan nilai acuan yaitu sebesar (9,78 ± 0,49) m/s2dengan penyimpangan sebesar
0,02 %.
Kata kunci:percepatan gravitasi, gerak jatuh bebas, medan magnet, audacity 1.3 beta (Unicode)
Abstract –This paper presents the experimental determination of gravity by free fall method. Acceleration of
gravity experienced by an object which his the surface equatorial ocean and the magnitudeis 9,789 m/s and 9,832
m/s at sea level at the north pole.In these experiments using 3 loops separated by a distance. The data presented in
the form of time (t) taken are calculated from the symptoms induced by the magnet through the coil. When the
magnet is dropped, when measured from the emergence of the coil induces a magnetic pulse when using audacity
software. Of the wave pulse rise time on the distance of each coil. Methods of data analysisused is the average
valueofeach of the acceleration of gravity is carried out in 10 times of data collection. The experimental results the
value of gravity in according to with the reference value in the amount of (9,78 ± 0,49) m/s2 with a deviation of 0,02%.
Key words: accelerationof gravity, free fallmotion, magnetic field, audacity1.3beta(Unicode)
kumparankawat dan dibantuan aplikasi software
komputer berupa audacity 1.3 beta (Unicode).
I. PENDAHULUAN
Gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi
antara semua partikel yang mempunyai massa di
alam semesta. Sebagai contoh, bumi yang memiliki
massa yang sangat besar menghasilkan gaya gravitasi
yang sangat besar untuk menarik benda-benda di
sekitarnya, termasuk makhluk hidup, dan bendabenda yang ada di bumi. Gaya gravitasi ini juga
menarik benda-benda yang ada di luar angkasa,
seperti bulan, meteor, dan benda angkasa lainnya,
termasuk satelit buatan manusia. Percepatan gravitasi
bumi yang dialami oleh suatu objek yang berada
dipermukaan laut katulistiwa besarnya adalah 9,789
m/s2 dan 9,832 pada permukaan laut di kutub utara [1].
Suatu tempat mungkin mempunyai besar
percepatan gravitasi bumi yang berbeda dengan
tempat yang lain. Permasalahan yang muncul adalah
bagaimana cara menghitung besarnya percepatan
gravitasi bumi dengan ketelitian yang tinggi, karena
ketidaktelitian pengamatan dan juga ketidaktepatan
alat ukur yang digunakan dapat mempengaruhi hasil
pengukuran.
Pengukuran nilai gravitasi bumi (g) dapat diukur
dengan berbagai metoda. Bentuk-bentuk paling
sederhana misalnya dengan menggunakan pegas atau
bandul yang diketahui konstanta-konstantanya.
Metode penentuan nilai gravitasi bumi yang tidak
kalah mudahnya namun dapat memperoleh hasil yang
lebih akurat adalah dengan metode Gerak jatuh
bebas. Metode ini menggunakan alat berupa magnet,
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
II. TEORI
a. Penelitianterdahulu
Penelitian
terdahulu
tentang
penentuan
percepatan gravitasi bumi salah satunya dilakukan
oleh Kusuma, menentukan percepatan gravitasi
bumi dengan memanfaatkan laser, LDR (Light
Dependent Resistor). Dalam hal ini, suatu teknik
komunikasi data serial sinkron dapat dilakukan
antara mikrokontroler AT89S51 dengan komputer
melalui RS232. Oleh karena itu instrumen yang
dibuat dapat mengukur secara otomatis dengan
menggunakan Mikrokontroler AT89S51 dan
pemrograman Borland Delphi 7.0 sebagai tampilan.
Penelitian ini memperoleh nilai g sebesar 9,892
m/s2[2].
Penelitian yang dilakukan oleh Oktova ,
menghasilkan percepatan gravitasi bumi di daerah
9,78
lanud adisucipto diperoleh nilai
0,07 m/s [3].
b. Gerak jatuh bebas
Gerak suatu partikel yang mempunyai
percepatan konstan adalah hal yang biasadijumpai
di alam ini. Sebagai contoh, di dekat permukaan
bumi semua benda yang tidak ditopangakan jatuh
secara vertical dengan percepatan konstan karena
adanya gravitasi bila dianggap bahwa hambatan
udara dapat diabaikan. Percepatan karena gravitasi
71
dinyatakan oleh g dan mempunyai nilai hampiran g
= 9,81 m/s2 = 32,2 ft/s2[4].
Gerak jatuh bebas merupakan bagian dari gerak
lurus berubah beraturan, dengan percepatan berupa
percepatan gravitasi.
Pada mulanya benda
memiliki kecepatan awal sama dengan nol , pada
ketinggian tertentu. Akhirnya kecepatan bertambah
(dipercepat) seiring dengan waktu hingga dititik ke
bawah sebelum membentur permukaan tanah
kecepatannya menjadi
maksimal. Persamaan
posisinya adalah
(1)
Pada kasus gambar 1, So diabaikan dan untuk
persamaan h1 sebagai berikut
So
1
Hubungkankekomputer
h1
2
h2
(2)
Sedangkan untuk h2,
1 2
h2 = V01t 2 + gt2
2
(3)
3
Pada posisi 1 dan 2 berlaku
V02 = V01 + gt
Gambar 1. Skema alat percobaan[5]
(4)
Pada persamaan (2) dan (3) masing-masing suku
dibagi dengan t. Untuk posisi 1 ke 2,
h1
1
= V01 + gt1
t1
2
c. Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah dimana gaya
magnet dapat dirasakan akibat adanya muatan
bergerak. Medan magnet biasanya digambarkan
dengan garis gaya magnet, yang biasa disebut
kerapatan medan fluks B. medan magnet tidak
hanya terdapat di sekeliling magnet permanen tapi
juga ditimbulkan dari arus listrik yang mengalir
pada suatu kawat. Hal ini juga dikemukakan oleh
Hans Christian Oersted (1777-1851), ahli fisika
Denmark bahwa disekitar arus listrik terdapat
medan magnet. Ketika lilitan kawat diarliri arus,
disekitar kawat tersebut akan timbul medan
magnet. Adanya gerak relatif magnet atau
kumparan
akan
mengakibatkan
terjadinya
perubahan medan magnet.
d. Audacity 1.3 beta (Unicode)
Audacity merupakan software pengolahan file
suara yang berlisensi gratis. Salah satu fungsi dari
Audacity adalah kemampuan merekam sinyalsinyal suara yang ada di dalam komputer, maupun
dari luar komputer. Pada eksperiment ini Audacity
digunakan untuk merekam sinyal dari perubahan
medan magnet kesinyal listrik yang nantinya akan
ditampilkan dalam bentuk gelombang.
(5)
Sedangkan untuk posisi 2 ke 3,
h2
1
= V02 + gt 2
t2
2
(6)
Substitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan
(6), sehingga persamaannya menjadi
h2
1
= V01 + gt1 + gt 2
2
t2
Kemudian substitusikan
persamaan (7), sehingga
persamaan
(7)
(5)
h2 h1 1
− = g (t1 + t 2 )
t 2 t1 2
ke
(8)
Jadi, persamaan untuk menentukan percepatan
gravitasi adalah
⎛h
h ⎞
2⎜⎜ 2 − 1 ⎟⎟
t
t1 ⎠
g= ⎝ 2
t1 + t 2
(9)
III. EKSPERIMEN
Percobaan
penentuan
konstantapercepatan
gravitasi dilakukan di Jl. Glagah Sari No. 130
Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Magnet mainan
2. Kumparan kawat dengan jumlah 30 lilitan
3. Kabel, digunakan untuk menghubungkan ujungujung lilitan dengan laptop
4. Pralon dengan panjang 70 cm dengan dimeter 2
cm
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
72
5. Software computer audacity 1.3 beta (Unicode)
Lilitan dipasang pada pralon dan kemudian
dihubungkan dengan kabel penghubung ke laptop
yaituke software audacity 1.3 beta (Unicode),
dengan software ini membantu untuk mencari nilai
waktu ( t ) yang dibutuhkan magnet jatuh bebas
dan
melalui lilitan A dengan lilitan B sebagai
lilitan B dengan lilitan C sebagai
dengan
menvariasikan jarak masing-masing lilitan A dan B
dengan B dan C ( dan
). Untuk mendapatkan
nilai t dengan menjatuhkan magnet ke dalam pralon
yang sudah ada lilitan dengan jarak yang sama
) dan direkam oleh audacity 1.3 beta
(
(Unicode) dan sinyal ditampilkan dalam bentuk tiga
buah gelombang dengan jarak yang berbeda. Dari
gelombang ini diperoleh nilai waktu untuk masingmasing jarak lilitan. Setelah semua data diperoleh,
data dianalisis dengan regresi linier. Nilai
percepatan gravitasi yang diperoleh dari
eksperimen di bandingkan dengan nilai acuanya itu
sebesar 9,78m/s2.
2
7,198
4,117
3
7,118
4,118
4
7,006
4,098
5
7,034
4,059
6
7,152
4,048
7
7,235
4,109
8
7,456
4,096
9
1
0
7,109
4,123
7,277
4,152
0,1632
2
0,1614
06
0,1588
66
0,1595
01
0,1621
77
0,1640
59
0,1690
7
0,1612
02
0,1650
11
0,0933
56
0,0933
79
0,0929
25
0,0920
41
0,0917
91
0,0931
75
0,0928
8
0,0934
92
0,0941
5
9,719334
919
9,611902
572
9,602019
291
9,917443
026
10,14729
848
9,818977
353
10,15230
251
9,565799
192
9,577298
283
Gambar 3. Contoh hasil rekaman audacity untuk
penentuan t1
Gambar2. Alat eksperimen penentuan
percepatangravitasi bumi dengan menggunakan
metode benda jatuh bebas pada medan magnet
Untuk menentukan percepatan gravitasi bumi sesuai
dengan persamaan (9). Sedangkan ralatnya adalah
2
2
2
⎛ ∂g
⎞
⎛ ∂g
⎞
⎛ ∂g
⎞
⎛ ∂g
⎞
S t 2 ⎟⎟
S t1 ⎟⎟ + ⎜⎜
S h2 ⎟⎟ + ⎜⎜
S h1 ⎟⎟ + ⎜⎜
S g = ⎜⎜
⎝ ∂h1
⎠
⎝ ∂h2
⎠
⎝ ∂t1
⎠
⎝ ∂t 2
⎠
2
(10)
Prosentase kesalahan dapat di cari dengan persamaan
=
g perhitungan − g teor i
g teori
× 100%
(11)
Gambar 4. Contoh hasil rekaman audacity untuk
penentuan t2
Dari data di atas kemudian dianalisis dengan
menggunakan persamaan (9) dan ralatnya
menggunakan persamaan (10)
Dari perhitungan menggunakan metode analisis
rata-rata berbobot diperoleh nilai g sebesar
(9,78 0,49) m/s2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksperimen penentuan percepatan gravitasi
= (0,314 0,005) m,
=
dengan
(0,296 0,005) m, dan rate proyek = 44100 Hz
diperoleh data berikut
Tabel 1. Data hasileksperimen
N Samp Samp
G
o
el 1
el 2
0,1591 0,0927 9,660742
1 7,018 4,092
38
713
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
73
dan
prosentase
kesalahan
sebesar
g perhitungan − g teor i
=
× 100% = 0,02%
g teori
V. KESIMPULAN
Percepatan gravitasi bumi dengan eksperimen
terkomputerisasi
pada
benda
jatuh
bebas
menghasilkan nilai percepatan gravitasi sebesar
(9,78 0,49) m/s2 yang mendekati nilai acuan dengan
persentase ralat relatif sebesar 0,02%.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Surya, Y. 2008. Percepatan Gravitasi ?.
Didownload tanggal [19 April 2011]
Pukul [22:34 WIB]
http://mediaindonesia.com/webtorial/pojok
fisika/?ar_id=Mjg5
[2] Kusuma, I, Y. 2010. Penentuan Nilai Percepatan
Gravitasi Bumi (g) pada Percobaan
Ayunan Matematis Menggunakan Bahasa
Pemrograman Borland Delphi 7.0. Tugas
Akhir DIII. UNDIP. Semarang.
[3] Oktova. 2010. Penentuan Tara Kalor Mekanis
Secara Teliti Dengan Metode Gesekan
Dua Kerucut. Prosiding Seminar Nasional
Fisika 2010. ITB.
[4] Tipler, P.A. 1991. Physics for scientist and
enginers part 1. Alih bahasa Prasetio, L
dan Rahmad, A. (1998). Fisika untuk sains
dan tehnik jilid 1. Jakarta: Erlangga, 33 –
36
[5] Ganci, S. 2008. Measurement of g by means of the
‘improper’ use of sound card software: a
multipurpose experiment. Italy: IOP
Publishing.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
74
PENENTUAN MASSA JENIS FLUIDA (ZAT CAIR) MENGGUNAKAN PRINSIP OSILASI TEREDAM
PADA PIPA U
Ari wibowo1) Moh. Toifur2), dan Hinduan3)
Program Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 47 sidikan umbulharjo Yogyakarta 55161
E-mail : [email protected]
Intisari – Telah dilakukan pengukuran massa jenis pada zat cair yaitu pada air suling, dan alkohol 96% dengan
memanfaatkan prinsip osilasi teredam pada pipa u sedangkan metode pengambilan data menggunakan media
tracker, dan metode analisnya menggunakan analisis regresi linier dan analisis matematis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kecermatan pembacaan waktu, dan menentukan nilai massa jenis dari cairan. Metode
pengukuran yang digunakan pada penelitian ini dengan cara percobaan (eksperimen) menggunakan pipa U. hasil
dari penelitian ini adalah massa jenis dapat terukur sangat teliti, karena hasil pengukuran mempunyai ralat relatif
masing-masing zat cair sebesar 3,7% untuk alkohol 96% dan 2,5% untuk air suling. Massa jenis (ρ ) untuk masing-
masing zat cair adalah
ρalkohol = (0,8202 ± 0,0013) gr/cm3 dan ρairsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3.
Kata kunci: massa jenis, air suling, alkohol 96%.
Abstract – Density measurements have been carried out on thetype of liquid in distilled water, and alcohol 96% by
utilizing the principle of damped oscillations in u tube. While the method of data collection using a media tracker,
and the analyst's method uses linear regression analysis and mathematical analysis. This research aims to
determine the accuracy of the reading time, and determine the density of the fluid. The method of measurement used
in this study by way of experiment (experiment) using the pipe U. the results of this research is the density can be
measured very accurately, because the relative error of measurement results have liquid respectively by 3.7% to
96% alcohol and 2.5% for distilled water. The density of each liquid is ρ alkohol = (0 ,8202 ± 0 , 0013 ) gr/cm3 and
ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3.
Key words: density, distilled water, alcohol 96%.
berbobot y = ax + b . Dari nilai regresi linier ini
maka dapat diperoleh nilai a, serta selanjutnya dapat
diperoleh nilai massa jenis ρ .
I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya percobaan pada pipa U ini
tidak terlepas dari osilasi. Osilasi yang dibahas dalam
pipa U ini adalah osilasi teredam dimana resultan
gaya yang bekerja pada titik sembarang selalu
mengarah pada titik kesetimbangan. Hal ini
dikarenakan adanya interaksi yang terjadi akibat
adanya gaya pada zat cair menyebabkan bergeraknya
fluida. interaksi atau gesekan yang berbanding
langsung dengan kecepatan zat cair yang berosilasi
dan akan menyebabkan zat cair tersebut mengalami
peredaman sehingga zat cair akan menjadi diam.
Gaya yang bekerja pada zat cair yang bergerak pada
bejana tidak juga bergantung pada banyaknya zat cair
maupun bentuk bejana melainkan bergantung pada
massa jenis zat cair, tinggi zat cair pada dasar bejana,
luas dasar bejana sehingga zat cair akan menjadi
diam.
Gaya gesekan biasanya dinyatakan sebagai
arah berlawanan dan b adalah konstanta menyatakan
besarnya redaman, dimana amplitudo dan frekuensi
angular pada GHS teredam. Nilai massa jenis
menggambarkan interaksi gesekan antara permukaan
benda dengan zat cair. Peraltan handycamp yang
dilengkapi dengan software tracker dapat digunakan
untuk memperoleh data jejak getaran pada osilasi
teredam. Dari jejak getaran osilasi teredam, data
dapat dicocokkan sesuai dengan pola regresi linier
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN)
2.1. Osilasi cairan pada pipa U
Pengurangan amplitudo disebabkan oleh
gaya-gaya hilang yang disebut redaman (damping),
dan geraknya disebut osilasi teredam (damped
oscillation). Gaya redaman ini disebabkan adanya
interaksi fluida dengan dinding pipa. Pada
hakekatnya zat cenderung menuju pada keadaan
setimbang. Ini terjadi karena bagian bahan yang
berdekatan berinteraksi menurut cara tertentu dan
tergantung pada struktur molekul dari bahan. Besar
gaya gesek berbanding langsung dengan kecepatan
benda yang berosilasi (Young dan Freedman,
2002:408), seperti yang terjadi pada pipa U dengan
fluida. Maka terdapat gaya tambahan pada benda
karena adanya gesekan, F = -bv, di mana v = dx/dt
merupakan kecepatan dan b adalah suatu konstanta
yang menggambarkan kekuatan gaya redaman. Tanda
negatif menunjukkan bahwa gaya selalu berlawanan
arah dengan kecepatan. Jika gaya gesekan atau
redaman kecil, gerak hampir periodik, sekalipun
amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu
seperti terlihat pada gambar 1.
75
Jika amplitudo berkurang secara lambat
terhadap waktu, maka energy getaran juga semakin
berkurang karena pada osilator energi berbanding
lurus terhadap kuadrat amplitude. Jika peredaman
diperbesar sehingga mancapai titik dimana sistem
tidak berosilasi lagi, maka titik tersebut disebut titik
redaman kritis. Dan jika peredaman ditambahkan
sehingga melampaui titik kritis ini system disebut
dalam keadaan lewat redam. Jika amplitude
berkurang secara eksponensial terhadap waktu maka
simpangan yang terjadi pada saat t dinyatakan y
adalah
x = Ae − ( b / 2 m ) t cos(ω ' t + ϕ )
Gambar 2. Foto rangkaian alat penentuan massa jenis
zat cair pada pipa U
(1)
Dengan Ae simpangan maksimum, m massa beban,
ω kecepatan sudut, dan ϕ fase awal
3.3 Penentuan massa jenis zat cair
Pada eksperimen osilasi teredam pada cairan
menggunakan zat cair alkohol 96% dan air suling
dengan volume dan massa yang divariasikan, maka
diperoleh set data simpangan osilator (y) pada suatu
waktu (t). Jika dari set data ini hanya diambil bagianbagian puncak maksimum osilasi sehingga diperoleh
beberapa nilai A (amplitudo) untuk mendapatkan nilai
t (waktu) yang akan dianalisis untuk mendapatkan
nilai periodenya. Dengan menguraikan persamaan
yang bersangkutan dan penguraian dari Hukum kedua
Newton, yang menyatakan T 2 = 2π 1 m , jika 2π
r 2 gρ
r2g ρ
dimisalkan a, maka massa jenis zat cair adalah
Gambar 1. Pola simpangan gerak osilasi teredam
terhadap waktu
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
3.1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari statif, thermometer alkohol, Handycam
dan tripod, Bejana, Penggaris, Jangka sorong, pipa U,
sedangkan bahan penelitian berupa alkohol 96% dan
air suling.
3.2 Prosedur Penelitian
Mengukur massa masing-masing zat cair
dari volume yang sudah ditentukan serta jari-jari pipa
U yang akan digunakan. Menyusun alat dan bahan
percobaan seperti pada gambar 2, Handycam dan
tripod disiapkan. Cairan sebagai bahan penelitian
yang sudah ditimbang massanya dan diketahui
volumenya untuk dituangkan ke dalam pipa U.
Selanjutnya untuk menimbulkan osilasi cairan pada
pipa U yaitu dengan menarik penutup pada salah satu
lubang pipa U. Pengambilan video dimulai pada saat
sebelum ditariknya penutup agar dapat terekam
dengan maksimal sampai cairan tersebut berhenti
berosilasi. Selanjutnya langkah-langkah tersebut
diulangi untuk volume yang sudah divariasikan dan
ditimbang yaitu 125 ml, 100 ml, 75 ml, 50 ml, dan 25
ml. selanjutnya video osilasi di convert ke bentuk
Mpg untuk dimasukkan ke dalam software tracker
kemudian dianalisis untuk mendapatkan nilai massa
jenis masing-masing cairan.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
ρ=
2π
r 2 ga
(2)
Dengan r adalah jari-jari pipa U, a adalah
nilai yang diketahui dari grafik, π besarnya 3,14,
dan g untuk daerah khatulistiwa besarnya adalah 9,78
m/s2.
3.4 Penentuan jari-jari pipa U beserta ralatnya
r=
d
2
(3)
2
⎛ ∂r ⎞
2
S r = ⎜ ⎟ (Sd )
⎝ ∂d ⎠
(4)
3.5 Penentuan ralat massa jenis (S ρ )
Dari persamaan (3) maka dapat diturunkan
suatu persamaan sebagai berikut ini:
2
Sρ =
⎛ ∂ρ
⎞
⎛ ∂ρ
⎞
Sr ⎟ + ⎜
Sa ⎟
⎜
⎝ ∂r
⎠
⎝ ∂a
⎠
2
(5)
3.6 Metode Analisis Data
Dari eksperimen osilasi teredam untuk
cairan alkohol 96% dan air suling dengan volume
dan bermassa m yang sudah divariasi kemudian
dikonvert dan dianalisis dengan program tracker
76
kemudian muncul grafik yang menunjukkan bahwa
amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu.
Dari hasil tracking zat cair jenis alkohol 96% dan air
suling tersebut, menghasilkan data-data dan grafik
yang kemudian diambil titik-titik puncak osilasi
untuk selanjutnya dianalisis dengan Microsoft Excel
agar didapatkan nilai periode, yaitu hasil dari
pengamatan waktu yang dibutuhkan dalam satu
gelombang, dengan pengurangan t pada saat y
mencapai puncak pertama dan t pada saat y
mencapai puncak kedua begitu seterusnya sampai
amplitudo habis dan osilasi benar-benar berhenti.
Atau
Ti = ti − ti+1
Pada grafik regresi linier berbobot pada gambar 3
diperoleh nilai y = 0 . 0104 x − 0 . 0021 dengan nilai
R2 mendekati 1 yaitu R2=0.994 dan 2π = 0.0104 .
r 2 gρ
tersebut nilai massa jenis alkohol
Dari nilai 2π
r 2 gρ
96% dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (2) dan perhitungan ralatnya dengan
menggunakan persamaan (5). Sehingga massa jenis (
alkohol
96%
adalah
ρ)
ρ alkohol = (0,8202± 0,0013) gr/cm3.
. Dari tampilan hasil tracking
3.2 Penentuan massa jenis air suling
Berdasarkan pembacaan hasil data tracker
yang tertampil pada masing-masing volume air suling
maka diperoleh data seperti pada tabel 3.
kemudian diplot membentuk suatu grafik regresi
linier berbobot dan muncul hasil fitting data antara
massa dan periode (x,y). Dari grafik dan hasil fitting
data maka diperoleh nilai y=ax+b beserta nilai R
untuk selanjutnya diolah agar didapatkan nilai massa
jenis
dari
masing-masing
zat
cair
dengan menggunakan “persamaan 3”.
2Ti Si
2
m
Ti
y
x
Sy
111,5
0,985765
0,040117
92,8
0,751112
0,014444
73
0,57994
0,009262
49,2
0,399604
0,0107
24,2
0,193864
0,005083
Tabel 3. Data pengukuran massa dan periode air
suling
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penentuan massa jenis Alkohol 96%
Berdasarkan pembacaan hasil data tracker
yang tertampil pada masing-masing volume alkohol
96% maka diperoleh data seperti pada tabel 1.
Dari tabel 3 tersebut didapatkan grafik hubungan
antara massa dengan periode seperti pada gambar 4.
Tabel 1. Data pengukuran massa dan periode
alkohol 96%
grafik hubungan antara massa dengan periode
1.2
2Ti Si
x
Ti
y
99.4
83.3
59
39.9
19.7
1.047611614
0.8281
0.635795727
0.402071396
0.20411059
0.01985442
0.01064518
0.00419735
0.0064449
0.00433624
m
Sy
periode (s)
0.4
0.2
0
100
120
massa (gram)
80
100
120
ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016) gr/cm3.
Gambar 3. Grafik linier hubungan antara
massa zat cair terhadap T2 untuk masingmasing volume
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
60
Pada grafik regresi linier berbobot pada
gambar 4 diperoleh nilai y = 0.0104 x − 0.0021
dengan nilai R2 mendekati 1 yaitu R2=0.990 dan
2π
2π
tersebut nilai massa
= 0.008 . Dari nilai 2
2
r gρ
r gρ
jenis air suling dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (2) dan perhitungan
ralatnya dengan menggunakan persamaan (5).
Sehingga
massa jenis ( ρ ) air suling adalah
0.6
80
40
Gambar 4. Grafik linier hubungan antara
massa zat cair terhadap T2 untuk masingmasing volume
y = 0.0104x - 0.0021
R2 = 0.9949
60
20
massa (gram)
0.8
40
0.4
0
grafik hubungan antara massa dengan periode (T 2)
20
0.6
0
1.2
0
0.8
0.2
Dari tabel 1 tersebut didapatkan grafik hubungan
antara massa dengan periode seperti pada gambar 3.
1
y = 0.0088x - 0.0367
R2 = 0.9907
1
periode (sekon)
2
3.3 Hasil eksperimen dari masing-masing zat cair
77
Grafik linier gabungan dari kedua jenis zat
cair hubungan antara massa air dengan T2
dimunculkan pada ”gambar 5”.
[6]
[7]
grafik gabungan alkohol dengan air suling
1.2
alkohol 96%
R² = 0.994
perode (T2 )
1
0.8
[8]
air suling
R² = 0.990
[9]
0.6
0.4
0.2
[10]
0
0
20
40
60
massa air (m)
80
100
120
[11]
Gambar 5. Grafik linier gabungan dari kedua
jenis zat cair hubungan antara massa air dengan
T2
[12]
Hasil eksperimen dari masing-masing zat
cair disajikan pada tabel 4. Yaitu
No.
1
2
Tabel 4. Nilai massa jenis kedua zat cair dari
penelitian
Referensi
Massa Jenis
Jenis Cairan
(gr/cm3)
(gr/cm3)
Alkohol 96%
0,820±0,0013
0,79
air suling
1,025±0,00162
1,00
[13]
Ralat
Relatif
3,7%
2,5%
[15]
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
alat dapat bekerja dengan baik, desain eksperimen
telah dapat digunakan untuk menentukan massa jenis
zat cair alcohol 96% dan air suling. Massa jenis ( ρ )
untuk
masing-masing
zat
cair
adalah
dan
gr/cm3
ρ alkohol = (0,8202 ± 0,0013)
[16]
ρ airsuling = (1,025 ± 0,0016 ) gr/cm3.
PUSTAKA
buku:
[1] Benenson. Walter dkk. 2000. Handbook of
PHYSICS. 2002. Springer-Verlag NewYork,Inc.
[2] Bruce R. Munson, ect (2003). Fundamental of
Fluid Mechanics Fourth Edition. USA: John
and Sons, Inc.
[3] Foster. Bob. 1997. Terpadu Fisika SMA untuk
Kelas XII. Jakarta:Erlangga
[4] Giancoli, Douglas. 1998. Fisika Edisi Kelima
Jilid 1. Hanum. 2001. Jakarta:Erlangga.
[5] Ishafit dan Winarti. 2007. Pemanfaatan
Perangkat Lunak Video Analisis Tracker Dalam
Eksperimen Fisika (Analisis Energetika untuk
Kasus Tumbukan). Makalah. Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas
Ahmad Dahlan.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
[14]
78
Ishafit. 2004. Teori Pengukuran dan
Eksperimen Fisika. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan.
Kanginan, Marthen. 2006. Fisika untuk SMA
Kelas XI semester 2. Jakarta: Erlangga.
Laboratorium Fisika Dasar. 2006. Pengukuran
dan Teori Ralat. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan.
Sutrisno. 1984. Fisika dasar. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Salma,
Dewi.
2008.
Prinsip
Disain
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Toifur, Moh. 2002. Fisika dasar I. Yogyakarta:
PUSFIT (Pusat Studi Fisika Terapan)
Universitas Ahmad Dahlan.
Tipler, Paul A. 1981. Fisika untuk Sains dan
Teknik. Lea Prasetio, Rahmad W. Adi.1988.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Young dan Freedman, Roger A. 2002. Fisika
Universitas Edisi ke sepuluh Jilid 1. Endang
Astuti. 2002. Jakarta: Erlangga.
Skripsi/tesis/disertasi:
Mua’dibu, Asep. 2010. “Penentuan massa jenis
relatif fluida dengan bejana tertutup yang
dimasukkan ke dalam fluida”. Skripsi.
Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sasono, Mislan. 2007. “Penentuan massa jenis
fluida (zat cair) menggunakan prinsip tekanan
hidrostatis pada pipa U”. Skripsi. Yogyakarta :
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas
Negeri Yogyakarta.
Restia, Ani. 2010. “Penentuan Nomor Orde
Penampang Geometri Benda pada Percobaan
Penentuan Koefisien Viskositas Zat Cair
dengan
Menggunakan
Metode
Osilasi
Teredam”. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Da
PENERAPAN STRATEGI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF/INOVATIF TIPE STUDENT
TEAM ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
FISIKA PADA KONSEP FLUIDA STATIS KELAS XI IPA SMA NEGERI DI KECAMATAN
LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN
Mukhammad Nur Akiyat1, A Hinduan2 , Ishafit3
Program Magister Pendidikan Fisika,Program Pascasarjana
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II, Jl Pramuka 42 lt 3,Tlp(0274)563515 exs 2302,Yogyakarta 55161
SMA Negeri 2 jl.veteran 01 Lamongan 622121
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji pengaruh pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Hipotesis yang diuji adalah Hasil belajar fisika yang diajar dengan pembelajaran langsung (kelas control) dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas eksperimen).Penelitian dilakukan dengan metode Eksperimen, populasi
adalah target siswa kelas XI IPA jumlah siswa sebanyak 228 siswa, dengan sampel diambil sebanyak 76 siswa,
hasil uji instrumen mempunyai r11=0,5242 lebih besar dari r table.
Analisa data yang digunakan adalah uji-t, dengan kesimpulan hasil belajar fisika yang diajarkan dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe STAD ada peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar dengan metode
ceramah (pengajaran langsung).
Hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah
Atas.
Kata kunci : Model pengajaran langsung, Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Motivasi, Hasil belajar.
menjadi kepentingan mereka bersama untuk membantu
belajar teman-teman dalam kelompok mereka. Kedua,
harus ada tanggung jawab individu, artinya keberhasilan
kelompok itu harus ditentukan oleh hasil belajar
individual dari seluruh anggota kelompok.
Berdasarlakan latarbelakang ,maka rumusan pada
penelitian ini adalah:1) Bagaimana pemahaman konsep
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum
menggunakan model STAD pada pokok bahasan Fluida
Statis?. 2) Bagaimana hasil proses belajar mengajar
kelas eksperimen dengan menggunakan model STAD
pada pokok bahasan Fluida Statis?. 3)Bagaimana hasil
proses belajar mengajar kelas kontrol dengan
menggunakan pengajaran tradisional (ceramah, tugas)?
4) Bagaimana respon siswa terhadap kegiatan
pembelajaran
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran STAD?. 5)Kesulitan atau hambatanhambatan apa aja yang muncul dengan menggunakan
pembelajaran Kooperatif/Inovatif type STAD?
I.PENDAHULUAN
Fisika
sebagai
salah
satu
pelajaran
eksakta,merupakan bidang ilmu yang sangat penting
membuat adanya pendekatan pembelajaran dalam
uapaya mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar
agar tercapai tujuan belajar sesuai yang diharapkan.
Pembelajaran fisika hendaknya memperhatikan kondisi
individu siswa yang berbeda satu dengan yang lain,
dimana
masing-masing
siswa
tidak
sama
kemampuannya dalam menyerap pelajaran fisika. Untuk
mencapai hal itu, salah satunya dapat menggunakan
model pembelajaran tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD). Model ini ditempuh dengan langkalangkah.1) Membentuk kelompok yang anggotanya
terdiri dari 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll).2) Guru menyajikan
pelajaran. 3).Guru memberi tugas kepada kelompok
untuk dikerjakan oleh seluruh anggota kelompok.
Anggota yang mampu, menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.4) Guru memberi kuis /pertanyaan kepada
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.5) Memberi evaluasi.6) Kesimpulan.
Pemilihan tipe STAD ini didukung oleh hasil penelitian
yang ditulis oleh Slavin (1995) sebagaimana dikutip
oleh Nur (1998) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul
dibandingkan dengan metode mengajar tradisional
sepanjang dua kondisi penting dipenuhi. Pertama,
berbagai bentuk pengakuan atau ganjaran kecil harus
diberikan kepada kelompok yang kinerjanya baik
sehingga anggota kelompok itu dapat melihat bahwa
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
Sedangkan kegunaan penelitian ini yaitu:1)
Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini dapat
melengkapi kajian mengenai usaha peningkatan hasil
belajar
siswa
dengan
strategi
pembelajaran
Kooperatif/Inovatif dan pengembangan kreativitas guru
dalam
pembelajaran
Fisika.2)Manfaat
Praktis.Meningkatkan kemampuan siswa dalam
memahami dan menguasai pelajaran fisika
serta
meningkatkan hasil belajar siswa
II. METODE PENELITIAN
1. Rancangan penelitian
79
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
method eksperimen.
Perlakuan penelitian diawali dari penambilan dan
penempatan secara acak siswa yang dipilih dari dua
kelas paralel. Kelas XI IPA 1 diberi perlakuan berupa
pembelajaran menggunakan pendekatan konsep
konvensional (pembelajaran langsung) dan kelas XI IPA
4 diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Materi pelajaran yang diberikan pada kedua kelas
adalah sama, yaitu mengenai fluida statis. Setelah enam
pekan pertemuan, kedua kelas diberikan tes hasil belajar
fisika.
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data
tentang skor pengetahuan awal (pre test) dan skor
pengetahuan akhir (post test) mengenai Fluida statis,
baik model kelompok eksperimen maupun kelompok
control, dalam penguasaan materi materi fluida statis.
Hasil tes tersebut kemudian dijadikan data penelitian
dan dianalisis. Berdasarkan permasalahan yang akan di
teliti oleh peneliti, yaitu untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran koorperatif/inovatif dengan
pendekatan tipe Student Teams-Achievement Divisions
(STAD) terhadap penguasaan materi Fluida Statis siswa
kelas XI IPA SMA Negeri di Kecamatan Lamongan,
maka desain penelitian yang digunakan adalah desain
ekperimen, yaitu the pretest-posttest-posttest control
group design. Design ekperimen ”the pretest-posttest
control group “ secara skematis dapat digambarkan
sebagai berikut:
Pretest
Treatment
Posttest
R
O
X1
O
R
O
X2
O
5 dan XI-IPA 6,untuk menentukan dua kelas sebagai
sampel. Kelas yang terpilih adalah kelas XI-IPA 1
sebagai kelas Kontrol dan kelas XI-IPA 4 sebagai kelas
Eksperimen.1) Masing-masing kelas diajar dengan
pendekatan pembelajaran yang berbeda, yaitu satu kelas
diajar dengan konvensional (pengajaran langsung) dan
satunya diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
STAD.20 Setelah enam pekan pertemuan, kemudian
siswa diberi tes hasil belajar.3) Dengan demikian
populasi target adalah siswa SMA Negeri di kecamatan
Lamongan,populasi terjangkau siswa kelas XI-IPA
SMA Negeri 2 Lamongan berjumlah 228 orang, dan
sampel berjumlah 76 orang.
3. Tahap uji coba soal
Untuk mengetahuai mutu perangkat tes yang
telah dibuat, soal-soal yang telah dibuat diuji cobakan
terlebih dahulu kepada siswa yang masih dalam
populasi tetapi bukan siswa yang menjadi sampel.
Tujuannya untuk mengetahui apakah item-item tes
tersebut sudah memenuhi syarat tes yang baik atau
tidak. Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat ukur
hasil belajar harus memenuhi persyaratan tes yaitu
validitas, realiabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.
a. Menghitung validitas
Validitas adalah Suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkatkevalidan
suatu
instrumen
(Arikunto,2001: 144). Menurut Arikunto (2010:170)
bahwa suatu tes dikatakan Valid apabila mampu
mengukur apa yang hendak diukur.Validitas dari item
soal dianalisis menggunakan rumus Teknik Korelasi
Biserial ( Point Biserial Correlation) dengan rumus:
rpbi =
SDt
∑ Xi
Mt =
N
Keterangan:
R : Randomisasi kelompok
X1
: Perlakuan yang diberikan pada kelompok
eksperimen (model pengajaran kooperatif)
X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol
(model pengajaran langsung)
O : Pretest = Posttest
SDt =
2. Populasi dan sampel
Sesuai dengan judul penelitian yang akan
dilakukan, maka populasi penelitian yang diambil
adalah seluruh siswa-siswi pada SMA Negeri di
Kecamatan Lamongan yang terdiri dari SMA Negeri 1,
SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3, tahun pelajaran
2010/2011 Menurut sugiono (2003:91) sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Penarikan sampel dilakukan secara
random dengan menggunakan teknik multiple stage
random sampling, sebagai berikut: Dilakukan random
terhadap 3 (tiga) Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri yang dijadikan populasi target. Sekolah yang
terpilih adalah SMA Negeri 2 .Kemudian random
dilakukan terhadap 6 (enam) kelas XI-IPA pada SMA
Negeri 2 Lamongan, sebagai populasi terjangkau, yaitu
kelas XI-IPA 1, XI-IPA 2, XI-IPA 3, XI-IPA 4, XI-IPA
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
M p − Mt
∑X
N
p
q
(1)
(2)
2
t
⎡ ( X t )2 ⎤
−⎢
⎥
⎣⎢ N ⎦⎥
2
(3)
Dengan
rpbi = Angka Indek Korelasi Biserial
Mp = Mean (nilai rata-rata hitung) sekor yang dicapai
oleh peserta test ( testee) yang menjawab betul , yang
sedang dicari korelasinya dengan tes secara
keseluruhan.
Mt = Mean sekor total, yang berhasil dicapai oleh
seluruh peserta tes( testee)
SDt = Deviasi standart total( deviasi standart dari sekor
total).
P = Proporsi peserta tes (testee) yang menjawab betul
terhadap butir soal yang sedang dicari korelasinya
dengan tes secara keseluruhan
q = Proporsi peserta tes (testee) yang menjawab salah
terhadap butir soal yang sedang dicari korelasinya
dengan tes secara keseluruhan
80
−
−
−
Jika rpbi yang kita peroleh dalam perhitunganternyata
sama dengan atau lebih besar daripada rTabel, maka kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua variable
yang sedang kita cari korelasinya ternyata secara
signifikan memang berkorelasi. Jika rpbi, lebih kecil
daripada rtabel, berarti tidak ada korelasi yang signifikan
(Anas Sudijono, 2010:259)
d. Reliabelitas Test
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa
sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto,
2010 : 223).
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa
suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpulan data. Instrumen yang sudah
dapat dipercaya atau
b. Tingkat Kesukaran
Yang dimaksud dengan tarap kesukaran tes adalah
kemampuan tersebut dalam menjaring banyaknya
subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan
betul. Jika banyak subjek peserta tes yang dapat
menjawab dengan benar, maka taraf kesukaran tes
tersebut tinggi. Sebaliknya jika ada sedikit subjek yang
dapat menjawab dengan benar maka taraf kesukarannya
rendah (Suharsimi Arikunto,2010: 176)
r11 =
Taraf kesukaran dapat dicari dengan rumus:
B
P =
N
(4 )
J
(6)
4. Langkah-langkah penelitian
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah model dua macam perlakuan pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada
pelaksanaan pembelajaran, mula-mula siswa diberi pretest, kemudian hasilnya dianalisis. Pre-test ini dilakukan
sebelum siswa diberi materi fluida statis dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelompok
eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk
kelompok kontrol. Langkah selanjutnya siswa diberi
perlakuan yaitu pemberian materi alat-alat optik dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelompok
eksperimen dan dengan pembelajaran konvensional
untuk kelompok kontrol. Setelah diberi perlakuan yang
cukup, siswa diberi post-test dengan soal yang sama
dengan soal pre-test. Hasil post-test dianalisis untuk
melihat efektivitas perlakuan pembelajaran yang telah
B
dengan
D
= Daya pembeda butir
BA
= Banyaknya kelompok atas yang
menjawa benar
BB
= Banyaknya kelompok bawah yang
menjawab benar
JA
= Banyaknya subjek kelompok atas
JB
= Banyaknya subjek kelompok bawah
Adapun klasifikasi daya pembeda adalah:
− D = 0,00 – 0,20, termasuk katagori jelek
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
(1 + rxy )
dengan
= Reabelitas instrument
r11
= Koefesian korelasi
rxy
N
= Jumlah paro subyek atau responden
ΣX
= Jumlah nilai paro awal
ΣY
= Jumlah nilai paro akhir
= Jumlah kuadrat nilai X
ΣX2
= Jumlah kuadrat nilai Y
ΣY2
ΣXY
= Hasil kali X dan Y
= Kwadrat jumlah X
(ΣX)2
= Kwadrat jumlah Y
(ΣY)2
Dari hasil perhitungan jika r11 hitung < r tabel maka
instrumen tidak reliable (Suharsimi Arikunto,
2010:223)
c. Daya Pembeda
Untuk menghitung signifikansi daya pembeda tes
bentuk uraian digunakan teknik dengan menghitung
pembedaan dua buah rata-rata yaitu antara kelompok
atas dan kelompok bawah untuk setiap itemnya.
Langkah langkah yang dilakukan antara lain: (1)
Mengurutkan hasil uji coba dari skor tertinggi sampai
skor terendah; (2) Menentukan kelompok atas dan
kelompok bawah; (3) Menghitung signifikansi daya
pembeda soal (Suharsimi Arikunto, 2010: 177).
Rumus daya pembeda soal yang digunakan sebagai
berikut:
BA
B
(5 )
D =
− B
A
2 xrxy
reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya
juga. Mencari reliabilitas instrument dengan
menggunakan rumus Spearman-Brown:
N ∑ XY −( ∑ X )(∑ Y )
rxy =
(7 )
{N ∑ X 2 −( ∑ X 2 )}{N ∑ Y 2 −( ∑ Y )2}
Dengan
P = Tingkat kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab benar
N = Jumlah peserta tes
Tingkat kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :
− Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 27%
termasuk sukar
− Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 28% 72% termasuk sedang
− Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 73%
keatas termasuk mudah
J
D = 0,21 – 0,40, termasuk katagori cukup
D = 0,41 – 0,70, termasuk katagori baik
D = 0,71 – 1, termasuk katagori baik
sekali
81
1) Definisikan variable perlakuan dan nilai ke
SPSS
Descriptives
2) Pilih menu Analyze
Analitics Explore
nilai ke Dependent List dan
3) Masukkan
perlakuan ke Factor List
4) Klik tombol Plot
5) Pada Spread vs Level With lavene Test, pilih
Untransformed
6) Klik Continue lalu OK
Variasi pada tiap kelompok data sama (homogen) jika p
value (sig.) > 0,05 (Joko Sulistyo, 2010)
diberikan. Adapun skema model tersebut sebagai
berikut:
Kelompok eksperimen: R1
O
X1
O
Kelompok kontrol:
R2
O
X2
O
Keterangan:
R1=Kelompok eksperimen dengan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
R2 = Kelompok control dengan pembelajaran
konvensional
O = Observasi pre-test
X1= Perlakuan untuk kelompok eksperimen dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD
X2 = Perlakuan untuk kelompok control dengan model
pembelajaran konvensional
O = Observasi post test
c. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui
apakah dugaan dari peneliti terhadap suatu objek yang
diteliti sesuai atau tidak dengan kenyataan.
5. Instrumen penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes berbentuk pilihan ganda
(multiple choice test).
Instrumen tes tersebut digunakan untuk mengukur
tingkat penguasaan materi responden pada tes awal dan
tes akhir pada kedua kelompok.
1) T- Test untuk sampel independen
T- Test ini dilakukan jika data antara variable yang satu
tidak saling berkaitan/ independen. Langkah- langkah
yang dilakukan adalah:
a) Definisikan variable lalu masukkan ke SPSS
b) Klik Analyze Compere Means Æ Independent
Sample T- test
c) Masukkan variable nilai ke Test Variabel dan
perlakuan ke Grouping Variabel
d) Klik Define Group lalu isi kotak edit Group1
dengan angka 1 dan kotak Edit Group 2 dengan
angka 2
e) Klik Continue lalu Klik OK
H0 ditolak jika p value(sig.) < 0,05
6. Rencana analisa data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan sejak
kegiatan observasi dan pengumpulan data dilakukan
sampai setelah pemberian tindakan. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah hasil tes dari kelompok
eksperimen maupun kelompok control baik pre-test
maupun post-test.
a. Uji normalitas
Yang dimaksud uji normalitas sampel atau normal
tidaknya sampel , tidak lain sebenarnya adalah
mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya
sebaran data yang akan dianalisis (Arikunto, 2010: 301).
Untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan
dianalisis, ada beberapa tehnik yang dapat digunakan
antara lain Uji Chi-kwadrat, Uji Lilliefors dan Uji
Kolmogorof-Smirnov
Langkah-langkah uji kenormalan dengan KolmogorovSmirnov
1) Definisikan variable dan masukan data ke
SPSS
2) Pilih menu Analyze Æ Discriptives Statistics
Æ Explore
3) Masukkan variable nilai ke Dependent List dan
variable lain ke Factor List
4) Klik tombol Plots
5) Pilih Normality Test With Plots
6) Klik Continue lalu OK
Data berdistribusi normal jika nilai p value (Sig.) > 0.05
( Joko Sulistyo, 2010)
2) T- Test untuk sampel dependen
T- Test ini dilakukan jika data variable yang satu saling
berkaitan / dependen yaitu setiap satu sampel dikenai
dua perlakuan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a) Definisikan variable dan masukkan data ke
SPSS
Compere Means
b) Klik Analyze
Paired Sampel T- Test
c) Masukkan variable awal dan akhir bersamasama
d) Klik OK
H0 ditolak jika p value ( sig.) < 0,05
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Situasi dan lokasi penelitian
Penelitian dan risert ini dilakukan dilakukan di
SMA Negeri 2 Lamongan yang beralamat di jalan
VeteranNo. 1 Lamongan Jawa Timur. Penelitian ini
memilih setelah diadakan randomisasi SMA Negeri
yang ada di Kecamatan Lamongan, yang terdapat tiga
(3) SMA Negeri. Yaitu : SMA Negeri 1, SMA Negeri 2
dan SMA Negeri 3. SMA Negeri 2 Lamongan ,Jawa
Timur mempunyai tiga tingkatan kelas, masing-masing
10 kelas paralel. Penelitian ini diambil kelas XI IPA1
sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah
dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari
populasi yang memiliki variansi yang sama.
Langkah- langkah uji homogenitas :
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
82
Tabel 2. Daya Pembeda Soal Uji Coba.
eksperimen setelah dirandomisasi dari enam kelas IPA
yang ada di kelas XI. Sebelum pembelajaran
dilaksanakan pada siswa diberikan pre test, dan pada
akhir pembelajaran diberikan post
test. Hasil
pengamatan dan tes hasil belajar dalam uji coba,
selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif yang
berupa deskripsi rata-rata skor dan persentase. Berikut
ini diuraikan hasil validasi, hasil penelitian, dan analisa
data penelitian.
Daya
pembeda
Baik
2. Hasil Penelitian
Berdasarkan perhitungan diperoleh r11 hitung, kemudian
dikonsultasikan dengan r table dengan dk = 30. Pada
taraf signifikan 5% sebesar 0, 349. Item soal dikatakan
valid jika r11 hitung > r tabel
G Me Std
F
ttInterperta
ro an
Dev
value crit
u
ical
p
E
14,
8,501
p value
ks 657 98
>0.05
p
9
Tidak
ada
K 14,
8,501
perbed
on 426 98
aan
tr
3
kecaka
ol
0.0
0.0
0.988
pan
01
15
peserta
didik
antara
Eksp
dan kls
Kontro
l
Diterima
Revisi
1,2,3,10,11,12,13,14,15,17,18,
20,22,24
25,27,28,29,31,33,35,36,38,39
,40
4,6,9,19,23,26,34,37
5,16,30
Tidak Baik
7,8,21,32
Jumlah
Jml
soal
25
8
3
4
40
b. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran pada soal uji coba dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 3. Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba.
Tingkat
Nomor Soal
Juml
kesukaran
ah
Mudah
1,2,3,6,7, 10,14, 15, 20, 26,
14
29,31,33,36
Sedang
4,5,9,11,12,13,17,18,19,21,22,
20
23,24,25, 27, 35, 37,38, 39,40
Sukar
8,16,28, 30, 32, 34
6
Jumlah
40
c.
Uji T-Test Pre Test dua group. (Komparasi
nilai rata2 Pretest dua group)
Tabel 4. Uji T-test Kesamaan Rata-rata Pre Test
Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel independen
diperoleh nilai p value (siq(2 talled)) sebesar 0,988.
Karena nilai p value (siq.(2 tailed)) > 0,05, maka H0
diterima.Kesimpulan : Tidak ada perbedaan antara nilai
Pre test kelas eksperimen dengan nilai Pre test kelas
kontrol, dimana peserta didik mempunyai kemampuan
rata-rata.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Soal Uji Coba
Uji
Nomor soal
Jml soal
Validitas
Valid
1,2,3,4,5,6,7,9,1
34
0,11, 13, 14, 15,
17, 18, 20, 21,
22, 23, 24, 26,
27, 29, 31, 33,
35, 36, 37, 39,40
Tidak
8, 16, 28, 30,
6
valid
32, 34
Jumlah
40
d. Uji-T-test perbedaan rata-rata Pre test- post
test kelas eksperimen dan kelas control
Hasil uji perbedaan rata-rata data Pre test- post test
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji-t
program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Uji-T perbedaan rata-rata Pre test dan post test
Std ttInterperta
Gro
Dev va crit
si
Test Mean
up
lu ical
e
8,5
0. P value <
Eks Pre 14,62
166 00 51.
0.05
p
Test 89
3
0
710
Ada
Dari perhitungan diperoleh r11 = 0,52402 (lampiran )
dengan taraf signifikan 5% dan N = 38 didapat r table =
0,349. karena r11 > r table maka tes tersebut reliabel
a. Daya Pembeda
Daya pembeda pada soal uji coba dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
Nomor soal
83
Pos
P
t
T
Test
Pre
P
T
Test
Kon
trol
Pos
P
t
T
Test
80,53
16
7,0
040
2
7.715
5
9.1
824
8
39.16
37.
772
Haasil uji perbeddaan rata-rata nilai NG kelaas eksperimenn
dan
n kelas kontrrol dengan uuji-t program SPSS dapatt
dilihat pada tabeel berikut.
perbeedaan
sbl daan ssd
perlaakuan
pembbelaja
raan
koopeeratif
tipe STAD
S
0.
00
0
8.6
81
Tabel
T
7. Uji T--Test Nilai
Ek
ksperimen. (K
Komparasi
Ko
ontrol dan Ekssperimen).
Gro
G
M Std
d
F
ea Deev
up
n
Eks
E
0, 0,0074
77 4
p
32
Kon
K
0, 0,1103
2.
trrol 71 122
05
79
3
P vallue <
0.005
Adda
perbeedaan
sbl daan ssd
perlaakuan
pembbelajar
a
an
Berdasarkkan hasil ujii-t untuk sam
mpel dependeen baik
kelas ekspperimen mauppun kelas conntrol diperolehh nilai p
value (siqq(2 talled)) seebesar 0,000. Karena nilai p value
(siq.(2 taiiled)) < 0,05, maka H0 ditoolak, H1 diterima.
Kesimpullan : Ada perbbedaan nilai ulangan,
u
Pre test
t dan
post test kelas eksperrimen dan keelas control seebelum
ada pengaajaran dan sessudah ada penngajaran.
tvaal
uee
tcritic
al
Interperta
si
p
0..0
099
2.679
value
.
Ada
perbedaan
kecakapan
peserta
didik
antara kls
Eksp dan
kls Kontrol
Sum
mber : Data peenelitian 2011
1
Beerdasarkan hassil uji-t untukk sampel independen baikk
kellas eksperimenn maupun kellas control dip
peroleh nilai p
vallue (siq(2 tallled)) sebesar 00,009.Karena nilai p valuee
(siq
q.(2 tailed)) < 0,05, maka H
H0 ditolak, H1
1 diterima.
Keesimpulan: Adda perbedaan nilai NG kelaas eksperimenn
dan
n kelas contrrol, dapat diisimpulkan ad
da perbedaann
hassil nilai ulangan menggunaakan metode kooperatif
k
tipee
ST
TAD dengan pengajaran
p
lanngsung.
Uji T-Test Poost Test dua group. (Kom
U
mparasi
n
nilai
rata-2 post
p test dua group)
g
Tabel 6. Uji
U T-Test Posst Test dua group
tInteer
Gro M St
F
tup ea
value critic pertta
e
d
al
n D
si
ev
p value
Eks 80
8
7,
peri ,5 00
.
3
men 31
40
Adaa
6
2
perbbedaa
Kon 76
7
7,
n
trol ,3 49 0.0994 0.013
2.536 kecaakapa
1
13
04
n peserta
2
0
didiik kls
Ekspp dan
Kls
Konntrol
Sumber : Datta penelitian 2011
2
diolah
e.
3. Pembahasaan
Beerdasarkan daata pada konndisi awal, menunjukkann
bah
hwa kemamppuan awal anttara kelompok
k eksperimenn
dan
n kontrol relaatif sama. Hall ini ditunjuk
kkan dari dataa
pree test dari kedua keloompok. Pad
da kelompokk
ekssperimen rataa-rata kemam
mpuan awaln
nya mencapaii
14,,6289 sedanggkan pada keelompok konttrol mencapaii
14,,6579. Melaluui uji t-test dipperoleh nilai p value (sig.))
seb
besar 0,988 leebih besar darri nilai 0,05. Hal
H ini berartii
bah
hwa tidak adda perbedaann yang nyata kemampuann
aw
wal dari kedua kelompok.
Settelah dilakukaan pembelajarran pada kelaas eksperimenn
meenggunakan model pembbelajaran kooperatif tipee
ST
TAD dan kelas
k
kontrool menggunakan modell
pem
mbelajaran laangsung (konnvensional yaaitu ceramah,,
pen
nugasan dan latihan) terllihat bahwa hasil belajarr
ked
dua kelomppok tersebutt menunjukkan adanyaa
perrbedaan secarra signifikan .
a. Melalui uji-t nilai ppost test ked
dua kelompokk
diperoleh p value(ssig.) sebesar 0,013, lebihh
kecil dari
d 0,05. Jadii ada perbedaaan nilai postt
test anttara kelas ekspperimen dan kelas control,,
dengann Mean untuk kelas eksperiimen 80,53166
dan Meean untuk kelaas control 76,3
3132
b. Melalui uji-t nilaii NG kedu
ua kelompokk
diperoleh p value (ssig.) sebesar 0.009, lebihh
Berdasarkkan hasil uji-- t untuk sam
mpel dependeen baik
kelas ekspperimen mauppun kelas conntrol diperolehh nilai p
value (siqq(2 talled)) seebesar 0,013. Karena nilai p value
(siq.(2 taailed)) < 0,05, maka H0 ditolak,
d
H1 diiterima.
Kesimpullannya adalahh:
a. Ada
A
perbedaaan antara niilai post testt kelas
k
kontrol
dengaan nilai post teest kelas ekspeerimen,
d
dimana
ada perbedaan
pengajarann kelas
k
kontrol
(metode langsunng) dengan kelas
e
eksperimen
(m
metode koopeeratif tipe STA
AD).
b. Uji
U T-test peerbedaan rata--rata nilai NG
G kelas
e
eksperimen
daan kelas contrrol
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Mei 2012
N Gain Kls Ko
ontrol dan Klss
nnilai rata-2 N Gain Klss
84
kecil dari 0,05, jadi ada perbedaan nilai NG
kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan
Mean NG kelas eksperimen 0,7732 dan Mean
NG kelas kontrol 0,7179.
Dengan demikian berarti bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD, dapat meningkatkan hasil belajar
pokok bahasan fluida statik kelas XI SMA Negeri di
Kabupaten Lamongan tahun pelajaran 2010/2011.
Hal ini disebabkan metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat membawa siswa kedalam suasana belajar
yang bermakna karena siswa dapat secara aktif
bekerjasama dengan sesama siswa dalam suasana
gotong-royong dalam upaya menggali informasi dan
meningkatkan kemampun berkomunikasi untuk
meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran yang
sedang dipelajari. Prestasi belajar yang lebih tinggi,
hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian
psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar
yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan
siswa.
Selain itu juga bahwa pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat mengambangkan hubungan antar pribadi
positif diantara siswa yang memiliki kemampuan
berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, rasa
harga diri siswa yang lebih tinggi, memperbaiki
kehadiran, menerima terhadap perbedaan individu lebih
besar, sikap apatis berkurang. Tidak membedakan suku,
ras, agama, pemahaman materi lebih mendalam dan
meningkatkan motivasi belajar.
Di dalam pembelajaran kooperatif kerja sama dalam
kelompok memegang kunci keberhasilan proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD diperlukan rasa tanggungjawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri maupun
pembelajaran siswa lain dalam kelompok maupun diluar
kelompoknya. Siswa tidak hanya dituntuk menguasai
materi sendiri tetapi juga dituntut untuk dapat
menjelaskan pada siswa lain dalam kelompoknya, sebab
secara umum siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka
dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan
temannya.
Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD ini guru
dapat secara langsung membimbing setiap individu
yang mengalami kesulitan belajar, hal tersebut
ditegaskan oleh Slavin (1995) yang menyatakan bahwa
guru setidaknya menggunakan setengah waktunya
mengajar dalam kelompok kecil sehingga akan lebih
mudah dalam memberikan bantuan secara individu.
Suasana yang tercipta dari kegiatan pembelajaran
dengan metode kooperatif tipe STAD sangat menarik
yang mampu mengarahkan siswa untuk aktif berinovasi
dalam memahami materi yang diajarkan yang pada
akhirnya berdampak pada tingginya penguasaan siswa
pada materi yang sedang dipelajari dan meningkatnya
hasil belajar yangdicapainya.
Berbeda dengan kelas kontrol, meskipun terjadi
peningkatan hasil belajar yang nyata, namun rata-rata
hasil belajar pada kelas ini relatif lebih rendah karena
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
pembelajaran yang dilakukan kurang mampu
mengaktifkan siswa secara optimal. Keaktifan siswa
hanya cenderung pada saat dilakukan diskusi informasi,
latihan soal atau penugasan. Pada kondisi ini motivasi
siswa cenderung lebih rendah daripada kelas
eksperimen, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
rendahnya hasil belajar siswa.
IV.KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
Secara umum kemampuan siswa sebelum
menggunakan
model
STAD
mempunyai
kemampuan yang sama. yang dapat dilihat pada
hasil uji T pada tabel 4.14.
Adanya peningkatan pada hasil belajar kelas
eksperimen yaitu peningkatan nilai yang didapat
dibandingkan dengan hasil belajar kelas control.
Hal ini dapat dilihat tabel 4.17.
Hasil belajar yang didapat pada siswa kelas control
dengan menggunakan ceramah menunjukan nilai
rata-rata siswa yang standar.
Respon siswa terhadap model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan perangkat pembelajaran,
umumnya menyatakan senang dan baru terhadap
perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh
peneliti, dan berminat untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Kesulitan yang didapat pada penggunaan metode
STAD ketika metode ini baru diterapkan,
banyaknya siswa masih tidak bisa bekerjasama
dengan anggota kelompoknya merupakan hal baru
bagi siswa, guru dan siswa belum pernah
melakukan pembelajaran sehingga pembelajaran
memerlukan waktu yang cukup panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Achsin, A. 1996. Media Pendidikan dalam Kegiatan
Belajar Mengajar. Ujung Pandang: Penerbit IKIP
Ujung Pandang.
Aiken, L. 1997. Psychological Testing and Assessment
(Ninth Edition). New York: McGraw.Hill Company.
Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) dengan Menggunakan Metode ”Discovery” dan
”Inquiry.” Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta. PT.
Raja Grafindo Persada.
Borich, G.D. 1994. Observation Skill for Effective
Teaching. New York: Mc Millan Publishing Company.
Briggs, L.J. 1977. Instructinal Design; Principles and
Aplication. Englewood Cliffs: Educational Publication.
BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Sekolah Menengah Pertama (IPA). Jakarta:
Depdiknas
85
Carin, A, 1993. Teaching Modern Science (3 rd
Edition). New York: Mc Millan Publishing.
Dayton, Kemp, J.E., and Deane, K., 1985. Planning and
Producing Instructional Media. New York: Harper &
Row
Depdiknas. 2006. Sosialisasi KTSP: Contoh Silabus dan
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran.
Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Sosialisasi KTSP: Rancangan
Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Panduan pengembangan bahan Ajar.
Jakarta: Depdiknas
Dewi, I. 2007. Penerapan Multimedia CAI pada Tata
Surya. Tesis Master pada. PPs UNESA Surabaya.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
86
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TIPE II UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ALAT- ALAT OPTIK
Mochamad Zaeni, Hinduan, dan Ishafit
Program Megister Pendidikan Fisika Program Pasca Sarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II Jalan Pramuka 42 Sidikan Yogyakarta 55161
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Tipe
II dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA 2 Lamongan pada materi Alat- alat Optik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Sebagai sampel diambil dua kelas dengan teknik cluster ramdom sampling. Selanjutnya satu kelas diberikan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II sebagai kelas eksperimen
dan kelas yang lainnya diberikan model pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Dari hasil penelitian
melalui uji-t nilai post test kedua kelompok diperoleh p value(sig.) sebesar 0,007, lebih kecil dari 0,05 dan melalui
uji-t nilai NG kedua kelompok diperoleh p value (sig.) sebesar 0.003, lebih kecil dari 0,05. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
jigsaw tipe II dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.. Rata- rata nilai pos tes kelas
eksperimen sebesar 82,00 dan rata- rata nilai pos tes kelas control sebesr 74,75. Dengan demikian dapat dibuat
kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik jiksaw tipe II lebih efektif dibanding model pembelajaran
konvensional.
Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jiksaw Tipe II, Model Pembelajaran Konvensional, Hasil
Belajar.
I. PENDAHULUAN
Upaya pembaharuan di bidang pendidikan pada
dasarnya diarahkan pada usaha antara lain: penguasaan
materi, media dan model pembelajaran yang
digunakan. Model pembelajaran diarahkan pada
peningkatan aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar sehingga proses belajar mengajar
berlangsung secara optimal antara guru dan siswa.
Interaksi antara guru dan siswa yang optimal berimbas
pada penigkatan penguasaa konsep siswa yang pada
gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dengan perkataan lain, untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa diperlukan peran guru kreatif yang dapat
membuat pembelajaran fisika menjadi lebih baik,
menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas
perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa
dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat
agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain sehingga siswa dapat
memperoleh hasil belajar yang optimal. Sejalan dengan
berkembangnya penelitian dibidang pendidikan maka
ditemukan model – model pembelajaran baru yang
dapat meningkatkan interaksi siswa dalam proses
belajar mengajar. Diantaranya ada yang dikenal dengan
model pembelajaran kooperatif Teknik Jigsaw Tipe II,
yang diyakini dapat menyelesaikan permasalahan yang
dialami oleh siswa kelas X SMA 2 Lamongan tersebut,
karena model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Tipe II didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompok
Dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang
siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan ,
jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling
membantu. Siswa diberi materi yang baru atau
pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari.
Masing-masing anggota kelompok secara acak
ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu
aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca
dan mempelajari materi, “ ahli” dari kelompok berbeda
berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari
kelompok yang lain sampai mereka menjadi “ahli” di
konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke
kelompok semula untuk mengajarkan topik yang
mereka kuasai kepada teman sekelompoknya.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan latar belakang pengalamannya agar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu,
siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimana
penguasaan konsep kelas eksperimen setelah diajar
dengan model kooperatif tehnik Jigsaw tipe II dan
penguasaan konsep kelas kontrol setelah mendapatkan
pembelajaran konvensional tentang alat-alat optik? (2).
Apakah penguasaan konsep yang diperoleh kelas yang
diajar dengan model npembelajaran kooperatif teknik
87
Jigsaw tipe II lebih baik dibandingkan dengan
penguasaan konsep kelas yang diajar dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konvensional?Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1).
Untuk mengetahui penguasaan konsep kelas
eksperimen setelah diajar dengan model kooperatif
tehnik Jigsaw tipe II dan penguasaan konsep kelas
kontrol
setelah
mendapatkan
pembelajaran
konvensional tentang alat-alat optik? (2). Untuk
mengetahui apakah penguasaan konsep yang diperoleh
kelas yang diajar dengan model npembelajaran
kooperatif teknik Jigsaw tipe II lebih baik
dibandingkan dengan penguasaan konsep kelas yang
diajar dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional. Hasil dari penelitian ini akan
memberikan manfaat yang berarti: (1). Bagi siswa hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi masukan tentang cara belajar dengan model
pembelajaran yang baru dengan memanfaatkan teman
satu kelompok sehingga siswa dapat saling bertukar
pikiran antara sesama anggota kelompok, saling
mendengarkan, saling menghargai pendapat orang lain,
serta yang terpenting dapat meningkatkan prestasi
belajar Fisika pada materi alat-alat optik. (2). Bagi
guru: Haasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses
pembelajaran Fisika materi pokok alat-alat optik
mengenai model pembelajaran yang digunakan.
3.
4.
5.
METODE PENELITIAN
II.
1. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian
kuantitatif ini adalah metode eksperimen.yaitu
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang
dikenakan pada subjek selidik. Penelitian eksperimen
mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat,
dengan cara membandingkan satu atau lebih kelompok
eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau
lebih kelompok pembanding
yang tidak diberi
perlakuan .
Dalam penelitian ini anggota kelompok sasaran,
dibedakan menjadi dua macam kelompok, diantaranya:
(1). Kelompok eksperimen dengan menggunakan
metode pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw tipe II
dan (2). Kelompok kontrol dengan menggunakan
metode pembelajaran konvensional.
Populasi dan sampel
2.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X SMA Negeri di Lamongan
tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 320
orang terbagi dalam 10 kelas. Pembagian kelas
didasarkan pada nilai hasil seleksi Penerimaan
Siswa Baru yang selanjutnya dibagi secara
berimbang.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode pengambilan secara cluster random
sampling, yaitu mengambil 2 kelas dari 10 kelas
secara acak. Pada kelompok I (kelompok kelas
eksperimen), siswa diberi model pembelajaran
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
a.
b.
6.
a.
b.
88
kooperatif tehnik Jigsaw tipe II dan kelompok
II (kelompok kelas kontrol), siswa diberi model
pembelajaran konvensional. Secara acak
diperoleh kelas X-6 sebagai kelompok
eksperimen dan kelas X-5 sebagai kelompok
kontrol.
Tahap Uji Coba
Untuk mengetahuai mutu perangkat tes yang
telah dibuat, soal-soal yang telah dibuat
diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang
masih dalam populasi tetapi bukan siswa yang
menjadi sampel. Tujuannya untuk mengetahui
apakah item-item tes tersebut sudah memenuhi
syarat tes yang baik atau tidak. Suatu tes dapat
dikatakan baik sebagai alat ukur hasil belajar
harus memenuhi persyaratan tes yaitu a).
Tingkat Kesukaran, b). Daya Pembeda, c).
Validitas dan d). Reabelitas.
Tehnik Pengumpulan Data.
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan
data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk
pilihan ganda (multiple choice test). Instrument
tes tersebut digunakan untuk mengukur tingkat
penguasaan materi responden pada tes awal dan
tes akhir pada kedua kelompok.
Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
hasil tes dari kelompok eksperimen maupun
kelompok control baik pre test maupun post
test. Selanjutnya data diolah dengan program
SPSS 17
Uji Normalitas
Untuk mengetahui normal tidaknya data yang
akan dianalisis, ada beberapa tehnik yang dapat
digunakan antara lain Uji Chi-kwadrat,Uji
Lilliefors dan Uji Kolmogorof-Smirnov
Data berdistribusi normal jika nilai p value
(Sig.) > 0.05
Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui
apakah dua atau lebih kelompok data sampel
berasal dari populasi yang memiliki variansi
yang sama. Variasi pada tiap kelompok data
sama (homogen) jika p value (sig.) > 0,05.
Uji Hipotesis
Pengujian
hipotesis
digunakan
untuk
mengetahui apakah dugaan dari peneliti
terhadap suatu objek yang diteliti sesuai atau
tidak dengan kenyataan.
T Test untuk sampel independen
T Test ini dilakukan jika data antara variable
yang satu tidak saling berkaitan/ independen.
Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05.
T- Test untuk sampel dependen
T- Test ini dilakukan jika data variable yang
satu saling berkaitan/ dependen.
HO ditolak jika p value (sig.) < 0,05.
III.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kontr 32 54,0 8,06 36 68
65,03
ol
0
4
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelas eksperimen dan kelas control
sebesar 0,691.
Simpulan: Variansi pada tiap kelompok data adalah
sam ( homogen)
b. Uji Homogenitas post test kelas eksperimen dan
kelas control
Kelas N Me SD
M Ma Var p
an
in x
ian
valu
e
Ekspe 32 82,0 10,8 60 100 116, 0,86
rimen
0
0
64
8
Kontr 32 74,7 10,0 56 92
100,
ol
5
3
58
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
sebesar 0,868.
Kesimpulan: Variansi pada tiap kelompok data
adalah sama (homogen)
1. Uji Normalitas
a. Uji normalitas pretes kelas independen
Kelo N Me SD
Min Ma Var p
mpo
an
x
ian
valu
k
e
Eksp 3
54, 8,71 36
72
75,9 0,20
erim 2
63
7
8
0
en
Kont 3
54, 8,06 36
68
65,0 0,19
rol
2
00
4
3
0
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelompok eksperimen sebesar 0.200
dan untuk kelompok control sebesar 0,190.
Kesimpulan: data diambil dari populasi yang
berdistribusi normal.
b. Uji normalitas post test kelas independen
Kelas N Mean SD
M M Var
in ax ian
p
valu
e
Ekspe 32 82,00 10,8 60 10 116, 0,
rimen
0
0
64
084
Kontr 32 74,75 10,0 56 92 100, 0,
ol
3
58
093
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelas eksperimen sebesar 0, 084 dan
untuk kelas kontrol sebesar 0,093.
Kesimpulan: data diambil dari populasi yang
berdistribusi normal
c. Uji homogenitas pre test post test kelas dependen
Kelas Test Me SD
M M Var p
an
in ax ian
valu
e
Ekspe Pre 54,6 8,71 36 72 75,9 0,36
rimen
3
8
8
Post 82,0 10,8 60 10 116,
0
0
0
64
Kontr Pre 54,0 8,06 36 68 65,0 0,23
ol
0
4
3
6
Post 74,7 10,0 56 92 100,
85
3
58
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelas eksperimen sebesar 0,368 dan
kelas kontrol sebesar 0,236.
Kesimpulan: Variansi pada tiap kelompok data
adalah sama ( homogen)
Hasil uji normalitas dan homogenitas
diperoleh hasil data berdistribusi normal dan dan
variansi
pada
tiap
kelompok
adalah
sama(homogen), maka untuk pengujian hasil
belajar selanjutnya digunakan uji t
1. Uji kesamaan rata-rata data pre test
c. Uji normalitas pre test- pos test kelas dependen
Kelas Test Me SD
M M Var p
an
in ax ian
value
Ekspe Pre 54,6 8,71 36 72 75,9 0,200
rimen
3
7
8
Post 82,0 10,8 60 10 116, 0,084
0
0
0
64
Kontr Pre 54,0 8,06 36 68 65,0 0,190
ol
0
4
3
Post 74,7 10,0 56 92 100, 0,093
85
3
58
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai p
value untuk kelompok eksperimen sebesar 0,200
dan 0, 084, untuk kelompok control sebesar 0,190
dan 0,093.
Simpulan: data diambil dari populasi yang
berdistribusi normal
Mean SD
Varian df P value
54,63 8,72 0,159
62 0,767
54,00 8,06
Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel independen
diperoleh nilai p value(siq(2 talled)) sebesar 0,767.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan antara nilai pre
test kelas independen
2. Uji Homogenitas
a. Uji Homogenitas Pre Test kelas Eksperimen dan
Kontrol
Kelo
N Me SD
M Ma Varia p
mpok
an
in x
n
val
ue
Ekspe 32 54,6 8,71 36 72
75,98 0,6
rimen
3
7
9
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
2. Uji perbedaan rata-rata pre test- pos test kelas
dependen
Kelas
Test Mean SD
df P
value
Eksperimen Pre
-27,37
31 0,00
9,85
Post
89
dengan yang diajar dengan model pembelajaran
konvensinal. Dengan demikian berarti bahwa
model pembelajaran kooperatif teknik Jiksaw tipe
II dapat meningkatkan hasil belajar pokok bahasan
alat alat optik kelas X SMA Negeri di Kabupaten
Lamongan tahun pelajaran 2010/2011.
Kontrol
Pre
6,04
-20,75
31 0,00
Post
Berdasarkan hasil uji- t untuk sampel dependen
baik kelas eksperimen maupun kelas control
diperoleh nilai p value (siq (2 talled)) sebesar 0,000
Simpulan: Ada perbedaan antara nilai pre test
dengan nilai pos test kelas eksperimen dan kelas
control
IV. SIMPULAN
hasil belajar fisika pokok
1. Ada perbedaan
bahasan alat- alat optik antara model
pembelajaran kooperatif teknik jigsaw tipe II
dengan model pembelajaran konvensional.
2. Model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw
tipe II lebih efektif daripada model
pembelajaran konvensional.
3. Uji perbedaan rata-rata post test kelas eksperimen
dan kelas control
Kelas
Mean SD
Df
p value
Eksperimen 82,00 10,80 62
0,007
Kontrol
74,75 10,03
Hasil uji- t untuk sampel independen baik kelas
eksperimen maupun kelas control diperoleh nilai p
value (siq (2 talled)) sebesar 0,007
Kesimpulan :Ada perbedaan nilai post test kelas
eksperimen dan kelas control.
V.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data pra-penelitian
yang berupa analisis nilai pre-test dapat diketahui
bahwa kemampuan awal antara keduakelompok
relatif samayaitu mean kelompok eksperimen 54,63
dan kelompok control 54,00. Melalui uji t diperoleh
nilai p value (sig.) sebesar 0,767 lebih besar dari
nilai 0,05. Artinya tidak ada perbedaan yang nyata
kemampuan awal dari kedua kelompok.
Setelah dilakukan pembelajaran pada kelas
ekperimen menggunakan model pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw Tipe II dan kelas kontrol
menggunakan model pembelajaran konvensional
yaitu ceramah, penugasan dan latihan terlihat
bahwa hasil belajar kedua kelompok tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yaitu mean
kelompok eksperimen 82,00 dan kelompok kontrol
74,75. Melalui uji t nilai pre test dan post test kedua
kelompok diperoleh p value(sig.) sebesar 0.000,
lebih kecil dari 0,05 dan melalui uji-t nilai post test
kedua kelompok diperoleh p value (sig.) sebesar
0,007, lebih kecil dari 0,05.Berarti ada perbedaan
hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw tipe II
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
90
DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto,(2010),Menejemen Penelitian, Jakarta,
Rineka Cipta
2. Arikunto,(2010),Prosedur Penelitian,Jakarta,
Rineka Cipta
3. Darwan Syah dkk,( 2007), Pengantar Statistik
Pendidikan,Jakarta, Gaung Persada Pers
4. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002.
Strategi Belajar Mengajar,Jakarta: Rineka
Cipta
5. Hamalik, O. 1990. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
A.
2003.
Cooperatif
Learning
6. Lie,
Mempraktikan
Cooperatif
Learning
Di
Ruangruang Kelas . Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia
7. Sulistyo,J.( 2010), 6 hari jago SPSS 17,
Yogyakarta, Cakrawala
8. Sugiyono, (2010), Metode Penelitian kwantitatif
kwalitatif dan R&D, Bandung, Alfa Beta
Mendesain
Model
9. Trianto,(2009),
Pembelajaran Inovatif Progressif, Jakarta,
Perdana Media Group
10. Trianto,( 2010), Model Pembelajaran Terpadu,
Jakarta, Bumi Aksara
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE PADA
PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU DARI HASIL DAN MOTIVASI BELAJAR
Ida Puspita, Fatkhulloh, dan Sumadji
Program Magister Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
[email protected]
Intisari – Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam
pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan paradigma tersebut
harus diikuti oleh guru yang profesional. Salah satu perubahannya adalah reorientasi pembelajaran yang semula
berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada peserta didik (student centered) dan metodologi yang
semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori. Salah satu model pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Think-Pair-Share (TPS) dengan materi suhu dan kalor. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran TPS terhadap hasil belajar dan motivasi belajar siswa. Jenis penelitian
adalah eksperimen dengan desain penelitian posttest only control group design. Instrumen penelitian ini terdiri
dari tes hasil belajar dan angket motivasi belajar. Sampel penelitian ini adalah kelas X Semester 2, MAN
Yogyakarta 3 Tahun Ajaran 2011/2012 berjumlah 68 orang. Analisis data penelitian menggunakan uji t. Untuk
pengaruh TPS terhadap hasil belajar diperoleh F=2,448 dan sig (ρ) = 0,129 > 0,05 hal ini berarti berpengaruh
secara signifikan. Sedangkan pengaruh TPS terhadap motivasi belajar diperoleh F=0,019 dan sig (ρ) = 0,892 >
0,05 berarti berpengaruh secara signifikan.
Kata kunci: Think-Pair-Share, hasil belajar dan motivasi belajar
Abstract – Enactment of the Education Unit Level Curriculum (SBC) requires a paradigm shift in education and
learning in particular on the type and level of formal education. Change the paradigm to be followed by
professional teachers. One change is the reorientation of learning which was originally centered on the teacher
(teacher centered) switch based on the learner (student centered) and the methodology which was originally
dominated expository switch to partisipatory. One of the learning model used in this study is the Think-Pair-Share
(TPS) with the temperature and heat content. This study aims to determine the effect of TPS on the model of learning
and students' motivation to learn. This type of research is experimental research design with posttest only control
group design posttest. The research instrument consists of a test result of learning and motivation questionnaire.
This study sample is a class X Semester 2, MAN 3 Yogyakarta School Year 2011/2012 amounted to 68 people.
Analysis of research data using T- test. To study the influence of TPS on the results obtained F = 2.448 and sig (ρ)
= 0.129> 0.05 this means significant influence. While the influence of motivation to learn TPS obtained F = 0.019
and sig (ρ) = 0.892> 0.05 means significant influence.
Key words: Think-Pair-Share, learning outcomes and motivation to learn
pembelajaran diupayakan tidak hanya sebatas transfer
of knowlege, yaitu proses yang menghasilkan
kemampuan visual dalam bentuk kemampuan hafalan
saja, tetapi juga
I. PENDAHULUAN
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam
pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan
jenjang pendidikan formal [16].
Dengan perubahan paradigma tersebut, siswa harus
diposisikan sebagai subyek belajar, bukan sebagai
obyek belajar yang memiliki potensi intelektual dan
personalitas yang perlu dimanifestasikan semaksimal
mungkin. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran
yang sesuai.
Metode yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran merupakan strategi yang dapat
memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu
pengetahuan yang diberikan oleh guru. Pencapaian
tujuan dari proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil
belajar yang diperoleh, motivasi belajar sebagai faktor
berpengaruh
terhadap
hasil
belajar.
Proses
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
sekaligus diupayakan transfer of value, yang
membentuk siswa menjadi berkarakter.
Dengan pembelajaran kooperatif
proses
pembelajaran tidak hanya sebatas transfer of knowlege
tapi sekaligus transfer of value. Dengan desain
pembelajaran yang responsif dan berpusat pada siswa
maka minat dan aktivitas sosial mereka terus
meningkat. yang responsif dan berpusat pada siswa
maka minat dan aktivitas sosial mereka terus
meningkat.
Dengan berinteraksi satu sama lain, siswa akan
menerima feedback atas semua aktivitas yang
dilakukan,
91
akan belajar bagaimana berperilaku dengan baik, dan
memahami apa yang harus dilakukan dalam kerja
kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi
yang saling tenggang rasa untuk menghindari
individualis, ketersinggungan dan kesalahpahaman,
dan sebagai usaha kolektif dalam kelompok untuk
menuju suatu keberhasilan bersama. Dalam hal ini
keberhasilan untuk memperoleh hasil belajar yang
tinggi [3].
Kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran
dengan karakteristik siswa akan menyebabkan siswa
tidak dapat berkembang secara utuh dalam interaksi
sosial, pasif dalam pembelajaran, mengakibatkan
motivasi belajar menurun, dan efeknya hasil belajar
tidak maksimal. Untuk itu diperlukan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
pelajaran fisika, dan sekaligus tepat dengan
karakteristik peserta didik.
Dalam pembelajaran fisika, peserta didik tidak
hanya diharapkan untuk menguasai konsep dan prinsip
tetapi juga harus memiliki jiwa, sikap, motivasi dan
prinsip teliti dan kehati-hatian. Untuk memperoleh
semua harapan tersebut siswa harus memiliki rasa
percaya diri yang tinggi,motivasi tinggi, sikap saling
menghargai dan menghormati, ketrampilan untuk
menyelesaikan
masalah
secara
bersama-sama.
Ketrampilan di atas tersebut dapat dikembangkan
melalui pembelajaran kooperatif dengan model TPS
TPS adalah suatu strategi diskusi kooperatif yang
dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawankawannya di Universitas Maryland pada tahun 1981.
Think Pair Share memperkenalkan ide ”waktu berpikir
atau waktu tunggu” yang banyak menjadi faktor kuat
dalam meningkatkan kemampuan siswa merespon
pertanyaan. Nama Think Pair Share berasal dari tiga
tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang
dikerjakan siswa pada setiap tahap [2].
Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi
untuk menerapkan pembelajaran kooperatif. Penerapan
pembelajaran
kooperatif
diharapkan
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi belajar
siswa. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif
diharapkan tidak hanya transfer of knowlege tapi
sekaligus transfer of value, adanya interaksi sosial
yang dapat terbangun dengan baik. Banyak tipe
pembelajaran kooperatif. Peneliti termotivasi untuk
mengetahui,: ”Keefektifan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS ditinjau dari hasil belajar dan
motivasi belajar siswa.”
berfikir, menjawabdan saling membantu satu sama
lain. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut.
Tahap 1-Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan pertanyaan, masalah atau isu
yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi
kesempatan untuk berfikir sendiri mengenai jawaban
atau isu tersebut.
Tahap 2-Berpasangan (Pairing)
Tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Selanjutnya guru meminta kepada siswanya untuk
berpasangan dengan teman sebangku atau yang lain
untuk mendiskusikan mengenai apa yang telah
dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat
menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan
telah diajukan atau penyampaian ide bersama.
Biasanya guru mengizinkan
Tahap 3 –Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasanganpasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama
dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang
telah mereka bicarakan. Siswa secara individual
mewakili kelompok atau berdua/berempat mereka
maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke
seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif
jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke
pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh
dari
pasangan-pasangan
tersebut
memperoleh
kesempatan untuk melapor [10].
II.2 Hasil Belajar
Siswa yang telah mengalami pembelajaran
diharapkan memilki pengetahuan dan ketrampilan baru
serta perbaikan sikap sebagai hasil dari pembelajaran
yang telah dialami siswa tersebut. Pengukuran hasil
belajar bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman
siswa dalam menyerap materi [5].
II.3 Motivasi
Hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal
dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya
dengan beberapa indikator meliputi :adanya hasrat dan
keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan
akan belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan,
adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan
yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar
yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang
siswa dapat belajar dengan baik [3].
III. METODE PENELITIAN
III.1.Desain Penelitian
Penenlitian ini merupakan penelitian eksperimen
dengan desain Posttest – Only Control Design. Dalam
desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing
dipilih secara random (R). Kelompok 1 sebagai
kelompok eksperimen
diberi perlakuan dengan
penerapan model pembelajaran TPS dan kelompok 2
sebagai kelompok kontrol, tidak diberi perlakuan [4].
II. LANDASAN TEORI
II.1. Model Think-Pair-Share ( TPS )
Model pembelajaran TPS tumbuh dari penelitian
pembelajaran kooperatif, mula-mula dikembangkan
oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas
Maryland pada tahun 1985. Model Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang diterapkan secara eksplisit
untuk memberi waktu yang lebih banyak untuk
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
92
Tabel 1
R1
R2
X
III.5. Teknik Analisa Data
III.5.1. Uji persyaratan untuk uji hipotesis
O2
O4
a. UjiHomogenitas
Ujin homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji
Bartlet dan uji varians terbesar dibanding varian
terkecil menggunakan Tabel F [6].
∑
10
(1)
tidak homogen
Jika
homogen
Jika
Keterangan :
R1 = Kelompok random 1 ( Kelompok eksperimen)
R2 = Kelompok random 2 ( Kelompok kontrol )
X = Perlakuan
O2 = Postes kelompok eksperimen
O4 = Postes kelompok kontrol
III.2. Populasi , Sampel, dan Waktu Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X Semester MAN Yogayakarta III.
Sampel penelitian diambil secara acak sederhana
(diundi ) dan terpilih kelas X.D yang berjumlah 34
siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X.F yang
berjumlah 35 siswa sebagai kelas kontrol. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari 2012 pada siswa kelas
X semester 2 tahun ajaran 2011/2012
Variabel dalam penelitian terdiri dari dua jenis
yaitu penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share
sebagai variabel bebas hasil belajar siswa pada materi
pokok suhu dan kalor sebagai variabel terikat.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan
Uji Chi Kuadrat [9].
∑
(2)
Jika
Jika
III.5.Uji hipotesis perbedaan dua kelompok
III.5.1. Uji hipotesis tes hasil belajar siswa.
Untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelas
eksperimen
yang
menggunakan
pembelajaran
kooperatif TPS dan kelas kontrol dengan metode
teacher centered, digunakan uji t dua sampel [9].
Adapun persamaannya sebagai berikut :
III.3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan data penelitian sebagai berikut.
a. Tes hasil belajar
Tes diperlukan untuk mengukur prestasi hasil
belajar siswa. Tes yang digunakan berupa soal
uraian, indikator disesuaikan dengan kompetensi
dasar yang ada pada KTSP. Sesuai dengan
rancangan penelitian. Hasil posttest ini sebagai data
yang akan dianalisis untuk kemudian ditarik
kesimpulan penelitian.
=
(3)
Keterangan :
r
= Nilai korelasi X1 dengan X2
n1 dan n2 = Jumlah sampel
= Rata-rata sampel ke-1
= Rata-rata sampel ke-2
S1
= Standar deviasi ke-1
= Standar deviasi ke-2
S2
= Varian sampel ke-1
= Varian sampel ke-2
b. Angket
Data mengenai motivasi belajar siswa diperoleh
dengan menggunakan angket dan lembar observasi.
Angket dibuat menggunakan skala Likert dengan
alternatif jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju. Skor pernyataan
posistif untuk masing – masing jawaban adalah 4,
3, 2, dan 1. Sedangkan skor pernyataan negatif
untuk masing-masing alternatif jawaban adalah 1,
2, 3, dan 4 [1].
Dalam uji ini digunakan hipotesis:
= Terdapat perbedaan yang signifikan antara
a. Ha
hasil belajar siswa dengan model pembelajaran
kooperatif TPS dengan hasil belajar siswa dengan
metode teacher centered
= Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
b. H0
antara hasil belajar siswa dengan model
pembelajaran kooperatif TPS dengan hasil belajar
siswa dengan metode teacher centered
Pengujian t dengan membandingkan thitung dengan ttabel
pada derajad signifikansi 5%, dengan df = N1 + N2 – 2.
ttabel maka H0 ditolak dan
Dengan kriteria, jika thitung
Ha diterima berarti terdapat perbedaan yang signifikan
antara prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan
model kooperatif TPS dan teacher centered.
III.4.Validitas Instrumen
Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi
yang telah diajarkan. Secara teknis pengujian validitas
isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi
instrumen [ 7].
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
maka Distribuasi data
tidak Normal
maka Distribusi
data normal
93
Tabel di bawah ini merupakan hasil analisis data
terhadap motivasi belajar siswa dengan menggunakan
Independent – Samples T Test
Tabel 3
III.5.2. Uji hipotesis angket motivasi belajar
Pengujian hipotesis angket motivasi belajar dilakukan
dengan cara sebagaimana pengujian pada tes hasil
belajar. Digunakan persamaan (3).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data penelitian ini menggunakan SPSS 19.
Uji normalitas terhadap data hasil belajar siswa
digambarhan secara analisis grafis histogram seperti
dibawah ini. Grafik dibawah menunjukkan terdistribusi
normal. [8].
Dari analisa data terhadap motivasi belajar siswa
menggunakan SPSS dengan Independent – Samples T
Test diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
F = 0,019 dan sig (p) = 0,892 > 0,05 maka dapat
dinyatakan
varians sama
maka H0 : ditolak
dan H1 diterima.
Ada pengaruh model pembelajaran Think-Pair-Share
jika ditinjau dari motivasi
T = 3,067 dan p = 0,004 < 0,01
Rata-rata nilai motivasi post-test dengan model ThinkPair-Share = 113
Gambar 1
Tabel di bawah ini merupakan hasil analisis terhadap
hasil belajar siswa dengan menggunakan Independent
– Samples T Test.
Rata-rata nilai post-test dengan model Teacher
Centered = 98,043
Tabel 2
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model
kooperatif tipe Think-Pair-Share berpengaruh terhadap
hasil
belajar dan motivasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan
adanya perbedaan antara kelas eksperimen yang
menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share
dengan metode pembelajaran yang berpusat pada guru.
Model kooperatif Think-Pair-Share lebih efektif
dengan menghasilkan nilai hasil belajar dan motivasi
belajar yang lebih tinggi dibanding pembelajaran
konvensional Untuk itu guru disarankan untuk dapat
,enggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-Share
dalam pembelajaran untuk dapat memperoleh hasil
belajar dan motivasi belajar yang tinggi. Kelemahan
dalam penerapan ini adalah dibutuhkan waktu yang
lebih lama.
Kesimpulan
Dari analisa data terhadap hsil belajar siswa dengan
menggunakan Independent – Samples T Test diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
F = 2,448 dan sig (p) = 0,129 > 0,05 maka dapat
dinyatakan varians sama (homogen)
T = 3,084 dan p = 0,003 < 0,01 maka H0 : ditolak dan
H1 diterima. Ada pengaruh model
pembelajaran Think-Pair-Share jika
ditinjau dari prestasi belajar siswa.
Rata-rata
nilai
post-test
dengan
Think-Pair-Share = 69,1167
PUSTAKA
[1] Azwar, Saifuddin. 2000. Sikap manusia teori dan
pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2011.
Pembelajaran
Kooperatif
[2] Isjoni.
Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar
Peserta Didik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[3] Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[4] Hamzah, Uno. 2011. Teori Motivasi &
Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara
model
Rata-rata nilai post-test dengan model Teacher
Centered
= 55,6522
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
94
[5] Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara
[6] Margono, S. 2002. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
[7] Mardapi, Djemari. 2008. Teknik penyusunan
instrument tes dan non tes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press
[8] Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan
Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
[9] Riduwan. 2011. Dasar-Dasar Statistika. Bandung
:
Alfabeta
[10] Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning.
Bandung : Penerbit Nusa Media
[11] Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
[12] Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada
[13] Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
[14] Sharan, Shlomo. 2012. Hand Book of
CooperativeLearrning. Yogyakarta: Familia
Group Relasi Inti Media
[15] Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning
Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
[16] Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Prenada Media group
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
95
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI
BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA PADA MATERI IMPULS MOMENTUM
DI KELAS XI SMA
Tri Wuryani, Fatkhulloh, Suparwoto
Program Magister Pendidikan Fisika, Program Pasca Sarjana
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Kampus II, Jl. Pramuka 42 Lt 3, Telp. (0274) 563515 ext 2302, Yogyakarta 55161
Intisari - Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran yang
melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional baik melibatkan variabel sertaan
kemampuan awal dan motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel sertaan (2) mengetahui sumbangan variabel
kemampuan awal dan motivasi belajar baik secara sendiri -sendiri atau bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Postest Control Group Design.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI jurusan IPA SMA Negeri 7 Purworejo tahun pelajaran
2011/2012. Sampel penelitian diambil dengan teknik random sampling dan diperoleh XI IPA 2 dan XI IPA 3
sebanyak 55 siswa. Perlakuan dilakukan dengan memberikan pembelajaran dengan multimedia interaktif, dalam 8
kali tatap muka selama 2 bulan. Pengumpulan data nilai menggunakan tes tertulis dua kali, yaitu pretest dan postest.
Sumbangan kovariabel diperoleh dari nilai pretest dan angket motivasi belajar. Analisis data pengujian hipotesis
menggunakan uji t, ANAKOVA, dengan program SPSS 19.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) adanya perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran
yang melibatkan implementasi multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional pada materi impuls
momentum untuk siswa kelas XI SMA baik melibatkan atau tidak melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar (2) Besarnya sumbangan efektif kovariabel pretest efektif 31% dan sumbangan efektif motivasi
8%.
Kata kunci : motivasi belajar, prestasi belajar, multimedia interaktif, impuls dan momentum
Abstract -The aim of the study are (1) to know the difference of the study achievement between the learning
process that using interactive multimedia toward conventional learning both involve the variable participation
beginning skills and motivation of study or do not involve the participation variables (2) to know the variable
contribution of beginning skills and motivation of study either individually or together toward physics
achievement.
This study is experimental with Pretest-Post test Control Group Design. The study populations are all
students in science grade XI SMA 7 Purworejo academic year 2011/2012. The study samples are XI IPA 2 and IPA
3 classes consist of 55 students by simple random sampling technique. The class XI IPA 2 use interactive
multimedia learning, while the class XI IPA 3 use conventional learning. The data of study achievement is the
posttest. The contribution of the participation variables are taken the pretest and motivation questionnaires. The data
analysis of hypothesis testing using t test, covariance (ANAKOVA), with the program SPSS 19.0.
The results studyf s shows that (1) there are differences of the study achievement between the learning
process using interactive multimedia and conventional learning on the impulse and momentum for grade XI student
either involve or not the variable participation beginning skills and motivation of study (2) The amount of pretest
contributions covariable is 31% and motivation of study is 8%.
Key words: motivation of study , achievement of study , interactive multimedia, impulse and momentum
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
96
kemampuan awal dan motivasi belajar secara sendirisendiri atau secara bersama-sama terhadap prestasi
belajar fisika pada materi impuls momentum untuk
siswa kelas XI SMA?
Dari permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan : (1) Untuk mengetahui perbedaan prestasi
belajar antara proses pembelajaran yang melibatkan
implementasi
multimedia
interaktif
dengan
pembelajaran konvensional pada materi impuls
momentum untuk siswa kelas XI SMA baik
melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel
sertaan. (2) Untuk mengetahui sumbangan variabel
kemampuan awal dan motivasi belajar baik secara
sendiri – sendiri atau bersama-sama terhadap prestasi
belajar fisika pada materi impuls momentum untuk
siswa kelas XI SMA.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi : (1) Membantu dalam menerima dan
memahami materi yang diajarkan sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. (2) Menjadikan
proses pembelajaran dikelas menjadi lebih menarik,
efektif dan efisien, sehingga siswa termotivasi untuk
belajar. (3) Salah satu alternatif implementasi media
pembelajarn
fisika
yang
interaktif
yang
meningkatkan prestasi belajar siswa (4) Informasi
tambahan tentang penerapan model pembelajaran
berbasis multimedia interaktif.
I.PENDAHULUAN
Sampai saat ini masih banyak siswa yang
menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit.
Sehingga dalam proses pembelajaran dikelas siswa
cenderung pasif dan menunggu apa yang
disampaikan guru daripada mencari dan menemukan
sendiri
pengetahuan
maupun
solusi
dari
permasalahan yang ada. Siswa tidak termotivasi
untuk belajar. Hal tersebut berdampak pada daya
ingat penguasaan konsep yang dipelajari cenderung
rendah sehingga menyebabkan hasil belajar yang
dicapai siswa juga rendah Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah menggunakan multimedia
interaktif lewat pembelajaran individual dengan
komputer. Sajian multimedia interaktif dapat
diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan
peran komputer sebagai media yang menampilkan
teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah
tampilan yang terintegrasi dan interaktif sehingga
motivasi belajar siswa meningkat. Multimedia
pembelajaran berbasis komputer ini dapat diterapkan
pada pembelajaran fisika untuk materi impuls
momentum. Konsep impuls dan momentum lebih
sulit dipahami atau lebih abstrak dibandingkan
besaran lain, misalnya dibandingkan dengan besaran
energi kinetik yang sama-sama memiliki nilai yang
bergantung pada kecepatan
Siswa kelas XI SMA masih tahapan anakanak yang lebih banyak tertarik pada visualisasi
daripada mendengarkan penjelasan dari guru. Dengan
bantuan multimedia dapat melihat gambaran yang
nyata tentang materi sehingga siswa tidak bosan
sehingga menarik minat siswa untuk belajar fisika.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam penelitian
dengan judul : Pengaruh Implementasi Multimedia
Interaktif dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi
Belajar pada Pembelajaran Materi Impuls Momentum
Di Kelas XI SMA.
Dari berbagai masalah tersebut, penelitian
ini akan difokuskan pada implementasi multimedia
interaktif untuk pembelajaran materi impuls dan
momentum. Dipilihnya materi ini didasarkan pada
pengalaman bahwa mengajarkan materi ini tanpa
media kurang dapat memberikan pengalaman belajar
yang beragam. Lewat pembelajaran dengan media ini
diharapkan meningkatkan motivasi pembelajaran di
kelas yang dapat meningkatkan skor belajar atau
prestasi belajar siswa.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas
rumusan masalah yang perlu dikemukakan dalam
penelitian pengembangan ini adalah : (1) Adakah
perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran
yang melibatkan implementasi multimedia interaktif
dengan pembelajaran konvensional pada materi
impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik
melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel
sertaan ? (2) Adakah sumbangan variabel
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
Pembelajaran
adalah
sebuah
proses
komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan
ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan
sarana penyampai pesan atau media. Gagne (Azhar
Arsyad, 2007: 4) menyatakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik
digunakan untuk menyampaikan isi atau materi
pelajaran dan dalam bentuk antara lain buku, tape
recorder, kaset, video, camera, gambar, grafik,
animasi, film, slide, televisi dan komputer
Multimedia interaktif adalah media yang
menggabungkan teks, gambar, video, grafis, animasi,
dan audio, serta penyampaian interaktif yang dapat
membuat suatu pengalaman belajar bagi siswa seperti
dalam kehidupan sehari-hari dan lingkungannya.
Siswa dapat berinteraksi langsung dengan memberi
dan merespon gambaran visualisasi materi-materi
yang dipelajari. Multimedia interaktif melatih siswa
untuk berpikir kritis dan membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi
yang disampaikan.
Menurut Winarno. Dkk (2009: 11)
penggunaan media berbasis komputer dalam
pembelajaran mempunyai manfaat yaitu :1) siswa
dapat bekerja secara mandiri menurut tingkat
kemampuannya atau dalam kelompok kecil; 2) lebih
efektif untuk menjelaskan materi baru yang bersifat
simulasi interaktif; 3) penilaian yang dapat
memberikan umpan balik yang cepat pada siswa
97
untuk mengetahui kemampuannya pada suatu
masalah atau materi tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai penilaian sumatif; 4) dengan
teknik pemecahan suatu masalah, siswa akan
mempunyai cara tersendiri untuk memecahkan
masalahnya dengan materi yang sama dengan
temannya.
Motivasi merupakan suatu perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sardiman
(2001: 73) memandang motivasi sebagai serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila tidak dia akan mengesampingkan
rasa tidak suka. Mohammad Asrory (2007: 183)
menyatakan motivasi adalah dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara disadari atau tidak
disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu dan usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan.
Prestasi belajar merupakan pengusaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru
(W.J.S. Poerwadarminta, 1996: 787).
Berdasarkan landasan teori di atas hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) Ada
perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran
yang melibatkan implementasi multimedia interaktif
dengan pembelajaran konvensional pada materi
impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA baik
melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar atau tidak melibatkan variabel
sertaan. (2) Ada sumbangan kemampuan awal dan
motivasi belajar secara sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada
materi impuls momentum untuk siswa kelas XI
SMA.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7
Purworejo dari Juni 2011- Desember 2011 dengan
subjek penelitian kelas XI IPA 2 sebagai kelas
eksperimen dan XI IPA 3 sebagai kelas kontrol.
Siswa sebelum perlakuan dalam pembelajaran
diadakan penilaian melalui tes berupa pretest dan
sesudah mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam
pembelajaran diadakan penilaian prestasi belajar
berupa postest dan motivasi belajar berupa angket
motivasi belajar.
Alat pengumpul data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: (1) data kemampuan awal
diambil dari nilai pretest (2) data prestasi belajar
diambil dari nilai postest (3) Angket motivasi belajar
. Soal–soal yang digunakan untuk pretest dan postest
dibuat sama. Sebelum digunakan, terhadap instrumen
ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan
ITEMAN versi 3.00 Pada ITEMAN, instrument tes
hasil belajar (pretest dan postest) , kriteria
penerimaan valid berdasarkan besarnya nilai point
biserial. Butir tes dikatakan lolos apabila nilai point
biserial di atas 0,3 ( Burhan Nurgiyantoro dkk, 2004
:339). Uji reliabilitas soal pretest denga
menggunakan ITEMAN version 3.00. Ada lima skala
range untuk menentukan tingkat reliabilitasnya
(Triton, 2006: 248) :
0,0 – 0,2 : kurang reliabel
0,3 – 0,4 : agak reliabel
0,5 – 0,6 : cukup reliabel
0,7 – 0,8 : reliabel
0,9 – 1,0 : sangat reliable
Analisis data dalam penelitian ini adalah (1)
Uji Prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas (2) Uji Hipotesis yaitu uji t dan analisis
kovarian (ANAKOVA). Uji t digunakan untuk
menguji ada tidaknya perbedaan antara pembelajaran
menggunakan atau tanpa multimedia interaktif. Uji t
yang digunakan yaitu Independent Sample Test
melalui SPSS 19.0. ANAKOVA digunakan untuk
mengetahui efek variabel terikat tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel bebas tetapi dipengaruhi
oleh variabel kovariat, kemudian dihitung besarnya
sumbangan kovariat.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen.
Metode eksperimen merupakan metode penelitian
yang digunakan untuk mencari perbedaan dengan
memberikan perlakuan tertentu. Dalam penelitian ini
dibedakan dua kelompok, yaitu kelompok yang
menggunakan
multimedia
interaktif
pada
pembelajaran mata pelajaran fisika untuk materi
impuls momentum siswa kelas XI SMA disebut
kelompok eksperimen dan kelompok yang tanpa
menggunakan
multimedia
interaktif
pada
pembelajaran mata pelajaran fisika untuk materi
impuls momentum siswa kelas XI SMA disebut
kelompok kontrol. Variabel bebas terdiri atas variabel
multimedia interaktif dan motivasi belajar siswa
dengan variabel terikat prestasi belajar fisika pada
materi impuls momentum siswa kelas XI SMA.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis validitas dari 25
butir
pernyataan agket skala motivasi belajar Fisika
diperoleh sebanyak 23 butir pernyataan yang valid.
Sedangkan untuk uji reliabilitas skala motivasi
belajar fisika nilai alpha sebesar 0,700 yang
menunjukkan bahwa skala motivasi belajar fisika
siswa reliabel. Dari 30 soal tes tsb yang lolos
validasinya 25 soal.. Pada scale statistics didapatkan
nilai alpha untuk tes hasil belajar sebesar 0,907. Hal
tsb menunjukkan soal tes hasil belajar tsb sangat
reliabel.
Uji normalitas dengan uji Kolmogorov
Smirnow pada SPSS 19.0. Menurut Triton (2006: 79)
persyaratan data disebut normal apabila probabilitas
98
dikendalikan. Sumbangan efektif
prediktor yaitu :
Prediktor X1 : SEX1 % = 31%
Prediktor X2 : SEX2 % = 8 %
atau
> 0,05 pada uji Kolmogorov Smirnow.
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai p >
0,05 sehingga semua data
terdistribusi normal.
Data Siswa
Taraf Signifikansi Kesimpulan
(p)
Pretest
0,076
Varians
homogen
Postest
0,072
Varians
homogen
Motivasi
0,715
Varians
homogen
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas
tiap
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut : (1) Ada perbedaan prestasi belajar
antara proses pembelajaran yang melibatkan
implementasi
multimedia
interaktif
dengan
pembelajaran konvensional pada materi impuls
momentum untuk siswa kelas XI SMA dengan
melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar dan tidak melibatkan variabel
sertaan. (2) Ada sumbangan kemampuan awal dan
motivasi belajar secara sendiri- sendiri atau secara
bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika pada
materi impuls momentum untuk siswa kelas XI
SMA.
Uji
homogenitas
dilakukan
dengan
menggunakan uji F. Dalam penelitian ini
perhitungan
uji
homogenitas
menggunakan
SPSS.19.0. Menurut Triton (2006: 79) persyaratan
data untuk varians homogen apabila output test of
homogenity of varians probabilitasnya atau
0,05. Uji homogenitas variansi yang digunakan
adalah menggunakan uji levene’s.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
pada probabilitas (sig. (2-tailed)) pada derajat
kebebasan (df) 53 adalah 0,001 atau lebih kecil 0,05.
Menurut Triton (2006: 176) taraf signifikansi hitung
< 0,05 maka Ho Ditolak. Oleh karena tingkat
0,05 maka Ho
signifikansi hitung 0,001 atau
ditolak. Hasil pengujiaan dapat juga dengan melihat
hasil yang diperoleh thitung = 3,521 dengan ttabel = 2,01
pada taraf signifikansi 5%, karena thitung> ttabel
menunjukkan hipotesis yang menyatakan ada
perbedaan prestasi belajar antara proses pembelajaran
yang melibatkan implementasi multimedia interaktif
dengan pembelajaran konvensional pada materi
impuls momentum untuk siswa kelas XI SMA tanpa
melibatkan variabel sertaan kemampuan awal dan
motivasi belajar, terbukti.
Dari perhitungan ANAKOVA, diperoleh
Fres adalah 14 dengan Ftabel adalah 4,03 pada taraf
signifikansi 5%, karena Fres > Ftabel sehingga dapat
dikatakan terdapat perbedaan.
Setelah diketahui
perbedaan, kemudian dilakukan perhitungan t
kovarian dan BRS. Hasil perhitungan diperoleh t
kovarian adalah 5,74 dan BRS-nya adalah 0,39. Hasil
perhitungan diperoleh t kovarian lebih besar dari nilai
BRS-nya, sehingga dapat dikatakan ada perbedaan
yang signifikan.
Korelasi antara nilai postes Y dengan kedua
kovariabel yaitu nilai pretest dan motivasi dihitung
dari sumber variasi dalam Ry(1,2) adalah 0,62 maka
R2y(1,2) adalah 0,39 atau 39% menunjukkan besarnya
sumbangan dua variabel kovariat yaitu pretest dan
motivasi terhadap hasil belajar fisika.
Dapat disimpulkan bahwa antara kelompok
kontrol dan eksperimen terdapat perbedaan yang
signifikan bila nilai pretest dan motivasi
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
SEXn%
Data
Z Kolmogorof
Taraf Signifikansi
Siswa
Smirnov
Pretest
0,763
0,606
Postest
1,264
0,082
Motivasi
1,129
0,156
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1)
Guru harus lebih kreatif dalam kegiatan pembelajaran
untuk dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar siswa. (2) Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan berbagai variasi metode dan media
pembelajaran sehingga pembelajaran yang dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
PUSTAKA
(1) Azhar Arsyad (2007). Media Pembelajaran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
(2) Burhan Nurgiyantoro. (2002). Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE Univ Negeri Yogyakarta.
Asrory.
(2007).
Psikologi
(3) Mohammad
Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima
(4) Sardiman, A.M., (2001) Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grafindo Persada
(5) Sudjana. (1992). Metode Statistik. Bandung:
Tarsito
(6) Suharsimi Arikunto. (2006), Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Rineka Cipt
(7) Triton. (2010). Terapan Riset Statistik
Parametrik. Yogyakarta: Andi
(8) Winarno dkk. (2009). Tekhnik Evaluasi
Multimedia Pembelajaran. Yogyakarya: Genius
Prima Media
(9) W.J.S. Purwadarminta. 1996. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
99
PENGEMBANGAN ANTENA MIKROSTRIP BERSTRUKTUR COPLANAR STRIPLINE (CPS ) DIPOLE
MENGGUNAKAN
SAKLAR OPTIK SOLAR CELL
Erna Risfaula Kusumawati, Yono Hadi Pramono, Agus Rubiyanto
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Keputih, Surabaya, 61111
Telp : (031) 594 7302, Fax : (031) 593 1237
E-mail : [email protected]
Intisari – Desain, fabrikasi, dan karakterisasi antena mikrostrip reconfigurable berstruktur Coplanar Stripline
(CPS) dipole dengan saklar optik solar cell telah dilakukan di Laboratorium Optik dan Microwave Jurusan Fisika
FMIPA ITS. Substrat yang digunakan adalah fiber dengan konstanta dielektrik 4,8. Desain antena menggunakan
solar cell sebagai optical switching (saklar optik). Saklar optik solar cell pada antena yang disinari oleh laser
menyebabkan antena dapat mengalami pergeseran frekuensi kerja. Hasil karakterisasi menunjukkan pada kondisi
laser off (tidak disinari laser) antena bekerja pada frekuensi 1968 MHz dengan VSWR 1,13, return loss -24 dB.
Sedangkan pada kondisi laser on (disinari laser) antena bekerja pada frekuensi 1966 MHz dengan VSWR 1,125,
return loss -25 dB. Ada pergeseran frekuensi kerja 2 MHz. Antena mikrostrip reconfigurable dengan saklar optik
solar cell memiliki beberapa kelebihan. Teknik saklar optik menggunakan solar cell lebih mudah difabrikasi dan
relatif lebih murah biayanya dibandingkan teknik saklar optik yang lain.
Kata kunci: antena, mikrostrip, reconfigurable, saklar optik, solar cell
Abstract – Design, fabrication, and characterization of a reconfigurable microstrip antenna Coplanar Stripline
(CPS) dipole with optical switching of solar cell has been conducted in the Laboratory for Optical and Microwave
Physics Department Faculty of ITS. The substrate used for fabrication is a fiber with a dielectric constant of 4.8.
Antenna design using a solar cell as an optical switching. Optical switching on a solar cell is illuminated by the
laser. This causes frequency shifting on antenna. The characterization result indicate when condition not
illuminated by the laser antenna works at a frequency of 1968 MHz with 1.13 VSWR, return loss -24 dB. When solar
cell is illuminated by the laser, antenna works at a frequency of 1966 MHz with 1.125 VSWR, return loss -25 dB.
There is a shift of 2 MHz operating frequency. Microstrip antenna with a reconfigurable optical switching solar cell
has several advantages. The advantages are more easily fabricated and relatively cheaper cost than other
techniques of optical switching.
Key words: antenna, microstrip, reconfigurable, optical switching, solar cell
Antena yang sampai sekarang masih dikembangkan
dan memiliki banyak kelebihan adalah antena
mikrostrip [4]. Beberapa kelebihannya adalah
strukturnya yang low profile, murah, mudah
difabrikasi, dan memiliki unjuk kerja yang cukup baik
[5]. Seiring pesatnya perkembangan teknologi wireless,
maka diperlukan suatu antena dengan performance
canggih dan multi fungsi yang disebut reconfigurable
antenna. Antena ini bisa diubah nilai parameternya
(frekuensi, VSWR, return loss, dll) dengan teknikteknik tertentu. Beberapa teknik tersebut adalah saklar
optik silikon, PIN dioda, dan saklar optik Cadmium
Sulphide (Cds).
Penelitian tentang reconfigurable antenna dengan
teknik saklar optik silikon pernah dilakukan pada
penelitian [6-13]. sedangkan teknik PIN dioda pada
penelitian [14-15], dan saklar optik Cadmium Sulphide
(CdS) pada penelitian [16].
Pada paper ini akan dipaparkan desain, fabrikasi,
dan karakterisasi reconfigurable antenna dengan
menggunakan saklar optik solar cell. Desain antena
yang dibuat adalah antena mikrostrip dipole berstruktur
Coplanar Stripline (CPS). Substrat yang digunakan
I. PENDAHULUAN
Beberapa tahun ini, sistem komunikasi berkembang
sangat pesat dan dinamis. Salah satunya adalah
teknologi wireless. Contoh sederhananya adalah
penggunaan internet dan handphone. Ini menjadi salah
satu bukti dari perkembangan teknologi komunikasi
wireless tersebut. Penggunaan internet dan handphone
semakin bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan
data dari Internetworldstats (IWS) pertumbuhan
pengguna Internet di dunia dari tahun 1999 hingga
2009 meningkat sebesar 599%. Pada tahun 2011
menurut data badan telekomunikasi PBB Hamadoun
Toure sudah mencapai 2 Milyar, dengan kata lain lebih
dari sepertiga penduduk dunia sudah menggunakan
internet [1]. Sedangkan menurut riset oleh MarkPlus
Insight dari Agustus sampai September 2011 pengguna
internet di Indonesia meningkat secara signifikan
menjadi 55 juta orang di tahun 2011 dari sebelumnya
yang hanya berjumlah 45 juta [2].
Perkembangan teknologi wireless ini menuntut
perkembangan device pendukungnya. Salah satunya
adalah antena sebagai device dasar dari teknologi
wireless. Antena bekerja sebagai alat yang bisa
memancarkan atau menerima gelombang radio [3].
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
100
adalah fibber dengan konstanta
k
dieleektik 4,8 dann solar
cell.
k1' = 1− k12
K (k )
=
K ' (k )
DASAN TEO
ORI
II. LAND
A. Antenaa mikrostrip
Antena mikrostrip adalah antenaa yang terbuaat dari
strip logaam (patch) yang sangat tipiis dengan keteebalan
strip dan ketebalan suubstrat (h) yanng jauh lebihh kecil
dibandingg dengan panjjang gelombaang di ruang hampa
h
(λ0). Keteebalan substraat h pada umuumnya terletakk pada
rentang 0,003
0
λ0 ≤ h ≤ 0,005 λ0 dii atas ground plane
[17]. Strrip (patch) logam
l
dipisaahkan dari ground
g
planenya oleh substraat dari bahann dielektrik dengan
d
konstantaa dielektrik pada rentang 2,2
2 ≤ εr ≤ 122 [3].
Bagian-bagian antenaa mikrostrip dapat dilihat pada
Gambar 1.
1
(
(
π
(4)
(5)
)
)
(
(
)
)
K (k ) 1 ⎡ 2 1 + k ⎤
= ln ⎢
⎥ untuk 0,7077 ≤ k ≤ 1
K ' (k ) π ⎣ 1 − k ⎦
(6
6)
[[19]
deengan
h
= ketebalann substrat
Ɛr
a atau s
b
w
= permitivitas elektrik su
ubstrat
= lebar gapp
= lebar duaa stripline dan
n gap
= lebr strippline
C.
C VSWR dan Koefisien
K
Refleeksi
Voltage Staanding Wavee Ratio (VS
SWR) adalahh
keemampuan suuatu antena unntuk bekerja pada
p
frekuensii
yaang diinginkkan. Pengukuuran VSWR berhubungann
deengan penguukuran koefissien refleksi dari antenaa
teersebut ( Γ ). Nilai VSWR
R merupakan
n representasii
daari peristiwa standing
s
wavee [20]. Nilai VSWR
V
antaraa
1 sampai tak hingga,
h
apabila VSWR bern
nilai 1 berartii
tid
dak ada pantuulan[21]. Suattu antena dikaatakan bekerjaa
baaik jika VSWR
R bernilai anttara 1 sampai dengan
d
2.
G
Gambar
1. Bagian-bagian
B
antena mikrostrip
Dimana L adalah panjjang larik (mm
m), W adalahh lebar
larik (mm
m), t adalah lebar
l
patch (m
mm), dan h adalah
a
lebar substrat (mm).
B. Coplannar Stripline (CPS)
(
Coplanar Striplinee (CPS) merupakan
m
sttruktur
antena mikrostrip
m
yangg terdiri dari dua patch strripline
yang dippisahkan olehh celah/gap yang
y
tersusunn atas
substrat. Struktur dari Coplanar Strripline (CPS) dapat
dilihat sepperti pada Gambar 1 berikuut.
e
efektif
εr +1
120π K(k1 )
'
ε eff K (k1 )
a
s
=
b (s + 2w )
(2)
(3)
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
(8)
1− Γ
(9)
E.. Solar Cell
Sel surya addalah suatu ddevice semikonduktor yangg
daapat menghasilkan listrik jika diberik
kan sejumlahh
en
nergi cahaya. Sel surya bekkerja menggu
unakan sistem
m
ph
hoto-voltaic. Photo-voltaiic berarti listrik-cahaya.
l
.
Apabila
A
sel surrya dikenakan pada sinar matahari,
m
makaa
tim
mbul elektronn dan hole. E
Elektron-elektrron dan hole-ho
ole yang tim
mbul di sekittar pn juncttion bergerakk
beerturut-turut ke
k arah lapisaan n dan ke arrah lapisan p..
Seehingga pada saat elektron-elektron dan hole-hole ituu
melintasi
m
pn junction,
j
tim
mbul beda po
otensial padaa
d
dengan
k1 =
1+ Γ
RL(dB)= −20loog10 Γ
2
((1)
Sedangkaan untuk nilaai impedansi karakteristikk (Z0)
ditentukaan menggunakkan "persamaaan 2 berikut"
Z0 =
(7)
[22]
D.
D Return Loss (RL)
Return loss adalah besaraan yang menu
unjukkan nilaii
lo
oss (rugi) darri power inpuut terhadap power refleksii
daari suatu anteena. Nilai retuurn loss diny
yatakan dalam
m
saatuan dB berrkisar antara -∞ sampai 0 dB. Suatuu
an
ntena dikatakaan bekerja baiik jika RL ≤ -9
9,54 dB [23].
Gambbar 5. Desain Coplanar
C
Strippline (CPS) [118]
ε eff =
Vmax
Vmin
VSWR =
VSWR =
Besarnnya nilai permitivitas
p
dielektrik
menggunnakan "persam
maan 1 berikut"
untuk 0 ≤ k ≤ 0,7077
⎡ 2 1+ k' ⎤
ln ⎢
⎥
'
⎣⎢ 1 − k ⎥⎦
101
kedua ujung sel surya dan photocurrent (arus yang
dihasilkan oleh cahaya). Jika pada kedua ujung sel
surya diberi beban maka timbul arus listrik yang
mengalir melalui beban. Proses sel surya ketika dikenai
cahaya matahari dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Studi literatur
Penentuan substrat PCB dan bahan
semikonduktor yang disisipkan pada substrat
Pembuatan desain antena
Fabrikasi antena
Pengukuran karakterisasi antena
Analisa data hasil pengukuran
Gambar 3. Proses sel surya ketika terkena sinar
matahari [24]
Analisa error data
F. Fenomena yang Ditimbulkan oleh Penambahan Sel
Surya Saat Disinari Sumber Cahaya pada Antena
Sel surya merupakan device semikonduktor yang
ketika disinari dengan laser yang energinya lebih besar
daripada energi gap pita dari semikonduktor, cahaya
dari sumber cahaya tersebut diserap dan membentuk
pasangan elektron dan hole. Selain diserap ada
sebagian cahaya yang dipantulkan. Pasangan elektron
hole yang terbentuk bergerak berturut-turut ke arah
lapisan n dan p sehingga menyebabkan timbulnya arus
listrik dan beda potensial. Perpindahan pasangan
elektron dan hole pada bahan solar cell juga dapat
memodifikasi konduktivitas dan karakteristik dielektrik
bahan semikonduktor [7]. Perubahan dari konstanta
dielektrik tersebut dapat dianalisis menggunakan
persamaan (10) berikut [6]. Perubahan konstanta
dielektrik bahan semikonduktor pada microstrip line
akibat penyinaran oleh sumber cahaya tersebut akan
berpengaruh juga pada perubahan frekuensi kerja
microstrip line.
εr = εL +
Selesai
Gambar 4. Diagram alir penelitian
A. Ukuran dan desain antena
Ukuran dan desain antena dihitung menggunakan
"persamaan (1)-(6)". Antena diletakkan di atas solar
cell berukuran 5,5 cm x 2 cm dan substrat PCB fiber
dengan konstanta dielektrik 4,8. Ukuran dan desain
antena dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
1,5 mm
30mm
4mm
18 mm
2 mm
2 mm
Gambar 5. Ukuran antena
ne 2
w⎞
⎛
m *ε 0 ⎜ − w 2 + j ⎟
τ⎠
⎝
(10)
dengan
εr =
εL =
n =
m* =
w =
τ =
e =
Konstanta dielektrik yang berubah
Konstanta dielektrik bahan semikonduktor
Konsentrasi elektron atau hole (1015 cm-3)
Massa efektif muatan (kg)
Frekuensi kerja (Hz)
Waktu tumbukan
Muatan elektron (1,602 x 10-19 C)
Gambar 6. Desain antena
B. Set up eksperimen
Pengukuran parameter antena yaitu VSWR dan
return loss menggunakan Network Analyzer N9912A
yang bekerja pada range frekuensi 1-6 GHz. Set up
eksperimen dapat dilihat pada Gambar 7. Solar cell
sebagai saklar optik disinari laser dioda dengan
panjang gelombang 630 nm dan daya 1mW.
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Langkah-langkah dalam penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4 berikut.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
102
laaser, maka tiimbul elekttron dan hole. Elektron-ellektron dan hole-hole yaang timbul di
d sekitar pnn
ju
unction bergerrak berturut-tuurut ke arah lapisan
l
n dann
kee arah lapisann p. Sehingga ppada saat elek
ktron-elektronn
daan hole-hole itu melintasi pn junction, timbul bedaa
po
otensial pada kedua ujung sel surya dan photocurrentt
(aarus yang dihaasilkan oleh ccahaya). Aruss yang timbull
paada solar celll mengindikaasikan solar cell menjadii
beersifat kondduktor yangg sebelumn
nya bersifatt
seemikonduktor. Keadaan inni menyebab
bkan panjangg
lisstrik antena dipole lebih panjang darii sebelumnyaa
yaaitu pada saatt saklar optikk off (saat solar cell tidakk
diisinari laser).
Pada saat solar
s
cell tiddak disinari laser
l
panjangg
lisstrik antena sebanding
s
denngan panjang
g fisik antenaa
seesuai dengan Gambar 5. B
Berdasarkan ukuran
u
antenaa
paada Gambar 5 dapat diliihat panjang fisik antenaa
deengan masingg-masing panjang lengan dipole 30 mm..
Ketika
K
solar ceell disinari lasser, solar cell yang terletakk
dii antara lengaan dipole sebeelah kanan deengan sebelahh
kiiri bersifat koonduktor sehinngga solar ceell ini sebagaii
jeembatan pengghubung antaara lengan diipole sebelahh
kaanan dengan sebelah kirri. Hal ini menyebabkan
m
n
paanjang listrik antena bertam
mbah 1,5 mm
m dari panjangg
seebelumnya. Oleh
O
karena panjang dim
mensi antenaa
mengalami
m
perubahan yaaitu bertamb
bah panjangg
menyebabkan
m
panjang ggelombang antena
a
jugaa
beertambah pannjang, sehinggga frekuensii kerja akann
seemakin berkurrang sesuai ddengan persam
maan c = λ f..
Dapat
D
dilihat paada Gambar 8 dan 9 ketika tidak disinarii
laaser frekuensi kerja antena.
LASER
Network Ana
alyzer
Gambarr 7. Set-up penngukuran anteena dengan Neetwork
Analyzer
IV. HASIL DAN PEM
MBAHASAN
N
Setelahh dilakukann pengukurran mengguunakan
Network Analyzer, diiperoleh dataa hubungan antara
frekuensii dengan VSW
WR pada Gam
mbar 8. Dapat dilihat
d
dari grafi
fik Gambar 8 bahwa pada kondisi laserr laser
off antenna bekerja padda frekuensi 1968 MHz dengan
d
VSWR 1,13 , return looss -24 dB (G
Grafik warna merah
m
muda) dan
d
pada konndisi on anttena bekerja pada
frekuensii 1966 MHz dengan
d
VSWR
R 1,125, returrn loss
-25 dB (G
Grafik warna biru).
b
Gambarr 8. Hubungann antara frekueensi dengan VSWR
V
V.
V KESIMPUL
LAN
Berdasarkann analisis dann karakterisasii antena yangg
teelah didesainn dan difaabrikasi dapaat diperolehh
keesimpulan
a. Saklar optikk solar cell ppada antena yang disinarii
oleh laser menyebabkan
m
n antena dapaat mengalamii
pergeseran frekuensi
f
kerjaa sebesar 2 MHz
M .
b.. Pada kondissi laser off (ttidak disinari laser) antenaa
bekerja padda frekuensi 11968 MHz deengan VSWR
R
1,13, returnn loss -24 dB. Sedangkan pada kondisii
laser on (disinari
(
laseer) antena bekerja
b
padaa
frekuensi 19966 MHz denngan VSWR 1,125, returnn
loss -25 dB.
Gambarr 9. Hubungann antara frekuuensi dengan return
r
loss
Nilai VSWR antenna yang telahh difabrikasi telah
memenuhhi kriteria nilaai VSWR yaiitu antara 1 sampai
dengan 2. Begitu juga dengan data return
r
loss terrhadap
frekuensii memiliki kecenderungan
k
n pola yang sama
dengan hubungan
h
VS
SWR terhadaap frekuensi. Nilai
return losss juga sudahh memenuhi kriteria
k
karenaa suatu
antena diikatakan bekerrja baik jika RL
R ≤ -9,54 dB
B [22].
Secara fissis dapat diarttikan bahwa pada
p
frekuensii 1966
MHz dann 1968 MHz sinyal
s
yang diiterima antenaa lebih
banyak ditransmisikaan ke freee space darripada
dipantulkkan kembali kee sumber sinyyal.
Pada saat
s
saklar opptik yaitu solaar cell disinarii laser
frekuensii antena menggalami pergeseeran dari 19688 MHz
ke 1966 MHz. Frekuuensi antena bergeser
b
sebeesar 2
MHz. Haal ini terjadi karena saat solar cell diisinari
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
PU
USTAKA
[1
1] D. Atika, Komodifikasii Twitter, 2012
2. Website:
http://mhhs.blog.ui.ac.iid/dennie.atikaa/, diakses
tanggal 1 Mei 2012.
[2
2] R. Wahyyudi dan T. W
Wahono, Naik 13
1 Juta,
Penggunna Internet Inddonesia 55 Juta Orang,
2011. Website:
W
http://tekkno.kompas.coom/read/2011/10/28/165344
635/Naikk.13.Juta..Penngguna.Interneet.Indonesia.5
5.Juta.Orrang, diakses tanggal 1 Meii 2012.
[3
3] C. A. Baalanis, Antennna Theory and
d Design, 2ndd
edition, John
J
Wiley & Sons, 1997.
103
[4]
H. Elsadek, Microstrip Antennas for Mobile
Wireless Communication Systems, Mobile and
Wireless Communications Network Layer and
Circuit Level Design, 2005
[5] M. Alaydrus, Antena Prinsip & Aplikasi, Graha
Ilmu, 2011.
[6] Y. Tawk, A.R. Albrecht, S. Hemmady, G.
Balakrishnan, and
C.G.
Christodoulou, Optically
pumped
reconfigurable
Antenna Systems, Antennas and Propagation
Society
International Symposium (APSURSI) IEEE,
2010, pp.1-4
[7] X. Wang, K. Kim, Y. Kim, Variation of
Transient-Response in Open-ended Microstrip
Lines with optically-controlled Microwave
Pulses, Transactions on Electrical and
Electronic materials, vol.10, no 2, 2009
[8] C.J. Panagamuwa, A. Chauraya, and J.C.
Vardaxoglou,
Frequency
and
Beam
Reconfigurable Antenna Using Photoconducting
Switches, IEEE Transactions on Antennas and
Propagation, vol. 54, no.2, 2006
[9] R.N. Lavallee and B.A. Lail, Opticallycontrolled
Reconfigurable Microstrip Patch Antenna,
Antennas and
Propagation Society International Symposium,
2008. AP-S 2008. IEEE, 2008, pp.1-4
[10] B.J. Hughes, I.C. Sage, G.J. Ball, Optically
Controlled Metamorphic Antenna, 5th EMRS
DTC Technical Conference, 2008
[11] D. Liu, D. Charette, M. Bergeron, H. Karwacki,
S. Adams, F. Kustas, and K. Farley, A 1-18 GHz
Photonically-Reconfigurable
Phased_Array
Antenna, IEEE Aerospace Conference, 1998,
vol.3, pp.483-490
[12] M.R. Chaharmir, J. Shaker, M. Cuhaci, A.R.
Sebak, Novel
Photonically-Controlled Reflectarray Antenna,
IEEE
Transactions on Antennas and Propagation, vol.
54, no.4,
2006, pp. 1134-1141.
[13] R.L. Haupt and J.R. Flemish, Reconfigurable and
Adaptive
Antennas Using Materials with Variable
Conductivity,
Second NASA/ESA Conference on Adaptive
Hardware and
Systems (AHS), 2007
[14] A.S. Daryoush, K. Bontzos, and P.R. Herczfeld,
Optically
Tuned Patch Antenna For Phased Array
Applications, IEEE
AP-S International Symposium Digest, 1986,
pp. 361-364
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
[15] Y. Sung, A Switchable Microstrip Patch Antenna
for Dual frequency Operation, ETRY journal,
2008, vol.30, no.4, pp. 603-605
[16] R. P. Tuffin, I.C. Sage, B.J. Hughes, and G.J.
Ball,
Electronically Controlled Metamorphic Antenna,
4th EMRS
DTC Technical Conference, 2007
[17] A. Uboyo, dan Y.H. Pramono, Desain dan
Fabrikasi Antena Mikrostrip loop dengan Feed
Line Mikrostrip Feed Line Dua Lapis Substrat
untuk Komunikasi C-Band, Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 2009, vol.5, no.2.
[18] R. Garg, P. Bhartia, I. Bahl, A. Ittipiboon,
Microstrip Antenna Design Handbook, Artech
House, 2001
[19] K. C. Gupta, R. Garg, I. Bahl, P. Bhartia,
Microstrip Lines and Slotlines, Artech House,
1996
[20] E.R. Kusumawati, Antena Mikrostrip Panel Berisi
5 Larik Dipole dengan Feedline Koaksial
Waveguide untuk Komunikasi 2,4 GHz, Magister
Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, 2011.
[21] T. Edwards, Foundations For Microstrip Circuit
Design, 2nd edition, John Wiley & Sons, Inc.,
1995
[22] E. Hund, Microwave Communications.
Component and
Circuits, McGraw-Hill, 1989
[23] K. Chang, RF and Microwave Wireless Systems,
John Wiley & Sons, Inc., 2000
[24] R. A. Wibowo, Sel Surya-Teknologi Pemanfaatan
Energi
Terbarukan, 2008.Website:
http://energisurya.wordpress.com/2008/07/10/m
elihatdiakses
prinsip-kerja-sel-surya-lebih-dekat/,
tanggal 7
Januari 2012.
104
PENGEMBANGAN EKSPERIMEN PENENTUAN PERMEABILITAS MAGNET MELALUI
PERCOBAAN INDUKSI MAGNET PADA BEBERAPA BATANG FEROMAGNET
Dwi Wahyu Bhaktiningrum dan Moh. Toifur
ProgramStudi Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Intisari – Dalam mempelajari pokok bahasan magnet konsep permeabilitas magnet µ belum banyak dibahas
secara khusus. Permeabilitas magnet yang sering dibahas adalah permeabilitas hampa udara µ 0 yang nilainya
4π × 10 −7 T.m/A. Nilai permeabilitas benda-benda µ , ternyata tidak sama dengan permeabilitas hampa. Oleh karena
itu, diperlukan eksperimen dalam mempelajari magnet ini untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang
konsep-konsep yang terkandung di dalamnya.
Alat eksperimen terdiri dari probe ware berupa software Logger Pro, solenoida, power supply dan tiga jenis bahan
feromagnetik yaitu besi baja, besi lunak dan besi putih dengan diameter dan panjang yang sama. Penentuan
permeabilitas bahan dilakukan dengan menempatkan bahan pada solenoida memvariasi arus listrik (i ) yang
mengalir pada solenoida dan mencatat medan induksi yang ditimbulkan ( B ) . Selanjutnya dari set data i terhadap B
ini dilakukan regresi linier. Permeabilitas bahan ditentukan dari slope grafik.
Nilai permeabilitas untuk ruang hampa berdasarkan hasil eksperimen adalah µ0 = (4π ± 0,34) ×10−7 T.m/A.
Sedangkan untuk masing-masing bahan yang diteliti yaitu besi baja µ = (8,24 ± 0,08×)10 −6 T.m/A, besi lunak
µ = (1,75 ± 0,008) × 10 −5 T.m/A dan besi putih µ = (1,85 ± 0,002 ) × 10 −5 T.m/A. Dengan eksperimen ini pemahaman
konsep permeabilitas menjadi semakin nyata.
Kata kunci: Permeabilitas magnet, regresi linear, feromagnetik.
Abstract – In magnet world learning, the discussion of µ magnetic permeability concept has not yet been addressed
specifically. The magnetic permeability often discussed is the µ0 vacuum permeability whose value is 4π × 10 −7
Tm/A. In fact, the permeability value of µ objects is not the same as the vacuum permeability. Therefore, it is
necessary to conduct experiments on this in order to obtain an adequate understanding about its concepts.
The experimental devices include Logger Pro devices, solenoids, computer, power supply and three types of
ferromagnetic materials i.e. steel, soft iron and white metal which are precisely similar in both diameter and length.
The deciding of the material permeability is done by placing the materials on the solenoid varying electric current (i)
which flows in the solenoid and records the induction field produced (B). Then, based on the data set of I towards B,
it’s done a linear regression. The material permeability is determined from the slope of the graph.
Based on the experiment, the permeability value of vacuum results µ0 = (4π ± 0,34) ×10−7 Tm/A. Whereas, for
each experimented material it shows that the steel is µ = (8,24 ± 0,08×)10 −6 Tm/A, the soft iron is
µ = (1,75 ± 0,008) × 10 −5 Tm/A, and the white metal is µ = (1,85 ± 0,002 ) × 10 −5 Tm/A. Based on the experiment,
it’s obvious that permeability concept seems more and more tangible.
Key words: magnet permeability, linear regression, ferromagnetic
Nilai permeabilitas benda-benda µ , ternyata
tidak sama dengan permeabilitas hampa. Permeabilitas
magnet adalah angka yang menunjukkan tingkat
kemudahan suatu bahan untuk dijadikan magnet. Jika
solinoida dialiri arus maka udara yang berada di dalam
solinoida bertindak sebagai bahan yang dimagnetisasi.
Karakteristik magnetik dari udara adalah µ 0 . Jika
I. PENDAHULUAN
Permeabilitas magnet µ adalah angka yang
menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan untuk
dijadikan magnet. Konsep permeabilitas µ masih
sangat abstrak dipelajari. Banyak buku fisika yang
belum membahas secara khusus tentang permeabilitas
µ . Biasanya permeabilitas hampa µ 0 langsung
menempel pada rumus yang nilainya 4π × 10 −7 T.m/A.
Sehingga banyak kalangan yang mempelajari tentang
magnet sulit untuk memahami materi permeabilitas.
Magnet sebagai salah satu materi Fisika memerlukan
eksperimen dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang
konsep-konsep yang terkandung di dalamnya.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
dalam solenoida diisi bahan lain seperti besi, baja dan
lain-lain karakteristik magnetik dari bahan tersebut
adalah µ .
Keabstrakan konsep permeabilitas mulai saat
ini sudah harus dikikis karena dengan percobaan
sederhana yang dilengkapi alat ukur yang dibutuhkan
sudah dapat memberikan gambaran yang jelas tentang
permeabilitas ini.
105
mengumpul pada ujung yang lain. Garis-garis medan
magnet seperti ini identik dengan garis-garis medan
magnet pada magnet batang [4].
Untuk menentukan besarnya induksi magnetik
di pusat kumparan solenoida yang panjangnya l dan
jumlah lilitan N adalah[2]
µ N
B = 0 i (1)
l
Sedangkan besar induksi magnetik di ujung solenoida
adalah
µ N
B = 0 i (2)
2l
Dari persamaan (2) nilai permeabilitas ruang hampa
dapat ditentukan dengan persamaan
Bl (3)
µ0 = 2
iN
µN
Dengan memisalkan B = y dan i = x , maka
=a
2l
maka diperoleh persamaan y = ax + b , sehingga
al (4)
µ=2
N
Jika nilai permeabilitas magnet solenoida
kosong µ 0 tidak sesuai dengan nilai µ 0 pada teori
II. LANDASAN TEORI
Bahan feromagnetik dapat digolongkan
menjadi dua yaitu[5]:
1. Bahan feromagnetik keras, misalnya baja dan
alcomax (logam paduan besi) sangat sukar
dijadikan magnet, tetapi setelah menjadi magnet
bahan-bahan
feromagnet
keras
mampu
menyimpan sifat magnetik dalam jangka waktu
yang lama. Oleh karena itu, bahan-bahan
feromagnetik keras umumnya digunakan untuk
membuat magnet permanen.
2. Bahan feromagnetik lunak, misalnya besi dan
mumental logam paduan nikel). Lebih mudah
dijadikan magnet tapi sifat magnetiknya pun
mudah hilang (hanya bertahan sementara waktu).
Bahan feromagnetik lunak umumnya digunakan
untuk membuat elektromagnetik (magnet listrik)
karena bahan-bahan ini hanya bersifat magnet
selama arus listrik melalui kawat yang dililitkan
pada bahan. Begitu arus listrik diputus, sifat
magnetik bahan ini hilang.
Bahan feromagnetik baja pada dasarnya
mempunyai komposisi besi (Fe) dengan tambahan
unsur karbon (C) sampai dengan 1,67%. Bila kadar
unsur karbon lebih dari 1,67% maka material tersebut
biasanya disebut sebagai besi cor. Makin tinggi kadar
karbon dalam baja akan mengakibatkan baja tersebut
sukar dilas, keliatan berkurang dan kuat leleh serta kuat
tariknya akan naik[6].
Bahan feromagnetik ini kaya akan kandungan
momen-momen dipol magnet. Momen dipol magnet
berasal dari gerak orbit dan gerak spin elektronelektron yang tidak berpasangan (elektron bebas, free
electrons) pada bahan. Jika bahan feromagnet
dipaparkan dibawah pengaruh medan magnet luar,
maka momen-monen dipol magnet tersebut cenderung
mensearahkan diri dengan arah medan magnet luar[1].
Solenoida adalah kumparan kawat dengan
panjang lebih daripada diameter lilitannya. Bila
solenoide dialirkan arus listrik, di dalam selenoide
terjadi medan magnet. Medan magnetik solenoida pada
dasarnya adalah medan magnetik pada sederetan
simpal arus identik yang ditempatkan berdampingan.
maka perlu adanya nilai konversi κ . Dimana
konversi ini dijadikan nilai pengali pada
perhitungan nilai permeabilitas magnet bahan
diperoleh saat penelitian untuk mendapatkan
permeabilitas bahan yang lebih tepat.
κ=
µ 0 percobaan
(5)
Nilai ralat dapat diperoleh dari slop grafik
antara arus terhadap medan magnet B dengan x = i
dan y = B akan diperoleh persamaan yˆ i = axi + b
dengan persamaan:
a=
N ∑ ( x i y i ) − Σ x i ∑ y i (6)
2
2
N ∑ x i (∑ x i )
Hasil dari persamaan di atas dapat digunakan
untuk menentikan pasangan titik-titik ( x i y i ) yang
akan memberi garis lurus pendekatan terbaik.
Ketidakpastian ŷ , a dan b didapat dengan
persamaan:
∑( y
− yˆ i ) 2
(7)
N −2
Ketidakpastian ini disebut standard error of
estimation atau taksiran terbaik simpangan baku (ralat
baku estimasi), sehingga[2]:
N
(8)
S a = S yˆ
2
2
N ∑ xi − (∑ xi )
S yˆ =
Gambar 1. Garis-garis medan magnet dari suatu
solenoida
Gambar
menunjukkan garis-garis medan
magnet untuk solenoida panjang yang digulung rapat.
Di dalam solenoida, garis-garis medan ini hampir
sejajar dengan sumbunya dan berjarak rapat dan
seragam, menandakan adanya medan magnetik yang
kuat. Di luar solenoida, garis-garis medannya kurang
rapat. Garis-garis ini memancarkan dari satu ujung dan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
µ 0teori
nilai
hasil
yang
nilai
i
Pada perhitungan penentuan permeabilitas
dilakukan berulang-ulang maka ralat menggunakan
rumus perambatan. Sehingga nilai ralatnya dapat
diperoleh dengan persamaan 9.
106
2
2
⎛ ∂µ ⎞
⎛ ∂µ ⎞
2
2
Sµ = ⎜
⎟ (S a ) + ⎜
⎟ (S l )
∂
a
∂
l
⎝
⎠
⎝
⎠
(9)
TODE PENELITIAN
III. MET
alat terdirii dari bebberapa
R
Rancangan
instrumenn antara lain, sumber teganngan DC (Helles cr52 Class 2,5), solenoidda dengan paanjang 0,055 m dan
jumlah lilitan sebanyyak 119, softtwere Loggerr Pro,
sensor medan
m
magnett, sensor arus, sensor teggangan
serta janngka sorong. Bahan yangg digunakan pada
penelitiann ini adalah besi baja, beesi lunak dann besi
putih denngan masing-masing panjjang 4,51 cm
m dan
diameter 0,48 cm.
Gambarr 4. tampilan ssoftware Logg
ger Pro
Penenntuan permeeabilitas bahaan dilakukann
m
padaa
deengan memvaariasi arus listtrik (i) yang mengalir
so
olenoida dann mencatat medan in
nduksi yangg
diitimbulkan (B
B), selanjutnyaa dari set dataa i terhadap B
in
ni dilakukan regresi linier. Permeab
bilitas bahann
diitentukan darii slope grafik. Variable yan
ng digunakann
meliputi
m
indukksi medan maagnet (B) seb
bagai variabell
teerikat dan aruss listrik (i) sebbagai variabel bebas.
Besi Lunakk
Beesi Baja
Besi Putiih
Gambar 2.. Bahan Ferom
magnetik
P
Pada
peneliitian penentuuan permeaabilitas
bahan ferromagnet ini diteliti ada 3 jenis batangg besi
dengan kadar
k
besi yaang berbeda untuk menggetahui
perbedaann nilai permeaabilitasnya.
(f)
(d)
(
(c)
(b)
(g)
(a)
V. HASIL DA
AN PEMBAH
HASAN
IV
Dari penelitian diiperoleh data yang dapatt
diibuat grafik hubungan
h
anttara arus listriik (i) dengann
medan
m
magnett (B). Hasil yang dipero
oleh menurutt
peerhitungan persamaan garis lineaar
yangg
menggunakan
m
p
program
exel.
Data hasil
h
pengukuuran medan magnet padaa
so
olenoida kosoong dapat dibuuat grafik hub
bungan antaraa
arrus listrik (I) dengan
d
medann magnet (B) sebagaimanaa
diilihat pada gam
mbar 5.
(e)
Gamb
bar 3. Desain alat penelitiann terdiri dari: (a)
Power supply
s
(b) Volltage probe seensor (c) Magnnetik
field senssor (d) Solenooida (e) Voltagge probe senssor (f)
Interface (g) Noteboook PC
A disusun seperti
Alat
s
pada gambar
g
3. Kom
mputer
diatur sam
mpai tertamppil program Logger
L
Pro dengan
d
tampilan nilai arus listrrik, tegangan dan medan magnet.
m
Sumber tegangan
t
dihiddupkan. Untuuk mengukur medan
m
magnet pada
p
batang besi
b tekan colllect pada proogram
Logger Pro
P dan putar pengatur
p
arus listrik pada suumber
tegangan. Variasi aruus listrik muulai dari 0 am
mpere
sampai grafik
posisi
g
pada Logger
L
Pro menunjukkan
m
konstan. Tekan stoop pada Loogger Pro untuk
menghenntikan pengukuuran medan magnet.
m
Data seperti
s
yang terttampil pada gambar
g
4 selaanjutnya diannalisis.
Penelitiann tersebut dilaakukan pada semua jenis batang
b
besi yangg digunakan.
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
Gambar
G
5 Graafik hubungann antara arus dengan
d
medan
m
magnet
pada rruang hampa
Berdasarkan pencoocokkan data I terhadap B
seecara linier dipperoleh persam
maan
y = 0,00011 x + 0,000002 (10)
deengan nilai R 2 = 0,991 . D
Dari slope grrafik tersebutt
daapat ditentukkan nilai perrmeabilitas magnet
m
ruangg
haampa menggikuti
ppersamaan (4)
(
sebesarr
µ = 9,2437 × 10 −9 T.m/A.
Karena
K
nilai hasil
h
penelitiaan ini tidak sesuai
s
dengann
niilai teori makaa dicari nilai kkonversi atau permeabilitass
reelatifnya (κ ) dengan mennggunakan peersamaan (5))
107
mengikuti
m
perssamaan (9). Maka nilai permeabilitass
besii
magnet
m
pada
baja
diperolehh
−5
m/A.
µ = (1,75 ± 0,008) × 10 T.m
Data hasil
h
pengukuuran medan magnet padaa
beesi baja dapaat dibuat graafik hubungan
n antara aruss
lisstrik (I) dan medan
m
magneet (B) sebagaaimana dilihatt
paada gambar 8..
sehingga diperoleh nilai κ = 13,587636 . Nilai
permeabiilitas relatif tersebut selaanjutnya dijaadikan
pengali untuk
u
nilai peermeabilitas magnet
m
bahann yang
diteliti. Nilai
N
ralat permeabilitas magnet menngikuti
persamaaan (9) diperoleh nilai akhir
a
permeaabilitas
magnet ruuang hampa µ 0 = ( 4π ± 3,4) × 10 −7 T.m/A
A.
D
Data
hasil peengukuran medan
m
magnett pada
besi baja dibuat grafikk hubungan anntara arus listtrik (I)
dan medaan magnet (B)) sebagaimanaa dapat dilihat pada
gambar 6.
6
Gambar 8. Grafik hubbungan antara arus dengan
m
medan
magneet pada besi pu
utih
Berdasarkan pencoocokkan data I terhadap B
seecara linier dipperoleh persam
maan
3)
y = 0,00255 x + 0,0008 (13
Gamb
bar 6 Grafik hubungan anttara arus denggan
medan maagnet pada besi baja
deengan nilai R 2 = 0,9841 . Dari slope grrafik tersebutt
daapat ditentukkan nilai perrmeabilitas magnet
m
ruangg
haampa mengiikuti
persaamaan (4) dan
d
ralatnyaa
mengikuti
m
perssamaan (9). Maka nilai permeabilitass
besii
magnet
m
pada
baja
diperolehh
m/A.
µ = (1,854 ± 0,002) × 10 −5 T.m
Berdasarkan pencocokkan data I terhaddap B
B
secara linnier diperoleh persamaan
y = 0,0008 x + 0,00001 (11)
dengan nilai
n
R 2 = 0,9997 . Dari sllope grafik tersebut
dapat dittentukan nilaai permeabiliitas magnet ruang
hampa mengikuti
m
persamaan (4) dan raalatnya
mengikutti persamaan (9). Maka nilai permeaabilitas
besi
pada
magnet
baja
seebesar
−6
T.m/A.
µ = (8,23394 ± 0,08) × 10
1
D
Data
hasil peengukuran medan
m
magnett pada
besi bajaa dapat dibuaat grafik hubbungan antaraa arus
listrik (I)) dan medan magnet (B) sebagaimana dapat
dilihat paada gambar 7.
No.
N
Tabeel 1. Nilai Perm
meabilitas Bahan
Jenis
Perm
meabilitas Bahaan
Bahan
(T.m//A)
Feromaggnetik
1
Besi baja
µ = (8,24 × 10−6 ± 0,08 × 10−6 )
2
Besi lunnak
µ = (1,75 × 10 −5 ± 0,008 × 10 −5 )
3
Besi puttih
µ = (1,85 × 10 −5 ± 0,002 × 10 −5 )
Dari taabel 1 dapat ddiketahui bahw
wa dari ketigaa
baahan feromaagnetik yangg digunakan besi putihh
memiliki
m
nilai permeabilitass magnet palin
ng besar. Hall
in
ni disebabkan besi putih m
memiliki kand
dungan unsurr
kaarbon (C) paliing sedikit dibbanding kedu
ua bahan yangg
laain. Besi ini sangat cocokk digunakan untuk bahann
ellektromagnetikk.
Gambarr 7 Grafik hubungan antara arus dengan medan
m
magneet pada besi lunnak
V.
V KESIMPUL
LAN
1.. Dari hasil penelitian penentuan permeabilitass
magnet bahhan feromagnnetik dapat dik
ketahui bahwaa
alat dapat bekerja
b
dengaan cukup baik
k. Hal tersebutt
ditunjukkaan dengan alat yang dapat digunakann
untuk mennentukan nilai permeabilitass magnet padaa
bahan feromagnetik.
2.. Permeabiliitas magnet unntuk solenoidaa kosong atauu
permeabiliitas
udara
adalahh
pencocokkan data I terhaddap B
B
Berdasarkan
secara linnier diperoleh persamaan
y = 0,0017 x + 0,00001 (12)
dengan nilai
n
. Dari sloope grafik tersebut
R 2 = 0,9991
9
dapat dittentukan nilaai permeabiliitas magnet ruang
hampa mengikuti
m
persamaan (4) dan raalatnya
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
108
Sedangkan
µ 0 = ( 4π × 10 −7 ± 0,34 × 10 −7 ) T.m/A.
untuk masing-masing bahan yang diteliti yaitu besi
baja µ = (8,24 × 10 −6 ± 0,08 × 10 −6 ) T.m/A, besi
lunak µ = (1,75 × 10 −5 ± 0,008 × 10 −5 ) T.m/A dan
besi putih µ = (1,85 × 10 −5 ± 0,002 × 10 −5 ) T.m/A.
PUSTAKA
Buku:
[8] Haliday dan Resnick. 1978. .Physics 3rd Edition.
Jakarta: Erlangga.
[9] Ishafit. 2004. Teori Pengukuran dan Eksperimen
Fisika. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
[10] Kanginan, Martin dkk. 1993. Buku Pelajaran
Fisika SMA Edisi kedua Jilid 3A Semester 5.
Jakarta: Erlangga
[11] Tippler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains Dan
Teknik (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
[12] Wariyono, Sukis dan Muharom, Yani.2008. Mari
Belajar Ilmu Alam Sekitar. Jakarta: CV Usaha
Makmur.
Internet:
[13] B. Setyahadi, Baja, Besi dan Stainless Steel,
2010.
Website:
http://benysatyahadi.blogspot.com/2010/10/stainl
ess-steel.html, diakses tanggal 18 November 2011
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
109
PENGEMBANGAN DAN FABRIKASI Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) BERBASIS JAHE MERAH
DENGAN METODE DEPOSISI SPIN COATING DAN DOCTOR BLADE
Nasori,Gatut Y., Endarko dan A. Rubiyanto
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
[email protected]
ABSTRAK
Telah dibuat Dye Sensitized Solar cells (DSSC) untuk pengembangan solar sel berbasis jahe merah dan nano
TiO2(6 – 10 nm). DSSC ini dideposisikan dengan metode spin coating dan doctor bladepada substrat ITO.
Karakterisasi absorbansi ekstraksi jahe merah dengan menggunakan UV Vis NIR yang menunjukkan penyerapan
terbesar pada panjang gelombang 383 dan 403 nm, serta prosentase transmitansi terkecil pada panjang gelombang
413 nm. Fabrikasi dengan spin coating menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode doctor
blade dengan efisiensi 1,7%, fill factor(FF) 0,2 a.u dan rapat daya maksimum 1,87 mW/cm2 yang direndam dalam
dye jahe merah selama 1 hari. Sedangkan dengan metode doctor bladediperoleh efisiensi maksimum 0,0009 %, FF
0,2 a.u serta daya maksimum 0,4 mW/cm2 yang direndam dalam dye jahe merah selama 1 hari.
Kata Kunci: DSSC, Efisisensi, fill factor, rapat daya maksimum, absorbansi dan transmitansi
ABSTRACT
DyesensitizedSolarCells (DSSC) has beenfabricated forthe development of solar cell based on
redgingerandTiO2nanoparticles (6-10 nm).These DSSC have been depotition with spin coating and doctor blade
method. Maximum absorbanceof the red ginger extract was at
waveleght 383and403nm,
with
smallestprosentancetransmittanceat a wavelength of413nm. The result showed that the spin coating methode more
better than the doctor blade methode, with the result efficiency1.7% , Fill Factor (FF)0.2auandthemaximum power
density is1.87mW/cm2for one day submersion on the dye of the red ginger. Mean whilemaximumefficiency 0.0009%,
FF0.2auanda maximum power density of0.4mW/cm2,where achieved with doctor blade methode for one day
submersion on the dye of the red ginger.
Key Word: DSSC, Eficiency, fill factor, Maximum power density, absorbance dan transmitance
sel berbasis biomas sangat penting untuk dilakukan.
Mengingatteknikfabrikasi,
pengukuran,
dan
teknikpackaging,
maka
diperlukan
beberapa
perlakukan tertentu dari alat konversional sampai
teknologi tingi dalam rangka meningkatkan efisiensi
solar sel berbasis biomas.
I.
Pendahuluan
Solar sel berbahan kristal tunggal dan polikristal
telah banyak difabrikasi dengan efisiensi yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi nilai
ekonomisnya belum bisa memberikan kontribusi yang
ditandai oleh masih tingginya harga yang ditawarkan
dari solar sel dari bahan-bahan tersebut. Maka sejak
tahun 1991, dengan semangat terbarukan telah
dilakukan penelitian (Graetzel, 1991), fabrikasi dan
pengujian yang dilakukan pada bahan solar sel
berbasis alam yang biasa disebut sebagai Dye Sentized
Solar Cell (DSSC).
Banyak penelitian terkait telah dilakukan dalam
rangka penentuan bahan organik (Imenes,dkk, 2005),
model fabrikasi yang tepat untuk mendapatakan nilai
efisiensi maksimal (Laura Tobin, dkk 2010),
Improvement bahan dan sintesis (Yuang, dkk, 2010),
sampai penentuan detail setiap lapisan solar sel
berbasis nanobiomas (Himendra, 2011).
Dengan bahan dasar dyeyang melimpah dan
proses fabrikasi yang mudah, diharapkan suatu saat
nanti DSSC ini dapat memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap masalah energi dimasa mendatang.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan,
terlihat bahwa penelitian tentang pengembangan solar
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II.
Tinjauan Pustaka
DSSC telah menjadi salah satu topik
penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di
seluruh dunia. Efisiensi konversi sistem sel surya jenis
ini telah mencapai 10–11% (Hasib A., 2011). Salah
satu keuntungan sistem sel surya Gratzel adalah proses
fabrikasinya yang sederhana dan biaya fabrikasi yang
relatif murah jika dibandingkan dengan pembuatan sel
surya konvensional. Selanjutnya sel surya Gratzel
disebut DSSC (O’regan dan Gratzel, 1991).
Komponen DSSC ini terdiri atas elektroda
kerja, elektroda pembanding dan elektrolit. Pada
Elektroda kerja terdapat ITO (Indium-doped Tin
Oxide) sebagai substrat, TiO2 (Titanium Dioxide)
sebagai kolektor elektron, dye sebagai penyerap
cahaya dan donor elektron. Elektroda pembanding
berupa kaca ITOyang dilapisi dengan karbon sebagai
katalis. Dan elektrolit yang digunakan sebagai media
110
substrat ITO dilakukan dengan metose spin coating
dan doctor blade.
Secara umum langkah kerjanya didahului dengan
pemilihan dan mencampurkan serta sintesis bahan
TiO2 nanopartikel. Pembuatan elektroda kerja, yaitu
dengan menggunakan kaca ITO sebagai substrat yang
sudah dideposisi dengan pasta TiO2 dengan
menggunakan metode spin coating dan doctor blade.
Pembuatan elektroda pembanding, yaitu dengan
menggunakan kaca ITOyang sudah dideposisi dengan
karbon.
Karakterisasi DSSC dilakukan dimulai dengan
pengujian TiO2 dengan menggunakan XRD
dilanjutkan dengan analisis data quantitatif XRD
dengan menggunakan sofware Retica 2007 untuk
mengetahui kecocokan TiO2 yang telah dibuat dengan
standar hasil yang telah teruji. Kemampuan absorbansi
dan transmitansi dye jahe merah dikur dengan
menggunakan spektofotometer UV Vis NIR 2000.
Serta dilakukan pengukuran tegangan dan arus yang
dihasilkan oleh DSSC dengan menggunakan
multimeter digital dengan rangakain panjar maju
seperti Gambar 1.
transfer elektron Iodine solution (Smestad dan
Graetzel, 1998). Struktur DSSC ini berbentuk lapisan
– lapisan yang disusun seperti bentuk sandwich.
material
Material
TiO2 adalah
semikonduktor yang memiliki energi gap sebesar 3,2
eV dan menyerap sinar pada daerah ultraviolet
(O’regan dan Gratzel, 1991). Material ini memiliki
kemampuan yang baik dalam fotokimia dan
fotoelektrokimia, selainitu material TiO2 tidak
beracun. TiO2 yang digunakan untuk aplikasi DSSC
ini adalah TiO2 kemapuan fotoaktif yang tinggi.
Partikel dari TiO2 umumnya berukuran mikro atau
nano. Dengan struktur ukuran yang lebih kecil, yaitu
nanopori, akan menaikkan kinerja system karena
struktu rnanoporiini mempunyai karakteristik luas
permukaan yang besar sehingga akan meningkatkan
jumlah dye yang menempel pada molekul TiO2 yang
implikasinya jumlah cahaya yang diserap dan
meningkatkan produksi fotoelektron (Zhang dan
Banfield, 2000).
Proses fotosintesis pada tumbuhan telah
membuktikan adanya senyawa pada tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai dye. Zat-zat tersebut
ditemukan pada daun, bunga atau
buah, yaitu
antosianin, klorofil, dan xantofil. Dye pada DSSC juga
berperan sebagai lapisan penyerap elektron dari foton
cahaya dan akan tereksitasi menjadi eksiton. Dalam
proses penyinaran, pewarna akan bertugas meginjeksi
elektron ke pita konduksi dari semikonduktor.Dengan
kata lain, dyeberperan sebagai donor elektron yang
dibangkitkan ketika proses menyerap cahaya.
Ektrolit pada DSSC berfungsi untuk meregenerasi
elektron padadye yang telah mengalami eksitasi dan
kehilangan
elektron. Dapat dikatakan bahwa
elektrolit pada DSSC ini berfungsi sebagai transfer
elektron. Elektrolit berfasa cair yang umum digunakan
adalah berbasis pelarut, yaitu cairan yang dapat
melarut dalam lapisan. Hal ini terdapat kekurangan
karena elektrolit jenis ini tidak stabil dalam jangka
panjang. Ketidakstabilan ini disebabkan karena jenis
pelarut yang digunakan biasanya adalah pelarut
organik dan digabungkan dengan proses penyinaran
yang menimbulkan panas. Maka akan terjadi
kehilangan elektrolit yang berarti bahwa dye tidak
dapat teregenerasi, dan proses pengubahan energi
matahari menjadi listrik dapat terhenti (Smetstad dan
Graetzel, 1998).
Katalis yang umumnya digunakan pada
DSSC ini adalah katalis berupa karbon. Digunakan
karbon sebagai kalatalis karena karbon memiliki
ikatan yang kuat dan berfungsi untuk mempercepat
reaksi. Reaksi tersebut berupa reaksi reduksi –
oksidasi pada elektron yang keluar dari karbon dengan
iodida pada elektrolit.
Gambar 1 Rangkaian panjar maju pengukuran
tegangan dan arus pada DSSC
IV. Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Difraktometer Sinar-X (XRD)
Terhadap Serbuk TiO2
Pengujian dengan difraktometer sinar-X
dilakukan untuk mengetahui struktur kristal serbuk
TiO2 pada fasa anatase. Informasi yang diperoleh dari
pengujian menggunakan metode ini adalah intensitas
dalam satuan cacah per detik pada sumbu vertikal dan
sudut hamburan 2θ yang di set dari sudut 0o sampai
60opada sumbu horisontal. Kemudian data quantitatif
yang diperoleh dilakukanrefine data yang diperoleh
dengan standar refine TiO2 yang sudah terstandarisasi
seperti ditunukan pada gambar 2.
III. Metodelogi
Tahap persiapan dan desain pembuatan
DSSCmenggunakan ekstraksi jahe merah sebagai
absorber dengan variasi deposisi lapisan TiO2 pada
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
111
Gambar
G
3 (a) Abasorbansi , (b) Transmittansi Ekstrasi
Jahhe merah padaa daerah UV Vis
V
Dari Gambar 3, abbsorbansi dan
n transmitansii
dye
d
jahe merrah diukur ppada panjang
g gelombangg
ultraviolet
u
(UV
V) sampai caahaya tampak
k. Didapatkann
daya
d
absorbannsi maksimall diperoleh pada
p
panjangg
gelombang
g
3883 nm dan4033 nm, yaitu sebesar
s
16,366
a.u.
a hal ini cuukup besar dibbandingkan dari
d penelitiann
teerdahulu yangg hanya berkissar 1-3 a.u.
Sedanngkan transmitansi dari dyye jahe merahh
in
ni, maksimal pada rentang panjang gelo
ombang ± 4000
nm
n akan ditraansmisikan haampir 0% sed
dangkan padaa
rentang panjanng gelombangg hampir 300
0 nm (daerahh
panjang
p
gelom
mbang UV) dan mendeekati panjangg
gelombang
g
innframerah akaan ditransmissikan hampirr
100%.
1
Gambar 2 Hasik penccocokan hasil XRD
X
TiO2 model
m
dan bahann dengan mennggunakan sofftware Retica 2007
H
Hasil
uji jugaa memberikann informasi tenntang
jarak antara atom dhkl, yaitu sebesaar 3, 53483A pada
sudut ham
mburan 2θ adaalah 25.172788o . Dengan annalisa
yang sam
ma, diperoleh bahwa strukttur kristal TiO
O2 ini
adalah teetragonal berrsesuaian denngan bidan (112)
yang merrupakan bidanng pertumbuhaan TiO2.
DSSC
D
dengan
n metode spin
n coating
Denggan mengunakkan skema pad
da Gambar 1,,
diberikan
d
graffik hubungann waktu depo
osisi terhadapp
teegangan dan arus
a yang teruukur seperti gaambar 5.
U
Dengan Spektofotoometer UV Vis
Hasil Uji
Terhadap Ekstrak Jaahe Merah
U dengan Sppektofotometeer ini dimaksuudkan
Uji
untuk meengetahui kaddar absorbansii (daya serap) dan
transmitaansi ekstrak jaahe merah terrhadap foton yang
dipancarkkan
dari
sinar
mattahari
dikeetahui
kemungkkinan dapat mengeksitasi elektron-eleektron
pada TiO
O2 maka terjadi aliran listrik.
((a)
(a)
(b)
(b)
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
112
DSSC dengan metode Doctor Blade
Hasil dari pengukuran tegangan dan arus
terhadap waktu perendaman disajaikan dalam bentuk
Gambar 6.
Gambar 6. Efisiensi dan FF dengan metode doctor
blade
Dari ketiga sampel yang di uji arus Jsc realtif
sama yaitu 0,24 mA/cm2, begitupun pada tegangan
bukanya yang mempunyai nilai yang relatif sama juga
yaitu sebesar 0,14 volt. Hasil dari pengukuran ini juga
berimbas pada daya maksimum yang dapat diperoleh
keduanya berbeda, yang hanya 0,4 mW/cm2.
(c)
V.
Kesimpulan
Dari analisa dan pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahan nano TiO2 dengan ukuran kristal
berkisar 6-10 nm telah berhasil difabrikasi, ekstraksi
dye jahe merah memiliki absorbansi maksimal pada
panjang gelombang 383 nm dan 403 nm dan
transmitansi minimum pada daerah panjang
gelombang 413 nm. DSSC metode spin coating 2500
rpm dengan rapat daya maksimal yang diperoleh
adalah 1,87 mW/cm2, efisiensi 1,7% yang direndam
dalam ekstrak jahe merah selama 1 hari dan dan FF
0,2 a.u. Sedangkan metode doctor blade diperoleh
daya maksimal 0,4 mW/cm2, efisiensi 0,0009%, dan
FF 0,2 a.u yang direndam dalam ekstrak jahe merah
selama 1 hari.
(d)
VI. Daftar Pustaka
[1] Amoa Y., Yamada Y., dan Aoki K. (2003)
“ Preparation And Properties Of DyeSensitized Solar Cell Using Chlorophyll
Derivative Immobilized Tio2 Film Electrode”.
Journal of Photochemistry and Photobiology
A : Chemstry 164 hal 47-51.
[2] Green,Martin.A. (1982) ”Solar Cells
Operating Principles Technology and System
Application”.Prentice Hall,Inc; Evylewood
Cliffs.
[3]
Tjia,M.O
(2002),
“TeknologiFotonikdanOptika
Modern”,
MakalahPembicaraUtamapada
Seminar
FisikadanAplikasinya, JurusanFisika FMIPAITS.
[4] O’regandanGratzel, M. (1991) “A Low-Cost,
High Efficiency Solar Cell Based On DyeSensitized Colloidal Tio2 Films”. Nature Vol.
353. Issue 6346, 737.
Gambar 5. Grafik hasil rapat daya variasi metode spin
coating2500 rpm waktu deposisi (a) 3 menit, (b) 4
menit, (c) 5 menit, (d) efisiensi dan FF
Pengukuran ini juga diperoleh parameterparameter lainya sebagai berikut: tegangan hubung
terbuka Voc, berturut turut adalah 0,34 volt, 0,35 volt
dan 0,35 volt. Sedangkan rapat arus hubung singkat Jsc
dari ketiga sampel adalah 48,89 mA/cm2.memberikan
informasi daya maksimum masing-masing DSSC
variasi wakti spin coating yang diukur dengan
menggunakan persamaan diperoleh masing-masing
adalah 1,87 mW/cm2, 1,86 mW/cm2 dan 1,85
mW/cm2. Dengan menggunakan dihitung nilai faktor
pengisi (fill factor, FF) berturut-turut adalah 0,11,
0,12 dan 0,11. Sedangkan efisiensi konversi (η) dari
ketiga sampel ini diberikan berturut-turut adalah
1,87%, 1,70% dan 1,25%.
Pengaruh dari FF yang kecil juga
dimungkinkan menjadi penyebab kecilnya efisiensi,
karena FF sangat dipengaruhi oleh degradasi
fotokatalis DSSC selama pengukuran yang
menyebabkan arus listrik terus berkurang dengan
bertambahnya waktu pengukuran. Efek degradasi ini,
masih menjadi perhatian dalam pembuatan DSSC
yang berbasis pata katalis berfasa cair.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
113
PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS SAINS-LINGKUNGAN-TEKNOLOGIMASYARAKAT (SALINGTEMAS) DENGAN TEMA TEKNOLOGI BIOGAS
Sugiyanto, Ika Kartika, Joko Purwanto
Program Studi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Alamat: Jln. Laksda Adi Sucipto No. 1 Yogyakarta
E-mail: [email protected]
Intisari - Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul IPA Terpadu berbasis sains-lingkungan-teknologimasyarakat (salingtemas), mengetahui kualitas modul menurut ahli materi, ahli media, dan guru IPA SMP/MTs,
serta mengetahui respon siswa terhadap modul IPA Terpadu yang dikembangkan. Penelitian ini adalah penelitian
pengembangan atau Research and Development (R & D) model prosedural, yakni model yang bersifat deskriptif,
menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Prosedur pengembangan mengikuti
prosedur Borg dan Gall yang dapat dilakukan dengan lebih sederhana dengan melibatkan 5 langkah utama yaitu:
1) melakukan analisis produk yang akan dikembangkan; 2) mengembangkan produk awal; 3) validasi ahli dan
revisi; 4) uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk; 5) uji coba lapangan skala besar dan produk akhir. Hasil
penelitian berupa modul IPA Terpadu berbasis salingtemas dengan tema teknologi biogas. Berdasarkan penilaian
ahli materi, ahli media, dan guru IPA SMP/MTs modul IPA Terpadu yang dikembangkan memiliki kualitas sangat
baik (SB) dengan presentase 87,69% dari skor ideal (ahli materi), 76,78% dari skor ideal (ahli media), dan 77,75%
dari skor ideal (guru SMP/MTs). Sedangkan untuk respon siswa pada uji coba lapangan skala kecil dan ujicoba
lapangan skala besar mendapatkan respon yang sangat baik (SB) dengan presentase 78,75% dari skor ideal pada
uji coba lapangan skala kecil dan 81,17% dari skor ideal pada ujicoba lapangan skala besar.
Kata kunci: Modul IPA Terpadu, Salingtemas, Teknologi biogas
Abstract - This study aims to develop the module based Integrated science environment technology society (SETS),
knowing the quality of modules according to matter experts, media specialists and science teachers SMP / MTs, as
well as the response of students to the module. Integrated Science is the study or the development of Research and
Development (R & D) procedural models, the model is descriptive, showing the steps to be followed to produce the
product. The procedure follows the development of Borg and Gall procedures that can be done more simply by
involving five major steps: 1) to analyze the product to be developed; 2) develop the initial product, 3) validation of
the expert and revision, 4) small-scale field trials and revision of the product; 5) large-scale field trials and the final
product. The results of the module-based Integrated Science (SETS) with the theme of biogas technology. Based on
an assessment matter experts, media specialists and science teachers SMP / MTs module Integrated IPA has
developed a very good quality with a percentage score of 87.69% of the ideal (matter experts), 76.78% of the ideal
score (media expert ), and 77.75% of the ideal score (teacher SMP / MTs). As for the students' responses on a small
scale field trials and large-scale field trials get very good response (SB) with a percentage score of 78.75% of the
ideal in small-scale field trials and 81.17% of the ideal score on a scale field trials great.
Key words: Integrated Science Module, SETS, biogas technology
Pembelajaran IPA Terpadu menjadi salah satu
alternatif pembelajaran yang membawa permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari akan mampu memberikan
ruang bagi siswa untuk memperoleh pengalaman
langsung, sehingga akan membuat siswa lebih aktif,
lebih mengerti, lebih tertarik , lebih berkesan dan lebih
memacu siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut.
Selain itu jenjang pendidikan SMP/MTs yang usia
siswanya rata-rata 10-14 tahun lebih cocok menerapkan
pembelajaran IPA Terpadu ini. Sebab, banyak ahli yang
menyatakan bahwa pembelajaran IPA (fisika, kimia dan
biologi) yang disajikan secara terpisah-pisah dianggap
terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun karena anak pada
usia ini masih dalam transisi dari tingkat berfikir
operasional konkret ke berfikir abstrak.
I. PENDAHULUAN
Perubahan paradigma pembelajaran yang kini
beorientasi pada student center atau siswa sebagai
subjek pembelajaran maka diperlukan metode
pembelajaran yang lebih bermakna. Pembelajaran
sains/IPA tidak seperti pelajaran sejarah yang hanya
menceritakan
temuan-temuan
sejarah,
Namun
pembelajaran sains harus berdasarkan fakta dan
fenomena di lapangan yang dapat diamati dan dipelajari
oleh siswa. Sayangnya, di lapangan yang terjadi tidak
lah demikian, dalam pembelajaran sains/ IPA siswa
cenderung hanya menghafalkan konsep, teori dan
hukum. Kondisi ini juga diperburuk dengan
pembelajaran yang berorientasi pada ujian/tes.
Akibatnya pembelajaran yang berkaitan dengan
permasalahan kehidupan sehari-hari hampir tidak
tersentuh sama sekali.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Belakangan ini isu-isu aktual seperti global warming,
pencemaran lingkungan, sumber energi alternatif dan
teknologi-teknologi sederhana yang bermanfaat sedang
menjadi pembicaraan yang menarik dalam masyarakat.
114
Sungguh sangat bijaksana bilamana dalam pembelajaran
IPA Terpadu siswa diajak dan diarahkan untuk
mempelajari isu-isu aktual yang sedang hangat
dibicarakan dalam masyarakat. Dengan demikian
pendekatan pembelajaran berbasis salingtemas sangat
tepat diterapkan dalam pembelajaran sains/ IPA
Terpadu. Dalam pembelajaran berbasis salingtemas ini
siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan
kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
dapat
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
diprediksikan akan muncul di sekitar kehidupannya.
Misalnya kelangkaan bahan bakar fosil 50 atau 100
tahun yang akan datang. Untuk itu siswa harus
dikenalkan dengan energi-energi alternatif seperti
biogas, yang kini mulai dikenal masyarakat.
Pembelajaran IPA Terpadu berbasis salingtemas ini
tentunya juga mempunyai kendala-kendala. Salah satu
kendalanya adalah minimnya referensi/ bahan ajar
sebagai sarana untuk menunjang pembelajaran. Modul
IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema
Teknologi Biogas merupakan salah satu alternatif yang
tepat untuk dijadikan sebagai sumber belajar.
di kelas. Pendekatan ini memadukan antara STS
(Science, Technology, and Society), STL (Science
Tachnology Literacy), dan EE (Environment Education)
[7].
1. Pendekatan STS (Science, Technology, and Society)
Pendekatan Science, Technology, and Society juga
dikenal sebagai pendekatan Sains, Teknologi, dan
Masyarakat (STM). Science Technology Society (STS)
merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi,
dan isu yang ada di masyarakat. Tujuan pendekatan STS
adalah untuk menghasilkan siswa yang cukup memiliki
bekal pengetahuan sehingga mampu mengatasi
permasalahan yang ada di masyarakat dan mengambil
tindakan sehubungan dengan keputusan yang
diambilnya. Pendekatan STS menuntut siswa untuk
menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur
kognitifnya berdasarkan apa yang diketahuinya.
2. Pendekatan STL (Science, Tecknology, and Literacy)
Literacy bermakna melek huruf dalam dunia
pendidikan. Penggunaan Literacy dimaksudkan agar
siswa memiliki wawasan yang luas. Konsep pendidikan
STL (Science Technology Literacy) merupakan konsep
pendidikan yang berwawasan sains dan merujuk pada
teknologi. Konsep pendidikan berwawasan sains
meliputi pengetahuan tentang fenomena alam yang
diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan,
keterampilan bereksperimen dengan menggunakan
metode yang ilmiah.
II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN)
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang
mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada
dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar
angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang
tidak dapat diamati dengan indera. IPA juga dapat
diartikan sebagai suatu kumpulan teori yang sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap
ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya [21].
3. Pendidikan EE (Environmental Education)
Pendidikan EE (Environmental Education) biasa
disebut dengan pendidikan lingkungan. Pendidikan
lingkungan perlu bagi siswa agar siswa menjadi
berwawasan lingkungan, maksudnya yaitu dalam
melakukan hal apapun siswa memikirkan dampak yang
akan ditimbulkan pada lingkungan. Oleh karena itu,
siswa akan memikirkan cara untuk meminimalisir
dampak terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan
sangat berperan penting dalam penentuan pembinaan
dan
pembentukan
siswa
untuk
berkesadaran
lingkungan..
B. Pembelajaran IPA Terpadu
Melalui pembelajaran IPA Terpadu diharapkan
peserta didik dapat membangun pengetahuannya
melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam
kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta
bersikap ilmiah. Sedangkan tujuan pembelajaran IPA
Terpadu adalah sebagai berikut [21]:
efisiensi
dan
efektifitas
1. Meningkatkan
pembelajaran
2. Meningkatkan minat dan motivasi
3. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
D. Modul
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang
untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta
pembelajaran [4]. Modul disebut juga media untuk
belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi
petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat
melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar
secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan
lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga
ia seolaholah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa
guru yang sedang memberikan pengajaran kepada
murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering
disebut bahan instruksional mandiri.
C. IPA Terpadu berbasis Salingtemas
Pendekatan
salingtemas
yang
mencakup
pembelajaran dalam sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat ini dalam bahasa Inggris biasa disebut
dengan SETS (Science, Environment, Technology, and
Society). SETS ini merupakan sebuah pendekatan
terpadu yang melibatkan unsur sains, lingkungan
teknologi, dan masyarakat dalam nuansa pembelajaran
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
E. Teknologi Biogas
115
Biogas adalah gas yang berasal dari kotoran makhluk
hidup, baik dari hewan dan tanaman yang apabila
kotoran hewan atau bahan tanaman telah membusuk,
maka akan mengeluarkan gas. Gas ini yang disebut
sebagai biogas. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya
dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup
dari udara bebas) untuk mengasilkan suatu gas yang
sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat
mudah terbakar) dan karbon dioksida [13].
teknologi, dampak teknologi terhadap lingkungan, dan
manfaat teknologi terhadap masyarakat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pengembangan yang dilakukan
adalah tersusunnya Modul IPA Terpadu Berbasis
salingtemas
dengan
tema
teknologi
biogas.
Pengembangan produk ini merupakan perpaduan antara
tiga mata pelajaran IPA yaitu fisika, kimia, dan biologi
yang dikemas dalam satu tema teknologi biogas. Modul
berisi tiga kompetensi dasar yaitu: (1) menyelidiki
tekanan pada benda padat, cair dan gas; (2)
membandingkan sifat unsur, senyawa dan campuran; (3)
mengaplikasikan peran manusia untuk mengatasi
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Melalui teknologi biogas dapat dipelajari ilmu
sains/IPA baik dari aspek kimia, fisika, dan biologi.
Pada aspek kimia dapat dipelajari konsep tentang
perbedaan unsur, senyawa dan campuran. Konsep ini
terlihat dari senyawa-senyawa yang terbentuk dari
proses biogas. Pada aspek fisika dapat dipelajari tentang
tekanan gas, prinsip bejana berhubungan yang
dimanfaatkan untuk proses pengeluaran limbah biogas,
dan alat pengukur tekanan gas (manometer) yang
dipasang pada alat biogas untuk mengetahui apakah
biogas sudah siap digunakan.Sedangkan pada aspek
biologi dapat dipelajari tentang manfaat biogas terhadap
pengurangan pencemaran lingkungan, baik pencemaran
udara, pencemaran air dan mencemaran tanah.
Hasil penelitian berupa modul IPA Terpadu berbasis
salingtemas dengan tema teknologi biogas. Berdasarkan
penilaian ahli materi, ahli media, dan guru IPA
SMP/MTs modul IPA Terpadu yang dikembangkan
memiliki kualitas sangat baik (SB) dengan presentase
87,69% dari skor ideal (ahli materi), 76,78% dari skor
ideal (ahli media), dan 77,75% dari skor ideal (guru
SMP/MTs). Sedangkan untuk respon siswa pada uji
coba lapangan skala kecil dan ujicoba lapangan skala
besar mendapatkan respon yang sangat baik (SB)
dengan presentase 78,75% dari skor ideal pada uji coba
lapangan skala kecil dan 81,17% dari skor ideal pada
ujicoba lapangan skala besar.
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau
Research and Development (R & D) model prosedural,
yakni model yang bersifat deskriptif, menunjukkan
langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan
produk. Prosedur pengembangan mengikuti prosedur
Borg dan Gall yang dapat dilakukan dengan lebih
sederhana dengan melibatkan 5 langkah utama yaitu
[20]: 1. melakukan analisis produk yang akan
dikembangkan; 2. mengembangkan produk awal; 3.
validasi ahli dan revisi; 4. uji coba lapangan skala kecil
dan revisi produk; 5. uji coba lapangan skala besar dan
produk akhir.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
pengembangan ini yaitu telah berhasil dikembangkan
Modul IPA Terpadu berbasis salingtemas dengan tema
teknologi biogas yang memenuhi kriteria kualitas
sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar.
Kualitas Modul IPA salingtemas dengan tema teknologi
biogas berdasarkan ahli materi, ahli media dan guru IPA
SMP/MTs. Modul juga mendapatkan respon yang
sangat baik (SB). Hal ini mengindikasikan bahwa modul
IPA Terpadu yang dikembangkan dapat diterima siswa
sehingga layak digunakan sebagai salah satu sumber
alternatif media pembelajaran IPA Terpadu.
Subjek penelitian ini melibatkan 3 orang ahli materi,
2 orang ahli media, 4 orang guru IPA SMP/MTs, dan
siswa SMP N 2 Pleret Bantul. Alasan sekolah ini dipilih
adalah karena di sekitar wilayah sekolah itu terdapat
reaktor biogas yang dimiliki oleh kelompok-kelompok
tani. Dengan demikian tentunya sebagian siswa telah
mengenal biogas dan siswa dapat belajar langsung di
lapangan dengan panduan modul IPA Terpadu yang
dikembangkan.
Saran saya sebagai penulis adalah hendaknya modul
IPA Terpadu yang disusun secara tematik ini akan lebih
efektif bila digunakan di lingkungan yang ada teknologi
sesuai tema yaitu teknologi biogas. Modul sebaiknya
dipelajari dari awal karena uraian materi disajikan
dalam alur cerita. Perlu dikembangkan modul IPA
Terpadu dengan tema-tema yang lain sehingga siswa
punya banyak sumber belajar alternatif. Selain itu ada
modul-modul lain yang serupa dengan tema berbeda
maka pembelajaran IPA Terpadu yang kini masih
terpisah-pisah suatu saat akan dapat dilakukan
pembelajaran secara terpadu.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
untuk menilai kualitas modul
dan angket untuk
mengetahui respon siswa terhadap modul IPA Terpadu.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan maret sampai bulan
mei 2012. Penerapan salingtemas pada pembelajaran ini
terlihat dari tema yang diambil yaitu teknologi biogas.
Belajar teknologi biogas berarti siswa dapat belajar
tentang produk teknologi, pemanfaatan sains pada
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
116
[15] Sukmadinata, Nana Sy, Metode Penelitian
Pendidikan, Remaja Rosdakarya, 2009
[16] Sumarwan dkk, Science for Junior High
School Grade VIII 2nd Semester, Erlangga,
2010
[17] Sumarwan dkk, Science for Junior High
School Grade VII 2nd Semester, Erlangga,
2010
[18] Tim Biru, Model Instalasi Biogas Indonesia,
Biru Biogas Rumah, 2010
[19] Tim IPA, IPA Terpadu, Yudistira, 2007
Puslitjaknov,
Metode
Penelitian
[20] Tim
Pengembangan, Badan Penelitian dan
pengembangan
Departemen
Pendidikan
Nasional, 2008
[21] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu
Konsep, Strategi dan Implementasi Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Bumi Aksara, 2010.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada SMP N 2 Pleret
Bantul yang telah memberikan waktu dan tempat dalam
penelitian yang kami lakukan. Terimaksih kepada Nita
Handayani, M.Si (Dosen Prodi Fisika UIN Sunan
Kalijaga), Asih Widi Wisudawati, M.Pd (Dosen Prodi
pendidikan Kimia UIN Sunan Kalijaga), Jumailatus
Solihah, S.Si., M.Biotech (Dosen Prodi Biologi UIN
Sunan Kalijaga), Dian Noviar M.Pd.Si (Dosen Prodi
Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga), Jamil
Suprihatiningrum, M.Pd. Si (Dosen Prodi Pendidikan
Kimia UIN Sunan Kalijaga) , guru IPA SMP N 2 Pleret
(Basrodin, M.Pd dan Wirasa,S.Pd) , dan guru MTs N 2
Yogyakarta (Siti Munawaroh, S.Pd dan Eni Suharsih,
S.Pd ) yang telah memberikan penilaian dan masukan
untuk kebaikan modul IPA Terpadu yang kami
kembangkan.
PUSTAKA
[1] Borg, Walter dan
Meredith D. Gall,
Educational Research. 4th ed, Logman Inc,
1983
[2] Depdiknas, Model Pengembangan Silabus
Mata pelajaran dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran IPA Terpadu, Balitbang
Depdiknas.
[3] Dharma, surya, Penulisan Modul, Ditjen
PMPTK, 2008
Pembina
SMA,
Juknis
[4] Direktorat
Pengembangan Bahan Ajar SMA, Depdiknas,
2010
[5] Janssen, Rainer, Biogas Hand Book,
University of Southern Denmark Esbjerg,
2008
[6] Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almansur,
Petunjuk Praktis Penelitian Pendidikan, UINMalang Press, 2009
Karakteristik Pembelajaran
[7] Iskandar,
Terpadu, PT Bumu Aksara, 2006
[8] Mardapi, Djemari, Penyusunan Tes Hasil
Belajar, Pasca Sarjana UNY, 2004
[9] Mulyasa, E, Implementasi Kurikulum 2004
Panduan Pembelajaran KBK, PT Remaja
Rosdakarya, 2005
[10] Permana Sari, Lis dan Sukardjo, Metode
Penelitian Pendidikan Kimia, UNY, 2009
Metode Penelitian
[11] Punaji, Setyosari,
Pendidikan dan Pengembangan, Kencana
Prenada Media Group, 2010
[12] Setiadi, Pemilihan dan Pengembangan Media
untuk Pembelajaran, Raja Grafindo Persada,
1994
[13] Simamora dkk, Membuat Biogas Pengganti
Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran
Ternak, Agromedia Pustaka, 2006
[14] Sugiyono, Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, ALfabeta,
2010
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
117
PENGEMBANGAN TES PRESTASI BERDASARKAN KOMPETENSI BERJENJANG UNTUK
PENILAIAN ACUAN PATOKAN PADA FISIKA MATEMATIKA I
Novitasari Sutadi 1,2) Fatkhulloh 2)
MTs. Miftahul Qulub Polagan, Kab. Pamekasan, Jawa Timur
2)
Program Magister Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta 55161
[email protected]
1)
Intisari – Pengembangan tes prestasi berdasarkan kompetensi berjenjang merupakan alat ukur yang disusun
berdasarkan jenjang kriteria kompetensi, yaitu kompetensi nilai C, B, dan A. Tes ini diberikan kepada mahasiswa
secara bertahap, yaitu Tahap I, II, dan III untuk setiap jenjang kompetensi, dan digunakan untuk mengukur hasil
belajar dan memotivasi belajar mahasiswa agar nilai matakuliah Fisika Matematika I khususnya pada pokok
bahasan Integral Lipat bisa menjadi lebih baik. Tes ini berupa soal essay dengan metode pemberian skor secara
bertahap sesuai dengan tahapan analisis penilaian yang sudah ditetapkan dengan penilaian acuan patokan berskor
minimal 80. Mahasiswa dinyatakan lulus pada setiap jenjang kompetensi jika telah mencapai skor minimal, dan
berhak mengikuti tes prestasi pada jenjang kompetensi berikutnya. Sebaliknya yang gagal wajib mengikuti remidi.
Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan model prosedural yang sudah ditetapkan. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa tes prestasi dan angket motivasi belajar. Uji validitas
instrumen tes prestasi menggunakan uji ahli. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
prosentase. Hasil analisis menunjukkan bahwa prosentase jumlah mahasiswa yang lulus kompetensi nilai A sebesar
52%, kompetensi nilai B sebesar 100%, dan kompetensi nilai C sebesar 100%. Pengembangan tes prestasi ini juga
mampu memotivasi belajar mahasiswa. Hal ini terlihat pada lima skala prosentase, yaitu motivasi sangat tinggi
sebanyak 33,3%, motivasi tinggi 57,8%, motivasi cukup tinggi 8,9%, serta untuk motivasi rendah dan sangat rendah
sebanyak 0%.
Kata kunci: kompetensi berjenjang, penilaian acuan patokan, tes prestasi
Abstract – The development of achievement tests based on a tiered competency measurement tool based on the
criteria of competence levels, namely competence value of C, B, and A. These tests are administered to students in
phases, namely Phase I, II, and III for each level of competence, and is used to measure the outcomes of learning
and motivate students to learn the subject Mathematical Physics I, especially on the subject of Integral Fold could
be better. This test is a matter of essay scoring methods gradually in accordance with the analysis stage of
assessment have been defined with reference to a benchmark assessment by score at least 80. Students graduated at
every level of competence if it has reached a minimum score, and the right to take achievement tests in the next
competency level. Instead of failing to follow mandatory remidi. The study was conducted with the development of
procedural models that have been defined. Instruments used to collect research data in the form of achievement
tests and questionnaires motivation to learn. Test the validity of achievement tests using test instruments experts.
While the data analysis technique used is the percentage of the technique. The analysis showed that the percentage
of students who pass the competency of 52% A's, B's competence by 100%, and the competence of the value of C at
100%. The development of achievement tests are also able to motivate student learning. This can be seen on a scale
of five percent, which is very high motivation as much as 33.3%, 57.8% of high motivation, high motivation of 8.9%,
and for low and very low motivation as much as 0%.
Key words: competence stages, the reference benchmark assessments, achievement tests
membuat mahasiswa mempunyai kesempatan yang
sedikit untuk memperbaiki nilai mereka. Kesempatan
tersebut hanya bisa dilakukan saat tes pada pokok
bahasan selanjutnya. Padahal, setiap pokok bahasan
memiliki tingkat kesukaran yang berbeda menurut
kemampuan mahasiswa, dan juga memiliki cakupan
materi yang berbeda. Hal ini mengakibatkan motivasi
belajar mahasiswa rendah. Mahasiswa merasa kurang
percaya diri akan kemampuannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan
tes prestasi berdasarkan kompetensi berjenjang untuk
I. PENDAHULUAN
Penilaian prestasi belajar pada matakuliah Fisika
Matematika I di program studi Pendidikan Fisika
selama ini masih didasarkan pada taraf penguasaan
kemampuan yang dinyatakan dalam kategori nilai A,
B, C, D, dan E dengan prosentase skor (0-100%).
Namun nilai tersebut masih belum mampu
menjelaskan kemampuan apa yang harus ditunjukkan
mahasiswa pada lembar jawaban tes Fisika Matematika
I yang berbentuk essay, dimana tes tersebut menuntut
mahasiswa menguraikan jawaban mereka secara
matematik. Selain itu pelaksanaan tes yang hanya
dilakukan sekali pada setiap akhir pokok bahasan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
118
meningkatkan hasil belajar sekaligus memotivasi
mahasiswa untuk belajar lebih baik lagi.
penguasaan yang dimiliki subjek. Karena itulah setiap
tujuan khusus harus dicantumkan dalam tabel
spesifikasi [7].
Integral lipat merupakan salah satu materi Fisika
Matematika I yang meliputi 2 subpokok bahasan, yaitu
Integral Lipat Dua dan Integral Lipat Tiga. Materi ini
menuntut mahasiswa memahami cara menyelesaikan
suatu permasalahan fisika dengan metode matematik,
yang meliputi: sistem koordinat siku-siku, polar,
silinder, dan bola [8].
II. LANDASAN TEORI
Tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan
penilaian yang berbentuk tugas yang harus dikerjakan
oleh seseorang sehingga menghasilkan suatu nilai
tentang tingkah laku orang tersebut yang dapat
dibandingkan dengan nilai standar yang ditetapkan
sebelumnya [1]. Prestasi adalah hasil yang telah
dilakukan atau yang dikerjakan [2]. Sedangkan belajar
adalah proses perubahan tingkah laku pada seseorang
baik dari aspek pengetahuan, keterampilan, maupun
dari aspek sikapnya, berkat adanya interaksi antara
sesama individu dan antara individu dengan
lingkungannya [3]. Jadi tes prestasi belajar adalah alat
ukur yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
yang dicapai dalam mengerjakan sesuatu pada saat
tertentu.
Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar adalah motivasi belajar, yaitu pembangkit yang
ada pada diri seseorang untuk mencapai prestasi yang
sebaik-baiknya, lebih baik daripada prestasi yang
pernah dicapainya. Belajar yang disertai motivasi
tinggi akan lebih baik daripada belajar tanpa disertai
motivasi [4].
Hasil belajar menurut taksonomi Bloom dapat
dibedakan menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Tes prestasi belajar hanya dapat
mengukur kemampuan kognitifnya saja, sedangkan
afektif dan psikomotorik diukur dengan instrumen
jenis lain [5]. Taksonomi kemampuan matematik yang
mengacu pada domain kognitif meliputi enam jenjang
kompetensi yaitu kompetensi C1 sampai dengan C6.
Dalam pengajaran dengan metode matematik di Ghana
dan Nigeria telah ditetapkan penyederhanaan enam
jenjang taksonomi Bloom ke dalam tiga jenjang yaitu
operations and techniques, problem solving, dan
understanding of concepts dengan rumusan/ kriteria
penekanan perilaku yang mencerminkan dikuasainya
aspek-aspek tertentu [6]. Ketiga jenjang kompetensi
tersebut kemudian diterapkan pada matakuliah fisika
matematika I dengan kriteria kompetensi nilai C
(operations and techniques), B (problem solving), dan
A (understanding of concepts).
Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan
kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang
kualitatif maupun kuantitatif [3]. Kompetensi
berjenjang adalah kemampuan yang ingin dicapai oleh
siswa secara bertingkat dari kemampuan tingkatan
terendah (kompetensi nilai C) sampai tingkatan teratas
(kompetensi nilai A).
Penilaian acuan patokan adalah pemberian nilai
yang didasarkan atas tercapainya suatu standar atau
kriteria penguasaan (kompetensi) tertentu yang
ditetapkan terlebih dahulu [5]. Dalam penyusunan tes
prestasi pada PAP, batasan yang jelas dan definitif
mengenai kawasan yang hendak diukur mutlak
diperlukan untuk mengetahui sampai tingkat mana
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan,
yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk
menemukan suatu model dan bisa digunakan untuk
segala bidang [1]. Penelitian ini dilakukan dengan
model prosedural yang sudah ditetapkan. Yaitu tes
diberikan kepada mahasiswa dengan tiga kali tahapan/
remidi yaitu tahap I, II, dan III untuk setiap jenjang
kompetensi nilai. Tes yang digunakan berupa essay
dengan metode pemberian skor secara bertahap
(sistematis) sesuai dengan tahapan analisis penilaian
yang sudah ditetapkan dengan penilaian acuan patokan
berskor minimal 80. Mahasiswa dinyatakan lulus pada
setiap jenjang kompetensi nilai jika telah mencapai
skor minimal, dan berhak mengikuti tes prestasi pada
jenjang kompetensi nilai berikutnya. Sebaliknya bagi
mereka yang gagal wajib mengikuti remidi (tes tahap II
atau III). Tes diawali pada jenjang kompetensi nilai C,
kemudian dilanjutkan pada jenjang kompetensi nilai B,
dan akhirnya pada jenjang kompetensi nilai A.
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa S1
Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang sejumlah
45 orang, yang dilaksanakan pada tahun pelajaran
2005/2006 untuk matakuliah Fisika Matematika I
pokok bahasan Integral Lipat.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian berupa tes prestasi belajar dan angket
motivasi belajar. Angket diberikan setelah pelaksanaan
tes prestasi kompetensi nilai A. Angket motivasi
belajar yang digunakan diadopsi dari Suciati [9]
dengan lima skala. Instrumen yang baik harus
memenuhi dua persyaratan penting yaitu validitas dan
realibilitas. Uji validitas data tes prestasi belajar
menggunakan uji ahli, dengan memberi check list (√)
pada lembar validasi yang telah disediakan oleh
peneliti. Skor yang diperoleh dalam bentuk prosentase.
Sedangkan uji reliabilitas tes prestasi belajar yang
berbentuk essay atau angket dan skala bertingkat diuji
dengan rumus Alpha [10]. Teknik analisis data yang
digunakan adalah prosentase.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data
skor pretes dan postes dari tes prestasi, serta data
angket motivasi belajar mahasiswa terhadap perlakuan
yang digunakan.
1. Pretes
119
Pemberian pretes hanya bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal mahasiswa pada setiap jenjang
kompetensi nilai.
Sedangkan yang lulus diberi nilai A untuk matakuliah
Fisika Matematika I pada pokok bahasan Integral
Lipat.
Sistem penilaian untuk matakuliah Fisika
Matematika I secara keseluruhan dapat diperoleh dari
kumulatif nilai yang diperoleh pada masing-masing
pokok bahasan yang ada pada matakuliah tersebut.
Tabel 1. Nilai Pretes
Jumlah Mahasiswa
Nilai rata-rata
Kompetensi Nilai
C
B
45
45
28,83
9,74
A
45
0
3. Angket motivasi belajar
Angket motivasi belajar digunakan untuk
memperoleh gambaran tentang motivasi belajar
mahasiswa selama pembelajaran baik berupa keinginan
dan usaha mahasiswa untuk mencapai hasil belajar
yang tinggi.
Data yang diperoleh dari angket motivasi belajar
dianalisis dengan menentukan prosentase tingkatan
motivasi belajar setiap mahasiswa.
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa nilai rata-rata
pada setiap jenjang kompetensi nilai masih di bawah
nilai minimal, dan cenderung mengalami penurunan.
Hal ini menunjukkan persiapan mahasiswa dalam
menerima materi sangat kurang (motivasi rendah).
2. Postes (tes prestasi)
Kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa untuk
tes prestasi jenjang kompetensi nilai C adalah dapat
menyelesaikan persamaan umum integral lipat pada
sistem koordinat siku-siku. Pada jenjang kompetensi
nilai B, mahasiswa dapat menyelesaikan masalah fisika
sederhana dengan integral lipat. Konsep fisika yang
dipilih sudah pernah dipelajari/ dicontohkan, dan
dibatasi pada sistem koordinat siku-siku, polar,
silinder, dan bola. Sedangkan pada jenjang kompetensi
nilai A, mahasiswa dapat menyelesaikan masalah fisika
dengan menyusun sendiri bangun integralnya pada
sistem koordinat siku-siku, polar, silinder, dan bola.
Hanya saja konsep fisika yang dipilih belum pernah
dicontohkan oleh dosen, dan geometrinya kurang
dikenal oleh mahasiswa.
Penekanan penilaian pada lembar jawaban terhadap
langkah-langkah penyelesaian terletak pada pemilihan
urutan integral, penentuan batas-batas integral, dan
menghitung integral, yang kemudian secara sistematis
ditetapkan skornya.
Berikut prosentase jumlah mahasiswa yang lulus
pada setiap jenjang kompetensi nilai.
% Tingkat Motivasi =
(1)
dengan: skor maksimal = 110 (100%) dan
skor minimal = 22 (20%).
Tabel 3. Kriteria Tingkatan Motivasi Belajar
Tingkatan Motivasi Belajar
%
Sangat Tinggi
84 < V ≤ 100
Tinggi
68 < V ≤ 84
Cukup
52 < V ≤ 68
Rendah
36 < V ≤ 52
Sangat Rendah
20 ≤ V ≤ 36
Kemudian hasil perhitungan tersebut dikelompokkan
berdasarkan tingkatan motivasi belajarnya.
Prosentase jumlah mahasiswa yang memiliki
tingkat motivasi belajar sangat tinggi sebanyak 33,3%,
motivasi tinggi 57,8%, motivasi cukup tinggi 8,9%,
serta untuk motivasi rendah dan sangat rendah
sebanyak 0% dari 45 mahasiswa. Dan berarti
pengembangan tes prestasi ini juga mampu memotivasi
mahasiswa untuk belajar.
Tabel 2. Jumlah mahasiswa yang lulus
Jumlah Mahasiswa
%
4. Validitas dan Reliabilitas
Hasil uji validitas tes prestasi menunjukkan 91,7%
isi soal pada masing-masing tahapan untuk setiap
jenjang kompetensi nilai adalah sangat valid. Dan
berarti soal tes prestasi tersebut layak digunakan untuk
diuji lapangan.
Prosentase tersebut diperoleh melalui persamaan:
Kompetensi Nilai
C
B
A
45
45
23
100
100
52
Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ditemukan
mahasiswa yang hanya mampu mencapai kompetensi
nilai C saja, melainkan diantaranya sudah mampu
mencapai kompetensi nilai B dan A. Hal ini juga
menunjukkan perilaku mahasiswa yang memiliki
motivasi belajar tinggi, yaitu diantaranya dengan
perilaku mahasiswa yang antusias memanfaatkan
remidi (tes tahap II atau III) pada setiap jenjang
kompetensi nilai guna memperoleh nilai yang lebih
baik.
Mahasiswa yang gagal pada jenjang kompetensi A
sebanyak 22 orang, dan bagi mereka diberi nilai B.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Skor perolehan
x 100%
Skor maksimal
% Skor =
Skor perolehan
Skor maksimal
X 100 %
(2)
dengan: skor maksimal = 55 (100%) dan
skor minimal = 11 (20%).
Tabel 4. Kriteria Validasi Tes Prestasi
Tingkatan Validasi
120
%
Sangat Valid
Valid
Cukup Valid
Kurang Valid
Sangat Kurang Valid
[6] Joni, T. R. 1984. Pengukuran dan Penilaian.
84 < V ≤ 100
68 < V ≤ 84
52 < V ≤ 68
36 < V ≤ 52
20 ≤ V ≤ 36
Malang: YP2LPM.
S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
[8] Universitas Negeri Malang. 2001. Kurikulum dan
Silabi Matakuliah. Malang: Jurusan Fisika
FMIPA UM.
[9] Suciati dan Irawan, P. 2001. Teori Belajar dan
Motivasi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional. Dirjen Dikti Depdikbud.
[10] Arikunto, S. 1989. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Cet. 6. Jakarta: Bina Aksara.
[7] Arikunto,
Angket motivasi belajar tidak lagi diuji validitasnya,
karena angket ini dianggap telah melalui uji validitas
oleh peneliti sebelumya.
Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen diperoleh
0,44 (cukup reliabel) untuk tes prestasi, dan 0,89
(reliabel sangat tinggi) untuk angket motivasi belajar.
Dan berarti data hasil pengukuran instrumen tersebut
dapat dipercaya.
Tabel 5. Kriteria Reliabilitas Instrumen [10]
Tingkatan Reliabilitas
Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
Skor
0,800-1,000
0,600-0,799
0,400-0,599
0,200-0,399
< 0,200
V. KESIMPULAN
Pengembangan tes prestasi berdasarkan kompetensi
berjenjang yang diterapkan secara bertahap ini mampu
menunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa
pada matakuliah Fisika Matematika I untuk pokok
bahasan Integral Lipat. Selain itu juga, tes prestasi ini
mampu memotivasi belajar mahasiswa sehingga nilai
matakuliah Fisika Matematika I bisa menjadi lebih
baik. Hal ini ditunjukkan dengan antusias mahasiswa
dalam memanfaatkan remidi (tes tahap II atau III) yang
ada pada setiap jenjang kompetensi nilai, demi
memperoleh nilai yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Program Studi Magister Pendidikan Fisika UAD
Yogyakarta atas dukungannya dalam kegiatan
ilmiah ini.
2. Bapak Drs. Sirwadji dan Bapak Drs. Yudyanto,
M.Si sebagai validator tes prestasi.
PUSTAKA
[1] Nurkancana, W. 1986. Evaluasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
[2] Poerwadarminta, WJS. 1987. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[3] Usman, M. U, Drs. 1995. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
[4] Winkel. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi
Belajar. Jakarta: Gramedia.
[5] Azwar, S. 1996. Tes Prestasi. Fungsi dan
Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
121
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES BELAJAR FISIKA PADA KONSEP
FLUIDA STATIS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL KONSTRUKTIVISME DI KELAS XI IPA 1
SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
Fadiyah Suryani
Program Studi Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan
Guru SMA Negeri 5 Yogyakarta
[email protected]
Abstrak – Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses belajar fisika pada
konsep fluida statis melalui pembelajaran model konstruktivisme di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan Penelititan Tindakan Kelas yang dilakukan secara kolaboratif dengan guru fisika. Subyek
penelitian yaitu kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 36 siswa
dengan.menggunakan 2 siklus. Siklus 1 : 1). Perencanaan dengan menyiapkan RPP, Lembar diskusi siswa, lembar
observasi, angket siswa dan alat peraga, 2) Tindakan dengan melakukan demonstrasi, diskusi kelompok, sharing
antar kelompok, pelaporan kelompok dan presentasi, 3) Observasi, 4) Refleksi. Siklus 2 : tahap-tahap pelaksanaan
pada siklus 2 sama dengan siklus 1 tapi dengan materi yang berbeda. Berdasarkan hasil angket siswa tentang
pembelajaran model konstruktivisme yang diperoleh terdapat peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu dari 67%
menjadi 83% . Hasil analisis data menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Konstruktivisme dapat
meningkatkan prestasi siswa yaitu banyak siswa yang tuntas dari 67% pada siklus 1 menjadi 83% pada siklus 2.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil
prestasi belajar siswa.
Kata Kunci : prestasi belajar siswa, pembelajaran model konstruktivisme
Abstract - The objective of this research to improve student achievement in the process of learning physics in the
concept of a static fluid through a constructivist model of learning science in class XI 1 SMA 5 Yogyakarta. This
study was conducted Penelititan Class Actions collaboratively with teachers of physics. Research subjects is a high
school science class XI Yogyakarta District 5 school year 2011/2012 a total of 36 students dengan.menggunakan 2
cycles. Cycle 1: 1). Planning to prepare lesson plans, student discussion sheet, observation sheets, student
questionnaires and props, 2) Actions to perform demonstrations, group discussions, sharing between groups, group
reporting and presentation, 3) Observation, 4) reflection. Cycle 2: the stages of implementation in the second cycle
with the cycle 1 but with a different material. Based on a poll of students about the learning model of constructivism
is obtained there is increased from cycle 1 to cycle 2 is from 67% to 83%. The results of data analysis showed that
the model of constructivism learning can improve student achievement is a lot of students who complete 67% in
cycle 1 to 83% in cycle 2. The conclusion from this study suggests that constructivist learning model can improve
student achievement outcomes.
Keywords: student achievement, the learning model of constructivism
sendiri, sehingga kegiatan belajar mengajar berlangsung
dengan pasif. Sebagian siswa mengatakan bahwa fisika
itu sebenarnya menyenangkan tapi kenapa kalau
diadakan evaluasi selalu sulit mengerjakan soal tentang
konsep dan pemahaman teori fisika. Sehingga siswa
mendapatkan nilai pelajara Fisika dibawah KKM yaitu
dibawah 73.
Untuk mengatasi ini diperlukan model pembelajaran
fisika yang tepat sehingga siswa dapat lebih mudah dan
cepat memahami konsep Fluida statis. Salah satu model
pembelajaran yang dinilai sesuai yaitu model
Konstruktivisme. Maka diperlukan penelitian untuk
mengetahui
efektivitas
model
pembelajaran
Konstruktivisme dalam meningkatkan prestasi hasil
belajar siswa.
Penelitian ini dibatasi pada penerapan Model
Pembelajaran
Konstruktivisme
sebagai
upaya
meningkatkan hasil prestasi belajar fisika siswa pada
konsep fluida statis di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.
I. PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan yang dilaksanakan di sekolah
diharapkan dapat memberikan inovasi dalam
pembelajaran untuk dapat meningkatkan hasil prestasi
belajar siswa. Kemampuan siswa sebagai dasar dari
proses pendidikan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa yang diwujudkan dalam ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor.
Proses kegiatan belajar mengajar pada dasarnya
untuk dapat membuat siswa mengerti tentang konsep
yang dipelajari dan diharapkan siswa dapat memperoleh
ilmu yang lebih banyak.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap
siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta pada
hasil tes kondisi awal pembelajaran fisika konsep Fluida
statis terdapat 18 siswa yang tidak tuntas dan 18 siswa
yang tuntas, dengan persentase ketuntasan 50%.
Selama proses belajar mengajar berlangsung banyak
siswa yang hanya diam tidak memberi tanggapan dari
materi yang diberikan, bahkan ada siswa yang berbicara
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
122
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
a. Meningkatkan prestasi hasil belajar fisika siswa
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Yogyakarta tahun
ajaran 2011/2012 melalui Model Pembelajaran
Konstruktivisme;
b. Mengetahui respon siswa kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012
terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan Model
Konstruktivisme.
Ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah :
orientasi, elicitasi, rekontruksi ide, penggunaan ide
dalam banyak situasi, review [3].
Dalam upaya mengimplementasikan teori
belajar konstruktivisme, ada beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2)
memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir
tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman
yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif [4].
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Prestasi Belajar
Prestasi belajar dan proses belajar adalah satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena prestasi
belajar pada hakikatnya adalah hasil akhir dari sebuah
proses belajar.
Prestasi belajar merupakan salah satu bukti yang
menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang
yang melakukan proses belajar sesuai dengan
bobot/nilai yang berhasil diraihnya . Prestasi belajar
merupakan kesempurnaan seorang peserta didik dalam
berpikir, merasa dan berbuat. Menurut Nasution prestasi
belajar seorang peserta didik dikatakan sempurna jika
memenuhi tiga aspek yaitu : aspek kognitif, aspek
afektif dan aspek psikomotorik.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action
research) yang terfokus dalam kegiatan di kelas..
Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan
siswa dan guru mata pelajaran fisika yang lain (teman
sejawat).
Adapun tindakan yang direncanakan dalam
penelitian ini adalah penerapan Model Pembelajaran
Konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan prestasi
belajar siswa dalam proses belajar fisika pada konsep
Fluida Statis di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.
B. Proses Belajar Fisika
Dalam belajar fisika, siswa dituntut memahami
konsep-konsep yang ada karena akan memudahkan
siswa dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah
dan mengenal gejala lam sekitarnya . Selama kegiatan
belajar berlangsung hendaknya siswa dibiarkan
mencari/menemukan sendiri makna sesuatu yang
dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk berperan
sebagai pemecah masalah. Dengan cara seperti ini
diharapkan siswa mampu memahami konsep fisika.
Proses belajar Fisika siswa harus dapat
mengidentifikasi dan menyatakan suatu problema,
merumuskan
hipotesis,
merancang
eksprimen,
mengumpulkan dan menganalisis data dan dapat
menarik kesimpulan dari pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh. Proses belajar fisika dituntut untuk
dilakukan sesuai dengan proses penemuan keilmuannya
[1].
B. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini, didesain terdiri dari 2
siklus atau lebih dengan rincian tiap siklus terdiri dari 2
kali pertemuan pembelajaran yang masing-masing
pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran dan 1
kali pertemuan untuk tes akhir siklus selama 1 jam
pelajaran.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model spiral [5].
Menurut model spiral dari Kemmis dan Taggart,
penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 4 tahap
dalam setiap siklus, yaitu tahap perencanaan (plan),
tahap tindakan (act), tahap pengamatan (observe), dan
tahap refleksi (reflect).
C. Model Konstruktivisme
Para ahli konstuktivisme menyatakan bahwa belajar
melibatkan konstruksi pengetahuan saat pengalaman
baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pembelajaran,
yang berdasar pada refleksi dan pengalaman kita untuk
membangun pengertian kita sendiri dari dunia
kehidupan kita [2].
Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa
esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa
siswa harus secara individu menemukan dan
mentransfer informasi-informasi kompleks apabila
mereka ingin menjadikan informasi itu milik diri sendiri
sehingga dibutuhkan keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu:
Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran, angket
respon siswa, soal tes akhir siklus, catatan lapangan dan
dokumen pembelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: observasi , pemberian
angket, tes akhir siklus, penyusunan catatan lapangan,
dokumentasi pembelajaran.
E. Teknik Analisis Data
123
e. Memberi waktu 15 menit kepada siswa untuk
berdiskusi dan menjawab pertanyaan
f. Memberi waktu 10 menit kepada siswa untuk
bertukar informasi dengan kelompok yang lain
g. Memberi waktu 10 menit kepada masing-masing
kelompok untuk kembali berdiskusi setelah
mendapat informasi dari kelompok yang lain
h. Mempresentasi hasil diskusi.
Pertemuan 2: 2 x 45 menit
a. Apersepsi tentang hukum Pascal
b. Demontrasi percobaan sebagai dasar siswa untuk
mengeksplorasi kemampuan mereka
c. Membentuk kelompok-kelompok dasar siswa
dengan tiap kelompok terdiri dari 4 dengan
kemampuan heterogen.
d. Membagi Lembar Diskusi Siswa
e. Memberi waktu 15 menit kepada siswa untuk
berdiskusi dan menjawab pertanyaan
f. Memberi waktu 10 menit kepada siswa untuk
bertukar informasi dengan kelompok yang lain
g. Memberi waktu 10 menit kepada masing-masing
kelompok untuk kembali berdiskusi setelah
mendapat informasi dari kelompok yang lain
h. Mempresentasi hasil diskusi.
Pertemuan 3: Æ 1 x 45 menit
Tes siklus I
Data yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas
ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan
model konstruktivisme. Teknik kualitatif digunakan
untuk menggambarkan keterlaksanaan penelitian
tindakan, menentukan hambatan-hambatan yang muncul
dalam pelaksanaan pembelajaran, dan mendeskripsikan
aktivitas
siswa
selama
mengikuti
kegiatan
pembelajaran. Untuk mendeskripsikan aktivitas siswa
didasarkan pada hasil wawancara, observasi, catatan
lapangan dan dokumentasi pembelajaran dengan
memperhatikan aktivitas siswa dalam belajar, aktivitas
siswa dalam mengajukan atau menjawab pertanyaan
baik dari guru maupun dari teman. Adapun langkahlangkah dalam mengklasifikasi analisis data meliputi :
reduksi data, analisis data hasil observasi secara
deskriptif, analisis angket respon siswa dengan
menggunakan Skala Likert [6].
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Sebelum Tindakan
Pada kondisi awal pembelajaran fisika konsep fluida
didapatkan hasil tes siswa di kelas XI IPA 1 SMA N 5
Yogyakarta ada 18 siswa yang belum tuntas atau
persentase ketuntasan 50 %, untuk itu pada
pembelajaran selanjutnya peneliti mencoba melakukan
upaya perbaikan pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas.
3. Hasil Pengamatan (Observasi)
a. Observasi terhadap aktivitas siswa
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan model pembelajaran
konstruktivisme pada siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Angket observasi siswa siklus 1dan siklus 2
B. Deskripsi Hasil Siklus I
Untuk menganalisis hasil penelitian tindakan kelas
dalam pembelajaran fisika konsep fluida statis pada
siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 5 Yogyakarta, maka
peneliti dan teman sejawat (observer) mendeskripsikan
hasil siklus I yang terdiri dari empat tahap, yakni
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
refleksi, sebagai berikut.
1. Perencanaan
Perencanaan penelitian disusun dalam bentuk
rencana
pembelajaran yaitu dengan model
pembelajaran konstruktivisme. Subkonsep pembelajaran
pada siklus I adalah Tekanan dan Hukum Pascal.
Pembelajaran pada siklus I dilakukan dalam dua kali
pertemuan pembelajaran (4 x 45 menit) dan satu kali tes
akhir siklus (1 x 45 menit). Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan hari Rabu dan Sabtu.
Langkah-langkah yang peneliti rencanakan adalah
membuat RPP, membuat lembar diskusi, menyiapkan
lembar observasi, angket dan pedoman wawancara,
menyiapkan tes akhir siklus.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I sebagai berikut.
Pertemuan 1: 2 x 45 menit
a. Apersepsi tentang tekanan
b. Demontrasi percobaan sebagai dasar siswa untuk
mengeksplorasi kemampuan mereka
c. Membentuk kelompok-kelompok dasar siswa
dengan tiap kelompok terdiri dari 4 dengan
kemampuan heterogen.
d. Membagi Lembar Diskusi Siswa
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
124
ASPEK YANG DI
OBSERVASI
Senang mengikuti kegiatan
belajar mengajar
Memperhatikan
demonstrasi dari guru
Aktif berdiskusi
Partisipasi setiap anggota
kelompok
Aktif mengkonstruksi
pengetahuan secara
bermakna
Lancar saat menjawab
pertanyaan antar kelompok
Memahami tugas masingmasing dalam kelompok
Aktif dalam menuangkan
ide-ide dalam kelompok
Mengajukan pertanyaan
dan mengemukakan ide
Dapat menuliskan
pekerjaan kelompok dan
menampilkannya
SIKLU
S1
SIKL
US 2
67%
88%
77%
100%
56%
77%
56%
88%
44%
77%
44%
77%
56%
88%
44%
77%
44%
88%
56%
100%
80%
% dari skor ideal 100% berarti indiikator kinerjaa
pen
nelitian telah tercapai
t
Tab
bel 2. Rekkapitulasi Jum
mlah Siswa Belum
B
Tuntass
Beelajar dan Tunttas Belajar
T
Beluum Tuntas Tuntas
Belajjar
Belajar
B
No Keteranngan
Jumllah %
Juml
J
%
ah
a
1
Kondissi
18
50
18
1
50
Awal
2
Siklus I
12
33
24
2
67
3
Siklus II
6
17
30
3
83
Berdaasarkan data yang
y
diperolehh dapat disim
mpulkan
bahwa siiswa pada sikklus 1belum terbiasa
t
mengghadapi
model peembelajaran Kontruktivisme
K
e, dimana perrsentase
yang dipperoleh kuraang memuaskan.Terutamaa pada
i pengetahuaan secara berrmakna
aspek mengkonstruks
m
hanya adda 44%, beraarti hanya adaa 4 kelompokk yang
aktif darii 9 kelompok. Pada siklus 2 menunjukkaan hasil
yang menningkat pada semua
s
nomor angket observvasi.
Dari hasil
h
tes evaluuasi pada akhhir siklus I dipperoleh
nilai rataa-rata sebesarr 69. Siswa yang tuntas belajar
berjumlahh 24 orang,, dengan persentase ketuuntasan
belajar mencapai
m
67%.. Dari hasil tees ini dapat diaanalisis
bahwa setelah
s
menggunakan model
m
pembeelajaran
terjadi peeningkatan niilai rata-rata dari 62 menjjadi 69
dan perseentase jumlah siswa yang mencapai
m
ketuuntasan
belajar meningkat
m
dari 50% menjadii 67%.
4. Refleeksi dan Rencaana Perbaikann
Dari hasil angkett dan wawanncara dengan siswa,
siswa merasa
m
tertarik dengan model
m
pembeelajaran
Konstrukktivisme karenna mereka merasa
m
ikut beerperan
dalam memberikan
m
diistribusi untuuk kelompok. Setiap
siswa berrusaha menjadi siswa yangg dapat berfikkir dari
fikiran seendiri tanpa haarus mendenggar dari guru. Semua
siswa daalam satu kelompok dapaat saling mem
mbantu
untuk mencapai preddikat atau pennghargaan tim
m atau
kelompokk yang terbaikk.
Berdaasarkan hasil pengamatan
p
o
observer
dan peneliti
p
(guru) paada siklus I dapat disimppulkan bahwaa perlu
diadakan siklus 2. Dari
D
hasil refl
fleksi pada siiklus 1
menghasiilkan rekomenndasi untuk peerbaikan pada siklus
Dari tabel 2 di atas terrlihat bahwa setiap sikluss
perrbaikan, pengguasaan materri pembelajaraan oleh siswaa
meengalami kennaikan. Dari kondisi awall ke siklus I
perrsentase ketunntasan belajaar naik sebesaar 17%. Darii
sik
klus I ke sikluus II terjadi keenaikan sebesar 16%. Padaa
akh
hir siklus II masih
m
terdapat 6 siswa yang
g belum tuntass
bellajar. Hal inni disebabkann aktivitas siiswa di luarr
sek
kolah yang meenyebabkan konsentrasi bellajar kurang.
100
80
40
siklus 1
20
siklus 2
0
NILAI KETTUNTASAN
C. Deskkripsi Hasil Sikklus II
Untukk menganalisiis hasil penellitian tindakann kelas
dalam peembelajaran fisika
f
konsep fluida statis, maka
peneliti dan
d teman sejjawat (observer) mendeskrripsikan
hasil sikklus II yang terdiri dari empat tahap,, yakni
perencanaaan, pelaksaanaan tindakkan, observassi dan
refleksi, sebagai
s
berikuut.
Subkoonsep pembelajaran pada siiklus II adalahh fluida
statis yaang meliputi: a) Hukum Pascal, b) Hukum
H
Archimeddes. Perbaikaan pembelajaaran pada sikklus II
dilakukann dalam dua kali
k pertemuaan pembelajaraan (4 x
45 menit)) dan satu kalii tes akhir sikllus (1 x 45 meenit).
Dari hasil tes akhhir pada sikluus II diperoleeh nilai
rata-rata sebesar 70,55.
Siswa yang
y
tuntas belajar
berjumlahh 30 orang,, dengan persentase ketuuntasan
belajar mencapai
m
83%..
Dari hasil
h
tes akhirr siklus ini daapat dianalisis bahwa
setelah dilakukan perbaikan
p
m
model
pembeelajaran
Konstrukktivisme terjaddi peningkatann nilai rata-raata dari
69 menjaadi 70,5 dann persentase jumlah siswaa yang
mencapaii ketuntasann belajar meningkat
m
darri 67%
menjadi 83%.
8
Data tanggapan sisswa terhadap model pembeelajaran
Konstrukktivisme menuunjukkan bahhwa siswa seemakin
tertarik dan
d
senang dalam
d
prosess pembelajaraan dan
merasa leebih mudah unntuk menguasai materi.
Berdaasarkan hasil pengamatan
p
o
observer
dan peneliti
p
bahwa
(guru) pada
p
siklus II dapat disimpulkan
d
Perolehann skor aktivittas belajar siswa telah meencapai
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
Kondisi awal
60
Gaambar 1. Grafiik hasil tes sisswa dalam perrsentase
Berdasarkan data-data hasil penelitian di atas makaa
dap
pat dinyatakann bahwa perbaaikan pembelaajaran dengann
mo
odel
pembbelajaran
Konstruktivissme
dapatt
meeningkatkan prrestasi dan keemampuan sisw
wa.
LAN
V. KESIMPUL
Berdasarkann hasil pennelitian dan pembahasan,,
maaka dapat diirumuskan keesimpulan daari penelitiann
tindakan kelas seebagai berikutt:
1. Model pembbelajaran konsstruktivisme terbukti
t
dapatt
meningkatkaan prestasi bellajar siswa daan siswa dapatt
mengikuti proses pem
mbelajaran fisika
f
untukk
mennkontrukksikan konsepp fluida statis, karena setiapp
siswa meraasa terlibat dan bertang
ggung jawabb
terhadap hassil belajar merreka sendiri maupun
m
temann
dalam satu kelompoknya.
k
2. Model pembbelajaran konnstruktivime teerbukti dapatt
meningkatkaan motivasi siiswa dengan melihat hasill
angket yang disampaikan ke siswa.
125
PUSTAKA
[1] Supriyadi, 2006, “Percobaan IPA Fisika
Sederhana dan Konseptual Untuk Siswa, Guru dan
Calon Guru IPA Fisika”, Pustaka Sains,
Yogyakarta
[2] Brooks, 1993, ”The Case of Constructivist
Classroom,
http://www.fuderstanding.com/constructivism.cfm.
htm,
[3] Suparno, Paul,1997,” Teori Perkembangan
Kognitif Jean Piaget, Kanisius, Yogyakarta
[4] http://fisikasmaonline.blogspot.com/2010/03/modelpembelajaran-konstruktivisme.html
[5] Mc. Taggart, Robin, 1991, “Action Reserch: A
Short Modern History, Victoria:Deakin University
Press
[6] Harun Rasyid dan Mansur,2007,”Penilaian Hasil
Belajar,Bandung:CV Wacana Prima
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
126
PENGGUNAAN TRACKER UNTUK MENENTUKAN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS NYALA
LAMPU DENGAN DAYA HANTAR LISTRIK LARUTAN ELEKTROLIT
Nova Amalia Latif dan Moh. Toifur
Program Studi Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Pramuka, Sidikan 42, Yogyakarta 55161
[email protected]
Intisari - Telah dilakukan analisis hubungan antara intensitas nyala lampu dengan daya hantar larutan elektrolit
menggunakan software Tracker. Larutan elektrolit yang dipakai adalah larutan garam 20%, 40%, 60%, dan 80%.
Penentuan daya hantar dilakukan dengan pengukuran secara langsung hambatan listrik larutan yang ditempatkan
pada pipa U. Pengukuran hambatan listrik larutan elektrolit menggunakan rangkaian seri antara larutan garam
yang diletakkan dalam pipa U, dengan lampu yang dihubungkan pada sumber tegangan 6 volt, hambatan diukur
langsung menggunakan ohmmeter. Pengukuran intensitas cahaya lampu menggunakan foto dari nyala lampu
tersebut. Foto dianalisis menggunakan software Tracker untuk mengetahui intensitas nyala lampu. Penentuan
intensitas dilihat dari intensitas puncak dari grafik kecerahan terhadap cacah (n).
Hubungan antara konsentrasi terhadap daya hantar listrik yang berbentuk linier y = 0,003x + 0,280 dengan nilai
R² = 0,97. Hubungan konsentrasi terhadap intensitas yang berbentuk linier y = 0,140x + 227,0 dengan nilai R² =
0,922.
Hubungan antara kecerahan nyala lampu dengan daya hantar listrik larutan elektrolit yaitu y = 0,024x – 5,316
dengan nilai R² = 0,984, dengan y adalah intensitas nyala lampu dan x adalah daya hantar listrik. Hubungan
antara intensitas dengan daya hantar listrik adalah linier, dimana jika intensitas semakin besar maka daya hantar
listrik semakin besar juga.
Kata Kunci:intensitas, daya hantar listrik, software Tracker.
Abstract- there has been analysis of relationship betweenthe intensity of brightness of the lamp with electrolyte
liquid conductivity using Tracker software. The electrolyt liquid used is salt liquid 20%, 40%, and 60%.Determination of conductivity measurements carried out directly by the electrical resistance of the liquid are placed
on the pipe U. Measurement of electrical resistance of electrolyte liquid using a series circuit between the salt liquid
is placed in the pipe U, with the lights connected to the 6 volt source voltage, resistance is measured directly using
the ohmmeter. Measurement of light intensity using the image of the flame of the lamp. Pictures were analyzed using
Tracker software to know the intensity of lights. Determination of the intensity seen from the graph of the intensity
peak brightness of the count point (n). - The relationship between the concentration of electrical resistance in the
form of a linear y = 0,003x + 0,280 with a value of R² = 0,97. Concentration relationship to the intensity of the
linear form y = 0,140x + 227,0 with a value of R² = 0,922.
The relationship between the brightness of the flame of a lamp with an electric conductivity of electrolyte solution is
y = 0,024x – 5,316 with a value of R² = 0,984, y is the intensity of the lights and x is the electrical conductivity. The
relationship between the intensity of the electrical conductivity is linear, where if the intensity the greater the
greater the electrical conductivity as well.
Key words: intensity, electrical conductivity, Tracker software.
Tracker adalah perangkat lunak yang dapat digunakan
untuk menganalisis gejala-gejala fisika lewat video atau
gambar. Tracker juga dapat mengalisis gejala optik
misalnya intensitas [2].
Karena terdapat perbedaan tingkat kecerahan antar
larutan elektrolit berbagai konsentrasi, maka akan
digunakan software Tracker ini untuk menganalisis
seberapa kecerahan nyala lampu pada larutan elektrolit
berbagai konsentrasi. Sehingga diketahui hubungan
antara kecerahan nyala lampu dengan daya hantar
larutan elektrolit.
Pada percobaan larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit yang pernah dilakukan, menggunakan
indikator nyala lampu, terjadi perbedaan intensitas nyala
lampu pada larutan elektrolit lemah dan elektrolit kuat.
Hal ini terjadi karena pada larutan elektrolit kuat daya
I. PENDAHULUAN
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik. Jika dalam larutan ini
dipasang elektroda yang diberi beda tegangan maka arus
akan dapat mengalir pada larutan tersebut. Indikasi
adanya arus yang mengalir dapat diukur dengan
menggunakan ammeter atau jika dipasang lampu, maka
lampu tersebut akan menyala [1]. Daya hantar yang
dihasilkan bergantung dengan banyaknya ion yang ada
pada larutan elektrolit tersebut. Jika ada beberapa
konsentrasi larutan elektrolit digunakan untuk
menghantarkan listrik yang dipasang dengan lampu,
maka intensitas nyala lampu juga akan berbeda
sebanding dengan banyaknya konsentrasi larutan
tersebut.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
127
Tracker adalah perangkaut lunak penganalisis dan alat
pemodelan video gratis dari Open Source Physics (OSP)
yang didesain untuk digunakan dalam pembelajaran
fisika[5].
Tracker dapat menganalisis video fenomena mekanik
dan optik. Maka dari itu Tracker dapat menganalisis
intensitas nyala lampu yang dijadikan indikator daya
hantar listrik. Semakin banyak konsentrasi larutan
elektrolit, maka semakin banyak ion yang ada di larutan
tersebut, maka daya hantarnya juga akan semakin
tinggi, nyala lampu pun akan semakin terang.
Dari software Tracker ini bisa didapat grafik dan nilai
atau besar kecerahan lampu.
hantar listriknya lebih besar dari pada larutan elektrolit
lemah. Namun perbedaan intensitas tersebut tidak
disebutkan dalam data kuantitatif [3].
II. DASAR TEORI
A. Larutan Elektrolit
Suatu zat (asam, basa, garam) yang bila dilarutkan
dalam air akan terpecah menjadi ion positif dan negatif,
maka larutan semacam ini dinamakan larutan elektrolit.
Jika dalam larutan elektrolit kita masukkan dua
elektroda yang dihubungkan dengan kutub-kutub dari
sumber arus searah, maka akan timbul medan listrik
antara kedua elektroda tadi. Akibatnya ion positif akan
bergerak menuju elektroda negatif dan bergabung
dengan elektron di sekitar elektroda ini. Sedangkan ion
negatif akan bergerak menuju elektroda positif dan
sebagian bergabung dengan ion negative di sekitar
elektroda ini. Ini berarti di dalam elektrolit tadi terjadi
hantaran muatan dari elektroda satu ke elektroda yang
lain dengan jalan diangkut oleh ion-ion. Jadi di dalam
elektrolit ini mengalir arus listrik sebesar [4] :
(1)
III. MEDOTE PENELITIAN
1. Alat dan bahan: larutan elektrolit (larutan garam)
berbagai konsentrasi, multimeter, lampu, pipa U,
kamera digital, electroda tembaga, kabel dan
software Tracker.
2. Prosedur penelitian:
a. Membuat larutan garam dengan konsentrasi
80%, 60%, 40%, dan 20%.
b. Merangkai rangkaian seperti pada gambar 1.
Dimana:
n+ = jumlah pembawa muatan positif per satuan volume
(= jumlah ion positif)
n- = jumlah pembawa muatan negatif per satuan volume
(= jumlah ion negatif)
q = muatan ion (= ze; z = valensi ion; e = muatan
elementer)
v+, v- = kecepatan ke satu jurusan (drift velocity), ion (+)
dan (-)
A = luas penampang bagian yang dilalui arus
Besarnya v+ dan v- bergantung pada besarnya medan
listrik dan jenis ionnya, yaitu v+ = µ+ E dan v- = µ – E,
dimana µ+ dan µ – adalah konstanta mobilitas ion positif
dan negatif, sedangkan E adalah kuat medan. Jadi:
Gambar 1. Rangkaian daya hantar listrik
Mengisikan larutan garam pada pipa U
Memasang elektroda, lalu tutup saklar.
Memfoto nyala lampunya, dan catat nilai I, V
dan R yang terukur pada multimeter.
f. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk
setiap konsentrasi
3. Metode analisis
Analisis kecerahan lampu dengan menggunakan
software Tracker, dengan alur sebagaimana gambar 1.
c.
d.
e.
(2)
Karena E = V/I dan n+ = n -, dimana V = beda potensial;
l = panjang larutan elektrolit
maka:
(3)
untuk suatu larutan dengan panjang dan luas penampang
elektrolitnya tertentu, nilai nze(µ+ + µ-) adalah tetap.
Nilai ini dinamakan daya hantar elektrolit, atau dapat
ditulis:
(4)
Rangkaian penentuan daya
hantar listrik
Perekam gambar
Sedangkan daya hantar jenisnya, σ adalah:
Software Tracker
(5)
Didapat hubungan antara kecerahan nyala
lampu dengan daya hantar
Dimana Y = daya hantar dan R = hambatan.
B. Software Tracker
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
128
Pengukuran intensitas nyala lampu menggunakan foto
yang diambil dari kamera digital 2 mp dan dengan jarak
1 m dari tempat lampu menyala. Gambar 4 adalah
gambar dari puncak intensitas nyala lampu dari masingmasing konsentrasi. Terlihat dari gambar 4 bahwa
perbedaan intensitas antar konsentrasi tidak berbeda
jauh. Namun tetap memberikan perbedaan pada puncak
intensitasnya, hal ini disinyalir karena software tracker
itu sendiri ternyata tidak begitu sensitif untuk mengukur
kecerahan nyala lampu.
Gambar 2. Alur analisis data
Setelah didapat nilai intensitas masing-masing
konsentrasi lalu dibuat grafik antara konsentrasi dan
kecerahan nyala lampu.
Untuk menghitung daya hantar listrik menggunakan
persamaan (4).
Setelah didapat nilai daya hantar, lalu dibuat pula grafik
antara konsentrasi dan daya hantar listrik. Setelah
persamaan antara konsentrasi dengan intensitas dan
konsentrasi dengan daya hantar maka selanjutnya dicari
persamaan hubungan antara keduanya.
Tabel 2. Tabel konsentrasi dan intensitas.
No
Konsentrasi (%)
1.
20
228,965
2.
40
234,237
3.
60
235,309
4.
80
238,000
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 adalah nilai daya hantar listrik masing-masing
konsentrasi dan grafik dari konsentrasi terhadap daya
hantar listrik:
Intensitas (lumen)
Tabel 1. Data daya hantar jenis larutan elektrolit
No. Konsentrasi (%) σ (1/Ωm2)
1.
20
0,340254
2.
40
0,447702
3.
60
0,486077
4.
80
0,567090
Gambar 4. Grafik konsentrasi terhadap Intensitas
Tabel 2 menunjukkan hubungan antara konsentrasi
dengan intensitas nyala lampu.
Tabel 3. Tabel konsentrasi, intensitas dan daya hantar
listrik.
Konsentrasi
No
Intensitas (lumen) σ (1/Ωm)
(%)
1.
20
228,965
0,340254
Gambar 3. Grafik konsentrasi dengan daya hantar
listrik
Hubungan antara konsentrasi dengan daya hantar
adalah linier sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.
Semakin besar konsentasi, maka semakin besar juga
daya hantar listriknya.
Gambar 4 adalah grafik antara konsentrasi terhadap
intensitas nyala lampu yang dianalisis menggunakan
software Tracker:
40
234,237
0,447702
3.
60
235,309
0,486077
4.
80
238,000
0,567090
Dan berikut ini adalah hubungan daya hantar listrik
dengan kecerahan lampu, sebagaimana grafiknya
ditunjukkan pada gambar 5:
y = 0,024 x – 5,316
(6)
Dengan y adalah daya hantar listrik dan x adalah
intensitas nyala lampu.
Gambar 4. Grafik kecerahan nyala lampu masingmasing konsentrasi.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
2.
129
V. KESIMPULAN
Telah dilakukan analisis hubungan antara intensitas
nyala lampu dengan daya hantar listrik larutan elektrolit
dengan menggunakan software Tracker. Didapat
persamaan antara keceraha nyala lampu terhadap daya
hantar listrik larutan elektrolit yaitu
y = 12,37 x + 2875. Semakin tinggi intensitas nyala
lampu, maka semakin besar daya hantar listriknya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kaprodi Pascasarajana Pend. Fisika, Dr. Toifur, M.Si,
Laboran Lab. Fisika Dasar 1, dan teman-teman yang
telah memberi semangat saat pengambilan data.
Gambar 5. Kurva karakteristik daya hantar listrik –
intensitas nyala lampu.
PUSTAKA
[1] atikhari, Daya hantar Larutan Elektrolit. 2009.
Website:
http://atikhari.wordpress.com/2009/10/03/dayahantar-listrik-larutan-elektrolit/ diakses pada
tanggal 18 November 2011
[2] Brown. Douglas, Spectroscopy Using the
Tracker Video Analysis Program. Aptos CA 95003
[3]
repository.upi.edu/operator/upload/s_d045_044988
_chapter3.pdf
[4] Toifur, Moh. 2009. Petunjuk Praktikum Fisika
Dasar I, Laboratorium Ilmu Alam Universitas
Ahmad Dahlan: Yogyakarta.
[5]
Brown.
Douglas
,
Tracker.
Website:
www.cabrillo.edu/~dbrown/tracker Diakses pada
tanggal 18 November 2012
Berdasarkan persamaan dan grafik pada gambar 5,
maka dapat diketahui bahwa intensitas nyala lampu
berbanding lurus dengan daya hantar listrik. Semakin
tinggi intensitas nyala lampu, maka semakin besar daya
hantar
listriknya.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
130
PERANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN ADOBE DREAMWEAVER CS4
(Creative Suite 4) POKOK BAHASAN TATA SURYA UNTUK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Rizqi Destriyanto, Dian Artha K,
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan
[email protected] , [email protected]
Intisari – Tata Surya merupakan salah satu materi pelajaran Fisika SMP kelas IX. Materi tersebut mendiskripsikan
tentang orbit planet mengitari matahari, matahari sebagai bintang, dan karakteristik bumi. Berdasarkan hasil
observasi, masih banyak siswa yang belum mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam pokok bahasan Tata
Surya. Maka perlu merancang sebuah media pembelajaran yang membuat materi fisika tersebut menjadi lebih
mudah dipahami dan dimengerti, salah satunya dengan menggunakan Adobe Dreamweaver CS4. Tujuan penelitian
ini adalah merancang media pembelajaran fisika pokok bahasan tata surya, yang dapat membantu siswa untuk
lebih mudah memahami sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang baik. Model desain instruksional pada
penelitian ini menggunakan ADDIE, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation.
Program diuji oleh pakar bidang studi fisika dan pakar media untuk mengetahui tingkat kelayakan media (program)
berdasarkan kriteria/indikator yang telah ditentukan, kemudian hasilnya diolah menggunakan deskriptif persentase.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa program pembelajaran yang dikembangkan untuk kriteria tampilan program
termasuk dalam kategori baik. Kesesuain program terhadap bahan ajar fisika pokok bahasan tata surya dalam
kategori baik, dan kriteria kualitas teknisnya juga termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa program yang dirancang layak dijadikan sebagai media pembelajaran dan dapat dimanfaatkan
dalam pembelajaran fisika pokok bahasan tata surya untuk SMP kelas IX.
Kata kunci: Perancangan, Media Pembelajaran, Adobe Dreamweaver CS4, Tata Surya.
pada umumnya belum mampu mencapai tujuan yang
ingin dicapai dalam materi pokok bahasan tata surya
ini. Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru
fisika SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta diketahui
bahwa nilai rata-rata para siswa dalam pokok bahasan
tata surya ini adalah 6,4. Rendahnya nilai tersebut
dikarenakan para siswa mengalami kesulitan dalam
mendeskripsikan susunan dan orbit planet dalam tata
surya serta benda-benda langit lainnya
Permasalahan
yang
ditemukan
dalam
pembelajaran fisika tersebut dikarenakan kebanyakan
guru hanya mengandalkan alat tulis, kertas dan papan
tulis dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan cara itu
siswa dapat dikatakan pasif, karena kegiatan yang
dilakukan adalah duduk, mendengar dan mencatat.
Sistem pembelajaran fisika yang masih bersifat
monoton dan kurang menarik ini menyebabkan fisika
terasa membosankan. Sehingga dapat menimbulkan
salah pengertian misalnya sifatnya abstrak, kabur,
dan kurang mudah dipahami.
Banyak dari pelajaran fisika yang dapat dibuat
lebih menarik melalui komputer. Kekuatan komputer
sebagai sarana pengembangan fisika adalah
dimungkinkannya dibuat aplikasi pembelajaran dengan
menggunakan sistem media yang interaktif dan
menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak dapat
dibuat menjadi nyata sehingga mudah ditangkap oleh
panca indera, seperti halnya dengan media visual
berupa gambar, foto, grafik ,dan animasi [6].
Adobe Dreamweaver CS4 (Creative Suite 4)
merupakan salah satu software web design yang
berguna untuk mendesain atau merancang web dan
layout halaman web. Dreamweaver menawarkan dalam
hal editing atau merancang suatu web dengan dua cara,
yaitu dengan mendesain dan memprogram. Dalam hal
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini bidang pembelajaran secara umum
sedikit banyaknya terpengaruh oleh adanya
perkembangan dan penemuan-penemuan dalam bidang
keterampilan, ilmu, dan teknologi. Pengaruh
perkembangan tersebut tampak jelas dalam upayaupaya pembaharuan sistem pendidikan dan
pembelajaran. Upaya pembaharuan itu menyentuh
bukan hanya sasaran fisik/ fasilitas pendidikan, tetapi
juga sarana non-fisik seperti pengembangan kualitas
tenaga-tenaga
kependidikan
yang
memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam
memanfaatkan fasilitas yang tersedia, cara kerja yang
inovatif, serta sikap yang positif terhadap tugas-tugas
kependidikan yang diembannya. Salah satu bagian
integral dari upaya pembaharuan itu adalah media
pembelajaran. Oleh karena itu, media pembelajaran
menjadi suatu bidang yang seharusnya dikuasai oleh
guru professional [2].
Tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya
pengembangan media pembelajaran di masa yang akan
datang harus dapat direalisasikan dalam praktik.
Banyak usaha yang dapat dikerjakan. Disamping
memahami penggunaannya, para guru pun patut
berupaya untuk mengembangkan keterampilan
membuat sendiri media yang menarik, murah dan
efisien, dengan tidak menolak kemungkinan
pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi [2].
Tata surya merupakan salah satu materi pelajaran
Fisika SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas IX.
Materi bahasan tersebut tentang mendeskripsikan orbit
planet mengitari matahari, mendeskripsikan matahari
sebagai bintang, mendeskripsikan karakteristik bumi.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah, para siswa
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
131
mendesain, bisa langsung menuangkan ide-ide kreatif
pada dokumen window. Apabila ingin mendesain web
menggunakan bahasa pemrograman untuk web anda
bisa bekerja pada modus coding untuk melakukan
pengcodingan program, seperti HTML, ASP, PHP,
JSP, XML, dan lain-lain [7].
Sekiranya
tidak
salah
memilih
Adobe
Dreamweaver CS4 untuk editing atau merancang
sebuah web, sebab dreamweaver merupakan software
utama yang digunakan oleh para desainer web maupun
web programmer dalam merancang atau membangun
sebuah website. Karena dalam dreamweaver
menyediakan ruang kerja, fasilitas, tata layout yang
lebih profesional dibanding dengan software editing
web lainnya untuk meningkatkan produktifitas dan
efektivitas dalam membangun website [7].
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang,
menghasilkan dan menguji kelayakan media
pembelajaran fisika berbasis website menggunakan
Adobe Dreamweaver CS4 pokok bahasan Tata Surya.
Tabel 1. Analisis Hasil Materi pokok Bahasan Tata
Surya
Kompetensi
Dasar
Mendeskripsikan
karakteristik
sistem tata
surya.
a. Mendeskripsikan
orbit planet
mengitari
matahari
berdasarkan
model tata surya.
b. Mendeskripsikan
benda langit
lainnya.
Materi
pokok
Tata surya
Analisis terhadap materi pelajaran dilakukan
melalui kegiatan studi pustaka terhadap buku-buku
atau literature yang terkait tentang pokok bahasan Tata
surya untuk Siswa SMP kelas IX.
B. Perencanaan (Design)
Hasil analisis digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan atau kerangka isi program media
pembelajaran.
Kerangka
isi
program
untuk
menggambarkan keseluruhan isi materi yang tercakup
dalam bahan ajar tersebut lengkap dengan alur
pembelajarannya beserta desain tampilan bahan ajar
fisika berbasis website. Hal mendasar yang yang
dilakukan peneliti terkait dengan kegiatan ini adalah:
1. Menganalisis materi yang akan ditampilkan
Bagian materi merupakan kegiatan yang
memuat tentang pokok bahasan Tata surya disertai
beberapa gambar dan simulasi serta dilengkapi
dengan penjelasannya.
a. Galaksi dan rasi
b. Tata surya
c. Orbit planet
d. Benda langit lainnya
2. Menentukan latihan soal dan soal evaluasi
Latihan soal, berisi latihan soal-soal untuk
melatih user (siswa) mengerjakan soal-soal yang
berkaitan dengan materi pokok bahasan Tata surya.
Dalam latihan soal ini user dihadapkan pada 5 soal
tentang tata surya yang semua soalnya bertipe
multiple choice. Setiap latihan disediakan kunci
jawaban setelah user selesai mengerjakan soal
secara keseluruhan pada masing-masing latihan.
Bagian evaluasi berisi soal-soal yang
berhubungan dengan keseluruhan materi yang
dimuat, bagian ini berbeda dengan soal-soal yang
terdapat pada bagian latihan. Soal terdiri dari 10
buah yang bertipe multiple choice.
3. Menyiapkan Perangkat Keras (Hardware)
Menyiapkan perangkat keras (Hardwre) yaitu 1
unit komputer menggunakan beberapa software
yang digunakan dalam merancang media, antara
lain: Adobe Dreamweaver CS4, Adobe Flash CS3,
dan Photoscape.
4. Perancangan Konsep
II. METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini mengacu pada pengembangan
model system ADDIE yang meliputi 5 tahap yaitu
Analysis
(Analisis),
Design
(Perencanaan),
Development
(Produksi),
Implementation
(Implementasi) dan Evaluationt (Evaluasi). Berikut
adalah tahapan-tahapan dalam proses pengembangan
media pembelajaran :
A. Tahap Analisis (Analysis)
Dalam tahap analisis terdiri dari beberapa kegiatan
diantaranya:
1. Tahap Analisis kebutuhan terhadap bahan ajar
berbasis website sebagai salah satu media
pembelajaran fisika, analisis ini digunakan sebagai
dasar perlu tidaknya digunakan media pembelajaran
fisika berbasis website dalam kegiatan mengajar.
Analisis kebutuhan terhadap bahan ajar fisika materi
pokok bahasan Tata Surya.
2. Analisis kurikulum 2006 bidang studi fisika
kelas IX semester genap tentang tata surya.
Analisis kurikulum digunakan sebagai dasar dalam
pengembangan bahan ajar fisika berbasis website, yang
mengacu pada kurikulum KTSP. Tabel berikut
menampilkan hasil analisis KTSP bidang fisika kelas
IX pokok bahasan tata surya.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Indikator
132
Dalam merancang konsep perangkat lunak,
informasi yang hendak disampaikan harus
mempunyai tujuan yang jelas untuk mempermudah
siswa. Informasi yang disampaikan mengenai
pokok bahasan Tata surya dan animasinya. Dalam
pembuatan aplikasi multimedia ini melibatkan
elemen-elemen multimedia yang meliputi gambar,
suara, teks dan animasi.
5. Perancangan Diagram Alir (Flow-Chart)
Diagram dapat menjelaskan aliran dari sebuah
scene (tampilan) ke scene yang lain secara urut
untuk melihat hasil dari media pembelajaran
berbasis website tentang tata surya.
III. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS
DATA
A. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh
data yang akan digunakan sebagai pengukuran
terhadap variabel. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Perancangan model/produk
a. Studi pustaka, dilakukan dengan mencari,
mengumpulkan,
mempelajari
dan
memahami buku-buku referensi yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
b. Wawancara, teknik pengumpulan data
dengan tanya jawab kepada pihak yang
berkaitan dengan objek penelitian, sehingga
didapat data-data yang konkrit dan lengkap.
c. Metode penelusuran/browsing internet.
Metode ini dimaksudkan untuk mencari
data-data yang diperlukan untuk menambah
referensi. Data-data yang diperoleh dari
metode ini, yaitu referensi mengenai teori
yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan.
2. Uji coba produk kepada para ahli
Uji coba produk dilakukan dengan
menggunakan angket dalam bentuk kuisioner
yang diujicobakan kepada 3 orang ahli materi
yang merupakan guru fisika, 1 orang ahli media
yang merupakan dosen, dan 2 orang ahli media.
Uji coba untuk ahli dilakukan dengan
kuisioner, yang sering juga dikenal sebagai
angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah
daftar pertanyaan/pernyataan yang harus diisi
oleh responden. Dengan kuisioner ini dapat
diketahui tentang data diri, pengalaman,
pengetahuan sikap atau pendapatnya. Model
angket digunakan untuk mengukur indikator
program yang berkenaan dengan isi program,
tampilan program, dan kualitas teknis
pemrograman.
Angket yang digunakan menggunakan model
skala Likert. Skala ini disusun dalam bentuk suatu
pernyataan dan diikuti oleh empat respon yang
menunjukkan tingkatan, dimana alternatif
responnya adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS).
Bagi skala yang berarah positif akan
mempunyai kemungkinan-kemungkinan skor 4
bagi Sangat Setuju (SS), skor 3 bagi Setuju (S),
skor 2 bagi Kurang Setuju (KS), skor 1 bagi
Tidak Setuju (TS). Sedangkan bagi skala yang
berarah negatif maka kemungkinan skor itu
menjadi sebaliknya.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari referensi buku yang didapatkan.
Untuk angket uji para ahli diambil dari buku
Multimedia-Based Instructional Design karangan
Owens & Lee (2004), Angket dalam penelitian ini
tidak divalidasi lagi, dengan asumsi angket sudah
Gambar 1. Diagram alir (flow-chart)
6. Merancang desain antar muka
Desain antar muka merupakan bagian yang
berhubungan langsung dengan pengguna yang
ditampilkan melalui monitor langsung. Dalam
media pembelajaran berbasis website ini, peneliti
merancang sendiri desainnya menggunakan Adobe
Dreamweaver CS4.
C. Tahap Produksi (Development)
Kegiatan dilanjutkan dengan proses produksi
(Development) yaitu proses pembuatan media
pembelajaran fisika berbasis website poko bahasan tata
surya untuk SMP kelas IX.
D. Tahap Implementasi (Implementationt)
Media pembelajaran yang telah selesai dibuat
diujicobakan kepada beberapa ahli perancangan media
dan ahli bidang studi fisika. Pengujian media
pembelajaran dilakukan dengan pengujian angket.
E. Evaluasi (Evaluationt)
Proses akhir berdasarkan tahap hasil angket tahap
implementasi, pada tahap ini software hasil penelitian
yang diperbaiki dapat digunakan secara luas sebagai
salah satu media belajar fisika.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
133
divalidasi dan sudah banyak digunakan oleh
peneliti lain.
Dari Hasil pengujian menunjukan semua indikator
yaitu berupa standar kompetensi, kompetensi dasar, isi
materi, penjelasan tentang beberapa percobaan dan
sebagainya mendapatkan nilai sangat tinggi, dengan
nilai persentase variabel pengujian Ahi Materi Fisika
terhadap tampilan materi dalam media pembelajaran
berbasis video sebesar 88,9 % tergolong dalam
kategori Baik, secara visual terlihat pada diagram
berikut ini :
B. Pengujian Program
Program yang telah selesai dibuat, akan diuji
kelayakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
program. Hal ini berguna untuk penggunaan dan
pengembangan program, dalam penelitian ini uji coba
program dilakukan menggunakan angket dalam bentuk
kuisioner dengan pengujian dilakukan terhadap ahli
materi, ahli media, ahli desain instruksional.
C. Analisis Data
Untuk menganalisis data hasil angket dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengkuantitatifkan hasil angket sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan dengan
memberikan skor sesuai dengan bobot yang telah
dilakukan sebelumnya.
2. Membuat tabulasi data.
3. Menghitung persentase dari tiap-tiap subvariabel
dengan rumus :
100%
P(s) = Persentase sub variabel
S
= Jumlah nilai tiap sub variabel
N = Jumlah skor maksimum
4. Dari persentase yang telah diperoleh kemudian
ditransformasikan ke dalam tabel supaya
pembacaan hasil penelitian menjadi mudah.
Untuk menentukan kriteria kualitatif dilakukan
dengan cara :
a. Menentukan persentase skor ideal (skor
maksimum) = 100%.
b. Menentukan persentase skor terendah (skor
minimum) = 0%.
c. Menentukan range = 100-0 = 100.
d. Menentukan interval yang dikehendaki = 4
(baik, cukup, kurang, tidak baik).
e. Menentukan lebar interval (100/4 = 25).
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka
range persentase dan kriteria kualitatif
ketertarikan
user
dapat
ditetapkan
sebagaimana dalam tabel 2 berikut ini:
B. Analisis skor angket pakar media
Pengujian program dilakukan dengan meminta
responden mencoba program kemudian mendata
tanggapan responden mengenai teknis program yang
terdiri dari tampilan, desain dan rancangan program.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan program
ini untuk dijadikan sebagai media pembelajaran
ditinjau dari segi teknis. Pengujian program ini
dilakukan oleh tiga orang responden yang terdiri dari
kalangan dosen teknik informatika, ahli desain grafis
dan multimedia, serta Web Developer.
Dari hasil pengujian menunjukan semua indikator
yaitu berupa tampilan progam baik itu dari tulisan yang
menarik, hingga penjelasan yang terdapat dalam media
pembelajaran mendapatkan nilai sangat tinggi, dengan
nilai persentase variabel untuk perancangan media
secara umum yaitu sebesar 83,85% tergolong dalam
kategori Baik, secara visual terlihat seperti pada
diagram berikut ini:
Tabel 2. Range persentase dan kriteria kualitatif
ketertarikan user
No.
Interval
Kriteria
1.
2.
3.
4.
76 % < Skor ≤ 100 %
51% < Skor ≤ 75 %
26 < Skor ≤ 50 %
0 % < Skor ≤ 25 %
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis skor angket ahli bidang studi fisika
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
134
[7] Saleh, Rachmad, dkk. 2007. Panduan Lengkap
Desain Web Macromedia Dreamweaver 8.
Yogyakarta : Gava Media.
[8] Sudjiono, Anas. 1996. Pengantar Statistik
Pendidikan, Jakarta :Rajawali Press.
[9] Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode
Penelitian. Bandung : Remaja Rosdakarya.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
maka program dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran
Fisika pokok bahasan Tata surya. Penggunaan program
relatif mudah dan sederhana. Program ini telah
memenuhi syarat kelayakan tampilan dan kesesuaian
program bahan ajar fisika pokok bahasan tata surya
sebesar 88,9% atau kriteria baik (B), serta kualitas
teknisnya sebesar 83,85% temasuk dalam kategori baik
(B). Dengan demikian program yang dikembangkan
layak dijadikan sebagi media pembelajaran dan dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran Fisika pokok
bahasan Tata surya untuk SMP kelas IX.
PUSTAKA
[1] Arikunto, Suharsimi. 2006:225 “Prosedur
Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik”.Jakarta
:Rineka Cipta.
[2] Arsyad, Azhar. 2009. “Media Pembelajaran”.
Jakarta : Rajawali Pers.
[3] Hadi, Mulya. 2009.Tujuh Jam Belajar Interaktif
Adobe Dreamweaver CS4.Maxicom,Palembang.
[4] Hernita. 2009. Adobe Dreamweaver CS4.
Penerbit Andi,Semarang.
[5] Kuswanti, Nur, dkk. 2008. Contextual Teaching
and Learning Ilmu Pengetahuan Alam: Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas
IX Edisi 4. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
[6] Prasetyo, Fransiskus Hadi. 2007. Desain dan
Aplikasi
Media
Pembelajaran
Dengan
Menggunakan Flash MX. Yoyakarta : Ardana
Media.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
135
PERPADUAN PERSAMAAN-PERSAMAAN MAXWELL ELEKTRODINAMIKA
KLASIK DENGAN ALJABAR GEOMETRIS
Joko Purwanto
Program Studi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto No 1 Yogyakarta 55281
Email: [email protected]
Intisari – Aljabar Geometris memberikan berbagai kemudahan dan pandangan baru dalam rumusan teoritis serta
aplikasi fisisnya. Dalam makalah ini dikaji penerapan aljabar geometris pada teori elektrodinamika klasik
khususnya persamaan Maxwell. Keempat persamaan Maxwell dipadukan dalam satu persamaan tunggal ∇F = J .
Bentuk perbagian diidentifikasi dari masing-masing derajad (grade) aljabar geometris.
Kata kunci: aljabar geometris, elektrodinamika klasik, persamaan Maxwell.
Abstract – Geometric algebra provide many simplification and new insight in the theoretical formulation and
physical aplication of theory. In this work has been studied aplication of geometric algebra in classical
electrodynamics especially Maxwell’s equations. Maxwell’s equations was formulated in one compact equation
∇F = J . The various equation parts are easily identified by their grades
Key words: geometric algebra, classical electrodynamic, Maxwell’s equation.
memadukan hasilkali dalam (inner product) dan
hasilkali luar (outer product) dalam suatu operasi
tunggal yang dinamakan hasilkali geometris
(geometric product). David Hestenes menyajikan
aljabar geometris pada wilayah terapan yang lebih
luas dengan mengenalkan konsep aljabar ruangwaktu
dan kalkulus geometris [3][4].
Interaksi elektrodinamika klasik disajikan
oleh empat persamaan fundamental yang dikenal
sebagai persamaan-persamaan Maxwell, yakni
r r
∇⋅E = ρ r
r r
∂B
∇× E = −
∂t
r r
(1)
∇⋅B = 0 r
r r
∂E r
∇× B = −
+J
∂t
Dengan c = ε 0 = µ0 = 1 . Dalam aljabar geometris,
gradien, divergensi dan curl dapat diwakili oleh
operator turunan vektor. Operator turunan vektor ini
bersama-sama dengan konsep pemisahan ruangwaktu
(spacetime split) memberikan peluang untuk
memadukan keempat persamaan Maxwell dalam satu
persamaan tunggal yang kompak.
I. PENDAHULUAN
Alam semesta dengan segala proses yang terjadi di
dalamnya merupakan tanda kekuasaan Allah SWT
yang dikenal dengan hukum alam atau sunatullah.
Jika manusia mampu memahami hukum alam ini,
maka ia akan mengetahui bagaimana alam akan
memberikan respon, akan bereaksi terhadap tindakan
yang dilakukan terhadapnya. Dengan demikian,
manusia dapat merekayasa kondisi tertentu
sedemikian sehingga alam akan memberikan respon
yang menguntungkan bagi peradaban manusia [1].
Dalam mengkaji hukum alam tersebut teoriwan
mengajukan berbagai model hukum alam
berdasarkan data-data empiris setelah melakukan
pengamatan (inthizhar). Sejauh ini dikenal tiga
macam pemodelan hukum alam, yakni model fisis,
model matematis, dan model metafisis. Model
matematis dipandang lebih operasional sehingga
lebih banyak digunakan daripada model lainnya.
Aljabar geometris adalah salah satu konsep
matematis yang merupakan perpaduan dan
perumuman
dari
konsep-konsep
matemasti
sebelumnya. Penggunaan aljabar geometris dalam
pemodelan hukum alam memberikan kemudahankemudahan dalam penggambaran gejala-gejala
alamiah. Konsep aljabar geometris dirintis oleh
Hermann Grassmann pada tahun 1809 dalam
bukunya The Linier Extension Theory, A New Branch
of Mathematics. Penerapan aljabar geometris pada
ranah fisika dan teknik diawali oleh buku Space-Time
Algebra yang ditulis oleh David Hestenes pada tahun
1966 dan Clifford Algebra to Geometric Calculus
pada tahun 1984. Aplikasi aljabar geometris pada
teori elektrodinamika klasik memungkinkan empat
persamaan Maxwell dipadukan menjadi persamaan
ruang waktu tunggal [2]. Aljabar geometris
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. KONSEP DASAR ALJABAR GEOMETRIS
A. Aljabar Geometris
Aljabar geometris dibangun pada ruang vektor
berproduk skalar yang dibekali dengan hasilkali
geometris. Hasilkali geometris antara dua buah
vektor didefinisikan
ab = a ⋅ b + a ∧ b (2)
Ruas kanan persamaan (2) merupakan jumlahan dari
dua ‘makhluk’ yang berbeda, yakni skalar dan
bivektor. Penjumlahan tersebut sangat mungkin
dilakukan karena dalam aljabar geometris orang
136
memperluas konsep ruang yang selama ini dipahami
dengan menambahkan ‘bilik skalar’, ‘bilik vektor’,
‘bilik
bivektor’,
‘bilik
trivektor’,...,
‘bilik
multivektor’, dan ‘bilik pseudo skalar’ [5]. Hasilkali
geometris memenuhi sifat:
1. Assosiatif, a (bc ) = ( ab)c = abc .
2. Distributif terhadap operasi penjumlahan
a (b + c ) = ab + ac .
Kontraksi, a = a
4.
Antikomutatif, ab = − ba jika a dan b saling
tegak lurus ( a ⋅ b = 0 ).
Komutatif, ab = ba jika a dan b sejajar
5.
dan M
k
0
skalar,
M
1
vektor,
M
2
4
)
dengan
M
4
adalah
{ }
γ µ ⋅ γν = ηµν = diag ( + − − − ) (10)
bivektor,
dengan
γ 02 = 1, γ 0 ⋅ γ i = 0, γ i ⋅ γ j = −δ ij . (11)
Empat vektor ortogonal tersebut membangkitkan
ruang linier 16 dimensi melalui
{1, γ
µ
,σ i , Iσ i , I γ µ , I } (12)
dengan I = γ 0γ 1γ 2γ 3 dan σ i = γ i γ 0 , k = 1, 2,3 adalah
bivektor ruangwaktu. Aljabar geometris ruangwaktu
memiliki enam buah bivektor yang terbagi dalam dua
komponen, yaitu tiga komponen bak waktu γ i ∧ γ 0
dan tiga komponen bak ruang γ i ∧ γ j .
himpunan ini dapat dibangun basis aljabar geometris
ruang dua dimensi ( G2 ) yakni,
{1, e1 , e2 , e1 ∧ e2 } (4)
Sembarang multivektor A dan B anggota G2 dapat
dituliskan
A = a0 + a1e1 + a2 e2 + a3 (e1 ∧ e2 ) (5)
dan
B = b0 + b1e1 + b2 e2 + b3 (e1 ∧ e2 ) (6)
Hasilkali geometris multivektor A dan B adalah
AB = p0 + p1e1 + p2 e2 + p3 (e1 ∧ e2 ) (7)
dengan
p0 = a0 b0 + a1b1 + a2 b2 − a3b3
Andaikan
{γ }
µ
adalah
kerangka
inersia
ruangwaktu. Ditinjau pengamat inersia dengan
kecepatan konstan v, v 2 = 1, yang menyusuri lintasan
bak waktu. Vektor kecepatan pengamat dipilih
sedemikian sehingga v = γ 0 vektor bak waktu dengan
γ 0 tegak lurus terhadap {γ i } . Jika x adalah vektor
empat ruangwaktu yang merepresentasikan posisi
atau peristiwa (event), maka koordinat ruangwaktu
peristiwa x menurut kerangka γ 0 diberikan oleh
x = tγ 0 + x i γ i (13)
dengan koordinat waktu
t = x ⋅ γ 0 = x ⋅ v (14)
(8)
p3 = a0 b3 + a3b0 + a1b2 − a2 b1
Hasilkali geometris dua multivektor pada ruang
berdimensi dua merupakan kombinasi linier dari
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
ini
ortogonal γ µ , µ = 0,1, 2,3 yang memenuhi kaitan
B. Aljabar Geometris Bidang ( G2 )
Ditinjau himpunan yang beranggotakan dua buah
vektor ortonormal putar kanan {e1 , e2 } . Dari
p2 = a0 b2 + a2 b0 + a1b3 − a3b1
geometris
ruangwaktu Minkowski berdimensi empat. Konsep
penyatuan ruang dan waktu menjadi satu entitas
ruangwaktu dilandasi oleh asas-asas teori relativitas
khusus (TRK). Menurut TRK, kuadrat vektor dapat
bernilai positif, nol, atau negatif. Suatu vektor x
dikatakan vektor bak waktu (timelike) jika x 2 > 0 ,
bak cahaya (lightlike) jika x 2 = 0 , dan bak ruang
(spacelike) jika x 2 < 0 . Interval ruangwaktu
didefinisikan
s 2 = c 2 t 2 − x 2 − y 2 − z 2 (9)
dengan t adalah parameter waktu dan x, y, z
koordinat ruang dalam kerangka inersia. Dalam
aljabar ruangwaktu terdapat satu vektor arah bak
waktu dan tiga vektor arah bak ruang. Aljabar
ruangwaktu dibangun oleh himpunan vektor
k-vektor.
p1 = a0 b1 + a1b0 + a3b2 − a2b3
G (M
dilambangkan
Unsur-unsur aljabar geometris terdiri atas blade
dan multivektor yang dibangun melalui pemberian
derajat (grading). Unsur yang berderajad nol
dinamakan skalar (0-blade), unsur dengan derajad
satu dinamakan vektor (1-blade), unsur dengan
derajad dua dinamakan bivektor (2-blade), unsur
dengan derajad tiga dinamakan trivektor (3-blade),
unsur yang berderajad k dinamakan k vektor (k–
blade). Derajad tertinggi dalam aljabar geometris
dinamakan pseudoskalar (I).
Pseudoskalar
mempunyai dua sifat penting: (1) I 2 = −1 yang
menunjukkan bahwa I setara dengan i pada bilangan
kompleks (2) I dibentuk dari vektor basis putar
kanan. Kombinasi linier beberapa blade yang berbeda
akan membentuk multivektor
M = M 0 + M 1 + M 2 + ... + M k (3)
M
Hasilkali
IV. ALJABAR GEOMETRIS RUANGWAKTU
(SPACETIME ALGEBRA)
Aljabar geometris ruang dan waktu disebut aljabar
geometris
ruangwaktu
(spacetime
algebra)
( a ∧ b = 0) .
dengan
{1, e1 , e2 , I} .
menghasilkan multivektor baru AB ∈ G2 . Konsep
aljabar geometris bidang G2 dapat diperluas untuk
ruang berdimensi n sembarang Gn [5].
2
3.
2
basis
137
adalah operator turunan vektor dalam ruang dimensi
tiga. Keempat persamaan Maxwell persamaan (1)
dapat dituliskan kembali
r r
∇⋅D = ρ
r r
∇⋅B = 0
r
r r
∂B (25)
∇× E = −
∂t
r
r r ∂D r
∇× H =
+J
∂t
dengan
r
r r
D = ε 0 E + P,
r
1 r r (26)
H=
B−M,
µ0
Apabila pembicaraan dibatasi pada wilayah hampa
(vakum) yang terisolasi dari sumber muatan dan
r
sumber arus maka medan magnetisasi M dan medan
r
polarisasi P lenyap. Dengan menggunakan alih
ragam dualitas [5]
r r
r r
∇ × J = − I ∇ ∧ J (27)
Persamaan-persamaan Maxwell (25) dapat dituliskan
r r
∇⋅E = ρ
r r
∇⋅B = 0
r r
r
(28)
∇ ∧ E = −∂ t IB
r r
r
r
∇ ∧ B = I J + ∂t E
dan koordinat ruangnya
x i = x ⋅ γ i (15)
Apabila peristiwa yang ditinjau rehat dalam kerangka
{γ 0 } maka vektor tiga dimensional bagi peristiwa
tersebut adalah
x i γ i = x ⋅ γ µ γ ν − x ⋅ γ 0 γ 0 = x − x ⋅ vv = x ∧ vv. (16)
Besaran x ∧ v adalah bivektor ruangwaktu yang
disebut vektor relatif
r
x = x ∧ v (17)
Dari definisi di atas diperoleh pemisahan ruangwaktu
(spacetime split) peristiwa x menurut pengamat
inersia, yakni
r
xv = x ⋅ v + x ∧ v = t + x (18)
Satu hal yang istimewa dari pemisahan ruangwaktu,
ia dapat menjelaskan invariansi Lorentz tanpa harus
meninjau transformasi Lorentz terlebih dahulu.
Pemisahan enam buah bivektor ruangwaktu kedalam
vektor-vektor relatif merupakan operasi yang gayut
pada pengamat γ 0 . Vektor pengamat dengan
kecepatan yang berbeda akan mendapatkan
pemisahan ruangwaktu yang berbeda pula.
Operator turunan vektor ruangwaktu didefinisikan
∂
∂
∂
∇ = γ µ µ = γ 0 + γ i i . (19)
∂x
∂t
∂x
Persamaan di atas apabila dikalikan dengan γ 0 dari
kanan diperoleh
r
∂
∇γ 0 = ∂ t + γ i γ 0 i = ∂ t − ∇ (20)
∂x
r
dengan ∇ = σ i ∂ i adalah turunan vektor dalam ruang
linier yang didefinisikan menurut kerangka γ 0 .
Dengan cara serupa diperoleh
r
γ 0∇ = ∂ t + ∇ (21)
Dengan menggunakan persamaan (20) dan (21)
diperoleh operator turunan kedua vektor ruangwaktu
∂2 r
∇ 2 = 2 − ∇ 2 (22)
∂t
Tampak bahwa operator di atas merupakan operator
dasar yang mendeskripsikan gelombang berjalan
untuk partikel yang bergerak dengan kecepatan
cahaya.
(
{ }
Sedangkan dua persamaan Maxwell untuk medan
r
magnet B dapat ditulis kembali menjadi
rr
r
r
∇ B = I ( J + ∂ t E ) (30)
Jika kedua ruas persamaan (30) dikalikan dengan
pseudoskalar I, diperoleh
r r
r
r
∇ ( IB ) = − J − ∂ t E .(31)
Persamaan (29) mengandung bagian skalar dan
vektor sementara persamaan (30) mengandung unsur
bivektor dan pseudoskalar. Oleh karena itu, kedua
persamaan tersebut dapat dipadukan dalam satu
persamaan multivektor
r r
r
r
r
r
∇ ( E + IB ) + ∂ t ( E + IB ) = ρ − J .(32)
kerangka ortonormal ruangwaktu
dengan koordinat xµ = γ µ ⋅ x . Pemisahan turunan
vektor ruang waktu dituliskan
r
∇γ 0 = ( γ 0 ∂t + γ i ∂i ) γ 0 = ∂t − σ i ∂i = ∂t − ∇ (23)
Perpaduan di atas tidak menyebabkan lenyapnya
(sebagian atau seluruh) informasi-informasi terkait
persamaan Maxwell karena persamaan-persamaan
Maxwell dapat diperoleh kembali dengan mengambil
persamaan multivektor (32) menurut derajat masingmasing.
Definisikan bivektor Faraday menurut [2],
dengan σ i = γ i γ 0 merupakan kerangka ortonormal
putar kanan ruang relatif menurut vektor bak-waktu
γ 0 dan
r
∂
∇ = σ i ∂ i = σ i i (24)
∂x
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
)
Tampak dari persamaan-persamaan di atas persamaan
Maxwell dapat disajikan dalam operator divergensi
dan operator rotasi turunan vektor. Persamaan (28)
merupakan langkah awal untuk memadukan keempat
persamaan Maxwell.
Dua persamaan Maxwell yang melibatkan medan
r
listrik E dapat dipadukan menjadi
rr
r
∇ E = ρ − ∂ t ( IB ) .(29)
IV. PERPADUAN KEEMPAT PERSAMAAN
MAXWELL
Andaikan γ µ
( )
138
r
r
F = E + IB .(33)
Perpaduan ini tidak menghilangkan informasiinformasi fisis dari persamaan Maxwell. Persamaanpersamaan Maxwell awal dapat diperoleh kembali
dengan
mengambil
masing-masing
derajat
multivektor ∇F = J .
Subtitusikan persamaan (33) kedalam persamaan (32)
sehingga didapat persamaan
r
r
∇F + ∂t F = ρ − J .(34)
Dapat ditunjukkan bahwa persamaan di atas
memenuhi kovariansi Lorentz. Definisikan arus
ruang-waktu J, menurut
ρ = γ 0 ⋅ J (35)
dan
r
J = γ 0 ∧ J (36)
Sehingga diperoleh persamaan
r
ρ − J = J ⋅ γ 0 + J ∧ γ 0 = γ 0 J .(37)
r
Tetapi karena ∂ t + ∇ = γ 0∇ maka persamaan (34)
dapat dikalikan dengan γ 0 dari kiri untuk
memperoleh bentuk kovarian
∇F = J (38)
Persamaan ini memadukan keempat persamaan
Maxwell menjadi satu persamaan tunggal dalam
sajian aljabar geometris. Hasil ini merupakan salah
satu pencapaian luar biasa yang dapat dilakukan
dengan aljabar geometris.
Jika persamaan (38) dikalikan dengan ∇ didapat
∇ 2 F = ∇ J = ∇ ⋅ J + ∇ ∧ J (39)
Mengingat bahwa ∇ 2 adalah operator yang bernilai
skalar, maka arus J memenuhi persamaan kontinuitas
arus, yakni
∂ρ r r
∇⋅J =
+ ∇ ⋅ J = 0. (40)
∂t
Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah muatan
total yang membangkitkan medan magnet dan medan
listrik kekal. Persamaan (38) dapat diuraikan menjadi
bagian vektor dan bagian trivektor [2][5], yakni
∇⋅ F = J (41)
dan
∇ ∧ F = 0 .(42)
Dalam bentuk tensor kedua persamaan di atas dapat
dituliskan sebagai
∂ µ F µν = J µ (43)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prodi
Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan
dana penelitian dan publikasi melalui program Hibah
Peningkatan Mutu Prodi 2012.
PUSTAKA
[1] A. Baiquni, Al qur’an Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, PT Dana Bakti Wakaf, 1994.
[2] C. Doran dan A. Lasenby, Geometric Algebra
for Physicist, Cambridge University Press,
2005.
[3] Hestenes,
D., Geometric Algebra and
Geometric Calculus, Departement of Physics
and Astronimy, Arizona State University, 1998,
hal 1-27.
[4] Hestenes, D., Old Wine in New Bottle: a New
Algebraic Framework for Computational
Geometry, Birkhaeser Boston, 2001, hal 16.
[5] Joko Purwanto, Teori Tera Elektromagnetik
dengan Aljabar Geometris, Skripsi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2007.
dan
ε µναβ ∂ν Fαβ = 0 .(44)
Dua persamaan tensor terakhir ini merupakan
rumusan yang kompak bagi keempat persamaan
Maxwell yang sejauh ini dapat dicapai dengan aljabar
tensor. Tampak bahwa penyajian persamaan Maxwell
dalam bentuk tensor di atas sesuai dengan penyajian
persamaan Maxwell dalam forma diferensial. Tetapi,
aljabar geometris dapat mencapai sesuatu yang lebih
dibanding forma diferensial, yakni memadukan
keempat persamaan Maxwell dalam satu persamaan
tunggal.
V. KESIMPULAN
Telah ditunjukkan dengan menggunakan aljabar
geometris persamaan-persamaan Maxwell dapat
dipadukan dalam satu persamaan kompak ∇F = J .
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
139
SIMULASI DESAIN PERISAI RADIASI SINAR X MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE)
LATEKS MENGGUNAKAN PROGRAM MCNP5
Safiruddin1, Darsono2, Moh. Toifur3
Program Magister Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jl. Pramuka 42, sidikan Yogyakarta 55161
1
e-mail: [email protected]
Intisari - Telah dilakukan simulasi desain perisai radiasi MBE lateks 300keV/20mA menggunakan program
MCNP5. Simulasi dilakukan untuk memperoleh data verifikasi desain perisai. Simulasi menggunakan program
MCNP5 membutuhkan data dari beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses, seperti: sumber radiasi yang
digunakan, jenis bahan yang digunakan, dan bentuk geometri sistem.
Untuk melakukan simulasi dibutuhkan data masukan berupa pemodelan perisai dan pemodelan intensitas radiasi
untuk atenuasi. Simulasi dilakukan dalam keadaan perisai tanpa diberi pengganggu. Dalam hal ini pengganggu
merupakan komponen dari MBE lateks.
Dari hasil simulasi dan analisis data, diperoleh nilai tebal perisai yang aman untuk menahan paparan radiasi MBE
lateks yaitu ≥ 2,5cm. Disamping data tebal perisai, pada simulasi ini juga diperoleh nilai laju dosis serap pada
berbagai permukaan perisai. Besar nilai laju dosis serap mengacu pada ekstrapolasi indeks laju dosis (D0) pada jarak
5 cm dari sumber radiasi, dari hasil ekstrapolasi pada jarak 5 cm diperoleh nilai laju dosis pada berbagai permukaan
perisai sebesar 1,47 mrem/jam.
Kata Kunci: Perisai radiasi sinar X, MBE lateks, MCNP5
Abstract - A design simulation of MBE latex radiation of 300 keV/20mA has been conducted by using MCNP5
program. The simulation was done to get the verification data of shielding design. The simulation needed the datum
from several factors which had impact on the process, such as; the applied radiation source, type of material and
geometrical shape of system.
The input data in the form of model shielding and radiation intensity to attenuation were needed to do the
simulation. The simulation was conducted in conditions, namely condition of shielding with destruction. From the
result of the simulation and the data analysis, the value of thickness of the shielding either to saving support the
radiation of MBE latex is ≥ 2.5 cm. Beside the data of the shielding thickness, in this simulation the value of the
absorption dosage was also obtained on some shielding surfaces. The rate of the absorption dosage was based on the
index extrapolation of the dosage rate (D0) on the length of 5 cm from the radiation source, from the result of
extrapolation on the length of 5 cm the rate of dosage on the shielding with destruction was 1.47 mrem/hour.
Keywords : Shield of X-ray radiation, MBE latex, MCNP5
I. PENDAHULUAN
Salah satu program BATAN adalah
membangun mesin berkas elektron (MBE) 300
keV/20 mA untuk irradiasi karet alam. Pada
umumnya MBE ditempatkan dalam sebuah ruangan
khusus
dan
tertutup,
namun
dalam
perkembangannya MBE lateks hasil karya BATAN
Yogyakarta dibuat terbuka dan langsung berinteraksi
dengan personil (pekerja). Oleh karena itu, fungsi
perisai radiasi menjadi sangat penting dalam
memberikan keselamatan bagi operator maupun
lingkungan dari bahaya sinar X dari pengoperasian
MBE. Fungsi perisai radiasi harus memenuhi
ketentuan keselamatan yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yang intinya
adalah ruang penyinaran harus didesain sedemikian
rupa sehingga paparan radiasi pada ruang terkontrol
(control area) tidak melebihi 25µSv/jam (2,5
mrem/jam). Dalam hal desain perisai radiasi MBE
lateks, MBE lateks 300 keV/20 mA karya PTAPB –
BATAN Yogyakarta memiliki keterbatasan yaitu
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
140
tidak bisa dilakukan verifikasi disain perisai radiasi
menggunakan sumber sinar X yang sesuai
spesifikasi MBE lateks karena tidak ada sinar X
standar. Oleh karena kendala diatas maka pada
penelitian ini akan dilakukan suatu simulasi atau
pemodelan disain perisai radiasi menggunakan
metode Monte Carlo dengan salah satu program
komputernya yaitu MCNP5 (Monte Carlo NParticle version 5). Program komputer MCNP5
adalah alternatif yang sangat baik untuk
menyelesaikan masalah desain perisai radiasi sinar
X (Rasito, 2011). MCNP5 merupakan perangkat
lunak komputer menggunakan metode Monte Carlo
yang diaplikasikan untuk menghitung perjalanan
partikel yaitu neutron, foton, dan elektron. Perangkat
lunak ini dikerjakan oleh tim monte carlo X-5
(2003) dari Laboratorium Nasional Los Alamos,
USA. Metode Monte Carlo merupakan metode
numerik
statistik
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan
masalah-masalah
dengan
menyimulasikan bilangan acak untuk masalah-
5. Hamburan foton
6. Foton lepas
7. Pecahan foton
masalah yang tidak mungkin diselesaikan secara
analitik.
II.
TEORI
Metode MCNP sebagai sebuah teknik simulasi
transport
partikel
termasuk
dalam teknik
eksperimentasi teoritis. Terlihat dari penelusuran
jejak partikel yang dilakukan MCNP dari sebuah
sumber sampai partikel itu dianggap lenyap dari
sistem. Secara acak akan ditentukan dengan inti apa
neutron akan berinteraksi, jenis dan lokasi interaksi,
rahnya, energi dan jenis partikel-partikel yang
terbentuk setelah interaksi. Setelah partikel mulai
bergerak keluar dari sumber lalu terbentuklah
sebuah jalur dari hasil pergerakannya. Jika jalur itu
terbelah menjadi 2 (dua) arah pada sebuah
permukaan maka kedua jalur gerak partikel telah
terbentuk sehingga sekarang sudah terdapat 2 (dua)
jalur jejak partikel dari titik awal ( sumber). Gambar
1 memperlihatkan kebolehjadian sebuah neutron dari
sebuah sumber acak didalam sebuah lempeng
material yang mengalami reaksi pembelahan. Dari
luar (sumber), neutron yang menembus materi
sampai pada posisi (1), merupakan posisi acak yang
dipilih sebagai tempat interaksi mula-mula antar
neutron dengan materi. Interaksi yang terjadi adalah
hamburan tak lenting (n,2n). foton yang terbentuk
diabaikan terlebih dulu untuk analisis lebih lanjut.
Lalu neutron mengalami reaksi pembelahan (2),
menghasilkan 2 (dua) buah neutron baru dan sebuah
foton.Salah satu neutron hasil pembelahan (3)
ditangkap oleh material lalu berhenti. Neutron yang
lain (4) secara acak bergerak keluar materi. Foton
hasil pembelahan (5 mengalami peristiwa tumbukan
dengan materi lalu secara acak bergerak keluar
lempeng materi (6). Oleh MCNP, partikel yang
mengalami penundaan analisis (diabaikan) paling
akhir akan dianalisis pertama kali sesudah
penundaan.
Gambar 2. Geometri Perisai radiasi
6
3
Sumber
Neutron
III. TATA KERJA
Untuk dapat melakukan simulasi desain perisai
radiasi sinar X menggunakan MCNP5 dibutuhkan
beberapa inputan. Input yang diperlukan adalah
geometri komponen MBE lateks, Perisai radiasi, dan
output berupa model intensitas radiasi, dan model
koefisisen atenuasi.
a. Model Perisai radiasi
Hal terpenting dalam pemodelan dengan
MCNP5 adalah geometri. Akurasi hasil pemodelan
juga sangat ditentukan oleh kesesuaian dengan
geometri obyek yang akan dimodelkan. Tahapan
yang tersulit dalam pemodelan dengan MCNP5
adalah dalam pembuatan geometri obyek terutama
obyek-obyek yang komplek. Gambar 2 merupakan
Geometri yang akan disimulasikan (Darsono,
2006). Dimensi dan material dalam geometri MBE
lateks dibuat sebagai masukan MCNP5 dengan
tampilan dalam MCNP visual editor diperlihatkan
pada Gambar 3.
5
4
2
1
7
Bahan dapat belah
Gambar 1. Simulasi transport partikel
(Briesmeister,1997)
Keterangan :
1. Neutron, reaksi hamburan foton
2. Reaksi pemecahan foton
3. Tangkapan Neutron
4. Neutron lepas
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Gambar 3. Geometri MBE lateks dalam
MCNP Visual Editor
Untuk menghitung interaksi elektron dengan atom
yang terkandung di dalam komponen MBE lateks
141
maka MCNP5 membutuhkan pemodelan material
sebagai masukan. Material yang dimodelkan
diantaranya adalah, udara dan timbal. Komposisi
material MBE lateks berdasarkan fraksi berat
diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi material berdasarkan fraksi berat
(Harmon dkk, 1994)
No
ID
Fra
Densi
mor MC ksi
tas
Bah (gr/c Uns Ato NP
Ber Fraksi
ur
m
5
an
at
Atom
m3)
SS260 0,65
316 7,92
Fe
26
00
5
240
Cr
24
00
0,17
280
Ni
28
00
0,12
420 0,02
Mo 42
00
5
250
Mn 25
00
0,02
140
Si
14
00
0,01
Uda 0,001
700
0,6869
ra
24
N
7
0
1
800
0,3012
O
8
0
4
600
0,0001
C
6
0
25
180
0,0117
Ar
18
00
17
Tim
820
bal
11,36 Pb
82
00
1
Tita
niu
220
m
4,5
Ti
22
00
1
Bes
260
i
7,86
Fe
26
00
1
c. Perhitungan nilai laju dosis
Untuk menentukan nilai laju dosis agar
diperoleh paparan radiasi ≤ 2,5 mrem/jam
diperlukan perhitungan dengan menggunakan
rumus laju dosis serap (D) yaitu:
(1)
D = D0 e-µx
Selain menggunakan rumus pada persamaan 2
juga diperlukan data teknis MBE lateks sebagai
berikut: E= 300 keV, I= 20 mA serta perhitungan
indeks laju dosis serap (D0), perhitungan indeks
laju dosis terserap dilakukan dengan pengamatan
kurva pada Gambar 3 berikut:
Gambar 4. X-ray emission rates from high-Z
target (NCRP Report No. 51, 1997)
Dari Gambar kurva diatas diperoleh nilai
indeks laju dosis terserap pada E=300 keV adalah
1,5 rad m2 mA-1min-1, oleh karena arus berkas
MBE adalah 20 mA maka nilai indeks laju dosis
serap (D0) adalah 20 mA x 1,5 rad m2 mA-1min-1
sehingga diperoleh nilai D0= 30 rad m2/min atau
D0 = 0,18 rem/jam. Nilai indeks laju dosis serap
yang diperoleh dari kurva diatas merupakan nilai
indeks laju dosis serap pada jarak acuan 1 meter
dengan luasan 1 meter persegi. Penempatan posisi
indeks laju dosis (D0) terbaik seharusnya diambil
pada posisi dimana sumber radiasi ditempatkan,
namun karena sumber radiasi pada penelitian ini
berbentuk kotak dan memiliki diameter, sehingga
tidak memungkinkan untuk mengambil posisi
indeks laju dosis (D0) pada posisi dimana sumber
radiasi ditempatkan. Oleh karena hal tersebut,
penempatan posisi indeks laju dosis (D0) dilakukan
dengan mengekstrapolasi nilai indeks laju dosis
serap pada jarak 1 cm-10 cm dari posisi sumber
radiasi ditempatkan. Untuk mengekstrapolasi
digunakan rumus pada persamaan 3 berikut:
b. Model intensitas radiasi dan koefesien
atenuasi
Pemodelan untuk memperoleh keluaran berupa
intensitas radiasi dan koefisien atenuasi linier
digunakan detektor Tally F5, Tally F5 digunakan
untuk memberikan keluaran MCNP5 berupa nilai
intensitas radiasi pada detektor yang berbentuk
titik maupun cincin. Untuk pemodelan intensitas
radiasi terhambur pada perisai, beberapa detektor
bentuk titik ditempatkan di sepanjang sumbu Z
pada permukaan perisai. Intensitas radiasi yang
diperoleh kemudian dinormalisasikan dan dibuat
grafik 3 dimensi untuk mengetahui distribusi
intensitas radiasi terhambur. Sedangkan untuk
pemodelan koefisien teratenuasi, detektor bentuk
titik ditempatkan pada perisai dengan variasi
ketebalan 0,5 cm, kemudian hasil running
masukan program dianalisis dan dibuat grafik
hubungan antara ketebalan perisai terhadap
intensitas radiasi
untuk memperoleh nilai
koefisien atenuasi.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
D2 ⎛ R1 ⎞
=⎜ ⎟
D1 ⎜⎝ R2 ⎟⎠
2
(3)
Dimana D1 merupakan nilai indeks laju dosis
acuan yaitu 0,18 rem/jam, sedangkan R1
merupakan jarak acuan ekstrapolasi yaitu 100 cm.
142
Simulasi untuk mengetahui intensitas radiasi
teratenuasi pada bahan perisai dapat dilakukan
dengan menempatkan detektor titik (Tally F5)
dengan jari-jari 0,005 cm pada permukaan perisai
dengan variasi ketebalan 0,5 cm. Model
penempatan detektor diperlihatkan pada Gambar 5
dimana detektor berada pada posisi sebelah kiri
kanan
sumbu
Z
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Program MCNP5 setelah diberikan data
masukan berupa model geometri perisai, model
Intensitas radiasi dan model koefesien. Selanjutnya
di-running menggunakan komputer PC CPU
prosesor Intel Pentium IV 2 GHz dengan ruang
penyimpaan dalam hard disk 18 Gbytes. Hasil
running data masukan diperoleh distribusi
intensitas radiasi dan nilai koefesien atenuasi.
.
Perisai
Z
Perisai
Z
Detektor
Titik
Posisi
Sumber
Posisi
Sumber
Y
X
Detektor
Titik
Gambar 5. Penempatan detektor titik pada permukaan XY dan XZ
Hasil running data input program diperoleh
data keluaran MCNP5 berupa intensitas radiasi
teratenuasi pada berbagai permukaan dan posisi
perisai. Besar nilai koefesien atenuasi hasil
simulasi menggunakan program MCNP5 pada
penelitian ini adalah 4,32cm-1. Koefisien atenuasi
hasil simulasi akan digunakan untuk menentukan
besar paparan radiasi yang dihasilkan oleh MBE
lateks.
Untuk mengetahui distribusi intensitas radiasi
terhambur pada bahan perisai, dapat dilakukan
pemodelan dengan menempatkan detektor titik
dengan jari-jari 0,005 cm pada permukaan perisai
sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak detektor
dari titik pusat yaitu 10 cm. Model penempatan
detektor titik pada permukan pada permukaan
perisai dapat dilihat pada Gambar 6. Simulasi
menggunakan MCNP5 memberikan hasil
keluaran berupa distribusi intensitas radiasi
terhambur disepanjang sumbu Z dimana detektor
ditempatkan. Pusat sumber radiasi memiliki
intensitas radiasi paling tinggi. Gambar 7
memperlihatkan bahwa intensitas radiasi semakin
menurun akibat semakin menjauh dari pusat
sumber radiasi di tempatkan. Gambar 7
memperlihatkan distribusi intensitas radiasi
terhambur pada permukaan perisai disepanjang
sumbu Z.
Perisai
Z
Perisai
Z
Z=-29
Detektor
Titik
Z=-29
Posisi
Sumber
Posisi
Sumber
Y
X
Gambar 6. Penempatan detektor titik pada permukaan YZ dan XZ
pada perisai bagian kiri dan kanan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
143
Detektor
Titik
Gambar 7. Grafik
G
distribuusi intensitas radiasi
r
terham
mbur di permukkaan pada perisai
Dari hasil
h
perhitunggan dan analissis data juga diperoleh
d
nilaii paparan radiaasi dan tebal pperisai yang am
man pada
berbagai permukaaan perisai sepeerti terlihat padda tabel 3.
Tabeel 2. Nilai lajuu dosis serap pada
p
permukaaan perisai denngan tanpa penngganggu
Ekstrapolaasi
p
D
Ds
Do
Tebal perisai
µ
Dk
jarak (cm
m)
(rem/jaam)
(cm
m)
(1/cm
m) (mrem/jjam) (mrem
m/jam)
Ketterangan
10
18
3,188
2
2,55
2
4,32
3
9
8
22
28
0,044
2
2,55
6
5
37
50
72
3
113
2000
4500
Aman
A
2
4,977
dak aman
Tid
2,55
4,32
2
18000
2
4,32
0,755
Aman
A
Aman
A
Tid
dak aman
2,,5
Aman
A
3
0,099
Aman
A
2
8,844
dak aman
Tid
2,55
4,32
2
1,022
2,,5
Aman
A
3
0,122
Aman
A
2
12,74
dak aman
Tid
2,55
4,32
2
2,55
1,477
2,,5
0,177
4,32
2
2,299
Aman
A
Aman
A
19,90
2
dak aman
Tid
2,,5
Aman
A
3
0,266
Aman
A
2
35,38
dak aman
Tid
2,55
4,32
2
2,55
2,,5
9,188
dak aman
Tid
2,,5
1,066
3
36,72
4,233
144
Tid
dak aman
Aman
A
318,440
4,32
2
Tid
dak aman
Aman
A
79,60
4,32
2
2
2,55
4,088
0,477
2
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Mei 2012
2,,5
6,500
2
2,55
0,577
0,077
3
1
Aman
A
0,055
3
2
dak aman
Tid
2,,5
3
3
4
0,455
Aman
A
Aman
A
3,933
4,32
2
3
7
0,377
Tid
dak aman
2,,5
dak aman
Tid
2,,5
Tid
dak aman
Tid
dak aman
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa penempatan
indeks laju dosis yang efektif adalah berada pada
posisi jarak 5 cm dari tempat sumber radiasi
diletakkan. Sehingga untuk nilai ketebalan perisai
dan paparan radiasi yang diperoleh pada penelitian
ini juga diacu pada ekstrapolasi jarak 5 cm dari posisi
sumber radiasi ditempatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Breismeister, Judith F., 1997, Manual MCNP Version
4B-A General Monte Carlo N-particle
Transport Code, Los Alamos National
Laboratory, Los Alamos.
Darsono
,2006,”Konsepsual
Disain
MBE
300KeV/20mA Untuk Industri Lateks”
Puslitbang Teknologi maju BATAN,
Yogyakarta.
Harmon Charles D., Robert D.B., Judith F. Brimster,
R.A. Forster, “Criticality Calculations
V. KESIMPULAN
Program MCNP5 dapat digunakan secara baik
untuk simulasi desai perisai radiasi pada MBE
lateks. Dari hasil simulasi dan analisis data,
diperoleh nilai tebal perisai yang aman untuk
menahan paparan radiasi MBE lateks yaitu ≥
2,5cm. Disamping data tebal perisai, pada
simulasi ini juga diperoleh nilai laju dosis serap
pada berbagai permukaan perisai. Besar nilai laju
dosis serap mengacu pada ekstrapolasi indeks laju
dosis (D0) pada jarak 5 cm dari sumber radiasi,
dari hasil ekstrapolasi pada jarak 5 cm diperoleh
nilai laju dosis pada permukaan perisai sebesar
1,47 mrem/jam.
TM
with MCNP ”, A Primer, LA-12827-M,
Los Alamos National Laboratory, Los
Alamos, New Mexico (1994).
NCRP Report No. 51,”Radiation Protection Design
Guidenlines for 0,1 – 100 MeV Particle
Accelerator Facilities”, Issued, March
1977
Rasito
T.,
“http://rasitotursinah.wordpress.com/too
ls/mcnp5/mcnp5/” diakses tanggal 3
maret 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Bapak Prof. Drs. Darsono, M.Sc atas bantuan dan
bimbingan dalam penulisan makalah ini, Dody
Kurniawan atas bantuannya dalam pembuatan
geometri komponen MBE lateks
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
145
SISTEM DETEKTOR GEMPA DAN TSUNAMI ON-LINE
BERBASIS ANTENA WI-FI 2,4GHz
Yono Hadi Pramono, Ayi Syaeful Bahri, Bachtera Indarto, Ali Yunus Rohedi, Ahmad Fahruzi dan Edy Yahya
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Keputih, Surabaya, 61111
Telp : (031) 594 3351, Fax : (031) 5943351
E-mail : [email protected] , [email protected]
Intisari – Sebuah sistem on-line warning gempa dan tsunami berbasis antena Wi-Fi untuk kawasan pemukiman
penduduk rawan tsunami di pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatra akan di teliti, di disain dan diciptakan bentuk
prototype-nya. Sebuah pekerjaan yang mencakup multidisiplin ilmu fisika, secara terintegrasi meliputi bidang
Geofisika, Fisika OptoElektronika, Fisika Instrumentasi, dan Elektromagnetika Terapan. Pekerjaan penelitian
dibagi kedalam tiga segmen pekerjaan utama yakni bagian sensor getaran dan level ketinggian air laut,
instrumentasi mikrokontroler untuk pengkondisian signal, dan disain antena microwave serta programing grafik
webserver interaktif dengan operator sehingga dapat diakses oleh masyarakat pemukiman pantai rawan tsunami
sampai kepada operator pemantau dari luar kota. Cara kerja alat ini yaitu secara real time mencatat data dan
memberikan informasi gempa yang berpotensi tsunami serta memberikan peringatan dini seperti sirine kepada
masyarakat. Informasi data sensor gempa dan sensor level ketinggian air laut yang terukur akan dikirimkan melalui
instrumen mikrokontroler dalam bentuk protokol TCP/IP berbasis Wi-fi. Setelah itu Informasi tersebut secara
otomatis diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik on-line real time didalam PC server WEB interaktif yang ada
di kantor kecamatan atau kelurahan setempat yang kemudian akan didistribusikan untuk melayani masyarakat dan
dapat di akses oleh operator di luar kota melalui media ISP yang tersedia. Di samping itu pula, operator akan
dengan mudah dapat mengatur nilai ambang gempa dan tsunami supaya warning sirine gempa dapat diatur on-off
nya dan didengar oleh masyarakat di sekitar pemukiman pantai. Sang operator tidak harus berada di lokasi
pemukiman, namun dapat di remote dari luar kota yang tersentralisasi seperti dari kantor BMKG pusat Jakarta.
Diharapkan dari hasil riset ini, menghasilkan sebuah produk unggulan penelitian yang langsung hasilnya dapat
dirasakan oleh masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap nyawa sekian ribu penduduk pantai rawan tsunami
di pesisir selatan Jawa, Bali dan Sumatra.
Abstract – An on-line system of the earthquake and tsunami warning based Wi-Fi antenna for tsunami-prone
residential area on the south coast of Java, Bali and Sumatra will be thorough, designed and created its prototype
form. A job that includes a multidisciplinary science of physics, in an integrated way covering the fields of
Geophysics, optoelectronics Physics, Physics Instrumentation, and Applied electromagnetics. The research work is
divided into three segments, namely the work of the vibration sensor and the height of sea level, the microcontroller
for signal conditioning instrumentation, and microwave antenna design and graphics programming with interactive
webserver so that the operator can be accessed by the tsunami-prone coastal settlements until the operator monitors
from outside city. The workings of this tool is a real time recording of data and provide information on earthquake
and tsunami that could potentially provide such early warning siren to the public. Information seismic sensor data
and sensor height of sea level measured by the instrument microcontroller will be delivered in the form of TCP / IPbased Wi-fi. After that information is automatically processed and displayed in graphical form on-line in real time
interactive PC WEB server at the district office or the local village which would then be distributed to serve the
community and can be accessed by the operator outside the city through the ISP media is available. In addition to
that, the operator can easily adjust the threshold value of the earthquake and tsunami siren warning of an
earthquake that can be set-off on her and heard by people around the coastal settlements. The operator does not
have to be in settlement location, but can be remote from the outside of a centralized office as BMKG center of
Jakarta. Expected from the results of this research, produce a superior product is a direct result of research can be
perceived by society as a manifestation of concern for the lives of so many thousands of people in tsunami-prone
coast of the southern coast of Java, Bali and Sumatra
Kata kunci: gempa, tsunami, detektor, protocol TCP/IP, antenna wi-fi
letusan gunung berapi maupun bencana lain yang
banyak menimbulkan kerugian baik materiil maupun
non materiil yang diakibatkan oleh bencana tersebut.
Indonesia dikenal berada dalam lingkaran yang
disebut Ring of Fire yang merupakan pertemuan dari
patahan kontinental serta mengakibatkan aktivitas
vulkanik dan seismik. Juni lalu, sebuah gempa
I. PENDAHULUAN
Perubahan iklim global yang terjadi diseluruh
dunia yang diakibatkan oleh perubahan kondisi alam
baik yang diakibatkan oleh manusia maupun
fenomena alam harus diantisipasi secara tepat untuk
menimimalkan dampak yang mungkin terjadi. Saat ini
marak terjadi bencana seperti banjir, tanah longsor,
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
146
berkekuatan 7,1 SR mengguncang lepas pantai utara
Papua. Gempa ini menewaskan 17 orang dan
membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
Adapun tsunami pada tahun 2004 yang terjadi di Asia
dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 SR di Sumatera
dan menewaskan sedikitnya 168.000 orang di kawasan
tersebut. Pada 30 September 2009, gempa dengan
kekuatan 7,6 SR mengguncang Padang dan
menewaskan 1.000 orang. Penelitian mitigasi bencana
gempa dan tsunami terutama didaerah pesisir pantai
selatan Jawa, Bali dan Sumatera menjadi tema yang
sangat menarik untuk diangkat dan akan
dikembangkan karena adanya retakan lempeng kulit
bumi disepanjang area tersebut. Kulit bumi terhadap
lapisan yang ada didalamnya, seperti perahu berlayar
diatas permukaan air artinya selalu bergerak.
Pergerakan yang terjadi seperti untuk pulau Jawa, Bali
dan Sumatra seolah didesak oleh benua besar seperti
Australia menuju benua Asia untuk menyatu kembali.
Pergerakan ini tidaklah mulus, pasti diiringi dengan
retakan baik skala kecil maupun besar yang
menentukan besarnya kekuatan gempa yang akan
terjadi. Tidak semua gempa yang ditimbulkan oleh
retakan tersebut berpotensi tsunami, tergantung dari
kekuatan, posisi serta kedalaman sumber gempa.
Biasanya gempa berkekuatan minimal 6,75 SR sangat
berpotensi tsunami.
Tsunami tidak dapat dicegah oleh manusia karena
berada dalam kendali alam yang dahsyat. Apa yang
bisa dilakukan untuk dapat mengatasinya adalah
meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh
bencana tsunami. Upaya pembuatan infrastruktur
untuk meredam daya tsunami adalah dengan cara
penanaman mangrove di sepanjang pantai atau
pembuatan kanal parallel dengan pantai. Upaya lain
yang dapat dilakukan adalah mengembangkan satu
sistem peringatan dini tsunami untuk meminimalisir
korban jiwa dan dampak psikis yang berat bagi
keluarga
korban
yang
masih
hidup
dan
ditinggalkannya terutama didaerah pesisir pantai
selatan yang padat penduduk.
System warning dini yang sudah ada berupa Buoy
yang bentuknya seperti pelampung yang terapung
dipermukaan air laut. Buoy-buoy tersebut dilengkapi
dengan sensor ultrasonic untuk mendeteksi level
ketinggian permukaan air laut, setelah itu telemetri
data ke satelit. Beberapa kelemahan dan kerugian
peralatan ini antara lain: harga yang sangat mahal,
barang impor, data potensi perairan kita dilarikan ke
satelit dan dapat diakses oleh negara lain, kurang
aman dari tangan-tangan jahil (terbukti dari 12 buoy,
separuh lebih tidak berfungsi karena banyak kabel
yang putus dan hilang) dan bahkan bisa hilang dicuri.
Tim peneliti Fisika ITS kerja bersama secara
terintegrasi dari empat disiplin ilmu geofisika,
optoelektronika, instrumentasi dan elektromagnetika
terapan (propagasi antenna wi-fi) membuat prototipe
system warning dini yang berbasis wi-fi 2,4GHz
(dengan protokol TCP/IP) sehingga dapat diakses
secara on-line. Prototipe yang diajukan dalam
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
penelitian ini dijamin dapat meminimalkan biaya
maintenan, kehilangan, kerusakan atau efek pencurian
informasi. Prototipe sistem yang dapat memberikan
informasi peringatan dini untuk bencana gempa yang
berpotensi tsunami serta peringatan dini akan
datangnya tsunami yang tepat sasaran serta mampu
melakukan pengukuran secara kontinyu sehingga
mendukung ketersediaan data hidrologi, klimatologi
maupun kegiatan pergerakan tektonik lempeng bumi
terutama di pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatera
yang dapat diakses secara jarak jauh (remote
access).Cara kerja system ini akan dibahas secara
detail dalam paper ini.
II. LANDASAN TEORI
A. Karakteristik Tsunami
Tsunami bukanlah pasang surutnya air laut karena
gravitasi
bulan.
Tsunami disebabkan oleh gempa bawah laut, letusan
gunung berapi (vulkanik), pergeseran lapisan bumi
(tektonik), dapat pula disebabkan oleh asteroid
atau meteor yang menabrak dalam air laut dari ruang
angkasa. Kebanyakan tsunami disebabkan oleh gempa
bumi bawah laut, Tetapi tidak semua gempa bumi
bawah laut menyebabkan tsunami. Kekuatan gempa
bumi lebih besar dari 6,75 pada skala Richter
berpotensi tsunami sekitar 90 persen dari seluruh
tsunami terjadi di Samudera Pasifik[1]. Teori tentang
gempa yang disebabkan pergerakan antar lempeng.
Friksi antar lempeng itulah yang menyebabkan
terjadinya
getaran-getaran,
sedangkan
yang
menyebabkan terjadinya gelombang adalah deformasi
di dasar laut yang diakibatkan oleh pergerakan
lempeng itu, misalnya terbentuknya lipatan. Itulah
mengapa ketika terjadi gempa di laut, belum tentu
terjadi tsunami karena gempa itu tidak menyebabkan
deformasi di dasar laut. Teori tentang gelombang yang
dijabarkan dalam ilmu Fisika. Gelombang itu bisa
dijelaskan sifat-sifatnya melalui berbagai parameter
seperti frekuensi, panjang gelombang, amplitudo, dsb.
Dari situ, dengan menambahkan massa air laut yang
dijadikan medium gelombang, kekuatan gelombang
tsunami bisa diperkirakan. Teori tentang difusivitas
energi dari satu titik. Energi tsunami akan
menghantam lebih keras pada wilayah yang lebih
dekat dengan epicenternya dibandingkan dengan yang
wilayahnya jauh. Itulah kenapa Aceh ketika tsunami
2004 mengalami kerusakan lebih parah dari pada
Thailand. Teori tentang pergerakan fluida dari
permukaan yang tinggi ke permukaan yang rendah.
Air laut tidak akan masuk ke daratan melainkan ketika
tsunami permukaan laut ketika itu lebih tinggi dari
daratan[2].
Dari teori tsunami diatas dapat diketahui level
ketinggian air laut dari pantai dimana level air laut
akan cepat berubah surutnya melebihi nilai ambang
akibat pasang surut gravitasi bulan. Sensor dapat tidak
harus dipasang ditengah laut seperti buoy namun dapat
di tempatkan sekitar tidak jauh dari pantai dengan
mempertimbangkan kedalaman maksimum pantai
147
melebihi batas surut-nyya[2].
B. Sensorr Gempa dan Tsunami
B.1 Sensoor Gempa denngan Medan Magnet
M
Solenooida
Teori maagnetika menggatakan bahw
wa apabila diddalam
solenoidaa terdapat batang ferit yangg mudah berggerak,
maka perrubahan gerakk batang ferit akan
a
menimbuulkan
dapat
arus listrrik. Arus listrik yang ditimbulkan
d
mendetekksi berapa am
mplitudo getaaran oleh geempa.
Gambar 4 di bawah menunjukkann skema solenoid
tersebut.
Gambar
G
2. Skema
S
sensor resistansi daan kapasitansii
air
a laut
Setelah
S
melaluu proses rangkkaian Filter frekuensi makaa
akan
a
diperolleh nilai im
mpedansi dengan
d
levell
ketinggian
k
air laut[7].
B.4.
B
Sensor Level air laut dengan
n gelombangg
ultrasonic
u
Sensor
S
transciiever ultrasonnic dapat digu
unakan untukk
mendeteksi
m
l
level
air lauut, posisi sensor
s
dapatt
ditempatkan
d
diiatas permukaaan air laut paada ketinggiann
teertentu mauppun tepat diaatas permukaaan air laut..
Gelombang
G
yaang dipancarkkan akan dierrima kembalii
setelah terpantul oleh meddium air laut mapun dasarr
laaut.
C.
C Mikrokontroler
Mikrokontrole
M
er dan ranngkaian AD
DC Dengann
memanfaatkan
m
n IC mikrokonntroler keluarg
ga Atmega 166
dan
d Atmega 32
3 kita sudahh bisa memprogram inputt
data
d analog daari sensor gem
mpa dan levell ketingian airr
laaut dan mempprosesnya dalaam bentuk pro
otocol TCP/IP
P
yang
y
siap di trransmisikan kke penerima melalui
m
mediaa
wi-fi
w [10]-[14]].
D.
D Antena wi-ffi 2,4GHz
Berbagai
B
jenis antena wi-fi 22,4GHz berbaasis
mikrostrip
m
yanng telah dikem
mbangkan di laab EM
Terapan
T
Fisikaa ITS [15]-[166] untuk memaancarkan dan
menerima
m
geloombang wi-fi ssesuai dengan
n kebutuhan
apakah
a
omni maupun
m
sebaggai pengarah untuk
u
mengirimkan
m
d gempa daan level air lau
data
ut.
Gambar 1. Skema sensorr gempa
B.2 Sensoor level air lauut dari Serat Optik
Serat optik dapat digunakan untuk menggukur
besarnya rugi daya yang ditrannsmisikan seetelah
melalui medium
m
air laut. Menuruut hukum Snnellius
bahwa caahaya yang terpandu
t
dalaam medium optik
akan menngalami propaagasi ke mediuum lain apabilla ada
matchingg indek bias. Terpandunyaa cahaya optiik ke
medium air laut (sebaagai claddingg serat optik) akan
menguranngi penerimaaan daya padda detektor optik.
o
Semakin banyak level air laut semakin besar pulaa loss
daya opttiknya. Param
meter inilah yang
y
akan meenjadi
perhatiann relevansinyaa dengan levvel ketinggiaan air
laut[3]-[66].
B.3 Sensoor level air laaut dari Resisttansi /Kapasittansinya
Air laut mempunyai
m
reesistansi dan kapasitansi
k
terrtentu
tergantunng dari volum
menya. Hal inni dapat di sensing
volumenyya berkaitan dengan levvel ketinggiannnya.
Gambar 2 secara ranggkaian listrik dapat ditunjuukkan
interaksi medan listrik dengan mediuum air laut.
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
III. METODE
E PENELITIIAN DAN PEMBUATAN
PROTOT
TIPE SYSTEM
M PERINGA
ATAN DINI
GEMPA DAN
D
TSUNA
AMI
Langkah-laangkah dalam pekerjaan pen
nelitian dapatt
dilihat
d
pada tiaap-tiap blok daalam Gambar 4 berikut.
148
Sensor
G
Sirine
Gempa
account umum. Sedangkan Administrator account
yang
mempunyai
kewenangan
untuk
mengontrol/meremote atau meng-ajust parameter
kondisi on-off sirine maupun batas ambang kekuatan
gempa dan tsunami adalah melalui media ISP.
Sehingga para admin seperti dari kantor BMKG pusat
Jakarta dapat memonitor dan mengontrol dari jarak
jauh dan data real time gempa dan tsunami dapat di
backup dalam hardisk kantor pusat.
System skala dan kalibrasi pada alat ini dapat
dengan mudah diselaraskan dengan standar seismograf
yang ada dimiliki kantor BMKG, karena sudah
dipersiapkan tombol-tombol menu kalibrasi skala
dalam alat ini secara on-line.
B. Set up eksperimen
Peralatan tambahan yang perlu disiapkan agar
dapat dilakukan eksperimen adalah dibutuhkan sebuah
bak air dengan ketinggian 1 meter dengan dilengkapi
kran pembuangan air dibagian bawah agar ketinggian
air bisa turun sesuai keinginan dan diberi skala
pembacaan. Eksperimen juga bisa dilakukan dengan
mengubah ketinggian sensor tanpa harus membuang
air di bak. Peralatan yang kedua adalah sebuah Laptop
atau PC klien yang ada wifi-nya sehingga dapat
mengakses IP address system secara on-line yang akan
menampilkan grafik dari situs web server. Data yang
diamati dalam grafik sesuai skala maksimum 10 meter
(maksimum ketinggian penurunan air laut akibat
tsunami) dikonversikan terhadap ketinggian 1 meter
air dalam bak percobaan.
Demikian pula untuk sensor gempa, dibutuhkan
sebuah meja yang dinamis (dapat digerakkan atau
digetarkan) seolah mendapatkan getaran gempa yang
sesungguhnya,
kemudian pengamatan dilakukan
untuk mendapatkan nilai ambang gempa sesuai yang
di set parameternya dari Laptop.
Sens
Sirine
tsunami
Sistem
Mikrokontr
oler
Protokol
TCP/IP
Ante
na
wifi,
2,4G
Hz
On-line Server
Grafis
ISP
Gambar 4. Blok diagram system peringatan dini
gempa dan tsunami on-line basis wi-fi 2,4 GHz
A. Mekanisme kerja System
Jika terjadi gempa, maka sensor gempa akan
mendeteksi kekuatan gempa yang terkalibrasi dalam
Skala Richter yang akan diproses didalam system
mikrokontroler dimana jika melebihi batas ambang
misalkan diatur pada angka 6,75 SR maka sirine
gempa akan berbunyi, kemudian Sensor tsunami akan
segera diaktifkan. Apabila terjadi penurunan air laut
secara cepat sampai melebihi batas ambang ketinggian
air pasang surut maka sirine Tsunami akan berbunyi.
Kondisi data real time setiap detik dari sensor akan
dimodulasi dengan protokol tcp/ip sehingga dapat
secara langsung dipancarkan dengan Acces Point
2,4GHz melalui antena Omni maupun Bidirection .
Data grafik gempa dan level air laut ini dapat
dinikmati oleh masyarakat lokal pantai dengan laptop
atau BB secara langsung dengan menggunakan user
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5 menunjukkan tampilan grafik data
gempa dan tsunami real time dalam PC maupun
Laptop klien.
149
Gambar 5. Tampilan data gempa dan tsunami on-line
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
150
Data yang dibaca pada skala PC klien atau laptop
sudah menunjukkan skala yang sama dengan
ketinggian air dalam bak 1 meter dengan konversi 10
kalinya. Begitu pula untuk sensor gempa, dengan
menggetarkan atau menggoyang meja yang ada
sensor gempanya, skala pembacaan pada laptop atau
PC klien menunjukkan perubahan yang sinkron
dengan kekuatan getaran. Sirine gempa juga berbunyi
setelah meja kita getarkan melebihi batas ambang
yang ditentukan. Begitu pula sirine tsunami juga
berbunyi pada saat ketinggian air turun melebihi
batas ambang 3-4 meter. Kesalahan pembacaan skala
tsunami pada alat ini tidak lebih dari 1 % sedangkan
gempa tidak lebih dari 2%.
antena mikrosrip multilayer substrat unuk
komunikasi
wireless”, Prosiding Symp. Fisika Nasional ke23
hal,186-187,oktober 2010.
[6] Samian dan Y.H. pramono,” Theoretical and
Experimentl Study of Fiber-Optic Displacement
Sensor
Using Multimode Fiber Coupler,” Journal of
Optoelectronics and Biomedical Materials, Vol.
1, Issue
3, September 2009, p. 303 – 308
[7] Atmel Corp., AVR 8-bit Microcontroller
ATmega16
Datasheet, 2008 http://www.atmel.com
[8] Flame Sensor UVTRON R2868 Datasheet
[9] PING))) Paralax Datasheet
http://www.parallax.com/[10] Devantech Magnetic
Compass (cmps03) Datasheet
[11] Agus Bejo, C & AVR Rahasia Kemudahan
Bahasa
C dalam Mikrokontroler ATMega8535, Graha
Ilmu,
Yogyakarta, 2008
[12] Riyanto Sigit, Robotika, Sensor & Aktuator,
Graha
Ilmu,Yogyakarta, 2007
[13] Romy Budhi Widodo, Embedded System
menggunakan Mikrokontroler dan
Pemrograman
C, C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta, 2009
[14] Richard Barnet, Larry O’Cull, dan Sarah Cox,
Embedded C Programming and the Atmel AVR
2nd
Edition, Library of Cataloging, Canada, 2000
[15] A. Uboyo, dan Y.H. Pramono, “Desain dan
Fabrikasi Antena Mikrostrip loop dengan Feed
Line Mikrostrip Feed Line Dua Lapis Substrat
untuk Komunikasi C-Band”, Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 2009, vol.5, no.2.
[16] Bualkar Abdullah, Yono Hadi Pramono, Eddy
Yahya ,” FR4 SUBSTRATE FOR 2.4 GHz
COMMUNICATION CPW FED DOUBLE
BOWTIE MICROSTRIP SLOT ANTENNA
3 ARRAY ,” Int.Journal of Engineering and
Science, pp.70-73,Vol.11,2011
V. KESIMPULAN
Prototipe system peringatan dini gempa dan tsunami
telah dibuat dan didemonstrasikan. Alat ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi hasil riset
yang nyata dan bermanfaat untuk diterapkan didaerah
pesisir pantai selatan Jawa, Bali dan Sumatera yang
padat pemukiman penduduknya.
VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terima kasih kepada BMKG pusat
yang memberikan pinjaman alat seismograf di Fisika
MIPA ITS untuk kalibrasi prototipe system ini.
PUSTAKA
[1] International Strategy for Disaster Reduction
(ISDR).
2010. 4th International Tsunami Symposium 2529
Jul2010.
[2] Marchuk, Andrei: Institute of Computational
Mathematics and Mathematical Geophysics
Siberian
Division Russian Academy of Sciences, 630090,
Novosibirsk, Russia. TSUNAMI WAVE
PROPAGATION ALONG WAVEGUIDES.
Science of
Tsunami Hazards ISSN 8755-6839 (2009)
vol.28(5)
[3] Raymond M. (2001). Structural Monitoring with
Fiber
Optic Technology. San Diego, California, USA:
Academic Press. pp. Chapter 7. ISBN 0-12487430-4
[4] Ghosh, S.K.; Sarkar, S.K.; Chakraborty, S.
(2002).
"Design and development of a fiber optic
intrinsic
voltage sensor". Proceedings of the 12th IMEKO
TC4
international symposium Part 2 (Zagreb,
Croatia): 415–
419
[5] Y.H. Pramono dkk, “Perancangan dan
pembuatan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
151
STUDI KOMPARASI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI NYATA DAN DEMONSTRASI
SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI PADA MATERI OPTIKA GEOMETRI DI SMAN 1
PAJANGAN
Bayu Indriarto1, Medi Widya Sujatmiko, Dian Artha Kusumaningtyas
Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Janturan, Umbulharjo Yogyakarta
[email protected]
Intisari – Miskonsepsi adalah konsep yang tidak sesuai atau menyimpang dari konsep. Untuk dapat mengetahui
persentase miskonsepsi yang dialami siswa maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan (1). Untuk mengetahui
perbedaan pembelajaran demonstrasi nyata dengan demonstrasi simulasi dalam mereduksi miskonsepsi pada
materi optika geometris. (2). Untuk mengetahui besar pengurangan miskonsepsi yang terjadi setelah pembelajaran
dengan demonstrasi nyata maupun demonstrasi simulasi. Teknik pengumpulan data adalah dengan metode tes
benar-salah disertai pengisian skala CRI (certainty of response index) dan angket terbuka. Dari hasil didapatkan
bahwa data normal homogen serta dengan uji-t 1 pihak, maka di dapatkan kesimpulan demonstrasi simulasi lebih
efektif dari pada demonstrasi nyata. Adapun penurunan persentase miskonsepsi pada demonstrasi nyata 18,8% dan
22 % pada demonstrasi simulasi.
Kata kunci: Demonstrasi nyata, Demonstrasi simulasi, Miskonsepsi, Optika geometri
Abstract – Misconceptions are concepts that do not fit or deviate from the concept. To be able to know the
percentage of students' misconceptions that experienced it will do research aimed at (1). To find out the difference
learning with real and simulation demonstration in reducing misconceptions in geometrical optics materials. (2). To
find a large reduction in misconceptions that occur after the demonstration of learning with real or simulated
demonstrations. Data collection techniques is the true-false test method with charging CRI scale (certainty of
response index) and open inquiry. From the results obtained that the normal data with a homogeneous and a party
t-test, then get the conclusion of the demonstration in the simulation is more effective than a real demonstration. The
decrease in the percentage of misconceptions on the real demonstration of 18.8% and 22% in the simulation
demonstration
Key words: Real demonstration, Simulation demonstration, Misconceptions, Geometrical optics
contoh miskonsepsi yang dialami peserta didik
diantaranya adalah,
1. Cahaya hanya memantul pada cermin dan
permukaan halus lainnya.
2. Benda hitam karena tidak memantulkan cahaya.
3. Jika anda memiliki tinggi lima kaki maka anda
membutuhkan cermin yang setinggi lima kaki
untuk melihat keseluruhan badan anda.
4. Bayangan pada cermin berada di permukaan
cermin.
Sementara itu, pustaka [1] mencontohkan bahwa
miskonsepsi yang terjadi misalnya pengamat dapat
melihat gambarnya lebih besar dengan bergerak
menjauh ke belakang cermin. Suparno juga
menambahkan miskonsepsi yang ditemukan pada level
SMP dan SMA adalah suatu bayangan terbentuk di titik
fokus lensa. Dari penjelasan tersebut ada indikasi bagi
siswa untuk mengidap miskonsepsi dalam bidang optika
geometri dan ingin dikaji dan berusaha direduksi oleh
peneliti.
Pembelajaran saat ini masih banyak berfokus pada
guru dalam proses kegiatan belajar mengajar seperti
metode ceramah yang cenderung sering berfokus pada
hasil pembelajaran berupa nilai yang akan dicapai.
Metode ceramah harus dikembangakan dengan inovasi
dan dibuat lebih menarik. Menurut [2] menjelaskan
bahwa kebanyakan siswa hanya mau belajar fisika
I. PENDAHULUAN
Fisika merupakan objek yang sangat rentan terjadinya
miskonsepsi karena didalamnya terdapat konsep yang
sangat banyak dan saling berhubungan. Pustaka [1]
menjelaskan miskonsepsi atau salah konsep menunjuk
pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
bidang itu. Banyak siswa terjebak dalam kesalahan
konsep ini, termasuk dalam memahami berbagai gejala
dalam fisika. Sudah seyogyanya para guru memikirkan
bagaimana agar menanggulangi miskonsepsi tersebut.
Pokok bahasan yang ingin diambil dalam penelitian
ini adalah optika geometri karena menurut pernyataan
siswa kelas X di SMAN 1 Pajangan pada waktu
melakukan observasi menyatakan bahwa materi optika
geometris merupakan salah satu materi yang cukup
sulit. Konsep ini juga memiliki banyak konsep-konsep
yang bersifat abstrak bagi siswa, misalnya konsep
penggambaran jalannya sinar pada proses pembentukan
bayangan untuk cermin dan lensa, banyak siswa yang
mengalami miskonsepsi mengenai hukum refleksi
cahaya. Siswa berfikir bahwa kesamaan antara sudut
datang dan sudut refleksi hanya terjadi pada cermin
datar.
Miskonsepsi bidang optika geometri telah dikaji oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Pustaka [3] menjelaskan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
152
secara sungguh-sungguh bila pembelajaaannya menarik.
Siswa tidak boleh dibawa kepada bagaimana cara agar
mampu meraih nilai yang terbaik, namun lebih penting
dari itu adalah pemahaman siswa terhadap apa yang
dajarkan. Sistem pembelajaran yang tidak menarik
secara tidak langsung akan merusak konsep yang akan
didapatkan siswa dalam pembelajaran. Padahal
kesalahan seperti ini akan berakibat pada
kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) yang dialami
siswa. Oleh karena itu seorang guru juga harus mampu
mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa agar
lebih fokus pada konsep yang rentan terjadinya
miskonsepsi. Seharusnya siswa dibawa pada proses
pembelajaran yang mampu mengajak siswa mengalami
sendiri materi yang diajarkan dan bisa meresapi yang
dipelajarinya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMAN 1
Pajangan terhadap guru bidang studi fisika yaitu bapak
Warsono, pembelajaran dengan menggunakan metode
demonstrasi dapat membuat siswa lebih paham akan
materi yang di ajarkan serta dapat mengurangi
miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut.
Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif,
sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan
usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar.
Metode demonstrasi merupakan metode penyajian
pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan
kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda
tertentu, baik secara nyata atau hanya sekadar simulasi.
Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas
dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam
proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar
memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat
menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Demonstrasi
secara nyata (langsung) dinilai efektif mengurangi
miskonsepsi pada materi listrik, seperti yang dilakukan
oleh [4] menyimpulkan bahwa metode demonstrasi
dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada arus dan
tegangan listrik serta dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Perkembangan teknologi sekarang yang semakin
pesat membuat variasi dalam metode pembelajaran.
Selain penggunaan metode demonstrasi secara langsung
ke siswa, metode lain yang dapat digunakan adalah
demonstrasi simulasi. Seiring dengan adanya software
Macromedia flash membantu guru untuk membuat atau
menggunakannya untuk menampilkan gejala fisika
dengan hanya berbekal komputer. Metode demonstrasi
baik secara nyata maupun simulasi belum pernah diteliti
untuk mengetahui tingkat penurunan miskonsepsi pada
materi optika geometri.
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat miskonsepsi adalah yang dikembangkan oleh
Saleem dalam pustaka [5] yaitu CRI (Certainty of
Response Index). Dengan persyaratan tertentu maka
akan didapatkan persentase miskonsepsi yang dialami
siswa. Penggunaan skala CRI ini telah diuji coba oleh
[6] serta yang dilakukan oleh [7] kedua penelitian
berpendapat bahwa CRI dapat ampuh menjaring
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
miskonsepsi yang dialami siswa jika dilakukan dengan
baik dan persyaratan tertentu.
Untuk itu peneliti bermaksud membandingkan dua
metode pembelajaran ini untuk mengetahui langkah
tepat yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk
menanggulangi miskonsepsi dalam materi optika
geometris.
(1)Untuk
mengetahui
perbedaan
pembelajaran
demonstrasi nyata dengan demonstrasi simulasi dalam
mereduksi miskonsepsi pada materi optika geometris.
(2)Untuk mengetahui besar pengurangan miskonsepsi
yang terjadi setelah pembelajaran dengan demonstrasi
nyata maupun demonstrasi simulasi.
II. LANDASAN TEORI
Penelitian yang dilakukan oleh [8] yang berjudul
“Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Siswa SD”,
pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari hasil
analisis data ternyata terbukti bahwa siswa memiliki
miskonsepsi IPA (Fisika) pada pokok bahasan Gaya dan
Cahaya. Pada sebagian besar konsep terjadi
miskonsepsi, dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Penelitian yang dilakukan oleh [9] yang berjudul
“Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Melalui Metode Eksperimen Untuk Mengurangi
Miskonsepsi Siswa Pada Pokok Bahasan Kinematika
Gerak Lurus”, penelitian ini menggunakan metode
penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian
non-equivalent control group design. Setelah dilakukan
penelitian ditemukan bahwa penggunaan model
pembelajaran
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen lebih efektif dalam mengurangi miskonsepsi
siswa dibandingkan dengan penggunaan model
pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh
persentase miskonsepsi siswa secara perorangan untuk
kelas eksperimen sebesar 27.2 % lebih kecil
dibandingkan persentase miskonsepsi siswa untuk kelas
kontrol sebesar 36.4 %, dan berdasarkan persentase
miskonsepsi siswa secara kelompok untuk kelas
eksperimen adalah 25 % lebih kecil dibandingkan
miskonsepsi siswa untuk kelas kontrol yaitu 50 %.
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan Uji MannWhitney U pada taraf kepercayaan 95% diperoleh
bahwa
penggunaan
model
pembelajaran
konstruktivisme melalui metode eksperimen terdapat
perbedaan tingkat miskonsepsi siswa setelah mengikuti
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen dengan miskonsepsi siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional.
Penelitian [5] dalam penelitiannya yang berjudul
“Efektivitas Penggunaan Media Simulasi Virtual Pada
Pembelajaran
Konseptual
Interaktif
dalam
Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
dan
Meminimalkan Miskonsepsi Siswa”, pada penelitian ini
Dari hasil uji perbandingan nilai rata-rata gain yang
dinormalisasi antara kelas eksperimen (0,36) dan kelas
kontrol (0,28) serta persentase siswa yang mengalami
miskonsepsi antara kelas eksperimen (21,8%) dan kelas
153
kontrol (29,5%), menunjukkan bahwa penggunaan
media simulasi virtual pada pembelajaran konseptual
interaktif dapat lebih efektif dalam meningkatkan
pemahaman konsep dan meminimalkan miskonsepsi
siswa pada topik fluida statis.
Penelitian yang dilakukan oleh [10] berjudul “Studi
Komparasi Antara Eksperimen Nyata Dengan
Eksperimen Simulasi Terhadap Pemahaman Fisika
Tentang Mekanika Pada Pokok Bahasan
Gerak
Harmonik Sederhana Pada Pegas dan Pendulum”,
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pembelajaran metode eksperimen
nyata dengan eksperimen simulasi terhadap prestasi
pemahaman belajar fisika siswa kelas XI SMA I PIRI
Yogyakarta tahun ajaran 2009/2010.
Tabel 1. Interpretasi Skala Miskonsepsi
Skor CRI
Keterangan
0
Totally Guessed Answer
1
Almost Guess
2
Not Sure
3
Sure
4
Almost Certain
5
Certain
Kemudian setelah siswa memberikan jawaban maka
dianalisa berdasarkan ketepatan jawaban siswa dan
tingkat keyakinan dalam menjawab soal tersebut,
matriks kriteria CRI terangkum dalam tabel 2
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah eksperimental. Penelitian eksperimental, berbeda
dengan penelitian non-eksperimen, memiliki ciri khusus
berupa kontrol terhadap variabel bebas (X) yang dapat
dilakukan oleh peneliti sehingga menghasilkan hasil
atau pengaruh (Y), seperti yang diinginkan. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian The Pretest – Postest
Control Design, yaitu rancangan yang digunakan
dengan cara memberi perlakuan pada jangka waktu
tertentu, dan mengukur dengan tes sebelum dan sesudah
perlakuan dilakukan (Sofa, 2008).
Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Pajangan, Bantul
pada tahun ajaran 2011 / 2012 dan dilaksanakan pada
bulan April – Mei 2012. Populasi penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas X-1 dan X-3 yang ada di SMAN 1
Pajangan, Bantul tahun ajaran 2011/2012.
Menurut pustaka [11] variabel bebas disebut juga
variabel
penyebab,
artinya
variabel
yang
mempengaruhi. Pada variabel bebas dalam penelitian ini
adalah metode demonstrasi nyata sebagai X1 dan metode
demonstrasi simulasi sebagai X2. Menurut [11], variabel
terikat disebut juga variabel akibat, artinya variabel
yang tidak bebas/variabel yang tergantung. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah tingkat miskonsepsi
siswa yang dilihat dari tingkat persentase
miskonsepsinya ( Y ).
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan ialah tes benar-salah sebanyak 25 butir soal
dan angket terbuka atau kuesioner terbuka. Instrumen
sebagai alat oprasional dalam mengumpulkan data harus
benar-benar representatif, maka syarat sebuah
instrument penelitian harus valid dan reliabel. Dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan sebelumnya
telah di validasi ahli dan diuji coba terlebih dahulu.
Sebelum menganalisis data, harus dilakukan terlebih
dahulu pengujian analisis yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas. Setelah itu dilakukan uji-t terhadap hasil
post tes untuk menarik suatu kesimpulan dari hipotesis.
Untuk mengetahui perubahan konsepsi siswa
dilakukan analisis data CRI yang dikembangkan Saleem
Hasan dalam pustaka [5] menjelaskan dalam penelitian
ini digunakan skala enam (0-5) yang ditunjukkan oleh
tabel 1.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Tabel 2. Matriks Kriteria CRI
Kriteria
Jawaban
Jawaban
benar
Jawaban
Salah
CRI Rendah
(<2,5)
Tidak tahu
konsep
(Lucky Guess)
Tidak tahu
konsep
CRI Tinggi
(>2,5)
Tahu Konsep
Miskonsepsi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Instrumen berupa soal setelah diuji ahli sebanyak 40
soal kemudian diuji coba untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukarannya,
ternyata 25 soal memenuhi kriteria sebagai soal yang
baik, kemudian di pre test-kan kepada kedua kelas.
Setelah itu kedua kelas diberikan treatment baik
menggunakan metode demonstrasi nyata maupun
demonstrasi simulasi. Dan didapatkan hasil akhir berupa
post test. Tabel 3 menyajikan persentase miskonsepsi
rata-rata siswa.
Tabel 3. Ringkasan Persentase Miskonsepsi
Rata-rata
Kelompok
Pretest
Treatment
Posttest
Demonstrasi
X
x = 21,73
1
x = 40,53
nyata
X2
Demonstrasi
x = 39,87
x=
simulasi
17,87
Dari tabel 3, terlihat penurunan miskonsepsi yang
dalami kelompok demonstrasi nyata dan demonstrasi
simulasi ada perbedaan. Untuk kelas demonstrasi nyata
berkurang 18,8% dan untuk demionstrasi simulasi
berkurang 22%.
Setelah dianalisis kedua data merupakan data yang
berdistribusi normal dan homogen sehingga untuk
menguji hipótesis dapat dilakukan uji-t.
154
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji-t Demonstrasi
Nyata dan Demonstrasi Simulasi
Uji-t
Dk
Dua
pihak
Satu
pihak
60
Taraf
signifikan
5%
60
5%
thitung
ttabel
2,21
2,00
2,21
1,67
kesimpul
an
Ho
ditolak
Ho
ditolak
Angket terbuka yang sebarkan ke siswa bertujuan
mengetahui tingkat minat dan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran. Berdasarkan analiasis didapatkan hasil
untuk kelas demonstrasi bahwa dengan metode
demonstrasi 100% siswa menjawab lebih mudah
memahami. Untuk metode pembelajaran yang lebih
disukai oleh siswa 93% siswa lebih banyak menjawab
menggunakan metode demonstrasi dan 7% metode
ceramah. Dalam menumbuhkan daya fikir siswa yang
dialami oleh siswa tersebut, 93% siswa lebih banyak
menjawab dapat menumbuhkan daya fikir mereka dan
17% tidak. Rasa yang dirasakan siswa terhadap fisika
ternyata 90% siswa menjawab lebih mudah memahami
fisika dan 10% tidak. Pembelajaran yang dirasakan
dengan menggunakan metode demonstrasi 100% siswa
menyukai.
Sedangkan untuk kelas demontrasi simulasi
didapatkan hasil bahwa dengan metode demonstrasi
94% siswa lebih banyak menjawab lebih mudah
memahami dan 6% sulit memahami. Untuk metode
pembelajaran yang lebih disukai oleh siswa 100% siswa
menjawab menggunakan metode demonstrasi dan 0 %
metode ceramah. Dalam menumbuhkan daya fikir siswa
yang dialami oleh siswa tersebut, 91 % siswa lebih
banyak menjawab dapat menumbuhkan daya fikir
mereka dan 9% tidak. Rasa yang dirasakan siswa
terhadap fisika ternyata 97% siswa menjawab lebih
mudah memahami fisika dan 3% tidak. Pembelajaran
yang dirasakan dengan menggunakan metode
eksperimen 100% siswa menyukai
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang
telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
(1). Terdapat perbedaan antara pembelajaran dengan
menggunakan metode demonstrasi nyata dan
demonstrasi
simulasi.
Pembelajaran
dengan
menggunakan demonstrasi simulasi lebih efektif dari
pada demonstrasi nyata. (2).Besar pengurangan
persentase
miskonsepsi
yang
terjadi
setelah
pembelajaran dengan demonstrasi nyata adalah 18,8%
demonstrasi simulasi 22 %.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak
yang telah mendukung penulis menyelesaikan penelitian
ini. Terimakasih kepada Rizki, Thoha dan Yosep yang
membantu penulis melakukan penelitian ini.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
PUSTAKA
[1] Suparno. Paul, Miskonsepsi dan perubahan konsep
dalam pendidikan fisika, Grasindo, 2005.
[2] Suparno. Paul Metodologi Pembelajaran Fisika:
Kontruktivistik dan Menyenangkan,Universitas
Sanata Dharma, 2007
[3] Pompea, Stephen M.,dkk, Using Misconceptions
Research in the Design of Optics Instructional
Materials and Teacher Professional Development
Programs,
2006,
website
:
http://spie.org/etop/2007/etop07methodsII.pdf.
Diakses tanggal 18 April 2012
[4] Budhi,
HS., Metode Demonstrasi untuk
Mengurangi Miskonsepsi Siswa pada Arus dan
Tegangan Listrik, Skripsi, Universitas Negeri
Semarang,2010
[5] Ramadhan, S. Efektivitas Penggunaan Media
Simulasi Virtual Pada Pembelajaran Konseptual
Interaktif Dalam Meningkatkan Pemahaman
Konsep Fisika Dan Meminimalkan Miskonsepsi
Siswa. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 2009.
[6] Tayubi, Yuyu R., Identifikasi Miskonsepsi Pada
Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of
Response
Index
(CRI),
2005,
website:
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_M
IMBAR_PENDIDIKAN/MIMBAR_NO_3_2005/I
dentifikasi_Miskonsepsi_Pada_Konsep_Konsep_F
isika_Menggunakan_Certainty_of_Response_Inde
x_%28CRI%29.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012
[7] Liliawati, Winny dan Taufik Ramlan, Identifikasi
Miskonsepsi Materi IPBA di SMA Dengan
Menggunakan CRI (Certainly Of Respont Indeks )
Dalam Upaya Perbaikan dan Pengembangan
Maateri IPBA Pada KTSP 2008. Website:
http://penelitian.lppm.upi.edu/abstract/75/Identifik
asiMiskonsepsi- Materi-IPBA-di-SMA-DenganMenggunakan-CRI-(Certainly-Of-Respont-Indeks)-Dalam-Upaya-Perbaikan-dan-PengembanganMaateri-IPBA-Pada-KTSP.doc. Diakses tanggal
18 April 2012
[8] Pujayanto, Rini Budiharti dan Sutadi Waskito,
Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Siswa
SD,
2006,
website:
http://perpustakaan.uns.ac.id/jurnal/upload_file/13
5-fullteks.pdf diakses tanggal 20 Maret 2012
[9] Syahroni. I , Penggunaan Model Pembelajaran
Konstruktivisme Melalui Metode Eksperimen
Untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa Pada
Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus,skripsi,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2011.
[10] Salim, B. Studi Komparasi Antara Eksperimen
Nyata Dengan Eksperimen Simulasi Terhadap
Pemahaman Fisika Tentang Mekanika Pada Pokok
Bahasan Gerak Harmonik Sederhana Pada Pegas
dan Pendulum, Skripsi,Universitas Ahmad
Dahlan,Yogyakarta, 2009.
[11] Arikunto,
S. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, 2010
155
TELAAH TEORITIS MASSA NEUTRINO MELALUI MEKANISME SEESAW
Nur Anisah1, Joko Purwanto1,2
Prodi Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto No 1 Yogyakarta 55281
Alamat email: [email protected]
Intisari – Dalam makalah ini dikaji mekanime seesaw untuk membangkitkan massa neutrino. Terdapat beberapa
cara untuk membangkitkan massa tersebut yang direpresentasikan dalam tipe-tipe mekanisme seesaw. Seesaw tipe I
memperkenalkan fermion singlet kanan dan Seesaw tipe II memperkenalkan triplet Higgs (triplet skalar) untuk
mendapatkan massa aktif neutrino. Pada masing-masing tipe digunakan matriks massa Dirac dan massa Majorana
untuk menghasilkan keadaan neutrino aktif melalui diagonal massa-massa tersebut.
Kata kunci: mekanisme seesaw, massa neutrino, left-right handed fermion.
Abstract – We investigate the seesaw mechanism to arise small neutrino mass. There are some way to generate
small neutrino mass which representative by the type of seesaw mechanism. Type I Seesaw introduce the right
handed singlet fermion and type II Seesaw introduce the Higgs triplet (scalar triplet) to get the active mass of
neutrino. For each type, we use the mass matrix of Dirac mass and Majorana mass to produce active neutrino states
by the diagonalization of them.
Key words: seesaw mechanism, neutrino mass, left-right handed fermion.
berdasarkan analisa hasil eksperimen baik neutrino
matahari,
neutrino
atmosferik,
dan
LSND
menunjukkan bahwa massa neutrino tidaklah nol,
tetapi sangatlah kecil, yaitu:
2
∆msol
≈ 3 x10 −6 − 1, 2 x10 −5 eV 2
I. PENDAHULUAN
Dalam model standar, neutrino dikenal sebagai
fermion sektor lepton yang tidak memiliki massa.
Permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah
bagaimana dapat membangkitkan massa neutrino yang
sangat kecil tersebut tanpa merusak model standar
yang telah diketahui mampu menjadi dasar penelitian
fisika partikel hingga saat ini.
Untuk menjelaskan adanya massa neutrino, model
yang dikembangkan hingga saat ini diantaranya
memiliki dua konsep massa, yakni konsep Dirac dan
Majorana. Perbedaan antara keduanya adalah dalam
konsep massa Dirac, neutrino dianggap memiliki
pasangan antipartikel yang berbeda dengan
partikelnya, dan di dalam konsep massa majorana
pertikel neutrino identik dengan antipartikelnya.
Eksperimen Neutriniless Double Beta Decay
(peluruhan sinar beta ganda tanpa neutrino ), dimana
jika neutrino adalah partikel majorana, dari peluruhan
sinar beta ganda tanpa neutrino terdapat kemungkinan
anihilasi dari kedua antipartikel neutrino. Model yang
banyak diterima saat ini adalah model yang melibatkan
partikel majorana, namun eksperimen yang dilakukan
mengenai peluruhan sinar beta ganda tanpa neutrino
belom dapat memberikan bukti yang konklusif bahwa
neutrino adalah partikel majorana [1].
Mekanisme yang paling populer mampu
membangkitkan massa sangat kecil neutrino adalah
mekanisme Seesaw.
2
∆matm
≈ 4 x10 −4 − 5 x10 −3 eV 2
2
∆mLSND
≈ 0, 2 − 2eV 2
Berdasarkan eksperimen super Kamiokande yang
menyatakan bahwa neutrino memiliki massa sangat
kecil. Neutrino hanya dapat berinteraksi lemah dan
gravitasi. Neutrino tercipta karena proses peluruhan
radioaktif. Neutrino dapat berlaku pada konsep massa
Dirac dan dapat juga berlaku pada konsep massa
majorana.Konsekuensi dari neutrino memiliki massa
adalah adanya osilasi neutrino.
Terdapat cara yang mampu membangkitkan massa
neutrino, yaitu melalui mekanisme Seesaw. Seperti
namanya, seesaw merupakan jenis permainan anakanak, karena seluruh proses pada mekanisme ini analog
dengan permainan tersebut. Semakin besar nilai
eigenstate dari neutrino kanan singlet, maka semakin
ringan neutrino tersebut [2].
Dalam makalah ini akan dikaji mengenai
mekanisme Seesaw tipe-I dan mekanisme Seesaw tipeII. Mekanisme tipe-I memperkenalkan neutrino kanan
singlet sedangkan mekanisme tipe-II memperkenalkan
triplet skalar untuk memperoleh massa aktif neutrino.
III. Mekanisme Seesaw Tipe-I
Pada sektor energi rendah, neutrino kiri singletlah
yang akan muncul. Sedangkan neutrino kanan singlet
harus dibangkitkan. Neutrino merupakan famili lepton
yang tidak bermuatan maka antipartikel dari neutrino
II.
MASSA NEUTRINO DALAM MEKANISME
SEESAW
Neutrino merupakan partikel elementer yang
mempunyai spin ½. Dalam Standar Model, neutrino
merupakan partikel yang tidak bermassa. Akan tetapi,
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
156
adalah neutrino itu sendiri. Konsekuensinya neutrino
adalah partikel Majorana υ c = υ yang dapat
mempunyai suku massa umum sebagai berikut:
Persamaan (5) bagi massa kecil neutrino
persamaan (9) disebut dengan hubungan seesaw dan
mekanisme mendapatkan massa kecil
1
L = −υ L mDυ R − υ RC M υ R + h.c
2
(
)
⎛ 0
1
υLυRC ⎜
2
⎝ mD
mυ dengan
memperkenalkan massa sangat besar M ≈ 1014 GeV
disebut mekanisme seesaw.
Massa aktif neutrino yang dihasilkan dengan nilai
(1)
Rapat Lagrangian persamaan di atas adalah sebagai
berikut:
L=−
mυ atau
k = 2YNT M N−1YN
mD ⎞ ⎛υLC ⎞
⎟ ⎜ ⎟ + h.c
M ⎠ ⎝ υR ⎠
mν = −
ν
2
2
adalah:
YNT M N−1YN
(10)
(2)
diagonalisasi matriks massa diatas adalah:
⎛ 0 mD ⎞
Mυ = ⎜
⎟
⎝ mD M ⎠
IV. Mekanisme Seesaw Tipe-II
Partikel yang diperkenalkan pada mekanisme
Seesaw tipe-II adalah triplet skalar [3]. yang
direpresentasikan dengan:
(3)
Sehingga menghasilkan nilai eigen:
m1,2 =
untuk
M
∆=
M ± M − 4m
2
2
2
D
(4)
mD , maka:
m1 ≈ M ,
dimana
m2 ≡ mυ ≈ −
Persamaan gerak bagi
oleh:
mυ
m
M
sangat kecil.
dimana
disini
dengan operator konjugasi muatan
C = −C −1 = − C † = − C T , sehingga:
L∆ = L∆,kin + L∆,φ + L∆,Yukawa
(12)
†
L∆ ,kin = Tr ⎡⎢( Dµ ∆ ) D µ ∆ ⎤⎥
⎣
⎦
(13)
L∆ ,φ = − M ∆2Tr ( ∆† ∆ ) −
−
(7)
Substitusi persamaan (7) ke persamaan (1), dengan
didapat Lagrangian efektif:
)
(
)
L∆ ,Yukawa = −
1
−υ L mD M −1 C −1M M −1mDT Cυ LT + h.c
2
1
= υ L mD M −1mDT Cυ LT + h.c
2
1
= υ L mD M −1mDT Cυ LC + h.c
2
1
= υ L mυυ LC + h.c
2
mυ = −mD M −1mDT
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
1
(Y∆ ) fg lTfL C ( iσ 2 ) ∆l gL + h.c
2
(15)
L∆ ,Yukawa =
1
Y∆υ LC ∆ 0 υ L + h.c
2
(16)
dimana
(8)
dengan
2
Λ1
⎡Tr ( ∆† ∆ ) ⎤
⎣
⎦
2
2
Λ2 ⎡
⎡Tr ( ∆† ∆ ) ⎤ − Tr ( ∆† ∆∆ † ∆ ) ⎤ − Λ 4φ †φTr ( ∆†∆ )
⎦
⎦⎥
2 ⎣⎢ ⎣
⎡Λ
⎤
−Λ5φ † ⎡⎣ ∆† , ∆ ⎤⎦ φ − ⎢ 6 φ T iσ 2 ∆†φ + h.c ⎥
⎣ 2
⎦
(14)
υ RT = υ L mD M −1C atau υ R = − M −1mDT Cυ LT
(
(11)
2
L = LSM + L∆
υR dalam limit statik diberikan
(6)
L = υ L mD M −1mDT Cυ LT −
≡ ( ∆ − i∆ ) / 2 ,
1
merupakan matriks Pauli.
Lagrangian definisi di atas diberikan sebagai
berikut:
∂L
= −υ L mD − υ RT C −1 M = 0
∂υ R
υ C = Cυ T
∆
++
⎞
⎟
−∆ + / 2 ⎟⎠
∆ ++
∆ 0 ≡ ( ∆1 + i∆ 2 ) / 2 , dan σ i ≡ {σ 1 , σ 2 , σ 3}
2
D
(5)
Jika dibandingkan nilai M , maka
⎛ ∆+ / 2
=⎜
2 ⎜⎝ ∆ 0
σ i ∆i
(9)
∆0
Λ 6υ
2 2M ∆2
2
sehingga massa neutrino yang dihasilkan adalah:
157
mυ =
υ 2 Λ6Y∆
2 M ∆2
(17)
V.
KESIMPULAN
Model Seesaw dapat menjelaskan bagaimana
memperoleh massa neutrino yang sangat kecil. Model
ini memberi struktur matriks massa yang darinya
diperoleh massa aktif neutrino.
PUSTAKA
[1]. King, S.F., Neutrino Mass. University of
Southampton,
2007
Website:
http://arxiv.org/abs/0712.1750 diakses tanggal 10
April 2012.
[2].Julio, Neutrino Mixing dalam Skenario Tiga
Generasi, UI, Depok, 2003.
[3].Ray. Shamayita, Renormalization Group Evolution
Of Neutrino Masses And Mixing In Seesaw Models:
A Review. New York. Website: arXiv:1005.1938v1
[hep-ph] diakses tanggal 10 April 2012.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
158
TINJAUAN TENTANG TEKNIK PENENTUAN UKURAN PARTIKEL KOLOID
Suparno
Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Menentukan ukuran partikel koloid dalam bentuk serbuk di udara bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Ada
mikroskup optis yang bisa dimanfaatkan untuk menentukan ukuran partikel sampai beberapa mikrometer. Ada pula
mikroskup elektron yang bisa dimanfaatkan untuk menentukan ukuran partikel yang lebih kecil lagi. Akan tetapi
kalau partikel itu berada dalam bentuk larutan koloid, maka penentuan ukurannya menjadi pekerjaan yang sangat
menantang. Untuk partikel yang berada di dalam larutan ukurannya dapat ditentukan dengan menggunakan teknik
hamburan cahaya (light scattering technique).
Makalah ini menyajikan sebuah review tentang dua teknik hamburan cahaya yang berbeda dalam menentukan
ukuran partikel di dalam larutan koloid. Yakni Static Light Scattering (SLS) dan Dynamic Light Scattering (DLS).
SLS mengasumsikan partikel berada dalam keadaan statis (tidak bergerak), sedang DLS lebih realistis
memperlakukan partikel sebagai obyek yang bergerak dengan gerak Brown. Pada prinsipnya cahaya laser
ditembakkan ke dalam larutan koloid yang berisi partikel-partikel kecil yang akan ditentukan ukurannya, kemudian
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel tersebut dianalisis untuk mendapatkan ukuran
partikelnya.
Keywords: penentuan ukuran partikel, static light scattering, dynamic light scattering
kehalusan dan kecerahan produk. Ukuran yang relatif
kecil akan menghasilkan produk yang lebih halus
daibanding yang besar. Dalam hal ini tingkat
homogenitas ukuran juga ikut berperan dalam
menentukan kualitas produk.
Untuk mengontrol ukuran koloid sebagai bahan dasar
berbagai industri diperlukan teknik penentuan ukuran
partikel koloid. Bila dalam bentuk serbuk, ukuran
partikel koloid dapat ditentukan dengan menggunakan
mikroskup, baik mikroskup optis maupun mikroskup
elektron.3,4 Namun alat tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk menentukan ukuran partikel
secara riil dalam bentuk larutan koloid. Padahal untuk
pengujian sebuah produk diperlukan sampel dalam
bentuk asli seperti apa adanya di lapangan. Untuk
menetukan ukuran partikel koloid yang berada dalam
bentuk larutan diperlukan teknik hamburan cahaya,
baik hamburan cahaya statis maupun hamburan
cahaya dimanis.5-9
1. Partikel koloid dalam industri
Sejalan dengan perkembangan berbagai industri di era
reformasi, partikel koloid memiliki peran yang sangat
penting sebagai bahan dasar berbagai produk. Dalam
industri makanan instant seperti bubur, yogurt, agaragar, mie, pasta dan sejenisnya semua bahan diproses
melalui fase koloid. Banyak di antara bahanbahannyapun berasal dari partikel koloid. Apalagi
dalam industri minuman seperti sari buah, minuman
berenergi, minuman bervitasmin, air mineral dan
sejenisnya memerlukan bahan-bahan dalam bentuk
partikel koloid. Industri farmasi yang disajikan dalam
bentuk serbuk dan syrup juga memerlukan bahan
dalam bentuk koloid. Industri pengecatan (painting),
baik cat tembok, cat kayu,cat mobil maupun cat
pesawat terbang bahan dasarnya berbentuk koloid.
Industri pewarna, baik pewarna makanan, pewarna
minuman,maupun pewarna tekstil semuanya tersaji
dalam bentuk koloid. Industri pelapisan (coating),
bahan dasarnya juga berbentuk koloid. Industri
percetakan (printing) memerlukan tinta dan tinta
membutuhkan bahan dasar berbentuk koloid yang
bermuatan.1
Dalam industri makanan dan minuman ukuran partikel
bahan dasarnya sangat berpengaruh terhadap sensasi
rasa halus dan kasarnya di lidah. Dalam kaitannya
dengan stabilitas larutan dari pengendapan ukuran
bersama-sama dengan muatan partikel menjadi faktor
yang sangat menentukan. Partikel bahan minuman
yang besar memerlukan muatan yang besar pula untuk
bisa stabil, dalam arti tidak segera mengalami proses
agregasi dan sedimentasi.2 Minuman yang bahanbahannya mudah mengalami agregasi dan sedimentasi
akan segera kehilangan homogenitasnya. Bagian atas
encer bagian bawah kental. Tentu minuman dengan
penampilan seperti ini tidak disuka pembelinya.
Dalam industri pengecatan, pelapisan, pewarnaan,
dan percetakan ukuran partikel koloid yang menjadi
bahan dasarnya memiliki peran sangat vital dalam
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
2. Hamburan Cahaya Statis
Hamburan cahaya statis disebut juga sebagai
hamburan cahaya konvensional. Teknik hamburan
cahaya statis mengasumsikan bahwa partikel koloid di
dalam larutan tidak bergerak. Ketika larutan diseinari
dengan seberkas cahaya laser,maka partikel-partikel
koloid tersebut berperan sebagai partikel penghambur
cahaya. Ukuran partikel penghambur dapat ditentukan
melalui analisis terhadap intensitas cahaya terhambur
sebagai fungsi sudut hamburan.
Teknik hamburan cahaya statis untukmenentukan
ukuran partikel ada 3 macam yakni hamburan
Rayleigh, hamburna Rayleigh gans Debye, dan
hamburan Mie.6,10-12. Karena terbatasnya ruang dalam
artikel ini hanya disajikan pembahasan tejnik
penentuan ukuran partikel dengan menggunakan
hamburan Rayleigh.
Partikel–partikel yang sangat kecil bila disinari dengan
seberkas cahaya yang paralel yang terpolarisasi secara
159
Artinya rasio antara intensitas cahaya terhambur dan
intensitas cahaya datang dengan polarisasi cahaya
tegak lurus bidang hamburan tidak tergantung pada
sudut hamburan. Bila partikelnya berbentuk bola
dengan radius r, maka volumenya
linier dapat diperlakukan seperti sebuah dielektrik
yang berbentuk bola yang berada di bawah pengaruh
medan electromagnet. Karena ukuran partikelnya yang
sangat kecil dibanding dengan panjang gelombang
cahaya, maka medan listrik sesaat yang
mempengaruhi partikel tersebut dapat dianggap
sebagai medan yang uniform. Sehingga persoalannya
dapat disederhanakan menjadi seperti sebuah bola
dielektrik yang bersifat isotropis dan homogen yang
berada di dalam sebuah medan listrik yang uniform.
Penjelasan tentang hamburan Rayleigh dalam sub bab
ini mengikuti apa yang telah diuraikan oleh Everett,
DH.10
v=
Sehingga rasio intensitar cahaya terhambur dan
intensitas cahaya datangnya menjadi
⎛ I
⎜⎜
⎝ Io
⎞
16π 4 r 6 n 2 − 1 2
⎟⎟ = 2 . 4 ( 2
) .
λ n +2
d
⎠T
Sementara itu bila cahaya terpolarisasi sejajar dengan
bidang hamburan, maka rasio antara intensitas cahaya
terhambur dengan intensitas cahaya datang diberikan
oleh persamaan
Bola dielektrik yang berada di bawah pengaruh medan
listrik eksternal akan mengalami polarisasi searah
dengan arah medan listrik eksternalnya, sehingga
muncul momen dipole terinduksi. Ketika gelombang
elektromagnetik melewati dielektrik dalam arti begitu
cahaya menyinari dipole listrik, maka besarnya medan
listrik eksternal dan besarnya dipole terinduksi akan
berfluktuasi.11 Bila cahaya tersebut terpolarisasi pada
bidang yang mencakup arah rambatan cahaya dan arah
vektor medan listrik, dipole terinduksi akan berada
pada bidang yang sama. Sebagian energi gelombang
cahaya akan dipergunakan oleh dipole untuk
berosilasi. Osilasi dipole tersebut diwakili oleh gerak
elektron naik turun dalam bidang yang sama yang
menghasilkan medan listrik sendiri dan memancarkan
cahaya yang sama frekuensinya dengan frekuensi
cahaya datang.
⎛ I
⎜⎜
⎝ Io
⎞
16π 4 r 6 n 2 − 1 2
⎟⎟ = 2 . 4 ( 2
) cos 2 θ .
λ
2
+
d
n
⎠S
Dari persamaan di atas untuk cahaya yang terpolarisasi
sejajar dengan bidang hamburan, rasio intensitas
cahaya terhambur dengan intensitas cahaya datang
tergantung pada sudut hamburan dengan faktor cos2θ.
Ruas kanan persamaan tersebut berisi beberapa besaran
seperti d, n, λ, θ, dan r semua nilainya diketahui kecuali
radius partikel, r. Sehingga dengan mengukur I dan Io
nilai radius partikel r bisa ditentukan. Oleh karena itu
secara teknis bila polarisasi laser diatur sejajar dengan
permukaan meja pengamatan (bidang hamburan),
ukuran pertikel bisa ditentukan dengan persamaan
tersebut.
Secara umum intensitas gelombang terhambur pada
jarak d dari dipole sebanding dengan kuadrat
polarisabilitas partikel dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jaraknya. Menurut teori electromagnet ratio
intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya
datang pada bidang yang tegak lurus arah polarisasi
diberikan oleh persamaan10
⎛ I
⎜⎜
⎝ Io
4πr 3
3
⎞
16π 4 α 2
⎟⎟ = 2 4 (
) .
⎠T d λ 4πε o
I adalah intensitas cahaya terhambur, Io intensitas
cahaya datang d jarak pengamatan, λ panjang
gelombang, εo permitivitas hampa, dan α
polarisabilitas partikel. Sedang besar polarisabilitas
partikel dengan volume v, indeksbias partikel n1 dan
indeks bias bahan pelarut n2 adalah
⎛ n2 − 1 ⎞
⎟⎟v
α = 3ε o ⎜⎜ 2
⎝n + 2⎠
Gambar 1. Intensitas cahaya sebagai fungsi sudut
hamburan dengan partikel penghambur bola latex
berukuran 502nm: dotted dan dashed line adalah data
penelitian, full line adalah teori. (diambil dari
Suparno)6
dengan n = n1/n2 disebut sebagai indeks bias relative,
εo permitivitas di ruang hampa, dan v volume partikel.
Sehingga bila nilai polarisabilitas dimasukkan ke
persamaan sebelumnya akan diperoleh
⎛ I
⎜⎜
⎝ Io
Secara praktis yang kita lakukan dalam penelitian SLS
tidak serumit yang kita bayangkan, karena semua
persamaan yang rumit di atas telah dikodekan dalam
sebuah program komputer (software). Dalam hal ini
⎞
9π 1 n − 1 2 2
⎟⎟ = 2 . 4 ( 2
) v .
d λ n +2
⎠T
4
2
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
160
seperti Spektroskopi Korelasi Foton (Photon
Correlation Spectroscopy), Spektroskopi Fluktuasi
Intensitas (Intensity Fluctuation Spectroscopy), dan
Hamburan Cahaya Kuasi-elestis (Quasi-elastic Light
Scattering).9 Masing-masing penamaan itu bisa
dibenarkan karena masing-masing memiliki penekanan
yang berbeda. Dynamic Light Scattering (DLS)
misalnya mengacu pada keadaan partikel yang
memang selalu bergerak secara dinamis. Photon
Correlation Spectroscopy (PCS) mengacu pada teknik
analisis data yang mempergunakan fungsi corelasi diri
(Auto-correlation function) untuk menganalisis sinyal
yang berasal dari foton yang datang secara random.
Intensity Fluctuation Spectroscopy (IFS) mengacu pada
fluktuasi intensitas cahaya terhambur karena dinamika
partikel penghambur di dalam larutan. Quasi-elastic
Light Scattering (QELS) merujuk pada kenyataan
bahwa hamburan yang terjadi dalam larutan koloid
tidaklah murni hamburan elestis, tetapi terjadi
perubahan frekuansi cahaya terhambur meskipun
sangat kecil (~103Hz) dibanding dengan frekuensi
cahaya datang (~1014Hz).
yang dilakukan para peneliti pada prinsipnya adalah
mencatat intensitas cahaya dari banyak sudut
hamburan, lalu menggambarkan grafik hubungan
antara intensitas cahaya terhambur sebagai fungsi
sudut hamburan. Grafik ini kemudian dibandingkan
dengan grafik standar intensitas sebagai fungsi sudut
hamburan yang sudah diketahui ukuran partikel
penghamburnya. Bila grafik yang digambar
berdasarkan data penelitian sama dengan grafik
standar yang berasal dari software, maka kedua grafik
itu berasal dari partikel penghambur yang memiliki
ukuran sama. Gambar 1. adalah contoh grafik
intensitas cahaya sebagai fungsi sudut hamburan dari
partikel penghambur lateks yang berbentuk bola
dengan ukuran 502nm. Dalam Gambar 2.5. grafik
yang terbuat dari titik-titik berasal dari data yang
dikumpulkan dengan ukuran pinhole berdiameter
3mm, garis-garis patah berasal dari pibole berdiameter
0,1mm dan garis penuh berasal dari perhitungan teori
(software).6
Sebagai informasi popular tambahan10, dari persamaan
di atas bisa dilihat adanya ketergantungan I/Io pada
faktor 1/λ4. Hal ini menyebabkan semakin kecil
panjang gelombang cahaya yang dipakai semakin
besar intensitasnya yang dihamburkan dibanding
dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang
lebih besar. Hal inilah yang menjadi penjelasan
mengapa hamburan cahaya lebih kuat terjadi pada
daerah panjang gelombang biru dibanding dengan
merah. Karena nilai (λmerah/λbiru)4 ≈ 7, maka intensitas
cahaya biru akan jauh lebih banyak dihamburkan,
yakni sekitar 7 kali lipat, dibanding dengan intensitas
cahaya merah. Maka wajar bila siang hari langit
berwarna biru, karena intensitas cahaya matahari yang
dihamburkan lebih banyak berasal dari daerah panjang
gelombang biru. Sebaliknya karena intensitas cahaya
merah paling sedikit dihamburkan, maka intensitas
cahaya merah tersebutlah yang paling banyak
ditransmisikan. Sehingga di pagi dan sore hari langit
berwarna merah, karena intensitas cahaya merahlah
yang mendominasi transmisi cahaya matahari di
daerah tersebut.
Hamburan cahaya dinamik memperlakukan pertikel
penghambur di dalam larutan koloid secara lebih
realistis. Pertikel yang setiap saat mengalami proses
difusi diperlakukan sebagai partikel yang bergerak
secara dinamis dengan gerak Brown. Konsentrasi
partikel pada elemen volume tertentu akan senantiasa
berfluktuasi dan fluktuasi konsntrasi partikel tersebut
berhubungan dengan gerak difusi partikel. Hubungan
antara fluktuasi konsentrasi dengan difusi pertikel
diberikan oleh Hukum Fick 2:13
δC ( x, t )
δ 2C ( x, t ))
=D
δt
δx 2
C(x, t) adalah konsentrasi partikel pada posisi x dari
titik acuan pada waktu t dan D adalah koefisien difusi
translasi.
Difusi menyebabkan posisi dan orientasi partikel
penghambur selalu berubah terhadap waktu. Hal itu
menyebabkan fase dan polarisasi cahaya terhambur
oleh masing-masing partikel berubah terhadap waktu.
Sehingga intensitas cahaya terhambur dengan
polarisasi tertentu juga akan mengalami fluktuasi
terhadap waktu. Fungsi korelasi diri medan listrik orde
pertama dari fluktuasi intensitas cahaya terhambur
diberikan oleh persamaan6, 9, 12
Sebagai informasi aktual tambahan lain,10 dari
persamaan yang sama dapat dilihat bahwa rasio
intensitas cahaya terhambur dengan intensitas cahaya
datang (I/Io) juga tergantung pada n = n1/n2. Bila n1 =
n2 intensitas cahaya terhamburnya akan sama dengan
nol. Artinya di dalam medium yang homogen, yakni
medium yang memiliki indeks bias sama di semua
penjuru cahaya yang merambat di dalamnya tidak
mengalami hamburan. Dengan kata lain hamburan
cahaya hanya terjadi di dalam medium yang tidak
homogeny
g (1) (q,τ ) = exp(−Γτ )
dengan Г sebagai konstanta peluruhan dan τ adalah
waktu tunda. Konstanta peluruhan Г diperoleh dengan
mencocokkan data dengan kurva least square.
3. Hamburan cahaya dinamik
Hamburan Cahaya Dinamis (Dynamic Light
Scattering) juga dikenal dengan beberapa nama lain
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
161
menggunakan teknik hamburan cahaya. Hamburan
cahaya statis meskipun harus mengasumsikan bahwa
partikel-partikel koloid di dalam larutan dalam
kedadaan diam, namun ternyata secara matematis bisa
dipertanggung jawabkan. Secara praktis pengamatan
harus dilakukan dnegan mengatur agar polarisasi sinar
laser sejajar dengan bidang hamburan. Teknik
hamburan
cahaya
dinamis
meskipun
sudah
memperlakukan partikel-partikel bergerak dengan
gerak Btown dalam artian partikel-pertikel mengalami
difusi, namun masih haurs tetap mengasumsikan
partikel hanya mengalami difusi translasi. Dengan
asumsi tersebut persoalan yang rumit terkait dengan
gerak rotasi partikel dapat disederhanakan dan dapat
dipergunakan untuk menetukan radius dalam arti
ukuran partikel.
g1(τ
g1(τ)= exp ( -
τ
Gambar 2. Grafik fungsi korelasi diri intensitaswaktu digambarkan
sebagai fungsi waktu tunda,τ.
5. Daftar Pustaka
1. Keir, RI, Suparno, John C Thomas, Charging
behavior in the Silica/Aerosol OT/Decane System,
Langmuir, 18, 1463-1465 (2002)
2. Myers, D, Surfaces, Interfaces, and Colloids, WileyVCH, New York (1999)y
3. Heimens, PC dan Rajagopalan, R, Principles of
Colloid and Surface Chemistry, 3rd ed., Marcel Dekker,
New York (1997)
4. Evans, DF dan Wennerstrom, H, The Colloidal
Domain where Physics, Chemistry, Biology and
Technology meet, Wiley-VCH, New York (1999)
5. Chu, B, Laser Light Scattering. Basic Principles and
Practice, 2nd ed., Academic Press, New York (1991)
6. Suparno, A Fiber Optic Light Scattering System,
MAppSC thesis, University of South Australia,
Adelaide (1994)
7. Suparno, Deurloo, K., Stamatelopolous, P.,
Srivastva, R., & Thomas, JC, Light scattering with
single mode fiber collimators, Appl. Optics, 33(30),
7200-7205 (1994).
8. Takashi Ito, Li Sun, Micheal A Bevan, dan Richard
M Crooks, Comparison of Nanoparticle Size and
Electrophoretic Mobility Measurements using a
Carbon-Nanotube-Based Coulter Counter, Dynamic
Lifgt Scattering, Transmission Electron Microscopy,
and Phase Analysis Light Scattering, Langmuir, 20,
6940-6945 (2004)
9. Thomas, JC, Photon Correlation Spectroscopy:
Technique and Instrumentation" in "Photon
Correlation Spectroscopy: Multicomponent Systems",
Schmitz, KS, Proc. SPIE 1430, 2-18 (1991)
10. Everett, DH, Basic Principles of Colloid Science,
Royal Society of Chemistry, Cambridge (1994)
11. Kerker, M, Scattering of light and other
electromagnetic radiation, Academic Press, San Diego
(1969)
12. Bohren, CF dan Huffman, DR, Absorption and
Scattering of Light by Small Particles, John Wiley &
Sons, New York (1983)
13. Suparno, Charging Behaviour in a Nonpolar
Colloidal System, PhD Desertation, University of
South Australia, Adelaide (2000)
Sedangkan secara matematis hubungan antara Г
dengan koefisien difusi translasi D diberikan oleh:5
Γ = Dq2
Dalam persamaan di atas q adalah vektor hamburan
yang diberikan oleh:
q=
4πn2 sin( θ2 )
λo
dengan n2 indeks bias bahan pelarut, θ sudut
hamburan, dan λo panjang gelombang cahaya.
Besar nilai koefisen difusi translasi adalah:
D=
k BT
6πη r
dengan kB: konstanta Boltzmann
T : suhu mulak
η : viskositas bahan pelarut
r : radius partikel
Sehingga konstanta peluruhannya menjadi:
Γ=
k B T 4πn2 sin( θ2 ) 2
.(
)
λo
6πηr
Besaran-besaran kB, η, T, n2, λ, dan θ nilainya tertentu
karena merupakan konstanta atau karena kita sendiri
yang menentukan, maka ruas kanan persamaan di atas
hanya tinggal r atau radius partikel saja yang belum
diketahui besarnya. Sehingga setelah mengetahui nilai
Г dari hasil pencocokan data dengan grafik lalu
dimasukkan ke persamaan di atas, maka akan
diperoleh radius partikel, r. Gambar 2. menunjukkan
pembuatan grafik berdasarkan data yang dikumpulkan
untuk mendapatkan konstanta peluruhan Г. Proses itu
tidak dilakukan secara manual, semuanya sudah
dilakukan oleh software komputer.
4. Kesimpulan
Penentuan ukuran partikel koloid yang berada di
dalam larutan yang sebelumnya serasa tidak mungkin
dilakukan, ternya secara teoritis bisa dilakukan dengan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Mei 2012
162
UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA MELALUI
PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN PICTORIAL RIDDLE PADA SISWA
KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH MUNTILAN
M. Minan Chusni
Program Studi Magister Pendidikan Fisika / Guru SMP Muhammadiyah Muntilan
Jalan Pramuka No.2, Sidikan, Umbul Harjo Yogyakarta / Jalan Kauman No. 27, Muntilan, Jawa Tengah
[email protected]
Intisari – Telah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mendeskripsikan peningkatan motivasi
belajar dan pemahaman konsep fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial riddle pada
pokok bahasan pesawat sederhana. Subjek penelitian adalah 29 siswa kelas VIII A di SMP Muhammadiyah
Muntilan. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung di kelas, tes pemahaman konsep dan angket
motivasi belajar. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pada
siklus III merupakan tindakan yang paling baik jika dibandingkan dengan siklus I atau siklus II ditunjukkan dari
hasil motivasi belajar dan pemahaman konsep fisika paling baik. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya
pemahaman konsep fisika siswa dapat diungkapkan dengan perolehan nilai rerata posttest dan nilai LKS sebesar
80,7% dan 88,9% sehingga tergolong kategori tinggi. Motivasi belajar fisika siswa tergolong baik ditunjukkan
dengan hasil angket motivasi sebesar 63,6 %.
Kata kunci : motivasi, pemahaman konsep, inkuiri terbimbing
Abstract – Classroom action research has been conducted with the aim to describe the increased motivation to
learn and students' understanding of physics concepts through guided inquiry learning with Pictorial riddle on the
subject of a simple plane. Subjects were 29 students in class VIII A Muntilan SMP Muhammadiyah. Data collection
techniques with direct observation in the classroom, tests and questionnaires understanding of the concept of
motivation to learn. Analysis of qualitative and quantitative data. The results showed that the action on the third
cycle is the best action when compared with the cycle I or cycle II is shown from the results of learning motivation
and understanding of physics concepts are best. Based on the results of the study, the magnitude of students'
understanding of physics concepts can be expressed with the acquisition value and the posttest mean value of 80.7%
LKS and 88.9%, so relatively high category. Students' motivation to study physics quite well demonstrated by the
results of motivation questionnaire for 63.6%.
Key words : motivation, understanding of concepts, guided inquiry
pendekatan ini dapat memberikan motivasi kepada
siswa untuk menyelidiki masalah-masalah yang ada
dengan menggunakan cara-cara dan keterampilan
ilmiah
dalam
rangka
mencari penjelasanpenjelasannya. Pada penelitian ini, pendekatan inkuiri
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan
dengan pictorial riddle. Berdasarkan uraian tersebut,
kiranya perlu dilakukan penelitian tentang penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pictorial
riddle untuk meningkatkan motivasi belajar dan
pemahaman konsep fisika siswa.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, peneliti
merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut
(1) Apakah penerapan pembelajaran inkuiri
terbimbing
dengan
pictorial
riddle
dapat
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah Muntilan? (2) Seberapa besar
peningkatan
pemahaman konsep fisika melalui
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pictorial riddle kelas VIII SMP Muhammadiyah
Muntilan?
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil observasi,
proses
pembelajaran fisika di SMP Muhammadiyah
Muntilan terbagi menjadi dua, yaitu pembelajaran di
kelas dan di laboratorium. Proses pembelajaran di
kelas lebih menekankan pada penjelasan materi
secara langsung dan latihan soal, sehingga banyak
siswa yang merasa jenuh dan kurang menyukai
pelajaran fisika. Ak i b a t n y a s iswa kurang
memahami konsep fisika yang disampaikan guru,
sedangkan proses pembelajaran di laboratorium,
berupa kegiatan praktikum siswa banyak dilibatkan
secara aktif dalam pembelajaran, namun tidak semua
kelas bisa melakukannya, karena keterbatasan alat dan
tempat untuk praktikum. Begitu banyak siswa yang
mengeluh ketika belajar fisika disebabkan antara lain
karena terlalu banyak mencatat materi dan
menghafalkan rumus. Hal inilah yang menyebabkan
mereka kurang bersemangat dalam mengikuti
pelajaran fisika. Maka dari itu, seorang guru harus
bisa mensiasatinya agar proses pembelajaran bisa
berjalan lebih baik meskipun proses pembelajaran
berlangsung di kelas.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam
situasi ini adalah pendekatan inkuiri. Bentuk
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI
A.Pendekatan Inkuiri Terbimbing dengan Pictorial
Riddle
163
Bila s u a t u masalah dirumuskan oleh siswa dan
mendesain
serta
merumuskan sendiri serta
mengumpulkan dan menganalisis data sampai
mengambil kesimpulan maka
pendekatan ini
termasuk
pendekatan inkuiri [6]. Sun
dan
Trownbridge mengemukakan tiga macam inkuiri
yaitu: (1) inkuiri terbimbing (guide inquiry), (2)
inkuiri bebas (free inquiry), (3) i nkuiri bebas yang
dimodifikasi (modified free inquiry) [3]. Penelitian ini
m e n g gunakan inkuiri jenis pertama yaitu inkuiri
terbimbing. Pendekatan ini digunakan bagi siswa
yang
belum
berpengalaman
belajar dengan
pendekatan inkuiri. Pada pelaksanaannya sebagian
besar perencanaan dibuat oleh guru, berupa petunjuk
yang cukup luas tentang bagaimana cara menyusun
dan mencatat data. Amien menyebutkan tujuh jenis
inquiry-discovery yaitu: (1) Guided Discovery-Inquiry
Lab Lesson, (2) Modified Discovery–Inquiry,(3) Free
Inquiry,(4) Infitation Into Inquiry,(5) Inquiry Role
Approach,(6) Pictorial Riddle,(7) Synectics Lessons
[2].
Pictorial riddle berasal dari kata pictorial dan
riddle. Pictorial berarti bergambar sedangkan
Riddle berarti teka-teki [1]. Pembelajaran dengan
menggunakan pictorial
riddle adalah salah satu
metode untuk mengembangkan motivasi siswa dalam
diskusi kelompok kecil atau besar. Gambar atau
peragaan y a n g dapat
digunakan
untuk
meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa.
Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis,
atau poster yang diproyeksikan ke layar, kemudian
guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan
riddle tersebut [2].
Penggunaan pictorial riddle memiliki kelebihan
yaitu termasuk pada jenis pendekatan inkuiri,
sehingga dalam proses pembelajarannya siswa akan
melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep
fisika, bisa
dilaksanakan
di kelas, sedangkan
kelemahannya berupa teka-teki bergambar yang
bersifat abstrak.
B. Motivasi Belajar Fisika
Motivasi adalah energi penggerak, pengarah dan
memperkuat tingkah laku. Motivasi dibedakan menjadi
dua yaitu (1) motivasi intrinsik adalah keinginan
bertindak yang disebabkan faktor pendorong yang
murni berasal dari dalam diri individu, dan tujuan itu
terlibat di dalam tindakan itu sendiri, bukan di luar
tindakan tersebut, (2) motivasi ekstrinsik adalah
keinginan bertingkah laku sebagai akibat dari
adanya rangsangan dari luar atau karena adanya
kekuasaan dari luar [5].
C. Pemahaman Konsep Fisika
Proses pembentukan konsep, pembentukan prinsip,
dan
pemahaman
merupakan
proses-proses
pemerolehan pengetahuan. Pemahaman adalah proses
pembangkitan makna dari sumber-sumber bervariasi,
misalnya melalui pengamatan fenomena, membaca,
mendengar, dan diskusi. Proses pemahaman
melibatkan penyadapan informasi baru dan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
mengintegrasikannya ke dalam apa yang telah
diketahui untuk mengonstruksi makna baru.
III. METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini menggunakan seting penelitian
tindakan kelas (classroom action research)[5].
B. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah
Muntilan kelas VIII A. Pengambilan subjek penelitian
didasarkan observasi awal yang telah dilakukan oleh
peneliti.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk motivasi siswa
terhadap pembelajaran yang dilakukan adalah dengan
cara mengisi angket, pengumpulan data mengenai
aktivitas siswa dinilai langsung pada saat proses
pembelajaran dengan lembar observasi, dan untuk
pemahaman konsep siswa dilihat dari hasil
mengerjakan soal posttest yang diberikan setelah
proses pembelajaran selesai.
D. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu (1) analisis kualitatif untuk
menggambarkan suasana pembelajaran di kelas, (2)
analisis kuantitatif untuk menggambarkan tentang
peningkatan motivasi belajar dan pemahaman konsep
fisika siswa.
E. Indikator Kinerja
Indikator
keberhasilan
tindakan
dalam
pembelajaran yaitu: (1) indikator keberhasilan proses
ditandai oleh keterlibatan siswa lewat kerja kelompok,
peningkatan dari satu siklus ke siklus, (2) indikator
keberhasilan produk ditandai dengan hasil LKS, nilai
posttest dan gain score meningkat, nilai rerata hasil
LKS minimal mencapai 75 %, dan nilai hasil posttest
individu minimal 75.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas, sebagaimana
pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Siklus penelitian tindakan kelas [5]
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi Data Hasil Observasi Awal
Berdasarkan hasil dari observasi diperoleh
gambaran mengenai pembelajaran, motivasi dan
pemahaman konsep fisika yaitu pembelajaran
164
cenderung dengan komunikasi satu arah, minat belajar
siswa kurang, pemahaman konsep fisika yang masih
rendah dan menurut siswa fisika termasuk pelajaran
yang sulit dan banyak rumus.
B. Data Hasil Penelitian
Berikut ini disajikan data hasil penilaian, yaitu:
1. Hasil Penilaian LKS
Hasil ini menunjukkan peningkatan pemahaman
konsep fisika siswa, disajikan pada tabel 1 sebagai
berikut:
score
3. Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa
Pengisian angket respon dilakukan di akhir
pembelajaran, dimana pengisian diberikan kepada
siswa hanya pada siklus III. Persentase rerata hasil
angket respon siswa terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan adalah 63,6 %.
C. Diskripsi Tiap Siklus
Berikut ini disajikan rekaman hasil pengamatan
pelaksanaan pembelajaran di kelas dari setiap siklus,
sebagaimana disajikan pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Diskripsi tiap sklus
Tabel 1. Hasil penilaian LKS kelompok
Taha
p
Pere
ncan
aan
Penilaian LKS kelompok
(%)
No.
Kelompok
Siklus Siklu
Siklus I
II
s III
1
Kelompok 1
55
75
95
2
Kelompok 2
25
55
100
3
Kelompok 3
45
75
100
4
Kelompok 4
35
75
60
5
Kelompok 5
60
75
85
6
Kelompok 6
40
75
95
7
Kelompok 7
65
75
100
8
Kelompok 8
65
75
85
9
Kelompok 9
60
60
80
Rerata persentase
50
70
89
2. Hasil Penilaian Pemahaman Konsep Fisika
Hasil penilaian pemahaman konsep fisika dalam
bentuk pretest dan posttest merupakan salah satu
indikator keberhasilan produk pembelajaran dati setiap
siklus. Data hasil penilaian pemahaman konsep fisika
pada setiap siklus, sebagaimana disajikan pada tabel 2
berikut:
Tind
akan
Peng
amat
an
Tabel 2. Hasil pretest dan posttest
Rerata
Nilai
Tes Awal
Siklus I
Siklus
II
Siklu
s III
42,9
50,7
67,5
80,7
Peningkatan pemahaman konsep fisika siswa
dianalisis menggunakan gain score. Gain score
merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan
tingkat keefektifan pembelajaran yang dilakukan
dilihat dari skor pretest dan posttest. Analisis gain
score sebagaimana disajikan pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil analisis gain score
Siklus I
Rerata
gain
0,9
Siklus
II
1,4
Siklus III
2,4
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
165
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Pertemuan
ke-1 : pretest
lalu
di
analisis,
Pertemuan
ke-2 dan ke-3
: penerapan
pembelajaran
Pertemuan
ke-4: posttest
Pertemuan
ke-1
:
penerapan
pembelajar
an dengan
memperti
mbangkan
hasil
refleksi
siklus I
Pertemuan
ke-2
:
posttest
Penerapan
pembelajar
an inkuiri
terbimbing
dengan
pictorial
riddle pada
LKS 2
Semua
kelompok
dapat
melakukan
kegiatan
dengan
lancar
sesuai
dengan
bimbingan
guru.
Konsep
yang ingin
diperoleh
telah
sesuai.
Semua
siswa
terlibat
aktif dalam
diskusi.
Kerjasama
Pertemuan
ke-1
:
penerapan
pembelajara
n
dengan
mempertimb
angkan hasil
refleksi
siklus II
Pertemuan
ke-2
:
posttest
Penerapan
pembelajaran
inkuri
terbimbing
dengan
pictorial
riddle pada
LKS 1
Siswa
bingung saat
melakukan
kerja
kelompok,
Saat diskusi
kelompok
kekompakan
belum
terjalin
dengan baik,
masih
ada
kelompok
yang belum
dapat
menyelesaika
n LKS tepat
waktu.
Penerapan
pembelajara
n
inkuiri
terbimbing
dengan
pictorial
riddle pada
LKS 3
Semua
kelompok
dapat
melakukan
kegiatan
dengan lebih
lancar walau
dengan
sedikit
bimbingan
guru.
Konsep juga
diperoleh
siswa
dengan
tepat. Siswa
terlibat aktif
dalam
diskusi
kelompok.
Kerjasama
kelompok
Refle
ksi
Guru
menyampaikk
an proseduur
kerja dengann
lebih jelass.
Guru perluu
membimbingg
dan
memotivasi
siswa
baikk
individu
maupun
menyeluruh.
Penggunaan
LKS
diselaraskan
dengan
waktu.
kelompokk
sudah
terjalin
dengan
baik. LK
KS
pada sikluus
2
dapaat
diselesaikka
n dengaan
tepat
waktu.
Proses
pembelajaar
an
telaah
berlangsunn
g dengaan
baik, gurru
tinggal
mengoptim
m
alkan laggi
dalam
memetivas
i siswa daan
mengarahk
an sisw
wa
agar sisw
wa
jelas
mengenai
apa yanng
akan
dilakukann
ya.
pada
p
LKS 1 yang
y
berkaitaan dengan haasil pekerjaann
siswa.
Setelah dillakukan refleeksi untuk memecahkann
permasalahan
p
yang muncull maka pelaksanaan sikluss
III semua kelom
mpok dapat m
melakukan akttivitas dengann
baik,
b
sehingga dalam mennyelesaikan permasalahan
p
n
yang
y
berkaitaan dengan L
LKS 2 dapat diselesaikann
dengan
d
baik. Suasana
S
kelass lebih kondu
usif dan siswaa
dapat
d
mengerjakan LKS deengan benar teetapi interaksii
diskusi
d
antar kelompok belum berjalan dengann
semestinya karrena masih dii dominasi oleeh siswa yangg
berkemampuan
b
n tinggi ssedangnkan siswa yangg
berkemempuan
b
n rendah hannya diam dan kurang aktiff
membantu
m
mennyelesaikan.
Setelah dillakukan refleeksi untuk memecahkann
permasalahan
p
yang muncull maka pelaksanaan sikluss
IIII yaitu denngan bimbinngan dan motivasi
m
yangg
dilakukan
d
gurru kepada sisw
wa baik individu maupunn
menyeluruh
m
sehingga keeterlibatan siswa
s
dalam
m
berdiskusi
b
ataau kerjasamaa dapat optim
mal. Hal inii
teerlihat pada siswa lebihh bersemangaat, kerjasamaa
kelompok
k
jugaa sudah terjallin, dan telihaat siswa lebihh
berani
b
menyampaikan pendapat kep
pada sesamaa
anggota
a
kelom
mpok.
b.
b Hasil Penilaaian Motivasi Belajar Siswaa
Pengisian angket resspon dilakuk
kan diakhirr
pembelajaran,
p
dimana penngisian diberrikan kepadaa
siswa hanya pada
p
siklus IIII. Peresentase rerata hasill
angket
a
respon siswa terhadaap pembelajarran yang telahh
dilaksanakan
d
a
adalah
63,6 % sehingga teergolong padaa
kriteria
k
baik.
2.
2 Keberhasilaan Produk
Pembelajaraan fisika diianggap berh
hasil apabilaa
mampu
m
menghhubungkan produk yang rassional dengann
produk
p
empiriis. Keberhasilaan produk inii dapat dilihatt
dari
d penilaian pretest dan pposttest, dan LKS sebagaii
hasil
h
pemaham
man konsep ffisika, akan dibahas
d
secaraa
riinci seperti dii bawah ini:
a.
a Pretest, Possttest, dan Gaiin Score
Pada tahap ini siswa ddiberikan soall pretest dann
posttest
p
untukk mengetahui sejauh manaa pemahamann
konsep
k
fisika siswa. Rerataa hasil postteest siswa darii
siklus I ke II, dari sikllus II ke III mengalamii
peningkatan
p
y
yang
baik. Peningkatan pemahamann
konsep
k
fisikaa siswa dianalisis mengg
gunakan gainn
score. Gain score
s
merupaakan indikato
or yang baikk
untuk
u
menunjuukkan tingkatt keefektifan pembelajarann
yang
y
dilakukaan dilihat darii skor pretest dan posttest..
Hasil
H
gain score di atas 0,7, berarti terjad
di peningkatann
pemahaman
p
koonsep yang tinnggi.
Hasil rerata gain score, sebagaimana disajikan
d
padaa
gambar
g
2 berikkut:
sudah
terjalin
b
dengan baik.
LKS
p
pada
III
siklus
dapat
diselesaikkan
dan
benar
tepat wakktu.
Siswa suudah
dapat
menganallsis
suatu
keadaan fisis
dan
dapat
membuatt
kesimpulan
dan
menuliskkan
persamann
yang terkkait,
serta mam
mpu
bekerja sama
dalam
kelompokk
dengan baik.
D. Pembaahasan Tiap Siklus
S
dan Anttar Siklus
Pada siklus
s
I, materi yang dipellajari adalah tuas.
Konsep yang
y
ingin ditemukan
d
addalah prinsip kerja
tuas, baagian-bagian tuas, peneerapannya dalam
d
kehidupaan sehari-harri dan untuuk menyelesaikan
persoalann fisika. Pada siklus II, matteri yang dipeelajari
adalah kaatrol. Konsepp yang ingin ditemukan adalah
a
prinsip kerja
k
katrol, penerapannya
p
dalam kehiddupan
sehari-haari dan untuk menyelesaikaan persoalan fisika.
f
Pada sikllus III, materi yang dipelaajari adalah biidang
miring. Konsep
K
yang ingin ditemukkan adalah prrinsip
kerja biddang miring, penerapannya pada kehiddupan
sehari-haari dan untuk menyelesaikan
m
n persoalan fissika.
Berdassarkan uraian diskripsi dataa hasil penelitiian di
atas makka, dapat dillihat adanya dua keberhaasilan
pembelajaran, dengan uraian
u
sebagaai berikut:
1. Keberhhasilan Prosess
Keberhhasilan prosess pada penelitiian ini dapat dilihat
d
dari aktivvitas siswa padda saat prosess pembelajarann dan
angket reespon siswa terhadap pem
mbelajaran sebagai
berikut:
a. Hasil Aktivitas
A
Sisw
wa
Aktivittas siswa paada siklus I menurut peeneliti
termasukk kategori kuurang baik. Pada saat proses
p
menjelaskkan prosedur kegiatan bebberapa siswa tidak
fokus meemperhatikan arahan guruu hal ini beraakibat
pada kesuulitan pada saaat pemecahann masalah yanng ada
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
Gambar
G
2. Gaain score sikluus I, siklus II dan siklus III
166
b. Hasil Penilaian
P
Lem
mbar Kerja Sisw
wa (LKS)
Keberhhasilan produuk ini dapat juga dilihat dari
lembar kerja
k
siswa sebagai hasil pemahaman koonsep
fisika. Leembar Kerja Siswa digunaakan siswa seebagai
pedomann untuk bahhan diskusi kelompok untuk
u
hasil
merumusskan konsepp fisika. Berdasarkan
B
penelitiann diperoleh haasil penilaian lembar kerja siswa
dalam keelompok padaa siklus I adalah sebesar 50,0.
Kemudiaan mengalami kenaikan sehhingga pada siklus
s
II menjaadi 70,6. Keemudian menngalami kennaikan
sehingga pada siklus III
I menjadi 888,9. Hasil peniilaian
lembar keerja siswa dallam kelompokk pada setiap siklus
s
termasukk dalam kategori
k
sanngat tinggi. Ini
menunjukkkan bahwa siswa sudahh paham deengan
konsep-kkonsep fisika yang
y
dipelajarri.
Berdassarkan pembahasan di atas,
a
hasil rerata
r
penilain LKS dapat dilihat sebaagaimana disaajikan
pada gam
mbar 3 berikut:
Berdasarkann hasil penelittian dan pemb
bahasan dalam
m
pelaksanaan
p
p
penelitian
tindakan kelas, maka dapatt
disimpulkan
d
baahwa:
1. Motivvasi belajar fisika melalu
ui penerapann
pembbelajaran
pembelajaran
n
inkuirii
terbim
mbing dengaan pictorial riddle padaa
materri pokok pessawat sederhaana diperolehh
rerataa hasil angkeet siswa adaalah 63,6 %..
Sesuaai dengan kritteria yang telaah ditentukann
makaa motivasi belaajar siswa terg
golong baik.
2. Penerrapan pembellajaran inkuirri terbimbingg
dengaan
pictorial
riddlee
mampuu
meninngkatkan peemahaman konsep fisikaa
siswaa pada materi pokok pesaw
wat sederhana,,
yaitu pada siklus I dari reratta nilai 42,99
menjaadi 50,7 dan ppada siklus II menjadi 67,55
serta pada
p
siklus III menjadi 80,7
7.
PUSTAKA
P
[1]
[
Echols John M, A
An
Englissh-Indonesiann
Dictionarry, Cornell Unniversity Press, 1975.
[2]
[
Moh Am
mien, Mengajaarkan Ilmu Pengetahuann
Alam (IPA)
(I
Dengaan Mengguna
akan Metodee
“Discoveery”
dan
“Inquiry”, Departemenn
Pendidikaan dan Kebuddayaan,1987.
Guru
[3]
[
Mulyasa,
Menjadi
Profesional,
Rosdakarrya, 2007.
[4]
[
Pardjono, Panduan P
Penelitian Tindakan Kelas,
LEMLIT
T UNY, 2007.
[5]
[
Prayitno, Motivasi Dalam Belaja
ar, Depdiknas,,
1989.
Kun
Praasetyo, Kap
[6]
[
Zuhdan
pita
Selektaa
Pembelajjaran
Fisikka,
Pusat
Penerbitann
Universitas Terbuka, 20001.
Gambar 3. Rerata nillai LKS pada siklus I, II dann III
Berdassarkan uraian di atas, dapaat diketahui bahwa
b
keberhasiilan dari penelitian
p
ini terlihat dari
peningkaatan proses yaang diikuti deengan peninggkatan
produk pembelajarann. Lembar kerja
k
siswa yang
digunakaan sebagai pedoman belajaar juga mengalami
peningkaatan. Hal ini berarti bahhwa siswa paham
dengan konsep-konsep
k
p fisika yangg diselidiki deengan
menggunnakan model pembelajaraan ini.
Deengan
demikiann LKS juga dapat meninngkatkan akttivitas
siswa pada
p
saat diskusi.
d
Setelah dilakukaannya
pembelajaran melalui penerapan pendekatan
p
innkuiri
terbimbinng dengan pictorial riddle
r
mengalami
peningkaatan setelah dillakukannya peembelajaran.
Setelahh menganalissis hasil tinddakan pada setiap
s
siklusnyaa, dapat diketaahui bahwa haasil data tiap siklus
s
mengalam
mi peningkattan meskipunn tidak sebeerapa.
Dengan tercapainya
t
p
peningkatan
pemahaman koonsep
fisika sisswa seperti yang
y
sudah dijelaskan
d
di atas,
maka peelaksanaan tiindakan yangg telah dilakkukan
dalam siklus I, sikklus II dan siklus III dapat
meningkaatkan pemahhaman konssep fisika siswa
khususnyya pada pokook bahasan pesawat
p
sederrhana.
Penelitiann ini ada kemungkinan
k
diteruskan untuk
u
siklus-sikklus berikuttnya. Akan tetapi, karena
k
keterbataasan waktu daan materi pem
mbelajaran, peeneliti
menganggap penelitiian ini diraasa cukup untuk
u
dilaksanaakan sampai dengan sikklus III. Deengan
ketercapaaian ini, tindaakan penelitiann dipandang sudah
s
dapat dibberhentikan.
V. KESIM
MPULAN
Seminar Nasiional Quantum 2012,, Pendidikan Fisika UAD,
U
24 Juni 2012
167
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN INKUIRI PADA SISWA KELAS X3 SMA NEGERI 1 PAGUYANGAN
Dwi Riyanto
SMA Negeri 1 Paguyangan,
Jln. Kandung banteng 1 Paguyangan, Brebes 52276
Intisari – Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan. Keberhasilan seorang guru salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Namun
banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, diantaranya sisterm pembelajaraan yang digunakan oleh guru
dalam menyampaikan materi pelajaran kurang tepat, serta kurangnya siswa memahami konsep yang diajarkan. Oleh
karena itu, diperlukan upaya guru untuk memilih pendekatan yang sesuai untuk setiap bahaan pelajaraan, agar setiap
materi yang disampaikaan mudaah diterima oleh setiap siswa dan dapat menarik minat siswa untuk lebih aktif atau
giat belajar. Pada penelitian tindakan kelas ini, dipilih pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memperoleh gambaran empiris tentang penggunaan pendekatan
inkuiri dalam pembelajaran fisika pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan, tahun pelajaran 2009/2010. (2)
Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan tahun pelajaran
2009/2010 dengan menggunakan pendekatan inkuiri.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Paguyangan tahun pelajaran 2009/ 2010, yang
berjumlah 35 siswa. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, data aktivitas siswa diperoleh dengan menggunakan lembar
observasi pada setiap proses pembelajaran siklus I dan II. Sedangkan untuk hasil belajar diperoleh melalui hasil tes
pada setiap akhir siklus. Tes telah diujicobakan terhadap non subjek penelitian, data dianalisis dengan menggunakan
presentase untuk aktivitas be;ajar siswa, Sedangkan data hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan acuan
ketuntasan belajar.
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa pendekatan inkuiri dapat meningkatkan aktivitas maupun hasil
belar siswa. Hal ini terlihat dari data aktivitas belajar siswa rata-rata pada siklus I 48,73 %, pada siklus II diperoleh
rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 63,65 %. Sedangkan untuk hasil belajar siswa juga ada peningkatan, rata-rata
hasil belajar siklus I 63,54, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 79,57 dan ketuntasan belajar siswa pada
akhir siklus mencapai 85,71%.
Kata Kunci : Aktivitas Belajar, Hasil Belajar, Pendekatan Inkuiri.
I. PENDAHULUAN
Jumlah
38
100%
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 38
siswa hanya 11 siswa yang tuntas belajar atau sebesar
28,95% dan yang tidak tuntas ada 27 siswa atau
71,05%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
sebagian besar siswa tidak mencapai ketuntasan
belajar.
Tujuan utama pendekatan inkuiri adalah
memberikan siswa rasa kekuatan diri, bahwa siswa
mempunyai keterampilan untuk meninjau secara kritis
terhadap lingkungan dan dalam banyak hal, serta
mampu mengontrol tujuan mereka sendiri dan
mempengaruhi terhadap keputusan yang diambil.
Sehingga dalam pembelajaran ini siswa diberi
kesempatan untuk berpikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan sehingga dapat
meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam
berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam
memperoleh dan menganalisis informasi.
Pada dasarnya pendidikan adalah suatu kegiatan
dan proses kegiatan tingkah laku menuju ke arah yang
lebih baik. Pemerintah Indonesia pun secara terusmenerus melakukan upaya peningkatan kualitas
pendidikan dalam rangka mendukung pembangunan
nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan
tersebut antara lain ditempuh melalui pengadaan
fasilitas dan sarana pendidikan, penyelenggaraan
penataran bagi guru, penyempurnaan kurikulum dan
tidak kalah pentingnya adalah pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan hasil
belajar siswa, SMA Negeri 1 Pagunyungan telah
melakukan berbagai upaya yaitu dengan memilih guru
yang sesuai dengan mata pelajaran, melengkapi sarana
dan prasarana yang ada.
Berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan di
kelas X SMA Negeri 1 Pagunyungan
No
1.
2.
Tabel 1. Data Hasil Belajar fisika.
Interval
Kategori
Jumlah
Presentasi
Nilai
Tuntas
11
28,95%
≥ 60
Tidak
27
71,05%
< 60
tuntas
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN)
“Pustaka [11], mendefinisikan pendekatan inkuiri yaitu
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
168
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan”.
“Pustaka [7], Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri”.
“Pustaka [9], Pembelajarn inkuiri adalah pendekatan
pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar
melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang mmungkinkan siswa
menemukan prinsip-prinsip untuk diri sendiri.
“Pustaka [21], Model pembelajaran berdasarkan inkuiri
merupakan suatu strategi yang berpusat pada siswa
dimana kelompok siswa inkuiri ke dalam suatu isu atau
mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan
melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan
struktural kelompok.
“Pustaka [12], aktivitas belajar adalah aktivitas yang
bersifat fisik dan mental.
“Pustaka [10], Belajar yang berhasil mesti melakukan
berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun
psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif
dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain
ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan
mendengarkan, meliahat atau hanya pasif. Peserta
didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah
jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau
banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.
“Pustaka [8], hasil belajar adalah setiap kegiatan
belajar yang menghasilkan suatu perubahan yang khas
yang dapat disimbolkan dalam bentuk grade atau skor
untuk merepresentasikan hasil belajar siswa.
Gambar 1. Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto
(dkk), 2007:16)
1.
a.
Siklus I
Tahap Perencanaan
1) Menetapkan kelas X sebagai kelas penelitian.
2) Menetapkan materi pokok
3) Menetapkan kelompok belajar siswa yang
terdiri atas 4-5 anak per kelompok
4) Membuat rencana pembelajaran dan semua
perangkat yang dibutuhkan dalam kegiatan
pembelajaran.
5) Membuat lembar observasi aktivitas siswa.
6) Membuat instrumen alat evaluasi untuk
melihat tingkat pemahaman konsep siswa
pada tiap siklusnya.
Setelah melakukan pembelajaran, maka guru membuat
instrumen alat evaluasi pada setiap siklus untuk
mengetahui hasil yang diperoleh siswa. Waktu yang
diperlukan dalam pembelajaran ini dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) direncanakan
3 pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit setiap
pertemuannya.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
perencanaan yang telah ditentukan. Langkahlangkah yang akan dilakukan adalah:
c. Observasi
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap
pelaksanaan penelitian dengan menggunakan lembar
instrumen terfokus yang telah dibuat. Lembar
observasi ini digunakan untuk melihat aktivitas siswa
selama proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri. Perilaku siswa yang dicatat dalam
pembelajaran yaitu mencatat atau merangkum konsep,
bertanya kepada guru, memperhatikan guru
menerangkan, mengerjakan latihan, menjawab
pertanyaan guru, aktif berdiskusi, mengerjakan latihan
soal, dan mengeluarkan pendapat.
d. Refleksi
Kegiatan
refleksi
ini
meliputi
kegiatan
menganalisis, memahami dan membuat perbaikan
berdasarkan pengamatan dan catatan lapangan.
Refleksi berguna untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan kegagalan. Hasil refleksi didapat dari
hasil observasi pada tiap siklusnya dikumpul dan
dianalisis. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai
acuan untuk merencanakan ke siklus berikutnya. Jika
telah tercapai target yang diinginkan, maka siklus
tindakan dipertahankan untuk pokok bahasan
selanjutnya, tetapi jika belum maka siklus tindakan
diulangi dengan memperbaiki perencanaan.
2. Siklus II
Berdasarkan evaluasi siklus I maka dikembangkan
tindakan siklus II. Pelaksanan siklus II pada dasarnya
adalah untuk membuktikan apakah terjadi perubahan
setelah siswa memperoleh tindakan pada siklus I yang
pelaksanaan prosedur pembelajarannya sama dengan
siklus II. Target pencapaian keberhasilan di dalam
III. METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa
kelas X SMA Negeri 1 Pagunyangan Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2009/2010.
D. Prosedur Penelitian
Model penelitian tindakan kelas yang digunakan
dalam penelitian ini berdaur empat langkah seperti
gambar berikut:
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
?
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
169
berikutnya. Peningkatan aktivitas belajar dikatakan
berhasil jika persentase setiap indikator aktivitas
belajar siswa mencapai target yang diinginkan, yaitu:
siklus II adalah proses rata-rata nilai tes pada siklus II
lebih baik dari skor rata-rata pada siklus I.
G. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Metode Observasi
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan
menggunakan teknik observasi. Objek yang akan
diamati adalah aktivitas belajar siswa. Observasi
dilakukan pada saat proses belajar sedang berlangsung,
yang menjadi observer atau pengamat adalah guru
mata pelajaran fisika kelas X. Indikator yang diamati
pada lembar observasi adalah:
1. Bertanya kepada guru
2. Menjawab pertanyaan guru
3. Mencatat materi
4. Aktif berdiskusi dalam kelompok
5. Mengerjakan latihan
6. Memperhatikan penjelasan guru
2. Metode Tes
Metod tes ini digunakan untuk mengetahui dan
memperoleh data tentang hasil belajar siswa pada mata
pelajaran fisika. Tes tersebut dilakukan pada awal
siklus dan akhir siklus. Tes tersebut digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan siswa.
Tabel 1. Indikator Aktivitas Siswa
No
Indikator
1.
Bertanya kepada guru
2.
Menjawab pertanyaan guru
3.
Mencatat materi
4.
Aktif berdiskusi dalam
kelompok
5.
Mengerjakan latihan
6.
Memperhatikan penjelasan
guru
1.
∑A
∑n
a
×100%
_
(1)
2.
∑% A
a
a
3.
(2)
4.
1. Analisis Data Hasil Belajar
Data untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa
setelah dilakukan penerapan pendekatan inkuiri pada
akhir siklus menggunakan rumus:
−
x=
∑ Ns
5.
(3)
N
6.
Persentase ketuntasan belajar siswa dihitung
dengan menggunakan rumus:
Ka =
I.
∑ Na x100%
∑N
dalam kegiatan
siklus ke siklus
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
15,24%
25,71%
10,47
%
63,81%
81,9%
43,81%
72,38%
18,09
%
28,57
%
100%
100%
0%
63,81%
83,81%
20%
292,38
%
381,89
%
48,73%
63,65%
89,51
%
14,92
%
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa:
a) Bertanya kepada guru
Pada Siklus I aktivitas bertanya kepada guru ratarata adalah 5,71%, hal ini disebabkan siswa masih
malu untuk bertanya dan takut dipermalukan siswa
:
belajar siswa
meningkat dari
Menjawab
pertanyaan
guru
Mencatat
materi
Aktif
berdiskusi
dalam
kelompok
Mengerjakan
latihan
Memperhatikan
penjelasan guru
Jumlah
Rata-rata aktivitas
siswa
(4)
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah
Aktivitas
pembelajaran
Target ketercapaian hasil belajar siswa yang
diharapkan adalah siswa memperoleh nilai ≥
60 mencapai ≥ 60% pada akhir siklus.
1. Aktivitas Belajar Siswa
Hasil analisis data pada lembar observasi aktivitas
belajar siswa diketahui bahwa persentase siswa yang
aktif ≥ 60 sudah memenuhi kriteria keberhasilan
yang dikehendaki. Persentase aktivitas belajar siswa
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Belajar pada
Siklus I dan Siklus II
Penin
Siklus
Siklus
No Jenis Aktivitas
gkata
I
II
n
1. Bertanya
5,71% 18,09% 12,38
kepada guru
%
Sedangkan rumus persentase rata-rata pada tiap
pembelajaran adalah
% AS =
≥ 15
≥ 25
≥ 70
≥ 70
≥ 75
≥ 80
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
H. Teknik Analisis Data
1.
Analisis Data Aktivitas Belajar
Data aktivitas belajar diperoleh dengan melihat
aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada tiap
siklus serta mencatatnya pada lembar observasi yang
telah disediakan.
Rumus persentase setiap setiap jenis aktivitas pada
pembelajaran adalah
%A=
Target (%)
170
Pada aktivitas mengerjakan latihan tidak
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena
guru
mengharuskan
kepada
siswa
untuk
mengumpulkan setiap latihan yang dikerjakan sehingga
siswa merasa memiliki kewajiban untuk mengerjakan
soal latihan yang diberikan. Sehingga sktivitas
mengerjakan latihan baik pada siklus I maupun pada
siklus II adalah 100 %.
f) Memperhatikan penjelasan guru
Pada siklus I, aktivitas siswa pada saat
pembelajaran yang aktif memperhatikan penjelasan
guru sebanyak 63,81%, siswa yang lain belum
termotivasi untuk belajar dan masih menganggap
remeh pelajaran. Untuk meningkatkan aktivitas
tersebut guru melakukan pendekatan secara individual
yang berupa guru memberikan perhatian lebih dan guru
menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran.
Pada siklus II, aktivitas memperhatikan guru
menerangkan mengalami peningkatan sebesar 20%
dari 63,81% menjadi menjadi 83,81%. Peningkatan
aktivitas memperhatikan penjelasan guru terjadi
disebabkan antara siswa dan guru mulai akrab dan
terjalin komunikasi serta siswa termotivasi untuk
belajar.
2. Aktivitas Guru pada saat Pembelajaran
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru
diperoleh data bahwa guru telah melaksanakan semua
aspek yang diamati, namun dalam pelaksanaannya
masih belum maksimal. Pada siklus I dari 10 aspek
yang diamati dari semua pertemuan didapat 6 aspek
terkategori baik, 17 aspek terkategori cukup, dan 7
aspek terkategori kurang. Pada siklus II dari 10 aspek
yang diamati dari semua pertemuan didapat 9 aspek
terkategori baik, 21 aspek terkategori cukup, dan 0
aspek terkategori kurang. Dari data tersebut didapat
bahwa aspek yang terkategori cukup lebih banyak
dibandingkan yang terkategori baik atau kurang.
Pada awal pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan pendedekatan inkuiri, guru kurang
memotivasi siswa memahami materi dan guru kurang
melatih siswa untuk mengajuka pertanyaan akibatnya
guru lebih aktif dalam kegiatan proses belajar mengajar
dibandingkan siswa. Selain itu, siswa juga belum
terbiasa dalam memahami hakekat pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan inkuiri. tetapi seiring
berjalannya waktu, pengelolaan pembelajaran semakin
baik dan mengalami peningkatan. Aktivitas guru setiap
siklus mengalami peningkatan. Peningkatan ini
disebabkan guru mampu memperbaiki kekurangankekurangan pada saat pembelajaran di setiap
pertemuan dengan selalu meminta masukan dari
observer maupun dari refleksi yang dilaksanakan pada
akhir siklus. Hal ini dilakukan agar proses
pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan baik
dan teratur yang diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
3. Hasil Belajar Siswa
Dari hasil penelitian diperoleh data skor hasil
belajar fisika siswa dalam pembelajaran dengan
lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru
memberikan pengarahan bahwa siswa yang sering
bertanya bukan berarti tidak paham terhadap materi,
dan guru memberikan semangat kepada siswa agar
merasa percaya diri ketika mengajukan pertanyaan
kepada guru. Pada siklus II, siswa yang bertanya
kepada guru mengalami perubahan menjadi 18,09%
sehingga ada peningkatan sebesar 12,38%.
b) Menjawab pertanyaan guru
Pada aktivitas yang kedua yaitu menjawab
pertanyaan guru terjadi peningkatan sebesar 10,47%.
Pada siklus I, siswa takut kalau mau menjawab
pertanyaan guru karena takut salah atas jawaban
tersebut dan kurang percaya diri atas jawabannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru
memberikan motivasi serta guru memberikan nilai
tambah pada siswa yang mau menjawab pertanyaan
guru maupun pertanyaan temannya sendiri. Hal ini
bertujuan agar siswa termotivasi dan memiliki percaya
diri dalam menjawab pertanyaan guru. Pada siklus II,
siswa sudah lebih berani menjawab pertanyaan guru.
Dengan demikian aktivitas menjawab pertanyaan guru
meningkat dari siklus I 15,24% ke siklus II menjadi
25,71%.
c) Mencatat materi
Pada aktivitas mencatat materi pelajaran terjadi
peningkatan sebesar 18,09%. Pada siklus I siswa masih
malas dan menganggap remeh pelajaran. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut guru memberikan
pengarahan pada siswa agar siswa bersemangat untuk
mencatat materi pelajaran, karena mencatat sangat
diperlukan untuk mengingatkan siswa jika lupa, dan
jika sering dipelajari maka ingatan akan semakin
tajam. Pada siklus II, siswa mulai menyadari
pentingnya mencatat dan merangkum konsep
pelajaran, karena dengan mencatat materi yang sudah
dipelajari di sekolahan, materi pelajaran tersebut bisa
dipelajari di rumah. Hal ini yang menyebabkan
aktivitas mencatat materi pada siklus II mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu 63,81%
menjadi 81,9%.
d) Aktif berdiskusi dalam kelompok
Aktivitas berdiskusi dalam kelompok terjadi
peningkatan sebesar 28,57%. Pada siklus I, siswa yang
lebih pandai tidak membantu temannya yang kurang
paham terhadap materi, mereka lebih berkonsentrasi
pada pengerjaan soal. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut guru memberikan arahan kepada siswa yang
mempunyai kemampuan akademis lebih tinggi agar
mau membantu anggota sekelompoknya karena dengan
proses kerjasama ini akan meningkatkan kemampuan
individu dan kelompok dalam proses sosialisasi antar
anggota kelompok. Pada siklus II, siswa mulai
menyadari pentingnya kerjasama kelompok sehingga
partisipasi antar anggota kelompok sudah berjalan. Hal
ini yang menyebabkan aktivitas kerjasama dalam
kelompok mengalami peningkatan dari siklus I 43,81%
ke siklus II menjadi 73,38%.
e) Mengerjakan latihan
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
171
menggunakan pendekatan inkuiri pada
siklus II dapat dilihat pada tabel 2.
tabel 3. Perbandingan Hasil Belajar
dan Siklus II
No
Katego Nila Banyak
ri
i
Siswa
Siklu Sikl
s
us
I
II
20
30
1.
Tuntas
≥ 60
2.
Tidak
Tuntas
<
60
15
5
siklus I dan
Dalam kegiatan belajar, aktivitas memegang
peranan penting karena sangat menunjang hasil belajar.
Hasil belajar akan tercapai dengan baik apabila
aktivitas belajar itu tinggi. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Rohani (2004:6) “ Belajar yang berhasil
mesti melakukan berbagai macam aktivitas, baik
aktivitas fisik maupun psikis”. Jadi dengan demikian
dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar akan sangat
menentukan hasil belajar.
pada Siklus I
Persentase
Sikl
us
I
57,1
4%
42,8
6%
Sikl
us
II
85,7
1%
14,2
9%
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa.
Nilai rata-rata belajar siswa
63,5 79,5
4
7
Berdasarkan tabel 2. Nilai rata-rata belajar siswa
meningkat dari setiap siklusnya, di mana pada siklus I
rata-rata hasil belajar siswa 63,54 sedangkan pada
siklus II menjadi 79,57 sehingga terjadi peningkatan
sebesar 16,03. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai
sesuai dengan KKM ≥ 60 sebanyak 57,14%,
sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 85,71%.
Dengan demikian ketuntasan belajar pada siklus II
telah mencapai atau memenuhi indikator keberhasilan
tindakan, yaitu siswa yang mendapat nilai ≥ 60
minimal sebanyak 60% dari jumlah seluruh siswa.
Berdasarkan tabel 2 terlihat ada peningkatan hasil
belajar siswa yang nilainya pada kategori tuntas dari 20
siswa menjadi 30 siswa atau meningkat 28,57%
sehingga hasil belajar pada siklus II lebih baik dari
pada siklus I meskipun maih ada 5 siswa yang tidak
tuntas, tetapi secara umum hasil belajar pada siklus II
sudah memenuhi indikator keberhasilan yang
ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan inkuiri terlihat
meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa karena siswa
terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Selain
menambah pemahaman siswa tentang materi yang
dipelajari, siswa juga meningkatkan rasa percaya diri
dalam mengungkapkan pendapat dalam berdiskusi
bersama-sama temannya. Dalam pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan inkuiri siswa juga belajar
menghargai pendapat dan hasil karya temannya serta
saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru.
Peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II
disebabkan karena dalam pembelajaran inkuiri ini
siswa mampu memahami materi, siswa merasa senang
karena dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan
ikut aktif terlibat langsung dalam menemukan
penyelesaian jawaban melalui contoh-contoh konkrit
yang sederhana yang sifatnya telah dipahami oleh
siswa. Sehingga daya ingat siswa tentang rumus dapat
bertahan lama. Selain itu juga siswa termotivasi untuk
mengembangkan kemampuannya dalam berfikir
setahap demi satahap dari yang sederhana menuju pada
yang lebih kompeks.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang membantu penelitian ini sehingga berjalan sesaui
dengan yang diharapkan.
PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
172
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono,
Psikologi Belajar. Jakarta, Rineka Cipta.2004.
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara, 2005.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka
Cipta, 2006.
Arikunto, Suharsimi, (dkk), Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta, Bumi Aksara, 2007.
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur, Teori
Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta, ArRuzz Media,2007.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain,
Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka
Cipta, 2006.
Gulo, W, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta,
Grasindo, 2004.
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar,
Jakarta, Bumi Aksara, 2005.
Kunandar, Guru Profesional, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2007.
Rohani, Ahmad, Pengelolaan Pengajaran,
Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar,
Jakarta,
Raja
Grafindo
Persada,2008.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1987.
Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan,
Jakarta, Bumi Aksara, 2007.
Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar,
Jakarta, Departemen pendidikan Nasional
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Tenaga Pendidikan,
2004.
Suwarna, Pengajaran Mikro, Yogyakarta,
Tiara Kencana, 2006
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Uno, Hamzah B, Model Pembelajaran
Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta, Bumi Aksara,
2008
Yamin, Martines, Paradigma Pendidikan
Konstruktivistik. Jakarta, Gaung Persada Press,
2008.
Triarso, Agus. 2008. Faktor-Faktor dalam
Proses Belajar, (Online), (http://waroengedukasi.blogspot.com/2008/12/faktor-faktordalam-proses-belajar.html, diakses 22 Maret
2009).
Lubis, Niena Karmila. 2008. Pembelajaran
Inkuiri,
(Online),
(http://mahasiswapascasarjanaunimed.blogspot
.com/2008/02/pembelajaran-inkuiri.htm
diakses 26 April 2009 )
No Name.2009. Model Pembelajaran Inkuiry,
(Online),
(http://oimhim87.blogspot.com/2009/01/model
-pembelajaran-inkuiry.htm diakses 25 Maret
2009).
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
173
UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI DAN ALAT PRAKTIKUM FISIKA SMA BAGI
MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA MELALUI KEGIATAN ASISTENSI DI SMA NEGERI 1
PURWOREJO
Susilo Edy Purnomo1), Eko Setyadi Kurniawan2)
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo
Jl. KHA.Dahlan 3, Purworejo 54111
1)
e-mail: [email protected]
2)
e-mail: [email protected]
Intisari – Telah dilakukan penelitian guna mengetahui peningkatan penguasaan materi dan peralatan praktikum
Fisika tingkat SMA bagi mahasiswa program studi Pendidikan Fisika melalui kegiatan asistensi. Asistensi
merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa di program studi Pendidikan Fisika UMP pada
semester VI yang berbobot 1 sks. Dalam pelaksanaanya, mata kuliah Asistensi ini hanya dilakukan di laboratorium
kampus pada praktikum Fisika Dasar 1 dan 2 maupun praktikum Elektronika Dasar. Untuk itu, guna mendekatkan
mahasiswa terhadap kondisi nyata di sekolah telah dilakukan upaya pengenalan secara langsung antara mahasiswa
dan siswa melalui kegiatan Asistensi Praktikum Fisika yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Purworejo. Sebagai
subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah
Purworejo semester VI yang berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan uji pretest dan postest terhadap
penguasaan materi dan alat praktikum Fisika SMA. Pretest rata-rata 67,03 dan postest rata-rata meningkat
menjadi 73,93. Hasil penelitian menunjukan telah terjadi peningkatan pemahaman baik materi maupun penguasaan
peralatan praktikum Fisika SMA sebesar sebesar 22,26%. Sehingga kegiatan asistensi di sekolah dapat dijadikan
kegiatan yang berkelanjutan dalam bentuk pendampingan praktikum di SMA guna meningkatkan kemampuan
mahasiswa (calon guru) dalam penguasaan materi dan peralatan praktikum Fisika di SMA.
.
Kata kunci: Asistensi, Praktikum Fisika SMA
I. PENDAHULUAN
Laboratorium dibangun berdasarkan suatu kesadaran
penuh bahwa pembelajaran di laboratorium mempunyai
posisi penting dalam pendidikan, karena dalam rangka
mencapai tujuan yang bersifat multi dimensi dalam
proses pembelajaran, diperlukan strategi pembelajaran
yang memadai. Salah satu strategi pembelajaran yang
dapat dianggap dapat mencakup tiga ranah (kognitif,
afektif, dan psikomotor) adalah pembelajaran di
laboratorium (Rahayuningsih & Dwiyanto, 2005).
Secara teoritis keberadaan laboratorium diharapkan
mampu menunjang kegiatan-kegiatan yang terpusat
pada pengembangan ketrampilan tertentu, antara lain
keterampilan proses, ketrampilan motorik dan
pembentukan sikap ilmiah, khususnya pengembangan
minat untuk melakukan penyelidikan, penelitian dan
minat mempelajari alam secara lebih mendalam (Hudha,
2002 : 2).
Mahasiswa Pendidikan Fisika dalam pelaksanaan
praktikum fisika dasar masih mengalami kesulitan
dalam menguasai alat-alat praktikum walaupun telah
disusun buku panduan praktikum dalam bentuk modul
dan format penilaian kegiatan praktikum. Penilaian
kegiatan praktikum Fisika Dasar didasarkan pada : (1)
tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap
pelaporan, (4) nilai tahap akhir praktikum (tes final).
Sehingga
perlu adanya pembekalan terhadap
mahasiswa yang telah melakukan praktikum fisika
dasar, dalam mengelola laboratorium, manajemen
laboratorium, merawat, mereparasi alat dan bahan
praktikum serta mengerti kondisi yang ada dilapangan,
dengan melakukan kegiatan asistensi di SMA.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Dari uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti peningkatan penguasaan materi dan alat
praktikum fisika mahasiswa semester VI melalui
kegiatan asistensi di SMA Negeri 1 Purworejo.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Segala sesuatu yang telah diketahui tentang dunia
fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur sifatsifat yang dipelajari melalui percobaan atau praktikum,
yaitu dengan pengamatan-pengamatan terhadap gejala
alam. Gejala-gejala alam yang sukar ditemukan, yang
tidak bisa diamati dari dekat dan sulit diamati karena
waktunya cepat bagi mata kita, maka dibuat modelnya
di dalam laboratorium. Kondisi-kondisinya diatur
sedemikian sehingga sesuai dengan gejala alam yang
sebenarnya serta proses dan hasilnya diamati atau
diukur kemudian hasil pengukurannya diolah. Dari hasil
pengolahan ini lah dapat ditarik kesimpulan apakah
teori memiliki kebenaran sesuai dengan gejala alam atau
tidak (Wirasasmita, 1989 : 1-3).
Dengan adanya kegiatan praktikum maka mahasiswa
atau siswa diharapkan lebih mudah mempelajari
pelajaran fisika, karena mereka dapat membandingkan
teori-teori yang telah diajarkan dengan hasil percobaan
yang diperolehnya di laboratorium. Di samping itu juga
kegiatan praktikum dapat mendidik mahasiswa bersikap
mandiri, ilmiah, dapat memecahkan masalah dan
melatih keterampilan. Dengan demikian pembelajaran
melalui pendekatan praktikum bertujuan : (1)
mendorong dan mempertahankan minat, sikap yang
baik, kepuasan, keterbukaan, dan rasa ingin tahu tentang
ilmu pengetahuan alam, (2) mengembangkan pikiran
kreatif dan kemampuan untuk memecahkan masalah,
174
(3) mendorong berbagai aspek dari pikiran keilmuan
termasuk bagian-bagian metode ilmu pengetahuan alam
seperti merumuskan hipotesa dan anggapan, (4)
mengembangkan pemahaman konsep dan potensi
intelektual, (5) mengembangkan keterampilan proses
seperti merancang dan melakukan penyelidikan,
pengukuran, merekam data, menganalisa dan
menafsirkan hasil percobaan, (6) mengembangkan
keterampilan dalam menggunakan teknik-teknik
exsperimental dan penggunaan alat seperti multimeter,
jangka sorong,micrometer sekrup, merancang alat dan
sebagainya.
Menurut tujuannya, pembelajaran melalui pendekatan
praktikum dibedakan menjadi tiga : (1) praktikum
konsep menekankan perkembangan konsep siswa dan
penanggulangan miskonsepsi, (2) praktikum konsep
menekankan latihan keterampilan proses, yaitu
keterampilan yang digunakan untuk mencari dan
mengesahkan pengetahuan eksperimen, (3) praktikum
keterampilan menekankan latihan penggunaan peralatan
dan teknik-teknik eksperimental seperti penggukuran
dengan multimeter dan stopwatch, menyolder,
merancang peralatan (Anonim, 1994 : 1-4).
Mata kuliah asistensi Praktikum Fisika Dasar
merupakan mata kuliah wajib tempuh untuk mahasiswa
Program Study Pendidikan Fisika yang berbobot 1 sks
namun pelaksanaan bernilai 150 menit ( setara 2 sks).
Model praktikum fisika yang selama ini dilakukan
adalah model resep makanan, yaitu semua hal yang
berkaitan dengan praktikum mulai dari petunjuk
praktikum sampai alat telah disediakan oleh laboran.
Hasil evaluasi tim pengampu Praktikum Fisika Dasar
menyatakan bahwa selama ini banyak kelemahankelemahan pada pelaksanaan praktikum. Model tersebut
kurang menumbuhkan semangat menggali pengetahuan
atau inquiry, karena mahasiswa telah disajikan apa yang
akan diperoleh dari praktikum tersebut. Oleh karena itu
diupayakan penguasaan praktikum fisika melalui
kegiatan asistensi di SMA.
Asistensi praktikum adalah pelaksana lapangan dalam
kegiatan praktikum yang berhubungan langsung dengan
siswa (praktikan) sebagai peserta kegiatan praktikum.
Sistem organisasi manajemen laboratorium fisika SMA
Negeri 1 Purworejo disajikan pada Gambar 1. Dari
Gambar 1 terlihat bahwa struktur organisasi pengelolaan
laboratorium meliputi laboratorium Kimia, Fisika, dan
Biologi.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
Gambar 1. Struktur organisasi Pengelolaan
laboratorium fisika
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan
Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo terhadap
mahasiswa yang telah melaksanakan kegiatan asistensi
praktikum fisika di SMA Negeri 1 Purworejo tahun
2012, kelas X-1 sampai X-9 dari hari senin tanggal 30
April 2012 sampai dengan hari sabtu tanggal 12 Mei
2012 sejumlah 31 orang. Untuk mengetahui
kemampuan awal mahasiswa pada ranah kognitif
digunakan tes awal (pre test) mahasiswa dalam
penguasaan materi Fisika kelas X, dan alat praktikum.
Hasil tes awal terhadap 31 mahasiswa semester VI
tahun akademik 2011/2012 diperoleh nilai terendah
sebesar 55 sedangkan nilai tertinggi sebesar 82 dan ratarata sebesar 67,03 dengan standar deviasi 7,03.
Sementara itu hasil setelah dilakukan proses kegiatan
asistensi praktikum fisika SMA diadakan pos test
dengan soal yang sama dengan pre test, diperoleh nilai
terendah sebesar 65,00 sedangkan nilai tertinggi sebesar
85,00 dan rata-rata sebesar 73,58 dengan standar deviasi
6,11 terjadi peningkatan sebesar 22.26%. Adapun hasil
pre test dan pos test disajikan tabel 1.
Tabel 1. Hasil pre test dan pos test mahasiswa
Pre
Pos
Asisten
test
test
%
1
82
85
9.67%
2
55
60
16.12%
3
60
65
16.12%
4
80
84
12.90%
5
55
65
32.25%
6
76
80
12.90%
7
75
80
16.12%
8
75
80
16.12%
9
72
75
9.67%
10
73
75
6.45%
11
66
78
38.70%
12
67
70
9.67%
13
68
73
16.12%
14
69
74
16.12%
15
70
75
16.12%
175
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah
Rata-rata
75
66
68
58
60
60
67
70
73
59
60
62
64
65
66
62
2078
67.03
79
72
75
70
75
70
75
75
79
65
65
69
75
75
79
75
2281
73.93
12.90%
19.35%
22.58%
38.70%
48.38%
32.25%
25.80%
16.12%
19.35%
19.35%
16.12%
22.58%
35.48%
32.25%
41.93%
41.93%
654.83%
22.26%
(a)
Hasil Pre test dan Pos test
100
80
60
Pre test
40
Pos test
20
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Gambar 2. Hasil pre test dan pos test
Dengan adanya kegiatan asistensi, mahasiswa dapat
memperoleh wawasan dengan mengamati siswa
(praktikan)
ketika
menyimpulkan
dan
mengkomonikasikan konsep fisika setelah mereka
memperoleh data dalam kegiatan praktikum. Mahasiswa
lebih mudah dalam belajar karena lembar kerja siswa
(LKS Praktikum) telah di jelaskan oleh guru, asisten
membantu menyiapkan alat dan bahan praktikum dan
membantu mendampingi siswa dalam melaksanakan
praktikum. Dengan adanya asistensi praktikum fisika
mahasiswa semester VI mempunyai bekal dalam
mempelajari fisika, berkomunikasi langsung dengan
peserta didik, mengetahui kelebihan dan kekurangan
peserta didik dalam bertanya, bekerjasama dalam
praktikum, sehingga dengan asistensi praktikum fisika
di SMA dapat meningkatkan konsep pemahaman
mahasiswa dalam materi yang akan diajarkan dan
praktikum yang dapat dilaksanakan.
Dokumentasi kegiatan asistensi praktikum fisika
kelas X pada saat praktikum Kalor jenis bahan dan
Hukum Ohm.
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
(b)
Gambar 3. (a) Interaksi siswa (praktikan) dalam
bertanya pada saat praktikum fisika kelas X. (b)
Interaksi Asisten dengan siswa (praktikan) pada saat
kegiatan praktikum fisika kelas X di SMA Negeri 1
Purworejo
IV. KESIMPULAN
Dari hasil uraian diatas dapat ditunjukan bahwa
terjadi peningkatan pemahaman materi dan alat
praktikum di SMA. Hal ini dapat ditunjukan dari hasil
pre test dan pos test sebesar sebesar 22,26%. Atau pre
test rata-rata 67,03 dan postest rata-rata meningkat
menjadi 73,93. Sehingga kegiatan asistensi di sekolah
dapat dijadikan kegiatan yang berkelanjutan dalam
bentuk pendampingan praktikum di SMA guna
meningkatkan kemampuan mahasiswa (calon guru)
dalam penguasaan materi dan peralatan praktikum
Fisika di SMA.
Saran
Kegiatan asistensi praktikum fisika SMA perlu
dilakukan secara berkelanjutan untuk membekali
mahasiswa sebelum mereka menjadi seorang guru
fisika.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Kepala sekolah SMA Negeri 1 Purworejo Ibu
Budiastuti Sumaryanti, M.Pd yang telah
mengijinkan kegiatan Asistensi Praktikum kelas X
2. Kepala Laboratorium Fisika Drs. Sutrisno, S.Pd
yang telah mengijinkan kegiatan Asistensi
Praktikum kelas X
176
PUSTAKA
[1] Rahayuningsih, E. & Dwiyanto, D. 2005.
Pembelajaran di laboratorium. Yogyakarta : Pusat
Pengembangan Pendidikan UGM
[2] Hudha, A, M. 2008. Penggelolaan Praktikum di
Laboratorium. Makalah Lokakarya Fiskes UMM
[3] Amin, M. 1989. Pedoman Laboratorium dan
Praktikum MIPA, Jakarta : Depdikbud
[4] Ellianawati, B. Subali. Penerapan Model
Praktikum Problem Solving Laboratory sebagai
Upaya untuk Memperbaiki Kualitas Pelaksanaan
Praktikum Fisika Dasar. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia 6 (2010), pp. 90-97
[5] Wirasasmita, O. 1989. Pengantar Laboratorium
Fisika, Jakarta : Depdikbud
[6] Anonim. 1994. Praktikum Fisika. Ujung Pandang.
IKIP
[7] Eko
Setyadi
Kurniawan.
Problematika
Pengguasaan Bahan Ajar Fisika SMA kelas X
pada Mahasiswa Pendidikan Fisika. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA. Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011, pp. 109-114
[8] P. Kurnianto, P. Dwijayanti, dan Khumaedi,
Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan
Mengkomunikasikan Konsep Fisika melalui
Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010), pp. 6-9
Seminar Nasional Quantum 2012, Pendidikan Fisika UAD, 24 Juni 2012
177
Download