politik pemekaran wilayah studi kasus proses pembentukan kota

advertisement
POLITIK PEMEKARAN WILAYAH
STUDI KASUS PROSES PEMBENTUKAN KOTA
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Rifki Pratama
105033201143
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H/2010M
1
2
3
4
ABSTRAKS
Muhammad Rifki Pratama
Politik Pemekaran Wilayah: Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan
Dengan berusaha melakukan konsentrasi dalam pemekaran wilayah. Secara
umum skripsi ini mengingatkan kepada penulis khususnya, dan kepada insan
akademisi dan segenap masyarakat pada umumnya, bahwa pemekaran wilayah
adalah sesuatu yang memiliki tujuan penting bagi sebuah daerah dalam suatu
Negara, baik secara teori maupun secara praktiknya. Dalam ilmu politik, ada hal
yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu
bagaimana melakukan kesejahteraan sosial kepada seluruh rakyat. Begitu juga
dalam mengejawantahkan azas demokrasi, yang mengembalikan segala
sesuatunya kepada rakyat, artinya demokrasi juga mencita-citakan kesejahteraan
sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah
negera. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilayah, dengan
upaya meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat, secara otomatis juga
sedang melakukan upaya mensejahterakan masyarakat.
Dalam pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang selatan yang
terekam dalam skripsi ini, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan prosesprosesnya, baik secara adminstratif maupun secara politik, bagaimana wacana
tersebut secara langsung disosialisasikan kepada masyarakat Tangerang di lima
kecamatan yang hendak menjadi Kota Tangerang selatan. Ternyata memunculkan
berbagai polemik, pro dan kontra, baik ditingkatan grace root maupun ditingkatan
pemerintahan, karena pada umumnya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah
aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat, karena memang pada intinya
yang dibutuhkan masyarakat adalah sebuah hidup yang sejahtera (berkecukupan
secara sandang, papan dan pangan). Jadi untuk mensejahterakan masyarakat,
pemekaran wilayah bukanlah sesuatu yang urgent.
Sedangkan dalam skripsi ini, tipe metode penelitian yang penulis gunakan
adalah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menampilkan
data yang deskriptif, yang dalam teknik pengumpulan datanya menggunakan
berbagai macam tekhinik, seperti observasi, wawancara langsung dengan para
tokoh yang terlibat secara langsung, juga dengan berusaha mengumpulkan
dokumen-dokumen yang berkaitan. Dan sedangkan dalam teknik analisa datanya,
penulis berusaha menggunakan teknik deskriptif, yang bertujuan agar dapat
membuat gambaran terhadap data-data yang ada, sehingga dapat menghasilkan
data yang sistematis, faktual, aktual dan akurat.
5
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta
alam. Tiada daya dan upaya melainkan berkat uluran tangan-Nya. Tiada karya
atau cipta melainkan inspirasi dari-Nya. Karena keagungan dan kebesaran-Nya
dapat menyelesainkan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir
masa.
Perkenankanlah penulis dalam kesempatan ini menyampaikan pada
mereka-mereka yang terkasih. Pertama penulis sampaikan terima kasih yang tak
terkatakan keada kedua orang tua Ayahda H. M. Abduh dan Ibunda Hj. Isma
Gustiari Semoga rahmat Allah SWT terlimpahkan kepadanya. Amin. Jika tanpa
uluran tangannya, cintanya, motivasinya dan kasih sayangnya penulis tidak akan
dapat menempuh jalan hidup ini dalam fase kehidupan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta serta berkat beliau yang telah memberikan dukungan hingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepada
Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP). Kepada Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag selaku ketua
jurusan Ilmu Politik, M. Zaki Mubarak, S. Ip. M. Si, selaku sekretaris Ilmu Politik
dan Joharotul Jamilah S. Ag, M. Si, yang pernah menjabat sebagai sekretaris
sementara untuk Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Faktultas Ilmu
Sosial dan politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6
Kepada Bapak Drs. Agus Nugraha, M.Si., selaku dosen pembimbing yang
tak terhingga telah memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi yang
membangun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Seluruh Dosen dan segenap staf-stafnya di FISIP dan Usuluddin dan
Filsafat (FUF) serta Dosen pengajar pada Program Studi PPI dari awal hingga
proses akhir penulis menjalani belajar di bangku kuliah hingga sekarang. Semoga
apa yang beliau-beliau telah berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT dan mudah-mudahan bermanfaat untuk diri penulis khususnya serta pada
orang lain pada umumnya sehingga menjadi keberkahan hingga akhir hayat,
Amin.
Terimakasih untuk adik-adik tercinta Nabila Putri, Insy Rafida Amalia dan
Muhammad Riziq Faturrahaman yang selalu memberikan motivasi untuk penulis
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
Juga tidak lupa penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuangan Gus Udin, Gus Luthfi, Gus Zaky, Bos Luthfillah, Habib Oky, Akang
Ali, Akang Cikal, Abang Arif, Kaka Rifki, Mas Hendi, Abang Ivan, Teteh Annisa
(Nze), Mpo Musyrifah, Mba Othul, Mpo Sahla, Mba Fitri, Teteh Selvi, Teteh
Syifa, Uni Inke, Teteh Komala dan semua teman-teman PPI “05” yang telah
memberikan banyak bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan, tanpa
semangat dan motivasi yang mereka berikan penulis tidak akan pernah sempurna
dalam penulisan. Dengan motivasi, kritikan, semangat dan saran menjadi penulis
bersemangat mencoba menyelesaikan skripsi ini.
Penulis ucapakan terimakasih kepada Bapak Drs. KH. Zarkasih Nur selaku
Ketua Presidium Pembentukan Kota Tangerang Selatan dan Bapak H. Amin
7
Djambek sebagai Ketua FORMATS yang telah bersedia menjadi nara sumber
dalam memberikan informasi mengenai pembentukan Kota Tangerang Selatan
yang penulis butuhkan untuk penyusunan skripsi ini.
Untuk Rieza Corry Nurficha penulis ucapakan terimakasih atas doadoanya dan sebagai inspirator serta motivator penulis yang selalu setia menemani
penulis untuk menyusun skripsi ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muhammad Fatahillah S.Sos
atas bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga apa yang mereka telah berikan hingga terselesainya skripsi ini
mendapat barokah dan balasan yang setingkat juga dengan terselesainnya skripsi
ini, semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pada
umumnya, terutama untuk jurusan tercinta Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terakhir penulis mengharapkan kesudian pembaca bila terdapat kekeliruan
dan kesalahan pada skripsi ini. Karena hanya ini yang bisa penulis berikan semoga
di hari datang akan ada pembaharuan tentang skripsi ini.
Jakarta, 28 Oktober 2010
Penulis
Muhammad Rifki Pratama
8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Pembatasan
dan
Perumusan
Masalah.............................................................6
C. Tujuan
Penelitian............................................................................................7
D. Manfaat
Penelitian.........................................................................................7
E. Metodelogi
Penelitian....................................................................................8
F. Sistematika
Penulisan....................................................................................9
BAB II
KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH
A. Desentralisasi
dan
Otonomi
Daerah…….....................................................13
1. Pengertian
Otonomi
Daerah.....................................................................14
2. Pengertian
Pemekaran
Wilayah................................................................16
B. Filosofi
Pemekaran
Wilayah.........................................................................18
9
C. Tujuan
Pemekaran
Wilayah..........................................................................21
D. Syarat
dan
Aturan
Hukum
Pemekaran
Wilayah...........................................23
E. Manfaat
Pemekaran
Wilayah.......................................................................26
BAB III PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN
A. Kondisi
Sosiografis,
Politik,
Ekonomi.........................................................31
1. Kondisi
Geografis..................................................................................33
2. Kondisi
Politik........................................................................................36
3. Kondisi
Ekonomi....................................................................................38
B. Sejarah
Terbentuknya
Kota
Tangerang
Selatan..........................................40
1. Wacana
Pembentukan
Kota
Tangerang
Selatan.....................................42
2. Faktor
Pendukung
terbentuknya
Tangerang
Selatan..............................45
BAB IV PROSES
PEMEKARAN
DAN
TANGERANG SELATAN
10
PEMBENTUKAN
KOTA
A. Langkah
Awal
Menuju
Tangerang
Selatan.................................................50
1.
DPRD Tangerang dan Dinamika Pemekaran Tangerang
Selatan........51
2.
Respon
Pemerintah
Provinsi
Terhadap
Pemekaran
Tangsel................58
B. Proses
Pembentukan
Kota
Tangerang
Selatan............................................61
1.
Tahap
Pembahasan
Rencana
Undang-
undang.....................................62
2.
Morathorium
dan
Pembentukan
Kota
tangerang
Selatan....................65
C. Polemik
Struktur
Pemerintahan
Tangerang
Selatan...................................69
D. Tangerang
Selatan
Milik
Siapa?.................................................................74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
......76
B. Kritik
Dan
Saran.........................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di bagi dalam daerah,
provinsi, kabupaten, dan kota diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus segala
bentuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sampai pada tahun 1998, wilayah NKRI dibagi kedalam 27 Provinsi.
Namun demikian, berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai
demokratisasi dan pemekaran wilayah, saat ini di Indonesia telah di bagi dalam 33
Provinsi baru juga di ikuti dengan adanya 349 daerah kabupaten dan 91 kota
dalam satu provinsi yang mengalami pemekaran. Dengan demikian daerah dapat
berprakarsa
sesuai
dengan
potensi
daerah
yang
dimiliki
dan
dapat
mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah dalam rangka memajukan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap mengedepankan menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa1.
Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan adalah
permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah yang menuntut
untuk mendapatkan kewenangan yang lebih luas, maka pemerintah pusat
mengeluarkan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut telah
menghadirkan paradigma baru terhadap Pemerintah Daerah, untuk bisa mengurus
1
Hasil penelitian dari Bappenas dan Litbang KOMPAS, yang kemudian diposting oleh
Iqbal salah satu peneliti dari CDT (Center for Democracy and Transparency), dalam situs
http://www.cdt31.org/opini6.htm.
12
dan menyelenggarakan pemerintahan daerah di Indonesia yang berbasis otonomi
luas. Karena terdapatnya kebebasan bagi daerah dalam mengatur dan menggali
potensi daerah-daerah tersebut, hal ini dilakukan dalam rangka menyelenggarakan
nilai-nilai demokrasi, yang menghargai pluralitas yang di dalamnya terdapat
keanekaragaman pemerintahan dan berbagai macam ide-ide briliant dari para
pemerintah daerah guna membangun Indonesia yang lebih maju.2
Berawal dari perdebatan panjang mengenai Pemerintahan Daerah yang
tercantum dalam Undang-undang tersebut, kini perdebatan mengenai otonomi
daerah menghasilkan sebuah proses aspirasi dari masyarakat untuk mendapatkan
otonomi penuh bagi daerah pemerintahannya. Proses pemekaran terjadi begitu
pesat dan cenderung tidak terkendali. 3 Upaya pemekaran wilayah dipandang
sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan
kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran
wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan layanan pemerintah sehingga
meningkatkan
efektifitas
penyelenggaraan
pemerintah
dan
pengelolaan
pembangunan. 4
Penambahan daerah otonom ini merupakan fenomena yang layak dikaji
ulang. Sebab, pemekaran atau penambahan daerah otonom yang banyak terjadi di
beberapa daerah di Indonesia sekarang ini tidak di dukung oleh Sumber Daya
2
Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk,
(jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, PGRI, dan European Union, 2006), h. 117-119. Lihat juga Prof.
Dr. Djohermansyah Djohan, lanskap Otonomi Daerah: Analisa dan Kritik, Dalam Indra J. Piliang
dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan European Union, 2007), h. 153-154.
3
Terdapat 7 propinsi, 135 Kabupaten dan 32 kota yang terbentuk sebagai hasil pemekaran
sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh DPD pada September 2007(DRSP, 2007).
4
Ermaya Suradinata, Pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka untuk meningkatkan
integrasi bangsa, (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, Departemen Pertahanan, 2000), h. 10.
13
manusia (SDM) yang baik, akibatnya yang terjadi adalah tersendatnya roda
pemerintahan daerah dan carut-marutnya tata pemerintahan, mencermati
fenomena pemekaran wilayah di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru hingga
memasuki pemerintahan sekarang. Secara teoritis, harus diakui bahwa kebijakan
pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah di Indonesia telah menambah
angka permasalahan baru terutama dalam proses penyusunan Undang-undang dan
sistem ketatanegaraan kita saat ini. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah
merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan di
eksploitasi pusat secara berlebihan. Oleh karena itu, hal ini lah yang
melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah
daerah untuk segera melakukan dan menyelenggarakan pemekaran wilayah,
dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan
pemekaran daerahnya. 5
Pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia harus diakui sebagian
besar lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian
berpendapat sebagai ekspansif kekuasaan politik saja, ada sebagian juga yang
beralasan sebagai perluasan karir politik. Selebihnya bisa dikatakan dalam rangka
mengibarkan bendera partai yang dianut. Jika mau dikatakan, hal ini lah yang
sebenarnya menghambat proses pemekaran wilayah itu sendiri, karena penilaian
layak atau tidaknya sebuah calon daerah otonom baru selama ini dilakukan oleh
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), namun oknum dan para elit
politik daerah tersebut justru ditengarai menjadi konsultan pemekaran daerah
otonom baru yang sebenarnya tak layak. Karena itu, restrukturisasi DPOD dan
5
Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, di muat pada tanggal 18 Mei
2008,
artikel
ini
di
akses
pada
tanggal
15
februari,
2010
dari
http://butontengah.blogspot.com/2009/09/opini-pemekaran-daerah-ambisi-elit-atau.html.
14
Tim pemekaran wilayah setempat diperlukan dengan mengisinya dari kalangan
profesional dan yang independen dan memiliki kemampuan luas tentang otonomi
daerah, dengan demikian hal ini diharapkan mampu merekomendasikan kepada
DPR dan Presiden tentang layak tidaknya sebuah calon daerah baru disahkan.
Proses ini juga untuk menghindari dijadikannya isu pemekaran wilayah sebagai
alat politik untuk bagi-bagi kekuasaan di daerah.6
Banyaknya pemekaran wilayah yang didorong oleh derasnya tekanan
politik dan perebutan kekuasaan. Tekanan kuat dari daerah itu di respon positif
oleh pemerintah pusat, padahal dalam taraf proses pemekaran tersebut, setidaknya
telah banyak memberikan beban terhadap pemerintahan pusat, beban yang
fundamental adalah beban finansial penyelenggaraan pemerintahannya. Di
setujuinya pemekaran wilayah dapat juga dimaknai bahwa akan adanya sebuah
keharusan pemerintah pusat untuk mengalirkan dana ke pemerintah daerah yang
baru. Dengan tersedianya jaminan politik bahwa pemerintah pusat akan
mencukupi segala kebutuhan setidaknya pemerintahan daerah yang baru di
bentuk, karena daerah tersebut mendapatkan dana perimbangan, dan dalam hal
khusus tertentu, berhak pula mendapatkan dana otonomi khusus. Pemaknaan
sempit ini lah yang kini sebenarnya menjadi beban dan problem bagi pemerintah
daerah baru juga bagi pemerintah pusat. Seharusnya jika ingin ditinjau secara
politik, para pemerintah daerah yang baru di bentuk tersebut dapat menjadikan
daerahnya sebagai arena baru bagi perjuangan eksponen politik setempat, seperti
tokoh agama, pewaris pemerintahan tradisional, dan meningkatkan pelayanan
6
Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, di akses
dari
situs
http://cetak.compas.com/read/xml/2010/01/07/03264345/menata.ulang.pemekaran.daerah.
Pada
tanggal 15 Februari 2010, dan di posting pada tanggal 07 januari 2010.
15
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping
sebagai sarana pendidikan politik di tingkat daerah.7
Tangerang selatan, sebagai kota otonom baru yang tengah berkembang
ditengah gejolak globalisasi, sebuah pemekaran yang natural berkembang atas
dasar segenap aspirasi masyarakat, penulis mencoba berangkat memberanikan diri
untuk sedikit mengurai keindahan dalam pemekaran Tangerang Selatan, berangkat
dari
kesadaran
akan
kebutuhan
daerah,
Tangerang
Selatan
mencoba
mempromosikan diri untuk layak menjadi sebuah kota otonom, bukan berangkat
atas dasar kekecewaan yang pernah ada dari salah satu pihak tentunya, seperti
yang banyak dilakukan oleh daerah pemekaran lainnya, semoga saja apa yang
dilakukan oleh masyarakat Tangerang Selatan berbuah layak Gorontalo yang lebih
dulu menjadi daerah otonom.
Kota Tangerang Selatan adalah wilayah otonom di Provinsi Banten.
Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Berawal dari
keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada
tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut
Cipasera sebagai wilayah otonom, namun karena sosialisasi yang mungkin kurang
maksimal di lingkungan masyarakat dan sama sekali tidak mendapatkan dukungan
pemerintah kabupaten Tangerang pada saat itu, serta Provinsi Banten. Dan pada
27 Desember 2006 dengan segenap upaya dan memanfaatkan momentum
PILKADA Tangerang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom
ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok
7
Lihat esai Jumadi, Problem Pemekaran Wilayah dan Pembagian Kewenangan, dalam
Indra J. Piliang, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, (Jakarta, Penerbit YHB Center, 2006),
H. 235-237.
16
Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa. Sebagai
sebuah kota otonom baru, yang telah diresmikan pada tanggal 29 September 2008,
melalui Undang-undang nomor 51 tahun 2008, dan dengan menggunakan sistem
“self ditermined” diharapkan mampu menjadi sebuah kota otonom baru yang
benar, yang berusaha membangun daerahnya secara merata, dan juga bisa
memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya, dan diharapkan mampu
menjadi contoh bagi daerah-daerah yang serupa dengan Tangerang Selatan.
Selama ini, Tangerang Selatan telah menyumbang sekitar 50% dari
Pendapatan asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh kabupaten Tangerang. Sebut
saja, PAD kabupaten Tangerang pada tahun 2006 sebesar Rp 180 Miliar.
Separuhnya, sekitar Rp 90 Miliar di sumbang oleh Tangerang Selatan. Kini pusat
pemerintahan Tangerang Selatan telah ditetapkan di kecamatan Ciputat.
Alasannya, secara historis dan letak geografis, Ciputat adalah aset besar bagi PAD
Tangerang selatan. Selain itu, Ciputat dulunya juga memiliki kantor Wedana yang
menempati area seluas dua hektar di jalan Maruga, kelurahan Serua Indah8. Dari
uraian di atas, penulis melihat ini adalah sebuah permasalahan yang menarik yg
layak untuk dikaji dan dikembang untuk bahan skripsi.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah diatas maka penulis hanya membatasi
masalah pada kajian politik pemekaran wilayah dalam proses pembentukan
8Djoko Loekito, Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera ke
Kota
Tangerang
Selatan,
dalam
website
http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/topic.php?uid=1029271
26355&topic=10262, penulis adalah salah satu penggagas terbentuknya kota CIPASERA, di tulis
pada tanggal 12 Juli 2009, dan di akses pada tanggal 15 Februari 2010.
17
Tangerang Selatan pada tahun 2006-2009. Agar pembahasan dalam skripsi ini
lebih terfokus dan tidak melebar, maka pembahasan masalah dalam skripsi ini
akan
dibatasi
hanya
pada
persoalan-persoalan
politik
dalam
upaya
menyelenggarakan kota tangerang Selatan.
2. Perumusan Masalah
Berangkat dari persoalan di atas, maka penulisan skripsi ini akan
dirumuskan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor yang mendasari tuntutan pemekaran wilayah di Kabupaten
Tangerang?
b. Bagaimana tarik-menarik elit politik dalam proses pemekaran?
c. Bagaimana nuansa politik dalam proses pembentukan Kota Tangerang Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum tersebut antara lain:
1. Untuk mengetahui dinamika yang berlangsung dalam proses politik pemekaran
wilayah Tangerang Selatan.
2. Dan untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan dalam pemekaran Tangerang
Selatan.
3. Dan untuk mengetahui beberapa implikasi politik pasca pemekaran wilayah
Tangerang Selatan.
Sedangkan
tujuan
khususnya
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
menyelesaikan tugas akhir dari program sarjana (S1) pada jurusan Pemikiran
Politik Islam.
18
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan
perpolitikan, khususnya mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran
wilayah, karena semakin luasnya kajian tentang demorasi.
b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi segenap aparat dan
pemerintah daerah tangerang Selatan dalam menyelenggarakan program yang
sedang dilaksanakannya.
c. Secara subtansial, sebenarnya manfaat penulisan skripsi ini diharapkan mampu
memberikan pelajaran penting terhadap masyarakat modern saat ini, bahwa
pemekaran wilayah memang penting untuk mendekatkan jarak antara
pemerintah dan masyarakatnya, dan lebih dapat melakukan pemberdayaan
manusia di tingkatan daerah. Namun pemekaran wilayah merupakan bukan
jalan terakhir dari dari beberapa tujuan tersebut, karena efeknya jika
pemekaran wilayah ini gagal dimaksimalkan, maka masyarakat sendiri lah
yang akan merasakannya.
E. Metodelogi Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif,
Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu menggambarkan
dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti.
Agar dapat menghadirkan sesuatu yang baru bagi kajian politik Islam saat ini.
1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
19
a. Studi
literatur
(kepustakaan)
dan
dokumentasi,
yaitu
mencari
dan
mengumpulkan data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui
literatur buku, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan
dengan objek yang sedang di teliti.
b. Wawancara, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui tanya
jawab dengan pelaku sejarah dan pihak-pihak yang terkait.9 Dalam hal ini K.
H. Zarkasyi Noer selaku Ketua Presidium Pemekaran Tangerang Selatan,
adalah tokoh penting dalam proses pemekaran Tangsel, posisinya sebagai ketua
Presidium adalah menjembatani kinerja pemerintah daerah dengan pusat, agar
terjadinya sebuah hubungan yang dapat mendukung proses pemekaran
tersebut. Selain itu, H. Amien Djambek, adalah salah satu tokoh penting juga
yang kurang banyak diketahui masyarakat Tangsel pada umumnya, padahal
beliau merupakan salah satu penggerak penting dalam proses pemekaran
Tangsel, posisinya sebagai Ketua Umum FORMAT (Forum Membangun
Tangerang Selatan) dimana 80% anggotanya adalah aparatur pemerintahan
disektor kelurahan dan kecamatan, sehingga koordinasi antara para pengerak
dan pelopor pemekaran ini dengan segenap aparatur pemerintahan yang berada
di sector kelurahan dan kecamatan senantiasa terjaga.
2. Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analysis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat
gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara
9
Prof. Dr. Lexy J. Moleong, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,
(Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 157-243.
20
memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik
ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual,
dan akurat mengenai mengenai fakta-fakta seputar peran serta elit politik daerah
dan masyarakat dalam mewujudkan pemekaran wilayah Tangerang Selatan.
Untuk pedoman penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman
terbitan UIN jakarta sebagai Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality Development Assurance
(CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah jakarta 2007 sebagai pedoman penulisan
dengan disesuaikan dari pengarahan dosen pembimbing skripsi.
F. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan penulisan yang lebih sistematis maka
penulis menyusun kedalam lima bab, dengan penjelasan sebagai berikut:
Bab pertama berisikan pendahuluan, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.
Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas “Konsep dan
teori Pemekran Wilayah”, dengan sub judul pengertian otonomi daerah dan
pemekaran wilayah, kemudian menjelaskan tentang filosofi pemekaran wilayah,
syarat-syarat dan ketentuan hukum pemekaran wilayah, juga tujuan dan manfaat
pemekaran wilayah.
Kemudian dilanjutkan dengan bab ketiga yang membahas sejarah kota
Tangerang Selatan, yang menjelaskan di mulai dari kondisi geografis, politik,
budaya, dan ekonomi Tangerang Selatan, kemudian menjelaskan pula sejarah
terbentuknya kota Tangerang Selatan, di mulai dari terbentuknya wacana
21
pemekaran daerah di kabupaten Tangerang, di mulai dengan isu CIPASERA
(Ciputat, Pamulang, Serpong dan Pondok Aren) pada tahun 2000, dan dilanjutkan
presidium persiapan kota Tangerang Selatan.
Selanjutnya diteruskan oleh bab keempat, yang membahas proses
pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, yang meliputi faktor-faktor
apa saja yang menjadikan terbentuknya kota Tangerang Selatan, kemudian
dilanjutkan dengan judul berikutnya yaitu mengenai peranan pemerintah dan elite
politik daerah dalam proses pembentukan Tangerang Selatan, dengan di mulai
terbentuknya faksi-faksi yang mendukung dan menolak terbentuk Tangerang
Selatan, yang tak terlepas dari keterlibatan partai-partai politik daerah, yang
menuai pro dan kontra baik dari tingkat masyarakat hingga tingkat DPR-RI,
setelah terbentuk dan diresmikannya kota Tangerang Selatan, ternyata hal ini tidak
kemudian selesai dengan mudah. Karena ternyata hal tersebut diakhiri dengan
pembagian kue kekuasaan yang menuai polemik poltik di tingkat kabupaten dan
pemerintah provinsi yang merasa berjasa dalam proses pemekaran kota Tangerang
Selatan.
Dan terakhir, adalah bab kelima, yang meliputi kesimpulan dan saransaran dan diteruskan dengan lampiran-lampiran dan daftar pustaka
22
BAB II
KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH
Pemerintahan selain memiliki misi menyelenggarakan pelayanan publik,
juga memiliki misi lainnya yang memang diperlukan masyarakat, tetapi tidak
dapat disediakan oleh organisasi lain. Seperti terjaminnya pemenuhan kepentingan
masyarakat yang dapat dilihat dari fungsi pengaturan kehidupan masyarakat, baik
yang
menyangkut
pengaturan
persaingan
maupun
pengaturan
terhadap
perlindungan masyarakat.10
Keberadaan
Pemerintah diperlukan untuk memenuhi
kepentingan
masyarakat, karena organisasi pemerintah mmemiliki kenerja dalam rangka
mengemban misi yang diamanatkan oleh masyarakat itu sendiri, dan sekaligus
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
kepada
masyarakat.
Keberadaan
pemerintahan, ada bukan karena untuk melayani kebutuhannya pribadi. Akan
tetapi, untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi
mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional.
Namun yang terjadi pada Daerah-daerah saat ini sungguh berbeda, yang terjadi
antara pemerintah dan masyarakatnya adalah terbentangnya jarak yang begitu
jauh, sehingga keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat tidak lagi
memenuhi pelayanan publik tersebut.11
10
Agus Dwiyanto, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang
disampaikan dalam seminar kinerja organisasi pelayanan publik, FISIPOL UGM, 1995.
11
Prof. Dr. Sadu Warsistiono, Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Tangsel (Tinjauan
Terhadap 36 Kecamatan Dan Kondisi Batas Alam, (Bandung: Jatinangor, 2007), h. 2.
23
A. Desentralisasi dan Pemekaran Wilayah
Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari
teori desentralisasi sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah
satu prinsip demokrasi yang sjalan dengan ide desentralisasi adalah adanya
partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit politik daerah mampu
mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih untuk
daerahnya12.
Dalam pengertiannya, desentralisasi memiliki dua definisi, pertama,
desentralisasi yang diterjemahkan sebagai pengalihan tugas operasional dari
pemerintah pusat ke pemerintah lokal. Kedua, desentralisasi yang digambarkan
sebagai pendelegasian atau devolusi kewenangan pembuatan keputusan kepada
pemerintah yang tingkatnya lebih rendah. Dengan demikian, pada dasarnya
desentralisasi sungguh tak jauh bedanya dengan pemekaran wilayah yang
berkembang pada saat ini, yang merupakan sebagai wahana pemberdayaan
masyarakat daerah. Lalu kemudian apa yang membuat masyarakat dan pemerintah
lokal meminta lebih setelah diberikan otonomi daerah oleh pemerintah pusat,
tentu saja hal ini menjadi pertanyaan besar bagi penulis khususnya ketika hendak
mengkaji pemekaran wilayah.
Ternyata setelah dikaji lagi lebih mendalam, selain desakan atas
gelombang euphoria saat reformasi, pemicu derasnya pemekaran wilayah adalah
dekrit presiden pada tahun 1959, yang segala sesuatunya harus dikembalikan
12
Meizar Malanesia, makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam
sekolah pasca sarjana/ S3, Desentralisasi dan Demokrasi, dalam http://www.rudyct.com/PPS702ipb/09145/meizar_malanesia.pdf,
yang
diposting
oleh
http://www.pdffinder.com/DESENTRALISASI-DAN-DEMOKRASI.html
24
kepada UUD 1945 dan pancasila, namun pasca reformasi muncullah UU no
22/1999 yang lebih mencerminkan kebinekhaan ketimbang ketunggal ikaannya,
namun dalam perkembangannya UU No 22/1999 ini direvisi menjadi UU No
32/2004, yang dinilai banyak kalangan sebagai bentuk resentralisasi soekarnois,
jelas saja berbagai desakan pemakaran wilayah semakin membanjir di DPR,
pasalnya makna desentralisasi bukan saja berkisar pada adanya kewenangan untuk
melakukan pemerintahannya sendiri, namun telah bergeser kepada dorongan
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil baik dari pemerintah pusat maupun
dari pemerintah induk, karena memang system desentralisasi yang mengacu pada
pemerintahan induk justru dalam hal ini lebih berkesan sebagai eksploitator asset
dan sumberdaya daerah setempat, imbasnya adalah rakyat sendiri lah yang kurang
mendapatkan perlakuan yang adil dari pemerintah induk yang lebih memiliki
control terhadap daerahnya13.
B. Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah
Diskersi (keleluasaan) bagi daerah dalam mengatur dan mengurus segala
urusan rumah tangga sebuah daerah pemerintahan adalah sebuah paradigma baru
dalam sebuah penyelenggaraan pemerintahaan daerah yang muncul setelah
adanya UU No. 22/1999. Karena hal tersebut sangat mengapresiasi sebuah
pluralitas, dan juga demokrasi, yang membuka ruang keterlibatan masyarakat
lokal dalam segenap proses penyelenggaraan pemerintahan daerah. 14
13
Kerjasama Percik dan USAID Democratic ReformSupport Program (DRSP) dan
Desentralization Support Facility (DSF), Proses dan Implikasi Sosial-Politik: Studi Kasus di
Sambas dan Buton, (Pustaka Percik, 2007), h. 4-8.
14
Lihat juga Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, Mengkaji Kembali Konsep Pemekaran
Daerah Otonom, Dalam Indra J. Piliang dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa
bekerjasama dengan European Union, 2007), h. 117-118.
25
Saat
ini
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
(NKRI)
sejak
diberlakukannya UU No. 22/1999 telah terdapat 4 provinsi, 98 kabupaten atau
kota daerah otonom. Dan tepat pada tahun 2009, genap sewindu sudah kebijakan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal digulirkan di Tanah Air, namun dalam
prakteknya hanya menyisakan segudang persoalan. Terdapat beberapa provinsi
dan kabupaten/kota yang menunjukkan kinerja yang mengagumkan (high
performers) dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).15 Akan
tetapi, untuk wilayah-wilayah otonom lain, kondisi sebaliknya yang terjadi.
Angka kemiskinan tak banyak berubah, dari seluruh jumlah provinsi yang ada di
Indonesia, ada 15 provinsi yang mengalami penurunan kemiskinan, sementara 18
provinsi mencatat peningkatan persentase penduduk miskin, namun penurunannya
hanya bersifat fluktuatif “ada masa dimana kemiskinan kembali terulang diangka
semula”. Sebuah distorsi dari segi pemaknaan dan praktek telah menodai nama
“otonomi daerah”, oleh karena itu penulis melihat hal ini penting untuk dikaji
kembali, terutama mengenai pemaknaan otonomi daerah dan pemekaran wilayah.
Agar tidak terjadinya distorsi otonomi kembali dalam pemahaman kita saat ini.
1. Pengertian Otonomi Daerah
Masyarakat indonesia sebenarnya tidak asing dengan otonomi daerah.
Sejak zaman kemerdekaan, para pendiri republik Indonesia ini telah merumuskan
tentang desentralisasi dan otonomi daerah untuk mengelola indonesia yang terdiri
dari pulau-pulau dan masyarakat yang majemuk dan menjalin keberbedaan jenis.
Oleh karena itu, konsep otonomi daerah sedari merdeka telah dirumuskan secara
15
“Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat-22- Mei-2009. H
15.
26
matang, walaupun dalam perkembangannya mengalami perubahan definisi,
namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai-nilai subtantif. Otonomi
daerah secara luas memiliki arti kewenangan sisa (residu) berada di tangan pusat
(seperti pada negara federal). Sedangkan secara nyata otonomi berarti
kewenangan menyangkut hal-hal yang diperlukan, tumbuh dan hidup, serta
berkembang, dan akhirnya disebut bertanggung jawab, karena kewenangan yang
diserahkan harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi, yaitu dengan
peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik,
serta menjaga hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.16
Dalam pengertian secara teoritis, otonomi daerah adalah sesuatu yang
memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu, menjadi bagian integral
dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintah daerah dengan
batas-batas geografis tertentu. Namun dalam dimensi politik, otonomi daerah
mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang membedakan suatu
komunitas secara konkrit atau abstrak yang membentuk identitas dan landasan
bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik. Dan dalam kacamata
ekonomi, Faisal H. Basri menambahkan, bahwa otonomi yang hakiki adalah
berpijak pada landasan kerangka negara federal, yang memungkinkan daerah
mampu memanfaatkan segenap keunikan dan keunggulan semaksimal mungkin,
sehingga daerah tersebut mampu menghadapi persaingan global, mengingat
otonomi yang hakiki niscaya akan memberikan peluang bagi daerah untuk
memiliki tempat dalam pasar bebas. Semakin mampu suatu daerah menopang
terbentuknya kompetensi yyang semakin kuat di bidang harga dan kualitas pada
16
Prajarta Dirdjosantoso, dan Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal,
(Salatiga: Pustaka Percik, 2004). h. 9.
27
kalangan pengusahanya, semakin mampu daerah tersebut menyejahterakan
rakyatnya melalui pengaktualisasian potensi keunikan dan keunggulan yang
dimiliki daerahnya. 17
Sedangkan dalam perspektif demokrasi pada era reformasi otonomi daerah
telah mendorong perubahan paradigma otonomi daerah, yang jauh lebih baik dan
lebih maju, ketimbang pardigma lama yang dibangun secara sentralistik oleh Orde
Baru. Namun demikian, paradigma yang baru, masih berjalan formalistik di atas
kertas, yang notabene diikuti dengan meluasnya pemahaman keliru terhadap
konsep otonomi daerah, sehingga menyebabkan praktik otonomi daerah yang
bermasalah.18
Diawali dengan mengkaji ulang konsep otonomi daerah menuju otonomi
daerah yang original dan authentic sekaligus bermakna, bukan sekedar otonomi
yang legal formal, akan tetapi lebih pada ke arah yang subtantif. Otonomi daerah
adalah arena kemandirian dan tanggung jawab (bukan semata kesewenangan)
daerah dalam mengelola rumah tangga daerah yang berbasis pada masyarakat
lokal, kemandirian untuk membentuk pemerintahan sendiri (bukan dalam artian
negara federal), mengambil keputusan sendiri, dan mengelola sumber daya
sendiri. Dengan kata lain, otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan
daerah secara mandiri yang di kelola secara demokratis. Oleh karena itu, otonomi
daerah tidak bisa dianggap sederhana menjadi masalah penyerahan urusan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, karena otonomi
daerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerah-daerah, sehingga
17
Indra J. Piliang, Dendi Ramdani. Dkk, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi,
(Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2003). H. ix-x.
18
Drs. H Syaukani, HR. Dkk, Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002). H, 145-146.
28
diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah prakarsa dan
kemandirian dalam iklim demokrasi. Namun demikian, pelaksanaan otonomi
daerah ini harus juga dilakukan secara bersama-sama dengan pemahaman atas
esensi dan pengertian otonomi masyarakat di daerah.19
2. Pengertian Pemekaran Wilayah
Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran terjadi begitu pesat
dan cenderung tidak terkendali. Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai
sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas
dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga
merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Namun
bagaimana pemekaran sendiri secara definisinya.
Secara
umum
pemekaran wilayah adalah
pembentukan
wilayah
administratif baru di tingkat provisi maupun kota dan kabupaten dari induknya.
Pada dasarnya secara definisi pemekaran daerah adalah bentuk usaha dari
pemerintah kabupaten dalam melakukan pemerataan dan pembagian wilayah ke
tingkat yang lebih merata dan rapih, agar tidak terjadinya tumpang tindih, baik
secara administratif, maupun secara sumber potensi alam yang ada di daerah.
Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain itu juga UU no 32 tersebut
19
Jimly Asshidiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, (Jakarta: BIP, 2008). h, 57.
Namun dalam paraghrap yang lain juga di tambahkan, bahwa kewenangan otonomi daerah juga
dibatasi oleh kewenangan di bidang politik luar negeri, keamanan, peradilan, moneter, dan
beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Artinya, otonomi daerah hanya
diberikan kewenangan selama masih dalam teritorial daerahnya saja.
29
menyantumkan tentang pengertian daerah, yaitu penggabungan beberapa daerah
atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih
untuk kemudian membentuk pemerintahan sendiri. Untuk itu, harus memenuhi
syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. 20
Sedangkan dari perspektif kewilayahan, terminologi “pemekaran” menurut
Profesor Eko Budihardjo merupakan istilah yang salah kaprah karena dalam
“pemekaran” wilayah yang terjadi bukan pemekaran tetapi lebih tepat penciutan
atau penyempitan wilayah, Dari perspektif kewilayahan memang istilah
“pemekaran” tidak tepat digunakan mengingat dengan “pemekaran” suatu daerah
justru mengalami penyempitan bukan perluasan wilayah. Dalam melihat
pemekaran daerah banyak perspektif yang bisa digunakan antara lain perspektif
hukum dan kebijakan, perspektif penataan wilayah, perspektif politik administrasi
pemerintahan, dan lain-lain. 21
Sedangkan jika dilihat dari perspektif politik admistrasi pemerintahan
pusat, pemekaran wilayah merupakan penambahan jumlah daerah baru (kota,
daerah, provinsi, atau desa). Dengan penambahan daerah baru, maka semakin
besar pula beban yang harus ditanggung oleh pemerintah pusat, seperti
penambahan jumlah kepala daerah dan semua struktur yang ada di bawahnya, dan
hal demikian tersebut membutuhkan biaya rutin setiap bulan dan tahunnya. 22
Namun hal demikian kiranya kurang begitu berpengarung, artinya kita juga harus
memperhatikan potensi daerah juga yang dimiliki daerah pemekaran baru ini.
20
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel, 2005), h.
12.
21
Lihat Herudjati Purwoko, dkk, Desentralisasi Dalam perspektif Lokal, (Salatiga:
Pustaka Percik, 2004), H. 49.
22
Lihat Frans M. Parera, dkk, Demokrasi Dan Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa,
(Jakarta: PT. Kompas media Nusantara, 2000), h. 163.
30
Oleh karena itu, substansi dari pemekaran wilayah adalah masyarakat memiliki
kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi tercapainya cita-cita
bersama untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera.23
C. Filosofi Pemekaran Wilayah
Sebuah perkembangan dan kabar yang menggembiran ketika melihat
hadirnya daerah-daerah otonom baru, secara pasti telah memperlihatkan sebuah
kesadaran masyarakat tentang arti penting kehadiran suatu pemerintahan yang
otonom untuk menata dan mengembangkan daerahnya. Karena secara substansi
adanya ide tentang pemekaran wilayah adalah untuk mensejahterakan seluruh
lapisan masyarakat daerah, dengan adanya pemerintahan daerah yang diharapkan
mampu berhubungan dan berkomunikasi baik dengan para masyarakat,
diharapkan mampu mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat, dan berusaha
mewujudkan secara bersama-sama. Namun dalam proses perjalanannya ide
tentang pemekaran wilayah banyak yang memanfaatkannya secara sepihak untuk
kepentingan pribadi ataupun kelompok, bukan kepentingan seluruh masyarakat
yang termasuk di dalamnya. Pemaknaan pemekaran wilayah kini telah berubah
arah, dan parahnya lagi pemekaran wilayah kini juga dapat menjadi komoditas
politik, yang dilakukan oleh elite-elite untuk mewujudkan ambisi politiknya,
misalnya oleh elite yang gagal dalam pilkada. Isu-isu dimarginalkannya satu etnis
oleh etnis lain dikomodifikasi sedemikian rupa dan direproduksi terus menerus
oleh elite politik untuk mempercepat proses pemekaran. Pemekaran menjadi alat
perjuangan politik yang justru mengesampingkan kepentingan rakyat. Itulah
23
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel, 2005), h.
16.
31
sebabnya meskipun di beberapa daerah pemekaran dirasakan manfaatnya antara
lain dengan adanya peningkatan pelayanan publik tetapi di beberapa tempat belum
membuahkan hasil yang signifikan. 24
Tidak semua pemekaran wilayah berhasil dengan cepat, politik
desentralisasi itu senyatanya lebih banyak dilahirkan dari motif reaktif dan tarik
ulur kepentingan sehingga kian jauh dari orientasi kesejahteraan dan pemerataan
kemakmuran rakyat. Pemekaran wilayah menjadi kian problematis karena
kegagalan itu berakibat langsung ke jantung realitas masyarakat. Sebut saja
disintegrasi,
ketidakjelasan wilayah,
dilema
kepemimpinan daerah,
dan
meningkatnya kemiskinan menjadi warna dominan kegagalan pemekaran wilayah.
Hasil pemekaran daerah yang tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan
suprastruktur pada gilirannya menghasilkan daerah miskin baru yang masih
membutuhkan subsidi kepada daerah induk. Kondisi pemekaran wilayah yang
semakin mengkhawatirkan ini mesti disikapi secara bijak oleh pemerintah dan
DPR. Oleh karena itu, selain moratorium, harus pula dilakukan langkah strategis
lain dalam mengamankan jaringan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah
pemekaran baru, agar orientasi dan filosofi pemekaran daerah tetap dalam cita-cita
utama bagi pemerintah daaerah baru yang telah dilantik.25
Selain untuk mensejahterakan rakyat, dan memberikan pembangunan
daerah yang merata, pemekaran wilayah memiliki filosofi penting bagi
kelangsungan
perkembangan
pemekaran
24
daerah,
yaitu
dapat
menjaga
Slamet Luwihono, salah seorang staff peneliti P2PL (Pusat Penelitian Politik Lokal)
yang
menulis
dalam
situs
http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=86&Itemid=1, yang di
posting pada Rabu, 17 September, 2008, dan di kutip pada tanggal 11 Mei 2010.
25
Dalam Ali Masykur Musa, salah satu Anggota DPR-RI komisi II dari Fraksi Partai
kebangkitan Bangsa, Kontruksi Pemekaran Wilayah, dalam situs www.tempointeraktif.com, di
posting pada tanggal 11 Februari 2009, dan dikutip pada tanggal 11 Mei 2010.
32
keanekaragaman budaya dan adat daerah, yang merupakan bagian penting dalam
terjalinnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat daerah, sebagaimana yang
tertuang dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 yang kalimatnya sebagai berikut:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.”
Dan yang lebih penting lagi adalah dengan menjaga entitas-entitas
masyarakat daerah dari semakin merebaknya globalisasi dan budaya westernisasi.
Oleh karena itu, dengan adanya cita-cita pemekaran wilayah di sejumlah daerah di
indonesia, juga diharapkan mampu menjaga keanekaragaman tersebut. Walaupun
nantinya ada perubahan budaya, diharapkan perubahan tersebut, tidak terlalu
signifikan dan berpengaruh dilingkungan daerah tersebut, dan diharapkan pula
budaya-budaya yang masuk mampu membawa kebaikan bersama bagi masyarakat
daerah. 26
Substansi-substansi tersebutlah yang semestinya menjadi filosofi bersama
untuk melakukan pemekaran wilayah. Jika hal ini ditanamkan dan tetap menjadi
orientasi utama bagi para penyelenggara pemekaran wilayah. Maka niscaya
daerah pemekaran wilayah baru akan menuai hasil yang mampu membangun
daerah tersebut kearah kemajuan yang lebih baik. Untuk meletakkan cita-cita
pemekaran pada relnya, pemerintah baru harus melakukan pembenahan di level
kebijakan saja belumlah cukup. Pembenahan juga harus dilakukan pada level
kesadaran politik para elite terutama yang ingin menjadi pelayan publik supaya
tidak menjadikan pemekaran sebagai komoditas politik semata. Menjadi pekerjaan
26
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera, 2002), h. 26.
33
rumah kita bersama untuk meluruskan semangat pemekaran pada jalur semula
yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, prinsip-prinsip tersebutlah yang
kemudian hari diharapkan mampu menjadi fondasi dasar filosofi bagi para
penggagas pemekaran wilayah di berbagai daerah. 27
D. Tujuan Pemekaran Wilayah
Sesuai dengan filosofinya, tujuan pemekaran wilayah juga sangat mulia
yang mengacu pada keinginan sejumlah manusia lokal yang secara sadar ingin
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat daerah melalui pemerintahan daerah
yang otonom. Selayaknya pemekaran wilayah, atau pembentukan pemerintahan
otonom baru tidaklah diartikan sebagai pengalihan kekuasaan pusat semata, akan
tetapi harus dipahami sebagai wujud dari demokrasi yang sebenar-benarnya, yang
kemudian mampu mendorong tumbuhnyasebuah kemandirian pemerintahan
sendiri, karena otonomi ddaerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerahdaerah, yang diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah praakarsa
dan kemandirian dalam iklim lembaga demokrasi. 28
Dengan demikian, daerah dapat berprakarsa sesuai dengan potensi daerah
yang dimiliki dan dapat mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah
dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat dengan tetap mengedepankan
kepentingan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pembentukan daerah juga
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
meningkatkan
pelayanan
publik
guna
mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat, pelaksanaan pembangunan
27
Indra J. Piliang, dalam artikel seminar Otonomi daerah yang diselenggarakan oleh
CSIS, "Kapok Dengan Otonomi?", (jakarta, 21 Mei 2003), h. 2.
28
M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB
center, 2008), h. 1553-155.
34
perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan peningkatan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah sesuai dengan pertumbuhan kehidupan
demokrasi nasional. 29
Namun yang terpenting sebagai langkah awal daerah otonom baru adalah
dengan berusaha mewujudkan distribusi pertumbuhan ekonomi yang yang serasi
dan merata antar daerah, mewujudkan distribusi kewenangan yang sesuai dengan
kesiapan pemerintah dan masyarakat lokal, menciptakan ruang politik bagi
pemberdayaan dan partisipasi politik institusi-institusi politik lokal, serta
mewujudkan distribusi layanan publik yang mudah dijangkau oleh masyarakat,
dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi pemerintahan daerah. 30
E. Syarat Dan Aturan Hukum Pemekaran Wilayah
Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan
politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk
dillaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang
sifatnya lebih urgen. Karena dalam beberapa kasus wilayah perbatasan saja bisa
menyulut konflik antar daerah. Oleh karena itu, dalam hal ini hadirlah UU No. 32
dan 33 tahun 2004, dan PP No. 78 tahun 2007, sebagaimana dijelaskan dalam UU
29
Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi
Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, (Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten
Tangerang, 2007), h. 2.
30
M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB
center, 2008), h. 170-172. Dan dalam buku ini pula dijelaskan tentang tujuan pemekaran wilayah,
yang dikutip dari PP No. 129/2000, yang menyatakan bahwa kebijakan pembentukan,
penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
melalui enam point penting sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Percepatan kehidupan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
35
No. 32/2004, Pasal 5, bahwa pembentukkan daerah harus memenuhi syarat
adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten
atau kota meliputi adanya persetujuan DPR-D kabupaten atau kota dan Bupati
atau Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPR-D provinsi dan Gubernur
serta rekomendasi Menteri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi sedikitnya ada
lima kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi, lima kabupaten atau kota
untuk pembentukan kabupaten, dan lima kecamatan untuk pembentukan kota, dan
wilayah yang akan menjadi ibu kota, beserta sarana dan prasarana pemerintah. 31
Kajian terhadap prosedur pemekaran wilayah dalam penjabarannya telah
tertuang dalam PP No. 129/2000 yang meliputi beberapa aspek penting yang
harus dilaksanakan dalam pemekaran wilayah otonom. Prosedur pertama yang
harus dilakukan adalah, aspirasi masyarakat, karena dampak dan akibat dari
pemekaran wilayah ini pula yang kemudian akan dikembalikan atau berdampak
pada masyarakat itu sendiri, adanya dukungan
dari beberapa orang anggota
pemerintahan daerah dan masyarakat daerah setempat untuk memekarkan diri dari
daerah otonom induknya. Dan keinginan politik pemerintah daerah cukup
direpresantikan dengan persetujuan kepala daerah dan DPR-D, sedangkan
keinginan politik masyarakat yang direpresentasikan dengan berbagai tanda
tangan dari tokoh masyarakat dianggap telah cukup memperlihatkan adanya
31
Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h.
180-182.
36
keinginan politik dari masyarakat yang bersangkutan, yang dipermudah dengan
tidak dipersyaratkannya jajak pendapat (cara plebisit atau kajian akademis) untuk
melakukan pemekaran wilayah, karena dianggap cara plebisit terlalu rumit, mahal
dan beresiko untuk dijadikan sebagai media menggalang pendapat masyarakat.
Oleh karena itu, syarat-syarat dan ketentuan diatas telah dianggap sah-sah saja.
Akan tetapi hal inilah justru yang menjadi unsur kelemahan PP No. 129/2000,
dengan prosedur pemekaran yang terlalu longgar menyebabkan keinginan politik
masyarakat dengan mudah saja dipolitisir sebagai kemauan orang banyak atau
masyarakat daerah.32
Unsur kedua, dengan membentuk badan atau lembaga yang dengan siap
segera mempersiapkan segala kebutuhan untuk pemekaran wilayah tersebut, yang
beranggotakan para tokoh masyarakat dan para penggagas pemekaran. Dalam
banyak hal lembaga ini lah yang kemudian hari menjadi sebuah bentuk
representasi dari keinginan politik masyarakat untuk mengusulkan pemekaran,
dan lembaga ini pulalah yang kemudian berurusan langsung keatas, kebawah, dan
yang berhubungan langsung dengan pihak eksekutif, legislatif daerah maupun
pusat. Walaupun hadirnya badan atau lembaga ini dalam sejumlah daerah
pemekaran tidak tercantum dalam PP No. 129/2000, namun hal tersebut bukan
berarti larangan akan adanya lembaga tersebut.33
Unsur ketiga yang harus ditempuh dalam prosedur pemekaran wilayah
adalah harus di dukung oleh penelitian awal yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dari segi pengamatan lapangan, yang kemudian akan
32
Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h.
33
Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008) h.
146-147.
148
37
menjelaskan tentang kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, rentang kendali dan lain-lain.
Unsur keempat, bagian final dan kesimpulan dari segenap penelitian yang
ada dalam unsur ketiga, yang kemudian dapat merumuskan persetujuan
pemekaran wilayah, yang dilakukan secara bersama-sama dalam praktiknya, oleh
DPR-D, pemerintah daerah dan masyarakat daerah, dan dalam selanjutnya hal ini
dilakukan untuk menghidari konflik politik antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya, akibat dari prosedur pemekaran wilayah ini, karena memang hal
ini sangat sensitif dan rawan konflik. Oleh karena itu hal ini diperlukannya sikap
kebersamaan antara DPR-D, Pemerintah daerah dan masyarakat.34
Sejujurnya, memang banyak ketentuan yang mengindikasikan gahwa
prosedur yang harus ditempuh untuk menetapkan pemekaran wilayah harus
melalui proses panjang dan rumit, yang melibatkan banyak orang, juga banyak
kalangan, yang menuntut akurasi persyaratan teknis subtantif, seperti kelayakan
pembangunan ekonomi, pelayanan publik dan lain-lain.
Dari beberapa syarat dan aturan hukum tentang pembentukan daerah
otonom baru, maka syarat yang lebih penting kemudian adalah dapat menjamin
adanya peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat daerah dan dapat
menjamin keselarasan hubungan antara daerah melalui kerja sama antara daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah ketimpangan antar
daerah, mencegah disintegrasi, serta tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selebihnya mengenai persyaratan pemekaran wilayah yang
telah diatur oleh UU No 32/2004 akan penulis cantumkan dalam lembar lampiran.
34
Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008)h.
134 dan 149.
38
F. Manfaaat Pemekaran Wilayah
Perlu diakui, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini memberikan
dampak dan manfaat yang positif bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah
daerah, dengan adanya cita-cita dan UU No. 32/2004, mengenai otonomi daerah
dan pemekaran wilayah, setidaknya telah memberikan semangat baru bagi elit
politik dan masyarakat daerah untuk membangun daerahnya kearah yang lebih
baik, mampu bersaing dengan daerah maju yang lainnya. Perlu diakui bahwa
terbukanya prinsip otonomi daerah yang luas utuh dan bertanggung jawab dengan
suntikan dana awal dari pusat cukup memicu sejumlah kalangan daerah untuk
kembali bangkit, dan tergerak untuk menghidupkan kembali daerahnya, walaupun
tidak bisa dinafikkan, kalau dari sebagian mereka ada yang mengharapkan
suntikan dana awal dari pusat tersebut masuk ke dalam kantong-kantong pribadi
mereka, dan mengharapkan kekuasaan baru. akan tetapi, setidaknya paling tidak
mereka telah menjalankan dan melaksanakan cita-cita menjsejaterakan rakyat
melalui cita-cita pemekaran wilayah.35
Selain itu juga dengan adanya pembentukan daerah baru, masyarakat akan
semakin bergairah dan berkembang karena lahir tuntutan baru untuk membangun
daerahnya, akan memicu motivasi terjadinya efektifitas birokrasi serta pelayanan
publik yang lebih terjangkau, terarah dan terencana, karena sasaran yang dituju
semakin jelas dan cakupannya lebih mudah. Karena selama ini sering terjadi
birokrasi yang panjang dan bertele-tele, efek yang dihasilkan adalah, kejenuhan
masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan itu sendiri, yang dikarenakan terlalu
banyak wilayah dan penduduk yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
35
Prajarta Dirdjosantoso, dan Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal,
(Salatiga: Pustaka Percik, 2004). h. 31.
39
namun dengan adanya pembentukan daerah baru, hal ini menjadi lebih mudah dan
terkendali, dan hal ini juga diharapkan mampu mendekatkan dan mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap negara, karena bahwa sesungguhnya negara
masih peduli terhadap masyarakat melalui pemerintah daeran dan konsep
pemekaran wilayah. Selain itu juga, dengan hadirnya lembaga baru juga akan
mendorong masyarakat untuk membentuk lembaga-lembaga swadaya yang baru,
lembaga keagamaan, pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan yang berbasis
penggalian potensi sumberdaya manusia. Dengan kata lain, masyarakat
mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk membangun dan mengelola
daerah. 36
Dan manfaat yang lain adalah, terciptanya sarana pendidikan politik bagi
pemerintah daerah, sehingga diharapkan mampu menciptakan sebuah formulasi
yang segar guna membantu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
daerah, sehingga tidak terjadi sebuah pemekaran yang memiliki motif lain dalam
daerah tersebut dan tetap menjaga keutuhan budaya masyarakat daerah tersebut.37
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik benang merah dan dianalisa
kembali, bahwa pemekaran wilayah pada tataran konsep dan cita-cita adalah
sesuatu yang sangat mulia, berangkat dari kebutuhan perut yang lapar dengan
bahasa “mewujudkan kesejateraan masyarakat” para penggagas pemekaran
wilayah berusaha membangkitkan gairah masyarakat untuk kembali bangun dan
membangun diri dan daerahnya menjadi yang lebih baik, menjadi sebuah manusia
yang mapan dan merata.
36
37
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 16.
Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h.
153.
40
Akan tetapi pemekaran wilayah dalam perkembangannya mengalami
banyak kendala, dimulai dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang berusaha
memanfaatkan subsidi dan kucuran dana yang terus mengalir dalam terbentuknya
dari otonom baru, juga berusaha merubah cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri,
dan parahnya lagi jika ada oknum-oknum yang dengan sengaja memanfaatkan
sejumlah aset dan potensi daerah yang ada untuk kepentingan segelintir orang atau
kepentingannya pribadi. Dan hasilnya kini, dapat kita lihat tidak sedikit daerah
pemekaran daerah baru belum bisa bangkit dan membangun daerah menjadi lebih
baik, bahkan hal ini dikabarkan, justru semakin jumlah keluarga miskin semakin
bertambah setiap tahunnya, dan hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah
dalam hal ini ada yang salah dalam konsep pemekaran wilayah, atau kondisi
daerah yang memang untuk digerakkan dalam sektor ekonomi? Namun bukan hal
itu yang menjadi kendala, satu yang ingin menjadi statement penulis dalam
penutupan bab dua ini adalah, diperlukannya pengawasan terhadap daerah
pemekaran baru dalam beberapa tahun, kemudian dilakukannya evaluasi data, dari
hal ini dapat diketahui, sesungguhnya faktor apa yang menjadi kendala sebuah
daerah pemekaran baru menjadi tidak berkembang sebagaimana yang telah dicitacitakan dan di gagas oleh sejumlah masyarakat daerah. Dan terakhir,
dibutuhkannya sebuah tindak lanjut yang serius dari sejumlah elemen masyarakat
untuk bangkit dan menegakkan kembali cita-citanya.
41
BAB III
PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN
Cipasera adalah akronim dari Kecamatan Ciputat, Cisauk, Pamulang,
Pagedangan, Serpong, Dan Pondok Aren di Kabupaten Tangerang, Cipasera inilah
yang menjadi embrio terlahirnya kota Tangerang Selatan di kemudian hari.
Wilayah yang berada tepat samping ibu kota Jakarta ini, dengan batas wilayahnya
yakni daerah Pasar Jumat yang melingkari terminal Lebak Bulus, juga wilayah
yang memiliki fungsi penting sebagai penyangga (buffer) beban berat arus
urbanisasi yang memadati kota Metropolitan. Kini wilayah Tangerang Selatan
tengah tumbuh dan berkembang menjadi wilayah perkotaan, karena adanya efek
dari membanjirnya arus urbanisasi dari Jakarta yang dengan cepat merambat ke
wilayah Tangerang Selatan, akibatnya adalah pertumbuhan pembangunan dan
kebutuhan ekonomi masyarakat urban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah
Kabupaten Tangerang.38
Permasalahan kemudian muncul ketika Pemerintah Daerah Kabupaten
Tangerang Tidak mampu mengatasi problem pertumbuhan dan pembangunan
masyarakat, yang dikarenakaan selain letak pusat Pemerintahan Daerah yang
berada di daerah Tigaraksa teramat jauh dengan wilayah-wilayah yang setiap
harinya terus berkembang sesuai dengan kebutuhan penduduknya, dengan
demikian akses pelayanan terhadap masyarakat tersebut sulit dijangkau. 39
disamping itu juga tidak teratasinya kesenjangan ekonomi antara wilayah-wilayah
38
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. v.
39
Wawancara langsung penulis dengan Bapak Zarkasyi Noer (Ketua presidium
pemekaran Tangerang Selatan), pada tanggal 11 Juni 2010.
42
yang berada tepat di bibir Jakarta dengan daerah yang berada di pedalaman atau
pedesaan yang masih dalam lingkup Kabupaten Tangerang, yang dikarenakan
terlalu luasnya wilayah Kabupaten Tangerang itu sendiri. Ketidaksesuaian
kebijakan perekonomian yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Tangerang
untuk wilayah Tangerang Selatan merupakan hal yang sangat wajar, karena
Pemerintah Kabupaten Tangerang merupakan bentuk pemerintahan yang
diperuntukan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga wilayah pedesaan,
sedangkan wilayah Tangerang Selatan telah menjadi wilayah perkotaan yang
tengah berkembang. Oleh karenanya, wajar apabila dikemudian hari masyarakat
di wilayah Ciputat, Serpong, Pamulang, Pondok Aren dan kecamatan-kecamatan
besar di kabupaten Tangerang menuntut untuk adanya pemisahan wilayahwilayah tersebut dengan wilayah induknya, lebih tepatnya biasa kita kenal dengan
istilah “pemekaran wilayah.”40
A. Kondisi Sosiografis, Politik Dan Ekonomi
Sebagai wilayah yang telah menjadi kota otonomi baru, tentunya Cipasera
atau Tangerang Selatan memiiliki gambaran umum tentang wilayahnya, Prof. Dr.
Sadu Wasistiono (salah satu dosen tetap Ilmu Tata Negara di Universita Langlang
Buana, Bandung) yang berhasil melakukan kajian ilmiah tentang peluang
pembentukan sebuah daerah otonom baru, yang juga sebagai bahan tinjauan studi
kelayakan pemekaran wilayah sebelumnya, pada waktu pengajuan pemekaran
wilayah, yang dalam hal ini dilakukan oleh badan Pertimbangan Otonomi Daerah
(BPOD). Dengan demikian gambaran umum tentang kondisi yang ada pada
40
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 4.
43
Tangerang Selatan ini kemudian akan menjadi data penting untuk mengetahui
proses pertumbuhan dan perkembangan Tangerang Selatan sebagai bahan evaluasi
dari tahun ke tahun.41
Provinsi Banten sebagai provinsi baru yang semula bagian dari provinsi
Jawa Barat yang terpinggirkan, harus segera bangkit dan berbenah diri dalam
menggali semua potensi sumber daya alam untuk mengejar ketertinggalannya dari
provinsi Jawa Barat. Sedangkan Kabupaten Tangerang adalah salah satu wilayah
yang berkembang di Provinsi Banten, wilayahnya yang berbatasan secara
langsung dengan Ibu Kota Jakarta merupakan sebuah keuntungan geografis bagi
Kabupaten Tangerang, karena memiliki Ciputat, Serpong, Pamulang, Pondok
Aren dan lainnya. Dan wilayah yang kemudian hari di sebut dengan “Kota
Tangerang Selatan”, yang merupakan sebuah wilayah yang terletak di ujung timur
provinsi Banten yang berbatasan dengan DKI Jakarta Raya, mempunyai nilai yang
sangat strategis bagi pengembangan Provinsi Banten. Nilai strategis yang di
maksud adalah, karena wilayah Cipasera atau Tangerang Selatan berkembang
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang secara geografis bersebelahan dengan
Jakarta, walaupun letaknya yang bersebelahan dengan Jakarta dan kota-kota besar
lainnya, namun bila ditinjau dari segi politik, kondisi politik di wilayah
pemerintahan bisa dikatakan masih stabil dan berjalan selaras. Dan berikut ini
adalah penjelasan kondisi-kondisi yang menunjang Tangerang Selatan.42
41
Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi
Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, (Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten
Tangerang, 2007), h. 5-6.
42
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera, 2002), h. 26-27.
44
1. Kondisi Sosiografis
Tangerang Selatan, merupakan sebuah willayah dengan luas lebih kurang
236, 57 km² atau 27, 07 persen dari luas wilayah kabupaten Tangerang. Dengan
jumlah penduduk melampaui satu juta jiwa atau sekitar 30 persen dari jumlah
penduduk Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur
Provinsi Banten dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49
(empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19
Km2. Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008, luas
wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan (yang
kemudian diambil sebagai luas wilayah kota Tangerang Selatan) adalah sebesar
150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan RT/RW Kota
Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas kecamatan
masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah 147,19 Km2
karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten. Batas wilayah Kota
Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota
Tangerang.
b. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Luas wilayah kecamatan yang paling besar adalah kecamatan Pondok
Aren, dengan luas 2.988 Ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang
Selatan, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu
45
dengan luas 1.480 Ha atau 10,06%43. Luas wilayah Kelurahan atau desa dengan
wilayah di atas empat ratus hektar terletak di Kecamatan Pamulang, yaitu Pondok
Cabe Udik dan Pamulang Barat, dan di Kecamatan Serpong Utara, yaitu Paku
Jaya. Kelurahan atau desa dengan wilayah di bawah seratus lima puluh hektar
terletak di Kecamatan Serpong, yaitu Cilenggang dan Serpong, dan di Kecamatan
Serpong Utara, yaitu Jelupang. Kelurahan atau desa dengan luas wilayah paling
besar adalah Pondok Cabe Udik dengan luas 483 Ha sedangkan kelurahan atau
desa dengan luas wilayah paling kecil adalah Jelupang dengan luas 126 Ha.44
Masyarakat di wilayah Tangerang Selatan mengalami perubahan sosial
budaya yang signifikan, struktur masyarakat yang semula homogen dengan
budaya paternalistik, statis, dan agamis mengalami perubahan menjadi struktur
masyarakat yang heterogen dengan budaya yang demokratis, dinamis, progresif,
materialistis, dan sekuler agamis yang merupakan ciri-ciri masyarakat
metropolitan atau masyarakat kota. Perubahan sosial budaya ini disebabkan
karena terjadinya proses asimilasi budaya karena adanya benturan kebudayaan
masyarakat pendatang yang umumnya berpendidikan menengah keatas dengan
membawa budaya yang telah terkontaminasi dengan budaya perkotaan, dan
berbenturan dengan masyarakat asli yang masih tradisional. Perubahan budaya
inipun juga besar pengaruhnya dari sosial budaya masyarakat Jakarta yang secara
goegrafis berdampingan wilayahnya dengan Tangerang Selatan, sehingga
interaksi berlangsung sangat efektif dengan mobilitas masyarakatnya yang tinggi
dan dinamis menyebabkan adanya pergeseran nilai-nilai sosial budaya menjadi
43
Dikutip dari www.wikipedia.org, pada tanggal 11 Mei 2010
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h.7-9.
44
46
sosial budaya yang metropolis. Hal ini juga ditunjang dengan adanya sarana
informasi dan komunikasi serta perhubungan darat yang lancar, sehingga sosial
budaya masyarakat Tangerang Selatan memiliki kultur yang tidak jauh berbeda
dengan kota metropolitan, namun tetap memiliki ciri khas tradisonal yang
artistik.45
Akulturasi budaya tersebut menjadi nilai tambah bagi Tangerang Selatan
dengan adanya persinggungan sosial, budaya, dan agama, dan di pastikan dalam
hal ini telah terjadinya stratifikasi budaya yang signifikan pula. Pengelompokan
masyarakat ini merupakan hal yang wajar bagi sebuah wilayah dengan tingkat
pertumbuhan penduduk dan perkembangan daerah yang sangat cepat bagi
Tangerang Selatan. Perkembangan daerah Tangerang Selatan yang cepat tersebut
telah menarik berbagai sumber daya manusia yang berkualitas untuk tinggal dan
berkembang. Para pakar peneliti dan ahli teknologi, banyak bermukim di daerah
Puspitek dan Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Cisauk. Para ulama, doktor,
dosen, guru besar, sejarawan, dan budayawan banyak bermukim di wilayah
Ciputat dan Pamulang. Hal ini lah yang dikhawatirkan akan berdampak
ketimpangan sosial, dan terjadi tidak meratanya kesejahteraan sosial. Oleh karena
itu,
dalam
hal
ini,
Pemerintah
Walikota tangerang
Selatan
berusaha
menanggulanginya dengan membangun infrastruktur-infrastruktur di daerahdaerah lain, agar terjadinya sebuah pemerataan, baik pembangunan, maupun
pemerataan penduduk. 46
45
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 22.
46
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h 20.
47
2. Kondisi Politik
Bentuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang mengatur dan
mengurus rumah tangga Tangerang Selatan melalui konsep otonomi daerah, yang
secara langsung akan selalu bersinggungan dengan Pemerintah Daerah Istimewa
Jakarta Raya. Maka dalam hal ini akan lebih memudahkan kedua belah pihak
tersebut untuk melakukan koordinasi dalam bidang-bidang politik dan keamanan
dan kebijaksanaan publik untuk dapat meminimalisir dan menanggulangi gejolak
sosial politik yang mungkin terjadi di wilayah Jabodetabek dengan koordinasi
antar lembaga pemerintahan daerah dan lembaga keamanan wilayah kota,
diharapkan kedua
kota tersebut
dapat
menghasilkan sebuah simbiosis
mutualisme.47
Jakarta sebagai ibu kota Negara, berfungsi sebagai barometer politik
nasional. Apabila suhu politik di Jakarta mengalami gejolak, maka hal inipun akan
berdampak pada perpolitikan Nasional. Dengan demikian, situasi politik di Jakarta
harus selalu kondusif dan senantiasa harus di dukung oleh situasi politik yang
kondusif pula di wilayah-wilayah penyangga jakarta. Tangerang Selatan, sebagai
Pemerintahan Kota, memiliki peranan yang besar dalam hal ini, terutama dalam
bidang Politik, Keamanan, dan kebijakan publik untuk dapat meminimalisir dan
menanggulangi gejolak sosial politik yang mungkin terjadi di wilayah
Jabodetabek, dengan koordinasi antar lembaga Pemerintahan dan Lembaga
Keamanan wilayah Kota, misalnya antar Polresta.48
47
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 30-32.
48
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h. 18.
48
Aspirasi politik penduduk Tangerang Selatan yang begitu besar juga dapat
terlihat dari sejumlah tokoh yang duduk menjadi anggota dewan, baik di
pemerintahan pusat, maupun di pemerintahan daerah tingkat satu. Komposisi
anggota DPR di berbagai tingkatan tersebut adalah representasi aktifnya
masyarakat dalam partai politik. Dari 24 partai politik yang terdaftar dalam
pemilu 2004, tercatat bahwa hampir setiap partai politik memiliki konstituen yang
cukup militan. Hal demikian tidak saja terdapat dalam partai politik besar, namun
juga terhadap partai politik yang baru berkiprah atau partai politik dengan
manajemen terbatas (partai gurem). Hasrat masyarakat yang cukup besar dalam
arus percaturan politik dalam negeri ini tentunya membuka iklim positif bagi
perkembangan partai-partai politik ke depannya di wiilayah Tangerang Selatan,
terlebih lagi jika partai politik lebih berani memfokuskan diri terhadap peluang
tersebut. Bukan tidak mungkin, Kota Tangerang Selatan ke depan akan menjadi
primadona bagi partai politik dalam mengail konstituennya. Sedangkan hari ini,
atmosfir politik Tangerang Selatan terus memanas, seiring akan dilaksanakanya
PEMILU-KADA Tangerang Selatan yang akan berlangsung pada bulan oktober
nanti, berbagai calon-calon walikota bermunculan sebelum masa kampanye yang
ditentukan KPUD (Komisi Pemelihan Umum Daerah) dari seluruh lapisan
masyarakat, dari mereka yang merasa berperan dalam proses pembentukan
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, juga hadir dari anggota-anggota partai
tertentu yang juga berjasa dalam proses pemekaran dan pembentukan Tangerang
Selatan, hal ini bisa dilihat dari berbagai agenda-agenda sosial yang dilakukan
calon-calon walikota tersebut, hal tersebut merupakan sikap kompetitif yang
49
positif yang dilakukan oleh setiap calon walikota, terlepas dari motif politik untuk
mendapatkan simpati dari masyarakat.49
Sedangkan jika di tinjau dari kondisi pertahanan dan keamanan,
Tangerang Selatan belum mampu untuk bisa dikatakan baik dalam hal ini.
Beberapa pekan lalu, Tangerang Selatan yang sering keluar masuk dalam
beberapa pemberitaan berkaitan dengan kasus terorisme yang menjadi konsentrasi
Detasement Anti Terorisme 88. Artinya dalam hal ini, wilayah Tangerang Selatan
masih mudah disusupi dengan oknum-oknum yang keberadaannya identitasnya
tidak jelas. Semoga dalam hal ini, pemerintah dan segenap aparatur keamanan
Tangerang Selatan dapat semakin waspada dan melakukan aksi cepat tanggap
dalam hal pertahanan dan keamanan, agar tidak terjadi lagi hal-hal yang dapat
mencoreng pertahanan dan keamanan Tangerang Selatan itu sendiri. Oleh karena
itu dalam hal ini, sangat dibutuhkan peran serta dari POLRESTA dan KODIM
Tangerang Selatan, untuk mengantisipasi eskalasi kriminalitas yang semakin
tinggi dan kerawanan sosial-politik yang semakin memerlukan kewaspadaan.50
3. Kondisi Ekonomi
Wilayah Tangerang Selatan awalnya adalah wilayah pedesaan yang
berevolusi dalam kurun waktu 20 menjadi wilayah perkotaan, seiring dengan
datangnya urbanisasi limpahan penduduk yang terlalu padat dari wilayah
perkotaan jakarta. Wilayah Tangerang Selatan yang semula berupa kawasan
49
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
Otonom Kota, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 28. Dan diperkuat
dengan data dari Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h.
19.
50
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h.23 dan
uraian selebihnya adalah hasil kesimpulan penulis dari berbagai pemberitaan di beberapa media.
50
perkebunan dan persawahan yang produktif, namun seiring perkembangan zaman
Tangerang Selatan mengalami perubahan komposisi tata guna lahan, hal ini
ditandai dengan semakin merebaknya kawasan pemukiman modern yang
memadati wilayah Tangerang Selatan, dan konsekuensinya adalah semakin
sempitnya kawasan persawahan yang ada, dan perubahan profesi mmasyarakat
yang semula kebanyakan para petani menjadi para pekerja-pekerja perusahaan
swasta, pedagang, penjual jasa, dan buruh. Dengan demikian artinya telah terjadi
perubahan sosial ekonomi masyarakatnya dari sosial ekonomi agraris, yang
merupakan ciri ekonomi pedesaan berubah menjadi kearah sosial ekonomi
industrial dan perdagangan, yang merupakan ciri ekonomi perkotaan.51
Selain itu, kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren kini
sudah menjadi zona pertumbuhan ekonomi perkotaan yang maju dan dinamis di
wilayah Tangerang Selatan, dimana sosial ekonomi masyarakatnya berupa sisoal
ekonomi industrial dan perdagangan dengan mobilitas tinggi yang berinteraksi
dan terintegrasi dengan aktifitas ekonomi perkotaan Jakarta, serta merangsang
pertumbuhan aktifitas ekonomi perkotaan terhadap kecamatan-kecamatan yang
ada di Tangerang Selatan. Sehingga lambat laun semua wilayah yang ada di
Tangerang Selatan menjadi sektor yang berkembang secara merata, dan tidak ada
ketimpangan sosial. 52
Secara umum, pendapatan suatu pemerintahan daerah salah satunya
berasal dari Pendapatan Asli daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, laba badan milik daerah dan juga beserta dengan hasil
51
Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, (Tangsel:
Green Komunika, 2010), h. 4-5.
52
Ibid, Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian
dan Pengembangan, (Ciputat: copyright proposal peningkatan status Cipasera), h. 22.
51
pengelolaannya, dengan mengingat potensi perekonomian di wilayah Tangerang
Selatancukup besar, maka wilayah ini menjadi cukup prospektif bagi
perkembangan ekonomi masyarakat. Sebagai gambaran riil, perhitungan PAD
yang diterima Tangerang Selatan berdasarkan kapasitas penduduknya dan kondisii
realistik mencapai Rp 29.647.662.983 atau 16,42% dari total pendapatan
kabupaten Tangerang pada tahun 2002. Dan pada tahun 2003, PAD yang diterima
kota Tangerang Selatan Rp 42.801.630.762 atau 17,83%. Sedangkan pada tahun
2004, PAD yang diterima kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan lagi,
yang berjumlah Rp 58.094.894.137 atau setara dengan 19,80%. Dilihat dari PAD,
dalam hal ini jarang sekali ada pemerintahan kabupaten atau kota yang memiliki
Pendapatan Asli Daerah yang demikian besar seperti yang dimiliki kota tangerang
Selatan, di tambah lagi dengan peningkatan-peningkatan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun. Dan perhitungan ini menjadi gambaran bahwa kota
Tangerang Selatan sangat siap untuuk terus membangun daerahnya di berbagai
sektor, dengan demikian pendapatan ini pun akan terus berkembang seiring
dengan perkembangan sektor-sektor bisnis di masyarakat dan peranan swasta ke
depannya. 53
B. Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan
Bukanlah waktu yang singkat dan mudah untuk merealisasikan pemekaran
wilayah, walaupun dalam kerangka reformasi politik, peluang pemekaran wilayah
dibuka selebar-lebarnya yang dituangkan dalam UU No. 22/1999 yang diganti
dengan UU No.
53
32/2004.
Namun walaupun demikian,
segenap para
Ibid, Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel), h.
20.
52
penyelenggara pemekaraan wilayah harus menjalankan syarat dan ketentuan
administratif yang sudah ditetapkan dan menjadi titik dasar untuk pembentukan
daerah. Dan hal inilah yang kemudian dilaksanakan oleh segenap para
penyelenggara pemekaran wilayah di wilayah Tangerang Selatan.54
Adanya ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya
merupakan sebuah pendorong bagi segenap masyarakat untuk menuntut
pembentukan daerah baru di wilayahnya. Selayaknya sebuah rumah tangga,
bercerai merupakan sebuah keputusan yang pahit harus di terima oleh salah satu
pihak, adanya pemekaran wilayah atau pembentukan daerah baru secara otonom
merupakan sebuah ide, yakni berpisahnya sebuah wilayah dari induknya, dalam
sebuah kabupaten atau provinsi. 55 Dalam upaya pembentukan pemerintahan baru
ini, tarik-menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap
pemekaran daerah di suatu wilayah adalah hal yang lumrah, namun akibatnya
yang terjadi adalah memanasnya suhu politik di wilayah tersebut. Namun dalam
hal ini juga telah memicu dampak positif, lahirnya sebuah identitas lokal yang ada
di masyarakat, berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat terhadap
daerah, menjadi bukti positif dari lahirnya sebuah ide pemekaran wilayah di
daerah tersebut. Demikian pula yang terjadi di wilayah Cipasera atau Tangerang
Selatan. 56
54
M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB
center, 2008), h. 179-182.
55
Ibid, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h.
147.
56
Rizki Argama, “Pemberlakuan Otonomi Daerah Dan Fenomena Pemekaran Wilayah Di
Indonesia,” (jakarta: Universitas Indonesia, 2005), h. 7.
53
1. Wacana Pembentukan Kota Tangerang Selatan
Wacana proses pemekaran dan pembentukan Kota Tangerang Selatan
memiliki cerita yang beragam, semua pihak yang terlibat secara langsung dalam
proses, dalam hal ini merasa berjasa. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis
berusaha mencari data-data dan sumber yang ada, baik itu berupa tulisan-tulisan,
maupun dari saksi-saksi atau pelaku sejarah pemekaran dan pembentukan
Tangerang Selatan, untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang mendekati
nilai-nilai obyektif tentunya.
Ada sebuah buku yang terbit dan beredar pasca diresmikannya Kota
Tangerang Selatan, yang ditulis oleh Drs. H. Abdul Rojak, MA57, Sirojudin58, dan
M. Istijar Nusantara,59 yang merekam sejarah sepak-terjang sebuah organisasi.
Walaupun buku ini dianggap berlebihan dan subyektif bagi banyak kalangan,
namun setidaknya buku ini juga dapat memiliki nilai kebenaran dalam
menceritakan proses pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan. Oleh
karena itu, dalam hal ini penulis ingin sedikit menceritakan apa yang terkandung
dalam buku tersebut, dengan kemudian mampu dijadikan bahan komparasi
57
Lihat Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, dalam halaman terakhir tentang
penulis, bahwa penulis adalah penduduk asli Tangerang Selatan, yang juga aktif dalam
memperjuangkan pemekaran dan pembentukan tangerang Selatan dlam wadah Bakor (Badan
Koordinasi) Pembentukan Cipasera, selain itu juga, beliau saat ini masih aktif sebagai pengurus
KAHMI Kota Tangerang Selatan, dan kini menjabat sebagai Sekertaris Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Tangerang.
58
Lahir di Tangerang, 08 Juli 1980, pernah mengenyam pesantren di Pon-Pes Almasthuriyyah dan Pon-Pes As-Salafiyyah Cibadak, Sukabumi, kemudian menyelesaikan S1 di
UIN Syarif Hidayatullah, di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, semasa kuliah aktif berorganisasi di
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dilanjutkan dengan memulai karir sebagai wartawan di harian
umum Satelit News (Pimpinan H. Margiono), dan tiga tahun sebagai pelaksana harian Tangerang
Tribun.
59
Seorang jurnalis dan penulis, menyelesaikan S1 di Jurusan Pemikiran Politik Islam,
UIN Syarif Hidayatullah, dan menempuh Program Magister (S2) pada Program Media and
Political Communication di Universitas Mercu Buana, salah satu pencetus berdirinya Korps
Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Tangerang Selatan, sekarang masih aktif
sebagai penulis artikel di berbagai media cetak, seperti di Harian Umum tangerang Tribun,
Tangerang Ekspres, Tangsel Pos, Suara Pembaruan, Sinar Pagi, dan harian Umum Pelita.
54
dengan data dan sumber yang lainnya, dan diharapkan mengahasilkan data yang
mendekati nilai-nilai obyektif.
Berawal dari sebuah keperihatinan dan kepedulian sosial, tepatnya sepuluh
tahun silam, ketika sekelompok aktivis yang tinggal dalam kawasan Ciputat,
Cisauk, pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren, begitulah setidak
berita yang beredar di media massa. Dalam sebuah obrolan dirumah salah seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Luar Negeri, Drs. Hidayat merasakan
betapa lambatnya petugas-petugas dinas dari pemerintahan kabupaten Tangerang
dalam melakukan pelayanan publik, tepatnya saat beliau hendak melakukan
pembuatan Kartu Tanda Penduduk, yang memakan waktu hingga lima bulan,
ditambah lagi problem kemacetan yang tak kunjung ada solusinya di tiga
kecamatan berkembang seperti Ciputat, Serpong, dan Pamulang, seolah ketiga
kecamatan tersebut merupakan kecamatan tak bertuan. Oleh karena itu, dalam
beberapa masalah itu, muncul sebuah ide dari sejumlah aktivis tersebut untuk
melakukan pemekaran wilayah, dengan berusaha membentuk pemerintahan yang
otonom dan terpisah dari induknya. Mereka sadar, di awal perjuangan sekelompok
aktivis tersebut membentuk sebuah LSM, namun dalam perkembangannya LSM
Spot yang terbentuuk secara spontan tersebut harus melakukan penyesuaian,
kemudian berubah menjadi sebuah organisasi yang bernama KPPDO-KC (Komite
Persiapan pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera).60
60
“Lahirnya Sebuah Kota Baru”, harian Umum Tribun, edisi Kamis, 30 Oktober 2008.
Lihat juga Djoko Loekito, “Sejarah Tebentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera Ke
Kota
Tangsel”,
dalam
http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/topic.php?uid=1029271
26355&topic=10262, penulis adalah salah satu pengurus yang terlibat secara langsung untuk
terbentuknya kota CIPASERA, di tulis pada tanggal 12 Juli 2009, dan di akses pada tanggal 15
Februari 2010.
55
Namun seiring perkembangannya karena beberapa faktor organisasi
tersebut harus berubah nama agar dapat menghimpun suara-suara dari berbagai
organisasi, namun dalam buku tersebut juga dikatakan, bahwa organisasi tersebut
selama ini tidak memberikan dampak yang signifikan dalam sosialisasi ide
pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, akhirnya beberapa anggota
menghendaki untuk membentuk organisasi baru, dimana setiap anggota dituntut
serius dalam menangani proses pemekaran dan pembentukan Kota Tangerang
Selatan. Wal hasil, terbentuklah Badan Koordinasi Pembentukan Kota Cipasera
(Bakor Cipasera).61
Sedangkan dalam sebuah wawancara penulis dengan Bapak H. Amien
Djambek, 62 konsep pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, berasal
dari Pemerintah daerah Kabupaten Tangerang atau dari Bapak Bupati Ismet
Iskandar, yang sudah dari dulu direncanakan, namun belum mendapatkan
momentum yang tepat dalam mensosialisasikan kepada masyarakatnya. Namun di
tahun 2004 ada sebuah organisasi, yang bernama Bakor Cipasera, yang
mensosialisasikan konsep pemekaran wilayah dan pembentukan pemerintahan
Kota Cipasera, dimana batas wilayahnya menyerupai konsep yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah atau bapak Bupati (Ismet Iskandar). Jika dari Bapak Bupati,
konsep pemekaran itu meliputi kecamatan Ciputat, Pondok Aren, Pamulang,
Serpong, dengan batas wilayah sebelah barat Kali Cisadane. Sedangkan jika
konsep pemekaran wilayah dari Bakor Cipasera meliputi kecamatan Ciputat,
61
Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, (Tangsel:
Green Komunika, 2010), h. 23-60. Hal ini juga diperkuat dari liputan langsung Harian Umum
RADAR, “Penggagas Cipasera Belum Kompak”, edisi Selasa 16 April 2002.
62
Ketua Umum Forum Membangun Tangerang Selatan (FormatS), keturunan asli betawi,
dan kelahiran asli Ciputat. Sekarang aktif sebagai aktivis pemantau Pemerintahan Kota tangerang
Selatan.
56
Pondok Aren, pamulang, Serpong, Cisauk, dan Pagedangan, jadi batas wilayah
sebelah baratnya dalam hal ini kecamatan Cisauk. Perbedaan lainnya dalam
konsep pemekaran ini adalah sebuah nama yang akan ditetapkan untuk menjadi
nama wilayah Kota otonom tersebut, jika dari Bakor Cipasera menghendaki
dengan nama “Kota Cipasera”, yaitu akronim dari Ciputat, Cisauk, Pamulang,
Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren. Sedangkan kalau dari Bapak Bupati
menghendaki dengan nama “Kota Tangerang Selatan”, namun demikian, pada
hakikatnya adalah secara sadar, baik masyarakat maupun Pemerintah Kabupaten,
keduanya sama-sama menghendaki pemekaran wilayah dan pembentukan
pemerintahan kota, terlepas dari nama yang berbeda-beda. 63
2. Faktor Pendukung Terbentuknya Tangerang Selatan
Tersosialisasikannya konsep pemekaran wilayah dan pembentukannya
pemerintahan kota, secara tidak langsung telah memicu hadirnya beberapa
organisasi kemasyarakatan, baik yang menolak maupun yang mendukung adanya
pemekaran dan pembentukan Tangerang Selatan, namun positifnya dalam hal ini,
suasana dinamis antar organisasi tetap utamakan. Seperti hadirnya organisasi
KPPDO-KC atau yang telah berkembang menjadi Bakor Cipasera, yang dianggap
beberapa kalangan adalah organisasi pencetus konsep pemekaran wilayah, Forum
Membangun Tangerang Selatan (Formats), yang diketuai oleh H. Amien
Djambek, yang berperan sebagai partner Pemerintah Daerah dalam mewujudkan
aspirasi masyarakat, dan Presidium Pembentukan Tangerang Selatan, merupakan
salah satu langkah strategis yang ditempuh oleh seluruh gabungan organisasi
63
Wawancara langsung penulis dengan Bapak H. Amien Djambek, pada tanggal 01 Juni
2010.
57
masyarakat lokal, baik yang mendukung maupun yang semula menolak
pembentukan kota Tangsel. Fungsinya adalah, selain untuk melakukan percepatan
pembentukan Kota Tangerang Selatan, juga menjalin komunikasi-komunikasi
politik dengan sejumlah elemen-elemen yang memiliki kendali penting dalam
prosesnya dikemudian hari, baik dari DPRD kabupaten, Provinsi, hingga DPR-RI,
selain itu juga untuk menghindari terjadinya dualisme pemikiran dalam proses
pemekaran dan pembentukan, sehingga menghasilkan persamaan persepsi antara
Presidium dan Pemerintah.64
Selain itu juga ada organisasi-organisasi lokal yang turut serta dalam
proses pemekaran dan pembentukan Tangsel, dari organisasi keagamaan
diantaranya, Forum Silaturahmi Warga NU (foksinu) Cipasera, Forum
Komunikasi Remaja Masjid (FKRM) Serpong-Pondok Aren, dan Yayasan
Kerukunan Keluarga Muslim BSD (YKKMB). Sedangkan dari organisasi
kemasyarakatan ada, Forum Masyarakat Peduli Serpong (Formas), Komite
Aliansi Masyarakat Cipasera (Kamera), Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar
(BPPKB) Banten, Forum Komunikasi Pemuda Pondok Aren (FKPPR), Kembang
Latar sektor Ciputat dan Keluarga Besar Pendekar Cipasera (Tekyo Trisula).
Sementara organisasi dari kemahasiswaan dan kepemudaan ada, Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Ciputat. Sedangkan dari masyarakat
kesenian dan kebudayaan diantaranya ada, Komunitas Sastra Indonesia (KSI),
Paguyuban Campur Sari Indonesia (PCSI), Komunitas Seni dan Budaya (KSB)
64
Wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010, dan
wawancara langsung penulis dengan H. Amien Djambek, pada 03 Juni 2010.
58
Serpong, Dewan Kesenian Cipasera (DKC), dan Yayasan Budaya Cipasera
YBC).65
Sedangkan faktor pendukung dari luar, yang juga memiliki sumbangsih
besar bagi terbentuknya Kota Tangerang Selatan, adalah pers atau media. Satelit
News, salah satu anak dari Rakyat Merdeka Grup, yang sedari awal juga turut
mengawal terbentuknya Kota Tangerang Selatan, terutama peranannya dalam
sosialisasi ide pemekaran Kota Tangerang Selatan. Selain Satelit News, media lain
yang juga memiliki peranan penting dalam hal ini, adalah Harian Banten, yang
kemudian berubah nama menjadi Radar Banten, Fajar Banten, sedangkan dari
media nasional seperti Harian Republika, Pos Kota, Rakyat Merdeka, Koran
Tempo, Harian Pelita, Warta Kota, serta Kompas dan Media Indonesia.66
Dan yang terakhir, tentu saja peranan penting dari segenap anggota DPRD,
yang sudah susah payah dalam mengupayakan terbentuknya Kota Tangsel melalui
sidang paripurna, yang menghasilkan keputusan DPRD Kabupaten No 28 tahun
2006 tentang persetujuan pembentukan Kota tangsel. Dan Pemerintah Kabupaten
Tangerang atau bapak Bupati, yang menerbitkan Surat No 130/088-Binwil/2007
tentang persetujuan pembentukan Kota Tangsel. Dan peran serta Pemerintah
Provinsi dan Gubernur, melalui surat bernomor 1624/DPRD/IV/2007. Dan
terakhir adalah peranan penting dari DPR-RI dan Menteri Dalam negeri melalui
surat keputusan, dengan diterbitkannya surat keputusan UU 51/2008. Dengan
demikian diresmikannya Tangerang Selatan sebagai pemerintahan Kota yang
65
66
Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, h. 64.
Ibid., h. 58-60.
59
secara menjadi Kota otonom dan independen dalam mengatur segenap potensi dan
meningkatkan pelayanan masyarakat.67
67
Dewan
Sahkan
12
daerah
pemekaran
(www.tempointeraktif.com), edisi Rabu 29 Oktober 2008
60
Baru,
Tempo
Interaktif
BAB IV
PROSES PEMEKARAN DAN PEMBENTUKAN
KOTA TANGERANG SELATAN
Pembentukan wilayah adalah pemberian status pada wilayah tertentu
sebagai daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemekaran wilayah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah
kabupaten dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah. Dan hal yang dilakukan
oleh
segenap
Organisasi-organisasi
kemasyarakatan
bekerjasama
dengan
pemerintah dalam mengupayakan terbentuknya Kota Tangerang Selatan
(Tangsel).68
Dan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008, yang ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono melalui Undang-undang No 51/2008 yang tercantum
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 No. 188, menjadi buah
perjuangan para penyelenggara pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel,
dimulai dari sosialisasi ide hingga sampai peresmiannya. Sementara dalam
sosialisasi ide yang tidak sepenuhnya berjalan mulus dan tanpa hambatan. Sikap
antipati, ejekan, dan cibiran ketika perjuangan masih sebatas penyampaian ide
kepada para masyarakat.69
68
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang, Risalah Rapat Paripurna
Dalam Rangka: Persetujuan Bersama DPRD dan Bupati Terhadap Penetapan Batas Wilayah dan
Belanja Operasional dan Pemeliharaan Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan,
(Tangerang, Sekretariat DPRD, 2007), h. 24.
69
Pembentukan Kota Tangerang Selatan Disetujui Pusat , Dalam www.kompas.com,
edisi Rabu, 29 Oktober 2008.
61
A. Langkah Awal Menuju Tangerang Selatan
Dalam pemekaran wilayah, Pemerintah Kabupaten memiliki peranan yang
sangat penting, karena pemekaran dan pembentukan kota atau kabupaten harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan yang melibatkan
segenap Pemerintah Kabupaten. Syarat administratif untuk pembentukan
kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten induk dan
Bupati yang bersangkutan, persetujuan Bupati harus berdasarkan hasil kajian tim
yang khusus di bentuk oleh DPRD kabupaten, yang melibatkan tenaga ahli sesuai
kebutuhan terhadap perlunya dibentuk pemerintahan kota, kemudian mendapatkan
rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri, tentunya semua ini harus sesuai dengan
mengacu pada peraturan dan Undang-undang yang berlaku. 70
Tersosialisasi konsep pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel adalah
bukan proses yang cepat bagi segenap penyelenggara konsep tersebut, seperti
derasnya sosialisai dan gerakan kultural, serta langkah politik yang dilakukan oleh
Bakor Cipasera, yang menuntut diwujudkannya Kota Cipasera terbentuk tahun
2006. Walaupun menurut beberapa kalangan dari Pemerintah daerah, DPRD, dan
beberapa organisasi kemasyarakatan seperti Formats, FKKD, dan Laskar Islam
Banten (LIB), tuntutan pemekaran wilayah dan pembentukan Pemerintahan
otonom, belum dapat dilakukan, karena memang bukan pemekaran wilayah yang
70
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, “Mekanisme Pembentukan (Penggabungan Atau
Pemekaran) Daerah dan Kawasan Khusus”, dalam M. Zaki Mubarak, dkk., Blue Print “Otonomi
Daerah Indonesia”, (Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2006), h. 165-166.
62
dikehendaki
masyarakat.71
Akan
tetapi
terciptanya
pembangunan
yang
menyeluruh, baik dari aspek ekonomi maupun aspek infrastruktur. 72
1. DPRD Tangerang Dan Dinamika Pemekaran Tangerang Selatan
Dinamika tuntutan pemekaran antara masyarakat yang menginginkan dan
menolak dibentuknya Kota Cipasera ataupun Kota Tangsel terus bergulir.
Akhirnya mendapatkan respon dari DPRD Kabupaten Tangerang, pada 10 Maret
2005, dibahasnya draf kelayakan pembentukan Kota Cipasera dari Bakor Cipasera
dan Komisariat bersama (Komber) Cipasera, dalam rapat Panitia Musyawarah
(Panmus). Sejak saat itu pemekaran dan pembentukan Kota Cipasera atau Kota
Tangsel terus ditindaklanjuti oleh DPRD.73
Pada 15 Maret 2005, DPRD mengadakan rapat panmus kedua, dengan
mengundang dan meminta pendapat Bupati (H. Ismet Iskandar) di gedung DPRD.
Pada waktu itu, keterangan Bupati menyatakan, setuju untuk dilakukannya
pemekaran dan pembentukan Kota otonom di kabupaten Tangerang. Akan tetapi,
hal ini tidak dapat diwujudkan pada tahun 2006 seperti yang dicita-citalan oleh
Bakor dan Kombes Cipasera, tetapi cita-cita tersebut akan bisa diwujudkan pada
tahun 2010, mengingat Kabupaten Tangerang masih dalam taraf pembangunan,
selain itu juga pihak-pihak yang terkait belum mempersiapkan penyediaan
komponen infrastruktur, seperti jalan raya, kantor untuk calon kota otonom, serta
penyediaan aparatur birokrasinya. Selain itu, yang lebih penting dalam hal ini
71
Joniansyah, Pendekar Banten Tolak Pemekaran Wilayah, Tempo Interaktif,
http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-12,id.html, edisi Senin 07 Maret
2005.
72
Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01 Juni 2010.
73
Joniansyah, DPRD Kabupaten Tangerang Berjanji Akan Sikapi Soal Cipasera, Tempo
Interaktif, http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-15,id.html edisi
Senin 07 Maret 2005.
63
adalah dengan meningkatkan status desa menjadi kelurahan di calon kota otonom
yang akan dimekarkan.74 Namun pernyataan ini dinilai oleh Basuki Rahardjo,
selaku anggota Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang, adalah hanyalah sekedar
ucapan saja, terhitung sejak tanggal 15 Maret 2005 hingga tanggal 06 Oktober
2006, Bupati hanya baru menandatangani draf persetujuan pembentukan Kota
Tangsel, sedangkan Bupati sendiri belum sama sekali menandatangani
persetujuannya untuk dilakukannya pemekaran dan pembentukan Kota Cipasera
atau Tangsel. 75
Sementara itu, selain belum ditandatanginya persetujuan pembentukan
Kota Tangerang Selatan, di dalam DPRD sendiri terpecah menjadi tiga faksi, yang
menolak, menerima pemekaran dan pembentukan Kota Tangsel, dan ada yang
berinisiatif dengan membentuk Kelompok Kerja (Pokja), hal tersebut terjadi
sesaat sebelum Panmus DPRD menggelar agenda rapat membahas aspirasi
tuntutan pemekaran Kota Cipasera dari Bakor Cipasera maupun dari Komber
Cipasera. Dalam hal ini kelompok yang menerima meliputi dari Lintas Lima,
yaitu gabungan dari partai-partai politik, dari Fraksi Partai Amanat Nasional
(FPAN) diwakili oleh Basuki Rahardjo, H. Al Mansyur, dari Fraksi Reformasi
diwakili oleh Marlan Akip, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(FPDI-P) diwakili oleh FL Tri Satria Santosa, dari Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (FPPP) diwakili oleh Hj. Eny Suhaeni dan Daka Udin, sedangkan
dari Fraksi Demokrat diwakili oleh Jacky Harahap, dengan mengusulkan dan
mendesak di bentuknya Panitia Khusus (Pansus), agar masalah pembentukan Kota
74
Tahun 2007 Batas Kota Tangsel Di Sepakati,Radar Banten, edisi Jumat 06 Oktober
2007.
75
Hasil diskusi panel antara Presidium Pembentukan Tangsel dengan Pemerintah daerah
Tangerang, Bupati Belum Tandatangani Persetujuan Tangerang Selatan, yang diposting oleh
Radar Banten, edisi 27 April 2006.
64
Cipasera bisa dipercepat. Sedangkan yang menolak pembentukan Kota Cipasera,
dimotori oleh ketua DPRD H. Endang Sudjana dan beberapa anggota DPRD yang
lainnya, namun sikap penolakan itu kandas, ketika beberapa anggota DPRD
memaksa ketua DPRD untuk menandatangani surat pembentukan Pansus, agar
pembentukan Kota Cipasera bisa dipercepat.76
Di sisi yang lain, beberapa anggota DPRD berinisiatif membentuk
Kelompok Kerja, yang digawangi oleh Drs. H. Abdul Muin Basuni, walaupun
belum mendapatkan legitimasi dari Ketua DPRD. Namun akhirnya, pada rapat
Panmus ketiga, pada hari kamis 24 Maret 2005, dengan proses lobi-lobi politik
yang memakan waktu, hingga akhirnya pada 06 Juni 2005 Kelompok Kerja
mendapatkan legitimasi dari seluruh anggota DPRD yang hadir dalam sidang
tersebut, dengan No 05 Tahun 2005 77. Namun terhitung selama hampir satu tahun,
kinerja yang dilakukan Pokja kurang komprehensif, kinerja selama satu tahun
tersebut hanya menghasilkan kajian ilmiah tentang peluang pembentukan sebuah
daerah otonom baru, yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sadu Wasistiono dari
Universitas Langlang Buana, Bandung. Dengan kesimpulan, Kabupaten
Tangerang dapat dimekarkan, karena sudah memenuhi syarat seperti yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000.78
Selain kinerja Pokja yang dianggap lambat, desakan dari berbagai elemen
masyarakat, dan dari dalam DPRD Kabupaten Tangerang, agar supaya proses
pembentukan Kota Tangsel dapat dipercepat terus bergulir. Akhirnya pada tanggal
76
Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul
Muin
Basuni,
Bentuk
Kaukus
Kawal
Tangsel,
http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007.
77
Pansus Pemekaran Wilayah Terbentuk Kabupaten Tangerang Di Pecah, Harian Umum
Satelit News, Sabtu 11 Maret 2006.
78
Atep
Afia,
Esensi
Pembentukan
Kota
Tangerang
Selatan,
dalam
www.bantenkuring.blogspot.com, diposting pada Selasa 26 Mei 2009.
65
09 Maret 2006, DPRD mengadakan sidang Paripurna untuk menindaklanjuti
kinerja dari Pokja, karena dirasakan kinerja kurang efisien, keputusan Anggota
DPRD yang hadir dalam rapat Paripurna jatuh pada pilihan Basuki Rahardjo,
yaitu membentuk Panitia Khusus (Pansus). Berbekal hasil kajian dari Prof. Dr.
Sadu wasistiono pansus melanjutkan program percepatan pembentukan Kota
Tangsel, dengan agenda rapat mengeluarkan pilihan cakupan wilayah otonom
baru tersebut. Setelah mengalami perdebatan yang cukup sengit di tingkat Pansus,
akhirnya disepakati lima opsi cakupan kecamatan bagi calon kota otonom
tersebut. Opsi pertama, meliputi empat kecamatan yang kemudian termasuk
dalam cakupan kota otonom tersebut, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok
Aren, dan Pamulang. Opsi kedua, meliputi lima kecamatan, yaitu Kecamatan
Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang dan Cisauk. Opsi ketiga, meliputi
enam kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang,
Cisauk dan Pagedangan. Opsi keempat, meliputi tujuh kecamatan, yaitu
Kecamatan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk, Pagedangan dan
Legok. Opsi kelima, meliputi delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong,
Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk, Pagedangan, Legok, dan Curug.79
Namun, hadirnya opsi tersebut justru malah menambah keruh suasana,
tidak hanya terjadi pada Pansus, perdebatan juga merambah ke tingkatan DPRD
untuk menyetujui cakupan kecamatan yang termasuk dalam calon kota otonom
tersebut, masing-masing kelompok yang sepakat dengan salah satu opsi
melakukan lobi-lobi politik untuk mencapai mufakat, hingga akhirnya Bupati juga
turun tangan dalam hal ini. Namun sayang usulan dari Bupati juga kurang
79
Lima Alternatif Kota Baru, Harian Umum Satelit News, edisi Kamis 30 Maret 2006.
66
disetujui oleh DPRD. Akhirnya Bupati berinisiatif dengan membentuk tim kecil
agar Prof. Dr. Sadu Wasistiono mengkaji ulang hasil kajiannya tersebut.80
Kesimpulannya
adalah
dikehendakinya
Bupati
untuk
melakukan
pemekaran di sepuluh kecamatan, termasuk beberapa kecamatan yang menjadi
cakupan calon kota otonom. Tepat hari Rabu, 29 November 2006, DPRD
Kabupaten Tangerang Menyetujui Peraturan Daerah Tentang Pembentukan
Kecamatan Ciputat Timur, Setu, Serpong Utara, Sukamulya, Kelapa Dua, Sindang
Jaya, Sepatan Timur, Solera, Gunung Kaler, dan Mekar Baru. Dan pada tangggal
27 Desember 2006, DPRD Kabupaten Tangerang mengeluarkan Surat keputusan
No 28 Tahun 2006, tentang persetujuan Pembentukan Kota Otonom Tangerang
Selatan dengan Cakupan Kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Serpong, Serpong
Utara, Setu, Pondok Aren, Pamulang. 81
Untuk sementara waktu, permasalahan ini dianggap selesai dan semua
pihak telah menyepakatinya. Agenda berikutnya Pansus yang digawangi oleh FL
Tri Satria Santosa (biasa akrab di panggil Pak Sony) merasa perlu dibentuknya
sebuah organisasi atau wadah, yang didalamnya meliputi seluruh organisasiorganisasi yang intens dalam memperjuangkan pemekaran dan pembentukan kota
Tangsel, karena dalam hal ini sangat diperlukannya keterlibatan peran serta
masyarakat, guna mengawal dan memperjuangkan secara langsung, baik di DPRD
80
Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum satelit
News, edisi Kamis 06 Maret 2006.
81
Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif
dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi
Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010.
67
sendiri, Pemerintah Kabupatan Tangerang atau Bupati, DPRD Provinsi, hingga
memperjuangkan ke tingkat DPR-RI dan Mendagri. 82
Akhirnya dalam sebuah kesempatan, Pansus mengundang sekitar 50
organisasi kemasyarakatan di sejumlah daerah yang mencakup calon Kota
Tangsel, dalam forum tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari KPPDO-KC,
Bakor Cipasera, Kombes Cipasera, Formats, dan sejumlah anggota DPRD, serta
Pemerintah Tangerang yang diwakili oleh Tim Kecil. Dalam forum tersebut
disepakati untuk membentuk Presidium Pembentukan Kota Tangsel. Dan tanpa
perdebatan yang panjang pula, H. Zarkasyih Noer yang hadir mewakili Forum
Komunikasi Masyarakat tangerang, terpilih menjadi Ketua Umum Presidium. 83
Dan di sisi lain, keseriusan dalam proses pemekaran dan pembentukan Kota
Tangsel mulai ditingkatkan oleh pihak Pemerintah Kabupaten, Bupati yang kini
tengah meningkatkan status desa menjadi kelurahan. Tidak tanggung-tanggung,
Bupati secara langsung meningkatkan 77 status desa menjadi kelurahan yang
tersebar di 26 kecamatan di Kabupaten Tangerang, yang tertuang dalam Peraturan
Daerah No. 19 Tahun 2004. Dalam hal ini Formats yang didalam keanggotaannya
85% meliputi Kepala Pemerintahan yang tergabung dalam Forum Komunikasi
Kepala Desa (FKKD), turut berpartisipasi membantu pelaksanaan proses
peningkatan status desa menjadi kelurahan tersebut.84
82
Para Tokoh rapatan Barisan Percepat Tangsel, dalam http://tangerangkab.go.id, yang
ditulis oleh Pihak Administratur, diposting pada Rabu 02 April 2008, di sunting pada 02 Juni
2010.
83
Wawancara langsung penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010, dan
diperkuat pula dengan wawancara penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01 Juni 2010.
84
Joniansyah, 77 Desa Tangerang Akan Berubah Jadi Kelurahan, dalam
http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2004/12/28/brk,20041228-61,id.html, pada Selasa 28 Desember
2004, dan hal ini juga diperkuat dengan wawancara penulis dengan H. Amin Djambek, pada 01
Juni 2010.
68
Namun seiring dirumuskannya nama yang tepat untuk calon kota otonom
tersebut oleh Presidium, problem cakupan wilayah dan batas wilayah mencuat
kembali kepermukaan DPRD, dalam tubuh DPRD terpecah menjadi dua. Pihak
yang pertama, dengan mengikuti rekomendasi dari Prof. Dr. Sadu wasistiono
dengan tidak menyertakan Kecamatan Pagedangan dan batas wilayah sebelah
barat dibatasi dengan Kali Cisadane, dengan tidak memasukkan Kecamatan
Cisauk dalam cakupan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan pihak yang lainnya,
menghendaki dari tuntutan Bakor Cipasera dan Kombes Cipasera, dengan
menyertakan Kecamatan Pagedangan dan Cisauk ke dalam calon Kota otonom
Tangsel. 85
Tanpa disadari perdebatan tersebut sebenarnya justru menghambatnya
proses pemekaran dan pembentukan Kota tangerang Selatan, akhirnya
diputuskanlah voting, dengan hasil voting ternyata lebih banyak anggota DPRD
yang memilih rekomendasi dari Prof. Dr. Sadu Wasistiono dengan tidak
menyertakan Kecamatan Pagedangan dan batas wilayah sebelah barat Kali
Cisadane, yang hanya meliputi Kecamatan setu, hasil pemekaran Kecamatan
Cisauk yang terbagi menjadi dua, yaitu sebelah Barat Kali Cisadane Kecamatan
Cisauk, dan hanya kecamatan setu yang masuk dalam cakupan Kota tangsel.
Akhirnya, Bupati setuju dengan hasil voting tersebut.86
85
Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Dari Kota Cipasera Ke Kota
Tangerang Selatan, Copyright BPTI Sekretariat daerah Kota Tangerang Selatan, dalam
http//www.tangerangselatankota.go.id, di posting pada 12 Desember 2009. Dan disunting pada 02
Juni 2010.
86
Eko Budi S, Dulu Cipasera Sekarang Tangerang Selatan, dalam
http://komunitasciputat.wordpress.com/2008/07/21/dulu-cipasera-sekarang-kota-tangerangselatan/, diposting pada 21 Juli 2008, dan di sunting pada 02 Juni 2010.
69
2. Respon Pemerintah Provinsi Terhadap Pemekaran Tangerang Selatan
Setelah
semua
kelengkapan
syarat
administrasi
pemekaran
dan
pembentukan Tangsel dirasakan cukup oleh semua pihak yang berada di wilayah
Tangerang. Maka dengan tidak ingin membuang waktu, Bupati membuat surat
undangan kepada jajaran Muspida untuk mengikuti penyerahan berkas pemekaran
dan pembentukan Kota Tangsel kepada Gubernur Banten. Tepatnya tanggal 16
Maret 2007, Bupati didampingi Sekretaris Daerah H. Nanang Komara, dan ketua
DPRD Tangerang Endang Sudjana, serta para pejabat dan anggota DPRD, datang
ke Pendopo Gubernur Banten, yang di sambut oleh Wakil Gubernur Banten H. M
Masduki, Kepala Biro Pemerintahan Syafruddin Ismail, dan sejumlah pejabat
Pemerintahan Provinsi. Bupati menyerahkan berkas usulan dan persyaratan
pembentukan Kota Tangerang Selatan, dengan disertainya lampiran rekomendasi
persetujuan DPRD Tangerang dan Bupati, kepada Wakil Gubernur Provinsi dan
Ketua DPRD Tingkta Provinsi Ady Surya Dharma.87
Pada kesempatan tersebut, secara ramah Wakil Gubernur Banten
menyatakan persetujuannya terhadap aspirasi pembentukan Kota Tangsel, pada
saat itu juga Ketua DPRD Ady Surya Dharma menyatakan akan segera
membentuk Panitia Khusus pembahasan Kota Tangsel, dan dalam sepuluh hari
kedepan semua berkas akan selesai di bahas. Namun setelah sebulan berlalu,
pasca penyerahan berkas dan draf pembentukan Kota Tangsel, tak pernah ada
konfirmasi dari pihak DPRD Banten ataupun dari pihak Pemerintah Provinsi
Banten. Sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan Pemerintah Banten
dalam menindaklanjuti persetujuan pembentukan Kota Tangsel, DPRD Banten
87
Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif
dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi
Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010.
70
dinilai lambat dalam mengatasi pembentukan Kota Tangsel ini. Akhir kata,
desakan-desakan pun terpaksa dilancarkan oleh sejumlah kalangan, tidak hanya
dari pihak Bupati, yang dari awal sudah mempertanyakan keseriusan DPRD dan
Pemerintah Banten, tetapi desakan itupun dilancarkan oleh DPRD, Presidium
Pembentukan Kota Tangsel, dan organisasi kemasyarakatan. Ketika keterlambatan
tersebut ditanyakan, ternyata alasan telatnya rekomendasi DPRD Banten tentang
pembentukan kota Tangsel, hal tersebut disebabkan berkas dan draf tersebut
terselip di kantor DPRD Banten, suatu hal yang mustahil untuk diterima bagi
sejumlah kalangan Pemerintah dan DPRD Tangerang, bagaimana mungkin berkas
dan draf yang setebal dan sepenting tersebut bisa terselip dikantor DPRD Banten,
dan sulit untuk ditemukan, sehingga memakan waktu hingga sebulan.88
Dengan terselipnya berkas dan draf pembentukan Kota Tangsel, asumsi
negatif kepada DPRD Banten dan Pemerintah Provinsi mulai bermunculan.
Namun agar asumsi tersebut tidak terlalu berkembang, ketua dan beberapa
perwakilan DPRD
Banten dengan i’tikad
baiknya,
mendatangi kantor
Pemerintahan Kabupaten Tangerang meminta kembali berkas dan draf kesiapan
rencana pembentukan Kota Tangsel. Rombongan tersebut di terima oleh Bupati
yang didampingi oleh jajarannya, berikut juga dengan menyerahkan kembali
berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pembentukan Kota Tangsel, yang diterima
langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Banten, Hj. Ratu Tinty Fatimah Chotib,
dengan disaksikan oleh Wakil Ketua DPRD Tangerang, Sekretaris Daerah
88
Istijar Nusantara, Lambatnya Rekomendasi Kota tangsel, Berkasnya Hilang,
(Tangerang: Harian Umum Pelita), halaman muka, Edisi Kamis, 22 Maret 2007.
71
Kabupaten Tangerang H. Nanang Komara, Asisten Daerah I Drs. H. Mas Iman
Kusnandar.89
Pada 21 Mei 2007, tepatnya pada rapat paripurna. DPRD Banten
mengeluarkan rekomendasi persetujuan pembentukan Kota Tangsel, yang
diperkuat pula dengan persetujuan dari Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah,
seperti yang tertuang dalam pasal 5 ayat 1 UU 34/2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Menurut Ketua DPRD Banten, tidak ada alasan baginya atau Pemerintah
Provinsi untuk menghambat, atau bahkan hingga menolak rencana pembentukan
Kota Tangsel, karena seluruh syarat adminstrasi dan tekknis telah dipenuhi oleh
DPRD Tangerang dan Bupati. 90 Setelah memberikan rekomendasi persetujuan,
kemudian pada Selasa 29 Mei 2007, dokumen tentang pembentukan Tangsel,
berikut dengan persetujuan dari DPRD Tangerang, Bupati Tangerang, DPRD
Banten dan Gubernur Banten, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Tangerang
menyerahkan kelengkapan persyaratan pembbentukan Kota Tangsel kepada
Komisi II DPR-RI di Bumi Serpong Damai. 91
89
Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum satelit
News, edisi Kamis 06 Maret 2006.
90
Joniansyah, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo Interaktif
dalam http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,20050313-08,id.html, edisi
Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010.
91
Joniansyah, Berkas Kota Tangerang Selatan Diserahkan Ke DPR-RI, Tempo Interaktif
dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/10/31/brk,20080203-116839,id.html, edisi
31 Oktober 2008, yang disunting pada 02 Juni 2010. dijelaskan pula dalam situs tersebut, Bupati
menyerahkan berkas ke komisi II DPR-RI, berisi dua hal, yakni, presentasi Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) dan masalah aset daerah . Namun dalam Drs. H. Abdul Rojak, MA, dkk.,
Sejarah berdirinya Kota Tangerang Selatan (Tangsel: Green Komunika, 2010), dokumendokumen tersebut memang diberikan kepada Komisi II DPR-RI oleh Bupati dan Wakil Gubernur
langsung, namun tidak secara jelas dituliskan tempat dimana penyerahan tersebut, karena dalam
perkembangannya, seharusnya semua persyaratan telah dicapai, kemudian dalam proses di DPRRI ada beberapa syarat tentang kajian ilmiah mengenai batas wilayah dan batas alam yang
dianggap belum diperjelas secara terperinci oleh pihak DPRD Tangerang.
72
B. Proses Pembentukan Kota tangerang Selatan
Memasuki proses di DPR-RI, karena merasa perlu dilakukannya
percepatan pembentukan Kota Tangsel, segenap penggiat pemekaran dan
pembentukan Kota Tangsel, dari pihak Pemprov Banten yang diwakili oleh Wakil
Gubernur H. M Masduki, didampingi Wakil Ketua DPRD Banten Malawati, dan
Kepala Biro Pemprov Banten Syafruddin Ismail. Sedangkan dari pihak Kabupaten
Tangerang yang dipimpin langsung oleh Bupati Tangerang H. Ismet Iskandar,
didampingi anggota DPRD Tangerang H. Al mansyur, dan Ketua Presidium
Pembentukan Kota Tangsel H. Zarkasyih Noer, mendatangi Komisi II DPR-RI
yang tergabung dalam Tim Pokja Otonomi daerah. Mereka adalah H. Amad
Chozin Chumaidy dari Fraksi PPP, H. Jazuli Juwaini dari Fraksi PKS, Sulaiman
dari Fraksi Golkar, dan Sofyan Ali dari Fraksi Partai Demokrat, dan melobi
mereka untuk menggunakan hak inisiatifnya, guna mempercepat pembentukan
Kota Tangsel. 92
Namun sebelum mendatangi DPR-RI, pihak penggiat pembentukan Kota
Tangsel, terlebih dahulu mendatangi kantor Departemen Dalam Negeri, yang
diterima oleh Direktur Penataan daerah Abdul Fatah dan Sekretaris Ditjen
Otonomi Daerah Ahmad Zubaidi, untuk menyerahkan berkas dan draf-draf
pembentukan Kota Tangsel. Hal ini sengaja dilakukan selain untuk mempercepat
92
Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010. selain
itu ditambahkan pula dalam wawancara tersebut, jika hak inisiatif ini datangnya dari DPRD
Kabupaten atau Provinsi, sudah barang tentu dikemudian hari akan terbentur banyaknya Fraksi
yang ada di DPR-RI, dan hasilnya akan Cuma-Cuma. Berbeda halnya, jika hak inisiatif ini datang
dari DPR-RI, artinya tingkat kesepakatan semua Fraksi yang ada di Komisi II memang dapat
diperhitungkan, dan tidak perlu pengkajian yang bertele-tele, agar kemudian Rancangan Undangundang dapat diserahkan ke DEPDAGRI, Dalam Khomsu rizal, Kota Tangerang Selatan
Disahkan, Harian Umum Radar Banten, edisi 30 Oktober 2008, ditambahkan, bahwa Jazuli
Juwaini secara konsep mendukung adanya ide pembentukan Kota tangsel, menurutnya
“pembentukan Kota Tangsel merupakan solusi efektif, dalam persyaratannya yang diajukan ke
Komisi II DPR-RI, dalam hal ini saya selaku Tim Pokja menyatakan, bahwa persyaratan tersebut
pada dasarnya sudah lengkap, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam prosesnya”.
73
proses pembentukan Kota tangsel, juga agar pihak DPOD dapat mempelajarinya
terlebih dahulu, selagi menunggu berkas-berkas dari DPR-RI yang akan
diserahkan ke DPOD, setelah selesai mereka bahas. Jadi dalam hal ini
dimaksudkan, untuk efisiensi waktu saja, dan memang untuk merealisasikan
percepatan pembentukan Kota Tangsel. 93
1. Tahap Pembahasan Rencana Undang-undang
Proses pembentukan Kota Tangsel kini tengah memasuki tahap antrian
pada kloter ketiga, karena pada waktu itu Badan Legislatif (Baleg), tengah
membahas 16 usulan pembentukan daerah baru lain. Sedangkan pada kloter ketiga
ini ada sekita 18 usulan pembentukan daerah baru juga, termasuk didalamnya
Pembentukan Kota Tangsel. Oleh karena itu dalam hal ini, Bupati melalui Tim
Kecil yang dibentuknya terus melakukan komunikasi dan membangun hubungan
yang dinamis kepada beberapa anggota DPR-RI yang terlibat secara langsung
dalam proses tersebut.94
Selain itu juga Bupati membentuk Tim bayangan yang bekerja secara
khusus melakukan lobi-lobi politik melalui jalur partai, kepada anggota DPR-RI
dari partai yang sama dengan para penggiat pembentukan Kota Tangsel.
Presidium pembentukan Kota Tangsel juga tak ingin ketinggalan memainkan
perananannya, melalui H. Zarkasyih Noer, seorang tokoh yang memiliki track
record sangat matang, yang selama 15 tahun pernah di DPRD Tangerang, 17
93
Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul
Muin
Basuni,
Bentuk
Kaukus
Kawal
Tangsel,
http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007.
94
Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7
Minggu, Pemerintah Beri Kesempatan DPOD, dalam http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis
10 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010.
74
tahun di DPR-RI, dan sekitar 2 tahun jadi Menteri pada era Presiden
Abdurrahman Wahid. Begitu juga dengan H. Margiono, kedekatannya dengan
pejabat dan petinggi-petinggi negara, dan tokoh-tokoh nasional, karena
latarbelakangnya seorang wartawan, diharapkan mampu memudahkannya untuk
bisa melakukan lobi-lobi politik terhadap pejabat negara dalam rangka untuk
mempercepat proses pembentukan Kota Tangsel. 95
Berkat lobi-lobi politik yang intensif dalam setiap pertemuan non formal
yang dilakukan semua pihak. Dan hasilnya adalah lompatan pembahasan yang
signifikan, terbentuknya RUU pembentukan Kota Tangsel yang mudah diterima
oleh DPR-RI. Dengan demikian Badan Legislatif DPR-RI pertama kalinya
membuat surat rekomendasi atas pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan
konsepsi RUU tentang pembentukan Kota Tangsel, yang secara bersamaan 27
usulan daerah pemekaran baru, pada bulan Juli 2007.96
Dari 27 usulan tersebut, 12 diantaranya telah memenuhi persyaratan
teknis, administrasi, dan fisik kewilayahan. Sedangkan persyaratan untuk Kota
Tangsel, masih ada beberapa point berkas yang dinilai kurang lengkap oleh Baleg.
Pertama, persyaratan batas wilayah, yang dinilai berdasarkan dokumen hasil studi
kelayakan akademis masih memerlukan persyaratan fisik berupa penentuan batas
wilayah yang belum ditentukan secara definitif. Kedua, belum disertainya surat
rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri dalam RUU tentang pembentukan Kota
Tangsel. Ketiga, perlunya pengkajian ulang secara mendalam dalam studi
kelayakan oleh instansi terkait, atau pejabat yang berwenang. Keempat, perlunya
95
Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010,
walaupun didalam wawancara tersebut tidak secara detail dituliskan posisi badan Legislatif, dalam
hal ini penulis berusaha memahami melalui proses hak inisiatif tersebut.
96
Ibid.
75
pertimbangan kembali seiring akan dilaksanakannya Pemilihan Umum tahun
2009. Kelima, dalam membentuk daerah pemekaran baru, harus mengacu juga
pada ketentuan dalam Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang tata ruang
kota.97
Bagi para penggiat pembentukan Kota Tangsel, hal tersebut merupakan
bukan masalah yang berarti. Walaupun sedikit terhambat, namun kelima syarat
yang ditentukan Baleg tersebut dapat terselesaikan dengan mudah, hal ini
dikarenakan berkat hubungan komunikasi dan kedekatan emosial yang dibangun
Tim kecil dengan beberapa anggota Baleg DPR-RI, yang turut serta membantu
melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut, disamping itu juga ditambahkan
didalamnya tentang beberapa nama kecamatan yang menjadi calon Ibukota dan
calon kantor walikota. Akhirnya, RUU tentang Pembentukan Kota Tangsel dapat
dibahas kembali oleh Komisi II DPR-RI.98
Dalam taraf proses pembahasan, bukan saja RUU yang kemudian dikaji
oleh pihak Komisi II. Akan tetapi Komisi II juga membutuhkan kajian kelayakan
wilayah dengan meninjau langsung lokasi yang hendak menjadi daerah otonom
baru, pada 31 Oktober 2007, Komisi II DPR-RI meninjau lokasi yang akan
menjadi batas wilayah, dan kesiapan calon Ibukota Kota tangsel, sekaligus
melihat potensi-potensi ekonomi yang dapat berkembang berkaitan dengan jumlah
penduduknya. Selain itu juga, dengan adanya peninjauan lokasi semacam ini,
Pemerintah Kabupaten dapat menjalin komunikasi lebih intens dengan kalangan
97
Peresmian Tangerang Selatan Tertunda, Harian Umum KOMPAS, dalam
http://kppod.org/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=383&Itemid=2,
diposting
pada Selasa 22 April 2008.
98
Wawancara Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul
Muin
Basuni,
Bentuk
Kaukus
Kawal
Tangsel,
http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin 01 Oktober 2007.
76
Komisi II, diharapkan Pembahasan RUU tentang pembentukan Kota Tangsel
dapat terselesaikan pada awal 2008. 99
2. Morathorium dan Pembentukan Kota Tangerang Selatan
Di sisi yang lain, proses di Departemen Dalam Negeri juga tak kalah
penting. Berhembusnya kabar di awal 2008 atas kebijakan Presiden tentang
morathorium (Penundaan) pembentukan daerah otonom baru, seiring akan
dilaksanakannya Pemilu 2009, jadi dalam hal ini seluruh pihak pemerintahan, baik
eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, diminta untuk dapat konsetrasi pada
persiapan Pemilu tersebut, dan menghentikan seluruh kegiatan apapun yang dapat
menghambat jalannya pemilu. Oleh karena itu, Menteri Dalam Negeri H.
Mardiyanto pada sat itu, tidak akan merekomendasikan RUU tentang
Pembentukan daerah otonom baru, yang masuk dalam kloter kedua dan ketiga
pasca Pemilu 2009, dan hanya akan mengesahkan pembahasan RUU pada kloter
satu, sebanyak 12 RUU. Dalam hal ini, RUU tentang pembentukan Kota Tangsel
termasuk dalam kloter kedua dari 15 RUU.100
Tentunya dengan berhembusnya kabar tersebut menimbulkan rasa
pesimistis dikalangan penggerak pembentukan Kota Tangsel. Ternyata setelah di
analisa oleh sejumlah kalangan penggerak pembentukan Kota Tangsel, adanya
kebijakan morathorium tersebut munculnya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla,
disamping memang alasan yang diberikan memang sehubungan dengan Pemilu
99
DPR Tinjau Calon Ibukota Tangsel, dalam Harian Umum Radar banten, edisi 31
Oktober 2007.
100
Pepih
Nugraha,
Gukung
Morathorium
Pemekaran,
dalam
http://humbahas.blogspot.com/2007/03/dukung-moratorium-pemekaran.html, diposting pada bulan
Maret 2007,, sumber tulisan dari Harian Umum Kompas edisi 10 Maret 2007, disunting pada 02
2010.
77
Raya 2009, selain itu juga berkaitan dengan tidak berkembangnya pemekaran
wilayah di sejumlah daerah pemekaran baru, yang sifatnya hanya akan merugikan
APBN negara saja. 101
Karena kebijakan tersebut munculnya dari Ketua Umum Partai Golkar,
sekaligus Wakil Presiden, tentu saja seluruh kalangan pemerintah, baik daerah
maupun pusat memegang betul intruksi tersebut, dan hal ini terjadi pada Bupati
Tangerang Ismet Iskandar, sebagai kader Partai Golkar Tangerang. Menurut H.
Zarkasyih Noer, adanya pembahasan pemekaran wilayah, sebenarnya tidak akan
menghambat pelaksanaan Pemilu 2009, karena secara keseluruhan RUU tentang
pembentukan Kota Tangsel sudah selesai, walaupun baru masuk dalam kloter
kedua, karena kelengkapan syarat yang tertuang dalam berbagai Undang-undang
sudah dilengkapi semuanya. 102
Posisi dilematis kini tengah dirasakan Bupati dan segenap jajarannya yang
merupakan kader Partai Golkar. Satu sisi, Bupati harus mengikuti kebijakan yang
dikeluarkan Wakil Presiden, namun di sisi yang lain, Bupati Ismet Iskandar
tengah mencalonkan diri pada Pilkada periode 2008-2013, sebagaimana dalam
kampanyenya Pembentukan Kota Tangsel menjadi senjata ampuh untuk meraup
suara dari kecamatan-kecamatan besar, semacam kecamatan Ciputat, Serpong,
dan Pamulang. Jika pembentukan Kota Tangsel di tunda, maka secara otomatis
hal tersebut akan dapat merugikan Bupati dalam pencalonannya. Akhirnya Bupati
berfikir ulang, karena walau bagaimanapun aspirasi masyarakat harus diutamakan.
Melalui Tim kecilnya, Bupati mendesak dan melobi Departemen Dalam Negeri,
di samping segenap anggota pansus terus melengkapi berkas-berkas tentang
101
102
Ibid.
Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010.
78
pembentukan Kota Tangsel, dalam hal ini juga Gubernur di minta untuk melobi
Wakil Presiden agar dapat menunda kebijakan tentang morathorium pemekaran
wilayah. Dengan usaha tersebut, menunjukkan sebuah hasil, dengan datangnya
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk melakukan verivikasi data dan
meninjau lokasi daerah yang hendak dimekarkan. Ditambah lagi dengan
dimajukannya jadwal pembahasan RUU tentang pembentukan Kota Tangsel
dalam kloter satu bersama 12 calon daerah otonomi baru lainnya, yang
rencananya akan dilakukan pada awal April 2008. 103
Namun dalam perjalanannya, jadwal tersebut tidak sesuai rencana, yang
semula direncanakannya akan di bahas awal April 2008, namun harus mundur
pada Oktober 2008. Mengetahui kabar tersebut, persiapan pembentukan Kota
Tangsel semakin dimatangkan, rapat-rapat tentang mekanisme hibah dan anggaran
untuk pemerintahan Kota Tangsel terus dirumuskan. Dukungan yang kuat dari
pemerintah Tangerang membuat pembahasan pembentukan Kota Tangsel, baik di
Departemen Dalam Negeri maupun di Komisi II DPR-RI berjalan lancar. Proses
pun semakin lancar, ketika komunikasi politik antara Tim Kecil, presidium
pembentukan Kota Tangsel semakin melancarkan lobi-lobi politik. 104
Berdasarkan jadwal di Sekretariat DPR-RI, rapat Paripurna DPR-RI yang
akan mengesahkan 12 RUU daerah otonom baru akan digelar pada 26 Oktober
2008. Namun, satu hari menjelang rapat Paripurna digelar, suasana di DPR-RI
maupun di DEPDAGRI sedikit memanas, seiring diberitakannya kabar, bahwa
dari 12 daerah yang akan dimekarkan, sebenarnya hanya tujuh yang dianggap
103
Ibid.
Terganjal 14 Kota Otonom Baru Yang Belum Di Verifikasi, Harian Umum Radar
Banten, dalam http://forum.tamanroyal.com/index.php/topic,429.0/prev_next,next.html#new,
dipoting pada Minggu 13 juli 2008, disunting pada 02 Juni 2010.
104
79
memenuhi syarat. Ketujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Mesuji, Kabupaten
Tulang Bawang barat, Kabupaten Pringsewu (ketiganya berasal dari Provinsi
Lampung), Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunung Sitoli
(ketiganya berasal dari Provinsi Sumatera Utara), dan Kota Tangerang Selatan.
Sedangkan lima kabupaten atau kota yang lainnya, dianggap Komisi II belum
memenuhi syarat.105
Panasnya atmosfir politik di DPR-RI, membuat Komisi II terpecah
menjadi tiga faksi. Faksi pertama, yang menginginkan daerah-daerah yang akan
disahkan hanya daerah-daerah yang memenuhi persyaratan saja. Faksi kedua,
yang menolak faksi pertama, dengan opsi terakhir, jika hanya beberapa daerah
yang memenuhi syarat saja yang hendak di sahkan, lebih baik tidak digelar rapat
Paripurna sama sekali, sehingga tidak ada pemekaran wilayah lagi. Faksi ketiga,
yang lebih mengedepankan prinsip “senasib dan sepenanggungan”, dengan
memberikan opsi, agar sebaiknya kedua belas RUU tersebut disahkan dan menjadi
Undang-undang saja, tanpa melihat wilayah tersebut sudah memenuhi persyaratan
atau belum, karena walau bagaimanapun, para pihak penyelenggara telah berusaha
dengan semaksimal mungkin agar daerahnya dapat menjadi lebih sejahtera
melalui pemekaran wilayah tersebut.106
Akhirnya rapat Paripurna pun digelar, diawali dengan perdebatan yang
alot dari ketiga faksi tersebut. Namun rapat tetap berjalan dengan lancar, yang di
pimpin oleh Ketua DPR-RI periode 2004-2009, Ir. H. R. Agung Laksono dan
dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto dan Menteri Hukum dan Ham
105
Selamat Datang Tangerang Selatan, Harian Umum Radar Banten, dalam
http://www.serpong.org/2008/10/28/selamat-datang-tangerang-selatan/, diposting pada 28 Oktober
2008.
106
Ibid
80
Andi mattalata, serta pejabat, anggota dewan, dan tokoh masyarakat perwakilan
daerah yang akan dimekarkan. Seperti Paripurna pada umumnya, 10 Fraksi DPRRI diminta untuk memberikan keputusan 12 RUU yang akan disahkan. Dalam hal
ini 10 Fraksi tersebut, secara tegas menyatakan persetujuan pembentukan 12
daerah otonom baru, termasuk didalamnya tentang pembentukan Kota Tangerang
Selatan. Dan dua hari kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menandatangani 12 undang-undang baru tersebut, termasuk didalamnya Undangundang No 51 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota tangerang Selatan. 107
C. Polemik Struktur Pemerintahan Tangerang Selatan
Setelah disermikannya Undang-undang No 51 Tahun 2008, tentunya
daerah otonom baru membutuhkan yang namanya “Pemimpin”, dalam hal ini
Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten tidak ingin terlalu terburuburu untuk memutuskan siapa yang layak untuk menduduki posisi Pejabat
Sementara. Walaupun sejak masuknya pembahasan pembentukan Kota Tangsel
masuk pada tahap kloter satu bersama 12 daerah otonom baru lainnya sudah mulai
beredar di antara anggota DPRD Tangerang dan jajaran Pemerintah kabupaten.
Dalam hal ini tidak terlalu diutamakan, namun yang harus menjadi fokus pada
waktu itu adalah mensukseskan percepatan pembentukan Kota Tangsel. 108
Pada dasarnya kedua institusi pemerintahan antara Pemerintah Kabupaten
dan Provinsi ingin lebih menyingkapi dengan hati-hati dalam menentukan Pejabat
Sementara, selain itu juga disebutkan dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP)
107
Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7
Minggu, Pemerintah Beri Kesempatan DPOD, dalam http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis
10 April 2008, di sunting pada 02 Juni 2010.
108
Joniansyah, Pejabat Walikota Tangerang Selatan Disiapkan, dalam Tempo Interaktif,
edisi 03 Februari 2008.
81
Nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan
penggabungan daerah dan UU Nomor 32 tahun 2004 yang menyebutkan, bahwa
Penjabat Walikota adalah yang mengusulkan Gubernur Banten atas pertimbangan
Bupati Induk, namun hendaknya usulan dari Bupati Induk dijadikan skala
prioritas utama. Dan sebaiknya, untuk jabatan Penjabat Walikota Tangsel di isi
oleh pejabat yang paham dan mengerti dengan karaktertistik dari daerah yang
akan dipimpinnya, ditambah lagi dengan adanya Pada PP 78 tahun 2008 pada
pasal 24 disebutkan di daerah otonom baru kabupaten/kota dilaksanakan oleh
gubernur bersama kabupaten/kota, dan dipasal Pasal 9 ayat 2, menyebutkan
Penjabat Walikota Tangerang Selatan diusulkan Gubernur Banten atas
pertimbangan Bupati Tangerang.109
Namun ternyata setelah diresmikannya UU No 51 Tahun 2008, dan adanya
pedoman dari Mendagri mengenai prosedur pengusulan Pejabat Sementara untuk
Walikota Tangsel, kepentingan politik Bupati dan Gubernur semakin nyata, jika
sebelumnya konsep pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangsel telah
dibawa ke arena kampanye oleh Bupati pada Pilkada 2008-2013, dan akhirnya
Bupati Ismet Iskandar terpilih kembali menjadi Bupati. Kini giliran Gubernur
Ratu Atut Chosiyah yang menampakkan syahwat politiknya, yang berusaha
memasukkan nama calon Pejabat Walikota Tangsel, hal ini di sinyalir oleh
sejumlah kalangan untuk menanamkan kantong-kantong suara untuk kepentingan
PEMILU-KADA Banten 2011, melalui Pejabat walikota sementara diharapkan
mampu meraup suara dari para pejabat dan birokrat pemerintahan. 110 Istijar
109
Pengajuan Nama Calon Pejabat Walikota Tangsel Tunggu Pedoman Pelaksanaan,
dalam
http://www.koranbanten.com/2008/12/12/pengajuan-nama-penjabat-walikota-tangseltunggu-pedoman-pelaksanaan/, diposting pada 12 Desember 2008, di sunting pada 02 Juni 2010.
110
Hasil wawancara langsung Penulis dengan H. Zarkasyih Noer, pada 11 Juni 2010.
82
Nusantara dalam Blog-nya menyatakan, bahwa upaya yang dilakukan Gubernur
dengan menempatkan orang-orangnya dalam calon walikota Tangsel merupakan
untuk sebuah ekspansi dan melanggengkan dinasti politiknya, karena bentuk
ekspansi politik tidak hanya dilakukan oleh militer, dalam dunia modern ini,
ekspansi politik juga dapat dilakukan dengan menanamkan para pejabat dan
birokra, termasuk calon walikota di daerah pemekaran baru.111
Pada 24 Januari 2009, diresmikan dan dilantikannya Kota tangsel dan
pejabat sementara untuk walikota, di Gedung Aula Sekretariat Daerah Provinsi
Banten di Serang, Banten, yang dilakukan oleh Menteri dalam Negeri H.
Mardiayanto, dengan ditandai penekanan sirene dan pembukaan tirai bergambar
peta Tangsel, dengan Pejabat Sementara untuk walikotanya adalah H. Muhammad
Saleh MT (Kepala Bina Marga dan Dinas Tata Ruang Banten dan Wakil
Walikotanya adalah H.Nanang Komara (Pegawai pemerintah Kabupaten),
berdasarkan dengan Surat keputusan Nomor 131.36/883/2009. Diharapkan pejabat
sementara tersebut mampu mengemban cita-cita pemekaran wilayah seperti yang
telah diupayakan oleh sejumlah penyelenggara pemekaran wilayah.112
Terbukti, dari dua nama calon Pejabat Sementara untuk Walikota yang
diajukan oleh pemerintah Kabupaten atau Bupati, dan satu nama calon Pejabat
Sementara untuk Walikota yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi, justru calon
dari Gubernur yang menjadi Walikota terpilih dan dilantik oleh Mendagri, padahal
jika Mendagri mau berfikir dan mempertimbangkan efek dari terpilihnya calon
111
Istijar Nusantara, Membaca Politik Dayang-dayang di Tangerang Selatan, dalam
http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009, dan
disunting pada 02 Juni 2010.
112
Mabsuti Ibnu Marhas, Menteri Dalam Negeri Resmikan Tangerang Selatan Sekaligus
Melantik
Walikota,
Tempo
Interaktif
dalam
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/01/24/brk,20090124-156754,id.html,
diposting
pada 24 Januari 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010.
83
dari Gubernur, hal ini berakibat buruk pada komunikasi politik antara walikota
yang terpilih dengan Pemerintah Induk, terhitung dari sejumlah rapat yang di
gelar Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Walikota dalam rangka
peningkatan pembangunan dan pembentukan DPRD Tangsel,
sekaligus
pembentukan KPUD Tangsel, dapat di hitung dengan jari rapat tersebut dapat
berjalan dengan lancar dan dihadiri kedua pihak institusi pemerintahan tersebut.113
Terpilihnya M. Saleh sebagai Walikota Sementara atas usulan dari
Gubernur, dinilai oleh sejumlah kalangan penyelenggara pemekaran wilayah
merupakan bukan hal yang tepat, walaupun M. Saleh MT adalah mantan Kepala
Dinas Pekerjaan Umum di pemprov, namun secara umum kinerja pembangunan
yang diupayakan oleh Pemkot Tangsel, hasilnya dapat dikatakan nihil, adapun
pembangunan yang berjalan selama 1,5 tahun pasca disahkan dan diresmikannya
Kota Tangerang Selatan, adalah hasil pembangunan dari Pemerintah Kabupaten
dan Provinsi yang dianggarkan sebelum diresmikannya Kota Tangsel. 114
Dalam hal ini, kinerja Pemerintah Kota atau Walikota Tangsel selama 1,5
tahun tidak dapat dijadikan tolok ukur bagi penulis dan sejumlah kalangan lainnya
untuk meliahat sebuah tingkat keberhasilan, karena dalam hal ini pemerintah kota
tengah menjalani masa transisi, dari yang semula hanya daerah yang berupa dari
kecamatan-kecamatan saja, kini telah menjadi kota otonom baru, selain itu juga
pemerintah kota yang masih seumur bayi ini tengah memulai masa
pembangunannya, baik dalam bidang struktural maupun di bidang infra struktur
lainnnya. Namun dalam hal ini juga—setidaknya—komunikasi politik antara
113
Istijar Nusantara, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa Kulit”,
dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009,
dan disunting pada 02 Juni 2010.
114
Hasil wawancara Penulis dengan H. Amien Djambek, pada 01 Juni 2010.
84
Pemerintah Kota dan Pemerintah daerah Induk dapat berkomunikasi dengan baik,
tidak seperti “kacang lupa kulit”, setelah menjadi daerah yang otonom secara
pemerintahan, lalu kemudian mengacuhkan Pemerintah induk, karena dengan
terjalinnya komunikasi dengan baik antara pemerintah Kota dan Pemerintah
Kabupaten, hal dapat memaksimalkan kinerja yang selama ini tengah diupayakan
dan sesuai dengan cita-cita pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang
Selatan. 115
D. Tangerang Selatan Milik Siapa?
Memasuki usia 1,5 tahun ini nampaknya Tangsel belum cukup siap untuk
melakukan pemilu-kada, berbagai permasalahan internal pemerintah yang tak
kunjung usai, dimulai dari kantor yang belum sepenuhnya menetap, restrukturisasi
aparatur pemerintahan. Walhasil, hal ini menyebabkan diperpanjangnya masa
jabatan M. Soleh M.T. memang bukanlah tugas yang mudah untuk mengurus
sebuah daerah pemekaran baru, terlebih lagi dengan permasalahan sampah yang
semakin menggila di wilayah Ciputat, khususnya. Namun walau bagaimanapun
Pemilu-kada adalah agenda utama yang harus dilakukan oleh segenap warga
Tangsel, sesuai dengan UU No 51/2009 tentang pemekaran wilayah Tangsel.
Dalam kaitannnya dengan UU pengesahan Tangerang Selatan, maka
momentum Pemilu-kada wajib dilaksanakan bagi segenap daerah pemekaran baru,
termasuk Tangerang Selatan, maka sesuai data yang masuk kepada KPUD
Tangsel, hanya ada empat kandidat yang lolos dalam verifikasi calon walikota
tangsel, dengan no urut 1, yaitu pasangan Drs. H. Yayat Sudrajat dan H. Norodom
115
Istijar Nusantara, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa Kulit”,
dalam http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16 Desember 2009,
dan disunting pada 02 Juni 2010.
85
Sukarno S.Ip, dan yang kedua adalah Hj. Rodiyah dan H. Sulaiman Yasin,
sedangkan pasangan yang ketiga adalah Drs. H. Asrid M.Si dan Andre Taulany
dan pasangan yang keempat adalah Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan H.
Benjamin Davnie. Dapat diprediksi secara umum bahwa hanya akan ada dua
pasangan yang akan bersaing secara ketat, yakni pasangan Drs. H. Arsid M.Si dan
Andre Taulany dan pasangan Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan H. Benjamin
Davnie, karena tak bisa dipungkiri bahwa Arsid adalah satu-satunya putra daerah
yang berani mencalonkan diri dengan karir politik yang dari nol dengan
menggandeng pasangannya Andre Taulany, salah seorang publik figur yang
beberapa tahun ini sering muncul melalui lawakannya setelah vakum dari dunia
tarik suara116. Sedangkan pasangan Airin merupakan ketua PMI Tangsel dan adik
ipar dari ratu Atut Chosiyah, sebagaimana M. Soleh M.T yang konon katanya
adalah orang titipan dari Ratu Atut untuk melakukan ekspansi politik diwilayah
Tangerang Selatan, sedangkan para calon yang lainnya merupakan sebuah
pelengkap sebagai berjalannya sebuah demokrasi, karena hadirnya mereka di
wilayah publik belum banyak diketahui oleh kalangan masyarakat, baik dari sepak
terjang secara politik maupun pengabdiannya terhadap masyarakat Tangsel.
Mungkin demikian pandangan penulis terhadap perkembangan Pemilu-kada
Tangsel.
Benar saja, hingga saat ini Pemilu-kada yang berlangsung menuai badai
kontroversi akan terjadinya sebuah kecurangan secara sistematis terhadap salah
satu calon, hingga kasus ini masuk meja Mahkamah Konstitusi. Pasalnya menurut
116
Dalam www.bsdcity.com, dengan judul “Menyongsong Pemilukada Tangsel, Masih
Relevan kah Isu Putera Daerah”, yang diposting pada 10 Juni 2010, dalam
http://tangerangnews.com/baca/2010/06/27/2853/menyongsong-pemilukada-tangsel--masihrelevankah-isu-putera-daerah--.
86
Tim Sukses salah satu calon walikota, dalam Pemilu-kada sebenarnya sudah
mendapatkan hasil yang reel, bahwa pasangan Drs. H. Arsid M.Si dan Andre
Taulany sudah menang, namun secara mengejutkan KPUD Tangsel, pada tanggal
26 November menyatakan bahwa pasangan Hj. Airin Rachmi Diany SH. MH dan
H. Benjamin davnie memperoleh suara terbanyak dan menjadi walikota Tangsel.
Spontan pihak dari kubu Arsid dan Andre terkejut, dan melakukan gugatan ke
Mahkamah Konstitusi, bahwa dalam pemilu-kada yang pertama kali ini telah
terjadi kecurangan yang sistematis, terstruktur dan masiv, bahwa dalam hal ini
dijelaskan kepada penulis bahwa adanya penggalangan masa dan permainan suara
dari pihak birokrasi yang dengan sengaja mengubah hasil perolehan suara yang
dimenangkan Arsid117. Namun dalam hal ini Pemilu-kada Tangsel penulis melihat
adanya sebuah sikap kedewasaan politik dari segenap masyarakat Tangsel dan
para calon walikota Tangsel, terbukti dengan minimalisasinya huru-hara yang
disebabkan Pemilu-kada seperti gugatan yang bersifat anarkis, atau amuk masa
seperti di daerah lainnya118.
Namun tidak demikian juga pandangan penulis tentang Pemilu-kada
Tangsel, yang jika dilihat jumlah pemilih dan golputnya lebih banyak suara golput
ketimbang pemilihnya, sesuai hasil suara bahwa suara golput tersebut angkanya
hingga 40% melebihi angka minimum. Hal ini mencerminkan bahwa tidak adanya
kerusuhan dan amuk massa warga saat momentum Pemilu-kada berlangsung
karena memang factor apatisnya masyarakat Tangsel terhadap wilayah politik,
117
Andi Sopiandi, Kecurangan Pemilu-kada Tangsel Sistematis, dalam
http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1051012/lipi-kecurangan-pemilukada-tangsel-sistematis,
yang diposting pada minggu 12 Desember 2010.
118
Didi Purwadi, Pemilu-kada Tangsel Tunjukkan Kedewasaan Politik, dalam
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/12/17/152891-pemilukadatangsel-tunjukkan-kedewasaan-politik, diposting pada jumat 17 Desember 2010.
87
atau hususnya Pemilu. Karena dapat dilihat dari enam tahun terakhir ini
Tangerang atau Tangsel telah melewati empat kali pemilu dan pemilu-kada secara
berurutan, namun dampak yang ditimbulkan dari proses politik ini sama sekali
belum dilihat di mata masyarakat, lihat saja sampah misalnya, yang sudah menjadi
kendala besar bagi kelurahan Ciputat, khusunya, dan Tangsel pada umumnya.
Akan tetapi, mau dikata apa, inilah wialayah pekaran yang tengah berkembang,
hambatan dan rintangan selalu ada, tanpa terkecuali119. Tentu saja bagi siapapun
tak bisa mengatakan bahwa pemekaran wialayah dan pemilu-kada Tangsel telah
gagal dalam mencapai demokrasi, karena dalam prosesnya tangsel adalah bayi
mungil yang tengah beranjak menapakkan kakinya, sebuah kewajaran apabila
terjadinya kesalahan dalam prosesnya.
119
www.republika.com, dalam wawancaranya dengan Zaki Mubarak berkaitan dengan Pemilukada Tangsel, dengan judul “Partisipasi Pemilu-kada Tangsel diperkirakan hanya 50 persen”,
dalam http://www.forum-politisi.org/berita/article.php?id=951.
88
BAB V
PENUTUP
Pembentukan daerah otonom baru pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Oleh
karena itu, pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti
kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan
pertimbangan dari aspek social politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan
serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat
menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya
otonomi daerah.
A. KESIMPULAN
Berangkat dari masalah yang telah penulis bahas dalam bab satu hingga
bab empat, ada beberapa kesimpulan yang penulis temukan dalam hal ini.
Permasalahan pemekaran wilayah dan otonomi daerah di Indonesia merupakan
sebuah wacana yang sudah lama ada di Indonesia sejak zaman penjajahan, era
Orde Lama, dan Orde Baru, namun konsep pemekaran wilayah baru merdeka
ketika era reformasi sekarang ini. Segenap daerah-daerah di Indonesia, sejak
sebelum reformasi datang, merasa daerahnya banyak dieksploitasi oleh
pemerintah pusat melalui sumber daya alamnya. Kini di era reformasi masyarakat
daerah merasa berhak melakukan pemekaran wilayah, melalui undang-undang
yang telah ada, agar daerahnya bisa lebih maju melalui Sumber daya Alam (SDA)
dan Sumber Daya Manusia (SDM) dan mampu bersaing dengan daerah lainnya,
89
sehingga diharapkan terjadinya pemerataan kesejahteraan sosial diberbagai
daerah.
Selain itu juga, kehendak masyarakat daerah didukung dalam Undangundang Dasar 1945 yang menyatakan, pengakuan negera untuk selalu
menghormati kesatuan adat istiadat beserta hak-hak tradisonalismenya yang
mencerminkan identitas bhineka tunggal ika. Oleh karena itu, pemekaran wilayah
dalam hal ini bertujuan selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan pelayan publik, pemekaran wilayah juga memiliki filosofi penting
dalam konsep dan perkembangannya, yaitu menjaga keanekaragaman adat istiadat
daerah yang telah menjadi ciri khusus dalam budaya nasional, sehingga terhindar
dari kontaminasi budaya barat yang semakin berkembang, dan mennciptakan rasa
persatuan dan kesatuan bagi bangsa Indonesia.
Dalam pelaksanaan pemekaran wilayah, segenap penyelenggara, termasuk
Bupati dan Gubernur harus melalui prosedur ketetapan pemekaran wilayah, yang
menjadi syarat sah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000
yang kemudian di amandemen dalam Undang-undang No. 32 dan 33 tahun 2004,
dan PP No. 78 tahun 2007, berupa syarat adminstratif, teknis, dan fisik
kewilayahan. Dan hal ini juga yang dilakukan oleh segenap penyelenggara dalam
pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang Selatan, yang secara sadar,
bahwa pelayanan publik pemerintah Kabupaten Tangerang pada waktu itu, tidak
bisa maksimal, karena terlalu luasnya wilayah Kabupaten Tangerang itu sendiri.
Oleh karena itu, muncul inisiatif yang bukan beralasan, dari sejumlah masyarakat
yang kemudian mendirikan organisasi yang mengawal pemekaran dan
90
pembentukan Kota Tangerang Selatan, seperti apa yang telah disampaikan oleh
Bupati dan segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Biasanya, dalam banyak kasus pemekaran wilayah yang berada di
Indonesia, ide dan gerakan pemekaran wilayah tersebut muncul dari sekelompok
elit politik yang memiliki tendensi politik yang melatarbelakangi munculnya ide
dan gerakan pemekaran wilayah, seperti para mantan calon Kepala Daerah yang
kalah pada saat Pemilu-Kada, atau sekelompok orang yang hanya ingin menikmati
hasil alam ddaerah tertentu, oleh karenanya mereka memunculkan ide
ppemekaran wilayah. Akan tetapi berbeda kejadiannya dengan pemekaran
wilayah Tangerang Selatan, yang secara sah dan di klaim semua masyarakat dan
juga pemerintah induk sebagai hasil murni dari seluruh aspirasi masyarakat
Tangerang Selatan itu sendiri. Walaupun pada saat taraf sosialisi konsepnya, harus
diawali dari beberapa orang tertentu, yang merasa bahwa pelayanan publik di
kabupaten Tangerang tidak bisa maksimal terhadap daerah yang jauh dari Pusat
Pemerintahan.
Pada mulanya, ide pemekaran wilayah di lima kecamatan di Tangerang
menjadi Tangerang Selatan mendapat reaksi keras dari Bupati Tangerang dan
segenap kepala kelurahan yang masuk dalam lima kecamatan yang akan menjadi
Tangerang Selatan. Namun seiring perjalanan waktu, dan berkat penjelasan dan
sosialisasi dari masyarakat yang menginginkan peningkatan kualitas dan kuantitas
di daerahnya, reaksi keras tersebut dapat melunak dan sejalan dalam
menyelenggarakan pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang
Selatan. Walhasil, pada 29 Oktober 2008 melalui UU No 51 Tahun 2008 Kota
Tangerang Selatan sah menjadi kota otonom baru.
91
B. KRITIK DAN SARAN
Kritik pertama penulis berkaitan dengan pemekaran wialayah Tangsel
adalah terjadinya sebuah kesalahpahaman sebuah pemikiran ditingkatan
pemerintahan, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini telah disalahartikan
dengan melakukan ekspansi politik dan membentuk sebuah dinasti kekuasaan
dengan mengutus darah keturunan atau pun para pesuruh setianya, tentu saja hal
ini akan menjadi baik apabila hal ini dilakukan atas dasar kesejahteraan
masyarakat, bukan atas dasar kesejahteraan keluarga atau pun individu.
Yang kedua adalah, kurang koordiansinya pemerintah kota, dalam hal ini
wali kota dan wakilnya dengan pemerintah induk pasca disahkannya kota tangsel.
Alhasil, penarikan beberapa set tentu saja dapat ditarik kembali oleh pemerintah
induk, dengan alasan bahwa tangsel kini telah menjadi daerah otonom baru yang
sudah berani terlepas dari induk semangnya, yang selama ini telah mengayomi
dan membangunnya.
Yang ketiga adalah, kurangnya komunikasi pemerintah walikota
sementara dengan segenap masyarakat Tangsel, sehingga dalam beberapa bidang,
seperti kebersihan dan pembangun sulit untuk berkembang lebih baik, sampah
adalah masalah utama bagi tangsel, jika saja hal ini dapat dikomunikasikan lebih
baik melalui program penyadaran masyarakat, tentu buklanlah hal yang sulit
untuk menanggulanginya, karena sampah adalah masalah ita bersama.
Sebagai sebuah saran. Pertama, keterbatasan referensi, bukanlah sebuah
kendala bagi seorang penulis untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah. Dalam
hal ini, penulis harus lebihh melihat keterbatasan tersebut harus dijadikan acuan
92
bagi penulis tersebut, sehingga dari hasil penelitian ilmiah tersebut dapat
mengahasilkan kajian yang obyektif, sesuai dengan apa yang terjadi, kemudian
diharapkan dapat berimplikasi pada apa yang telah menjadi konsentrasi penulis.
Kkarena sebagaimana banyak diketahui, bahwa perpustakaan adalah sebuah
cermin untuk kita mengeksplorasi berbagai macam wacana yang berkembang di
dunia ini, termasuk wacana “pemekaran wilayah” yang menjadi konsentrasi
penulis dalam menelusuri jejak pemekaran wilayah di Kota Tangerang Selatan.
Oleh karena itu, semoga saja pemekaran wilayah Tangsel bisa menjadi acuan dan
bahan perbandingan bagi penulis lainnya dalam melakukan hal yang serupa.
Pemekaran wilayah adalah hak bagi segenap daerah di Indonesia untuk
mengembangkan daerahnya ke arah yang lebih baik, bagi dari segi kualitas
maupun kuantitas. Namun dalam perkembangannya, konsep pemekaran wilayah
banyak disalahartikan bagi segelintir manusia yang menginginkan keuntungan
pribadi. Oleh karena itu, dalam hal ini wajib hukumnya bagi kita untuk terus
mengkaji konsep pemekaran wilayah sesuai dengan cita-cita dan subtansinya,
sehingga dalam praktiknya pemekaran wilayah mampu menjadi sesuatu yang
“Rahmatan Lil al-Amien” bagi seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat pusat
maupun daerah.
93
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rojak, MA, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan, Green
Komunika, Tangerang Selatan, 2010.
Argama, Rizki, Pemberlakuan Otonomi Daerah Dan Fenomena Pemekaran
Wilayah Di Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
Asshidiqie, Jimly, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, BIP, Jakarta, 2008.
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, Copyright Proposal Tangsel, 2005.
Dirdjosantoso, Prajarta, Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif
Lokal, Pustaka Percik, Salatiga, 2004.
DPR-RI, Risalah Sidang Paripurna Ke-11: Pengambilan Keputusan Rancangan
Undang-undang Tentang Pembentukan Kota, Kabupaten, Provinsi. Gedung
Nusantara II, Jakarta, 2008.
Frans M. Parera, dkk, Demokrasi Dan Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa,
PT. Kompas media Nusantara, Jakarta, 2000.
H. R. Makagansa, Tantangan Pemekaran Daerah, Fuspad, jakarta, 2008.
Haris, Syamsuddin, Membangun Format Baru Otonomi Daerah, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2006.
Jeddawi, Murti, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah: Analisis Kewenangan,
Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, Dan Peraturan Daerah, Kreasi
Total Media, Jakarta 2008.
Juwaini, Jazuli, Otonomi Sepenuh Hati: Pokok-pokok Pikiran Untuk Perbaikan
Implementasi Otonomi Daerah, Al-I’tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2007.
Kaloh, Johan , Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
2007.
Kertapradja, Koeswara, Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian
Rakyat, PT. Candi Cipta Paramuda, Jakarta, 2002.
Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian
dan Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah
Cipasera Menjadi Daerah Otonom Kota, Copyright proposal Peningkatan
Status Cipasera, Tangerang, 2002.
94
Kristiadi. J, Demokrasi Dan Etika Bernegara, Kanisius, Jakarta, 2008.
M. Said, Mas’ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, UMM Press, Malang,
2005.
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2007.
Piliang. J, Indra, Mubarak, M. Zaki ,Lanskap Otonomi Daerah: Analisa Dan
Kritik, Yayasan Harkat Bangsa, YHB Indonesia, atas kerjasama dengan Uni
Eropa dan Kemitraan, Jakarta, 2007.
Prasojo, Eko, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, YHB Center, Jakarta, 2006.
Riwu, Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negera Republik Indonesia:
Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Suradinata, Ermaya, Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Kerangka Untuk
Meningkatkan Integrasi Bangsa, Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhannas). Kursus Singkat Angkatan (Ksa) 8, Lembaga Ketahanan
Nasional, Departemen Pertahanan, 2000.
Syaukani, HR., Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2002.
Wardiat, Dede , Warsilah, Henny, Daerah Otonomi Baru: Kasus Kota Dan
Kabupaten, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, jakarta 2007.
Warsistiono, Sadu, Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Tangsel: Tinjauan
Terhadap 36 Kecamatan Dan Kondisi Batas Alam, Bandung: Jatinangor,
2007.
Interrnet dan Dokumen
Admin, Para Tokoh rapatan Barisan Percepat Tangsel, dalam
http://tangerangkab.go.id, diposting pada Rabu 02 April 2008, di sunting
pada 02 Juni 2010.
Agus Dwiyanto, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang
disampaikan dalam seminar kinerja organisasi pelayanan publik, FISIPOL
UGM, 1995.
95
Ali Masykur Musa, salah satu Anggota DPR-RI komisi II dari Fraksi Partai
kebangkitan Bangsa, Kontruksi Pemekaran Wilayah, dalam situs
www.tempointeraktif.com, di posting pada tanggal 11 Februari 2009, dan
dikutip pada tanggal 11 Mei 2010.
Ama Micheal Hia, Keputusan Pemekaran 27 Daerah Otonomi Di Tunda Selama 7
Minggu,
Pemerintah
Beri
Kesempatan
DPOD,
dalam
http://www.yaahowu.com/?p=470, di tulis 10 April 2008, di sunting pada 02
Juni 2010.
Andrea Calvalera Redaktur Harian Tangerang Tribun dengan Drs. H. Abdul Muin
Basuni,
Bentuk
Kaukus
Kawal
Tangsel,
http://drecalvalera.blog.dada.net/post/602714/Wawancara+III, pada Senin
01 Oktober 2007.
Arif Wahyudi AK, Kota Tangerang Selatan Hampir Mentah Lagi, Harian Umum
satelit News, edisi Kamis 06 Maret 2006.
Atep
Afia, Esensi Pembentukan Kota Tangerang Selatan, dalam
www.bantenkuring.blogspot.com, diposting pada Selasa 26 Mei 2009.
Eko
Budi S, Dulu Cipasera Sekarang Tangerang Selatan, dalam
http://komunitasciputat.wordpress.com/2008/07/21/dulu-cipasera-sekarangkota-tangerang-selatan/, diposting pada 21 Juli 2008, dan di sunting pada 02
Juni 2010.
Hasil diskusi panel antara Presidium Pembentukan Tangsel dengan Pemerintah
daerah Tangerang, Bupati Belum Tandatangani Persetujuan Tangerang
Selatan, yang diposting oleh Radar Banten, edisi 27 April 2006.
Istijar Nusantara, Lambatnya Rekomendasi Kota tangsel, Berkasnya Hilang,
(Tangerang: Harian Umum Pelita), halaman muka, Edisi Kamis, 22 Maret
2007.
Joniansyah, Berkas Kota Tangerang Selatan Diserahkan Ke DPR-RI, Tempo
Interaktif
dalam
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/10/31/brk,20080203116839,id.html, edisi 31 Oktober 2008.
--------------, 77 Desa Tangerang Akan Berubah Jadi Kelurahan, dalam
pada
http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2004/12/28/brk,20041228-61,id.html,
Selasa 28 Desember 2004.
--------------, DPRD Kabupaten Tangerang Berjanji Akan Sikapi Soal Cipasera,
Tempo
Interaktif,
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/03/07/brk,2005030715,id.html, edisi Senin 07 Maret 2005.
96
-------------, DPRD Setujui Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Tempo
Interaktif
dalam
http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2005/03/13/brk,2005031308,id.html, edisi Senin 21 Mei 2007, yang disunting pada 02 Juni 2010.
--------------, Membaca Politik Dayang-dayang di Tangerang Selatan, dalam
http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html, diposting pada 16
Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010.
--------------, Pendekar Banten Tolak Pemekaran Wilayah, Tempo Interaktif,
http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2005/03/07/brk,20050307-12,id.html,
edisi Senin 07 Maret 2005.
Loekito, Djoko, “Sejarah Tebentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota
Cipasera
Ke
Kota
Tangsel”,
dalam
http://www.facebook.com/topic.php?uid=102927126355&topic=10262#!/to
pic.php?uid=102927126355&topic=10262, di tulis pada tanggal 12 Juli
2009, dan di akses pada tanggal 15 Februari 2010.
M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam
http://cetak.compas.com/read/xml/2010/01/07/03264345/menata.ulang.pem
ekaran.daerah, pada tanggal 15 Februari 2010, dan di posting pada tanggal
07 januari 2010.
Marhas, Ibnu, Mabsuti, Menteri Dalam Negeri Resmikan Tangerang Selatan
Sekaligus
Melantik
Walikota,
Tempo
Interaktif
dalam
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/01/24/brk,20090124156754,id.html, diposting pada 24 Januari 2009, dan disunting pada 02 Juni
2010.
Nusantara, Istijar, Komunikasi Politik Buntu, Pemkot Dinilai “Kacang Lupa
Kulit”,
dalam
http://istijarok.blogspot.com/2009_12_16_archive.html,
diposting pada 16 Desember 2009, dan disunting pada 02 Juni 2010.
Pepih
Nugraha,
Gukung
Morathorium
Pemekaran,
dalam
http://humbahas.blogspot.com/2007/03/dukung-moratoriumpemekaran.html, diposting pada bulan Maret 2007,, sumber tulisan dari
Harian Umum Kompas edisi 10 Maret 2007, disunting pada 02 2010.
Peresmian Tangerang Selatan Tertunda, Harian Umum KOMPAS, dalam
http://kppod.org/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=383&I
temid=2, diposting pada Selasa 22 April 2008.
Redaktur, “Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat22- Mei-2009.
Redaktur, DPR Tinjau Calon Ibukota Tangsel, dalam Harian Umum Radar
banten, edisi 31 Oktober 2007.
97
Redaktur, Lima Alternatif Kota Baru, Harian Umum Satelit News, edisi Kamis 30
Maret 2006.
Redaktur, Pengajuan Nama Calon Pejabat Walikota Tangsel Tunggu Pedoman
Pelaksanaan, dalam http://www.koranbanten.com/2008/12/12/pengajuannama-penjabat-walikota-tangsel-tunggu-pedoman-pelaksanaan/, diposting
pada 12 Desember 2008, di sunting pada 02 Juni 2010.
Redaktur, Selamat Datang Tangerang Selatan, Harian Umum Radar Banten,
dalam
http://www.serpong.org/2008/10/28/selamat-datang-tangerangselatan/, diposting pada 28 Oktober 2008.
Redaktur, Tahun 2007 Batas Kota Tangsel Di Sepakati,Radar Banten, edisi Jumat
06 Oktober 2007.
Redaktur, Terganjal 14 Kota Otonom Baru Yang Belum Di Verifikasi, Harian
Umum
Radar
Banten,
dalam
http://forum.tamanroyal.com/index.php/topic,429.0/prev_next,next.html#ne
w, dipoting pada Minggu 13 juli 2008, disunting pada 02 Juni 2010.
Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Dari Kota Cipasera Ke Kota
Tangerang Selatan, Copyright BPTI Sekretariat daerah Kota Tangerang
Selatan, dalam http//www.tangerangselatankota.go.id, di posting pada 12
Desember 2009. Dan disunting pada 02 Juni 2010.
Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, dalam
http://butontengah.blogspot.com/2009/09/opini-pemekaran-daerah-ambisielit-atau.html, di muat pada tanggal 18 mei, 2008, artikel ini di akses pada
tanggal 15 februari, 2010.
98
TEKS WAWANCARA
Nama
: H. Zarkasyi Noer
Jabatan
: Ketua Presidium Pemekaran
Tempat
: Jl. Dewi Sartika, Ciputat, Tangerang Selatan
Tanggal
: 11 Juni 2010
Hasil wawancara
1. Latarbelakang terbentuknya ide pemekaran wilayah di Tangsel, idenya
dari mana?
Jawab: sebenarnya.... ide awalnya itu, bagaimana meningkatkan efektifitas
terhadap
pelayanan
masyarakat,
dengan
efektifitasnya
pelayanan
masyarakat dan pembangunan di wilayah Tangerang (semula), diharapkan
efeknya menjadikan Tangerang ini bisa lebih sejahtera. Jadi idenya.....
Pada akhirnya nanti adalah lebih mensejahterakan rakyat. Lalu mengapa
perlu di bentuknya Pemerintahan Tangerang Selatan itu, karena merasa
sangat jauhnya jarak Pemerintahan Tangerang yang berada di daerah
Tigaraksa, hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga petugas
dinas-dinas dan semacamnya, karena jauhnya antara Tigaraksa dengan
Ciputat, Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Ciputat Timur, Pondok Aren.
Dalam hal ini, muncul ide dari masyarakat disini (Sekarang tangerang
Selatan), karena sudah semakin berkembangnya daerah-daerah kita, jadi
bagaimana meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih cepat. Karena
seolah-olah hal ini sudah tidak tertangani oleh Pemerintah daerah.
Akhirnya kita semua kumpul tokoh-tokoh masyarakat, kemudian
99
berbincang-bincang. Akhirnya kita sepakat untuk membentuk Presidium,
yang tujuannya bagaimana wilayah ini menjadi pemerintahan baru, yakni
pemerintahan Kota Tangerang Selatan, tentu saja untuk melakukan ini
semua, kita harus menghimpun seluruh kekuatan yang ada, baik dari tokoh
masyarakat, anggota DPRD, juga pak Bupati, dan juga Pemerintahan
Provinsi beserta Gubernur. Selain itu juga harus melakukan komunikasi
dengan Departemen Dalam Negeri, karena ujungnya terakhir itu kan
adanya di DPR-RI dan DEPDAGRI. Jadi intinya dalam hal ini, bagaimana
meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan di daerah ini
(Tangerang Selatan).
2. Dalam perjalanannya, kendala apa saja yang dihadapi Presidium ini?
Jawab: dalam proses pembentukan Tangerang Selatan, mungkin telah
menjadi hal yang biasa, apabila ada suatu pendapat atau konsep, tentunya
pasti ada yang pro, dan juga ada yang kontra. Akan tetapi, kita dalam hal
ini mengupayakan semaksimal mungkin berusaha menjalin hubungan baik
dengan pihak-pihak yang masih kontra, karena memang ada hal semacam
itu, bahkan hingga membentuk sebuah organisasi (yang tidak bisa saya
sebut), yang pada intinya tidak ingin dalam pemekaran ini disebut dengan
“Pemekaran Kota Tangerang Selatan”, dan tetap ingin bergabung dengan
Tangerang saja, mungkin hal ini ada pengaruh politiknya dari Bupati
Tangerang itu sendiri. Akan tetapi hal ini, kita coba upayakan agar bisa
melunak dan sepakat untuk dimekarkannya Kota Tangerang Selatan,
dengan mencoba menjelaskan tentang tujuan kita sebenarnya, jadi dalam
100
hal ini boleh dikatakan kendala itu dalam maasyarakat tidak ada sama
sekali, Karena selalu kita berikan pengertian dan sosialisasi.
3. Kira-kira kelompok apa saja dan siapa saja tokoh-tokoh yang berperan
dalam proses pembentukan tangerang Selatan ini?
Jawab: saya kira dalam hal ini, semua kalangan berperan, semua tokohtokoh masyarakat kita ajak bersama, dan karena dalam hal ini saya yang
dianggap dituakan diantara kalangan masyarakat lainnya, oleh karenanya
wajar apabila tiba-tiba diangkat menjadi ketua Presidium, karena jika
dilihat dari segi umur, saya dianggap memang sudah tua, ya sekitar 70
tahun, dan memiliki track record yang sudah matang, sekitar 15 tahun di
DPRD, 17 tahun di DPR-RI, dan kurang lebih 2 tahun menjadi menteri.
Oleh karena itu kawan-kawan menganggap Pak Zarkasyi lah yang dapat
melakukan hubungan komunikasi dengan Pak Menteri dan DPR-RI.
Karena yang paling penting adalah di fase ini, di DPR-RI dan
MENDAGRI.
4. Sedangkan mengenai sikap pemerintah kabupaten Tangerang dalam hal ini
setuju atau tidak?
Jawab: Ya.... pada awalnya TIDAK..... lalu pada suatu pagi sekali, kita
(presidum pemekaran tangsel) berangkat subuh-subuh ke Pemerintahan,
disana kita jelaskan, bagaimana keadaan tentang wilayah yang pada
awalnya disebut “Cipasera”, dari segi pembangunan dan lain sebagainya.
Akhirnya dalam hal ini, pak Bupati (Ismet Iskandar) bertanya “namanya
apa neh Pak zarkasyi, saya dengar namanya Cipasera, terus ada lagi yang
menghendaki nama lain”. Dalam hal ini saya berpendapat namanya yang
101
tepat adalah “Tangerang Selatan”, jadi saya tidak ingin melepaskan nama
Tangerang itu sendiri. Setelah kita jelaskan dengan nama panjang-lebar,
langsung beliau jabat tangan saya.... “Saya setuju Pak Zarkasyi, mari saya
bantu”, dan juga sudah barang tentu adanya dukungan dari DPRD
Kabupaten Tangerang.
5. Artinya dalam proses ini, upaya-upaya politik apa saja yang dilakukan
Presidium Pemekaran yang di Motori Pak haji sendiri?
Jawab: dari segi politiknya, kita mengajak seluruh kekuatan sosial-politik,
agama, masyarakat, dan LSM sebagainya, dan dari seluruh unsur yang
mengandung potensi kita ikut sertakan.
6. Dan dari segi DPRD Tangerang dan DPRD Provinsi sendiri, bagaimana
pak haji??
Jawab: dalam hal ini, terutama DPRD Kabupaten Tangerang, tentu saja
sangat membantu dan memfasilitasi Proses-proses tersebut, dan kita
selalu.... andai kata ada yang belum tuntas dari segi administrasi, langsung
kita kontak DPRD dan juga Bupati dan Wakilnya, karena dalam hal ini,
tentu saja harus ada beberapa kajian kelayakan yang dilakukan dimulai
dari foto geografis melalui udara, lalu ada juga harus ada perhitunganperhitungan tertentu tentang pendapatan asli daerah, dan lain sebagainya,
tiap tahunnya mengahasilkan berapa milyar rupiah, yah.... cukup rumitlah.
Dan DPRD Provinsi juga dalam hal ini turut membantu, gubernur juga
membantu, karena proses-proses awal kan cukup melibatkan pemerintah
daerah dan juga Provinsi, baru ketika memasuki fase berikutnya, kita
102
semua diminta banyak berjuang ketika semua berkas-berkas tersebut
masuk ke DPR-RI dan DEPDAGRI.
7. Ketika proses pemekaran ini memasuki DPR-RI, bagaimana sikap DPRRI, khususnya mereka-mereka yang menangani pemekaran wilayah ini?
Jawab: kebetulan sekali..... dalam hal ini, saya masih banyak mengenal
kawan-kawan di DPR-RI, dan masih menjaga hubungan baik dengan
mereka. Meskipun saya dari PPP, akan tetapi saya juga banyak mengenal
mereka yang dari PDI-P, dari Golkar, dari Demokrat, dan dari berbagai
partai lainnya, semuanya berkomunikasi baik dengan saya sejak dulu. Hal
ini saya manfaatkan untuk turut membantu melancarkan proses pemekaran
wilayah dan terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Alhamdulillah seperti
yang sekarang kita lihat, hasil cukup memuaskan kerja kawan-kawan yang
ada di DPR-RI, bahkan ketika saran kami untuk mengadakan usul inisiatif
ini diharapkan jangan dari Pemerintah Daerah, akan tetapi usul inisiatif ini
harus dari pihak DPR-RI, karena hal ini akan semakin mempercepat proses
pemekaran dan pembentukan itu sendiri. Akan tetapi berbeda ceritanya
jika usul inisiatif ini datangnya dari Pemerintah Daerah, terus.... ketika
dibawa ke DPR-RI, akan terbentur dengan banyaknya Fraksi-fraksi yang
ada di DPR-RI itu sendiri, di khawatirkan akan kandas ditengah jalan.
8. Setelah proses-proses tersebut dilewati, sesuai dengan isu yang beredar,
mengenai Pejabat Sementara (PJS), apakah benar pak haji, baik dari pihak
Pemerintah daerah
maupun provinsi,
bahwa keduanya
memiliki
kepentingan politik, mungkin isunya yang beredar itu katakanlah berebut
103
nama untuk siapa yang pantas dianggap berjasa dalam pembentukan Kota
Tangerang Selatan?
Jawab: ehhh.... begini, hal ini bisa juga dikatakan benar, dan memang
terjadi. Dan di dalam ilmu tentang kekuasaan, hal semacam itu adalah hal
yang wajar, karena sifat kekuasaan adalah serba kekurangan, katakan
sekarang dia (si A), sudah punya pernah berkuasa jadi Ketua RT,
kemudian selanjutnya dia juga pasti pengen ngerasain jadi ketua RW. Hal
ini juga terjadi dalam penentuan dan pengambilan keputusan PJS, akan
tetapi hal ini dapat kita tempuh jalan musyawarah. Dan akhirnya untuk
Pejabat Walikotanya kita ambil dari Serang, tetapi hal ini pun juga kita
usulkan, sedangkan untuk Sekertaris Kotanya, yang mengatur segala
macamnya tentang administrasi kota, itu diambil dari Pemerintah
Kabupaten tangerang, yaitu Pak Nanang Komara, dan lain-lainnya.
9. Secara logika, resiko adanya pemekaran wilayah, tentu saja akan
mengurangi pendapatan daerah pemerintah induk. Akan tetapi dalam hal
ini, Pak Bupati justru mendukung adanya pemekaran tersebut. Yang jadi
pertanyaannya adalah, apa sebenarnya motif politik yang dilakukan oleh
Bapak Bupati? Selain itu juga sempat ada isu, bahwa Kabupaten
Tangerang ini hendak ingin dijadikan Provinsi baru? Jika hal ini bisa
dikatakan benar, tentu saja Bapak Bupati tidak serta-merta menyetujui
pembentukan Pemerintah Kota Tangerang Selatan?
Jawab: di dalam ilmu ketatanegaraan, yang jauh berbeda dengan persoalan
agama, yang segala sesuatunya dilakukan dengan ikhlas dan Lillahi Ta’ala.
Karena dalam ilmu ketatanegaraan semuanya tentu memilki motif politik.
104
Kenapa bapak Bupati menyetujui pemekaran ini, beliau tahu.... lumbunglumbung suara terbesarnya, berada di wilayah Ciputat, Pondok Aren dan
Serpong, beliau tahu betul hal semacam itu, terlebih lagi proses pemekaran
ini mendekati momentum PILKADA, pada waktu itu beliau hendak
mencalonkan kembali menjadi Bupati periode 2008-2013. Kalau saja
aspirasi ini tidak beliau akomodir secara serius, salah-salah langkah, hal
ini akan menghantam balik beliau sendiri. Mungkin itu alasan saya jika di
tinjau dari segi politiknya. Kedua adalah, adanya proyek “Fly Over” yang
melintasi diatas Pasar Ciputat, yang biayanya dianggarkan hingga Rp 200
Milyar, hal ini sekaligus menjadi isu beliau dalam Kampanye
pencalonannya kembali menjadi Bupati Tangerang. Kemudian jika ditanya
kembali, apakah ada kepentingan dari Pemerintah Provinsi, tentu saja ada,
karena dalam ilmu politik, segala sesuatu yang masih berkaitan dengan
pemerintahan, hal ini tidak terlepas dari tendensi dan motif politik. Seperti
kita tahu, bahwa Ibu Gubernur, yaitu Ibu Ratu Atut, 2011 nanti akan
mencalonkan
kembali
menjadi
Gubernur
Banten.
Jadi,
dengan
memberikan pos-pos politik dalam bidang-bidang strategis dalam
pemerintahan tangerang Selatan, setidaknya beliau telah menanamkan
kekuasaanya di wilayah Tangerang Selatan. Hal ini tentu saja akan
mempermudah beliau dalam memperoleh kekuasaannya kembali. Berbeda
jauh dengan persoalan agama, tendensi dan motif politik hampir dikatakan
tidak adalah, semua yang dilakukan hanya ridho Allah aja.... bukan
begitu..... Sedangkan dalam pemerintahan, jangan berharap ada yang mau
105
melakukan segala sesuatunya dengan istilah “Lillahi Ta’ala” kecuali pada
masa Pemerintahan Nabi Muhammad.
10. Kembali ke pembahasan neh ya Pak Haji.... setelah satu tahun setengah
kurang lebih nehh, bagaimana pendapat Pak Haji tentang PJS ini,
katakanlah berhasil atau tidak dalam menjalankan agenda pertama, sesuai
dengan cita-cita awal pemekaran wilayah dalam Pemerintahan Kota
Tangerang Selatan dikalangan masyarakat itu sendiri?
Jawab: eee...... 1,5 tahun, dalam hal bidang infrastruktur bisa dikatakan
berhasil, dalam hal ini saya ingin bicara apa adanya. Dalam bidang
infrastruktur kita boleh katakan berhasil, dan keberhasilan tersebut bukan
semata-mata dari dana yang kita miliki dari APBD Tangerang Selatan.
Akan tetapi juga, masih dapatnya dana subsidi dari Provinsi. Karena,
kebetulan pak Saleh (Walikota Sementara Tangerang Selatan), beliau
dulunya adalah dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Provinsi, jadi
beliau, atas persetujuan Gubernur, banyak proyek-proyek yang dialihkan
ke Tangerang Selatan, hal ini kemudian dibagi-bagi ke wilayah-wilayah
Tangsel, sehingga pembangunan tersebut diharapkan bisa merata. Coba
kita lihat sekarang, adanya pembangunan jalan-jalan utama yang
diperlebar dan perbaikan-perbaikan, kita tanya, uangnya dari mana seh?,
hal ini tentunya juga dirasakan oleh masyarakat. Ajadi di bidang jalan dan
prasarana jalan, bisa dikatakan berhasil, Cuma saja, yang dikeluhkan
masyarakat saat ini, yang juga saya sampaikan diberbagai media, bahwa
Pemerintah Kota ini, jangan terlalu dibebani oleh permasalahanpermasalahan politik, biarkan lah dulu selama ini, dia melakukan tugas-
106
tugas yang menjadi pekerjaan Pegawa Negeri Sipil, bagaimana melayani
masyarakat sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan pelayanan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini sekarang kita rasakan, Pemerintahan
sekarang ini, terlalu dibebani dengan persoalan-persoalan kepentingan
politik, atau kepentingan satu pihak tertentu, seharusnya diawal-awal masa
pemerintahan ini, jangan dilakukan dulu hal semacam itu, karena
pembebanan ini belum tentu akan menguntungkan semua masyarakat,
walaupun pada tujuannya itu. Karena seperti kita tahu, masyarakat
sekarang ini adalah masyarakat yang kritis, berbeda dengan pegawai
negeri zaman dulu, yang masih takut diberhentikan, jika berani mengkritisi
Pemerintahan. Sedangkan sekarang yang terjadi tidak demikian, karena
sudah adanya aturan-aturan yang jelas yang tertuang dala Undang-undang,
sehingga kita bisa mengajukan ke pengadilan, jika kita diberhentikan
sepihak tanpa alasan yang jelas. Jadi biarlah.... memihak kepada satu
pihak, dalam hal ini sah-sah saja tentunya, akan tetapi secara birokrasi,
semua pegawai-pegawai tersebut harus profesional dan seharusnya netral
terhadap kelompok-kelompok politik yang ada. Karena tugas sebenarnya
adalah melayani masyarakat sebaik-baiknya, dan memiliki sifat adil, dan
hal ini sudah seharusnya ditunjukkan. Jadi dalam segi politis, perjalanan
Pemerintahan Kota ini kurang begitu baik, karena dikhawatirkan
dampaknya akan merugikan masyarakat. Akan tetapi dari segi pengaturan,
dan pengurangan pengangguran saat ini, bisa kita katakan sudah bagus.
Hanya satu permasalahan yang sama sekali belum bisa diatasi di wilayah
Tangerang Selatan ini adalah masalah sampah, mungkin karena faktor
107
kendaraan pengangkut sampah tersebut, dulu kita punya sekitar 40 unit
pengangkut sampah, sekarang sudah diambil begitu saja oleh Pemerintah
kabupaten, hal ini kan sangat aneh.... lalu yang lebih penting adalah,
tempat pembuangan akhir sampah-sampah tersebut, yang belum jelas akan
dibuang dimana. Hal ini sedang kita upayakan bersama-sama.
11. Oke, kembali ke pembahasan pak haji, ada atau tidak sih, faksi-faksi yang
pro dan kontra dalam proses pemekaran Tangerang Selatan?
Jawab: tentu saja ada, hal ini tidak bisa kita pungkiri, kalau saya boleh
berbicara blak-blakan dalam hal ini, adanya Organisasi yang dibentuk oleh
Pak Djambek, yaitu Format, merupakan bagian dari pada setuju adanya
Tangerang Selatan, akan tetapi tidak setuju adanya Tangerang Selatan,
setuju dengan adanya peningkatan pembangunan di Tangerang Selatan,
tetapi tidak setuju adanya pembentukan Tangerang Selatan. Dan hal ini
terkait betul dengan Pemerintah Kabupaten, karena memang anggotanya
sebagian besar adalah Kepala Desa atau sekarang Kepala kelurahan.
Tetapi, setelah kita mengadakan dialog-dialog dan sosialisai, dan lain
sebagainya, justru mereka ikut membantu proses pemekaran tersebut.
Mengapa beliau (Pak Djambek) tidak setuju dengan terbentuknya Kota
tangerang Selatan?, karena beliau melihat seolah-olah yang menggagas
dan bergerak dalam proses pemekaran adalah orang-orang pendatang yang
membentuk Bakor Cipasera tersebut, seolah-olah mereka tahu betul daerah
sini, padahal mereka tidak tahu, dan hanya ingin mendapatkan
kebutuhannya semata. Mungkin itu sedikit sebabnya mengapa Pak
Djambek menolak pemekaran tersebut, artinya disini ada sedikit sentimen
108
primordial antara pendatang dan penduduk asli Betawi. Akan tetapi setelah
semua
kawan-kawan
setuju
saya
menjadi
ketua
Presidiumnya,
Alhamdulillah semua bisa berjalan dengan lancar, hampir bisa dikatakan
tidak ada kendala yang dengan sengaja bisa menghambat proses
pemekaran dan pembentukan Kota tangerang Selatan, karena dalam
berjalannya proses tersebut kita semua berjalan dengan melakukan
kesadaran masing, tanpa harus saya perintah, mereka semua sudah tahu
tugasnya masing-masing, dan apa saja yang harus dilakukan. Dengan
demikian kita berjalan dengan satu persepsi, karena pendapat-pendapat
yang ada di benak setiap kawan-kawan selalu kita share dalam beberapa
kesempatan forum.
12. Sehubungan dengan menjelang disahkannnya UU No 51/2008, sempat ada
kabar akan diadakannya moratorium, kira-kira upaya apa saja dilakukan
Presidium Pemekaran Tangerang Selatan?
Jawab: berita tersebut memang betul, bahwa memang ada pernyataan dari
Wakil Presiden (Bapak Jusuf kalla), agar pemekaran wilayah yang ada di
Indonesia ini untuk di tunda, tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi PEMILU, dan lain sebagainya. Yang kedua, karena
memang adanya dalam pemekaran wilayah, kurang berhasilnya daerahdaerah tersebut, karena juga kan dalam Undang-undangnya telah diatur
menjadi tiga. Bagi mereka yang melakukan pemekaran wilayah, dan dalam
jangka
lima tahun belum bisa menunjukkan keberhasilan di bidang
infrastruktur, maka akan dilakukan kembali penggabungan ke daerah
asalnya. Ada juga yang sama sekali tidak menunjukkan perkembangan,
109
tetapi juga tidak mengalami kemunduran, jadi dimekarkan atau tidak,
dalam bidang infrastruktur tetap sama saja, tetapi juga tidak segikit ada
yang berhasil. Oleh karenanya, bapak Wakil Presiden berusaha melakukan
penundaan (moratorium), dan rencana tersebut dipegang betul oleh
Golkar, wajar apabila pihak Golkar yang berada di Kabupaten Tangerang
menjalankan intruksi yang dilakukan bapak Wakil Presiden. Menjelang
akhir-akhir proses pemekaran dan pembentukan, ada sedikit suasana yang
gamang dalam lingkup Pemerintah daerah, sampai pada suatu ketika, Pak
Bupati saya ajak ketemu, dan saya tanya “apa seh Pak, yang Bapak
ragukan dalam hal ini, saya disini berbicara atas dasar aspirasi
masyarakat?”, menanggapi desakan, Bapak Bupati rupanya berfikir ulang,
selain itu juga ditakutkan oleh Bapak Bupati sendiri, akan mengurangi
dukungannya pada saat PILKADA nanti, demikian Bapak Bupati juga
sepakat untuk mempercepat proses tersebut. Akhrinya, disepakatilah oleh
Bapak Bupati dengan berusaha melakukan lobi poltik ke tingkat DPR-RI,
agar jangan dilakukannya dulu upaya moratorium tersebut. Selain cukup
jelasnya Tangerang selatan secara administrasi untuk segera menjadi
Pemerintahan Kota, karena pendapatan daerah atau incom terhadap negara
yang cukup besar, yang sudah memang memadai juga, upaya lobi pun
dilakukan ke Bapak MENDAGRI, karena memang kondisi Tangerang
Selatan yang sudah siap betul untuk menjadi pemerintahan yang otonom,
dan saya yakin, dengan adanya pemekaran ini tidak akan mengganggu
apa-apa, bahkan akan semakin mensejahterakan masyarakat. Akhirnya hal
ini pun disetujui oleh semua pihak, tanpa kecuali Bapak MENDAGRI.
110
TEKS WAWANCARA
Nama
: H. Amin Djambek
Jabatan
: Ketua Umum Formats (Forum Membangun Tangerang Selatan)
Tempat
: Kantor PWRI (Persatuan
Tanggal
: 01 Juni 2010
Hasil wawancara
13. Latarbelakang terbentuknya ide pemekaran wilayah di Tangsel, idenya
dari mana?
Jawab: dari pemerintahan daerah atau bisa dikatakan datangnya ide
tersebut dari bapak bupati.
14. Format dalam hal ini adalah sebagai pendukung atau kelompok yang
menolak ide tentang pemekaran wilayah di Tangsel?
Jawab: jadi begini sebenarnya..... Sebelum ada gerakan-gerakan kekuatan
yang berkaitan dengan pemekaran wilayah untuk terbentuknya Tangsel
sebagai pemerinntahan yang otonom, ide ini pada awalnya konsep dari
bapak Bupati (Ismet Iskandar). Artinya, konsep ini sudah begitu lama.
Kemudian pada tahun 2004, muncullah sebuah gerakan yang
bernama Bakor Cipasera (Badan Koordinasi) Pembentukan Cipasera.
Tanpa mengurangi rasa semangat perjuangan gerakan tersebut, dalam hal
ini, format menghargai gerakan tersebut sebagai cikal-bakal terbentuknya
Tangsel sekarang ini. Akan tetapi, sebenarnya konsep ini sudah dirintis
111
oleh pemerintah daerah jauh sebelum gerakan-gerakan Bakor Cipasera
ada.
Kemudian dalam perkembangannya berkumpullah beberapa tokoh
masyarakat, yang di sponsori oleh Bung Margiono (sekarang menjadi
Ketua PWI), untuk membentuk Badan Koordinasi Pembentukan Kota
Cipasera (Bakor Cipasera). Dalam perjalanannya, Bakor Cipasera
melakukan kegiatan-kegiatan yang memaksa untuk segera di bentuknya
Kota Cipasera.
Kemudian, sedangkan konsep dari Bapak Bupati adalah bukan
pemekaran wilayah Cipasera, akan tetapi pemekaran wilayah Tangerang
menjadi Kota Tangerang Selatan. Mungkin kita langsung singkat-singkat
aja ya.... biar ente nyusun dan nulisnya enak, kurang lebih demikian lah
apa yang diutarakan oleh H. Amien Djambek dalam wawancaranya kali
itu.
Ide tentang pemekaran wilayah Tangerang, yang akan dimekarkan
meliputi wilayah-wilayah kecamatan besar, dengan istilah nama, yakni
Kota Tangerang Selatan, ini disponsori secara langsung oleh pemerintah
daerah, atau langsung dari bapak Bupati (Ismet Iskandar), bahwa
dikehendaki dengan batas wilayah sebelah barat adalah kali Cisadane,
yang tidak termasuk dalam wilayah Pagedangan dan Cisauk secara utuh.
Akan tetapi dalam hal ini, bakor cipasera memaksakan kehendaknya agar
wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk dalam kecamatan yang nantinya
meliputi wilayah Kota Cipasera.
112
Dalam hal ini Formats terbentuk atas dasar mendukung aspirasi
masyarakat tangsel, yang sebagian besar anggotanya adalah kepala desa,
karena 85% anggota dari formats adalah aparatur pemerintahan, tentu saja
dalam hal ini akan mendukung konsep dari bapak Bupati, bukan lah
konsep dari bakor Cipasera. Akan tetapi, kita semua di format akan selalu
senantiasa menghargai Bakor Cipasera sebagai penggerak pertama, untuk
supaya pemekaran wilayah ini segera dilaksanakan dan dipercepat. Kurang
lebih demikianlah keinginan dari bakor Cipasera.
Kembali dalam pembahasan batas wilayah tersebut, secara
otomatis dalam hal ini, karena batas wilayah yang dikehendaki oleh Bapak
Bupati adalah kali Cisadane, otomatis kecamatan Cisauk terbagi menjadi
dua, karena walau bagaimanapun, sebelah barat kali cisadane tersebut
masih meliputi kecamatan cisauk. Oleh karena itu, dalam hal ini bapak
bupati melakukan pemekaran kecamatan terlebih dahulu. Akhirnya,
sebelah barat yang semula masih kecamatan Cisauk, kini berubah menjadi
Kecamatan Setu, dan sebelah timur Kali Cisadane, masih tetap masuk
dalam wilayah Cisauk, karena memang selain itu, Kecamatan Cisauk
adalah kecamatan yang bisa dikatakan terlalu besar dan luas wilayahnya
untuk tingkatan sebuah kecamatan. Oleh karenanya Bapak Bupati
melakukan pemekaran kecamatan tersebut. Akan tetapi status desa yang
berada dalam kecamatan Setu tetap menjadi desa, dan tidak berubah
menjadi kelurahan seperti yang lainnya, karena kecamatan Setu adalah
kecamatan yang baru saja dibentuk dalam pemekaran wilayah untuk
Tangsel ini.
113
Kemudian dalam perkembangan langkah selanjutnya yang
dilakukan bapak Bupati adalah melakukan peningkatan status desa, dari
yang tadinya desa, kini menjadi kelurahan. Dalam hal ini lah format
beserta seluruh jajaran kepala desa membantu proses perubahan status
desa menjadi kelurahan. Karena persyaratan untuk menjadi kota, itukan
minimal harus memiliki 4 kecamatan di dalamnya.
Kemudian setelah semuanya selesai, formats dengan FKKL
(Forum Komunikasi Kepala Lurah), yang pada kesempatan kali ini, baru
melakukan deklarasi pada tanggal 06 Februari 2006, dilapangan
Cilenggang, yang dihadiri lebih dari 10.000 masyarakat Tangerang dan
Tangerang selatan kini, dengan tujuan deklarasi tersebut format bermaksud
menghapus nama “Kota Cipasera”, yang dipelopori oleh Bakor Cipasera,
dengan nama “Kota tangerang selatan”. Karena sejak saat itullah formats
beserta kepala kelurahan yang hadir, merasa berhak menghapus nama
“Kota Cipasera” yang dipelopori oleh Bakor Cipasera, karena yang
melakukan proses-proses tersebut, selain pemerintah daerah, juga sebagian
besar dari anggota-anggota formats yang berada di pemerintahan daerah
dan yang mmenjadi kepala desa. Dan kota tangerang yang dimaksud
dalam hal ini, tentu saja seperti yang dimaksud oleh pemerintah daerah
atau bapak bupati, yang hanya meliputi batas wilayah Kali Cisadane, dan
tidak memasukkan wilayah Pagedangan dan Cisauk. Dalam hal inilah
terlihat hubungan yang selaras antara pemerintah daerah dengan organisasi
kemasyarakatan, agar supaya berjalannya pemekaran wilayah Tangerang
Selatan ini, bisa berjalan dengan lancar. Tidak seperti yang dilakukan oleh
114
bakor Cipasera, yang terus dengan senantiasa melakukan desakan dan
pemaksaan agar wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk dalam wilayah
yang hendak di mekarkan. Dengan upaya melakukan pemaksaanpemaksaan tersebut, dalam hal ini justru akan semakin menjadi masalah
baru dan kendala yang menghambat jalannya pemekaran wilayah tersebut.
Seharusnya, jika bakor Cipasera ini menghendaki untuk segeranya
dilakukannya pemekaran wilayah, bukan sikap memaksakan kehendak
tersebut yang mereka lakukan. Akan tetapi berusaha melakukan upayaupaya yang mempermudah jalannya pemekaran wilayah tersebut, seperti
yang dilakukan oleh Formats beserta jajaran anggotanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, karena Bakor Cipasera masih
saja bersikeras memaksakan wilayah Pagedangan dan Cisauk masuk
dalam wilayah Cipasera atau Tangerang Selatan nantinya, akhirnya
Formats beserta Pemerintah daerah atau DPRD, yang pada waktu itu
sudah membentuk Panitia Khusus Pemekaran Wilayah untuk tangsel, dan
Bakor Cipasera, dalam hal ini untuk melakukan musyawarah di suatu
tempat, agar terjadinya sebuah persamaan persepsi dan ide. Akhirnya
dalam hal ini, disepakati untuk dibentunya wadah baru untuk menghimpun
seluruh aspirasi yang ada, antara Formats dan Bakor Cipasera yang
nantinya akan menjadi bahan pertimbangan oleh Pansus tersebut, akhirnya
terbentuklah wadah tersebut, yang diberi nama “Presidium Pemekaran
Tangsel. Dengan dibentuknya presidium ini lah dinginkan dari seluruh
pihak agar tidak ada dan terjadinya dualisme dalam pemekaran wilayah
Tangsel, yang nanntinya akan menghambat proses pemekaran itu sendiri.
115
Pada waktu itu, saya (Pak Djambek) di minta oleh semua anggota
yang hadir, untuk menjadi ketua Presidium Pemekaran Tangsel. Akan
tetapi hal ini, saya tolak, karena kapasitas dan pengalaman politik saya
masih sebatas lingkup daerah atau tangerang saja. Oleh karenanya saya
dalam hal ini, menyerahkan amanat tersebut oleh Bapak Zarkasyi Noer,
yang lebih memiliki pengalaman lebih matang, selain pernah bergelut
dalam dunia politik di tingkat daerah, pak zarkasyi ini juga pernah duduk
di tingkat legislatif pusat, sekaligus pernah memangku jabatan menteri
pada Era Presiden Abdurrahman Wahid, walaupun hanya sekitar 1 tahun.
Akan tetapi tentu saja beliau ini masih memiliki hubungan-hubungan dan
beberapa kenalan yang masih berada di legislatif pusat. Akhirnya
keputusan inipun diterima oleh anggota yang hadir dalam musyawarah
tersebut, dengan dikawal oleh struktur-struktur Pak Djambek sendiri, Pak
K.H. Rasyud Syakir (pada waktu itu Kepala Lurah Kedaung, sekaligus
Ketua DKM Al-Ikhwaniyyah Kedaung), dan juga pak Sony (anggota
DPRD dari Fraksi PAN) dan Pak Iman Kusnandar (Pemerintah Daerah),
juga Pak Hidayat.
Dalam
perkembangan
selanjutnya
Presidium
inilah
yang
mengupayakan sekaligus melakukan proses-proses pemekaran dengan
berbagai intitusi negara yang berkaitan dalam pemekaran tersebut yang
dimotori oleh Pak Zarkayi Noer. Alhamdulillah dalam pembentukan
Tangsel ini, kita semua tidak terlalu dipersulit seperti daerah-daerah
lainnya, yang hingga mencapai 3-5 tahun dalam prosesnya. Akan tetapi
berbeda halnya yang terjadi dalam pembentukan Tangsel, selain memang
116
yang menangani dalam hal ini adalah para pakar yang berpengalaman,
juga dukungan daan peran serta masyarakat yang selalu mem-back-up dan
mendorong (support) langsung dari usaha-usaha yang dilakukan presidium
tersebut.
Dalam perjalanan selanjutnya, pemekaran-pemekaran kecamatan
pun tentu saja harus dilakukan, seperti pemekaran kecamatan Ciputat
dibagi menjadi dua, yaitu menjadi kecamatan Ciputat dan Kecamatan
Ciputat Timur, sedangkan Serpong juga di bagi menjadi dua, yaitu
menjadi Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara. Dengan
demikian akan menjadi nilai lengkap proses pemekaran tersebut. Hal ini
dilakukan karena selain jumlah penduduk yang semakin padat, juga untuk
meningkatkan pelayanan publik di wilayah Tangsel kelak, hal ini juga
dilakukan untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di wilayahwilayah kecamatan besar tersebut, karena dengan demikian diharapkan
mampu menampung beberapa tenaga kerja dalam pemerintahan itu sendiri.
Akan tetapi intinya dalam hal ini dilakukan adalah agar terjadinya
pemerataan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat Tangsel.
Oleh karena itu, apabila dalam perjalannya ada pro dan kontra, itu
merupakan hal yang wajar, yang harus kita tanggapi dengan positif. Dan
setelah ketuk palu pengesahan, dan resmi menjadi Kota Tangerang
Selatan, kita semua beserta jajaran Presidium pemekaran, Sujud Syukur
secara massal kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena cita-cita kita
masyarakat Tangsel telah dikabulkan. Namun sebelum ketuk palu tersebut,
tidak bisa kita pungkiri semua, karena prosesnya sangat lama, polemik-
117
polemik tentang wilayah perbatasan lagi-lagi selalu menjadi kendala kita
dalam melakukan proses pemekaran tersebut, karena berdasarkan kajian
pemekaran dari Prof Sadu, bahwa Pagedangan dan Cisauk seharusnya bisa
masuk ke dalam wilayah tangerang Selatan, karena cepat atau lambat,
seiring perkembangan pembangunan infrastruktur yang ada dalam wilayah
serpong, akan merambah kedua wilayah tersebut, maka dalam hal ini saya
beserta pak Zarkayi, berusaha mencari solusi untuk pemecahan masalah
batas wilayah tersebut. Akhirnya kita semua melakukan rapat di ruangan
ketua Dewan, yaitu Pak Endang Sudjana dengan beserta empat fraksi
lainnya yang juga terlibat dalam proses pemekaran. Dalam hal ini saya
berpendapat bahwa, dari pada kita berdebat terus mengenai batas wilayah,
yang menyebabkan terhambatnya proses pemekaran itu sendiri. dalam hal
ini saya akan tetap mendukung batas wilayah yang dikehendaki oleh
Bapak Bupati, karena seharusnya pekerjaan ini bisa selesai hanya dengan
waktu 15 menit, sesuai apa yang dikehendaki oleh Bapak Bupati, setelah
itu selesai, dan DPR RI dalam hal ini, bisa segera langsung mengetuk palu,
jadi tidak memakan waktu hingga berbulan-bulan seperti ini. Akan tetapi
hal ini di bantah oleh Pak Arif (salah satu anggota dewan yang hadir),
dalam hal ini saya tidak sepakat apabila DPRD dianggap menghambat
proses pemekaran tersebut, hanya Cuma karena batas wilayah saj, akrena
memang sesuai kajian yang ada, kedua wilayah tersebut memang sudah
seharusnya masuk kedalam wilayah Tangsel. Hal ini pun kembali saya
bantah, karena seharusnya semua anggota dewan yang hadir bisa paham
apa yang telah saya katakan, kata “terhambat” itu berbeda maknanya
118
dengan kata “menghambat”, jadi dalam hal ini, saya tidak pernah
menuding siapapun berniat menghambat proses pemekaran ini, begitu......
oleh karena itu dalam hal ini, kajian pemekaran yang dilakukan Prof. Sadu
ini kan bisa kita ralat sesuai dengan keinginan aspirasi masyarakat
sebagian besar, siapa masyarakat itu, ya kami.... yang sebagian besar, yaitu
85% kepala kelurahan yang meliputi wilayah dalam Tangerang Selatan.
Pertama yang harus di ralat adalah, nama “Cipasera” harus di rubah
menjadi “Tangerang Selatan”, sesuai ide dari bapak Bupati, yang tidak
meninggalkan nama dari Tangerang itu sendiri. Kedua, adalah batas
wilayah sebelah barat, yaitu hanya meliputi Kali Cisadane, sedangkan
Cisauk dan Pagedangan tidak termasuk bagian dari wilayah Tangerang
Selatan. Saya kira dalam hal ini tidak ada yang perlu dibikin rumit hingga
sedemikian rupa.... sehingga proses pemekaran ini menjadi terhambat
berbulan-bulan lamanya.
Akhirnya proses lobi tersebut pun selesai, sesuai yang dikehendaki
oleh Bapak Bupati dan Formats yang selalu senantiasa menyampaikan
aspirasi masyarakat. Dengan demikian, dilayangkanlah sebuah surat
kepada Prof. Sadu untuk melakukan perubahan kajian sesuai seperti yang
dikehendaki oleh Bapak Bupati. Akhirnya berita inipun disampaikan oleh
DPR RI untuk segera melakukan ketuk palu dan meresmikan Kota
Tangerang Selatan sebagai pemerintahan yang otonom.
Akan tetapi setelah terbentuknya Kota tangsel, kita semua
masyarakat Tangsel, tentu saja membutuhkaan pemimpin. Pemimpin
yaang baik dan berdasarkan aspirasi masyarakat pula. Dalam hal inilah
119
terjadi perdebatan antara gubernur dan bupati, dalam hal ini keduanya
berhak memberikan usulan, untuk memberikan tiga nama sebagai caloncalon Wali Kota untuk Tangerang Selatan atau Pejabat Sementara (PJS),
kemudian tiga nama tersebut diusulkan ke Pemerintah Provinsi, dari
Provinsi kemudian diajukan ke DEPDAGRI untuk disetujui salah satunya.
Akan tetapi dalam hal ini, Gubernur juga tak ingin ketinggalan untuk
memberikan sumbangsih dengan memberikan nama Calon-calon PJS
tersebut.
Akhirnya
terjadi
perubahan-perubahan
nama,
setelah
dilakukannya kompromi-kompromi politik, yang terjadi antara Gubernur
dan Bupati, akhirnya disetujui satu calon dari Gubernur ataua Pemerintah
Provinsi, dan dua nama calon diusulkan dari Bupati atau Pemerintah
tangerang.
Dalam hal ini, saya dan semua organisasi kemasyarakatan
diundang untuk rapat oleh Pemerintah Provinsi, yang dihadiri pula oleh
Pak Wakil Bupati Rano Karno, ketua Dewan Pak Endang Sudjana, juga
ketua Presedium, yaitu Pak zarkasyi Noer, untuk merumuskan siapa yang
pantas untuk menjadi pemimpin pertama Tangerang Selatan ini. Akan
tetapi dalam rapat tersebut, sepertinya semua forum telah sepakat, untuk
menyerahkan permasalahan ini kepada Ibu Gubernur, akan tetapi tidak
demikian yang saya lakukan, dengan sedikit menentang, dalam hal ini saya
mengatakan “ atas nama ForMats dan dengan membawa segenap aspirasi
masyarakat Tangerang Selatan, dalam hal ini..... jika suatu saat nanti, salah
satu nama yang diusulkan oleh Bapak Bupati tidak terpilih menjadi wakil
dari Pemerintahan Daerah uuntuk menjadi Pejabat Sementara Tangerang
120
Selatan, saya harapkan tidak ada komplain untuk keesokan harinya kelak
di wilayah Tangerang Selatan yang dapat mengganggu jalannya
pemerintahan yang baru saja berdiri ini, karena hal ini bisa saja dapat
mengganggu geraknya pembangunan dan proses mensejahterakan
masyarakat. Hal ini pun akan sebaliknya berlaku serupa kepada Ibu
Gubernur. Oleh karena itu, saya dalam hal ini meminta untuk saling
mendukung dan menghargai keputusan dari DEPDAGRI, jika kelak salah
satu nama-nama yang dicalonkan oleh kedua pemerintahan ini tidak sesuai
Surat keputusan dari DEPDAGRI.
15. Artinya dalam hal ini, memang ada tarik-menarik kepentingan politik
antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintaha daerah?
Jawab:
tentu
saja
ada......
terlepas
dari
kepentingan
politiknyabagaimanapun pada waktu itu. Akan tetapi, saat ini..... telah kita
ketahui
bersama,
peningkatan
pelayanan
publik,
pemerataan
pembangunan, dan keingin mensejahterakan masyarakat Tangerang
Selatan belum mampu diwujudkan oleh Pejabat Sementara yang diusulkan
dari Ibu Gubernur tersebut. Terbukti dari tidak seriusnya pemerintah
walikota dalam mengurangi jumlah pengangguran, penanganan terhadap
para calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk wilayah Tangerang Selatan,
bahkan anak-anak para penggerak pemekaran ini pun dirasakan, telah
dipersulit oleh beberapa oknum-oknum pemerintahan. Dalam hal ini kan
terlihat, ketidaknetralan pegawai negeri pemerintahan walikota sarat
dengan politik. Jika dikatakan telah terjaadi perbaikan jalan dan segela
macamnya, hal itu bukan dari APBD Tangerang Selatan. Akan tetapi dari
121
sisa-sisa dan agenda Kabupaten Induk yang belum terealisasi sebelumnya,
yang dijanjikan akan dilaksanakan setelah pembentukan Pemerintahan
Otonom Tangerang Selatan disahkan. Nahhhh..... dalam hal ini kan dapat
kita analisa, bahwa pemilihan calon walikota tadi..... ada permainan politik
dari kedua pemerintahan tersebut, dan mmendesak bapak menteri dalam
negeri menyetujuinya.
Dan saat ini, ketika Tangerang Selatan hendak melakukan pesta
rakyat, yakni PEMILUKADA, para pemerintah walikota pun berusaha
melakukan cara-cara politik yang kurang sehat terhadap para pelamar PNS
di Tangerang Selatan, dengan bahasa yang lebih mudah mereka
mengatakan “Jika kamu mau menjadi Pegaawai di Pmerintahan, kamu
harus bla...bla....bla....”, demikianlah yang dikatakan anak saya pada waktu
itu hendak melamar pekerjaan untuk jagi PNS di Tingkat Pemerintahan
walikota.
16. Kembali ke pembahasan proses pemekaran Tangerang Selatan, artinya
dalam hal ini, pada intinya seluruh lapisan masyarakat setuju akan adanya
pemekaran itu sendiri pak haji???
Jawab: tentu saja setuju.... dan sangat mendukung, kan saya bilang tadi,
85% anggota Formats adalah Kepala kelurahan yang ada di Tangerang
Selatan yang membawa sekarung aspirasi masyarakat dari kelurahannya
masing-masing. Akan tetapi, ide awal ini kan.... ide dari Bapak Bupati
dengan konsep “Pemekaran Tangerang Selatan” bukan “Cipasera”, seperti
yang digagas oleh Bakor Cipasera.
122
17. Kalau boleh sedikit tahu nehh pak haji, apa seh motifnya dari Bapak
Bupati mau memekarkan tangerang menjadi tangerang Selatan, sedangkan
secara pendapatan mungkin akan mengurangi pendapatan Kabupaten
Tangerang itu sendiri? Atau memang ada kepentingan politik lain, atau
apalah bahasanya???
Jawab: saya kira, berkaitan dengan pertanyaan itu, jadi begini....
kemungkinan
ada
motif
kepentingan
politik,
akan
tetapi.....
menghendakinya Bapak Bupati untuk melakukan pemekaran ini, karena
memang terlalu luasnya wilayah tangerang pada waktu itu, sehungga sulit
terjangkaunya pengawasan, baik dari tingkat pembangunan, pelayanan
publik terhadap masyarakat setempat, dan juga karena terlalu luasnya
Kabupaten Tangerang, sehingga hal ini sulit bagi Pemerintah daerah untuk
melakukan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, untuk
memudahkan semuanya.... terutama pelayanan masyarakat, diperlukannya
pemekaran wilayah. Walaupun sampai saat ini, masyarakat belum dapat
merasakan hasil dari pemekaran itu sendiri, karena memang hal ini baru
saja berjalan, istilah kata begini..... masa iya seh, kita menanam pohon
langsung bisa berbuah, kan nggak begitu ya de’ rifki..... di siramin dulu,
dikasih pupuk juga, kalau udah bebuah di ambil orang, itu kan persoalan
lain ya de’ rifki......
123
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan
antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah
dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
-2-
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;
Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal
21, Pasal 22D, Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4),
Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Udang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
-3-
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
124
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
-4-
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-5-
7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada
125
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan
daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau
peraturan Bupati/Walikota.
12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
13. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah
adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan
-6-
14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya.
18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan
daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk membayar kembali.
19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau
kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus
bagi kepentingan nasional.
20. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah
yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal pasangan calon
yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai kepala daerah
dan wakil kepala daerah.
-7-
21. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD
adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan
126
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi
dan/atau kabupaten/kota.
22. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya
disebut PPK, PPS, dan KPPS adalah pelaksana pemungutan suara
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tingkat
kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan suara.
23. Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan dalam rangka
meyakinkan para pemilih. dengan menawarkan visi, misi, dan
program pasangan calon.
Pasal 2
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang
masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
(2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembatuan.
(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
-8-
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah.
(4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan
pemerintahan daerah lainnya.
(5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi
hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
(6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.
(8) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.
(9) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3
(1) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
adalah:
a. pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah
provinsi dan DPRD provinsi;
-9-
b. pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah
daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
127
(2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
kepala daerah dan perangkat daerah.
BAB II
PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS :
Bagian Kesatu
Pembentukan Daerah
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
ditetapkan dengan undang-undang
(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas
ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan,
penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD,
pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta
perangkat daerah.
(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah
menjadi dua daerah atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai
batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
- 10 -
Pasal 5
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi,
persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi
Menteri Dalam Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota
dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD
provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup
faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan
faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling
sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan
paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten,
dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon
ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
- 11 -
Pasal 6
(1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah
yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah
melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
128
(3) Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian
nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan
ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul
dan persetujuan daerah yang bersangkutan.
Pasal 8
Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
- 12 -
Bagian kedua
Kawasan Khusus
Pasal 9
(1) Untuk menyelengarakan fungsi pemerintahan tertentu yang
bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus dalam. wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota.
(2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan
dengan undang-undang.
(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang
bersangkutan.
(5) Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah.
(6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
- 13 -
BAB III
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 10
(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi
kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
129
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau
dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat
Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan
kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa
- 14 -
(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pemerintah dapat:
a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur
selaku wakil Pemerintah; atau
c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah
dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah
dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar
pemerintahan. daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis
sebagai satu sistem pemerintahan.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.
- 15 -
Pasal 12
(1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan
sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
(2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai
dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Pasal 13
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
130
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
- 16 -
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota
meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
- 17 -
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
l. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
m. pelayanan administrasi penanaman modal;
n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
a. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
131
Pasal 15
(1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan
ayat (5) meliputi:
a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah;
b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
- 18 -
(2) Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah
provinsi dan. pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
bersama;
c. pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan
d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah.
(3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat . (1)
dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)
dan ayat (5) meliputi:
a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan
minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi
kewenangan daerah; dan
c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan umum.
(2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antar pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan
daerah;
- 19 -
b. kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelengaraan
pelayanan umum; dan
c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
(3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,
pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya; dan
c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
132
(2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan.. sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasa1 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan
sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya.
- 20 -
(3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut
(2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam
di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan
laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil
laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
- 21 -
(5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut
dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah
antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh
1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak
berlaku terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangperundangan.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Pemerintahan
Pasal 19
(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibartu oleh (satu)
133
orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD.
Bagian Kedua
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum
Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
- 22 -
a. asas kepastian hukum;
b. asas tertib penyelenggara negara;
c. asas kepentingan umum;
d. asas keterbukaan;
e. asas proporsionalitas;
f. asas profesionalitas;
g. asas akuntabilitas;
h. asas efisiensi; dan
i. asas efektivitas.
(2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan
asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
- 23 -
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundangundangan.
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
134
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
- 24 -
Pasal 23
(1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah
dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja,. dan pembiayaan
daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
(2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut,
dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pemerintah Daerah
Paragraf Kesatu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 24
(1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut
kepala daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi
disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota
disebut walikota.
(3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dlbantu oleh satu
orang wakil kepala daerah.
(4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati
dan untuk kota disebut wakil walikota.
- 25 -
(5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
di daerah yang bersangkutan.
Paragraf Kedua
Tugas dan Wewenang serta Kewajiban
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 25
Kepala. daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan;
dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
135
perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugus:
a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah;
- 26 -
b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan
instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau
temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan
pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan
pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan
kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di
wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah
kabupaten/kota;
e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;
f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang
diberikan oleh kepala daerah; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala
daerah berhalangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil
kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.
(3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa
jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6
(enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
- 27 -
dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala
daerah mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan;
f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangan daerah;
j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah
dan semua perangkat daerah;
k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan
136
daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
(2) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat .
(1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD,
serta menginformasikan
- 28 -
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
(3) Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan
Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf Ketiga
Larangan bagi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Pasal 28
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi
diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan
kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau
mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyrakat lain;
b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik
negara daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;
- 29 -
c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik
secara langsung. maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan
daerah yang bersangkutan;
d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang
dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya;
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan
selain yang dimaksud dalam Pasai 25 huruf f;
f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota
DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Paragraf Keempat
Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Pasal 29
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena :
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
137
c. diberhentikan.
(2) Kepala. Daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
- 30 -
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah;
f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah.
(3) Pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2)
huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk
diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan
DPRD.
(4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan
dengan ketentuan:
a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan.
kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas
pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan atau tidak
melaksanakan kewajiban. kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan
melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh
- 31 -
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota
DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya
2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir;
c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus
pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah
permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya
bersifat final;
d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah,
dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji
jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD
menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota
DPRD dan putusan diambil, dengan persetujuan sekurangkurangnya
2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir
untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah kepada Presiden;
e. Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.
138
Pasal 30
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara
oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan
pengadilan.
- 32 -
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh
Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 31
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara
oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan
tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau
tindak pidana terhadap keamanan negara.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh
Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan
makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 32
(1) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menghadapi
krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan
tindak pidana dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD
menggunakan hak angket untuk menanggapinya.
(2) Penggunaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna
DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat)
dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil
- 33 -
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(3) Dalam hal ditemukan bukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses
penyelesaian antara kepada aparat penegak hukum sesuai dengan
peraturan perudang-undangan.
(4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan
bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan
pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan
pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD.
(5) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Presiden menetapkan pemberhentian sementara kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah.
(6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan
bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan
139
DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat
Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga
perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga ) dari jumlah
anggota DPRD yang hadir.
(7) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah.
- 34 -
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat
(1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui proses peradilan ternyata
terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari
Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan
akhir masa jabatannya.
(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa
jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 31, dan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
(1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5); wakil
kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai
dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2) Apabila wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (5), tugas
dan kewajiban wakil kepala daerah
- 35 -
dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat
(1), dan Pasa1 32 ayat (5), Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas
usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat Bupati/Walikota atas usul
Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35
(1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana. dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan
kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa
jabatannya dan. proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan
140
keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.
(2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan
belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil
kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan
usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya
terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- 36 -
(3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau
diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya. Rapat Paripurna
DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam)
bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah:
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah
melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah sampai dengan Presiden
mengangkat penjabat kepala daerah.
(5) Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan dan masa jabatan penjabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam. Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kelima
Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Pasal 36
(1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari
Presiden atas permintaan penyidik.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan
penyidikan dapat dilakukan.
- 37 -
(3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan
persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
(4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana
kejahatan terhadap keamanan negara.
(5) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah
dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2
(dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
Paragraf Keenam
Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pasal 37
(1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil
Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur
bertanggung jawab kepada Presiden.
141
Pasal 38
(1) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 memiliki tugas dan wewenang:
a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/Kota;
- 38 -
b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi
dan kabupaten/kota;
c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan kepada APBN.
(3) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 39
Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini
berlaku ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD.
Paragraf Kedua
Kedudukan dan Fungsi
Pasal 40
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
- 39 -
Pasal 41
DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Paragraf Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 42
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD
bersama dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan
peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala
daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah;
142
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
- 40 -
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah
dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
(2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Paragraf Keempat
Hak dan Kewajiban
Pasal 43
(1) DPRD mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna
DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari
jumlah, anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang
hadir.
- 41 -
(3) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD
yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah
menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang
yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang
diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang
berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
(5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia angket
kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak
memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia
angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(7) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia.
(8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
143
Pasal 44
(1) Anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan Perda;
b. mengajukan pertanyaan;
- 42 -
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan .
h. keuangan dan administratif.
(2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasa1 45
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan mentaati segala peraturan
perundang-undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan,
pemerintahan daerah;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan
Negara Kesatuan Repub1ik Indonesia;
d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan.
g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku
anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis
terhadap daerah pemilihannya.
h. mentaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota
DPRD;
- 43 -
i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang
terkait.
Paragraf Kelima
Alat Kelengkapan DPRD
Pasa1 46
(1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. pimpinan;
b. komisi;
c. panitia musyawarah;
d. panitia anggaran;
e. Badan Kehormatan; dan
f. alat kelengkapan lain yang diperlukan.
(2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan
sebagaimana dimaksad pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
144
DPRD.
(2) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih dari dan oleh anggota DPRD dengan ketentuan:
a. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan
34 (tiga puluh empat) berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk DPRD
yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 45 (empat
puluh lima) berjumlah 5 (lima) orang.
- 44 -
b. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74
(tujuh puluh empat) berjumlah 5 (lima) orang, dan untuk DPRD
yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) sampai dengan 100
(seratus) berjumlah 7 (tujuh) orang.
(3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.
(4) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh sebuah sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh
Sekretariat DPRD.
Pasal 48
Badan Kehormatan mempunyai tugas:
a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota
DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan
Kode Etik DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap
Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan
Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih;
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi
untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.
Pasal 49
(1) DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan
kehormatan anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.
- 45 -
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
meliputi:
a. pengertian kode etik;
b. tujuan kode etik;
c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antar penyelenggara
pemerintahan daerah dan antara anggota serta antara anggota
DPRD dan pihak lain;
d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota DPRD;
e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban,
sanggahan; dan
f. sanksi dan rehabilitasi.
Pasal 50
(1) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi.
(2) Jumlah anggota setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD.
145
(3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari 1 (satu)
partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu)
fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk
fraksi gabungan.
(4) Fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik
lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi.
(5) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat setagai fraksi
gabungan, seluruh anggota fraksi gabungan tersebut wajib
- 46 -
bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi gabungan lain yang
memenuhi syarat.
(6) Parpol yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya
dapat membentuk satu fraksi.
(7) Fraksi gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5).
Pasal 51
(1) DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi,
yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh lima) orang
membentuk 5 (lima) komisi.
(2) DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai
dengan 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 3 (tiga) komisi, yang
beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4
(empat) komisi
Pasal 52
(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara
lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD, sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik DPRD.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam
hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah
disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan,
- 47 -
atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman
rahasia negara dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena
pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam
rapat DPRD.
Pasa1 53
(1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah
adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden bagi anggota DPRD provinsi dari Gubernur atas nama
Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari
semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat
dilakukan.
(3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahan diperlukan
persetujuan tertulis dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
146
dan ayat (2).
(4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
negara.
- 48 -
(5) Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan,
tindakan penyidikan harus dilaporkan kepada pejabat yang
memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
2 (dua kali) 24 (dua puluh empat) jam.
Bagian Keenam
Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD
Pasal 54
(1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya;
b. hakim pada badan peradilan;
c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan
lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat
struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik,
konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan
lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
(4) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi
anggota DPRD.
(5) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan
hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD.
- 49 -
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang undangan.
Bagian. Ketujuh
Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD
Pasa1 55
(1) Anggota.DPRD berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan
c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.
(2) Anggota DDRD diberhentikan antarwaktu, karena:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar
147
kode etik DPRD;
d. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD;
e. melanggar larangan bagi anggota DPRD;
f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak
pidana dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun
penjara atau lebih.
- 50 -
(3) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh
Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui
Bupati/Walikota bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk
diresmikan pemberhentiannya.
(4) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan
setelah ada keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari Badan
Kehormatan DPRD.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Paragraf Kesatu
Pemilih
Pasal 56
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik.
- 51 -
Pasa1 57
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh
KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada
DPRD.
(3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian,
kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.
(4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk
kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan.
(6) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas
kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD.
(7) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
panitia pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur
yang lainnya.
148
(8) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban
menyampaikan laporannya.
Pasal 58
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara
Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
- 52 -
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik lndonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau
sederajat;
d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan
menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan
keuangan negara.
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum
mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
- 53 -
n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain
riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau
istri;
o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.
Pasal 59
(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah
pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik
atau gabungan partai politik.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari
jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan.
(3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan
yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi
149
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya
memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis
dan transparan.
(4) Dalam proses penetapan pasangan calon partai politik atau gabungan
partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
(5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan
pasangan calon, wajib menyerahkan:
- 54 -
a. surat pencalonan yang. ditandatangani oleh pimpinan partai politik
atau pimpinan partai politik yang bergabung;
b. kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk
mencalonkan pasangan calon;
c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan
yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik
atau para pimpinan partai politik yang bergabung;
d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;
e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan
calon;
f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan
apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon
yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD
tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi
wilayah kerjanya;
i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD,
dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan
- 55 -
k. naskah visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.
(6) Partai politik atau gabungan. partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan
calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau
gabungan partai politik lainnya.
(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran
pasangan calon.
Pasal 60
(1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti
persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada
instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari
masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.
(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai
politik yang mengusulkan, paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung, sejak
150
tanggal penutupan pendaftaran.
(3) Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena
tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau
Pasal 59, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan
calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat
pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon
baru paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil
penelitian persyaratan oleh KPUD.
- 56 -
(4) KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan
persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lambat 7
(tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik
yang mengusulkan.
(5) Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD,
partai politik dan atau gabungan partai politik, tidak dapat lagi
mengajukan pasangan calon.
Pasal 61
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(2) dan ayat (4), KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang 2
(dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan
pasangan calon.
(2) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diumumkan secara luas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya
penelitian.
(3) Terhadap pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan
selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor
urut pasangan calon.
(4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) bersifat final dan mengikat.
Pasal 62
(1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya
dan/atau pasangan calonnya, dan pasangan calon atau
- 57 -
salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung
sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD.
(2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya
dari/atau pasangan calon dan/atau salah seorang dari pasangan calon
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik
atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti.
Pasal 63
(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap sejak
penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai
politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya
berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling
lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD
melakukan. penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan
pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan
151
calon pengganti didaftarkan.
(2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau pasangan calon berhalangan tetap
pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan
masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan
pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta
dinyatakan gugur.
(3) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada
saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga
jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan
- 58 -
wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan
partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya
berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling
lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD
melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan
pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan
calon pengganti didaftarkan.
Pasal 64
(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah
pemungutan. suara putaran pertama sampai dimulainya hari
pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga
puluh) hari.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti
paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian
persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti
paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti
didaftarkan.
Pasal 65
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui
masa persiapan, dan tahap pelaksanaan.
- 59 -
(2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai
berakhirnya masa jabatan;
b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala daerah;
c. Perencanaam penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan
jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;
d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;
e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
(3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penetapan daftar pemilih;
b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala
daerah;
c. Kampanye;
152
d. Pemungutan suara;
e. Penghitungan suara; dan
f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah
terpilih, pengesahan, dan pelantikan.
(4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
(1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah adalah:
- 60 -
a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
a. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
b. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan
semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah;
c. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta
pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah;
d. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik
yang mengusulkan calon;
e. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang diusulkan;
f. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;
g. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;
h. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
i. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan
mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah;
j. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah;
k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan;
l. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana
kampanye dan mengumumkan hasil audit.
- 61 -
(2) Dalam penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur KPUD
kabupaten/kota adalah bagian pelaksana tahapan penyelenggaran
pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD provinsi.
(3) Tugas dan wewerang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah adalah:
a. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan
berakhirnya masa jabatan;
b. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan
pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih;
c. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan
153
pemilihan;
d. membentuk panitia pengawas;
e. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan
f. meyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan
penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah.
(4) Panitia pengawas pernilihan mempunyai tugas dan wewenang:
a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah;
b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
- 62 -
d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan
kepada instansi yang berwenang; dan
d. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada
semua tingkatan.
Pasal 67
(1) KPUD berkewajiban:
a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara;
b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap
pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya
kepada masyarakat ;
d. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang
inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundangundangan;
e. mempertanggungjawabkan, penggunaan anggaran kepada DPRD;
f. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil
Kepala daerah secara tepat waktu.
Paragraf Kedua
Penetapan Pemilih
Pasal 68
Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara
- 63 -
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal 69
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik
Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.
(2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam
daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.
154
Pasal 70
(1) Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah
digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
(2) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan
daftar pemilih tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai
pemilih ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara.
- 64 -
Pasal 71
Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan
kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara.
Pasal 72
(1) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali dalam daftar pemilih.
(2) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat
tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk
ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar
pemilih.
Pasal 73
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 kemudian berpindah tempat tinggal atau
karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, pemilih yang
bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama pemilih dari
daftar pemilih dan memberikan surat keterangan pindah tempat
memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat
pemilihan yang baru.
(4) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat
menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah ditetapkan, yang
bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain dengan
menunjukkan kartu pemilih.
- 65 -
Pasal 74
(1) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan
Pasal 73 PPS menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara.
(2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan masyarakat.
(3) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih sementara dapat
mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan.
(4) Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan
sebagai daftar pemilih tetap.
(5) Daftar pemilih tetap disahkan dan diumumkan oleh PPS.
(6) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD.
Paragraf Ketiga
Kampanye
Pasal 75
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan.
kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14
155
(empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan
suara.
(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim
kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai
politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon.
- 66 -
(4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke
KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon.
(5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh
tim kampanye.
(6) Penanggung jawab kampanye, adalah pasangan calon yang
pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.
(7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi,
kabupaten/kota bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan
kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon Bupati/Wakil
Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
(8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan menghadiri kampanye.
(9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan,
memperhatikan usul dari pasangan calon.
Pasal 76
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui :
a. pertemuan terbatas;
b. tatap muka dan dialog;
c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
d. penyiaran media radio dan/atau televisi;
e. penyebaran bahan kampanye kepada umum;
f. pemasangan alat peraba di tempat umum;
g. rapat umum;
h. debat publik/debat terbuka antar calon; dan/atau
i. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan undangan.
- 67 -
(2) Pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan
maupun tertulis kepada masyarakat.
(3) Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk
mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(4) Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib,
dan bersifat edukatif.
(5) Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk
pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan diseluruh wilayah
kabupaten/kota untuk pemilihah bupati dan wakil bupati dan walikota
dan wakil walikota.
Pasal 77
(1) Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan yang sama
kepada pasangan calon, untuk menyampaikan tema dan materi
kampanye.
(2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang
sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye.
156
(3) Pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan
calon untuk menggunakan fasilitas umum.
(4) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang
diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau
menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang
bersangkutan.
- 68 -
(5) KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan
lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye.
(6) Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
oleh pasangan calon dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika;
estetika, kebersihan,dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Pemasangan alat peraga. kampanye pada tempat yang menjadi milik
perseorangan. atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(8) Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkah paling lambat 3 (tiga)
hari sebelum hari pemungutan suara.
Pasal 78
Dalam kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan UndangUndang
Dasar Negara Republik Indoneaia Tahn 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala
daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik;
c. menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau
kelompok masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat
dan/atau partai politik;
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk
mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;
- 69 -
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon
lain;
h. menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah;
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan
j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki
dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.
Pasal 79
(1) Dalam kampanye, dilarang melibatkan:
a. hakim pada semua peradilan;.
b. pejabat BUMN/BUMD;
c. pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negera
d. kepala desa.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila
pejabat tersebut menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(3) Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;
a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
157
b. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan
keberlanngsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
- 70 -
(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasal 80
Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan
kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikah salah satu pasangan calon selama masa
kampanye. .
Pasal 81
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye
sebagaimana dimaksud dalani Pasa1 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huraf f, merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huraf
j, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi.
a. peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar
larangan walaupan belum terjadi gangguan;
b. penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau
di seluruh daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi
gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah
pemilihan lain.
- 71 -
(3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh KPUD.
(4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dikenai sanksi penghentian
kampanye selama masa kampanye oleh KPUD.
Pasal 82
(1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
(2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai
sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD.
Pasa1 83
(1) Dana kampanye dapat diperoleh dari:
a. pasangan calon;
b. partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan;
c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badaa hukum swasta.
(2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan
rekening yang dimaksud didaftarkan kepada KPUD.
- 72 -
(3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
158
huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi
Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui
pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk
kegiatan kampanye.
(5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam bentuk
uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat
dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD
mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan.
(6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan calon kepada
KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai
dan 1 (satu) hari sesudah rnasa kampanye berakhir.
(7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan
dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan dari
pasangan calon.
Pasal 84
(1) Dana kampanye digunakan oleh pasangan calon, yang teknis
pelaksanaannya dilakukan oleh tim kampanye.
(2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh pasangan calon kepada KPUD paling lambat 3 (tiga)
hari setelah hari pemungutan suara.
- 73 -
(3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada kantor akuntan publik paling lambat
2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan dana kampanye dari
pasangan calon.
(4) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15
(lima belas) hari setelah diterimanya laporan dana kampanye dari
KPUD.
(5) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan oleh
KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPUD menerima laporan
hasil, audit dari kantor akuntan publik.
(6) Laporan dana kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan
terbuka untuk umum.
Pasal 85
(1) Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain
untuk kampanye yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat
asing dan warga negara asing;
b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;
c. pemerintah, BUMN, dan BUMD.
(2) Pasangan calon yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib
melaporkannya kepada KPUD paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah masa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan
159
tersebut kepada kas daerah.
- 74 -
(3) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh
KPUD.
Paragraf Keempat
Pemungutan Suara
Pasal 86
(1) Pemungutan suara, pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
masa jabatan kepala daerah berakhir.
(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat
suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan calon.
(3) Pemungutan suara, dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
Pasal 87
(1) Jumlah surat suara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2)
dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan ditambah 2,5 % (dua
setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut.
(2) Tambahan surat suara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih
yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang rusak.
(3) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuatkan berita acara.
- 75 -
Pasal 88
Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara.
Pasal 89
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain
pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS
atau orang lain atas permintaan pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih yang
dibantunya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 90
(1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat
yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta
menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung,
bebas, dan rahasia.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tatu letak TPS ditetapkan oleh KPUD.
- 76 -
Pasal 91
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat
suara yang digunakan oleh pemilih.
(2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana
160
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman
pada peraturan perundang-undangan
Pasal 92
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS melakukan:
a. pembukaan kotak suara;
b. pengeluaran seluruh isi kotak suara;
c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan serta
d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh
saksi dari pasangan calon, panitia pengawas; pemantau, dan warga
masyarakat. .
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita
acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang-kurangnya 2
(dua) anggota KPPS dan dapat. ditandatangani oleh saksi dari pasangan
calon.
Pasal 93
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92,
KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh KPPS
berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.
- 77 -
(3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat
meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
(4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih
dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS,
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
(5) Penentuan waktu dimulai dan berakhirnya pemungutan suara
ditetapkan oleh KPUD.
Pasal 94
(1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus
oleh KPPS.
(2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 95
Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan
sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. tanda coblos hanya terdapat, pada 1 (satu) kotak segi empat yang
memuat satu pasangan calon; atau
c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat
nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau
d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak
segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau
- 78 -
e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat
nomor, foto dan nama pasangan calon.
Pasal 96
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan
suara berakhir.
161
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar
pemilih tetap untuk TPS;
b. jumlah pemilih dari TPS lain;
c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak
atau keliru dicoblos.
(3) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita acara yang
ditandatangani oleh Ketua KPPS dan sekurang-kurangnya 2 (dua)
anggota KPPS.
(4) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di TPS oleh KPPS dan dapat
dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
warga masyarakat.
(5) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari tim kampanye
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.
(6) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi
pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat
yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
- 79 -
(7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan
suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(8) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diterima, KPPS
seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(9) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh
ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(10)KPPS memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan
menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di
tempat umum.
(11)KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara,
surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan
penghitungan suara kepada PPS segera setelah selesai penghitungan
suara.
Pasal 97
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara,
PPS membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi
jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh saksi
pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.
- 80 -
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan
suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
162
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS
seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua
TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS
membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang
anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(5) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada saksi
pasangan calon yang hasil dan menempelkan 1 (satu) eksemplar
sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum .
(7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada PPK
setempat.
Pasal 98
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara,
PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan
- 81 -
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat
dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengaawas, pemantau, dan
warga masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim
kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara
oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan
calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika
itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua
PPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat
berita acara dan Sertifikat rekapitutasi hasil penghitungan suara
yang ditanda tangani oleh ketua dan sekurarang-kurangnya 2 (dua)
orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil perhitungan suara di PPK kepada saksi
pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar
sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
(7) PPK wajib menyarahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada KPU
kabupaten/kota.
- 82 -
Pasal 99
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara,
KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kabupaten/kota dan dapat
dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
warga masyarakat.
163
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye
yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara
oleh KPU kabupaten/kota apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan
calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU
kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua
PPK dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, KPU
kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurangkurangnya
2 (dua) orang anggota KPU kabupaten,/kota serta
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) KPU kabupaten/kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
- 83 -
suara di KPU kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon yang hadir
dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara
di tempat umum.
(7) KPU kabupaten/kota wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU
kabupaten/kota kepada KPU provinsi.
Pasal 100
(1) Dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota, berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara
selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU kabupaten/kota untuk
menetapkan pasangan calon terpilih.
(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada DPRD kabupaten/kota untuk diproses pengesahan
dan pengangkatannya sesuai dengan Peraturan perundang-undangan.
Pasal 101
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara,
KPU provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan dapat dihadiri oleh
saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim
Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
provinsi.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon
yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
- 84 -
penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila ternyata terdapat halhal
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan
calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU
provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua
KPU kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita acara dan
164
sertifkat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh
ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU provinsi
serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara
dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU provinsi
kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
Pasal 102
(1) Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya diputuskan dalam pleno
KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih.
(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD provinsi untuk diproses
pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
- 85 -
Pasal 103
(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil
penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih
penyimpangan sebagai berikut:
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
penerangan cahaya;
c. saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga
masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara
secara jelas;
d. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan
waktu yang telah ditentukan; dan/atau
e. terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan surat suara yang
sah dan surat suara yang tidak sah.
(2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila
terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.
(3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK
apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.
(4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU
Kabupatean/kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang
terhadap sertifikat rekapitulasi, hasil penghitungan suara pada 1 (satu)
tingkat di bawahnya.
Pasal 104
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang
mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau
penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
- 86 -
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian
dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu
atau lebih dari keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan
penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus,
menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat
165
suara yang sudah digunakan;
c. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu
kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;
d. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah
digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi
tidak sah; dan/atau.
e. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih
mendapat kesempatan memberikan saara pada TPS.
Pasal 105
Penghitungan suara dan. pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.
Pasal 106
(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon
kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga)
- 87 -
hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan
hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
(3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud,
pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan
negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota.
(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14
(empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh
pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
(5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
bersifat final dan mengikat.
(6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi
untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.
(7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat
final.
- 88 -
Paragraf Kelima
Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan
Pasal 107
(1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan
sebagai pasangan calon terpilih.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan
sebagai pasangan calon terpilih.
166
(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan
calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih
dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi,
atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah
suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh
pemenang pertama dan pemenang kedua.
(5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak
mengikuti pemilihan putaran kedua.
(6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan
- 89 -
peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan
suara yang lebih luas.
(7) Apabila pemenang kedua sebagainnana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan
wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai
pasangan calon terpilih.
Pasal 108
(1) Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon
kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua
calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
(3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil
kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat mengusulkan
dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
(5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua mengusulkaa pasangan calon kepada DPRD untuk
dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambatlambatnya
dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
- 90 -
(6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya
dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
Pasal 109
(1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan wakil
Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari:
(2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati
atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu
30 (tiga puluh) hari.
(3) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh
DPRD provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada
167
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara
penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk mendapatkan
pengesahan pengangkatan.
(4) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil
walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambatlambatnya
dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernar berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon tarpilih
dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan.
Pasal 110
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum memangku
jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu
oleh pejabat yang melantik.
- 91 -
(2) Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: "Demi Allah (Tuhan),
saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala
daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan
bangsa"
(3) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya
untuk satu kali masa jabatan.
Pasal 111
(1) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden.
(2) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh
Gubernur atas nama Presiden.
(3) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) dilaksanakan
dalam Rapat Paripurna DPRD.
(4) Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutinya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 112
Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan
pada APBD.
- 92 -
Paragraf Keenam
Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 113
(1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat
dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya
masyarakat, dan badan hukum dalam negeri
(2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bersifat independen; dan
b. rnempunyai sumber dana yang jelas.
168
(3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus mendaftarkan, dan memperoleh akreditasi dari KPUD.
Pasal 114
(1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya
kepada KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
(2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi segala peraturan perundangundangan.
(3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut haknya sebagai pemantau
pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
- 93 -
(4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan
serta pencabutan hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Paragraf Tujuh
Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 115
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak
benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang
diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana
penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak
pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 (dua
ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu
aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan saatu
perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain
sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, diancam dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama l8 (delapan
belas) bulan
- 94 -
dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah)
dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan,
menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai
surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp
6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan
yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan kepala daerah
menurut undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling
169
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak
benar atau menggunakan Surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah
tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi
Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan
belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus
ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
- 95 -
Pasal 116
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal
waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk masingmasing pasangan
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) diancam dengan
pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)
atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a;
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diancam dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan
pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan
huruf j dan Pasa179 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), diancam dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)
atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan
negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan atau paling
- 96 -
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam
ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau
mengganggu jalannya kampanye, diancam dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi
batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3),
diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana
170
kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak
benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh
Undang-Undang ini, diancam dengan pidana
- 97 -
penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas)
bulan dari/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
atau paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 117
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan
haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau
materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak
pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku
dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan
pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 60
(enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- 98 -
(4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja,
memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, diancam
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4
(empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000,00 (dua ratus
ribu rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara
diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(6) Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada
seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan
bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan diancam dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
171
paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara
mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(8) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan si
pemilih kepada orang lain, diancam
- 99 -
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 118
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau
menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau
perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil
pemungutan Suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling tianyak
Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya
hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana
penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- 100 -
(4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara
dan/atau berita acara daa sertifikat hasil penghitungan suara, diancam
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 119
Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau
pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana
yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118.
Bagian Kesembilan
Perangkat Daerah
Pasal 120
(1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
(2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan.
172
Pasa1 121
(1) Sekretariat daerah dipimpin olen Sekretaris Daerah.
- 101 -
(2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam
menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan
lembaga teknis daerah.
(3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagairnana dimaksud pada
ayat (2) sekretaris daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.
(4) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas
sekretaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala
daerah.
Pasal 122
(1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul
Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pegawai
negeri sipil di daerahnya.
Pasal 123
(1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD.
- 102 -
(2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan
DPRD.
(3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
c. mendukung pelaksanaan tugas dan. fungsi DPRD; dan
d. menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah.
(4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan tenaga ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf d wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD.
(5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan
secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
Sekretaris Daerah.
(6) Susunan organisasi sekretariat DPRD ditetapkan dalam peraturan daerah
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 124
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan
diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
(3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
173
Sekretaris Daerah.
- 103 -
Pasal 125
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah.
(2) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala
rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris
Daerah.
(3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 126
(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian
wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan
otonomi daerah.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
- 104 -
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan
pemerintahan desa atau kelurahan.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari
pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris
Daerah kabupaten/kota.
(6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
bertanggung jawab kepada camat.
174
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati
atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 127
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman
pada Peraturan Pemerintah.
- 105 -
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari
Bupati/Walikota.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai
tugas:
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan
e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
(4) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
(6) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dibantu oleh perangkat kelurahan.
(7) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
bertanggung jawab kepada lurah.
(8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan
kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.
(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat. (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan
bupati atau walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 128 ...
- 106 -
Pasa1 128
(1) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(2) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk provinsi dan oleh Gubernur
untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(3) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
BAB V
KEPEGAWAIAN DAERAH
Pasal 129
175
(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajenen pegawai negeri sipil
daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri
sipil secara nasional.
(2) Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan,
pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan,
kesejahteraan, hak. dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan
kompetensi, dan pengendalian jumlah.
- 107 -
Pasal 130
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam
jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh
Gubernur.
(2) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam
jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan
oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur.
Pasal 131
(1) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu
provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh
pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara.
(2) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar
provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
(3) Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke
departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya,
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara:.
Pasal 132
Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/ kabupaten/kota
setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara atas usul Gubernur.
- 108 -
Pasal 133
Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan
integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, Pangkat, mutasi jabatan,
mutasi antar daerah, dan kompetensi.
Pasal 134
(1) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD
yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum.
(2) Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan
pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun.
(3) Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
(4) Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan,
pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah untuk
penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
176
Pasal 135
(1) Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah
dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan
pada tingkat daerah oleh Gubernur.
- 109 -
(2) Standar norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen
pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN
KEPALA DAERAH
Pasa1 136
(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan
bersama DPRD.
(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/
kubupaten/kota dan tugas pembantuan.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
(4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan
yang lebih tinggi.
(5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah
diundangkan dalam lembaran daerah.
Pasal 137
Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan
yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
- 110 -
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Pasal 138
(1) Materi muatan Perda mengandung asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat
asas lain sesuai dengan substansi Perda dapat yang bersangkutan.
Pasal 139
177
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
- 111 -
Pasal 140
(1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau
Bupati/Walikota.
(2) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang
sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh
DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau
Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
(3) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur
atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 141
(1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi,
atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata
Tertib DPRD.
Pasal 142
(1) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan
oleh sekretariat DPRD.
(2) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau
Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah.
- 112 -
Pasal 143
(1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai
dengan peraturan perundangan.
(2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan
perundangan lainnya.
Pasal 144
(1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur
atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda.
(2) Penyampaian rancangaa Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama.
(3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.
(4) Dalarn hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau
Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan
dengan memuatnya dalam lembaran daerah.
178
- 113 -
(5) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, "Perda ini dinyatakan sah,"
dengan mencantumkan tanggal sahnya.
(6) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah
Perda ke dalam lembaran daerah.
Pasal 145
(1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah
ditetapkan.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
(3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh)
hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan
pelaksanaan Perda dan s e l a n j u t n y a DPRD bersama kepala daerah
rnencabut Perda dimaksud.
(5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan
pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan
yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala
daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
- 114 -
(6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut
menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
(7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk
membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda
dimaksud dinyatakan berlaku.
Pasa1 146
(1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundangundangan,
kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau
keputusan kepala daerah.
(2) Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang undangan yang
lebih tinggi.
Pasal 147
(1) Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah diundangkan dalam Berita Daerah.
(2) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah dalam Berita Daerah, dilakukan olen Sekretaris Daerah.
(3) Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah
diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.
;
- 115 -
Pasal 148
179
(1) Untuk membantu kepala daerah dalarn menegakkan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja.
(2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pasal 149
(1) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik
pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda
dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.
BAB VII
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Pasa1 150
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun
perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional.
- 116 -
(2) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
(3) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan
RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang
memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu
kepada RPJP nasional;
b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya
disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah
yang penyusunannya berpedoman kapada RPJP daerah dengan
memperhatikan RPJM nasional;
c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah,
lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan
disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif;
d. Rencana kerja pernbangunan daerah, selanjatnya disebut RKPD,
merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1
(satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya,
baik yang dilaksanakan
- 117 -
langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada
180
rencana kerja Pemerintah;
e. RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pasal 151
(1) Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana stratregis yang
selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan
fungsinyaa, berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
(2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam
bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Pasa1 152
(1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;
c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;
d. keuangan daerah;
- 118 -
e. potensi sumber daya daerah;
f. produk hukum daerah;
g. kependudukan;
h. informasi dasar kewilayahan; dan
i. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
(3) Da!am rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya
daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikelola dalam sisiem informasi daerah yang
terintegrasi secara nasional.
Pasal 153
Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pasal 154
Tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah yang berpedoman pada perundang-undangan.
BAB VIII
KEUANGAN DAERAH
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 155
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah.
- 119 -
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
181
Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari
administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagairnana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 156
(1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepala daerah melimpahkan sebagian atau selurah kekuasaannya yang
berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengawasan, keuangan daerah kepada para
pejabat perangkat daerah.
(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang
memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang.
Paragraf Kedua
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan
Pasal 157
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
- 120 -
1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 158
(1) Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan. dengan Undang-Undang
yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.
(2) Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan
lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang.
(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 4 ditetapkan.
dengan Perda berpedoman pada peraturan perudang-undangan.
Pasal 159
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b
terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.
- 121 -
Pasa1 160
(1) Dana Bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf a
bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan,
182
perkebunan, pertambangan serta kehutanan;
b. Bea Perolehan Atas Hak T'anah dan Bangunan (BPHTB) sektor
perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta
kehutanan;
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib
pajak orang pribadi dalam negeri.
(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan
hutan (IHPH), provinsi sumber daya hutan (PSDH) dan dana
reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
b. Penerimaan pertambangan. umum yang berasal dari penerimaan
iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran
eksplorasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan;
c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang
dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan
penerimaan pungutan hasil perikanan;
d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan;
- 122 -
e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan;
f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari
penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran
produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan:
(4) Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (3),, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan
pertimbangan dari menteri teknis terkait.
(5) Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya
alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah:
Pasal 161
(1) DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b dialokasikan
berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang
ditetapkan dalam APBN.
(2) DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang
menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan
DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang.
Pasa1 162
(1) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159
huruf c dialokasikan dari APBN kepada daerah
- 123 -
tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:
a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar
prioritas nasional;
b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
183
(2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan
Gubernur.
(3) Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang
bersangkutan:
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasa1 163
(1) Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas dana bagi
hasil pajak, dana bagi hasil surnber daya alam, DAU, dan DAK diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pembagian dana perimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b ditetapkan dalam
Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pasal 164
(1) Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 156 huruf c merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD
dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan .lain-lain
pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.
- 124 -
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa
uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat,
dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.
(3) Pendapatan dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk
mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang
tidak dapat ditanggulangi APBD.
Pasal 165
(1) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai peristiwa tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Presiden.
(2) Besarnya alokasi dana darurat ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan
Menteri teknis terkait.
(3) Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana darurat
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasa1 166
(1) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang
dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah, yang tidak mampu diatasi
sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai daerah otonom.
(2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan
pengalokasian dana darurat di atur dalam Peraturan Pemerintah.
- 125 -
Pasal 167
(1) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122.
(2) Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
184
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta
mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur
kinerja; dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 168
(1) Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 169
(1) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah
daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan
bukan bank, dan masyarakat.
(2) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi
daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.
- 126 -
Pasal 170
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari
penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama
Pernerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(2) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala daerah.
Pasal 171
(1) Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
mengatur tentang:
a. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman;
b. penganggaran kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam
APBD;
c. pengenaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi
kewajiban membayar pinjaman kepada Pemerintah, pemerintah
daerah lain, lembaga perbankan, serta lembaga keuangan bukan
bank dan masyarakat;
d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban
pinjaman, setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
e. persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan
pokok obligasi;
f. pengelolaan obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko,
penjualan dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran
dalam APBD.
- 127 -
Pasal 172
(1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai
kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu
185
tahun anggaran.
(2) Pengahiran tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya
mengatur persyaratan pembentukan dana cadangan, serta
pengelolaan dan pertanggungjawabannya.
Pasa1 173
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan
Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.
(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah,
dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada
badan usaha milik daerah.
(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf Ketiga
Surplus dan Defisit APBD
Pasal 174
(1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan
dalam Perda tentang APBD.
(2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk:
- 128 -
a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo;
b. penyertaan modal (investasi daerah);
c. transfer ke rekening dana cadangan.
(3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber
pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD.
(4) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bersumber dari:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;
b. transfer dari dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. pinjaman daerah.
Pasal 175
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap
daerah.
(2) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus defisit APBD
kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester
dalam tahun anggaran berjalan.
(3) Dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan
penundaan atas penyaluran dana perirnbangan.
Paragraf Keempat
Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi
Pasal 176
Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat
memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat
- 129 -
dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Paragraf Kelima
186
BUMD
Pasal 177
Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan,
penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan
dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Paragraf Keenam
Pengelolaan Barang Daerah
Pasal 178
(1) Barang milik daerah, yang dipergunakan untuk melayani kepentingan
umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan
tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang
daerah untuk dijual, dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai dengan kemampuan
keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi,
efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk dalam
negeri sesuai dengan peraturan perundangundangan
- 130 -
(4) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang, usia pakai, dan nilai
ekonomis yang dilakukan secara transparan sesuai dengan peraturan
perundang -undangan.
Paragraf Ketujuh,
APBD
Pasal 179
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
Pasal 180
(1) Kepala daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas
dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan
anggaran satuan kerja perangkat daerah.
(2) Berdasarkan Prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana
kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah dengan pendekatan
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan
daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun
berikutnya. .
- 131 -
Pasal 181
(1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama.
(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas
pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD,
serta prioritas dan plafon anggaran.
187
(3) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1
(satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
(4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan
kerja perangkat daerah.
Pasal 182
Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat
daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan
kerja perangkat daerah diutur dalam Perda yarg berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Paragraf Kedelapan
Perubahan APBD
Pasal 183
(1) Peruhahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum
APBD;
- 132 -
b. keadaan. yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan
c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran
berjalan.
(2) Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan
APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPRD.
(3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutar
berakhir.
Paragraf Kesembilan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 184
(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan
catatan atas laporan, keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
badan usaha milik daerah.
- 133 -
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kesepuluh
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah tentaag APBD, Perubahan APBD
dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
188
Pasal 185
(1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui
bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran
APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
(2) Hasil.evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima
belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi
rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepantingan. umum
dan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur
menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan
Gubernur.
(4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan
Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan
- 134 -
Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur
bersarna DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD,
dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan
rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda
dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri rnembatalkan Perda dan
Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu
APBD tahun sebelumnya.
Pasal 186
(1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran
APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari
disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling
lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda
kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bapati/Walikota tentang
Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang
APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran
APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan
- 135 -
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota
menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan
Bupati/Walikota.
(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang
APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran
APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan
yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil
evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan
189
DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang
APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran
APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur
membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
(6) Gubernur menyampaikan hasil, evaluasi rancangan Perda
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam
Negeri.
Pasa1 187
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala
daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap
bulan yang
- 136 -
disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam
Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota.
(3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya
disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD
tidak rnengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap
rancangan Perda tentang APBD.
(4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri
atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan
rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala
daerah.
Pasal 188
Proses penetapan rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan, APBD
menjadi Perda dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal. 187.
Pasal 189
Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah,
retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan
Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak
- 137 -
daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri
Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri
yang membidangi urusan tata ruang.
Pasa1 190
Peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan
dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
Pasal 191
Dalam rangka evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem
190
informasi keuangan daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem
informasi pemerintahan daerah.
Paragraf Kesebelas
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah
Pasal 192
(1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah
dianggarkan dalam APBD dan dilakukan rnelalui rekening kas daerah
yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
(2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat keputusan
otorisasi oleh kepala daerah atau surat keputusan lain yang berlaku
sebagai surat keputusan otorisasi.
(3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika
untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam
APBD.
- 138 -
(4) Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah
lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja
daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pasal 193
(1) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat
didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek
sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah.
(2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau
bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah.
(3) Kepala daerah dengan persetujuun DPRD dapat menetapkan peraturan
tentang :
a. penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya; dan
b. penyelesaian masalah Perdata.
Pasa1 194
Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan. dan
pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KERJA SAMA DAN PEIIYELESAiAN PERSELISIHAN
Pasa1 195
(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat
mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan
- 139 -
pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan
saling menguntungkan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan
dalam bentuk badan kerja sama antar daerah yang diatur dengan
keputusan bersama;
(3) Dalam penyediaan pelayanan pubik, daerah dapat bekerja sama dengan
pihak ketiga.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang
membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan
DPRD.
Pasa1 196
(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas
191
daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik
secara bersama dengan daerah sekitarrnya untuk kepentingan masyarakat.
(3) Untuk pengelolaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), daerah membentuk badan kerja sama.
(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pasa1 197
Tata cara pelaksanaan ketentuan sebaigaimana dimaksud dalam Pasal 195 dan
Pasal 196 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
- 140 -
Pasal 198
(1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur
menyelesaikan perselisihan dimaksud.
(2) Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan
kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan
kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri
menyelesaikan perselisihan dimaksud.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 199
(1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
a. Kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan
memiliki ciri perkotaan.
(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola
oleh pemerintan kota.
(3) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola
oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab
kepada pemerintah kabupaten.
- 141 -
(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam
hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu
dikelola bersama oleh daerah terkait.
(5) Di kawasan pedesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan
perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membentuk
hadan pengelola pembangunan.
(6) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan
kawasan perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat
sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
(7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
BAB XI
DESA
Bagian Pertama Urnum
192
Pasa1 200
(1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan
desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawatan desa.
(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan
memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.
- 142 -
(3) Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan
statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah desa
bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda.
Pasa1 201
(1) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan
dibebankan pada APBD kahupaten/kota.
(2) Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya
menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Pasal 202
(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
(2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Pasal 203
(1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih
langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repablik Indonesia
yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda
yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
- 143 -
(2) Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan
kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai
kepala desa.
(3) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya
berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perda
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 204
Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 205
(1) Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah pemilihan.
(2) Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.
(3) Susunan kata-kata sumpah/janji, dimaksud adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya,
sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam
mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan UndangUndang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundangundangan
dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia".
193
- 144 -
Pasal 206
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan
diserahkan kepada desa.
Pasal 207
Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah, kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
Pasal 208
Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 209
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
- 145 -
Pasal 210
(1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota
badan permusyawaratan desa.
(3) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun
dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(2) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan
permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Lain
Pasal 211
(1) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan.
(2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam
memberdayakan masyarakat desa.
- 146 -
Bagian Kelima
Keuangan Desa
Pasal 212
(1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban.
194
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.
(3) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. pendapatan asli desa;
b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh kabupaten/kota;
d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
(5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa
tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.
- 147 -
(6) Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan
perudang-undangan.
Pasal 213
(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa.
(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan.
Bagian Keenam
Kerja sama Desa
Pasal 214
(1) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur
dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota
melalui camat.
(2) Kerja sama antar desa dan desa dengan pihak ketiga, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan sesuai dengan kewenangannya.
(3) Kerja sama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perunndang-undangan.
(4) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat,(2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama.
- 148 -
Pasal 215
(1) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota
dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan
permusyawaratan desa.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Perda, dengan memperhatikan:
a. kepentingan masyarakat desa;
b. kewenangan desa;
c. kelancaran pelaksanaan investasi;
195
d. kelestarian lingkungan hidup;
e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
Pasa1 216
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan da1am Perda dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan
menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PFNGAWASAN
Pasal .217
(1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh Pemerintah yang meliputi :
a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
b. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan
pemerintahan;
- 149 -
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan
urusan pemerintahan.
d. pendidikan dan pelatihan; dan
e. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan
evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.
(3) Pemberian pedoman dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana,
pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan.
(4) Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktuwaktu,
baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada
daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.
(5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah,
anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan
kepala desa.
(6) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala
ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan
huruf e dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau
lembaga penelitian.
- 150 -
Pasal 218
(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh Pemerintah yang meliputi:
a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah;
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundangundangan.
Pasal 219
196
(1) Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada,
pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah,
anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota
badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.
Pasa1 220
(1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan kepada
pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota
DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.
- 151 -
Pasal 221
Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217
dan Pasal 218 digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh
Pemerintah dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Pasal 222
(1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh Gubernur.
(3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa
dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
(4) Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kepada camat.
Pasal 223
Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma,
prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- 152 -
BAB XIII
PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
Pasa1 224
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat
membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan
pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.
(2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan
saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan
kebijakan:
a. pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta
pembentukan kawasan khusus;
b. perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
yang meliputi:
1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil
pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
2) formula dan perhitungan DAU masing-masing daerah
197
berdasarkan besarnya pagu DAU sesuai dengan peraturan
perundangan;
3) DAK masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran
berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria
sesuai dengan peraturan perundangan.
(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri
Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
- 153 -
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 225
Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus
selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan
khusus yang diatur dalam undang-undang lain,
Pasal 226
(1) Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi
Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur
secara khusus dalam Undang Undang tersendiri.
(2) Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakata sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah. tetap
dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang ini.
(3) Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalum pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tal:un 2001 tentang Otonomi khusus bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Acen
Darussalam, dengan penyempurnaan:
a. Pemilihan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai
dengan bulan April 2005, diselenggarakan pemilihan
- 154 -
secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling
lambat pada bulan Mei 2005.
b. Kepala daerah selain yang dinyatakan pada huruf (a) diatas
diselenggarakan pemilihan kepala daerah sesuai dengan periode masa
jabatannya.
c. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa
jabatannya sebelum Undang-Undang ini disahkan sampai dengan
bulan April 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang
penjabat kepala daerah.
d. Penjabat kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah
atau caloa wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa~Aceh
sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
e. Anggota Komisi Independen Pemilihan dari unsur anggota Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia diisi oleh Ketua dan anggota
198
Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Pasal 227
(1) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur
dengan undang-undang tersendiri.
(2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
berstatus sebagai daerah otonom, dan dalam wilayah
,~
- 155 -
administrasi tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom.
(4) Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
pengaturan:
a. kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai
ibukota Negara;
b. tempat kedudukan parwakilan negara-negara sahabat;
c. keterpaduan rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana
umum tata ruang daerah sekitar;
d. kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan
tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah.
Pasal 228
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 ayat (3) yang
didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah:
(2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan
dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah.
(3) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata laksana instansi vertikal di
daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(4) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya
dialihkan menjadi milik daerah.
Pasal 229
Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah
negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang
- 156 -
undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 230
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang belum diatur dalam
undang-undang.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 231
Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota provinsi,
daerah khusus, daerah istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 232
(1) Provinsi, kabupater/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang ada pada
199
saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap sebagai provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa kecuali ditentukan lain
dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah memenuhi
seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan perundang-undangan
tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
Undang-Undang ini diundangkan.
- 157 -
Pasal 233
(1) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai
dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara
langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini pada bulan
Juni 2005.
(2) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009
sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah
secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini pada
bulan Desember 2008.
Pasal 234
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jahatannya
sebelum bulan Juni 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat
seorang penjabat kepala daerah.
(2) Penjabat kepala daerah yang ditetapkan sebelum diundangkannya
Undang-Undang ini, menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya.
(3) Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada APBN dan
APBD.
Pasal 235
Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang sama
yang berakhir masa jabatannya pada bulan dan tahun yang sama dan/atau
dalam kuran waktu antara 1 (satu) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari,
pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.
- 158 -
Pasal 236
(1) Kepala desa dan perangkat desa yang ada pada saat mulai
berlaku Undang-Udang ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa
jabatannya.
(2) Anggota badan perwakilan desa yang ada pada saat mulai berlakunya
Undang-Undang ini menjalankan tugas sebagaimana di atur dalam
Undang-Undang ini sampai habis masa jabatannya.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 237
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara
langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan
pengaturannya pada Undang-Undang ini.
Pasal 238
(1) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambatlambatnya
200
2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.
Pasal 239
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 240
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
- 159 -
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundang
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
republik Indonesia
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 125.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
Lambeek V. Nahattands
Sumber : Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
201
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa untuk memacu kemajuan Provinsi Banten pada umumnya
dan Kabupaten Tangerang pada khususnya serta adanya aspirasi
yang berkembang dalam masyarakat, perlu dilakukan peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa dengan memperhatikan kondisi geografis, kemampuan
ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan
pertimbangan aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan, dan
keamanan serta dengan meningkatnya beban tugas dan volume
kerja dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, perlu dilakukan
pembentukan Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi
Banten;
c. bahwa pembentukan Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan dalam
bidang
pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan
kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten;
Mengingat:
1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan
Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
202
2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4310);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4721);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4836);
203
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG
SELATAN DI PROVINSI BANTEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Provinsi Banten adalah provinsi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010).
4. Kabupaten Tangerang adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kabupaten asal Kota Tangerang
Selatan.
BAB II
PEMBENTUKAN, CAKUPAN WILAYAH, DAN BATAS WILAYAH
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 2
Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi
Banten dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
204
Bagian Kedua
Cakupan Wilayah
Pasal 3
1. Kota Tangerang Selatan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Tangerang yang terdiri atas cakupan wilayah:
a. Kecamatan Serpong;
b. Kecamatan Serpong Utara;
c. Kecamatan Pondok Aren;
d. Kecamatan Ciputat;
e. Kecamatan Ciputat Timur;
f. Kecamatan Pamulang; dan
g. Kecamatan Setu.
2. Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Pasal 4
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, wilayah Kabupaten Tangerang dikurangi dengan wilayah Kota Tangerang
Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Bagian Ketiga
Batas Wilayah
Pasal 5
1. Kota Tangerang Selatan mempunyai batas-batas wilayah:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan,
dan Kecamatan Ciledug Kota Tangerang;
b. sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI
Jakarta;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat, dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan
Pagedangan, dan Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang.
2. Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3. Penegasan batas wilayah Kota Tangerang Selatan secara pasti di lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri paling lambat 5 (lima) tahun sejak diresmikannya Kota
Tangerang Selatan.
Pasal 6
205
1. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak terbentuknya kota ini.
2. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Banten serta dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang
Wilayah kabupaten/kota di sekitarnya.
BAB III
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 7
1. Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kota Tangerang
Selatan mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kota
Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.
3. Urusan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan yang bersifat
pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
206
BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Kesatu
Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala Daerah
Pasal 8
Peresmian Kota Tangerang Selatan dan pelantikan Penjabat Walikota Tangerang
Selatan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6
(enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Bagian Kedua
Pemerintah Daerah
Pasal 9
1. Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kota Tangerang
Selatan, dipilih dan disahkan seorang walikota dan wakil walikota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
terbentuknya Kota Tangerang Selatan.
2. Sebelum walikota dan wakil walikota definitif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terpilih, untuk pertama kalinya penjabat walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diangkat dari pegawai negeri sipil
dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dilantik oleh Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usulan gubernur.
3. Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai
yang memiliki kemampuan dan pengalaman jabatan dalam bidang
pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Banten untuk melantik
Penjabat Walikota Tangerang Selatan.
5. Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum terpilih dan belum dilantik walikota dan wakil walikota definitif,
Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali penjabat walikota untuk
1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau
menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
6. Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi, dan fasilitasi
terhadap kinerja penjabat walikota dalam melaksanakan tugas
pemerintahan dan pemilihan walikota/wakil walikota.
Pasal 10
Pembiayaan pertama kali pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tangerang dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten.
207
Pasal 11
1. Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan,
dibentuk perangkat daerah yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
dan unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh
Penjabat Walikota Tangerang Selatan paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal pelantikan Penjabat yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 12
1. Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang
Selatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pengaturan tentang jumlah, mekanisme, dan tata cara pengisian
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh KPU Kabupaten Tangerang.
4. Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Tangerang Selatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BAB V
PERSONEL, ASET, DAN DOKUMEN
Pasal 13
1. Bupati Tangerang bersama Penjabat Walikota Tangerang Selatan
menginventarisasi, mengatur, serta melaksanakan pemindahan personel,
penyerahan aset dan dokumen kepada Pemerintah Kota Tangerang
Selatan.
2. Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat walikota.
3. Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak pelantikan penjabat walikota.
4. Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi
pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan
oleh Kota Tangerang Selatan.
208
5. Pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh
Gubernur Banten.
6. Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Tangerang Selatan dibebankan pada anggaran pendapatan dan
belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
7. Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
meliputi:
a. barang milik dan/atau yang dikuasai baik barang bergerak maupun tidak
bergerak dan/atau yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Tangerang
Selatan yang berada dalam wilayah Kota Tangerang Selatan;
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang
kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan;
c. utang piutang Kabupaten Tangerang yang kegunaannya untuk Kota
Tangerang Selatan; dan
d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tangerang
Selatan.
8. Apabila penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang,
Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
9. Pelaksanaan pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur Banten
kepada Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN,
HIBAH, DAN BANTUAN DANA
Pasal 14
1. Kota Tangerang Selatan berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
1. Pemerintah Kabupaten Tangerang sesuai dengan kesanggupannya
memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) setiap tahun selama 2
(dua) tahun berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan
Wakil
Walikota Tangerang
Selatan pertama
kali
sebesar
209
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Rp9.733.035.000,00 (sembilan miliar tujuh ratus tiga puluh tiga juta tiga
puluh lima ribu rupiah).
Pemerintah Provinsi Banten memberikan bantuan dana untuk menunjang
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun selama 2 (dua) tahun
berturut-turut serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Tangerang Selatan pertama kali sebesar Rp7.500.000.000,00
(tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian
bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak
pelantikan Penjabat Walikota Tangerang Selatan.
Apabila
Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak
memenuhi
kesanggupannya memberikan hibah sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengurangi penerimaan Dana Alokasi
Umum Kabupaten Tangerang untuk diberikan kepada Pemerintah Kota
Tangerang Selatan.
Apabila Pemerintah Provinsi Banten tidak memenuhi kesanggupannya
memberikan bantuan dana sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah mengurangi penerimaan Dana Alokasi Umum
Provinsi Banten untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang
Selatan.
Penjabat Walikota Tangerang Selatan menyampaikan laporan realisasi
penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Bupati Tangerang.
Penjabat Walikota Tangerang Selatan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur
Banten.
Pasal 16
Penjabat Walikota Tangerang Selatan berkewajiban melakukan penatausahaan
keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 17
1. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah
dan Pemerintah Provinsi Banten melakukan pembinaan dan fasilitasi
secara khusus terhadap Kota Tangerang Selatan dalam waktu 3 (tiga)
tahun sejak diresmikan.
2. Setelah 3 (tiga) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur
Banten melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kota
Tangerang Selatan.
210
3. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan
perumusan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Banten
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
1. Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat
Walikota Tangerang Selatan menyusun Rancangan Peraturan Walikota
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan
untuk tahun anggaran berikutnya.
2. Rancangan Peraturan Walikota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Banten.
3. Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Walikota Tangerang Selatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
Sebelum Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan peraturan daerah dan
peraturan walikota sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua peraturan
daerah dan Peraturan Bupati Tangerang sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Tangerang Selatan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Kota Tangerang Selatan harus
disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
211
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
212
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
I. UMUM
Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km² dengan penduduk
pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri atas 4 (empat) kabupaten dan 3
(tiga) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.159,05 km² dengan
penduduk pada tahun 2007 berjumlah 3.315.584 jiwa, terdiri atas 36 (tiga puluh
enam) kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan
untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau.
Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali
pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan
publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat.
Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 28 Tahun 2006
tanggal 27 Desember 2006 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang
Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang
Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas
Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemiliharaan kepada Pemerintah Kota
Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 135/088 Binwil/2007 tanggal
30 Januari 2007 perihal Persetujuan Pembentukan Daerah, Keputusan Bupati
Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang
Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang
Nomor 137/530 Binwil-2007 tanggal 15 Maret 2007 perihal Usul Pembentukan
Daerah Otonom, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.239-Huk/2007
tanggal 7 Mei 2007 tentang Belanja Operasional dan Pemiliharaan untuk
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Bupati Tangerang Nomor
130/Kep.380-Huk/2007 tanggal 6 Agustus 2007 tentang Penetapan Batas Wilayah
Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tangerang Nomor 01 Tahun 2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan
ditetapkannya Ex Kantor Kewedanaan Ciputat menjadi Pusat Pemerintahan Kota
Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten
Nomor 161.1/Kep-DPRD/18/2007 tanggal 21 Mei 2007 tentang Persetujuan
213
Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Gubernur Banten Nomor 135/1436Pem/2007 tanggal 25 Mei 2007 perihal Usulan Pembentukan Kota Tangerang
Selatan, Keputusan Gubernur Banten Nomor 125.3/Kep.353-Huk/2007 tanggal 25
Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007
tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja
Operasional dan Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang Selatan, Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/KepDPRD/09/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Dana
Untuk Penyelenggaraan Pemerintahan Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi
Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor
161.1/Kep-DPRD/10/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Pemberian
Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pertama Walikota dan
Wakil Walikota Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/KepDPRD/11/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Nama Calon Kota, Batas
Wilayah Kota dan Cakupan Wilayah Kota Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi
Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor
161.1/Kep-DPRD/12/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Penggunaan
Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten Tangerang
Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, dan
Keputusan Gubernur Banten Nomor 011/Kep.301-Huk/2008 tanggal 17 Juli 2008
tentang Persetujuan Penggunaan Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI)
Serpong Kabupaten Tangerang Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang
Selatan Provinsi Banten.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara
mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan
berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan.
Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Tangerang, terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong,
Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat,
Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Setu. Kota
Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km² dengan
penduduk pada tahun 2007 berjumlah ± 918.783 jiwa.
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah
Provinsi Banten berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya
kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan
memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personel, pengalihan aset dan dokumen
untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka
meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat di Kota Tangerang Selatan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Tangerang Selatan perlu melakukan
berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan
prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia,
serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundangundangan.
214
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lampiran peta cakupan wilayah yang digambarkan dengan skala 1:25.000
diterbitkan oleh Pemerintah dan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Banten pada saat dilakukan peresmian sebagai daerah otonom baru.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam rangka pengembangan Kota Tangerang Selatan khususnya guna
perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana
dan prasarana pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, diperlukan
adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu, Tata Ruang Wilayah Kota
Tangerang Selatan harus disusun secara serasi dan terpadu dengan tata ruang
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
215
Yang dimaksud dengan "urusan pemerintahan yang secara nyata ada" dalam
ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara
lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.
Pasal 8
Peresmian Kota dan pelantikan Penjabat Walikota dapat dilakukan secara
bersamaan dan pelaksanaannya dapat dilakukan di ibu kota negara, ibu kota
provinsi, atau ibu kota kabupaten.
Pasal 9
Ayat (1)
Pemilihan, pengesahan, dan pengangkatan Walikota dan Wakil Walikota
Tangerang Selatan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan, kecuali pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli
2009.
Ayat (2)
Penjabat Walikota Tangerang Selatan diusulkan oleh Gubernur Banten dengan
pertimbangan Bupati Tangerang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 10
Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
Tangerang Selatan pada APBD Provinsi Banten dan APBD Kabupaten Tangerang
dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
masing-masing.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengaturan tentang jumlah, mekanisme, dan tata cara
pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah antara lain penetapan
daerah pemilihan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
216
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai,
tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum
yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten
Tangerang dalam wilayah Kota Tangerang Selatan.
Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan
personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Demikian pula BUMD Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan
lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil
guna dalam penyelenggaraannya, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten
Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten
induk dan kota baru, pemerintah daerah yang bersangkutan melakukan kerja
sama.
Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan
diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota
Tangerang Selatan. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan
daftar inventaris.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hibah" dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah
uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 dan
217
Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007
serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang
Selatan pertama kali sesuai dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun 2008 tanggal 4 Juli 2008 dan Keputusan
Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "memberikan bantuan dana" dalam ketentuan ini adalah
pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Provinsi
Banten Nomor 900/Kep.298-Huk/2008 tanggal 7 Juli 2008 dan Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/09/2008
tanggal 7 Juli 2008 serta untuk pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Tangerang Selatan pertama kali sesuai dengan Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/09/2008
tanggal 7 Juli 2008 dan Keputusan Gubernur Banten Nomor 900/Kep.298Huk/2008 tanggal 7 Juli 2008.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengurangan dana alokasi umum adalah pengurangan sejumlah dana sesuai
dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Tangerang yang belum dibayarkan.
Ayat (5)
Pengurangan dana alokasi umum adalah pengurangan sejumlah dana sesuai
dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Banten yang belum dibayarkan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
218
219
Download