Makalah Seminar Tugas Akhir EVALUASI KINERJA ALGORITMA PENJADWALAN WEIGHTED ROUND ROBIN PADA WiMAX Samsul Arifin*, Sukiswo, ST., MT.**, Ajub Ajulian Zahra, ST., MT.** Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 e-mail : [email protected] Abstrak – Standar IEEE 802.16 atau WiMAX merupakan teknologi nirkabel yang menyediakan hubungan jalur lebar dalam jarak jauh, memiliki kecepatan akses yang tinggi dan jangkauan yang luas serta menyediakan berbagai macam jenis layanan. Masalah yang menarik dan menantang pada WiMAX adalah dalam hal menyediakan jaminan kualitas pelayanan (QoS) untuk jenis layanan yang berbeda dengan bermacam-macam kebutuhan QoS-nya. Untuk memenuhi kebutuhan QoS tersebut, maka diperlukan suatu algoritma penjadwalan. Algoritma penjadwalan berfungsi untuk mengatur proses transmisi dari paket data, seperti mengatur pembagian sumber daya (bandwidth) untuk masing-masing pengguna. Pada tugas akhir ini dilakukan simulasi jaringan WiMAX dengan menerapkan algoritma penjadwalan Weighted Round Robin (WRR). Perancangan program simulasi jaringan WiMAX menggunakan perangkat lunak Network Simulator – 2 (NS-2) versi 2.29.3. Sedangkan modul WiMAX yang ditambahkan pada NS-2 menggunakan modul WiMAX yang dikembangkan oleh Network & Distributed System laboratory (NDSL) dengan versi 2.03. Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh algoritma penjadwalan WRR terhadap kinerja dari jaringan WiMAX. Parameter yang digunakan untuk menguji kinerja dari jaringan WiMAX yaitu throughput, paket hilang, dan rata-rata waktu tunda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa algoritma penjadwalan WRR mempunyai kinerja yang baik terhadap paket hilang, dengan nilai paket hilang yang terus menurun hingga mencapai 0%. Pada parameter throughput, WRR memberikan nilai throughput yang besar untuk jenis layanan yang mempunyai nilai Minimum Reserved Traffic Rate (MRTR) dan prioritas yang tinggi. Rata-rata waktu tunda yang dihasilkan dalam pengujian mempunyai nilai yang sangat kecil yaitu dalam orde mikro detik. Hal ini menandakan bahwa algoritma penjadwalan WRR mempunyai kinerja yang baik dalam menekan rata-rata waktu tunda. Besarnya nilai throughput dan rata-rata waktu tunda pada setiap jenis layanan juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah Subscriber Station (SS) yang menggunakan jenis layanan tersebut. Kata kunci: WiMAX, NS-2, Weighted Round Robin I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi nirkabel (wireless) dewasa ini sangat pesat sekali. Teknologi nirkabel berkembang dari AMPS, GSM, CDMA hingga layanan 3G yang saat ini telah dapat melayani tidak hanya untuk layanan suara (voice) tetapi juga untuk data, gambar dan video. Teknologi nirkabel telah banyak diaplikasikan dalam menunjang penyediaan infrastruktur telekomunikasi khususnya di daerah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur yang menggunakan kabel (wireline). Sukses penggunaan teknologi komunikasi nirkabel telah mendorong pengembangan teknologi menuju ke arah yang lebih baik dalam hal kapasitas, kecepatan, kualitas, dan lebar bidang (bandwidth). Salah satu teknologi nirkabel yang diperkirakan banyak digunakan untuk masa sekarang dan masa depan adalah WiMAX (Worlwide Interoperability for Microwave Access). Teknologi WiMAX mampu menjangkau area hingga sejauh 50 kilometer tanpa harus ada lintasan langsung (non line of sight, NLOS) antara base station (BS) dengan peralatan pengguna (customer premise Equipment, CPE) dan menyediakan total laju data hingga 70 Mbps. Teknologi ini juga mendukung kualitas pelayanan (Quality of Service, QoS) yang * Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro ** Dosen Teknik Elektro Universitas Diponegoro sangat diperlukan pada layanan multimedia seperti koneksi audio dan video. Standar IEEE 802.16 atau WiMAX dikembangkan untuk mendukung kebutuhan QoS yang mengikat dari berbagai macam aplikasi tetapi standar tersebut tidak menetapkan bagaimana berbagai macam kebutuhan QoS ini bisa dicapai. Untuk memenuhi kebutuhan QoS tersebut, maka diperlukan suatu algoritma penjadwalan. Algoritma penjadwalan berfungsi untuk mengatur proses transmisi dari paket data, seperti mengatur pembagian sumber daya (bandwidth) untuk masing-masing pengguna. Oleh karena itu, algoritma penjadwalan harus dikembangkan pada IEEE 802.16 sehingga dapat memenuhi kebutuhan QoS dari berbagai jenis paket data. Salah satu algoritma penjadwalan yang diterapkan pada jaringan WiMAX yaitu Weighted Round Robin (WRR). Algoritma WRR sesungguhnya diusulkan untuk digunakan pada jaringan Asyncronous Transfer Mode (ATM). Akan tetapi, algoritma ini juga dapat diimplementasikan untuk jaringan lain seperti jaringan nirkabel WiMAX. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu evaluasi atau penilaian terhadap kinerja algoritma WRR pada jaringan WiMAX. 1 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan tugas akhir ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Mensimulasikan penjadwalan pada jaringan WiMAX. 2. Mengetahui pengaruh jenis layanan data dan jumlah SS (Subscriber Station) yang digunakan terhadap kinerja jaringan WiMAX. 3. Melakukan evaluasi terhadap algoritma penjadwalan WRR di dalam hubungannya dengan kinerja jaringan WiMAX. 4. Sebagai bahan kajian perencanaan pembangunan jaringan infrastruktur WiMAX sehingga diperoleh kinerja yang optimum. aplikasi fixed dan nomadic dan standar 802.16e (802.16-2005) untuk aplikasi portable dan mobile. Perbandingan ketiga standar tersebut diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan standar WiMAX 1.3 Batasan Masalah Dalam penyusunan Tugas Akhir ini terdapat beberapa batasan masalah yaitu: 1. Standar WiMAX yang digunakan adalah standar IEEE 802.16d (perangkat WiMAX tetap dan portable). 2. Menggunakan perangkat lunak NS – 2 (Network Simulator - 2) versi 2.29.3. Modul WiMAX yang diintegrasikan pada NS – 2 dibuat oleh Network and Distributed Systems Laboratory (NDSL) dan menggunakan versi 2.03. 3. Menggunakan topologi jaringan WiMAX point to multi point (PMP). 4. Tidak membahas mengenai manajemen keamanan pada WiMAX. 5. Tidak membahas mengenai perangkat keras yang digunakan pada WiMAX. 6. Kinerja WiMAX diukur berdasarkan nilai throughput, paket hilang, dan rata-rata waktu tunda. 2.3 Arsitektur Jaringan WiMAX Secara umum sistem WiMAX tidak berbeda jauh dengan sistem Wireless Local Area Network (WLAN). Bila pada WLAN terdiri dari Access Point (AP) yang tersambung ke jaringan kemudian pelanggan disambungkan dengan client (device WLAN) dengan menggunakan WLAN card. Maka sistem WiMAX secara umum terdiri dari Base Station (BS), Subsriber Station (SS) dan server di belakang BS seperti Network Management System (NMS) serta koneksi ke jaringan. Secara umum konfigurasi WiMAX dibagi menjadi 3 bagian yaitu SS, BS dan transport site (bagian back end). Untuk SS terletak di lingkungan pelanggan (bisa fixed atau mobile) sedangkan BS biasanya satu lokasi dengan jaringan operator (jaringan IP/internet atau jaringan TDM/PSTN). Transport site berfungsi untuk melakukan manajemen jaringan WiMAX. Konfigurasi jaringan WiMAX diperlihatkan pada Gambar 1. II. 2.1 DASAR TEORI Pengertian WiMAX WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) adalah adalah merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access atau disingkat BWA) yang memiliki kecepatan akses yang tinggi dengan jangkauan yang luas. WiMAX merupakan evolusi dari teknologi BWA sebelumnya dengan fitur-fitur yang lebih menarik. Disamping kecepatan data yang tinggi mampu diberikan, WiMAX juga merupakan teknologi dengan open standar. Dalam arti komunikasi perangkat WiMAX diantara beberapa vendor yang berbeda tetap dapat dilakukan (tidak proprietary). Dengan kecepatan data yang besar (sampai 70 MBps), WiMAX layak diaplikasikan untuk last mile broadband connections, backhaul, dan high speed enterprise. 2.2 Standar WiMAX Sampai saat ini, Standar WiMAX yang paling terkenal adalah 3 tipe standar yaitu IEEE 802.16 (yang pertama kali muncul), 802.16d (802.16-2004) untuk Gambar 1. Konfigurasi Generik WiMAX 2 2.4 Quality of Service (QoS) WiMAX Medium Access Control (MAC) pada WiMAX dapat menjalankan QoS dengan berbagai kebutuhan bandwidth dan aplikasi. Sebagai contoh aplikasi voice dan video memerlukan waktu tunda (latency) yang rendah tetapi masih bisa mentolelir beberapa error. Sebaliknya aplikasi-aplikasi data pada umumnya sangat sensitif terhadap error. Sedangkan latency bukan menjadi pertimbangan kritis. Kemampuan mengalokasikan besarnya bandwidth pada suatu kanal pada saat yang tepat merupakan konsep mekanisme penting pada standard WiMAX untuk menurunkan latency dan meningkatkan QoS. Aspek lain yang tersedia pada QoS yang terdapat di WiMAX adalah kemampuan mengatur kecepatan data (data rate manageability) dimana ditentukan oleh analisis link antara BS dan SS. Kuat sinyal antara BS dan SS akan menentukan kecepatan data yang mampu dikirim ke sisi pelanggan. Besar kecilnya kecepatan data tersebut didasarkan pada jenis modulasi yang tersedia (apakah 64 QAM, 16 QAM, QPSK atau BPSK). Biasanya semakin jauh pelanggan (SS) dari BS, maka kecepatan datanya akan semakin kecil. Modulasi 64 QAM merupakan modulasi terbaik untuk mendukung kecepatan data yang paling besar. Standar IEEE 802.16 mendukung lima jenis (kelas) aliran layanan menurut kebutuhan QoS, yaitu: 1. Unsolicited Grant Service (UGS). UGS mendukung aliran data real time yang terdiri dari paket – paket data yang berukuran tetap pada interval yang periodik. Pada layanan ini BS akan memberikan alokasi slot secara periodik untuk SS tanpa harus melakukan kompetisi untuk mendapatkan alokasi slot dengan SS yang lain. Contohnya untuk aplikasi VoIP, T1/E1 atau ATM CBR. 2. Real Time Polling Service (rtPS). rtPS mendukung aliran data real time yang terdiri dari paket – paket data yang berukuran tidak tetap atau berubah – ubah pada interval yang periodik, misalnya MPEG video. SS pada jenis layanan ini harus melakukan persaingan atau kompetisi untuk mendapatkan alokasi slot pada periode uplink. 3. Non – Real Time Polling Service (nrtPS). nrtPS mendukung aliran data yang mempunyai toleransi terhadap waktu tunda (tundaan) terdiri dari paket – paket data yang berukuran tidak tetap dimana dibutuhkan laju data minimum, misalnya aplikasi File Transfer Protokol (FTP). Pada layanan ini SS juga diberi kesempatan untuk bersaing pada periode persaingan untuk mendapatkan alokasi slot pada periode uplink. 4. Extended Real Time Polling Service (ertPS) adalah mekanisme penjadwalan yang dibangun untuk mengefisiensikan penggunaan bandwidth pada layanan UGS dan rtPS. 5. Best Effort (BE). BE mendukung layanan yang tidak mempunyai kebutuhan penting terhadap laju data dan waktu tunda. Contohnya aplikasi internet (web browsing), telnet dan email. 2.5 Algoritma Penjadwalan Weighted Round Robin (WRR) Algoritma penjadwalan WRR merupakan pengembangan dari algoritma Round Robin (RR) yang sebenarnya diusulkan untuk jaringan ATM yang mempunyai ukuran paket tetap. WRR adalah sebuah algoritma penjadwalan yang dapat diterapkan pada berbagai bidang, untuk pemakaian sumber daya secara bersama-sama pada sebuah komputer atau jaringan. Algoritma ini dieksekusi atau dijalankan pada permulaan dari setiap frame pada Base Station (BS). Pada permulaan frame, algoritma WRR menentukan alokasi bandwidth diantara SS berdasarkan pada bobotnya (weight). Bagian yang kritis dari skema WRR adalah menentukan bobot untuk setiap SS. Bobot tersebut ditentukan untuk menggambarkan prioritas relatif dan kebutuhan QoS dari SS. Selama minimum reserved traffick rate (MRTR) merupakan salah satu parameter yang ditetapkan oleh SS untuk menggambarkan kebutuhan QoS-nya, maka dapat ditentukan bobot untuk masing-masing SS sebagai berikut: MRTR i Wi n MRTR j j 1 dengan: Wi = bobot SS ke-i n = jumlah SS Sebagai contoh, apabila terdapat tiga SS dengan nilai MRTR SS1 = 50 Kbps, SS2 = 20 Kbps, dan SS3 = 30 Kbps maka bobot SS1 adalah 50 Kbps/(50+20+30) Kbps = 0,5 atau 50% sedangkan bobot SS2 dan SS3 secara berurutan yaitu 20% dan 30%. Nilai bobot tersebut akan menentukan besar pengalokasian bandwidth untuk masing-masing SS. Gambar 2 memperlihatkan penentuan alokasi bandwidth berdasarkan bobot SS pada algoritma WRR. Gambar 2. Penentuan alokasi bandwidth berdasarkan bobot SS pada algoritma WRR 2.6 Network Simulator (NS) Network simulator adalah sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk mensimulasikan berbagai macam jaringan komunikasi. NS dibangun dengan 3 menggunakan 2 bahasa pemrograman, yaitu C++ dan Tcl/Otcl. C++ digunakan untuk library yang berisi event scheduler, protokol dan network component yang diimplementasikan pada simulasi oleh user, Tcl/Otcl digunakan pada script simulasi yang ditulis oleh NS user dan pada library sebagai simulator objek. Otcl juga nantinya akan berperan sebagai interpreter. Ada beberapa keuntungan menggunakan NS sebagai perangkat lunak simulasi pembantu analisis dalam riset atau sewaktu mengerjakan tugas perkuliahan, di antaranya: 1. NS dilengkapi dengan tool validasi. 2. Pembuatan simulasi dengan menggunakan NS jauh lebih mudah daripada menggunakan software developer seperti Delphi atau C++. Pengguna hanya tinggal membuat topologi dan skenario simulasi sesuai dengan riset. 3. NS bersifat open source di bawah GPL (Gnu Public License), sehingga NS dapat di Download dan digunakan gratis melalui web site NS http://www.isi.edu/nsnam/dist. 4. Dapat dijalankan di berbagai sistem operasi. Network simulator (NS) mensimulasikan jaringan berbasis TCP/IP dengan berbagai macam medianya. Pengguna dapat mensimulasikan protokol jaringan (TCP/UDP/RTP), traffic behavior (FTP, Telnet, CBR, dan lain–lain), Queue management (RED, FIFO, CBQ), algoritma routing unicast (Distance Vector, Link State) dan multicast, (PIM SM, PIM DM, DVMRP, Shared Tree dan Bi directional Shared Tree), aplikasi multimedia yang berupa layered video, Quality of Service video-audio dan transcoding. NS juga mengimplementasikan beberapa MAC (IEEE 802.3, 802.11, 802.16, diberbagai media, misalnya jaringan wired (seperti LAN, WAN, point to point), wireless (seperti mobile IP, wireless LAN), bahkan simulasi hubungan antar node jaringan yang menggunakan media satelit. Pada saat simulasi berakhir, NS membuat satu atau lebih file output text-based yang berisi detail simulasi jika dideklarasikan pada saat membangun simulasi. Ada dua jenis output NS, yaitu: file trace yang akan digunakan untuk analisa numerik dan file namtrace yang digunakan sebagai input tampilan grafis simulasi yang disebut network animator (nam). Tampilan NAM diperlihatkan pada Gambar 3. Tampilan dari file trace berupa deretan angka atau kode – kode tertentu dan berbeda antara simulasi aplikasi yang satu dengan yang lainnya. Tampilan file trace diperlihatkan pada Gambar 4. + 0.51 0 2 cbr 500 ------- 1 0.0 3.0 2 2 - 0.51 0 2 cbr 500 ------- 1 0.0 3.0 2 2 r 0.514 0 2 cbr 500 ------- 1 0.0 3.0 0 0 Gambar 4. Tampilan file trace 2.7 Modul WiMAX Pada NS – 2 NS-2 sampai saat ini tidak mengimplementasikan modul WiMAX secara langsung. Meskipun demikian, ada beberapa modul WiMAX untuk NS – 2 yang dikembangkan oleh National Institute of Standards and Technology (NIST) dan Network and Distributed Systems Laboratory (NDSL). Modul – modul ini mengimplementasikan layer fisik (PHY) dan layer MAC dari sistem WiMAX. Modul NIST menerapkan sistem OFDM pada layer fisiknya sedangkan modul NDSL menerapkan sistem OFDMA dan diterapkan untuk topologi jaringan point to multipoint (PMP). Kedua modul tersebut menggunakan teknik duplexing yang sama yaitu: Time Division Duplex (TDD). Penambahan modul WiMAX pada NS-2 yang dibuat oleh NDSL difokuskan dengan menambahkan protokol MAC 802.16 pada modul MAC NS-2. Protokol MAC 802.16 tersebut antara lain terdiri dari modul MAC, packet, timer dan traffic. Protokol MAC tersebut juga mengimplementasikan algoritma WRR sebagai algoritma penjadwalannya untuk mengatur transmisi dari paket-paket data. III. PERANCANGAN SISTEM DAN PERANGKAT LUNAK 3.1 Parameter Simulasi Pada program simulasi jaringan WiMAX terdapat parameter-parameter yang dapat mempengaruhi hasil simulasi. Parameter-parameter ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu parameter yang telah didefinisikan oleh modul WiMAX dan parameter yang didefinisikan oleh perancang. 3.1.1 Parameter Simulasi Pada Modul WiMAX NDSL Untuk mendukung kinerja dari modul WiMAX yang dikembangkannya, NDSL menggunakan parameter-parameter tertentu pada layer fisik dan layer MAC yang sesuai dengan standar IEEE 802.16. Parameter-parameter tersebut juga disesuaikan dengan spesifikasi dari intel sebagai penyedia chipset untuk perangkat komunikasi WiMAX. Nilai dari parameterparameter modul WiMAX NDSL untuk layer MAC diperlihatkan pada Tabel 2 dan parameter-parameter untuk layer fisik diperlihatkan pada Tabel 3. Sedangkan nilai untuk parameter-parameter system time ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 3. Tampilan Nam 4 Tabel 2. Parameter layer MAC Untuk parameter QoS pada SS, sebenarnya telah didefinisikan pada modul WiMAX tetapi parameter QoS ini bisa juga didefinisikan oleh perancang. Pada simulasi ini, parameter QoS yang digunakan mengambil default dari modul NDSL seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter QoS pada modul WiMAX NDSL Tabel 3. Parameter layer fisik 3.2 Program Simulasi Jaringan WiMAX Program simulasi jaringan WiMAX terbagi menjadi beberapa tahapan utama yaitu pengaturan parameter untuk simulasi, inisialisasi, pengaturan parameter node, pembuatan node, pembuatan aliran trafik data yang terdiri dari uplink dan downlink, dan akhir program. Keseluruhan proses tahapan utama pembuatan simulasi jaringan WiMAX dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 4. Parameter system time 3.1.2 Parameter yang Didefinisikan Perancang Selain parameter-parameter yang telah didefinisikan pada modul WiMAX terdapat pula parameter-parameter yang dapat didefinisikan oleh perancang. Parameter-parameter tersebut antara lain model propagasi, jenis protokol routing, topografi, waktu simulasi, daya pancar antena, jumlah SS, jenis aplikasi pada SS, parameter QoS, dan lain-lain. Parameter-parameter yang didefinisikan oleh perancang pada umumnya merupakan parameter yang tidak didefinisikan pada modul WiMAX. Nilai dari parameter-parameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 5. Gambar 5. Diagram alir tahapan pembuatan simulasi Tabel 5. Parameter simulasi jaringan WiMAX yang didefinisikan perancang 3.3 Skenario Program Simulasi Jaringan WiMAX Program simulasi jaringan WiMAX ini dibuat dengan berbagai macam skenario yang didasarkan pada variasi jenis aplikasi layanan WiMAX yang ditransmisikan. Variasi jenis aplikasi layanan WiMAX tersebut diterapkan baik pada BS maupun pada SS. Pembuatan berbagai macam skenario ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah jenis layanan yang ditransmisikan terhadap kinerja dari algoritma penjadwalan WRR. 5 Program simulasi jaringan WiMAX ini terdiri dari 5 macam skenario yang masing-masing skenario memiliki jumlah jenis layanan WiMAX yang berbedabeda. Keseluruhan skenario dapat dilihat pada Tabel 7. throughput dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini. iTt 1 Throughput Pi ; 0 t T (1) iTt Tabel 7. Skenario simulasi jaringan WiMAX dengan variasi jumlah jenis layanan Dengan menggunakan persamaan diatas nilai throughput untuk setiap jenis layanan pada keseluruhan skenario dapat diketahui, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. IV. 4.1 PENGUJIAN DAN ANALISIS Pengujian Keluaran Hasil Simulasi Terdapat dua data keluaran dari hasil simulasi yaitu data berbentuk file trace dan data yang berbentuk visualisasi nam trace. File trace digunakan untuk proses analisis numerik sedangkan file nam trace digunakan untuk melihat kejadian-kejadian yang terjadi pada simulasi yang disajikan dalam bentuk tampilan grafis. Tampilan dari file trace dan nam trace masingmasing diperlihatkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. (a) Grafik nilai throughput pada skenario 1 (b) Grafik nilai throughput pada skenario 2 Gambar 6. Tampilan bentuk dari data trace file Gambar 7. Tampilan jendela NAM (c) Grafik nilai throughput pada skenario 3 Perhitungan dan Analisis Performansi Dari data trace file dapat dihitung nilai dari parameter-parameter yang menunjukkan kinerja dari jaringan WiMAX. Parameter-parameter tersebut adalah throughput, paket hilang, dan rata-rata waktu tunda. 4.2.1 Throughput Throughput merupakan jumlah paket data yang diterima setiap detik. Throughput biasanya dinyatakan dalam satuan bit per second (bps). Perhitungan nilai throughput dilakukan untuk setiap jenis layanan yang digunakan pada simulasi jaringan WiMAX. Nilai dari (d) Grafik nilai throughput pada skenario 4 4.2 6 bukan suatu permasalahan. Nilai dari paket hilang dapat dihitung dengan persamaan (2) berikut ini. i T t 1 D i Paket Hilang iiTTtt1 S i i T t 100 ; 0 t T (2) Paket hilang dihitung dengan membagi jumlah paket yang mengalami drop dengan jumlah paket yang dikirim. Paket hilang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Nilai paket hilang dari keseluruhan skenario diperlihatkan pada Gambar 9. (e) Grafik nilai throughput pada skenario 5 Gambar 8. Grafik nilai throughput pada keseluruhan skenario Dari gambar grafik nilai throughput diatas, dapat diketahui bahwa jumlah SS yang menggunakan suatu jenis layanan tertentu mempengaruhi nilai throughput dari jenis layanan tersebut. Semakin banyak SS yang menggunakan jenis layanan itu, maka semakin besar nilai throughput-nya. Dari gambar 8 juga dapat diketahui bahwa algoritma penjadwalan WRR memberikan nilai throughput yang besar untuk jenis layanan yang mempunyai nilai Minimum Reserved Traffic Rate (MRTR) yang besar. Selain berdasarkan nilai MRTR besarnya nilai throughput juga dipengaruhi oleh prioritas dari masing-masing jenis layanan. Nilai throughput rata-rata pada setiap jenis layanan untuk keseluruhan waktu simulasi ditunjukkan pada Tabel 8. (a) Grafik nilai paket hilang pada skenario 1 Tabel 8. Nilai throughput rata-rata pada setiap jenis layanan (b) Grafik nilai paket hilang pada skenario 2 Secara keseluruhan jenis layanan rtPS memiliki nilai throughput yang paling besar dibanding jenis layanan lainnya. Hal ini disebabkan jenis layanan rtPS memiliki nilai MRTR yang paling besar dan prioritas medium (3). 4.2.2 Paket hilang Paket hilang menunjukkan banyak jumlah paket yang hilang. Paket hilang terjadi ketika satu atau lebih paket data yang melewati suatu jaringan gagal mencapai tujuannya. Paket yang hilang atau drop dapat menurunkan performansi terutama pada aplikasi seperti teknologi streaming, Voice over IP (VoIP), online gaming, dan video conference. Akan tetapi, sangat penting untuk diketahui bahwa paket hilang tidak selalu mengindikasikan adanya suatu permasalahan dalam jaringan. Jika besarnya paket hilang masih dapat diterima oleh tujuan, maka terjadinya paket hilang (c) Grafik nilai paket hilang pada skenario 3 (d) Grafik nilai paket hilang pada skenario 4 7 4.2.3 Rata-rata waktu tunda Waktu tunda (latency) merupakan interval waktu yang dibutuhkan oleh suatu paket data saat data mulai dikirim dan keluar dari proses antrian dari titik sumber awal (source node) hingga mencapai titik tujuan (destination node). Waktu tunda yang dihitung pada simulasi ini adalah rata-rata waktu tunda, bukan waktu tunda per paket. Untuk menghitung rata-rata waktu tunda digunakan perumusan sebagai berikut. i Tt 1 i T t1 RTi STi i T t i Tt Rata - rata Waktu Tunda i Tt 1 ; 0 t T RP i i Tt (e) Grafik nilai paket hilang pada skenario 5 Gambar 9. Grafik nilai paket hilang pada keseluruhan skenario (3) Rata-rata waktu tunda dihitung dengan mengurangi jumlah waktu penerimaan paket dengan jumlah waktu pengiriman paket, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah paket yang diterima. Untuk mengetahui perubahan nilai rata-rata waktu tunda selama simulasi berlangsung, maka rata-rata waktu tunda dihitung per satu detik simulasi. Rata-rata waktu tunda pada perhitungan ini dinyatakan dalam satuan mikro second (µs) atau mikro detik. Nilai rata-rata waktu tunda pada setiap jenis layanan untuk keseluruhan skenario yang dihitung dengan menggunakan persamaan (3) diperlihatkan pada Gambar 10. Dari grafik nilai paket hilang pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai paket hilang pada permulaan simulasi mempunyai nilai yang sangat besar. Hal ini disebabkan pada permulaan simulasi, SS dan BS sibuk melakukan proses ranging untuk memasuki jaringan. Dari Gambar 9 juga terlihat bahwa nilai paket hilang mengalami penurunan hingga mencapai nilai 0 % setelah beberapa detik dari waktu simulasi. Menurunnya nilai paket hilang menandakan bahwa algoritma penjadwalan WRR mempunyai kinerja yang baik dalam menekan nilai paket hilang. Nilai paket hilang secara keseluruhan waktu simulasi ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai paket hilang pada setiap jenis layanan (a) Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada skenario 1 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa perubahan jumlah SS yang menggunakan jenis layanan tertentu secara umum tidak mempengaruhi besarnya nilai paket hilang. Sebagai contoh, skenario kedua dan ketiga memiliki jumlah SS yang menggunakan jenis layanan UGS sama yaitu 2 SS tetapi nilai paket hilang pada skenario ketiga lebih besar dari skenario kedua. Jenis layanan ertPS pada skenario ketiga memiliki jumlah SS yang lebih sedikit dibanding skenario kedua tetapi nilai paket hilangnya lebih besar. Sedangkan jenis layanan BE yang mengalami peningkatan jumlah SS mempunyai nilai paket hilang yang lebih besar dibanding skenario sebelumnya. (b) Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada skenario 2 8 Tabel 10. Nilai rata-rata waktu tunda pada setiap jenis layanan Dari Gambar 10 dan Tabel 10 dapat diketahui bahwa perubahan jumlah SS yang menggunakan jenis layanan tertentu mempengaruhi nilai rata-rata waktu tunda. Secara umum kenaikan jumlah SS akan meningkatkan nilai rata-rata waktu tunda. Jenis layanan ertPS memiliki nilai rata-rata waktu tunda yang paling tinggi dibanding jenis layanan lainnya. Tingginya nilai rata-rata waktu tunda pada jenis layanan ertPS dikarenakan algoritma penjadwalan WRR tidak terlalu cocok apabila digunakan pada aplikasi multimedia. (c) Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada skenario 3 V. 5.1 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan proses yang telah dilakukan pada tugas akhir ini, mulai dari perancangan sampai pengujian dan analisis, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : 1. Besarnya nilai throughput pada suatu jenis layanan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu banyaknya jumlah SS yang menggunakan jenis layanan tersebut, prioritas antrian, dan MRTR. 2. Jenis layanan rtPS memiliki nilai throughput paling besar diantara jenis layanan lainnya pada setiap skenario jaringan, nilai throughput terbesar dari jenis layanan rtPS yaitu 1040,832 Kbps. Sedangkan jenis layanan BE mempunyai nilai throughput yang paling kecil, nilai throughput terkecil dari jenis layanan BE yaitu 4,648 Kbps. 3. Dari besar nilai throughput yang diperoleh menunjukkan bahwa algoritma penjadwalan WRR mempunyai kinerja yang baik untuk jenis layanan yang mempunyai nilai MRTR dan prioritas antrian yang tinggi. 4. Algoritma penjadwalan WRR kurang adil terhadap jenis layanan yang mempunyai MRTR dan prioritas antrian yang kecil, seperti jenis layanan BE. 5. Paket hilang pada simulasi jaringan WiMAX ini terjadi pada permulaan dari simulasi dengan nilai paket hilang yang sangat besar. Hal tersebut terjadi karena, pada permulaan simulasi BS dan SS sibuk melakukan proses ranging untuk memasuki jaringan. 6. Secara umum paket hilang yang terjadi pada setiap jenis layanan dari simulasi ini tidak terpengaruh oleh banyaknya jumlah SS. (d) Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada skenario 4 (e) Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada skenario 5 Gambar 10. Grafik nilai rata-rata waktu tunda pada keseluruhan skenario Nilai rata-rata waktu tunda yang dihasilkan secara keseluruhan mempunyai nilai yang sangat kecil yaitu dalam orde mikro detik. Kecilnya nilai rata-rata waktu tunda menandakan bahwa algoritma penjadwalan WRR mempunyai kinerja yang bagus dalam menekan nilai rata-rata waktu tunda. Nilai rata-rata waktu tunda untuk setiap jenis layanan pada semua skenario ditunjukkan pada Tabel 10. 9 7. Dari hasil pengujian, Algoritma WRR menunjukkan kinerja yang baik dalam menekan terjadinya paket hilang. 8. Besarnya nilai rata-rata waktu tunda dari setiap jenis layanan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah SS yang menggunakan jenis layanan tersebut. 9. Nilai rata-rata waktu tunda terkecil terjadi pada jenis layanan UGS sebesar 0,167 mikro detik. Sedangkan nilai rata-rata waktu tunda terbesar terjadi pada jenis layanan ertPS yaitu sebesar 0,752 mikro detik. [9] Wibisono, G., Gunadi Dwi Hantoro, WiMAX Teknologi Broadband Wireless Access (BWA) Kini dan Masa Depan, Informatika, Bandung, 2006. [10] Wirawan, A.B., Eka Indarto, Mudah Membangun Simulasi dengan Network Simulator-2, ANDI, Yogyakarta, 2004. [11] ------, Mobile WiMAX – Part I: A Technical Overview and Performance Evaluation.http://www.wimaxforum.org/Mobile_ WiMAX_Part1_Overview_and_Performance.pdf. Agustus 2007. 5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan bisa memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada penelitian tugas akhir ini. Beberapa saran yang bisa diberikan adalah sebagai berikut : 1. Pengujian dengan menggunakan parameterparameter layer fisik (frekuensi kerja, bandwidth, daya pancar, RX threshold) yang lain. 2. Pengujian dilakukan dengan bentuk topologi jaringan WiMAX yang lain, seperti topologi jaringan mesh. 3. Perancangan simulasi jaringan dapat dibuat dengan menambah jumlah node agar aliran trafik yang terjadi semakin padat sehingga akan lebih diketahui kehandalan kinerja dari sistem. 4. Pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma penjadwalan yang lain dan membandingkan kinerjanya dengan algoritma WRR. Samsul Arifin (L2F003538) Penulis lahir di Jakarta Barat, 17 September 1985. Menempuh pendidikan di SDN 01 Reksosari Suruh Semarang, SDN 07 Rawa Buaya Jakarta Barat, SLTPN 264 Jakarta, dan SMUN 33 Jakarta. Saat ini masih menyelesaikan studi Strata-1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, dengan mengambil konsentrasi Elektronika Telekomunikasi. Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing I DAFTAR PUSTAKA [1] Ahson, S., Mohammad Ilyas, WiMAX Technologies, Performance Analysis, and QoS, CRC Press, London, 2008. [2] Arifin, A., Airspan WiMAX Presentation, PT. Airspan Networks Indonesia, 2007. [3] Chen, J., Chih-Chieh Wang, The Design and Implementation of WiMAX Module for ns-2 Simulator, Pisa, Italia, 2006. [4] Dahiya, N., Performance Analysis of Wimax, Independent Study Report, Indian Institute of Technology Delhi, India, 2007. [5] Dhrona, P., A Performance Study of Uplink Scheduling Algorithms in Point to Multipoint WiMAX Networks, Thesis of Master of Science, Queen’s University, Kanada, 2007. [6] Ghai, A., Nihit Purwar, Evaluation of 802.16 Broadband Wireless Access MAC. [7] Permana, A.A., Analisis Modulasi Adaptif Pada jaringan Akses Nirkabel Pita Lebar WiMAX Standar IEEE 802.16d (Studi Kasus di Base Station BRI II Sudirman Jakarta), Skripsi S-1, Universitas Diponegoro, Semarang, 2007. [8] Wibisono, G. et al, Konsep Teknologi Seluler, Informatika, Bandung, 2008. Sukiswo, S.T., M.T. NIP. 132 162 548 Pembimbing II Ajub Ajulian Zahra, S.T., M.T. NIP. 132 205 684 10