peran penerapan problem based learning pada pembelajaran ips

advertisement
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
PERAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA
PEMBELAJARAN IPS DALAM MENYIAPKAN SISWA
MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Andrian1
ABSTRAK
Fenomena globalisasi yang terjadi kini dalam segenap aspek kehidupan memang
sudah tidak dapat dicegah. Pada satu sisi, globalisasi memberikan kemudahan peluang untuk
mengakses dan memperoleh informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
bagi peningkatan kualitas kehidupan, namun di sisi lain globalisasi juga berdampak
pada berubahnya tatanan nilai sosial-budaya masyarakat. Dalam hubungannya dengan
pendidikan IPS, globalisasi menuntut peserta didik untuk memiliki berbagai keterampilan
sosial yang diperlukan dalam berinteraksi dengan masyarakat global. Untuk menjadi warga
negara yang berperan aktif dalam pergaulan global setidaknya harus memiliki kemampuan
dalam mengolah dan menggunakan informasi untuk memberdayakan dirinya serta
keterampilan bekerjasama dengan masyarakat yang majemuk. Problem-Based Learning
(Pembelajaran Berbasis-Masalah) adalah suatu pengembangan kurikulum, pendekatan/
strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bersifat terbuka (ill-structured
maupun open-ended), yang menuntut siswa untuk terampil dan peka terhadap pemecahan
masalah yang ada di liungkungan riil sosialnya secara kolaboratif. PBL merupakan model
pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoretik konstruktivisme. Dalam model
PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pembelajar tidak saja
mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah, tetapi juga metode ilmiah
untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pembelajar tidak saja harus memahami
konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh
pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah
dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Kata Kunci: PBL, pembelajaran berbasis masalah, konstruktivistik
PENDAHULUAN
Peran pendidikan merupakan pokok
utama dalam membentuk karakter siswa
dalam proses menggali pengetahuan
atau knowledge, sikap atau affective,
dan keterampilan atau skills. Namun,
hal tersebut tidak akan tercapai kalau
pendidikan tersebut tidak mumpuni dalam
memilih dan memilah pembelajaran yang
kontekstual sehingga akan terhindar dari
pembelajaran konvensional yang menjadi
permasalahan di suatu pendidikan.
Maka dari itu, dibutuhkan suatu metode
pembelajaran yang terencana yang mampu
mencapai suatu hasil yang diharapkan.
Pembelajaran
yang
dapat
menumbuhkembangkan
kekreatifan
siswanya adalah dengan menggunakan
metode pembelajaran yang berbasis
kontekstual sehingga menghasilkan suatu
pembelajaran yang bermakna bagi siswa dan
Andrian adalah Dosen Jurusan Pendidikan IPS, Prodi. PPKn Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Pasundan, Cimahi.
1
119
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
adanya sinkronisasi antara pengetahuan,
sikap dan kerampilan. Maka dari itu,
diperlukannya
inovasi
pembelajaran
sebagai kritik dari pembelajaran yang
konvensional. Hal tersebut sesuai yang
dipaparkan oleh Burhan (2011:15) bahwa
“menilai perlu ada terobosan dalam
strategi pembelajaran sebagai kritik atas
strategi konvensional tersebut”.
Pada
kenyataannya
dilapangan,
pembelajaran IPS di tingkat sekolah
selama ini lebih banyak bersifat transfer
of knowledges dari guru kepada peserta
didik. Konsekuensinya adalah guru
berperan sebagi pusat kegiatan belajar dan
siswa sebagai peserta pasif yang menerima
materi dari guru (Supriatna, 2007). Dalam
posisinya sebagai penyampai materi
pembelajaran, guru sebagai pengembang
kurikulum di tingkat implementasi di ruang
kelas kurang peka terhadap perkembangan
masyarakat sehingga materi pembelajaran
seringkali lepas dari konteks dan situasi
nyata dalam lingkungan sosial siswa
(Sumantri, 2001).
Hal ini terjadi karena pembelajaran IPS
di sekolah Indonesia, baik sebagai sebuah
disiplin ilmu maupun sebagai bagian
dari rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial,
sesuai dengan paradigma kurikulum yang
berlaku yang menekankan pada pewarisan
nilai (perenialisme) dan pendekatan
disipliner atau mementingkan disiplin
ilmu (essensialisme) (Hasan, 1996).
Pembelajaran IPS di Indonesia tidak
tidak didasarkan pada konstruktivisme,
rekonstruksi sosial atau paradigma kritikal
(critical paradigm) yang mengajak
para peserta didik melakukan berbagai
interpretasi kritis secara mandiri dengan
menggunakan IPS lokal sebagai dasar
pengembangan pembelajaran atau dengan
pendekatan inquiry untuk melakukan
penafsiran kritis terhadap peristiwa IPS
yang beragam untuk memahami masalahmasalah sosial sehari-hari.
Pembelajaran IPS di Indonesia
didasarkan atas orientasi transmisi
dan bukan transaksi atau transformasi
(Supardan, 2008). Orientasi transmisi
seperti ini menurut Miller dan Seller
sesuai dengan filsafat positivisme yang
dikembangkan oleh Francis Bacon (15611662), John Locke (1889), dan B.F Skinner
serta para behaviorist positivist lainnya
abad ke-20 yang menganut pandangan
bahwa perilaku manusia dapat dipahami
dalam hubungannya antara sebab dan
akibat (Supardan, 2008). Menurut
filsafat ini, pendidikan merupakan proses
pembiasaan, latihan dan pengulangan.
Pengetahuan, termasuk pengetahuan
IPS, dapat ditransmisikan, dilatihkan
dibiasakan melalui peran guru sebagai
pusat kegiatan belajar.
Pandangan yang sangat konservatif
seperti ini diikuti dengan penerapannya
dalam pembelajaran di kelas yang bersifat
ekspositori dan instruksional. Akhirnya,
keberhasilan
belajar
siswa
diukur
atau dievaluasi secara kuantitatif atau
mengetahui berapa besar aspek kognitif
atau pengetahuan (knowledge) yang telah
dapat diserap, dan bukan pada aktivitas
dalam proses pembelajaran, sikap dan
kepribadiannya (Wiriaatmadja, 2002).
Orientasi pembelajaran IPS yang sangat
relevan dengan dasar-dasar psikologis
siswa yang behavioristis ini menyebabkan
aspek-aspek humanistic, transpersonal,
empowerment, maupun dalam rangka
melatih keterampilan sosial menjadi
terabaikan dalam pembelajaran sehingga
para siswa tidak memiliki kesempatan
120
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
untuk memaknai materi pembelajaran
yang dipelajarinya dengan kehidupan
sehari-hari atau masalah-masalah sosial
yang dihadapi.
Untuk meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar, para ahli pembelajaran
telah
menyarankan
penggunaan
paradigma pembelajaran konstruktivistik
untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Dengan perubahan paradigma belajar
tersebut terjadi perubahan pusat (fokus)
pembelajaran dari belajar berpusat
pada guru kepada belajar berpusat
pada siswa. Dengan kata lain, ketika
mengajar di kelas, guru harus berupaya
menciptakan kondisi lingkungan belajar
yang dapat membelajarkan siswa, dapat
mendorong siswa belajar, atau memberi
kesempatan kepada siswa untuk berperan
aktif mengkonstruksi konsep-konsep
yang dipelajarinya sehingga berbagai
keterampilan sosial tersebut dapat dilatih
dengan baik.
Pembelajaran
berbasis
masalah
(Problem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada
siswa serta dapat digunakan untuk
melatih berbagai keterampilan sosial yang
dipelukan siswa. PBL adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahu’an yang
berhubungan dengan masalah tersebut
dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
PBL merupakan strategi pembelajaran
berbasis
masalah
dengan
tujuan
meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa. Sebagaimana dijelaskan oleh
Sanjaya, (2006:214) bahwa:
Pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan
kepada
proses
penyelesaian
masalah yang dihadai secara ilmiah
yang bertujuan meningkatkan
kemampuan siswa untuk berpikir
kritis, analisis, sistematis, dan
logis untuk menemukan alternatif
pemecahan masalah dalam rangka
menumbuhkan sikap ilmiah
Berdasarkan penjelasan di atas,
bahwa metode pembelajaran dengan
berbasis masalah dapat merubah sistem
pembelajaran yang dapat menghubungan
antara
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan. Selain daripada itu, dapat
mengukur kemampuan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah secara
sistematis.
Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah merupakan strategi pembelajaran
yang menitikberatkan peran siswa untuk
aktif dan diikuti dengan pengalamannya
sehingga
siswa
dituntut
untuk
menyelesaikan permasalahannya dengan
kritis.Selain itu, peran guru tidak terlalu
banyak mengintervensi siswa hanyalah
sebagai fasilitator saja.
Dari apa yang telah dipaparkan di atas,
untuk lebih menfokuskan kajiannya maka
penulis memaparkan artikel ini dengan
permasalahan umum “sejauhmana peran
strategi pembelajaran berbasis masalah
dapat diterapkan pada pembelajaran IPS
untuk menyiapkan siswa di era globalisasi”.
Dengan sub-sub masalah sebagai berikut:
1.
121
Bagaimana konsep dasar Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
pembelajaran IPS?
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
2. Bagaimana hakikat masalah dalam
Strategi
Pembelajaran
Berbasis
Masalah ?
ada di liungkungan riil sosialnya secara
kolaboratif (Elizabeth M. Lieux: 2007; De
Gallow: 2008 dalam Supardan, 2008).
3.
PBL merupakan model pembelajaran
yang berorientasi pada kerangka kerja
teoretik konstruktivisme. Dalam model
PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah
yang dipilih sehingga pembelajar tidak
saja mempelajari konsep-konsep yang
berhubungan dengan masalah, tetapi juga
metode ilmiah untuk memecahkan masalah
tersebut. Oleh sebab itu, pembelajar
tidak saja harus memahami konsep yang
relevan dengan masalah yang menjadi
pusat perhatian tetapi juga memperoleh
pengalaman belajar yang berhubungan
dengan ketrampilan menerapkan metode
ilmiah dalam pemecahan masalah dan
menumbuhkan pola berpikir kritis.
Apa saja tahapan-tahapan dalam
melaksanakan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah dalam pembelajaran
IPS
untuk
menyiapkan
siswa
menghadapi globalisasi?
Pembahasan
Konsep Dasar Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pembelajaran
berbasis
masalah
(Problem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang
dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada siswa. PBL adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut
dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah (Ward, 2002;
Stepien, dkk.,1993 dalam Supardan: 2008).
Lebih lanjut Boud dan felleti, (Supardan,
2008) menyatakan bahwa PBL adalah
suatu pendekatan pembelajaran dengan
membuat konfrontasi kepada pebelajar
(siswa) dengan masalah-masalah praktis,
berbentuk ill-structured, atau open ended
melalui stimulus dalam belajar.
Problem
Based
Learning
(Pembelajaran
Berbasis
Masalah)
adalah suatu pengembangan kurikulum,
pendekatan/strategi pembelajaran yang
berpusat pada siswa dan bersifat terbuka
(ill-structured maupun open-ended),
yang menuntut siswa untuk terampil dan
peka terhadap pemecahan masalah yang
Pembelajaran PBL dapat diterapkan
bila didukung lingkungan belajar yang
konstruktivistik.
Lingkungan
belajar
konstruktivistik mencakup beberapa faktor
yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed),
1999:218): kasus-kasus berhubungan,
fleksibelitas
kognisi,
sumber-sumber
informasi, cognitive tools, pemodelan yang
dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan
dukungan sosial dan kontekstual.
Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah dapat diartikan sebagai proses
penyelesaian masalah yang dirumuskan
secara sistematis atau ilmiah dalam
kegiatan belajar mengajar. Terdapat 3
(tiga) ciri utama dari strategi pembelajaran
berbasis masalah, yaitu :
1. Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah merupakan rangkaian aktifitas
pembelajaran di mana para siswa
bukan terfokus pada mendengarkan,
mencatat, kemudian menghapal materi
pelajaran tetapi siswa difokuskan
122
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
untuk aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, serta
menyimpulkan.
5. Para siswa dapat memahami hubungan
antara
yang
dipelajari
dengan
kenyataan.
2. Aktifitas pembelajaran diarahkan
untuk menyelesaikan masalah. Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah
menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran.
Penjelasan di atas sesuai yang
dijelaskan oleh Sanjaya (2006:214)
pembelajaran berbasis masalah memiliki
tiga ciri utama, yaitu pertama, strategi
pembelajaran berbasis masalah merupakan
rangkaian aktifitas pembelajaran, artinya
dalam implementasinya ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Dalam strategi pembelajaran berbasis
masalah tidak mengharapkan siswa
bukan hanya mendengar, mencatat,
kemudian menghapal, tetapi siswa dapat
aktif dalam berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, dan
pada akhirnya menyimpulkan.Kedua,
aktifitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah dengan proses secara
sistematis dan empiris.
Untuk
mengimplementasikan
strategi pembelajaran berbasis masalah,
guru memilih bahan pembelajaran yang
memiliki permasalahan sehingga memuat
bagaimana
langkah
pemecahannya.
Permasalahan tersebut dapat diambil dari
dari buku teks atau sumber lainnya yang
merupakan peristiwa yang aktual.
Penerapan strategi pembelajaran
berbasis masalah dengan pemecahan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Siswa diposisikan tidak menyimak
tetapi menguasai dan memahaminya
secara penuh
2. Siswa
dapat
mengembangkan
keterampilan
berpikir
rasional,
yaitu berpikir melalui kemampuan
menganalisis situasi, menerapkan
pengetahuan yang mereka miliki
dalam situasi baru, mengenal adanya
perbedaan antara fakta dan pendapat,
serta mengembangkan kemampuan
dalam membuat keputusan secara
objektif.
3. Para siswa mampu mengembangkan
dan mencari pemecahan masalahnya
dengan berbagai media
4. Siswa dapat mempertanggungjawabkan
hasil kajiannya di depan kelas
Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah menempatkan masalah sebagai
kata kunci dari proses pembelajaran.
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan
dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah.Artinya, proses berpikir
secara deduktif dan induktif. Proses
berpikir ini dilakukan secara sistematis
dan empiris. Sistematis artinya berpikir
ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan
tertentu; sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah yang diselesaikan
pada dasar dan fakta yang jelas.
Dalam mengimplementasikan strategi
pembelajaran berbasis masalah maka
guru harus memilih dan memilah bahan
pelajaran yang memiliki permasalahan
yang dapat dipecahkan dan dapat diambil
dari buku teks atau sumber lainnya
mengenai suatu peristiwa.Tujuan dari
strategi ini salah satunya adalah bertujuan
untuk
meningkatkan
keterampilan
123
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
berpikir siswa khususnya berpikir kritis
siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Contoh lain tahapan PBL adalah:
1. Para siswa disajikan suatu masalah
(contohnya; suatu kasus, catatan/
hasi penelitian, hasil rekaman videotape). Para siswa (dalam kelompok)
mengorganisir gagasan mereka dan
pengetahuan sebelumnya berhubungan
dengan masalah, dan mencoba untuk
mendefinisikan alam secara luas
tentang suatu permasalahan.
2. Para siswa menyikapi pertanyaan,
yang disebut “belajar isu-isu” pada
aspek-aspek masalah yang mereka
tidak pahami melalui diskusi. Dalam
hal pelajaran isu-isu ini direkam
oleh kelompok siswa itu. Para siswa
secara terus menerus didorong untuk
mendefinisikan apa yang
mereka
ketahui dan apa yang mereka tidak
ketahui itu juga tidak kalah penting.
3. Para siswa diatur dalam suatu
kepentingan untuk memahami isuisu yang dimunculkan dalam sesi itu.
Mereka memutuskan pertanyaanpertanyaan yang akan diikuti oleh
keseluruhan kelompok, dan isu-isu
yang dapat ditugaskan untuk individual
yang kemudian diperbesar dalam
kelompok. Para siswa dan instruktur
juga mendiskusikan sumber daya apa
yang akan diperlukan dalam rangka
riset belajar isu, di mana mereka bisa
ditemukan.
4. Ketika para siswa berkumpul kembali,
mereka
mengeksplorasi
belajar
isu yang sebelumnya,
kemudian
diintegrasikan dalam pengetahuan
baru mereka ke dalam konteks masalah
itu. Para siswa juga didorong untuk
meringkas pengetahuan mereka dan
menghubungkan suatu konsep baru ke
yang lama. Mereka melanjutkan untuk
mendefinisikan/menggambarkan
belajar isu-isu baru ketika mereka maju
melalui masalah itu. Para siswa segera
melihat bahwa belajar itu adalah suatu
proses berkelanjutan, dan bahwa akan
selalu ada belajar tentang isu-isu itu
dapat dieksplorasikan.
Hakikat Masalah dalam Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah
Masalah dalam strategi pembelajaran
berbasis masalah adalah masalah yang
bersifat terbuka, artinya jawaban dari
masalah tersebut balum pasti. Di sini setiap
siswa dan guru dapat mengembangkan
berbagai kemungkinan jawaban. Dengan
demikian, strategi pembelajaran berbasis
masalah
memberikan
kesempatan
pada siswa untuk bereksplorasi dalam
mengumpulkan dan menganalisis data
secara lengkap dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Tujuan yang
ingin dicapai dalam strategi pembelajaran
berbasis masalah adalah kemampuan
siswa untuk berpikir kritis, analisis,
sistematis, dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui
eksplorasi data secara empiris dalam
rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam strategi
pembelajaran berbasis masalah adalah
kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan atau antara
kenyataan terjadi dengan yang diharapkan.
Kesenjangan dapat dirasakan adanya
keserakahan, keluhan, kekisruhan, atau
kecemasan. Oleh karena itu, materi
pelajaran tidak bersumber pada teks buku
tapi dapat dengan media-media lainnya.
Karakter dari pembelajaran berbasis
masalah antara lain:
124
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
1. Belajar dimulai dng suatu masalah
tertentu;
2. Masalah yang dikaji bersifat real/
nyata;
3. Memberikan tanggung jawab kepada
siswa untuk mengerjakan secara
mandiri dan kelompok;
4. Menuntuk berfikir kritis, sensitif, dan
terampil memecahkan masalah;
5. Menuntut
pembelajar
mampu
mendemonstrasikan suatu produk atau
kinerja tertentu;
Adapun kriteria pemilihan bahan
pelajaran dalam strategi pembelajaran
berbasis masalah adalah sebagai berikut.
1. Mengandung isu-isu
2. Bersifat familiar
3. Bahan
Berhubungan
kepentingan
dengan
4. Mengandung kompetensi
5. Sesuai minat
Bila pembelajaran yang dimulai
dengan suatu masalah, apalagi kalau
masalah tersebut bersifat kontekstual,
maka dapat terjadi ketidaksetimbangan
kognitif pada diri pembelajar. Keadaan
ini dapat mendorong rasa ingin tahu
sehingga
memunculkan
bermacammacam pertanyaan disekitar masalah
seperti “apa yang dimaksud dengan….”,
“mengapa bisa terjadi….”, “bagaimana
mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila
pertanyaan-pertanyaan tersebut telah
muncul dalam diri pebelajar maka motivasi
intrinsik mereka untuk belajar akan
tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan
peran guru sebagai fasilitator untuk
mengarahkan pebelajar tentang “konsep
apa yang diperlukan untuk memecahkan
masalah”, “apa yang harus dilakukan”
atau “bagaimana melakukannya” dan
seterusnya. Dari paparan tersebut dapat
diketahi bahwa penerapan PBL dalam
pembelajaran dapat mendorong siswa/
mahasiswa mempunyai inisiatif untuk
belajar secara mandiri. Pengalaman ini
sangat diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari dimana berkembangnya pola
pikir dan pola kerja seseorang bergantung
pada bagaimana dia membelajarkan
dirinya. Lebih lanjut Arends (2004)
menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar
(outcomes) yang diperoleh pebelajar
yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri
dan ketrampilan melakukan pemecahan
masalah, (2) belajar model berperan orang
dewasa (adult role behaviors), dan (3)
ketrampilan belajar mandiri (skills for
independent learning).
PBL
memiliki
karakteristikkarakteristik sebagai berikut: (1) belajar
dimulai dengan suatu masalah, (2)
memastikan bahwa masalah yang diberikan
berhubungan dengan dunia nyata siswa,
(3) mengorganisasikan pelajaran diseputar
masalah, bukan diseputar disiplin ilmu,
(4) memberikan tanggung jawab yang
besar kepada pebelajar dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses
belajar mereka sendiri, (5) menggunakan
kelompok kecil, dan (6) menuntut
pebelajar untuk mendemontrasikan apa
yang telah mereka pelajari dalam bentuk
suatu produk atau kinerja.
PBL sebaiknya digunakan dalam
pembelajaran karena: (1) Dengan PBL
akan terjadi pembelajaran bermakna.
Siswa/mahasiswa
yang
belajar
memecahkan suatu masalah maka mereka
akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan. Artinya
125
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
belajar tersebut ada pada konteks aplikasi
konsep. Belajar dapat semakin bermakna
dan dapat diperluas ketika siswa/
mahasiswa berhadapan dengan situasi di
mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi
PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan
pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam
konteks yang relevan. Artinya, apa yang
mereka lakukan sesuai dengan keadaan
nyata bukan lagi teoritis sehingga masalahmasalah dalam aplikasi suatu konsep atau
teori mereka akan temukan sekaligus
selama pembelajaran berlangsung; dan
(3) PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.
Berdasarkan uraian tersebut tampak
jelas bahwa pembelajaran dengan model
PBL dimulai oleh adanya masalah
(dapat dimunculkan oleh siswa atau
guru), kemudian siswa memperdalam
pengetahuannya tentang apa yang mereka
telah ketahui dan apa yang mereka perlu
ketahui untuk memecahkan masalah
tersebut. Siswa dapat memilih masalah
yang dianggap menarik untuk dipecahkan
sehingga mereka terdorong berperan aktif
dalam belajar.
Pembelajaran
berbasis
masalah
memiliki beberapa keunikan, yaitu:
1. Belajar dalam konteks; tugas otentik,
isu-isu, masalah-masalah yang real/
nyata,
2. Guru dan siswa menjadi; colearners,
coplanners,
coproducers,
&
coevaluators,
3. Didasarkan atas riset akademis dan
praktis dan sedikit ceramah, openended.
4. Mengembangkan kolaborasi dalam
pemecahan masalah for life-long
learning
Keunggulan
dan
kelemahan
pembelajaran berbasis masalah, antara
lain:
1. Keunggulan:
a. memberi kesempatan siswa untuk
mengembangkan
kreativitas,
bereksplorasi, eksperimentasi, dan
lainnya;
b. melatih kepekaan terhadap isu-isu/
opini sosial yang hidup.
c. mengembangkan keterampilan sosial
melalui kolaborasi teman sejawat;
d. menghasilkan suatu kinerja dan produk
yang nyata;
e. melatih keterampilan untuk mengambil
keputusan dan memecahkan masalmasalah real (nyata) yang ada di
lingkungannya;
2. Kelemahan;
a. di satu sisi menyaenangkan, tetapi
juga dapat menimbulkan stress bagi
siswa, dan tidak efektif-efisien dalam
pembelajaran;
b. memerlukan suatu persiapan yang
matang dan serta jadual kegiaan yang
tepat;
Penilaian
dalam
pembelajaran
berbasis masalah adalah penilaian harus
bersifat holistik; Penilaian mencakup:
(a). kecerdasan dan kepekaan terhadap
masalah-masalah;
(b)
memecahkan
masalah/mengambil
keputusan;
(c).
keterampilan sosial;
Tahapan-Tahapan
Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah
Banyak para ahli menjelaskan bentuk
penerapan strategi pembelajaran berbasis
126
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
masalah, diantaranya adalah John Dewey
(Sanjaya, 2006:217) menjelaskan 6 langkah
strategi pembelajaran berbasis masalah,
yaitu :
7. melakukan ujicoba terhadap rencana
yang ditetapkan, dan;
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah
siswa dalam menemukan masalah yang
akan dipecahkan.
Sedangkan strategi pembelajaran
berbasis masalah dalam kelompoknya
terdapat lima langkah yang dikemukakan
oleh David Johnson & Johnson (Sanjaya,
2006:217) adalah sebagai berikut.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah
siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah
siswa dalam merumuskan berbagai
kemungkinan
pemecahan
sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah
siswwa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa
dalam mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan spenerimaan
dan penolakan hipotesis yang diajukan
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah, yaitu langkah siswa dalam
menggambarkan rekomendasi yang
dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan.
Secara lebih rinci Panen (2001)
menguraikan delapan tahapan dalam
mengimplementasikan PBL, yakni:
1. mengidentifikasi masalah;
2. mengumpulkan data;
3. menganalisis data;
4. memecahkan masalah berdasarkan
pada data yang ada dan analisisnya;
5. memilih cara
masalah;
untuk
memecahkan
6. merencanakan penerapan pemecahan
masalah;
8. melakukan tindakan (action) untuk
memecahkan masalah.
1. Mendefinisikan
masalah,
yaitu
merumuskan masalah dari peristiwa
tertentu yang mengandung isu konflik,
hingga siswa menjadi jelas masalah
apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan
ini, guru bisa meminta pendapat dan
penjelasan siswa tentang isu-isu hangat
yang menarik untuk dipecahkan.
2. Mendiagnosa
masalah,
yaitu
menentukan sebab-sebab terjadinya
masalah
serta
menganalisis
berbagai faktor, baik faktor yang
bisa menghambat maupun faktor
yang mendukung dalam pemecahan
masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan
dalam diskusi kelompok kecil hingga
pada akhirnya siswa dapat merumuskan
tindakan-tindakan
prioritas
yang
dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambatan yang diperkirakan.
3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu
menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada
tahap ini setiap siswa didorong untuk
berpikir mengemukakan pendapat dan
argumentasi tentang kemungkinan
setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4. Menentukan dan menerapkan strategi
pilihan, yaitu pengambilan keputusan
tentang strategi mana yang dapat
dilakukan.
5. Melakukan evaluasi, baik melalui
evaluasi proses maupun hasil. Evaluasi
127
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
proses adalah evaluasi terhadap seluruh
kegiatan; sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi terhadap akibat dari
penerapan strategi yang diterapkan.
Secara lebih rinci Panen (2001)
menguraikan delapan tahapan dalam
mengimplementasikan PBL, yakni:
1. mengidentifikasi masalah;
2. mengumpulkan data;
3. menganalisis data;
4. memecahkan masalah berdasarkan
pada data yang ada dan analisisnya;
5. memilih cara
masalah;
untuk
memecahkan
6. merencanakan penerapan pemecahan
masalah;
7. melakukan ujicoba terhadap rencana
yang ditetapkan, dan;
8. melakukan tindakan (action) untuk
memecahkan masalah.
Kesimpulan
Pada era globalisasi ini, para ilmuwan
pendidikan telah berusaha membangun
berbagai konsep dan teori pendidikan
baru
yang
dikembangkan
untuk
semakin meningkatkan kualitas out put
pendidikan. Semua itu dirorong oleh
paradigma bahwa peserta pendidikan
harus mampu menyiapkan peserta didik
untuk menghadapi berbagai tantangan
pada zamannya. Pembelajaran IPS di
sekolah menengah memiliki peran yang
penting untuk ikut serta menyiapkan
peserta didik memiliki kemampuan dalam
mengembangkan nilai-nilai kerja keras,
pandangan yang berorientasi ke depan,
hemat dan jujur. Untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar, para
ahli pembelajaran telah menyarankan
penggunaan paradigma pembelajaran
konstruktivistik untuk kegiatan belajarmengajar di kelas. Salah satu pembelajran
yang
menggunakan
pendekatan
konstruktivistik adalah pembelajaran
berbasis masalah.
Dengan perubahan paradigma belajar
tersebut terjadi perubahan pusat (fokus)
pembelajaran dari belajar berpusat pada
guru kepada belajar berpusat pada siswa.
Dengan kata lain, ketika mengajar di
kelas, guru harus berupaya menciptakan
kondisi lingkungan belajar yang dapat
membelajarkan siswa, dapat mendorong
siswa belajar, atau memberi kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif
mengkonstruksi konsep-konsep yang
dipelajarinya. Kondisi belajar dimana
siswa/mahasiswa
hanya
menerima
materi dari pengajar, mencatat, dan
menghafalkannya harus diubah menjadi
sharing pengetahuan, mencari (inkuiri),
menemukan pengetahuan secara aktif
sehingga terjadi peningkatan pemahaman
(bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan
tersebut, pengajar dapat menggunakan
pendekatan, strategi, model, atau metode
pembelajaran inovatif.
Pembelajaran
berbasis
masalah
(Probelem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang
dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada siswa. PBL adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut
dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
Pendekatan baru dalam dunia
pendidikan
termasuk
PBL
harus
diarahkan untuk tujuan mengembangkan
128
MORES:
Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
keterampilan
social
peserta
didik.
Pengembangan keterampilan sosial dalm
pembelajaran IPS penting sekali dilakukan
guru karena berhubungan dengan tujuan
pendidikan yaitu mempersiapkan peserta
didik untuk kehidupan dimasa depan
Keterampilan-keterampilan social tersbut
sangat dibutuhkan oleh peserta didik
untuk tetap bisa eksis dalam kehiduapan
di era globalisasi. Selain itu, keterampilan
social sanagta diperlukan dalam usaha
menciptakan masayarakat yang tertib,
disiplin, teratur, dan mandiri.
Lembaga-lembaga pendidikan dan
para pendidik IPS disekolah harus ikut
bertanggungjawab dalam memecahkan
masalah-maslaah
tersebut
serta
mengajarkan
mereka
keterampilanketerampilan hidup bagi para siswanya.
Dengan pembelajaran berbasis masalah
tersebut siswa dapat memiliki keterampilan
sosial antara lain; keterampilan mengolah
informasi, ketrampilan untuk bekerjasama
dengan orang lain serta keterampilan
berkomunikasi,
keterampilan
dalam
menggunbakan teknologi, keterampilan
berpikir, dan keterampilan pengendalian
diri, keterampilan yang berkaitan dengan
hubungan sosial serta partisipasi dalam
masyarakat, serta keterampilan dalam
membuat keputusan dan memecahkan
masalah.
Namun, semua itu tidak akan berhasil
dengan baik jika tidak ada kemauan
dan usaha yang sungguh-sungguh
dari pendidik, siswa, maupun lembaga
pendidikan tersebut. Perlu ada kesadaran
yang berdampak pada perubahan budaya
dari guru, siswa maupun lembaga
pendidikan agar penerapan berbagai model
pembelajaran baru itu bisa mewujudkan
tujuan pendidikan yang diharpkan
bersama.
Terdapat 3 (tiga) ciri utama dari strategi
pembelajaran berbasis masalah, yaitu :
1. Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah merupakan rangkaian aktifitas
pembelajaran di mana para siswa
bukan terfokus pada mendengarkan,
mencatat, kemudian menghapal materi
pelajaran tetapi siswa difokuskan
untuk aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, serta
menyimpulkan.
2. Aktifitas pembelajaran diarahkan
untuk menyelesaikan masalah. Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah
menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran.
3. pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah dengan proses secara
sistematis dan empiris.
Masalah dalam strategi pembelajaran
berbasis masalah adalah masalah yang
bersifat terbuka. Artinya jawaban dari
masalah tersebut balum pasti. Di sini setiap
siswa dan guru dapat mengembangkan
berbagai kemungkinan jawaban. Dengan
demikian, strategi pembelajaran berbasis
masalah
memberikan
kesempatan
pada siswa untuk bereksplorasi dalam
mengumpulkan dan menganalisi data
secara lengkap dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
Banyak para ahli menjelaskan bentuk
penerapan strategi pembelajaran berbasis
masalah, diantaranya adalah John Dewey
(Sanjaya, 2006:217) menjelaskan 6 langkah
strategi pembelajaran berbasis masalah,
yaitu :
1. Merumuskan masalah
2. Menganalisis masalah
3. Merumuskan hipotesis
129
andrian,
Peran Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPS dalam Menyiapkan Siswa
Menghadapi Era Globalisasi
4. Mengumpulkan data
5. Pengujian hipotesis
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah.
REFERENSI
Albanese, M.A. dan Mitchell, S. 1993.
Problem-Based Learning: A Review
of Literature on Its Outcomes
and Implementation Issues, Acad.
Medicine. 68(1), pp 52-81.
Armstrong, E. 1991. A hybrid model of
problem-based learning”. Dalam Boud
D dan Feletti G (editors): The
challenge of problem-based learning,
137-149. London, Kogan Page.
Barr RD and Tagg, J. 1995. From teaching
to learning - a new paradigm for undergraduate education. Change,
Nov/Dec.1995:13-25 (juga tersedia
online pada http://critical.
tamucc.edu/~blalock/readings/
tch2learn.htm)
Budimansyah,
D.
2002.
Model
Pembelajaran dan Penilaian Portofolio.
Bandung: PT Genesindo.
Djahir, A.K. (2004). Membina dan
Meningkatkan Profesionalisme Tugas
Peran Pendidik.Prodi PU PPS UPI.
Dewey, J. (1939). Theory of Valuation.
Chicago: The University of Chicago
Press.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual
(Contextual teaching and Learning).
Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Komalasari, K. 2010. Pembelajaran
Kontekstual. Bandung: PT Refika
Aditama.
Merrill, M.D. 2002. “A pebble-in-thepond model for instructional design”.
dalam Performance Improvement
41
(7):
39–44.
doi:10.1002/
pfi.4140410709. available a
t
http://www.ispi.org/pdf/Merrill.pdf
Milles, David. 2008. Problem-Based
Learning, juga tersedia online pada
david.mills@c- sap.bham.ac.uk
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan.
Bandung:
Kencana
Prenada Media Grup.
Somantri,
N.
(2001).
Menggagas
Pembaharuan
Pendidikan
IPS.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar
Ilmu Sosial, Suatu Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta:
Bumi
Kasara
Supritana,
Nana.
2007.
Kontruksi
Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung:
Historia Utama Press
Syamsudin, T. 2006. Landasan Pendidikan.
Bandung: UPI
Sweller, J. 2006. “The worked example
effect
and
human
cognition”.
Dalam Learning and
Instruction
16
(2):
165–169.
doi:10.1016/j.
learninstruc.2006.02.005.
Sweller, J., Van Merrienboer, J., & Paas,
F. 1998. Cognitive architecture
and instructional
Design.
Educational
Psychology
Review
10: 251–296. doi:10.1023/
A:1022193728205.
Wiriatmadja, Rochiati Wiriaatmadja.
(2001). Pendidikan Sejarah di Inonesia
Perpektif lokal, nasional dan. global.
Bandung: Historia Press Utama
130
Download