Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan

advertisement
7
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Kesempatan Kerja
Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja.
Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan
kerja(< 15 tahun dan > 65 tahun). Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja
yang bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan yang bukan angkatan kerja
angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah,
mengurus rumah tangga atau lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari
pekerjaan (BPS, 1998). Golongan yang masih sekolah dan yang mengurus rumah
tangga dalam kelompok bukan angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat masuk ke
pasar kerja. Oleh sebab itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan
kerja potensial (Simanjuntak, 1998).
Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang
berkerja (Rusli, 2007). Suroto dan Oloan berbeda dengan Rusli tentang
kesempatan kerja. Suroto (1992) menyebutkan bahwa dinamika pasar kerja adalah
bagaimana penawaran atau persediaan tenaga kerja dan permintaan
atau
kebutuhan tenaga kerja dalam pasar kerja, berkembang dan menyusut. Dengan
demikian, dinamika kesempatan kerja dapat diartikan sebagai
perubahan-
perubahan dalam pola penyerapan tenaga kerja. Istilah kesempatan kerja
mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk
bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian,
pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah
diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan
yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan),
kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja (Oloan, 2009).
Pada tahun 1995, International Labor Organization (ILO) menyebutkan
bahwa penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia sama atau lebih dari
lima belas tahun sampai usia enam puluh tahun. Penduduk usia kerja tersebut
dikenal sebagai tenaga kerja. Indonesia tidak menganut batas maksimum usia
kerja. Alasannya, Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya
8
sebagian penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri dan
sebagian pegawai swasta. Untuk golongan ini pun, pendapatan yang diterima
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, sebagian besar penduduk
dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi dan tetap digolongkan
sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998)
Banyaknya pencari kerja dibandingkan dengan banyaknya angkatan kerja
adalah indikator tinggi rendahnya penggangguran di suatu wilayah dan waktu
tertentu. Lipsey, et.al., (1997) menyebutkan bahwa angka pengangguran akan
fluktuasi dari tahun ketahun karena perubahan pada angkatan kerja, tidak persis
diimbangi oleh perubahan pada kesempatan kerja. Kesempatan kerja berubah
karena adanya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan beberapa sektor dalam
perekonomian menurun dan sektor-sektor lain berkembang.
Novianto (1999), menyatakan bahwa kesempatan kerja pertanian di daerah
pedesaan semakin menurut akibat berkurangnya lahan dan daya tarik perkotaan
dengan beragam pekerjaan yang lebih nyaman dibandingkan di pedesaan.
Budiharsono (1996) yang melakukan penelitian tentang transformasi struktural
dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1967-1987 menyatakan
bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antara daerah
berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan relatif kecilnya keterkaitan
antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi
maupun penyerapan tenaga kerja. Selama proses transformasi, sektor industri (non
pertanian) sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian juga sektor
industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.
Swasono dan Sulistyaningsih (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya
perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan mempunyai dua arti, yaitu (1)
perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya pada perubahan
struktur ekonomi); (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke
sektor modern. Menurut konsep ini, perubahan struktur dalam arti yang pertama
diartikan sebagai distribusi kesempatan kerja pada setiap sektor dari waktu ke
waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua dianggap bahwa perlu mencari
suatu titik yang dikenal sebagai dengan turning point, yang akan terjadi apabila
upah di sektor non pertanian dan pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini
9
dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk
bekerja di sektor pertanian atau non pertanian
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja.
Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis,
dimana ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang,
meningkat, berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan
perubahan-perubahan tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan
dinamika.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan sinyal bahwa
pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan
penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan baru. Kebutuhan
akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan
tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahuntahun sebelumnya. Sektor pertanian juga mengalami hal seperti ini, walaupun
kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung
semua angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor tersebut, hal ini dapat
mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor pertanian untuk pindah ke
sektor non pertanian.
Pada bidang pertanian pekerjaan produktif lebih banyak dilakukan oleh
laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di bidang produktif lebih besar.
Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan, penentuan tanaman dan masa
tanam,
pemasaran
dsb.
Wanita
lebih
dominan beraktivitas
di
sektor
reprodukif/rumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka terlibat dalam kegiatan
produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk membantu. Akan tetapi, istri tidak
dibayar dari hasil pekerjaannya karena dianggap membantu pekerjaan suami
( Hastuti, 2003).
Hasil penelitian Santoso, et.al. (2003), melihat beberapa hal sebagai
berikut: (1) wanita walaupun melakukan usaha gula semut, namun harus tetap
melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi tanggung jawab
utamanya.(2) pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada wanita
10
disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa dilakukan
oleh wanita.
Stereotipe penduduk tentang posisi dan kedudukan antara laki-laki yang
berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang turun temurun di penduduk.
Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri untuk melakukan kegiatan
reproduktif. Hartomo (2007) menyatakan bahwa kelembagaan yang ada di
penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan tidak memiliki banyak
waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi yang diterima juga
berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan kegiatan di bidang
pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah laki-laki. Kondisi
perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi, hamil bahkan
melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun swasta
mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan
(Sukesi, 2003). Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap
status mereka di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja
harian lepas bukan menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima
(pekerja harian lepas) terbatas.
Salah satu kendala di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas
tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan usia yang
sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang enerjik, progresif, dan lebih
berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor pertanian (Suryana, 1989 dalam
Fudjaja, 2002) . Beberapa faktor yang diduga menyebabkan tenaga kerja muda
dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor pertanian sebagai
lapangan kerja utama, antara lain: 1) terbatasnya kesempatan kerja bagi yang
berpendidikan lebih tinggi, 2) sektor pertanian pada umumnya tidak bisa
mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3) usaha pertanian mengandung
banyak resiko, 4) pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian lebih rendah
dari yang diharapkan, dan 5) kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja
karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika dan Kustiari, 2000)
Faktor produksi tenaga kerja berkualitas (memiliki produktif tinggi) sangat
menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda
terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
11
diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Hasil penelitian
Safrida (1999) dalam Fudjaja (2002) menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan
upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup
besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor
industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Tingkat upah yang diterima seorang
pekerja erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf
(2000), menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh
produktifitas faktor-faktor produksi yang ada, termasuk faktor produksi tenaga
kerja. Djauhari, et al (1998) dalam Nurmanaf (2000), memperkirakan bahwa
produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan
jenis tenaga kerja di sektor pertanian. Jenis penawaran dan permintaan tenaga
kerja pertanian juga dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan
pertumbuhan di luar sektor pertanian yang akan berdampak terhadap mobilitas
dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja
menurut Suroto (1992) hanyalah pembangunan sektor non pertanian dan saling
ketergantungan antar sektor pertanian dan non pertanian.
Menurut Sigit(1989) dalam Fudjaja (2002), faktor penyebab terjadinya
transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu:1) faktor pendorong dan 2) faktor penarik. Faktor
pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari
sektor non pertanian. Secara umum penyebab perubahan pada tingkat pendidikan,
penduduk usia muda yang semakin meningkat, perubahan norma-norma yang
berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di kalangan pencari kerja dan
penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian,
sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan
teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara
itu, Rachmad (1992) menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya
perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian
cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian,
kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau
membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.
12
Penelitian Sutrisno (1985) menyimpulkan bahwa faktor yang paling
mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah atau pendapatan
sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania. Keputusan mobilitas
kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah, tuntutan terhadap status
sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih
tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan terutama juga dipengaruhi oleh
permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja
dan pertumbuhan angkatan kerja (Yusdja,1985)
Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan
kerja, yaitu: a) kondisi perekonomian, dimana pesatnya roda perekonomian suatu
daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang
tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja.
Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. b) pertumbuhan
penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka
pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan
mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c) produktivitas/kualitas sumber
daya manusia; tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan
mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber
daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang
diinginkannya. d) tingkat upah; kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan
kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan
mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat
kesempatan kerja. e) struktur umur penduduk; semakin besar struktur umur
penduduk yang digolongkan mudah (usia <15 tahun), maka kesempatan kerja
akan menurun dan sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara
keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan, usia, normanorma, peluang pekerjaan, teknologi, upah/pendapatan, permintaan tenaga kerja,
mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja, kondisi perekonomian,
pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas sumberdaya manusia, dan
jenis kelamin tenaga kerja.
13
2.2 Kerangka Pemikiran
Kesempatan kerja penduduk dapat digolongkan menjadi berbagai sektor
yaitu ; pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian
sekunder, dan non pertanian tersier. Kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan Sukesi, 2003; Fudjaja,
2002; Swastika dan Kustiarii, 2000; Simanjuntak, 2001 Faktor internal meliputi :
jenis kelamin, pendidikan, umur, dan status sosial, sedangkan faktor eksternal
meliputi akses informasi tenaga kerja, dan akses transportasi. Kemungkinan ada
keterkaitan hubungan antara faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi
kesempatan kerja masyarakat di sektor Pertanian pangan dan perikanan,
pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier.
Faktor internal; 1) jenis kelamin berdasarkan Hastuti(2003) dan Santoso,
et.al. (2003), laki-laki bekerja disektor produktif dan perempuan disektor non
produktif. 2) pendidikan menunjukan kualitas sumberdaya seseorang akan
mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja diberbagai sektor. 3) struktur
umum penduduk yang digolongkan muda semakin besar maka kesempatan kerja
akan menurun atau sebaliknya. 4) status sosial mampu membuka kesempatan
kerja penduduk diberbagai sektor akibat kekuatan individu. Faktor eksternal;1)
akses informasi membuka peluang mempermudah penduduk memperoleh
kesempatan kerja di berbagai sektor terutama di sektor non pertanian; 2) akses
transportasi mempermudah penduduk memilih pekerjaan yang diinginkan karena
jangkauan alat transportasi besar.
14
Faktor Internal
Keterangan :
a.
b.
c.
d.
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan
Status sosial
: Terdapat hubungan
Kesempatan Kerja
Beragam Sektor
Faktor Eksternal
a. Pertanian pangan dan
perikanan dan perikanan
b. Pertanian-perkebunan
c. Non Pertanian Sekunder
d. Non Pertanian Tersier
a. Akses Informasi
tentang kerja
b. Akses transportasi
Gambar 1. Kerangka Berpikir “ Faktor- faktor yang mempengaruhi Kesempatan
Kerja pada Penduduk Desa dalam Perkebunan Sawit”
15
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Penduduk Kampung Dalam dan penduduk Kampung Luar memiliki
kesempatan kerja yang berbeda di bidang pertanian pangan dan perikanan,
pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier.
2. Faktor internal yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan status sosial
mempengaruhi kesempatan kerja penduduk
Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanianperkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier
3. Faktor eksternal yaitu akses informasi tentang kerja dan akses transportasi
mempengaruhi kesempatan kerja penduduk
Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanianperkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier
2.5 Definisi Operasional
1. Kesempatan kerja adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bekerja di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan,
non pertanian sekunder dan non pertanian tersier
a.
Kesempatan kerja pertanian pangan dan perikanan dan perikanan
adalah jumlah penduduk yang pekerjaan utama di pertanian pangan
dan perikanan atau perikanan baik lahan kering maupun lahan
sawah/basah yang ditanami untuk tanaman pangan atau perikanan
baik lahan milik sendiri ataupun milik orang lain (petani pemilik
lahan, buruh tani, petani sawah dan petani ikan).
b.
Kesempatan kerja pertanian-perkebunan adalah jumlah penduduk
yang bekerja di perkebunan baik perkebunan milik Negara atau
perkebunan milik swasta (pegawai perkebunan dan buruh
perkebunan).
c.
Kesempatan kerja non pertanian sekunder adalah jumlah penduduk
yang bekerja di industri manufactur/pengolahan (indudtri, pabrik).
d.
Kesempatan kerja non pertanian tersier adalah jumlah penduduk
yang bekerja di pemerintahan; industri pengolahan; listrik, gas,
dan air; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; penyediaan
16
akomodasi
dan
penyediaan
makan
minum;
transportasi,
pergudangan, dan komunikasi; perantara keuangan; real estate,
usaha persewaan dan jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa
kesehatan dan kegiatan sosial; jasa kependudukan, sosial, budaya,
dan perorangan; jasa perorangan yang melayani rumah tangga;
badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya (PNS,
POLRI/TNI, buruh bangunan, pedagang, supir/ojeg, penjaga toko,
pembantu rumah tangga).
2. Faktor Internal adalah pengaruh yang berasal dari individu sendiri
a)
Jenis kelamin adalah merupakan penandaan berdasar biologis,
yang dikategorikan ke dalam laki-laki dan perempuan.
b)
Pendidikan adalah capaian tertinggi dalam pendidikan formal yaitu
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau sederajat, Sekolah
Menengah Atas atau sederajat, Diploma atau Sarjana.
c)
Umur adalah Jumlah tahun seseorang dari lahir hingga saat
penelitian dalam satuan tahun
d)
Status sosial adalah kedudukan rumah tangga dalam masyarakat
ditunjukkan dengan ukuran kumulatif penguasaan lahan, luas
rumah, kelayakan rumah atau kepemilikan barang mewah (seperti:
tv, kulkas, sepeda motor), dan hewan ternak besar
(seperti
kambing, sapi, kerbau, ayam).
Penguasaan lahan adalah total penguasaan lahan kering, basah
(empang) ataupun sawah dengan luas
tertentu yang dikuasai (milik, sewa, gadai
dll)
Luas ( kode = 2)
: luas >1500 m2
Sempit (kode = 1)
: luas ≤1500 m2
Luas Rumah adalah total luas rumah yang dimiliki dihitung
dalam satuan meter persegi
Luas (kode = 2)
: luas >42 m2
17
Sempit (kode = 1)
: luas ≤ 42 m2
Kelayakan rumah adalah keadaan ada atau tidak ada kondisi
dinding tembok, , lantai plaster/keramik dan
atap
Layak (kode = 2)
: kondisi dinding tembok, lantai plaster atau
keramik dan atap genteng
Tidak layak (kode = 1) : bila salah satu atau lebih kondisi (dinding
tembok, lantai plaster atau keramik dan atap
genteng) tidak terpenuhi.
Kepemilikan barang mewah adalah kepemilikan pribadi/ rumah
tangga
dari
barang
mewah
seperti;
audio/visual, radio, alat komunikasi, alat
trasportasi
Banyak (kode = 2)
:memiliki keempat jenis barang mewah
Sedikit (kode = 1)
: memiliki kurang dari empat jenis barang
mewah
Hewan ternak adalah hewan besar yang dimiliki atau dipelihara
oleh penduduk dengan jumlah tertentu
(kambing, sapi, kerbau).
Banyak (kode = 2)
: > 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau
Sedikit (kode = 1)
: ≤ 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau
Status sosial tinggi bila kode berjumlah ≥7
Status sosial rendah bila kode berjumlah < 7
3. Faktor Eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar individu
a. Akses informasi adalah kemudahan untuk mendapatkan info
tentang adanya lowongan kerja yang dibutuhkan penduduk untuk
memperoleh pekerjaan
Mudah : Banyak teman dan kerabat bekerja diluar kampung
yang kenal
dekat sehingga memberikan informasi
18
tentang pekerjaan di luar maupun di dalam kampung,
serta responden menjelaskan secara komplek sumbersumber informasi yang didapat (teman/kerabat/orang lain
sekampung dan di luar kampung, media cetak,dan media
elektronik).
Sulit
: Sedikit teman dan kerabat yang dikenal dekat sehingga
informasi yang diperoleh sedikit, serta responden
menjelaskan secara sederhana sumber informasi yang
diperoleh mengenai pekerjaan.
b. Akses transportasi adalah kemudahan untuk memanfaatkan sarana
transportasi yang ada untuk melaksanakan tujuan yang diinginkan
yang diukur dari biaya dan lamanya waktu tempuh berjalan kaki
untuk menuju transportasi umum.
Mudah : Bila sarana transportasi umum menjangkau kawasan
kampung dengan mudah selama 24 jam dengan ongkos
maksimal
Rp.
8000,00
dan
menjangkau
sarana
transportasi umum tidak lebih dari 10 menit
Sulit
: Bila sarana transportasi umum tidak menjangkau
kawasan
kampung, dengan ongkos trasportasi umum
melebihi
Rp.
8000,00
dan
jarak
tempuh
untuk
menjangkau sarana transportasi umum lebih dari 10 menit
Download