POLITIK PEMEKARAN WILAYAH STUDI KASUS PROSES PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Muhammad Rifki Pratama 105033201143 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H/2010M 1 2 3 4 ABSTRAKS Muhammad Rifki Pratama Politik Pemekaran Wilayah: Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan Dengan berusaha melakukan konsentrasi dalam pemekaran wilayah. Secara umum skripsi ini mengingatkan kepada penulis khususnya, dan kepada insan akademisi dan segenap masyarakat pada umumnya, bahwa pemekaran wilayah adalah sesuatu yang memiliki tujuan penting bagi sebuah daerah dalam suatu Negara, baik secara teori maupun secara praktiknya. Dalam ilmu politik, ada hal yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu bagaimana melakukan kesejahteraan sosial kepada seluruh rakyat. Begitu juga dalam mengejawantahkan azas demokrasi, yang mengembalikan segala sesuatunya kepada rakyat, artinya demokrasi juga mencita-citakan kesejahteraan sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah negera. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilayah, dengan upaya meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat, secara otomatis juga sedang melakukan upaya mensejahterakan masyarakat. Dalam pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang selatan yang terekam dalam skripsi ini, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan prosesprosesnya, baik secara adminstratif maupun secara politik, bagaimana wacana tersebut secara langsung disosialisasikan kepada masyarakat Tangerang di lima kecamatan yang hendak menjadi Kota Tangerang selatan. Ternyata memunculkan berbagai polemik, pro dan kontra, baik ditingkatan grace root maupun ditingkatan pemerintahan, karena pada umumnya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat, karena memang pada intinya yang dibutuhkan masyarakat adalah sebuah hidup yang sejahtera (berkecukupan secara sandang, papan dan pangan). Jadi untuk mensejahterakan masyarakat, pemekaran wilayah bukanlah sesuatu yang urgent. Sedangkan dalam skripsi ini, tipe metode penelitian yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menampilkan data yang deskriptif, yang dalam teknik pengumpulan datanya menggunakan berbagai macam tekhinik, seperti observasi, wawancara langsung dengan para tokoh yang terlibat secara langsung, juga dengan berusaha mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan. Dan sedangkan dalam teknik analisa datanya, penulis berusaha menggunakan teknik deskriptif, yang bertujuan agar dapat membuat gambaran terhadap data-data yang ada, sehingga dapat menghasilkan data yang sistematis, faktual, aktual dan akurat. 5 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan upaya melainkan berkat uluran tangan-Nya. Tiada karya atau cipta melainkan inspirasi dari-Nya. Karena keagungan dan kebesaran-Nya dapat menyelesainkan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir masa. Perkenankanlah penulis dalam kesempatan ini menyampaikan pada mereka-mereka yang terkasih. Pertama penulis sampaikan terima kasih yang tak terkatakan keada kedua orang tua Ayahda H. M. Abduh dan Ibunda Hj. Isma Gustiari Semoga rahmat Allah SWT terlimpahkan kepadanya. Amin. Jika tanpa uluran tangannya, cintanya, motivasinya dan kasih sayangnya penulis tidak akan dapat menempuh jalan hidup ini dalam fase kehidupan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta berkat beliau yang telah memberikan dukungan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepada Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kepada Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag selaku ketua jurusan Ilmu Politik, M. Zaki Mubarak, S. Ip. M. Si, selaku sekretaris Ilmu Politik dan Joharotul Jamilah S. Ag, M. Si, yang pernah menjabat sebagai sekretaris sementara untuk Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Faktultas Ilmu Sosial dan politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6 Kepada Bapak Drs. Agus Nugraha, M.Si., selaku dosen pembimbing yang tak terhingga telah memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi yang membangun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Seluruh Dosen dan segenap staf-stafnya di FISIP dan Usuluddin dan Filsafat (FUF) serta Dosen pengajar pada Program Studi PPI dari awal hingga proses akhir penulis menjalani belajar di bangku kuliah hingga sekarang. Semoga apa yang beliau-beliau telah berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT dan mudah-mudahan bermanfaat untuk diri penulis khususnya serta pada orang lain pada umumnya sehingga menjadi keberkahan hingga akhir hayat, Amin. Terimakasih untuk adik-adik tercinta Nabila Putri, Insy Rafida Amalia dan Muhammad Riziq Faturrahaman yang selalu memberikan motivasi untuk penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. Juga tidak lupa penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Gus Udin, Gus Luthfi, Gus Zaky, Bos Luthfillah, Habib Oky, Akang Ali, Akang Cikal, Abang Arif, Kaka Rifki, Mas Hendi, Abang Ivan, Teteh Annisa (Nze), Mpo Musyrifah, Mba Othul, Mpo Sahla, Mba Fitri, Teteh Selvi, Teteh Syifa, Uni Inke, Teteh Komala dan semua teman-teman PPI “05” yang telah memberikan banyak bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan, tanpa semangat dan motivasi yang mereka berikan penulis tidak akan pernah sempurna dalam penulisan. Dengan motivasi, kritikan, semangat dan saran menjadi penulis bersemangat mencoba menyelesaikan skripsi ini. Penulis ucapakan terimakasih kepada Bapak Drs. KH. Zarkasih Nur selaku Ketua Presidium Pembentukan Kota Tangerang Selatan dan Bapak H. Amin 7 Djambek sebagai Ketua FORMATS yang telah bersedia menjadi nara sumber dalam memberikan informasi mengenai pembentukan Kota Tangerang Selatan yang penulis butuhkan untuk penyusunan skripsi ini. Untuk Rieza Corry Nurficha penulis ucapakan terimakasih atas doadoanya dan sebagai inspirator serta motivator penulis yang selalu setia menemani penulis untuk menyusun skripsi ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muhammad Fatahillah S.Sos atas bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga apa yang mereka telah berikan hingga terselesainya skripsi ini mendapat barokah dan balasan yang setingkat juga dengan terselesainnya skripsi ini, semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pada umumnya, terutama untuk jurusan tercinta Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terakhir penulis mengharapkan kesudian pembaca bila terdapat kekeliruan dan kesalahan pada skripsi ini. Karena hanya ini yang bisa penulis berikan semoga di hari datang akan ada pembaharuan tentang skripsi ini. Jakarta, 28 Oktober 2010 Penulis Muhammad Rifki Pratama 8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................................6 C. Tujuan Penelitian............................................................................................7 D. Manfaat Penelitian.........................................................................................7 E. Metodelogi Penelitian....................................................................................8 F. Sistematika Penulisan....................................................................................9 BAB II KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH A. Desentralisasi dan Otonomi Daerah…….....................................................13 1. Pengertian Otonomi Daerah.....................................................................14 2. Pengertian Pemekaran Wilayah................................................................16 B. Filosofi Pemekaran Wilayah.........................................................................18 9 C. Tujuan Pemekaran Wilayah..........................................................................21 D. Syarat dan Aturan Hukum Pemekaran Wilayah...........................................23 E. Manfaat Pemekaran Wilayah.......................................................................26 BAB III PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN A. Kondisi Sosiografis, Politik, Ekonomi.........................................................31 1. Kondisi Geografis..................................................................................33 2. Kondisi Politik........................................................................................36 3. Kondisi Ekonomi....................................................................................38 B. Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan..........................................40 1. Wacana Pembentukan Kota Tangerang Selatan.....................................42 2. Faktor Pendukung terbentuknya Tangerang Selatan..............................45 BAB IV PROSES PEMEKARAN DAN TANGERANG SELATAN 10 PEMBENTUKAN KOTA A. Langkah Awal Menuju Tangerang Selatan.................................................50 1. DPRD Tangerang dan Dinamika Pemekaran Tangerang Selatan........51 2. Respon Pemerintah Provinsi Terhadap Pemekaran Tangsel................58 B. Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan............................................61 1. Tahap Pembahasan Rencana Undang- undang.....................................62 2. Morathorium dan Pembentukan Kota tangerang Selatan....................65 C. Polemik Struktur Pemerintahan Tangerang Selatan...................................69 D. Tangerang Selatan Milik Siapa?.................................................................74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................... ......76 B. Kritik Dan Saran.........................................................................................77 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di bagi dalam daerah, provinsi, kabupaten, dan kota diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus segala bentuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sampai pada tahun 1998, wilayah NKRI dibagi kedalam 27 Provinsi. Namun demikian, berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai demokratisasi dan pemekaran wilayah, saat ini di Indonesia telah di bagi dalam 33 Provinsi baru juga di ikuti dengan adanya 349 daerah kabupaten dan 91 kota dalam satu provinsi yang mengalami pemekaran. Dengan demikian daerah dapat berprakarsa sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki dan dapat mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mengedepankan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa1. Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan adalah permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah yang menuntut untuk mendapatkan kewenangan yang lebih luas, maka pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut telah menghadirkan paradigma baru terhadap Pemerintah Daerah, untuk bisa mengurus 1 Hasil penelitian dari Bappenas dan Litbang KOMPAS, yang kemudian diposting oleh Iqbal salah satu peneliti dari CDT (Center for Democracy and Transparency), dalam situs http://www.cdt31.org/opini6.htm. 12 dan menyelenggarakan pemerintahan daerah di Indonesia yang berbasis otonomi luas. Karena terdapatnya kebebasan bagi daerah dalam mengatur dan menggali potensi daerah-daerah tersebut, hal ini dilakukan dalam rangka menyelenggarakan nilai-nilai demokrasi, yang menghargai pluralitas yang di dalamnya terdapat keanekaragaman pemerintahan dan berbagai macam ide-ide briliant dari para pemerintah daerah guna membangun Indonesia yang lebih maju.2 Berawal dari perdebatan panjang mengenai Pemerintahan Daerah yang tercantum dalam Undang-undang tersebut, kini perdebatan mengenai otonomi daerah menghasilkan sebuah proses aspirasi dari masyarakat untuk mendapatkan otonomi penuh bagi daerah pemerintahannya. Proses pemekaran terjadi begitu pesat dan cenderung tidak terkendali. 3 Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan layanan pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. 4 Penambahan daerah otonom ini merupakan fenomena yang layak dikaji ulang. Sebab, pemekaran atau penambahan daerah otonom yang banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia sekarang ini tidak di dukung oleh Sumber Daya 2 Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, PGRI, dan European Union, 2006), h. 117-119. Lihat juga Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, lanskap Otonomi Daerah: Analisa dan Kritik, Dalam Indra J. Piliang dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan European Union, 2007), h. 153-154. 3 Terdapat 7 propinsi, 135 Kabupaten dan 32 kota yang terbentuk sebagai hasil pemekaran sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh DPD pada September 2007(DRSP, 2007). 4 Ermaya Suradinata, Pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka untuk meningkatkan integrasi bangsa, (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, Departemen Pertahanan, 2000), h. 10. 13 manusia (SDM) yang baik, akibatnya yang terjadi adalah tersendatnya roda pemerintahan daerah dan carut-marutnya tata pemerintahan, mencermati fenomena pemekaran wilayah di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru hingga memasuki pemerintahan sekarang. Secara teoritis, harus diakui bahwa kebijakan pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah di Indonesia telah menambah angka permasalahan baru terutama dalam proses penyusunan Undang-undang dan sistem ketatanegaraan kita saat ini. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan di eksploitasi pusat secara berlebihan. Oleh karena itu, hal ini lah yang melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah daerah untuk segera melakukan dan menyelenggarakan pemekaran wilayah, dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan pemekaran daerahnya. 5 Pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia harus diakui sebagian besar lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian berpendapat sebagai ekspansif kekuasaan politik saja, ada sebagian juga yang beralasan sebagai perluasan karir politik. Selebihnya bisa dikatakan dalam rangka mengibarkan bendera partai yang dianut. Jika mau dikatakan, hal ini lah yang sebenarnya menghambat proses pemekaran wilayah itu sendiri, karena penilaian layak atau tidaknya sebuah calon daerah otonom baru selama ini dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), namun oknum dan para elit politik daerah tersebut justru ditengarai menjadi konsultan pemekaran daerah otonom baru yang sebenarnya tak layak. Karena itu, restrukturisasi DPOD dan 5 Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, di muat pada tanggal 18 Mei 2008, artikel ini di akses pada tanggal 15 februari, 2010 dari http://butontengah.blogspot.com/2009/09/opini-pemekaran-daerah-ambisi-elit-atau.html. 14 Tim pemekaran wilayah setempat diperlukan dengan mengisinya dari kalangan profesional dan yang independen dan memiliki kemampuan luas tentang otonomi daerah, dengan demikian hal ini diharapkan mampu merekomendasikan kepada DPR dan Presiden tentang layak tidaknya sebuah calon daerah baru disahkan. Proses ini juga untuk menghindari dijadikannya isu pemekaran wilayah sebagai alat politik untuk bagi-bagi kekuasaan di daerah.6 Banyaknya pemekaran wilayah yang didorong oleh derasnya tekanan politik dan perebutan kekuasaan. Tekanan kuat dari daerah itu di respon positif oleh pemerintah pusat, padahal dalam taraf proses pemekaran tersebut, setidaknya telah banyak memberikan beban terhadap pemerintahan pusat, beban yang fundamental adalah beban finansial penyelenggaraan pemerintahannya. Di setujuinya pemekaran wilayah dapat juga dimaknai bahwa akan adanya sebuah keharusan pemerintah pusat untuk mengalirkan dana ke pemerintah daerah yang baru. Dengan tersedianya jaminan politik bahwa pemerintah pusat akan mencukupi segala kebutuhan setidaknya pemerintahan daerah yang baru di bentuk, karena daerah tersebut mendapatkan dana perimbangan, dan dalam hal khusus tertentu, berhak pula mendapatkan dana otonomi khusus. Pemaknaan sempit ini lah yang kini sebenarnya menjadi beban dan problem bagi pemerintah daerah baru juga bagi pemerintah pusat. Seharusnya jika ingin ditinjau secara politik, para pemerintah daerah yang baru di bentuk tersebut dapat menjadikan daerahnya sebagai arena baru bagi perjuangan eksponen politik setempat, seperti tokoh agama, pewaris pemerintahan tradisional, dan meningkatkan pelayanan 6 Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, di akses dari situs http://cetak.compas.com/read/xml/2010/01/07/03264345/menata.ulang.pemekaran.daerah. Pada tanggal 15 Februari 2010, dan di posting pada tanggal 07 januari 2010. 15 publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat daerah.7 Tangerang selatan, sebagai kota otonom baru yang tengah berkembang ditengah gejolak globalisasi, sebuah pemekaran yang natural berkembang atas dasar segenap aspirasi masyarakat, penulis mencoba berangkat memberanikan diri untuk sedikit mengurai keindahan dalam pemekaran Tangerang Selatan, berangkat dari kesadaran akan kebutuhan daerah, Tangerang Selatan mencoba mempromosikan diri untuk layak menjadi sebuah kota otonom, bukan berangkat atas dasar kekecewaan yang pernah ada dari salah satu pihak tentunya, seperti yang banyak dilakukan oleh daerah pemekaran lainnya, semoga saja apa yang dilakukan oleh masyarakat Tangerang Selatan berbuah layak Gorontalo yang lebih dulu menjadi daerah otonom. Kota Tangerang Selatan adalah wilayah otonom di Provinsi Banten. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Berawal dari keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom, namun karena sosialisasi yang mungkin kurang maksimal di lingkungan masyarakat dan sama sekali tidak mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten Tangerang pada saat itu, serta Provinsi Banten. Dan pada 27 Desember 2006 dengan segenap upaya dan memanfaatkan momentum PILKADA Tangerang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok 7 Lihat esai Jumadi, Problem Pemekaran Wilayah dan Pembagian Kewenangan, dalam Indra J. Piliang, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, (Jakarta, Penerbit YHB Center, 2006), H. 235-237. 16 Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa. Sebagai sebuah kota otonom baru, yang telah diresmikan pada tanggal 29 September 2008, melalui Undang-undang nomor 51 tahun 2008, dan dengan menggunakan sistem “self ditermined” diharapkan mampu menjadi sebuah kota otonom baru yang benar, yang berusaha membangun daerahnya secara merata, dan juga bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya, dan diharapkan mampu menjadi contoh bagi daerah-daerah yang serupa dengan Tangerang Selatan. Selama ini, Tangerang Selatan telah menyumbang sekitar 50% dari Pendapatan asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh kabupaten Tangerang. Sebut saja, PAD kabupaten Tangerang pada tahun 2006 sebesar Rp 180 Miliar. Separuhnya, sekitar Rp 90 Miliar di sumbang oleh Tangerang Selatan. Kini pusat pemerintahan Tangerang Selatan telah ditetapkan di kecamatan Ciputat. Alasannya, secara historis dan letak geografis, Ciputat adalah aset besar bagi PAD Tangerang selatan. Selain itu, Ciputat dulunya juga memiliki kantor Wedana yang menempati area seluas dua hektar di jalan Maruga, kelurahan Serua Indah8. Dari uraian di atas, penulis melihat ini adalah sebuah permasalahan yang menarik yg layak untuk dikaji dan dikembang untuk bahan skripsi. B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latarbelakang masalah diatas maka penulis hanya membatasi masalah pada kajian politik pemekaran wilayah dalam proses pembentukan 8Djoko Loekito, Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera ke Kota Tangerang Selatan, dalam website http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/topic.php?uid=1029271 26355&topic=10262, penulis adalah salah satu penggagas terbentuknya kota CIPASERA, di tulis pada tanggal 12 Juli 2009, dan di akses pada tanggal 15 Februari 2010. 17 Tangerang Selatan pada tahun 2006-2009. Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terfokus dan tidak melebar, maka pembahasan masalah dalam skripsi ini akan dibatasi hanya pada persoalan-persoalan politik dalam upaya menyelenggarakan kota tangerang Selatan. 2. Perumusan Masalah Berangkat dari persoalan di atas, maka penulisan skripsi ini akan dirumuskan sebagai berikut: a. Faktor-faktor yang mendasari tuntutan pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang? b. Bagaimana tarik-menarik elit politik dalam proses pemekaran? c. Bagaimana nuansa politik dalam proses pembentukan Kota Tangerang Selatan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum tersebut antara lain: 1. Untuk mengetahui dinamika yang berlangsung dalam proses politik pemekaran wilayah Tangerang Selatan. 2. Dan untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan dalam pemekaran Tangerang Selatan. 3. Dan untuk mengetahui beberapa implikasi politik pasca pemekaran wilayah Tangerang Selatan. Sedangkan tujuan khususnya dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan tugas akhir dari program sarjana (S1) pada jurusan Pemikiran Politik Islam. 18 D. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah: a. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan perpolitikan, khususnya mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran wilayah, karena semakin luasnya kajian tentang demorasi. b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi segenap aparat dan pemerintah daerah tangerang Selatan dalam menyelenggarakan program yang sedang dilaksanakannya. c. Secara subtansial, sebenarnya manfaat penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan pelajaran penting terhadap masyarakat modern saat ini, bahwa pemekaran wilayah memang penting untuk mendekatkan jarak antara pemerintah dan masyarakatnya, dan lebih dapat melakukan pemberdayaan manusia di tingkatan daerah. Namun pemekaran wilayah merupakan bukan jalan terakhir dari dari beberapa tujuan tersebut, karena efeknya jika pemekaran wilayah ini gagal dimaksimalkan, maka masyarakat sendiri lah yang akan merasakannya. E. Metodelogi Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif, Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti. Agar dapat menghadirkan sesuatu yang baru bagi kajian politik Islam saat ini. 1. Teknik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 19 a. Studi literatur (kepustakaan) dan dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui literatur buku, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan objek yang sedang di teliti. b. Wawancara, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui tanya jawab dengan pelaku sejarah dan pihak-pihak yang terkait.9 Dalam hal ini K. H. Zarkasyi Noer selaku Ketua Presidium Pemekaran Tangerang Selatan, adalah tokoh penting dalam proses pemekaran Tangsel, posisinya sebagai ketua Presidium adalah menjembatani kinerja pemerintah daerah dengan pusat, agar terjadinya sebuah hubungan yang dapat mendukung proses pemekaran tersebut. Selain itu, H. Amien Djambek, adalah salah satu tokoh penting juga yang kurang banyak diketahui masyarakat Tangsel pada umumnya, padahal beliau merupakan salah satu penggerak penting dalam proses pemekaran Tangsel, posisinya sebagai Ketua Umum FORMAT (Forum Membangun Tangerang Selatan) dimana 80% anggotanya adalah aparatur pemerintahan disektor kelurahan dan kecamatan, sehingga koordinasi antara para pengerak dan pelopor pemekaran ini dengan segenap aparatur pemerintahan yang berada di sector kelurahan dan kecamatan senantiasa terjaga. 2. Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analysis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara 9 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 157-243. 20 memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai mengenai fakta-fakta seputar peran serta elit politik daerah dan masyarakat dalam mewujudkan pemekaran wilayah Tangerang Selatan. Untuk pedoman penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman terbitan UIN jakarta sebagai Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality Development Assurance (CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah jakarta 2007 sebagai pedoman penulisan dengan disesuaikan dari pengarahan dosen pembimbing skripsi. F. Sistematika Penulisan Guna memudahkan pembahasan penulisan yang lebih sistematis maka penulis menyusun kedalam lima bab, dengan penjelasan sebagai berikut: Bab pertama berisikan pendahuluan, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan. Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas “Konsep dan teori Pemekran Wilayah”, dengan sub judul pengertian otonomi daerah dan pemekaran wilayah, kemudian menjelaskan tentang filosofi pemekaran wilayah, syarat-syarat dan ketentuan hukum pemekaran wilayah, juga tujuan dan manfaat pemekaran wilayah. Kemudian dilanjutkan dengan bab ketiga yang membahas sejarah kota Tangerang Selatan, yang menjelaskan di mulai dari kondisi geografis, politik, budaya, dan ekonomi Tangerang Selatan, kemudian menjelaskan pula sejarah terbentuknya kota Tangerang Selatan, di mulai dari terbentuknya wacana 21 pemekaran daerah di kabupaten Tangerang, di mulai dengan isu CIPASERA (Ciputat, Pamulang, Serpong dan Pondok Aren) pada tahun 2000, dan dilanjutkan presidium persiapan kota Tangerang Selatan. Selanjutnya diteruskan oleh bab keempat, yang membahas proses pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, yang meliputi faktor-faktor apa saja yang menjadikan terbentuknya kota Tangerang Selatan, kemudian dilanjutkan dengan judul berikutnya yaitu mengenai peranan pemerintah dan elite politik daerah dalam proses pembentukan Tangerang Selatan, dengan di mulai terbentuknya faksi-faksi yang mendukung dan menolak terbentuk Tangerang Selatan, yang tak terlepas dari keterlibatan partai-partai politik daerah, yang menuai pro dan kontra baik dari tingkat masyarakat hingga tingkat DPR-RI, setelah terbentuk dan diresmikannya kota Tangerang Selatan, ternyata hal ini tidak kemudian selesai dengan mudah. Karena ternyata hal tersebut diakhiri dengan pembagian kue kekuasaan yang menuai polemik poltik di tingkat kabupaten dan pemerintah provinsi yang merasa berjasa dalam proses pemekaran kota Tangerang Selatan. Dan terakhir, adalah bab kelima, yang meliputi kesimpulan dan saransaran dan diteruskan dengan lampiran-lampiran dan daftar pustaka 22 BAB II KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH Pemerintahan selain memiliki misi menyelenggarakan pelayanan publik, juga memiliki misi lainnya yang memang diperlukan masyarakat, tetapi tidak dapat disediakan oleh organisasi lain. Seperti terjaminnya pemenuhan kepentingan masyarakat yang dapat dilihat dari fungsi pengaturan kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut pengaturan persaingan maupun pengaturan terhadap perlindungan masyarakat.10 Keberadaan Pemerintah diperlukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat, karena organisasi pemerintah mmemiliki kenerja dalam rangka mengemban misi yang diamanatkan oleh masyarakat itu sendiri, dan sekaligus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Keberadaan pemerintahan, ada bukan karena untuk melayani kebutuhannya pribadi. Akan tetapi, untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional. Namun yang terjadi pada Daerah-daerah saat ini sungguh berbeda, yang terjadi antara pemerintah dan masyarakatnya adalah terbentangnya jarak yang begitu jauh, sehingga keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat tidak lagi memenuhi pelayanan publik tersebut.11 10 Agus Dwiyanto, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang disampaikan dalam seminar kinerja organisasi pelayanan publik, FISIPOL UGM, 1995. 11 Prof. Dr. Sadu Warsistiono, Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Tangsel (Tinjauan Terhadap 36 Kecamatan Dan Kondisi Batas Alam, (Bandung: Jatinangor, 2007), h. 2. 23 A. Desentralisasi dan Pemekaran Wilayah Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari teori desentralisasi sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah satu prinsip demokrasi yang sjalan dengan ide desentralisasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit politik daerah mampu mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih untuk daerahnya12. Dalam pengertiannya, desentralisasi memiliki dua definisi, pertama, desentralisasi yang diterjemahkan sebagai pengalihan tugas operasional dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal. Kedua, desentralisasi yang digambarkan sebagai pendelegasian atau devolusi kewenangan pembuatan keputusan kepada pemerintah yang tingkatnya lebih rendah. Dengan demikian, pada dasarnya desentralisasi sungguh tak jauh bedanya dengan pemekaran wilayah yang berkembang pada saat ini, yang merupakan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat daerah. Lalu kemudian apa yang membuat masyarakat dan pemerintah lokal meminta lebih setelah diberikan otonomi daerah oleh pemerintah pusat, tentu saja hal ini menjadi pertanyaan besar bagi penulis khususnya ketika hendak mengkaji pemekaran wilayah. Ternyata setelah dikaji lagi lebih mendalam, selain desakan atas gelombang euphoria saat reformasi, pemicu derasnya pemekaran wilayah adalah dekrit presiden pada tahun 1959, yang segala sesuatunya harus dikembalikan 12 Meizar Malanesia, makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam sekolah pasca sarjana/ S3, Desentralisasi dan Demokrasi, dalam http://www.rudyct.com/PPS702ipb/09145/meizar_malanesia.pdf, yang diposting oleh http://www.pdffinder.com/DESENTRALISASI-DAN-DEMOKRASI.html 24 kepada UUD 1945 dan pancasila, namun pasca reformasi muncullah UU no 22/1999 yang lebih mencerminkan kebinekhaan ketimbang ketunggal ikaannya, namun dalam perkembangannya UU No 22/1999 ini direvisi menjadi UU No 32/2004, yang dinilai banyak kalangan sebagai bentuk resentralisasi soekarnois, jelas saja berbagai desakan pemakaran wilayah semakin membanjir di DPR, pasalnya makna desentralisasi bukan saja berkisar pada adanya kewenangan untuk melakukan pemerintahannya sendiri, namun telah bergeser kepada dorongan untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah induk, karena memang system desentralisasi yang mengacu pada pemerintahan induk justru dalam hal ini lebih berkesan sebagai eksploitator asset dan sumberdaya daerah setempat, imbasnya adalah rakyat sendiri lah yang kurang mendapatkan perlakuan yang adil dari pemerintah induk yang lebih memiliki control terhadap daerahnya13. B. Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah Diskersi (keleluasaan) bagi daerah dalam mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga sebuah daerah pemerintahan adalah sebuah paradigma baru dalam sebuah penyelenggaraan pemerintahaan daerah yang muncul setelah adanya UU No. 22/1999. Karena hal tersebut sangat mengapresiasi sebuah pluralitas, dan juga demokrasi, yang membuka ruang keterlibatan masyarakat lokal dalam segenap proses penyelenggaraan pemerintahan daerah. 14 13 Kerjasama Percik dan USAID Democratic ReformSupport Program (DRSP) dan Desentralization Support Facility (DSF), Proses dan Implikasi Sosial-Politik: Studi Kasus di Sambas dan Buton, (Pustaka Percik, 2007), h. 4-8. 14 Lihat juga Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, Mengkaji Kembali Konsep Pemekaran Daerah Otonom, Dalam Indra J. Piliang dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan European Union, 2007), h. 117-118. 25 Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 telah terdapat 4 provinsi, 98 kabupaten atau kota daerah otonom. Dan tepat pada tahun 2009, genap sewindu sudah kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal digulirkan di Tanah Air, namun dalam prakteknya hanya menyisakan segudang persoalan. Terdapat beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang menunjukkan kinerja yang mengagumkan (high performers) dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).15 Akan tetapi, untuk wilayah-wilayah otonom lain, kondisi sebaliknya yang terjadi. Angka kemiskinan tak banyak berubah, dari seluruh jumlah provinsi yang ada di Indonesia, ada 15 provinsi yang mengalami penurunan kemiskinan, sementara 18 provinsi mencatat peningkatan persentase penduduk miskin, namun penurunannya hanya bersifat fluktuatif “ada masa dimana kemiskinan kembali terulang diangka semula”. Sebuah distorsi dari segi pemaknaan dan praktek telah menodai nama “otonomi daerah”, oleh karena itu penulis melihat hal ini penting untuk dikaji kembali, terutama mengenai pemaknaan otonomi daerah dan pemekaran wilayah. Agar tidak terjadinya distorsi otonomi kembali dalam pemahaman kita saat ini. 1. Pengertian Otonomi Daerah Masyarakat indonesia sebenarnya tidak asing dengan otonomi daerah. Sejak zaman kemerdekaan, para pendiri republik Indonesia ini telah merumuskan tentang desentralisasi dan otonomi daerah untuk mengelola indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan masyarakat yang majemuk dan menjalin keberbedaan jenis. Oleh karena itu, konsep otonomi daerah sedari merdeka telah dirumuskan secara 15 “Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat-22- Mei-2009. H 15. 26 matang, walaupun dalam perkembangannya mengalami perubahan definisi, namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai-nilai subtantif. Otonomi daerah secara luas memiliki arti kewenangan sisa (residu) berada di tangan pusat (seperti pada negara federal). Sedangkan secara nyata otonomi berarti kewenangan menyangkut hal-hal yang diperlukan, tumbuh dan hidup, serta berkembang, dan akhirnya disebut bertanggung jawab, karena kewenangan yang diserahkan harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi, yaitu dengan peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik, serta menjaga hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.16 Dalam pengertian secara teoritis, otonomi daerah adalah sesuatu yang memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu, menjadi bagian integral dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintah daerah dengan batas-batas geografis tertentu. Namun dalam dimensi politik, otonomi daerah mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang membedakan suatu komunitas secara konkrit atau abstrak yang membentuk identitas dan landasan bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik. Dan dalam kacamata ekonomi, Faisal H. Basri menambahkan, bahwa otonomi yang hakiki adalah berpijak pada landasan kerangka negara federal, yang memungkinkan daerah mampu memanfaatkan segenap keunikan dan keunggulan semaksimal mungkin, sehingga daerah tersebut mampu menghadapi persaingan global, mengingat otonomi yang hakiki niscaya akan memberikan peluang bagi daerah untuk memiliki tempat dalam pasar bebas. Semakin mampu suatu daerah menopang terbentuknya kompetensi yyang semakin kuat di bidang harga dan kualitas pada 16 Prajarta Dirdjosantoso, dan Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal, (Salatiga: Pustaka Percik, 2004). h. 9. 27 kalangan pengusahanya, semakin mampu daerah tersebut menyejahterakan rakyatnya melalui pengaktualisasian potensi keunikan dan keunggulan yang dimiliki daerahnya. 17 Sedangkan dalam perspektif demokrasi pada era reformasi otonomi daerah telah mendorong perubahan paradigma otonomi daerah, yang jauh lebih baik dan lebih maju, ketimbang pardigma lama yang dibangun secara sentralistik oleh Orde Baru. Namun demikian, paradigma yang baru, masih berjalan formalistik di atas kertas, yang notabene diikuti dengan meluasnya pemahaman keliru terhadap konsep otonomi daerah, sehingga menyebabkan praktik otonomi daerah yang bermasalah.18 Diawali dengan mengkaji ulang konsep otonomi daerah menuju otonomi daerah yang original dan authentic sekaligus bermakna, bukan sekedar otonomi yang legal formal, akan tetapi lebih pada ke arah yang subtantif. Otonomi daerah adalah arena kemandirian dan tanggung jawab (bukan semata kesewenangan) daerah dalam mengelola rumah tangga daerah yang berbasis pada masyarakat lokal, kemandirian untuk membentuk pemerintahan sendiri (bukan dalam artian negara federal), mengambil keputusan sendiri, dan mengelola sumber daya sendiri. Dengan kata lain, otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah secara mandiri yang di kelola secara demokratis. Oleh karena itu, otonomi daerah tidak bisa dianggap sederhana menjadi masalah penyerahan urusan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, karena otonomi daerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerah-daerah, sehingga 17 Indra J. Piliang, Dendi Ramdani. Dkk, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, (Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2003). H. ix-x. 18 Drs. H Syaukani, HR. Dkk, Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). H, 145-146. 28 diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah prakarsa dan kemandirian dalam iklim demokrasi. Namun demikian, pelaksanaan otonomi daerah ini harus juga dilakukan secara bersama-sama dengan pemahaman atas esensi dan pengertian otonomi masyarakat di daerah.19 2. Pengertian Pemekaran Wilayah Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran terjadi begitu pesat dan cenderung tidak terkendali. Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Namun bagaimana pemekaran sendiri secara definisinya. Secara umum pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provisi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Pada dasarnya secara definisi pemekaran daerah adalah bentuk usaha dari pemerintah kabupaten dalam melakukan pemerataan dan pembagian wilayah ke tingkat yang lebih merata dan rapih, agar tidak terjadinya tumpang tindih, baik secara administratif, maupun secara sumber potensi alam yang ada di daerah. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain itu juga UU no 32 tersebut 19 Jimly Asshidiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, (Jakarta: BIP, 2008). h, 57. Namun dalam paraghrap yang lain juga di tambahkan, bahwa kewenangan otonomi daerah juga dibatasi oleh kewenangan di bidang politik luar negeri, keamanan, peradilan, moneter, dan beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Artinya, otonomi daerah hanya diberikan kewenangan selama masih dalam teritorial daerahnya saja. 29 menyantumkan tentang pengertian daerah, yaitu penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih untuk kemudian membentuk pemerintahan sendiri. Untuk itu, harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. 20 Sedangkan dari perspektif kewilayahan, terminologi “pemekaran” menurut Profesor Eko Budihardjo merupakan istilah yang salah kaprah karena dalam “pemekaran” wilayah yang terjadi bukan pemekaran tetapi lebih tepat penciutan atau penyempitan wilayah, Dari perspektif kewilayahan memang istilah “pemekaran” tidak tepat digunakan mengingat dengan “pemekaran” suatu daerah justru mengalami penyempitan bukan perluasan wilayah. Dalam melihat pemekaran daerah banyak perspektif yang bisa digunakan antara lain perspektif hukum dan kebijakan, perspektif penataan wilayah, perspektif politik administrasi pemerintahan, dan lain-lain. 21 Sedangkan jika dilihat dari perspektif politik admistrasi pemerintahan pusat, pemekaran wilayah merupakan penambahan jumlah daerah baru (kota, daerah, provinsi, atau desa). Dengan penambahan daerah baru, maka semakin besar pula beban yang harus ditanggung oleh pemerintah pusat, seperti penambahan jumlah kepala daerah dan semua struktur yang ada di bawahnya, dan hal demikian tersebut membutuhkan biaya rutin setiap bulan dan tahunnya. 22 Namun hal demikian kiranya kurang begitu berpengarung, artinya kita juga harus memperhatikan potensi daerah juga yang dimiliki daerah pemekaran baru ini. 20 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel, 2005), h. 12. 21 Lihat Herudjati Purwoko, dkk, Desentralisasi Dalam perspektif Lokal, (Salatiga: Pustaka Percik, 2004), H. 49. 22 Lihat Frans M. Parera, dkk, Demokrasi Dan Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa, (Jakarta: PT. Kompas media Nusantara, 2000), h. 163. 30 Oleh karena itu, substansi dari pemekaran wilayah adalah masyarakat memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi tercapainya cita-cita bersama untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera.23 C. Filosofi Pemekaran Wilayah Sebuah perkembangan dan kabar yang menggembiran ketika melihat hadirnya daerah-daerah otonom baru, secara pasti telah memperlihatkan sebuah kesadaran masyarakat tentang arti penting kehadiran suatu pemerintahan yang otonom untuk menata dan mengembangkan daerahnya. Karena secara substansi adanya ide tentang pemekaran wilayah adalah untuk mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat daerah, dengan adanya pemerintahan daerah yang diharapkan mampu berhubungan dan berkomunikasi baik dengan para masyarakat, diharapkan mampu mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat, dan berusaha mewujudkan secara bersama-sama. Namun dalam proses perjalanannya ide tentang pemekaran wilayah banyak yang memanfaatkannya secara sepihak untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok, bukan kepentingan seluruh masyarakat yang termasuk di dalamnya. Pemaknaan pemekaran wilayah kini telah berubah arah, dan parahnya lagi pemekaran wilayah kini juga dapat menjadi komoditas politik, yang dilakukan oleh elite-elite untuk mewujudkan ambisi politiknya, misalnya oleh elite yang gagal dalam pilkada. Isu-isu dimarginalkannya satu etnis oleh etnis lain dikomodifikasi sedemikian rupa dan direproduksi terus menerus oleh elite politik untuk mempercepat proses pemekaran. Pemekaran menjadi alat perjuangan politik yang justru mengesampingkan kepentingan rakyat. Itulah 23 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel, 2005), h. 16. 31 sebabnya meskipun di beberapa daerah pemekaran dirasakan manfaatnya antara lain dengan adanya peningkatan pelayanan publik tetapi di beberapa tempat belum membuahkan hasil yang signifikan. 24 Tidak semua pemekaran wilayah berhasil dengan cepat, politik desentralisasi itu senyatanya lebih banyak dilahirkan dari motif reaktif dan tarik ulur kepentingan sehingga kian jauh dari orientasi kesejahteraan dan pemerataan kemakmuran rakyat. Pemekaran wilayah menjadi kian problematis karena kegagalan itu berakibat langsung ke jantung realitas masyarakat. Sebut saja disintegrasi, ketidakjelasan wilayah, dilema kepemimpinan daerah, dan meningkatnya kemiskinan menjadi warna dominan kegagalan pemekaran wilayah. Hasil pemekaran daerah yang tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan suprastruktur pada gilirannya menghasilkan daerah miskin baru yang masih membutuhkan subsidi kepada daerah induk. Kondisi pemekaran wilayah yang semakin mengkhawatirkan ini mesti disikapi secara bijak oleh pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, selain moratorium, harus pula dilakukan langkah strategis lain dalam mengamankan jaringan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah pemekaran baru, agar orientasi dan filosofi pemekaran daerah tetap dalam cita-cita utama bagi pemerintah daaerah baru yang telah dilantik.25 Selain untuk mensejahterakan rakyat, dan memberikan pembangunan daerah yang merata, pemekaran wilayah memiliki filosofi penting bagi kelangsungan perkembangan pemekaran 24 daerah, yaitu dapat menjaga Slamet Luwihono, salah seorang staff peneliti P2PL (Pusat Penelitian Politik Lokal) yang menulis dalam situs http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=86&Itemid=1, yang di posting pada Rabu, 17 September, 2008, dan di kutip pada tanggal 11 Mei 2010. 25 Dalam Ali Masykur Musa, salah satu Anggota DPR-RI komisi II dari Fraksi Partai kebangkitan Bangsa, Kontruksi Pemekaran Wilayah, dalam situs www.tempointeraktif.com, di posting pada tanggal 11 Februari 2009, dan dikutip pada tanggal 11 Mei 2010. 32 keanekaragaman budaya dan adat daerah, yang merupakan bagian penting dalam terjalinnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat daerah, sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 yang kalimatnya sebagai berikut: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.” Dan yang lebih penting lagi adalah dengan menjaga entitas-entitas masyarakat daerah dari semakin merebaknya globalisasi dan budaya westernisasi. Oleh karena itu, dengan adanya cita-cita pemekaran wilayah di sejumlah daerah di indonesia, juga diharapkan mampu menjaga keanekaragaman tersebut. Walaupun nantinya ada perubahan budaya, diharapkan perubahan tersebut, tidak terlalu signifikan dan berpengaruh dilingkungan daerah tersebut, dan diharapkan pula budaya-budaya yang masuk mampu membawa kebaikan bersama bagi masyarakat daerah. 26 Substansi-substansi tersebutlah yang semestinya menjadi filosofi bersama untuk melakukan pemekaran wilayah. Jika hal ini ditanamkan dan tetap menjadi orientasi utama bagi para penyelenggara pemekaran wilayah. Maka niscaya daerah pemekaran wilayah baru akan menuai hasil yang mampu membangun daerah tersebut kearah kemajuan yang lebih baik. Untuk meletakkan cita-cita pemekaran pada relnya, pemerintah baru harus melakukan pembenahan di level kebijakan saja belumlah cukup. Pembenahan juga harus dilakukan pada level kesadaran politik para elite terutama yang ingin menjadi pelayan publik supaya tidak menjadikan pemekaran sebagai komoditas politik semata. Menjadi pekerjaan 26 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera, 2002), h. 26. 33 rumah kita bersama untuk meluruskan semangat pemekaran pada jalur semula yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, prinsip-prinsip tersebutlah yang kemudian hari diharapkan mampu menjadi fondasi dasar filosofi bagi para penggagas pemekaran wilayah di berbagai daerah. 27 D. Tujuan Pemekaran Wilayah Sesuai dengan filosofinya, tujuan pemekaran wilayah juga sangat mulia yang mengacu pada keinginan sejumlah manusia lokal yang secara sadar ingin meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat daerah melalui pemerintahan daerah yang otonom. Selayaknya pemekaran wilayah, atau pembentukan pemerintahan otonom baru tidaklah diartikan sebagai pengalihan kekuasaan pusat semata, akan tetapi harus dipahami sebagai wujud dari demokrasi yang sebenar-benarnya, yang kemudian mampu mendorong tumbuhnyasebuah kemandirian pemerintahan sendiri, karena otonomi ddaerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerahdaerah, yang diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah praakarsa dan kemandirian dalam iklim lembaga demokrasi. 28 Dengan demikian, daerah dapat berprakarsa sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki dan dapat mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat dengan tetap mengedepankan kepentingan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pembentukan daerah juga pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat, pelaksanaan pembangunan 27 Indra J. Piliang, dalam artikel seminar Otonomi daerah yang diselenggarakan oleh CSIS, "Kapok Dengan Otonomi?", (jakarta, 21 Mei 2003), h. 2. 28 M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 1553-155. 34 perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah sesuai dengan pertumbuhan kehidupan demokrasi nasional. 29 Namun yang terpenting sebagai langkah awal daerah otonom baru adalah dengan berusaha mewujudkan distribusi pertumbuhan ekonomi yang yang serasi dan merata antar daerah, mewujudkan distribusi kewenangan yang sesuai dengan kesiapan pemerintah dan masyarakat lokal, menciptakan ruang politik bagi pemberdayaan dan partisipasi politik institusi-institusi politik lokal, serta mewujudkan distribusi layanan publik yang mudah dijangkau oleh masyarakat, dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi pemerintahan daerah. 30 E. Syarat Dan Aturan Hukum Pemekaran Wilayah Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk dillaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebih urgen. Karena dalam beberapa kasus wilayah perbatasan saja bisa menyulut konflik antar daerah. Oleh karena itu, dalam hal ini hadirlah UU No. 32 dan 33 tahun 2004, dan PP No. 78 tahun 2007, sebagaimana dijelaskan dalam UU 29 Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, (Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten Tangerang, 2007), h. 2. 30 M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 170-172. Dan dalam buku ini pula dijelaskan tentang tujuan pemekaran wilayah, yang dikutip dari PP No. 129/2000, yang menyatakan bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui enam point penting sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2. Percepatan kehidupan pertumbuhan kehidupan demokrasi 3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah 5. Peningkatan keamanan dan ketertiban 6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 35 No. 32/2004, Pasal 5, bahwa pembentukkan daerah harus memenuhi syarat adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPR-D kabupaten atau kota dan Bupati atau Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPR-D provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi sedikitnya ada lima kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi, lima kabupaten atau kota untuk pembentukan kabupaten, dan lima kecamatan untuk pembentukan kota, dan wilayah yang akan menjadi ibu kota, beserta sarana dan prasarana pemerintah. 31 Kajian terhadap prosedur pemekaran wilayah dalam penjabarannya telah tertuang dalam PP No. 129/2000 yang meliputi beberapa aspek penting yang harus dilaksanakan dalam pemekaran wilayah otonom. Prosedur pertama yang harus dilakukan adalah, aspirasi masyarakat, karena dampak dan akibat dari pemekaran wilayah ini pula yang kemudian akan dikembalikan atau berdampak pada masyarakat itu sendiri, adanya dukungan dari beberapa orang anggota pemerintahan daerah dan masyarakat daerah setempat untuk memekarkan diri dari daerah otonom induknya. Dan keinginan politik pemerintah daerah cukup direpresantikan dengan persetujuan kepala daerah dan DPR-D, sedangkan keinginan politik masyarakat yang direpresentasikan dengan berbagai tanda tangan dari tokoh masyarakat dianggap telah cukup memperlihatkan adanya 31 Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 180-182. 36 keinginan politik dari masyarakat yang bersangkutan, yang dipermudah dengan tidak dipersyaratkannya jajak pendapat (cara plebisit atau kajian akademis) untuk melakukan pemekaran wilayah, karena dianggap cara plebisit terlalu rumit, mahal dan beresiko untuk dijadikan sebagai media menggalang pendapat masyarakat. Oleh karena itu, syarat-syarat dan ketentuan diatas telah dianggap sah-sah saja. Akan tetapi hal inilah justru yang menjadi unsur kelemahan PP No. 129/2000, dengan prosedur pemekaran yang terlalu longgar menyebabkan keinginan politik masyarakat dengan mudah saja dipolitisir sebagai kemauan orang banyak atau masyarakat daerah.32 Unsur kedua, dengan membentuk badan atau lembaga yang dengan siap segera mempersiapkan segala kebutuhan untuk pemekaran wilayah tersebut, yang beranggotakan para tokoh masyarakat dan para penggagas pemekaran. Dalam banyak hal lembaga ini lah yang kemudian hari menjadi sebuah bentuk representasi dari keinginan politik masyarakat untuk mengusulkan pemekaran, dan lembaga ini pulalah yang kemudian berurusan langsung keatas, kebawah, dan yang berhubungan langsung dengan pihak eksekutif, legislatif daerah maupun pusat. Walaupun hadirnya badan atau lembaga ini dalam sejumlah daerah pemekaran tidak tercantum dalam PP No. 129/2000, namun hal tersebut bukan berarti larangan akan adanya lembaga tersebut.33 Unsur ketiga yang harus ditempuh dalam prosedur pemekaran wilayah adalah harus di dukung oleh penelitian awal yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dari segi pengamatan lapangan, yang kemudian akan 32 Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 33 Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008) h. 146-147. 148 37 menjelaskan tentang kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, rentang kendali dan lain-lain. Unsur keempat, bagian final dan kesimpulan dari segenap penelitian yang ada dalam unsur ketiga, yang kemudian dapat merumuskan persetujuan pemekaran wilayah, yang dilakukan secara bersama-sama dalam praktiknya, oleh DPR-D, pemerintah daerah dan masyarakat daerah, dan dalam selanjutnya hal ini dilakukan untuk menghidari konflik politik antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, akibat dari prosedur pemekaran wilayah ini, karena memang hal ini sangat sensitif dan rawan konflik. Oleh karena itu hal ini diperlukannya sikap kebersamaan antara DPR-D, Pemerintah daerah dan masyarakat.34 Sejujurnya, memang banyak ketentuan yang mengindikasikan gahwa prosedur yang harus ditempuh untuk menetapkan pemekaran wilayah harus melalui proses panjang dan rumit, yang melibatkan banyak orang, juga banyak kalangan, yang menuntut akurasi persyaratan teknis subtantif, seperti kelayakan pembangunan ekonomi, pelayanan publik dan lain-lain. Dari beberapa syarat dan aturan hukum tentang pembentukan daerah otonom baru, maka syarat yang lebih penting kemudian adalah dapat menjamin adanya peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat daerah dan dapat menjamin keselarasan hubungan antara daerah melalui kerja sama antara daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah ketimpangan antar daerah, mencegah disintegrasi, serta tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selebihnya mengenai persyaratan pemekaran wilayah yang telah diatur oleh UU No 32/2004 akan penulis cantumkan dalam lembar lampiran. 34 Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008)h. 134 dan 149. 38 F. Manfaaat Pemekaran Wilayah Perlu diakui, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini memberikan dampak dan manfaat yang positif bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah daerah, dengan adanya cita-cita dan UU No. 32/2004, mengenai otonomi daerah dan pemekaran wilayah, setidaknya telah memberikan semangat baru bagi elit politik dan masyarakat daerah untuk membangun daerahnya kearah yang lebih baik, mampu bersaing dengan daerah maju yang lainnya. Perlu diakui bahwa terbukanya prinsip otonomi daerah yang luas utuh dan bertanggung jawab dengan suntikan dana awal dari pusat cukup memicu sejumlah kalangan daerah untuk kembali bangkit, dan tergerak untuk menghidupkan kembali daerahnya, walaupun tidak bisa dinafikkan, kalau dari sebagian mereka ada yang mengharapkan suntikan dana awal dari pusat tersebut masuk ke dalam kantong-kantong pribadi mereka, dan mengharapkan kekuasaan baru. akan tetapi, setidaknya paling tidak mereka telah menjalankan dan melaksanakan cita-cita menjsejaterakan rakyat melalui cita-cita pemekaran wilayah.35 Selain itu juga dengan adanya pembentukan daerah baru, masyarakat akan semakin bergairah dan berkembang karena lahir tuntutan baru untuk membangun daerahnya, akan memicu motivasi terjadinya efektifitas birokrasi serta pelayanan publik yang lebih terjangkau, terarah dan terencana, karena sasaran yang dituju semakin jelas dan cakupannya lebih mudah. Karena selama ini sering terjadi birokrasi yang panjang dan bertele-tele, efek yang dihasilkan adalah, kejenuhan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan itu sendiri, yang dikarenakan terlalu banyak wilayah dan penduduk yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, 35 Prajarta Dirdjosantoso, dan Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal, (Salatiga: Pustaka Percik, 2004). h. 31. 39 namun dengan adanya pembentukan daerah baru, hal ini menjadi lebih mudah dan terkendali, dan hal ini juga diharapkan mampu mendekatkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap negara, karena bahwa sesungguhnya negara masih peduli terhadap masyarakat melalui pemerintah daeran dan konsep pemekaran wilayah. Selain itu juga, dengan hadirnya lembaga baru juga akan mendorong masyarakat untuk membentuk lembaga-lembaga swadaya yang baru, lembaga keagamaan, pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan yang berbasis penggalian potensi sumberdaya manusia. Dengan kata lain, masyarakat mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk membangun dan mengelola daerah. 36 Dan manfaat yang lain adalah, terciptanya sarana pendidikan politik bagi pemerintah daerah, sehingga diharapkan mampu menciptakan sebuah formulasi yang segar guna membantu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, sehingga tidak terjadi sebuah pemekaran yang memiliki motif lain dalam daerah tersebut dan tetap menjaga keutuhan budaya masyarakat daerah tersebut.37 Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik benang merah dan dianalisa kembali, bahwa pemekaran wilayah pada tataran konsep dan cita-cita adalah sesuatu yang sangat mulia, berangkat dari kebutuhan perut yang lapar dengan bahasa “mewujudkan kesejateraan masyarakat” para penggagas pemekaran wilayah berusaha membangkitkan gairah masyarakat untuk kembali bangun dan membangun diri dan daerahnya menjadi yang lebih baik, menjadi sebuah manusia yang mapan dan merata. 36 37 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 16. Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 153. 40 Akan tetapi pemekaran wilayah dalam perkembangannya mengalami banyak kendala, dimulai dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang berusaha memanfaatkan subsidi dan kucuran dana yang terus mengalir dalam terbentuknya dari otonom baru, juga berusaha merubah cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri, dan parahnya lagi jika ada oknum-oknum yang dengan sengaja memanfaatkan sejumlah aset dan potensi daerah yang ada untuk kepentingan segelintir orang atau kepentingannya pribadi. Dan hasilnya kini, dapat kita lihat tidak sedikit daerah pemekaran daerah baru belum bisa bangkit dan membangun daerah menjadi lebih baik, bahkan hal ini dikabarkan, justru semakin jumlah keluarga miskin semakin bertambah setiap tahunnya, dan hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah dalam hal ini ada yang salah dalam konsep pemekaran wilayah, atau kondisi daerah yang memang untuk digerakkan dalam sektor ekonomi? Namun bukan hal itu yang menjadi kendala, satu yang ingin menjadi statement penulis dalam penutupan bab dua ini adalah, diperlukannya pengawasan terhadap daerah pemekaran baru dalam beberapa tahun, kemudian dilakukannya evaluasi data, dari hal ini dapat diketahui, sesungguhnya faktor apa yang menjadi kendala sebuah daerah pemekaran baru menjadi tidak berkembang sebagaimana yang telah dicitacitakan dan di gagas oleh sejumlah masyarakat daerah. Dan terakhir, dibutuhkannya sebuah tindak lanjut yang serius dari sejumlah elemen masyarakat untuk bangkit dan menegakkan kembali cita-citanya. 41 BAB III PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN Cipasera adalah akronim dari Kecamatan Ciputat, Cisauk, Pamulang, Pagedangan, Serpong, Dan Pondok Aren di Kabupaten Tangerang, Cipasera inilah yang menjadi embrio terlahirnya kota Tangerang Selatan di kemudian hari. Wilayah yang berada tepat samping ibu kota Jakarta ini, dengan batas wilayahnya yakni daerah Pasar Jumat yang melingkari terminal Lebak Bulus, juga wilayah yang memiliki fungsi penting sebagai penyangga (buffer) beban berat arus urbanisasi yang memadati kota Metropolitan. Kini wilayah Tangerang Selatan tengah tumbuh dan berkembang menjadi wilayah perkotaan, karena adanya efek dari membanjirnya arus urbanisasi dari Jakarta yang dengan cepat merambat ke wilayah Tangerang Selatan, akibatnya adalah pertumbuhan pembangunan dan kebutuhan ekonomi masyarakat urban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang.38 Permasalahan kemudian muncul ketika Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang Tidak mampu mengatasi problem pertumbuhan dan pembangunan masyarakat, yang dikarenakaan selain letak pusat Pemerintahan Daerah yang berada di daerah Tigaraksa teramat jauh dengan wilayah-wilayah yang setiap harinya terus berkembang sesuai dengan kebutuhan penduduknya, dengan demikian akses pelayanan terhadap masyarakat tersebut sulit dijangkau. 39 disamping itu juga tidak teratasinya kesenjangan ekonomi antara wilayah-wilayah 38 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. v. 39 Wawancara langsung penulis dengan Bapak Zarkasyi Noer (Ketua presidium pemekaran Tangerang Selatan), pada tanggal 11 Juni 2010. 42 yang berada tepat di bibir Jakarta dengan daerah yang berada di pedalaman atau pedesaan yang masih dalam lingkup Kabupaten Tangerang, yang dikarenakan terlalu luasnya wilayah Kabupaten Tangerang itu sendiri. Ketidaksesuaian kebijakan perekonomian yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Tangerang untuk wilayah Tangerang Selatan merupakan hal yang sangat wajar, karena Pemerintah Kabupaten Tangerang merupakan bentuk pemerintahan yang diperuntukan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga wilayah pedesaan, sedangkan wilayah Tangerang Selatan telah menjadi wilayah perkotaan yang tengah berkembang. Oleh karenanya, wajar apabila dikemudian hari masyarakat di wilayah Ciputat, Serpong, Pamulang, Pondok Aren dan kecamatan-kecamatan besar di kabupaten Tangerang menuntut untuk adanya pemisahan wilayahwilayah tersebut dengan wilayah induknya, lebih tepatnya biasa kita kenal dengan istilah “pemekaran wilayah.”40 A. Kondisi Sosiografis, Politik Dan Ekonomi Sebagai wilayah yang telah menjadi kota otonomi baru, tentunya Cipasera atau Tangerang Selatan memiiliki gambaran umum tentang wilayahnya, Prof. Dr. Sadu Wasistiono (salah satu dosen tetap Ilmu Tata Negara di Universita Langlang Buana, Bandung) yang berhasil melakukan kajian ilmiah tentang peluang pembentukan sebuah daerah otonom baru, yang juga sebagai bahan tinjauan studi kelayakan pemekaran wilayah sebelumnya, pada waktu pengajuan pemekaran wilayah, yang dalam hal ini dilakukan oleh badan Pertimbangan Otonomi Daerah (BPOD). Dengan demikian gambaran umum tentang kondisi yang ada pada 40 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 4. 43 Tangerang Selatan ini kemudian akan menjadi data penting untuk mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan Tangerang Selatan sebagai bahan evaluasi dari tahun ke tahun.41 Provinsi Banten sebagai provinsi baru yang semula bagian dari provinsi Jawa Barat yang terpinggirkan, harus segera bangkit dan berbenah diri dalam menggali semua potensi sumber daya alam untuk mengejar ketertinggalannya dari provinsi Jawa Barat. Sedangkan Kabupaten Tangerang adalah salah satu wilayah yang berkembang di Provinsi Banten, wilayahnya yang berbatasan secara langsung dengan Ibu Kota Jakarta merupakan sebuah keuntungan geografis bagi Kabupaten Tangerang, karena memiliki Ciputat, Serpong, Pamulang, Pondok Aren dan lainnya. Dan wilayah yang kemudian hari di sebut dengan “Kota Tangerang Selatan”, yang merupakan sebuah wilayah yang terletak di ujung timur provinsi Banten yang berbatasan dengan DKI Jakarta Raya, mempunyai nilai yang sangat strategis bagi pengembangan Provinsi Banten. Nilai strategis yang di maksud adalah, karena wilayah Cipasera atau Tangerang Selatan berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang secara geografis bersebelahan dengan Jakarta, walaupun letaknya yang bersebelahan dengan Jakarta dan kota-kota besar lainnya, namun bila ditinjau dari segi politik, kondisi politik di wilayah pemerintahan bisa dikatakan masih stabil dan berjalan selaras. Dan berikut ini adalah penjelasan kondisi-kondisi yang menunjang Tangerang Selatan.42 41 Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, (Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten Tangerang, 2007), h. 5-6. 42 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera, 2002), h. 26-27. 44 1. Kondisi Sosiografis Tangerang Selatan, merupakan sebuah willayah dengan luas lebih kurang 236, 57 km² atau 27, 07 persen dari luas wilayah kabupaten Tangerang. Dengan jumlah penduduk melampaui satu juta jiwa atau sekitar 30 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 Km2. Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008, luas wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan (yang kemudian diambil sebagai luas wilayah kota Tangerang Selatan) adalah sebesar 150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan RT/RW Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas kecamatan masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah 147,19 Km2 karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten. Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang. b. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok. d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Luas wilayah kecamatan yang paling besar adalah kecamatan Pondok Aren, dengan luas 2.988 Ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu 45 dengan luas 1.480 Ha atau 10,06%43. Luas wilayah Kelurahan atau desa dengan wilayah di atas empat ratus hektar terletak di Kecamatan Pamulang, yaitu Pondok Cabe Udik dan Pamulang Barat, dan di Kecamatan Serpong Utara, yaitu Paku Jaya. Kelurahan atau desa dengan wilayah di bawah seratus lima puluh hektar terletak di Kecamatan Serpong, yaitu Cilenggang dan Serpong, dan di Kecamatan Serpong Utara, yaitu Jelupang. Kelurahan atau desa dengan luas wilayah paling besar adalah Pondok Cabe Udik dengan luas 483 Ha sedangkan kelurahan atau desa dengan luas wilayah paling kecil adalah Jelupang dengan luas 126 Ha.44 Masyarakat di wilayah Tangerang Selatan mengalami perubahan sosial budaya yang signifikan, struktur masyarakat yang semula homogen dengan budaya paternalistik, statis, dan agamis mengalami perubahan menjadi struktur masyarakat yang heterogen dengan budaya yang demokratis, dinamis, progresif, materialistis, dan sekuler agamis yang merupakan ciri-ciri masyarakat metropolitan atau masyarakat kota. Perubahan sosial budaya ini disebabkan karena terjadinya proses asimilasi budaya karena adanya benturan kebudayaan masyarakat pendatang yang umumnya berpendidikan menengah keatas dengan membawa budaya yang telah terkontaminasi dengan budaya perkotaan, dan berbenturan dengan masyarakat asli yang masih tradisional. Perubahan budaya inipun juga besar pengaruhnya dari sosial budaya masyarakat Jakarta yang secara goegrafis berdampingan wilayahnya dengan Tangerang Selatan, sehingga interaksi berlangsung sangat efektif dengan mobilitas masyarakatnya yang tinggi dan dinamis menyebabkan adanya pergeseran nilai-nilai sosial budaya menjadi 43 Dikutip dari www.wikipedia.org, pada tanggal 11 Mei 2010 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h.7-9. 44 46 sosial budaya yang metropolis. Hal ini juga ditunjang dengan adanya sarana informasi dan komunikasi serta perhubungan darat yang lancar, sehingga sosial budaya masyarakat Tangerang Selatan memiliki kultur yang tidak jauh berbeda dengan kota metropolitan, namun tetap memiliki ciri khas tradisonal yang artistik.45 Akulturasi budaya tersebut menjadi nilai tambah bagi Tangerang Selatan dengan adanya persinggungan sosial, budaya, dan agama, dan di pastikan dalam hal ini telah terjadinya stratifikasi budaya yang signifikan pula. Pengelompokan masyarakat ini merupakan hal yang wajar bagi sebuah wilayah dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan perkembangan daerah yang sangat cepat bagi Tangerang Selatan. Perkembangan daerah Tangerang Selatan yang cepat tersebut telah menarik berbagai sumber daya manusia yang berkualitas untuk tinggal dan berkembang. Para pakar peneliti dan ahli teknologi, banyak bermukim di daerah Puspitek dan Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Cisauk. Para ulama, doktor, dosen, guru besar, sejarawan, dan budayawan banyak bermukim di wilayah Ciputat dan Pamulang. Hal ini lah yang dikhawatirkan akan berdampak ketimpangan sosial, dan terjadi tidak meratanya kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, dalam hal ini, Pemerintah Walikota tangerang Selatan berusaha menanggulanginya dengan membangun infrastruktur-infrastruktur di daerahdaerah lain, agar terjadinya sebuah pemerataan, baik pembangunan, maupun pemerataan penduduk. 46 45 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 22. 46 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h 20. 47 2. Kondisi Politik Bentuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang mengatur dan mengurus rumah tangga Tangerang Selatan melalui konsep otonomi daerah, yang secara langsung akan selalu bersinggungan dengan Pemerintah Daerah Istimewa Jakarta Raya. Maka dalam hal ini akan lebih memudahkan kedua belah pihak tersebut untuk melakukan koordinasi dalam bidang-bidang politik dan keamanan dan kebijaksanaan publik untuk dapat meminimalisir dan menanggulangi gejolak sosial politik yang mungkin terjadi di wilayah Jabodetabek dengan koordinasi antar lembaga pemerintahan daerah dan lembaga keamanan wilayah kota, diharapkan kedua kota tersebut dapat menghasilkan sebuah simbiosis mutualisme.47 Jakarta sebagai ibu kota Negara, berfungsi sebagai barometer politik nasional. Apabila suhu politik di Jakarta mengalami gejolak, maka hal inipun akan berdampak pada perpolitikan Nasional. Dengan demikian, situasi politik di Jakarta harus selalu kondusif dan senantiasa harus di dukung oleh situasi politik yang kondusif pula di wilayah-wilayah penyangga jakarta. Tangerang Selatan, sebagai Pemerintahan Kota, memiliki peranan yang besar dalam hal ini, terutama dalam bidang Politik, Keamanan, dan kebijakan publik untuk dapat meminimalisir dan menanggulangi gejolak sosial politik yang mungkin terjadi di wilayah Jabodetabek, dengan koordinasi antar lembaga Pemerintahan dan Lembaga Keamanan wilayah Kota, misalnya antar Polresta.48 47 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 30-32. 48 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 18. 48 Aspirasi politik penduduk Tangerang Selatan yang begitu besar juga dapat terlihat dari sejumlah tokoh yang duduk menjadi anggota dewan, baik di pemerintahan pusat, maupun di pemerintahan daerah tingkat satu. Komposisi anggota DPR di berbagai tingkatan tersebut adalah representasi aktifnya masyarakat dalam partai politik. Dari 24 partai politik yang terdaftar dalam pemilu 2004, tercatat bahwa hampir setiap partai politik memiliki konstituen yang cukup militan. Hal demikian tidak saja terdapat dalam partai politik besar, namun juga terhadap partai politik yang baru berkiprah atau partai politik dengan manajemen terbatas (partai gurem). Hasrat masyarakat yang cukup besar dalam arus percaturan politik dalam negeri ini tentunya membuka iklim positif bagi perkembangan partai-partai politik ke depannya di wiilayah Tangerang Selatan, terlebih lagi jika partai politik lebih berani memfokuskan diri terhadap peluang tersebut. Bukan tidak mungkin, Kota Tangerang Selatan ke depan akan menjadi primadona bagi partai politik dalam mengail konstituennya. Sedangkan hari ini, atmosfir politik Tangerang Selatan terus memanas, seiring akan dilaksanakanya PEMILU-KADA Tangerang Selatan yang akan berlangsung pada bulan oktober nanti, berbagai calon-calon walikota bermunculan sebelum masa kampanye yang ditentukan KPUD (Komisi Pemelihan Umum Daerah) dari seluruh lapisan masyarakat, dari mereka yang merasa berperan dalam proses pembentukan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, juga hadir dari anggota-anggota partai tertentu yang juga berjasa dalam proses pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan, hal ini bisa dilihat dari berbagai agenda-agenda sosial yang dilakukan calon-calon walikota tersebut, hal tersebut merupakan sikap kompetitif yang 49 positif yang dilakukan oleh setiap calon walikota, terlepas dari motif politik untuk mendapatkan simpati dari masyarakat.49 Sedangkan jika di tinjau dari kondisi pertahanan dan keamanan, Tangerang Selatan belum mampu untuk bisa dikatakan baik dalam hal ini. Beberapa pekan lalu, Tangerang Selatan yang sering keluar masuk dalam beberapa pemberitaan berkaitan dengan kasus terorisme yang menjadi konsentrasi Detasement Anti Terorisme 88. Artinya dalam hal ini, wilayah Tangerang Selatan masih mudah disusupi dengan oknum-oknum yang keberadaannya identitasnya tidak jelas. Semoga dalam hal ini, pemerintah dan segenap aparatur keamanan Tangerang Selatan dapat semakin waspada dan melakukan aksi cepat tanggap dalam hal pertahanan dan keamanan, agar tidak terjadi lagi hal-hal yang dapat mencoreng pertahanan dan keamanan Tangerang Selatan itu sendiri. Oleh karena itu dalam hal ini, sangat dibutuhkan peran serta dari POLRESTA dan KODIM Tangerang Selatan, untuk mengantisipasi eskalasi kriminalitas yang semakin tinggi dan kerawanan sosial-politik yang semakin memerlukan kewaspadaan.50 3. Kondisi Ekonomi Wilayah Tangerang Selatan awalnya adalah wilayah pedesaan yang berevolusi dalam kurun waktu 20 menjadi wilayah perkotaan, seiring dengan datangnya urbanisasi limpahan penduduk yang terlalu padat dari wilayah perkotaan jakarta. Wilayah Tangerang Selatan yang semula berupa kawasan 49 Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 28. Dan diperkuat dengan data dari Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 19. 50 Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h.23 dan uraian selebihnya adalah hasil kesimpulan penulis dari berbagai pemberitaan di beberapa media. 50 perkebunan dan persawahan yang produktif, namun seiring perkembangan zaman Tangerang Selatan mengalami perubahan komposisi tata guna lahan, hal ini ditandai dengan semakin merebaknya kawasan pemukiman modern yang memadati wilayah Tangerang Selatan, dan konsekuensinya adalah semakin sempitnya kawasan persawahan yang ada, dan perubahan profesi mmasyarakat yang semula kebanyakan para petani menjadi para pekerja-pekerja perusahaan swasta, pedagang, penjual jasa, dan buruh. Dengan demikian artinya telah terjadi perubahan sosial ekonomi masyarakatnya dari sosial ekonomi agraris, yang merupakan ciri ekonomi pedesaan berubah menjadi kearah sosial ekonomi industrial dan perdagangan, yang merupakan ciri ekonomi perkotaan.51 Selain itu, kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren kini sudah menjadi zona pertumbuhan ekonomi perkotaan yang maju dan dinamis di wilayah Tangerang Selatan, dimana sosial ekonomi masyarakatnya berupa sisoal ekonomi industrial dan perdagangan dengan mobilitas tinggi yang berinteraksi dan terintegrasi dengan aktifitas ekonomi perkotaan Jakarta, serta merangsang pertumbuhan aktifitas ekonomi perkotaan terhadap kecamatan-kecamatan yang ada di Tangerang Selatan. Sehingga lambat laun semua wilayah yang ada di Tangerang Selatan menjadi sektor yang berkembang secara merata, dan tidak ada ketimpangan sosial. 52 Secara umum, pendapatan suatu pemerintahan daerah salah satunya berasal dari Pendapatan Asli daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba badan milik daerah dan juga beserta dengan hasil 51 Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, (Tangsel: Green Komunika, 2010), h. 4-5. 52 Ibid, Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 22. 51 pengelolaannya, dengan mengingat potensi perekonomian di wilayah Tangerang Selatancukup besar, maka wilayah ini menjadi cukup prospektif bagi perkembangan ekonomi masyarakat. Sebagai gambaran riil, perhitungan PAD yang diterima Tangerang Selatan berdasarkan kapasitas penduduknya dan kondisii realistik mencapai Rp 29.647.662.983 atau 16,42% dari total pendapatan kabupaten Tangerang pada tahun 2002. Dan pada tahun 2003, PAD yang diterima kota Tangerang Selatan Rp 42.801.630.762 atau 17,83%. Sedangkan pada tahun 2004, PAD yang diterima kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan lagi, yang berjumlah Rp 58.094.894.137 atau setara dengan 19,80%. Dilihat dari PAD, dalam hal ini jarang sekali ada pemerintahan kabupaten atau kota yang memiliki Pendapatan Asli Daerah yang demikian besar seperti yang dimiliki kota tangerang Selatan, di tambah lagi dengan peningkatan-peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dan perhitungan ini menjadi gambaran bahwa kota Tangerang Selatan sangat siap untuuk terus membangun daerahnya di berbagai sektor, dengan demikian pendapatan ini pun akan terus berkembang seiring dengan perkembangan sektor-sektor bisnis di masyarakat dan peranan swasta ke depannya. 53 B. Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan Bukanlah waktu yang singkat dan mudah untuk merealisasikan pemekaran wilayah, walaupun dalam kerangka reformasi politik, peluang pemekaran wilayah dibuka selebar-lebarnya yang dituangkan dalam UU No. 22/1999 yang diganti dengan UU No. 53 32/2004. Namun walaupun demikian, segenap para Ibid, Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 20. 52 penyelenggara pemekaraan wilayah harus menjalankan syarat dan ketentuan administratif yang sudah ditetapkan dan menjadi titik dasar untuk pembentukan daerah. Dan hal inilah yang kemudian dilaksanakan oleh segenap para penyelenggara pemekaran wilayah di wilayah Tangerang Selatan.54 Adanya ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya merupakan sebuah pendorong bagi segenap masyarakat untuk menuntut pembentukan daerah baru di wilayahnya. Selayaknya sebuah rumah tangga, bercerai merupakan sebuah keputusan yang pahit harus di terima oleh salah satu pihak, adanya pemekaran wilayah atau pembentukan daerah baru secara otonom merupakan sebuah ide, yakni berpisahnya sebuah wilayah dari induknya, dalam sebuah kabupaten atau provinsi. 55 Dalam upaya pembentukan pemerintahan baru ini, tarik-menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah di suatu wilayah adalah hal yang lumrah, namun akibatnya yang terjadi adalah memanasnya suhu politik di wilayah tersebut. Namun dalam hal ini juga telah memicu dampak positif, lahirnya sebuah identitas lokal yang ada di masyarakat, berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat terhadap daerah, menjadi bukti positif dari lahirnya sebuah ide pemekaran wilayah di daerah tersebut. Demikian pula yang terjadi di wilayah Cipasera atau Tangerang Selatan. 56 54 M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 179-182. 55 Ibid, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 147. 56 Rizki Argama, “Pemberlakuan Otonomi Daerah Dan Fenomena Pemekaran Wilayah Di Indonesia,” (jakarta: Universitas Indonesia, 2005), h. 7. 53 1. Wacana Pembentukan Kota Tangerang Selatan Wacana proses pemekaran dan pembentukan Kota Tangerang Selatan memiliki cerita yang beragam, semua pihak yang terlibat secara langsung dalam proses, dalam hal ini merasa berjasa. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis berusaha mencari data-data dan sumber yang ada, baik itu berupa tulisan-tulisan, maupun dari saksi-saksi atau pelaku sejarah pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan, untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang mendekati nilai-nilai obyektif tentunya. Ada sebuah buku yang terbit dan beredar pasca diresmikannya Kota Tangerang Selatan, yang ditulis oleh Drs. H. Abdul Rojak, MA57, Sirojudin58, dan M. Istijar Nusantara,59 yang merekam sejarah sepak-terjang sebuah organisasi. Walaupun buku ini dianggap berlebihan dan subyektif bagi banyak kalangan, namun setidaknya buku ini juga dapat memiliki nilai kebenaran dalam menceritakan proses pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis ingin sedikit menceritakan apa yang terkandung dalam buku tersebut, dengan kemudian mampu dijadikan bahan komparasi 57 Lihat Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, dalam halaman terakhir tentang penulis, bahwa penulis adalah penduduk asli Tangerang Selatan, yang juga aktif dalam memperjuangkan pemekaran dan pembentukan tangerang Selatan dlam wadah Bakor (Badan Koordinasi) Pembentukan Cipasera, selain itu juga, beliau saat ini masih aktif sebagai pengurus KAHMI Kota Tangerang Selatan, dan kini menjabat sebagai Sekertaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang. 58 Lahir di Tangerang, 08 Juli 1980, pernah mengenyam pesantren di Pon-Pes Almasthuriyyah dan Pon-Pes As-Salafiyyah Cibadak, Sukabumi, kemudian menyelesaikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah, di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, semasa kuliah aktif berorganisasi di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dilanjutkan dengan memulai karir sebagai wartawan di harian umum Satelit News (Pimpinan H. Margiono), dan tiga tahun sebagai pelaksana harian Tangerang Tribun. 59 Seorang jurnalis dan penulis, menyelesaikan S1 di Jurusan Pemikiran Politik Islam, UIN Syarif Hidayatullah, dan menempuh Program Magister (S2) pada Program Media and Political Communication di Universitas Mercu Buana, salah satu pencetus berdirinya Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Tangerang Selatan, sekarang masih aktif sebagai penulis artikel di berbagai media cetak, seperti di Harian Umum tangerang Tribun, Tangerang Ekspres, Tangsel Pos, Suara Pembaruan, Sinar Pagi, dan harian Umum Pelita. 54 dengan data dan sumber yang lainnya, dan diharapkan mengahasilkan data yang mendekati nilai-nilai obyektif. Berawal dari sebuah keperihatinan dan kepedulian sosial, tepatnya sepuluh tahun silam, ketika sekelompok aktivis yang tinggal dalam kawasan Ciputat, Cisauk, pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren, begitulah setidak berita yang beredar di media massa. Dalam sebuah obrolan dirumah salah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Luar Negeri, Drs. Hidayat merasakan betapa lambatnya petugas-petugas dinas dari pemerintahan kabupaten Tangerang dalam melakukan pelayanan publik, tepatnya saat beliau hendak melakukan pembuatan Kartu Tanda Penduduk, yang memakan waktu hingga lima bulan, ditambah lagi problem kemacetan yang tak kunjung ada solusinya di tiga kecamatan berkembang seperti Ciputat, Serpong, dan Pamulang, seolah ketiga kecamatan tersebut merupakan kecamatan tak bertuan. Oleh karena itu, dalam beberapa masalah itu, muncul sebuah ide dari sejumlah aktivis tersebut untuk melakukan pemekaran wilayah, dengan berusaha membentuk pemerintahan yang otonom dan terpisah dari induknya. Mereka sadar, di awal perjuangan sekelompok aktivis tersebut membentuk sebuah LSM, namun dalam perkembangannya LSM Spot yang terbentuuk secara spontan tersebut harus melakukan penyesuaian, kemudian berubah menjadi sebuah organisasi yang bernama KPPDO-KC (Komite Persiapan pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera).60 60 “Lahirnya Sebuah Kota Baru”, harian Umum Tribun, edisi Kamis, 30 Oktober 2008. Lihat juga Djoko Loekito, “Sejarah Tebentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera Ke Kota Tangsel”, dalam http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/topic.php?uid=1029271 26355&topic=10262, penulis adalah salah satu pengurus yang terlibat secara langsung untuk terbentuknya kota CIPASERA, di tulis pada tanggal 12 Juli 2009, dan di akses pada tanggal 15 Februari 2010. 55 Namun seiring perkembangannya karena beberapa faktor organisasi tersebut harus berubah nama agar dapat menghimpun suara-suara dari berbagai organisasi, namun dalam buku tersebut juga dikatakan, bahwa organisasi tersebut selama ini tidak memberikan dampak yang signifikan dalam sosialisasi ide pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, akhirnya beberapa anggota menghendaki untuk membentuk organisasi baru, dimana setiap anggota dituntut serius dalam menangani proses pemekaran dan pembentukan Kota Tangerang Selatan. Wal hasil, terbentuklah Badan Koordinasi Pembentukan Kota Cipasera (Bakor Cipasera).61 Sedangkan dalam sebuah wawancara penulis dengan Bapak H. Amien Djambek, 62 konsep pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, berasal dari Pemerintah daerah Kabupaten Tangerang atau dari Bapak Bupati Ismet Iskandar, yang sudah dari dulu direncanakan, namun belum mendapatkan momentum yang tepat dalam mensosialisasikan kepada masyarakatnya. Namun di tahun 2004 ada sebuah organisasi, yang bernama Bakor Cipasera, yang mensosialisasikan konsep pemekaran wilayah dan pembentukan pemerintahan Kota Cipasera, dimana batas wilayahnya menyerupai konsep yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah atau bapak Bupati (Ismet Iskandar). Jika dari Bapak Bupati, konsep pemekaran itu meliputi kecamatan Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Serpong, dengan batas wilayah sebelah barat Kali Cisadane. Sedangkan jika konsep pemekaran wilayah dari Bakor Cipasera meliputi kecamatan Ciputat, 61 Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, (Tangsel: Green Komunika, 2010), h. 23-60. Hal ini juga diperkuat dari liputan langsung Harian Umum RADAR, “Penggagas Cipasera Belum Kompak”, edisi Selasa 16 April 2002. 62 Ketua Umum Forum Membangun Tangerang Selatan (FormatS), keturunan asli betawi, dan kelahiran asli Ciputat. Sekarang aktif sebagai aktivis pemantau Pemerintahan Kota tangerang Selatan. 56 Pondok Aren, pamulang, Serpong, Cisauk, dan Pagedangan, jadi batas wilayah sebelah baratnya dalam hal ini kecamatan Cisauk. Perbedaan lainnya dalam konsep pemekaran ini adalah sebuah nama yang akan ditetapkan untuk menjadi nama wilayah Kota otonom tersebut, jika dari Bakor Cipasera menghendaki dengan nama “Kota Cipasera”, yaitu akronim dari Ciputat, Cisauk, Pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren. Sedangkan kalau dari Bapak Bupati menghendaki dengan nama “Kota Tangerang Selatan”, namun demikian, pada hakikatnya adalah secara sadar, baik masyarakat maupun Pemerintah Kabupaten, keduanya sama-sama menghendaki pemekaran wilayah dan pembentukan pemerintahan kota, terlepas dari nama yang berbeda-beda. 63 2. Faktor Pendukung Terbentuknya Tangerang Selatan Tersosialisasikannya konsep pemekaran wilayah dan pembentukannya pemerintahan kota, secara tidak langsung telah memicu hadirnya beberapa organisasi kemasyarakatan, baik yang menolak maupun yang mendukung adanya pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan, namun positifnya dalam hal ini, suasana dinamis antar organisasi tetap utamakan. Seperti hadirnya organisasi KPPDO-KC atau yang telah berkembang menjadi Bakor Cipasera, yang dianggap beberapa kalangan adalah organisasi pencetus konsep pemekaran wilayah, Forum Membangun Tangerang Selatan (Formats), yang diketuai oleh H. Amien Djambek, yang berperan sebagai partner Pemerintah Daerah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat, dan Presidium Pembentukan Tangerang Selatan, merupakan salah satu langkah strategis yang ditempuh oleh seluruh gabungan organisasi 63 Wawancara langsung penulis dengan Bapak H. Amien Djambek, pada tanggal 01 Juni 2010. 57 masyarakat lokal, baik yang mendukung maupun yang semula menolak pembentukan kota Tangsel. Fungsinya adalah, selain untuk melakukan percepatan pembentukan Kota Tangerang Selatan, juga menjalin komunikasi-komunikasi politik dengan sejumlah elemen-elemen yang memiliki kendali penting dalam prosesnya dikemudian hari, baik dari DPRD kabupaten, Provinsi, hingga DPR-RI, selain itu juga untuk menghindari terjadinya dualisme pemikiran dalam proses pemekaran dan pembentukan, sehingga menghasilkan persamaan persepsi antara Presidium dan Pemerintah.64 Selain itu juga ada organisasi-organisasi lokal yang turut serta dalam proses pemekaran dan pembentukan Tangsel, dari organisasi keagamaan diantaranya, Forum Silaturahmi Warga NU (foksinu) Cipasera, Forum Komunikasi Remaja Masjid (FKRM) Serpong-Pondok Aren, dan Yayasan Kerukunan Keluarga Muslim BSD (YKKMB). Sedangkan dari organisasi kemasyarakatan ada, Forum Masyarakat Peduli Serpong (Formas), Komite Aliansi Masyarakat Cipasera (Kamera), Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar (BPPKB) Banten, Forum Komunikasi Pemuda Pondok Aren (FKPPR), Kembang Latar sektor Ciputat dan Keluarga Besar Pendekar Cipasera (Tekyo Trisula). Sementara organisasi dari kemahasiswaan dan kepemudaan ada, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Ciputat. Sedangkan dari masyarakat kesenian dan kebudayaan diantaranya ada, Komunitas Sastra Indonesia (KSI), Paguyuban Campur Sari Indonesia (PCSI), Komunitas Seni dan Budaya (KSB) 64 Wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010, dan wawancara langsung penulis dengan H. Amien Djambek, pada 03 Juni 2010. 58 Serpong, Dewan Kesenian Cipasera (DKC), dan Yayasan Budaya Cipasera YBC).65 Sedangkan faktor pendukung dari luar, yang juga memiliki sumbangsih besar bagi terbentuknya Kota Tangerang Selatan, adalah pers atau media. Satelit News, salah satu anak dari Rakyat Merdeka Grup, yang sedari awal juga turut mengawal terbentuknya Kota Tangerang Selatan, terutama peranannya dalam sosialisasi ide pemekaran Kota Tangerang Selatan. Selain Satelit News, media lain yang juga memiliki peranan penting dalam hal ini, adalah Harian Banten, yang kemudian berubah nama menjadi Radar Banten, Fajar Banten, sedangkan dari media nasional seperti Harian Republika, Pos Kota, Rakyat Merdeka, Koran Tempo, Harian Pelita, Warta Kota, serta Kompas dan Media Indonesia.66 Dan yang terakhir, tentu saja peranan penting dari segenap anggota DPRD, yang sudah susah payah dalam mengupayakan terbentuknya Kota Tangsel melalui sidang paripurna, yang menghasilkan keputusan DPRD Kabupaten No 28 tahun 2006 tentang persetujuan pembentukan Kota tangsel. Dan Pemerintah Kabupaten Tangerang atau bapak Bupati, yang menerbitkan Surat No 130/088-Binwil/2007 tentang persetujuan pembentukan Kota Tangsel. Dan peran serta Pemerintah Provinsi dan Gubernur, melalui surat bernomor 1624/DPRD/IV/2007. Dan terakhir adalah peranan penting dari DPR-RI dan Menteri Dalam negeri melalui surat keputusan, dengan diterbitkannya surat keputusan UU 51/2008. Dengan demikian diresmikannya Tangerang Selatan sebagai pemerintahan Kota yang 65 66 Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, h. 64. Ibid., h. 58-60. 59 secara menjadi Kota otonom dan independen dalam mengatur segenap potensi dan meningkatkan pelayanan masyarakat.67 67 Dewan Sahkan 12 daerah pemekaran (www.tempointeraktif.com), edisi Rabu 29 Oktober 2008 60 Baru, Tempo Interaktif BAB IV PROSES PEMEKARAN DAN PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN Pembentukan wilayah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota. Sedangkan yang dimaksud dengan pemekaran wilayah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah. Dan hal yang dilakukan oleh segenap Organisasi-organisasi kemasyarakatan bekerjasama dengan pemerintah dalam mengupayakan terbentuknya Kota Tangerang Selatan (Tangsel).68 Dan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008, yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Undang-undang No 51/2008 yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 No. 188, menjadi buah perjuangan para penyelenggara pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel, dimulai dari sosialisasi ide hingga sampai peresmiannya. Sementara dalam sosialisasi ide yang tidak sepenuhnya berjalan mulus dan tanpa hambatan. Sikap antipati, ejekan, dan cibiran ketika perjuangan masih sebatas penyampaian ide kepada para masyarakat.69 68 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang, Risalah Rapat Paripurna Dalam Rangka: Persetujuan Bersama DPRD dan Bupati Terhadap Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemeliharaan Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan, (Tangerang, Sekretariat DPRD, 2007), h. 24. 69 Pembentukan Kota Tangerang Selatan Disetujui Pusat , Dalam www.kompas.com, edisi Rabu, 29 Oktober 2008. 61 A. Langkah Awal Menuju Tangerang Selatan Dalam pemekaran wilayah, Pemerintah Kabupaten memiliki peranan yang sangat penting, karena pemekaran dan pembentukan kota atau kabupaten harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan yang melibatkan segenap Pemerintah Kabupaten. Syarat administratif untuk pembentukan kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten induk dan Bupati yang bersangkutan, persetujuan Bupati harus berdasarkan hasil kajian tim yang khusus di bentuk oleh DPRD kabupaten, yang melibatkan tenaga ahli sesuai kebutuhan terhadap perlunya dibentuk pemerintahan kota, kemudian mendapatkan rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri, tentunya semua ini harus sesuai dengan mengacu pada peraturan dan Undang-undang yang berlaku. 70 Tersosialisasi konsep pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel adalah bukan proses yang cepat bagi segenap penyelenggara konsep tersebut, seperti derasnya sosialisai dan gerakan kultural, serta langkah politik yang dilakukan oleh Bakor Cipasera, yang menuntut diwujudkannya Kota Cipasera terbentuk tahun 2006. Walaupun menurut beberapa kalangan dari Pemerintah daerah, DPRD, dan beberapa organisasi kemasyarakatan seperti Formats, FKKD, dan Laskar Islam Banten (LIB), tuntutan pemekaran wilayah dan pembentukan Pemerintahan otonom, belum dapat dilakukan, karena memang bukan pemekaran wilayah yang 70 Dede Mariana dan Caroline Paskarina, “Mekanisme Pembentukan (Penggabungan Atau Pemekaran) Daerah dan Kawasan Khusus”, dalam M. Zaki Mubarak, dkk., Blue Print “Otonomi Daerah Indonesia”, (Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2006), h. 165-166. 62 dikehendaki masyarakat.71 Akan tetapi terciptanya pembangunan yang menyeluruh, baik dari aspek ekonomi maupun aspek infrastruktur. 72 1. DPRD Tangerang Dan Dinamika Pemekaran Tangerang Selatan Dinamika tuntutan pemekaran antara masyarakat yang menginginkan dan menolak dibentuknya Kota Cipasera ataupun Kota Tangsel terus bergulir. Akhirnya mendapatkan respon dari DPRD Kabupaten Tangerang, pada 10 Maret 2005, dibahasnya draf kelayakan pembentukan Kota Cipasera dari Bakor Cipasera dan Komisariat bersama (Komber) Cipasera, dalam rapat Panitia Musyawarah (Panmus). Sejak saat itu pemekaran dan pembentukan Kota Cipasera atau Kota Tangsel terus ditindaklanjuti oleh DPRD.73 Pada 15 Maret 2005, DPRD mengadakan rapat panmus kedua, dengan mengundang dan meminta pendapat Bupati (H. Ismet Iskandar) di gedung DPRD. Pada waktu itu, keterangan Bupati menyatakan, setuju untuk dilakukannya pemekaran dan pembentukan Kota otonom di kabupaten Tangerang. Akan tetapi, hal ini tidak dapat diwujudkan pada tahun 2006 seperti yang dicita-citalan oleh Bakor dan Kombes Cipasera, tetapi cita-cita tersebut akan bisa diwujudkan pada tahun 2010, mengingat Kabupaten Tangerang masih dalam taraf pembangunan, selain itu juga pihak-pihak yang terkait belum mempersiapkan penyediaan komponen infrastruktur, seperti jalan raya, kantor untuk calon kota otonom, serta penyediaan aparatur birokrasinya. Selain itu, yang lebih penting dalam hal ini 71 Joniansyah, Pendekar Banten Tolak Pemekaran Wilayah, Tempo Interaktif, http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-12,id.html, edisi Senin 07 Maret 2005. 72 Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01 Juni 2010. 73 Joniansyah, DPRD Kabupaten Tangerang Berjanji Akan Sikapi Soal Cipasera, Tempo Interaktif, http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-15,id.html edisi Senin 07 Maret 2005. 63 adalah dengan meningkatkan status desa menjadi kelurahan di calon kota otonom yang akan dimekarkan.74 Namun pernyataan ini dinilai oleh Basuki Rahardjo, selaku anggota Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang, adalah hanyalah sekedar ucapan saja, terhitung sejak tanggal 15 Maret 2005 hingga tanggal 06 Oktober 2006, Bupati hanya baru menandatangani draf persetujuan pembentukan Kota Tangsel, sedangkan Bupati sendiri belum sama sekali menandatangani persetujuannya untuk dilakukannya pemekaran dan pembentukan Kota Cipasera atau Tangsel. 75 Sementara itu, selain belum ditandatanginya persetujuan pembentukan Kota Tangerang Selatan, di dalam DPRD sendiri terpecah menjadi tiga faksi, yang menolak, menerima pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel, dan ada yang berinisiatif dengan membentuk Kelompok Kerja (Pokja), hal tersebut terjadi sesaat sebelum Panmus DPRD menggelar agenda rapat membahas aspirasi tuntutan pemekaran Kota Cipasera dari Bakor Cipasera maupun dari Komber Cipasera. Dalam hal ini kelompok yang menerima meliputi dari Lintas Lima, yaitu gabungan dari partai-partai politik, dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) diwakili oleh Basuki Rahardjo, H. Al Mansyur, dari Fraksi Reformasi diwakili oleh Marlan Akip, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) diwakili oleh FL Tri Satria Santosa, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) diwakili oleh Hj. Eny Suhaeni dan Daka Udin, sedangkan dari Fraksi Demokrat diwakili oleh Jacky Harahap, dengan mengusulkan dan mendesak di bentuknya Panitia Khusus (Pansus), agar masalah pembentukan Kota 74 Tahun 2007 Batas Kota Tangsel Di Sepakati,Radar Banten, edisi Jumat 06 Oktober 2007. 75 Hasil diskusi panel antara Presidium Pembentukan Tangsel dengan Pemerintah daerah Tangerang, Bupati Belum Tandatangani Persetujuan Tangerang Selatan, yang diposting oleh Radar Banten, edisi 27 April 2006. 64 Cipasera bisa dipercepat. Sedangkan yang menolak pembentukan Kota Cipasera, dimotori oleh ketua DPRD H. Endang Sudjana dan beberapa anggota DPRD yang lainnya, namun sikap penolakan itu kandas, ketika beberapa anggota DPRD memaksa ketua DPRD untuk menandatangani surat pembentukan Pansus, agar pembentukan Kota Cipasera bisa dipercepat.76 Di sisi yang lain, beberapa anggota DPRD berinisiatif membentuk Kelompok Kerja, yang digawangi oleh Drs. H. Abdul Muin Basuni, walaupun belum mendapatkan legitimasi dari Ketua DPRD. Namun akhirnya, pada rapat Panmus ketiga, pada hari kamis 24 Maret 2005, dengan proses lobi-lobi politik yang memakan waktu, hingga akhirnya pada 06 Juni 2005 Kelompok Kerja mendapatkan legitimasi dari seluruh anggota DPRD yang hadir dalam sidang tersebut, dengan No 05 Tahun 2005 77. Namun terhitung selama hampir satu tahun, kinerja yang dilakukan Pokja kurang komprehensif, kinerja selama satu tahun tersebut hanya menghasilkan kajian ilmiah tentang peluang pembentukan sebuah daerah otonom baru, yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sadu Wasistiono dari Universitas Langlang Buana, Bandung. Dengan kesimpulan, Kabupaten Tangerang dapat dimekarkan, karena sudah memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000.78 Selain kinerja Pokja yang dianggap lambat, desakan dari berbagai elemen masyarakat, dan dari dalam DPRD Kabupaten Tangerang, agar supaya proses pembentukan Kota Tangsel dapat dipercepat terus bergulir. Akhirnya pada tanggal 76 Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul Muin Basuni, Bentuk Kaukus Kawal Tangsel, http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007. 77 Pansus Pemekaran Wilayah Terbentuk Kabupaten Tangerang Di Pecah, Harian Umum Satelit News, Sabtu 11 Maret 2006. 78 Atep Afia, Esensi Pembentukan Kota Tangerang Selatan, dalam www.bantenkuring.blogspot.com, diposting pada Selasa 26 Mei 2009. 65 09 Maret 2006, DPRD mengadakan sidang Paripurna untuk menindaklanjuti kinerja dari Pokja, karena dirasakan kinerja kurang efisien, keputusan Anggota DPRD yang hadir dalam rapat Paripurna jatuh pada pilihan Basuki Rahardjo, yaitu membentuk Panitia Khusus (Pansus). Berbekal hasil kajian dari Prof. Dr. Sadu wasistiono pansus melanjutkan program percepatan pembentukan Kota Tangsel, dengan agenda rapat mengeluarkan pilihan cakupan wilayah otonom baru tersebut. Setelah mengalami perdebatan yang cukup sengit di tingkat Pansus, akhirnya disepakati lima opsi cakupan kecamatan bagi calon kota otonom tersebut. Opsi pertama, meliputi empat kecamatan yang kemudian termasuk dalam cakupan kota otonom tersebut, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, dan Pamulang. Opsi kedua, meliputi lima kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang dan Cisauk. Opsi ketiga, meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk dan Pagedangan. Opsi keempat, meliputi tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk, Pagedangan dan Legok. Opsi kelima, meliputi delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk, Pagedangan, Legok, dan Curug.79 Namun, hadirnya opsi tersebut justru malah menambah keruh suasana, tidak hanya terjadi pada Pansus, perdebatan juga merambah ke tingkatan DPRD untuk menyetujui cakupan kecamatan yang termasuk dalam calon kota otonom tersebut, masing-masing kelompok yang sepakat dengan salah satu opsi melakukan lobi-lobi politik untuk mencapai mufakat, hingga akhirnya Bupati juga turun tangan dalam hal ini. Namun sayang usulan dari Bupati juga kurang 79 Lima Alternatif Kota Baru, Harian Umum Satelit News, edisi Kamis 30 Maret 2006. 66 disetujui oleh DPRD. Akhirnya Bupati berinisiatif dengan membentuk tim kecil agar Prof. Dr. Sadu Wasistiono mengkaji ulang hasil kajiannya tersebut.80 Kesimpulannya adalah dikehendakinya Bupati untuk melakukan pemekaran di sepuluh kecamatan, termasuk beberapa kecamatan yang menjadi cakupan calon kota otonom. Tepat hari Rabu, 29 November 2006, DPRD Kabupaten Tangerang Menyetujui Peraturan Daerah Tentang Pembentukan Kecamatan Ciputat Timur, Setu, Serpong Utara, Sukamulya, Kelapa Dua, Sindang Jaya, Sepatan Timur, Solera, Gunung Kaler, dan Mekar Baru. Dan pada tangggal 27 Desember 2006, DPRD Kabupaten Tangerang mengeluarkan Surat keputusan No 28 Tahun 2006, tentang persetujuan Pembentukan Kota Otonom Tangerang Selatan dengan Cakupan Kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, Setu, Pondok Aren, Pamulang. 81 Untuk sementara waktu, permasalahan ini dianggap selesai dan semua pihak telah menyepakatinya. Agenda berikutnya Pansus yang digawangi oleh FL Tri Satria Santosa (biasa akrab di panggil Pak Sony) merasa perlu dibentuknya sebuah organisasi atau wadah, yang didalamnya meliputi seluruh organisasiorganisasi yang intens dalam memperjuangkan pemekaran dan pembentukan kota Tangsel, karena dalam hal ini sangat diperlukannya keterlibatan peran serta masyarakat, guna mengawal dan memperjuangkan secara langsung, baik di DPRD 80 Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum satelit News, edisi Kamis 06 Maret 2006. 81 Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010. 67 sendiri, Pemerintah Kabupatan Tangerang atau Bupati, DPRD Provinsi, hingga memperjuangkan ke tingkat DPR-RI dan Mendagri. 82 Akhirnya dalam sebuah kesempatan, Pansus mengundang sekitar 50 organisasi kemasyarakatan di sejumlah daerah yang mencakup calon Kota Tangsel, dalam forum tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari KPPDO-KC, Bakor Cipasera, Kombes Cipasera, Formats, dan sejumlah anggota DPRD, serta Pemerintah Tangerang yang diwakili oleh Tim Kecil. Dalam forum tersebut disepakati untuk membentuk Presidium Pembentukan Kota Tangsel. Dan tanpa perdebatan yang panjang pula, H. Zarkasyih Noer yang hadir mewakili Forum Komunikasi Masyarakat tangerang, terpilih menjadi Ketua Umum Presidium. 83 Dan di sisi lain, keseriusan dalam proses pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel mulai ditingkatkan oleh pihak Pemerintah Kabupaten, Bupati yang kini tengah meningkatkan status desa menjadi kelurahan. Tidak tanggung-tanggung, Bupati secara langsung meningkatkan 77 status desa menjadi kelurahan yang tersebar di 26 kecamatan di Kabupaten Tangerang, yang tertuang dalam Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2004. Dalam hal ini Formats yang didalam keanggotaannya 85% meliputi Kepala Pemerintahan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD), turut berpartisipasi membantu pelaksanaan proses peningkatan status desa menjadi kelurahan tersebut.84 82 Para Tokoh rapatan Barisan Percepat Tangsel, dalam http://tangerangkab.go.id, yang ditulis oleh Pihak Administratur, diposting pada Rabu 02 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. 83 Wawancara langsung penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010, dan diperkuat pula dengan wawancara penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01 Juni 2010. 84 Joniansyah, 77 Desa Tangerang Akan Berubah Jadi Kelurahan, dalam http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2004/12/28/brk,20041228-61,id.html, pada Selasa 28 Desember 2004, dan hal ini juga diperkuat dengan wawancara penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01 Juni 2010. 68 Namun seiring dirumuskannya nama yang tepat untuk calon kota otonom tersebut oleh Presidium, problem cakupan wilayah dan batas wilayah mencuat kembali kepermukaan DPRD, dalam tubuh DPRD terpecah menjadi dua. Pihak yang pertama, dengan mengikuti rekomendasi dari Prof. Dr. Sadu wasistiono dengan tidak menyertakan Kecamatan Pagedangan dan batas wilayah sebelah barat dibatasi dengan Kali Cisadane, dengan tidak memasukkan Kecamatan Cisauk dalam cakupan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan pihak yang lainnya, menghendaki dari tuntutan Bakor Cipasera dan Kombes Cipasera, dengan menyertakan Kecamatan Pagedangan dan Cisauk ke dalam calon Kota otonom Tangsel. 85 Tanpa disadari perdebatan tersebut sebenarnya justru menghambatnya proses pemekaran dan pembentukan Kota tangerang Selatan, akhirnya diputuskanlah voting, dengan hasil voting ternyata lebih banyak anggota DPRD yang memilih rekomendasi dari Prof. Dr. Sadu Wasistiono dengan tidak menyertakan Kecamatan Pagedangan dan batas wilayah sebelah barat Kali Cisadane, yang hanya meliputi Kecamatan setu, hasil pemekaran Kecamatan Cisauk yang terbagi menjadi dua, yaitu sebelah Barat Kali Cisadane Kecamatan Cisauk, dan hanya kecamatan setu yang masuk dalam cakupan Kota tangsel. Akhirnya, Bupati setuju dengan hasil voting tersebut.86 85 Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Dari Kota Cipasera Ke Kota Tangerang Selatan, Copyright BPTI Sekretariat daerah Kota Tangerang Selatan, dalam http//www.tangerangselatankota.go.id, di posting pada 12 Desember 2009. Dan disunting pada 02 Juni 2010. 86 Eko Budi S, Dulu Cipasera Sekarang Tangerang Selatan, dalam http://komunitasciputat.wordpress.com/2008/07/21/dulu-cipasera-sekarang-kota-tangerangselatan/, diposting pada 21 Juli 2008, dan di sunting pada 02 Juni 2010. 69 2. Respon Pemerintah Provinsi Terhadap Pemekaran Tangerang Selatan Setelah semua kelengkapan syarat administrasi pemekaran dan pembentukan Tangsel dirasakan cukup oleh semua pihak yang berada di wilayah Tangerang. Maka dengan tidak ingin membuang waktu, Bupati membuat surat undangan kepada jajaran Muspida untuk mengikuti penyerahan berkas pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel kepada Gubernur Banten. Tepatnya tanggal 16 Maret 2007, Bupati didampingi Sekretaris Daerah H. Nanang Komara, dan ketua DPRD Tangerang Endang Sudjana, serta para pejabat dan anggota DPRD, datang ke Pendopo Gubernur Banten, yang di sambut oleh Wakil Gubernur Banten H. M Masduki, Kepala Biro Pemerintahan Syafruddin Ismail, dan sejumlah pejabat Pemerintahan Provinsi. Bupati menyerahkan berkas usulan dan persyaratan pembentukan Kota Tangerang Selatan, dengan disertainya lampiran rekomendasi persetujuan DPRD Tangerang dan Bupati, kepada Wakil Gubernur Provinsi dan Ketua DPRD Tingkta Provinsi Ady Surya Dharma.87 Pada kesempatan tersebut, secara ramah Wakil Gubernur Banten menyatakan persetujuannya terhadap aspirasi pembentukan Kota Tangsel, pada saat itu juga Ketua DPRD Ady Surya Dharma menyatakan akan segera membentuk Panitia Khusus pembahasan Kota Tangsel, dan dalam sepuluh hari kedepan semua berkas akan selesai di bahas. Namun setelah sebulan berlalu, pasca penyerahan berkas dan draf pembentukan Kota Tangsel, tak pernah ada konfirmasi dari pihak DPRD Banten ataupun dari pihak Pemerintah Provinsi Banten. Sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan Pemerintah Banten dalam menindaklanjuti persetujuan pembentukan Kota Tangsel, DPRD Banten 87 Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010. 70 dinilai lambat dalam mengatasi pembentukan Kota Tangsel ini. Akhir kata, desakan-desakan pun terpaksa dilancarkan oleh sejumlah kalangan, tidak hanya dari pihak Bupati, yang dari awal sudah mempertanyakan keseriusan DPRD dan Pemerintah Banten, tetapi desakan itupun dilancarkan oleh DPRD, Presidium Pembentukan Kota Tangsel, dan organisasi kemasyarakatan. Ketika keterlambatan tersebut ditanyakan, ternyata alasan telatnya rekomendasi DPRD Banten tentang pembentukan kota Tangsel, hal tersebut disebabkan berkas dan draf tersebut terselip di kantor DPRD Banten, suatu hal yang mustahil untuk diterima bagi sejumlah kalangan Pemerintah dan DPRD Tangerang, bagaimana mungkin berkas dan draf yang setebal dan sepenting tersebut bisa terselip dikantor DPRD Banten, dan sulit untuk ditemukan, sehingga memakan waktu hingga sebulan.88 Dengan terselipnya berkas dan draf pembentukan Kota Tangsel, asumsi negatif kepada DPRD Banten dan Pemerintah Provinsi mulai bermunculan. Namun agar asumsi tersebut tidak terlalu berkembang, ketua dan beberapa perwakilan DPRD Banten dengan i’tikad baiknya, mendatangi kantor Pemerintahan Kabupaten Tangerang meminta kembali berkas dan draf kesiapan rencana pembentukan Kota Tangsel. Rombongan tersebut di terima oleh Bupati yang didampingi oleh jajarannya, berikut juga dengan menyerahkan kembali berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pembentukan Kota Tangsel, yang diterima langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Banten, Hj. Ratu Tinty Fatimah Chotib, dengan disaksikan oleh Wakil Ketua DPRD Tangerang, Sekretaris Daerah 88 Istijar Nusantara, Lambatnya Rekomendasi Kota tangsel, Berkasnya Hilang, (Tangerang: Harian Umum Pelita), halaman muka, Edisi Kamis, 22 Maret 2007. 71 Kabupaten Tangerang H. Nanang Komara, Asisten Daerah I Drs. H. Mas Iman Kusnandar.89 Pada 21 Mei 2007, tepatnya pada rapat paripurna. DPRD Banten mengeluarkan rekomendasi persetujuan pembentukan Kota Tangsel, yang diperkuat pula dengan persetujuan dari Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah, seperti yang tertuang dalam pasal 5 ayat 1 UU 34/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Ketua DPRD Banten, tidak ada alasan baginya atau Pemerintah Provinsi untuk menghambat, atau bahkan hingga menolak rencana pembentukan Kota Tangsel, karena seluruh syarat adminstrasi dan tekknis telah dipenuhi oleh DPRD Tangerang dan Bupati. 90 Setelah memberikan rekomendasi persetujuan, kemudian pada Selasa 29 Mei 2007, dokumen tentang pembentukan Tangsel, berikut dengan persetujuan dari DPRD Tangerang, Bupati Tangerang, DPRD Banten dan Gubernur Banten, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Tangerang menyerahkan kelengkapan persyaratan pembbentukan Kota Tangsel kepada Komisi II DPR-RI di Bumi Serpong Damai. 91 89 Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum satelit News, edisi Kamis 06 Maret 2006. 90 Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010. 91 Joniansyah, Berkas Kota Tangerang Selatan Diserahkan Ke DPR-RI, Tempo Interaktif dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/10/31/brk,20080203-116839,id.html, edisi 31 Oktober 2008, yang disunting pada 02 Juni 2010. dijelaskan pula dalam situs tersebut, Bupati menyerahkan berkas ke komisi II DPR-RI, berisi dua hal, yakni, presentasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan masalah aset daerah . Namun dalam Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk., Sejarah berdirinya Kota Tangerang Selatan (Tangsel: Green Komunika, 2010), dokumendokumen tersebut memang diberikan kepada Komisi II DPR-RI oleh Bupati dan Wakil Gubernur langsung, namun tidak secara jelas dituliskan tempat dimana penyerahan tersebut, karena dalam perkembangannya, seharusnya semua persyaratan telah dicapai, kemudian dalam proses di DPRRI ada beberapa syarat tentang kajian ilmiah mengenai batas wilayah dan batas alam yang dianggap belum diperjelas secara terperinci oleh pihak DPRD Tangerang. 72 B. Proses Pembentukan Kota tangerang Selatan Memasuki proses di DPR-RI, karena merasa perlu dilakukannya percepatan pembentukan Kota Tangsel, segenap penggiat pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel, dari pihak Pemprov Banten yang diwakili oleh Wakil Gubernur H. M Masduki, didampingi Wakil Ketua DPRD Banten Malawati, dan Kepala Biro Pemprov Banten Syafruddin Ismail. Sedangkan dari pihak Kabupaten Tangerang yang dipimpin langsung oleh Bupati Tangerang H. Ismet Iskandar, didampingi anggota DPRD Tangerang H. Al mansyur, dan Ketua Presidium Pembentukan Kota Tangsel H. Zarkasyih Noer, mendatangi Komisi II DPR-RI yang tergabung dalam Tim Pokja Otonomi daerah. Mereka adalah H. Amad Chozin Chumaidy dari Fraksi PPP, H. Jazuli Juwaini dari Fraksi PKS, Sulaiman dari Fraksi Golkar, dan Sofyan Ali dari Fraksi Partai Demokrat, dan melobi mereka untuk menggunakan hak inisiatifnya, guna mempercepat pembentukan Kota Tangsel. 92 Namun sebelum mendatangi DPR-RI, pihak penggiat pembentukan Kota Tangsel, terlebih dahulu mendatangi kantor Departemen Dalam Negeri, yang diterima oleh Direktur Penataan daerah Abdul Fatah dan Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Ahmad Zubaidi, untuk menyerahkan berkas dan draf-draf pembentukan Kota Tangsel. Hal ini sengaja dilakukan selain untuk mempercepat 92 Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010. selain itu ditambahkan pula dalam wawancara tersebut, jika hak inisiatif ini datangnya dari DPRD Kabupaten atau Provinsi, sudah barang tentu dikemudian hari akan terbentur banyaknya Fraksi yang ada di DPR-RI, dan hasilnya akan Cuma-Cuma. Berbeda halnya, jika hak inisiatif ini datang dari DPR-RI, artinya tingkat kesepakatan semua Fraksi yang ada di Komisi II memang dapat diperhitungkan, dan tidak perlu pengkajian yang bertele-tele, agar kemudian Rancangan Undangundang dapat diserahkan ke DEPDAGRI, Dalam Khomsu rizal, Kota Tangerang Selatan Disahkan, Harian Umum Radar Banten, edisi 30 Oktober 2008, ditambahkan, bahwa Jazuli Juwaini secara konsep mendukung adanya ide pembentukan Kota tangsel, menurutnya “pembentukan Kota Tangsel merupakan solusi efektif, dalam persyaratannya yang diajukan ke Komisi II DPR-RI, dalam hal ini saya selaku Tim Pokja menyatakan, bahwa persyaratan tersebut pada dasarnya sudah lengkap, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam prosesnya”. 73 proses pembentukan Kota tangsel, juga agar pihak DPOD dapat mempelajarinya terlebih dahulu, selagi menunggu berkas-berkas dari DPR-RI yang akan diserahkan ke DPOD, setelah selesai mereka bahas. Jadi dalam hal ini dimaksudkan, untuk efisiensi waktu saja, dan memang untuk merealisasikan percepatan pembentukan Kota Tangsel. 93 1. Tahap Pembahasan Rencana Undang-undang Proses pembentukan Kota Tangsel kini tengah memasuki tahap antrian pada kloter ketiga, karena pada waktu itu Badan Legislatif (Baleg), tengah membahas 16 usulan pembentukan daerah baru lain. Sedangkan pada kloter ketiga ini ada sekita 18 usulan pembentukan daerah baru juga, termasuk didalamnya Pembentukan Kota Tangsel. Oleh karena itu dalam hal ini, Bupati melalui Tim Kecil yang dibentuknya terus melakukan komunikasi dan membangun hubungan yang dinamis kepada beberapa anggota DPR-RI yang terlibat secara langsung dalam proses tersebut.94 Selain itu juga Bupati membentuk Tim bayangan yang bekerja secara khusus melakukan lobi-lobi politik melalui jalur partai, kepada anggota DPR-RI dari partai yang sama dengan para penggiat pembentukan Kota Tangsel. Presidium pembentukan Kota Tangsel juga tak ingin ketinggalan memainkan perananannya, melalui H. Zarkasyih Noer, seorang tokoh yang memiliki track record sangat matang, yang selama 15 tahun pernah di DPRD Tangerang, 17 93 Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul Muin Basuni, Bentuk Kaukus Kawal Tangsel, http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007. 94 Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7 Minggu, Pemerintah Beri Kesempatan DPOD, dalam http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis 10 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. 74 tahun di DPR-RI, dan sekitar 2 tahun jadi Menteri pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Begitu juga dengan H. Margiono, kedekatannya dengan pejabat dan petinggi-petinggi negara, dan tokoh-tokoh nasional, karena latarbelakangnya seorang wartawan, diharapkan mampu memudahkannya untuk bisa melakukan lobi-lobi politik terhadap pejabat negara dalam rangka untuk mempercepat proses pembentukan Kota Tangsel. 95 Berkat lobi-lobi politik yang intensif dalam setiap pertemuan non formal yang dilakukan semua pihak. Dan hasilnya adalah lompatan pembahasan yang signifikan, terbentuknya RUU pembentukan Kota Tangsel yang mudah diterima oleh DPR-RI. Dengan demikian Badan Legislatif DPR-RI pertama kalinya membuat surat rekomendasi atas pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU tentang pembentukan Kota Tangsel, yang secara bersamaan 27 usulan daerah pemekaran baru, pada bulan Juli 2007.96 Dari 27 usulan tersebut, 12 diantaranya telah memenuhi persyaratan teknis, administrasi, dan fisik kewilayahan. Sedangkan persyaratan untuk Kota Tangsel, masih ada beberapa point berkas yang dinilai kurang lengkap oleh Baleg. Pertama, persyaratan batas wilayah, yang dinilai berdasarkan dokumen hasil studi kelayakan akademis masih memerlukan persyaratan fisik berupa penentuan batas wilayah yang belum ditentukan secara definitif. Kedua, belum disertainya surat rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri dalam RUU tentang pembentukan Kota Tangsel. Ketiga, perlunya pengkajian ulang secara mendalam dalam studi kelayakan oleh instansi terkait, atau pejabat yang berwenang. Keempat, perlunya 95 Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010, walaupun didalam wawancara tersebut tidak secara detail dituliskan posisi badan Legislatif, dalam hal ini penulis berusaha memahami melalui proses hak inisiatif tersebut. 96 Ibid. 75 pertimbangan kembali seiring akan dilaksanakannya Pemilihan Umum tahun 2009. Kelima, dalam membentuk daerah pemekaran baru, harus mengacu juga pada ketentuan dalam Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang tata ruang kota.97 Bagi para penggiat pembentukan Kota Tangsel, hal tersebut merupakan bukan masalah yang berarti. Walaupun sedikit terhambat, namun kelima syarat yang ditentukan Baleg tersebut dapat terselesaikan dengan mudah, hal ini dikarenakan berkat hubungan komunikasi dan kedekatan emosial yang dibangun Tim kecil dengan beberapa anggota Baleg DPR-RI, yang turut serta membantu melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut, disamping itu juga ditambahkan didalamnya tentang beberapa nama kecamatan yang menjadi calon Ibukota dan calon kantor walikota. Akhirnya, RUU tentang Pembentukan Kota Tangsel dapat dibahas kembali oleh Komisi II DPR-RI.98 Dalam taraf proses pembahasan, bukan saja RUU yang kemudian dikaji oleh pihak Komisi II. Akan tetapi Komisi II juga membutuhkan kajian kelayakan wilayah dengan meninjau langsung lokasi yang hendak menjadi daerah otonom baru, pada 31 Oktober 2007, Komisi II DPR-RI meninjau lokasi yang akan menjadi batas wilayah, dan kesiapan calon Ibukota Kota tangsel, sekaligus melihat potensi-potensi ekonomi yang dapat berkembang berkaitan dengan jumlah penduduknya. Selain itu juga, dengan adanya peninjauan lokasi semacam ini, Pemerintah Kabupaten dapat menjalin komunikasi lebih intens dengan kalangan 97 Peresmian Tangerang Selatan Tertunda, Harian Umum KOMPAS, dalam http://kppod.org/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=383&Itemid=2, diposting pada Selasa 22 April 2008. 98 Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul Muin Basuni, Bentuk Kaukus Kawal Tangsel, http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007. 76 Komisi II, diharapkan Pembahasan RUU tentang pembentukan Kota Tangsel dapat terselesaikan pada awal 2008. 99 2. Morathorium dan Pembentukan Kota Tangerang Selatan Di sisi yang lain, proses di Departemen Dalam Negeri juga tak kalah penting. Berhembusnya kabar di awal 2008 atas kebijakan Presiden tentang morathorium (Penundaan) pembentukan daerah otonom baru, seiring akan dilaksanakannya Pemilu 2009, jadi dalam hal ini seluruh pihak pemerintahan, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, diminta untuk dapat konsetrasi pada persiapan Pemilu tersebut, dan menghentikan seluruh kegiatan apapun yang dapat menghambat jalannya pemilu. Oleh karena itu, Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto pada sat itu, tidak akan merekomendasikan RUU tentang Pembentukan daerah otonom baru, yang masuk dalam kloter kedua dan ketiga pasca Pemilu 2009, dan hanya akan mengesahkan pembahasan RUU pada kloter satu, sebanyak 12 RUU. Dalam hal ini, RUU tentang pembentukan Kota Tangsel termasuk dalam kloter kedua dari 15 RUU.100 Tentunya dengan berhembusnya kabar tersebut menimbulkan rasa pesimistis dikalangan penggerak pembentukan Kota Tangsel. Ternyata setelah di analisa oleh sejumlah kalangan penggerak pembentukan Kota Tangsel, adanya kebijakan morathorium tersebut munculnya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, disamping memang alasan yang diberikan memang sehubungan dengan Pemilu 99 DPR Tinjau Calon Ibukota Tangsel, dalam Harian Umum Radar banten, edisi 31 Oktober 2007. 100 Pepih Nugraha, Gukung Morathorium Pemekaran, dalam http://humbahas.blogspot.com/2007/03/dukung-moratorium-pemekaran.html, diposting pada bulan Maret 2007,, sumber tulisan dari Harian Umum Kompas edisi 10 Maret 2007, disunting pada 02 2010. 77 Raya 2009, selain itu juga berkaitan dengan tidak berkembangnya pemekaran wilayah di sejumlah daerah pemekaran baru, yang sifatnya hanya akan merugikan APBN negara saja. 101 Karena kebijakan tersebut munculnya dari Ketua Umum Partai Golkar, sekaligus Wakil Presiden, tentu saja seluruh kalangan pemerintah, baik daerah maupun pusat memegang betul intruksi tersebut, dan hal ini terjadi pada Bupati Tangerang Ismet Iskandar, sebagai kader Partai Golkar Tangerang. Menurut H. Zarkasyih Noer, adanya pembahasan pemekaran wilayah, sebenarnya tidak akan menghambat pelaksanaan Pemilu 2009, karena secara keseluruhan RUU tentang pembentukan Kota Tangsel sudah selesai, walaupun baru masuk dalam kloter kedua, karena kelengkapan syarat yang tertuang dalam berbagai Undang-undang sudah dilengkapi semuanya. 102 Posisi dilematis kini tengah dirasakan Bupati dan segenap jajarannya yang merupakan kader Partai Golkar. Satu sisi, Bupati harus mengikuti kebijakan yang dikeluarkan Wakil Presiden, namun di sisi yang lain, Bupati Ismet Iskandar tengah mencalonkan diri pada Pilkada periode 2008-2013, sebagaimana dalam kampanyenya Pembentukan Kota Tangsel menjadi senjata ampuh untuk meraup suara dari kecamatan-kecamatan besar, semacam kecamatan Ciputat, Serpong, dan Pamulang. Jika pembentukan Kota Tangsel di tunda, maka secara otomatis hal tersebut akan dapat merugikan Bupati dalam pencalonannya. Akhirnya Bupati berfikir ulang, karena walau bagaimanapun aspirasi masyarakat harus diutamakan. Melalui Tim kecilnya, Bupati mendesak dan melobi Departemen Dalam Negeri, di samping segenap anggota pansus terus melengkapi berkas-berkas tentang 101 102 Ibid. Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010. 78 pembentukan Kota Tangsel, dalam hal ini juga Gubernur di minta untuk melobi Wakil Presiden agar dapat menunda kebijakan tentang morathorium pemekaran wilayah. Dengan usaha tersebut, menunjukkan sebuah hasil, dengan datangnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk melakukan verivikasi data dan meninjau lokasi daerah yang hendak dimekarkan. Ditambah lagi dengan dimajukannya jadwal pembahasan RUU tentang pembentukan Kota Tangsel dalam kloter satu bersama 12 calon daerah otonomi baru lainnya, yang rencananya akan dilakukan pada awal April 2008. 103 Namun dalam perjalanannya, jadwal tersebut tidak sesuai rencana, yang semula direncanakannya akan di bahas awal April 2008, namun harus mundur pada Oktober 2008. Mengetahui kabar tersebut, persiapan pembentukan Kota Tangsel semakin dimatangkan, rapat-rapat tentang mekanisme hibah dan anggaran untuk pemerintahan Kota Tangsel terus dirumuskan. Dukungan yang kuat dari pemerintah Tangerang membuat pembahasan pembentukan Kota Tangsel, baik di Departemen Dalam Negeri maupun di Komisi II DPR-RI berjalan lancar. Proses pun semakin lancar, ketika komunikasi politik antara Tim Kecil, presidium pembentukan Kota Tangsel semakin melancarkan lobi-lobi politik. 104 Berdasarkan jadwal di Sekretariat DPR-RI, rapat Paripurna DPR-RI yang akan mengesahkan 12 RUU daerah otonom baru akan digelar pada 26 Oktober 2008. Namun, satu hari menjelang rapat Paripurna digelar, suasana di DPR-RI maupun di DEPDAGRI sedikit memanas, seiring diberitakannya kabar, bahwa dari 12 daerah yang akan dimekarkan, sebenarnya hanya tujuh yang dianggap 103 Ibid. Terganjal 14 Kota Otonom Baru Yang Belum Di Verifikasi, Harian Umum Radar Banten, dalam http://forum.tamanroyal.com/index.php/topic,429.0/prev_next,next.html#new, dipoting pada Minggu 13 juli 2008, disunting pada 02 Juni 2010. 104 79 memenuhi syarat. Ketujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang barat, Kabupaten Pringsewu (ketiganya berasal dari Provinsi Lampung), Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunung Sitoli (ketiganya berasal dari Provinsi Sumatera Utara), dan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan lima kabupaten atau kota yang lainnya, dianggap Komisi II belum memenuhi syarat.105 Panasnya atmosfir politik di DPR-RI, membuat Komisi II terpecah menjadi tiga faksi. Faksi pertama, yang menginginkan daerah-daerah yang akan disahkan hanya daerah-daerah yang memenuhi persyaratan saja. Faksi kedua, yang menolak faksi pertama, dengan opsi terakhir, jika hanya beberapa daerah yang memenuhi syarat saja yang hendak di sahkan, lebih baik tidak digelar rapat Paripurna sama sekali, sehingga tidak ada pemekaran wilayah lagi. Faksi ketiga, yang lebih mengedepankan prinsip “senasib dan sepenanggungan”, dengan memberikan opsi, agar sebaiknya kedua belas RUU tersebut disahkan dan menjadi Undang-undang saja, tanpa melihat wilayah tersebut sudah memenuhi persyaratan atau belum, karena walau bagaimanapun, para pihak penyelenggara telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar daerahnya dapat menjadi lebih sejahtera melalui pemekaran wilayah tersebut.106 Akhirnya rapat Paripurna pun digelar, diawali dengan perdebatan yang alot dari ketiga faksi tersebut. Namun rapat tetap berjalan dengan lancar, yang di pimpin oleh Ketua DPR-RI periode 2004-2009, Ir. H. R. Agung Laksono dan dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto dan Menteri Hukum dan Ham 105 Selamat Datang Tangerang Selatan, Harian Umum Radar Banten, dalam http://www.serpong.org/2008/10/28/selamat-datang-tangerang-selatan/, diposting pada 28 Oktober 2008. 106 Ibid 80 Andi mattalata, serta pejabat, anggota dewan, dan tokoh masyarakat perwakilan daerah yang akan dimekarkan. Seperti Paripurna pada umumnya, 10 Fraksi DPRRI diminta untuk memberikan keputusan 12 RUU yang akan disahkan. Dalam hal ini 10 Fraksi tersebut, secara tegas menyatakan persetujuan pembentukan 12 daerah otonom baru, termasuk didalamnya tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan. Dan dua hari kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani 12 undang-undang baru tersebut, termasuk didalamnya Undangundang No 51 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota tangerang Selatan. 107 C. Polemik Struktur Pemerintahan Tangerang Selatan Setelah disermikannya Undang-undang No 51 Tahun 2008, tentunya daerah otonom baru membutuhkan yang namanya “Pemimpin”, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten tidak ingin terlalu terburuburu untuk memutuskan siapa yang layak untuk menduduki posisi Pejabat Sementara. Walaupun sejak masuknya pembahasan pembentukan Kota Tangsel masuk pada tahap kloter satu bersama 12 daerah otonom baru lainnya sudah mulai beredar di antara anggota DPRD Tangerang dan jajaran Pemerintah kabupaten. Dalam hal ini tidak terlalu diutamakan, namun yang harus menjadi fokus pada waktu itu adalah mensukseskan percepatan pembentukan Kota Tangsel. 108 Pada dasarnya kedua institusi pemerintahan antara Pemerintah Kabupaten dan Provinsi ingin lebih menyingkapi dengan hati-hati dalam menentukan Pejabat Sementara, selain itu juga disebutkan dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) 107 Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7 Minggu, Pemerintah Beri Kesempatan DPOD, dalam http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis 10 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. 108 Joniansyah, Pejabat Walikota Tangerang Selatan Disiapkan, dalam Tempo Interaktif, edisi 03 Februari 2008. 81 Nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah dan UU Nomor 32 tahun 2004 yang menyebutkan, bahwa Penjabat Walikota adalah yang mengusulkan Gubernur Banten atas pertimbangan Bupati Induk, namun hendaknya usulan dari Bupati Induk dijadikan skala prioritas utama. Dan sebaiknya, untuk jabatan Penjabat Walikota Tangsel di isi oleh pejabat yang paham dan mengerti dengan karaktertistik dari daerah yang akan dipimpinnya, ditambah lagi dengan adanya Pada PP 78 tahun 2008 pada pasal 24 disebutkan di daerah otonom baru kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur bersama kabupaten/kota, dan dipasal Pasal 9 ayat 2, menyebutkan Penjabat Walikota Tangerang Selatan diusulkan Gubernur Banten atas pertimbangan Bupati Tangerang.109 Namun ternyata setelah diresmikannya UU No 51 Tahun 2008, dan adanya pedoman dari Mendagri mengenai prosedur pengusulan Pejabat Sementara untuk Walikota Tangsel, kepentingan politik Bupati dan Gubernur semakin nyata, jika sebelumnya konsep pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangsel telah dibawa ke arena kampanye oleh Bupati pada Pilkada 2008-2013, dan akhirnya Bupati Ismet Iskandar terpilih kembali menjadi Bupati. Kini giliran Gubernur Ratu Atut Chosiyah yang menampakkan syahwat politiknya, yang berusaha memasukkan nama calon Pejabat Walikota Tangsel, hal ini di sinyalir oleh sejumlah kalangan untuk menanamkan kantong-kantong suara untuk kepentingan PEMILU-KADA Banten 2011, melalui Pejabat walikota sementara diharapkan mampu meraup suara dari para pejabat dan birokrat pemerintahan. 110 Istijar 109 Pengajuan Nama Calon Pejabat Walikota Tangsel Tunggu Pedoman Pelaksanaan, dalam http://www.koranbanten.com/2008/12/12/pengajuan-nama-penjabat-walikota-tangseltunggu-pedoman-pelaksanaan/, diposting pada 12 Desember 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. 110 Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010. 82 Nusantara dalam Blog-nya menyatakan, bahwa upaya yang dilakukan Gubernur dengan menempatkan orang-orangnya dalam calon walikota Tangsel merupakan untuk sebuah ekspansi dan melanggengkan dinasti politiknya, karena bentuk ekspansi politik tidak hanya dilakukan oleh militer, dalam dunia modern ini, ekspansi politik juga dapat dilakukan dengan menanamkan para pejabat dan birokra, termasuk calon walikota di daerah pemekaran baru.111 Pada 24 Januari 2009, diresmikan dan dilantikannya Kota tangsel dan pejabat sementara untuk walikota, di Gedung Aula Sekretariat Daerah Provinsi Banten di Serang, Banten, yang dilakukan oleh Menteri dalam Negeri H. Mardiayanto, dengan ditandai penekanan sirene dan pembukaan tirai bergambar peta Tangsel, dengan Pejabat Sementara untuk walikotanya adalah H. Muhammad Saleh MT (Kepala Bina Marga dan Dinas Tata Ruang Banten dan Wakil Walikotanya adalah H.Nanang Komara (Pegawai pemerintah Kabupaten), berdasarkan dengan Surat keputusan Nomor 131.36/883/2009. Diharapkan pejabat sementara tersebut mampu mengemban cita-cita pemekaran wilayah seperti yang telah diupayakan oleh sejumlah penyelenggara pemekaran wilayah.112 Terbukti, dari dua nama calon Pejabat Sementara untuk Walikota yang diajukan oleh pemerintah Kabupaten atau Bupati, dan satu nama calon Pejabat Sementara untuk Walikota yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi, justru calon dari Gubernur yang menjadi Walikota terpilih dan dilantik oleh Mendagri, padahal jika Mendagri mau berfikir dan mempertimbangkan efek dari terpilihnya calon 111 Istijar Nusantara, Membaca Politik Dayang-dayang di Tangerang Selatan, dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. 112 Mabsuti Ibnu Marhas, Menteri Dalam Negeri Resmikan Tangerang Selatan Sekaligus Melantik Walikota, Tempo Interaktif dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/01/24/brk,20090124-156754,id.html, diposting pada 24 Januari 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. 83 dari Gubernur, hal ini berakibat buruk pada komunikasi politik antara walikota yang terpilih dengan Pemerintah Induk, terhitung dari sejumlah rapat yang di gelar Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Walikota dalam rangka peningkatan pembangunan dan pembentukan DPRD Tangsel, sekaligus pembentukan KPUD Tangsel, dapat di hitung dengan jari rapat tersebut dapat berjalan dengan lancar dan dihadiri kedua pihak institusi pemerintahan tersebut.113 Terpilihnya M. Saleh sebagai Walikota Sementara atas usulan dari Gubernur, dinilai oleh sejumlah kalangan penyelenggara pemekaran wilayah merupakan bukan hal yang tepat, walaupun M. Saleh MT adalah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum di pemprov, namun secara umum kinerja pembangunan yang diupayakan oleh Pemkot Tangsel, hasilnya dapat dikatakan nihil, adapun pembangunan yang berjalan selama 1,5 tahun pasca disahkan dan diresmikannya Kota Tangerang Selatan, adalah hasil pembangunan dari Pemerintah Kabupaten dan Provinsi yang dianggarkan sebelum diresmikannya Kota Tangsel. 114 Dalam hal ini, kinerja Pemerintah Kota atau Walikota Tangsel selama 1,5 tahun tidak dapat dijadikan tolok ukur bagi penulis dan sejumlah kalangan lainnya untuk meliahat sebuah tingkat keberhasilan, karena dalam hal ini pemerintah kota tengah menjalani masa transisi, dari yang semula hanya daerah yang berupa dari kecamatan-kecamatan saja, kini telah menjadi kota otonom baru, selain itu juga pemerintah kota yang masih seumur bayi ini tengah memulai masa pembangunannya, baik dalam bidang struktural maupun di bidang infra struktur lainnnya. Namun dalam hal ini juga—setidaknya—komunikasi politik antara 113 Istijar Nusantara, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa Kulit”, dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. 114 Hasil wawancara Penulis dengan H. Amien Djambek, pada 01 Juni 2010. 84 Pemerintah Kota dan Pemerintah daerah Induk dapat berkomunikasi dengan baik, tidak seperti “kacang lupa kulit”, setelah menjadi daerah yang otonom secara pemerintahan, lalu kemudian mengacuhkan Pemerintah induk, karena dengan terjalinnya komunikasi dengan baik antara pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten, hal dapat memaksimalkan kinerja yang selama ini tengah diupayakan dan sesuai dengan cita-cita pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang Selatan. 115 D. Tangerang Selatan Milik Siapa? Memasuki usia 1,5 tahun ini nampaknya Tangsel belum cukup siap untuk melakukan pemilu-kada, berbagai permasalahan internal pemerintah yang tak kunjung usai, dimulai dari kantor yang belum sepenuhnya menetap, restrukturisasi aparatur pemerintahan. Walhasil, hal ini menyebabkan diperpanjangnya masa jabatan M. Soleh M.T. memang bukanlah tugas yang mudah untuk mengurus sebuah daerah pemekaran baru, terlebih lagi dengan permasalahan sampah yang semakin menggila di wilayah Ciputat, khususnya. Namun walau bagaimanapun Pemilu-kada adalah agenda utama yang harus dilakukan oleh segenap warga Tangsel, sesuai dengan UU No 51/2009 tentang pemekaran wilayah Tangsel. Dalam kaitannnya dengan UU pengesahan Tangerang Selatan, maka momentum Pemilu-kada wajib dilaksanakan bagi segenap daerah pemekaran baru, termasuk Tangerang Selatan, maka sesuai data yang masuk kepada KPUD Tangsel, hanya ada empat kandidat yang lolos dalam verifikasi calon walikota tangsel, dengan no urut 1, yaitu pasangan Drs. H. Yayat Sudrajat dan H. Norodom 115 Istijar Nusantara, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa Kulit”, dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. 85 Sukarno S.Ip, dan yang kedua adalah Hj. Rodiyah dan H. Sulaiman Yasin, sedangkan pasangan yang ketiga adalah Drs. H. Asrid M.Si dan Andre Taulany dan pasangan yang keempat adalah Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan H. Benjamin Davnie. Dapat diprediksi secara umum bahwa hanya akan ada dua pasangan yang akan bersaing secara ketat, yakni pasangan Drs. H. Arsid M.Si dan Andre Taulany dan pasangan Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan H. Benjamin Davnie, karena tak bisa dipungkiri bahwa Arsid adalah satu-satunya putra daerah yang berani mencalonkan diri dengan karir politik yang dari nol dengan menggandeng pasangannya Andre Taulany, salah seorang publik figur yang beberapa tahun ini sering muncul melalui lawakannya setelah vakum dari dunia tarik suara116. Sedangkan pasangan Airin merupakan ketua PMI Tangsel dan adik ipar dari ratu Atut Chosiyah, sebagaimana M. Soleh M.T yang konon katanya adalah orang titipan dari Ratu Atut untuk melakukan ekspansi politik diwilayah Tangerang Selatan, sedangkan para calon yang lainnya merupakan sebuah pelengkap sebagai berjalannya sebuah demokrasi, karena hadirnya mereka di wilayah publik belum banyak diketahui oleh kalangan masyarakat, baik dari sepak terjang secara politik maupun pengabdiannya terhadap masyarakat Tangsel. Mungkin demikian pandangan penulis terhadap perkembangan Pemilu-kada Tangsel. Benar saja, hingga saat ini Pemilu-kada yang berlangsung menuai badai kontroversi akan terjadinya sebuah kecurangan secara sistematis terhadap salah satu calon, hingga kasus ini masuk meja Mahkamah Konstitusi. Pasalnya menurut 116 Dalam www.bsdcity.com, dengan judul “Menyongsong Pemilukada Tangsel, Masih Relevan kah Isu Putera Daerah”, yang diposting pada 10 Juni 2010, dalam http://tangerangnews.com/baca/2010/06/27/2853/menyongsong-pemilukada-tangsel--masihrelevankah-isu-putera-daerah--. 86 Tim Sukses salah satu calon walikota, dalam Pemilu-kada sebenarnya sudah mendapatkan hasil yang reel, bahwa pasangan Drs. H. Arsid M.Si dan Andre Taulany sudah menang, namun secara mengejutkan KPUD Tangsel, pada tanggal 26 November menyatakan bahwa pasangan Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan H. Benjamin davnie memperoleh suara terbanyak dan menjadi walikota Tangsel. Spontan pihak dari kubu Arsid dan Andre terkejut, dan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, bahwa dalam pemilu-kada yang pertama kali ini telah terjadi kecurangan yang sistematis, terstruktur dan masiv, bahwa dalam hal ini dijelaskan kepada penulis bahwa adanya penggalangan masa dan permainan suara dari pihak birokrasi yang dengan sengaja mengubah hasil perolehan suara yang dimenangkan Arsid117. Namun dalam hal ini Pemilu-kada Tangsel penulis melihat adanya sebuah sikap kedewasaan politik dari segenap masyarakat Tangsel dan para calon walikota Tangsel, terbukti dengan minimalisasinya huru-hara yang disebabkan Pemilu-kada seperti gugatan yang bersifat anarkis, atau amuk masa seperti di daerah lainnya118. Namun tidak demikian juga pandangan penulis tentang Pemilu-kada Tangsel, yang jika dilihat jumlah pemilih dan golputnya lebih banyak suara golput ketimbang pemilihnya, sesuai hasil suara bahwa suara golput tersebut angkanya hingga 40% melebihi angka minimum. Hal ini mencerminkan bahwa tidak adanya kerusuhan dan amuk massa warga saat momentum Pemilu-kada berlangsung karena memang factor apatisnya masyarakat Tangsel terhadap wilayah politik, 117 Andi Sopiandi, Kecurangan Pemilu-kada Tangsel Sistematis, dalam http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1051012/lipi-kecurangan-pemilukada-tangsel-sistematis, yang diposting pada minggu 12 Desember 2010. 118 Didi Purwadi, Pemilu-kada Tangsel Tunjukkan Kedewasaan Politik, dalam http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/12/17/152891-pemilukadatangsel-tunjukkan-kedewasaan-politik, diposting pada jumat 17 Desember 2010. 87 atau hususnya Pemilu. Karena dapat dilihat dari enam tahun terakhir ini Tangerang atau Tangsel telah melewati empat kali pemilu dan pemilu-kada secara berurutan, namun dampak yang ditimbulkan dari proses politik ini sama sekali belum dilihat di mata masyarakat, lihat saja sampah misalnya, yang sudah menjadi kendala besar bagi kelurahan Ciputat, khusunya, dan Tangsel pada umumnya. Akan tetapi, mau dikata apa, inilah wialayah pekaran yang tengah berkembang, hambatan dan rintangan selalu ada, tanpa terkecuali119. Tentu saja bagi siapapun tak bisa mengatakan bahwa pemekaran wialayah dan pemilu-kada Tangsel telah gagal dalam mencapai demokrasi, karena dalam prosesnya tangsel adalah bayi mungil yang tengah beranjak menapakkan kakinya, sebuah kewajaran apabila terjadinya kesalahan dalam prosesnya. 119 www.republika.com, dalam wawancaranya dengan Zaki Mubarak berkaitan dengan Pemilukada Tangsel, dengan judul “Partisipasi Pemilu-kada Tangsel diperkirakan hanya 50 persen”, dalam http://www.forum-politisi.org/berita/article.php?id=951. 88 BAB V PENUTUP Pembentukan daerah otonom baru pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Oleh karena itu, pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek social politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah. A. KESIMPULAN Berangkat dari masalah yang telah penulis bahas dalam bab satu hingga bab empat, ada beberapa kesimpulan yang penulis temukan dalam hal ini. Permasalahan pemekaran wilayah dan otonomi daerah di Indonesia merupakan sebuah wacana yang sudah lama ada di Indonesia sejak zaman penjajahan, era Orde Lama, dan Orde Baru, namun konsep pemekaran wilayah baru merdeka ketika era reformasi sekarang ini. Segenap daerah-daerah di Indonesia, sejak sebelum reformasi datang, merasa daerahnya banyak dieksploitasi oleh pemerintah pusat melalui sumber daya alamnya. Kini di era reformasi masyarakat daerah merasa berhak melakukan pemekaran wilayah, melalui undang-undang yang telah ada, agar daerahnya bisa lebih maju melalui Sumber daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) dan mampu bersaing dengan daerah lainnya, 89 sehingga diharapkan terjadinya pemerataan kesejahteraan sosial diberbagai daerah. Selain itu juga, kehendak masyarakat daerah didukung dalam Undangundang Dasar 1945 yang menyatakan, pengakuan negera untuk selalu menghormati kesatuan adat istiadat beserta hak-hak tradisonalismenya yang mencerminkan identitas bhineka tunggal ika. Oleh karena itu, pemekaran wilayah dalam hal ini bertujuan selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayan publik, pemekaran wilayah juga memiliki filosofi penting dalam konsep dan perkembangannya, yaitu menjaga keanekaragaman adat istiadat daerah yang telah menjadi ciri khusus dalam budaya nasional, sehingga terhindar dari kontaminasi budaya barat yang semakin berkembang, dan mennciptakan rasa persatuan dan kesatuan bagi bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaan pemekaran wilayah, segenap penyelenggara, termasuk Bupati dan Gubernur harus melalui prosedur ketetapan pemekaran wilayah, yang menjadi syarat sah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000 yang kemudian di amandemen dalam Undang-undang No. 32 dan 33 tahun 2004, dan PP No. 78 tahun 2007, berupa syarat adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Dan hal ini juga yang dilakukan oleh segenap penyelenggara dalam pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang Selatan, yang secara sadar, bahwa pelayanan publik pemerintah Kabupaten Tangerang pada waktu itu, tidak bisa maksimal, karena terlalu luasnya wilayah Kabupaten Tangerang itu sendiri. Oleh karena itu, muncul inisiatif yang bukan beralasan, dari sejumlah masyarakat yang kemudian mendirikan organisasi yang mengawal pemekaran dan 90 pembentukan Kota Tangerang Selatan, seperti apa yang telah disampaikan oleh Bupati dan segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Tangerang. Biasanya, dalam banyak kasus pemekaran wilayah yang berada di Indonesia, ide dan gerakan pemekaran wilayah tersebut muncul dari sekelompok elit politik yang memiliki tendensi politik yang melatarbelakangi munculnya ide dan gerakan pemekaran wilayah, seperti para mantan calon Kepala Daerah yang kalah pada saat Pemilu-Kada, atau sekelompok orang yang hanya ingin menikmati hasil alam ddaerah tertentu, oleh karenanya mereka memunculkan ide ppemekaran wilayah. Akan tetapi berbeda kejadiannya dengan pemekaran wilayah Tangerang Selatan, yang secara sah dan di klaim semua masyarakat dan juga pemerintah induk sebagai hasil murni dari seluruh aspirasi masyarakat Tangerang Selatan itu sendiri. Walaupun pada saat taraf sosialisi konsepnya, harus diawali dari beberapa orang tertentu, yang merasa bahwa pelayanan publik di kabupaten Tangerang tidak bisa maksimal terhadap daerah yang jauh dari Pusat Pemerintahan. Pada mulanya, ide pemekaran wilayah di lima kecamatan di Tangerang menjadi Tangerang Selatan mendapat reaksi keras dari Bupati Tangerang dan segenap kepala kelurahan yang masuk dalam lima kecamatan yang akan menjadi Tangerang Selatan. Namun seiring perjalanan waktu, dan berkat penjelasan dan sosialisasi dari masyarakat yang menginginkan peningkatan kualitas dan kuantitas di daerahnya, reaksi keras tersebut dapat melunak dan sejalan dalam menyelenggarakan pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang Selatan. Walhasil, pada 29 Oktober 2008 melalui UU No 51 Tahun 2008 Kota Tangerang Selatan sah menjadi kota otonom baru. 91 B. KRITIK DAN SARAN Kritik pertama penulis berkaitan dengan pemekaran wialayah Tangsel adalah terjadinya sebuah kesalahpahaman sebuah pemikiran ditingkatan pemerintahan, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini telah disalahartikan dengan melakukan ekspansi politik dan membentuk sebuah dinasti kekuasaan dengan mengutus darah keturunan atau pun para pesuruh setianya, tentu saja hal ini akan menjadi baik apabila hal ini dilakukan atas dasar kesejahteraan masyarakat, bukan atas dasar kesejahteraan keluarga atau pun individu. Yang kedua adalah, kurang koordiansinya pemerintah kota, dalam hal ini wali kota dan wakilnya dengan pemerintah induk pasca disahkannya kota tangsel. Alhasil, penarikan beberapa set tentu saja dapat ditarik kembali oleh pemerintah induk, dengan alasan bahwa tangsel kini telah menjadi daerah otonom baru yang sudah berani terlepas dari induk semangnya, yang selama ini telah mengayomi dan membangunnya. Yang ketiga adalah, kurangnya komunikasi pemerintah walikota sementara dengan segenap masyarakat Tangsel, sehingga dalam beberapa bidang, seperti kebersihan dan pembangun sulit untuk berkembang lebih baik, sampah adalah masalah utama bagi tangsel, jika saja hal ini dapat dikomunikasikan lebih baik melalui program penyadaran masyarakat, tentu buklanlah hal yang sulit untuk menanggulanginya, karena sampah adalah masalah ita bersama. Sebagai sebuah saran. Pertama, keterbatasan referensi, bukanlah sebuah kendala bagi seorang penulis untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah. Dalam hal ini, penulis harus lebihh melihat keterbatasan tersebut harus dijadikan acuan 92 bagi penulis tersebut, sehingga dari hasil penelitian ilmiah tersebut dapat mengahasilkan kajian yang obyektif, sesuai dengan apa yang terjadi, kemudian diharapkan dapat berimplikasi pada apa yang telah menjadi konsentrasi penulis. Kkarena sebagaimana banyak diketahui, bahwa perpustakaan adalah sebuah cermin untuk kita mengeksplorasi berbagai macam wacana yang berkembang di dunia ini, termasuk wacana “pemekaran wilayah” yang menjadi konsentrasi penulis dalam menelusuri jejak pemekaran wilayah di Kota Tangerang Selatan. Oleh karena itu, semoga saja pemekaran wilayah Tangsel bisa menjadi acuan dan bahan perbandingan bagi penulis lainnya dalam melakukan hal yang serupa. Pemekaran wilayah adalah hak bagi segenap daerah di Indonesia untuk mengembangkan daerahnya ke arah yang lebih baik, bagi dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun dalam perkembangannya, konsep pemekaran wilayah banyak disalahartikan bagi segelintir manusia yang menginginkan keuntungan pribadi. Oleh karena itu, dalam hal ini wajib hukumnya bagi kita untuk terus mengkaji konsep pemekaran wilayah sesuai dengan cita-cita dan subtansinya, sehingga dalam praktiknya pemekaran wilayah mampu menjadi sesuatu yang “Rahmatan Lil al-Amien” bagi seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah. 93 DAFTAR PUSTAKA Abdul Rojak, MA, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, Green Komunika, Tangerang Selatan, 2010. Argama, Rizki, Pemberlakuan Otonomi Daerah Dan Fenomena Pemekaran Wilayah Di Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005. Asshidiqie, Jimly, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, BIP, Jakarta, 2008. Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, Copyright Proposal Tangsel, 2005. Dirdjosantoso, Prajarta, Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal, Pustaka Percik, Salatiga, 2004. DPR-RI, Risalah Sidang Paripurna Ke-11: Pengambilan Keputusan Rancangan Undang-undang Tentang Pembentukan Kota, Kabupaten, Provinsi. Gedung Nusantara II, Jakarta, 2008. Frans M. Parera, dkk, Demokrasi Dan Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa, PT. Kompas media Nusantara, Jakarta, 2000. H. R. Makagansa, Tantangan Pemekaran Daerah, Fuspad, jakarta, 2008. Haris, Syamsuddin, Membangun Format Baru Otonomi Daerah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006. Jeddawi, Murti, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah: Analisis Kewenangan, Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, Dan Peraturan Daerah, Kreasi Total Media, Jakarta 2008. Juwaini, Jazuli, Otonomi Sepenuh Hati: Pokok-pokok Pikiran Untuk Perbaikan Implementasi Otonomi Daerah, Al-I’tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2007. Kaloh, Johan , Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2007. Kertapradja, Koeswara, Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, PT. Candi Cipta Paramuda, Jakarta, 2002. Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, Copyright proposal Peningkatan Status Cipasera, Tangerang, 2002. 94 Kristiadi. J, Demokrasi Dan Etika Bernegara, Kanisius, Jakarta, 2008. M. Said, Mas’ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, UMM Press, Malang, 2005. Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007. Piliang. J, Indra, Mubarak, M. Zaki ,Lanskap Otonomi Daerah: Analisa Dan Kritik, Yayasan Harkat Bangsa, YHB Indonesia, atas kerjasama dengan Uni Eropa dan Kemitraan, Jakarta, 2007. Prasojo, Eko, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, YHB Center, Jakarta, 2006. Riwu, Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negera Republik Indonesia: Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Suradinata, Ermaya, Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Kerangka Untuk Meningkatkan Integrasi Bangsa, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Kursus Singkat Angkatan (Ksa) 8, Lembaga Ketahanan Nasional, Departemen Pertahanan, 2000. Syaukani, HR., Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. Wardiat, Dede , Warsilah, Henny, Daerah Otonomi Baru: Kasus Kota Dan Kabupaten, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, jakarta 2007. Warsistiono, Sadu, Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Tangsel: Tinjauan Terhadap 36 Kecamatan Dan Kondisi Batas Alam, Bandung: Jatinangor, 2007. Interrnet dan Dokumen Admin, Para Tokoh rapatan Barisan Percepat Tangsel, dalam http://tangerangkab.go.id, diposting pada Rabu 02 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. Agus Dwiyanto, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang disampaikan dalam seminar kinerja organisasi pelayanan publik, FISIPOL UGM, 1995. 95 Ali Masykur Musa, salah satu Anggota DPR-RI komisi II dari Fraksi Partai kebangkitan Bangsa, Kontruksi Pemekaran Wilayah, dalam situs www.tempointeraktif.com, di posting pada tanggal 11 Februari 2009, dan dikutip pada tanggal 11 Mei 2010. Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7 Minggu, Pemerintah Beri Kesempatan DPOD, dalam http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis 10 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul Muin Basuni, Bentuk Kaukus Kawal Tangsel, http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007. Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum satelit News, edisi Kamis 06 Maret 2006. Atep Afia, Esensi Pembentukan Kota Tangerang Selatan, dalam www.bantenkuring.blogspot.com, diposting pada Selasa 26 Mei 2009. Eko Budi S, Dulu Cipasera Sekarang Tangerang Selatan, dalam http://komunitasciputat.wordpress.com/2008/07/21/dulu-cipasera-sekarangkota-tangerang-selatan/, diposting pada 21 Juli 2008, dan di sunting pada 02 Juni 2010. Hasil diskusi panel antara Presidium Pembentukan Tangsel dengan Pemerintah daerah Tangerang, Bupati Belum Tandatangani Persetujuan Tangerang Selatan, yang diposting oleh Radar Banten, edisi 27 April 2006. Istijar Nusantara, Lambatnya Rekomendasi Kota tangsel, Berkasnya Hilang, (Tangerang: Harian Umum Pelita), halaman muka, Edisi Kamis, 22 Maret 2007. Joniansyah, Berkas Kota Tangerang Selatan Diserahkan Ke DPR-RI, Tempo Interaktif dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/10/31/brk,20080203116839,id.html, edisi 31 Oktober 2008. --------------, 77 Desa Tangerang Akan Berubah Jadi Kelurahan, dalam pada http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2004/12/28/brk,20041228-61,id.html, Selasa 28 Desember 2004. --------------, DPRD Kabupaten Tangerang Berjanji Akan Sikapi Soal Cipasera, Tempo Interaktif, http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/03/07/brk,2005030715,id.html, edisi Senin 07 Maret 2005. 96 -------------, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,2005031308,id.html, edisi Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010. --------------, Membaca Politik Dayang-dayang di Tangerang Selatan, dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. --------------, Pendekar Banten Tolak Pemekaran Wilayah, Tempo Interaktif, http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-12,id.html, edisi Senin 07 Maret 2005. Loekito, Djoko, “Sejarah Tebentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera Ke Kota Tangsel”, dalam http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/to pic.php?uid=102927126355&topic=10262, di tulis pada tanggal 12 Juli 2009, dan di akses pada tanggal 15 Februari 2010. M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam http://cetak.compas.com/read/xml/2010/01/07/03264345/menata.ulang.pem ekaran.daerah, pada tanggal 15 Februari 2010, dan di posting pada tanggal 07 januari 2010. Marhas, Ibnu, Mabsuti, Menteri Dalam Negeri Resmikan Tangerang Selatan Sekaligus Melantik Walikota, Tempo Interaktif dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/01/24/brk,20090124156754,id.html, diposting pada 24 Januari 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. Nusantara, Istijar, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa Kulit”, dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010. Pepih Nugraha, Gukung Morathorium Pemekaran, dalam http://humbahas.blogspot.com/2007/03/dukung-moratoriumpemekaran.html, diposting pada bulan Maret 2007,, sumber tulisan dari Harian Umum Kompas edisi 10 Maret 2007, disunting pada 02 2010. Peresmian Tangerang Selatan Tertunda, Harian Umum KOMPAS, dalam http://kppod.org/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=383&I temid=2, diposting pada Selasa 22 April 2008. Redaktur, “Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat22- Mei-2009. Redaktur, DPR Tinjau Calon Ibukota Tangsel, dalam Harian Umum Radar banten, edisi 31 Oktober 2007. 97 Redaktur, Lima Alternatif Kota Baru, Harian Umum Satelit News, edisi Kamis 30 Maret 2006. Redaktur, Pengajuan Nama Calon Pejabat Walikota Tangsel Tunggu Pedoman Pelaksanaan, dalam http://www.koranbanten.com/2008/12/12/pengajuannama-penjabat-walikota-tangsel-tunggu-pedoman-pelaksanaan/, diposting pada 12 Desember 2008, di sunting pada 02 Juni 2010. Redaktur, Selamat Datang Tangerang Selatan, Harian Umum Radar Banten, dalam http://www.serpong.org/2008/10/28/selamat-datang-tangerangselatan/, diposting pada 28 Oktober 2008. Redaktur, Tahun 2007 Batas Kota Tangsel Di Sepakati,Radar Banten, edisi Jumat 06 Oktober 2007. Redaktur, Terganjal 14 Kota Otonom Baru Yang Belum Di Verifikasi, Harian Umum Radar Banten, dalam http://forum.tamanroyal.com/index.php/topic,429.0/prev_next,next.html#ne w, dipoting pada Minggu 13 juli 2008, disunting pada 02 Juni 2010. Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Dari Kota Cipasera Ke Kota Tangerang Selatan, Copyright BPTI Sekretariat daerah Kota Tangerang Selatan, dalam http//www.tangerangselatankota.go.id, di posting pada 12 Desember 2009. Dan disunting pada 02 Juni 2010. Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, dalam http://butontengah.blogspot.com/2009/09/opini-pemekaran-daerah-ambisielit-atau.html, di muat pada tanggal 18 mei, 2008, artikel ini di akses pada tanggal 15 februari, 2010. 98 TEKS WAWANCARA Nama : H. Zarkasyi Noer Jabatan : Ketua Presidium Pemekaran Tempat : Jl. Dewi Sartika, Ciputat, Tangerang Selatan Tanggal : 11 Juni 2010 Hasil wawancara 1. Latarbelakang terbentuknya ide pemekaran wilayah di Tangsel, idenya dari mana? Jawab: sebenarnya.... ide awalnya itu, bagaimana meningkatkan efektifitas terhadap pelayanan masyarakat, dengan efektifitasnya pelayanan masyarakat dan pembangunan di wilayah Tangerang (semula), diharapkan efeknya menjadikan Tangerang ini bisa lebih sejahtera. Jadi idenya..... Pada akhirnya nanti adalah lebih mensejahterakan rakyat. Lalu mengapa perlu di bentuknya Pemerintahan Tangerang Selatan itu, karena merasa sangat jauhnya jarak Pemerintahan Tangerang yang berada di daerah Tigaraksa, hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga petugas dinas-dinas dan semacamnya, karena jauhnya antara Tigaraksa dengan Ciputat, Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Ciputat Timur, Pondok Aren. Dalam hal ini, muncul ide dari masyarakat disini (Sekarang tangerang Selatan), karena sudah semakin berkembangnya daerah-daerah kita, jadi bagaimana meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih cepat. Karena seolah-olah hal ini sudah tidak tertangani oleh Pemerintah daerah. Akhirnya kita semua kumpul tokoh-tokoh masyarakat, kemudian 99 berbincang-bincang. Akhirnya kita sepakat untuk membentuk Presidium, yang tujuannya bagaimana wilayah ini menjadi pemerintahan baru, yakni pemerintahan Kota Tangerang Selatan, tentu saja untuk melakukan ini semua, kita harus menghimpun seluruh kekuatan yang ada, baik dari tokoh masyarakat, anggota DPRD, juga pak Bupati, dan juga Pemerintahan Provinsi beserta Gubernur. Selain itu juga harus melakukan komunikasi dengan Departemen Dalam Negeri, karena ujungnya terakhir itu kan adanya di DPR-RI dan DEPDAGRI. Jadi intinya dalam hal ini, bagaimana meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan di daerah ini (Tangerang Selatan). 2. Dalam perjalanannya, kendala apa saja yang dihadapi Presidium ini? Jawab: dalam proses pembentukan Tangerang Selatan, mungkin telah menjadi hal yang biasa, apabila ada suatu pendapat atau konsep, tentunya pasti ada yang pro, dan juga ada yang kontra. Akan tetapi, kita dalam hal ini mengupayakan semaksimal mungkin berusaha menjalin hubungan baik dengan pihak-pihak yang masih kontra, karena memang ada hal semacam itu, bahkan hingga membentuk sebuah organisasi (yang tidak bisa saya sebut), yang pada intinya tidak ingin dalam pemekaran ini disebut dengan “Pemekaran Kota Tangerang Selatan”, dan tetap ingin bergabung dengan Tangerang saja, mungkin hal ini ada pengaruh politiknya dari Bupati Tangerang itu sendiri. Akan tetapi hal ini, kita coba upayakan agar bisa melunak dan sepakat untuk dimekarkannya Kota Tangerang Selatan, dengan mencoba menjelaskan tentang tujuan kita sebenarnya, jadi dalam 100 hal ini boleh dikatakan kendala itu dalam maasyarakat tidak ada sama sekali, Karena selalu kita berikan pengertian dan sosialisasi. 3. Kira-kira kelompok apa saja dan siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam proses pembentukan tangerang Selatan ini? Jawab: saya kira dalam hal ini, semua kalangan berperan, semua tokohtokoh masyarakat kita ajak bersama, dan karena dalam hal ini saya yang dianggap dituakan diantara kalangan masyarakat lainnya, oleh karenanya wajar apabila tiba-tiba diangkat menjadi ketua Presidium, karena jika dilihat dari segi umur, saya dianggap memang sudah tua, ya sekitar 70 tahun, dan memiliki track record yang sudah matang, sekitar 15 tahun di DPRD, 17 tahun di DPR-RI, dan kurang lebih 2 tahun menjadi menteri. Oleh karena itu kawan-kawan menganggap Pak Zarkasyi lah yang dapat melakukan hubungan komunikasi dengan Pak Menteri dan DPR-RI. Karena yang paling penting adalah di fase ini, di DPR-RI dan MENDAGRI. 4. Sedangkan mengenai sikap pemerintah kabupaten Tangerang dalam hal ini setuju atau tidak? Jawab: Ya.... pada awalnya TIDAK..... lalu pada suatu pagi sekali, kita (presidum pemekaran tangsel) berangkat subuh-subuh ke Pemerintahan, disana kita jelaskan, bagaimana keadaan tentang wilayah yang pada awalnya disebut “Cipasera”, dari segi pembangunan dan lain sebagainya. Akhirnya dalam hal ini, pak Bupati (Ismet Iskandar) bertanya “namanya apa neh Pak zarkasyi, saya dengar namanya Cipasera, terus ada lagi yang menghendaki nama lain”. Dalam hal ini saya berpendapat namanya yang 101 tepat adalah “Tangerang Selatan”, jadi saya tidak ingin melepaskan nama Tangerang itu sendiri. Setelah kita jelaskan dengan nama panjang-lebar, langsung beliau jabat tangan saya.... “Saya setuju Pak Zarkasyi, mari saya bantu”, dan juga sudah barang tentu adanya dukungan dari DPRD Kabupaten Tangerang. 5. Artinya dalam proses ini, upaya-upaya politik apa saja yang dilakukan Presidium Pemekaran yang di Motori Pak haji sendiri? Jawab: dari segi politiknya, kita mengajak seluruh kekuatan sosial-politik, agama, masyarakat, dan LSM sebagainya, dan dari seluruh unsur yang mengandung potensi kita ikut sertakan. 6. Dan dari segi DPRD Tangerang dan DPRD Provinsi sendiri, bagaimana pak haji?? Jawab: dalam hal ini, terutama DPRD Kabupaten Tangerang, tentu saja sangat membantu dan memfasilitasi Proses-proses tersebut, dan kita selalu.... andai kata ada yang belum tuntas dari segi administrasi, langsung kita kontak DPRD dan juga Bupati dan Wakilnya, karena dalam hal ini, tentu saja harus ada beberapa kajian kelayakan yang dilakukan dimulai dari foto geografis melalui udara, lalu ada juga harus ada perhitunganperhitungan tertentu tentang pendapatan asli daerah, dan lain sebagainya, tiap tahunnya mengahasilkan berapa milyar rupiah, yah.... cukup rumitlah. Dan DPRD Provinsi juga dalam hal ini turut membantu, gubernur juga membantu, karena proses-proses awal kan cukup melibatkan pemerintah daerah dan juga Provinsi, baru ketika memasuki fase berikutnya, kita 102 semua diminta banyak berjuang ketika semua berkas-berkas tersebut masuk ke DPR-RI dan DEPDAGRI. 7. Ketika proses pemekaran ini memasuki DPR-RI, bagaimana sikap DPRRI, khususnya mereka-mereka yang menangani pemekaran wilayah ini? Jawab: kebetulan sekali..... dalam hal ini, saya masih banyak mengenal kawan-kawan di DPR-RI, dan masih menjaga hubungan baik dengan mereka. Meskipun saya dari PPP, akan tetapi saya juga banyak mengenal mereka yang dari PDI-P, dari Golkar, dari Demokrat, dan dari berbagai partai lainnya, semuanya berkomunikasi baik dengan saya sejak dulu. Hal ini saya manfaatkan untuk turut membantu melancarkan proses pemekaran wilayah dan terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Alhamdulillah seperti yang sekarang kita lihat, hasil cukup memuaskan kerja kawan-kawan yang ada di DPR-RI, bahkan ketika saran kami untuk mengadakan usul inisiatif ini diharapkan jangan dari Pemerintah Daerah, akan tetapi usul inisiatif ini harus dari pihak DPR-RI, karena hal ini akan semakin mempercepat proses pemekaran dan pembentukan itu sendiri. Akan tetapi berbeda ceritanya jika usul inisiatif ini datangnya dari Pemerintah Daerah, terus.... ketika dibawa ke DPR-RI, akan terbentur dengan banyaknya Fraksi-fraksi yang ada di DPR-RI itu sendiri, di khawatirkan akan kandas ditengah jalan. 8. Setelah proses-proses tersebut dilewati, sesuai dengan isu yang beredar, mengenai Pejabat Sementara (PJS), apakah benar pak haji, baik dari pihak Pemerintah daerah maupun provinsi, bahwa keduanya memiliki kepentingan politik, mungkin isunya yang beredar itu katakanlah berebut 103 nama untuk siapa yang pantas dianggap berjasa dalam pembentukan Kota Tangerang Selatan? Jawab: ehhh.... begini, hal ini bisa juga dikatakan benar, dan memang terjadi. Dan di dalam ilmu tentang kekuasaan, hal semacam itu adalah hal yang wajar, karena sifat kekuasaan adalah serba kekurangan, katakan sekarang dia (si A), sudah punya pernah berkuasa jadi Ketua RT, kemudian selanjutnya dia juga pasti pengen ngerasain jadi ketua RW. Hal ini juga terjadi dalam penentuan dan pengambilan keputusan PJS, akan tetapi hal ini dapat kita tempuh jalan musyawarah. Dan akhirnya untuk Pejabat Walikotanya kita ambil dari Serang, tetapi hal ini pun juga kita usulkan, sedangkan untuk Sekertaris Kotanya, yang mengatur segala macamnya tentang administrasi kota, itu diambil dari Pemerintah Kabupaten tangerang, yaitu Pak Nanang Komara, dan lain-lainnya. 9. Secara logika, resiko adanya pemekaran wilayah, tentu saja akan mengurangi pendapatan daerah pemerintah induk. Akan tetapi dalam hal ini, Pak Bupati justru mendukung adanya pemekaran tersebut. Yang jadi pertanyaannya adalah, apa sebenarnya motif politik yang dilakukan oleh Bapak Bupati? Selain itu juga sempat ada isu, bahwa Kabupaten Tangerang ini hendak ingin dijadikan Provinsi baru? Jika hal ini bisa dikatakan benar, tentu saja Bapak Bupati tidak serta-merta menyetujui pembentukan Pemerintah Kota Tangerang Selatan? Jawab: di dalam ilmu ketatanegaraan, yang jauh berbeda dengan persoalan agama, yang segala sesuatunya dilakukan dengan ikhlas dan Lillahi Ta’ala. Karena dalam ilmu ketatanegaraan semuanya tentu memilki motif politik. 104 Kenapa bapak Bupati menyetujui pemekaran ini, beliau tahu.... lumbunglumbung suara terbesarnya, berada di wilayah Ciputat, Pondok Aren dan Serpong, beliau tahu betul hal semacam itu, terlebih lagi proses pemekaran ini mendekati momentum PILKADA, pada waktu itu beliau hendak mencalonkan kembali menjadi Bupati periode 2008-2013. Kalau saja aspirasi ini tidak beliau akomodir secara serius, salah-salah langkah, hal ini akan menghantam balik beliau sendiri. Mungkin itu alasan saya jika di tinjau dari segi politiknya. Kedua adalah, adanya proyek “Fly Over” yang melintasi diatas Pasar Ciputat, yang biayanya dianggarkan hingga Rp 200 Milyar, hal ini sekaligus menjadi isu beliau dalam Kampanye pencalonannya kembali menjadi Bupati Tangerang. Kemudian jika ditanya kembali, apakah ada kepentingan dari Pemerintah Provinsi, tentu saja ada, karena dalam ilmu politik, segala sesuatu yang masih berkaitan dengan pemerintahan, hal ini tidak terlepas dari tendensi dan motif politik. Seperti kita tahu, bahwa Ibu Gubernur, yaitu Ibu Ratu Atut, 2011 nanti akan mencalonkan kembali menjadi Gubernur Banten. Jadi, dengan memberikan pos-pos politik dalam bidang-bidang strategis dalam pemerintahan tangerang Selatan, setidaknya beliau telah menanamkan kekuasaanya di wilayah Tangerang Selatan. Hal ini tentu saja akan mempermudah beliau dalam memperoleh kekuasaannya kembali. Berbeda jauh dengan persoalan agama, tendensi dan motif politik hampir dikatakan tidak adalah, semua yang dilakukan hanya ridho Allah aja.... bukan begitu..... Sedangkan dalam pemerintahan, jangan berharap ada yang mau 105 melakukan segala sesuatunya dengan istilah “Lillahi Ta’ala” kecuali pada masa Pemerintahan Nabi Muhammad. 10. Kembali ke pembahasan neh ya Pak Haji.... setelah satu tahun setengah kurang lebih nehh, bagaimana pendapat Pak Haji tentang PJS ini, katakanlah berhasil atau tidak dalam menjalankan agenda pertama, sesuai dengan cita-cita awal pemekaran wilayah dalam Pemerintahan Kota Tangerang Selatan dikalangan masyarakat itu sendiri? Jawab: eee...... 1,5 tahun, dalam hal bidang infrastruktur bisa dikatakan berhasil, dalam hal ini saya ingin bicara apa adanya. Dalam bidang infrastruktur kita boleh katakan berhasil, dan keberhasilan tersebut bukan semata-mata dari dana yang kita miliki dari APBD Tangerang Selatan. Akan tetapi juga, masih dapatnya dana subsidi dari Provinsi. Karena, kebetulan pak Saleh (Walikota Sementara Tangerang Selatan), beliau dulunya adalah dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Provinsi, jadi beliau, atas persetujuan Gubernur, banyak proyek-proyek yang dialihkan ke Tangerang Selatan, hal ini kemudian dibagi-bagi ke wilayah-wilayah Tangsel, sehingga pembangunan tersebut diharapkan bisa merata. Coba kita lihat sekarang, adanya pembangunan jalan-jalan utama yang diperlebar dan perbaikan-perbaikan, kita tanya, uangnya dari mana seh?, hal ini tentunya juga dirasakan oleh masyarakat. Ajadi di bidang jalan dan prasarana jalan, bisa dikatakan berhasil, Cuma saja, yang dikeluhkan masyarakat saat ini, yang juga saya sampaikan diberbagai media, bahwa Pemerintah Kota ini, jangan terlalu dibebani oleh permasalahanpermasalahan politik, biarkan lah dulu selama ini, dia melakukan tugas- 106 tugas yang menjadi pekerjaan Pegawa Negeri Sipil, bagaimana melayani masyarakat sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan pelayanan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sekarang kita rasakan, Pemerintahan sekarang ini, terlalu dibebani dengan persoalan-persoalan kepentingan politik, atau kepentingan satu pihak tertentu, seharusnya diawal-awal masa pemerintahan ini, jangan dilakukan dulu hal semacam itu, karena pembebanan ini belum tentu akan menguntungkan semua masyarakat, walaupun pada tujuannya itu. Karena seperti kita tahu, masyarakat sekarang ini adalah masyarakat yang kritis, berbeda dengan pegawai negeri zaman dulu, yang masih takut diberhentikan, jika berani mengkritisi Pemerintahan. Sedangkan sekarang yang terjadi tidak demikian, karena sudah adanya aturan-aturan yang jelas yang tertuang dala Undang-undang, sehingga kita bisa mengajukan ke pengadilan, jika kita diberhentikan sepihak tanpa alasan yang jelas. Jadi biarlah.... memihak kepada satu pihak, dalam hal ini sah-sah saja tentunya, akan tetapi secara birokrasi, semua pegawai-pegawai tersebut harus profesional dan seharusnya netral terhadap kelompok-kelompok politik yang ada. Karena tugas sebenarnya adalah melayani masyarakat sebaik-baiknya, dan memiliki sifat adil, dan hal ini sudah seharusnya ditunjukkan. Jadi dalam segi politis, perjalanan Pemerintahan Kota ini kurang begitu baik, karena dikhawatirkan dampaknya akan merugikan masyarakat. Akan tetapi dari segi pengaturan, dan pengurangan pengangguran saat ini, bisa kita katakan sudah bagus. Hanya satu permasalahan yang sama sekali belum bisa diatasi di wilayah Tangerang Selatan ini adalah masalah sampah, mungkin karena faktor 107 kendaraan pengangkut sampah tersebut, dulu kita punya sekitar 40 unit pengangkut sampah, sekarang sudah diambil begitu saja oleh Pemerintah kabupaten, hal ini kan sangat aneh.... lalu yang lebih penting adalah, tempat pembuangan akhir sampah-sampah tersebut, yang belum jelas akan dibuang dimana. Hal ini sedang kita upayakan bersama-sama. 11. Oke, kembali ke pembahasan pak haji, ada atau tidak sih, faksi-faksi yang pro dan kontra dalam proses pemekaran Tangerang Selatan? Jawab: tentu saja ada, hal ini tidak bisa kita pungkiri, kalau saya boleh berbicara blak-blakan dalam hal ini, adanya Organisasi yang dibentuk oleh Pak Djambek, yaitu Format, merupakan bagian dari pada setuju adanya Tangerang Selatan, akan tetapi tidak setuju adanya Tangerang Selatan, setuju dengan adanya peningkatan pembangunan di Tangerang Selatan, tetapi tidak setuju adanya pembentukan Tangerang Selatan. Dan hal ini terkait betul dengan Pemerintah Kabupaten, karena memang anggotanya sebagian besar adalah Kepala Desa atau sekarang Kepala kelurahan. Tetapi, setelah kita mengadakan dialog-dialog dan sosialisai, dan lain sebagainya, justru mereka ikut membantu proses pemekaran tersebut. Mengapa beliau (Pak Djambek) tidak setuju dengan terbentuknya Kota tangerang Selatan?, karena beliau melihat seolah-olah yang menggagas dan bergerak dalam proses pemekaran adalah orang-orang pendatang yang membentuk Bakor Cipasera tersebut, seolah-olah mereka tahu betul daerah sini, padahal mereka tidak tahu, dan hanya ingin mendapatkan kebutuhannya semata. Mungkin itu sedikit sebabnya mengapa Pak Djambek menolak pemekaran tersebut, artinya disini ada sedikit sentimen 108 primordial antara pendatang dan penduduk asli Betawi. Akan tetapi setelah semua kawan-kawan setuju saya menjadi ketua Presidiumnya, Alhamdulillah semua bisa berjalan dengan lancar, hampir bisa dikatakan tidak ada kendala yang dengan sengaja bisa menghambat proses pemekaran dan pembentukan Kota tangerang Selatan, karena dalam berjalannya proses tersebut kita semua berjalan dengan melakukan kesadaran masing, tanpa harus saya perintah, mereka semua sudah tahu tugasnya masing-masing, dan apa saja yang harus dilakukan. Dengan demikian kita berjalan dengan satu persepsi, karena pendapat-pendapat yang ada di benak setiap kawan-kawan selalu kita share dalam beberapa kesempatan forum. 12. Sehubungan dengan menjelang disahkannnya UU No 51/2008, sempat ada kabar akan diadakannya moratorium, kira-kira upaya apa saja dilakukan Presidium Pemekaran Tangerang Selatan? Jawab: berita tersebut memang betul, bahwa memang ada pernyataan dari Wakil Presiden (Bapak Jusuf kalla), agar pemekaran wilayah yang ada di Indonesia ini untuk di tunda, tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi PEMILU, dan lain sebagainya. Yang kedua, karena memang adanya dalam pemekaran wilayah, kurang berhasilnya daerahdaerah tersebut, karena juga kan dalam Undang-undangnya telah diatur menjadi tiga. Bagi mereka yang melakukan pemekaran wilayah, dan dalam jangka lima tahun belum bisa menunjukkan keberhasilan di bidang infrastruktur, maka akan dilakukan kembali penggabungan ke daerah asalnya. Ada juga yang sama sekali tidak menunjukkan perkembangan, 109 tetapi juga tidak mengalami kemunduran, jadi dimekarkan atau tidak, dalam bidang infrastruktur tetap sama saja, tetapi juga tidak segikit ada yang berhasil. Oleh karenanya, bapak Wakil Presiden berusaha melakukan penundaan (moratorium), dan rencana tersebut dipegang betul oleh Golkar, wajar apabila pihak Golkar yang berada di Kabupaten Tangerang menjalankan intruksi yang dilakukan bapak Wakil Presiden. Menjelang akhir-akhir proses pemekaran dan pembentukan, ada sedikit suasana yang gamang dalam lingkup Pemerintah daerah, sampai pada suatu ketika, Pak Bupati saya ajak ketemu, dan saya tanya “apa seh Pak, yang Bapak ragukan dalam hal ini, saya disini berbicara atas dasar aspirasi masyarakat?”, menanggapi desakan, Bapak Bupati rupanya berfikir ulang, selain itu juga ditakutkan oleh Bapak Bupati sendiri, akan mengurangi dukungannya pada saat PILKADA nanti, demikian Bapak Bupati juga sepakat untuk mempercepat proses tersebut. Akhrinya, disepakatilah oleh Bapak Bupati dengan berusaha melakukan lobi poltik ke tingkat DPR-RI, agar jangan dilakukannya dulu upaya moratorium tersebut. Selain cukup jelasnya Tangerang selatan secara administrasi untuk segera menjadi Pemerintahan Kota, karena pendapatan daerah atau incom terhadap negara yang cukup besar, yang sudah memang memadai juga, upaya lobi pun dilakukan ke Bapak MENDAGRI, karena memang kondisi Tangerang Selatan yang sudah siap betul untuk menjadi pemerintahan yang otonom, dan saya yakin, dengan adanya pemekaran ini tidak akan mengganggu apa-apa, bahkan akan semakin mensejahterakan masyarakat. Akhirnya hal ini pun disetujui oleh semua pihak, tanpa kecuali Bapak MENDAGRI. 110 TEKS WAWANCARA Nama : H. Amin Djambek Jabatan : Ketua Umum Formats (Forum Membangun Tangerang Selatan) Tempat : Kantor PWRI (Persatuan Tanggal : 01 Juni 2010 Hasil wawancara 13. Latarbelakang terbentuknya ide pemekaran wilayah di Tangsel, idenya dari mana? Jawab: dari pemerintahan daerah atau bisa dikatakan datangnya ide tersebut dari bapak bupati. 14. Format dalam hal ini adalah sebagai pendukung atau kelompok yang menolak ide tentang pemekaran wilayah di Tangsel? Jawab: jadi begini sebenarnya..... Sebelum ada gerakan-gerakan kekuatan yang berkaitan dengan pemekaran wilayah untuk terbentuknya Tangsel sebagai pemerinntahan yang otonom, ide ini pada awalnya konsep dari bapak Bupati (Ismet Iskandar). Artinya, konsep ini sudah begitu lama. Kemudian pada tahun 2004, muncullah sebuah gerakan yang bernama Bakor Cipasera (Badan Koordinasi) Pembentukan Cipasera. Tanpa mengurangi rasa semangat perjuangan gerakan tersebut, dalam hal ini, format menghargai gerakan tersebut sebagai cikal-bakal terbentuknya Tangsel sekarang ini. Akan tetapi, sebenarnya konsep ini sudah dirintis 111 oleh pemerintah daerah jauh sebelum gerakan-gerakan Bakor Cipasera ada. Kemudian dalam perkembangannya berkumpullah beberapa tokoh masyarakat, yang di sponsori oleh Bung Margiono (sekarang menjadi Ketua PWI), untuk membentuk Badan Koordinasi Pembentukan Kota Cipasera (Bakor Cipasera). Dalam perjalanannya, Bakor Cipasera melakukan kegiatan-kegiatan yang memaksa untuk segera di bentuknya Kota Cipasera. Kemudian, sedangkan konsep dari Bapak Bupati adalah bukan pemekaran wilayah Cipasera, akan tetapi pemekaran wilayah Tangerang menjadi Kota Tangerang Selatan. Mungkin kita langsung singkat-singkat aja ya.... biar ente nyusun dan nulisnya enak, kurang lebih demikian lah apa yang diutarakan oleh H. Amien Djambek dalam wawancaranya kali itu. Ide tentang pemekaran wilayah Tangerang, yang akan dimekarkan meliputi wilayah-wilayah kecamatan besar, dengan istilah nama, yakni Kota Tangerang Selatan, ini disponsori secara langsung oleh pemerintah daerah, atau langsung dari bapak Bupati (Ismet Iskandar), bahwa dikehendaki dengan batas wilayah sebelah barat adalah kali Cisadane, yang tidak termasuk dalam wilayah Pagedangan dan Cisauk secara utuh. Akan tetapi dalam hal ini, bakor cipasera memaksakan kehendaknya agar wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk dalam kecamatan yang nantinya meliputi wilayah Kota Cipasera. 112 Dalam hal ini Formats terbentuk atas dasar mendukung aspirasi masyarakat tangsel, yang sebagian besar anggotanya adalah kepala desa, karena 85% anggota dari formats adalah aparatur pemerintahan, tentu saja dalam hal ini akan mendukung konsep dari bapak Bupati, bukan lah konsep dari bakor Cipasera. Akan tetapi, kita semua di format akan selalu senantiasa menghargai Bakor Cipasera sebagai penggerak pertama, untuk supaya pemekaran wilayah ini segera dilaksanakan dan dipercepat. Kurang lebih demikianlah keinginan dari bakor Cipasera. Kembali dalam pembahasan batas wilayah tersebut, secara otomatis dalam hal ini, karena batas wilayah yang dikehendaki oleh Bapak Bupati adalah kali Cisadane, otomatis kecamatan Cisauk terbagi menjadi dua, karena walau bagaimanapun, sebelah barat kali cisadane tersebut masih meliputi kecamatan cisauk. Oleh karena itu, dalam hal ini bapak bupati melakukan pemekaran kecamatan terlebih dahulu. Akhirnya, sebelah barat yang semula masih kecamatan Cisauk, kini berubah menjadi Kecamatan Setu, dan sebelah timur Kali Cisadane, masih tetap masuk dalam wilayah Cisauk, karena memang selain itu, Kecamatan Cisauk adalah kecamatan yang bisa dikatakan terlalu besar dan luas wilayahnya untuk tingkatan sebuah kecamatan. Oleh karenanya Bapak Bupati melakukan pemekaran kecamatan tersebut. Akan tetapi status desa yang berada dalam kecamatan Setu tetap menjadi desa, dan tidak berubah menjadi kelurahan seperti yang lainnya, karena kecamatan Setu adalah kecamatan yang baru saja dibentuk dalam pemekaran wilayah untuk Tangsel ini. 113 Kemudian dalam perkembangan langkah selanjutnya yang dilakukan bapak Bupati adalah melakukan peningkatan status desa, dari yang tadinya desa, kini menjadi kelurahan. Dalam hal ini lah format beserta seluruh jajaran kepala desa membantu proses perubahan status desa menjadi kelurahan. Karena persyaratan untuk menjadi kota, itukan minimal harus memiliki 4 kecamatan di dalamnya. Kemudian setelah semuanya selesai, formats dengan FKKL (Forum Komunikasi Kepala Lurah), yang pada kesempatan kali ini, baru melakukan deklarasi pada tanggal 06 Februari 2006, dilapangan Cilenggang, yang dihadiri lebih dari 10.000 masyarakat Tangerang dan Tangerang selatan kini, dengan tujuan deklarasi tersebut format bermaksud menghapus nama “Kota Cipasera”, yang dipelopori oleh Bakor Cipasera, dengan nama “Kota tangerang selatan”. Karena sejak saat itullah formats beserta kepala kelurahan yang hadir, merasa berhak menghapus nama “Kota Cipasera” yang dipelopori oleh Bakor Cipasera, karena yang melakukan proses-proses tersebut, selain pemerintah daerah, juga sebagian besar dari anggota-anggota formats yang berada di pemerintahan daerah dan yang mmenjadi kepala desa. Dan kota tangerang yang dimaksud dalam hal ini, tentu saja seperti yang dimaksud oleh pemerintah daerah atau bapak bupati, yang hanya meliputi batas wilayah Kali Cisadane, dan tidak memasukkan wilayah Pagedangan dan Cisauk. Dalam hal inilah terlihat hubungan yang selaras antara pemerintah daerah dengan organisasi kemasyarakatan, agar supaya berjalannya pemekaran wilayah Tangerang Selatan ini, bisa berjalan dengan lancar. Tidak seperti yang dilakukan oleh 114 bakor Cipasera, yang terus dengan senantiasa melakukan desakan dan pemaksaan agar wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk dalam wilayah yang hendak di mekarkan. Dengan upaya melakukan pemaksaanpemaksaan tersebut, dalam hal ini justru akan semakin menjadi masalah baru dan kendala yang menghambat jalannya pemekaran wilayah tersebut. Seharusnya, jika bakor Cipasera ini menghendaki untuk segeranya dilakukannya pemekaran wilayah, bukan sikap memaksakan kehendak tersebut yang mereka lakukan. Akan tetapi berusaha melakukan upayaupaya yang mempermudah jalannya pemekaran wilayah tersebut, seperti yang dilakukan oleh Formats beserta jajaran anggotanya. Dalam perkembangan selanjutnya, karena Bakor Cipasera masih saja bersikeras memaksakan wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk dalam wilayah Cipasera atau Tangerang Selatan nantinya, akhirnya Formats beserta Pemerintah daerah atau DPRD, yang pada waktu itu sudah membentuk Panitia Khusus Pemekaran Wilayah untuk tangsel, dan Bakor Cipasera, dalam hal ini untuk melakukan musyawarah di suatu tempat, agar terjadinya sebuah persamaan persepsi dan ide. Akhirnya dalam hal ini, disepakati untuk dibentunya wadah baru untuk menghimpun seluruh aspirasi yang ada, antara Formats dan Bakor Cipasera yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan oleh Pansus tersebut, akhirnya terbentuklah wadah tersebut, yang diberi nama “Presidium Pemekaran Tangsel. Dengan dibentuknya presidium ini lah dinginkan dari seluruh pihak agar tidak ada dan terjadinya dualisme dalam pemekaran wilayah Tangsel, yang nanntinya akan menghambat proses pemekaran itu sendiri. 115 Pada waktu itu, saya (Pak Djambek) di minta oleh semua anggota yang hadir, untuk menjadi ketua Presidium Pemekaran Tangsel. Akan tetapi hal ini, saya tolak, karena kapasitas dan pengalaman politik saya masih sebatas lingkup daerah atau tangerang saja. Oleh karenanya saya dalam hal ini, menyerahkan amanat tersebut oleh Bapak Zarkasyi Noer, yang lebih memiliki pengalaman lebih matang, selain pernah bergelut dalam dunia politik di tingkat daerah, pak zarkasyi ini juga pernah duduk di tingkat legislatif pusat, sekaligus pernah memangku jabatan menteri pada Era Presiden Abdurrahman Wahid, walaupun hanya sekitar 1 tahun. Akan tetapi tentu saja beliau ini masih memiliki hubungan-hubungan dan beberapa kenalan yang masih berada di legislatif pusat. Akhirnya keputusan inipun diterima oleh anggota yang hadir dalam musyawarah tersebut, dengan dikawal oleh struktur-struktur Pak Djambek sendiri, Pak K.H. Rasyud Syakir (pada waktu itu Kepala Lurah Kedaung, sekaligus Ketua DKM Al-Ikhwaniyyah Kedaung), dan juga pak Sony (anggota DPRD dari Fraksi PAN) dan Pak Iman Kusnandar (Pemerintah Daerah), juga Pak Hidayat. Dalam perkembangan selanjutnya Presidium inilah yang mengupayakan sekaligus melakukan proses-proses pemekaran dengan berbagai intitusi negara yang berkaitan dalam pemekaran tersebut yang dimotori oleh Pak Zarkayi Noer. Alhamdulillah dalam pembentukan Tangsel ini, kita semua tidak terlalu dipersulit seperti daerah-daerah lainnya, yang hingga mencapai 3-5 tahun dalam prosesnya. Akan tetapi berbeda halnya yang terjadi dalam pembentukan Tangsel, selain memang 116 yang menangani dalam hal ini adalah para pakar yang berpengalaman, juga dukungan daan peran serta masyarakat yang selalu mem-back-up dan mendorong (support) langsung dari usaha-usaha yang dilakukan presidium tersebut. Dalam perjalanan selanjutnya, pemekaran-pemekaran kecamatan pun tentu saja harus dilakukan, seperti pemekaran kecamatan Ciputat dibagi menjadi dua, yaitu menjadi kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur, sedangkan Serpong juga di bagi menjadi dua, yaitu menjadi Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara. Dengan demikian akan menjadi nilai lengkap proses pemekaran tersebut. Hal ini dilakukan karena selain jumlah penduduk yang semakin padat, juga untuk meningkatkan pelayanan publik di wilayah Tangsel kelak, hal ini juga dilakukan untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di wilayahwilayah kecamatan besar tersebut, karena dengan demikian diharapkan mampu menampung beberapa tenaga kerja dalam pemerintahan itu sendiri. Akan tetapi intinya dalam hal ini dilakukan adalah agar terjadinya pemerataan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat Tangsel. Oleh karena itu, apabila dalam perjalannya ada pro dan kontra, itu merupakan hal yang wajar, yang harus kita tanggapi dengan positif. Dan setelah ketuk palu pengesahan, dan resmi menjadi Kota Tangerang Selatan, kita semua beserta jajaran Presidium pemekaran, Sujud Syukur secara massal kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena cita-cita kita masyarakat Tangsel telah dikabulkan. Namun sebelum ketuk palu tersebut, tidak bisa kita pungkiri semua, karena prosesnya sangat lama, polemik- 117 polemik tentang wilayah perbatasan lagi-lagi selalu menjadi kendala kita dalam melakukan proses pemekaran tersebut, karena berdasarkan kajian pemekaran dari Prof Sadu, bahwa Pagedangan dan Cisauk seharusnya bisa masuk ke dalam wilayah tangerang Selatan, karena cepat atau lambat, seiring perkembangan pembangunan infrastruktur yang ada dalam wilayah serpong, akan merambah kedua wilayah tersebut, maka dalam hal ini saya beserta pak Zarkayi, berusaha mencari solusi untuk pemecahan masalah batas wilayah tersebut. Akhirnya kita semua melakukan rapat di ruangan ketua Dewan, yaitu Pak Endang Sudjana dengan beserta empat fraksi lainnya yang juga terlibat dalam proses pemekaran. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa, dari pada kita berdebat terus mengenai batas wilayah, yang menyebabkan terhambatnya proses pemekaran itu sendiri. dalam hal ini saya akan tetap mendukung batas wilayah yang dikehendaki oleh Bapak Bupati, karena seharusnya pekerjaan ini bisa selesai hanya dengan waktu 15 menit, sesuai apa yang dikehendaki oleh Bapak Bupati, setelah itu selesai, dan DPR RI dalam hal ini, bisa segera langsung mengetuk palu, jadi tidak memakan waktu hingga berbulan-bulan seperti ini. Akan tetapi hal ini di bantah oleh Pak Arif (salah satu anggota dewan yang hadir), dalam hal ini saya tidak sepakat apabila DPRD dianggap menghambat proses pemekaran tersebut, hanya Cuma karena batas wilayah saj, akrena memang sesuai kajian yang ada, kedua wilayah tersebut memang sudah seharusnya masuk kedalam wilayah Tangsel. Hal ini pun kembali saya bantah, karena seharusnya semua anggota dewan yang hadir bisa paham apa yang telah saya katakan, kata “terhambat” itu berbeda maknanya 118 dengan kata “menghambat”, jadi dalam hal ini, saya tidak pernah menuding siapapun berniat menghambat proses pemekaran ini, begitu...... oleh karena itu dalam hal ini, kajian pemekaran yang dilakukan Prof. Sadu ini kan bisa kita ralat sesuai dengan keinginan aspirasi masyarakat sebagian besar, siapa masyarakat itu, ya kami.... yang sebagian besar, yaitu 85% kepala kelurahan yang meliputi wilayah dalam Tangerang Selatan. Pertama yang harus di ralat adalah, nama “Cipasera” harus di rubah menjadi “Tangerang Selatan”, sesuai ide dari bapak Bupati, yang tidak meninggalkan nama dari Tangerang itu sendiri. Kedua, adalah batas wilayah sebelah barat, yaitu hanya meliputi Kali Cisadane, sedangkan Cisauk dan Pagedangan tidak termasuk bagian dari wilayah Tangerang Selatan. Saya kira dalam hal ini tidak ada yang perlu dibikin rumit hingga sedemikian rupa.... sehingga proses pemekaran ini menjadi terhambat berbulan-bulan lamanya. Akhirnya proses lobi tersebut pun selesai, sesuai yang dikehendaki oleh Bapak Bupati dan Formats yang selalu senantiasa menyampaikan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, dilayangkanlah sebuah surat kepada Prof. Sadu untuk melakukan perubahan kajian sesuai seperti yang dikehendaki oleh Bapak Bupati. Akhirnya berita inipun disampaikan oleh DPR RI untuk segera melakukan ketuk palu dan meresmikan Kota Tangerang Selatan sebagai pemerintahan yang otonom. Akan tetapi setelah terbentuknya Kota tangsel, kita semua masyarakat Tangsel, tentu saja membutuhkaan pemimpin. Pemimpin yaang baik dan berdasarkan aspirasi masyarakat pula. Dalam hal inilah 119 terjadi perdebatan antara gubernur dan bupati, dalam hal ini keduanya berhak memberikan usulan, untuk memberikan tiga nama sebagai caloncalon Wali Kota untuk Tangerang Selatan atau Pejabat Sementara (PJS), kemudian tiga nama tersebut diusulkan ke Pemerintah Provinsi, dari Provinsi kemudian diajukan ke DEPDAGRI untuk disetujui salah satunya. Akan tetapi dalam hal ini, Gubernur juga tak ingin ketinggalan untuk memberikan sumbangsih dengan memberikan nama Calon-calon PJS tersebut. Akhirnya terjadi perubahan-perubahan nama, setelah dilakukannya kompromi-kompromi politik, yang terjadi antara Gubernur dan Bupati, akhirnya disetujui satu calon dari Gubernur ataua Pemerintah Provinsi, dan dua nama calon diusulkan dari Bupati atau Pemerintah tangerang. Dalam hal ini, saya dan semua organisasi kemasyarakatan diundang untuk rapat oleh Pemerintah Provinsi, yang dihadiri pula oleh Pak Wakil Bupati Rano Karno, ketua Dewan Pak Endang Sudjana, juga ketua Presedium, yaitu Pak zarkasyi Noer, untuk merumuskan siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin pertama Tangerang Selatan ini. Akan tetapi dalam rapat tersebut, sepertinya semua forum telah sepakat, untuk menyerahkan permasalahan ini kepada Ibu Gubernur, akan tetapi tidak demikian yang saya lakukan, dengan sedikit menentang, dalam hal ini saya mengatakan “ atas nama ForMats dan dengan membawa segenap aspirasi masyarakat Tangerang Selatan, dalam hal ini..... jika suatu saat nanti, salah satu nama yang diusulkan oleh Bapak Bupati tidak terpilih menjadi wakil dari Pemerintahan Daerah uuntuk menjadi Pejabat Sementara Tangerang 120 Selatan, saya harapkan tidak ada komplain untuk keesokan harinya kelak di wilayah Tangerang Selatan yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan yang baru saja berdiri ini, karena hal ini bisa saja dapat mengganggu geraknya pembangunan dan proses mensejahterakan masyarakat. Hal ini pun akan sebaliknya berlaku serupa kepada Ibu Gubernur. Oleh karena itu, saya dalam hal ini meminta untuk saling mendukung dan menghargai keputusan dari DEPDAGRI, jika kelak salah satu nama-nama yang dicalonkan oleh kedua pemerintahan ini tidak sesuai Surat keputusan dari DEPDAGRI. 15. Artinya dalam hal ini, memang ada tarik-menarik kepentingan politik antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintaha daerah? Jawab: tentu saja ada...... terlepas dari kepentingan politiknyabagaimanapun pada waktu itu. Akan tetapi, saat ini..... telah kita ketahui bersama, peningkatan pelayanan publik, pemerataan pembangunan, dan keingin mensejahterakan masyarakat Tangerang Selatan belum mampu diwujudkan oleh Pejabat Sementara yang diusulkan dari Ibu Gubernur tersebut. Terbukti dari tidak seriusnya pemerintah walikota dalam mengurangi jumlah pengangguran, penanganan terhadap para calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk wilayah Tangerang Selatan, bahkan anak-anak para penggerak pemekaran ini pun dirasakan, telah dipersulit oleh beberapa oknum-oknum pemerintahan. Dalam hal ini kan terlihat, ketidaknetralan pegawai negeri pemerintahan walikota sarat dengan politik. Jika dikatakan telah terjaadi perbaikan jalan dan segela macamnya, hal itu bukan dari APBD Tangerang Selatan. Akan tetapi dari 121 sisa-sisa dan agenda Kabupaten Induk yang belum terealisasi sebelumnya, yang dijanjikan akan dilaksanakan setelah pembentukan Pemerintahan Otonom Tangerang Selatan disahkan. Nahhhh..... dalam hal ini kan dapat kita analisa, bahwa pemilihan calon walikota tadi..... ada permainan politik dari kedua pemerintahan tersebut, dan mmendesak bapak menteri dalam negeri menyetujuinya. Dan saat ini, ketika Tangerang Selatan hendak melakukan pesta rakyat, yakni PEMILUKADA, para pemerintah walikota pun berusaha melakukan cara-cara politik yang kurang sehat terhadap para pelamar PNS di Tangerang Selatan, dengan bahasa yang lebih mudah mereka mengatakan “Jika kamu mau menjadi Pegaawai di Pmerintahan, kamu harus bla...bla....bla....”, demikianlah yang dikatakan anak saya pada waktu itu hendak melamar pekerjaan untuk jagi PNS di Tingkat Pemerintahan walikota. 16. Kembali ke pembahasan proses pemekaran Tangerang Selatan, artinya dalam hal ini, pada intinya seluruh lapisan masyarakat setuju akan adanya pemekaran itu sendiri pak haji??? Jawab: tentu saja setuju.... dan sangat mendukung, kan saya bilang tadi, 85% anggota Formats adalah Kepala kelurahan yang ada di Tangerang Selatan yang membawa sekarung aspirasi masyarakat dari kelurahannya masing-masing. Akan tetapi, ide awal ini kan.... ide dari Bapak Bupati dengan konsep “Pemekaran Tangerang Selatan” bukan “Cipasera”, seperti yang digagas oleh Bakor Cipasera. 122 17. Kalau boleh sedikit tahu nehh pak haji, apa seh motifnya dari Bapak Bupati mau memekarkan tangerang menjadi tangerang Selatan, sedangkan secara pendapatan mungkin akan mengurangi pendapatan Kabupaten Tangerang itu sendiri? Atau memang ada kepentingan politik lain, atau apalah bahasanya??? Jawab: saya kira, berkaitan dengan pertanyaan itu, jadi begini.... kemungkinan ada motif kepentingan politik, akan tetapi..... menghendakinya Bapak Bupati untuk melakukan pemekaran ini, karena memang terlalu luasnya wilayah tangerang pada waktu itu, sehungga sulit terjangkaunya pengawasan, baik dari tingkat pembangunan, pelayanan publik terhadap masyarakat setempat, dan juga karena terlalu luasnya Kabupaten Tangerang, sehingga hal ini sulit bagi Pemerintah daerah untuk melakukan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, untuk memudahkan semuanya.... terutama pelayanan masyarakat, diperlukannya pemekaran wilayah. Walaupun sampai saat ini, masyarakat belum dapat merasakan hasil dari pemekaran itu sendiri, karena memang hal ini baru saja berjalan, istilah kata begini..... masa iya seh, kita menanam pohon langsung bisa berbuah, kan nggak begitu ya de’ rifki..... di siramin dulu, dikasih pupuk juga, kalau udah bebuah di ambil orang, itu kan persoalan lain ya de’ rifki...... 123 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; -2- c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); -3- 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik 124 Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: -4- 1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. -5- 7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada 125 daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. 11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota. 12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan -6- 14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. 19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. 20. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. -7- 21. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan 126 pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota. 22. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan KPPS adalah pelaksana pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan suara. 23. Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih. dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon. Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. (2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan. (3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan -8- meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. (4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya. (5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya (6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. (7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. (8) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (9) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 3 (1) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah: a. pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi; -9- b. pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. 127 (2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah. BAB II PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS : Bagian Kesatu Pembentukan Daerah Pasal 4 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang (2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah. (3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. (4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. - 10 - Pasal 5 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. (5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. - 11 - Pasal 6 (1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. (2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. 128 (3) Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. (2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan. Pasal 8 Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah. - 12 - Bagian kedua Kawasan Khusus Pasal 9 (1) Untuk menyelengarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam. wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. (2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang. (3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan. (5) Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah. (6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. - 13 - BAB III PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN Pasal 10 (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 129 a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. (4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa - 14 - (5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat: a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Pasal 11 (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan. daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. (4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. - 15 - Pasal 12 (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Pasal 13 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; 130 f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; - 16 - m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pasal 14 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; - 17 - l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; l. pelayanan administrasi umum pemerintahan; m. pelayanan administrasi penanaman modal; n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan a. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 131 Pasal 15 (1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. - 18 - (2) Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan. pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama; c. pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah. (3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat . (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. (2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; - 19 - b. kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelengaraan pelayanan umum; dan c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum. (3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan. 132 (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan.. sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. - 20 - (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 18 (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut (2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. (4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. - 21 - (5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangperundangan. BAB IV PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Bagian Pertama Penyelenggaraan Pemerintahan Pasal 19 (1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibartu oleh (satu) 133 orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara. (2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Bagian Kedua Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Pasal 20 (1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: - 22 - a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas kepentingan umum; d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas; g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi; dan i. asas efektivitas. (2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Daerah Pasal 21 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; - 23 - g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundangundangan. Pasal 22 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 134 k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. - 24 - Pasal 23 (1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja,. dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. (2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pemerintah Daerah Paragraf Kesatu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 24 (1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. (3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dlbantu oleh satu orang wakil kepala daerah. (4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. - 25 - (5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Paragraf Kedua Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 25 Kepala. daerah mempunyai tugas dan wewenang: a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. mengajukan rancangan Perda; c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan 135 perundang-undangan. Pasal 26 (1) Wakil kepala daerah mempunyai tugus: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; - 26 - b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. (3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya. Pasal 27 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana - 27 - dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. melaksanakan kehidupan demokrasi; e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan; f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik. i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah; j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan 136 daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. (2) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat . (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan - 28 - laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. (3) Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf Ketiga Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 28 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang: a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyrakat lain; b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara daerah, atau dalam yayasan bidang apapun; - 29 - c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung. maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan; d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasai 25 huruf f; f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya; g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Paragraf Keempat Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 29 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena : a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau 137 c. diberhentikan. (2) Kepala. Daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena: a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; - 30 - b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (3) Pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD. (4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan ketentuan: a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan. kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan atau tidak melaksanakan kewajiban. kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh - 31 - sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir; c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final; d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil, dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden; e. Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut. 138 Pasal 30 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan. - 32 - (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 31 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 32 (1) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk menanggapinya. (2) Penggunaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil - 33 - dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (3) Dalam hal ditemukan bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaian antara kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perudang-undangan. (4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD. (5) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan 139 DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga ) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. (7) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. - 34 - (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya. (2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali. (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5); wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Apabila wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (5), tugas dan kewajiban wakil kepala daerah - 35 - dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasa1 32 ayat (5), Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat Bupati/Walikota atas usul Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 35 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan. proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan 140 keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden. (2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. - 36 - (3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya. Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah: (4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah. (5) Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam. Peraturan Pemerintah. Paragraf Kelima Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 36 (1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan. - 37 - (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (5) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam. Paragraf Keenam Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pasal 37 (1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. (2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. 141 Pasal 38 (1) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang: a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/Kota; - 38 - b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN. (3) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Paragraf Kesatu Umum Pasal 39 Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini berlaku ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Paragraf Kedua Kedudukan dan Fungsi Pasal 40 DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. - 39 - Pasal 41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Paragraf Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 42 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota; e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; 142 f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; - 40 - h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. (2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Paragraf Keempat Hak dan Kewajiban Pasal 43 (1) DPRD mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. (2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah, anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. - 41 - (3) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD. (4) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. (5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. (6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan. (7) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia. (8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. 143 Pasal 44 (1) Anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan Perda; b. mengajukan pertanyaan; - 42 - c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler; dan . h. keuangan dan administratif. (2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasa1 45 Anggota DPRD mempunyai kewajiban: a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan, pemerintahan daerah; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Repub1ik Indonesia; d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya. h. mentaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD; - 43 - i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Paragraf Kelima Alat Kelengkapan DPRD Pasa1 46 (1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: a. pimpinan; b. komisi; c. panitia musyawarah; d. panitia anggaran; e. Badan Kehormatan; dan f. alat kelengkapan lain yang diperlukan. (2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksad pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 47 (1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan 144 DPRD. (2) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPRD dengan ketentuan: a. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan 34 (tiga puluh empat) berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) berjumlah 5 (lima) orang. - 44 - b. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74 (tujuh puluh empat) berjumlah 5 (lima) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) sampai dengan 100 (seratus) berjumlah 7 (tujuh) orang. (3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. (4) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sebuah sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. Pasal 48 Badan Kehormatan mempunyai tugas: a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih; d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD. Pasal 49 (1) DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. - 45 - (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. pengertian kode etik; b. tujuan kode etik; c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antar penyelenggara pemerintahan daerah dan antara anggota serta antara anggota DPRD dan pihak lain; d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota DPRD; e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan; dan f. sanksi dan rehabilitasi. Pasal 50 (1) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi. (2) Jumlah anggota setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD. 145 (3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari 1 (satu) partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan. (4) Fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi. (5) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat setagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi gabungan tersebut wajib - 46 - bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi gabungan lain yang memenuhi syarat. (6) Parpol yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya dapat membentuk satu fraksi. (7) Fraksi gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5). Pasal 51 (1) DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi, yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 5 (lima) komisi. (2) DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 3 (tiga) komisi, yang beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi Pasal 52 (1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik DPRD. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, - 47 - atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam peraturan perundang-undangan. (3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD. Pasa1 53 (1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan. (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahan diperlukan persetujuan tertulis dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 146 dan ayat (2). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. - 48 - (5) Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan harus dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 2 (dua kali) 24 (dua puluh empat) jam. Bagian Keenam Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD Pasal 54 (1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya; b. hakim pada badan peradilan; c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. (4) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD. (5) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD. - 49 - (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang undangan. Bagian. Ketujuh Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD Pasa1 55 (1) Anggota.DPRD berhenti antarwaktu sebagai anggota karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. (2) Anggota DDRD diberhentikan antarwaktu, karena: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar 147 kode etik DPRD; d. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD; e. melanggar larangan bagi anggota DPRD; f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih. - 50 - (3) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya. (4) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Paragraf Kesatu Pemilih Pasal 56 (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. - 51 - Pasa1 57 (1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD. (3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat. (4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan. (6) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD. (7) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya. 148 (8) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya. Pasal 58 Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: - 52 - a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih; g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara. k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak; - 53 - n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah. Pasal 59 (1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. (2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi 149 syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. (4) Dalam proses penetapan pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. (5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan: - 54 - a. surat pencalonan yang. ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung; b. kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon; c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung; d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan; e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon; f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya; i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan - 55 - k. naskah visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis. (6) Partai politik atau gabungan. partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya. (7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon. Pasal 60 (1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon. (2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung, sejak 150 tanggal penutupan pendaftaran. (3) Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD. - 56 - (4) KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan. (5) Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD, partai politik dan atau gabungan partai politik, tidak dapat lagi mengajukan pasangan calon. Pasal 61 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4), KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon. (2) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara luas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya penelitian. (3) Terhadap pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon. (4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat. Pasal 62 (1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya, dan pasangan calon atau - 57 - salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD. (2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya dari/atau pasangan calon dan/atau salah seorang dari pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti. Pasal 63 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan. penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan 151 calon pengganti didaftarkan. (2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur. (3) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan - 58 - wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. Pasal 64 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan. suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari. (2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. Pasal 65 (1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui masa persiapan, dan tahap pelaksanaan. - 59 - (2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah; c. Perencanaam penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah; d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS; e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau. (3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penetapan daftar pemilih; b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah; c. Kampanye; 152 d. Pemungutan suara; e. Penghitungan suara; dan f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan. (4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 66 (1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: - 60 - a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; a. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; c. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; d. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon; e. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan; f. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan; g. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye; h. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye; i. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; j. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan; l. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit. - 61 - (2) Dalam penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur KPUD kabupaten/kota adalah bagian pelaksana tahapan penyelenggaran pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD provinsi. (3) Tugas dan wewerang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: a. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan berakhirnya masa jabatan; b. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih; c. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan 153 pemilihan; d. membentuk panitia pengawas; e. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan f. meyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. (4) Panitia pengawas pernilihan mempunyai tugas dan wewenang: a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; - 62 - d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; dan d. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan. Pasal 67 (1) KPUD berkewajiban: a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara; b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat ; d. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundangundangan; e. mempertanggungjawabkan, penggunaan anggaran kepada DPRD; f. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil Kepala daerah secara tepat waktu. Paragraf Kedua Penetapan Pemilih Pasal 68 Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara - 63 - pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Pasal 69 (1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. (2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) harus memenuhi syarat: a. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya. 154 Pasal 70 (1) Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan daftar pemilih tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara. - 64 - Pasal 71 Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara. Pasal 72 (1) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali dalam daftar pemilih. (2) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar pemilih. Pasal 73 (1) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat. (2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat keterangan pindah tempat memilih. (3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat pemilihan yang baru. (4) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah ditetapkan, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain dengan menunjukkan kartu pemilih. - 65 - Pasal 74 (1) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 73 PPS menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara. (2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan masyarakat. (3) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih sementara dapat mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan. (4) Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap. (5) Daftar pemilih tetap disahkan dan diumumkan oleh PPS. (6) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD. Paragraf Ketiga Kampanye Pasal 75 (1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan. kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 155 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. (3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon. - 66 - (4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon. (5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye. (6) Penanggung jawab kampanye, adalah pasangan calon yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye. (7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. (8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan menghadiri kampanye. (9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan, memperhatikan usul dari pasangan calon. Pasal 76 (1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui : a. pertemuan terbatas; b. tatap muka dan dialog; c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik; d. penyiaran media radio dan/atau televisi; e. penyebaran bahan kampanye kepada umum; f. pemasangan alat peraba di tempat umum; g. rapat umum; h. debat publik/debat terbuka antar calon; dan/atau i. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan undangan. - 67 - (2) Pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat. (3) Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (4) Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. (5) Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan diseluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihah bupati dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota. Pasal 77 (1) Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon, untuk menyampaikan tema dan materi kampanye. (2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye. 156 (3) Pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum. (4) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan. - 68 - (5) KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye. (6) Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh pasangan calon dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika; estetika, kebersihan,dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (7) Pemasangan alat peraga. kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan. atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut. (8) Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkah paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. Pasal 78 Dalam kampanye dilarang: a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indoneaia Tahn 1945; b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik; c. menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik; e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum; f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah; - 69 - g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain; h. menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah; i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya. Pasal 79 (1) Dalam kampanye, dilarang melibatkan: a. hakim pada semua peradilan;. b. pejabat BUMN/BUMD; c. pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negera d. kepala desa. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. (3) Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya; a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan 157 b. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlanngsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah. - 70 - (4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal 80 Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikah salah satu pasangan calon selama masa kampanye. . Pasal 81 (1) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalani Pasa1 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huraf f, merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huraf j, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi. a. peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar larangan walaupan belum terjadi gangguan; b. penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain. - 71 - (3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPUD. (4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa kampanye oleh KPUD. Pasal 82 (1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. (2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD. Pasa1 83 (1) Dana kampanye dapat diperoleh dari: a. pasangan calon; b. partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan; c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badaa hukum swasta. (2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan rekening yang dimaksud didaftarkan kepada KPUD. - 72 - (3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 158 huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). (4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye. (5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan. (6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan calon kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah rnasa kampanye berakhir. (7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon. Pasal 84 (1) Dana kampanye digunakan oleh pasangan calon, yang teknis pelaksanaannya dilakukan oleh tim kampanye. (2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh pasangan calon kepada KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah hari pemungutan suara. - 73 - (3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kantor akuntan publik paling lambat 2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan dana kampanye dari pasangan calon. (4) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari setelah diterimanya laporan dana kampanye dari KPUD. (5) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan oleh KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPUD menerima laporan hasil, audit dari kantor akuntan publik. (6) Laporan dana kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum. Pasal 85 (1) Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari: a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing; b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya; c. pemerintah, BUMN, dan BUMD. (2) Pasangan calon yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPUD paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan 159 tersebut kepada kas daerah. - 74 - (3) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPUD. Paragraf Keempat Pemungutan Suara Pasal 86 (1) Pemungutan suara, pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. (2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan calon. (3) Pemungutan suara, dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pasal 87 (1) Jumlah surat suara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan ditambah 2,5 % (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut. (2) Tambahan surat suara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang rusak. (3) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara. - 75 - Pasal 88 Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara. Pasal 89 (1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih. (2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih yang dibantunya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 90 (1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang. (2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia. (3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tatu letak TPS ditetapkan oleh KPUD. - 76 - Pasal 91 (1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih. (2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana 160 dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan Pasal 92 (1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS melakukan: a. pembukaan kotak suara; b. pengeluaran seluruh isi kotak suara; c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan serta d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan. (2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas; pemantau, dan warga masyarakat. . (3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat. ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon. Pasal 93 (1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara. (2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih. - 77 - (3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS, memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (5) Penentuan waktu dimulai dan berakhirnya pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD. Pasal 94 (1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS. (2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 95 Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan sah apabila: a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan b. tanda coblos hanya terdapat, pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon; atau c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau - 78 - e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon. Pasal 96 (1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir. 161 (2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung: a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS; b. jumlah pemilih dari TPS lain; c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos. (3) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS. (4) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di TPS oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (5) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari tim kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS. (6) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara. - 79 - (7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (8) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan. (9) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (10)KPPS memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (11)KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS segera setelah selesai penghitungan suara. Pasal 97 (1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPS membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. - 80 - (2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 162 (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (5) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada saksi pasangan calon yang hasil dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum . (7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada PPK setempat. Pasal 98 (1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan - 81 - rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengaawas, pemantau, dan warga masyarakat. (2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan Sertifikat rekapitutasi hasil penghitungan suara yang ditanda tangani oleh ketua dan sekurarang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil perhitungan suara di PPK kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) PPK wajib menyarahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada KPU kabupaten/kota. - 82 - Pasal 99 (1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kabupaten/kota dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. 163 (2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU kabupaten/kota apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurangkurangnya 2 (dua) orang anggota KPU kabupaten,/kota serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) KPU kabupaten/kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan - 83 - suara di KPU kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) KPU kabupaten/kota wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi. Pasal 100 (1) Dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota, berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU kabupaten/kota untuk menetapkan pasangan calon terpilih. (2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD kabupaten/kota untuk diproses pengesahan dan pengangkatannya sesuai dengan Peraturan perundang-undangan. Pasal 101 (1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU provinsi. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya - 84 - penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila ternyata terdapat halhal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita acara dan 164 sertifkat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. Pasal 102 (1) Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih. (2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD provinsi untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundangundangan. - 85 - Pasal 103 (1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut: a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup; b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya; c. saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas; d. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau e. terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah. (2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS. (3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS. (4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupatean/kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi, hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya. Pasal 104 (1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. - 86 - (2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; b. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat 165 suara yang sudah digunakan; c. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda; d. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau. e. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan saara pada TPS. Pasal 105 Penghitungan suara dan. pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara. Pasal 106 (1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) - 87 - hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. (3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota. (4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung. (5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat. (6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota. (7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final. - 88 - Paragraf Kelima Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan Pasal 107 (1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. 166 (3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. (5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua. (6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan - 89 - peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (7) Apabila pemenang kedua sebagainnana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Pasal 108 (1) Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. (3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah. (4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. (5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkaa pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambatlambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. - 90 - (6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Pasal 109 (1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari: (2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. (3) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada 167 Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan. (4) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambatlambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernar berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon tarpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan. Pasal 110 (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. - 91 - (2) Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa" (3) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Pasal 111 (1) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. (2) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden. (3) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD. (4) Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutinya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 112 Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan pada APBD. - 92 - Paragraf Keenam Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 113 (1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan hukum dalam negeri (2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi: a. bersifat independen; dan b. rnempunyai sumber dana yang jelas. 168 (3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan, dan memperoleh akreditasi dari KPUD. Pasal 114 (1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. (2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi segala peraturan perundangundangan. (3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut haknya sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. - 93 - (4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf Tujuh Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 115 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan saatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama l8 (delapan belas) bulan - 94 - dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan kepala daerah menurut undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling 169 singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan Surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). - 95 - Pasal 116 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk masingmasing pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a; huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j dan Pasa179 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (4) Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling - 96 - lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana 170 kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, diancam dengan pidana - 97 - penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dari/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 117 (1) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). - 98 - (4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja, memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (6) Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan 171 paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (7) Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (8) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain, diancam - 99 - dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 118 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan Suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling tianyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). (3) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). - 100 - (4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara daa sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 119 Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118. Bagian Kesembilan Perangkat Daerah Pasal 120 (1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. (2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. 172 Pasa1 121 (1) Sekretariat daerah dipimpin olen Sekretaris Daerah. - 101 - (2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. (3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagairnana dimaksud pada ayat (2) sekretaris daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. (4) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah. Pasal 122 (1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan (2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya. Pasal 123 (1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. - 102 - (2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. (3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas: a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; c. mendukung pelaksanaan tugas dan. fungsi DPRD; dan d. menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. (4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD. (5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. (6) Susunan organisasi sekretariat DPRD ditetapkan dalam peraturan daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 124 (1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. (2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. (3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui 173 Sekretaris Daerah. - 103 - Pasal 125 (1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. (2) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. (3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Pasal 126 (1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. (3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi: a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; - 104 - d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. (4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. (6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada camat. 174 (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 127 (1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. - 105 - (2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. (3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas: a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan; b. pemberdayaan masyarakat; c. pelayanan masyarakat; d. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. (4) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. (6) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kelurahan. (7) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada lurah. (8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda. (9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat. (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 128 ... - 106 - Pasa1 128 (1) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk provinsi dan oleh Gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (3) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. BAB V KEPEGAWAIAN DAERAH Pasal 129 175 (1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajenen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. (2) Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak. dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. - 107 - Pasal 130 (1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur. (2) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur. Pasal 131 (1) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara. (2) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (3) Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara:. Pasal 132 Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/ kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur. - 108 - Pasal 133 Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, Pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi. Pasal 134 (1) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum. (2) Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun. (3) Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (4) Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 176 Pasal 135 (1) Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur. - 109 - (2) Standar norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH Pasa1 136 (1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. (2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kubupaten/kota dan tugas pembantuan. (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. (4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. (5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Pasal 137 Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; - 110 - c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Pasal 138 (1) Materi muatan Perda mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda dapat yang bersangkutan. Pasal 139 177 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. (2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. - 111 - Pasal 140 (1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota. (2) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. (3) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 141 (1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 142 (1) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD. (2) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah. - 112 - Pasal 143 (1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan. (2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (3) Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya. Pasal 144 (1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda. (2) Penyampaian rancangaa Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama. (4) Dalarn hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah. 178 - 113 - (5) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, "Perda ini dinyatakan sah," dengan mencantumkan tanggal sahnya. (6) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah. Pasal 145 (1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. (3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan s e l a n j u t n y a DPRD bersama kepala daerah rnencabut Perda dimaksud. (5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. - 114 - (6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. (7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku. Pasa1 146 (1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundangundangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. (2) Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Pasal 147 (1) Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. (2) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah, dilakukan olen Sekretaris Daerah. (3) Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. ; - 115 - Pasal 148 179 (1) Untuk membantu kepala daerah dalarn menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. (2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 149 (1) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda. BAB VII PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Pasa1 150 (1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. - 116 - (2) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (3) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara berjangka meliputi: a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional; b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kapada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional; c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; d. Rencana kerja pernbangunan daerah, selanjatnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan - 117 - langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada 180 rencana kerja Pemerintah; e. RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 151 (1) Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana stratregis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinyaa, berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasa1 152 (1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah; c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah; d. keuangan daerah; - 118 - e. potensi sumber daya daerah; f. produk hukum daerah; g. kependudukan; h. informasi dasar kewilayahan; dan i. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3) Da!am rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola dalam sisiem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional. Pasal 153 Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Pasal 154 Tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang berpedoman pada perundang-undangan. BAB VIII KEUANGAN DAERAH Paragraf Kesatu Umum Pasal 155 (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. - 119 - (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan 181 Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. (3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagairnana dimaksud pada ayat (2). Pasal 156 (1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau selurah kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan, keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. (3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang. Paragraf Kedua Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Pasal 157 Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: - 120 - 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 158 (1) Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan. dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda. (2) Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 4 ditetapkan. dengan Perda berpedoman pada peraturan perudang-undangan. Pasal 159 Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus. - 121 - Pasa1 160 (1) Dana Bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf a bersumber dari pajak dan sumber daya alam. (2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan, 182 perkebunan, pertambangan serta kehutanan; b. Bea Perolehan Atas Hak T'anah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan; c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri. (3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provinsi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; b. Penerimaan pertambangan. umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksplorasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan; d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; - 122 - e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan: (4) Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3),, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait. (5) Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah: Pasal 161 (1) DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. (2) DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang. Pasa1 162 (1) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf c dialokasikan dari APBN kepada daerah - 123 - tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk: a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional; b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. 183 (2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan Gubernur. (3) Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan: (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasa1 163 (1) Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil surnber daya alam, DAU, dan DAK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 164 (1) Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 huruf c merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan .lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. - 124 - (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. (3) Pendapatan dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD. Pasal 165 (1) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (2) Besarnya alokasi dana darurat ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Menteri teknis terkait. (3) Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana darurat diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasa1 166 (1) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah, yang tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai daerah otonom. (2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan pengalokasian dana darurat di atur dalam Peraturan Pemerintah. - 125 - Pasal 167 (1) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122. (2) Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat 184 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. (3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja; dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 168 (1) Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 169 (1) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. (2) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. - 126 - Pasal 170 (1) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pernerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (2) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala daerah. Pasal 171 (1) Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya mengatur tentang: a. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman; b. penganggaran kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam APBD; c. pengenaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga perbankan, serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat; d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman, setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. e. persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi; f. pengelolaan obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD. - 127 - Pasal 172 (1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu 185 tahun anggaran. (2) Pengahiran tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mengatur persyaratan pembentukan dana cadangan, serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Pasa1 173 (1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. (2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. (3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf Ketiga Surplus dan Defisit APBD Pasal 174 (1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam Perda tentang APBD. (2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk: - 128 - a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; b. penyertaan modal (investasi daerah); c. transfer ke rekening dana cadangan. (3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD. (4) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu; b. transfer dari dana cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. pinjaman daerah. Pasal 175 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah. (2) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. (3) Dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan penundaan atas penyaluran dana perirnbangan. Paragraf Keempat Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi Pasal 176 Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat - 129 - dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Paragraf Kelima 186 BUMD Pasal 177 Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Paragraf Keenam Pengelolaan Barang Daerah Pasal 178 (1) Barang milik daerah, yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah untuk dijual, dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan perundangundangan - 130 - (4) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang, usia pakai, dan nilai ekonomis yang dilakukan secara transparan sesuai dengan peraturan perundang -undangan. Paragraf Ketujuh, APBD Pasal 179 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pasal 180 (1) Kepala daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah. (2) Berdasarkan Prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. (3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. . - 131 - Pasal 181 (1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. (2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran. 187 (3) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. (4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Pasal 182 Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diutur dalam Perda yarg berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Paragraf Kedelapan Perubahan APBD Pasal 183 (1) Peruhahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; - 132 - b. keadaan. yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. (2) Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. (3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutar berakhir. Paragraf Kesembilan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Pasal 184 (1) Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan, keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. - 133 - (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf Kesepuluh Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentaag APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 188 Pasal 185 (1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2) Hasil.evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepantingan. umum dan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur. (4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan - 134 - Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersarna DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri rnembatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pasal 186 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bapati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan - 135 - peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota. (4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan 189 DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. (6) Gubernur menyampaikan hasil, evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri. Pasa1 187 (1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang - 136 - disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD. (2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota. (3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak rnengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD. (4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah. Pasal 188 Proses penetapan rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan, APBD menjadi Perda dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal. 187. Pasal 189 Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak - 137 - daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang. Pasa1 190 Peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Pasal 191 Dalam rangka evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem 190 informasi keuangan daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem informasi pemerintahan daerah. Paragraf Kesebelas Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Pasal 192 (1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan rnelalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. (2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat keputusan otorisasi oleh kepala daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi. (3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. - 138 - (4) Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 193 (1) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. (2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah. (3) Kepala daerah dengan persetujuun DPRD dapat menetapkan peraturan tentang : a. penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya; dan b. penyelesaian masalah Perdata. Pasa1 194 Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan. dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. BAB IX KERJA SAMA DAN PEIIYELESAiAN PERSELISIHAN Pasa1 195 (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan - 139 - pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerja sama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama; (3) Dalam penyediaan pelayanan pubik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD. Pasa1 196 (1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas 191 daerah dikelola bersama oleh daerah terkait. (2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarrnya untuk kepentingan masyarakat. (3) Untuk pengelolaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk badan kerja sama. (4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah. Pasa1 197 Tata cara pelaksanaan ketentuan sebaigaimana dimaksud dalam Pasal 195 dan Pasal 196 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. - 140 - Pasal 198 (1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. (2) Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final. BAB X KAWASAN PERKOTAAN Pasal 199 (1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk : a. Kota sebagai daerah otonom; b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. (2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh pemerintan kota. (3) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten. - 141 - (4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait. (5) Di kawasan pedesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membentuk hadan pengelola pembangunan. (6) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. (7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. BAB XI DESA Bagian Pertama Urnum 192 Pasa1 200 (1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawatan desa. (2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat. - 142 - (3) Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda. Pasa1 201 (1) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada APBD kahupaten/kota. (2) Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan. Bagian Kedua Pemerintah Desa Pasal 202 (1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. (2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. (3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Pasal 203 (1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repablik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. - 143 - (2) Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai kepala desa. (3) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 204 Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 205 (1) Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan. (2) Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji. (3) Susunan kata-kata sumpah/janji, dimaksud adalah sebagai berikut: "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan UndangUndang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia". 193 - 144 - Pasal 206 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota; d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan diserahkan kepada desa. Pasal 207 Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah, kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Pasal 208 Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Badan Permusyawaratan Desa Pasal 209 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. - 145 - Pasal 210 (1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. (2) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota badan permusyawaratan desa. (3) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (2) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Lembaga Lain Pasal 211 (1) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. (2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. - 146 - Bagian Kelima Keuangan Desa Pasal 212 (1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. 194 (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa. (3) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. pendapatan asli desa; b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota; d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. (4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. (5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa. - 147 - (6) Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan perudang-undangan. Pasal 213 (1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. (2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan. Bagian Keenam Kerja sama Desa Pasal 214 (1) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat. (2) Kerja sama antar desa dan desa dengan pihak ketiga, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan sesuai dengan kewenangannya. (3) Kerja sama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perunndang-undangan. (4) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat,(2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama. - 148 - Pasal 215 (1) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda, dengan memperhatikan: a. kepentingan masyarakat desa; b. kewenangan desa; c. kelancaran pelaksanaan investasi; 195 d. kelestarian lingkungan hidup; e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum. Pasa1 216 (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan da1am Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa. BAB XII PEMBINAAN DAN PFNGAWASAN Pasal .217 (1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi : a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan; b. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; - 149 - c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan. d. pendidikan dan pelatihan; dan e. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi. (3) Pemberian pedoman dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan. (4) Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktuwaktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. (5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. (6) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian. - 150 - Pasal 218 (1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundangundangan. Pasal 219 196 (1) Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada, pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat. Pasa1 220 (1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa. - 151 - Pasal 221 Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh Pemerintah dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 222 (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. (3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota. (4) Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kepada camat. Pasal 223 Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah. - 152 - BAB XIII PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Pasa1 224 (1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. (2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan: a. pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus; b. perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, yang meliputi: 1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 2) formula dan perhitungan DAU masing-masing daerah 197 berdasarkan besarnya pagu DAU sesuai dengan peraturan perundangan; 3) DAK masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan peraturan perundangan. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. - 153 - BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 225 Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain, Pasal 226 (1) Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang Undang tersendiri. (2) Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakata sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah. tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang ini. (3) Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalum pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tal:un 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Acen Darussalam, dengan penyempurnaan: a. Pemilihan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan April 2005, diselenggarakan pemilihan - 154 - secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling lambat pada bulan Mei 2005. b. Kepala daerah selain yang dinyatakan pada huruf (a) diatas diselenggarakan pemilihan kepala daerah sesuai dengan periode masa jabatannya. c. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum Undang-Undang ini disahkan sampai dengan bulan April 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah. d. Penjabat kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah atau caloa wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa~Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. e. Anggota Komisi Independen Pemilihan dari unsur anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia diisi oleh Ketua dan anggota 198 Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 227 (1) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri. (2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom, dan dalam wilayah ,~ - 155 - administrasi tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom. (4) Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan: a. kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara; b. tempat kedudukan parwakilan negara-negara sahabat; c. keterpaduan rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana umum tata ruang daerah sekitar; d. kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah. Pasal 228 (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 ayat (3) yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah: (2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah. (3) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata laksana instansi vertikal di daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah. Pasal 229 Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang - 156 - undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 230 Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang belum diatur dalam undang-undang. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 231 Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus, daerah istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 232 (1) Provinsi, kabupater/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang ada pada 199 saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap sebagai provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan perundang-undangan tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini diundangkan. - 157 - Pasal 233 (1) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini pada bulan Juni 2005. (2) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini pada bulan Desember 2008. Pasal 234 (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jahatannya sebelum bulan Juni 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah. (2) Penjabat kepala daerah yang ditetapkan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya. (3) Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada APBN dan APBD. Pasal 235 Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya pada bulan dan tahun yang sama dan/atau dalam kuran waktu antara 1 (satu) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama. - 158 - Pasal 236 (1) Kepala desa dan perangkat desa yang ada pada saat mulai berlaku Undang-Udang ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya. (2) Anggota badan perwakilan desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini menjalankan tugas sebagaimana di atur dalam Undang-Undang ini sampai habis masa jabatannya. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 237 Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini. Pasal 238 (1) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. (2) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambatlambatnya 200 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan. Pasal 239 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku. Pasal 240 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan - 159 - Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara republik Indonesia Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNO PUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 125. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Lambeek V. Nahattands Sumber : Direktorat Jenderal Otonomi Daerah 201 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu kemajuan Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Tangerang pada khususnya serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, perlu dilakukan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; b. bahwa dengan memperhatikan kondisi geografis, kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan serta dengan meningkatnya beban tugas dan volume kerja dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, perlu dilakukan pembentukan Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten; c. bahwa pembentukan Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten; Mengingat: 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 202 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836); 203 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Provinsi Banten adalah provinsi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010). 4. Kabupaten Tangerang adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kabupaten asal Kota Tangerang Selatan. BAB II PEMBENTUKAN, CAKUPAN WILAYAH, DAN BATAS WILAYAH Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 2 Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 204 Bagian Kedua Cakupan Wilayah Pasal 3 1. Kota Tangerang Selatan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tangerang yang terdiri atas cakupan wilayah: a. Kecamatan Serpong; b. Kecamatan Serpong Utara; c. Kecamatan Pondok Aren; d. Kecamatan Ciputat; e. Kecamatan Ciputat Timur; f. Kecamatan Pamulang; dan g. Kecamatan Setu. 2. Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 4 Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Tangerang dikurangi dengan wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Bagian Ketiga Batas Wilayah Pasal 5 1. Kota Tangerang Selatan mempunyai batas-batas wilayah: a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Ciledug Kota Tangerang; b. sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan Pagedangan, dan Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang. 2. Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. 3. Penegasan batas wilayah Kota Tangerang Selatan secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri paling lambat 5 (lima) tahun sejak diresmikannya Kota Tangerang Selatan. Pasal 6 205 1. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak terbentuknya kota ini. 2. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten serta dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota di sekitarnya. BAB III URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH Pasal 7 1. Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kota Tangerang Selatan mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. 3. Urusan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 206 BAB IV PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kesatu Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala Daerah Pasal 8 Peresmian Kota Tangerang Selatan dan pelantikan Penjabat Walikota Tangerang Selatan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan. Bagian Kedua Pemerintah Daerah Pasal 9 1. Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan, dipilih dan disahkan seorang walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan paling lambat 2 (dua) tahun sejak terbentuknya Kota Tangerang Selatan. 2. Sebelum walikota dan wakil walikota definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih, untuk pertama kalinya penjabat walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diangkat dari pegawai negeri sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usulan gubernur. 3. Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai yang memiliki kemampuan dan pengalaman jabatan dalam bidang pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4. Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Banten untuk melantik Penjabat Walikota Tangerang Selatan. 5. Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpilih dan belum dilantik walikota dan wakil walikota definitif, Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali penjabat walikota untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. 6. Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi, dan fasilitasi terhadap kinerja penjabat walikota dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pemilihan walikota/wakil walikota. Pasal 10 Pembiayaan pertama kali pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tangerang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten. 207 Pasal 11 1. Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan, dibentuk perangkat daerah yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, dan unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh Penjabat Walikota Tangerang Selatan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan Penjabat yang bersangkutan. Bagian Ketiga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 12 1. Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Pengaturan tentang jumlah, mekanisme, dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh KPU Kabupaten Tangerang. 4. Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB V PERSONEL, ASET, DAN DOKUMEN Pasal 13 1. Bupati Tangerang bersama Penjabat Walikota Tangerang Selatan menginventarisasi, mengatur, serta melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset dan dokumen kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. 2. Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat walikota. 3. Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak pelantikan penjabat walikota. 4. Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan. 208 5. Pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Gubernur Banten. 6. Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7. Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) meliputi: a. barang milik dan/atau yang dikuasai baik barang bergerak maupun tidak bergerak dan/atau yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang berada dalam wilayah Kota Tangerang Selatan; b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan; c. utang piutang Kabupaten Tangerang yang kegunaannya untuk Kota Tangerang Selatan; dan d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan. 8. Apabila penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang, Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya. 9. Pelaksanaan pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur Banten kepada Menteri Dalam Negeri. BAB VI PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN, HIBAH, DAN BANTUAN DANA Pasal 14 1. Kota Tangerang Selatan berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 1. Pemerintah Kabupaten Tangerang sesuai dengan kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) setiap tahun selama 2 (dua) tahun berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan pertama kali sebesar 209 2. 3. 4. 5. 6. 7. Rp9.733.035.000,00 (sembilan miliar tujuh ratus tiga puluh tiga juta tiga puluh lima ribu rupiah). Pemerintah Provinsi Banten memberikan bantuan dana untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun selama 2 (dua) tahun berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan pertama kali sebesar Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak pelantikan Penjabat Walikota Tangerang Selatan. Apabila Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengurangi penerimaan Dana Alokasi Umum Kabupaten Tangerang untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Apabila Pemerintah Provinsi Banten tidak memenuhi kesanggupannya memberikan bantuan dana sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah mengurangi penerimaan Dana Alokasi Umum Provinsi Banten untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Penjabat Walikota Tangerang Selatan menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Tangerang. Penjabat Walikota Tangerang Selatan menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Banten. Pasal 16 Penjabat Walikota Tangerang Selatan berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VII PEMBINAAN Pasal 17 1. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Banten melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kota Tangerang Selatan dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan. 2. Setelah 3 (tiga) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Banten melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan. 210 3. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan perumusan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Banten sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 1. Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat Walikota Tangerang Selatan menyusun Rancangan Peraturan Walikota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan untuk tahun anggaran berikutnya. 2. Rancangan Peraturan Walikota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Banten. 3. Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Walikota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Sebelum Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan peraturan daerah dan peraturan walikota sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua peraturan daerah dan Peraturan Bupati Tangerang sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kota Tangerang Selatan harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 211 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 26 November 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 November 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA 212 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN I. UMUM Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri atas 4 (empat) kabupaten dan 3 (tiga) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.159,05 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 3.315.584 jiwa, terdiri atas 36 (tiga puluh enam) kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemiliharaan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 135/088 Binwil/2007 tanggal 30 Januari 2007 perihal Persetujuan Pembentukan Daerah, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 137/530 Binwil-2007 tanggal 15 Maret 2007 perihal Usul Pembentukan Daerah Otonom, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 tentang Belanja Operasional dan Pemiliharaan untuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.380-Huk/2007 tanggal 6 Agustus 2007 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 Tahun 2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan ditetapkannya Ex Kantor Kewedanaan Ciputat menjadi Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/18/2007 tanggal 21 Mei 2007 tentang Persetujuan 213 Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Gubernur Banten Nomor 135/1436Pem/2007 tanggal 25 Mei 2007 perihal Usulan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Gubernur Banten Nomor 125.3/Kep.353-Huk/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/KepDPRD/09/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan Pemerintahan Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/10/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pertama Walikota dan Wakil Walikota Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/KepDPRD/11/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Nama Calon Kota, Batas Wilayah Kota dan Cakupan Wilayah Kota Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/12/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Penggunaan Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten Tangerang Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, dan Keputusan Gubernur Banten Nomor 011/Kep.301-Huk/2008 tanggal 17 Juli 2008 tentang Persetujuan Penggunaan Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten Tangerang Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Setu. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah ± 918.783 jiwa. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Banten berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personel, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan. Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundangundangan. 214 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Lampiran peta cakupan wilayah yang digambarkan dengan skala 1:25.000 diterbitkan oleh Pemerintah dan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten pada saat dilakukan peresmian sebagai daerah otonom baru. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam rangka pengembangan Kota Tangerang Selatan khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu, Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan harus disusun secara serasi dan terpadu dengan tata ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) 215 Yang dimaksud dengan "urusan pemerintahan yang secara nyata ada" dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata. Pasal 8 Peresmian Kota dan pelantikan Penjabat Walikota dapat dilakukan secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat dilakukan di ibu kota negara, ibu kota provinsi, atau ibu kota kabupaten. Pasal 9 Ayat (1) Pemilihan, pengesahan, dan pengangkatan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan, kecuali pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2009. Ayat (2) Penjabat Walikota Tangerang Selatan diusulkan oleh Gubernur Banten dengan pertimbangan Bupati Tangerang. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 10 Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan pada APBD Provinsi Banten dan APBD Kabupaten Tangerang dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing. Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengaturan tentang jumlah, mekanisme, dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah antara lain penetapan daerah pemilihan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas 216 Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam wilayah Kota Tangerang Selatan. Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Demikian pula BUMD Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kota baru, pemerintah daerah yang bersangkutan melakukan kerja sama. Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "hibah" dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 dan 217 Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan pertama kali sesuai dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun 2008 tanggal 4 Juli 2008 dan Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "memberikan bantuan dana" dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Provinsi Banten Nomor 900/Kep.298-Huk/2008 tanggal 7 Juli 2008 dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/09/2008 tanggal 7 Juli 2008 serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan pertama kali sesuai dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/09/2008 tanggal 7 Juli 2008 dan Keputusan Gubernur Banten Nomor 900/Kep.298Huk/2008 tanggal 7 Juli 2008. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pengurangan dana alokasi umum adalah pengurangan sejumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Tangerang yang belum dibayarkan. Ayat (5) Pengurangan dana alokasi umum adalah pengurangan sejumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Banten yang belum dibayarkan. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas 218 219